BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1
Corporate Social Responsibility (CSR)
II.1.1 Definisi CSR
Belum ada definisi yang pasti mengenai CSR. Beberapa sumber mendefinisikan
CSR adalah sebagai berikut:
1. CSR Asia : “Corporate Social Responsibility (CSR) as a company’s commitment to
operating in an economically, socially and environmentally sustainablemanner
whilst balancing the interests of diverse stakeholders.” Dalam terjemahannya adalah
“Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip
ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para
stakeholders.” (www.csr-asia.com)
2. CSR Indonesia : “Upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan ekonomi, sosial, dan
lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak
positif” (www.csrindonesia.multiply.com)
3. World Business Council for Sustainable Development: “Corporate Social
Responsibility is the continuing commitment by business to contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families as
well as of the community and society at large.”
8
Dalam terjemahannya adalah
komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan
memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas
kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas
pada umumnya. (http://www.wbcsd.org)
4. International Finance Corporation:”CSR is the commitment of businesses to
contributes to sustainable economic development by working with employees, their
families, the local community, and society at large to improve their lives in ways that
are good for business and for development” yang berarti CSR adalah komitmen
dunia
bisnis
untuk
memberi
kontribusi
terhadap
pembangunan
ekonomi
berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas
lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara
yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.
5. World Bank : “the commitment of business to contribute to sustainable economic
development working with employees and their representatives, the local community
and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for
business and good for development”. Dalam terjemahannya berarti komitmen bisnis
untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui
kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka,
komunitas setempat maupun masyarakat umumuntuk meningkatkan kualitas hidup,
dengan cara – cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk
pembangunan. (www.worldbank.org)
6. ISO 26000 : “Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari
keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan
9
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan
harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan normanorma
perilaku
internasional;
serta
terintegrasi
dengan
organisasi
secara
menyeluruh” (draft 3, 2007).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa CSR adalah sebuah program yang
dilakukan oleh perusahaan dengan sebuah komitmen yang bertujuan untuk memenuhi
keinginan stakeholder
(para pemegang kepentingan) dan masyarakat
guna
menyeimbangkan antara ekonomi, social dan lingkungan guna terciptanya
pembangunan yang berkelanjutan.
II.1.2 Sejarah CSR
CSR sebenarnya sudah ada sejak sebelum diterbitkannya UU No. 40 tahun 2007,
sehingga CSR bukanlah sesuatu yang baru dikenal.
CSR sudah dikenal sejak tahun 1950 dengan nama Social Responsibility (SR).
Hal ini terbukti dengan diterbitkannya buku yang berjudul “Social Responsibility of The
Businessman” karangan Howard R. Bowen. Buku ini memberikan pengaruh yang besar
kepada literatur – literature CSR yang terbit setelahnya, sehingga Bowen dikenal sebagai
Bapak CSR.
Pada tahun 1960, sudah banyak usaha yang dilakukan untuk member formalisasi
bagi pengentian CSR. Salah satu akademisi yang terkenal saat itu adalah Keith Davis.
Davis dikenal karena ia dapat memberikan pandangan yang mendalam atas pengaruh
CSR terhadap kekuatan bisnis. Davis mengutarakan “Iron Law of Responsibility” yang
10
menyatakan bahwa tanggung jawab social pengusaha sama dengan kedudukan sosial
yang dimiliki (social responsibilities of businessmen need to be commensurate with their
social power).
Joseph W. McGuire mulai memperkenalkan istilah “Corporate Citizenship” pada
tahun 1963. McGuire menyatakan bahwa korporasi harus memperhatikan masalah
politik, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kebahagiaan
karyawan dan seluruh
permasalahan sosial kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu korporasi harus bertindak
“baik,” sebagai mana warga negara (citizen) yang baik.
Committee
for
Economic
Development
(CED)
menerbitkan
“Social
Responsibilities of Business Corporations” pada tahun 1971. CED merumuskan CSR
dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris. Lingkaran dalam merupakan
tanggungjawab dasar dari korporasi untuk penerapan kebijakan yang efektif atas
pertimbangan ekonomi (profit dan pertumbuhan); Lingkaran tengah menggambarkan
tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitif terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial
yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan diambil; Lingkaran luar
menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul seiring dengan
meningkatnya peran serta korporasi dalam menjaga lingkungan dan masyarakat.
World Commission on Environment and Development (WECD) menerbitkan
laporan yang berjudul “Our Common Future” atau dikenal sebagai “Brundtland Report”
pada tahun 1987. Laporan
tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda
politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan
11
yang lebih sensitif sehingga laporan ini menjadi dasar kerjasama multilateral dalam
rangka melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Tahun 1992, KTT (Earth Summit) diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brazil yang
dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama “Lingkungan dan Pembangunan
Berkelanjutan” KTT ini menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan
ekonomi dan sosial sebagai hal yang harus dilakukan serta menghasilkan deklarasi rio
tentang lingkungan dan pembangunan, agenda 21, dan beberapa perjanjian lainnya.
John Elkington pada tahun 1997 menerbitkan sebuah buku yang berjudul
"Cannibals with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness”.
Dalam bukunya, Elkington mengembangkan konsep triple bottom line yang kita kenal
sampai saat ini. Melalui konsep ini Elkington mengemukakan bahwa perusahaan yang
ingin terus menjalankan usahanya harus memperhatikan 3P yaitu profit, people and
planet. Perusahaan yang ingin bertahan dalam menjalankan usahanya tidak dibenarkan
hanya mengejar keuntungan semata (profit), tetapi mereka juga harus memberikan
kontribusi kepada masyarakat (people), dan ikut berpartisipasi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (planet). Ketiga prinsip tersebut saling mendukung dalam
pelaksanaan program CSR.
12
II.1.3 Peraturan CSR
Beberapa peraturan / standar yang dapat dijadikan referensi bagi penerapan CSR
di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Pra –UU No. 40 Tahun 2007.
Sebelum diatur secara eksplisit dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, konsep CSR sebenarnya telah diatur dalam beberapa Undang –
Undang di Indonesia. Berikut adalah Undang – Undang yang secara tidak langsung
mengatur tentang konsep CSR.
a) UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Pasal 6 (1) : Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan.
2. Pasal 6 (2) : Setiap orang yang melakukan usaha dan / atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai
pengelolaan lingkungan hidup.
3. Pasal 16 (1) : Setiap penanggung jawab usaha dan / atau kegiatan wajib
melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan / atau kegiatan.
4. Pasal 17(1) : Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
b) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang – Undang ini banyak mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab
perusahaan terhadap konsumennya.
13
1. Pasal 3 Perlindungan konsumen bertujuan:
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
2. Pasal 7 Mengatur tentang kewajiban pelaku usaha
3. BAB IV (Pasal 8 - 17) Mengatur tentang perbuatan yang dilarang bagi
pelaku usaha
4. BAB V (Pasal 18 ) Mengatur tentang ketentuan pencantuman klausula
baku
5. BAB VI (Pasal 19 – 28) Mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha
c) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang – Undang ini antara lain bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan juga
untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya (pasal 4). Selain
diatur dalam UU yang mengatur berbagai aspek tersebut di atas, konsep CSR
juga telah diatur dan diwajibkan dalam UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal sebagai berikut:
1. Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
a. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
b. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal
14
c. Penjelasan pasal 15 Huruf b
Yang dimaksud dengan "tanggung jawab sosial perusahaan" adalah
tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman
modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan
sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat
setempat.
2. Pasal 16
Setiap penanam modal bertanggung jawab :
a. menjaga kelestarian lingkungan hidup
b. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan
pekerja; …
3. Pasal 34
(1)
Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pembatasan kegiatan usaha
c.
pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman
modal; atau
d.
pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman
modal.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
15
(3)
Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha
perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
2. UU NO. 40 Tahun 2007
Pasal - pasal yang mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Perusahaan dalam UU No. 40 tahun 2007 tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bab I – Ketentuan Umum
Pasal 1
a. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat,
baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun pada masyarakat
pada umumnya.
2. Bab IV – Rencana Kerja,Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba
Bagian Kedua – Laporan Tahunan
Pasal 66
1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh
Dewan Komisaris dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku
Perseroan berakhir
2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat
sekurang – kurangnya : laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan
16
3. Bab V – Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Pasal 74
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai
biaya
Perseroan
yang
pelaksanaannya
dilakukan
dengan
memperhitungkan kepatutan dan kewajaran
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
(4) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
Tanggung
Jawab
Sosial
dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah
II.1.4 Konsep CSR
Konsep CSR menurut CSR Asia terdiri dari “Triple Bottom Line” ,yaitu :
1. Profit
Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang
memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
17
2. People
Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa
perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar
sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas
ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema
perlindungan sosial bagi warga setempat.
3. Plannet
Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup.Beberapa program CSR yang berpijak
pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana
air bersih, perbaikan permukiman, pengem-bangan pariwisata (ekoturisme).
Keberlangsungan hidup sebuah perusahaan hanya akan terjadi apabila
perusahaan peduli terhadap pertumbuhan ekonomi, pengembangan lingkungan dan
pengembangan sosial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberlanjutan (sustainability)
adalah keseimbangan antara kepentingan-kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Konsep triple bottom line (3P) kemudian berkembang dengan adanya ISO 26000
mengenai Guidance on Social Responsibility. Menurut ISO 26000, CSR sangat
berkaitan dengan tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak dari keputusan
dan kegiatan perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam
bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan
dan kesejahteraan masyarakat, memenuhi harapan pemangku kepentingan, sesuai
dengan hukum yang ditetapkan serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.
Dengan melihat konsep Triple Bottom Lines dan mengaikatnya dengan prinsip ISO
26000 tersebut maka konsep 3P kemudian dapat ditambahkan dengan 4P dengan
18
menambahkannya dengan satu line tambahan, yakni procedure. Dengan demikian, CSR
adalah kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi
kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara
berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional.
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa kegiatan CSR yang sesuai dengan
konsep Triple Bottom Line, yaitu antara lain :
No Aspek
Muatan
1
Pendidikan,
Sosial
pelatihan,
kesehatan,
perumahan,
penguatan
kelembagaan (secara internal, termasuk kesejahteraan karyawan)
kesejahteraan
sosial,
olahraga,
pemuda,
wanita,
agama,
kebudayaan dan sebagainya.
2
Ekonomi
Kewirausahaan, kelompok usaha bersama/ unit mikro kecil dan
menengah (KUB/ UMKM), agrobisnis, pembuka lapangan kerja,
infrastruktur ekonomi dan usaha produktif lain.
3
Lingkungan Penghijauan, reklamasi lahan, pengelolaan, pelestarian alam,
ekowisata penyehatan lingkungan, pengendalian polusi, serta
penggunaan produksi dan energi secara efisien.
19
II.1.5 Keuntungan Melakukan Program CSR bagi Perusahaan.
Banyak keuntungan yang dapat diraih dengan melakukan program CSR. Yusuf
Wibisono (2007) dalam bukunya yang berjudul “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”,
menguraikan 10 keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan
program CSR, yaitu:
1) Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan. Perbuatan
destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan, sebaliknya kontribusi positif
pasti akan mendongkrak image dan reputasi positif perusahaan. Image / citra yang
positif ini penting untuk menunjang keberhasilan perusahaan.
2) Layak Mendapatkan Social Licence to Operate
Masyarakat
sekitar
adalah
komunitas
utama
perusahaan.
Ketika
mereka
mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan
merasa memiliki perusahaan, sehingga imbalan yang diberikan kepada perusahaan
adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di kawasan tersebut.
3) Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan
Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal
yang esensial untuk suksesnya usaha. Disharmonisasi dengan para stakeholder akan
menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka
biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran
untuk melakukan program CSR. Oleh karena itu, pelaksanaan CSR adalah sebagai
langkah preventif (pencegahan) untuk mencegah memburuknya hubungan dengan
para stakeholder perlu mendapat perhatian.
20
4) Melebarkan Akses Sumber Daya
Track records yang baik dalam pengelolaan CSR merupakan keunggulan bersaing
bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang
diperlukan perusahaan.
5) Membentangkan Akses Menuju Market
Investasi yang ditanamkan untuk program CSR ini dapat menjadi tiket bagi
perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk di dalamnya memupuk
loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru.
6) Mereduksi Biaya
Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan CSR.
Misalnya: dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain
dapat menghemat biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi
lebih aman bagi lingkungan.
7) Memperbaiki Hubungan dengan Stakeholder
Implementasi CSR akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan para
stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah kepercayaan para
stakeholder kepada perusahaan.
8) Memperbaiki Hubungan dengan Regulator
Perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility umumnya akan
meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung
jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat.
9) Meningkatkan Semangat dan Produktivitas Karyawan
Image perusahaan yang baik di mata stakeholder dan kontribusi positif yang
diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan
21
kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka
sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka.
10) Peluang Mendapatkan Penghargaan
Banyaknya penghargaan (reward) yang akan diberikan kepada pelaku CSR yang
dapat menambah kesempatan bagi perusahaan untuk mendapatkan penghargaan
tersebut.
Dalam ISO 26000 disebutkan manfaat CSR bagi perusahaan yaitu :
1) Mendorong lebih banyak informasi dalam pengambilan keputusan berdasarkan
peningkatan pemahaman terhadap ekspektasi masyarakat, peluang jika kita
melakukan tanggung jawab sosial (termasuk manajemen risiko hukum yang lebih
baik) dan risiko jika tidak bertanggung jawab secara sosial.
2) Meningkatkan praktek pengelolaan risiko dari organisasi.
3) Meningkatkan reputasi organisasi dan menumbuhkan kepercayaan publik yang lebih
besar.
4) Meningkatkan daya saing organisasi.
5) Meningkatkan hubungan organisasi dengan para stakeholder dan kapasitasnya untuk
inovasi, melalui paparan perspektif baru dan kontak dengan para stakeholder.
6) Meningkatkan loyalitas dan semangat kerja karyawan, meningkatkan keselamatan
dan kesehatan baik karyawan laki-laki maupun perempuan dan berdampak positif
pada kemampuan organisasi untuk merekrut, memotivasi dan mempertahankan
karyawan.
22
7) Memperoleh penghematan terkait dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi
sumber daya, konsumsi air dan energi yang lebih rendah, mengurangi limbah, dan
meningkatkan ketersediaan bahan baku.
8) Meningkatkan keandalan dan keadilan transaksi melalui keterlibatan politik yang
bertanggung jawab, persaingan yang adil, dan tidak adanya korupsi.
9) Mencegah atau mengurangi potensi konflik dengan konsumen tentang produk atau
jasa.
10) Memberikan kontribusi terhadap kelangsungan jangka panjang organisasi dengan
mempromosikan keberlanjutan sumber daya alam dan jasa lingkungan.
11) Kontribusi kepada masyarakat dan untuk memperkuat masyarakat umum dan
lembaga.
David Crowther & Guler Aras dalam bukunya yang berjudul “Corporate Social
Responsibility” menyebutkan bahwa CSR memiliki dampak sebagai berikut:
1. Penggunaan dari sebuah sumber alam (sumber alami) adalah bagian dari bagian
proses produksi itu sendiri (dalam perusahaan)
2. Dampak dari persaingan diantara perusahaan pesaing dengan perusahaan pesaing
dalam pasar yang sama
3. Kesejahteraan bagi komunitas lokal (masyarakat) melalui pembuatan lapangan kerja
baru
4. Perubahan landscape (bentuk tanah) akibat penarikan sumber alam (bahan mentah)
atau kerusakan alam karena pembuangan limbah
5. Pendistribusian kesejehteraan (kemakmuran yang merata) dapat tercipta dari
kepemilikan perusahaan itu sendiri (melalui pembagian dividen) dan pekerja
23
(buruh/karyawan) dalam perusahaan itu sendiri (melalui gaji yang diberikan) dan
dampak ini menghasilkan kesejahteraan dalam bekerja dari masing – masing
individu
6. Dan yang sedang terjadi sekarang menjadi perhatian bahwa sudah berubahnya
keadaan (iklim/keadaan) karena emisi dan radiasi dari rumah kaca yang semakin
memperburuk keadaan
II.1.6 Sustainability Reporting
Menurut David Crowther & Guler Aras dalam bukunya yang berjudul “Corporate Social
Responsibility” sustainability berpusat pada dampak yang akan terjadi dimana keputusan
/ tindakan yang diambil saat ini akan menghasilkan pilihan yang tersedia di masa yang
akan datang. Komponen dari sustainability ini antara lain:
1. Pengaruh keadaan sosial, yang mana dapat dikatakan sebagai pengukur dampak
sosial ketika suatu perusahaan mengambil atau melakukan kontrak dengan
lingkungan sekitar dan pengaruh pemegang kepentingan (stakeholder).
2. Dampak lingkungan, yang dapat didefinisikan sebagai dampak dari tindakan sebuah
perusahaan terhadap lingkungan atau kondisi geografisnya
3. Budaya organisasi, yang dapat diartikan sebagai hubungan antara perusaahaan yang
ada dengan pmegang kepentingan internal lainnya (dalam
hal ini pekerja /
karyawan) dan aspek lain dalam perusahaan, dan
4. Keuangan, yang dapat diartikan sebagai kondisi pengembalian yang memungkinkan
dari tingkatan resiko yang diambil
24
Sustainability reporting dibuat sebagai proses pengkomunikasian dampak sosial
dan lingkungan dari kegiatan organisasi terhadap para pemangku kepentingan
(stakeholder) dan masyarakat secara luas. Selain itu, sustainability reporting juga dapat
digunakan sebagai alat kontrol dan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pihak
manajemen. Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Commision (SEC)
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1) protective disclosure, dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor
2) informative disclosure, bertujuan untuk memberikan informasi layak kepada
pengguna laporan
Menurut Gozali dan Chariri (2007) terdapat tiga konsep pengungkapan yang umum
diusulkan, yaitu :
1. Pengungkapan yang cukup (adequate), yaitu pengungkapan minimum yang
disyaratkan oleh peraturan yang berlaku dimana angka-angka yang disajikan dapat
diinterpretasikan dengan benar oleh investor.
2. Pengungkapan wajar (fair) yang secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar
memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan
menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial.
3. Pengungkapan lengkap (full) menyangkut kelengkapan penyajian informasi yang
diungkapkan dengan relevan dan memberi kesan penyajian yang melimpah.
Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) dan ada yang bersifat
sukarela (voluntary). Pengungkapan wajib yaitu pengungkapan informasi yang wajib
dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu,
25
sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan informasi selain
persyaratan minimum dari peraturan yang berlaku.
Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat
voluntary (sukarela), unaudited (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh
peraturan tertentu) (Nurlela dan Islahudin, 2008).
Penyusunan laporan tanggung jawab sosial ini biasanya didasarkan pada standar
yang sudah diterima dan diakui secara umum, yaitu pedoman pada GRI G3 Reporting
Framework. GRI terdiri dari 3 fokus pengungkapan, yaitu :
1.
Ekonomi
Dimensi ekonomi menyangkut keberlanjutan organisasi berdampak pada kondisi
ekonomi dari stakeholder dan sistem ekonomi pada tingkat lokal, nasional, dan
tingkat global. Indikator ekonomi menggambarkan:
a.
Arus modal di antara berbagai pemangku kepentingan; dan
b.
Dampak ekonomi utama dari organisasi seluruh masyarakat.
Kinerja keuangan merupakan hal yang mendasar untuk memahami organisasi
dan keberlanjutannya. Akan tetapi, informasi ini biasanya sudah dilaporkan
dalam laporan keuangan.
2.
Lingkungan
Dimensi lingkungan menyangkut keberlanjutan organisasi berdampak pada
kehidupan di dalam sistem alam, termasuk ekosistem, tanah, udara, dan air.
Indikator kinerja lingkungan terkait dengan input (bahan, energi, air) dan output
(emisi / gas, limbah sungai, limbah kering / sampah).
26
3.
Sosial
Dimensi sosial menyangkut keberlanjutan sebuah organisasi telah berdampak di
dalam
sistem
sosial
yang
beroperasi.
Indikator
kinerja
sosial
GRI
mengidentifikasi kunci aspek kinerja yang meliputi praktek perburuhan / tenaga
kerja, hak asasi manusia, masyarakat / sosial, dan tanggung jawab produk
II.1.7 CSR di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat peraturan – peraturan
yang mengatur mengenai pelaksanaa CSR di Indonesia, maka perusahaan wajib
melaksanakan CSR. Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang
sering diterapkan di Indonesia adalah community development. Perusahaan yang
mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pada pembangunan sosial dan
pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal
yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat
menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja
dengan kualifikasi yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai
perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan, sehingga akan tumbuh rasa percaya dari
masyarakat. CSR bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan
suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh
memperhitungkan akibatnya terhadap seluruh stakeholder perusahaan, termasuk
lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan
antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan
pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
27
Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti
merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi
usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar
bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Kedua, kalangan bisnis dan
masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme, Ketiga,
kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan
menghindari konflik sosial.
Dari sisi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai tambah
adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan
kualitas sosial di daerah tersebut. Pelaksanaan CSR di Indonesia sangat tergantung pada
pimpinan puncak perusahaan. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras
dengan visi dan misi perusahaan. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral
yang tinggi, besar kemungkinan perusahaan tersebut menerapkan kebijakan CSR yang
benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berpusat pada kepentingan
pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian
prestasi pribadi, bisa jadi kebijakan CSR hanya sekadar kosmetik
28
II.2
Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian terhadap pengungkapan
CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Peneliti – peneliti tersebut antara lain:
Sembiring (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan antara karakteristik
perusahaan dan pengungkapan CSR di Indonesia.Karakteristik perusahaan dalam
penelitian ini terdiri atas ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe industri, ukuran dewan
komisaris dan leverage.Penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan, ukuran
dewan komisaris dan tipe industri mempengaruhi pengungkapan CSR yang dilakukan
oleh perusahaan di Indonesia.
Anggraini (2006) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh kepemilikan
manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri dan profitabilitas terhadap
pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia.Anggaraini
menggunakan metode content analysis untuk menghitung pengungkapan CSR di
Indonesia. Anggraini menemukan bahwa kepemilikan manajemen dan tipe industri
berpengaruh secara signifikan pada pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan
di Indonesia.
Wynna (2010) meneliti mengenai pengaruh karakteristik perusahaan terhadap
pengungkapan CSR. Karakteristik tersebut meliputi kepemilikan manajemen, size,
profitabilitas dan leverage perusahaan. Penelitian ini menemukan adanya hubungan
positif antara kepemilikan manajemen, size perusahaan dan profitabilitas dengan
pengungkapan CSR, dan menemukan hubungan yang negative antara leverage dengan
perngungkapan CSR.
29
Anggara Fahrizqi (2010) meneliti mengenai hubungan antara size, profitabilitas,
leverage, dan ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan CSR. Penelitian ini
menemukan adanya hubungan positif antara size perusahaan dan profitabilitas terhadap
pengungkapan CSR, dan menemukan hubungan yang negative antara leverage dan
ukuran dewan komisaris dengan pengungkapan CSR
Felicia (2011) meneliti mengenai pengaruh karakteristik perusahaan terhadap
luas pengungkapan CSR. Karakteristik tersebut antara lain kepemilikan manajemen,
leverage dan size perusahaan. Penelitian ini menemukan adanya hubungan yang positif
antara leverage dan ukuran (size) perusahaan dengan pengungkapan CSR dan
menemukan hubungan yang negative antara kepemilikan manajemen dengan
pengungkapan CSR
II.3
Pengembangan Hipotesis
Dengan persaingan yang semakin ketat saat ini, perusahaan dituntut untuk
mengalahkan kompetitor dalam mendapatkan profit. Banyak cara yang dapat ditempuh
perusahaan, salah satunya adalah dengan melalui aktivitas CSR. Aktivitas CSR dapat
digunakan sebagai marketing perusahaan agar masyarakat menyukai serta membeli
produk yang dihasilkan dan / atau dijual oleh perusahaan tersebut. Dengan demikian
CSR dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang bagi perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan.
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu seperti yang telah dipaparkan di atas,
maka
penelitian ini
akan
mencoba
menguji pengaruh ukuran
perusahaan,
30
profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan CSR,
dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:
II.3.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan CSR
Umumnya perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan
informasi
daripada perusahaan kecil. Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah
perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar sehingga tidak perlu ada
tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih
lengkap. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pertama yang akan diuji dalam
penelitian ini ditulis dalam bentuk alternatif yaitu :
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR
II.3.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan CSR
Profitabilitas adalah manfaat ekonomi (keuntungan) yang diperoleh perusahaan
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, sehingga diperlukan gaya manajerial untuk dapat
membuat perusahaan
profitable (dapat menghasilkan keuntungan). Umumnya
perusahaan dengan profit yang lebih besar akan mengungkapkan CSR lebih banyak
dibandingkan dengan perusahaan yang menhasilkan laba lebih kecil. Berdasarkan uraian
di atas, maka hipotesis kedua yang akan diuji dalam penelitian ini ditulis dalam benuk
alternatif yaitu :
H2 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR
31
II.3.3 Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan CSR
Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki
perusahaan, sehingga dapat dilihat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang.
Felicia (2011) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi
tingkat leverage perusahaan maka semakin besar kemungkinan akan
melanggar
perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang
lebih tinggi. Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi
akan
lebih
sedikit
mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang lebih tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis ketiga yang akan diuji dalam penelitian ini
ditulis dalam bentuk alternatif yaitu :
H3 : Leverage berpengaruh terhadap pengungkapan CSR
II.3.4 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Pengungkapan CSR
Dewan
komisaris
adalah
wakil
shareholder
dalam
sebuah Perusahaan
Terbatas (PT) yang bertugas untuk mengawasi pengelolaan perusahaan yang
dilaksanakan oleh manajemen (direksi) serta memberi nasihat kepada manajemen
(direksi). Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan
pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan CSR.
Sehingga perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan
lebih banyak mengungkapkan CSR. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis keempat
yang akan diuji dalam penelitian ini ditulis dalam bentuk alternatif yaitu :
H4 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.
32
Download