BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Rumah memiliki fungsi sebagai tempat tinggal dan tempat untuk berlindung. Selain itu, rumah merupakan tempat berinteraksi dan bersosialisasi dalam komunitasnya dan tempat untuk mengaktualisasikan diri dalam masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, serta sarana pembinaan keluarga. Perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Nilai rumah sangat dipengaruhi oleh lokasi.Lokasi dapat diuraikan dengan atribut aksesibilitas dan lingkungan. Nilai rumah akan semakin meningkat harganya jika didukung dengan aksesibilitas seperti berdekatan dengan central business district (CBD), lebar jalan, dekat dengan jalan raya, dan lain sebagainya. Namun disisi lain, perumahan juga dapat mengalami penurunan nilai karena adanya pengaruh negatif seperti dekat dengan kuburan, tempat pembuangan sampah atau dekat dengankawasan kumuh (Hidayati dan Harjanto, 2003:44). 1 2 Dalam perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya, yaitu ketika beberapa kegiatan dari produsen dan konsumen memiliki pengaruh yang tidak diharapkan (tidak langsung) terhadap produsen dan atau konsumen lain (Yuniarti, 2010).Menurut Nicholson (2002:581), dampak dari aktifitas satu pelaku ekonomi terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi lainnya yang tidak diperhitungkan oleh mekanisme sistem harga normal disebut dengan eksternalitas. Kegiatan yang dilakukan oleh produsen akan memberikan dampak kepada konsumen baik dampak positif maupun dampak negatif. Kawasan industri dengan berbagai jenis pabrik yang berada di dalamnya dapat menimbulkan dampak negatif karena dapat menyebabkan terjadinya kebisingan,pencemaran lingkungan, debu, dan panas, sehingga akan menurunkan kualitas lingkungan perumahan disekitarnya yang akibatnya akan mempengaruhi nilai rumah. Di lain sisi, perkembangan dan pertumbuhan sektor industri menimbulkan efek positif karena dapat menjadi magnet bagi tenaga kerja, membuka peluang kerja dan akan meningkatkan kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang bagi tenaga kerja, termasuk kebutuhan akan tempat tinggal. Semakin meningkatnya permintaan akan tempat tinggal maka akan berpengaruh pada peningkatannilai rumah. Seperti disebutkan oleh American Institute of Real Estate Appraisers/AIREA(2001:202) bahwa setelah adanya pengembangan di suatu lokasi maka harga tanah atau lahan di lokasi tersebut akan terjadi perubahan. Pengembangan kawasan industri di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah dimulai pada era 1970an sebagai reaksi atas kebutuhan lahan industri guna mendukung pertumbuhan dan promosi investasi serta mengembangkan 3 kawasan regional. Pada awalnya kawasan industri dikembangkan di Jakarta pada tahun 1973 dengan Jakarta Industrial Estate Pulau Gadung (JIEP), kemudian di Surabaya dengan Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) pada tahun 1974, kemudian Kawasan Industri Cilacap pada tahun 1974, Medan pada tahun 1975, Makasar pada tahun 1978, Cirebon pada tahun 1984, dan Kawasan Industri Lampung pada tahun 1986(www.hki-industrialestate.com, diakses tanggal 10 Maret 2014). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1999, kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Seiring dengan perkembangan investasi yang cukup pesat, baik investasi asing maupun investasi domestik pada era 1980an, pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tanggal 27 Oktober 1989 mengijinkan usaha kawasan industri dikembangkan oleh pihak swasta. Menurut Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, sampai dengan tahun 2014 terdapat dua ratus tiga puluh tiga pengembang kawasan industri yang tersebar di dua belas propinsi dengan total luas kawasan industri kurang lebih 81.059,93 ha. Namun hanya enam puluh pengembang kawasan industri yang tergabung dalam HKI Indonesia dengan total luas kurang lebih27.600 ha. Kota Semarang merupakan salah satu wilayah pengembangan kawasan industri di Indonesia. Sesuai data Himpunan Kawasan Industri Indonesia, terdapat enam kawasan industri yang terdaftar sebagai anggota Himpunan Kawasan Industri Indonesia dengan luas kurang lebih1.366 ha dari total dua belas kawasan 4 industri yang ada di Kota Semarang dengan luas kurang lebih2.361 ha. Tabel 1.1 Daftar Kawasan Industri di Kota Semarang Yang Tergabung dalam HKI Indonesia No. Nama Kawasan Industri 1. Kawasan Industri Wijaya Kusuma 2. Kawasan Industri Candi 3. Taman Industri BSB 4. Tanjung Emas EPZ 5. Kawan Industri Terboyo 6. Lingkungan Industri Kecil Bugangan Baru Sumber: www.hki-industrialestate.com,2013. Luas ±250 ha ±500 ha ±110 ha ±101 ha ±300 ha ±105 ha Tabel 1.2 Daftar Kawasan Industri di Kota Semarang Yang Tidak Tergabung dalam HKI Indonesia No. Nama Kawasan Industri 1. Guna Mekar Industri 2. Sinar Centra Cipta 3. Tanahmas Jaya 4. Tjokrohandoko Tugu Estate 5. Tugu Indah Abadi 6. Tugu Kawasan Industri Sumber: www.hki-industrialestate.com,2013. Luas ±300 ha ± 95 ha ±100 ha ±100 ha ±300 ha ±100 ha Dari dua belas kawasan industri yang ada di Kota Semarang, Kawasan Industri Candi merupakan kawasan industri yang paling luas dan terus berkembang sampai dengan sekarang. Kawasan Industri Candi (KIC) dibangun dan dikelola oleh PT. Indo Perkasa Usahatama (PT. IPU) sejak tahun 1995 berdasarkan ijin dari Walikota Semarang nomor: 593.8/1285tanggal 31 Maret 1995(Hartono, 2007). Sampai dengan saat ini terdapat lebih dari tujuh puluh perusahaan lokal dan perusahaan nasional berada di kawasan industri Candi, dengan berbagai usaha atau kegiatan, baik industri maupun pergudangan. Tipe industri yang beroperasi di KIC antara lain, industri pengolahan makanan, industri 5 pengolahan logam, industri tekstil, industri kayu, industri farmasi dan industri spare part. Kawasan Industri Candi dibangun di wilayah Kecamatan Ngaliyan dan berada di tiga wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Ngaliyan, Kelurahan Purwoyoso dan Kelurahan Bambankerep. Ketiga kelurahan ini mempunyai populasi yang cukup tinggi, dengan beberapa komplek perumahan dan perkampungan. Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Semarang, jumlah populasi tahun 2013 di Kelurahan Ngaliyan sebesar 12.821 jiwa, Kelurahan Bambankerep sebesar 5005 jiwa dan Kelurahan Purwoyoso sebesar 15.512 jiwa. Di ketiga kelurahan tersebut terdapat perumahan yang telah dibangun sebelum Kawasan Industri Candi dibangun, yaitu Perumahan Sulanji Graha, dan Perumahan Pasadena yang dibangun tahun 1989 (Hartono, 2007). Kawasan Industri Candi terletak di daerah dengan topografi berbukitbukit, sehingga relatif bebas dari banjir. Namun proses pembersihan dan perataan tanah dalam rangka perluasan lahan justru menimbulkan masalah bagi warga sekitar Kawasan Industri Candi, karena menyebabkan banyaknya debu, dan menimbulkan kekhawatiran terjadinya tanah longsor, terutama di wilayah RT. 11/06 dan RT. 12/06 Perumahan Sulanji Graha, Kelurahan Ngaliyan. Disamping itu, pengembangan kawasan industri yang secara langsung mengurangi area terbuka hijau mengakibatkan peningkatan suhu udara, berkurangnya debit air, dan potensi banjir di daerah hilir sungai. Pengembangan kawasan industri yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, disisi lain juga mengakibatkan penurunan kualitas 6 lingkungan masyarakat di sekitarnya. Proses produksi yang terus menerus di lakukan di kawasan industri telah menghasilkan pencemaran industri. Menurut Supraptini (2002), pencemaran industri merupakan kegiatan industri yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan karena masuknya zat-zat pencemar yang dihasilkan ke lingkungan, yaitu lingkungan air, tanah atau udara. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Menurut Supraptini (2002), limbah industri merupakan akibat dari keberadaan industri dalam bentuk gas, debu, dan butiran-butiran halus. Jika limbah ini tidak ditangani dengan baik maka dampak yang dihasilkan adalah timbulnya gas beracun, kabut/asap dan debu yang berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan infeksi pernafasan, dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kanker. Bentuk limbah industri lainnya adalah limbah cair yang berdampak pada pencemaran air dan tanah yang sangat berpengaruh pada kesehatan manusia karena menimbulkan berbagai penyakit seperti anemia, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan intelejensia, dan gangguan pencernaan. Disamping zat-zat pencemar, kegiatan industri juga dapat menimbulkan kebisingan, bau, panas, dan radiasi. Limbah yang dihasilkan oleh industri dapat mempengaruhi kualitas air tanah, terutama ketika sumber air terkontaminasi oleh 7 logam, yang dalam jangka panjang akan mengakibatkan kanker dan kematian. Menurut De Vor dan De Groot (2009) dalam penelitiannya di sekitar tempatkegiatan industri di wilayah Randstad dan Provinsi Noord-Brabant, Belanda bahwa semakin dekat jarak properti dengan pusat kegiatan industri maka nilai rumahakan semakin rendah karena dampak negatif yang diterimanya. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Decker dkk. (2005) di Omaha, Amerika Serikat, dan Zheng dkk. (2012) yang melakukan penelitian di beberapa kota di China dengan hasil yang kurang lebih sama yaitu adanya pencemaran lingkungan menyebabkan penurunan harga rumah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh The University of Southern California dan California Air Resource Board pada tahun 2009, menunjukkan adanya penyebaran polusi udara sejauh 2.500 m dari Jalan Tol di Los Angeles (www.science daily.com, diakses tanggal 9 Maret 2014). Menurut penelitian De Vor dan De Groot (2009), eksternalitas negatif industri memberikan pengaruh pada nilai rumah sampai dengan radius 1.093 m. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitiannya adalah adanya dampak akibat pengembangan Kawasan Industri Candi terhadap lingkungan perumahan disekitarnya berupa dampak positif dan dampak negatif. Baik dampak negatif yang menimbulkan kerugian maupun dampak positif yang memberikan manfaat akan berpengaruh pada nilai rumah disekitarnya terutama di Perumahan Sulanji Graha dan Perumahan Pasadena karena berbatasan langsung dengan Kawasan Industri Candi. Namun demikian, untuk mengetahui apakah pengembangan kawasan industri benar-benar 8 mengakibatkan penurunan nilai rumah ataukah karena dampak lain, maka diperlukan perbandingan antara nilai rumah sebelum dan nilai rumah sesudah adanya kawasan industri. 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian empiris yang pernah dilakukan tentang eksternalitas memberikan hasil yang berbeda. Pertama adalah eksternalitas positif , dan kedua adalah eksternalitas negatif.Decker dkk. (2005) melakukan penelitian tentang nilai rumah di sekitar industri kimia di Omaha, Amerika Serikat dengan menggunakan the hedonic price fuction as applied to housing. Secara umum Decker dkk. (2005) menyimpulkan bahwa nilai rumah yang berada di daerah terkontaminasi industri kimia cenderung mengalami penurunan harga antara $1,427 sampai dengan $2,963. Penelitian lain dilakukan oleh Qoswara (2007) mengenai pengaruh SUTET terhadap nilai rumah di Perumahan Harapan Kita, Kota Tangerang, dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Qoswara adalah variabel luas tanah, luas rumah, dan lebar jalan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai rumah, variabel jarak ke jalan raya berpengaruh negatif dan signifikan, dan variabel jarak ke SUTET berpengaruh positif tetapi tidak signifikan. Kurniawan (2007), meneliti pengaruh menara telepon seluler terhadap nilai rumah di Kabupaten Sleman, dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda dan uji beda rata-rata. Secara umum Kurniawan menyimpulkan bahwa variabel luas tanah, luas rumah, jarak ke pusat kota, jarak ke jalan utama, 9 jarak ke menara dan dummy kualitas rumah berpengaruh signifikan terhadap nilai rumah. Nilai rata-rata rumah setelah adanya menara telepon seluler lebih tinggi dibandingkan sebelum ada menara. De Vor dan De Groot (2009) melakukan penelitian tentang dampak kawasan industri terhadap nilai rumah di wilayah Randstad dan Propinsi NoordBrabant, Belanda dengan menggunakan hedonic pricing model. Hasil penelitian yang dilakukan oleh De Vor dan De Groot (2009)adalah kawasan industri secara statistik signifikan memiliki efek negatif terhadap nilai rumah dalam radius 1.093m dan besarnya efek negatif tersebut tergantung pada besar kecilnya kawasan industri yang ada di lingkungan sekitar rumah. Penelitian lain dilakukan oleh Masrumiyatun (2011) mengenai Pengaruh pengembangan jalan lingkar timur Bumiayu, Kabupaten Brebes terhadap nilai tanah di sekitarnya, dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda dan uji beda rata-rata. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masrumiyatun (2011) adalah variabel dummy waktu transaksi, luas tanah, lebar jalan, berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap nilai tanah, sedangkan jarak ke CBD berpengaruh negatif terhadap nilai tanah. Nilai tanah setelah ada rencana pengembangan jalan lingkar memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tanah sebelum ada pengembangan jalan lingkar. Zheng dkk. (2012) melakukan penelitian tentang nilai rumah yang terkena polusi udara di China, dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Secara umum Zheng dkk. (2012) menyimpulkan bahwa harga rumah di kota dengan polusi udara tinggi lebih murah dibandingkan dengan harga rumah di kota 10 yang polusi udaranya lebih rendah. Nilai rumah di suatu kota akan meningkat harganya sebesar 0,76 persen jika terjadi penurunan polusi udara yang berasal dari kota lain sebesar 10 persen. Perbedaan yang mendasar dalam penelitian ini adalah terletak pada lokasi penelitian, waktu penelitian, dan variabel independen yang digunakan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2007) dan Masrumiyatun (2011), penelitian ini juga menambahkan alat analisis yang berupa uji beda dua rata-rata. Selain itu, penelitian ini mempunyai sedikit kesamaan dengan penelitian De For dan De Groot (2009), penelitian ini melakukan studi tentang dampak pengembangan kawasan industri terhadap nilai rumah. Variabel independen yangdigunakan dalam penelitian ini yaitu luas tanah, luas bangunan, umur bangunan, jarak dari jalan raya, dan jarak dari kawasan industri. Dalam penelitian ini ditambakan juga analisis deskriptif untuk mengetahui dampak positif dan dampak negatif kawasan industri serta untuk mengetahui nilai kerugian dan nilai manfaat dari pengembangan kawasan industri. 1.3 Tujuandan Manfaat Penelitian 1.3.1Tujuan penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. menganalisis dampak pengembangan KawasanIndustri Candi terhadap nilai rumah di sekitarnya, dan analisis nilai kerugian serta analisis nilai manfaat adanya pengembangan kawasan industri; 2. menganalisis dampak pengembangan kawasan industri terhadap nilai rumah di sekitarnya, dilihat dari kondisisebelum dan sesudah adanya pengembangan; 11 3. menganalisis pengaruh variabel luas tanah, luas bangunan, umur bangunan, jarak dari jalan raya, jarak ke kawasan industri, dan dummy waktu transaksi terhadap nilai rumah. 1.3.2Manfaat penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: 1. manfaat bagi akademik, dapat menambah pustaka berupa bukti empiris penelitian yang dapat dijadikan sebagai referensi di bidang penilaian properti; 2. manfaat bagi penilai, dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan penyesuaian (adjustment) untuk kepentingan penilaian properti tanah dan rumah yang berada di sekitar kawasan industri; 3. manfaat bagi masyarakat umum khususnya para pihak yang berkepentingan seperti pemilik tanah, calon pembeli, investor atau pengembang perumahan, dapat dijadikan acuan untuk mengestimasi nilai rumahdi sekitar kawasan industri; 4. manfaat bagi pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam penilaian aset negara, dan barang jaminan hutang yang berada di sekitar kawasan industri. 1.4 Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun menjadi empat bab. Bab I adalah pengantar, berisi uraian mengenai latar belakang, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah tinjauan pustaka dan alat analisis, berisi uraian tentang tinjauan pustaka, landasan teori, data dan alat analisis yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. Bab III adalah analisis 12 data, berisi tentang cara penelitian, hasil analisis dan pembahasan. Bab IV adalah kesimpulan dan saran, berisi uraian tentang kesimpulan hasil penelitian yang didapatkan sebagai jawaban dari tujuan penelitian dan saran sebagai sumbangan pemikiran, serta keterbatasan dalam penelitian ini.