PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang sangat penting sebagai sumber bahan pangan utama di Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok, oleh karena itu padi menjadi komoditas yang sering ditanam oleh petani Indonesia. Pada tahun 2010, produksi padi Indonesia mencapai 66.469.394 ton (BPS 2011). Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2010 produksi padi sawah di Jawa Barat mencapai 11.271.063 ton. Petani banyak menghadapi kendala dalam budidaya padi. Salah satunya adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) baik berupa hama maupun penyakit. Pentingnya komoditas pangan ini menjadikan OPT yang menyerang padi merupakan masalah yang penting untuk diatasi. Salah satu penyakit yang sering menjadi masalah serius dalam budidaya padi adalah hawar daun bakteri atau bacterial leaf blight, yang lebih dikenal petani dengan nama penyakit kresek. Penyakit kresek yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan penyakit bakteri yang tersebar luas dan sangat merusak padi di Indonesia. Luas serangan penyakit hawar daun bakteri ini pada padi sawah di Jawa Barat tahun 2010 mencapai 31.570 hektar (Diperta Provinsi Jawa Barat 2010). Penyakit ini dapat menurunkan hasil sampai 36% (Puslitbang Tanaman Pangan 2007) dan dapat merusak tanaman mulai dari fase bibit hingga generatif. Penyakit juga menjadi kendala dalam budi daya dan produksi benih padi hibrida (Nugraha et al. 2008). Penyakit terjadi pada musim hujan atau musim kemarau yang basah, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang, dan dipupuk N tinggi. Di Indonesia, penyakit kresek tersebar hampir di seluruh daerah pertanaman padi, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Bakteri X. oryzae pv. oryzae mempunyai banyak patotipe. Di Indonesia terdapat 12 patotipe X. oryzae pv. oryzae (Hifni & Kardin 1998). Tiga patotipe X. oryzae pv. oryzae, seperti patotipe III, IV, dan VIII umum ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta selama musim hujan (Suparyono et al. 2004). Dominansi dari patotipe VIII dan IV mengindikasikan bahwa penyakit 2 kresek masih menjadi ancaman besar bagi produksi beras di Indonesia, karena kebanyakan kultivar beras yang ada masih rentan terhadap kedua patotipe ini (Suparyono et al. 2004). Menurut Agrios (2005), penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri biasanya sangat sulit dikendalikan. Pengendalian secara kimiawi untuk penyakit kresek kurang efektif dan biayanya cukup mahal. Selama ini, penggunaan varietas tahan, yaitu varietas Angke dan Code, merupakan tindakan pengendalian utama yang tersedia karena belum ada tindakan pengendalian lain yang secara ekonomis efektif terhadap penyakit kresek. Pemupukan lengkap dan pengaturan air untuk daerah yang endemis penyakit kresek juga seringkali dilakukan untuk mengendalikan penyakit. Namun, karena penyakit bakteri ini sulit untuk dikendalikan, petani jarang melakukan pengendalian. Area sawah yang terserang kresek, biasanya dibiarkan begitu saja karena penyakit ini sulit untuk diatasi. Walaupun selama ini penggunaan varietas tahan cukup efektif, perkembangan patotipe patogen teryata mampu mematahkan ketahanan varietas. Di samping itu, varietas padi yang ditanam secara terus menerus umumnya akan mengalami penurunan produksi. Hal tersebut karena varietas padi yang ditanam dalam waktu lama akan membuat hama dan penyakit beradaptasi, sehingga dapat bertahan hidup pada varietas tersebut. Oleh karena itu, perlu dicari pengendalian alternatif yang cukup efektif terhadap X. oryzae pv. oryzae, salah satunya yaitu dengan menggunakan agens hayati. Aktinomiset adalah mikroorganisme prokariot yang dianggap sebagai peralihan antara bakteri dan cendawan. Sebagian besar aktinomiset hidup bebas sebagai bakteri saprofit yang secara luas dapat ditemukan pada tanah, air, dan tanaman. Aktinomiset merupakan mikroorganisme tanah yang umum dijumpai pada berbagai jenis tanah. Keberadaan aktinomiset pada beberapa jenis habitat dan tanah termasuk tanah rizosfer saat ini telah banyak diteliti (Gesheva 2002; Oskay et al. 2004; Kanti 2005; Jeffrey 2008). Di antara aktinomiset, Streptomyces adalah kelompok yang paling dominan ditemukan. Aktinomiset termasuk bakteri gram positif yang terkenal karena kemampuannya menghasilkan antibiotik. Aktinomiset juga diketahui menghasilkan senyawa bakteriosin (Akhdiya & Susilowati 2008), enzim kitinase 3 (Gadelhak et al. 2005), antibakteri dan anticendawan (Oskay 2009), dan berbagai senyawa metabolit sekunder lainnya. Tigaperempat dari jenis produk antibiotik yang ada di dunia berasal dari aktinomiset, terutama Streptomyces. Aktinomiset mudah dikembangbiakkan dan dapat memproduksi banyak antibiotik serta metabolit sekunder aktif lainnya. Kemampuan aktinomiset dalam menghasilkan berbagai senyawa antibakteri dan antibiotik membuat bakteri ini memiliki potensi sebagai agens hayati untuk mengendalikan bakteri patogen tanaman. Bakteriosin yang dihasilkan oleh aktinomiset telah diteliti mampu menghambat Ralstonia solanacearum dan X. oryzae pv. oryzae (Akhdiya & Susilowati 2008). Beberapa aktinomiset juga telah diteliti menghasilkan senyawa antibakteri yang aktif terhadap Erwinia amylovora, Agrobacterium tumefaciens, dan Pseudomonas viridiflova (Oskay et al. 2004). Dengan demikian, aktinomiset memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi isolat aktinomiset yang berpotensi sebagai agens hayati untuk mengendalikan penyakit kresek pada padi oleh bakteri X. oryzae pv. oryzae. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah diperolehnya isolat aktinomiset yang efektif menghambat X. oryzae pv. oryzae sehingga dapat dikembangkan sebagai agens hayati untuk mengendalikan penyakit kresek pada padi.