Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 1 Teori Darwin Versus Penciptaan Manusia Berasal dari Kera? David Yohanes Meyners*) TAMPAKNYA, manusia menghadapi masalah identitas. Ada sebuah keyakinan yang kuat selama bertahun-tahun bahwa nenek moyang kita berasal dari "manusia-kera". Begitulah sekurang-kurangnya keyakinan Tim Peneliti Arkelogi Indonesia-Australia yang dipimpin oleh evolusionis Profesor Mike Morwood dalam temuannya saat menggali gua kapur Liang Bua di sebuah pulau sekitar Flores. Hasilnya, seperti dilaporkan Timor Express, Sabtu, 30 Oktober 2004, hlm 3, di bawah judul "Hobbit Ditemukan di Flores", "Fosil manusia dari Flores ini merupakan temuan sensasional dalam arkeologi...Pohon keluarga homini, termasuk manusia dan pra-manusia, menyimpang dari simpanse sekitar tujuh juta tahun lalu...,manusia Flores berevolusi terpisah. Menjadi begitu kecil karena kondisi lingkungan. Seperti kekurangan makanan dan sedikitnya pemangsa." Apakah ini makhluk peralihan secara evolusi antara binatang dan manusia Flores? Apakah "manusia-kera" memang nenek moyang kita? Para ilmuwan yang mendukung evolusi menyatakan demikian. Itulah sebabnya sering dibaca ungkapan--seperti yang akan diulas dalam bagian pertama ini: Bagaimana Kera menjadi Manusia? Memang, beberapa pengamat evolusi tidak berpendapat bahwa nenek moyang manusia secara teoritis pantas disebut "kera". Meskipun demikian, beberapa rekan mereka tidak begitu cermat. Stephen Jay Gould berkata, "People...evolved from apelike ancestors." (Manusia...berevolusi dari nenek moyang yang mirip kera) (Boston Magazine, "Stephen Jay Gould; Defending Darwin", oleh Carl Oglesby, Februari 1991:52). Dan George Gaylord Simpson menyatakan, "The common ancestor would certainly be 1 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru called an ape or a monkey in popular speech by anybody who saw it. Since the terms ape and monkey are defined by popular usage, man's ancestors were apes or monkeys" (Nenek motang yang umum memang dapat disebut seekor kera atau monyet dalam percakapan populer oleh siapa pun yang melihatnya. Karena istilah kera dan monyet didefinisikan untuk menggunakan kata yang populer, nenek-moyang manusia adalah kera atau monyet) (dalam Carl Oglesby, 1991:27). Banyak Bukti Fosil? Mengapa catatan fosil begitu penting dalam usaha membuktikan adanya nenek moyang yang mirip kera bagi umat manusia? Fosil, memberikan bukti nyata mengenai variasi kehidupan yang ada lama sebelum kehadiran manusia. Tetapi ia belum memberikan dukungan yang daharapkan bagi pandangan evolusi tentang bagaimana kehidupan dimulai atau bagaimana janis-janis baru muncul setelahnya. Seperti dilaporkan Timor Express selanjutnya, "Para ilmuwan telah menyatukan kepingankepingan sehingga membentuk sebuah gambaran. Spesies kerdil berkulit gelap dan tidak berambut. Dengan kepala seukuran jeruk besar, mata cekung, hidung pesek, dan gigi besar. Mulut diproyeksikan agak ke depan, hampir tanpa dagu. Yang mengejutkan para ilmuwan, meski otaknya kecil, manusia Flores itu dapat melakukan hal-hal kompleks. 'Mereka membuat peralatan batu yang rumit. Beberapa tampaknya dimaksudkan untuk memburu hewan besar seperti stegodon, komodo, dan untuk membunuh hewan-hewan besar ini', kata Morwood, ketua proyek penelitian yang juga profesor arkelogi di University of New England, Australia. Penemuan sebelumnya, lanjut Morwood, "yang tertua berusia 95 ribu tahun dan yang termuda berusia 13 ribu tahun lalu. Berarti, usia manusia Flores tumpang tindih dengan manusia modern sekitar empat ribu tahun. Tapi, masih belum jelas apakah ada hubungan keduanya di Flores." Mengomentari tidak adanya fosil-fosil transisi yang menjembatani jurang-jurang pemisah secara biologi, Francis Hitching dalam The Neck of the Giraffe, 1992:19, mengatakan, "The curious thing is that there is a consistency about the fossil gaps: the fossils go missing in all the important places" (Yang aneh adalah bahwa selalu ada jurang pemisah antara fosil-fosil: fosil-fosil tidak ditemukan di tempat-tempat penting yang diharapkan). Tempat penting yang dimaksudkan adalah jurang 2 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru pemisah antara divisi-divisi kehidupan binatang yang utama. Salah satu contoh adalah bahwa ikan dianggap telah berevolusi dari binatang invertebrata, makhluk tidak bertulang belakang. "Fish jump into teh fossil record" (Ikan muncul secara tiba-tiba dalam catatan fosil), kata Hitching, "seemingly from nowhere: mysteriously, suddenly, full formed" (nampaknya bukan dari mana-mana: secara misterius, tiba-tiba, terbentuk dengan sempurna) (Ibid., 1992:20). Pakar ilmu hewan N.J. Berrill mengomentari penjelasan evolusinya sendiri tentang bagaimana ikan muncul, dengan berkata, "In a sense this account is science fiction" (Dalam beberapa hal uraian ini bersifat fiksi ilmiah) (The Origin of Vertebrates, 1975:10). Teori evolusi berpendapat bahwa ikan menjadi amfibi, beberapa amfibi menjadi reptilia, reptilia menjadi mamalia dan burung, dan akhirnya beberapa mamalia menjadi manusia. Namun dari sudut pandangan evolusi, hasil catatan fosil, tidak mendukung pernyataanpernyataan ini. Demikian juga, terdapat jurang pemisah yang jelas antara manusia dan kera dewasa ini tidak dikenal. Kalau benar bahwa seraya binatang berkembang menaiki jenjang evolusi, binatang tersebut menjadi lebih mampu untuk terus hidup. Lalu, mengapa keluarga kera yang "lebih rendah" masih hidup, tetapi tidak demikian halnya dengan satu pun dari apa yang ditafsir sebagai bentuk-bentuk peralihan, yang dianggap bentuk yang lebih maju dalam evolusi? Sekarang kita melihat simpanse, gorila dan orang-utan, tetapi tidak ada "manusia-kera"--termasuk "manusia-kera Flores". Apakah mungkin bahwa setiap jenis dari "mata rantai" yang lebih baru dan dianggap lebih maju antara makhluk yang mirip kera dengan manusia modern telah punah, sedangkan kera-kera yang lebih rendah tidak? Dari uraian dalam buku-buku ilmiah standar untuk perguruan tinggi, sekolah menengah, dalam pameran di Museum dan pada acara televisi, seolah-olah banyak bukti, manusia memang berevolusi dari makhluk yang mirip kera. Apakah memang demikian? Misalnya, bukti fosil apakah mengenai hal ini terdapat di zaman Darwin? Apakah bukti sedemikian yang mendorongnya untuk merumuskan teorinya? The Bulletin of the Atomic Scientists (Bulletin Para Ilmuwan Atom) memberitahukan, "Teoriteori permulaan tentang evolusi manusia sungguh sangat ganjil, jika kita 3 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru merenungkannhya. David Pilbeam telah menggambarkan teori-teori permulaan tersebut sebagai teori 'tanpa fosil.' Artinya, inilah teori tentang evolusi manusia yang dianggap memerlukan beberapa bukti fosil, tetapi nyatanya ada begitu sedikit fosil yang tidak terlalu mendukung teori tersebut, atau tidak ada fosil sama sekali. Maka antara apa yang disangka kerabat terdekat manusia dan fosil manusia purba, hanya ada khayalan para ilmuwan abad kesembilan belas." Publikasi ilmiah ini memperlihatkan penyebabnya, "People wanted to believe in evolution, human evolution, and this affected the results of their work" (Orang ini percaya kepada evolusi, evolusi manusia, dan hal ini mempengaruhi hasil karya mereka) ("Fifty Years of Studies on Human Evolution", Sherwood Washburn, Mei, 1982:37, 41). Koleksi Tidak Lengkap Setelah penyelidikan yang lebih dari satu abad, berapa banyakkah bukti fosil "manusia-kera" ditemukan? Richard Leakey menyatakan, "Those working in this field have so little evidence upon which to base their conclusions that it is necessary for them frequently to change their conclusions" (Mereka yang bekerja dalam bidang ini memiliki begitu sedikit bukti untuk kesimpulan-kesimpulan mereka sehingga seringkali mereka perlu mengubah kesimpulan-kesimpulan tersebut) (Spectator, April 1973:4). New Scientist (edisi 26 Maret 1991:802, "Whatever Happened to Zinjanthropus?") mengomentari, "Judged by the amount of evidence upon which it is based, the study of fossil man hardly deserves to be more than a sub-discipline of palaeontology or anthropology....the collection is so tantalisingly incomplete, and the specimens themselves often so fragmentary and inconclusive" (Dinilai dari jumlah bukti yang mendukungnya, penyelidikan fosil manusia hanya patut dianggap sebagai tidak lebih dari sekadar mata pelajaran tambahan untuk paleontologi atau antropologi....koleksi tersebut sangat tidak lengkap, dan spesimenspesimennya sendiri sering bagitu terpisah-pisah dan tidak dapat dipastikan). Tepatnya seberapa terbataskah catatan fosil mengenai "manusia-kera"? Perhatikan komentar berikut ini. The New York Times 4 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru (edisi 4 Oktober 1982:A18, "How Old Is Man?", Nicholas Wade), "Sisasisa fosil nenek moyang manusia yang dikenal bisa muat di atas meja bilyar. Sangat tidak memadai untuk membantu pandangan menerobos kabut beberapa juta tahun terakhir. Science Digest (Mei 1982:44, "The Water People", Lyall Watson), "Kenyataan yang sangat menarik bahwa semua bukti fisik yang kita miliki untuk mendukung evolusi manusia masih dapat dimasukkan, dan tidak penuh, dalam sebuah peti mati!...Misalnya, kera modern nampaknya muncul tiba-tiba. Kera tidak memiliki sejarah masa lampau, tidak ada catatan fosil. Dan asal mula yang sebenarnya dari manusia modern--makhluk yang tegak, tidak berbulu, pembuat perkakas, berotak besar--jika kita jujur terhadap diri kita sendiri, adalah hal yang sama misteriusnya." Jika rekonstruksi "manusia-kera"--primata asal Flores itu--tidak didasarkan atas kebenaran, maka apa sebenarnya makhluk-makhluk purba yang tulang-tulang fosilnya telah ditemukan itu? Salah satu dari mamalia paling awal ini dinyatakan berada dalam garis keturunan manusia adalah binatang kecil mirip binatang pengerat yang konon telah hidup kira-kira 70 juta tahun lalu. Dalam buku Lucy: The Beginnings of Humankind, Donald Johanson dan Maitland A. Edey (1981:31) menulis, "They were insecteating quadrupeds about the size and shape of squirrels" (Binatangbinatang ini adalah pemakan serangga berkaki empat dengan ukuran dan bentuk kira-kira seperti tupai). Richard Leakey menyebut mamalia tersebut "rat-like primate" (permata yang mirip tikus). Tetapi apakah memang ada bukti yang kuat bahwa binatang kecil ini adalah nenek moyang manusia? Tidak, melainkan hanya spekulasi kosong belaka. Tidak ada tahapan transisi yang pernah menghubungkannya dengan apa pun selain dirinya sendiri: mamalia kecil yang mirip binatang pengerat. Berikutnya dalam daftar yang umum diterima, dengan jurang pemisah yang diakui sejauh kira-kira 40 juta tahun, ditemukan fosil di Mesir yang diberi nama Aegyptopitheucus--kera Mesir. Makhluk ini konon telah hidup kira-kira 30 juta tahun yang lalu. Majalah, surat kabar, dan buku-buku telah memperlihatkan gambar-gambar makhluk kecil ini dengan judul seperti, "Makhluk yang mirip kera ini adalah nenek moyang kita." "Primata Afrika yang Mirip Kera Disebut Nenek Moyang Bersama dari Manusia dan Kera." "Aegyptopithecus adalah nenek moyang kita dan 5 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru juga nenek moyang kera-kera yang hidup." Tetapi di mana mata rantai yang menghubungkannya dengan binatang pengerat sebelumnya? Di mana mata rantai yang menghubungkan dengan apa yang ditempatkan setelahnya dalam garis keturunan menurut evolusi? Belum ada yang ditemukan. Maka, bukti menjadi jelas bahwa kepercayaan pada "manusiakera" tidak berdasar. Sebaliknya, manusia memiliki semua ciri-ciri khas sebagai ciptaan--terpisah dan berbeda dari binatang apa pun. Manusia berkembang biak hanya menurut jenisnya. Demikianlah halnya sekarang dan selalu demikian pada masa lampau. Makhluk-makhluk mirip kera yang hidup pada masa lampau juga tidak lebih dari itu--kera, atau monyet-bukan manusia. Dari fosil-fosil manusia purba yang tidak jauh berbeda dari manusia sekarang, hanyalah memperlihatkan variasi dalam keluarga manusia, seperti juga sekarang kita memiliki banyak variasi manusia yang hidup berdampingan. Ada manusia setinggi 2,1 meter dan ada orang kerdil, dengan ukuran dan bentuk kerangka yang berbeda-beda. Tetapi semua termasuk dalam "jenis" manusia yang sama, bukan "jenis" binatang. Bagaimana dengan Tanggal? Kronologi Alkitab menunjukkan bahwa suatu masa kira-kira 6.000 tahun telah berlalu sejak penciptaan manusia. Maka, mengapa ada suatu jangka waktu yang jauh lebih lama sejak munculnya bermacam-macam fosil manusia yang diakui? Sebelum menyimpulkan bahwa kronologi Alkitab itu salah, pertimbangkan bahwa metode penanggalan secara radioaktif telah dikecam keras oleh beberapa ilmuwan. Sebuah majalah ilmiah melaporkan penyelidikan yang menunjukkan, "tanggal yang ditentukan berdasarkan pemecahan zat radioaktif dapat melesat--bukan hanya beberapa tahun, tetapi sampai ukuran yang besar." Dikatakan, "Man, instead of having walked the earth for 3.6 million years, may have been around for only a few thousand" (Manusia, bukannya telah ada di bumi selama 3,6 juta tahun, tetapi mungkin hanya beberapa ribu tahun) (Popular Science, "How Old Is It?", Robert Gannon, November 1989:81). Misalnya, "jam" radiokarbon (isotop karbon radioaktif dengan berat atom 14). Metode penanggalan radiokarbon ini dikembangkan selama lebih dua dasawarsa oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Ia diakui di mana-mana 6 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru sebagai cara penentuan tanggal yang saksama untuk benda dari sejarah purba. Tetapi kemudian konperensi para ahli sedunia, termasuk ahli radiokimia, ahli arkeologi dan ahli geologi, diadakan di Uppsala, Swedia, untuk bertukar pikiran. Laporan hasil konperensi memperlihatkan, dasar asumsi yang dipakai untuk pengukuran tersebut kurang lebih telah terbukti tidak dapat dipercayai. Misalnya ditemukan, kecepatan pembentukan karbon radioaktif dalam atmosfir tidak tetap pada masa lampau dan bahwa metode ini tidak dapat dipercaya untuk menentukan tanggal benda-benda berusia kira-kira 2.000 S.M, atau sebelumnya (Seattle Post-Intelligencer, "Radiocarbon Dating Wrong", 18 Januari 1976:C8). Ingat, bukti-bukti yang benar-benar dapat dipercaya tentang kegiatan manusia di bumi, bukan dalam jutaan tahun, tetapi ribuan tahun. Misalnya, dalam buku The Fate of the Earth (Jonathan Schell, 2002:181) menulis, "Only six or seven thousand years ago...civilization emerged, enabling us to build up a human world" (Hanya enam atau tujuh ribu tahun yang lalu...peradaban muncul, yang memungkinkan kita membangun dunia umat manusia). The Last Two Million Years (The Reader's Digest Association, 1974:9, 29) menyatakan, "In the Old World, most of the critical steps in the farming revolution were taken between 10,000 and 5000 BC" (Dalam dunia yang Lama, langkahlangkah penting dalam revolusi pertanian kebanyakan terjadi antara tahun 10.000 dan 5.000 S.M.). Juga dikatakan, "Only for the last 5000 years has man left written records" (Hanya selama 5.000 tahun terakhir manusia meninggalkan catatan tertulis). Catatan fosil memperlihatkan bahwa manusia modern muncul secara tiba-tiba di bumi, dan catatan sejarah yang dapat dipercaya tak dapat disangkal memang belum terlalu lama. Kenyataan ini sesuai dengan kronologi Alkitab sehubungan kehidupan manusia. Mengenai hal ini, perhatikan apa kata pemenang hadiah Nobel ahli fisika nuklir W.F. Libby, salah seorang perintis penanggalan radiokarbon dalam buku Science ("Radiocarbon Dating", 3 Maret 1961:624), "The research in the development of the dating technique consisted of two stages--dating of samples from the historical and the prehistorical epochs, respectively. Arnold [a co-worker] and I had our first shock when our advisers informed us that history extended back only for 5000 years....You read statements to the effect that such and such a society or archeological site is 20,000 years old. We leamed rather that these numbers, these 7 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru ancient ages, are not known accurately" (Penyelidikan dalam pengembangan teknik penentuan tanggal terdiri dari dua tahap-menentukan tanggal benda-benda dari zaman sejarah dan prasejarah, secara berturut-turut. Arnold [seorang rekan kerja] dan saya terkejut untuk pertama kalinya sewaktu penasihat-penasihat kami memberitahu bahwa sejarah masa lampau hanya sejauh 5.000 tahun....Anda membaca pernyataan-pernyataan yang memaksudkan bahwa suatu masyarakat atau tempat purbakala antah-berantah berusia 20.000 tahun. Kami agak kaget mengetahui bahwa angka-angka ini, usia-usia purbakala ini, tidak persis diketahui). Sewaktu meninjau sebuah buku tentang evolusi, pengarang Inggris Malcolm Muggeridge (Esquire, tinjauan buku terhadap buku The ascent of Man, Jacob Bronowski, Juli 1974:53) mengomentari kurangnya bukti untuk mendukung evolusi. Ia menyebut bahwa spekulasi yang liar tetap saja berkembang. Kemudian ia berkata, "The Genesis account seems, by comparison, sober enough and at least has the merit of being validly related to what we know about human beings and their behavior" (Uraian kitab Kejadian nampaknya, jika dibandingkan, cukup realistis dan paling tidak bernilai tinggi karena secara sah berhubungan dengan apa yang kita ketahui tentang umat manusia dan perilakunya). Ia berkata bahwa pernyataan-pernyataannya yang tidak berdasar mengenai masa jutaan tahun untuk evolusi manusia "and wild leaps from skull to skull, cannot but strike anyone not caught up in the [evolutionary] myth as pure fantasy" (dan lompatan yang liar dari satu tengkorak ke tengkorak lain, hanya fantasi belaka yang benar-benar mengejutkan bagi siapa pun yang tidak terbuai oleh dongeng [evolusi]). Muggeridge menyimpulkan, "Posterity will surely be amazed, and I hope vastly amused, that such slipshod and unconvincing theorizing should have so easily captivated twentiethcentury minds and been so widely and recklessly applied" (Generasigenerasi mendatang akan benar-benar heran, dan saya kira merasa sangat geli, bahwa teori yang demikian sembrono dan tidak meyakinkan telah begitu mudah menawan pikiran orang-orang abad kedua puluh dan telah dipergunakan begitu luas dan dengan ceroboh). *** *) Kolomnis Sejarah Alkitab, tinggal di Kupang. 8 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 2 Teori Darwin Versus Penciptaan Buku yang Mengejutkan Dunia? David Yohanes Meyners*) PENERBITAN buku The Origin of Species (judul lengkap: On the Origin of Species by Means of Natural Selection, or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life) karya Charles Darwin pada tahun 1859, telah menyulut perdebatan yang sengit dalam lingkungan ilmiah dan agama. Perdebatan itu mempengaruhi bidang ekonomi dan sosial, dan bahkan terus berlanjut hingga sekarang, kira-kira 145 tahun kemudian. Dalam A Story Outline of Evolution, C.W. Grimes (1999) menulis mengenai Origin of Species karya Darwin, “No other book ever printed has aroused so much controversy among thinking people. No other subject within living memory has so challenged traditional beliefs, revolutionized the world of Nature, and moulded, congealed, and crystallized human thought as has that of Evolution” (Tidak ada buku lain yang pernah dicetak yang telah membangkitkan begitu banyak kontroversi di kalangan orangorang yang suka berpikir. Tidak ada pokok lain dalam sejarah umat manusia yang telah begitu menantang kepercayaan tradisional, dan merevolusi dunia Alam, dan membentuk, serta mengkristalkan pikiran manusia seperti halnya teori Evolusi). Memang, teori evolusi bukan berasal dari Darwin, konsepnya dapat ditelusuri kembali hingga ke Yunani purba. Ada juga beberapa pendahulu Darwin pada abad ke-18 yang merintis jalan sehingga The Origin of of Species diterima secara luas. Akan tetapi, buku Darwinlah yang menjadi 9 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru dasar dari pemikiran evolusi modern. Buku tersebut memang mengejutkan, dan mengguncangkan dunia, karena teori evolusinya tidak hanya mencetuskan revolusi dalam bidang biologi. Bagaikan badai ia melanda fondasi masyarakat--agama, sains, politik, ekonomi, kehidupan sosial, sejarah dan pandangan akan masa depan. Bagaimana sekarang teori tersebut telah mempengaruhi dunia selama lebih dari satu abad? Bagaimana hal itu telah mempengaruhi kehidupan manusia? Apa peninggalannya? Artikel pada bagian ini, membahas pertanyaanpertanyaan ini. Keretakan Halus Berkembang Pada awal abad ke-19, agama dan sains menikmati hubungan yang cukup baik. Tepat dua tahun sebelum The Origin of Species diterbitkan, biolog dan profesor dari Universitas Harvard, Louis Agassiz, menulis, dunia dari benda-benda hidup memperlihatkan adanya “prameditasi, hikmat, kebesaran” dan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan alam adalah untuk menganalisis “pikiran dari Pencipta Alam Semesta”. Sudut pandangan Agassiz bukan sesuatu yang tidak umum. Banyak orang menganggap sains dan agama berjalan dengan harmonis. Penemuanpenemuan sains seringkali dianggap sebagai bukti adanya Pencipta yang Agung. Namun, keretakan yang halus berkembang antara agama dan sains. Principles of Geology karya Charles Lyell, yang jilid pertamanya muncul pada tahun 1830, menebarkan keragu-raguan pada kisah penciptaan dalam Alkitab. Lyell menyatakan, penciptaan tidak mungkin berlangsung dalam enam hari harfiah. Fisikawan Fred Hoyle, “Lyell’s books were largely responsible for convincing the world at large that the Bible could be wrong, at any rate in some respects, a hitherto unthinkable thought” (Buku-buku Lyell sebagian besar bertanggung jawab dalam hal meyakinkan dunia pada umumnya bahwa Alkitab bisa saja salah, bagaimanapun juga dalam beberapa hal, suatu pemikiran yang sampai saat ini tidak pernah dipertanyakan). Dengan demikian suatu fondasi diletakkan untuk skeptisisme. Dalam pikiran banyak orang, sains dan Alkitab tidak dapat berjalan dengan harmonis lagi. Bila dihadapkan dengan suatu pilihan, banyak orang lebih suka akan sains. “Lyell’s work 10 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru had thrown the early chapters of the Old Testament into doubt” (Bukubuku Leyll telah membuat orang meragukan pasal-asal awal dari Perjanjian Lama), tulis Fred Hoyle, “and Darwin’s book was there to replace it” (dan buku Darwin telah siap untuk menyusul buku Lyell). The Origin of Species muncul pada saat yang cocok bagi orang-orang yang tidak mau menerima Alkitab sebagai Firman dari Allah. Kisah asmara telah berkembang antara manusia dan sains. Khalayak ramai yang tergila-gila, dirayu oleh janji dan prestasi dari sains. Bagaikan seorang pelamar yang bersikap satria, sains melimpahi umat manusia dengan hadiah yang inovatif--teleskop, mikroskop, dan mesin uap, kemudian listrik, telepon, dan mobil. Teknologi telah memacu revolusi industri yang akan memberikan kepada rakyat jelata keuntungan materi yang belum pernah ada sebelumnya. Sebagai kontras, agama dianggap sebagai penghalang bagi kemajuan. Beberapa orang merasa, agama membuat orang tetap dalam keadaan hilang kesadaran, tidak mampu mengikuti kemajuan yang pesat dalam bidang sains. Kaum ateis mulai memproklamirkan pandangan mereka dengan lantang dan berani. Memang seperti yang ditulis oleh Richard Dawkins, “Darwin made it possible to be an intellectually fulfilled atheist” (Darwin memungkinkan seseorang menjadi seorang ateis yang puas secara intelektual). Sains menjadi harapan baru bagi umat manusia untuk keselamatan. Mula-mula, para pemimpin agama menentang teori evolusi. Tetapi seraya dekade-dekade berlalu, para pemimpin agama pada umumnya menyerah kepada pendapat yang populer, dengan menerima paduan antara evolusi dan penciptaan. Sebuah judul berita di New York Times tahun 1938 mengumumkan, “Church of England Report Upholds Evolutionary Idea of the Creation” (Laporan Gereja Inggris Mendukung Gagasan Teori Evolusi Tentang Penciptaan). Laporan itu, yang disusun oleh suatu komisi di bawah Uskup Agung dari York, menyatakan, “No objection to a theory of evolution can be drawn from the two creation narratives in Genesis I and II, since it is generally agreed among educated Christians that these are mythological in origin and that their value for us is symbolic rather than historical” (Dalam dua cerita tentang penciptaan dalam Kejadian I dan II tidak ditemukan adanya keberatan terhadap teori evolusi, karena pada umumnya telah disetujui di kalangan orang-orang 11 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Kristen yang terpelajar bahwa cerita tentang penciptaan ini berasal dari mitos dan bahwa nilainya bagi kita bersifat kiasan dan bukan sejarah). Komisi uskup agung itu menyimpulkan, “You can think what you like and still be Christian” (Anda dapat berpikir sesuka Anda dan masih tetap menjadi orang Kristen). Bagi banyak orang, upaya semacam itu untuk mendamaikan Alkitab dengan evolusi hanya akan mengencerkan kredibilitas Alkitab. Hal itu mengakibatkan meluasnya skeptisme terhadap Alkitab, dan hal ini masih terus ada hingga sekarang, bahkan di kalangan beberapa pemimpin agama. Hal yang khas adalah komentar seorang uskup Episkopal di Kanada yang menegaskan, Alkitab ditulis pada zaman prasains dan karena itu mencerminkan prasangka dan kurang pengetahuan. Ia mengatakan, Alkitab berisi “kesalahan-kesalahan sejarah” dan “pernyataan yang dilebih-lebihkan secara mencolok” berkenaan kelahiran dan kebangkitan Yesus. Oleh karena itu, banyak orang, termasuk para pemimpin agama, dengan cepat mendiskreditkan Alkitab. Tetapi apa hasil dari skeptisme? Harapan alternatif apa yang ditawarkan? Dengan lemahnya iman kepada Alkitab, beberapa orang telah berpaling pada filsafat dan politik. Filsuf Kenamaan The Origin of Species menawarkan pandangan yang baru sehubungan dengan perilaku umat manusia. Mengapa satu bangsa berhasil menaklukkan bangsa lain? Mengapa satu ras lebih unggul daripada ras lain? The Origin of Species, yang menekankan seleksi alam dan kelangsungan hidup dari yang paling dapat menyesuaikan diri, memberikan penjelasan yang menggugah para filsuf kenamaan abad ke19. Friedrich Nietzsche (1844-1900) dan Karl Marx (1818-1883) adalah filsuf-filsuf yang memberikan pengaruh yang besar dalam bidang politik. Keduanya terpesona dengan teori evolusi. “Darwin’s book is important” (Buku Darwin sangat penting), kata Marx, “and serves me as a natural scientific basis for the class struggle in history” (dan memberi saya suatu dasar ilmu pengetahuan alam untuk perjuangan kelas dalam sejarah). Sejarawan Will Durant menyebut Nietzsche sebagai “anak Darwin”. 12 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Buku Philosophy-An Outline--History meringkaskan salah satu kepercayaan Nietzsche, “The strong, brave, domineering, proud, fit best the society that is to be” (Orang kuat, berani, yang bersifat menguasai, angkuh dan menyukai orang yang paling cocok untuk masyarakat masa depan). Darwin percaya dan menulis dalam sepucuk surat kepada seorang teman--bahwa di masa depan “an endless number of the lower races will have been eliminated by the higher civilized races throughout the world” (sejumlah ras manusia yang lebih rendah, yang tak terhitung banyaknya, akan tersingkir oleh ras-ras yang lebih tinggi peradabannya di seluruh dunia). Ia menggunakan penaklukan yang dilakukan orang-orang Eropa terhadap bangsa-bangsa lain sebagai suatu preseden dan menghubungkan hal ini dengan “the struggle for existence” (perjuangan untuk eksistensi). Orang-orang yang berkuasa segera memanfaatkan pernyataan semacam itu demi keuntungan mereka sendiri. H.G Wells menulis dalam The Outline of Historym, “Prevalent peoples at the close of the nineteenth century believed that they prevailed by virtue of the Struggle for Existence, in which the strong and cunning get the better of the weak and confiding. And they believed further that they had to be strong, energetic, ruthless, ‘practical,’ egotistical” (Pada akhir abad kesembilan belas, orang-orang yang berkuasa percaya bahwa mereka menang oleh karena Perjuangan untuk Eksistensi, yaitu mereka yang kuat dan cerdik dapat mengalahkan yang lemah dan yang tidak menaruh curiga. Dan mereka lebih jauh yakin bahwa mereka harus kuat, energik, bengis, ‘praktis’, menganggap diri penting). Karena itu, “survival of the fittest” (kelangsungan hidup dari yang paling dapat menyesuaikan diri) sekarang mempunyai makna filosis, sosial, dan politis, yang seringkali sampai tingkat yang tidak masuk akal. “To some war became ‘a biological necessity’” (Bagi beberapa orang, peperangan menjadi ‘suatu keharusan biologis’) kata buku Milestones of History. Dan buku ini mencatat bahwa sebelum abad yang akan datang, “Darwinian ideas formed an integral part of Hitler’s doctrine of racial superiority” (gagasan yang berkaitan dengan Darwin membentuk suatu bagian integral dari doktrin Hitler berkenaan keunggulan ras). Tentu saja, baik Darwin, Marx, maupun Nietzsche tidak hidup terus untuk melihat bagaimana gagasan-gagasan mereka diterapkan--atau disalahterapkan. Sesungguhnya, mereka mengharap, perjuangan untuk eksistensi akan memperbaiki nasib manusia dalam kehidupan. Darwin 13 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru menulis dalam The Origin of Species bahwa “all corporeal and mental endowments will tend to progress towards perfection” (semua anugerah badaniah dan mental akan cenderung maju ke arah kesempurnaan). Seorang imam dan biolog abad kedua puluh bernama Pierre Teilhard de Chardin setuju akan hal ini, dengan teori bahwa akhirnya akan terjadi suatu ‘evolution of the minds of the entire human race; everyone would harmoniously work toward one goal’ (‘evolusi pada pikiran seluruh ras manusia; setiap orang secara harmonis akan berupaya untuk mencapai satu tujuan’). Kemerosotan, Bukan Perbaikan Apakah terdapat perbaikan demikian terjadi? Buku Clinging to a Myth mengomentari sikap optimisme dari De Chardin, “De Chardin must have been quite oblivious of the history of human bloodshed and of racist systems such as apartheid in South Africa. He sounds like a man who is not living in this world” (De Chardin pasti telah melupakan sejarah pertumpahan darah manusia dan sistem ras seperti apartheid di Afrika Selatan. Ia bagaikan orang yang tidak hidup di dunia ini). Sebaliknya daripada kemajuan ke arah persatuan, umat manusia hingga awal abad 21 ini telah mengalami perpecahan ras dan nasional dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Harapan yang ditawarkan dalam The Origin of Species, bahwa manusia akan bergerak maju ke arah kesempurnaan, atau paling tidak ke arah perbaikan, benar-benar tidak terpenuhi. Dan harapan itu terus menyusut dengan berlalunya waktu, karena sejak diterimanya evolusi secara umum, keluarga manusia seringkali telah merosot kepada barbarisme. Pertimbangkan: Lebih dari 100 juta orang telah tewas dalam peperangan yang terjadi pada abad 20 lalu, kira-kira 50 juta orang tewas dalam Perang Dunia II saja. Juga pikirkan pembantaian etnik 10 tahun lalu di tempat-tempat seperti Rwanda, negara-negara bekas Yugoslavia, dan di Indonesia pada tahun 2000 di Kalimantan--belum termasuk pembantaian berdarah--di berbagai tempat seperti Timor Timur, Aceh, Ambon, dan Poso. Apakah hal ini berarti, tidak ada peperangan dan kebrutalan pada 14 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru abad-abad yang lalu? Tidak, tentu saja ada. Tetapi diterimanya teori evolusi, sikap mental yang brutal bahwa harus ada perjuangan untuk eksistensi, gagasan kelangsungan hidup bagi yang paling dapat menyesuaikan diri, tidak membantu memperbaiki nasib manusia. Maka walaupun evolusi tidak dapat dipersalahkan untuk penderitaan manusia, evolusi telah membantu mendorong keluarga umat manusia ke dalam kebencian, kejahatan, kekerasan, perbuatan amoral dan kemerosotan yang lebih besar lagi. Karena secara luas telah diterima, umat manusia berasal dari binatang buas, tidak mengejutkan bahwa semakin banyak orang bertindak bagaikan binatang buas. Banyak orang selama abad ke-19, diyakinkan oleh The Origen of Species bahwa manusia telah hidup terus tanpa adanya campur tangan ilahi dan akan terus hidup. Terpesona oleh kemajuan sains, banyak orang merasa, Allah tidak lagi dibutuhkan, dan sains dapat menyelamatkan ras umat manusia. Buku Age of Progress menunjukkan, abad ke-19, “was animated by a conviction that rationally applied human effort could transform the world” (disemangatkan oleh keyakinan bahwa upaya manusia yang diterapkan secara rasional dapat mengubah dunia). Akan tetapi, menjelang akhir abad itu, bahkan Charles Darwin tidak begitu optimis lagi. Menurut seorang sejarawan, Darwin khawatir kalau-kalau teori evolusi “had killed God and that the consequences for the future of mankind were incalculable” (telah membunuh Allah dan konsekuensinya terhadap masa depan umat manusia tidak terhitung). Alfred Russel Wallace, rekan yang lebih muda yang hidup sezaman dengan Darwin, teringat, “During my last conversation with Darwin [shortly before Darwin’s death] he expressed a very gloomy view on the future of mankind” (Selama percakapan saya yang terakhir dengan Darwin [tidak lama sebelum kematian Darwin] ia mengutarakan suatu pandangan yang sangat suram tentang masa depan umat manusia). Apa yang Dihasilkan? Sejarah abad ke-20 sejak itu telah menyingkapkan, masa-masa yang suram memang akan datang. Prestasi teknologi sejak zaman Darwin 15 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru hanyalah menyamarkan apa yang ternyata benar-benar menjadi abad yang paling gelap dan paling keras sepanjang sejarah umat manusia. Kita hidup di tengah-tengah apa yang dilukiskan sejarawan H.G. Wells sebagai “a real demoralization” (suatu demoralisasi/kemerosotan akhlak yang sesungguhnya). Sejak Wells membuat pernyataan ini (kira-kira 84 tahun yang lalu), dunia terus mengalami lebih banyak demoralisasi. Apa pun yang diupayakan oleh para ilmuwan, ahli ekonomi, lembaga-lembaga sosial, pemerintah manusia, atau agama-agama dunia ini tidak menyembuhkan situasi atau bahkan membendung gelombang demoralisasi. Keadaan terus memburuk. Karena itu dalam kenyataannya, yang menjadi pertanyaan ialah: Apa yang telah dihasilkan oleh upaya umat manusia? Apakah sains dan teknologi telah mewujudkan suatu dunia yang lebih baik? “When we open the daily paper and look at what’s going on” (Bila kita membuka surat kabar dan melihat apa yang sedang terjadi), kata seorang biolog, Ruth Hubbard, “the problems are not scientific. They are problems of social organization, of things having gotten too big, of people going after profit and ignoring human needs” (masalahnya bukan bersifat ilmiah. Itu adalah masalah organisasi sosial, hal-hal yang telah menjadi terlampau sukar, masalah orang-orang yang mengejar keuntungan dan mengabaikan kebutuhan umat manusia). Hubbard menambahkan, “I don’t really think that in a rational allotment of resources, science is likely to solve any or many of the problems that most trouble people in the world” (Saya tidak yakin benar bahwa dengan dibagikannya sumber-sumber daya secara rasional, sains akan dapat memecahkan banyak atau salah satu problem yang paling menyusahkan orang-orang di dunia). Sebenarnya, apa manfaatnya bila manusia dapat pergi ke bulan tetapi tidak dapat memecahkan problem-problem dasar keluarga umat manusia? Apakah penemuan senjata-senjata yang semakin menghancurkan, seperti bom atom, mengakhiri peperangan dan kekerasan etnik? Apakah hasilhasil yang telah dicapai sains telah banyak mengurangi kejahatan, perpecahan keluarga, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, perbuatan-perbuatan amoral, bayi-bayi yang dilahirkan secara tidak sah, korupsi di kalangan tingkat tinggi, kemiskinan, kelaparan, tuna wisma, penyalahgunaan obat bius, polusi? Tidak, sebaliknya, sains telah 16 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru membuat beberapa dari hal-hal ini menjadi lebih buruk. Dengan meninggalkan Allah dan menggantikannya dengan evolusi dan sains, keluarga umat manusia tidak membantu situasinya namun malahan merugikannya. Tidak mengherankan, banyak orang kembali mempertimbangkan teori bahwa manusia berevolusi dari makhluk-makhluk seperti kera, bertentangan dengan gagasan yang menyatakan adanya suatu Allah yang menciptakan manusia pertama. Dalam suatu pol Gallup di Amerika Serikat disingkapkan, hanya 9 persen orang Amerika percaya, manusia berevolusi tanpa campur tangan ilahi; 47 persen menyetujui gagasan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuknya sekarang. Sementara The Origin of Species meramalkan, manusia akan bergerak maju ke arah kesempurnaan, Alkitab menubuatkan, dunia akan diguncangkan oleh krisis moral (Matius 24:3-12; 2 Timotius 3:1-5). Alkitab juga menubuatkan, krisis ini akan mencapai klimaksnya, setelah warisan bagi umat manusia yang setia adalah suatu firdaus yang bebas dari problem-problem dewasa ini (Mazmur 37:10, 11, 29: Yesaya 11:6-9; 35:17; Penyingkapan 21:4, 5). Harapan ini telah menyebabkan banyak orang memeriksa Alkitab dengan minat yang dalam. Apakah mungkin benar, tujuan dari kehidupan bukan sekedar perjuangan untuk eksistensi? Apakah Alkitab mungkin memegang kuncinya, bukan hanya untuk masa lalu manusia namun juga masa depannya, termasuk masa depan Anda? Akan sangat bermanfaat, menyelidiki apa yang sebenarnya diajarkan Alkitab mengenai Allah dan maksud-tujuan-Nya untuk bumi ini dan manusia yang ada di atasnya. *) Kolomnis Sejarah Alkitab, tinggal di Kupang. 17 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 3 Teori Darwin Versus Penciptaan Gereja Katolik Mendukung Evolusi? David Yohanes Meyners*) PADA tanggal 26 April 1882 berlangsung pemakaman Charles Darwin di Westminster Abbey, London. Bagi beberapa orang, gereja tampaknya adalah tempat yang paling tidak pantas untuk pemakaman pria ini, yang dituduh ‘menggulingkan Allah dari takhtaNya’ dengan teori evolusinya, yakni seleksi alam. Namun, makam Darwin telah berada di sana selama lebih dari seabad. Setelah buku karya Darwin, Origin of Species, diterbitkan pada tahun 1859 (lihat kembali uraian pada bagian kedua), sikap para teolog perlahanlahan berubah ke arah evolusi. Teolog Carlo Molari menulis tentang bagaimana fase “perang terbuka” berubah menjadi “gencatan senjata” pada awal abad lalu. Kemudian, ia mengatakan, terjadi “perlucutan senjata” pada pertengahan tahun 1900-an dan akhirnya “perdamaian” pada saat sekarang. Tentu saja, gagasan evolusi tidak diprakarsai oleh Darwin. Para filsuf zaman purba telah berspekulasi mengenai perubahan dari satu bentuk kehidupan ke bentuk kehidupan lain. Jika ditelurusuri, terdapat tesis-tesis awal evolusi modern dari sejumlah naturalis abad ke-18. Selama abad ke-18 dan ke-19, banyak sarjana mengajukan berbagai teori evolusi, meskipun kata “evolusi” jarang muncul. Kakek Darwin, Erasmus Darwin (1731-1802), mengemukakan sejumlah gagasan evolusi dalam salah satu karyanya, dan karya itu termasuk dalam daftar buku terlarang dari Gereja Katolik. 18 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru “Perang Terbuka” Berkembang Beberapa tokoh dalam dunia sekuler memandang teori Darwin sebagai senjata ampuh untuk melemahkan kekuasaan pemimpin agama. Jadi, pertempuran yang sengit pun meletus. Pada tahun 1860, para uskup Jerman menegaskan, “Our predecessors were immediately created by God. We thus declare entirely contrary to Holy Scripture and Faith the judgment of those who dare assert that man, as far as his body is concerned, derives from an imperfect nature by spontaneous transformation” (Nenek moyang kita langsung diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, kami menyatakan bahwa pendapat dari pihak mana pun yang berani menyatakan bahwa manusia, sejauh berkaitan dengan tubuh jasmaninya, berasal dari alam yang tidak sempurna melalui perubahan spontan adalah penilaian yang sama sekali bertentangan dengan Alkitab dan Iman Katolik). Demikian pula, pada bulan Mei 1877, Paus Pius IX memuji dokter Constantin James dari Prancis karena terbitannya melawan evolusi dan mendukung kisah penciptaan dari kitab Kejadian. Fase awal dari konflik tersebut mencapai klimaksnya dengan serangkaian surat yang diterbitkan oleh Komisi Alkitab Keuskupan antara tahun 1905 dan 1909. Dalam satu surat, komisi tersebut menyatakan bahwa ketiga pasal pertama dari kitab Kejadian adalah bersifat sejarah dan seharusnya dipahami sebagai “sejarah yang akurat”. Namun, sejarah wibawa teori Darwin meningkat di lingkungan akademis, para teolog Katolik, seperti Teilhard de Chardin, tokoh Yesuit dari Prancis, mulai beralih ke paham evolusi. Meskipun gagasan Teilhard berbeda dengan gagasan ahli evolusi ortodoks, sejak tahun 1921 ia menganggap “biological evolution...more and more certain as to its reality” (evolusi biologis...semakin lama semakin realistis). Arus menuju konsiliasi antara iman Katolik dan paham evolusi semakin nyata. Pada tahun 1948, tokoh Yesuit lainnya menyatakan, “For more than 20 years, there has been a singular increase in the number of theologians, above all suspicion when it comes to orthodoxy, who declare conciliation [between evolution and the Catholic faith] possible if confined within certain limits” (Selama lebih dari 20 tahun, terjadi peningkatan yang luar biasa dari jumlah teolog, yang adalah umat Katolik sejati, yang 19 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru menyatakan bahwa konsiliasi [antara evolusi dan iman Katolik] dimungkinkan bila ini dibatasi hingga taraf tertentu). Kira-kira pada waktu yang sama, Komisi Alkitab Keuskupan menarik kembali banyak dari apa yang telah ditulis pada tahun 1909 yang mendukung kisah penciptaan dari Kitab Kejadian. Kemudian, pada tahun 1906, surat ensiklik Pius XII, Humani generis, mengatakan bahwa para sarjana Katolik dapat menganggap teori evolusi sebagai hipotesis yang masuk akal. Namun, Sri Paus mengatakan, “Catholic faith obliges us to hold that souls are immediately created by God” (Iman Katolik mewajibkan kita untuk mempertahankan bahwa jiwa langsung diciptakan oleh Allah). Disebut Perdamaian? Carlo Molari mengomentari bahwa, dengan beberapa pengecualian, sejak konsili ekumenis gereja Vatikan II, “reservations about evolutionary theories have been definitively surmounted” (penolakan terhadap teoriteori evolusi jelas telah diatasi). Menarik, pada bulan Oktober 1996, Paus Yohanes Paulus II menyatakan, “Today, almost half a century after the publication of [Pius XII’s] encyclical, new knowledge leads us to recognize that the theory of evolution is more than a hypothesis. It is indeed remarkable that this theory has been progressively accepted by researchers” (Sekarang ini, hampir setengah abad setelah diterbitkannya surat ensiklik [Pius XII], pengetahuan baru menuntun kita untuk mengakui bahwa teori evolusi lebih daripada sekadar hipotesis. Benar-benar luar biasa bahwa teori ini secara progresif telah diterima oleh para peneliti). Sejarawan Lucio Villari menyebut pernyataan paus sebagai “decisive admission” (pengakuan yang menentukan). Sebuah kepala berita dalam surat kabar Italia yang konservatif. Il Giornale berbunyi, “The Pope Says We May Descend From Monkeys” (Paus Mengatakan Bahwa Kita Mungkin Adalah Keturunan Kera). Dan majalah Time menyimpulkan bahwa pengakuan paus “reflects the church’s acceptance of evolution” (mencerminkan diterimanya evolusi oleh gereja) (lih. Awake!, edisi 22 20 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Oktober 1999). Apa alasan di balik “orientasi yang agak cenderung berkiblat ke paham evolusi” di pihak para pemimpin Katolik? Mengapa Gereja Katolik Roma mengadakan perdamaian dengan ajaran evolusi? Jelas bahwa banyak teolog Katolik menganggap Alkitab sebagai “perkataan manusia”, bukan “perkataan Allah” (1 Tesalonika 2:13; 2 Timotius 3:16, 17). Gereja Katolik lebih menitikberatkan perkataan para ahli evolusi modern daripada perkataan Putra Allah, Yesus Kristus, yang mengakui kesaksamaan kisah penciptaan dari kitab Kejadian dengan mengatakan, ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?’ (Matius 19:4). Pendapat siapa yang dianggap lebih layak dititikberatkan? Sebaliknya Saksi-Saksi Yehuwa secara konsisten telah menjunjung ajaran Kristus bahwa Allah secara langsung menciptakan pasangan manusia pertama dan menjadikan mereka laki-laki dan perempuan (Matius 19:4; Kejadian 1:27; 2:24). Pada tahun 1986, Volume I dari Millenial Dawn (belakangan disebut Studies in the Scriptures) menyebutkan Darwinisme sebagai “teori yang tidak dapat dibuktikan”, dan pada tahun 1898, buku kecil The Bible Versus the Evolution Theory mendukung kisah penciptaan dari Alkitab. Kisah penciptaan dari Alkitab juga dijunjung dalam buku The New Creation (1904) dan Creation (1927) serta artikel-artikel awal yang diterbitkan dalam The Watch Tower dan The Golden Age. Sewaktu Paus Pius XII mengumumkan surat ensikliknya Humani generis, maka pada tahun 1950, Saksi-Saksi Yehuwa menerbitkan Evolution Versus the New World. Buku kecil ini memuat bukti ilmiah dan sejarah mengenai kisah penciptaan dari Alkitab dan mencela upaya-upaya beberapa pemimpin agama untuk membuat “persekutuan antara evolusi dan Alkitab”. Buku Did Man Get Here by Evolution or by Creation? (1967). Juga menjunjung kisah penciptaan dari Alkitab, demikian juga dengan buku Kehidupan-Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi Atau Melalui Penciptaan?, yang diterbitkan pada tahun 1985. Dengan demikian banyak orang telah dibantu oleh Saksi-Saksi Yehuwa untuk mengenal bukti yang luar biasa banyaknya 21 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru bahwa Allah “yang menjadikan kita, dan bukan kita sendiri” (Mazmur 100:3, Dunia Baru/DB). Alasan lain mengapa evolusi diterima adalah karena gagalnya agama yang umum, baik dalam apa yang diajarkan maupun apa yang dilakukan, juga kegagalannya untuk dengan tepat menerangkan catatan kejadian penciptaan dalam Alkitab. Orang-orang yang terpelajar sangat menyadari catatan kemunafikan dari agama, penindasan dan inkwisisi. Mereka telah melihat dukungan pendeta kepada diktator yang kejam. Mereka tahu bahwa jutaan orang dari agama yang sama telah saling membunuh dalam peperangan, dengan pendeta mendukung masing-masing pihak. Maka mereka tidak menemukan alasan untuk mempertimbangkan Allah yang seharusnya diwakili oleh agama-agama ini. Juga, doktrin yang tidak masuk akal dan tidak berdasarkan Alkitab telah membuat orang semakin jauh dari Allah. Gagasan seperti siksaan kekal--bahwa Allah akan memanggang orang dalam api neraka harfiah untuk selama-lamanya--sangat menjijikkan bagi orang-orang yang berakal sehat. Namun, bukan hanya orang yang berakal sehat saja yang tidak senang kepada ajaran dan tindakan agama sedemikian, tetapi Alkitab membuktikan, Allah juga tidak senang. Memang, Alkitab terang-terangan mengungkapkan kemunafikan dari para pemimpin agama. Misalnya, dikatakan tentang mereka, “Your appear like good men on the outside-but inside you are a mass of pretence and wickedness” (Kamu tampak seperti orang baik-baik pada penampilan luar-namun pada penampilan dalam, kalian adalah seonggok kepura-puraan dan kejahatan) (Matius 23:28, terj. Phillips). Yesus memberitahukan orang awam, pemimpin agama mereka adalah “orang buta” yang mengajar, bukan apa yang berasal dari Allah, tetapi sebaliknya “perintah manusia” (Matius 15:9, 14). Demikian juga, Alkitab mengutuk ahli-ahli agama yang “...mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia” (Titus 1:16). Maka, meskipun mereka mengaku mengenal Allah, agama-agama yang menganjurkan atau menganggap sepi kemunafikan dan pertumpahan darah tidak berasal dari Allah, dan mereka juga tidak mewakili Dia. Malahan, mereka disebut “nabi-nabi palsu”, dan diumpamakan seperti pohon yang “tidak menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:15-20; Yohanes 8:44; 13:35; 1 Yohanes 3:10-12). 22 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Ya, agama telah menyerah kepada pokok tentang evolusi, dengan demikian tidak memberikan pilihan lain bagi umatnya. Buku New Catholic Encyclopedia (1967:694, Jilid V) menyatakan, “General evolution, even of the body of man, seems the most probable scientific account of origins” (Evolusi yang umum, bahkan dari tubuh manusia, kelihatannya adalah catatan ilmiah yang paling mendekati kebenaran tentang asal-usul manusia). Pada sebuah pertemuan Vatikan, 12 sarjana yang mewakili badan ilmiah tertinggi dari Gereja Katolik setuju pada kesimpulan tersebut, “We are convinced that masses of evidence render the application of the concept of evolution to man and other primates beyond serious dispute” (Kami yakin bahwa banyak sekali bukti yang mendukung penerapan konsep evolusi untuk manusia dan primata-primata lain yang tidak mungkin dapat disangkal) (Nature, “Twelve Wise Men at the Vatican”, J.M. Lowenstein, 30 September 1982:395). Dengan adanya persetujuan agama sedemikian, apakah mungkin seorang anggota gereja yang tidak tahu apa-apa akan menentang bahkan jika, dalam kenyataannya, “masses of evidence” (banyak bukti) tidak mendukung evolusi, tetapi malahan sebenarnya mendukung penciptaan? Kritik Tinggi Kekosongan yang diakibatkan ini sering diisi dengan sifat agnostisme dan ateisme. Karena tidak percaya akan adanya Allah. Manusia menerima evolusi sebagai suatu pilihan. Sekarang, di banyak negeri, ateisme yang didasarkan atas evolusi bahkan merupakan ketetapan negara yang sah. Agama-agama dunia bertanggung jawab atas banyaknya orang yang tidak percaya ini. Juga gereja-gereja Protestan tidak bebas dari kesalahan sehubungan dengan sikap menentang Alkitab. Seraya tahun demi tahun berlalu, beberapa sarjana Protestan melancarkan jenis serangan yang berbeda melawan buku ini: serangan intelektual! Selama abad ke-18 dan abad ke-19, mereka memperkembangkan metode pelajaran Alkitab yang dinamakan kritik tinggi. Para kritikus Alkitab mengajarkan bahwa banyak bagian Alkitab terdiri dari legenda 23 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru dan dongeng. Bahkan ada yang berkata, Yesus tidak pernah ada. Sebaliknya dari menyebut Alkitab sebagai Firman dari Allah, para sarjana Protestan ini menyebutnya sebagai firman dari manusia dan selain itu, firman yang sangat kacau. Meskipun beberapa dari gagasan yang sangat ekstrim demikian tidak lagi dipercayai orang, kritik terhadap Alkitab masih tetap diajarkan di berbagai kampus, dan bukan suatu hal yang janggal untuk mendengar banyak pendeta menyangkal banyak bagian dari Alkitab di hadapan umum. Ada seorang pendeta Anglikan yang katakatanya pernah dikutip oleh sebuah surat kabar Australia, yaitu bahwa banyak hal dalam Alkitab “is just wrong. Some of the history is wrong. Some of the details are obviously garbled) (salah. Beberapa dari sejarahnya keliru. Beberapa dari rinciannya secara nyata kacau) (The Bible-God’s Word or Man’s?, 1990:32). Mungkin dalam hal tingkah laku itulah yang merupakan kendala terbesar bagi orang untuk menerima Alkitab sebagai Firman Allah. Susunan Kristen mengaku sebagai pengikut Alkitab, namun tingkah lakunya telah menghasilkan celaan besar ke atas Alkitab dan atas nama Kristen. Seperti telah dinubuatkan oleh rasul Petrus, jalan kebenaran telah “dihujat” (2 Petrus 2:2). Misalnya, ketika gereja melarang penerjemahan Alkitab, paus mensponsori serangan militer besar-besaran terhadap kaum Muslim di Timur Tengah. Serangan ini dinamakan Perang Salib yang “suci”, tetapi tidak ada sesuatu pun yang suci padanya. Yang pertama-yang dinamakan “Perang Suci Rakyat”--menentukan apa yang masih akan menyusul. Sebelum meninggalkan Eropa, suatu pasukan tentara yang liar, yang telah dihasut oleh para pengkhotbah, menyerang orang Yahudi di Jerman, membantai mereka dari kota yang satu ke kota yang lain. Mengapa? Pakar sejarah Hans Eberhard Mayer (The Crusades, diterjemahkan oleh John Gillingham, 1988:44) berkata, “The argument that the Jews, as the enemies of Christ, deserved to be punished was merely a feeble attempt to conceal the real motive: greed” (Argumen bahwa orang Yahudi, sebagai musuh Kristus, pantas dihukum hanya suatu upaya yang lemah untuk menutupi motif yang sebenarnya: ketamakan). Sepanjang sejarah, agama telah bertanggung jawab atas begitu banyak ketidakadilan. Selama Abad Pertengahan contohnya, doktrin penciptaan telah dibengkokkan demi membenarkan dukungan gereja atas autokrasi 24 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Eropa. Implikasinya adalah, manusia digolongkan menurut status mereka, kaya atau miskin, melalui dekret ilahi. The Intelligent Universe menjelaskan, “Younger sons of the wealthy were told it was ‘God’s system’ for them to receive little or nothing of the family estate, and the working man was constantly being urged to remain content with ‘the station to which it had pleased God to call him’” (Anak-anak yang lebih muda dari orang-orang kaya diberitahu bahwa adalah ‘penyelenggaraan Allah’ bagi mereka untuk menerima sedikit atau sama sekali tidak menerima tanah milik keluarga, dan seorang pekerja senantiasa didesak untuk tetap puas dengan ‘keadaan pada saat ia dipanggil oleh Allah’). Tidak mengherankan bahwa banyak orang takut akan kembalinya “pandangan religius yang ekstrim dari masa lalu”! Sebaliknya daripada memenuhi kebutuhan rohani seseorang, agama seringkali mengeksploitasi kebutuhan rohani tersebut (Yehezkiel 34:2). Sebuah tajuk rencana majalah berbahasa Inggris, India Today edisi Desember 1999 berkomentar, “With the kind of record it has established through the ages, it is a wonder that religion has retained any credibility at all....In the name of the Supreme Creator,...human beings have perpetrated the most abominable atrocities against their fellow creatures” (Mempertimbangkan sejarah macam apa yang ia buat selama berabad-abad, sungguh mengherankan bahwa agama masih tetap memiliki kredibilitas....Dalam nama Pencipta Yang Mahatinggi,...umat manusia telah melakukan kekejian yang paling buruk terhadap sesamanya manusia). Membawa Peradaban “Kristen” Pemberontakan oleh kaum Protestan pada abad ke-16 telah menggulingkan kekuasaan Katolik Roma di banyak negara Eropa. Salah satu akibatnya adalah Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648)--“one of the most terrible wars in European history” (salah satu peperangan yang paling mengerikan dalam sejarah Eropa), menurut buku The Universal History of the World (Sejarah Dunia Secara Universal). Alasan mendasar dari perang tersebut? “The hatred of Catholic for Protestant, of Protestant for Catholic” (Kebencian orang Katolik terhadap Protestan, orang Protestan terhadap Katolik) (Edith Firoozi dan Ira N. Klein, 1966:732, Jil. IX). 25 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Menjelang waktu itu, Susunan Kristen mulai mengembangkan kekuasaan ke luar Eropa, sambil membawa peradaban “Kristen” ke bagian-bagian bumi yang lain. Ekspansi militer ini dicirikan oleh kekejaman dan ketamakan. Di negeri-negeri Amerika, para penakluk Spanyol dengan cepat menghancurkan peradaban pribumi Amerika. Suatu buku sejarah menyatakan, “In general, the Spanish governors destroyed the native civilization, without introducing the European. The thirst for gold was the principal motive that drew them to the New World” (Pada umumnya, para gubernur Spanyol menghancurkan peradaban pribumi, tanpa memperkenalkan peradaban Eropa. Haus akan emas merupakan motif utama yang menarik mereka ke Dunia Baru [benua Amerika, pen.]) (A Brief History of Ancient, Mediæval, and Modern Peoples, Joel Dorman Steele and Esther Baker Steele, 1983:428, 429). Para misionaris Protestan juga pergi dari Eropa ke benua-benua lain. Salah satu hasil kerja mereka adalah dikembangkannya ekspansi kolonial. Dewasa ini pandangan yang meluas mengenai kegiatan misionaris Protestan adalah, “In many instances the missionary enterprise has been used as a justification and a cover for the domination of people. The interrelation between mission, technology, and imperialism is well known” (Dalam banyak kejadian lembaga perutusan-injilan telah digunakan untuk membenarkan dan menutupi maksud menguasai orang-orang. Hubungan timbal balik antara misi, teknologi, dan imperialisme sudah dikenal umum) (The Church and Its Mission: A Shattering Critique From the Third World, Orlando E. Costas, 1974:245). Hubungan yang erat antara agama-agama Susunan Kristen dan negara masih berlangsung sampai ke zaman kita. Kedua perang dunia yang terakhir terutama dipertarungkan antar bangsa-bangsa “Kristen”. Para pendeta dari kedua belah pihak mendorong pemuda-pemuda mereka untuk berkelahi dalam upaya membunuh musuh--yang seringkali memeluk agama yang sama. Seperti dinyatakan dalam buku If the Churches Want World Peace, “Certainly it is no credit to [the churches] that the war system of today grew up and has worked its greatest havoc among states devoted to the cause of Christianity” (Sudah pasti [gereja-gereja] tidak pantas dipuji atas berkembangnya sistem perang zaman sekarang yang 26 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru telah mengakibatkan malapetaka terbesar di negeri-negeri yang mengabdi kepada cita-cita agama Kristen) (Norman Hill dan Doniver A. Lund, 1958:5). Entah mereka telah memperhatikan kemunafikan agama atau tidak, banyak penganut ateisme-evolusionis tidak dapat menerima kepercayaan akan Allah karena adanya problem ketidakadilan di dunia. Simone de Beauvoir (2003) pernah mengatakan, “It was easier for me to think of a world without a creator than of a creator loaded with all the contradictions of the world” (Lebih mudah bagi saya untuk percaya akan suatu dunia tanpa pencipta daripada percaya akan suatu pencipta yang dibebani oleh semua kemelut dunia). Apakah semua problem yang ada di dunia--termasuk ketidakadilan yang ditimbulkan oleh kaum beragama yang munafik--membuktikan bahwa Allah tidak ada? Pertimbangkan berikut ini: Jika pisau digunakan untuk mengancam, melukai, atau bahkan membunuh orang yang tidak bersalah, apakah ini membuktikan pisau tersebut tidak ada yang membuatnya? Tidakkah ini sebaliknya memperlihatkan, pisau itu telah disalahgunakan? Demikian pula, banyaknya penderitaan umat manusia karena berbagai kemelut dunia memberikan bukti, manusia menyalahgunakan kesanggupan yang diberikan Allah termasuk bumi ini sendiri. Catatan yang menjijikkan dari agama palsu masa itu, memiliki pengaruh yang tidak sedikit atas pikiran Darwin. “I gradually came to disbelieve in Christianity as a divine revelation” (Saya lambat laun tidak mempercayai kekristenan sebagai penyingkapan ilahi), tulisnya. “The fact that many false religions have spread over large portions of the earth like wildfire had some weight with me” (Fakta bahwa banyak agama palsu telah menyebar dengan sangat cepat ke sebagian besar dari bumi memiliki pengaruh tertentu atas diri saya). Akan tetapi, kekristenan sejati ‘bukan bagian dari dunia’ (Yohanes 17:16). Pengikut-pengikutnya tidak turut serta dalam agama dan politik yang bejat; mereka juga tidak disesatkan oleh filsafat-filsafat yang menyangkal keberadaan sang Pencipta. “...Hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah”, tulis rasul Paulus (1 Korintus 3:19). 27 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Hal ini tidak berarti, orang Kristen sejati naif dalam hal-hal ilmiah. Sebaliknya, para pengikut agama yang sejati digugah minatnya oleh sains. “Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah”, seorang nabi di zaman purba bernama Yesaya diberitahu. “Siapa yang menciptakan semua bintang itu” (Yesaya 40:26). Demikian pula, untuk mengenal sang Pencipta dengan lebih baik, Ayub diundang untuk menyelidiki perkara-perkara yang menakjubkan dari alam dan jagat raya (Ayub, pasal 38-41). Ya, orang yang percaya akan Pencipta memandang ciptaan dengan rasa kagum yang penuh respek (Mazmur 139:14). Selain itu, mereka percaya akan apa yang sang Pencipta, Allah Yehuwa, katakan tentang suatu harapan menakjubkan di masa depan (Wahyu 21:1-4). Melalui pengajaran Alkitab, diketahui asal mula manusia maupun masa depannya tidak bergantung pada kebetulan semata-mata. Yehuwa memiliki maksud-tujuan ketika membuat manusia, dan maksud-tujuan tersebut akan diwujudkan--demi berkat-berkat bagi seluruh umat manusia yang taat. *) Kolomnis Sejarah Alkitab, tinggal di Kupang. 28 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 4 Teori Darwin Versus Penciptaan Apa Kata Kitab Kejadian? David Yohanes Meyners*) SEPANJANG sejarah awal abad ke-19, sains dan agama menikmati suatu hubungan yang harmonis. “Even in scientific papers” (Bahkan dalam tulisan-tulisan ilmiah). Kata buku Darwin: Before and After (1995), “writers felt no hesitation in speaking of God in a manner that was evidently natural and sincere” (para penulis tidak ragu-ragu berbicara tentang Allah dengan cara yang jelas-jelas wajar dan tulus). Origin of Species karya Darwin turut membantu mengubah hal itu. Sains dan evolusi membentuk suatu hubungan yang mengabaikan kebutuhan akan agama dan Allah. “In the evolutionary pattern of thought” (Dalam pola berpikir evolusioner), kata Sir Julian Huxley, “there is no longer either need or room for the supernatural” (tidak ada lagi kebutuhan atau tempat bagi hal-hal supernatural). Bahkan dewasa ini, teori evolusi dinyatakan sebagai fondasi sains yang mutlak dibutuhkan. Alasan utama bagi hubungan tersebut dinyatakan oleh pakar fisika Fred Hoyle, “Orthodox scientists are more concerned with preventing a return to the religiuos excesses of the past than in looking forward to the truth” (Ilmuwan-ilmuwan ortodoks lebih prihatin untuk mencegah kembalinya pandangan religius yang ekstrem dari masa lalu daripada menantikan kebenaran). Pandangan ekstrem apa yang telah membuat agama sangat tidak disukai sains? Dalam suatu upaya yang seyogianya untuk menjunjung Alkitab, “para penganut paham penciptaan”--sebagian besar bersekutu dengan Protestan fundamentalis--telah berkukuh bahwa bumi dan alam 29 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru semesta usianya kurang dari 10.000 tahun. Pandangan yang ekstrem ini telah mengundang ejekan dari para ahli geologi, astronomi, dan fisika, sebab hal itu bertentangan dengan penemuan-penemuan mereka. Waktu yang Tersangkut Namun apa yang sebenarnya Alkitab katakan? “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kejadian 1:1). Waktu yang tersangkut tidak disebutkan secara spesifik. “Hari pertama” dari penciptaan bahkan tidak disebutkan sampai Kejadian 1:3-5. “Langit dan bumi” telah ada ketika “hari” pertama ini mulai. Oleh sebab itu, mungkinkah langit dan bumi berusia miliaran tahun, seperti yang dikemukakan para ilmuwan? Sangat mungkin. Alkitab sama sekali tidak menentukan waktu yang tersangkut. Pandangan ekstrem lain dari agama adalah cara beberapa orang menafsirkan keenam “hari” penciptaan. Beberapa orang fundamentalis berkukuh bahwa itu adalah hari-hari secara harfiah, membatasi penciptaan di bumi dengan suatu periode waktu selama 144 jam. Hal ini menimbulkan skeptisisme di kalangan para ilmuwan, sebab mereka merasa bahwa hal ini bertentangan dengan pengamatan ilmiah yang jelas. Akan tetapi, adalah tafsiran dari kaum fundamentalis terhadap Alkitab--bukan Alkitab sendiri--yang bertentangan dengan sains. Alkitab tidak mengatakan bahwa lamanya tiap-tiap “hari” penciptaan adalah 24 jam; sesungguhnya, Alkitab memasukkan seluruh “hari-hari” ini ke dalam jangka waktu yang jauh lebih lama yaitu “hari ketika Allah Yehuwa menjadikan bumi dan langit”, memperlihatkan bahwa tidak semua ‘hari’ yang terdapat dalam Alkitab lamanya hanya 24 jam (Kejadian 2:4). Jadi, gagasan penciptaan telah mendapat nama buruk dari para penganut paham penciptaan dan kaum fundamentalis. Ajaran-ajaran mereka tentang usia alam semesta dan panjangnya ‘hari-hari’ penciptaan tidak selaras dengan sains yang masuk akal maupun dengan Alkitab. 30 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Banyak yang merasa sulit menerima uraian tentang penciptaan ini. Mereka berpendapat, uraian tersebut diambil dari dongeng-dongeng zaman dulu tentang penciptaan, terutama dari Babel Purba. Namun, seperti yang dikatakan dalam sebuah kamus Alkitab, “No myth has yet been found which explicitly refers to the creation of the universe” (Masih belum ada dongeng yang secara tegas menyebut tentang penciptaan alam semesta) dan dongeng-dengeng “are marked by polytheism and the struggles of deities for supremacy in marked contrast to the Heb[rew] monotheism of [Genesis] 1-2” (mencirikan politeisme [kepercayaan pada banyak allah] dan pertempuran dewa-dewa yang memperebutkan keunggulan dan ini sangat berbeda dengan monoteisme [kepercayaan pada satu allah] Ibrani dalam [kitab Kejadian] 1-2) (The Illustrated Bible Dictionary, 1980:335, Bagian I, Tyndale House Publishers). Mengenai legenda-legenda penciptaan versi Babel, para pengawas British Museum mengatakan, “The fundamental conceptions of the Babylonian and Hebrew accounts are essentially different” (Konsep dasar dari uraian versi Babel dan Ibrani pada dasarnya berbeda) (Aid to Bible Understanding, 1971:393). Seperti hal-hal lain yang disalahgambarkan atau disalah mengerti, pasal pertama dari Alkitab sedikitnya patut mendapat pemeriksaan yang adil. Yang perlu adalah menyelidiki dan memastikan apakah ia selaras dengan fakta-fakta yang diketahui, bukan mengusahakannya supaya cocok dengan suatu kerangka teori tertentu. Juga patut diingat, uraian kitab Kejadian ditulis bukan untuk menunjukkan “bagaimana” penciptaan terjadi. Sebenarnya, isi kitab itu mencakup peristiwa-peristiwa utama secara bertahap, menjelaskan apa saja yang dijadikan, urutan dijadikannya hal-hal tersebut dan jangka waktu, atau “hari”, di mana masing-masing muncul pertama kali. Sewaktu memeriksa uraian kitab Kejadian, ada baiknya diingat, isinya ditinjau dari sudut pandangan manusia di bumi. Maka dalam kitab tersebut peristiwa diuraikan seolah-olah diamati oleh mata manusia seandainya mereka telah ada. Ini dapat terlihat dari catatan peristiwaperistiwa pada “hari” penciptaan keempat. Matahari dan bulan dilukiskan sebagai benda-benda penerang yang besar dibanding dengan bintangbintang. Namun banyak bintang yang lebih besar daripada matahari kita, dan bulan tidak ada artinya dibandingkan dengan bintang-bintang itu. 31 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Tidak demikian bagi seorang pengamat di bumi. Seperti terlihat dari bumi, matahari menjadi ‘penerang yang lebih besar untuk menguasai siang’ dan bulan “yang lebih kecil untuk menguasai malam” (Kejadian 1:14-18). Jelas dari bagian pertama kitab Kejadian, bumi mungkin telah ada bermilyar-milyar tahun sebelum “hari” pertama dari kitab Kejadian, walaupun tidak dikatakan berapa lama. Namun, keadaan bumi sebelum “hari” pertama mulai dijelaskan, “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kejadian 1:2). Banyak yang menganggap kata “hari” yang digunakan dalam kitab Kejadian pasal 1 lamanya 24 jam. Namun, di Kejadian 1:5 (DB) Allah sendiri dikatakan membagi hari ke dalam jangka waktu yang lebih pendek, dan hanya bagian yang terang Ia namakan “hari”. Di Kejadian 2:4 (DB) seluruh masa penciptaan disebut satu “hari”, “Inilah sejarah langit dan bumi pada waktu diciptakan, pada hari [seluruhnya dari enam masa penciptaan, pen.] Allah Yehuwa membuat bumi dan langit.” Kata Ibrani yohm, yang diterjemahkan “hari”, dapat mengartikan jangka-jangka waktu yang berbeda-beda. Menurut buku Old Testament Word Studies oleh William Wilson (1978:109) pengertiannya antara lain adalah, “A day; it is freguently put for time in general, or for a long time; a whole period under consideration...Day is also put for a particular season or time when any extraordinary event happens” (Satu hari; seringkali berarti waktu secara umum, atau waktu yang panjang; seluruh jangka waktu yang sedang dibicarakan...Hari juga mengartikan musim atau waktu tertentu ketika peristiwa-peristiwa khusus terjadi). Kalimat terakhir ini jelas cocok dengan “hari-hari” penciptaan, karena memang hari-hari terakhir tersebut adalah jangka-jangka waktu ketika peristiwa yang luar biasa terjadi seperti diuraikan. Ini juga dapat berlaku untuk jangka waktu yang lebih lama dari 24 jam. Kejadian pasal 1 menggunakan ungkapan “petang” dan “pagi” sehubungan dengan jangka-jangka waktu penciptaan. Bukankah ini menunjukkan, jangka-jangka waktu tersebut lamanya 24 jam? Tidak 32 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru mutlak demikian. Di beberapa tempat orang sering menyebut masa hidup seseorang sebagai “hari”nya. Mereka mengatakan “hari [masa hidup] ayah saya” (Inggris, “my father’s day”] atau “pada hari [masa hidup] Shakespeare” (Inggris, “in Shakespeare’s day”). Mereka mungkin membagi “hari” masa hidup tersebut dengan mengatakan “pada waktu pagi [atau fajar] kehidupannya” atau “pada waktu senja kehidupannya.” Maka pengertian “petang dan pagi” dalam Kejadian pasal 1 tidak terbatas pada 24 jam harfiah. “Hari” yang digunakan dalam Alkitab dapat mencakup musim panas dan musim dingin, musim-musim yang berlalu (Zakharia 14:8). Dalam bahasa Inggris dikatakan “the day of harvest” [hari panen] atau musim panen yang menyangkut banyak hari (bandingkan Amsal 25:13 dan Kejadian 30:14). Seribu tahun diibaratkan seperti satu hari (Mazmur 90:4; 2 Petrus 3:8, 10). “Hari penghakiman” menyangkut waktu bertahun-tahun (Matius 10:15; 11:22-24). Nampaknya akan masuk akal, “hari-hari” di kitab Kejadian juga mencakup waktu yang lama--ribuan tahun. Maka, apa yang terjadi selama masa-masa penciptaan itu? Apakah uraian Alkitab mengenai hal tersebut bersifat ilmiah? Hari-hari Penciptaan “Hari” Pertama. “’Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi....Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.” (Kejadian 1:3, 5). Memang matahari dan bulan sudah ada di angkasa luar lama sebelum “hari” pertama ini, tetapi cahayanya tidak sampai ke permukaan bumi untuk dapat dilihat pengamat di bumi. Maka, terang mulai kelihatan di bumi pada “hari” pertama ini, dan seraya bumi berputar pada porosnya, mulailah siang dan malam silih berganti. Nampaknya, terang datang secara berangsur-angsur, memerlukan waktu yang lama, tidak segera seperti sewaktu anda menyalakan bola lampu listrik. Ini jelas dalam salinan kitab Kejadian oleh penerjemah J.W. 33 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Watts (A Distinctive Translation of Genesis), “And gradually light came into existence” (Dan perlahan-lahan terang pun ada). Terang ini dari matahari, tetapi matahari sendiri tidak dapat terlihat melalui awan yang mendung. Maka terang yang sampai ke bumi pada waktu itu adalah “cahaya difusi [menyebar]”, seperti diperlihatkan oleh sebuah komentar tentang ayat 3 dalam Emphasised Bible dari Rotherham (lih. catatan kaki b dan untuk ayat 14). “Hari” Kedua. “Hendaklah ada suatu bentangan pada sama tengah air itu, supaya diceraikannya air dengan air. Maka dijadikan Allah akan bentangan itu serta diceraikannyalah air yang di bawah bentangan itu dengan air yang di atas bentangan; maka jadilah demikian. Lalu dinamai Allah akan bentangan itu langit” (Kejadian 1:6-8, terj. Lama Klinkert). Beberapa terjemahan menggunakan kata “cakrawala” [Inggris, “firmament”] dan bukan “bentangan”. Maka ada yang menyatakan, kitab Kejadian meminjam dari dongeng penciptaan yang menggambarkan “cakrawala” [“firmament”] sebagai kubah logam. Tetapi, bahkan Alkitab King James Version yang menggunakan kata “cakrawala”, menulis di catatan pinggir, “expansion” (bentangan). Sebabnya, karena kata Ibrani ra·qi´a', yang diterjemahkan “expanse” (bentangan), berarti terentang atau terhampar atau terbuka luas. Catatan kitab Kejadian mengatakan bahwa Allah yang menyebabkan, tetapi tidak dikatakan bagaimana. Dengan cara apa pun pemisahan itu terjadi, kelihatannya ‘air di atas’ seolah-olah telah terdorong ke atas bumi. Dan burung-burung kemudian dikatakan terbang “di atas bumi, dalam bentangan langit”, seperti dinyatakan di Kejadian 1:20. “Hari” Ketiga. “’Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.’ Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut” (Kejadian 1:9, 10). Seperti biasanya, catatan tersebut tidak menggambarkan bagaimana ini dilakukan. Pasti, gerakan-gerakan yang dahsyat dari tanah telah terjadi dalam pembentukan wilayah daratan. Para ahli geologi menjelaskan pelengkungan hebat sedemikian sebagai perubahan mendadak. Tetapi kitab Kejadian menunjukkan adanya bimbingan dan pengendalian dari sang Pencipta. 34 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Dalam uraian Alkitab yang menjelaskan bagaimana Allah menanyakan pengetahuan Ayub tentang bumi, berbagai perkembangan tentang sejarah bumi dikemukakan: ukurannya, kumpulan awannya, laut dan bagaimana ombaknya dibatasi oleh daratan--banyak hal yang umum tentang penciptaan, meliputi jangka-jangka waktu yang lama. Antara lain, ketika mengumpamakan bumi sebagai sebuah gedung, Alkitab mengatakan bahwa Allah bertanya kepada Ayub, “Atas apakah sendisendinya dilantak, dan siapakah yang memasang batu penjurunya?” (Ayub 38:6). Menarik sekali, seperti “sendi-sendi” yang ‘dilantakkan di atas’ suatu alas, kerak bumi di bawah benua-benua jauh lebih tebal dan bahkan lebih tebal lagi di bawah barisan pegunungan, menembus jauh ke dalam lapisan di bawah, seperti akar-akar rumput pohon dalam tanah. “The idea that mountains and continents had roots has been tested over and over again, and shown to be valid” (Gagasan bahwa gunung-gunung dan benua-benua memiliki akar-akar telah berulangkali diuji, dan terbukti benar) kata buku Putnam;s Geology (Edwin E, Larson dan Peter W. Birkeland, 1992:66). Kerak di bawah lautan tebalnya hanya kira-kira 8 km, tetapi akar-akar benua sampai kira-kira 32 km dalamnya dan akar-akar gunung menembus kira-kira dua kali lebih dalam. Dan, semua lapisan bumi mendesak ke dalam ke arah inti bumi dari segala jurusan, yang bagaikan “batu penjuru” penopang yang besar. Cara apa pun yang digunakan supaya daratan naik, yang penting adalah: Baik Alkitab maupun ilmu pengetahuan mengakuinya sebagai salah satu tahap pembentukan bumi. Uraian Alkitab menambahkan, “’Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda [rumput, pen.], tumbuh-tumbuhan [sayuran, pen.] yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.’ Dan jadilah demikian” (Kejadian 1:11). Maka mendekati akhir hari ketiga masa penciptaan, tiga golongan besar tumbuh-tumbuhan darat telah diciptakan. Cahaya yang tersebar sudah menjadi begitu kuat pada saat itu, cukup untuk proses fotosintesis yang amat penting bagi tumbuh-tumbuhan hijau. Sepintas lalu, uraian di sini tidak menyinggung setiap “jenis” tumbuh-tumbuhan yang muncul. Organisme mikroskopik, tumbuh-tumbuhan air dan lain-lain tidak 35 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru disebut namanya secara khusus, tetapi kemungkinan diciptakan pada “hari” ini. “Hari” Keempat. “’Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa [musim-musim, DB] yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun, dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi.’ Dan jadilah demikian. Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang” (Kejadian 1:14-16). Sebelumnya, pada “hari” pertama, ungkapan “Jadilah terang” digunakan. Kata Ibrani yang digunakan di sana untuk “terang” adalah ‘ohr, memaksudkan terang dalam arti umum. Tetapi pada “hari” keempat, kata Ibrani berubah menjadi ma·’ohr’, yang berarti sumber dari terang. Pada catatan untuk “benda-benda penerang” dalam Emphasised Bible, Rotherham berkata, “In ver. 3, ’ôr [’ohr], light diffused” (Di ayat 3, ’ôr [’ohr], terang yang menyebar). Kemudian ia selanjutnya menunjukkan bahwa kata Ibrani ma·’ohr´ dalam ayat 14 berarti sesuatu “affording light” (yang menghasilkan terang). Pada “hari” pertama terang yang menyebar nampaknya menembus selaput-selaput pembungkus, tetapi sumber-sumber terang tersebut tidak terlihat oleh pengamat di bumi karena lapisan awan masih menutupi bumi. Pada “hari” keempat ini keadaan rupanya berubah. Atmosfir yang pada mulanya penuh dengan gas karbon dioksida mungkin telah menyebabkan seluruh bumi berhawa panas. Tetapi tanaman-tanaman lebat yang tumbuh selama hari penciptaan ketiga dan keempat akan menyerap sebagian lapisan karbon dioksida yang menyimpan panas ini. Tanaman-tanaman, sebaliknya, akan mengeluarkan oksigen--kebutuhan hidup bagi binatang (Mazmur 136:7-9). Seandainya ada pengamat di bumi pada waktu itu, ia akan dapat mengamati matahari, bulan dan bintang-bintang, yang akan “...menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa [musim-musim, pen.] yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun” (Kejadian 1:14). Bulan akan menunjukkan berlalunya masa menurut peredaran bulan, dan matahari menunjukkan berlalunya tahun-tahun berdasarkan peredaran bumi mengitari matahari. 36 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Perbedaan musim yang ‘timbul’ pada “hari” keempat ini pasti lebih lunak daripada yang terjadi kemudian (Kejadian 1:15; 8:20-22). “Hari” Kelima. “’Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup [“kejadian yang bernyawa”, Klinkert], dan hendaknya burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala [“bentangan”, Klinkert].’ Maka, Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap” (Kejadian 1:20, 21). Menarik untuk diperhatikan, makhluk-makhluk bukan manusia yang berkeriapan dalam air disebut “makhluk hidup” [“kejadian yang bernyawa”, Klinkert; “jiwa-jiwa yang hidup”, DB]. Istilah ini juga berlaku bagi “burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala.” Dan itu juga termasuk segala bentuk makhluk hidup dalam air, yang sisa-sisa fosilnya ditemukan para ilmuwan akhir-akhir ini. “Hari” Keenam. “’Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang liar.’ Dan jadilah demikian” (Kejadian 1:24). Maka pada “hari” keenam, binatang darat yang digolongkan sebagai binatang liar dan ternak muncul. Tetapi “hari” terakhir ini belum selesai. Satu “jenis” terakhir yang sangat menarik perhatian akan muncul. “Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kejadian 1:26, 27). Kejadian pasal 2 jelas menambah beberapa rincian. Namun, ini bukan suatu uraian lain tentang penciptaan yang bertentangan dengan uraian di pasal 1, seperti yang disimpulkan beberapa orang. Di sini dilanjutkan uraian pada “hari” ketiga, setelah daratan muncul tetapi sebelum tumbuh-tumbuhan darat diciptakan, sebagai rincian tambahan yang berhubungan dengan kehadiran manusia--Adam, jiwa yang hidup itu, 37 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru taman tempat tinggalnya, Eden, dan perempuan Hawa, istrinya (Kejadian 2:5-9, 15-18, 21, 22). Hal-hal di atas dikemukakan untuk membantu, mengerti apa yang dikatakan oleh kitab Kejadian. Dan dari uraian yang cukup realistis ini menjadi jelas, proses penciptaan berlangsung terus sepanjang suatu masa, yang lamanya bukan hanya 144 jam (16 x 24), tetapi beriburibu tahun. *** *) Kolomnis Sejarah Alkitab, tinggal di Kupang. 38 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 1 Katholik-Protestan Tersesat, Saksi Yehuwa Berjasa? (Tanggapan Terhadap Tulisan David Yohanes Meyners tentang Teori Darwin Versus Penciptaan) Esra Alfred Soru* Selama 4 hari berturut-turut (tanggal 22-25 Nov) di harian Timor Express dimuat tulisan David Yohanes Meyners (penganut Saksi Yehuwa) di bawah judul “Teori Darwin Versus Penciptaan”. Dari 4 tulisannya nampaklah bahwa Meyners berposisi dan membela teori penciptaan seperti yang diberitakan Alkitab dan menolak teori evolusi Darwin. Sejauh ini tidak ada persoalan dan tentunya itu adalah suatu pandangan yang baik dan benar karena teologia kaum Injili pun menolak teori evolusi Darwin. Karena itu, tulisan saya ini bukan bermaksud untuk menentang kesimpulan akhir Meyners (ketidaksetujuannya terhadap teori evolusi) melainkan ingin memberikan tanggapan terhadap beberapa pandangan atau cara berargumentasi yang dibangun olehnya. Apa yang disimpulkan Meyners bukanlah persoalan namun apa yang dipakai Meyners untuk mencapai kesimpulannya, itulah yang harus diteliti kembali. Kita akan melihatnya secara bertahap. 39 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Gereja Katholik Mendukung evolusi? Dalam tulisan ketiganya dengan judul “Gereja Katholik Mendukung evolusi?” (24 Nov 2004) Meyners berkesimpulan bahwa para teolog dan pemimpin gereja Katholik ternyata telah mendukung teori evolusi. Perhatikan kalimat Meyners : “Apa alasan di balik “orientasi yang agak cenderung berkiblat ke paham evolusi” di pihak para pemimpin Katholik? Mengapa Gereja Katolik Roma mengadakan perdamaian dengan ajaran evolusi? Jelas bahwa banyak teolog Katholik menganggap Alkitab sebagai “perkataan manusia”, bukan “perkataan Allah” (1 Tesalonika 2:13; 2 Timotius 3:16, 17). Gereja Katolik lebih menitikberatkan perkataan para ahli evolusi modern daripada perkataan Putra Allah, Yesus Kristus, yang mengakui kesaksamaan kisah penciptaan dari kitab Kejadian…”. Benarkah apa yang dikatakan Meyners? Benarkah para teolog Katholik menganggap Alkitab sebagai perkataan manusia dan bukan perkataan Allah? Saya tidak mengetahuinya dengan pasti. Biarlah para pemimpin dan teolog Katholik masa kini yang menjawabnya. (Saya berharap ada tulisan tanggapan dari pihak gereja Katholik terhadap hal ini). Namun demikian, ada hal lain yang perlu diperhatikan bahwa setelah Meyners berkesimpulan terhadap para pemimpin Katholik seperti dikutip di atas, ia melanjutkan : “Saksi-Saksi Yehuwa secara konsisten telah menjunjung ajaran Kristus bahwa Allah secara langsung menciptakan pasangan manusia pertama dan menjadikan mereka laki-laki dan perempuan (Matius 19:4; Kejadian 1:27; 2:24). Pada tahun 1986, Volume I dari Millennial Dawn (belakangan disebut Studies in the Scriptures) menyebutkan Darwinisme sebagai “teori yang tidak dapat dibuktikan”, dan pada tahun 1898, buku kecil The Bible Versus the Evolution Theory mendukung kisah penciptaan dari Alkitab. Kisah penciptaan dari Alkitab juga dijunjung dalam buku The New Creation (1904) dan Creation (1927) serta artikel-artikel awal yang diterbitkan dalam The Watch Tower dan The Golden Age”. Selanjutnya Meyners menulis : “Sewaktu Paus Pius XII mengumumkan surat ensikliknya Humani generis, maka pada tahun 1950, Saksi-Saksi Yehuwa menerbitkan Evolution Versus the New World. Buku kecil ini memuat bukti ilmiah dan sejarah mengenai kisah penciptaan dari Alkitab dan mencela upaya-upaya 40 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru beberapa pemimpin agama untuk membuat “persekutuan antara evolusi dan Alkitab”. Buku Did Man Get Here by Evolution or by Creation? (1967). Juga menjunjung kisah penciptaan dari Alkitab, demikian juga dengan buku Kehidupan-Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi Atau Melalui Penciptaan?, yang diterbitkan pada tahun 1985. Dengan demikian banyak orang telah dibantu oleh Saksi-Saksi Yehuwa untuk mengenal bukti yang luar biasa banyaknya bahwa Allah “yang menjadikan kita, dan bukan kita sendiri” (Mazmur 100:3, Dunia Baru/DB). Di sini nampak kecerdikan atau lebih tepatnya kelicikan Meyners di mana setelah serangannya terhadap gereja Katholik, ia melanjutkannya dengan memperkenalkan sejumlah buku yang telah diterbitkan oleh kelompok Saksi Yehuwanya untuk memberikan kesan positif tentang kelompok sesat ini kepada pembaca. Ini sangat nampak dalam kalimatnya : “Saksi-Saksi Yehuwa secara konsisten telah menjunjung ajaran Kristus…Dengan demikian banyak orang telah dibantu oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Benarkah banyak orang telah dibantu oleh Saksi-Saksi Yehuwa dalam hal penolakan terhadap teori evolusi? Mungkin benar, namun persoalannya adalah para Saksi Yehuwa bukanlah satu-satunya kelompok yang menentang teori evolusi atau dengan kata lain para tokoh penentang teori evolusi tidak semuanya berasal dari kelompok Saksi Yehuwa bahkan dapat dikatakan bahwa kelompok Saksi Yehuwa tergolong kelompok minoritas dalam penentangan terhadap teori evolusi dibanding teologteolog Kristen lainnya. Ada begitu banyak tokoh penentang teori evolusi yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan kelompok Saksi Yehuwa ini. Katakanlah Bolton Davidheiser seorang teolog Reformed yang sangat menentang teori evolusi dalam bukunya “Evolution and the Christian Faith”, James Coppedge dalam bukunya “Evolution : Possible or Impossible?, Henry Morris (Ed) dalam “Scientific Creationism” maupun dalam bukunya yang lain “Studies in the Bible and Science”, Bernard Ramm dalam “A Christian view of Science and the Scriptures”, J. E. Horigan dalam “Chance or Design?, E. J. Carnell dalam “An Introduction to Christian Apologetics”, Ken Ham dalam “The Lie : Evolution” dan “The Genesis Solution” (bahkan Ken Ham mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama “Creation Science Foundation of Australia” di mana ia menjadi direkturnya dan telah membuat sebuah film rohani yang dikenal secara internasional dengan judul yang sama dengan judul bukunya “The 41 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Genesis Solution”), Andrew Snelling yang membaktikan dirinya sebagai full-timer di “Creation Science Foundation” yang turut terlibat dalam penelitian CSIRO (Commonwealth Scientific Nuclear Science and Technology Organization) dan banyak menulis artikel yang berisi serangan terhadap teori evolusi dan pembelaan terhadap penciptaan melalui “Ex Nihilo Technical Journal”, Carl Wieland yang adalah presiden dari “Creation Science Association” yang telah banyak memberikan kuliah dalam bidang ilmiah, penciptaan dan apologetika Alkitabiah dan menjadi editor sekaligus penulis dalam majalah “Ex Nihilo” (sekarang majalah internasional “Creation”), dan masih banyak tokoh lainnya yang tidak dapat disebutkan semuanya di sini. Selain para teolog, juga beberapa ilmuwan terkenal turut menentang arus evolusi. di antaranya adalah Georges Cuvier, seorang ahli Biologi terkemuka yang juga seorang Lutheran yang saleh di mana ia sangat yakin bahwa kitab Kejadian adalah tulisan yang akurat tentang apa yang terjadi di masa lampau (Ann Lamont : Para Ilmuwan Mempercayai Ilahi; hal. 103). Gagasan evolusi yang dianut ilmuwan-ilmuwan pada masa itu ditentangnya berdasarkan argumentasi ilmiah yang kukuh. Bahkan McGraw dalam bukunya “Hill Encyclopedia” hal. 230 menyebut Cuvier sebagai salah satu tokoh penting penentang evolusi dalam sejarah biologi. Louis Pasteur yang sangat terkenal itu juga adalah salah satu ilmuwan yang turut menentang teori evolusi. Ia sangat yakin akan penciptaan dan dia menentang keras teori Darwin tentang evolusi karena ini tidak cocok dengan bukti ilmiah yang dia lihat sendiri (Lamont : 190). Ahli fisika terkemuka bernama William Thomson dapat juga dimasukkan dalam deretan ilmuwan penentang teori evolusi. Ia sangat menentang gagasan geologi uniformitarian Charles Lyell lewat tulisannya pada tahun 1865 “The Doctrine of Uniformity in Geology Briefly Refuted” dengan menggunakan dasar-dasar ilmu dan kekristenan. Thomson seperti yang dikutip Watson mengatakan bahwa : “kehidupan di bumi pasti tidak terjadi oleh tindakan kimiawi atau listrik atau pengelompokan kristal molekul-molekul…Kita harus merenung, menyelami misteri dan keajaiban penciptaan segala makhluk”. (D.C.C Watson : Myths and Miracles – A New Approach to Genesis 1-11; hal. 113) bahkan Thomson pernah berdebat dengan Thomas Huxley yang dikenal sebagai “anjing bulldog Darwin” karena kegigihannya mempertahankan gagasan Darwin. Nama 42 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru lain yang tidak boleh dilupakan dalam penentangan terhadap teori evolusi adalah Sir Ambrose Fleming, perintis elektronika itu. Ann Lamont memberikan keterangan tentang Fleming bahwa : “Sepanjang karier ilmiahnya, Fleming mengabdikan banyak waktu dan perhatian untuk menentang teori evolusi. Dia juga pendiri dan presiden pertama “Evolution Protest Movement” (Gerakan Protes Evolusi) yang sekarang menjadi “Gerakan Ilmu Penciptaan”. (Lamont : 262-263). Di akhir hidupnya Fleming menulis : “Berlimpah bukti yang menunjukkan bahwa Alkitab, meskipun ditulis oleh manusia, bukanlah hasil pemikiran manusia”. (Watson : 113). Setelah melihat semua yang saya ungkapkan di atas, kita sampai pada kesimpulan bahwa sesungguhnya kelompok Saksi Yehuwa hanya salah satu arus kecil bahkan sangat kecil dalam penentangan terhadap teori evolusi. Penutupan fakta ini dan penonjolan karya-karya Saksi Yehuwa saja adalah suatu upaya yang tidak fair untuk mengelabui pembaca bahwa seolah-olah semua teolog Kristen (terutama Katholik) percaya pada teori evolusi dan hanya Saksi Yehuwalah yang membelanya. Tapi mungkinkah Meyners tidak mengetahui tokoh-tokoh dan buku-buku yang saya sebutkan di atas? Ah, mana mungkin seorang yang mengaku “kolumnis sejarah Alkitab” tidak mengetahuinya? Entah ini kecerdikan atau kelicikan, kiranya pembaca yang menentukannya. Bagaimana dengan Protestan? (Kritik Tinggi) Setelah serangannya terhadap gereja Katholik, Meyners pun melanjutkan serangannya terhadap gereja Protestan. Perhatikan katakatanya : “Juga gereja-gereja Protestan tidak bebas dari kesalahan sehubungan dengan sikap menentang Alkitab. Seraya tahun demi tahun berlalu, beberapa sarjana Protestan melancarkan jenis serangan yang berbeda melawan buku ini: serangan intelektual! Selama abad ke-18 dan abad ke-19, mereka memperkembangkan metode pelajaran Alkitab yang dinamakan kritik tinggi. Para kritikus Alkitab mengajarkan bahwa banyak bagian Alkitab terdiri dari legenda dan dongeng. Bahkan ada yang berkata, Yesus tidak pernah ada. Sebaliknya dari menyebut Alkitab 43 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru sebagai Firman dari Allah, para sarjana Protestan ini menyebutnya sebagai firman dari manusia dan selain itu, firman yang sangat kacau. Meskipun beberapa dari gagasan yang sangat ekstrim demikian tidak lagi dipercayai orang, kritik terhadap Alkitab masih tetap diajarkan di berbagai kampus, dan bukan suatu hal yang janggal untuk mendengar banyak pendeta menyangkal banyak bagian dari Alkitab di hadapan umum…” Meyners melanjutkan :“Mungkin dalam hal tingkah laku itulah yang merupakan kendala terbesar bagi orang untuk menerima Alkitab sebagai Firman Allah. Susunan Kristen mengaku sebagai pengikut Alkitab, namun tingkah lakunya telah menghasilkan celaan besar ke atas Alkitab dan atas nama Kristen. Benarkah apa yang dikatakan Meyners? Benar! Lalu persoalannya di mana? Persoalannya terletak pada generalisasi yang tergesa-gesa. Sesungguhnya kritik tinggi (High Criticism) yang berujung pada penyangkalan historitas Alkitab dan menganggap Alkitab dipenuhi dongeng seperti teori demitologizazi Rudolf Bultman, maupun pandangan yang menyangkali inerrancy (ketidakbersalahan) Alkitab serta gerakan “Jesus Seminar (Jesus History) yang mempertanyakan ulang Yesus sejarah, adalah ajaran-ajaran yang muncul dalam salah satu aliran kekristenan yakni liberalisme/teologi modern. Perhatikan pokok-pokok ajaran liberalisme berikut ini (Herlianto; www.yabina.org) : (1) Tuhan dipandang sekedar sebagai ‘The First Cause’ atau sekedar sebagai obyek sesembahan yang ‘Satu’ (semacam konsep Platonic/Neoplatonic/Mystic); (2) Kristus hanya dianggap sebagai tokoh sejarah, tokoh etika dan manusia baik (man for others). Yesus lahir seperti layaknya manusia biasa, jadi tidak dipercaya adanya kelahiran dara Maria dan juga tidak dilahirkan oleh Roh Kudus; (3) Roh Kudus lebih dipandang sebagai energi/power semesta, jadi lebih condong ke arah mistik/new age. Umumnya teolog liberal akan menerima bahwa semua agama menuju yang ‘Satu’ (inklusivisme); (4) Manusia adalah mahluk hidup yang terjadi karena evolusi dan yang paling sempurna dari deretan evolusi tersebut. Agama tumbuh dari kesadaran evolusi pemikiran manusia yang dialaminya; (5) Alkitab adalah catatan hidup beragama dan sebagai karya tulis juga mengandung kelemahan & kesalahan sama halnya dengan karya tulis pada umumnya; (6) Dosa dimengerti secara psikologis sebagai rasa bersalah yang timbul dalam pemikiran manusia, jadi tidak dipercayai adanya dosa turunan dari Adam 44 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru karena Adam (Adamah) sekedar ‘nama ras manusia;’ (7) Keselamatan adalah kehidupan etis yang baik, bahwa kita dalam menjalani hidup ini memilih hal-hal yang baik saja tanpa merugikan orang lain, jadi sifatnya filantropis; (8) Gereja hanya sekedar paguyuban sosial sama halnya dengan organisasi sosial dan struktur pemerintahan secara umum. Gereja bukan persekutuan orang percaya tetapi komunitas penganut beragama; (9) Manusia setelah mati akan habis dan tidak ada hukuman maupun keselamatan, yang ada hanyalah kehidupan di bumi ini. Menurut kepercayaan liberal bumi masih akan berumur bermilyar tahun lagi. Perhatikan juga ciri-ciri teologi modern yang dikemukakan Eta Linnemann (Teologi Kontemporer; hal. 107) antara lain : (1) Asumsi “seolah-olah tidak ada Allah” (2)Patokan : prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang diterima secara umum (3) Alkitab dan iman Kristen ditempatkan “sama” dengan agama lain (4) Kitab Suci dilihat secara relatif (5) Alkitab tidak dihargai sebagai Firman Allah (6) Kitab Suci adalah “nas kuno” yang mutlak menuntut interpretasi (7) Apa yang ditulis dalam Alkitab tidak mungkin sungguh terjadi seperti itu (8) Intelek yang kritis sanggup membedakan “realitas” dari “dongeng” dalam Alkitab (9) Ilmu tafsir yang “obyektif dan dapat diandalkan” (10) Pengaruh sosialisme (11) Pseudomorphosis (sebuah istilah dalam metode historis kritis di mana istilah-istilah teologis dikosongkan dari arti aslinya dan kemudian diisi dengan arti yang baru). Jadi semua yang diungkapkan Meyners itu adalah doktrin dari liberalisme/teolog imodern. Generalisasi tergesa-gesa sangat nampak di sini ketika Meyners mengklaim bahwa ajaran salah satu aliran kekristenan sebagai ajaran kekristenan secara menyeluruh. Seharusnya Meyners juga memperhatikan doktrin kaun Injili (Evangelical) yang sangat menjunjung tinggi Alkitab. Lengkapnya saya kutipkan pokokpokok ajaran aliran Evangelical : (1) Dalam konsep Evangelicalisme, Tuhan dipandang sebagai pencipta langit dan bumi yang berotoritas atas ciptaannya sesuai yang ditulis dalam Alkitab; (2) Kristus adalah Putra Allah yang berinkarnasi menjadi manusia untuk menebus dosa umat manusia; Yesus dilahirkan dari anak dara Maria, kemudian disalibkan ganti manusia, mati dan bangkit kembali, dan naik ke surga; (3) Roh Kudus adalah oknum Allah ketiga yang akan mendampingi umat percaya dan akan melahirkan kita menjadi manusia baru; (4) Manusia diciptakan oleh Allah, jatuh dalam dosa dan kurang kemuliaan dari Allah, sehingga membutuhkan penebusan agar dapat dibenarkan kembali; (5) Alkitab 45 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru adalah firman Allah yang diilhamkan dan benar setiap kata-katanya tanpa salah (inerrancy), dan berguna bagi masalah iman, pengajaran dan etika; (6) Dosa adalah pemberontakan kepada Allah karena dihasilkan Iblis yang menyeret manusia ke dalam kebinasaan. Upah dosa adalah maut; (7) Keselamatan hanya diperoleh karena anugerah Allah melalui penebusan darah Yesus di kayu salib yang harus diterima dengan iman; (8) Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil keluar (ekklesia) dari dunia sebagai persekutuan kudus dimana Yesus adalah kepala-Nya; (9) Manusia setelah mati akan dihakimi, yang percaya akan mengalami kebangkitan tubuh dan memperoleh keselamatan kekal, yang tidak percaya akan mati dalam neraka yang kekal. (ibid). Jadi inilah doktrin Injili. Penyebutan doktrin liberalisme dan mengklaim itu sebagai ajaran kekristenan secara umum adalah generalisasi tergesa-gesa. Ambillah contoh, kalau ada orang Australia datang ke Oepura dan dicopet, ia pergi ke Oebobo juga dicopet, ke Oesapa juga dicopet lalu setelah kembali ke Australia ia bercerita pada teman-temannya “semua orang NTT tukang copet”. Tentu saja ini keliru. Inilah generalisasi tergesa-gesa yang dalam ilmu filsafat disebut fallacy (kesesatan berpikir). Jadi generalisasi tergesagesa yang dibuat oleh Meyners membuktikan bahwa kesesatan berpikirnya. Seharusnya ia kembali belajar dasar-dasar berlogika. Saksi Yehuwa sesat atau tidak? Dalam sebuah diskusi, seorang bertanya kepada saya : “Apakah dengan menolak teori evolusi, kelompok Saksi Yehuwa telah menjadi bukan aliran sesat?” Pertanyaan ini tentu menarik dan logis. Dalam polemik saya dengan Meyners beberapa bulan lalu di harian Timor Express (tentang masalah Tritunggal), sudah saya buktikan bahwa dasar ajaran kelompok Saksi Yehuwa ini menunjukkan bahwa mereka adalah kelompok/aliran sesat. Pertanyaan yang logis setelah membaca 4 tulisan Meyners yang terakhir ini adalah kalau memang Meyners dan kelompok Saksi Yehuwanya sesat, mengapa justru mereka menentang teori evolusi dan mempercayai kesaksian Alkitab tentang penciptaan? Bukankah pembelaan terhadap doktrin penciptaan Alkitabiah membuktikan bahwa mereka tidak sesat? 46 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Untuk menjawab pertanyaan ini perlulah terlebih dahulu kita sadari bahwa kesesatan biasanya dikaitkan dengan sesuatu yang sifatnya dasariah. Dengan demikian penyangkalan kelompok Saksi Yehuwa terhadap doktrin Tritunggal, kesetaraan Yesus dengan Bapa, kepribadian dan keilahian Roh Kudus dan beberapa doktrin lainnya sudah cukup membuktikan bahwa Saksi Yehuwa adalah aliran sesat. Meskipun demikian, kita juga perlu sadar bahwa ajaran-ajaran sesat yang muncul tidak selamanya seratus persen bertentangan dalam semua pokok ajaran. Misalnya Arius tokoh sesat masa lalu (‘nenek moyangnya’ Saksi Yehuwa) itu meskipun menolak keilahian dan kesetaraan Yesus dengan Bapa namun tetap mengakui keberadaan Allah yang mana dalam hal ini sama dengan kekristenan pada umunya. Kelompok Saksi Yehuwa sendiri percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah terilham namun mereka beranggapan bahwa semua terjemahan Alkitab Kristen saat ini sudah sesat dan karenanya mereka membuat terjemahan sendiri yang dikenal dengan “New World Translation” (NWT) yang dalam bahasa Indonesianya “Terjemahan Dunia Baru” (DB) yang seringkali dipakai oleh sang penyiar kerajaan Allah, David Yohanes Meyners. Karena mereka percaya bahwa Alkitab adalah firman terilham maka mereka juga percaya pada penciptaan dan menolak teori evolusi. Dalam hal ini mereka benar namun kesalahan dan penyimpangan dalam doktrin-doktrin dasar tetap membuat mereka adalah kelompok sesat meskipun mereka menolak teori evolusi. Dengan kata lain, penolakan Meyners terhadap teori evolusi dan upaya penonjolan kelompok Saksi Yehuwanya dalam membela doktrin penciptaan tidak serta merta membuat kelompok ini menjadi tidak sesat. Jadi kesimpulannya, selama Meyners dan Saksi Yehuwa tetap menyalahi doktrin-doktrin dasar kekristenan, mereka tetaplah aliran sesat. * Penulis adalah pengajar Teologi Sistematika dan Hermeneutika (Ilmu Tafsir Alkitab) di Sekolah Teologia Awam “PELANGI KASIH”. 47 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 2 Bagaimana Dengan ‘Gap Theory’ Ala Meyners ? (Tanggapan Terhadap Tulisan David Yohanes Meyners tentang Teori Darwin Versus Penciptaan) Esra Alfred Soru* Setelah panjang lebar membahas masalah teori evolusi Darwin dalam 3 tulisannya, Meyners mengakhiri semua rangkaian tulisannya (tulisan keempat) dengan judul ‘Apa Kata Kitab Kejadian?‘ (Timex, 25 Nov). Dalam tulisan keempat ini Meyners mengemukakan pandangannya tentang kitab kisah penciptaan dalam kitab Kejadian namun mengawalinya dengan sebuah pernyataan : “Dalam suatu upaya yang seyogianya untuk menjunjung Alkitab, “para penganut paham penciptaan”--sebagian besar bersekutu dengan Protestan fundamentalis--telah berkukuh bahwa bumi dan alam semesta usianya kurang dari 10.000 tahun. Pandangan yang ekstrem ini telah mengundang ejekan dari para ahli geologi, astronomi, dan fisika, sebab hal itu bertentangan dengan penemuan-penemuan mereka”. Dari kalimat ini saja kita dapat melihat bahwa ternyata Meyners juga tidak setuju dengan pandangan yang memperkirakan usia dunia ini kurang lebih 10.000 tahun. Meyners menyebutkan pandangan ini sebagai ‘pandangan yang ekstrim’. Selanjutnya Meyners mulai mengemukakan pandangannya tentang penciptaan yang intinya ada 2 yakni (1) Ia berpandangan bahwa ada jarak/tenggang waktu yang mungkin sangat lama antara Kej 1:1 dan Kej 1:2-3. Jarak waktu ini mungkin dapat mencapai milyaran tahun. Perhatikan kalimat Meyners : “Jelas dari bagian pertama kitab Kejadian, bumi mungkin telah ada bermilyar-milyar tahun sebelum “hari” pertama dari kitab Kejadian, walaupun tidak dikatakan berapa 48 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru lama. Namun, keadaan bumi sebelum “hari” pertama mulai dijelaskan, “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kejadian 1:2”. Inilah yang disebut “Gap Theory” (teori kesenjangan). (2) Ia berpandangan bahwa “hari-hari penciptaan” dalam Kej 1 bukanlah merupakan hari-hari dalam pengertian hurufiah melainkan menunjuk pada suatu masa/kurun waktu yang sangat panjang (akan dibahas pada bagian ketiga tulisan ini). Demikianlah pandangan Meyners. Siapa yang berdamai? Benarkah apa yang dikatakan Meyners? Apakah tafsiran Meyners terhadap kitab Kejadian dapat dipertanggungjawabkan? Benarkah gap theory yang dikemukakan Meyners? Kita akan membahasnya, namun biarlah saya katakan suatu hal terlebih dahulu bahwa sesungguhnya upaya Meyners dalam menafsirkan kitab Kejadian dengan gap theory-nya didorong oleh upaya untuk menyelaraskan berita Alkitab dengan kata-kata para ahli geologi dalam hal usia bumi. Para ahli geologi berpandangan bahwa dunia kita ini mungkin sudah berumur jutaan bahkan milyaran tahun dan ini jelas bertentangan dengan kesan sepintas dari Alkitab bahwa dunia ini baru berumur ribuan tahun. Perhatikan kalimat-kalimat Meyners : “Pandangan yang ekstrem ini telah mengundang ejekan dari para ahli geologi, astronomi, dan fisika, sebab hal itu bertentangan dengan penemuan-penemuan mereka....“Hal ini menimbulkan skeptisisme di kalangan para ilmuwan, sebab mereka merasa bahwa hal ini bertentangan dengan pengamatan ilmiah yang jelas”..... “Jadi, gagasan penciptaan telah mendapat nama buruk dari para penganut paham penciptaan dan kaum fundamentalis. Ajaran-ajaran mereka tentang usia alam semesta dan panjangnya ‘hari-hari’ penciptaan tidak selaras dengan sains yang masuk akal maupun dengan Alkitab”. Selanjutnya Meyners menulis : “Langit dan bumi” telah ada ketika “hari” pertama ini mulai. Oleh sebab itu, mungkinkah langit dan bumi berusia miliaran tahun, seperti yang dikemukakan para ilmuwan? Sangat mungkin. Alkitab sama sekali tidak menentukan waktu yang tersangkut. Di sini kita dapati kesan bahwa sesungguhnya Meyners menerima kesimpulan para ahli geologi tentang usia bumi yang sudah milyaran tahun dan selanjutnya berusaha 49 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru menafsirkan kisah penciptaan dalam kitab Kejadian (dengan gap theorynya) agar selaras dengan kesimpulan para ahli geologi. Di sini nampak sebuah metode penafsiran yang keliru karena yang terjadi bukanlah eksegese melainkan eisegese. Perhatikan kata-kata Budi Asali :“Gap theory” ini muncul bukan sebagai hasil dari eksegesis terhadap Kej 1:1-2, tetapi sebagai hasil dari eisegesis terhadap Kej 1:1-2. Eksegesis berarti kita menggali ayat sedemikian rupa sehingga dari ayat tersebut keluar suatu ajaran. Ini adalah cara yang benar dalam menangani Kitab Suci. Tetapi eisegesis berarti kita memasukkan pandangan kita ke dalam ayat Kitab Suci, dan ini jelas merupakan cara penafsiran yang salah”. (Eksposisi Kitab Kejadian; hal.3). Jadi kitab Kejadian dipaksakan sehingga mendukung kesimpulan geologi. Ken Ham, Anderew Snelling dan Carl Wieland ketika membahas gap theory memulainya dengan kalimat : “Evolusi ketuhanan” dan “penciptaan progresif” adalah di antara banyak usaha yang dibuat untuk menyerasikan masalah penciptaan dalan kitab Kejadian dengan gelogi moderen yang diterima” (Jawaban Pasti; hal. 177). Mereka melanjutkan : “teori ‘gap’ adalah usaha penting yang lain dari para teolog Kristen untuk menyatukan kerangka singkat mengenai sejarah dunia yang terdapat pada Kejadian dengan kepercayaan yang populer bahwa para ahli geologi memberikan bukti yang tidak dapat ditolak bahwa dunia ini benar-benar tua” (ibid). Dan inilah yang sementara diupayakan oleh Meyners. Dalam bagian ketiga tulisannya “Gereja Katolik Mendukung Evolusi?”, Meyners menuduh gereja Katolik Roma mengadakan pendamaian dengan teori evolusi (mungkin saja benar) namun dari apa yang saya kemukakan di atas, nampak juga bahwa Meyners sendiri berusaha mengadakan pendamaian dengan sains dalam hal ini geologi dan berusaha menafsirkan kitab Kejadian agar cocok dengan kesimpulan geologi. Jadi kalau benar bahwa gereja Katholik telah mengadakan pendamaian dengan teori evolusi, maka Meyners pun telah megadakan pendamaian dengan geologi meskipun secara tersamar sehingga hampirhampir tidak ketahuan. Menerima sains dan menyangkali Alkitab adalah sebuah kesalahan besar tetapi menafsirkan Alkitab agar cocok dengan sains juga adalah kesalahan yang tidak kalah besarnya. Dan itulah yang dilakukan Meyners. Dalam polemik dengan saya kali lalu tentang masalah ketritunggalan Allah, Meyners menuduh kepercayaan terhadap Tritunggal 50 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru sebagai ajaran kafir padahal kepercayaan mereka terhadap “Allah besar” (Bapa) dan “allah kecil” (Yesus) sebenarnya bercirikan kekafiran. Rupanya kebiasaan Meyners “maling teriak maling” ini tidak juga hilanghilang. “Gap Theory” ala Meyners Sudah saya kemukakan di atas bahwa Meyners mempercayai apa yang dikenal sebagai “gap theory” atau “teori kesenjangan” di mana ada tenggang waktu yang mungkin milyaran tahun antara Kej 1:1 dan Kej 1:2. Sebenarnya gap theory ini sudah lama muncul (Informasi : Teori gap dipelopori oleh seorang bernama Arthur Custance melalui bukunya “Without Form and Void” yang diterbitkan tahun 1970 dan dipopulerkan teolog Skolandia bernama Thomas Chalmers di Edinburg University yang hidup dari tahun 1780-1847 dan George H. Pember lewat bukunya “Earth’s Earliest Ages” yang terbit di London pada tahun 1907) namun saya tidak tahu pasti apakah gap theori-nya Meyners sama persis dan sama detailnya dengan gap theory yang dikenal umum. Karena itu saya menyebutnya “Gap theory ala Meyners”. Lalu apakah atau bagaimanakah gap theory yang sesungguhnya? Weston W. Fields mendefinisikannya sebagai berikut : “Jauh di masa lampau yang tidak tertentu, Allah menciptakan surga dan bumi yang sempurna. Setan adalah penguasa bumi, yang rakyatnya adalah ras manusia tanpa jiwa. Sebenarnya setan yang tinggal di aman eden tersusun atas mineral (Yeh 28), memberontak dengan keinginan menjadi seperti Allah (Yes 14). Karena kejatuhan setan, dosa masuk ke dunia dan membawa hukuman Allah ke bumi dalam bentuk banjir (ditunjukan oleh air yang terdapat dalam Kej 1:2), dan kemudian masa es global ketika terang dan panas dari matahari bergerak. Semua tumbuhan, hewan dan fosil manusia di bumi sekarang ini adalah berasal dari “Banjir Lucifer”, dan tidak memiliki hubungan genetik dengan tumbuhan, hewan dan fosil yang hidup di bumi saat ini”. (Unformed and Unfilled; 1976 : 40). Milliard J. Ericson mengatakan : “Teori kesenjangan (gap theory) beranggapan bahwa ada penciptaan dunia yang lengkap dan asli mungkin biliunan tahun yang lalu. Itulah penciptaan yang disebutkan dalam Kej 1:1. Namun kemudian terjadilah semacam malapetaka besar sehingga bumi menjadi tak berbentuk dan kosong (Kej 1:2). Allah 51 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru kemudian menciptakan ulang semuanya beberapa ribu tahun kemudian dalam waktu 6 hari, lalu mengisinya dengan segala macam species. Penciptaan inilah yang dikisahkan dalam Kej 1:3-27”. (Teologi Kristen; hal. 492). Budi Asali ketika membahas gap theory ini, menulis : “Teori ini mengatakan bahwa di antara Kej 1:1 dan Kej 1:2 terdapat ‘gap’ (= celah / selang waktu) yang lamanya jutaan tahun atau bahkan ratusan juta tahun. Mereka menganggap bahwa dalam Kej 1:1, langit dan bumi dan segala isinya sudah sempurna. Lalu terjadilah pemberontakan iblis sehingga bumi menjadi tidak berbentuk dan kosong seperti dalam Kej 1:2. Lalu dalam Kej 1:3-dst Allah melakukan penciptaan ulang”. (Eksposisi Kitab Kejadian; hal.2). Inilah yang dimaksudkan dengan gap theory. Coba bandingkan teori ini dengan kata-kata Meyners : “Jelas dari bagian pertama kitab Kejadian, bumi mungkin telah ada bermilyar-milyar tahun sebelum “hari” pertama dari kitab Kejadian, walaupun tidak dikatakan berapa lama. Namun, keadaan bumi sebelum “hari” pertama mulai dijelaskan, “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kejadian 1:2). Jadi jelaslah sudah bahwa Meyners mempercayai gap theory meskipun ia menolak teori evolusi (dalam 3 tulisannya terdahulu) namun hal itu tentu wajar karena menurut Ken Ham, Anderew Snelling dan Carl Wieland, semua penganut teori gap menentang evolusi. (Jawaban Pasti; hal. 178). Meskipun Meyners mempercayai adanya gap antara dalam ayat-ayatr pertama kitab Kejadian, namun saya tidak dapat pastikan bahwa apakah Meyners juga mempercayai detail-detail dari gap theory itu termasuk intervensi iblis dalam penciptaan. Karena itu saya tidak akan membahas topik itu tetapi memusatkan pembahasan pada persoalan apakah memang ada gap antara Kej 1:1 dan Kej 1:2 dan Kej 1:3? Benarkah ada gap? Benarkah ada gap antara Kej 1:1 dan Kej 1:2-3? Sebelum kita membahasnya, baiklah kembali saya tegaskan bahwa munculnya teori gap ini semata-mata untuk menyelaraskan Alkitab dan geologi. Ham, Snelling dan Wieland mengatakan bahwa : “Komentar-komentar Alkitab dari Barat yang ditulis sebelum abad kedelapan belas, dan sebelum kepercayaan 52 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru akan usia bumi yang panjang menjadi populer, mengusulkan tidak adanya jarak/gap antara Kej 1:1 dan Kej 1:2....Pada abad kedelapan belas yang menjadi populer adalah mempercayai bahwa perubahan geologi terjadi secara lambat dan kasar pada tingkat sekarang (uniformitarianisme). Dengan makin diterimanya uniformitarianisme ini, banyak teolog bersikeras menginterpretasi ulang Kitab Kejadian” (ibid : 179). George H. Pember yang turut mempopulerkan gap theory ini berkata bahwa gap theory ini merupakan : “solusi terhadap kesukaran-kesukaran geologis yang berhubungan dengan Alkitab” (Earth’s Earliest Ages; 1907 : 20). Jadi para teolog ini (termasuk Meyners) mendekati kitab Kejadian dengan tujuan untuk menyelaraskan Alkitab dengan geologi yang berkesimpulan bahwa bumi kita ini sudah berusia milyaran tahun. Satu hal yang tidak mereka sadari bahwa geologia sama sekali tidak mempunyai kepastian dalam menentukan umur bumi. Budi Asali berkomentar : “Perlu diketahui bahwa ada banyak metode yang bisa digunakan untuk menentukan umur bumi, dan ternyata metode-metode ini menghasilkan hasil yang sangat bervariasi. Misalnya metode pertama menghasilkan bilangan 100 juta tahun, maka metode kedua ternyata menghasilkan bilangan 20 ribu tahun, dsb. Di samping itu perlu diketahui bahwa para ahli ilmu pengetahuan itu kebanyakan adalah orang yang bukan Kristen, bahkan anti Kristen. Karena itu, kalau dengan metode tertentu mereka menemukan bahwa umur bumi adalah jutaan tahun, maka hasil itu dipublikasikan, sedangkan kalau dengan metode yang lain menghasilkan bilangan ribuan atau puluhan ribu tahun (sehingga cocok dengan Alkitab), maka hasil itu mereka sembunyikan. (Budi Asali :3). Sungguh memperihatinkan kalau Alkitab harus ditafsirkan untuk mengikuti suatu teori yang tidak pasti. Benarkah ada gap? Meyners pasti berkata “ya” karena bagi Meyners “langit dan bumi” (Kej 1:1) dicipta terlebih dari penciptaan pada hari pertama (Kej 1:3). Karena itu “langit dan bumi” tidak termasuk ke dalam 6 hari penciptaan melainkan terjadi terlebih dahulu dari 6 hari itu. Perhatikan kalimat Meyners : “Langit dan bumi” telah ada ketika “hari” pertama ini mulai. Oleh sebab itu, mungkinkah langit dan bumi berusia miliaran tahun, seperti yang dikemukakan para ilmuwan? Sangat mungkin. Alkitab sama sekali tidak menentukan waktu yang tersangkut. (perhatikan yang saya garisbawahi). Benarkah yang dkatakan Meyners? 53 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Marilah kita perhatikan Kel 20:11 : “Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya”. (perhatikan kalimat yang bergarisbawah). Itu berarti bahwa “langit dan bumi” (Kej 1:1) diciptakan oleh Allah dalam 6 hari penciptaan. Langit dan bumi diciptakan di dalam 6 hari itu dan bukan di luar 6 hari itu seperti yang dikatakan Meyners. Langit dan bumi diciptakan pada suatu titik bersamaan dengan “laut dan segala isinya” dan dengan demikian Alkitab memperlihatkan tidak ada gap apa-apa di sini. Bandingkan ayat tersebut dengan Kel 31:17 : “Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan untuk selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat." Saya kira Meyners perlu membaca Alkitab dengan lebih baik dari Kejadian-Wahyu dan usul saya juga adalah agar ia memeriksa dulu artikel-artikel Saksi Yehuwa sebelum ia copi dan menyerahkan ke Timor Express untuk dimuat sebagai tulisannya. (Catatan : Saya pernah buktikan bahwa Meyners adalah seorang plagiator ulung yang hanya menjiplak tulisan-tulisan dari bukubuku Saksi Yehuwa dan menjadikannya sebagai tulisannya dan dimuat di Timor Express. Baca kembali tulisan saya : “Membongkar Dusta David Yohanes Meyners dan Saksi Yehuwa”, Timex, 30 Ags 2004). Susunan Gramatikal Kej 1:1-2 Untuk lebih memperkuat argumentasi bahwa sama sekali tidak gap antara Kej 1:1 dan Kej 1:2 maka kita perlu memahami sedikit tentang tata bahasa Ibrani yang digunakan dalam bagian ini. Ayat 1 : ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’. (Ibrani : Bªree'shiyt baaraa' 'Elohiym 'eet hashaamayim wª'eet haa'aarets). Ayat 2 : ‘Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayanglayang di atas permukaan air’. (Ibrani : Wªhaa'aarets haayªtaah tohuw waabohuw wªchoshek `al- pªneey tªhowm wªruwach 'Elohiym mªrachepet `al- pªneey hamaayim). Di sini kita bisa melihat bahwa ayat 1 ditampilkan sebagai subjek dan klausa kata kerja sedangkan ayat 2 berisi 3 klausa keadaan yaitu 3 pernyataan yang menjelaskan hadirnya keadaan-keadaan 54 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru dari apa yang dijelaskan oleh kepala klausa (ayat 1). Ham, Snelling dan Wieland berkata : “Kesimpulan ini diperkuat oleh ahli tata bahasa Gesenius, yang mengatakan bahwa kata penghubung “waw” (dan) pada permulaan ayat 2 adalah kata sambung “waw” yang dibandingkan dengan ungkapan Inggris kuno “to wit” (Jawaban Pasti; hal.193), yang sesungguhnya tidak dimulai dengan ‘waw konsekutif’ yang menunjukkan suatu narasi yang membentuk rangkaian, melainkan ‘waw disjungtif’ yang bersifat memisahkan yang mengajukan suatu anak kalimat sematan. (John J. Davis; Paradise toPrison; hal. 43-44) sehingga seharusnya diterjemahkan : “Adapun bumi...”. F.F. Bruce menyatakan bahwa : “Apabila suatu kesenjangan memisahkan kedua ayat tersebut, kita akan berharap mendapati kata ‘waw konsekutif’ dengan bentuk kata kerja yang menunjukkan perbuatan yang sedang berlangsung bukannya kata ‘waw kopulatif’ yang bersifat /berfungsi menggabungkan kata-kata atau kalimat yang setara”. (And the Earth WasWithout Form and Void; hal. 21). Speiser mengatakan secara tepat bahwa : “Sebuah pernyataan konsekutif yang biasa tentu akan dimulai dengan Wattªhi haa'aarets bukannya Wªhaa'aarets haayªtaah (Genesis; hal. 5). Jadi maksud dari ‘waw disjungtif’ ialah untuk melukiskan sesuatu yang ada dalam anak kalimat yang mendahului, bukannya sesuatu yang terjadi sesudah itu. (Kautzch dan Cowley; Hebrew Grammar; hal. 453). John J. Davis menyimpulkan :”...tata bahasa Ibrani tidak akan membolehkan adanya kesenjangan kronologi antara ayat 1 dan ayat 2 (Paradise toPrison hal. 43). Dengan demikian, hubungan tata bahasa antara ayat 1 dan 2 ini menyingkirkan teori gap, karena ayat 2 kenyataannya merupakan penjelasan dari penciptaan bumi mula-mula (Jawaban Pasti; hal.193). Maka runtuhlah gap theory yang dibangun oleh sebagian orang termasuk David Yohanes Meyners, penyiar Kerajaan Allah itu. * Penulis adalah pengajar Teologi Sistematika dan Hermeneutika (Ilmu Tafsir Alkitab) di Sekolah Teologia Awam “PELANGI KASIH”. 55 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 3 Bagaimana Dengan “Age Day Theory”-nya Meyners? (Tanggapan Terhadap Tulisan David Yohanes Meyners tentang Teori Darwin Versus Penciptaan) Esra Alfred Soru* Selain mempercayai gap theory, Meyners pun ternyata meyakini bahwa hari-hari penciptaan yang dibicarakan dalam Kejadian pasal 1 adalah suatu kurun waktu/masa yang panjang dan bukanlah hari hurufiah dalam artian 24 jam. Perhatikan kata-kata Meyners : ‘Pandangan ekstrem lain dari agama adalah cara beberapa orang menafsirkan keenam “hari” penciptaan. Beberapa orang fundamentalis berkukuh bahwa itu adalah hari-hari secara harfiah, membatasi penciptaan di bumi dengan suatu periode waktu selama 144 jam. Akan tetapi, adalah tafsiran dari kaum fundamentalis terhadap Alkitab--bukan Alkitab sendiri--yang bertentangan dengan sains. “Alkitab tidak mengatakan bahwa lamanya tiap-tiap “hari” penciptaan adalah 24 jam; sesungguhnya, Alkitab memasukkan seluruh “hari-hari” ini ke dalam jangka waktu yang jauh lebih lama yaitu “hari ketika Allah Yehuwa menjadikan bumi dan langit”, memperlihatkan bahwa tidak semua ‘hari’ yang terdapat dalam Alkitab lamanya hanya 24 jam (Kejadian 2:4) (Timex, 25 Nov). Meyners melanjutkan : “Banyak yang menganggap kata “hari” yang digunakan dalam kitab Kejadian pasal 1 lamanya 24 jam. Namun, di Kejadian 1:5 (DB) Allah sendiri dikatakan membagi hari ke dalam jangka waktu yang lebih pendek, dan hanya bagian yang terang Ia namakan “hari”. Di 56 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Kejadian 2:4 (DB) seluruh masa penciptaan disebut satu “hari”, “Inilah sejarah langit dan bumi pada waktu diciptakan, pada hari [seluruhnya dari enam masa penciptaan, pen.] Allah Yehuwa membuat bumi dan langit.” (ibid). Dan diakhir tulisannya ia berkesimpulan : “Nampaknya akan masuk akal, “hari-hari” di kitab Kejadian juga mencakup waktu yang lama--ribuan tahun”. Demikianlah pandangan Meyners. Sesungguhnya apa yang diyakini Meyners ini yang dikenal sebagai age day theory (teori hari zaman) yang berpendapat bahwa enam hari penciptaan itu sesungguhnya menunjuk kepada enam periode geologis yang sangat panjang. (Henry C. Thiessen; Teologi Sistematika; hal. 176). Sekali lagi bukan Meyners yang mencetuskan teori ini. Entah siapakah yang mencetuskan teori ini, namun secara umum dipercaya bahwa George H. Pember adalah orang yang mempopulerkan teori ini melalui bukunya “Earth’s Earliest Ages” dan kadang ia dituduh sebagai pencetus teori ini (Joseph P. Free; Arkeologi dan Sejarah Alkitab; hal. 33). George Trumbull dalam bukunya “The Doctrine of Sacred Scripture” hal 265 juga memberikan keterangan bahwa ada banyak teolog ternama mempercayai teori ini seperti Hengstenberg (1802-1869) seorang sarjana Lutheran dari Jerman yang adalah profesor teologi pada University of Berlin, Franz Delitszch (1813-1890), profesor di Erlangen Jerman, dan sarjana-sarjana Perjanjian Lama serta ahli-ahli terkenal seperti Boehme, Octinger, F.von Meyer, Stier, Keerl dan Kurtz. Mengapa bisa muncul penafsiran semacam ini? Ken Ham, Andrew Snelling dan Carl Wieland mengatakan bahwa : “Alasan utama mengapa banyak orang mencoba menyebutkan hari-hari dalam kitab Kejadian sebagai periode atau jangka waktu yang panjang adalah untuk mendapatkan cara menyelaraskan masalah penciptaan dengan pendapat bahwa ada suatu rangkaian masa geologis yang sangat banyak sebelum manusia muncul”. (Jawaban Pasti; hal. 99-100). Di sini kita dapat melihat sekali lagi bahwa upaya penasfsiran hari-hari penciptaan menjadi sebuah age day theory oleh banyak orang termasuk Meyners dilandasi dengan suatu keinginan untuk menyelaraskan Alkitab dan Sains. Kita akan menguji age day theory ini. Apakah benar bahwa hari-hari penciptaan adalah suatu kurun waktu selama ribuan tahun? 57 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Istilah “Yom” dalam Alkitab Meyners memulai argumentasinya tentang age day theory dengan mengemukakan arti kata Ibrani “Yom” (hari). Perhatikan kata-kata Meyners : “Kata Ibrani yohm, yang diterjemahkan “hari”, dapat mengartikan jangka-jangka waktu yang berbeda-beda. Menurut buku Old Testament Word Studies oleh William Wilson (1978:109) pengertiannya antara lain adalah, “A day; it is freguently put for time in general, or for a long time; a whole period under consideration...Day is also put for a particular season or time when any extraordinary event happens” (Satu hari; seringkali berarti waktu secara umum, atau waktu yang panjang; seluruh jangka waktu yang sedang dibicarakan...Hari juga mengartikan musim atau waktu tertentu ketika peristiwa-peristiwa khusus terjadi). Kalimat terakhir ini jelas cocok dengan “hari-hari” penciptaan, karena memang hari-hari terakhir tersebut adalah jangka-jangka waktu ketika peristiwa yang luar biasa terjadi seperti diuraikan. Ini juga dapat berlaku untuk jangka waktu yang lebih lama dari 24 jam”. (Timex, 25 Nov). Meyners melanjutkan : “Kejadian pasal 1 menggunakan ungkapan “petang” dan “pagi” sehubungan dengan jangka-jangka waktu penciptaan. Bukankah ini menunjukkan, jangka-jangka waktu tersebut lamanya 24 jam? Tidak mutlak demikian. Di beberapa tempat orang sering menyebut masa hidup seseorang sebagai “hari”nya. Mereka mengatakan “hari [masa hidup] ayah saya” (Inggris, “my father’s day”] atau “pada hari [masa hidup] Shakespeare” (Inggris, “in Shakespeare’s day”). Mereka mungkin membagi “hari” masa hidup tersebut dengan mengatakan “pada waktu pagi [atau fajar] kehidupannya” atau “pada waktu senja kehidupannya.” Maka pengertian “petang dan pagi” dalam Kejadian pasal 1 tidak terbatas pada 24 jam harfiah. (ibid). Akhirnya : “Hari” yang digunakan dalam Alkitab dapat mencakup musim panas dan musim dingin, musim-musim yang berlalu (Zakharia 14:8). Dalam bahasa Inggris dikatakan “the day of harvest” [hari panen] atau musim panen yang menyangkut banyak hari (bandingkan Amsal 25:13 dan Kejadian 30:14). Seribu tahun diibaratkan seperti satu hari (Mazmur 90:4; 2 Petrus 3:8, 10). “Hari penghakiman” menyangkut waktu bertahun-tahun (Matius 10:15; 11:22-24). Nampaknya akan masuk akal, “hari-hari” di kitab Kejadian juga mencakup waktu yang lama--ribuan tahun. Maka, apa yang terjadi selama masa-masa penciptaan itu? Apakah uraian Alkitab 58 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru mengenai hal tersebut bersifat ilmiah?” Demikianlah pendapat-pendapat Meyners! Benarkah apa yang dikatakan Meyners? Benarkah kata Ibrani “Yom” mempunyai banyak arti termasuk suatu musim/kurun waktu yang lebih panjang? Benar! Henry C. Thiessen berkata : “Kata ini (Yom) dipakai di Alkitab dengan berbagai arti : siang yang berbeda dengan malam (Kej 1:5,16,18), siang (terang) dan malam (gelap) bersamaan (1:5), keenam hari penciptaan (2:4), serta periode-periode yang tidak tentu batas waktunya, seperti “hari bencana” (Ul 32:35), “hari pertempuran” (1 Sam 13:22), “hari murka” (Ay 21:30), “hari penyelamatan” (2 Kor 6:2), dan “hari Tuhan” (Am 5:18). Kadang-kdang kata Ibrani yang diterjemahka sebagai “hari” juga diterjemahkan sebagai “beberapa lama” (Kej 26:8; 38:12)”. (Thiessen : 177). Lalu kalau demikian apakah age day theory dapat dibenarkan? Tunggu dulu! Kata “Yom” bisa berarti hari 24 jam, bisa berarti suatu kurun waktu yang panjang. Kedua arti ini mempunyai kemungkinan yang sama karena itu sebelum menentukan arti yang manakah yang dikenakan pada suatu bagian Alkitab maka kita harus dapat menemukan dasar mengapa kita menggunakan arti itu. Memang kata “Yom” dapat berarti suatu masa/kurun waktu yang panjang tetapi mengapa arti ini yang harus dipakai dalam hari-hari penciptaan? Apakah dasarnya? Apakah arti ini harus dipakai agar Alkitab bisa selaras dengan geologi? Kalau ini alasannya maka di sini yang terjadi bukanlah eksegese melainkan eisegese. “Yom” memang dapat berarti masa/kurun waktu yang panjang namun perlu disadari bahwa arti dasar dan utama dari kata ini lebih menunjuk pada hari 24 jam daripada suatu kurun masa yang lebih panjang. Hal ini diteguhkan dengan kenyataan bahwa dalam Perjanjian Lama kata ini tidak pernah digunakan untuk menunjukkan masa waktu yang lama dengan adanya awal dan akhir yang spesifik. (Ham, Snelling dan Wieland : 101). Selain itu pula kata ‘Yom’, apabila dipakai dengan satu angka atau bilangan tertentu, dalam hal ini 6 hari, kata ini selalu berarti hari yang 24 jam. Misalnya, Musa berada di atas gunung Sinai selama 40 hari, dan Yunus berada di dalam perut ikan besar selama 3 hari”. (Josh Mc Dowell dan Don Stewart; Jawaban Bagi Pertanyaan Orang Yang Belum Percaya; hal. 119). Senada dengan Mc. Dowell dan Stewart, Paul Enns 59 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru mengatakan : “Setiap saat angka muncul dengan kata Ibrani “Yom”, hal itu menuntut waktu 24 jam sehari”. (The Moody Handbook of Theology : 44). Keterangan lain yang perlu diperhitungkan adalah bahwa sekalipun kaya “Yom” dipakai dalam pengertian tidak tertentu, jelas ditunjukkan oleh konteks bahwa arti harfiah dari kata hari tidak dimaksudkan demikian. (Ham, Snelling dan Wieland : 101). Perhatikan juga kata-kata Ham, Snelling dan Wieland selanjutnya : “Beberapa orang mengatakan bahwa kata hari dalam Kejadian mungkin digunakan secara simbolis, sehingga kita tidak diperkenankan mengartikannya secara harfiah. Namun demikian, hal yang terpenting di mana banyak orang gagal mempertimbangkannya adalah sebuah kata tidak pernah digunakan secara simbolis ketika kata itu pertama kali digunakan! Kenyataannya adalah sebuah kata hanya bisa digunakan secara simbolis ketika pertama kali kata itu mempunyai arti harfiah. Dalam Perjanjian baru kita diberitahu bahwa Yesus adalah “pintu”. Kita tahu apa arti kata ini, karena kita tahu bahwa kata “puntu” berarti sebuah jalan masuk. Karena kita mengerti arti harfiahnya, ini bisa diterapkan dalam pengertian simbolis untuk yesus Kristus. Kata “pintu” tidak bisa digunakan demikian jika dari semula kata itu tidak memiliki arti harfiah yang bisa kita mengerti. Dengan demikian, kata hari tidak bisa digunakan secara simbolis ketika pertama kali dipakai dalam Kitab Kejadian”. (Ham, Snelling dan Wieland : 102-103). Bandingkanlah pendapat di atasi ini dengan kata-kata Joseph P. Free : “Prinsip interpretasi harfiah ialah kita menerima sebuah kata dalam artinya yang biasa, kecuali ada bukti pasti yang menunjukkan bahwa kata itu digunakan secara kiasan. (Joseph P. Free : 34). Ham, Snelling dan Wieland melanjutkan : “Sesungguhnya, ini sebabnya mengapa pengarang Kitab Kejadian telah melangkah secara hati-hati untuk mendefinisikan kata hari kala pertama kali muncul. Dalam Kejadaian 1:4, kita membaca bahwa Allah memisahkan “terang dari gelap”. Kemudian dalam Kejadian 1:5 kita membaca Allah menamai terang itu siang dan gelap itu malam. Dengan kata lain, istilah tersebut didefinisikan secara sangat hati-hati. Pertama kali kata hari digunakan, ini didefinisikan sebagai terang untuk membedakannya dari gelap yang dinamakan malam. Kejadian 1:5 mengakhirinya dengan “Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama”. Ini adalah ungkapan yang sama yang digunakan untuk masing-masing lima hari yang lain, dan jelas menunjukkan adanya siklus siang dan malam yang sudah mantap 60 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru (misalnya masa terang dan masa gelap). Masa terang pada masingmasing enam hari adalah ketika Allah melakukan pekerjaan-Nya, dan masa gelap adalah ketika Allah tidak melakukan pekerjaan penciptaan”. (ibid : 103). Bandingkan kembali kata-kata Ham, Snelling dan Wieland dengan kesimpulan Joseph P. Free :: “Sebelum ada bukti menentukan yang bertentangan, saya lebih suka mengartikan hari-hari dalam kitab Kejadian sebagai hari yang secara harfiah terdiri atas 24 jam karena (1) Inilah pemakaian yang alamiah dan umum dari kata tersebut (2) pembatasan hari dengan “petang dan pagi” (Kej 1:5,8,13, dst) akan menunjuk pada hari yang harfiah; (para penganut teori hari zaman menjelaskan bahwa “dan jadilah petang dan jadilah pagi” mungkin juga bermakna kiasan, yang menunjukkan awal dan akhir suatu masa, tetapi pemakaian ini tampaknya sedikit dipaksakan mengingat konteksnya); (3)Rujukan kepada hari sabat dalam 10 hukum mengacu kepada 6 hari penciptaan dan istrahat Allah pada hari ketujuh dengan cara sedemikian sehingga tersirat bahwa hari-hari benar-benar terdiri atas 24 jam (Kel 21:1). (Joseph P. Free : 34). Dan akhirnya marilah kita simak pernyataan James Barr : “Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada profesor bahasa Ibrani atau Perjanjian Lama di universitas manapun di dunia yang tidak percaya bahwa penulis kitab Kejadian 1-11 mempnyai maksud meyakinkan pembacanya pada suatu pokok pikiran bahwa penciptaan terjadi dalam rangkaian waktu 6 hari yang sama dengan 24 jam sehari seperti yang kita alami sekarang,...” (Surat pribadi Profesor James Barr tanggal 23 April 1984 kepada David. C.C. Watson). Dengan demikian para pakar Perjanjian Lama dan bahasa melihat hari-hari penciptaan dalam pengerian hari 24 jam. Silahkan dipilih pandangan manakah yang dapat dipercaya. Apakah kita percaya kepada pandangan para pakar (Ken Ham, Andrew Snelling dan Carl Wieland, tiga serangkai dari “Creation Science Fondation”, Josh Mc Dowell dan Don Stewart, dua apologet Kristen terkemuka, Joseph P. Free, profesor arkeologi dan sejarah di “Bemidji State College”, Minnesota yang sering melakukan penggalian arkeologi serta menerbitkan sejumlah karangan tentang masalah-masalah arkeologi, James Barr, profesor Agama Bahasa Ibrani di Oxford University), ataukah percaya kepada pandangan David Yohanes Meyners, si Saksi Yehuwa itu? 61 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Mengapa Tuhan memerlukan 6 hari? Mengapa Tuhan memerlukan 6 hari untuk menciptakan dunia ini? Bukankah jika Tuhan mau maka segala sesuatu dapat diciptakan sekejap saja? Adakah maksud tertentu yang hendak disampaikan Tuhan? Jawaban bagi pertanyaan ini ada dalam kitab Keluaran 20 :11 : “Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya”. Ayat ini terletak dalam konteks pemberian 10 hukum Allah kepada Israel yakni hukum keempat : “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu”. (Kel 20 :8-10). Dengan demikian kita bisa percaya bahwa tujuan Tuhan menciptakan dunia ini dalam 6 hari dimaksudkan untuk menjadi pola hidup umat Israel di mana selama 6 hari mereka harus bekerja sedangkan pada hari ketujuh mereka harus berhenti dari semua pekerjaan dan menguduskan/mengkhususkan hari itu bagi Tuhan. Ini merupakan referensi langsung akan minggu penciptaan Allah dalam Kejadian 1 (Ham, Snelling dan Wieland : 106). Dengan kata lain, dalam Keluaran 20 kita belajar alasan mengapa Allah mengambil lama waktu enam hari untuk membuat segala sesuatu. Dia sedang menetapkan pola bagi kita untuk diikuti, suatu pola yang masih kita ikuti sampai sekarang. (ibid : 107). Lalu apa hubungannya hal ini dengan masalah hari-hari penciptaan? Hubungannya adalah bahwa kalau 6 hari penciptaan itu merupakan pola bagi kehidupan manusia dalam seminggu maka tidak mungkin 6 hari penciptaan itu adalah suatu periode masa yang sangat panjang. Itu tentulah hari-hari secara hurufiah yakni 24 jam karena berhubungan dengan pola hidup kita saat ini. Jika hari-hari penciptaan dalam kitab Kejadian itu adalah suatu kurun waktu yang sangat panjang, bagaiman mungkin itu diterapkan dan pola hidup orang Israel seperti yang dikatakan Kel 20:11 yang jelas-jelas menunjuk kepada hari dalam pengertian 24 jam? Dari semua argumentasi yang telah dikemukakan ini maka kita seharusnya 62 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru menolak age day theory dan menerima hari-hari penciptaan dalam pengertian hurufiah, 24 jam sebagaimana yang telah buktikan. Satu lagi teori Meyners berhasil diruntuhkan. Info : Dapatkah artikel-artikel menarik dari Esra A. Soru di website : www.airhidup.or.id * Penulis adalah pengajar Teologi Sistematika dan Hermeneutika (Ilmu Tafsir Alkitab) di Sekolah Teologia Awam “PELANGI KASIH”. 63 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 4 Berapa Usia Bumi Kita Ini? (Tanggapan Terhadap Tulisan David Yohanes Meyners tentang Teori Darwin Versus Penciptaan) Esra Alfred Soru* Di bagian akhir tulisan ini (sebagai tambahan), baiklah kita membahas sebuah pertanyaan yang tidak kalah menariknya yakni berapakah usia bumi kita ini sesungguhnya? Jawaban terhadap pertanyaan ini ternyata berfariasi. Kita akan melihat beberapa di antaranya. Berbagai pandangan Berbicara tentang usia dunia ini adalah topik yang cukup menarik dan merangsang rasa ingin tahu, bukan saja pada generasi kita masa kini tetapi juga pada generasi-generasi masa lalu. Pada tahun 1738 (266 tahun yang lalu) seorang bernama Des Vignolles, seorang anggota Royal Society di Berlin memberikan informasi bahwa terdapat sekitar dua ratus upaya untuk menghitung tanggal tertua di Alkitab yang mencakup kurun waktu dari tahun 3483 SM hingga tahun 6984 SM. (Cambridge Ancient History, Edisi II “Chronology of Old Testament; 1:158). Itu berarti bahwa para pendahulu kita sudah mulai dan pernah menghitung usia duniai ini. Beberapa pandangan yang lebih dikenal saat ini cukup berfariasi. Beberapa sarjana non Kristen berpandangan bahwa awal mula alam semesta ini terjadi dari sebuah ledakan besar atom zaman purba yang 64 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru dikenal sebutan “Big Bang”. Di dalam alam semesta inilah bumi terbentuk dari suatu gumpalan debu dan gas sekitar 10 milyar tahun yang lalu. Selain itu ada pandangan yang juga datang dari para pemegang paham evolusi teistik yang beranggapan bahwa Alah mengarahkan dan menguasai proses evolusi sejak awal mula hingga penciptaan manusia. Mereka juga memperkirakan usia bumi ini mencapai jutaan bahkan milyaran tahun dan yang tidak kalah menariknya adalah sebuah perhitungan yang dilakukan oleh Uskup James Ussher (1581-1656), uskup agung dari ArmarghIrlandia yang pernah menghitung usia bumi dengan meneliti informasi dari Alkitab dan berkesimpulan bahwa bumi diciptakan pada tahun 4004 SM dan dengan demikian usia bumi hingga saat ini kira-kira 6000 tahun. Sistem Ussher ini sering dikenal sebagai sistem “kronologi pendek” di mana metodenya adalah menjumlahkan semua tokoh dalam silsilah yang terdapat di Alkitab dengan anggapan bahwa silsilah itu lengkap. (Joseph P. Free; Arkeologi dan Sejarah Alkitab; hal. 29). Perhitungan Ussher diterima secara luas waktu itu hingga pada tepi halaman banyak Alkitab tertulis tanggal tahun 4004 SM untuk Kejadian 1 (ibid). Setelah Ussher, muncul juga berbagai perhitungan. Seorang bernama Hales dengan mengacu pada Septuaginta/LXX (terjemahan Yunani untuk Perjanjian Lama) mulai menghitung tanggal penciptaan dunia ini dan menentukan tahun 5411 SM. Pada tahun 1912 John Urguhard menulis dalam bukunya “How Old is That Man? dan mengatakan bahwa dari Adam hingga Yesus, waktunya adalah 8167 tahun dan dengan demikian usia bumi hingga kini sekitar 10.000 tahun. Perhitungan Urguhard ini akhirnya lebih dapat diterima seiring dengan penolakkan terhadap perhitungan Ussher. Selain itu muncul juga beberapa pendapat lain yang memperkirakan usia dunia ini mencapai 20.000 tahun hingga 30.000 tahun. Beberapa Tanggapan Kita sudah melihat berbagai pandangan di sekitar masalah usia dunia ini. Melihat pandangan yang berfariasi ini, tentu kita juga sadar bahwa belum tentu padangan-pandangan ini benar. Hal pertama yang perlu 65 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru dikatakan terhadap perhitungan kaum evolusi teistik, para geolog (termasuk Meyners) yang memperkirakan usia dunia ini mencapai milyaran tahun adalah bahwa menentukan usia bumi berdasarkan metodemetode ilmiah sekuler sangatlah tidak tepat. (Henry C. Thiessen; Teologi Sistematika; hal. 178). Thiessen mengacu pada pernyataan Whipple dalam “The History of the Solar System” (hal.101) yang mengatakan bahwa “Rata-rata usia bumi ini berlipat ganda setiap 15 tahun selama 3 abad terakhir ini; taraf kecepatan ini nampaknya meningkat selama abad terakhir ini”. Jadi kita lihat bahwa perhitungan usia bumi ini dengan menggunakan metode-metode ilmiah tidak menunjukkan suatu perhitungan waktu yang akurat. Misalnya Standard Geological Column menentukan tanggal pembentukan bumi menurut beberapa era : era pra kambrium (3.500 juta tahun yang lalu atau lebih), era paleozoik (600 juta tahun sampai 225 juta tahun yang lalu), era mesozoik (225 juta tahun sampai 65 juta tahun yang lalu), era senozoik (dari 65 juta tahun hingga kini). (lihat Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 3; hal. 537-540). Perlu ditambahkan pula bahwa beberapa cara penentuan tanggal yang dipakai geologi seperti mengukur pertambahan kadar sodium per tahun dalam samudera raya (menetapkan bahwa samudera raya berusia 100 juta tahun) maupun meneliti laju kemerosotan unsur-unsur radioaktif seperti uranium, potasium dan rubidium (yang memperkirakan beberapa meteorit yang sudah berumur 3500 juta tahun maupun 4.700 juta tahun) tidak tepat karena menerima adanya geologi uniformitarian, yaitu ada keadaankeadaan yang hanya terdapat dalam sebuah laboratorium ilmiah. Prinsipprinsip uniformitarianisme itu mensyaratkan tidak adanya Allah yang berkepribadian atau setidak-tidaknya mengabaikan kehadiran Allah yang bertindak dalam ciptaan-Nya. (Thiessen : 179). Jadi sekali lagi, harus disadari bahwa hasil-hasil perhitungan geologi sendiri tidak pasti. Lalu mana yang harus dipercaya? Menerima keyakinan geologi semacam ini dan mengadakan eisegese terhadap Alkitab agar cocok dengan geologi (yang tidak pasti) seperti yang dilakukan banyak orang termasuk Meyners jelas merupakan sebuah kekeliruan. Simak kembali kata-kata Budi Asali yang telah dikutipkan sebelumnya : “Ilmu Geologia sama sekali tidak mempunyai kepastian dalam menentukan umur bumi. Perlu diketahui bahwa ada banyak metode yang bisa digunakan untuk menentukan umur bumi, dan ternyata metode-metode ini menghasilkan hasil yang sangat bervariasi. Misalnya metode pertama menghasilkan bilangan 100 juta 66 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru tahun, maka metode kedua ternyata menghasilkan bilangan 20 ribu tahun, dsb. Di samping itu perlu diketahui bahwa para ahli ilmu pengetahuan itu kebanyakan adalah orang yang bukan Kristen, bahkan anti Kristen. Karena itu, kalau dengan metode tertentu mereka menemukan bahwa umur bumi adalah jutaan tahun, maka hasil itu dipublikasikan, sedangkan kalau dengan metode yang lain menghasilkan bilangan ribuan atau puluhan ribu tahun (sehingga cocok dengan Alkitab), maka hasil itu mereka sembunyikan. (Eksposisi Kitab Kejadian; hal.3). Lalu bagaimana dengan perhitungan-perhitungan yang lain seperti perhitungan Ussher bahwa dunia diciptakan pada tahun 4004 SM dan dengan demikian dunia saat ini berumur sekitar 6000 tahun? Sekali lagi perlu diketahui bahwa dalam mengadakan perhitungan, Ussher menjumlahkan semua tokoh dalam silsilah yang terdapat di Alkitab dengan anggapan bahwa silsilah itu lengkap. Ini jelas merupakan sebuah kekeliruan karena silsilah-silsilah yang dicatat dalam Alkitab bukanlah merupakan sebuah silsilah lengkap. Adakalanya terdapat lompatan beberapa generasi. B.B Warfield menjelaskan bahwa : “Ada selang waktu dalam silsilah di Alkitab. Ini bukan sekedar teori tetapi didukung oleh fakta bahwa silsilah tertentu tidak mencatumkan beberapa generasi. Silsilah di Mat 1:1-17 tidak mencantumkan 3 orang raja (Ahazia, Yoahas dan Amazia) serta menyatakan bahwa Yoram memperanakkan Uzia yang sebenarnya adalah piutnya”. (Studies in Theology; hal. 235). Contoh lain terdapat dalam Ezra 7:3 yang tidak mencantumkan 6 generasi (yang diberikan dalam silsilah yang lebih lengkap di 1 Taw 7:7,dst). Kejadiankejadian semacam ini menunjukkan bahwa Alkitab mungkin tidak memberikan catatan yang lengkap dalam sebuah silsilah, tetapi sebaliknya hanya memberi indikasi tentang garis keturunan (ibid). Bandingkan informasi ini dengan kata-kata R.A Torrey ketika mengomentari perhitungan Ussher ini : “Hal ini didasarkan pada perkiraan bahwa silsilah di dalam Alkitab bertujuan untuk memberikan silsilah yang betulbetul lengkap tetapi dari hasil penyelidikan ternyata bahwa daftar silsilah ini tidak bertujuan untuk memberikan silsilah yang betul-betul lengkap karena silsilah-silsilah ini seringkali hanya berisi nama-nama orang yang penting.”. (Jawaban Bagi Keraguan Anda; hal. 34). Dengan demikian perhitungan dengan menjumlahkan semua tokoh dalam silsilah yang terdapat di Alkitab pastilah tidak akan mendapatkan hasil yang 67 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru sesungguhnya. Selain itu dapat pula ditambahkan bahwa penemuanpenemuan benda-benda purbakala di Mesopotamia berasal dari sekitar 6000-7000 tahun SM sehingga kemungkinan kebudayaan di Mesopotamia berusia lebih dari 8000 tahun. Lalu Bagaimana? Kalau semua perhitungan waktu usia dunia yang pernah diberikan diragukan, lalu bagaimana? Berapa sesungguhnya usia dunia kita ini? Pertama-tama yang harus disadari adalah bahwa Alkitab bukanlah suatu buku pelajaran mengenai kronologi sebagaimana ia juga bukan buku pelajaran mengenai astronomi. Maksud utama Alkitab adalah menyampaikan penyataan Allah kepada manusia dan menunjukkan kepada mereka hubungan mereka dengan Allah. (Joseph P. Free : 29-30). Jadi mempergunakan atau menghitung-hitung data Alkitab untuk memperkirakan usia dunia pastilah akan menemukan angka-angka tahun yang tidak pasti dan dapat diragukan. Demikian juga hasil-hasil penelitian geologi tidak dapat memberikan suatu waktu yang pasti. Jadi berapa umur dunia ini? Jawaban yang paling masuk akal adalah : TIDAK TAHU. Stephen Tong berkata : “Sampai saat ini, kita masih berada dalam keadaan tidak jelas dan tidak pasti tentang usia Adam. Bilakah kita jelas? Nanti, pada saat kita bertemu dengan Tuhan”. (Yesus Kristus Juruselamat Dunia; hal. 141). Kelihatannya adalah jawaban yang remeh tapi itu adalah jawaban yang paling masuk akal dan lebih terhormat daripada perkiraan-perkiraan yang pernah ada. Mengapa? Karena jawaban itu adalah PASTI. Ketidaktahuan yang PASTI lebih baik daripada pengetahuan yang TIDAK PASTI. 68 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru Alkitab Bertentangan dengan Sains? Apakah Alkitab bertentangan dengan sains? Untuk menjawab pertanyaan ini, sebagai orang beriman kita harus mulai dengan sebuah keyakinan bahwa Alkitab tidak mungkin salah. Joseph P. Free melanjutkan kalimatnya (yang telah dikutip di atas) : “...sekalipun demikian, apabila Alkitab berbicara tentang hal-hal yang berhubungan dengan kronologi atau astronomi, atau bidang lain apa pun, uraiannya itu benar dan akurat”. (Joseph P. Free : 30). Kalau Alkitab tidak mungkin salah, mungkinkah Alkitab bertentangan dengan sains modern? Jawabannya adalah “ya” dan “tidak”. Alkitab dapat saja bertentangan dengan sains jika sains salah sebaliknya Alkitab tidak akan bertentangan dengan sains jika sains benar. Karena itu jika terdapat pertentangan antara Alkitab dengan sains maka ada 2 kemungkinan (1) sains salah (2) pemahaman kita terhadap Alkitab salah. (Untuk yang kedua ini kita perlu memahami prinsip-prinsip penafsiran Alkitab dengan benar. Kita tidak boleh menafsirkan Alkitab dengan cara yang picik namun juga tidak boleh menafsirkan Alkitab sehingga terkesan dipaksakan agar cocok dengan sains padahal sains tidak mempunyai sifat “tidak mungkin bersalah”). Lalu bagaimana dengan perkiraan usia bumi yang sudah tua seperti kesimpulan geologi? Pertama-tama kita harus kembali sadar bahwa geologi belum tentu benar (bukan pasti tidak benar). Tetapi kalau begitu geologi juga belum tentu salah. Mungkin saja geologi benar namun Alkitab pasti benar. Bagaimana mungkin? Satu hal yang harus disadari bahwa dunia ini diciptakan dalam keadaan dewasa. Millard J. Ericson berkata : “Adam, tentu saja, tidak mengawali kehidupannya sebagai seorang bayi. Pada setia titik dalam kehidupannya pastilah Adam memiliki usia nyata (atau usia ideal) yang jauh lebih tua dari usia sebenarnya (yaitu jumlah tahun sejak ia diciptakan)”. (Teologi Kristen; hal. 493). Erickson melanjutkan : “Andaikata Allah menciptakan pohon, dan bukan bibitnya, mungkin pohon-pohon itu memiliki lingkaran-lingkaran yang menunjukkan usia nyata dan bukan usia sebenarnya”. (ibid). Bandingkan pendapat ini dengan pendapat Thiessen : “Kenyataan bahwa Adam diciptakan dengan keadaan sudah dewasa nampaknya jelas dari Kejadian 69 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru 2. Dengan demikian paling tidak dalam penciptaan Adam, kita melihat ciptaan yang sudah berumur. Tidakkah mungkin bahwa Allah menciptakan alam semesta juga dalam bentuk seperti itu, sehingga kelihatan sudah berumur, bahkan dengan fosil-fosil?” (Thiessen : 180). Jadi setiap unsur ciptaan pastilah berawal pada suatu tempat dalam siklus kehidupan. Budi Asali mempertegas pendapat ini dengan berkata : “Waktu Allah menciptakan segala sesuatu dalam Kej 1, maka semua itu diciptakan dalam keadaan sudah mempunyai umur tertentu (yang tidak kita ketahui). Misalnya pada waktu Adam diciptakan pada hari ke 6, ia tidak diciptakan sebagai seorang bayi yang baru lahir, tetapi sebagai manusia dewasa. Karena itu, andaikata pada hari ke 7 seorang ilmuwan memeriksa Adam, maka mungkin sekali ia mendapatkan bahwa Adam sudah berumur 30 tahun atau 50 tahun, padahal Adam baru berumur 1 hari. Pada waktu pohon-pohonan diciptakan oleh Allah pada hari ke 3, mereka tidak diciptakan sebagai tunas yang baru tumbuh, tetapi sebagai pohon yang sudah besar. Karena itu, andaikata pada hari ke 4 seorang ilmuwan memeriksa sebuah pohon, maka mungkin sekali ia akan mendapatkan bahwa pohon itu sudah berumur 100 tahun, padahal sebetulnya baru berumur 1 hari. Demikian juga pada waktu Allah menciptakan bumi dengan lapisan batu-batuannya, Allah menciptakannya dalam keadaan sudah mempunyai umur tertentu. Dan kita tidak tahu berapa umur bumi pada waktu diciptakan. Bisa saja 1000 tahun, atau satu juta tahun, atau bahkan ratusan juta tahun”. (Budi Asali : 3). Budi Asali melanjutkan : ‘Karena itu, kalaupun para ilmuwan jaman sekarang bisa menemukan suatu metode penentu umur bumi yang betul-betul dapat dipercaya, dan dengan metode itu didapatkan bahwa umur bumi sudah 5 juta tahun, maka itu tidak menunjukkan bahwa Kitab Sucinya salah. Siapa tahu bahwa Allah memang menciptakan bumi ini dalam keadaan sudah berumur mendekati 5 juta tahun?’ (ibid). Sepertinya pendapat semacam ini lebih dapat diterima daripada gap theory dan age day theory yang dikemukakan Meyners. Pendapat ini bukan suatu upaya untuk mencocokkan Alkitab dan geologi (dengan tafsiran yang dipaksakan) seolah-olah geologi pasti benar. Pendapat ini hanya ingin berkata bahwa SEANDAINYA GEOLOGI BENAR, ALKITAB TIDAK MUNGKIN SALAH. Tetapi apakah geologi benar? Belum tentu! Karena itu semua upaya penafsiran Alkitab dengan metode eisegese (bukan eksegese) agar cocok dengan kesimpulan geologi (seperti yang dilakukan Meyners) adalah sebuah perendahan terhadap 70 Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru kewibawaan Alkitab. Bagaimana mungkin itu dilakukan oleh “Sang Penyiar Kerajaan Allah?” * Penulis adalah pengajar Teologi Sistematika dan Hermeneutika (Ilmu Tafsir Alkitab) di Sekolah Teologia Awam “PELANGI KASIH”. Dipublikasikan oleh: http://www.geocities.com/thisisreformed/teoridarwinvspenciptaan.html 71