KIMIA ANALISA KUANTITATIF Ana Hidayati M Larutan Standard Yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya Macam larutan standar ada 2 yaitu a. standar primer b. standar sekunder Contoh larutan standard primer : H2C2O2 2H2O, Na2B4O7 10 H2O, NaCl, ZnSO4 7H2O, KIO3 Syarat standar primer 1. Murni dengan kadar pengotor < 0,02% 2. Stabil secara kimiawi : a. Mudah dikeringkan b. Tidak bersifat higroskopis. 3. Memiliki berat ekivalen besar meminimalkan kesalahan akibat penimbangan Zat kimia yang murni : - bila ditimbang dengan tepat - dilarutkan dalam volume tertentu dengan tepat ditentukan konsentrasinya larutan standar primer Larutan standar sekunder Larutan dari bahan kimia yang tidak murni dan bersifat higroskopis walaupun dengan menimbang dan melarutkan dengan teliti tidak dapat ditetapkan konsentrasinya secara langsung tetapi harus melalui titrasi /standarisasi dengan menggunakan larutan standar primer Metode titrimetri Yaitu cara analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri Reaksi kimia antara komponen analit dengan titran Reaksi dasar dinyatakan dengan persamaan umum : a A + b B produk a A + b B produk a = jumlah mol analit (A) b = mol titran (B) a dan b koefisien reaksi dalam persamaan reaksi setaranya Analit : Komponhendak ditetapkan en dari larutan sampel yang kuantitasnya Titran : Larutan standar Titran ditambahkan ke dalam larutan analit dengan buret sampai tercapai titik ekivalen ditandai oleh perubahan zat tertentu Supaya terjadi perubahan ditambahkan suatu zat yang disebut indikator • Titik ekivalen (titik akhir teoritis) : saat dimana reaksi sempurna tercapai yaitu titrat A tepat habis bereaksi dengan titran B • Titik akhir titrasi (TAT) adalah saat tepat terjadinya perubahan warna indikator atau saat terjadinya pengendapan • Idealnya TAT = titik ekivalen • Dalam praktek TAT sedikit menyimpang dari titik ekivalen • Terjadinya Perubahan indikator: Semua analit telah bereaksi dengan titran Titik ekivalen dan kelebihan sedikit titran bereaksi dengan indikator terjadi perubahan pada indikator (misal perubahan warna, terbentuknya endapan) • Titrasi : proses penambahan titran ke dalam analit didasarkan pada proses pengukuran volume titran untuk mencapai titik ekivalen • Istilah metode titrimetri lebih cocok diterapkan untuk analisis kuantitatif dibandingan metode volumetri sebab pengukuran volume tidak selalu berkaitan dengan titrasi Jenis metode titrimetri • Dasar : jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi • Metode titrimetri 4 golongan, yaitu : 1. Asidi-alkalimetri 2. Oksidimetri : Permanganometri, Yodometri, Yodimetri, bikromatometri, bromometri, Cerimetri dll. 3. Kompleksometri 4. Titrasi pengendapan Metode titrimetri harus memenuhi 4 (empat) persyaratan pokok : 1. Reaksi kimia yang berlangsung harus mengikuti persamaan reaksi tertentu dan tidak ada reaksi sampingan prinsip stoikiometri 2. Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna pada titik akhir titrasi, atau tetapan kesetimbangan reaksinya harus sangat besar 3. Harus ada metode yang tepat untuk menetapkan titik ekivalen + indikator 4. Reaksi berlangsung cepat proses titrasi hanya berlangsung dalam beberapa menit titik ekivalen segera diketahui dengan cepat • Reaksi antara analit asam klorida / HCl yang akan ditetapkan kuantitasnya dengan menggunakan larutan standar NaOH memenuhi 4 kriteria yang ditetapkan Reaksinya tunggal : H3O+ + OH- 2H2O – Tetapan kesetimbangan sangat besar : H3O+ + OH - 2H2O K = 1 10-14 – Dapat digunakan indikator fenolftalen PP yang menghasilkan perubahan warna dari tak berwarna menjadi merah pada titik ekivalennya – Dapat pula digunakan instrumen pH meter untuk mendeteksi titik ekivalen. – Reaksinya berlangsung sangat cepat 1. Asidi-alkalimetri • Asidi-alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa atau prinsip netralisasi Larutan analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa larutan basa atau sebaliknya Jika HA mewakili asam dan BOH mewakili basa reaksi antara analit dengan titran dirumuskan: HA + OH ‾ A‾ + H2O BOH + H3O + B + + 2H2O Titran umumnya berupa larutan standar asam kuat atau basa kuat, misalnya larutan HCl dan larutan NaOH • Asidimetri adalah titrasi terhadap larutan basa dengan larutan standar asam Contoh : Titrasi larutan NaOH dengan larutan standar HCl Titrasi larutan Na2B4O7 10 H2O dg larutan standar HCl • Alkalimetri adalah titrasi terhadap larutan asam dengan larutan standar basa Contoh : Titrasi larutan H2C2O4 2H2O dg larutan standar NaOH Titrasi larutan CH3COOH dengan larutan standar NaOH • Indikator yang dipakai dalan reaksi netralisasi : PP (Phenol phtalein), MO(Metyl orange), MR (Metyl red) • Jenis Indikator, Daerah pH, dan perubahan warna Indikator PP MO MR Phenol red Daerah pH 8,3 – 10,0 3,1 – 4,4 4,2 – 6,3 6,8 – 8,4 asam tak berwarna orange merah kuning basa merah kuning kuning merah Standarisasi Larutan NaOH 1. Tugas 2. Prinsip 3. Reaksi 4.Reagen : Standarisasi larutan NaOH. : Reaksi penetralan asam basa : H2C2O4 2H2O + 2 NaOH Na2C2O4 + 2H 2 O : - Larutan NaOH 0,01N - Larutan baku primer H2C2O4 2H2O 0,0100 N - Indikator PP 5. Cara Kerja : Dipipet 10,0 ml larutan baku primer H2C2O4 2H2O 0,0100N dan dimasukkan dalam erlenmeyer Kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator PP dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,01N sampai terjadi warna merah yang konstan. 6. Perhitungan : N1. V1 = N2 . V2 N NaOH = N H2C2O4 2H2O x V H2C2O4 2H2O V NaOH Pembuatan larutan baku primer H2C2O4 2H2O 0,0100N sebanyak 100,0 mL ( BE H2C2O4 2H2O= 126/2) • • • N H2C2O4 2H2O = Berat H2C2O4 2H2O (g) BE H2C2O4 2H2O x Vol (L) Berat H2C2O4 2H2O = N H2C2O4 2H2O x BE H2C2O4 2H2O x Vol (L) = 0,0100 x (126/2) x (100/1000) = 0,0630 gram Data Penimbangan H2C2O4 2H2 Wadah + Zat = a gram Wadah + Sisa zat ( wadah kosong) = b gram Berat Zat H2C2O4 2H2O = (a - b) gram Koreksi Normalitas H2C2O4 2H2O = Berat Zat yang tertimbang x 0,0100 N Berat Zat sesungguhnya = …………. N Data Titrasi No. 1 2 3 4 Vol. H2C2O42H2O (mL) Vol NaOH (mL) 10,0 10,0 10,0 10,0 0,00- 10,14 0,00- 10,12 0,00- 10,19 0,00- 10,16 No Hasil titrasi (mL) 1 2 3 10,14 10,12 10,16 Volume rata-rata = 10,14 Penyimpangan (Deviasi) 0,00 0,02 0,02 Devisiasi rata – rata d = 0,0133 Hitung simpangan / selisih volume titrasi yang dicurigai dengan volume rata-ratadibagi deviasi ratarata Dari contoh data titrasi :l 10, 19 – 10,14 l : 0,0133 = 3,75 3,75 > 2,5 data titrasi yang dicurigai ditolak berarti volume rata-rata dari 3 data Volume rata-rata= 10.14ml Perhitungan N1. V1 = N2 . V2 N NaOH = N H2C2O4 x V H2C2O4 V NaOH = 10,0 x 0,0100 10,14 = 0,00986 = 0,0099 Standarisasi Larutan HCl 1. Tugas 2. Prinsip 3. Reaksi 4. Reagen : Standarisasi larutan HCl. : Reaksi penetralan asam basa : Na2B4O7 10H2O + 2 HCl H3BO3 + 2NaCl : - Larutan HCl 0,01N - Larutan baku primer Na2B4O7 10H2O 0,0100 N - Indikator MR 5. Cara Kerja : Dipipet 10,0 ml larutan baku primer Na2B4O7 10H2O 0,0100N dan dimasukkan dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator MR dan dititrasi dengan larutan HCl 0,01N sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah yang konstan. 5. Perhitungan : N1. V1 = N2 . V2 N HCl = N Na2B4O7 x V Na2B4O7 V HCl 2. Kompleksometri • Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara analit dengan titran • Standar sekunder adalah Na 2 EDTA (Natrium Etilen diamina tetraasetat) pengompleks berbagai ion logam • Standar Primer yang digunakan : ZnSO4 7H2O • Reaksinya molekuler satuan M, karena 1 mol logam (bervalensi 2, 3, atau 4) bereaksi dengan 1 mol Na 2 EDTA • Indikator untuk Titrasi Kornpleksometri Indikator : EBT (Eriochrome Black T), Mureksida, dan Xylenol orange (XO) • Indikator EBTpH = 7 -10 (Hin) berwarna biru, dengan ion logam akan berubah menjadi merah • Reaksi: Mg2+ + HIn MgIn + H+ biru merah MgIn + H4Y (Na EDTA) MgY (Mg- EDTA) +HIn Merah biru Pelaksanaan Titrasi Kompleksometri • • Titrasi Langsung Larutan ion logam dititrasi langsung dengan larutan standar EDTA yang telah dibuffer pH 10 Titrasi Kembali Larutan ion logam ditambah larutan standar EDTA berlebih dan kemudian dibuffer pH 10 Kelebihan larutan EDTA dititrasi kembali dengan larutan standar ion logam lain Penggunaan Titrasi Kompleksimetri • • • Penentuan Kesadahan air Dilakukan pada pH ≥10, sampel dibuffer dan indikator yang digunakan EBT Jika ion Mg 2+ diperkirakan tidak ada, titrasi dilakukan secara langsung. Tapi jika ada, ion Mg diendapkan dulu dengan larutan NaOH. Kemudian sesudah Mg(OH) 2 mengendap, titrasi dilakukan dengan larutan baku EDTA pada pH 13 Penentuan ion Al, Zn, dan Pb Orang yang keracunan Pb diselidiki dengan larutan standar EDTA sebagai berikut : Pb (II) + Na 2EDTA Pb-EDTA + Na (II) ( badan ) ( badan ) STANDARISASI LARUTAN Na 2 EDTA 1. Tugas : Standarisasi larutan Na 2 EDTA 2. Prinsip : Pembentukan senyawa kompleks. 3. Reaksi : Zn 2+ + Na2EDTA Na2ZnY + 2 H + 4. Reagen : - Larutan Na2EDTA 0,01M - Larutan standar primer ZnSO4 0,0100 M - Larutan buffer pH 10 & Indikator EBT 5.Cara Kerja : 1. Dipipet 10,0 ml Larutan standar primer ZnSO47H2O 0,0100 M masukkan dalam erlenmeyer 2. Ditambahkan 1 mL buffer pH 10 dan sedikit EBT 3. Dititrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01M sampai terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru 6. Perhitungan : M1. V1 = M2 . V2 M Na2EDTA = M ZnSO4 x V ZnSO4 V Na2EDTA 3. Titrasi Pengendapan • Titrasi Pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh larutan standar / titran yang secara spesifik dapat mengendapkan analit • Metode ini banyak digunakan untuk menetapkan kadar ion halogen dengan pengendap Ag + Ag+ + X- AgX(s) ( X- = Cl -, Br -, l -, SCN -) Metode Argentometri ada 3 macam : Mohr, Volhard, dan Fayan`s a. Metoda Mohr (reaksi pengendapan bertingkat) Ion halogen, misalnya ion klorida, indikator yang dipakai K2CrO4 , dan suasana reaksi netral. Cl- + Ag + AgCl mengendap putih Ksp= 1,20 x 10-10 CrO42- + 2Ag+ Ag2CrO4 mengendap merah Ksp= 1,70 x 10 -12 Untuk menetralkan larutan yag terlalu asam garam MgO Reaksi Argentometri Mohr harus netral, karena : - bila suasana asam terjadi reaksi antara CrO4 2- dengan H + CrO4 2- akan berkurang harga Ksp Ag2CrO4 tidak terlampaui sulit terjadi endapan - bila suasana basa di dalam larutan akan terbentuk pula AgOH dengan harga Ksp =2,30 x 10-8 Standarisasi larutan AgNO3 1. Tugas 2. Prinsip : Standarisasi larutan AgNO3 : Pengendapan Cl- dengan larutan AgNO3 secara bertingkat dengan metoda Argentometri Mohr 3. Reaksi : Cl- + AgNO3 AgCl putih + NO32 AgNO3 + K 2 CrO4 Ag 2CrO4 c m+ 2 KNO3 4. Reagen : - Larutan AgNO3 0,01N - Larutan standar primer NaCl 0,0100 N - Indikator K 2 CrO 4 5% - Mg O 5.Prosedur : - Dipipet 10, 0 ml Larutan standar primer NaCl 0,0100 N masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan 1 ml K 2CrO 4 5%. Tambahkan serbuk MgO - Titrasi dengan larutan AgNO3 0,01 N sampai terbentuk endapan merah bata. 6. Perhitungan : N1. V1 = N2 . V2 N AgNO3 = N NaCl x V NaCl V AgNO3 b. Metoda Volhard • Ion halogen ( klorida, bromida, iodida ) ditambahkan AgNO3 berlebihan • Setelah terjadi pengendapan sempurna, kelebihan AgNO3 dalam suasana asam akan dititrasi dengan larutan standar KCNS • Indikator yang dipakai asalah Fe Allum 40 %. • Prinsip : Pembentukan senyawa yang larut • Reaksi : Cl- + Ag+ AgCl putih Ksp = 1,20 x 10 -10 Ag + + CNS- AgCNS putih Ksp = 7,10 x 10 -13 Fe3+ + 6 CNS- Fe(CNS)6 3- Larutan merah • Perhitungan : (VxN) AgNO3 = (VxN NaCl ) + ( V x N KCNS) c. Metoda Fayan`s • Prinsip : Reaksi adsorbsi • Ion halogen ditambahkan larutan AgNO3 dan sebelum tercapai titik ekivalen, endapan AgCl yang terbentuk akan mengadsorpsi ion halogen dalam larutan terdapat lapisan pertama, sedang lapisan kedua akan teradsorpsi ion Na+ dan bila indikator yang digunakan fluorescein fl maka pada ion fl- akan teradsorpsi oleh endapan yang terdapat pada lapiosan kedua, sehingga permukaan endapan AgCl terbentuk senyawa Argentum fluorescein (Agfl) yang berwarna merah. • Reaksi : K I + AgNO3 AgI kuning + KNO3 • AgI mengadsorpsi ion I - sehingga ion I - lapisan pertama lapisan kedua ion K +, sehingga fluorescein bebas dalam larutan, dan akhirnya endapan AgI bereaksi dengan indikator fluorescein endapan merah muda. • Perhitungan : (VxN) AgNO3 = (Vx N halogenida ) Molaritas (M) = mol/L Normalitas (N) = ek/L • Hitung berat Na2CO3 yang diperlukan untuk membuat 250 mL larutan 0,15 N Na2CO3 bila larutan Na2CO3 dititrasi dengan larutan HCl mengikuti persamaan: CO32-+ 2 H+ CO2 + H2O • Penyelesaian : 1 mol CO32- memerlukan 2 mol H + ek = ½ mol 1 ek Na2CO3 = ½ mol x 106 g/mol = 53 g 0,15 N = 0,15 ek/L = 0,0375 ek/250 mL Berat 0,0375 ek Na2CO3 = 0,0375 ek x 53 g/ek = 1,99 g. • Jadi berat Na2CO3 yang diperlukan untuk membuat 250 mL larutan 0,15 N adalah 1,99 gram 3. Oksidimetri • Oksidimetri didasarkan pada reaksi oksidasi - reduksi (redoks) antara analit dan titran • Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau sebaliknya • misalnya penetapan ion besi (II) Fe 2+ dalam analit dengan titran larutan stnadar cesium (IV) Ce 4+ Fe 2+ + Ce 4+ Fe 3+ + Ce 3+ Oksidator lain kalium permanganat (KMnO4 ) misalnya pada penetapan kadar ion besi (II) dalam suasana asam 5 Fe 2+ + 8H+ 5 Fe 3+ + Mn 2+ + 4H2O OKSIDIMETRI 1. Permanganometri 5C2O42- + 2MnO4- + 6H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O 5Fe2+ + MnO4- + 8H + 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O STANDARISASI LARUTAN BAKU KMnO4 1. Tugas : menstandarisasi larutan baku KMnO 4 . 2. Prinsip : Reaksi reduksi – oksidasi 3. Reaksi : 5H 2 C 2 O4 + 2KMnO4 + 5 H2 SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 8H2O+ 10CO2 Reagen : - H 2SO4 2N - larutan KMnO4 0,01 N - larutan H2C2O4 0,01 N 4. Prosedur : Dipipet 10,0 mL larutan H2 C 2 O4 standar dan masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan 5 mL asam sulfat 2 N, panaskan sampai suhu < 80 C. Titrasi segera dengan KMnO4 0,01 N sampai terbentuk warna merah muda 5. Perhitungan : N1. V1 = N2 . V2 N KMnO4 = N H2 C2 O4 x V H2 C2O4 V KMnO4 STANDARISASI LARUTAN Na2S2O3 1. Tugas : menentukan kadar Na2S 2O3 2. Prinsip : Reaksi reduksi – oksidasi 3. Metoda : Iodometri 4. Reaksi : KIO3 + 5 KI + 3 H 2 SO4 3 K 2 SO4 + 2 H 2 O+ 3 I 2 I2 + 2 Na2S 2O3 2 NaI + Na2S 4O6 5. Reagen : - Larutan baku primer KlO3 0.0100 N - H 2 SO4 2 N - Larutan Na2S 2O3 0,01 N - Indikator Amylum 1% 6. Prosedur : Dipipet 10,0 mL larutan standar KlO 3 dan masukkan dalam stop erlenmeyer. Tambahkan 5 mL KI 5% dan 5 mL asam sulfat 2 N Titrasi dengan Na2S 2O3 0,01 N sampai terjadi warna kuning muda (kocok pelan-pelan, titran cepat) Tambahkan dengan indikator Amylum 1% biru.Titrasi dilanjutkan dengan Na2S 2O3 0,01 N sampai warna biru tepat hilang (kocok kuat, titran tetes demi tetes) 7. Perhitungan : N1. V1 = N2 . V2 N Na2S 2O3 = N KlO3 x V KlO3 V Na2S 2O3 2. Titrasi Tak Langsung (Iodomotri) Zat yang akan ditentukan direaksikan dengan iod digunakan larutan KI berlebih Zat oksidator direduksi dengan membebaskan I 2 yang jumlahnya ekivalen. I2 kemudian dititrasi dengan S2O3 2- sehingga terjadi reaksi: KIO3 + 5 KI + 3 H2SO4 3 K2SO4 + 2 H2O+3 I2 I2 + S2O3 2- S4O6 2- + 2 I 3. Titrasi Langsung (Iodimetri) Yaitu Titrasi dilakukan langsung dengan larutan standard iod sebagai oksidator karena larutan iod oksidator lemah, dengan indikator amilum S2O3 2- +I2 S4O6 2- + 2 I - • Larutan baku iod dapat dibuat dari unsur murninya yang dicampur dg KI supaya larut membentuk I 3 Standarisasinya dapat dilakukan dengan asam arsenit (H 3 AsO3 ) sebagai standard primernya. • Kelemahannya adalah: (1) larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap. (2) dapat mengoksidasi karet, gabus. dan zat-zat organik lainnya; (3) dipengaruhi oleh udara 4 I- + O-2 + 4 H+ 2I2 + 2 H2O. (4) tidak dapat dilakukan pada suasana basa, yakni pada pH > 9 karena akan terjadi reaksi : I2 + OH- HOI + 2 H 2O 3HOI + 3OH- 2 I- + IO3- + 3 H2O Kanji/amilum sebagai indikator dalam titrasi dengan larutan I2 karena dapat membedakan warna biru dari amilosa I3 - • Amilosa + I3 - Amilosa I3 • I3- merupakan larutan I2 dalam KI • Kelemahan indikator amilum : (1) karena amilum itu karbohidrat, maka dapat rusak oleh kerja bakteri dalam beberapa hari (2) kepekaannya berkurang pada pemanasan (3) gelatine, alkohol dan gliserol dapat menghambat absorbansi ion iodida oleh kanji (4) kepekaannya juga berkurang pada lingkungan asam keras Cara mengatasi kelemahan amilum (1) Indikator ini harus dibuat baru (2) Jika ingin disimpan dalam waklu lama, tambahkan disinfektan sepcrti HgCl2 atau formalin beberapa tetes atau HgCI2 (3) Hindarkan dari pengaruh gelatine, alkohol dan gliscrol (4) Penambahan indikator harus diberikan menjelang titik ekivalen karena bila (I3 - ) terlalu tinggi yang menyebabkan ion I3 - diabsorpsi oleh kanji dengan akibat I2 tidak akan cepat bereaksi 4. Bikromatometri • • Digunakan larutan baku kalium bikromat, sebagai oksidator yang lebih lemah dari KMnO4. Larutan baku kalium bikromat lebih stabil dari KMnO4. Pengasaman dapat dilakukan dengan H2SO4, HClO4 atau HCl Cr2O7 2- + 14 H+ + 6e Cr 3+ + 7H2O jingga tak berwarna 5. Serimetri • Digunakan larutan baku garam Cerium yang jika dibandingkan KMnO4 lebih stabil, hasil reduksinya hanya satu dan tidak dapat mengoksidasi ion Cl Kelemahannya, tidak dapat digunakan pada suasana netral /basa karena peristiwa hidrolisis dan warna kuning dari Ce4+ tidak cukup terang Ce 4+ + e Ce 4+ E o = 1,60 V STANDARISASI LARUTAN I2 1. Tugas 2. Prinsip 3. Metoda 4. Reaksi 5. Reagen : menentukan kadar I2 : Reaksi reduksi – oksidasi : Iodimetri : 2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6 : - Larutan baku primer KlO3 0,0100 N - H2SO4 2 N - Larutan Na2S2O3 0,01 N - Larutan I2 0,01 N - Indikator Amylum 1% 6.Prosedur : Dipipet 10,0 mL larutan Na2S2O3 yang sudah diketahui normalitasnya masuk dalam erlenmeyer. Ditambahkan 1 mL indikator Amylum 1% jernihdan dititrasi dengan I2 0,01 N sampai terbentuk warna biru 7. Perhitungan : N1. V1 = N2 . V2 N I 2 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3 V I2 Hubungan Mol dengan Ekivalen • Dalam menetapkan kuantitas komponen analit lebih banyak digunakan satuan ekivalen (ek) dibandingkan satuan mol terutama untuk asidi-alkalimetri dan oksidimetri • I (satu) ekivalen asam atau basa menyatakan berat asam atau basa tersebut dalam gram yang dibutuhkan untuk melepaskan 1 (satu) mol H + atau 1 mol OH • 1 (satu) ekivalen oksidator atau reduktor menyatakan berat oksidator atau reduktor tersebut dalam gram yang dibutuhkan untuk menangkap atau melepaskan 1 (satu) mol elektron dalam peristiwa oksidasi-reduksi Reaksi presipitasi/ pengendapan (Argentometri) 1 grek = banyaknya gram zat yang setara dengan 1 Mol Ag + atau 1 Mol ion halogenida Reaksi pembentukan kompleks (Kompleksometri) 1 grek = banyaknya gram zat yang setara dengan 1 Mol Ag + atau 1Mol ion sianida Hubungan antara reaksi, mol dan ekivalen Reaksi Hubungan antara mol dan ek H3PO4 H+ + H2PO4 1 mol = 1 ek H3PO4 2H+ + HPO42- 1 mol = 2 ek NaOH Na+ + OH- 1 mol = 1 ek Ca(OH) 2 Ca 2+ + 2 OH- MnO4 - + e MnO4 2-_ 1 mol = 2 ek 1mol = 1 ek MnO4 - + 8 H + + 5e Mn 2+ + 4H2O 1 mol = 5 ek MnO4 - + 4 H + + 3e MnO2 + 2H2O 1mol = 3 ek C2O4 2- 2CO2 + 2e 1 mol = 2 ek Soal standarisasi Larutan 1. Ditimbang saksama 0,2875 g ZnSO4 7.H2O murni kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 200,0 mL. Dilarutkan dengan akuades sampai tanda batas dan dihomogenkan. Dipipet 10,00 mL ZnSO4 7.H2O tersebut dan dimasukkan dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 1mL buffer pH 10 dan indikator EBT kemudian dititrasi dengan larutan Na2EDTA sampai terbentuk warna biru memerlukan volume 7,35 mL (MR ZnSO4 7.H2O = 287,5 dan BE ZnSO4 7.H2O = MR/2) Hitunglah : a. Molaritas dari larutan ZnSO4 7.H2O b. Molaritas larutan Na2EDTA Standarisasi dengan cara penimbangan standar primer secara langsung 2. Ditimbang dengan saksama 100 mg serbuk Na2B4O7 10.H2O dilarutkan dengan 50 ml akuades dan indikator MR kemudian dititrasi dengan larutan HCl sampai terbentuk warna merah memerlukan 12,85 mL. (BE Na2B4O7 10.H2O = MR/2, MR Na2B4O7 10.H2O= 381,3 ) Hitunglah Normalitas larutan HCl? I. Standarisasi Larutan secara tidak langsung a. N Standar Primer = massa standar primer (g) dibagi (BE standar primer x volume lar.(L)) b. (V.N) standar sekunder = (V.N) standar primer N standar sekunder = (V.N) standar primer dibagi Volume standar sekunder (mL) II. Standarisasi secara langsung N Standar sekunder = massa standar primer (mg) dibagi (BE standar primer x mL titrasi)