ADVOKASI BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (BNP2TKI) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Shelly Puspita Sari NIM 1111054100044 PRODI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M ABSTRAK Shelly Puspita Sari, NIM 1111054100044 Advokasi merupakan salah satu upaya dalam penyelesaian permasalahan dengan memberikan proses pendampingan yang dilakukan oleh pihak yang bersangkutan untuk membantu seseorang untuk mendapatkan hak-haknya kembali. Salah satu pihak yang berperan dalam memberikan perlindungan hukum bagi Tenaga Kerja Indonesia ialah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). BNP2TKI adalah salah satu lembaga pemerintahan yang memfokuskan pada perlindungan dan penempatan tenaga kerja Indonesia. Tahapan advokasi yang dilakukan oleh BNP2TKI yaitu TKIdapat mengadukan langsung ke kantor atau melalui surat, telepon, email, fax, dll setelah itu diterima oleh petugas crisis center untuk diidentifikasi dan bekerjasama dengan Direktorat Mediasi dan Advokasi, dan seksi perlindungan BP3TKI untuk diidentifikasi selanjutnya berkas pengaduannya didistribusikan ke Direktorat Mediasi dan Advokasi pusat lalu ke seksi perlindungan daerah agar prosesnya terdata di daerah asal tki tersebut. Setelah itu dilakukan proses mediasi dengan pemanggilan pihak terkait, melakukan klarifikasi, dan musyawarah bila kasusnya tidak mendapatkan kesepakatan maka dianjurkan untuk melakukan proses advokasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindunganterhadap tenaga kerja Indonesia dan bagaimana bentuk penanganan BNP2TKI dalam mewujudkan keadilan hukum untuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Penelitian ini menggunakan teori advokasi pekerja sosial yang dikemukakan oleh Schneider (2001) bahwa ada 4 jenis advokasi yaitu: advokasi klien, masyarakat, legislatif dan administrasi. BNP2TKI fokus kepada advokasi klien yang dimana tujuannya adalah untuk membantu klien dalam memenangkan dan memperoleh kembali hak-haknya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu penulis mengumpulkan informasi-informasi menjadi satu kesatuan dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasikan dan menganalisa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah penelitian lapangan dengan melakukan wawancara. Selain itu juga penulis juga melakukan penelitian kepustakaan yakni memperoleh data ilmiah dan akurat yang bersumber pada buku-buku, dokumen, dan rujukan lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwaadvokasi yang dilakukan BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan adalah dengan cara melakukan upaya pencegahan dengan melakukan advokasi sebelum penempatan pada tenaga kerja Indonesia di luar Negeri. Berdasarkan hasil penelitian advokasi yang dilaksanakan oleh advokat dalam proses advokasi adalah sebagai seorang penyuluh, pendamping, dan penghubung. iv KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrohim... Dengan memanjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga pada akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Advokasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial. Pada kesempatan ini pula, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang sangat berperan penting membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, antara lain : 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M. Si, Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Nunung Khoiriyah, MA, Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Nurhayati Nurbus SE, M.Si, dosen pembimbing bagi peneliti, yang telah banyak memberikan pengarahan, pengetahuan dan bersedia meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk membantu peneliti dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan keikhlasan yang telah beliau curahkan. v 5. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan kepada peneliti selama kuliah. 6. Ibu Lisna Yoeliani Pulungan sebagai Kepala Deputi Perlindungan, Bapak Karman sebagai Kepala Sub Bidang Advokasi dan Mediasi Timur Tengah dan Bapak Henry Prajitno sebagai Koordinator Crisis Center. Terimakasih atas informasi yang telah diberikan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Kedua Orang tuaku, Ayahanda Joko Hendro Kristanto dan Ibunda Munsani, SE, yang selalu mendidik dan menyelipkan nama anaknya disetiap do’a serta selalu memberikan motivasi dan semangat mulai dari awal perkuliahan hingga menjalani masa penulisan skripsi. Berkat Ridha-Nya lah peneliti mampu melewati semua hambatan dan rintangan. 8. Kakakku Aditya Yudho Negoro, S.Kom. yang selalu mengingatkan dan memberikan dukungan serta kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.Saudara kembarku Shella Puspita Sari, SE yang setiap saat selalu setia mendengarkan segala curahan hati penulis serta memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. 9. Teman-teman seperjuangan yang tak pernah lelah dan selalu memberikan semangat kebersamaan dari awal perkuliahan hingga sekarang, khususnya Ida Fatmawati S.Sos, Nia Hidayati, Charisma Yuanita dan Ka Ayu Ratnasari. vi 10. Sahabat terbaikku Ali, Dede, Dhea, Siti Nuryanah dan Sischa. Yang selalu berbagi pengetahuan dan kisah menariknya dari jaman sekolah sampai saat ini. 11. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2011. 12. Berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Akhirnya atas kesemuanya ini, peneliti mendo’akan semoga Allah SWT membalas jasa-jasa mereka sesuai dengan amal dan perbuatan yang telah diberikan. Kritik dan Saran sangat peneliti harapkan dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini dan harapan peneliti semoga penelitian skripsi ini ada manfaat baik untuk Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, maupun bagi masyarakat pada umumnya. Amin yaa robbal alamin Jakarta, 21 Maret 2016 Shelly Puspita Sari vii DAFTAR ISI ABSTRAK ...................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... v DAFTAR SINGKATAN................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR........................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 11 C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................ 11 D. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 12 E. Metodologi Penelitian .............................................................. 16 F. Sistematika Penulisan ............................................................... 21 BAB II KAJIAN TEORI A. Advokasi 1. Pengertian Advokasi .......................................................... 23 2. Strategi Advokasi ............................................................... 29 3. Prinsip-Prinsip Advokasi.................................................... 33 4. Peran dan Fungsi Advokat ................................................. 37 5. Tujuan Advokasi ................................................................ 37 6. Jenis-Jenis Advokasi .......................................................... 38 viii 7. Unsur-Unsur Pokok Kegiatan Advokasi ............................ 39 8. Dinamika Proses Advokasi ................................................ 40 9. Mandat Pekerja Sosial Untuk Melakukan Advokasi.......... 42 10. Nilai dalam Advokasi Pekerjaan Sosial ............................ 44 11. Karakteristik Advokasi Pekerjaan Sosial .......................... 44 12. Kendala Advokasi Pekerjaan Sosial .................................. 45 B. Perlindungan 1. Pengertian Perlindungan...................................................... 46 2. Bentuk- Bentuk Perlindungan ............................................. 48 3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Indonesia ...................... 50 BAB III GAMBARAN UMUM BNP2TKI A. Sejarah Berdirinya Badan Nasional Penempatan dan PerlindunganTenaga Kerja Indonesia...................................... .. 54 B. Visi dan Misi ............................................................................ 59 C. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ................................................ 60 D. Struktur Organisasi ................................................................... 62 E. Prosedur Pengaduan ................................................................. 69 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Advokasi BNP2TKI dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia ............................................ . 71 ix 1. Temuan............................................................................... 71 2. Analisis................................................................................ 97 B. BentukPerlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia…… .. 105 1. Temuan................................................................................ 105 2. Implementasi Undang-Undang Perlindungan……………. 115 3. Analisis................................................................................. 124 C. Proses Penyelesaian Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia …. 125 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 133 B. Saran ........................................................................................................... 135 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. xv LAMPIRAN-LAMPIRAN x DAFTAR SINGKATAN AKAN : Antar Kerja Antar Negara AKAD : Antar Kerja Antar Daerah BNP2TKI :Badan Nasional Penempatan dan PerlindunganTenaga KerjaIndonesia BP2TKI : Balai Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia BP3TKI : Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia BKPTKI : Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia BLK-LN : Balai Latihan Kerja Luar Negeri BMI : Buruh Migran Indonesia SBMI : Serikat Buruh Migran Indonesia CTKI : Calon Tenaga Kerja Indonesia DEPNAKER : Departemen Tenaga Kerja DEPNAKERTRANS : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi DUT : Dengar Ulang Tanya HAM : Hak Asasi Manusia IOM : Organisasi Internasioanal untuk Migrasi KEMENLU : Kementrian Luar Negeri KEMENHUB : Kementrian Perhubungan KEMENSOS : Kementrian Sosial KEMENDIKNAS : Kementrian Pendidikan Nasional KEMENKES : Kementrian Kesehatan KEMENHUKAM : Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia KPA : Khusus Pegawai Administrasi xi KTKLN : Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri LBH : Lembaga Bantuan Hukum LP3TKI : Loka Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia MENAKERTRANS : Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi PAP : Pembekalan Akhir Pemberangkatan PHK : Pemutusan Hubungan Kerja PJTKI : Perusahaan Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia PPNS : Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPTKIS : Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta PRT : Pembantu Rumah Tangga P4TKI : Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia PTKLN : Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri SESNEG : Sekretaris Negara SIP : Surat Izin Pengerahan SIPPTKI : Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia TKI : Tenaga Kerja Indonesia TKIB : Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah TKP : Tenaga Kerja Perempuan TKW : Tenaga Kerja Wanita UUD 1945 : Undang-Undang Dasar 1945 UU : Undang-Undang xii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Strategi Advokasi Gambar 2.2 Proses Advokasi Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Gambar 3.1 Struktur Organisasi Gambar 4.1 Alur Bantuan Hukum xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian Skripsi Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian dari BNP2TKI Lampiran 4 : Brosur BNP2TKI Lampiran 5 : Pedoman Wawancara xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan sosial merupakan elemen penting dalam strategi kebijakan sosial untuk menurunkan tingkat kemiskinan serta memperkecil kesenjangan multidimensional.1Dalam arti luas, perlindungan sosial mencakup seluruh tindakan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, maupun masyarakat, guna melindungi dan memenuhi kebutuhan dasar, terutama kelompok miskin dan rentan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan resiko; serta meningkatkan status sosial dan hak kelompok marginal di setiap negara. Perlindungan sosial merupakan sarana penting untuk meningkatkan dampak kemiskinan dan kemelaratan yang dihadapi oleh kelompok miskin beserta anak-anak mereka. Namun demikian, perlindungan sosial bukan merupakan satu-satunya pendekatan dalam strategi penanggulangan kemiskinan.2 Guna mencapai hasil yang efektif dan berkelanjutan dalam pelaksanaannya strategi ini perlu dikombinasikan dengan pendekatan lain, seperti penyedia layanan sosial, pendidikan dan kesehatan secara terintegrasi dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. 1 Suharto, Edi, “Social Protection for Children in Difficult Situations: Lesson from Indonesia, Paper presented at “34thBiannual Congress of the International Association of Schools of Social Work (IASSW)”, the International Convention Centre (ICC), Durban, South Africa, 2024 Juny 2008 2 Ibid 1 2 Perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan untuk merespon beragam resiko, kerentanan dan kesengsaraan, baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, terutama yang dialami oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan. Karakter atau nuansa publik dalam definisi ini menunjuk pada tindakan kolektif, yakni menghimpun dan mengelola sumberdaya berdasarkan prinsip gotong royong dan kebersamaan, yang dilakukan baik oleh lembagalembaga pemerintah, non pemerintah, maupun kombinasi dari kedua sektor tersebut. Perlindungan hukum bagi seluruh perempuan terhadap bentuk-bentuk kekerasan diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Pasal 1 Tahun 2003 Bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Masih berkaitan dengan ketenagakerjaan pada pasal 76 ayat 3 pengusaha yang memperkerjakan pekerja atau buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib: a). memberikan makanan dan minuman bergizi dan, b). menjaga kesusilaan dan keamanan selama ditempat kerja.3Dari undang-undang tersebut bahwa seorang pengusaha yang memperkerjakan buruh wajib melindungi mereka demi kesejahateraan para buruh tersebut. 3 BNP2TKI “Undang-undang Ketenagakerjaan” Artikel ini diakses pada 18 November 2015darihttp://bnp2tki.go.id/uploads/data/data_22_12_2014_091034_PermenNAKER_22_2014_tt g_penempatan_perlindungan_TKI_di_LuarNegeri.pdf 3 Kasus kekerasan seksual juga dialami buruh migran Indonesia (BMI) di luar negeri pada tahun 2012 dari 2,5 juta BMI, hampir 90 persen adalah kaum perempuan. Data BNP2TKI menunjukkan, selama Januari 2015 ini saja telah terjadi 300 kasus kekerasan yang menimpa BMI. Kondisi ini seharusnya menjadi persoalan serius bagi Pemerintah Provinsi Pusat maupun daerah.4 Terlebih bagi NTT sebagai daerah pemasok terbesar buruh migran dengan mengirim BMI 15.000 ke sejumlah negara. Data kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan setiap tahunnya masih sangat tinggi. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berdasarkan sistem pencatatan dan pelaporan data korban kekerasan yang disampaikan dari Provinsi Kabupaten/Kota pada tahun 2013 tercatat 15.648 kasus, ditahun 2013 tercatat 11.861 kasus baru dan tahun 2014, sampai dengan bulan Juli 2014 tercatat 12.510 kasus baru. Sedangkan berdasarkan sumber data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa angka kekerasan seksual terhadap perempuan yang dilaporkan sangat tinggi dan cenderung meningkat. Tahun 2013 tercatat 279.760 kasus dan tahun 2014 tercatat 280.710 kasus.5 Peningkatan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan tersebut bukan semata karena peningkatan jumlah kasus kekerasan, tetapi lebih kepada meningkatnya pengetahuan dan kesadaran hukum perempuan bahwa mereka semakin memahami dan bahwa hak-hak mereka dilindungi, 4 http://bnp2tki.go.id/wp-content/uploads/2014/02/01-Buruh-Migran-IndonesiaLowyers,pdf. Artikel ini diakses pada tanggal 2 Februari 2015. 5 http://kemenpppa.go.id/index.php/data_summary/profile_perempuan_indonesia/364ketenagakerjaan. Artikel ini diakses pada tanggal 18 November 2015. 4 serta munculnya keberanian di kalangan perempuan untuk mengungkapkan dan melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya. Selain itu bekerja sebagai buruh migran pun masih cukup rentan mengalami tindak pidana perdagangan orang atau traffiking. Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang diharapkan dapat menjadi payung hukum, perlindungan dan jaminan hak asasi perempuan yang menjadi korban trafiking, meskipun Undang-Undang ini masih belum dapat mengakomodir persoalan trafiking yang terjadi di lintas batas wilayah Indonesia. Koordinator Crisis Center BNP2TKI, Henry Prajitno, mengatakan dalam setiap tahun jumlah kekerasan dan kematian Tenaga Kerja Wanita di luar negeri semakin meningkat. Pada tahun 2009, jumlah tenaga kerja yang terkena kasus kekerasan mencapai angka 5.314. Di urutan pertama adalah kekerasan yang dialami TKW di negara Malaysia sebesar 1.748. Posisi kedua, Arab Saudi sebesar 1.048, dan posisi ketiga Yordania sebesar 1.004.6 Sementara itu, untuk kasus kematian mencapai 1.018 orang, negara yang paling besar dengan jumlah TKW meninggal adalah Malaysia mencapai 687, sedangkan peringkat yang kedua Arab Saudi dengan angka kematian 221, dan yang menduduki urutan ketiga adalah Hongkong dengan jumlah 132 orang. Sedangkan tahun 2010 untuk kasus kematian mencapai angka 1.075 orang. 6 Ibid 5 Tenaga Kerja Perempuan yang mendapatkan kekerasan seksual secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan trauma yang sangat berat dan tidak hanya itu bila korban hamil korban juga harus menanggung beban membiayai kehidupan anaknya seorang diri. Kekerasan yang dialami para tenaga kerja perempuan juga akan berdampak pada psikologisnya. Kejadiankejadian tersebut menimbulkan trauma yang sangat berat bagi mereka dan banyak yang tidak mau labgi kembali untuk bekerja.7 Di dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa Islam menekan semaksimal mungkin sikap kasar majikan kepada bawahan. Seorang utusan Allah, yang menguasai setengah dunia ketika itu, tidak pernah main tangan dengan bawahannya. Aisyah menceritakan: هلل شَيْئًب َقطُّ بِيَدِ ِه وَالَ امْرََأ ًة وَالَ خَبدِمًب ِ …مَب ضَ َرةَ َرسُولُ ا “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul dengan tangannya sedikit pun, tidak kepada wanita, tidak pula budak.” (HR. Muslim 2328, Abu Daud 4786).8 Tenaga kerja Indonesia yang seharusnya diberi perlindungan hukum oleh Negara dan dijamin keselamatannya dari berbagai tindak kejahatan yang mengancam keberlangsungan hidup dan nyawanya kerapkali hanya impian belaka. Ibarat republik mimpi yang menjanjikan hal tersebut, namun pada kenyataannya sebaliknya, bahkan yang didapat hanya kepahitan di tengah- 7 Wawa dan Janes E, Ironi Pahlawan Devisa.Kisah Tenaga Kerja dalam Laporan Jurnalistik, (Jakarta : Kompas, 2005), h. 38 8https://konsultasisyariah.com/14145-hak-buruh-dalam-islam.html. Artikel ini diakses pada tanggal 17 Juni 2016. 6 tengah keuntungan berlimpah/devisa negara tinggi. Pemerintah dalam hal ini melupakan pesan-pesan fundamental yang telah dituangkan ke dalam amanat konstitusi. Namun acapkali tidak mendapatkannya, bahkan semata-mata hanya dijadikan komoditi. Perdagangan ekspor yang mendatangkan keuntungan yang cukup besar bagi negara. Kelalaian negara dalam memberikan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia merupakan suatu kesalahan yang besar dan harus mendapatkan kritik tajam sehingga begitu akan menciptakan kebaikan. Di bidang hukum terjadi perkembangan yang kontroversial, di satu pihak produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan peningkatan. Namun, di pihak lain tidak diimbangi dengan peningkatan kesadaran integritas moral dan profesionalisme aparat hukum, kesadaran hukum, mutu pelayanan hukum serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum sehingga mengakibatkan supremasi hukum belum dapat di wujudkan.9 Dan dijelaskan pada UU No.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial pasal 16 ayat 1 advokasi sosial dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat yang di langgar hak nya. Dalam konteks tersebut keberadaan BNP2TKI dalam masyarakat sangatlah penting, bahkan perannya diharapkan tetap berfungsi sebagai pemberi pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan dalam berbagai hal mengenai penempatan dan perlindungan para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di dalam maupun diluar negeri. BNP2TKI adalah 9 TAP MPR RI. No. IV / MPR / 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 7 lembaga pemerintah non departemen di Indonesia yang mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintergrasi. Tujuannya untuk memperluas pasar kerja luar negeri guna meningkatkan peluang kerja TKI formal; memberikan pelayanan penempatan secara prima kepada calon TKI; memberikan perlindungan optimal kepada TKI baik pra, selama maupun purna penempatan; meningkatkan kapasitas kelembagaan.10 Dan selama menjalankan fungsi dan tugasnya BNP2TKI dikoordinasikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan. Istilah kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender digunakan untuk mengacu pada serangkaian penganiayaan yang dilakukan terhadap perempuan, yang berakar dari ketidaksetaraan gender dan rendahnya status perempuan dibandingkan laki-laki.11 Pada tahun 1993 deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai “Setiap tindakan berbasis gender yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan psikologis”, termasuk ancaman tindakantindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.12 Peningkatan produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum belum diikuti langkah-langkah nyata dan kesungguhan 10 Ibid Milanisti Muzakkar dan Ira D. Aini, Perempuan Pembelajar selamat datang di universitas kehidupan,(Jakarta : PT Elex Media Komputindo kompas Gramdi,2014), h.85. 12 Ibid 11 8 pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menerapkan dan menegakkan hukum. Terjadinya campur tangan dalam proses peradilan, serta tumpang tindih dan kerancuan hukum mengakibatkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia di Indonesia masih memperihatinkan yang terlihat dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia, antara lain dalam bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan yang dialami oleh para pekerja saat ini. Tenaga kerja (manpower), menurut Sensus Penduduk 2014, adalah penduduk dalam usia kerja yang berusia 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Secara umum, tenaga kerja terbagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labour force) adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif menghasilkan barang dan/atau jasa. Angkatan kerja digolongkan menjadi penduduk yang bekerja dan penduduk yang mencari pekerjaan. Badan Pusat Statistik mendefinisikan penduduk yang bekerja adalah mereka yang selama seminggu sebelum proses pencacahan berlangsung melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan dengan lama kerja minimal satu jam atau mereka yang selama seminggu sebelumnya tidak bekerja dengan alasan sakit/ cuti atau karena sedang menunggu pekerjaan. Penduduk yang mencari pekerjaan adalah mereka yang belum pernah bekerja dan sedang mencari pekerjaan dan mereka yang selama proses pencacahan sedang menganggur dan berusaha 9 mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, tenaga kerja yang terserap adalah penduduk yang bekerja minimal satu jam dalam seminggu yang lalu dengan tujuan mendapatkan balasan jasa berupa uang atau barang.13 Industrialisasi di negara-negara Dunia Ketiga menyebabkan pasaran tenaga kerja di beberapa negara, termasuk Indonesia, terbuka bagi perempuan. Kebanyakan perempuan muda yang belum nikah cukup banyak terserap di industri-industri padat karya, seperti di pabrik-pabrik, terpusat di sektor tekstil, pakaian jadi, elektronik, dan pengolahan bahan makanan. Berdasarkan penelitian lokalisasi Industri di Jawa Tengah dan Jawa Barat, tenaga yang banyak terserap adalah tenaga kerja perempuan.14 Sayangnya, tingginya partisipasi perempuan dalam kerja publik ternyata tidak disertai jaminan terpenuhinya hak-hak buruh perempuan. Buruh perempuan merupakan buruh-buruh yang paling rentan terhadap tindak kekerasan dari perusahaan, terutama mereka yang bekerja pada level bawah struktur organisasi perusahaan, yang biasanya memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Buruh perempuan sebagian besar status kerjanya merupakan buruh tidak tetap, dan rentan di PHK. Selain itu, buruh perempuan memiliki kepentingan yang khusus yang terkait dengan fungsi reproduksi biologisnya yang harus dilindungi. Menurut data sakernas tahun 2014 mayoritas buruh perempuan berstatus sebagai pekerja yang tidak dibayar 13 http://bps.go.id Saptari, dkk.,Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997), h. 27 14 10 (41,3%), sedangkan buruh laki-laki yang berstatus sebagai pekerja tidak dibayar hanya 8,5%.15 Sementara itu, di tingkat makro bantuan mereka pada devisa tentu membantu. Dan bantuan di tingkat mikro baik pada keluarga maupun pada masyarakat sudah jelas memberi makna. Namun pada kaum perempuan yang menjadi pembantu rumah tangga itulah yang harus menanggung bebannya, berupa beban financial, fisik dan psikologis. Maka dari itu BNP2TKI harus mempunyai peran advokasi yang tepat, terutama masalah kekerasan seksual agar para pelaku bisa lebih jera terhadap tindakan yang dilakukannya dan disamping itu pula dapat mengurangi tingkat kekerasan seksual. Dan masyarakat yang berminat ingin bekerja diluar negeri semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sadarakan pentingnya tenaga kerja Indonesia memperoleh perlindungan hukum yang memadai, khususnya dari berbagai bentuk upaya perlindungan di dalam maupun di luar negeri semakin marak nya terjadi, maka penulis merasa tertarik ingin mengangkat permasalahan ini dalam bentuk skripsi dengan judul “ADVOKASI BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (BNP2TKI) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA”. 15 Ibid 11 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka pada dasarnya setiap lembaga di bangun dengan maksud dengan tujuan tertentu. Pembatasan dan perumusan ruang lingkup penelitian ditetapkan agar dalam penelitian nanti berfokus pada pokok permasalahan yang ada beserta pembahasannya, sehingga diharapkan tujuan penelitian nanti tidak menyimpang dari sasaran. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia? 2. Bagaimana bentuk penanganan BNP2TKI dalam mewujudkan keadilan hukum untuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mendeskripsikan advokasi BNP2TKI terhadap tenaga kerja Indonesia yang mengalami kasus hukum di luar negeri. b. Untuk mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan oleh Badan Nasional dalam menangani kasus tenaga kerja perempuan yang mengalami kasus di luar negeri serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pemberian advokasi terhadap tenaga kerja Indonesia yang mengalami kasus tersebut. 12 2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diuraikan sebagai berikut : a. Akademis: Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan sebagai bahan rujukan tambahan referensi atau perbandingan penelitian selanjutnya bagi bidang kesejahteraan sosial mengenai advokasi. Dan dapat menjadi masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya agar menjadi bahan acuan untuk menjadi peneliti. b. BNP2TKI: Penelitian ini bermanfaat bagi BNP2TKI dalam mengadakan evaluasi bagi peran yang telah dijalankannya selama ini dalam menangani kasus-kasus tenaga kerja Indonesia yang bekerja di dalam maupun luar negeri. D. Tinjauan Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini, langkah awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terhadap pustaka-pustaka yang ada sebelumnya penulis mengadakan penelitian lebih lanjut dan menyusun menjadi suatu karya ilmiah, diantaranya : 1. Momba Dona Sari Lubis Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial peneliti tahun 2014. Dalam penelitiannya berjudul Advokasi Sosial Untuk Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Study Kasus LBH Apik 13 Jakarta).16 Skripsi tersebut menjelaskan tentang proses pendampingan advokasi dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan korban KDRT, bagaimana pola penanganan lembaga dalam mewujudkan keadilan hukum untuk perempuan korban KDRT, serta hambatan-hambatan yang dihadapi LBH Apik dalam pemberian perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Persamaan dari penelitian ini yaitu terletak pada pembahasan teori advokasi sosial sedangkan perbedaannya terletak pada tempat penelitian dan pokok permasalahan yaitu peneliti akan membahas mengenai tenaga kerja Indonesia. Meskipun skripsi ini menjelaskan mengenai advokasi sosial, tetapi di dalam penelitiannya peneliti tersebut tidak menjelaskan secara detail mengenai advokasi sosial 2. Slamet Hardiyanto Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum Konsentrasi Kepidanaan Islam Program Studi Jinayah Siyasah Penelitian Tahun 2011. Dalam penelitiannya berjudul Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif). Pembahasan dalam skripsi tersebut menjelaskan tentang Perlidungan Hukum Tenaga kerja Indonesia dalam Hukum Positif, Perlindungan Tenaga Kerja dalam konsep Islam, serta permasalahan dan upaya hukum Tenaga kerja Indonesia di luar negeri menurut Undang-undang No.13 Tahun 2004 dan Hukum Pidana Islam. Persamaan dari penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu terletak pada 16 Lubis, Momba DS, “Perlindungan Hukum Untuk Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus LBH Apik Jakarta)”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, 2014) 14 perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan tempat penelitian sedangkan perbedaannya peneliti tidak menggunakan perspektif hukum Islam dan hukum positif. Pada penelitian sebelumnya penelitian tersebut hanya menjelaskan secara detail mengenai proses perlindungan hukum Islam dan hukum positif. Tetapi didalam penelitiannya tidak menjelaskan secara mendalam mengenai perlindungan hukum yang dilaksanakan oleh BNP2TKI. Oleh karena itu, peneliti menjadi terinspirasi untuk melakukan penelitian dalam kajian yang berbeda agar kemudian dapat dibandingkan dan dikembangkan kembali di BNP2TKI. 3. Sunawar Sukowati Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Fakultas Hukum Prodi Ilmu Hukum Peneliti Tahun 2011. Dalam penelitiannya berjudul Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri menurut Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (Studi Pada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Propinsi Jawa Tengah), skripsi tersebut menjelaskan mengenai perlindungan hak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri menurut peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah. Hambatan yang dihadapi Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah untuk melindungi TKI ke Luar Negeri. Serta upaya yang dilakukan oleh Balai Pelayanan Penempatan dan 15 Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah untuk melindungi TKI ke Luar Negeri. Persamaan dari penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu mengenai perlindungan tenaga kerja Indonesia sedangkan perbedaannya peneliti memfokuskan Tenaga Kerja Indonesia yang menjadi pokok permasalahan dari judul tersebut. Dari penelitiannya tersebut peneliti tersebut hanya mengkaitkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja sehingga informasi yang dapatkan belum dikembangkan secara meluas. Dari tinjauan pustaka yang tertulis di atas, telah jelas bahwa peneliti belum menemukan judul dan bahasan penelitian serupa yang akan peneliti teliti. Perbedaan judul yang peneliti akan teliti dengan tinjauan pustaka diatas adalah terletak pada pokok bahasan yang akan diteliti. Untuk itu, penulis bermaksud melakukan fokus penelitian kepada Advokasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini karena peneliti melihat bahwa masih ada lembaga yang memperhatikan nasib Tenaga Kerja Indonesia yang ingin bekerja di dalam maupun di luar negeri. Dengan prosedur yang telah disiapkan dan diresmikan oleh pemerintah. 16 E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan praktis.17 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktiptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan suatu keadaan atau sifat seperti apa adanya. Dan penelitian ini dilakukan secara sirkuler (berulang-ulang) dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber. Jadi, penelitian dilaksanakan untuk memastikan atau menggambarkan ciri-ciri atau karakteristik dari objek yang di teliti.18 2. Sumber data Sumber penelitian ini di harapkan dapat memperoleh data sesuai judul “Advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia”. Sumber data ini diuraikan sebagai berikut: a. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini penulis memperoleh hasil wawancara untuk bahan data penelitian dari: 1. Kepala Deputi Perlindungan BNP2TKI yaitu Ibu Lisna Yoeliani Poeloengan 17 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.120 Suharsaputra, Uhar, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h.181 18 17 2. Kepala Bagian Crisis Center BNP2TKIyaitu Bapak Henry Prajitno. SH b. Data Sekunder Merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku karya tulis berupa makalah, koran, majalah, artikel, jurnal serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi. 3. Subjek dan objek penelitian Subjek dalam penelitian ini ialah Badan Nasional Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah Advokasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia. 4. Tempat dan waktu penelitian a) Penelitian ini dilakukan di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang beralamatkan di Jl. MT. Haryono Jakarta Selatan. b) Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 11 bulan dari bulan April 2015 sampai dengan bulan Febuari 2016. 18 5. Teknik Pemilihan Informan Teknik yang digunakan untuk pemilihan informan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yakni sampel bertujuan, sampel ditujukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan strata, random, daerah tapi didasarkan atas tujuan tertentu. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya.19 Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang didasarkan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti, dalam sampling ini peneliti berusaha menguji pertimbangan-pertimbangannya untuk dapat memasukan unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi dimana peneliti mencari informan.20 Peneliti memilih advokat BNP2TKI sebagai sampel awal yang tepat dalam memberikan informasi yang sesuai berdasarkan dengan kebutuhan peneliti, lalu advokat membantu menunjuk beberapa tim pengurus advokat lainnya, seperti Mediator BNP2TKI khusus kegiatan mediasi untuk mendapatkan informasi dan penjelasan proses awal sampai akhir tentang advokasi dan mediasi. Selain itu Kepala Deputi Perlindungan 19 Herbertus B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya (Surakarta: Universitas Sebelas Maret,1996), h.96 20 Jusuf, Soewadji, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Jurusan Sosiologi, 2003), cet. 1, hal.100 19 dari BNP2TKI untuk mendapatkan informasi bentuk penanganan BNP2TKI dalam mewujudkan keadilan hukum untuk TKI di luar negeri. Berikut ini tabel rancangan informan yang terpilih dalam pengumpulan data yang diperluaskan dalam penelitian. Tabel 1.1 Rancangan Informan No Informan Informasi yang di cari Jumlah 1. Mengetahui peran advokat 2 orang Advokat dalam menangani kasus kekerasan seksual di luar negeri. 2. Kepala Sub Mengetahui gambaran umum 1 orang Bidang Mediasi BNP2TKI, selanjutnya untuk 3. dan Advokasi mengetahui proses mediasi. Timur Tengah Mengetahui bagaiman bentuk Kepala Deputi penanganan BNP2TKI dalam Perlindungan mewujudkan keadilan hukum 1 orang untuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. 6. Teknik pengumpulan data Adapun teknik pengumpulan data menggunakan metode yang bersumber kepada penelitian lapangan dengan menggunakan: 20 a. Interview (wawancara), yaitu salah satu cara untuk memperoleh data melalui informasi yang didengarnya oleh panca indera pendengaran, yang sebelumnya ditanyakan terlebih dahulu kepada informan.21 Wawancara dilakukan dengan pihak internal yaitu Bapak Karman selaku Kasubid Mediasi dan Advokasi Timur Tengah, Bapak Kompol Saebani, SH selaku kepala dan Koordinator Crisis Center BNP2TKI Bapak Henry Prajitno, SH sebagai Kepala Bagian Deputi Perlindungan Direktorat Pengamanan dan Pengawasan. b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data berdasarkan data-data yang tidak langsung dapat berbentuk foto dan arsip (dokumen) yang berisi data-data dari Badan Nasional Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang dijadikan objek dalam penelitian.22 c. Studi Kepustakaan, merupakan suatu usaha untuk memperoleh data sekunder. Hal ini paling penting untuk mendapatkan teori-teori dan data-data untuk memperkuat argumentasi. Selanjutnya penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan membaca, mempelajari, mencatat, dan merangkum teori-teori yang ada kaitannya dengan masalah pokok pembahasan melalui buku-buku, skripsi terdahulu, majalah, surat kabar, artikel, buletin, brosur, internet dan media lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.23 21 Hidayati Nurul, Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif, (UIN Press, 2006), cet. Ket-1, h.39 22 Sugiono, Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disetrasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), h.24 23 Ibid 21 7. Teknik Analisa Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif terhadap advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri yaitu suatu teknik analisis data di mana penulis terlebih dahulu memaparkan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara secara sistematis kemudian diklarifikasikan untuk dianalisis sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan karya ilmiah dengan berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah. 8. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan yang digunakan berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Tim Penulis Hamid Nasuhi dkk. Diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan II, April 2007.24 F. Sistematika Penulisan Adapun mengenai sistematika dalam penulisan ini, penulis membagi pembahasan menjadi lima bab dalam tiap-tiap bab tersebut terdiri dari beberapa sub bab. Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: 24 Hamid Nasuhi. Dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis, dan Disertasi), (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: CeQDA, 2007), Cet II 22 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, maksud dan tujuan, pembatasan masalah yang dibahas adalah tentang advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia dan perumusan masalahnya, bentuk penanganan dalam mewujudkan keadilan hukum untuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Selain itu berisi tentang tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini membahas landasan teori yang terdiri dari pengertian dan ruang lingkup advokasi, prinsip-prinsip advokasi, pengertian tenaga kerja Indonesia. BAB III GAMBARAN UMUM Bagian ini profil umum dan sejarah berdirinya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), visi dan misi BNP2TKI, struktur organisasi BNP2TKI. BAB IV ANALISIS Bab ini membahas tentang hasil penelitian advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia, bentuk penanganan kasus kekerasan pada tenaga kerja Indonesia 23 dan implementasi UU Perlindungan, analisis terhadap penanganan kasus tenaga kerja Indonesia. BAB V PENUTUP Bab ini mencakup kesimpulan dan saran-saran dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. 23 BAB II LANDASAN TEORI A. Advokasi 1. Pengertian Advokasi Menurut Bahasa Belanda yaitu advocaat atau advocateur berarti pengacara atau pembela. Karena tidak heran jika advokasi sering diartikan sebagai kegiatan pembelaan kasus atau beracara di pengadilan. Dalam Bahasa Inggris, to advocate tidak hanya berarti to defend (membela), melainkan pula to promote (mengemukakan atau memajukan), to create (menciptakan) dan to change (melakukan perubahan).1 Pengertian advokat menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dalam Pasal 1 angka (1) dikatakan: “Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.”2 Menurut Kaminski dan Walmsley, advokasi adalah satu aktivitas yang menunjukkan keunggulan pekerjaan sosial berbanding profesi lain. Selain itu, banyak defenisi yang diberikan mengenai advokasi. Beberapa di antaranya mendefinisikan advokasi adalah adalah suatu tindakan yang ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atas program dari suatu 1 Topatimasang, dkk.,Merubah Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 1. 2 23 24 institusi.3 Kutchins dan Kutchins mengatakan advokasi sesungguhnya terma yang tak dapat didefinisikan karena advokasi merujuk pada semua bentuk aksi sosial.4 Zastrow mengartikan advokasi adalah aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu system layanan, dan membantu dan memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan.5 Schneider mengatakan “ advocacy was defined as an obligation of social workers to the legislative process”. Dalam kaitannya itu, pekerja social bertanggungjawab memastikan legislasi sosial dapat berlangsung efektif dan dilaksanakan. Advokasi juga digunakan untuk mempengaruhi dan bertindak secara kolektif untuk mempengaruhi perubahan sosial. Schneider mengatakan bahwa defenisi terbaru mengenai advokasi harus terdiri dari beberapa kriteria yaitu; kejelasan (clarify), dapat diukur (measurable), pembatasan (limited), berorientasi tindakan (actionoriented), fokus kepada aktivitas bukan peranan atau hasil advokasi (focus on activity, not rules or outcomes of advocacy) dan bersifat mendefinisikan advokasi pekerjaan sosial sebagai “the exclusive and mutual representation of clients or a cause in a form, attempting to 3 Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi,(Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 114. 4 Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 118 5 Edi, Isu-Isu Tematik pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h.122 25 systematically influence decision making in an unjust or unresponsive systems.”6 Berdasarkan definisi di atas maka dapat dijelaskan bahwa advokasi pekerjaan sosial itu terdiri dari beberapa komponen yaitu:7 1. Ekslusif. Terma ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara klien dan advokat yang menunjukkan hubungan tersebut hubungan tunggal, unik, terfokus kepada klien, tanggung jawab utama kepada klien, dan berpusatkan kepada kebutuhan manusia. 2. Timbal balik (mutual). Terma ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara klien dan advokat sebagai hubungan timbal balik, saling ketergantungan, kesamaan, bersama, berbagi tahap hubungan satu sama lain, pertukaran gagasan dan merencanakan bersama-sama, dan memiliki kebersamaan satu sama lain. Hubungan timbal balik bermaksud bahwa advokat tidak mendominasi atau menyusun agenda klien sebab kebutuhan klien diberi perhatian yang khusus. Advokat bekerjasama dengan klien, dan mereka memprosesnya sesuai dengan kesepakatan yang disetujui bersama-sama. Termasuk dalam terma hubungan timbal balik ini adalah pemberdayaan sebagai nilai pekerjaan sosial utama. 3. Representasi. Terma ini adalah berkaitan orientasi tindakan dan, menjelaskan aktivitas advokat dengan berbicara, menulis, atau 6 Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 109 7 Ibid, hal.110 26 bertindak bagi pihak lain, berkomunikasi atau pernyataan kepedulian terhadap klien. 4. Klien. Dalam advokasi pekerjaan sosial, klien mendelegasikan kepada pekerja sosial untuk bertindak atas dirinya yaitu reperesentation sebagaimana disebutkan di atas. Klien mungkin individu perorangan, kelompok kecil atau besar, persatuan masyarakat, populasi etnik tertentu, individu-individu dengan kesamaan karaktersitik dan kepedulian. 5. Masalah penyebab. Masalah biasanya tunggal, kondisi atau masalah yang menyebabkan sejumlah orang berminat dan mendukung. Menurut Kotler, ada tiga jenis penyebab yaitu:8 a. Helping cause, masalah pertolongan dimana advokat mencoba memberikan pertolongan, kenyamanan, atau pendidikan kepada korban kesalahan bantuan sosial termasuk rumah perlindungan bagi wanita korban kekerasan atau perlindungan kepada lanjut usia. b. Protest cause, mereformasi tindakan institusi protes, yang dimana menimbulkan advokat masalah mencoba sosial, mempersoalkan tingkah laku baru untuk memperbaiki kondisi, contohnya rehabilitasi lingkungan kumuh, atau menuntut pemerintah mengalokasikan dana untuk pelayanan kesehatan mental berbasis masyarkat. 8 Ibid, hal.110 27 c. Revolutionary causes,dalam hal ini advokat berharap dapat mengurangi institusi atau pihak-pihak yang yang tidak mendukung perbaikan kondisi. 6. Forum. Sebuah form adalah majelis yang diorganisir untuk mendiskusikan isu, undang-undang, peraturan-peraturan, ketentuanketentuan, masalah publik, atau penyampaian opini. Dua hal yang perlu dilakukan untuk melaksanakan forum; a. Menetapkan seperangkat prosedur yang memandu peserta. b. Mekanisme pembuatan keputusan. 7. Sistematika. Advokasi pada dasarnya bersifat sistematik. Hal ini karena advokasi menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam suatu perencanaan. Keputusan tidak didasarkan kepada intuisi melainkan berdasarkan keterampilan menganalisis situasi bersama klien. 8. Pengaruh. Pengaruh bermaksud modifikasi, perubahan kesan, tindakan atau keputusan yang mempengaruhi kilen. Beberapa aktivitas memepengaruhi termasuk mengorganisir kelompok klien, pembentukan koalisi, pendidikan publik, persuasi kepada administrator dan supervisor, berhubungan dengan pegawai pemerintah dan parlemen, pengumpulan data kajian, pemberian testimony, pengembangan petisi dan bahkan tindakan undang-undang. 9. Pembuatan keputusan. Terma ini merujuk kepada usaha mempengaruhi. Paling utama adalah advokat ingin melakukan perubahan dengan membuat keputusan berdasarkan rumusan dan penilaian mengenai 28 berbagai aspek. Seperti alokasi, sumber daya, keuntungan, kelayakan dan akses pelayan. 10. Tingkat ketidakadilan. Karakteristik terma ini adalah suatu tindakan, pendirian, institusi, peraturan, prosusur atau keputusan tidak sesuai dengan undang-undang atau prinsip-prinsip keadlian. 11. Tidak responsif. Terma ini khususnya diterapkan kepada perorangan atau institusi yang aggal menjawab, mengakui, atau merespon, terhadap pertanyaan, permohonan, petisi, tuntutan, surat, komunikasi, atau permohonan sesuai dengan masanya. 12. Sistem. Dalam konteks pekerjaan sosial, perkataan sistem merujuk kepada badan yang terorganisasi yang didesain dan bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada orang-orang yang layak, mendistribusikan sumber, penegakan hukum dan bertanggungjawab penuh dalam interaksi masyarakat dengan sistem sumber. Menurut Sheafor advokasi sosial dapat dikelompokan ke dalam dua jenis, yaitu: advokasi kasus (case advocacy) dan advokasi kelas (class advocacy).9 1. Avokasi kasus adalah kegiatan yang di lakukan seorang Pekerja Sosial untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang lembaga, dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik. Pekerja Sosial berbicara, berargumen, dan 9 Suharto, Edi, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social Responsibility,(Bandung: Alfabeta,2009), cet ke-2, h 166 29 bernegosiasi atas nama klien individual. Karenanya, advokasi ini sering disebut pula sebagai advokasi klien (client advocacy). 2. Advokasi kelas menunjuk pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan. Fokus advokasi kelas adalah mempengaruhi atau melakukan perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun nasional. Advokasi kelas melibatkan proses-proses politik yang ditujukan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang berkuasa. Pekerja Sosial biasanya bertindak sebagai perwakilan sebuah organisasi, bukan sebagai seorang praktisi mandiri. Advokasi kelas umumnya dilakukan melalui koalisi dengan kelompok dan organisasi lain yang memiliki agenda yang sejalan. 2. Strategi Advokasi Advokasi yang dilakukan Pekerja Sosial dalam membantu orang miskin seringkali sangat berkaitan dengan konsep manajemen sumber (resource management).10 Strategi advokasi dibagi dalam tiga setting atau aras (mikro, mezzo dan makro) dan mengkajinya dari empat aspek (tipe advokasi, sasaran/klien, peran pekerja sosial dan teknik utama) seperti yang ditampilkan table dibawah ini: 10 Suharto, Edi, “Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social Responsibility”, (Bandung: Alfabeta,2009), cet ke-2, 30 Gambar 2.1 Strategi Advokasi ASPEK Tipe Advokasi Sasaran / Klien Peran Pekerja Sosial MIKRO Advokasi Kasus Individu dan Keluarga Broker SETTING MEZZO Advokasi Kelas Kelompok formal dan organisasi Mediator MAKRO Advokasi Kelas Masyarakat lokal dan nasional Aktivis Analis Kebijakan Teknik Utama Manajemen Jejaring Aksi Kasus (Case (Networking) Sosial Management) Analisis Kebijakan Sumber : Dikembangkan dari Dubois dan Milley (2005)11 Advokasi yang dilakukan pekerja sosial dalam memberdayakan orang miskin biasanya dilakukan dengan membantu klien mengakses sumbersumber, mengkoordinasi distribusi pelayanan sosial atau merancang kembangkan kebijakan-kebijakan dan program-program kesejahteraan sosial. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian dari manajemen sumber. Dengan demikian, manajemen sumber mencakup pengkoordinasian, pensistematisan dan pengintegrasian sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan sosial yang dapat meningkatkan kepercayaan diri, kapasitas pemecahan masalah, dan kemampuan memenuhi kebutuhan klien. 1. Aras Mikro Pada aras mikro, peran utama Pekerja sosial adalah sebagai sumber broker (pialang) sosial yang menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang 11 Ibid 31 tersedia di lingkungan sekitar. Sebagai pialang sosial, teknik utama yang dilakukan Pekerja Sosial adalah manajemen kasus (case management) yang mengkoordinasikan berbagai pelayanan sosial yang disediakan oleh beragam penyedia. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: a. Melakukan assessment terhadap situasi dan kebutuhan khusus klien b. Memfasilitasi pilihan-pilihan klien dengan berbagai informasi dan sumber alternatif c. Membangun kontak antara klien dengan lembaga-lembaga pelayanan sosial d. Menghimpun informasi mengenai berbagai jenis dan lokasi pelayanan sosial, parameter pelayanan, dan kriteria elijibilitas (kelayakan) e. Mempelajari kebijakan-kebijakan, syarat-syarat, prosedur-prosedur dan proses-proses pemanfaatan sumber-sumber kemasyarakatan f. Menjalin relasi kerjasama dengan berbagai profesi kunci g. Memonitor dan mengevaluasi distribusi pelayanan 2. Aras Mezzo Sebagai mediator, Pekerja sosial mewakili dan mendampingi kelompokkelompok formal atau organisasi dalam mengidentifikasi masalah sosial yang dihadapi bersama, merumuskan tujuan, mendiskusikan solusi-solusi potensial, memobilisasi sumber, menerapkan, memonitor dan mengevaluasi rencana aksi. Teknik advokasi yang dilakukan adalah membangun jejaring (networking) guna mengkoordinasikan dan mengembangkan pelayanan-pelayanan sosial, membangun koalisi dengan 32 berbagai kelompok, organisasi, lembaga bisnis dan industri serta tokohtokoh berpengaruh dalam masyarakat yang memiliki kepentingan sama. Kegiatan yang dapat dilakukan Pekerja Sosial sebagai mediator diantaranya mencakup: a. Menelisik pandangan dan kepentingan-kepentingan khusus dari masing-masing pihak b. Menggali kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang mengalami konflik c. Membantu pihak-pihak agar dapat bekerja sama dengan faksi. d. Mendefinisikan, mengkonfrontasikan dan menangani berbagai hambatan komunikasi e. Mengidentifikasi berbagai manfaat yang ditimbulkan dari sebuah koalisi atau kerjasama f. Memfasilitasi pertukaran informasi secara terbuka diantara berbagai pihak yang terlibat g. Bersikap netral, tidak memihak, dan pada saat yang sama tetap oercaya diri, yakin dan optimis terhadap manfaat kerjasama dan perdamaian. 3. Aras Makro Peran Pekerja Sosial pada tataran makro adalah menjadi aktivis dan analis kebijakan. Sebagai aktifis pekerja sosial terlibat langsung dalam gerakan perubahan dan aksi sosial bersama masyarakat. Meningkatakan kesadaran publik terhadap masalah sosial dan ketidakadilan, memobilisasi sumber untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, melakukan 33 lobby dan negosiasi agar tercapai perubahan dibidang hukum, termasuk melakukan class action. Peran analis kebijakan lebih bersifat tidak langsung dalam melakukan reformasi sosial. Pekerja Sosial melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat, mengevaluasi bagaimana respon pemerintah terhadap masalah, mengajukan opsi-opsi kebijakan. Analisis kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan prospektif, retrospektif dan integratif. a. Pendekatan prospektif. Analisis dilakukan terhadap kondisi sosial masyarakat sebelum kebijakan diterapkan. Melakukan opsi kebijakan baru terhadap pemerintah untuk merespon kondisi atau masalah sosial yang dihadapi masyarakat, karena belum ada kebijakan untuk itu. b. Pendekatan retrospektif. Analisis dilakukan terhadap kebijakan yang sudah ada, artinya menganalisis dampak-dampak yang ditimbulkan akibat diterapkannya sebuah kebijakan. c. Pendekatan integratif. Perpaduan dari kedua pendekatan diatas. Analisis dilakukan baik sebelum maupun sesudah kebijakan dilakukan. 3. Prinsip-Prinsip Advokasi Sejak tujuan advokasi adalah melakukan perubahan, maka akan ada resisitansi, oposisi dan konflik. Tidak ada faktor tunggal yang menajmin keberhasilan advokasi. Beberapa prinsip dibawah ini bisa dijadikan pedoman dalam merancang advokasi yang sukses. 34 1. Realistis. Advokasi yang berhasil bersandar pada isu dan agenda yang spesifik, jelas dan terukur. Karena kita tidak mungkin melakukan segala hal, kita harus menyeleksi pilihan-pilihan dan membuat keputusan prioritas. Pilihlah isu dan agenda yang realistis dan karenanya dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu. Jangan buang waktu energi dan waktu kita dengan pilihan yang tidak mungkin dicapai. Gagas kemenangankemenangan kecil namun konsisten. Sekecil apapun, keberhasilan senantiasa memberi motivasi. Kegagalan biasanya ditemani frustasi. 2. Sistematis. Advokasi adalah seni, tetapi bukan lukisan abstrak. Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, “ if we fail to plan, we plan to fail,” artinya jika kita gagal merencanakan, maka itu berarti kita sedang merencanakan kegagalan. Kemas informasi semenarik mungkin. Libatkan media secara efektif. Proses advokasi dapat dimulai dengan memilih dan mendefinisikan isu strategis, membangun opini dan memdukungnya dengan fakta, memahami sistem kebijakan publik, membangun koalisi, merancang sasaran dan taktik, mempengaruhi pembuat kebijakan, dan memantau serta menilai gerakan atau program yang dilakukan. 35 Membangun Memahami sistem Fakta kebijakan publik Memilih Isu Strategis Membangun Koalisi Memantau & Mempengaruhi Merancang sasaran dan menilai pembuat kebijakan taktik gerakan Gambar 2.2 Proses Advokasi Sumber : Topatimasang, Fakih dan Rahardjo (2000) dimodifikasi12 3. Taktis. Pekerja Sosial harus membangun koalisi atau aliansi atau sekutu dengan pihak lain. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya (trust). Sekutu terdiri dari sekutu dekat dan sekutu jauh. Sekutu dekat biasanya dinamakan lingkar inti, yakni kumpulan orang atau organisasi yang menjadi penggagas, pemrakarsa, penggerak dan pengendali utama diseluruh kegiatan advokasi.13 Sekutu jauh adalah pihakpihak lain yang mendukung kita, namun tidak terlibat dalam gerakan advokasi secara langsung. Lingkar inti biasanya disatukan atau bersatu 12 Topatimasang, dkk, Merubah Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2000) Ibid 13 36 atas dasar kesamaan visi dan ideologis. Organisasi lingkar inti bisa dibagi tiga berdasarkan fungsinya. a. Divisi kerja garis depan yang melaksanakan fungsi juru bicara, peunding, pelobi, terlibat dalam proses legislasi dan menggalang sekutu. b. Divisi kerja pendukunng yang menyediakan dukungan dana, logistic, informasi, data dan akses. c. Divisi kerja basis yang merupakan dapur gerakan advokasi: membangun basis massa, pendidikan politik kader, memobilisasi aksi. 4. Strategis. Advokasi melibatkan penggunaan kekuasaan atau kekuatan. Ada banyak tipe kekuasaan. Adalah penting untuk mempelajari diri kita, lembaga kita anggotanya untuk mengetahui jenis kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan intinya memnyangkut kemampuan untuk mempengaruhi dan membuat orang berperilaku seperti yang kita harapkan. Kita tidak mungkin memiliki semua kekuasaan yang kita miliki. Sadari bahwa advokasi dapat membuat perbedaan. Kita dapat melakukan perubahanperubahan dalam hukum, kebijakan, program yang bermanfaat bagi masyarakat. Melakukan perubahan tidaklah mudah, Tetapi bukan hal yang mustahil. Yang terpenting adalah kita bisa memetakkan dan mengidetifikasi kekuatan kita dan kekuatan lawan atau pihak oposisi secrara strategis. 5. Berani. Advokasi menyentuh perubahan dan rekayasa sosial secara bertahap. Jangan tergesa-gesa. Tidak perlu menakut-nakuti pihak lawan, 37 tetapi tidak perlu pula menajdi penakut. Jadikan isu dan strategi yang telah dilakukan sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama. 4. Peran dan Fungsi Advokat Peran dan fungsi advokat dapat dilihat dalam Undang-Undang Advokat. Dalam pasal 1 ayat (1), ketentuan tentang fungsi dan peran advokat selengkapnya berbunyi sebagai berikut: “Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini”.14 Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa peran dan fungsi advokat meliputi pekerjaan baik yang dilakukan di pengadilan maupun di luar pengadilan tentang masalah hukum pidana atau perdata, seperti mendampingi klien dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan (di kejaksaan atau kepolisian) atau beracara di muka pengadilan. 5 . Tujuan Advokasi Pada dasarnya tujuan advokasi adalah untuk mengubah kebijakan program atau kedudukan dari sebuah pemerintahan, institusiatau organisasi. Advokasi pada hakekatnya adalah apa yang ingin kita rubah, siapa, yang akan melakukan perubahan tersebut, seberapa besar dan kapan perubahan itu bermula. 14 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 1 38 Meskipun tiada jangka waktu yang mutlak untuk mencapai tujuan advokasi, namun umumnya kegiatan pencapaian tujuan advokasi berlangsung antara 1-3 tahun. Tujuan advokasi semestinya dapat diukur dan bersifat spesifik. Tujuan advokasi juga haruslah merupakan langkah peningkatan realistis kearah tujuan yang lebih luas atau menuju suatu visi tertentu. C. Jenis-Jenis Advokasi Scheneider mengemukakan 4 jenis advokasi dalam pekerjaan sosial, yaitu: 1. Advokasi klien ( client advocacy). Tujuan akhirnya adalah untuk membantu klien tentang bagaiman klien berjuang memenangkan pertarungan terhadap hak-haknya di lembaga lain dan system pelayanan sosial yang ada. Advokasi ini bersifat individu. Advokasi ini dilaksanakan pada saat individu mendapatkan suatu masalah dan membutuhkan advokasi untuk menyelesaikan permasalahannya dengan dibantu oleh para advokat. Dan advokasi ini biasanya bersifat tertutup. 2. Advokasi masyarakat (cause advocacy). Advokasi pekerjaan sosial selalu membantu klien individu, dan keluarga dalam memperoleh pelayanan. Jika terdapat masalah yang mempengaruhi kelompok yang lebih besar maka advokasi ini yang paling sesuai digunakan. Advokasi ini dilaksanakan pada saat masyarakat tidak memperoleh pelayanan yang semestinya didapatkan sehingga ada sesuatu yang harus diperjuangkan mengenai hak dan kewajiban yang tidak terpenuhi. 39 3. Advokasi Legislatif (Legislative Advocacy), advokasi jenis ini biasanya dilakukan untuk mempengaruhi proses pembuatan suatu undang-undang. 4. Advokasi Administrasi (Administrative advocacy). Advokasi jenis ini dilaksanakan untuk memperbaiki atau mengoreksi keluhan-keluhan administratif dan mengatasi masalah-masalah administratif.15 D. Unsur-Unsur Pokok Kegiatan Advokasi Dalam advokasi sosial terdapat beberapa unsur pokok penting, yaitu; 1. Memilih tujuan advokasi. Masalah yang diadvokasi mungkin sangat kompleks. Oleh sebab itu, agar advokasi berhasil maka tujuan advokasi harus dipertajam sedemikian rupa. 2. Menggunakan data dan penelitian untuk advokasi. Data dan penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk membuat keputusan yang tepat ketika memilih masalah yang akan diadvokasi, mengidentifikasi cara permasalahan bagi masalah tersebut, dan menentukan tujuan yang realistis. Data yang valid, lengkap dan akurat juga dapat menjadi argumentasi yang kuat. 3. Mengidentifikasi Sasaran Advokasi. Jika masalah dan tujuan telah ditetapkan, maka kegiatan advokasi harus diarahkan kepada orang-orang yang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan misalnya: staf, pimpinan, orang tua, media, dan masyarakat. 15 Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 113 40 4. Mengembangkan dan menyampaikan pesan advokasi. Sasaran advokasi berbeda-beda memberikan respon terhadap pesan yang berbeda pula. 5. Membentuk koalisi. Kekuatan advokasi kerapkali ditentukan oleh kuatnya koalisi beberapa orang, organisasi, atau lembaga yang mendukung tujuan advokasi. Bahkan melibatkan banyak orang yang mewakili kepentingan berbeda-beda dapat memberi keuntungan dari sisi keamanan bagi advokasi maupun untuk memperoleh dukungan politik. 6. Membuat presentasi yang persuasif. Kesempatan untuk mempengaruhi sasaran advokasi baik individu maupun organisasi kadangkala sangat terbatas. 7. Mengumpulkan dana untuk kegiatan advokasi. Kegiatan advokasi memerlukan dana. Usaha untuk melakukan advokasi secara berkelanjutan dalam waktu yang panjang berarti menyediakan waktu dan energi dalam mengumpulkan dana atau sumber daya yang lain untuk mendukung tugas advokasi. 8. Mengevaluasi usaha advokasi. Paling akhir dari kegiatan advokasi adalah evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan advokasi telah tercapai.16 E. Dinamika Proses Advokasi Advokasi merupakan proses yang dinamis yang menyangkut pelaku, gagasan, agenda dan politik yang selalu berubah. Proses ini berlangsung dalam lima tahap: 16 Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 113 41 1. Mengidentifikasi masalah. Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah untuk mengambil tindakan kebijakan. Tahap ini mengacu pada penetapan agenda. Pekerja sosial sebagai advokat harus menentukan masalah mana yang perlu dituju dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang menjadi sasaran agar diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan. 2. Merumuskan solusi. Pekerja sosial yang berperan sebagai advokat harus merumuskan solusi mengenai masalah yang telah diidentifikasi dan memiliki salah satu yang paling fleksibel ditangani secara politis, ekonomis dan sosial. 3. Membangun kemauan politik. Membangun kemauan politik untuk bertindakmenangani isu dan mendapatkan solusinya merupakan bagian terpenting dan advokasi. 4. Melaksanakan kebijakan. Jika masalahnya telah dikenalpasti, solusi telah dirumuskan serta adanya kemauan politik untuk bertindak maka peluang ini dapat dijadikan titik masuk pekerja sosial untuk bertindak melaksanakan kebijakan. 5. Evaluasi. Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektifitas advokasi yang telah dilakukan. Selain itu, evaluasi juga dapat dilakukan terhadap usaha yang telah berjalan dan menentukan sasaran baru berdasarkan pengalaman mereka.17 17 Edi, Isu – Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 113 42 F. Mandat Pekerja Sosial Untuk Melakukan Advokasi Litzelfener dan Petr mengatakan profesi pekerjaan sosial pada dasarnya melaksanakan advokasi klien berdasarkan tanggung jawab etika dan fungsi utama praktek pekerjaan sosial. Terdapat beberapa obligasi yang mendasari praktek advokasi yang dilakukan oleh pekerja sosial, antara lain: 1. Kode etik. Dalam kode etik tercantum nilai-nilai dan prinsip antara lain dinyatakan bahwa tujuan utama pekerja sosial adalah membantu orang dalam memenuhi kebutuhan dan ditujukan kepada pemecahan masalah sosial, menentang ketidakadilan sosial, menghargai harkat dan martabat manusia serta mempromosikan kesejahteraan umum masyarakat. Kode etik juga mencantumkan tentang perlunya pekerja sosial menyadari dampak arena dan kebijakan politik terhadap praktek yang karenanya perlu advokasi untuk perubahan kebijakan dan perundangan yang dapat meningkatkan kondisi sosial dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia dan keadilan sosial. 2. Pemahaman Pekerjaan Sosial tentang Person-in Environment. Profesi pekerjaan sosial mempunyai pendekatan yang unik dalam membantu orang tumbuh dan berkembang yaitu keyakinan bahwa perserikatan atau lingkungan sosial individual mempengaruhi kesejahteraan mereka secara langsung. Oleh sebab itu dalam membantu individu denganpermasalahnnya juga harus mampu mengintervensi secara efektif pada level masyarakat, daerah, nasional atau internasional, 43 3. Posisi Historis Advokasi dalam Pekerjaan Sosial. Berdasarkan sejarah, advokasi mendapat tempat utama dalam praktek pekrjaan sosial. Amidei menyatakan bahwa advokasi tercermin dalam praktek pekerjaan sosial tradisional, dan ini sejalan dengan Reisch.18 4. Sanksi Masyarakat dari Advokasi. Dean mengatakan bahwa masyarakat modern telah mengakui pekerjaan sosial sebagai disiplin professional untuk membantu individu dan kelompok yang tidak terlibat dalam pembangunan industri,perkotaan, dan teknologi.19 5. Alasan pribadi untuk menjadi seorang advokat. Berdasarkan hasil penelitian, seseorang menjadi seorang advokat disebabkan alasanalasan pribadi seperti, frustrasi dengan pekerjaan yang ada, latar belakang keluarga, latar belakang pribadi terlibat dalam kesukarelaan, pengalaman seseorang dibawah tekanan, dan pembacaan tentang perubahan sosial telah turut mempengaruhi mereka dan evolusi ideologi pribadi yang mencerminkan keyakinan mereka tentang perubahan. 6. Pengaruh badan sosial tempat praktek pekerjaan sosial. Pekerja sosial yang bekerja di sebuah badan atau organisasi dimana advokasi ditonjolkan mau tidak mau turut mempengaruhi praktek advokasi. Fungsi agency mungkin yang utama adalah mencari faktor penyebab masalah.20 18 Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 116 Ibid 20 Edi, Isu – Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi,h.114 19 44 G. Nilai Dalam Advokasi Pekerjaan Sosial Nilai merujuk kepada keyakinan yang penting, dimensi yang penting dan isu fatal yang ada pada individu atau kelompok. Nilai dasar dalam advokasi pekerjaan sosial adalah: 1. Hak dan martabat individual. 2. Pemberian suara kepada yang tiada kuasa. 3. Penentuan diri sendiri. 4. Pemberdayaan dan perspektif penguatan. 5. Keadilan sosial.21 H. Karakteristik Advokasi Pekerjaan Sosial Berikut ini adalah karakteristik advokasi pekerjaan sosial: 1. Berorientasi tindakan yaitu suatu advokasi sudah pasti berorientasi kepada tindakan untuk mencapai perubahan sesuai dengan fungsi dan peranan pekerja sosial. 2. Menentang ketidakadilan yaitu pada dasarnya pekerjaan sosial sangat menentang ketidakadilan, oleh sebab itu advokasi pekerjaan sosial sangat menentang ketidakadilan, oleh sebab itu advokasi pekerjaan sosial juga menentang ketidak adilan yang wujud dalam system social masyarakat. 3. Tidak netral. Karakteristik lain advokasi pekerjaan sosial adalah para pekerja sosial tidaklah bersifat netral. Dalam hal advokasi, pekerja sosial berpihak kepada yang lemah, yang perlu dibantu melalui usaha advokasi. 21 Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 117 45 4. Mengaitkan kebijakan kepada praktek. Kegiatan advokasi pekerjaan sosial adalah menerjemahkan kebijakan ke dalam praktek kebijakan agar praktek kebijakan tersebut member manfaat kepada semua orang. 5. Kesabaran dan penuh harapan. Karakteristik lain dari advokasi pekerjaan sosial adalah bahwa advokasi harus dilakukan dengan kesabaran penuh agar hasil advokasi dapat tercapai dengan baik. 6. Pemberdayaan. Pada hakekatnya, advokasi pekerjaan sosial itu adalah pemberdayaan klien yang menerima pelayanan. Setiap usaha advokasi tujuannya adalah pemberdayaan klien agar dapat mengatasi masalah dan mandiri.22 I. Kendala Advokasi Pekerjaan Sosial Berikut ini adalah kendala yang dialami oleh pekerja sosial dalam melakukan advokasi sosial: 1. Sejarah atau isu profesionalisme pekerjaan sosial 2. Ketiadaan stnadar norma professional 3. Masalah managerial 4. Tempat bekerja 5. Persepsi advokasi sebagai konfrontasi 6. Tidak memahami kebutuhan klien 7. Ketakutan kehilangan status 8. Ketiadaan pendidikan atau pelatihan khusus 22 Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 117 46 9. Strategi intervensi yang tidak popular 10. Ketidakmengertian menganai bentuk advokasi23 B. Perlindungan 1. Pengertian Perlindungan Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 ditentukan bahwa yang dimaksud dengan: a. Perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak mana pun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan.24 Dalam arti luas, perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala inisiatif baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan terhadap resiko-resiko penghidupan (livelihood) dan meningkatkan status dan hak sosial kelompok-kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu masyarakat.25 23 Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, h. 117 R. Wiyono, Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Pranada Media,2007), cet ke-2 25 Suharto, Edi, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta,2011), cet ke-3, h.87 24 47 Dalam pengertian lain, perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan untuk merespon beragam resiko, kerentanan dan kesengsaraan, baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, terutama yang dialami oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan.26 Kebijakan perlindungan sosial selalu merupakan bagian dari kebijakan pembangunan makro ekonomi, program ketenagakerjaan, serta kebijakan pendidikan dan kesehatan yang lebih besar. Keseluruhan kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi resiko dan kesulitan yang dihadapi masyarakat selama hidup serta mendorong pertumbuhan yang merata dan berkelanjutan. Tujuan utama perlindungan sosial adalah mendorong proses pembangunan agar dapat dilaksanakan secara ekonomi dan dapat diterima secara sosial dan politik melalui upaya pencegahan serta meringankan dampakdampak negatif yang terjadi akibat pembangunan tersebut.27 b. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan/ atau pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara pelanggaran HAM yang berat yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak mana pun. 26 Suharto, Edi, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.42 27 Suharto, Edi, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta,2011), cet ke-3, h.88 48 c. Ancaman, gangguan, teror dan kekerasan adalah segala bentuk perbuatan memaksa yang bertujuan menghalang-halangi atau mencegah seseorang, sehingga baik langsung atau tidak langsung mengakibatkan orang tersebut tidak dapat memberikan keterangan yang benar untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan/ atau pemeriksaan di sidang pengadilan. 2. Bentuk-bentuk Perlindungan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 menentukan: (1) Setiap korban atau saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak memperoleh perlindungan dari aparat penegak hukum dan aparat keamanan; (2) Perlindungan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan/ atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pemeriksaan di sidang pengadilan” adalah proses pemeriksaan pada sidang di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung. Bentuk-bentuk mengenai perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002, oleh Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 ditentukan meliputi: 49 a. Perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik dan mental. Yang menjadi pertanyaan yang berkaitan dengan bentuk perlindungan ini adalah bagiamana tentang perlindungan terhadap keluarga korban atau saksi dari ancaman fisik dan mental? Pertanyaan ini perlu diajukan, karena mungkin saja yang mendapat ancaman fisik dan mental bukan pribadi korban atau saksi, tetapi adalah keluarga korban atau saksi yang mungkin saja akan dapat memengaruhi keterangan yang akan diberikan oleh korban atau saksi pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan/ atau pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pelanggaran HAM yang berat. Oleh karena itu, kiranya tidak ada yang keberatan, jika bentuk perlindungan yang ditentukan oleh Pasal 4 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002, tidak hanya terbatas pada perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi tetapi juga meliputi perlindungan atas keamanan keluarga korban atau saksi. b. Perahasiaan identitas korban atau saksi Pada tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, perahasiaan identitas korban atau saksi tidak hanya menjadi masalah. Perahasiaan identitas korban atau saksi pada tahap pemeriksaan di sidang pengadilan hanya dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan 50 di sidang pengadilan oleh Hakim dinyatakan tertutup atau tidak terbuka untuk umum. c. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. Yang dimaksud dengan “tanpa bertatap muka dengan tersangka” dalam Pasal 4 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 ini adalah tanpa bertatap muka secara langsung dengan terdakwa, artinya masih bertatap muka dengan terdakwa, tetapi dengan melalui media elektronik, yaitu dengan cara apa yang disebut tele conference seperti yang pernah dilakukan pada waktu pemeriksaan perkara Akbar Tanjung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ketika mendengarkan ketarangan saksi B.J. Habibie dari kedutaan Besar RI di Bonn, Jerman. 3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Dalam hukum seseorang yang mempunyai hak milik atas sesuatu benda yang di izinkan untuk menikmati hasil dari benda miliknya. Dalam buku yang berjudul “Inleiding tot the studie van het Nederlandse Recht” Mr. L. J. Van Apeldoorn mengatakan bahwa “Hak ialah hukum yang dihubungkan dengan seseorang manusia atau subjek hukum tertentu dan dengan demikian menjelma menjadi kekuasaan” dan suatu hak timbul apabila hukum mulai bergerak.28 28 C.S.T. Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.119-120. 51 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2) menetapkan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.29 Dari pasal tersebut, jelas dikehendaki agar semua warga Negara mau dan mampu bekerja supaya diberikan pekerjaan, sekaligus dengan pekerjaan tersebut agar mereka dapat hidup layak sebagai manusia yang mempunyai hak-hak yang di lindungi oleh hukum. Kewajiban adalah setiap keadaan yang di dalamnya terdapat penyalahgunaan tenaga manusia untuk merealisasikan tujuan tertentu. Boleh jadi tenaga kerja disini bersifat fisik seperti mengangkat barang, ataupun intelektual seperti membuat rencana kerja dan mengambil keputusan. Terkadang pendayagunaan tenaga kerja berupa pemindahan sesuatu dari suatu tempat, merubah keadaannya, atau menetapkannya dalam tempat tertentu.30 Dalam Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Bab III tentang Hak dan Kewajiban TKI terdapat di dalam Pasal 8 dan Pasal 9 menerangkan sebagai berikut:31 Pasal 8 setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk: 29 UUD 45& Perubahannya Susunan Kabinet RI Lengkap (1945-2009) + Reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 (7 Mei 2007), (Jakarta: Kawan Pustaka, 2008), Cet ke-18, h.26. 30 Hamid, Abdul Mursi, SDM Yang Produktif Pendekatan Al-Quran & Sains,(Jakarta: Gema Insani Press, 199), h.20 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. 52 a. Bekerja di luar negeri b. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeridan prosedur penempatan TKI di luar negeri c. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri. d. Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinan serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dankeyakinan yang dianutnya e. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di Negara tujuan f. Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Negara tujuan g. Memperoleh jaminan perlidungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang di tetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri h. Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal i. Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli Pasal 9 setiap calon TKI mempunyai kewajiban untuk:32 a. Menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di Negara tujuan b. Menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja c. Membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. 53 d. Memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan pemulangan TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di Negara tujuan Hasil dari penjelasan teori yang sudah peneliti jelaskan diatas, peneliti mengambil beberapa teori yang berkaitan dengan bagaimana advokasi di satu lembaga non pemerintahan, peneliti disini akan menjelaskan secara rinci teori advokasi yang dilakukan oleh BNP2TKI diantaranya advokasi klien adalah adalah untuk membantu klien agar mampu menjangkau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya. Dengan alasan terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik. Sedangkan advokasi klien sudah dijelaskan merupakan cara untuk membantu klien tentang bagaimana klien berjuang memenangkan pertarungan terhadap hak-haknya di lembaga lain dan system pelayanan sosial yang ada. Secara khususnya peneliti akan menjelaskan secara menyeluruh tentang peran advokat memiliki bidang yang sama dengan peran advokasi sosial yang diatas peneliti jelaskan bidang tugas atau fungsi disini diantaranya pendamping, penghubung, dan penyuluh. BAB III GAMBARAN UMUM BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA A. Sejarah Berdirinya BNP2TKI Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Bahan yang diperoleh dari Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menyebutkan, sejak 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak untuk dipekerjakan di perkebunan di Suriname. Tujuannya untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud pelaksanaan politik penghapusan perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan di Suriname terlantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil perkebunan turun drastis. Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa. Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 dengan Kapal SS Koningin Emma. Pelayaran jarak jauh ini singgah di negeri Belanda dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Jumlah TKI 54 55 gelombang pertama sebanyak 94 orang terdiri 61 pria dewasa, 31 wanita, dan 2 anak-anak. Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan sejak 1890 sampai 1939 mencapai 32.986 orang, dengan menggunakan 77 kapal laut. Pada 3 Juli 1947 menjadi tanggal bersejarah bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah No 3/1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan.1 Pada masa awal Orde Baru Kementerian Perburuhan diganti dengan Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi sampai berakhirnya Kabinet Pembangunan III. Mulai Kabinet Pembangunan IV berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sementara Koperasi membentuk Kementeriannya sendiri. Selanjutnya dapat dikatakan, pada masa kemerdekaan Indonesia hingga akhir 1960-an, penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri belum melibatkan pemerintah, namun dilakukan secara orang perorang, kekerabatan, dan bersifat tradisonal.Negara tujuan utamanya adalah Malaysia dan Arab Saudi yang berdasarkan hubungan agama (haji) serta lintas batas antarnegara. Untuk Arab Saudi, para pekerja Indonesia pada umumnya dibawa oleh mereka yang mengurusi orang naik haji / umroh atau oleh orang Indonesia yang sudah lama tinggal atau menetap di Arab Saudi. Adapun warganegara Indonesia yang bekerja di Malaysia sebagian besar datang begitu saja ke wilayah Malaysia tanpa membawa surat dokumen 1 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Sejarah” Artikel di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/sejarah/ 56 apa pun, karena memang sejak dahulu telah terjadi lintas batas tradisional antara dua negara tersebut. Hanya pada masa konfrontasi kedua negara di era Orde Lama kegiatan pelintas batas asal Indonesia menurun, namun masih tetap ada. Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi pada 1970 yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 4/1970 melalui Program Antarkerja Antardaerah (AKAD) dan Antarkerja Antarnegara (AKAN), dan sejak itu pula penempatan TKI ke luar negeri melibatkan pihak swasta (perusahaan pengerah jasa TKI atau pelaksana penempatan TKI swasta). Program AKAN ditangani oleh pejabat kepala seksi setingkat eselon IV dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penggunaan (Bina Guna). Program/Seksi AKAN membentuk Divisi atau Satuan Tugas Timur Tengah dan Satuan Tugas Asia Pasifik. Sementara itu pelayanan penempatan TKI ke luar negeri di daerah dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Depnakertranskop untuk tingkat provinsi dan Kantor Depnakertranskop Tingkat II untuk Kabupaten.Kegiatan yang dinaungi oleh Dirjen Bina Guna ini berlangsung hingga 1986.2 Selanjutnya pada 1986 terjadi penggabungan dua Direktorat Jenderal yaitu Direktorat Jenderal Bina Guna dan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Perlindungan 2 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Sejarah” Artikel di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/sejarah/ 57 (Bina Lindung) menjadi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan (Binapenta). Pada 1986 ini Seksi AKAN berubah menjadi "Pusat AKAN" yang berada di bawah Sekretariat Jenderal Depnakertrans. Pusat AKAN dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II dan bertugas melaksanakan penempatan TKI ke luar negeri. Di daerah pada tingkat provinsi/Kanwil, kegiatan penempatan TKI dilaksanakan oleh "Balai AKAN." Pada 1994 Pusat AKAN dibubarkan dan fungsinya diganti Direktorat Ekspor Jasa TKI (eselon II) di bawah Direktorat Jenderal Binapenta.Namun pada 1999 Direktorat Ekspor Jasa TKI diubah menjadi Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN). Dalam upaya meningkatan kualitas penempatan dan keamanan perlindungan TKI telah dibentuk pula Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) pada 16 April 1999 melalui Keppres No 29/1999 yang keanggotannya terdiri 9 instansi terkait lintas sektoral pelayanan TKI untuk meningkatkan program penempatan dan perlindungan tenaga kerja luar negeri sesuai lingkup tugas masing-masing. Pada tahun 2001 Direktorat Jenderal Binapenta dibubarkan dan diganti Direktorat Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) sekaligus membubarkan Direktorat PTKLN. Direktorat Jenderal PPTKLN pun membentuk struktur Direktorat Sosialisasi dan Penempatan untuk pelayanan penempatan TKI ke luar negeri. Sejak kehadiran Direktorat Jenderal PPTKLN, pelayanan penempatan TKI di 58 tingkat provinsi/kanwil dijalankan oleh BP2TKI (Balai Pelayanan dan Penempatan TKI). Pada 2004 lahir Undang-undang No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No 81/2006 tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi pemerintah pusat terkait pelayanan TKI, antara lain Kemenlu, Kemenhub, Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain. Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program Government to Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan melalui Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) di bawah Direktorat Jenderal PPTKLN Depnakertrans. Pada 2007 awal ditunjuk Moh Jumhur hidayat sebagai Kepala BNP2TKI melalui Keppres No 02/2007, yang kewenangannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Tidak lama setelah Keppres pengangkatan itu yang disusul pelantikan Moh Jumhur Hidayat selaku Kepala BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah tingkat pusat terkait pelayanan TKI.Dasar peraturan ini adalah Instruksi 59 Presiden (Inpres) No 6/2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada presiden.Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI. Program penempatan TKI G to G ke Korea pun dilanjutkan oleh BNP2TKI, bahkan program tersebut diperluas BNP2TKI bekerjasama pemerintah Jepang untuk penempatan G to G TKI perawat pada 2008, baik untuk perawat rumahsakit maupun perawat lanjut usia.3 B. Visi dan Misi BNP2TKI Visi: Terwujudnya TKI Yang Berkualitas dan Bermartabat Misi: 1. Mengisi Peluang Kerja dan Menyiapkan Tenaga Kerja Kompeten Untuk Pasar Kerja Luar Negeri 2. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia 3 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Sejarah” Artikel di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/sejarah/ 60 3. Meningkatkan Kualitas Perlindungan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia 4. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.4 C. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut BNP2TKI adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. (1) BNP2TKI yang beranggotakan wakil-wakil instansi Pemerintah terkait mempunyai pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. (2) Bidang tugas masing-masing Instansi terkait sebagaimana dimaksud di atas, meliputi bidang ketenagakerjaan, keimigrasian, hubungan luar negeri, administrasi kependudukan, kesehatan, kepolisian, dan bidang lain yang dianggap perlu. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 BNP2TKI menyelenggarakan tugas: a. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara pengguna Tenaga Kerja 4 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Visi dan Misi”. Artikel ini di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/visidanmisi 61 Indonesia atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan; b. Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: 1. Dokumen; 2. Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); 3. Penyelesaian masalah; 4. Sumber-sumber biaya; 5. Pemberangkatan sampai pemulangan; 6. Peningkatan kualitas calon Tenga Kerja Indonesia; 7. Informasi; 8. Kualitas pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia; dan 9. Peningkatan kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia dan keluarganya.5 5 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani. SH Kepala Deputi Bidang Pengamanan dan Penempatan BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015. 62 D. Struktur Organisasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia 6 STRUKTUR ORGANISASI Gambar 3.1 masi Tenaga Kepala Profesional Inspektorat BNP2TKI Sekretariat Utama Sub Bag. Tata Usaha PUSAT LITBANG Auditor DAN INFORMASI Deputi Bidang Deputi Bidang Deputi Bidang Kerjasama Luar Penempatan Perlindungan Negeri dan Promosi BP3TKI / LP3TKI P4TKI 6 Direktorat Direktorat Direktorat Direktorat Penanganan Mediasi dan Pemberdayaan Pengamanan dan dan Advokasi pengawasan Pengaduan Data di Peroleh dari Wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015 63 Dilihat dari table 3.1 diatas bahwa:7 1. Kepala mempunyai tugas memimpin BNP2TKI dalam menjalankan tugas BNP2TKI. 2. Sekretariat Utama adalah unsur pembantu piminan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNP2TKI. 3. Sekretariat Utama dipimpin oleh Sekretaris Utama. Dan mempunyai tugas mengkoordinasikan pemberian dukungan serta melaksanakan administrasi, pembinaan perencanaan, dan anggaran, kepegawaian, umum, hukum, hubungan masyarakat, penelitian dan pengembangan, dan informasi di lingkungan BNP2TKI. Sekretariat Utama terdiri dari paling banyak 4 (empat) Biro, masingmasing Biro terdiri dari paling banyak 4 (empat) Bagaian, dan masingmasing Bagian terdiri paling banyak 3 (tiga) Subbagian. 4. Deputi Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi (1) Deputi Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi adalah unsur pelaksana tugas BNP2TKI yang berada di bawah dan bertanggung Jawab kepada Kepala BNP2TKI (2) Deputi Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi di pimpin oleh Deputi Deputi Bidang Kerja sama luar negeri dan promosi mempunyai tugas: 7 Data di Peroleh dari Wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015 64 a. Menyiapkan bahan teknis di bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia untuk kerja sama bilateral, regional dan multilateral, di tingkat Pertemuan Pejabat Tinggi, Menteri dan Kepala Negara/Pemerintahan, serta melakukan promosi Tenaga Kerja Indonesia. b. Merumuskan, mengkoordinasikan, melaksanakan, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan teknis di bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia untuk kerjasama bilateral, regional dan multilateral di tingkat Pertemuan Pejabat Tinggi, Menteri dan Kepala Negara / Pemerintahan, serta melakukan promosi Tenaga Kerja Indonesia.Deputi Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi terdiri dari paling banyak 4 (empat) Direktorat masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 4 (Subdirektorat), dan masing-masing Subdirektorat terdiri dari paling banyak 3(tiga) seksi. 5. Deputi Bidang Penempatan Deputi Bidang Penempatan adalah unsur pelaksana tugas BNP2TKI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNP2TKI.Deputi Bidang Penempatan di Pimpin oleh Deputi. Deputi Bidang Penempatan mempunyai tugas: a. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara pengguna tenaga kerja Indonesia dan/atau Pengguana berbadan hukum di negara 65 tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing; b. Merumuskan, mengkoordinasikan, melaksanakan, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan teknis penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri meliputi penyuluhan, perekrutan dan penyiapan penempatan. Deputi Bidang Penempatan terdiri paling banyak 4 (empat) Subdirektorat, masing-masing subdirektorat terdiri paling banyak 4 (empat) Subdirektorat, dan masing-masing Subdirektorat terdiri paling banyak 3 (tiga) seksi. 6. Deputi Bidang Perlindungan Deputi Bidang Perlindungan adalah unsur pelaksana tugas BNP2TKI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNP2TKI. Dan Deputi Bidang Perlindungan dipimpin oleh Deputi. Deputi Bidang Perlindungan mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan teknis perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang meliputi standarisasi, sosialisasi dan pelaksanaan perlindungan mulai dari prapemberangkatan selama penempatan, sampai dengan pemulangan.8 Deputi bidang perlindungan terdiri dari paling banyak 4(empat) Direktorat, masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 4 8 Data di Peroleh dari Wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015 66 (empat) Subdirektorat, dan masing-masing Subdirektorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi. 7. Inspektorat Inspektorat adalah unsur pengawasan di lingkungan BNP2TKI yang berada di bawah BNP2TKI.Inspektorat mempunyai tugas dan di bertanggung pimpin melaksanakan jawab oleh kepada kepala Inspektur.Inspektorat pengawasan fungsional atas pelaksanaan tugas di lingkungan BNP2TKI. Inspektorat terdiri dari 1(satu) Subbagian, dan Kelompok jabatan fungsional auditor. 8. Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (1) Untuk kelancaran pelaksanaan pelayanan penempatan Tenaga Kerja Indonesia, dibentuk Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Ibukota Propinsi dan/atau tempat pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia yang dianggap perlu (2) Balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah unit pelaksana teknis di lingkungan BNP2TKI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala BNP2TKI (3) Balai pelayanan penempatan dan perlidungan Indonesia di pimpin oleh Kepala Balai tenaga kerja 67 a. Balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia mempunyai tugas pelayanan pemrosesan seluruh memberikan kemudahan dokumen penempatan, perlindungan, dan penyelesaian masalah tenaga kerja Indonesia secara terkoordinasi dan terintregasi di wilayah kerja masingmasig balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia.. b. Balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia dalam melaksanakan tugas pemberian kemudahan pelayanan pemrosesan dokumen yang dilakukan bersama-sama dengan instansi pemerintah terkait baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan bidang dan tugasnya masing-masing. c. Bidang tugas masing-masing Instansi Pemerintah meliputi ketenagakerjaan, keimigrasian, verivikasi dokumen kependudukan, kesehatan, kepolisian dan bidang lain yang dianggap perlu. Pembentukan balai pelayanan dan perlindungan tenga kerja Indonesia dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan disamping itu pembentukan balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di tetapkan oleh kepala BNP2TKI setelah mendapatkan persetujuan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. 68 Balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia terdiri dari 1(satu) Subbagian Tata Usaha dan Paling banyak 3 (tiga) seksi. 9. Pos Pelayanan (1) Dalam rangka kelancaran pelaksanaan pemberangkatan dan pemulangan tenaga kerja indonesia di pintu-pintu embarkasi dan debarkasi tertentu dibentuk Pos-pos Pelayanan. (2) Pos pelayanan mempunyai tugas melakukan pelayanan untuk memperlancar pemberangkatan dan pemulangan tenaga kerja Indonesia. (3) Pos pelayanan dalam melaksanakan tugasnya dikoordinasikan oleh balai pelayanan penempatan dan perlindungan tenga kerja Indonesia. (4) Pos pelayanan dipimpin oleh seorang koordinator Pembentukan pos pelayanan dan fasilitas pendukungnya yang memenuhi persyaratan di tetapkan oleh Kepala BNP2TKI setelah mendapat persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. 69 10. Jabatan Fungsional Dilingkungan BNP2TKI dapat ditetapkan jabatan fungsional tertentu sesuai dengan kebutuhan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.9 E. PROSEDUR PENGADUAN Pengadu dapat mengadukan kasus permasalahannya ke Crisis Center BNP2TKI dengan mengikuti persyaratan sebagai berikut: 1. Pengadu datang ke Crisis Center 2. Pengadu melakukan pengisian formulir pengaduan 3. Pengadu menyampaikan kelengkapan berkas pengadu dan fotocopy dokumen pendukung yang dibutuhkan 4. Pengadu menerima lembar bukti pengaduan/ penyerahan berkas 5. Untuk pengaduan tidak langsung dilakukan melalui media pengaduan antara lain : Telepon : 0 800 1000 (dalam negeri 24 jam bebas pulsa) Telepon : +6221- 2924 480 (dari luar Negeri SMS : 7266, Ketik : ACA#TKI#NAMA PENGIRIM#Masalah yang diadukan Faximili : 021-29244810 dan 021-29244811 Email : [email protected] 9 Data di Peroleh dari Wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI pada tanggal 12 Mei 2015 70 Surat : Direktorat Pelayanan Pengaduan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenga Kerja Indonesia, Jl. MT.Haryono Kav 52 Pancoran, Jakarta Selatan.10 10 Data diperoleh melalui brosur BNP2TKI BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Advokasi BNP2TKI Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia 1. Paparan Temuan Berdasarkan uraian pada Bab II mengenai advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia. BNP2TKI adalah lembaga yang bertujuan untuk menjamin dan mempercepat terwujudnya tujuan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Dari penelitian yang sudah peneliti lakukan, ada tiga divisi yang sangat berperan dalam memberikan advokasi terhadap tenaga kerja Indonesia, yaitu: a. Koordinator Crisis Center Berdarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Henry Prajitno selaku koordinator menjelaskan : “Advokasi di BNP2TKI adalah dengan memberikan pengertian/ pemahaman dan atau saran-saran/pendapat hukum tentang upaya yang harus ditempuh setiap CTKI/TKI agar terhindar dari permasalahan hukum, sedangkan dalam upaya penyelesaian permasalahan hukum CTKI/TKI, BNP2TKI memberikan advokasi berupa pendampingan, fasilitasi, dan mengupayakan advokat dalam tahap litigasi sehingga hak-hak CTKI/TKI dapat terpenuhi.”1 1 Data diperoleh dari Wawancara dengan Bapak Henry Prajitno, Kepala Bagian Crisis Center BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI. 71 72 Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa advokasi yang diberikan oleh BNP2TKI yaitu pada saat pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan yang memang menjadi salah satu kewajiban dari pihak BNP2TKI untuk membekali para CTKI/TKI agar mereka mempunyai bekal dalam bekerja dan terhindar dari permasalahan hukum yang terjadi di negara penempatan. Selain itu juga dijelaskan oleh Bapak Henry Prajitno (Kepala Bagian Crisis Center) “ secara umum advokasi bertujuan untuk memberikan komitmen dan dukungan dalam upaya penyelesaian permasalahan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai dengan prioritas kasus, sedangkan tujuan khusus advokasi yang diberikan oleh Crisis Center BNP2TKI dalam membantu Tenga Kerja Perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri adalah: Memberikan Pemahaman dan kesadaran kepada para CTKI/TKI tentang hak dan kewajibannya, Memberikan pemahaman tentang langkah-langkah emergency/ darurat dalam mengatasi permasalahannya, Memberikan saran-saran dan pendapat hukum sesuai dengan prioritas kasus, Memberikan bantuan hukum terhadap CTKI/ TKI/ Keluarganya yang bermasalah, Memperjuangkan terpenuhinya hak-hak CTKI/ TKI.2 Dari pemaparan informan diatas dapat terlihat bahwa tujuan advokasi yang diberikan oleh Crisis Center BNP2TKI adalah untuk memberikan suatu perlindungan kepada CTKI/TKI agar pemahaman yang diberikan oleh BNP2TKI menjadikan suatu pondasi bagi CTKI/TKI yang siap bekerja di luar negeri. Selain itu CTKI/TKI dan keluarga TKI dapat memahami dan mengetahui hak dan kewajibannya. Serta CTKI/TKI dan 2 Data diperoleh dari Wawancara dengan Bapak Henry Prajitno, Kepala Bagian Crisis Center BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI 73 keluarga TKI dapat menambah wawasan tentang hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan dari advokasi ini adalah untuk memudahkan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga antara pemberi layanan (BNP2TKI, red.) dengan calon TKI/TKI dan keluarga TKI maupun masyarakat sebagai penerima layanan dapat langsung saling berhubungan tanpa ada sekat pembatas birokrasi. Henry mengatakan, “mengenai pengaduan sebanyak 18.420 aduan itu dari kasus TKI yang terjadi di berbagai negara di dunia. Adapun kasus lain-lain yang berada di bawah 200 aduan. Berdasarkan 15 negara yang jumlah pengaduan kasus TKI tertinggi di atas 40 pengaduan, jumlah tertinggi adalah dari TKI di negara Arab Saudi sebanyak 8.794 pengaduan dan selesai ditangani 5.668 pengaduan. Malaysia sebanyak 2.607 pengaduan dan selesai ditangani 1.848. Uni Emirat Arab (UEA) sebanyak 1.017 dan selesai ditangani 677. Taiwan sebanyak 984 pengaduan dan selesai 731. Pengaduan TKI dari Yordania 856 dan selesai ditangani 550.”3 Dari pemaparan informan diatas terlihat bahwa BNP2TKI adalah suatu lembaga pemerintah yang memiliki kualitas pelayanan yang baik dan terpercaya sehingga dapat dilihat dari angka pengaduan yang mengadukan kasus ke BNP2TKI sangat tinggi, dan aduan tersebut tidak hanya dari Indonesia melainkan juga datang dari belahan dunia. Sehingga sangat perlu dilakukannya advokasi karena dilihat dari TKI yang bekerja di luar negeri sangat banyak dan rentan terhadap resiko. Disamping itu advokasi tersebut sangat membantu TKI untuk memperjuangkan terpenuhinya hakhak TKI. 3 Data diperoleh dari Wawancara dengan Bapak Henry Prajitno, Koordinator Crisis Center BNP2TKI. Pada tanggal 29 Oktober 2015, BNP2TKI 74 Zastrow mengartikan advokasi adalah aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem layanan, dan membantu dan memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan.4 Jika dilihat dari advokasi pekerja sosial seperti yang dikemukakan oleh Schneider (2001) bahwa ada 4 jenis advokasi yaitu: advokasi klien, masyarakat, legislatif dan administrasi.5 Melihat dari advokasi ini lebih kepada advokasi kasus yang dimana tujuannya adalah untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang lembaga, dunia bisnis, atau kelompok profesional terhadap klien untuk memenangkan dan memperoleh hakhaknya kembali. Berdasarkan teori advokasi pekerjaan sosial, permasalahan yang peneliti angkat di dalam skripsi ini masuk kedalam kategori advokasi tipe makro yang mengusulkan peran pemerintah agar lebih bertindak tegas dalam menanggapi kasus yang dialami oleh para tenaga kerja indonesia. Dalam proses konsultasi CTKI/TKI BNP2TKI juga memobilisasi sumber untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, juga melakukan lobby dan negosiasi agar tercapai perubahan dibidang hukum. Pemberian bantuan hukum atau advokasi bagi kalangan yang lemah telah bergulir cukup lama sehingga hal ini nampak pada kemunculan program bantuan hukum di Indonesia. Setelah kemunculan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) baik dari swasta maupun pemerintah maka program 4 Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Startegi, h.114 Edi, Pekerjaan Sosial di dunia Industri memperkuart CSR (Coorporate Social Responsibility 5 75 pendampingan bagi TKI memang tetap harus dilanjutkan mengingat permasalahan adalah permasalahan kemaslahatan umum dan permasalahan penegakan Hak Asasi Manusia. Melihat pada permasalahan-permasalahan yang kerap dihadapi TKI, sudah sebaiknya dilakukan langkah konkrit dari pemerintah guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para TKI, sehingga pemerintah mampu menjalankan pesan moral dari amanat konstitusi yang ada. b. Deputi Perlindungan Berdasarkan wawancara peneliti dengan Kepala Deputi Perlindungan BNP2TKI menjelaskan: “Segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.”6 Kegiatan Deputi Perlindungan ini adalah melakukan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk melindungi CTKI/TKI dari berbagai masalah yang dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia selama pra penempatan sampai purna penempatan. Dalam melakukan kegiatannya deputi perlindungan bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap sarana pendukung penempatan dan PAP. Serta mengontrol bagaimana perekrutan yang dilakukan setiap daerah, mengecek PPTKIS bahwa TKI mempunyai dokumen yang lengkap atau tidak dan BLK (Balai Latihan Kerja Luar Negeri) melatih para CTKI dengan cara yang benar atau tidak. 6 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi Perlindungan BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI 76 Sesuai dengan SOP BNP2TKI Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor: PER.06/KA/VI/2011 tentang pedoman pembekalan akhir pemberangkatan calon tenaga kerja Indonesia ke luar negeri menerangkan bahwa benar pada pelaksanaan PAP petugas memeriksa pemberkasan kelengkapan yang diajukan oleh CTKI dan mengontrol disetiap daerah. Pada pelaksanaan PAP bagi CTKI yang bekerja secara perseorangan dilakukan secara perseorangan. CTKI menandatangani daftar hadir yang disediakan oleh petugas. CTKI mengikuti PAP dengan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Setelah itu petugas menerbitkan surat keterangan telah mengikuti PAP dan menyerahkan dokumen lainnya.7 Kepala Deputi Perlindungan Bapak Kompol Saebani mengungkapkan “bahwa kasus yang dialami oleh para Tenaga Kerja Indonesia bermacam-macam mulai dari kasus pidana ketenagakerjaan, TKI tidak digaji, TKI bekerja melebihi batas kerja, bekerja tidak sesuai job, TKI pindah-pindah agency, TKI dinikahkan oleh orang lain disana, TKI membawa anak, TKI yang tidak bisa bekerja, TKI tidak menguasai bahasa, TKI ditempatkan non procedural, dan lain sebagainya. Dibawah ini adalah permasalahan yang sering terjadi dalam pelaksanaan tenaga kerja indonesia yaitu:”8 Dari pemaparan informasi diatas dapat terlihat bahwa kasus yang dalami oleh para TKI sangat beragam. Hal ini membuktikan bahwa masih minimnya pengetahuan TKI dalam bidang ketenagakerjaan, perbedaan tradisi dan aturan yang berlaku di luar negeri. Sehingga para CTKI perlu diberikan pembekalan pada masa pra penempatan. Dan disamping itu para TKI harus mengikuti prosedur yang telah diberikan oleh BNP2TKI 7 Data diperoleh dari SOP BNP2TKI melalui http://ppid.bnp2tki.go.id/attachments/article/421/SOP%20Pelayanan%20Penempatan%20TKI.pdf 8 Ibid 77 sehingga dapat meminimalisir permasalahan yang terjadi di negara penempatan. Dibawah ini adalah permasalahan yang alami oleh TKI pada masa pra, masa penempatan, sampai purna penempatan: 1. Pra penempatan A. Permasalahan yang terjadi dikantong-kantong TKI 1). Sponsor/ calo/petugas lapangan: a. tidak memiliki surat tugas b. melakukan pemalsuan dokumen c. melakukan praktek rentenir d. melakukan pemerasan e. memberikan janji palsu 2). Oknum pejabat terkait : a. Melakukan pemalsuan dokumen atau memberikan keterangan palsu pada dokumen b. Melakukan pemerasan dan penipuan B. Permasalahan yang terjadi di sarana kesehatan 1. Sarana kesehatan tidak memiliki izin/ izinnya tidak berlaku 2. Melakukan pemalsuan hasil medical 3. Adanya praktek perjokian C. Permasalahan yang terjadi/dilakukan oleh PPTKIS 1. Numpang proses 2. Tidak memiliki mitra kerja di luar negeri 3. Tidak memiliki job order/ deman letter 4. Tidak memiliki SIP 78 5. Tidak memiliki izin penampungan 6. CTKI tidak dilatih dan/ atau tidak diikuti dalam Uji kompetensi serta pemalsuan sertifikat kompetensi Pembayaran premi asuransi CTKI tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan KPA tidak diberikan kepada CTKI 8. Mengalihkan SIP 9. Pemalsuan dokumen CTKI 10. Memanfaatkan jokey dalam pelaksanaan PAP, test kesehatan, dan uji kompetensi D. Permasalahan yang terjadi/dilakukan oleh Kantor Cabang PPTKIS 1. Tidak memiliki izin operasional 2. Merekrut CTKI di bawah umur, buta huruf, unfit 3. Pemindahan CTKI ke PPTKIS lainnya E. Permasalahan yang terjadi dipenampungan 1. Tidak memiliki izin operasional 2. Tidak layak atau tidak manusiawi 3. Terjadinya pelecehan seksual 4. Pelayanan kesehatan kurang atau tidak ada F. Permasalahan yang terjadi di embarkasi 1. Pemerasan dan penipuan oleh oknum 2. TKI dapat berangkat keluar negeri melalui orang perseorangan dengan cara menggunakan visa kunjungan 79 3. TKI dapat berangkat secara ilegal melalui transportasi sungai, laut, udara,darat dan wilayah perbatasan.9 Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa pada masa pra penempatan sudah banyak sekali ditemukannya berbagai masalah yang dihadapi oleh TKI. Sehingga sangat perlu dilakukan pembekalan pada saat pra penempatan yang dilakukan oleh BNP2TKI. Di dalam perjanjian penempatan TKI swasta (PPTKIS) bertanggung jawab untuk menempatkan CTKI ke negara tujuan penempatan. Profesi yang akan dikerjakan oleh CTKI dan waktu pemberangkatan disebutkan dalam perjanjian penempatan. Perjanjian penempatan dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh CTKI dan PPTKIS, setelah calon TKI yang bersangkutan terpilih dalam perekrutan dan diketahui Kepala Dinas kabupaten/kota yang membidangi tenaga kerja. Ketika PPTKIS dan CTKI menandatangani perjanjian penempatan, saat itu pula CTKI sudah harus terlindungi asuransi pra penempatan. Karena pada saat itu, ada banyak resiko yang yang bisa menimpa CTKI seperti kecelakaan, sakit dan sebagainya, disamping itu perjanjian penempatan TKI dapat berperan sebagai jaminan dalam melindungi TKI, maka harus diisi dengan format dan standar yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.22 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.10 Tugas BNP2TKI dalam hal ini ialah memverifikasi perjanjian 9 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 10 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi Perlindungan BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI 80 penempatan tersebut. Berdasarkan fakta di lapangan saat ini ditemukan beberapa perjanjian penempatan tidak sesuai dengan peraturan menteri ketenagakerjaan, diantara pelanggaran tersebut sudah peneliti sebutkan terlebih dahulu diatas. Seperti pada BAB II hal 24 advokasi yang dikemukakan oleh Zastrow adalah aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu system layanan, dan membantu dan memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan. Dan peneliti mengkaitkan pada tahapan pra penempatan, BNP2TKI memberikan pelayanan kepada TKI agar nantinya TKI mendapatkan pembekalan supaya dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya di tempat kerja. Selain itu TKI yang kontrak masa bekerja nya sudah habis diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk berwirausaha di daerah asalnya. Maka dari itu BNP2TKI memberikan pelatihan-pelatihan sejak pra penempatan agar para TKI siap untuk bekerja di negara penempatan. Dari segi manajemen advokasi TKI yang diterapkan oleh BNP2TKI yaitu pengkoordinasian distribusi pelayanan BNP2TKI atau merancangkembangkan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dan program-program BNP2TKI.11 Dan disamping itu para TKI diharapkan lebih waspada dan sebaiknya mengikuti prosedur yang 11 Ibid 81 telah ditetapkan oleh pihak BNP2TKI sehingga dapat meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. 2. Masa Penempatan Permasalahan yang sering di alami oleh Tenaga Kerja Indonesia selama di luar negeri yaitu:12 a. Pemotongan gaji yang melebihi cost structure b. Penempatan tenaga kerja indonesia di bawah umur dan non procedural. Permasalahan pada saat penempatan adalah lalainya TKI melaporkan keberadaannya ke kantor perwakilan RI terdekat. Secara prosedur setiap penempatan TKI wajib dilaporkan, tetapi pada banyak kasus mitra Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS) juga bersikap acuh terhadap kewajiban ini. Akibatnya monitoring TKI menjadi sulit. Kondisi ini diperparah dengan seringnya TKI mengalami penahanan identitas TKI, putus komunikasi, dan tidak semua TKI yang menyelesaikan kontrak dilaporkan ke Perwakilan RI dan memperoleh haknya ketika kembali ke Indonesia. Bentuk advokasi yang diberikan oleh BNP2TKI pada masa penempatan yaitu pihak BNP2TKI menjadi penghubung antara TKI dengan pihak PPTKIS sehingga masalah yang dialami oleh TKI dapat diselesaikan dengan cara musyawarah sampai menemukan kesepakatan bersama. 12 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi Perlindungan BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI 82 3. Purna Penempatan Permasalahan yang sering dialami oleh tenaga kerja Indonesia setelah kembali ke Indonesia yaitu: a. Pemerasan, penipuan yang dilakukan oleh oknum petugas debarkasi b. Tidak diantar sampai rumah c. Pencurian barang-barang milik TKI d. Perampokan terhadap TKI diangkutan pemulangan e. Pelecehan seksual f. Penukaran valas dengan harga dibawah kurs.13 Penyimpangan yang terjadi pada purna penempatan adalah beban biaya diluar standar seperti penukaran uang, harga tiket, dan pungutan dalam perjalanan darat yang terjadi di Terminal III Soekarno Hatta ke daerah asal. Tidak ada pembinaan paska penempatan ini juga membuat mantan TKI masih menjadikan bekerja di luar negeri sebagai alternatif utama ketika pendanaa mereka habis dan atau menganggur. Karena itu pengentasan hak dan kewajiban para TKI menjadi sesuatu yang penting. Harus ada standarisasi untuk mengukur kesiapan TKI untuk bekerja di luar negeri. Tentunya ini mesti tegakkan dengan penyelenggaraan sosialisasi, rekruitmen terkontrol, pelatihan dan PAP yang melibatkan pihak-pihak yang berkompeten. Tidak hanya mencabut izin pengusahan PJTKI yang melakukan penyimpangan. Perlu adanya hukuman secara pidana untuk memunculkan efek jera. 13 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi Pengamanan dan Pengawasan, Jakarta 29 Oktober 2015 83 Dari pemaparan diatas bahwa pada masa-masa penempatan yang dilakukan oleh pihak BNP2TKI sudah banyak ditemukannya berbagai macam permasalahan yang dihadapi oleh CTKI/TKI sehingga pihak BNP2TKI perlu melakukan pencegahan dengan cara melakukan kerja sama oleh berbagai pihak terkait, sehingga CTKI/TKI memiliki kemampuan yang diharapkan melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh BNP2TKI dan diharapkan dapat membangun kemandirian dari segi kemampuan, fisik dan mental. Sehingga dapat menunjang keberlangsungan hidup TKI yang bekerja di luar negeri. Untuk memberdayakan meningkatkan kualitas TKI, maka pemerintah wajib bertanggung jawab untuk meningkatkan sumber daya manusia. Adapun program yang diperlukan untuk meningkatkan sumber daya manusia TKI, harus dilakukan antara lain: Pertama, kursus-kursus singkat untuk belajar misalnya bahasa Inggris, bahasa Arab, dan lain sebagainya. Kedua, kursus keterampilan misalnya memasak makanan Arab, Cina, dan lainnya. Serta kursus menggunakan peralatan dapur, mesin cuci, dan sebagainya. Ketiga, kursus-kursus menggunakan peralatan moderen. Keempat, menanamkan rasionalisme, kepercayaan diri, cara berkomunikasi dan kiat-kiat memproteksi diri dari kemungkinan gangguan seksual dari majikan.14 Tidak hanya pada masa penempatan saja, pada masa purna penempatan juga sering ditemukannya permasalahan yang dijumpai oleh 14 Data diakses melalui http://www.bnp2tki.go.id/read/11155/Pemberdayaan-TKI Tahun ini libatkan tiga pemangku kepentingan.html 84 para TKI. Oleh karena itu BNP2TKI ikut mengantisipasi pada permasalahan yang dialami oleh para TKI sehingga pada pengawasan perlu diperketat kembali agar hal-hal tersebut tidak terulang kembali. Salah satu upaya BNP2TKI dalam mengantisipasi kejadian tersebut dengan memberikan pembekalan kepada CTKI/TKI yang siap bekerja diluar negeri. Dalam pembekalan tersebut CTKI/TKI diberikan pelatihanpelatihan secara maksimal sehingga sebelum keberangkatan penempatan, persiapannya mereka pun lebih matang. Pembekalan pun tidak hanya diberikan pada masa akhir pemberangkatan melainkan pada saat purna penempatan. Pada saat purna penempatan TKI diharapkan dapat berwirausaha dengan keahlian yang dimilikinya sehingga TKI tidak tergantung lagi dengan pekerjaan sebagai TKI di luar negeri. Pada konsep pemberdayaan peneliti mengkaitkan model aksi sosial. Karena tujuan dari model ini untuk merubah atau menggeser relasi kekuasaan dan sumber layanan kepada kelompok yang tidak berdaya, perubahan institusional dasar, menekankan pada tugas dan proses tujuan. Strategi yang digunakan adalah semua anggota kelompok yang tidak berdaya didorong untuk melakukan aksi melawan sktukrur kekuasaan yang dianggap sebagai musuh. Teknik yang digunakan salah satunya adalah negosiasi.15 Dan peran BNP2TKI adalah sebagai advokat, broker, dan negosiator. Sebagai sebuah kebijakan publik, perlindungan sosial merupakan satu tipe kebijakan sosial yang menunjuk kepada berbagai bentuk pelayanan, 15 Siti Napsiyah Ariefuzzaman & Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet Pertama, hal 53 85 ketetapan atau program yang dikembangkan oleh pemerintah untuk melindungi warganya, terutama kelompok rentan dan kurang beruntung, dari berbagai macam resiko ekonomi, sosial dan politik yang akan senantiasa menerpa kehidupan mereka. Kewajiban pemerintah untuk memenuhi hak dasar setiap warga negaranya diwujudkan dalam bentuk kebijakan publik. Kebijakan perlindungan sosial selalu merupakan bagian dari kebijakan pembangunan makro ekonomi, program ketenagakerjaan, serta kebijakan pendikan dan kesehatan yang lebih besar. Karena disamping itu tujuan utama perlindungan sosial adalah mendorong proses pembangunan agar dapat dilaksanakan secara ekonomi dan dapat diterima secara sosial dan politik melalui upaya pencegahan serta meringankan dampak-dampak negatif yang terjadi akibat pembangunan tersebut.16 Mekanisme perlindungan sosial hendaknya digunakan, terutama untuk kelompok yang sangat miskin dan kelompok rentan lainnya pada masyarakat, sehingga memungkinkan mereka untuk memanfaatkan aset yang mereka miliki dalam menghadapai ancaman kemiskinan, mempersiapkan mereka akan kemungkinan terjadinya krisis yang akan datang, serta untuk merubah status sosial dan ekonomi mereka dalam masyarakat. Berdasarkan teori perlindungan, bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan salah satunya berupa pemberian jaminan berupa asuransi kepada para tenaga 16 Suharto, Edi. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: Alfabeta,2011), h.129 86 kerja yang nantinya akan bekerja didalam maupun diluar negeri, sehingga ini merupakan salah satu upaya untuk menjamin tenaga kerja dari berbagai resiko-resiko yang tidak diinginkan. Program asuransi mampu mengurangi dampak resiko melalui pemberian tunjangan pendapatan (income support) ketika sakit, cacat fisik, kecelakaan ketika berkerja, kelahiran, pengangguran, usia senja, serta kematian. Skema ini didasarkan pada pendekatan kontribusi melalui pembayaran premi setiap tahunnya. Upaya tersebut merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk melindungi tenaga kerja yang nantinya akan bekerja di luar negeri. Asuransi tersebut diberikan oleh BNP2TKI pada saat pra penempatan, masa penempatan sampai purna penempatan. Asuransi TKI adalah suatu bentuk perlindungan bagi TKI dalam bentuk santunan berupa uang sebagai akibat dari resiko yang dialami TKI pra, masa, purna bekerja diluar negeri. Dan penyelenggara program tersebut adalah perusahaan asuransi yang telah mendapat izin Menakertrans. Adapun proses awal dalam perekrutan adalah sebagai berikut:17 CTKI harus mempunyai persyaratan dokumen yang lengkap sesuai dengan aslinya PT harus menyeleksi TKI memenuhi persyaratan atau tidak PJTKI harus terdaftar di dinas masing-masing sesuai dengan alamatnya kecuali formal dapat didaftarkan di BP3TKI, didaftarkan untuk mendapatkan 17 Id dan selanjutnya menandatangani perjanjian Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani .SH Kepala Bagian Deputi Perlindungan Direktorat Pengawasan dan Pengamanan BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015 87 penempatan antara PPTKIS dan CTKI. Bagi tenaga kerja informal yang di tempatkan di PPTKIS akan dilatih keterampilannya seperti bahasa, tata boga dan lainnya. Sedangkan bagi CTKI yang formal tidak ada kewajiban untuk dilatih. Setelah itu CTKI formal dan informal menandatangani perjanjian kerja yang diketahui oleh Perwakilan RI yang berada diluar negeri. Setelah itu melanjutkan PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan). Teknik yang digunakan dalam proses perlindungan adalah sebagai berikut: Mengawasi bagaimana perekrutan di daerah Mengecek PPTKIS bahwa TKI mempunyai dokumen yang lengkap atau tidak BLK dilatih dengan cara baik atau tidak Dan selanjutnya melakukan pemeriksaan PAP berupa dokumen dan asuransi sudah memenuhi persyaratan atau belum.18 Dari pemaparan informan diatas telihat bahwa teknik yang digunakan oleh BNP2TKI merupakan suatu cara yang digunakan dalam proses perlindungan, dengan memberikan pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan TKI diharapkan instansi-instansi tersebut dapat bekerja sama dengan baik. Dan pada penjelasan diatas sesuai dengan SOP BNPTKI bahwa benar BNP2TKI mempunyai tugas untuk mengawasi tiaptiap perekrutan di daerah. 18 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani .SH Kepala Bagian Deputi Perlindungan Direktorat Pengawasan dan Pengamanan BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015 88 Disamping itu BNP2TKI mempunyai petugas kepolisian di direktorat pengamanan dan pengawasan deputi perlindungan dan semuanya direkrut dari berkualifikasi penyidik (research) namun di BNP2TKI porli tersebut tidak diberi kewenangan dalam penyidikan PPNS yang ada di BNP2TKI dan tidak diwadahi satu tempat jadi penyidik ditempatkan di direktorat dan kedeputi lainnya. c. Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI menjelaskan: “Mediasi adalah proses penyelesaian permasalahan melalui proses perundingan atau mufakat untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Dalam penyelesaian melalui mediasi, diperlukan adanya perundingan antara dua belah pihak dimana didalamnya terdapat proses memberi, menerima, dan tawar menawar.”19 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan diatas dapat dikatakan bahwa mediasi sangat penting dilakukan karena ini merupakan salah satu upaya penyelesaian masalah TKI, sehingga menjadi langkah awal untuk proses penyelesaian antara kedua belah pihak agar kasus tersebut tidak sampai ke ranah hukum. Dan disamping itu juga diharapkan terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yang saling menguntungkan. Kegiatan dari bidang mediasi dan advokasi Timur Tengah adalah membantu dan memfasilitasi pihak-pihak yang bermasalah untuk mencapai suatu keadaan untuk dapat mengadakan kesepakatan tentang hal19 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015 89 hal yang dipermasalahkan. Yang terlibat dalam proses mediasi yaitu seorang mediator yang telah mendapatkan sertifikasi mediator dari Pusat Mediasi Nasional. Bapak Karman menambahkan “Proses mediasi bukannya mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Mediasi itu tidak lain merupakan fasilitasi atas suatu masalah atau kasus (dalam hal ini kasus TKI), guna mendapatkan negosiasi antara pelapor dengan terlapor. Hasil dari mediasi itu bukanlah suatu keputusan, melainkan penyelesaian dari hasil negosiasi antara pelapor dan terlapor.”20 Dari pemaparan informan diatas terlihat bahwa mediasi merupakan salah satu fasilitas yang diberikan oleh BNP2TKI sebelum dilakukannya proses advokasi. Mediasi dilakukan guna mencari suatu penyelesaian dengan cara negosiasi antara kedua belah pihak sehingga mencapai kesepakatan dengan di dampingi oleh seorang mediator. Petugas mediasi (Mediator) didalam menangani kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) harus bersikap netral, yakni tidak memihak pada salah satu pihak antara pengadu/pelapor atau teradu/terlapor. Mediator kasus TKI harus bisa menjadi pendengar yang aktif terhadap apa saja yang disampaikan pelapor maupun terlapor. Mereka juga dituntut mempunyai empati dan toleransi terhadap emosi, baik diri sendiri maupun pelapor dan atau terlapor. Berpikir kreatif, guna memperoleh hasil negosiasi yang tidak merugikan kedua belah pihak dan selalu menetapkan DUT (Dengar, Ulang, Tanya) untuk mencairkan suasana, sehingga tidak terjadi 20 Ibid 90 perselisihan atau rasa ketidakpuasan para pihak dari hasil yang diperoleh saat proses mediasi.21 A) Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mediasi yaitu: 1. Menetapkan petugas mediator 2. Mediator menawarkan jadwal mediasi kepada para pihak 3. Mediator menetapkan jadwal mediasi yang telah disepakati bersama 4. Mediator memanggil para pihak yang bersengketa (PPTKIS, Asuransi, Sarkes, Pelapor) sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan 5. Memimpin, mengatur, dan memfasilitasi pertemuan para pihak 6. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus (Pertemuan terpisah) 7. Mediator merangkum hasil pertemuan dan menginformasikan kembali kepada para pihak 8. Dalam melakukan mediasi, mediator sebaiknya dibantu oleh seorang asisten mediator 9. Mediator melaporkan hasil mediasi kepada pimpinan.22 B) Tahapan Advokasi: 1. Pra Advokasi 21 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015. 22 Ibid 91 Seorang advokat dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Mengumpulkan dan menganalisa informasi latar belakang permasalahan untuk mengidentifikasi pihak-pihak utama yang terlibat permasalahan, menentukan pokok masalah dan kepentingan para pihak. a. Dengan melakukan analisa permasalahan advokator dapat menyusun rencana/strategi penyelesaian masalah melalui advokasi. b. Analisa permasalahan dapat dilakukan dengan cara memahami lingkaran permasalahan. 2. Memilih strategi untuk membimbing proses advokasi Untuk membimbing proses advokasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Advokat membantu para pihak menganalisa pendekatanpendekatan sebagai sarana dalam pengelolaan permasalahan, dan diharapkan para pihak menyampaikan duduk permasalahan (keterangan) secara jujur. b. Advokat memotivasi para pihak agar aktif dalam menyelesaikan permasalahan melalui proses advokasi sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cepat. 92 c. Advokat mengarahkam kepada para pihak untuk mencapai keputusan bersama yang menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution). d. Advokat memberikan penjelasan kepada para pihak untuk menghindari proses hukum yang melibatkan orang banyak sehingga akan menyulitkan dan merugikan kedua belah pihak (waktu, tenaga, dan biaya).23 C) Menyusun rencana advokasi Untuk menyusun rencana advokasi perlu dipertimbangkan: a. Pihak-pihak yang akan terlibat dalam advokasi. Dalam proses advokasi semua peserta yang terlibat dalam permasalahan hukum harus patuh dan tunduk pada tata tertib advokasi b. Menentukan tempat pelaksanaan advokasi, suatu komitmen para pihak yang ditentukan oleh advokat c. Mengatur tempat duduk para pihak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (bentrok) d. Memastikan para pihak dalam kondisi sehat dan siap untuk melaksanakan proses advokasi, advokat menanyakan kepada para pihak tentang kesiapannya 23 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 93 e. Menentukan metode yang akan digunakan, agar dalam proses advokasi seorang advokat mampu memberikan tambahan wacana atau opsi-opsi sebagai dasar penyelesaian f. Menentukan jenis masalah, kepentingan dan kemungkinan penyelesaian permasalahan melalui advokasi maupun tidak g. Menentapkan/menyampaikan aturan kesepakatan yang akan digunakan dalam penyelesaian permasalahan melalui advokasi dengan mentaati komitmen bersama h. Menyampaikan rencana penjadwalan perundingan pertama kepada para pihak i. Mengarahkan atau memberi wawasan kepada para pihak tentang proses advokasi j. Mempersiapkan cara mengatasi apabila menghadapi kebuntunan (deadlock) dalam proses advokasi, dapat dilakukan dengan cara kaukus secara impartial k. Membangun hubungan dengan para pihak l. Membangun kepercayaan dengan kedua belah pihak m. Menjelaskan kepada para pihak tentang cara proses advokasi. Bahwa proses advokasi dilakukan dengan cara memberikan pendampingan untuk mencapai hak-haknya kembali dan tidak merugikan kedua belah pihak 94 n. Menjelaskan tugas dan peran advokator kepada para pihak. Bahwa seorang advokat bersifat netral, menjaga kerahasiaan dan tidak ada benturan kepentingan.24 D) Advokasi: Dalam pelaksanaan advokasi, seorang advokat harus melaksanakan tahapan-tahapan berikut: 1. Pendahuluan (Sambutan Advokat): Menyambut kedatangan berbincang santai a) Perkenalan: Advokat dan para pihak saling memperkenalkan diri Menanyakan kemauan para pihak untuk melaksanakan advokasi Menanyakan surat kuasa (apabila dikuasakan) b) Menjelaskan arti dan maksud dari advokasi serta bagaimana peran advokat c) Menjelaskan batasan waktu advokasi berlangsung sesuai kesepakatan para pihak menyampaikan hasil pertemuan pra advokasi d) Menjelaskan tahapan advokasi: Presentasi para pihak dan memberikan porsi waktu yang sama kepada para pihak saat presentasi 24 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 95 Kesepahaman awal Identifikasi masalah Negoisasi Kaukus Draft kesepakatan akhir Penutup e) Kode etik (tidak memihak, rahasia, tidak ada benturan kepentingan) f) Menyampaikan tata tertib g) Mengkonfirmasi komitmen bersama h) Memberikan kesempatan bertanya apabila ada yang kurang jelas 2. Presentasi para pihak: Masing-masing pihak diberikan kesempatan yang sama untuk menjelaskan permasalahan dan harapannya secara bergantian dan dipandu oleh advokat 3. Kesepahaman awal: Advokat menganalisa dan menyampaikan kesamaan kesepahaman dari hasil presentasi para pihak. 4. Advokat menawarkan kepada para pihak bahwa penyelesaian masalah apakah bisa diselesaikan dengan bipartit (apabila disetujui para pihak dilakukan tahapan menyusun draft keputusan akhir) 96 5. Identifikasi masalah: Menentukan permasalahan penting yang perlu dicari penyelesaiannya, berdasarkan presentasi para pihak. Metodenya berupa : Kalimat tanya Ada yang lain? Diurutkan prioritasnya untuk dibahas selanjutnya 6. Negosiasi para pihak: Pembahasan masalah yang sudah ditentukan sebelumnya. Seorang advokat mendampingi jalannya proses advokasi, boleh memberikan solusi, memberikan saran, dan opini. 7. Pertemuan terpisah (apabila diperlukan): Apabila terjadi deadlock pada saat advokasi (bisa dilakukan pada setiap tahapan) 8. Pengambilan keputusan akhir: Menyampaikan hasil berupa: a) Sepakat b) Sepakat sebagian: Adanya sebagian permasalahan yang tidak dapat disepakati para pihak melalui proses advokasi, dapat dilanjutkan ke proses litigasi oleh para pihak 97 c) Gagal: Tidak ada kesepakatan/titik temu, membuat nota anjuran sepakat tidak sepakat melalui mediasi 9. Penyusunan hasil kesepakatan: a) Hasil kesepakatan para pihak berhasil mencapai kesepakatan, ditandatangani para pihak, diketahui saksi dan advokat b) Penyusunan nota ketidak sepakatan apabila gagal proses advokasi 10. Penutupan: a) Menyampaikan kembali hasil kesepakatan para pihak apabila berhasil, advokat wajib menyampaikan, bahwa hasil dari advokasi ini bukan keputusan pihak advokat, namun hasil kesepakatan para pihak dan harus diimplemetasikan kesepakatannya. b) Mengakhiri advokasi secara formal dan saling bersalaman.25 2. Analisis Dari temuan yang sudah di paparkan oleh peneliti mengenai pengertian advokasi bahwa advokasi menurut Zastrow adalah aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga atau system layanan, dan membantu dan memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan. 25 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 98 Sedangkan menurut Bapak Henry Prajitno selaku koordinator Crisis Center BNP2TKI menjelaskan bahwa advokasi adalah dengan memberikan pengertian/pemahaman dan atau saran-saran/pendapat hukum tentang upaya yang harus ditempuh setiap CTKI/TKI agar terhindar dari permasalahan hukum. Dari pendapat yang sudah dijelaskan diatas bahwa advokasi merupakan salah satu aktivitas untuk menolong klien dengan memberikan pelayanan seperti memberikan pengertian/pemahaman dan saran-saran/pendapat hukum agar para CTKI/TKI yang membutuhkan dapat terhindar dari permasalahan hukum. Strategi advokasi yang dikembangkan oleh DuBois dan Miley bahwa startegi advokasi dibagi menjadi tiga aras (mikro, makro dan mezzo) dan mengkajinya dari empat aspek (tipe advokasi, sasaran/klien, peran pekerja sosial dan teknik utama). Pada aras mikro, peran utama Pekerja Sosial adalah sebagai sumber broker sosial yang menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang bersedia di lingkungan sekitar, teknik utama yang dilakukan oleh Pekerja Sosial adalah manajemen kasus (case managemen) yang mengkoordinasikan berbagai pelayanan sosial yang disediakan oleh beragam penyedia. Sedangkan aras mezzo, jenis advokasiya adalah advokasi kelas yaitu menunjuk pada kegiatan-kegiatan atas satu nama kelas atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan. 99 Sasarannya adalah kelompok formal dan organisasi dan peran pekerja sosial disini adalah sebagai mediator, dan menggunakan teknik utamanya yaitu jejaring (Networking). Dan terakhir adalah aras makro, jenis advokasinya sama seperti aras mezzo yaitu advokasi kelas, sasarannya adalah masyarakat lokal dan nasional. Peran pekerja sosial disini sebagai aktivis dan analis kebijakan dan teknik utama yang digunakan yaitu aksi sosial dan analisis kebijakan. Dari teori yang sudah peneliti paparkan diatas, dalam penelitian skripsi ini peneliti mengkajinya kedalam settingan advokasi makro. Strategi yang digunakan bertujuan untuk melihat kesadaran publik terhadap masalah sosial dan ketidakadilan, memobilisasi sumber untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, melakukan lobby dan negosiasi agar tercapai perubahan di bidang hukum. Peran dan fungsi advokat dapat dilihat dalam undang-undang advokat dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: “Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan ini”, sedangkan menurut Bapak Henry Prajitno selaku koordinator Crisis Center BNP2TKI pengertian advokasi adalah dengan memberikan pengertian pemahaman dan atau saransaran/ pendapat hukum tentang upaya yang harus ditempuh setiap 100 CTKI/TKI agar terhindar dari permasalahan hukum, sedangkan dalam upaya penyelesaian hukum CTKI/TKI, BNP2TKI memberikan advokasi berupa pendampingan, fasilitasi dan mengupayakan advokat dalam tahap litigasi sehingga hak-hak CTKI/TKI dapat terpenuhi. Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa peran dan fungsi advokat meliputi pekerjaan baik yang dilakukan di pengadilan maupun di luar pengadilan tentang masalah hukum pidana atau perdata, seperti mendampingi klien dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan, atau beracara di muka pengadilan. Tujuan advokasi pada dasarnya untuk mengubah kebijakan program atau kedudukan dari sebuah pemerintahan, institusi atau organisasi. Tujuan advokasi di BNP2TKI adalah untuk memberikan pendampingan bagi keluarga dan CTKI berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi mereka terutama hukum. Secara umum tujuannya untuk memberikan komitmen dan dukungan dalam upaya penyelesaian permasalahan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai dengan prioritas kasus. Dari tujuan advokasi yang sudah jelaskan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan advokasi adalah untuk memberikan pemahaman dan bantuan hukum terhadap CTKI/TKI dan keluarganya dalam memperjuangkan terpenuhinya hak-hak CTKI/TKI. Advokasi yang dikemukakan oleh Scheneider terdiri dari 4 jenis yaitu: Advokasi klien (client advocacy) dimana advokasi ini bertujuan 101 untuk membantu klien tentang bagaimana klien berjuang memenangkan pertarungan terhadap hak-haknya di lembaga lain dan system pelayanan sosial yang ada. Advokasi masyarakat (cause advocacy) advokasi pekerjaan sosial selalu membantu klien individu, dan keluarga dalam memperoleh pelayanan. Jika terdapat masalah yang memperngaruhi kelompok yang lebih besar maka advokasi ini yang paling sesuai digunakan. Advokasi legislatif (Legislative advocacy) jenis ini biasanya dilakukan untuk mempengaruhi proses pembuatan suatu undang-undang. Advokasi administrasi (Administrative advocacy) bertujuan untuk memperbaiki keluhankeluhan administratif dan mengatasi masalah-masalah administratif.26 Sesuai pada BAB II halaman 39 mengenai pelaksanaan advokasi, seorang advokat harus melaksanakan beberapa unsur pokok penting dalam menjalankan kegiatan advokasi, karena unsur pokok ini sangat mempengaruhi keberhasilan dari kegiatan advokasi yang dilakukan oleh advokator mulai dari mengumpulkan dan menganalisa informasi latar belakang permasalahan, memilih strategi untuk membantu proses advokasi hingga menyusun rencana advokasi, didalam penyusunan rencana advokasi banyak yang harus dipertimbangkan karena advokasi akan berhasil dilaksanakan bila sesuai dengan susunan yang telah dibuat. 26 Suharto, Edi, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial,2004), h. 113 102 Sesuai pada BAB II halaman 40 mengenai dinamika proses advokasi, advokasi merupakan suatu proses yang dinamis yang menyangkut pelaku, gagasan, agenda dan politik yang selalu berubah. Didalam pelaksanaan advokasi, seorang advokat harus melaksanakan tahapan advokasi karena dinamika inilah mengatur susunan advokasi mulai dari pendahuluan hingga penutup. Menurut Litzelfener dan Petr dalam melaksanakan advokasi ada beberapa obligasi yang mendasari praktek advokasi yang dilakukan oleh pekerja sosial, antara lain: Kode etik, dalam kode etik tercantum nilai-nilai dan prinsip yang dinyatakan bahwa tujuan utama pekerjaan sosial adalah membantu orang dalam memenuhi kebutuhan dan ditujukan kepada pemecah masalah sosial, menentang ketidakadilan sosial, menghargai harkat dan martabat manusia serta mempromosikan kesejahteraan umum masyarakat. Pemahaman pekerjaan sosial tentang Person-in Environment, pendekatan yang dilakukan oleh seorang pekerja sosial dalam membantu orang tumbuh dan berkembang yaitu keyakinan bahwa perserikatan atau lingkungan sosial individual mempengaruhi kesejahteraan mereka secara langsung. Posisi historis advokasi, Berdasarkan sejarah, advokasi mendapat tempat utama dalam praktek pekerjaan sosial. Saksi masyarakat dari advokasi, alasan pribadi untuk menjadi seorang advokat, pengaruh badan sosial tempat praktek pekerjaan sosial. Salah 103 satu yang mempengaruhi praktek advokasi adalah sebuah badan atau organisasi dimana advokasi ini ditonjolkan. Nilai merujuk kepada keyakinan yang penting, karena ini merupakan suatu dimensi yang penting yang ada pada individu ataupun kelompok. Dalam advokasi pekerjaan sosial ada beberapa nilai dasar dalam advokasi pekerjaan sosial yaitu: hak dan martabat individual, pemberian suara kepada yang tiada kuasa, penentuan diri sendiri, pemberdayaan dan persepektif penguatan, serta keadilan sosial. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Karman menjelaskan bahwa kode etik yang harus tercermin pada seorang advokat yaitu seorang advokat harus netral, tidak boleh memihak pada satu orang melainkan seorang advokat dapat memposisikan dirinya sebagai penengah diantara dua kubu. Serta mengupayakan keadilan bagi TKI yang membutuhkan keadilan. BNP2TKI pada dasarnya memberikan kebebasan untuk TKI dalam memilih suatu keputusan. Karena ini merupakan salah satu yang seharusnya di miliki oleh TKI dalam mengambil suatu tindakan dalam bekerja. Misalnya saja dalam permasalahan ketenagakerjaan seringkali ditemukannya TKI yang tidak mendapatkan upah atau waktu istirahat dalam bekerja. Tidak hanya itu CTKI yang sebelum keberangkatan akan diberikan pelatihan-pelatihan khusus agar nantinya CTKI dapat bekerja secara maksimal di negara penempatan. Pelatihan yang diberikan oleh BNP2TKI tidak hanya dilakukan pada saat pra penempatan melainkan pada saat purna penempatan. Pelatihan yang dilakukan pada saat purna penempatan bertujuan agar para TKI yang 104 masa kontrak kerja nya sudah habis dapat berwirausaha sendiri di daerah asal mereka masing-masing. Ada beberapa kendala yang dialami oleh pekerja sosial dalam melakukan advokasi yaitu: Sejarah atau isu profesionalisme pekerjaan sosial, ketiadaan standar norma professional, masalah managerial, tempat bekerja, persepsi advokasi sebagai konfrontasi, tidak memahami kebutuhan klien, ketakutan kehilangan status, ketiadaan pendidikan atau pelatihan khusus, strategi intervensi yang tidak popular, ketidakmengertian mengenai bentuk advokasi. Dari beberapa kendala yang dialami oleh pekerja sosial yang sudah disebutkan diatas ada beberapa kesamaan kendala yang dihadapi oleh BNP2TKI dalam melakukan peran nya sebagai advokat seperti managerial, tempat bekerja dan pelatihan khusus. Managerial yang kurang terkonsep akan menimbulkan ketidakseimbangan antara tugas yang akan dikerjakan dengan masalah yang timbul. Serta ketidaksesuaian antara Undang-undang dengan kasus yang menimpa para TKI, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara Undang-undang dan kasus yang dihadapi. 105 B. Bentuk Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia 1. Paparan Temuan Salah satu permasalahan TKI adalah kasus kekerasan seksual yang setiap tahunnya meningkat, hal ini diungkapkan oleh Kepala Bagian Crisis Center BNP2TKI, Bapak Henry menjelaskan bahwa: “Dalam catatan tahunan BNP2TKI tahun 2014-2015 kasus kekerasan seksual terus meningkat. Pada tahun 2013 jumlah kasus kekerasan seksual mencapai 11.861 kasus dan pada tahun 2014 berjumlah 12.510 pada tahun 2015 berjumlah kurang lebih 13000 kasus.”27 Dari pemaparan informan diatas dijelaskan bahwa kasus kekerasan seksual setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini perlu dilakukannya penindakan secara tegas oleh Pemerintah karena negara wajib menjamin dan melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Berdasarkan amanat Undang-undang nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia. Oleh karena itu permasalahan TKI baik yang ditempatkan oleh PPTKIS maupun yang tidak melalui PPTKIS serta tidak mempunyai dokumen, BNP2TKI melalui Deputi Bidang Perlindungan mempunyai kewajiban melayani dan memfasilitasi penanganan permasalahan Calon TKI/TKI bermasalah dan 27 Data diperoleh dari Wawancara dengan Bapak Henry Prajitno, Kepala Bagian Crisis Center BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI. 106 keluarganya serta sekaligus memberikan bantuan hukum bagi Calon TKI/TKI bermasalah dan keluarganya berupa informasi, konsultasi, dan pendampingan secara cuma-cuma (gratis). Adapun kriteria bantuan hukum yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :28 a. Kriteria yang mendapatkan bantuan hukum 1. Calon TKI/TKI yang bermasalah, atau 2. Keluarga CTKI/TKI yang bermasalah b. Syarat-syarat mendapatkan bantuan hukum 1. Pengadu yang mengadukan masalahnya ke BNP2TKI 2. Memiliki dokumen yang lengkap c. Prosedur bantuan hukum 1. Pengadu mengadukan permasalahannya ke Crisis Center (front office); 2. Petugas Crisis Center (front office) menginformasikan kepada pengadu bahwa di deputi bidang perlindungan disediakan bantuan hukum secara gratis; 3. Pengadu mendaftarkan diri kepada konsultan bantuan hukum deputi bidang perlindungan untuk melakukan konsultasi baik yang sifatnya informasi maupun penanganan penyelesaian permasalahan di lingkungan BNP2TKI; 4. Pengadu mengisi daftar hadir yang telah disediakan oleh konsultan bantuan hukum; 28 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe, Konsultan Hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016, BNP2TKI. 107 5. Pengadu menyampaikan uraian singkat permasalahan yang dihadapi/kronologis permasalahannya; 6. Pengadu mengisi daftar hadir yang telah disediakan oleh konsultan bantuan hukum; 7. Konsultan bantuan hukum memberikan konsultasi dan pendampingan mediasi (litigasi dan non litigasi).29 d. Waktu Tempat konsultasi bantuan hukum BNP2TKI Jln. MT. Haryono Kav 52 Jakarta Selatan (Gendung Crisis Center Ruangan Konsultasi Bantuan Hukum), Setiap hari Kerja dari jam 08.00 sampai dengan17.00 WIB. e. Jenis Bantuan Hukum BNP2TKI melalui deputi bidang perlindungan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan perlindungan khususnya penanganan penyelesaian permasalahan Calon TKI/TKI bermasalah dan keluarganya dengan cara memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (gratis) kepada Calon TKI/TKI yang bermasalah dan keluarganya. Adapun bantuan yang diberikan berupa:30 1. Informasi Informasi adalah pesan berupa ucapan kepada calon TKI/TKI bermasalah dan keluarganya terkait dengan penanganan 29 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe, Konsultan Hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016, BNP2TKI 30 Ibid 108 permasalahan yang dihadapi, sesuai dengan amanat UndangUndang 39 Tahun 2004 Pasal 88. 2. Konsultasi Permasalahan yang di hadapi CTKI, TKI dan keluarga TKI (Ketenagakerjaan, imigrasi, hukum dan sosial). Konsultasi hukum memberikan konsultasi kepada pengadu sekurangkurangnya mengenai: a. Dasar hukum Sebagai dasar hukum dalam penanganan penyelesaian permasalahan adalah Undang-undang Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Kementrian terkait serta Peraturan Kepala BNP2TKI b. Jenis Kasus Kasus yang dialami ditinjau dari aspek: 1) Ketenagakerjaan berkaitan dengan hak-hak Calon TKI/TKI bermasalah dan Keluarganya (Gaji, kecelakaan kerja, beban kerja, jam kerja, permasalahan asuransi, dll). 2) Non Ketenagakerjaan: Keimigrasian berkaitan dengan ijin tinggal (ilegal entry, overstayers, status kewarganegaraan, dll) Hukum berkaitan dengan sosial (Hamil, nikah dengan warga negara lain, dll) 109 c. Hak dan Kewajiban Konsultan bantuan hukum menjelaskan bahwa baik di dalam Perjanjian Penempatan maupun Perjanjian Kerja ada yang dinamakan hak dan kewajiban para pihak antara lain:31 Ketenagakerjaan 1. Kewajiban Calon TKI/TKI adalah sebagai berikut: Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak kerja (24 bulan); Membayar biaya proses penempatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; Membayar ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh Pihak Pertama apabila mengundurkan diri sebelum Perjanjian Penempatan berakhir. 2. Hak-hak calon TKI Hak menolak penempatan tidak sesuai dengan perjanjian penempatan; Hak mendampatkan informasi keterlambatan penempatan; Hak melaporkan permasalahan yang dialami kepada instansi yang berwenang dibidang ketenagakerjaan; Hak mendapatkan gaji/upah; Hak mendapatkan cuti; 31 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 110 Hak mendapatkan waktu istirahat yang cukup; Hak untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan `kepercayaan. Non Ketenagakerjaan 1) Patuh dan taat kepada Peraturan, hukum, budaya yang berlaku di negara penempatan, 2) Paspor sebagai dokumen resmi yang harus di miliki. 3. Pendampingan Pelapor akan mendapatkan pendampingan pada saat dilakukan mediasi dan advokasi: a. Mediasi Pendampingan pada saat Calon TKI/TKI bermasalah dan keluarganya melakukan mediasi. b. Advoksasi Pendampingan advokasi adalah pemberian perlindungan kepada Calon TKI/TKI bermasalah dan keluarganya dalam rangka menurut hak-haknya.Adapun pendampingan bisa dilaksanakan pada saat : Pengadu melakukan pelaporan kepada kepolisian; Pengadu melakukan gugatan di pengadilan; Pengadu dalam persidangan pengadilan.32 32 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 111 Untuk lebih jelasnya proses bantuan hukum yang dapat diberikan oleh petugas bantuan hukum dapat dilihat dalam Flowchart di bawah ini: Alur Bantuan Hukum33 Gambar 4.1 Pengadu/Pelapor Informasi Konsultasi Front office Bantuan Klarifikasi Hukum Klasifikasi dan Pendampingan Mediasi Ya selesai Berita Acara Advokasi Tidak Tidak Selesai Tidak Pidana Ya Perdata Pada gambar diatas diatas dapat dijelaskan bahwa proses bantuan hukum TKI dimulai dari pengadu atau pelapor datang langsung ke front office (Crisis Center) BNP2TKI, setelah pelapor memberitahukan keluhannya kepada petugas yang berada di front office selanjutnya petugas akan mengklarifikasi dan mengklasifikasi semua laporan yang diperoleh dari TKI sehingga TKI mendapatkan bantuan hukum berupa informasi, konsultasi dan pendampingan, 33 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 112 setelah proses itu selesai dilaksanakan selanjutnya dilakukanlah proses mediasi dengan penyelesaian permasalahan melalui proses perundingan atau mufakat untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Dalam penyelesaian melalui mediasi, diperlukan adanya perundingan antara dua belah pihak dimana didalamnya terdapat proses memberi, menerima, dan tawar menawar sehingga permasalahannya sepakat dianggap selesai dan dibuatkan berita acara berupa surat keputusan dari hasil proses mediasi tersebut. Bila permasalahannya tidak selesai petugas akan menawarkan advokasi kepada pelapor. Dan dari proses advokasi tersebut akan menghasilkan kasusnya masuk ke dalam pidana atau perdata. Sejauh ini dari pihak BNP2TKI berupaya dalam menyelesaikan permasalahan TKI hanya di ruang lingkup BNP2TKI saja sehingga tidak sampai ke pengadilan. Sehingga TKI memperoleh hak-haknya kembali. Karena disamping itu BNP2TKI memiliki tim mediator dan advokat yang bekerja secara profesional dan sudah memiliki sertifikat yang diakui oleh negara. Sehingga TKI dapat mengadukan masalahnya ke BNP2TKI dengan mengikuti prosedur yang telah disediakan oleh BNP2TKI.34 34 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 113 c. Konsekuensi Dalam Perjanjian Penempatan dan Perjanjian Kerja yang telah disepakati bersama antara PPTKIS dengan Calon TKI/TKI dengan pengguna jasa, mempunyai konsekuensi apabila perjanjian tersebut dilanggar oleh salah satu pihak. d. Cara penyelesaian Penanganan penyelesaian permasalahan calon TKI/TKI bermasalah dan keluarganya di BNP2TKI khususnya deputi bidang perlindungan, berdasarkan Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Perlindungan TKI Penyelesaian Permasalahan dapat dilakukan dengan cara atau melalui: 1) Litigasi yaitu penyelesaian permasalahan melalui jalur hukum; 2) Non Litigasi penyelesaian permasalahan melalui mediasi dengan dibantu oleh seorang mediator. e. Tata cara konsultasi: 1) Konsultasi bantuan hukum dapat dilakukan dengan cara langsung maupun tidak langsung; 2) Waktu konsultasi maksimal 1(satu) jam untuk setiap kasus.35 35 Data diperoleh dari dokumen BNP2TKI melalui Bapak Carles Paizer Rambe konsultan hukum BNP2TKI, Jakarta 26 Januari 2016 114 Menurut Henry Prajitno selaku Koordinator Crisis Center BNP2TKI menyatakan awal mulanya pertama yang diberikan oleh BNP2TKI adalah pertama kali pengadu datang, diterima baik oleh petugas kemudian petugas tersebut memberikan formulir pengaduan. Setelah mengisi formulir pengadu menyampaikan kelengkapan berkas pengadu dan fotocopy dokumen pendukung yang dibutuhkan, setelah itu pengadu menerima lembar bukti pengaduan/penyerahan berkas. Untuk pengaduan tidak langsung dapat dilakukan melalui telepon, sms, surat, faximili dan email. Untuk mendaftar menjadi klien tidak dipungut biaya atau gratis. Proses diskusi atau konseling yang terjadi antara seorang advokat dan pengadu/pelapor dengan komunikasi empati, yaitu pengadu/pelapor menceritakan terlebih dahulu kasusnya secara keseluruhan dan seorang advokat mendengarkan secara seksama, memperhatikan tanpa ada menyela perkataan klien. Setelah klien selesai menceritakan kasusnya secara keseluruhan, maka barulah seorang advokat mulai berbicara, memberikan pendapat, saran, bantuan hukum, dan juga penguatan psikologis klien sampai tahap litigasi sehingga hak-hak klien dapat terpenuhi dan menemukan jalan keluarnya.36 Setelah itu bila kasusnya belum menemukan jalan keluar dilakukanlah proses advokasi dimana proses ini adalah salah satu upaya untuk menyelesaikan permasalahannya yang bersifat konsultasi hukum sehingga para pihak tidak ada yang dirugikan. Dalam melakukan advokasi seorang 36 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Henry Prajitno selaku koordinator Crisis Center BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015. 115 advokat mempunyai tugas membantu dan memfasilitasi pihak-pihak yang memiliki masalah dapat mencapai suatu keadaan untuk dapat mengadakan kesepakatan tentang hal-hal yang di permasalahkan. Ada 6 (enam) kriteria kasus (aduan) TKI yang dinyatakan selesai Pertama, apabila tuntutan (hak) pelapor/ pengadu dalam hal ini calon TKI/TKI dan atau keluarga TKI sudah terpenuhi. Kedua, apabila laporan pengaduan dari pelapor/pengadu tidak valid dari segi data maupun dokumen setelah sebelumnya diberikan jangka waktu tertentu untuk melengkapi. Ketiga, apabila pelapor/pengadu atas kemauan sendiri mencabut laporannya atau menyatakan selesai. Keempat, apabila pelapor/pengadu tidak dapat dihubungi lagi dalam jangka waktu tertentu (tiga bulan). Kelima, apabila kedua belah pihak (pengadu/pelapor dan terlapor) mencapai kesepakatan terhadap hasil mediasi. Keenam, setelah tidak tercapai kesepakatan mediasi kedua belah pihak (pengadu/pelapor dan terlapor) setuju menempuh jalur lain.37 2. Implementasi UU Perlindungan Undang-undang Perlindungan memberikan norma baru sekaligus harapan baru bagi tenaga kerja Indonesia. Sejumlah tindakan terhadap tenaga kerja Indonesia khususnya perempuan yang dahulu bukan merupakan tindak pidana, kini menjadi tindak pidana (kriminalisasi). Pencegahan terjadinya kekerasan seksual dalam bekerja, perlindungan kepada tenaga 37 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015. 116 kerja perempuan, penindakan kepada pelaku kekerasan, dan kesejahteraan merupakan tujuan dari undang-undang ini. Dengan adannya UU Perlindungan ini, tenaga kerja khususnya perempuan dapat menuntut keadilan atas kekerasan yang mereka alami dalam bekerja. Namun permasalahan kekerasan seksual tidak seketika selesai dengan adanya UU Perlindunan saja. Meskipun UU Perlindungan ini terbukti meningkatkan kesadaran korban untuk melapor, dalam pelaksanaannya ada sejumlah masalah yang timbul. Perspektif perlindungan kepada korban begitu kuat. Selain membentuk norma baru dalam hukum materilnya, sejumlah terobosan hukum formil pun diciptakan oleh undang-undang ini. Korban tidak harus melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya di tempat kejadian, karena korban dapat melaporkannya ke KBRI secara langsung. Pemerintah wajib segera memberikan perlindungan kepada korban. Hal ini dapat dibuktikan pada pasal 5 ayat (1) Undang-undang No.39 Tahun 2004 tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dinyatakan bahwa "Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri."38 Dan dalam pasal 6 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri. Pasal 27 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 mengatur tentang penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara 38 Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kerja Indonesia, http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data-22-12-2014-091034-permenNAKER-22-2014-ttgpenempatan-perlindungan-TKI-diLN.pdf. 117 tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing. Oleh sebab itu setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan, baik di Indonesia maupun di negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang-undang nomor 39 tahun 2004.39 Perjanjian penempatan TKI antara calon TKI dan pelaksana penempatan TKI swasta sekurang-kurangnya memuat: a. Nama dan alamat pelaksana penempatan TKI swasta; b. Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan alamat calon TKI; c. Nama dan alamat calon pengguna; d. Hak dan kewajiban para pihak dalam rangka penempatan TKI di luar negeri yang harus sesuai dengan kesepakatan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh calon Pengguna tercantum dalam perjanjian kerjasama penempatan; e. Jabatan dan jenis pekerjaan calon TKI sesuai permintaan Pengguna; f. Jaminan pelaksana penempatan TKI swasta kepada calon TKI dalam hal Pengguna tidak memenuhi kewajibannya kepada TKI sesuai perjanjian kerja; 39 Ibid 118 g. Waktu keberangkatan calon TKI; h. Biaya penempatan yang harus ditanggung oleh calon TKI dan cara pembayarannya; i. Tanggung jawab pengurusan penyelesaian masalah; j. Akibat atas terjadinya pelanggaran perjanjian penempatan TKI oleh salah satu pihak; dan k. tanda tangan para pihak dalam perjanjian penempatan TKI. Dalam melakukan perlindungan terhadap TKI, pasal 7 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 Tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban: a. Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri; b. Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI; c. Membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; d. Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan e. Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.40 Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja 40 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 Tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data-22-12-2014-091034-permenNAKER-22-2014-ttgpenempatan-perlindungan-TKI-diLN.pdf. 119 dan ketika pulang ke tanah air. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan. Dalam pasal 80 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 dinyatakan bahwa Perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri dilaksanakan antara lain: a. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di Negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional; b. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan. Pasal 8 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap calon TKI/TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk: a. Bekerja di luar negeri; b. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri; c. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri; d. Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya; e. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan; 120 f. Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan; g. Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri; h. Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal. Untuk lebih memperketat pengawasan pemerintah maka ada beberapa larangan yang tercantum dalam Undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang Tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yaitu: 1. Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri. 2. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI kepada pihak lain. 3. Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan, baik di Indonesia maupun di negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. 121 4. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan calon TKI. 5. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja. 6. Calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan dilarang untuk dipekerjakan. 7. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi. 8. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memiliki KTKLN. 9. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan. 10. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan. Selain itu ada beberapa ketentuan pidana terhadap pelanggaran Undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yaitu: Pasal 102 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda 122 paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang: a. Menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; b. Menempatkan TKI tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; atau/ c. Menempatkan calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 103 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) Rp1.000.000.000,00 tahun (satu miliar dan/atau rupiah) denda paling sedikit dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang: a. Mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19; b. Mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; c. Melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; d. Menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45; 123 e. Menempatkan TKI yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan psikologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50; f. Menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51; g. Menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi `sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68; atau h. Memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di penampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 104 (1) Dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), setiap orang yang : a. Menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 24; b. Menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1); c. Mempekerjakan calon TKI , yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46; d. Menempatkan TKI di luar negeri yang tidak memiliki KTKLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64; atau 124 e. Tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.41 3. Analisis Dari penelitian yang sudah di paparkan oleh peneliti mengenai pengertian perlindungan dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 yang dimaksud dengan perlindungan ialah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam arti luas, perlindungan sosial merupakan segala inisiatif baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan, status dan hak sosial kelompok-kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu masyarakat.42 41 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Pasal 102 (1) 42 R. Wiyono, Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2007), cet ke 2 125 Sedangkan menurut Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi Perlindungan BNP2TKI menjelaskan: “Segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.”43 Dari pendapat yang sudah kemukakan diatas bahwa perlindungan merupakan suatu upaya untuk melindungi individu, kelompok atau masyarakat dari berbagai gangguan yang mengancam diri dan sebagainya sehingga butuh perlindungan dari pihak-pihak yang berwenang sehingga terjamin keselamatannya. C. Proses Penyelesaian Permasalahan Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia Perlindungan bagi TKI yang bekerja diluar negeri dimulai dan terintergrasi dalam proses penempatan TKI, sejak proses rekruitmen, selama bekerja, dan ketika pulang ke tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar dari resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Kerja sama bilateral antara negara pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan penempatan tenaga kerja Indonesia ke negara tertentu. Dalam perjanjian bilateral penempatan TKI ke negara penerima dapat dimasukkan substansi perlindungan yang meliputi bantuan konsuler bagi TKI bermasalah dengan 43 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Kompol Saebani, Kepala Deputi Perlindungan BNP2TKI, Jakarta, 29 Oktober 2015, BNP2TKI 126 hukum, pembelaan, dan penyelesaian tuntutan hak TKI. Oleh karena itu penempatan TKI dapat dilakukan ke semua negara dengan ketentuan : 1. Negara tujuan memiliki peraturan adanya perlindungan tenaga kerja asing 2. Negara tujuan membuka kemungkinan kerja sama bilateral dengan negara Indonesia di bidang penempatan TKI 3. Keadaan di negara tujuan tidak membahayakan keselamatan TKI Apabila terjadi sengketa antara TKI dengan pelaksana penempatan TKI swasta mengenai pelaksanaan perjanjian penempatan, maka kedua belah pihak mengupayakan penyelesaian secara damai dengan cara bermusyawarah. Namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketengakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah. Proses penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh BNP2TKI melalui perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan Internasional salah satunya baik dalam hal pemberian bantuan hukum bagi setiap TKI di luar negeri yang menghadapi masalah hukum, hal ini bertujuan untuk membela atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/ atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan. Bentuk perlindungan kepada TKI juga harus diberikan oleh PJTKI sebagai penyalur TKI seperti mengikutsertakan calon TKI dalam program 127 asuransi perlindungan TKI. Program asuransi perlindungan TKI dilakukan oleh Konsorsium asuransi perlindungan TKI. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh TKI dalam hal mereka dirugikan oleh PJTKI dalam hubungan hukum adalah upaya non litigasi atau penyelesaian sengketa alternatif. Upaya litigasi dapat berupa tuntutan ganti rugi ataupun pembatalan perjanjian yang dituntut melalui suatu gugatan perdata pada pengadilan yang berkompeten baik atas dasar wanprestasi, perbuatan pelanggaran hukum, atau pembentukan perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/SB/XII/2003/01 yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Agama dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Tentang pembentukan Tim Advokasi, Pembelaan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang maksudnya adalah tim yang dibentuk untuk memberikan bantuan konseling, pembelaan dan perlindungan bagi TKI di luar negeri dibawah koordinasi perwakilan Republik Indonesia yang bertugas sebagai:44 1. Memberikan perlindungan dan hak-hak dasar dan bantuan hukum bagi TKI di luar negeri 2. Melakukan pendataan dan penelitian dokumen TKI (bekerja sama dengan Agency) 44 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015. 128 3. Mendata nama dan alamat majikan 4. Melakukan bimbingan dan penyuluhan bagi TKI 5. Memberikan konsultasi dan pendampingan bagi TKI yang bermasalah 6. Membantu penyelesaian perselisihan antara TKI dengan pengguna /majikan 7. Memberikan bantuan penyelesaian administrasi dan dokumen TKI 8. Mengurus penyelesaian pembayaran atas TKI yang tidak dibayar 9. Memperoses penyelesaian pemenuhan hak-hak akibat pemutusan hubungan kerja dan harta kekayaan TKI 10. Mengupayakan pembelaan hukum bagi TKI 11. Mengurus penyelesaian sengketa antara TKI dengan pihak ketiga (bukan pengguna/majikan) 12. Mengurus penyelesaian jaminan atas resiko kecelakaan kerja dan/ atau kematian yang dialami oleh TKI 13. Membantu proses pemulangan TKI 14. Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas tim sesuai dengan petunjuk Menteri terkait. Upaya hukum (legal remedies) yang dapat dilakukan demi menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi oleh TKI antara lain dapat berupa:45 1. Penyelesaian melalui lingkungan eksekutif (executive review) artinya tidak mengembil keputusan atas nama negara apabila ada konflik 45 Data diperoleh dari wawancara dengan Bapak Karman Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah BNP2TKI, Jakarta 29 Oktober 2015. 129 kepentingan, semestinya diserahkan kepada atasannya atau pihak lain di lingkungan eksekutif yang paling berwenang. 2. Penyelesaian melalui Ombudsman sebagai lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintah lainnya, karena alasan terganggunya pelayanan publik (Undang-Undang No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia). 3. Penyelesaian melalui kewenangan legislatif (DPR) dengan melaksanakan hak mengajukan pertanyaan atau angket karena adanya perbedaan dalam mengimplementasikan Undang-Undang. 4. Judical Review penguji legilitas peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang ke Mahkamah Agung (the legality of regulation). 5. Penguji konstitusionalitas undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi dengan batu ujinya adalah Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke empat terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Selain itu perlu upaya serius merancang dan menjalankan berbagai program dan kegiatan untuk mendapatkan calon-calon tenaga kerja Indonesia (TKI) berkualitas. Hal itu perlu dilakukan baik sebelum TKI berangkat maupun setelah kembali ke Indonesia. Untuk mewujudkan kondisi itu BNP2TKI menggandeng beberapa yayasan untuk melakukan kerjasama agar tenaga kerja Indonesia dapat mengikuti kegiatan 130 pemberdayaan, guna untuk membekali CTKI/TKI agar dapat kembali keberfungsiannya kembali. Kegiatan tersebut terfokus baik disisi lembaga pendidikan formal maupun non formal, diantaranya melalui standar pelatihan pemberdayaan dan paket pelatihan pemberdayaan masyarakat CTKI/TKI. Sasarannya meliputi TKI purna/TKI-B/WNI Overstayers (WNIO) dan Keluarganya. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan peluang bagi TKI Purna dan keluarganya agar dapat lebih produktif didalam memanfaatkan uang penghasilan dan kemampuan yang ada, serta diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi diri TKI sendiri dan keluarganya. Selain itu agar TKI bersangkutan tidak kembali lagi bekerja ke luar negeri. Materi pelatihan yang diberikan mencakup mengenai motivasi training dan inspirator; perencanaan keuangan pribadi dan usaha; pengelolaan mengenai usaha (prinsip-prinsip bagaimana membangun kewirausahaan/entrepreneurship usaha produk, harga, tempat, pengemasan, pemasaran dan pengorganisasian sumber daya manusia); praktik/magang (produk/jasa); rencana aksi kelompok; dan program pemberdayaan masyarakat (kebjiakan Kementerian/Lembaga terkait).46 Nusron mengatakan, “Pemerintah sedang mengagendakan pemulangan seluruh TKIB di luar negeri ke tanah air. Diperkirakan jumlah TKIB yang ada di berbagai negara saat ini sekitar 1,8 juta. Mereka nantinya akan dipulangkan ke Indonesia secara bertahap. 46 Harapan dari Kegiatan Berwirausaha, artikel ini diakses pada tanggal 18 November 2015 dari http://www.bnp2tki.go.id/read/10638/BNP2TKI-berharap kegiatan_produktif_TKI_purna_di_Desa_lahirkan_kekuatan_ekonomi.html 131 “Namun, kepulangan mereka ke tanah air nantinya jangan sampai menjadi problem baru di masyarakat dan membebani Pemerintah utamanya Pemerintah Daerah (Pemda) di mana TKI tersebut berdomisili. Mereka harus kita berdayakan sesuai dengan potensi dirinya dan potensi daerahnya, sehingga nantinya dapat mandiri secara ekonomi dan menyejahterakan keluarganya.”47 Mengenai pelibatan masyarakat didalam pemberdayaan TKI purna dan TKIB itu nantinya bisa dari unsur lembaga swadaya masyarakat seperti Yayasan TIFA, IOM, SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia), Migrant Care, dan lain-lain. Lebih jauh Nusron mengatakan, ada tiga yang akan dilakukan Pemerintah terkait penanganan TKIB. Pertama, memulangkan TKIB ke tanah air secara bertahap. Kedua, melakukan pemberdayaan TKIB secara masif sehingga mereka dapat mandiri secara ekonomi. Ketiga, mengadakan penindakan secara hukum terhadap pelaku yang menempatkan TKI bermasalah.48 Terkait penanganan pengaduan permasalahan TKI ini, BNP2TKI melalui Dit-Yandu telah memutuskan mengenai "Penetapan Kriteria Kasus TKI Selesai". Pertama, apabila tuntutan (hak) pelapor/pengadu dalam hal ini calon TKI/TKI dan atau keluarga TKI sudah terpenuhi.Kedua, apabila laporan pengaduan dari pelapor/pengadu tidak valid dari segi data maupun dokumen setelah sebelumnya diberikan jangka waktu tertentu untuk 47 Harapan dari Kegiatan Berwirausaha, artikel ini diakses pada tanggal 18 November 2015 dari http://www.bnp2tki.go.id/read/10638/BNP2TKI-berharap kegiatan_produktif_TKI_purna_di_Desa_lahirkan_kekuatan_ekonomi.html 48 Ibid 132 melengkapi. Ketiga, apabila pelapor/pengadu atas kemauan sendiri mencabut laporannya atau menyatakan selesai. Keempat, apabila pelapor/pengadu tidak dapat dihubungi lagi dalam jangka waktu tertentu (tiga bulan). Kelima, apabila kedua belah pihak (pengadu/pelapor dan terlapor) mencapai kesepakatan terhadap hasil mediasi. Keenam, setelah tidak tercapai kesepakatan mediasi kedua belah pihak (pengadu/pelapor dan terlapor) setuju menempuh jalur lain.49 49 Data diperoleh melalui wawancara dengan Bapak Henry Prajitno selaku Koordinator Crisis Center pada tanggal 29 Oktober 2015 133 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Advokasi merupakan salah satu proses pendampingan dalam memberikan fasilitasi untuk membantu korban agar terpenuhi hak-hak nya kembali, hal ini dilihat dari proses pendampingan yang diberikan oleh BNP2TKI menjadi penghubung ke sumber sosial yang mendukung kesejahteraan TKI maupun keluarganya. Yang dibutuhkan oleh para CTKI/TKI yaitu pendampingan yang dilakukan oleh tim advokat pada saat pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan. Advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia melalui dua deputi yaitu Deputi Perlindungan Bidang Pengawasan dan Pengamanan, Deputi Perlindungan Bidang Advokasi Timur Tengah dan Crisis Center. Memberikan Perlindungan hukum berupa konsultasi dan pendampingan hukum, melakukan advokasi serta mediasi, serta kebijakan dalam penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia. Selain itu pelayanan advokasi melakukan identifikasi terhadap korban apabila mengalami kekerasan seksual dan melakukan pembelaan suatu perkara dalam koridor hukum yang berlaku atau proses pendampingan terhadap orang atau kelompok yang belum memiliki kemampuan membela diri dan kelompoknya. Tujuannya adalah untuk memudahkan pelayanan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat 133 134 sehingga dengan pemberi layanan (BNP2TKI) dengan CTKI/TKI dan keluarga TKI maupun masyarakat sebagai penerima layanan dapat langsung saling berhubungan tanpa ada batas birokrasi dan membantu klien untuk memenangkan dan memperoleh kembali hak-haknya. Bentuk penanganan BNP2TKI dalam mewujudkan perlindungan hukum yaitu melalui tim advokasi yang dibentuk oleh BNP2TKI. Proses awal bentuk penanganannya yang terjadi di BNP2TKI yang pertama adalah TKI yang bermasalah/ keluarga dapat mengadukan secara langsung atau melalui surat, telepon, sms, fax, email, dll setelah itu diterima oleh petugas crisis center. Di crisis center seorang advokat akan memberikan pendapat, saran, arahan dan juga penguatan psikologis yang membantu agar korban bangkit dari keterpurukannya, kemudian advokat menganalisa kasus, pemecahan dan pengambilan keputusan terhadap kasus yang ditangani, kemudian melakukan pendampingan hukum untuk kasus yang sudah dipelajari. Setelah itu berkoordinasi dengan Direktorat Mediasi dan Advokasi untuk menindaklanjuti masalah yang ada sehingga dapat mengambil tindakan untuk menyelesaikan permasalahan. Setelah itu ditindaklanjuti oleh seksi perlindungan BP3TKI untuk diterima berkasberkasnya. Dan selanjutnya didistribusikan ke direktorat mediasi dan advokasi pusat dan didistribusikan ke seksi perlindungan darerah untuk mendapatkan data dan terakhir dilakukanlah proses mediasi dan melakukan pemanggilan pihak terkait, lalu mengadakan klarifikasi dan melakukan musyawarah. Bila masalah dianggap selesai dan mendapatkan 135 kesepakatan maka kasus dinyatakan selesai, tetapi bila tidak akan dilakukan proses advokasi. Agar TKI mendapatkan perlindungan dan menerima hak-haknya dengan semestinya. B. SARAN Merujuk pada kesimpulan diatas maka penulis mencoba memberikan dan mengemukakan masukan atau rekomendasi bagi BNP2TKI yang kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan kedepannya 1. Berdirinya BNP2TKI diharapkan dapat terus mengembangkan dan meningkatkan pelayanan dengan mengadakan sosialisasi yang lebih luas lagi, sehingga BNP2TKI dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada para tenaga kerja, tidak hanya tenaga kerja melainkan pada masyarakat sekitar. 2. Untuk memberikan kepuasan kepada para tenaga kerja, BNP2TKI diharapkan tetap berupaya untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam proses perlindungan yang diberikan agar para TKI tidak ragu untuk melaporkan kasusnya bila menemukan masalah. Demikian kesimpulan dan saran-saran yang dapat penulis simpulkan, semoga saran-saran ini menjadi sebuah kritik yang membangun guna meningkatkan kinerja BNP2TKI ke arah yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Artmanda. W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media) BaqirShariefQorashi, KeringatBuruhHakdanPeranPekerjaDalam (Jakarta: Al- Huda, 2007), h. 235-236 Islam, Berry, David,Pokok-pokokPikiranDalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995), cet ke-95, h.101 C.S.T. Kansil,PengantarIlmuHukumdan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.119-120. DepartemenPendidikandanKebudayaan, KamusBesarBahasa (Jakarta: BalaiPustaka 1998), h. 667 Indonesia, Gosita,Arif,Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta: Akademika Presindo,1993), h.63 Hamid Nasuhi. Dkk. PedomanPenulisanKaryaIlmiah(Skripsi, Tesis, Disertasi), (UIN SyarifHidayatullah Jakarta: CeQDA, 2007), Cet II dan Hamid, Abdul Mursi, SDMYang ProduktifPendekatan Al-Quran & Sains,(Jakarta: GemaInsani Press, 199), h.20 Hidayati Nurul,MetodologiPenelitianDakwahDenganPendekatan Kualitatif, (UIN Press, 2006), cet. Ket-1, h.39 MilanistiMuzakkardan Ira D. Aini, PerempuanPembelajarselamatdatang di universitas kehidupan, (Jakarta : PT Elex Media Komputindokompas Gramdi,2014), h.85. Muqsit, Gozali Abdul, dkk, Tubuh, Seksualitas, danKedaulatanPerempuan (BungaRampaiPemikiranUlamaMuda), (Jakarta: Rahima, 2002), Cet. Ke-1, h.105 Musdah, Mulia Siti, dkk, MerentasJalankehidupanAwalManusia: Modul PelatihanUntukPelatihHak-HakReproduksiDalamPerspektif Pluralisme, (Jakarta: LembagaKajian Agama dan Gender, 2003), Cet. Ke1, h.104 Musdah, Mulia Siti, MuslimahReformis: PerempuanPembaruKeagamaan, (Bandung: PenerbitMizan, 2005), Cet.ke-1, h.154 xv N. Gross, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam Berry, Pokok-PokokPikiranDalamSosiologi,(Jakarta: RajaGrafindo Persada,1995), cet. Ke-3, h.99-100 Nurul, IlmiIdrus, Marital Rape, KekerasanSeksualdalamPerkawinan, (Yogyakarta:KerjasamaPusatPenelitianKependudukanUniversitas GadjahMadadengan Ford Foundation, 1999, Cet.ke-1, h.25 R. Wiyono, PengadilanHakAsasiManusia Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Pranada Media,2007), cet ke-2 Saptari, dkk., Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997), h. 27 Sugiyono, Metode PenelitianKuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.120 Sugiono,Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disetrasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), h.24 Suharto, Edi, “Social Protection for Children in Difficult Situations: Lesson from Indonesia, Paper presented at “34thBiannual Congress of the International Association of Schools of Social Work (IASSW)”, the International Convention Centre (ICC), Durban, South Africa, 20-24 Juny 2008 Suharto, Edi, Isu – Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial, 2004), h. 114. Suharto, Edi, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social Responsibility, (Bandung: Alfabeta,2009), cet ke-2, h 166 Suharto, Edi, Kebijakan Sosial Alfabeta,2011), cet ke-3, h.87 Sebagai Kebijakan Publik,(Bandung: Suharto, Edi, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.42 Suharsaputra, Uhar, MetodePenelitianKuantitatif, (Bandung: PT RefikaAditama, 2012), h.181 Kualitatif, Sarwono, SarlitoWirawan, Teori-TeoriPsikologiSosial, GrafindoPersada 2005), cet ke-10, h. 224 xvi danTindakan, (Jakarta: PT Raja Soekanto, Soerjono, SosiologiSuatuPengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2002), cet ke-34, h.243 Syafa’atRachmat,BuruhPerempuan:PerlindunganHukumdanHakAsasi Perempuan, (Malang: IKIP, 1998), h.162 Suparman, Marzuki (et.al.), PelecehanSeksual, (Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia, 1995 Tim PenyusunKamusBahasa, KamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet. Ke-3, h.550 Topatimasang, 2000) dkk.,MerubahKebijakanPublik, (Yogyakarta: PustakaPelajar, UUD 45&PerubahannyaSusunanKabinet RI Lengkap (1945-2009) + Reshuffle Kabinet Indonesia BersatuJilid 2 (7 Mei 2007), (Jakarta: KawanPustaka, 2008), Cet ke-18, h.26. Vehaarj.W. M, Asas-AsasLinguistikUmum, University Press 1996), h.135 (Yogyakarta: Gajah Mada Wawa dan Janes E, IroniPahlawanDevisa.KisahTenagaKerjadalamLaporan Jurnalistik, (Jakarta :Kompas, 2005), h. 38 Media Internet TAP MPR RI. No. IV / MPR / 1999 tentangGaris-GarisBesarHaluan Negara Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 1 Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 13 Tahun Ketenagakerjaan Bab 1 KetentuanUmumPasal 1 2003 Undang-Undang Republik TentangPenempatanDan LuarNegeri. Tahun 2004 Indonesia Di Indonesia Nomor 39 PerlindunganTenagaKerja Tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia “Visi dan Misi”. Artikel ini di akses pada 5 Mei 2015 dari http://www.BNP2TKI.co.id/2015/visidanmisi xvii Skripsi MarhendraHandoko, “AdvokasiTerhadapPermasalahanPenempatandan Perlindungan TenagaKerja Indonesia di LuarNegeri”, (TesisFakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2011) Lubis, Momba DS, “Perlindungan Hukum UntukPerempuanKorbanKekerasan Dalam RumahTangga (StudiKasus LBH Apik Jakarta)”, (Skripsi S1 FakultasIlmu DakwahdanIlmuKomunikasi, UIN Jakarta, 2014) Hardiyanto, Slamet, “PerlindunganHukumTenagaKerja Indonesia di LuarNegeri (Perspektifhukum Islam danHukumPositif)”, (Skripsi S1 FakultasSyariahdanHukum, UIN Jakarta, 2011) Sukowati, Sunawar, “Perlindungan Tenaga KerjaIndonesia (TKI) ke luar negeri menurut Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (Studi Pada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Propinsi Jawa Tengah)”, (Skripsi S1Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, 2011) xviii Pedoman Wawancara Objek Wawancara A. Nama : Bapak Henry Prajitno. SH Jabatan : Kepala Bagian Crisis Center 1. Bagaimana advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja indonesia yang mengalami kekerasan seksual di luar negeri? 2. Siapa saja yang terlibat dalam penanganan advokasi? 3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses advokasi? 4. Apa saja standar awal dalam pelayanan advokasi? 5. Bagaimana seorang advokat BNP2TKI dalam melakukan identifikasi terhadap tenaga kerja perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri? 6. Apa tujuan dari advokasi? 7. Teknik apa saja yang digunakan dalam penanganan advokasi? 8. Ketika proses advokasi apa saja yang ditanyakan dan apakah advokat memberikan nasihat-nasihat tertentu terhadap klien? 9. Apa yang dilakukan BNP2TKI dalam pemantauan klien setelah proses advokasi? 10. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan yang dihadapi crisis center BNP2TKI dalam menangani kasus-kasus tersebut? B. Nama : Bapak Kompol Saebani. SH Jabatan : Kepala Deputi Perlindungan Direktorat Pengamanan dan Pengawasan 1. Bagaimana Peran Deputi Perlindungan BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan indonesia yang mengalami kekerasan seksual di luar negeri? 2. Siapa saja yang terlibat dalam proses perlindungan? 3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses perlindungan? 4. Apa saja standar awal dalam proses perlindungan? xix 5. Program apa saja yang dilakukan BNP2TKI dalam pencegahan tenaga kerja perempuan korban kekerasan seksual? 6. Teknik apa saja yang digunakan dalam proses perlindungan? 7. Apa yang menjadi hambatan yang dihadapi BNP2TKI khususnya deputi perlindungan yang menangani kasus-kasus tersebut? 8. Apakah UU Perlindungan sudah dapat di implementasikan baik selama belakangan ini ? 9. Apa yang dilakukan Deputi Perlindungan dalam pemantauan klien setelah proses perlindungan? C. Nama : Bapak Karman Jabatan : Kasubid Mediasi dan Advokasi Timur Tengah 1. Bagaimana Peran Direktorat Mediasi dan Advokasi dalam memberikan Perlindungan terhadap TKI yang mengalami kekerasan seksual di luar negeri? 2. Siapa saja yang terlibat dalam proses mediasi? 3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses mediasi? 4. Apa saja standar awal dalam pelayanan mediasi? 5. Bagaimana seorang mediator BNP2TKI dalam melakukan mediasi terhadap korban dan keluarganya? 6. Apa tujuan dari mediasi? 7. Teknik apa saja yang digunakan dalam proses mediasi? 8. Ketika proses mediasi, Apa saja yang ditanyakan dan apakah mediator memberikan saran-saran tertentu terhadap klien? 9. Apa saja yang dilakukan BNP2TKI dalam pemantauan klien setelah proses mediasi? 10. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan yang dihadapi Direktorat Mediasi dan Advokasi dalam menangani kasus-kasus tersebut? xx Transkip Wawancara A. Identitas Informan a. Nama : Bapak Henry Prajitno. SH b. Jabatan : Koordinator Crisis Center c. Tanggal : 29 Oktober 2015 B. Instrumen Wawancara 1. Bagaimana peran advokasi BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja indonesia yang mengalami kekerasan seksual di luar negeri? “ Sebelum memberikan penyuluhan TKI kita harus tahu budaya disana, misalkan di Saudi kita berpakaian saja harus tertutup semua, cara berjalan, berpakaian, dll. Karena apa? Untuk meminimalisir kejadian kekerasan seksual dan lainnya. Dalam rangka pencegahan kita berupaya menyampaikan kondisi disana dalam berpakaian, hmm di Saudi saja tidak boleh jalan sendiri. Disana saja rumah makan harus ada tulisan “Family” karena untuk memberikan perlindungan untuk mencegah terjadi pelecehan seksual. Nasihat itu tidak selalu berbentuk hukum jadi bagaimana TKI bisa melindungi diri sendiri.” 2. Siapa saja yang terlibat dalam penanganan advokasi? Baik dari masyarakat sendiri, BNP2TKI, Dinas Tenaga Kerja. 3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses advokasi? xxi “Advokasi dapat dilakukan secara atap muka secara pribadi dan wawancara, tatap muka secara klasikal dengan menggunakan sarana advokasi (kuisioner), Ceramah dengan menggunakan sarana pemberian leaflet. Pertama Mendatangi kantor-kantor penempatan TKI, lalu PAP atau biasa disebut dengan Pembekalan Akhir Pemberangkatan nah disana disampaikan peraturan Negara Penempatan, adat istiadat, perjanjian kerja di luar negeri namanya Welcoming Program, apa saja yang harus dihindari dan dilakukan. 4. Apa saja standar awal dalam pelayanan advokasi? Pertama petugas advokasi tentunya menyiapkan rencana kerja dengan membentuk tim advokasi, yang kedua menyiapkan surat pemberitahuan dalam rangka berkoordinasi dengan PPTKIS, BLK-LN dan Pelaksana PAP TKI selanjutnya menyiapkan bahan-bahan advokasi yang diperlukan. Dan Pelaksanaan advokasi bisa di PPTKIS,BLK-LN, atau PAP, setelah pelaksanaan selesai kita lakukan evaluasi dengan tabulasi data hasil kuisioner dan analisis, terakhir pelaporan. Nah itu mekanisme advokasi sebelum TKI bermasalah, ada lagi mekanisme advokasi bagi TKI bermasalah yang pertama TKI bermasalah/keluarga mengadukan secara langsung atau melalui surat, telepon, sms, fax, email, dll. Nantinya akan diterima oleh petugas crisis center, Dit Mediasi dan advokasi, seksi perlindungan BP3TKI setelah itu distribusikan ke direktorat mediasi dan advokasi (pusat)/ distribusi ke seksi perlindungan (daerah) lalu setelah itu kita melakukan proses mediasi xxii kita lakukan pemanggilan pihak terkait lalu kita lakukan klarifikasi dan selanjutnya musyawarah setelah selesai kedua belah pihak setuju kita lakukan kesepakatan dan kasus dinyatakan selesai tetapi bila tidak baru kita lakukan proses advokasi setelah itu selesai. Ada beberapa tahapan dalam melakukan advokasi yaitu: 1. Pra Advokasi Seorang Advokator dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengumpulkan dan menganalisa informasi latar belakang permasalahan untuk mengidentifikasi pihak-pihak utama yang terlibat permasalahan, menentukan pokok masalah dan kepentingan para pihak. a. Dengan melakukan analisa permasalahan advokator dapat menyusun rencana / strategi penyelesaian masalah melalui advokasi. b. Analisa permasalahan dapat dilakukan dengan cara memahami lingkaran permasalahan. 2. Memilih strategi untuk membimbing proses advokasi Untuk membimbing proses advokasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Advokat membantu para pihak menganalisa pendekatanpendekatan sebagai sarana dalam pengelolaan permasalahan, dan diharapkan para pihak menyampaikan permasalahan (keterangan) secara jujur. xxiii duduk b. Advokat memotivasi para pihak agar aktif dalam menyelesaikan permasalahan melalui proses advokasi sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cepat. c. Advokat mengarahkam kepada para pihak untuk mencapai keputusan bersama yang menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution). d. Advokat memberikan penjelasan kepada para pihak untuk menghindari proses hukum yang melibatkan orang banyak sehingga akan menyulitkan dan merugikan kedua belah pihak (waktu, tenaga, dan biaya). Menyusun rencana advokasi Untuk menyusun rencana advokasi perlu dipertimbangkan : a. Pihak-pihak yang akan terlibat dalam advokasi. Dalam proses advokasi semua peserta yang terlibat dalam permasalahan hukum harus patuh dan tunduk pada tata tertib advokasi b. Menentukan tempat pelaksanaan advokasi, suatu komitmen para pihak yang ditentukan oleh advokat c. Mengatur tempat duduk para pihak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (bentrok) d. Memastikan para pihak dalam kondisi sehat dan siap untuk melaksanakan proses advokasi, advokat menanyakan kepada para pihak tentang kesiapannya xxiv e. Menentukan metode yang akan digunakan, agar dalam proses advokasi seorang advokat mampu memberikan tambahan wacana atau opsi-opsi sebagai dasar penyelesaian f. Menentukan jenis masalah, kepentingan dan kemungkinan penyelesaian permasalahan melalui advokasi maupun tidak g. Menentapkan/ menyampaikan aturan kesepakatan yang akan digunakan dalam penyelesaian permasalahan melalui advokasi dengan mentaati komitmen bersama h. Menyampaikan rencana penjadwalan perundingan pertama kepada para pihak i. Mengarahkan atau memberi wawasan kepada para pihak tentang proses advokasi j. Mempersiapkan cara mengatasi apabila menghadapi kebuntunan (deadlock) dalam proses advokasi, dapat dilakukan dengan cara kaukus secara impartial k. Membangun hubungan dengan para pihak l. Membangun kepercayaan dengan kedua belah pihak m. Menjelaskan kepada para pihak tentang cara proses advokasi. Bahwa proses advokasi dilakukan dengan cara memberikan pendampingan untuk mencapai hak-haknya kembali dan tidak merugikan kedua belah pihak xxv n. Menjelaskan tugas dan peran advokat kepada para pihak. Bahwa seorang advokat bersifat netral, menjaga kerahasiaan dan tidak ada benturan kepentingan. Advokasi : Dalam pelaksanaan advokasi, seorang advokator harus melaksanakan tahapan-tahapan berikut : 1. Pendahuluan (Sambutan Advokat) : Menyambut kedatangan berbincang santai a) Perkenalan : Advokat dan para pihak saling memperkenalkan diri Menanyakan kemauan para pihak untuk melaksanakan advokasi Menanyakan surat kuasa (apabila dikuasakan) b) Menjelaskan arti dan maksud dari advokasi serta bagaimana peran advokat c) Menjelaskan batasan waktu advokasi berlangsung sesuai kesepakatan para pihak menyampaikan hasil pertemuan pra advokasi d) Menjelaskan tahapan advokasi : Presentasi para pihak dan memberikan porsi waktu yang sama kepada para pihak saat presentasi Kesepahaman awal Identifikasi masalah Negoisasi xxvi Kaukus Draft kesepakatan akhir Penutup e) Kode etik (tidak memihak, rahasia, tidak ada benturan kepentingan) f) Menyampaikan tata tertib g) Mengkonfirmasi komitmen bersama h) Memberikan kesempatan bertanya apabila ada yang kurang jelas 2. Presentasi para pihak : Masing-masing pihak diberikan kesempatan yang sama untuk menjelaskan permasalahan dan harapannya secara bergantian dan dipandu oleh advokat 3. Kesepahaman awal : Advokat menganalisa dan menyampaikan kesamaan kesepahaman dari hasil presentasi para pihak. 4. Advokat menawarkan kepada para pihak bahwa penyelesaian masalah apakah bisa diselesaikan dengan bipartit (apabila disetujui para pihak dilakukan tahapan menyusun draft keputusan akhir) 5. Identifikasi masalah : Menentukan permasalahan penting yang perlu dicari penyelesaiannya, berdasarkan presentasi para pihak. Metodenya berupa : Kalimat tanya Ada yang lain? xxvii Diurutkan prioritasnya untuk dibahas selanjutnya 6. Negosiasi para pihak : Pembahasan masalah yang sudah ditentukan sebelumnya. Seorang advokat mendampingi jalannya proses advokasi, boleh memberikan solusi, memberikan saran, dan opini. 7. Pertemuan terpisah (apabila diperlukan) : Apabila terjadi deadlock pada saat advokasi (bisa dilakukan pada setiap tahapan) 8. Pengambilan keputusan akhir : Menyampaikan hasil berupa : a) Sepakat b) Sepakat sebagian : Adanya sebagian permasalahan yang tidak dapat disepakati para pihak melalui proses advokasi, dapat dilanjutkan ke proses litigasi oleh para pihak c) Gagal : Tidak ada kesepakata/ titik temu, membuat nota anjuran sepakat tidak sepakat melalui mediasi 9. Penyusunan hasil kesepakatan : a) Hasil kesepakatan para pihak berhasil mencapai kesepakatan, ditandatangani para pihak, diketahui saksi dan advokat b) Penyusunan nota ketidak sepakatan apabila gagal proses advokasi 10. Penutupan : a) Menyampaikan kembali hasil kesepakatan para pihak apabila berhasil, advokat wajib menyampaikan, bahwa hasil dari advokasi ini bukan keputusan pihak advokator, namun hasil kesepakatan para pihak kesepakatannya. xxviii dan harus diimplemetasikan b) Mengakhiri advokasi secara formal dan saling bersalaman. 5. Bagaimana seorang advokat BNP2TKI dalam melakukan Identifikasi terhadap tenaga kerja perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri? Yang pertama kita lihat kronologis kejadiannya lalu kita mengambil sikap untuk menangani kasus tersebut baru ditindak lanjuti 6. Apa tujuan dari advokasi? Memberikan pendampingan bagi keluarga dan CTKI berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi mereka terutama hukum. Secara umum advokasi bertujuan untuk memberikan komitmen dan dukungan dalam upaya penyelesaian permasalahan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai dengan priorita kasus, sedangkan tujuan khusus advokasi yang diberikan oleh Crisis Center BNP2TKI dalam membantu Tenga Kerja Perempuan korban kekerasan seksual di luar negeri adalah : Memberikan Pemahaman dan kesadaran kepada para CTKI/TKI tentang hak dan kewajibannya, Memberikan pemahaman tentang langkah-langkah emergency/ darurat dalam mengatasi permasalahannya, Memberikan saran-saran dan pendapat hukum sesuai dengan prioritas kasus, Memberikan bantuan hukum terhadap CTKI/ TKI/ Keluarganya yang bermasalah, Memperjuangkan terpenuhinya hak-hak CTKI/ TKI xxix 7. Teknik apa saja yang digunakan dalam penanganan advokasi? Pertama klarifikasi dan ke dua mediasi bila hasilnya sepakat maka dinyatakan selesai tetapi bila kasusnya tidak menghasilkan kata sepakat maka bisa dilanjutkan ke instansi terkait yang berwenang di luar BNP2TKI. Misalkan penganiayaan kalau yang kriminal ditangani oleh polisi, kalau yang berkaitan dengan hak-hak ditangani oleh Pengadilan. Di pengadilan yang bertanggung jawab adalah PT, mengenai peraturan UU, bermasalah dengan dokumen bisa digantikan kerugiannya. 8. Ketika proses advokasi apa saja yang ditanyakan dan apakah advokat memberikan nasihat-nasihat tertentu terhadap klien? Pertama kita lakukan interview didalam interview ini di berikanlah keterangan dan kronologi status TKI hasil dari ini kronologisnya diungkapkan dan akan dirumuskan permasalahan CTKI/TKI dan Keluarga TKI setelah dirumuskan lalu diberi saran-saran apakah kita lakukan mediasi atau mengambil langkah/ tindakan upaya hukum yang lebih berwenang tentang TKI tersebut 9. Apa yang dilakukan BNP2TKI dalam pemantauan klien setelah proses advokasi? Kita beri waktu dua minggu kalau memang sudah paham cukup sampai disini. Nah disini kita mempunyai progman namanya Welcoming Program artinya apa yang sudah kita berikan di Indonesia misalnya peraturan dan lain-lainnya kita berikan lagi di luar negeri. Sebagai pengingat bila ada yang lupa. Selanjutnya ada istilah lain yaitu panic xxx buttom yaitu untuk menghubungi Crisis Center supaya ditangani masalahnya 10. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan yang dihadapi Crisis Center BNP2TKI dalam menangani kasus-kasus tersebut? BNP2TKI tidak berdiri sediri, kita bekerjasama dengan badan-badan yang lain misalnya berkoordinasi dengan kementrian kelautan, kementrian luar negeri, kementrian tenaga kerja dan lainnya. Masalah yang lainnya yaitu surat menyurat kadang-kadang terhalang oleh waktu, lalu data yang minim, data-data tidak lengkap jadi sulit untuk menanganinya, terakhir hubungan dengan instansi lain. C. Identitas Informan d. Nama : Bapak Kompol Saebani e. Jabatan : Kepala Deputi Perlindungan Direktorat Pengamanan dan Pengawasan f. Tanggal : 29 Oktober 2015 D. Instrumen Wawancara 1. Bagaimana Peran Deputi Perlindungan BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan Indonesia yang mengalami kekerasan seksual di luar negeri? Domainnya Kemenlu masalah pidananya justice disana kalau perlindungan penempatan 2 tahun mengurus asuransi termasuk Indonesia dan untuk membawa ke Rumah sakit yang telah ditunjuk, masalah perbuatan kemenlu yang mengatasi.bahwa kasus yang dialami xxxi oleh para Tenaga Kerja Indonesia bermacam-macam mulai dari kasus pidana ketenagakerjaan, TKI tidak digaji, TKI bekerja melebihi batas kerja, bekerja tidak sesuai job, TKI pindah-pindah agency, TKI dinikahkan oleh orang lain disana, TKI membawa anak, TKI yang tidak bisa bekerja, TKI tidak menguasai bahasa, TKI ditempatkan non procedural, dan lain sebagainya. Dibawah ini adalah permasalahan yang sering terjadi dalam pelaksanaan tenaga kerja indonesia yaitu: 1. Pra penempatan A. Permasalahan yang terjadi dikantong-kantong TKI 1). Sponsor/ calo/ petugas lapangan: a. tidak memiliki surat tugas b. melakukan pemalsuan dokumen c. melakukan praktek rentenir d. melakukan pemerasan e. memberikan janji palsu 2). Oknum pejabat terkait : a. Melakukan pemalsuan dokumen atau memberikan keterangan palsu pada dokumen b. Melakukan pemerasan dan penipuan B. Permasalahan yang terjadi disarana kesehatan 1. Sarana kesehatan tidak memiliki izin/ izinnya tidak berlaku 2. Melakukan pemalsuan hasil medical 3. Adanya praktek perjokian xxxii C. Permasalahan yang terjadi/ dilakukan oleh PPTKIS 1. Numpang proses 2. Tidak memiliki mitra kerja di luar negeri 3. Tidak memiliki job order/ deman letter 4. Tidak memiliki SIP 5. Tidak memiliki izin penampungan 6. CTKI tidak dilatih dan/ atau tidak diikuti dalam Uji kompetensi serta pemalsuan sertifikat kompetensi Pembayaran premi asuransi CTKI tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan KPA tidak diberikan kepada CTKI 8. Mengalihkan SIP 9. Pemalsuan dokumen CTKI 10. Memanfaatkan jokey dalam pelaksanaan PAP, test kesehatan, dan uji kompetensi D. Permasalahan yang terjadi/ dilakukan oleh Kantor Cabang PPTKIS 1. Tidak memiliki izin operasional 2. Merekrut CTKI di bawah umur, buta huruf, unfit 3. Pemindahan CTKI ke PPTKIS lainnya E. Permasalahan yang terjadi dipenampungan 1. Tidak memiliki izin operasional 2. Tidak layak atau tidak manusiawi 3. Terjadinya pelecehan seksual 4. Pelayanan kesehatan kurang atau tidak ada xxxiii F. Permasalahan yang terjadi di embarkasi 1. Pemerasan dan penipuan oleh oknum 2. TKI dapat berangkat keluar negeri melalui orang perseorangan dengan cara menggunakan visa kunjungan 3. TKI dapat berangkat secara ilegal melalui transportasi sungai, laut, udara,darat dan wilayah perbatasan. 2. Masa Penempatan Permasalahan yang sering di alami oleh Tenaga Kerja Indonesia selama di luar negeri yaitu: a. Pemotongan gaji yang melebihi cost structure b. Penempatan tenaga kerja indonesia di bawah umur dan non procedural 3. Purna Penempatan Permasalahan yang sering di alami oleh tenaga kerja Indonesia setelah kembali ke indonesia yaitu: a. Pemerasan, penipuan yang dilakukan oleh oknum petugas debarkasi b. Tidak diantar sampai rumah c. Pencurian baranng-barang milik tki d. Perampokan terhadap tki diangkutan pemulangan e. Pelecehan seksual Penukaran valas dengan harga dibawah kurs 2. Siapa saja yang terlibat dalam proses perlindungan? Deputi Perlindungan: 1. Direktorat pelayanan dan pengaduan 2. Direktorat pemberdayaan 3. Mediasi dan advokasi 4. Pengamanan dan pengawasan 3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses Perlindungan? xxxiv Perlindungan itu pertama TKI menyiapkan pengaduan 24 jam untuk TKI, kalau masalah TKI ada dua: permasalahan perdataan di advokasi dan perselisihan hak-hak TKI tidak dipenuhi. Bila perbuatan/ pelaku yang mengirim TKI secara benar atau tidak kalau tidak akan dipidana sesuai dengan Undang-Undang 4. Apa saja standar awal dalam prose perlindungan? Proses awal dalam rangka perekrutan yang pertama CTKI harus mempunyai persyaratan dokumen yang lengkap sesuai dengan aslinya, yang kedua PT harus menyeleksi TKI layak/tidak untuk memenuhi persyaratan atau tidak, yang ketiga PJTKI harus terdaftar di dinas masing-masing sesuai dengan alamatnya kecuali formal dapat didaftarkan di BP3TKI di daftarkan untuk mendapatkan Id dan menandatangani perjanjian penempatan atara PPTKIS dan CTKI dan dibayarkan. Selama penempatan kita berikan asuransi. Dan asuransi diberikan pada saat PRA Penempatan, Masa Penempatan, dan Purna penempatan, dan selanjutnya untuk dibawa ke PPTKIS untuk dilatih bahasanya, keahlian tata boga bagi TKI informal atau PLRT, setelah dilatih ada ujian kompetensi nya juga sedangkan bagi yang formal tidak ada kewajiban untuk dilatih misalnya cleaning service, penjaga toko, pekerja pabrik. Setelah itu para TKI formal maupun informal menandatangani perjanjian kerja yang diakui perwakilan RI yang di luar negeri. Setelah menandatangani baru (Pembekalan Akhir Pemberangkatan) selama 1 hari xxxv melanjutkan PAP 5. Program apa saja yang dilakukan oleh BNP2TKI dalam pencegahan Tenaga Kerja Perempuan Korban Kekerasan Seksual? Yang penting kita melakukan pengawasan terhadap sarana pendukung penempatan dan PAP ya dan yang penting bisa berbahasa dan tidak buta huruf, kita latih didalam pelatihan untuk CTKI/TKI. 6. Teknik apa saja yang digunakan dalam proses perlindungan? Teknik nya si kita itu sebagai pengawas bagaimana perekrutan yang dilakukan disetiap daerah, lalu m mengecek PPTKIS apakah TKI mempunyai dokumen yang lengkap atau tidak terus mengawasi apakah BLK (Balai Latihan Kerja Luar Negeri) melatih TKI dengan cara yang benar atau tidak terus yang terakhir ya itu PAP kita mengecek dokumen dan asuransi nya sudah lengkap atau belum. 7. Apa yang menjadi hambatan yang dihadapi BNP2TKI (deputi Perlindungan) dalam menangani kasus-kasus tersebut? Di BNP2TKI itu ada petugas kepolisian di Direktorat Pengamanan dan Pengawasan Deputi Perlindungan dan semuanya di rekrut berdasarkan kualifikasi research (penyidik) namun di BNP2TKI porli tersebut tidak diberi kewenangan dalam penyidikan. PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang ada di BNP2TKI tidak diwadahi satu tempat jadi menyebar di direktorat lain dan kedeputian lainnya. Selanjutnya yang menjadi hambatan yaitu kita mempunyai kendala dalam mengawasi PPTKIS BNP2TKI tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan administrasi menindak secara administrasi. Sedangkan hukuman xxxvi administrasi dilaksanakan di Kementrian Tenaga Kerja disamping itu yang mengawasi setiap hari adalah BNP2TKI 8. Apakah UU Perlindungan sudah dapat diimplementasikan baik selama belakangan ini?. Apakah ada pengaruhnya untuk membantu korban yang mengalami kekerasan di luar negeri? Begini UU itu pasti. Pada UU No 39 masih ada kekurangan terutama mekanisme menyidikan. Kalau didalam negeri kita mempunyai aturan yang ditulis dalam UU yang telah dibuat oleh Pemerintah, tetapi kalau di luar negeri kita harus menghormati Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh Negara Tujuan. Misalnya contoh di Saudi orang sana jika ada yang melakukan tindakan kriminal akan dihukum pancung/ mati, tetapi bila yang melakukan itu adalah orang Indonesia, bagaimana prosesnya? Dari pihak Indonesia hanya melakukan lobby supaya salah satu masyarakat kita dibebaskan, kita bayar berapa ke negara itu lalu melakukan kesepakatan, kalau deal? Bebas! Bagaimana nasib TKI yang belum dibebaskan pak? Hmm..budaya Indonesia sama budaya diluar sana berbeda kita harus mengambil sikap sebaiknya seperti apa kalau memang hukumannya berat ? kita terus berupaya agar masyarakat kita dibebaskan, makanya dilakukanlah musyawarah bilateral. 9. Apa yang dilakukan Deputi Perlindungan dalam pemantauan klien setelah proses perlindungan? xxxvii Ada di pemberdayaan, Kita menawarkan kepada para TKI purna untuk dilatih berwirausaha E. Identitas Informan g. Nama : Bapak Karman h. Jabatan : Kepala Sub Bidang Mediasi dan Advokasi Timur Tengah i. Tanggal : 29 Oktober 2015 1. Bagaimana peran Direktorat Mediasi dan Advokasi dalam memberikan perlindungan terhadap TKI yang mengalami kekerasan seksual di luar negeri? Kalau kami dari direktorat mediasi dan advokasi khususnya hanya memfasilitasi dan memberikan data untuk berkoordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan kewenangannya serta memberikan advokasi kepada pengadu, karena kasusnya di luar negeri ya jadi kami hanya bertugas memberikan perlindungan dan tugas kami yaitu mediasi, mediasi adalah proses penyelesaian permasalahan melalui proses perundingan atau mufakat untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Dalam penyelesaian melalui mediasi, diperlukan adanya perundingan antara dua belah pihak dimana didalamnya terdapat proses memberi, menerima, dan tawar menawar 2. Siapa saya yang terlibat dalam proses mediasi? Yang terlibat dalam proses mediasi yaitu seorang petugas mediator yang telah mendapatkan sertifikasi mediator dari pusat mediasi nasional 3. Metode apa saja yang digunakan dalam proses mediasi? xxxviii Metode yang kita gunakan yaitu mempertemukan kedua belah pihak antara BNP2TKI dengan PPTKIS dan dianjurkan melalui jalur hukum dan didalam UUD No.39 Tahun 1945 masalah TKI diupayakan oleh jalan musyawarah hingga membuahkan kesepakatan antara kedua belah pihak. 4. Apa saja standar awal dalam pelayanan mediasi? Yang pertama kita mengadakan klarifikasi, Yang kedua kita mengadakan Negoisasi, Yang ketiga kita mengadakan Mediasi, kalau tidak selesai dilakukan advokasi dalam persidangan dan tanpa biaya apapun. 5. Bagaimana seorang mediator BNP2TKI dalam melakukan mediasi terhadap korban dan keluarganya? Peran seorang mediator harus netral, Seorang mediator tidak boleh berpihak pada satu pihak sehingga posisi seorang mediator berada ditengah antara kedua belah pihak. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mediasi yaitu: 1. Menetapkan petugas mediator 2. Mediator menawarkan jadwal mediasi kepada para pihak 3. Mediator menetapkan jadwal mediasi yang telah disepakati bersama 4. Mediator memanggil para pihak yang bersengketa (PPTKIS, Asuransi, Sarkes, Pelapor) sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan 5. Memimpin, mengatur, dan memfasilitasi pertemuan para pihak xxxix 6. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus (Pertemuan terpisah) 7. Mediator merangkum hasil pertemuan dan menginformasikan kembali kepada para pihak 8. Dalam melakukan mediasi, mediator sebaiknya dibantu oleh seorang asisten mediator 9. Mediator melaporkan hasil mediasi kepada pimpinan. 6. Apa tujuan dari mediasi? Tujuan dari mediasi yaitu untuk menyelesaikan suatu masalah win-win solution, sehingga keduanya tidak merasa ada yang dirugikan. Adapun tujuan negoisasi dalam pelaksanaan mediasi adalah: a) Untuk mendapatkan mengandung atau mencapai kesamaan kata pemahaman sepakat (persepsi), yang saling pengertian dan persetujuan. b) Untuk mendapatkan atau mencapai kondisi penyelesaian atau jalan keluar dari masalah yang dihadapi bersama. c) Untuk mendapatkan atau mencapai kondisi saling menguntungkan dimana masing-masing pihak merasa menang (win-win solution). 7. Teknik apa yang digunakan dalam proses mediasi? Teknik yang kami gunakan yaitu mempertemukan, menggali, memfasilitasi, dan menganjurkan. Yang pertama menetapkan petugas xl mediator, kedua seorang mediator menawarkan jadwal mediasi kepada para pihak, seorang mediator menetapkan jadwal jadwal mediasi yang telah disepakati bersama, mediator memanggil para pihak yang bersengketa (PPTKIS, Asuransi, Sarkes, Pelapor) sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, Memimpin, mengatur, dan memfasilitasi pertemuan para pihak, Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus (Pertemuan Terpisah), setelah itu seorang mediator merangkum hasil pertemuan dan menginformasikannya kembali kepada para pihak. Dalam melakukan mediasi, seorang mediator sebaiknya dibantu oleh seorang asisten mediator, setelah itu seorang mediator melaporkan hasil mediasi kepada pimpinan. 8. Ketika proses mediasi, apa yang ditanyakan dan apakah mediator memberikan saran-saran tertentu terhadap klien? Seorang mediator tidak hanya memberikan saran, tetapi juga memfasilitasi klien untuk mempresentasikan masalahnya, kita dibagi dua tim yaitu ada tim mediator dan tim klarifikasi. Dan masing-masing tim akan membantu klien sampai mecapai kesepakatan awal. 9. Apa yang dilakukan BNP2TKI dalam pemantauan klien setelah proses mediasi? Yang kita lakukan yaitu memonitoring status TKI dan mediasi selama 40 hari nah yang ini kita pantau terus. Jika tidak ada penyelesaian dalam jangka waktu 40 hari maka dinyatakan gugur. Peraturan itu dapat dilihat di buku Mediasi. Semua TKI yang pulang diadakan TKI purna xli dapat berwirausaha, kita berikan edukasi, disetiap TKI diharapkan dapat mengerjakan pekerjaan/usaha sendiri dan tidak bergantung terhadap luar negeri. TKI purna kita berikan edukasi kewirausahaan serta kerjasama dengan pihak ketiga didaerah masing-masing. Jadi mereka dapat melakukannya didaerahnya masing-masing, kita lakukan pemetaan terlebihdahulu lalu pemberian edukasi kewirausahaan. 10. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan yang di hadapi Direktorat Mediasi dan Advokasi dalam menangani kasus-kasus tersebut? Hambatan yang kita hadapi begitu di jadwal kan salah satu pihak tidak hadir, lalu dokumennya tidak lengkap, tidak pernah lapor ke KBRI, tidak ada pendukung lainnya. Itu saya kira sulit ya jika semua itu tidak mendukung bagaimana kita melakukan proses mediasi. Itu akan sulit untuk kita melakukan identifikasi. xlii