Nama : A.A.A. NANDA SARASWATI NPM : 1006736116 Tugas Individu II Mata Kuliah Hukum Kebijakan Lingkungan Prinsip Tanggung Jawab Bersama Namun Berbeda (Common But Differentiated Responsibility/CBDR) dan Keseimbangan Komitmen terhadap Iklim Lavanya Rajamani Prinsip Tanggung Jawab Bersama Namun Berbeda Prinsip tanggung jawab bersama namun berbeda secara eksplisit tercantum di dalam prinsip 7 Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan, yaitu :“In view of the different contributions to global environmental degradation, States have common but differentiated responsibilities. The developed countries acknowledge the responsibility that they bear in the international pursuit of sustainable development in view of the pressures their societies place on the global environment and of the technologies and financial resources they command.” Prinsip ini hadir, juga secara eksplisit, dalam pasal 3 (1) The Framework Convention on Climate Change : “The Parties should protect the climate system for the benefit of present and future generations of humankind, on the basis of equity and in accordance with their common but differentiated responsibilities and respective capabilities. Accordingly, the developed country Parties should take the lead in combating climate change and the adverse effects thereof.” Prinsip inilah yang menciptakan tanggung jawab bersama Negara-negara untuk melindungi lingkungan hidup secara global. Selain itu, prinsip tersebut menyatakan negara-negara maju secara historis, bertanggung jawab atas menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup secara global akibat aktivitas pembangunan yang mereka lakukan; bahwa dengannya, pada sisi yang lain, mereka mempunyai sumber daya yang lebih baik dan lebih banyak, terutama sumber daya keuangan dan teknologi. Kedua hal itu menjadi dasar bahwa negara maju mempunyai tanggung jawab lebih besar dalam memecahkan persoalan–persoalan lingkungan hidup global serta menjadi negara pertama dalam melakukan usaha-usaha demi tercapainya cita-cita internasional dalam hal pembangunan berkelanjutan. Tanggung Jawab Bersama Tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup global itu berasal dari serangkaian hukum internasional yang mengatur masalah sumber daya alam yang diistilahkan sebagai “perhatian bersama” (common concern) atau “warisan bersama umat manusia” (common heritage of humankind). Istilah ini dikenakan pada sumber daya alam yang dibagi dan dinikmati bersama, baik yang ada dalam yurisdiksi suatu negara atau tidak; yang menjadi kepentingan hukum bersama serta memberikan kontribusi penting bagi manusia dan sistem biosphere bumi. Tanggung Jawab Berbeda Perbedaan perlakuan atau tanggung jawab disebabkan oleh, pertama, perbedaan kontribusi tiap-tiap negara pada terjadinya tekanan pada lingkungan hidup; dan kedua, karena adanya perbedaan kapasitas dalam menyelesaikan masalah dan memuluskan cita-cita pembangunan berkelanjutan, secara khusus dalam hal kepemilikan dana keuangan dan kemajuan teknologinya. Status Hukum Dalam hal apakah tanggung jawab bersama namun berbeda tersebut termasuk katagori prinsip masih menjadi perdebatan. Ada yang menganggap bahwa tanggung jawab tersebut telah menjadi sebuah hokum kebiasaan internasional. Namun, prinsip tersebut jelas-jelas hanya berlaku terhadap para pihak dan hanya dalam hubungannya dengan FCCC, bukan sebagai norma ato prinsip yang berlaku umum. Itulah sebabnya mengapa prinsip tanggung jawab bersama namun berbeda di dalam FCCC tersebut secara teknis tidak dapat disebut sebagai “prinsip”, melainkan hanya sebagai pemandu. Meskipun tidak mengikat secara hokum, tetap saja tanggung jawab tersebut merupakan sebuah kekuatan dalam rezim iklim. Hal ini dapat ditemukan dalam preambul FCCC, sebuah perjanjian internasional yang mengikat dan preambul Protokol Kyoto. Keseimbangan Komitmen dalam Rezim Iklim Keseimbangan Komitmen dalam Berkelanjutan dengan Adaptasi FCCC : Mitigasi dan Pembangunan Berdasarkan tanggung jawab bersama namun berbeda, FCCC mengandung keseimbangan komitmen antar Negara. Negara-negara berkembang berkomitmen untuk melakukan pengembangan berdasarkan pembangunan berkelanjutan dan meninjau efek buruk dari perubahan iklim melalui adaptasi. Sedangkan Negara-negara industri untuk menanggapi perubahan iklim dengan melakukan mitigasi. Komitmen mitigasi berhubungan erat dengan tanggung jawab sejarah dan komitmen adaptasi berhubungan dengan kebutuhan yang mendesak. Biaya mitigasi sangat besar dalam Negara-negara industri, sementara biasa adaptasilah yang sangat besar dalam Negara-negara berkembang. Apabila FCCC diinterpretasikan dari perspektif “common but differentiated responsibility”, maka mitigasi terhadap perubahan iklim adalah tanggung jawab yang utama (tapi bukan satu-satunya) dari negara-negara industri dan pembangunan berkelanjutan disertai dengan adaptasi terhadap efek buruk perubahan iklim merupak tanggung jawab utama (tapi bukan satusatunya) dari Negara-negara berkembang. Terlepas dari pembagian tanggung jawab antara Negara-negara berkembang dan Negara-negara industri, dalam semangat tanggung jawab bersama dimana para pihak sedapat mungkin saling bekerja sama, mitigasi dari perubahan iklim dan adaptasi terhadap efek buruknya, semua itu dilakukan berdasarkan “kemampuan masingmasing” Negara. Keseimbangan Komitmen dalam Protokol Kyoto : Mitigasi dan Kooperasi Kyoto : Partisipasi Negara-negara Berkembang Dalam hubungannya dengan rezim iklim, prinsip-prinsipnya tertuang dalam FCCC sedangkan rumusannya terdapat dalam Protocol Kyoto. Protokol Kyoto merupakan produk dari “Berlin Mandate Proses”. Berlin Mandate mereview ulang artikel 4.2 FCCC dan menyatakan bahwa komitmen yang ada belum cukup. Yang diperlukan adalah proses menurunkan emisi gas rumah kaca dalam waktu tertentu kepada Negara-negara yang tergabung dalam Annex I. Akhirnya, dihasilkanlah sebuah kesepakatan yang mengikat secara hukum dengan komitmen yang lebih tegas dan detail. Kesepakatan ini kemudian dikenal dengan Protokol Kyoto. Protokol ini juga didasari dengan prinsip ‘common but differentiated responsibilities. Oleh karena itu protokol ini mewajibkan secara hukum negara maju atau negara Annex I untuk mengurangi emisi GRK-nya minimal sebesar 5% dari tingkat emisi tahun 1990 pada periode tahun 2008 - 2012. Sebagai jalan tengah, Protokol Kyoto memungkinkan diterapkannya tiga mekanisme fleksibilitas (flexibility mechanisms) agar negara Annex I dapat tetap memenuhi komitmennya dengan biaya yang tidak terlalu tinggi. Ketiga mekanisme tersebut adalah: 1. Joint Implementation; 2. International Emission Trading; 3. Clean Development Mechanism (CDM). Namun, tahun 1997 US menolak untuk melakukan kewajiban dalam FCCC tersebut karena tidak memberikan komitmen baru keada Negara-negara non-Annex I (Negaranegara berkembang). Hal ini merupakan ajang pergulatan yang sangat alot antara negara maju dan negara berkembang. Negara maju yang secara historis telah lebih dahulu mengemisikan GRK ke atmosfer melalui kegiatan industrinya, menolak untuk memberi komitmen yang berarti di dalam Protokol Kyoto. Sementara negara berkembang merasa belum mampu untuk menurunkan emisi GRK-nya karena dianggap akan menghambat proses pembangunan di negaranya. Menurut Mark Mwandosya, prinsip Tanggung Jawab Bersama Namun Berbeda berarti tanggung jawab kepada kedua sisi yaitu untuk Negara-negara maju untuk mulai terlebih dahulu dan memberikan contoh untuk memerangi perubahan iklim dan efek buruknya dan untuk negara-negara berkembang untuk mencapai pembangunan berkelanjutan agar tujuan utama FCCC dan Protokol Kyoto dapat tercapai. Permasalahan ini ditengahi dengan adanya Mekanisme Pembangunan Bersih atau yang lebih dikenal dengan Clean Development Mechanism (CDM) merupakan salah satu mekanisme yang terdapat di dalam Protokol Kyoto. Mekanisme ini merupakan satusatunya mekanismeyang melibatkan negara berkembang, dimana negara maju dapat menurunkan emisi gas rumah kacanya (biasa disebut emisi karbon) dengan mengembangkan proyek ramah lingkungan yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca di negara berkembang. Mekanisme ini sendiri pada dasarnya merupakan perdagangan karbon, dimana negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi gas rumah kaca kepada negara Annex I, yaitu negara maju yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi. Tujuan CDM seperti yang tertera pada Protokol Kyoto artikel 12, adalah: 1. Membantu negara berkembang dalam menerapkan pembangunan yang berkelanjutan serta menyumbang pencapaian tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca dunia pada tingkat yang tidak akan mengganggu sistem iklim global. 2. Membantu negara-negara Annex I atau negara maju dalam memenuhi target penurunan jumlah emisi negaranya. Negara-Negara Berkembang dan Hukum Lingkungan Internasional : Pentingnya Tnggung Jawab Berbeda Duncen French Tanggung Jawab Berbeda – Deklarasi Rio 1992 Salah satu aspek yang menarik perhatian dari Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan tahun 1992 adalah pengesahan komunitas internasional terhadap perbedaan tanggung jawab antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam usahanya untuk memberikaN perlindungan terhadap lingkungan secara global dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat dilihat dalam UNFCCC, Biological Diversity Convention, dan Deklarasi Rio. Prinsip 7 Deklarasi Rio menegaskan bahwa negara-negara maju secara historis, bertanggung jawab atas menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup secara global akibat aktivitas pembangunan yang mereka lakukan; bahwa dengannya, pada sisi yang lain, mereka mempunyai sumber daya yang lebih baik dan lebih banyak, terutama sumber daya keuangan dan teknologi. Kedua hal itu menjadi dasar bahwa negara maju mempunyai tanggung jawab lebih besar dalam memecahkan persoalan– persoalan lingkungan hidup global serta menjadi negara pertama dalam melakukan usaha-usaha demi tercapainya cita-cita internasional dalam hal pembangunan berkelanjutan. Prinsip 7 Deklarasi Rio di atas harus dibaca dan atau dihubungkan dengan prinsip 6 Deklarasi Rio, yang menegaskan bahwa: “The special situation and needs of developing countries, particularly the least developed and those most environmentally vulnerable, shall be given special priority. International actions in the field of environment and development should also address the interests and needs of all countries.” Sementara prinsip 6 Deklarasi Rio menegaskan akan adanya kebutuhan dan situasi yang khusus di negara berkembang, terutama di negara terbelakang atau negara yang rentan secara lingkungan, yang membutuhkan prioritas khusus. Dengan kata lain, kedua prinsip itu memberikan penjelasan akan adanya kontribusi yang berbeda, yang menimbulkan kewajiban atau perlakuan yang berbeda-beda di antara negara-negara di dunia. Prinsip 6 memberikan alasan perbedaan situasi di negara berkembang karena adanya kemiskinan dan keadaan khusus lingkungannya seperti dataran tinggi atau kepulauan kecil, yang membutuhkan prioritas khusus serta perhatian dan perlakuan yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan dan kebutuhan negara-negara tersebut. Sedangkan prinsip 7 memberikan alasan adanya perbedaan perlakuan atau kewajiban yang disebabkan, pertama, perbedaan kontribusi tiap-tiap negara pada terjadinya tekanan pada lingkungan hidup; dan kedua, karena adanya perbedaan kapasitas dalam menyelesaikan masalah dan memuluskan cita-cita pembangunan berkelanjutan, secara khusus dalam hal kepemilikan dana keuangan dan kemajuan teknologinya. Sebenarnya Prinsip 7 tersebut merupakan sebuah kontroversi, yang tidak memuaskan baik negara-negara maju maupun berkembang. Di satu sisi negara-negara maju tidak suka dengan kata-kata bahwa merekalah satu-satunya yang bertanggung jawab atas degradasi lingkungan yang terjadi, sementara di sisi lain, negara-negara berkembang merasa bahwa teks tersebut gagal untuk secara khusus menyalahkan negara-negara Utara atas tingkah laki mereka dulu dan sekarang. Negara-negara yang tergabung dalam Group G77 menulis proposal yang ditolak tentang prinsip 7 yang berisi bahwa beban terbesar dalam hal perlindungan lingkungan global dibebankan pada negara-negara maju karena dipandang sebagai negara-negara yang paling bertanggung jawab dalam hal perusakan lingkungan hidup global serta karena kekayaan finansial dan kemajuan teknologi yang dimilikinya. Untuk itu, negara-negara maju harus membantu negara-negara berkembang, baik dalam bentuk bantuan dana maupun transfer teknologi agar dapat mencapai pembangunan berkelanjutan. Tipe/Jenis Prinsip Pembedaan tanggung jawab dalam hal perubahan iklim : 1. Penggunaan Standar yang berbeda yang tergantung dari tujuan yang ingin di capai oleh masing-masing perjanjian internasional. Seperti yang tertera dalam Agenda 21 “mempertimbangkan situasi yang berbeda dan kemampuan tiap-tiap negara”. 2. Pendekatan yang fleksibel terhadap isu-isu lingkungan yang bersifat global. Seperti dalam prinsip “special needs and circumstances of....developing country parties, and taking into account such countries “special requirements”. Bahasa tersebut memberikan pendekatan holistic dan yang terintegrasi oleh para pihak terhadap isu lingkungan. Lebih dari itu, pernyataan tersebut memberikan bimbingan terhadap factor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam implementasi kesepakatan-kesepakatan tersebut. 3. Peningkatan kepercayaan masyarakat internasional terhadap ketetapan bantuan keuangan serta bantuan teknologi kepda negara-negara berkembang. Seperti Global Environment Fasility (GEF) yang memberikan bantuan dana kepada negara-negara berkembang agar dapt melaksanakan projek-projek lingkungan, mencari bantuan teknikal dan serta melakukan penelitian. Contoh lain adalah dengan melatih personil secara teknis maupun ilmiah, yang tertera dalam 1996 Dumping Protocol, dan memberikan capacity building seperti yang tertera dalam Brundtland Report. Pembenaran terhadap Tanggung jawab yang berbeda : 1. UNGA Res 44/228 2. Deklarasi Rio, prinsip 7. Dengan adanya transfer teknologi yang ramah lingkungan, tersedianya sumber keuangan baru dan tambahan serta pengembangan kapasitas dari negara maju kepada negara berkembang untuk mewujudkan partisipasi yang berarti (meaningful participation) dari negaranegara berkembang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Global dapat terwujud dengan suatu landasan filosofis dan prinsip hukum internasional yang kuat. 3. UNFCCC 1992 artikel 3.1. menyatakan:“....The Parties should protect the climate system for the benefit of present and future generations of humankind, on the basis of equity and in accordance with their common but differentiated responsibilities and respective capabilities. Accordingly, the developed country Parties should take the lead in combating climate change and the adverse effects thereof.”Berdasarkan prinsip ini, negara-negara maju harus mengambil peranan yang lebih besar dibanding negara berkembang dalam upaya melindungi sistem iklim. Oleh karena itu, adalah cukup beralasan, berdasarkan prinsip ini, apabila negara maju juga turut membantu negara berkembang dalam upaya melindungi hutan di negara berkembang agar dapat menjaga sistem iklim global. 4. Biodiversity Convention 5. The International Law Assosiation’s International Committee on Legal Aspects of Sustainable Development Prinsip Common but Differentiated Responsibilities ini mengandung dua pokok pikiran: pertama, penegasan pada tanggung jawab bersama dan sama tiap-tiap negara untuk melindungi lingkungan hidup baik pada pada tingkat nasional, regional maupun global; tanpa melihat negara besar atau kecil. Kedua, perhatian untuk melakukan usaha mencegah, mengurangi dan mengontrol ancaman terhadap lingkungan hidup didasarkan pada perbedaan keadaan masing-masing negara, khususnya dalam hal kontribusi tiaptiap negara tersebut pada terjadinya pertambahan intensitas ancaman terhadap lingkungan hidup dan atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Perbedaan kewajiban masing-masing negara ini sudah tampak dalam Deklarasi Stockholm, terutama dalam prinsip 13 yang menekankan bahwa dalam menerapkan standar lingkungan hidup, yang cocok untuk diterapkan di negara-negara maju, belum tentu cocok untuk diterapkan di negara-negara berkembang serta harus diperhatikan biaya sosial yang mungkin terjadi akibat penerapan standar itu di negara-negara berkembang. Sedangkan Deklarasi Rio mencantumkan perbedaan kewajiban itu dalam beberapa prinsip, antara lain, prinsip 6, yang membicarakan tindakan-tindakan internasional dalam hal pembangunan dan lingkungan hidup harus memperhatikan kepentingan dan kebutuhan semua negara, dengan memberikan prioritas khusus pada negara-negara berkembang terutama negara-negara terbelakang serta negara yang rentan secara lingkungan, serta prinsip 11, yang membicarakan masalah penerapan standar lingkungan, pengaturan masalah serta prioritasnya harus disesuaikan dengan suasana pembangunan dan lingkungan negara di mana standar itu akan diterapkan. Hal ini dikarenakan suatu standar lingkungan yang cocok diterapkan di suatu negara, belum tentu cocok jika diterapkan di negara lain serta akan menyebabkan adanya biaya ekonomi dan sosial, yang dalam keadaan tertentu jumlahnya sangat besar dan tidak tertanggungkan oleh negara tersebut, terutama di negara-negara berkembang. Apapun dasar hukum untuk membenarkan prinsip tanggung jawab bersama namun berbeda, telah sangat jelas bahwa prinsip tersebut memainkan peranan yang sangat penting dalam rezin hukum lingkungan internasional. Namun, banyak pula kritikan yang diberikan terhadap tanggung jawab ini. Di satu sisi, masyarakat internaasionak terus berupaya mencari pendekatan berdasarkan prinsip kehati-hatian terhadap isu-isu lingkungan,sementara di sisi lain kewajiban-kewajibannya “dikualifikasikan” berdasarkan kemampuan masing-masing negara. Apapun alasannya, isu lingkungan dan pembangunan sekarang ini merupakan suatu permasalahan yang fenomenal, baik oleh ICJ pada khususnya maupun masyarakat internasional pada umumnya.Untuk itu tanggung jawab yang berbeda ini tidak bisa di acuhkan begitu saja. Komunitas internasional diberikan kesempatan untuk bertindak sebagai negara-negara yang semuanya mengenali dan menyadari kontribusi terhadap degradasi lingkungan secara global, namun tanggapan tanggung jawabnya berbeda berdasarkan tanggung jawab historis, kemampuan teknis serta kebutuhan setiap negara untuk mengembangan pembangunan berkelanjutan. Komentar dan Pendapat : : 1. Ntale Mustapher1, berpendapat bahwa perlu diadakan negosiasi tentang iklim yang baru dengan target pengurangan emisi bagi semua negara. Dengan adanya negosiasi ulang dan revisi pada Annex I, besar kemungkinan baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang akan berkontribusi untuk menyelesaikan masalah ini. Negara-negara berkembang juga sebaiknya, dengan kemampuan serta kondisi masing-masing, ikut terlibat dalam pembangunan iklim secara global. Negara-negara berkembang yang tidak memiliki kepasitas untuk membatasi emisinya, sebaiknya menggunakan pendekatan CDM karena lebih murah untuk diterapkan. Dapat disimpulkan bahwa prinsip CBDR adalah suatu alat berharga tetapi harus berfungsi dalam batasan-batasan tertentu. Tanggungjawab berbeda harus di ukur dengan menggunakan: a. Tidak boleh mengurangi obyek dan tujuan dari Konvensi; b. Prinsip tersebut sebaiknya ditiadakan apabila perbedaan-perbedaan tidak ada lagi; c. Prinsip tersebut sebaiknya mengenali dan bereaksi terhadap perbedaan polotis dan katagori lain. 2. Sumudu Atapattu 2 , berpendapat bahwa berdasarkan rezin iklim yang da sekarang memang dapat dikatakan menguntungkan negara-negara berkembang. Hal ini dapat dilihat dari Protokol Kyoto yang tidak mencantumkan target pengurangan emisi kepada negara-negara berkembang. Namun apabila kita lihat lebih dalam lagi bahwa sebenarnya Protokol tersebut hanya mengatur tentang komitmen untuk masa sekarang, dimana masalah ini sebenarnya diciptakan oleh negara-negara maju untuk pembangunan mereka sendiri dimana mereka mendapatkan keuntungan, sementara fakta lain adalah bahwa dampak atau efek negatif dari perubahan iklim akan lebih banyak dirasakan oleh negara-negara berkembang. Orang boleh bertanya “apakah hal ini patut?”. 3. Senator Murray (USA) 3 , menyatakan bahwa memang negara-negara maju secara historis lebih banyak memancarkan gas rumah kaca dibandingkan negaranegara berkembang. Selain itu, kita juga secara ekonomi lebih mampu untuk mengeluarkan biaya-biaya untuk mengurangi emisi. Untuk itu, kita sebaiknya memberikan bantuan kepada tetanga-tetangga kita melalui tranfer teknologi, bantuan finansial, dll untuk menyelesaikan masalah ini. Senator Robert Kerrey 1 Ntale Mustapher, “Rethinking the Application of the Principle of ‘Common but Differentiated Responsibilities’ in the International Climate Legal Framework” 2 Sumudu Atapattu, “Climate change, Equity and Differentiated Responsibilities: Does the Present Climate Regime Favor Developing Countries?” 3 PAUL G. HARRIS, “Common But Differentiated Responsibility: The Kyoto Protocol And United States Policy” menambahkan bahwa oleh karena Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang dalam menyelesaikan masalah ini mulai dari tempat yang berbeda, maka wajar apabila targetnya berbeda. 4. Rob Dellink, Michel den Elzen, Harry Aiking, Emmy Bergsma, Frans Berkhout, Thijs Dekker and Joyeeta Gupta4, berpendapat bahwa adaptasi merupakan upaya yang potensial untuk mengurangi emisi. Kita harus menggunakan pendekatan yang mencari keseimbangan antara tanggung jawab historis dan kemampuan untuk membayar (capacity to pay). Sebagai contoh kasus dimana adanya kontribusi peningkatan suhu rata-rata permukaan global yang diambil sebagai hasil emisi saat ini, maka kontribusi vterhadap perubahan iklim negara-negara yang tergabung dalam Annex I adalah sebesar 55%, dengan sisa kontribusi berasal dari negara-negara non Annex I. Namun, apabila kita memasukan capacity to pay atau kemampuan untuk membayar sebagai salah satu kriteria, maka kontribusi negara-negara Annex I akan meningkat menjadi 68%. Menurut pendapat saya sendiri dari apa yang telah diuraikan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa semua negara, tanpa terkecuali mempunyai tanggung jawab yang sama dalam melindungi lingkungan hidup serta mempromosikan pembangunan berkelanjutan, namun karena ada perbedaan sosial, ekonomi, kemajuan teknologi dan kontribusinya pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup global serta kondisi lingkungan hidupnya, masing-masing negara harus membagi beban serta kewajiban yang berbeda-beda. Prinsip Common but Differentiated Responsibilities sebenarnya berintikan pada persamaan (equality), bahwa, sebagaimana dicantumkan dalam prinsip 7 Deklarasi Rio, beban terbesar dalam hal perlindungan lingkungan global dibebankan pada negara-negara maju karena dipandang sebagai negara-negara yang paling bertanggung jawab dalam hal perusakan lingkungan hidup global serta karena kekayaan finansial dan kemajuan teknologi yang dimilikinya. Sementara itu negara-negara berkembang, terutama negara-negara terbelakang dan yang secara lingkungan rentan, mendapatkan perlakuan berbeda karena keadaan ekonominya atau penguasaan pada teknologi yang terbatas. Keadaan negara negara-negara berkembang itu, pada sisi yang lain, juga membutuhkan bantuan, baik keuangan ataupun transfer teknologi dari negaranegara maju. Jelas bahwa prinsip ini menekankan pada terjadinya kerja sama internasional serta berbagi beban yang dalam dataran tertentu merupakan bentuk kompromi terbaik dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup global. 4 Rob Dellink, Michel den Elzen, Harry Aiking, Emmy Bergsma, Frans Berkhout, Thijs Dekker and Joyeeta Gupta, “Common-but-differentiated-Responsibilities for adaptation financing: an assessment of the contributions of countries”