TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (ELECTRONIC COMERCE) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 SKRIPSI OLEH : RESTON TAMBA NPM : 28120011 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (ELECTRONIC COMERCE) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya OLEH : RESTON TAMBA NPM : 28120011 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (ELECTRONIC COMERCE) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 SKRIPSI NAMA : RESTON TAMBA FAKULTAS : HUKUM JURUSAN : ILMU HUKUM NPM : 28120011 DISETUJUI dan DITERIMA Oleh : Dosen Pembimbing TRI WAHYU ANDAYANI,SH.,CN.,MH Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian Skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA. Surabaya, 06 Agustus 2012 Tim Penguji Skripsi : Ketua Tri Wahyu Andayani,S.H.,C.N.,M.H., (Dekan Fakultas Hukum) .................................... Sekretaris Tri Wahyu Andayani,S.H.,C.N.,M.H., (Dosen Pembimbing) .................................... Anggota 1. Dr. H.Sugeng Repowijoyo, S.H.,M.Hum .................................... 2. Drs. Djasim Siswojo,S.H.,M.H.,M.M .................................... KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Puji syukur pada Tuhan yang Maha Esa yang telah menganugerahkan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan sikripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELELUI INTERNET (E-COMERCE) MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK” Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum pada Universitas Wijaya Putra Surabaya. Saya menyadari bahwa tiada manusia yang sempurna di dunia ini,oleh karena itu pasti ada kekurangan dalam penulisan sikripsi ini.untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari siapapun juga untuk tujuan perbaikan dan penyempurnaan sikripsi ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebeser-besarnya kepada: 1. Bapak H. Budi Endarto, S.H.,M.Hum. selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya ; 2. Ibu Tri Wahyu Andayani, S.H.,C.N., M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang atas segala kesabaran dan waktu yang diberikan serta pikiran dalam proses bimbingan guna penulisan skripsi ini ; i 3. Bapak Andy Usmina Wijaya, S.H.,M.H. Selaku Ketua program Studi Ilmu Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya ; 4. Seluruh Dosen, Staff Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Universitas Wijaya Putra Surabaya. 5. Kepada teman-teman penulis, yang selalu memberikan masukan serta memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, bukan hanya di dalam dunia pendidikan saja melainkan berguna juga bagi masyarakat luas pada umumnya. Surabaya, 06 Agustus 2012 Penulis ii DAFTAR ISI Halaman Cover ........................................................................................................... i Kata Pengantar ............................................................................................ ii Daftar Isi....................................................................................................... iii BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 2. Perumusan Masalah..................................................................... 5 3. Penejelasan Judul ........................................................................ 6 4. Alasan Pemilihan Judul ................................................................ 7 5. Tujuan Penelitian.......................................................................... 8 6. Manfaat Penelitian........................................................................ 8 7. Metode Penelitian......................................................................... 9 8. Pertanggung Jawaban Sistematika............................................... 12 BAB II : PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT HUKUM DI INDONESIA.................................................................. 14 1. Pengertian Perjanjian Jual Beli ..................................................... 14 2. Asas-asas dan Syarat Sah Perjanjian ........................................... 17 3. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli .......................................... 22 4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli............ 23 5. Bentuk-Bentuk Perjanjian Jual Beli................................................ 25 6. Keabsahan Perjanjian Jual Beli E-comerce................................... 27 BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI E-COMERCE SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 ................ 32 iii 1. Pengertian E-comerce .............................................................. 32 2. Cara Bertransaksi dalam E-Comerce ........................................ 34 3. Para Pihak yanag Bertransaksi dalam E-Comerce ................... 36 a. Hak dan Kewajiban Konsumen ......................................... 36 b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha .................................... 39 4. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Melalui Internet (e-comerce) ....................................... 40 5. Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha (Penjual) Terhadap Konsumen (Pembeli) Ecomerce BAB IV : PENUTUP...................................................................................... 47 1. Kesimpulan............................................................................. 47 2. Saran ..................................................................................... 48 DAFTAR BACAAN ....................................................................................... 50 iv 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia internet di Indonesia memang cukup membanggakan, apalagi dengan dukungan pemerintah yang sangat kooperatif. Pemerintah pun melakukan langkah nyata dalam mengembangkan internet di Indonesia. Sekarang banyak desa-desa yang sudah terjangkau internet, memang tidak semua desa terjangkau internet. Dalam waktu yang tidak lama akan terwujud negara Indonesia yang berkembang dengan internetnya. Melihat perkembangan tersebut dengan didukungnya oleh pemerintah maka sudah seharusnya media internet menjadi penting. Prospek internet yang begitu baik membuat pelaku-pelaku bisnis internet pun bekermbang pesat. Banyak pelaku bisnis baru yang bermunculan dan pelaku bisnis yang lama semakin berkembang. Internet membawa pengaruh yang besar bagi pelaku bisnis di Indonesia. Di negara maju memang semuanya sekarang serba online. Bahkan jual beli pun lebih banyak dilakukan secara online melalui media internet. Keuntungan dengan jual beli online kita hanya tinggal duduk di depan komputer dan semuanya terkoneksi internet.1 Jual beli atau perdagangan dewasa ini sangat pesat kemajuannya, perkembangan tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga pada tata cara dari perdagangan itu sendiri. Pada awalnya perdagangan dilakukan secara barter antara dua belah pihak yang langsung bertemu dan bertatap muka yang kemudian melakukan suatu kesepakatan mengenai apa 1 http://nurhadiprayogi.blogspot.com/2012/01/perkembangan-intenet-di-indonesia-dan.html 2 yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu perjanjian. Setelah ditemukannya alat pembayaran, lambat laun barter berubah menjadi kegiatan jual-beli sehingga menimbulkan perkembangan tata cara perdagangan. Tata cara perdagangan kemudian berkembang dengan adanya suatu perjanjian di antara kedua belah pihak yang sepakat mengadakan suatu perjanjian perdagangan yang di dalam perjanjian tersebut mengatur mengenai apa hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka perdagangan yang pada awalnya dilakukan secara bertemu langsung dan bertatap muka antarpara pihaknya juga mengalami perubahan. Perkembangan teknologi tersebut di antaranya adalah dengan ditemukannya internet, yaitu teknologi yang memungkinkan kita melakukan pertukaran informasi dengan siapa pun dan di manapun orang tersebut berada tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya sebuah arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa batasan apa pun yang menghalanginya.2 Pengaruh dan peranan teknologi informasi secara tidak langsung telah membuat bisnis online di Indonesia berkembang. Karena dengan teknologi ini, kita bisa mengetahui bagaimana cara belajar dan bekerja seperti bekerja bisnis secara online. Bagaimana cara berkomunikasi, memberikan tampilan, informasi tentang bisnis online tersebut agar para pelanggan mudah untuk melakukan penawaran jula beli. 2 Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008). Diakses tanggal 27 Juli 2012 3 Mereka yang mengerti bisnis dapat melihat peluang yang baik pada dunia bisnis online. Karena banyak keunggulan atau keuntungan di dalam bisnis secara online. Para pe-bisnis tersebut tidak perlu mencari kios atau tempat untuk melakukan bisnis, berbisnis online hanya dengan komputer dan koneksi internet, tidak perlu membayar karyawan, dan masih banyak lagi keuntungannya. Jadi, Teknologi Informasi (TI) sangat berperan penting di dalam perkembangan bisnis online di Indonesia yang juga dapat meningkatkan perekonomian di negara ini. Inilah globalisasi yang pada dasarnya telah terlaksana di dunia maya, yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang sering menggunakan internet dalam aktifitas kehidupan setiap hari. Proses transaksi yang dilakukan dalam dunia bisnis tanpa adanya pertemuan antar para pihaknya yang menggunakan media internet termasuk ke dalam transaksi elektronik. Electronic commerce (yang selanjutnya disingkat e-commerce) dapat diartikan sebagai perdagangan elektronik. Maksud perdagangan elektronik ini adalah perdagangan yang dilakukan secara elektronik dengan menggunakan internet sebagai medianya. Perjanjian e-commerce yang dilakukan oleh para pihaknya bukan seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak, namun perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara elektronik. Perjanjian antarpihak dilakukan dengan mengakses halaman web yang disediakan, berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual), dan pihak yang lain (pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu membubuhkan tanda tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi 4 menggunakan tanda tangan elektronik atau digital signature. Sehingga para pihak tidak perlu bertemu langsung untuk mengadakan suatu perjanjian. Jual beli pada dasarnya adalah sebuah perjanjian untuk mencapai suatu harga tertentu (kesepakatan). Diamana syarat sahnya suatu perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUHPer) dalam buku ke III pasal 1320 BW (KUHPer) yaitu : 1. Kesepakatan para pihak. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hal tertentu, dan 4. Suatu sebab yang halal Dari ketentuan hukum diatas maka dapat disimpulkan bahwa apabila semua unsur atau syarat dalam pasal 1320 BW tersebut terpenuhi berarti suatu perjanjian atau jual beli adalah sah. akan tetapi dengan adanya perkembangan e-comerce tentunya ada ketentuan lain yang belum diatur dalam KUHPer, antara lain kesepakatan yang pada lazimnya adalah mempertemukan dua pihak dalam suatu tempat kini telah berubah. Kesepakatan bisa dilakukan melalui suatu media yaitu dunia maya dalam hal ini adalah internet atau online. Perkembangan tersebut kemudian diatur secara tersediri dalam Undang-undnag Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil skripsi atau penelitian dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (E-COMERCE) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 ELEKTRONIK” TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI 5 2. Rumusan Masalah Dari urain tersebut maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana keabsahan jual beli melalui Internet? b. Bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui internet (e-comerce) sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008? 3. Penjelasan Judul Perjanjia Jual Beli Melalui Internet Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Perjanjian jual beli telah diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang menentukan jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak. Sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga. Wirjono Prodjodikoro mengatakan “jual beli adalah persetujuan dimana suatu pihak mengikat diri untuk berwajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain berwajib membayar harga,yang dimufakati mereka berdua”.3 Jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan. Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki 3 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1991 hal 17 6 kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa. Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:4 1. Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak. 2. Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut dilarang. 3. Tidak memberikan batasan waktu artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui. Oleh Karena itu jual beli yang terjadi dalam lalu lintas kehidupan masyarakat sehari-hari, adalah Jual beli antara tangan ke tangan,yakni jual beli yang di lakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak resmi,dan tidak perlu di muka umum. Bentuk jual belinya pun cukup sederhana. Akan tetapi lambat laun dengan kemajuan teknologi informasi kini penjual dan pembeli yang lazimnya dalam satu tempat yang sama dalam transakasai atau perjanjian jual beli kini cukup melalui sebuah media yaitu salah satunya adalah internet. Perjanjian elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Sebagaimana ditentukan pada Pasal 18 ayat (1) UUITE yang berbunyi Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para 4 http://warnetdipo.blogspot.com/2009/01/pengertian-jual-beli.html 7 pihak. Pasal 19 UUITE menyatakan bahwa “para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati”. Jadi, sebelum melakukan transaksi elektronik, para pihak harus bersepakat untuk menggunakan sistem elektronik untuk melakukan transaksi. Setelah para pihak bersepakat, pihak pembeli harus cukup mempelajari ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan pihak penjual. Apabila ketentuan-ketentuan tersebut telah disetujui dan dipenuhi oleh pihak pembeli, maka langkah terakhir adalah dengan dilakukan kesepakatan yang biasanya dalam internet hanya melakukan pengeklikan tombol “SEND” atau dengan memberi tanda “√” oleh pihak pembeli yang menandakan suatu syarat persetujuan untuk perjanjian yang ditawarkan oleh pihak penjual. Pada transaksi e-commerce ini pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, kartu debit, cek pribadi, atau transfer antar rekening.5 4. Alasan pemilihan Judul Perjanjian jual beli secara elektronik dewasa ini telah banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Baik itu jual beli benda bergerak seperti pakaian, benda-benda elektronik seperti handphone, Netboek, Blackberry hingga barang-barang yang bernilai tinggi. Perjanjian jual beli melalui internet ini ada yang menyebutnya dengan istilah e-comerce sebagaimana telah dijelaskan diatas, akan tetapi yang lebih familiar adalah dengan jual beli melalui Online Shop. Pesatnya perkembangan teknologi tersebut kadang tidak dibarengi dengan instrumen dan ketentuan hukum yang seharusnya bisa mengatur dan 5 Heru Kuswanto, SH., M.Hum, Op.Cit hal 58 8 mengikuti perkembangan zaman yang bersifat dinamis. Selain dari pada itu pemerintah selaku pengemban amanah legislasi terhadap undang-undang dituntut agar slalu bisa memberikan peran optimal dalam menserasiakan undang-undang yang sesuai kebutuhan masyarakat. Hal ini tentunya harus juga dibarengi rasa kesadaran hukum dari masyarakat, akan bagaimana aspek dari perkembangan tersebut. Dalam hal ini adalah pengetahuan atau aspek hukum dari jual beli secara online baik keabsahan jual beli maupun penyelesaian masalh apabila terjadi hal-hal yang merugikan salah satu pihak. Dari sisnilah penulis tertarik untuk mengangkat isu hukum yang cukup hangat ini kedalam skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (E-COMERCE) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK” 5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain : a. Tujuan Akademis yaitu guna memenuhi salah satu syarat studi tahap akhir, untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Wijaya Putra Surabaya. b. Tujuan Praktis yaitu menjelaskan bagaimana tinjauan yuridis terhadap perjanjian jual beli melalui internet yang terus berkembang dalam masyarakat, terutama dari sisi hukum mengenai keabsahan hingga tanggung jawab masing-masing pihak secara yuridis. 9 6. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yang diharapkan dari penulis anatara lain : a. Secara akademik penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi mahasiwa ataupun akademisi dan lembaga tinggi sebagai bahan bacaan guna memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum perdata yaitu terkait jual beli melalui internet (e-comerce). b. Bagi masyarakat luas penelitian ini dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan sumber informasi untuk mengetahui bagaimana keabsahan perjanjian jual beli melalui internet serta aspek hukum lainnya yang timbul dari perjanjian jual beli tersebut. c. Bagi pemerintah maupun praktisi dimana penulisan ini nantinya bisa menjadi acuan serta referensi dalam memberikan perlindungan hukum kepada penjual dan pembeli melalui internet dengan kemajuan dan perubahan zaman yang begitu pesat. 7. Metode Penelitian a. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan disini adalah “Penelitian Hukum Normatif” yaitu suatu penelitian yang yang didasarkan pada telaah yuridis normatif atas kaidah hukum tertulis yaitu hukum positif serta hukum tidak tertulis seperti hukum adat di Indonesia yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas. Dalam penelitian Hukum Normatif sebagai penelitian doktrinal, dengan menggunakan proposisiproposisi yang berkaitan, tidak dikenal adanya variabel bebas dan variabel terikat, hipotesa, populasi dan sampling, dan teknik 10 pengumpulan data, analisis data, baik dengan menggunakan penelitian kuantitatif maupun kualitatif. b. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach), yaitu dengan melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang terkait dengan pokok masalah yang dibahas. Serta pendekatan doktrin/konsep (conceptual approach) yaitu pendekatan doktrin atau konsep, dengan mempelajari dan memahami pendapat para ahli hukum dalam karya-karya ilmiah, misal buku literatur, jurnal hukum, makalah-makalah hukum dalam seminar serta lewat internet. c. Bahan Hukum Dalam penelitian atau penulisan skripsi ini, penulis menggunakan berbgai macam sumber yang menjadi acuan maupun rujukan sehingga penelitian hukum ini tetap berdasarkan yuridisnormatif. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum pokok yang menjadi dasar dipilihnya judul maupun isu hukum dari penelitian ini, yang mencakup ketentuan perundang-undangan, baik itu undangundang dasar 1945 yang menjadi konstitusi negara Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasai dan 11 transaksi elektronik serta peraturan-peraturan lain (hukum positif) yang relefan dan terkait dengan pokok bahasan dalam penulisan ini. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum penunjang dari bahan hukum primer yang berupa buku literatur dari berbagai penerbit maupun pengarang yang dipilih oleh penulis secara relevan dan merujuk dari saran dosen pembimbing dari penulis penelitian ini, jurnal hukum online, kamus hukum serta karya-karya ilmiah dibidang ilmu hukum lainnya dan tak lupa memanfaatkan kecanggihan teknologi melalui pencarian di Internet dengan sumber yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. d. Langkah-Langkah Kajian Langkah pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data atau inventarisasi menggunakan studi bahan hukum kepustakaan. yang terkait dengan Kemudian bahan hukum diklasifikasikan dengan cara memilah-milah bahan hukum, dan disusun secara sistematis agar mudah dibaca dan dipahami. Untuk menganalisa bahan-bahan Hukum diawali dengan menemukan pemikiran atau ketentuan-ketentuan yang bersifat umum, kemudian diterapkan pada pokok masalah yang dibahas yang lebih bersifat khusus (deduksi). Dalam penelitian hukum ini penulis didampingi oleh dosen pembimbing, jadi setelah mendapatkan ide dan analisa hukum, penulisan ini kemudian dikonsultasikan untuk 12 mendapat pengarahan yang nantinya menghasilkan penelitian yang baik dan benar. Untuk sampai pada jawaban permasalahan digunakan penafsiran sistematis, yaitu penafsiran yang mendasarkan pada hubungan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, pasal yang satu dengan pasal yang lainnya dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pokok bahasan. 8. Pertanggung Jawaban Sistematika Berdasarkan rumusan permasalahan dalam penulisan ini maka penulisan dibagi menjadi 4 (empat) Bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Bagian ini merupakan pendahuluan dari konsep materi yang akan dibahas. Bagian pendahuluan ini terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah, penjelasan judul serta alasan pemilihan judul. Dalam bab ini juga memaparkan tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika pertanggung jawaban. BAB II PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI E- COMERCE MENURUT HUKUM DI INDONESIA Dalam Bab ini akan dijelaskan mengenai pengaturan jual beli pada umumnya, keabsahan jual beli e-comerce, keuntungan dan kelemahan jual beli e-comerce sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. 13 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI ECOMERCE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai perlindungan hukum terhadap para pihak dalm perjanjian jual beli melalui intenet, pertanggung jwaban secara hukum sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. BAB IV PENUTUP Merupakan bagian akhir dari penulisan yang terdiri dari kesimpulan yang merupakan jawaban singkat atas rumusan masalah serta bagian saran sebagai sumbangan pemikiran masukan dalam khasanah ilmu hukum. 14 BAB II PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT HUKUM DI INDONESIA 1. Pengertian Perjanjian Jual Beli Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-1540 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Menurut pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang / benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga. Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :6 a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual. Menurut Salim H.S., S.H.,M.S., Perjanjian jual beli adalah Suatu Perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.7 beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.8 1) Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli 2) Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga. 6 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni,1986, hal. 181 Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2003, hal. 49 8 Ibid 7 15 3) Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar ”.9 Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuanketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan (BW) atau biasa disebut unsur naturalia.10 Walaupun telah terjadi persesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda yang tergantung kepada jenis bendanya yaitu :11 9 Prof.R.Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995, hal 2. Dr. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 127. 11 Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2003, hal. 49. 10 16 a. Benda Bergerak Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas benda tersebut. b. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan. c. Benda tidak bergerak Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek. Menurut hukum adat Indonesia yang dinamakan jual beli,bukanlah persetujuan belaka,yang berada di antara kedua belah pihak,tetapi adalah suatau penyerahan yang barang oleh si penjual kepeda si pembeli dengan maksud memindahkan hak milik,atas barang itu. Dengan demikian dalam hukum adat setiap hubungan jual beli tdak mengikat kepada asas atau sistim obligator,atau sistem/asas yang lainnya. Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa; “Dalam hukum adat ada juga persetujuan antara kedua belah pihak yang berupa mefakat tentang maksud untuk memindahakn hak milik dari tangan penjual ke tangan pembeli dan pembayaran harga pembeli oleh pembeli kepada penjual,tetapi persetuan itu hanya bersifat pendahuluan untuk suatu perbuatan hukum tertentu yaitu berupa pembayaran tadi. Selama penyerahan barang belum terjadi,maka belum ada jual beli dan pada hakekatnya belum mengikat apa-apa bagi kedua belah pihak”.12 12 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit. Hal 18. 17 Tentang perjanjian jual beli, dianggap sudah berlangsung antara pihak penjual dan pembeli, apabila mereka sudah menyetujui dan bersepakat tentang keadaan benda dan harga barang tersebut,sekalipun barangnya belum diserahkan dan harganya belum dibayarkan.13 Jual beli tiada lain dari persesuaian kehendak antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Harga dan baranglah menjadi essensial perjanjian jual beli. Tanpa ada barang yang hendak di jual, tidak mungkin terjadi jual beli. Sebaiknya jika barang objek jual beli tidak di bayar dengan sesuatu harga, jual beli diaggap tidak ada. 2. Asas-Asas dan Syarat Sah Perjanjian Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual beli. Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada lima yaitu :14 a. Asas Kebebasan Berkontrak Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : 15 a. Membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun; c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 13 pasal 1458 KUH Perdata Ibid, hal. 9 15 Ibid 14 18 Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam perjanjian karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan hukum perjanjian. b. Asas Konsensualitas Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.16 Asas konsensualisme mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal melainkan cukup dengan kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan dari kedua belah pihak. c. Asas mengikatnya suatu perjanjian Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya. Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. d. Asas iktikad baik (Goede Trouw) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Iktikad baik ada dua yaitu : 17 16 17 Ibid hal 10 Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Jakarta : Pustaka Yustisia, 2009, hal. 45. 19 1) Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Contoh, Si A melakukan perjanjian dengan si B membangun rumah. Si A ingin memakai keramik cap gajah namun di pasaran habis maka diganti cap semut oleh si B. 2) Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. Contoh, si A ingin membeli motor, kemudian datanglah si B (penampilan preman) yang mau menjual motor tanpa surat-surat dengan harga sangat murah. Si A tidak mau membeli karena takut bukan barang halal atau barang tidak legal. e. Asas Kepribadian Asas Kepribadian Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Pengecualiannya terdapat dalam pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang janji untuk pihak ketiga. Syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan syarat sahnya perjanjian adalah : 1. Kesepakatan para pihak Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau konsensus pada para pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya. Sepakat juga dinamakan suatu perizinan, terjadi oleh karena kedua belah pihak sama sama setuju mengenai hal-hal yang pokok dari suatu perjanjian yang diadakan. 20 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun sesuai dengan pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 1330 disebutkan bahwa orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah : a. Orang yang belum dewasa b. Orang yang dibawah pengampuan c. Seorang istri. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. 3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek Perjanjian juga biasa disebut dengan Prestasi. Prestasi terdiri atas :18 a. memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang 18 Dr. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 69. 21 b. berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan yang dipesan. c. tidak berbuat mendirikan sesuatu, suatu misalnya bangunan, perjanjian perjanjian untuk untuk tidak tidak menggunakan merek dagang tertentu. 4. Suatu sebab yang halal Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tidak dijelaskan pengertian sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek perjanjian dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat diminta pembatalannya. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan ijinnya secara tidak bebas.19 Sedangkan apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para pihak tidak dapat menuntut apapun apabila terjadi masalah di kemudian hari. 19 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1982, hal. 20. 22 3. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli a. Subyek Perjanjian Jual beli Pada dasarnya perjanjian jual beli adalah merupakan perbuatan hukum. Subjek dari perbuatan hukum adalah Subjek Hukum. Subjek Hukum terdiri dari manusia dan badan hukum. Oleh sebab itu, pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli yaitu sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah. b. Objek Perjanjian Jual Beli Objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan benda tidak bergerak, timbangannya. baik menurut Sedangkan tumpukan, yang tidak berat, ukuran, diperkenankan dan untuk diperjualbelikan adalah :20 1) Benda atau barang orang lain 2) Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang seperti obat terlarang. 3) Bertentangan dengan ketertiban, dan 4) Kesusilaan yang baik Pasal 1457 Kitab Undang-Undang hukum Perdata memakai istilah zaak untuk menentukan apa yang dapat menjadi objek jual beli. Menurut pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, zaak adalah barang atau hak yang dapat dimiliki. Hal tersebut berarti bahwa yang dapat dijual dan dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak atas suatu barang yang bukan hak milik. 20 Salim H.S.,Opp.Cit, hal. 51 23 4. Hak dan Kewajiban para pihak dalam Perjanjian Jual Beli Hak dari Penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. a. Hak dan Kewajiban Penjual 1) Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga jenis benda yaitu benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak bertubuh maka penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku untuk masing-masing barang tersebut yaitu :21 a. Penyerahan Benda Bergerak Mengenai Penyerahan benda bergerak terdapat dalam pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. b. Penyerahan Benda Tidak Bergerak Mengenai Penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616-620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Untuk tanah dilakukan dengan Akta PPAT sedangkan yang lain dilakukan dengan akta notaris. c. Penyerahan Benda Tidak Bertubuh 21 Dr. Ahmadi Miru, Op.Cit, hal. 128 24 Diatur dalam pasal 613 KUH. Perdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada dibitur secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen. 2) Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi. b. Hak dan kewajiban Pembeli Dari Pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya, baik secara nyata maupun secara yuridis. Ada 3 kewajiban pokok pembeli yaitu:22 1) Memeriksa barang-barang yang dikirim oleh Penjual 2) Membayar harga barang sesuai dengan kontrak 3) Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan pelaksanaan pembayaran. Tempat pembayaran di tempat yang disepakati kedua belah pihak. Kewajiban Pihak Pembeli adalah : a. Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat . 22 Salim H.S.,Op.Cit, hal. 56. 25 b. Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar, biaya akta dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Kewajiban dari pihak pembeli adalah merupakan Hak bagi pihak Penjual dan sebaliknya Kewajiban dari Pihak Penjual adalah merupakan hak bagi pihak Pembeli. 5. Bentuk bentuk Perjanjian Jual Beli Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan tulisan yang dapat bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan. Untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya perjanjian tersebut. Misalnya perjanjian mendirikan Perseroan Terbatas harus dengan akta Notaris. Bentuk perjanjian jual beli ada dua yaitu : a. Lisan, yaitu dilakukan secara lisan dimana kedua belah pihak bersepakat untuk mengikatkan dirinya melakukan perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan. b. Tulisan, yaitu Perjanjian Jual beli dilakukan secara tertulis biasanya dilakukan dengan akta autentik maupun dengan akta di bawah tangan. Akta Autentik adalah suatu akta yang dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawaipegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.23 23 Handri Rahardjo, Cara Pintar memilih dan mengajukan kredit, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2003, hlm. 10. 26 Mengenai Akta Autentik diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Berdasarkan inisiatif pembuatnya akta autentik dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Akta Pejabat (acte amtelijke) Akta Pejabat adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya. Jadi inisiatifnya tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di dalam akta itu. Contohnya Akta Kelahiran. 2. Akta Para Pihak (acte partij) Akta Para Pihak adalah akta yang inisiatif pembuatannyadari para pihak di hadapan pejabat yang berwenang. Contohnya akta sewa menyewa. Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat untuk tujuan pembuktian namun tidak dibuat di hadapan pejabat yang berwenang.24 Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari para pihak yang membuatnya. Hal ini bermakna kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dapat dipersamakan dengan akta autentik sepanjang para pembuat akta dibawah tangan mengakui dan membenarkan apa yang telah ditandatanganinya. Dengan kata lain akta di bawah tangan merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menandatanganinya sehingga agar akta perjanjian tersebut tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta autentik. 24 Ibid 27 Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta otentik adalah karena jika pihak lawan mengingkari akta tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta otentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya.25 Maksudnya adalah bahwa jika suatu akta di bawah tangan disangkal oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan harus dapat membuktikan keaslian dari akta di bawah tangan tersebut, Sedangkan apabila akta otentik disangkal oleh pihak lain, pemegang akta otentik tidak perlu membuktikan keaslian akta tersebut tetapi pihak yang menyangkali yang harus membuktikan bahwa akta otentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta otentik adalah pembuktian kepalsuan. 6. Keabsahan Perjanjian Jual Beli E-comerce Pada prinsipnya, menurut KUH Perdata, suatu perjanjian adalah bebas, tidak terikat pada suatu bentuk tertentu. Dalam KUH Perdata ditentukan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Untuk sahnya suatu kontrak maka harus dilihat kepada syarat-syarat yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menentukan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut: a. 25 Kesepakatan para pihak; Dr. Ahmadi Miru,Op.Cit, hal. 15. 28 b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. c. Suatu hal tertentu, dan d. Suatu sebab yang halal. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan), maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal), maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum. Pasal 1339 KUH Perdata menentukan bahwa suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Kemudian Pasal 1347 KUH Perdata, syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya. Perjanjian elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Sebagaimana ditentukan pada Pasal 18 ayat (1) UUITE yang berbunyi Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. Pasal 19 UUITE menyatakan bahwa “para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati”. Jadi, sebelum melakukan transaksi elektronik, para pihak harus bersepakat untuk menggunakan sistem elektronik untuk melakukan transaksi. Setelah para pihak bersepakat, pihak pembeli harus cukup mempelajari term of condition (ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan) pihak penjual. Apabila term of conditions-nya telah disetujui dan dipenuhi oleh pihak pembeli, maka 29 langkah terakhir adalah dengan dilakukan pengeklikan tombol “SEND” atau dengan memberi tanda “√” oleh pihak pembeli yang menandakan suatu syarat persetujuan untuk perjanjian yang ditawarkan oleh pihak penjual. Pada transaksi e-commerce ini pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan kartu kredit (credit card), kartu debit (debet card), cek pribadi (personal check), atau transfer antarrekening. Langkah selanjutnya adalah pihak pembeli berhadapan dengan sebuah halaman situs yang menanyakan berbagai informasi sehubungan dengan proses pembayaran yang ingin dilakukan. Informasi yang biasa ditanyakan sehubungan dengan aktifitas ini adalah sebagai berikut: 1. Cara pembayaran yang ingin dilakukan, seperti: transfer, kartu kredit, kartu debit, cek personal, dan lain sebagainya. Jika menggunakan kartu kredit misalnya, informasi lain kerap ditanyakan, seperti nama yang tercantum dalam kartu, nomor kartu, expire date, dan lain sebagainya. Contoh lain adalah jika menggunakan cek personal, biasanya selain nomor cek, ditanyakan pula nama dan alamat bank yang mengeluarkan cek tersebut; 2. Data atau informasi pribadi dari yang melakukan transaksi, seperti: nama, alamat, nomor telepon, alamat penagihan, dan lain sebagainya. Jika konsumen ingin melakukan pembayaran dengan metoda lain, seperti digital cash atau electronic check misalnya, konsumen diminta untuk mengisi user name dan password terkait sebagai bukti otentik transaksi melalui internet.26 26 http://www.blogster.com/artikelekoindrajit/mekanisme-transaksi-pembayaran. Diakses 30 Juli 2012. 30 Setelah pihak pembeli mengisi formulir elektronik tersebut, maka perusahaan yang memiliki situs akan melakukan pengecekan berdasarkan informasi pembayaran yang telah dimasukkan ke dalam sistem. Melalui sebuah sistem gateway (fasilitas yang menghubungkan dua atau lebih sistem jaringan komputer yang berbeda), perusahaan akan melakukan pengecekan terhadap bank yang dipilih oleh pihak pembeli untuk melakukan pembayaran (misalnya menghubungi Visa atau Mastercard untuk jenis pembayaran kartu kredit). Hasil dari proses pengecekan di atas secara otomatis akan “diinformasikan” kepada penjual melalui situs perusahaan. Jika berhasil, maka pembeli dapat melakukan proses berikutnya (menunggu barang dikirimkan secara fisik ke lokasi konsumen atau konsumen dapat melakukan download terhadap produk-produk digital). Jika proses pengecekan tadi gagal, maka pesan kegagalan tersebut akan diberitahukan melalui situs yang sama atau langsung ke e-mail pembeli. Berbagai cara biasa dilakukan oleh perusahaan maupun bank untuk membuktikan kepada konsumen bahwa proses pembayaran telah dilakukan dengan baik, seperti: a. Pemberitahuan melalui email mengenai status transaksi jual beli produk atau jasa yang telah dilakukan. b. Pengiriman dokumen elektronik melalui email atau situs terkait yang berisi “berita acara” jual-beli dan kuitansi pembelian yang merinci jenis produk atau jasa yang dibeli berikut detail mengenai metode pembayaran yang telah dilakukan. 31 Pengiriman kuitansi pembayaran melalui kurir ke alamat atau lokasi konsumen.27 Secara umum, suatu transaksi perdagangan seyogyanya dapat menjamin: 1. Kerahasiaan (confidentiality): data transaksi harus dapat disampaikan secara rahasia, sehingga tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan; 2. Keutuhan (integrity): data setiap transaksi tidak boleh berubah saat disampaikan melalui suatu saluran komunikasi; 3. Keabsahan atau keotentikan (authenticity), meliputi: a. Keabsahan pihak-pihak yang melakukan transaksi: bahwa sang konsumen adalah seorang pelanggan yang sah pada suatu perusahaan penyelenggara sistem pembayaran tertentu (misalnya kartu kredit Visa dan Mastercard), atau kartu kredit seperti Kualiva dan Stand Card (misalnya) dan keabsahan keberadaan pedagang itu sendiri. b. Keabsahan data transaksi: data transaksi itu oleh penerima diyakini dibuat oleh pihak yang mengaku membuatnya (biasanya sang pembuat data tersebut membutuhkan tanda tangannya). Hal ini termasuk pula jaminan bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak bisa dipalsukan atau diubah; 4. Dapat dijadikan bukti/tak dapat disangkal (non-repudation) catatan mengenai transaksi yang telah dilakukan dapat dijadikan barang bukti di suatu saat jika ada perselisihan.28 27 28 Ibid Riyeke Ustadiyanto, Framework E-commerce, ANDI Yogyakarta, 2002. Hal 86 32 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI E-COMERCE SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 1. Pengertian E-Comerce Pada transaksi jual beli secara elektronik, para pihak terkait di dalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai dengan Pasal 1 butir 17 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (untuk selanjutnya disebut UUITE) disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya. Dengan kemudahan berkomunikasi secara elektronik, maka perdagangan pada saat ini sudah mulai merambat ke dunia elektronik. Transaksi dapat dilakukan dengan kemudahan teknologi informasi, tanpa adanya halangan jarak. Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan baik dalam lingkup publik ataupun privat. Istilah e-commerce merupakan suatu terminologi baru yang belum cukup dikenal. Masih banyak yang beranggapan bahwa e-commerce ini sama dengan aktivitas jual beli alat – alat elektronik. Oleh karena itu dalam bab ini penulis akan mencoba menjelaskan pengertian dari e-commerce tersebut. Onno w. Purbo dan Aang Arif Wahyudi mencoba mengambarkan e-commerce sebagai suatu cakupan yang luas mengenai teknologi, proses dan praktik yang dapat melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas sebagai sarana mekanisme transaksi. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui e-mail atau bisa melalui situs World Wibe Web (www), bahkan yang terbaru dan 33 cukup familiar yaitu melalui situs jejaring sosial seperti facebook, twitter maupun Fasilitas dalam Blackberry.29 Secara umum David Baum, yang dikutip oleh Onno w. Purbo dan Aang arif wahyudi “E-commerce is a dynamic set of technologies, applications, and business process that link enterprieses, consumer and comunnities through electronic transactions and the electronic exchange of goods, services and information”. E-commerce merupakan satu set dinamisteknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, jasa, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.30 Transaksi perjanjian jual beli ecomerce telah menjadi bisnis yang cukup diminati, mulai dari usaha pribadi, komunitas atau golongan, bahkan dalam bentuk perusahaan baik yang berbadan hukum maupun persekutuan. E-commerce merupakan suatu transaksi komersial yang dilakukan antar penjual dan pembeli atau dengan pihak lain dalam hubungan perjanjian yang sama untuk mengirimkan sejumlah barang, pelayanan atau peralihan hak. Transaksi komersial ini terdapat di dalam media elektronik (media digital) yang secara fisik tidak memerlukan pertemuan para pihak yang bertransaksi dan keberadaan media ini di dalam public network atau sistem yang berlawanan dengan private network (sistem tertutup).31 Apabila diperhatikan secara seksama dari berbagai definisi diatas yang disampaikan oleh beberpa pakar, maka terdapat kesamaan dari masing-masing 29 Onno w.Purbo dan Aang Arif Wahyudi,2001,Mengenal e-Commerce,Jakarta,Elex Media Komputindo,Hal.1-2 Ibid hal 2 31 www.law.gov.au/aghome/advisory/eceg/single.htm.diakses 01 Agustus 2012 30 34 definisi tersebut. Kesamaan tersebut memperlihatkan bahwa e-commerce mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Adanya transaksi antar dua belah pihak melalui kesepakatan; b. Adanya pertukaran barang, jasa atau informasi; c. Media yang digunakan adalah internet, baik melalui web maupun jejaring sosial. Dari karakteristik tersebut terlihat jelas bahwa pada dasarnya e-commerce merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, dan secara signifikan mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme dagang. 2. Cara Bertransaksi dalam E-Comerce Transaksi jual beli melalui e-commerce, biasanya akan didahului oleh penawaran jual, penawaran beli dan penerimaan jual atau penerimaan beli. Sebelum itu mungkin terjadi penawaran secara online, misalnya melalui website situs di internet atau melalui media jejaring sosial seperti facebook, twitter, yahoo mesenger bahkan blackberry messenger. Transaksi melalui website situs ini biasanya dilakukan bagi mereka yang para melakukan transaksi belum mengenal satu sama lain. Akan tetapi transaksi yang dilakukan melalui media jejaring sosial seperti facebook atupun yahoo messenger ini dilakukan melalui chatting dan biasanya penjual dan pembeli ini sudah kenal atau sudah pernah bertransaksi sebelumnya, jadi sudah tumbuh kepercayaan. Model transaksi melalui website atau situs yaitu dengan cara ini penjual menyediakan daftar atau katalog barang yang dijual yang disertai dengan 35 deskripsi produk yang telah dibuat oleh penjual.. Untuk lebih jelas dipaparkan model tersebut sebagai berikut : Berbelanja dengan mengunakan order form merupakan salah satu cara berbelanja yang paling sering digunakan dalam e-commerce. Dengan cara ini merchant menyediakan daftar atau katalog barang yang dijual. Saat tahap order dilaksanakan, biasanya produk yang dijual tidak divisualisasikan dalam bentuk gambar, akan tetapi dalam bentuk deskripsi produk. Dalam sebuah halaman order form, sesi penawaran produk terbagi menjadi empat bagian, yaitu : a. Check box yang dibuat untuk memberi kesempatan kepada customer untuk memiliki produk yang ditawarkan dengan mengklik kotak tersebut sehingga bertanda check b. Penjelasan produk yang ditawarkan c. Kuantitas barang yang dipesan d. Harga untuk tiap – tiap produk Selain tabel produk ditawarkan juga jenis pembayaran. Jenis – jenis pembayaran yang ditawarkan berbeda – beda sesuai dengan layanan yang disediakan oleh penjual, seperti dengan kartu kredit, transfer lewat bank, check dan lain-lain. Pada saat pengisian form, pembeli diminta untuk mengisi formulir yang berisi informasi kontak untuk pembeli. Pada bagian ini dipasang sistem keamanan, misalnya SSL (Secure Sockets Layer) untuk melindungi dari tindakan penipuan. Selanjutnya, jika informasi yang dikirimkan oleh pembeli telah memenuhi persyaratan atau dinyatakan valid maka penjual akan mengirimkan berita konfirmasi kepada pembeli dalam bentuk e-mail.32 32 Tim Litbang Wahana Komputer, 2001, Apa dan Bagaimana e Commerce, Cetakan Pertama, Yogyakarta, Andi, Hal.59 36 Setelah semua ketentuan dan pembeli telah melakukan pembayaran dan diterimah oleh penjual maka proses selanjutnya adalah kewajiban penjual atas barang yang dibeli oleh pembeli. Apabila produk tersebut berbentuk jasa atau instruksi yang bisa dikrim melalui internet maka seketika itu juag akan dikirim oleh penjual. Akan tetapi beda halnya apabila produk itu berupa barang. Pengiriman barang tentunya disesuaikan dengan pesanan sebagaimana yang telah terterah dalam katalog di e-comerce. Pengiriman biasanya dilakukan melalui ekspidisi atau jasa pengiriman barang seperti Pos Indonesia, Tiki Online, JNE dan lain sebagainya. Jangka waktu pengiriman barang biasanya sudah terterah dalam kesepakatan oleh masing-masing pihak dan pada umumnya adalah sesuai jarak geografis anatara penjual dan pembeli. 3. Para Pihak yang Bertransaksi dalam E-commerce Dalam dunia e-commerce dikenal dua pelaku, yaitu merchant/pelaku usaha yang melakukan penjualan dan buyer/customer/konsumen yang berperan sebagai pembeli. Selain pelaku usaha dan konsumen, dalam transaksi jual beli melalui media internet juga melibatkan provider sebagai penyedia jasa layanan jaringan internet dan bank sebagai sarana pembayaran. a. Hak dan Kewajiban Konsumen 1) Hak Konsumen Jika membicarakan tentang perlindungan konsumen, hal itu juga membicarakan hak-hak konsumen. Dalam perjanjian ecomerce pihak yang paling rawan menderita kerugian atau haknya terlanggar adalah konsumen. Hal ini dikarenakan peran konsumen yang cenderung bersifat pasif dan hanya mengikuti aturan main atau mengikuti suatu kesepakatan 37 yang sebenarnya adalah dari penjual. Jadi dalam keseharian ecomerce sering dijumpai konsumen mendera kerugian baik ketidak sesuaian barang yang dipesan, keterlambatan pengiriman bahkan hingga penipuan. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan hukum yang mengakomodir kepentingan konsumen. 2) Adapun hak-hak konsumen menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :33 a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. g. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya h. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Apabila dikaitkan dengan hak-hak konsumen pada perjanjian jual beli ecomerce, maka sebenarnya semua hak konsumen yang dikhawatirkan akan kehadiran jual beli melalui ecomerce pada dasarnya telah diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen ini. Mulai dari hak informasi secara benar, jelas dan jujur terkait dengan produk maupun kwalitas yang terterah dalam media internet. Hingga ganti rugi apabila konsumen telah dirugikan dengan produk yang tidak sesuai 33 Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Op. Cit., hal. 147 38 dengan yang diperjanjikan, semua telah dijamin dalam pasal 4 undangundang perlindungan konsumen. 3) Kewajiban Konsumen Pasal 5 UU Nomor 8 tahun 1999 menyatakan kewajiban konsumen, yaitu : a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Selain memiliki hak-hak yang diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban atas suatu perjanjian jual beli. Pada prinsipnya konsumen yang baik adalah konsumen yang memiliki itikad baik atau niat baik sebelum melakukan perjanjian jual beli. Khususnya dalam perjanjian ecomerce, itikad baik dari konsumen dalam pembelian tentunya harus dibarengi dengan mengikuti petunjuk informasi hingga pemakaian barang dengan benar agar ada keseimbangan antara pembeli dengan pelayanan yang diberikan penjual. Selain itu konsumen harus mengutamakan prinsip kepatutan dalam menyelesaikan sengketa dengan penjual (produsen) apabila terjadi perselisihan. Yaitu mengutamakan kepentingan masing-masing pihak, dimana konsumen segera mendapat jawaban dan ganti rugi apabila konsumen telah menderita kerugian serta produsen juga terjaga dari halhal yang merugikan nama mereka dimata konsumen lainnya. 39 b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha 1. Hak Pelaku Usaha Pasal 6 UU Nomor 8 tahun 1999 menyatakan hak pelaku usaha, yaitu: a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad buruk. c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Selain diatur mengenai hak dan kewajiban konsumen, dalam undang-undang ini juga diatur menegenai hak dan kewajiban pelaku usaha. Dalam perjanjian jual beli ecomerce, terhadap hak merima pembayran mungkin tidka perlu dikhawatirkan lagi, karena pda umumnya pembeli melakukan pembayaran terlebih dahulu baru produk dikirim pada konsumen. Hak pelaku usaha yang terpenting dalam ecomerce adalah pemulihan nama baik atau rehabilitasi apabila terjadi sengketa atau tindakan yang tidak patut dari konsumen. 2. Kewajiban Pelaku Usaha Pasal 7 UU Nomor 8 tahun 1999 menyatakan kewajiban pelaku usaha, yaitu : a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 40 d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau yang diperdagangkan. f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau jasa penggantian apabila barang dan/jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Kewajiban utama pelaku usaha dalam perjanjian jual beli ecomerce adalah memberikan playanan dengan baik dan benar dalam setiap tahapan. Mulai dari pemberian informasi dan petunjuk secara benar, pelayanan pengiriman produk sesuai dengan perjanjian. Baik terhadap ketepatan waktu maupun kesesuaian produk yang diperjanjikan. Pelaku usaha harus bijak dalam menanggapi keluhan dan kritik dari konsumen demi memperbaiki kualitas pelayanan terhadap konsumen atau pembeli. 4. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli melalui Internet (e-comerce) Dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di mana barang dan/atau jasa dapat diperdagangkan kepada konsumen melewati batas-batas wilayah, maka perlindungan konsumen akan selalu menjadi isu penting yang menarik untuk diperhatikan.34 Konsumen dan 34 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta - PT. Raja Gravindo Persada, 2004), hal. 314. 41 pelaku usaha merupakan pihak-pihak yang harus mendapat perlindungan hukum. Namun, posisi konsumen pada umumnya lemah dibandingkan dengan pelaku usaha. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesadaran akan haknya, kemampuan financial, dan daya tawar (bargaining position) yang rendah. Padahal tata hukum tidak bisa mengandung kesenjangan. Tata hukum harus memposisikan pada tempat yang adil dimana hubungan konsumen dengan pelaku usaha berada pada kedudukan yang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi satu dengan yang lain.35 Posisi konsumen harus dilindungi oleh hukum, karena salah satu sifat dan tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen. Dalam e-commerce terdapat 3 unsur yang saling terkait : a. Subyek hukum, dalam hal ini merchant dan customer, b. Adanya transaksi perdagangan melalui teknologi informasi berupa internet sehingga c. melahirkan perjanjian. Dalam perjanjian tersebut yang perlu diperhatikan dan menurut penulis menjadi hal terpenting dalam perjanjian jual beli melalui internet adalah terdapat dokumen elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik untuk menghindari adanya penyalahgunaan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang berupa kejahatan perdagangan secara elektronik. 35 Ibid, Hal 316 42 Untuk itu diperlukan perlindungan hukum untuk melindungi para subyek hukum yang melakukan transaksi perdagangan melalui internet. Dalam perjanjian terdapat dokumen elektronik, biasanya dokumen tersebut dibuat oleh pihak merchant yang berisi aturan dan kondisi yang harus dipatuhi oleh customer tetapi isinya tidak memberatkan customer. Aturan dan kondisi tersebut juga dipakai sebagai perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Perlindungan hukum bagi kedua belah pihak adalah : 1) Perlindungan hukum untuk merchant terutama ditekankan dalam hal pembayaran, merchant mengharuskan customer untuk melakukan pelunasan pembayaran dan kemudian melakukan konfirmasi pembayaran, baru setelah itu akan dilakukan pengiriman barang yang dipesan. 2) Perlindungan hukum untuk customer terletak pada garansi berupa pengembalian atau penukaran barang jika barang yang diterima tidak sesuai dengan yang dipesan. 3) Data pribadi pengguna media elektronik harus dilindungi secara hukum. Pemberian informasinya harus disertai oleh persetujuan dari pemilik data pribadi. Hal ini merupakan bentuk perlindungan hukum bagi para pihak yang melakukan transaksi e-commerce, yang termuat dalam Pasal 25 UU ITE “Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”. 43 Tentang alat bukti elektronik, telah disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) UUITE yang menyatakan bahwa informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah. Sejak UU ITE disahkan maka hukum pembuktian di Indonesia tidak lagi menetapkan alat bukti secara limitatif. Alat bukti dapat dipercaya jika dilakukan dengan cara :36 a. Menggunakan peralatan komputer untuk menyimpan dan memproduksi Print Out; b. Proses data seperti pada umumnya dengan memasukkan inisialdalam system pengelolaan arsip yang dikomputerisasikan; dan c. Menguji data dalam waktu yang tepat, setelah data dituliskan oleh seseorang yang mengetahui peristiwa hukumnya. Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus dapat menunjukkan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang terpercaya. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menentukan keaslian atau keabsahan suatu bukti elektronik adalah tanda tangan elektronik. Menurut penulis, hal ini berkaitan dengan Pasal 11 UUITE yang menyebutkan bahwa tanda tangan elektronik harus dapat diakui secara hukum karena penggunaan tanda tangan elektronik lebih cocok untuk suatu dokumen elektronik. Salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk menentukan keaslian atau keabsahan suatu bukti elektronik adalah tanda tangan elektronik. Agar suatu tanda tangan elektronik dapat diakui kekuatan hukumnya, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah :37 36 37 Lia Sautunnida, Jual Beli Melalui Internet (Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, 2008), hal. 66. Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta : 2007). Hal. 16. 44 1. Data pembuatan tanda tangan hanya terkait kepada penanda tangan saja; 2. Data pembuatan tanda tangan hanya berada dalam kuasa penandatangan pada saat penandatangan; 3. Perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; 4. Perubahan terhadap informasi elektronik yang berhubungan dengan tanda tangan elektronik dapat diketahui setelah waktu penandatanganan; 5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya; 6. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang ditandatangani. Di Indonesia kegiatan e-commerce meskipun bersifat virtual tetapi dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. secara yuridis untuk ruang cyber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu hanya dengan ukuran dan kualifikasi konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan e-commerce merupakan kegiatan virtual tetapi berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik, dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Oleh karena itu, pendekatan hukum dan sosial budaya-etika sebagai bentuk pendekatan berikutnya menjadi sangat penting. Pendekatan 45 hukum yaitu dalam bentuk tersedianya hukum positif akan memberikan jaminan kepastian dan sebagai landasan penegakan hukum (law enforcement) jika terjadi pelanggaran. 5. Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha (Penjual) Terhadap Konsumen (Pembeli) Ecomerce Pertanggung jawaban yang dimaksud disini adalah pertanggung jawaban yang melindungi kepentingan konsumen atau pembeli pada perjanjian jual beli ecomerce. Kepentingan pembeli dalam jual beli ecomerce haruslah dilindungi, karena pembeli disini telah melakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum produk yang dibeli dikirim kepada pembeli. Sedangkan pelaku usaha atau penjual tidak dikhawatirkan lagi karena penjual telah menerimah uang terlebih dahulu sebagai persyaratan sebelum produk dikirim. Jadi kerugian yang timbul seringkali diderita para pembeli atau konsumen. Pada prinsipnya, kerugian yang harus diberikan oleh penjual dalam hal adanya wanprestasi terhadap suatu kontrak adalah kerugian yang berupa kerugian yang benar-benar dideritanya dan kehilangan keuntungan yang sedianya harus dapat dinikmati oleh pembeli. Ganti rugi yang dimintakan hanya sebatas kerugian dan kehilangan keuntungan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi tersebut. Dalam praktek transaksi jual beli melalui internet, terdapat jaminan-jaminan tersebut diberikan berupa ganti rugi. Biasanya jaminan tersebut diberikan berupa ganti rugi jika barang terlambat atau tidak sesuai dengan pesanan, atau rusak pada saat pengiriman. Jaminan-jaminan ini diberikan ecara berbeda- 46 beda setiap penjual ( atau disebut dengan merchant). Jarang sekali terdapat merchant yang memberikan jaminan kepada konsumen secara memadai karena biasanya jaminan tersebut justru hanya untuk melindungi kepentingan merchant saja. Terbatasnya bentuk ganti rugi yang diberikan membuat konsumen tidak dapat berbuat apa-apa. Ganti rugi yang sudah baku, mau tidak mau atau suka tidak suka harus dipenuhi oleh konsumen. Jika memang konsumen tidak setuju maka ia dapat membatalkan pesanannya. Tetapi masih banyak konsumen di Indonesia yang tidak kritis dan tidak teliti dalam membaca klausula baku semacam ini. Padahal, jika ternyata halhal yang tidak diinginkan terjadi dikemudian hari maka akan timbul kerugian di pihaknya.38 38 Edmon Makarim, Op.Cit., hal. 241. 47 BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada babbab sebelumnya, maka pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang terkait. 1. Pelaksanaan jual beli melalui media internet terdiri dari empat proses, yaitu penawaran, penerimaan, pembayaran, dan pengiriman. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal dapat diterapkan untuk menentukan keabsahan perjanjian jual beli elektronik. Dalam praktek e-commerce ini, syarat tersebut tidak terpenuhi secara utuh, terutama dalam hal kecakapan, karena sulit untuk mengetahui apakah para pihak dalam ecommerce tersebut (terutama customer) sudah berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum (jual beli melalui internet) atau tidak, selama transaksi dalam e-commerce tidak merugikan bagi kedua belah ihak, maka transaksi tersebut dianggap sah. Jadi dalam praktek ecommrce ini, syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak terpenuhi secara utuh. 2. Perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian jual beli melalui media internet meliputi perlindungan hukum dalam perjanjian yaitu perlindungan hukum yang dibuat oleh merchant dalam bentuk aturan yang telah disepakati kedua belah pihak dan perlindungan hukum yang 48 berasal dari UU ITE Pasal 25 yang mengatur tentang privacy berupa data pribadi merchant dan customer. Tentang alat bukti elektronik, telah disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) UUITE yang menyatakan bahwa informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah. Tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui Internet yaitu pihak penjual bertanggung jawab atas semua produk atau jasa yang telah di iklankannya di Internet serta bertanggung jawab atas pengiriman barang atau jasa yang telah dipesan oleh seorang pembeli. Sedangkan pembeli bertanggung jawab untuk membayar sejumlah harga dari produk atau jasa yang telah dibelinya dari penjual. 2. Saran 1. Meskipun perjanjian jual beli melalui internet telah diatur dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang keabsahan perjanjian tersebut. Perlu adanya sosialisasi agar masyarakat dapat melaksanakan transaksi ecommerce ini sesuai dengan aturan yang berlaku dan juga agar terdapat persamaan persepsi, sehingga tidak terdapat kendala dalam penerapannya. 2. Pemerintah hendaknya memberikan pengawasan yang lebih ketat lagi bagi para pihak yang melakukan transaksi elektronik ini yaitu dengan jalan melakukan/mewajibkan diadakannya suatu pendaftaran terhadap segala kegiatan yang menyangkut kepentingan umum didalam lalu lintas elektronik tersebut, termasuk pendaftaran atas 49 usaha-usaha elektronik yang berupa virtual shops ataupun virtual services lainnya dan kewajiban terdaftarnya seorang pembeli dalam sebuah perusahaan penyelenggaraan sistem pembayaran sehingga proses transaksinya dapat berjalan lancar dan tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan. Bagi para pihak yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama, dapat digugat perdata oleh pihak yang dirugikan untuk memperoleh pembayaran ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 UUITE. 50 DAFTAR BACAAN Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jakarta, 2007. Edmon, Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta - PT. Raja Gravindo Persada, 2004), hal. 314. Harahap, M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986. Lia, Sautunnida, Jual Beli Melalui Internet (Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, 2008. Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Onno, W.Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal e-Commerce, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001. R.Subekti, Aneka Perjanjian, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung. Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2003. Wirjono, Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur, Bandung, 1991.