1. pendahuluan - IPB Repository

advertisement
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekosistem lamun (seagrasses) merupakan salah satu ekosistem pesisir yang
bersifat alami dan kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan ekosistem
pesisir lainnya di Indonesia (mangrove dan terumbu karang). Lamun merupakan
kelompok tanaman berbunga tenggelam pada lingkungan perairan laut.
Tumbuhan ini tersebar di perairan yang dangkal pada perairan pesisir. Berbeda
dengan rumput laut (seaweed), lamun memiliki bunga dan menghasilkan biji
serta memiliki akar dan sistem internal untuk transportasi gas dan nutrien
(Fortes 1990).
Menurut Kuo & McComb (1989) in Kiswara & Winardi (1999), di dunia
dijumpai sebanyak 58 jenis lamun. Lamun tersebut tumbuh subur di daerah
terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa
lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati, dengan kedalaman sampai
empat meter. Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan
ditemukan tumbuh sampai kedalaman 8-15 meter dan 40 meter (Den Hartog
1970 in Dahuri 2003).
Seperti pada ekosistem perairan lainnya, pada ekosistem lamun terdapat
proses-proses ekologi, dimana terjadi interaksi dari beberapa komponen biotik
dan lingkungannya (abiotik). Salah satu dari komponen biotik tersebut adalah
makrozoobentos atau makrofauna. Makrozoobentos merupakan organisme
akuatik yang hidup di dasar perairan, baik yang membenamkan diri di dasar
perairan maupun yang hidup di permukaan dasar perairan (Nybakken 1988).
Karena habitat organisme tersebut di dasar perairan, oleh karena itu kehidupan
dari organisme ini sangat dipengaruhi oleh kondisi substrat atau dasar perairan
tersebut.
Sebagai salah satu organisme yang hidup berasosiasi dengan lamun,
makrozoobentos yang terdiri dari beberapa kelas (Gastropoda, Bivalvia,
Crustacea, Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea, dan Holothuridea), memiliki
3
peranan penting dalam rantai makanan dan proses ekologi yang terjadi di
ekosistem
tersebut.
Selain
memiliki
nilai
ekologi,
beberapa
spesies
makrozoobentos juga memiliki nilai ekonomi penting untuk memenuhi
kebutuhan manusia (seperti: Crustacea dan Bivalvia). Penelitian sebelumnya
terkait asosiasi makrozoobentos dengan lamun menunjukan adanya hubungan
erat antara kepadatan lamun jenis Enhalus acoroides dengan kepadatan
makrozoobentos di Bontang, Kalimantan Timur (Irawan 2003). Selain itu di
daerah Pulau Kelapa Dua dan Harapan menunjukan hasil yang serupa, yaitu
biomassa
dan
kepadatan
lamun
mempengaruhi
keanekaragaman
makrozoobentos (Ramadhan 2010).
Melihat nilai yang dimiliki dan penelitian terkait asosiasi makrozoobentos
dengan lamun yang belum pernah dilakukan di Pulau Pramuka, maka perlu
adanya kajian untuk melihat hal tersebut. Melalui kajian ini akan didapatkan
informasi ilmiah yang berguna untuk pengelolaan ekosistem lamun yang
berkelanjutan.
1.2. Rumusan Masalah
Padang lamun (seagrasses beds) termasuk ke dalam ekosistem perairan
pesisir. Ekosistem ini sangat dinamis, karena banyak dipengaruhi oleh darat dan
laut.
Banyak sekali organisme akuatik yang hidup di padang lamun, dan
memanfaatkan ekosistem tersebut tidak hanya sebagai tempat berlindung akan
tetapi menjadi tempat mencari makan, pembesaran, pemijahan, dan kegiatan
lain yang menunjang kehidupannya.
Keberadaan organisme tersebut pada
daerah ini membuat ekosistem lamun menjadi lebih kompleks, dimana interaksi
antar organisme dan lingkungannya saling mendukung satu sama lain dalam
proses keseimbangan ekologi.
Salah satu dari organisme akuatik yang hidup berasosiasi dengan lamun
adalah makrozoobentos. Organisme dengan mobilitas rendah ini berasosiasi erat
dengan lamun, apabila kualitas lamun tersebut menurun akan berdampak
langsung pada organisme ini. Lamun sebagai sumber utama bahan organik
(detritus), menyediakan relung yang besar kepada hewan detritus feeders, salah
4
satunya makrozoobentos. Dengan demikian, keberadaan makrozoobentos
sangat dipengaruhi oleh lamun.
EKOSISTEM LAMUN
KONDISI ALAMI
KONDISI/STATUS
LAMUN
LINGKUNGAN BUATAN (REHABILITASI)
BIOTA YANG BERASOSIASI
DENGAN EKOSISTEM LAMUN
 Persen
penutupan dan
 Biomassa
PARAMETER LINGKUNGAN
PERAIRAN






PLANKTON
N
BENTOS
NEKTON
DO,
pH,
Nitrat,
Orthophosfat,
kecerahan, dan
salinitas
SUBSTRAT
DASAR
 tekstur dan
 kandungan Corganik
ORGANISME LAINNYA
MAKROZOOBENTOS





Jumlah taksa,
Kepadatan,
Biomassa,
Keragaman, dan
Distribusi
KUALITAS EKOSISTEM LAMUN
BURUK
BAIK
Keterangan :
di luar lingkup penelitian
Gambar 1. Diagram alir rumusan permasalahan
Belakangan ini, kegiatan manusia dan perubahan iklim menjadi salah satu
ancaman dan gangguan terhadap ekosistem lamun. Kerusakan secara fisik,
pencemaran, dan eksploitasi berlebih merupakan kegiatan umum manusia yang
mengancam ekosistem tersebut (Kuriandewa 2009). Apabila hal tersebut terjadi
terus menerus, maka keseimbangan ekosistem lamun akan terganggu dan akan
mengancam keberlangsungan ekosistem tersebut selanjutnya.
5
Pulau Pramuka merupakan pusat administrasi Kabupaten Kepulauan
Seribu. Banyaknya penduduk yang tinggal di lokasi tersebut, serta pengunjung
yang datang menyebabkan banyaknya limbah yang masuk ke perairan, salah
satunya sampah rumah tangga dan anorganik. Selain itu, penambangan pasir
untuk bahan dasar membangun rumah menambah buruk kualitas ekosistem
lamun.
Rehabilitasi menjadi salah satu solusi untuk menjaga kelestarian ekosistem
lamun. Dengan melihat beberapa parameter lingkungan dan substrat dasar,
serta kondisi/status lamun saat itu dengan organisme yang berasosiasi
khususnya makrozoobentos, maka dapat diketahui kualitas ekosistem lamun
tersebut. Setelah kualitas ekosistem lamun diketahui, maka dapat ditentukan
perlu atau tidak dilakukannya rehabilitasi pada ekosistem tersebut agar
keberlangsungan dari ekosistem tersebut dapat terjaga. Untuk lebih jelasnya,
rumusan masalah yang ada dapat dilihat pada diagram alir (Gambar 1) di atas.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengkaji dan membandingkan struktur komunitas makrozoobentos di Pulau
Pramuka secara temporal (musim hujan dan kemarau).
2. Mengkaji hubungan antara kualitas padang lamun dengan makrozoobentos di
Pulau Pramuka secara temporal (musim hujan dan kemarau).
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai kualitas ekosistem lamun dilihat dari parameter yang diamati, salah
satunya parameter biologi (komunitas makrozoobentos).
Selain itu, dapat
memberikan informasi asosiasi makrozoobentos dengan ekosistem lamun
sehingga menjadi informasi penting dalam upaya pengelolaan yang tepat untuk
keberlangsungan ekosistem tersebut.
Download