Generasi terbaru sekuensing untuk memahami aspek biologi dari

advertisement
14
Generasi terbaru sekuensing untuk memahami aspek biologi dari
tanaman perkebunan
Kemajuan evolusioner dalam teknologi sekuensing DNA telah terlihat dengan munculnya
generasi sekuensing berikutnya. Metode NGS memungkinkan untuk mensekuens jutaan
fragmen DNA dalam satu analisis dengan biaya yang relatif rendah dibanding teknologi
sekuensing Sanger. Teknologi NGS saat ini dapat dikelompokkan pada tiga pendekatan
yaitu sekuensing melalui sintesis DNA, sekuensing dengan ligasi, dan sekuensing molekul
tunggal. Pada saat ini, teknologi NGS telah diterapkan pada sekuensing genom beberapa
tanaman perkebunan seperti kako, kelapa sawit, kopi, karet, dan tebu. Dalam lima tahun
mendatang, pemahaman terhadap proses biologis dalam skala besar sangat mungkin
dicapai.
http://resource.lifetechnologies.com/
Semua disiplin ilmu biologi yang bergantung pada data sekuens DNA mengalami
perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Didorong oleh perkembangan dan
munculnya teknologi sekuensing generasi berikutnya (Next-Generation Sequencing, NGS),
pengetahuan kita tentang biologi, khususnya genomic, telah tumbuh secara eksponensial.
Metode NGS telah meningkatkan kemampuan dalam analisis DNA jauh melampaui
metode Sanger [1]. Teknik NGS mengadopsi pendekatan sekuensing exom yang
memungkinkan sekuensing jutaan fragmen DNA dalam satu kali run dan dengan biaya
yang relatif kecil [2].
Teknik NGS telah tersedia secara komersial pada tahun 2005 dimulai dengan penggunaan
teknologi sekuensing Solexa. Sejak saat itu, beberapa metode sekuensing yang berbeda
telah dikembangkan, yang semuanya terus menerus diperbaiki secara mengagumkan.
Metode ini sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis utama yaitu sekuensing
melalui sintesis DNA, sekuensing dengan ligasi, dan sekuensing molekul tunggal (Singlemolecule sequencing, SMS) [3]. Seperti teknik sekuensing Sanger, teknik NGS
menentukan komposisi dasar basa nukleotidik melalui deteksi chemiluninescence (deteksi
perpendaran dalam reaksi kimia).
Pertama, teknik sekuensing melalui sintesis DNA menggunakan prinsip amplifikasi DNA
antisens yang telah diberikan penanda berupa label fluorescence atau perubahan pH.
Beberapa contoh teknik sekuensing melalui sintesis DNA tersebut adalah Roche 454
Pyrosequencing, Solexa Illumina, dan The Ion Torrent System. Setahun yang lalu, teknik
Ion Torrent mendapatkan sambutan tinggi dari komunitas sekuenser di dunia, karena
memiliki realibilitas yang baik dan mampu menekan presentase galat acak dari hasil
sekuensing. Dengan menggunakan chip semikonduktor, teknologi tersebut disebut 1000
kali lebih kuat dibandingkan teknologi NGS yang ada saat ini [4]. Kedua, teknik
sekuensing dengan ligasi menentukan urutan nukleotida dalam untai DNA dengan
memanfaatkan sekuens mismatch yang terjadi saat proses ligasi [5]. Teknologi sekuensing
www.ibriec.org | Oktober 2013 | 1(2), 14-16
Riza Arief Putranto – Peneliti BPBPI
15
SOLiD dari Life Technologies dan Polonator System dari Azco Biotech menggunakan
pendekatan ini. Ketiga, Helicos System dan Pacific BioSciences menggunakan metode
sekuensing molekul tunggal (SMS). Metode ini menghasilkan sinyal terdeteksi dari reaksi
chemiluminescence selama sekuensing dari satu molekul tunggal asam nukleat [6].
Dibanding teknologi NGS lainnya, teknik ini tidak memerlukan preparasi sampel DNA
yang besar dan dapat menggunakan sampel terdegradasi atau dengan konsentrasi yang
lebih rendah.
Teknologi NGS masih berevolusi dan berkembang secara pesat dengan meningkatkan
kecepatan dan akurasi dari hasil sekuens untuk mencapai target sekuensing seharga
US$1000 saja. Beberapa peneliti saat ini sedang melakukan riset terkait penggunaan
teknologi optik untuk sekuensing untai DNA yang lebih panjang dan teknologi nano untuk
sekuensing tanpa amplifikasi DNA [7 ,8].
Sekuensing genom dengan menggunakan teknologi NGS telah diterapkan pada beberapa
tanaman perkebunan seperti kakao, kelapa sawit, kopi, karet dan tebu. Penggunaan
teknologi NGS tidak hanya terbatas pada sekuensing genom saja, namun juga telah menuju
pada tahap aplikasi seperti pengembangan penanda molekuler, deteksi ekspresi gen skala
besar menggunakan transkriptom, studi ekologi melalui hubungan filogenetis antara
varietas tanaman perkebunan dan identifikasi karakter morfologi penting [9 ,10 ,11
,12 ,13 ,14].
Dalam lima tahun mendatang, penelitian pada biologi tanaman, tak terkecuali tanaman
perkebunan akan memasuki tahap penting. Pemahaman proses biologis tersebut tidak lagi
menggunakan pendekatan kasus per kasus namun menggunakan pemahaman menyeluruh
dari sekuens genomik. Perkembangan teknologi NGS yang tiada henti pada contohnya,
akan meningkatkan kapasitas penerapan pengetahuan genomik dari pemuliaan tanaman
hingga studi evolusi dari tanaman. Tumbuh kembangnya platform sekuensing di seluruh
dunia memungkinkan kerjasama penelitian dan proyek sekuensing genom antar institusi
antar negara. Mungkinkah kita sedang menatap masa depan yang cerah ?
Sumber pustaka
1. Sanger F, Nicklen S, Coulson AR (1977) DNA sequencing with chain-terminating
inhibitors. Proceedings of the National Academy of Sciences, USA 74: 5463 – 5467.
2. Singleton AB (2011) Exome sequencing: a transformative technology. The Lancet
Neurology 10: 942-946.
3. Quail M, Smith M, Coupland P, Otto T, Harris S, et al. (2012) A tale of three next
generation sequencing platforms: comparison of Ion Torrent, Pacific Biosciences and
Illumina MiSeq sequencers. BMC Genomics 13: 341.
4. Rothberg JM, Hinz W, Rearick TM, Schultz J, Mileski W, et al. (2011) An integrated
semiconductor device enabling non-optical genome sequencing. Nature 475: 348352.
5. Landegren U, Kaiser R, Sanders J, Hood L (1998) A ligase-mediated gene detection
technique. Science 241: 1077 – 1080.
6. Orlando L, Ginolhac A, Raghavan M, Vilstrup J, Rasmussen M, et al. (2011) True
single-molecule DNA sequencing of a pleistocene horse bone. Genome Res 21:
1705-1719.
7. Thompson J, Milos P (2011) The properties and applications of single-molecule DNA
sequencing. Genome Biology 12: 217.
www.ibriec.org | Oktober 2013 | 1(2), 14-16
Riza Arief Putranto – Peneliti BPBPI
16
8. Branton D, Deamer DW, Marziali A, Bayley H, Benner SA, et al. (2008) The potential
and challenges of nanopore sequencing. Nat Biotech 26: 1146-1153.
9. Lanaud C, Risterucci A, Pieretti I, N'Goran JK, Fargeas D (2004) Characterisation and
genetic mapping of resistance and defence gene analogs in cocoa (Theobroma cacao
L.). Molecular Breeding 13: 211-227.
10. Rahman AYA, Usharraj A, Misra B, Thottathil G, Jayasekaran K, et al. (2013) Draft
genome sequence of the rubber tree Hevea brasiliensis. BMC Genomics 14: 75.
11. Singh R, Ong-Abdullah M, Low E-TL, Manaf MAA, Rosli R, et al. (2013) Oil palm
genome sequence reveals divergence of interfertile species in Old and New worlds.
Nature 500: 335-339.
12. Motamayor J, Mockaitis K, Schmutz J, Haiminen N, Livingstone D, et al. (2013) The
genome sequence of the most widely cultivated cacao type and its use to identify
candidate genes regulating pod color. Genome Biology 14: R53.
13. Argout X, Salse J, Aury J-M, Guiltinan MJ, Droc G, et al. (2011) The genome of
Theobroma cacao. Nat Genet 43: 101-108.
14. Shi C-Y, Yang H, Wei C-L, Yu O, Zhang Z-Z, et al. (2011) Deep sequencing of the
Camellia sinensis transcriptome revealed candidate genes for major metabolic
pathways of tea-specific compounds. BMC Genomics 12: 131.
www.ibriec.org | Oktober 2013 | 1(2), 14-16
Riza Arief Putranto – Peneliti BPBPI
Download