tinjauan yuridis terhadap perjanjian jual beli melalui internet

advertisement
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI
MELALUI INTERNET (ELECTRONIC COMERCE)
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
SKRIPSI
OLEH :
RESTON TAMBA
NPM : 28120011
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
2012
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI
MELALUI INTERNET (ELECTRONIC COMERCE)
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh
Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH :
RESTON TAMBA
NPM : 28120011
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
2012
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI
MELALUI INTERNET (ELECTRONIC COMERCE)
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
SKRIPSI
NAMA
: RESTON TAMBA
FAKULTAS
: HUKUM
JURUSAN
: ILMU HUKUM
NPM
: 28120011
DISETUJUI dan DITERIMA
Oleh :
Dosen Pembimbing
TRI WAHYU ANDAYANI,SH.,CN.,MH
Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan
LULUS. Dengan demikian Skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi
syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA.
Surabaya, 06 Agustus 2012
Tim Penguji Skripsi :
Ketua
Tri Wahyu Andayani,S.H.,C.N.,M.H.,
(Dekan Fakultas Hukum)
....................................
Sekretaris
Tri Wahyu Andayani,S.H.,C.N.,M.H.,
(Dosen Pembimbing)
....................................
Anggota
1. Dr. H.Sugeng Repowijoyo, S.H.,M.Hum
....................................
2. Drs. Djasim Siswojo,S.H.,M.H.,M.M
....................................
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji syukur pada Tuhan yang Maha Esa
yang telah menganugerahkan karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan sikripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
PERJANJIAN
JUAL
BELI
MELELUI
INTERNET
(E-COMERCE)
MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK”
Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat dalam mencapai gelar
Sarjana Hukum pada Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Saya menyadari bahwa tiada manusia yang sempurna di dunia
ini,oleh karena itu pasti ada kekurangan dalam penulisan sikripsi
ini.untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun
dari
siapapun
juga
untuk
tujuan
perbaikan
dan
penyempurnaan sikripsi ini.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebeser-besarnya kepada:
1. Bapak H. Budi Endarto, S.H.,M.Hum. selaku Rektor Universitas
Wijaya Putra Surabaya ;
2. Ibu Tri Wahyu Andayani, S.H.,C.N., M.H. Selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya, sekaligus sebagai
Dosen Pembimbing yang atas segala kesabaran dan waktu yang
diberikan serta pikiran dalam proses bimbingan guna penulisan
skripsi ini ;
i
3. Bapak Andy Usmina Wijaya, S.H.,M.H. Selaku Ketua program
Studi Ilmu Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya ;
4. Seluruh Dosen, Staff Pengajar dan Pegawai di Lingkungan
Universitas Wijaya Putra Surabaya.
5. Kepada teman-teman penulis, yang selalu memberikan masukan
serta memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi dapat
terselesaikan sesuai yang diharapkan.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
bukan hanya di dalam dunia pendidikan saja melainkan berguna juga bagi
masyarakat luas pada umumnya.
Surabaya, 06 Agustus 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Cover ........................................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi....................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
2. Perumusan Masalah..................................................................... 5
3. Penejelasan Judul ........................................................................ 6
4. Alasan Pemilihan Judul ................................................................ 7
5. Tujuan Penelitian.......................................................................... 8
6. Manfaat Penelitian........................................................................ 8
7. Metode Penelitian......................................................................... 9
8. Pertanggung Jawaban Sistematika............................................... 12
BAB II : PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT
HUKUM DI INDONESIA.................................................................. 14
1. Pengertian Perjanjian Jual Beli ..................................................... 14
2. Asas-asas dan Syarat Sah Perjanjian ........................................... 17
3. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli .......................................... 22
4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli............ 23
5. Bentuk-Bentuk Perjanjian Jual Beli................................................ 25
6. Keabsahan Perjanjian Jual Beli E-comerce................................... 27
BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI E-COMERCE
SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 ................ 32
iii
1. Pengertian E-comerce .............................................................. 32
2. Cara Bertransaksi dalam E-Comerce ........................................ 34
3. Para Pihak yanag Bertransaksi dalam E-Comerce ................... 36
a.
Hak dan Kewajiban Konsumen ......................................... 36
b.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha .................................... 39
4. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian
Jual Beli Melalui Internet (e-comerce) ....................................... 40
5. Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha (Penjual) Terhadap
Konsumen (Pembeli) Ecomerce
BAB IV : PENUTUP...................................................................................... 47
1. Kesimpulan............................................................................. 47
2. Saran ..................................................................................... 48
DAFTAR BACAAN ....................................................................................... 50
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan
dunia
internet
di
Indonesia
memang
cukup
membanggakan, apalagi dengan dukungan pemerintah yang sangat kooperatif.
Pemerintah pun melakukan langkah nyata dalam mengembangkan internet di
Indonesia. Sekarang banyak desa-desa yang sudah terjangkau internet,
memang tidak semua desa terjangkau internet. Dalam waktu yang tidak lama
akan terwujud negara Indonesia yang berkembang dengan internetnya. Melihat
perkembangan tersebut dengan didukungnya oleh pemerintah maka sudah
seharusnya media internet menjadi penting. Prospek internet yang begitu baik
membuat pelaku-pelaku bisnis internet pun bekermbang pesat. Banyak pelaku
bisnis baru yang bermunculan dan pelaku bisnis yang lama semakin
berkembang. Internet membawa pengaruh yang besar bagi pelaku bisnis di
Indonesia. Di negara maju memang semuanya sekarang serba online. Bahkan
jual beli pun lebih banyak dilakukan secara online melalui media internet.
Keuntungan dengan jual beli online kita hanya tinggal duduk di depan komputer
dan semuanya terkoneksi internet.1
Jual beli atau perdagangan dewasa ini sangat pesat kemajuannya,
perkembangan tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga
pada tata cara dari perdagangan itu sendiri. Pada awalnya perdagangan
dilakukan secara barter antara dua belah pihak yang langsung bertemu dan
bertatap muka yang kemudian melakukan suatu kesepakatan mengenai apa
1
http://nurhadiprayogi.blogspot.com/2012/01/perkembangan-intenet-di-indonesia-dan.html
2
yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu perjanjian. Setelah ditemukannya alat
pembayaran, lambat laun barter berubah menjadi kegiatan jual-beli sehingga
menimbulkan perkembangan tata cara perdagangan. Tata cara perdagangan
kemudian berkembang dengan adanya suatu perjanjian di antara kedua belah
pihak yang sepakat mengadakan suatu perjanjian perdagangan yang di dalam
perjanjian tersebut mengatur mengenai apa hak dan kewajiban di antara kedua
belah pihak.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat, maka perdagangan yang pada awalnya dilakukan secara
bertemu langsung dan bertatap muka antarpara pihaknya juga mengalami
perubahan. Perkembangan teknologi tersebut di antaranya adalah dengan
ditemukannya internet, yaitu teknologi yang memungkinkan kita melakukan
pertukaran informasi dengan siapa pun dan di manapun orang tersebut berada
tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Perkembangan internet menyebabkan
terbentuknya sebuah arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Setiap
individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang
lain tanpa batasan apa pun yang menghalanginya.2
Pengaruh dan peranan teknologi informasi secara tidak langsung telah
membuat bisnis online di Indonesia berkembang. Karena dengan teknologi ini,
kita bisa mengetahui bagaimana cara belajar dan bekerja seperti bekerja bisnis
secara online. Bagaimana cara berkomunikasi, memberikan tampilan, informasi
tentang bisnis online tersebut agar para pelanggan mudah untuk melakukan
penawaran jula beli.
2
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet
(Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008). Diakses tanggal 27 Juli 2012
3
Mereka yang mengerti bisnis dapat melihat peluang yang baik pada dunia bisnis
online. Karena banyak keunggulan atau keuntungan di dalam bisnis secara
online. Para pe-bisnis tersebut tidak perlu mencari kios atau tempat untuk
melakukan bisnis, berbisnis online hanya dengan komputer dan koneksi internet,
tidak perlu membayar karyawan, dan masih banyak lagi keuntungannya. Jadi,
Teknologi Informasi (TI) sangat berperan penting di dalam perkembangan bisnis
online di Indonesia yang juga dapat meningkatkan perekonomian di negara ini.
Inilah globalisasi yang pada dasarnya telah terlaksana di dunia maya,
yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang sering
menggunakan internet dalam aktifitas kehidupan setiap hari. Proses transaksi
yang dilakukan dalam dunia bisnis tanpa adanya pertemuan antar para pihaknya
yang menggunakan media internet termasuk ke dalam transaksi elektronik.
Electronic commerce (yang selanjutnya disingkat e-commerce) dapat diartikan
sebagai perdagangan elektronik. Maksud perdagangan elektronik ini adalah
perdagangan yang dilakukan secara elektronik dengan menggunakan internet
sebagai medianya. Perjanjian e-commerce yang dilakukan oleh para pihaknya
bukan seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut
dapat dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua
belah pihak, namun perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara
elektronik. Perjanjian antarpihak dilakukan dengan mengakses halaman web
yang disediakan, berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama
(penjual), dan pihak yang lain (pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang
disediakan sebagai tanda persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa
perlu membubuhkan tanda tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi
4
menggunakan tanda tangan elektronik atau digital signature. Sehingga para
pihak tidak perlu bertemu langsung untuk mengadakan suatu perjanjian.
Jual beli pada dasarnya adalah sebuah perjanjian untuk mencapai suatu
harga tertentu (kesepakatan). Diamana syarat sahnya suatu perjanjian telah
diatur dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut
KUHPer) dalam buku ke III pasal 1320 BW (KUHPer) yaitu :
1. Kesepakatan para pihak.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu, dan
4. Suatu sebab yang halal
Dari ketentuan hukum diatas maka dapat disimpulkan bahwa apabila semua
unsur atau syarat dalam pasal 1320 BW tersebut terpenuhi berarti suatu
perjanjian atau jual beli adalah sah. akan tetapi dengan adanya perkembangan
e-comerce tentunya ada ketentuan lain yang belum diatur dalam KUHPer, antara
lain kesepakatan yang pada lazimnya adalah mempertemukan dua pihak dalam
suatu tempat kini telah berubah. Kesepakatan bisa dilakukan melalui suatu
media
yaitu dunia maya dalam
hal ini adalah internet atau online.
Perkembangan tersebut kemudian diatur secara tersediri dalam Undang-undnag
Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dari uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil skripsi atau
penelitian dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL
BELI MELALUI INTERNET (E-COMERCE) MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR
11
ELEKTRONIK”
TAHUN
2008
TENTANG
INFORMASI
DAN
TRANSAKSI
5
2. Rumusan Masalah
Dari urain tersebut maka penulis merumuskan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana keabsahan jual beli melalui Internet?
b. Bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui internet
(e-comerce) sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008?
3. Penjelasan Judul
Perjanjia Jual Beli Melalui Internet
Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta.
Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain
dengan fasilitas dan kenikmatan. Perjanjian jual beli telah diatur dalam Pasal
1457 KUH Perdata yang menentukan jual beli adalah suatu persetujuan yang
mengikat penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan
pihak lain yang bertindak. Sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk
membayar harga. Wirjono Prodjodikoro mengatakan “jual beli adalah
persetujuan dimana suatu pihak mengikat diri untuk berwajib menyerahkan
suatu barang, dan pihak lain berwajib membayar harga,yang dimufakati
mereka berdua”.3
Jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang
tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini
terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan
pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.
Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki
3
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur,
Bandung, 1991 hal 17
6
kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah
akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli
yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang
dipaksa. Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai
berikut:4
1. Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan
merupakan milik penuh salah satu pihak.
2. Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar
tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’
karena hal tersebut dilarang.
3. Tidak memberikan batasan waktu artinya, tidak sah menjual barang untuk
jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.
Oleh Karena itu jual beli yang terjadi dalam lalu lintas kehidupan
masyarakat sehari-hari, adalah Jual beli antara tangan ke tangan,yakni
jual beli yang di lakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan
pihak resmi,dan tidak perlu di muka umum. Bentuk jual belinya pun cukup
sederhana. Akan tetapi lambat laun dengan kemajuan teknologi informasi
kini penjual dan pembeli yang lazimnya dalam satu tempat yang sama
dalam transakasai atau perjanjian jual beli kini cukup melalui sebuah
media yaitu salah satunya adalah internet.
Perjanjian elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki
kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Sebagaimana
ditentukan pada Pasal 18 ayat (1) UUITE yang berbunyi Transaksi
Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para
4
http://warnetdipo.blogspot.com/2009/01/pengertian-jual-beli.html
7
pihak. Pasal 19 UUITE menyatakan bahwa “para pihak yang melakukan
transaksi
elektronik
harus
menggunakan
sistem
elektronik
yang
disepakati”. Jadi, sebelum melakukan transaksi elektronik, para pihak
harus bersepakat untuk menggunakan sistem
elektronik
untuk
melakukan transaksi. Setelah para pihak bersepakat, pihak pembeli harus
cukup mempelajari ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan pihak penjual.
Apabila ketentuan-ketentuan tersebut telah disetujui dan dipenuhi oleh
pihak pembeli, maka langkah terakhir adalah dengan dilakukan
kesepakatan yang biasanya dalam internet hanya melakukan pengeklikan
tombol “SEND” atau dengan memberi tanda “√” oleh pihak pembeli yang
menandakan suatu syarat persetujuan untuk perjanjian yang ditawarkan
oleh pihak penjual. Pada transaksi e-commerce ini pembayaran dapat
dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, kartu debit, cek pribadi, atau
transfer antar rekening.5
4. Alasan pemilihan Judul
Perjanjian jual beli secara elektronik dewasa ini telah banyak kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Baik itu jual beli benda bergerak seperti
pakaian, benda-benda elektronik seperti handphone, Netboek, Blackberry
hingga barang-barang yang bernilai tinggi. Perjanjian jual beli melalui internet
ini ada yang menyebutnya dengan istilah e-comerce sebagaimana telah
dijelaskan diatas, akan tetapi yang lebih familiar adalah dengan jual beli
melalui Online Shop.
Pesatnya perkembangan teknologi tersebut kadang tidak dibarengi
dengan instrumen dan ketentuan hukum yang seharusnya bisa mengatur dan
5
Heru Kuswanto, SH., M.Hum, Op.Cit hal 58
8
mengikuti perkembangan zaman yang bersifat dinamis. Selain dari pada itu
pemerintah selaku pengemban amanah legislasi terhadap undang-undang
dituntut agar slalu bisa memberikan peran optimal dalam menserasiakan
undang-undang yang sesuai kebutuhan masyarakat. Hal ini tentunya harus juga
dibarengi rasa kesadaran hukum dari masyarakat, akan bagaimana aspek dari
perkembangan tersebut. Dalam hal ini adalah pengetahuan atau aspek hukum
dari jual beli secara online baik keabsahan jual beli maupun penyelesaian
masalh apabila terjadi hal-hal yang merugikan salah satu pihak. Dari sisnilah
penulis tertarik untuk mengangkat isu hukum yang cukup hangat ini kedalam
skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL
BELI MELALUI INTERNET (E-COMERCE) MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR
11
TAHUN
2008
TENTANG
INFORMASI
DAN
TRANSAKSI
ELEKTRONIK”
5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :
a. Tujuan Akademis yaitu guna memenuhi salah satu syarat studi tahap
akhir, untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Wijaya
Putra Surabaya.
b. Tujuan Praktis yaitu menjelaskan bagaimana tinjauan yuridis terhadap
perjanjian jual beli melalui internet yang terus berkembang dalam
masyarakat, terutama dari sisi hukum mengenai keabsahan hingga
tanggung jawab masing-masing pihak secara yuridis.
9
6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yang diharapkan dari penulis anatara lain :
a. Secara akademik penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
mahasiwa ataupun akademisi dan lembaga tinggi sebagai bahan bacaan
guna memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang
hukum perdata yaitu terkait jual beli melalui internet (e-comerce).
b. Bagi masyarakat luas penelitian ini dimanfaatkan sebagai bahan bacaan
dan
sumber
informasi
untuk
mengetahui
bagaimana
keabsahan
perjanjian jual beli melalui internet serta aspek hukum lainnya yang timbul
dari perjanjian jual beli tersebut.
c. Bagi pemerintah maupun praktisi dimana penulisan ini nantinya bisa
menjadi acuan serta referensi dalam memberikan perlindungan hukum
kepada penjual dan pembeli melalui internet dengan kemajuan dan
perubahan zaman yang begitu pesat.
7. Metode Penelitian
a. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan disini adalah “Penelitian Hukum
Normatif” yaitu suatu penelitian yang yang didasarkan pada telaah
yuridis normatif atas kaidah hukum tertulis yaitu hukum positif serta
hukum tidak tertulis seperti hukum adat di Indonesia yang berkaitan
dengan pokok masalah yang dibahas. Dalam penelitian Hukum
Normatif sebagai penelitian doktrinal, dengan menggunakan proposisiproposisi yang berkaitan, tidak dikenal adanya variabel bebas dan
variabel terikat, hipotesa, populasi dan sampling, dan teknik
10
pengumpulan
data,
analisis
data,
baik
dengan
menggunakan
penelitian kuantitatif maupun kualitatif.
b. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah
pendekatan perundang-undangan (statue approach), yaitu dengan
melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan
peraturan lain yang terkait dengan pokok masalah yang dibahas. Serta
pendekatan doktrin/konsep (conceptual approach) yaitu pendekatan
doktrin atau konsep, dengan mempelajari dan memahami pendapat
para ahli hukum dalam karya-karya ilmiah, misal buku literatur, jurnal
hukum, makalah-makalah hukum dalam seminar serta lewat internet.
c. Bahan Hukum
Dalam penelitian atau penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan berbgai macam sumber yang menjadi acuan maupun
rujukan sehingga penelitian hukum ini tetap berdasarkan yuridisnormatif. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum pokok yang menjadi
dasar dipilihnya judul maupun isu hukum dari penelitian ini, yang
mencakup ketentuan perundang-undangan, baik itu undangundang dasar 1945 yang menjadi konstitusi negara Republik
Indonesia,
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata maupun
undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasai dan
11
transaksi elektronik serta peraturan-peraturan lain (hukum positif)
yang relefan dan terkait dengan pokok bahasan dalam penulisan
ini.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum penunjang dari bahan
hukum primer yang berupa buku literatur dari berbagai penerbit
maupun pengarang yang dipilih oleh penulis secara relevan dan
merujuk dari saran dosen pembimbing dari penulis penelitian ini,
jurnal hukum online, kamus hukum serta karya-karya ilmiah
dibidang ilmu hukum lainnya dan tak lupa memanfaatkan
kecanggihan teknologi melalui pencarian di Internet dengan
sumber yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan secara
ilmiah.
d. Langkah-Langkah Kajian
Langkah pertama yang dilakukan adalah pengumpulan
data
atau
inventarisasi
menggunakan
studi
bahan
hukum
kepustakaan.
yang
terkait
dengan
Kemudian
bahan
hukum
diklasifikasikan dengan cara memilah-milah bahan hukum, dan
disusun secara sistematis agar mudah dibaca dan dipahami.
Untuk
menganalisa
bahan-bahan
Hukum
diawali
dengan
menemukan pemikiran atau ketentuan-ketentuan yang bersifat umum,
kemudian diterapkan pada pokok masalah yang dibahas yang lebih
bersifat khusus (deduksi). Dalam penelitian hukum ini penulis
didampingi oleh dosen pembimbing, jadi setelah mendapatkan ide dan
analisa
hukum,
penulisan
ini
kemudian
dikonsultasikan
untuk
12
mendapat pengarahan yang nantinya menghasilkan penelitian yang
baik dan benar.
Untuk sampai pada jawaban permasalahan digunakan penafsiran
sistematis, yaitu penafsiran yang mendasarkan pada hubungan antara
peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, pasal
yang satu dengan pasal yang lainnya dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.
8. Pertanggung Jawaban Sistematika
Berdasarkan rumusan permasalahan dalam penulisan ini maka
penulisan dibagi menjadi 4 (empat) Bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini merupakan pendahuluan dari konsep materi yang akan dibahas.
Bagian pendahuluan ini terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan
masalah, penjelasan judul serta alasan pemilihan judul. Dalam bab ini juga
memaparkan tujuan dan manfaat penulisan,
metode penulisan, dan
sistematika pertanggung jawaban.
BAB II
PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI E-
COMERCE MENURUT HUKUM DI INDONESIA
Dalam Bab ini akan dijelaskan mengenai pengaturan jual beli pada
umumnya, keabsahan jual beli e-comerce, keuntungan dan kelemahan jual
beli e-comerce sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia.
13
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI ECOMERCE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai perlindungan hukum terhadap
para pihak dalm perjanjian jual beli melalui intenet, pertanggung jwaban
secara hukum sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2008
tentang ITE.
BAB IV PENUTUP
Merupakan bagian akhir dari penulisan yang terdiri dari kesimpulan yang
merupakan jawaban singkat atas rumusan masalah serta bagian saran
sebagai sumbangan pemikiran masukan dalam khasanah ilmu hukum.
14
BAB II
PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT
HUKUM DI INDONESIA
1.
Pengertian Perjanjian Jual Beli
Perjanjian
jual
beli
diatur
dalam
pasal
1457-1540
Kitab
UndangUndang Hukum Perdata. Menurut pasal 1457 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak
penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang / benda, dan pihak lain yang
bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga. Dari
pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas, persetujuan jual beli sekaligus
membebankan dua kewajiban yaitu :6
a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada
pembeli.
b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada
penjual.
Menurut Salim H.S., S.H.,M.S., Perjanjian jual beli adalah Suatu Perjanjian
yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.7 beli kepada pembeli
dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar
harga dan berhak menerima objek tersebut.8
1) Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli
2) Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan
harga.
6
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni,1986, hal. 181
Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar
Grafika, 2003, hal. 49
8
Ibid
7
15
3) Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan
pembeli
Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana
antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan
benda yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir
apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat
konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458
yang berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak
seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga,
meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar ”.9
Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal
lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut,
jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika
para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli
tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul
yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuanketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan (BW) atau
biasa disebut unsur naturalia.10
Walaupun telah terjadi persesuaian antara kehendak dan pernyataan,
namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti
proses penyerahan (levering) benda yang tergantung kepada jenis bendanya
yaitu :11
9
Prof.R.Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995, hal 2.
Dr. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007, hal. 127.
11
Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2003,
hal. 49.
10
16
a. Benda Bergerak
Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan
kunci atas benda tersebut.
b. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh
Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya
dilakukan dengan sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan.
c. Benda tidak bergerak
Untuk
benda
tidak
bergerak,
penyerahannya
dilakukan
dengan
pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan
Hipotek.
Menurut hukum adat Indonesia yang dinamakan jual beli,bukanlah
persetujuan belaka,yang berada di antara kedua belah pihak,tetapi adalah
suatau penyerahan yang barang oleh si penjual kepeda si pembeli dengan
maksud memindahkan hak milik,atas barang itu. Dengan demikian dalam
hukum adat setiap hubungan jual beli tdak mengikat kepada asas atau
sistim obligator,atau sistem/asas yang lainnya.
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa;
“Dalam hukum adat ada juga persetujuan antara kedua belah
pihak yang berupa mefakat tentang maksud untuk memindahakn
hak milik dari tangan penjual ke tangan pembeli dan pembayaran
harga pembeli oleh pembeli kepada penjual,tetapi persetuan itu
hanya bersifat pendahuluan untuk suatu perbuatan hukum tertentu
yaitu berupa pembayaran tadi. Selama penyerahan barang belum
terjadi,maka belum ada jual beli dan pada hakekatnya belum
mengikat apa-apa bagi kedua belah pihak”.12
12
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit. Hal 18.
17
Tentang perjanjian jual beli, dianggap sudah berlangsung antara pihak
penjual dan pembeli, apabila mereka sudah menyetujui dan bersepakat
tentang keadaan benda dan harga barang tersebut,sekalipun barangnya
belum diserahkan dan harganya belum dibayarkan.13 Jual beli tiada lain
dari persesuaian kehendak antara penjual dan pembeli mengenai barang
dan harga. Harga dan baranglah menjadi essensial perjanjian jual beli.
Tanpa ada barang yang hendak di jual, tidak mungkin terjadi jual beli.
Sebaiknya jika barang objek jual beli tidak di bayar dengan sesuatu
harga, jual beli diaggap tidak ada.
2. Asas-Asas dan Syarat Sah Perjanjian
Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam
perjanjian jual beli. Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun
secara umum asas perjanjian ada lima yaitu :14
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat
1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “ Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu
asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : 15
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
13
pasal 1458 KUH Perdata
Ibid, hal. 9
15
Ibid
14
18
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di
dalam perjanjian karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak
asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang
bagi perkembangan hukum perjanjian.
b. Asas Konsensualitas
Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dapat dilihat dalam
pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal
tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu perjanjian
adalah
adanya
kesepakatan
dari
kedua
belah
pihak.16
Asas
konsensualisme mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal melainkan cukup dengan
kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Kesepakatan merupakan
persesuaian antara kehendak dan pernyataan dari kedua belah pihak.
c. Asas mengikatnya suatu perjanjian
Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dimana suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi pembuatnya. Setiap orang yang membuat
kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak
tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut
mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
d. Asas iktikad baik (Goede Trouw)
Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata). Iktikad baik ada dua yaitu : 17
16
17
Ibid hal 10
Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Jakarta : Pustaka Yustisia, 2009,
hal. 45.
19
1) Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan.
Contoh, Si A melakukan perjanjian dengan si B membangun rumah.
Si A ingin memakai keramik cap gajah namun di pasaran habis maka
diganti cap semut oleh si B.
2) Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. Contoh, si
A ingin membeli motor, kemudian datanglah si B (penampilan
preman) yang mau menjual motor tanpa surat-surat dengan harga
sangat murah. Si A tidak mau membeli karena takut bukan barang
halal atau barang tidak legal.
e.
Asas Kepribadian
Asas Kepribadian Pada umumnya tidak seorang pun dapat
mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Pengecualiannya
terdapat dalam pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang janji untuk pihak ketiga. Syarat sahnya suatu perjanjian seperti
yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
merupakan syarat sahnya perjanjian adalah :
1. Kesepakatan para pihak
Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu
kesepakatan atau konsensus pada para pihak. Yang dimaksud dengan
kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam
perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan
kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya. Sepakat juga
dinamakan suatu perizinan, terjadi oleh karena kedua belah pihak
sama sama setuju mengenai hal-hal yang pokok dari suatu perjanjian
yang diadakan.
20
2.
Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan
hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian.
Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan
akibat hukum. Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum
adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah
berumur 21 tahun sesuai dengan pasal 330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dalam pasal 1330 disebutkan bahwa orang yang
tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah :
a. Orang yang belum dewasa
b. Orang yang dibawah pengampuan
c. Seorang istri. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung,
melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5
September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan
sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan
perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.
3.
Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek
perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat
berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat
sesuatu. Objek Perjanjian juga biasa disebut dengan Prestasi.
Prestasi terdiri atas :18
a. memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan
barang
18
Dr. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2007, hal. 69.
21
b. berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak,
membangun rumah, melukis suatu lukisan yang dipesan.
c. tidak
berbuat
mendirikan
sesuatu,
suatu
misalnya
bangunan,
perjanjian
perjanjian
untuk
untuk
tidak
tidak
menggunakan merek dagang tertentu.
4.
Suatu sebab yang halal
Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tidak
dijelaskan pengertian sebab yang halal. Yang dimaksud dengan
sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan
dan ketertiban umum.
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena
berkaitan dengan subjek perjanjian dan syarat ketiga dan keempat
merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian.
Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka
perjanjian itu dapat diminta pembatalannya. Pihak yang dapat
meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak
yang memberikan ijinnya secara tidak bebas.19 Sedangkan apabila
syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka akibatnya adalah
perjanjian tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut
dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para pihak tidak
dapat menuntut apapun apabila terjadi masalah di kemudian hari.
19
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1982, hal. 20.
22
3.
Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli
a. Subyek Perjanjian Jual beli
Pada dasarnya perjanjian jual beli adalah merupakan perbuatan
hukum. Subjek dari perbuatan hukum adalah Subjek Hukum. Subjek
Hukum terdiri dari manusia dan badan hukum. Oleh sebab itu, pada
dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam
perjanjian jual beli yaitu sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat yang
bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah.
b. Objek Perjanjian Jual Beli
Objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan benda
tidak
bergerak,
timbangannya.
baik
menurut
Sedangkan
tumpukan,
yang
tidak
berat,
ukuran,
diperkenankan
dan
untuk
diperjualbelikan adalah :20
1) Benda atau barang orang lain
2) Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang seperti obat
terlarang.
3) Bertentangan dengan ketertiban, dan
4) Kesusilaan yang baik
Pasal 1457 Kitab Undang-Undang hukum Perdata memakai istilah zaak
untuk menentukan apa yang dapat menjadi objek jual beli. Menurut pasal
499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, zaak adalah barang atau hak
yang dapat dimiliki. Hal tersebut berarti bahwa yang dapat dijual dan
dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak atas
suatu barang yang bukan hak milik.
20
Salim H.S.,Opp.Cit, hal. 51
23
4. Hak dan Kewajiban para pihak dalam Perjanjian Jual Beli
Hak dari Penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak
pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak.
a. Hak dan Kewajiban Penjual
1) Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga jenis benda yaitu
benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak bertubuh maka
penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku untuk
masing-masing barang tersebut yaitu :21
a. Penyerahan Benda Bergerak
Mengenai Penyerahan benda bergerak terdapat dalam pasal 612
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata
yang
menyatakan
Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh
dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh
atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari
bangunan dalam mana kebendaan itu berada.
b. Penyerahan Benda Tidak Bergerak
Mengenai Penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal
616-620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan
bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik
nama. Untuk tanah dilakukan dengan Akta PPAT sedangkan yang
lain dilakukan dengan akta notaris.
c. Penyerahan Benda Tidak Bertubuh
21
Dr. Ahmadi Miru, Op.Cit, hal. 128
24
Diatur dalam pasal 613 KUH. Perdata yang menyebutkan
penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris
atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada dibitur
secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang
karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu,
penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan
penyerahan surat disertai dengan endosemen.
2) Menanggung
kenikmatan
tenteram
atas
barang
tersebut
dan
menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi.
b. Hak dan kewajiban Pembeli
Dari Pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya, baik secara
nyata maupun secara yuridis. Ada 3 kewajiban pokok pembeli yaitu:22
1) Memeriksa barang-barang yang dikirim oleh Penjual
2) Membayar harga barang sesuai dengan kontrak
3) Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak
Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan
mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin
dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan
pelaksanaan pembayaran. Tempat pembayaran di tempat yang disepakati
kedua belah pihak.
Kewajiban Pihak Pembeli adalah :
a. Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah
dibuat .
22
Salim H.S.,Op.Cit, hal. 56.
25
b. Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar,
biaya akta dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Kewajiban dari pihak pembeli adalah
merupakan Hak bagi pihak Penjual dan sebaliknya Kewajiban dari Pihak
Penjual adalah merupakan hak bagi pihak Pembeli.
5.
Bentuk bentuk Perjanjian Jual Beli
Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk
tertentu, dapat dibuat secara lisan dan tulisan yang dapat bersifat sebagai
alat bukti apabila terjadi perselisihan. Untuk beberapa perjanjian tertentu
undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk
itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk
tertulis tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi
merupakan syarat untuk adanya perjanjian tersebut. Misalnya perjanjian
mendirikan Perseroan Terbatas harus dengan akta Notaris. Bentuk perjanjian
jual beli ada dua yaitu :
a. Lisan, yaitu dilakukan secara lisan dimana kedua belah pihak bersepakat
untuk mengikatkan dirinya melakukan perjanjian jual beli yang dilakukan
secara lisan.
b. Tulisan, yaitu Perjanjian Jual beli dilakukan secara tertulis biasanya
dilakukan dengan akta autentik maupun dengan akta di bawah tangan.
Akta Autentik adalah suatu akta yang dibuat di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawaipegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.23
23
Handri Rahardjo, Cara Pintar memilih dan mengajukan kredit, Yogyakarta : Pustaka Yustisia,
2003, hlm. 10.
26
Mengenai Akta Autentik diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Berdasarkan inisiatif pembuatnya akta autentik dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Akta Pejabat (acte amtelijke)
Akta Pejabat adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat
serta apa yang dilakukannya. Jadi inisiatifnya tidak berasal dari orang
yang namanya diterangkan di dalam akta itu. Contohnya Akta Kelahiran.
2. Akta Para Pihak (acte partij)
Akta Para Pihak adalah akta yang inisiatif pembuatannyadari para pihak
di hadapan pejabat yang berwenang. Contohnya akta sewa menyewa.
Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat untuk tujuan
pembuktian namun tidak dibuat di hadapan pejabat yang berwenang.24
Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan
pengakuan dari para pihak yang membuatnya. Hal ini bermakna kekuatan
pembuktian akta di bawah tangan dapat dipersamakan dengan akta
autentik sepanjang para pembuat akta dibawah tangan mengakui dan
membenarkan apa yang telah ditandatanganinya. Dengan kata lain akta
di bawah tangan merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan
hukum
pembuktian
apabila
diakui
oleh
pihak-pihak
yang
menandatanganinya sehingga agar akta perjanjian tersebut tidak mudah
dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh notaris, agar memiliki
kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta autentik.
24
Ibid
27
Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta
otentik adalah karena jika pihak lawan mengingkari akta tersebut, akta di
bawah tangan selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan
keasliannya, sedangkan akta otentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti
kepalsuannya.25 Maksudnya adalah bahwa jika suatu akta di bawah
tangan disangkal oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan harus
dapat membuktikan keaslian dari akta di bawah tangan tersebut,
Sedangkan apabila akta otentik disangkal oleh pihak lain, pemegang akta
otentik tidak perlu membuktikan keaslian akta tersebut tetapi pihak yang
menyangkali yang harus membuktikan bahwa akta otentik tersebut
adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di bawah tangan disebut
pembuktian keaslian
sedangkan pembuktian akta
otentik
adalah
pembuktian kepalsuan.
6.
Keabsahan Perjanjian Jual Beli E-comerce
Pada prinsipnya, menurut KUH Perdata, suatu perjanjian adalah
bebas, tidak terikat pada suatu bentuk tertentu. Dalam KUH Perdata
ditentukan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana
suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Untuk sahnya suatu kontrak maka harus
dilihat kepada syarat-syarat yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata
yang menentukan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai
berikut:
a.
25
Kesepakatan para pihak;
Dr. Ahmadi Miru,Op.Cit, hal. 15.
28
b.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
c.
Suatu hal tertentu, dan
d.
Suatu sebab yang halal.
Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan
unsur kedua (kecakapan), maka kontrak tersebut dapat dibatalkan.
Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan
unsur keempat (suatu sebab yang halal), maka kontrak tersebut adalah batal
demi hukum. Pasal 1339 KUH Perdata menentukan bahwa suatu
persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di
dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan
dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Kemudian
Pasal 1347 KUH Perdata, syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut
kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan,
walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
Perjanjian elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki
kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Sebagaimana
ditentukan pada Pasal 18 ayat (1) UUITE yang berbunyi Transaksi Elektronik
yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. Pasal 19
UUITE menyatakan bahwa “para pihak yang melakukan transaksi elektronik
harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati”. Jadi, sebelum
melakukan transaksi elektronik, para pihak harus bersepakat untuk
menggunakan sistem elektronik untuk melakukan transaksi. Setelah para
pihak bersepakat, pihak pembeli harus cukup mempelajari term of condition
(ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan) pihak penjual. Apabila term of
conditions-nya telah disetujui dan dipenuhi oleh pihak pembeli, maka
29
langkah terakhir adalah dengan dilakukan pengeklikan tombol “SEND” atau
dengan memberi tanda “√” oleh pihak pembeli yang menandakan suatu
syarat persetujuan untuk perjanjian yang ditawarkan oleh pihak penjual.
Pada
transaksi e-commerce ini pembayaran dapat dilakukan dengan
menggunakan kartu kredit (credit card), kartu debit (debet card), cek pribadi
(personal check), atau transfer antarrekening.
Langkah selanjutnya adalah pihak pembeli berhadapan dengan
sebuah halaman situs yang menanyakan berbagai informasi sehubungan
dengan proses pembayaran yang ingin dilakukan. Informasi yang biasa
ditanyakan sehubungan dengan aktifitas ini adalah sebagai berikut:
1. Cara pembayaran yang ingin dilakukan, seperti: transfer, kartu kredit,
kartu debit, cek personal, dan lain sebagainya. Jika menggunakan kartu
kredit misalnya, informasi lain kerap ditanyakan, seperti nama yang
tercantum dalam kartu, nomor kartu, expire date, dan lain sebagainya.
Contoh lain adalah jika menggunakan cek personal, biasanya selain
nomor cek, ditanyakan pula nama dan alamat bank yang mengeluarkan
cek tersebut;
2. Data atau informasi pribadi dari yang melakukan transaksi, seperti: nama,
alamat, nomor telepon, alamat penagihan, dan lain sebagainya. Jika
konsumen ingin melakukan pembayaran dengan metoda lain, seperti
digital cash atau electronic check misalnya, konsumen diminta untuk
mengisi user name dan password terkait sebagai bukti otentik transaksi
melalui internet.26
26
http://www.blogster.com/artikelekoindrajit/mekanisme-transaksi-pembayaran. Diakses 30 Juli
2012.
30
Setelah pihak pembeli mengisi formulir elektronik tersebut, maka
perusahaan yang memiliki situs akan melakukan pengecekan berdasarkan
informasi pembayaran yang telah dimasukkan ke dalam sistem. Melalui
sebuah sistem gateway (fasilitas yang menghubungkan dua atau lebih
sistem jaringan komputer yang berbeda), perusahaan akan melakukan
pengecekan terhadap bank yang dipilih oleh pihak pembeli untuk melakukan
pembayaran (misalnya menghubungi Visa atau Mastercard untuk jenis
pembayaran kartu kredit). Hasil dari proses pengecekan di atas secara
otomatis akan “diinformasikan” kepada penjual melalui situs perusahaan.
Jika berhasil, maka pembeli dapat melakukan proses berikutnya (menunggu
barang dikirimkan secara fisik ke lokasi konsumen atau konsumen dapat
melakukan
download
terhadap
produk-produk
digital).
Jika
proses
pengecekan tadi gagal, maka pesan kegagalan tersebut akan diberitahukan
melalui situs yang sama atau langsung ke e-mail pembeli.
Berbagai cara biasa dilakukan oleh perusahaan maupun bank untuk
membuktikan kepada konsumen bahwa proses pembayaran telah dilakukan
dengan baik, seperti:
a. Pemberitahuan melalui email mengenai status transaksi jual beli produk
atau jasa yang telah dilakukan.
b. Pengiriman dokumen elektronik melalui email atau situs terkait yang berisi
“berita acara” jual-beli dan kuitansi pembelian yang merinci jenis produk
atau jasa yang dibeli berikut detail mengenai metode pembayaran yang
telah dilakukan.
31
Pengiriman kuitansi pembayaran melalui kurir ke alamat atau lokasi
konsumen.27 Secara umum, suatu transaksi perdagangan seyogyanya dapat
menjamin:
1. Kerahasiaan (confidentiality): data transaksi harus dapat disampaikan
secara rahasia, sehingga tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak
diinginkan;
2. Keutuhan (integrity): data setiap transaksi tidak boleh berubah saat
disampaikan melalui suatu saluran komunikasi;
3. Keabsahan atau keotentikan (authenticity), meliputi:
a. Keabsahan pihak-pihak yang melakukan transaksi: bahwa sang
konsumen adalah seorang pelanggan yang sah pada suatu
perusahaan penyelenggara sistem pembayaran tertentu (misalnya
kartu kredit Visa dan Mastercard), atau kartu kredit seperti Kualiva
dan Stand Card (misalnya) dan keabsahan keberadaan pedagang itu
sendiri.
b. Keabsahan data transaksi: data transaksi itu oleh penerima diyakini
dibuat oleh pihak yang mengaku membuatnya (biasanya sang
pembuat data tersebut membutuhkan tanda tangannya). Hal ini
termasuk pula jaminan bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut
tidak bisa dipalsukan atau diubah;
4. Dapat dijadikan bukti/tak dapat disangkal (non-repudation) catatan
mengenai transaksi yang telah dilakukan dapat dijadikan barang bukti di
suatu saat jika ada perselisihan.28
27
28
Ibid
Riyeke Ustadiyanto, Framework E-commerce, ANDI Yogyakarta, 2002. Hal 86
32
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI E-COMERCE
SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
1.
Pengertian E-Comerce
Pada transaksi jual beli secara elektronik, para pihak terkait di
dalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk
perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai dengan
Pasal 1 butir 17 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(untuk selanjutnya disebut UUITE) disebut sebagai kontrak elektronik yakni
perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
Dengan kemudahan berkomunikasi secara elektronik, maka perdagangan pada
saat ini sudah mulai merambat ke dunia elektronik. Transaksi dapat dilakukan
dengan kemudahan teknologi informasi, tanpa adanya halangan jarak.
Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan baik dalam lingkup publik
ataupun privat.
Istilah e-commerce merupakan suatu terminologi baru yang belum cukup
dikenal. Masih banyak yang beranggapan bahwa e-commerce ini sama dengan
aktivitas jual beli alat – alat elektronik. Oleh karena itu dalam bab ini penulis akan
mencoba menjelaskan pengertian dari e-commerce tersebut. Onno w. Purbo dan
Aang Arif Wahyudi mencoba mengambarkan e-commerce sebagai suatu
cakupan yang luas mengenai teknologi, proses dan praktik yang dapat
melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas sebagai sarana
mekanisme transaksi. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui
e-mail atau bisa melalui situs World Wibe Web (www), bahkan yang terbaru dan
33
cukup familiar yaitu melalui situs jejaring sosial seperti facebook, twitter maupun
Fasilitas dalam Blackberry.29
Secara umum David Baum, yang dikutip oleh Onno w. Purbo dan Aang
arif wahyudi “E-commerce is a dynamic set of technologies, applications, and
business process that link enterprieses, consumer and comunnities through
electronic transactions and the electronic exchange of goods, services and
information”. E-commerce merupakan satu set dinamisteknologi, aplikasi dan
proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas
tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, jasa, dan
informasi yang dilakukan secara elektronik.30 Transaksi perjanjian jual beli ecomerce telah menjadi bisnis yang cukup diminati, mulai dari usaha pribadi,
komunitas atau golongan, bahkan dalam bentuk perusahaan baik yang berbadan
hukum maupun persekutuan.
E-commerce merupakan suatu transaksi komersial yang dilakukan antar
penjual dan pembeli atau dengan pihak lain dalam hubungan perjanjian yang
sama untuk mengirimkan sejumlah barang, pelayanan atau peralihan hak.
Transaksi komersial ini terdapat di dalam media elektronik (media digital) yang
secara fisik tidak memerlukan pertemuan para pihak yang bertransaksi dan
keberadaan media ini di dalam public network atau sistem yang berlawanan
dengan private network (sistem tertutup).31
Apabila diperhatikan secara seksama dari berbagai definisi diatas yang
disampaikan oleh beberpa pakar, maka terdapat kesamaan dari masing-masing
29
Onno w.Purbo dan Aang Arif Wahyudi,2001,Mengenal e-Commerce,Jakarta,Elex Media
Komputindo,Hal.1-2
Ibid hal 2
31
www.law.gov.au/aghome/advisory/eceg/single.htm.diakses 01 Agustus 2012
30
34
definisi tersebut. Kesamaan tersebut memperlihatkan bahwa e-commerce
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Adanya transaksi antar dua belah pihak melalui kesepakatan;
b. Adanya pertukaran barang, jasa atau informasi;
c.
Media yang digunakan adalah internet, baik melalui web maupun jejaring
sosial.
Dari karakteristik tersebut terlihat jelas bahwa pada dasarnya e-commerce
merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi,
dan secara signifikan mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan
lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme dagang.
2. Cara Bertransaksi dalam E-Comerce
Transaksi jual beli melalui e-commerce, biasanya akan didahului
oleh penawaran jual, penawaran beli dan penerimaan jual atau penerimaan beli.
Sebelum itu mungkin terjadi penawaran secara online, misalnya melalui website
situs di internet atau melalui media jejaring sosial seperti facebook, twitter, yahoo
mesenger bahkan blackberry messenger. Transaksi melalui website situs ini
biasanya dilakukan bagi mereka yang para melakukan transaksi belum mengenal
satu sama lain. Akan tetapi transaksi yang dilakukan melalui media jejaring sosial
seperti facebook atupun yahoo messenger ini dilakukan melalui chatting dan
biasanya penjual dan pembeli ini sudah kenal atau sudah pernah bertransaksi
sebelumnya, jadi sudah tumbuh kepercayaan.
Model transaksi melalui website atau situs yaitu dengan cara ini penjual
menyediakan daftar atau katalog barang yang dijual yang disertai dengan
35
deskripsi produk yang telah dibuat oleh penjual.. Untuk lebih jelas dipaparkan
model tersebut sebagai berikut :
Berbelanja dengan mengunakan order form merupakan salah satu cara
berbelanja yang paling sering digunakan dalam e-commerce. Dengan cara ini
merchant menyediakan daftar atau katalog barang yang dijual. Saat tahap order
dilaksanakan, biasanya produk yang dijual tidak divisualisasikan dalam bentuk
gambar, akan tetapi dalam bentuk deskripsi produk. Dalam sebuah halaman
order form, sesi penawaran produk terbagi menjadi empat bagian, yaitu :
a. Check box yang dibuat untuk memberi kesempatan kepada customer
untuk memiliki produk yang ditawarkan dengan mengklik kotak tersebut
sehingga bertanda check
b. Penjelasan produk yang ditawarkan
c. Kuantitas barang yang dipesan
d. Harga untuk tiap – tiap produk
Selain tabel produk ditawarkan juga jenis pembayaran. Jenis – jenis
pembayaran yang ditawarkan berbeda – beda sesuai dengan layanan yang
disediakan oleh penjual, seperti dengan kartu kredit, transfer lewat bank, check
dan lain-lain. Pada saat pengisian form, pembeli diminta untuk mengisi formulir
yang berisi informasi kontak untuk pembeli. Pada bagian ini dipasang sistem
keamanan, misalnya SSL (Secure Sockets Layer) untuk melindungi dari tindakan
penipuan. Selanjutnya, jika informasi yang dikirimkan oleh pembeli telah
memenuhi persyaratan atau dinyatakan valid maka penjual akan mengirimkan
berita konfirmasi kepada pembeli dalam bentuk e-mail.32
32
Tim Litbang Wahana Komputer, 2001, Apa dan Bagaimana e Commerce, Cetakan Pertama,
Yogyakarta, Andi, Hal.59
36
Setelah semua ketentuan dan pembeli telah melakukan pembayaran
dan diterimah oleh penjual maka proses selanjutnya adalah kewajiban penjual
atas barang yang dibeli oleh pembeli. Apabila produk tersebut berbentuk jasa
atau instruksi yang bisa dikrim melalui internet maka seketika itu juag akan
dikirim oleh penjual. Akan tetapi beda halnya apabila produk itu berupa barang.
Pengiriman barang tentunya disesuaikan dengan pesanan sebagaimana yang
telah terterah dalam katalog di e-comerce. Pengiriman biasanya dilakukan
melalui ekspidisi atau jasa pengiriman barang seperti Pos Indonesia, Tiki Online,
JNE dan lain sebagainya. Jangka waktu pengiriman barang biasanya sudah
terterah dalam kesepakatan oleh masing-masing pihak dan pada umumnya
adalah sesuai jarak geografis anatara penjual dan pembeli.
3. Para Pihak yang Bertransaksi dalam E-commerce
Dalam dunia e-commerce dikenal dua pelaku, yaitu merchant/pelaku
usaha yang melakukan penjualan dan buyer/customer/konsumen yang berperan
sebagai pembeli. Selain pelaku usaha dan konsumen, dalam transaksi jual beli
melalui media internet juga melibatkan provider sebagai penyedia jasa layanan
jaringan internet dan bank sebagai sarana pembayaran.
a. Hak dan Kewajiban Konsumen
1) Hak Konsumen
Jika membicarakan tentang perlindungan konsumen, hal itu juga
membicarakan hak-hak konsumen. Dalam perjanjian ecomerce pihak yang
paling rawan menderita kerugian atau haknya terlanggar adalah
konsumen. Hal ini dikarenakan peran konsumen yang cenderung bersifat
pasif dan hanya mengikuti aturan main atau mengikuti suatu kesepakatan
37
yang sebenarnya adalah dari penjual. Jadi dalam keseharian ecomerce
sering dijumpai konsumen mendera kerugian baik ketidak sesuaian
barang yang dipesan, keterlambatan pengiriman bahkan hingga penipuan.
Oleh karena itu perlu adanya perlindungan hukum yang mengakomodir
kepentingan konsumen.
2) Adapun hak-hak konsumen menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :33
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
g. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
h. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Apabila dikaitkan dengan hak-hak konsumen pada perjanjian jual
beli ecomerce, maka sebenarnya semua hak konsumen yang
dikhawatirkan akan kehadiran jual beli melalui ecomerce pada dasarnya
telah diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen ini. Mulai
dari hak informasi secara benar, jelas dan jujur terkait dengan produk
maupun kwalitas yang terterah dalam media internet. Hingga ganti rugi
apabila konsumen telah dirugikan dengan produk yang tidak sesuai
33
Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Op. Cit., hal. 147
38
dengan yang diperjanjikan, semua telah dijamin dalam pasal 4 undangundang perlindungan konsumen.
3) Kewajiban Konsumen
Pasal 5 UU Nomor 8 tahun 1999 menyatakan kewajiban konsumen,
yaitu :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Selain memiliki hak-hak yang diatur dalam undang-undang
perlindungan konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban atas suatu
perjanjian jual beli. Pada prinsipnya konsumen yang baik adalah
konsumen yang memiliki itikad baik atau niat baik sebelum melakukan
perjanjian jual beli. Khususnya dalam perjanjian ecomerce, itikad baik dari
konsumen dalam pembelian tentunya harus dibarengi dengan mengikuti
petunjuk informasi hingga pemakaian barang dengan benar agar ada
keseimbangan antara pembeli dengan pelayanan yang diberikan penjual.
Selain itu konsumen harus mengutamakan prinsip kepatutan dalam
menyelesaikan sengketa dengan penjual (produsen) apabila terjadi
perselisihan. Yaitu mengutamakan kepentingan masing-masing pihak,
dimana konsumen segera mendapat jawaban dan ganti rugi apabila
konsumen telah menderita kerugian serta produsen juga terjaga dari halhal yang merugikan nama mereka dimata konsumen lainnya.
39
b.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
1. Hak Pelaku Usaha
Pasal 6 UU Nomor 8 tahun 1999 menyatakan hak pelaku usaha, yaitu:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad buruk.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
Selain diatur mengenai hak dan kewajiban konsumen, dalam
undang-undang ini juga diatur menegenai hak dan kewajiban pelaku
usaha. Dalam perjanjian jual beli ecomerce, terhadap hak merima
pembayran mungkin tidka perlu dikhawatirkan lagi, karena pda umumnya
pembeli melakukan pembayaran terlebih dahulu baru produk dikirim pada
konsumen. Hak pelaku usaha yang terpenting dalam ecomerce adalah
pemulihan nama baik atau rehabilitasi apabila terjadi sengketa atau
tindakan yang tidak patut dari konsumen.
2. Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 7 UU Nomor 8 tahun 1999 menyatakan kewajiban pelaku usaha,
yaitu :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
40
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku.
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
yang diperdagangkan.
f.
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau jasa penggantian apabila
barang dan/jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Kewajiban utama pelaku usaha dalam perjanjian jual beli
ecomerce adalah memberikan playanan dengan baik dan benar dalam
setiap tahapan. Mulai dari pemberian informasi dan petunjuk secara
benar, pelayanan pengiriman produk sesuai dengan perjanjian. Baik
terhadap ketepatan waktu maupun kesesuaian produk yang diperjanjikan.
Pelaku usaha harus bijak dalam menanggapi keluhan dan kritik dari
konsumen demi memperbaiki kualitas pelayanan terhadap konsumen
atau pembeli.
4.
Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli
melalui Internet (e-comerce)
Dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi di mana barang dan/atau jasa dapat diperdagangkan kepada
konsumen melewati batas-batas wilayah, maka perlindungan konsumen akan
selalu menjadi isu penting yang menarik untuk diperhatikan.34 Konsumen dan
34
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta - PT. Raja Gravindo Persada,
2004), hal. 314.
41
pelaku usaha merupakan pihak-pihak yang harus mendapat perlindungan
hukum. Namun, posisi konsumen pada umumnya lemah dibandingkan
dengan pelaku usaha. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesadaran akan
haknya, kemampuan financial, dan daya tawar (bargaining position) yang
rendah. Padahal tata hukum tidak bisa mengandung kesenjangan. Tata
hukum harus memposisikan pada tempat yang adil dimana hubungan
konsumen dengan pelaku usaha berada pada kedudukan yang saling
menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi satu
dengan yang lain.35
Posisi konsumen harus dilindungi oleh hukum, karena salah satu sifat dan
tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada
masyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut harus diwujudkan
dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen.
Dalam e-commerce terdapat 3 unsur yang saling terkait :
a. Subyek hukum, dalam hal ini merchant dan customer,
b. Adanya transaksi perdagangan melalui teknologi informasi berupa
internet sehingga
c. melahirkan perjanjian.
Dalam perjanjian tersebut yang perlu diperhatikan dan menurut penulis
menjadi hal terpenting dalam perjanjian jual beli melalui internet adalah
terdapat dokumen elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik
untuk menghindari adanya penyalahgunaan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab yang berupa kejahatan perdagangan secara elektronik.
35
Ibid, Hal 316
42
Untuk itu diperlukan perlindungan hukum untuk melindungi para subyek
hukum yang melakukan transaksi perdagangan melalui internet.
Dalam perjanjian terdapat dokumen elektronik, biasanya dokumen
tersebut dibuat oleh pihak merchant yang berisi aturan dan kondisi yang harus
dipatuhi oleh customer tetapi isinya tidak memberatkan customer. Aturan dan
kondisi tersebut juga dipakai sebagai perlindungan hukum bagi kedua belah
pihak.
Perlindungan hukum bagi kedua belah pihak adalah :
1) Perlindungan hukum untuk merchant terutama ditekankan dalam hal
pembayaran, merchant mengharuskan customer untuk melakukan
pelunasan
pembayaran
dan
kemudian
melakukan
konfirmasi
pembayaran, baru setelah itu akan dilakukan pengiriman barang yang
dipesan.
2) Perlindungan hukum untuk customer terletak pada garansi berupa
pengembalian atau penukaran barang jika barang yang diterima tidak
sesuai dengan yang dipesan.
3) Data pribadi pengguna media elektronik harus dilindungi secara hukum.
Pemberian informasinya harus disertai oleh persetujuan dari pemilik data
pribadi. Hal ini merupakan bentuk perlindungan hukum bagi para pihak
yang melakukan transaksi e-commerce, yang termuat dalam Pasal 25 UU
ITE “Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun
menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di
dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.
43
Tentang alat bukti elektronik, telah disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1)
UUITE yang menyatakan bahwa informasi dan atau dokumen elektronik dan
atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum
yang sah. Sejak UU ITE disahkan maka hukum pembuktian di Indonesia tidak
lagi menetapkan alat bukti secara limitatif. Alat bukti dapat dipercaya jika
dilakukan dengan cara :36
a. Menggunakan peralatan komputer untuk menyimpan dan memproduksi
Print Out;
b. Proses data seperti pada umumnya dengan memasukkan inisialdalam
system pengelolaan arsip yang dikomputerisasikan; dan
c. Menguji data dalam waktu yang tepat, setelah data dituliskan oleh
seseorang yang mengetahui peristiwa hukumnya.
Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus dapat menunjukkan
bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang
terpercaya. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menentukan keaslian
atau keabsahan suatu bukti elektronik adalah tanda tangan elektronik.
Menurut penulis, hal ini berkaitan dengan Pasal 11 UUITE yang menyebutkan
bahwa tanda tangan elektronik harus dapat diakui secara hukum karena
penggunaan tanda tangan elektronik lebih cocok untuk suatu dokumen
elektronik. Salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk menentukan
keaslian atau keabsahan suatu bukti elektronik adalah tanda tangan
elektronik. Agar suatu tanda tangan elektronik dapat diakui kekuatan
hukumnya, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah :37
36
37
Lia Sautunnida, Jual Beli Melalui Internet (Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala,
2008), hal. 66.
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menuju Kepastian Hukum di
Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta : 2007). Hal. 16.
44
1. Data pembuatan tanda tangan hanya terkait kepada penanda tangan
saja;
2. Data
pembuatan
tanda
tangan
hanya
berada
dalam
kuasa
penandatangan pada saat penandatangan;
3. Perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
4. Perubahan terhadap informasi elektronik yang berhubungan dengan
tanda tangan elektronik dapat diketahui setelah waktu penandatanganan;
5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatangannya;
6. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah
memberikan
persetujuan
terhadap
informasi
elektronik
yang
ditandatangani.
Di Indonesia kegiatan e-commerce meskipun bersifat virtual tetapi
dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. secara
yuridis untuk ruang cyber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk
mengkategorikan sesuatu hanya dengan ukuran dan kualifikasi konvensional
untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh
akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum.
Kegiatan e-commerce merupakan kegiatan virtual tetapi berdampak sangat
nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik, dengan demikian, subjek
pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai telah melakukan perbuatan
hukum secara nyata.
Oleh karena itu, pendekatan hukum dan sosial budaya-etika
sebagai bentuk pendekatan berikutnya menjadi sangat penting. Pendekatan
45
hukum yaitu dalam bentuk tersedianya hukum positif akan memberikan
jaminan
kepastian
dan
sebagai
landasan
penegakan
hukum
(law
enforcement) jika terjadi pelanggaran.
5.
Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha (Penjual) Terhadap Konsumen
(Pembeli) Ecomerce
Pertanggung jawaban yang dimaksud disini adalah pertanggung
jawaban yang melindungi kepentingan konsumen atau pembeli pada
perjanjian jual beli ecomerce. Kepentingan pembeli dalam jual beli ecomerce
haruslah dilindungi, karena pembeli disini telah melakukan pembayaran
terlebih dahulu sebelum produk yang dibeli dikirim kepada pembeli.
Sedangkan pelaku usaha atau penjual tidak dikhawatirkan lagi karena
penjual telah menerimah uang terlebih dahulu sebagai persyaratan sebelum
produk dikirim. Jadi kerugian yang timbul seringkali diderita para pembeli
atau konsumen.
Pada prinsipnya, kerugian yang harus diberikan oleh penjual
dalam hal adanya wanprestasi terhadap suatu kontrak adalah kerugian yang
berupa kerugian yang benar-benar dideritanya dan kehilangan keuntungan
yang sedianya harus dapat dinikmati oleh pembeli. Ganti rugi yang
dimintakan hanya sebatas kerugian dan kehilangan keuntungan yang
merupakan akibat langsung dari wanprestasi tersebut. Dalam praktek
transaksi jual beli melalui internet, terdapat jaminan-jaminan tersebut
diberikan berupa ganti rugi. Biasanya jaminan tersebut diberikan berupa
ganti rugi jika barang terlambat atau tidak sesuai dengan pesanan, atau
rusak pada saat pengiriman. Jaminan-jaminan ini diberikan ecara berbeda-
46
beda setiap penjual ( atau disebut dengan merchant). Jarang sekali terdapat
merchant yang memberikan jaminan kepada konsumen secara memadai
karena
biasanya
jaminan
tersebut
justru
hanya
untuk
melindungi
kepentingan merchant saja. Terbatasnya bentuk ganti rugi yang diberikan
membuat konsumen tidak dapat berbuat apa-apa. Ganti rugi yang sudah
baku, mau tidak mau atau suka tidak suka harus dipenuhi oleh konsumen.
Jika memang konsumen tidak setuju maka ia dapat membatalkan
pesanannya. Tetapi masih banyak konsumen di Indonesia yang tidak kritis
dan tidak teliti dalam membaca klausula baku semacam ini. Padahal, jika
ternyata halhal yang tidak diinginkan terjadi dikemudian hari maka akan
timbul kerugian di pihaknya.38
38
Edmon Makarim, Op.Cit., hal. 241.
47
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada babbab sebelumnya, maka pada bab ini akan dikemukakan beberapa
kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang terkait.
1. Pelaksanaan jual beli melalui media internet terdiri dari empat proses,
yaitu penawaran, penerimaan, pembayaran, dan pengiriman. Pasal
1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu
perjanjian yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat
perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal dapat
diterapkan untuk menentukan keabsahan perjanjian jual beli elektronik.
Dalam praktek e-commerce ini, syarat tersebut tidak terpenuhi secara
utuh, terutama dalam hal kecakapan, karena sulit untuk mengetahui
apakah para pihak dalam ecommerce tersebut (terutama customer)
sudah berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum (jual beli
melalui internet) atau tidak, selama transaksi dalam e-commerce tidak
merugikan bagi kedua belah ihak, maka transaksi tersebut dianggap
sah. Jadi dalam praktek ecommrce ini, syarat sahnya perjanjian dalam
Pasal 1320 KUH Perdata tidak terpenuhi secara utuh.
2. Perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian jual beli melalui
media internet meliputi perlindungan hukum dalam perjanjian yaitu
perlindungan hukum yang dibuat oleh merchant dalam bentuk aturan
yang telah disepakati kedua belah pihak dan perlindungan hukum yang
48
berasal dari UU ITE Pasal 25 yang mengatur tentang privacy berupa
data pribadi merchant dan customer.
Tentang alat bukti elektronik, telah disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1)
UUITE yang menyatakan bahwa informasi dan atau dokumen
elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah dan
memiliki akibat hukum yang sah. Tanggung jawab para pihak dalam
jual beli melalui Internet yaitu pihak penjual bertanggung jawab atas
semua produk atau jasa yang telah di iklankannya di Internet serta
bertanggung jawab atas pengiriman barang atau jasa yang telah
dipesan oleh seorang pembeli. Sedangkan pembeli bertanggung jawab
untuk membayar sejumlah harga dari produk atau jasa yang telah
dibelinya dari penjual.
2. Saran
1. Meskipun perjanjian jual beli melalui internet telah diatur dalam
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik tentang keabsahan perjanjian tersebut. Perlu
adanya sosialisasi agar masyarakat dapat melaksanakan transaksi ecommerce ini sesuai dengan aturan yang berlaku dan juga agar
terdapat persamaan persepsi, sehingga tidak terdapat kendala dalam
penerapannya.
2. Pemerintah hendaknya memberikan pengawasan yang lebih ketat
lagi bagi para pihak yang melakukan transaksi elektronik ini yaitu
dengan jalan melakukan/mewajibkan diadakannya suatu pendaftaran
terhadap segala kegiatan yang menyangkut kepentingan umum
didalam lalu lintas elektronik tersebut, termasuk pendaftaran atas
49
usaha-usaha elektronik yang berupa virtual shops ataupun virtual
services lainnya dan kewajiban terdaftarnya seorang pembeli dalam
sebuah perusahaan penyelenggaraan sistem pembayaran sehingga
proses transaksinya dapat berjalan lancar dan tidak ada satu pihak
pun
yang
merasa
dirugikan.
Bagi
para
pihak
yang
tidak
melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati bersama, dapat digugat perdata oleh pihak yang
dirugikan untuk memperoleh pembayaran ganti rugi sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 12 UUITE.
50
DAFTAR BACAAN
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menuju Kepastian
Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jakarta, 2007.
Edmon, Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta - PT. Raja Gravindo
Persada, 2004), hal. 314.
Harahap, M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung,
1986.
Lia, Sautunnida, Jual Beli Melalui Internet (Fakultas Hukum Universitas Syiah
Kuala, 2008.
Miru,
Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Penerbit PT
Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Onno, W.Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal e-Commerce, Penerbit Elex
Media Komputindo, Jakarta, 2001.
R.Subekti, Aneka Perjanjian, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung.
Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Penerbit
Sinar Grafika, Jakarta, 2003.
Wirjono, Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan
Tertentu, Penerbit Sumur, Bandung, 1991.
Download