II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Indikator Kerusakan

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Indikator Kerusakan Lingkungan Sungai
Kualitas air sungai tergantung pada komponen penyusun sungai dan
komponen yang berasal luar, seperti pemukiman dan industri. Oleh karena itu,
ekosistem sungai berhubungan erat dengan lingkungan fisik dan sosial di
sekitarnya. Umumnya, sungai terpolusi oleh aktivitas pertanian, sampah rumah
tangga, dan limbah industri. Panduan perlindungan badan aliran sungai dari
Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa
indikator pencemaran sungai sebagai berikut:
1.
Dissolved Oxygen (DO)
Mahkluk yang hidup di air membutuhkan oksigen untuk bernafas dalam
bentuk oksigen terlarut (DO). Konsentrasi DO dipengaruhi oleh suhu,
sedimentasi, jumlah oksigen yang diambil dari sistem melalui proses penguraian
dan respirasi, serta jumlah oksigen yang masuk ke sistem melalui fotosintesis.
Konsentrasi DO diukur dalam miligram per liter (mg/l) atau part per million
(ppm).
2.
Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand
(COD)
Bahan organik yang memasuki perairan merupakan salah satu jenis
pencemar perairan. Secara alami, pencemar ini akan diuraikan oleh bakteri
pengurai karena bahan organik merupaka makanan bagi bakteri. Proses
penguraian membutuhkan oksigen sehingga reaksi ini akan mengurangi
konsentrasi oksigen terlarut bagi organisme perairan. BOD adalah ukuran jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan bahan organik secara
biologi. Bila polutan dengan konsentrasi BOD yang tinggi masuk ke sungai, hal
ini akan mempercepat pertumbuhan bakteri dan membutuhkan oksigen yang
semakin banyak untuk menguraikan polutan tersebut.
Bahan organik juga dapat diuraikan melalui reaksi kimiawi oleh
pengoksidasi seperti K2Cr2O7. COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan
pengoksidasi tersebut untuk menguraikan bahan pencemar organik. Secara umum,
kadar BOD dan COD yang tinggi mencerminkan konsentrasi bahan organik yang
tinggi sehingga diperlukan oksigen yang tinggi dan menyebabkan penurunan
kadar oksigen terlarut di perairan. Kadar oksigen yang sangat rendah dapat
menyebabkan kematian bagi organisme air. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar
BOD dan COD, maka tingkat polusi perairan juga semakin parah.
3.
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) mengukur jumlah ion hidrogen di dalam air. Hal
ini dapat mempengaruhi tingkat kelarutan bahan kimia beracun dalam air. Derajat
pH yang tinggi akan menyebabkan kebanyakan logam menjadi lebih beracun dan
mudah larut dalam air.
4.
Nutrient
Nutrient seperti Posfor dan Nitrogen berperan penting dalam pertumbuhan
alga dan tumbuhan yang lain. Namun, konsentrasi yang berlebih dapat
menyebabkan pertumbuhan yang di atas batas normal sehingga mengurangi
jumlah oksigen terlarut di air sungai. Pupuk yang berlebihan, sistem septik tank
yang buruk, dan limbah air adalah sumber posfor dan nitrogen.
5.
Elecritical Conductivity (EC)
Electrical Conductivity (EC) adalah kemampuan untuk menghasilkan
listrik. Bila EC meningkat, itu menandakan bahwa terdapat ion terlarut sehingga
12
dapat digunakan dalam memprediksi masalah kualitas air. Secara alami, air
memiliki kemampuan untuk menghantarkan listrik karena air merupakan
konduktor yang baik. Peningkatan ion terlarut yang ditunjukkan oleh nilai EC
yang meningkat menandakan bahwa ada cemaran logam karena. Logam tersebut
dapat berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi terus-menerus dalam tubuh
biota laut.
3.2
Hipotesis Environmental Kuznet Curve (EKC)
Dinda (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya hipotesis EKC
menggambarkan dinamika perubahan pendapatan sebagai indikator pertumbuhan
ekonomi dan kerusakan lingkungan seperti emisi. Ketika pendapatan meningkat,
emisi juga meningkat sepanjang waktu sampai tingkat pendapatan tertentu.
Setelah itu, emisi akan mulai menurun. Studi EKC merupakan fenomena jangka
panjang sehingga periode ketika emisi mulai menurun tidak dapat dikatakan
secara eksplisit.
Proses yang terjadi adalah ekonomi yang terus bertumbuh dalam tahap
perkembangan yang berbeda sepanjang waktu. Studi ini dapat dilakukan di satu
negara maupun kelompok negara dengan menganalisis data panel pendapatan
ekonomi dan variabel kualitas lingkungan. Menurut hipotesis kurva Kuznet
mengenai hubungan emisi dan dan pendapatan, garis regresi seharusnya
membentuk huruf U terbalik.
Dari studi hipotesis EKC yang dilakukan oleh Dinda (2004) terhadap
sejumlah penelitian terdahulu oleh, beberapa faktor yang dianggap berpengaruh
terhadap bentuk kurva EKC dijelaskan sebagai berikut.
1.
Elastisitas Pendapatan Terhadap Permintaan Kualitas Lingkungan
13
Elastisitas pendapatan terhadap permintaan kualitas lingkungan lebih dari
satu dan bernilai positif. Hal ini berarti peningkatan permintaan terhadap kualitas
lingkungan lebih besar daripada peningkatan pendapatan. Ketika pendapatan
meningkat, masyarakat menginginkan standar kehidupan yang lebih tinggi dan
lebih peduli terhadap kualitas lingkungan. Setelah mencapai tingkat pendapatan
yang menyebabkan emisi menurun, willingness to pay meningkat dengan proporsi
yang lebih besar daripada pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari donasi terhadap
organisasi
lingkungan
dan
preferensi
terhadap
eco-product.
Penduduk
berpendapatan tinggi umumnya lebih menghargai dan melestarikan lingkungan
daripada penduduk berpendapatan rendah. Tidak hanya mampu membeli eco
products, mereka juga mampu menekan pemerintah maupun perusahaan dalam
hal pengaturan dan perlindungan lingkungan.
2.
Efek Skala, Teknologi, dan Komposisi
Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kualitas lingkungan melalui tiga
cara yaitu efek skala, teknologi, dan komposisi. Peningkatan output membutuhkan
lebih banyak input dari sumber daya alam yang juga berarti peningkatan emisi
sebagai produk sampingan proses produksi. Peningkatan output akibat ekonomi
yang bertumbuh akan meningkatkan lebih banyak polusi. Oleh karena itu,
pertumbuhan ekonomi menciptakan efek skala yang memiliki efek negatif
terhadap lingkungan.
Pertumbuhan ekonomi juga memiliki positif melalui efek komposisi.
Peningkatan pendapatan cenderung mengubah struktur ekonomi dengan
meningkatan aktivitas ekonomi yang menghasilkan lebih sedikit polusi.
Kerusakan lingkungan cenderung meningkat ketika dari era pertanian ke industri
14
berbasis energi, namun mulai menurun ketika memasuki industri berbasis jasa dan
teknologi. Negara kaya umumnya memiliki dana yang cukup untuk riset dan
pengembangan sehingga teknologi lama dapat diperbaharui terus menerus dengan
teknologi baru yang lebih ramah lingkungan. Efek skala yang berdampak buruk
terhadap lingkungan di masa awal pertumbuhan ekonomi dapat dikompensasi
dengan dampak positif dari skala komposisi dan teknologi.
3.
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah faktor paling penting yang dapat
menjelaskan EKC. Perdagangan meningkatkan ukuran ekonomi dan akhirnya
meningkatkan polusi juga. Namun, perdagangan internasional dapat menyebabkan
efek yang kontradiktif. Di satu sisi, kualitas lingkungan dapat memburuk melalui
efek skala ketika volume perdagangan meningkat khususnya ekspor. Di sisi lain,
perdagangan dapat memperbaiki kualitas lingkungan melalui efek komposisi dan
teknologi. Ketika ekonomi meningkat melalui perdagangan, peraturan lingkungan
semakin diperketat sehingga dapat mendorong adanya inovasi untuk mengurangi
polusi.
4.
Displacement Hypothesis
Hipotesisnya adalah industri berpolusi tinggi akan berpindah dari negara
maju dengan peraturan lingkungan yang ketat ke negara berkembang karena
negara ini masih dalam tahap mengembangkan ekonomi sehingga peraturan
lingkungan cenderung lemah untuk menarik minat investor. Negara yang
mengekspor barang manufaktur membutuhkan banyak energi dan menghasilkan
polusi yang tinggi juga. Untuk barang yang produksinya menghasilkan polusi
yang tinggi, negara berkembang cenderung menjadi net exporter dan negara maju
15
menjadi net importer. Hal ini berarti negara berkembang fokus pada industri
“kotor” dan produksi berbasis input material, sedangkan negara maju fokus pada
industri “bersih” dan produksi berbasis jasa.
5.
Harga
Tahap awal pertumbuhan ekonomi sering dikaitkan dengan eksploitasi
sumber daya yang intensif. Hal ini dapat mengurangi stok sumber daya alam.
Efisiensi penggunaan sumber daya alam mulai meningkat ketika tingkat
pendapatan tertentu dicapai dan di saat yang sama pasar untuk sumber daya
lingkungan mulai berkembang, Harga mencerminkan nilai sumber daya. Harga
sumber daya alam yang semakin meningkat mendorong peralihan ke industri
berbasis teknologi yang sedikit polusi. Sebagai contoh adalah peningkatan haraga
minyak bumi mengakibatkan banyak pihak mulai meneliti sumber energi
alternatif lain.
2.3
Studi Empiris Environmental Kuznet Curve (EKC) Terdahulu
Kerusakan lingkungan sebagai konsekuensi atas pertumbuhan yang
didasarkan pada ekstraksi sumberdaya alam berlebihan telah membuat banyak
peneliti melakukan studi terhadap hubungan kerusakan lingkungan dengan
pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada hipotesis EKC. Shafik (1992)
melakukan studi terhadap delapan indikator kualitas lingkungan yang berpengaruh
terhadap kualitas lingkungan di berbagai negara, yaitu: kekurangan air bersih,
sanitasi yang buruk, ambang batas suspended partial matter (spm), sulfur dioksida
(SO2), perubahan luas hutan pada periode 1961-1986, rataan deforestasi tahunan,
oksigen terlarut Dissolved Oxygen (DO) di sungai, konsentrasi feces manusia di
sungai, limbah rumah tangga per kapita, dan polusi karbon per kapita. Pendapatan
16
signifikan untuk semua indikator kualitas lingkungan, tetapi hubungan antar
variabel tersebut tidak dapat disimpulkan. Ketika pendapatan meningkat,
kebanyakan indikator kualitas lingkungan menjadi memburuk, kecuali akses
terhadap air bersih dan sanitasi. Hal ini berarti peningkatan pendapatan
menyebabkan masyarakat mampu memiliki sanitasi dan stok air bersih yang
semakin memadai.
Negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi tinggi
cenderung lebih banyak mengeksploitasi sumber daya. Teknologi terbukti dapat
meningkatkan kualitas lingkungan. Uji ekonometrik juga menunjukkan bahwa
kebijakan makroekonomi seperti volume perdagangan dan utang sepertinya
memiliki efek yang relatif kecil terhadap lingkungan.
Hasil studi ini sesuai dengan analisis dan review yang dilakukan Dinda
(2004) terhadap berbagai literatur EKC terdahulu. Negara maju telah melakukan
inovasi teknologi secara kontinu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
mempertahankan tingkat real income, dan memperkecil laju kerusakan. Difusi
teknologi dari negara maju dapat mencegah negara berkembang mengalami
kerusakan lingkungan seperti yang sudah dialami negara maju sebelumnya.
Perdagangan internasional mempengaruhi lingkungan karena perdagangan
cenderung meningkatkan ukuran ekonomi yang selanjutnya meningkatkan tingkat
polusi. Di sisi lain, perdagangan teknologi antar negara maju dengan negara
berkembang dapat mengurangi tingkat polusi.
Kurva EKC hanya terbukti pada indikator polusi udara yang diukur pada
tingkat lokal. Penjelasan yang memungkinkan untuk pembuktian kurva tersebut
adalah (1) Transformasi dari ekonomi agraria yang bersih ke ekonomi industri
17
yang menghasilkan polusi tinggi dan selanjutnya ke ekonomi berbasis jasa dengan
tingkat polusi rendah dan (2) Penduduk dengan tingkat pendapatan tinggi yang
cenderung memiliki preferensi yang tinggi juga terhadap lingkungan.
Sebelumnya, Dinda (2000) juga telah melakukan studi empiris terhadap
polutan udara (spm dan SO2) terhadap 33 negara yang dibagi menjadi negara
dengan tingkat pendapatan tinggi, sedang, dan rendah. Hubungan tersebut adalah
kurva berbentuk huruf U sehingga bertentangan dengan hipotesis EKC. Mithyli
(2011) juga menguji EKC terhadap konsentrasi bahan organik yang diukur
melalui indikator Biological Dissolved Oxygen (BOD) di negara berkembang
India dan menemukan hubungan berbentuk huruf tilted-S. Hal ini berarti polusi
menurun seiring dengan peningkatan pendapatan sampai tingkat tertentu dan
meningkat kembali sampai tingkat pendapatan titik balik yng kedua. Setelah itu,
tingkat polusi akan menurun seiring dengan peningkatan pendapatan.
Hettige (2000) melakukan studi EKC di tiga belas negara untuk menguji
dampak pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan yang diwakili oleh
kontribusi sektor industri terhadap total output negara. Kontribusi sektor yang
menghasilkan polusi dalam output industri, dan intensitas penggunaan polutan per
unit output pada sektor yang menghasilkan polusi. Konstribusi industri terhadap
total output memenuhi hipotesis kurva EKC, namun kedua indikator yang lain
tidak sesuai. Ketika efek dari ketiga indikator tersebut digabungkan untuk melihat
implikasi EKC secara menyeluruh, ternyata hipotesis EKC tidak terbukti.
Paudel (2008) kemudian memodifikasi hipotesis kurva Kuznet dengan
mengadakan studi untuk mengetahui bagaimana pengaruh Social Capital (SC)
terhadap polutan air (N, P, DO) pada 53 parishes di negara bagian Lousiana,
18
USA. Social capital merupakan karakteristik masyarakat seperti norma dan
tingkat kepercayaan yang memungkinkan kelompok masyarakat bekerja sama
secara efektif untuk mencapai suatu tujuan. SC berpengaruh signifikan dalam
menjelaskan polutan N, tapi tidak signifikan pada P dan DO. Namun, peneliti
menemukan kurva U pada hubungan polutan N dan SC. Artinya adalah
konsentrasi N yang tinggi terjadi pada tingkat SC yang rendah dan tinggi sehingga
tingkat SC yang moderat adalah kondisi yang bagus untuk lingkungan. Secara
keseluruhan, hipotesis EKC tidak terbukti. Komen (1997) juga melakukan studi
lebih mendalam terhadap hipotesis EKC dengan menganalisis hubungan antara
pendapatan dan pendapatan per kapita yang dialokasikan untuk penelitian terkait
lingkungan di sembilan belas negara yang tergabung dalam Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD). Elastisitas pendapatan
terhadap dana penelitian untuk perbaikan lingkungan adalah positif dan mendekati
satu.
Studi EKC di tingkat negara seperti yang disarankan oleh Dinda (2004)
telah pernah dilakukan oleh Mithyli (2011) dengan menggunakan variabel
konsentrasi BOD, urbanisasi, dummy industri untuk periode 1990-1991 dan 20052006 di India yang merupakan salah satu negara berkembang. Yang membedakan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah studi di negara maju dengan
menggunakan data tahun 1978-2004 yang diharapkan dapat menjelaskan
perubahan indikator polusi air sungai dan pendapatan per kapita jangka panjang.
Dalam hal ini, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi mencengangkan setelah
dekade 1960-an yang diikuti polusi air sungai, tetapi saat ini, kualitas air sungai
sudah membaik dengan adanya peraturan dan meningkatnya perhatian publik
19
terhadap kualitas lingkungan yang baik. Selain itu, penelitian ini juga
memasukkan variabel kepadatan penduduk untuk menggambarkan pengaruh
kepadatan
penduduk
terhadap
polusi
air
sungai.
20
Download