PRODI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH

advertisement
ADVOKASI BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN
TENAGA KERJA INDONESIA (BNP2TKI) DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Shelly Puspita Sari
NIM 1111054100044
PRODI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ABSTRAK
Shelly Puspita Sari, NIM 1111054100044
Advokasi merupakan salah satu upaya dalam penyelesaian permasalahan
dengan memberikan proses pendampingan yang dilakukan oleh pihak yang
bersangkutan untuk membantu seseorang untuk mendapatkan hak-haknya
kembali. Salah satu pihak yang berperan dalam memberikan perlindungan hukum
bagi Tenaga Kerja Indonesia ialah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). BNP2TKI adalah salah satu lembaga
pemerintahan yang memfokuskan pada perlindungan dan penempatan tenaga
kerja Indonesia. Tahapan advokasi yang dilakukan oleh BNP2TKI yaitu TKIdapat
mengadukan langsung ke kantor atau melalui surat, telepon, email, fax, dll setelah
itu diterima oleh petugas crisis center untuk diidentifikasi dan bekerjasama
dengan Direktorat Mediasi dan Advokasi, dan seksi perlindungan BP3TKI untuk
diidentifikasi selanjutnya berkas pengaduannya didistribusikan ke Direktorat
Mediasi dan Advokasi pusat lalu ke seksi perlindungan daerah agar prosesnya
terdata di daerah asal tki tersebut. Setelah itu dilakukan proses mediasi dengan
pemanggilan pihak terkait, melakukan klarifikasi, dan musyawarah bila kasusnya
tidak mendapatkan kesepakatan maka dianjurkan untuk melakukan proses
advokasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui advokasi BNP2TKI
dalam memberikan perlindunganterhadap tenaga kerja Indonesia dan bagaimana
bentuk penanganan BNP2TKI dalam mewujudkan keadilan hukum untuk tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Penelitian ini menggunakan teori
advokasi pekerja sosial yang dikemukakan oleh Schneider (2001) bahwa ada 4
jenis advokasi yaitu: advokasi klien, masyarakat, legislatif dan administrasi.
BNP2TKI fokus kepada advokasi klien yang dimana tujuannya adalah untuk
membantu klien dalam memenangkan dan memperoleh kembali hak-haknya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu
penulis mengumpulkan informasi-informasi menjadi satu kesatuan dengan cara
mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasikan dan menganalisa. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah penelitian lapangan dengan
melakukan wawancara. Selain itu juga penulis juga melakukan penelitian
kepustakaan yakni memperoleh data ilmiah dan akurat yang bersumber pada
buku-buku, dokumen, dan rujukan lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwaadvokasi yang dilakukan
BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan
adalah dengan cara melakukan upaya pencegahan dengan melakukan advokasi
sebelum penempatan pada tenaga kerja Indonesia di luar Negeri. Berdasarkan
hasil penelitian advokasi yang dilaksanakan oleh advokat dalam proses advokasi
adalah sebagai seorang penyuluh, pendamping, dan penghubung.
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim...
Dengan memanjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga pada akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Advokasi Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Dalam Memberikan
Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan
Sosial.
Pada kesempatan ini pula, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang sangat berperan penting membantu dalam
proses penyusunan skripsi ini, antara lain :
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M. Si, Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nunung Khoiriyah, MA, Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Nurhayati Nurbus SE, M.Si, dosen pembimbing bagi peneliti, yang telah
banyak memberikan pengarahan, pengetahuan dan bersedia meluangkan
waktu ditengah kesibukannya untuk membantu peneliti dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan keikhlasan
yang telah beliau curahkan.
v
5. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan
bimbingan dan bantuan kepada peneliti selama kuliah.
6. Ibu Lisna Yoeliani Pulungan sebagai Kepala Deputi Perlindungan, Bapak
Karman sebagai Kepala Sub Bidang Advokasi dan Mediasi Timur Tengah dan
Bapak Henry Prajitno sebagai Koordinator Crisis Center. Terimakasih atas
informasi yang telah diberikan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Kedua Orang tuaku, Ayahanda Joko Hendro Kristanto dan Ibunda Munsani,
SE, yang selalu mendidik dan menyelipkan nama anaknya disetiap do’a serta
selalu memberikan motivasi dan semangat mulai dari awal perkuliahan hingga
menjalani masa penulisan skripsi. Berkat Ridha-Nya lah peneliti mampu
melewati semua hambatan dan rintangan.
8. Kakakku Aditya Yudho Negoro, S.Kom. yang selalu mengingatkan dan
memberikan dukungan serta kasih sayang kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi.Saudara kembarku Shella Puspita Sari, SE yang
setiap saat selalu setia mendengarkan segala curahan hati penulis serta
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
9. Teman-teman seperjuangan yang tak pernah lelah dan selalu memberikan
semangat kebersamaan dari awal perkuliahan hingga sekarang, khususnya Ida
Fatmawati S.Sos, Nia Hidayati, Charisma Yuanita dan Ka Ayu Ratnasari.
vi
10. Sahabat terbaikku Ali, Dede, Dhea, Siti Nuryanah dan Sischa. Yang selalu
berbagi pengetahuan dan kisah menariknya dari jaman sekolah sampai saat
ini.
11. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2011.
12. Berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Akhirnya atas kesemuanya ini, peneliti mendo’akan semoga Allah SWT
membalas jasa-jasa mereka sesuai dengan amal dan perbuatan yang telah
diberikan. Kritik dan Saran sangat peneliti harapkan dari berbagai pihak yang
membaca skripsi ini dan harapan peneliti semoga penelitian skripsi ini ada
manfaat baik untuk Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, maupun bagi
masyarakat pada umumnya. Amin yaa robbal alamin
Jakarta, 21 Maret 2016
Shelly Puspita Sari
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 11
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................ 11
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 12
E. Metodologi Penelitian .............................................................. 16
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 21
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Advokasi
1. Pengertian Advokasi .......................................................... 23
2. Strategi Advokasi ............................................................... 29
3. Prinsip-Prinsip Advokasi.................................................... 33
4. Peran dan Fungsi Advokat ................................................. 37
5. Tujuan Advokasi ................................................................ 37
6. Jenis-Jenis Advokasi .......................................................... 38
viii
7. Unsur-Unsur Pokok Kegiatan Advokasi ............................ 39
8. Dinamika Proses Advokasi ................................................ 40
9. Mandat Pekerja Sosial Untuk Melakukan Advokasi.......... 42
10. Nilai dalam Advokasi Pekerjaan Sosial ............................ 44
11. Karakteristik Advokasi Pekerjaan Sosial .......................... 44
12. Kendala Advokasi Pekerjaan Sosial .................................. 45
B. Perlindungan
1. Pengertian Perlindungan...................................................... 46
2. Bentuk- Bentuk Perlindungan ............................................. 48
3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Indonesia ...................... 50
BAB III GAMBARAN UMUM BNP2TKI
A. Sejarah
Berdirinya
Badan
Nasional
Penempatan
dan
PerlindunganTenaga Kerja Indonesia...................................... .. 54
B. Visi dan Misi ............................................................................ 59
C. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ................................................ 60
D. Struktur Organisasi ................................................................... 62
E. Prosedur Pengaduan ................................................................. 69
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Advokasi BNP2TKI dalam Memberikan Perlindungan
Terhadap Tenaga Kerja Indonesia ............................................ . 71
ix
1. Temuan............................................................................... 71
2. Analisis................................................................................ 97
B. BentukPerlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia…… .. 105
1. Temuan................................................................................ 105
2. Implementasi Undang-Undang Perlindungan……………. 115
3. Analisis................................................................................. 124
C. Proses Penyelesaian Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia …. 125
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 133
B. Saran ........................................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. xv
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR SINGKATAN
AKAN
: Antar Kerja Antar Negara
AKAD
: Antar Kerja Antar Daerah
BNP2TKI
:Badan Nasional Penempatan dan PerlindunganTenaga
KerjaIndonesia
BP2TKI
: Balai Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
BP3TKI
: Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
BKPTKI
: Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
BLK-LN
: Balai Latihan Kerja Luar Negeri
BMI
: Buruh Migran Indonesia
SBMI
: Serikat Buruh Migran Indonesia
CTKI
: Calon Tenaga Kerja Indonesia
DEPNAKER
: Departemen Tenaga Kerja
DEPNAKERTRANS : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
DUT
: Dengar Ulang Tanya
HAM
: Hak Asasi Manusia
IOM
: Organisasi Internasioanal untuk Migrasi
KEMENLU
: Kementrian Luar Negeri
KEMENHUB
: Kementrian Perhubungan
KEMENSOS
: Kementrian Sosial
KEMENDIKNAS
: Kementrian Pendidikan Nasional
KEMENKES
: Kementrian Kesehatan
KEMENHUKAM
: Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
KPA
: Khusus Pegawai Administrasi
xi
KTKLN
: Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
LBH
: Lembaga Bantuan Hukum
LP3TKI
: Loka Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia
MENAKERTRANS : Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
PAP
: Pembekalan Akhir Pemberangkatan
PHK
: Pemutusan Hubungan Kerja
PJTKI
: Perusahaan Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
PPNS
: Penyidik Pegawai Negeri Sipil
PPTKIS
: Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
PRT
: Pembantu Rumah Tangga
P4TKI
: Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia
PTKLN
: Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri
SESNEG
: Sekretaris Negara
SIP
: Surat Izin Pengerahan
SIPPTKI
: Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
TKI
: Tenaga Kerja Indonesia
TKIB
: Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah
TKP
: Tenaga Kerja Perempuan
TKW
: Tenaga Kerja Wanita
UUD 1945
: Undang-Undang Dasar 1945
UU
: Undang-Undang
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Strategi Advokasi
Gambar 2.2 Proses Advokasi
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Struktur Organisasi
Gambar 4.1 Alur Bantuan Hukum
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 2
: Surat Izin Penelitian Skripsi
Lampiran 3
: Surat Keterangan Penelitian dari BNP2TKI
Lampiran 4
: Brosur BNP2TKI
Lampiran 5
: Pedoman Wawancara
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perlindungan sosial merupakan elemen penting dalam strategi
kebijakan sosial untuk menurunkan tingkat kemiskinan serta memperkecil
kesenjangan multidimensional.1Dalam arti luas, perlindungan sosial mencakup
seluruh tindakan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, maupun
masyarakat, guna melindungi dan memenuhi kebutuhan dasar, terutama
kelompok miskin dan rentan dalam menghadapi kehidupan yang penuh
dengan resiko; serta meningkatkan status sosial dan hak kelompok marginal di
setiap negara.
Perlindungan sosial merupakan sarana penting untuk meningkatkan
dampak kemiskinan dan kemelaratan yang dihadapi oleh kelompok miskin
beserta anak-anak mereka. Namun demikian, perlindungan sosial bukan
merupakan
satu-satunya
pendekatan
dalam
strategi
penanggulangan
kemiskinan.2 Guna mencapai hasil yang efektif dan berkelanjutan dalam
pelaksanaannya strategi ini perlu dikombinasikan dengan pendekatan lain,
seperti penyedia layanan sosial, pendidikan dan kesehatan secara terintegrasi
dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
1
Suharto, Edi, “Social Protection for Children in Difficult Situations: Lesson from
Indonesia, Paper presented at “34thBiannual Congress of the International Association of Schools
of Social Work (IASSW)”, the International Convention Centre (ICC), Durban, South Africa, 2024 Juny 2008
2
Ibid
1
2
Perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala bentuk
kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan untuk merespon beragam
resiko, kerentanan dan kesengsaraan, baik yang bersifat fisik, ekonomi,
maupun sosial, terutama yang dialami oleh mereka yang hidup dalam
kemiskinan. Karakter atau nuansa publik dalam definisi ini menunjuk pada
tindakan kolektif, yakni menghimpun dan mengelola sumberdaya berdasarkan
prinsip gotong royong dan kebersamaan, yang dilakukan baik oleh lembagalembaga pemerintah, non pemerintah, maupun kombinasi dari kedua sektor
tersebut.
Perlindungan hukum bagi seluruh perempuan terhadap bentuk-bentuk
kekerasan diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Pasal 1
Tahun 2003 Bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Masih berkaitan dengan
ketenagakerjaan pada pasal 76 ayat 3 pengusaha yang memperkerjakan
pekerja atau buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00
wajib: a). memberikan makanan dan minuman bergizi dan, b). menjaga
kesusilaan dan keamanan selama ditempat kerja.3Dari undang-undang tersebut
bahwa seorang pengusaha yang memperkerjakan buruh wajib melindungi
mereka demi kesejahateraan para buruh tersebut.
3
BNP2TKI “Undang-undang Ketenagakerjaan” Artikel ini diakses pada 18 November
2015darihttp://bnp2tki.go.id/uploads/data/data_22_12_2014_091034_PermenNAKER_22_2014_tt
g_penempatan_perlindungan_TKI_di_LuarNegeri.pdf
3
Kasus kekerasan seksual juga dialami buruh migran Indonesia (BMI)
di luar negeri pada tahun 2012 dari 2,5 juta BMI, hampir 90 persen adalah
kaum perempuan. Data BNP2TKI menunjukkan, selama Januari 2015 ini saja
telah terjadi 300 kasus kekerasan yang menimpa BMI. Kondisi ini seharusnya
menjadi persoalan serius bagi Pemerintah Provinsi Pusat maupun daerah.4
Terlebih bagi NTT sebagai daerah pemasok terbesar buruh migran dengan
mengirim BMI 15.000 ke sejumlah negara.
Data kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan setiap tahunnya
masih sangat tinggi. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak berdasarkan sistem pencatatan dan pelaporan data korban
kekerasan yang disampaikan dari Provinsi Kabupaten/Kota pada tahun 2013
tercatat 15.648 kasus, ditahun 2013 tercatat 11.861 kasus baru dan tahun 2014,
sampai dengan bulan Juli 2014 tercatat 12.510 kasus baru. Sedangkan
berdasarkan sumber data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa angka
kekerasan seksual terhadap perempuan yang dilaporkan sangat tinggi dan
cenderung meningkat. Tahun 2013 tercatat 279.760 kasus dan tahun 2014
tercatat 280.710 kasus.5
Peningkatan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan
tersebut bukan semata karena peningkatan jumlah kasus kekerasan, tetapi
lebih kepada meningkatnya pengetahuan dan kesadaran hukum perempuan
bahwa mereka semakin memahami dan bahwa hak-hak mereka dilindungi,
4
http://bnp2tki.go.id/wp-content/uploads/2014/02/01-Buruh-Migran-IndonesiaLowyers,pdf. Artikel ini diakses pada tanggal 2 Februari 2015.
5
http://kemenpppa.go.id/index.php/data_summary/profile_perempuan_indonesia/364ketenagakerjaan. Artikel ini diakses pada tanggal 18 November 2015.
4
serta munculnya keberanian di kalangan perempuan untuk mengungkapkan
dan melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya. Selain itu bekerja sebagai
buruh migran pun masih cukup rentan mengalami tindak pidana perdagangan
orang atau traffiking. Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang yang diharapkan dapat menjadi payung hukum, perlindungan dan
jaminan hak asasi perempuan yang menjadi korban trafiking, meskipun
Undang-Undang ini masih belum dapat mengakomodir persoalan trafiking
yang terjadi di lintas batas wilayah Indonesia.
Koordinator Crisis Center BNP2TKI, Henry Prajitno, mengatakan
dalam setiap tahun jumlah kekerasan dan kematian Tenaga Kerja Wanita di
luar negeri semakin meningkat. Pada tahun 2009, jumlah tenaga kerja yang
terkena kasus kekerasan mencapai angka 5.314. Di urutan pertama adalah
kekerasan yang dialami TKW di negara Malaysia sebesar 1.748. Posisi kedua,
Arab Saudi sebesar 1.048, dan posisi ketiga Yordania sebesar 1.004.6
Sementara itu, untuk kasus kematian mencapai 1.018 orang, negara
yang paling besar dengan jumlah TKW meninggal adalah Malaysia mencapai
687, sedangkan peringkat yang kedua Arab Saudi dengan angka kematian 221,
dan yang menduduki urutan ketiga adalah Hongkong dengan jumlah 132
orang. Sedangkan tahun 2010 untuk kasus kematian mencapai angka 1.075
orang.
6
Ibid
5
Tenaga Kerja Perempuan yang mendapatkan kekerasan seksual secara
langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan trauma yang sangat berat
dan tidak hanya itu bila korban hamil korban juga harus menanggung beban
membiayai kehidupan anaknya seorang diri. Kekerasan yang dialami para
tenaga kerja perempuan juga akan berdampak pada psikologisnya. Kejadiankejadian tersebut menimbulkan trauma yang sangat berat bagi mereka dan
banyak yang tidak mau labgi kembali untuk bekerja.7
Di dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa Islam menekan semaksimal
mungkin sikap kasar majikan kepada bawahan. Seorang utusan Allah, yang
menguasai setengah dunia ketika itu, tidak pernah main tangan dengan
bawahannya. Aisyah menceritakan:
‫هلل شَيْئًب َقطُّ بِيَدِ ِه وَالَ امْرََأ ًة وَالَ خَبدِمًب‬
ِ ‫…مَب ضَ َرةَ َرسُولُ ا‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul dengan
tangannya sedikit pun, tidak kepada wanita, tidak pula budak.” (HR. Muslim
2328, Abu Daud 4786).8
Tenaga kerja Indonesia yang seharusnya diberi perlindungan hukum
oleh Negara dan dijamin keselamatannya dari berbagai tindak kejahatan yang
mengancam keberlangsungan hidup dan nyawanya kerapkali hanya impian
belaka. Ibarat republik mimpi yang menjanjikan hal tersebut, namun pada
kenyataannya sebaliknya, bahkan yang didapat hanya kepahitan di tengah-
7
Wawa dan Janes E, Ironi Pahlawan Devisa.Kisah Tenaga Kerja dalam Laporan
Jurnalistik, (Jakarta : Kompas, 2005), h. 38
8https://konsultasisyariah.com/14145-hak-buruh-dalam-islam.html. Artikel ini diakses
pada tanggal 17 Juni 2016.
6
tengah keuntungan berlimpah/devisa negara tinggi. Pemerintah dalam hal ini
melupakan pesan-pesan fundamental yang telah dituangkan ke dalam amanat
konstitusi. Namun acapkali tidak mendapatkannya, bahkan semata-mata hanya
dijadikan komoditi. Perdagangan ekspor yang mendatangkan keuntungan yang
cukup besar bagi negara. Kelalaian negara dalam memberikan perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia merupakan suatu kesalahan yang besar dan harus
mendapatkan kritik tajam sehingga begitu akan menciptakan kebaikan.
Di bidang hukum terjadi perkembangan yang kontroversial, di satu
pihak produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum
menunjukkan peningkatan. Namun, di pihak lain tidak diimbangi dengan
peningkatan kesadaran integritas moral dan profesionalisme aparat hukum,
kesadaran hukum, mutu pelayanan hukum serta tidak adanya kepastian dan
keadilan hukum sehingga mengakibatkan supremasi hukum belum dapat di
wujudkan.9 Dan dijelaskan pada UU No.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan
sosial pasal 16 ayat 1 advokasi sosial dimaksudkan untuk melindungi dan
membela seseorang, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat yang di langgar
hak nya.
Dalam konteks tersebut keberadaan BNP2TKI dalam masyarakat
sangatlah penting, bahkan perannya diharapkan tetap berfungsi sebagai
pemberi pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan dalam
berbagai hal mengenai penempatan dan perlindungan para tenaga kerja
Indonesia yang bekerja di dalam maupun diluar negeri. BNP2TKI adalah
9
TAP MPR RI. No. IV / MPR / 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
7
lembaga pemerintah non departemen di Indonesia yang mempunyai fungsi
pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintergrasi. Tujuannya
untuk memperluas pasar kerja luar negeri guna meningkatkan peluang kerja
TKI formal; memberikan pelayanan penempatan secara prima kepada calon
TKI; memberikan perlindungan optimal kepada TKI baik pra, selama maupun
purna penempatan; meningkatkan kapasitas kelembagaan.10 Dan selama
menjalankan fungsi dan tugasnya BNP2TKI dikoordinasikan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan.
Istilah kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender
digunakan untuk mengacu pada serangkaian penganiayaan yang dilakukan
terhadap perempuan, yang berakar dari ketidaksetaraan gender dan rendahnya
status perempuan dibandingkan laki-laki.11 Pada tahun 1993 deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penghapusan kekerasan terhadap
perempuan mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai “Setiap
tindakan berbasis gender yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan
perempuan secara fisik, seksual dan psikologis”, termasuk ancaman tindakantindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan
pribadi.12 Peningkatan produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan
prasarana hukum belum diikuti langkah-langkah nyata dan kesungguhan
10
Ibid
Milanisti Muzakkar dan Ira D. Aini, Perempuan Pembelajar selamat datang di
universitas kehidupan,(Jakarta : PT Elex Media Komputindo kompas Gramdi,2014), h.85.
12
Ibid
11
8
pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menerapkan dan menegakkan
hukum. Terjadinya campur tangan dalam proses peradilan, serta tumpang
tindih dan kerancuan hukum mengakibatkan perlindungan dan penghormatan
hak asasi manusia di Indonesia masih memperihatinkan yang terlihat dari
berbagai pelanggaran hak asasi manusia, antara lain dalam bentuk tindak
kekerasan, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan yang dialami oleh para
pekerja saat ini.
Tenaga kerja (manpower), menurut Sensus Penduduk 2014, adalah
penduduk dalam usia kerja yang berusia 15 tahun sampai dengan 64 tahun.
Secara umum, tenaga kerja terbagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labour force) adalah bagian
dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk terlibat
dalam kegiatan produktif menghasilkan barang dan/atau jasa. Angkatan kerja
digolongkan menjadi penduduk yang bekerja dan penduduk yang mencari
pekerjaan.
Badan Pusat Statistik mendefinisikan penduduk yang bekerja adalah
mereka yang selama seminggu sebelum proses pencacahan berlangsung
melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh penghasilan dengan lama kerja minimal satu jam atau mereka
yang selama seminggu sebelumnya tidak bekerja dengan alasan sakit/ cuti atau
karena sedang menunggu pekerjaan. Penduduk yang mencari pekerjaan adalah
mereka yang belum pernah bekerja dan sedang mencari pekerjaan dan mereka
yang selama proses pencacahan sedang menganggur dan berusaha
9
mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, tenaga kerja yang terserap adalah
penduduk yang bekerja minimal satu jam dalam seminggu yang lalu dengan
tujuan mendapatkan balasan jasa berupa uang atau barang.13
Industrialisasi di negara-negara Dunia Ketiga menyebabkan pasaran
tenaga kerja di beberapa negara, termasuk Indonesia, terbuka bagi perempuan.
Kebanyakan perempuan muda yang belum nikah cukup banyak terserap di
industri-industri padat karya, seperti di pabrik-pabrik, terpusat di sektor tekstil,
pakaian jadi, elektronik, dan pengolahan bahan makanan. Berdasarkan
penelitian lokalisasi Industri di Jawa Tengah dan Jawa Barat, tenaga yang
banyak terserap adalah tenaga kerja perempuan.14
Sayangnya, tingginya partisipasi perempuan dalam kerja publik
ternyata tidak disertai jaminan terpenuhinya hak-hak buruh perempuan. Buruh
perempuan merupakan buruh-buruh yang paling rentan terhadap tindak
kekerasan dari perusahaan, terutama mereka yang bekerja pada level bawah
struktur organisasi perusahaan, yang biasanya memiliki tingkat pendidikan
dan keterampilan yang rendah. Buruh perempuan sebagian besar status
kerjanya merupakan buruh tidak tetap, dan rentan di PHK. Selain itu, buruh
perempuan memiliki kepentingan yang khusus yang terkait dengan fungsi
reproduksi biologisnya yang harus dilindungi. Menurut data sakernas tahun
2014 mayoritas buruh perempuan berstatus sebagai pekerja yang tidak dibayar
13
http://bps.go.id
Saptari, dkk.,Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
1997), h. 27
14
10
(41,3%), sedangkan buruh laki-laki yang berstatus sebagai pekerja tidak
dibayar hanya 8,5%.15
Sementara itu, di tingkat makro bantuan mereka pada devisa tentu
membantu. Dan bantuan di tingkat mikro baik pada keluarga maupun pada
masyarakat sudah jelas memberi makna. Namun pada kaum perempuan yang
menjadi pembantu rumah tangga itulah yang harus menanggung bebannya,
berupa beban financial, fisik dan psikologis.
Maka dari itu BNP2TKI harus mempunyai peran advokasi yang tepat,
terutama masalah kekerasan seksual agar para pelaku bisa lebih jera terhadap
tindakan yang dilakukannya dan disamping itu pula dapat mengurangi tingkat
kekerasan seksual. Dan masyarakat yang berminat ingin bekerja diluar negeri
semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Sadarakan
pentingnya
tenaga
kerja
Indonesia
memperoleh
perlindungan hukum yang memadai, khususnya dari berbagai bentuk upaya
perlindungan di dalam maupun di luar negeri semakin marak nya terjadi, maka
penulis merasa tertarik ingin mengangkat permasalahan ini dalam bentuk
skripsi dengan judul “ADVOKASI BADAN NASIONAL PENEMPATAN
DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (BNP2TKI)
DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA
KERJA INDONESIA”.
15
Ibid
11
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka pada dasarnya setiap lembaga
di bangun dengan maksud dengan tujuan tertentu. Pembatasan dan perumusan
ruang lingkup penelitian ditetapkan agar dalam penelitian nanti berfokus pada
pokok permasalahan yang ada beserta pembahasannya, sehingga diharapkan
tujuan penelitian nanti tidak menyimpang dari sasaran.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap
tenaga kerja Indonesia?
2. Bagaimana bentuk penanganan BNP2TKI dalam mewujudkan keadilan
hukum untuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendeskripsikan advokasi BNP2TKI terhadap tenaga kerja
Indonesia yang mengalami kasus hukum di luar negeri.
b. Untuk mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan oleh Badan
Nasional dalam menangani kasus tenaga kerja perempuan yang
mengalami kasus di luar negeri serta untuk mengetahui faktor-faktor
yang menjadi kendala dalam pemberian advokasi terhadap tenaga kerja
Indonesia yang mengalami kasus tersebut.
12
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
a. Akademis: Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sebagai bahan rujukan tambahan referensi atau perbandingan
penelitian selanjutnya bagi bidang kesejahteraan sosial mengenai
advokasi. Dan dapat menjadi masukan bagi penelitian-penelitian
selanjutnya agar menjadi bahan acuan untuk menjadi peneliti.
b.
BNP2TKI: Penelitian
ini
bermanfaat
bagi
BNP2TKI
dalam
mengadakan evaluasi bagi peran yang telah dijalankannya selama ini
dalam menangani kasus-kasus tenaga kerja Indonesia yang bekerja di
dalam maupun luar negeri.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini, langkah awal yang penulis tempuh
adalah mengkaji terhadap pustaka-pustaka yang ada sebelumnya penulis
mengadakan penelitian lebih lanjut dan menyusun menjadi suatu karya ilmiah,
diantaranya :
1. Momba Dona Sari Lubis
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial peneliti tahun
2014. Dalam penelitiannya berjudul Advokasi Sosial Untuk Perempuan
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Study Kasus LBH Apik
13
Jakarta).16 Skripsi tersebut menjelaskan tentang proses pendampingan
advokasi dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan korban
KDRT, bagaimana pola penanganan lembaga dalam mewujudkan keadilan
hukum untuk perempuan korban KDRT, serta hambatan-hambatan yang
dihadapi LBH Apik dalam pemberian perlindungan terhadap perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga. Persamaan dari penelitian ini yaitu
terletak pada pembahasan teori advokasi sosial sedangkan perbedaannya
terletak pada tempat penelitian dan pokok permasalahan yaitu peneliti
akan membahas mengenai tenaga kerja Indonesia. Meskipun skripsi ini
menjelaskan mengenai advokasi sosial, tetapi di dalam penelitiannya
peneliti tersebut tidak menjelaskan secara detail mengenai advokasi sosial
2. Slamet Hardiyanto
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Syariah dan Hukum Konsentrasi Kepidanaan Islam Program Studi Jinayah
Siyasah
Penelitian
Tahun
2011.
Dalam
penelitiannya
berjudul
Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif). Pembahasan dalam skripsi tersebut
menjelaskan tentang Perlidungan Hukum Tenaga kerja Indonesia dalam
Hukum Positif, Perlindungan Tenaga Kerja dalam konsep Islam, serta
permasalahan dan upaya hukum Tenaga kerja Indonesia di luar negeri
menurut Undang-undang No.13 Tahun 2004 dan Hukum Pidana Islam.
Persamaan dari penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu terletak pada
16
Lubis, Momba DS, “Perlindungan Hukum Untuk Perempuan Korban Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (Studi Kasus LBH Apik Jakarta)”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Jakarta, 2014)
14
perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan tempat
penelitian sedangkan perbedaannya peneliti tidak menggunakan perspektif
hukum Islam dan hukum positif. Pada penelitian sebelumnya penelitian
tersebut hanya menjelaskan secara detail mengenai proses perlindungan
hukum Islam dan hukum positif. Tetapi didalam penelitiannya tidak
menjelaskan secara mendalam mengenai perlindungan hukum yang
dilaksanakan oleh BNP2TKI. Oleh karena itu, peneliti menjadi terinspirasi
untuk melakukan penelitian dalam kajian yang berbeda agar kemudian
dapat dibandingkan dan dikembangkan kembali di BNP2TKI.
3.
Sunawar Sukowati
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Fakultas Hukum Prodi Ilmu
Hukum Peneliti Tahun 2011. Dalam penelitiannya berjudul Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri menurut Undang-Undang
No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
(Studi Pada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia Propinsi Jawa Tengah), skripsi tersebut menjelaskan
mengenai perlindungan hak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri
menurut peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah. Hambatan yang dihadapi Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah untuk melindungi TKI ke Luar Negeri.
Serta upaya yang dilakukan oleh Balai Pelayanan Penempatan dan
15
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah
untuk melindungi TKI ke Luar Negeri. Persamaan dari penelitian yang
akan peneliti lakukan yaitu mengenai perlindungan tenaga kerja Indonesia
sedangkan perbedaannya peneliti memfokuskan Tenaga Kerja Indonesia
yang menjadi pokok permasalahan dari judul tersebut. Dari penelitiannya
tersebut peneliti tersebut hanya mengkaitkan Undang-Undang No. 39
Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
sehingga informasi yang dapatkan belum dikembangkan secara meluas.
Dari tinjauan pustaka yang tertulis di atas, telah jelas bahwa peneliti
belum menemukan judul dan bahasan penelitian serupa yang akan peneliti
teliti. Perbedaan judul yang peneliti akan teliti dengan tinjauan pustaka
diatas adalah terletak pada pokok bahasan yang akan diteliti. Untuk itu,
penulis bermaksud melakukan fokus penelitian kepada Advokasi Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja
perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri. Peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini karena peneliti melihat bahwa masih ada lembaga
yang memperhatikan nasib Tenaga Kerja Indonesia yang ingin bekerja di
dalam maupun di luar negeri. Dengan prosedur yang telah disiapkan dan
diresmikan oleh pemerintah.
16
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
memecahkan masalah-masalah kehidupan praktis.17 Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktiptif kualitatif, yaitu
penelitian yang bertujuan menggambarkan suatu keadaan atau sifat
seperti apa adanya. Dan penelitian ini dilakukan secara sirkuler
(berulang-ulang) dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber. Jadi,
penelitian dilaksanakan untuk memastikan atau menggambarkan ciri-ciri
atau karakteristik dari objek yang di teliti.18
2. Sumber data
Sumber penelitian ini di harapkan dapat memperoleh data sesuai judul
“Advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga
kerja Indonesia”. Sumber data ini diuraikan sebagai berikut:
a. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara pihak-pihak yang
bersangkutan. Dalam hal ini penulis memperoleh hasil wawancara
untuk bahan data penelitian dari:
1. Kepala Deputi Perlindungan BNP2TKI yaitu Ibu Lisna Yoeliani
Poeloengan
17
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.120
Suharsaputra, Uhar, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2012), h.181
18
17
2. Kepala Bagian Crisis Center BNP2TKIyaitu Bapak Henry Prajitno.
SH
b. Data Sekunder
Merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Data
yang diperoleh dari literatur-literatur
kepustakaan seperti buku-buku karya tulis berupa makalah, koran,
majalah, artikel, jurnal serta sumber lainnya yang berkaitan dengan
materi penulisan skripsi.
3. Subjek dan objek penelitian
Subjek dalam penelitian ini ialah Badan Nasional Penempatan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Sedangkan objek dalam penelitian
ini adalah Advokasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam memberikan perlindungan
terhadap tenaga kerja Indonesia.
4. Tempat dan waktu penelitian
a) Penelitian ini dilakukan di Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang beralamatkan
di Jl. MT. Haryono Jakarta Selatan.
b) Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 11 bulan dari bulan April
2015 sampai dengan bulan Febuari 2016.
18
5.
Teknik Pemilihan Informan
Teknik yang digunakan untuk pemilihan informan dalam penelitian ini
adalah Purposive Sampling yakni sampel bertujuan, sampel ditujukan
dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan strata, random, daerah
tapi didasarkan atas tujuan tertentu. Teknik sampling yang digunakan
oleh peneliti jika memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam
pengambilan sampelnya.19
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan
informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu pengambilan sampel dari populasi yang didasarkan atau
pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti, dalam sampling ini
peneliti berusaha menguji pertimbangan-pertimbangannya untuk dapat
memasukan unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi dimana
peneliti mencari informan.20
Peneliti memilih advokat BNP2TKI sebagai sampel awal yang tepat
dalam memberikan informasi yang sesuai berdasarkan dengan kebutuhan
peneliti, lalu advokat membantu menunjuk beberapa tim pengurus
advokat lainnya, seperti Mediator BNP2TKI khusus kegiatan mediasi
untuk mendapatkan informasi dan penjelasan proses awal sampai akhir
tentang advokasi dan mediasi. Selain itu Kepala Deputi Perlindungan
19
Herbertus B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial dan
Budaya (Surakarta: Universitas Sebelas Maret,1996), h.96
20
Jusuf, Soewadji, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Jurusan Sosiologi, 2003), cet.
1, hal.100
19
dari BNP2TKI untuk mendapatkan informasi bentuk penanganan
BNP2TKI dalam mewujudkan keadilan hukum untuk TKI di luar negeri.
Berikut
ini
tabel
rancangan
informan
yang
terpilih
dalam
pengumpulan data yang diperluaskan dalam penelitian.
Tabel 1.1
Rancangan Informan
No Informan
Informasi yang di cari
Jumlah
1.
Mengetahui peran advokat
2 orang
Advokat
dalam menangani kasus
kekerasan seksual di luar negeri.
2.
Kepala Sub
Mengetahui gambaran umum
1 orang
Bidang Mediasi BNP2TKI, selanjutnya untuk
3.
dan Advokasi
mengetahui proses mediasi.
Timur Tengah
Mengetahui bagaiman bentuk
Kepala Deputi
penanganan BNP2TKI dalam
Perlindungan
mewujudkan keadilan hukum
1 orang
untuk tenaga kerja Indonesia
yang bekerja di luar negeri.
6. Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data menggunakan metode yang bersumber
kepada penelitian lapangan dengan menggunakan:
20
a. Interview (wawancara), yaitu salah satu cara untuk memperoleh data
melalui informasi yang didengarnya oleh panca indera pendengaran,
yang sebelumnya ditanyakan terlebih dahulu kepada informan.21
Wawancara dilakukan dengan pihak internal yaitu Bapak Karman
selaku Kasubid Mediasi dan Advokasi Timur Tengah, Bapak Kompol
Saebani, SH selaku kepala dan Koordinator Crisis Center BNP2TKI
Bapak
Henry Prajitno,
SH
sebagai
Kepala
Bagian
Deputi
Perlindungan Direktorat Pengamanan dan Pengawasan.
b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data berdasarkan data-data
yang tidak langsung dapat berbentuk foto dan arsip (dokumen) yang
berisi data-data dari Badan Nasional Penempatan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia yang dijadikan objek dalam penelitian.22
c. Studi Kepustakaan, merupakan suatu usaha untuk memperoleh data
sekunder. Hal ini paling penting untuk mendapatkan teori-teori dan
data-data untuk memperkuat argumentasi. Selanjutnya penelitian
kepustakaan
yang
dilakukan
dengan
membaca,
mempelajari,
mencatat, dan merangkum teori-teori yang ada kaitannya dengan
masalah pokok pembahasan melalui buku-buku, skripsi terdahulu,
majalah, surat kabar, artikel, buletin, brosur, internet dan media
lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.23
21
Hidayati Nurul, Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif, (UIN
Press, 2006), cet. Ket-1, h.39
22
Sugiono, Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disetrasi, (Bandung: Alfabeta,
2014), h.24
23
Ibid
21
7. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis
deskriptif kualitatif terhadap advokasi BNP2TKI dalam memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan korban kekerasan seksual
di luar negeri yaitu suatu teknik analisis data di mana penulis terlebih
dahulu memaparkan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara
secara sistematis kemudian diklarifikasikan untuk dianalisis sesuai
dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, untuk selanjutnya
disajikan dalam bentuk laporan karya ilmiah dengan berpedoman pada
buku pedoman penulisan karya ilmiah.
8. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan berpedoman pada buku
pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Tim
Penulis Hamid Nasuhi dkk. Diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Cetakan II, April 2007.24
F. Sistematika Penulisan
Adapun mengenai sistematika dalam penulisan ini, penulis membagi
pembahasan menjadi lima bab dalam tiap-tiap bab tersebut terdiri dari
beberapa sub bab. Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:
24
Hamid Nasuhi. Dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis, dan Disertasi),
(UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: CeQDA, 2007), Cet II
22
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, maksud dan
tujuan, pembatasan masalah yang dibahas adalah tentang advokasi
BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja
Indonesia dan perumusan masalahnya, bentuk penanganan dalam
mewujudkan keadilan hukum untuk tenaga kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri. Selain itu berisi tentang tujuan penelitian
dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan
sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas landasan teori yang terdiri dari pengertian dan
ruang lingkup advokasi, prinsip-prinsip advokasi, pengertian
tenaga kerja Indonesia.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bagian ini profil umum dan sejarah berdirinya Badan Nasional
Penempatan
dan
Perlindungan
Tenaga
Kerja
Indonesia
(BNP2TKI), visi dan misi BNP2TKI, struktur organisasi
BNP2TKI.
BAB IV ANALISIS
Bab ini membahas tentang hasil penelitian advokasi BNP2TKI
dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia,
bentuk penanganan kasus kekerasan pada tenaga kerja Indonesia
23
dan implementasi UU Perlindungan, analisis terhadap penanganan
kasus tenaga kerja Indonesia.
BAB V
PENUTUP
Bab ini mencakup kesimpulan dan saran-saran dari keseluruhan
pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Advokasi
1. Pengertian Advokasi
Menurut Bahasa Belanda yaitu advocaat atau advocateur berarti
pengacara atau pembela. Karena tidak heran jika advokasi sering diartikan
sebagai kegiatan pembelaan kasus atau beracara di pengadilan. Dalam
Bahasa Inggris, to advocate tidak hanya berarti to defend (membela),
melainkan pula to promote (mengemukakan atau memajukan), to create
(menciptakan) dan to change (melakukan perubahan).1
Pengertian advokat menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat, dalam Pasal 1 angka (1) dikatakan:
“Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum
baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.”2
Menurut Kaminski dan Walmsley, advokasi adalah satu aktivitas
yang menunjukkan keunggulan pekerjaan sosial berbanding profesi lain.
Selain itu, banyak defenisi yang diberikan mengenai advokasi. Beberapa di
antaranya mendefinisikan advokasi adalah adalah suatu tindakan yang
ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atas program dari suatu
1
Topatimasang, dkk.,Merubah Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 1.
2
23
24
institusi.3 Kutchins dan Kutchins mengatakan advokasi sesungguhnya
terma yang tak dapat didefinisikan karena advokasi merujuk pada semua
bentuk aksi sosial.4 Zastrow mengartikan advokasi adalah aktivitas
menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu
lembaga atau suatu system layanan, dan membantu dan memperluas
pelayanan
agar
mencakup
lebih
banyak
orang
yang
membutuhkan.5 Schneider mengatakan “ advocacy was defined as an
obligation of social workers to the legislative process”. Dalam kaitannya
itu, pekerja social bertanggungjawab memastikan legislasi sosial dapat
berlangsung efektif dan dilaksanakan. Advokasi juga digunakan untuk
mempengaruhi dan bertindak secara kolektif untuk mempengaruhi
perubahan sosial.
Schneider mengatakan bahwa defenisi terbaru mengenai advokasi
harus terdiri dari beberapa kriteria yaitu; kejelasan (clarify), dapat
diukur (measurable), pembatasan (limited), berorientasi tindakan (actionoriented), fokus kepada aktivitas bukan peranan atau hasil advokasi (focus
on
activity,
not
rules
or
outcomes
of
advocacy) dan
bersifat
mendefinisikan advokasi pekerjaan sosial sebagai “the exclusive and
mutual representation of clients or a cause in a form, attempting to
3
Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi,(Jakarta:
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 114.
4
Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 118
5
Edi, Isu-Isu Tematik pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h.122
25
systematically influence decision making in an unjust or unresponsive
systems.”6
Berdasarkan definisi di atas maka dapat dijelaskan bahwa advokasi
pekerjaan sosial itu terdiri dari beberapa komponen yaitu:7
1. Ekslusif. Terma ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara klien
dan advokat yang menunjukkan hubungan tersebut hubungan tunggal,
unik, terfokus kepada klien, tanggung jawab utama kepada klien, dan
berpusatkan kepada kebutuhan manusia.
2. Timbal balik (mutual). Terma ini digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara klien dan advokat sebagai hubungan timbal balik,
saling ketergantungan, kesamaan, bersama, berbagi tahap hubungan
satu sama lain, pertukaran gagasan dan merencanakan bersama-sama,
dan memiliki kebersamaan satu sama lain. Hubungan timbal balik
bermaksud bahwa advokat tidak mendominasi atau menyusun agenda
klien sebab kebutuhan klien diberi perhatian yang khusus. Advokat
bekerjasama dengan klien, dan mereka memprosesnya sesuai dengan
kesepakatan yang disetujui bersama-sama. Termasuk dalam terma
hubungan timbal balik ini adalah pemberdayaan sebagai nilai pekerjaan
sosial utama.
3. Representasi. Terma ini adalah berkaitan orientasi tindakan dan,
menjelaskan aktivitas advokat dengan berbicara, menulis, atau
6
Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta:
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 109
7
Ibid, hal.110
26
bertindak bagi pihak lain, berkomunikasi atau pernyataan kepedulian
terhadap klien.
4. Klien. Dalam advokasi pekerjaan sosial, klien mendelegasikan kepada
pekerja sosial untuk bertindak atas dirinya yaitu reperesentation
sebagaimana disebutkan di atas. Klien mungkin individu perorangan,
kelompok kecil atau besar, persatuan masyarakat, populasi etnik
tertentu,
individu-individu
dengan
kesamaan
karaktersitik
dan
kepedulian.
5. Masalah penyebab. Masalah biasanya tunggal, kondisi atau masalah
yang menyebabkan sejumlah orang berminat dan mendukung.
Menurut Kotler, ada tiga jenis penyebab yaitu:8
a. Helping cause, masalah pertolongan dimana advokat mencoba
memberikan pertolongan, kenyamanan, atau pendidikan kepada
korban kesalahan bantuan sosial termasuk rumah perlindungan bagi
wanita korban kekerasan atau perlindungan kepada lanjut usia.
b. Protest
cause,
mereformasi
tindakan
institusi
protes,
yang
dimana
menimbulkan
advokat
masalah
mencoba
sosial,
mempersoalkan tingkah laku baru untuk memperbaiki kondisi,
contohnya rehabilitasi lingkungan kumuh, atau menuntut pemerintah
mengalokasikan dana untuk pelayanan kesehatan mental berbasis
masyarkat.
8
Ibid, hal.110
27
c. Revolutionary causes,dalam hal ini advokat berharap dapat
mengurangi institusi atau pihak-pihak yang yang tidak mendukung
perbaikan kondisi.
6. Forum.
Sebuah
form
adalah
majelis
yang
diorganisir
untuk
mendiskusikan isu, undang-undang, peraturan-peraturan, ketentuanketentuan, masalah publik, atau penyampaian opini. Dua hal yang perlu
dilakukan untuk melaksanakan forum;
a. Menetapkan seperangkat prosedur yang memandu peserta.
b. Mekanisme pembuatan keputusan.
7. Sistematika. Advokasi pada dasarnya bersifat sistematik. Hal ini karena
advokasi menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam suatu
perencanaan. Keputusan tidak didasarkan kepada intuisi melainkan
berdasarkan keterampilan menganalisis situasi bersama klien.
8. Pengaruh. Pengaruh bermaksud modifikasi, perubahan kesan, tindakan
atau keputusan yang mempengaruhi kilen. Beberapa aktivitas
memepengaruhi termasuk mengorganisir kelompok klien, pembentukan
koalisi, pendidikan publik, persuasi kepada administrator dan
supervisor, berhubungan dengan pegawai pemerintah dan parlemen,
pengumpulan data kajian, pemberian testimony, pengembangan petisi
dan bahkan tindakan undang-undang.
9. Pembuatan keputusan. Terma ini merujuk kepada usaha mempengaruhi.
Paling utama adalah advokat ingin melakukan perubahan dengan
membuat keputusan berdasarkan rumusan dan penilaian mengenai
28
berbagai aspek. Seperti alokasi, sumber daya, keuntungan, kelayakan
dan akses pelayan.
10. Tingkat ketidakadilan. Karakteristik terma ini adalah suatu tindakan,
pendirian, institusi, peraturan, prosusur atau keputusan tidak sesuai
dengan undang-undang atau prinsip-prinsip keadlian.
11. Tidak responsif. Terma ini khususnya diterapkan kepada perorangan
atau institusi yang aggal menjawab, mengakui, atau merespon, terhadap
pertanyaan, permohonan, petisi, tuntutan, surat, komunikasi, atau
permohonan sesuai dengan masanya.
12. Sistem. Dalam konteks pekerjaan sosial, perkataan sistem merujuk
kepada badan yang terorganisasi yang didesain dan bertanggung jawab
untuk memberikan pelayanan kepada orang-orang yang layak,
mendistribusikan sumber, penegakan hukum dan bertanggungjawab
penuh dalam interaksi masyarakat dengan sistem sumber.
Menurut Sheafor advokasi sosial dapat dikelompokan ke dalam
dua jenis, yaitu: advokasi kasus (case advocacy) dan advokasi kelas (class
advocacy).9
1. Avokasi kasus adalah kegiatan yang di lakukan seorang Pekerja Sosial
untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau
pelayanan sosial yang lembaga, dunia bisnis atau kelompok
profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu merespon
situasi tersebut dengan baik. Pekerja Sosial berbicara, berargumen, dan
9
Suharto, Edi, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social
Responsibility,(Bandung: Alfabeta,2009), cet ke-2, h 166
29
bernegosiasi atas nama klien individual. Karenanya, advokasi ini
sering disebut pula sebagai advokasi klien (client advocacy).
2.
Advokasi kelas menunjuk pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau
sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak warga
dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan.
Fokus advokasi kelas adalah mempengaruhi atau melakukan
perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal
maupun nasional. Advokasi kelas melibatkan proses-proses politik
yang ditujukan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah
yang berkuasa. Pekerja Sosial biasanya bertindak sebagai perwakilan
sebuah organisasi, bukan sebagai seorang praktisi mandiri. Advokasi
kelas umumnya dilakukan melalui koalisi dengan kelompok dan
organisasi lain yang memiliki agenda yang sejalan.
2. Strategi Advokasi
Advokasi yang dilakukan Pekerja Sosial dalam membantu orang
miskin seringkali sangat berkaitan dengan konsep manajemen sumber
(resource management).10 Strategi advokasi dibagi dalam tiga setting atau aras
(mikro, mezzo dan makro) dan mengkajinya dari empat aspek (tipe advokasi,
sasaran/klien, peran pekerja sosial dan teknik utama) seperti yang ditampilkan
table dibawah ini:
10
Suharto, Edi, “Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social
Responsibility”, (Bandung: Alfabeta,2009), cet ke-2,
30
Gambar 2.1
Strategi Advokasi
ASPEK
Tipe
Advokasi
Sasaran /
Klien
Peran Pekerja
Sosial
MIKRO
Advokasi Kasus
Individu dan
Keluarga
Broker
SETTING
MEZZO
Advokasi Kelas
Kelompok
formal dan
organisasi
Mediator
MAKRO
Advokasi Kelas
Masyarakat lokal
dan nasional


Aktivis
Analis
Kebijakan
Teknik Utama Manajemen
Jejaring
 Aksi
Kasus (Case
(Networking)
Sosial
Management)
 Analisis
Kebijakan
Sumber : Dikembangkan dari Dubois dan Milley (2005)11
Advokasi yang dilakukan pekerja sosial dalam memberdayakan orang
miskin biasanya dilakukan dengan membantu klien mengakses sumbersumber, mengkoordinasi distribusi pelayanan sosial atau merancang
kembangkan kebijakan-kebijakan dan program-program kesejahteraan sosial.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian dari manajemen sumber.
Dengan demikian, manajemen sumber mencakup pengkoordinasian,
pensistematisan dan pengintegrasian sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan
sosial yang dapat meningkatkan kepercayaan diri, kapasitas pemecahan
masalah, dan kemampuan memenuhi kebutuhan klien.
1. Aras Mikro
Pada aras mikro, peran utama Pekerja sosial adalah sebagai sumber broker
(pialang) sosial yang menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang
11
Ibid
31
tersedia di lingkungan sekitar. Sebagai pialang sosial, teknik utama yang
dilakukan Pekerja Sosial adalah manajemen kasus (case management)
yang mengkoordinasikan berbagai pelayanan sosial yang disediakan oleh
beragam penyedia. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
a. Melakukan assessment terhadap situasi dan kebutuhan khusus klien
b. Memfasilitasi pilihan-pilihan klien dengan berbagai informasi dan
sumber alternatif
c. Membangun kontak antara klien dengan lembaga-lembaga pelayanan
sosial
d. Menghimpun informasi mengenai berbagai jenis dan lokasi pelayanan
sosial, parameter pelayanan, dan kriteria elijibilitas (kelayakan)
e. Mempelajari kebijakan-kebijakan, syarat-syarat, prosedur-prosedur
dan proses-proses pemanfaatan sumber-sumber kemasyarakatan
f. Menjalin relasi kerjasama dengan berbagai profesi kunci
g. Memonitor dan mengevaluasi distribusi pelayanan
2. Aras Mezzo
Sebagai mediator, Pekerja sosial mewakili dan mendampingi kelompokkelompok formal atau organisasi dalam mengidentifikasi masalah sosial
yang dihadapi bersama, merumuskan tujuan, mendiskusikan solusi-solusi
potensial,
memobilisasi
sumber,
menerapkan,
memonitor
dan
mengevaluasi rencana aksi. Teknik advokasi yang dilakukan adalah
membangun
jejaring
(networking)
guna
mengkoordinasikan
dan
mengembangkan pelayanan-pelayanan sosial, membangun koalisi dengan
32
berbagai kelompok, organisasi, lembaga bisnis dan industri serta tokohtokoh berpengaruh dalam masyarakat yang memiliki kepentingan sama.
Kegiatan yang dapat dilakukan Pekerja Sosial sebagai mediator
diantaranya mencakup:
a. Menelisik pandangan dan kepentingan-kepentingan khusus dari
masing-masing pihak
b. Menggali kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang
mengalami konflik
c. Membantu pihak-pihak agar dapat bekerja sama dengan faksi.
d. Mendefinisikan,
mengkonfrontasikan
dan
menangani
berbagai
hambatan komunikasi
e. Mengidentifikasi berbagai manfaat yang ditimbulkan dari sebuah
koalisi atau kerjasama
f. Memfasilitasi pertukaran informasi secara terbuka diantara berbagai
pihak yang terlibat
g. Bersikap netral, tidak memihak, dan pada saat yang sama tetap oercaya
diri, yakin dan optimis terhadap manfaat kerjasama dan perdamaian.
3. Aras Makro
Peran Pekerja Sosial pada tataran makro adalah menjadi aktivis dan analis
kebijakan. Sebagai aktifis pekerja sosial terlibat langsung dalam gerakan
perubahan dan aksi sosial bersama masyarakat. Meningkatakan kesadaran
publik terhadap masalah sosial dan ketidakadilan, memobilisasi sumber
untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, melakukan
33
lobby dan negosiasi agar tercapai perubahan dibidang hukum, termasuk
melakukan class action.
Peran analis kebijakan lebih bersifat tidak langsung dalam melakukan
reformasi sosial. Pekerja Sosial melakukan identifikasi masalah dan
kebutuhan masyarakat, mengevaluasi bagaimana respon pemerintah
terhadap masalah, mengajukan opsi-opsi kebijakan. Analisis kebijakan
dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan prospektif,
retrospektif dan integratif.
a. Pendekatan prospektif. Analisis dilakukan terhadap kondisi sosial
masyarakat sebelum kebijakan diterapkan. Melakukan opsi kebijakan
baru terhadap pemerintah untuk merespon kondisi atau masalah sosial
yang dihadapi masyarakat, karena belum ada kebijakan untuk itu.
b. Pendekatan retrospektif. Analisis dilakukan terhadap kebijakan yang
sudah ada, artinya menganalisis dampak-dampak yang ditimbulkan
akibat diterapkannya sebuah kebijakan.
c. Pendekatan integratif. Perpaduan dari kedua pendekatan diatas.
Analisis dilakukan baik sebelum maupun sesudah kebijakan dilakukan.
3. Prinsip-Prinsip Advokasi
Sejak tujuan advokasi adalah melakukan perubahan, maka akan ada
resisitansi, oposisi dan konflik. Tidak ada faktor tunggal yang menajmin
keberhasilan advokasi. Beberapa prinsip dibawah ini bisa dijadikan pedoman
dalam merancang advokasi yang sukses.
34
1. Realistis. Advokasi yang berhasil bersandar pada isu dan agenda yang
spesifik, jelas dan terukur. Karena kita tidak mungkin melakukan segala
hal, kita harus menyeleksi pilihan-pilihan dan membuat keputusan
prioritas. Pilihlah isu dan agenda yang realistis dan karenanya dapat
dicapai dalam kurun waktu tertentu. Jangan buang waktu energi dan waktu
kita dengan pilihan yang tidak mungkin dicapai. Gagas kemenangankemenangan kecil namun konsisten. Sekecil apapun, keberhasilan
senantiasa memberi motivasi. Kegagalan biasanya ditemani frustasi.
2. Sistematis. Advokasi adalah seni, tetapi bukan lukisan abstrak. Advokasi
memerlukan perencanaan yang akurat, “ if we fail to plan, we plan to
fail,” artinya jika kita gagal merencanakan, maka itu berarti kita sedang
merencanakan kegagalan. Kemas informasi semenarik mungkin. Libatkan
media secara efektif. Proses advokasi dapat dimulai dengan memilih dan
mendefinisikan isu strategis, membangun opini dan memdukungnya
dengan fakta, memahami sistem kebijakan publik, membangun koalisi,
merancang sasaran dan taktik, mempengaruhi pembuat kebijakan, dan
memantau serta menilai gerakan atau program yang dilakukan.
35
Membangun
Memahami sistem
Fakta
kebijakan publik
Memilih
Isu
Strategis
Membangun
Koalisi
Memantau &
Mempengaruhi
Merancang sasaran dan
menilai
pembuat kebijakan
taktik
gerakan
Gambar 2.2
Proses Advokasi
Sumber : Topatimasang, Fakih dan Rahardjo (2000) dimodifikasi12
3. Taktis. Pekerja Sosial harus membangun koalisi atau aliansi atau sekutu
dengan pihak lain. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan
dan saling percaya (trust). Sekutu terdiri dari sekutu dekat dan sekutu jauh.
Sekutu dekat biasanya dinamakan lingkar inti, yakni kumpulan orang atau
organisasi
yang menjadi penggagas, pemrakarsa, penggerak dan
pengendali utama diseluruh kegiatan advokasi.13 Sekutu jauh adalah pihakpihak lain yang mendukung kita, namun tidak terlibat dalam gerakan
advokasi secara langsung. Lingkar inti biasanya disatukan atau bersatu
12
Topatimasang, dkk, Merubah Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2000)
Ibid
13
36
atas dasar kesamaan visi dan ideologis. Organisasi lingkar inti bisa dibagi
tiga berdasarkan fungsinya.
a. Divisi kerja garis depan yang melaksanakan fungsi juru bicara,
peunding, pelobi, terlibat dalam proses legislasi dan menggalang
sekutu.
b. Divisi kerja pendukunng yang menyediakan dukungan dana, logistic,
informasi, data dan akses.
c. Divisi kerja basis yang merupakan dapur gerakan advokasi:
membangun basis massa, pendidikan politik kader, memobilisasi aksi.
4. Strategis. Advokasi melibatkan penggunaan kekuasaan atau kekuatan. Ada
banyak tipe kekuasaan. Adalah penting untuk mempelajari diri kita,
lembaga kita anggotanya untuk mengetahui jenis kekuasaan yang dimiliki.
Kekuasaan intinya memnyangkut kemampuan untuk mempengaruhi dan
membuat orang berperilaku seperti yang kita harapkan. Kita tidak
mungkin memiliki semua kekuasaan yang kita miliki. Sadari bahwa
advokasi dapat membuat perbedaan. Kita dapat melakukan perubahanperubahan dalam hukum, kebijakan, program yang bermanfaat bagi
masyarakat. Melakukan perubahan tidaklah mudah, Tetapi bukan hal yang
mustahil.
Yang
terpenting
adalah
kita
bisa
memetakkan
dan
mengidetifikasi kekuatan kita dan kekuatan lawan atau pihak oposisi
secrara strategis.
5. Berani. Advokasi menyentuh perubahan dan rekayasa sosial secara
bertahap. Jangan tergesa-gesa. Tidak perlu menakut-nakuti pihak lawan,
37
tetapi tidak perlu pula menajdi penakut. Jadikan isu dan strategi yang telah
dilakukan sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda
bersama.
4. Peran dan Fungsi Advokat
Peran dan fungsi advokat dapat dilihat dalam Undang-Undang
Advokat. Dalam pasal 1 ayat (1), ketentuan tentang fungsi dan peran advokat
selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik
di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini”.14
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa peran dan fungsi advokat
meliputi pekerjaan baik yang dilakukan di pengadilan maupun di luar
pengadilan tentang masalah hukum pidana atau perdata, seperti mendampingi
klien dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan (di kejaksaan atau
kepolisian) atau beracara di muka pengadilan.
5 . Tujuan Advokasi
Pada dasarnya tujuan advokasi adalah untuk mengubah kebijakan program
atau kedudukan dari sebuah pemerintahan, institusiatau organisasi. Advokasi
pada hakekatnya adalah apa yang ingin kita rubah, siapa, yang akan melakukan
perubahan tersebut, seberapa besar dan kapan perubahan itu bermula.
14
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 1
38
Meskipun tiada jangka waktu yang mutlak untuk mencapai tujuan advokasi,
namun umumnya kegiatan pencapaian tujuan advokasi berlangsung antara 1-3
tahun. Tujuan advokasi semestinya dapat diukur dan bersifat spesifik. Tujuan
advokasi juga haruslah merupakan langkah peningkatan realistis kearah tujuan
yang lebih luas atau menuju suatu visi tertentu.
C. Jenis-Jenis Advokasi
Scheneider mengemukakan 4 jenis advokasi dalam pekerjaan sosial, yaitu:
1. Advokasi klien ( client advocacy). Tujuan akhirnya adalah untuk membantu
klien tentang bagaiman klien berjuang memenangkan pertarungan terhadap
hak-haknya di lembaga lain dan system pelayanan sosial yang ada.
Advokasi ini bersifat individu. Advokasi ini dilaksanakan pada saat individu
mendapatkan
suatu
masalah
dan
membutuhkan
advokasi
untuk
menyelesaikan permasalahannya dengan dibantu oleh para advokat. Dan
advokasi ini biasanya bersifat tertutup.
2. Advokasi masyarakat (cause advocacy). Advokasi pekerjaan sosial selalu
membantu klien individu, dan keluarga dalam memperoleh pelayanan. Jika
terdapat masalah yang mempengaruhi kelompok yang lebih besar maka
advokasi ini yang paling sesuai digunakan. Advokasi ini dilaksanakan pada
saat masyarakat tidak memperoleh pelayanan yang semestinya didapatkan
sehingga ada sesuatu yang harus diperjuangkan mengenai hak dan
kewajiban yang tidak terpenuhi.
39
3. Advokasi Legislatif (Legislative Advocacy), advokasi jenis ini biasanya
dilakukan untuk mempengaruhi proses pembuatan suatu undang-undang.
4. Advokasi Administrasi (Administrative advocacy). Advokasi jenis ini
dilaksanakan untuk
memperbaiki atau mengoreksi keluhan-keluhan
administratif dan mengatasi masalah-masalah administratif.15
D. Unsur-Unsur Pokok Kegiatan Advokasi
Dalam advokasi sosial terdapat beberapa unsur pokok penting, yaitu;
1. Memilih tujuan advokasi. Masalah yang diadvokasi mungkin sangat
kompleks. Oleh sebab itu, agar advokasi berhasil maka tujuan advokasi
harus dipertajam sedemikian rupa.
2. Menggunakan data dan penelitian untuk advokasi. Data dan penelitian
merupakan hal yang sangat penting untuk membuat keputusan yang tepat
ketika memilih masalah yang akan diadvokasi, mengidentifikasi cara
permasalahan bagi masalah tersebut, dan menentukan tujuan yang
realistis. Data yang valid, lengkap dan akurat juga dapat menjadi
argumentasi yang kuat.
3. Mengidentifikasi Sasaran Advokasi. Jika masalah dan tujuan telah
ditetapkan, maka kegiatan advokasi harus diarahkan kepada orang-orang
yang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan misalnya: staf,
pimpinan, orang tua, media, dan masyarakat.
15
Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta:
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 113
40
4. Mengembangkan dan menyampaikan pesan advokasi. Sasaran advokasi
berbeda-beda memberikan respon terhadap pesan yang berbeda pula.
5. Membentuk koalisi. Kekuatan advokasi kerapkali ditentukan oleh
kuatnya koalisi beberapa orang, organisasi, atau lembaga yang
mendukung tujuan advokasi. Bahkan melibatkan banyak orang yang
mewakili kepentingan berbeda-beda dapat memberi keuntungan dari sisi
keamanan bagi advokasi maupun untuk memperoleh dukungan politik.
6. Membuat presentasi yang persuasif. Kesempatan untuk mempengaruhi
sasaran advokasi baik individu maupun organisasi kadangkala sangat
terbatas.
7. Mengumpulkan dana untuk kegiatan advokasi. Kegiatan advokasi
memerlukan
dana.
Usaha
untuk
melakukan
advokasi
secara
berkelanjutan dalam waktu yang panjang berarti menyediakan waktu dan
energi dalam mengumpulkan dana atau sumber daya yang lain untuk
mendukung tugas advokasi.
8. Mengevaluasi usaha advokasi. Paling akhir dari kegiatan advokasi adalah
evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan advokasi telah tercapai.16
E. Dinamika Proses Advokasi
Advokasi merupakan proses yang dinamis yang menyangkut pelaku, gagasan,
agenda dan politik yang selalu berubah. Proses ini berlangsung dalam lima tahap:
16
Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta:
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 113
41
1. Mengidentifikasi masalah. Langkah pertama adalah mengidentifikasi
masalah untuk mengambil tindakan kebijakan. Tahap ini mengacu pada
penetapan agenda. Pekerja sosial sebagai advokat harus menentukan
masalah mana yang perlu dituju dan diusahakan untuk mencapai lembaga
yang menjadi sasaran agar diketahui bahwa isu tersebut memerlukan
tindakan.
2. Merumuskan solusi. Pekerja sosial yang berperan sebagai advokat harus
merumuskan solusi mengenai masalah yang telah diidentifikasi dan
memiliki salah satu yang paling fleksibel ditangani secara politis,
ekonomis dan sosial.
3. Membangun kemauan politik. Membangun kemauan politik untuk
bertindakmenangani isu dan mendapatkan solusinya merupakan bagian
terpenting dan advokasi.
4. Melaksanakan kebijakan. Jika masalahnya telah dikenalpasti, solusi telah
dirumuskan serta adanya kemauan politik untuk bertindak maka peluang
ini dapat dijadikan titik masuk pekerja sosial untuk bertindak
melaksanakan kebijakan.
5. Evaluasi. Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektifitas advokasi
yang telah dilakukan. Selain itu, evaluasi juga dapat dilakukan terhadap
usaha yang telah berjalan dan menentukan sasaran baru berdasarkan
pengalaman mereka.17
17
Edi, Isu – Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 113
42
F. Mandat Pekerja Sosial Untuk Melakukan Advokasi
Litzelfener dan Petr mengatakan profesi pekerjaan sosial pada dasarnya
melaksanakan advokasi klien berdasarkan tanggung jawab etika dan fungsi utama
praktek pekerjaan sosial. Terdapat beberapa obligasi yang mendasari praktek
advokasi yang dilakukan oleh pekerja sosial, antara lain:
1. Kode etik. Dalam kode etik tercantum nilai-nilai dan prinsip antara lain
dinyatakan bahwa tujuan utama pekerja sosial adalah membantu orang
dalam memenuhi kebutuhan dan ditujukan kepada pemecahan masalah
sosial, menentang ketidakadilan sosial, menghargai harkat dan
martabat
manusia
serta
mempromosikan
kesejahteraan
umum
masyarakat. Kode etik juga mencantumkan tentang perlunya pekerja
sosial menyadari dampak arena dan kebijakan politik terhadap praktek
yang karenanya perlu advokasi untuk perubahan kebijakan dan
perundangan
yang dapat
meningkatkan kondisi
sosial dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia dan keadilan sosial.
2. Pemahaman Pekerjaan Sosial tentang Person-in Environment. Profesi
pekerjaan sosial mempunyai pendekatan yang unik dalam membantu
orang tumbuh dan berkembang yaitu keyakinan bahwa perserikatan
atau lingkungan sosial individual mempengaruhi kesejahteraan mereka
secara langsung. Oleh sebab itu dalam membantu individu
denganpermasalahnnya juga harus mampu mengintervensi secara
efektif pada level masyarakat, daerah, nasional atau internasional,
43
3. Posisi Historis Advokasi dalam Pekerjaan Sosial. Berdasarkan sejarah,
advokasi mendapat tempat utama dalam praktek pekrjaan sosial.
Amidei menyatakan bahwa advokasi tercermin dalam praktek
pekerjaan sosial tradisional, dan ini sejalan dengan Reisch.18
4. Sanksi
Masyarakat
dari
Advokasi.
Dean
mengatakan
bahwa
masyarakat modern telah mengakui pekerjaan sosial sebagai disiplin
professional untuk membantu individu dan kelompok yang tidak
terlibat dalam pembangunan industri,perkotaan, dan teknologi.19
5. Alasan pribadi untuk menjadi seorang advokat. Berdasarkan hasil
penelitian, seseorang menjadi seorang advokat disebabkan alasanalasan pribadi seperti, frustrasi dengan pekerjaan yang ada, latar
belakang keluarga, latar belakang pribadi terlibat dalam kesukarelaan,
pengalaman seseorang dibawah tekanan, dan pembacaan tentang
perubahan sosial telah turut mempengaruhi mereka dan evolusi
ideologi pribadi yang mencerminkan keyakinan mereka tentang
perubahan.
6. Pengaruh badan sosial tempat praktek pekerjaan sosial. Pekerja sosial
yang bekerja di sebuah badan atau organisasi dimana advokasi
ditonjolkan mau tidak mau turut mempengaruhi praktek advokasi.
Fungsi agency mungkin yang utama adalah mencari faktor penyebab
masalah.20
18
Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 116
Ibid
20
Edi, Isu – Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi,h.114
19
44
G. Nilai Dalam Advokasi Pekerjaan Sosial
Nilai merujuk kepada keyakinan yang penting, dimensi yang penting
dan isu fatal yang ada pada individu atau kelompok. Nilai dasar dalam
advokasi pekerjaan sosial adalah:
1. Hak dan martabat individual.
2. Pemberian suara kepada yang tiada kuasa.
3. Penentuan diri sendiri.
4. Pemberdayaan dan perspektif penguatan.
5. Keadilan sosial.21
H. Karakteristik Advokasi Pekerjaan Sosial
Berikut ini adalah karakteristik advokasi pekerjaan sosial:
1. Berorientasi tindakan yaitu suatu advokasi sudah pasti berorientasi kepada
tindakan untuk mencapai perubahan sesuai dengan fungsi dan peranan
pekerja sosial.
2. Menentang ketidakadilan yaitu pada dasarnya pekerjaan sosial sangat
menentang ketidakadilan, oleh sebab itu advokasi pekerjaan sosial sangat
menentang ketidakadilan, oleh sebab itu advokasi pekerjaan sosial juga
menentang ketidak adilan yang wujud dalam system social masyarakat.
3. Tidak netral. Karakteristik lain advokasi pekerjaan sosial adalah para
pekerja sosial tidaklah bersifat netral. Dalam hal advokasi, pekerja sosial
berpihak kepada yang lemah, yang perlu dibantu melalui usaha advokasi.
21
Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 117
45
4. Mengaitkan kebijakan kepada praktek. Kegiatan advokasi pekerjaan sosial
adalah menerjemahkan kebijakan ke dalam praktek kebijakan agar praktek
kebijakan tersebut member manfaat kepada semua orang.
5. Kesabaran dan penuh harapan. Karakteristik lain dari advokasi pekerjaan
sosial adalah bahwa advokasi harus dilakukan dengan kesabaran penuh agar
hasil advokasi dapat tercapai dengan baik.
6. Pemberdayaan. Pada hakekatnya, advokasi pekerjaan sosial itu adalah
pemberdayaan klien yang menerima pelayanan. Setiap usaha advokasi
tujuannya adalah pemberdayaan klien agar dapat mengatasi masalah dan
mandiri.22
I. Kendala Advokasi Pekerjaan Sosial
Berikut ini adalah kendala yang dialami oleh pekerja sosial dalam melakukan
advokasi sosial:
1. Sejarah atau isu profesionalisme pekerjaan sosial
2. Ketiadaan stnadar norma professional
3. Masalah managerial
4. Tempat bekerja
5. Persepsi advokasi sebagai konfrontasi
6. Tidak memahami kebutuhan klien
7. Ketakutan kehilangan status
8. Ketiadaan pendidikan atau pelatihan khusus
22
Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 117
46
9. Strategi intervensi yang tidak popular
10. Ketidakmengertian menganai bentuk advokasi23
B. Perlindungan
1. Pengertian Perlindungan
Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 ditentukan
bahwa yang dimaksud dengan:
a. Perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan
oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan
rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari
ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak mana pun yang
diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atas
pemeriksaan di sidang pengadilan.24
Dalam arti luas, perlindungan sosial dapat didefinisikan
sebagai segala inisiatif baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor
swasta maupun masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan
transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi
kelompok rentan terhadap resiko-resiko penghidupan (livelihood) dan
meningkatkan status dan hak sosial kelompok-kelompok yang
terpinggirkan di dalam suatu masyarakat.25
23
Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 117
R. Wiyono, Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Pranada
Media,2007), cet ke-2
25
Suharto, Edi, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta,2011),
cet ke-3, h.87
24
47
Dalam pengertian lain, perlindungan sosial dapat didefinisikan
sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan
untuk merespon beragam resiko, kerentanan dan kesengsaraan, baik
yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, terutama yang dialami
oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan.26
Kebijakan perlindungan sosial selalu merupakan bagian dari
kebijakan pembangunan makro ekonomi, program ketenagakerjaan,
serta kebijakan pendidikan dan kesehatan yang lebih besar.
Keseluruhan kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi resiko dan
kesulitan yang dihadapi masyarakat selama hidup serta mendorong
pertumbuhan
yang merata dan berkelanjutan. Tujuan utama
perlindungan sosial adalah mendorong proses pembangunan agar
dapat dilaksanakan secara ekonomi dan dapat diterima secara sosial
dan politik melalui upaya pencegahan serta meringankan dampakdampak negatif yang terjadi akibat pembangunan tersebut.27
b. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan
penyelidikan,
penyidikan,
penuntutan
dan/
atau
pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara pelanggaran HAM
yang berat yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri yang
memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan,
teror, dan kekerasan dari pihak mana pun.
26
Suharto, Edi, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia Menggagas Model
Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.42
27
Suharto, Edi, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta,2011),
cet ke-3, h.88
48
c. Ancaman, gangguan, teror dan kekerasan adalah segala bentuk
perbuatan
memaksa
yang
bertujuan
menghalang-halangi
atau
mencegah seseorang, sehingga baik langsung atau tidak langsung
mengakibatkan orang tersebut tidak dapat memberikan keterangan
yang benar untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan
dan/ atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
2. Bentuk-bentuk Perlindungan
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 menentukan:
(1) Setiap korban atau saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang
berat berhak memperoleh perlindungan dari aparat penegak hukum dan
aparat keamanan; (2) Perlindungan oleh aparat penegak hukum dan aparat
keamanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan sejak tahap
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan/ atau pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2002 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pemeriksaan di sidang
pengadilan” adalah proses pemeriksaan pada sidang di Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung.
Bentuk-bentuk mengenai perlindungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002, oleh Pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 ditentukan meliputi:
49
a. Perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman
fisik dan mental.
Yang menjadi pertanyaan yang berkaitan dengan bentuk
perlindungan ini adalah bagiamana tentang perlindungan terhadap
keluarga korban atau saksi dari ancaman fisik dan mental?
Pertanyaan ini perlu diajukan, karena mungkin saja yang
mendapat ancaman fisik dan mental bukan pribadi korban atau saksi,
tetapi adalah keluarga korban atau saksi yang mungkin saja akan dapat
memengaruhi keterangan yang akan diberikan oleh korban atau saksi
pada
tahap
penyelidikan,
penyidikan,
penuntutan
dan/
atau
pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pelanggaran HAM yang
berat.
Oleh karena itu, kiranya tidak ada yang keberatan, jika bentuk
perlindungan yang ditentukan oleh Pasal 4 huruf a Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002, tidak hanya terbatas pada
perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi tetapi juga
meliputi perlindungan atas keamanan keluarga korban atau saksi.
b. Perahasiaan identitas korban atau saksi
Pada
tahap
penyelidikan,
penyidikan
dan
penuntutan,
perahasiaan identitas korban atau saksi tidak hanya menjadi masalah.
Perahasiaan identitas korban atau saksi pada tahap pemeriksaan
di sidang pengadilan hanya dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
50
di sidang pengadilan oleh Hakim dinyatakan tertutup atau tidak
terbuka untuk umum.
c. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan
tanpa bertatap muka dengan tersangka.
Yang dimaksud dengan “tanpa bertatap muka dengan
tersangka” dalam Pasal 4 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2002 ini adalah tanpa bertatap muka secara langsung dengan
terdakwa, artinya masih bertatap muka dengan terdakwa, tetapi
dengan melalui media elektronik, yaitu dengan cara apa yang disebut
tele conference seperti yang pernah dilakukan pada waktu pemeriksaan
perkara Akbar Tanjung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ketika
mendengarkan ketarangan saksi B.J. Habibie dari kedutaan Besar RI di
Bonn, Jerman.
3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Dalam hukum seseorang yang mempunyai hak milik atas sesuatu
benda yang di izinkan untuk menikmati hasil dari benda miliknya. Dalam
buku yang berjudul “Inleiding tot the studie van het Nederlandse Recht”
Mr. L. J. Van Apeldoorn mengatakan bahwa “Hak ialah hukum yang
dihubungkan dengan seseorang manusia atau subjek hukum tertentu dan
dengan demikian menjelma menjadi kekuasaan” dan suatu hak timbul
apabila hukum mulai bergerak.28
28
C.S.T. Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h.119-120.
51
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2) menetapkan bahwa
“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”.29
Dari pasal tersebut, jelas dikehendaki agar semua warga Negara
mau dan mampu bekerja supaya diberikan pekerjaan, sekaligus dengan
pekerjaan tersebut agar mereka dapat hidup layak sebagai manusia yang
mempunyai hak-hak yang di lindungi oleh hukum.
Kewajiban adalah setiap keadaan yang di dalamnya terdapat
penyalahgunaan tenaga manusia untuk merealisasikan tujuan tertentu.
Boleh jadi tenaga kerja disini bersifat fisik seperti mengangkat barang,
ataupun intelektual seperti membuat rencana kerja dan mengambil
keputusan. Terkadang pendayagunaan tenaga kerja berupa pemindahan
sesuatu dari suatu tempat, merubah keadaannya, atau menetapkannya
dalam tempat tertentu.30
Dalam Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri
Bab III tentang Hak dan Kewajiban TKI terdapat di dalam Pasal 8 dan
Pasal 9 menerangkan sebagai berikut:31
Pasal 8 setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang
sama untuk:
29
UUD 45& Perubahannya Susunan Kabinet RI Lengkap (1945-2009) + Reshuffle
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 (7 Mei 2007), (Jakarta: Kawan Pustaka, 2008), Cet ke-18, h.26.
30
Hamid, Abdul Mursi, SDM Yang Produktif Pendekatan Al-Quran & Sains,(Jakarta:
Gema Insani Press, 199), h.20
31
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.
52
a. Bekerja di luar negeri
b. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar
negeridan prosedur penempatan TKI di luar negeri
c. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan
di luar negeri.
d. Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinan serta
kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dankeyakinan yang dianutnya
e. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di Negara
tujuan
f. Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang
diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di Negara tujuan
g. Memperoleh jaminan perlidungan hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat
dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang di tetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di
luar negeri
h. Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan
kepulangan TKI ke tempat asal
i. Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli
Pasal 9 setiap calon TKI mempunyai kewajiban untuk:32
a. Menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di
Negara tujuan
b. Menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja
c. Membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
32
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.
53
d. Memberitahukan
atau
melaporkan
kedatangan
keberadaan
dan
pemulangan TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di Negara
tujuan
Hasil dari penjelasan teori yang sudah peneliti jelaskan diatas,
peneliti mengambil beberapa teori yang berkaitan dengan bagaimana
advokasi di satu lembaga non pemerintahan, peneliti disini akan
menjelaskan secara rinci teori advokasi yang dilakukan oleh BNP2TKI
diantaranya advokasi klien adalah adalah untuk membantu klien agar
mampu menjangkau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya.
Dengan alasan terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan
oleh lembaga dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap klien
dan klien sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik.
Sedangkan advokasi klien sudah dijelaskan merupakan cara untuk
membantu klien tentang bagaimana klien berjuang memenangkan
pertarungan terhadap hak-haknya di lembaga lain dan system
pelayanan sosial
yang ada. Secara khususnya peneliti akan
menjelaskan secara menyeluruh tentang peran advokat memiliki
bidang yang sama dengan peran advokasi sosial yang diatas peneliti
jelaskan bidang tugas atau fungsi disini diantaranya pendamping,
penghubung, dan penyuluh.
BAB III
GAMBARAN UMUM BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA
A. Sejarah Berdirinya BNP2TKI
Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja
Bahan yang diperoleh dari Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan
Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI)
menyebutkan, sejak 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah
besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak untuk
dipekerjakan di perkebunan di Suriname.
Tujuannya untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah
dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud pelaksanaan politik penghapusan
perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih
lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu
membuat
perkebunan
di
Suriname
terlantar
dan
mengakibatkan
perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil perkebunan turun drastis.
Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah
rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya
Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa. Gelombang pertama
pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21
Mei 1890 dengan Kapal SS Koningin Emma. Pelayaran jarak jauh ini singgah
di negeri Belanda dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Jumlah TKI
54
55
gelombang pertama sebanyak 94 orang terdiri 61 pria dewasa, 31 wanita, dan
2 anak-anak. Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan
sejak 1890 sampai 1939 mencapai 32.986 orang, dengan menggunakan 77
kapal laut. Pada 3 Juli 1947 menjadi tanggal bersejarah bagi lembaga
Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui
Peraturan Pemerintah No 3/1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah
perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan.1
Pada masa awal Orde Baru Kementerian Perburuhan diganti dengan
Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi sampai berakhirnya
Kabinet Pembangunan III. Mulai Kabinet Pembangunan IV berubah menjadi
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sementara Koperasi membentuk
Kementeriannya sendiri.
Selanjutnya dapat dikatakan, pada masa kemerdekaan Indonesia
hingga akhir 1960-an, penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri
belum melibatkan pemerintah, namun dilakukan secara orang perorang,
kekerabatan, dan bersifat tradisonal.Negara tujuan utamanya adalah Malaysia
dan Arab Saudi yang berdasarkan hubungan agama (haji) serta lintas batas
antarnegara. Untuk Arab Saudi, para pekerja Indonesia pada umumnya
dibawa oleh mereka yang mengurusi orang naik haji / umroh atau oleh orang
Indonesia yang sudah lama tinggal atau menetap di Arab Saudi.
Adapun warganegara Indonesia yang bekerja di Malaysia sebagian
besar datang begitu saja ke wilayah Malaysia tanpa membawa surat dokumen
1
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Sejarah”
Artikel di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/sejarah/
56
apa pun, karena memang sejak dahulu telah terjadi lintas batas tradisional
antara dua negara tersebut. Hanya pada masa konfrontasi kedua negara di era
Orde Lama kegiatan pelintas batas asal Indonesia menurun, namun masih
tetap ada.
Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan pemerintah
Indonesia baru terjadi pada 1970 yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga
Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah No 4/1970 melalui Program Antarkerja Antardaerah (AKAD) dan
Antarkerja Antarnegara (AKAN), dan sejak itu pula penempatan TKI ke luar
negeri melibatkan pihak swasta (perusahaan pengerah jasa TKI atau
pelaksana penempatan TKI swasta). Program AKAN ditangani oleh pejabat
kepala seksi setingkat eselon IV dan bertanggung jawab langsung kepada
Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penggunaan (Bina Guna). Program/Seksi
AKAN membentuk Divisi atau Satuan Tugas Timur Tengah dan Satuan
Tugas Asia Pasifik.
Sementara itu pelayanan penempatan TKI ke luar negeri di daerah
dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Depnakertranskop untuk tingkat provinsi
dan Kantor Depnakertranskop Tingkat II untuk Kabupaten.Kegiatan yang
dinaungi oleh Dirjen Bina Guna ini berlangsung hingga 1986.2 Selanjutnya
pada 1986 terjadi penggabungan dua Direktorat Jenderal yaitu Direktorat
Jenderal Bina Guna dan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Perlindungan
2
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Sejarah”
Artikel di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/sejarah/
57
(Bina Lindung) menjadi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan
(Binapenta).
Pada 1986 ini Seksi AKAN berubah menjadi "Pusat AKAN" yang
berada di bawah Sekretariat Jenderal Depnakertrans. Pusat AKAN dipimpin
oleh pejabat setingkat eselon II dan bertugas melaksanakan penempatan TKI
ke luar negeri. Di daerah pada tingkat provinsi/Kanwil, kegiatan penempatan
TKI dilaksanakan oleh "Balai AKAN." Pada 1994 Pusat AKAN dibubarkan
dan fungsinya diganti Direktorat Ekspor Jasa TKI (eselon II) di bawah
Direktorat Jenderal Binapenta.Namun pada 1999 Direktorat Ekspor Jasa TKI
diubah menjadi Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN).
Dalam upaya meningkatan kualitas penempatan dan keamanan
perlindungan TKI telah dibentuk pula Badan Koordinasi Penempatan TKI
(BKPTKI) pada 16 April 1999 melalui Keppres No 29/1999 yang
keanggotannya terdiri 9 instansi terkait lintas sektoral pelayanan TKI untuk
meningkatkan program penempatan dan perlindungan tenaga kerja luar negeri
sesuai lingkup tugas masing-masing.
Pada tahun 2001 Direktorat Jenderal Binapenta dibubarkan dan
diganti Direktorat Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar
Negeri (PPTKLN) sekaligus membubarkan Direktorat PTKLN. Direktorat
Jenderal PPTKLN pun membentuk struktur Direktorat Sosialisasi dan
Penempatan untuk pelayanan penempatan TKI ke luar negeri. Sejak
kehadiran Direktorat Jenderal PPTKLN, pelayanan penempatan TKI di
58
tingkat provinsi/kanwil dijalankan oleh BP2TKI (Balai Pelayanan dan
Penempatan TKI).
Pada 2004 lahir Undang-undang No 39/2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94
ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Kemudian disusul
dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No 81/2006 tentang
Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan
unsur-unsur instansi pemerintah pusat terkait pelayanan TKI, antara lain
Kemenlu,
Kemenhub,
Kemenakertrans,
Kepolisian,
Kemensos,
Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain.
Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program
Government to Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan
melalui Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri
(PPTKLN) di bawah Direktorat Jenderal PPTKLN Depnakertrans.
Pada 2007 awal ditunjuk Moh Jumhur hidayat sebagai Kepala
BNP2TKI melalui Keppres No 02/2007, yang kewenangannya berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Tidak lama setelah Keppres
pengangkatan itu yang disusul pelantikan Moh Jumhur Hidayat selaku Kepala
BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang
Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah
tingkat pusat terkait pelayanan TKI.Dasar peraturan ini adalah Instruksi
59
Presiden (Inpres) No 6/2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan
penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang
dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab
tugasnya kepada presiden.Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan
Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN
karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI. Program penempatan TKI G to
G ke Korea pun dilanjutkan oleh BNP2TKI, bahkan program tersebut
diperluas BNP2TKI bekerjasama pemerintah Jepang untuk penempatan G to
G TKI perawat pada 2008, baik untuk perawat rumahsakit maupun perawat
lanjut usia.3
B. Visi dan Misi BNP2TKI
Visi:
Terwujudnya TKI Yang Berkualitas dan Bermartabat
Misi:
1. Mengisi Peluang Kerja dan Menyiapkan Tenaga Kerja Kompeten Untuk
Pasar Kerja Luar Negeri
2. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
3
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Sejarah”
Artikel di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/sejarah/
60
3. Meningkatkan Kualitas Perlindungan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja
Indonesia
4. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia.4
C. Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
yang selanjutnya disebut BNP2TKI adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(1) BNP2TKI yang beranggotakan wakil-wakil instansi Pemerintah terkait
mempunyai
pelaksanaan
kebijakan
di
bidang
penempatan
dan
perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi
dan terintegrasi.
(2) Bidang tugas masing-masing Instansi terkait sebagaimana dimaksud di
atas, meliputi bidang ketenagakerjaan, keimigrasian, hubungan luar
negeri, administrasi kependudukan, kesehatan, kepolisian, dan bidang lain
yang dianggap perlu.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
BNP2TKI menyelenggarakan tugas:
a. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara
Pemerintah dengan Pemerintah negara pengguna Tenaga Kerja
4
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Visi dan Misi”.
Artikel ini di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/visidanmisi
61
Indonesia atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan
penempatan;
b. Memberikan
pelayanan,
mengkoordinasikan,
dan
melakukan
pengawasan mengenai:
1. Dokumen;
2. Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP);
3. Penyelesaian masalah;
4. Sumber-sumber biaya;
5. Pemberangkatan sampai pemulangan;
6. Peningkatan kualitas calon Tenga Kerja Indonesia;
7. Informasi;
8. Kualitas pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia; dan
9. Peningkatan
kesejahteraan
Tenaga
Kerja
Indonesia
dan
keluarganya.5
5
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani. SH Kepala Deputi
Bidang Pengamanan dan Penempatan BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015.
62
D. Struktur Organisasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia 6
STRUKTUR ORGANISASI
Gambar 3.1
masi
Tenaga
Kepala
Profesional
Inspektorat
BNP2TKI
Sekretariat Utama
Sub Bag. Tata Usaha
PUSAT LITBANG
Auditor
DAN INFORMASI
Deputi Bidang
Deputi Bidang
Deputi Bidang
Kerjasama Luar
Penempatan
Perlindungan
Negeri dan Promosi
BP3TKI /
LP3TKI
P4TKI
6
Direktorat
Direktorat
Direktorat
Direktorat
Penanganan
Mediasi dan
Pemberdayaan
Pengamanan dan
dan
Advokasi
pengawasan
Pengaduan
Data di Peroleh dari Wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015
63
Dilihat dari table 3.1 diatas bahwa:7
1. Kepala mempunyai tugas memimpin BNP2TKI dalam menjalankan
tugas BNP2TKI.
2. Sekretariat Utama adalah unsur pembantu piminan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNP2TKI.
3. Sekretariat Utama dipimpin oleh Sekretaris Utama. Dan mempunyai
tugas
mengkoordinasikan
pemberian
dukungan
serta
melaksanakan
administrasi,
pembinaan
perencanaan,
dan
anggaran,
kepegawaian, umum, hukum, hubungan masyarakat, penelitian dan
pengembangan, dan informasi di lingkungan BNP2TKI.
Sekretariat Utama terdiri dari paling banyak 4 (empat) Biro, masingmasing Biro terdiri dari paling banyak 4 (empat) Bagaian, dan masingmasing Bagian terdiri paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
4. Deputi Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi
(1) Deputi Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi adalah unsur
pelaksana tugas BNP2TKI yang berada di bawah dan bertanggung
Jawab kepada Kepala BNP2TKI
(2) Deputi Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi di pimpin
oleh Deputi
Deputi Bidang Kerja sama luar negeri dan promosi mempunyai
tugas:
7
Data di Peroleh dari Wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan
Advokasi Timur Tengah BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015
64
a. Menyiapkan bahan
teknis
di
bidang penempatan dan
perlindungan tenaga kerja Indonesia untuk kerja sama bilateral,
regional dan multilateral, di tingkat Pertemuan Pejabat Tinggi,
Menteri dan Kepala Negara/Pemerintahan, serta melakukan
promosi Tenaga Kerja Indonesia.
b. Merumuskan,
mengkoordinasikan,
melaksanakan,
dan
mengawasi pelaksanaan kebijakan teknis di bidang penempatan
dan perlindungan tenaga kerja Indonesia untuk kerjasama
bilateral, regional dan multilateral di tingkat Pertemuan Pejabat
Tinggi, Menteri dan Kepala Negara / Pemerintahan, serta
melakukan promosi Tenaga Kerja Indonesia.Deputi Bidang
Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi terdiri dari paling banyak
4 (empat) Direktorat masing-masing Direktorat terdiri dari
paling
banyak
4
(Subdirektorat),
dan
masing-masing
Subdirektorat terdiri dari paling banyak 3(tiga) seksi.
5. Deputi Bidang Penempatan
Deputi Bidang Penempatan adalah unsur pelaksana tugas BNP2TKI
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
BNP2TKI.Deputi Bidang Penempatan di Pimpin oleh Deputi. Deputi
Bidang Penempatan mempunyai tugas:
a. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis
antara Pemerintah dengan Pemerintah negara pengguna tenaga
kerja Indonesia dan/atau Pengguana berbadan hukum di negara
65
tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang
melindungi tenaga kerja asing;
b. Merumuskan,
mengkoordinasikan,
melaksanakan,
dan
mengawasi pelaksanaan kebijakan teknis penempatan Tenaga
Kerja Indonesia di luar negeri meliputi penyuluhan, perekrutan
dan penyiapan penempatan. Deputi Bidang Penempatan terdiri
paling banyak 4 (empat) Subdirektorat, masing-masing
subdirektorat terdiri paling banyak 4 (empat) Subdirektorat,
dan masing-masing Subdirektorat terdiri paling banyak 3 (tiga)
seksi.
6. Deputi Bidang Perlindungan
Deputi Bidang Perlindungan adalah unsur pelaksana tugas BNP2TKI
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
BNP2TKI. Dan Deputi Bidang Perlindungan dipimpin oleh Deputi.
Deputi
Bidang
Perlindungan
mempunyai
tugas
merumuskan,
mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan
kebijakan teknis perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang meliputi
standarisasi, sosialisasi dan pelaksanaan perlindungan mulai dari prapemberangkatan selama penempatan, sampai dengan pemulangan.8
Deputi bidang perlindungan terdiri dari paling banyak 4(empat)
Direktorat, masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 4
8
Data di Peroleh dari Wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan
Advokasi Timur Tengah BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015
66
(empat) Subdirektorat, dan masing-masing Subdirektorat terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) seksi.
7. Inspektorat
Inspektorat adalah unsur pengawasan di lingkungan BNP2TKI yang
berada
di
bawah
BNP2TKI.Inspektorat
mempunyai
tugas
dan
di
bertanggung
pimpin
melaksanakan
jawab
oleh
kepada
kepala
Inspektur.Inspektorat
pengawasan
fungsional
atas
pelaksanaan tugas di lingkungan BNP2TKI. Inspektorat terdiri dari
1(satu) Subbagian, dan Kelompok jabatan fungsional auditor.
8. Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan pelayanan penempatan Tenaga
Kerja Indonesia, dibentuk Balai Pelayanan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Ibukota Propinsi dan/atau
tempat pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia yang dianggap
perlu
(2) Balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah unit
pelaksana teknis di lingkungan BNP2TKI yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada kepala BNP2TKI
(3) Balai pelayanan penempatan dan perlidungan
Indonesia di pimpin oleh Kepala Balai
tenaga kerja
67
a. Balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia
mempunyai
tugas
pelayanan
pemrosesan
seluruh
memberikan
kemudahan
dokumen
penempatan,
perlindungan, dan penyelesaian masalah tenaga kerja Indonesia
secara terkoordinasi dan terintregasi di wilayah kerja masingmasig balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga
kerja Indonesia..
b. Balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia dalam melaksanakan tugas pemberian kemudahan
pelayanan pemrosesan dokumen yang dilakukan bersama-sama
dengan instansi pemerintah terkait baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan bidang dan tugasnya
masing-masing.
c. Bidang tugas masing-masing Instansi Pemerintah meliputi
ketenagakerjaan,
keimigrasian,
verivikasi
dokumen
kependudukan, kesehatan, kepolisian dan bidang lain yang
dianggap
perlu.
Pembentukan
balai
pelayanan
dan
perlindungan tenga kerja Indonesia dilaksanakan secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan dan disamping itu
pembentukan balai pelayanan penempatan dan perlindungan
tenaga kerja Indonesia di tetapkan oleh kepala BNP2TKI
setelah
mendapatkan
persetujuan
dari
menteri
yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
68
Balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia terdiri dari 1(satu) Subbagian Tata Usaha dan Paling
banyak 3 (tiga) seksi.
9. Pos Pelayanan
(1) Dalam rangka kelancaran pelaksanaan pemberangkatan dan
pemulangan tenaga kerja indonesia di pintu-pintu embarkasi dan
debarkasi tertentu dibentuk Pos-pos Pelayanan.
(2) Pos pelayanan mempunyai tugas melakukan pelayanan untuk
memperlancar pemberangkatan dan pemulangan tenaga kerja
Indonesia.
(3) Pos pelayanan dalam melaksanakan tugasnya dikoordinasikan oleh
balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenga kerja
Indonesia.
(4) Pos pelayanan dipimpin oleh seorang koordinator
Pembentukan pos pelayanan dan fasilitas pendukungnya yang
memenuhi persyaratan di tetapkan oleh Kepala BNP2TKI setelah
mendapat persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara.
69
10. Jabatan Fungsional
Dilingkungan BNP2TKI dapat ditetapkan jabatan fungsional tertentu
sesuai dengan kebutuhan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.9
E. PROSEDUR PENGADUAN
Pengadu dapat mengadukan kasus permasalahannya ke Crisis Center
BNP2TKI dengan mengikuti persyaratan sebagai berikut:
1. Pengadu datang ke Crisis Center
2. Pengadu melakukan pengisian formulir pengaduan
3. Pengadu menyampaikan kelengkapan berkas pengadu dan fotocopy dokumen
pendukung yang dibutuhkan
4. Pengadu menerima lembar bukti pengaduan/ penyerahan berkas
5. Untuk pengaduan tidak langsung dilakukan melalui media pengaduan antara
lain :
 Telepon : 0 800 1000 (dalam negeri 24 jam bebas pulsa)
 Telepon : +6221- 2924 480 (dari luar Negeri
 SMS : 7266, Ketik : ACA#TKI#NAMA PENGIRIM#Masalah yang diadukan
 Faximili : 021-29244810 dan 021-29244811
 Email : [email protected]
9
Data di Peroleh dari Wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan
Advokasi Timur Tengah BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015
70
 Surat : Direktorat Pelayanan Pengaduan Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenga Kerja Indonesia, Jl. MT.Haryono Kav 52 Pancoran,
Jakarta Selatan.10
10
Data diperoleh melalui brosur BNP2TKI
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Advokasi BNP2TKI Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap
Tenaga Kerja Indonesia
1. Paparan Temuan
Berdasarkan uraian pada Bab II mengenai advokasi BNP2TKI
dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia.
BNP2TKI adalah lembaga yang bertujuan untuk menjamin dan
mempercepat terwujudnya tujuan penempatan dan perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia
Dari penelitian yang sudah peneliti lakukan, ada tiga divisi yang
sangat berperan dalam memberikan advokasi terhadap tenaga kerja
Indonesia, yaitu:
a. Koordinator Crisis Center
Berdarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Henry Prajitno
selaku koordinator menjelaskan :
“Advokasi di BNP2TKI adalah dengan memberikan pengertian/
pemahaman dan atau saran-saran/pendapat hukum tentang upaya
yang harus ditempuh setiap CTKI/TKI agar terhindar dari
permasalahan hukum, sedangkan dalam upaya penyelesaian
permasalahan hukum CTKI/TKI, BNP2TKI memberikan advokasi
berupa pendampingan, fasilitasi, dan mengupayakan advokat dalam
tahap litigasi sehingga hak-hak CTKI/TKI dapat terpenuhi.”1
1
Data diperoleh dari Wawancara dengan Bapak Henry Prajitno, Kepala Bagian Crisis
Center BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI.
71
72
Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa advokasi yang
diberikan oleh BNP2TKI yaitu pada saat pra penempatan, masa
penempatan dan purna penempatan yang memang menjadi salah satu
kewajiban dari pihak BNP2TKI untuk membekali para CTKI/TKI agar
mereka mempunyai bekal dalam bekerja dan terhindar dari permasalahan
hukum yang terjadi di negara penempatan.
Selain itu juga dijelaskan oleh Bapak Henry Prajitno (Kepala
Bagian Crisis Center) “ secara umum advokasi bertujuan untuk
memberikan komitmen dan dukungan dalam upaya penyelesaian
permasalahan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai dengan prioritas
kasus, sedangkan tujuan khusus advokasi yang diberikan oleh Crisis
Center BNP2TKI dalam membantu Tenga Kerja Perempuan korban
kekerasan seksual di luar negeri adalah:
 Memberikan Pemahaman dan kesadaran kepada para CTKI/TKI
tentang hak dan kewajibannya,
 Memberikan pemahaman tentang langkah-langkah emergency/ darurat
dalam mengatasi permasalahannya,
 Memberikan saran-saran dan pendapat hukum sesuai dengan prioritas
kasus,
 Memberikan bantuan hukum terhadap CTKI/ TKI/ Keluarganya yang
bermasalah,
 Memperjuangkan terpenuhinya hak-hak CTKI/ TKI.2
Dari pemaparan informan diatas dapat terlihat bahwa tujuan
advokasi yang diberikan oleh Crisis Center BNP2TKI adalah untuk
memberikan suatu perlindungan kepada CTKI/TKI agar pemahaman yang
diberikan oleh BNP2TKI menjadikan suatu pondasi bagi CTKI/TKI yang
siap bekerja di luar negeri. Selain itu CTKI/TKI dan keluarga TKI dapat
memahami dan mengetahui hak dan kewajibannya. Serta CTKI/TKI dan
2
Data diperoleh dari Wawancara dengan Bapak Henry Prajitno, Kepala Bagian Crisis
Center BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI
73
keluarga TKI dapat menambah wawasan tentang hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan dari advokasi ini adalah untuk memudahkan dan
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga antara pemberi
layanan (BNP2TKI, red.) dengan calon TKI/TKI dan keluarga TKI
maupun masyarakat sebagai penerima layanan dapat langsung saling
berhubungan tanpa ada sekat pembatas birokrasi.
Henry mengatakan, “mengenai pengaduan sebanyak 18.420 aduan
itu dari kasus TKI yang terjadi di berbagai negara di dunia. Adapun kasus
lain-lain yang berada di bawah 200 aduan. Berdasarkan 15 negara yang
jumlah pengaduan kasus TKI tertinggi di atas 40 pengaduan, jumlah
tertinggi adalah dari TKI di negara Arab Saudi sebanyak 8.794
pengaduan dan selesai ditangani 5.668 pengaduan. Malaysia sebanyak
2.607 pengaduan dan selesai ditangani 1.848. Uni Emirat Arab (UEA)
sebanyak 1.017 dan selesai ditangani 677. Taiwan sebanyak 984
pengaduan dan selesai 731. Pengaduan TKI dari Yordania 856 dan
selesai ditangani 550.”3
Dari pemaparan informan diatas terlihat bahwa BNP2TKI adalah
suatu lembaga pemerintah yang memiliki kualitas pelayanan yang baik dan
terpercaya sehingga dapat dilihat dari angka pengaduan yang mengadukan
kasus ke BNP2TKI sangat tinggi, dan aduan tersebut tidak hanya dari
Indonesia melainkan juga datang dari belahan dunia. Sehingga sangat
perlu dilakukannya advokasi karena dilihat dari TKI yang bekerja di luar
negeri sangat banyak dan rentan terhadap resiko. Disamping itu advokasi
tersebut sangat membantu TKI untuk memperjuangkan terpenuhinya hakhak TKI.
3
Data diperoleh dari Wawancara dengan Bapak Henry Prajitno, Koordinator Crisis Center
BNP2TKI. Pada tanggal 29 Oktober 2015, BNP2TKI
74
Zastrow mengartikan advokasi adalah aktivitas menolong klien
untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu
sistem layanan, dan membantu dan memperluas pelayanan agar mencakup
lebih banyak orang yang membutuhkan.4 Jika dilihat dari advokasi pekerja
sosial seperti yang dikemukakan oleh Schneider (2001) bahwa ada 4 jenis
advokasi yaitu: advokasi klien, masyarakat, legislatif dan administrasi.5
Melihat dari advokasi ini lebih kepada advokasi kasus yang dimana
tujuannya adalah untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber
atau pelayanan sosial yang lembaga, dunia bisnis, atau kelompok
profesional terhadap klien untuk memenangkan dan memperoleh hakhaknya kembali.
Berdasarkan teori advokasi pekerjaan sosial, permasalahan yang
peneliti angkat di dalam skripsi ini masuk kedalam kategori advokasi tipe
makro yang mengusulkan peran pemerintah agar lebih bertindak tegas
dalam menanggapi kasus yang dialami oleh para tenaga kerja indonesia.
Dalam proses konsultasi CTKI/TKI BNP2TKI juga memobilisasi sumber
untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, juga
melakukan lobby dan negosiasi agar tercapai perubahan dibidang hukum.
Pemberian bantuan hukum atau advokasi bagi kalangan yang lemah telah
bergulir cukup lama sehingga hal ini nampak pada kemunculan program
bantuan hukum di Indonesia. Setelah kemunculan Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) baik dari swasta maupun pemerintah maka program
4
Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Startegi, h.114
Edi, Pekerjaan Sosial di dunia Industri memperkuart CSR (Coorporate Social
Responsibility
5
75
pendampingan bagi TKI memang tetap harus dilanjutkan mengingat
permasalahan adalah permasalahan kemaslahatan umum dan permasalahan
penegakan Hak Asasi Manusia. Melihat pada permasalahan-permasalahan
yang kerap dihadapi TKI, sudah sebaiknya dilakukan langkah konkrit dari
pemerintah guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
bagi para TKI, sehingga pemerintah mampu menjalankan pesan moral dari
amanat konstitusi yang ada.
b. Deputi Perlindungan
Berdasarkan wawancara peneliti dengan Kepala Deputi Perlindungan
BNP2TKI menjelaskan:
“Segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam
mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun
sesudah bekerja.”6
Kegiatan Deputi Perlindungan ini adalah melakukan berbagai
kegiatan yang ditujukan untuk melindungi CTKI/TKI dari berbagai
masalah yang dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia selama pra penempatan
sampai purna penempatan. Dalam melakukan kegiatannya deputi
perlindungan bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap sarana
pendukung penempatan dan PAP. Serta mengontrol bagaimana perekrutan
yang dilakukan setiap daerah, mengecek PPTKIS bahwa TKI mempunyai
dokumen yang lengkap atau tidak dan BLK (Balai Latihan Kerja Luar
Negeri) melatih para CTKI dengan cara yang benar atau tidak.
6
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi
Perlindungan BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI
76
Sesuai dengan SOP BNP2TKI Peraturan Kepala BNP2TKI
Nomor:
PER.06/KA/VI/2011
tentang
pedoman
pembekalan
akhir
pemberangkatan calon tenaga kerja Indonesia ke luar negeri menerangkan
bahwa benar pada pelaksanaan PAP petugas memeriksa pemberkasan
kelengkapan yang diajukan oleh CTKI dan mengontrol disetiap daerah.
Pada pelaksanaan PAP bagi CTKI yang bekerja secara perseorangan
dilakukan secara perseorangan. CTKI menandatangani daftar hadir yang
disediakan oleh petugas. CTKI mengikuti PAP dengan materi yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Setelah itu petugas menerbitkan surat
keterangan telah mengikuti PAP dan menyerahkan dokumen lainnya.7
Kepala Deputi Perlindungan Bapak Kompol Saebani
mengungkapkan “bahwa kasus yang dialami oleh para Tenaga Kerja
Indonesia bermacam-macam mulai dari kasus pidana ketenagakerjaan,
TKI tidak digaji, TKI bekerja melebihi batas kerja, bekerja tidak sesuai
job, TKI pindah-pindah agency, TKI dinikahkan oleh orang lain disana,
TKI membawa anak, TKI yang tidak bisa bekerja, TKI tidak menguasai
bahasa, TKI ditempatkan non procedural, dan lain sebagainya. Dibawah
ini adalah permasalahan yang sering terjadi dalam pelaksanaan tenaga
kerja indonesia yaitu:”8
Dari pemaparan informasi diatas dapat terlihat bahwa kasus yang
dalami oleh para TKI sangat beragam. Hal ini membuktikan bahwa masih
minimnya pengetahuan TKI dalam bidang ketenagakerjaan, perbedaan
tradisi dan aturan yang berlaku di luar negeri. Sehingga para CTKI perlu
diberikan pembekalan pada masa pra penempatan. Dan disamping itu para
TKI harus mengikuti prosedur yang telah diberikan oleh BNP2TKI
7
Data
diperoleh
dari
SOP
BNP2TKI
melalui
http://ppid.bnp2tki.go.id/attachments/article/421/SOP%20Pelayanan%20Penempatan%20TKI.pdf
8
Ibid
77
sehingga dapat meminimalisir permasalahan yang terjadi di negara
penempatan. Dibawah ini adalah permasalahan yang alami oleh TKI pada
masa pra, masa penempatan, sampai purna penempatan:
1. Pra penempatan
A. Permasalahan yang terjadi dikantong-kantong TKI
1). Sponsor/ calo/petugas lapangan:
a. tidak memiliki surat tugas
b. melakukan pemalsuan dokumen
c. melakukan praktek rentenir
d. melakukan pemerasan
e. memberikan janji palsu
2). Oknum pejabat terkait :
a. Melakukan pemalsuan dokumen atau memberikan keterangan
palsu pada dokumen
b. Melakukan pemerasan dan penipuan
B. Permasalahan yang terjadi di sarana kesehatan
1. Sarana kesehatan tidak memiliki izin/ izinnya tidak berlaku
2. Melakukan pemalsuan hasil medical
3. Adanya praktek perjokian
C.
Permasalahan yang terjadi/dilakukan oleh PPTKIS
1.
Numpang proses
2.
Tidak memiliki mitra kerja di luar negeri
3.
Tidak memiliki job order/ deman letter
4.
Tidak memiliki SIP
78
5.
Tidak memiliki izin penampungan
6.
CTKI tidak dilatih dan/ atau tidak diikuti dalam Uji kompetensi
serta pemalsuan sertifikat kompetensi
Pembayaran premi asuransi CTKI tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku dan KPA tidak diberikan kepada CTKI
8.
Mengalihkan SIP
9.
Pemalsuan dokumen CTKI
10. Memanfaatkan jokey dalam pelaksanaan PAP, test kesehatan, dan
uji kompetensi
D. Permasalahan yang terjadi/dilakukan oleh Kantor Cabang PPTKIS
1.
Tidak memiliki izin operasional
2.
Merekrut CTKI di bawah umur, buta huruf, unfit
3.
Pemindahan CTKI ke PPTKIS lainnya
E. Permasalahan yang terjadi dipenampungan
1.
Tidak memiliki izin operasional
2.
Tidak layak atau tidak manusiawi
3.
Terjadinya pelecehan seksual
4.
Pelayanan kesehatan kurang atau tidak ada
F. Permasalahan yang terjadi di embarkasi
1.
Pemerasan dan penipuan oleh oknum
2.
TKI dapat berangkat keluar negeri melalui orang perseorangan
dengan cara menggunakan visa kunjungan
79
3.
TKI dapat berangkat secara ilegal melalui transportasi sungai,
laut, udara,darat dan wilayah perbatasan.9
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa pada masa pra penempatan
sudah banyak sekali ditemukannya berbagai masalah yang dihadapi oleh
TKI. Sehingga sangat perlu dilakukan pembekalan pada saat pra
penempatan yang dilakukan oleh BNP2TKI. Di dalam perjanjian
penempatan TKI swasta (PPTKIS) bertanggung jawab untuk menempatkan
CTKI ke negara tujuan penempatan. Profesi yang akan dikerjakan oleh
CTKI dan waktu pemberangkatan disebutkan dalam perjanjian penempatan.
Perjanjian penempatan dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh CTKI
dan PPTKIS, setelah calon TKI yang bersangkutan terpilih dalam
perekrutan dan diketahui Kepala Dinas kabupaten/kota yang membidangi
tenaga kerja. Ketika PPTKIS dan CTKI menandatangani perjanjian
penempatan, saat itu pula CTKI sudah harus terlindungi asuransi pra
penempatan. Karena pada saat itu, ada banyak resiko yang yang bisa
menimpa CTKI seperti kecelakaan, sakit dan sebagainya, disamping itu
perjanjian penempatan TKI dapat berperan sebagai jaminan dalam
melindungi TKI, maka harus diisi dengan format dan standar yang telah
ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.22 Tahun
2014 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di luar
negeri.10 Tugas BNP2TKI dalam hal ini ialah memverifikasi perjanjian
9
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
10
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi
Perlindungan BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI
80
penempatan tersebut. Berdasarkan fakta di lapangan saat ini ditemukan
beberapa perjanjian penempatan tidak sesuai dengan peraturan menteri
ketenagakerjaan, diantara pelanggaran tersebut sudah peneliti sebutkan
terlebih dahulu diatas.
Seperti pada BAB II hal 24 advokasi yang dikemukakan oleh
Zastrow adalah aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika
mereka ditolak suatu lembaga atau suatu system layanan, dan membantu
dan memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang
membutuhkan. Dan peneliti mengkaitkan pada tahapan pra penempatan,
BNP2TKI memberikan pelayanan kepada TKI agar nantinya TKI
mendapatkan pembekalan supaya dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya di tempat kerja. Selain itu TKI yang kontrak masa bekerja nya
sudah habis diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya
untuk berwirausaha di daerah asalnya. Maka dari itu BNP2TKI memberikan
pelatihan-pelatihan sejak pra penempatan agar para TKI siap untuk bekerja
di negara penempatan.
Dari segi manajemen advokasi TKI yang diterapkan oleh
BNP2TKI yaitu pengkoordinasian distribusi pelayanan BNP2TKI atau
merancangkembangkan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah dan program-program BNP2TKI.11 Dan disamping itu para
TKI diharapkan lebih waspada dan sebaiknya mengikuti prosedur yang
11
Ibid
81
telah ditetapkan oleh pihak BNP2TKI sehingga dapat meminimalisir
kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
2. Masa Penempatan
Permasalahan yang sering di alami oleh Tenaga Kerja Indonesia selama di
luar negeri yaitu:12
a. Pemotongan gaji yang melebihi cost structure
b. Penempatan tenaga kerja indonesia di bawah umur dan non
procedural.
Permasalahan pada saat penempatan adalah lalainya TKI melaporkan
keberadaannya ke kantor perwakilan RI terdekat. Secara prosedur setiap
penempatan TKI wajib dilaporkan, tetapi pada banyak kasus mitra
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS) juga bersikap
acuh terhadap kewajiban ini. Akibatnya monitoring TKI menjadi sulit.
Kondisi ini diperparah dengan seringnya TKI mengalami penahanan
identitas
TKI,
putus
komunikasi,
dan
tidak
semua
TKI
yang
menyelesaikan kontrak dilaporkan ke Perwakilan RI dan memperoleh
haknya ketika kembali ke Indonesia. Bentuk advokasi yang diberikan oleh
BNP2TKI pada masa penempatan yaitu pihak BNP2TKI menjadi
penghubung antara TKI dengan pihak PPTKIS sehingga masalah yang
dialami oleh TKI dapat diselesaikan dengan cara musyawarah sampai
menemukan kesepakatan bersama.
12
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi
Perlindungan BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI
82
3. Purna Penempatan
Permasalahan yang sering dialami oleh tenaga kerja Indonesia setelah
kembali ke Indonesia yaitu:
a. Pemerasan, penipuan yang dilakukan oleh oknum petugas debarkasi
b. Tidak diantar sampai rumah
c. Pencurian barang-barang milik TKI
d. Perampokan terhadap TKI diangkutan pemulangan
e. Pelecehan seksual
f. Penukaran valas dengan harga dibawah kurs.13
Penyimpangan yang terjadi pada purna penempatan adalah beban
biaya diluar standar seperti penukaran uang, harga tiket, dan pungutan
dalam perjalanan darat yang terjadi di Terminal III Soekarno Hatta ke
daerah asal. Tidak ada pembinaan paska penempatan ini juga membuat
mantan TKI masih menjadikan bekerja di luar negeri sebagai alternatif
utama ketika pendanaa mereka habis dan atau menganggur. Karena itu
pengentasan hak dan kewajiban para TKI menjadi sesuatu yang penting.
Harus ada standarisasi untuk mengukur kesiapan TKI untuk bekerja di luar
negeri. Tentunya ini mesti tegakkan dengan penyelenggaraan sosialisasi,
rekruitmen terkontrol, pelatihan dan PAP yang melibatkan pihak-pihak
yang berkompeten. Tidak hanya mencabut izin pengusahan PJTKI yang
melakukan penyimpangan. Perlu adanya hukuman secara pidana untuk
memunculkan efek jera.
13
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi
Pengamanan dan Pengawasan, Jakarta 29 Oktober 2015
83
Dari pemaparan diatas bahwa pada masa-masa penempatan yang
dilakukan oleh pihak BNP2TKI sudah banyak ditemukannya berbagai
macam permasalahan yang dihadapi oleh CTKI/TKI sehingga pihak
BNP2TKI perlu melakukan pencegahan dengan cara melakukan kerja
sama oleh berbagai pihak terkait, sehingga CTKI/TKI memiliki
kemampuan yang diharapkan melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh
BNP2TKI dan diharapkan dapat membangun kemandirian dari segi
kemampuan,
fisik
dan
mental.
Sehingga
dapat
menunjang
keberlangsungan hidup TKI yang bekerja di luar negeri.
Untuk memberdayakan meningkatkan kualitas TKI, maka pemerintah
wajib bertanggung jawab untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Adapun program yang diperlukan untuk meningkatkan sumber daya
manusia TKI, harus dilakukan antara lain: Pertama, kursus-kursus singkat
untuk belajar misalnya bahasa Inggris, bahasa Arab, dan lain sebagainya.
Kedua, kursus keterampilan misalnya memasak makanan Arab, Cina, dan
lainnya. Serta kursus menggunakan peralatan dapur, mesin cuci, dan
sebagainya. Ketiga, kursus-kursus menggunakan peralatan moderen.
Keempat,
menanamkan
rasionalisme,
kepercayaan
diri,
cara
berkomunikasi dan kiat-kiat memproteksi diri dari kemungkinan gangguan
seksual dari majikan.14
Tidak hanya pada masa penempatan saja, pada masa purna
penempatan juga sering ditemukannya permasalahan yang dijumpai oleh
14
Data diakses melalui http://www.bnp2tki.go.id/read/11155/Pemberdayaan-TKI Tahun
ini libatkan tiga pemangku kepentingan.html
84
para TKI. Oleh karena itu BNP2TKI ikut mengantisipasi pada
permasalahan yang dialami oleh para TKI sehingga pada pengawasan
perlu diperketat kembali agar hal-hal tersebut tidak terulang kembali.
Salah satu upaya BNP2TKI dalam mengantisipasi kejadian tersebut
dengan memberikan pembekalan kepada CTKI/TKI yang siap bekerja
diluar negeri. Dalam pembekalan tersebut CTKI/TKI diberikan pelatihanpelatihan secara maksimal sehingga sebelum keberangkatan penempatan,
persiapannya mereka pun lebih matang. Pembekalan pun tidak hanya
diberikan pada masa akhir pemberangkatan melainkan pada saat purna
penempatan. Pada saat purna penempatan TKI diharapkan dapat
berwirausaha dengan keahlian yang dimilikinya sehingga TKI tidak
tergantung lagi dengan pekerjaan sebagai TKI di luar negeri. Pada konsep
pemberdayaan peneliti mengkaitkan model aksi sosial. Karena tujuan dari
model ini untuk merubah atau menggeser relasi kekuasaan dan sumber
layanan kepada kelompok yang tidak berdaya, perubahan institusional
dasar, menekankan pada tugas dan proses tujuan. Strategi yang digunakan
adalah semua anggota kelompok yang tidak berdaya didorong untuk
melakukan aksi melawan sktukrur kekuasaan yang dianggap sebagai
musuh. Teknik yang digunakan salah satunya adalah negosiasi.15 Dan
peran BNP2TKI adalah sebagai advokat, broker, dan negosiator.
Sebagai sebuah kebijakan publik, perlindungan sosial merupakan satu
tipe kebijakan sosial yang menunjuk kepada berbagai bentuk pelayanan,
15
Siti Napsiyah Ariefuzzaman & Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet Pertama, hal 53
85
ketetapan atau program yang dikembangkan oleh pemerintah untuk
melindungi warganya, terutama kelompok rentan dan kurang beruntung,
dari berbagai macam resiko ekonomi, sosial dan politik yang akan
senantiasa menerpa kehidupan mereka. Kewajiban pemerintah untuk
memenuhi hak dasar setiap warga negaranya diwujudkan dalam bentuk
kebijakan publik. Kebijakan perlindungan sosial selalu merupakan bagian
dari kebijakan pembangunan makro ekonomi, program ketenagakerjaan,
serta kebijakan pendikan dan kesehatan yang lebih besar. Karena
disamping itu tujuan utama perlindungan sosial adalah mendorong proses
pembangunan agar dapat dilaksanakan secara ekonomi dan dapat diterima
secara sosial dan politik melalui upaya pencegahan serta meringankan
dampak-dampak negatif yang terjadi akibat pembangunan tersebut.16
Mekanisme perlindungan sosial hendaknya digunakan, terutama untuk
kelompok yang sangat miskin dan kelompok rentan lainnya pada
masyarakat, sehingga memungkinkan mereka untuk memanfaatkan aset
yang
mereka
miliki
dalam
menghadapai
ancaman
kemiskinan,
mempersiapkan mereka akan kemungkinan terjadinya krisis yang akan
datang, serta untuk merubah status sosial dan ekonomi mereka dalam
masyarakat.
Berdasarkan teori perlindungan, bentuk pelayanan yang wajib
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan salah
satunya berupa pemberian jaminan berupa asuransi kepada para tenaga
16
Suharto, Edi. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: Alfabeta,2011),
h.129
86
kerja yang nantinya akan bekerja didalam maupun diluar negeri, sehingga
ini merupakan salah satu upaya untuk menjamin tenaga kerja dari berbagai
resiko-resiko yang tidak diinginkan. Program asuransi mampu mengurangi
dampak resiko melalui pemberian tunjangan pendapatan (income support)
ketika sakit,
cacat
fisik, kecelakaan
ketika berkerja,
kelahiran,
pengangguran, usia senja, serta kematian. Skema ini didasarkan pada
pendekatan kontribusi melalui pembayaran premi setiap tahunnya. Upaya
tersebut merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk
melindungi tenaga kerja yang nantinya akan bekerja di luar negeri.
Asuransi tersebut diberikan oleh BNP2TKI pada saat pra penempatan,
masa penempatan sampai purna penempatan. Asuransi TKI adalah suatu
bentuk perlindungan bagi TKI dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
akibat dari resiko yang dialami TKI pra, masa, purna bekerja diluar negeri.
Dan penyelenggara program tersebut adalah perusahaan asuransi yang
telah mendapat izin Menakertrans. Adapun proses awal dalam perekrutan
adalah sebagai berikut:17
 CTKI harus mempunyai persyaratan dokumen yang lengkap sesuai
dengan aslinya
 PT harus menyeleksi TKI memenuhi persyaratan atau tidak
 PJTKI harus terdaftar di dinas masing-masing sesuai dengan alamatnya
kecuali formal dapat didaftarkan di BP3TKI, didaftarkan untuk
mendapatkan
17
Id
dan
selanjutnya
menandatangani
perjanjian
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani .SH Kepala Bagian
Deputi Perlindungan Direktorat Pengawasan dan Pengamanan BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015
87
penempatan antara PPTKIS dan CTKI. Bagi tenaga kerja informal
yang di tempatkan di PPTKIS akan dilatih keterampilannya seperti
bahasa, tata boga dan lainnya. Sedangkan bagi CTKI yang formal tidak
ada kewajiban untuk dilatih. Setelah itu CTKI formal dan informal
menandatangani perjanjian kerja yang diketahui oleh Perwakilan RI
yang berada diluar negeri. Setelah itu melanjutkan PAP (Pembekalan
Akhir Pemberangkatan). Teknik yang digunakan dalam proses
perlindungan adalah sebagai berikut:
 Mengawasi bagaimana perekrutan di daerah
 Mengecek PPTKIS bahwa TKI mempunyai dokumen yang lengkap
atau tidak
 BLK dilatih dengan cara baik atau tidak
 Dan selanjutnya melakukan pemeriksaan PAP berupa dokumen dan
asuransi sudah memenuhi persyaratan atau belum.18
Dari pemaparan informan diatas telihat bahwa teknik yang
digunakan oleh BNP2TKI merupakan suatu cara yang digunakan dalam
proses perlindungan, dengan memberikan pengawasan terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan TKI diharapkan instansi-instansi tersebut dapat
bekerja sama dengan baik. Dan pada penjelasan diatas sesuai dengan SOP
BNPTKI bahwa benar BNP2TKI mempunyai tugas untuk mengawasi tiaptiap perekrutan di daerah.
18
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani .SH Kepala Bagian
Deputi Perlindungan Direktorat Pengawasan dan Pengamanan BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015
88
Disamping itu BNP2TKI mempunyai petugas kepolisian di
direktorat pengamanan dan pengawasan deputi perlindungan dan
semuanya direkrut dari berkualifikasi penyidik (research) namun di
BNP2TKI porli tersebut tidak diberi kewenangan dalam penyidikan PPNS
yang ada di BNP2TKI dan tidak diwadahi satu tempat jadi penyidik
ditempatkan di direktorat dan kedeputi lainnya.
c. Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Mediasi dan
Advokasi Timur Tengah BNP2TKI menjelaskan:
“Mediasi adalah proses penyelesaian permasalahan melalui proses
perundingan atau mufakat untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator. Dalam penyelesaian melalui mediasi,
diperlukan adanya perundingan antara dua belah pihak dimana
didalamnya terdapat proses memberi, menerima, dan tawar menawar.”19
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan diatas dapat
dikatakan bahwa mediasi sangat penting dilakukan karena ini merupakan
salah satu upaya penyelesaian masalah TKI, sehingga menjadi langkah
awal untuk proses penyelesaian antara kedua belah pihak agar kasus
tersebut tidak sampai ke ranah hukum. Dan disamping itu juga diharapkan
terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yang saling menguntungkan.
Kegiatan dari bidang mediasi dan advokasi Timur Tengah adalah
membantu dan memfasilitasi pihak-pihak yang bermasalah untuk
mencapai suatu keadaan untuk dapat mengadakan kesepakatan tentang hal19
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan
Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015
89
hal yang dipermasalahkan. Yang terlibat dalam proses mediasi yaitu
seorang mediator yang telah mendapatkan sertifikasi mediator dari Pusat
Mediasi Nasional.
Bapak Karman menambahkan “Proses mediasi bukannya mencari
siapa yang benar dan siapa yang salah. Mediasi itu tidak lain merupakan
fasilitasi atas suatu masalah atau kasus (dalam hal ini kasus TKI), guna
mendapatkan negosiasi antara pelapor dengan terlapor. Hasil dari
mediasi itu bukanlah suatu keputusan, melainkan penyelesaian dari hasil
negosiasi antara pelapor dan terlapor.”20
Dari pemaparan informan diatas terlihat bahwa mediasi merupakan
salah satu fasilitas yang diberikan oleh BNP2TKI sebelum dilakukannya
proses advokasi. Mediasi dilakukan guna mencari suatu penyelesaian
dengan cara negosiasi antara kedua belah pihak sehingga mencapai
kesepakatan dengan di dampingi oleh seorang mediator.
Petugas mediasi (Mediator) didalam menangani kasus tenaga kerja
Indonesia (TKI) harus bersikap netral, yakni tidak memihak pada salah
satu pihak antara pengadu/pelapor atau teradu/terlapor. Mediator kasus
TKI harus bisa menjadi pendengar yang aktif terhadap apa saja yang
disampaikan pelapor maupun terlapor. Mereka juga dituntut mempunyai
empati dan toleransi terhadap emosi, baik diri sendiri maupun pelapor dan
atau terlapor. Berpikir kreatif, guna memperoleh hasil negosiasi yang tidak
merugikan kedua belah pihak dan selalu menetapkan DUT (Dengar,
Ulang, Tanya) untuk mencairkan suasana, sehingga tidak terjadi
20
Ibid
90
perselisihan atau rasa ketidakpuasan para pihak dari hasil yang diperoleh
saat proses mediasi.21
A) Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mediasi yaitu:
1. Menetapkan petugas mediator
2. Mediator menawarkan jadwal mediasi kepada para pihak
3. Mediator menetapkan jadwal mediasi yang telah disepakati
bersama
4. Mediator memanggil para pihak yang bersengketa (PPTKIS,
Asuransi, Sarkes, Pelapor) sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan
5. Memimpin, mengatur, dan memfasilitasi pertemuan para pihak
6. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus
(Pertemuan terpisah)
7. Mediator merangkum hasil pertemuan dan menginformasikan
kembali kepada para pihak
8. Dalam melakukan mediasi, mediator sebaiknya dibantu oleh
seorang asisten mediator
9. Mediator melaporkan hasil mediasi kepada pimpinan.22
B) Tahapan Advokasi:
1. Pra Advokasi
21
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Karman Kepala Sub Bidang
Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015.
22
Ibid
91
Seorang
advokat
dalam
melaksanakan
tugasnya
harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Mengumpulkan dan menganalisa informasi latar belakang
permasalahan untuk mengidentifikasi pihak-pihak utama yang
terlibat permasalahan, menentukan pokok masalah dan
kepentingan para pihak.
a. Dengan melakukan analisa permasalahan advokator dapat
menyusun rencana/strategi penyelesaian masalah melalui
advokasi.
b. Analisa permasalahan
dapat
dilakukan dengan
cara
memahami lingkaran permasalahan.
2.
Memilih strategi untuk membimbing proses advokasi
Untuk membimbing proses advokasi perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Advokat membantu para pihak menganalisa pendekatanpendekatan
sebagai
sarana
dalam
pengelolaan
permasalahan, dan diharapkan para pihak menyampaikan
duduk permasalahan (keterangan) secara jujur.
b. Advokat
memotivasi
para
pihak
agar
aktif
dalam
menyelesaikan permasalahan melalui proses advokasi
sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan
cepat.
92
c. Advokat mengarahkam kepada para pihak untuk mencapai
keputusan bersama yang menguntungkan kedua belah pihak
(win-win solution).
d. Advokat memberikan penjelasan kepada para pihak untuk
menghindari proses hukum yang melibatkan orang banyak
sehingga akan menyulitkan dan
merugikan kedua belah pihak (waktu, tenaga, dan biaya).23
C) Menyusun rencana advokasi
Untuk menyusun rencana advokasi perlu dipertimbangkan:
a.
Pihak-pihak yang akan terlibat dalam advokasi. Dalam proses
advokasi semua peserta yang terlibat dalam permasalahan hukum
harus patuh dan tunduk pada tata tertib advokasi
b.
Menentukan tempat pelaksanaan advokasi, suatu komitmen para
pihak yang ditentukan oleh advokat
c.
Mengatur tempat duduk para pihak agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan (bentrok)
d.
Memastikan para pihak dalam kondisi sehat dan siap untuk
melaksanakan proses advokasi, advokat menanyakan kepada para
pihak tentang kesiapannya
23
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
93
e.
Menentukan metode yang akan digunakan, agar dalam proses
advokasi seorang advokat mampu memberikan tambahan wacana
atau opsi-opsi sebagai dasar penyelesaian
f.
Menentukan jenis masalah, kepentingan dan kemungkinan
penyelesaian permasalahan melalui advokasi maupun tidak
g.
Menentapkan/menyampaikan aturan kesepakatan yang akan
digunakan dalam penyelesaian permasalahan melalui advokasi
dengan mentaati komitmen bersama
h.
Menyampaikan rencana penjadwalan perundingan pertama
kepada para pihak
i.
Mengarahkan atau memberi wawasan kepada para pihak tentang
proses advokasi
j.
Mempersiapkan cara mengatasi apabila menghadapi kebuntunan
(deadlock) dalam proses advokasi, dapat dilakukan dengan cara
kaukus secara impartial
k.
Membangun hubungan dengan para pihak
l.
Membangun kepercayaan dengan kedua belah pihak
m. Menjelaskan kepada para pihak tentang cara proses advokasi.
Bahwa proses advokasi dilakukan dengan cara memberikan
pendampingan untuk mencapai hak-haknya kembali dan tidak
merugikan kedua belah pihak
94
n.
Menjelaskan tugas dan peran advokator kepada para pihak.
Bahwa seorang advokat bersifat netral, menjaga kerahasiaan dan
tidak ada benturan kepentingan.24
D) Advokasi:
Dalam
pelaksanaan
advokasi,
seorang
advokat
harus
melaksanakan tahapan-tahapan berikut:
1.
Pendahuluan (Sambutan Advokat):
Menyambut kedatangan berbincang santai
a) Perkenalan:
 Advokat dan para pihak saling memperkenalkan diri
 Menanyakan kemauan para pihak untuk melaksanakan
advokasi
 Menanyakan surat kuasa (apabila dikuasakan)
b) Menjelaskan arti dan maksud dari advokasi serta bagaimana
peran advokat
c) Menjelaskan batasan waktu advokasi berlangsung sesuai
kesepakatan para pihak menyampaikan hasil pertemuan pra
advokasi
d) Menjelaskan tahapan advokasi:

Presentasi para pihak dan memberikan porsi waktu yang
sama kepada para pihak saat presentasi
24
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
95

Kesepahaman awal

Identifikasi masalah

Negoisasi

Kaukus

Draft kesepakatan akhir

Penutup
e) Kode etik (tidak memihak, rahasia, tidak ada benturan
kepentingan)
f)
Menyampaikan tata tertib
g) Mengkonfirmasi komitmen bersama
h) Memberikan kesempatan bertanya apabila ada yang kurang
jelas
2.
Presentasi para pihak:
Masing-masing pihak diberikan kesempatan yang sama untuk
menjelaskan permasalahan dan harapannya secara bergantian dan
dipandu oleh advokat
3.
Kesepahaman awal:
Advokat menganalisa dan menyampaikan kesamaan kesepahaman
dari hasil presentasi para pihak.
4.
Advokat menawarkan kepada para pihak bahwa penyelesaian
masalah apakah bisa diselesaikan dengan bipartit (apabila disetujui
para pihak dilakukan tahapan menyusun draft keputusan akhir)
96
5.
Identifikasi masalah:
Menentukan
permasalahan
penting
yang
perlu
dicari
penyelesaiannya, berdasarkan presentasi para pihak. Metodenya
berupa :
 Kalimat tanya
 Ada yang lain?
 Diurutkan prioritasnya untuk dibahas selanjutnya
6.
Negosiasi para pihak:
Pembahasan masalah yang sudah ditentukan sebelumnya. Seorang
advokat mendampingi jalannya proses advokasi, boleh memberikan
solusi, memberikan saran, dan opini.
7.
Pertemuan terpisah (apabila diperlukan):
Apabila terjadi deadlock pada saat advokasi (bisa dilakukan pada
setiap tahapan)
8.
Pengambilan keputusan akhir:
Menyampaikan hasil berupa:
a) Sepakat
b) Sepakat sebagian:
Adanya sebagian permasalahan yang tidak dapat disepakati
para pihak melalui proses advokasi, dapat dilanjutkan ke
proses litigasi oleh para pihak
97
c) Gagal:
Tidak ada kesepakatan/titik temu, membuat nota anjuran
sepakat tidak sepakat melalui mediasi
9.
Penyusunan hasil kesepakatan:
a) Hasil kesepakatan para pihak berhasil mencapai kesepakatan,
ditandatangani para pihak, diketahui saksi dan advokat
b) Penyusunan nota ketidak sepakatan apabila gagal proses
advokasi
10. Penutupan:
a) Menyampaikan kembali hasil kesepakatan para pihak apabila
berhasil, advokat wajib menyampaikan, bahwa hasil dari
advokasi ini bukan keputusan pihak advokat, namun hasil
kesepakatan
para
pihak
dan
harus
diimplemetasikan
kesepakatannya.
b) Mengakhiri advokasi secara formal dan saling bersalaman.25
2.
Analisis
Dari temuan yang sudah di paparkan oleh peneliti mengenai
pengertian advokasi bahwa advokasi menurut Zastrow adalah aktivitas
menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu
lembaga atau system layanan, dan membantu dan memperluas
pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan.
25
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
98
Sedangkan menurut Bapak Henry Prajitno selaku koordinator Crisis
Center BNP2TKI menjelaskan bahwa advokasi adalah dengan
memberikan pengertian/pemahaman dan atau saran-saran/pendapat
hukum tentang upaya yang harus ditempuh setiap CTKI/TKI agar
terhindar dari permasalahan hukum. Dari pendapat yang sudah
dijelaskan diatas bahwa advokasi merupakan salah satu
aktivitas
untuk menolong klien dengan memberikan pelayanan seperti
memberikan pengertian/pemahaman dan saran-saran/pendapat hukum
agar para CTKI/TKI yang membutuhkan dapat terhindar dari
permasalahan hukum.
Strategi advokasi yang dikembangkan oleh DuBois dan Miley
bahwa startegi advokasi dibagi menjadi tiga aras (mikro, makro dan
mezzo) dan mengkajinya dari empat aspek (tipe advokasi,
sasaran/klien, peran pekerja sosial dan teknik utama). Pada aras mikro,
peran utama Pekerja Sosial adalah sebagai sumber broker sosial yang
menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang bersedia di
lingkungan sekitar, teknik utama yang dilakukan oleh Pekerja Sosial
adalah manajemen kasus (case managemen) yang mengkoordinasikan
berbagai pelayanan sosial yang disediakan oleh beragam penyedia.
Sedangkan aras mezzo, jenis advokasiya adalah advokasi kelas
yaitu menunjuk pada kegiatan-kegiatan atas satu nama kelas atau
sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak warga
dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan.
99
Sasarannya adalah kelompok formal dan organisasi dan peran pekerja
sosial disini adalah sebagai mediator, dan menggunakan teknik
utamanya yaitu jejaring (Networking).
Dan terakhir adalah aras makro, jenis advokasinya sama seperti
aras mezzo yaitu advokasi kelas, sasarannya adalah masyarakat lokal
dan nasional. Peran pekerja sosial disini sebagai aktivis dan analis
kebijakan dan teknik utama yang digunakan yaitu aksi sosial dan
analisis kebijakan.
Dari teori yang sudah peneliti paparkan diatas, dalam penelitian
skripsi ini peneliti mengkajinya kedalam settingan advokasi makro.
Strategi yang digunakan bertujuan untuk melihat kesadaran publik
terhadap masalah sosial dan ketidakadilan, memobilisasi sumber
untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil,
melakukan lobby dan negosiasi agar tercapai perubahan di bidang
hukum.
Peran dan fungsi advokat dapat dilihat dalam undang-undang
advokat dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi:
“Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik
di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan ini”, sedangkan menurut Bapak Henry Prajitno
selaku koordinator Crisis Center BNP2TKI pengertian advokasi
adalah dengan memberikan pengertian pemahaman dan atau saransaran/ pendapat hukum tentang upaya yang harus ditempuh setiap
100
CTKI/TKI agar terhindar dari permasalahan hukum, sedangkan
dalam upaya penyelesaian hukum CTKI/TKI, BNP2TKI memberikan
advokasi berupa pendampingan, fasilitasi dan mengupayakan advokat
dalam tahap litigasi sehingga hak-hak CTKI/TKI dapat terpenuhi.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa peran dan fungsi advokat
meliputi pekerjaan baik yang dilakukan di pengadilan maupun di luar
pengadilan tentang masalah hukum pidana atau perdata, seperti
mendampingi klien dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan, atau
beracara di muka pengadilan.
Tujuan advokasi pada dasarnya untuk mengubah kebijakan
program atau kedudukan dari sebuah pemerintahan, institusi atau
organisasi. Tujuan advokasi di BNP2TKI adalah untuk memberikan
pendampingan
bagi
keluarga
dan
CTKI
berkaitan
dengan
permasalahan yang dihadapi mereka terutama hukum. Secara umum
tujuannya untuk memberikan komitmen dan dukungan dalam upaya
penyelesaian permasalahan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai
dengan prioritas kasus. Dari tujuan advokasi yang sudah jelaskan
diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan advokasi adalah
untuk memberikan pemahaman dan bantuan hukum terhadap
CTKI/TKI dan keluarganya dalam memperjuangkan terpenuhinya
hak-hak CTKI/TKI.
Advokasi yang dikemukakan oleh Scheneider terdiri dari 4 jenis
yaitu: Advokasi klien (client advocacy) dimana advokasi ini bertujuan
101
untuk
membantu
klien
tentang
bagaimana
klien
berjuang
memenangkan pertarungan terhadap hak-haknya di lembaga lain dan
system pelayanan sosial yang ada. Advokasi masyarakat (cause
advocacy) advokasi pekerjaan sosial selalu membantu klien individu,
dan keluarga dalam memperoleh pelayanan. Jika terdapat masalah
yang memperngaruhi kelompok yang lebih besar maka advokasi ini
yang paling sesuai digunakan. Advokasi legislatif (Legislative
advocacy) jenis ini biasanya dilakukan untuk mempengaruhi proses
pembuatan
suatu
undang-undang.
Advokasi
administrasi
(Administrative advocacy) bertujuan untuk memperbaiki keluhankeluhan administratif dan mengatasi masalah-masalah administratif.26
Sesuai pada BAB II halaman 39 mengenai pelaksanaan advokasi,
seorang advokat harus melaksanakan beberapa unsur pokok penting
dalam menjalankan kegiatan advokasi, karena unsur pokok ini sangat
mempengaruhi keberhasilan dari kegiatan advokasi yang dilakukan
oleh advokator mulai dari mengumpulkan dan menganalisa informasi
latar belakang permasalahan, memilih strategi untuk membantu proses
advokasi hingga menyusun rencana advokasi, didalam penyusunan
rencana advokasi banyak yang harus dipertimbangkan karena
advokasi akan berhasil dilaksanakan bila sesuai dengan susunan yang
telah dibuat.
26
Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta:
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 113
102
Sesuai pada BAB II halaman 40 mengenai dinamika proses
advokasi, advokasi merupakan suatu proses yang dinamis yang
menyangkut pelaku, gagasan, agenda dan politik yang selalu berubah.
Didalam pelaksanaan advokasi, seorang advokat harus melaksanakan
tahapan advokasi karena dinamika inilah mengatur susunan advokasi
mulai dari pendahuluan hingga penutup.
Menurut Litzelfener dan Petr dalam melaksanakan advokasi ada
beberapa obligasi yang mendasari praktek advokasi yang dilakukan
oleh pekerja sosial, antara lain: Kode etik, dalam kode etik tercantum
nilai-nilai dan prinsip yang dinyatakan bahwa tujuan utama pekerjaan
sosial adalah membantu orang dalam memenuhi kebutuhan dan
ditujukan kepada pemecah masalah sosial, menentang ketidakadilan
sosial,
menghargai
harkat
dan
martabat
manusia
serta
mempromosikan kesejahteraan umum masyarakat. Pemahaman
pekerjaan sosial tentang Person-in Environment, pendekatan yang
dilakukan oleh seorang pekerja sosial dalam membantu orang tumbuh
dan berkembang yaitu keyakinan bahwa perserikatan atau lingkungan
sosial
individual
mempengaruhi
kesejahteraan
mereka
secara
langsung. Posisi historis advokasi, Berdasarkan sejarah, advokasi
mendapat tempat utama dalam praktek pekerjaan sosial. Saksi
masyarakat dari advokasi, alasan pribadi untuk menjadi seorang
advokat, pengaruh badan sosial tempat praktek pekerjaan sosial. Salah
103
satu yang mempengaruhi praktek advokasi adalah sebuah badan atau
organisasi dimana advokasi ini ditonjolkan.
Nilai merujuk kepada keyakinan yang penting, karena ini
merupakan suatu dimensi yang penting yang ada pada individu
ataupun kelompok. Dalam advokasi pekerjaan sosial ada beberapa
nilai dasar dalam advokasi pekerjaan sosial yaitu: hak dan martabat
individual, pemberian suara kepada yang tiada kuasa, penentuan diri
sendiri, pemberdayaan dan persepektif penguatan, serta keadilan
sosial.
Hal ini diungkapkan oleh Bapak Karman menjelaskan bahwa kode
etik yang harus tercermin pada seorang advokat yaitu seorang
advokat harus netral, tidak boleh memihak pada satu orang
melainkan seorang advokat dapat memposisikan dirinya sebagai
penengah diantara dua kubu. Serta mengupayakan keadilan bagi TKI
yang membutuhkan keadilan.
BNP2TKI pada dasarnya memberikan kebebasan untuk TKI dalam
memilih suatu keputusan. Karena ini merupakan salah satu yang
seharusnya di miliki oleh TKI dalam mengambil suatu tindakan dalam
bekerja. Misalnya saja dalam permasalahan ketenagakerjaan seringkali
ditemukannya TKI yang tidak mendapatkan upah atau waktu istirahat
dalam bekerja. Tidak hanya itu CTKI yang sebelum keberangkatan
akan diberikan pelatihan-pelatihan khusus agar nantinya CTKI dapat
bekerja secara maksimal di negara penempatan. Pelatihan yang
diberikan oleh BNP2TKI tidak hanya dilakukan pada saat pra
penempatan melainkan pada saat purna penempatan. Pelatihan yang
dilakukan pada saat purna penempatan bertujuan agar para TKI yang
104
masa kontrak kerja nya sudah habis dapat berwirausaha sendiri di
daerah asal mereka masing-masing.
Ada beberapa kendala yang dialami oleh pekerja sosial dalam
melakukan advokasi yaitu: Sejarah atau isu profesionalisme pekerjaan
sosial, ketiadaan standar norma professional, masalah managerial,
tempat bekerja, persepsi advokasi sebagai konfrontasi, tidak
memahami kebutuhan klien, ketakutan kehilangan status, ketiadaan
pendidikan atau pelatihan khusus, strategi intervensi yang tidak
popular, ketidakmengertian mengenai bentuk advokasi.
Dari beberapa kendala yang dialami oleh pekerja sosial yang sudah
disebutkan diatas ada beberapa kesamaan kendala yang dihadapi oleh
BNP2TKI dalam melakukan peran nya sebagai advokat seperti
managerial, tempat bekerja dan pelatihan khusus. Managerial yang
kurang terkonsep akan menimbulkan ketidakseimbangan antara tugas
yang
akan
dikerjakan
dengan
masalah
yang
timbul.
Serta
ketidaksesuaian antara Undang-undang dengan kasus yang menimpa
para TKI, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara Undang-undang
dan kasus yang dihadapi.
105
B. Bentuk Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia
1. Paparan Temuan
Salah satu permasalahan TKI adalah kasus kekerasan seksual yang
setiap tahunnya meningkat, hal ini diungkapkan oleh Kepala Bagian Crisis
Center BNP2TKI, Bapak Henry menjelaskan bahwa:
“Dalam catatan tahunan BNP2TKI tahun 2014-2015 kasus kekerasan
seksual terus meningkat. Pada tahun 2013 jumlah kasus kekerasan seksual
mencapai 11.861 kasus dan pada tahun 2014 berjumlah 12.510 pada
tahun 2015 berjumlah kurang lebih 13000 kasus.”27
Dari pemaparan informan diatas dijelaskan bahwa kasus kekerasan
seksual setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini perlu dilakukannya
penindakan secara tegas oleh Pemerintah karena negara wajib menjamin
dan melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Berdasarkan amanat Undang-undang nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,
negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya yang
bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip
persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan
gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia. Oleh karena itu
permasalahan TKI baik yang ditempatkan oleh PPTKIS maupun yang
tidak melalui PPTKIS serta tidak mempunyai dokumen, BNP2TKI melalui
Deputi Bidang Perlindungan mempunyai kewajiban melayani dan
memfasilitasi penanganan permasalahan Calon TKI/TKI bermasalah dan
27
Data diperoleh dari Wawancara dengan Bapak Henry Prajitno, Kepala Bagian Crisis
Center BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI.
106
keluarganya serta sekaligus memberikan bantuan hukum bagi Calon
TKI/TKI bermasalah dan keluarganya berupa informasi, konsultasi, dan
pendampingan secara cuma-cuma (gratis). Adapun kriteria bantuan hukum
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :28
a. Kriteria yang mendapatkan bantuan hukum
1. Calon TKI/TKI yang bermasalah, atau
2. Keluarga CTKI/TKI yang bermasalah
b. Syarat-syarat mendapatkan bantuan hukum
1. Pengadu yang mengadukan masalahnya ke BNP2TKI
2. Memiliki dokumen yang lengkap
c. Prosedur bantuan hukum
1. Pengadu mengadukan permasalahannya ke Crisis Center (front
office);
2. Petugas Crisis Center (front office) menginformasikan kepada
pengadu bahwa di deputi bidang perlindungan disediakan
bantuan hukum secara gratis;
3. Pengadu mendaftarkan diri kepada konsultan bantuan hukum
deputi bidang perlindungan untuk melakukan konsultasi baik
yang sifatnya informasi maupun penanganan penyelesaian
permasalahan di lingkungan BNP2TKI;
4. Pengadu mengisi daftar hadir yang telah disediakan oleh
konsultan bantuan hukum;
28
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe, Konsultan
Hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016, BNP2TKI.
107
5. Pengadu menyampaikan uraian singkat permasalahan yang
dihadapi/kronologis permasalahannya;
6. Pengadu mengisi daftar hadir yang telah disediakan oleh
konsultan bantuan hukum;
7. Konsultan bantuan
hukum
memberikan
konsultasi
dan
pendampingan mediasi (litigasi dan non litigasi).29
d. Waktu
Tempat konsultasi bantuan hukum BNP2TKI Jln. MT. Haryono
Kav 52 Jakarta Selatan (Gendung Crisis Center Ruangan
Konsultasi Bantuan Hukum), Setiap hari Kerja dari jam 08.00
sampai dengan17.00 WIB.
e. Jenis Bantuan Hukum
BNP2TKI melalui deputi bidang perlindungan selalu berupaya
untuk meningkatkan kualitas pelayanan perlindungan khususnya
penanganan
penyelesaian
permasalahan
Calon
TKI/TKI
bermasalah dan keluarganya dengan cara memberikan bantuan
hukum secara cuma-cuma (gratis) kepada Calon TKI/TKI yang
bermasalah dan keluarganya. Adapun bantuan
yang diberikan
berupa:30
1. Informasi
Informasi adalah pesan berupa ucapan kepada calon TKI/TKI
bermasalah dan keluarganya terkait dengan penanganan
29
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe, Konsultan
Hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016, BNP2TKI
30
Ibid
108
permasalahan yang dihadapi, sesuai dengan amanat UndangUndang 39 Tahun 2004 Pasal 88.
2. Konsultasi
Permasalahan yang di hadapi CTKI, TKI dan keluarga TKI
(Ketenagakerjaan, imigrasi, hukum dan sosial). Konsultasi
hukum memberikan konsultasi kepada pengadu sekurangkurangnya mengenai:
a. Dasar hukum
Sebagai dasar hukum dalam penanganan penyelesaian
permasalahan adalah Undang-undang Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Kementrian terkait
serta Peraturan Kepala BNP2TKI
b. Jenis Kasus
Kasus yang dialami ditinjau dari aspek:
1) Ketenagakerjaan
berkaitan
dengan
hak-hak
Calon
TKI/TKI bermasalah dan Keluarganya (Gaji, kecelakaan
kerja, beban kerja, jam kerja, permasalahan asuransi, dll).
2) Non Ketenagakerjaan:
 Keimigrasian berkaitan dengan ijin tinggal (ilegal
entry, overstayers, status kewarganegaraan, dll)
 Hukum berkaitan dengan sosial (Hamil, nikah dengan
warga negara lain, dll)
109
c. Hak dan Kewajiban Konsultan bantuan hukum menjelaskan
bahwa baik di dalam Perjanjian Penempatan maupun
Perjanjian Kerja ada yang dinamakan hak dan kewajiban para
pihak antara lain:31
 Ketenagakerjaan
1. Kewajiban Calon TKI/TKI adalah sebagai berikut:
 Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak kerja (24
bulan);
 Membayar biaya proses penempatan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
 Membayar ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh Pihak
Pertama apabila mengundurkan diri sebelum Perjanjian
Penempatan berakhir.
2. Hak-hak calon TKI
 Hak menolak penempatan tidak sesuai dengan perjanjian
penempatan;
 Hak mendampatkan informasi keterlambatan
penempatan;
 Hak melaporkan permasalahan yang dialami kepada
instansi yang berwenang dibidang ketenagakerjaan;
 Hak mendapatkan gaji/upah;
 Hak mendapatkan cuti;
31
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
110
 Hak mendapatkan waktu istirahat yang cukup;
 Hak
untuk
melaksanakan
ibadah
sesuai
dengan
`kepercayaan.
 Non Ketenagakerjaan
1) Patuh dan taat kepada Peraturan, hukum, budaya yang
berlaku di negara penempatan,
2) Paspor sebagai dokumen resmi yang harus di miliki.
3. Pendampingan
Pelapor
akan
mendapatkan
pendampingan
pada
saat
dilakukan mediasi dan advokasi:
a. Mediasi
Pendampingan pada saat Calon TKI/TKI bermasalah dan
keluarganya melakukan mediasi.
b. Advoksasi
Pendampingan advokasi adalah pemberian perlindungan
kepada Calon TKI/TKI bermasalah dan keluarganya
dalam rangka menurut hak-haknya.Adapun pendampingan
bisa dilaksanakan pada saat :
 Pengadu melakukan pelaporan kepada kepolisian;
 Pengadu melakukan gugatan di pengadilan;
 Pengadu dalam persidangan pengadilan.32
32
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
111
Untuk lebih jelasnya proses bantuan hukum yang dapat diberikan
oleh petugas bantuan hukum dapat dilihat dalam Flowchart di bawah
ini:
Alur Bantuan Hukum33
Gambar 4.1
Pengadu/Pelapor
Informasi
Konsultasi
Front office
Bantuan
Klarifikasi
Hukum
Klasifikasi
dan
Pendampingan
Mediasi
Ya
selesai
Berita Acara
Advokasi
Tidak
Tidak Selesai
Tidak
Pidana
Ya
Perdata
Pada gambar diatas diatas dapat dijelaskan bahwa proses
bantuan hukum TKI dimulai dari pengadu atau pelapor datang
langsung ke front office (Crisis Center) BNP2TKI, setelah pelapor
memberitahukan keluhannya kepada petugas yang berada di front
office selanjutnya petugas akan mengklarifikasi dan mengklasifikasi
semua laporan yang diperoleh dari TKI sehingga TKI mendapatkan
bantuan hukum berupa informasi, konsultasi dan pendampingan,
33
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
112
setelah proses itu selesai dilaksanakan selanjutnya dilakukanlah proses
mediasi
dengan
penyelesaian
permasalahan
melalui
proses
perundingan atau mufakat untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator. Dalam penyelesaian melalui mediasi,
diperlukan adanya perundingan antara dua belah pihak dimana
didalamnya terdapat proses memberi, menerima, dan tawar menawar
sehingga permasalahannya sepakat dianggap selesai dan dibuatkan
berita acara berupa surat keputusan dari hasil proses mediasi tersebut.
Bila permasalahannya tidak selesai petugas akan menawarkan
advokasi kepada pelapor. Dan dari proses advokasi tersebut akan
menghasilkan kasusnya masuk ke dalam pidana atau perdata. Sejauh
ini dari pihak BNP2TKI berupaya dalam menyelesaikan permasalahan
TKI hanya di ruang lingkup BNP2TKI saja sehingga tidak sampai ke
pengadilan. Sehingga TKI memperoleh hak-haknya kembali. Karena
disamping itu BNP2TKI memiliki tim mediator dan advokat yang
bekerja secara profesional dan sudah memiliki sertifikat yang diakui
oleh negara. Sehingga TKI dapat mengadukan masalahnya ke
BNP2TKI dengan mengikuti prosedur yang telah disediakan oleh
BNP2TKI.34
34
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
113
c. Konsekuensi
Dalam Perjanjian Penempatan dan Perjanjian Kerja yang
telah disepakati bersama antara PPTKIS dengan Calon
TKI/TKI dengan pengguna jasa, mempunyai konsekuensi
apabila perjanjian tersebut dilanggar oleh salah satu pihak.
d. Cara penyelesaian
Penanganan penyelesaian permasalahan calon TKI/TKI
bermasalah dan keluarganya di BNP2TKI khususnya
deputi bidang perlindungan, berdasarkan
Peraturan
Kepala BNP2TKI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Standar
Pelayanan Perlindungan TKI Penyelesaian Permasalahan
dapat dilakukan dengan cara atau melalui:
1) Litigasi yaitu penyelesaian permasalahan melalui jalur
hukum;
2) Non
Litigasi
penyelesaian permasalahan
melalui
mediasi dengan dibantu oleh seorang mediator.
e. Tata cara konsultasi:
1) Konsultasi bantuan hukum dapat dilakukan dengan cara
langsung maupun tidak langsung;
2) Waktu konsultasi maksimal 1(satu) jam untuk setiap
kasus.35
35
Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan
hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016
114
Menurut Henry Prajitno selaku Koordinator Crisis Center
BNP2TKI menyatakan awal mulanya pertama yang diberikan oleh
BNP2TKI adalah pertama kali pengadu datang, diterima baik oleh petugas
kemudian petugas tersebut memberikan formulir pengaduan. Setelah
mengisi formulir pengadu menyampaikan kelengkapan berkas pengadu dan
fotocopy dokumen pendukung yang dibutuhkan, setelah itu pengadu
menerima lembar bukti pengaduan/penyerahan berkas. Untuk pengaduan
tidak langsung dapat dilakukan melalui telepon, sms, surat, faximili dan
email. Untuk mendaftar menjadi klien tidak dipungut biaya atau gratis.
Proses diskusi atau konseling yang terjadi antara seorang advokat dan
pengadu/pelapor dengan komunikasi empati, yaitu pengadu/pelapor
menceritakan terlebih dahulu kasusnya secara keseluruhan dan seorang
advokat mendengarkan secara seksama, memperhatikan tanpa ada menyela
perkataan klien. Setelah klien selesai menceritakan kasusnya secara
keseluruhan, maka barulah seorang advokat mulai berbicara, memberikan
pendapat, saran, bantuan hukum, dan juga penguatan psikologis klien
sampai tahap litigasi sehingga hak-hak klien dapat terpenuhi dan
menemukan jalan keluarnya.36
Setelah itu bila kasusnya belum menemukan jalan keluar dilakukanlah
proses advokasi dimana proses ini adalah salah satu upaya untuk
menyelesaikan permasalahannya yang bersifat konsultasi hukum sehingga
para pihak tidak ada yang dirugikan. Dalam melakukan advokasi seorang
36
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Henry Prajitno selaku koordinator Crisis
Center BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015.
115
advokat mempunyai tugas membantu dan memfasilitasi pihak-pihak yang
memiliki masalah dapat mencapai suatu keadaan untuk dapat mengadakan
kesepakatan tentang hal-hal yang di permasalahkan. Ada 6 (enam) kriteria
kasus (aduan) TKI yang dinyatakan selesai Pertama, apabila tuntutan (hak)
pelapor/ pengadu dalam hal ini calon TKI/TKI dan atau keluarga TKI sudah
terpenuhi. Kedua, apabila laporan pengaduan dari pelapor/pengadu tidak
valid dari segi data maupun dokumen setelah sebelumnya diberikan jangka
waktu tertentu untuk melengkapi. Ketiga, apabila pelapor/pengadu atas
kemauan
sendiri
mencabut
laporannya
atau
menyatakan
selesai.
Keempat, apabila pelapor/pengadu tidak dapat dihubungi lagi dalam jangka
waktu
tertentu
(tiga
bulan).
Kelima, apabila
kedua
belah
pihak
(pengadu/pelapor dan terlapor) mencapai kesepakatan terhadap hasil
mediasi. Keenam, setelah tidak tercapai kesepakatan mediasi kedua belah
pihak (pengadu/pelapor dan terlapor) setuju menempuh jalur lain.37
2. Implementasi UU Perlindungan
Undang-undang Perlindungan memberikan norma baru sekaligus
harapan baru bagi tenaga kerja Indonesia. Sejumlah tindakan terhadap
tenaga kerja Indonesia khususnya perempuan yang dahulu bukan merupakan
tindak pidana, kini menjadi tindak pidana (kriminalisasi). Pencegahan
terjadinya kekerasan seksual dalam bekerja, perlindungan kepada tenaga
37
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan
Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015.
116
kerja perempuan, penindakan kepada pelaku kekerasan, dan kesejahteraan
merupakan tujuan dari undang-undang ini.
Dengan adannya UU Perlindungan ini, tenaga kerja khususnya
perempuan dapat menuntut keadilan atas kekerasan yang mereka alami
dalam bekerja. Namun permasalahan kekerasan seksual tidak seketika
selesai dengan adanya UU Perlindunan saja. Meskipun UU Perlindungan ini
terbukti
meningkatkan
kesadaran
korban
untuk
melapor,
dalam
pelaksanaannya ada sejumlah masalah yang timbul.
Perspektif perlindungan kepada korban begitu kuat. Selain
membentuk norma baru dalam hukum materilnya, sejumlah terobosan
hukum formil pun diciptakan oleh undang-undang ini. Korban tidak harus
melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya di tempat kejadian, karena
korban dapat melaporkannya ke KBRI secara langsung. Pemerintah wajib
segera memberikan perlindungan kepada korban. Hal ini dapat dibuktikan
pada pasal 5 ayat (1) Undang-undang No.39 Tahun 2004 tentang Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri dinyatakan bahwa "Pemerintah bertugas
mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri."38
Dan dalam pasal 6 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 bahwa
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan
TKI di luar negeri. Pasal 27 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 mengatur
tentang penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara
38
Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kerja Indonesia,
http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data-22-12-2014-091034-permenNAKER-22-2014-ttgpenempatan-perlindungan-TKI-diLN.pdf.
117
tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan
Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang mempunyai
peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing. Oleh
sebab itu setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan
dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan
norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan, baik di Indonesia
maupun di negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan
tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang-undang nomor 39
tahun 2004.39
Perjanjian penempatan TKI antara calon TKI dan pelaksana
penempatan TKI swasta sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama dan alamat pelaksana penempatan TKI swasta;
b. Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan alamat calon TKI;
c. Nama dan alamat calon pengguna;
d. Hak dan kewajiban para pihak dalam rangka penempatan TKI di luar
negeri yang harus sesuai dengan kesepakatan dan syarat-syarat yang
ditentukan oleh calon Pengguna tercantum dalam perjanjian kerjasama
penempatan;
e. Jabatan dan jenis pekerjaan calon TKI sesuai permintaan Pengguna;
f. Jaminan pelaksana penempatan TKI swasta kepada calon TKI dalam hal
Pengguna tidak memenuhi kewajibannya kepada TKI sesuai perjanjian
kerja;
39
Ibid
118
g. Waktu keberangkatan calon TKI;
h. Biaya penempatan yang harus ditanggung oleh calon TKI dan cara
pembayarannya;
i. Tanggung jawab pengurusan penyelesaian masalah;
j. Akibat atas terjadinya pelanggaran perjanjian penempatan TKI oleh salah
satu pihak; dan k. tanda tangan para pihak dalam perjanjian penempatan
TKI.
Dalam melakukan perlindungan terhadap TKI, pasal 7 Undang-undang
nomor 39 tahun 2004 Tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban:
a. Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat
melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara
mandiri;
b. Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
c. Membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI
di luar negeri;
d. Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan
perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
e. Memberikan
perlindungan
kepada
TKI
selama
masa
sebelum
pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.40
Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi
dalam setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja
40
Undang-undang nomor 39 tahun 2004 Tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,
http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data-22-12-2014-091034-permenNAKER-22-2014-ttgpenempatan-perlindungan-TKI-diLN.pdf.
119
dan ketika pulang ke tanah air. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai
dengan purna penempatan. Dalam pasal 80 Undang-undang nomor 39 tahun
2004 dinyatakan bahwa Perlindungan selama masa penempatan TKI di luar
negeri dilaksanakan antara lain:
a. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di Negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional;
b. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja
dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
Pasal 8 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap
calon TKI/TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk:
a. Bekerja di luar negeri;
b. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan
prosedur penempatan TKI di luar negeri;
c. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di
luar negeri;
d. Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta
kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
keyakinan yang dianutnya;
e. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara
tujuan;
120
f. Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh
tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
negara tujuan;
g. Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan
martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri;
h. Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan
TKI ke tempat asal.
Untuk lebih memperketat pengawasan pemerintah maka ada beberapa
larangan yang tercantum dalam Undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang
Tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yaitu:
1. Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk
bekerja di luar negeri.
2. Pelaksana
penempatan
TKI
swasta
dilarang
mengalihkan
atau
memindahtangankan SIPPTKI kepada pihak lain.
3. Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan
tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan
norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan, baik di Indonesia
maupun di negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan
tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
121
4. Pelaksana
penempatan
TKI
swasta
dilarang
mengalihkan
atau
memindahtangankan SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan
calon TKI.
5. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang
tidak lulus dalam uji kompetensi kerja.
6. Calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan dilarang
untuk dipekerjakan.
7. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang
tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi.
8. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang
tidak memiliki KTKLN.
9. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak
sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
perjanjian
kerja
yang
disepakati
dan
ditandatangani
TKI
yang
bersangkutan.
10. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak
sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
perjanjian
kerja
yang
disepakati
dan
ditandatangani
TKI
yang
bersangkutan.
Selain itu ada beberapa ketentuan pidana terhadap pelanggaran
Undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri, yaitu: Pasal 102 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
122
paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang:
a.
Menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
b.
Menempatkan TKI tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;
atau/
c.
Menempatkan calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 (2) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 103
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling
lama
5
(lima)
Rp1.000.000.000,00
tahun
(satu
miliar
dan/atau
rupiah)
denda
paling
sedikit
dan
paling
banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang:
a.
Mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19;
b.
Mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33;
c.
Melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;
d.
Menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;
123
e.
Menempatkan TKI yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
dan psikologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;
f.
Menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51;
g.
Menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program
asuransi `sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68; atau
h.
Memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi
selama masa di penampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
70 ayat (3). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 104 (1) Dipidana dengan
pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1
(satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah), setiap orang yang :
a. Menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha sebagaimana
dipersyaratkan dalam Pasal 24;
b. Menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan
sendiri tanpa izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1);
c. Mempekerjakan calon TKI , yang sedang mengikuti pendidikan
dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
d. Menempatkan TKI di luar negeri yang tidak memiliki KTKLN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64; atau
124
e. Tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi
persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tindak pidana pelanggaran.41
3. Analisis
Dari penelitian yang sudah di paparkan oleh peneliti mengenai
pengertian perlindungan dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2002 yang dimaksud dengan perlindungan ialah suatu bentuk
pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau
aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun
mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror dan
kekerasan
dari
pihak
manapun
yang
diberikan
pada
tahap
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atas pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Dalam arti luas, perlindungan sosial merupakan segala inisiatif
baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta maupun
masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan
atau konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan, status
dan hak sosial kelompok-kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu
masyarakat.42
41
Undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Pasal 102 (1)
42
R. Wiyono, Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia (Jakarta: Kencana Pranada
Media, 2007), cet ke 2
125
Sedangkan menurut Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi
Perlindungan BNP2TKI menjelaskan:
“Segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI
dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama,
maupun sesudah bekerja.”43
Dari pendapat yang sudah kemukakan diatas bahwa perlindungan
merupakan suatu upaya untuk melindungi individu, kelompok atau
masyarakat dari berbagai gangguan yang mengancam diri dan
sebagainya sehingga butuh perlindungan dari pihak-pihak yang
berwenang sehingga terjamin keselamatannya.
C. Proses Penyelesaian Permasalahan Hukum Bagi Tenaga Kerja
Indonesia
Perlindungan bagi TKI yang bekerja diluar negeri dimulai dan
terintergrasi dalam proses penempatan TKI, sejak proses rekruitmen, selama
bekerja, dan ketika pulang ke tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang
benar dan absah, diharapkan TKI terhindar dari resiko yang mungkin timbul
selama mereka bekerja di luar negeri. Kerja sama bilateral antara negara
pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan
penempatan tenaga kerja Indonesia ke negara tertentu. Dalam perjanjian
bilateral penempatan TKI ke negara penerima dapat dimasukkan substansi
perlindungan yang meliputi bantuan konsuler bagi TKI bermasalah dengan
43
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi
Perlindungan BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI
126
hukum, pembelaan, dan penyelesaian tuntutan hak TKI. Oleh karena itu
penempatan TKI dapat dilakukan ke semua negara dengan ketentuan :
1. Negara tujuan memiliki peraturan adanya perlindungan tenaga kerja
asing
2. Negara tujuan membuka kemungkinan kerja sama bilateral dengan
negara Indonesia di bidang penempatan TKI
3. Keadaan di negara tujuan tidak membahayakan keselamatan TKI
Apabila terjadi sengketa antara TKI dengan pelaksana penempatan TKI
swasta mengenai pelaksanaan perjanjian penempatan, maka kedua belah
pihak
mengupayakan
penyelesaian
secara
damai
dengan
cara
bermusyawarah. Namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak
tercapai, maka salah satu kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketengakerjaan di Kabupaten/Kota,
Provinsi atau Pemerintah.
Proses penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh
BNP2TKI melalui perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan
Internasional salah satunya baik dalam hal pemberian bantuan hukum bagi
setiap TKI di luar negeri yang menghadapi masalah hukum, hal ini
bertujuan untuk membela atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian
kerja dan/ atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
Bentuk perlindungan kepada TKI juga harus diberikan oleh PJTKI
sebagai penyalur TKI seperti mengikutsertakan calon TKI dalam program
127
asuransi perlindungan TKI. Program asuransi perlindungan TKI dilakukan
oleh Konsorsium asuransi perlindungan TKI. Upaya hukum yang dapat
ditempuh oleh TKI dalam hal mereka dirugikan oleh PJTKI dalam
hubungan hukum adalah upaya non litigasi atau penyelesaian sengketa
alternatif.
Upaya litigasi dapat berupa tuntutan ganti rugi ataupun pembatalan
perjanjian yang dituntut melalui suatu gugatan perdata pada pengadilan
yang berkompeten baik atas dasar wanprestasi, perbuatan pelanggaran
hukum, atau pembentukan perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya
perjanjian.
Berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/SB/XII/2003/01
yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Agama dan
Menteri Pemberdayaan Perempuan Tentang pembentukan Tim Advokasi,
Pembelaan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang
maksudnya adalah tim yang dibentuk untuk memberikan bantuan konseling,
pembelaan dan perlindungan bagi TKI di luar negeri dibawah koordinasi
perwakilan Republik Indonesia yang bertugas sebagai:44
1. Memberikan perlindungan dan hak-hak dasar dan bantuan hukum bagi
TKI di luar negeri
2. Melakukan pendataan dan penelitian dokumen TKI (bekerja sama
dengan Agency)
44
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan
Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015.
128
3. Mendata nama dan alamat majikan
4. Melakukan bimbingan dan penyuluhan bagi TKI
5. Memberikan konsultasi dan pendampingan bagi TKI yang bermasalah
6. Membantu penyelesaian perselisihan antara TKI dengan pengguna
/majikan
7. Memberikan bantuan penyelesaian administrasi dan dokumen TKI
8. Mengurus penyelesaian pembayaran atas TKI yang tidak dibayar
9. Memperoses penyelesaian pemenuhan hak-hak akibat pemutusan
hubungan kerja dan harta kekayaan TKI
10. Mengupayakan pembelaan hukum bagi TKI
11. Mengurus penyelesaian sengketa antara TKI dengan pihak ketiga
(bukan pengguna/majikan)
12. Mengurus penyelesaian jaminan atas resiko kecelakaan kerja dan/ atau
kematian yang dialami oleh TKI
13. Membantu proses pemulangan TKI
14. Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas tim sesuai dengan petunjuk Menteri terkait.
Upaya
hukum
(legal
remedies)
yang
dapat
dilakukan
demi
menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi oleh TKI antara lain
dapat berupa:45
1.
Penyelesaian melalui lingkungan eksekutif (executive review) artinya
tidak mengembil keputusan atas nama negara apabila ada konflik
45
Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan
Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015.
129
kepentingan, semestinya diserahkan kepada atasannya atau pihak lain di
lingkungan eksekutif yang paling berwenang.
2.
Penyelesaian melalui Ombudsman sebagai lembaga negara yang
bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga
negara dan instansi pemerintah lainnya, karena alasan terganggunya
pelayanan publik (Undang-Undang No.37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia).
3.
Penyelesaian
melalui
kewenangan
legislatif
(DPR)
dengan
melaksanakan hak mengajukan pertanyaan atau angket karena adanya
perbedaan dalam mengimplementasikan Undang-Undang.
4.
Judical Review penguji legilitas peraturan perundang-undangan di
bawah Undang-Undang ke Mahkamah Agung (the legality of
regulation).
5.
Penguji konstitusionalitas undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi
dengan batu ujinya adalah Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke
empat terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Selain itu perlu upaya serius merancang dan menjalankan berbagai
program dan kegiatan untuk mendapatkan calon-calon tenaga kerja
Indonesia (TKI) berkualitas. Hal itu perlu dilakukan baik sebelum TKI
berangkat maupun setelah kembali ke Indonesia. Untuk mewujudkan
kondisi itu BNP2TKI menggandeng beberapa yayasan untuk melakukan
kerjasama agar tenaga kerja Indonesia dapat mengikuti kegiatan
130
pemberdayaan, guna untuk membekali CTKI/TKI agar dapat kembali
keberfungsiannya kembali. Kegiatan tersebut terfokus baik disisi lembaga
pendidikan formal maupun non formal, diantaranya melalui standar
pelatihan pemberdayaan dan paket pelatihan pemberdayaan masyarakat
CTKI/TKI. Sasarannya meliputi TKI purna/TKI-B/WNI Overstayers
(WNIO) dan Keluarganya.
Tujuan utamanya adalah untuk memberikan peluang bagi TKI Purna
dan keluarganya agar dapat lebih produktif didalam memanfaatkan uang
penghasilan dan kemampuan
yang ada, serta diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi diri TKI sendiri dan keluarganya. Selain
itu agar TKI bersangkutan tidak kembali lagi bekerja ke luar negeri.
Materi pelatihan yang diberikan mencakup mengenai motivasi
training dan inspirator; perencanaan keuangan pribadi dan usaha;
pengelolaan
mengenai
usaha
(prinsip-prinsip
bagaimana
membangun
kewirausahaan/entrepreneurship
usaha
produk,
harga,
tempat,
pengemasan, pemasaran dan pengorganisasian sumber daya manusia);
praktik/magang (produk/jasa); rencana aksi kelompok; dan program
pemberdayaan masyarakat (kebjiakan Kementerian/Lembaga terkait).46
Nusron
mengatakan,
“Pemerintah
sedang
mengagendakan
pemulangan seluruh TKIB di luar negeri ke tanah air. Diperkirakan
jumlah TKIB yang ada di berbagai negara saat ini sekitar 1,8 juta.
Mereka nantinya akan dipulangkan ke Indonesia secara bertahap.
46
Harapan dari Kegiatan Berwirausaha, artikel ini diakses pada tanggal 18 November
2015 dari http://www.bnp2tki.go.id/read/10638/BNP2TKI-berharap
kegiatan_produktif_TKI_purna_di_Desa_lahirkan_kekuatan_ekonomi.html
131
“Namun, kepulangan mereka ke tanah air nantinya jangan sampai
menjadi problem baru di masyarakat dan membebani Pemerintah
utamanya Pemerintah Daerah (Pemda) di mana TKI tersebut berdomisili.
Mereka harus kita berdayakan sesuai dengan potensi dirinya dan potensi
daerahnya, sehingga nantinya dapat mandiri secara ekonomi dan
menyejahterakan keluarganya.”47
Mengenai pelibatan masyarakat didalam pemberdayaan TKI purna
dan TKIB itu nantinya bisa dari unsur lembaga swadaya masyarakat
seperti Yayasan TIFA, IOM, SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia),
Migrant Care, dan lain-lain. Lebih jauh Nusron mengatakan, ada tiga yang
akan
dilakukan
Pemerintah
terkait
penanganan
TKIB.
Pertama,
memulangkan TKIB ke tanah air secara bertahap. Kedua, melakukan
pemberdayaan TKIB secara masif sehingga mereka dapat mandiri secara
ekonomi. Ketiga, mengadakan penindakan secara hukum terhadap pelaku
yang menempatkan TKI bermasalah.48
Terkait penanganan pengaduan permasalahan TKI ini, BNP2TKI
melalui Dit-Yandu telah memutuskan mengenai "Penetapan Kriteria Kasus
TKI Selesai". Pertama, apabila tuntutan (hak) pelapor/pengadu dalam hal
ini calon TKI/TKI dan atau keluarga TKI sudah terpenuhi.Kedua, apabila
laporan pengaduan dari pelapor/pengadu tidak valid dari segi data maupun
dokumen setelah sebelumnya diberikan jangka waktu tertentu untuk
47
Harapan dari Kegiatan Berwirausaha, artikel ini diakses pada tanggal 18 November
2015 dari http://www.bnp2tki.go.id/read/10638/BNP2TKI-berharap
kegiatan_produktif_TKI_purna_di_Desa_lahirkan_kekuatan_ekonomi.html
48
Ibid
132
melengkapi. Ketiga, apabila pelapor/pengadu atas kemauan sendiri
mencabut laporannya atau menyatakan selesai. Keempat, apabila
pelapor/pengadu tidak dapat dihubungi lagi dalam jangka waktu tertentu
(tiga bulan). Kelima, apabila kedua belah pihak (pengadu/pelapor dan
terlapor) mencapai kesepakatan terhadap hasil mediasi. Keenam, setelah
tidak tercapai kesepakatan mediasi kedua belah pihak (pengadu/pelapor
dan terlapor) setuju menempuh jalur lain.49
49
Data diperoleh melalui wawancara dengan Bapak Henry Prajitno selaku Koordinator
Crisis Center pada tanggal 29 Oktober 2015
133
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Advokasi merupakan salah satu proses pendampingan dalam
memberikan fasilitasi untuk membantu korban agar terpenuhi hak-hak nya
kembali, hal ini dilihat dari proses pendampingan yang diberikan oleh
BNP2TKI menjadi penghubung ke sumber sosial yang mendukung
kesejahteraan TKI maupun keluarganya. Yang dibutuhkan oleh para
CTKI/TKI yaitu pendampingan yang dilakukan oleh tim advokat pada saat
pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan.
Advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap
tenaga kerja Indonesia melalui dua deputi yaitu Deputi Perlindungan
Bidang Pengawasan dan Pengamanan, Deputi Perlindungan Bidang
Advokasi Timur Tengah dan Crisis Center. Memberikan Perlindungan
hukum berupa konsultasi dan pendampingan hukum, melakukan advokasi
serta mediasi, serta kebijakan dalam penempatan dan perlindungan tenaga
kerja Indonesia. Selain itu pelayanan advokasi melakukan identifikasi
terhadap korban apabila mengalami kekerasan seksual dan melakukan
pembelaan suatu perkara dalam koridor hukum yang berlaku atau proses
pendampingan terhadap orang atau kelompok yang belum memiliki
kemampuan membela diri dan kelompoknya. Tujuannya adalah untuk
memudahkan pelayanan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat
133
134
sehingga dengan pemberi layanan (BNP2TKI) dengan CTKI/TKI dan
keluarga TKI maupun masyarakat sebagai penerima layanan dapat
langsung saling berhubungan tanpa ada batas birokrasi dan membantu
klien untuk memenangkan dan memperoleh kembali hak-haknya.
Bentuk penanganan BNP2TKI dalam mewujudkan perlindungan
hukum yaitu melalui tim advokasi yang dibentuk oleh BNP2TKI. Proses
awal bentuk penanganannya yang terjadi di BNP2TKI yang pertama
adalah TKI yang bermasalah/ keluarga dapat mengadukan secara langsung
atau melalui surat, telepon, sms, fax, email, dll setelah itu diterima oleh
petugas crisis center. Di crisis center seorang advokat akan memberikan
pendapat, saran, arahan dan juga penguatan psikologis yang membantu
agar korban bangkit dari keterpurukannya, kemudian advokat menganalisa
kasus, pemecahan dan pengambilan keputusan terhadap kasus yang
ditangani, kemudian melakukan pendampingan hukum untuk kasus yang
sudah dipelajari. Setelah itu berkoordinasi dengan Direktorat Mediasi dan
Advokasi untuk menindaklanjuti masalah yang ada sehingga dapat
mengambil tindakan untuk menyelesaikan permasalahan. Setelah itu
ditindaklanjuti oleh seksi perlindungan BP3TKI untuk diterima berkasberkasnya. Dan selanjutnya didistribusikan ke direktorat mediasi dan
advokasi pusat dan didistribusikan ke seksi perlindungan darerah untuk
mendapatkan data dan terakhir dilakukanlah proses mediasi dan
melakukan pemanggilan pihak terkait, lalu mengadakan klarifikasi dan
melakukan musyawarah. Bila masalah dianggap selesai dan mendapatkan
135
kesepakatan maka kasus dinyatakan selesai, tetapi bila tidak akan
dilakukan proses advokasi. Agar TKI mendapatkan perlindungan dan
menerima hak-haknya dengan semestinya.
B. SARAN
Merujuk pada kesimpulan diatas maka penulis mencoba memberikan dan
mengemukakan masukan atau rekomendasi bagi BNP2TKI yang kiranya
dapat menjadi bahan pertimbangan kedepannya
1. Berdirinya BNP2TKI diharapkan dapat terus mengembangkan dan
meningkatkan pelayanan dengan mengadakan sosialisasi yang lebih
luas lagi, sehingga BNP2TKI dapat memberikan manfaat yang lebih
besar kepada para tenaga kerja, tidak hanya tenaga kerja melainkan
pada masyarakat sekitar.
2. Untuk memberikan kepuasan kepada para tenaga kerja, BNP2TKI
diharapkan tetap berupaya untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan
terutama dalam proses perlindungan yang diberikan agar para TKI
tidak ragu untuk melaporkan kasusnya bila menemukan masalah.
Demikian kesimpulan dan saran-saran yang dapat penulis simpulkan,
semoga saran-saran ini menjadi sebuah kritik yang membangun guna
meningkatkan kinerja BNP2TKI ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Artmanda. W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media)
BaqirShariefQorashi,
KeringatBuruhHakdanPeranPekerjaDalam
(Jakarta: Al- Huda, 2007), h. 235-236
Islam,
Berry, David,Pokok-pokokPikiranDalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1995), cet ke-95, h.101
C.S.T. Kansil,PengantarIlmuHukumdan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h.119-120.
DepartemenPendidikandanKebudayaan,
KamusBesarBahasa
(Jakarta: BalaiPustaka 1998), h. 667
Indonesia,
Gosita,Arif,Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta: Akademika Presindo,1993),
h.63
Hamid
Nasuhi. Dkk. PedomanPenulisanKaryaIlmiah(Skripsi, Tesis,
Disertasi), (UIN SyarifHidayatullah Jakarta: CeQDA, 2007), Cet II
dan
Hamid, Abdul Mursi, SDMYang ProduktifPendekatan Al-Quran & Sains,(Jakarta:
GemaInsani Press, 199), h.20
Hidayati Nurul,MetodologiPenelitianDakwahDenganPendekatan Kualitatif,
(UIN Press, 2006), cet. Ket-1, h.39
MilanistiMuzakkardan Ira D. Aini, PerempuanPembelajarselamatdatang di
universitas
kehidupan, (Jakarta : PT Elex Media Komputindokompas
Gramdi,2014), h.85.
Muqsit, Gozali Abdul, dkk, Tubuh, Seksualitas, danKedaulatanPerempuan
(BungaRampaiPemikiranUlamaMuda), (Jakarta: Rahima, 2002), Cet.
Ke-1, h.105
Musdah, Mulia Siti, dkk, MerentasJalankehidupanAwalManusia: Modul
PelatihanUntukPelatihHak-HakReproduksiDalamPerspektif
Pluralisme, (Jakarta: LembagaKajian Agama dan Gender, 2003), Cet. Ke1, h.104
Musdah, Mulia Siti, MuslimahReformis: PerempuanPembaruKeagamaan,
(Bandung: PenerbitMizan, 2005), Cet.ke-1, h.154
xv
N. Gross, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam
Berry,
Pokok-PokokPikiranDalamSosiologi,(Jakarta:
RajaGrafindo Persada,1995), cet. Ke-3, h.99-100
Nurul,
IlmiIdrus,
Marital
Rape,
KekerasanSeksualdalamPerkawinan,
(Yogyakarta:KerjasamaPusatPenelitianKependudukanUniversitas
GadjahMadadengan Ford Foundation, 1999, Cet.ke-1, h.25
R. Wiyono, PengadilanHakAsasiManusia Di Indonesia, (Jakarta: Kencana
Pranada Media,2007), cet ke-2
Saptari, dkk., Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 1997), h. 27
Sugiyono, Metode PenelitianKuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010),
h.120
Sugiono,Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disetrasi, (Bandung:
Alfabeta, 2014), h.24
Suharto, Edi, “Social Protection for Children in Difficult Situations: Lesson from
Indonesia, Paper presented at “34thBiannual Congress of the
International Association of Schools of Social Work (IASSW)”, the
International Convention Centre (ICC), Durban, South Africa, 20-24
Juny 2008
Suharto, Edi, Isu – Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi,
(Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial, 2004), h. 114.
Suharto, Edi, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social
Responsibility, (Bandung: Alfabeta,2009), cet ke-2, h 166
Suharto, Edi, Kebijakan Sosial
Alfabeta,2011), cet ke-3, h.87
Sebagai
Kebijakan
Publik,(Bandung:
Suharto, Edi, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia Menggagas
Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan, (Bandung:
Alfabeta, 2009), h.42
Suharsaputra, Uhar, MetodePenelitianKuantitatif,
(Bandung: PT RefikaAditama, 2012), h.181
Kualitatif,
Sarwono, SarlitoWirawan, Teori-TeoriPsikologiSosial,
GrafindoPersada 2005), cet ke-10, h. 224
xvi
danTindakan,
(Jakarta:
PT
Raja
Soekanto, Soerjono, SosiologiSuatuPengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 2002), cet ke-34, h.243
Syafa’atRachmat,BuruhPerempuan:PerlindunganHukumdanHakAsasi
Perempuan, (Malang: IKIP, 1998), h.162
Suparman, Marzuki (et.al.), PelecehanSeksual, (Yogyakarta:Universitas Islam
Indonesia, 1995
Tim PenyusunKamusBahasa, KamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), Cet. Ke-3, h.550
Topatimasang,
2000)
dkk.,MerubahKebijakanPublik,
(Yogyakarta:
PustakaPelajar,
UUD 45&PerubahannyaSusunanKabinet RI Lengkap (1945-2009) + Reshuffle
Kabinet Indonesia BersatuJilid 2 (7 Mei 2007), (Jakarta: KawanPustaka,
2008), Cet ke-18, h.26.
Vehaarj.W. M, Asas-AsasLinguistikUmum,
University Press 1996), h.135
(Yogyakarta:
Gajah
Mada
Wawa dan Janes E, IroniPahlawanDevisa.KisahTenagaKerjadalamLaporan
Jurnalistik, (Jakarta :Kompas, 2005), h. 38
Media Internet
TAP MPR RI. No. IV / MPR / 1999 tentangGaris-GarisBesarHaluan Negara
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
pasal 1
Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 13 Tahun
Ketenagakerjaan Bab 1 KetentuanUmumPasal 1
2003
Undang-Undang
Republik
TentangPenempatanDan
LuarNegeri.
Tahun
2004
Indonesia
Di
Indonesia
Nomor
39
PerlindunganTenagaKerja
Tentang
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Visi dan
Misi”. Artikel
ini
di
akses
pada
5
Mei
2015
dari
http://www.BNP2TKI.co.id/2015/visidanmisi
xvii
Skripsi
MarhendraHandoko,
“AdvokasiTerhadapPermasalahanPenempatandan
Perlindungan TenagaKerja Indonesia di LuarNegeri”, (TesisFakultas
Hukum, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2011)
Lubis, Momba DS, “Perlindungan Hukum UntukPerempuanKorbanKekerasan
Dalam RumahTangga (StudiKasus LBH Apik Jakarta)”, (Skripsi S1
FakultasIlmu DakwahdanIlmuKomunikasi, UIN Jakarta, 2014)
Hardiyanto, Slamet, “PerlindunganHukumTenagaKerja Indonesia di LuarNegeri
(Perspektifhukum
Islam
danHukumPositif)”,
(Skripsi
S1
FakultasSyariahdanHukum, UIN Jakarta, 2011)
Sukowati, Sunawar, “Perlindungan Tenaga KerjaIndonesia (TKI) ke luar negeri
menurut Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja (Studi Pada Balai Pelayanan Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Propinsi Jawa Tengah)”,
(Skripsi S1Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, 2011)
xviii
Pedoman Wawancara
Objek Wawancara
A. Nama : Bapak Henry Prajitno. SH
Jabatan : Kepala Bagian Crisis Center
1. Bagaimana advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap
tenaga kerja indonesia yang mengalami kekerasan seksual di luar negeri?
2. Siapa saja yang terlibat dalam penanganan advokasi?
3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses advokasi?
4. Apa saja standar awal dalam pelayanan advokasi?
5. Bagaimana seorang advokat BNP2TKI dalam melakukan identifikasi
terhadap tenaga kerja perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri?
6. Apa tujuan dari advokasi?
7. Teknik apa saja yang digunakan dalam penanganan advokasi?
8. Ketika proses advokasi apa saja yang ditanyakan dan apakah advokat
memberikan nasihat-nasihat tertentu terhadap klien?
9. Apa yang dilakukan BNP2TKI dalam pemantauan klien setelah proses
advokasi?
10. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan yang dihadapi crisis center
BNP2TKI dalam menangani kasus-kasus tersebut?
B. Nama : Bapak Kompol Saebani. SH
Jabatan : Kepala Deputi Perlindungan Direktorat Pengamanan dan
Pengawasan
1. Bagaimana Peran Deputi Perlindungan BNP2TKI dalam memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan indonesia yang
mengalami kekerasan seksual di luar negeri?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses perlindungan?
3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses perlindungan?
4. Apa saja standar awal dalam proses perlindungan?
xix
5. Program apa saja yang dilakukan BNP2TKI dalam pencegahan tenaga
kerja perempuan korban kekerasan seksual?
6. Teknik apa saja yang digunakan dalam proses perlindungan?
7. Apa yang menjadi hambatan yang dihadapi BNP2TKI khususnya
deputi perlindungan yang menangani kasus-kasus tersebut?
8. Apakah UU Perlindungan sudah dapat di implementasikan baik selama
belakangan ini ?
9. Apa yang dilakukan Deputi Perlindungan dalam pemantauan klien
setelah proses perlindungan?
C. Nama : Bapak Karman
Jabatan : Kasubid Mediasi dan Advokasi Timur Tengah
1. Bagaimana Peran Direktorat Mediasi dan Advokasi dalam memberikan
Perlindungan terhadap TKI yang mengalami kekerasan seksual di luar
negeri?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses mediasi?
3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses mediasi?
4. Apa saja standar awal dalam pelayanan mediasi?
5. Bagaimana seorang mediator BNP2TKI dalam melakukan mediasi
terhadap korban dan keluarganya?
6. Apa tujuan dari mediasi?
7. Teknik apa saja yang digunakan dalam proses mediasi?
8. Ketika proses mediasi, Apa saja yang ditanyakan dan apakah mediator
memberikan saran-saran tertentu terhadap klien?
9. Apa saja yang dilakukan BNP2TKI dalam pemantauan klien setelah
proses mediasi?
10. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan yang dihadapi Direktorat
Mediasi dan Advokasi dalam menangani kasus-kasus tersebut?
xx
Transkip Wawancara
A. Identitas Informan
a. Nama
: Bapak Henry Prajitno. SH
b. Jabatan
: Koordinator Crisis Center
c. Tanggal
: 29 Oktober 2015
B. Instrumen Wawancara
1. Bagaimana peran advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan
terhadap tenaga kerja indonesia yang mengalami kekerasan seksual di
luar negeri?
“ Sebelum memberikan penyuluhan TKI kita harus tahu budaya disana,
misalkan
di Saudi kita berpakaian saja harus tertutup semua, cara berjalan,
berpakaian, dll. Karena apa? Untuk meminimalisir kejadian kekerasan
seksual dan lainnya. Dalam rangka pencegahan kita berupaya
menyampaikan kondisi disana dalam berpakaian, hmm di Saudi saja
tidak boleh jalan sendiri. Disana saja rumah makan harus ada tulisan
“Family” karena untuk memberikan perlindungan untuk mencegah
terjadi pelecehan seksual. Nasihat itu tidak selalu berbentuk hukum jadi
bagaimana TKI bisa melindungi diri sendiri.”
2. Siapa saja yang terlibat dalam penanganan advokasi?
Baik dari masyarakat sendiri, BNP2TKI, Dinas Tenaga Kerja.
3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses advokasi?
xxi
“Advokasi dapat dilakukan secara atap muka secara pribadi dan
wawancara, tatap muka secara klasikal dengan menggunakan sarana
advokasi (kuisioner), Ceramah dengan menggunakan sarana pemberian
leaflet. Pertama Mendatangi kantor-kantor penempatan TKI, lalu PAP
atau biasa disebut dengan Pembekalan Akhir Pemberangkatan nah
disana disampaikan peraturan Negara Penempatan, adat istiadat,
perjanjian kerja di luar negeri namanya Welcoming Program, apa saja
yang harus dihindari dan dilakukan.
4. Apa saja standar awal dalam pelayanan advokasi?
Pertama petugas advokasi tentunya menyiapkan rencana kerja dengan
membentuk tim advokasi, yang kedua menyiapkan surat pemberitahuan
dalam rangka berkoordinasi dengan PPTKIS, BLK-LN dan Pelaksana
PAP TKI selanjutnya menyiapkan bahan-bahan advokasi yang
diperlukan. Dan Pelaksanaan advokasi bisa di PPTKIS,BLK-LN, atau
PAP, setelah pelaksanaan selesai kita lakukan evaluasi dengan tabulasi
data hasil kuisioner dan analisis, terakhir pelaporan. Nah itu mekanisme
advokasi sebelum TKI bermasalah, ada lagi mekanisme advokasi bagi
TKI bermasalah yang pertama TKI bermasalah/keluarga mengadukan
secara langsung atau melalui surat, telepon, sms, fax, email, dll.
Nantinya akan diterima oleh petugas crisis center, Dit Mediasi dan
advokasi, seksi perlindungan BP3TKI setelah itu distribusikan ke
direktorat
mediasi
dan
advokasi
(pusat)/
distribusi
ke
seksi
perlindungan (daerah) lalu setelah itu kita melakukan proses mediasi
xxii
kita lakukan pemanggilan pihak terkait lalu kita lakukan klarifikasi dan
selanjutnya musyawarah setelah selesai kedua belah pihak setuju kita
lakukan kesepakatan dan kasus dinyatakan selesai tetapi bila tidak baru
kita lakukan proses advokasi setelah itu selesai. Ada beberapa tahapan
dalam melakukan advokasi yaitu:
1. Pra Advokasi
Seorang Advokator dalam melaksanakan tugasnya harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Mengumpulkan dan menganalisa informasi latar belakang
permasalahan untuk mengidentifikasi pihak-pihak utama yang
terlibat
permasalahan,
menentukan
pokok
masalah
dan
kepentingan para pihak.
a. Dengan melakukan analisa permasalahan advokator dapat
menyusun rencana / strategi penyelesaian masalah melalui
advokasi.
b. Analisa
permasalahan
dapat
dilakukan
dengan
cara
memahami lingkaran permasalahan.
2. Memilih strategi untuk membimbing proses advokasi
Untuk membimbing proses advokasi perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Advokat membantu para pihak menganalisa pendekatanpendekatan sebagai sarana dalam pengelolaan permasalahan,
dan
diharapkan
para
pihak
menyampaikan
permasalahan (keterangan) secara jujur.
xxiii
duduk
b. Advokat
memotivasi
para
pihak
agar
aktif
dalam
menyelesaikan permasalahan melalui proses advokasi sehingga
permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cepat.
c. Advokat mengarahkam kepada para pihak untuk mencapai
keputusan bersama yang menguntungkan kedua belah pihak
(win-win solution).
d. Advokat memberikan penjelasan kepada para pihak untuk
menghindari proses hukum yang melibatkan orang banyak
sehingga akan menyulitkan dan merugikan kedua belah pihak
(waktu, tenaga, dan biaya).
 Menyusun rencana advokasi
Untuk menyusun rencana advokasi perlu dipertimbangkan :
a. Pihak-pihak yang akan terlibat dalam advokasi. Dalam proses
advokasi semua peserta yang terlibat dalam permasalahan
hukum harus patuh dan tunduk pada tata tertib advokasi
b. Menentukan tempat pelaksanaan advokasi, suatu komitmen
para pihak yang ditentukan oleh advokat
c. Mengatur tempat duduk para pihak agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan (bentrok)
d. Memastikan para pihak dalam kondisi sehat dan siap untuk
melaksanakan proses advokasi, advokat menanyakan kepada
para pihak tentang kesiapannya
xxiv
e. Menentukan metode yang akan digunakan, agar dalam proses
advokasi seorang advokat mampu memberikan tambahan
wacana atau opsi-opsi sebagai dasar penyelesaian
f. Menentukan jenis masalah, kepentingan dan kemungkinan
penyelesaian permasalahan melalui advokasi maupun tidak
g. Menentapkan/ menyampaikan aturan kesepakatan yang akan
digunakan dalam penyelesaian permasalahan melalui advokasi
dengan mentaati komitmen bersama
h. Menyampaikan rencana penjadwalan perundingan pertama
kepada para pihak
i. Mengarahkan atau memberi wawasan kepada para pihak
tentang proses advokasi
j. Mempersiapkan
cara
mengatasi
apabila
menghadapi
kebuntunan (deadlock) dalam proses advokasi, dapat dilakukan
dengan cara kaukus secara impartial
k. Membangun hubungan dengan para pihak
l. Membangun kepercayaan dengan kedua belah pihak
m. Menjelaskan kepada para pihak tentang cara proses advokasi.
Bahwa proses advokasi dilakukan dengan cara memberikan
pendampingan untuk mencapai hak-haknya kembali dan tidak
merugikan kedua belah pihak
xxv
n. Menjelaskan tugas dan peran advokat kepada para pihak.
Bahwa seorang advokat bersifat netral, menjaga kerahasiaan
dan tidak ada benturan kepentingan.
 Advokasi :
Dalam pelaksanaan advokasi, seorang advokator harus
melaksanakan tahapan-tahapan berikut :
1. Pendahuluan (Sambutan Advokat) :
Menyambut kedatangan berbincang santai
a) Perkenalan :
 Advokat dan para pihak saling memperkenalkan diri
 Menanyakan kemauan para pihak untuk melaksanakan
advokasi
 Menanyakan surat kuasa (apabila dikuasakan)
b) Menjelaskan arti dan maksud dari advokasi serta bagaimana peran
advokat
c) Menjelaskan
batasan
waktu
advokasi
berlangsung
sesuai
kesepakatan para pihak menyampaikan hasil pertemuan pra
advokasi
d) Menjelaskan tahapan advokasi :
 Presentasi para pihak dan memberikan porsi waktu yang sama
kepada para pihak saat presentasi
 Kesepahaman awal
 Identifikasi masalah
 Negoisasi
xxvi
 Kaukus
 Draft kesepakatan akhir
 Penutup
e) Kode etik (tidak memihak, rahasia, tidak ada benturan
kepentingan)
f) Menyampaikan tata tertib
g) Mengkonfirmasi komitmen bersama
h) Memberikan kesempatan bertanya apabila ada yang kurang jelas
2. Presentasi para pihak :
Masing-masing pihak diberikan kesempatan yang sama untuk
menjelaskan permasalahan dan harapannya secara bergantian dan
dipandu oleh advokat
3. Kesepahaman awal :
Advokat menganalisa dan menyampaikan kesamaan
kesepahaman dari hasil presentasi para pihak.
4. Advokat menawarkan kepada para pihak bahwa penyelesaian
masalah apakah bisa diselesaikan dengan bipartit (apabila
disetujui para pihak dilakukan tahapan menyusun draft keputusan
akhir)
5. Identifikasi masalah :
Menentukan
permasalahan
penting
yang
perlu
dicari
penyelesaiannya, berdasarkan presentasi para pihak. Metodenya
berupa :
 Kalimat tanya
 Ada yang lain?
xxvii
 Diurutkan prioritasnya untuk dibahas selanjutnya
6. Negosiasi para pihak :
Pembahasan masalah yang sudah ditentukan sebelumnya.
Seorang advokat mendampingi jalannya proses advokasi, boleh
memberikan solusi, memberikan saran, dan opini.
7. Pertemuan terpisah (apabila diperlukan) :
Apabila terjadi deadlock pada saat advokasi (bisa dilakukan pada
setiap tahapan)
8. Pengambilan keputusan akhir :
Menyampaikan hasil berupa :
a) Sepakat
b) Sepakat sebagian :
Adanya sebagian permasalahan yang tidak dapat disepakati para
pihak melalui proses advokasi, dapat dilanjutkan ke proses litigasi
oleh para pihak
c) Gagal :
Tidak ada kesepakata/ titik temu, membuat nota anjuran sepakat
tidak sepakat melalui mediasi
9. Penyusunan hasil kesepakatan :
a) Hasil kesepakatan para pihak berhasil mencapai kesepakatan,
ditandatangani para pihak, diketahui saksi dan advokat
b) Penyusunan nota ketidak sepakatan apabila gagal proses
advokasi
10. Penutupan :
a) Menyampaikan kembali hasil kesepakatan para pihak apabila
berhasil, advokat wajib menyampaikan, bahwa hasil dari
advokasi ini bukan keputusan pihak advokator, namun hasil
kesepakatan
para
pihak
kesepakatannya.
xxviii
dan
harus
diimplemetasikan
b) Mengakhiri advokasi secara formal dan saling bersalaman.
5. Bagaimana seorang advokat BNP2TKI dalam melakukan Identifikasi
terhadap tenaga kerja perempuan korban kekerasan seksual di luar
negeri?
Yang pertama kita lihat kronologis kejadiannya lalu kita mengambil
sikap untuk menangani kasus tersebut baru ditindak lanjuti
6. Apa tujuan dari advokasi?
Memberikan pendampingan bagi keluarga dan CTKI berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi mereka terutama hukum. Secara umum
advokasi bertujuan untuk memberikan komitmen dan dukungan dalam
upaya penyelesaian permasalahan, maupun berbagai bentuk lainnya
sesuai dengan priorita kasus, sedangkan tujuan khusus advokasi yang
diberikan oleh Crisis Center BNP2TKI dalam membantu Tenga Kerja
Perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri adalah :
 Memberikan Pemahaman dan kesadaran kepada para CTKI/TKI
tentang hak dan kewajibannya,
 Memberikan pemahaman tentang langkah-langkah emergency/
darurat dalam mengatasi permasalahannya,
 Memberikan saran-saran dan pendapat hukum sesuai dengan
prioritas kasus,
 Memberikan bantuan hukum terhadap CTKI/ TKI/ Keluarganya
yang bermasalah,
Memperjuangkan terpenuhinya hak-hak CTKI/ TKI
xxix
7. Teknik apa saja yang digunakan dalam penanganan advokasi? Pertama
klarifikasi dan ke dua mediasi bila hasilnya sepakat maka dinyatakan
selesai tetapi bila kasusnya tidak menghasilkan kata sepakat maka bisa
dilanjutkan ke instansi terkait yang berwenang di luar BNP2TKI.
Misalkan penganiayaan kalau yang kriminal ditangani oleh polisi, kalau
yang berkaitan dengan hak-hak ditangani oleh Pengadilan. Di
pengadilan yang bertanggung jawab adalah PT, mengenai peraturan
UU, bermasalah dengan dokumen bisa digantikan kerugiannya.
8. Ketika proses advokasi apa saja yang ditanyakan dan apakah advokat
memberikan nasihat-nasihat tertentu terhadap klien?
Pertama kita lakukan interview didalam interview ini di berikanlah
keterangan dan kronologi status TKI hasil dari ini kronologisnya
diungkapkan dan akan dirumuskan permasalahan CTKI/TKI dan
Keluarga TKI setelah dirumuskan lalu diberi saran-saran apakah kita
lakukan mediasi atau mengambil langkah/ tindakan upaya hukum yang
lebih berwenang tentang TKI tersebut
9. Apa yang dilakukan BNP2TKI dalam pemantauan klien setelah proses
advokasi?
Kita beri waktu dua minggu kalau memang sudah paham cukup sampai
disini. Nah disini kita mempunyai progman namanya Welcoming
Program artinya apa yang sudah kita berikan di Indonesia misalnya
peraturan dan lain-lainnya kita berikan lagi di luar negeri. Sebagai
pengingat bila ada yang lupa. Selanjutnya ada istilah lain yaitu panic
xxx
buttom yaitu untuk menghubungi Crisis Center supaya ditangani
masalahnya
10. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan yang dihadapi Crisis Center
BNP2TKI dalam menangani kasus-kasus tersebut?
BNP2TKI tidak berdiri sediri, kita bekerjasama dengan badan-badan
yang lain misalnya berkoordinasi dengan kementrian kelautan,
kementrian luar negeri, kementrian tenaga kerja dan lainnya. Masalah
yang lainnya yaitu surat menyurat kadang-kadang terhalang oleh waktu,
lalu data yang minim, data-data tidak lengkap jadi sulit untuk
menanganinya, terakhir hubungan dengan instansi lain.
C. Identitas Informan
d. Nama
: Bapak Kompol Saebani
e. Jabatan
: Kepala Deputi Perlindungan Direktorat Pengamanan dan
Pengawasan
f. Tanggal
: 29 Oktober 2015
D. Instrumen Wawancara
1. Bagaimana Peran Deputi Perlindungan BNP2TKI dalam memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan Indonesia yang
mengalami kekerasan seksual di luar negeri?
Domainnya Kemenlu masalah pidananya justice disana kalau
perlindungan penempatan 2 tahun mengurus asuransi termasuk
Indonesia dan untuk membawa ke Rumah sakit yang telah ditunjuk,
masalah perbuatan kemenlu yang mengatasi.bahwa kasus yang dialami
xxxi
oleh para Tenaga Kerja Indonesia bermacam-macam mulai dari kasus
pidana ketenagakerjaan, TKI tidak digaji, TKI bekerja melebihi batas
kerja, bekerja tidak sesuai job, TKI pindah-pindah agency, TKI
dinikahkan oleh orang lain disana, TKI membawa anak, TKI yang tidak
bisa bekerja, TKI tidak menguasai bahasa, TKI ditempatkan non
procedural, dan lain sebagainya. Dibawah ini adalah permasalahan yang
sering terjadi dalam pelaksanaan tenaga kerja indonesia yaitu:
1.
Pra penempatan
A. Permasalahan yang terjadi dikantong-kantong TKI
1). Sponsor/ calo/ petugas lapangan:
a. tidak memiliki surat tugas
b. melakukan pemalsuan dokumen
c. melakukan praktek rentenir
d. melakukan pemerasan
e. memberikan janji palsu
2). Oknum pejabat terkait :
a. Melakukan pemalsuan dokumen atau memberikan keterangan
palsu pada dokumen
b. Melakukan pemerasan dan penipuan
B. Permasalahan yang terjadi disarana kesehatan
1. Sarana kesehatan tidak memiliki izin/ izinnya tidak berlaku
2. Melakukan pemalsuan hasil medical
3. Adanya praktek perjokian
xxxii
C.
Permasalahan yang terjadi/ dilakukan oleh PPTKIS
1.
Numpang proses
2.
Tidak memiliki mitra kerja di luar negeri
3.
Tidak memiliki job order/ deman letter
4.
Tidak memiliki SIP
5.
Tidak memiliki izin penampungan
6.
CTKI tidak dilatih dan/ atau tidak diikuti dalam Uji kompetensi
serta pemalsuan sertifikat kompetensi
Pembayaran premi asuransi CTKI tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku dan KPA tidak diberikan kepada CTKI
8.
Mengalihkan SIP
9.
Pemalsuan dokumen CTKI
10. Memanfaatkan jokey dalam pelaksanaan PAP, test kesehatan, dan
uji kompetensi
D. Permasalahan yang terjadi/ dilakukan oleh Kantor Cabang PPTKIS
1.
Tidak memiliki izin operasional
2.
Merekrut CTKI di bawah umur, buta huruf, unfit
3.
Pemindahan CTKI ke PPTKIS lainnya
E. Permasalahan yang terjadi dipenampungan
1.
Tidak memiliki izin operasional
2.
Tidak layak atau tidak manusiawi
3.
Terjadinya pelecehan seksual
4.
Pelayanan kesehatan kurang atau tidak ada
xxxiii
F. Permasalahan yang terjadi di embarkasi
1.
Pemerasan dan penipuan oleh oknum
2.
TKI dapat berangkat keluar negeri melalui orang perseorangan
dengan cara menggunakan visa kunjungan
3.
TKI dapat berangkat secara ilegal melalui transportasi sungai,
laut, udara,darat dan wilayah perbatasan.
2. Masa Penempatan
Permasalahan yang sering di alami oleh Tenaga Kerja Indonesia selama di
luar negeri yaitu:
a. Pemotongan gaji yang melebihi cost structure
b. Penempatan tenaga kerja indonesia di bawah umur dan non procedural
3. Purna Penempatan
Permasalahan yang sering di alami oleh tenaga kerja Indonesia setelah
kembali ke indonesia yaitu:
a. Pemerasan, penipuan yang dilakukan oleh oknum petugas debarkasi
b. Tidak diantar sampai rumah
c. Pencurian baranng-barang milik tki
d. Perampokan terhadap tki diangkutan pemulangan
e. Pelecehan seksual
Penukaran valas dengan harga dibawah kurs
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses perlindungan?
Deputi Perlindungan: 1. Direktorat pelayanan dan pengaduan 2.
Direktorat pemberdayaan 3. Mediasi dan advokasi 4. Pengamanan dan
pengawasan
3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses Perlindungan?
xxxiv
Perlindungan itu pertama TKI menyiapkan pengaduan 24 jam untuk
TKI, kalau masalah TKI ada dua: permasalahan perdataan di advokasi
dan perselisihan hak-hak TKI tidak dipenuhi. Bila perbuatan/ pelaku
yang mengirim TKI secara benar atau tidak kalau tidak akan dipidana
sesuai dengan Undang-Undang
4. Apa saja standar awal dalam prose perlindungan?
Proses awal dalam rangka perekrutan yang pertama CTKI harus
mempunyai persyaratan dokumen yang lengkap sesuai dengan aslinya,
yang kedua PT harus menyeleksi TKI layak/tidak untuk memenuhi
persyaratan atau tidak, yang ketiga PJTKI harus terdaftar di dinas
masing-masing sesuai dengan alamatnya kecuali formal dapat
didaftarkan di BP3TKI di daftarkan untuk mendapatkan Id dan
menandatangani perjanjian penempatan atara PPTKIS dan CTKI dan
dibayarkan. Selama penempatan kita berikan asuransi. Dan asuransi
diberikan pada saat PRA Penempatan, Masa Penempatan, dan Purna
penempatan, dan selanjutnya untuk dibawa ke PPTKIS untuk dilatih
bahasanya, keahlian tata boga bagi TKI informal atau PLRT, setelah
dilatih ada ujian kompetensi nya juga sedangkan bagi yang formal tidak
ada kewajiban untuk dilatih misalnya cleaning service, penjaga toko,
pekerja pabrik. Setelah itu para TKI formal maupun informal
menandatangani perjanjian kerja yang diakui perwakilan RI yang di
luar
negeri.
Setelah
menandatangani
baru
(Pembekalan Akhir Pemberangkatan) selama 1 hari
xxxv
melanjutkan
PAP
5. Program apa saja yang dilakukan oleh BNP2TKI dalam pencegahan
Tenaga Kerja Perempuan Korban Kekerasan Seksual?
Yang penting kita melakukan pengawasan terhadap sarana pendukung
penempatan dan PAP ya dan yang penting bisa berbahasa dan tidak
buta huruf, kita latih didalam pelatihan untuk CTKI/TKI.
6. Teknik apa saja yang digunakan dalam proses perlindungan?
Teknik nya si kita itu sebagai pengawas bagaimana perekrutan yang
dilakukan disetiap daerah, lalu m mengecek PPTKIS apakah TKI
mempunyai dokumen yang lengkap atau tidak terus mengawasi apakah
BLK (Balai Latihan Kerja Luar Negeri) melatih TKI dengan cara yang
benar atau tidak terus yang terakhir ya itu PAP kita mengecek dokumen
dan asuransi nya sudah lengkap atau belum.
7. Apa yang menjadi hambatan yang dihadapi BNP2TKI (deputi
Perlindungan) dalam menangani kasus-kasus tersebut?
Di BNP2TKI itu ada petugas kepolisian di Direktorat Pengamanan dan
Pengawasan Deputi Perlindungan dan semuanya di rekrut berdasarkan
kualifikasi research (penyidik) namun di BNP2TKI porli tersebut tidak
diberi kewenangan dalam penyidikan. PPNS (Penyidik Pegawai Negeri
Sipil) yang ada di BNP2TKI tidak diwadahi satu tempat jadi menyebar
di direktorat lain dan kedeputian lainnya. Selanjutnya yang menjadi
hambatan yaitu kita mempunyai kendala dalam mengawasi PPTKIS
BNP2TKI tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan
administrasi menindak secara administrasi. Sedangkan hukuman
xxxvi
administrasi dilaksanakan di Kementrian Tenaga Kerja disamping itu
yang mengawasi setiap hari adalah BNP2TKI
8. Apakah UU Perlindungan sudah dapat diimplementasikan baik selama
belakangan ini?. Apakah ada pengaruhnya untuk membantu korban
yang mengalami kekerasan di luar negeri?
Begini UU itu pasti. Pada UU No 39 masih ada kekurangan terutama
mekanisme menyidikan. Kalau didalam negeri kita mempunyai aturan
yang ditulis dalam UU yang telah dibuat oleh Pemerintah, tetapi kalau
di luar negeri kita harus menghormati Peraturan Pemerintah yang
dibuat oleh Negara Tujuan. Misalnya contoh di Saudi orang sana jika
ada yang melakukan tindakan kriminal akan dihukum pancung/ mati,
tetapi bila yang melakukan itu adalah orang Indonesia, bagaimana
prosesnya? Dari pihak Indonesia hanya melakukan lobby supaya salah
satu masyarakat kita dibebaskan, kita bayar berapa ke negara itu lalu
melakukan kesepakatan, kalau deal? Bebas!
Bagaimana nasib TKI yang belum dibebaskan pak?
Hmm..budaya Indonesia sama budaya diluar sana berbeda kita harus
mengambil sikap sebaiknya seperti apa kalau memang hukumannya
berat ? kita terus berupaya agar masyarakat kita dibebaskan, makanya
dilakukanlah musyawarah bilateral.
9. Apa yang dilakukan Deputi Perlindungan dalam pemantauan klien
setelah proses perlindungan?
xxxvii
Ada di pemberdayaan, Kita menawarkan kepada para TKI purna untuk
dilatih berwirausaha
E. Identitas Informan
g. Nama
: Bapak Karman
h. Jabatan
: Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah
i. Tanggal
: 29 Oktober 2015
1. Bagaimana peran Direktorat Mediasi dan Advokasi dalam memberikan
perlindungan terhadap TKI yang mengalami kekerasan seksual di luar
negeri?
Kalau kami dari direktorat mediasi dan advokasi khususnya hanya
memfasilitasi dan memberikan data untuk berkoordinasi dengan
instansi terkait sesuai dengan kewenangannya serta memberikan
advokasi kepada pengadu, karena kasusnya di luar negeri ya jadi kami
hanya bertugas memberikan perlindungan dan tugas kami yaitu
mediasi, mediasi adalah proses penyelesaian permasalahan melalui
proses perundingan atau mufakat untuk memperoleh kesepakatan para
pihak dengan dibantu oleh mediator. Dalam penyelesaian melalui
mediasi, diperlukan adanya perundingan antara dua belah pihak dimana
didalamnya terdapat proses memberi, menerima, dan tawar menawar
2. Siapa saya yang terlibat dalam proses mediasi?
Yang terlibat dalam proses mediasi yaitu seorang petugas mediator
yang telah mendapatkan sertifikasi mediator dari pusat mediasi nasional
3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses mediasi?
xxxviii
Metode yang kita gunakan yaitu mempertemukan kedua belah pihak
antara BNP2TKI dengan PPTKIS dan dianjurkan melalui jalur hukum
dan didalam UUD No.39 Tahun 1945 masalah TKI diupayakan oleh
jalan musyawarah hingga membuahkan kesepakatan antara kedua belah
pihak.
4. Apa saja standar awal dalam pelayanan mediasi?
Yang pertama kita mengadakan klarifikasi,
Yang kedua kita mengadakan Negoisasi,
Yang ketiga kita mengadakan Mediasi, kalau tidak selesai dilakukan
advokasi dalam persidangan dan tanpa biaya apapun.
5. Bagaimana seorang mediator BNP2TKI dalam melakukan mediasi
terhadap korban dan keluarganya?
Peran seorang mediator harus netral, Seorang mediator tidak boleh
berpihak pada satu pihak sehingga posisi seorang mediator berada
ditengah antara kedua belah pihak. Adapun langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam mediasi yaitu:
1. Menetapkan petugas mediator
2. Mediator menawarkan jadwal mediasi kepada para pihak
3. Mediator menetapkan jadwal mediasi yang telah disepakati bersama
4. Mediator memanggil para pihak yang bersengketa (PPTKIS,
Asuransi, Sarkes, Pelapor) sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan
5. Memimpin, mengatur, dan memfasilitasi pertemuan para pihak
xxxix
6. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus
(Pertemuan terpisah)
7. Mediator merangkum hasil pertemuan dan menginformasikan
kembali kepada para pihak
8. Dalam melakukan mediasi, mediator sebaiknya dibantu oleh seorang
asisten mediator
9. Mediator melaporkan hasil mediasi kepada pimpinan.
6. Apa tujuan dari mediasi?
Tujuan dari mediasi yaitu untuk menyelesaikan suatu masalah win-win
solution, sehingga keduanya tidak merasa ada yang dirugikan. Adapun
tujuan negoisasi dalam pelaksanaan mediasi adalah:
a) Untuk
mendapatkan
mengandung
atau mencapai
kesamaan
kata
pemahaman
sepakat
(persepsi),
yang
saling
pengertian dan persetujuan.
b) Untuk mendapatkan atau mencapai kondisi penyelesaian atau
jalan keluar dari masalah yang dihadapi bersama.
c) Untuk
mendapatkan
atau
mencapai
kondisi
saling
menguntungkan dimana masing-masing pihak merasa menang
(win-win solution).
7. Teknik apa yang digunakan dalam proses mediasi?
Teknik yang kami gunakan yaitu mempertemukan, menggali,
memfasilitasi, dan menganjurkan. Yang pertama menetapkan petugas
xl
mediator, kedua seorang mediator menawarkan jadwal mediasi kepada
para pihak, seorang mediator menetapkan jadwal jadwal mediasi yang
telah disepakati bersama, mediator memanggil para pihak yang
bersengketa (PPTKIS, Asuransi, Sarkes, Pelapor) sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan, Memimpin, mengatur, dan memfasilitasi
pertemuan para pihak, Apabila dianggap perlu, mediator dapat
melakukan kaukus (Pertemuan Terpisah), setelah itu seorang mediator
merangkum hasil pertemuan dan menginformasikannya kembali kepada
para pihak. Dalam melakukan mediasi, seorang mediator sebaiknya
dibantu oleh seorang asisten mediator, setelah itu seorang mediator
melaporkan hasil mediasi kepada pimpinan.
8. Ketika proses mediasi, apa yang ditanyakan dan apakah mediator
memberikan saran-saran tertentu terhadap klien?
Seorang mediator tidak hanya memberikan saran, tetapi juga
memfasilitasi klien untuk mempresentasikan masalahnya, kita dibagi
dua tim yaitu ada tim mediator dan tim klarifikasi. Dan masing-masing
tim akan membantu klien sampai mecapai kesepakatan awal.
9. Apa yang dilakukan BNP2TKI dalam pemantauan klien setelah proses
mediasi?
Yang kita lakukan yaitu memonitoring status TKI dan mediasi selama
40 hari nah yang ini kita pantau terus. Jika tidak ada penyelesaian
dalam jangka waktu 40 hari maka dinyatakan gugur. Peraturan itu dapat
dilihat di buku Mediasi. Semua TKI yang pulang diadakan TKI purna
xli
dapat berwirausaha, kita berikan edukasi, disetiap TKI diharapkan dapat
mengerjakan pekerjaan/usaha sendiri dan tidak bergantung terhadap
luar negeri. TKI purna kita berikan edukasi kewirausahaan serta
kerjasama dengan pihak ketiga didaerah masing-masing. Jadi mereka
dapat
melakukannya
didaerahnya
masing-masing,
kita
lakukan
pemetaan terlebihdahulu lalu pemberian edukasi kewirausahaan.
10. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan yang di hadapi Direktorat
Mediasi dan Advokasi dalam menangani kasus-kasus tersebut?
Hambatan yang kita hadapi begitu di jadwal kan salah satu pihak tidak
hadir, lalu dokumennya tidak lengkap, tidak pernah lapor ke KBRI,
tidak ada pendukung lainnya. Itu saya kira sulit ya jika semua itu tidak
mendukung bagaimana kita melakukan proses mediasi. Itu akan sulit
untuk kita melakukan identifikasi.
xlii
Download