perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Formularium RSUD Sukoharjo Dari hasil wawancara dengan sekretaris PFT RSUD Sukoharjo, anggota PFT Sukoharjo terdiri dari beberapa orang yang ditetapkan oleh direktur RSUD Sukoharjo. Panitia Farmasi dan Terapi RSUD Sukoharjo diketuai oleh dokter spesialis penyakit dalam dan sekretarisnya adalah seorang apoteker, anggota PFT terdiri dari wakil setiap SMF, misalnya adalah SMF mata, SMF bedah, SMF gigi, dan lain sebagainya. Panitia Farmasi dan Terapi RSUD Sukoharjo mengadakan rapat setiap awal tahun dengan salah satu agendanya yaitu membahas penyusunan formularium. Rapat tersebut dihadiri oleh semua anggota PFT, komite medik, manajemen dan direksi rumah sakit. Dari hasil wawancara tersebut, daftar obat formularium RSUD Sukoharjo dibagi berdasarkan kelas terapi, setiap kelas terapi terdiri dari satu obat generik dan tiga obat bermerk. Obat bermerk dipilih berdasarkan usulan terbanyak oleh user. User yang dimaksudkan adalah SMF. Penyusunan formularium RSUD Sukoharjo diawali dengan diedarkannya form usulan obat untuk masing-masing user kurang lebih selama satu minggu, kemudian form tersebut dikumpulkan kepada sekretaris PFT untuk disalin dan ditentukan pilihan obat yang akan dimasukkan ke formularium rumah sakit dengan sistem rangking. Pemilihan obat oleh user didasarkan pada penyakit yang ditemui di lapangan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Revisi formularium RSUD Sukoharjo dilakukan setiap tahun sekali, di masa evaluasi tersebut, diedarkan form usulan obat, kemudian dibahas tentang ada tidaknya kendala dalam pengadaan obat-obatan yang tercantum di formularium tersebut, kemudian peresepan obat-obatan tersebut lancar atau tidak, user menginginkan penggantian merk obat tertentu atau tidak, dipertimbangkan juga obat di luar formularium yang akan dimasukkan ke dalamnya. Menurut hasil wawancara tersebut, kendala dalam penyusunan formularium RSUD Sukoharjo adalah kesulitan dalam menghubungi pihak SMF, yang seharusnya form usulan obat dikumpulkan dalam waktu satu minggu, namun belum dikumpulkan dalam jangka waktu tersebut. Namun, kendala tersebut tidak menjadi penghambat yang berarti dalam penyusunan formularium RSUD Sukoharjo. Formularium RSUD Sukoharjo yang digunakan untuk penelitian adalah formularium tahun 2013 yang telah dilakukan evaluasi pada bulan Februari 2013. Hasil evaluasi bulan Februari 2013, formularium RSUD Sukoharjo terdiri dari 31 kelas terapi. Penyusunan juga didasarkan salah satunya pada formularium nasional 2013. 2. Kesesuaian peresepan obat pada pasien umum rawat jalan dengan formularium RSUD Sukoharjo Berdasarkan pada Buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008, standar pelayanan minimal untuk farmasi terkait dengan kesesuaian peresepan dengan Formularium Rumah Sakit adalah 100 %. Apabila persentase kurang dari 100 %, dapat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dikatakan bahwa dokter tidak patuh dalam menuliskan resep. Begitu pula dengan batas minimal kesesuaian peresepan dengan formularium rumah sakit yang diatur oleh peraturan WHO (1993) dalam Selected Drug Use Indicators yaitu 100%. Hasil yang didapat menunjukkan setiap bulannya tidak ada kesesuaian peresepan hingga 100 %. Kesesuaian peresepan dengan formularium kurang lebih berada pada rentang 86-96 %. Persentase tertinggi terjadi pada bulan Maret, yaitu 96,4%, sedangkan kesesuaian paling rendah adalah pada bulan Juli, yaitu 86%, dapat dilihat pada Tabel I. Hasil penelitian menunujukkan bahwa 600 sampel resep yang diambil, total item obat per bulan bervariasi jumlahnya, sehingga menghasilkan perbedaan presentase kesesuaian dan ketidaksesuaian peresepan yang berbeda juga. Hasil rata-rata dari presentase kesesuaian peresepan obat pasien umum rawat jalan selama satu tahun sebesar 92,47 %. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel I. Tabel I. Persentase kesesuaian/ ketidaksesuaian peresepan obat pasien umum rawat jalan dengan formularium RSUD Sukoharjo pada tahun 2013 No. Bulan Total Obat Jumlah yang sesuai 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 130 130 139 135 135 153 150 129 141 137 149 132 120 117 134 125 129 140 129 118 129 129 142 123 Jumlah yang tidak sesuai 10 13 5 10 6 13 21 11 12 8 7 9 Sumber: data sekunder (resep di IFRS RSUD Sukoharjo) % kesesuaian dengan formularium RS 92,30 90,00 96,40 92,59 95,56 91,50 86,00 91,47 91,49 94,16 95,30 93,18 % ketidaksesuaian dengan formularium RS 7,69 10,00 3,60 7,41 4,44 8,50 14,00 8,53 8,51 5,84 4,70 6,82 perpustakaan.uns.ac.id 3. digilib.uns.ac.id Ketidaksesuaian peresepan obat dengan formularium RS (kepatuhan dokter terhadap formularium RS) Daftar item obat yang ditemukan dalam resep pasien umum rawat jalan tahun 2013 yang tidak sesuai dengan formularium RSUD Sukoharjo berjumlah 32 macam obat, dapat dilihat pada tabel II. Tabel II. Daftar obat yang ditemukan tidak sesuai dengan formularium RSUD Sukoharjo tahun 2013 No. Nama obat Komposisi 1. Tobrozon® 2. Amoxan ® Tab Tobramycyn, dexamethason Amoksisilin trihidrat 3. Neurodex® Vit B1, B6, B12 4. Alganax® Alprazolam 5. 6. Betadin gargle® Nutrivision® 7. 8. 9. Nitrokaf ® Antalgin Diflam® Povidon iodine Glisodin, karoten, vit C, vit E, Vit B2, Selenium, Zn, Chromium, lutein, rutin, quercerin, taurin. Gliseril trinitrat Antalgin Kalium diklofenak 10. 11. Forumen® OBH syr® 12. 13. 14. Piroxicam Lanpracid® Dextromethorphan Natrium dokusat Succus, ammonium Cl, anise oil Piroxicam Lansoprazole Dextromethorphan Obat yang tersedia di formularium - Jumlah peresepan Amoxan ® (drop, sirup, injeksi, dry sirup), intermoxyl®, opimox®, kalmoxicillin®. Lapibion®, neurosanbe®, neurobat ®, sohobion®. Zypraz®, actazolam®, alviz®, atarax®. Povidon iodin - 15 Cataflam®, eflagen®, exaflam®, nacoflar ®. - 5 4 4 Lansoprazole - 3 2 2 18 17 10 10 6 3 3 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel II. Lanjutan... 15. Ulsicral® Sukralfat 16. 17. GG Renadinac® GG Na diklofenak 18. Methycobalamin® Mecobalamin 19. Matovit® 20. Bioplacenton® 21. Intunal F® 22. 23. Albothyl® Dexteem plus® 24. 25. Adalat ® Dexanta® 26. Pondex syr® Natural astaxanthin, bilberry dry extract, lutein, zeaxanthin, selenium. Bioplacenton, neomycin sulfat Paracetamol, phenylpropanolamin, dekslorpheniraminmaleat, dextrometorphan Hbr, GG Poliscresulen Deksklorpheniramin maleat, deksametason Nifedipin MgOH,Simethicone, AlOH Asam mefenamat 27. Neurobion® Vit B1, B6, B12 28. Nutriflam® 29. Miniaspi® Serratiopeptidase, pancreatin, lecithin. Asam asetilsalisillat 30. Nocid® 31. 32. Simetidin Grahabion® D-L-alfa ketoisoleucine calcium Simetidin Vit B1, B6, B12 Neciblok®, inpepsa®, eipsan ®, mucogard®. Na diklofenak Lapibal®, kalmeco®. - 2 - 1 - 1 - 1 1 Nifedipin - 1 1 Ponstan®, mefinal®. Lapibion®, neurosanbe®, neurobat ®, sohobion ®. - 1 Asam asetilsalisillat - 1 Lapibion®, neurosanbe®, neurobat ®, sohobion ®. 1 1 2 2 2 2 1 1 1 Sumber: data sekunder (resep di IFRS RSUD Sukoharjo) Dari data di atas, dapat diketahui bahwa masih banyak obat yang ditulis oleh dokter meskipun tidak tercantum di dalam formularium RS. Dari hasil perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id penelitian ini, ada 1660 item obat yang tertulis di resep dan sebanyak 125 item obat yang tidak sesuai dengan formularium, atau rata-rata ketidaksesuaian peresepan selama satu tahun adalah 7,53 %. Apabila dibandingkan dengan buku standar minimal pelayanan rumah sakit terkait kefarmasian, hasil ini sangat jauh dari yang diharapkan. Obat yang paling sering diresepkan namun tidak sesuai dengan formularium rumah sakit yaitu tobrozon®. Dari hasil wawancara dengan sekretaris PFT RSUD Sukoharjo, ternyata tobrozon® merupakan obat mata yang lupa tidak diusulkan oleh SMF ketika evaluasi tahun 2013. Akan tetapi, obat tobrozon® tetap dilakukan pengadaan di IFRS Sukoharjo atas persetujuan ketua PFT. Sehingga hal seperti ini dapat dijadikan sebagai evaluasi formularium RSUD Sukoharjo. Obat-obatan seperti amoxan® tablet, diflam®, neurodex®, dan lain sebagainya, memiliki komposisi yang tertera di formularium, hanya saja obatobatan tersebut tidak masuk di dalamnya. Misalnya adalah amoxan ® tablet berkomposisi amoxicillin, yang tertera di formularium adalah amoxan® sirup, opimox®, intermoxyl® dengan cara kerja yang sama dengan amoxan® tablet. Sehingga, bisa direkomendasikan ke dokter supaya bisa menggantikan obat tersebut dengan obat yang komponennya sama dan tertera di formularium. Obat-obatan seperti antalgin, dextrometorphan, matovit®, dan lain sebagainya, memiliki komposisi obat yang tidak tercantum di dalam formularium. Akan tetapi, formularium memiliki obat dengan kelas terapi yang sama, hanya berbeda komposisi saja. Misalnya adalah antalgin dalam kelas terapi analgetik antipiretik tidak tercantum dalam formularium, namun ada obat dengan kelas perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id terapi yang sama, misalnya adalah paracetamol, ketorolac, dan asam mefenamat. Untuk mengatasi hal seperti itu, bisa disampaikan kepada dokter penulis resep bahwa obat tersebut tidak diusulkan di formularium pada saat evaluasi, dan dokter bisa menggantikannya dengan obat yang sesuai dengan formularium. Dari hasil wawancara dengan sekretaris PFT RSUD Sukoharjo, beberapa penyebab ketidakpatuhan dokter terhadap formularium RSUD Sukoharjo misalnya adalah pada saat pengisian form usulan obat, dokter mengusulkan obat X dengan rangking terbanyak sehingga disetujui untuk dimasukkan ke dalam formularium, namun di kemudian hari dokter menemukan obat baru ataupun kasus baru yang menyebab dokter menuliskan obat di luar formularium, penyebab yang lainnya adalah ketika evaluasi formularium, ada suatu obat yang lupa tidak diusulkan oleh SMF padahal obat tersebut sering digunakan, hal-hal tersebut menjadi beberapa faktor penyebab presentase kesesuaian obat tidak bisa 100%. Akan tetapi, dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis faktor-faktor kepatuhan dokter dalam menuliskan resep. Seperti pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan di RSUD Kota Semarang kesesuaian dokter dalam meresepkan obat berdasarkan formularium rumah sakit pada tahun 2005 sebesar 43,5 % (Hastuti, 2005), di RSU RA. Kartini Jepara kesesuaian dokter dalam meresepkan obat berdasarkan formularium rumah sakit pada tahun 2006 sebesar 86,2 % (Wambrauw, 2006), dan di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang menunjukkan bahwa kesesuaian dokter dalam meresepkan obat pada pasien rawat jalan berdasarkan formularium rumah sakit pada tahun 2009 sebesar 86,2 % (Regaletha, 2009). Penelitian dilakukan di RSU perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kota Jakarta Timur dengan hasil peresepan yang tidak sesuai dengan formularium relatif tinggi, sehingga berdampak timbulnya biaya tambahan bagi pasien rawat jalan, sementara pasien memiliki kemampuan daya beli obat yang rendah sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang efektif dan efisien (Supardi, 2005). Berdasarkan hasil wawancara dengan sekretaris PFT RSUD Sukoharjo, sebenarnya PFT di Sukoharjo sudah berusaha semaksimal mungkin supaya dokter dapat patuh dengan formularium dengan cara mensosialisasikan formularium tersebut ke semua dokter yang praktek di RSUD Sukoharjo. Setiap dokter pun sudah memiliki buku saku yang berisi daftar obat yang tertera di dalam formularium rumah sakit sebagai pedoman penulisan resep. Namun berdasarkan hasil wawancara tersebut, dokter di Sukoharjo terkadang tidak patuh dengan formularium disebabkan karena terdapat diagnosa penyakit tertentu yang harus diobati dengan suatu obat tertentu, namun obat tersebut tidak tercantum di dalam formularium RS. Dalam kasus seperti ini, apabila obat tersebut memiliki mekanisme kerja yang sama dengan obat yang tercantum di formularium RSUD Sukoharjo, maka dari pihak IFRS RSUD Sukoharjo menggantikannya dengan obat yang tertera di formularium RSUD Sukoharjo dengan memberikan informasi dan meminta persetujuan dengan pasien. Hal seperti ini menunjukkan bahwa seharusnya formularium RS selalu rutin dilakukan peninjauan ulang atau revisi rutin. Berdasarkan hasil wawancara dengan sekretaris PFT RSUD Sukoharjo, penyebab lain ketidakpatuhan dokter terhadap formularium RS adalah karena terdapat dokter yang berpraktik di beberapa tempat, sehingga akan mempengaruhi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ingatan dokter tersebut terhadap daftar obat yang tertera di dalam formularium RSUD Sukoharjo, serta akan mempengaruhi penulisan resep oleh dokter tersebut. Dari hasil wawancara tersebut, sekretaris PFT RSUD Sukoharjo satu pemikiran dengan Suryawati (1996) bahwa ketidaksesuaian peresepan obat dengan formularium rumah sakit akan berdampak besar bagi pasien ataupun rumah sakit tersebut, yaitu: a. Pasien tidak mendapatkan terapi yang murah dan efektif untuk masalah kesehatan umum. Sehingga akan memicu pasien untuk keluar dari instalasi farmasi rumah sakit dan membeli obat di apotek luar rumah sakit, sehingga akan menurunkan pemasukan dana dari rumah sakit. b. Pengadaan obat di rumah sakit salah satunya berdasarkan formularium rumah sakit, apabila dokter tidak patuh, maka akan banyak obat yang menumpuk karena tidak terpakai, sehingga pemakaian obat menjadi tidak efektif dan efisien. c. Mutu pengobatan akan menjadi rendah, berupa over prescribing (peresepan yang berlebihan atau terdapat polifarmasi dalam suatu resep), multiple prescribing (duplikasi terapi di dalam resep), under prescribing (peresepan dengan dosis yang kurang), incorrect prescribing (peresepan yang salah atau pemberian obat yang tidak sesuai dengan keadaan pasien), dan extravagant prescribing (peresepan dengan dosis berlebih). Di samping pengaruh terhadap mutu, hal ini juga akan berakibat terjadinya resiko efek samping yang lebih besar. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di RSUD Sukoharjo, sehingga dapat memperburuk citra pelayanan kesehatan di RSUD Sukoharjo menjadi rendah, dan pasien menjadi enggan berobat di RSUD Sukoharjo, yang akan mempengaruhi jumlah kunjungan pasien rawat jalan, atau BOR pada rawat inap. Maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan formularium rumah sakit atau supaya dokter dapat patuh dengan formularium rumah sakit, perlu intervensi secara kontinu, peninjauan ulang, dan umpan balik yang terus menerus terhadap formuarium rumah sakit. B. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dilakukannya wawancara atau pemberian quisioner terhadap dokter penulis resep untuk menganalisis penyebab ketidakpatuhan dokter.