KEJANGGALAN PENGADAAN PESAWAT MERPATI bismacenter.ning.com Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan pada proses pengadaan 15 pesawat MA-60 oleh PT Merpati Nusantara Airlines senilai Rp2,13 triliun atau US$232,443 juta. Pengadaan pesawat Xian Aircraft dari Cina itu tidak pernah direncanakan secara resmi pada kurun waktu 2006-2008. Padahal penjajakan pesawat sudah dimulai pada Tahun 2005, dan 2 (dua) unit sudah datang pada September 2007. Pembelian diduga tidak sah, demikian Hasil Pemeriksaan i BPK yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) ii BPK Semester II Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Auditor Utama (Tortama) VII BPK, Ilya Avianti. BPK menggelar pemeriksaan iii setelah 1 (satu) Pesawat MA-60 jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat, 7 Mei 2011. Pengadaan pesawat tanpa perencanaan yang baik membuat operasi 15 pesawat merugi Rp56 miliar sejak beroperasi pada Tahun 2007 hingga Juni 2011. Laporan BPK merinci pengadaan pesawat tidak disebutkan dalam Rencana Kerja Dan Anggaran Perusahaan (RKAP) pada Tahun 2006-2008. Pembahasan hanya menyangkut penggunaan dana Rp450 miliar penyertaan modal negara untuk peningkatan produktivitas, pengadaan sewa 16 pesawat Boeing 737-400 dan 737-300, restrukturisasi utang vendor, penyelesaian utang Bank Danamon, serta peningkatan kualitas produksi. Maskapai pelat merah itu menerima proposal penawaran pesawat dari PT Mega Guna Ganda Semesta, perusahaan real estate dengan nilai kekayaan aset Rp19,897 miliar, pada Tahun 2005. Pada Tahun 2006, Merpati menyetujui pembelian tanpa izin Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Selanjutnya, pada September 2007, Merpati menyewa 2 (dua) unit untuk uji coba selama 2 (dua) tahun. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menetapkan proyek ini dengan pembiayaan dari pinjaman luar negeri. Untuk itu, pada awal Tahun 2008 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meneken kesepakatan dengan Pemerintah Cina perihal pinjaman dari The Export-Import Bank Cina tidak lebih dari RMB 1,8 miliar (Rp2,6 triliun). Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum Sejak Desember 2010 hingga Juli 2011, sisa pesawat didatangkan. Proyek pengadaan pesawat Merpati ini pernah disebut terdakwa korupsi Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin, sebagai proyek fiktif atau proyek bagi-bagi uang di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut dikemukakannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), awal April lalu. Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Sardjono Johny Tjitrokusumo membantah penilaian BPK tersebut. Menurutnya, tidak mungkin Merpati melakukan pengadaan barang tanpa prosedur. Sardjono Johny Tjitrokusumo menegaskan, untuk melakukan pengadaan barang, seperti membeli pesawat, pihaknya telah mengikuti semua aturan. Saat mulai menjadi Direktur Utama pada Mei 2010, kata Sardjono Johny Tjitrokusumo, status pembelian pesawat itu sudah mengantongi izin. Pembahasan keuangannya pun telah selesai, baik oleh DPR maupun Kementerian Keuangan. Memang, kata Sardjono Johny Tjitrokusumo, ada kemungkinan Merpati membeli pesawat tanpa mencantumkannya di rencana jangka panjang perusahaan. Aksi semacam itu dilakukan untuk menutupi kebutuhan dan melihat potensi pasar. Pembelian pesawat Airbus tahun ini, misalnya, tidak dicantumkan di RKAP. Laporan BPK tentang pesawat Merpati sendiri telah diserahkan kepada Presiden, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK Bahtiar Arif berharap DPR juga aparat hukum dapat menindaklanjuti laporan tersebut. Sumber Berita : TEMPO.CO, 18 Apr 2012 i Hasil Pemeriksaan, hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai Keputusan BPK. ii Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Laporan tertulis mengenai hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim pemeriksa dan disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD. iii Pemeriksaan, proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum