DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP

advertisement
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
KONFLIK INTERNAL DAN EKSTERNAL DALAM KUDETA MILITER MESIR
Studi Kasus: Double Standard Policy Amerika Serikat
Terhadap Demokratisasi 2012-2013
Yasinta Dewi *1
ABSTRACT
The process of the coup d’etat in the Muhammad Mursi period and United States (US)
double standard related to democratization are the main discussion in this research. Writer is
interested to discuss this matters because of the transition of Egypt’s democracy ended with
conflict in the country itself. This fluctuation also gives impact to the other countries, such as
Indonesia. Military and Muslim Brotherhood have role in the coup. The US also has an
involvement with the support to the military and the opposition. The US involvement clashes
with its foreign policy related to democracy. US is a country which pioneered democracy in the
Arab Spring.
Within this research, approaches that will be used are realism, domino theory, conflict
theory, military coup concept, double standard, foregin policy, and national interest. This
research uses two variables, US’ Double Standard as the first variable, and Egypt Democratization
as the second one. The method in this research would be explanative research method and noninteractive types of qualitative research. Data collection technique is earned from literature and
interview. The result of this research explains that the military coup against Muhammad Mursi
clashes with the certain parties’ interest. US’ role in the coup has made Egypt inconsistent with
its own foreign policy. US has done double standard in the coup. The US’ double standard was
indeed inseparable with its national interest.
Keywords: Military Coup, Democratization, Double Standard Policy, National Interest,
Theory of Conflict, Theory of Domino, Realism, Egypt,
United States
* Program Studi Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta 57126. Telp (0271) 646994
[email protected]
1
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
PENDAHULUAN
Timur Tengah merupakan wilayah yang memiliki peran penting dalam percaturan politik
dunia. Timur Tengah telah diakui sebagai kekuatan politik, ekonomi, dan militer.Timur Tengah
memiliki potensi perekonomian yang besar terutama minyak, seperti yang diketahui minyak
merupakan bahan bakar utama dan bahan mentah yang sangat diperlukan dalam peradaban
industrial kontemporer.1 Potensi tersebut menjadi pusat perhatian bagi negara-negara Barat demi
mencapai kepentingan nasionalnya. Negara-negara Barat menempatkan posisinya untuk saling
menyebarkan pengaruh di wilayah ini. Namun, Timur Tengah sangat rentan dengan konflik
karena wilayah ini bukanlah suatu kesatuan yang bulat, melainkan terdiri dari berbagai negara
yang kerap kali berselisih satu sama lain baik perbedaan identitas maupun perbedaan sikap
terhadap negara-negara Barat. Kondisi ini juga disebabkan adanya keterlibatan pihak asing yang
berkaitan dengan kepentingan mereka.
Saat ini, wilayah Timur Tengah sedang dilanda gejolak Arab Spring. Gejolak ini
menimbulkan sebagian pemimpin turun dari kekuasaan dikarenakan kedikatorannya. Sistem
pemerintah yang otoriter telah membendung kebebasan rakyat sehingga menimbulkan rasa
kekecewaan dan ketidakpuasan dari mereka. Rasa kecewa tersebut bersamaan dengan adanya
gejolak Arab Spring, sehingga peristiwa ini dijadikan momentum yang tepat bagi rakyat untuk
menggulingkan para pemimpinnya. Penggulingan tidak hanya dilakukan oleh warga sipil
melainkan juga didukung oleh pihak asing seperti, dukungan dari Amerika Serikat. Berkaitan
dengan keadaan tersebut, revolusi yang terjadi masa Hosni Mubarak tidak terlepas dari
gelombang Arab Spring di Tunisia. Faktanya gelombang Arab Spring yang bermula terjadi di
Tunisia telah menjalar sampai ke Mesir. Kondisi ini menjadi acuan bagi rakyat Mesir untuk
menumbangkan Husni Mubarak (Hosni Mubarak) yang telah berkuasa selama 30 tahun.
Akhirnya, pada 11 Februari 2011 Hosni Mubarak yang berusia 83 tahun mundur dari jabatan
Presiden Mesir dan kekuasaan dikendalikan oleh Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata
(Supreme Council of the Armed Force/ SCAF)2. Penggulingan yang berlangsung dengan
demonstrasi besar-besaran oleh rakyat di Kairo dan beberapa kota lain selama 18 hari, akhirnya
berhasil mengulingkan Hosni Mubarak.
Setelah penggulingan Hosni Mubarak, Mesir memulai transisi demokrasi dengan
dilaksanakannya pemilu yang paling demokratis di Mesir. Hasil pemilihan umum dimenangkan
oleh Muhammad Mursi (Mohamed Morsi) dengan meraih 51,73% suara. Muhammad Mursi
merupakan calon Presiden dari Partai Kebebasan dan Keadilan (Hizbul Hurriyah wal ‘Adalah)
yang termasuk partai bentukan dari blok yang dipimpin oleh Ikhwanul Muslimin. Meskipun
demikian, pemilihan presiden yang telah dilakukan secara demokratis tetap menimbulkan
konflik ketika Muhammad Mursi menerapkan Dekrit Presiden 22 November 2012 yang sampai
akhirnya terlaksana referendum rancangan konstitusi3. Sejak terbitnya dekrit hingga pelaksanaan
referendum pada tanggal 15 Desember 2012, berbagai peristiwa telah terjadi di Mesir. Gejolak
demonstran kerap terjadi di Mesir, bahkan menimbulkan banyak korban dari warga sipil. Selain
itu, kondisi ini telah membentuk rakyat Mesir menjadi dua kubu yaitu: kelompok pendukung
dan penentang Muhammad Mursi. Gejolak ini juga memancing pihak militer untuk bertindak
tegas terhadap Muhammad Mursi karena mereka menganggap bahwa dekrit hanya untuk
kepentingan Muhammad Mursi. Selanjutnya, militer melakukan aksinya dengan mengeluarkan
2
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
ulitimatum 48 jam pada 1 Juli 2013 yang dibacakan oleh Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal
Abdel Fattah el-Sisi dengan alasan untuk menyelamatkan negara dari krisis politik.4 Pada
tanggal 3 Juli 2013 militer berhasil menyingkirkan Muhammad Mursi dan menahannya.
Sebaliknya, Amerika Serikat seakan tidak bertindak tegas dengan kudeta militer di Mesir.
Padahal Mesir merupakan salah satu sekutu terdekat dan terpenting Amerika Serikat di Timur
Tengah. Sebelumnya, Amerika Serikat memiliki peran terhadap demokratisasi di Mesir. Amerika
Serikat memberikan dukungan terhadap pihak oposisi ketika Hosni Mubarak dilengserkan
untuk membentuk sistem pemerintahan yang demokrasi. Amerika Serikat juga turut
mendukung pelaksanaan pemilihan umum di Mesir. Terbukti bahwa Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat yang diwakili oleh Hillary Clinton pertama kali hadir di Mesir setelah
Muhammad Mursi dilantik untuk mendiskusikan kelanjutan hubungan bilateral Amerika
Serikat dan Mesir, serta perjanjian damai Israel dan Mesir.5 Namun, di sisi lain Amerika Serikat
tidak mengakui bahwa penggulingan Muhammad Mursi merupakan sebuah kudeta. Amerika
Serikat tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan luar negerinya sebagai negara pejuang
demokrasi dan penerapan hak asasi manusia di penjuru dunia. Amerika Serikat tidak bertindak
tegas ketika militer mengkudeta Muhammad Mursi. Faktanya Muhammad Mursi secara sah
terpilih sebagai Presiden dalam pemilihan umum yang demokratis. Kudeta militer yang terjadi
di Mesir telah menghancurkan makna demokrasi. Selain itu, kudeta tersebut telah menyebabkan
banyaknya korban dari warga sipil. Oleh karena itu, sikap Amerika Serikat seakan mengabaikan
peristiwa tersebut. Berdasarkan pemaparan ini, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:“Bagaimana terjadinya konflik internal dalam kudeta di Mesir dan kaitannya dengan
standar ganda Amerika Serikat terhadap demokratisasi ?”.
KERANGKA KONSEPTUAL
Berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kerangka
dasar yang beranjak pada pandangan realisme dalam Hubungan Internasional. Carr
berpendapat bahwa, terdapat konflik kepentingan antar pihak baik antar negara maupun antar
masyarakat sehingga akan sangat sulit untuk mengharmonisasikan kepentingan di antara
mereka.6 Berbagai pihak terutama negara memiliki kelebihan masing-masing yang digunakan
untuk mempertahankan posisinya di dalam politik dunia.7 Morgenthau dalam bukunya Politics
Among Nations: The Struggle For Power and Peace mengungkapkan bahwa aktivitas hubungan
internasional adalah berkaca dari sifat dasar manusia. Bagi Morgenthau, sifat dasar manusia
adalah buruk yakni egois mementingkan kepentingan pribadinya dan cenderung agresif,
sehingga sifat-sifat tersebut juga mencerminkan keadaan yang terjadi dalam hubungan
internasional.8 Realisme menekankan bahwa dalam tingkat internasional negara lain sebagai
aktor utamanya dan tidak ada bentuk kekuasaan lainnya yang lebih tinggi derajatnya dari negara
yang berdaulat. Negara akan bertindak berdasarkan kepentingan nasionalnya. Kepentingan
negara ini terbagi menjadi dua katergori yakni high politics dan low politics. Isu-isu seperti
ekonomi, kesehatan, kesejahteraan, dan lain sebagainya digolongkan sebagai low politics.
Sedangkan masalah yang berkaitan dengan keamanan nasional suatu negara adalah high politics.9
Maka, penelitian ini dibangun atas 6 pondasi utama, yakni: Pandangan Realisme, Teori Konflik
dan Teori Domino dan menggunakan 4 konsep utama, yakni: Kudeta Militer, Standar Ganda,
3
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
Kebijakan Luar Negeri, dan Kepentingan Nasional. Secara teoritik, 6 pondasi utama ini yang
nantinya akan menjawab bagaimana terjadinya konflik internal dalam kudeta di Mesir dan
kaitannya dengan standar ganda Amerika Serikat terhadap demokratisasi.
Kudeta yang terjadi di Mesir merupakan sebuah konflik dikarenakan antara masing-masing
pihak memiliki sasaran kepentingan yang tidak sejalan. Konflik yang terjadi di Mesir melibatkan
berbagai pihak yang saling menentang, mengontrol lawan-lawannya, dan melakukan aksi
kekerasan. Penyebab terjadinya konflik di Mesir akan dianalisis menggunakan teori Hubungan
Masyarakat dan teori Kebutuhan Manusia. Selain itu, proses terjadinya konflik juga akan
dianalisis menggunakan alat bantu penahapan konflik yang berawal dari tahapan pertama
hingga tahapan terakhir. Selain itu, kudeta telah merobohkan legitimasi terhadap negara melalui
perebutan kekuasaan terhadap seseorang yang berwenang dengan cara ilegal dan sering
menggunakan kekerasan. Bekaitan dengan konsep kudeta militer, dapat diketahui bahwa milter
melakukan kudeta terhadap Muhammad Mursi dengan tujuan untuk mencapai kepentingannya.
Terlebih dalam melancarkan aksinya, militer didukung oleh negara-negara Barat. Sehingga
militer memiliki kekuatan yang besar dalam menggulingkan Muhammad Mursi. Sikap Amerika
Serikat terhadap militer membuktikan bahwa negara ini mengabaikan isu demokrasi di Mesir.
Kasus kudeta militer tersebut telah menunjukkan ketidakkonsistenan Amerika Serikat terhadap
isu demokrasi di Mesir. Carr juga berpendapat bahwa motivasi kebijakan luar negeri suatu
negara adalah kepentingan nasionalnya yang merupakan kalkulasi strategis dari kepentingan
politik, keamanan, ekonomi, prestise, dan ideologi.10 Artinya, Amerika Serikat hanya akan
konsisten dan setia pada kepentingan nasionalnya. Pemahaman kebijakan luar negeri Amerika
Serikat akan semakin jelas ketika menggunakan perspektif Realisme Klasik karena Amerika
Serikat tidak akan pernah memprioritaskan nilai-nilai seperti, agama, perdamaian, demokrasi,
dan penegakan hak asasi manusia. Amerika Serikat digerakkan oleh kepentingan nasionalnya
dan kalkulasi strategis global baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sehingga, sikap
standar ganda Amerika Serikat terhadap kudeta militer di Mesir berlandaskan dengan
kepentingan nasionalnya.
Selain itu, efek domino juga menjadi kekhawatiran bagi negaranya. Keadaan ini berbeda
ketika terjadinya Arab Spring di Timur Tengah. Amerika Serikat melakukan teori domino dalam
mempromosikan demokratisasi di Timur Tengah. Akhirnya, efek domino tersebut berhasil
diterapkan. Terbukti negara-negara Timur Tengah melakukan revolusi secara berurutan. Namun
dalam kudeta militer di Mesir, sikap Amerika Serikat sangat berbeda. Amerika Serikat berusaha
mencegah terjadinya efek domino pada masa kepemimpinan Muhammad Mursi. Tindakan
tersebut berlandaskan bahwa Amerika Serikat merasa khawatir apabila Mesir menjadi negara
Islam yang disebabkan pengaruh dari Ikhwanul Muslimin. Ketika Mesir menjadi negara Islam,
negara yang berdekatan dengan Mesir juga akan mendirikan negara Islam. Keadaan tersebutlah
yang akan mengancam posisi Amerika Serikat di Timur Tengah terutama kepentingan
nasionalnya.
4
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
PERISTIWA KUDETA MILITER MESIR 2012-2013
Pada 3 Juli 2013, Presiden Muhammad Mursi yang dipilih secara demokratis, akhirnya dapat
digulingkan oleh pihak militer. Presiden Muhammad Mursi hanya mampu menjabat selama satu
tahun, lalu digantikan oleh Abdel Fattah el-Sisi. Semenjak terpilihnya Muhammad Mursi sebagai
Presiden, rakyat berharap agar Mesir menjadi negara yang berlandaskan atas asas demokrasi.
Transisi demokrasi menjadi langkah awal untuk lebih mensejahterahkan rakyat. Namun, setelah
Muhammad Mursi mengumumkan Dekrit Presiden 22 November 2012, timbulah rasa
kekecewaan dari rakyat. Dalam dekrit, Muhammad Mursi menyatakan bahwa semua keputusan
dan ketentuan hukum yang dikeluarkan tidak dapat dibatalkan dan mahkamah konstitusi tidak
berhak membubarkan Dewan Konstituante yang bertugas menyusun konstitusi baru.11 Secara
tegas, semua keputusan Muhammad Mursi tidak bisa diganggu gugat. Apabila dikaitkan dengan
lima tahapan dalam menganalisis konflik, keadaan tersebut merupakan tahapan konflik yang
pertama, yaitu Pre-konflik. Melihat bahwa konflik yang terjadi di Mesir disebabkan adanya
ketidaksesuaian pandangan atau pemahaman antar suatu pihak (Presiden Muhammad Mursi)
dengan pihak yang lain (rakyat Mesir). Rakyat menganggap bahwa kebijakan yang dilakukan
oleh Muhammad Mursi telah menciptakan ketidakadilan.
Pada tahapan konflik yang kedua, yaitu Konfrontasi. Konflik di Mesir telah menjadi semakin
terbuka dan menciptakan konfrontasi antara pihak penentang dan pendukung Muhammad
Mursi sehingga timbullah demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi tersebut merupakan
perlawanan dari pihak penentang Muhammad Mursi atas kebijakan yang telah diterapkannya.
Terbukti, setelah Muhammad Mursi menerbitkan Dekrit Presiden 22 November 2012 semua
harapan rakyat menjadi hilang. Dekrit telah menciptakan konflik di alun- alun Tahrir Square.
Puluhan ribu orang melakukan aksi demonstrasi untuk memperjuangkan keadilan, keamanan,
dan stabilitas. Keadaan ini menyebabkan rakyat Mesir terbagi menjadi berbagai kelompok antara
pendukung dan penentang Muhammad Mursi, antara partai sekuler-nasionalis dengan agamis,
dan antara garis moderat dan garis keras.12 Perselisihan antara dua kubu telah menimbulkan
banyak korban dari warga sipil. Pada 2 Desember 2012 Presiden Muhammad Mursi
mengumumkan kesiapan negara untuk menggelar referendum Nasional.13 Referendum tersebut
menuntut partisipasi masyarakat untuk menerima atau menolak konstitusi baru.14 Namun,
pengesahan tersebut menyebabkan demonstrasi dari kubu liberal, sekular, dan kristen. Mereka
menganggap perubahan konstitusi terlalu dipaksakan. Pihak oposisi juga menolak draft tersebut
dikarenakan menganggap adanya dominasi hukum syariah. Akhirnya, ketetapan referendum
memicu protes besar sehingga terjadi demonstrasi antara pihak penentang dan pendukung
Muhammad Mursi. Pada tanggal 4 Desember 2012, sejumlah surat kabar kubu oposisi dan
independen di Mesir tidak terbit, sebagai aksi protes atas rancangan konstitusi Mesir.15 Pada 5
Desember 2012, terjadi bentrokan antara polisi dengan pengunjuk rasa yang menentang
konstitusi baru dan perluasan kekuasaan Presiden Muhammad Mursi di Kairo.16 Pada 6
Desember 2012, para pendukung oposisi menyerang dan membakar kantor pusat Ikhwanul
Muslimin di Kairo.17 Namun, pelaksanaan referendum tetap dilaksanakan dengan berlangsung
secara aman, lancar, dan jujur. Sebagian rakyat menggunakan hak politiknya. Pada 25 Desember
2015, Komisi Referendum Konstitusi Mesir mengumumkan hasil referendum konstitusi baru
dengan perolehan 63,8 persen yang mendukung dan 32,2 persen yang menolak.18
5
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
Pada tahapan ketiga, yaitu Krisis. Konflik di Mesir telah mencapai puncaknya dengan
terjadinya tindakan kekerasan yang dilakukan secara terang-terangan dengan membunuh,
menyingkirkan, ataupun memusnahkan pihak lawan. Hubungan komunikasi antara Presiden
Muhammad Mursi dengan rakyat juga telah terputus sehingga rakyat mulai melawan
pemimpinnya dengan berbagai tindakan demonstrasi dan kekerasan. Terbukti bahwa setelah
hasil referendum diumumkan, demonstrasi tidak bisa dihindarkan lagi. Pada tanggal 25 Januari
2013, ratusan rakyat kembali ke Tahrir Square untuk memperingati ulang tahun kedua revolusi
penumbangan rezim Hosni Mubarak dan menentang keputusan referendum.19 Bentrokan pun
terjadi antara para demonstran dengan aparat keamanan di berbagai tempat. Di sisi lain, keadaan
semakin memanas ketika Muhammad Mursi merombak kabinetnya. Pada 7 Mei 2013, dia
melantik sembilan menteri baru dalam kabinet.20 Muhammad Mursi mengganti sejumlah posisi
penting, termasuk di kementerian Ekonomi.21 Akhirnya, pada 30 Juni 2013 menjadi momentum
pihak oposisi untuk menggulingkan Muhammad Mursi. Penggulingan tersebut berawal dengan
terbentuknya gerakan “Tamarrod” yang artinya Pemberontak.22 Kelompok oposisi segera
mendukung kampanye yang dilakukan oleh kelompok Tamarrod dengan memberikan
dukungan logistik dan tempat bagi mereka. Hal ini menjadi kekuatan besar untuk
menggulingkan Muhammad Mursi pada 30 Juni 2013. Di sisi lain, militer ikut terlibat dalam
penggulingan tersebut.
Pada tahapan keempat, yaitu Akibat. Konflik di Mesir dapat mereda atau dapat berlanjut
kembali apabila terdapat tindakan perlawanan dari kelompok Ikhwanul Muslimin. Keadaan
tersebut dapat mengurangi bentuk-bentuk kekerasan dari pihak yang terlibat ataupun dapat
timbul lagi tindakan kekerasan apabila tidak ada ketidakadilan maupun komunikasi. Melihat
bahwa setelah Muhammad Mursi digulingkan dan ditahan, pihak militer mengeluarkan perintah
penangkapan bagi lebih dari 200 anggota lainnya.23 Selanjutnya, pihak berwenang mengeluarkan
perintah atas penahanan pimpinan-pimpinan Ikhwanul Muslimin.24 Terbukti bahwa pengadilan
Mesir ingin menjatuhkan hukuman mati kepada pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin, yaitu
Mohamed Badie dan 13 anggota lainnya dengan dalih telah menyebabkan kekacauan dan
merencakanakan serangan kepada polisi dan institusi militer.25 Pengadilan secara formal akan
merujuk kasus tersebut ke Mufti Besar di Mesir.26 Keputusan pengadilan ini sejalan dengan
anggapan Presiden Abdel Fattah al-Sisi yang mengatakan bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan
ancaman besar bagi keamanan Mesir.27 Semenjak itu, Ikhwanul Muslimin dinyatakan sebagai
organisasi terlarang dan ratusan pendukung maupun pemimpinnya diadili.
Pada tahapan terakhir (Pasca konflik atau regenerasi).28 Pada tahapan ini konflik Mesir dapat
terselesaikan dan bersifat membangun kembali sektor-sektor yang sebelumnya hancur akibat
konflik. Tahap ini ditandai dengan telah terselesaikannya segala bentuk konfrontasi sehingga
hubungan yang ada mulai berangsur-angsur normal. Terbukti bahwa Mesir mengadakan
pemilihan umum Presiden yang kedua. Jutaan rakyat Mesir memberikan suara guna memilih
presiden untuk kedua kalinya dalam dua tahun.29 Mantan panglima angkatan bersenjata Jenderal
Besar Abdel Fattah el-Sisi bersaing dengan calon kelompok kiri Hamdeen Sabahi.30 Akhirnya,
Komisi Pemilihan Umum mengumumkan bahwa Jenderal Abdel Fattah el-Sisi terpilih sebagai
Presiden yang meraih 96,9 persen suara.31 Setelah terpilihnya Jenderal Abdel Fattah el-Sisi
sebagai Presiden, dia mulai memperbaki perpolitikan dan perekonomian di Mesir.
6
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
PERAN MILITER DAN IKHWANUL MUSLIMIN DALAM KUDETA MILITER MESIR
Setelah Hosni Mubarak turun dari kekuasaanya, militer tetap memainkan peran penting
dalam menciptkan stabilitas negara. Faktanya, Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (Supreme
Council of the Armed Forces/ SCAF) memegang amanat rakyat yang legal secara konstitusional
sebagai wujud representasi presiden yang mempunyai kekuasaan penuh atas Mesir selama
presiden Mesir baru belum terpilih. Setelah hasil pemilu diumumkan, SCAF baru menyerahkan
kekuasaan Mesir kepada Muhammad Mursi.32 Pada masa kepemimpinan Muhammad Mursi,
pihak militer mengeluarkan sebuah pernyataan untuk mengklarifikasi sikap dan posisi antara
pendukung Muhammad Mursi dan kekuatan sipil kelompok liberal dan sekuler. Pihak militer
menyadari tanggung jawab mereka untuk melindungi kepentingan tertinggi negara dan
mengamankan serta melindungi instalasi-instalasi vital, institusi-institusi publik, dan
kepentingan- kepentingan warga negara. Angakatan bersenjata menegaskan bahwa dialog
nasional sangat penting dan merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan krisis negara.
Angkatan bersenjata menegaskan bahwa dialog nasional adalah jalan terbaik dan satu-satunya
jalan untuk mencapai konsensus. Namun dialog tersebut ditolak oleh Muhammad Mursi
sehingga terciptanya ketegangan antara kedua belah pihak.
Berkaitan dengan itu, konflik yang terjadi di Mesir semakin sulit untuk diselesaikan, yang
mana menimbulkan banyak korban dari warga sipil. Akhirnya, militer mengeluarkan ultimatum
48 jam kepada Muhammad Mursi.33 Menteri Pertahanan Jenderal Abdel Fattah el-Sisi
mengeluarkan ultimatum pada 1 Juli 2013 setelah demonstrasi dan kekerasan di seluruh negeri
selama berhari-hari menewaskan 16 orang. Apabila dalam waktu 48 tidak ada solusi dari
kekuatan-kekuatan politik, maka militer akan menggariskan peta jalan solusi masa depan.
Sedangkan pendukung Muhammad Mursi mengkritik ultimatum sebagai upaya kudeta. Para
pendukung Muhammad Mursi juga melakukan aksi protes terhadap ultimatum demi
mempertahankan legitimasi Presiden. Pada 3 Juli 2013, Muhammad Mursi resmi digulingkan
oleh militer Mesir. Pada saat Panglima Angkatan Bersenjata Mesir Jenderal Abdel Fattah el-Sisi
mengumumkan pengambilalihan kekuasaan, dia didampingi oleh ulama Al-Azhar, pemimpin
Gereja Kristen Koptik, pemimpin oposisi Mohamed ElBaradei, pemimpin Partai Islam Nour, dan
tokoh gerakan Tamarrod yang mengorganisir unjukrasa di Lapangan Tahrir.34
Militer beralasan bahwa kudeta yang dilakukan terhadap Muhammad Mursi untuk
menghindari perang sipil di Mesir. Selain itu, militer menyatakan bahwa tidak ada kekuatan
politik atau kerangka seperti parlemen yang secara resmi dapat memberhentikan Muhammad
Mursi.35 Sehingga yang cukup kuat dan mampu membawa perubahan adalah militer. Meskipun
militer menegaskan tidak terlibat dalam politik dan bukan bagian dari konflik politik, akan tetapi
tindakan tersebut termasuk kudeta. Kudeta akan terjadi apabila terdapat kegagalan dari
pemerintah sipil dan kehilangan keabsahan akibat kegagalan tersebut. Faktanya, Muhammad
Mursi telah kehilangan dukungan dari rakyatnya akibat dekrit 22 November. Muhammad Mursi
juga telah gagal menyelesaikan konflik sipil di Mesir. Maka, dapat disimpulkan bahwa militer
memiliki peran dalam penggulingan Muhammad Mursi. Kegagalan Muhammad Mursi telah
mendorong militer untuk menggulingkannya. Tindakan tersebut berdasarkan motif campur
tangan terutama apabila militer memandang rendah orang-orang yang memegang kekuasaan di
7
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
pemerintahan. Tujuan campur tangan tersebut demi mempertahankan kepentingan korporat
militer.
Di sisi lain, kelompok Ikhwanul Muslimin juga memiliki peran yang signfikan dalam konflik
tersebut. Kelompok ini menjadi kubu pendukung Presiden Muhammad Mursi. Posisi ini
dikarenakan Presiden Muhammad Mursi berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin. Semenjak
terpilihnya Muhammad Mursi menjadi presiden, kelompok ini telah bersemangat untuk
memberikan dukungannya. Terlebih mereka melakukan aksi demonstrasi ketika SCAF
mengeluarkan Dekrit yang membatasi kekuasaan presiden dan melindungi kekuasaan militer.
Kelompok ini juga berperan dalam aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh pihak
oposisi sehingga terjadi bentrokan antara kedua kubu. Muhammad Mursi memberikan jabatan
pemerintahan kepada sebagian anggota kelompok tersebut. Keadaan ini membuat pihak oposisi
dan negara-negara Barat merasa khawatir apabila Ikhwanul Muslimin mempengaruhi kebijakan
Muhammad Mursi. Berkaitan dengan itu, ketika militer mengeluarkan ultimatum 48 jam,
kelompok ini sangat mengecam tindakan yang dilakukan oleh militer. Setelah Abdel Fattah elSisi memberikan ultimatum, kelompok Ikhwanul Muslimin melakukan demonstrasi demi
mendukung Muhammad Mursi. Setelah Muhammd Mursi berhasil digulingkan pada 3 Juli 2013,
kelompok ini banyak ditangkap, diadili, dan dibunuh dengan dalih telah membuat kericuhan di
Mesir. Jenderal Abdel Fattah el-Sisi juga memberikan kecaman dan menganggap kelompok
tersebut sebagai “Kelompok Teroris”.
PENYEBAB MILITER MENGKUDETA MUHAMMAD MURSI
Peristiwa kudeta militer terhadap Muhammad Mursi dapat disebut sebagai konflik karena
antara pihak yang terlibat memiliki kepentingan dan sasaran yang tidak sejalan. Peristiwa
tersebut juga telah menimbulkan kekerasan yang meliputi demonstrasi di alun-alun Tahrir
Square. Apabila dianalisis menggunakan teori konflik, kudeta militer Mesir dapat dikategorikan
dalam teori penyebab konflik menurut Simon Fisher, diantaranya yaitu: teori Hubungan
Masyarakat dan teori Kebutuhan Manusia. Sejak Muhammad Mursi mengeluarkan Dekrit
Presiden 22 November 2012, konflik mulai terjadi di Mesir. Meskipun Muhammad Mursi
berdalih bahwa dekrit tersebut dilakukan untuk menyelamatkan revolusi dan akan dilepaskan
setelah konstitusi baru terwujud. Namun, para penentangnya mengganggap bahwa Muhammad
Mursi telah menjelma menjadi diktator dan tidak dapat tegas dengan posisinya. Kebijakan yang
dilakukan Muhammad Mursi tidak sesuai dengan Democratic Government dengan
mengesampingkan kepentingan rakyat. Sehingga keadaan ini menimbulkan rasa ketidakpuasan
rakyat terhadap kepemimpinan Muhammad Mursi. Rakyat juga menganggap bahwa rancangan
tersebut tidak cukup memberikan perlindungan atas hak-hak perempuan dan kelompok
minoritas serta kebebasan berpendapat. Maka dari itu, penyebab konflik ini dapat dikategorikan
dalam teori Hubungan Masyarakat karena adanya ketidakpuasan akibat Dekrit Presiden 22
November 2012 sehingga timbul ketidakpercayaan dari rakyat, adanya kelompok-kelompok
kepentingan yang berlawanan sehingga konflik sulit untuk diselesaikan, dan permusuhan
diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat Mesir. Terbukti konflik yang terjadi
di Mesir telah membentuk dua kubu besar antara penentang dan pendukung Muhammad Mursi.
Dua kubu tersebut memiliki kepentingan yang berlawanan sehingga konflik yang terjadi di Mesir
8
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
semakin sulit untuk diselesaikan. Pemerintahan Muhammad Mursi didukung oleh kelompok
agamis dari kelompok Ikhwanul Musimin. Sedangkan penentang pemerintahan Muhammad
Mursi dari partai non-agamis dan kelompok sekuler yang menyebut diri mereka sebagai
nasionalis. Tindakan yang dilakukan oleh kelompok oposisi juga didukung oleh militer. Milter
menganggap bahwa seruan rakyat menjadi tanggung jawab mereka. Selain itu, alasan militer
memiliki peran dalam kudeta Muhammad Mursi dikarenakan kepentingan pribadi mereka
untuk mendapatkan promosi, cita-cita politik, dan takut dipecat.
Penyebab konflik Mesir juga dikategorikan dalam teori Kebutuhan Manusia. Konflik Mesir
disebabkan oleh kebutuhan dasar rakyat seperti kebutuhan fisik, mental, dan sosial yang tidak
terpenuhi atau dihalangi. Rakyat menganggap bahwa kebutuhan mereka tidak terpenuhi oleh
Muhammad Mursi. Semenjak dikeluarkan Dekrit Presiden 12 November 2012, rakyat merasa
tidak adanya kebebasan yang diberikan oleh Muhammad Mursi. Padahal dalam sistem
pemerintahan demokrasi, rakyat memiliki kebebasan penuh untuk berpendapat. Selain itu,
perekonomian yang semakin memburuk telah menjadikan konflik ini semakin sulit untuk
diselesaikan. Muhammad Mursi dianggap tidak dapat memperbaiki perekonomian di Mesir.
Pada masa transisi demokrasi, kemiskinan tersebar luas dari pedesaan dan perkotaan di Mesir.36
Lebih dari 40% rakyat Mesir hidup dengan penghasilan kurang dari 2 Dollar AS per hari. 37
Investasi asing dan sektor pariwisata semakin menurun sehingga tidak dapat memulihkan
perekonomian Mesir.38 Harga kebutuhan pokok, seperti: bahan makanan, bahan bakar, dan
komoditas semakin naik.39 Keadaan ini membuat Muhammad Mursi dianggap tidak dapat
mensejahterahkan rakyatnya sehingga memicu aksi protes dari rakyat. Rakyat menganggap
bahwa kepemimpinan Muhammad Mursi tidak membuat Mesir menjadi lebih baik, melainkan
semakin memburuk. Akhirnya, kericuhan dari rakyat tidak dapat dihindarkan lagi. Keadaan ini
semakin diperparah ketika aksi demonstrasi berujung pada konflik sipil. Terbaginya dua kubu
besar di Mesir menjadikan konflik ini sulit diselesaikan dan menimbulkan banyak korban dari
warga sipil. Rakyat juga menganggap bahwa Muhammad Mursi tidak dapat melindungi
rakyatnya dikarenakan konflik yang terjadi semakin parah. Konflik tersebut juga telah dianggap
rakyat sebagai pelanggaran HAM.
STANDAR GANDA AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI DALAM
KUDETA MILITER MESIR
Berkaitan dengan kebijakan demokrasi Amerika Serikat, negara ini senantiasa
mempromosikan demokrasi di seluruh dunia. Salah satunya adalah peristiwa Arab Spring.
Amerika Serikat tetap bertekad ingin mempromosikan demokrasi dan mendukung warga negara
lain dalam mendirikan sistem pemerintahan demokrasi. Seperti dalam pidatonya Presiden
Barack Obama yang ditujukan kepada aktivis demokrasi di seluruh dunia: “Oppressive
governments are sharing ‘worst practices’ to weaken civil society,”.40 Maka dari itu, kebijakan
demokrasi telah menjadi prioritas utama dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Presiden
Barack Obama tetap mempromosikan demokrasi sebagai papan utama kebijakan luar negeri
Amerika Serikat. Namun sikap negara ini berbeda saat peristiwa kudeta militer di Mesir.
Amerika Serikat tidak konsisten dengan kebijakan luar negerinya. Terbukti Amerika Serikat
memiliki peran dalam peristiwa tersebut. Meskipun Amerika Serikat tidak melakukan intervensi
9
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
secara koersif, akan tetapi perannya telah membuktikan bahwa negara ini menyetujui kudeta
yang terjadi terhadap Muhammad Mursi. Amerika Serikat telah melakukan berbagai strategi
dengan memberikan dukungan politik dan ekonomi. Amerika Serikat memberikan dukungan
politik dengan tidak menyebut tindakan militer Mesir sebagai sebuah kudeta. Negara ini juga
memberikan dukungan penuh terhadap Jenderal Abdel Fattah el-Sisi untuk menggulingkan
Muhammad Mursi. Terbukti sebelum melakukan kudeta, Jenderal Abdel Fattah el-Sisi
menghubungi Menteri Pertahanan Amerika Serikat, yaitu Chuck Hagel.41 Selain itu, Amerika
Serikat melakukan propaganda dengan negara-negara sekutu untuk bekerjasama
menggulingkan Muhammad Mursi. Terbukti pada pertemuan antara Amerika Serikat dengan
Arab Saudi untuk membahas konflik yang terjadi di Mesir. Amerika Serikat menyebut bahwa
tindakan militer bukan sebagai kudeta dan negara ini akan tetap melanjutkan bantuan
tahunannya ke Mesir.42 Arab Saudi juga menjanjikan hibah dan pinjaman sebesar 5 Miliar Dollar
AS untuk negara Mesir.43 Selanjutnya, Amerika Serikat mendukung dalam pengadaan pemilihan
umum kembali dengan alasan untuk meredam konflik internal yang terjadi di Mesir.44 Padahal
Amerika Serikat hanya menginginkan agar kudeta segera dilaksanakan dan Muhammad Mursi
dapat digulingkan. Amerika Serikat juga memberikan dukungan kepada pihak-pihak oposisi
dan militer untuk melancarkan penggulingan tersebut.
Sedangkan dalam dukungan ekonomi, Amerika Serikat memberikan bantuan dana. Merujuk
kepada laporan yang dikeluarkan oleh Program Pelaporan Investigasi di Berkeley Amerika,
disebutkan sejumlah dokumen yang menunjukkan keterlibatan Departemen Luar Negeri
Amerika Serikat dalam penyaluran “Bantuan Demokrasi” kepada para politisi, aktivis LSM,
gerakan massa di Mesir.45 Tujuan bantuan ini adalah agar rakyat mendukung gerakan sekuler
pro-Amerika Serikat dan menghentikan dominasi Islam.46 Selanjutnya, Amerika Serikat tetap
menerapkan bantuan luar negerinya kepada Mesir sebesar 1,3 miliar Dollar AS /tahun. Tindakan
tersebut telah melanggar hukum (Federal law, U.S. Non Humanitarian Aid) karena memberikan
bantuan militer kepada pemerintah yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta.47 Amerika
Serikat juga tetap akan mengirimkan pesawat tempur F-16 yang merupakan bagian dari
perjanjian persenjataan dengan Mesir dan telah disepakati pada 2010 untuk memasok 20 jet
tempur.48 Sikap Amerika Serikat dalam memberikan berbagai dukungan politik dan ekonomi
telah membuktikan bahwa adanya keterlibatan Amerika Serikat dalam kudeta yang terjadi di
Mesir.
Peran Amerika Serikat dengan memberikan berbagai dukungan dalam kudeta militer Mesir
telah membuktikan bahwa negara ini tidak konsisten terhadap kebijakan luar negerinya.
Sebelumnya, Amerika Serikat mendukung rakyat dalam revolusi Hosni Mubarak untuk
mendirikan negara demokrasi. Namun, Amerika Serikat seakan tidak mendukung kebijakan
Muhammad Mursi dalam transisi demokrasi. Amerika Serikat membiarkan rakyat Mesir
melakukan aksi demonstrasi terhadap Muhammad Mursi. Amerika Serikat membiarkan militer
melakukan kudeta terhadap Muhammad Mursi. Amerika Serikat tidak pernah menyebut konflik
Mesir sebagai sebuah kudeta dan tetap melanjutkan bantuan luar negerinya kepada
pemerintahan baru Mesir. Amerika Serikat senatiasa membanggakan diri sebagai kampiun dan
pengawal demokrasi yang bertekad menegakkan demokrasi di seluruh dunia, akan tetapi negara
ini mendukung militer dalam menggulingkan Muhammad Mursi. Selain itu, Amerika Serikat
10
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
telah melanggar prinsip “Suspending aid to any nation whose elected leader is deposed in a coup”.
Prinsip tersebut menjelaskan bahwa setiap negara yang diberi bantuan oleh Amerika Serikat dan
mengalami kudeta terhadap pemimpin yang terpilih secara demokratis, akan diberhentikan dari
bantuan luar negerinya. Keadaan ini berbeda ketika Amerika Serikat tetap memberikan bantuan
luar negerinya kepada Mesir sebesar Rp 1,3 Miliar Dollar AS /tahun dalam proses penggulingan
Muhammad Mursi. Standar ganda ini membuktikan bahwa kudeta militer yang terjadi terhadap
Muhammad Mursi tidak murni dari keinginan rakyat dan terdapat berbagai konspirasi dari
pihak-pihak tertentu untuk melindungi kepentingannya. Amerika Serikat tetap
mempertahankan kepentingan nasionalnya walaupun tidak sesuai dengan kebijakan luar
negerinya.
KEPENTINGAN NASIONAL AMERIKA SERIKAT DALAM KUDETA MILITER MESIR
Amerika Serikat melakukan standar ganda dikarenakan untuk melindungi kepentingan
nasionalnya. Melihat bahwa Mesir memiliki arti strategis dalam konstelasi global. Sehingga
Amerika Serikat lebih memilih untuk berstandar ganda dari pada mengancam kepentingan
nasionalnya. Berkaitan dengan kepentingan nasional Amerika Serikat dalam bidang politik,
negara ini merasa khawatir setelah terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden. Hal ini
dikarenakan Muhammad Mursi berasal dari Ikhwanul Muslimin. Amerika Serikat menganggap
kelompok Islam dapat mengancam kepentingan nasionalnya di Mesir. Amerika Serikat
menganggap ketika Muhammad Mursi memimpin Mesir, kelompok Ikhwanul Muslimin dapat
mempengaruhi kebijakan internal dan eksternal Mesir. Amerika Serikat menganggap bahwa
negara Islam tampak bersifat merombak (revisionis) dan mengancam. Negara-negara Islam juga
terkesan intrinsik anti-Barat dan anti-demokrasi. Islam dipandang oleh Amerika Serikat sebagai
budaya yang bermusuhan dan merupakan ancaman bagi kepentingan dan nilai-nilai budaya
mereka. Pandangan ini juga berkaitan dengan Islamophobia yang dimiliki Amerika Serikat.
Kelompok Islam dianggap sebagai kalangan ekstrimis (anti-liberal, anti-pluralisme, dan antifeminisme).49 Sehingga pandangan ini tidak dapat dihilangkan dan telah mengakar sejak lama
dari berbagai peristiwa yang telah terjadi. Maka dari itu, Amerika Serikat merasa khawatir
apabila Mesir menjadi negara Islam dan terciptanya kebijakan luar negeri Islam Revolusioner. .
Amerika Serikat akan lebih memilih Mesir menjadi negara sekuler-liberal daripada negara Islam.
Sedangkan kepentingan nasional Amerika Serikat dalam bidang ekonomi, negara ini memiliki
kepentingan nasional di Terusan Suez karena mempermudah pelayaran Amerika Serikat ke Asia
dan Eropa. Terusan ini dapat menghemat waktu dan biaya pelayaran dari Amerika Serikat ke
Asia tanpa harus mengelilingi Afrika. Sehingga, Terusan Suez dijadikan sebagai alat dalam
mempelancar strategi politik Amerika Serikat di Timur Tengah. Maka dari itu, Amerika Serikat
merasa khawatir apabila Muhammad Mursi memotong wilayah udara dan akses kanalnya.
Selama ini Amerika Serikat sangat bergantung dengan Terusan Suez dalam mengimpor minyak
dari Timur Tengah. Amerika Serikat menginginkan terjaminnya suplai energi murah (minyak)
dari Timur Tengah termasuk Mesir.
Sejak dekade silam, Amerika Serikat merupakan pemasok senjata paling besar di Timur
Tengah termasuk Mesir.50 Bisnis senjata ini menghasilkan keuntungan sangat besar bagi
perusahaan-perusahaan senjata Amerika Serikat. Perusahaan tersebut mengekspor senjata ke
Mesir, seperti pesawat tempur F16, gas air mata dari perusahaan Combined Systems International,
11
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
dan panser.51 Faktanya, Perusahaan General Dynamics telah menyuplai panser ke Mesir senilai 2,5
Miliar Dollar AS.52 Selain itu, Amerika Serikat merupakan mitra dagang terbesar Mesir dengan
mencapai 6,8 Miliar Dollar AS pada tahun 2013.53 Faktanya, setiap tahun, Mesir memperluas
perdagangan dan investasi dengan Amerika Serikat.54 Jack Lew sebagai U.S. Treasury Secretary
menyatakan bahwa “Well-being of the Egyptian economy is an important US interest (Kesejahteraan
ekonomi Mesir merupakan sebuah kepentingan utama Amerika Serikat).55 Mesir merupakan
pasar terbesar ketiga di Timur Tengah untuk barang Amerika Serikat dan terdapat 10 investor
Amerika Serikat di Mesir.56 Kerjasama yang dilakukan antara kedua negara tersebut
membuktikan bahwa banyaknya kepentingan nasional Amerika Serikat di Mesir. Kerjasama
ekonomi tersebut telah membuat Amerika Serikat merasa sangat diuntungkan. Sehingga terbukti
bahwa sikap standar ganda Amerika Serikat dalam kudeta militer di Mesir dikarenakan
banyaknya kepentingan nasional Amerika Serikat di Mesir baik kepentingan nasional dalam
bidang politik maupun ekonomi.
KESIMPULAN
Konflik yang terjadi di Mesir disebabkan ketika Muhammad Mursi mengumumkan Dekrit
Presiden 22 November 2012. Dalam dekrit, Muhammad Mursi menyatakan bahwa semua
keputusan dan ketentuan hukum yang dikeluarkan tidak dapat dibatalkan dan mahkamah
konstitusi tidak berhak membubarkan Dewan Konstituante yang bertugas menyusun konstitusi
baru. Terpilihnya Muhammad Mursi secara demokratis tidak menjadikan keadaan Mesir
menjadi lebih baik. Konflik Mesir telah menimbulkan terbentuknya dua kubu, yaitu: pendukung
dan penentang Muhammad Mursi. Meskipun Muhammad Mursi melakukan berbagai kebijakan
untuk menyelesaikan permasalahan dengan menggelar Referendum Nasional. Namun upaya
tersebut tidak dapat meredam konflik yang terjadi di Mesir. Teori Hubungan Masyarakat dan
teori Kebutuhan Manusia telah dapat menjawab bahwa konflik internal Mesir terjadi
dikarenakan faktor ketidakpercayaan rakyat, pihak-pihak yang saling bertentangan, dan
kegagalan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan rakyat. Pertentangan
kepentingan antara para pihak telah membuat konflik ini sulit untuk diselesaikan. Akhirnya,
Muhammad Mursi berhasil dijatuhkan dari kekuasaanya oleh militer. Hal ini membuktikan
bahwa militer memiliki peran besar dalam kudeta di Mesir. Terlebih dalam sejarahnya militer
memiliki peran yang signifikan bagi perpolitikan di Mesir. Meskipun militer menyatakan bahwa
tindakannya dilakukan demi kepentingan rakyat Mesir. Namun tindakannya telah merobohkan
makna demokrasi. Selain itu, kelompok Ikhwanul Muslimin juga memiliki peran dalam kudeta
tersebut. Kelompok ini sangat mendukung Muhammad Mursi dan mengecam kudeta yang
dilakukan oleh militer. Hal ini dikarenakan Muhammad Mursi berasal dari kelompok Ikhwanul
Muslimin. Posisi tersebut yang menjadi salah satu alasan Muhammad Mursi digulingkan. Melihat
bahwa pihak oposisi dan militer merasa khawatir apabila Mesir menjadi negara Islam. Militer
juga merasa khawatir apabila otonomi militer dapat berkurang dikarenakan dominasi Ikhwanul
Muslimin dalam pemerintahan Muhammad Mursi.
Selain itu, Amerika Serikat juga memilki peran dalam kudeta militer di Mesir. Amerika
Serikat bersikap bahwa kudeta yang terjadi di Mesir bukan merupakan sebuah kudeta. Negara
ini menyatakan bahwa tindakan militer hanya untuk kepentingan rakyat. Apabila dikaitkan
12
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
dengan konsep kudeta, tindakan yang dilakukan oleh militer merupakan sebuah kudeta karena
telah mengambil kekuasaan dari pemimpin yang berwenang dengan cara illegal. Meskipun
Amerika Serikat seakan diam dan tidak melakukan intervensi dalam kudeta militer di Mesir.
Namun, negara ini secara tidak langsung memiliki keterlibatan dengan memberikan berbagai
dukungan kepada pihak oposisi dan militer. Amerika Serikat memberikan dukungan politik
dengan tidak mengakui bahwa kudeta yang terjadi di Mesir bukan termasuk kudeta. Amerika
Serikat juga telah bekerjasama dengan negara-negara sekutu seperti Arab Saudi dan Israel untuk
menggulingkan Muhammad Mursi. Negara adidaya ini juga telah mendukung agar proses
pemilu yang kedua untuk segera dilaksanakan dengan alasan agar Mesir menjadi negara yang
lebih demokratis. Motif ini bertujuan agar Muhammad Mursi segera digulingkan dari tampuk
kekuasaanya. Selain itu, negara ini juga memberikan dukungan ekonomi melalui lembagalembaga-lembaganya di Mesir. Lembaga- lembaganya di Mesir dijadikan sebagai perantara atau
wadah untuk mempengaruhi masyarakat sipil demi menggulingkan Muhammmad Mursi.
Amerika Serikat tetap memberikan bantuan luar negerinya sebesar 1,3 Miliar Dollar AS dalam
bantuan tahunan Mesir. Padahal negara ini memiliki prinsip, “Suspending aid to any nation whose
elected leader is deposed in a coup”. Negara ini menyatakan bahwa akan menghentikan bantuan
kepada negara yang sedang dalam masa penggulingan kekuasaan (kudeta). Peran dan tindakan
Amerika Serikat tersebut membuktikan bahwa negara ini tidak konsisten terhadap kebijakannya
terutama dalam mempelopori demokrasi. Awalnya negara ini sangat antusias dalam
mempromosikan demokrasi di Timur Tengah (Arab Spring). Namun, negara ini seakan tidak
peduli dengan kudeta yang dilakukan militer terhadap Muhammad Mursi. Konflik yang terjadi
juga dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM, karena telah menjatuhkan ratusan korban dari
warga sipil. Padahal negara ini turut aktif melakukan intervensi untuk menjunjung tinggi HAM
dalam berbagai peristiwa di Timur Tengah.
Sikap tersebut yang menjadikan negara ini berstandar ganda dengan kebijakan luar
negerinya terkait dengan demokrasi. Sikap Amerika Serikat tersebut sesuai dengan makna dari
konsep standar ganda, yaitu sikap yang oportunis dengan mengungkapkan dua hal yang
berlainan, demi keuntungan pihak sendiri. Standar ganda dilakukan biasanya karena adanya
kepentingan- kepentingan tertentu sehingga tidak dapat konsisten karena kendala kepentingan
tersebut. Maka dari itu, sikap standar ganda Amerika Serikat tidak terlepas dengan kepentingan
nasionalnya. Melihat bahwa Mesir merupakan negara yang memiliki wilayah yang strategis dan
potensi yang cukup besar. Negara ini juga memiliki peran yang signifikan dalam konstelasi
politik global. Sikap Mesir dalam peristiwa Nasionalisasi Terusan Suez juga telah membuktikan
bahwa negara ini dapat mengendalikan negara-negara Barat. Kepentingan nasional Amerika
Serikat dalam bidang politik, yaitu untuk menghindari efek domino di Mesir. Amerika Serikat
merasa khawatir apabila Mesir menjadi negara Islam dan negara-negara yang berdekatan
dengan wilayahnya akan melakukan hal yang serupa. Melihat bahwa Muhammad Mursi berasal
dari Ikhwanul Muslimin. Amerika Serikat lebih memilih Mesir menjadi negara yang sekulerliberalis dari pada Islamis. Amerika Serikat juga merasa khawatir apabila Mesir terlepas dari
kendali Amerika Serikat. Sedangkan kepentingan nasional Amerika Serikat dalam bidang
ekonomi, yaitu potensi Terusan Suez dalam perekonomian Amerika Serikat. Terusan ini
memudahkan Amerika Serikat dalam pelayarannya dari Eropa ke Asia. Amerika Serikat juga
13
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
merupakan pemasok senjata paling utama di Mesir. Amerika Serikat merasa khawatir apabila
negara ini kehilangan perannya di Mesir. Mesir juga merupakan mitra dagang utama Amerika
Serikat dalam berbagai kerjasama di bidang ekonomi. Terbukti, kerjasama antara kedua negara
tersebut telah menghasilkan keuntungan yang besar. Berkaitan dengan itu, Mesir merupakan
negara yang sangat berperan di Timur Tengah. Hubungan baik Amerika Serikat dengan Mesir
akan dapat mempengaruhi hegemoninya di Timur Tengah. Sehingga posisi tersebut menjadi
peluang besar Amerika Serikat untuk tetap mempertahankan berbagai kepentingan nasionalnya.
Maka dari itu, dapat diprediksi bawah kudeta yang terjadi di Mesir berkaitan dengan
kepentingan pihak tertentu. Kudeta ini tidak hanya merupakan konflik internal melainkan
konflik eksternal demi memperjuangkan kepentingan dari masing-masing pihak.
14
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
Catatan Akhir
. Kirdi, Dipoyudo, Timur Tengah Pusaran Strategis Dunia, Centre For Strategic And International
Studies, Jakarta, 1961, hlm 8.
2.Trias Kuncahyono, Tahrir Square Jantung Revolusi Mesir, Kompas Media Nusantara, Jakarta,
2013, hlm 38.
3. Ibid., hlm 23.
4. Iwan Kurniawan, “Militer Mesir Ultimatum Mursi Berbagi Kekuasaan Dalam 48 Jam,”
http://m.news.viva.co.id/news/read/425275-militer-mesir-ultimatum-mursi-berbagi-kekuasaan-dalam-48-jam.html,
14-06-2015, 15:00 WIB, Surakarta.
5. Aulia Akbar, “Besok, Mohammed Mursi Disumpah Jadi Presiden Mesir,”
http://news.okezone.com/read/2012/06/29/412/655757/besok-mohammed-mursi-disumpah-jadi-presiden-mesir.html,
14-06-2015, 20:30 WIB, Surakarta.
6. Jackson, R., & Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 54-58.
7. Ibid., hlm. 54-58.
1
. Ibid., hlm. 54-58.
. Peter, loc.cit.
10. Ibid., hlm 253.
11. Trias Kuncahyono, Tahrir Square Jantung Revolusi Mesir, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2013,
hlm 67.
12. Ibid., hlm. 24.
13. Hafidz, Muftisany, “Mursi Umumkan Referendum Konstitusi”,
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/12/02/meeqku-mursi-umumkanreferendum-konstitusi.html, 02-11-2015, 21.00 WIB, Surakarta.
14. Ibid.,
15. BBC Indonesia, “Aksi boikot sejumlah surat kabar Mesir”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2012/12/121204_mesir_koran.html, 03-11-2015, 15.00 WIB,
Surakarta.
16. BBC Indonesia, “Mesir: Protes anti Presiden Morsi diwarnai bentrokan”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2012/12/121205_morsi_mesir_demo.html, 03-11-2015, 22.00 WIB,
Surakarta.
17 BBC, Indonesia, “Demonstrasi di Mesir berlanjut”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2012/12/121208_egypt.html, 01-11-2015, 18.00 WIB, Surakarta.
18. Ruslan Burhani, “63,8 persen rakyat mesir dukung konstitusi baru”,
http://www.antaranews.com/berita/350233/638-persen-rakyat-mesir-dukung-konstitusi-baru.html, 06-112015, 22.00 WIB, Surakarta
19. Kuncahyono, op. cit., hlm. 130.
20. Ajeng Ritzki Pitakasari, “Rombak Kabinet, Mursi Angkat 9 Menteri Baru”
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/05/07/mmfr6t-rombak-kabinetmursi-angkat-9-menteri-baru.html, 21-11-2015, 22.10 WIB, Surakarta
21. Ibid.,
22. Kuncahyono, op. cit., hlm. 316
23. BBC Indonesia, “Presiden interim Mesir rangkul Ikhwanul Muslimin”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/07/130704_mesir_adly_mansour_ikhwanulmuslimin.html. 15-01-2016,
13.20 WIB, Surakarta.
8
9
15
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
. Ibid.,
. Hanna Azarya Samosir, “Pengadilan Mesir Ingin Hukum Mati Pemimpin Ikhwanul Muslimin
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150317143616-120-39738/pengadilan-mesir-ingin-hukum-matipemimpin-ikhwanul-muslimin/.html, 15-01-2016, 14.20 WIB, Surakarta
26. Ibid.,
27. Ibid.,
28 Ibid., hlm. 12.
29. BBC Indonesia, “Mesir memberikan suara pada pemilihan presiden”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/05/140526_mesir_pemilu.html, 16-01-2016, 14.20 WIB, Surakarta.
30. Ibid.,
31. BBC Indonesia, “Abdul Fattah al-Sisi menang di pemilihan presiden Mesir”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/06/140603_mesir_presiden_pemilihan.html, 16-01-2016, 14.20 WIB,
Surakarta.
32. Fernan Rahadi, “Rekam Jejak Hubungan Mursi dan Militer Mesir”,
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/07/07/mpjkkj-rekam-jejak-hubungan-mursi-danmiliter-mesir.html, 23-11-2015, 22.50 WIB, Surakarta
33. Voice of America, “Militer Mesir Ultimatum Presiden Morsi dan Oposisi”,
http://www.voaindonesia.com/content/militer-mesir-ultimatum-politisi/1692930.html, 30-11-2015, 17.30 WIB,
Surakarta.
34. Tempo Dunia, “Empat Alasan Presiden Mesir Digulingkan”,
http://dunia.tempo.co/read/news/2013/07/04/115493383/empat-alasan-presiden-mesir-digulingkan.html, 01-122015, 19.00 WIB, Surakarta.
35. Denny Armandhanu, “Ini Alasan Mursi Digulingkan”,
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/440007-pakar-politik-kairo--ini-alasan-mursi-digulingkan.html, 01-122015, 13.30 WIB, Surakarta
36. Lukman Hakim Siregar (Direktur Direktorat Timur Tengah, Kementerian Luar Negeri Jakarta)
dalam sebuah diskusi dengan penulis, 29 Oktober 2015.
37. Ibid.,
38
. Ibid.,
39
. Ibd.,
40. Washington Post, “President Obama embraces democracy promotion once again”,
https://www.washingtonpost.com/opinions/president-obama-embraces-democracy-promotion-onceagain/2014/09/24/88e84d8c-4403-11e4-b47c-f5889e061e5f_story.html, 4-10-2015, 23.10 WIB, Surakarta.
41. Ibid.,
42. Ade Marboen, “Obama-Raja Arab Saudi bahas Suriah dan Mesir”,
http://www.antaranews.com/berita/385194/obama-raja-arab-saudi-bahas-suriah-dan.html, 04-12-2015, 21.00 WIB,
Surakarta.
43. Ibid.,
44. The Guardian, “Egypt Obama Us Mohamed Morsi Crisis”,
http://www.theguardian.com/world/2013/jul/03/egypt-obama-us-mohamed-morsi-crisis.html, 04-12-2015, 23.30
WIB, Surakarta.
45. A.M Wakito, op. cit., hlm. 27.
46. Ibid., hlm. 127.
47. BBC Indonesia, “Krisis Mesir: Pendukung Morsi bertahan di masjid al-Fath”,
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/08/130816_mesir_protes.html, 04-12-2015, 20.00 WIB,
Surakarta
24
25
16
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
. Ade Marboen, “Amerika Serikat siap kirim F-16 ke Mesir”,
http://www.antaranews.com/berita/384965/amerika-serikat-siap-kirim-f-16-ke-mesir.html, 10-12-2015, 15.00 WIB,
Surakarta.
49. Ibid., hlm. 8.
50. Krisman Purwoko, “Era Emas Ekspor Senjata AS ke Mesir Akan Berakhir?”,
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/internasional/11/02/04/162228-era-emas-ekspor-senjata-as-kemesir-akan-berakhir-.html, 15-12-2015, 20.00 WIB, Surakarta.
51. Ibid.,
52. Ibid.,
53. Egyptembassy, “Egypt-U.S. Relations”, http://Www.Egyptembassy.net/egypt-us-relations.html, 1501-2016, 21.00 WIB, Surakarta.
54. Ibid.,
55. Ibid.,
56. Ibid.,
48
17
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Andrew, L., & Scott, B.,Theories of International Relations, pen. M Sobirin (New York: ST Martin’s
Press, INC., 1996).
Bradley, William L., Dokumen - Dokumen Pilihan Tentang Politik Luar Negeri Amerika Serikat dan
Asia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1991.
Buwono, Hamengku X, Merajut Kembali Keindonesiaan Kita, Gramedia Pustaka Utama Yogyakarta,
2007.
Burchill, Scott., et. al., Theories of Intrenational Relations Third Edition, Palgrave Macmillan, New
York, 2005.
Bishop, Hillman, Basic Issue of American Democracy, Aplleton Century Crofts, Inc, New York, 1987.
Carlsnaes, Walter, Handbook of International Relations, pen. Imam Baehaqie (London: SAGE
Publications, 2004)
Dipoyudo, Kirdi, Timur Tengah Pusaran Strategis Dunia, Centre For Strategic And International
Studies, Jakarta, 1961.
Duverger, Maurice, Sosiologi Politik, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta, 1996.
Graebner, Norman A., Ideas and Diplomacy: Reading of Intellectual Tradition of America Foreign
Policy, Oxford University Press, New York, 1964.
Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Dunia,
Pustaka Jaya, Jakarta, 1983.
Georg S., & Robert J., Introduction to International Relations, pen. Dadan Suryadipura (New York,
Oxford University Press Inc., 1999).
Harrison, Ross, Democracy, Routledge, London, 1993.
Hungtington, Samuel P., Political Order in Changing Societies, Yale University Press, Yale, 1968.
Hough, Peter, Understanding Global Security, Routledge, New York, 2010.
Jatmika, Sidik, “AS Penghambat Demokrasi”, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 2000.
J., Stean, Pettiford, L., Diez, T., & El-Anis, I, An introduction to international relations theory :
perspectives and themes, Routledge, London, 2010.
Kencana, Inu, dan Azikin Andi, Perbandingan Pemerintah, Redaksi Refika, Bandung, 2011.
Kuncahyono, Trias, “Jerussalem: Kesucian Konflik dan Pengadilan Akhir”, Buku Kompas, Jakarta,
2008.
Kuncahyono, Trias, Tahrir Square Jantung Revolusi Mesir, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2013.
Mas’oed, Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, LP3ES, Jakarta, 1990.
Markoff John, Gelombang Demokrasi Dunia, pen. Ari Setyaningrum (Pustaka Pelajar:
Yogyakarta,2002).
Morgentahu, Han J., Politik Antar Bangsa, pen. S Maimoen (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia,2012).
Nordlinger, Nordlinger, Militer Dalam Politik, Jakarta, Rineka Cipta, 1990.
Nasution, Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan
Bintang”, Jakarta, 1975
Purwasito, Andrik, “Pengantar Ilmu Politik”, Sebelas Maret University Press, Sukarta, 2011, hlm
171
Pujileksono, Sugeng, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, Intrans Publishing, Malang, 2015
R., Jackson, & Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2009.
Rosenau, James N., Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson, World Politics: An Introduction, The Free
Press, New York, 1976.
18
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, Refika Aditama, Bandung, 2009.
Syaodih, Nana, Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2015.
Setiawan, Arwah, Anwar Sadat: Kemarau Kemarahan, PT Temprin, Jakarta, 1986.
Saikal, Amin, “Islam dan Barat, Konflik atau Kejasama”, Sanabil, Jakarta, 2006.
Strieff, Daniel, “Jimmy Carter and the Middle East: The Politics of Presidential Diplomacy”, Palgrave
Macmillan, New York, 2015.
Tadjuddin, Noer Effendi, Demokrasi dan Demokratisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
Tim FLP se-Dunia, Mesir, Pesona dan Tragedi, Halaman Moeka Publishing, Jakarta, 2014.
Waskito, A.M., Air Mata Presiden Mursi: Tragedi Kudeta Militer 3 Juli 2013, Al Kautsar, Jakarta,
2013.
Tocqueville, Alexis De, Democracy in America, Oxford Univesity Press, London, 1972.
JURNAL:
Geoffrey, Warner, “Collusion’ and the Suez Crisis of 1956”, Catham House, No. 2 Vol.
55 No. 2 (1979).
Hidriyah, Siti, “Terpilihnya Muhammad Mursi dan Babak Baru Demokrasi di Mesir”,
Info Hubungan Internasional, berkas dpr, volume IV, no. 13/I, P3DI, Jakarta, 2012.
http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-IV-13-I-P3DI-Juli-201260.pdf
Latuff, Carloss, “Revolutionary Communism,” English Language Journal of the
Revolutionary Communist International Tendency (RCIT), no.12.
New Routes, “Conflict transformation: Three lenses in One Frame”, A Journal of
Peace Research and Action, Volume 14, no 2, Africa 2009.
Snider, Erin A., David M. Faris., “The Arab Spring: U.S. Democracy Promotion In
Egypt,”Journal Essay, volume XVIII, no. 3, England, 2011.
Terry Irenewati dan Aman FIS, “Dampak Teori Domino Di Negara-Negara Afrika
Utara”, Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 19, No.1 (2014) 77-84, 20-12-2015, 15.30 WIB,
Surakarta http://download.portalgaruda.org/article.-Dampak-Teori-Domino-di-NegaraNegara-Afrika-Utara.html.
Varol, Ozan O., “The Democratic Coup d’Etat,” Harvard International Law Journal,
volume 53. No.2, Summer, United States, 2012.
INTERNET:
Ade Marboen, “Obama-Raja Arab Saudi bahas Suriah dan Mesir”,
http://www.antaranews.com/berita/385194/obama-raja-arab-saudi-bahas-suriah-dan.html, 04-12-2015,
21.00 WIB, Surakarta.
Ade Marboen, “Amerika Serikat siap kirim F-16 ke Mesir”,
http://www.antaranews.com/berita/384965/amerika-serikat-siap-kirim-f-16-ke-mesir.html, 10-12-2015,
15.00 WIB, Surakarta.
Ajeng Ritzki Pitakasari, “Rombak Kabinet, Mursi Angkat 9 Menteri Baru”
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/05/07/mmfr6t-rombak-kabinet-mursiangkat-9-menteri-baru.html, 21-11-2015, 22.10 WIB, Surakarta.
19
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
Aulia Akbar, “Besok, Mohammed Mursi Disumpah Jadi Presiden Mesir,”
http://news.okezone.com/read/2012/06/29/412/655757/besok-mohammed-mursi-disumpah-jadi-presidenmesir.html, 21-11-2015, 23.00 WIB, Surakarta.
BBC Indonesia, “Aksi boikot sejumlah surat kabar Mesir”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2012/12/121204_mesir_koran.html, 03-11-2015, 15.00 WIB,
Surakarta.
BBC Indonesia, “Mesir: Protes anti Presiden Morsi diwarnai bentrokan”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2012/12/121205_morsi_mesir_demo.html, 03-11-2015, 22.00 WIB,
Surakarta.
BBC, Indonesia, “Demonstrasi di Mesir berlanjut”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2012/12/121208_egypt.html, 01-11-2015, 18.00 WIB, Surakarta.
BBC Indonesia, “Presiden interim Mesir rangkul Ikhwanul Muslimin”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/07/130704_mesir_adly_mansour_ikhwanulmuslimin.html. 1501-2016, 13.20 WIB, Surakarta.
BBC Indonesia, “Mesir memberikan suara pada pemilihan presiden”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/05/140526_mesir_pemilu.html, 16-01-2016, 14.20 WIB,
Surakarta.
BBC Indonesia, “Abdul Fattah al-Sisi menang di pemilihan presiden Mesir”,
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/06/140603_mesir_presiden_pemilihan.html, 16-01-2016, 14.20
WIB, Surakarta.
BBC Indonesia, “Krisis Mesir: Pendukung Morsi bertahan di masjid al-Fath”,
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/08/130816_mesir_protes.html, 04-12-2015, 20.00
WIB, Surakarta
Denny Armandhanu, “Ini Alasan Mursi Digulingkan”,
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/440007-pakar-politik-kairo--ini-alasan-mursi-digulingkan.html,
01-12-2015, 13.30 WIB, Surakarta
Didi Purwadi, “Israel Kerja Keras Desak Barat Dukung Kudeta di Mesir”,
http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/08/20/mrte8p-israel-kerja-keras-desak-baratdukung-kudeta-di-mesir.html, 05-12-2015, 22.00 WIB, Surakarta.
Egyptembassy, “Egypt-U.S. Relations”, http://Www.Egyptembassy.net/egypt-us-relations.html,
15-01-2016, 21.00 WIB, Surakarta.
Fernan Rahadi, “Rekam Jejak Hubungan Mursi dan Militer Mesir”,
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/07/07/mpjkkj-rekam-jejak-hubunganmursi-dan-militer-mesir.html, 23-11-2015, 22.50 WIB, Surakarta.
Global Research, “Was Washington Behind Egypt’s Coup d’Etat?”,
http://www.globalresearch.ca/was-washington-behind-egypts-coup-detat.html, 12-01-2016, 11.00 WIB,
Surakarta.
Hanna Azarya Samosir, “Pengadilan Mesir Ingin Hukum Mati Pemimpin Ikhwanul Muslimin
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150317143616-120-39738/pengadilan-mesir-ingin-hukummati-pemimpin-ikhwanul-muslimin/.html, 15-01-2016, 14.20 WIB, Surakarta.
Hafidz, Muftisany, “Mursi Umumkan Referendum Konstitusi”,
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/12/02/meeqku-mursi-umumkanreferendum-konstitusi.html, 02-11-2015, 21.00 WIB, Surakarta.
Iwan Kurniawan, “Militer Mesir Ultimatum Mursi Berbagi Kekuasaan Dalam 48 Jam,”
http://m.news.viva.co.id/news/read/425275-militer-mesir-ultimatum-mursi-berbagi-kekuasaan-dalam-48jam.html, 14-06-2015, 15:00 WIB, Surakarta.
20
DOUBLE STANDARD POLICY AMERIKA SERIKAT TERHADAP DEMOKRATISASI (18 Januari 2016)
Krisman Purwoko, “Era Emas Ekspor Senjata AS ke Mesir Akan Berakhir?”,
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/internasional/11/02/04/162228-era-emas-ekspor-senjataas-ke-mesir-akan-berakhir-.html, 15-12-2015, 20.00 WIB, Surakarta.
Ruslan Burhani, “63,8 persen rakyat mesir dukung konstitusi baru”,
http://www.antaranews.com/berita/350233/638-persen-rakyat-mesir-dukung-konstitusi-baru.html, 06-112015, 22.00 WIB, Surakarta.
Tempo Dunia, “Empat Alasan Presiden Mesir Digulingkan”,
http://dunia.tempo.co/read/news/2013/07/04/115493383/empat-alasan-presiden-mesir-digulingkan.html,
01-12-2015, 19.00 WIB, Surakarta.
The Guardian, “Egypt Obama Us Mohamed Morsi Crisis”,
http://www.theguardian.com/world/2013/jul/03/egypt-obama-us-mohamed-morsi-crisis.html, 04-12-2015,
23.30 WIB, Surakarta.
Voa Islam, “Amerika Serikat Mengutuk Presiden Mesir Mohammad Mursi,” http://www.voaislam.com/read/opini/2013/01/16/22789/amerika-serikat-mengutuk-presiden-mesir-mohammadmursi/#sthash.bnt7VA6m.dpbs.html, 14-06-2015, 19:00 WIB, Surakarta.
14-06-2015, 20:30 WIB, Surakarta.
Voice of America, “Militer Mesir Ultimatum Presiden Morsi dan Oposisi”,
http://www.voaindonesia.com/content/militer-mesir-ultimatum-politisi/1692930.html, 30-11-2015, 17.30
WIB, Surakarta.
Washington Post, “President Obama embraces democracy promotion once again”,
https://www.washingtonpost.com/opinions/president-obama-embraces-democracy-promotion-onceagain/2014/09/24/88e84d8c-4403-11e4-b47c-f5889e061e5f_story.html, 4-10-2015, 23.10 WIB, Surakarta.
WAWANCARA:
Lukman Hakim Siregar (Direktur Direktorat Timur Tengah, Kementerian Luar Negeri Jakarta) dalam
sebuah diskusi dengan penulis, 29 Oktober 2015.
21
Download