KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Tahun 2012 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2012 BAHAN AJAR PLPG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU 3 Jam Pelajaran Pengarah Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd Penanggung Jawab Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd Tim Penyusun Dra. Dian Mahsunah, M.Pd Dian Wahyuni, SH, M.Ed Drs. Arif Antono Dra. Santi Ambarukmi, M.Ed Editor Prof. Dr. Sudarwan Danim Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP i SAMBUTAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulisan bahan untuk mata ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru dapat diselesaikan. Bahan ajar ini dikembangkan dari ramburambu struktur kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) tahun 2012. Kehadiran bahan ajar ini diharapkan menjadi penguat bagi peserta PLPG untuk memenuhi standar kompetensi lulusan yang telah dirumuskan. Substansi bahan ajar ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya tentang peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir, perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi guru. Substansi sajian ini diharapkan dapat menginspirasi peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan secara baik halhal yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan bagi peserta PLPG merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan guru yang profesional, yang mampu mengelola proses pembelajaran yang bermutu. Hal ini menjadi bagian integral dari upaya mentransformasi visi Badan Pengembangan SDMPK da PMP, yaitu tersele ggara ya layanan prima untuk membentuk SDM pendidikan dan kebudayaan yang profesional dan ber artabat serta pe ja i a utu pe didika ya g tersta dar e jadi realitas. Kami yakin dan percaya bahwa substansi bahan ajar ini sangat relevan bagi peserta PLPG untuk memahami dan kemudian mengaplikasi-kan aneka kebijakan dalam pengembangan profesi guru. Kami mengucap-kan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan bahan ajar ini. Mudah-mudahan kehadiran bahan ajar ini dapat mengoptimasi peserta PLPG untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran pada satuan pendidikan tempatnya menjalankan tugas-tugas profesional. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP ii PENGANTAR KEPALA PUSAT PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa guru profesional memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau Diploma IV dan bersertifikat pendidik. Salah satu pola sertifikasi guru dalam jabatan adalah Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Salah satu mata ajar dalam PLPG tahun 2012 adalah Kebijakan Pengembangan Profesi Guru. Bahan ajar ini ditulis dan dikembangkan bersama oleh Tim Pusat Pengembangan Profesi Pendidik dengan editor Prof. Dr. Sudarwan Danim dari rambu-rambu struktur kurikulum PLPG tahun 2012. Kehadiran bahan ajar ini diharapkan menjadi sumber belajar dan penguat bagi peserta PLPG untuk memenuhi standar kompetensi lulusan yang telah disepakati oleh pengembang sesuai dengan regulasi yang ada. Secara keseluruhan, substansi bahan ajar ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya tentang peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir, perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi guru. Substansi sajian ini diharapkan dapat menginspirasi peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan secara baik hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan bagi peserta PLPG merupakan prasyarat untuk mewujudkan guru yang profesional, yang mampu mengelola proses pembelajaran yang bermutu. Kami yakin dan percaya bahwa substansi bahan ajar ini sangat relevan bagi peserta PLPG untuk memahami dan kemudian mengaplikasikan aneka kebijakan dalam pengembangan profesi guru. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan bahan ajar ini. Mudah-mudahan kehadiran bahan ajar ini dapat mengoptimasi peserta PLPG untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di sekolahnya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP iii DAFTAR ISI SAMBUTAN PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Standar Kompetensi C. Deskripsi Bahan Ajar D. Langkah-langkah Pembelajaran Hal. ii iii iv 1 2 2 3 BAB I KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU A. Latar Belakang B. Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional C. Alur Pengembangan Profesi dan Karir D. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan E. Kebijakan Pemerataan Guru 4 4 6 8 10 12 BAB II PENINGKATAN KOMPETENSI A. Esensi Peningkatan Kompetensi B. Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir C. Jenis Program D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan E. Uji Kompetensi Latihan dan Renungan 16 16 17 19 20 27 31 BAB III PENILAIAN KINERJA A. Latar Belakang B. Pengertian C. Persyaratan D. Prinsip-prinsip Pelaksanaan E. Aspek yang Dinilai F. Prosedur Pelaksanaan G. Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit H. Penilai PK Guru I. Sanksi J. Tugas dan Tanggung Jawab Latihan dan Renungan 32 32 32 34 34 35 36 40 42 43 43 45 BAB IV PENGEMBANGAN KARIR A. Ranah Pengembangan Guru B. Ranah Pengembangan Karir C. Kenaikan Pangkat Latihan dan Renungan 46 46 48 52 55 Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP iv BAB V PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN A. Pengantar B. Definisi C. Perlindungan Atas Hak-hak Guru D. Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru E. Asas Pelaksanaan F. Penghargaan dan Kesejahteraan G. Tunjangan Guru Latihan dan Renungan 56 56 57 58 61 64 64 71 75 BAB VI ETIKA PROFESI A. Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa B. Definisi C. Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi D. Esensi Kode Etik dan Etika Profesi E. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia F. Pelanggaran dan Sanksi Latihan dan Renungan 76 76 78 78 79 80 85 86 REFLEKSI AKHIR 87 ACUAN 91 Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP v PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada peradaban bangsa mana pun, termasuk Indonesia, profesi guru bermakna strategis karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Makna strategis guru sekaligus meniscayakan pengakuan guru sebagai profesi. Lahirnya Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, merupakan bentuk nyata pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh program sertifikasi guru dalam jabatan, yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015. Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru secara lateral memunculkan banyak gagasan. Pertama, diperlukan ekstrakapasitas untuk menyediakan guru yang profesional sejati dalam jumlah yang cukup, sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah tidak terjebak pada ngarai kesia-siaan akibat layanan pendidikan dan pembelajaran yang buruk. Kedua, regulasi yang implementasinya taat asas dalam penempatan dan penugasan guru agar tidak terjadi diskriminasi akses layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar wilayah negara, di tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di daerah-daerah yang penuh konflik. Ketiga, komitmen guru untuk mewujudkan hak semua warga negara atas pendidikan yang berkualitas melalui pendanaan dan pengaturan negara atas sistem pendidikan. Keempat, meningkatkan kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya melalui penerapan yang efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka. Kelima, menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status perkawinan, kekurangmampuan, orientasi seksual, usia, agama, afiliasi politik atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adat istiadat, serta mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya komunitas. Keenam, mendorong demokrasi, pembangunan berkelanjutan, perdagangan yang fair, layanan sosial dasar, kesehatan dan keamanan, melalui solidaritas dan kerjasama di antara anggota organisasi guru di mancanegara, gerakan organisasi kekaryaan internasional, dan masyarakat madani. Beranjak dari pemikiran teoritis di atas, diperlukan upaya untuk merumuskan kebijakan dan pengembangan profesi guru. Itu sebabnya, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi dan kompetensi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 1 daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan selalu berusaha untuk menyempurnakan kebijakan di bidang pembinaan dan pengembangan profesi guru. B. Standar Kompetensi Substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dituangkan ke dalam rambu-rambu struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi lulusan. Berkaitan dengan mata ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, kompetensi lulusan PLPG yang diharapkan disajikan berikut ini. 1. 2. 3. 4. 5. 6. C. Memahami kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Memahami esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya. Memahami makna, persyaratan, prinsip-prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru. Memahami esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir. Memahami konsep, prinsip atau asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk kesejahteraannya. Memahami dan mampu mengaplikasikan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di masyarakat. Deskripsi Bahan Ajar Seperti dijelaskan di muka, bahwa substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dituangkan ke dalam rambu-rambu struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi lulusan. Berkaitan dengan mata ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, deskripsi umum bahan ajarnya disajikan berikut ini. 1. 2. 3. 4. 5. Pengantar ringkas. Mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peningkatan kompetensi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya. Penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru. Pengembangan karir guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir. Perlindungan dan penghargaan guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan konsep, prinsip atau asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk kesejahteraannya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 2 6. Etika profesi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di masyarakat. D. Langkah-langkah Pembelajaran Bahan ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru ini dirancang untuk dipelajari oleh peserta PLPG, sekali guru menjdi acuan dalam proses pembelajaran bagi pihak-pihak yang tergamit di dalamnya. Selama proses pembelajaran akan sangat dominan aktivitas pelatih dan peserta PLPG. Aktivitas peserta terdiri dari aktivitas individual dan kelompok. Aktivitas individual peserta mengawali akivitas kelompok. Masing-masing aktivitas dimaksud disajikan dalam gambar. Langkah-langkah aktivitas pembelajaran di atas tidaklah rijid. Namun demikian, melalui aktivitas itu diharapkan peserta PLPG mampu memahami secara relatif luas dan mendalam tentang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, khususnya di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 3 BAB I KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU Materi sajian pada Bab I ini berupa pengantar umum yang mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sajian materi ini dimaksudkan sebagai pengantar materi utama yang disajikan pada babbab berikutnya, yaitu peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir, perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi. A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan percepatan luar biasa, memberi tekanan pada perilaku manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya. Di bidang pendidikan, hal ini memunculkan kesadaran baru untuk merevitalisasi kinerja guru dan tenaga kependidikan dalam rangka menyiapkan peserta didik dan generasi muda masa depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK, serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Peserta didik dan generasi muda sekarang merupakan manusia Indonesia masa depan yang hidup pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk mengkreasi modelmodel dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif, menyenangkan, dan transformasional bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan, kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara yang berhasil mengoptimasi kecerdasan, menguasai IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya akan menjadi pemenang. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang gagal mewujudkannya akan menjadi pecundang. Aneka perubahan era globalisasi, agaknya menjadi ciri khas yang berjalan paling konsisten. Manusia modern menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus perubahan. Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar siap menghadapi tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi diri dalam alur peradaban. Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis profesi guru diakui dalam realitas sejarah pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember 2004, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi. Satu tahun kemudian, lahir Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Metamorfosis harapan untuk melahirkan UU tentang Guru dan Dosen telah menempuh perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 4 Pascalahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan beberapa produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan, seperti tersaji pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Milestone Pengembangan Profesi Guru Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan profesi guru, sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada tahun 2012 dan seterusnya pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara simultan, yaitu mensinergikan dimensi analisis kebutuhan, penyediaan, rekruitmen, seleksi, penempatan, redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, dan sebagainya. Untuk tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan institusi yang terkait. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 5 B. Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani. Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan. Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi. Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi. Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya. Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 6 pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan. Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan memiliki sertifikat pe didiklah ya g legal direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional. Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri. Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang tidak dibahas secara detail di dalam buku ini. Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lain adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 7 C. Alur Pengembangan Profesi dan Karir Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata. Pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Aktualitas tugas dan fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan pemaknaannya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup: (1) guru -- baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru bimbingan dan konseling atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas, seperti tertuang pada Gambar 1.2. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa depan. Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan, kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin. Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 8 guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan IPTEK. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lain. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan yang terakreditasi. Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.3., diharapkan dapat menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru. Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisiatif meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 9 Seperti telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional. Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi. Program ini berfokus pada empat kompetensi di atas. Namun demikian, kebutuhan guru akan program pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tengtang konteks pembelajaran, penguatan penguasaan materi, pengembangan metode mengajar, inovasi pembelajaran, dan pengalaman tentang teori-teori terkini. Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah, lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan layanan, serta evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau memodifikasi/mengadopsi program sejenis. Pembinan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak guru. Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah peningkatan karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kenaikan pangkat dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan pangkat karena prestasi kerja atau dedikasi yang luar biasa. D. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kenijakan pembinaan dan pengmbangan profesi guru harus dilakukan secara kontinyu, dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir (lihat Gambar 1.4), hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Merujuk pada alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi. Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil penilaian kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 10 Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Dengan demikian, kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat. Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 11 E. Kebijakan Pemerataan Guru Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di negeri tercinta ini. Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan dan pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi lain. 1. Kebijakan dan Pemerataan Guru Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa: a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama. b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. c. Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian penilaian kinerja pemerintah daerah. d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara. e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 12 f. Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing. 2. Kewenangan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota a. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS. b. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. c. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya. d. Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya. e. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi. f. Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. g. Analisis kebutuhan disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan. Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan guru, khususnya guru PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri Keuangan wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru sesuai dengan kewenangan masing-masing.Sedangkan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing wilayahnya. Termasuk dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma umum pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 13 1. Secara Umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri. 2. Secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional. 3. Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama. 4. Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah kabupaten/kota. Dari mana pendanaannya? Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota dalam satu provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada APBD provinsi. Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota. Pelaksanaan pelaporan penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini. 1. Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. Kemudian Gubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Maret tahun berjalan. 2. Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan. 3. Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 14 Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan. 4. Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat bulan Juli tahun berjalan. 5. Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan. Sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut: 1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya. 2. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 15 BAB II PENINGKATAN KOMPETENSI Topik ini berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, mengerjakan latihan, dan melakukan refleksi. A. Esensi Peningkatan Kompetensi Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai substansi materi ajar maupun piranti penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut guru selalu meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu mengembangkan dan menyajikan materi pelajaran yang aktual dengan menggunakan berbagai pendekatan, metoda, dan teknologi pembelajaran terkini. Hanya dengan cara itu guru mampu menyelenggarakan pembelajaran yang berhasil mengantarkan peserta didik memasuki dunia kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan pada zamannya. Sebaliknya, ketidakmauan dan ketidakmampuan guru menyesuaikan wawasan dan kompetensi dengan tu ntu t an perkembangan lingkungan profesinya justru akan menjadi salah satu faktor penghambat ketercapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran. Hingga kini, baik dalam fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang meragukan kompetensi guru baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun bidang lain yang mendukung terutama bidang didaktik dan metodik pembelajaran. Keraguan ini cukup beralasan karena didukung oleh hasil uji kompetensi yang menunjukkan masih banyak guru yang belum mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Uji kompetensi ini juga menunjukkan bahwa masih banyak guru yang tidak menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Uji-coba studi video terhadap sejumlah guru di beberapa lokasi sampel melengkapi bukti keraguan itu. Kesimpulan lain yang cukup mengejutkan dari studi tersebut di antaranya adalah bahwa pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh ceramah satu arah dari guru dan sangat jarang terjadi tanya jawab. Ini mencerminkan betapa masih banyak guru yang tidak berusaha meningkatkan dan memutakhirkan profesionalismenya. Reformasi pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menuntut reformasi guru untuk memiliki tingkat kompetensi yang lebih tinggi, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, maupun sosial. Akibat dari masih banyaknya guru yang tidak menguasai kompetensi yang dipersyaratkan ditambah dengan kurangnya kemampuan untuk menggunakan TIK membawa dampak pada siswa paling tidak dalam dua hal. Pertama, siswa hanya terbekali dengan kompetensi yang sudah usang. Akibatnya, produk sistem pendidikan dan pembelajaran tidak siap terjun ke dunia kehidupan nyata yang terus berubah. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 16 Kedua, pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru juga kurang kondusif bagi tercapainya tujuan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan karena tidak didukung oleh penggunaan teknologi pembelajaran yang modern dan handal. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa substansi materi pelajaran yang harus dipelajari oleh anak didik terus berkembang baik volume maupun kompleksitasnya. Sebagaimana ditekankan dalam prinsip percepatan belajar (accelerated learning), kecenderungan materi yang harus dipelajari anak didik yang semakin hari semakin bertambah jumlah, jenis, dan tingkat kesulitannya, menuntut dukungan strategi dan teknologi pembelajaran yang secara terus-menerus disesuaikan pula agar pembelajaran dapat dituntaskan dalam interval waktu yang sama. Sejatinya, guru adalah bagian integral dari subsistem organisasi pendidikan secara menyeluruh. Agar sebuah organisasi pendidikan mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang menjadi ciri kehidupan modern, perlu mengembangkan sekolah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di antara karakter utama organisasi pembelajar adalah mencermati perubahan internal dan eksternal yang diikuti dengan upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya. B. Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir 1. Prinsip-prinsip Umum Secara umum program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini. a. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. b. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. c. Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat. d. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran. e. Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 2. Prinsip-pinsip Khusus Secara khusus program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini. a. Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. b. Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik profesional yakni memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. c. Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru fungsional dalam mencapai kompetensi. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP berhubungan secara 17 d. Konsisten, adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indikator. e. Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti perkembangan Ipteks. f. Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman. g. Demokratis, setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui proses pembinaan dan pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun institusional. h. Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu kepada hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi profesinya. i. Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk mencapai kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan atau kompetensi, mampu menjadi dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain. j. Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk mampu meningkatkan kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsi profesinya. k. Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan dengan mengedepankan nilai-nilai profesionalitas. l. Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan berdasarkan tahapan waktu atau tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru. m. Berjenjang, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada standar kompetensi. n. Berkelanjutan, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan penyegaran kompetensi guru; o. Akuntabel, pembinaan dan pengembangan profesi dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik; dan karir guru dapat p. Efektif, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus mampu memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak-pihak yang terkait dengan profesi dan karir lebih lanjut dalam upaya peningkatan kompetensi dan kinerja guru. q. Efisien, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari atas pertimbangan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang optimal. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 18 C. Jenis Program Peningkatan kompetensi guru guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini. 1. Pendidikan dan Pelatihan a. Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya. b. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata. c. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya. d. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi. e. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu. f. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya. g. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 19 mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya. h. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi. 2. Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan a. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai dengan masalah yang di alami di sekolah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya. b. Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. c. Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya. d. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran. e. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan. f. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi pembelajaran). g. Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat. D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Penetapan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dilatarbelakangi bahwa guru memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses pembelajaran dan mutu peserta didik. Perubahan mendasar yang terkandung dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, di antaranya dalam hal penilaian kinerja guru yang sebelumnya lebih bersifat administratif menjadi lebih berorientasi Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 20 praktis, kuantitatif, dan kualitatif, sehingga diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya. Dalam Permenneg PAN dan RB ini, jabatan fungsional terdiri dari empat jenjang, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama. Setiap tahun, guru harus dinilai kinerjanya secara teratur melalui Penilaian Kinerja Guru (PK Guru) dan wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). PKB tersebut harus dilaksanakan sejak guru memiliki golongan kepangkatan III/a dengan melakukan pengembangan diri, dan sejak golongan kepangkatan III/b guru wajib melakukan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif. Untuk naik dari golongan kepangkatan IV/c ke IV/d guru wajib melakukan presentasi ilmiah. Gambar 2.1. menunjukkan keterkaitan antara PKB, PK Guru, dan pengembangan karir guru. PKB dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil PK Guru dan didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil PK Guru masih berada di bawah standar kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja rendah, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program PKB yang diorientasikan sebagai pembinaan untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan. Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang disyaratkan, maka kegiatan PKB diarahkan kepada pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah dalam rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik. Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PKB diakui sebagai salah satu unsur utama yang diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru dan kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru, selain kegiatan pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Kegiatan PKB diharapkan dapat menciptakan guru yang profesional, yang bukan hanya sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga memiliki kepribadian yang matang. Dengan kepribadian yang prima dan penguasaan IPTEK yang kuat, guru diharapkan terampil dalam menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan bidangnya. Secara umum, keberadaan PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, tujuan PKB disajikan berikut ini. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 21 1. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. 2. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang. 3. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. 4. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru. 5. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat. Manfaat PKB bagi peserta didik yaitu memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal, sehingga mereka memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat. Bagi guru hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga selama karirnya mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik menghadapi kehidupan di masa datang. Dengan PKB untuk guru, bagi sekolah/madrasah diharapkan mampu menjadi sebuah organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah dapat menjadi wadah untuk peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik. Bagi orang tua/masyarakat, PKB untuk guru bermakna memiliki jaminan bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Bagi pemerintah,PKB untuk guru dimungkinkan dapat memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan; sehingga pemerintah dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan berkepribadian luhur. PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk memelihara dan meningkatkan standar kompetensi secara keseluruhan, mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan profesi guru. Dengan demikian, guru secara profesional dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu. Pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman peserta didik. PKB mencakup kegiatan-kegiatan yang didesain untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan guru. Kegiatan dalam PKB membentuk suatu siklus yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Gambar 2.2 menunjukkan siklus kegiatan PKB bagi guru. Melalui siklus kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, diharapkan guru akan mampu mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatan karirnya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 22 Kegiatan PKB untuk pengembangan diri dapat dilakukan di sekolah, baik oleh guru secara mandiri, maupun oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah. Kegiatan PKB melalui jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu rayon (gugus), antarrayon dalam kabupaten/kota tertentu, antarprovinsi, bahkan dimungkinkan melalui jaringan kerjasama sekolah antarnegara serta kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan PKB melalui jaringan antara lain dapat berupa: kegiatan KKG/MGMP; pelatihan/seminar/lokakarya; kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha, industri, dan sebagainya; mengundang nara sumber dari sekolah lain, komite sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi lain yang relevan. Jika kegiatan PKB di sekolah dan jaringan sekolah belum memenuhi kebutuhan pengembangan keprofesian guru, atau guru masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut, kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan sumber kepakaran luar lainnya. Sumber kepakaran lain ini dapat disediakan melalui LPMP, P4TK, Perguruan Tinggi atau institusi layanan lain yang diakui oleh pemerintah, atau institusi layanan luar negeri melalui pendidikan dan pelatihan jarak jauh dengan memanfaatkan jejaring virtual atau TIK. Dalam kaitannya dengan PKB ini, beberapa jenis pengembangan kompetensi dapat dilakukan oleh guru dan di sekolah mereka sendiri. Beberapa program dimaksud disajikan berikut ini. 1. Dilakukan oleh guru sendiri: a. menganalisis umpan balik yang diperoleh dari siswa terhadap pelajarannya; b. menganalisis hasil pembelajaran (nilai ujian, keterampilan siswa, dll); c. mengamati dan menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran; d. membaca artikel dan buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi; dan e. mengikuti kursus atau pelatihan jarak jauh. 2. Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain: a. mengobservasi guru lain; b. mengajak guru lain untuk mengobservasi guru yang sedang mengajar; c. mengajar besama-sama dengan guru lain (pola team teaching); d. bersamaan dengan guru lain membahas dan melakukan investigasi terhadap permasalahan yang dihadapi di sekolah; Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 23 e. membahas artikel atau buku dengan guru lain; dan f. merancang persiapan mengajar bersama guru lain. 3. Dilakukan oleh sekolah : a. training day untuk semua sumber daya manusia di sekolah (bukan hanya guru); b. kunjungan ke sekolah lain; dan c. mengundang nara sumber dari sekolah lain atau dari instansi lain. Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dapat mematuhi prinsip-prinsip seperti berikut ini. 1. Setiap guru di Indonesia berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Hak tersebut perlu diimplementasikan secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan. 2. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan pengembangan yang tidak merata, proses penyusunan program PKB harus dimulai dari sekolah. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB minimal selama tujuh hari atau 40 jam per tahun. Alokasi tujuh hari tersebut adalah alokasi minimal. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/ atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu, termasuk penyediaan anggaran untuk kegiatan PKB. 3. Guru juga wajib berusaha mengembangkan dirinya semaksimal mungkin dan secara berkelanjutan. Alokasi waktu tujuh hari per tahun sebenarnya tidak cukup, sehingga guru harus tetap berusaha pada kesempatan lain di luar waktu tujuh hari tersebut. Keseriusan guru untuk mengembangkan dirinya merupakan salah satu hal yang diperhatikan dan dinilai di dalam kegiatan proses pembelajaran yang akan dievaluasi kinerja tahunannya. 4. Proses PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri. Sebenarnya guru tidak bisa dikembangka ’ oleh orang lain jika dia belum siap untuk berkembang. Pihak-pihak yang mendapat tugas untuk membina guru perlu menggali sebanyak-banyaknya dari guru tersebut (tentang keinginannya, kekhawatirannya, masalah yang dihadapinya, pemahamannya tentang proses belajar-mengajar, dsb) sebelum memberikan masukan/saran. 5. Untuk mencapai tujuan PKB yang sebenarnya, kegiatan PKB harus melibatkan guru secara aktif sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya, baik dalam penguasaan materi, pemahaman konteks, keterampilan, dan lain-lain. Jenis pelatihan tradisional -- yaitu ceramah yang dihadiri oleh peserta dalam jumlah besar tetapi tidak melibatkan mereka secara aktif -- perlu dihindari. Berdasarkan analisis kebutuhan dan ketentuan yang berlaku serta praktik-praktik pelaksanaannya, perlu dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Analisis kebutuhan dan ketentuan tersebut mencakup antara lain: 1. Setiap guru berhak menerima pembinaan berkelanjutan dari seorang guru yang berpengalaman dan telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan (guru pendamping). 2. Guru pendamping tersebut berasal dari sekolah yang sama dengan guru binaannya atau dipilih dari sekolah lain yang berdekatan, apabila di sekolahnya tidak ada guru pendamping yang memenuhi kompetensi. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 24 3. Setiap sekolah mempunyai seorang koordinator PKB tingkat sekolah, yaitu seorang guru yang berpengalaman. Sekolah yang mempunyai banyak guru boleh membentuk sebuah tim PKB untuk membantu Koordinator PKB, sedangkan sekolah kecil dengan jumlah guru yang terbatas, terutama sekolah dasar, sangat dianjurkan untuk bekerja sama dengan sekolah lain di sekitarnya. Dengan demikian, seorang Koordinator PKB bisa mengkoordinasikan kegiatan PKB di beberapa sekolah. 4. Setiap Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menunjuk dan menetapkan seorang Koordinator PKB tingkat kabupaten/kota (misalnya pengawas yang bertanggung jawab untuk gugus sekolah tertentu). 5. Sekolah, KKG/MGMP serta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus merencanakan kegiatan PKB dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tersebut. Kegiatan PKB harus sejalan dengan visi dan misi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. 6. Sekolah berkewajiban menjamin bahwa kesibukan guru dengan tugas tambahannya sebagai Guru Pembina atau sebagai Koordinator PKB tingkat sekolah maupun dalam mengikuti kegiatan PKB tidak mengurangi kualitas pembelajaran siswa. PKB perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai standar kompetensi dan/atau meningkatkan kompetensinya agar guru mampu memberikan layanan pendidikan secara profesional. Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut akan berdampak pada peningkatan keprofesian guru dan berimplikasi pada perolehan angka kredit bagi pengembangan karir guru. Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009, terdapat tiga unsur kegiatan guru dalam PKB yang dapat dinilai angka kreditnya, yaitu: pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. 1. Pengembangan Diri Pengembangan diri pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru melalui kegiatan pendidikan dan latihan fungsional dan kegiatan kolektif guru yang dapat meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian guru. Dengan demikian, guru akan mampu melaksanakan tugas utama dan tugas tambahan yang dipercayakan kepadanya. Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan, sedangkan tugas tambahan adalah tugas lain guru yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, seperti tugas sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala laboratorium, dan kepala perpustakaan. Diklat fungsional termasuk pada kategori diklat dalam jabatan yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 dinyatakan bahwa diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pertemuan ilmiah atau mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan. Beberapa contoh bentuk kegiatan kolektif guru antara lain: (1) lokakarya atau kegiatan bersama untuk menyusun dan/atau mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media pembelajaran; (2) keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium, workshop, bimbingan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 25 teknis, dan diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta; (3) kegiatan kolektif lainnya yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru. Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri, baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru, antara lain: (1) penyusunan RPP, program kerja, dan/atau perencanaan pendidikan; (2) penyusunan kurikulum dan bahan ajar; (3) pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik; (5) penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya inovatif; (10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Pelaksanaan berbagai kegiatan pengembangan diri ini harus berkualitas, dikoordinasikan dan dikendalikan oleh Koordinator PKB di sekolah secara sistematik dan terarah sesuai kebutuhan. Kegiatan pengembangan diri yang berupa diklat fungsional harus dibuktikan dengan surat tugas, sertifikat, dan laporan deskripsi hasil pelatihan yang disahkan oleh kepala sekolah. Sementara itu, kegiatan pengembangan diri yang berupa kegiatan kolektif guru harus dibuktikan dengan surat keterangan dan laporan per kegiatan yang disahkan oleh kepala sekolah. Jika guru mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, laporan dan bukti fisik pendukung tersebut harus disahkan oleh kepala dinas pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi. Hasil diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru ini perlu didesiminasikan kepada guruguru yang lain, minimal di sekolahnya masing-masing, sebagai bentuk kepedulian dan wujud kontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat proses peningkatan dan pengembangan sekolah secara utuh/menyeluruh. Guru bisa memperoleh penghargaan berupa angka kredit tambahan sesuai perannya sebagai pemrasaran/nara sumber. 2. Publikasi Ilmiah Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok, yaitu: a. Presentasi pada forum ilmiah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemrasaran dan/atau nara sumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang diselenggarakan pada tingkat sekolah, KKG/MGMP, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. b. Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal. Publikasi dapat berupa karya tulis hasil penelitian, makalah tinjauan ilmiah di bidang pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam bidang pendidikan. Karya ilmiah ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah tertentu atau minimal telah diterbitkan dan diseminarkan di sekolah masing-masing. Dokumen karya ilmiah disahkan oleh kepala sekolah dan disimpan di perpustakaan sekolah. Bagi guru yang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 26 mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, karya ilmiahnya harus disahkan oleh kepala dinas pendidikan setempat. c. 3. Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku yang dimaksud dapat berupa buku pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku pelengkap, modul/diktat pembelajaran per semester, buku dalam bidang pendidikan, karya terjemahan, dan buku pedoman guru. Buku termaksud harus tersedia di perpustakaan sekolah tempat guru bertugas. Keaslian buku harus ditunjukkan dengan pernyataan keaslian dari kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat bagi guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Karya Inovatif Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni. Karya inovatif ini dapat berupa penemuan teknologi tepat guna, penemuan/peciptaan atau pengembangan karya seni, pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi. Kegiatan PKB yang mencakup ketiga komponen tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak sekadar untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru diasumsikan telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional tertentu, guru tetap wajib melakukan kegiatan PKB. E. Uji Kompetensi Untuk mengetahui kompetensi seorang guru, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi, dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu yang sekaligus menentukan kelayakan dari guru tersebut. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat, sehingga bias dipertanggungjawabkan baik secara akademik, moral, maupun keprofesian. Dengan demikian, disamping hasil penilaian kinerja, uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional. 1. Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta didik memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 27 seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum di tingkat satuan pendidikan masingmasing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu: a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual. b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu. d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik. e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik. f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. 2. Kompetensi Kepribadian Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan kualitas generasi masa depan bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, guru harus tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang pendidik. Pendidikan adalah proses yang direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian peserta didik yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah: a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 28 e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 3. Kompetensi Sosial Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan mendapat kesulitan. Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru dalam kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini. a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya. d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. 4. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan. Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan mengajarnya harus disambut oleh peserta didik sebagai suatu seni pengelolaan proses pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak pernah putus. Keaktifan pesertadidik harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong pesertadidik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya. Guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, dan prinsipprinsip lainnya. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 29 sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir soal secara benar, agar tes yang digunakan dapat memotivasi pesertadidik belajar. Kemampuan yang harus dimiliki pada dimensi kompetensi profesional atau akademik dapat diamati dari aspek-aspek berikut ini. a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. b. Menguasai standar kompetensi pengembangan yang diampu. dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang c. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif. d. Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif e. Memanfaatkan teknologi mengembangkan diri. informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan Seperti dijelaskan di atas, untuk mengetahui kompetensi guru dilakukan uji kompetensi. Melalui uji kompetensi guru dapat dirumuskan profil kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil uji kompetensi menjadi basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan materi pembelajaran setiap guru. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini. a. b. c. d. e. Valid, yaitu menguji apa yang seharusnya dinilai atau diuji dan bukti-bukti yang dikumpulkan harus mencukupi serta terkini dan asli. Reliabel, yaitu uji komptensi bersifat konsisten, dapat menghasilkan kesimpulan yang relatif sama walaupun dilakukan pada waktu, tempat dan asesor yang berbeda. Fleksibel, yaitu uji kompetensi dilakukan dengan metoda yang disesuikan dengan kondisi peserta uji serta kondisi tempat uji kompetensi. Adil, yaitu uji kompetensi tidak boleh ada diskriminasi terhadap guru, dimana mereka harus diperlakukan sama sesuai dengan prosedur yang ada dengan tidak melihat dari kelompok mana dia berasal. Efektif dan efisien, yaitu uji kompetensi tidak mengorbankan sumber daya dan waktu yang berlebihan dalam melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Uji kompetensi sebisa mungkin dilaksanakan di tempat kerja atau dengan mengorbankan waktu dan biaya yang sedikit. Uji kompetensi dilakukan dengan strategi tertentu. Strategi uji kompetensi dilakukan seperti berikut ini. 1. 2. Dilakukan secara kontinyu bagi semua guru, baik terkait dengan mekanisme sertifikasi maupun bersamaan dengan penilaian kinerja. Dapat dilakukan secara manual (offline), online, atau kombinasinya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 30 3. 4. 5. Memberi perlakauan khusus untuk jenis guru tertentu, misalnya guru produktif, normatif, guru TK/LB, atau melalui tes kinerja atau performance test. Dimungkinkan penyediaan bank soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas tertentu, khusus untuk ranah pengetahuan. Sosialisasi pelaksanaan program dan materi uji kompetensi Latihan dan Renungan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Apa esensi peningkatan kompetensi guru? Sebutkan jenis-jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh guru? Buatlah penjelasan ringkas mengenai keterkaitan masing-masing jenis kompetensi guru! Sebutkan beberapa prinsip peningkatan kompetensi guru1 Apa yang dimaksud dengan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan? Sebutkan jenis-jenis program peningkatan kompetensi guru! Apa esensi uji kompetensi guru? Apa dampak ikutan hasil uji kompetensi bagi guru? Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 31 BAB III PENILAIAN KINERJA Topik ini berkaitan dengan penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi. A. Latar Belakang Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru profesional mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam IPTEK, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian. Masa depan masyarakat, bangsa dan negara, sebagian besar ditentukan oleh guru. Karena itu, profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan fungsional guru. Agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan penilaian kinerja guru (PK Guru) yang menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan. Pelaksanaan PK Guru dimaksudkan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi guru. Untuk memberi pengakuan bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi kerjanya, maka PK Guru harus dilakukan terhadap guru di semua satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Guru yang dimaksud tidak terbatas pada guru yang bekerja di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga mencakup guru yang bekerja di satuan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama. Hasil PK Guru dapat dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai masukan dalam penyusunan program PKB. Hasil PK Guru juga merupakan dasar penetapan perolehan angka kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru sebagaimana diamanatkan dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jika semua ini dapat dilaksanakan dengan baik dan obyektif, maka cita‐ ita pemerintah untuk e ghasilka i sa ya g erdas komprehensif dan berdaya sai g ti ggi lebih epat direalisasikan. B. Pengertian Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PK Guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuannya dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 32 Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan. Sistem PK Guru adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya. Sebelum mengikuti PK Guru, seorang guru harus mengikuti uji kompetensi. Berdasarkan hasil uji kompetensi ini, guru akan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) guru yang sudah mencapai standar kompetensi minimal yang ditetapkan, dan (2) guru yang belum memiliki standar kompetensi minimmal yang ditetapkan. Guru yang sudah mencapai standar kompetensi minimum yang ditetapkan diberi kesempatan untuk mengikuti PK Guru. Sebaliknya, guru yang belum mencapai standar minimum yang ditetapkan, diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) melalui multimode, untuk kemudian mengikuti uji kompetensi. Jika hasil uji kompetensi memenuhi persyaratan, guru yang bersangkutan diberi peluang mengikuti PK Guru. Fokus utama PK Guru adalah (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa. Guru yang sudah mengikuti PK Guru, akan dihitung angka kredit yang diperoleh atas kinerjanya pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 33 UK UJI KOMPETENSI N ˂ SM N ≥ SM PKB DIKLAT DASAR INTERNALLY & EKSTERNALLY DRIVEN PKB N ˂ SM DIKLAT LANJUTAN PK PK N ≥ SM DIKLAT PENGEMBANGAN GURU PROFESIONAL 1. KENAIKAN PANGKAT/ JABATAN 2. PROMOSI 3. TUNJANGAN PROFESI Pembinaan karier dan kepangkatan Memastikan guru melaksanakan tugas profesional Menjamin bahwa guru memberi layanan pendidikan yang berkualitas (KEPASTIAN, KEMANFAATAN dan KEADILAN) INDIKATOR UTAMA No. 1. SM : Standar Minimal PKB : Pembinaan Keprofesian Berkelanjutan PK : Penilaian Kinerja INDIKATOR 1. Hasil Belajar Siswa (Nilai Rapor, UN dan Hasil Tes Standar Lainnya) 2. Karya Prestatif Siswa dalam berbagai kompetisi Lokal, Nasional dan Internasional 3. Kesinambungan Prestasi Siswa di PT atau bekerja melalui Penelusuran Alumni. 4. Rekognisi Pihak Eksternal terhadap kualitas Siswa Disiplin Guru (waktu, nilai, kehadiran, ethos kerja) DAMPAK No INDIKATOR 2. Efisiensi dan Efektivitas pembelajaran (Kapasitas transformasi ilmu ke siswa) 3. Keteladanan Guru (berbicara, bersikap dan berperilaku) 4. Motivasi Belajar Siswa Hasil PK Guru diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. PK Guru merupakan acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi guru, PK Guru merupakan pedo a u tuk e getahui u sur‐u sur ki erja ya g di ilai da merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu dalam rangka memperbaiki kualitas kinerjanya, khususnya pada empat fokus utama, seperti disebutkan di atas. C. Persyaratan Persyaratan penting dalam sistem PK Guru yaitu harus valid, reliabel, dan praktis. 1. Sistem PK Guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai benar-benar mengukur komponenkomponen tugas guru dalam melaksanakanpembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. 2. Sistem PK Guru dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi jika proses yang dilakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun dan kapan pun. 3. Sistem PK Guru dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif mudah, dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua kondisi tanpa memerlukan persyaratan tambahan. D. Prinsip Pelaksanaan Pri sip‐pri sip uta a dala pelaksanaan PK Guru adalah sebagai berikut. 1. Sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku. 2. Menilai kinerja yang dapat diamati dan dipantau, yang dilakukan guru dalam melaksanakan tugas ya sehari‐hari, yaitu dala elaksa akan kegiatan pembelajaran, pembimbingan, Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 34 dan/atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah meliputi: a. disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), b. efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), c. keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan d. motivasi belajar siswa. 3. 4. E. Penilai, guru yang dinilai, dan unsur yang terlibat dalam proses harus memahami semua dokumen yang terkait dengan sistem penilaian. Guru dan penilai harus memahami pernyataan kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga keduanya mengetahui tentang aspek yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian. Diawali dengan penilaian formatif di awal tahun dan penilaian sumatif di akhir tahun dengan e perhatika hal‐hal berikut. a. Obyektif sesuai dengan kondisi nyata guru dalam melaksanakan tugas sehari‐hari. b. Memberlakukan syarat, ketentuan, dan prosedur standar kepada semua guru yang dinilai. c. Dapat dipertanggungjawabkan. d. Bermanfaat bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerjanya secara berkelanjutan dan sekaligus pengembangan karir profesinya. e. Memungkinkan bagi penilai, guru yang dinilai, dan pihak lain yang berkepentingan, untuk memperoleh akses informasi atas penyelenggaraan penilaian tersebut. f. Mudah tanpa mengabaika pri sip‐pri sip lai ya. g. Berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. h. Tidak hanya terfokus pada hasil, namun juga perlu memperhatikan proses, yakni bagaimana guru dapat mencapai hasil tersebut. i. Periodik, teratur, dan berlangsung secara terus menerus selama seseorang menjadi guru. j. Boleh diketahui oleh pihak‐pihak terkait ya g berkepentingan. Aspek yang Dinilai Seperti telah dijelaskan di muka, guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga di u gki ka e iliki tugas‐tugas lai yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa subunsur yang perlu dinilai adalah sebagai berikut. 1. Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas, khususnya berkaitan dengan, (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa. 2. Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembimbingan, mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan, menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan melaksanakan tindak lanjut hasil pembimbingan. Seperti halnya guru mata pelajaran, fokus utama PK bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor juga mencakup (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 35 siswa. 3. Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka. Tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka meliputi: (1) menjadi kepala sekolah/madrasah per tahun; (2) menjadi wakil kepala sekolah/madrasah per tahun; (3) menjadi ketua program keahlian/program studi atau yang sejenisnya; (4) menjadi kepala perpustakaan; atau (5) menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya. Tugas tambahan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas tambahan minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru pembimbing program induksi, dan sejenisnya) dan tugas tambahan kurang dari satu tahun (misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan sejenisnya). Penilaian kinerja guru dalam melaksanakan tugas tambahan yang mengurangai jam mengajar tatap muka dinilai dengan menggunakan instrumen khusus yang dirancang berdasarkan kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas tambahan tersebut. Tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar guru dihargai langsung sebagai perolehan angka kredit sesuai ketentuan yang berlaku. F. Prosedur Pelaksanaan PK Guru dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal tahun ajaran (penilaian formatif) dan akhir tahun ajaran (penilaian sumatif), khususnya untuk pertamakalinya. PK Guru formatif digunakan untuk menyusun profil kinerja guru dan harus dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) minggu di awal tahun ajaran. Berdasarkan profil kinerja guru ini dan hasil evaluasi diri yang dilakukan oleh guru secara mandiri, sekolah/madrasah menyusun rencana PKB. Bagi guru‐guru de ga PK Guru di bawah standar, maka program PKB diarahkan untuk pencapaian standar kompetensi tersebut. Sementara itu, bagi guru‐guru de ga PK Guru ya g telah encapai atau di atas standar, program PKB diorientasikan untuk meningkatkan atau memperbaharui pengetahuan, keterampilan, dan sikap dan perilaku keprofesiannya. PK Guru sumatif digunakan untuk menetapkan perolahan angka kredit guru pada tahun tersebut. PK Guru sumatif juga digunakan untuk menganalisis kemajuan yang dicapai guru dalam pelaksanaan PKB, baik bagi guru yang nilainya masih di bawah standar, telah mencapai standar, atau melebihi standar kompetensi yang ditetapkan. PK Guru sumatif harus sudah dilaksanakan 6 (enam) minggu sebelum penetapan angka kredit seorang guru. Secara spesifik terdapat perbedaan prosedur pelaksanaan PK Guru pembelajaran atau pembimbingan dengan prosedur pelaksanaan PK Guru untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Meskipun demikian, secara umum kegiatan penilaian PK Guru di tingkat sekolah dilaksanakan dalam 4 (empat) tahapan sebagaimana berikut. 1. Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan, hal‐hal yang harus dilakukan oleh penilai maupun guru yang akan dinilai, yaitu: a. memahami Pedoman PK Guru, terutama tentang sistem yang diterapkan dan posisi PK Guru Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 36 dalam kerangka pembinaan dan pengembangan profesi guru; b. memahami pernyataan kompetensi guru yang telah dijabarkan dalam bentuk indikator kinerja; c. memahami penggunaan instrumen PK Guru dan tata cara penilaian yang akan dilakukan, termasuk cara mencatat semua hasil pengamatan dan pemantauan, serta mengumpulkan dokumen dan bukti fisik lainnya yang memperkuat hasil penilaian; dan d. memberitahukan rencana pelaksanaan PK Guru kepada guru yang akan dinilai sekaligus menentukan rentang waktu jadwal pelaksanaannya. 2. Tahap Pelaksanaan Beberapa tahapan PK Guru yang harus dilalui oleh penilai sebelum menetapkan nilai untuk setiap kompetensi, yaitu: a. Sebelum pengamatan. Pertemuan awal antara penilai dengan guru yang dinilai sebelum dilakukan pengamatan dilaksanakan di ruang khusus tanpa ada orang ketiga. Pada pertemuan ini, penilai mengumpulkan dokumen pendukung dan melakukan diskusi tentang berbagai hal yang tidak mungkin dilakukan pada saat pengamatan. Semua hasil diskusi, wajib dicatat dalam format laporan dan evaluasi per kompetensi sebagai bukti penilaian kinerja. Untuk pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dapat dicatat dalam lembaran lain karena tidak ada format khusus yang disediakan untuk proses pencatatan ini. b. Selama pengamatan. Selama pengamatan di kelas dan/atau di luar kelas, penilai wajib mencatat semua kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran atau pembimbingan, dan/atau dalam pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Dalam konteks ini, penilaian kinerja dilakukan dengan menggunakan instrumen yang sesuai u tuk asi g‐ asi g pe ilaia ki erja. U tuk e ilai guru yang melaksanakan proses pembelajaran atau pembimbingan, penilai menggunakan instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan. Pengamatan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan di kelas selama proses tatap muka tanpa harus mengganggu proses pembelajaran. Pengamatan kegiatan pembimbingan dapat dilakukan selama proses pembimbingan baik yang dilakukan dalam kelas maupun di luar kelas, baik pada saat pembimbingan individu maupun kelompok. Penilai wajib mencatat semua hasil pengamatan pada format laporan dan evaluasi per kompetensi tersebut atau lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Jika diperlukan, proses pengamatan dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memperoleh informasi yang akurat, valid dan konsisten tentang kinerja seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran atau pembimbingan. Dalam proses penilaian untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, data dan informasi dapat diperoleh melalui pencatatan terhadap semua bukti yang teridentifikasi di tempat yang disediakan pada asi g‐ asi g kriteria pe ilaia . Bukti‐bukti i i dapat diperoleh melalui pengamatan, wawancara dengan pemangku kepentingan pendidikan (guru, komite sekolah, peserta didik, dunia usaha dan dunia industri mitra). c. Setelah pengamatan. Pada pertemuan setelah pengamatan pelaksanaan proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 37 sekolah/madrasah, penilai dapat mengklarifikasi beberapa aspek tertentu yang masih diragukan. Penilai wajib mencatat semua hasil pertemuan pada format laporan dan evaluasi per kompetensi tersebut atau lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Pertemuan dilakukan di ruang khusus dan hanya dihadiri oleh penilai dan guru yang dinilai. Untuk penilaian kinerja tugas tambahan, hasilnya dapat dicatat pada Format Penilaian Kinerja sebagai deskripsi penilaian kinerja. 3. Tahap Penilaian a. Pelaksanaan penilaian Pada tahap ini penilai menetapkan nilai untuk setiap kompetensi dengan skala nilai 1, 2, 3, atau 4. Sebelum pemberian nilai tersebut, penilai terlebih dahulu memberikan skor 0, 1, atau 2 pada asi g‐ asi g indikator untuk setiap kompetensi. Pemberian skor ini harus didasarkan kepada catatan hasil pengamatan dan pemantauan serta bukti‐bukti berupa dokumen lain yang dikumpulkan selama proses PK Guru. Pemberian nilai untuk setiap kompetensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. 1) 2) 3) Pemberian skor 0, 1, atau 2 untuk asi g‐ asi g i dikator setiap ko pete si. Pemberian skor ini dilakukan dengan cara membandingkan rangkuman catatan hasil pengamatan dan pemantauan di lembar format laporan dan evaluasi per kompetensi dengan indikator ki erja asi g‐ asi g kompetensi Nilai setiap kompetensi kemudian direkapitulasi dalam format hasil penilaian kinerja guru untuk mendapatkan nilai total PK Guru. Untuk penilaian kinerja guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, nilai untuk setiap kompetensi direkapitulasi ke dalam format rekapitulasi penilaian kinerja untuk mendapatkan nilai PK Guru. Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala nilai sesuai Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009. Berdasarkan hasil konversi nilai PK Guru ke dalam skala nilai sesuai dengan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, selanjutnya dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka kreditnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Konversi Nilai Kinerja Hasil PK Guru ke persentase Angka Kredit 4) Persentase Angka kredit Nilai Hasil PK Guru Sebutan 91 – 100 Amat baik 125% 76 – 90 Baik 100% 61 – 75 Cukup 75% 51 – 60 Sedang 50% ≤ 50 Kurang 25% Setelah melaksanakan penilaian, penilai wajib memberitahukan kepada guru yang dinilai tentang nilai hasil PK Guru berdasarkan bukti catatan untuk setiap kompetensi. Penilai dan guru yang dinilai melakukan refleksi terhadap hasil PK Guru, Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 38 5) 6) sebagai upaya untuk perbaikan kualitas kinerja guru pada periode berikutnya. Jika guru yang dinilai dan penilai telah sepakat dengan hasil penilaian kinerja, maka keduanya menandatangani format laporan hasil penilaian kinerja guru tersebut. Format ini juga ditandatangani oleh kepala sekolah. Khusus bagi guru yang mengajar di dua sekolah atau lebih (guru multi sekolah/madrasah), maka penilaian dilakukan di sekolah/madrasah induk. Meskipun demikian, penilai dapat melakukan pengamatan serta mengumpulkan data dan informasi dari sekolah/madrasah lain tempat guru mengajar atau membimbing. b. Pernyataan Keberatan terhadap Hasil Penilaian Keputusan penilai terbuka untuk diverifikasi. Guru yang dinilai dapat mengajukan keberatan terhadap hasil penilaian tersebut. Keberatan disampaikan kepada Kepala Sekolah dan/atau Dinas Pendidikan, yang selanjutnya akan menunjuk seseorang yang tepat untuk bertindak sebagai moderator. Dalam hal ini moderator dapat mengulang pelaksanaan PK Guru untuk kompetensi tertentu yang tidak disepakati atau mengulang penilaian kinerja secara menyeluruh. Pengajuan usul penilaian ulang harus dicatat dalam laporan akhir. Dalam kasus ini, nilai PK Guru dari moderator digunakan sebagai hasil akhir PK Guru. Penilaian ulang hanya dapat dilakukan satu kali dan moderator hanya bekerja untuk kasus penilaian tersebut. 4. Tahap Pelaporan Setelah nilai PK Guru formatif dan sumatif diperoleh, penilai wajib melaporkan hasil PK Guru kepada pihak yang berwenang untuk menindaklanjuti hasil PK Guru tersebut. Hasil PK Guru formatif dilaporkan kepada kepala sekolah/koordinator PKB sebagai masukan untuk merencanakan kegiatan PKB tahunan. Hasil PK Guru sumatif dilaporkan kepada tim penilai tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, atau tingkat pusat sesuai dengan kewenangannya. Laporan PK Guru sumatif ini digunakan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat sebagai dasar perhitungan dan penetapan angka kredit (PAK) tahunan yang selanjutnya dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru. Laporan mencakup: (1) laporan dan evaluasi per kompetensi sesuai format; (ii) rekap hasil PK Guru sesuai format; dan (iii) dokumen pendukung lainnya. Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dan mengurangi beban jam mengajar tatap muka, dinilai dengan menggunakan dua instrumen, yaitu: (i) instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan; dan (ii) instrumen PK Guru pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Hasil PK Guru pelaksanaan tugas tambahan tersebut akan digabungkan dengan hasil PK Guru pelaksanaan pembelajaran atau pembimbingan sesuai persentase yang ditetapkan dalam aturan yang berlaku. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 39 G. Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit Nilai kinerja guru hasil PK Guru perlu dikonversikan ke skala nilai menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Hasil konversi ini selanjutnya digunakan untuk menetapkan sebutan hasil PK Guru dan persentase perolehan angka kredit sesuai pangkat dan jabatan fungsional guru. Sebelum melakukan pengkonversian hasil PK Guru ke angka kredit, tim penilai harus melakukan verifikasi terhadap hasil PK Guru. Kegiatan verifikasi ini dilaksanakan dengan menggunakan berbagai dokumen (Hasil PK Guru yang direkapitulasi dalam Format Rekap Hasil PK Guru, catatan hasil pengamatan, studi dokumen, wawancara, dan sebagainya yang ditulis dalam Format Laporan dan Evaluasi per kompetensi beserta dokumen pendukungnya) yang disampaikan oleh sekolah untuk pengusulan penetapan angka kredit. Jika diperlukan dan dimungkinkan, kegiatan verifikasi hasil PK Guru dapat mencakup kunjungan ke sekolah/madrasah oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat. Pengkonversian hasil PK Guru ke Angka Kredit adalah tugas Tim Penilai Angka Kredit kenaikan jabatan fungsional guru di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat. Penghitungan angka kredit dapat dilakukan di tingkat sekolah, tetapi hanya untuk keperluan estimasi perolehan angka kredit guru. Angka kredit estimasi berdasarkan hasil perhitungan PK Guru yang dilaksanakan di sekolah, selanjutnya dicatat dalam format penghitungan angka kredit yang ditanda‐ta ga i oleh penilai, guru yang di ilai da diketahui oleh kepala sekolah. Bersa a‐sama dengan angka angka kredit dari unsur utama lainnya (pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif) dan unsur penunjang, hasil perhitungan PK Guru yang dilakukan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat akan direkap dalam daftar usulan penetapan angka kredit (DUPAK) untuk proses penetapan angka kredit kenaikan jabatan fungsional guru. 1. Konversi nilai PK Guru bagi guru tanpa tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Konversi nilai PK Guru ke angka kredit dilakukan berdasarkan Tabel 3.4. Berdasarkan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, perolehan angka kredit untuk pembelajaran atau pembimbingan setiap tahun bagi guru diperhitungkan dengan menggunakan rumus tertentu. Seorang Guru yang akan dipromosikan naik jenjang pangkat dan jabatan fungsionalnya setingkat lebih tinggi, dipersyaratkan harus memiliki angka kredit kumulatif minimal sebagai berikut. Tabel 3.4. Persyaratan Angka Kredit untuk Kenaikan Pangkat dan Jabatan Fungsional Guru Jabatan Guru Pangkat dan Golongan Ruang Persyaratan Angka Kredit kenaikan pangkat dan jabatan Kumulatif minimal 100 150 Kebutuhan Per jenjang 50 50 Guru Pertama Penata Muda, III/a Penata Muda Tingkat I, III/b Guru Muda Penata, III/c Penata Tingkat I, III/d 200 300 100 100 Guru Madya Pembina, IV/a Pembina Tingkat I, IV/b Pembinaan Utama Muda, IV/c 400 550 700 150 150 150 Guru Utama Pembina Utama Madya, IV/d Pembina Utama, IV/e 850 1.050 200 Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 40 Keterangan: (1) Angka kredit kumulatif minimal pada kolom 3 adalah jumlah angka kredit minimal yang dimiliki untuk masing‐masing jenjang jabatan/pangkat; dan (2) Angka kredit pada kolom 4 adalah jumlah peningkatan minimal angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi. 2. Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang mengurangi jam mengajar tatap muka guru. Hasil akhir nilai kinerja guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Laboratorium, Kepala Perpustakaan, dan sejenisnya) yang mengurangi jam mengajar tatap muka diperhitungkan berdasarkan prosentase nilai PK Guru pembelajaran/pembimbingan dan prosentase nilai PK Guru pelaksanaan tugas tambahan tersebut. a. Untuk itu, nilai hasil PK Guru Kelas/Mata Pelajaran atau PK Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor, atau PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah perlu diubah terlebih dahulu ke skala 0 ‐ 100. b. Masi g‐ asi g hasil ko ersi ilai ki erja guru untuk unsur pembelajaran/ pembimbingan dan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, kemudian dikategorikan ke dalam Amat Baik (125%), Baik(100%), Cukup (75%), Sedang (50%), atau Kurang (25%) sebagaimana diatur dalam Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. c. Angka kredit per tahun asi g‐ asi g unsur pembelajaran/ pembimbingan dan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang diperoleh oleh guru dihitung menggunakan rumus tertentu. d. Angka kredit unsur pembelajaran/pembimbingan dan angka kredit tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dijumlahkan sesuai prosentasenya untuk memperoleh total angka kredit dengan perhitungan sebagai berikut: 1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah total angka kreditnya = 25% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 75 angka kredit tugas tambahan sebagai kepala sekolah. 2) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah total angka kreditnya = 50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah. 3) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan/ laboratorium/bengkel, atau ketua program keahlian; total angka kredit = 50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan sebagai Pustakawan/Laboran. 3. Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah tetapi tidak mengurangi jam mengajar tatap muka guru Angka kredit tugas tambahan bagi guru dengan tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka, langsung diperhitungkan sebagai perolehan angka kredit guru pada periode tahun tertentu. Banyaknya tugas tambahan untuk seorang guru maksimum dua tugas per tahun. Angka kredit kumulatif yang diperoleh diperhitungkan sebagai berikut. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 41 a. Tugas yang dijabat selama satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, tim kurikulum, pembimbing guru pemula, dan sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun + 5% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x banyaknya tugas temporer yang diberikan selama setahun. b. Tugas yang dijabat selama kurang dari satu tahun atau tugas‐tugas sementara (misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi, membimbing peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler, menjadi pembimbing penyusunan publikasi ilmiah dan karya inovatif, dan sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun + 2% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x banyaknya tugas temporer yang diberikan selama setahun. H. Penilai PK Guru 1. Kriteria Penilai Penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah. Apabila Kepala Sekolah tidak dapat melaksanakan sendiri (misalnya karena jumlah guru yang dinilai terlalu banyak), maka Kepala Sekolah dapat menunjuk Guru Pembina atau Koordinator PKB sebagai penilai. Penilaian kinerja Kepala Sekolah dilakukan oleh Pengawas Sekolah. Penilai harus memiliki kriteria sebagai berikut. a. Menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama dengan jabatan/pangkat guru/kepala sekolah yang dinilai. b. Memiliki Sertifikat Pendidik. c. Memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dan menguasai bidang tugas Guru/Kepala Sekolah yang akan dinilai. d. Memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. e. Memiliki integritas diri, jujur, adil, dan terbuka. f. Memahami PK Guru dan dinyatakan memiliki keahlian serta mampu untuk menilai kinerja Guru/Kepala Sekolah. Dalam hal Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Guru Pembina, dan Koordinator PKB memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru yang akan dinilai maka penilaian dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah dan/atau Guru Pembina/Koordinator PKB dari Sekolah lain atau oleh Pengawas Sekolah dari kabupaten/kota lain yang sudah memiliki sertifikat pendidik dan memahami PK Guru. 2. Masa Kerja Masa kerja tim penilai kinerja guru ditetapkan oleh Kepala Sekolah atau Dinas Pendidikan paling lama tiga (3) tahun. Kinerja penilai dievaluasi secara berkala oleh Kepala Sekolah atau Dinas Pendidikan denga e perhatika pri sip‐pri sip pe ilaia ya g berlaku. U tuk sekolah yang berada di daerah khusus, penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah dan/atau Guru Pembina setempat. Jumlah guru yang dapat dinilai oleh seorang penilai adalah 5 sampai dengan 10 guru per tahun. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 42 I. Sanksi Penilai dan guru akan dikenakan sanksi apabila yang bersangkutan terbukti ela ggar pri sip‐pri sip pelaksanaan PK Guru, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK) diperoleh dengan cara melawan hukum. Sanksi tersebut adalah sebagai berikut. 1. 2. 3. J. Diberhentikan sebagai guru atau kepala sekolah dan/atau pengawas sekolah. Bagi penilai, wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan melakukan proses PK Guru. Bagi guru wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan PAK yang dihasilkan dari PK Guru. Tugas dan Tanggung Jawab Setiap pihak terkait memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru. Penetapan tugas dan tanggung jawab tersebut sesuai dengan semangat otonomi daerah serta mengutamakan pri sip‐pri sip efisie si, keterbukaa , da aku tabilitas. Keterkaita tugas dan tanggung jawab pihak‐pihak ya g terlibat dalam pelaksanaan PK Guru, mulai dari tingkat pusat sampai dengan sekolah. Konsekuensi dari adanya keterkaitan tersebut, menuntut agar pihak‐ pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PK Guru melakukan koordinasi. Tugas dan tanggung jawab asi g‐ asi g pihak dirinci berikut ini. 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan a. Menyusun dan mengembangkan ra bu‐rambu pengembangan kegiatan PK Guru. b. Menyusun prosedur operasional standar pelaksanaan PK Guru. c. Menyusun instrumen dan perangkat lain untuk pelaksanaan PK Guru. d. Mensosialisasikan, menyeleksi dan melaksanakan TOT penilai PK Guru tingkat pusat. e. Memantau dan mengevaluasi kegiatan PK Guru. f. Menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru secara nasional. g. Menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru kepada Dinas Pendidikan dan sekolah sebagai umpan balik untuk ditindak lanjuti. h. Me gkoordi asi da e sosialisasika kebijaka ‐kebijakan terkait PK Guru. 2. Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP a. Menghimpun data profil guru dan sekolah yang ada di daerahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah. b. Mensosialisasikan, menyeleksi, dan melaksanakan TOT untuk melatih penilai PK Guru tingkat Kabupaten/Kota. c. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru yang berada di bawah kewenangan provinsi dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi. d. Melaksanakan pendampingan kegiata PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di bawah kewenangannya. e. Menyediakan pelayanan konsultasi pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di bawah kewenangannya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 43 f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di bawah kewenangannya. g. Dinas Pendidikan Provinsi bersama‐sa a de gan LPMP membuat laporan hasil pemantauan dan evaluasi kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan/atau Kemdiknas, cq. unit yang menangani Pendidik. 3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di wilayahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah. b. Mensosialisasikan dan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP melatih penilai PK Guru tingkat Kabupaten/Kota. c. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di wilayahnya. d. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di sekolah‐sekolah yang ada di wilayahnya. e. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru bagi guru yang berada di bawah kewenangannya dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas. f. Mengetahui dan menyetujui program kerja pelaksanaan PK Guru yang diajukan sekolah. g. Menyediakan pelayanan konsultasi dan penyelesaian konflik dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di daerah ya. h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru untuk menjamin pelaksanaan yang efektif, efisien, obyektif, adil, akuntabel, dan sebagainya. i. Me buat lapora hasil pe a taua da e aluasi kegiata PK Guru di sekolah‐ sekolah ya g ada di wilayahnya dan mengirimkannya kepada sekolah, dan/atau LPMP dengan tembusan ke Dinas Pendidikan Provinsi masing‐ asi g. 4. UPTD Dinas Pendidikan a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di kecamatan wilayahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah. b. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di wilayah kecamatannya. c. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di wilayah kecamatannya. d. Menetapkan dan mengesahkan penilai PK Guru dalam bentuk Keputusan penetapan sebagai penilai. e. Menyediakan pelayanan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di daerahnya. f. Memantau dan mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PK Guru di tingkat kecamatan untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. 5. Satuan Pendidikan a. Memilih dan mengusulkan penilai untuk pelaksanaan PK Guru b. Me yusu progra kegiata sesuai de ga ‘a bu‐‘ambu Penyelenggaraan PK Guru dan prosedur operasional standar penyelenggaraan PK Guru. c. Mengusulkan rencana program kegiatan ke UPTD atau Dinas Kabupaten/Kota. d. Melaksanakan kegiatan PK Guru sesuai program yang telah disusun secara efektif, efisien, obyektif, adil, akuntabel, dsb. e. Memberikan kemudahan akses bagi penilai untuk melaksanakan tugas. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 44 f. Melaporkan kepada UPTD atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan PK Guru. g. Membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan, administrasi, keuangan (jika ada) dan pelaksanaan program. h. Membuat rencana tindak lanjut program pelaksanaan PK Guru untuk tahun berikutnya. i. Membantu tim pemantau dan evaluasi dari tingkat pusat, LPMP, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, UPTD Dinas Pendidikan Kabupaten di Kecamatan, dan Pengawas Sekolah. j. Membuat laporan kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada Tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional sesuai kewenangannya sebagai dasar penetapan angka kredit (PAK) tahunan yang diperlukan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru. Tim Penilai untuk menghitung dan menetapkan angka kredit, terlebih dahulu melakukan verifikasi terhadap berbagai dokumen hasil PK Guru. Pada kegiatan verifikasi jika diperlukan dan memang dibutuhkan tim penilai dapat mengunjungi sekolah. Sekolah juga menyampaikan laporan tersebut kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau ke UPTD Pendidikan Kecamatan. k. Merencanakan program untuk memberikan dukungan kepada guru yang memperoleh hasil PK Guru di bawah standar yang ditetapkan. Latihan dan Renungan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengapa penilaian kinerja guru perlu dilakukan secara kontinyu? Apa tujuan utama penilaian kinerja guru? Sebutkan dan jelaskan secara ringkat tiga persyaratan penilaian kinerja guru! Sebutkan dan jelaskan secara ringkas prinsip-prinsip penilaian kinerja guru! Sebutkan tahap-tahap penilaian kinerja guru! Apa yang Anda ketahui tentang konversi nilai kredit dalam kerangka penilaian kinerja guru? Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 45 BAB IV PENGEMBANGAN KARIR Topik ini berkaitan dengan pengembangan karir guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi. A. Ranah Pengembangan Guru Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu dan norma etik tertentu. Secara formal, guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik minimum S-1/D-IV dan bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru-guru yang memenuhi kriteria profesional inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Di dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dibedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV, seperti disajikan pada Gambar 4.1. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan. Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olah raga (PP Nomor 74 Tahun 2008). Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 46 Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dimaksud dapat berupa: kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah, publikasi buku teks pelajaran yang lolos penilaian oleh BSNP, publikasi buku pengayaan, publikasi buku pedoman guru, publikasi pengalaman lapangan pada pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus, dan/atau penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Pada sisi lain, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir, seperti disajikan pada Gambar 4.2. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional. PROFESI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU GURU PROFESIONAL DENGAN AKSESIBILITAS PENGEMBANGAN KARIR KARIR Gambar 4.2. Jenis Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Pembinaan dan pengembangan karir meliputi: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, dan (3) promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 47 fungsional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi institusi terkait di dalam melaksanakan tugasnya. Pengembangan profesi dan karir tersebut diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Kegiatan ini menjadi bagian intergral dari pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. B. Ranah Pengembangan Karir Pembinaan dan pengembangan profesi guru merupakan tanggungjawab pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi profesi guru, serta guru secara pribadi. Secara umum kegiatan itu dimaksudkan untuk memotivasi, memelihara, dan meningkatkan kompetensi guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran, yang berdampak pada peningkatan mutu hasil belajar siswa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pembinaan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu: penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. 1. Penugasan Guru terdiri dari tiga jenis, yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru bimbingan dan konseling atau konselor. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, guru melakukan kegiatan pokok yang mencakup: merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru. Kegiatan penugasan guru dalam rangka pembelajaran dapat dilakukan di satu sekolah sebagai satuan administrasi pangkalnya dan dapat juga bersifat lintas sekolah. Baik bertugas pada satu sekolah atau lebih, guru dituntut melaksanakan tugas pembelajaran yang diukur dengan beban kerja tertentu, yaitu: a. Beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. b. Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap. c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor wajib memenuhi beban mengajar yang setara, yaitu jika mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. d. Guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu wajib memenuhi beban mengajar yang setara, yaitu jika paling sedikit melaksanakan 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. e. Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja dimaksud, khusus untuk guru-guru yang: bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus, berkeahlian khusus, dan/atau dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 48 Agar guru dapat melaksanakan beban kerja yang telah ditetapkan tersebut secara efektif, maka harus dilakukan pengaturan tugas guru berdasarkan jenisnya. Pengaturan tugas guru tersebut dilakukan dengan melibatkan individu dan/atau institusi dengan ketentuan sebagai berikut. a. Penugasan sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran 1) Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru dapat memenuhi beban kerja paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. Apabila pada satuan administrasi pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban kerja tersebut, kepala sekolah/madrasah melaporkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. 2) Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 4) Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 5) Apabila pengaturan penugasan guru pada butir 2), 3), dan 4) belum terpenuhi, instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi untuk mengatur penugasan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta. 6) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru wajib memenuhi beban mengajar paling sedikit 6 jam tatap muka pada satuan administrasi pangkal guru dan menugaskan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. 7) Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional apabila beban kerjanya kurang dari 24 jam tatap muka per minggu dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri Pendidikan Nasional. b. Penugasan sebagai Guru Bimbingan dan Konseling 1) Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru bimbingan dan konseling dapat memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun. Apabila pada satuan administrasi pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban membimbing tersebut, kepala sekolah/madrasah melaporkan kepada dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 49 2) Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing bimbingan dan konseling paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 4) Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 5) Apabila pengaturan penugasan guru bimbingan dan konseling pada butir 2), 3), dan 4) belum terpenuhi, instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi untuk mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta. 6) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru bimbingan dan konseling wajib memenuhi beban membimbing paling sedikit 40 peserta didik pada satuan administrasi pangkal guru dan menugaskan guru bimbingan dan konseling pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun. Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional, apabila beban mengajarnya kurang dari 24 jam tatap muka per minggu atau sebagai guru bimbingan dan konseling yang membimbing kurang dari 150 peserta didik per tahun dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kementerian pendidikan. Hal ini masih dalam proses penelaahan yang saksama. Guru berhak dan wajib mengembangkan dirinya secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Kepala sekolah/madrasah wajib memberi kesempatan secara adil dan merata kepada guru untuk mengikuti kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan. c. Guru dengan Tugas Tambahan 1) 2) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling atau konselor. Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling atau konselor. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 50 3) 4) 5) 6) 7) Guru dengan tugas tambahan sebagai ketua program keahlian wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Guru dengan tugas tambahan sebagai kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Guru yang ditugaskan menjadi pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran wajib melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan wajib melaksanakan tugas sebagai pendidik, dengan ketentuan berpengalaman sebagai guru sekurangkurangnya delapan tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun, memenuhi persyaratan akademik sebagai guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan, memiliki Sertifikat Pendidik, dan melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan tugas pengawasan. Pada sisi lain, guru memiliki peluang untuk mendapatkan penugasan dalam aneka jenis. Di dalam PP No. 74 Tahun 2008 disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penempatan guru pada jabatan struktural dimaksud dapat dilakukan setelah yang bersangkutan bertugas sebagai guru paling singkat selama delapan tahun. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural itu dapat ditugaskan kembali sebagai guru dan mendapatkan hak-hak guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Hak-hak guru dimaksud berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan sebesar tunjangan profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan sebelum guru yang bersangkutan ditempatkan pada jabatan struktural. 2. Promosi Kegiatan pengembangan dan pembinaan karir yang kedua adalah promosi. Promosi dimaksud dapat berupa penugasan sebagai guru pembina, guru inti, instruktur, wakil kepala sekolah, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan sebagainya. Kegiatan promosi ini harus didasari atas pertimbangan prestasi dan dedikasi tertentu yang dimiliki oleh guru. Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesian, guru berhak mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. Promosi dimaksud meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 51 C. Kenaikan Pangkat Dalam rangka pengembangan karir guru, Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 telah menetapkan 4 (empat) jenjang jabatan fungsional guru dari yang terrendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama. Penjelasan tentang jenjang jabatan fungsional guru dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi beserta jenjang kepengkatan dan persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan tersebut telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru dalam rangka pengembangan karir merupakan gabungan dari angka kredit unsur utama dan penunjang ditetapkan sesuai dengan Permenneg PAN dan BR Nomor 16 Tahun 2009. Tugas-tugas guru yang dapat dinilai dengan angka kredit untuk keperluan kenaikan pangkat dan/atau jabatan fungsional guru mencakup unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama kegiatan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat guru terdiri atas: (a) pendidikan, (b) pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, dan (c) pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). 1. Pendidikan Unsur kegiatan pendidikan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat guru terdiri atas: a. Mengikuti pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah. Angka kredit gelar/ijazah yang diperhitungkan sebagai unsur utama tugas guru dan sesuai dengan bidang tugas guru, yaitu: 1) 100 untuk Ijazah S-1/Diploma IV; 2) 150 untuk Ijazah S-2; atau 3) 200 untuk Ijazah S-3. Apabila seseorang guru mempunyai gelar/ijazah lebih tinggi yang sesuai dengan sertifikat pendidik/keahlian dan bidang tugas yang diampu, angka kredit yang diberikan adalah sebesar selisih antara angka kredit yang pernah diberikan berdasarkan gelar/ijazah lama dengan angka kredit gelar/ijazah yang lebih tinggi tersebut. Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau ketua sekolah tinggi atau direktur politeknik pada perguruan tinggi yang bersangkutan. b. Mengikuti pelatihan prajabatan dan program induksi. Sertifikat pelatihan prajabatan dan program induksi diberi angka kredit 3. Bukti fisik keikutsertaan pelatihan prajabatan yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan yang disahkan oleh kepala sekolah/madrasah yang bersangkutan. Bukti fisik keikutsertaan program induksi yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi sertifikat program induksi yang disahkan oleh kepala sekolah/madrasah yang bersangkutan. 2. Pengembangan Profesi Berdasarkan Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 52 pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama dengan pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama dengan pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, yaitu pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau pengembangan karya inovatif. Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan diri (diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru), publikasi ilmiah (hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, dan buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman guru), karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna; menemukan atau menciptakan karya seni; membuat atau memodifikasi alat pelajaran; dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya). Persyaratan atau angka kredit minimal bagi guru yang akan naik jabatan/pangkat dari subunsur pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk masing-masing pangkat/golongan adalah sebagai berikut: a. Guru golongan III/a ke golongan III/b, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka kredit. b. Guru golongan III/b ke golongan III/c, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 4 (empat) angka kredit. c. Guru golongan III/c ke golongan III/d, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 6 (enam) angka kredit. d. Guru golongan III/d ke golongan IV/a, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 8 (delapan) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dari subunsur publikasi ilmiah. e. Guru golongan IV/a ke golongan IV/b, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN. f. Guru golongan IV/b ke golongan IV/c, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN. g. Guru golongan IV/c ke golongan IV/d, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 14 (empat belas) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN. h. Guru golongan IV/d ke golongan IV/e, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 20 (dua puluh) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 53 mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN. i. Bagi Guru Madya, golongan IV/c, yang akan naik jabatan menjadi Guru Utama, golongan IV/d, selain membuat PKB sebagaimana pada poin g diatas juga wajib melaksanakan presentasi ilmiah. 3. Unsur Penunjang Unsur penunjang tugas guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas utamanya sebagai pendidik. Unsur penunjang tugas guru meliputi berbagai kegiatan seperti berikut ini. a. Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya. Guru yang memperoleh gelar/ijazah, namun tidak sesuai dengan bidang yang diampunya diberikan angka kredit sebagai unsur penunjang dengan angka kredit sebagai berikut. 1) Ijazah S-1 diberikan angka kredit 5; 2) Ijazah S-2 diberikan angka kredit 10; dan 3) Ijazah S-3 diberikan angka kredit 15. Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau ketua sekolah tinggi atau direktur politeknik pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas belajar dari kepala dinas yang membidangi pendidikan atau pejabat yang menangani kepegawaian serendah-rendahnya Eselon II. Bagi guru di lingkungan Kementerian Agama, surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas belajar tersebut berasal dari pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Eselon II. b. Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru Kegiatan yang mendukung tugas guru yang dapat diakui angka kreditnya harus sesuai dengan kriteria dan dilengkapi dengan bukti fisik. Kegiatan tersebut di antaranya: 1) Membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ekstrakurikuler dan yang sejenisnya 2) Sebagai pengawas ujian, penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat nasional. 3) Menjadi pengurus/anggota organisasi profesi 4) Menjadi anggota kegiatan pramuka dan sejenisnya 5) Menjadi tim penilai angka kredit 6) Menjadi tutor/pelatih/instruktur/pemandu atau sejenisnya. c. Memperoleh penghargaan/tanda jasa Penghargaan/tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah atau negara asing atau organisasi ilmiah atau organisasi profesi atas prestasi yang dicapai seorang guru dalam pengabdian kepada nusa, bangsa, dan negara di bidang pendidikan. Tanda jasa dalam bentuk Satya Lencana Karya Satya adalah penghargaan yang diberikan kepada guru berdasarkan prestasi dan masa pengabdiannya dalam waktu tertentu. Penghargaan lain yang diperoleh guru karena prestasi seseorang dalam pengabdiannya kepada nusa, bangsa, dan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 54 negara di bidang pendidikan/kemanusiaan/kebudayaan. Prestasi kerja tersebut dicapai karena pengabdiannya secara terus menerus dan berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama. Guru yang mendapat penghargaan dalam lomba guru berprestasi tingkat nasional, diberikan angka kredit tambahan untuk kenaikan jabatan/pangkat. Latihan dan Renungan 1. 2. 3. 4. 5. Apa perbedaan utama antara pengembangan keprofesian dan pengembangan karir guru? Mengapa pengembangan keprofesian guru dikaitkan dengan jabatan fungsionalnya? Apa perbedaan utama pengembangan guru yang belum S1/D-IV dan belum bersertifikat pendidik dengan yang sudah memilikinya? Sebutkan jenis-jenis pengembangan karir guru! Apa perbedaan utama pengembangan keprofesian berbasis lembaga dengan yang berbasis individu? Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 55 BAB V PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN Topik ini berkaitan dengan perlindungan dan penghargaan guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan konsep, prinsip atau asas, dan jenisjenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk kesejahteraannya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi. A. Pengantar Jumlah guru yang banyak dengan sebaran yang sangat luas merupakan potensi bagi mereka untuk mendidik anak bangsa di seluruh Indonesia secara nyaris tanpa batas akses geografis, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Namun demikian, kondisi ini yang menyebakan sebagian guru terbelenggu dengan fenomena sosial, kultural, psikologis, ekonomis, kepegawaian, dan lain-lain. Fenomena ini bersumber dari apresiasi dan pencitraan masyarakat terhadap guru belum begitu baik, serta perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesejahteraan, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi mereka belum optimum. Sejarah pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa perlakuan yang cenderung diskriminatif terhadap sebagian guru telah berlangsung sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Hal ini membangkitkan kesadaran untuk terus mengupayakan agar guru mempunyai status atau harkat dan martabat yang jelas dan mendasar. Hasilnya antara lain adalah terbentuknya Undang-Undang (UU) Nomomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Diundangkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan langkah maju untuk mengangkat harkat dan martabat guru, khususnya di bidang perlindungan hukum bagi mereka. Materi perlindungan hukum terhadap guru mulai mengemuka dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU ini diperbaharui dan kemudian diganti dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penjabaran pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru itu pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. Di dalam PP ini perlindungan hukum bagi guru meliputi perlindungan untuk rasa aman, perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja, dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Sejak lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, dimensi perlindungan guru mendapatkan tidik tekan yang lebih kuat. Norma perlindungan hukum bagi guru tersebut di atas kemudian diperbaharui, dipertegas, dan diperluas spektrumnya dengan diundangkannya UU No. 14 tahun 2005. Dalam UU ini, ranah perlindungan terhadap guru meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk juga di dalamnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI. Sepanjang berkaitan dengan hak guru atas beberapa dimensi perlindungan sebagaimana dimaksudkan di atas, sampai sekarang belum ada rumusan komprehensif mengenai standar operasi dan prosedurnya. Atas dasar itu, perlu dirumuskan standar yang memungkinkan terwujudnya Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 56 perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI bagi guru. B. Definisi 1. Perlindungan bagi guru adalah usaha pemberian perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan HaKI yang diberikan kepada guru, baik berstatus sebagai PNS maupun bukan PNS. 2. Perlindungan hukum adalah upaya melakukan perlindungan kepada guru dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan hukum atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain. 3. Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan yang mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. 4. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kepada guru mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. 5. Perlindungan HaKI adalah pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai dengan peraturan perundangundangan. 6. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati bersama antara penyelenggara dan/atau satuan pendidikan dengan guru. 7. Kesepakatan kerja bersama merupakan kesepakatan yang dibuat dan disepakati bersama secara tripartit, yaitu penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru, dan Dinas Pendidikan atau Dinas Ketenagakerjaan pada wilayah administratif tempat guru bertugas. 8. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma dalam bentuk konsultasi hukum oleh LKHB mitra, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain kepada guru. 9. Advokasi adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pemberian perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan HaKI bagi guru. Advokasi umumnya dilakukan melalui kolaborasi beberapa lembaga, organisasi, atau asosiasi yang memiliki kepedulian dan semangat kebersamaan untuk mencapai suatu tujuan. 10. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa guru berdasarkan perundingan yang melibatkan guru LKBH mitra, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain sebagai mediator dan diterima oleh para pihak yang bersengketa untuk membantu mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 57 C. Perlindungan Atas Hak-hak Guru Berlandaskan UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1999 Pasal 3 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Sesuai dengan politik hukum UU tersebut, bahwa manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh pencipta-Nya, manusia dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat, kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungan. Bahwa hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara koderati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu hak-hak manusia, termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang ditetapkan oleh PBB serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai HAM yang telah diterima oleh Indonesia. Di samping hak asasi manusia juga dikenal kewajiban dasar manusia yang meliputi: (1) kepatuhan terhadap perundang-undangan, (2) ikut serta dalam upaya pembelaan negara, (3) wajib menghormati hak-hak asasi manusia, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya, sebagai wujud tuntutan reformasi (demokrasi, desentralisasi, dan HAM), maka hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD 1945. Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bagian 7 tentang Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan kepada guru, berikut ranah perlindungannya seperti berikut ini. 1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. 2. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain. 4. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. 5. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain. Berdasarkan amanat Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen seperti disebutkan di atas, dapat dikemukakan ranah perlindungan hukum bagi guru. Frasa perlindungan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 58 hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya. 1. Perlindungan hukum Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa: a. b. c. d. e. tindak kekerasan, ancaman, baik fisik maupun psikologis perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakuan tidak adil 2. Perlindungan profesi Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Secara rinci, subranah perlindungan profesi dijelaskan berikut ini. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahlian, minat, dan bakatnya. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan. Setiap guru memiliki kebebasan untuk: mengungkapkan ekspresi, mengembangkan kreatifitas, dan melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman, tekanan, dan rasa tidak aman. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi: substansi, prosedur, Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 59 k. l. m. instrumen penilaian, dan keputusan akhir dalam penilaian. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi: penetapan taraf penguasaan kompetensi, standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan, dan menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi: mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan akademik, memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi guru, dan bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi: akses terhadap sumber informasi kebijakan, partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal, dan memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan. 3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa hal krusial yang terkait dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam bertugas, yaitu: a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas harus mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah daerah. b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat luas. c. Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap: resiko gangguan keamanan kerja, resiko kecelakaan kerja, resiko kebakaran pada waktu kerja, resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan. d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. e. Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat: kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 60 f. resiko lain. Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat: bahaya yang potensial, kecelakaan akibat bahan kerja, keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya, frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja, resiko atas alat kerja yang dipakai, dan resiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja. 4. Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual Pengakuan HaKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta. HaKI terdiri dari dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman. Bagi guru, perlindungan HaKI dapat mencakup: a. b. c. d. e. f. hak cipta atas penulisan buku, hak cipta atas makalah, hak cipta atas karangan ilmiah, hak cipta atas hasil penelitian, hak cipta atas hasil penciptaan, hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta sejenisnya, dan; g. hak paten atas hasil karya teknologi Seringkali karya-karya guru terabaikan, dimana karya mereka itu seakan-akan menjadi seakan-akan makhluk tak bertuan, atau paling tidak terdapat potensi untuk itu. Oleh karena itu, dimasa depan pemahaman guru terhadap HaKI ini harus dipertajam. D. Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru 1. Konsultasi Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI, guru dapat berkonsultasi kepada pihak-pihak yang kompeten. Konsultasi itu dapat dilakukan kepada konsultan hukum, penegak hukum, atau pihakpihak lain yang dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh guru tersebut. Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan klien, dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Konsultan hanya bersifat memberikan pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh kliennya. Keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Misalnya, seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu LKBH, penegak hukum, orang yang ahli, penasehat hukum, dan sebagainya berkaitan dengan masalah Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 61 pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh guru ketika berkonsultasi tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan, melainkan sebatas memberi pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk penyelesaian sengketa atau perselisihan. 2. Mediasi Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pihak-pihak lain yang dimintai bantuan oleh guru seharusnya dapat membantu memediasinya. Merujuk pada Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau perbedaan pendapat antara guru dengan penyelenggara/satuan pendidikan dapat diselesaikan melalui ba tua seora g atau lebih pe asehat ahli aupu elalui seora g ediator. Kesepakata pe yelesaia se gketa atau perbedaan pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan penyelenggara/satuan pendidikan wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan dalam waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak, dan mediator yang ditujuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak. 3. Negosiasi dan Perdamaian Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang negosiasi kepada guru atau kelompok guru. Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, pada dasarya para pihak, dalam hal ini penyelenggara/satuan pendidikan dan guru, berhak untuk menyelesaikan sendiri sengket yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui para pihak. Negosiasi mirip dengan perdamaian yang diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman. Namun demikian, dalam hal ini ada beberapa hal yang membedakan antara negosiasi dan perdamaian. Pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan di antara para pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 62 perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan. Pelaksanaan perdamaian bisa di dalam atau di luar pengadilan. 4. Konsiliasi dan perdamaian Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang konsiliasi atau perdamaian. Seperti pranata alternatif penyelesaian sengketa yang telah diuraikan di atas, konsiliasi pun tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Konsiliasi atau perdamaian merupakan suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi, dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 5. Advokasi Litigasi Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi litigasi. Banyak guru masih menganggap bahwa advokasi litigasi merupakan pekerjaan pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktik beracara di pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi litigasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktik hukum semata. Pandangan semacam itu tidak selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain berarti pengacara hukum atau pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Advocate bisa berarti menganjurkan, memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Dengan kata lain, advokasi juga bisa diartika elakuka perubaha ’ se ara terorganisir dan sistematis. 6. Advokasi Nonlitigasi Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi nonlitigasi. Dengan demikian, disamping melalui litigasi, juga dikenal alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang lazim disebut nonlitigasi. Alternatif penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengenyampingkan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 63 penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban dan buang waktu (waste of time), biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlalu formalistis (formalistic) dan terlampau teknis (technically). Dalam Pasal (1) angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. E. Asas Pelaksanaan Pelaksanaan perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan K3, dan perlindungan HaKI bagi guru dilakukan dengan menggunakan asas-asas sebagai berikut: 1. Asas unitaristik atau impersonal, yaitu tidak membedakan jenis, agama, latar budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru. 2. Asas aktif, dimana inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal dari guru atau lembaga mitra, atau keduanya. 3. Asas manfaat, dimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki manfaat bagi peningkatan profesionalisme, harkat, martabat, dan kesejahteraan mereka, serta sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal. 4. Asas nirlaba, dimana upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru dilakukan dengan menghindari kaidah-kaidah komersialisasi dari lembaga mitra atau pihak lain yang peduli. 5. Asas demokrasi, dimana upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau mengutamakan musyawarah untuk mufakat. 6. Asas langsung, dimana pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh guru terfokus pada pokok persoalan. 7. Asas multipendekatan, dimana upaya perlindungan hukum bagi guru dapat dilakukan dengan pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain. F. Penghargaan dan Kesejahteraan Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghargaan dan kesejahteraan. Penghargaan diberikan kepada guru yang berprestasi, berprestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus. Penghargaan kepada guru dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan/atau internasional. Penghargaan itu beragam jenisnya, seperti satyalancana, tanda jasa, bintang jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, jabatan fungsional, jabatan struktural, bintang jasa pendidikan, dan/atau bentuk penghargaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 64 Pada sisi lain, peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan untuk pemakaman guru yang gugur di daerah khusus. Guru yang gugur dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran di daerah khusus, putera dan/atau puterinya berhak mendapatkan beasiswa sampai ke perguruan tinggi dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kesejahteraan guru menjadi perhatian khusus pemeritah, baik berupa gaji maupun penghasilan lainnya. Guru memiliki hak atas gaji dan penghasilan lainya. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di luar gaji pokok, guru pun berhak atas tunjangan yang melekat pada gaji. Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh pemerintah dan pemerintah daerah diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan penggajian yang berlaku. Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai pendidik profesional. Ringkasnya, guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, serta peraturan lain yang menjadi ikutannya, memiliki hak atas aneka tunjangan dan kesejahteraan lainnya. Tunjangan dan kesejahteraan dimaksud mencakup tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan. Khusus berkaitan dengan jenis-jenis penghargaan dan kesejahteraan guru disajikan berikut ini. 1. Penghargaan Guru Berprestasi Pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dilakukan melalui proses pemilihan yang ketat secara berjenjang, mulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan dan/atau kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional. Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan antara lain untuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Prestasi kerja tersebut akan terlihat dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang berkualitas, produktif, dan kompetitif. Pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan guru, terutama bagi mereka yang berprestasi. Seperti disebutkan di atas, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan . Secara historis pemilihan guru berprestasi adalah pengembangan dari pemberian predikat keteladanan kepada guru melalui pemilihan guru teladan yang berlangsung sejak tahun 1972 hingga tahun 1997. Selama kurun 1998-2001, pemilihan guru teladan dilaksanakan hanya sampai tingkat provinsi. Setelah dilakukan evaluasi dan mendapatkan masukanmasukan dari berbagai kalangan, baik guru maupun pengelola pendidikan tingkat kabupaten/kota/provinsi, maka pemilihan guru teladan diusulkan untuk ditingkatkan kualitasnya menjadi pemilihan guru berprestasi. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 65 Frasa guru berprestasi bermakna prestasi dan ketelada a guru. Sebutan guru berprestasi mengandung makna sebagai guru unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru berprestasi merupakan guru yang menghasilkan karya kreatif atau inovatif antara lain melalui: pembaruan (inovasi) dalam pembelajaran atau bimbingan; penemuan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan; penulisan buku fiksi/nonfiksi di bidang pendidikan atau sastra Indonesia dan sastra daerah; penciptaan karya seni; atau karya atau prestasi di bidang olahraga. Mereka juga merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler. Pemilihan guru berprestasi dilaksanakan pertama kali pada tahun 2002. Penyelenggaraan pemilihan guru berprestasi dilakukan secara bertingkat, dimulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. Secara umum pelaksanaan pemilihan guru berprestasi berjalan dengan lancar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Melalui pemilihan guru berprestasi ini telah terpilih guru terbaik untuk jenjang Taman-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, atau yang sederajat. Sistem penilaian untuk menentukan peringkat guru berprestasi dilakukan secara ketat, yaitu melalui uji tertulis, tes kepribadian, presentasi karya akademik, wawancara, dan penilaian portofolio. Guru yang mampu mencapai prestasi terbaik melalui beberapa jenis teknik penilaian inilah yang akan memperoleh predikat sebagai guru berprestasi tingkat nasional. 2. Penghargaan bagi Guru SD Berdedikasi di Daerah Khusus/Terpencil Guru yang bertugas di daerah khusus, mendapat perhatian serius dari pemerintah. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun terakhir ini, pemberian penghargaan kepada mereka dilakukan secara rutin baik pada peringatan Hari Pendidikan Nasional maupun pada peringatan lainnya. Tujuan penghargaan ini antara lain, pertama, mengangkat harkat dan martabat guru atas dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik bangsa dihormati dan dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kedua, memberikan motivasi pada guru untuk meningkatkan prestasi, pengabdian, loyalitas dan dedikasi serta darma baktinya pada bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya secara profesional sesuai kualifikasi masing-masing. Ketiga, meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru dalam melaksanakan pekerjaan/jabatannya sebagai sebuah profesi, meskipun bekerja di daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam; bencana sosial; atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain yang mengharuskan menjalani kehidupan secara prihatin. Pemberian penghargaan kepada guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil bukanlah merupakan suatu kegiatan yang bersifat seremoni belaka. Penghargaan ini secara selektif dan kompetitif diberikan kepada d u a orang guru sekolah dasar (SD) Daerah Khusus dari seluruh provinsi di Indonesia. Masing-masing Dinas Pendidikan Provinsi diminta dan diharuskan menyeleksi dan mengirimkan dua orang guru daerah khusus, terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan yang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 66 berdedikasi tinggi untuk diberi penghargaan, baik yang berstatus sebagai guru pegawai negeri sipil (Guru PNS) maupun guru bukan PNS. Untuk dapat menerima penghargaan, guru SD berdedikasi yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil harus memenuhi kriteria umum dan khusus. Kriteria umum dimaksud antara lain beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; memiliki moralitas,kepribadian dan kelakuan yang terpuji; dapat dijadikan panutan oleh siswa, teman sejawat dan masyarakat sekitarnya; dan mencintai tugas dan tanggungjawabnya. Kriteria khusus bagi guru SD Daerah Khusus untuk memperoleh penghargaan antara lain, pertama, dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan dedikasi luar biasa, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan serta mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan fungsi- fungsi profesionalnya dengan segala keterbatasan yang ada di daerah terpencil. Kedua, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus/terpencil sekurang-kurangnya selama lima tahun secara terus menerus atau selama delapan tahun secara terputus-putus. Keempat, berusia minimal 40 tahun dan belum pernah menerima penghargaan yang sejenis di tingkat nasional. Kelima, responsif terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam masyarakat. Keenam, dengan keahlian yang dimilikinya membantu dalam memecahkan masalah sosial sehingga usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalahmasala tersebut. Ketujuh, menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan serta integritas kepribadiannya dalam mengamalkan keahliannya dalam masyarakat. Kedelapan, menyebarkan dan meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan menunjukkan hasil nyata berupa kemajuan dalam masyarakat. 3. Penghargaan bagi Guru PLB/PK Berdedikasi Penghargaan bagi guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus (PLB/PK) berdedikasi dilakukan sejak tahun 2004. Penghargaan ini diberikan kepada guru dengan maksud untuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru PLB/PK, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Guru PLB/PK berdedikasi adalah guru yang memiliki dedikasi dan kinerja melampaui target yang ditetapkan satuan Pendidikan Khusus mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan/atau menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional; dan/atau secara langsung membimbing peserta didik yang berkebutuhan khusus sehingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler. Seleksi pemilihan guru berdedikasi tingkat nasional dilaksanakan di Jakarta. Mereka berasal dari seluruh provinsi di Indonesia. Pemilihan guru PLB/PK berdedikasi ini dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Pemberian penghargaan ini diharapkan dapat mendorong guru PLB/PK dalam meningkatkan kemampuan profesional yang diperlukan untuk membantu mempersiapkan SDM yang e iliki kelai a tertentu untuk siap menghadapi tantangan kehidupan masa depannya. Dalam penetapan calon guru PLB/PK yang berdedikasi untuk diberi penghargaan, kriteria Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 67 dedikasi dan prestasi yang menonjol bersifat kualitatif. Kriteria tersebut dapat dijadikan acuan atau pertimbangan dasar, sehingga guru PLB/PK berdedikasi yang terpilih untuk menerima penghargaan benar-benar layak dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Kriteria dedikasi dan prestasi dimaksud meliputi pelaksanaan tugas, hasil pelaksanaan tugas, dan sifat terpuji. Dimensi pelaksanaan tugas mencakup, pertama, konsisten dalam membuat persiapan mengajar yang standar bagi anak berkebutuhan khusus. Kedua, kecakapan dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Ketiga, keterampilan mengelola kelas sehingga tercipta suasana tertib. Keempat, kemampuan melaksanakan komunikasi yang efektif di kelas. Kelima, konsisten dalam melaksanakan evaluasi dan analisis hasil belajar peserta didik berkebutuhan khusus. Keenam, objektivitas dalam memberikan nilai kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dimensi kemampuan menunjukkan hasil pelaksanaan tugas secara baik mencakup, pertama, penemuan metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi dan/atau alat peraga baru dalam khusus. Kedua, dampak sosial/ budaya/ ekonomi/ lingkungan terhadap proses belajar mengajar yang dirasakan atas penemuan metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi dan/atau alat peraga baru dalam pembelajaranb agi anak berkebutuhan khusus. Ketiga, kemampuan memprakarsai suatu kegiatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Keempat, memiliki sifat inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan sumber/alat peraga yang ada di lingkungan setempat untuk kelancaran kegiatan belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus. Kelima, mampu menghasilkan peserta didik yang terampil sesuai dengan tingkat kemampuan menurut jenis kebutuhan peserta didik. Dimensi memiliki sifat terpuji antara lain mencakup kemampuan menyampaikan pendapat, secara lisan atau tertulis; kesediaan untuk mendengar/menghargai pendapat orang lain; sopan santun dan susila; disiplin kerja; tanggung jawab dan komitmen terhadap tugas; kerjasama; dan stabilitas emosi. Dimensi memiliki jiwa pendidik mencakup beberapa hal. Pertama, menyayangi dan mengayomi peserta didik berkebutuhan khusus. Kedua, memberikan bimbingan secara optimal kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Ketiga, mampu mendeteksi kelemahan belajar peserta didik berkebutuhan khusus. Pemilihan guru berprestasi serta pemberian penghargaan kepada guru SD di Daerah Khusus dan guru PLB/PK berdedikasi seperti disebutkan di atas merupakan agenda tahunan. Namun demikian, meski sifatnya kegiatan tahunan, program ini bukanlah sebuah kegiatan yang bersifat seremonial belaka. Pelembagaan program ini merupakan salah satu bukti kuatnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru. Tentu saja, di masa datang, kualitas dan kuantitas pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dan berdedikasi senantiasa perlu ditingkatkan. 4. Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Pendidikan Sejalan dengan disahkannya Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru berprestasi dan berdedikasi memiliki hak atas penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasinya. Penghargaan tersebut diberikan kepada guru pada satuan pendidikan atas dasar pengabdian, kesetiaan pada lembaga, berjasa pada negara, maupun menciptakan karya yang luar biasa. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 68 Kriteria guru yang berhak menerima penghargaan Satyalancana Pendidikan, meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum antara lain warga negara Indonesia; berakhlak dan berbudi pekerti baik; serta mempunyai nilai dalam DP3 amat baik untuk unsur kesetiaan dan sekurang-kurangnya bernilai baik untuk unsur lainnya. diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di Persyaratan khusus meliputi, pertama, tempat terpencil atau tertinggal sekurang-kurangnya selama lima tahun terus menerus atau selama delapan tahun terputus-putus. Kedua, diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di daerah perbatasan, konflik, dan bencana sekurang- kurangnya selama 3 tahun terus menerus atau selama 6 tahun terputus-putus. Ketiga, diutamakan yang bertugas selain di daerah khusus sekurang-kurangnya selama 8 tahun terus menerus dan bagi kepala sekolah sekurangkurangnya bertugas 2 tahun. Keempat, berprestasi dan/atau berdedikasi luar biasa dalam melaksanakan tugas sekurang-kurangnya mendapat penghargaan tingkat nasional. Kelima, berperan aktif dalam kegiatan organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan di berbagai sektor. Keenam, tidak pernah memiliki catatan pelanggaran atau menerima sanksi sedang dan berat menurut peraturan perundang-undangan. 5. Penghargaan bagi Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran Tujuan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau lomba sejenis dapat memotivasi guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya, khususnya dalam kemampuan perancangan, penyajian, penilaian proses dan hasil pembelajaran atau proses bimbingan kepada siswa; dan meningkatkan kebiasaan guru dalam mendokumentasikan hasil kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar. Lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Pertama, sosialisasi melalui berbagai media, antara lain penyusunan dan penyebaran poster dan leaflet. Kedua, penerimaan naskah. Ketiga, melakukan seleksi, baik seleksi administrasi maupun seleksi terhadap materi yang ditulis. Para finalis melaksanakan presentasi dan wawancara di hadapan dewan juri yang memiliki keahlian di bidang masing-masing. Sejalan dengan itu, aktivitas yang dilakukan adalah sebagai berikut: penyusunan pedoman lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penilaian naskah lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisny a tingkat nasional; penilaian penentuan nominasi pemenang lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penentuan pemenang lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; dan pemberian penghargaan pemenang lomba tingkat nasional. Hasil yang dicapai dalam lomba tersebut adalah terhimpunnya berbagai pengalaman guru dalam merancang, menyajikan, dan menilai pembelajaran atau bimbingan dan konseling yang secara nyata mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, sehingga dapat dimanfaatkan oleh rekan guru yang memerlukan dicetak dalam bentuk buku yang berisi model-model keberbasilan dalam pembelajaran sebagai publikasi. 6. Penghargaan Guru Pemenang Olimpiade Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran nasional, regional, maupun internasional. Sejalan dengan itu, guru-guru bidang studi yang termasuk dalam skema Olimpiade Sains Nasional (OSN) merupakan salah satu diterminan utama peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan OSN untuk Guru (ONS Guru) Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 69 merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran mata pelajaran yang tercakup dalam kerangka OSN. Olimpiade Sains Nasional (OSN) untuk Guru merupakan wahana bagi guru menumbuhkembangkan semangat kompetisi dan meningkatkan kompetensi profesional atau akademik untuk memotivasi peningkatan kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses dan luaran pendidikan. Tujuannya adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di kalangan guru; (2) meningkatkan wawasan pengetahuan, motivasi, kompetensi, profesionalisme, dan kerja keras untuk mengembangkan IPTEK; (3) membina dan mengembangkan kesadaran ilmiah untu mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi masa kini dan yang akan datang; (4) mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang terhormat, mulia, bermartabat, dan terlindungi; dan (5) membangun komitmen mutu guru dan peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran secara lebih merata. Kegiatan OSN Guru dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari di tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, sampai dengan tingkat nasional. Hadiah dan penghargaan diberikan kepada peserta OSN Guru sebagai motivasi untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran dan kegiatan pendidikan lainnya. Hadiah bagi para pemenang tingkat kabupaten/kota dan tingkat provinsi pengaturannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kepada pemenang di tingkat nasional diberi hadiah dan penghargaan dari kementerian pendidikan. 7. Pembinaan dan Pemberdayaan Guru Berprestasi dan Guru Berdedikasi Guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Untuk melaksanakan tugasnya, seorang guru tidak hanya memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat. Selaras dengan kebijaksanaan pembangunan yang meletakkan pengembangan sumber daya manusia sebagai prioritas pembangunan nasional, kedudukan dan peran guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi era global. Untuk itu, kemampuan profesional guru harus terus menerus ditingkatkan. Prestasi yang telah dicapai oleh para guru berprestasi perlu terus dijaga dan dikembangkan, serta diimbaskan kepada guru lainnya. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pemilihan guru berprestasi, perlu dilaksanakan pembinaan dan pemberdayaannya agar pengetahuan dan wawasan mereka selalu berkembang sesuai dengan kemajuan ipteks. Program kerjasama peningkatan mutu pendidik antarnegara Asia, dalam hal ini dengan The Japan Foundation, misalnya, merupakan kelanjutan program-program yang telah dilaksanakan sebelumnya. Program kerjasama ini dilaksanakan untuk memberikan penghargaan kepada guru berprestasi dengan memberikan pengalaman dan wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan dan budaya di negara maju seperti Jepang untuk dijadikan bahan pembanding dan diimplementasikan di tempat tugas mereka.Kontinuitas pelaksanaan program kerjasama ini sangat penting, karena sangat bermanfaat bagi para guru untuk meningkatkan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 70 pengetahuannya dalam melaksanakan tugas profesionalnya. 8. Penghargaan Lainnya Penghargaan lainnya untuk guru dilakukan melalui program kerjasama pendidikan antarnegara, khususnya bagi mereka yang berprestasi. Kerjasama antarnegara ini dilakukan, baik di kawasan Asia maupun di kawasan lainnya. Kerjasama antarnegara bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan saling pengertian antaranggotanya. Melalui kerjasama ini, guru-guru berprestasi yang terpilih diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan singkat bidang keahlian atau teknologi pembelajaran, studi kebudayaan, studi banding, dan sejenisnya. Kerjasama ini antara lain telah dilakukan dengan negara-negara Asean, Jepang, Australia, dan lain-lain. Penghargaan lainnya yang diberikan kepada guru adalah Anugerah Konstitusi tingkat nasional bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk semua jenis dan jenjang. Penerima penghargaan ini adalah guru-guru PKn terbaik yang diseleksi secara berjenjang mulai dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, sampai ke tingkat nasional. G. Tunjangan Guru Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesian guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum tersebut meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Pemenuhan hak guru untuk memperoleh penghasilan didasari atas pertimbangan prestasi dan pengakuan atas profesionalitasnya. Dengan demikian, penghasilan dimaksud merupakan hak yang diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai pendidik profesional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan tonggak sejarah bagi peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia. Menyusul lahirnya UU ini, pemerintah telah mengatur beberapa sumber penghasilan guru selain gaji pokok, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus. 1. Tunjangan Profesi Guru profesional dituntut oleh undang-undang memiliki kualifikasi akademik tertentu dan empat kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau akademik. Sertifikasi guru merupakan proses untuk memberikan sertifikat pendidik kepada mereka. Sertifikat pendidik dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat keprofesionalan guru. Seiring dengan proses sertifikasi inilah, pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menamanatkan bahwa Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 71 yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat . Pemberian tunjangan profesi diharapkan akan mampu mendorong dan memotivasi guru untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja profesionalnya dalam melaksanakan tugas di sekolah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, dan penilai peserta didiknya. Besarnya tunjangan profesi ini setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah bersertifikat akan menerima tunjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu membuktikan kinerjanya yaitu dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan persyaratan lainnya. Guru akan menerima tunjangan profesi sampai yang bersangkutan berumur 60 tahun. Usia ini adalah batas pensiun bagi PNS guru. Setelah berusia 60 tahun guru tetap berhak mengajar di manapun, baik sebagai guru tidak tetap maupun guru tetap yayasan untuk sekolah swasta, dan menyandang predikat guru bersertifikat, namun tidak berhak lagi atas tunjangan profesi. Meski guru memiliki lebih dari satu sertifikat profesi pendidik, mereka hanya berhak atas satu tunjangan profesi. Tunjangan profesi diberikan kepada semua guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan syarat lainnya, dengan cara pembayaran tertentu. Hal ini bermakna, bahwa guru bukan PNS pun akan mendapat tunjangan yang setara dengan guru PNS dengan kualifikasi akademik, masa kerja, serta kompetensi yang setara atau ekuivalen. Bagi guru bukan PNS, tunjangan profesi akan dibayarkan setelah yang bersangkutan disesuaikan jenjang jabatan dan kepangkatannya melalui impassing.Tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 3. Tunjangan Fungsional Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 17 ayat (1) mengamanatkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan tunjangan fungsional kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 17 ayat (2) mengamanatkan bahwa subsidi tunjangan fungsional diberikan kepada guru yang bertugas di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sehingga dalam pelaksanaannya, tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional ini dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (Pasal 17 ayat (3). Besarnya tunjangan fungsional yang diberikan untuk guru PNS seharusnya sesuai dengan jenjang jabatan fungsional yang dimiliki. N amun saat ini baru diberikan tunjangan tenaga kependidikan berdasarkan pada golongan/ruang kepangkatan/jabatannya. Khusus mengenai besarnya subsidi tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS, agaknya memerlukan aturan tersendiri, berikut persyaratannya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 72 4. Tunjangan Khusus Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor merupakan komitmen Pemerintah untuk terus mengupayakan peningkatan kesejahteraan guru dan dosen, di samping peningkatan profesionalismenya. Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 18, disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan ditugaskan di di daerah khusus berhak memperoleh tunjangan khusus yang diberikan setara dengan satu kali gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Mengingat tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru di Daerah Khusus, sasaran dari program ini adalah guru yang bertugas di daerah khusus. Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dimaksudkan dengan Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain. a. Daerah terpencil atau terbelakang adalah daerah dengan faktor geografis yang relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil; dan daerah dengan faktor geomorfologis lainnya yang sulit dijangkau oleh jaringan transportasi maupun media komunikasi, dan tidak memiliki sumberdaya alam. b. Daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil adalah daerah yang mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta tidak dilibatkan dalam kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan yang mengakibatkan daerah belum berkembang. c. Daerah perbatasan dengan negara lain adalahbagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat maupun di laut kawasan perbatasan berada di kecamatan; dan pulau kecil terluar dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum Internasional dan Nasional. d. Daerah yang mengalami bencana alam yaitu daerah yang terletak di wilayah yang terkena bencana alam (gempa, longsor, gunung api, banjir, dsb) yang berdampak negatif terhadap layanan pendidikan dalam waktu tertentu. e. Daerah yang mengalami bencana sosial dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi yang membahayakan guru dalam melaksanakan tugas dan layanan pendidikan dalam waktu tertentu. f. Daerah yang berada dalam keadaan darurat lain adalah daerah dalam keadaan yang sukar/sulit yang tidak tersangka-sangka mengalami bahaya, kelaparan dan sebagainya yang memerlukan penanggulangan dengan segera. Tunjangan khusus yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 73 satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Pe etapa Daerah Khusus i i ru it da te tatif ada ya. “ebagai katup pe ga a sejak tahun 2007, pemerintah memberikan bantuan kesejateraan untuk guru yang bertugas di Daerah Khusus atau Daerah Terpencil di 199 kabupaten di Indonesia. Sampai tahun 2010 tunjangan tersebut mencapai Rp 1.350.000 per bulan. Harapan yang ingin dicapai dari pemberian tunjangan khusus ini adalah selain meningkatkan kesejahteraan guru sebagai kompensasi daerah yang ditempati sangat sulit, juga memotivasi guru untuk tetap mengajar di sekolah tersebut. Pada sisi lain, pemberian tunjangan ini bisa sebagai insentif bagi guru baru untuk bersedia mengajar di Daerah Khusus ini. Belum terpenuhinya jumlah guru di daerah terpencil diharapkan juga semakin mudah dilakukan dengan insentif tunjangan khusus ini. 5. Maslahat Tambahan Salah satu komponen penghasilan yang diberikan kepada guru dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pemberian maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi (Pasal 15 ayat 1). Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh guru dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat (2), dimana pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan bagi guru. Tujuan pemberian maslahat tambahan ini adalah untuk: (1) memberikan penghargaan terhadap prestasi, dedikasi, dan keteladanan guru dalam melaksanakan tugas; (2) memberikan penghargaan kepada guru sebelum purna tugas terhadap pengabdiannya dalam dunia pendidikan; dan (3) memberikan kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik dan bermutu kepada putra/putri guru yang memiliki prestasi tinggi. Dengan demikian, pemberian maslahat tambahan akan bermanfaat untuk: (i) mengangkat citra, harkat, dan martabat profesi guru; (2) memberikan rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru; (3) merangsang guru untuk tetap memiliki komitmen yang konsisten terhadap profesi guru hingga akhir masa bhakti; dan (4) meningkatnya motivasi guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 74 Latihan dan Renungan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Apa yang dimaksud dengan perlindungan hukum bagi guru, dan berikan contohnya? Apa yang dimaksud dengan perlindungan profesi bagi guru, dan berikan contohnya? Apa yang dimaksud dengan perlindungan K3 bagi guru, dan berikan contohnya? Apa yang dimaksud dengan perlindungan HaKI bagi guru, dan berikan contohnya? Sebutkan beberapa jenis penghargaan yang diberikan kepada guru! Sebutkan beberara jenis tunjangan yang diterima oleh guru! Apa yang dimaksud dengan pemberian kesejahteraan dan penghargaan kepada guru atas dasar prestasi kerja? Sebutkan beberapa alasan, mengapa guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil perlu diberi tunjangan khusus? Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 75 BAB VI ETIKA PROFESI Topik ini berkaitan dengan etika profesi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di masyarakat. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi. A. Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa Sebelum era sekarang, telah lama profesi guru di Indonesia dipersepsi oleh masyarakat sebagai profesi kelas dua . Idealnya, piliha seseora g u tuk e jadi guru adalah pa ggila jiwa u tuk memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-masing. Dalam kenyataannya, menjadi guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat keterampilan dan kemampuan khusus. Guru adalah profesi yang terhormat. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966) mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu. Guru profesional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan, dan nilai-nilai profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat semacam itu, guru profesional memiliki kemampuan melakukan profesionalisasi secara terus-menerus, memotivasi-diri, mendisiplinkan dan meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri, mengembangkan-diri, berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru profesional adalah pembelajar sejati dan menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Menurut Danim (2010) secara akademik guru profesional bercirikan seperti berikut ini. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mumpuni kemampuan profesionalnya dan siap diuji atas kemampuannya itu. Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru da kelo pok lai ya g seprofesi de ga mereka melalui kontrak dan aliansi sosial. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna etika kerja dan tata santun berhubunngan dengan atasannya. Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar melibatkan diri secara individual atau kelompok seminat untuk merangsang pertumbuhan diri. Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam rangka perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan. Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan mendisiplinkan dirinya. Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, karena sudah bisa memotivasi dan mengatur dirinya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 76 8. 9. 10. 11. 12. 13. Secara rutin melakukan evaluasi-diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan-diri. Memiliki empati yang kuat. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega, komunitas sekolah, dan masyarakat. Menunjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja. Menunjung tinggi Kode Etik organisasi tempatnya bernaung. Memiliki kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust), dalam makna tersebut mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. 14. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif. Dari sisi pandang lain, dapat dijelaskan bahwa suatu profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan pekerjaan lainnya. Seseorang penyandang profesi dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari kehidupannya. Danim (2010) merangkum beberapa hasil studi para ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristikkarakteristik profesi seperti berikut ini. a. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud adalah jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi. b. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan pe guasaa bida g keil ua terte tu. “iapa saja bisa e jadi guru , aka tetapi guru ya g sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran. c. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang jelas dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda pengetahuan teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang guru besar idealnya berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan dengan dosen atau tenaga akademik biasa. d. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh peserta didik. e. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization. Istilah mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang dia lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas. f. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di lingkungan sekolah, bahkan di luar sekolah. Di dunia kedokteran, seorang dokter harus siap memberikan bantuan, baik dalam keadaan normal, emergensi, maupun kebetulan, bahkan saat dia sedang istirahat sekalipun. g. Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 77 h. Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita. Ma akala terjadi alpraktik , seora g guru harus siap menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya. Ketika bekerja, guru harus memiliki tanggungjawab kepada komunita, terutama anak didiknya. Replika tanggungjawab ini menjelma dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin dalam melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran. i. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksudkan di sini adalah standar gaji. Di dunia kedokteran, sistem upah dapat pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan harus dibayar oleh orang-orang yang menerima jasa layanan darinya. j. Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol-simbol yang berbeda dengan simbol-simbol untuk profesi lain. B. Definisi Berbicara mengenai Kode Etik Guru dan etika profesi guru dengan segala dimensinya tidak terlepas dengan dimensi organisasi atau asosiasi profesi guru dan kewenangannya, Kode Etik Gutu itu sendiri, Dewan Kehormatan Guru, pembinaan etika profesi guru, dan lain-lain. Oleh karena itu, beberapa frasa yang terkait dengan ini perlu didefinisikan. 1. Organisasi atau asosiasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru atau penyandang profesi sejenis untuk mengembangkan profesionalitas anggotanya. 2. Kewenangan organisasi atau asosiasi profesi guru adalah kekuatan legal yang dimilikinya dalam menetapkan dan menegakkan kode etik guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional. 3. Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara. 4. Dewan Kehormatan Guru adalah perangkat kelengkapan organisasi atau asosiasi profesi guru yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru. 5. Pedoman sikap dan perilaku adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah. 6. Pembinaan etika profesi adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis untuk menciptakan kondisi agar guru berbuat sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, serta menjalani kehidupan di masyarakat. C. Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 78 dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsekuensi logis dari amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru wajib: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. D. Menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi sesuai dengan peraturan perundang-undangan Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi serta Kode Etik Guru dan Ikrar atau Janji Guru yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing. Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta peraturan-peraturan dan disiplin yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing. Melaksanakan program organisasi atau asosiasi profesi guru secara aktif. Memiliki nomor registrasi sebagai anggota organisasi atau asosiasi profesi guru dimana dia terdaftar sebagai anggota. Memiliki Kartu Anggota organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota. Mematuhi peraturan dan disiplin organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota. Melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota. Guru yang belum menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi guru harus memilih organisasi atau asosiasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundangundangan. Esensi Kode Etik dan Etika Profesi Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Karena itu, ketika bekerja mereka harus menjunjung tinggi etika profesi. Mereka mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab. Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Mereka memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Penyandang profesu guru adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik. Dalam melaksankan tugas, mereka harus berpega g teguh pada pri sip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 79 putera-puteri bangsa. KEGI yang tercermin dalam tindakan nyata itulah yang disebut etika profesi atau menjalankan profesi secara beretika. Di Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan KEGI. Kode Etik harus mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar, baik sengaja maupun tidak. Dengan demikian, sebagai tenaga profesional, guru bekerja dipandu oleh Kode Etik. Kode Etik profesi guru dirumuskan dan disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Kode Etik dimaksud merupakan standar etika kerja bagi penyandang profesi guru. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 te ta g Guru da Dose disebutka bahwa Guru e be tuk orga isasi atau asosiasi profesi ya g bersifat i depe de . Orga isasi atau asosiasi profesi guru berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Sejalan dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian, organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian. E. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia Ketika melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia harus menyadari sepenuhnya, bahwa Kode Etik Guru (KEG), Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), atau nama lain sesuai dengan yang disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru, merupakan pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika jabatan guru. Dengan demikian, guru harus menyadari bahwa jabatan mereka merupakan suatu profesi yang terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Di sinilah esensi bahwa guru harus mampu memahami, menghayati, mengamalkan, dan menegakkan Kode Etik Guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan menjalani kehidupan di masyarakat. Ketaatasasan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan normanorma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud. Dampak ikutannya adalah, proses pendidikan dan pembelajaran yang memenuhi kriteria edukatif berjalan secara efektif dan efisien di sekolah. Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 80 menyandang profesi guru di Indonesia atau menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk merumuskan Kode Etik bagi anggotanya. KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bersama Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI) tahun 2008. Dalam kata pengantar penerbitan publikasi KEGI dari pihak ke e teria disebutka bahwa se ua guru di I do esia dapat memahami, menginternalisasi, dan e u jukka perilaku keseharia sesuai de ga or a da etika ya g tertua g dala KEGI i i. Berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI yang ditetapkan oleh PGRI sebagaimana dimaksud. Sangat mungkin beberapa organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI telah memuat rumusan Kode Etik Guru yang sudah disepakati. Kalau memang demikian, itu pun selayaknya menjadi acuan guru dalam menjalankan tugas keprofesian. 1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat. c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran. d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik. h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya. i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil. k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 81 m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisikondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan. 2. n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan. o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan. b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. 3. Hubungan Guru dengan Masyarakat a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan. b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya. f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 82 h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat. 4. Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah. b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan. c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif. d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah. e. Guru menghormati rekan sejawat. f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat. g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional. h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya. i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran. j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat. k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran. l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya. m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat. n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya. o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbanganpertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum. q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat. 5. Hubungan Guru dengan Profesi a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi. b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 83 c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya. d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya. h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran. 6. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesi a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan. b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan. c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat. d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya. g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya. h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 7. Hubungan Guru dengan Pemerintah a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya. b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya. c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 84 e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara. F. Pelanggaran dan Sanksi Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Kode Etik Guru merupakan pedoman sikap dan perilaku yang bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. Kode Etik Guru, karenanya, berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi atau asosiasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. Untuk tujuan itu, Kode Eik Guru dikembangkan atas dasar nilai-nilai dasar sebagai sumber utamanya, yaitu: (1) agama dan Pancasila; (2) kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan (3) nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian, organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian. Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau tidak melaksanakana KEGI dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang melanggar KEGI dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi profesi atau menurut aturan negara. Tentu saja, guru tidak secara serta-merta dapai disanksi karena tudingan melanggar Kode Etik profesinya. Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap KEGI merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Pemberian sanksi oleh DKGI sebagaimana harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah wajib ini normatif sifatnya. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu, siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum menurut jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan DKGI. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 85 Latihan dan Renungan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Apa esensi etika profesi guru? Sebutkan karakteristik utama profesi guru! Mengapa guru harus memiliki komitmen terhadap Kode Etik? Mengapa UU No. 14 Tahun 2005 mewajibkan guru menjadi anggota organisasi profesi? Apa implikasi kewajiban menjadi anggota organisasi profesi bagi guru? Apa peran DKGI dalam kerangka penegakan Kode Etik Guru? Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 86 REFLEKSI AKHIR Materi sajian pada bagian ini berupa refleksi akhir Sajian materi ini dimaksudkan sebagai penutup dan refleksi atas materi utama yang disajikan pada bab-bab sebelumnya. Oleh karena kebijakan pembinaan dan pengembangan guru senantiasa bermetamorfosis, peserta PLPG yang sudah dinyatakan lulus sekalipun diharapkan tetap mengikuti perkembangan kebijakan lanjutan. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Aktualitas fungsi pendidikan memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Guru memegang peranan yang sangat strategis dalam kerangka menjalankan fungsi dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas. Peserta didik sekarang merupakan manusia masa depan yang diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, berwatak dan berkarakter kebangsaan, serta menjadi insan agamais. Peran guru nyaris tidak bisa digantikan oleh yang lain, apalagi di dalam masyarakat yang multikultural dan multidimensional, dimana peran teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru masih sangat minim. Kalau pun teknologi pembelajaran tersedia mencukupi, peran guru yang sesungguhnya tidak akan tergantikan. Sejarah pendidikan di Indonesia telah mencatatkan bahwa profesi guru sebagai profesi yang disadari pentingnya dan diakui peran strategisnya bagi pembangunan masa depan bangsa. Pembinaan dan pengembangan profesi guru harus sejalan dengan kegiatan sejenis bagi tenaga kependidikan pada umumnya. Dilihat dari sisi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, profesi guru sesungguhnya termasuk dalam spektrum profesi kependidikan itu sendiri. Frasa te aga kepe didika i i sa gat dike al baik se ara akade ik aupu regulasi. Dari persepektif ketenagaan, frasa ini mencakup dua ranah, yaitu pendidik dan tenaga kependidkan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua je is profesi atau pekerjaa yang saling mengisi. Pendidik, dalam hal ini guru, dengan derajat profesionalitas tingkat tinggi sekali pun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan tenaga kependidikan. Sebaliknya, tenaga kependidikan yang profesional sekali pun tidak bisa berbuat banyak, tanpa dukungan pendidik atau guru yang profesional sebagai aktor langsung di dalam dan di luar kelas, termasuk di laboratoium sekolah. Kare a ya, ketika berbi ara e ge ai profesi kepe didika , se ua ora g akan melirik pada esensi dan eksistensi PTK itu sendiri. Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, di mana di dalamnya termasuk pendidik. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 87 menyelenggarakan pendidikan. Dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru yang tadinya masuk ke dalam ru pu pe didik , ki i telah e iliki defi isi terse diri. Secara lebih luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu: (1) tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji; (2) tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih; dan (3) pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Termasuk dalam jenis tenaga kependidikan adalah pengelola sistem pendidikan, seperti kepala kantor dinas pendidikan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Jika mau diperluas, tenaga kependidikan sesungguhnya termasuk tenaga administratif bidang pendidikan, dimana mereka berfungsi sebagai subjek yang menjalankan fungsi mendukung pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian, secara umum tenaga kependidikan itu dapat dibedakan menjadi empat kategori yaitu: (1) tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan pelatih; (2) tenaga fungsional kependidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang kependidikan, dan pustakawan; (3) tenaga teknis kependidikan, terdiri atas laboran dan teknisi sumber belajar; (4) tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah; dan (5) tenaga lain yang mengurusi masalahmasalah manajerial atau administratif kependidikan. Dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan guru, telah muncul beberapa harapan ke depan. Pertama, perhitungan guru melalui Sensus Data Guru sangat diperlukan untuk merencanakan kebutuhan guru dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan proyeksi pemenuhan guru di masa mendatang. Hasil perhitungan dan rencana pemenuhan guru per kabupaten/kota perlu diterbitkan secara berkala dalam bentuk buku yang dipublikasikan minimal setiap tiga tahun. Kedua, memperhitungkan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan (supply and demand) atau keseimbangan antara kebutuhan guru dan produksi guru. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kelebihan guru dan rasio guru:murid dapat di pertahankan secara efektif dan optimal. Pada kondisi riil di sekolah sebenarnya terjadi kelebihan guru sehingga guru-guru honor yang ada di sekolah merasa teraniaya/ termarjinalisasi/tak terurus. Ketiga, merealisasikan pemerataan guru yang efektif dan efisien di semua satuan pendidikan di kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Apalagi jika Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri tentang Pemindahan Guru PNS yang masih dalam proses penyelesaian telah terbit, maka berangsur-angsur akan terjadi pemerataan guru. Guru yang berlebih di satu kabupaten/kota dipindahkan ke kabupaten/kota lainnya yang kekurangan. Keempat, menghitung dengan tepat dan cermat kebutuhan fiskal negara terkait dengan agenda kesejahteraan guru yaitu pemberian tunjangan profesi guru, tunjangnan khusus, maslahat tambahan, dan lain-lain. Kelima, pengembangan karier guru pascasertifikasi. Berdasarkan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, ada empat aktivitas pengembangan karir guru pascasertifikasi guru, yaitu: penilaian kinerja guru, peningkatan guru berkinerja rendah, pengembangan keprofesian guru berkelanjutan, dan pengembangan karier guru. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 88 Pada sisi lain, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Beranjak dari isu-isu di atas, beberapa hal berikut ini memerlukan perhatian dan priotitas utama. 1. Menindaklanjuti masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru. 2. Melaksanakan kesepakatan implementasi sistem manajemen guru secara komprehensif berkaitan dengan: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. 3. Melakukan koordinasi dalam penyediaan guru dengan mempertimbangkan kebutuhan satuan pendidikan. Merekrut guru berdasarkan asesmen kebutuhan dan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Mengangkat dan menempatkan guru berdasarkan kualifikasi akademik dan bidang keahlian yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan. Menata dan mendistribusikan guru antarsatuan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan guru secara nasional melalui aspek pendanaan bidang pendidikan. Memfasilitasi sertifikasi guru dengan menerapkan asas obyektifitas, transparan dan akuntabel. Memfasilitasi peningkatan kualifikasi akademik guru dengan menerapkan asas obyektifitas, transparan dan akuntabel Menerapkan sistem penilaian kinerja guru secara berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Memberikan penghargaan bagi guru sesuai dengan prestasi dan dedikasinya dan memberikan perlindungan hukum, profesi, ketenagakerjaan, dan hak atas kekayaan intektual. Meningkatkan kesejahteraan guru sesuai dengan kemampuan daerah. Memfasilitasi pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karir guru. Menindaklanjuti regulasi mengenai guru kedalam peraturan daerah/peraturan gubernur/ peraturan bupati/peraturan walikota Manajemen guru masa depan menuntut pertimbangan dan perumusan kebijakan yang sistemik dan sistematik. Manajemen guru sebagaimana dimaksud terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Dalam kaitannya dengan substansi manajemen guru sebagaimana dijelaskan di muka, beberapa hal perlu diberi catatan khusus. Perlu ditetapkan standar mahasiswa calon guru. Standar dimaksud berupa kemampuan intelektual, kepribadian, minat, bakat, ciri-ciri fisik, dan sebagainya. Penentuan standar ini ditetapkan oleh institusi penyedia calon guru dan/atau difilter melalui seleksi Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 89 calon peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dengan demikian, ke depan hanya seseorang dengan karakteristik tertentulah yang akan direkruit sebagai calon guru. Perencanaan kebutuhan guru harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, bidang keahlian, dan sebaran sekolah. Dalam kaitannya dengan rekruitmen calon guru, sudah seharusnya menjadi kebijakan nasional yang tersentralisasi. Demikian juga pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karirnya. Atas dasar itu, kiranya diperlukan regulasi baru atau merevitalisasi manajemen guru yang mampu mensinergikan lembaga penyedia, pengguna, dan pemberdayaannya. Pada tataran menjalankan tugas keprofesian keseharian, guru Indonesia bertanggungjawab mengantarkan peserta didiknya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Dalam melaksanakan tugas profesinya itu, guru Indonesia mestinya menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan KEGI sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa. Untuk menegakkan Kode Etik itu, organisasi profesi guru membentuk Dewan kehormatan yang keanggotaan serta mekanisme kerjanya diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. Dewan Kehormatan Guru (DKG) dimaksud dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 90 ACUAN Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional. Peraturan Bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 Peoduk hukum yang berkaitan dengan Penilaian Kinerja, Pengembangan Keprofesian Guru Berkelanjutan, Sertifikasi Guru, dan Uji Kompetensi Guru Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, Bandung, Alfabeta, Bandung, 2010 Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru: Dari Induksi ke Profesional Madani, Media Perhalindo, Jakarta, 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Vollmer dan Mills, Professionalization, Jossey Bass, New York, 1982 Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 91 DESAIN INDUK GERAKAN LITERASI SEKOLAH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DESAIN INDUK GERAKAN LITERASI SEKOLAH Pelindung: Hamid Muhammad, Ph.D Pengarah: Dr. Thamrin Kasman Drs. Wowon Widaryat, M.Si. Dr. Supriano, M.Ed. Drs. Purwadi Sutanto, M.Si. Drs. M. Mustaghirin Amin, M.B.A. Ir. Sri Renani Pantjastuti, M.P.A. Penyunting: Penyusun: (081328175350) Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D. Prof. Dr. Kisyani-Laksono (08123167348) Prof. Dr. Kisyani-Laksono Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D. (082140591164) Penanggung Jawab: Soie Dewayani, Ph.D. (082117522572) Yudistira W. Widiasana, M.Si. Wien Muldian, S.S. (0811889829) Sekretariat: Dr. Susanti Sufyadi (082119172202) Satriyo Wibowo, M.A. Dwi Renya Roosaria, S.H. (0818801304) Katman, M.A. Dr. Dewi Utama Faizah (082298521251) Desain Sampul: Sulastri, M.Si. (081310101524) Wien Muldian, S.S. Nilam Rahmawan, S.Psi. (085777925527) Layout: Endang Sadbudhy Rahayu, M.B.A. (085776147844) Kambali Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D. R. Achmad Yusuf SA, M.Ed. (08129732414) Billy Antoro, S.Pd. (081284096776) Cetakan 1: Maret 2016 Diterbitkan oleh: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Alamat: Bagian Perencanaan dan Penganggaran Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Gedung E lantai 5 Kompleks Kemendikbud Jl. Jenderal Sudirman Senayan, Jakarta 10270 Telp./Faks : (021) 5725613 E-mail: [email protected] ISBN: 978-602-1389-15-7 KATA SAMBUTAN Keterampilan membaca berperan penting dalam kehidupan kita karena pengetahuan diperoleh melalui membaca. Oleh karena itu, keterampilan ini harus dikuasai peserta didik dengan baik sejak dini. Dalam konteks internasional, pemahaman membaca tingkat sekolah dasar (kelas IV) diuji oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA-the International Association for the Evaluation of Educational Achievement) dalam Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang dilakukan setiap lima tahun (sejak tahun 2001). Selain itu, PIRLS berkolaborasi dengan Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) menguji kemampuan matematika dan sains peserta didik sejak tahun 2011. Pada tingkat sekolah menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta didik (selain matematika dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Programme for International Student Assessment (PISA). Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan mereleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011 International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah. Rendahnya keterampilan tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum mengembangkan kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan. Praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan bahwa sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah i Untuk mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan. GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam GLS. Desain Induk ini disusun guna memberi arahan strategis bagi kegiatan literasi di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah. Pelaksanaan GLS akan melibatkan unit kerja terkait di Kemendikbud dan juga pihak-pihak lain yang peduli terhadap pentingnya literasi. Kerja sama semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan sangat diperlukan untuk melaksanakan gerakan bersama yang terintegrasi dan efektif. Jakarta, Januari 2016 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah ii DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN BAB I PENDAHULUAN i iii iv v 1 A. Latar Belakang B. Landasan Filosoi dan Landasan Hukum C. Tujuan D. Sasaran BAB II KONSEP DASAR 1 4 5 5 7 A. Literasi B. Komponen Literasi C. Literasi di Sekolah D. Ihwal Literasi di Sekolah 7 7 8 10 BAB III PELAKSANAAN LITERASI DI SEKOLAH A. Rancangan Program Literasi di Sekolah B. Peran Pemangku Kepentingan C. Tahapan Pengembangan Literasi di Sekolah D. Strategi E. Peningkatan Kapasitas F. Target Pencapaian BAB IV MONITORING DAN EVALUASI A. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan B. Dinas Pendidikan Provinsi C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota D. Satuan Pendidikan BAB V PENUTUP GLOSARIUM REFERENSI LAMPIRAN 17 17 18 26 30 32 33 39 39 40 40 41 43 44 45 47 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah iii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan komponen literasi 10 Tabel 2.2 Ekosistem Sekolah yang Literat 14 Tabel 3.1 Fokus Kegiatan dalam Tahapan Literasi Sekolah 29 Tabel 3.2 Ekosistem Sekolah yang Diharapkan pada Setiap Jenjang Pendidikan 34 Tabel 3.3 Peta Kompetensi Literasi Sekolah (Warsnop, 2000) 35 Tabel 3.4 Keterampilan Reseptif, Kegiatan, Jenis Bacaaan, dan Sarana Prasarana Pendukungnya 36 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah iv DAFTAR BAGAN Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kerja Sama di Lingkungan Internal dan Eksternal Kemendikbud 17 Bagan 3.2 Pemangku Kepentingan GLS Dikdas 19 Bagan 3.3 Pemangku Kepentingan GLS Dikmen 23 Bagan 3.4 Tahapan Pelaksanaan GLS 27 Bagan 3.5 Strategi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah 31 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah v Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat kemelekhurufan masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis, dan relektif. Masyarakat global dituntut untuk dapat mengadaptasi kemajuan teknologi dan keterbaruan/kekinian. Deklarasi Praha (Unesco, 2003) mencanangkan pentingnya literasi informasi (information literacy), yaitu kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan sosialnya. Dalam era global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria pada tahun 2005 (sebagaimana dirilis dalam www.unesco.org) menjelaskan bahwa literasi informasi adalah: “kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus. Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi diperlukan, mengidentiikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis.” Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 1 Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945, Pasal 31, Ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang. ” Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll.) dalam membina, menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak. Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Sayangnya, hasil tes Progress International Reading Literacy Study (PIRLS) tahun 2011 yang mengevaluasi kemampuan membaca peserta didik kelas IV menempatkan Indonesia pada peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428, di bawah nilai rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, survei yang mengevaluasi kemampuan peserta didik berusia 15 tahun dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) yang mencakup membaca, matematika, dan sains. Peserta didik Indonesia berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012 yang keduanya diikuti oleh 65 negara peserta. Khusus dalam kemampuan membaca, Indonesia yang semula pada PISA 2009 berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), ternyata pada PISA 2012 peringkatnya menurun, yaitu berada di urutan ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013). Data ini selaras dengan temuan UNESCO (2012) terkait kebiasaan membaca masyarakat Indonesia, bahwa hanya satu dari 1.000 orang masyarakat Indonesia yang membaca. Kondisi demikian ini jelas memprihatinkan karena kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap peserta didik. Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi khusus agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat dengan mengintegrasikan/menindaklanjuti program sekolah dengan kegiatan dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan keberlanjutan intervensi kegiatan literasi sekolah sebagai sebuah gerakan literasi sekolah (GLS) agar Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 2 dampaknya dapat dirasakan di masyarakat. GLS dikembangkan berdasarkan sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8, dan 9. Butir Nawacita yang dimaksudkan adalah (5) meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (8) melakukan revolusi karakter bangsa; (9) memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Untuk dapat mengembangkan Nawacita, diperlukan pengembangan strategi pelaksanaan literasi di sekolah yang berdampak menyeluruh dan sistemik. Dalam hal ini, sekolah: a) sebaiknya tumbuh sebagai sebuah organisasi yang mengembangkan warganya sebagai individu pembelajar; b) perlu memiliki struktur kepemimpinan yang juga terkait dengan lembaga lain di atasnya, serta sumber daya yang meliputi sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana; dan c) memberikan layanan pendidikan dalam bentuk pembelajaran di dalam kelas dan berbagai kegiatan lain di luar kelas yang menunjang pembelajaran dan tujuan pendidikan. Dengan memperhatikan karakteristik sekolah sebagai sebuah organisasi akan mempermudah pelaksana program untuk mengidentiikasi sasaran agar perlakuan dapat diberikan secara menyeluruh (whole school approach). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 3 B. Landasan Filosoi dan Landasan Hukum 1. Landasan Filosoi Sumpah Pemuda butir ketiga (3) menyatakan, “menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia yang memiliki makna pengakuan terhadap keberadaan ratusan bahasa daerah yang memiliki hak hidup dan peluang penggunaan bahasa asing sesuai dengan keperluannya.” a. Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan nasional. b. Konvensi PBB tentang Hak Anak pada tahun 1989 tentang pentingnya penggunaan bahasa ibu. Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa, khususnya mikrokultur-mikrokultur tertentu perlu difasilitasi dengan bahasa ibu saat mereka memasuki pendidikan dasar kelas rendah (kelas I, II, III). c. Konvensi PBB di Praha tahun 2003 tentang kecakapan literasi dasar dan kecakapan perpustakaan yang efektif merupakan kunci bagi masyarakat yang literat dalam menghadapi derasnya arus informasi teknologi. Lima komponen yang esensial dari literasi informasi itu adalah basic literacy, library literacy, media literacy, technology literacy, dan visual literacy. 2. Landasan Hukum a. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. f. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 4 g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah. h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). i. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. j. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. 2. Tujuan Khusus a. Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah. b. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat. c. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan. d. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca. D. Sasaran Sasaran gerakan literasi sekolah adalah ekosistem sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 5 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 6 BAB II KONSEP DASAR A. Literasi Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003). Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentiikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuankemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat. B. Gerakan Literasi Sekolah GLS merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 7 pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif. Dalam pelaksanaannya, pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan asesmen agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus dikembangkan. GLS diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan. C. Komponen Literasi Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi. Clay (2001) dan Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Literasi Dini [Early Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar. 2. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi. 3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan iksi dan noniksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasiikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 8 hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah. 4. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. 5. Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat. 6. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benarbenar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 9 Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan komponen literasi dipaparkan pada Tabel 2.1 berikut. NO KOMPONEN LITERASI PIHAK YANG BERPERAN AKTIF 1. Literasi usia dini Orang tua dan keluarga, guru/PAUD, pamong/pengasuh 2. Literasi dasar Pendidikan formal 3. Literasi perpustakaan Pendidikan formal 4. Literasi teknologi Pendidikan formal dan keluarga 5. Literasi media Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan sosial (tetangga/masyarakat sekitar) 6. Literasi visual Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan sosial (tetangga/masyarakat sekitar) Literasi yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya sebagai warga negara global (global citizen). Dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru sebagai pendidik, tenaga kependidikan, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengembangan komponen literasi peserta didik. Agar lingkungan literasi tercipta, diperlukan perubahan paradigma semua pemangku kepentingan Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang mengembangkan komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik terpajan dengan kelima komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi dengan literasi visual. D. Ihwal Literasi di Sekolah Mengacu pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang menempatkan peserta didik sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, kegiatan literasi tidak lagi berfokus pada peserta didik semata. Guru, selain sebagai fasilitator, juga menjadi subjek pembelajaran. Akses yang luas pada sumber informasi, baik di dunia nyata maupun dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu daripada guru. Oleh sebab itu, kegiatan peserta dalam berliterasi semestinya tidak lepas dari kontribusi guru, dan guru sebaiknya berupaya menjadi fasilitator yang berkualitas. Guru dan pemangku kebijakan sekolah merupakan igur teladan Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 10 literasi di sekolah. Dalam konteks sekolah, subjek dalam kegiatan literasi adalah peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan, pengawas), dan kepala sekolah. Semua komponen warga sekolah ini berkolaborasi dalam Tim Literasi Sekolah (TLS) di bawah koordinasi kepala sekolah dan dikuatkan dengan SK kepala sekolah. TLS bertugas untuk membuat perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program. TLS dapat memastikan terciptanya suasana akademik yang kondusif, yang mampu membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar. 1. Prinsip-prinsip Literasi Sekolah Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi. Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka. b. Program literasi yang baik bersifat berimbang Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja. c. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 11 d. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun Misalnya, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna. e. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan. f. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu mereleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman multikultural. 2. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literasi, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction, menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah. a. Mengkondisikan lingkungan isik ramah literasi Lingkungan isik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan isik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang di seluruh area sekolah, termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Selain itu, karyakarya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di Sudut Baca di semua kelas, kantor, dan area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 12 pengembangan budaya literasi. b. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan dalam bentuk festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran orang tua sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi. c. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat Lingkungan isik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 13 Tabel 2.2 di bawah ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat digunakan sekolah untuk membangun budaya literasi sekolah yang baik. Tabel 2.2 Ekosistem Sekolah yang Literat a. Lingkungan Fisik 1) Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling). 2) Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang seimbang kepada semua peserta didik. 3) Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas. 4) Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/ pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas. 5) Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak. 6) Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah. b. Lingkungan Sosial dan Afektif 1) Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan. 2) Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi. 3) Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya. 4) Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing. 5) Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya. 6) Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan program literasi. c. Lingkungan Akademik 1) Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal. 2) Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell presentation). 3) Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain. 4) Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksanaan gerakan literasi sekolah. 5) Buku iksi dan noniksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita iksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 14 6 Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah. 7) (Ada kesempatan pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan untuk staf, melalui kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain). 8) Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka belajar. (cf. Beers dkk., 2009). Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerja sama untuk mengimplementasikan strategi tersebut. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 15 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 16 BAB III PELAKSANAAN LITERASI DI SEKOLAH A. Rancangan Program Literasi Sekolah Kesuksesan program literasi sekolah membutuhkan partisipasi aktif semua unit kerja di lingkungan internal Kemendikbud (Permendikbud Nomor 11 Tahun 2015) dan juga kolaborasi dengan lembaga di luar Kemendikbud. Pelaksanaan program literasi di semua satuan pendidikan melibatkan semua pemangku kepentingan, meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pada lingkup internal Kemendikbud, kolaborasi literasi melibatkan, antara lain Badan Bahasa, LPMP, Balitbang (Puskurbuk dan Puspendik), dan Pustekkom, sedangkan pada lingkup eksternal Kemendikbud melibatkan, antara lain kementerian lain, perguruan tinggi, Perpusnas, Perpusda, Ikapi, lembaga donor, dunia usaha dan industri, dan lain-lain. Struktur organisasi kerja sama tersebut digambarkan pada bagan berikut ini. Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kerja Sama di Lingkungan Internal dan Eksternal Kemendikbud Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 17 Di samping itu, kegiatan literasi sekolah membutuhkan partisipasi semua pemangku kepentingan di tingkat pemerintahan, dari tingkat pemerintah pusat, LPMP, dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan di tingkat sekolah. Di tingkat satuan pendidikan, yang menerima perlakuan (intervensi) adalah kepala sekolah, pengawas, guru, TLS, dan masyarakat (termasuk dunia usaha dan industri). Perlakuan yang akan diberikan kepada setiap unsur akan berbeda sesuai dengan peran dan kapasitasnya dalam pendidikan terkait dengan kebijakan yang berlaku. Dari unsur masyarakat dapat dilibatkan, antara lain, lembaga masyarakat di bidang pendidikan, kebudayaan, perpustakaan masyarakat, taman bacaan masyarakat, dan para tokoh masyarakat. Pelibatan dari dunia industri dapat berupa program pendidikan yang merupakan implementasi dari Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Kesuksesan program literasi sekolah dapat dicapai apabila masing-masing pemangku kepentingan memiliki kapasitas yang memadai untuk melaksanakan program literasi sesuai dengan perannya. B. Peran Pemangku Kepentingan 1. Pemangku Kepentingan GLS Dikdas Peran pemangku kepentingan GLS Dikdas dipaparkan pada Bagan 3.2 sebagai berikut. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 18 Bagan 3.2 Pemangku Kepentingan GLS Dikdas Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 19 Kegiatan literasi dapat berjalan dengan optimal dengan kolaborasi antara semua elemen pemerintah dan masyarakat. Lembaga pemerintah dan masyarakat memiliki peran sebagai berikut. a. • • • • • • • Kemendikbud Membuat kebijakan literasi. Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS. Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen pendukung pelaksanaan GLS. Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat. Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan masyarakat. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. b. LPMP • Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS. • Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk pelaksanaan GLS. • Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. • Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS. • Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS. • Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud. • Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di satuanpendidikantingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota. • Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 20 c. Dinas Pendidikan Provinsi • Melakukan kompilasi analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah masing-masing. • Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS. • Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi masing-masing. • Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota. • Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota • Melakukan analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah masingmasing. • Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS. • Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS di satuan pendidikan di kabupaten/kota masing-masing. • Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. • Memantau serta memastikan ketersediaan buku referensi dan buku pengayaan, dan sarana yang mendukung program GLS. • Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat. • Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. e. Satuan Pendidikan • Mengidentiikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi pemenuhan indikator Standar Pelayanan Minimal. • Melaksanakan tahapan kegiatan GLS yang meliputi pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. • Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 21 • Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran. • Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik. • Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya buku). • Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah. • Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi seluruh warga sekolah. • Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu. • TLS mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan GLS. • Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat. • Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang melaksanakan berbagai kegiatan GLS. • Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan GLS yang dilaksanakan. • Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. f. Masyarakat • Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan kemampuan literasi warga sekolah. • Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman bacaan di ruang publik yang ramah anak. 2. Pemangku Kepentingan GLS Dikmen Peran pemangku kepentingan GLS Dikmen dipaparkan pada Bagan 3.3 sebagai berikut. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 22 Bagan 3.3 Pemangku Kepentingan GLS Dikmen Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 23 a. • • • • • • • Kemendikbud Membuat kebijakan literasi. Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS. Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen pendukung pelaksanaan GLS. Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat. Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan masyarakat. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. b. LPMP • Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS. • Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk pelaksanaan GLS. • Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. • Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS. • Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS. • Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud. • Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di satuan pendidikan tingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/ kota. • Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. c. Dinas Pendidikan Provinsi • Melakukan kompilasi analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah masing-masing. • Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS. • Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS di satuan pendidikan di kabupaten/kota masing-masing. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 24 • Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. • Memantau serta memastikan ketersediaan buku referensi dan buku pengayaan, dan sarana yang mendukung program GLS. • Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat provinsi dan satuan pendidikan menengah. • Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota • Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi untuk mendukung pelaksanaan GLS di tingkat satuan pendidikan menengah. e. Satuan Pendidikan • Mengidentiikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi pemenuhan standar nasional pendidikan. • Melaksanakan tahapan kegiatan GLS yang meliputi pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. • Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. • Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran. • Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik. • Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya buku). • Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah. • Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi seluruh warga sekolah. • Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu. • TLS mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan GLS. • Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 25 • Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang melaksanakan berbagai kegiatan GLS. • Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan GLS yang dilaksanakan. • Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS. f. Masyarakat • Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan kemampuan literasi warga sekolah. • Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman bacaan di ruang publik yang ramah anak. C. Tahapan Pelaksanaan GLS Program GLS dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan). Untuk memastikan keberlangsungannya dalam jangka panjang, GLS dilaksanakan dengan peta seperti yang digambarkan pada Bagan 3.4 berikut. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 26 Bagan 3.4 Tahapan Pelaksanaan GLS TAHAPAN PELAKSANAAN GLS 1. Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca (Permendikbud No. 23 Tahun 2015). 2. Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan. 3. Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran: menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran. PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN PEMBIASAAN 3 2 1 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 27 1. Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik. 2. Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan (Anderson & Krathwol, 2001). 3. Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran bertujuan mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan buku pelajaran (cf. Anderson & Krathwol, 2001). Dalam tahap ini ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan membaca pada tahap ini untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas. Pada Tabel 3.1 berikut dipaparkan tahap dan kegiatan literasi sekolah. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 28 Tabel 3.1 Fokus Kegiatan dalam Tahapan Literasi Sekolah TAHAPAN PEMBIASAAN (belum ada tagihan) KEGIATAN 1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring (read aloud) atau seluruh warga sekolah membaca dalam hati (sustained silent reading). 2. Membangun lingkungan isik sekolah yang kaya literasi, antara lain: (1) menyediakan perpustakaan sekolah, sudut baca, dan area baca yang nyaman; (2) pengembangan sarana lain (UKS, kantin, kebun sekolah); dan (3) penyediaan koleksi teks cetak, visual, digital, maupun multimodal yang mudah diakses oleh seluruh warga sekolah; (4) pembuatan bahan kaya teks (print-rich materials) PENGEMBANGAN (ada tagihan sederhana untuk penilaian non-akademik) 1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik, contoh: membuat peta cerita (story map), menggunakan graphic organizers, bincang buku. 2. Mengembangkan lingkungan isik, sosial, afektif sekolah yang kaya literasi dan menciptakan ekosistem sekolah yang menghargai keterbukaan dan kegemaran terhadap pengetahuan dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a) memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif, kepedulian sosial, dan semangat belajar peserta didik; penghargaan ini dapat dilakukan pada setiap upacara bendera Hari Senin dan/atau peringatan lain; (b) kegiatan-kegiatan akademik lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di sekolah (belajar di kebun sekolah, belajar di lingkungan luar sekolah, wisata perpustakaan kota/daerah dan taman bacaan masyarakat, dll.) 3. Pengembangan kemampuan literasi melalui kegiatan di perpustakaan sekolah/perpustakaan kota/daerah atau taman bacaan masyarakat atau sudut baca kelas dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a) membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), menonton ilm pendek, dan/atau membaca teks visual/digital (materi dari internet); (b) peserta didik merespon teks (cetak/visual/digital), iksi dan noniksi, melalui beberapa kegiatan sederhana seperti menggambar, membuat peta konsep, berdiskusi, dan berbincang tentang buku. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 29 TAHAPAN PEMBELAJARAN (ada tagihan akademik) KEGIATAN 1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik dan akademik. 2. Kegiatan literasi dalam pembelajaran, disesuaikan dengan tagihan akademik di kurikulum 2013. 3. Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran (misalnya, dengan menggunakan graphic organizers). 4. Menggunakan lingkungan isik, sosial afektif, dan akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran. Dalam tahap pembelajaran, semua mata pelajaran sebaiknya menggunakan ragam teks (cetak/visual/digital) yang tersedia dalam buku-buku pengayaan atau informasi lain di luar buku pelajaran. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif mencari referensi pembelajaran yang relevan. D. Strategi 1. Strategi Umum Peningkatan kapasitas di semua lini, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan, dapat dilakukan melalui pelaksanaan GLS di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah mulai dari SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB (SDLB, SMPLB, SMALB) dengan strategi, antara lain: a. menggulirkan dan menggelorakan gerakan literasi di sekolah; b. menyiapkan kebijakan pimpinan dari pusat sampai daerah dengan program GLS yang jelas, terukur, dan dapat dilaksanakan hingga ke tingkat satuan pendidikan; c. meningkatkan kapasitas sekolah untuk mengembangkan kemampuan literasi warga sekolah, melalui: 1) sarana prasarana/lingkungan sekolah, perpustakaan, dan buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 30 2) sumber daya manusia (pengawas, kepala sekolah, guru, pustakawan, komite sekolah) d. menyemai gerakan literasi akar rumput; e. meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya GLS; f. memberikan apresiasi atas capaian literasi berupa pemberian penghargaan literasi (Adiliterasi); dan g. melaksanakan monitoring dan evaluasi untuk peningkatan berkelanjutan bagi GLS. 2. Strategi Pelaksanaan Strategi pelaksanaan dapat dipaparkan pada Bagan 3.5 berikut. Bagan 3.5 Strategi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah Sosialisasi Pelaksanaan GLS Kapasitas Pemangku Kepentingan Kapasitas Warga Sekolah Kemendikbud, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Pelatihan Kepsek Pelatihan dan Pendampingan Pelatihan Guru 1. Pelaksanaan Pembelajaran 2. Pembiasaan 3. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sosialisasi Komite Sekolah Pustakawan Pelatihan Tenaga Kependidikan Ketersediaan Sarana dan Prasarana Perencanaan dan Penganggaran yang Baik Berdasarkan Analisis Kebutuhan Idealnya Mencapai Standar Nasional Pendidikan, Minimal Memenuhi Pelayanan Standar Minimal Tanggung Jawab Pemda dan Sekolah Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 31 Di tingkat sekolah, kesuksesan GLS ditentukan oleh adanya dukungan pemerintah daerah dalam melakukan sosialisasi, meningkatnya peran dan kapasitas warga sekolah (kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pustakawan, dan Komite Sekolah). Peningkatan kapasitas ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan. Selain itu, keberlangsungan program GLS juga ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang menunjang kegiatan GLS. E. Peningkatan Kapasitas Peningkatan kapasitas di semua lini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan: 1. Sosialisasi Sosialisasi dilakukan dengan tujuan agar program dan kebijakan GLS tersampaikan ke publik secara masif dan efektif. Semua lapisan masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi penting seputar kegiatan literasi. Masyarakat perlu dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Oleh karena itu, kegiatan sosialisasi sebaiknya dikemas semenarik mungkin untuk memikat minat masyarakat. 2. Lokakarya Lokakarya diperlukan untuk menyamakan persepsi dan menentukan langkah bersama dalam gerakan literasi. Forum ini mengundang sejumlah pihak terkait dan berkompeten untuk membahas berbagai persoalan dari sudut pandang ilmiah mengenai problematika literasi dan cara terbaik penanganannya. Lokakarya dapat menghasilkan rekomendasi dan kesepakatan di bidang literasi yang mengikat semua pihak untuk menjalankannya secara konsisten. 3. Pendampingan Pendampingan adalah upaya untuk memastikan keberlangsungan program literasi sekolah terus-menerus dilaksanakan. Pendampingan dilakukan melalui dua cara, yaitu pendampingan teknis dan pendampingan operasional. a) Pendampingan teknis berupa penguatan kapasitas guru dan tenaga kependidikan melalui pelatihan-pelatihan dan semiloka, serta peningkatan minat baca dan kemampuan literasi guru. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 32 b) Pendampingan operasional diberikan dalam bentuk saran-saran kegiatan, perbaikan program, pemecahan masalah, dan/atau petunjuk langsung yang diberikan sebagai bagian dari kegiatan harian GLS. Pendampingan operasional biasanya berupa kunjungan ke sekolah untuk melihat langsung pelaksanaan GLS dan berdiskusi dengan kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan termasuk pustakawan. Idealnya, pendampingan teknis dan pendampingan operasional diberikan oleh orang yang sama. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar materi-materi yang diberikan dalam kegiatan pendampingan teknis dapat diimplementasikan dalam kegiatan harian sekolah. Akan tetapi, seandainya hal ini tidak mungkin dilakukan, pendampingan operasional dapat diberikan oleh pengawas, anggota tim LPMP, atau anggota Satgas GLS. 4. Penyediaan Sarana dan Prasarana serta Pendanaan Agar berjalan efektif dan komprehensif, gerakan literasi membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dukungan ini dapat berupa dokumen, infrastruktur, program, dan produk pendukung lainnya. Alokasi anggaran yang memadai sangat penting untuk mendukung GLS. Penyediaan sarana dan prasarana dapat berasal dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, CSR, dan pemangku kepentingan lainnya. Adapun dana pelaksanaan GLS dapat disediakan dari dana bantuan operasional sekolah (BOS). F. Target Pencapaian Program literasi sekolah diharapkan dapat menciptakan ekosistem sekolah yang literat, yang akhirnya, menumbuhkan budi pekerti peserta didik. Ekosistem sekolah yang literat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. a) menyenangkan dan ramah anak, sehingga menumbuhkan semangat warganya dalam belajar; b) semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama; c) menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan; d) memampukan warganya untuk cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya; dan e) mengakomodasi partisipasi seluruh warga dan lingkungan eksternal sekolah. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 33 Ekosistem sekolah yang diharapkan di setiap jenjang dipaparkan pada Tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Ekosistem Sekolah yang Diharapkan pada Setiap Jenjang Pendidikan SD Ekosistem SD yang literat adalah kondisi yang menanamkan dasar-dasar sikap dan perilaku empati sosial dan cinta kepada pengetahuan. SMP Ekosistem SMP yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan. SMA Ekosistem SMA yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan. SMK Ekosistem SMK yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, perilaku empati sosial, cinta kepada pengetahuan, dan siap kerja. SLB Ekosistem SLB yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap dan perilaku yang baik, berempati sosial, terampil, dan mandiri. Kemampuan literasi ditumbuhkan secara berkesinambungan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA/SMK, dan SLB. Perkembangan teknologi dan media menuntut kemampuan literasi peserta didik yang terintegrasi, dengan fokus kepada aspek kreativitas, kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, dan satu hal yang penting adalah kemampuan untuk menggunakan media secara aman (media safety) seperti yang dipaparkan pada Tabel 3.3 berikut. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 34 Tabel 3.3 Peta Kompetensi Literasi Sekolah (Warsnop, 2000) Jenjang Komunikasi SD/SDLB kelas rendah Mengartikulasikan empati terhadap tokoh cerita SD/SDLB Mempresentasikan kelas tinggi cerita dengan efektif SMP/ SMPLB Bekerja dalam tim, mendiskusikan informasi dalam media SMA/ SMK/ Mempresentasikan SMALB analisis dan mendiskusikannya Berpikir Kritis Keamanan Media (Media Safety) Memisahkan fakta Mampu menggunakan dan iksi teknologi dengan bantuan/ pendampingan orang dewasa Mengetahui Mengetahui batasan jenis tulisan unsur dan aturan dalam media dan kegiatan sesuai konten tujuannya Menganalisis dan mengelola informasi dan memahami relevansinya Memahami etika dalam menggunakan teknologi dan media sosial Menganalisis stereotip/ideologi dalam media Memahami landasan etika dan hukum/ aturan teknologi Kompetensi berjenjang di atas dicapai melalui kegiatan yang relevan di satuan pendidikan SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB. Fokus kegiatan di tiap-tiap jenjang perlu melibatkan aspek-aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang didukung oleh jenis bacaan dan sarana/prasarana yang sesuai dengan kegiatan di setiap jenjang. Keterampilan reseptif (menyimak dan membaca) disajikan pada Tabel 3.4 berikut ini. Adapun keterampilan produktif (berbicara dan menulis) tidak disajikan karena bergantung pada target tiap sekolah. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 35 Tabel 3.4 Keterampilan Reseptif, Kegiatan, Jenis Bacaaan, dan Sarana Prasarana Pendukungnya Jenjang Menyimak Membaca Kegiatan Jenis Bacaan Sarana & Prasarana SD kelas rendah Menyimak cerita untuk menumbuhkan empati Mengenali dan membuat inferensi, prediksi, terhadap gambar Membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati Buku cerita bergambar, buku tanpa teks, buku dengan teks sederhana, baik iksi maupun noniksi Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca SD kelas tinggi Menyimak (lebih lama) untuk memahami isi bacaan Memahami isi bacaan dengan berbagai strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/ teks lain, dll) Membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati Buku cerita bergambar, buku bergambar kaya teks, buku novel pemula, baik dalam bentuk cetak/ digital/visual Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca SMP Menyimak untuk memahami makna implisit dari cerita/pendapat penulis Memahami isi bacaan dengan berbagai strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/ teks lain, dll. Membacakan buku dengan nyaring, membaca senyap Semua jenis teks cetak/ visual/digital yang sesuai dengan peruntukan usia SMP Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 36 Jenjang Menyimak Membaca Kegiatan SMA/SMK Menyimak cerita dan melakukan analisis kritis terhadap tujuan/ pendapat penulis Mengembangkan pemahaman terhadap bacaan menurut tujuan penulisan, konteks, dan ideologi dalam penulisannya Membacakan buku dengan nyaring, membaca senyap Jenis Bacaan Sarana & Prasarana Semua jenis teks cetak/ visual/digital yang sesuai dengan peruntukan usia SMA/ SMK Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 37 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 38 BAB IV MONITORING DAN EVALUASI Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan perannya dalam strategi pelaksanaan literasi pada tiap jenjang pendidikan. Selain itu, monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pasal 2 dan Pasal 3). Masing-masing pemangku kepentingan melaksanakan monitoring dan evaluasi dengan jangkauan yang berbeda sebagai berikut: A. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Dalam struktur Kemendikbud, unit yang melaksanakan monitoring dan evaluasi terkait GLS adalah Direktorat Teknis dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Hal yang dimonitor dan dievaluasi meliputi: 1. keefektifan sosialisasi di tingkat provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan dan masyarakat; 2. pemahaman dan dukungan pemangku kepentingan tingkat provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan dan masyarakat terhadap konsep GLS; 3. keefektifan kegiatan pelatihan guru terutama dampak pelatihan terhadap kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan desain induk pelaksanaan GLS pada tiap jenjang pendidikan, rencana, model, dan Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 39 pelaksanaan sosialisasi pada semua pemangku kepentingan dan pelatihan guru. B. Dinas Pendidikan Provinsi Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan literasi di tingkat provinsi dan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/ kota. Hal yang dimonitor dan dievaluasi, meliputi: 1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut); 2. dampak pelaksanaan sosialiasi kepada pemangku kepentingan tingkat provinsi dan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota di wilayahnya masing-masing; dan 3. dampak pelaksanaan kegiatan-kegiatan terkait GLS di tingkat provinsi terhadap kemampuan literasi warga sekolah. Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kebijakan pusat dan kebijakan daerah, pelaksanaan sosialisasi pemangku kepentingan tingkat provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota. C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan GLS di tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat. Hal yang dimonitor dan dievaluasi meliputi: 1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut); 2. dampak pelaksanaan sosialisasi terhadap pemahaman dan dukungan pemangku kepentingan tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 40 masyarakat; 3. efektivitas kegiatan pendampingan pelatihan guru terutama dampak pelatihan terhadap kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik; dan 4. dilaksanakannya kegiatan 15 menit membaca setiap hari (dapat disesuaikan dengan kondisi sekolah); terbentuknya TLS; dan dilaksanakannya kegiatan untuk meningkatkan kesadaran orang tua peserta didik terhadap GLS. Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kebijakan pusat dan kebijakan daerah, pelaksanaan sosialisasi pemangku kepentingan tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat. D. Satuan Pendidikan Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan literasi di sekolah masing-masing. Hal yang dimonitoring dan dievaluasi meliputi: 1. pemenuhan indikator SPM Dikdas dan efektivitas upaya pemenuhannya terutama ketersediaan 10 judul buku referensi dan 100 judul buku pengayaan dan prasarana lain, serta pengelolaan dan pemanfaatannya; 2. keefektifan pelaksanaan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik; 3. keefektifan dan dampak pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran; 4. keefektifan dan dampak pengelolaan perpustakaan sekolah dengan baik terhadap pembelajaran dan kemampuan literasi warga sekolah; 5. keefektifan dan dampak pelaksanaan inventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya buku) terhadap pelayanan sekolah; 6. keefektifan dan dampak adanya ruang-ruang baca terhadap kemampuan literasi warga sekolah dan budaya sekolah; 7. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan 15 menit membaca sebelum Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 41 pembelajaran terhadap minat dan budaya baca warga sekolah; 8. keefektifan dan dampak pembentukan TLS dalam pelaksanaan berbagai kegiatan GLS yang dilaksanakan sekolah; 9. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan yang melibatkan orang tua dan masyarakat dengan melihat tindakan yang diberikan kepada peserta didik oleh orang tua dan masyarakat untuk menindaklanjuti perlakuan yang diterima peserta didik di sekolah; dan 10. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dengan pihak lain terhadap kemampuan literasi warga sekolah. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 42 BAB V PENUTUP Desain Induk GLS ini diharapkan dapat memberikan fondasi dan arahan konseptual untuk memahami bagaimana sebaiknya GLS dilaksanakan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan. Desain induk ini diharapkan berkembang secara kreatif dan inovatif dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota hingga masyarakat pegiat literasi. Untuk mendukung desain induk ini dilengkapi dengan panduan praktis dalam bentuk media: cetak, elektronik, dan digital (infograis, poster, dan videograis) untuk memandu guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, warga sekolah dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan kegiatan GLS. Akhir kata, terbitnya Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Pendidikan Dasar dan Menengah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas kepada semua pihak untuk berperan aktif dalam menyukseskan GLS. Pertanyaan terkait pelaksanaan GLS dapat dikirimkan melalui e-mail: [email protected] Untuk keperluan diskusi melalui e-mail, dipersilakan bergabung dengan milis GLS-Kemendikbud: http://groups.yahoo.com/group/GLS-Kemendikbud Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 43 GLOSARIUM Graphic Organizer: Peta konsep pemahaman dari bacaan yang disajikan dalam bentuk diagram atau bagan. Membaca bersama (shared reading): Pendidik membaca buku nyaring bersamasama dengan peserta didik dan meneruskannya dengan diskusi untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap bacaan. Membaca dalam hati (sustained silent reading): Membaca buku secara mandiri tanpa bersuara. Membacakan nyaring (read aloud): Pendidik membacakan buku kepada anak dengan volume suara yang dapat didengar oleh peserta didik. Membaca terpandu (guided reading): Pendidik membimbing peserta didik membaca, baik secara individual ataupun dalam kelompok kecil, untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap bacaan. Peta cerita: Peta pemahaman terhadap struktur dan elemen-elemen cerita yang disajikan dalam bentuk diagram atau bagan. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 44 REFERENSI Beers, C. S., Beers, J. W., & Smith, J. O. (2009). A Principal’s Guide to Literacy Instruction. New York: Guilford Press. Clay, M. M. (2001). Change Over Time in Children’s Literacy Development. Portsmouth: Heinemann. Ferguson, B. Information Literacy. A Primer for Teachers, Librarians, and other Informed People. www.bibliotech.us/ pdfs/InfoLit.pdf Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar. Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Drucker, K. T. (2012). PIRLS 2011 International Results in Reading. http://doi.org/10.1097/01.tp.0000399132.51747.71 OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus. Programme for International Student Assessment, 1–44. http://doi.org/10.1787/9789264208070-en Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/ MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 45 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Senge, Peter M. 1990. The Fifth Discipline: The Art & Practice of The Learning Organization. New York: Currency Doubleday. Warsnop, C. M. (2000). Media Literacy through Critical Thinking. Washington State Center for Excellence in Media Literacy. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Unesco. 2003. The Prague Declaration. “Towards an Information Literate Society.” Unesco. 2005. Beacons of The Information Society. “The Alexandria Proclamation On Information Literacy and Lifelong Learning”. Unesco. 2006. Literacy for Life. Education for All Global Monitoring Report. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 46 LAMPIRAN LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan inspiratif bagi siswa, guru, dan/atau tenaga kependidikan; b. bahwa pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah adalah cerminan dari nilai-nilai Pancasila dan seharusnya menjadi bagian proses belajar dan budaya setiap sekolah; c. bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakan bersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan/atau orang tua; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penumbuhan Budi Pekerti; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Siste Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 47 2. 3. 4. 5. Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157); Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara; Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Kerja Periode 2014-2019; Pasal 2 PBP bertujuan untuk: 1. menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan; 2. menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah, dan masyarakat; 3. menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah,masyarakat, dan keluarga; dan/atau 4. menumbuh kembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pasal 3 Pelaksana PBP adalah sebagai berikut: a. siswa; b. guru; c. tenaga kependidikan; d. orang tua/wali; e. komite sekolah; f. alumni; dan/atau g. pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 48 Pasal 4 (1) PBP dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah untuk jenjang sekolah dasar atau sejak hari pertama masuk sekolah pada MOPDB untuk jenjang sekolah menengah pertama, sekolahmenengah atas, sekolah menengah kejuruan, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus. (2) PBP dilaksanakan melalui kegiatan pada MOPDB, pembiasaan, interaksi dan komunikasi, serta kegiatan saat kelulusan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) PBP dilaksanakan: a. dalam bentuk kegiatan umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan/atau tahunan; b. melalui interaksi dan komunikasi antara sekolah, keluarga, dan/atau masyarakat. (4) Pelaksanaan PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan dengan kondisi sekolah dan mengikuti Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Pemantauan dan evaluasi kegiatan MOPDB dilaksanakan pada awal tahun pelajaran baru olehpemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemantauan dan evaluasi kegiatan pembiasaan serta interaksi dan komunikasi di sekolah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (3) Pemantauan dan evaluasi kegiatan saat kelulusan dilaksanakan pada akhir tahun pelajaran oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 6 Pembiayaan atas penyiapan PBP bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 49 Pasal 7 Penumbuhan Budi Pakerti pada satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat agar menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Pasal 8 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 50 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 2015 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, TTD. ANIES BASWEDAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA; TTD YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1072 Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TTD Ani Nurdiani Azizah NIP. 195812011986032001 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 51 SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIKI NDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI A. Pengantar Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan. Dasar pelaksanaan PBP didasarkan pada pertimbangan bahwa masih terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berakar dari Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam tataran konseptual, belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan card yang menyenangkan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pelaksanaan PBP didasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan yang meliputi pembiasaan untuk menumbuhkan: a. internalisasi sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati sesama mahluk hidup dan alam sekitar; b. keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan berbahasa bersama bahasa Indonesia; c. interaksi sosial positif antara peserta didik dengan igur orang dewasa di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau menghormati guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan,warga masyarakat di lingkungan sekolah, dan orang tua; d. interaksi sosial positif antar peserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi isik Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 52 dan psikologis antar teman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas; e. memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan,ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah; f. penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan, yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan dirinya sendiri; g. penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan peran aktif orang tua dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggung jawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah. B. Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan disesuaikan dengan tahapan usia perkembangan peserta didik yang berjenjang dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan. 1) Sekolah Dasar Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang pendidikan sekolah dasar masih merupakan masa transisi dari masa bermain di pendidikan anak usia dini (taman kanak-kanak akhir) memasuki situasi sekolah formal. Metode pelaksanaan dilakukan dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan kepala sekolah sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan dan pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk mendorong peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman dalam aktivitas kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan simulasi, bermain peran di dalam kelompok. 2) Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian peserta didik membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstra kurikuler, intra kurikuler, sampai dengan lulus. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 53 C. Jenis Kegiatan Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tercantum pada poin A, yaitu jenis kegiatan yang mengandung nilai-nilai internalisasi sikap moral dan spiritual; keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa; memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah; interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif antara peserta didik dengan igur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan; dan penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat yang terkait. D. Cara Pelaksanaan Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP bersifat konstekstual, yaitu disesuaikan dengan nilai-nilai muatan lokal daerah pada peserta didik sebagai upaya untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP yang melibatkan peserta didik dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian sebagai bagian dari penumbuhan karakter kepemimpinan. E. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Waktu pelaksanaan kegiatan PBP dapat dilakukan berdasarkan aktivitas harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhir tahun; dan penentuan waktunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan konteks lokal di daerah masingmasing. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 54 F. Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan: I. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual Mewujudkan nilai-nilai moral dalam perilaku sehari-hari. Nilai moral diajarkan pada siswa, lalu guru dan siswa mempraktekkannya secara rutin hingga menjadi kebiasaan dan akhirnya bisa membudaya. Kegiatan wajib: Guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan keyakinan masingmasing, sebelum dan sesudah hari pembelajaran, dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian dibawah bimbingan guru. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: Membiasakan untuk menunaikan ibadah bersama sesuai agama dan kepercayaannya baik dilakukan di sekolah maupun bersama masyarakat; 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: Membiasakan perayaan Hari Besar Keagamaan dengan kegiatan yang sederhanadan hikmat. II. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima keberagaman sebagai anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus dirasakan dan disyukuri sehingga manfaatnya bisa terasa dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan wajib: 1. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin dengan mengenakan seragam atau pakaian yang sesuai dengan ketetapan sekolah. 2. Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan MOPDB untuk jenjang SMP, Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 55 SMA/SMK,dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara SMP/SMA/ SMK dengan peserta didik bertugas sebagai komandan dan petugas upacara serta kepala sekolah/wakil bertindak sebagai inspektur upacara. 3. Sesudah berdoa setiap memulai hari pembelajaran, guru dan peserta didik menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib nasional atau satu lagu terkini yang menggambarkan semangat patriotisme dan cinta tanah air. 4. Sebelum berdoa saat mengakhiri hari pembelajaran, guru dan peserta didik menyanyikan. 5. Satu lagu daerah (lagu-lagu daerah seluruh Nusantara). Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: Mengenalkan beragam keunikan potensi daerah asal siswa melalui berbagai mediadan kegiatan. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: Membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan mengkaji atau mengenalkan pemikiran dan semangat yang melandasinya melalui berbagai media dan kegiatan. III. Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan Guru dan Orang tua Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, peserta didik dan orang tua. Interaksi positif antara tiga pihak tersebut dibutuhkan untuk membangun persepsi positif, saling pengertian dan saling dukung demi terwujudnya pendidikan yang efektif. Kegiatan wajib: Sekolah mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa pada setiap tahun ajaran baru untuk mensosialisasikan: (a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d) rencana capaian belajar siswa agar orang tua turut mendukung keempat poin tersebut. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 56 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Memberi salam, senyum dan sapaan kepada setiap orang di komunitas sekolah. • Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan peserta didik sesuai dengan tata nilai yang berlaku. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan peserta didik (dan keluarga) untuk berpamitan dengan orang tua/wali/penghuni rumah saat pergi dan lapor saat pulang, sesuai kebiasaan/ adat yang dibangun masing-masing keluarga. • Secara bersama peserta didik mengucapkan salam hormat kepada guru sebelum pembelajaran dimulai, dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian. IV. Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik Peserta didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi juga belajar bersosialisasi. Interaksi positif antar peserta didik akan mewujudkan pembelajaran dari rekan(peer learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar bersosialisasi. Kegiatan wajib: Membiasakan pertemuan di lingkungan sekolah dan/atau rumah untuk belajar kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau orang tua. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: Gerakan kepedulian kepada sesama warga sekolah dengan menjenguk warga sekolah yang sedang mengalami musibah, seperti sakit, kematian, dan lainnya. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: Membiasakan siswa saling membantu bila ada siswa yang sedang mengalami musibah atau kesusahan. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 57 V. Merawat Diri dan Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah akan mempengaruhi warga sekolah baik dari aspek isik, emosi, maupun kesehatannya. Karena itu penting bagi warga sekolah untuk menjaga keamanan, kenyamanan, ketertiban, kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah serta diri. Kegiatan wajib: Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan membentuk kelompok lintas kelas dan berbagi tugas sesuai usia dan kemampuan siswa. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Membiasakan penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara eisien melalui berbagai kampanye kreatif dari dan oleh siswa. • Menyelenggarakan kantin yang memenuhi standar kesehatan. • Membangun budaya peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan di bangku nya masing-masing sebagai bentuk tanggung jawab individu maupun kebersihan kelas dan lingkungan sekolah sebagai bentuk tanggung jawab bersama. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat bergantian memakai fasilitas sekolah. • Peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara beregu dan bergantian regu. • Menjaga dan merawat tanaman di lingkungan sekolah, bergilir antar kelas. • Melaksanakan kegiatan bank sampah bekerja sama dengan dinas kebersihan setempat. VI. Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh Setiap siswa mempunyai potensi yang beragam. Sekolah hendaknya memfasilitasi secara optimal agar siswa bisa menemukenali dan mengembangkan potensinya. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 58 Kegiatan wajib: 1. Menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari). 2. Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) memanfaatkan waktu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan olah isik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan rutin, sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Peserta didik membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam berbagai bentuk (rekening bank, celengan, dan lainnya). • Membangun budaya bertanya dan melatih peserta didik mengajukan pertanyaan kritis dan membiasakan siswa mengangkat tangan sebagai isyarat akan mengajukan pertanyaan; • Membiasakan setiap peserta didik untuk selalu berlatih menjadi pemimpin dengan cara memberikan kesempatan pada setiap siswa tanpa kecuali, untuk memimpin secara bergilir dalam kegiatan-kegiatan bersama/berkelompok; 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: Siswa melakukan kegiatan positif secara berkala sesuai dengan potensi dirinya. VII. Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat di Sekolah Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, sekolah hendaknya melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan ini diharapkan akan berbuah dukungan dalam berbagai bentuk dari orang tua dan masyarakat. Kegiatan wajib: Mengadakan pameran karya siswa pada setiap akhir tahun ajaran dengan mengundang orang tua dan masyarakat untuk memberi apresiasi pada siswa. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan dan/atau didukung oleh sekolah: Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 59 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: Orang tua membiasakan untuk menyediakan waktu 20 menit setiap malam untuk bercengkerama dengan anak mengenai kegiatan di sekolah. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Masyarakat bekerja sama dengan sekolah untuk mengakomodasi kegiatan kerelawanan oleh peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar sekolah. • Masyarakat dari berbagai profesi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman kepada siswadi dalam sekolah. MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, TTD. ANIES BASWEDAN Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TTD. Ani Nurdiani Azizah NIP.195812011986032001 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 60 LAMPIRAN 2 Hasil PISA (Programme International Student Assesment) 2012 http://www.theguardian.com/news/datablog/2013/dec/03/pisa-results-countrybest-reading-maths-science PISA Result 2012 Ranking Country name Maths, mean Reading, score PISA mean score 2012 PISA 2012 0 OECD average 494 496 Shanghai-China 613 570 1 Singapore 573 542 2 Hong Kong-China 561 545 3 Taiwan 560 523 4 S.Korea 554 536 5 Macau-China 538 509 6 Japan 536 538 7 8 Liechtenstein 535 516 9 Switzerland 531 509 10 Netherlands 523 511 11 Estonia 521 516 12 Finland 519 524 13 Canada 518 523 14 Poland 518 518 15 Belgium 515 509 16 Germany 514 508 Vietnam 511 508 17 18 Austria 506 490 19 Australia 504 512 20 Ireland 501 523 21 Slovenia 501 481 22 Denmark 500 496 23 New Zealand 500 512 24 Czech Republic 499 493 Science, mean score in PISA 2012 501 580 551 555 523 538 521 547 525 515 522 541 545 525 526 505 524 528 506 521 522 514 498 516 508 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 61 PISA Result 2012 Ranking Country name Maths, mean Reading, score PISA mean score 2012 PISA 2012 25 France 495 505 26 UK 494 499 27 Iceland 493 483 28 Latvia 491 489 29 Luxembourg 490 488 30 Norway 489 504 31 Portugal 487 488 32 Italy 485 490 33 Spain 484 488 34 Russian Federation 482 475 35 Slovak Republic 482 463 36 USA 481 498 37 Lithuania 479 477 38 Sweden 478 483 39 Hungary 477 488 40 Croatia 471 485 41 Israel 466 486 42 Greece 453 477 43 Serbia 449 446 44 Turkey 448 475 45 Romania 445 438 46 Cyprus 440 449 47 Bulgaria 439 436 48 UAE 434 442 49 Kazakhstan 432 393 Thailand 427 441 50 51 Chile 423 441 Malaysia 421 398 52 53 Mexico 413 424 54 Montenegro 410 422 55 Uruguay 409 411 407 441 56 Costa Rica 57 Albania 394 394 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 62 Science, mean score in PISA 2012 499 514 478 502 491 495 489 494 496 486 471 497 496 485 494 491 470 467 445 463 439 438 446 448 425 444 445 420 415 410 416 429 397 PISA Result 2012 Ranking Country name Maths, mean Reading, score PISA mean score 2012 PISA 2012 58 Brazil 391 410 59 Argentina 388 396 60 Tunisia 388 404 61 Jordan 386 399 62 Colombia 376 403 63 Qatar 376 388 64 Indonesia 375 396 65 Peru 368 384 Science, mean score in PISA 2012 405 406 398 409 399 384 382 373 Cetak italic adalah negara-negara Asia yang menduduki peringkat atas, sementara Indonesia berada di peringkat bawah. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 63 LAMPIRAN 3 SATGAS GERAKAN LITERASI SEKOLAH KEMENDIKBUD No 1 Nama Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D. (Ketua) 2 Wien Muldian, S.S. (Wakil Ketua) 3 4 Dr. Susanti Sufyadi (Sekretaris) Anggota Dr. Dewi Utama Faizah 5 Dwi Renya Roosaria, S.H. 6 Prof. Dr. Kisyani-Laksono 7 Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D. 8 9 Soie Dewayani, Ph.D. Lanny Anggraini, S.Pd., M.A. 10 Waluyo, S.S, M.A. 11 Dra. Mujiyem, M.M. 12 Dra. Ninik Purwaning Setyorini, M.A. 13 Sulastri, S.Pd., M.Si. 14 Umi Syarifah Hidayati, S.Pd. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 64 Institusi Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Reading Bugs-Komunitas Read Aloud Indonesia Prodi Sastra Indonesia, Fakutas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya Prodi Sastra Inggris, Fakultas Bhasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya Yayasan Litara Bandung Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama No 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Nama Drs. Sutrianto, M.Pd. Institusi Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Samsul Hadi, S.Si., M.A.Ed. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Nilam Rahmawan, S.Psi. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Drs. Heri Fitriono, M.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Ir. Nur Widyani, M.M. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Mochamad Widiyanto, S.Pd., M.T. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Dra.Endang Sadbudhy Rahayu, M.B.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Hendro Kusumo, S.T., M.B.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus R. Achmad Yusuf SA, S.E., M.Ed. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Rika Rismayati, S.Sos. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dr. Yasep Setiakarnawijaya, M.Kes. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Yudistira Wahyu Widiasana, M.Si. Sekretariat Ditjen Dikdasmen Satriyo Wibowo, M.A. Sekretariat Ditjen Dikdasmen Katman, M.A. Sekretariat Ditjen Dikdasmen Billy Antoro, S.Pd. Sekretariat Ditjen Dikdasmen Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 65 Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah 66 BAB IV PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1. Tujuan Setelah selesai mempelajari materi ini, peserta dapat a. menjelaskan dasar hukum pelaksanaan PTK oleh guru. b. mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas c. membedakan penelitian tindakan kelas dengan penelitian kelas d. menjelaskan manfaat penelitian tindakan kelas. e. menjelaskan keterbatasan dan persyaratan penelitian tindakan kelas f. menjelaskan cara-cara mengidentifikasi masalah g. merinci langkah-langkah untuk merencanakan perbaikan h. menjelaskan langkah-langkah melaksanakan PTK i. mendeskripsikan teknik untuk merekam dan menganalisis data j. menjelaskan langkah-langkah merencanakan tindak lanjut k. membuat proposal penelitian tindakan kelas l. menjelaskan sistematika sebuah laporan PTK. m. membedakan karya ilmiah penelitian dan nonpenelitian. n. merumuskan bagian-bagian tertentu dari sebuah artikel. 2. Uraian Materi KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS Salah satu ciri guru yang berhasil (efektif) adalah bersifat reflektif. Guru yang demikian selalu belajar dari pengalaman, sehingga dari hari ke hari kinerjanya menjadi semakin baik (Arends, 2002). Di dalam melakukan refleksi, guru harus memiliki kemandirian dan kemampuan menafsirkan serta memanfaatkan hasil-hasil pengalaman membelajarkan, kemajuan belajar mengajar, dan informasi lainnya bagi penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara berkesinambungan.. Di sinilah letak arti penting penelitian tindakan kelas bagi guru. Kemajuan dan perkembangan IPTEKS yang demikian pesat harus diantisipasi melalui penyiapan guru-guru yang memiliki kemampuan meneliti, sekaligus mampu memperbaiki proses pembelajarannya. Beberapa alasan lain yang mendukung pentingnya penelitian tindakan kelas sebagai langkah yang tepat untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pendidikan, antara lain: (1) guru berada di garis depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan perbaikan mutu pendidikan; (2) guru terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang merupakan hasil penelitiannya, dan (3) melalui PTK guru menyelesaikan masalah, menemukan jawab atas masalahnya, dan dapat segera diterapkan untuk melakukan perbaikan. 1. Pengertian PTK 4-1 Berdasarkan berbagai sumber seperti Mettetal (2003); Kardi (2000), dan Nur (2001) Penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR) didefinisikan sebagai penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Dalam model penelitian ini, si peneliti (guru) bertindak sebagai pengamat (observer) sekaligus sebagai partisipan. Dengan demikian PTK tidaklah sekedar penyelesaian masalah, melainkan juga terdapat misi perubahan dan peningkatan. PTK bukanlah penelitian yang dilakukan terhadap seseorang, melainkan penelitian yang dilakukan oleh praktisi terhadap kinerjanya untuk melakukan peningkatan dan perubahan terhadap apa yang sudah mereka lakukan. PTK bukanlah semata-mata menerapkan metode ilmiah di dalam pembelajaran atau sekedar menguji hipotesis, melainkan lebih memusatkan perhatian pada perubahan baik pada peneliti (guru) maupun pada situasi di mana mereka bekerja. Dengan mengikuti alur berpikir itu, PTK menjadi penting bagi guru karena membantu mereka dalam hal: memahami lebih baik tentang pembelajarannya, mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, sekaligus dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan belajar siswanya. Saat seorang guru melaksanakan PTK berarti guru telah menjalankan misinya sebagai guru professional, yaitu (1) membelajarkan, (2) melakukan pengembangan profesi berupa penulisan karya ilmiah dari hasil PTK, sekaligus (3) melakukan ikhtiar untuk peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran sebagai bagian tanggungjawabnya. 2. Prinsip-Prinsip PTK Prinsip-prinsip yang mendasari pelaksanaan PTK adalah sebagai berikut. a. PTK merupakan kegiatan nyata yang dilaksanakan di dalam situasi rutin. Oleh karena itu peneliti PTK (guru) tidak perlu mengubah situasi rutin/alami yang terjadi. Jika PTK dilakukan di dalam situasi rutin hasil yang diperoleh dapat digunakan secara langsung oleh guru tersebut. b. PTK dilakukan sebagai kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja peneliti (guru) yang bersangkutan. Guru melakukan PTK karena menyadari adanya kekurangan di dalam kinerja dan karena itu ingin melakukan perbaikan. c. Pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Oleh karena itu, guru hendaknya memperhatikan tiga hal. Pertama, guru perlu menyadari bahwa dalam mencobakan sesuatu tindakan pembelajaran yang baru, selalu ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Kedua, siklus tindakan dilakukan dengan selaras dengan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan kompetensi yang dicantumkan di dalam Standar Isi, yang sudah dioperasionalkan ke dalam bentuk silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, penetapan siklus tindakan dalam PTK mengacu pada penguasaan kompetensi yang ditargetkan 4-2 pada tahap perencanaan. Jadi pedoman siklus PTK bukan ditentukan oleh ketercukupan data yang diperoleh peneliti, melainkan mengacu kepada seberapa jauh tindakan yang dilakukan itu sudah dapat memperbaiki kinerja yang menjadi alasan dilaksanakan PTK tadi. d. PTK dapat dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yang dilakukan dengan menganalisis kekuatan (S=Strength) dan kelemahan (W=Weaknesses) yang dimiliki, dan factor eksternal (dari luar) yaitu peluang atau kesempatan yang dapat diraih ( O=Opprtunity), maupun ancaman (T=Treath). Empat hal tersebut bisa dipandang dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan. e. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran. PTK sejauh mungkin menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru dan ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik-teknik perekaman yang cukup sederhana, namun dapat menghasilkan informasi yang cukup berarti dan dapat dipercaya. f. Metode yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang dikemukakannya. Oleh karena itu, meskipun pada dasarnya memperbolehkan kelonggaran, namun penerapan asas-asas dasar tetap harus dipertahankan. g. Masalah penelitian yang dipilih guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya. Pendorong utama pelaksanaan PTK adalah komitmen profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswa. h. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten, memiliki kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini penting ditekankan karena selain melibatkan anak-anak manusia, PTK juga hadir dalam suatu konteks organisasional, sehingga penyelenggaraannya harus mengindahkan tata-krama kehidupan berorganisasi. i. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom-exceeding perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan/atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan. 3. Karakteristik PTK Karakteristik PTK dapat diidentifikasi, yaitu sebagai berikut. a. Self-reflective inquiry, PTK merupakan penelitian reflektif, karena dimulai dari refleksi diri yang dilakukan oleh guru. Untuk melakukan refleksi, guru berusaha bertanya kepada diri sendiri, misalnya dengan mengajukan pertanyaan berikut. (1) Apakah penjelasan saya terlampau cepat? 4-3 (2) Apakah saya sudah memberi contoh yang memadai? (3) Apakah saya sudah memberi kesempatan bertanya kepada siswa? (4) Apakah saya sudah memberi latihan yang memadai? (5) Apakah hasil latihan siswa sudah saya beri balikan? (6) Apakah bahasa yang saya gunakan dapat dipahami siswa? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru akan dapat memperkirakan penyebab dari masalah yang dihadapi dan akan mencoba mencari jalan keluar untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil belajar siswa. b. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran secara beretahap dan bersiklus. Pola siklusnya adalah: perencanaanpelaksanaan-observasi-refleksi-revisi, yang dilanjutkan dengan perencanaanpelaksanaan-observasi-refleksi (yang sudah direvisi) dan seterusnya secara berulang. 4. Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Kelas Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian kelas (classroom research). PTK termasuk salah satu jenis penelitian kelas karena penelitian tersebut dilakukan di dalam kelas. Penelitian kelas adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas, mencakup tidak hanya PTK, tetapi juga berbagai jenis penelitian yang dilakukan di dalam kelas, misalnya penelitian tentang bentuk interaksi siswa atau penelitian yang meneliti proporsi berbicara antara guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung. Jelas dalam penelitian kelas seperti ini, kelas dijadikan sebagai obyek penelitian. Penelitian dilakukan oleh orang luar, yang mengumpulkan data. Sementara itu PTK dilakukan oleh guru sendiri untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di kelas yang menjadi tugasnya. Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan penelitian kelas ditunjukkan pada Tabel 1. Pada Tabel 2 ditunjukkan pula perbedaan PTK dengan penelitian formal atau penelitian pada umumnya yang biasa dilakukan oleh peneliti. Tabel 1. Perbandingan PTK dan Penelitian Kelas No. Aspek Penelitian Tindakan Penelitian Kelas Kelas 1 Peneliti Guru Orang luar 2 4 Rencana penelitian Munculnya masalah Ciri utama 5 Peran guru Ada tindakan untuk perbaikan yang berulang Sebagai guru dan peneliti 6 7 Tempat penelitian Proses Kelas Oleh guru sendiri atau 3 Oleh guru (mungkin dibantu orang luar) Dirasakan oleh guru 4-4 Oleh peneliti Dirasakan oleh orang luar/peneliti Belum tentu ada tindakan perbaikan Sebagai guru (subyek penelitian) Kelas Oleh peneliti 8 pengumpulan data Hasil penelitian bantuan orang lain Langsung dimanfaatkan oleh guru, dan dampaknya dapat dirasakan oleh siswa Menjadi milik peneliti, belum tentu dimanfaatkan oleh guru Tabel 2. Perbedaan Karakteristik PTK dan Penelitian Formal Dimensi Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Formal No . 1 Motivasi 2 Sumber masalah 3 Tujuan 4 Peneliti yang terlibat 5 6 Sampel Metode Perbaikan Tindakan Diagnosis status Kebenaran Induktif-deduktif Memperbaiki atau menyelesaikan masalah lokal Pelaku dari dalam (guru) memerlukan sedikit pelatihan untuk dapat melakukan Kasus khusus Longgar tetapi berusaha obyektif-jujur-tidak memihak (impartiality) Mengembangkan, menguji teori, menghasilkan pengetahuan 7 Penafsira Untuk memahami praktek n hasil melalui refleksi oleh Penelitian praktisi 8 Hasil Siswa belajar lebih baik Akhir (proses dan produk) 9. Generalis Terbatas atau tidak asi dilakukan Sumber : Fraenkel, 2011,p.595 Orang luar yang berminat, memerlukan pelatihan yang intensif untuk dapat melakukan Sampel yang representatif Baku dengan obyektivitas dan ketidakberpihakan yang terintegrasi (build in objectivity and impartiality)) pendeskripsian, mengabstraksi, penyimpulan dan pembentukan teori oleh ilmuwan. Pengetahuan, prosedur atau materi yang teruji Dilakukan secara luas pada populasi 5. Manfaat dan Keterbatasan PTK Penelitian tindakan kelas mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi guru, pembelajaran, maupun bagi sekolah. Manfaat PTK bagi guru antara lain sebagai berikut. a) PTK dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya; b) Guru dapat berkembang secara profesional, karena dapat menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya melalui PTK; c) PTK meningkatkan rasa percaya diri guru; d) PTK memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. 4-5 Manfaat bagi pembelajaran/siswa, PTK bermanfaat untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, di samping guru yang melaksanakan PTK dapat menjadi model bagi para siswa dalam bersikap kritis terhadap hasil belajarnya. Bagi sekolah, PTK membantu sekolah untuk berkembang karena adanya peningkatan/kemajuan pada diri guru dan proses pendidikan di sekolah tersebut. Keterbatasan PTK terutama terletak pada validitasnya yang tidak mungkin melakukan generalisasi karena sasarannya hanya kelas dari guru yang berperan sebagai pengajar dan peneliti. PTK memerlukan berbagai kondisi agar dapat berlangsung dengan baik dan melembaga. Kondisi tersebut antara lain, dukungan semua personalia sekolah, iklim yang terbuka yang memberikan kebebasan kepada para guru untuk berinovasi, berdiskusi, berkolaborasi, dan saling mempercayai di antara personalia sekolah, dan juga saling persaya antara guru dengan siswa. Birokrasi yang terlampau ketat merupakan hambatan bagi PTK. Latihan Setelah mempelajari uraian dan contoh di atas, cobalah Anda kerjakan latihan berikut bersama teman-teman Anda! 1. Rumuskan pengertian penelitian tindakan kelas dengan kata-kata Anda sendiri! 2. Coba identifikasi masalah yang sering Anda hadapi dalam mengelola pembelajaran. Diskusikan dengan teman-teman Anda, bagaimana cara terbaik untuk memecahkan masalah tersebut, kemudian lakukan analisis apakah cara yang Anda temukan tersebut dapat disebut sebagai penelitian tindakan kelas? Berikan argumentasi, mengapa kelompok Anda berpendapat seperti itu? 3. Melakukan refleksi berarti memantulkan kembali pengalaman yang sudah Anda jalani, sehingga Anda dapat melihat kembali apa yang sudah terjadi. Menurut Anda, apa gunanya seorang guru melakukan refleksi? 4. Di antara karakteristik PTK yang telah diuraikan dalam kegiatan belajar ini, yang mana menurut Anda yang paling penting, yang benar-benar membedakannya dengan penelitian formal? Berikan alasan atas Jawaban Anda. 4-6 PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PTK 1. Perencanaan dan pelaksanaan PTK PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur, yang terdiri atas 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi (Gambar 1). Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana, jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktek atau belum berhasil menyelesaikan masalah yang menjadi kerisauan guru. Gambar 1. Tahap-tahap dalam Pelaksanaan PTK Setelah menetapkan focus penelitian, selanjutnya dilakukan perencanaan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan untuk perbaikan. Rencana akan menjadi acuan dalam melaksanakan tindakan. Pelaksanaan tindakan adalah merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Tanpa tindakan, rencana hanya merupakan angan-angan yang tidak pernah menjadi kenyataan. Selanjutnya, agar tindakan yang dilakukan dapat diketahui kualitas dan keberhasilannya perlu dilakukan pengamatan. Berdasarkan pengamatan ini akan dapat ditentukan hal-hal yang harus segera diperbaiki agar tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. Pengamatan dilakukan selama proses tindakan berlangsung. Langkah berikutnya adalah refleksi, yang dilakukan setelah tindakan berakhir. Pada tahap refleksi, peneliti: (1) merenungkan kembali apa yang telah dilakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa, (2) merenungkan alasan melakukan suatu tindakan dikaitkan dengan dampaknya,dan (3) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tindakan yang dilakukan. 2. Mengidentifikasi Masalah Suatu rencana PTK diawali dengan adanya masalah yang dirasakan atau disadari oleh guru. Guru merasa ada sesuatu yang tidak beres di dalam kelasnya, yang jika tidak segera diatasi akan berdampak bagi proses dan hasil belajar siswa. Masalah yang dirasakan guru pada tahap awal mungkin masih kabur, sehingga guru perlu merenungkan atau melakukan refleksi agar masalah tersebut menjadi semakin jelas. Setelah permasalahan-permasalahan diperoleh melalui proses identifikasi, selanjutnya guru melakukan analisis terhadap 4-7 masalah-masalah tersebut untuk menentukan urgensi penyelesaiannya. Dalam hubungan ini, akan ditemukan permasalahan yang sangat mendesak untuk diatasi, atau yang dapat ditunda penyelesaiannya tanpa mendatangkan kerugian yang besar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih permasalahan PTK adalah sebagai berikut: (1) permasalahan harus betul-betul dirasakan penting oleh guru sendiri dan siswanya, (2) masalah harus sesuai dengan kemampuan dan/atau kekuatan guru untuk mengatasinya, (3) permasalahan memiliki skala yang cukup kecil dan terbatas, (4) permasalahan PTK yang dipilih terkait dengan prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah. Agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah seorang guru dituntut jujur pada diri sendiri dan melihat pembelajaran yang dikelolanya sebagai bagian penting dari pekerjaannya. Berbekal kejujuran dan kesadaran guru dapat mengajukan pertanyaan berikut pada diri sendiri. 1) Apa yang sedang terjadi di kelas saya? 2) Masalah apa yang ditimbulkan oleh kejadian itu? 3) Apa pengaruh masalah tersebut bagi kelas saya? 4) Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut tidak segera diatasi? 5) Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut atau memperbaiki situasi yang ada? Jika setelah menjawab pertanyaan tersebut guru sampai pada kesimpulan bahwa ia memang menghadapi masalah dalam bidang tertentu, berarti ia sudah berhasil mengidentifikasi masalah. Langkah berikutnya adalah menganalisis dan merumuskan masalah. 3. Menganalisis dan Merumuskan Masalah Setelah masalah teridentifikasi, guru perlu melakukan analisis sehingga dapat merumuskan masalah dengan jelas. Analisis dapat dilakukan dengan refleksi yaitu mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, mengkaji ulang berbagai dokumen seperti pekerjaan siswa, daftar hadir, atau daftar nilai, atau bahkan mungkin bahan pelajaran yang telah disiapkan. Semua ini tergantung pada jenis masalah yang teridentifikasi. Sebuah masalah pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, yang menggambarkan sesuatu yang ingin diselesaikan atau dicari jawabannya melalui penelitian tindakan kelas. Contoh rumusan masalah: Apakah pendekatan konseptual dapat meminimalisasi miskonsepsi siswa pada mata pelajaran IPA SD Klampis? Selanjutnya, masalah perlu dijabarkan atau dirinci secara operasional agar rencana perbaikannya dapat lebih terarah. Sebagai misal untuk masalah: Tugas dan bahan belajar yang bagaimana yang dapat meningkatkan motivasi siswa? dapat dijabarkan menjadi sejumlah pertanyaan sebagai berikut. a. Bagaimana frekuensi pemberian tugas yang dapat meningkatkan motivasi siswa?; b. Bagaimana bentuk dan materi tugas yang memotivasi?; c. Bagaimana syarat bahan belajar yang menarik?; 4-8 d. Bagaimana kaitan materi bahan belajar dengan tugas yang diberikan?; Dengan terumuskannya masalah secara operasional, Anda sudah mulai dapat membuat rencana perbaikan atau rencana PTK. 4. Merencanakan Perbaikan Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, guru perlu membuat rencana tindakan atau yang sering disebut dengan rencana perbaikan. Langkahlangkah dalam menyusun rencana perbaikan adalah sebagai berikut. a. Rumuskan cara perbaikan yang akan ditempuh dalam bentuk hipotesis tindakan. Hipotesis tindakan adalah dugaan guru tentang cara yang terbaik untuk mengatasi masalah. Dugaan atau hipotesis ini dibuat berdasarkan kajian dari berbagai teori, kajian hasil penelitian yang pernah dilakukan dalam masalah yang serupa, diskusi dengan teman sejawat atau dengan pakar, serta refleksi pengalaman sendiri sebagai guru. Berdasarkan hasil kajian tersebut, guru menyusun berbagai alternatif tindakan. Contoh hipotesis tindakan: Penggunaan concept mapping dan penekanan operasi dasar dapat meningkatkan pemahaman konsep Matematika Siswa Kelas VI SDN Ketintang. b. Analisis kelayakan hipotesis tindakan Setelah menetapkan alternatif hipotesis yang terbaik, hipotesis ini masih perlu dikaji kelayakannya dikaitkan dengan kemungkinan pelaksanaannya. Kelayakan hipotesis tindakan didasarkan pada hal-hal berikut. 1) Kemampuan dan komitmen guru sebagai pelaksana. Guru harus bertanya pada diri sendiri apakah ia cukup mampu melaksanakan rencana perbaikan tersebut dan apakah ia cukup tangguh untuk menyelesaikannya? 2) Kemampuan dan kondisi fisik siswa dalam mengikuti tindakan tersebut; Misalnya jika diputuskan untuk memberi tugas setiap minggu, apakah siswa cukup mampu menyelesaikannya. 3) Ketersediaan prasarana atau fasilitas yang diperlukan. Apakah sarana atau fasilitas yang diperlukan dalam perbaikan dapat diadakan oleh siswa, sekolah, ataukah oleh guru sendiri. 4) Iklim belajar dan iklim kerja di sekolah. Dalam hal ini, guru perlu mempertimbangkan apakah alternatif yang dipilihnya akan mendapat dukungan dari kepala sekolah dan personil lain di sekolah. 5. Melaksanakan PTK Setelah meyakini bahwa hipotesis tindakan atau rencana perbaikan sudah layak, kini guru perlu mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perbaikan. a. Menyiapkan Pelaksanaan Ada beberapa langkah yang perlu disiapkan sebelum merealisasikan rencana tindakan kelas. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk skenario tindakan yang akan dilaksanakan. Skenario mencakup langkah-langkah 4-9 yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan tindakan atau perbaikan. Terkait dengan rencana pelaksanaan pembelajaran, guru tentu perlu menyiapkan berbagai bahan seperti tugas belajar yang dibuat sesuai dengan hipotesis yang dipilih, media pembelajaran, alat peraga, dan bukubuku yang relevan. Menyiapkan fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan, misalnya gambar-gambar, meja tempat mengumpulkan tugas, atau sarana lain yang terkait. Menyiapkan cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan proses dan hasil perbaikan. Dalam hal ini guru harus menetapkan apa yang harus direkam, bagaimana cara merekamnya dan kemudian bagaimana cara menganalisisnya. Agar dapat melakukan hal ini, guru harus menetapkan indikator keberhasilan. Jika indikator ini sudah ditetapkan, guru dapat menentukan cara merekam dan menganalisis data. Jika perlu, untuk memantapkan keyakinan diri, guru perlu mensimulasikan pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini, guru dapat bekerjasama dengan teman sejawat atau berkolaborasi dengan dosen LPTK. b. Melaksanakan Tindakan Setelah persiapan selesai, kini tiba saatnya guru melaksanakan tindakan dalam kelas yang sebenarnya. Pekerjaan utama guru adalah mengajar. Oleh karena itu, metode penelitian yang sedang dilaksanakan tidak boleh mengganggu komitmen guru dalam mengajar. Ini berarti, guru tidak boleh mengorbankan siswa demi penelitian yang sedang dilaksanakannya. Tambahan tugas guru sebagai peneliti harus disikapi sebagai tugas profesional yang semestinya memberi nilai tambah bagi guru dan pembelajaran yang dikelolanya. Cara pengumpulan atau perekaman data jangan sampai terlalu menyita waktu pembelajaran di kelas. Esensi pelaksanaan PTK memang harus disertai dengan observasi, pengumpulan data, dan interpretasi yang dilakukan oleh guru. Metode yang diterapkan haruslah reliabel atau handal, sehingga memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi kelasnya. Masalah yang ditangani guru haruslah sesuai dengan kemampuan dan komitmen guru. Sebagai peneliti, guru haruslah memperhatikan berbagai aturan dan etika yang terkait dengan tugas-tugasnya, seperti menyampaikan kepada kepala sekolah tentang rencana tindakan yang akan dilakukan, atau 4-10 menginformasikan kepada orang tua siswa jika selama pelaksanaan PTK, siswa diwajibkan melakukan sesuatu di luar kebiasaan rutin. PTK harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat sekolah. c. Observasi dan Interpretasi Pelaksanaan tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung simultan. Artinya, data yang diamati saat pelaksaanaan tindakan tersebut langsung diinterpretasikan, tidak sekedar direkam. Jika guru memberi pujian kepada siswa, yang direkam bukan hanya jenis pujian yang diberikan, tetapi juga dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian. Apa yang harus direkam dan bagaimana cara merekamnya harus ditentukan secara cermat terlebih dahulu. Salah satu cara untuk merekam atau mengumpulkan data adalah dengan observasi atau pengamatan. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yaitu: Perencanaan Bersama Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara pengamat dengan yang diamati, dalam hal ini teman sejawat yang akan membantu mengamati dengan guru yang akan mengajar. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling percaya dan menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati, aturan yang akan diterapkan, berapa lama pengamatan akan berlangsung, bagaimana sikap pengamat kepada siswa, dan di mana pengamat akan duduk. Fokus Fokus pengamatan sebaiknya sempit/spesifik. Fokus yang sempit atau spesifik akan menghasilkan data yang sangat bermanfaat begi perkembangan profesional guru. Membangun Kriteria Observasi akan sangat membantu guru, jika kriteria keberhasilan atau sasaran yang ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya. Keterampilan Observasi Seorang pengamat yang baik memiliki minimal 3 keterampilan, yaitu: (1) dapat menahan diri untuk tidak terlalu cepat memutuskan dalam menginterpretasikan satu peristiwa; (2) dapat menciptakan suasana yang memberi dukungan dan menghindari terjadinya suasana yang menakutkan guru dan siswa; dan (3) menguasai berbagai teknik untuk menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk direkam, serta alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode tertentu. Di dalam suatu observasi, hasil pengamatan berupa fakta atau deskripsi, bukan pendapat atau opini. Dilihat cara melakukan kegiatannya, ada empat jenis observasi yang dapat dipilih, yaitu: observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk merekam proses pembelajaran yang diamati. Observasi terfokus secara khusus 4-11 ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. Observasi terstruktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur dengan baik dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda cek (V) pada tempat yang disediakan. Observasi sistematik dilakukan lebih rinci dalam hal kategori data yang diamati. Balikan (Feedback) Hasil observasi yang direkam secara cermat dan sistematis dapat dijadikan dasar untuk memberi balikan yang tepat. Syarat balikan yang baik: (i) diberikan segera setelah pengamatan, dalam berbagai bentuk misalnya diskusi; (ii) menunjukkan secara spesifik bagian mana yang perlu diperbaiki, bagian mana yang sudah baik untuk dipertahankan; (iii) balikan harus dapat memberi jalan keluar kepada orang yang diberi balikan tersebut. d. Analisis Data Agar data yang telah dikumpulkan bermakna sebagai dasar untuk mengambil keputusan, data tersebut harus dianalisis atau diberi makna. Analisis data pada tahap ini agak berbeda dengan interpretasi yang dilakukan pada tahap observasi. Analisis data dilakukan setelah satu paket perbaikan selesai diimplementasikan secara keseluruhan. Jika perbaikan ini direncanakan untuk enam kali pembelajaran, maka analisis data dilakukan setelah pembelajaran tuntas dilaksanakan. Dengan demikian, pada setiap pembelajaran akan diadakan interpretasi yang dimanfaatkan untuk melakukan penyesuaian, dan pada akhir paket perbaikan diadakan analisis data secara keseluruhan untuk menghasilkan informasi yang dapat menjawab hipotesis perbaikan yang dirancang guru. Analisis data dapat dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, data diseleksi, difokuskan, jika perlu ada yang direduksi karena itu tahap ini sering disebut sebagai reduksi data. Kemudian data diorganisaskan sesuai dengan hipotesis atau pertanyaan penelitian yang ingin dicari jawabannya. Tahap kedua, data yang sudah terorganisasi ini dideskripsikan sehingga bermakna, baik dalam bentuk narasi, grafik, maupun tabel. Akhirnya, berdasarkan paparan atau deskripsi yang telah dibuat ditarik kesimpulan dalam bentuk pernyataan atau formula singkat. e. Refleksi Saat refleksi, guru mencoba merenungkan mengapa satu kejadian berlangsung dan mengapa hal seperti itu terjadi. Ia juga mencoba merenungkan mengapa satu usaha perbaikan berhasil dan mengapa yang lain gagal. Melalui refleksi, guru akan dapat menetapkan apa yang telah dicapai, serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu diperbaiki lagi dalam pembelajaran berikutnya. f. Perencanaan Tindak Lanjut Sebagaimana yang telah tersirat dalam tahap analisis data dan refleksi, hasil atau kesimpulan yang didapat pada analisis data, setelah melakukan refleksi digunakan untuk membuat rencana tindak lanjut. Jika ternyata tindakan 4-12 perbaikan belum berhasil menjawab masalah yang menjadi kerisauan guru, maka hasil analisis data dan refleksi digunakan untuk merencanakan kembali tindakan perbaikan, bahkan bila perlu dibuat rencana baru. Siklus PTK berakhir, jika perbaikan sudah berhasil dilakukan. Jadi, suatu siklus dalam PTK sebenarnya tidak dapat ditentukan lebih dahulu berapa banyaknya. (Kemmis dan Mc. Taggart dikutip Wardani dkk, 2004, p.4.9) 6. Cara Membuat Proposal Proposal adalah suatu perencanaan yang sistematis untuk melaksanakan penelitian termasuk PTK. Di dalam proposal terdapat komponen dan langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan PTK. Selain itu, proposal juga memiliki kegunaan sebagai usulan untuk pengajuan dana kepada instansi atau sumber yang dapat mendanai penelitian. Proposal terdiri dari dua bagian, bagian pertama merupakan identitas proposal, sedangkan bagian kedua merupakan perencanaan penelitian yang berisi tentang desain penelitian, dan langkahlangkah pelaksanaan. Pembahasan proposal akan dibagi menjadi 3 langkah, yaitu mengenai format proposal, cara membuat proposal, dan cara menilai proposal (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999). a. Format Proposal Pada umumnya format proposal penelitian, baik penelitian formal maupun PTK sudah baku. Salah satu format proposal yang ada saat ini adalah yang dikembangkan oleh Tim Pelatih Proyek PGSM sebagai berikut. Halaman Judul (kulit luar) Berisi judul PTK, nama peneliti dan lembaga, serta tahun proposal itu dibuat. 4-13 Halaman Pengesahan Berisi identitas peneliti dan penelitian yang akan dilakukan, yang ditandatangani oleh ketua peneliti dan ketua/kepala lembaga yang mengesahkan. Di perguruan tinggi yang mengesahkan proposal penelitian adalah Ketua Lembaga Penelitian dan Dekan. Kerangka Proposal 1. Judul Penelitian 2. Bidang Ilmu 3. Kategori Penelitian 4. Data Peneliti: Nama lengkap dan gelar Golongan/pangkat/NIP Jabatan fungsional Jurusan Institusi 5. Susunan Tim Peneliti Jumlah Anggota 6. Lokasi Penelitian 7. Biaya Penelitian 8. Sumber Dana b. Perencanaan PTK Berdasarkan format proposal tersebut di atas, tugas peneliti selanjutnya adalah mengembangkan rancangan (desain) PTK. Rancangan tersebut adalah: 1) Judul Judul PTK dinyatakan dengan jelas dan mencerminkan tujuan, yaitu mengandung maksud, kegiatan atau tindakan, dan penyelesaian masalah. 2) Latar Belakang Berisi informasi tentang pentingnya penelitian dilakukan, mengapa Anda tertarik dengan masalah ini? Apakah masalah tersebut merupakan masalah riil yang Anda hadapi sehari-hari? Apakah ada manfaatnya apabila diteliti dengan PTK? Untuk ini perlu didukung oleh kajian literatur atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan baik oleh Anda sendiri maupun orang lain. 3) Permasalahan Masalah dalam PTK harus diangkat dari pengalaman sehari-hari. Anda perlu mengkaji masalah tersebut, melakukan analisis, dan jika perlu menanyakan kepada para siswa Anda tentang masalah tersebut. Setelah Anda yakin dengan masalah tersebut, rumuskan ke dalam bentuk kalimat yang jelas. Biasanya rumusan masalah dibuat dalam bentuk kalimat Tanya. 4-14 4) Cara Penyelesaian Masalah Penyelesaian masalah dilakukan setelah Anda melakukan analisis dan pengkajian terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga ditemukan cara pemecahannya. Untuk menemukan cara pemecahan terhadap suatu masalah, Anda dapat melakukannya dengan mengacu pada pengalaman Anda selama ini, pengalaman teman Anda, mencari dalam buku literatur dan hasil penelitian, atau dengan berkonsultasi dan berdiskusi dengan teman sejawat atau para pakar. Cara penyelesaian masalah yang Anda tentukan atau pilih harus benar-benar “applicable”, yaitu benar-benar dapat dan mungkin Anda laksanakan dalam proses pembelajaran. 5) Tujuan dan manfaat PTK Berdasarkan masalah serta cara penyelesaiannya, Anda dapat merumuskan tujuan PTK. Rumuskan tujuan ini secara jelas dan terarah, sesuai dengan latar belakang masalah dan mengacu pada masalah dan cara penyelesaian masalah. Sebutkan pula manfaat dari PTK ini, yaitu nilai tambah atau dampak langsung atau pengiring terhadap kemampuan siswa Anda. 6) Kerangka Teoritis dan Hipotesis Dalam bagian ini, Anda diminta untuk memperdalam atau memperluas pengetahuan teoritis Anda berkaitan dengan masalah penelitian yang akan diteliti. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah tersebut. Kajian teoritis ini sangat berguna untuk memperkaya Anda dengan variabel yang berkaitan dengan masalah tersebut. Selain itu, Anda juga akan memperoleh masukan yang dapat membantu Anda dalam melaksanakan PTK, terutama dalam merumuskan hipotesis. 7) Rencana Penelitian Mencakup penataan penelitian, faktor-faktor yang diselidiki, rencana kegiatan (persiapan, implementasi, observasi dan interpretasi, analisis, dan refleksi), data dan cara pengumpulan data, dan teknik analisis data penelitian. 8) Jadwal Penelitian Jadwal penelitian berisi bentuk aktivitas terkait dengan penelitian dan rancangan waktu kapan dilaksanakan dan dalam jangka berapa lama. Untuk membuat jadwal penelitian Anda harus menginventarisasi jenisjenis kegiatan yang akan dilakukan dimulai dari awal perencanaan, penyusunan proposal sampai dengan selesainya penulisan laporan. Jadwal PTK umumnya ndisusun dalam bentuk bar chart. 9) Rencana Anggaran Cantumkan anggaran yang akan digunakan dalam PTK Anda, terutama jika PTK ini dibiayai oleh sumber dana tertentu. Rencana biaya meliputi kegiatan sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan. Pada tiap-tiap tahapan diuraikan jenis-jenis pengeluaran yang 4-15 dilakukan serta berapa banyak alokasi dana yang disediakan untuk tiaptiap kegiatan. Latihan Setelah mengkaji dengan cermat semua uraian untuk memantapkan pemahaman Anda, kerjakan latihan berikut. 1. Langkah-langkah PTK merupakan satu siklus yang berulang sampai tujuan perbaikan yang dirancang dapat terwujud. Coba gambarkan siklus tersebut dengan cara Anda sendiri dan jelaskan kapan siklus tersebut dapat berakhir. 2. Tahap observasi dan interpretasi merupakan satu tahap yang dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Coba diskusikan dengan teman Anda mengapa kedua tahap tersebut harus dilakukan bersamaan dan mengapa observasi harus disertai dengan interpretasi. 3. Agar observasi dapat dimanfaat secara efektif, berbagai prinsip dan aturan harus diikuti. Pilih tiga aturan yang menurut Anda paling penting dan jelaskan mengapa aturan tersebut harus diikuti. 4. Analisis data akan membantu guru melakukan refleksi. Beri alasan yang mendukung pendapat tersebut disertai sebuah contoh. 5. Apa yang dikerjakan guru berdasarkan hasil analisis data dan refleksi? Jelaskan jawaban Anda dengan contoh. Tugas: Susunlah sebuah proposal PTK untuk menyelesaikan masalah yang Anda hadapi di sekolah Anda masing-masing. Gunakan format proposal PTK seperti yang sudah dijelaskan di dalam modul ini. PENULISAN KARYA ILMIAH Di dalam modul ini, karya tulis ilmiah yang akan dibahas terdiri dari dua macam, yaitu laporan hasil penelitian khususnya laporan penelitian tindakan kelas dan artikel ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian dan nonpenelitian. 1. Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Laporan PTK merupakan pernyataan formal tentang hasil penelitian, atau hal apa saja yang memerlukan informasi yang pasti, yang dibuat oleh seseorang atau badan yang diperintahkan atau diharuskan untuk melakukan hal itu. Ada beberapa jenis laporan misalnya rapor sekolah, laporan hasil praktikum, dan hasil tes laboratorium. Sedangkan laporan PTK termasuk jenis laporan lebih tinggi penyajiannya. Tujuan menulis laporan secara sederhana adalah untuk mencatat, memberitahukan, dan merekomendasikan hasil penelitian. Dalam penelitian, laporan merupakan laporan hasil penelitian yang berupa temuan baru dalam bentuk teori, konsep, metode, dan prosedur, atau permasalahan yang perlu dicarikan cara pemecahannya. Namun untuk mengimplementasikannya memerlukan waktu yang 4-16 cukup panjang. Hasil penelitian formal dipublikasikan melalui seminar, pengkajian ulang, analisis kebijakan, pendiseminasian dan sebagainya, yang memerlukan waktu cukup lama, sehingga pada saat dilakukan implementasi, temuan tersebut sudah kedaluwarsa dan tidak sesuai lagi. Laporan PTK perlu dibuat oleh para peneliti untuk beberapa kepentingan antara lain sebagai berikut. a) Sebagai dokumen penelitian, dan dapat dimanfaatkan oleh guru atau dosen untuk diajukan sebagai bahan kenaikan pangkat/pengembangan karir. b) Sebagai sumber bagi peneliti lain atau peneliti yang sama dalam memperoleh inspirasi untuk melakukan penelitian lainnya. c) Sebagai bahan agar orang atau peneliti lain dapat memberikan kritik dan saran terhadap penelitian yang dilakukan. d) Sebagai acuan dan perbandingan bagi peneliti untuk mengambil tindakan dalam menangani masalah yang serupa atau sama. Sistematika laporan merupakan bagian yang sangat mendasar dalam sebuah laporan, karena akan merupakan kerangka berpikir yang dapat memberikan arah penulisan, sehingga memudahkan anda dalam menulis laporan. Sistematika atau struktur ini harus sudah anda persiapkan sebelum penelitian dilakukan, yaitu pada saat anda menulis proposal. Setelah PTK selesai dilakukan, anda mulai melihat kembali struktur tersebut untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan pengalaman anda dalam melakukan PTK, serta data informasi yang sudah dikumpulkan dan dianalisis. Pada dasarnya, laporan PTK hampir sama dengan laporan jenis penelitian lainnya. Meskipun begitu, setiap institusi bisa saja menetapkan format tersendiri yang bisa berbeda dengan format dari institusi lain. Format yang ditetapkan oleh Lembaga Penelitian Unesa, misalnya, bisa berbeda dari format yang digunakan oleh Ditjendikti atau Universitas Terbuka. Apabila PTK yang anda lakukan memperoleh pendanaan dari institusi tertentu, maka sistematika laporan juga perlu disesuaikan dengan format yang telah ditentukan oleh pihak pemberi dana penelitian. Namun bila dibandingkan satu sama lain, sebenarnya setiap format menyepakati beberapa komponen yang dianggap perlu dicantumkan dan dijelaskan. Sistematika laporan PTK di bawah ini merupakan modifikasi dari berbagai sumber: Halaman Judul Judul laporan PTK yang baik mencerminkan ketaatan pada rambu-rambu seperti: gambaran upaya yang dilakukan untuk perbaikan pembelajaran, tindakan yang diambil untuk merealisasikan upaya perbaikan pembelajaran, dan setting penelitian. Judul sebaiknya tidak lebih dari 15 kata. Lembar Pengesahan Gunakan model lembar pengesahan yang ditetapkan oleh institusi terkait. Kata Pengantar Abstrak Abstrak sebaiknya ditulis tidak lebih dari satu halaman. Komponen ini merupakan intisari penelitian, yang memuat permasalahan, tujuan, prosedur 4-17 pelaksanaan penelitian/tindakan, hasil dan pembahasan, serta simpulan dan saran. Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab ini memuat unsur latar belakang masalah, data awal tentang permasalahan pentingnya masalah diselesaikan, identifikasi masalah, analisis dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta definisi istilah bila dianggap perlu. Urutan penyajian bisa disusun sebagai berikut: A. Latar Belakang Masalah (data awal dalam mengidentifikasi masalah, analisis masalah, dan pentingnya masalah untuk diselesaikan) B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Definisi Operasional (bila perlu) Bab II Kajian Pustaka Kajian Pustaka menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang relevan yang memberi arah ke pelaksanaan PTK dan usaha peneliti membangun argumen teoritik bahwa dengan tindakan tertentu dimungkinkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran, bukan untuk membuktikan teori. Bab ini diakhiri dengan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis. Urutan penyajian yang bisa digunakan adalah sebagai berikut A. Kajian Teoritis B. Penelitian-penelitian yang relevan (bila ada) C. Kajian Hasil Diskusi (dengan teman sejawat, pakar pendidikan, peneliti) D. Hasil Refleksi Pengalaman Sendiri sebagai Guru E. Perumusan Hipotesis Tindakan Bab III Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Bab ini berisi unsur-unsur seperti deskripsi lokasi, waktu, mata pelajaran, karakteristik siswa di sekolah sebagai subjek penelitian. Selain itu, bab ini juga menyajikan gambaran tiap siklus: rancangan, pelaksanaan, cara pemantauan beserta jenis instrumen, usaha validasi hipotesis dan cara refleksi. Tindakan yang dilakukan bersifat rasional dan feasible serta collaborative. Urutan penyajian bisa disusun sebagai berikut: A. Subjek Penelitian (Lokasi, waktu, mata pelajaran, kelas, dan karakteristik siswa) B. Deskripsi per Siklus (rencana, pelaksanaan, pengamatan/pengumpulan data/instrument, refleksi) Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV menyajikan uraian tiap-tiap siklus dengan data lengkap, mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengamatan dan refleksi yang berisi penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Perlu ditambahkan 4-18 hal yang mendasar yaitu hasil perubahan (kemajuan) pada diri siswa, lingkungan, guru sendiri, motivasi dan aktivitas belajar, situasi kelas, hasil belajar. Kemukakan grafik dan tabel secara optimal, hasil analisis data yang menunjukkan perubahan yang terjadi disertai pembahasan secara sistematik dan jelas. A. Deskripsi per siklus (data tentang rencana, pengamatan, refleksi), keberhasilan dan kegagalan, lengkap dengan data) B. Pembahasan dari tiap siklus Bab V Simpulan dan Saran A. Simpulan B. Saran Daftar Pustaka Lampiran 2. Artikel Ilmiah Kegiatan menyusun karya ilmiah, baik berupa laporan hasil penelitian maupun makalah nonpenelitian, merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan aktivitas ilmiah. Beberapa kualifikasi yang diperlukan untuk dapat menulis karya ilmiah dengan baik antara lain adalah: a. Pengetahuan dasar tentang penulisan karya ilmiah, baik yang berkenaan dengan teknik penulisan maupun yang berkenaan dengan notasi ilmiah. Di samping itu, keterampilan menggunakan bahasa tulis dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku b. Memiliki wawasan yang luas mengenai bidang kajian keilmuan c. Pengetahuan dasar mengenai metode penelitian. Artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau buku kumpulan artikel yang ditulis dengan tata cara ilmiah dengan mengikuti pedoman atau konvensi yang telah disepakati atau ditetapkan. Artikel ilmiah bisa diangkat dari hasil penelitian lapang, hasil pemikiran dan kajian pustaka, atau hasil pengembangan proyek. Dari segi sistematika penulisan dan isi suatu artikel dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu artikel hasil penelitian dan artikel nonpenelitian. Secara umum, isi artikel hasil penelitian meliputi: judul artikel, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, serta daftar rujukan. Sedangkan artikel nonpenelitian berisi judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar rujukan. Isi artikel penelitian diuraikan sebagai berikut: 1. Judul Judul artikel berfungsi sebagai label yang menginformasikan inti isi yang terkandung dalam artikel secara ringkas. Pemilihan kata sebaiknya dilakukan dengan cermat agar selain aspek ketepatan, daya tarik judul bagi pembaca juga dipertimbangkan. Judul artikel sebaiknya tidak lebih dari 15 kata. 2. Nama Penulis 4-19 Nama penulis artikel ditulis tanpa gelar, baik gelar akademik maupun gelar lainnya. Nama lembaga tempat penulis bekerja biasanya ditulis di bawah nama penulis, namun boleh juga dituliskan sebagai catatan kaki di halaman pertama. Apabila penulis lebih dari dua orang, maka nama penulis utama saja yang dicantumkan di bawah judul, sedangkan nama penulis lainnya dituliskan dalam catatan kaki. 3. Abstrak dan Kata Kunci Abstrak dan kata kunci (key words) berisi pernyataan yang mencerminkan ide-ide atau isu-isu penting di dalam artikel. Untuk artikel hasil penelitian, prosedur penelitian (untuk penelitian kualitatif termasuk deskripsi tentang subjek yang diteliti), dan ringkasan hasil penelitian, tekanan diberikan pada hasil penelitian. Sedangkan untuk artikel nonpenelitian, abstrak berisi ringkasan isi artikel yang dituangkan secara padat, bukan komentar atau pengantar dari penyunting. Panjang abstrak 50-75 kata, dan ditulis dalam satu paragraf. Kata kunci adalah kata pokok yang menggambarkan daerah masalah yang dibahas dalam artikel atau istilah-istilah yang merupakan dasar pemikiran gagasan dalam karangan asli berupa kata tunggal atau gabungan kata. Jumlah kata kunci antara 3-5 kata. Perlu diingat bahwa kata kunci tidak diambil dari katakata yang sudah ada di dalam judul artikel. Kata kunci sangat bermanfaat bagi pihak lain yang menggunakan mesin penelusuran pustaka melalui jaringan internet untuk menemukan karya seseorang yang sudah dipublikasikan secara online. 4. Pendahuluan Pendahuluan tidak diberi judul, ditulis langsung setelah abstrak dan kata kunci. Bagian ini menyajikan kajian pustaka yang berisi paling sedikit tiga gagasan: (1) latar belakang masalah atau rasional penelitian, (2) masalah dan wawasan rencana pemecahan masalah, (3) rumusan tujuan penelitian (dan harapan tentang manfaat hasil penelitian). Sebagai kajian pustaka, bagian ini harus disertai rujukan yang dapat dijamin otoritas keilmuan penulisnya. Kajian pustaka disajikan secara ringkas, padat dan mengarah tepat pada masalah yang diteliti. Aspek yang dibahas dapat mencakup landasan teoretis, segi historis, atau segi lainnya yang dianggap penting. Latar belakang atau rasional hendaknya dirumuskan sedemikian rupa, sehingga mengarahkan pembaca ke rumusan penelitian yang dilengkapi dengan rencana pemecahan masalah dan akhirnya ke rumusan tujuan. Apabila anda menulis artikel nonpenelitian, maka bagian pendahuluan berisi uraian yang mengantarkan pembaca pada topik utama yang akan dibahas. Bagian ini menguraikan hal-hal yang mampu menarik pembaca sehingga mereka tertarik untuk mengikuti bagian selanjutnya. Selain itu, bagian ini juga diakhiri dengan rumusan singkat tentang hal-hal yang akan dibahas. 5. Bagian Inti Bagian ini berisi 3 (tiga) hal pokok, yaitu metode, hasil, dan pembahasan. Pada bagian metode disajikan bagaimana penelitian dilaksanakan. Uraian disajikan dalam beberapa paragraf tanpa atau dengan subbagian. Yang disajikan pada 4-20 bagian ini hanyalah hal yang pokok saja. Isi yang disajikan berupa siapa sumber datanya (subjek atau populasi dan sampel), bagaimana data dikumpulkan (instrumen dan rancangan penelitian), dan bagaimana data dianalisis (teknik analisis data). Apabila di dalam pelaksanaan penelitian ada alat dan bahan yang digunakan, maka spesifikasinya perlu disebutkan. Untuk penelitian kualitatif, uraian mengenai kehadiran peneliti, subjek penelitian dan informan, beserta cara memperoleh data penelitian, lokasi dan lama penelitian, serta uraian tentang pengecekan keabsahan hasil penelitian (triangulasi) juga perlu dicantumkan. Bagian hasil adalah bagian utama artikel ilmiah. Bagian ini menyajikan hasil analisis data. Yang dilaporkan dalam bagian ini adalah hasil analisis saja, sedangkan proses analisis data misalnya perhitungan statistik, tidak perlu disajikan. Proses pengujian hipotesis, ternasuk pembandingan antara koefisien hasil perhitungan statistik dengan koefisien tabel, tidak perlu disajikan. Yang dilaporkan hanyalah hasil analisis dan hasil pengujian data. Hasil analisis dapat disajikan dalam bentuk grafik atau tabel untuk memperjelas penyajian hasil secara verbal, yang kemudian dibahas. Bagian terpenting dari artikel hasil penelitian adalah pembahasan. Dalam pembahasan disajikan: (1) jawaban masalah penelitian atau bagaimana tujuan penelitian dicapai, (2) penafsiran temuan penelitian, (3) pengintegrasian temuan penelitian ke dalam kumpulan penelitian yang telah mapan, dan (4) menyusun teori baru atau memodifikasi teori yang telah ada sebelumnya. Jawaban atas masalah penelitian hendaknya disajikan secara eksplisit. Penafsiran terhadap hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan logika dan teori-teori yang ada. Pengintegrasian temuan penelitian ke dalam kumpulan yang ada dilakukan dengan membandingkan temuan itu dengan temuan penelitian yang telah ada atau dengan teori yang ada, atau dengan kenyataan yang ada di lapangan. Pembandingan harus disertai rujukan. Jika penelitian ini menelaah teori (penelitian dasar), teori yang lama dapat dikonfirmasi atau ditolak sebagian atau seluruhnya. Penolakan sebagian dari teori harus disertai dengan modifikasi teori, dan penolakan terhadap seluruh teori harus disertai rumusan teori yang baru. Untuk penelitian kualitatif, bagian ini dapat pula memuat ide-ide peneliti, keterkaitan antara kategori-kategori dan dimensi-dimensi serta posisi temuan atau penelitian terhadap temuan dan teori sebelumnya. Untuk artikel nonpenelitian, bagian inti ini dapat sangat bervariasi bergantung pada topik yang dibahas. Yang perlu diperhatikan dalam bagian ini adalah pengorganisasian isi yang dapat berupa fakta, konsep, prosedur, atau prinsip. Isi yang berbeda memerlukan penataan dengan urutan yang berbeda pula. 6. Penutup Istilah penutup digunakan sebagai judul bagian akhir dari sebuah artikel nonpenelitian jika isinya berupa catatan akhir atau yang sejenisnya. Namun apabila bagian akhir berisi kesimpulan hasil pembahasan sebelumnya, maka istilah yang dipakai adalah kesimpulan. Pada bagian akhir ini dapat juga ditambahkan saran atau rekomendasi. 4-21 Untuk artikel hasil penelitian, bagian penutup berisi kesimpulan dan saran yang memaparkan ringkasan dari uraian yang disajikan pada bagian hasil dan pembahasan. Kesimpulan diberikan dalam bentuk uraian verbal, bukan numerikal. Saran disusun berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat. Saran dapat mengacu pada tindakan praktis, atau pengembangan teoretis, atau penelitian lanjutan. 7. Daftar Rujukan/Pustaka Daftar rujukan berisi daftar dokumen yang dirujuk dalam penyusunan artikel. Semua bahan pustaka yang dirujuk yang disebutkan dalam batang tubuh artikel harus disajikan dalam daftar rujukan dengan urutan alfabetis. Gaya selingkung dalam menyusun daftar pustaka bisa bervariasi, bergantung pada disiplin ilmu yang menjadi payung artikel ilmiah anda atau jurnal yang akan memuat artikel anda. Bidang Pendidikan atau Psikologi sering menggunakan format APA (American Psychological Association), sedangkan disiplin ilmu Sejarah menggunakan Turabian Style atau Chicago Manual, dan bidang Bahasa dan Sastra menggunakan MLA (Modern Language Association). Apapun gaya yang anda gunakan, pastikan bahwa gaya penulisan anda konsisten dan sesuai dengan format yang ditetapkan oleh jurnal/media yang akan menampung tulisan anda. Untuk itu, anda perlu mencermati lebih dahulu format seperti apa yang harus anda ikuti sebelum mulai menulis/menyunting artikel ilmiah anda. Secara umum, yang dicantumkan dalam rujukan (berupa buku) adalah: nama pengarang, tahun penerbitan, judul, kota tempat penerbitan, dan nama penerbitnya. Latihan 1. Bedakan artikel hasil penelitian dengan artikel nonpenelitian dari dimensi isi artikel. 2. Bagian terpenting dari artikel hasil penelitian adalah pembahasan. Apa saja yang seharusnya disajikan dalam pembahasan? 3. Berdasarkan prosedur pemecahan masalah, ada dua jenis makalah ilmiah, apa sajakah? Buatlah perbedaan antara keduanya. 4. Bagaimana aturan yang harus diikuti dalam menyusun Daftar Pustaka? 5. Jelaskan sistematika sebuah laporan PTK. 6. Diberikan informasi tentang hasil penelitian/kasus pembelajaran, peserta dapat merumuskan bagian-bagian tertentu dari sebuah artikel. 4-22 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB I PENDAHULUAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Gurulah yang menjadi ujung tombak pendidikan, sebab guru secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan bermoral tinggi. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar. Sebagai pengajar guru dituntut harus menguasai bahan ajar yang diajarkan dan terampil dalam mengajarkannya. Cara mengajar seorang guru akan tercermin dalam proses mengajar belajar. Dalam proses mengajar belajar, penguasaan materi pelajaran dan cara menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Oleh karena itu proses mengajar belajar harus diupayakan sebaik mungkin dan perlu mendapat perhatian yang serius. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas sangatlah penting, namun demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal. Komponen lain dalam pembelajaran yang sangat penting dikusai oleh guru adalah tentang pemahaman mereka tentang karakteristik siswa yang diajarnya, penguasaan terhadap teori-teori belajar agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Guru juga harus mampu merencanakan pembelajaran, memilih media pembelajaran yang tepat, melaksanakan proses dan melakukan penilaian. Guru juga perlu mengerti bagaimana seharusnya melakukan refleksi pembelajaran sehingga guru dapat melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan. 1 B. Tujuan Tujuan penyusunan bahan ajar kompetensi pedagogik ini adalah membantu guru calon peserta PLPG mendapatkan sumber belajar untuk menambah wawasan para guru tentang: (1) kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, (2) karakteristik siswa dan teori-teori belajar (3) pengelolaan kegiatan pembelajaran agar lebih profesional di bidangnya sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan (4) bagaimana melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan agar dapat memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilakukan. C. Peta Kompetensi Peta kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru sesuai dengan permendikbud No16 tahun 2007 adalah sebagai berikut. Standar Kompetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK No. KOMPETENSI INTI GURU 1. Menguasai karakteristik KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN 1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan peserta didik dari aspek dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, fisik, moral, spiritual, sosial, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya. kultural, emosional, dan intelektual. 1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 2 2. Menguasai teori belajar 2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pembelajaran pelajaran yang diampu. yang mendidik. 2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu. 3. Mengembangkan kurikulum yang terkait 3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. dengan mata 3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu. pelajaran yang diampu. 3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu. 3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran. 3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik. 3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian. 4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik. 4.2 Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran. 4.3 Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan. 3 4.4 Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan. 4.5 Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh. 4.6 Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang. 5 Memanfaatkan teknologi . informasi dan komunikasi 5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu. Untuk kepentingan 6 pembelajaran. Memfasilitasi . pengembangan potensi untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi peserta didik untuk secara optimal. mengaktualisasikan berbagai potensi yang 6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran 6.2 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya. 7.1 Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang 7 dimiliki. Berkomunikasi secara . efektif, empatik, dan efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, santun dengan peserta dan/atau bentuk lain. didik. 7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi 4 8 Menyelenggarakan 8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi . penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik proses dan hasil belajar. mata pelajaran yang diampu. 8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen. 8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan. 9 Memanfaatkan hasil . penilaian dan evaluasi untuk 8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar. 9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar kepentingan pembelajaran. 9.2 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan. 9.3 Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan. 9.4 Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 5 10. Melakukan tindakan 10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah reflektif untuk peningkatan kualitas dilaksanakan. 10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pembelajaran. pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu. 10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu. (Sumber: Permendikbud No. 16 Tahun 2007) D. Ruang Lingkup Penyusunan sumber belajar ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas bagi guru tentang kompetensi pedagogik yang harus dikuasai Guru. Dalam sumber belajar ini akan dibahas secara singkat 8 kegiatan pembelajaran dimana pada masing-masing kegiatan pembelajaran akan diberikan Tujuan, Indikator Pencapaian Kompetensi, Uraian Materi, Latihan, Umpan Balik dan Tindak Lanjut, serta Daftar Pustaka yang bisa dirujuk untuk mempelajari lebih jauh uraian materi yang telah diberikan. Materi yang dibahas dalam sumber belajar ini tertuang dalam 8 kegiatan belajar sebagai berikut ini. Kegiatan Belajar 1 : Karakteristik Siswa Kegiatan Belajar 2 : Teori Belajar Kegiatan Belajar 3 : Kurikulum 2013 Kegiatan Belajar 4 : Desain Pembelajaran Kegiatan Belajar 5 : Media Pembelajaran Kegiatan Belajar 6 : Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran Kegiatan Belajar 7 : Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Kegiatan Belajar 8 : Refleksi Pembelajaran dan PTK 6 E. Saran Cara Penggunaan Sumber Belajar Sumber belajar ini secara khusus diperuntukkan bagi guru yang akan mengikuti pendidikan dan pelatihan kompetensi guru (PLPG) setelah menempuh Ujian Kompetensi Guru (UKG) atau sedang belajar mandiri secara individu atau dengan teman sejawat. Berikut ini beberapa saran dalam cara penggunaan dan pemanfaatan sumber belajar ini. 1. Bacalah sumber belajar ini secara runtut, dimulai dari Pendahuluan, agar dapat lebih mudah dan lancar dalam mempelajari kompetensi dan materi dalam sumber belajar ini. 2. Materi di dalam sumber belajar ini lebih bersifat ringkas dan padat, sehingga dimungkinkan untuk menelusuri literatur lain yang dapat menunjang penguasaan kompetensi. 3. Setelah melakukan aktivitas membaca sumber belajar, barulah berusaha sekuat pikiran, untuk menyelesaikan latihan dan/atau tugas yang ada. Jangan tergoda untuk melihat kunci dan petunjuk jawaban. Kemandirian dalam mempelajari sumber belajar ini akan menentukan seberapa jauh penguasaan kompetensi. 4. Setelah memperoleh jawaban atau menyelesaikan tugas, bandingkan dengan kunci atau petunjuk jawaban. 5. Lakukan refleksi berdasarkan proses belajar yang telah dilakukan dan penyelesaian latihan/tugas.. Hasil refleksi yang dapat terjadi antara lain ditemukan beberapa bagian yang harus direviu dan dipelajari kembali, ada bagian yang perlu dipertajam atau dikoreksi, dan lain lain. 6. Setelah mendapatkan hasil refleksi, rencanakan dan lakukan tindak lanjut yang relevan. 7 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB II KARAKTERISTIK SISWA Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 KEGIATAN BELAJAR 1: KARAKTERISTIK SISWA A. Tujuan Modul ini disusun untuk menjadi bahan belajar bagi guru terkait materi karakteristik siswa dalam program Guru Pembelajar. Tujuan belajar yang akan dicapai adalah memahami tahap-tahap perkembangan siswa sehingga dapat menyediakan materi pelajaran dan metode penyampaian yang sesuai dengan karakteristik siswa sesuai dengan tahap perkembangannya B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Kompetensi Inti Menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, kultural, emosional, dan intelektual 2. Kompetensi Guru Mata Pelajaran a. Memahami karateristik siswa yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial budaya sesuai dengan tahap perkembangannya b. Menyiapkan dan materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangannya. c. Marancang kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa berdasarkan pada tahap perkembangannya. C. Uraian Materi Siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan berbagai karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaranjh terjadi interaksi timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Oleh karena itu, salah satu dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah memahami karakteristik anak didiknya, sehingga tujuan pembelajaran, materi yang disiapkan, dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya benar-benar sesuai dengan karakteristik siswanya. Perbedaan karakteristik anak salah satunya dapat dipengaruhi oleh perkembangannya. Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu 1 sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemkuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa. 1. Metode dalam psikologi perkembangan Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia, yaitu longitudinal dan cross sectional. Dengan metode longitudinal, peneliti mengamati dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu yang lama. Misalnya penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang mengikuti perkembangan sekelompok anak jenius dari masa prasekolah sampai masa dewasa waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang mapan. Perbedaan karakteristik setiap saat itulah yangt diasumsikan sebagai tahap perkembangan. Penelitian dengan metode longitudinal mempunyai kelebihan, yaitu kesimpulan yang diambil lebih meyakinkan, karena membandingkan karakteristik anak yangbvsama pada usia yang berbeda-beda, sehingga setiapo perbedaan dapat diasumsiukan sebagai hasil perkembangan dan pertumbuhan. Tetapi, metode ini memerlukan waktu sangat lama untuk mendapat hasil yang sempurna. Dengan metode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya, penelitian yang pernah dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Nana Saodih Sukmadinata, 2009) yang mempelajari ribuan anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mentalnya, pola-pola perkembangan dan memampuannya, serta perilaku mereka. Perbedaan karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan perkembangan. Dengan pendekatan cross-sectional, proses penelitian tidak memerlukan waktu lama, hasil segera dapat diketahui. Kelemahannya, peneliti menganalisis perbedaan karakteristik anak-anak yang berbeda, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menarik kesimpulan, bahwa perbedaan itu semata-mata karena perkembangan. 2. Pendekatan dalam psikologi perkembangan Manusia merupakan kesatuan antara jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisahpisahkan. Manusia merupakan individu yang kompleks, terdiri dari banyak aspek, termasuk jsamani, intelektual, emosi, moral, social, yang membentuk keunikan 2 pada setiap orang. Kajian perkembangan manuasi dapat menggunakan pendekatan menyeluruh atau pendekatan khusus (Nana Sodih Sukmadinata, 2009). Menganalisis seluruh segi perkembangan disebut pendekatan menyeluruh / global. Segala segi perkembangan dideskripsikan dalam pendekatan ini, seperti perkembangan fisik, motorik, social, intelektual, moral, intelektual, emosi, religi, dsb. Walaupun demikian, untuk mempermudah penelitian, pembahasan dapat dilakukan per aspek perkembangan. Misalnya, ada peneliti yang memfokuskan kajiannya pada perkambangan aspek fisik saja, aspek intelektual saja, aspek moral saja, aspek emosi saja, dsb. Inilah yang dikenal dengan pendekatan khusus (spesifik). 3. Teori perkembangan Ada berbagai teori perkembangan. Dalam buku ini akan dibahas beberapa teori yang sering menjadi acuan dalam bidang pendidikan, yaitu teori yang termasuk teori menyeluruh / global ( Rousseau, Stanley Hall, Havigurst), dan teori yang termasuk khusus / spesifik (Piaget, Kohlbergf, Erikson), seperti yang diuraikan dalam Nana Saodih Sukmadinata (2009). a. Jean Jacques Rousseau Jean Jacques Rousseau merupakan ahli pendidikan beraliran liberal yang menjadi pendorong pembelajaran discovery. Rousseau mulai mendakan kajian pada 1800an. Menurutn Rousseau, perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu 1) Masa bayi infancy (0-2 tahun). Oleh Rousseau, usia antara 0-2 tahun adalah masa perkembangan fisik. Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan perkembangan aspek lain, sehingga anak disebut sebagai binatang yang sehat. 2) Masa anak / childhood (2-12 tahun) Masa antara 2-12 tahun disebut masa perkembangan sebagai manusia primitive. Kecuali masih terjadi pertumbuhan fisik secara pesat, aspek lain sebagai manusia juga mulai berkembang, misalnya kemampuan berbicara, berfikir, intelektual, moral, dll. 3 3) Masa remaja awal / pubescence (12-15 tahun) Masa usia 12-15, disebut masa remaja awal / pubescence, ditandai dengan perkembangan pesat intelektual dan kemampuan bernalar juga disebut masa bertualang. 4) Masa remaja / adolescence (15-25 tahun) Usia 15-25 tahun disebut maswa remaja / adolescence. Pada masa ini tejadi perkembangan pesat aspek seksual, social, moral, dan nurani, juga disebut masa hidup sebagai manusia beradab. b. Stanley Hall Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah satu perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun demikian, factor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan tersebut. Misalnya, usia enam tahun adalah usia masuk sekolah di lingkungan tertentu, tetapi ada yang memulai sekolah pada usia lebih lambat di lingkungan yang lain. Konsekuensinya, irama perkembangan anak di kedua lingkungan tersebut dapat berbeda. Stanley Hall membagi masa perkembangan menjadi empat tahap, yaitu: 1) Masa kanak-kanak / infancy (0-4 tahun) Pada usia-usia ini, perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu melata atau berjalan. 2) Masa anak / childhood (4-8 tahun) Oleh Hall, masa ini disebut masa pemburu, anak haus akan pemahaman lingkungannya, sehingga akan berburu kemanapun, mempelajari lingkungan sekitarnya. 3) Masa puber / youth 8-12 tahun) Pada masa ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebhagai makhluk yang belum beradab. Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk menjadi 4 makhluk yang beradab di lingkungannya, seperti yangt berkaitan dengan social, emosi, moral, intelektual. 4) Masa remaja / adolescence (12 – dewasa) Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah. Perspektif life span seperti yang dipelopori oleh Stanley Hall dkk. Dapat dibuktikan pada tahap masa remaja sampai dewasa. Misalnya, pada masyarakat tertentu yang masih terbelakang, anak justru cepat menjadi dewasa. Karena pendidikan hanya tersedia sampai sekolah dasar, masayrakat cenderung mulai bekerja dan berkeluarga dalam usia muda. Sebaliknya, pada masyarakat yang semua warganegaranya mencapai pendidikan tinggi, anak-anak menjadi dewasa pada usia yang lebih lanjut. c. Robert J. Havigurst Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan konsep developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an, yang menggabungkan antara dorongan tumbuh / berkembang sesuai dengan kecepatan pertumbuhannya denga tantangan dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap perkembangan menjadi lima tahap berdasarkan problema yang harus dipecahkan dalam setiap fase., yaitu: 1) Masa bayi / infancy (0 – ½ tahun) 2) Masa anak awal / early childhood (2/3 – 5/7 tahun) 3) Masa anak / late childhood (5/7 tahun – pubesen) 4) Masa adolesense awal / early adolescence (pubesen – pubertas_) 5) Masa adolescence / late adolescence (pubertas – dewasa) Menurut teori ini, dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages) Aada sepuluh tugas perkembangan yang harus dikuasai anak pada setiap fase, yaitu: 1) Ketergantungan – kemandirian 2) Memberi – menerima kasih saying 3) Hubungan social 5 4) Perkembangan kata hati 5) Peran biososio dan psikologis 6) Penyesuaian dengan perubahan badan 7) Penguasaan perubahan badan dan motorik 8) Memahai dan mengendalikan lingkungan fisik 9) Pengembangan kemampuan konseptual dan sistem symbol 10) Kemampuan meolihat hubungan denganh alam semesta Dikuasai atau tidaknya tugas perkembangan pada setiap fase akan mempengaruhi penguasaan tugas-tugas pada fase berikutnaya. d. Jean Piaget Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biology dari Swiss yang hidup pada tahun 1897 sampai tahun 1980 (Harre dan Lamb), 1988). Teri-teorinya dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraanya dengan anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat tahap, yaitu: 1) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun) Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja. 2) Tahap praoperasional (2-4 ahun) Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berfikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas. 6 3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi. 4) Tahap operasonal formal (11-15 tahun) Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, seperti berfikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berfikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah. e. Lawrence Kohlberg Mengacu kepada teori perkembangan Piaget yang berfokus pada perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada kognitif moral atau moral reasoning. Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan menghadapkannya dengan dilemna moral hipotesis yang terkait dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral. Manurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu: 1) Preconventional moral reasoning a) Obidience and paunisment orientation Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari perbuatan benar – salahnya, yaitu hukuman dan kepatuhan. Mereka hormat kepada penguasa, penguasalah yang menetapkan aturan / undang-undang, mereka berbuat benar untuk menghindari hukuman. b) Naively egoistic orientation Pada tahap ini, anak beorientasi pada instrument relative. Perbuatan benar adalah perbuatan yang secara instrument memuaskan keinginannya sendiri dan (kadang-kadang) juga orang lain. Kepeduliannya pada keadilan / ketidakadilan bersifat pragmatic, yaitu apakah mendatangkan keuntungan atau tidak. 7 2) Conventional moral reasoning a) Good boy orientation Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau diepakati oleh orang lain. Orientasi ini juga disebut good / nice boy orientation. Anak patuh pada karakter tertentu yang dianggap alami, cenderung mengembangkan niat baik, menjadi anak baik, saling berhubungan baik, peduli terhadap orang lain. b) Authority and social order maintenance orientation Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada aturan dan hukum. Anak menganggap perlunya menjaga ketertiban, memenuhi kewajiban dan tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan system. Hukum dan perintah penguasa adalah mutlak dan final, penekanan pada kewajiban dan tugas terkait dengan perannya yang diterima di masyarakat dan public. 3) Post conventional moral reasoning a) Contranctual legalistic orientation Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak social. Anak mulai peduli pada hak azasi individu, dan yang baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat. Anak menyadari bahwa nilai (benar/salah, baik/buruk, suka/tidak sukad, dll) adalah relative, menyadari bahea hukum adalah intrumen yang disetujui untuk mengatur kehidupan masyarakat, dan itu dapat diubha melalui diskusi apabila hukum gagal mengetur masyarakat. b) Conscience or principle orientation Pada tahap ini, orientasi adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal. Benar-salah harus disesuaikan dengan tuntutan prinsipprinsip etika yang bersifat ini sari dari etika universal. Aturan hukum legal harus dipisahkan dari aturan moral. Masing-masing (kukum legal dan moral) harus diakui terpisah, masing-masing mempunyai 8 penerapannya sendiri, tetapi tetap mengacu pada nilai-nilai etika / moral. f. Erick Homburger Erickson Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak. Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu. Teori Erickson ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan perkembangan manuasia mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu dengan kontek social. Kedelapan tahap tersebut digambarkan pada table 1.1. Tabel 1.1: Perkembangan Psikososial Erickson TAHAP USIA KRISIS PSIKOSOSIAL KEMAMPUAN I 0-1 Basic trust vs mistrust Menerima, dan sebaliknya, memberi II III 2-3 3-6 Autonomy vs shame and Menahan atau doubt membiarkan Initiative vs guilt Menjadikan (seperti) permainan IV 7-12 Industry vs inferiority Membuat atau merangkai sesuatu V 12-18 Identity vs role confusion Menjadi diri sendiri, berbagi konsep diri VI 20an Intimacy vs isolation Melepas mencari jati diri VII 20-50 Generativity vs stagnation Membuat, memelihara VII >50 Ego integrity vs despair 9 dan Pada tahap Basic trust vs mistrust (infancy – bayi), anak baru mulai mengenal dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman. Lingkungan dan sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman / aman itulah yang dipercaya oleh anak, sebalinya, yang menjadikan sebaliknya, cenderung tidak dipercaya. Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti makan, minum, pakaian, kasih sayang. Sosok ibu atau pengasuh biasanya sangat dipercaya karena setiap mendatangkan kenyamanan. Sedangkan orang yang dianggap asing akan ditolaknya. Pada tahap Autonomy vs shame and doubt (toddler – masa bermain), anak tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. Aanak mulai mempunyai keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orangtua perlu memberikan kebebasan yang terkendali, karena apabila anak terlalu dikendalikan / didikte, pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa. Pada tahap Initiative vs guilt (preschool – prasekolah), pada diri anak mulai tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang dewasa disekitarnya. Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari, lompat, banyak dilakukan. Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan, kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak akan timbul rasa kecewa dan bersalah. Pada tahap ini, Industry vs inferiority (schoolage – masa sekolah), anak cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktifitas yang diharapkan mempunyai hasil dalam waktu dekat. Keberhasilan dalam aktifitas ini akan menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya, jika gagal, anak akan merasa rendah diri. Oleh karena itu, anak memerlukan bmbngan dan fasilitasi agar tidak gagal dan setiap aktifitasnya. Pada tahap Identity vs role confusion (asolescence – remaja), anak dihadapkan pada kondisi pencarian identittas diri. Jatidiri ini akan akan berpengaruh besar pada masa depannya. Pengaruh lingkungan sangat penting. Lingkungan yang baik akan menjadikan anak memiliki jati diri sebagai orang baik, sebaliknya lingkunganh yang tidak baik anak membawanya menjadi pribadi yang kurang 10 baik. Orang tua harus menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang baik, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, misalnya menjadi anggota geng anak nakal, anak jalanan, pemabuk, narkoba, dll., adalah disebabkan karena anak keliru dalam membangun identitas diri. Pada tahap Intimacy vs isolation (young adulthood – dewasa awal), anak mulai menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan komunikasi dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal tertentu, ada yang memang harus bersifat privat. Ada hal-hal yang hanya dibicarakan dengan orang tertentu, ada orang tertentu tempat mencurahkan isi hati, memerlukan orang yang lebih dekat secara pribadi, termasuk pasangan lawan jenis. Kegagalan pada tahp ini dapat mengakibatkan anak merasa terisolasi di kehidupan masyarakat. Tahap Generativity vs stagnation (middle adulthood – dewasa tengah-tengan) menandai munculnya rasa tanggungjawab atas generasi yang akan datang. Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran sebagai orangtua, tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-anak yang merupakan generasi penerus. Ada rasa was-was akan generasi penerusnya (keturunannya), seperti apakah mereka nanti, bahagiakah, terpenuhi kebutuhannyakah? Atau akan stagnan, bertenti sama sekali. Tahap ini, Ego integrity vs despair (later adulthood – dewasa akhir), adalah tahap akhir dari siklus kehidupan. Individu akan melakukan introspeksi, mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya. Yang pali ng diharapkan adalah jika tidak ada penyesalan. D. Daftar Pustaka 1. Clark, b. (1984). Growing Up Gifted. Boston, MA: . Prentice Hall. 2. Harre, R. & Lamb, R. (eds). (1988). The encyclopedic Dictionary of Psychology. Cambridge, MA: MIT Press. 11 3. Sugiman, Sumardiyono, Marfuah (2016). Guru Pembelajar : Modul Matematika SMP – Karakteristik Siswa . Jakarta: Dtjen Guru Dan Tenaga Kependidikan. 4. Sukmadinata, N.S.(2009). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. 12 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB III TEORI BELAJAR Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI BELAJAR A. Tujuan Peserta pelatihan dapat menjelaskan teori belajar dan mampu memberikan contoh penerapannya dalam pembelajaran matematika. B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mampu mendeskripsikan teori belajar behavioristik 2. Mampu mendeskripsikan teori belajar Vygotsky 3. Mampu mendeskripsikan teori belajar van Hiele 4. Mampu mendeskripsikan teori belajar Ausubel 5. Mampu mendeskripsikan teori belajar Bruner 6. Mampu menerapkan teori belajar dalam pembelajaran matematika C. Uraian Materi Dalam proses mengajar belajar, penguasaan seorang guru dan cara menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas sangatlah penting, namun demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal. Selain menguasai materi matematika guru sebaiknya menguasai tentang teori-teori belajar, agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Jika seorang guru akan menerapkan suatu teori belajar dalam proses belajar mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk teori belajar tersebut sehingga selanjutnya dapat merancang dengan baik bentuk proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar atau disebut dengan Teori Belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) 1 siswa. Di dalamnya terdiri atas dua hal, yaitu: (1) uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi padaintelektual anak, (2) uraian intelektual anak mengenai tentang kegiatan hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Terdapat dua aliran dalam psikologi belajar, yakni aliran psikologi tingkah laku (behavioristic)dan aliran psikologi kognitif. 1. Teori belajar behavioristik Psikologi belajar atau disebut juga dengan teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) individu (Suherman, dkk: 2001: 30). Didalamnya terdapat dua hal, yaitu 1) uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual; dan 2) uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Dikenal dua teori belajar, yaitu teori belajar tingkah laku (behaviorism) dan teori belajar kognitif. Teori belajar tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai suatu keyakinan bahwa pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (response). Berikut dipaparkan empat teori belajar tingkah laku yaitu teori belajar dari Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura. a. Teori Belajar dari Thorndike Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk reinforcement. Setelah anak berhasil melaksanakan tugasnya dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan diri sebagai akibat sukses yang diraihnya. Anak memperoleh suatu kesuksesan yang pada gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya. Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga teori belajar koneksionisme.Pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan 2 (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect). 1) Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu kemudian melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya. 2) Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya menggunakan dasar bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya. 3) Hukum akibat (law of effect) menjelaskan bahwa apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut: 1) Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response) Individu diawali dengan proses trial and error yang menunjukkan bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 3 2) Hukum sikap (law of attitude) Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya. 3) Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element) Individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif). 4) Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy) Individu dapat melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat belum pernah dialami sehingga dengan situasi menghubungkan situasi yang lama yang pernah dialami terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Semakin banyak unsur yang sama, maka transfer akan semakin mudah. 5) Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting) Proses peralihan dari dikenal dilakukan situasi yang dikenal ke situasi yang belum secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama. Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain: 1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus-respons. 2) Hukum akibat (law of effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Jika diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulusrespons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apaapa. 4 3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons. 4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain. Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar seharihari adalah bahwa: 1) Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati. 2) Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih cocok untuk penguatan dan hafalan. Dengan penerapan metode tersebut siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respon yang diberikan pun akan lebih banyak. 3) Hierarkis penyusunan komposisi materi dalam kurikulum merupakan hal yang penting.Materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih sukar. Dengan kata lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu agar dapat memahami topik berikutnya. b. Teori Belajar Pavlov Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov konsep pembiasaan (conditioning). Terkait dengan mengemukakan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya. 5 c. Teori Belajar Skinner Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah pada hal-hal yang dapat diamati dan diukur. Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin sering melakukannya. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak. Sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula. Untuk mengubah tingkah laku anak dari negatif menjadi positif, guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam kelas mempunyai tugas untuk mengarahkan anak dalam aktivitas belajar, karena pada saat tersebut, kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi ataupun larangan pada anak didiknya. Penguatan akan berbekas pada diri anak. Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya. Penguatan seperti ini sebaiknya segera diberikan dan tak perlu ditunda-tunda. Karena penguatan akan berbekas pada anak, sedangkan hasil penguatan diharapkan positif, maka penguatan yang 6 diberikan tentu harus diarahkan pada respon anak yang benar. Janganlah memberikan penguatan atas respon anak jika respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan. Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau sangsi (hukuman edukatif). d. Teori belajar Bandura Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi dilakukan meniru oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan hal-hal yang guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang profesional. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi perilaku.Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga konsep, yaitu: 1) Reciprocal determinism Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara kognitif, tingkah laku, dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi 7 tingkahlakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. 2) Beyond reinforcement Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilahpilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satusatunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi. 3) Self-regulation/cognition Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkah lakunya sendiri. Prinsip dasar belajar sosial (social learning) adalah: 1) Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). 2) Dalam hal ini, seorang siswa mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang/sekelompok orang yang mereaksi/merespon sebuah stimulus tertentu. 3) Siswa dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya: guru/orang tuanya. Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya pembiasaan merespons (conditioning) dan peniruan (imitation). 8 Teori belajar sosial memiliki banyak implikasi untuk penggunaan di dalam kelas, yaitu: 1) Siswa sering belajar hanya dengan mengamati orang lain, yaitu guru. 2) Menggambarkan konsekuensi perilaku yang dapat secara efektif meningkatkan perilaku yang sesuai dan menurunkan yang tidak pantas. Hal ini dapat melibatkan berdiskusi dengan pelajar tentang imbalan dan konsekuensi dari berbagai perilaku. 3) Modeling menyediakan alternatif untuk membentuk perilaku baru untuk mengajar. Untuk mempromosikan model yang efektif, seorang guru harus memastikan bahwa empat kondisi esensial ada, yaitu perhatian, retensi, motor reproduksi, dan motivasi 4) Guru dan orangtua harus menjadi model perilaku yang sesuai dan berhatihati agar mereka tidak meniru perilaku yang tidak pantas, 5) Siswa harus percaya tugas sekolah. Sehingga bahwa mereka sangat penting mampu menyelesaikan tugasuntuk mengembangkan rasa efektivitas diri untuk siswa. Guru dapat meningkatkan rasa efektivitas diri siswa dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri siswa, memperlihatkan pengalaman orang lain menjadi sukses, danmenceritakan pengalaman sukses guru atau siswa itu sendiri. 6) Guru harus membantu siswa menetapkan harapan yang realistis untuk prestasi akademiknya. Guru harus memastikan bahwa target prestasi siswa tidak lebih rendah dari potensi siswa yang bersangkutan. 7) Teknik pengaturan diri menyediakan metode yang efektif untuk meningkatkan perilaku siswa. 2. Teori belajar Vygotsky Menurut pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu akan menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman pribadiyang telah dimilikinya untuk membantu memahami masalah atau materi baru. King (1994) menyatakan bahwa individu dapat membuat inferensi tentang informasi baru itu, menarik perspektif dari beberapa aspek 9 pada pengetahuan yang dimilikinya, mengelaborasi materi baru dengan menguraikannya secara rinci, dan menggeneralisasi hubungan antara materi baru dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa. Aktivitas mental seperti inilah yang membantu siswa mereformulasi informasi baru atau merestrukturisasi pengetahuan yang telah dimilikinya menjadi suatu struktur kognitif yang lebih luas/lengkap sehingga mencapai pemahaman mendalam. Lev Semenovich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstruktivisme sosial. Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu). Yang dimaksud dengan orang dewasa adalah guru atau orang tua. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah tahap- tahap awal pembelajaran, bantuan kepada kemudian mengurangi siswa selama bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. Gambar 2.Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan 10 Berdasarkan uraian di atas, Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian pengetahuan seorang individu dicapai melalui interaksi sosial. Proses pengkonstruksian pengetahuan seperti yang dikemukakan Vygotsky paling tidak dapat diilustrasikan dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 2. Tahap perkembangan aktual (Tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan aktual ini dapat mencapai tahap maksimum apabila kepada mereka dihadapkan masalah menantang sehingga terjadinya konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu dan memacu mereka untuk menggunakan segenap pengetahuan dan pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tersebut. Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orang tua. Perkembangan potensial ini akan mencapai tahap maksimal jika pembelajaran dilakukan secara kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok kecil dua sampai empat orang dan guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal ini guru dituntut terampil menerapkan teknik scaffolding yaitu membantu kelompok secara tidak langsung menggunakan teknik bertanya dan teknik probing yang efektif, atau memberikan petunjuk (hint) seperlunya. Proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu berubahnya struktur kognitif dari skema yang telah ada menjadi skema baru yang lebih lengkap. Proses internalisasi (Tahap III) menurut Vygotsky merupakan aktivitas mental tingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial. Jika dikaitkan dengan teori perkembanga mental yang dikemukakan Piaget, internalisasi merupakan proses penyeimbangan struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal. Proses kognitif seperti ini, pada tingkat perkembangan yang lebih tinggi diakibatkan oleh rekonseptualisasi terhadap masalah atau informasi sedemikian sehingga terjadi keseimbangan (keharmonisan) dari apa yang sebelumnya dipandang sebagai pertentangan atau konflik. Pada level ini, diperlukan intervensi yang dilakukan secara sengaja oleh 11 guru atau yang lainnya sehingga proses asimilasi dan akomodasi berlangsung dan mengakibatkan terjadinya keseimbangan (equilibrium). Aplikasi pemikiran Vygotsky untuk mempelajari matematika menumbuhkan pemahaman matematika dari koneksi pemikiran dengan bahasa matematika yang baru dalam mengkreasipengetahuan.Mengkonstruksi pengetahuan merupakan fokus yang krusial dari pembelajaran Matematika. Vygotsky percaya bahwa siswa belajar untuk menggunakan bahasa baru dengan internalisasi pengetahuan dari kata yang mereka katakan, pengembangan budaya siswa dari pengetahuan kata dua proses fungsi. Pertama, pada tingkat sosial dan kedua, pada tingkat individual dimana pengetahuan kata digeneralisasikan sebagai pemahaman. Siswa menggunakandan menginternalisasikan kata-kata baru yang saat itu diperoleh dari orang lain. Mereka selalu menemukan diri mereka sendiri dalam Zona Pengembangan Proksimal (ZPD) sebagai pelajaran baru. ZPD merupakan tempat pengetahuan seseorang di antara pengetahuan saat itu dengan pengetahuan potensialnya. 3. Teori Belajar Van Hiele Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh van Hiele (1954) yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri. van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitiandalam pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap van Hiele perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. van Hielemenyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi. a) Tahap Visualisasi (Pengenalan) Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (holistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponenkomponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciriciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun 12 bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut. b) Tahap Analisis (Deskriptif) Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciriciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa erupaka persegipa ja g kare a ba gu itu suatu bangun e pu yai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku. c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional) Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudah memahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang. d) Tahap Deduksi Pada tingkat ini (1) siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, (2) siswa mampu memahami pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat menggunakan proses berpikir tersebut. 13 deduktif-aksiomatis dan mampu Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam mengukur sudut- sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika. Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat e jawab perta yaa : e gapa sesuatu itu perlu disajika dala be tuk teore a atau dalil? e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan) Pada tingkat ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsipprinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini 14 siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides. Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, van Hiele juga mengemukakan bahwa terdapat tiga unsur yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya. Menurut van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahaptahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Menurut van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian. Adapun fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu. Fase-fase pembelajaran tersebut adalah: 1) fase informasi, 2) fase orientasi, 3) fase eksplisitasi, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi. Berdasar hasil penelitian di beberapa negara, tingkatan dari van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi. Van de Walle (1990:270) membuat deskripsi aktivitas yang lebih sederhana dibandingkan dengan deskripsi yang dibuat Crowley. Menurut Van de Walle aktivitas pembelajaran untuk masing-masing tiga tahap pertama adalah: 15 a. Aktivitas tahap 0 (visualisasi) Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain: 1) Melibatkan penggunaan model fisik yang dapat digunakan untuk memanipulasi. 2) Melibatkan berbagai contoh bangun-bangun yang bervariasi dan berbeda sehingga sifat yang tidak relevan dapat diabaikan. 3) Melibatkan kegiatan memilih, mengidentifikasi dan mendeskripsikan berbagai bangun, dan 4) Menyediakan kesempatan untuk membentuk, membuat, menggambar, menyusun atau menggunting bangun. b. Aktivitas tahap 1 (analisis) Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain: 1) Menggunakan model-model pada tahap 0, terutama model-model yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai sifat bangun. 2) Mulai lebih menfokuskan pada sifat-sifat dari pada sekedar identifikasi 3) Mengklasifikasi bangun berdasar sifat-sifatnya berdasarkan nama bangun tersebut. 4) Menggunakan pemecahan masalah yang melibatkan sifat-sifat bangun. c. Aktivitas tahap 2 (deduksi informal) Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain: 1) Melanjutkan pengklasifikasian model dengan fokus pada pendefinisian sifat, membuat daftar sifat dan mendiskusikan sifat yang perlu dan cukup untuk kondisi suatu bangun atau konsep. 2) Memuat penggunaan bahasa yang bersifat deduktif informal, misalnya semua, suatu, dan jika – maka, serta mengamati validitas konversi suatu relasi. 3) Menggunakan model dan gambar sebagai sarana untuk berpikir dan mulai mencari generalisasi atau kontra. 16 4. Teori Belajar Ausubel David Ausubel adalah seorang ahli psikologi memberi penekanan pada proses belajar Ausubel bermakna dan terkenal dengan belajar pendidikan. Ausubel yang bermakna. Teori belajar pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan. Menurut Ausubel & Robinson (dalam Dahar: 1989) kaitan antar kedua dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. 17 Gambar 3. Bentuk-bentuk belajar (menurut Ausubel & Robinson, 1969) Belajar bermakna merupakan suatu pada konsep-konsep yang relevan seseorang. Dalam belajar dikaitkannya informasi yang terdapat dalam bermakna informasi subsume-subsume yang telah menerima dengan proses baru struktur kognitif baru diasimilasikan pada ada. Ausubel membedakan antara belajar belajar menemukan. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, sedangkan pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi siswa tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu terdapat perbedaan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna, pada belajar menghapal siswa menghafalkan materi yang sudah diperolehnya, sedangkan pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkannya dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988:116) prasyarat-prasyarat belajar bermakna ada dua sebagai berikut. (1) Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; kebermaknaan materi tergantung dua faktor, yakni materi harus memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. (2) Siswa yang akan 18 belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna. Dengan demikian mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna. Prinsip-prinsip dalam teori belajar Ausubel Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang sudah diketahui siswa. Jadi agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah: a.Pengaturan Awal (advance siswa ke organizer). Pengaturan Awal mengarahkan para materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi sebelumnya yang dapat digunakanm siswa dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. b.Diferensiasi Progresif. Pengembangan konsep berlangsung paling baik jika unsur-unsur yang paling umum,paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terklebih dahulu, dan kemudian barudiberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Menurut Sulaiman (1988: 203) diferensiasi progresif adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan secara heirarkhis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari satu kesatuan yang besar. c. Belajar Superordinat. Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif (subsumsi), konsep itu tumbuh dan mengalami diferensiasi. Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. d. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif). Mengajar bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsepbaru dihubungkan pada konsep- konsep superordinat. Guru harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya 19 yang lebih sempit, dan bagimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru. Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran Untuk menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman (1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, membuat struktur materi dan memformulasikan pengaturan awal. Sedangkan fase pelaksanaan dalam pemebelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi progresif, dan rekonsiliasi integratif. 5. Teori Belajar Bruner Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dari Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi belajar kognitif yang memberikan dorrongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai belajar perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan mentransformasikan pengetahuan. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Menurut Bruner (dalam Hudoyo, 1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat 20 di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur- struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur dalam materi yang sedang dibicarakan. Dengan demikian materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami oleh anak. Dalam bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan, yakni: (1) Pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan, karena dalam struktur pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat. (2) Kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner (1966:29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang memungkinkan seorang untuk mncapai keterampilan- keterampilan yang lebih tinggi. (3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan. Intuisi adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasiformulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak, serta (4) motivasi atau keinginan untuk belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru untuk merangsang motivasi itu. Belajar sebagai Proses Kognitif Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan pengetahuan. Dalam belajar informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain. 21 Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan minilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada. Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental . Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya dan (2) model-model semacam itu mulamula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasi pada kegunaan bagi orang yang bersangkutan. Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang menurut Bruner adalah sebagai berikut. a. Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidak- tergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam hal ini ada kalanya seorang anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah, atau belajar mengubah responnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah. Melalui pertumbuhan, seseorang memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah stimulus sebelum respons. b. Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjdi suatu sistem simpanan (storage system) yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi yang diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melakukan ini dengan membuat ramalan-ramalan, dan ektrapolasi-ekstrapolasi dari model alam yang disimpannya. c. Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukan atau apa yang dilakukan. Bruner (1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuan 22 secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents), yaitu: a. Cara penyajian enaktif Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung dalam memanipulasi (mengotak-atik )objek, sehingga bersifat manipulatif. Anak belajar sesuatu pengetahuan secara aktif, dengan menggunakan bendabenda konkret atau situasi nyata. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Dalam cara penyajian ini anak secara langsung terlihat. b. Cara penyajian ikonik Cara penyajian ikonik didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. c. Cara penyajian simbolik Cara penyajian simbolik didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek lain. Dari hasil penelitiannya Bruner mengungkapkan dalil-dalil terkait penguasaan konsep-kosep oleh anak. Dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil penyusunan (construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil kekontrasan dan dalil variasi (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity theorem). 23 Menerapkan Metode Penemuan dalam Pembelajaran Salah satu dari model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh adalah model belajar penemuan Jerome Bruner (1966). Selanjutnya Bruner memberikan arahan bagaimana peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada siswa, sebagai berikut. a. Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya menggunakan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa, kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan, sehingga terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah, yang akan merangsang siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah tersebut. b. Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik, kemudian simbolik karena perkembangan intelektual siswa diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, kemudian simbolik. c. Pada saat siswa memcahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai pembimbing atau tutor. Guru hendaknya tidak mengungkap terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, guru hendaknya memberikan saransaran jika diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada saat yang tepat untuk perbaikan siswa. d. Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail. Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu. D. Daftar Pustaka Bruner, J.S.1960. the Process of Education. Cambridge. Havard University Press. Crowly, L. Mary. 1987. The van Hiele Model of The Development of Geometric Thought. Learning and Teaching Geometry. K-12. pp. 1 – 16. NCTM, USA. Dahar, Ratnawilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. 24 Flavell, J. H. (1963). The Developmental Psychology of Jean Piaget. New York: D. Van Nostrand Company. Fuys, D., Geddes, d., and Tischler. 1988. The van Hiele Model Tinking in Geometry among Adolescent. Journal for research in Mathematics Education. Number 3. Volume XII. Imam Sujadi, dkk. 2016. Teori Belajar, himpunan, dan Logika Matematika. Guru Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: PPPPTK Kemdikbud. Schunk, D. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective sixth edition. Diterjemahkan oleh : Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: JICA. Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta:P2LPTK. Sweller, J. (2004). Instructional Design Consequences of an Analogy between Evolution by Natural Selection and Human Cognitive Architecture. Instructional Science, 32(1-2), 9-31. Taylor. 1993. Vygotskian Influences in Mathematics Education with Particular 25 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB IV KURIKULUM 2013 Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 KEGIATAN BELAJAR 3 : KURIKULUM 2013 A. Tujuan Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya kurikulum 2013 dengan tepat dan jelas, memahami tentang SKL, KI, dan KD pada tingkat satuan pendidikan, serta mampu menganalisis keterkaitan SKL, KI, KD, dan indikator pencapaian kompetensi B. Indikator Pencapaian Kompetensi Diharapkan setelah membaca modul ini guru dapat: 1. Menjelaskan rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya kurikulum 2013 dengan tepat dan jelas 2. Menjelaskan pengertian SK, KI, dan KD. 3. Menganalisis keterkaitan SKL dengan KI dan KD. 4. Menganalisis kesesuaian indikator pembelajaran dengan KD. C. Uraian Materi Kurikulum sebagai satu kesatuan dari beberapa komponen pastilah ada memiliki peran dan fungsi. Peran kurikulum yaitu: a. Peran konservatif. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai budaya sebagai warisan masa lalu. b. Peran kreatif. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis. c. Peran kritis dan evaluatif. Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan, dan mana yang harus dimiliki oleh siswa. Sedangkan fungsi kurikulum yaitu: a. Fungsi umum pendidikan. Maksudnya untuk mempersiapkan peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan baik. 1 b. Suplementasi. Kurikulum sebagai alat pendidikan harus dapat memberikan pelayanan kepada setiap siswa. c. Eksplorasi. Kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing siswa. d. Keahlian. Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa. Adapun prinsip pengembangan kurikulum, yaitu. a. Relevansi. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah harus memiliki kesesuaian (relevansi) sehingga kurikulum tersebut bisa bermanfaat. Ada dua relevansi: relevansi internal, yaitu kesesuaian antara setiap komponen (anatomi) kurikulum; kedua relevansi eksternal, yaitu program kurikulum harus sesuai dan mampu menjawab terhadap tuntutan dan perkembangan kehidupan masyarakat. b. Fleksibilitas. Kurikulum harus bisa diterapkan secara lentur disesuaikan dengan karakteristik dan potensi setiap siswa, juga dinamika kehidupan masyarakat. c. Kontinuitas. Isi program dan penerapan kurikulum di setiap sekolah harus memberi bekal bagi setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya secara berkesinambungan dan berkelanjutan (kontinuitas). Setiap satuan pendidikan mengembangkan kurikulum dengan membaca dan mengetahui bagaimana program kurikulum di satuan pendidikan yang lainnya. d. Efisiensi dan Efektivitas. Kurikulum harus memungkinkan setiap personil untuk menerapkannya secara mudah dengan menggunakan biaya secara proporsional dan itulah efisien. Penggunaan seluruh sumber daya baik piranti kurikulum, sumber daya manusia maupun sumber finansial harus menjamin bagi tercapainya tujuan atau membawa hasil secara optimal dan itulah makna dari prinsip efektivitas Kurikulum yang diberlakukan di Indonesia sejak Indonesia merdeka telah mengalami beberapa kali perubahan. Kurikulum tersebut secara berturut turut diberlakukan di 2 Indonesia disesuaikan dengan tuntutan perubahan jaman. Kurikulum tyang telah diberlakukan sampai saat ini adalah Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968. Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 (Kurikulum berbasis kompetensi/KBK), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP), dan saat ini diterapkan Kurikulum 2013 secara berjenjang. Komponen terpenting implementasi kurikulum adalah pelaksanaan proses pembelajaran yang diselenggarakan di dalam dan/atau luar kelas untuk membantu peserta didik mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses menyatakan bahwa proses pembelajaran menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Di antara pendekatan dan metode yang dianjurkan dalam Standar Proses tersebut adalah pendekatan saintifik, inkuiri, pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran berbasis projek pada semua mata pelajaran. Pendekatan/metode lainnya yang dapat diimplementasikan antara lain pembelajaran kontekstual dan pembelajaran kooperatif. Walaupun banyak guru SMP di Indonesia telah mengenal metode-metode tersebut, pengimplementasian metode-metode tersebut di kelas merupakan hal yang belum biasa. Untuk mengimplementasikannya, guru memerlukan panduan operasional yang memberikan gambaran utuh kegiatan-kegiatan pembelajaran operasional apa saja yang dilaksanakan pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diterbitkan panduan proses pembelajaran yang secara rinci memberikan petunjuk operasional bagaimana metode-metode tersebut diimplementasikan pada kegiatan belajar mengajar pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dan Kurikulum 2006. Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, hanya 4 standar yang berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi, dan Standar kualifikasi Penilaian. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kemampuan lulusan yang 3 mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai SKL. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru. Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. 2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anakanak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak 4 materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut. 1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; 5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) Kompetensi Dasar. Semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI; 6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft skills serta hard skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya ke apaka berpikir sai s, terke ba gka ya sense of inquiry da ke a pua berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu diperoleh siswa. Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik. 5 Juga menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan, geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana. Secara umum, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan agar selaras antara ide, desain, dokumen, dan pelaksanaannya. Secara khusus, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan menyelaraskan KI-KD, silabus, pedoman mata pelajaran, pembelajaran, penilaian, dan buku teks. Perbaikan tersebut dilaksanakan berdasarkan prinsip perbaikan kurikulum sebagai berikut. 1. Keselarasan Dokumen KI-KD, Silabus, Buku Teks Pelajaran, Pembelajaran, dan Penilaian Hasil Belajar harus selaras dari aspek kompetensi dan lingkup materi. 2. Mudah Dipelajari Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan dalam KD mudah dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan aspek pedagogis. 3. Mudah Diajarkan Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan pada KD mudah diajarkan oleh guru sesuai dengan gaya belajar peserta didik, karakteristik mata pelajaran, karakteristik kompetensi, dan sumber belajar yang ada di lingkungan. 4. Terukur Kompetensi dan materi yang diajarkan terukur melalui indikator yang mudah dirumuskan dan layak dilaksanakan. 5. Bermakna untuk Dipelajari Kompetensi dan materi yang diajarkan mempunyai kebermaknaan bagi peserta didik sebagai bekal kehidupan. Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, terdapat 4 standar yang berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi, dan 6 Standar Penilaian. 1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Berdasarkan analisis kebutuhan, potensi, dan karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya daerah, maka ditetapkan SKL sebagai kriteria kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL sebagai acuan utama pengembangan ketujuh standar pendidikan lainnya. SKL terdiri 3 ranah yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Ranah sikap mencakup 4 elemen yaitu proses, individu, sosial, dan alam. Ranah pengetahuan mencakup 3 elemen yaitu proses, obyek, dan subyek, sedangkan ranah ketrampilan terbagi 3 elemen yaitu proses, abstrak, dan kongkrit. Setiap elemen digunakan kata-kata operasional yang berbeda. Selanjutnya SKL diterjemahkan kedalam Kompetensi Inti yang berada dibawahnya. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas: a. Dimensi Sikap. Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya, yang dicapai melalui: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. b. Dimensi Pengetahuan. Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban, yang dicapai melalui: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi. c. Dimensi Keterampilan. Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret, yang dicapai melalui: mengamati; menanya; mencoba dan mengolah; menalar; mencipta; menyajikan dan mengomunikasikan Perumusan kompetensi lulusan antarsatuan pendidikan mempertimbangkan gradasi setiap tingkatan satuan pendidikan dan memperhatikan kriteria sebagai berikut: perkembangan psikologis anak, lingkup dan kedalaman materi, kesinambungan, dan fungsi satuan pendidikan. 7 Tabel. 1. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi sikap SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB/ SMA/MA/SMALB/ Paket A Paket B Paket C RUMUSAN Memiliki perilaku yang Memiliki perilaku yang Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap: mencerminkan sikap: mencerminkan sikap: 1. beriman dan bertakwa 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, kepada Tuhan YME, 2. berkarakter, jujur, dan 2. berkarakter, jujur, dan peduli, peduli, 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, 2. berkarakter, jujur, dan peduli, 3. bertanggungjawab, 3. bertanggungjawab 3. bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati 4. pembelajar sejati 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan perkembangan anak di perkembangan anak di perkembangan anak di lingkungan keluarga, lingkungan keluarga, lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan sekolah, masyarakat dan sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, lingkungan alam sekitar, lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara. bangsa, negara, dan bangsa, negara, kawasan kawasan regional. regional, dan internasional. Tabel 2. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/ SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/ SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi pengetahuan. SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB/ SMA/MA/SMALB/ Paket A Paket B Paket C RUMUSAN 8 Memiliki pengetahuan Memiliki pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, faktual, konseptual, faktual, konseptual, prosedural, dan prosedural, dan prosedural, dan metakognitif pada tingkat metakognitif pada tingkat metakognitif pada tingkat dasar berkenaan dengan: teknis dan spesifik teknis, spesifik, detil, dan 1. ilmu pengetahuan, sederhana berkenaan kompleks berkenaan 2. teknologi, dengan: dengan: 3. seni, dan 1. ilmu pengetahuan, 1. ilmu pengetahuan, 4. budaya. 2. teknologi, 2. teknologi, 3. seni, dan 3. seni, 4. budaya. 4. budaya, dan Mampu mengaitkan pengetahuan di atas 5. humaniora. dalam konteks diri sendiri, Mampu mengaitkan keluarga, sekolah, pengetahuan di atas Mampu mengaitkan masyarakat dan dalam konteks diri sendiri, pengetahuan di atas lingkungan alam sekitar, keluarga, sekolah, dalam konteks diri sendiri, bangsa, dan negara. masyarakat dan keluarga, sekolah, lingkungan alam sekitar, masyarakat dan bangsa, negara, dan lingkungan alam sekitar, kawasan regional. bangsa, negara, serta kawasan regional dan internasional. Tabel 3. Istilah pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif . PENJELASAN Faktual SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB/ SMA/MA/SMALB/ Paket A Paket B Paket C Pengetahuan dasar Pengetahuan teknis Pengetahuan teknis berkenaan dengan dan spesifik tingkat dan spesifik, detail ilmu pengetahuan, sederhana berkenaan dan kompleks teknologi, seni, dan dengan ilmu berkenaan dengan budaya terkait dengan pengetahuan, 9 ilmu pengetahuan, diri sendiri, keluarga, teknologi, seni, dan teknologi, seni, dan sekolah, masyarakat budaya terkait dengan budaya terkait dengan dan lingkungan alam masyarakat dan masyarakat dan sekitar, bangsa, dan lingkungan alam lingkungan alam negara. sekitar, bangsa, sekitar, bangsa, negara, dan kawasan negara, kawasan regional. regional, dan internasional. Konseptual Terminologi/ Terminologi/ Terminologi/ istilah yang istilah dan klasifikasi, istilah dan klasifikasi, digunakan, klasifikasi, kategori, prinsip, kategori, prinsip, kategori, prinsip, dan generalisasi dan teori, generalisasi, generalisasi yang digunakan teori,model, dan berkenaan dengan terkait dengan struktur yang ilmu pengetahuan, pengetahuan teknis digunakan terkait teknologi, seni dan dan spesifik tingkat dengan pengetahuan budaya terkait dengan sederhana berkenaan teknis dan spesifik, diri sendiri, keluarga, dengan ilmu detail dan kompleks sekolah, masyarakat pengetahuan, berkenaan dengan dan lingkungan alam teknologi, seni, dan ilmu pengetahuan, sekitar, bangsa, dan budaya terkait dengan teknologi, seni, dan negara. masyarakat dan budaya terkait dengan lingkungan alam masyarakat dan sekitar, bangsa, lingkungan alam negara, dan kawasan sekitar, bangsa, regional. masyarakat negara, kawasan dan lingkungan alam regional, dan sekitar, bangsa, internasional. negara, dan kawasan regional. 10 Prosedural Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang cara melakukan cara melakukan cara melakukan sesuatu atau kegiatan sesuatu atau kegiatan sesuatu atau kegiatan yang berkenaan yang terkait dengan yang terkait dengan dengan ilmu pengetahuan teknis, pengetahuan teknis, pengetahuan, spesifik, algoritma, spesifik, algoritma, teknologi, seni, dan metode tingkat metode, dan kriteria budaya terkait dengan sederhana berkenaan untuk menentukan diri sendiri, keluarga, dengan ilmu prosedur yang sesuai sekolah, masyarakat pengetahuan, berkenaan dengan dan lingkungan alam teknologi, seni, dan ilmu pengetahuan, sekitar, bangsa dan budaya terkait dengan teknologi, seni, dan negara. masyarakat dan budaya, terkait lingkungan alam dengan masyarakat sekitar, bangsa, dan lingkungan alam negara, dan kawasan sekitar, bangsa, regional. kawasan negara, kawasan regional. regional, dan internasional. sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional. Metakognitif Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang kekuatan dan kekuatan dan kekuatan dan kelemahan diri sendiri kelemahan diri sendiri kelemahan diri sendiri dan menggunakannya dan menggunakannya dan menggunakannya dalam mempelajari dalam mempelajari dalam mempelajari ilmu pengetahuan, pengetahuan teknis pengetahuan teknis, teknologi, seni dan dan spesifik tingkat detail, spesifik, budaya terkait dengan sederhana berkenaan kompleks, kontekstual diri sendiri, keluarga, dan kondisional dengan ilmu 11 sekolah, masyarakat pengetahuan, berkenaan dengan dan lingkungan alam teknologi, seni, dan ilmu pengetahuan, sekitar, bangsa dan budaya terkait dengan teknologi, seni, dan negara. masyarakat dan budaya terkait dengan lingkungan alam masyarakat dan sekitar, bangsa, lingkungan alam negara, dan kawasan sekitar, bangsa, regional. negara, kawasan regional, dan internasional. Tabel 4. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/ SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi keterampilan. SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB/ SMA/MA/SMALB/ Paket A Paket B Paket C RUMUSAN Memiliki keterampilan Memiliki keterampilan Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: berpikir dan bertindak: berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 1. kreatif, 1. kreatif, 2. produktif, 2. produktif, 2. produktif, 3. kritis, 3. kritis, 3. kritis, 4. mandiri, 4. mandiri, 4. mandiri, 5. kolaboratif, dan 5. kolaboratif, dan 5. kolaboratif, dan 6. komunikatif 6. komunikatif 6. komunikatif melalui pendekatan ilmiah melalui pendekatan melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan tahap ilmiah sesuai dengan sebagai pengembangan perkembangan anak yang yang dipelajari di satuan dari yang dipelajari di relevan dengan tugas yang pendidikan dan sumber satuan pendidikan dan diberikan sumber lain secara lain secara mandiri mandiri 12 2. Kompetensi Inti (KI) Kompetensi inti (KI) merupakan standar penilaian yang harus dimiliki secara berbeda pada setiap tingkatan dan kelas. KI merupakan komponen penilaian yang akan dapat mengejawantahkan/mewujudkan isi dari SKL. Isi KI harus mencerminkan harapan dari SKL Kompetensi inti (KI) terdiri dari KI-1 sampai dengan KI-4. Rumusan setiap KI berbeda sesuai dengan aspeknya. Untuk mencapai kemampuan yang terdapat di dalam KI perlu diterjemahkan kedalam KD yang sesuai dengan aspek pada setiap KI. KI merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai SKL yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan Kompetensi Dasar. Rumusan KI meliputi: a. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual; b. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial; c. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; d. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan. KI berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) KD. Sebagai unsur pengorganisasi, KI merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal KD. Organisasi vertikal KD adalah keterkaitan KD satu kelas dengan kelas di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antarkompetensi yang dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara KD satu mata pelajaran dengan KD dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu kelas yang sama sehingga saling memperkuat. Uraian tentang KI untuk jenjang SMP/MTs dapat dilihat pada tabel berikut. KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KELAS VII KELAS VIII KELAS IX 1. Menghargai dan 1. Menghargai dan menghayati ajaran menghayati ajaran 13 1. Menghargai dan menghayati ajaran KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KELAS VII KELAS VIII KELAS IX agama yang dianutnya agama yang dianutnya agama yang dianutnya 2. Menghargai dan 2. Menghargai dan 2. Menghargai dan menghayati perilaku menghayati perilaku menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jujur, disiplin, tanggung jujur, disiplin, jawab, peduli (toleransi, jawab, peduli (toleransi, tanggungjawab, gotong royong), santun, gotong royong), santun, peduli (toleransi, percaya diri, dalam percaya diri, dalam gotong royong), berinteraksi secara berinteraksi secara santun, percaya diri, efektif dengan efektif dengan dalam berinteraksi lingkungan sosial dan lingkungan sosial dan secara efektif dengan alam dalam jangkauan alam dalam jangkauan lingkungan sosial dan pergaulan dan pergaulan dan alam dalam keberadaannya keberadaannya jangkauan pergaulan dan keberadaannya 3. Memahami pengetahuan 3. Memahami dan 3. Memahami dan (faktual, konseptual, dan menerapkan menerapkan prosedural) berdasarkan pengetahuan (faktual, pengetahuan (faktual, rasa ingin tahunya konseptual, dan konseptual, dan tentang ilmu prosedural) berdasarkan prosedural) pengetahuan, teknologi, rasa ingin tahunya berdasarkan rasa seni, budaya terkait tentang ilmu ingin tahunya tentang fenomena dan kejadian pengetahuan, teknologi, ilmu pengetahuan, tampak mata seni, budaya terkait teknologi, seni, fenomena dan kejadian budaya terkait tampak mata fenomena dan kejadian tampak mata 4. Mencoba, mengolah, 4. Mengolah, menyaji, dan 4. Mengolah, menyaji, 14 KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KELAS VII KELAS VIII KELAS IX dan menyaji dalam ranah menalar dalam ranah dan menalar dalam konkret (menggunakan, konkret (menggunakan, ranah konkret mengurai, merangkai, mengurai, merangkai, (menggunakan, memodifikasi, dan memodifikasi, dan mengurai, merangkai, membuat) dan ranah membuat) dan ranah memodifikasi, dan abstrak (menulis, abstrak (menulis, membuat) dan ranah membaca, menghitung, membaca, menghitung, abstrak (menulis, menggambar, dan menggambar, dan membaca, mengarang) sesuai mengarang) sesuai menghitung, dengan yang dipelajari di dengan yang dipelajari di menggambar, dan sekolah dan sumber lain sekolah dan sumber lain mengarang) sesuai yang sama dalam sudut yang sama dalam sudut dengan yang pandang/teori pandang/teori dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori Kompetensi inti sikap spiritual (KI-1) dan kompetensi inti sikap sosial (KI-2) dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu: keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut. 3. Kompetensi Dasar (KD) Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 SMP/MTs berisi kemampuan dan muatan pembelajaran untuk mata pelajaran pada SMP/MTs yang mengacu pada kompetensi inti. Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. 15 Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik dan kemampuan peserta didik, dan kekhasan masing-masing mata pelajaran. Kompetensi dasar untuk Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan meliputi empat kelompok sesuai dengan pengelompokan kompetensi inti sebagai berikut. a. Kelompok 1: kelompok KD sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1; b. Kelompok 2: kelompok KD sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2; c. Kelompok 3: kelompok KD pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; d. Kelompok 4: kelompok KD keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4. Kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual (mendukung KI-1) dan sikap sosial (mendukung KI-2) ditumbuhkan melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada saat peserta didik belajar tentang pengetahuan (mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4). Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI2. Pembelajaran KI-1 dan KI-2 terintegrasi dengan pembelajaran KI-3 dan KI-4. 4. Indikator Indikator pencapaian kompetensi (IPK) merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. IPK dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Dalam mengembangkan IPK perlu mempertimbangkan: (a) tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD; (b) karakteristik mata pelajaran, siswa, dan sekolah; (c) potensi dan kebutuhan siswa, masyarakat, dan lingkungan/daerah. Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua rumusan indikator, yaitu: indikator pencapaian kompetensi yang terdapat dalam RPP, dan 16 indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang dikenal sebagai indikator soal. Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan pencapaian kompetensi dasar. IPK berfungsi sebagai berikut: a. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran. Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang dikembangkan. IPK yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah pengembangan materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi dan kebutuhan siswa, sekolah, serta lingkungan. b. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran. Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai IPK yang dikembangkan, karena IPK dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif untuk mencapai kompetensi. IPK yang menuntut kompetensi dominan pada aspek prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak dengan strategi ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discoveryinquiry. c. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian kompetensi siswa. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan IPK sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal. d. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar. Indikator menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar. Rancangan penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta pengembangan indikator penilaian. Pengembangan IPK harus mengakomodasi kompetensi yang tercantum dalam KD. IPK dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan kata kerja operasional. Rumusan IPK sekurang-kurangnya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi 17 dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi. Kata kerja operasional pada IPK pencapaian kompetensi aspek pengetahuan dapat mengacu pada ranah kognitif taksonomi Bloom, aspek sikap dapat mengacu pada ranah afektif taksonomi Bloom, aspek keterampilan dapat mengacu pada ranah psikomotor taksonomi Bloom. IPK pada Kurikulum 2013 untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap yang gejalanya dapat diamati sebagai dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4. IPK untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik yang dapat diamati dan terukur. 5. Silabus Mata Pelajaran Silabus mata pelajaran merupakan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang mencakup kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Hubungan logis antarberbagai komponen dalam silabus dari setiap mata pelajaran merupakan langkah yang harus dipersiapkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Silabus mata pelajaran juga dapat dijadikan pedoman dalam menyusun buku siswa yang memuat materi pelajaran, aktivitas peserta didik, dan evaluasi. Kompetensi dasar merupakan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah kegiatan pembelajaran baik kompetensi pengetahuan maupun keterampilan. Materi pembelajaran yang diturunkan dari kompetensi dasar berisi materi-materi pokok pada setiap mata pelajaran. Kegiatan pembelajaran merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran, dapat dilakukan melalui pendekatan saintifik, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran penemuan, atau pembelajaran penyelidikan, termasuk pembelajaran kooperatif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut. 18 Silabus disusun dengan format dan penyajian/penulisan yang sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru. Penyederhanaan format dimaksudkan agar penyajiannya lebih efisien, tidak terlalu banyak halaman namun lingkup dan substansinya tidak berkurang, serta tetap mempertimbangkan tata urutan materi dan kompetensinya. Penyusunan silabus ini dilakukan dengan prinsip keselarasan antara ide, desain, dan pelaksanaan kurikulum, kemudahan bagi guru dalam mengajar, kemudahan bagi peserta didik dalam belajar, keterukuran pencapaian kompetensi, kebermaknaan, dan kebermanfaatan untuk dipelajari sebagai bekal untuk kehidupan dan kelanjutan pendidikan peserta didik. Komponen silabus mencakup kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Uraian pembelajaran yang terdapat dalam silabus merupakan alternatif kegiatan belajar berbasis aktivitas. Pembelajaran tersebut merupakan alternatif dan inspirasi bagi guru dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Kompetensi sikap spiritual dan sompetensi sikap sosial dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching) pada pembelajaran kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan melalui keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut. 6. Keterkaitan antara SKL, KI-KD, dan Silabus Standar kompetensi kulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 19 Kompetensi inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar. Kompetensi inti mencakup: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai standar kompetensi lulusan. Kompetensi dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti yang harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran. Dalam setiap rumusan kompetensi dasar terdapat unsur kemampuan berpikir dan materi. Standar kompetensi lulusan adalah muara utama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada jenjang tertentu. Sedangkan kompetensi inti adalah pijakan pertama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada tingkat kompetensi tertentu. Penjabaran kompetensi inti untuk tiap mata pelajaran tersaji dalam rumusan kompetensi dasar. Alur pencapaian kompetensi lulusan, kompetensi inti, dan kompetensi dasar melalui proses pembelajaran dan penilaian adalah sebagai berikut. (1) Kompetensi inti (KI-3 dan KI-4) memberikan arah tingkat kompetensi pengetahuan dan keterampilan minimal yang harus dicapai peserta didik. (2) Kompetensi dasar dari KI-3 adalah dasar pengembangan materi pembelajaran, sedangkan kompetensi dasar dari KI-4 mengarahkan keterampilan dan pengalaman belajar yang perlu dilakukan peserta didik. Dari sinilah pendidik dapat mengembangkan proses belajar dan cara penilaian yang diperlukan melalui pembelajaran langsung. (3) Dari proses belajar dan pengalaman belajar, peserta didik akan memperoleh pembelajaran tidak langsung berupa pengembangan sikap sosial dan spiritual yang relevan dengan berpedoman pada kompetensi dasar dari KI-2 dan KI-1. (4) Rangkaian dari KI-KD sampai dengan penilaian tertuang dalam silabus, kecuali untuk tujuan pembelajaran, tidak diwajibkan dicantumkan baik dalam RPP maupun dalam Silabus. 20 KETERKAITAN SKL, KI, DAN KD DALAM PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN KI1KD1*) S K L IPK*) KI2KD2*) KI3-KD3 IPK*) IPK Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Sikap*) Pengeta huan Keterampilan S K L IPK KI4-KD4 *) UNTUK MAPEL: PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. SILABUS Gambar 2. Keterkaitan SKL, KI dan KD dalam Pembelajaran dan Penilaian Pada bagian ini akan diberikan contoh analisis keterkaitan KI dan KD dengan indikator pencapaian kompetensi dan materi pembelajaran pada topik kekongruenan dan kesebangunan. 21 Kompetensi Inti 1. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 3.6 Memaham i konsep kesebanguna n dan kekongruena n geometri melalui pengamatan 3.6.1. Menjelaskan syarat kongruen dua bangun segibanyak (polygon). 3.6.2. Menentukan sisisisi dan sudut-sudut yang bersesuaian pada dua bangun datar yang kongruen 3.6.3. Menentukan panjang sisi dan besar sudut yang belum diketahui pada dua bangun yang kongruen 3.6.4. Menjelaskan syarat-syarat dua segitiga yang kongruen. 3.6.5. Membuktikan dua segitiga kongruen 3.6.6. Menyelesaikan masalah yang 3.6.8. Menentukan sisiberkaitan dengan yang sisi dan sudut-sudut bersesuaian pada dua bangun yang sebangun 3.6.9. Menentukan panjang sisi yang belum diketahui dari dua bangun sebangun 3.6.10. Menjelaskan syarat-syarat dua segitiga yang sebangun 3.6.11. Menentukan sisisisi dan sudut-sudut yang bersesuaian pada dua segitiga yang sebangun 3.6.12 Menentukan panjang sisi yang belum diketahui dari dua segitiga sebangun 22 Materi Pembelajaran Topik: Kekongruenan dan Kesebangunan Sub Topik: Kekongruenan Bangun Datar Kekongruenan Dua Segitiga Kesebangunan Bangun Datar Kesebangunan Dua Segitiga 4 Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori 4.5. Menyelesa ikan permasalahan nyata hasil pengamatan yang terkait penerapan kesebangunan dan kekongruenan 4.5.1. Memilih srategi yang tepat dalam menyelesaikan masalah nyata yang berkaitan dengan kekongruenan dan kesebangunan. 4.5.2. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kekongruenan dan kesebangunan. Pengembangan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dan Materi Pembelajaran Pengembangan indikator dan materi pembelajaran merupakan merupakan 2 kemampuan yang harus dikuasai seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan melaksanakan pembelajaran. Melalui pemahaman keterkaitan kompetensi (SKL-KIKD), maka pendidik yang mengampu mata pelajaran Matematika dapat merumuskan indikator pencapaian kompetensi pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya keterampilan bertindak tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai keterampilan abstrak dan konkret. Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru. Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 23 Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. 2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anakanak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut. 1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; 5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) Kompetensi Dasar. Semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI; 24 6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/ menalar, dan mengomunikasikan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft skills serta hard skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangkannya sense of inquiry dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu diperoleh siswa. Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik. Juga menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan, geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana). D. Daftar Pustaka Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York: Springer-Verlag. Boyer, Carl B. 1968. A History of Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc. Cooke, R. 1997. The History of Mathematics. A Brief Cource. New York: John Wiley & Sons, Inc. 25 Sumardyono. 2003. Sejarah Topik Matematika Sekolah. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika) Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika) Sumardyono. 2012. Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika) Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2016. Jakarta: Direktorat PSMP. Yogi Anggraena. 2016. Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK 26 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB V DESAIN PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 KEGIATAN BELAJAR 4: DESAIN PEMBELAJARAN A. Tujuan Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang desain pembelajaran. Diantaranya mengetahui pengertian dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik, pembelajaran Problem-based Learning, pembelajaran Project-based Learning, Inquiry, Discovery Learning, serta menerapkan pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru dapat: 1. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik 2. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Problem-based Learning 3. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Project-based Learning 4. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Inquiry 5. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Discovery Learning 6. Menerapkan pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD C. Uraian Materi 1. Pendekatan saintifik (dalam pembelajaran) dan metode saintifik Pada Permendikbud No. tahu di yataka bahwa Pe belajara pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya, misalnya Discovery Learning, Project-based Learning, Problem-based Learning, Inquiry learning . Pada kalimat di atas tersua tiga istilah yang disusun secara hirarkis, yakni pendekatan, strategi, dan model. Dalam beberapa buku teks pembelajaran, 1 istilah pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang (perspektif) terhadap proses pembelajaran (Sanjaya, 2007: 127). Dalam ranah pendidikan bahasa, Douglas Brown (2001: 14) yang merujuk pendapat Edward Anthony (1963), juga menyatakan tiga komponen hirarkis yang kurang lebih sama yakni pendekatan, metode, dan teknik. Di sini pendekatan dipandang sebagai seperangkat asumsi atau prinsip tentang bahasa dan pembelajaran bahasa. Dua istilah di bawahnya yakni metode dan teknik, kurang lebih mempunyai kedudukan yang sejajar dengan istilah strategi dan model dalam Permendikbud. Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan berbasis proses keilmuan. Artinya, proses untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) secara sistematis. Dalam konteks ini, tidak sulit untuk menyatakan bahwa pendekatan saintifik ini berakar pada metode ilmiah (saintific method), sebuah konsep yang menekankan ilmu pengetahuan lebih sebagai kata kerja ketimbang kata benda. Metode saintifik sendiri merupakan prosedur atau proses, yakni langkah-langkah sistematis yang perlu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) yang didasarkan pada persepsi inderawi dan melibatkan uji hipotesis serta teori secara terkendali (Sudarminta, 2002 : 164). Karena pengamatan inderawi biasanya mengawali maupun mengakhiri proses kerja ilmiah, maka cara kerja atau proses ilmiah sering juga disebut lingkaran atau siklus empiris. Pendekatan saintifik sangat relevan dengan teori belajar Bruner, Piaget, dan Vygotsky berikut ini. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses kognitif dalam proses penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan, retensi ingatan peserta didik akan 2 menguat. Empat hal di atas bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Berdasarkan teori Piaget, belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah. Skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan semata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus, yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip, atau pengalaman baru, ke dalam skema yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri stimulus tersebut cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada. Apabila ciri-ciri stimulus tidak cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada, seseorang akan melakukan akomodasi. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi. Apabila pada seseorang akomodasi lebih dominan dibandingkan asimilasi, ia akan memiliki skemata yang banyak tetapi kualitasnya cenderung rendah. Sebaliknya, apabila asimilasi lebih dominan dibandingkan akomodasi, seseorang akan memiliki skemata yang tidak banyak, tetapi cenderung memiliki kualitas yang tinggi. Keseimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk perkembangan intelek seseorang, menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Piaget (Carin & Sund, 1975) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi kecuali peserta didik dapat beraksi secara mental dalam bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau stimulus yang ada di 3 sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi, guru dan peserta didik hanya akan terlibat dalam belajar semu (pseudo-learning) dan informasi yang dipelajari cenderung mudah terlupakan. Proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengonstruk konsep, hukum, atau prinsip dalam skema seseorang melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan yang terjadi dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik selalu melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Oleh karena itu, teori belajar Piaget sangat relevan dengan pendekatan saintifik. Vygotsky (Nur dan Wikandari, 2000:4) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, tetapi tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan, atau tugas itu berada dalam zone of proximal development, yaitu daerah yang terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini, yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada teori Vygotsky menerapkan apa yang disebut dengan scaffolding (perancahan). Perancahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompeten. Artinya, sejumlah besar dukungan diberikan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran, yang kemudian bantuan itu semakin dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri. (Nur, 1998:32). 2. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik, 4 b. Membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, c. Memperoleh hasil belajar yang tinggi, d. Melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah, serta e. Mengembangkan karakter peserta didik. 3. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. a. Berpusat pada peserta didik yaitu kegiatan aktif peserta didik secara fisik dan mental dalam membangun makna atau pemahaman suatu konsep, hukum/prinsip b. Membentuk students’ self concept yaitu membangun konsep berdasarkan pemahamannya sendiri. c. Menghindari verbalisme, d. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip, e. Mendorong terjadinya peningkatan kecakapan berpikir peserta didik, f. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik, g. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan dalam komunikasi, serta h. Memungkinkan adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya. i. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum, atau prinsip, j. Melibatkan proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. 4. Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Secara umum pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan melalui sejumlah langkah sebagai berikut. 5 a. Melakukan pengamatan terhadap aspek-aspek dari suatu fenomena untuk mengidentifikasi masalah b. Merumuskan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang ingin diketahui dan menalar untuk merumuskan hipotesis atau jawaban sementara berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, c. Mencoba/mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik, d. Mengasosiasi/menganalisis data atau informasi untuk menarik kesimpulan, e. Mengkomunikasikan kesimpulan, f. Mencipta. Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik berupa konsep, hukum, atau prinsip yang dikonstruk oleh peserta didik dengan bantuan guru. Pada kondisi tertentu, data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan tidak mungkin diperoleh secara langsung oleh peserta didik karena kadang-kadang data tersebut perlu dikumpulkan dalam waktu yang lama. Dalam hal ini guru dapat memberikan data yang dibutuhkan untuk kemudian dianalisis oleh peserta didik. 5. Contoh Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh, ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira, mengecek kehadiran para peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran karena terkait langsung dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Kegiatan inti dalam pendekatan saintifik ditujukan untuk memperoleh konsep, hukum, atau prinsip oleh peserta didik dengan bantuan guru melalui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka. Pada akhir kegiatan inti validasi terhadap konsep, hukum, atau prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik dilakukan. 6 Kegiatan penutup ditujukan untuk beberapa hal pokok. Pertama, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai peserta didik. Pengayaan dapat dilakukan dengan memberikan tugas kepada peserta didik membaca buku-buku pelajaran atau sumber informasi lainnya untuk memantapkan pemahaman materi yang telah dibelajarkan atau memahami materi lain yang berkaitan. Guru juga dapat meminta peserta didik mengakses sumber-sumber dari internet, baik berupa animasi maupun video yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan. Dalam hal ini, sebaiknya guru memberikan situs-situs internet yang berkaitan dengan materi pelajaran yang telah dibelajarkan. Pengayaan dapat juga dilakukan dengan meminta peserta didik melakukan percobaan di rumah, yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan, yang dapat dilakukan dengan aman. Kedua, guru dapat memberikan kegiatan remedi apabila ada peserta didik yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, guru dapat memberi PR dan memberitahuhan materi/ kompetensi berikutnya yang akan dipelajari. Beberapa buku teks menyatakan terdapat empat atau lima langkah dalam metode ilmiah. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Gay, Mills, dan Airasian (2012: 6) yang mengemukakan 5 langkah metode ilmiah yakni : a. Mengidentifikasi masalah. Pada tahap ini boleh dikata muncul sebuah situasi yakni situasi masalah yang dapat muncul sebagai hasil dari pengamatan terhadap fe o e a atau gejala ya g e arik atau ya g a eh . Ada bagia dari perstiwa atau fenomena itu yang belum dapat dijelaskan secara masuk akal. Maka perlu menetapkan atau merumuskan apa masalah yang ingin dipecahkan. b. Merumuskan hipotesis. Hipotesis atau jawaban sementara ini bersifat tentatif, yang diduga dapat menjawab permasalahan di atas. Hipotesis berfungsi untuk memprediksi atau menjelaskan sebab-sebab dari masalah yang telah dirumuskan. Dikatakan sementara karena hipotesis ini dapat dibentuk berdasarkan akal sehat, dugaan murni, spekulasi, imajinasi, maupun asumsi tertentu. Dalam kesempatan tertentu kegiatan ini kepustakaan. 7 mencakup pula studi c. Mengumpulkan data. Langkah ini dimaksudkan untuk mengumpulkan fakta atau data sebanyak mungkin dari lapangan dengan teknik-teknik tertentu misalnya wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya. Data merupakan fakta yang sudah diolah dan disajikan dalam bentuk dan cara yang sistematis. Bentuknya dapat berupa statistik, gambar, tabel, grafik, dan dokumendokumen. Sedangkan fakta biasanya sering disebut data mentah. Fakta atau data inilah yang harus diolah pada langkah berikutnya. d. Menganalisis data. Langkah ini dimaksudkan pertama-tama untuk menjawab masalah yang telah ditetapkan pada langkah awal. Dengan kata lain untuk membuktikan apakah hipotesis yang dirumuskan sebelumnya benar atau tidak. e. Menarik simpulan. Lima langkah inilah yang dijadikan sudut pandang atau asumsi dasar (=pendekatan) pembelajaran seperti yang dimaksudkan dalam Permendikbud No. 103 Tahun 2014. Sebagai sebuah pendekatan pembelajaran, pendekatan saintifik terdiri atas lima langkah kegiatan belajar yakni mengamati (observing), menanya (questioning), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), menalar atau mengasosiasi (associating), mengomunikasikan (communicating). Mengamati. Siswa menggunakan panca indranya untuk mengamati fenomena yang relevan dengan apa yang dipelajari. Fenomena yang diamati pada mata pelajaran satu dan lainnya berbeda. Misalnya, untuk mata pelajaran IPA, siswa mengamati pelangi, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, mendengarkan percakapan. Contoh untuk mata pelajaran bahasa Indonesia adalah membaca teks, untuk prakarya adalah mencicipi iga bakar, dan untuk mata pelajaran IPS adalah mengamati banjir, dan lain-lainnya. Fenomena dapat diamati secara langsung maupun melalui media audio visual. Hasil yang diharapkan adalah siswa mendapatkan pengetahuan faktual, pengalaman, dan serangkaian informasi yang belum diketahui (gap of knowledge). Membantu siswa menginventarisasi segala sesuatu yang belum diketahui (gap of knowledge). Agar kegiatan mengamati dapat berlangsung baik, sebelumnya guru perlu menemukan fenomena yang 8 diamati, merancang, mempersiapkan, menunjukkan, atau menyediakan sumber belajar yang relevan dengan KD atau materi pembelajaran yang akan diamati oleh siswa. Menanya. Siswa merumuskan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat mencakup yang menghendaki jawaban tentang pengetahuan faktual, konseptual, maupun prosedural, sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Hasil kegiatan ini adalah serangkaian pertanyaan siswa terutama yang mengarah ke atau relevan dengan indikatorindikator KD yang sudah dirumuskan. Guru Membantu siswa merumuskan pertanyaan berdasarkan daftar hal-hal yang perlu/ingin diketahui agar dapat melakukan/menciptakan sesuatu. Misalnya, guru membantu siswa dengan merumuskan pertanyaan pancingan terkait dengan apa yang sedang diamati. Mengumpulkan informasi/mencoba. Siswa mengumpulkan data melalui berbagai teknik, misalnya: melakukan eksperimen; mengamati objek/kejadian/aktivitas; wawancara dengan nara sumber; membaca buku pelajaran, dan sumber lain di antaranya kamus, ensiklopedia, media masa, buku pintar, atau serangkaian data statistik. Guru menyediakan sumber-sumber belajar, lembar kerja (worksheet), media, alat peraga/peralatan eksperimen, dan sebagainya. Guru juga membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengesi lembar kerja, menggali informasi tambahan yang dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan. Hasil kegiatan ini adalah serangkaian data atau informasi yang relevan dengan serangkaian KD. Menalar/mengasosiasi. Siswa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan. Dalam langkah ini siswa memecah, memilah dan memilih informasi, mengklasifikasikan, atau menghitung dengan cara tertentu untuk menjawab pertanyaan. Pada langkah ini guru mengarahkan agar siswa dapat mengidentifikasi, mengklasifikasi, atau menghubung-hubungkan data/informasi yang diperoleh. Hasil akhir dari tahap ini adalah simpulan-simpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang dirumuskan. 9 Mengomunikasikan. Siswa menyampaikan simpulan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau menyampaikan melalui media lain. Pada kegiatan ini, siswa dapat juga memajang/memamerkan hasilnya di ruang kelas, atau mengunggah (upload) di blog yang dimiliki. Guru memberikan umpan balik, memberikan penguatan, serta memberikan penjelasan/informasi lebih luas. membantu peserta didik untuk menentukan butir-butir penting dan simpulan yang akan dipresentasikan, baik dengan atau tanpa memanfaatkan teknologi informasi. Karena sudut pandang atau asumsi dasar (pendekatan)-nya berupa langkah- langkah operasional yang berurutan, maka yang disebut pendekatan (saintifik) dalam pembelajaran dengan mudah dipahami sebagai sebuah sintak yang dapat digunakan sebagai praksis pembelajaran. Dengan kata lain istilah pe dekata menjadi identik dengan odel , seperti model Discovery Learning, Project-based Learning, Problem-based Learning, Inquiry learning seperti yang termaktub dalam Permendikbud No. 103 tahun 2014. Paparan berikut akan menitikberatkan pada apa dan bagaimana model-model tersebut. 6. Model-model Pembelajaran f. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), selanjutnya disingkat PBM, mula-mula dikembangkan di sekolah kedokteran, McMaster University Medical School di Hamilton, Canada pada 1960-an (Barrows, 1996). PBM dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa mahapeserta didik mengalami kesulitan di tahun pertama perkuliahan, seperti pada mata kuliah Anatomi, Biokimia, dan Fisiologi. Mereka tidak termotivasi menempuh mata kuliah-mata kuliah tersebut karena tidak melihat relevansinya dengan profesi mereka kelak. Selain itu, juga didapati fakta bahwa para dokter muda yang baru lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Atas dasar itu, para pengajar merancang pembelajaran yang mendasarkan pada masalah atau kasus aktual. Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah klinis yang dapat 10 diselesaikan dengan menggunakan pengetahuan medis yang relevan. Perkembangan selanjutnya, PBM secara lebih luas diterapkan di berbagai mata kuliah di perguruan tinggi dan di berbagai mata pelajaran di sekolah. Pembelajaran Berbasis Masalah menggunakan masalah nyata (open-ended) untuk mengembangkan (PBM) adalah pembelajaran yang sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka diselesaikan keterampilan oleh berpikir, peserta didik keterampilan dalam rangka menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pemilihan masalah nyata tersebut dilakukan atas pertimbangan kesesuaiannya dengan pencapaian kompetensi dasar. Contoh masalah nyata yang dapat digunakan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pembelajaran matematika: Dalam keadaan darurat seseorang harus diselamatkan melalui pintu jendela yang tingginya 4m dengan menggunakan tangga. Dengan pertimbangan keselamatan, tangga tersebut harus ditempatkan minimum 1m dari dasar bangunan. Berapa panjang tangga yang mungkin? Tujuan utama PBM adalah mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membentuk atau memperoleh pengetahuan baru. Prinsip-prinsip PBM adalah sebagai berkut. a. Penggunaan masalah nyata (otentik) b. Berpusat pada peserta didik (student-centered) c. Guru berperan sebagai fasilitator d. Kolaborasi antarpeserta didik e. Sesuai dengan paham konstruktivisme yang menekankan peserta didik untuk secara aktif memperoleh pengetahuannya sendiri. Secara umum, berikut langkah-langkah PBM yang mengadaptasi dari pendapat Arends (2012) dan Fogarty (1997). 11 Kegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Tahap-tahap orientasi terhadap masalah, organisasi belajar, penyelidikan individual maupun kelompok, dan pengembangan dan penyajian hasil penyelesaian masalah merupakan tahap inti pembelajaran. Tahap analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalah merupakan tahap penutup. Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Tahap 1 Deskripsi Guru menyajikan masalah nyata kepada peserta didik. Orientasi terhadap masalah Tahap 2 Guru memfasilitasi peserta didik untuk memahami Organisasi belajar masalah nyata yang telah disajikan, yaitu mengidentifikasi apa yang mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik berbagi peran/tugas untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tahap 3 Guru membimbing peserta didik melakukan Penyelidikan pengumpulan data/informasi (pengetahuan, konsep, individual maupun teori) melalui berbagai macam cara untuk menemukan kelompok berbagai alternatif penyelesaian masalah. Tahap 4 Guru membimbing peserta didik untuk menentukan Pengembangan dan penyelesaian masalah yang paling tepat dari berbagai penyajian hasil alternatif pemecahan masalah yang peserta didik penyelesaian temukan. Peserta didik menyusun laporan hasil masalah penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk gagasan, model, bagan, atau Power Point slides. Tahap 5 Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan Analisis dan refleksi atau evaluasi terhadap proses penyelesaian evaluasi proses masalah yang dilakukan. 12 Tahap Deskripsi penyelesaian masalah g. Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning) Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil projek dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun berkelompok dalam menghasilkan produk nyata. Pembelajaran Berbasis Projek merupakan model pembelajaran yang menggunakan projek sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan baru berdasarkan pengalaman nyata. PBP dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui investigasi dalam perancangan produk. PBP merupakan pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek memberi kesempatan peserta didik berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa barang atau jasa. Pada PBP, peserta didik terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah dalam bentuk suatu projek. Peserta didik aktif mengelola pembelajarannya dengan bekerja secara nyata yang menghasilkan produk riil. PBP dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan peserta didik lebih 13 kolaboratif daripada bekerja sendiri-sendiri. Di samping itu PBP dapat juga dilakukan secara mandiri melalui bekerja mengkonstruk pembelajarannya melalui pengetahuan serta keterampilan baru, dan mewujudkannya dalam produk nyata. Pembelajaran Berbasis Projek merupakan metode pembelajaran yang berfokus pada peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah terkait dengan projek dan tugas-tugas bermakna lainnya. Pelaksanaan PBP dapat memberi peluang pada peserta didik untuk bekerja mengkonstruk tugas yang diberikan guru yang puncaknya dapat menghasilkan produk karya peserta didik. Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah sebagai berikut: a. Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam pembelajaran b. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah projek. c. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah projek yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa. d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas/projek. e. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis projek adalah sebagai berikut. a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas projek pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran. b. Tugas projek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran. c. Tema atau topik yang dibelajarkan dapat dikembangkan dari suatu kompetensi dasar tertentu atau gabungan beberapa kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran, atau gabungan beberapa kompetensi dasar antarmata pelajaran. Oleh karena itu, tugas projek dalam satu semester dibolehkan hanya satu penugasan dalam suatu mata pelajaran. 14 d. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya). Produk tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan produk. e. Pembelajaran dirancang dalam pertemuan tatap muka dan tugas mandiri dalam fasilitasi dan monitoring oleh guru. Pertemuan tatap muka dapat dilakukan di awal pada langkah penentuan projek dan di akhir pembelajaran pada langkah penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek, serta evaluasi proses dan hasil projek. Dalam PBP, peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan tema/topik dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan projek yang realistik. Di samping itu, penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta berpikir kritis dan analitis pada peserta didik. Secara umum, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Penentuan Projek 2. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projek 3. Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Projek 5. Penyusunan laporan dan presentasi/publikas i hasil projek 4. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru Bagan 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek Diadaptasi dari Keser & Karagoca (2010) Berikut disajikan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada setiap langkah PBP. 15 a. Penentuan projek Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik projek bersama guru. Peserta didik diberi kesempatan untuk memilih/menentukan projek yang akan dikerjakannya baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang dari tema. Pada bagian ini, peserta didik memilih tema/topik untuk menghasilkan produk (laporan observasi/penyelidikan, rancangan karya seni, atau karya keterampilan) dengan karakteristik mata pelajaran dengan menekankan keorisinilan produk. Penentuan produk juga disesuaikan dengan kriteria tugas, dengan mempertimbangkan kemampuan peserta didik dan sumber/bahan/alat yang tersedia. b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projek Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian projek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan projek ini berisi perumusan tujuan dan hasil yang diharapkan, pemilihan aktivitas untuk penyelesaian projek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung penyelesaian tugas projek, dan kerja sama antaranggota kelompok. Pada kegiatan ini, peserta didik mengidentifikasi bagian-bagian produk yang akan dihasilkan dan langkah-langkah serta teknik untuk menyelesaikan bagian-bagian tersebut sampai dicapai produk akhir. c. Penyusunan jadwal pelaksanaan projek Peserta didik dengan pendampingan guru melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya.Berapa lama projek itu harus diselesaikan tahap demi tahap. Peserta didik menyusun tahap-tahap pelaksanaan projek dengan mempertimbangkan kompleksitas langkah-langkah dan teknik penyelesaian produk serta waktu yang ditentukan guru. d. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru Langkah ini merupakan pelaksanaan rancangan projek yang telah dibuat. Peserta didik mencari atau mengumpulkan data/material dan kemudian 16 mengolahnya untuk menyusun/mewujudkan bagian demi bagian sampai dihasilkan produk akhir. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan projek di antaranya dengan: a) membaca, b) membuat disain, c) meneliti, d) menginterviu, e) merekam, f) berkarya, g) mengunjungi objek projek, dan/atau h) akses internet. Guru bertanggung jawab membimbing dan memonitor aktivitas peserta didik dalam melakukan tugas projek mulai proses hingga penyelesaian projek. Pada kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan tugas projek. e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek Hasil projek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, disain, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lan dipresentasikan dan/atau dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat dalam bentuk presentasi, publikasi (dapat dilakukan di majalah dinding atau internet), dan pameran produk pembelajaran. f. Evaluasi proses dan hasil projek Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas projek. Proses refleksi pada tugas projek dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap evaluasi, peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama menyelesaikan tugas projek yang berkembang dengan diskusi untuk memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas projek. Pada tahap ini juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dilakukan. Proses pembelajaran berbasis projek meliputi tahap-tahap pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Langkah-langkah PBP secara keseluruhan berada dalam tahap kegiatan inti. Dengan demikian tahap kegiatan inti meliputi kegiatan menemukan tema/topik projek, kegiatan merancang langkah penyelesaian projek, menyusun jadwal projek,proses penyelesaian projek dengan difasilitasi dan dimonitor oleh guru, penyusunan laporan dan 17 presentasi/publikasi hasil projek, dan evaluasi proses dan hasil kegiatan projek. Tabel 2. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek Langkah-langkah Deskripsi Langkah -1 Guru bersama dengan peserta didik Penentuan projek menentukan tema/topik projek Langkah -2 Guru memfasilitasi Peserta didik untuk Perancangan langkah- merancang langkah-langkah kegiatan langkah penyelesaian penyelesaian projek beserta pengelolaannya projek Langkah -3 Guru memberikan pendampingan kepada Penyusunan jadwal peserta didik melakukan penjadwalan semua pelaksanaan projek kegiatan yang telah dirancangnya Langkah -4 Guru memfasilitasi dan memonitor peserta Penyelesaian projek didik dalam melaksanakan rancangan projek dengan fasilitasi dan yang telah dibuat monitoring guru Langkah -5 Guru memfasilitasi Peserta didik untuk Penyusunan laporan dan mempresentasikan dan mempublikasikan hasil presentasi/publikasi hasil karya projek Langkah -6 Guru dan peserta didik pada akhir proses Evaluasi proses dan hasil pembelajaran melakukan refleksi terhadap projek aktivitas dan hasil tugas projek h. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuaan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan 18 sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan peserta didik berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosi, maupun pribadinya. Oleh karena itu dalam proses perencanaan pembelajaran, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri adalah pembelajaranyang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan yang meliputi sikap, pengetahuan,dan keterampilan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusiaatau peristiwa), secara sistematis, kritis, logis, dan analitis. Karakteristik dari Pembelajaran Inkuiri: 1) Menekankan kepada proses mencari dan menemukan. 2) Pengetahuan dibangun oleh peserta didik melalui proses pencarian. 3) Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik dalam belajar. 4) Menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk merumuskan kesimpulan. Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri Tahap Deskripsi Tahap 1 Guru mengondisikan agar peserta didik siap Orientasi melaksanakan proses pembelajaran, menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai oleh peserta didik, menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik 19 Tahap Deskripsi untuk mencapai tujuan, menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar, hal ini dapat dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar peserta didik. Tahap 2 Guru membimbing dan memfasilitasi peserta didik Merumuskan untuk merumuskan dan memahami masalah nyata masalah yang telah disajikan. Tahap 3 Guru membimbing peserta didik untuk Merumuskan mengembangkan kemampuan berhipotesis dengan hipotesis cara menyampaikan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Tahap 4 Guru membimbing peserta didik dengan cara Mengumpulkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat data mendorong peserta didik untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Tahap 5 Guru membimbing peserta didik dalam proses Menguji hipotesis menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan. Tahap 6 Guru membimbing peserta didik dalam proses Merumuskan mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan kesimpulan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebiknya guru mempu menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan. 20 i. Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning) Pembelajaran menemukan (Discovery Learning), adalah Pembelajaran untuk menemukan konsep, makna, dan hubungan kausal melalui pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Karakteristik dari pembelajaran menemukan (Discovery Learning): 5) Peran guru sebagai pembimbing. 6) Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan. 7) Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan kegiatan menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat kesimpulan. Tabel 4. Langkah-Langkah Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning) Tahap Deskripsi Tahap 1 Guru Menentukan tujuan pembelajaran, identifikasi Persiapan karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) Tahap 2 Guru dapat memulai kegiatan PBM dengan Stimulasi/pemberian mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan rangsangan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan Tahap 3 Guru Mengidentifikasi sumber belajardan memberi Identifikasi masalah kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda 21 Tahap Deskripsi masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) Tahap 4 Guru Membantu peserta didik mengumpulan dan Mengumpulkan data mengeksplorasi data. Tahap 5 Guru membimbing peserta didik dalam kegiatan Pengolahan data mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya Tahap 6 Guru membimbing peserta didik melakukan Pembuktian pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil Tahap 7 Guru membimbing peserta didik merumuskan prinsip Menarik kesimpulan dan generalisasi hasil penemuannya. D. Daftar Pustaka Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York: Springer-Verlag. Courant, Richart & Robbins, Herbert. 1981. What is Mathematics, An Elementary Approach To Ideas and Methods. New York: Oxford University Press. Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika) Sumardyono. 2012. Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika) 22 Yogi Anggraena. 2016. Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Guru Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika) 23 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VI MEDIA PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 KEGIATAN BELAJAR 5 : MEDIA PEMBELAJARAN A. Tujuan Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat: 1. Menyebutkan perbedaan media pembelajaran dengan media pada umumnya, 2. menyebutkan macam-macam media pembelajaran beserta contohnya baik menurut bentuk maupun fungsinya, 3. menyebutkan perbedaan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif dengan yang bukan. B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat: 1. Membedakan media dan media pembelajaran 2. Membedakan macam-macam media pembelajaran 3. Membedakan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif dengan yang bukan. C. Uraian Materi Proses pembelajaran tentunya akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik apabila telah dirancang dengan baik pula. Selain itu, guru perlu memerluas wawasan tentang berbagai pendekatan, model, metode, maupun strategi pembelajaran. Pembelajaran perlu dibuat agar siswa dapat membangun pengetahuannya sehingga pembelajaran dapat berpusat pada siswa. Oleh sebab itu, guru perlu mencari cara lain dalam mengajar agar lebih efektif. Menurut Forsyth, Jolliffe, & Stevens (2004: 69), learning is an active process. In order to learn a person has to take part in various learning activities. Interaction is an essential element of learning . Pe dapat tersebut memberi pengertian bahwa belajar merupakan suatu proses aktif. Untuk belajar, seseorang perlu mengambil bagian dalam berbagai aktivitas belajar. Interaksi merupakan unsur penting dalam belajar. Akibatnya, seseorang perlu berinteraksi secara langsung dengan apa yang sedang dipelajarinya. Keterlibatan pebelajar dalam aktivitas secara aktif dapat membantunya untuk belajar. Kegiatan belajar seharusnya dirancang agar bervariasi agar memungkinkan pebelajar untuk mendapatkan pengalaman yang bervariasi pula. 1 Pernyataan-pernyataan tersebut sejalan dengan Piaget yang berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses pengonstruksian dimana seseorang membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan (Arends, 2012: 330; Kryiacou, 2009: 24). Menurut Piaget, siswa usia SMP sudah dapat melakukan operasi formal dimana anak sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal abstrak sehingga penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, Brunner mengungkapkan dalam teorinya bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dalil ini menyatakan bahwa manipulasi benda-benda diperlukan dalam pengonstruksian pemahaman siswa (Suherman, et al., 2001: 43 - 45). Hal ini didukung oleh pernyataan Boggan, Harper, dan Whitmire (2010: 5) bahwa siswa pada segala tingkat pendidikan dan kemampuan akan mendapat keuntungan dari penggunaan alat peraga manipulatif. Dengan kata lain, penggunaan alat peraga manipulatif dapat berpengaruh positif terhadap kualitas pembelajaran. Selain media pembelajaran berupa media fisik alat peraga, terdapat pula media pembelajaran ICT. Media tersebut memanfaatkan potensi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat hubungan yang positif antara penggunaan teknologi dengan prestasi belajar seperti yang terjadi di Singapura jika teknologi digunakan secara tepat. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di Amerika Serikat di mana tidak terdapat hubungan di antara keduanya (Alsafran & Brown, 2012: 1). Artinya, belum tentu siswa yang mendapat pembelajaran yang menggunakan teknologi, dalam hal ini komputer, selalu mendapat prestasi yang baik jika tidak digunakan secara tepat. Penggunaan alat tersebut baik media fisik alat peraga maupun media ICT dapat dilakukan pada semua tingkat pendidikan, bukan hanya di Sekolah Dasar saja. Bahkan, siswa baik yang berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah akan mendapat keuntungan jika mendapat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga maupun media ICT. Keuntungan ini mungkin saja dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Media pembelajaran dapat digunakan sebagai jembatan siswa dalam memahami konsep abstrak dari obyek matematika melalui pemanipulasian benda2 benda nyata baik secara individu, kelompok, maupun klasikal. Oleh sebab itu penggunaan media pembelajaran baik media fisik berupa alat peraga maupun media ICT dalam pembelajaran matematika perlu dipelajari oleh para guru. 1. Pengertian Media Pembelajaran Media merupakan kata jamak dari medium yang berasal dari bahasa latin yang berarti a tara yaitu segala sesuatu ya g e bawa i for asi a tara su ber i for asi da penerima (Smaldino, et al., 2005: 9). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa segala sesuatu yang dapat menjembatani informasi antara sumber informasi dan penerima dapat dikatakan sebagai media. Pendapat lain mengatakan bahwa media diartikan sebagai alat fisik dari komunikasi antara lain buku, modul cetak, teks terprogram, komputer, slide/pita presentasi, film, pita video, dan sebagainya (Gagne & Briggs, 1979: 175). Dengan kata lain, media merupakan benda fisik yang dapat menjadi penghubung komunikasi dari sumber informasi kepada orang lain yang melihat, membaca, atau menggunakannya. Benda tersebut dapat berbentuk cetak maupun noncetak. Newby, et al. (2006: 308) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan pemilihan dan pengaturan informasi, kegiatan, metode, dan media untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar yang telah direncanakan. Dalam pembelajaran terjadi pengaturan siswa untuk dapat belajar melalui kegiatan yang akan dilaksanakan, pemilihan metode dan media yang akan digunakan, serta adanya target pengetahuan atau kemampuan yang akan diperoleh setelah mengikuti serangkaian kegiatan. Semua hal tersebut dilakukan atau digunakan agar dapat membantu siswa untuk mencapai target berupa tujuan belajar yang telah direncanakan sebelum pembelajaran dilaksanakan. Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan guna mencapai suatu tujuan pembelajaran didefinisikan sebagai media pembelajaran (Smaldino, et al., 2005: 9). Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala alat yang dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Senada dengan definisi tersebut, Newby, et al. (2006: 308) mendefinisikan media pembelajaran sebagai saluran dari komunikasi yang membawa pesan dengan tujuan yang berkaitan den gan pembelajaran yang dapat berupa cara atau alat lain yang dengannya informasi dapat disampaikan atau dialami siswa. 3 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa media pembelajaran juga dapat berupa cara atau alat untuk berkomunikasi dengan siswa. Segala sesuatu yang digunakan sebagai penyampai pesan pembelajaran diidentifikasi sebagai media pembelajaran. Dengan kata lain, media pembelajaran membantu siswa dalam mendapat atau membangun informasi atau pengetahuan. Dari beberapa pendapat tersebut, media dapat diartikan sebagai alat fisik komunikasi yang berfungsi menyampaikan informasi (pengetahuan) dari sumber ke penerima informasi. Adapun media pembelajaran merupakan alat atau perantara untuk memfasilitasi komunikasi dari sumber belajar ke siswa dan mendukung proses belajar guna mencapai tujuan belajar. 2. Macam Media Pembelajaran Menurut bentuknya, media yang digunakan dalam belajar dan pembelajaran secara umum dibedakan menjadi media cetak dengan noncetak serta media audio dengan nonaudio. Secara lebih spesifik, media dapat berupa antara lain teks, audio, visual, media bergerak, obyek/media yang dapat dimanipulasi (media manipulatif), dan manusia. Media teks merupakan jenis media yang paling umum digunakan. Media ini berupa karakter huruf dan bilangan yang disajikan dalam buku, poster, tulisan di papan tulis, dan sejenisnya (Smaldino, et al., 2005: 9; Newby, et al., 2006: 21). Media audio meliputi segala sesuatu yang dapat didengar misalnya suara seseorang, musik, suara mesin, dan suara-suara lainnya. Media visual meliputi berbagai bagan, gambar, foto, grafik baik yang disajikan dalam poster, papan tulis, buku, dan sebagainya. Media bergerak merupakan media yang berupa gambar bergerak misalnya video/film dan animasi. Adapun media manipulatif adalah benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan digunakan dengan tangan oleh siswa. 4 Manusia juga dapat berperan sebagai media pembelajaran. Siswa dapat belajar dari guru, siswa yang lain, atau orang lain. Adapun menurut fungsinya, Suherman, et al. (2001: 200) mengelompokkan media menjadi dua bagian yaitu: pembawa informasi (ilmu pengetahuan) alat untuk menanamkan konsep Contoh media sebagai pembawa informasi yaitu papan tulis, kapur, spidol, jangka, mistar, komputer/laptop, dan LCD Proyektor. Terkadang media ini digolongkan sebagai sarana atau alat bantu. Adapun contoh media yang sekaligus alat penanaman konsep misalnya alat peraga matematika, lembar kerja, bahkan kapur pun selain merupakan pembawa informasi dapat pula menjadi alat penanaman konsep operasi bilangan bulat atau model bangun ruang tabung. 3. Pengertian Alat Peraga Gerakan fisik merupakan salah satu dasar dalam belajar. Untuk belajar secara efektif, siswa harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan, bukan hanya sebagai penonton. Manipulasi peralatan yang digunakan dalam pembelajaran harus dapat mengabstraksikan suatu ide atau model. Kontak dengan benda nyata dapat membantu pemahaman terhadap ide-ide abstrak. Van Engen menegaskan peran sensory learning dalam pembentukan konsep. Reaksi terhadap dunia benda konkret merupakan dasar darimana struktur ide-ide abstrak muncul (Jackson & Phillips, 1973: 302). Lebih lanjut, guru perlu merancang aktivitas belajar yang memanfaatkan benda fisik, memfasilitasi terjadinya interaksi sosial, dan memberi kesempatan siswa untuk berpikir, memberi alasan, dan membentuk kesadaran akan pentingnya matematika, bukan hanya diceritakan oleh guru (Burns, 2007: 32). Benda fisik dalam pernyataan ini dapat diartikan sebagai benda yang dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuan. Alat peraga merupakan istilah dari Bahasa Indonesia yang terdiri dua kata yaitu alat da peraga sehi gga se ara harfiah alat peraga adalah alat ya g digu aka u tuk memperagakan. Dalam konteks pembelajaran matematika, alat peraga matematika adalah alat yang memperagakan konsep dan prinsip matematika. Maksud dari 5 e peragaka dala ko teks i i adalah e jadika ko sep da pri sp ate atika jelas secara visual, atau konkrit (dapat disentuh), atau bekerja pada suatu konteks. Dala edia pe belajara , terdapat pula istilah hands-onmaterials ya g dapat diartikan sebagai material atu benda yang dapat dipegang. Istilah ini dapat pula diartikan sebagai alat (peraga) manipulative karena dapat dioperasikan (dimanipulasi) menggunakan tangan untuk memperagakan suatu hal. Menurut Posamentier, Smith, dan Stepelman (2010: 6), hand-on materials atau alat peraga manipulatif adalah benda nyata yang memungkinkan siswa dapat menyelidiki, menyusun, memindah, mengelompokkan, mengurutkan, dan menggunakannya ketika mereka menemui konsep model dan soalsoal matematika. Alat peraga manipulatif di sini dapat dimaknai sebagai alat yang digunakan untuk membantu siswa memahami matematika melalui benda nyata yang tidak hanya dapat digunakan oleh guru saja, tetapi juga siswa. Siswa dapat menyentuh, mengontrol, dan mengoperasikan alat peraga manipulatif tersebut dalam rangka mempelajari benda itu sendiri atau membantu mempelajari hal lain yang terkait dengannya. Alat peraga manipulatif membantu penyelidikan dalam pembelajaran. Alat peraga berupa model dalam kaitannya dengan media mengacu pada representasi konkret konstruksi mental atau ide-ide (Johnson, Berger, & Rising, 1973: 235). Representasi konkret dari konstruksi mental atau ide dapat diartikan sebagai gambar atau benda nyata yang dapat menggambarkan obyek atau konsep abstrak, di mana kedua hal ini ada dalam matematika. Salah satu tipe media yang memfasilitasi untuk melakukan gerakan fisik untuk belajar adalah alat peraga manipulatif. Media ini berupa benda tiga dimensi yang dapat disentuh maupun dikontrol oleh pebelajar ketika belajar (Smaldino, et al., 2005: 9, 214). Lebih lanjut, alat peraga manipulatif mengacu pada benda-benda konkret yang, ketika digunakan siswa dan guru, dapat memberikan kesempatan siswa untuk mencapai tujuan tertentu (Jackson & Phillips, 1973: 301). Dengan belajar menggunakan media tersebut diharapkan dapat mempermudah siswa dalam mengonstruksi pemahamannya. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga manipulatif adalah media berupa benda nyata tiga dimensi yang dapat menggambarkan secara konkret suatu obyek, ide, model, atau konsep abstrak dan 6 memungkinkan untuk digerakkan atau dimanipulasi secara fisik dalam kaitannya dengan pembentukan konsep bagi penggunanya, dalam hal ini siswa. 4. Fungsi Alat Peraga Menurut Pujiati dan Hidayat (2015: 32), secara umum fungsi alat peraga adalah: a. memudahkan memahami konsep matematika yang abstrak b. menjadi sumber konkrit untuk mempelajari satu atau lebih konsep matematika c. memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika Secara lebih khusus, alat peraga dapat dikelompokkan menurut fungsinya sebagai berikut. a. Alat peraga sebagai model Dalam hal ini, alat peraga berfungsi untuk membantu dalam memvisualkan atau mengkonkretkan (physical) konsep matematika. Menurut Smaldino, et al. (2005: 214 – 215), model merupakan benda tiga dimensi yang berupa representasi dari benda nyata. Dengan demikian, model merupakan suatu benda yang mirip atau dapat menggambarkan benda lainnya. Contoh alat peraga jenis ini antara lain adalah model bangun ruang padat dan model bangun ruang rangka. Kegunaan alat peraga jenis ini adalah untuk memodelkan ataupun menunjukkan bentuk bangun yang sesungguhnya. b. Alat peraga sebagai jembatan Alat peraga ini bukan merupakan wujud konkrit dari konsep matematika, tetapi merupakan sebuah cara yang dapat ditempuh untuk memperjelas pengertian suatu konsep matematika. Beberapa contoh penggunaan alat peraga adalah kuadrat lengkap Al-Khwarizmi, model 7 jenis ini adalah Pythagoras, jumlah sudut bangun datar. Gambar 1. Alat Peraga Pembuktian Teorema Pythagoras c. Alat peraga untuk mendemonstrasi konsep/prinsip Dalam hal ini, alat peraga digunakan untuk memperagakan konsep matematika sehingga dapat dilihat secara jelas (terdemonstrasi) karena suatu mekanisme teknis yang dapat dilihat (visible) atau dapat disentuh (touchable). Gambar 2. Penemuan Rumus Volum Limassama dengan Sepertiga Volum Balok Selain media pembelajaran matematika berupa alat peraga matematika, juga terdapat alat yang juga digunakan dalam pembelajaran matematika tetapi bukan merupakan alat peraga karena bukan merupakan model, jembatan, dan tidak memperagakan konsep/prinsip matematika tertentu. Alat tersebut yaitu: a. Alat bantu untuk menerampilkan konsep-konsep matematika 8 Media pembelajaran ini secara jelas dimaksudkan agar siswa lebih terampil dalam mengingat, memahami atau menggunakan konsep- konsep matematika. Jenis alat ini biasanya berbentuk permainan ringan dan memiliki penyelesaian yang rutin (tetap). Gambar 3. Kartu Permainan Bilangan b. Alat yang merupakan aplikasi konsep/prinsip matematika Jenis media pembelajaran ini tidak secara langsung tampak berkaitan dengan suatu konsep, tetapi ia dibentuk dari konsep matematika tersebut. Contoh alat ini yaitu alat bantu pengukuran misalnya klinometer untuk mengukur sudut elevasi dan depresi antara pengamat dan suatu obyek yang dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi obyek tersebut . Gambar 4. Seorang Siswa sedang Menggunakan Klinometer 9 c. Alat sebagai sumber masalah untuk belajar Media pembelajaran yang digolongkan ke dalam jenis ini adalah alat yang menyajikan suatu masalah yang tidak bersifat rutin atau teknis tetapi membutuhkan kemampuan problem-solving yang heuristik dan bersifat investigatif. Contoh alat ini adalah permainan menara hanoi yaitu permainan menemukan langkah yang paling sedikit dalam memindahkan semua cakram dari tiang A (awal) ke tiang C (akhir) dengan bantuan tiang B (tengah). Selain menemukan cara yang efektif untuk memindah cakram (menyelesaikan masalah), pola bilangan akan terbentuk jika permainan ini dilakukan beberapa kali dengan banyak cakram yang berbeda dan berurutan yang diperoleh dari banyak langkah minimal yang diperlukan. Gambar 5. Alat Permainan Menara Hanoi D. Daftar Pustaka Bell, H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Dubuque, Iowa: Wim. C. Brown Company Publisher. Cooney, Davis Anderson. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston:Hougton Mifflin Company. Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pedoman Memilih dan Menyusun bahan Ajar.Jakarta: Direktorat Sekolah menengah Pertama, Novak. J.D. (1986). Learning How to Learn. Melbourne: The Press Syndicate of University of Cambridge. Nanang Priatna. 2016. Pemanfaatan Media dan Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK 10 Pengembangan Materi SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VII PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 KEGIATAN BELAJAR 6: PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat: 1. Menjelaskan landasan hukum penyusunan RPP 2. Menjelaskan Pengertian RPP 3. Menjelaskan Prinsip Penyusunan RPP 4. Menjelaskan Komponen dan Sistematika RPP 5. Mengidentifikasi langkah penyusunan RPP 6. Menuliskan isi setiap komponen dalam sistematika RPP 7. Menyusun RPP untuk serangkaian KD berdasarkan Kurikulum 2013 B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat: 1. Menjelaskan landasan hukum penyusunan RPP 2. Menjelaskan Pengertian RPP 3. Menjelaskan Prinsip Penyusunan RPP 4. Menjelaskan Komponen dan Sistematika RPP 5. Mengidentifikasi langkah penyusunan RPP 6. Menuliskan isi setiap komponen dalam sistematika RPP 7. Menyusun RPP untuk serangkaian KD berdasarkan Kurikulum 2013 C. Uraian Materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi lulusan dan Standar Isi yang 1 telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran yang digunakan: 1. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; 2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; 3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; 4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; 5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; 6. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; 7. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; 8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); 9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; 10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan 2 mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); 11. pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat; 12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas; 13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan 14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik. Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh e ghargai, aktivitas e ghayati, da e gi gat, e alar, e erapka , diperoleh e yaji, da e eri a, e ga alka . Pe getahua e aha i, e ipta . Ketera pila e oba, elalui aktivitas diperoleh e ga alisis, elalui aktivitas e jala ka , elalui e gevaluasi, mengamati, menanya, e ipta . Karaktersitik ko pete si beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan 3 pembelajaran berbasis penyingkapan/ penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut Sikap Pengetahuan Keterampilan Menerima Mengingat Mengamati Menjalankan Memahami Menanya Menghargai Menerapkan Mencoba Menghayati Menganalisis Menalar Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji - - Mencipta Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SMP/ MTs/ SMPLB/ Paket B disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan karakteristik kompetensi yang mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS. Karakteristik proses pembelajaran di SMA/ MA/ SMALB/ SMK/ MAK/ Paket C/ Paket C Kejuruan secara keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik masih dipertahankan. Standar Proses pada SDLB, SMPLB, dan SMALB diperuntukkan bagi tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal. Secara umum pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum sudah 4 dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut, capaian pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah kognitif, affektif dan psikomotor. Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang sikap, pengetahuan, dan keterampilan. PERENCANAAN PEMBELAJARAN Desain Pembelajaran Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang digunakan. a. Silabus Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat: 1) Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan); 2) Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas; 3) Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran; 4) kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran; 5 5) tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A); 6) materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi; 7) pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan; 8) penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik; 9) alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan 10) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan. 11) Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi lulusan dan Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan embelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan kali pertemuan atau lebih. Komponen RPP terdiri atas: 1) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan; 2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema; 6 3) kelas/semester; 4) materi pokok; 5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai; 6) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi; 8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi; 9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai; 10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran; 11) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan; 12) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup; dan 13) penilaian hasil pembelajaran. c. Prinsip Penyusunan RPP Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus,kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. 2) Partisipasi aktif peserta didik. 7 3) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian. 4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. 5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. 6) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. 7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. 8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. d. Komponen dan Sistematika RPP Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menentukan komponen dan sistematika RPP adalah sebagai berikut : Komponen RPP 1) Identitas, yang meliputi sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi waktu yang ditetapkan. 2) Kompetensi Inti (KI). 3) Kompetensi Dasar (KD). 4) Indikator Pencapaian Kompetensi. 5) Materi Pembelajaran. 6) Kegiatan Pembelajaran. 7) Penilaian, Pembelajaran Remedial, dan Pengayaan. 8) Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar. Sistematika RPP 8 Komponen-komponen yang sudah disebutkan di atas secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut ini. Sekolah Mata pelajaran Kelas/Semester Alokasi Waktu RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : _________________________________________ : _________________________________________ : _________________________________________ : _________________________________________ A. Kompetensi Inti (KI) B. Kompetensi Dasar 1. KD pada KI-1 2. KD pada KI-2 3. KD pada KI-3 4. KD pada KI-4 C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Indikator KD pada KI - 1 2. Indikator KD pada KI - 2 3. Indikator KD pada KI - 3 4. Indikator KD pada KI - 4 D. Materi Pembelajaran (Dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial). E. Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Pertama: (...JP) a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti Mengamati Menanya Mengumpulkan informasi/mencoba Menalar/mengasosiasi Mengomunikasikan c. Kegiatan Penutup 2. Pertemuan Kedua: (...JP) 9 a. b. Kegiatan Pendahuluan Kegiatan Inti Mengamati Menanya Mengumpulkan informasi/mencoba Menalar/mengasosiasi Mengomunikasikan c. Kegiatan Penutup 3. Pertemuan seterusnya. F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan 1. Teknik penilaian 2. Instrumen penilaian a. Pertemuan Pertama b. Pertemuan Kedua c. Pertemuan seterusnya 3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan Pembelajaran remedial dilakukan segera setelah kegiatan penilaian. G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar 1. Media/alat 2. Bahan 3. Sumber Belajar d. Langkah-Langkah Penyusunan RPP 1) Mengkaji Silabus, dengan cara memperhatikan isi silabus di antaranya memperhatikan KI serta pasangan KD3 dan KD4, mencermati materi pembelajaran untuk mengidentifikasi materi prasarat materi regular dan materi pengayaan yang mendukung tercapainya kompetensi, megidentifikasi kegiatan pembelajaran yang akan tertuang dalam RPP, serta mencermati alokasi waktu yang akan digunakan untuk menyusun RPP. 2) Mencantumkan identitas sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi waktu. 3) Mencantumkan KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4 seperti yang tercantum dalam Permendikbud tentang KI KD Tahun 2016. 4) Mengidentifikasi dan menuliskan serangkaian kompetensi dasar (KD) yang dapat diambil dari silabus. 5) Mengembangkan indikator pencapaian kompetensi. 10 Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan memperhatikan beberapa ketentuan berikut: 1) Indikator pencapaian kompetensi meliputi indikator pengetahuan, dan keterampilan. 2) Setiap KD dari KI- 3 dan KI-4 dikembangkan sekurang-kurangnya dalam dua indikator pencapaian kompetensi. 3) Rumusan indikator pencapaian kompetensi untuk KD yang diturunkan dari KI3 dan KI-4, sekurang-kurangnya mencakup kata kerja operasional (dapat diamati dan diukur) dan materi pembelajaran. 4) Indikator pencapaian kompetensi pengetahuan dijabarkan dari Kompetensi Dasar (KD-3) yang merupakan jabaran dari Kompetensi Inti (KI-3) di setiap mata pelajaran. Penyusunan instrumen penilaian ditentukan oleh kata kerja operasional yang ada di dalam KD dan indikator pencapaian kompetensi yang dirumuskan. Kata kerja operasional pada indikator pencapaian kompetensi juga dapat digunakan untuk penentuan item tes (pertanyaan/soal), seperti dicontohkan pada tabel berikut (Morrison, et.al., 2011): Tabel Kata Kerja Operasional Tujuan yang Diukur Kemampuan mengingat Kemampuan memahami Kata Kerja yang Biasa Digunakan 11 menyebutkan memberi label mencocokkan memberi nama membuat urutan memberi contoh menirukan memasangkan membuat penggolongan menggambarkan membuat ulasan menjelaskan mengekspresikan mengenali ciri menunjukkan menemukan membuat laporan Tujuan yang Diukur Kemampuan menerapkan pengetahuan (aplikasi) Kemampuan menganalisis Kemampuan mengevaluasi Kemampuan merancang Kata Kerja yang Biasa Digunakan 12 mengemukakan membuat tinjauan memilih menceritakan menerapkan memilih mendemonstrasikan memperagakan menuliskan penjelasan membuat penafsiran menuliskan operasi mempraktikkan menuliskan rancangan persiapan membuat jadwal membuat sketsa membuat pemecahan masalah menggunakan menuliskan penilaian membuat suatu perhitungan membuat suatu pengelompokan menentukan kategori yang dipakai membandingkan membedakan membuat suatu diagram membuat inventarisasi memeriksa melakukan pengujian membuat suatu penilaian menuliskan argumentasi atau alasan menjelaskan apa alasan memilih membuat suatu perbandingan menjelaskan alasan pembelaan menuliskan prakiraan meramalkan apa yang akan terjadi mengumpulkan menyusun membuat disain (rancangan) merumuskan membuat usulan bagaimana mengelola mengatur merencanakan membuat suatu persiapan Tujuan yang Diukur Kata Kerja yang Biasa Digunakan membuat suatu usulan menulis ulasan PELAKSANAAN PEMBELAJARAN a. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran 1) Alokasi Waktu Jam Tatap Muka Pembelajaran a) SD/MI : 35 menit b) SMP/MTs : 40 menit c) : 45 menit SMA/MA d) SMK/MAK : 45 menit 2) Rombongan belajar Jumlah rombongan belajar per satuan pendidikan dan jumlah maksimum peserta didik dalam setiap rombongan belajar dinyatakan No 3) Satuan Jumlah Rombongan Jumlah Maksimum Peserta Pendidikan Belajar Didik Per Rombongan Belajar 1 SD/MI 6-24 28 2 SMP/MTs 3-33 32 3 SMA/MA 3-36 36 4 SMK 3-72 36 5 SDLB 6 5 6 SMPLB 3 8 7 SMALB 3 8 Buku Teks Pelajaran Buku teks pelajaran digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. 13 4) Pengelolaan Kelas dan Laboratorium a) Guru wajib menjadi teladan yang baik bagi peserta didik dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya serta mewujudkan kerukunan dalam kehidupan bersama. b) Guru wajib menjadi teladan bagi peserta didik dalam menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. c) Guru menyesuaikan pengaturan tempat duduk peserta didik dan sumber daya lain sesuai dengan tujuan dan karakteristik proses pembelajaran. d) Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik. e) Guru wajib menggunakan kata-kata santun, lugas dan mudah dimengerti oleh peserta didik. f) Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kenyamanan, dan kemampuan belajar peserta didik. g) Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, keselamatan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran. h) Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. i) Guru mendorong dan menghargai peserta didik untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. j) Guru berpakaian sopan, bersih, dan rapi. k) Pada tiap awal semester, guru menjelaskan kepada peserta didik silabus mata pelajaran; dan l) Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. 14 b. Pelaksanaan Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. 1) Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru wajib: a) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; b) memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi memberikan materi contoh ajar dan dalam kehidupan perbandingan sehari-hari, dengan lokal, nasional dan internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta didik; c) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; d) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan e) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. 2) Kegiatan Inti Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan /atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan. a) Sikap Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai, 15 menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik untuk melakuan aktivitas tersebut. b) Pengetahuan Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteritik aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). c) Keterampilan Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan sub topik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong peserta didik untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan pembelajaran yang keterampilan tersebut perlu menerapkan belajar modus penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan melakukan berbasis pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). 3) Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi: a) seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung; 16 b) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; c) melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok; dan d) menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. PENILAIAN PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN 1. Teknik penilaian Teknik penilaian dipilih sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Penilaian sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, penilaian diri, dan penilaian antar teman. Teknik observasi merupakan teknik utama, penilaian diri dan penilaian antar teman diperlukan sebagai teknik penunjang untuk konfirmasi hasil penilaian observasi oleh guru. Penilaian pengetahuan menggunakan teknik penilaian tes tertulis, penugasan dan portofolio (sebagai bahan guru mendeskripsikan capaian pengetahuan di akhir semester). Penilaian keterampilan menggunakan teknik penilaian kinerja, projek, dan portofolio. 2. Instrumen penilaian Instrumen penilaian adalah alat yang dipakai untuk melakukan penilaian peserta didik. Instrumen penilaian dirancang untuk aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan pada setiap pertemuan, sehingga akan tertulis instrumen untuk pertemuan pertama, pertemuan kedua, pertemuan ketiga, dan seterusnya. Instrumen penilaian sikap yang utama adalah jurnal yang digunakan untuk mencatat perilaku yang sangat baik dan/atau kurang baik yang berkaitan dengan indikator dari sikap spiritual dan sikap sosial. Instrumen penilaian untuk pengetahuan dan keterampilan disesuaikan dengan teknik penilaian yang dipilih. Rancangan instrumen penilaian dapat disajikan dalam lampiran-lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari RPP. 17 3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan Pada bagian ini direncanakan pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan. Pembelajaran remedial pada dasarnya mengubah strategi atau metode pembelajaran untuk KD yang sama. Bentuknya dapat berupa pembelajaran ulang, bimbingan perorangan, pemanfaatan tutor sebaya, dan lain-lain. Pembelajaran pengayaan berupa perluasan dan/atau pendalaman materi dan/atau kompetensi. Strategi pembelajaran pengayaan dapat dalam bentuk tugas mengerjakan soal-soal dengan tingkat kesulitan lebih tinggi, meringkas buku-buku referensi dan mewawancarai nara sumber. Peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan belajar, diberi kesempatan mengikuti pembelajaran remedial yang dilakukan setelah suatu kegiatan penilaian (bukan di akhir semester) baik secara individual, kelompok, maupun kelas. Bagi peserta didik yang berhasil mencapai atau melampaui ketuntasan belajar dapat diberi program pengayaan sesuai dengan waktu yang tersedia baik secara individual maupun kelomok. PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan. Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas. 1. Prinsip Pengawasan Pengawasan dilakukan dengan prinsip objektif dan transparan guna peningkatan mutu secara berkelanjutan. 2. Sistem dan Entitas Pengawasan Sistem pengawasan internal dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dan dinas pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. a. Kepala Sekolah, Pengawas dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan melakukan pengawasan dalam rangka peningkatan mutu. b. Kepala Sekolah dan Pengawas melakukan pengawasan dalam bentuk supervisi akademik dan supervise manajerial. 18 3. Proses Pengawasan a. Pemantauan Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan melalui antara lain, diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi. b. Supervisi Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran yang dilakukan melalui antara lain, pemberian contoh pembelajaran di kelas, diskusi, konsultasi, atau pelatihan. c. Pelaporan Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran disusun dalam bentuk laporan untuk kepentingan tindak lanjut pengembangan keprofesionalan pendidik secara berkelanjutan. 4. Tindak Lanjut Tindak lanjut hasil pengawasan dilakukan dalam bentuk: a. Penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja yang memenuhi atau melampaui standar; dan b. pemberian kesempatan kepada guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesionalan berkelanjutan. D. Daftar Pustaka Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Permendikbud No. 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Pada Pendidikan Dasar dan menengah. Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2016. Jakarta: Direktorat PSMP. 19 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VIII PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 KEGIATAN BELAJAR 7: PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN A. Tujuan Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat: 1. menjelaskan pengertian penilaian, pengukuran, dan evaluasi dalam pembelajaran 2. menjelaskan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip penilaian dalam proses pembelajaran 3. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar pada kompetensi sikap spiritual dan sosial 4. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan. B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat: 1. Menjelaskan pengertian penilaian, pengukuran, dan evaluasi dalam pembelajaran 2. menjelaskan jenis dan bentuk penilaian 3. menjelaskan pengertian tes dan nontes 4. membedakan penilaian, pengukuran, evaluasi, dan tes 5. menjelaskan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip penilaian dalam proses pembelajaran 6. menjelaskan ketuntasan belajar dalam pembelajaran 7. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar pada kompetensi sikap spiritual dan sosial 8. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan. C. Uraian Materi Mutu pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sistem penilaian (assesment) yang dilakukan oleh guru. Setiap penilaian didasarkan pada tiga elemen mendasar yang saling berhubungan, yaitu: aspek prestasi yang akan dinilai (kognisi), tugas-tugas yang digunakan untuk mengumpulkan bukti tentang prestasi 1 siswa (observasi), dan metode yang digunakan untuk menganalisis bukti yang dihasilkan dari tugas-tugas (interpretasi) (NRC: 2001). Berdasarkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 istilah penilaian (assesment) terdiri dari tiga kegiatan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/ bukti melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian. Berdasarkan Permendikbud No. 53 tahun 2015 penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. Penilaian dilakukan melalui observasi, penilaian diri, penilaian antar peserta didik, ulangan, penugasan, tes praktek, proyek, dan portofolio yang disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Berdasarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Penilaian adalah merupakan pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian Kompetensi Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses Pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar Peserta Didik. 2 1. Penilaian Pembelajaran Aspek yang dinilai dalam penilaian matematika meliputi pemahaman konsep (comprehension), melakukan prosedur, representasi dan penafsiran, penalaran (reasoning), pemecahan masalah dan sikap. Penilaian dalam aspek representasi melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali suatu permasalahan atau obyek matematika melalui hal-hal berikut: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan menggunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga menjadi lebih jelas. Penilaian dalam aspek penafsiran meliputi kemampuan menafsirkan berbagai bentuk penyajian seperti tabel, grafik, menyusun model matematika dari suatu situasi. Penilaian aspek penalaran dan bukti meliputi identifikasi contoh dan bukan contoh, menyusun dan memeriksa kebenaran dugaan (conjecture), menjelaskan hubungan, membuat generalisasi, menggunakan contoh kontra, membuat kesimpulan, merencanakan dan mengkonstruksi argumen-argumen matematis, menurunkan atau membuktikan kebenaran rumus dengan berbagai cara. Penilaian pemecahan masalah dalam matematika merupakan proses untuk menilai kemampuan menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, baik dalam konteks matematika maupun di luar matematika. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian autentik dan non-autentik. Penilaian autentik merupakan pendekatan utama dalam penilaian hasil belajar oleh pendidik. Penilaian Autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya. Bentuk penilaian autentik mencakup: (1) penilaian berdasarkan pengamatan, (2) tugas ke lapangan, (3) portofolio, (4) projek, (5) produk, (6) jurnal, (7) kerja laboratorium, dan (8) unjuk kerja, serta (9) penilaian diri. Penilaian diri merupakan teknik penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara 3 reflektif. Bentuk penilaian non-autentik mencakup: (1) tes, (2) ulangan, dan (3) ujian. 2. Fungsi dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Secara umum, penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan untuk memenuhi fungsi formatif dan sumatif dalam penilaian. Secara lebih khusus penilaian hasil belajar oleh pendidik berfungsi untuk: a. memantau kemajuan belajar; b. memantau hasil belajar; dan c. mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk: a. mengukur dan mengetahui pencapaian kompetensi Peserta Didik; b. memperbaiki proses pembelajaran; dan c. menyusun laporan kemajuan hasil belajar harian, tengah semester, akhir semester, akhir tahun. dan/atau kenaikan kelas. 3. Prinsip-prinsip Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Prinsip umum penilaian hasil belajar oleh pendidik meliputi: sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, holistik dan berkesinambungan, sistematis, akuntabel, dan edukatif. a. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. b. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. b. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 4 c. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. d. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan. e. Holistik/menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. f. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. g. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. h. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Prinsip khusus untuk penilaian autentik meliputi: a. materi penilaian dikembangkan dari kurikulum; b. bersifat lintas muatan atau mata pelajaran; b. berkaitan dengan kemampuan peserta didik; c. berbasis kinerja peserta didik; d. memotivasi belajar peserta didik; e. menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik; f. memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya; g. menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan; h. mengembangkan kemampuan berpikir divergen; i. menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran; j. menghendaki balikan yang segera dan terus menerus; k. menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata; l. terkait dengan dunia kerja; m. menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata; dan n. menggunakan berbagai cara dan instrument. 5 4. Lingkup dan Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi sikap spiritual dan kompetensi sikap sosial meliputi tingkatan sikap: menerima, menanggapi, menghargai, menghayati, dan mengamalkan nilai spiritual dan nilai sosial. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi pengetahuan meliputi tingkatan menerapkan, menganalisis, pengetahuan konseptual, kemampuan dan mengetahui, mengevaluasi pengetahuan memahami, pengetahuan prosedural, dan faktual, pengetahuan metakognitif. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi keterampilan mencakup keterampilan abstrak dan keterampilan konkrit. Keterampilan abstrak merupakan kemampuan mengumpulkan belajar informasi/ yang mencoba, meliputi: mengamati, menanya, menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Keterampilan konkrit merupakan kemampuan belajar yang meliputi: meniru, melakukan, menguraikan, merangkai, memodifikasi, dan mencipta. 5. Skala Penilaian dan Ketuntasan Penilaian hasil belajar oleh pendidik untuk kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan menggunakan skala penilaian. Predikat untuk sikap spiritual dan sikap sosial dinyatakan dengan A = sangat baik, B = baik, C = cukup, dan D = kurang. Skala penilaian untuk kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan diperoleh dengan cara merataratakan hasil pencapaian kompetensi setiap KD selama satu semester. Nilai akhir selama satu semester pada rapor ditulis dalam bentuk angka 0 – 100 dan predikat serta dilengkapi dengan deskripsi singkat kompetensi yang menonjol bedasarkan pencapaian KD selama satu semester. Ketuntasan belajar merupakan tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan meliputi: (1) ketuntasan 6 penguasaan substansi; dan (2) ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar. Kriteria ketuntasan minimal kompetensi sikap ditetapkan dengan predikat B = baik. Skor rerata untuk ketuntasan kompetensi pengetahuan dan keterampilan disesuaikan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) masingmasing kelas/ satuan pendidikan. 6. Instrumen Penilaian Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dengan menggunakan instrumen penilaian. Dalam Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 dinyatakan bahwa instrument penilaian harus memenuhi persyaratan: (1) substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai; (2) konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan (3) penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan teknik penilaian tes dan nontes. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Teknik penilaian tes terdiri dari tes tulis, tes lisan, tes praktek. Penilaian dengan teknik tes tulis dapat menggunakan: (1) soal obyektif, (2) soal isian, dan (3) soal uraian/terbuka. Penilaian dengan teknik tes lisan menggunakan daftar pertanyaan lisan. Teknik nontes biasanya digunakan untuk mengevaluasi bidang sikap atau keterampilan. Penilaian Kompetensi Ranah Sikap dalam Pembelajaran Matematika SMP/MTs Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, pe ilaia te a sejawat (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. Penilaian Kompetensi Ranah Pengetahuan dalam Pembelajaran Matematika SMP/MTs 7 Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran. Kompetensi ranah pengetahuan dalam pembelajaran matematika dimaknai sebagai perilaku yang diharapkan dari peserta didik ketika mereka berhadapan dengan konten matematika, dan dapat terdiri atas domain: (1) pemahaman, (2) penyajian dan penafsiran, (3) penalaran dan pembuktian. Penilaian Kompetensi Ranah Keterampilan dalam Pembelajaran Matematika SMP/MTs Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. a. Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. b. Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. c. Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya. 7. Prosedur Penilaian Prosedur penilaian dimaksudkan sebagai langkah-langkah terurut yang harus ditempuh dalam melaksanakan penilaian. Langkah-langkah tersebut merupakan 8 tahapan dari kegiatan permulaan sampai kegiatan akhir dalam rangka pelaksanaan penilaian. Pelaksanaan penilaian diawali dengan pendidik merumuskan indikator pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan yang dijabarkan dari Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran matematika. Indikator pencapaian kompetensi untuk KD pada KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik yang dapat terukur dan/atau diobservasi. Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan menjadi indikator soal yang diperlukan untuk penyusunan instrumen penilaian. Indikator tersebut digunakan sebagai ramburambu dalam penyusunan butir soal atau tugas. Instrumen penilaian memenuhi persyaratan substansi/materi, konstruksi, dan bahasa. Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang dinilai, persyaratan konstruksi memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan persyaratan bahasa adalah penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Indikator pencapaian pengetahuan dan keterampilan merupakan ukuran, karakteristik, atau ciri-ciri yang menunjukkan ketercapaian suatu KD tertentu dan menjadi acuan dalam penilaian KD mata pelajaran. Setiap Indikator pencapaian kompetensi dapat dikembangkan menjadi satu atau lebih indicator soal pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan untuk mengukur pencapaian sikap digunakan indikator penilaian sikap yang dapat diamati. Menurut Suharsimi (2006) langkah-langkah dalam penyusunan tes adalah: a. Menentukan tujuan mengadakan tes b. Membuat pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan c. Menderetkan semua Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) yang memuat aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan d. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi dan aspek-aspek yang akan diukur e. Menuliskan butir-butir soal sesuai Indikator Pencapaian Kompetensi 9 D. Daftar Pustaka Nanang Priatna. 2016. Pemanfaatan Media dan Pengembangan Materi Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2016. Jakarta: Direktorat PSMP. 10 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB XIX REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN PTK Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 KEGIATAN BELAJAR 8 : REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN PTK A. Tujuan Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta memiliki pemahaman dan keterampilan dasar mengenai: 1. Konsep kegiatan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. 3. Pengertian, karakteristik, dan prinsip-prinsip PTK. 4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menjelaskan konsep dan definisi kegiatan reflektif terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan 2. Menjelaskan teknik-teknik refleksi dalam pembelajaran 3. Melakukan reflektsi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. 4. Menjelaskan pengertian penelitian tindakan kelas 5. Menjelaskan karakteristik penelitian tindakan kelas 6. Menjelaskan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas C. Uraian Materi Refleksi pembelajaran merupakan kegiatan evaluasi diri bagi seorang guru dalam melihat kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Evaluasi diri guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat berupa (1) penilaian tertulis maupun lisan oleh peserta didik (siswa) terhadap gurunya, (2) penilaian atau observasi pelaksanaan pembelajaran oleh teman sejawat, dan (3) evaluasi diri guru dengan melakukan analisis hasil tes tertulis, lisan maupun penugasan terhadap siswa yang diampunya. Refleksi pembelajaran perlu dilakukan guru dalam upaya untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dengan mengetahui kekurangan dan kelemahan dalam melaksanakan pembelajaran, guru dapat memperbaiki pembelajaran berikutnya. Kegiatan refleksi pembelajaran menjadi sangat perlu dilakukan, karena selama ini sebagian besar guru kurang mengetahui seberapa jauh keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Permasalahan yang terjadi pada seorang guru antara lain 1 bahwa guru merasa kurang berhasil dalam melaksanakan pembelajaran apabila sebagian besar siswanya mendapat nilai kurang dalam suatu tes atau ujian, sebaliknya merasa bangga atau berhasil apabila sebagian besar siswa mendapat nilai tinggi dari tes atau ujian. Permasalahan lain yang sering dihadapi guru adalah kurang memahami bahwa sering terjadi miskonsepsi, penurunan motivasi, dan minat belajar rendah saat proses pembelajaran berlangsung. Dari uraian permasalahan di atas maka diperlukan bahan referensi berupa modul yang diharapkan dapat digunakan guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran, dengan melakukan refleksi pembelajaran serta melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). 1. Kegiatan Refleksi dalam Pembelajaran Dalam setiap kegiatan pembelajaran guru seharusnya memulai dari (1) kegiatan menyusun perencanaan, kemudian (2) melaksanakan pembelajaran, (3) melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan (4) tindak lanjut. Keempat kegiatan ini dilaksanakan secara terus menerus sehingga pada akhirnya guru mendapatkan kepuasan dalam mengajar dan siswa mendapatkan kepuasan dalam belajar. Yang terjadi pada umumnya dalam pembelajaran adalah guru kurang memahami adanya miskomunikasi atau miskonsepsi antara guru dan siswa. Guru merasa apa yang disampaikan telah jelas dan dapat diterima dengan baik oleh siswa, sementara siswa belum dan bahkan tidak mengetahui dan memahami apa yang dijelaskan oleh guru. Hal ini terjadi pada guru yang melaksanakan pembelajaran konvensional dengan tahapan pembelajaran, (1) menjelaskan konsep, (2) menjelaskan latihan soal, (3) memberikan soal latihan, dan (4) ulangan harian. Pada tahap selesai menjelaskan konsep matematika biasa ya guru berta ya kepada para siswa sudah jelas a ak-anak?, sebagian kecil siswa e jawab sudah pak/bu guru , tetapi sebagian besar siswa tidak menjawab. Dengan jawaban siswa tersebut tanpa ekspresi guru melanjutkan ke tahapan berikutnya yaitu memberikan dan menjelaskan contoh-contoh soal, dan dilanjutkan memberikan soal-soal latihan. Apa yang terjadi setelah guru berkeliling 2 mengamati siswa mengerjakan soal tersebut hanya sebagian kecil yang dengan lancar dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Dan pada akhirnya nilai ulangan harian hanya sebagian kecil yang mendapat nilai di atas KKM. Dari uraian di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa perlu adanya kegiatan introspeksi diri dalam pelaksanaan pembelajaran, apakah pembelajaran yang kita laksanakan sudah efektif sehingga terjadi proses belajar pada siswa atau belum. Kegiatan tersebut berupa refleksi terhadap pembelajaran yang kita laksanakan. Ada beberapa pengertian kegiatan reflektif dalam pembelajaran, (1) Kegiatan refleksi pembelajaran adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar berupa penilaian tertulis maupun lisan (umumnya tulisan) oleh anak didik kepada guru, berisi ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun atas pembelajaran yang diterimanya, (2) Kegiatan refleksi pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar pada prinsipnya merupakan kegiatan menilai pendidik oleh peserta didik, (3) Kegiatan refleksi pembelajaran merupakan kegiatan penilaian (evaluasi) proses dan hasil belajar siswa dalam rangka untuk memperoleh balikan terhadap proses belajar mengajar, dan (4) Kegiatan refleksi pembelajaran merupakan kegiatan mendiagnosis kesulitan belajar siswa dalam rangka perbaikan proses pembelajaran. Penilaian tersebut dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan oleh peserta didik kepada pendidiknya. Penilaian dari peserta didik dapat berisi ungkapan curahan hatinya yang berupa kesan, pesan, harapan serta kritikan yang bersifat membangun atas proses belajar mengajar yang diterimanya sejak awal hingga akhir proses tersebut. Oleh karena itu, apa pun hasil kegiatan reflektif ini seharusnya diterima dengan bijaksana dan berani memperbaiki diri ke depan jika hasilnya kurang disukai peserta didik. Manusia adalah tempatnya salah, sehingga peserta didik dan pendidik yang sama-sama manusia juga dapat berbuat salah. Oleh sebab itu, maka kegiatan reflektif menjadi sangat penting, apalagi dalam perkembangan jaman saat ini yang penuh dengan tantangan menghadapi pengaruh globalisasi yang membawa pada perubahan sikap peserta didik maupun pendidik dalam memaknai proses belajar mengajar yang ideal. 3 Dalam kegiatan reflektif, guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik di kelasnya dan guru dapat memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, dengan demikian tidak dapat disanggah, bahwa refleksi dalam pendidikan itu sangat penting, tetapi memang lebih penting lagi adalah untuk melakukannya. Mengapa refleksi itu penting dan seharusnya dilakukan oleh guru? Karena melalui refleksi dapat diperoleh informasi positif tentang bagaimana cara guru meningkatkan kualitas pembelajarannya sekaligus sebagai bahan observasi untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran itu tercapai. Selain itu, melalui kegiatan ini dapat tercapai kepuasan dalam diri peserta didik yaitu memperoleh wadah yang tepat dalam menjalin komunikasi positif dengan guru. Dari dua pengertian kegiatan refleksi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa refleksi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dirancang oleh guru untuk memperoleh umpan balik (balikan) dari suatu pembelajaran yang telah dilaksanakan, dengan tujuan memperbaiki pembelajaran yang akan dilakukan. Teknik Kegiatan Refleksi Pembelajaran Adapun teknik kegiatan refleksi pembelajaran antara lain (1) penilaian guru oleh peserta didik, (2) evaluasi proses dan hasil belajar, (3) diagnosis kesulitan belajar, dan (4) penilaian guru oleh teman sejawat. Tiga yang pertama akan dibahas di bawah ini. a. Penilaian guru oleh peserta didik Kegiatan ini dilakukan dalam proses belajar mengajar berupa penilaian tertulis maupun lisan (umumnya tulisan) oleh anak didik kepada guru, berisi ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun atas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Alat penilaian (instrumen) disusun oleh guru dan diberikan kepada semua peserta didik atau sebagian (sampel). Ada 3 aspek penilaian guru oleh peserta didik yaitu (1) ungkapan kesan peserta didik terhadap pembelajaran yang telah dirancang dan dilaksanakan oleh guru, (2) pesan dan harapan peserta didik terhadap guru pada pelaksanaan 4 pembelajaran yang akan datang, dan (3) kritik membangun peserta didik terhadap guru dan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Ungkapan kesan peserta didik terhadap pembelajaran terdiri dari kesan positif dan kesan negative. Kesan positif misalnya: guru menjelaskan konsep dengan bahasa yang jelas dan menarik, berpenampilan menarik, menggunakan media pembelajaran yang menarik, dan sebagainya. Sedang kesan negatif antara lain: penjelasan dan suara guru tidak jelas, guru berpakaian kurang rapi, tulisan kurang jelas sulit dibaca dan sebagainya. Berikut contoh instrumen penilaian guru oleh peserta didik. Berika ta da √ pada kolo YA atau TIDAK pada tabel berikut, sesuai dengan kesan Anda, setelah Anda mengikuti pembelajaran. Tabel 1. Instrumen penilaian guru oleh peserta didik. PENILAIAN Kesan 1 2 3 YA ASPEK PENILAIAN NO Anda setelah mengikuti pembelajaran Guru menjelaskan materi menggunakan bahasa yang mudah diterima Guru menjelaskan materi mudah diterima Guru mengatur tempat duduk sesuai keinginan siswa 4 Guru memberikan motivasi belajar 5 Guru kurang memperhatikan siswa yang 6 Guru kurangkurang pandaimemberikan kesempatan 7 siswa untuk Guru kurangbertanya memberikan kesempatan 8 menjawab bagi siswa yang kurang Penampilan guru kurang menarik pandai 9 Guru sering marah kepada siswa 10 Guru kurang dalam memberikan latihan soal 5 TIDAK KETERANGAN Selanjutnya tuliskan pesan-pesan dan kritik membangun Anda terhadap guru, supaya pembelajaran yang akan datang lebih baik. Pesan: ………………………………………………………………………………………………..……………………… ………………………………………………………………………................................................... Kritik Membangun: ………………………………………………………………………………………………..……………………… …………………………………………………………………………….............................................. b. Evaluasi Pembelajaran Ditinjau dari bahasa, evaluasi terjemahan dari kata evaluation yang diterje ahka de ga pe ilaia , sehi gga a tara pe ilaia da evaluasi dapat dipandang sebagai dua istilah yang semakna. Istilah lain evaluasi dapat diartikan suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu obyek. Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pembelajaran. Pengertian tersebut di atas mempunyai implikasi- implikasi sebagai berikut: 1) Evaluasi adalah suatu proses yang dilaksanakan terus menerus sebelum, pada saat, dan sesudah pembelajaran 2) Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pembelajaran. 3) Evaluasi menuntut penggunaan alat ukur yang akurat dan bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan. Evaluasi pembelajaran mempunyai beberapa tujuan, antara lain: 1) Menentukan angka kemajuan atau hasil belajar siswa 2) Penempatan siswa ke dalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat serta karakteristik yang dimiliki. 6 3) Mengenal latar belakang siswa (psikis, fisik dan lingkungan) yang berguna bagi penempatan maupun penentuan penyebab kesulitan belajar siswa dan juga berfungsi sebagai masukan guru bimbingan konseling. 4) Sebagai umpan balik bagi guru yang pada saatnya dapat digunakan dalam menyusun program remedial dan pengayaan. Evaluasi pembelajaran mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Alat pengukur pencapaian tujuan pembelajaran 2) Alat mendiagnostik kesulitan belajar siswa. 3) Alat penempatan siswa sesuai minat dan bakat siswa. Dilihat dari jenisnya, penilaian terdiri atas beberapa macam yakni penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan penilaian penempatan. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Penilaian formatif berorientasi pada proses, yang akan memberikan informasi kepada guru apakah program atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program misalnya penilaian yang dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester atau akhir tahun. Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh siswa telah mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian ini berorientasi pada produk/hasil. Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa serta faktor-faktor penyebabnya. Pelaksanaan penilaian semacam ini biasanya bertujuan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial, menemukan kasus-kasus, dan lain-lain. Penilaian selektif adalah penilaian yang dilaksanakan dalam rangka menyeleksi atau menyaring. Memilih siswa untuk mewakili sekolah dalam lomba-lomba tertentu termasuk jenis penilaian selektif. Untuk kepentingan yang lebih luas penilaian selektif misalnya seleksi penerimaan mahasiswa baru atau seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen tenaga kerja. Penilaian penempatan adalah penilaian yang bertujuan untuk 7 mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain penilaian ini berorientasi pada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan kemampuan yang telah dimiliki siswa Seperti telah diuraikan di atas bahwa penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Penilaian formatif berorientasi pada proses, yang akan memberikan informasi kepada guru apakah program atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Jenis penilaian ini yang dapat digunakan guru sebagai suatu kegiatan reflektif pembelajaran, sesuai dengan fungsinya bahwa penilaian formatif dapat digunakan untuk melihat keberhasilan proses pembelajaran dan bisa memberikan informasi apakah pembelajaran perlu perbaikan atau tidak. Dengan kata lain penilaian formatif dapat digunakan sebagai bahan reflektif pembelajaran untuk mendeteksi kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor pedagogis. Kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor pedagogis adalah kesulitan belajar siswa, yang sering dijumpai adalah faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika terbentur kesulitan siswa dalam pemahaman, guru mengulang pengetahuan dasar yang diperlukan. Kemudian melanjutkan lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal. Jika ini berlangsung dan bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan muncul kesulitan umum yaitu kebingun gan karena tidak terstrukturnya bahan ajar yang mendukung tercapainya suatu kompetensi. Ketika menerangkan bagianbagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bisa saja sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu struktur pembelajaran yang baik, maka kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan penerapannya tidak selalu dapat diharapkan berhasil. 8 Dengan kata lain, struktur pelajaran yang tertata secara baik akan memudahkan siswa, paling tidak mengurangi kesulitan belajar siswa. Kejadian yang dialami siswa da seri g e gerti, ketika u ul e urut guru adalah: Ketika dijelaska e gerjaka se diri tidak bisa . Jika guru e a ggapi ya hanya dengan menyatakan: memang hal itu yang sering dikemukakan siswa kepada saya, berarti guru tersebut tidak merasa tertantang profesionalismenya untuk mencari penyebab utama, menemukan, dan mengatasi masalahnya. Kesulitan itu dapat terjadi karena guru kurang memberikan latihan yang cukup di kelas dan memberikan bantuan kepada yang memerlukan, meskipun ia sudah berusaha keras menjelaskan materinya. Hal ini terjadi karena guru belum menerapkan hakekat belajar matematika, yaitu bahwa belajar matematika hakekatnya berpikir dan mengerjakan matematika. Berpikir ketika mendengarkan penjelasan guru, mempunyai implikasi bahwa tanya jawab merupakan salah satu bagian penting dalam belajar matematika. Dengan tanya jawab ini proses diagnosis telah diawali. Ini berarti diagnostic teaching, pembelajaran dengan senantiasa sambil mengatasi kesulitan siswa telah dilaksanakan dan hal ini yang dianjurkan. Secara umum, cara guru memilih metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa dalam belajar siswa. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu indikasi adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan. Jika demikian maka guru perlu introspeksi pada system pembelajaran yang dijalankannya, bentuk instrospeksi sebaiknya berupa kegiatan reflektif dengan menganalisis hasil tes formatif yang telah dilaksanakan. c. Diagnosis Kesulitan Belajar Kegiatan lain dalam refleksi pembelajaran dengan cara mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Dengan mengetahui kesulitan belajar, guru dapat memperbaiki strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan hasil analisis kesulitan tersebut. Pada dasarnya ada kesamaan antara profesi 9 seorang guru dan profesi seorang dokter, seorang dokter dalam menetapkan jenis penyakit dan jenis obat yang akan diberikan, melalui kegiatan diagnosa terhadap pasiennya. Kegiatan dokter dalam mendiagnosa pasien biasanya melalui wawancara dan dokumen kemajuan pemeriksaan sebelumnya. Sedangkan seorang guru dalam menetapkan jenis kesulitan belajar peserta didik salah satunya dapat melalui kegiatan penilaian atau tes. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti (1) penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. (2) pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru. Sebelum memberikan pembelajaran perbaikan (pembelajaran remidi), guru perlu terlebih dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar. Beberapa referensi maupun pengalaman mengelola pembelajaran menunjukkan bahwa kesulitan belajar belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor. Tingkat dan jenis sumber kesulitannya beragam. Mengutip Brueckner dan Bond, dalam Rahmadi (2004: 6) mengelompokkan sumber kesulitan itu menjadi lima faktor, yaitu: 1) Faktor Fisiologis. Yang dimaksud kesulitan belajar siswa yang dapat ditimbulkan oleh faktor fisiologis, yaitu kesulitan belajar yang disebabkan karena gangguan fisik seperti gangguan penglihatan, pendengaran, gangguan sistem syaraf dan lain-lain.Dalam hubungannya dengan faktorfaktor di atas, umumnya guru matematika tidak memiliki kemampuan atau kompetensi yang memadai untuk mengatasinya. Yang dapat dilakukan guru hanyalah memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki gangguan dalam penglihatan atau pendengaran tersebut untuk duduk lebih dekat ke meja guru. Selebihnya, hambatan belajar tersebut hendaknya diatasi melalui kerjasama dengan pihak yang memiliki kompetensi dalam mengatasi kesulitan siswa seperti tersebut di atas, misalnya dengan guru SLB. Sementara pemerintah sudah membuka program sekolah insklusi dengan pengawasan dan pembimbingan dari guru-guru SLB. 10 2) Faktor Sosial. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar matematika siswa, suatu keluarga yang tercipta suasana kondusif dalam belajar akan menjadikan anak termotivasi tinggi dalam belajar dan nyaris tidak ada kesulitan belajar. Demikian juga pergaulan siswa di masyarakat dan di sekolah yang mengutamakan suasana belajar yang kondusif maka siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi pula. 3) Faktor Emosional. Siswa akan cepat emosi, mudah tersinggung, mudah marah, dapat menghambat belajarnya, keadaan siswa seperti tersebut diatas disebabkan oleh masalah-masalah sebagai berikut: siswa mengkonsumsi minuman keras, ekstasi dan sejenisnya, siswa kurang tidur, ada masalah keluarga sehingga siswa sulit untuk melupakannya, dan sebagainya. 4) Faktor Intelektual. Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual, umumnya kurang berhasil dalam menguasai konsep, prinsip, atau algoritma, walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akan selalu merasa bahwa matematika itu sulit. Siswa demikian biasanya juga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah terapan atau soal cerita. Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika karena faktor intelektual dengan memberikan waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Karena pada dasarnya siswa tersebut butuh waktu lebih lama dalam berfikir, dan menyelesaikan tugas dibanding siswa-siswa yang lain. 5) Faktor Pedagogis. Faktor lain yang menyebabkan siswa kesulitan belajar adalah faktor pedagogis yaitu faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki 11 siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika menerangkan bagian-bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bisa saja sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu struktur pembelajaran yang baik, maka kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan penerapannya tidak selalu dapat diharapkan berhasil. Secara umum, cara guru memilih metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa dalam belajar. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu indikasi adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan. Jika demikian maka guru perlu introspeksi pada sistem pembelajaran yang dilaksanakan. 2. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) a. Empat jenis penelitian tindakan kelas, yaitu: 1) Penelitian Tindakan Kelas Diagnostik. PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosa dan mendalami situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas. 2) Penelitian Tindakan Kelas Partisipan. PTK partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelitian terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa penyusunan laporan. Dengan demikian, sejak perencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus 12 sejak awal sampai berakhir penelitian. Jenis ini yang biasanya dilakukan guru saat ini. 3) Penelitian Tindakan Kelas Empiris. Penelitian dilakukan dengan cara merencanakan, mencatat pelaksanaan dan mengevaluasi pelaksanaan dari luar arena kelas, jadi dalam penelitian jenis ini peneliti harus berkolaborasi dengan guru yang melaksanakan tindakan di kelas. 4) Penelitian Tindakan Kelas Eksperimental (Chein, 1990). PTK eksperimental diselenggarakan dengan peneliti (guru) berupaya menerapkan berbagai macam pendekatan, model, metode atau strategi pembelajaran secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar-mengajar. Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran. b. Model Penelitian Tindakan Kelas Pada modul ini dikenalkan tiga model penelitian tindakan kelas yaitu, 1) Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kurt Lewin Kurt Lewin menyatakan bahwa dalam satu siklus pada penelitian tindakan kelas terdiri dari empat langkah, yakni: (1) Perencanaan (planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) Berikut skematis model penelitian tindakan kelas manurut Kurt Lewin Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin 2) Model Penelitian Tindakan Kelas Menurut Kemmis & McTaggart Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan 13 yang prinsip antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi (reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang- ulang, sampai tujuan penelitian tercapai. Dituangkan dalam bentuk gambar, rancangan Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut: Gambar 2. Model PTK menurut Kemmis & McTaggart 3) Model Penelitian Tindakan Kelas menurut John Elliot Apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. 14 Gambar 3. Model PTK menurut John Elliot Dari ketiga model di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) penelitian tindakan kelas terdiri dari beberapa siklus (minimum tiga siklus), dan (2) setiap siklus terdiri dari beberapa langkah yaitu (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c) pengamatan/ observasi, dan (d) refleksi, namun sebetulnya kegiatan pelaksanaan dan pengamatan dilakukan secara bersamaan. Sehingga alur model penelitian tindakan kelas dapat disederhanakan sebagai berikut: 15 c. Tahap Penelitian Tindakan Kelas (Siklus Penelitian) 1) Tahap Perencanaan Tindakan Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,di mana, kapan, dilakukan dan bagaimana penelitian dilakukan. Penelitian sebaiknya secara kolaboratif, sehingga dapat mengurangi unsur subyektivitas. Karena dalam penelitian ini ada kegiatan pengamatan terhadap diri sendiri, yakni pada saat menerapkan pendekatan, model atau metode pembelajaran sebagai upaya menyelesaikan masalah pada saat praktik penelitian. Dalam kegiatan ini peneliti perlu juga menjelaskan persiapan-persiapan pelaksanaan penelitian seperti: rencana pelaksanaan pembelajaran, instrumen pengamatan (observasi) terhadap proses belajar siswa maupun instrumen pengamatan proses pembelajaran. 16 2) Tahap Pelaksanaan Tindakan Pada tahap ini berupa kegiatan implementasi atau penerapan perencanaan tindakan di kelas yang menjadi subyek penelitian. Pada kegiatan implementasi ini guru (peneliti) harus taat atas perencanaan yang telah disusun. Yang perlu diingat dalam implementasi atau praktik penelitian ini berjalan seperti biasa pada saat melaksanakan pembelajaran sebelum penelitian, tidak boleh dibuat-buat yang menyebabkan pembelajaran menjadi kaku. Dan kolaborator disarankan melakukan pengamatan secara obyektif sesuai dengan kondisi pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti. Hal ini penting mengingat penelitian tindakan mempunyai tujuan memperbaiki proses pembelajaran. 3) Tahap Pengamatan (observasi) Pada tahap pengamatan ini ada dua kegiatan yang diamati yaitu, kegiatan belajar siswa, dan kegiatan pembelajaran. Pengamatan terhadap proses belajar siswa dapat dilakukan sendiri oleh guru pelaksana (peneliti) sambil melaksanakan pembelajaran, sedang pengamatan terhadap proses pembelajaran tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh guru pelaksana. Untuk itu guru pelaksana (peneliti) minta bantuan teman sejawat (kolaborator) melakukan pengamatan, dalam hal ini kolaborator melakukan pengamatan berdasar pada instrumen yang telah disusun oleh peneliti. Hasil pengamatan kolaborator nantinya akan bermanfaat atau akan digunakan oleh peneliti sebagai bahan refleksi untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. 4) Tahap Refleksi Kegiatan refleksi ini dilaksanakan ketika kolaborator sudah selesai melakukan pengamatan terhadap peneliti pada saat melaksanakan pembelajaran, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan hasil pengamatan dalam peneliti melakukan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika kolaborator mengatakan kepada peneliti tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dan bagian mana yang belum. Dari hasil refleksi dapat digunakan 17 sebagai bahan pertimbangan dalam merancang kegiatan (siklus) berikutnya. Jadi pada intinya kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus selanjutnya. Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk tindakan" sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus. d. Tahapan Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan kelas Ada beberapa langkah penyusunan proposal penelitian tindakan kelas, antara lain : (1) menentukan judul penelitian, (2) menyusun latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, (3) menentukan teori pendukung, kerangka berfikir dan hipotesis tindakan, (4) menentukan metode penelitian, dan (5) menyusun instrumen penelitian. Adapun langkahlangkahnya sebagai berikut: 1) Menentukan/menyusun judul penelitian, Guru dalam menyusun penelitian tindakan kelas harus bertolak dari permasalahan yang terjadi di kelas, yang terdiri dari permasalahan guru maupun permasalahan siswa. Permasalahan terjadi karena adanya kesenjangan antara idealisme dari harapan yang diinginkan dengan kenyataan yang ada dan terjadi dalam pembelajaran di kelas. Adapun ketentuan dalam menentukan masalah sebagai berikut: (1) instrospeksi diri bahwa ada masalah dalam pembelajaran di kelas, (2) menuliskan masalah, (3) mengidentifikasi masalah yang esensial (4) menentukan alternatif solusi dari masalah yang teridentifikasi, (5) merumuskan masalah, dan (6) menuliskan judul penelitian tindakan kelas. a) Contoh masalah belajar dan mengajar matematika di kelas 18 Sebagian besar siswa kurang menyukai mata pelajaran matematika. Minat belajar matematika rendah Siswa mengantuk saat pelajaran matematika pada jam terakhir Sebagian besar siswa belum memahami luas permukaan bangun ruang Nilai rata-rata ulangan harian matematika selalu kurang dari KKM Sebagian besar siswa tidak mengerjakan PR Guru belum menguasai strategi pembelajaran yang inovatif. Alat peraga matematika di sekolah kurang tersedia. b) Menentukan masalah yang esensial untuk diteliti Dari masalah-masalah di atas dapat dipilih masalah yang esensial (mudah dilaksanakan, murah biaya pelaksanaan, mudah mencari kajian teori, mendesak untuk diselesaikan). Dari beberapa masalah di atas yang kurang esensial antara lain: siswa mengantuk saat pelajaran matematika pada jam terakhir. Masalah ini dikatakan kurang esensial untuk diteliti karena dapat dipecahkan masalahnya dengan memindah jam pelajaran tidak jam terakhir. Adapun masalah yang esensial isal ya dipilih Nilai rata-rata ulangan harian matematika selalu kura g dari KKM . Hal i i terjadi diduga guru pendekatan pembelajaran konvensional, asih karena e ggu aka keterbatasan pengetahuannya dalam penggunaan strategi pembelajaran yang inovatif. Masalah tersebut dapat dituliskan dengan kalimat yang ko u ikatif sebagai berikut prestasi belajar c) ate atika re dah Menentukan alternatif solusi Mencermati masalah teridentifikasi di atas, solusi yang dipilih antara lain : penggunaan pendekatan atau model pembelajaran seperti telah diuraikan pada bagian pertama. Misalnya memilih model kooperatif tipe STAD. 19 d) Perumusan Masalah Rumusan masalah dari masalah dan solusi terpilih di atas adalah: i. Bagaimana menerapkan model kooperatif STAD yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika? ii. Apakah dengan menerapkan model kooperatif STAD dapat meningkatkan prestasi belajar matematika? e) Penulisan judul penelitian tindakan kelas Dari perumusan masalah di atas dapat diturunkan judul penelitian yaitu PENINGKATAN PRE“TA“I BELAJAR OPERA“I HITUNG BENTUK ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BAGI SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN , atau MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR OPERASI HITUNG UPAYA BENTUK ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF STAD BAGI SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN. 2) Menyusun Bab Pendahuluan Bab pendahuluan (Bab I) terdiri dari (1) latar belakang masalah, (2) perumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian, dengan uraian sebagai berikut: a) Latar Belakang Masalah Pada bagian ini terdiri dari 3 komonen, pertama mendeskripsikan bagaimana ideal/seharusnya siswa belajar matematika dan bagaimana idealnya/seharusnya guru melaksnakan pembelajaran matematika, kedua mendeskripsikan permasalahan nyata di kelas terkait dengan prestasi belajar matematika rendah, dan ketiga mendeskripsikan bagaimana solusi dari permasalahan pada bagian kedua. b) Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan kalimat pertanyaan yang terdiri dari (1) pertanyaan bagaimana 20 menerapkan solusi dalam pembelajaran yang dapat menyelesaikan masalah, dan (2) pertanyaan apakah dapat diselesaikan masalah tersebut dangan solusi terpilih. Contoh perumusan masalah dari judul di atas: i. Bagaimana menerapkan model kooperatif STAD yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika? ii. Apakah dengan menerapkan model kooperatif STAD dapat meningkatkan prestasi belajar matematika? Hal yang prinsip yang perlu dicamkan dalam perumusan masalah PTK adalah bahwa masalah PTK tidak terfokus pada pertanyaa apakah namun lebih pada pertanyaan bagaimana, karena PTK berorientasi pada tindakan bukan hasil. Dengan memahami dan mendapatkan bagaimana menerapkannya itu, maka masalah serupa dapat teratasi dan bersifat spesifik sesuai karakteristik kelas atau siswa yang dihadapi. c) Tujuan Penelitian Tujuan utama dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah peningkatan mutu pembelajaran yang akan berujung pada peningkatan mutu pendidikan. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini harus sesuai dengan rumusan masalah yang ada. Untuk itu tujuan penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah : i. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model kooperatif STAD sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. ii. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika melalui penerapan model kooperatif STAD. d) Manfaat penelitian, Hasil penelitian tindakan kelas tidak bisa digeneralisasi, maka manfaat penelitian ini hanya ada manfaat praktis, tidak ada manfaat teoritisyang pada umumnya hanya ditulis sebagai manfaat manfaat penelitian. Diharapkan penelitian bermanfaat bagi siswa sebagai 21 subyek penelitian, bagi guru/teman sejawat sebagai acuan guru lain dalam menulis penelitian, dan bagi lembaga dalam hal ini sekolah. 3) Menyusun Bab Pendahuluan Bab Kajian Teori (Bab II) umumnya memuat: (1) kajian teori, (2) kerangka berfikir dan (3) hipotesis tindakan dengan penjelasan sebagai berikut: a) Kajian Teori. Teori yang dikaji dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari (1) teori dari variabel masalah dan (2) teori dari variabel solusi. pe elitia ti daka Dari judul kelas PENINGKATAN PRE“TA“I BELAJAR OPERA“I HITUNG BENTUK ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BAGI SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN , teori yang dikaji antara lain: (1) belajar, (2) operasi hitung bentuk aljabar, (3) prestasi belajar, dan (4) model kooperatif STAD. b) Kerangka Berfikir Kerangka berpikir merupakan alur berpikir yang disusun secara singkat untuk menjelaskan bagaimana sebuah penelitian tindakan kelas dilakukan dari awal , proses pelaksanaan, hingga akhir. Kerangka berpikir dapat disusun dalam bentuk kalimat-kalimat atau digambarkan sebagai sebuah diagram. Cara Menulis Kerangka Berpikir dalam bentuk Rumusan Kalimat-Kalimat. Rumuskan kondisi saat ini (sebelum PTK dilaksanakan), secara singkat. Rumuskan tindakan yang akan dilakukan, secara singkat. Rumuskan hasil akhir yang anda harapkan, juga secara singkat. Susun ketiga komponen di atas dalam sebuah paragraf yang padu. Contoh alur kerangka berfikir pada penelitian tindakan kelas: 22 c) Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan mencerminkan dugaan sementara atau prediksi perubahan yang akan terjadi pada subyek penelitian apabila dikenai suatu tindakan. Hipotesis tindakan pada PTK umumnya dalam bentuk kecenderungan atau keyakinan pada proses dan hasil belajar yang akan muncul setelah suatu tindakan dilakukan. Hipotesis tindakan berupa kalimat pernyataan yang seolah-olah menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Co toh hipotesis ti daka : Melalui pe erapa odel kooperatif learning tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar operasi hitung be tuk aljabar . 4) Menyusun Metodologi Penelitian Metodologi penelitian dibentuk dari beberapa komponen berikut: (1) seting penelitian, (2) prosedur penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4) teknik analisis data, (5) indicator kinerja, dan (6) jadwal penelitian. Penjelasan secara dari enam komponen tersebut adalah sebagai berikut: a) Seting penelitian 23 Seting penelitian terdiri dari tiga komponen yaitu : (1) tempat penelitian, (2) waktu penelitian, dan (3) subyek penelitian. Tempat penelitian pendidikan menyebutkan/ dimana mendeskripsikan penelitian kelas dilakukan, dan waktu satuan penelitian menyebutkan mulai dan sampai bulan apa penelitian dilakukan, dan subyek penelitian menyebutkan jumlah siswa yang menjadi sasaran/subyek penelitian. b) Prosedur Penelitian Yang perlu dideskripsikan dalam prosedur penelitian adalah (1) jenis dan model PTK, dan (2) siklus penelitian. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: i. Jenis dan Model Penelitian Jenis penelitian tindakan kelas ini adalah penelitian tindakan kelas partisipan yaitu peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa penyusunan laporan. Misal model penelitian yang diambil adalah model Kurt Lewin. ii. Siklus Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa siklus setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (acting), (3) Pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Adapun rincian keempat tahapan tersebut sebagai berikut: (1). Perencanaan (planning) Perencanaan pada penelitian ini terdiri dari (1) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tiga kompetensi dasar (KD), yaitu KD te ta g ……, KD te ta g …. Da KD te ta g, ( ) lembar kerja siswa (LKS), dan (3) instrumen tes, observasi kegiatan belajar siswa dan instrumen observasi kegiatan pembelajaran. 24 (2). Pelaksanaan (acting) Penelitian dilaksanakan minimum tiga siklus dengan satu siklus minimum tiga kali pertemuan, siklus pertama KD 1, siklus kedua KD 2, siklus ketiga KD 3 dan seterusnya. Adapun pelaksanaan model proses pembelajaran menerapkan kooperatif learning tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai berikut: ……………. (3). Pengamatan (Observing) Pengamatan dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung dengan menggunakan instrumen sebagai berikut : (1) instrumen observasi kegiatan belajar siswa, yang dilaksanakan oleh peneliti selama proses belajar berlangsung dengan sasaran siswa, (2) instrumen observasi kegiatan pembelajaran, dilaksanakan oleh kolaborator (teman sejawat) selama proses pembelajaran berlangsung dengan sasaran guru (peneliti), dan (3) instrumen tes, dilaksanakan setiap akhir siklus. (4). Refleksi (reflecting) Kegiatan refleksi dilaksanakan setelah pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk menemukan kekurangan dan permasalahan dalam pelaksanaan pembelajaran. Hasil refleksi akan digunakan untuk perbaikan pembelajaran pada siklus berikutnya. Kegiatan refleksi berupa diskusi antara peneliti memperhatikan hasil dengan analisis data kolaborator hasil dengan pengamatan kolaboratot saat pembelajaran, dan juga hasil pengamatan peneliti terhadap proses belajar siswa serta hasil tes. c) Teknik Pengumpulan Data 25 Pada bagian ini perlu dideskripsikan (1) instrument penelitian yang akan dipakai untuk memperoleh data, dan (2) jenis data yang akan diperoleh, berikut contoh instrument dan data penelitian. i. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian terdiri dari (1) instrumen pengamatan proses belajar siswa dengan skala penilaian (1-4), (2) instrumen pengamatan kegiatan pembelajaran dengan skala penilaian (1-4), dan (3) intrumen tes berupa tes pilihan ganda dan uraian dengan skala penilaian (1-100). ii. Data Penelitian Mengacu instrument penelitian di atas, maka data penelitian terdiri dari (1) data kualitatif hasil pengamatan menggunakan instrumen (1) dan (2) di atas, dengan ketentuan bahwa : 4 : sangat baik, 3 : baik, 2 : cukup dan 1 : kurang dan (2) data kuantitatif hasil tes hasil belajar siswa dengan skala penilaian (1-100). d) Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif terhadap tahapan data sebagai penelitian tindakan kelas dengan berikut: menyeleksi, menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi (mengaitkan gejala secara sistematis dan logis), membuat abstraksi atas kesimpulan makna hasil analisis. Model analisis kualitatif yang terkenal adalah model Miles & Hubberman (1992: 20) yang meliputi : reduksi data (memilah data penting, relevan, dan bermakna dari data yang tidak berguna), sajian deskriptif (narasi, visual gambar, tabel) dengan alur sajian yang sistematis dan logis, penyimpulan dari hasil yg disajikan (dampak PTK dan efektivitasnya). Model analisis ini dapat digambarkan sebagai berikut: 26 Gambar 5. Teknik Analisis Data e) Indikator Kinerja Seperti telah diuraikan di depan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahapan (siklus) disarankan minimum tiga siklus. Untuk menandai berakhirnya siklus penelitian diperlukan adanya indikator kinerja. Indikator kinerja ditetapkan peneliti sesuai dengan permasalahan yang ingin diselesaikan/ditingkatkan, misalnya masalah yang ingin diselesaikan dan ditingkatkan dalam penelitian adalah motivasi belajar, maka indikator kinerja yang ditetapkan menunjukkan persentase minimal yang yang ditunjukkan siswa setelah mengikuti pembelajaran. Misalnya: indikator kinerja dalam penelitian ini adalah (1) keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran minimal 70 %, dan (2) jumlah siswa yang mencapai KKM minimal 75 %. f) Jadwal Penelitian Berbeda dengan waktu penelitian yang hanya disebutkan rentang waktu awal sampai akhir penelitian, maka jadwal penelitian disebutkan secara rinci mulai minggu keberapa bulan apa mulai menyusun proposal sampai akhir penyusunan laporan penelitian. Contoh: BULAN NO. KEGIATAN Januari Februari Maret April 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penyusunan Proposal Penelitian 27 2 3 Praktik Penelitian Penyusunan Laporan Penelitian g) Daftar Pustaka Memuat semua sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan sistem penulisan yang telah dibakukan secara konsisten. h) Lampiran Berisi rencana pelaksanaan pembelajaran, materi/bahan ajar, penilaian, dan semua instrumen penelitian, sampel jawaban siswa, dokumen/foto kegiatan, ijin penelitian, serta bukti lain yang dipandang perlu. D. Daftar Pustaka Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. (2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hermawan, H. (2006). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: CV Citra Praya. LPMP NTB. (2012). Bahan Ajar Kompetensi Pedagogik. Mataram: Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan NTB. Sumardi, dkk. 2016. Refleksi, PTK, dan Pengembangan Keprofesian Guru. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK Taniredja, T., Faridli, E. M., & Harmianto, S. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta. 28 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB I FILOSOFI PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN DR. IMRAN AKHMAD, M.PD KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 1 BAB I FILOSOFI PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN URAIAN MATERI A. Konsep pendidikan jasmasi, pendidikan olahraga dan pendidikan kesehatan 1. Landasan Filosofis Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga Dan Pendidikan Kesehatan Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya Pendidikan jasmani dalam Agenda Berlin adalah proses sosialisasi via aktivitas jasmani, bermain dan/atau olahraga yang bersifat selektif untuk mencapai tujuan pendidikan. Uraian itu menggambarkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan dimana aktivitas jasmani menjadi sasaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan pada umumnya. Sedangkan Bucher (1960) memberikan batasan bahwa pendidikan jasamani merupakan bagian integral dari pendidikan total yang mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran, mental, social, serta emosional bagi masyarakat, dengan wahana aktivitas jasmani. Disini juga digambarkan bahwa aktivitas jasmani juga menjadi alat mencapai pendidikan. Bukan hanya itu saja bahwa didalamnya ditujukan bukan hanya untuk mengambangkan kebugaran jasmani saja melainkan Secara sederhana bahwa pendidikan jasmani itu merupakan proses belajar untuk bergerak dan belajar melalui gerak. Selain belajar dan dididik melalui gerak untuk mencapai tujuan pengajaran, dalam pendidikan jasmani itu anak diajarkan untuk bergerak. Melalui pengalaman itu akan terbentuk perubahan dalam aspek jasmani dan rohaninya. Selanjutnya pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani diarahkan pada pemberian kesempatan yang seluas-luasnya untuk melakukan gerak dengan harapan siswa dapat aktif dan pada gilirannya akan membantu perkembangan kebugaran jasmaninya. Proses kegiatannya mencakup kegiatan latihan atau pelaksanaan tugas-tugas permebalajarn yang dilakukan 2 secara berulang-ulang. Dengan demikian anak akan mampu menggunakan tubuhnya secara efisien, bahkan didasarkan pada pemahaman. Sedangkan dampak lebih lanjut adalah anak memiliki kebiasaan dan keterampilan untuk mengisi waktu luangnya dan kelak keterampilan yang dimilikinya diharapkan dapat dilakukan sepanjang hayatnya. Pada Agenda Berlin diuraikan bahwa Pendidikan Jasmani adalah: a) Satu-satunya mata pelajaran disekolah yang fokusnya adalah pada badan, aktivitas jasmani dan perkembangan fisik, b) Membantu anak untuk mengembangkan respek terhadap badannya, baik yang dimilikinya maupun milik orang lain, c) Mengembangkan anak kebiasaan aktif yang penting bagi perkembangan kesehatan dan menjadi landasan bagi gaya hidup sehat setelah dewasa, d) Mengembangkan pemahaman tentang peranan aktivitas jasmani aerobik dan aerobik untuk meningkatkan kesehatan, e) Memberikan sumbangan bagi perkembangan kepercayaan diri dan self esteem pada anak f) Mendorong perkembangan kognitif dan sosial, memberikan sumbangan bagi pengembangan keterampilan pendidikan yang fundamental seperti baca, tulis, dan prestasi akademik g) Merupakan satu-satunya alat (kesempatan) yang disediakan kepada semua anak apapun kemampuannya,jenis kelamin, usia, budaya, agama atau latar belakang sosial mereka dengan keterampilan, pengetahuan dan pemahanan untuk berpartisipasi dalam pendidikan jasmani dan olahraga sepanjang hayat, h) Mempersaiapkan anak untuk dapat mengatasi kompetisi kompetisi, kemenangan atau kekalahan, kooperasi dan kolaborasi, i) Merupakan kontribusi yang bermakna bagi pengembangan keterampilan sosial dan terhadap perkembangan moral serta estetika, j) Memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan profesional di kemudian hari dalam olahraga, aktivitas jasmani, rekreasi dan waktu senggang, sebuah wilayah dari kesempatan vokasional yang semakin berkembang. 3 Tujuan Pendidikan Jasmani Sehubungan dengan pembelajaran pendidikan jasmani, Lutan (2001) mengelompokkan tujuan pembelajaran pendidikan jasmani sebagai berikut: a. Perkembangan Keterampilan Gerak Perkembangan keterampilan gerak merupakan inti dari program pendidikan jasmani. Perkembangan keterampilan gerak bagi anak-anak pendidikan dasar diartikan sebagai perkembangan dan penghalusan aneka keterampilan gerak dasar dan keterampilan gerak yang berhubungan dengan olahraga. Keterampilan gerak tersebut selanjutnya dikembangkan dan diperhalus hingga taraf tertentu yang memungkinkan anak mampu untuk melaksanakannya dengan tenaga yang efisien dan sesuai dengan keadaan lingkunga dan tujuan yang dimaksud. Ketika anak telah memiliki keterampilan gerak dasar yang matang selanjutnya dapat menerapkan kedalam berbagai permainan, olahraga dan aktivitas jasmani yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum mencapai pada keterampilan gerak yang diinginkan, tentunya melalui tahapantahapan. Gabbard, LeBlanc, dan Lowy (1987) mengutarakan tahapan kerja motorik sebagi berikut; Tabel 1.1. Tahapan Kerja Motorik Terminal Tahapan gerak 0-2 th, masa kanak-kanan Gerak tak sempurna Aktivitas karakteristik Berguling, duduk, meratap, merangkak, berdiri, berjalan dan memegang 2-7 th, masa anak-anak Gerak dasar dan Kesadaran gerak lokomotor, nirlokomotor awal dan manipulasif pemahaman efisien Penghalusan keterampilan dan Khusus (khas) penyadaran gerak, menggunakan gerak 8-12 th, masa anak-anak dasar, dalam tari, permainan/olahraga, senam dan olahraga air 12- dewasa, masa Spesialisasi Bersifat kompetisi dan rekreasi remaja dan masa dewasa 4 Dengan demikian dapat dilihat pada umur berapakah anak dimulai masuk Sekolah dasar, jenis kemampuan motorik apakah yang telah dikuasai anak, dan jenis kemampuan motorik apakah yang harus dikembangkan oleh guru pendidikan jasmani? Oleh sebab itu maka harus terlebih dahulu mengetahui tipe gerak dasar yang berhubungan dengan keterampilan gerak menurut Lutan (2001) sebagai berikut: Tabel 1.2. Tipe gerak dasar yang berhubungan dengan Keterampilan Gerak Lokomotor 1. Dasar (satu elemen) - Jalan, Manipulasi 1. Melempar/meluncurka n objek: Stabilitas (non lokomotor) 1. Bergerak dalam poros - membungkuk - Lari, - melempar - meregang - Jingkat - menendang - memutar - Loncat - memukul - melintir - memantul - mengayun - memvoli - menggelundung 2. Kombinasi (lebih dari Satu elemen) 2. Menyerap daya merangkap - meluncur 2. Poros tubuh statis & dinamis - keseimbangan tegak - keseimbangan sikaptubuh - memanjat sungsang - berkelok-kelok - berguling - berhenti - bergerak cepat Keterangan: a) Gerak lokomotor merupakan aktivitas jasmani dimapa keadaan tubuh berpindah dariposisinya kjearah mendatar (horizontal) atau ke atas (vertikal) dari satu titik ketitik lainnya dalam sebuah ruang. b) Gerak manipulatif merupakan aktivitas jasmani yang melibatkan upaya pengerahan pada suatu objek, dan upaya menerima daya dari objek. c) Gerak stabilitas (non lokomotor) merupakan aktivitas jasmani yang berupaya untuk menahan keseimbangan titik berat badan tetap jatuh pada bidang tumpu. 5 b. Perkembangan Kebugaran Perkembangan kebugaran jasmani merupakan tujuan penting dalam program pendidikan jasmani di Sekolah Dasar. Istilah kebugaran disini mencakup bukan hanya kebugaran jasmani yang mendukung kesehatan, tetapi juga kebugaran yang mendukung peforma. Lutan (2001) membagi perkembangan kebugaran jasmani sebagai berikut: a) Kebugaran terkait dengan kesehatan (Physical fitness) : (1) kekuatan otot, (2) Daya tahan otot, (3) Daya tahan aerobik, (4) Fleksibility. b) Kebugaran terkait dengan peforma (motor fitness); (1) Kecepatan, (2) Koordinasi, (3) Agilitas, (4) Power, (5) Keseimbangan Sehubungan dengan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan dimaksudkan bahwa penting untuk mendukung kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan sehingga masih memiliki energi untuk melakukan tugas berikutnya. Sedangkan kebugaran yang berhubungan dengan performa disebut juga dengan istilah kebugaran motorik (motoric fitness) ditujukan pada kebugaran untuk melakukan tugas gerak dimana seseorang mampu melaksanakan tugas yang memerlukan keterampilan gerak. c. Perkembangan Perseptual-motorik Gerak perseptual menunjukkan kepada proses gerak yang dihasilkan melalui penerimaan dan pemilihan ransang. Proses penerimaan dan seleksi rangsang, hingga menghasilkan jawaban berupa gerak yang disebut persepsi. Pengalaman belajar yang terdiri atas pelaksanaan tugas gerak itu diarahkan untuk mengembangkan kecerdasan seseorang. Pelaksanaan tugas gerak itu dapat merangsang simpul-simpul syaraf. Dengan kata lain rangsang untuk melaksanakan gerak itu memacu pertautan antara sinap dengan simpul syaraf, atau rangsangan dari lingkungan itu memperkuat kaitan antara sel-sel saraf dalam otak. Perkembangan gerak perseptual berurusan dengan perkembangan dan penghalusan kepekaan kinestetik yang mencakup dunia ruang dan dunia waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Lutan (2001) terteng perkembangan gerak perseptuan sebagai berikut: 6 a) Kemampuan yang berkaitan dengan ruang; 1) Kesadaran tubuh, 2) Kesadaran ruang, dan 3) Kesadaran arah b) Kemampuan yang berkaitan dengan waktu (tempo); 1) Sinkronisasi, 2) Irama, dan 3) Urutan rangkaian gerak Dunia ruang dan waktu dimaksudkan bahwa semua gerak berlangsung dalam ruang dan terkait dengan waktu. Bagi anak-anak, untuk lebih mengenal ruang disekitarnya, mereka harus memperoleh kesempatan yang banyak untuk menjelajahi lingkungan sekitarnya. Pengalaman belajar harus banyak merangkan kesadarannya tentang tubuhnya, arah dan ruang tempat bergerak itu sendiri. Dunia temporal berkaitan dengan tempo pelaksanaan aktivitas jasmani yang ditujukan pada keselarasan (sinkronisasi), irama dan tata urut (sekuen). d. Perkembangan Sosial Emosional Salah satu dampak pembelajaran pendidikan jasmani adalah untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan penilaian positif terhadap kemampuan diri. Kesan ini sangat penting untuk ditumbuhan pada anak untuk menguasai tugas belajar, membangkitkan motivasi disamping efek psikologis lainnya yang mendorong keadaan sehat secara mental pada diri seseorang atau sejahtera secara mental atau batiniah. Didalamnya tercakup: a. perasaan positif mengenai citra diri dan keadaan badan, peningkatan penilaian diri yang merasa makin mampu menyelesaikan tugas serta berprestasi, b. Pengalaman sukses, c. Peningkatan rasa percaya diri. Manfaat dari segi sosial sangat banyak diperoleh dari program pendidikan jasmani. Melalui aktivitas jasmani atau kegiatan olahraga, seseorang memperoleh kesempatan untuk bergaul dan berinteraksi antara satu dengan lainnya. Sikap dan perilaku yang direstui mesyarakat dapat dibina melalui lingkungan olahraga. Demikian juga tentang nilai, sesuatu yang dianggap paling luhur dan menjadi rujukan atau pedoman perilaku. Dalam olahraga banyak nilai yang dapat ditanamkan kepada anak, misalnya toleransi antara sesama, gotong royong, menghargai kerja keras, mengutamakan mutu dan lainlain. 7 Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di sekolah akan pincang. Sumbangan nyata pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan. Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan jasmani (Dauer and Pangrazy, 1992), yaitu: a) meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan peserta didik, b) meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta c) meningkatkan pengertian peserta didik dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktek. Adapun dasar pemikiran yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan jasamani dan olahraga sebagai berikut: Kebugaran dan kesehatan Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program pendidikan jasmani yang terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup berat serta dilakukan dalam jangka waktu yang cukup secara teratur, kegiatan tersebut akan berpengaruh terhadap perubahan kemampuan fungsi organ-organ tubuh seperti jantung dan paru-paru. Sistem peredaran darah dan pernapasan akan bertambah baik dan efisien, didukung oleh sistem kerja penunjang lainnya. Dengan bertambah baiknya sistem kerja tubuh akibat latihan, kemampuan tubuh akan meningkat dalam hal daya tahan, kekuatan dan kelentukannya. Demikian juga dengan beberapa kemampuan motorik seperti kecepatan, kelincahan dan koordinasi. Keterampilan fisik Keterlibatan anak dalam aktivitas permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-lain, 8 merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk menguasai berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk keterampilan dasar misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus seperti senam atau renang. Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Terkuasainya konsep dan prinsip gerak Pendidikan jasmani yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak tentang konsep dan prinsip gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu memahami bagaimana suatu keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Sebagai contoh, anak harus mengerti mengapa kaki harus dibuka dan bahu direndahkan ketika anak sedang berusaha menjaga keseimbangannya. Mereka juga diharapkan mengerti mengapa harus dilakukan pemanasan sebelum berolahraga, serta apa akibatnya terhadap derajat kebugaran jasmani bila seseorang berlatih tidak teratur? Kemampuan berpikir Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak dalam pendidikan jasmani dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak. Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan jasmani yang efektif mampu merangsang kemampuan berpikir dan daya analisis anak ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Pola-pola permainan yang memerlukan tugas- tugas tertentu akan menekankan pentingnya kemampuan nalar anak dalam hal membuat keputusan. Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis dengan baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak langsung, keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani merupakan latihan untuk menjadi pemikir dan pengambil keputusan yang mandiri. Dalam kegiatan pendidikan jasmani banyak sekali adegan pembelajaran yang memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik gerak dan prinsipprinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang menarik untuk didiskusikan. Peraturan permainan dan variasi-variasi gerak juga bisa dijadikan rangsangan bagi anak 9 untuk memikirkan pemecahannya. Kepekaan rasa Dalam hal olah rasa, pendidikan jasmani menempati posisi yang sungguh unik. Kegiatannya yang selalu melibatkan anak dalam kelompok kecil maupun besar merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap individu akan belajar untuk bertanggung jawab melaksanakan peranannya sebagai anggota masyarakat. Di dalam masyarakat banyak norma yang harus ditaati dan aturan main yang melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan diamalkan. Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan kelompoknya harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan. Sesungguhnyalah bahwa kegiatan pendidikan jasmani disebut sebagai ajang nyata untuk melatih keterampilanketerampilan hidup (life skills), agar seseorang dapat hidup berguna dan tidak menyusahkan masyarakat. Keterampilan sosial Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat mementingkan kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang bisa berhasil mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin. Anak yang rendah kemampuan pengendalian dirinya biasanya ingin memecahkan masalah dengan kekerasan dan tidak merasa ragu untuk melanggar berbagai ketentuan. Pendidikan jasmani menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi jika proses pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Setiap adegan pembelajaran dalam permainan dapat dijadikan arena dialog dan perenungan tentang apa sisi baik-buruknya suatu keputusan. Tak pelak, ini merupakan cara pembinaan moral yang efektif. Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti dan guru memancing 10 pendapat anak tentang apa perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak. Kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) Melalui pendidikan jasmani kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak akan berkembang (Graham, 1993). Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian anak. Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan untuk mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani berkomunikasi dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi stress. Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap saya pasti bisa atau saya paling bagus . Tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan pembiasan perilaku. Di situlah penjas menyediakan kesempatan pada anak untuk membuktikannya. 2. Pendidikan Olahraga Ada kesalahpahaman bahwa pendidikan jasmani sama dengan pendidikan olahraga. Keduanya berbeda, pendidikan jasmani lebih menekankan pada pengembangan keterampilan motorik dasar dan memperkaya perbendaharaan gerak. Pendidikan olahraga menekankan pada pembinaan keterampilan berolahraga dan menghayati nilai-nilai yang diperoleh dari kegiatan berlatih dan bertanding(Jewet, 1994; Jewet et al., 1995). Semua anak dibekali pengalaman nyata untuk berperan dalam pembinaan olahraga, seperti wasit, atlet, atau pelatih. Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabangcabang olahraga tertentu. Kepada peserta didik diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah „ hasil „ dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses pembelajaran. Yang sering terjadi pada pembelajaran „pendidikan olahraga„ adalah bahwa guru kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan peserta didik. Jika peserta didik harus 11 belajar bermain bola voli, mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak kurang diperhatikan. Guru demikian akan berkata: kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola, dan instruksikan anak supaya bermain la gsu g . Anak yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati demonstrasi temannya yang sudah mahir tadi. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan: Kalau anda ingin anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam, dan mereka akan bisa sendiri. 3. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Pendidikan kesehatan memotivasi seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat (Budioro,1998). Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada diri individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai- nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah- masalah kesehatan menjadi mampu (Purwanto, 1999). Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan kesehatan adalah usaha yang diberikan berupa bimbingan atau tuntunan kepada seseorang atau anak didik tentang kesehatan yang meliputi aspek pribadi (fisik, mental, social) agar dapat berubah dan berkembang secara harmonis Tujuan Pendidikan Kesehatan Menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan 12 mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut antara lain, menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dimasyarakat, menolong indiviu agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan menggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada (Herawani, 2001). Sedangkan menurut Machfoed (2005), pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup antara lain pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan keluarga tentang garam beryodium dengan melakukan pendidikan kesehatan berarti petugas kesehatan membantu keluarga dalam mengkonsumsi garam yang beryodium untuk meningkatkan derajat kesehatan. Dari pandangan tersebut bisa disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan bertujuan : 1) Meningkatkan pengetahuan anak didik tentang ilmu kesehatan, termasuk cara hidup sehat dan teratur 2) Menanamkan dan membina nilai dan sikap mental yang positif terhadap prinsip hidup sehat 3) Menanamkan dan membina kebiasaan hidup sehat sehari-hari yang sesuai dengan syarat kesehatan 4) Meningkatkan keterampilan anak didik dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan dan perawatan kesehatan 13 Proses Pendidikan Kesehatan Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok yaitu masukan (input), proses dan keluaran (output). Masukan (input) dalam pendidikan kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu individu, kelompok dan masyarakat dengan berbagai latar belakangnya. Proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan dan perilaku pada diri subjek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan terjadi timbal balik berbagai faktor antara lain adalah pengajar, teknik belajar dan materi atau bahan pelajaran. Sedangkan keluaran merupakan kemampuan sebagai hasil perubahan yaitu perilaku sehat dari sasaran didik melalui pendidikan kesehatan (Notoatmodjo,2003) B. Perbedaan Dan Persamaan Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga Dan Pendidikan Kesehatan. Pertanyaan tentang perbedaan Pendidikan jasmani dan olahraga bukanlah pertanyaan yang mudah dijawab baik oleh pemerhati olahraga maupun para pakar pendidikan. Hal ini terjadi karena aktivitas yang nampak diantara keduanya memiliki kesamaan yaitu permainan da akti itas fisik. Jadi perta yaa ya Apa perbedaan Pendidikan Olahraga dan Pendidikan Jas a i aka tetapi pe didika kesehata defi isi ya sa gat jelas berbeda kare a tidak terdapat kesamaan permainan dan aktivitas fisik. Tetapi konsep dasarnya pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan dasar keilmuannya (basic of knowledge) adalah mendidik manusia melalui aktivitas jasmani, olahraga maupun kesehatan. Sebenarnya pendidikan jasmani dan olahraga tak dapat dipisah. Meskipun berbeda istilah dan arti, tetapi mempunyai tujuan yang saling melengkapi. Hal ini dapat kita simak dalam latar belaka g Per e dik as o 22 Tahu 2006 yaitu Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam ra gka 14 e apai tujua pe didika asio al . Akan tetapi dalam Pembinaan dan pengembangan olahraga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang ditujukan pada peningkatan jasmani dan rokhani, pemupukan watak, disiplin, dan sportivitas, serta pengembangan prestasi olahraga yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Untuk itu pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan perlu dioptimalkan. Telah banyak diketahui bahwa masih banyak kesalahan persepsi tentang pendidikan jasmani dan olahraga. Ada yang beranggapan bahwa pendidikan jasmani sama dengan olahraga. Apakah anda setuju? Bila anda menganggukkan kepala berarti anda harus belajar memahami perbandingan jasmani dan olahraga secara lebih mendalam lagi, karena anda memilih jawaban yang salah. Pendidikan jasmani berbeda dengan olahraga. Berikut akan ditinjau lebih dalam tentang perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu: a. Aspek Aktivitas Aktivitas pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan, sedangkan olahraga terbatas pada aktivitas olahraga itu sendiri. Selain aktivitas ritmik, aquatik, outbound, permainan dan aktivitas pengembangan tubuh maka aktivitas olahraga merupakan salah satu bentuk dari aktivitas pendidikan jasmani. Dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup aktivitas pendidikan jasmani lebih luas dan beragam daripada aktivitas olahraga. b. Aspek Pusat Materi (Konsentrasi Utama) Maksud dari kata pusat materi adalah fokus/ konsentrasi utama dari aktivitas. Secara udah dapat dijelaska de ga Apa ya g dii gi ka elalui akti itas i i? . Pusat ateri pada olahraga adalah bagaimana agar seseorang tersebut mampu memahami dan mempraktekkan teknik–teknik cabang olahraga secara benar dan tepat untuk mencapai tujuan olahraga. Jadi pada olahraga, mau tidak mau harus dapat melakukan teknik-teknik olahraga tersebut. Apabila ia belum mampu, maka ia harus berlatih meningkatkan teknik yang dimilikinya. Sebagai contoh : Target waktu lari 100 M putra adalah dibawah 10 detik, maka mau tidak mau seseorang tersebut harus terus dan terus berlatih untuk dapat berlari sprint 100 M dengan catatan waktu dibawah 10 detik. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pusat materi pada olahraga adalah olahraga itu sendiri. 15 Tabel 1.3. Perbandingan Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Nurhasan, 2005) No Pendidikan Jasmani Olahraga 1 Diselenggarakan lingkungan sekolah 2 Mengacu sehat 3 Mata ajar wajib di sekolah 4 Dikelola di Mendiknas 5 Cenderung olahraga pada terutama pembinaan bawah di Terutama di masyarakat hidup luar sekolah dan Pembinaan dan peningkatan prestasi Sukarela di masyarakat wewenang memasyarakatkan Menpora bersama organisasi olahraga Mengolahragakan masyarakat Tujuan pendidikan jasmani diarahkan untuk pengembangan individu anak secara menyeluruh, artinya meliputi aspek organik, motorik, emosional, dan intelektual sedangkan pada olahraga kompetitif terbatas pada pengembangan aspek kinerja motorik yang dikhususkan pada cabang olahraga tertentu saja Aktivitas yang dilakukan pada pendidikan jasmani bersifat multilateral, artinya seluruh bagian dari tubuh peserta didik dikembangkan secara proporsional mulai dari tubuh bagian atas (upper body), bagian tubuh tengah (torso), maupun bagian bawah (lower body). Pendidikan jasmani berupaya mengembangkan kinerja anggota tubuh bagian kanan maupun kiri secara seimbang dan koordinatif. Pada olahraga kompetitif hanya bagian tubuh tertentu sesuai dengan fungsi kecabangannyalah yang dikembangkan secara optimal atau secara populer disebut sebagai spesifik. Child oriented, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti berorientasi pada anak memiliki makna bahwa penjas dengan segala aktivitasnya diberikan berdasarkan kebutuhan yang diperlukan oleh anak dengan segala perbedaan karakternya. Dengan pertimbangan ini maka kegiatan pendidikan jasmani dirancang sebagai proses dalam pemenuhan kebutuhan anak dalam kehidupan sehari-harinya, kebutuhan kompetitif dalam menghadapi segala tantangan, dan pengisian waktu luangnya. Pada cabang olahraga kompetitif hal tersebut tentu bukan merupakan pertimbangan yang utama, karena yang terpenting pada olahraga kompetitif adalah dikuasainya gerak atau teknik dasar beserta pengembangannya 16 untuk mendukung permainan pada cabang tersebut, sehingga materi disajikan sebagai pemenuhan atas kepentingan itu (materi) atau disebut sebagai subject/material oriented. Pada pendidikan jasmani seluruh kegiatan yang ada di alam semesta yang berupa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang dilakukan oleh manusia, binatang, tumbuhan, atau bahkan mesin yang bergerak. Aktivitas yang dapat digunakan sebagai materi gerak dalam olahraga kompetitif adalah terbatas pada teknik-teknik yang ada pada olah yang bersangkutan, atau pada spesifik pada spesialis kecabangannya. Seluruh anak memiliki tingkat kecepatan yang bervariasi dalam pembelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran penjas. Anak dengan kecepatan pembelajaran yang kurang baik (lamban) harus diperhatikah secara lebih khusus sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pada olahraga kompetitif, anak yang memiliki kelambanan ini akan ditinggalkan karena hanya menghambat proses pembelajaran, dan mengganggu pencapaian prestasi tinggi yang diinginkan. Aturan yang baku diterapkan pada olahraga kompetitif agar terdapat keadilan bagi tim yang melakukan pertandingan dalam situasi yang sama. Pendidikan jasmani tidak harus dilakukan dengan menggunakan pertandingan, melainkan dengan bermain, dengan pembelajaran berkelompok, demonstrasi, dan lain-lain sehingga tidak diperlukan peraturan yang baku sebgaimana olahraga kompetitif. Perbedaan lain antara penjas dan olahraga kompetitif adalah pada aspek talent scouting, di mana dalam penjas hanya dijadikan sebagai dasar dalam masukan awal (entry behaviour) sedangkan pada olahraga kompetitif dijadikan rekomendasi dalam menentukan cabang olahraga spesialis yang akan diikuti oleh anak. Sehubungan hal di atas sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Abdul Kadir Ateng, dalam mata kuliah azas dan falsafah pendidikan olahraga tentang proposi olahraga dan pendidikan jasmani di sekolah, adalah sebagai berikut: 17 Tabel 1.4. Proporsi Olahraga dan Pendidikan Jasmani Komponen Pendidikan Jasmani Olahraga Tujuan Pendidikan keseluruhan, kepribadian dan emosional Kinerja motorik (motor performance/kinerja gerak untuk prestasi Materi Child centered (sesuai dengan kebutuhan anak/individualized) Subject centered (berpusat pada materi) Teknik gerak Seluas gerak kehidupan seharihari Fungsional untuk cabang olahraga bersangkutan Peraturan Disesuaikan dengan keperluan (tidak dibakukan) Peraturannya baku (standar) agar dapat dipertandingkan Anak yang lamban Harus diberi perhatian ekstra Ditinggalkan/untuk milih cabang olahraga lain Talent Scouting (TS) Latihannya Partisipasi Untuk mengukur kemampuan awal Mutilateral (latihan yang menyangkut semua otot) Wajib Untuk cari atlit berbakat Spesifik Bebas Perbedaan pendidikan jasmani dengan olahraga akan terlihat pada berbagai aktivitas jasmani. Berikut disajikan perbedaan aktivitas jasmani pada pendidikan jasmani dan olahraga. Tabel 1.5. Contoh Perbedaan aktivitas jasmani pada Pendidikan Jasmani dan Olahraga Pendidikan Jasmani Olahraga Berjalan Pembelajaran berjalan pada pendidikan jasmani ditujukan pada usaha untuk membentuk sikap dan gerak tubuh yang sempurna. Pembelajaran biasanya dilakukan melalui materi baris-berbaris Lari Materi lari pada pendidikan jasmani dimaksudkan untuk dapat mengembang-kan keterampilan gerak berlari dengan baik. Berlari dapat dilakukan dalam beberpa teknik; lari zigzag, lari kijang, lari kuda, dan beberapa teknik lari lainnya Berjalan Berjalan pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan berjalan dilakukan dengan secepat-cepatnya melalui teknik dan peraturan yang telah baku Lari Lari pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan dilakukan untuk mencapai prestasi optimal. Dalam cabang atletik lari dibagi dalam beberapa nomor. 18 Lompat Materi lompat dalam pendidikan jasmani dimaksudkan untuk dapat mengembangkan keterampilan gerak lompat dengan baik. Lompat dapat dilakukan dalam beberapa teknik ; lompat harimau, lompat kodok, dan beberpa teknik lompat lainnya. Lempar Materi lempar dalam pendidikan jasmani dimaksudkan untuk dapat mengembangkan ketermapilan gerak lempar dengan baik. Melempar dapat dilakukan dengan beberapa teknik; lempar bola, lempar sasaran, dan beberpa teknik lempar lainnya. Lompat Lompat pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan lompat pada cabang atletik dilakukan untuk mencapai prestasi optimal Lempar Lempar dalam olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan lempar pada cabang atletik dilakukan untuk mencapai prestasi optimal. C. Persfektif Sejarah Pada Pendidikan Jasmani dan Olahraga 1. Perkembangan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di Indonesia Tahukah bahwa di Belanda, biaya perawatan kesehatan meningkat 2,5 persen, di kanada 6 (enam) persen, dan di Amerika mencapai 8 persen. Hal ini diakibatkan warga masyarakat kurang melakukan aktivitas jasmani (Rusli Lutan, 2001: 16). Secara ekonomi keadaan tersebut dianggap sebagai ancaman yang merugikan. Karena selain bisa menurunkan produktivitas kerja juga bisa meningkat biaya perawatan kesehatan. Di Indonesia sendiri keadaan tersebut juga telah berkembang dalam jangkauan yang luas. Kadaan itu terjadi terutama di kota-kota bahkan kini sudah sampai ke desa-desa. Jasmani dalam sebutan bahasa Inggris adalah physical, dalam ilmu faal, jasmani disebut sebagai struktur biologik pada manusia. Secara umum dipahami bahwa jasmani atau jasad ia berarti tubuh manusia. Jasmani dalam pembahasan ini adalah pemanfaatan aktivitas fisik sebagai manifestasi pengembangan kualitas hidup manusia dalam memenuhi kebugaran secara totalitas dan keterampilan motorik. Jasmani disinonimkan dengan pendidikan, maka segala aktivitas jasmani membawa nilai-nilai pendidikan, yang tidak terikat ataupun tertuju kepada gerakan-gerakan dalam peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang umum berlaku seperti olahraga. 19 Dengan demikian, pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh rana, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa. Menurut Jesse Feiring Williams dalam William H. Freeman (2001:3) pendidikan Jasmani adalah tentang sejumlah aktivitas-aktivitas fisik manusia yang dipilih, dan dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai hasil yang bermanfaat bagi tubuh. William menekankan satu hal bahwa walaupun pendidikan jasmani diartikan mengajar dengan fisik, melalui penggunaan aktivitas-aktivitas fisik, tujuannya adalah melampaui fisik tersebut. Selanjutnya (Kepmendikbud Nomor 413/u/2004) bahwa pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan meningkatkan individu secara organik, neuromuscular, intelektual dan emosional melalui aktivitas fisik. Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. (Agus Mahendra, 2009: 24). Husdarta (2009: 17) mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya pendidikan jasmani bukan hanya dekorasi atau ornament yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Sedangkan pengertian olahraga berdasarkan (pasal 1 ayat 4 UU RI No. 3 Tahun 2005) olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial. Dari ketentuan Internasional Council of Sport and Physical Education adalah setiap aktivitas fisik berupa permainan dan berisikan pertandingan melawan orang lain, diri sendiri ataupun unsur-unsur alam dikatakan sebagai olahraga atau sport. Jadi antara pendidikan jasmani dan olahraga sering dikatakan ada interface, tidak sama namun ada bagian-bagian yang sama. Jelas keduanya adalah aktivitas fisik, tegasnya aktivitas otot-otot besar atau big muscle activity, bukan fine muscle activity. 20 Oleh karena itu, dalam penerapannya tetap berlandaskan pada suasana kependidikan, serta berpegang pada kaidah-kaidah dalam praktek pendidikan. Adapun pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Di Amerika Serikat pendidikan jasmani menurut Nixon dan Jewet adalah satu aspek dari proses pendidikan keseluruhan yang berkenaan dengan perkembangan dan penggunaan kemampuan gerak individu yang sukarela dan berguna serta berhubungan langsung dengan respon mental, emosional dan sosial. Konsep pendidikan jasmani yang diuraikan Nixon dan Jewet, dapat dikatakan searah dengan pemahaman di Indonesia yang diuraikan Rusli Lutan (2001: 18), bahwa pendidikan jasmani sebagai sebuah subjek yang penting bagi pembinaan fisik yang dipandang sebagai mesin dalam konteks pendidikan jasmani yang mengandung isi pendidikan melalui aktivitas jasmani. Karenanya konsep pendidikan jasmani perlu dikuasai oleh para calon guru (siswa penjas) dan guru yang bersangkutan, sehingga dalam penerapannya memperlihatkan kesetaraan pemahaman. Selain itu diharapkan dapat melakukan pemetaan konsep dalam penerapan pendidikan jasmani berdasarkan jenjang pendidikan (kesesuaian kurikulum pendidikan jasmani), termasuk memaksimalkan potensi-potensi lokal, dalam hal ini permainan tradisional yang dapat dimodifikasi. Sebagai batasan atau rumusan dari konsep pendidikan jasmani, Arma Abdoellah (2003;42) menguraikan sebagai salah satu aspek dari proses pendidikan keseluruhan peserta didik melalui kegiatan jasmani yang dirancang secara cermat, yang dilakukan secara sadar dan terprogram dalam usaha meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani dan sosial serta perkembangan kecerdasan. Esensi dari substansi pendidikan jasmani ialah pengetahuan tentang gerak insani dalam konteks pendidikan yang terkait dengan semua aspek pengetahuan yang berlangsung secara didaktik, rekreatif, untuk dipahami dan dapat dilakukan oleh peserta didik secara utuh. Oleh karena itu, pendidikan jasmani dan olahraga adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan beIajar diatur secara seksama untuk 21 meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa. Tujuan akhir pendidikan jasmani dan olahraga terletak dalam peranannya sebagai wadah unik. Penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia. Jadi orang-orang yang memiliki kebajikan moral seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna. (Baron Piece de Coubertin, Penggagas Kebangkitan Olympiadse Modern, Perancis). Posisi pendidikan jasmani dan olahraga pada kedudukan yang amat strategis yakni sebagai alat pendidikan, sekaligus pembudayaan, karena kedua istilah yang amat dekat dan erat. Maknanya tidak lain adalah sebagai proses pengalihan dan penerimaan nilai-nilai. Dalam konteks keolahragaan secara menyeluruh, memang kian kita sadari perubahan yang terjadi sebagai dampak dari globalisasi dalam ekonomi yang dipacu oleh teknologi komunikasi juga terbawa dalam dunia olahraga (Coomb 2004:7). Dengan demikian, yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga yaitu: (1) pendidikan merupakan upaya penyiapan peserta didik menghadapi dan berperan dalam lingkungan hidup yang selalu berubah dengan cepat dan pluralistik; (2) pendidikan merupakan upaya peningkatan kualitas kehidupan pribadi masyarakat dan berlangsung seumur hidup; (3) pendidikan merupakan mekanisme sosial dalam mewariskan nilai, norma, dan kemajuan yang telah dicapai masyarakat; (4) pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya; (5) dalam undang – undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk rnemiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan 22 individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem pendidikan nasional Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah: "Apakah pendidikan jasmani?" Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru pendidikan jasmani, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dalam kurikulum 1994. Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbecla pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani? Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial. Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama. Sedangkan pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah hasil dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga 23 menyusup ke dalam proses pembelajaran. Dengan proses tersebut, dapat memberikan kekeliruan yang berlarut-larut dalam proses pendidikan jasmani di Indonesia. Sering terjadi pada pembelajaran pendidikan olahraga adalah bahwa guru kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar bermain bola voli, mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak kurang diperhatikan, kejadian tersebut merupakan salah satu kelemahan dalam pendidikan olahraga. Guru demikian akan berkata: "kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola, dan instruksikan anak supaya bermain langsung". Anak yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati demonstrasi temannya yang sudah mahir tadi. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan: Kalau anda ingin anak-anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam, dan mereka akan bisa berenang sendiri. Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan jasmani adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina secara hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan. Bila orientasi pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai keterampilan berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan pada pembelajaran teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan. Dalam hal ini, guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap anak mampu melakukannya, sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan hanya dilakukan dengan cara tunggal. Beberapa anak mungkin bisa mengikuti dan menikmati cara belajar yang dipilih guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa selalu gagal, karena bagi mereka cara latihan tersebut terlalu sulit, atau terlalu mudah. Anak-anak yang berhasil akan merasa puas dari cara latihan tadi, dan segera menyenangi permainan sepak bola. Lain lagi dengan anak-anak lain yang kurang berhasil? Mereka akan serta merta merasa bahwa permainan sepak bola terlalu sulit dan tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak menyukai pelajaran dan permainan sepak bola tadi. Apalagi bila ketika mereka melakukan 24 latihan yang gagal tadi, mereka selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau bahkan oleh gurunya sendiri. Anak-anak dalam kelompok gagal ini biasanya mengalami perasaan negatif. Akibatnya, citra diri anak tidak berkembang dan anak cenderung menjadi anak yang rendah diri. Melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif, semua kecenderungan tadi bisa dihapuskan, karena guru memilih cara agar anak yang kurang terampil pun tetap menyukai latihan memperoleh pengalaman sukses. Di samping guru membedakan bentuk latihan yang harus dilakukan setiap anak, kriteria keberhasilannya pun dibedakan pula. Untuk kelompok mampu kriteria keberhasilan lebih berat dari anak yang kurang mampu, misalnya dalam pelajaran renang di tentukan: mampu meluncur 10 meter untuk anak mampu, dan hanya 5 meter untuk anak kurang mampu. Dengan cara demikian, semua anak merasakan apa yang disebut perasaan berhasil tadi, dan anak makin menyadari bahwa kemampuannya pun meningkat, seiring clengan seringnya mereka mengulang-ulang latihan. Cara ini disebut gaya mengajar partisipatif karena semua anak merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran. Untuk mencegah terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani dan olahraga harus mengembangkan cara respon siswa terhadap anak yang gagal dan melarang siswa untuk melemparkan ejekan pada temannya. Sebagai konsep pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga di Indonesia, maka diilustrasikan dalam bagan berikut ini. Kemana arah pembinaan pendidikan jasmani? Tujuan jangka panjang pendidikan jasmani adalah sebagi berikut: a. Kegiatan itu dimaksudkan untuk menghasilkan insan yang berpendidikan dan berpandangan bahwa aktivitas jasmani ini bernilai, bermanfaat, dan dapat dilakukan di sepanjang hayat. b. Melalui proses pendidikan tersebut juga dihasilkan insan yang dapat memahami bagaiman membuat rencana kegiatan dan melasanakannya, baik untuk keperluan sendiri secara perorangan maupun keperluan kelompok. 25 c. Untuk menghasilkan seseorang yang terampil menciptakan peluang dan memanfaatkannya dalam rangka pembinaan kebugaran jasmani. Kemampuan mengatasi stress dan hambatan juga menjadi tujuan akhir. Bertitik tolak dari pandangan falsafah tersebut, sebagai guru pendidikan jasmani, kita perlu memahami kaidah pengembangan program pendidikan jasmani yang seimbang. Adapun kaidah-kaidah yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Menyediakan waktu yang cukup bagi anak untuk melalukan aktivitas jasmani. b. Menyediakan kesempatan bagi setiap anak untuk memenuhi kebutuhan secara perorangan yang memang berbeda-beda. c. Menyediakan aneka kegiatan dan memberikan bimbingan sesuai dengan pilihan siswa. d. Memberikan informasi umpan balik kepada anak, baik mengenai proses maupun hasilnya. e. Membekali siswa dengan keterampilan dasar termasuk pengayaan keterampilan dalam rangka meningkatkan kebugaran jasmani. f. Menjadikan diri sebagai guru pendidikan jasmani yang pantas sebagai panutan bagi siswa. g. Memberikan perhatian penuh bagi perkembangan anak secara menyeluruh, termasuk sikap dan perlakuannya terhadap aktivitas jasmani yang dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan. h. Menggunakan strategi yang tepat untuk membentuk pola hidup sehat. i. Menggunakan gaya hidup aktif dan pelaksanaan aktivitas jasmani di luar pendidikan jasmani disekolah. j. Menghindari ucapan yang menyatakan bahwa aktivitas jasmani itu hanyalah membuang-buang waktu, dan sia-sia belaka. Sesuai dengan kodratnya, anak senang bermain. Ia senang melampiaskan kebebasannya untuk bergerak. Melalui bermain, anak disiapkan untuk menghadapi kehidupan nyata. Bermain mengajarkan kenyataan hidup. Untuk mencapai hal ini, maka perlu penyiapan strategi pengembangan program yang sistematis dan berkesinambungan. Sehingga tujuan betul-betul dapat tercapai dengan maksimal sesuai apa yang diharapkan. 26 2. Manfaat Sejarah Keolahragaan dan PJOK dalam Penanaman Sikap Peserta Didik a. Manfaat Edukatif Kegunaan sejarah yang pertama adalah sebagai edukatif atau pelajaran. Banyak manusia yang belajar dari sejarah.belajar dari pengalaman yang pernah dilakukan. pengalaman tidak hanya terbatas pada pengalaman yang dialaminya sendiri, melainkan juga dari generasi sebelumnya. manusia melalui belajar dari sejarah dapat mengembangkan potensinya. kesalahan pada masa lampau, baik kesalahan sendiri maupun kesalahan orang lain coba dihindari. sementara itu, pengalaman yang baik justru harus ditiru dan dikembangkan. dengan demikian, manusia dalam menjalani kehidupannya tidak berdasarkan coba-coba saja (trial and error), seperti yang dilakukan oleh binatang. Manusia harus berusaha menghindari kesalahan yang sama untuk Kedua kalinya. b. Manfaat Inspiratif Kegunaan sejarah yang kedua adalah sebagai inspiratif. berbagai kisah sejarah dapat memberikan inspirasi pada pembaca dan pendengarnya. belajar dari kebangkitan nasional yang dipelopori oleh berdirinya organisasi perjuangan yang modern di awal abad ke-20, masyarakat Indonesia sekarang berusaha mengembangkan kebangkitan nasional angkatan ke-2. Pada kebangkitan nasional yang pertama, bangsa indonesia berusaha merebut kemerdekaan yang sekarang ini sudah dirasakan hasilnya.untuk mengembangkan dan mempertahankan kemerdekaan, bangsa indonesia ingin melakukan kebangkitan nasional yang ke-2, dengan bercita-cita mengeajar ketertinggalan dari bangsa asing. Bangsa Indonesia tidak hanya ingin merdeka, tetapi juga ingin menjadi bangsa yang maju, bangsa yang mampu menyejahterakan rakyatnya. untuk itu, bangsa indonesia harus giat menguasai IPTEK karena melalui IPTEK yang dikuasai, bangsa indonesia berpeluang menjadi bangsa yang maju dan disegani, serta dapat ikut serta menjaga ketertiban dunia. c. Manfaat rekreatif Kegunaan sejaraha yang ketiga adalah sebagai kegunaan rekreatif.kegunaan sejarah sebagai kisah dapat memberi suatu hiburan yang segar. Melalui penulisan kisah sejarah 27 yang menarik pembaca dapat terhibur. Gaya penulisan yang hidup dan komunikatif dari beberapa sejarawa terasa a pu e ghip otis pe ba a. pe ba a aka erasa nyaman membaca tulisan dari sejarawan. konsekuensi rasa senang dan daya taraik penulisan kisah sejarah tersebut membuat pembaca menjadi senang. Membaca menjadi media hiburan dan rekreatif. Membaca telah menjadi bagian dari kesenangan. membaca tealah dirasakan sebagai suatu kebutuhan, yaitu kebutuhan yang untuk rekreatif. Pembaca dalam mempelajari hasil penulisan sejarah tidak hanya merasa senang layaknya membaca novel, tetapi juga dapat berimajinasi ke masa lampau. disini peran sejarawan dapat menjadi pemandu (guide). Orang yang ingin melihat situasi suatu daerah di masa lampau dapat membacanya dari hasil tulisan para sejarawan. 28 DAFTAR PUSTAKA Agus Mahendra. Pendidikan Jasmani Berbasis Masalah Gerak (disampaikan dalam lokakarya Pembelajaran Penjas Berbasis Masalah Gerak). Bandung, 2006. Anita Woolfolk, Educational Psychology, Active Learning Edition, Bagian Pertama, Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009 Ateng, Abdulkadir, Pendidikan Jasmani Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu Keolahragaan Guna Krida Prakasa Jati, 1993 Annarino, A.A., Copwell, CC, dan Hazelton, H.W, Curriculum Theory and Design in Physical Education, ST Louis : CV. Mosby Co. 1980. Bucher, C.A, Fundation of Physical Education, ST Louis : CV. Mosby Co. 1960 Dauer, Victor P, Dynamic Physical Education For Elementary School Children, Minnesota: Burgess Publishing Company, 1979 Gabbard, C, LeBlanc, E., dan Lowy, S. Physical Education for Children, Building the Foundation. New Jerse : Prentice Hall Inc. Engliwood,1987. Lutan, Rusli. Masalah, Tantangan dan Arah Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta : Makalah. Direktorat Jendral Oelahraga pelajar dan Mahasiswa. 2001. Sindentop, Daryl. Introduction to Physical Education, Fitness and Sport. London & Toronto: Mayfiled Publishing Company. 1994. Sukintaka, Filisophi, Pembelajaran dan Masa Depan Teori Pendidikan Jasmani, Bandung: Nuansa, 2004. Sukintaka. Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan. Bandung: Nuansa, 2001. -------------. Proceeding World Summiton Physical education. Berlin 3-5th.1999. Tamat, Tisnowati. Dan Mirman, Moekarto. Pendidikan Jasmani Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998 dan Kesehatan, Thomas, Jerry R., Lee, Amelia M. dan Thomas, Katherine T. Physical Education for Children. Champaign, Illinois: Human Kinetics Books. 1988 Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2014 Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2015 29 Undang-undang Negara Republik Indonesia, Nomor 3 Tahun 2005, Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Jakarta: Menegpora 2005 dasar SMP-MTs-SMPLB, Jakarta: Depdiknas, 2006 30 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB II ILMU FAAL OLAHRAGA DAN PENERAPANNYA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DR. IMRAN AKHMAD, M.PD KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 1 BAB II ILMU FAAL OLAHRAGA DAN PENERAPANNYA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA URAIAN MATERI A. Ilmu Faal Olahraga 1. Konsep Ilmu Faal Ilmu faal secara fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fungsi organ-organ tubuh. Ilmu faal praktikum adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan fungsi organ-organ tubuh akibat aktivitas olahraga. Ilmu faal olahraga yaitu mempelajari tubuh manusia dan bagian-bagiannya pada waktu olahraga. Faal olahraga sebagai ilmu amalan (Applied Science) merupakan dasar dari ilmu kedokteran olahraga. Ilmu dasar kehidupan manusia yang dimaksud di sini adalah Fisiologi atau Ilmu Faal, yaitu cabang Biologi yang mempelajari fungsi kerja alat-alat tubuh dalam kondisi normal dan proses-proses yang dilakukan oleh tubuh dalam upaya mempertahankan kondisi internal tubuh yang dinamis namun tetap dalam kisaran normal (homeostasis). Ilustrasi di samping menunjukkan sistem-sistem organ di dalam tubuh manusia. Sementara itu, yang dimaksud dengan olahraga adalah salah satu perwujuda dari kegiata fisik a usia ya g oleh u u dike al sebagai kerja . Jadi, olahraga dalam hal ini tidak hanya kegiatan yang khusus untuk tujuan ber-olahraga, seperti atletik (lari, lempar, lompat, dan tolak), senam, olahraga permainan, olahraga beladiri, latihan beban, dll. akan tetapi merupakan aktivitas fisik yang sering dilakukan sehari-hari, misalnya: berjalan, berlari, mendaki, mengangkat, dll. Ilmu Faal terbagi dua : 1. Ilmu faal dasar Ilmu faal dasar adalah ilmu yang mempelajari fungsi atau cara kerja organ-organ tubuh serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengaruh dari dalam maupun luar. 2 2. Ilmu faal olahraga Ilmu faal olahraga adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan fungsi atau cara kerja organ-organ tubuh, baik yang bersifat sementara maupan yang bersifat menetap karena melakukan pelatihan olahraga baik untuk tujuan kesehatan maupun prestasi. Dalam aktivitas sehari-hari manusia membutuhkan energi. Energi diperoleh dari zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Zat-zat makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia terurai menjadi energi dan juga digunakan untuk proses metabolisme tubuh, sedang sisa-sisa zat-zat makanan ini dan sisa-sisa metabolisme tubuh akan dikeluarkan oleh tubuh. Ekskresi merupakan salah satu proses pengeluaran zat dari tubuh. Selain ekskresi ada juga proses sekresi dan defekasi. Apa perbedaan antara ketiganya? 1. Ekskresi adalah proses pengeluaran sisa metabolisme. Zat tersebut diserap dan diangkut oleh darah dan dikeluarkan bersama urine, keringat dan pernapasan. 2. Defekasi adalah proses pengeluaran sisa-sisa pencernaan atau zat yang tidak mengalami pencernaan. Zat tersebut berupa feses yang dikeluarkan melalui anus. 3. Sekresi merupakan proses pengeluaran zat oleh kelenjar yang masih digunakan oleh tubuh. Zat yang dihasilkan berupa enzim dan hormon.Berikut akan kita bahas satu per satu alat-alat ekskresi pada manusia, sehingga anda dapat mendeskripsikan sistem ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. SISTEM EKSKRESI Sistem Ekskresi pada Manusia Proses metabolisme tubuh menghasilkan zat-zat sampah seperti karbondioksida, amonia, urea, asam urat, atau bahkan air. Zat-zat sampah ini apabila dibiarkan menumpuk di dalam tubuh akan meracuni dan berbahaya bagi tubuh. Untuk menghindari masalah akibat zat-zat sampah ini, zat-zat tersebut harus dikeluarkan dari sel, jaringan, kemudian tubuh. Proses pengeluaran zat-zat sampah ini dari sel, jaringan, dan tubuh disebut ekskresi. Berikut akan kita bahas satu per satu alat-alat ekskresi pada manusia, sehingga anda dapat mendeskripsikan sistem ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. 3 Sistem ekskresi pada manusia melibatkan alat-alat ekskresi yaitu ginjal, kulit, paru-paru, dan hati. Ginjal mengeluarkan urine, kulit mengeluarkan keringat, paru-paru mengeluarkan karbondioksida, dan hati mengeluarkan zat warna empedu. Ginjal (Ren) Ginjal manusia bentuknya seperti biji kacang merah. Terletak di dalam rongga perut bagian belakang, di sebelah kanan kiri tulang pinggang, sehingga sering disebut buah pinggang. Ginjal sebelah kanan sedikit lebih rendah karena terdesak oleh hati. Setiap ginjal panjangnya 6 – 7½ cm dan tebal 1½ – 2½ cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram Ginjal kiri biasanya berukuran lebih besar daripada ginjal kanan. Ginjal kanan lebih rendah letaknya daripada ginjal kiri karena terdesak oleh hepar (hati). Dari masing-masing ginjal dikeluarkan zat sisa penyaringan darah berupa urine (air seni) yang dialirkan melalui ureter menuju ke kandung kemih (vesika urinaria), kemudian melalui uretra dikeluarkan dari tubuh. Secara anatomis ginjal tersusun atas lapisan luar yang disebut kulit ginjal (korteks) dan lapisan sebelah dalam yang disebut sumsum ginjal (medula). Lapisan paling dalam berupa rongga ginjal yang disebut pelvis renalis. Bagian korteks mengandung jutaan alat penyaring yang disebut nefron. Satu nefron terdiri atas badan malpighi dan tubula. Badan malphigi tersusun atas kapsula Bowman dan glomerulus yang berupa gulungan pembuluh darah. Fungsi ginjal adalah menyaring darah. Dari proses penyaringan ini dkeluarkan zat sisa berupa urine. Proses di dalam ginjal meliputi penyaringan (filtrasi), penyerapan kembali zat-zat yang berguna (reabsorpsi), dan pengeluaran zat yang pada saat itu tidak diperlukan serta tidak dapat disimpan dalam tubuh (augmentasi). Ginjal menyaring darah sebanyak 1.500 liter per hari, sehingga ada beberapa zat yang harus dibuang melalui alat pengeluaran. Tahukah kamu zat-zat apa saja yang dibuang melalui ginjal? Urea, amonia, dan air dibuang melalui ginjal berupa urine. Urine yang dihasilkan dalam waktu satu hari lebih kurang 1,5 liter. 1. Urea 4 Urea dibentuk oleh hati dari protein yang tidak diperlukan darah. Urea terdiri atas zat nitrogen yang beracun bagi darah sehingga harus dibuang. Proses pembuangan ini disebut dengan ekskresi. 2. Amonia Amonia merupakan hasil dari perombakan protein. Senyawa ini berbahaya bagi tubuh sehingga harus dikeluarkan secara teratur melalui proses ekskresi. 3. Air Air sangat penting dalam proses metabolisme tubuh, tapi jika jumlah air terlalu berlebih akan membuat konsentrasi darah menjadi tidak konstan. Untuk itu, kelebihan air harus dibuang supaya keseimbangan konsentrasi darah terjaga. Proses ini disebut dengan osmoregulasi. Kulit (Integumen) Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat di permukaan tubuh. Pada permukaan kulit terdapat kelenjar keringat yang mengekskresi zat-zat sisa. Zat-zat sisa yang dikeluarkan melalui pori-pori kulit berupa keringat. Keringat tersusun dari air dan garam-garam mineral terutama garam dapur (NaCl) yang merupakan hasil metabolisme protein. Kulit merupakan jaringan yang terdapat pada bagian luar tubuh. Kulit memiliki banyak fungsi karena di dalamnya terdapat berbagai jaringan. Kulit terdiri atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan jaringan ikat bawah kulit. a. Epidermis (Kulit Ari) Kulit ari adalah kulit yang paling luar dan sangat tipis sekali. Kulit ari terdiri atas dua lapis, yaitu lapisan tandukdan lapisan malpighi. Lapisan tanduk Lapisan tanduk yaitu lapisan kulit ari yang paling luar dan merupakan lapisan mati sehingga mudah mengelupas, tidak memiliki inti, dan mengandung zat keratin. Lapisan ini akan selalu baru, jika mengelupas tidak akan terasa sakit atau mengeluarkan darah karena tidak terdapat pembuluh darah dan saraf. 5 Lapisan malpighi Lapisan malpighi merupakan kulit ari yang berada di bawah lapisan kulit tanduk. Lapisan ini tersusun dari sel-sel hidup yang selalu membelah diri. Pada lapisan ini terdapat pembuluh kapiler yang berperan untuk penyampaian nutrisi. Sel-sel yang hidup tersebut mengandung melanin. Produksi melanin akan meningkat jika terlalu banyak mendapatkan sinar matahari sehingga warna kulit akan menjadi lebih gelap. Pigmen lainnya adalah keratin. Jika pigmen keratin dan melanin bergabung, maka warna kulit menjadi kekuningan. Bila lapisan malpighinya tidak mengandung pigmen, maka orang tersebut dinamakan albino. Setiap orang memiliki pigmen yang berbeda-beda sehingga ditemukan bermacam-macam warna kulit seperti warna putih, sawo matang, kuning langsat, dan hitam. Di permukaan kulit ari terdapat pori-pori yang merupakan muara kelenjar minyak dan ditumbuhi oleh rambut, kecuali kulit ari yang ada di telapak tangan dan kaki tidak ditumbuhi rambut. Kulit ari pada telapak tangan dan kaki terdiri atas empat lapis, yaitu: 1) stratum korneum, 2) stratum granulosum, 3) stratum lusidum, dan 4) stratum germinalis. b. Dermis (Kulit Jangat) Kulit jangat atau dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis. Dermis lebih tebal dari pada epidermis. Dermis mempunyai serabut elastik yang memungkinkan kulit merenggang pada saat orang bertambah gemuk, dan kulit bergelambir pada saat orang menjadi kurus. Pada lapisan dalam dermis akan kamu temui: Pembuluh kapiler, berfungsi untuk menyampaikan nutrisi pada akar rambut dan sel kulit. Kelenjar keringat (glandula sudorifera), tersebar diseluruh kulit dan berfungsi untuk menghasilkan keringat. Kelenjar minyak (glandula sebaceae), berfungsi untuk menghasilkan minyak supaya kulit dan rambut tidak kering dan mengkerut. 6 Kantong rambut, memiliki akar dan batang rambut serta kelenjar minyak rambut. Pada saat dingin dan rasa takut, rambut yang ada di tubuh kita terasa berdiri. Hal ini disebabkan karena di dekat akar rambut terdapat otot polos yang berfungsi menegakkan rambut. Kumpulan saraf rasa nyeri, saraf rasa panas, saraf rasa dingin, dan saraf sentuhan. c. Jaringan Ikat Bawah Kulit Jaringan ikat bawah kulit berada di bawah dermis. Jaringan ini tidak memiliki pembatas yang jelas dengan dermis, sebagai patokannya adalah mulainya terdapat sel lemak. Pada lapisan kulit ini banyak terdapat lemak. Lapisan lemak berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap benturan, menahan panas tubuh, dan sebagai sumber energi cadangan. Kamu telah mengenal bagian-bagian dari kulit. Selain sebagai tempat pengeluaran, kulit juga berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh, tempat pembentukan vitamin D dari provitamin D, tempat menyimpan kelebihan lemak, sebagai pelindung, dan indera peraba. Dengan adanya berbagai jaringan yang terdapat di dalamnya, maka kulit dapat berfungsi sebagai: 1. Indra peraba dan perasa. 2. Pelindung tubuh terhadap luka dan kuman. 3. Tempat pembentukan vitamin D dari provitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet cahaya matahari. 4. Penyimpan kelebihan lemak. Kulit dan jaringan bagian bawah bekerja sebagai tempat penyimpanan air. 5. Pengatur suhu tubuh. Jika tubuh dalam keadaan dingin, pembuluh darah akan mengerut, dan kelenjar keringat tidak mengeluarkan keringat. Hal ini terjadi karena untuk mengurangi pengeluaran panas dari tubuh. Untuk mengimbangi keadaan ini, alat ekskresi yang berperan dalam keadaan dingin adalah ginjal, sehingga kita sering merasa ingin buang air kecil pada waktu dingin. Paru-paru (Pulmo) Paru-paru adalah organ yang bertindak sebagai alat pernapasan. Selain itu paru-paru juga bertindak sebagai alat ekskresi dengan mengeluarkan karbondioksida dan uap air. Kedua zat 7 ini harus dikeluarkan supaya tidak mengganggu fungsi tubuh. Paru-paru terletak di dalam rongga dada dan bagian bawahnya menempel pada diafragma. Paru-paru termasuk organ pengeluaran karena udara pernapasan yang dikeluarkan mengandung karbondioksida dan air yang dihasilkan dari kegiatan sel. Keluarnya air bisa dilihat ketika kamu bernapas dalam udara dingin berupa kabut. Setiap hari tubuh melepaskan kurang lebih 350 ml air dalam bentuk uap air melalui sistem pernapasan. Hati (Hepar) Hati merupakan kelenjar terbesar pada manusia, warnanya merah tua, dan beratnya sekitar 2 kg pada orang dewasa. Hati dapat dikatakan sebagai alat sekresi dan ekskresi. Mengapa hati dapat dikatakan sebagai alat sekresi? Hati menghasilkan empedu. Oleh karena itu, hati sebagai alat sekresi. Hati dikatakan sebagai alat ekskresi karena empedu yang dikeluarkan mengandung zat sisa yang berasal dari sel darah merah yang rusak dan dihancurkan di dalam limpa. Di dalam hati, sel-sel darah merah akan dipecah menjadi hemin dan globin. Hemin akan diubah menjadi zat warna empedu, yaitu bilirubin dan biliverdin. Zat warna empedu keluar bersama feses dan urine, dan akan memberi warna pada feses dan urine manjadi berwarna kuning. Hati ikut berperan dalam sistem pengeluaran karena sel-sel hati berfungsi sebagai tempat perombakan sel-sel darah merah dan menguraikan hameglobin sehingga menghasilkan zat warna empedu (bilirubin). Zat warna empedu ini dikeluarkan ke dalam urin dan feses. Hati juga berperan dalam pembentukan urea dari amonia, yang kemudian dikeluarkan lewat ginjal bersama urin. 1. Menghasilkan getah empedu Getah empedu dihasilkan dari hasil perombakan sel darah merah. Getah ini ditampung di dalam kantung empedu kemudiandisalurkan ke usus 12 jari. 2. Menghasilkan urea Urea adalah salah satu zat hasil perombakan protein. Karena zat ini beracun bagi tubuh maka harus dibuang keluar tubuh. Dari hati urea diangkut ke ginjal untuk dikeluarkan bersama urine. 8 Alat-alat ekskresi dapat mengalami gangguan karena adanya kelainan dan penyakit. Kelainan dan penyakit tersebut di antaranya terjadi pada ginjal dan kulit. Gangguan pada Ginjal a. Batu ginjal. Batu ginjal terjadi karena adanya endapan garam kalsium dalam ginjal sehingga menghambat keluarnya urinedanmenimbulkan nyeri. Penyakit ini dapat diatasi dengan pembedahan dan sinar laser.Tujuan dari pembedahan untuk membuang endapan garam kalium. Tujuan menggunakan sinar laser untuk memecahkan endapan garam kalsium. b. Radang ginjal (nefritis). Radang ginjal disebut nefritis. Radang ginjal terjadi karena adanya kerusakan nefron, khususnya glomerulus yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Rusaknya nefron mengakibatkan urine masuk kembali ke dalam darah dan penyerapan air menjadi terganggu sehingga timbul pembengkakan di daerah kaki. Penderita nefritis bisa disembuhkan dengan cangkokan ginjal atau cuci darah secara rutin. Cuci darah biasanya dilakukan sampai penderita mendapatkan donor ginjal yang memiliki kesesuaian jaringan dengan organ penderita. c. Gagal ginjal. Gagal ginjal terjadi jika salah satu ginjal tidak berfungsi. Kegagalan salah satu ginjal ini akan diambil alih tugasnya oleh ginjal lain. Namun, keadaan ini akan tetap menimbulkan resiko sangat tinggi. Karena menyebabkan penimbunan urea dalam tubuh dan kematian. Penyakit ini dapat diatasi dengan cangkok ginjal atau menggunakan ginjal tiruan sampai ginjal yang asli dapat kembali berfungsi. d. Glukosuria. Glukosuria adalah penyakit yang ditandai adanya glukosa dalam urine. Penyakit tersebut sering juga disebut penyakit gula atau kencing manis (diabetes mellitus). Kadar glukosa dalam darah meningkat karena kekurangan hormon insulin. Nefron tidak mampu menyerap kembali kelebihan glukosa, sehingga kelebihan glukosa dibuang bersama urine. e. Albuminuria. Albuminuria adalah penyakit yang ditunjukkan oleh adanya molekul albumin dan protein lain dalam urine. Penyebabnya karena adanya kerusakan pada alat filtrasi. 9 f. Hematuria. Hematuria adalah penyakit yang ditandai adanya sel darah merah dalam urine. Penyakit tersebut disebabkan adanya peradangan pada organ urinaria atau karena iritasi akibat gesekan batu ginjal. Gangguan pada Kulit a. Skabies. “kabies disebut pula seven-year itch . Pe yakit tersebut disebabka oleh parasit insekta yang sangat kecil (Sarvoptes scabies) dan dapat menular pada orang lain. b. Eksim (dermatitis). Eksim merupakan penyakit kulit yang akut atau kronis. Penyakit tersebut menyebabkan kulit menjadi kering, kemerah-merahan, gatal-gatal, dan bersisik. c. Jerawat. Jerawat merupakan gangguan umum yang bersifat kronis pada kelenjar minyak. Penyakit tersebut umumnya dialami anak-anak masa remaja. Jerawat biasanya menyerang bagian wajah, dada atas, dan punggung. Bekas jerawat dapat menimbulkan bopeng. Pemijitan jerawat secara tidak benar perlu kamu hindari, sebab hal tersebut dapat menyebabkan infeksi. Cara pencegahan timbulnya jerawat yang paling mudah yaitu makan makanan yang seimbang, cukup tidur dan olah raga, serta rajin menjaga kebersihan kulit. d. Biang keringat. Biang keringat dapat mengenai siapa saja; baik anak-anak, remaja, atau orang tua. Biang keringat terjadi karena kelenjar keringat tersumbat oleh sel-sel kulit mati yang tidak dapat terbuang secara sempurna. Keringat yang terperangkap tersebut menyebabkan timbulnya bintik-bintik kemerahan yang disertai gatal. Daki, debu, dan kosmetik juga dapat menyebabkan biang keringat. Orang yang tinggal di daerah tropis yang kelembapannya tidak terlalu tinggi, akan lebih mudah terkena biang keringat. Biasanya, anggota badan yang terkena biang keringat yaitu daki, leher, punggung, dan dada. e. Biduran. Biduran disebabkan oleh udara dingin, alergi makanan, dan alergi bahan kimia. Biduran ditandai dengan timbulnya bentol-bentol yang tidak beraturan dan terasa gatal. Biduran dapat berlangsung beberapa jam dan dapat juga berlangsung berhari-hari. Jika penyakit ini disebabkan oleh alergi, maka cara pencegahannya adalah dengan 10 menghindari bahan makanan dan produk kimia yang menyebabkan alergi. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan resep obat yang diberikan oleh dokter. f. Ringworm. Ringworm adalah sejenis jamur yang menginfeksi kulit. Infeksi ini ditandai dengan timbulnya bercak lingkaran di kulit. Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan menjaga agar kulit tetap kering dan tidak lembab. Pengobatannya dilakukan dengan mengkonsumsi obat anti jamur. e. Psoriasis. Psoriasis belum dapat disembuhkan secara total, tetapi pengobatan teratur dapat menekan gejala menjadi tidak nampak. Gejala yang ditimbulkannya adalah kulit kemerahan yang dapat terjadi di kulit kepala, sikut, punggung, dan lutut. Penyebab pasti dari penyakit ini belum bisa ditentukan, tetapi hasil dari banyak penelitian penyakit ini disebabkan adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh. Ada dua tipe sel darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh kita, yaitu sel limfosit T dan limfosit B. Pada psoriaris terjadi aktivasi limfosit T yang tidak normal di kulit. Ini menyebabkan kulit menjadi meradang secara berlebihan. f. Kanker kulit. Penyakit kanker kulit disebabkan oleh penerimaan sinar matahari yang berlebihan. Penyakit ini lebih sering menyerang orang yang berkulit putih atau terang, karena warna kulit tersebut lebih sensitif terhadap sinar matahari. Pencegahan dapat dilakukan dengan tabir surya atau menghindari kontak dengan sinar matahari yang terlalu banyak. Gangguan pada Hati a. Hepatitis. Hepatitis adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Virus hepatitis ada beberapa macam, misalnya virus hepatitis A dan hepatitis B. Hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis B lebih berbahaya daripada hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis A. . b. Penyakit kuning. Penyakit kuning disebabkan oleh tersumbatnya saluran empedu yang mengakibatkan cairan empedu tidak dapat dialirkan ke dalam usus dua belas jari, sehingga masuk ke dalam darah dan warna darah menjadi kuning. Kulit penderita tampak pucat kekuningan, bagian putih bola mata berwarna kekuningan, dan kuku jaripun 11 berwarna kuning. Hal ini terjadi karena di seluruh tubuh terdapat pembuluh darah yang mengangkut darah berwarna kekuningan karena bercampur dengan cairan empedu. Gangguan pada Paru-paru a. Asma. Asma dikenal dengan bengek yang disebabkan oleh bronkospasme. Asma merupakan penyempitan saluran pernapasan utama pada paru-paru. Gejala penyakit ini ditandai dengan susah untuk bernapas atau sesak napas. Penyakit ini tidak menular dan bersifat menurun. Kondisi lingkungan yang udaranya tidak sehat atau telah tercemar akan memicu serangan asma. b. Tuberculosis (TBC). TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat bintil-bintil. TBC dapat menyebabkan kematian. Sebagian besar orang yang terinfeksi oleh bakteri tuberculosis menderita TBC tanpa mengalami gejala, hal ini disebutlatent tuberculosis. Apabila penderita latent tuberculosis tidak menerima pengobatan maka akan berkembang menjadi active tuberculosis. Active tuberculosis adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh tidak mampu untuk melawan bakteri tuberculosis yang terdapat dalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi terutama pada bagian paru-paru. TBC dapat di atasi dengan terapi. Terapi TBC yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. Pengguna vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin). Vaksin BCG diberikan mulai dari bayi. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10-15 tahun, sehingga pada usia 12-15 tahun dapat dilakukan vaksinasi ulang. Pengobatan pada pasien latent tuberculosis. Pengobatan pada active tuberculosis dengan menggunakan antibiotik selama kurang lebih 6 bulan tidak boleh putus. c. Neumoni Penyakit ini disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur yang menginfeksi paruparu khususnya di alveolus. Penyakit ini menyebabkan oksigen susah masuk karena alveolus dipenuhi oleh cairan. 12 SISTEM SEKRESI Merupakan proses pengeluaran zat oleh kelenjar yang masih digunakan oleh tubuh. Zat yang dihasilkan berupa enzim dan hormon. Sistem Pencernaan Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyaan, penelanan dan pencampuran) dengan enzyme dan zat-zat yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Fungsi sistem pencernaan Fungsi primer saluran pencernaan adalah penyediaan suplai terus-menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, sehingga siap diasorbsi. Selama dalam proses pencernaan, makanan dihancjurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makan terjadi karena kerja berbagai enzim yang terkandung dalam berbagai cairan pencerna. Setiap jenis zat ini menpunyai tugas khusus menyaring dan bekerja atas satu jenis makanan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis lainnya. Susunan saluran pencernaan secara umum Saluran pencernaan makanan secara umum terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut: MulutPharynx (tekak) -Oesopha-gus (kerongkongan)-Ventrikulus/ gaster (lambung)-Usus halus-Colon (usus besar)-Anus. 1. Mulut (Oris) Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Secara umum mulut terdiri atas dua bagian yaitu : (1) Bagian luar yang sempit (Vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi, (2) Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu ronggo mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak kelenjarkelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selapput ini kaya akan pembuluh darah dan juga 13 memuat banyak ujung akhir syaraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir atau (mukosa). a. Rongga mulut Gigi Manusia memiliki dua susunan gigi dua yaitu gigi primer dan gigi sekunder. Gigi primer, dimulai dari ruang diantara dua gigi depan yang terdiri dari dua gigi seri, satu taring, dua geraham (molar), dan untuk total keseluruhan 20 gigi. Gigi sekunder, terdiri dari dua gigi seri, satu taring, dua premolar (bicuspid) dan tiga geraham (tricuspid) untuk total keseluruhan 32 buah. Juga gigi ada 2 (dua) macam, yaitu : Gigi sulung mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan. Gigi tepat (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah. Fungsi gigi adalah dalam proses mastikasi (pengunyaan). Manakan yang masuk dalam mulut dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan bercampur dengan saliva untuk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan. Lidah Lidah berfungsi untuk menggerakan makanan saat dikunyah atau ditelan. Selain itu juga untuk mengecapan dan produksi wicara. Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, dilekatkan pada frenulum lingua. Dibagian belakang pangkal lidah terdapat epiglottis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan tidak masuk ke jalan nafas. Kelenjar ludah Merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus wartoni dan duktus stensoni. Kelanjar ini mensekresi saliva ke dalam rongga oral. Kelenjar ludah (saliva) dihasilkan di dalam rongga mulut yang disyarafi oleh syaraf-syaraf tak sadar. b. Faring Merupakan organ yang menghibungkan rongga mulut dengan kerongkongan (osefagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan 14 terhadap infeksi. Disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, yang letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang. Jalan udara jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan, sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan nafas dan di depan dari ruas tulang belakang. c. Lambung (gaster) Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan osofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diapragma di depan pancreas dan limpa, menempel disebelah kiri fundus utreri. Bagian-bagian lambung Regia-regia lambung terdiri dari : 1. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak bagian kiri osteum dan biasanya penuh terisi gas. 2. Korkus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvantura minor. 3. Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk spinter pylorus. 4. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum dikardiak samapai ke pylorus. 5. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentak dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pylorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limfa. 6. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen masuk ke lambung pada bagian ini terdapat orifisium pilori. 15 Fungsi lambung 1. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltic lambung dan getah lambung. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interfal waktu yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran. 2. Produksi kimus, aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (masa homogeny setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum. 3. Digesti protein, lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida. 4. Produksi mucus, mucus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari sekresinya sendiri. 5. Produksi faktor intrinsik, yaitu gelikropotein yang disekresi sel parietal dan vitamin B12 yang didapat dari makanan yang dicerna di lambung yang terikat pada factor intrinsic. Kompek factor intrinsic vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, dimana tempat vitamin B12 di absorbsi. 6. Absorbsi, di lambung hanya terjadi absorbsi nutrient sedikit. Beberapa zat yang diabsorbsi antara lain beberapa obat yang larut lemak (aspirin) dan alcohol diabsorbsi apada dinding lambung serta zat yang larut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidaj jelas. d. Usus halus Adalah saluran pencernaan antara lambung dan usus besar, yang merupakan tuba terlilit yang merentang dari spinter pylorus sampai katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar. Susunan usus halus 1. Duodenum, Organ ini disebut juga usus 12 jari panjangnya 25-30 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pancreas yang menghasilkan 16 amylase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida. Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus halus. 2. Yeyenum Adalah bagian dari lanjutan dari duodenum yang panjangnya 1-1,5 m. 3. Ileum Ileum merentang sampai menyatu dengan usus besar dengan panjang 2-2,5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orivivium ileoseikalis, orivisium ini diperkuat oleh spinter, ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens tidak masuk kembali ke ileum. Mukosa usus halus, yaitu permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan microvilli memudahkan pencernaan dan absorpsi, lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang memperbesar permukaan ususpada penampang melintang villi dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon enzim dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan. Gerakan usus halus Pergerakan usus halus dipicu oleh peregangan dan secara reflek dikendalikan oleh system syaraf otak. Gerakan usus halus antara lain adalah: 1. Segmentasi irama, yaitu pergerakan percampuran utama dengan pencampur kimus dengan cairan pencernaan dan memaparkannya ke permukaan absorptive. Gerakan ini berupa gerakan konstriksi dan relaksasi yang bergantian dari cincincincin otot dinding usus yang membagi isis menjadi segmen-segmen dan mendorong kimus bergerak maju mundur dari satu segmen yang relaks ke segmen lain. Gerakan segmental memisahkan beberapa segmen usus dari yang lain, hal ini memungkinkan isis lumen yang cair bersentuhan dengan dunding usus dan akhirnya kemudian siap di absorbpsi. 17 2. Peristaltis, yaitu kontraksi ritmis otot polos longitudinal dan sirkuler yang mendorong dan menggerakan kimus kea rah bawah disepanjang saluran. 3. Gerakan pendulum (ayunan), menyebabkan isi usus bercampur. Fungsi usus halus 1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapilerkapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan proses sebagai berikut : menyerap protein dalam bentuk asam amino Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida 2. Secara selektif mengabsorbpsi produk digesti dan juga air, garam, dan vitamin. d. Hati (hepar) Organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnainya coklat dan berat nya 1500 gr. Letaknya dibagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hepar terletak di quadran kanan atas abdomen di bawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk (costae), sehingga dalam keadaan normal (hepar yang sehat tidak teraba). Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatica dan darah yang tidak teroksigenasi tetapi kaya akan nutrient vena porta hepatica. Pembagian hati Hati dibagi atas dua lapisan utama yaitu : 1. Permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma. 2. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus dan fisura longitudinal yang memisahkan bagian kanan 3. dan kiri dibagi atas hati, selanjutnya hati dibagi 4 belahan yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaludata, dan lobus quadratus. Pembuluh darah pada hati Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu : 1. Arteri hepatica, yang kelur dari aorta dan membrti 80% darah pada hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95-100% masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica. 18 2. Vena porta, yang terbentuk dari linealis dan vena mesentrika superior menghantarkan 20% darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa oksigen telah diambil oleh limpa dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah di absorbs oelh mukosa dan usus halus. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap bolulus disaluri oleh sebuah pembuluh sinusoid darah atau kapiler hepatica. Pembuluh darah halus berjalan diantara lobules hati disebut vena interlobular. Fungsi hati Sekresi 1. Hati memproduksi empedu dibentuk dalam system retikulo endothelium yang dialirkan ke empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbs lemak. 2. Menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa menjadi glikogen. Metabolisme 1. Hati berperan serta dalam mempertahankan homeostatic gula darah. 2. Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh. 3. Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang rusak dan hasil penguraian protein menghasilkan urea dari asam amino berlebih dan sisa nitrogen hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine. 4. Hati mensintesis, lemak dari karbohidrat dan protein. Penyimpanan 1. Hati menyimpan glikogen, lemak, vitamin A, D, E, K, dan zat besi yang disimpan sebagai peritin, yaitu suatu protein yang mengandung zat besi dan dapat dilepaskan bila zat besi diperlukan. 2. Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan disimpan disuatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. 19 Detoksifikasi 1. Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksivikasi toksin dan obat dan memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah. 2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu (mendetoksivikasi). 3. Membentuk dan menghancurkan sel-sel darah merah selama 6 bulan masa kehidupan vetus yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang belakang. e. Kandung empedu Sebuah kantong berbentuk terang dan merupakan membrane berotot, letaknya dalam sebuah lobus disebelah permukaan bawah hati samapi pinggir depannya panjangnya 8-12cm berisi 60cm3. Empedu yang dirpoduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang kemudian menjadi duktus hepatica kanan dan kiri. Duktus hepatica menyatu untuk membentuk duktus hepatic komunis yang kemudian menyatu dengan duktus sisticus dari kandung empedu dan keluar dari hati sebagai duktus empedu komunis. Duktus empedu komunis bersama dengan pancreas bermuara di duodenum atau dialihkan untuk penyimpanan di kandung empedu. Fungsi kandung empedu 1. Sebagai persediaan getah empedu dan membuat getah empedu menjadi kental. 2. Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati jumlah setiap hari dari setiap orang dikeluarkan 500-1000 ml sehari yang digunakan untuk mencerna lemak 80% dari getah empedu pigmen (warna), insulin dan zat lainnya. f. Pankreas Prankeas adalah kelejar telengolasi berukuran besar dibalik kurvatura lambung. Kelenjar pancreas Sekumpulan kelenjar yang strukturnya snagat mirip dengan kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari duodenum sampai ke limfa dan 20 beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis satu dan dua di belakang lambung. Fungsi pancreas 1. Fungsi eksokrin (asinar), tyang membentuk getah pancreas yang berisi enzimenzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung ion bikarbonat dalam konsentrai tinggi. Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus pancreas yang menyatu melalui duktus empedu komunis dan masuk ke duodenum di titik ampula hepatopankreas. Getah pancreas ini dikirin ke dalam duodenum melalui duktus penkreatikus, yang bermuara pada papilla vateri yang terletak pada dinding duodenum. Pancreas menerima darah dari arteri penkreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kafa inferior melalui vena pankreatika. 2. Fungsi endokrin (pulau langerhans), sekelompok kecil sel epitelium yang berbentuk pulau-pulau kicl atau kepulauan Langerhans, yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan indulin dan glucagon yang langsung dialrkan ke dalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melawati duktus untuk membantu metabolisme karbohidrat. g. Usus besar Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena sebagai tempat pembuangan, maka di usus besar sebagian nutrient telah dicerna dan di absorbs dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. Makanan biasanya memerlukan waktu 2-5 hari untuk menempuh ujung saluran pencernaan. 2-6 jam di lambung, 6-8 jam di usus halus, dan sisa waktunya berada di usus besar. 3. Manfaat Ilmu Faal Tubuh Dalam Penanaman Sikap Peserta Didik Pengaruh Latihan Fisik terhadap Organ Tubuh a. Terhadap jantung Data WHO menunjukkan bahwa penyakit jantung nerupakan penyebab pertama dari kematian. Setelah dilakukan penelitian ternyata bahwa kurangnya gerak fisik dan gaya hidup sehari-hari menjadi penyebab utama. Saat ini, perkembangan teknologi yang pesat 21 menyebabkan sebagian besar pekerjaan yang dilakukan oleh manusia menuntut aktivitas fisik yang rendah.sementara gaya hidup sehari-hari,mulai dari pola makan dan cara-cara mengisi waktu luang makin mendorong manusia untuk melakukan kegiatan-kegiatan keseharian yang kurang mendukung untuk hidup sehat. Kesadaran akan peran dan fungsi kegiatan fisik yang ada dalam pendidikan jasmani dan olahraga telah lama tumbuh ditengah tengah masyarakat dunia.pendidikan jasmani dan olahraga. Tidak lagi dipandang sebagai suatu kegiatan selingan yang hanya dilakukan dalam waktu luang, melainkan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari hari. b. Terhadap otot-otot Fungsi utama otot adalah bagian utama sistem mekanik tubuh. Dengan otot seorang dapat melakukan gerak seperti yang diinginkannya. Untuk melakukan mekanisme gerak tersebut otot konstraksi dan relaksasi. Secara anatomis, otot terdiri dari serabut-serabut otot. Sedangkan jumlah otot yang terdapat dalam tubuh lebih dari seluruh tubuh manusia. Dengan demikian,tubuh manusia dibentuk dan dibangun oleh serabut serabut otot. Tiap tiap otot memiliki suatu hubungan dengan saraf. Hubungan ini terjadi, sedemikian rupa hingga merupakan hubungan yang terintegratif. Segala sesuatu yang terjadi pada otot, secara langsung akan mempengaruhi saraf. Jumlah saraf dalam tubuh manusia lebih sedikit daripada jumlah otot. Latihan fisik yang teratur pada dasarnya memberikan rangsangan beban tertentu dengan sistematik terhadap otot-otot. Rangsangan tersebut akan mempengaruhi pembesaran srabut serabut otot bukan bertambahnya jumlah serabut. Dengan makin besarnya serabut otot, secara langsung akan mempengaruhi kekuatan dan kemampuan konstraksi otot untuk berkonstrajsi dan berelaksasi. Dengan kemampuan yang lebih baik untuk berkontraksi maka dapat dikatakan bahwa ia akan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lebih baik. Pada sisi lain, otot-otot yang terlatih akan membentuk tubuh yang lebih baik daripada otot yang tidak terlatih. Dengan otot-otot yang terlatij dengan baik, akan memperbaiki penampilan dan kepercayaan diri seseorang. 22 4. Ilmu Urai Tubuh Manusia a. Otot Ilmu yang mempelajari tentang otot dan struktur pendukungnya disebut miologi. Otot adalah dagi g tubuh. Otot e o jol da bergelo ba g dibawah kulit, da tersusu dalam lapisan bersilangan kearah bawah sampai ke tulang. Kita dapat mempelajari tentang otot secara makroskopis (mata telanjang) dan juga mikroskopis (dengan memakai mikroskop). Setiap jaringan otot memiliki kemampuan untuk berkontraksi (memendek) dan untuk berelaksasi (memanjang), kemampuan ini sesuai dengan fungsi otot sebagai alat gerak aktif. Otot memiliki peranan untuk menggerakkan tulang sehingga manusia bisa menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Selain tulang, otot juga bisa menggerakkan organ dalam semisal jantung. Otot menyebabkan pergerakan suatu organisme maupun pergerakan dari organ dalam organisme tersebut . Otot bekerja dengan cara berkontraksi dan beleraksasi Dalam prosesnya otot tubuh manusia berfungsi untuk menjalankan dan melaksanakan kerja organ tubuh seperti kaki, tangan da organ tubuh lain yang digunakan dalam aktifitas sehari-hari contohnya berjalan, mengangkat, dan memegang.Selain berfungsi menggerakkan organ tubuh luar manusia otot juga berfungsi menggerakkan jantung dan mengalirkan darah yang terdiri atas zat-zat baik itu nutrisi, oksigen dan zat-zat lainnya. Fungsi Otot Otot manusia bekerja dengan cara berkontraksi sehingga otot akan memendek, mengeras dan bagian tengahnya menggelembung (membesar). Karena memendek maka tulang yang dilekati oleh otot tersebut akan tertarik atau terangkat. Kontraksi satu macam otot hanya mampu untuk menggerakkan tulang kesatu arah tertentu. Agar tulang dapat kembali ke posisi semula, otot tersebut harus mengadakan relaksasi dan tulang harus ditarik ke posisi semula. Untuk itu harus ada otot lain yang berkontraksi yang merupakan kebalikan dari kerja otot pertama. Jadi, untuk menggerakkan tulang dari satu posisi ke posisi yang lain, kemudian kembali ke posisi semula diperlukan paling sedikit dua macam otot dengan kerja yang berbeda. 23 Berdasarkan cara kerjanya, otot dibedakan menjadi otot antagonis dan otot sinergis. otot antagonis menyebabkan terjadinya gerak antagonis, yaitu gerak otot yang berlawanan arah. Jika otot pertama berkontraksi dan otot yang kedua berelaksasi, sehingga menyebabkan tulang tertarik / terangkat atau sebaliknya. Otot sinergis menyebabkan terjadinya gerak sinergis, yaitu gerak otot yang bersamaan arah. Jadi kedua otot berkontraksi bersama dan berelaksasi bersama. Gerak antagonis yaitu kerja otot bisep dan trisep pada lengan atas dan lengan bawah. Otot bisep adalah otot yang mempunyai dua tendon (dua ujung ) yang melekat pada tulang dan terletak di lengan atas bagian depan. Otot trisep adalah otot yang mempunyai tiga tendon (tiga ujung ) yang melekat pada tulang dan terletak di lengan atas bagian belakang. Untuk mengangkat lengan bawah, otot bisep berkontraksi dan otot trisep berelaksasi. Untuk menurunkan lengan bawah, otot trisep berkontraksi dan otot bisep berelaksas antagonis yang lain yag dilkukan oleh manusia sehari-hari, misalnya: Ekstensor - Fleksor : meluruskan-membengkokan (Ekstensi adalah gerak meluruskan contohnya meluruskan lutut, siku dan ruas jari), (Fleksi adalah gerak yang membengkokkan contohnya membengkokkan siku, ruas jari dan lutut Abduktor - Adduktor : menjauhkan-mendekatkan (Abduksi adalah gerak menjauhkan contohnya gerak tungkai menjauhkan dari sumbu tubuh), (Adduksi adalah gerak yang mendekatkan sumbu tubuh contohnya gerak yang mendekatkan tungkai dengan sumbu tubuh) Depresor - Elevator : kebawah-keatas (Depresi adalah gerak menekan kebawah atau menurunkan) Supinator-Prenator : menengadah-menelungkup (Pronasi adalah gerak memutar lengan sehingga telapak menelungkup) (Supinasi adalah gerak yang memutar lengan sehingga tangan menegadah) Gerak Sinergis terjadi apabila ada 2 otot yang bergerak dengan arah yang sama. Contoh : gerak tangan menengadah dan menelungkup. Gerak ini terjadi karena kerja sama antara 24 otot pronator teres dengan otot pro nator kuadratus. Contoh lain gerak sinergis adalah gerak tulang rusuk akibat kerja sama otot-otot antara tulang rusuk ketika kita bernapas. Macam-Macam Otot Pada Manusia Otot manusia terbagi atas 3 yakni otot polos,otot lurik, dan otot jantung 1) Otot Polos Otot polos diartikan sebagai jaringan yang dibentuk oleh sel-sel otot dan menyerupai gelondong dimana bagian ujungnya cenderung runcing. Otot polos ini memiliki fibril atau serabut yang cenderung homogen. Karena itu, jika seseorang mengamatinya dengan menggunakan mikroskop maka ia akan menjumpai otot tersebut nampak polos tanpa garis-garis atau pola. Hal i i ya g e jadika kata polos e gekor pada je is otot yang satu ini. Otot polos ba yak disebut sebagai sel sebab ia e a g e e uhi u sur-unsur sel. Jika diamati lebih detil, maka otot polos serupa dengan kincir atau spindle-shaped dimana ujungnya runcing dan kadang bercabang. Ukuran otot polos ini variatif. Ukuran paling besar dijumpai pada rahim wanita yang sedang hamil. Angkanya bahkan mencapai 12x600 um. Sementara itu, yang paling kecil dijumpai pada bagian arteri kecil dengan ukuran 1x10um. Jika pada otot lurik dijumpai banyak inti, maka pada otot polos dijumpai hanya 1 dengan bentuk yang lonjing dan ujung yang cenderung tumpul. Contoh organ yang disusun oleh otot polos adalah sebagian besar organ pencernaan seperti esophagus, intestinum dan kolon. Ada dua jenis otot polos berdasarkan cara serabut saraf otot distimulasi untuk berkontraksi, yaitu: Otot Polos Unit Ganda, Otot ini memerlukan stimulus saraf eksternal untuk melakukan kontraksi. Contoh otot ini terdapat pada otot mata yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil. Otot Polos Unit Tunggal (viseral), Otot ini tidak memerlukan stimulus saraf eksternal untuk melakukan kontraksi, contoh otot ini terdapat pada lapisan dinding organ berongga (visera). 25 2) Otot Lurik Otot lurik, atau yang dikenal juga dengan nama otot rangka tak lain adalah jaringan yang menempel pada bagian rangka tubuh hewan atau manusia dimana peranan utamanya memang untuk pergerakan. Otot lurik atau Skeletal Muscle memiliki pigmen bernama mioglobin. Otot jenis ini merupakan otot yang paling banyak ditemukan dan mendominasi hampir seluruh tubuh hewan juga manusia. Mengapa disebut otot lurik? Alasannya adalah sebab jika diperhatikan melalu mikroskop, otot yang satu ini memang memiliki bagian atau daerah yang gelap (disebut juga myosin) dan area terang (disebut dengan aktin) yang bersusun secara selang seling. Pola yang ditampilkan wilayah gelap dan terang tersebut menyerupai lurik, oleh sebab itu dinamai otot lurik. Sementara itu, dinamakan otot rangka atau kerangka sebab otot yang satu ini memang melekat pada rangka manusa atau hewan. Contoh otot lurik yang paling mudah dilihat adalah otot bisep maupun trisep. Kedua otot ini terletak pada bagian lengan atas kita. Ia berbentuk silinder yang memanjang dan memiliki inti yang banyak dan berada di bagian tepi. Otot trisep juga bisep ini bekerja dan digerakkan oleh alam sadar kita berupa rangsangan yang disebabkan oleh aktifitas diinervasi saraf sadar atau saraf motorik kita. Otot trisep juga bisep ini cukup cepat juga kuat namun sangat mudah kelelahan. Adapun sumber energi otot lurik adalah energi berupa ATP yang merupakan hasil metabolisme dalam tubuh. Contoh : Otot Lengan,Otot Betis,Otot Perut,Otot Paha a) Struktur dasar otot rangka Otot rangka di bangun dari sekumpulan serat-serat otot. Beberapa serat otot berkumpul (menyatu) membentuk berkas-berkas otot yang di sebut fasikuli. Setiap berkas otot di bungkus oleh selaput (fasia) yang di sebut fasia propia. Selanjutnya, beberapa berkas otot bergabung menjadi satu membentuk otot atau suatu struktur selaput yang di kenal sebagai daging. Setiap otot di bungkus lagi oleh semacam selaput yang di sebut fasia superfisialis. Pada umumnya, beberapa otot dapat bergabung menjadi satu hingga membentuk struktur yang menyerupai kumparan. Bagian tengah yang mengembung di sebut 26 ventrikel atau empal, sedangkan kedua bagian ujungnya yang bersifat liat dan keras di sebut tendon. Ujung tendon yang melekat pada tulang dan dapat bergerak di sebut insersi. Ujung tendon lain yang melekat pada tulang yang tidak bergerak di sebut origo. b) Sifat kerja otot rangka Pada umumnya, otot rangka bekerja secara tim atau berkelompok. Misalnya, pada saat menekuk dan meluruskan tangan bekerja dua otot rangka, yaitu otot biseps dan otot triseps. Pada saat menekuk tangan otot biseps berkontraksi, sedangkan otot triseps relaksasi. Sebaliknya, pada saat meluruskan tangan otot triseps berkontraksi, sedangkan otot biseps relaksasi. Bentuk hubungan kerja sama antara otot biseps dan otot triseps semacam itu di sebut bersifat antagonis. Selain itu, beberapa otot lainnya dapat pula bekerja sama dengan cara saling mendukung . bentuk hubungan kerja sama otot demikian di sebut bersifat sinergis. Misalnya, gerak otot antara tulangtulang rusuk pada saat bernapas. c) Macam otot rangka pada tubuh manusia terdapat bermacam-macam otot rangka. Di perkirakan ada sebanyak 640 macam otot rangka dengan nama-nama tersendiri. Penamaan otot tersebut di tulis berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, berdasarkan ukuran otot (contohnya, otot gluteus maksimus), bentuk otot (contohnya, otot deltoid), lokasi otot (contohnya otot frontalis), arah berkas otot (contohnya otot rektus abdonimis), tempat peletakan otot (contohnya otot tibialis anterioe), jumlah pelekatan otot (contohnya biseps braki), dan aksi otot (contohnya otot ekstensor digitorum). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini di sajikan macam-macam otot rangka dan fungsinya : 27 Tabel 2.1: Otot dan fungsinya Otot Anterior Kepala dan leher Semisfinal kapitis Splenius kapitis Frontalis Orbikularis Okuli Zigomatikus Maseter Orbikularis Oris Anggota atas dan badan Latissimus dorsi Levator skapula Eksternal Obliki Rektus abdonimis Pektoralis Mayor Anggota bawah Adduktor longus Iliopsoas Sartorius Quadriseps femoris Pereneus longus Tibialis anterior Fleksor digitorum longus Ekstensor digitorum longus Meluruskan kepala dan leher dan menekuknya dari sisi satu ke sisi lain Menggerakan kepala dan memutar leher Mengerutkan dahi dan mengangkat alis mata Menutup mata (mengerdip) Menaikkan bagian sudut mulut (tersenyum) Mengatupkan rahang atas atau bawah Mengatupkan dan menjulur/menonjolkan bibir Otot yang memiliki permukaan yang paling luas untuk memutar dan meluruskan serta menurunkan lengan Mengangkat dan memutar bahu Memapatkan perut dan memutar badan Menekuk tulang belakang (membungkuk) Menekuk & menarik bahu & lengan (menarik lengan ke arah dada) Menggerakkan paha menjauhi sumbu tubuh Meluruskan/merentangkan paha hingga membentuk pantat Menekuk kaki dan meluruskan paha atau panggul Menekuk kaki (berjinjit) 3) Otot Jantung Otot jantung atau myocardium adalah otot yang bekerja secara terus menerus tanpa istirahat atau berhenti. Otot jantung merupakan perpaduan antara otot lurik dan otot polos karna adanya persamaan yang ada pada otot jantung misalnya, memiliki sisi gelap terang dan inti sel yang berada ditengah. Otot Jantung bekerja dibawah kesadaran manusia saraf yang memengaruhi otot jantung adalah saraf simpatik dan parasimpatik Otot jantung hanya terdapat pada jantung. Otot ini secara anatomis mempunyai ciri seperti otot lurik, tetapi berinti banyak dan terletak di tengah. Otot jantung mempunyai cabang-cabang yang menghubungkan sel satu dengan selsel lain disebut anastomosis. Batas antar selnya tampak jelas dan disebut diskus interkalaris. Jika didasarkan pada kalkulasi jumlah, maka otot yang paling sedikit dijumpai di dalam tubuh manusia maupun hewan adalah otot jantung. Mengapa? Sebab otot yang satu ini, sama seperti namanya, hanya berada di wilayah jantung saja. Otot jantung ini 28 sebe ar ya asih berkerabat de ga otot lurik a u ia erupaka je is otot lurik tidak sadar dan hanya ada di wilayah organ jantung. Otot jantung ini diliputi oleh sel-sel yang dinamakan cardiomycocyte atau yang dikenal juga dengan nama sel otot myocardiocyteal yang bisa berjumlah satu sampai dua. Dan lama kondisi yang jarang, sel tersebut bisa berjumlah tiga dan empat. Otot jantung melakukan kerja secara terus menerus dengan fungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Suara otot yang sedang memompa tersebut bisa didengarkan secara sayup berupa degupan. Otot ini bekerja di luar pengaruh saraf pusat atau perintah otak. Ia dipengaruhi oleh interaksi dia sayaraf yakni simpatetik mapun parasimpatetik yang berperan memperlambat maupun mempercepat denyutan jantung. Meski demikian, pengaruh tersebut tidak sama sekali berada di bawah alam sadar atau kontrol manusia. Otot ini bekerja umumnya secara lambat namun tidak mudah lelah. Otot jantung harus bekerja secara terus menerus seba jika tidak tentu makhluk hidup akan mengalami kematian. Tipe Serabut Otot Setelah mempelajari struktur otot secara keseluruhan dan proses kerja setiap miofibril, selanjutnya kita harus memahami lebih spesifik lagi tentang fungsi otot selama melakukan latihan. Daya tahan dan kecepatan seseorang selama latihan sangat tergantung kepada kemampuan otot untuk menghasilkan energi dan daya. Selanjutnya kita perhatikan bagaimana otot tersebut bekerja. Beberapa tahun yang lalu, para ahli anatomi dan histologi mengklasifikasikan otot menjadi dua macam, yaitu otot merah dan otot putih sesuai dengan warna yang mendominasi/terkandung dalam serabut otot. Berdasarkan pengklasifikasian ini, maka serabut otot merah lebih cocok/sesuai untuk kegiatan yang berlangsung dalam waktu lama, kontraksi yang lambat, untuk menyanggah postural, pekerjaan-pekerjaan otot untuk melawan gaya tarik bumi, sedangkan otot putih sangat sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat cepat, dan karena itu sangat banyak ditemukan pada otot-otot fleksor (untuk menekuk). 29 Namun belakangan ini, dengan mempergunakan alat-alat modern di bidang histokimia, pengujian unsur-unsur (pokok) kimia pada seluler memungkinkan penyediaan alat-alat yang berhubungan dengan aktivitas fungsional serabut otot menurut bentuknya. Karena itu, pengelompokan tipe serabut otot menjadi lebih teliti, sehingga hasil pengujian di laboratorium dapat membantu kita untuk mengerti, mengapa seseorang digolongkan sebagai tipe atlet daya tahan, sedangkan yang lain digolongkan sebagai atlet yang mengutamakan kecepatan dan atau kekuatan. Herbert A. deVries (1994) mengatakan, bahwa pengklasifikasian jenis serabut otot setidaktidaknya berdasarkan melalui empat cara pendekatan yang berbeda, yaitu: 1. Penglihatan secara anatomis: merah dan putih 2. Fungsi otot: cepat dan lambat atau cepat lelah dan tahan terhadap kelelahan 3. Kandungan biokimia: tinggi atau rendahnya kapasitas aerobik, dan 4. Sifat-sifat secara histokimia: jenis atau sifat enzim yang terkandung di dalamnya. Otot rangka manusia kalau dilihat dari sifat-sifat secara histokimia atau biokimia terdiri dari dua kelompok besar, yaitu: serabut otot lambat (Slow-Twitch Fibers – ST) dan serabut otot cepat (Fast-Twitch Fibers – FT), sedangkan Wilmore dan Costill (1994) mengatakan bahwa, ST Fibers hanya satu tipe, sedangkan FT Fibers masih dibagi lagi menjadi Fast-Twitch Fibers tipe a (Fta), Fast-Twitch Fibers tipe b (FTb), dan Fast-Twitch Fibers tipe c (FTc). Perbedaan antara Fta, FTb dan FTc memang belum diketahui dengan jelas, tetapi FTa dipercaya paling sering direkrut atau dipergunakan, tetapi jika dibandingkan dengan ST Fibers, maka ST Fibers yang paling sering dipergunakan, dan FTc paling jarang dipergunakan. Rata-rata setiap otot terdiri dari 50% ST Fibers dan 25% FTa Fibers. Sisanya 25% sebagian besar adalah FTb, sedangkan FTc hanya 1 – 3%. Sifat-sifat Slow-Twitch dan Fast-Twitch Fibers Istilah slow-twitch dan fast-twitch ini berasal dari perbedaan kecepatan kedua serabut otot tersebut beraksi. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh perbedaan bentuk dari miosin ATPase. Miosin ATPase adalah enzim yang berfungsi untuk memecah ATP sehingga menghasilkan energi yang dapat mendorong terjadinya kontraksi dan relaksasi otot. ST Fibers memiliki bentuk miosin ATPase yang lambat, sedangkan FT Fibers memiliki bentuk 30 miosin ATPase yang cepat dan aktivitasnya sangat tinggi, terutama pada tipe IIb, sehingga dapat menghasilkan percepatan memendek maksimal (maximal shortening velocity – Vmax) pada seluruh serabut otot. Di dalam merespon rangsangan persyarafan, ATP yang ada di FT Fibers lebih cepat dipecah dari pada yang ada di ST Fibers, dan sebagai hasilnya FT Fibers memiliki energi untuk berkontraksi lebih cepat dari pada ST Fibers. Di samping itu FT Fibers mempunyai kemampuan mengembangkan retikulum sarkoplasma lebih tinggi dari pada ST Fibers. Dengan demikian FT Fibers lebih mudah mengeluarkan kalsium ke dalam sel otot apabila mendapat rangsangan, sehingga dapat memberikan sumbangan dalam kemampuannya untuk bergerak lebih cepat. Akibat tinggginya aktivitas ATPase yang dimiliki oleh serabut tipe IIb ini menyebabkan tipe IIb merupakan serabut otot yang sangat kurang efisien jika dibandingkan dengan serabut otot yang lain, karena mengeluarkan energi yang lebih besar setiap unit kerja yang dilakukan. Kecepatan mengeluarkan kalsium dari retikulum sarkoplasma ini sangat penting sebagai “trigger” terjadinya kontraksi otot, sehingga pengembangan retikulum sarkoplasma yang buruk pada ST Fibers menyebabkan lambatnya dalam merespon rangsangan. Keadaan ini juga didukung oleh fakta bahwa troponin pada ST Fibers mempunyai afinitas yang rendah terhadap kalsium jika dibandingkan dengan FT Fibers. Akibatnya, kalsium yang dikeluarkan oleh retikulum sarkoplasma sangat lambat diikat oleh troponin pada ST Fibers untuk memulai kontraksi. Selanjutnya Junusul (2003) mengatakan, bahwa tipe IIa juga disebut sebagai tipe intermidiet (fast-oxidative-glycolytic fibers). Serabut ini mengandung biokimiawi dan sifat cepat lelah di antara tipe IIb dan tipe I. Oleh karena itu secara konseptual sifat serabut tipe IIa ini dipandang sebagai campuran antara sifat tipe I dan IIb, sehingga serabut ini sangat mudah beradaptasi (adaptable). Maksudnya dengan pelatihan daya tahan, kapasitas oksidatif tipe IIa ini dapat meningkat sampai pada level yang sama dengan tipe I, karena memiliki enzim aerobik yaitu succinic dehydrogenase (SDH) pada level yang tinggi. Di samping itu juga memiliki enzim anaerobik yang namanya phosphofruktokinase (PFK) juga pada level yang tinggi, sedangkan tipe IIb memiliki potensi anaerobik yang terbesar (McArdle, Katch, and Katch; 1994) dan kepadatan kapilernya sangat rendah, sehingga menurut deVries dan Housch (1994) seseorang yang secara genetik memiliki persentase FT 31 Fibers yang lebih besar merupakan potensi yang sangat besar untuk menjadi atlet pada nomor-nomor yang memerlukan power atau kecepatan (sprint). Berger (1982) lebih lanjut mengatakan bahwa ST Fibers memiliki kapasitas untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan dalam waktu lama karena ST Fibers memiliki lebih banyak mitokondria dengan enzim yang sangat penting untuk memecah karbohidrat dan lemak secara sempurna yang selanjutnya menghasilkan karbondioksida dan air. Karena untuk memecah karbohidrat dan lemak dibutuhkan oksigen, hal ini menguntungkan ST Fibers memiliki kapiler lebih banyak untuk mengsuplai oksigen melalui darah dari pada FT Fibers. Tetapi bagaimanapun juga ST Fibers mendapat kesulitan untuk menghasilkan energi dalam waktu yang relatif cepat untuk kegiatan yang intensif, karena ST Fibers memiliki simpanan karbohidrat (glikogen) dan kapasitas yang sedikit untuk memecah karbohidrat menjadi asam laktat sebagai energi. Tetapi FT Fibers, khususnya tipe IIa dapat menghasilkan energi melalui oksidasi sempurna seperti pada ST Fibers, maupun pemecahan karbohidrat menjadi asam laktat. Sedangkan tipe IIb sangat sesuai untuk kegiatan-kegiatan yang sangat singkat, karena hanya memiliki mitokondria dalam jumlah yang sangat sedikit dan kapasitas yang besar untuk memecah karbohidrat tanpa memerlukan oksigen. Kedua tipe serabut tersebut (tipe IIa dan IIb) sama-sama memiliki simpanan glikogen yang besar untuk penyediaan energi yang cepat, begitu juga dengan simpanan phosphocreatine (PC) pada FT Fibers lebih tinggi dari pada ST Fibers. FT Fibers selalu siap mengeluarkan daya (force) yang tinggi dan mengatasi penyediaan cadangan energi tambahan dari simpanan phosphocreatine atau FT Fibers mampu dan selalu siap untuk menyediakan ATP melalui glikolisis. Distribusi Serabut ST dan FT Fox, E.L., dkk., (1993) mengatakan, bahwa setelah manusia dilahirkan ke dunia, distribusi antara serabut otot ST dan FT sangat bervariasi. Setelah berumur 1 tahun, lebih dari 50% serabut otot terdiri dari serabut otot ST. Setelah itu, tidak terjadi perubahan yang besar di dalam distribusi serabut otot, tetapi akan terjadi perubahan di dalam ukurannya. Tidak seperti pada orang dewasa, ukuran serabut otot sangat bervariasi, tetapi pada anak-anak walaupun terjadi perubahan di dalam ukurannya, akan tetapi tidak terlalu bervariasi dan 32 otot quadriceps (paha bagian depan) merupakan pengecualian. Otot ini tetap konstan sebagai otot yang terbesar dari pada otot lainnya setelah berumur 2 tahun. Perbedaan ini diperkirakan karena menahan beban terus menerus, seperti menahan berat badan, jongkok dan berdiri. Pada anak-anak yang normal, ukuran serabut otot ST cenderung sama atau lebih besar dari pada serabut otot FT dan apabila otot itu lebih kecil perlu dicurigai adanya suatu penyakit. Ukuran serabut otot mempunyai korelasi yang baik dengan umur; akan tetapi anak yang lebih tua mempunyai ukuran diameter serabut otot yang lebih besar. Tidak terdapat perbedaan ukuran diameter serabut otot antara anak laki-laki dengan anak-anak perempuan sampai mereka berumur 8 tahun, dan mungkin tidak kelihatan sampai menjelang pubertas. Tabel 2.1. Struktur dan Sifat-sifat Fungsional Serabut Otot ST dan FT (FTa, FTb) Sifat-sifat Tipe Serabut Otot ST Aspek-aspek Persyarafan: Ukuran motoneuron Rekrutmen motoneuron Kecepatan konduksi syaraf motorik Ambang pengerahan syaraf motorik Aspek-aspek Struktural: Diameter serabut otot Pengembangan retikulum sarkoplasma Kepadatan mitokondria Kepadatan kapiler Kandungan mioglobin Afinitas troponin terhadap kalsium Substrat Energi: Timbunan fosfokreatin Timbunan glikogen Timbunan trigliserida Aspek-aspek Enzimatik: Tipe miosin ATPase Aktivitas miosin ATPase Aktivitas enzim glikolitik Aktivitas enzim oksidasi Aktivitas enzim mitokondrial Aspek-aspek Fungsional: Kekuatan kontraksi 33 FTa kecil besar rendah tinggi lambat cepat rendah tinggi kecil sedikit tinggi tinggi tinggi buruk FTb besar tinggi cepat tinggi besar besar banyak banyak tinggi rendah sedang rendah sedang rendah baik baik rendah tinggi tinggi rendah tinggi tinggi tinggi sedang rendah lambat rendah rendah tinggi baik cepat cepat tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi rendah baik sedang rendah tinggi tinggi Waktu kontraksi (Vmax) Waktu relaksasi Produksi daya/tenaga Efisiensi pemakaian energi Ketahanan terhadap kelelahan Elastisitas Persentase pada Tungkai: Pelari jarak jauh Pelari jarak pendek lambat lambat rendah tinggi tinggi rendah 80 23 cepat cepat tinggi rendah rendah tinggi cepat cepat tinggi rendah rendah tinggi 14 48 5 28 Sumber: Fox, E.L, Bowers, R W, & Foss, M.L (1993). The physiological basis for execises and sports. Iowa: WBC. Brown & Benchmark. b. Tulang Osteologi adalah Ilmu yang mempelajari sistem pertulangan pada manusia, dan untuk sistem pertulangannya sendiri dinamakan dengan skeleti atau rangka. Kerangka menyusun sekitar seperlima berat tubuh orang sehat. Keran itu kerangka memiliki keunggulan dapat memperbaiki diri sendiri jika rusak. Kerangka juga mampu menyesuaikan bentuk tulangnya menjadi lebih tebal dan kuat didaerah dengan beban tambahan. Kerangka dibedakan menjadi dua jenis yaitu kerangka aksial dan kerangka apendikular. Kerangka aksial terdiri dari tengkorak, tulang belakang, tulang rusuk, dan tulang dada. Kerangka apedikular terdiri atas tulang bahu, lengan, pergelangan dan tangan serta tungkai kaki, tumit dan telapak kaki. Dari 206 tulang, 80 tulang di kerangka aksial dan 64 tulang dikerangka apendikular atas dan 62 kerangka apendikular bawah. 1. Struktur Tulang Tulang adalah sejenis jaringan ikat yang sekuat baja seringan aluminium. Tulang terbuat dari sel khusus dan serat protein, dapat bergerak dan tidak mati, memperbaiki terus kerusakan diri sendiri dan mengatur ukuran dan bentuknya disaat tumbuh serta bereaksi terhadap tekanan. Disepanjang garis tengah tulang panjang (seperti femur, tibia atau humerus) terdapat kanal medulari atau rongga sumsum. Rongga ini berisi sumsum tulang merah, yang menghasilkan sel darah, sumsum kuning yang sebagian besar berupa jaringan lemak dan banyak pembuluh darah. Lapisan tulang spon mengelilingi rongga sumsum, dengan rongga menyerupaisarang lebah dilapisan tersebut juga terdapat kandungan sumsum. Lapisan spon dikelilingi lapisan tualan padat yang menyerupai cangkang keras, padat, dan 34 kuat. Kanal-kanal kecil menghubungkan rongga sumsum dengan periosterum-membrane yang menyelubungi permukaan tulang. Jaringan tulang berbentuk sel khusus dan serat protein, terutama kalogen terajut dengan air, Kristal mineral dan garam, karbohidrat serta Zat lain. Sel tulang termasuk didalamnya osteoblas yang mengapur tulang disaat pembentukan osteosit, yang menjaga struktur tulang agar tetap sehat, dan osteoklas yang menyerap jaringan tulang yang berdegenerasi atau tidak dibutuhkan. a) Tulang Berdasarkan Bentuknya Berdasarkan bentuknya, ada tiga macam kelompok tulang, yaitu tulang pendek, tulang pipih, dan tulang pipa. 1) Tulang Pendek Tulang pendek berbentuk bulat pendek dan berisi sumsum merah Contohnya ruas tulang belakang, tulang pergelangan tangan, tulang pergelangan kaki, dan ruasruas tulang jari. 2) Tulang Pipih Tulang pipih berbentuk pipih. Bagian dalamnya berongga-rongga seperti spons dan berisi sumsum merah. Sumsum merah berfungsi membentuk sel-sel darah dan selsel darah putih. Contohnya tulang rusuk, tulang dada, tulang belikat, dan tulang pelipis. 3) Tulang Pipa Tulang pipa berbentuk panjang dan bulat seperti pipa. Contohnya tulang lengan atas, tulang paha, dan tulang hasta. a) Tulang Berdasarkan Jaringan Penyusun Berdasarkan jaringan penyusunnya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang rawan dan tulang keras. 1) Tulang Rawan Tulang rawan bersifat liat dan lentur karena zat-zat antarsel tulang banyak mengandung zat perekat dan mengandung zat kapur. Zat perekat tulang adalah sejenis protein yang disebut kolagen. Zat ini sangat berperan dalam proses 35 penyambungan tulang apabila terjadi tulang retak atau patah. Contohnya telinga, hidung, dan di ujung-ujung tulang keras, tempat sambungan antaratulang 2) Tulang Keras Tulang keras bersifat kaku dan keras karena sebagian besar tersusun dari zat kapur dan fosfor. Makin tua umur seseorang makin tinggi kadar zat kapur dalam tulangnnya. Itulah penyebab tulang menjadi makin keras, tidak lentur, dan mudah patah. c) Tulang Berdasarkan Letaknya Rangka tubuh manusia terdiri tas tulang-tulang yang saling berhubungan. Berdasarkan letaknya, tulang penyusun kerangka tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi tulang tengkorak, tulang badan, dan tulang gerak. 1) Tulang Tengkorak Tulang penyusun tengkorak terdiri atas tulang pipih yang saling bersambungan. Pada sambungan antara tulang tengkorak bayi yang baru lahir terdapat celah yang lebar disebut fontanela. Tulang tengkorak berfungsi sebagai pelindung organ tubuh yang lunak dan penting, misalnya untuk melindungi mata dan otak. Selain itu, tulang tengkorak juga menentukan bentuk wajah. 2) Tulang Badan Tulang-tulang penyusun rangka dalam menentukan bentuk badan dan berfungsi melindungi alat-alat tubuh yang penting, misalnya jantung dan paru-paru. Rangka badan terdiri atas tulang belakang, tulang rusuk, tulang dada, gelang bahum dan gelang panggul. 2. Tulang Anggota Gerak Anggota gerak kita terdiri atas dua lengan dua tungkai. Lengan disebut anggota gerak atas dan tungkai (kaki) disebut anggota gerak bawah, Tulang lengan atas (humerus) berhubungan dengan gelang bahu pada ujung atasnya dan berhubungan dengan lengan bawah pada ujung lainnya. Tulang rawan bawah terdiri atas tulang pengumpil (radius) dan tulang hasta (ulna). Kedua macam tulang tersebut (radius dan ulna) berhubungan 36 dengan tulang-tulang pergelangan tangan. Tungkai (kaki) bagian atas berupa tulang paha (femur) yang berhubungan dengan gelang panggul. Ujung bawah tulang paha berhubungan dengan tungkai bawah yang tersusun atas tulang kering (tibia) dan tulang betis (fibula). Di antara kedua tulang tersebut dan tulang paha terdapat tulang tempurung lutut (patela). 3. Sendi a. Pengertian Dan Fungsi Sendi Sendi adalah tempat tulang berhubungan yaitu suatu struktur khusus seperti ruangan yang berfungsi sebagai penghubung antar tulang agar tulang dapat bergerak. Hubungan dua tulang tersebut dikenal dengan artikulasi. Tubuh manusia memiliki lebih dari 300 jenis sendi. Sendi tubuh yang paling banyak, serbaguna, dan mampu bergerak dengan bebas disebut sendi sinovial. Fungsi utama sendi adalah untuk memberikan fleksibilitas dan pergerakan pada tempatnya, juga sebagai poros anggota gerak. Ada beberapa sendi dalam tubuh yang hanya memberikan sedikit pergerakan, namun tetap saja sangat berfungsi untuk memberikan kestabilan pada tubuh kita. b. Macam-Macam Sendi 1) Synarthrosis/ Sendi Fibrous adalah hubungan atau persambungan tulang yang tidak memiliki ruang sendi. Sendi yang terjadi oleh adanya suatu kesinambungan sehingga diantara kedua ujung tulang yang bersendi terdapat suatu jaringan. Sendi yang berupa tulang-tulang bersambungan satu sama lain secara berkesinambungan dengan perantara sepotong jaringan penunjang. Ciri-ciri sendi ini adalah tidak mempunyai ruang sendi (cavum articulare) sehingga tidak memiliki capsula articulare, membran synoviale dan synovia, ciri lainnya adalah kedua tulang dihubungkan oleh suatu substansi antara yang berupa jaringan fibrous, cartilago atau tulang. Jaringan penunjang yang menghubungkan persendian terdiri dari tiga macam; Syndesmosis Berasal dari kata sy arti ya pertauta tula g, des ol arti ya jaringan ikat jadi berarti pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan ikat. 37 Syndesmosis dibagi menjadi empat macam yaitu : 1) Sutura yaitu; Jahitan dengan jaringan ikat di antara dua tulang yang pipih, 2) Ghomposis yaitu; Tulang yang satu berbentuk kerucut masuk ke dalam lekuk sendi yang sesuai dengan bentuk kerucut tersebut. 3) Syndemosis Elastic yaitu; Bersifat elastis atau lentur atau bingkas. 4) Syndesmosis Fibrosa yaitu; Menghubungkan dua tulang yang letaknya agak berjauhan. Synchondrosis Berasal dari kata sy arti ya pertauta tula g, ho dral arti ya tula g rawa jadi berarti pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan. Substansi penghubung dapat berupa cartilago hyalin adalah persendian sementara yang kemudian akan digantikan oleh tulang, maka hubungan ini akan menjadi synostosis. Contoh dari synchondrosis adalah discus epiphyscus yang menghubungkan antara epiphyse dan diaphyse; synchondrosis bentuk Y pada acetabulum yang menghubungkan os. ilum, os. ischii, dan os. pubhis, pada tulang coxae yang masih muda; cartolago costalis yang menghubungkan antara tulang iga (os. costac) dengan tulang dada (os. sternum). Synostosis Berasal dari kata sy arti ya pertauta tula g, ostosis arti ya jari ga Tula g jadi berarti pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan tulang. Merupakan pertautan tulang antara dua tulang yang asal mulanya dibangun sebagai dua tulang yang terpisah, semakin lama kedua tulang tersebut akan merekat satu sama lain. contoh synostosisadalah ephypisis dan diaphysis sesudah penulangan; os. ocipatale, 2) Diarthrosis/ Sendi Synoviale adalah persendian yang bergerak bebas dan semuanya banyak ragamnya dan mempunyai ciri-ciri yang sama. Hubungan antar tulang mempunyai ruang sendi yang disebut cavum articulare. Dibentuk oleh tulang-tulang yang bersambungan diikat dan diselubungi oleh sebuah bungkus dan jaringan ikat. Bagian Diarthrosis : a.Ujung-ujung Sendi, b. Simpai Sendi (Capsula Articularis), c. Rongga Sendi (Cavum Articulare), d. Alat-alat Khusus meliputi beberapa bagian yakni ; 38 Ligamenta atau Jaringan Ikat Bagian dari simpai sendi yang menebal tetapi kemudian terpisah dari simpai tersebut. Dibedakan menjadi ligamenta penguat untuk memperkuat fungsi sendi ligament pengatur untuk mengatur gerakan, menentukan arah gerakan padasendi itu; ligamneta penghambat untuk menghambat gerakan dalam suatusendi; ligamneta intraarcualia yaitu ligamneta yang sangat istimewa karena terletak di dalam rongga sendi. Disci dan Minisci Artikulares Discus adalah tulang rawan yang berbentuk cakram, miniscus adalah tulang rawan yang berbentuk cincin. Berfungsi sebagai penyangga untuk menerima tumbukan dan benturan, sebagai alat penyempurna kecocokan bentuk caput terhadap cavitasnya. Berdasarkan kemungkinan gerakannya dibedakan menjadi; a) Amphiathrosis (sendi kejur) adalah sendi yang mempunyai kemungkinan gerak sangat sedikit sekali. Contoh amphiartrhosis sacroiliaca, b) Articulatio (sendi). c. Sendi berdasarkan sumbu gerak 1. Sendi Sumbu Satu, terdiri dari : a. Gingglimus (sendi engsel) hinge-joint adalah sendi yang mempunyai sumbu gerak lurus pada arah panjang tulang dapat melalui kepala sendi. Contoh art. interphalangea, art. talocruralis. b. Articulus Trochoideus (sendi putar kisar) pivot-joint adalah sendi yang sumbu geraknya hampir berimpit dengan garis Panjang tulang yang bergerak atau tulang tinggal diam. Contoh art. radio ulnaris. 2. Sendi Sumbu Dua, terdiri dari : a. Articulus Ellipsoideus (sendi telur) condyloid-joint merupakan perpaduan antara dua bidang persendian yang berbentuk lonjong cembung dan lonjong cekung. Contoh art. radiocarpela. b. Articulus Sellaris (sendi pelana) saddle-joint, permukaan sendinya berbentuk pelana, artinya dalam permukaan Sembuny carpometacarpea. 39 cembung dan cekung. Contoh art. 3. Sendi Sumbu Tiga, terdiri dari : a. Articulus Sphaeroidea (sendi peluru) ball and socket-joint, gerakanya luas sekali karena cawan sendinya hanya sedikit saja menangkap kepala sendi. Contoh art. humeri. b. Enarthrosis Sphaeroidea (sendi buah pala) Gerakannya kurang luas karena kepala sendi lebih dari separo masuk kedalam cawan sendi. Contoh art. coxae. d. Komponen Pembentuk Sendi Ligamen, berfungsi untuk menghubungkan bagian luar ujung tulang agar menyatu dengan sendi, dan menjaga agar tidak terjadinya perubahan lokasi sendi dan tulang ketika bergerak. Kapsul Sendi, berfungsi untuk menghubungkan dua tulang pada sendi tersebut, merupakan bagian berserabut yang melapisi sendi dan memiliki rongga di dalamnya. Tulang Rawan Hialin, yaitu bagian yang melapisi kedua ujung tulang, berfungsi untuk menjaga tulang dari benturan atau gesekan saat terjadinya pergerakan. Cairan Sinovial, yaitu cairan pelumas pada ruang sendi. 40 DAFTAR PUSTAKA Fox, E.L., Kirby, T.E and Fox, A.N. Bases of fitness. New York: Macmillan Publishing Company, 1992. Junusul Hairy, . Fisiologi olahraga. Jilid I. Jakarta: Depdinas, 2003. http://tyaset4.blog.com/2010/02/anatomi-dan-faal. Diakses tanggal 25 Oktober 2015. McArdle, William D., Katch Frank I. & Katch, Victor L., Essentials of Exercise Phisiology, Philadelfhia: Lea & Fibiger, 1994. Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2014 Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2015 41 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB III ILMU GERAK DAN ILMU PENDUKUNG DALAM PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN DR. IMRAN AKHMAD, M.PD KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 1 BAB III ILMU GERAK DAN ILMU PENDUKUNG DALAM PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN URAIAN MATERI A. Kinesiologi dan Penerapannya dalam Olahraga 1. Pengertian Kinesiologi Kinesilogi berasal dari kata Kinesis - logos. Kinesis adalah gerak, logos adalah ilmu. Kinesiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari gerakan manusia yang efesien, efektif dan aman. Gerakan manusia yang efesien, efektif dan aman merupakan gerak yang baik (teknik yang baik). Karena setiap pola gerakan menggunakan energi (tenaga) yang efesien dalam mencapai hasil atau sasaran yang dituju (efektif) serta terhindar dari cedera dalam melakukan gerakan (aman). Misalnya seorang pemain bola basket dalam memasukkan bola ke ring basket dengan pola-pola gerak(teknik) yang menggunakan energi seminim mungkin (efesien) dengan hasil bola masuk ke ring basket (efektif), serta selama melakukan pola-pola gerak tidak terjadi cedera (aman). Untuk menganalisis gerak yang efesien, efektif dan aman berkaitan dengan analisis tulang dan sendi (anatomi), sistim otot saraf (fisiologi) dari gerakan manusia, dan asas- asas hukum mekanika yang dihubungkan dengan gerakan manusia (mekanika). Pendekatan ketiga bidang ilmu (anatomi, fisiologi dan mekanika) dapat memberi jawaban yang tepat bagaimana gerak yang efesien, efektif dan aman (teknik yang baik), mangapa teknik ini terjadi, dan seberapa tingkat kejadiaannya. Seperti halnya ilmuilmu lain, yang tak pernah berdiri sendiri. Kinesiologi ini untuk mempelajarinya dibutuhkan bantuan ilmu-ilmu lain. Dengan perkataan lain, kinesiologi adalah gabungan antara ilmu anatomi, fisiologi dan mekanika. Dari uraian di atas dapat disuimpulkan bahwan kinesiology adalah ilmu yang mempelajari gerak yang efesien, efektif dan aman didekati dari analisis rangka, otot dan hukum mekanika. Geak terjadi disebabkan karena beberapa factor diantaranya; 1) Faktor internal yaitu titik perkenaan gaya pada obyek sehubungan dengan titik berat obyek dan tahan disekitar lintasan gerak dan 2) Faktor eksternal yaitu gesekan , tahan udara dan 2 tahan air. Sebagai dasar terjadinya gerak, gaya dapat menghasilkan gerak, menghentikan gerak dan menghambat gerak. Gaya bekerja didasarkan pada; 1) Gaya internal adalah gaya yang di hasilkanoleh badan yang dikenakan pada benda atau badan lainnya (misalnya: gaya otot), dan 2) Gaya eksternal adalah gaya dari luar badan (gaya berat atau gaya gravitasi, gesekan, tahan udara dan air). Sedangkan gaya sangat menentukan objek yang didasarkan berdasarka; 1) besarnya gaya, 2) titik perkenaan gaya yang tepat pada obyek dan 3) Arah gaya. Kualitas gerak seseorang ditentukan oleh tingkat keseimbangan. Keseimbangan merupakan; (1) Titik berat tubuh disebut titik keseimbangan. Obyek tidak berubah (diam) Pada sikap berdiri normal manusia dewasa umumnya , titik berat terletak setinggi veterbrae saktalis ketiga atau setinggi oss sacrum sebelah atas. Seorang wanita agak lebih rendah sedikit karena panggul dan paha relatif lebih berat dan tungkai lebih pendek, 2) Stabilitas adalah tingkat keseimbangan. Ruang lingkup ilmu kinesiologi pada hakikatnya hampir sama dengan model pendidikan gerak dalam orientasi nilainya, tetapi menggunakan kegiatan gerak untuk mempelajari dasar-dasar disiplin gerak manusia (misalnya fisiologi latihan, biomekanika, dan kinesiologi). Karena itu, model inipun disebut juga sebagai pendidikan disiplin keilmuan olahraga. Penekanan pembelajaran model ini adalah pada pengembangan keterampilan memecahkan masalah, khususnya dengan menggunakan kombinasi antara pembelajaran konsep dan prakteknya di lapangan. Tujuan utamanya adalah menumbuhkan dan mengembangkan pemahaman kognitif tentang bagaimana dan mengapa suatu keterampilan gerak berlangsung demikian. Model ini didasari dua pendekatan yang khas dalam studi kinesiologi, yaitu pendekatan pertama, isi atau materi diatur dalam sebuah unit-unit kegiatan, dan konsep-konsep disiplin utama diintegrasikan dengan pengajaran keterampilan; pendekatan kedua, unit-unit kegiatan diatur di sekitar konsep-konsep khusus yang menjadi prioritas di atas pengajaran keterampilan. Dalam wilayah ini anak akan berhubungan dengan kemampuan untuk menciptakan daya (force), menyerap tenaga, mengatur keseimbangan, mengatur jarak, kecepatan, serta aliran gerak. 3 Praktek dalam kinesiologi adalah gerakan penilaian, kinerja, dan fungsi; dan rehabilitasi, pencegahan, dan manajemen gangguan untuk memelihara, merehabilitasi, dan meningkatkan gerakan, kinerja, dan fungsi di bidang olahraga, rekreasi, bekerja, olahraga, dan kegiatan umum kehidupan sehari-hari. 2. Hukum Gerak dalam PJOK a. Konsep Hukum Gerak Newton Gerak adalah proses perubahan tempat atau posisi dari suatu obyek ditinjau dari titik pandang tertentu. Hukum gerak dalam olahraga dikenal dengan hukum Newton. Hukum Newton terdiri dari 3 yang disebut dengan hokum Newton I, II, III tentang Gerak dan Penerapannya. Hukum Newton Pertama Hukum Pertama Newton tentang gerak sering pula disebut hukum kelembaman, kelembaman adalah sifat dasar dari sebuah benda. Yaitu benda akan mempertahankan kedaa ya. Huku perta a Newto berbu yi sebuah be da ya g dia aka tetap dia dan yang bergerak lurus beraturan akan tetap bergerak lurus beraturan selama tidak ada resulta gaya ya g bekerja pada ya atau bisa juga kali at ya dibalik e jadi sela a resultan gaya yang bekerja pada sebuah partikel sama dengan nol maka benda diam akan tetap diam atau bergerak dengan kecepata tetap aka bergerak de ga ke epata tetap atau jika resultan gaya (jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja pada benda) bernilai nol, maka kecepatan benda tersebut konstan. Dirumuskan secara matematis menjadi: ∑F=0 Artinya : Sebuah benda yang sedang diam akan tetap diam kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya. Sebuah benda yang sedang bergerak, tidak akan berubah kecepatannya kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya. Hukum pertama newton adalah penjelasan kembali dari hukum inersia yang sudah pernah dideskripsikan oleh Galileo. Dalam bukunya Newton memberikan penghargaan pada 4 Galileo untuk hukum ini. Aristoteles berpendapat bahwa setiap benda memilik tempat asal di alam semesta: benda berat seperti batu akan berada di atas tanah dan benda ringan seperti asap berada di langit. Bintang-bintang akan tetap berada di surga. Ia mengira bahwa sebuah benda sedang berada pada kondisi alamiahnya jika tidak bergerak, dan untuk satu benda bergerak pada garis lurus dengan kecepatan konstan diperlukan sesuatu dari luar benda tersebut yang terus mendorongnya, kalau tidak benda tersebut akan berhenti bergerak. Tetapi Galileo menyadari bahwa gaya diperlukan untuk mengubah kecepatan benda tersebut (percepatan), tapi untuk mempertahankan kecepatan tidak diperlukan gaya. Sama dengan hukum pertama Newton : Tanpa gaya berarti tidak ada percepatan, maka benda berada pada kecepatan konstan. Contoh nyata untuk konsep hukum kelembaman dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan kamu sedang naik kendaraan(mobil) yang bergerak atau melaju cepat tiba-tiba di rem mendadak. Apa yang terjadi dengan badan kamu? Pasti badan kamu akan terdorong kedepan. Atau contoh kedua ketika kamu sedang naik angkutan kota dengan laju tetap tiba-tiba angkutan kota digas atau kecepatnnya ditambah maka badan kamu akan terdorong ke belakang. Dari contoh pertama dan kedua memperlihatkan bahwa benda dalam hal ini cenderung akan mempertahankan keaadaannya. Jadi yang sedang bergerak akan tetap bergerak atau yang diam akan tetap diam bila tidak ada resultan gaya yang bekerja padanya. Hukum pertama Newton menyatakan keadaan keseimbangan sebuah partikel yaitu sebagai prasarat sebuah partikel berada dalam keadaan keseimbangan, yaitu sebuah partikel dikataka sei ba g bila ∑F = 0. Blogger disi i e yebut ya sebagai partikel sebab kalau untuk benda ada syarat tersendiri yang akan dibahas terpisah dalam posting keseimbangan benda Hukum Newton Kedua Hukum ke-2 Newton tentang gerak sebagai dasar untuk mempelajari dinamika gerak lurus yaitu, ilmu yang mempelajari gerak dengan memperhitungkan penyebabnya. Sebelum dinamika gerak lurus adalah Kinematika gerak lurus yaitu yaitu: ilmu yang 5 mempelajari gerak tanpa memperhitungkan penyebabnya. Hukum ke-2 Newton tentang gerak menyatakan bahwa percepatan yang diberikan oleh resultan gaya yang bekerja pada sauatu benda adalah sebanding dengan resultan gaya serta berbanding terbalik dengan massa benda. Satuan untuk gaya adalah kgm/s2 atau diganti dengan nama Newton seperti yang sudah dibahas dalam posting hukum pertama Newton. “atua Newto N harus ditulis de ga huruf kapital karena Newton menunjukan nama orang. Untuk contoh konsep percepatan dan gaya misalnya pada saat kamu naik sepeda, atau naik sepatu roda ketika menuju jalan yang menurun, maka sepatu roda kamu akan bertambah kecepatannya. Artinya gerak kamu yang memakai sepatu roda mengalami penambahan kecepatan. Gaya yang mengakibatkan benda jatuh di permukaan bumi atau sifat benda yang akan bergerak menuju kepermukaan bumi adalah gaya berat. Gaya berat adalah massa benda kali percepatan grafitasi atau dinyatakan dengan persamaan: W = m.a Keterangan: W = weight m = massa a= percepatan grafitasi bumi Hukum Newton Ketiga Hukum Newton ke-3 tentang gerak mengatakan bahwa: Jika benda pertama mengerjakan gaya pada benda ke-2, maka benda ke-2 akan mengerjakan gaya pada benda pertama, yang besarnya sama dan arah berlawanan. Hukum Newton ke-3 tentang gerak ini memperlihatkan bahwa gaya ini akan ada bila ada dua benda yang saling ber interaksi. Pada hukum ke-3 Newton ini gaya-gaya selalu berpasangan. Jika benda P mengerjakan gaya pada benda Q, maka benda Q akan mengerjakangaya pula pada benda P. Yang besarnya sama tapi arah berlawanan. Hukum Newton ke-3 tentang gerak ini dinamakan juga dengan hukum aksi-reaksi. Faksi = Freaksi 6 Penjelasannya adalah bila benda P mengerjakan gaya pada benda Q dinamakan sebagai gaya aksi, sebaliknya bila benda Q mengerjakan gaya pada benda P dinamakan dengan gaya reaksi. Besar gaya aksi-reaksi selalu sama tetapi arah berlawanan. Konsep fisika dari aksi reaksi adalah sebagai berikut: Pasangan aksi reaksi ada bila dua benda berinteraksi Aksi reaksi bekerja pada dua benda yang berbeda Aksi reaksi sama besar tetapi berlawanan arah contoh pasangan gaya aksi reaksi adalah: seorang anak memakai skate-board dan berdiri mengahadap tembok. Jika anak tersebut mendorong tembok(Faksi), maka tembok akan mendorong tangan dengan besar gaya yang sama tetapi berlawanan (Freaksi)sehingga anak tersebut terdorong ke belakang. Saat palu besi memukul ujung paku berarti palu mengerjakan gaya pada ujung paku(Faksi) maka paku akan memberikan gaya pada palu(Freaksi) Ketika kaki atlit renang menolak dinding tembok kolam renang(Faksi) maka tembok kolam renang kan mengerjakan gaya pada kaki perenang(Freaksi) sehingga perenang terdorong ke depan Terdapat kesalahan pemahaman diantara para siswa dalam mempelajari aksi reaksi diantaranya. Pasangan gaya berat dan gaya normal sering dikatakan sebagai aksi reaksi. Kenyataannya berdasarkan konsep bahwa gaya berat dengan gaya normal bukan bekerja pada dua benda yang berbeda tapi bekerja pada satu benda yang sama jadi pasangan gaya berat dan gaya normal bukan aksi reaksi. Yang merupakan pasanganaksi reaksi untuk sebuah benda yang di letakkan di atas meja adalah gaya berat atau gaya grafitasi benda yang ditarik bumi sebagai aksi maka benda pun akan menarik bumi sebagai gaya reaksi. Gaya Normal (N) adalah gaya kontak yang bekerja dengan arah tegak lurus dengan bidang sentuh jika dua benda bersentuhan. Contoh bila sebuah kotak di letakkan di atas meja maka permukaan meja akan mengerjakan gaya pada kotak. Contoh lain jalan akan memberikan gaya pada permukaan ban yang bersentuhan dengan jalan. Pasangan gaya tarik gravitasi antar planet dan matahari juga termasuk pasangan gaya aksi reaksi. 7 b. Penerapan Hukum-Hukum Newton tentang gerak dalam Kehidupan Hukum-hukum Newton tentang gerak dapat menjelaskan beberapa peristiwa gerak dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, alasan mengapa pengendara mobil dianjurkan untuk menggunakan sabuk pengaman. Menurut Hukum I Newton suatu benda akan cenderung mempertahankan kedudukannya. Jika benda diam, cenderung tetap diam, dan jika benda bergerak cenderung terus bergerak. Ketika naik mobil ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu mobil diam tiba-tiba bergerak dan ketika melaju kencang tiba-tiba mobil direm mendadak. Pada kemungkinan pertama(mobil diam tiba-tiba bergerak ),tidak terlalu berbahaya karena tubuh akan tertahan oleh jok mobil, tetapi pada kemungkinan kedua (mobil tiba-tiba di rem) sangat berbahaya karena tubuh akan cenderung bergerak dan jika tidak menggunakan sabuk pengaman tubuh bisa terhenyak pada dashboard mobil. Seseorang akan mengalami gaya tekan dasboard mobil sebesar 10 kali berat badannya jika dihentikan mendadak pada kelajuan 70 km/jam. Dengan menggunakan sabuk pengaman kecelakaan semacam itu dapat diminimalisiasi. Mobil-mobil terbaru selain dilengkapi sabuk pengaman, juga ditambah dengan balon udara yang akan menggembung jika terjadi tabrakan. Sabuk Pengaman Mengapa mobil perlu terus-menerus diinjak pedal gasnya agar kelajuan sepeda motor konstan? Selain gaya dorong mesin, mobil juga mengalami gaya-gaya gesekan baik dari mesin maupun udara. Menurut Hukum I Newton, agar benda bergerak dengan kelajuan konstan, resultan gaya harus sama dengan nol. Karena itu gaya gesekan ini harus diimbangi Ilmu Pengetahuan Alam 2 Paket 6 Penerapan Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 7 dengan gaya tarik/dorong mesin sepeda motor dengan cara digas. Ketika mobil bergerak dengan kelajuan konstan, gaya dorong mesin sama dengan gaya gesek. Mobil dan Gaya Gesekan Mengapa sepeda balap dirancang seringan mungkin? Sepeda Balap Dibuat Seringan Mungkin Menurut Hukum II Newton semakin ringan sepeda yang digunakan, semakin sedikit gaya yang harus diberikan agar sepeda melaju dengan percepatan tertentu. Semakin ringan sepeda berarti waktu yang diperlukan untuk mencapai kecepatan tertentu juga semakin cepat atau dapat dikatakan akselerasinya tinggi. Hal ini 8 tentunya juga dapat menghemat tenaga bagi pembalap. Karena itu, sepeda balap dibuat dari bahan khusus yang sangat kuat, tetapi juga sangat ringan. Mengapa seorang karateka harus mempunyai kuda-kuda yang kokoh? Karateka dan Kuda-kudanya Menurut Hukum III Newton, setiap ada aksi selalu ada reaksi. Menurut Hukum I Newton, benda yang memiliki inersia besar akan sulit digerakkan dan kalau Ilmu Pengetahuan Alam 2 Paket 6 Penerapan Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 8 bergerak sulit dihentikan. Dengan kuda-kuda yang baik, seorang karateka seolah-olah menyatu dengan lantai sehingga inersianya besar. Dengan demikian, tidak mudah roboh ketika terpukul lawan. Apa sajakah aplikasi Hukum I, II dan III Newton dalam bidang pekerjaan? Hukum I, II dan III Newton amat diperlukan dalam berbagai bidang pekerjaan terutama yang berkaitan dengan mekanika. Perancangan dan konstruksi bangunan misalnya banyak memanfaatkan Hukum I dan III Newton tentang gerak karena konstruksi bangunan lebih banyak memerlukan kajian statika atau mekanika pada benda-benda diam. Sementara, para insinyur yang bekerja dengan benda-benda bergerak sering memerlukan perhitungan yang cermat terkait dengan penerapan Hukum II Newton tentang gerak. Berbagai Kegiatan Mekanika Beberapa contoh permasalahan mekanika yang lain antara lain sebagai berikut. Dua buah balok dihubungkan dengan sebuah tali ringan melalui sebuah katrol yang tanpa gesekan. Benda 50 kg terletak di atas lantai yang memiliki koefisien gesekan 0,2, sementara benda 30 kg tergantung di udara. Berapakah percepatan sistem benda? Gaya-gaya yang Bekerja pada Sebuah Benda dan Diagram Gayanya Ilmu Pengetahuan Alam 2 Paket 6 Penerapan Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 9 Karena terdapat geseka a tara balok 0,2.50.9, = 9 .a T 9 N da la tai, berlaku ru us: f N = − Pada 2, berlaku ru us: g g N ges = μ. = μ. . = .a 2 2 − = Jika dua buah persamaan tersebut dijumlahkan, akan didapatkan: 2,4 s2 m Jadi percepatan sistem benda adalah 2,4 m/s2. Dua buah balok dihubungkan dengan sebuah tali ringan melalui sebuah katrol yang tanpa gesekan. Benda 50 kg terletak di atas lantai yang memiliki koefisien gesekan 0,8, sementara benda 30 kg tergantung di udara. Berapakah percepatan sistem benda? Jawab Sketsa gaya-gaya yang bekerja pada sistem benda dapat digambarkan sebagai berikut. Gaya-gaya yang Bekerja 9 pada Sebuah Benda dan Diagram Gayanya Karena terdapat ada gesekan antara balok 1 dan la tai, berlaku ru us: f N g N ges = μ. = μ. . = 0, .50.9,8 = 392 392N Pada m2, berlaku ru us: Jika dua buah persa aa tersebut diju lahka aka didapatka : ,2 s2 a = − Meskipun secara matematis perhitungan tersebut benar, dalam kenyataannya tidak mungkin benda bergeser ke kiri. Inilah salah satu sifat gaya gesekan yang penting. Jika gaya tarik besarnya lebih kecil daripada gaya gesekan, Ilmu Pengetahuan Alam 2 Paket 6 Penerapan Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 10 benda masih dalam keadaan diam. Jadi, karena gaya tarik 294 N sementara gaya gesekan statis maksimum adalah 392, sesungguhnya benda tetap diam. Menurut hukum I Newton, besarnya gaya gesekan adalah 294, yakni saling menghilangkan dengan gaya tarik yang disebabkan oleh benda 2. Balok A massanya 2 kg dan balok B massanya 3 kg terletak di atas lantai yang licin sempurna. Sistem Dua Buah Balok Dikenai Gaya Jika balok A mendapatkan gaya dorong sebesar 50 N, carilah: a) percepatan tiap-tiap balok! b) gaya aksi-reaksi antara balok A dan balok B! Jawab: Percepatan tiap-tiap balok dapat dihitung dari perbandingan gaya dengan keseluruhan massa sistem. 10 . 5 50 s2 N m a F A B = = + Σ = Jadi per epata siste be da adalah 0 /s2. U tuk e ari gaya aksi reaksi antara kedua balok kita dapat menerapkan hukum II Newton untuk salah satu balok. Misalnya balok A resultan gaya adalah selisih gaya dorong dan gaya reaksi balok B ( BA f ). Pada balok A berlaku ru us: 2 50 50 BA A BA A f f a F − = − = Σ = f N BA 50 − = 2.10 = 20 Jadi = 30 N Gaya tersebut sama dengan gaya yang diterima oleh balok B akibat aksi balok A Ilmu Pengetahuan Alam 2 Paket 6 Penerapan Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 11 Rangkuman 1. Permasalahan gerak dalam kehidupan sehari-hari dapat dijelaskan dengan menggunakan Hukum Newton tentang gerak. 2. Permasalahan gerak pada benda diam dan benda bergerak dengan kelajuan konstan dapat dianalisis dengan Hukum-hukum Newton I tentang gerak. 3. Permasalahan gerak pada benda yang bergerak dengan percepatan konstan dapat dianalisis dengan Hukum-hukum Newton II tentang gerak. 4. Permasalahan yang terkait dengan hubungan antar benda-benda dapat dianalisis dengan Hukum-hukum Newton III tentang gerak. 10 B. Sistem Energi Tubuh Setiap bentuk aktivitas yang memerlukan energi (tenaga) disebut sebagai kerja. Kerja yang dilakukan manusia dapat bersifat karya dan kerja yang bersifat olahraga. Energi merupakan prasyarat penting untuk suatu unjuk kerja fisik selama beraktivitas termasuk berlatih dan bertanding dan kedua jenis kerja tersebut memerlukan energi yang sama, yakni energi yang telah tersedia di dalam tubuh manusia. Pada dasarnya ada dua jenis sistem energi yang diperlukan dalam setiap aktivitas gerak manusia, yang secara garis besarnya dikelompokan menjadi (1) sistem energi anaerob, dan (2) sistem energi aerob. Kedua sistem energi tersebut tidak dapat dipisahkan secara mutlak selama aktivitas kerja otot berlangsung. Sistem energi merupakan serangkaian proses pemenuhan tenaga yang secara terus menerus dan saling silih berganti. Adapun letak perbedaan di antara kedua sistem energi tersebut adalah pada ada dan tidaknya bantuan oksigen (O2) selama proses pemenuhan kebutuhan energi berlangsung. Energi yang dirubah dari bahan makanan pada sel otot kedalam suatu ikatan energi tinggi yang dikenal dengan Adeninosin Triphosphat (ATP) yang tersimpan didalam sel otot, seperti namanya, ATP terdiri dari satu molekul edeninosin dan tiga molekul phosphate. Energi dibutuhkan untuk kontraksi otot, dibebaskan dengan merubah ATP bertenaga tinggi ke ADP + P (Adenosin diphospate + phosphate) (Mathews dan Fox, 1971). Sewaktu satu molekul phosphate dipecah, maka ADP +P dibentuk dari ATP dan energi yang dilepaskan. Persediaan ATP dalam sel otot sangat terbatas, walaupun begitu, suplai ATP harus secara berkesinambungan diganti lagi untuk memudahkan aktivitas fisik secara berkelanjutan. Penyediaan ATP dapat diganti melalui ketiga sistem energi, tergantung dari jenis kegiatan yang dilakukan. Ketiga sistem tersebut adalah (1). Sistem ATP-PC, (2) Sistem asam laktat dan (3) Sistem O2 atau oksigen. Kedua sistem pertama, mengganti ATP dengan sistem tanpa oksigen dan dikenal dengan sistem anaerobik, sedangkan sistem ketiga menghasilkan ATP malalui bantuan oksigen atau lebih dikenal dengan sistem aerobik Sistem anaerob selama proses pemenuhan kebutuhan energinya tidak memerlukan bantuan oksigen (O2), namun menggunakan energi yang telah tersimpan di dalam otot. Sebaliknya, sistem energi aerob dalam proses pemenuhan energi untuk bergerak 11 memerlukan bantuan oksigen (O2) yang diperoleh dengan cara menghirup udara yang ada disekitar dan diluar tubuh manusia melalui sistem pernapasan. Sistem Anaerob Kita mengetahui bahwa energi adalah sumber utama yang didapatkan melalui sumber makanan yang kita makan. Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana menggunakanya selama latihan, terutama pada proses kontraksi otot. Makanan yang kita makan tidak langsung digunakan untuk latihan atau kerja, namun ada sumber energi yang paling utama secara langsung dapat digunakan untuk berlatih adalah ATP (adenosine triphosphate) yang tersimpan dalam sel otot. Struktur ATP adalah sangat komplek, yaitu tersusun adeninosin dan tiga unsur phospate. Secara umum sistem energi anaerob dapat dikelompokan lagi menjadi dua sistem, yaitu (1) anaerob alaktik dan (2) anaerob laktik. Sistem energi anaerob alaktik adalah sistem ATP-PC dan sistem anaerob laktik adalah sistem glikolisis (asam laktat). Dalam proses pemenuhan kebutuhan energi, sistem anaerob alaktik tidak menghasilkan asam laktat, sebaliknya pada sistem energi anaerob alaktik dalam prosesnya menghasilkan asam laktat. Kedua sistem energi tersebut sama-sama tidak memerlukan bantuan oksigen dalam proses pemenuhan energi. Pada setiap awal kerja otot, kebutuhan energi dipenuhi oleh persediaan ATP yang terdapat di dalam sel otot. Artinya sumber tenaga yang pertama kali dipakai dalam setiap bentuk aktivitas kerja otot adalah ATP, yang hanya mampu menopang kerja selama kira-kira 5 detik bila tidak ada sistem energi yang lain. Agar kerja otot mampu berlangsung lebih lama lagi, maka diperlukan Phospo Creatin (PC) yang mampu memperpanjang kerja selama kirakira sampai dengan 10 detik. Namun apabila kerja masih harus berlangsung lebih lama lagi, maka kebutuhan energi yang diperlukan dipenuhi oleh sistem glikolisis atau asam laktat (glikolisis anaerob). Sistem glikolisis anaerob mampu memperpanjang kerja selama kira-kira sampai dengan 120 detik. Selama berlangsungnya proses pemenuhan energi anaerob, di dalam jaringan otot dan darah akan terjadi timbunan asam laktat. Apabila timbunan asam laktat semakin banyak dan tidak mampu digenerasi lagi menjadi sumber energi (dalam proses sistem asam laktat), maka akan menyebabkan terjadinya kelelahan pada otot. Sehingga bila asam laktat didalam 12 otot melebihi kapasitasnya akan menjadi sampah sisa pembakaran yang mengganggu proses pemenuhan energi dan kerja otot. Salah satu tanda dari kelelahan otot adalah terjadinya kejang otot (kram), yang disebabkan oleh tidak lancarnya proses regenarsi asam laktat didalam otot. Berikut ini disajikan ringkasan dari ciri-ciri sistem energi anaerobik alaktik dan laktik. Ciri-ciri sistem energi : a. Anaerobik Alaktik 1. Intensitas kerja maksimal 2. lama kerja kira-kira 10 detik 3. Irama kerja ekplosif (cepat mendadak) 4. Aktivitas menghasilkan Adheninosin diphospat (ADP) + energi b. Anaerob laktik 1. Intensitas kerja maksimal 2. lama kerja antara 10 sampai 120 detik 3. Irama kerja eksplosif 4. Aktivitas menghasilkan asam laktat dan energi Sistem Aerob Setelah proses pemenuhan energi berlangsung selama kira-kira 120 detik, maka asam laktat sudah tidak dapat digenerasi lagi menjadi sumber energi. Untuk itu, diperlukan oksigen (O2) untuk membantu proses regenarasi asam laktat menjadi sumber energi kembali. Oksigen (O2) diperoleh melalui sistem pernapasan, yakni dengan cara menghirup udara yang ada disekitar manusia. Oksigen yang masuk melalui sistem pernapasan digunakan untuk membantu pemecahan senyawa glikogen dan karbohidrat. Sistem aerob ini digunakan untuk memulihkan ATP dan juga untuk meghasilkan energi selama kerja otot selanjutnya. Ciri-ciri sistem aerob 1. Intensitas kerja sedang 2. Lama kerja lebih dari 3 menit 3. Irama gerak (kerja) lancara dan terus menerus (kontinyu) 13 4. Selama aktivitas menghasilkan karbon dioksida + air (CO2+H2O) Perlu disampaikan bahwa tidak semua efek latihan dapat mengalami perubahan seperti apa yang telah kita susun dalam program latihan. Efek atau pengaruh latihan tergantung pada tipe latihan yang dilakukan dari program latihan-latihan anaerobik maupun aerobik adalah sebagai berikut. a. Perubahan Aerobik Terdapat tiga perubahan yang terjadi pada latihan aerobik, terutama pada latihan endurance: 1. Bertambahnya Myoglobin (pigmen yang mengikat oksigen) Pada otot-otot skelekton setelah melakukan latihan, misalnya pada latihan lari maka otot kaki yang banyak mengalami perubahan. Dimana fungsi utama dari myoglobin membantu difusi oksigen dari membran sel ke mitokondria dimana digunakannya. 2. Menaikan oksidasi karbohidrat (glikogen) Latihan olahraga meningkatkan kapasitas otot-otot skelekton untuk memecahkan glikogen dengan adanya oksigen (oksidasi) menjadi CO2 + H2 O dengan produksi ATP, dengan kata lain kapasitas otot untuk mengadakan energi aerobik bertambah. 3. Menaikan Oksidasi Lemak Seperti glikogen, oksidasi lemak menjadi CO2 + H2 O dengan produksi ATP dengan adanya oksigen akan bertambah dengan sebagai akibat latihan-latihan olahraga dimana lemak merupakan sumber terbesar dari otot skelekton selama melakukan latihan-latihan endurance. Kenaikan dalam mengoksidasi lemak merupakan keuntungan dalam meningkatkan penampilan latihan. Perubahan Anaerobik Perubahan aerobik pada otot skelekton yang disebabkan karena latihan olahraga adalah kenaikan kapasitas dari: 1. Sistem phosphagen (ATP-PC). 2. Anaerobik glikolisis, yaitu sistem asam laktat. 14 Kenaikan kapasitas sistem phosphagen (ATP-PC). Kapasitas dari sistem ATP_PC naik, karena adanya 2 macam perubahan biokhemis, yaitu: a. bertambahnya simpanan ATP-PC dalam otot. b. Bertambahnya aktivitas enzim yang penting pada sistem ATP-PC. Simpanan ATP – PC di dalam otot ternyata dapat naik sampai 25 % setelah melakukan program latihan lari jarak jauh selama 7 bulan dengan frekuensi latihan 2-3 kali dalam 1 minggu. Juga konsentrasi dari PC di dalam otot anak laki-laki berumur 11-13 tahun naik sampai 40 % setelah latihan selama 4 bulan. Karena phospagen merupakan sumber energi yang sangat cepat yang ada untuk otot. C. Psikologi Olahraga Psikologi merupakan pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia/peserta didik baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, berjalan, melompat, memukul dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya. Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia/peserta didik, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari. Dan manusia/peserta didik pada dasarnya merupakan proses-proses hidup multi demensi (hologram), dengan permasalahan tingkah laku dan bergerak karena pengaruh gaya eksternal maupun gaya internal. Gaya eksternal diartikan sebagai gaya yang timbul dari pengalaman luar diri seseorang yang bergerak, sedangkan gaya internal adalah gaya yang timbul dari pengalaman dalalm diri seseorang yang bergerak. Psikologi olahraga adalah ilmu psikologi yang diterapkan dalam bidang olahraga, meliputi faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap atlet dan faktor-faktor di luar atlet yang dapat mempengaruhi penampilan atlet. Psikologi olahraga merupakan salah satu 15 dari tujuh sub-disiplin ilmu keolahragaan yang telah berkembang selain sport medicine, sport biomechanics, sport pedagogy, sport sociology, sport history dan sport philosophy. Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Semenjak bangun tidur sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai tingkah laku. Dengan demikian objek ilmu psikologi sangat luas. Karena luasnya objek yang dipelajari psikologi, maka dalam perkembangannya ilmu psikologi dapat dikelompokkan, diantaranya: psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi olahraga, dan sebagainya. Psikologi pendidikan sebagai studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia. Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang digunakan oleh guru dan peserta didik pun senang melakukannya, namun di sisi lain terlihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks pendidikan jasmani menekankan pada peserta didik, karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Padahal pendidikan jasmani akan mendukung pengembengan olahraga “Quality Phisical Education Through Positive Sport E periences” Elliot dkk (1999) menyatakan bahwa psikologi pendidikan merupakan penerapan teori-teori psikologi untuk mempelajari perkembangan, belajar, motivasi, pengajaran dan permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan. Dari tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa penerapan psikologi olahraga, dalam pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (PJOK) mempelajari penerapan teori-praktek psikologi sesuai karakteristik remaja peserta didik dalam rangka pendidikan. Dalam psikologi pendidikan dibahas berbagai tingkah laku yang muncul dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Psikologi olahraga dengan psikologi pendidikan mempelajari seluruh tingkah laku manusia apa adanya sesuai karakteristiknya yang terlibat dalam proses pendidikan keseluruhan. Manusia yang terlibat dalam proses pendidikan ini ialah guru dan peserta didik, yang sudah matang dalam penghalusan pengembangan keterampilan gerak, akan dan sudah lepas dari remaja. Objek yang dibahas dalam psikologi adalah aktivitas jasmani dan olagraga serta tingkah laku peserta didik yang berkaitan dengan proses belajar dan tingkah laku peserta 16 didik yang dibelajarkan oleh guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Sehingga objek utama yang dibahas dalam psikologi pendidikan disini adalah masalah belajar, latihan dan pembelajaran, pada psikologi olahraga pada tubuh yang bergerak dengan kemauan yang muncul dari dalam psikisnya. Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu pelayanan yang diperuntukkan pada peserta didik sampai usia remaja menuju dewasa, oleh karena itu dalam psikologi pendidikan juga dibahas aspek-aspek psikis atau gejala kejiwaan yang terdapat pada peserta didik terutama ketika terlibat dalam proses belajar. Sedang menggunakan seluruh organ tubuh, otaot dan saraf/neuromuskuler pada aspek fisik dalam meteri fisiologis. Gejala-gejala Gangguan Psikologi pada Peserta Didik Tiap tingkat perkembangan berbeda karakteristiknya khususnya kelas I awal pada pola gerak sampai dengan perbaikan dan penghalusan keterampilan gerak untuk di sekolah. Setiap tingkat perkembangan memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu sama lain pada pola geraknya. Apabila seorang guru sudah memahami bahwa pada setiap tingkat perkembangan karakteristik anak itu berbeda, maka guru dalam pembelajaran PJOK akan menyesuaikan diri terhadap karakteristik peserta didiknya. Dengan demikian pelajaran oleh guru kepada para peserta didik akan berbeda di tiap-tiap peserta didik kelasnya. Perkembangan pada sport education yang seringkali absen dari pembelajaran pendidikan jasmani pada umumnya adalah: musim, anggota team, pertandingan/kompetisi formal, puncak pertandingan, catatan hasil, perayaan hasil kompetisi. 1. Musim (season) dalam latihan dan kompetisi diakhiri kompetisi. 2. Anggota (team) agar semua peserta didik membentuk menjadi salah satu anggota team olahraga sampai satu musim selesai. 3. Kompetisi formal mengandung tiga arti, yaitu: festival, meraih kompetensi, pertandingan pada level yang berurutan. Dilakukan berselang-seling dengan latihan dan format yang berbeda-beda: misal dua lawan dua, tiga lawan tiga dan seterusnya hingga pada tingkatan yang sesuai dengan kemampuan peserta didik. 17 4. Puncak pertandingan dalam pembelajaran permainan umumnya, pertandingan seperti ini sering dilakukan, namun setiap peserta didik belum tentu masuk anggota team sehingga terkadang lepas dari konteksnya (class meeting). 5. Catatan hasil hal ini dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan masuk goal, tendangan ke goal, curang, kesalahan-kesalahan dsb, disesuaikan kemampuan peserta didik. Ini dilakukan peserta didik dan guru dijadikan feedback baik bagi individu maupun team. 6. Perayaan hasil kompetisi ini upacaya penyerahan medali berguna meningkatkan makna dari partisipasi merupakan aspek sosial dari pengalaman yang dilakukan peserta didik. semua ini oleh Siedentop dijadikan alasan untuk mengatakan bahwa proses pembelajaran pada umumnya tidak lengkap dalam mengajar peserta didik melalui olahraga, untuk itu diharapkan olahraga dapat diekstrakurikuler. Psikologi pendidikan memberikan sumbangan berupa pemahaman secara alami aktivitas belajar di ruang kelas. Psikologi pendidikan memberikan bekal kepada guru mengenai karakteristik siwa bukan manusia dewasa, karena mengenai umur, berat dan tinggi badan, kelainan fisik, penyakit bawaan, kondisi perubahan tubuh dan sebagainya dalm proses pembelajaran secara umum di ruang kelas dan mengembangkan teon yang lebih luas lagi di ruang kelas. Keberhasilan guru di dalam kelas disebabkan karena guru itu memahami atau mengerti betul tentang karakteristik anak didiknya. Anak didik bukan benda tetapi merupakan manusia sebagai hologram yang memiliki pikiran, perasaan dan kemauan. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran peserta didik dipandang sebagai subjek bukan sebagai objek. Dengan demikian pengetahuan tentang kondisi peserta didik di dalam kelas mutlak harus dipahami oleh seorang guru. Psikologi memberikan pemahaman mengenai perbedaan individual. Di dunia ini tidak ada dua atau lebih individu yang sama. Demikian pula guru dalam tugasnya akan menghadapi para peserta didik di dalam kelas dengan berbagai variasi. Dengan demikian guru hendaknya memberikan pelayanan dengan gaya mengajar yang berbeda kepada semua peserta didik sesuai dengan karakteristiknya atau secara multilateral. Psikologi pendidikan juga memberikan pemahaman tentang model-model gaya mengajar 18 yang efektif untuk peserta didik. Psikologi pendidikan mamberikan pengetahuan tentang cara mengajar yang tepat, dan mengembangkan pola mengajar dengan strategi-strategi baru. Dengan demikian seorang guru yang telah memahami pengetahuan psikologi pendidikan akan memahami model mana yang paling efektif dalam pelaksanaan tugas sebagai pendidik pengajar. Psikologi pendidikan memberikan sumbangan kepada guru sehingga mampu memahami problem anak didik dan memahami sebab-sebab timbuInya problem. Masalah, sesungguhnya berbeda-beda dalam pengatasannya tergantung kepada tingkat umur, latar belakang sosial ekonomi dan budaya. Pada akhirnya dengan memahami problem anak didik ini guru dapat membantu anak mengatasi problemnya. Dengan pengetahuan tentang kesehatan mental dalam psikologi pendidikan, guru akan dapat memahami beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya mental tidak sehat ataupun maladjusmen sehingga pada akhirnya guru dapat membantu memecahkan masalah yang dialami oleh para peserta didiknya dan mampu mempersiapkan para peserta didiknya sehingga memiliki mental yang sehat. Penyusunan kurikulum hendaknya menggunakan prinsip-prinsip psikologi. Prinsip ini menyatakan bahwa tiap-tiap tingkat umur berbeda tingkat perkembangannya. Pada setiap tingkat perkembangan, gaya mengajar harus diberikan berbeda model gaya mengajar yang terpilih pengajarannya, karena SMA pada pola gerak sampai penghalusan perbaikan keterampilan gerak. Pemanfaatan Psikologi Olahraga dalam Pembelajaran PJOK Mencermati pembelajaran PJOK kenyataan yang ada bahwa pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang digunakan oleh guru dan peserta didikpun senang bermain dan berolahraga, namun di sisi lain terlihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks pendidikan jasmani tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada peserta didik, karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan. Hal ini siwa bergerak bukan karena hasil kemenangan dan ketentuan lainnya, namun bagaiman prosesnya peserta didik dalam pembelajaran dapat melakukan aktivitas yang tersedia. 19 Sejak dini peserta didik sudah menyenangi gerak, karena manusia adalah mahluk yang bergerak. Setiap peserta didik akan berbeda minatnya, karena peserta didik yang baru berani keluar dari keluarganya dan masih tumbuh kembang, pada usia peserta didik ini dalam rangka pembentukan sejak dini. Dikarenakan masih dalam rangka pembentukan, maka peserta didik akan menentukan kemauannya sendiri dan juga setiap manusia atau peserta didikpun juga memiliki kemauan dari dalam pikirannya yang disebut dengan kualitas kesadaran. Kualitas kesadaran manusia ditentukan oleh mutu kemampuan: (1) untuk menyatakan kebutuhan, keinginan dan dorongan-dorongan, (2) untuk menggunakan segala daya, (belajar, berpikir, dan berlatih), (3) untuk memelihara dan mengendalikan diri dalam menanggulangi kekacauan batin, dan (4) untuk memperoleh dan menguasai reaksi bela diri yang efektif dalam menghadapi tantangan bada iah da bati iah (Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, 1988; 208). Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. (Peraturan Mendiknas No. 22. Tahun 2006). D. Sosiologi Olahraga 1. Definisi Sosiologi a. Sosial, sosial dapat berarti kemasyarakatan. 1) struktur sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari terendah sampai tertinggi. Contoh: kasta. 2) diferensiasi sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau tanpa membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri. Contoh: agama. 3) integrasi sosial - pembauran dalam masyarakat, bisa berbentuk asimilasi, akulturasi, kerjasama, maupun akomodasi. 20 b. Sosialisasi Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. 1) Tipe sosialisasi Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut. a) Formal Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer. b) Informal Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa 21 yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak? Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus. 2) Proses Sosisalisasi a) Agen Sosial Anak belajar berperilaku melalui social learning. Yang termasuk agen sosial adalah guru, pelatih, teman sejawat, anggota keluarga dan atlet ternama. Faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pria dan wanita dalam olahraga : Proses untuk memperlakukan anak pria dengan wanita dalam cara yang berbeda. Pengaruh langsung dari sikap perlakuan orang tua, termasuk masyarakat luas. b) Situasi Sosial Faktor lain yang berpengaruh terhadap partisipasi dalam olahraga dan keterampilan berolahraga ialah lingkungan fiskal dimana kegiatan bermain atau berolahraga dilakukan. c) Karakteristik Personal Bagaimana persepsi anak tentang kemampuan nya dalam olahraga dianggap berpengaruh terhadap keterlibatannya dalam kegiatan tersebut. 3) Konsep Diri Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut. a) Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain. 22 Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba. b) Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita. Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia. c) Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut. Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri. Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya. c. Sosiologi Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan dan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, 23 perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat yang dipandang dari sudut hubungan antar manusia yang terwujud dalam suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan dan memunculkan struktur sosial, nilai, norma, pranata, peranan, status, individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat, sosiologi telah memberi kontribusi pada disiplin ilmu lain untuk keperluan praktis dalam mengkaji dan memecahkan masalah yang muncul. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan disiplin ilmu terkait. E. Tahapan Perkembangan Gerak 1. Konsep Perkembangan Gerak Pada dasarnya perkembangan mencakup dua unsur yaitu kematangan dan pertumbuhan. Perkembangan merupakan istilah umum yang merujuk pada kemajuan dan kemunduran yang terjadi hingga akhir hayat. Pertumbuhan merupakan aspek struktural dari perkembangan. Sedangkan kematangan berkaitan dengan perubahan fungsi pada perkembangan manusia. Perkembangan motorik secara konsep diartikan sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak manusia. Sedangkan psikomotorik lebih khusus digunakan pada domain mengenai perkembangan manusia yang mencakup gerak manusia. Jadi motorik memiliki ruang lingkup yang lebih luas dari pada psikomotorik. Perkembangan merupakan istilah umum yang mengacu pada kemajuan dan kemunduran yang terjadi hingga akhir hayat. Pertumbuhan adalah aspek struktural dari perkembangan. Sedangkan kematangan berkaitan dengan perubahan fungsi pada perkembangan. Dengan demikian, perkembangan meliputi semua aspek dari perilaku manusia, dan hasilnya dipisahkan kedalam periode usia. 24 Dukungan pertumbuhan terhadap perkembangan sepanjang hidup merupakan sesuatu yang berarti. Perkembangan motorik adalah suatu perubahan dalam perilaku gerak yang memperlihatkan interaksi dari kematangan makhluk dan lingkungannya. Perkembangan motorik merupakan perubahan kemampuan gerak dari bayi sampai dewasa yang melibatkan berbagai aspek perilaku dan kemampuan gerak. Aspek perilaku dan perkembangan motorik saling mempengaruhi satu sama lain. Perkembangan motorik dapat didefiniskan sebagai perubahan dalam perilaku gerak yang merefleksikan interaksi dari kematangan organisme dan lingkungannya. Perkembangan motorik lebih memperhatikan pada gerak yang dihasilkan (movemen tproduct). Perkembangan motorik juga lebih menekankan pada proses gerak (movement process). Beberapa pakar berpendapat bahwa perkembangan motorik juga dapat didefinisikan sebagai perubahan kompetensi atau kemampuan gerak dari mulai masa bayi (infancy) sampai masa dewasa (adult hood) serta melibatkan berbagai aspek perilaku manusia. Pada usia ini anak Sekolah Menengah Atas (SMA) berada pada periode adolesensi, dimana pertumbuhan berlangsung sangat pesat karena dipengaruhi oleh kerja hormonal. Pada masa adolesensi ditandai dengan perkembangan seksualitas remaja, yaitu dapat dilihat dengan ciri seks primer dan seks sekunder. Ciri seksualitas primer dibedakan melalui jenis kelamin, yaitu pris dan wanita. Pada remaja pria ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi, seperti adanya mimpi basah. Hal ini terjadi akibat testis mulai memproduksi sperma. Sperma yang telah dikeluarkan karena pada kantungnya telah penuh. Sementara pada remaja putri ditandai dengan adanya peristiwa menstruasi (manarche) yang menandai bahwa seseorang siap untuk hamil. Ciri-ciri seks skunder pada laki-laki ditandai dengan berubahnya otot-otot tubuh, lengan, dada, paha, dan kaki tumbuh lebih kuat dibandingkan pada masa sebelumnya. Terjadi perubahan suara, kulit menjadaoi lebih kasar dan pori-pori meluas sedangkan pada remaja putri ditandai dengan membesarnya pinggul, buah dada, dan puting susu semakin menonjol. Terjadinya perubahan suara ketika dibandingkan dengan suara masa anak-anak menjadi lebih merdu (melodious). Kelenjar keringat menjadi lebih aktif. 25 Pada umumnya siswa SMA tidak jauh berbeda dengan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun pada usia SMA kemampuan motoriknya sudah mulai meningkat jika dibandingkan dengan siswa SMP. Kemampuan dalam melakukan gerakan pada umumnya sudah lebih baik, oleh karena pemahaman mereka tentang gerak sudah lebih baik termasuk mengetahui cara untuk melakukan gerakan dari awalan, impact, dan juga akhiran gerakan agar hasil dapat lebih efektif dan efisien. Dengan demikian gerakan siswa SMA sudah terlihat padu dan menarik. Perubahan-perubahan dalam penampilan gerak pada masa adolesensi cenderung mengikuti perubahan-perubahan dalam ukuran badan, kekuatan, dan fungsi fisiologis. Perubahanperubahan dalam hal penampilan keterampilan gerak dasar antara pria dan wanita semakin meningkat. Anak laki-laki terus mengalami peningkatan yang berarti sedangkan pada wanita menunjukkan peningkatan yagn tidak begitu mencolok/signifikan dan bahkan menurun setelah umur menstruasi. Hal tersebut dapat diamati melalui beberapa kegiatan, seperti lari, lompat jauh tanpa awalan, dan aktivitas fisik lainnya. Anak perempuan akan mengalami hasil maksimal dalam lari pada usia 13 tahun yaitu masa SMP dan mengalami mangalami sedikit peningkatan pada usia selanjutnya. Kecepatan pertumbuhan pada laki-laki mampu memberikan keuntungan dalam ukuran dan bentuk tubuh, kekuatan, dan fungsi fisiologis yang memberikan kemudahan dalam melakukan aktivitas fisik selama masa adelosensi. Koordinasi gerak pada anak laki-laki pada awal pubertas mengalami perubahan sedikit sekali, tetapi setelah itu perkembangannya semakin cepat. Sedangkan pada anak perempuan tidak berkembangan setelah umur 14 tahun. Kelincahannya kurang baik dibandingkan dengan wanita muda atau anak-anak, tetapi gerakan akrobatik yang memerlukan keseimbangan statis dan kontrol, wanita dewasa lebih dapat menjaga posisinya. Dalam hal peningkatan keterampilan gerak masa sebelum adolesensi dan pada masa adolesensi merupakan peningkatan penampilan gerak, seperti lari cepat, lari jarak jauh, lompat tinggi, dan aktivitas fisik lainnya. Peningkatan secara kuntitatif dalam peningkatan dalam penampilan gerak sebelum masa adolesensi sampai adolesensi yaitu: lari (running), lompat (jumping) dan lempar (throwing). Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa 26 usia untuk belajar gerak yang paling tepat adalah masa sebeluim adolesensi. Sebagian besar keterampilan dasar dan minat terhadap keterampilan gerak ditemukan pada usia 12 tahun atau sebelumnya. Masa kanak-kanak merupakan waktu untuk belajar keterampilan dasar, sedangkan masa adolesensi merupakan masa penyempurnaan dan penghalusan serta mempelajari berbagai macam variasi keterampilan gerak. Masa adolesensi merupakan masa yang paling baik untuk pengembangan secara optimal kesehatan seseorang yang berhubungan dengan kesegaran jasmani. Pengembangan yang terjadi merupakan perubahan-perubahan dalam peningkatan luasnya otot dan ukuran badan pada semua jenis kelamin. Latihan yang berfungsi untuk peningkatan daya tahan paru dan jantung labih baik dimulai sejak awal, dan peningkatan pada masa adolesensi lebih tinggi jika dibandingkan dengan masa dewasa, dengan kata lain fungsi kardiovaskuler berkembang lebih cepat dengan melakukan latihan pada masa adolesensi. Perkembangan gerak sangat penting dalam perkembangan keterampilan anak secara keseluruhan. Perkembangan gerak anak dibagi jadi dua komponen, yaitu: a. Perkembangan Perbaikan/Penghalusan Gerak Dasar Tahap perkembangan fisik pada masa remaja adalah pengembangan perbaikan/penghalusan gerak dasar. Harrow (1972: 52) mengemukakan bahwa gerak dasar merupakan pola gerak yang inheren yang membentuk dasar-dasar untuk keterampilan gerak yang kompleks, yang meliputi (a) gerak lokomotor; (b) gerak non lokomotor; dan (c) gerak manipulatif. Pate, Mc Clenaghan, dan Rotella (1979: 185), mengemukakan bahwa urutan rangkaian perkembangan motorik dapat digunakan model tahap-tahap. Perkembangan motorik dapat dibagi menjadi dua periode utama, yaitu: (a) tahap pra keterampilan; dan (b) tahap keterampilan. Kaitannya dengan anak remaja, maka perkembangan motorik usia remaja pada perbaikan/penghalusan gerak dasar dalam tahap keterampilan . Tahap ini terdiri dari urutan perkembangan motorik, yaitu: 1) Gerak refleks dan integrasi sensori, yang berkembang pada masa bayi; dan 2) Perkembangan gerak dasar, yang berkembang pada masa kanak-kanak; 27 3) Menuju kesempurnaan gerak melalui perbaikan/penghalusan gerak dasar (kelanjutan dari teori: Pae, Rotella, dan McClenaghan, 1979: 185). Permulaan dari pola gaya berjalan yang meningkat menandai permulaan perkembangan pola gerak dasar. Pola lari, melompat, melempar, menangkap dan memukul diperbaiki dari gerakan awal yang tidak teratur ke dalam pola yang teratur dan keterampilan tinggi. Pada masa kanak-kanak awal melewati beberapa tingkatan yang jelas dapat diamati dalam memperoleh kematangan dan pola gerak yang efisien. Perkembangan gerak selama dua tingkatan pertama (gerak refleks dan integrasi sensori) sangat tergantung pada proses kematangan. Kemajuan yang terjadi disebabkan sebagai akibat bertambahnya usia dan tidak terlalu tergantung dari pengalaman anak. Tingkatan pola gerak dasar menandai peralihan yang cepat dari perkembangan yang berdasarkan kematangan menuju suatu proses yang sangat tergantung pada pembelajaran. Pengalaman gerak selama masa kanak-kanak awal tampaknya sangat mempengaruhi kualitas perkembangan. Pada masa ini anak dapat diberi kegiatan yang sangat bervariasi. Variasi pengalaman yang luas membantu anak dalam mengembangkan dasar yang kuat untuk memperbaiki keterampilan olahraga yang akan datang. Spesialisai dini selama periode ini seringkali mengakibatkan perkembangan kemampuan khusus hanya menyangkut kegiatan itu saja dan mengalahkan semua keterampilan yang lain. Pendekatan ini mempunyai pengaruh negatif pada pengembangan pelaku yang serba bisa (Pate, Rotella, dan McClenaghan, 1979: 204). b. Pola Gerak Dasar 1) Keterampilan Lokomotor (Locomotor skills) Keterampilan lokomotor didefinisikan sebagai keterampilan berpindahnya individu dari satu empat ke tempat yang lain. Sebagian besar keterampilan lokomotor berkembang dari hasil dari tingkat kematangan tertentu, namun latihan dan pengalaman juga penting untuk mencapai kecakapan yang matang. Keterampilan lokomotor misalnya berlari cepat, mencongklang, meluncur, dan melompat lebih sulit dilakukan karena merupakan kombinasi dari pola-pola gerak dasar yang lain. Keterampilan lokomotor 28 membentuk dasar atau landasan koordinasi gerak kasar (gross skill) dan melibatkan gerak otot besar. 2) Keterampilan Nonlokomotor (Non Locomotor skills) Keterampilan nonlokomotor disebut juga keterampilan stabilitas (stability skill), didefinisikan sebagai gerakan-gerakan yang dilakukan dengan gerakan yang memerlukan dasar-dasar penyangga yang minimal atau tidak memerlukan penyangga sama sekali atau gerak tidak berpindah tempat, misalnya gerakan berbelok-belok, menekuk, mengayun, bergoyang. Kemampuan melaksanakan keterampilan ini paralel dengan penguasaan keterampilan lokomotor. 3) Keterampilan Manipulaif (Manipulative skills) Keterampilan manipulatif didefinisikan sebagai keterampilan yang melibatkan pengendalian atau kontrol terhadap objek tertentu, terutama dengan menggunakan tangan atau kaki. Ada dua klasifikasi keterampilan manipulatif, yaitu (1) keterampilan reseptif (receptive skil); dan (2) keterampilan propulsif (propulsive skill). Keterampilan reseptif melibatkan gerakan menerima objek, misalnya menangkap, menjerat, sedangkan keterampilan propulsif bercirikan dengan suatu kegiatan yang membutuhkan gaya atau tenaga pada objek tertentu, misalnya melempar, memukul, menendang. Walaupun sebagian besar keterampilan manipulatif menggunakan tangan dan kaki, tetapi bagian-bagian tubuh yang lain juga dapat digunakan. Manipulasi terhadap objek tertentu mengarah pada koordinasi mata-tangan dan mata-kaki yang lebih baik, terutama penting untuk gerakan-gerakan yang mengikuti jalan atau alur (tracking) pada tempat terentu. Keterampilan manipulatif merupakan dasar-dasar dari berbagai keterampilan permainan (game skill). Gerakan yang memerlukan tenaga, seperti melempar, memukul, dan menendang dan gerakan menerima objek, seperti menangkap merupakan keterampilan yang penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan berbagai jenis bola. Gerakan melambungkan atau mengarahkan objek yang melayang, seperti bola voli merupakan bentuk keterampilan manipulatif lain yang sangat penting. Kontrol terhadap 29 suatu objek yang dilakukan secara terus menerus, seperti menggunakan tongkat atau simpai juga merupakan aktivitas manipulatif. c. Klasifikasi Keterampilan gerak Pengklasifikasian keterampilan gerak dapat dibuat berdasarkan beberapa sudut pandang, berikut ini disajikan beberapa klasifikasi keterampilan gerak: 1) Berdasarkan kecermatan gerak 2) Perbedaan titik awal dan titik akhir 3) Stabilitas lingkungan Uraian mengenai tiap klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut: Klasifikasi berdasarkan kecermatan gerakan Ketererampilan gerak dapat dikaji berdasarkan kecermatan pelaksanaannya. Kecermatan pelaksanaan gerakan dapat ditentukan antara lain oleh jenis otot-otot yang terlibat. Ada gerakan yang melibatkan otot-otot besar dan jenis otot-otot halus. Berdasarkan kecermatan gerakan atau jenis otot-otot yang terlibat, keterampilan gerak dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu: (a) Keterampilan gerak agal (gross motor skills) Keterampilan gerak agal adalah gerakan yang dalam pelaksanaannya melibatkan otot-otot besar sebagai basis utama gerakan, contohnya antara lain keterampilan gerak loncat tinggi dan lempar lembing. Pada keterampilan gerak agal diperlukan keterlibatan bagian-bagian tubuh secara keseluruhan, sedang pada keterampilan gerak halus hanya melibatkan sebagian dari anggota badan yang digerakan oleh otot-otot halus. (b) Keterampilan gerak halus (fine motor skills) Keterampilan gerak halus adalah gerakan yang dalam pelaksanaannya melibatkan otot-otot halus sebagai basis utama gerakan. contohnya antara lain adalah keterampilan gerak menarik pelatuk senapan dan pelepasan busur dalam memanah. 30 Klasifikasi berdasarkan perbedaan titik awal dan titik akhir Apabila diperlukan, gerakan keterampilan ada yang dengan mudah dapat diketahui bagian awal dan bagian akhir dari gerakannya, tetapi ada juga yang susah diketahui. Dengan karakteristik seperti itu, keterampilan gerak dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu: a) Keterampilan gerak diskret (discrete motor skill) Keterampilan gerak diskret adalah keterampilan gerak di mana dalam pelaksanaannya dapat dibedakan secara jelas titik awal dan titik akhir dari gerakan. Contohnya adalah gerakan berguling kedepan satu kali. titik awal gerakan adalah pada saat pelaku berjongkok dan meletakan kedua telapak tangan dan tengkuknya ke matras, sedangkan titik akhirnya adalah pada saat pelaku sudah dalam keadaan jongkok kembali. b) Keterampilan gerak serial (serial motor skill) Keterampilan gerak serial adalah keterampilan gerak diskret yang dilakukan beberapa kali secara berlanjut. Contohnya gerakan berguling ke depan beberapa kali. c) Keterampilan gerak kontinyu (continuous motor skill) Keterampilan gerak kontinyu adalah keterampilan gerak yang tidak dapat dengan mudah ditandai titik awal dan akhir dari gerakannya. Contohnya adalah keterampilann gerak bermain tenis atau permainan olahraga lainnya. Di sini titik awal dan akhir tidak mudah untuk diketahui karena merupakan rangkaian dari bermacan-macam rangkaian gerakan. Pada keterampilan gerak kontinyu, untuk melaksanakannya lebih dipengaruhi oleh kemamuan sipelaku dan nstimulus eksternal. dibandingkan dengan pengaruh bentuk gerakannya sendiri. Misalnya pada saat menggiring bola, yang menentukan adalah keadaan bola dan maunya si pelaku untuk menggiringnya, sedang bentuk gerakkannya sendiri dapat berubah-ubah atau tidak berpaku pada bentuk gerakan tertentu yang baku. 31 Klasifikasi berdasarkan stabilitas lingkungan Di dalam melakukan suatu gerakan keterampilan, ada kalanya pelaku menghadapi kondisi lingkunagn yang tidak berubah-ubah ada kalanya berubah-ubah. Berdasarkan keadaan kondisi lingkungan seperti itu, gerakan nketerampilan dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu: a) Ketrampilan tertutup (clossed skill) Keterampilan tertutup adalah keterampilan gerak dimana pelaksanaannya terjadi pada kondisi lingkungan yang tidak berubah, dan stimulus gerakannya timbul dari dalam diri si pelaku sendiri. Contohnya adalah dalam melakukan gerakan mengguling pada senam lantai, dalam gerakanj ini pelaku memulainya setelah siap untuk melakukannya, adan bergerak berdasarkan apa yang direncanakannya. b) Ketrampilan Terbuka (open skill) Keterampilan terbuka adalah keterampilan gerak dimana dalam pelaksanaannya terjadai pada konsisi lingkungan yang berubah- ubah, dan pelaku bergerak menyesuaikan dengan stimulus yang timbul dari lingkungannya. Perubahan kondisi lingkungan dapat bersifat temporal dan bisa bersifat spesial. Contohnya adalah dalam melakukan gerakan memukul bola yang dilambungkan. Dalam gerakan ini pelaku memukul bola dengan menyesuaikan dengan kondisi bolanya agar pukulanya mengena. Pelaku dipaksa untuk mengamati kecepatan, arah, an jarak bola; kemudian menyesuaikan pukulanya. 2. Pengembangan Belajar Gerak dan Manfaatnya dalam PJOK Pe dekata ya g digu aka adalah Metode Guru Mera a g da Me progra “e diri . Metode ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa salah satu fungsi guru adalah sebagai perancang (designer), pembuat program (programmer), dan pengembang (developer) program pembelajaran. Guru diharapkan mampu merencanakan program pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak, tempat, maupun kondisi lain yang dapat mempengaruhi pembelajaran. Fungsi guru tersebut masih dirasakan sangat lemah, karena 32 guru cenderung berfungsi sebagai pekerja (worker), bukan sebagai pembuat program pembelajaran. Fungsi guru sebagai pekerja cenderung kurang kreatif, kurang berkembang, dan bersifat statis, karena hanya mengandalkan apa yang ada. Sebaliknya, fungsi guru sebagai peranacang atau pembuat program cenderung lebih kreatif dan dinamis. Dalam menyusun program latihan fisik atau pengembangan gerak harus mempertimbangkan komponen-komponen, yaitu (1) tujuan; (2) tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (kemampuan gerak); (3) komponen fisik; dan (4) disesuaikan dengan dunia anak (metode). 1) Penentuan Tujuan Pembelajaran pendidikan jasmani tidak hanya bertujuan mengembangkan aspek psikomotor atau fisik, tetapi juga aspek kognitif dan afektif. Menentukan tujuan yang dimaksud adalah menentukan hasil atau sasaran yang ingin dicapai atau ingin ditingkatkan. Ada dua tujuan yang dapat dirumuskan, yaiu (1) tujuan utama (main effect); dan (2) tujuan penyerta (nurturant effect). Tujuan utama berkaitan dengan aspek psikomotor atau fisik, yaitu keterampilan gerak dan unsur-unsur fisik (kecepatan, kekuatan, daya tahan, kelincahan dan unsur fisik lainya). Tujuan penyerta berkaitan dengan dampak atau pengaruh yang diakibatkan karena melakukan aktivitas fisik, seperti unsur-unsur kerjasama, menghargai orang lain, mengendalikan diri, sportif, pemecahan masalah, dan lain-lain. 2) Penyusunan program Dilihat dari sudut tingkat pertumbuhan dan perkembangan, anak usia antara 6 - 12 tahun memiliki tingkat kemampuan gerak dasar dan dilanjutkan usia 13 - 15 serta usia 16 - 18 dalam rangka pembentukan pada Pendidikan jasmani. Oleh karena itu, penyusunan program aktivitas fisik anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan tersebut. Secara umum gambaran perbedaan antar peserta didik harus dijadikan landasan untuk penyusunan program pengembangan pola gerak dasar. Setiap 33 peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk mempelajarai gerakan keterampilan. Perbedaan kemampuan terjadi terutama karena kualitas fisik yang berbeda beda, dan perbedaan kualitas fisik terjadi karena pengalaman yang berbeda-beda. Setiap peserta didik tidak ada yang makan makanan yang sama, tidak ada yang melakukan aktivitas dengan kondisi yang sama, tidak ada yang beristirahat dengan kondisi yang sama, tidak ada yang mengalami sakit dengan derajat yang sama, dan sebagainya. Kondisi yang unik pada setiap peserta didik mengakibatkan terjadinya kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan individu bukan hanya yang berkaitan dengan unsur fisik, tetapi juga dalam aspek psikologis. Tidak ada satupun peserta didik yang mempunyai watak atau sifat kepribadian dan tingkat kecerdasan yang sama dengan peserta didik lain, termasuk anak kembar sekalipun. Yang ada hanya kemirip-miripan dan bukan sama persis satu dengan yang lainnya. Dengan kenyataan bahwa tidak seorangpun peserta didik yang sama satu dengan yang lainya baik dalam aspek fisik ataupun aspek psikologis, maka pada dasarnya setiap orang memerlukan perlakuan yang berbeda-beda didalam proses pembelajaran agar masing-masing dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki, prinsip ini berlaku juga dalam proses belajar gerak. Di dalam proses belajar mengajar gerak penjasorkes di sekolah, di mana pada umumnya seorang guru harus mengajar peserta didik yang jumlahnya kadang-kadang 40 bahkan lebih, tentunya tidak memungkinkan bagi guru untuk memberikan perlakuan kepada peserta didik dengan program yang berbeda-beda. Pada umumnya, dalam kondisi seperti itu guru memberikan perlakuan atau kondisi belajar berdasarkan kemampuan rata-rata peserta didik. Bagi yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata materi pelajaran yang kurang memberikan beban atau tantangan sesuai tujuan pembelajaran maka materi ajar dapat dikuasai dengan mudah, juga sebaliknya, bagi peserta didik dengan kemampuan dibawah rata-rata, materi ajar yang diberikan dapat terasa berat sehingga menjadi sulit untuk dikuasai atau sulit untuk mencapai kemajuan. 34 3) Analisis Kemampuan Gerak Kemampuan fisik dapat tercermin dalam komponen fisik yang terdiri dari daya tahan, kecepatan, kekuatan, kelincahan, Kelentukan, keseimbangan, komposisi tubuh dan kordinasi. Kemampuan gerak dasar meliputi, kemampuan gerak lokomotor, stabilitas dan gerak manipulasi. Masing-masing kemampuan gerak ini memiliki unsur-unsur yang berbeda, dari komponen kemampuan gerak tersebut, kemudian diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Demikian juga untuk komponen fisik perlu diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Setelah komponen kemampuan gerak dan kemampuan fisik diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih, maka langkah selanjutnya dikembangkan dalam bentuk program pelajaran yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. 2. Karakteristik Gerak Anak Sesuai dengan Tahap Perkembangannya Pemahaman terhadap tahap dan prinsip-prinsip perkembangan sangat membantu Anda sebagai seorang guru Pendidikan Jasmani. Terkait dengan tahap perkembangan menurut Gallahue, karakteristik gerak anak dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Tahap Gerakan Refleksif Gerakan yang pertama kali dilakukan oleh janin bersifat refleksif. Refleks adalah gerakan yang bersifat tidak sengaja yang membentuk dasar tahap perkembangan motorik. Gerak refleksif pada janin dan bayi yang baru lahir dianggap sebagai fase pertama dari perkembangan motorik. Perilaku refleksi dikendalikan subkortikal.Gerak ini muncul lebih dahulu dan bekerja bersama-sama dengan perkembangan gerak awal (Abdul Kadir Ateng, 1992:128). Macam gerak reflek; refleksif sederhana (contoh: bayi mencari dan menyusu) dan refleksif postural adalah bentuk kedua dari gerakan tanpa disengaja/ kelihatannya disengaja (contoh: menggenggam pada tangan). b. Tahap Gerakan Kasar 35 Tahap Hambatan Refleks (tahap hambatan refleks pada tahap pergerakan dasar mungkin dianggap sebagai permulaan kelahiran) dan tahap Pra-awas (setelah berumur sekitar 1 tahun, anak-anak mulai melakukan ketelitian dan pengawasan terhadap gerakan mereka). c. Tahap Gerakan Dasar Kemampuan gerakan dasar pada anak-anak merupakan hasil pertumbuhan tahap perkembangan dasar pada bayi. Tahap perkembangan motorik tersebut adalah; tahap awal, (menyajikan tujuan pertama anak-anak ketika berusaha untuk menampilkan kemampuan dasar), tahap dasar, (meliputi kontrol yang lebih besar dan koordinasi ritme gerakan dasar yang lebih baik), tahap dewasa/ matang), (karakteristk gerakan efisien, terkoordinasi dan terkontrol). d. Tahapan Gerakan Khusus Pada tahap ini sudah terbentuk dasar keterampilan stabilitas, lokomotor dan manipulasi yang sudah di kombinasi dan kolaborasi dengan beberapa jenis keterampilan. Kemampuan gerakan khusus adalah perkembangan dari fase gerakan dasar. Selama fase ini, gerakan menjadi alat yang diterapkan pada berbagai kegiatan gerakan yang komplek untuk hidup sehari-hari, seperti rekreasi dan kegiatan olahraga. Ini adalah masa-ketika stabilitas lokomotor mendasar dan keterampilan manipulatif secara progresif yang disempurnakan, digabungkan dan diuraikan untuk digunakan dalam situasi yang semakin menuntut. Tingkat keterampilan pada gerakan khusus tergantung pada berbagai tugas individu dan faktor lingkungan seperti: waktu reaksi, kecepatan gerakan, tipe tubuh, tinggi badan, kebiasaan dan tekanan dari teman sebaya. Fase gerakan khusus memiliki tiga tahapan yaitu: 1) Tahap Transisi Di sekitar tahun ketujuh atau kedelapan mereka, anak-anak umumnya memasuki tahap keterampilan gerakan transisi, selama masa transisi, individu mulai untuk menggabungkan dan menerapkan keterampilan-keterampilan gerakan dasar untuk kinerja keterampilan khusus dalam olahraga dan kegiatan rekreasi, berjalan diatas 36 jembatan tali, lompat tali dan bermain sepak bola adalah contoh keterampilan transisi umum. 2) Tahap Aplikasi Dari sekitar usia 11 sampai 13 tahun, perubahan yang menarik terjadi dalam pengembangan menjadi keterampilan individu. Selama tahap sebelumnya, kemampuan anak terbatas pada kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan pengalaman dikombinasikan dengan keinginan alami untuk menjadi aktif. Pada tahap aplikasi, peningkatan kecanggihan kognitif memperluas basis pengalaman yang memungkinkan individu untuk belajar banyak dan membuat keputusan partisipasi berdasarkan berbagai tugas indikator tersendiri dan faktor lingkungan. e. Tahap Pemanfaatan Seumur Hidup Tahap pemanfaatan seumur hidup dari fase perkembangan motor khusus dimulai sekitar 14 tahun dan berlanjut sampai dewasa. Tahap pemanfaatan seumur hidup merupakan puncak dari proses perkembangan motorik dan ditandai dengan penggunaan perbendaharaan gerakan yang diperoleh seumur hidup. Faktor-faktor seperti waktu yang tersedia, uang, peralatan, fasilitas, keterbatasan fisik dan mental mempengaruhi tahap ini. Antara lain, tingkat partisipasi seseorang akan tergantung pada bakat, kesempatan, kondisi fisik, dan motivasi pribadi. F. Belajar Gerak 1. Konsep Belajar Gerak Belajar gerak merupakan sebagian dari belajar secara umum. Tujuannya adalah untuk menguasai berbagai keterampilan gerak dan mengembangkannya agar keterampilan gerak yang dikuasai bisa dilakukan untuk menyelesaikan tugas-tugas gerak dalam mencapai sasaran tertentu misalnya gerak olahraga. Pelajar berusaha menguasai keterampilan gerak sesuai dengan macam cabang olahraga menurut beberapa ahli seperti Paul Fits dan Michel Posner. Menurut Singer belajar gerak adalah suatu perubahan penampilan atau perilaku potensial yang relatif permanen sebagai hasil dari latihan dan pengalaman masa lalu terhadap situasi 37 tugas tertentu. Sedangkan Drowatzcy mendefenisikan belajar gerak adalah sebagai proses perubahan atau modifikasi individu sebagai hasil timbal balik antara latihan dan kondisi lingkungan. Sedangkan schmidt menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan merespon yang relatif permanen sebagai akibat latihan dan pengalaman. Proses belajar gerak ada tiga tahap; 1) kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak keterampilan yang bersifat mencoba, 2) Sosiatif merupakan fase mencegah yang ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan dimana belajar sudah mampu melakukan gerakan-gerakan dalam bentuk rangkaian, 3) Otonom merupakan fase akhir pelajar mampu melakukan gerakan keterampilan secara otomatis dan mampu melakukan gerakan keterampilan tanpa pengaruh walaupun pada saat melakukan gerakan itu harus memperhatikan hal-hal ya g lai . Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar gerak merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat dilakukan melalui tahapan kognitif, asosiatif dan otonom yang ditujukan pada perubahan individu yang permanen sebagai hasil latihan dan kondisi lingkungan yang diperoleh melalui pengalaman. Hal ini berarti belajar gerak merupakan suatu tahapan belajar yang harus dikuasai siswa mulai dari tahap kognitif, asosiatif sampai otonom, sehingga siswa dapat menguasai keterampilan gerak yang diharapkan sangat penting dalam pelaksanaan keterampilan motorik untuk lebih bergerak luas. Tahapan Belajar Gerak Untuk menguasai suatu keterampilan gerak dengan sempurna, tentunya ada tahapan belajar gerak yang harus dipahami. Ada tiga tahapan belajar yang harus dilalui oleh siswa untuk dapat mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis). Tiga tahapan belajar gerak ini harus dilakukan secara berurutan. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan oleh guru pada saat mengajar pendidikan jasmani, maka guru tidak boleh mengharap banyak dari apa yang selama ini mereka lakukan, khususnya untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani yang ideal. Magill (2001) menyatakan tahapan belajar gerak yang banyak digunakan oleh para ahli pendidikan jasmani dan olahraga yaitu Model Tiga Tahap Fitts & Posner yaitu: 38 (1) tahap kognitif, (2) tahap asosiatif, (3) tahap otomatis. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu berikut ini: a. Tahap Kognitif Istilah kog itif erujuk pada ke a pua berpikir da e aha i sesuatu. “ebelu melakukan suatu keterampilan gerak, tentunya seseorang harus memiliki konsep yang benar tentang gerakan tersebut. Dalam mempelajari keterampilan gerak, seorang pemula biasanya memikirkan beberapa pertanyaan seperti ; apa sasaran saya? Seberapa jauh saya harus menggerakkan lengan saya? Ke arah mana seharusnya saya menggerakkan lengan saya ketika kaki kanan saya di posisi ini? Setiap kali memulai belajar keterampilan gerak, seorang guru harus memberikan informasi untuk menanamkan konsep-konsep tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dengan benar dan baik. Setelah siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan bagaimana cara melakukan aktifitas gerak yang akan dipelajari, diharapkan siswa memiliki gambaran gerak yang tersimpan dan akan dilaksanakan (motor plan) Motor-plan ini berupa keterampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan keterampilan gerak. Apabila tahap kognitif ini tidak mendapakan perhatian oleh guru dalam proses belajar gerak, maka sulit bagi guru untuk menghasilkan anak yang terampil mempraktekkan aktivitas gerak yang menjadi prasyarat tahap belajar berikutnya. Tahap kognitif adalah tingkat permulaan belajar olahraga untuk memahami teknik yang baru diperkenalkan, diperagakan dan diterangkan oleh guru pendidikan jasmani. Kondisi di lapangan, banyak siswa yang mencoba-coba untuk melakukan berbagai macam gerakan tanpa memiliki pemahaman yang benar tentang gerakan tersebut. Mereka hanya melihat sebuah gerakan atau olahraga, lalu mereka mencoba melakukan gerakan tersebut tanpa memiliki pemahaman teknik gerakan dasar yang tepat. Dampaknya, kadang bisa terjadi kejutan berupa peningkatan yang besar jika dibandingkan dengan kemajuan pada tahap-tahap berikutnya. Juga tidak mustahil siswa yang bersangkutan mencoba-coba dan kemudian sering juga salah dalam melaksanakan tugas gerak. 39 Gerakannya memang masih nampak kaku, kurang terkoordinasikan, kurang efisien, bahkan hasilnya tidak konsisten. Sebagai contoh, seorang pemula dalam permainan bolavoli mampu melakukan passing yang baik, namun keterampilan tersebut hanya sekali-kali dapat dilakukan. Si pelaku masih mencari-cari hubungan cara melaksanakan dan hasil yang dicapai. Karena itu, masih belum terbentuk satu pola gerak yang konsisten. Siswa yang bersangkutan diharapkan dengan tugas yakni apa yang harus dilakukan sehingga tahap pertama ini sering disebut juga tahap verbal-motor. Pada tahapan kognitif akan terjadi proses pengolahan informasi.Terjadinya proses belajar gerak, karena adanya rangsangan eksternal (respon) yang diterima oleh indera penglihatan, pendengaran, rasa kinestesis. Selanjutnya oleh indera tersebut diteruskan ke sistem syaraf pusat yang akan diproses dan ditafsirkan serta disimpan dalam memori jangka pendek (short term memory), selanjutnya masuk pada penyimpanan jangka panjang (long term memory) lalu diterjemahkan dalam bentuk gerakan. Proses pengolahan informasi gerak dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini: Rangsangan Eksternal Perimaan Rangsang Sistem Penyimpanan Jangka Panjang Tanggapan Sistem Penyimpanan Jangka Pendek Program Gerak Penampilan Gerak Rangsang Internal Umpan Balik Gambar 1: Proses Pengolahan Informasi. Sumber: Robert N Singer, The Learning Of Motor Skills(New York:McMillan Publishing Co.,Inc,1982) 40 b. Tahap Asosiatif Istilah asosiatif’ e iliki ak a e ghubu gka ko sep ya g sudah di iliki de ga implementasi gerak (praktek) yang dilakukan. Pada tahap ini siswa mulai mempraktekkan gerak sesuai dengan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dan pahami sebelumnya. Tahap ini juga sering disebut sebagai tahap latihan. Pada tahap latihan ini siswa diharapkan mampu mempraktekkan apa yang hendak dikuasai dengan cara mengulangulang sesuai dengan karakteristik gerak yang dipelajari. Jadi Tahap asosiatif adalah tahap dimana latihan keterampilan gerak didominasi oleh perencanaan dan pelaksanaan strategi-strategi latihan yang efektif Dalam tahap ini, masalah-masalah pemahaman sudah terpecahkan, sehingga fokusnya berpindah pada pengorganisasian pola gerak yang lebih efektif untuk meningkatkan aksi. Pemahaman menguasai bentuk dan urutan gerak diwujudkan dalam gerak tubuh. Dalam tahapan ini, tingkatan keterampilan naik dari tahap pemahaman tadi. Siswa mulai menunjukkan sikap dan kontrol disertai keyakinan yang meningkat. la mulai dapat memberikan perhatian pada detail`gerakan. Dalam keterampilan yang memerlukan kecepatan gerak seperti bulutangkis, anak rnulai membangun program gerak untuk menyelesaikan gerakan. Sedangkan dalam gerakan yang lebih lambat, seperti keseimbangan dalam senam, siswa membangun cara untuk memanfaatkan respons yang merghasilkan umpan balik. Gerakan yang dipelajari mulai ajeg. Efesiensi gerakan mulai meningkat, pengeluaran energi makin berkurang, dan pelibatan pikiran ketika bergerak semakin berkurang pula.Pelaku menemukan ciri lingkungan yang bisa dijadikan tanda-tanda untuk mengatur ketepatan waktu bergerak. Antisipasi berkembang dengan cepat, membuat gerak lebih halus dan tidak terburu-buru. Di samping itu, pelaku pun mulai bisa merasakan dan memahami kesalahannya sendiri. Tahap ini biasanya berlangsung lebih lama daripada tahap pernahaman konsep gerak. Artinya siswa mungkin bisa tetap berada pada tahap gerak ini tanpa pernah meningkat ke tingkat berikutnya dalam beberapa lama. Barangkali beberapa minggu, beberapa bulan, atau bahkan lebih lama lagi. 41 Pada tahap asosiatif ini, gerakan yang dilakukan siswa tentu juga belum sempurna. Siswa mencoba menyesuaikan konsep gerak yang dimiliki dengan kemampuan menguasai gerakan. Pada tahap ini, siswa mulai memahami gerakan yang benar, gerakan yang efektif, gerakan yang sulit dilakukan sehingga lambat laun siswa bisa memahami implementasi gerak yang tepat sesuai dengan konsep gerak yang dipahami Pada tahap asosiatif ini penampilan seseorang belum baik benar dan harus terus meningkatkan pemahaman teknik. Permulaan dari tahap ini ditandai oleh semakin efektif cara-cara siswa melaksanakan tugas gerak dan dia mulai mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan yang dilakukan. Akan tampak, penampilan yang terkoordinasi dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, dan lambat laun gerakan semakin konsisten. Apabila siswa telah melakukan latihan keterampilan dengan benar dan baik, dan dilakukan secara berulang baik di sekolah maupun di luar sekolah, maka pada akhir tahap ini siswa diharapkan telah memiliki keterampilan yang memadai.. Jika seorang pemula belajar melakukan passing bawah dalam permainan bolavoli hanya mampu melambungkan bola dengan pantulan yang baik 1-2 kali, maka memasuki tahap asosiatif ini, dia makin paham tentang, misalnya berapa kira-kira daya yang harus dikerahkan, atau bagaimana peranan lengan bawah dan jari-jari tangan dalam melakukan gerakan passing bawah. Walaupun gerakannya belum sempurna, namun gerakan yang dilakukan sudah lebih baik. Gerakannya tidak dilakukan asal-asalan, namun sudah semakin konsisten. Artinya makin berpola dan semakin menyadari kaitan antara gerak dan hasil yang dicapai, pada tahap ini, seperti yang dikemukakan oleh beberapa penulis, dan salah satunya Adams (1971); Fitts (1964) tahap verbal semakin ditinggalkan dan si pelaku memusatkan perhatiannya pada aspek bagaimana melakukan pola gerak yang baik, ketimbang mencari-cari pola mana yang akan dihasilkan. c. Tahap Otomatisasi Tahap otomatisasi adalah tahap dimana seseorang memahami dengan baik keterampilan mereka, bahkan dapat mengoreksi diri sendiri. Tahap otomatis disebut juga tahap otonom. Pada tahap ini, gerak tidak lagi dipikirkan dan bisa terjadi begitu ada rangsang. Beberapa ahli menilai gejala ini bisa terjadi karena adanya program gerak yang sudah 42 terbentuk. Program gerak adalah suatu rangkaian mekanisme yang mengontrol terbentuknya gerak. Program gerak inilah yang mengontrol aksi seseorang ketika bergerak dalam waktu yang relatif lama. Apakah setiap siswa sudah pasti dapat memasuki tahap terakhir ini? Teori mengatakan tidak selalu. Hal ini bergantung kepada tingkat dan kualitas latihan, serta bagaimana si pelaku melakukannya.Terjadinya tahap ini disebabkan oleh meningkatnya otomatisasi indera dalam menganalisis pola-pola lingkungan. Menurunnya tuntutan perhatian membebaskan siswa untuk menampilkan kegiatan-kognitif tingkat `tinggi. Keputusankeputusan tentang strategi permainan, bentuk dan gaya kian ditingkatkan. Keyakinan diri dan kemampuan untuk menilai kesalahan diri lebih terkembangkan. Kemampuan siswa pada tahap ini sudah sangat tinggi. Akan tetapi proses pembelajaran masih sangat jauh dari selesai. Masih akan banyak teriadi penambahan-penambahan dalam hal otomatisasi. Usaha fisik dan mental daiam menghasilkan keterampilan akan berkurang. Perkembangan gaya dan bentuk serta faktor lainnya akan terus meningkat. Setelah seseorang berlatih selama beberapa hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahuntahun, dia memasuki tahap otomatis. Pada tahap ini siswa telah dapat melakukan aktivitas secara terampil, karena siswa telah memasuki tahap gerakan otomatis, artinya, siswa dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap apa yang ditugaskan oleh guru untuk dilakukan. Tanda-tanda keterampilan gerak telah memasuki tahapan otomatis adalah bila seorang siswa dapat mengerjakan tugas gerak tanpa berpikir lagi terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan dengan hasil yang baik dan benar. Pada tahap otomatisasi, pelaksanaan tugas gerak yang bersangkutan tidak seberapa terganggu oleh kegiatan yang lainnya yang terjadi secara simultan. Dalam beberapa kejadian, seorang yang telah memasuki tahap otomatisasi mampu melakukan gerakan yang efektif, sekalipun seolah-olah tidak sesuai teknik. Sebagai contoh, ketika dalam bola basket, seorang melakukan gerakan shooting seolah-olah seperti gerakan melempar biasa, namun bola bisa masuk ke jaring dengan sempurna. Selain itu, ketika dalam suatu permainan, terjadi kondisi yang tidak ideal, maka dalam tahap ini, seseorang bisa dengan cepat mengambil keputusan untuk melakukan gerakan 43 Sebagai contoh, seorang pemain bolavoli dapat melakukan passing atas secara efektif, meskipun dalam keadaan posisi yang sulit, atau ketika seorang spiker siap melakukan gerakan smash dengan tangan kanan, namun lambungan bola terlalu keras, maka dengan cepat, dia bisa memutuskan untuk melakukan smash dengan tangan kiri. Seringkali kita melihat dalam beberapa cabang olahraga, seseorang bisa melakukan gerakan yang spontan namun berhasil memperoleh poin, misalnya ketika bermain bulutangkis, biasanya terjadi sebuah gerakan smash yang cepat bisa diantisipasi dengan gerakan raket yang diayunkan di balik badan. Melihat kejadian ini, sering orang e gataka geraka refleks pe ai tersebut bagus, padahal defi isi geraka releks sesungguhnya adalah gerakan yang terjadi di bawah kesadaran. Gerakan yang dilakukan oleh pemain bulutangkis tersebut bukanlah gerakan refleks, namun gerakan tersebut adalah gerak otomatis. Pengontrolan gerak menurut Schimdt dalam mempelajari suatu gerakan ada 2 sistem yaitu (1) pengontrolan gerak sistem tertutup (close loop control) dan, (2) pengontrolan gerak sistem terbuka (open loop control). Pengontrolan gerak sistem tertutup yang mencakup pemrosesan umpan balik untuk dicocokkan dengan sebuah rujukan tentang benar salahnya gerakan passing bawah yang dilakukan, sehingga atas dasar kesalahan yang terjadi perbaikan dilakukan. Pengontrolan gerak sistem tertutup relevan untuk gerak yang dilakukan dalam tempo lamban dan berkesinambungan serta membutuhkan kecermatan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini, untuk melihat bagaimana terjadinya gerak dalam sistem tertutup: 44 “Mulai “ (go) Umpan balik Error Eksekutif r o r r E Identifikasi Stimulus Seleksi respons Pemograman Respon Rujukan Otot - otot Umpan balik (Sensasi Otot Umpan balik Gerak (Sensasi otot) Perubahan Dalam lingkungan Umpan Balik (Sensasi Lingkungan) Gambar 2 : Sistem tertutup dalam pengontrolan gerak. Sumber: Richard A.Schmidt, Motor Learning & Performance (Champaign,Illinois : Human Kinetics Books, 1991). Awal gerakan dalam sistem tertutup bermula dari si yal ulai ya g berasal dari dala dari luar. Suatu gerakan berlangsung setelah informasi diproses atau melalui beberapa tahap identifikasi rangsang, tahap pemilihan respon. dan tahap pemograman respons, sampai pada pemberian perintah pada gerak otot. Jika melakukan suatu gerakan, maka setiap siswa harus memiliki rujukan, bagaimana gerakan yang benar atau salah. Hal ini sangat penting, karena akan dipergunakan sebagai patokan atau standar untuk menilai kembali pelaksanaan gerak. Hasil perbandingan antara rujukan dan penampilan gerak akan dinilai berupa umpan balik. Pengontrolan gerak sistem terbuka Schmidt memaparkan lebih tepat untuk gerak yang berlangsung dengan cepat. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini : 45 Input Eksekutif Instruksi Efektor Out put Gambar 3 : Sistem terbuka pada pengontrolan gerak . Sumber: Richard A.Schmidt, Motor Learning & Performance(Champaign,Illinois : Human Kinetics Books, 1991) Berdasarkan tahapan belajar gerak, proses pengolahan informasi dan pengontrolan gerak, maka proses belajar passing bawah akan lebih mudah dilakukan oleh siswa. Faktor faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah: 1) faktor proses belajar; 2) faktor personal meliputi, ketajaman berfikir, intelegensi, ukuran fisik, latar belakang pengalaman, emosi, kapabilitas, motivasi, sikap, jenis kelamin, dan usia, 3) faktor situasi meliputi situasi alami dan situasi sosial. 2. Penerapan Prinsip Belajar Gerak dalaam Pembelajaran Penjasor Pe dekata ya g digu aka adalah Metode Guru Mera a g da Me progra “e diri . Metode ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa salah satu fungsi guru adalah sebagai perancang (designer), pembuat program (programmer), dan pengembang (developer) program pembelajaran. Guru diharapkan mampu merencanakan program pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak, tempat, maupun kondisi lain yang dapat 46 mempengaruhi pembelajaran. Fungsi guru tersebut masih dirasakan sangat lemah, karena guru cenderung berfungsi sebagai pekerja (worker), bukan sebagai pembuat program pembelajaran. Fungsi guru sebagai pekerja cenderung kurang kreatif, kurang berkembang, dan bersifat statis, karena hanya mengandalkan apa yang ada. Sebaliknya, fungsi guru sebagai peranacang atau pembuat program cenderung lebih kreatif dan dinamis. Dalam menyusun program latihan fisik atau pengembangan gerak harus mempertimbangkan komponenkomponen, yaitu (1) tujuan; (2) tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (kemampuan gerak); (3) komponen fisik; dan (4) disesuaikan dengan dunia anak (metode). a. Penentuan Tujuan Pembelajaran pendidikan jasmani tidak hanya bertujuan mengembangkan aspek psikomotor atau fisik, tetapi juga aspek kognitif dan afektif. Menentukan tujuan yang dimaksud adalah menentukan hasil atau sasaran yang ingin dicapai atau ingin ditingkatkan. Ada dua tujuan yang dapat dirumuskan, yaiu (1) tujuan utama (main effect); dan (2) tujuan penyerta (nurturant effect). Tujuan utama berkaitan dengan aspek psikomotor atau fisik, yaitu keterampilan gerak dan unsur-unsur fisik (kecepatan, kekuatan, daya tahan, kelincahan dan unsur fisik lainya). Tujuan penyerta berkaitan dengan dampak atau pengaruh yang diakibatkan karena melakukan aktivitas fisik, seperti unsur-unsur kerjasama, menghargai orang lain, mengendalikan diri, sportif, pemecahan masalah, dan lain-lain. b. Penyusunan program Dilihat dari sudut tingkat pertumbuhan dan perkembangan, anak usia antara 6-12 tahun memiliki tingkat kemampuan gerak dasar dan dilanjutkan usia 13-15 serta usia 16-18 dalam rangka pembentukan pada Pendidikan jasmani. Oleh karena itu, penyusunan program aktivitas fisik anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan tersebut. Secara umum gambaran perbedaan antar peserta didik harus dijadikan landasan untuk penyusunan program pengembangan pola gerak dasar. Setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk mempelajarai gerakan keterampilan. 47 Perbedaan kemampuan terjadi terutama karena kualitas fisik yang berbeda beda, dan perbedaan kualitas fisik terjadi karena pengalaman yang berbeda-beda. Setiap peserts didik tidak ada yang makan makanan yang sama, tidak ada yang melakukan aktivitas dengan kondisi yang sama, tidak ada yang beristirahat dengan kondisi yang sama, tidak ada yang mengalami sakit dengan derajat yang sama, dan sebagainya. Kondisi yang unik pada setiap peserta didik mengakibatkan terjadinya kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan individu bukan hanya yang berkaitan dengan unsur fisik, tetapi juga dalam aspek psikologis. Tidak ada satupun peserta didik yang mempunyai watak atau sifat kepribadian dan tingkat kecerdasan yang sama dengan peserta didik lain, termasuk anank kembar sekalipun. Yang ada hanya kemirip-miripan dan bukan sama persis satu dengan yang lainnya. Dengan kenyataan bahwa tidak seorangpun peserta didik yang sama satu dengan yang lainya baik dalam aspek fisik ataupun aspek psikologis, maka pada dasarnya setiap orang memerlukan perlakuan yang berbeda-beda didalam proses pembelajaran agar masingmasing dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki, prinsip ini berlaku juga dalam proses belajar gerak. Di dalam proses belajar mengajar gerak penjasorkes di sekolah, di mana pada umumnya seorang guru harus mengajar peserta didik yang jumlahnya kadang-kadang 40 bahkan lebih, tentunya tidak memungkinkan bagi guru untuk memberikan perlakuan kepada peserta didik dengan program yang berbeda-beda. Pada umumnya, dalam kondisi seperti itu guru memberikan perlakuan atau kondisi belajar berdasarkan kemampuan rata-rata peserta didik. Bagi yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata materi pelajaran yang kurang memberikan beban atau tantangan sesuai tujuan pembelajaran maka materi ajar dapat dikuasai dengan mudah, juga sebaliknya, bagi peserta didik dengan kemampuan dibawah rata-rata, matei ajar yang diberikan dapat terasa berat sehingga menjadi sulit untuk dikuasai atau sulit untuk mencapai kemajuan. 3. Analisis Kemampuan Gerak Kemampuan fisik dapat tercermin dalam komponen fisik yang terdiri dari daya tahan, kecepatan, kekuatan, kelincahan, Kelentukan, keseimbangan, komposisi tubuh dan 48 kordinasi. Kemampuan gerak dasar meliputi, kemampuan gerak lokomotor, stabilitas dan gerak manipulasi. Masing-masing kemampuan gerak ini memiliki unsur-unsur yang berbeda, dari komponen kemampuan gerak tersebut, kemudian diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Demikian juga untuk komponen fisik perlu diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Setelah komponen kemampuan gerak dan kemampuan fisik diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih, maka langkah selanjutnya dikembangkan dalam bentuk program pelajaran yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Program yang paling mudah adalah metode sirkuit training, karena metode ini menantang anak melalui aktivitas sirkuit keterampilan merupakan cara yang sangat baik untuk mendorong dan meningkatkan keterlibatan di dalam rentang keterampilan dan aktivitas yang luas. Sirkuit keterampilan dikarakteristikkan dengan (1) berbagai pos yang terpisah; (2) tiap pos memerlukan keterampilan yang berbeda untuk anak; dan (3) menyiapkan sebuah tempat, tempat bermain atau di dalam ruangan atau gedung. Pos-pos tersebut dirancang untuk mendorong partisipasi maksimum dan peningkatan individu. Sebanyak pos yang diperlukan dapat disiapkan, dengan 12 pos sebagai jumlah maksimum yang disarankan. Anak harus bekerja di dalam kelompok yang berisi 2 atau 3 anak agar supaya tiap anak memperoleh tingkat keterlibatan yang tinggi dalam keterampilan tertentu. Dalam aktivitas-aktivitas tertentu memerlukan pasangan, agar kelompok yang berisi 3 anak, memastikan bahwa tiap anak memiliki giliran dengan pasangannya. Rentang waktu yang disarankan untuk tiap pos 50 detik, diikuti dengan istirahat atau interval 10 detik. Salah satu cara yang efektif untuk mengatur pelaksanaan sirkuit ini adalah dengan menyusun, misalnya sebuah tape musik, yaitu 50 detik dengan musik ....., 10 detik tanpa musik ....., 50 detik dengan musik ....., 10 detik tanpa musik ...., dan seterusnya. Dengan cara ini anak akan mengetahui kapan bergerak dan kapan bersiap-siap untuk melakukan pada pos selanjutnya. Anak harus diberi penjelasan secukupnya mengenai cara pelaksanaan. Sirkuit keterampilan merupakan bentuk aktivitas yang dapat dilakukan kapan saja dan untuk cabang olahraga apa saja. Konsep sirkuit bukan merupakan hal yang baru. Guru dapat menggunakan sirkuit ini dalam mengajar/melatih. 49 DAFTAR PUSTAKA Ateng, Abdulkadir, Pendidikan Jasmani Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu Keolahragaan Guna Krida Prakasa Jati, 1993 Bucher, C.A, Fundation of Physical Education, ST Louis : CV. Mosby Co. 1960 Lutan, Rusli. Masalah, Tantangan dan Arah Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta : Makalah. Direktorat Jendral Oelahraga pelajar dan Mahasiswa. 2001. Elliot, dkk. Educational Psychologi: Effektive Teaching Learning. Singapura: Mc Graw-Hill Book, 1999 Gallahue, David L. Motor Development and Movement Experiences. New York: John Wiley & Sons, Inc., 1975 Gallahue, David L. Understanding Motor Development Infants, Children, Adolecent. New York: MacMillan Publishing Company., 1989 Hurlock, Elizabeth B, Perkembangan Anak. Terjemahan Tjandrosa dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1990 Magill, R.A,. Motor Learning Concepts and Applications. Mc Graw-Hill Int, 2001. Maksum, A.. Psikologi Olahraga: Teori dan Aplikasi. Surabaya: Fakultas Ilmu Keolahragaan – Universitas Negeri Surabaya., 2007. Sage, G.. Political economy and sport. Dala Jay Coakley & Eri Du Studies . Lo do : Sage publications, 2006. i g, Ha dbook of “port Shields, DLL. & Bredemeier, BJL. Sport and character development. Research Digest, Series 7, No. 1, March 2006. Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, 1988 Pate, Rotella and, Mc Clenaghen, Scientific Foundationan Coaching, Newyork: Sounders College Publishing, terjemahan. 1979 Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi 50 Richard A. Schmidt dan Timothy D. Lee,. Motor Control and Learning , Fourth Edition, Human Kinetics, 2005. Sindentop, Daryl. Introduction to Physical Education, Fitness and Sport. London & Toronto: Mayfiled Publishing Company. 1994. Sugiyanto, Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta : Universitas Terbuka, 1996 Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2014 Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2015 51 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB IV STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN PJOK DR. IMRAN AKHMAD, M.PD KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 1 BAB IV STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN PJOK URAIAN MATERI A. Landasan Yuridis Kompetensi Mata Pelajaran Penjasorkes Pendidikan sebagaimana yang dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 angka 1 adalah: usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Paradigma pendidikan tersebut selanjutnya dirumuskan ke dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menetapkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi parameter utama untuk merumuskan standar nasional pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 35 sebagai berikut: 1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. 2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. 2 3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. 4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Fungsi standar nasional pendidikan adalah untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan merupakan salah satu dari 8 (delapan) standar nasional pendidikan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 1. Standar Kompetensi Lulusan Pe didika e iliki ba yak di e si, salah satu ya adalah di e si politik dari pe didika . “ebagai proses politik, pe didika pe yele ggaraa e iliki aspek legal for al dala ya. Di I do esia ya g relatif terpusat siste pe didika diatur se ara lebih detail. Misal ya, dala Pe didika da Kebudayaa PE‘MENDIKBUD) usaha kekuasaa pe eri tah ya, hal kurikulu , Peratura Me teri e gatur se ara ri i kurikulu dari ulai arah kurikulu , sta dar apaia da isi, bahka sa pai pada bagai a a silabus, re a a pelaksa aa pe belajara da pe ilaia se esti ya harus dilakuka . De ga kata lai , kurikulu di I do esia e deru g preskriptif, berpera seperti resep ya g harus diikuti satu persatu. Dala e jadi fo dasi huku Kurikulu 20 . Kurikulu 20 bab i i, ka i aka bagi kurikulu e yajika aspek-aspek legal for al ya g saat i i, atau ya g seri g disebut sebagai berbasis legal for al pada berbagai Peratura Me teri. U tuk ti gkat pe didika “MA, Peratura tahu 20 te ta g Kurikulu Me teri ya g pe ti g adalah PE‘MENDIKBUD tahu “MA. Peratura Me teri i i e berika la dasa huku te ta g kera gka dasar kurikulu , struktur kurikulu , silabus, da pelajara . “elai itu, ada beberapa Peratura 3 59 pedo a ata Me teri ya g sali g terkait, seperti PE‘MENDIKBUD No or 0 te ta g pe belajara da No or 0 te ta g pe ilaia . U tuk e guraika PE‘MENDIKBUD No 59 tahu 20 ya g di aksid de ga “ta dar Ko pete si Lulusa i i, ka i aka e jabarka apa “KL), Ko pete si Isi KI), da Ko pete si Dasar KD). “ta dar Ko pete si Lulusa u tuk Kurikulu 20 e ga u pada PE‘MENDIKBUD No 5 tahu 20 . Apa ya g di aksud sebagai SKL adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. SKL mencakup tiga dimensi: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tabel di bawah ini menyajikan kualifikasi kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan jenjang SMA. Tabel 3.1. “tandar Ko petensi Lulusan untuk “MA dan yang sederajat. Di ensi “ikap Pe getahua Ketera pila Kualifikasi Ke a puan Me iliki perilaku ya g e er i ka sikap ora g beri a , berakhlak ulia, beril u, per aya diri, da berta ggu gjawab dala beri teraksi se ara efektif de ga li gku ga so ial da ala serta dala e e patka diri sebagai er i a ba gsa dala pergaula du ia. Me iliki pe getahua faktual, ko septual, prosedural, da etakog itif dala il u pe getahua , tek ologi, se i, da budaya de ga wawasa ke a usia , keba gsaa , ke egaraa , da peradaba terkait pe yebab serta da pak fe o e a da kejadia . Me iliki ke a pua berpikir da ti dak ya g efektif da kreatif dala ra ah abstrak da ko kret sebagai pe ge ba ga dari ya g dipelajari di sekolah se ara a diri. 4 SKL tersebut kemudian menjadi acuan untuk mengembangkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti. 2. Cakupan Kompetensi Lulusan Penetapan pendekatan kompetensi lulusan didahului dengan mengidentifikasi apa yang hendak dibentuk, dibangun, dan diberdayakan dalam diri peserta didik sebagai jaminan yang akan mereka capai setelah menyelesaikan pendidikannya pada satuan pendidikan tertentu. Pendekatan kompetensi lulusan menekankan pada kemampuan holistik yang harus dimiliki setiap peserta didik. Hal itu akan membawa implikasi terhadap apa yang seharusnya dipelajari oleh setiap individu peserta didik, bagaimana cara mengajarkan, dan kapan diajarkannya.Cakupan kompetensi lulusan satuan pendidikan berdasarkan elemen-elemen yang harus dicapai dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 3.2:Kompetensi Lulusan Berdasarkan Elemen-Elemen yang Harus Dicapai DOMAIN Elemen SD SMP SMA-SMK Proses Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati + Mengamalkan Individu beriman, berakhlak mulia (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun), rasa ingin tahu, estetika, percaya diri, motivasi internal Sosial toleransi, gotong royong, kerjasama, dan musyawarah Alam pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotik, dan cinta perdamaian SIKAP 5 DOMAIN KETERAMPILAN PENGETAHUAN Elemen SD SMP SMA-SMK Proses Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji + Menalar + Mencipta Abstrak membaca, menulis, menghitung, menggambar,mengarang Konkret menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, membuat, mencipta Proses Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisa + Mengevaluasi Objek ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya Subyek manusia, bangsa, negara, tanah air, dan dunia Cakupan kompetensi lulusan satuan pendidikan secara holistik dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 3.3: Kompetensi Lulusan Secara Holistik DOMAIN SD SMP SMA-SMK Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati + Mengamalkan SIKAP pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji + Menalar + Mencipta KETERAMPILAN pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisa + Mengevaluasi PENGETAHUAN pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban 6 Dari tabel di atas, cakupan kompetensi lulusan secara holistik dirumuskan sebagai berikut: 1) Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Sikap: Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. 2) Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Keterampilan: Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta. 3) Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Pengetahuan: Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisa, dan mengevaluasi. Perumusan kompetensi lulusan antarsatuan pendidikan mempertimbangkan gradasi setiap tingkatan satuan pendidikan dan memperhatikan kriteria sebagai berikut: a) perkembangan psikologis anak, b) lingkup dan kedalaman materi, c) kesinambungan, dan d) fungsi satuan pendidikan. 1. Kompetensi Inti Mata Pelajaran Penjasorkes Dapat dilihat pada www.kurikulumnasional.ga, dan/atau dokumenkurikulumindonesia.blogspot.com 7 2. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Penjasorkes Dapat dilihat pada www.kurikulumnasional.ga, dan /atau dokumenkurikulumindonesia.blogspot.com 3. Prinsip Perumusan Tujuan Pembelajaran Dapat dilihat pada www.kurikulumnasional.ga, dan/atau dokumenkurikulumindonesia.blogspot.com 4. Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi Dapat dilihat pada www.kurikulumnasional.ga, dan/atau dokumenkurikulumindonesia.blogspot.com DAFTAR PUSTAKA Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010, Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan jabatan Fungsional Guru dan Anbgka Kreditnya., Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya., Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pedoman Penilaian Prestasi Kerja Guru, Kepala Sekolah Dan Guru Yang Diberi Tugas Tambahan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014., Badan PSDMPK PMP Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2014 Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2015 8 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB V PENGEMBANGAN MATERI AJAR PJOK DR. IMRAN AKHMAD, M.PD KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 1 BAB V PENGEMBANGAN MATERI AJAR PJOK URAIAN MATERI A. Karakteristik Peserta Didik Dan Tingkat Perkembangannya Perkembangan fisik merupakan salah satu aspek perkembangan peserta didik yang sangat penting dan mempengaruhi aspek-aspek perkembangan lainnya. Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan individu. Lebih lanjut dinyatakan oleh Siefert dan Hoffnung, 1994, mengatakan bahwa perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti: pertumbuhan otak, system saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat badan, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara-cara individu untuk menggunakan tubuhnya (seperti: perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti: penurunan fungsi jantung, pengelihatan dan sebagainya). Pertumbuhan dan perkembangan fisik peserta didik dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu tahap setelah lahir hingga usia tiga tahun, tahap anak-anak hingga masa pubertas (3-10 tahun), tahap pubertas (10-14 tahun), dan tahap remaja/adolesen (usia 12 tahun ke atas). Berdasarkan tahapan di atas, maka anak usia sekolah (SD-SMP) dimasukan dalam tahap prapubertas dan pubertas awal, sedangkan anak SMP hingga SMA dimasukan dalam tahap remaja.Usia 12-19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. Periode ini merupakan masa perubahan yang sangat besar. Selama periode tahun ini pertumbuhan fisik, emosional, dan intelektual terjadi de ga ke epata ya g e usi gka , e a ta g peserta didik sebagai re aja u tuk e yesuaika diri de ga suatu be tuk tubuh baru , ide titas sosial, da e perluas pandangan tentang dunia. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan gizi yang lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan fisik remaja jelas 2 terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, serta otot-otot tubuh berkembang pesat. Pertumbuhan dan perubahan fisik sangat nyata pada peserta didik usia ini, baik laki-laki maupun perempuan. Perubahan dan pertumbuhan itu merupakan pengalaman tersendiri bagi remaja. Dalam rentang beberapa tahun ini peserta didik mempersiapkan diri menjadi anggota masyarakat dewasa yang mandiri dan berkontribusi kepada masyarakat. Dimensi perkembangan psikoseksual pun mengalami pematangan yang luar biasa. Pubertas adalah waktu perkembangan fisik yang cepat, menandakan akhir masa kanakkanak dan awal kematangan seksual. Meskipun pubertas dapat dimulai pada waktu yang berbeda bagi masing-masing peserta didik, baik perempuan maupun laki-laki umumnya menyelesaikan masa ini tanpa masalah. Keduanya mengalami perkembangan secara struktural dan hormonal yang mencerminkan kesiapan produksi seksual mereka. Kecepatan perkembangan seksual remaja dewasa bervariasi. Awal pubertas wanita dan pria berada pada kisaran usia 6 sampai 7 tahun. Ketika memasuki usia 14 tahun, misalnya seseorang cenderung perkembangan yang berbeda dengan yang lainnya. Sebagian telah menampakkan diri sebagai manusia dewasa atau remaja yang sudah matang. Akhirnya, kesemuanya bisa mencapai kematangan yang relatif sama. Tanda awal dari percepatan kematangan remaja adalah pertumbuhan atau peningkatan secara nyata pada tinggi dan berat badan. Percepatan pertumbuhan wanita biasanya dimulai antara usia 10 dan 14 tahun. Dan berakhir pada usia 16 tahun. Percepatan pertumbuhan laki-laki biasanya dimulai antara usia 10 dan 16 tahun danberakhir usia 18 tahun. Perempuan umumnya mulai pubertas beberapa tahun lebih awal daripada anak lakilaki, sekitar usia 11-12 tahun. Peningkatan tingkat estrogen memicu terjadinya pubertas pada anak perempuan, ciri-cirinya adalah: a. Badan mereka tumbuh tinggi b. Pinggul melebar c. Payudara menjadi bulat dan besar d. Rambut bertumbuh pada kaki, bawah lengan, dan sekitar alat kelamin e. Labia menebal 3 f. Klitoris memanjang g. Rahim membesar h. Menstruasi. Sekitar usia 12 atau 13 tahun perempuan mulai menstruasi. Permulaan menstruasi disebut menarche. Pada saat ini perempuan siap hamil. Pada anak laki-laki peningkatan kadar hormon testos teron memicu anak laki-laki sekitar usia 12 hingga 14 tahun, ciri cirinya adalah: a. Anak laki-laki menjadi lebih tinggi, lebih berat, dan kuat b. Suara dalam mereka semakin tampak terdengar c. Bahu melebar d. Rambut tumbuh di bawah lengan, wajah, sekitar alat kelamin, dan bagian lain tubuh e. Testis menghasilkan sperma f. Penis dan organ reproduksi lainnya memperbesar. Perubahan yang dihasilkan pada masa pubertas dapat berefek luas pada tubuh anak remaja. Gadis remaja dan anak laki-laki sama-sama meningkat tinggi dan berat badannya, muncul kecanggungan umum, naik dan turun suasana emosional, tumbuh jerawat, dan sebagainya. Perubahan yang drastis ini, termasuk waktu pematangan seksual, dapat menjadi sumber kecemasan besar dan frustasi pada mereka. Potensi Psikomotorik Peserta Didik Dalam Mata Pelajaran Penjasorkes Kemampuan Psikomotorik Keterampilan Gerak hanya bisa dikembangkan dengan latihanlatihan yang menuju kearah peningkatan kemampuan anak. Pengembangan tersebut memerlukan rangsangan yang adekuat agar perkembangan potensi Psikomotorik Keterampilan Gerak anak bisa optimal. Peningkatan potensi perkembangan Psikomotorik Keterampilan Gerak dan Pengembangan Gerak merupakan faktor yang sangat penting dalam kesuksesan pengajaran. Peningkatan kemampuan motorik, anak akan mampu menerima pengajaran sesuai dengan batasan jenjang pendidikannya. Ranah ini mencakup kemampuan ketrampilan fisik dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu, seperti keterampilan dalam bidang olahraga, penguasaan dalam 4 menjalankan mesin , dan sebagainya. Pada ranah ini juga terbagi dalam sejumlah aspek, meliputi persepsi terhadap panca indera, kesiapan untuk suatu gerakan fisik, respon terpimpin atau gerakan yang dilakukan berdasarkan trial and error ataupun berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya, mekanisme atau kecakapan melakukan sesuatu, respon motorik yang tampak atau terlihat, penyesuaian atau adaptasi, serta aspek penciptaan gerakan baru sebagai hasil dari ketrampilan. Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi menjadi lima kategori : 1) Peniruan, domain ini terjadi ketika peserta didik mengamati suatu gerakan, kemudian memberikan respon serupa dari gerakan yang diamatinya. Aspek domain ini pada umumnya bersifat global dan tidak sempurna. 2) Manipulasi, pada tingkat manipulasi ini, peserta didik menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk, sehingga peserta didik tidak hanya meniru tingkah laku yang diamatinya. 3) Ketetapan, domain ini peserta didik memerlukan ketelitian, proporsional, dan kepastian lebih tinggi dalam penampilannya yang ia tunjukkan. 4) Artikulasi, domain ini mengacu pada koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan tujuan yang tepat hingga mencapai suatu hal yang diharapkan. 5) Pengalamiahan, merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotor. Dalam hal ini, peserta didik dituntut untuk melakukan suatu kegiatan secara rutin. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek domain psikomotor ini merupakan pengajaran yang lebih mengorientasikan pada tingkah laku atau pelaksanaannya. Secara tidak langsung, aspek psikomotorik ini berfungsi untuk meneruskan nilai yang terdapat dalam aspek kognitif yang diaplikasikan dalam bentuk yang nyata oleh domain psikomotor. Beberapa kontelasi perkembangan motorik individu dipaparkan oleh Harlock (1996) sebagai berikut: 5 a) Melalui keterampilan motorik, anak dapat terhibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti, anak merasa senang memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar bola dan memainkan alat-alat mainan. b) Dengan keterampilan motorik anak dapat bernjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupanya kepada kondisi independen. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya sendiri. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri. c) Melalui peningkatan potensi perkembangan Psikomotorik Keterampilan Gerak Pengembangan Gerak anak dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekolah. Pada masa prasekolah atau pada masa awal sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menulis menggambar, melukis dan baris berbaris. d) Melalui eningkatan potensi perkembangan Psikomotorik Keterampilan Gerak Pengembangan Gerak yang normal memungkinkan anak dapat bermain dan bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat dalam bergaul dengan teman sebaynya, bahkan dia kan terkucilkan atau menjadi anak yang terpinggirkan. Peningkatan potensi perkembangan Psikomotorik Keterampilan Gerak Pengembangan Gerak sangat, penting bagi perkembangan self concept (kepribadian anak B. Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Besar 1. Materi Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Besar I (Permainan Sepakbola) a. Pembelajaran Gerak Dasar Permainan Sepakbola Sebelum peserta didik mempelajari teknik dasar permainan sepakbola, peserta didik diperintahkan untuk bermain sepakbola yang sederhana dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi. Dalam bermain, peserta didik diharapkan dapat menunjukkan nilai-nilai sikap seperti: sportifitas, kerja sama, tanggung jawab, dan disiplin. Sambil bermain peserta didik diminta untuk mengamati dan rasakan menendang bola dengan kaki yang mana mudah dilakukan. 6 Cara bermain sepakbola yang dimodifikasi adalah sebagai berikut. 1) jumlah pemain 12 orang (untuk dua tim) masing-masing 6 pemain untuk satu tim. 2) pada garis lapangan dipasang gawang atau tiang bendera kecil. 3) lapangan yang dapat digunakan adalah lapangan basket atau bolavoli yang memiliki garis tengah. 4) tiap tim menempatkan 3 pemain penyerang pada daerah lapangan lawan dan 2 pemain bertahan pada daerah lapangan sendiri. 5) setiap pemain berusaha mempertahankan gawangnya dan melakukan serangan. 6) pemain bertahan dan penyerang hanya boleh bergerak di daerah yang ditempatinya. 7) bila pemain bertahan dapat merebut bola segera berikan operan pada temannya yang ada di daerah lawan. 8) tim dianggap menang apabila dapat memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak mungkin. 9) waktu permainan untuk setiap tim 5 – 10 menit. Setelah peserta didik bermain sepakbola yang sederhana, selanjutnya peserta didik mempelajari gerak dasar menendang dan menahan bola permainan sepakbola yang benar. Pembelajaran menendang dan menahan bola permainan sepakbola tersebut akan diuraikan secara lengkap sebagai berikut. Teknik dasar sepakbola terdiri dari bermacam-macam gerakan. Keahlian seseorang dalam mempermainkan bola sangatlah berguna untuk suatu pertandingan yang berkualitas. Untuk dapat bermain sepakbola dengan baik dan terampil, seorang pemain sepakbola dituntut untuk menguasai teknik dasar sepakbola. Tanpa penguasaan teknik yang baik, pemain sepakbola tidak mungkin dapat menguasai atau mengontrol bola dengan baik pula. Tanpa kemampuan men guasai bola dengan baik, tidak mungkin dapat menciptakan kerja sama dengan pemain lain. Kerja sama dalam permainan sepakbola merupakan inti dari permainan sepakbola. 7 Teknik sepakbola dengan bola antara lain: (1) Teknik menendang bola, (2) Teknik menahan bola (trapping), (3) Teknik menggiring bola (dribble), (4) Teknik gerak tipu, (5) Teknik menyundul bola (heading), (6) Teknik merebut bola (tackling), (7) Teknik lemparan kedalam (throw-in) dan (8) Teknik penjaga gawang. Bentuk aktivitas pembebalajar teknik sepak bola dapat dilihat pada Buku Pengangan Pembelajaran PJOK yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan kelas serta Kompetensi Dasar yang ditetapkan. 2. Materi Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Besar II (Permainan Bolavoli) a. Konsep Dasar Permainan Bola Besar (Bolavoli) Permainan bolavoli pada awal ide dasarnya adalah permainan memantul-mantulkan bola (to volley) oleh tangan atau lengan oleh dua regu yang bermain di atas lapangan yang mempunyai ukuran-ukuran tertentu. Untuk masing-masing regu, lapangan dibagi dua sama besar oleh net atau tali yang dibentangkan di atas lapangan dengan ukuran ketinggian tertentu. Salah satu pemain tidak boleh memantulkan bola dua kali secara berturut-turut. Prinsip permainan bolavoli adalah menjaga bola agar jangan sampai jatuh di lapangan sendiri dan berusaha menjatuhkan bola di lapangan lawan atau mematikan bola di lapangan lawan. Peraturan dasar yang digunakan adalah bola harus dipantulkan oleh tangan, lengan, atau bagian depan badan dari anggota badan. Bola harus diseberangkan ke lapangan lawan melalui atas net. Tujuan orang bermain bolavoli berawal dari tujuan yang bersifat rekreatif, kemudian berkembang ke arah tujuan-tujuan lain seperti untuk mencapai prestasi yang tinggi, meningkatkan prestasi diri atau bangsa dan negara, memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani, memanfaatkan waktu luang, bersosialisasi, bahkan saat ini ada sebagian pemain yang bertujuan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Di lingkungan sekolahan permainan bolavoli digunakan sebagai salah satu sarana atau alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. 8 Bentuk aktivitas pembebalajar teknik bolavoli dapat dilihat pada Buku Pengangan Pembelajaran PJOK yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan kelas serta Kompetensi Dasar yang ditetapkan 3. Materi Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Besar III (Permainan Bolabasket) a. Konsep Dasar Aktivitas Permainan Bola Besar (Bola Basket) 1) Lapangan Permainan Dalam permainan yang sebenarnya, permainan bolabasket dilakukan pada sebuah lapangan empat persegi panjang dengan ukuran: a) Panjang garis samping lapangan: 26 meter b) Lebar lapangan : 14 meter c) Garis tengah lingkaran di tengah lapangan : 3.6 meter d) Tinggi ring basket : 2,75 meter e) Diameter ring basket : 0,45 meter f) Ukuran papan pantul :1,80 meter x 1,20 meter Gambar 11 : Lapangan, ukuran ring dan papan pantul permainan bola basket D. Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Kecil 1. Aktivitas Permainan Bulutangkis Mini Bulutangkis adalah cabang olahraga yang termasuk ke dalam kelompok olahraga permainan. Permainan bulutangkis dapat dimainkan di dalam maupun di luar lapangan, di 9 atas lapangan yang dibatasi dengan garis-garis dalam ukuran panjang dan lebar tertentu. Lapangan bulutangkis dibagi menjadi dua sama besar dan dipisahkan oleh net yang tergantung di tiang net yang ditanam di pinggir lapangan. Alat yang dipergunakan adalah sebuah raket sebagai alat pe ukul serta shutlecock sebagai bola ya g dipukul. Permainan dimulai dengan cara menyajikan bola atau service, yang memukul bola dari petak service kanan ke petak service kanan lawan, sehingga jalan bola menyilang. Permainan bulutangkis ini biasanya dimainkan oleh: (1) Seorang pria melawan seorang pria (tunggal putra), (2) Seorang wanita melawan seorang wanita (tunggal putri), (3) Sepasang pria melawan sepasang pria (ganda putera), (4) Sepasang wanita melawan sepasang wanita (ganda puteri), dan (5) Sepasang pria/ wanita melawan sepasang pria/wanita (ganda campuran). Untuk dapat berprestasi dengan baik dalam permainan bulutangkis unsur utama yang harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang pemain bulutangkis adalah komponen dasar. Dalam permainan bulutangkis kemampuan service mutlak dikuasai oleh pemain. Salah melakukan service berarti fatal, sedangkan unggul dalam service berarti membuka kemungkinan mendapatkan angka. Tujuan pembelajaran memukul shuttlecock adalah untuk mengombinasikan gerakangerakan memukul shuttlecock yang telah dipelajari. Gerakan memukul shuttlecock dapat dilakukan dengan cara: berpasangan dan berkelompok. 2. Aktivitas Permainan Tenis Meja Tenis meja merupakan cabang olahraga yang dimainkan di dalam gedung (indoor game) oleh dua pemain atau empat pemain. Cara memainkannya dengan menggunakan raket yang dilapisi karet untuk memukul bola celluloid melewati jaring yang tergantung di atas meja yang dikaitkan pada dua tiang jaring. Permainan tenis meja atau lebih dikenal de ga istilah lai , yaitu Ping Pong adalah erupaka suatu aba g olahraga ya g u ik dan bersifat rekreatif. Pada dasarnya permainan tenis meja dapat dibagi menjadi empat, yaitu: (1) Prinsip memegang bet (grip), (2) Prinsip siap sedia (stance), (3) Prinsip gerakan kaki (footwork), 10 dan (4) Prinsip pukulan (stroke). Tanpa penguasaan teknik dasar bermain tenis meja dengan baik, tidak mungkin dapat bermain tenis meja dengan baik pula. Permainan tenis meja akan berhasil dengan baik apabila terampil melakukan teknik bermain tenis meja. Tujuan pembelajaran memukul bola adalah untuk mengombinasi-kan gerakan-gerakan memukul bola yang telah dipelajari. Gerakan memukul bola dapat dilakukan dengan cara: berpasangan dan berkelompok. Bentuk-bentuk pembelajaran memukul bola antara lain sebagai berikut. 3. Aktivitas Permainan Kasti Permainan kasti merupakan olahraga permainan beregu yang dimainkan oleh dua regu. Masing-masing regu terdiri dari 12 orang pemain. Permainan ini dimainkan di lapangan berbentuk empat persegi panjang yang dibatasi oleh garis batas dengan lebar 5 cm atau menggunakan tali tambang. Sebagai alat permainan menggunakan bola kasti dan kayu pemukul. Unsur gerak dasar permainan, yaitu melambungkan bola, menangkap bola, melempar bola, berlari, taktik dan strategi, dan peraturan permainan. Tujuan pembelajaran melempar, memukul dan menangkap bola adalah untuk mengkombinasikan gerakan-gerakan melempar, memuku dan menangkap bola yang telah dipelajari. Setelah melakukan gerakan melempar, memukul dan menangkap bola, coba rasakan gerakan melempar, memukul dan menangkap bola yang mana mudah dan sulit dilakukan. Mengapa gerakan tersebut mudah dan sulit dilakukan? Temukan permasalahan tersebut, kemudian lakukan kembali gerakan-gerakan tersebut. Gerakan melempar, memuku dan menangkap bola dapat dilakukan dengan cara: berpasangan dan berkelompok. Dalam melakukan gerakan melempar, memuku dan menangkap bola, peserta didik diharapkan dapat menunjukkan nilai-nilai sikap seperti: sportivitas, kerja sama, tanggung jawab, dan disiplin. 4. Aktivitas Permainan Rounders Rounders adalah cabang olahraga yang hampir sama dengan base ball dan softball. Disini pemain setelah memukul bola berlari mengelilingi lapangan dengan ditandai dengan tiang 11 sebagai ‘ou ders . ‘egu ya g dapat e gelili gi lapa ga lebih ba yak keluar sebagai pemenang. Olahraga ini berasal dari Inggris bersamaan dengan base ball dan softball. B. Aktivitas Atletik 1. Aktivitas Pembelajaran Jalan Cepat Jalan cepat adalah gerak maju langkah kaki yang dilakukan sedemikian rupa sehingga kontak dengan tanah tetap terpelihara dan tidak terputus. Selama saat setiap langkah, kaki yang bergerak maju pejalan kaki harus berhubungan/menyentuh tanah sebelum kaki belakang meninggalkan tanah. Kaki penyangga harus diluruskan (tidak bengkok di lutut) untuk sekurang-kurangnya sesaat dalam posisi tegak/vertikal. Di dalam perlombaan jalan cepat yang penting diperhatikan oleh setiap pejalan cepat adalah melakukan gerak langkah maju ke depan dengan salah satu kaki selalu tetap kontak dengan tanah. Artinya bahwa pada setiap akan melangkahkan kaki, salah satu kaki harus selalu tetap berhubungan atau menempel pada tanah. Akan tetapi mengingat dalam pelaksanaan perlombaan jalan cepat itu diawali dengan adanya pemberangkatan (start) dan diakhiri dengan melewati garis finish, maka untuk gerakan jalan cepat ini dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: gerakan start, jalan cepat, dan melewati garis finish. Tanpa penguasaan prinsip dasar tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dalam perlombaan jalan cepat. Pembelajaran jalan cepat akan diuraikan secara lengkap sebagai berikut. a. Teknik Start Start perlombaan jalan cepat dilakukan dengan start berdiri. Karena start pada jalan cepat ini kurang berpengaruh terhadap hasil perlombaan maka tidak ada gerakan khusus yang harus dipelajari atau dilatih. Sikap start pada umumnya adalah sebagai berikut. Pada aba bersedia , pejala e epatka kaki kiri di belakang garis start, kaki kanan di belakang kaki kiri, badan agak condong ke 12 depa , ta ga berga tu g ke dor. Pada bu yi pistol atau aba Ya , segera langkahkan kaki kanan ke muka, dan terus jalan. b. Teknik Jalan Cepat 1) Langkah kaki Dimulai dengan gerakan mengangkat paha kaki ayun ke muka, lutut terlipat, tungkai badan bergantung ke muka, karena ayunan paha ke muka tungkai bawah ikut terayun ke muka, lutut menjadi lurus, kemudian menapak ke tumit terlebih dahulu menyentuh tanah; bersamaan dengan ayunan kaki tersebut kaki tumpu menolak dengan mengangkat tumit selanjutnya ujung kaki tumpu lepas dari tanah berganti menjadi kaki ayun. 2) Kecondongan Badan Sedikit ke Depan dengan Ayunan Lengan Siku dilipat lebih kurang 90 derajat, ayunan lengan arahnya lebih masuk, gerakan lengan seirama dengan langkah kaki. c. Teknik Finish Tidak ada gerakan khusus untuk finish ini. Umumnya jalan terus hingga melewati garis finish, baru dikendorkan keceppatan jalannya setelah melewati jarak lima meter. Untuk memperoleh langkah-langkah yang tidak sampai terangkat sehingga melayang, maka pemindahan berat badan dari satu kaki ke kaki lain harus nampak jelas pada gerak panggul. d. Fase-fase Jalan Cepat 1) Fase Tumpuan Dua Kaki Cara melakukan gerakan fase tumpuan dua kaki jalan cepat sebagai berikut. a) Fase gerakan tumpuan dua kaki ini terjadi sangat singkat. b) Pada saat kedua kaki menyentuh tanah, pada saat itu pula berakhir dorongan yang diikuti oleh gerakan tarikan. c) Tarikan ini lebih lama dan menyebabkan gerakan berlawanan antara bahu dan pinggul. 13 d) Lakukan gerakan fase tumpuan dua kaki berulang-ulang. 2) Fase Tarikan Kaki Cara melakukan gerakan fase tarikan kaki jalan cepat sebagai berikut. a) Fase gerakan tarikan dimulai setelah gerakan terdahulu selesai. b) Gerakan ini dilakukan oleh kaki depan akibat kerja tumit dan koordinasi seluruh bagian badan. c) Gerakan ini selesai apabila badan berada di atas kaki penopang. d) Latihan ini dilakukan gerakan fase tarikan kaki berulang-ulang. 3) Fase Relaksasi Cara melakukan gerakan fase relaksasi jalan cepat sebagai berikut. a) Tahap ini barada antara selesainya fase tarikan dan awal dari fase dorongan kaki. b) Pinggang ada pada bidang yang sama dengan bahu. c) Lengan vertikal dan parallel di samping badan. d) Lakukan gerakan fase relaksasi berulang-ulang. 4) Fase Dorongan Kaki Cara melakukan gerakan fase dorongan kaki jalan cepat sebagai berikut. a) Fase ini dilakukan apabila fase terdahulu selesai dan bila titik pusat gravitasi badan mengambil alih kaki tumpu. b) Kaki yang baru saja menyelesaikan tarikan mulai mengambil alih gerakan dorongan. Kaki yang lain bergerak maju dan diluruskan. c) Jangkauan gerak yang lebar di mana pinggang berada pada sisi yang sama, maju searah, memungkinkan suatu fleksibilitas yang besar dan memberi kaki dorong waktu yang lebih lama bekerja dengan meluruskan pergelangan kaki. d) Lengan melakukan fungsi pengimbangan secara diametris/wajar berlawanan dengan kaki. e) Lakukan gerakan fase dorongan kaki berulang-ulang. 14 2. Lari Cepat (sprint) Lari cepat yaitu lari yang diperlombakan dengan cara berlari secepat-cepatnya (sprint) yang dilaksanakan di dalam lintasan lari menempuh jarak 100 m, 200 m dan 400 m misalnya, karena ada beberapa nomor sprint yang diperlombakan dalam kejuaraan resmi. Lari cepat dapat dilakukan baik oleh pelari puteri maupun putera. Khusus dalam nomor lomba lari cepat setiap pelari tidak diperbolehkan keluar lintasannya masing-masing. Kunci pertama yang harus dikuasai oleh pelari jarak pendek/sprint adalah start atau pertolakan. Karena keterlambatan atau ketidaktelitian pada waktu melakukan start sangat merugikan pelari jarak pendek (sprinter). Oleh sebab itu, cara melakukan start yang baik harus benar-benar diperhatikan dan dipelajari serta dilatih secermat mungkin. Teknik Dasar Start Jongkok untuk nomor Sprint a) Start panjang (Long start) Caranya, kaki yang lututnya tidak menempel di tanah, terletak di depan lutut yang menempel pada tanah. b) Start menengah (Medium start) Caranya, kaki yang lututnya tidak menempel di tanah terletak di samping lutut yang menempel di tanah dengan jarak ± satu kepal. c) Start pendek (Short start) Caranya, kaki yang lututnya tidak menempel di tanah terletak di antara kaki dan lutut lainnya. Teknik Start Jongkok dengan Aba-aba Start Dalam melakukan start jongkok, ada tiga tahapan yang disesuaikan dengan aba-aba. Aba-aba Bersedia Apabila mendengar aba-aba bersedia , sikap bada seora g pelari adalah sebagai berikut: (1) Salah satu lutut diletakkan di tanah dengan jarak ± satu jengkal dari garis start. Kaki satunya diletakkan tepat di samping lutut yang menempel tanah ± satu kepal. 15 (2) Badan membungkuk ke depan, kedua tangan terletak di tanah di belakang garis start, keempat jari rapat, ibu jari terbuka (membentuk huruf V). (3) Kepala ditundukkan, leher rileks, pandangan ke bawah dan konsentrasi pada aba-aba berikutnya. Aba-aba “iap Apabila ada aba-aba siap aka sikap bada seora g pelari adalah sebagai berikut: (1) Lutut yang menempel di tanah diangkat, panggul diangkat setinggi bahu dan berat badan dibawa ke muka. (2) Kepala tetap tunduk, leher rileks, pandangan ke bawah dan konsentrasi pada aba-aba berikutnya. Aba-aba Ya Apabila mendengar aba-aba Ya atau bu yi pistol, aka ya g perlu dilakuka oleh pelari adalah sebagai berikut : (1) Menolak ke depan dengan kekuatan penuh atau gerakan meluncur, tetapi jangan melompat. (2) Badan tetap condong ke depan disertai dengan gerakan lengan yang diayunkan. (3) Dilanjutkan dengan gerakan langkah kaki pendek-pendek, tetapi cepat agar badan tidak jatuh ke depan (tersungkur). Teknik Lari Jarak Pendek (Sprint) Teknik lari jarak pendek (100 meter) adalah sebagai berikut : (1) Prinsip lari cepat yaitu lari pada ujung kaki, tumpuan kuat agar mendapat dorongan yang kuat (2) Sikap badan condong ke depan ± 60º, sehingga titik berat badan selalu di depan. (3) Ayunan lengan kuat dan cepat, siku dilipat, kedua tangan menggenggam lemas, agar gerakan langkah kaki juga cepat dan kuat. 16 (4) Setelah ± 20 m dari garis start, langkah diperlebar dan sikap badan dicondongkan ke depan tetap dipertahankan serta ayunan lengan dan gerakan langkah juga dipertahankan kecepatan serta kekuatan bahkan harus ditingkatkan. Latihan Teknik Memasuki Garis Finish Setelah menempuh jarak 100 m dengan kecepatan maksimal, gerakan selanjtunya memasuki garis finish. Teknik memasuki garis finish adalah sebagai berikut : (1) Berlari secepat mungkin, jika perlu ditingkatkan kecepatannya seakan-akan garis finish masih 10 m di belakang garis sesungguhnya. (2) Setelah sampai ± satu meter di depan garis finish merebahkan badan ke depan tanpa mengurangi kecepatannya. (3) Sampai garis finish membusungkan dada, tangan ditarik ke belakang atau putar salah satu bahu ke depan. C. Aktivitas Bela Diri 1. Konsep Aktivitas Bela Diri Seni bela diri merupakan satu kesenian yang timbul sebagai satu cara seseorang mempertahankan / membela diri. Seni bela diri telah lama ada dan berkembang dari masa ke masa. Pada dasarnya, manusia mempunyai insting untuk selalu melindungi diri dan hidupnya. Dalam tumbuh atau berkembang, manusia tidak dapat lepas dari kegiatan fisiknya, kapan pun dan dimanapun. Hal inilah yang akan memacu aktivitas fisiknya sepanjang waktu. Pada zaman kuno, tepatnya sebelum adanya persenjataan modern, manusia tidak memikirkan cara lain untuk mempertahankan dirinya selain dengan tangan kosong. Pada saat itu, kemampuan bertarung dengan tangan kosong dikembangkan sebagai cara untuk menyerang dan bertahan, kemudian digunakan untuk meningkatkan kemampuan fisik / badan seseorang. Meskipun begitu, pada zaman-zaman selanjutnya, persenjataan pun mulai dikenal dan dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan diri. 17 Dapat dikatakan bahwa seni bela diri tersebar di seluruh penjuru dunia ini dan hampir setiap negara mempunyai seni bela diri yang berkembang di daerah masingmasing maupun merupakan sebuah serapan dari seni bela diri lain yang berkembang di daerah asalnya. Sebagai contoh seni silat adalah seni bela diri yang berkembang di negara ASEAN dan terdapat di Malaysia, Indonesia, Thailand dan Brunei. 2. Jenis - jenis Beladiri Seni bela diri terbagi atas berbagai macam jenis, yaitu: seni tempur bersenjata tajam, seni tempur bersenjata tumpul/ tidak tajam (kayu, bambu, dll) , dan seni tempur tangan kosong. Di antara jenis-jenis seni bela diri yang ada adalah aikido, capoeira, gulat, hapkido, hikmatul iman Indonesia, jeet kunedo, jiu jit su, jogo do pau, judo, karate, kateda, kempo, kendo, kung fu, laskar hitam, lethwei, merpati putih, muay thai, ninjit su, pencak silat, taekwondo, taido, savate, setia hati, tarung derajat, tinju, tamoi, wing tsun, dan wushu. 3. Sejarah Pencak Silat Pencak silat adalah salah satu jenis bela diri asli Indonesia, dapat dimainkan secara perorangan, berpasangan maupun beregu. Untuk menguasai beladiri pencak silat sangat diperlukan penguasaan teknik dasar pencak silat. Pencak silat adalah suatu cara beladiri yang menggunakan akal sepenuhnya. Akal yang dimiliki manusia lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Oleh karena itu, tidak mustahil jika manusia dapat menguasai segala macam ilmu di dunia ini. Di Indonesia istilah pencak silat baru mulai digunakan setelah berdirinya top organisasi pencak silat (IPSI). Sebelumnya di daerah Sumatera lebih dikenal dengan istilah Silat, sedangkan di tanah Jawa kebanyakan dikenal dengan istilah Pencak Silat. Pada periode kepemimpinan Eddie M. Nalapraya, Indonesia memiliki hasrat untuk mengembangkan pencak silat ke mancanegara dengan mengambil prakarsa pembentukan dan pendirian Persekutuan Pencak Silat Antarbangsa (PERSILAT) pada tanggal 11 Maret 1980 bersama Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Keempat negara tersebut akhirnya dinyatakan sebagai negara-negara pendiri organisasi pencak silat internasional. 18 Upaya pengembangan pencak silat yang dipelopori Indonesia dan anggota PERSILAT lainnya sampai saat ini berhasil menambah anggota PERSILAT. Penambahan anggota ini memberikan dampak pada usaha IPSI dan anggota PERSILAT lainnya untuk memasukkan pencak silat ke multi event di tingkat Asia, yaitu Asian Games, dengan membentuk organisasi Pencak Silat Asia Pasific pada bulan Oktober 1999. Organisasi pencak silat di Indonesia yang disebut dengan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, diprakarsai oleh Mr. Wongsonegoro, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pusat Kebudayaan. 4. Pola Gerak Pencak Silat Gerak dasar pencak silat adalah suatu gerak terencana, terarah, terkoordinasi dan terkendali, yang mempunyai empat aspek sebagai satu kesatuan, yaitu aspek mental spiritual, aspek beladiri, aspek olahraga, dan aspek seni budaya. dengan demikian, pencak silat merupakan cabang olahraga yang cukup lengkap untuk dipelajari karena memiliki empat aspek yang merupakan satu kesatuan utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. a. Sikap Kuda-kuda Kuda-kuda adalah posisi menapak kaki untuk memperkokoh posisi tubuh. Kuda-kuda yang kuat dan kokoh penting untuk mempertahankan posisi tubuh agar tidak mudah dijatuhkan. Kuda-kuda juga penting untuk menahan dorongan atau menjadi dasar titik tolak serangan (tendangan atau pukulan). Sikap kuda-kuda pasang merupakan sikap untuk memulai serangan atau pembelaan yang berpola yang dilakukan pada awal atau akhir gerakan. Sikap pasang ada tiga bentuk, yaitu : (1) Sikap kuda-kuda depan pasang atas, (2) Sikap kuda-kuda belakang pasang tengah, dan (3) Sikap kuda-kuda tengah pasang bawah. 1) Kuda-Kuda Depan. Kuda-kuda depan dibentuk dengan posisi kaki didepan ditekuk dan kaki belakang lurus, telapak kaki belakang serong ke arah luar, berat badan ditumpukan pada kaki depan, badan tegap dan pandangan kedepan. 2) Kuda-Kuda Belakang. Berat badan kuda-kuda belakang di bentuk dengan bertumpu pada kaki belakang. Tumit yang dipakai sebagai tumpuan tegak 19 dengan panggul, badan agak condong ke depan, kaki depan di injit dengan, menapak dengan tumit atau ujung kaki. 3) Kuda-Kuda Tengah. Dibentuk dengan kedua kaki ditekukan dengan titik berat badan berada ditengah. 4) Kuda-kuda samping Kuda-kuda ini dilakukan dengan cara 1 kaki ditekuk dan kaki yang lain lurus ke samping, berat badan pada kaki yang ditekuk, bahu sejajar atau segaris dengan kaki. 5) Kuda-Kuda Silang Depan. Kuda-kuda silang dibentuk dengan menginjakkan 1 kaki ke depan atau ke belakang kaki yang lain, berat badan ditumpukan pada 1 kaki, kaki yang lain ringan sentuhan dengan ibu atau ujung jari kaki. 6) Kuda-Kuda Silang Belakang. Kuda-kuda silang belakang yaitu kuda-kuda dengan salah satu kaki berada di belakang dengan keadaan menyilang dan kaki di tumpukan ke belakang, badan tetap lurus agar tidak jatuh saat melakukan gerakan tersebut. b. Sikap Pasang Pencak silat ialah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerik (pergerakan). Ketika seorang pesilat bergerak ketika bertarung, sikap dan gerakannya berubah mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Segera setelah menemukan kelemahan pertahanan lawan, maka pesilat akan mencoba mengalahkan lawan dengan suatu serangan yang cepat. Ada 4 sikap pasang yang saya pelajari dalam pencak silat : 1) Pasang satu, yaitu sikap posisi badan tegak dengan kedua tangan disamping dalam keaadaan siap silat dan kedua kaki di buka selebar bahu 2) Pasang dua, yaitu sikap badan tetap pada posisi tegak, kaki dibuka selebar bahu, kedua tangan mengepal dan sejajar dengan pinggang. 3) Pasang tiga, yaitu, sikap badan pada posisi tegak lurus, kaki di buka selebar bahu, tangan diangkat sejajar mata, dan posisis silang dengan kepalan tangan terbuka. 20 4) Pasang empat, yaitu kaki di buka selebar bahu, tangan diangkat sejajar mata, dan posisis silang dengan kepalan tangan terbuka dibuk lagi dan tangan sudah terkepal. c. Arah Arah adalah sasaran dalam melakukan gerakan, baik pada waktu melakukan pembelaan maupun serangan. Arah dikenal dengan delapan penjuru mata angin. Langkah dilakukan pada arah tertentu sesuai dengan keperluannya. d. Langkah Ciri khas dari Silat adalah penggunaan langkah. Langkah ini penting di dalam permainan silat yang baik dan benar. Ada beberapa pola langkah yang dikenali, contohnya langkah tiga dan langkah empat. Langkah adalah perubahan injakan kaki dari suatu tempat ke tempat lainnya. Langkah dapat dilakukan lurus, silang/serong. Cara melakukannya bisa dengan cara diangkat, geseran, ingutan, lompatan dan loncatan. 1) Pola langkah lurus. Merupakan gerak langkah yang membentuk garis lurus ,baik langkah maju maupin langkah mundur, yang mana pelaksanaanya dimulai dari salah satu kuda-kuda (kuda-kuda tengah). 2) Pola langkah zig-zag. Merupakan gerak langkah yang membentuk mata gergaji atau pola zig-zag, yang mana pelaksanaanya dimulai dari sikap pasang dengan pola langkah serong 3) Pola langkah ladam atau huruf U. Pelaksanaanya dimulai dari sikap awal tegak, gerakkan kaki kesamping kanan,di ikuti kaki kiri menutup (merapat), kemudian kaki kiri maju, kaki di tarik kembali dan merapat kemudian di gerakan samping kiri.kaki kanan ditarik dirapatkan kemudian dilangkahkan kedepan, dan kaki kanan ditarik kembali merapat seperti sikap awal. 4) Pola langkah segi tiga. Pelaksanaanya berdiri di titik 0, geser kaki kanan ke titik 1, ikuti kaki kiri ke titik 2, lanjutkan ke titik 4, lanjutkan juga ke titik 4 dan 5 (berat badan di titik 5) tarik kaki kanan ke titik 6, kaki kanan ketitik 7 dengan kuda-kuda depan , tarik kaki kanan keposisi awal. 21 5) Pola langkah huruf S. Berdiri dengan posisi titik menghadap sesuai dengan arah yang di tunjukan, geser kaki kanan ke arah berat badan ke di kaki kanan, ikuti kaki kiri, kaki kiri ke titik 3 berat badan di kaki kiri selanjutnya cabut kaki kanan lewati kaki kiri sampai di titik 4, kaki kanan yang di titik 4 di titik 5 putar di tempat, sementara kaki kiri yang ada di titik 3 injit, gugus kaki kiri lewat tanda panah dengan jalur titik 6 sampai di titik. 6) Pola langkah segi 4. Pelaksanakannya bisa memakai kombinasi kuda-kuda tengah, samping, dan belakang. 5. Pukulan Dalam Pencak Silat Pukulan merupakan usaha pembelaan yang dilakukan dengan menggunakan lengan atau kaki untuk mengenai badan lawan. a. Lurus. Pukulan dengan salah satu tangan memukul kearah depan, sasaran yaitu dada si lawan. Dan tangan satunya lagi menutup arah point, yaitu sasaran perut keatas. b. Bandul. Mengayunkan tangan salah satunya berbentuk kepalan kearah sasaran ulu hati, dan tangan yang satu lagi tetap menutup arah sasaran lawan ke dia. c. Tegak. Sasarnnya adalah bahu atau sendi bahu bagian kanan (lawan yang dengan kita yang saling berhadapan, jadi sama saja dengan bahu sebelah kiri yang menjadi sasaran d. Melingkar Sasarannya adalah pinggang lawan 6. Tendangan Dalam Pencak Silat Tendangan dapat dilakukan dengan punggung kaki, telapak kaki, ujung kaki dan tumit; a. Tendangan lurus kedepan yaitu dengan hentakan telapak kaki sejajar dengan bahu b. Tendangan melingkar yaitu dengan hentakan punggung kaki c. Tendangan berbentuk huruf T yaitu dengan tendangan samping menggunakan hentakan telapak kaki d. Tendangan samping yaitu menendang dengan punggung kaki. 7. Tangkisan Dalam Pencak Silat a. Tangkisan dalam. Tangkisan dari luar ke dalam sejajar dengan bahu 22 b. Tangkisan luar. Tangkisan dari dalam ke luar sejajar dengan bahu. Cara dilakukan untuk menangkis serangan lawan dan dibuang kekanan atau kekiri dengan posisi tangan di depan agak siku. c. Tangkisan atas. Tangkisan dari bawah ke atas, untuk melindungi kepala dari serangan. gerakan ini dilakukan untuk menangkis serangan lawan yang datangnya dari depan posisi tangan agak siku melindungi muka. d. Tangkisan bawah. Tangkisan bawah dilakukan untuk menangkis serangan lawan dan melindungi kemaluan dengan posisi tangan seperti huruf X dengan jari-jari terbuka tapi rapat. 8. Guntingan Teknik ini dilakukan dengan cara seperti menggunting dengan tujuan untuk menjatuhkan lawan. Sapuan dan Guntingan adalah salah satu jenis buah (teknik) menjatuhkan musuh dengan menyerang kuda-kuda musuh, yakni menendang dengan menyapu atau menjepit (menggunting) kaki musuh, sehingga musuh kehilangan keseimbangan dan jatuh. Guntingan terdiri dari guntingan luar dan guntingan dalam. 9. Hindaran atau elakan Teknik ini dilakukan untuk menghindari serangan lawan teknik ini dapat dilakukan dengan melangkah dengan satu kaki, ditempat,atau memindahkan dengan dua kaki. Elakan dilakukan dengan cara memindahkan sasaran dari arah serangan. Arah elakan dilakukan sesuai dengan arah delapan penjuru mata angin. 10. Kuncian Kuncian adalah teknik untuk melumpuhkan lawan agar tidak berdaya, tidak dapat bergerak, atau untuk melucuti senjata musuh. Kuncian melibatkan gerakan menghindar, tipuan, dan gerakan cepat yang biasanya mengincar pergelangan tangan, lengan, leher, dagu, atau bahu musuh. 11. Kembangan Kembangan adalah gerakan tangan dan sikap tubuh yang dilakukan sambil memperhatikan, mewaspadai gerak-gerik musuh, sekaligus mengintai celah pertahanan musuh. Kembangan utama biasanya dilakukan pada awal laga dan dapat bersifat 23 mengantisipasi serangan atau mengelabui musuh. Seringkali gerakan kembangan silat menyerupai tarian atau dalam bahasa Sunda menyerupai ngibing (berjoget). Kembangan adalah salah satu bagian penilaian utama dalam seni pencak silat yang mengutamakan keindahan gerakan. D. Aktivitas Pengembangan Kebugaran Jasmani 1. Komponen-komponen Kebugaran Jasmani. Komponen-komponen kebugaran jasmani adalah kata benda abstrak yang rasa keberadaannya di dalam tubuh kita nyata, tetapi wujudnya hanya bisa dibayangkan. Komponen-komponen kebugaran jasmani adalah faktor penentu derajat kondisi setiap individu. Seseorang dikatakan bugar jika mampu melakukan segala aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa mengalami hambatan yang berarti, dan dapat melakukan tugas berikutnya dengan segera. Pengelompokan jenis komponen kebugaran jasmani banyak sekali ragam dan perbedaanya, akan sangat tergantung dari sudut pandang mana jenis dan pengelompokan tersebut disusun, tinjauan ilmiah yang digunakan, serta atas maksud dan kegunaan apa pengelompokan jenis tersebut akan digunakan. Cara pembeda inilah yang disebut cara pembeda ilmiah yang mendasarkan tinjauan dari sisi ontology, epistimologi, dan aksiologi sebuah ilmu. Pengelompokan komponen kebugaran jasmani seperti yang tersebut dalam Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Jasmani yang disusun oleh Wahjoedi (1994), adalah: (1) Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (physical fitness related health) dan (2) Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan (physical fitness related skill). Pada pembagian ini bagian yang pertama yang pertama terdiri dari daya tahan jantung dan paru-paru (cardiorespiratory), kekuatan (strength), daya tahan otot (muscle endurance), kelentukan (flexibility), dan komposisi tubuh (body composition). Pada bagian yang kedua (physical fitness related skill) terdiri dari; kecepatan (speed), kelincahan (agility), daya ledak (explosive power), keseimbangan (balance), dan koordinasi 24 (coordination). Selain dari bagaian ini disebut juga kemampuan memanipulasi suatu obyek yaitu ketepatan (accuracy). Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan pengertiannya sebagai berikut: Daya tahan (cardiorespiratory and muscle endurance) Daya tahan (cardiorespiratory and muscle endurance) adalah kemampuan jantung untuk memompa darah dan paru-paru untuk melakukan respirasi (exhale dan inhale) dan kerja kontraksi otot dalam waktu yang lama secara terus menerus tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan segara pulih asal dalam waktu yang singkat. Klasifikasi daya tahan: 1) Daya tahan aerobik/aerobic endurance; sistem pengerahan energi (menghirup, menyalurkan, dan menggunakan untuk kontraksi otot) dengan menggunakan oksigen. Kebugaran aerobik dibutuhkan oleh siapapun yang melakukan aktivitas dalam waktu yang lama dan terus menerus, lebih khusus lagi bagi peserta didik yang diarahkan untuk mengambil spesialisi cabang olahraga atletik nomor lari jarak menengah hingga marathon. Tingkat kebugaran aerobik dipengaruhi oleh faktorfaktor keturunan, jenis kelamin, usia, lemak tubuh, tingkat aktivitas. 2) Daya tahan anaerobik/anaerobic endurance; adalah merupakan istilah untuk menyebut cara kerja otot dalam waktu yang relatif singkat tanpa menggunakan oksigen. Kerja otot/kontraksi otot timbul dari pemecahan ATP (adenosine triphosphate) di dalam otot yang bersumber dari gula darah dan gula otot. Pemecahan ATP ini menimbulkan energi dan ADP (adenosine diposphate), ADP yang ditambah PC (posphocreatine) di dalam otot akan menjadi ATP yang baru. Pembakaran dalam sistem energi yang tidak sempurna akan menyisakan asam laktat, jika asam laktat ini menumpuk terlalu banyak di dalam otot, mengakibatkan kelelahan yang amat sangat dan rasa pegal, bahkan bisa menyebabkan kram otot. Asam laktat tidak selalu merugikan, sebab jika menyatu dengan oksigen, asam laktat akan kembali menjadi sumber energi hingga terurai secara tuntas dan keluar menjadi carbon diokside melalui proses pengeluaran nafas, dan ion-ion hidrogen melalui pengeluaran keringat. Untuk mempercepat proses peleburan asam laktat ini 25 diperlukan pengguncangan (shaking), dan bisa dilakukan dengan lari-lari kecil (joging) dalam waktu 15 – 20 menit sesuai dengan tingkat penumpukan. Kekuatan (strength). Kekuatan (Strength); adalah kemampuan tubuh mengerahkan tenaga untuk menahan beban yang diberikan. Klasifikasi strength adalah: 1) Kekuatan maksimum (maximum strength); kekuatan ini memiliki ciri jika seseorang hanya mampu mengangkat sekali saja beban yang diberikan dan tidak mampu mengangkat lagi tanpa beristirahat terlebih dahulu, atau dalam istilah kebugaran biasa disebut sebagai 1 RM (1 repetition maximum). Pengetahuan mengenai 1 RM ini akan sangat membantu untuk dapat mengembangkan tipe kekuatan yang lainnya (kekuatan yang cepat (elastic/speed strength) dan daya tahan kekuatan (strength endurance) 2) Kekuatan yang cepat (elastic/speed strength); tipe kekuatan ini memiliki ciri jika seseorang mampu mengangkat beban dalam jumlah yang besar dengan segera (dalam satuan waktu yang kecil). Dalam istilah yang lebih umum kecepatan ini dapat juga disebut daya ledak (explosive power) 3) Daya tahan kekuatan (strength endurance); tipe kekuatan ini memiliki ciri jika seseorang mampu mengangkat beban dalam jumlah yang besar berulang-ulang dalam waktu yang lama. Komposisi tubuh. Komposisi tubuh adalah perbandingan jumlah lemak yang terkandung di dalam tubuh dengan berat badan seseorang. Kandungan lemak yang berlebihan akan mengakibatkan terdesaknya organ tubuh yang lainnya sehingga mengganggu kinerja organ tersebut. Namun lemak tak jenuh yang mudah diurai juga merupakan sumber energi ketika karbohidrat dan cadangan glukosa dan glikogen sudah habis dipakai. 26 Kelentukan (flexibility). Kelentukan (flexibility) adalah kemampuan tubuh untuk menggunakan otot dan persendian dengan rentang yang luas. Kelentukan terdiri dari kelentukan dinamis dan kelentukan statis. Kecepatan (speed). Kecepatan (speed) adalah kemampuan untuk memindahkan tubuh dan menggerakkan anggota tubuh menempuh jarak tertentu dalam satu satuan waktu yang singkat. Tipe kecepatan; 1) Kecepatan siklis, jika pergerakan merupakan pengulangan satu bentuk keterampilan yang sama, biasanya digunakan untuk menempuh jarak tertentu dalam waktu yang kecil, contoh dari keterampilan tersebut adalah berlari, berenang, dan bersepeda 2) Kecepatan asiklis, jika pergerakan merupakan bentuk keterampilan yang berbedabeda dan berubah-ubah sesuai dengan tujuan dari keterampilan tersebut, biasanya digunakan dalam permainan dan penggunaan berbagai peralatan. Keterampilan dilakukan dalam waktu yang kecil 3) Kecepatan reaksi, jika pergerakan dilakukan sebagai tanggapan atas rangsang yang diberikan dan dilakukan dengan segera. Contoh mudah dari kecepatan tipe ini adalah tendangan balasan pada olahraga pencak silat (tarung). Kelincahan. Kelincahan adalah kemampuan tubuh untuk merubah-ubah posisi tubuh dan mengatasi rintangan dengan dalam waktu yang singkat. Kelincahan ini merupakan perpaduan dari unsur kelentukan dan kecepatan, bahkan kekuatan. Keseimbangan. Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi dalam satu titik yang diinginkan. Keseimbangan secara biomekanis sangat dipengaruhi oleh luasnya bidang tumpu, ketinggian pusat masa tubuh, serta koefisien gesek antara tubuh dengan 27 bidang tubuh. Namun di sisi lain juga dipengaruhi oleh kinerja sistem syaraf dan panca indera. Tipe dari keseimbangan adalah keseimbangan statis dan dinamis. Koordinasi (coordination). Koordinasi (coordination) adalah kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh secara bersamaan dengan padu padan. Kemampuan koordinasi sangat mendukung penguasaan keterampilan dasar gerak. Koordinasi meliputi mata – tangan, mata - kaki, tangan – kaki, mata – tangan - kaki, telinga – mata – kaki, dan seterusnya. 2. Bentuk-bentuk Latihan Kebugaran Jasmani (dapat dicari pada buku Dasar-dasar Melatih Fisik Olahragawan, Imran Akhmad;2013, edhay76.blogspot.co.id. www.kebugaranjasmani.co.id) E. Aktivitas Senam 1. Konsep Senam Pengertian aktivitas senam merupakan aktivitas jasmani yang efektif untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Gerakan-gerakan senam sangat sesuai untuk mengisi program pendidikan jasmani. Gerakannya merangsang perkembangan komponen kebugaran jasmani, seperti kekuatan dan daya tahan otot dari seluruh bagian tubuh. Di samping itu senam juga berpotensi mengembangkan keterampilan gerak dasar, sebagai landasan penting bagi penguasaan keterampilan teknik suatu cabang olahraga. Senam lantai atau senam ketangkasan merupakan bagian integral dari cabang olahraga senam secara keseluruhan, yang biasa dilakukan dan dilombakan oleh anak-anak dan orang dewasa yang terlatih. Untuk dapat melakukan senam ketangkasan atau senam lantai diperlukan keterampilan gerak tinggi, koordinasi gerakan yang matang, keberanian, percaya diri yang tinggi, keuletan, ketangkasan dan kekuatan, maka dari itu untuk melakukan senam lantai atau senam ketangkasan dilakukan latihan yang terencana dan sistimatis untuk dapat mencapai tujuan dari pembelajaran khususnya serta dapat menghasilkan atlet-atlet senam yang handal umumnya. Menurut asal katanya senam itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Gy os serta Gy asti ue dari bahasa Pera is, Gy 28 os se diri e urut arti kata ya adalah tela ja g . Me urut sejarah ya se a pada ja a dulu ya e a g dilakukan dengan telanjang dan wanita tidak diperbolehkan melihat, senam dilakukan dengan telanjang ini dimaksudkan untuk mendapatkan gerakan-gerakan yang maksimal tanpa ada pakaian yang mengganggu. Senam lantai atau senam ketangkasan merupakan aktivitas jasmani yang efektif untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Gerakan-gerakan senam lantai sangat sesuai untuk mengisi program pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Gerakannya merangsang perkembangan komponen kebugaran jasmani, seperti kekuatan dan daya otot, kelenturan juga keseimbangan dari seluruh bagian tubuh. Disamping itu senam juga berpotensi mengembangkan keteraturan gerak dasar, sebagai landasan penting bagi penguasaan keterampilan tertentu suatu cabang olahraga. Konsep dasar senam lantai atau senam ketangkasan adalah suatu bentuk gerakan-gerakan tubuh yang direncanakan dan disusun secara teratur dengan tujuan untuk memperbaiki sikap dan bentuk badan, membina dan meningkatkan kesegaran jasmani, serta membentuk dan mengembangkan keterampilan serta kepribadian yang selaras. Dalam memahami definisi dan arti senam, kesulitan lainnya timbul manakala kita ingin membagi senam ke dalam jenis-jenisnya. Untuk lebih memudahkan penjenisan senam, alangkah baiknya kita ikuti pengelompokan senam yang dibuat oleh FIG (Federation International de Gymnestique) yang di Indonesiakan menjadi Federasi Senam Internasional. Menurut FIG, senam dibagi menjadi 6 kelompok yaitu: 1. Senam artistik (artistic gymsnastics) 2. Senam ritmik sport(sportive rytmic gymnastics) 3. Senam aerobic sport (sport aerobic) 4. Senam akrobotik (acrobatic gymbastics) 5. Senam trampolin (trampolinning) 6. Senam umum (general gymnastics) Disiplin/nomor pada cabang olahraga senam yang sudah ada kepengurusannya di Indonesia terdiri atas: 29 1. Artistik putra 2. Artistik putri 3. Rithmic 4. Sport aerobic 5. General Gymnatics (non kompetensi) 2. Teknik Dasar Berguling Ke Depan Senam atau senam lantai atau senam ketangkasan merupakan bagian integral dari cabang olahraga senam secara keseluruhan, yang biasa dilakukan dan dilombakan oleh anak-anak dan orang dewasa yang terlatih. Untuk dapat melakukan senam ketangkasan atau senam lantai diperlukan keterampilan gerak tinggi, koordinasi gerakan yang matang, keberanian, percaya diri yang tinggi, keuletan, ketangkasan dan kekuatan, maka dari itu untuk melakukan senam lantai atau senam ketangkasan dilakukan latihan yang terencana dan sistimatis untuk dapat mencapai tujuan dari pembelajaran Tehnik dasar senam lantai atau senam ketangkasan adalah suatu bentuk gerakan-gerakan tubuh yang direncanakan dan disusun secara teratur dengan tujuan untuk memperbaiki sikap dan bentuk badan, membina dan meningkatkan kesegaran jasmani, serta membentuk dan mengembangkan keterampilan Sikap Awal Berguling ke Depan Sikap awal atau posisi awal suatu gerakan sangat penting karena akan menentukan benar dan tidaknya suatu gerakan, begitu juga dalam melakukan gerakan berguling ke depan, berikut adalah sikap awal yang harus dilakukan sebelum melakukan gerakan berguling ke depan: 1. Jongkok dengan sempurna 2. Letakkan ketiak tepat diatas lutut 3. Kedua lengan lurus ke depan 4. Letakkan kedua telapak tangan di atas matras dengan jari-jari terbuka. Setelah mengetahui dan memahami sikap awal diatas maka selanjutnya, diberikan latihan bagian perbagian sebelum melakukan rangkaian gerakan berguling ke depan. 30 Rangkaian gerakan berguling ke depan secara keseluruhan Untuk melakukan gerakan berguling ke depan langkah pertama adalah jongkok, kedua kaki dibuka selebar bahu, kedua tumit diangkat, lengan lurus dengan telapak tangan diletakkan di matras, dengan posisi telapak tangan atau jari-jari terbuka, ini dimaksudkan untuk meminimalisir atau mencegah cedera pada pergelangan tangan, pandangan ke depan. Gerakannya: Angkat panggul ke atas hingga kedua kaki lurus, pandangan kebelakang, dorong badan pelan-pelan ke depan, bersamaan dengan membongkokkan kedua Siku kesamping, masukkan kepala diantara 2 tangan hingga pundak seluruhnya kena pada matras. Pada saat seluruh pundak kena matras, badan segera didorong ke depan dengan kedua lutut dilipat, dan kedua tangan segera memeluk lutut. 3. Teknik Dasar Berguling Ke Belakang Berguling Ke belakang merupakan kebalikan dari berguling ke depan, tetapi tingkat kesulitannya lebih besar, karena dalam gerakan bergulin ke belakang selain menggunakan unsur kecepatan juga unsur kekuatan sangat penting, karena pada saat menolak kekuatan tangan sangat dominan. Jadi sebelum memberikan materi berguling ke belakang terlebih dahulu berikan latihan-latihan kekuatan terutama untuk otot lengan. Sikap Awal Gerakan Berguling ke Belakang Seperti halnya pada guling ke depan, berguling ke belakang juga akan mendapatkan suatu gerakan yang sempurna sesuai teknik dasar apabila konsep teknik dasarnya bisa dilakukan dengan benar. Berikut adalah teknik dasar dari gerakan berguling ke belakang : 1. Jongkok dengan posisi sempurna 2. Bulatkan bentuk badan dengan cara merapatkan dada ke arah paha 3. Letakkan kedua telapak tangan menghadap ke atas diatas kedua pundak dengan jarijari terbuka. 31 4. Arahkan pandangan ke ujung kaki. Setelah mengetahui dan memahami sikap awal diatas maka selanjutnya, diberikan latihan bagian perbagian sebelum melakukan rangkaian gerakan berguling ke belakang. Rangkaian Gerakkan Berguling ke Belakang Secara Keseluruhan Setelah melakukan latihan berguling ke belakang bagian per bagian, berikut rangkaian gerakan berguling ke belakang secara utuh, di awali dari sikap permulaan yaitu : jongkok, kedua kaki rapat, kedua tumit diangkat, kedua telapak tangan dengan siku ditekuk berada diatas bahu di samping telinga dan kedua telapak tangan menghadap ke atas, dagu dirapatkan ke dada. Gerakannya gulingkan badan ke belakang, yang dimulai dari menjatuhkan kedua tumit ke matras, kemudian menyusur ke pinggul, pinggang, punggung, dan pundak. Bersamaan dengan itu, kedua telapak tangan diletakkan pada matras di samping telinga. Pada saat kedua ujung kaki pada matras di belakang kepala, segera tekankan kedua tangan lurus ke matras, hingga badan dan kepala terangkat ke atas. 4. Cara Memberikan Pertolongan Pada saat memberikan materi pembelajaran ini, tidak semua siswa mampu atau dapat melakukan dengan benar, bahkan sering juga ada anak didik yang tidak mau melakukan dengan alasan takut. Untuk menghindari atau menyakinkan pada siswa berani dan mau mempraktekkan senam lantai adalah dengan diberikan pertolongan. Disini fungsi seorang guru benar-benar diperlukan, maka dari itu seorang guru harus mampu menguasai tehnik atau tindakan didaktis dengan baik, sehingga anak berani mempraktekkan dan akhirnya dapat melakukan dengan gerakan yuang baik dan benar. Berikut adalah cara-cara memberikan pertolongan untuk melakukan/mempraktekkan gerakan guling ke depan : Sikap guru yang akan memberikan pertolongan pada berguling ke depan Berdiri pada salah satu lutut yaang terkuat(biasanya lutut kaki kanan), kaki kiri ditempatkan sedemikian rupa dengan posisi lutut dibengkokkan, sehingga keseimbangan dapat terjaga dengan baik. Telapak tangan kanan diletakkan pada bagian pundak atau belakang leher anak yang akan melakukan gerakan, sedangkan tangan kiri diletakkan pada paha atas bagian belakang. Pada saat anak yang akan melakukan gerakan memasukkan 32 kepalanya diantara kedua tangannya, segera berikan bantuan dengan mendorong lehernya kearah matras, dan bersamaan dengan itu tangan kiri mendorong paha kedepan, kemudian tangan kanan mengangkat pundak ke atas depan. Dengan demikian badan anak yang berguling kedepan dan terangkat dan kepala tidak kena matras Sikap guru yang akan memberikan pertolongan untuk berguling ke belakang. Sama seperti berguling ke depan, berguling ke belakang juga sulit dilakukan untuk anak yang tidak memiliki keterampilan gerak yang bagus, maka dari itu diperlukan bantuan dari orang lain dalam hal ini seorang guru harus mampu melakukan tehnik cara pemberian bantuan agar anak bisa melakukan dengan baik dan benar. Cara memberikan bantuan adalah sebagai berikut: sikap permulaan Berdiri pada salah satu lutut yang terkuat (lutut kanan) kaki kiri dengan lutut ditekuk ditempatkan disamping lutut kaki kananuntuk membantu kekuatan dan keseimbangan. Tangan kiri diletakkan pada kaki dan tangan kanan diletakkan pada pundak. Gerakan/pelaksanaan Tangan kiri mendorong kaki ke belakang, tangan kanan menahan pundak agar kepala tidak mengenai matras. Pada Waktu badan berguling tangan kiri segera pindah ke pinggul untuk membantu mendorong. F.Aktivitas Gerak Berirama (Ritmik) 1. Senam Aerobik Konsep merupakan hal paling mendasar yang harus di kuasai dalam pembelajaran apapun, begitu juga dengan belajar senam aerobik. Walaupun sudah cukup menjamur perkembangan senam aerobik di masyarakat kita, apalagi pada kurikulum penjasorkes kita telah memasukan senam aerobik sebagai rohnya dari aktivitas pembelajaran ritmik. Namun permasalahan tetap saja ada, guru penjasorkes yang bertugas sebagai pelaksanan kebijakan dilapangan sebagian besar belum mengerti akan konsep dasar 33 senam aerobik, karena itulah sebelum beranjak lebih jauh belajar tentang senam aerobik maka yang paling utama dan pertama dipelajari adalah konsep dasar dari senam aerobik. adapun hal yang mendasar yang perlu dikuasai mengenai senam aerobik meliputi: (a) teknik gerakdasar senam aerobic baik langkah kaki dan gerakan atau ayunan lengan, serta sikap tubuh saat melakukan aktivitas senam aerobic (b) music, blok music, dan harmonisasi antara gerak dan music, (c) merangkai gerak senam aerobic. a. Gerak Langkah Kaki Ada tujuh gerakan dasar dalam teknik gerak langkah kaki, adapun gerakangerakan lain yang ada dan banyak digunakan dalam senam aerobik merupakan gerakan-gerakan pengembangan dari teknik gerak langkah kaki marching, dari sekian banyak gerakan-gerakan yang digunakan dalam senam aerobik masingmasing teknik gerak langkah kaki ada yang bisa dilakukan tidak dengan lompatan dan ada juga yang dapat dilakukan dengan lompatan, pada modul ini diharapkan Anda mengerti dan mampu melakukan akan bentuk-bentuk gerakan, apakah suatu teknik gerak langkah kaki dapat dilakukan hanya dengan low impact saja atau high impact saja atau suatu gerakan bisa dilakukan dengan gerakan low dan high impact, juga bagaimana kita mampu untuk menaikan intensitas latihan menggunakan teknik gerak kaki yang ada. Adapun ketujuh teknik gerak dasar kaki tersebut adalah; Marching Adalah gerakan jalan di tempat dengan mengangkat kaki kira-kira setinggi betis, lutut ditekuk 90 derajat, setiap kaki yang mendarat atau menyentuh lantai dimulai dari bola kaki dan berakhir ke tumit. Gerakan marching ini dilakukan hanya dengan low impact. Jogging Gerakan jogging ini ditandai dengan menggerakkan atau menekukkan kaki ke arah bokong, dengan lutut mengarah ke lantai atau tegak lurus ke bawah, 34 gunakan persendian engkel dan lutut yang menjadi tumpuan sebagai peredam gerakan. Gerakan jogging ini dilakukan hanya dengan high impact. Kicking Gerakan kicking dalam senam aerobik berbeda dengan teknik gerakan dalam olahraga lainya sepeti kicking pada permainan sepak bola atau olahraga bela diri, teknik kicking dalam senam aerobik adalah dengan mengayun tungkai dalam keadaan lurus setinggi pinggang atau lebih. Gerakan kicking ini dilakukan dengan low impact high intencity karena gerakan ini cukup banyak menguras tenaga, apalagi kalau melakukannya menggunakan teknik high kick. Skiping Teknik gerak kaki ini merupakan gabungan dari gerakan jogging dan kicking, gerakan ini ditandai dengan awalan seperti jogging, yaitu adanya tekukan kaki ke arah bokong yang kemudian menendangkan dan meluruskan kaki tersebut ke depan atau ke samping tidak lebih tinggi dari pinggang. Teknik gerak skipping ini hanya bisa dilakukan dengan menggunaskan high impact. Jumping Jack Lompat kangkang itu adalah sebutan yang sudah populer di kalangan kita untuk menjelaskan jumping jack, teknik gerak ini diawali dengan membukakan kaki selebar satu setengah bahu sambil melompat, kemudian menutupkan kembali sambil melompat, yang perlu ditekankan disini adalah kedua kaki mendarat berawal dari bola kaki dan berakhir ke tumit dengan menggunakan fungsi persendian engkel sebagai peredam gerakan, kemudian sambil menekukkan lutut untuk meredam gerakan lompat dan jaga arah lutut tetap ke depan. Gerakan ini hanya dilakukan dengan high impact. Lunge Memindahkan kaki ke depan, belakang atau ke samping dengan 35 memindahkan sebagian berat badan, berat badan berada pada ke dua kaki, saat memindahkan kaki bagian yang menyentuh pertama adalah bola kaki sampai hampir kearah tumit , pastikan saat melakukan gerakan ini ada pembebanan pada kedua tungkai. Gerakan ini bisa dilakukan baik low maupun high impact. Knee Up Gerakan mengankat lutut minimal setinggi pinggang, tungkai atas sejajar dengan lantai tungkai bawah tegak lurus. Kaki bisa dilakukan dalam keadaan flek atau tertekuk bisa juga telapak kaki dalam keadaan point dengan mengencangkan engkel sampai kaki mengarah ke bawah. Gerakan ini bisa dilakukan baik low maupun high impact. Teknik gerak langkah kaki tidak hanya terbatas pada tujuh teknik gerak dasar langkah kaki yang di gambarkan di atas, pada umumnya teknik gerak langkah kaki yang ada selain ketujuh gerak dasar tadi merupakan pengembangan dari gerakan marching, beberapa gerak pengembangan tersebut diantaranya: Single Step Teknik gerak kaki melangkah satu langkah ke kanan atau ke kiri, dengan gerakan terakhir menyentuhkan bola, lutut tumpu agak ditekuk, kedua lutut merapat dan kedua lutut menghadap ke depan. Double Step Gerakan melangkah dua langkah ke kanan atau ke kiri dengan gerakan terakhir merapatkan kaki dengan menyentuhkan bola kaki, posisi lutut menghadap ke depan, lutut kaki tumpu agak ditekuk Gripevine Gerakan melangkah dua langkah ke kanan atau ke kiri seperti double step tetapi dengan menyilangkan kaki ke belakang. 36 Leg Curl Gerakan menekuk kaki ke arah bokong. Heel Touch Gerakan menyentuhkan tumit kaki ke kanan, ke kiri atau ke depan dengan sedikit menekuk lutut tumpu, berat badan berada pada kaki tumpu. Toe Touch Gerakan menyentuhkan bola kaki ke depan ,kanan atau kiri dengan sedikit menekuk lutut tumpu, berat badan berada pada kaki tumpu. Tap Side Gerakan menyentuhkan bola kaki ke kanan atau kiri dengan sedikit menekuk lutut tumpu, berat badan berada pada kaki tumpu. V-Step (easy walk) Gerakan membetuk segitiga atau langkah segi tiga, ke depan atau ke belakang dengan tetap menjaga arah lutut ke depan. Mamboo Gerakan melangkahkan salah satu kaki ke depan dan ke belakang dengan kaki yang lainya tetap berada di tempat. Squat Gerakan membuka kaki selebar satu setengah lebar bahu , kemudian menekuk kedua lutut (half squat atau full squat) dengan posisi ujung lutut tidak melebihi ujung jari kaki. Twist (hip shake) Gerakan memutar pinggul ke kiri atau ke kanan, gerakan ini bisa dilakukan dengan cara low impact ataupun high impact. 37 Bounching Gerakan yang dilakukan dengan cara menekuk dan meluruskan lutut atau gerakan memantul On The Spot Gerakan yang dilakukan tanpa memindahkan kedua kaki. b. Gerakan Lengan Gerakan-gerakan lengan yang ada pada senam aerobik sebenarnya mengadopsi dari gerakan-gerakan yang ada dalam teknik gerak latihan beban, karena itu nama dan teknik gerak lengan yang ada dalam senam aerobik adalah sama persisi dengan nama dan teknik gerak dalam latihan angkat beban. Berikut ini adalah beberapa teknik gerak lengan dalam senam aerobik: Bicep Curl Gerakan menekuk (flexi) persendian siku dan meluruskanya kembali (extensi), gerakan ini berfungsi untuk melatih otot lengan depan (bicep) Rowing Gerakan mendayung yang dominan melatih otot samping badan (latissimus) Up right row Gerakan mengangkat tangan daridepan perut bawah ke arah dada. Gerakan mendayung yang dominan melatih otot samping badan (latissimus) Chest Press Gerakan mendorong lengan ke depan dada, gerakan ini berguna untuk melatih otot dada (pectoral) Chest pull Gerakan yang bentuknya sama dengan chest press, tetapi pada chest pull 38 aksen gerakannya ke arah dada. Butterfly/open the window Gerakan membuka dan memnutup lengan nbawah di depan wajah, gerakan ini berguna untuk melatih otot dada. Tricep extension Gerakam meluruskan lengan, gerakan ini bertujuan untuk melatih otot lengan belakang (tricep) Flexex Gerakan menekuk dan meluruskan lengan , gerakan ini bertujuan untuk melatih otot bahu (deltoid) Shoulder press up Gerakan mendorong lengan ke atas yang bertujuan untuk melatih otot bahu (deltoid) Arm swing Gerakan mengayun lengan baik dalam keadaan lurus atau tertekuk, gerakan ini bertujuan untuk melatih otot bahu (deltoid) Pounching Gerakan-gerakan senam aerobik yang mengadop gerakan beladiri seperti jab, uper cut, hook. Pumping Gerakan mendorong kedua lengan ke bawah seperti memompa (berlawanan dengan gerakan up right row) Lateral Raises Gerakan mengangkat lengan dalam keadaan tertekuk ke samping atas setinggi 39 bahu. G. Aktivitas Air 1. Renang Gaya Bebas Rangkaian renang gaya bebas terdiri dari: (1) Posisi badan, (2) gerakan kaki, (3) gerakan lengan, dan (4) pengambilan napas. Cara melakukan renang gaya bebas adalah sebagai berikut: a. Posisi badan sejajar dan sedatar mungkin, walaupun masih membiarkan kaki cukup dalam di dalam air. b. Gerakan kaki dimulai dari panggul dan berakhir dengan gerakan kibasan pergelangan kaki. Kaki kiri dan kaki kanan bergerak bergantian ke atas dan ke bawah. c. Gerakan lengan pada gaya bebas dibagi dalam dua gerakan, yaitu gerakan menekan dan gerakan kembali ke posisi semula. d. Pernapasan dilakukan dengan memutarkan kepala ke kiri atau ke kanan (pada umumnya kepala diputar kesatu arah), sehingga mulut berada di atas permukaan air untuk mengambil udara. 2. Renang Gaya Dada Teknik renang gaya dada terdiri dari : (1) Posisi tubuh (body position), (2) gerakan kaki (kicking), (3) gerakan pernapasan (breathing), (4) koordinasi gerakan, (5) rotasi tangan (hand rotation). Secara lengkap semua teknik renang dada tersebut akan diuraikan satupersatu sebagai berikut: Gerakan Posisi Tubuh (Body Position) Posisi badan saat melakukan renang gaya dada adalah badan terlungkup dan mendatar pada permukaan air. Tubuh dan seluruh anggota tubuh harus rileks agar tidak mengeluarkan tenaga yang sia-sia. Sewaktu meluncur tubuh mendatar pada permukaan air. Sedangkan pada waktu mengambil napas tubuh sedikit menurun. Kepala terletak di aats permukaan air dan lebih tinggi dibandingkan dengan kaki. Gerakan Kaki (Kicking) 40 Gerakan kaki gaya dada saat ini cenderung membentuk gerakan kaki dolphin (Whip kick), dimana pada saat istirahat, yaitu fase ketika kedua tungkai kaki bagian bawah ditarik serentak mendekati pinggul dan kemudian setelah fase itu dilakukan pergelangan kedua kaki diputar mengarah ke luar hingga membentuk sudut 50. Kemudian dari posisi ini kedua kaki melakukan gerakan menginjak dan diakhiri dengan menendang sehingga kedua kaki bertemu lurus di belakang. Urutan gerakan kaki renang gaya dada adalah sebagai berikut: a) Sikap kedua belah kaki lurus ke belakang, saling berdampingan. b) Tarik kedua belah kaki dengan serentak sehingga membentuk sudut pada bagian lutut, dengan dibantu oleh kedua belah paha membuka. c) Setelah mengambil sikap yang menyudut tersebut, lakukan perputaran pergelangan kaki dimana telapak kaki siap mendorong. d) Dorong telapak kaki secara serentak dan kuat ke samping hingga membentuk setengah lingkaran di atas. e) Dorongan dilakukan secara serentak dan dengan tenaga yang maksimum sambil diakhiri dengan lecutan kedua belah ujung telapak kaki. f) Dalam sikap akhir mendorong, selanjutnya mulai bergerak untuk menutup. g) Tutup kedua belah kaki, serentak sebagai lanjutan dari akhir lecutan kaki. h) Kedua belah kaki menutup kembali seperti permulaan dengan lurus ke belakang. Gerakan Rotasi Tangan (Hand Rotation) Gerakan lengan renang gaya dada terdiri atas gerakan menarik dan gerakan pengembalian lengan (recovery). Tahapan gerakan renang gaya dada adalah sebagai berikut: Gerakan Menarik (1) Gerakan menarik adalah gerakan kedua lengan ke luar (ke samping) berjarak kira-kira 30 cm antara lengan kiri dan kanan. (2) Bengkokkan kedua siku sedikit dan lengan bagian atas diputar dengan wajar. Selanjutnya tarik kedua telapak tangan ke belakang dengan kuat sampai segaris dengan bahu. Pada saat ini, gerakan pada siku terlihat jelas. 41 (3) Putarlah kedua telapak tangan ke arah dalam, sampai kedua telapak tangan bertemu di bawah dada. (4) Gerakan menarik kedua lengan, bengkokkan kedua siku sampai ke putaran kedua telapak tangan, lakukan dengan kuat dan mentap. Gerakan Pengembalian Lengan (1) Gerakan pengembalian lengan dilakukan setelah telapak tangan dan kedua siku rapat di bawah dada. (2) Selanjutnya kedua lengan didorong lurus ke depan. (3) Upayakan agar kedua lengan dalam sikap rileks dengan posisi horizontal. Latihan Gerakan Pernapasan (Breathing) Gerakan mengambil napas dilakukan pada akhir dorongan dari gerakan lengan sewaktu tangan siap mendorong ke depan. Kepala diangkat sampai batas-batas mulut keluar dari permukaan air. Mengeluarkan napas dilakukan pada saat gerakan lengan kembali ke sikap awal, bersamaan dengan hidung dan mulut masuk ke dalam permukaan air. Kemudian keluarkan napas melalui mulut dan hidung sedikit demi sedikit. H. Pertolongan Pertama pada Kegawatdaruratan (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)) 1. Pengertian PPPK Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah pertolongan darurat yang diberikan kepada korban kecelakaan, maupun yang sakit mendadak secara tepat dan cepat dan sementara sebelum mendapat pertolongan lanjutan dari tenaga medis bila diperlukan. Sifat dari pertongan pertama ialah memberikan perasaan ketenangan kepada korban, mencegah atau mengurangi rasa takut dan gelisah, dan mengurangi bahaya yang lebih besar. 42 2. Tujuan PPPK Orang selalu berusaha menghindari penyakit atau kecelakaan. Tetapi tidak seorang pun tahu kapan penyakit atau kecelakaan itu akan datang. Karena itu kita harus selalu berusaha untuk memperkecil akibat dari musibah atau kecelakaan yang mungkin sewaktu-waktu akan menimpa diri atau sanak keluarga kita. Kecelakaan itu bermacam-macam dan penanganannyapun memerlukan keterampilan dan pengetahuan sendiri-sendiri. Kecelakaan dapat terjadi di mana-mana misalnya, kecelakaan di rumah, di perjalanan, di sekolah, di tempat kerja, di kolam renang, di tempat-tempat rekreasi dan di tempat-tempat lain. Sebagai akibat kecelakaan, korban dapat meninggal seketika, pingsan, luka berat dan luka ringan. Korban kecelakaan yang masih hidup memerlukan pertolongan yang cepat, supaya korban terhindar dari bahaya maut. Di sinilah letak fungsi pertolongan pertama sebelum tenaga medis datang. Bila dilakukan dengan benar, pertolongan pertama pada kecelakaan dapat menolong jiwa seseorang. Tetapi bila dilakukan dengan salah, bahkan dapat membahayakan jiwa korban. Oleh karena itu, orang yang memberikan pertolongan pertama harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan mampu melihat situasi dan kondisi korban sebelum melakukan pertolongan pertama. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam memberikan pertolongan pertama, antara lain: 1) Panggillah dokter secepat mungkin atau bila dokter tak mungkin segera datang, kirimkanlah penderita segera ke rumah sakit. 2) Hentikan perdarahan. 3) Cegah dan atasi shock atau gangguan keadaan umum yang lainnya. 4) Cegahlah infeksi. Tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan adalah sebagai berikut. 1) Menyelamatkan nyawa atau mencegah kematian Memperhatikan kondisi dan keadaan yang mengancam korban. Melaksanakan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) kalau perlu. Mencari dan mengatasi pendarahan. 43 2) Mencegah cacat yang lebih berat (mencegah kondisi memburuk) Mengadakan diagnose. Menangani korban dengan prioritas yang logis. Memperhatikan kondisi atau keadaan (penyakit) yang tersembunyi. 3) Menunjang penyembuhan Mengurangi rasa sakit dan rasa takut. Mencegah infeksi. Merencanakan pertolongan medis serta tranportasi korban dengan tepat. 3. Prinsip-prinsip P3K Prinsip-prinsip atau sikap dalam melakukan usaha pertolongan pertama pada kecelakaan adalah sebagai berikut. 1) Bersikap tenang dan tidak panik. 2) Berikan pertolongan dengan cara yang cepat dan tepat. 3) Sebelum mengetahui berat ringannya cidera yang dialami, jangan cepat-cepat memindahkan atau menggeser korban. 4) Jika ada luka, diusahakan agar korban tidak melihatnya, sebab dapat membuat korban menjadi panik. 5) Setelah mendapat pertolongan pertama, korban sebaiknya segera dibawa ke dokter, rumah sakit, Puskesmas untuk penanganan selanjutnya. I. Pengembangan Budaya Hidup Sehat a. Kebersihan dan Kesehatan Diri Perhatian khusus harus diberikan terhadap alat atau daerah yang disebutkan di atas, di samping itu, tentu saja tidak boleh dilupakan kebersihan alat-alat tubuh lainnya, seperti kebersihan mata, hidung, telinga, mulut, dan gigi. 44 Kebersihan Kulit Pemeliharaan kulit mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya menjaga dan memelihara kesehatan tubuh. Agar tubuh tetap sehat, kulit harus senantiasa sehat pula. Kulit yang bersih dan terpelihara dengan baik, dapat terhindar dan bermacam-maacam penyakit atau kelainan yang mungkin terjadi pada kulit. Kulit yang bersih dapat pula mendatangkan rasa nyaman serta nampak lebih cantik. Di samping itu untuk menjaga kesehatan kulit perlu makan sayur-sayuran dan buah-buahan terutama yang mengandung vitamin A dan C. Dalam menjaga kebersihan kulit, jangan sampai melupakan kebersihan kulit wajah, karena dengan bertambah aktifnya kelenjar lemak/minyak kulit serta debu yang menempel akan menyebabkan timbulnya jerawat. Pada wanita remaja selama haid, kelenjar minyak menjadi lebih giat lagi karena pengaruh hormon, sehingga pada waktu haid selalu timbul jerawat terutama pada mereka yang mempunyai kulit dengan sabun yang keras, tetapi harus menggunakan sabun lunak, misalnya sabun untuk bayi. Pada saat remaja putri yang haid, kelenjar-kelenjar keringat lebih aktif dan hari - hari biasa, sehingga penguapan kulit bertambah dan bau badan meningkat. Oleh sebab itu, pada waktu haid kebersihan tubuh harus lebih diperhatikan, umpamanya dengan mandi yang lebih sering dari biasanya. Kebersihan Rambut Sifat remaja yang selalu aktif atau lebth banyak bergerak, juga merangsang peningkatan produksi keluamya keringat. Oleh sebab itu, remaja harus lebih sering mencuci rambut. Hal yang sama juga terjadi pada masa haid, harus lebih sering mencuci nimbut (keramas). Kebersihan Daerah/Alat Kelamin Pada hakekatnya kebersihan kulit juga mencakup kebersihan alat kelamin dan sekitarnya. Seperti diketahui, pada remaja laki-laki dan remaja wanita, terjadi perubahan perubahan pada daerah kelamin dan yang khas ialah selain tumbuhnya rambut disekitar alat kelamin juga keluarnya produk-produk dan kelenjar-kelenjar di daerah kelamin, termasuk keringat, 45 air seni, dan darah haid (khusus remaja wanita) maka kebersihan daerah ini adalah sangat penting diperhatikan. Daerah ini harus selalu terjaga kebersihannya, harus selalu kering dan tidak lembab karena suasana basah memudahkan berjangkitnya infeksi dan luar, terutama jamur. Kebersihan Kaki dan Pakaian Kaki yang kurang terpelihara kebersihannya, dapat menjadi sarang atau tempat masuknya kuman-kuman penyakit ke dalam tubuh. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan kebersihan kaki sebagai berikut. 1. Mencuci kaki. 2. Memakai sandal atan sepatu yang sesuai dan bersih. 3. Memakai kaos kaki yang bersih. Mengingat dimasa remaja semua kelenjar-kelenjar termasuk kelenjar keringat aktif sehingga produksi kelenjar keringat bertambah, maka kebersihan pakaian pun perlu diperhatikan. Pakaian harus sering diganti, karena selain dapat menimbulkan bau yang kurang sedap, pakaian yang kotor akan mengakibatkan udara permukaan kulit menjadi lembab. Keadaan udara yang lembab dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit kulit yang disebabkan jamur, misalnya panu dan kurap. Kebersihan Lingkungan Lingkungan adalah suatu tempat yang didiami oleh sekelompok orang yang berinteraksi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, serta lingkungan kerja. Lingkungan terminal adalah tempat di mana orang-orang yang berada di terminal atau stasion termasuk pekerja, pedagang, dan para penumpang. Sehat atau tidaknya suatu lingkungan dapat ditentukan oleh faktor manusia yang berada di lingkungan tersebut. Selain itu, kesehatan lingkungan dapat pula ditentukan oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang kesehatan, semakin sadar orang menjaga lingkungan-lingkungannya dengan baik dan bersih serta sebaliknya. 46 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan adalah faktor penyakit, manusia dan lingkungan hidup. Faktor-faktor tersebut akan diuraikan secara rinci sebagai berikut : Sebab-sebab Timbulnya Penyakit Ada dua faktor penyebab timbulnya penyakit, yaitu : faktor dari dalam diri manusia itu sendiri dan faktor dari luar diri manusia. Upaya penanggulangan faktor penyebab penyakit Bebarapa upaya penanggulangan penyebab penyakit : Memberantas sumber penularan penyakit dengan mengobati penderita ataupun dengan menghilangkan sumber penyakitnya. Mencegah terjadinya kecelakaan di tempat umum atau tempat kerja. Meningkatkan taraf hidup masyarakat, sehingga mereka dapat memperbaiki dan memelihara kesehatannya. Mencegah terjadinya penyakit keturunan yang disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. a) Lingkungan hidup Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia serta masyarakat di sekitarnya. Secara garis besarnya, lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi : Lingkungan hidup biologis Organisme hidup yang menguntungkan, contohnya : Udara yang bersih. Tanah yang subur dan cuaca (iklim) yang baik. Makanan, pakaian, dan perumahan yang sehat. Organisme hidup yang merugikan, contohnya : Penyebab penyakit (bibit penyakit) Binatang penyebar penyakit Organisme sebagai hama tanaman dan pembunuh ternak. 47 b) Lingkungan hidup fisik Di dalam lingkungan fisik terdapat benda-benda mati di sekitar lingkungan hidup manusia, misalnya udara, matahari, air, tanah, perumahan, sampah, dan lain-lain. c) Lingkungan hidup ekonomi Lingkungan ekonomi dapat pula dikatakan sebagai lingkungan yang abstrak (tidak terlihat). Seperti lingkungan yang lainnya, lingkungan ekonomi ada yang mengntungkan dan ada juga yang merugikan kelangsungan hidup manusia. 2. Pengembangan Budaya Hidup Sehat Pola Makan Sehat Pola makan sehat adalah keteraturan dalam makan, baik makan makanan/ minuman kecil maupun besar. Pola makanan sehat terkait dengan makanan/ minuman yang telah ditentukan seperti syarat-syarat gizi, masa berlakunya, dan bahan-bahan pembuatannya. Jadi, pola makan sehat adalah keteraturan makan makanan yang higienis dan bergizi dengan memperhatikan waktu dan bahan pembuatannya. Makanan yang higienis adalah makanan yang memenuhi standar kesehatan dan bebas dari zat beracun dan kuman penyakit. Fungsi makanan bagi tubuh kita adalah untuk memperoleh tenaga, pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak, dan untuk menghangatkan tubuh atau oksidasi. Zat-zat makanan tubuh manusia antara lain adalah : 1. Karbohidrat Merupakan sumber tenaga dan pertumbuhan. Makanan yang mengandung karbohidrat adalah makanan pokok, seperti nasi, jagung, sagu, dan tiwul. 2. Protein Protein merupakan zat yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan mengganti selsel yang rusak. Protein banyak terdapat dalam lauk, seperti daging, ikan, tahu, tempe, dan susu. 3. Lemak Lemak dibutuhkan tubuh sebagai cadangan makanan dan sumber panas. Lemak banyak dihasilkan dari kacang-kacangan, keju, kelapa, dan daging. 48 4. Mineral Mineral dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang dan gigi bagi anak-anak. Mineral banyak terdapat dalam makanan yang berkuah. 5. Vitamin Vitamin diperlukan tubuh sebagai makanan tambahan. Vitamin berfungsi sebagai pemelihara kesehatan. Vitamin banyak terdapat dalam buah-buahan, sayur-sayuran, ikan, dan daging. Kebutuhan vitamin akan meningkat secara bertahap sesuai bertambahnya usia. Kebutuhan vitamin yang tidak mencukupi akan menyebabkan kekurangan vitamin atau hipovitaminosis. Namun, apabila vitamin yang diserap tubuh beralihan akan menyebabkan keracunan atau hipervitaminosis. Menu Makanan Bergizi Nasi Nasi adalah salah satu sumber utama karbohidrat (hidrat arang). Selain nasi, karbohidrat dapat diperoleh dari sumber makanan seperti jagung, gandum, kentang, ubi, singkong dan lain-lain. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi tubuh manusia. Karbohidrat dalam tubuh kita berfungsi sebagai sumber energi dan tenaga cadangan. Tidak semua di Negara kita penduduknya memakan nasi. Oleh karena itu, setiap daerah memiliki porsi makan yang berbeda. Misalnya, takaran nasi akan berbeda dengan takaran makan jagung, gandum, atau singkong. Namun, dari seluruh jenis makanan itu banyak mengandung karbohidrat. Karbohidrat terdiri atas unsur karbon, hydrogen, dengan oksigen. Sebagian besar kebutuhan kalori dalam tubuh kita berasal dari karbohidrat. Oleh karena itu, nasi menjadi makanan utama sebagian besar masyarakat. Lauk-pauk Lauk pauk adalah salah satu sumber protein yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Protein terdiri atas dua sumber, yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani adalah prorein yang bersumber dari hewan seperti daging, telur, dan susu. Adapun protein nabati adalah protein yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang- 49 kacangan. Kacang-kacangan dapat disajikan dalam menu makan kita seperti tahu, tempe, dan sebagainya. Adapun fungsi protein dalam tubuh kita adalah : 1. Membangun sel-sel tubuh; 2. mengganti sel-sel yang rusak; 3. membuat air susu, enzim, dan hormon; 4. pembentuk protein darah; serta 5. pemberi kalori. Sayur-mayur Sayur-mayur merupakan salah satu sumber mineral yang dibutuhkan tubuh kita. Mineral juga disebut dengan garam-garam mineral. Garam-garam mineral terdiri atas zat kapur, fasfor, zat besi, garam yodium, garam flour, garam natrium, gara, klor, dan garam kalium. Dengan mengonsumsi banyak sayuran yang mengandung zat kapur, maka tubuh kita akan menjadi kuat. Karena zat kapur dalam tubuh kita dapat berfungsi sebagai : 1. Pembentukan tulang yang kuat dan gigi yang baik. 2. Membantu proses pembekuan darah. 3. Mencegah rachitis atau penyakit tulang. 4. Mempengaruhi rangsangan sistem syaraf dalam kontraksi otot, termasuk detak jantung. Ada dua jenis sumber yang banyak mengandung zat kapur yaitu dari hewan dan tumbuhan. Zat kapur yang bersumber dari hewan, yaitu kuning telur dan ikan. Adapun yang bersumber dari tumbuhan adalah daun papaya, bayam, sawi, melinjo, dan kangkung. Buah-buahan Buah-buahan merupakan salah satu sumber vitamin. Vitamin tidak dapat dibuat dalam tubuh kita dalam jumlah yang cukup. Vitamin dapat diperoleh dengan mengonsumsi 50 berbagai macam buah dan sayuran. Vitamin A, berasal dari pisang, papaya, wortel, dan tomat. Vitamin C, berasal dari jeruk, nanas, strawberry, dan sebagainya. Selain sebagai sumber vitamin, buah-buahan juga mempunyai khasiat, antara lain : 1. Belimbing wuluh berkhasiat untuk hipertensi. 2. Jeruk bali berkhasiat untuk penghalusan kulit 3. Jeruk purut berkhasiat untuk obat batuk dan aromatik 4. Sirsak berkhasiat untuk radang amandel dan obat mulas 5. Mentimun berkhasiat untuk penghalus kulit dan obat batu empedu. Susu Susu dianggap sebagai bahan makanan yang dapat menyempurnakan hidangan 4 sehat. Karena susu adalah bahan makanan yang mengandung semua zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, lagi pula mudah dicernakan sehingga penyerapan zat-zat gizi dapat terjadi secara maksimal. Sebenarnya dengan hidangan 4 sehat kita telah dapat menjamin kesehatan badan. Akan tetapi untuk lebih menjamin pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi yang diperlukan untuk menjaga kesehatan serta pertumbuhan, maka perlu disempurnakan dengan segelas susu. Hidangan 5 sempurna ini terutama dimaksudkan bagi golongan anakanak yang sedang tumbuh, ibu-ibu hamil dan ibu-ibu yang sedang menyusukan bayinya, serta orang-orang yang baru sembuh dari suatu penyakit. 3. Manfaat Aktivitas Fisik, Istirahat dan Kesehatan Istilah istirahat’ e pu yai arti ya g sa gat luas eliputi bersa tai e yegarka diri, dalam menganggur setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apapun yang melelahkan, menyulitkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa istirahat merupakan keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan beban dari kecemasan. Manfaat istirahat yang cukup ini dirasakan dari rutinitas tidur malam. Saat tidur malam bukan hanya sekedar kebutuhan biologis makhluk hidup namun, lebih bertujuan kepada tahap regenarasi tubuh di setiap harinya. Dalam tahap fase pertumbuhan manusia, 51 kebutuhan terhadap istirahat yang cukup ini berbeda-beda namun, memiliki keutamaan yang kurang lebih sama untuk kesehatan tubuh, seperti berikut ini: a. Meningkatkan daya tahan tubuh b. Waktu untuk toksin racun c. Melancarkan Pencernaan d. Mengoptimalkan Kemampuan Otak e. Menghilangkan kantung mata hitam. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Tujuan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis, dan kesehatan. Oleh karena itu, tidur sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan tidur merupakan kebutuhan dasar manusia; tidur merupakan sebuah proses biologis yang umum pada semua orang. Ditinjau dari sejarahnya, tidur dianggap sebagai keadaan tidak sadar. Tidur dicirikan dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran bervariasi, perubahan pada prosesfisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Kondisi disiang hari adalah waktu lingkungan sekitar beraktivitas yang tentu saja tidak setenang dan senyaman tidur malam sehingga tidur siang ini sangat mungkin untuk terganggu misalnya, oleh suara bising. Selain itu regenerasi sel terjadi saat beristirahat malam yang tidak bisa digantikan saat tidur siang, meskipun sesibuk apapun aktivitas yang sedang dijalani, jangan lupakan istirahat yang cukup.Jadi manfaat Istirahat yang cukup untuk kesehatan tubuh salah satunya diperoleh dari tidur malam. Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis. Fungsi Tidur 1) Tidur memberi pengaruh fisiologis pada sistem saraf dan struktur tubuh lain. 2) Tidur memulihkan tingkat aktivitas normal dan keseimbangan normal di antara bagian sistem saraf. 3) Tidur juga penting untuk sintesis protein, yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan. 52 Peran tidur dalam kesejahteraan psikologis paling terlihat dengan memburuknya fungsi mental akibat tidak tidur. Individu dengan jumlah tidur yang tidak cukup cenderung menjadi mudah marah secara emosional, memiliki konsentrasi yang buruk, dan mengalami kesulitan dalam membuat keputusan. DAFTAR PUSTAKA Dave, R.H, Developing and Writing Behavioral Objective in R.J. Amstrong et. All., Tucson, A2: Educational Inovator Press, 1970. Harlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta, Gunung Mulia, 1996. Imran Akhmad, Dasar-dasar Melatih Fisik Bagi Olahragawan, Medan: Unimed Press. 2013. Siefert, K.L., & Hoffrung, Shild and Adolecent Development. Boston, Houghton Mifflin Company, 1994 Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2014 Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2015 Wahjoedi, Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2000 53 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB VI PENELITIAN TINDAKAN KELAS DR. IMRAN AKHMAD, M.PD KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 1 BAB VI PENELITIAN TINDAKAN KELAS URAIAN MATERI A. Fokus Permasalahan PTK dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani Penelitian Tindakan Kelas di bidang Pembelajaran Pendidikan jasmani pada hakekatnya sama dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara umum. Secara mendasar juga bahwa PTK di bidang Penjas merupakan turunan dari penelitian tindakan yang dilakukan orang secara umum. Hal ini berarti, secara teori bahwa penelitian tindakan kelas dibidang pendidikan jasmani dan olahraga adalah sama dengan Penelitian tindakan Kelas yang dilakukan pada dunia pendidikan. Sebelum penelitian dilakukan oleh guru pendidikan jasmani dan olahraga, guru harus mengetahu focus permasalahan yang dapat dikaji melalui penelitian. Topik permasalahan yang dapat dikaji melalui PTk harus seputar persoalan yang bersifat praktis. Artinya bahwa persoalan secara khas yang berpeluang terjadi dalam proses belajar mengajar dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga. Sesuai karakteristik pembelajaran pendidikan jasmani yang bercirikan pembelajaran melalui aktivitas jasmani dalam mencapai tujuan pendidikan secara umum. Kajian pendidikan jasmani menyangkut motor behavior, human in motion, human in movement, dan lebih khusus pada focus phsycal activity. Dalam pelaksanaannya pembelajaran pendidikan jasmani dilakukan melalui bentuk-bentuk keperilakuan yang bersifat fisik guna memperoleh pengalaman gerak yang seluas-luasnya. Sesungguhnya pembelajaran bukan ditujukan untuk berprestasi pada cabang olahraga melainkan bagai mana siswa menguasai dan memiliki pengalaman tentang gerak baik sederhana hingga komplek dan diwujudkan melalui aktivitas olahraga dan permainan. Sesuai uraian di atas. Bahwa PTK dibidang Pendidikan Jasmani dan olahraga difokuskan pada: (1) peserta didik, (2) guru, (3) materi atau pokok bahasan pembelajaran, (4) media pembelajaran, (5) strategi dan metode pembelajaran; (6) penilaian atau evaluasi, (7) lingkungan belajar yang bersifat fisik maupun non pisik, (8) pengelolaan kelas. Sebenarnya 2 ke delapan focus tersebut memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan karen konsep kelas dan pembelajaran penjas dibangun berdasarkan delapan bagian di atas. Rancangan PTK Pendidikan Jasmani dan olahraga sama seperti rangcangan PTK pada bidang lainnya. Pada hakekatnya rancangan PTK berbasis siklus artinya memiliki suatu rangkaian aktivitas yang tidak terputus dari setiap elemennya. Siklus dalam PTK dikatakan sebagai prosedur mikri, Siklus merupakan suatu pakem pada serangkaian pelaksanaan pada PTK. Siklus adalah satuan mekanisme yang dilakukan peneliti bersama kolaborator dalam rangka untuk merubah keadaan secara rasional dan terencana. Bagian bagian dari siklus dilakukan secara cermat dengan maksud untuk menemukan gejala-gejala yang kurang sesuai dengan idealnya guru dalam melakukan proses belajar mengajar. Selanjutnya dilakukan usaha perbaikan terhadap kelemahan sekaligus menemukan solusi yang paling tepat untuk memecahkan permasalahan dalam prose belajar mengajar. B. Tahapan dan Prosedur PTK 1. Siklus PTK Secara umum bahwa proses penelitian meliputi 7 langkah yaitu; (1) analisis situasi atau kenal medan, (2) perumusan dan klarifikasi masalah, (3) hipotesisi tindakan, (4) perencanaan tindakan, (5) implementasi tindakan dengan monitoringnya, (6) evaluasi hasil tindakan, dan (7) refleksi dan pengambilan keputusan untuk pengembangan selanjutnya. Dalam PTK jumlah siklus yang diperlukan sebenarnya tidak dapat ditentukan oleh peneliti sebelum penelitian itu dilaksanakan dan PTK tidak dapat ditentukan secara pasti jumlah siklusnya atau endingnya dan PTK juga tidak dapat ditentukan durasinya. Hil ini disebabkan karena PTK adalah penelitian dengan setting alamiah, banyak sedikitnya siklus dan durasi pelaksanaan sangat tergantung dari pencapaian indikator yang telah disepakati antara peneliti dengan kolaborator. Penjelasan diatas mengindikasikan bahwa, PTK ada yang dilakukan selama 2 siklus dan dianggap selesai. Sedangkan dapat dilakukan juga dengan 3 siklus, 4 siklus, 5 siklus dan 6 siklus. Durasi proses pencapaian hasil tiap siklus juga berbeda-beda tergantung pada 3 permasalahan yang diteliti serta ketepatan tindakan yang disepakati oleh peneliti dan kolaborator dalam rangka mencapai kemajuan indicator kerjanya untuk setiap siklusnya. Dalam PTK Agus Kristiyanto (2011) menyatakan bahwa peneliti dan kolaborator harus sudah mempolakan setidak-tidaknya 3 siklus. Peneliti dan kolaborator dalam hal ini berangkat dari asumsi bahwa mengatasi masalah A dengan tindakan B diperkirakan menghasilkan sesuatu solusi nyata jika dilakukan dalam 3 siklus. Dengan demikian bahwa ada baiknya dalam rencana PTK sudah memulai dengan perencanaan 2. Tahapan PTK Dalam pelaksanaan PTK yang didasarkan siklus tersebut dibagi menjadi 4 (empat) tahap diantaranya: Tahap Perencanaan (planning) Perencanaan adalah suatu langkah yang paling awal, yaitu langkah untuk merencanakan tindakan yang telah dipilih untuk memperbaiki keadaan. Pada tahap perencanaan telah tertuang berbagai sekenario untuk siklus yang bersangkutan, terutama tentang hal-hal teknis terkait dengan rencana pelaksanaan tindakan dan indicator-indikator capaian pada akhir siklusnya. Perencanaan disusun sendiri oleh peneliti utama (guru) tetapi sudah merupakan hasil kolaborasi yang berisikan kesepakatan-kesepakatan perencanaan tindakan antara peneliti utama dengan kolaborator sebelum melakukan pembelajaran. Rencana pembelajaran harus dibuat untuk satu siklus berdasarkan analisis permasalahan yang dihadapi. Pemilihan rencana tindakan harus didasarkan atas kerangka berfikir yang jelas sehingga diyakini akan dapat menyelesaikan permasalahan. Rencana tindakan diarahkan untuk menyelesaikan penyebab masalah, berpandangan kedepan serta fleksibel untuk menerima efek-efek yang tak terduga. Jika perencanaan telah dibuat dengan baik, seorang guru akan lebih mudah untuk mengatasi kesulitan atau hambatan yang dihadapi dan mendorong mereka untuk melakukan pembelajaran lebih efektif. Isi perencanaan secara umum berisikan; (1) pembuatan skenario pembelajaran yang tertuang dalam RPP, (2) persiapan sarana dan prasarana pembelajaran, (3) persiapan instrumen penelitian untuk pembelajaran dan (4) simulasi pelaksanaan tindakan 4 Tindakan (action) Tahap pelaksanaan tindakan adalah tahap untuk melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan dalam tahap perencanaan. Peneliti dan kolaborator harus saling meyakinkan bahwa apa yang telah disepakati dalam perencanaan benar-benar dapat dilaksanakan.Hal ini dirasa sulit karena harus dapat dijamin agar seluruh pelaksanaan itu berlangsung secara alamiah. Tindakan ini jga merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat untuk mengatasi permasalahan yang telah diidentifikasi dan dianalisis penyebabnya pada tahap awal. Tindakan dapat berupa suatu penerapan model pembelajaran tertentu, menerapkan strategi pembelajaran baru, melatih teknih baru, menggunakan variasi sumber belajar dan sebaginya. Yang paling penting bahwa pelaksanaan tindakan merupakan implementasi dari perencanaan artiny harus diupayakan sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disusun. Pengamatan (Observation) Tahap observasi adalah tahap mengamati kejadian yang ada pada saat pelaksanaan tindakan. Kejadian tersebut diamati atau diobservasi oleh peneliti dan kolaborator. Pengamatan atau observasi dibutuhkan untuk melihat, mengumpulkan data, dan mendokumentasikan proses pelaksanaan tindakan. Hasil pengamatan ini merupakan dasar pelaksanaan refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Hal-hal yang perlu dicatat peneliti dalam kegiatan pengamatan adalah proses tindakan, efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul. Instrumen pengumpulan data yang dipergunakan dapan PTK pendidikan jasmani adalah; Tes dan pengukuran, unjuk kerja, catatan, lembar observasi, pedoman wawancara, angket, alat rekam video, alat rekam audio dan sebagainya yang memungkinkan dapat mengumpulkan data sesuai dengan kebutuhan data. Disamping itu observasi dalam PTK dapat menggunakan format: (1) observasi terbuka, (2) observasi terfokus, (3) observasi terstruktur atau (4) observasi sistematis. Berkaitan dengan apa yang diobservasi maka produk observasi merupakan kesepakatan antara peneliti 5 dengan kolaborator pada tahap perencanaan. Dan yang diobservasi adalah hal-hal yang dianggappenting dalam proses belajar mengajar. Tahap Refleksi (reflection) Pada tahap refleksi peneliti bersama kolaborator melakukan diskusi atau sharing ide, dan menganalisis keleman yang telah dilakukan pada tahap perencanaan dan tindakan. Refleksi dilakukan melalui hasil observasi terhadap tindakan yang telah dilakukan sekaligus melihat tingkat indikator ketercapaian yang telah ditentukan di perencanaan. Artinya bahwa tahap refleksi merupakan merupakan tahap evaluasi untuk membuat keputusan-keputusan pada akhir siklus. Hasil akhir adalah untuk membuat kesimpulan bersama tentang apakah indikator-indikator telah tercapai dan dapat berlanjut ke siklus berikutnya; atau apakah indikator belum tercapai dan harus kembali untuk melakukan revisi perencanaan pada siklus yang bersangkutan. 3. Langkah-langkah PTK Langkah-langkah menyusun proposan PTK Mengidentifikasi Permasalahan dalam PBM di kelas Mengidentifikasi permasalahan penelitian dengan memperhatikan sebagai berikut; 1. Siswa-siswa mengalami kesukaran dalam hal apa 2. Guru mengalami kesulitan dalam hal apa 3. Hasil belajar yang belum dicapai 4. Tujuan dan sasaran sekolah yang belum tercapai terkait dengan PBM Selanjutnya dari beberapa permasalahan yang telah teridentifikasi maka lakukan pembatasan masalah berdasarkan kebutuhan pengembangan profesi, kebutuhan peningkatan kualitas PBM, minat dan bakat siswa, karakteristik siswa dan proiritas sekolah. Menetapkan prioritas dan batasan masalah 1. Memilih dan deskripsikan isu atau permasalahan yang menjadi perhatian dan dirasakan perlu diteliti: 6 2. Berdasarkan identifikasi kesenjangan, kebutuhan pengembangan, dan isi tersebut, permasalahan yang mendesak dan dirasa sulit serta penting untuk segera diselesaikan Menganalisis akar/penyebab masalah Permasalahan tersebut dipengaruhi oleh factor-faktor apa saja. Berdasarkan analisis keterkaitan antar factor dan kondisi nyata dikelas, maka lakukan analisis penyebab permasalahan. Menetapkan Solusi Permasalahan Alternatif pemecahan (metode, sarana dan prasarana, media, instrumen dll) dan dirasa up to date. Lakukan kajian secara ilmiah atau berdasarkan teoretik, bukan logika semata melalui buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu dan tetapkan solusi alternative. Selanjutnya pilihlah solusi yang paling efektif dan efisien serta tepat untuk mengatasi permasalahan. Berikan argument tentang solusi yang dipilih memiliki kekuatan. Untuk menyelesaikan masalah. Menetapkan Judul Penelitian Setelah permasalahan, akar penyebab dan solusi alternative dan subjek penelitian, selanjutnya tetapkan judul. Langkah menetapkan judul adalah: judul harus singkat, padat, spesifik dan tidak menimbulkan penafsiran yang beragam serta mencerminkan permasalahan pokok yang akan dipecahkan. Contoh judul: 1. Upaya memperbaiki hasil belajar lempar lembing melalui penerapan gaya mengajar komando pada ………… TA 2016/2017. 2. Penerapan metode pembelajarn kontekstual untuk meningkatkan partisipasi siswa dan hasil belajar shooting sepakbola pada siswa kelas VII SMPN I ……… TA 2016/2017. Membuat Rumusan Masalah Merumusan masalah dengan ciri; (1) Menggambarkan permasalahan yang dihadapi, (2) Menggunakan kalimat Tanya, (3) Kalimat singkat dan padat, (4) Berisi apa yang akan 7 diubah/diperbaiki/ditingkatkan, (5) Berisi apa yang variable aksi yang akan di lakukan, (6) Lengkapi dengan subjek penerima tindakan Contoh: a. Apakah penerapan metode latihan dapat meningkatkan hasil belajar lompat jauh bagi siswa kelas VII SMP N 1 ………. TA 2016/2017. b. Bagaimanakah penerapan metode penugasan dalam proses pembelajaran untuk e i gkatka hasil belajar lari 00 pada siswa kelas……. c. Apakah penerapan metode latihan berdampak pada peningkatan kreatifitas siswa kelas…….. Membuat rincian urutan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan Membuat langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan. Dalam membuat rincian dan urutan atau langkah-langkan tindakan yang dilakukan, mengacu pada teori dan ditakini secara mantap bahwa solusi tindakan benar-benar secara teori dapat memecahkan masalah. Merumuskan Hipotesis Buatlah rumusan hipotesis berdasarkan analisis solusi dari kajian teori. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi, sebagai alternative tindakan yang dipandang paling tepat untuk memecahkan masalah yang diteliti. Contoh: Penerapan gaya mengajar inklusi dapat meningkatkan partisipasi dan hasil belajar smash bolavoli siswa kelas XII “MUN I ………. TA 20 6/20 . Penetapan Indikator Keberhasilan Penetapan indicator keberhasilan dilakukan agar tindakan yang dilakukan dapat dikendalikan dan diukur. a. Deskripsikan proses belajar mengajar yang ingin ditingkatkan Contoh: Kemampuan siswa memahami teknik gerak Kreativitas siswa melaksanakan tugas ajar Keterampilan siswa melakukan tugas gerak 8 Respon siswa dalam pembelajaran b. Deskripsikan hal-hal yang ingin diketahui tentang kegiatan pembelajaran atau focus yang dikaji Contoh: kemampuan bertanya siswa, memberikan umpan balik guru, kemampuan membuka, menutup guru, menciptakan suasana yang kondusif dalam mengajar, dll c. Tuliskan hasil apa yang diharapkan terjadi pada akhir kegiatan pembelajaran Contoh; pengusaan teknik gerak, hasil lompat jauh, dll Buatlah deskripsi indicator dan tetapkan angka patokan untuk mengukur keberhasilan kegiatan. Bukan hasil semata yang diukur melainkan kondisi pembelajaran menjadi prioritas. Penetapan rencana untuk mengetahui terjadinya perubahan yang diharapkan Untuk mengetahui proses kegiatan yang akan dilakukan maka perlu dipersiapkan lembar observasi yang berisikan catatan harian dan/atau catatan lapangan dan/atau daftar cek dan atau video dsb. Untuk mengetahui atau dampak kegiatan akan dilakukan kegiatan maka dilakukan tes dan pengukuran dan/atau angket dan atau wawancara dan/atau portopilio dsb. C. Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas Praktek penyusunan laporan penelitian merupakan laporan akhir yang harus dibuat oleh peneliti setelah memberikan tindakan berdasarkan tahapan-tahapan dalam penelitian tindakan kelas. Peneliti harus membahas hasil dari tahapan-tahapan yang dilakukan selama beberapa siklus, yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Laporan akhir dari rangkaian kegiatan penelitian tindakan kelas, harus dipaparkan secara rinci sehingga kegiatan yang dilakukan dapat memperbaiki proses pembelajaran ataupun meningkatkan kinerja guru. Deskripsi Kondisi Awal Pada tahapan ini diuraikan kondisi awal kelas maupun kelompok sebelum diberi tindakan. Uraian dimulai dari permasalahan yang muncul dalam kelas maupun kelompok, seperti 9 menurunnya hasil belajar siswa (lebih baik dibuat persentasi siswa yang berhasil dan siswa yang gagal), siswa yang pasif dalan proses belajar, siswa jarang hadir pada saat proses pembelajaran, sekaligus penjelasan berapa jumlah siswa, berapa persen siswa yang mengalami masalah. Selanjutnya peneliti menjelaskan hasil identifikasi penyebab timbulnya masalah. Hasil identifikasi seperti, metode mengajar guru kurang bervariasi sehingga membosankan siswa, guru tidak menggunakan media pembelajaran yang menarik, jumlah siswa yang terlalu banyak, siswa tidak dberi kesempatan untuk aktif di dalam kelas karena pembelajaran terpusat oleh guru.penyajian kondisi awal bisa dengan grafik, persentase maupun tabel. Deskripsi Hasil Siklus Pada tahapan ini, peneliti memaparkan hasil dari masing-masing siklus yang dimulai dari siklus 1 . I. Deskripsi Hasil Siklus 1 Deskripsi hasil siklus I dimulai dari : 1. Perencanaan Tindakan Pemaparan tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan dimulai dari merencanakan tindakan yang diberikan, merancang pembelajaran, menentukan media yang digunakan, indicator ketercapaian, membuat lembar observasi dan lembar wawancara, membuat instrument penilaian. Adapun rincian kegiatan yang dipaparkan pada tahap ini adalah : a) Mempersiapkan rencana pembelajaran b) Membuat lembar observasi siswa, untuk mengamati kegiatan siswa selama pembelajaran. c) Membuat lembar obsevasi guru untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran guru yang dilakukan teman sejawat . d) Mempersiapkan materi ajar serta alat dan bahan sebagai pendukung pembelajaran. e) Mempersiapkan lembar kerja siswa. 10 f) Menyusun alat evaluasi belajar untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa di akhir pelajaran. g) Menentukan indikator ketercapaian hasil belajar personal maupun kelompok 2. Pelaksanaan tindakan Pemaparan tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan. Tahapan ini merupakan fase pelaksanaan dari strategi dan skenario pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Tindakan berupa pembelajaran yang dilakukan oleh Guru adalah kegiatan untuk memperbaiki permasalahan.Langkah-langkah yang terjadi selama kegiatan pembelajaran diuraikan. Apa yang pertama kali dilakukan? Bagaimana pengorganisasian kelasnya? Bagaimana suasana kelas dengan pengorganisasian itu? Siapa yang mengajar? Siapa observer atau pengambil data?. Pada saat pelaksanaan tindakan ini, guru harus berupaya agar memberdayakan siswa sehingga mereka menjadi subjek belajar. Tumbuhkan kesadaran, pemahaman, kemampuan dan kemauan belajar (learn how to learn). Mereka harus memiliki budaya belajar karena hanya dengan belajar mereka bisa menjadi agen perubahan bagi dirinya dan orang di sekitarnya. 3. Hasil Pengamatan Pemaparan hasil kegiatan pengumpulan data dengan memotret seberapa jauh efek tindakan mengenai sasaran, serta untuk memantau perubahan yang diinginkan. Pemantauan perubahan inilah yang nantinya akan menjadi bahan yang berguna dalam refleksi. Data yang dikumpulkan tentunya sangat beragam sesuai instrumen yang digunakan, berupa motivasi siswa, hasil belajar siswa, minat serta motivsi siswa, suasana kelas, peristiwa yang muncul dari siswa yang disebabkan dari suasana belajar yang menyenangkan . Pada bagian ini, peneliti menjelaskan secara rinci jenis data apa saja yang dikumpulkan, cara mengumpulkan data dan semua jenis instrumen yang digunakan. 11 4. Refleksi Pada tahapan ini peneliti memaparkan secara kritis tentang perubahan yang diharapkan telah terjadi atau belum. Perubahan ini menyangkut hasil belajar siswa, suasana kelas, cara guru mengajar, interaksi siswa dengan materi, interaksi siswa dengan siswa, interaksi siswa dengan guru, intensitas dan kualitas interaksi, minat dan motivasi siswa. Perubahan –perubahan merupakan hasil dari pengamatan peneliti bersama kolaborator. Informasi yang disampaikan berupa hasil yang diperoleh selama kegiatan berlangsung untuk meningkatkan profesionalisme guru ataupun peneliti. Berapa besar peningkatan kualitas pembelajaran yang telah terjadi berdampak pada hasil belajar ataupun kompetensi siswa. Tindak lanjut yang dilakukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang berkelanjutan. Deskripsi Siklus II 1. Perencanaan Pemaparan tindakan-tindakan yang akan dilakukan berdasarkan hasil refleksi pada siklus.Tindakan yang dilakukan untuk memperbaikan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus 1. Contoh perbaikan pembelajaran pada siklus 1 berdasarkan hasil observasi dan refleksi pada siklus 1 yaitu siswa masih kurang bergairah ketika pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi siswa dan guru wawancaranya, ternyata penggunaan media yang beserta hasil disampaikan oleh guru kurang menarik bagi siswa. Maka guru merencanakan perbaikan media yang menarik bagi siswa pada siklus yang ke 2. Kegiatan perencanaan lainnya sama dengan perencanaan pada siklus 1. 2. Pelaksanaan Tindakan Pemaparan tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan pada siklus 2. Seperti contoh pada perencanaan siklus ke 2, yaitu memperbaiki media yang kurang menarik bagi siswa. Tindakan yang lainnya tidak ada perubahan 12 3. Hasil Pengamatan Pemaparan hasil pengamatan pada siklus 1 lebih fokus pada observasi siswa dan guru pada saat pada perbaikan media pembelajaran menjadi lebih menarik. Hasil observasi adalah respon siswa terhadap perbaikan tindakan yitu pemanfaatan media menjadi lebih menarik. Observasi kepada guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran 4. Refleksi Pemaparan yang sama pada refleksi siklus 1 bagaimana perubahan hasil belajar pada saat tindakan perbaikan diberikan. Perubahan –perubahan yang terjadi selama siklus 2. Serta peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan perbaikan pembelajaran. Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus Pada bagian ini ringkaskan hasil penelitian dari seluruh siklus dan semua aspek yang menjadi konsentrasi penelitian. Deskripsi yang diberikan bisa dilengkapi tabel dan grafik atau tabel dan grafiknya bisa ditulis di lampiran. Bahas juga setiap aspek perubahan dan perbaikan yang terjadi, dan bila yang terjadi sebaliknya maka perlu adanya deskripsi penyebab atau alasan yang logis dan rasional. Apabila didukung dengan deskripsi teoritis yang ada, maka akan menambah kualitas pembahasan. Hasil Penelitian Hasil penelitian pada bab ini pada dasarnya merupakan hasil penelitian yang diperoleh pada saat tindakan berdasarkan data penelitian. Hasil penelitian harus sesuai dengan dengan permasalahan, tujuan penelitian, dan menjawab kebenaran hipotesis atau tidak. Contoh apakah peningkatan hasil belajar passing bawah bolavoli terjadi? Jika tidak apa penyebabnya? Apakah ada peningkatan motivasi belajar siswa? Seberapa peningkatannya? Jika tidak terjadi peningkatan apa penyebabnya? Apakah variasi gaya mengajar dalam pembelajaran bisa dilakukan? Apa kendala pelaksanaannya? Hal –hal penting apa yang saja yang peroleh selama mengimplementasikan pendekatan tersebut? Semuanya deskripsikan dengan jelas dan lengkap dalam bagian ini. 13 DAFTAR PUSTAKA Sukintaka, Filisophi, Pembelajaran dan Masa Depan Teori Pendidikan Jasmani, Bandung: Nuansa, 2004. -------------. Proceeding World Summiton Physical education. Berlin 3-5th.1999. Anonymous, Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Citra Praya. Kuntjojo, 2010 Ateng, Abdulkadir, Pendidikan Jasmani Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu Keolahragaan Guna Krida Prakasa Jati, 1993 ______________, Azas dan Landasan Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993 Dauer, Victor P, Dynamic Physical Education For Elementary School Children, Minnesota: Burgess Publishing Company, 1979 Gabbard, Carl., LeBlance, Elizabeth, and Lowy, Susan, Physical Education For Children. New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1987 Grant Donovan, Jane Mc Namara, Peter Gianoli, Koreksi Gerakan Senam yang Membahayakan, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA, 2001 Kemendikbud, Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2015, Jakarta: Kemendikbud. 2015 ____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A Tahun 2014 tentang Implementasi kurikulum. Jakarta: Balitbang. 2014 ____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SD/MI, Jakarta: Balitbang, 2014 ____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah, Jakarta: Kemendikbud, 2014 Ladislaus Naisaban, Bergembira Bersama 100 Permainan Rakyat, PT Grasindo, Jakarta, 2007 Lutan, Rusli. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. 1988. Jakarta: Depdikbud Lutan, Rusli. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah: Penguasaan Kompetensi Dalam Konteks Budaya Gerak, 2005 Macdonald, D. Curriculum change and the postmodern world: The school curriculum-reform project an anachronism, 2000 14 Marry P Mc Gowan, MD, Jo Mc Gowan Copra, William P. Castelli, MD, Menjaga Kebugaran Jantung, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2001 Mukhtar, M.Pd., Dr., Martinis Yamin, M.Pd., Metode Pembelajaran yang Berhasil, Jakarta: P.T. SESAMA MITRA SUKSES, 2003 Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Bandung : ROSDA. 2007 Nancy Burstein, Senam Dingklik: Petunjuk Mutakhir, Cara Latihan yang Efisien, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 1996 Oemar Hamalik, Dr. Prof., Pendidikan Guru: Berdasar Pendekatan Kompetensi, Jakarta: P.T BUMI AKSARA, 2002 Pangrazi, Robert P. and Dauer, Victor P. Movement In Early Childhood and Primary Education. Minnesota: Burgess Publishing Company. 1981 Pepen Supendi dan Nurhidayat, Fun Game, 50 permainan menyenangkan di indoor dan outdoor, Penebar Swadaya, Jakarta, 2007 Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Richard R Brown, Joe Henderson, Bugar Dengan Lari, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 1994 Santrock, J.W. Psikologi pendidikan. Edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenada media group, 2010 Santrock, J.W. Masa Perkembangan Anak. Buku 2 Edisi 11. Jakarta: Salemba Humanika. 2011 Shaffer, R.D. and Kipp, K. Developmental Psychology: Childhood and Adolescence. United kindom : Wadsworth Cangage Learning, 2010 Soemitro, Permainan Kecil, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Jakarta,1999. Sukintaka, Dr. Prof., Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan, Bandung: Nuansa, 2001 Syarifudin, Aip. dkk, Azas dan Falsafah Penjaskes, Jakarta, Universitas Terbuka, 2000 Tamat, Tisnowati. Dan Mirman, Moekarto. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998 Thomas, Jerry R., Lee, Amelia M. dan Thomas, Katherine T. Physical Education for Children. Champaign, Illinois: Human Kinetics Books. 1988 Thomas R Beachle, Roger W Earle, Bugar dengan Latihan Beban, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2002 15 Tim Penyusun Bahan Ajar, Naskah Standar; Pembelajaran Atletik, Jakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Keguruan, Depdiknas, 2006 _______________________, Buku Bahan Ajar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Bogor : PPPPTK Penjas & BK, 2010 Wahjoedi, Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2000 Wall, A.E. and Reid, Greg. Physical Activity In Childhood and Youth dalam Claude Bouchard, Barry D. McPherson and Albert W. Taylor (Ed.). Physical Activity Sciences Champaign, Illinois: Human Linetics Books. 1992 Di akses: 01 Maret 2013 9:04:06: http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-danimplementasinya-dalam-pendidikan-346946.html. Diakses 01 Maret 2013 9:05:32: http://www.psikologizone.com/favicon.ico/Teori Kognitif Psikologi Perkembangan Jean Piaget/ Di akses: Senin, 13 Mei 2013: Pukul. 22:56 WIB: http://penjaskespendidikanjasmanikesehatan.blogspot.com/2010/11/pengertian-definisi-pendidikan-jasmani.html. Di akses: Senin, 13 Mei 2013. Pukul. 23:02 WIB: http://berkasmakalah.blogspot.com/2012/11/makalah-definisi-olahraga-menurut-para.html. LANJUTAN Awak, Uda. 2014. Bertanya dan Menjawab Pertanyaan. Di akses tanggal 4 November 2015 dari http://www.matrapendidikan.com/2014/02/bertanya-dan-menjawab-pertanyaan.html. Djamarah, Syaiful Bahri, dan Zain Azwan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta. Coutinho, M., &Malouf, D., (1993). Performance Assessment and Children with Disabilities: Issues and Possibilities. Teaching Exceptional Children, 25(4), 63– 67. Hendriono, 2010. INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR. http://dokumen.tips/documents/evaluasi-pembelajarantanggal 6 November 2015. 55a4d3829e180.html. Diakses Kemdikbud, Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Kemdikbud, Kemdikbud, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 16 2015 Kemdikbud, Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Kemdikbud, Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Kemdikbud, Lampiran Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Kemdikbud, 2014 Kemdiknas, PP No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2013). Permendikbud 81A. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Lutan, Rusli. (2005). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah: Penguasaan Kompetensi Dalam Konteks Budaya Gerak. Macdonald, D. (2000). Curriculum change and the postmodern world: The school curriculum-reform project an anachronism. Mahendra, Agus, dkk. (2006). Implementasi Movement-Problem-Based Learning Sebagai Pengembangan Paradigma Reflective Teaching Dalam Pendidikan Jasmani: Sebuah Community-Based Action Research Di Sekolah Menengah Di Kota Bandung. Riadi, Muchlisin. 2013. Metode Diskusi Dalam Belajar. Di akses tanggal 4 November 2015 dari http://www.kajianpustaka.com/2013/01/metode-diskusi-dalam-belajar.html. Rusli Lutan. (2001). Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Ditjend Olahraga Depdiknas. Sukintaka. (2004). Teori Pendidikan Jasmani: Filosofi, Pembelajaran, dan masa Depan. Bandung: Nuansa Sudjana, Nana. 2009. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2014 Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2015 2001. Landasan Psikologis Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas 17 Daryanto. 2003. Belajar Komputer Microsoft Word 2000. Bandung : CV Yrama Widya.. Djaali dan Pudji Muldjono. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo, 2008. Heinich, et. Al 1989. Instructional Media. New York : Mac-Melalan http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/04/sistem-saraf-pada-manusia.html. Diakses tanggal 25 Okt 2015 http://imankoekoeh.blogspot.co.id/2013/12/tes-pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html. Diaksestanggal 22 Okobert 2015. http://kkg-srikandi.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-tujuan-dan-prinsip-penilaian.html. Diaksestanggal 22 Oktober 2015. http://pendidikanjasmani13.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-ilmu-faal-olahraga.html. tanggal 25 Oktober 2015. Diakses http://pendidikanjasmani13.blogspot.co.id/2014/06/model-model pembelajaran-penjas.html Lutan, Rusli. (2005). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Lutan, Rusli. (2006). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Mico Pardosi .2004. Belajar Sendiri Microsoft Power Point 2000. Surabaya : Indah Surabaya. Modul (sejarah dan filsafat olahraga,FPOK-UPI 2010 Mutiah .2007. Komputer Jakarta : Satubuku Sukintaka, Dr. Prof., 2001. Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan, Bandung: Nuansa, Sukintaka. 2004. Teori Pendidikan Jasmani, Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Nuans. Sukintaka. , 2001. Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan. Bandung: Nuansa Suparlan. 2010. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing... Undang-undang Negara Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta; Depdiknas, 2003 Undang-undang Negara Republik Indonesia, Nomor 3 Tahun 2005, Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Jakarta: Menegpora 2005 dasar SMP-MTs-SMPLB, Jakarta: Depdiknas, 2006 Anita Woolfolk, Educational Psychology, Active Learning Edition, Bagian Pertama, Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009 Anonymous, Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Citra Praya. Kuntjojo, 2010 18 Ateng, Abdulkadir, Pendidikan Jasmani Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu Keolahragaan Guna Krida Prakasa Jati, 1993 ______________, Azas dan Landasan Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993 Dauer, Victor P, Dynamic Physical Education For Elementary School Children, Minnesota: Burgess Publishing Company, 1979 Gabbard, Carl., LeBlance, Elizabeth, and Lowy, Susan, Physical Education For Children. New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1987 Gallahue, David L. Motor Development and Movement Experiences. New York: John Wiley & Sons, Inc., 1975 Gallahue, David L. Understanding Motor Development Infants, Children, Adolecent. New York: MacMillan Publishing Company., 1989 Grant Donovan, Jane Mc Namara, Peter Gianoli, Koreksi Gerakan Senam yang Membahayakan, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA, 2001 Hurlock, Elizabeth B, Perkembangan Anak. Terjemahan Tjandrosa dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1990 Kemendikbud, Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2015, Jakarta: Kemendikbud. 2015 ____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A Tahun 2014 tentang Implementasi kurikulum. Jakarta: Balitbang. 2014 ____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SD/MI, Jakarta: Balitbang, 2014 ____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah, Jakarta: Kemendikbud, 2014 Ladislaus Naisaban, Bergembira Bersama 100 Permainan Rakyat, PT Grasindo, Jakarta, 2007 Lutan, Rusli. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Depdikbud Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. 1988. Jakarta: Lutan, Rusli. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah: Penguasaan Kompetensi Dalam Konteks Budaya Gerak, 2005 Macdonald, D. Curriculum change and the postmodern world: The school curriculumreform project an anachronism, 2000 Marry P Mc Gowan, MD, Jo Mc Gowan Copra, William P. Castelli, MD, Menjaga Kebugaran Jantung, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2001 19 Mukhtar, M.Pd., Dr., Martinis Yamin, M.Pd., Metode Pembelajaran yang Berhasil, Jakarta: P.T. SESAMA MITRA SUKSES, 2003 Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Bandung : ROSDA. 2007 Nancy Burstein, Senam Dingklik: Petunjuk Mutakhir, Cara Latihan yang Efisien, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 1996 Oemar Hamalik, Dr. Prof., Pendidikan Guru: Berdasar Pendekatan Kompetensi, Jakarta: P.T BUMI AKSARA, 2002 Pangrazi, Robert P. and Dauer, Victor P. Movement In Early Childhood and Primary Education. Minnesota: Burgess Publishing Company. 1981 Pepen Supendi dan Nurhidayat, Fun Game, 50 permainan menyenangkan di indoor dan outdoor, Penebar Swadaya, Jakarta, 2007 Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Richard R Brown, Joe Henderson, Bugar Dengan Lari, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 1994 Santrock, J.W. Psikologi pendidikan. Edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenada media group, 2010 Santrock, J.W. Masa Perkembangan Anak. Buku 2 Edisi 11. Jakarta: Salemba Humanika. 2011 Shaffer, R.D. and Kipp, K. Developmental Psychology: Childhood and Adolescence. United kindom : Wadsworth Cangage Learning, 2010 Soemitro, Permainan Kecil, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Jakarta,1999. Sugiyanto, Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta : Universitas Terbuka, 1996 Sukintaka, Dr. Prof., Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan, Bandung: Nuansa, 2001 Syarifudin, Aip. dkk, Azas dan Falsafah Penjaskes, Jakarta, Universitas Terbuka, 2000 Tamat, Tisnowati. Dan Mirman, Moekarto. Pendidikan Jasmani Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998 dan Kesehatan, Thomas, Jerry R., Lee, Amelia M. dan Thomas, Katherine T. Physical Education for Children. Champaign, Illinois: Human Kinetics Books. 1988 Thomas R Beachle, Roger W Earle, Bugar dengan Latihan Beban, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2002 20 Tim Penyusun Bahan Ajar, Naskah Standar; Pembelajaran Atletik, Jakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Keguruan, Depdiknas, 2006 _______________________, Buku Bahan Ajar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Bogor : PPPPTK Penjas & BK, 2010 Wahjoedi, Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2000 Wall, A.E. and Reid, Greg. “Physical Activity In Childhood and Youth” dalam Claude Bouchard, Barry D. McPherson and Albert W. Taylor (Ed.). Physical Activity Sciences Champaign, Illinois: Human Linetics Books. 1992 Di akses: 01 Maret 2013 9:04:06: http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-danimplementasinya-dalam-pendidikan-346946.html. Diakses 01 Maret 2013 9:05:32: http://www.psikologizone.com/favicon.ico/Teori Kognitif Psikologi Perkembangan Jean Piaget/ http://penjaskesDi akses: Senin, 13 Mei 2013: Pukul. 22:56 WIB: pendidikanjasmanikesehatan.blogspot.com/2010/11/pengertian-definisi-pendidikanjasmani.html. Di akses: Senin, 13 Mei 2013. Pukul. 23:02 WIB: http://berkasmakalah.blogspot.com/2012/11/makalah-definisi-olahraga-menurut-para.html. Anne Shumway and Marjorie H. Woollacott, (2001). Motor Control: theory and Practical Applications, Lippincott Williams & Wilkins. Anne Shumway-Cook dan Marjorie, (2001). Motor Learning and Recovery of Function, USA: Lippinncoll Williams & Wilkrins. BSNP., (2007). Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan PendidikanDasar dan Menengah. Jakarta Cheryl A. Coker A, (2004). Motor Learning and Control for Practitioners, New York, United State of America : The Mc Grow-Hill Companies Inc. Dantes, Nyoman. (2008). Hakikat Asesmen Authentic Sebagai Penilaian Proses dan Produk Dalam Pembelajaran yang Berbasis Kompetensi (Makalah Disampaikan pada In House Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara).Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Daniel K. Schneider. (2005). Project-based learning. [Online]. dihttp://edutechwiki.unige.ch/en/Project-based_learning (18 Oktober 2011). 21 Diakses Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2013). Kompetensi Dasar SMP/MTs, Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2013). Permendikbud 81A. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2014). Permendikbud 58. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemdikbud, Lampiran Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Kemdikbud, 2014 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2014). Permendikbud no 104. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemdikbud, Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Kemdikbud, 2015 Kemeterian Pendidikan dan Keudayaan 92015), materi Pelatihan Guru Implemenasi Kurikulum 2013 SMP/MTs Mata Pelajaran PJOK Richard A. Schmidt dan Timothy D. Lee, (2005). Motor Control and Learning , Fourth Edition, Human Kinetics. Sardiman AM., (2001). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers. Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2014 Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2015 Wiggins, G., (1993). Assessment: Authenticity, Context and Validity. Phi Delta Kappan, 75(3), 200–214 DAFTAR PUSTAKA Agus Kristiyanto. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Surakarta: UNS Press, 2010. Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Aqip, Zainal. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Yrama Widya. Bandung, 2006. Kemmis Stephen & McTaggart Robin. The Action Research Planner, Deakin University, Victoria, 1990. Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2014 22 Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas dan BK, 2015 23 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB VII SUMBER BELAJAR DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI UNTUK PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN DR. IMRAN AKHMAD, M.PD KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 1 BAB VII SUMBER BELAJAR DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI UNTUK PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN URAIAN MATERI: A. SUMBER BELAJAR 1. Pengertian Sumber Belajar Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Fungsi Sumber Belajar: meningkatkan produktivitas pembelajaran memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, memungkinkan belajar secara seketika, memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas. 2. Bentuk dan Jenis Sumber Belajar a) Bentuk-bentuk sumber belajar: (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, nara sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya; (4) alat/ perlengkapan: perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik: disikusi, seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya; dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya. b) Jenis-jenis Sumber Belajar, ada dua yaitu: (1) Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. (2) Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk 2 keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran 3. Pemilihan dan Penggunaan Sumber Belajar Kriteria Pemilihan Sumber Belajar Ekonomis adalah sumber belajar yang digunakan tidak harus terpatok pada harga yang mahal Praktis adalah sumber belajar yang digunakan tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka Mudah adalah sumber belajar yang digunakan dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita Fleksibel adalah sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional Sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa. 4. Sumber Belajar, Alat Permainan dan Pemanfaatannya Sumber belajar alamiah yang dekat dengan anak antara lain: Masyarakat desa atau kota di sekeliling sekolah, Lingkungan fisik di sekitar sekolah, Bahan sisa yang tidak terpakai dan barang bekas yang terbuang yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, namun kalau kita olah dapat bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar mengajar. Berikut ini uraian bagaimana sumber belajar itu dapat digunakan oleh guru : Nara Sumber; dapat menggunakan nara sumber atau orang yang ahli dibidangnya untuk memperkaya wawasan Lingkungan; dapat menggunakan lingkungan yang terdekat yang alamiah dapat digunakan dengan efisien sesuai dengan prosedur yang berlaku. Media cetak; digunakan oleh guru sebagai sumber belajar. Benda Sebenarnya; dapat menggunakan benda sebenarnya sebagai sumber belajar. Barang Bekas; dapat dimanfaatkan secara optimal dalam kegiatan pendidikan. Model; dapat menggunakan model tiruan 3 B. Teknologi Informasi Komunikasi Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah sering digunakan di dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam kegiatan pembelajaran. Sekalipun sudah sering digunakan, namun tampaknya masih terjadi pemahaman yang berbeda mengenai istilah TIK. Bahkan ada sebagian orang yang agak berlebihan pemahamannya, yaitu yang mengidentikkan TIK itu dengan komputer atau internet saja. Akibatnya, setiap ada pembicaraan mengenai TIK, maka yang terlintas di dalam pemikiran yang bersangkutan adalah komputer atau internet. Pardosi (2004). Mengemukakan bahwa teknologi informasi dapat dimaknai sebagai ilmu yang diperlukan untuk mengatur informasi agar informasi tersebut dapat ditelusuri kembali dengan mudah dan akurat. Isi ilmu tersebut dapat berupa prosedur dan teknik-teknik untuk menyimpan dan mengelola informasi secara efisien dan efektif. Lebih lanjut menurut Nina W. Syam, informasi dipandang sebagai data yang telah diolah dan dapat disimpan baik dalam bentuk tulisan, suara, maupun dalam bentu