PENDAHULUAN Dalam literatur akuntansi biaya, perilaku biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah ketika aktivitas bisnis meningkat atau menurun, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang totalnya meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas (Carter, 2009: 69). Biaya variabel berubah secara proporsional dengan perubahan dalam penggerak aktivitas, yang besarnya perubahan biaya hanya tergantung pada tingkat perubahan dalam tingkat aktivitas, tidak pada arah perubahan (Noreen dan Soderstrom, 1997). Beberapa penelitian menemukan dugaan bahwa kenaikan biaya lebih tinggi pada saat volume aktivitas meningkat dibandingkan dengan penurunan biaya pada saat volume aktivitas mengalami penurunan (Cooper and Kaplan, 1998 dalam Windyastuti dan Biyanto, 2005). Perilaku biaya ini disebut dengan cost stickiness (kelengketan biaya). Biaya disebut sticky (lengket) ketika kenaikan volume aktivitas perusahaan yang diikuti dengan kenaikan biaya, tetapi penurunan volume aktivitas perusahaan tidak diikuti dengan penurunan biaya (Balakrishnan dan Gruca, 2008). Ketidakkonsistenan perilaku pada biaya ini disebabkan adanya tindakan yang sengaja dilakukan oleh manager menghadapi ketidakpastian permintaan di masa mendatang. Ketika volume penjualan mengalami penurunan, perusahaan harus menanggung biaya sumber daya terikat yang menganggur. Manajer memutuskan untuk mempertahankan sumber daya tersebut hingga mendapatkan kepastian bahwa volume penjualan mengalami penurunan secara permanen (He, et al., 2010). Manajer harus berhati-hati dalam mengambil keputusan akan mempertahankan sumber daya terikat atau akan melepas sumber daya tersebut ketika kemungkinan besar perusahaan mengalami penurunan volume penjualan. Ketika manajer mengambil keputusan untuk mempertahankan sumber daya terikat, perusahaan harus menanggung biaya kapasitas dari sumber daya yang 1 menganggur. Tetapi jika manajer melepas sumber daya tersebut, perusahaan harus mengeluarkan biaya penyesuaian untuk penghematan dan membeli kembali sumber daya yang telah dilepas ketika volume penjualan mengalami peningkatan. Jika kemungkinan terjadinya penurunan volume penjualan lebih kecil atau biaya penyesuaian yang dikeluarkan lebih tinggi, kelengketan biaya diperkirakan akan lebih kuat (Anderson et al., 2003). Penelitian ini mereplikasi dari penelitian Anderson et al., (2003) yang menguji mengenai perilaku sticky cost pada biaya penjualan, administrasi, dan umum pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada di Amerika Serikat. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan pengujian dengan sampel data yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penulis akan melakukan pengujian pada biaya penjualan, administrasi, dan umum pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Dalam penelitian Balakrisnhnan dan Gruca, (2008), menemukan bahwa biaya penjualan, administrasi, dan umum (operasional) bersifat sticky dalam merespon penerimaan (revenue). Biaya pada unit yang terkait dengan kegiatan utama perusahaan akan lebih sticky (lengket) jika dibandingkan dengan biaya pada unit-unit pendukung. Sehingga yang menjadi masalah dalam penelitian ini yaitu perilaku sticky cost biaya penjualan, administrasi, dan umum pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Penelitian Windyastuti dan Biyanto (2005) menemukan adanya cost stickiness (kelengketan biaya) pada biaya penjualan, administrasi, dan umum perusahaan manufaktur di Indonesia dan juga menemukan adanya kelengketan biaya yang meningkat sesuai dengan assset intensity (rasio total aset terhadap penjualan bersih) perusahaan. Tetapi pada penelitian Dewi (2012) tidak menemukan adanya peningkatan cost stickiness sesuai dengan asset intensity. Pada penelitian Rahmadi (2012) justru tidak menemukan adanya kelengketan biaya penjualan, administrasi, dan umum perusahaan manufaktur tetapi pada penelitian tersebut menemukan adanya tingkat cost stickiness yang meningkat sesuai dengan asset intensity perusahaan. Dengan penelitian ini, penulis ingin membuktikan eksistensi dari kelengketan biaya penjualan, administrasi, dan 2 umum juga pengaruh asset intensity terhadap tingkat cost stickiness pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cost stickiness (kelengkatan biaya) juga terjadi pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Dalam artikel ini penulis berusaha untuk menjawab persoalan penelitian mengenai : apakah biaya penjualan, administrasi, dan umum perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam BEI merupakan sticky cost? Dan yang kedua apakah asset intensity perusahaan mempengaruhi tingkat cost stickiness? Dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi manajer dalam membuat perencanaan biaya karena biaya-biaya yang terjadi tidak sepenuhnya berubah secara proporsional. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi analist keuangan, calon investor, dan pemakai laporan keuangan dalam menilai kinerja perusahaan karena perusahaan dengan rasio biaya yang tinggi tidak selalu menggambarkan kondisi bahwa perusahaan tersebut tidak menjalankan usahanya dengan efisien. TINJAUAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kelengketan Biaya pada Biaya Penjualan, Administrasi, dan Umum Model tradisional perilaku biaya berkaitan dengan biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda tanpa mempertimbangkan pengaruh intervensi manajerial terhadap pengelolaan sumber daya. Manajer membuat perubahan pada sumber daya terikat karena beberapa biaya yang melekatinya bersifat lumpy, yaitu ketika permintaan yang bertambah melebihi kapasitas normal maka perusahaan harus menambah sumber dayanya. Penambahan sumber daya tersebut mengakibatkan peningkatan biaya dalam jumlah yang besar sekaligus. Dengan sendirinya, cost lumpiness dapat menyebabkan kelebihan kapasitas sehingga menyebabkan adanya kapasitas yang menganggur, tetapi tidak mengakibatkan sticky cost. Biaya dikatakan sticky apabila besarnya kenaikan biaya yang dihubungkan dengan kenaikan volume lebih besar dibanding besarnya penurunan biaya yang dihubungkan dengan penurunan volume yang ekuivalen (Cooper dan Kaplan, 3 1998 dalam Anderson et al., 2003). Sticky cost terjadi karena adanya ketidakseimbangan penyesuaian sumber daya yaitu lebih lama dalam proses penyesuaian yang menurun dibanding proses penyesuaian yang meningkat. Menurut Balakrishnan dan Gruca (2008), model sticky cost mengakui bahwa biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tergantung ke beberapa derajat pada biaya yang dikeluarkan dalam periode sebelumnya. Kedua tingkat aktivitas pada periode berjalan, tingkat biaya, dan kegiatan pada periode sebelumnya mempengaruhi biaya yang terjadi pada periode berjalan. Tetapi sebaliknya, pada model tetap/variabel perilaku biaya menegaskan bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan tergantung pada volume aktivitas pada tahun berjalan saja. Ketergantungan itu muncul dikarenakan model sticky cost mempertimbangkan perilaku strategis. Secara khusus, sticky cost terjadi karena peran manajer dalam menyesuaikan sumber daya berkomitmen. Ketika manajer percaya bahwa penurunan volume penjualan cenderung bertahan, manajer akan mengambil keputusan untuk melepas sumber dayanya pada saat volume penjualan mengalami penurunan. Akibatnya, ketika volume penjualan mengalami kenaikan, perusahaan harus menanggung biaya penyesuaian dari pelepasan sumber daya tersebut dan harus menanggung biaya pembelian sumber daya kembali. Biaya-biaya penyesuaian itu meliputi biaya pesangon ketika karyawan diberhentikan, serta biaya pencarian, perekrutan, dan pelatihan karyawan (Anderson et al., 2003). Ketika manajer percaya bahwa penurunan volume penjualan adalah sementara, manajer akan memutuskan untuk mempertahankan sumber daya ketika volume penjualan mengalami penurunan, sehingga perusahaan harus menanggung biaya sumber daya yang menganggur. Hal ini menyebabkan kapasitas sumber daya menganggur yang mengakibatkan terjadinya kelengketan biaya. Keputusan manajer untuk mempertahankan kapasitas sumber daya yang menganggur merupakan bentuk dari agency cost. Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency cost adalah biaya yang terjadi ketika keputusan manajer dikarenakan pertimbangan pribadi manajer untuk memaksimumkan keperluan pribadinya, akan tetapi tidak menguntungkan bagi pemegang saham. 4 Peneliti akan menguji kelengketan biaya pada biaya penjualan, administrasi, dan umum terhadap penjualan pada periode ketika terjadi peningkatan pendapatan dan ketika terjadi penurunan pendapatan. Penelitian ini menggunakan biaya penjualan, administrasi, dan umum karena perilaku ini dapat dipelajari dengan menghubungkan aktivitas pendapatan yang dapat mempengaruhi komponen biaya ini (Anderson et al., 2003). Penelitian Anderson, et al., (2003) menemukan bahwa biaya penjualan, administrasi, dan umum bersifat sticky (lengket) terhadap pendapatan yaitu kenaikan biaya penjualan, administrasi, dan umum ketika pendapatan naik lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan biaya penjualan, administrasi, dan umum ketika pendapatan mengalami penurunan. Penelitian Balakrisnhnan dan Gruca (2008) juga menemukan adanya sticky cost pada biaya penjualan, administrasi, dan umum terhadap pendapatan. Dari hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah : H1 : Besarnya kenaikan biaya penjualan, administrasi, dan umum saat terjadi kenaikan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan biaya penjualan, administrasi, dan umum saat terjadi penurunan pendapatan. 2.2 Variasi Tingkat Kelengketan Biaya Ketika volume penjualan mengalami penurunan, manajer akan berusaha menurunkan skala pembelian pada persediaan bahan baku yang pengadaannya dengan melakukan pembelian dengan pihak luar. Manajer akan lebih mudah untuk mengurangi atau menghentikan bahan baku tersebut. Akan tetapi untuk input yang diperoleh dari dalam perusahaan (aset perusahaan), pelepasan aset ketika terjadi penurunan penjualan sangatlah mahal. Perusahaan harus membayar biaya pembelian aset dan kehilangan investasi perusahaan yang spesifik. Pada saat terjadi penurunan penjualan, perusahaan yang memiliki aset lebih tinggi akan mengalami kelengketan biaya karena menghadapi dilema yang lebih besar. Sehingga, semakin tinggi intensitas aset maka kelengketan biaya pada biaya penjualan, administrasi, dan umum akan semakin tinggi juga (Windyastuti dan Biyanto, 2005). Penelitian Windyastuti dan Biyanto (2005) menemukan bahwa 5 tingkat cost stickiness biaya penjualan, administrasi, dan umum meningkat sesuai dengan asset intensity. Sehingga hipotesis untuk penelitian ini adalah : H2 : Tingkat cost stickiness pada biaya penjualan, administrasi, dan umum akan meningkat sesuai dengan asset intensity (rasio total aset terhadap pendapatan) perusahaan. METODE PENELITIAN 3.1 Sampel Penelitian Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Adapun kriteria yang harus dipenuhi yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2011 dan menerbitkan laporan keuangan tahunan terutama tahun 2009 – 2011. Selain itu biaya penjualan, administrasi, dan umum tidak melebihi pendapatan penjualan bersih. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu laporan keuangan pada perusahaan manufaktur tahun 2009-2011 yang diperoleh dari alamat website http://www.idx.co.id yang mencakup biaya penjualan, administrasi, dan umum, pendapatan penjualan bersih perusahaan, dan aset bersih. Pengelompokan perusahaan yang termasuk perusahaan manufaktur diperoleh dari data di Indonesian Capital Market Directory (ICMD). 3.2 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biaya penjualan, administrasi, dan umum, pendapatan penjualan, variabel dummy penurunan, dan asset intensity (intensitas aset). Biaya penjualan, administrasi, dan umum sebagai variabel dependen. Sedangkan untuk variabel independen dalam penelitian ini yaitu pendapatan penjualan, variabel dummy penurunan, dan intensitas aset. Biaya penjualan, administrasi, dan umum adalah biaya yang terjadi dalam kegiatan penjualan dan administrasi umum perusahaan. Biaya penjualan, administrasi, dan umum juga dikenal dengan beban usaha atau biaya operasional perusahaan. 6 Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomis yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal (IAI, 2007). Variabel dummy merupakan variabel yang mempresentasikan kuantifikasi dari variabel kualitatif. Variabel kualitatif yang dikuantifikasi pada variable dummy adalah apakah penjualan mengalami penurunan selama periode t-1-t (tahun 2009-2010 dan tahun 2010-2011) atau tidak. Jika penjualan turun maka variabel dummy bernilai 1, tetapi jika penjualan mengalami kenaikan maka variabel dummy bernilai 0. Asset intensity (intensitas aset) merupakan rasio total aset terhadap penjualan bersih pada periode yang sama. Jika asset intensity semakin tinggi, maka cost stickiness biaya penjualan, administrasi, dan umum juga akan semakin besar. 3.3 Model Dalam uji asumsi klasiknya, Anderson et al., (2006) menghasilkan model untuk mengukur cost stickiness pada biaya penjualan, administrasi, dan umum untuk setiap perusahaan manufaktur. Model tersebut digunakan untuk menunjukkan respon biaya penjualan, administrasi, dan umum terhadap perubahan penjualan bersih yang terjadi. Jika penjualan bersih mengalami penurunan selama dua periode yaitu dari tahun 2009-2010 dan 2010-2011, nilai Dummy_Penurunan akan bernilai 1. Dan akan bernilai 0 jika mengalami kenaikan pada periode tersebut. Model yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Model 1 : 7 Untuk mengukur perbedaan tingkat cost stickiness pada masing-masing perusahaan, variabel pembanding yang digunakan yaitu asset intensity. Sehingga model yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Model 2 : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2009-2011. Dari data yang sudah terkumpul, kemudian dipilih data yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Untuk daftar nama perusahaan dan kodenya dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 1. Hasil Pemilihan Sampel Kriteria-Kriteria Sampel Daftar perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Jumlah Data 288 tahun 2009-2011 Data perusahaan manufaktur yang jumlah biaya (4) operasinya lebih dari jumlah penjualannya Jumlah sampel yang tidak lengkap (14) Jumlah sampel yang digunakan 270 Sumber : Data sekunder yang diolah 4.2 Statistik Deskriptif Berikut ini adalah statistik deskriptif untuk perubahan penjualan dan biaya operasional dari tahun 2009-2010 dan tahun 2010-2011. 8 Tabel 2. Statistik Deskriptif Rata-rata kenaikan dalam (Rp) Perubahan biaya operasional dari tahun 2009-2010 Perubahan biaya operasional dari tahun 2010-2011 Perubahan penjualan dari tahun 2009-2010 Perubahan penjualan dari tahun 2010-2011 Rata-rata penurunan dalam (Rp) Jumlah sampel yang mengalami kenaikan Jumlah sampel yang mengalami penurunan 112.108.087.719 45.731.917.228 103 32 88.735.609.713 27.634.953.327 102 33 1.042.890.218.949 629.821.988.548 103 32 1.261.591.033.177 55.652.923.213 118 17 Sumber : Data sekunder yang diolah Dari tabel di atas dapat dijelaskan mengenai peningkatan dan penurunan biaya operasional dan penjualan perusahaan manufaktur di Indonesia selama tahun 2009-2011. Rata-rata kenaikan penjualan selama tahun 2009-2010 sebesar Rp 1.042.890.218.949 dan rata-rata penurunan penjualan sebesar Rp 629.821.988.548. Dari total 135 perusahaan, jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan sebanyak 103 dan yang mengalami penurunan penjualan sebanyak 32 perusahaan. Ini menunjukkan bahwa pada tahun 2009-2010 perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan mencapai 76% dan sebesar 24% perusahaan mengalami penurunan penjualan. Sedangkan selama tahun 2009-2010, biaya operasional mengalami rata-rata kenaikan sebesar Rp 112.108.087.719 dan penurunan sebesar Rp 45.731.917.228. Jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan biaya operasional sebanyak 103 dan yang mengalami penurunan sebanyak 32 perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2009-2010, perusahaan yang mengalami kenaikan biaya operasional sebesar 76% dan yang mengalami penurunan sebesar 24% dari total 135 perusahaan. Dari persentase jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan dengan persentase jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan biaya operasional, dapat ditunjukkan bahwa kenaikan penjualan pada tahun 2009-2010 diikuti juga dengan kenaikan biaya operasional. Selama tahun 2010-2011, rata-rata kenaikan penjualan perusahaan sebesar Rp 1.261.591.033.177 dan penurunan sebesar Rp 55.652.923.213. Jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan sebanyak 118 dan yang mengalami 9 penurunan penjualan sebanyak 17 dari total 135 perusahaan. Dapat ditunjukkan bahwa perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan pada tahun 2010-2011 mencapai 87% dan sebesar 13% mengalami penurunan penjualan. Sedangkan untuk biaya operasional tahun 2010-2011, rata-rata kenaikan sebesar Rp 88.735.609.713 dan penurunan sebesar Rp 27.634.953.327. Jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan biaya operasional sebanyak 102 dan yang mengalami penurunan sebanyak 33 perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang mengalami kenaikan biaya operasional sebesar 76% dan yang mengalami penurunan sebesar 24% dari total 135 perusahaan. Dari persentase kenaikan penjualan dengan persentase kenaikan biaya operasional menunjukkan bahwa pada tahun 2010-2011, kenaikan penjualan tidak diikuti dengan kenaikan biaya operasional. Untuk rata-rata kenaikan aset tetap yang dimiliki perusahaan pada tahun 2009-2010 dan 2010-2011, masing-masing sebesar Rp 551.604.611.699 dan Rp 940.884.696.728. Selama tahun 2009-2010, total aset dari perusahaan yang mengalami kenaikan berjumlah 103 dan yang mengalami penurunan sebanyak 32 perusahaan. Jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan total aset tetap selama tahun 2010-2011 sebanyak 110 perusahaan dan yang mengalami penurunan dalam jumlah aset tetap sebanyak 25 perusahaan. 4.3 Pengujian Hipotesis Langkah-langkah pengujian hipotesis pada penelitian ini yaitu dengan melalui uji asumsi klasik yang meliputi uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas residual (lihat lampiran). Tabel 3. ANOVA Model Regression a. b. Sum of Squares 0.503 df 2 Mean Squares 0.252 0.010 Residual 2.622 267 Total 3.125 269 F 25.632 Sig 0.000 Konstanta : log penjualan, dummy log penjualan Variabel dependen : log biaya operasional Sumber : Data sekunder SPSS yang diolah 10 Berdasarkan hasil uji anova diperoleh nilai signifikansi F 0.000 < 0.05, berarti variabel bebas penjualan dan dummy penurunan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional. Tabel 4. Hasil Uji Regresi Model (Constant) Log Penjualan (β1) Dummy Log Penjualan (β2) B 0.012 t 1.434 Sig. 0.153 0.381 4.944 0.000 -0.046 -0.372 0.710 Adj. R Square 0.155 Variabel dependen : log biaya operasional Sumber : Data sekunder SPSS yang diolah Pada pengujian untuk hipotesis pertama terdapat perbedaan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Tingkat signifikansi untuk penjualan 0.000 < 0.05, ini menunjukkan bahwa penjualan berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional. Sedangkan untuk signifikansi dummy penurunan yaitu 0.710 > 0.05 menunjukkan bahwa dummy penurunan tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pada periode 2009-2011 tidak terjadi cost stickiness pada perusahaan-perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya oleh Dewi (2012) yang menemukan adanya cost stickiness pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hal ini dikarenakan selama tahun 2009-2011 sebagian besar dari perusahaan mengalami kenaikan dalam penjualan sehingga cost stickiness tidak terjadi pada perusahaan manufaktur. Sedangkan pada penelitian Dewi (2012) menemukan adanya krisis keuangan global yang berdampak pada perekonomian di Indonesia, sehingga pada penelitian tersebut ditemukan adanya cost stickiness pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan pada tahun 2010-2011 mencapai 87% dan sebesar 13% mengalami penurunan penjualan, sedangkan untuk biaya operasional yang mengalami peningkatan sebesar 76% dan yang mengalami 11 penurunan sebesar 24%. Dari persentase kenaikan penjualan dengan persentase kenaikan biaya operasional menunjukkan bahwa pada tahun 2010-2011, kenaikan penjualan tidak diikuti dengan kenaikan biaya penjualan, administrasi, dan umum (operasional). Dapat disimpulkan bahwa cost stickiness biaya penjualan, administrasi, dan umum (operasional) tidak terjadi pada perusahaan manufaktur. Tabel 5. ANOVA Model Regression a. b. Sum of Squares 0.592 3 Mean Squares 0.197 0.010 df Residual 2.533 266 Total 3.125 269 F 20.734 Sig. 0.000 Konstanta : log penjualan, dummy log penjualan, log penjualan log aset Variabel dependen : log biaya operasional Sumber : Data sekunder SPSS yang diolah Berdasarkan hasil uji Anova, pada hipotesis kedua diperoleh signifikansi F 0.000 < 0.05 menunjukkan bahwa variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Tabel 6. Hasil Uji Regresi Model (Constant) 0.014 t 1.615 Log Penjualan (β1) 0.372 4.905 0.000 Dummy Log Penjualan (β2) 0.109 0.818 0.414 -0.557 -3.056 0.002 Dummy Log Penjualan Log Aset (β3) B Sig. 0.108 Adj. R Square 0.180 Variabel dependen : log biaya operasional Sumber : Data sekunder SPSS yang diolah Hasil penelitian untuk hipotesis kedua menunjukkan koefisien regresi β3 menunjukkan angka negatif dan signifikan dengan koefisien regresi sebesar 0.557. Ini menunjukkan bahwa ketika asset intensity mengalami kenaikan, maka penurunan biaya operasional yang diakibatkan karena penurunan penjualan akan lebih kecil dibandingkan ketika asset intensity tidak mengalami kenaikan. Ketika 12 penjualan mengalami penurunan, menjual aset perusahaan sangatlah berisiko karena perusahaan akan kehilangan investasi yang spesifik. Dengan adanya agency theory juga menyebabkan terjadinya cost stickiness (kelengketan biaya). Manajer memilih untuk mempertahankan sumber daya terikat dikarenakan untuk menghindari kepercayaan atas dirinya di mata para karyawan tidak berkurang jika manajer melakukan restrukturisasi (Dewi, 2012). Selain itu, agency theory juga dilakukan oleh manajer dengan mempertahankan aset tetap perusahaan agar nilai aset tetap tinggi dan manajer dianggap berhasil mengembangkan perusahaan. Dengan adanya nilai aset tetap yang tinggi, biaya-biaya dari aset tetap seperti biaya depresiasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain juga akan tinggi yang memicu terjadinya kelengketan biaya. Cost stickiness pada biaya operasional akan lebih tinggi pada perusahan-perusahaan yang lebih banyak menggunakan aset perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Sehingga pada temuan ini dapat mendukung hipotesis kedua yaitu cost stickiness pada biaya operasional akan meningkat sesuai dengan asset intensity. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Rahmadi (2012) yang menemukan bahwa tingkat cost stickiness biaya operasional meningkat sesuai dengan asset intensity (rasio total aset terhadap pendapatan usaha). 13 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama ditolak. Ini membuktikan bahwa pada periode penelitian, cost stickiness biaya penjualan, administrasi, dan umum (biaya operasional) tidak terjadi pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan perubahan biaya operasional perusahaan ketika penjualan mengalami kenaikan tidak lebih besar dibanding ketika penjualan mengalami penurunan. Pada hipotesis kedua ditemukan bahwa tingkat cost stickiness pada biaya operasional meningkat sesuai dengan asset intensity (rasio total aset terhadap pendapatan) perusahaan. Biaya operasional akan lebih sticky pada perusahaan yang lebih banyak menggunakan aset miliknya dalam menjalankan usahanya. Sehingga untuk hipotesis kedua diterima. IMPLIKASI Penelitian ini memberikan implikasi teoritis mengenai cost stickiness pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hal ini mengingat tidak menemukan adanya cost stickiness pada perusahaan manufaktur di Indonesia, tetapi justru menemukan bahwa semakin tinggi asset intensity perusahaan menyebabkan perilaku sticky cost yang lebih besar. Selain itu, implikasi dari hasil penelitian ini dapat ditujukan bagi manajer dalam membuat perencanaan biaya karena biaya-biaya yang terjadi tidak sepenuhnya berubah secara proporsional. Manajer harus dapat mengambil keputusan yang terbaik dalam mempertahankan sumber daya perusahaan atau melepaskan sumber daya tersebut ketika terjadi penurunan penjualan. Bagi investor, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam menilai kinerja perusahaan sehingga investor dapat menginvestasikan asetnya pada perusahaan yang dapat memberikan manfaat bagi investor tersebut. KETERBATASAN Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu biaya operasional secara keseluruhan dipakai sebagai ukuran dalam menilai cost stickiness, selain itu data yang diperoleh kurang lengkap karena tidak dicantumkannya data-data mengenai 14 jumlah karyawan. Hal ini membuat penelitian tidak bisa dikembangkan untuk menggunakan variabel jumlah karyawan. SARAN UNTUK PENELITIAN MENDATANG Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan lebih menspesifikasikan pada kelompok biaya tertentu seperti kelompok biaya produksi maupun biaya non produksi untuk mengetahui tingkat cost stickiness pada kelompok biaya tersebut. Selain itu, penelitian selanjutnya untuk sampel perusahaan manufaktur sebaiknya sampel perusahaan dibedakan sesuai dengan karakteristik dari masing-masing perusahaan manufaktur karena kemungkinan terjadinya kelengketan biaya dari masing-masing karakteristik perusahaan akan berbeda. Pada penelitian selanjutnya juga diharapkan menggunakan sampel penelitian selain perusahaan manufaktur dan juga melihat pada faktor lain seperti kondisi ekonomi makro Indonesia karena ketika terjadi pertumbuhan ekonomi makro kemungkinan cost stickiness akan lebih besar. 15 DAFTAR PUSTAKA Anderson, M.C., Banker, RD., & Janakiraman, SN., 2003, “Are Selling. General and Administrative Cost “Sticky”?”, Journal of Accounting Research, Vol. 41, No. 1. Anderson, M.C., Banker, R., Huang, R., & Janakiraman, S., 2006, “Cost Behavior and Fundamental Analysis of SG&A Costs”, Journal of Accounting, Auditing & Finance. Balakrishnan, R., & Gruca, T.S., 2008, “Cost Stickiness and Core Competency : A Note*”, Contemporary Accounting Research, Vol. 25, No. 4. Balakrishnan, R., Petersen, M.J., & Sodestrom, N.S., 2004 “Does Capacity Utilization Affect the Stickiness of Cost?”, Journal of Accounting, Auditing & Finance. Banker, RD., & Chen, Lei (Tony)., 2006, “Predicting Earnings Using a Model Based on Cost Variability and Cost Stickiness”, The Accounting Review, Vol. 81, No. 2. Calleja, K., Steliaros, M., & Thomas, D.C., 2006, “A Note on Cost Stickiness: Some International Comparisons”, Management Accounting Research, Vol 17, No. 127. Carter, W.K., 2009, Akuntansi Biaya Edisi Empat Belas, Salemba Empat, Jakarta. Dewi, A.A.K., 2012, “Apakah Kelengketan Biaya Terjadi Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia?”, Skripsi Tidak Dipublikasikan. Ghozali, I.H., 2006, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Undip, Semarang. He, Daoping (Steven)., Teruya J., & Shimizu, T., 2010, “Sticky Selling, General, and Administrative Cost Behavior and Its Changes in Japan”, Global Journal of Business Research, Vol 4, No. 4. Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta. Jensen, M.C., & Meckling, W.H., 1976, “Theory of The Firm: Mangerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure”, Journal of Financial Economic, Vol. 3, No. 4. Noreen E., & Soderstrom N., 1997, “The Accuracy of Proportional Cost Models: Evidence from Hospital Service Departments”, Review on Accounting Studies, 2. Rahmadi, W.A., 2012, “Apakah Biaya Operasional Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sticky?”, Skripsi Tidak Dipublikasikan. Windyastuti., & Biyanto F., 2005, “Analisis Perilaku Kos : Stickiness Kos Pemasaran, Administrasi, & Umum pada Penjualan Bersih (Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEJ)”, SNA VIII, Solo. 16 Windyastuti, 2010, “Stickiness Kos Produksi dan Non-Produksi (Studi pada Perusahaan Plastik dan Kaca yang Terdaftar di BEJ)”, Buletin Ekonomi, Vol. 8, No. 3. 17