NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA Oleh: DYAH RETNO WARDHANI HEPI WAHYUNINGSIH PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA Oleh: DYAH RETNO WARDHANI HEPI WAHYUNINGSIH PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing Utama ( Hepi Wahyuningsih, S.Psi.,M.Si ) HUBUNGAN ANTARA SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA Dyah Retno Wardhani Hepi Wahyuningsih INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara spiritualitas dengan agresivitas pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adahubungan negative antara spiritualitas dengan agresivitas pada remaja. Semakin tinggi spiritualitas, semakin rendah agresivitas yang dilakukan remaja. Sebaliknya, semakin rendah spiritualitas, maka semakin tinggi agresivitas pada remaja. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 158 orang adalah para murid SMU Negeri 1 Magelang, yang berusia antara 15-18 tahun. Adapun skala yang digunakan adalah Skala Agresivitas yang mengacu pada The Aggression Questionaire (Buss dan Perry, 1992). Skala ini terdiri dari empat aspek agresivitas yaitu agresi fisik, agresi verbal, agresi permusuhan, agresi kemarahan yang dikemukakan oleh Buss dan Perry (1992). Koefisien reliabilitas (a) skala agresivitas 0,893 dan memiliki korelasi total item bergerak dari 0,303 – 0,677. Sementara Skala Spiritualitas mengacu pada The Spirituality Scale (Delaney, 2005). Skala ini terdiri dari tiga aspek yaitu aspek self discovery, aspek relationship, dan aspek eco-awareness. Koefisien reliabilitas (a) skala Spiritualitas sebesar 0,916 dan memiliki korelasi total item bergerak dari 0,3010,741. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment Pearson melalui prosedur bivariate correlation dari computer program SPSS 16.0 for window untuk menguji apakah ada hubungan antara kedua variabel. Analisis data menunjukan adanya korelasi yang signifikan sebesar - 0,265 dengan p = 0,001 (p < 0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara agresivitas dan spiritualitas pada remaja dengan sumbangan efektif sebesar 7%. Kata kunci : Agresivitas, Spiritualitas Pengantar Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan, terutama fisik telah mencapai kematangan. Periode ini merupakan masa transisi dari kehidupan masa kanak-kanak ke masa dewasa. Secara negatif periode ini disebut periode “serba tidak” atau belum seimbang , belum stabil dan belum dapat diramalkan. Karena periode ini terjadi banyak perubahan-perubahan yang sangat berarti dalam segi-segi fisik, emosional, sosial dan intelektual (Sulaiman dalam Suryaningsih, 2006). Masa remaja dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu masa remaja awal yang berkisar antara usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan antara usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir yaitu antara usia 18-21 tahun (Monks dalam Suryaningsih, 2006). Para remaja dalam menghadapi permasalahan terkadang memiliki cara sendiri-sendiri dan berbeda-beda setiap orangnya. Semuanya mengikuti tuntutan lingkungannya. Menurut Djuwariyah (2002), perubahan-perubahan sosial yang cepat sebagai bentuk konsekuensi modernisasi, industrialisasi, dan kemajuan teknologi mengakibatkan perilaku agresif pada remaja semakin meningkat. Beberapa kasus agresifitas pada remaja seperti pemukulan yang dilakukan oleh sebuah genk remaja perempuan bernama Nero di Pati yang ditujukan kepada para remaja perempuan yang dianggapnya neko-neko atau banyak tingkah (http://www.kompas.com), perkelahian antar dua remaja putri yang disertai umpatan-umpatan kasar di Yogyakarta (http://www.kompas.com). Tawuran pelajar yang disebabkan masalah sepele antara sekelompok siswa SMA Dewantara menyerang siswa SMA Yapendri dan SMA Budi Utomo di Depok, Jawa Barat (http://www.liputan6.com), selain itu tawuran yang disebabkan karena minuman keras seperti yang dilakukan ratusan pelajar SMA/SMK di Banyumas, Jawa Tengah (http://www.pikiranrakyat.com). Pembacokan yang dilakukan oleh SMK Penerbangan terhadap seorang siswa kelas 1 SMK Bhakti, Cawang, Jakarta Timur (http//:www.tempointeraktif.com). Saling ejek yang menyebabkan pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa remaja belasan tahun terhadap seorang remaja berusia 15 tahun siswa SMK Bhakti Duta Mas, Jakarta Barat (http://www.antara.co.id). Menurut Barkowitz (1993), agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Menurut Baron dan Bryne (2005), agresi adalah tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Dilihat dari bentuk perilaku yang ditampilkan, Buss dan Perry (1992) membagi perilaku ke dalam empat macam, yaitu : 1. agresi verbal yaitu suatu tindakan dalam bentuk ucapan yang dapat menyakiti atau melukai orang lain. Perilaku verbal bisa juga menghina, mengancam, memaki, menjelek-jelekan orang lain. 2. Agresi fisik yaitu suatu perilaku dalam bentuk tindakan fisik yang dapat merugikan, merusak, dan melukai orang lain. Perbuatan tersebut bisa berupa menendang, meludahi, memukul, dan sebagainya. 3. Agresi kemarahan yaitu suatu bentuk agresi yang sifatnya tersembunyi dalam perasaan seseorang tapi efeknya dapat menyakiti orang lain. 4. Agresi permusuhan yaitu suatu bentuk agresi berupa perasaan negatif terhadap orang lain yang muncul karena persaan tertentu misalnya cemburu, dengki, dan sebagainya. Beberapa faktor perilaku agresi seseorang adalah, tindak kekerasan dari pihak lain yang mempengaruhi untuk berbuat agresif dan prasangka negatif dalam diri (Suryaningsih, 2006 ), tipe kepribadian seseorang (Baron dan Byrne, 2005), komunikasi yang negatif dan perilaku antisosial, kurang berempati terhadap lingkungannya (Pepler dalam Kurniawan, 2004), perilaku agresi muncul ketika tolak ukur normatif manusia bergeser dari tolak ukur transenden kearah imanen, seperti orientasi kepada harta benda dan duniawi (Zubair, 2007), provokasi dari pihak lain, penyimpangan kekuasaan, tidak adanya rasa hormat dan tidak ada rasa saling menghargai antar sesama (Koeswara, 1988) Sehingga, dari beberapa faktor agresifitas yang telah dipaparkan di atas sangat berhubungan negatif dengan spiritualitas seseorang. Menurut, Alwee (2006) menyebutkan orang yang memilki spiritual yang tinggi adalah orang yang terpanggil untuk melakukan sesuatu yang bermakna dalam lingkungan sekeliling mereka dan melakukan hal yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Menurut Amin (Buseri, 2006), spiritualitas Islami yakni memandang segala sesuatu dengan bersih dan suci, apa adanya dan bebas prasangka. Dengan iman memberikan kekuatan spiritual , menghilangkan rasa cemas dan takut. Secara konsisten spiritual menjaga arah tujuan sampai pada titik sasaran. Menurut Boorstein (Midasari ,2007) dimensi spiritual diasosiasikan sebagai perasaan positif seperti cinta kasih. Seseorang yang memiliki kecenderungan untuk menyakiti orang lain atau memiliki kecenderungan berperilaku agresif, mereka tidak mempedulikan keadaan lingkungan atau keadaan sosial mereka. Menurut Elkins (Smith 1994), spiritualitas meyakini keadilan sosial dan menyadari bahwa tidak ada seseorang pun yang dapat hidup tanpa interaksi sosial dengan orang lain. Kesadaran akan kemampuan tinggi untuk berempati dan menghargai satu sama lain bahwa hidup itu bernilai. Dari pengertian tersebut berarti kita harus memiliki perasaan saling peduli satu sama lain. Malinski (Smith, 1994) mengkaitkan spiritualitas sebagai eksistensi diri dan pengalaman dari kesatuan yang diwujudkan dalam bentuk kesadaran yang meningkat tentang saling keterkaitan antara masyarakat dengan lingkungannya; serta kesatuan cara pandang manusia dan kosmiknya. Perasaan tersebut dapat diwujudkan dengan tindakan dan cinta kasih terhadap sesama. Sedangkan menurut Delaney (2005), seseorang memiliki spiritualitas tinggi apabila memiliki suatu hubungan integral dengan orang lain berdasar rasa hormat yang mendalam pada kehidupan, berpengalaman dalam berhubungan serta penghormatan untuk lingkungan dan kepercayaan bahwa bumi itu suci. Hal tersebut mengandung makna bahwa tidak ada yang saling menyakiti dan harus saling menghormati. Smith (1994) merangkum sembilan aspek spiritualitas yang diungkapkan oleh Elkins, dkk. tersebut menjadi empat aspek sebagaimana berikut: 1. Merasa yakin bahwa hidup sangat bermakna. Hal ini mencakup rasa memiliki misi dalam hidup. 2. Memiliki sebuah komitmen terhadap aktualisasi potensi-potensi positif dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini mencakup kesadaran bahwa nilai-nilai spiritual menawarkan kepuasan yang lebih besar dibandingkan nilai-nilai material, serta spiritualitas memiliki hubungan integral dengan seseorang, diri sendiri, dan semua orang. 3. Menyadari akan keterkaitan dalam kehidupan. Hal ini mencakup kesadaran akan musibah dalam kehidupan dan tersentuh oleh penderitaan orang lain. 4. Meyakini bahwa berhubungan dengan dimensi transendensi adalah menguntungkan. Hal ini mencakup perasaan bahwa segala hal dalam hidup adalah suci. Delaney (2005) membagi spiritualitas dalam empat aspek yaitu : 1. Higher power of universal intelligence, yaitu suatu kepercayaan kepada kekuatan yang lebih tinggi atau kecerdasan universal yang mungkin atau tidak mungkin meliputi praktek-praktek religius formal. 2. Self-discovery, yaitu perjalanan spiritual yang dimulai dengan refleksi dalam diri dan pencarian makna dan tujuan. Proses penemuan diri ini petunjuk untuk tumbuh, penyembuhan dan transformasi. 3. Relationships, yaitu suatu hubungan integral dengan orang lain berdasar rasa hormat yang mendalam dan penghormatan untuk kehidupan yang dikenal dan pengalaman dalam berhubungan. 4. Eco-awareness, yaitu suatu hubungan integral dengan alam berdasar rasa hormat yang mendalam serta penghormatan untuk lingkungan dan kepercayaan bahwa bumi itu suci. Menurut Delaney (2005), apabila seseorang tidak memiliki suatu hubungan integral dengan orang lain berdasar rasa saling menghormati antar sesama, tidak berpengalaman dalam berhubungan serta penghormatan untuk lingkungan dan kepercayaan bahwa bumi itu suci, maka hal tersebut akan menimbulkan perasaan saling menyakiti, hilangnya rasa saling menghormati, dan saling merusak satu sama lain. Zubair (2007) berpendapat bahwa bergesernya tolak ukur normatif dari pemahaman transenden kearah imanen dapat mengakibatkan perasan iri, dengki, kerena harta benda menjadi orientasi kehidupan mereka. Hal ini sangat mudah memunculkan perilaku agresif antar sesama karena manusia telah mengabaikan tugas-tugasnya sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Metode Penelitian Subjek Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja pertengahan rentang usia 15-18 tahun. Pemilihan subjek ini didasarkan atas pertimbangan usia remaja yang duduk dibangku sekolah menengah atas. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode angket atau kuesioner untuk mendapat jenis data kuantitatif. Penggunaan metode ini dengan alasan kepraktisan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah angket yang terdiri dari dua skala pengukuran, yaitu : 1. Skala Agresivitas pada Remaja Aspek pada skala Agresivitas menggunakan bentuk-bentuk agresivitas yang dikemukakan oleh Buss dan Perry (1992). Pernyataan dalam skala ini telah diadaptasi oleh penulis sebelumnya, empat aspek tersebut yang terdiri dari agresi verbal, agresi fisik, agresi kemarahan, agresi permusuhan. Skala ini digunakan untuk mengkategorisasikan tingkat agresivitas remaja ; apakah rendah, sedang, atau tinggi. Sistem penilaian dalam skala ini menggunakan model Likert (Azwar, 2004) dengan pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). 2.. Skala Spiritualitas Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat spiritualitas subjek. Skala yang digunakan merupakan hasil adaptasi dari skala spiritualitas yang disusun oleh Delaney (2005). Skala ini digunakan untuk mengkategorisasikan tingkat spiritualitas seseorang ; apakah rendah, sedang, atau tinggi. Skala ini disusun berdasarkan satu kategori, yaitu item-item skala yang bersifat favourable. Skala spiritualitas ini berisi aspek-aspek (Delaney, 2005), yaitu Self-discovery, Relationships, Eco-awareness. Sistem penilaian dalam skala ini menggunakan model Likert (Azwar, 2004) dengan pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Metode Analisis Data Untuk menganalisis data penelitian, statistik yang digunakan diolah menggunakan program SPSS for windows yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh menggunakan metode kuantitatif dan analisis data yang diperlukan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah korelasi product moment dari Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 Mei 2008 di SMU Negeri 1 Magelang. Pengambilan data dilakukan pada jam 07.00-10.00 WIB ke siswa siswi kelas 1 sebanyak 5 kelas dengan melibatkan subjek sebanyak 158 siswa. Berdasarkan hasil analisis aitem pada skala Agresivitas menunjukan bahwa dari 36 aitem yang diujicobakan, terdapat 22 aitem yang dinyatakan sahih dan 14 aitem dinyatakan gugur. Koefisien validitas skala ini bergerak antara 0,303 sampai 0,677 dan koefisien reliabilitas alphanya adalah 0,893. Hasil analisis pada aitem pada skala Spiritualitas menunjukan bahwa dari 36 aitem yang diujicobakan terdapat 5 aitem yang gugur dan 31 aitem yang lain dinyatakan sahih. Koefisien validitas skala ini bergerak antara 0,301 sampai 0,741 dan koefisien reliabilitas alphanya adalah 0,916. Dari hasil perhitungan yang dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh dari kuesioner, maka diketahui fungsi-fungsi statistik dasar berupa data penelitian mengenai skor hipotetik dan skor empirik yang meliputi skor maksimal, skor minimal, rerata (mean), dan standar deviasi pada masing-masing skala. Deskripsi data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Variabel Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD Agresivitas 22 88 55 11 27 72 48,15 7,08 Spiritualitas 31 124 77,5 15,5 80 124 102,42 8,65 Deskripsi di atas menunjukkan bahwa rerata empirik variabel spiritualitas lebih besar daripada rerata hipotetiknya. Hal ini berarti bahwa tingkat spiritualitas subjek cenderung tinggi. Sementara itu, rerata empirik variabel agresivitas lebih rendah daripada rerata hipotetiknya. Hal ini berarti bahwa tingkat agresivitas subjek cenderung rendah. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel terdistribusi (tersebar) secara normal. Sebaran yang normal merupakan gambaran bahwa data yang diperoleh telah mewakili keseluruhan data. Uji normalitas yang menggunakan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS 16.0 for Windows. Hasil uji normalitas antara skala agresivitas dengan skala spiritualitas menunjukan bahwa skala tersebut untuk skala Agresivitas K-S-Z sebesar 1,106 ; p = 0,173 (p > 0,05) dengan skala Spiritualitas menunjukan 0,719 ; p = 0, 679 (p>0,05). Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukan bahwa kedua skala tersebut memiliki sebaran data yang normal. Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua variabel memiliki hubungan yang linear, sehingga dapat diketahui boleh tidaknya product moment digunakan untuk menguji hipotesis. Hasil uji linearitas menunjukkan koefisien F = 11,459 dengan p = 0,001 (p < 0,01). Hal ini berarti bahwa hubungan antara agresivitas dan variabel spiritualitas memenuhi asumsi linearitas (membentuk garis lurus) dan kecenderungan menyimpang dari garis linearnya sebesar p = 0,639 atau p > 0,05. Setelah terpenuhinya uji normalitas dan uji linearitas, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Oleh karena data penelitian ini adalah data interval, maka untuk menganalisis hipotesisnya peneliti menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan komputer program SPSS 16.0 for Windows. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa antara agresivitas dan spiritualitas diperoleh koefisien korelasi rxy = - 0,265 dengan p = 0,001 (p < 0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara agresivitas dan spiritualitas pada remaja. Semakin tinggi spiritualitas pada remaja, semakin rendah agresivitasnya. Sebaliknya, semakin rendah spiritualitas pada remaja semakin tinggi agresivitasnya. Hal lain yang diperoleh dari hasil analisis data tersebut adalah nilai koefisien determinasi (R squared) sebesar 0,070 yang berarti bahwa spiritualitas memberikan sumbangan efektif sebesar 7 % terhadap agresivitas pada remaja. Sedangkan sisanya 93 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara spiritualitas dengan agresivitas pada remaja. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari lapangan, terlihat bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan antara variabel spiritualitas dan agresivitas remaja (rxy = - 0,265). Hubungan negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi spiritualitas pada remaja, semakin rendah agresivitasnya. Sebaliknya, semakin rendah spiritualitas pada remaja semakin tinggi agresivitasnya. Hal tersebut di atas sesuai dengan studi literatur yang diungkapkan oleh Zubair (2007), bahwa bergesernya tolak ukur normatif dari pemahaman transenden kearah imanen dapat mengakibatkan meningkatnya perasan iri, dengki, kerena harta benda dan duniawi menjadi orientasi kehidupan mereka sehingga manusia telah mengabaikan tugas-tugasnya sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan metode angket dalam memperoleh data. Hasil temuan ini juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Elkins (Smith 1994) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa, spiritualitas meyakini keadilan sosial dan menyadari bahwa tidak ada seseorang pun yang dapat hidup tanpa interaksi sosial dengan orang lain, berempati, kesadaran mendalam terhadap kesakitan, penderitaan, serta kematian dan menghargai satu sama lain bahwa hidup itu bernilai. Sesuai dengan penelitian ini, seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan memiliki kecenderungan untuk tidak menyakiti orang lain, menjaga lingkungan mereka dan penuh cinta kasih. Senada dengan hal di atas, penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Graham, dkk (Adami, 2006) menemukan bahwa semakin tinggi spiritualitas seseorang, semakin besar kemampuannya dalam menghadapi masalah. Penelitian ini menyarankan bahwa spiritualitas dapat memiliki peran penting dalam mengatasi masalah. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dengan spiritualitas yang tinggi dapat membantu seseorang untuk menentukan langkah dengan baik sehingga agresivitas tidak akan terjadi, akan lebih memaknai hidup, dapt mengambil hikmah dari pengalaman hidupnya serta selalu berintrospeksi diri. Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Young (2000) yaitu The Moderating Relationship of Spirituality on Negative Life Events and Psychological Adjustment juga menunjukan bahwa spiritualitas memiliki pengaruh dalam tingkatan depresi. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya hubungan negatif yang signifikan antara spiritualitas dengan tingkat depresi seseorang. Dari penelitian tersebut dapat diungkap bahwa dengan meningkatkan spiritualitas dalam diri seseorang dapat menekan hal-hal yang bersifat negatif seperti perilaku agresif. Tinggi rendahnya agresivitas dan tinggi rendahnya spiritualitas pada remaja secara otomatis memperlihatkan hubungan antar keduanya. Hal ini terlihat pada kondisi subjek yang rata-rata memiliki agresivitas sedang (51,89 %) dan rendah (40,5 %), sementara mayoritas subjek memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi (58,23%) dan spiritualitas memberikan sumbangan efektif kepada agresivitas sebesar 7%. Sedangkan sisanya 93% dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor lain, seperti stress, frustasi, suhu udara, pengaruh media masa, jenis kelamin, tipe kepribadian dan pengaruh alcohol serta obat-obatan. Bagi para remaja, berbagai bentuk agresivitas ini tidak akan terjadi apabila mereka selalu memiliki tujuan hidup, selalu memaknai setiap pengalaman hidup mereka, bahagia dengan keadaan diri sendiri, keluarga dan teman-teman, selalu bersyukur, saling menghormati antar sesama hidup, memiliki hubungan harmonis dengan alam, selalu menjaga hubungan baik dalam berteman, memiliki keyakinan terhadap kekuatan tertinggi di dunia serta akhirat, selalu berdoa dan berintrospeksi diri. Hal tersebut di atas, terkandung makna spiritualitas. Dengan spiritualitas, membuat para remaja lebih menjaga perilakunya dengan baik. Sehingga, agresivitas dapat dihindari. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara spiritualitas dengan agresivitas pada remaja, semakin tinggi spiritualitas pada remaja, maka semakin rendah agresivitasnya . Sebaliknya, semakin rendah tingkat spiritualitas remaja, maka semakin tinggi pula agresivitasnya. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dapat diterima Saran Dalam penelitian ini, masih terdapat beberapa kekurangan yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti mencoba untuk memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi para remaja Berdasarkan penelitian ini, remaja yang memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi, akan memiliki agresivitas yang rendah. Hal tersebut perlu dipertahankan karena akan dapat menjaga perilakunya menjadi baik dan akan menjaga dirinya dari masalah-masalah yang akan merugikannya. Bagi para remaja yang spiritualitasnya rendah, maka memiliki agresivitas yang tinggi. Maka sebaiknya mereka segera merubah perilakunya menjadi lebih baik. Merubah perilaku menjadi lebih baik, tidak akan merugikan dirinya, bahkan akan memberikan banyak keuntungan bagi mereka, seperti mereka akan mudah diterima di lingkungan, dan banyak teman-teman yang akan bermain dengannya, serta hidup akan lebih bahagia bagi dirinya maupun lingkungannya. 2. Bagi Para Orang Tua atau Keluarga Bagi para remaja, orang tua atau keluarga memiliki arti yang penting. Sehingga, para anggota keluarga harus menjaga hubungan yang harmonis di dalam lingkungan keluarga. Hal tersebut akan memberikan kenyaman bagi para anggota keluarga yang ada di dalamnya sehingga sifat-sifat tercela dapat dihindarkan. 3. Bagi Pihak Sekolah Sekolah juga memiliki arti penting pada kehidupan remaja selain lingkungan keluarga. Karena, mereka banyak melakukan kegiatan bersama-sama di sekolah. Pihak sekolah hendaknya selalu mendukung setiap kegiatan positif para siswa siswinya dalam upaya untuk mengurangi hal-hal tercela yang dilakukan sering diberitakan saat ini seperti tawuran antar pelajar maupun perkelahian. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan lebih cermat lagi dalam metode dan proses pengambilan data. Apabila, penelitian selanjutnya menggunakan metode pengambilan data secara klasikal di dalam kelas yang jumlah subyeknya banyak, diharapkan peneliti perlu dibantu dua atau tiga orang lagi dalam membantu proses sebar data. Hal itu akan menjaga ketenangan di dalam kelas dan mendampingi beberapa siswa dalam proses pengisian data. Diharapkan dari hal tersebut, para siswa dapat mengisi sesuai dengan apa yang ada pada dirinya. Bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti agresivitas, disarankan mempertimbangan variabel lainnya yang berhubungan dengan agresivitas agar dapat ditemukan temuan baru, sehingga akan memberikan pengetahuan yang beraga. Bila dirasa dalam penelitian ini terdapat kekurangan, penelitian selanjutnya dapat menyempurnakannya bahkan dapat mengembangkannya menjadi jauh lebih baik. Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Satu Orang Dibacok dalam Tawuran http://www.tempointeraktif.com/ (diakses tanggal 02/09/08) Pelajar. Anonim. 2007. Satu Siswa Tewas dalam http://www.antara.co.id/ (diakses tanggal 02/09/08) Pelajar. Tawuran Anonim. 2008. Gang Belimbing Gang Cinta Juga http://www.kompas.com/ (Diakses tanggal 02/09/08) Geng Nero. Anonim. 2008. Rekaman Duel Dua Cewek Rebutan Cowok Beredar di Yogya. http://www.kompas.com/ (diakses tanggal 02/09/08) Anonim. 2008. Tawuran Pelajar Warnai Pawai Http://www.pikiranrakyat.com (diakses tanggal 02/09/08) Anonim. 2008. Tawuran Pelajar Kembali Terjadi Tujuhbelasan. di Depok. http://www.liputan6.com/ (diakses tanggal 02/09/08) Adami. 2006. Hubungan Antara Spiritualitas dengan Proactive Coping pada Survivor Bencana Gempa Bumi di Bantul . Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Alwee. 2008. Spiritualitas Inklusif. http://www.institutpendidikannasional.com/ (Diakses tanggal 7/3/2008) Azwar, S. 2004. Penyusunan Alat Ukur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R. A. & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial Jilid Dua. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Erlangga Berkowitz, L. 1995. Agresi : Sebab dan Akibatnya. (penerjemah : Hartati, W.S). Jakarta: PT Pustaka Binaan Pressindo Buseri. 2006. Peran Spiritualitas (Agama) dalam Penyelenggaraan (Diakses tanggal Kepemimpinan. http://www.stiabinabenua.co.id/ 8/3/2008) Buss, A.H & Perry, M. 1992. The Aggression Questionaire. Jurnal of Personality and Psikology, edisi 63, No 33, 452-45 Delaney. 2005. The Spirituality Scale. Jurnal of Holistic Nursing, June vol 23, No.2 Djuwarijah. 2002. Hubungan Pengasuhan Islami dengan Agresivitas Remaja. Logika, Vol 7 No 8, 95-107 Djuwarijah. 2002. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Agresivitas Pada Remaja. Psikologika, no 13, Th VII, 69-76 Koeswara. 1988. Agresi Manusia. Bandung : Eresco Kurniawan, dkk. 2004. Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Emosional Terhadap Penurunan Agresivitas Anak di Sekolah. Psikologika, No 18, th IX, 35-44. Larson, B. L. & Larson, S. B. 2003. Spirituality is Potential Relevance to Physical and Emotional Health: A Brief Review of Quantitative Research. Journal of Psychology and Theology, 31: 37-49. Midasari. 2007. Altered State of Conciousness, Afirmasi dan Visualisasi untuk Mengatasi Masalah Obesitas. Proceeding PESAT. Vol 2. http://www.gunadarma.com/ (Diakses tanggal 8/3/2008. Smith, D. W. 1994. Theory of Spirituality. Journal of Holistic Nursing, 9. Suryaningsih, dkk. 2006. Hubungan Kekerasan Orang Tua Terhadap Anak Dengan Perilaku Agresif Pada Siswa SMP Negeri 2 Ungaran. Jurnal Psikologi Proyeksi. Vol 1. No 1,59 -69. Zubair. 2008. “Agama dan Kekerasan” Menemukan Kembali Makna Spiritualitas Manusia. http://pemimpin-unggul.com/ (Diakses tanggal 8/3/2008) Young, J. S., Cashwell, C. S. & Shcherbakova, J. 2000. The Moderating Relationship of Spirituality on Negative Life Events and Psychological Adjustment. Journal of Counseling and Values, 45: 153 -169 Identitas Penulis Nama Mahasiswa : Dyah Retno Wardhani No. Mahasiswa : 04320018 Alamat Rumah : Jl. Sunan Kalijaga IV no 4, RT 5, RW14, Karet, Magelang , Jawa Tengah, 56123 No. Tlp/Hp : (0293) 365755 / 081802699001 Email : [email protected]