Tuhan yang Satu mereka berkata bahwa Shekinah, yang selalu berada bersama umatnya di bumi, tetap bersemayam di Bukit Kuil, walaupun Kuil itu telah dihancurkan. Rabi yang lain berpendapat bahwa penghancuran Kuil telah membebaskan Shekinah dari Yerusalem dan memampukannya mengisi seluruh dunia. 87 Seperti halnya "kemuliaan" tuhan atau Roh Kudus, Shekinah tidak dikonsepsikan sebagai wujud ilahi yang terpisah, tetapi sebagai kehadiran Tuhan di bumi. Para rabi melihat kembali sejarah umat mereka dan mendapatkan bahwa dia telah selalu menemani mereka: Datang dan lihatlah betapa dicintainya Israel di hadapan Tuhan, sebab ke mana pun mereka pergi Shekinah mengiringi mereka, seperti difirmankan: "Bukankah aku telah secara jelas menyingkapkan diriku kepada rumah orangtuamu ketika mereka berada di Mesir?" Di Babilonia, Shekinah bersama mereka, seperti difirmankan: "Demi engkau, aku [dfjkirim ke Babilonia." Dan ketika di masa depan Israel diselamatkan, Shekinah akan menyertai mereka saat itu, sebagaimana difirmankan: "Tuhanmu akan mengubah ketertawananmu." Artinya, Tuhan akan kembali bersamamu.88 Hubungan antara Israel dengan Tuhannya begitu kuat sehingga tatkala dia menyelamatkan mereka di masa silam, orang Israel biasa mengatakan kepada Tuhan: "Engkau telah menyelamatkan dirimu sendiri." 89 Dalam cara mereka yang khas Yahudi, para rabi mengembangkan rasa tentang Tuhan sebagai sesuatu yang diidentik dengan diri, yang oleh orang Hindu disebut Atman. Gambaran tentang Shekinah telah membantu orang-orang yang terusir untuk menumbuhkan rasa kehadiran Tuhan di mana pun mereka berada. Para rabi berbicara tentang Shekinah yang berpindah dari satu sinagoga diaspora ke sinagoga lain; yang lain menyatakan Shekinah berdiri di depan pintu sinagoga, memberkati setiap langkah yang diambil oleh seorang Yahudi dalam perjalanannya menuju majelis ilmu. Shekinah juga berdiri di depan pintu sinagoga ketika orang Yahudi membacakan Shema bersama-sama di sana. 90 Seperti halnya orang Kristen awal, orang Israel dianjurkan oleh rabi-rabi mereka untuk melihat diri mereka sebagai komunitas tunggal dengan "satu jiwa dan satu badan."91 Komunitas adalah Kuil baru, yang mengabadikan imanensi Tuhan: maka ketika mereka memasuki sinagoga dan membacakan Shema dalam keterpaduan sempurna "dengan taat, dengan satu suara, satu pikiran, dan satu nada," Tuhan hadir di 115 Sejarah Tuhan tengah-tengah mereka. Akan tetapi, dia tidak menyukai ketiadaan harmoni di dalam komunitas dan kembali ke langit tempat para malaikat menyenandungkan puja-puji "dalam satu suara dan satu melodi." 92Persatuan yang lebih tinggi antara Tuhan dan Israel hanya mungkin terjadi ketika persatuan yang lebih rendah antarsesama Israel telah sempurna: para rabi tak henti-hentinya mengatakan kepada orang Israel bahwa ketika sekelompok orang Yahudi mempelajari Taurat bersama-sama, Shekinah akan bersemayam di tengah-tengah mereka.93 Di pengasingan, orang Yahudi merasakan kekerasan dunia di sekeliling mereka; rasa tentang kehadiran ini membantu mereka untuk mengimajinasikan bahwa mereka dikelilingi oleh berkah Tuhan. Ketika mereka mengikat jimat (tfillin) ke tangan dan kepala mereka, mengenakan jumbai ritual (tzitzii), dan memakukan mezuzah yang berisi kata-kata Shema di atas pintu mereka, sebagaimana digambarkan dalam Kitab Ulangan, mereka tidak boleh mencoba menjelaskan praktik-praktik yang ganjil dan tak jelas ini. Usaha semacam itu akan mengurangi kandungan maknanya. Alih-alih, mereka harus membiarkan pelaksanaan mitzvot ini mendorong mereka masuk ke dalam kesadaran tentang limpahan kasih Ilahi: "Israel dicintai! Alkitab melingkupinya dengan mitzvot: tfillin di kepala dan tangan, mezuzah di pintu, dan tzitzit di pakaian mereka."94 Tanda-tanda ini bagaikan mutiara yang dihadiahkan seorang raja kepada istrinya untuk menambah kecantikan sang istri di hadapannya. Ini tidaklah mudah. Talmud memperlihatkan bahwa sebagian orang mempertanyakan apakah Tuhan telah membuat banyak perbedaan di dalam dunia yang gelap ini.95 Spiritualitas para rabi menjadi normatif dalam Yudaisme, bukan hanya di kalangan mereka yang telah meninggalkan Yerusalem tetapi juga di kalangan orang Yahudi yang hidup di diaspora. Ini bukan karena ia didasarkan pada suatu pandangan teoretis: banyak praktik Taurat yang tidak memiliki alur logika. Agama para rabi itu diterima karena sifatnya yang praktis. Visi para rabi telah mencegah umat jatuh ke dalam keputusasaan. Namun, jenis spiritualitas ini hanya ditujukan kepada kaum pria saja sebab kaum perempuan tidak dibutuhkan—dan karena itu tidak diizinkan—untuk menjadi rabi, mempelajari Taurat, atau berdoa di sinagoga. Agama Tuhan menjadi bersifat patriarkal seperti kebanyakan ideologi lain pada zaman itu. Peran kaum Tuhan yang Satu Yahudi telah semenjak lama menyucikan penciptaan dengan cara memilah bagian-bagiannya yang beragam, dan dalam semangat ini kaum perempuan diturunkan ke suatu kawasan terpisah dari lakilaki, sebagaimana mereka memisahkan susu dari daging di dapur mereka. Secara praktis, ini berarti bahwa kaum perempuan dipandang inferior. Meskipun para rabi mengajarkan bahwa kaum perempuan diberkati Tuhan, tetapi kaum pria diperintahkan untuk bersyukur kepada Tuhan dalam doa pagi karena Tuhan tidak menciptakan mereka sebagai orang yang non-Yahudi, budak, atau perempuan. Walaupun demikian, perkawinan dipandang sebagai sebuah tugas sakral dan kehidupan keluarga dianggap sebagai sesuatu yang luhur. Para rabi menekankan kesuciannya melalui pengesahan yang sering disalahpahami. Jika hubungan seks dilarang selama menstruasi, ini bukan disebabkan oleh anggapan bahwa kaum perempuan itu kotor atau menjijikkan. Masa pantangan itu dirancang untuk mencegah kesewenangan kaum pria terhadap istrinya: "Karena seorang pria jadi sangat mengenal istrinya, dan kemudian ditolak olehnya, Taurat menyatakan bahwa kaum perempuan harus menjalani niddah [tidak melayani hubungan seks] selama tujuh hari [setelah menstruasi] agar dia menjadi dicintai oleh suaminya [setelah itu] seperti pada hari pernikahan." 96 Sebelum pergi ke sinagoga pada suatu hari perayaan, seorang pria diwajibkan melakukan mandi ritual, bukan karena dia kotor, melainkan demi menjadikan dirinya lebih suci dalam menjalankan pelayanan ilahi. Dalam semangat ini pula seorang perempuan diwajibkan mandi ritual setelah periode menstruasi, untuk mempersiapkan dirinya bagi kesucian tugas mendatang: hubungan seks dengan suaminya. Gagasan bahwa seks mungkin merupakan sesuatu yang suci tidak dikenal di dalam Kristen, yang acap melihat seks dan Tuhan sebagai dua hal yang saling tidak bersesuaian. Benar bahwa orang Yahudi pada masa berikutnya sering memberikan interpretasi negatif terhadap ajaran-ajaran para rabi, tetapi rabi-rabi itu sendiri tidak mendakwahkan spiritualitas yang murung, asketik, dan menyangkal kehidupan. Sebaliknya, mereka mengajarkan bahwa orang Yahudi berkewajiban untuk memelihara kehidupan agar tetap baik dan menyenangkan. Mereka sering menggambarkan Roh Kudus "meninggalkan" atau "mengabaikan" karakter biblikal, seperti Yakub, Daifd, atau Ester ketika mereka sedang sakit atau bersedih.97 Kadangkala mereka Sejarah Tuhan mereka merasa Roh meninggalkan mereka: "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?" Ini membangkitkan pertanyaan menarik tentang seruan misterius Yesus dari tiang salib yang mengutip kata-kata ini. Para rabi mengajarkan bahwa Tuhan tidak bermaksud membuat kaum laki-laki atau perempuan menderita. Tubuh mesti dimuliakan dan dirawat, karena ia dibentuk dalam citra Tuhan: adalah berdosa menghindarkan kesenangan-kesenangan semacam anggur dan seks, sebab Tuhan telah menganugerahkan semua itu untuk kebahagiaan manusia. Tuhan tak dapat dijumpai dalam penderitaan dan asketisme. Ketika para rabi menyeru umatnya untuk mengamalkan cara-cara praktis "memiliki" Roh Kudus, mereka sebenarnya dalam pengertian tertentu diminta untuk menciptakan citra mereka sendiri tentang Tuhan. Para rabi mengajarkan bahwa tidaklah mudah untuk menentukan tapal batas di mana perbuatan Tuhan berawal dan perbuatan manusia berakhir. Para nabi selalu berupaya agar Tuhan bisa dilihat di bumi dengan cara menisbahkan wawasan mereka sendiri kepadanya. Kini para rabi tampak terlibat dalam tugas yang bersifat manusiawi sekaligus bersifat ketuhanan. Tatkala mereka menyusun undang-undang baru, maka undang-undang itu akan merupakan perpaduan antara unsur ketuhanan dan unsur kemanusiaan. Dengan meningkatnya jumlah Taurat di dunia, para rabi memperluas kehadiran Tuhan di dunia dan menjadikannya lebih efektif. Mereka sendiri menjadi dihormati sebagai inkarnasi Taurat; mereka dianggap lebih "menyerupai Tuhan" dibandingkan dengan manusia lain karena penguasaan mereka atas Taurat.98 Rasa tentang kedekatan Tuhan seperti ini membantu orang Yahudi untuk melihat kemanusiaan sebagai sesuatu yang sakral. Rabi Akiva mengajarkan bahwa mitzvah "cintailah tetanggamu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri" merupakan "prinsip agung Taurat."99 Menyakiti sesama manusia merupakan pengingkaran terhadap Tuhan itu sendiri, yang telah menciptakan manusia dalam citranya. Ini setara dengan ateisme: upaya untuk mengingkari eksistensi Tuhan. Dengan demikian, pembunuhan merupakan dosa paling besar karena melanggar norma-norma yang disucikan: "Kitab Suci mengajarkan kita bahwa apa pun yang menumpahkan darah manusia dipandang sebagai penghapusan citra Tuhan."100 Sebaliknya, mengabdi bagi kepentingan manusia lain termasuk ke dalam perbuatan meniru sifat Tuhan (imitatio dei): tindakan itu mewujudkan kembali kasih sayang dan rahmat Tuhan. Karena semua 118 Tuhan yang Satu diciptakan dalam citra Tuhan, maka semuanya memiliki derajat yang sama: bahkan Imam Tertinggi sekalipun harus dihukum jika dia melukai sesama manusia, karena perbuatan itu sama dengan penyangkalan eksistensi Tuhan.101 Tuhan telah menciptakan adam, seorang manusia, untuk mengajarkan kepada kita bahwa siapa pun yang menghancurkan kehidupan seorang manusia akan dihukum seakan-akan dia telah membunuh seluruh umat manusia; sama halnya, siapa yang menyelamatkan kehidupan seseorang akan diberi pahala yang sama dengan menghidupkan semua umat manusia.102 Ini bukan sekadar sentimen yang lemah, tetapi merupakan prinsip hukum yang mendasar: artinya, tak seorang pun yang boleh dikurbankan demi kepentingan kelompok. Menghinakan seseorang, bahkan seorang goyim atau budak, adalah perbuatan yang sangat ofensif, karena hal itu setara dengan pembunuhan, penyangkalan akan citra Tuhan yang suci.103 Hak untuk bebas kemudian menjadi sangat krusial: sulit menemukan satu alasan pun untuk menjatuhkan hukuman penjara di dalam semua literatur rabinik, karena hanya Tuhanlah yang berhak merampas kemerdekaan seorang manusia. Menyebarkan aib seseorang dianggap sama dengan menyangkal eksistensi Tuhan.104 Orang Yahudi tidak mengandaikan Tuhan sebagai Big Brother yang terus mengamati gerak-gerik manusia dari suatu tempat; sebaliknya mereka menanamkan sebuah kesadaran bahwa Tuhan berada dalam diri setiap manusia sehingga hubungan dengan manusia lain menjadi pertemuan yang sarat dengan nilai-nilai kesucian. Hewan-hewan tidak mengalami kesulitan untuk hidup dalam tabiat mereka, tetapi manusia merasakan sulitnya menjadi manusia yang utuh. Tuhan Israel kadang tampak seakan-akan telah mendorong terjadinya kekejaman yang paling tidak suci dan tidak manusiawi. Namun selama berabad-abad, Yahweh telah menjadi sebuah gagasan yang mungkin dapat membantu orang-orang menanamkan rasa kasih sayang dan saling menghormati terhadap sesama manusia, yang telah menjadi ciri agama-agama Zaman Kapak. Cita-cita para rabi sangat dekat dengan agama besar kedua, yang memang berakar dalam tradisi yang sama.[] 119 Cahaya bagi Kaum Non-Yahudi eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. [email protected] Pada saat yang sama ketika Philo menguraikan Yudaismenya yang bercorak Platonis di Aleksandria, sementara Hillel dan Shammai sedang beradu argumen di Yerusalem, seorang penyembuh iman karismatik memulai kariernya sendiri di utara Palestina. Sangat sedikit pengetahuan kita tentang Yesus. Uraian panjang lebar pertama tentang riwayat hidupnya adalah Injil Markus yang baru ditulis sekitar tahun 70 M, hampir empat puluh tahun setelah kematiannya. Pada saat itu, fakta-fakta historis telah terselubung oleh unsur-unsur mitos yang mengekspresikan makna yang telah diperoleh Yesus dari pengikutnya. Makna inilah yang sebenarnya disampaikan oleh Injil Markus ketimbang gambaran gamblang yang dapat diandalkan. Orang Kristen generasi pertama memandang Yesus sebagai seorang Musa baru, seorang Yosua baru, dan sebagai pendiri Israel baru. Seperti Buddha, Yesus tampaknya menyatukan beberapa aspirasi terdalam orang sezamannya dan memberi substansi bagi mimpi-mimpi yang telah membayangi kaum Yahudi selama berabadabad. Dalam masa hidupnya, banyak orang Yahudi Palestina yang percaya bahwa dia adalah sang Mesias: dia masuk ke Yerusalem dan dielu-elukan sebagai anak Daud, tetapi, hanya berselang beberapa hari kemudian, dia dihukum mati melalui hukum penyaliban Romawi yang mengerikan. 120