Materi Bahan Ajar Mata Pelajaran Penjaskes

advertisement
KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Materi
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
Tahun 2012
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan
dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun 2012
BAHAN AJAR PLPG
KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN PROFESI GURU
3 Jam Pelajaran
Pengarah
Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd
Penanggung Jawab
Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd
Tim Penyusun
Dra. Dian Mahsunah, M.Pd
Dian Wahyuni, SH, M.Ed
Drs. Arif Antono
Dra. Santi Ambarukmi, M.Ed
Editor
Prof. Dr. Sudarwan Danim
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
i
SAMBUTAN
KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulisan bahan untuk mata ajar Kebijakan
Pengembangan Profesi Guru dapat diselesaikan. Bahan ajar ini dikembangkan dari ramburambu struktur kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) tahun 2012.
Kehadiran bahan ajar ini diharapkan menjadi penguat bagi peserta PLPG untuk memenuhi
standar kompetensi lulusan yang telah dirumuskan.
Substansi bahan ajar ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan pengembangan
profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya tentang
peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir, perlindungan dan
penghargaan, serta etika profesi guru. Substansi sajian ini diharapkan dapat menginspirasi
peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan secara baik halhal yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan bagi
peserta PLPG merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan guru yang profesional, yang
mampu mengelola proses pembelajaran yang bermutu. Hal ini menjadi bagian integral dari
upaya mentransformasi visi Badan Pengembangan SDMPK da PMP, yaitu tersele ggara ya
layanan prima untuk membentuk SDM pendidikan dan kebudayaan yang profesional dan
ber artabat serta pe ja i a
utu pe didika ya g tersta dar e jadi realitas.
Kami yakin dan percaya bahwa substansi bahan ajar ini sangat relevan bagi peserta
PLPG untuk memahami dan kemudian mengaplikasi-kan aneka kebijakan dalam
pengembangan profesi guru. Kami mengucap-kan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan bahan ajar ini. Mudah-mudahan kehadiran bahan ajar ini
dapat mengoptimasi peserta PLPG untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
pada satuan pendidikan tempatnya menjalankan tugas-tugas profesional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
ii
PENGANTAR
KEPALA PUSAT PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN
PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa guru
profesional memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau Diploma IV dan
bersertifikat pendidik. Salah satu pola sertifikasi guru dalam jabatan adalah Pendidikan dan
Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Salah satu mata ajar dalam PLPG tahun 2012 adalah Kebijakan Pengembangan Profesi
Guru. Bahan ajar ini ditulis dan dikembangkan bersama oleh Tim Pusat Pengembangan Profesi
Pendidik dengan editor Prof. Dr. Sudarwan Danim dari rambu-rambu struktur kurikulum PLPG
tahun 2012. Kehadiran bahan ajar ini diharapkan menjadi sumber belajar dan penguat bagi
peserta PLPG untuk memenuhi standar kompetensi lulusan yang telah disepakati oleh
pengembang sesuai dengan regulasi yang ada.
Secara keseluruhan, substansi bahan ajar ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan
pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
khususnya tentang peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir,
perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi guru. Substansi sajian ini diharapkan dapat
menginspirasi peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan
secara baik hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan profesi guru sebagaimana
dimaksud.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan bagi
peserta PLPG merupakan prasyarat untuk mewujudkan guru yang profesional, yang mampu
mengelola proses pembelajaran yang bermutu. Kami yakin dan percaya bahwa substansi
bahan ajar ini sangat relevan bagi peserta PLPG untuk memahami dan kemudian
mengaplikasikan aneka kebijakan dalam pengembangan profesi guru.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
dalam penyusunan bahan ajar ini. Mudah-mudahan kehadiran bahan ajar ini dapat
mengoptimasi peserta PLPG untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di
sekolahnya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
iii
DAFTAR ISI
SAMBUTAN
PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Standar Kompetensi
C. Deskripsi Bahan Ajar
D. Langkah-langkah Pembelajaran
Hal.
ii
iii
iv
1
2
2
3
BAB I
KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU
A. Latar Belakang
B. Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional
C. Alur Pengembangan Profesi dan Karir
D. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
E. Kebijakan Pemerataan Guru
4
4
6
8
10
12
BAB II
PENINGKATAN KOMPETENSI
A. Esensi Peningkatan Kompetensi
B. Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir
C. Jenis Program
D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
E. Uji Kompetensi
Latihan dan Renungan
16
16
17
19
20
27
31
BAB III
PENILAIAN KINERJA
A. Latar Belakang
B. Pengertian
C. Persyaratan
D. Prinsip-prinsip Pelaksanaan
E. Aspek yang Dinilai
F. Prosedur Pelaksanaan
G. Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit
H. Penilai PK Guru
I.
Sanksi
J. Tugas dan Tanggung Jawab
Latihan dan Renungan
32
32
32
34
34
35
36
40
42
43
43
45
BAB IV
PENGEMBANGAN KARIR
A. Ranah Pengembangan Guru
B. Ranah Pengembangan Karir
C. Kenaikan Pangkat
Latihan dan Renungan
46
46
48
52
55
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
iv
BAB V
PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN
A. Pengantar
B. Definisi
C. Perlindungan Atas Hak-hak Guru
D. Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru
E. Asas Pelaksanaan
F. Penghargaan dan Kesejahteraan
G. Tunjangan Guru
Latihan dan Renungan
56
56
57
58
61
64
64
71
75
BAB VI
ETIKA PROFESI
A. Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa
B. Definisi
C. Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi
D. Esensi Kode Etik dan Etika Profesi
E. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia
F. Pelanggaran dan Sanksi
Latihan dan Renungan
76
76
78
78
79
80
85
86
REFLEKSI AKHIR
87
ACUAN
91
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
v
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada peradaban bangsa mana pun, termasuk Indonesia, profesi guru bermakna strategis karena
penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan,
pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Makna strategis guru sekaligus meniscayakan
pengakuan guru sebagai profesi. Lahirnya Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, merupakan bentuk nyata pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Di dalam
UU No. 14 Tahun 2005 ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sebagai implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi untuk
mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh
program sertifikasi guru dalam jabatan, yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015.
Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru secara lateral memunculkan
banyak gagasan. Pertama, diperlukan ekstrakapasitas untuk menyediakan guru yang profesional
sejati dalam jumlah yang cukup, sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah tidak
terjebak pada ngarai kesia-siaan akibat layanan pendidikan dan pembelajaran yang buruk.
Kedua, regulasi yang implementasinya taat asas dalam penempatan dan penugasan guru agar
tidak terjadi diskriminasi akses layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar
wilayah negara, di tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di daerah-daerah
yang penuh konflik.
Ketiga, komitmen guru untuk mewujudkan hak semua warga negara atas pendidikan yang
berkualitas melalui pendanaan dan pengaturan negara atas sistem pendidikan.
Keempat, meningkatkan kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya
melalui penerapan yang efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka.
Kelima, menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan dan
pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status perkawinan, kekurangmampuan,
orientasi seksual, usia, agama, afiliasi politik atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adat
istiadat, serta mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya
komunitas.
Keenam, mendorong demokrasi, pembangunan berkelanjutan, perdagangan yang fair, layanan
sosial dasar, kesehatan dan keamanan, melalui solidaritas dan kerjasama di antara anggota
organisasi guru di mancanegara, gerakan organisasi kekaryaan internasional, dan masyarakat
madani.
Beranjak dari pemikiran teoritis di atas, diperlukan upaya untuk merumuskan kebijakan dan
pengembangan profesi guru. Itu sebabnya, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji
ulang atas sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen,
pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi dan kompetensi,
penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir,
pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
1
daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu,
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan selalu berusaha untuk menyempurnakan kebijakan di
bidang pembinaan dan pengembangan profesi guru.
B.
Standar Kompetensi
Substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dituangkan ke dalam rambu-rambu
struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi lulusan. Berkaitan dengan mata ajar
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, kompetensi lulusan PLPG yang diharapkan disajikan berikut
ini.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.
Memahami kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Memahami esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara
berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya.
Memahami makna, persyaratan, prinsip-prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai
penilaian kinerja guru.
Memahami esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan
keprofesian dan karir.
Memahami konsep, prinsip atau asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada
guru, termasuk kesejahteraannya.
Memahami dan mampu mengaplikasikan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses
pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di
masyarakat.
Deskripsi Bahan Ajar
Seperti dijelaskan di muka, bahwa substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
dituangkan ke dalam rambu-rambu struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi
lulusan. Berkaitan dengan mata ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, deskripsi umum bahan
ajarnya disajikan berikut ini.
1.
2.
3.
4.
5.
Pengantar ringkas. Mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan
pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Peningkatan kompetensi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis
program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan
dampak ikutanya.
Penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip,
tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru.
Pengembangan karir guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi dan ranah
pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir.
Perlindungan dan penghargaan guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan konsep, prinsip
atau
asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk
kesejahteraannya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
2
6.
Etika profesi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam
pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas,
maupun di masyarakat.
D.
Langkah-langkah Pembelajaran
Bahan ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru ini dirancang untuk dipelajari oleh peserta PLPG,
sekali guru menjdi acuan dalam proses pembelajaran bagi pihak-pihak yang tergamit di dalamnya.
Selama proses pembelajaran akan sangat dominan aktivitas pelatih dan peserta PLPG. Aktivitas
peserta terdiri dari aktivitas individual dan kelompok. Aktivitas individual peserta mengawali akivitas
kelompok. Masing-masing aktivitas dimaksud disajikan dalam gambar.
Langkah-langkah aktivitas pembelajaran di atas tidaklah rijid. Namun demikian, melalui
aktivitas itu diharapkan peserta PLPG mampu memahami secara relatif luas dan mendalam tentang
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, khususnya di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
3
BAB I
KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN GURU
Materi sajian pada Bab I ini berupa pengantar umum yang mengulas serba
sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi
guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sajian materi
ini dimaksudkan sebagai pengantar materi utama yang disajikan pada babbab berikutnya, yaitu peningkatan kompetensi, penilaian kinerja,
pengembangan karir, perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi.
A.
Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan percepatan luar
biasa, memberi tekanan pada perilaku manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
hidupnya. Di bidang pendidikan, hal ini memunculkan kesadaran baru untuk merevitalisasi kinerja
guru dan tenaga kependidikan dalam rangka menyiapkan peserta didik dan generasi muda masa
depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK, serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Peserta didik dan generasi muda sekarang merupakan manusia Indonesia masa depan yang
hidup pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk mengkreasi modelmodel dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif, menyenangkan, dan transformasional
bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan, kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara
yang berhasil mengoptimasi kecerdasan, menguasai IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya
akan menjadi pemenang. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang gagal mewujudkannya akan menjadi
pecundang.
Aneka perubahan era globalisasi, agaknya menjadi ciri khas yang berjalan paling konsisten.
Manusia modern menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus perubahan.
Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar siap menghadapi
tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi diri dalam alur peradaban.
Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya mengemban
tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun
karakter bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis profesi guru diakui dalam realitas sejarah
pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember 2004,
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi. Satu tahun kemudian,
lahir Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal
pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya.
Metamorfosis harapan untuk melahirkan UU tentang Guru dan Dosen telah menempuh
perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono
menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini disebutkan bahwa
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
4
Pascalahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan beberapa
produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan, seperti tersaji pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Milestone Pengembangan Profesi Guru
Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan profesi guru,
sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada tahun 2012 dan
seterusnya pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara simultan, yaitu
mensinergikan dimensi analisis kebutuhan, penyediaan, rekruitmen, seleksi, penempatan,
redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi,
dan sebagainya. Untuk tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang
sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan institusi yang
terkait.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
5
B.
Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya
utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di
Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan
guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi
guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4)
profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani.
Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru
menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai
penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan
tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan
mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan
bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara
sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang
Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang
kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah
menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa
peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota
kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua
produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat
pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga,
sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh
Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji
kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar
kompetensi.
Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1)
wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran
secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran,
dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni
yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program
yang diampunya. Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
6
pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan
sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan
hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan memiliki
sertifikat pe didiklah ya g legal direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas,
harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di
Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk
menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon
pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan
kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang
disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh
mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas
profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang
nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan
bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah
memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi
guru yang benar-benar profesional.
Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui
ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan
masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan
kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas
pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim
dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika
menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan
dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, melainkan semua
subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus
ditampilkan oleh guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang
tidak dibahas secara detail di dalam buku ini.
Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian
menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan
profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru.
Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop,
magang, studi banding, dan lain-lain adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara
umum guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan
sebagainya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
7
C.
Alur Pengembangan Profesi dan Karir
Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata. Pengakuan atas
kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai
agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Aktualitas tugas dan fungsi
penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan
idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung
jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan pemaknaannya.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup: (1)
guru -- baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru bimbingan dan konseling
atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan
pengawas, seperti tertuang pada Gambar 1.2. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam
pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa depan.
Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal.
Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang
profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya
tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan,
jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan,
kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin.
Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi atau
proses penumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
8
guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta
kemajuan IPTEK. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat
dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi
banding, dan lain-lain. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru masih memiliki
keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara pembinaan dan
pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV.
Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1
atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi
yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan
nonkependidikan yang terakreditasi.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik
dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan
dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan
keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir
guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pola pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru tersebut, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.3., diharapkan
dapat menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru.
Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru
dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisiatif
meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan
penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
9
Seperti telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa
terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan
pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan
profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan
fungsional.
Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan
profesi. Program ini berfokus pada empat kompetensi di atas. Namun demikian, kebutuhan guru
akan program pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud
dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tengtang konteks pembelajaran,
penguatan penguasaan materi, pengembangan metode mengajar, inovasi pembelajaran, dan
pengalaman tentang teori-teori terkini.
Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah,
lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di
tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator
guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis
kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan layanan, serta
evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau
memodifikasi/mengadopsi program sejenis.
Pembinan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak
guru. Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah
peningkatan karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kenaikan pangkat
dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan pangkat karena prestasi kerja atau
dedikasi yang luar biasa.
D.
Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kenijakan pembinaan
dan pengmbangan profesi guru harus dilakukan secara kontinyu, dengan serial kegiatan tertentu.
Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi
dan karir (lihat Gambar 1.4), hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi
secara terus-menerus. Merujuk pada alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru
yang di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi
secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.
Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji
kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja dan uji
kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi
nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil
penilaian kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan
kompetensi guru.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
10
Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk
merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan
amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja
dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan
pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan
kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi,
maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis
untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya
Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat
kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi
tentang kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji
kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan
kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru
sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Dengan demikian,
kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat.
Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru.
Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu
disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan guru.
Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang
sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan,
sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan
dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan,
pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
11
E.
Kebijakan Pemerataan Guru
Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan
antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa
rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di negeri tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan
dan pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu
Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan
Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif
tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin
pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan,
antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan
pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional,
guru pegawai negeri sipil dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan
provinsi lain.
1.
Kebijakan dan Pemerataan Guru
Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang
Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif
tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan
memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang
berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam
memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri
Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama.
b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya.
c. Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian
penilaian kinerja pemerintah daerah.
d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari
kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan
sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
12
f. Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
2.
Kewenangan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota
a. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggung jawab
dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS.
b. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru
PNS.
c. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di
wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
d. Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
e. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan
kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah
provinsi.
f. Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan
standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
g. Analisis kebutuhan disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri
Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan
diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan
evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan
guru, khususnya guru PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri Pendidikan Nasional,
Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri Keuangan wajib
memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru sesuai dengan
kewenangan masing-masing.Sedangkan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota
dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing wilayahnya.
Termasuk dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma
umum pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
13
1. Secara Umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan
guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh
Menteri Dalam Negeri.
2. Secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
3. Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama.
4. Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di
pemerintah kabupaten/kota.
Dari mana pendanaannya? Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota dalam satu
provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada
APBD provinsi. Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD
kabupaten/kota.
Pelaksanaan pelaporan penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini.
1. Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan
menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. Kemudian
Gubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan
di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling
lambat bulan Maret tahun berjalan.
2. Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan
menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian
Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan
Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei
tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
3. Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan
di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
14
Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
paling lambat bulan Mei tahun berjalan.
4. Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari
Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan
menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat
bulan Juli tahun berjalan.
5. Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan,
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri
Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.
Sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial
fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan
kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang
tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya.
2. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan
penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian
kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
15
BAB II
PENINGKATAN KOMPETENSI
Topik ini berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru. Materi sajian
terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis program pengembangan
keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan
dampak ikutanya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran
secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus,
membaca regulasi yang terkait, mengerjakan latihan, dan melakukan
refleksi.
A.
Esensi Peningkatan Kompetensi
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai substansi materi ajar maupun piranti
penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut guru selalu meningkatkan
dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu mengembangkan dan menyajikan materi pelajaran
yang aktual dengan menggunakan berbagai pendekatan, metoda, dan teknologi pembelajaran
terkini. Hanya dengan cara itu guru mampu menyelenggarakan pembelajaran yang berhasil
mengantarkan peserta didik memasuki dunia kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan
pada zamannya. Sebaliknya, ketidakmauan dan ketidakmampuan guru menyesuaikan wawasan dan
kompetensi dengan tu ntu t an perkembangan lingkungan profesinya justru akan menjadi salah satu
faktor penghambat ketercapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Hingga kini, baik dalam fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang meragukan
kompetensi guru baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun bidang lain yang mendukung
terutama bidang didaktik dan metodik pembelajaran. Keraguan ini cukup beralasan karena didukung
oleh hasil uji kompetensi yang menunjukkan masih banyak guru yang belum mencapai standar
kompetensi yang ditetapkan. Uji kompetensi ini juga menunjukkan bahwa masih banyak guru yang
tidak menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Uji-coba studi video terhadap
sejumlah guru di beberapa lokasi sampel melengkapi bukti keraguan itu. Kesimpulan lain yang cukup
mengejutkan dari studi tersebut di antaranya adalah bahwa pembelajaran di kelas lebih didominasi
oleh ceramah satu arah dari guru dan sangat jarang terjadi tanya jawab. Ini mencerminkan betapa
masih banyak guru yang tidak berusaha meningkatkan dan memutakhirkan profesionalismenya.
Reformasi pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menuntut
reformasi guru untuk memiliki tingkat kompetensi yang lebih tinggi, baik kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, maupun sosial.
Akibat dari masih banyaknya guru yang tidak menguasai kompetensi yang dipersyaratkan
ditambah dengan kurangnya kemampuan untuk menggunakan TIK membawa dampak pada siswa
paling tidak dalam dua hal. Pertama, siswa hanya terbekali dengan kompetensi yang sudah usang.
Akibatnya, produk sistem pendidikan dan pembelajaran tidak siap terjun ke dunia kehidupan nyata yang
terus berubah.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
16
Kedua, pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru juga kurang kondusif bagi tercapainya
tujuan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan karena tidak didukung oleh penggunaan
teknologi pembelajaran yang modern dan handal. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa substansi
materi pelajaran yang harus dipelajari oleh anak didik terus berkembang baik volume maupun
kompleksitasnya.
Sebagaimana ditekankan dalam prinsip percepatan belajar (accelerated learning),
kecenderungan materi yang harus dipelajari anak didik yang semakin hari semakin bertambah
jumlah, jenis, dan tingkat kesulitannya, menuntut dukungan strategi dan teknologi pembelajaran
yang secara terus-menerus disesuaikan pula agar pembelajaran dapat dituntaskan dalam interval
waktu yang sama.
Sejatinya, guru adalah bagian integral dari subsistem organisasi pendidikan secara menyeluruh.
Agar sebuah organisasi pendidikan mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang menjadi
ciri kehidupan modern, perlu mengembangkan sekolah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di
antara karakter utama organisasi pembelajar adalah mencermati perubahan internal dan eksternal
yang diikuti dengan upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya.
B.
Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir
1. Prinsip-prinsip Umum
Secara umum program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan
prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
c. Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat.
d. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam
proses pembelajaran.
e. Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
2. Prinsip-pinsip Khusus
Secara khusus program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan
prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a. Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan
indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
b. Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi
guru sebagai tenaga pendidik
profesional yakni memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
c. Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru
fungsional dalam mencapai kompetensi.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
berhubungan secara
17
d. Konsisten, adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indikator.
e. Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti
perkembangan Ipteks.
f. Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan jaman.
g. Demokratis, setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui
proses pembinaan dan pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun
institusional.
h. Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu kepada
hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi
profesinya.
i. Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk mencapai
kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam
rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan atau kompetensi,
mampu menjadi dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain.
j. Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk mampu meningkatkan
kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional dalam
melaksanakan tugas dan fungsi profesinya.
k. Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan dengan
mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.
l. Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan
berdasarkan tahapan waktu atau tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru.
m. Berjenjang, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan secara
berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada
standar kompetensi.
n. Berkelanjutan, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan sejalan
dengan perkembangan ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan
penyegaran kompetensi guru;
o. Akuntabel, pembinaan dan pengembangan profesi
dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik;
dan
karir
guru
dapat
p. Efektif, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus mampu
memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat
oleh pihak-pihak yang terkait dengan profesi dan karir lebih lanjut dalam upaya peningkatan
kompetensi dan kinerja guru.
q. Efisien, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari
atas pertimbangan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil
yang optimal.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
18
C.
Jenis Program
Peningkatan kompetensi guru guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan
dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini.
1.
Pendidikan dan Pelatihan
a. Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara
internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian
kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara
eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang
belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu
dan biaya.
b. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri
yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini
terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu,
misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai
alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru
sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.
c. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan bekerjasama
dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat
dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah
diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat
dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
profesionalnya.
d. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa
menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan
dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak
jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil
dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota
kabupaten atau di propinsi.
e. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau
LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara
berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun
berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi)
disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru
dalam keilmuan tertentu.
f. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga
pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam
beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
g. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah
dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
19
mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan
sejenisnya.
h. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan
alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam
pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam
maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan
menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya
pengembangan profesi.
2.
Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan
a. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai
dengan masalah yang di alami di sekolah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat
memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah
ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
b. Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah
juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan
kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi
secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan.
c. Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi
pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat
dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan
silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
d. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas,
penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu
pembelajaran.
e. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku
pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
f. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk
alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi
pembelajaran).
g. Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa
karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang
memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.
D.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Penetapan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya, dilatarbelakangi bahwa guru memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses
pembelajaran dan mutu peserta didik. Perubahan mendasar yang terkandung dalam Permenneg PAN
dan RB Nomor 16 tahun 2009 dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, di antaranya dalam hal
penilaian kinerja guru yang sebelumnya lebih bersifat administratif menjadi lebih berorientasi
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
20
praktis, kuantitatif, dan kualitatif, sehingga diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk
meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya. Dalam Permenneg PAN dan RB ini, jabatan fungsional
terdiri dari empat jenjang, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.
Setiap tahun, guru harus dinilai kinerjanya secara teratur melalui Penilaian Kinerja Guru (PK Guru)
dan wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). PKB tersebut harus
dilaksanakan sejak guru memiliki golongan kepangkatan III/a dengan melakukan pengembangan diri,
dan sejak golongan kepangkatan III/b guru wajib melakukan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif.
Untuk naik dari golongan kepangkatan IV/c ke IV/d guru wajib melakukan presentasi ilmiah. Gambar
2.1. menunjukkan keterkaitan antara PKB, PK Guru, dan pengembangan karir guru.
PKB dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil PK Guru dan
didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil PK Guru masih berada di bawah standar
kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja rendah, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program
PKB yang diorientasikan sebagai pembinaan untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan.
Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang
disyaratkan, maka kegiatan PKB diarahkan kepada pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi
tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah
dalam rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik.
Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PKB diakui sebagai salah satu unsur
utama yang diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru dan kenaikan pangkat/jabatan
fungsional guru, selain kegiatan pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan
dengan fungsi sekolah/madrasah. Kegiatan PKB diharapkan dapat menciptakan guru yang
profesional, yang bukan hanya sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga memiliki
kepribadian yang matang. Dengan kepribadian yang prima dan penguasaan IPTEK yang kuat, guru
diharapkan terampil dalam menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan
bidangnya.
Secara umum, keberadaan PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di
sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, tujuan PKB
disajikan berikut ini.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
21
1.
Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.
2.
Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses
belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di
masa mendatang.
3.
Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai tenaga profesional.
4.
Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
5.
Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
Manfaat PKB bagi peserta didik yaitu memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan
dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal, sehingga
mereka memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam
pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Bagi guru hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki
kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga selama karirnya mampu menghadapi
perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik menghadapi
kehidupan di masa datang.
Dengan PKB untuk guru, bagi sekolah/madrasah diharapkan mampu menjadi sebuah
organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah dapat menjadi wadah untuk
peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam memberikan layanan pendidikan yang
berkualitas kepada peserta didik. Bagi orang tua/masyarakat, PKB untuk guru bermakna memiliki
jaminan bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas
sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Bagi pemerintah,PKB untuk guru dimungkinkan
dapat memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan
kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan;
sehingga pemerintah dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan
berkepribadian luhur.
PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk memelihara dan meningkatkan standar
kompetensi secara keseluruhan, mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan profesi guru.
Dengan demikian, guru secara profesional dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas
pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu.
Pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
pemahaman peserta didik.
PKB mencakup kegiatan-kegiatan yang didesain untuk meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan guru. Kegiatan dalam PKB membentuk suatu siklus yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Gambar 2.2 menunjukkan siklus kegiatan PKB bagi
guru. Melalui siklus kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, diharapkan guru
akan mampu mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatan
karirnya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
22
Kegiatan PKB untuk pengembangan diri dapat dilakukan di sekolah, baik oleh guru secara
mandiri, maupun oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah. Kegiatan PKB melalui
jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu rayon (gugus), antarrayon dalam kabupaten/kota
tertentu, antarprovinsi, bahkan dimungkinkan melalui jaringan kerjasama sekolah antarnegara serta
kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan
PKB melalui jaringan antara lain dapat berupa: kegiatan KKG/MGMP; pelatihan/seminar/lokakarya;
kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha, industri, dan sebagainya; mengundang nara sumber dari
sekolah lain, komite sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi lain
yang relevan.
Jika kegiatan PKB di sekolah dan jaringan sekolah belum memenuhi kebutuhan pengembangan
keprofesian guru, atau guru masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut, kegiatan ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan sumber kepakaran luar lainnya. Sumber kepakaran lain ini dapat
disediakan melalui LPMP, P4TK, Perguruan Tinggi atau institusi layanan lain yang diakui oleh
pemerintah, atau institusi layanan luar negeri melalui pendidikan dan pelatihan jarak jauh dengan
memanfaatkan jejaring virtual atau TIK.
Dalam kaitannya dengan PKB ini, beberapa jenis pengembangan kompetensi dapat dilakukan
oleh guru dan di sekolah mereka sendiri. Beberapa program dimaksud disajikan berikut ini.
1.
Dilakukan oleh guru sendiri:
a. menganalisis umpan balik yang diperoleh dari siswa terhadap pelajarannya;
b. menganalisis hasil pembelajaran (nilai ujian, keterampilan siswa, dll);
c. mengamati dan menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran;
d. membaca artikel dan buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi; dan
e. mengikuti kursus atau pelatihan jarak jauh.
2.
Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain:
a. mengobservasi guru lain;
b. mengajak guru lain untuk mengobservasi guru yang sedang mengajar;
c. mengajar besama-sama dengan guru lain (pola team teaching);
d. bersamaan dengan guru lain membahas dan melakukan investigasi terhadap permasalahan
yang dihadapi di sekolah;
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
23
e. membahas artikel atau buku dengan guru lain; dan
f. merancang persiapan mengajar bersama guru lain.
3.
Dilakukan oleh sekolah :
a. training day untuk semua sumber daya manusia di sekolah (bukan hanya guru);
b. kunjungan ke sekolah lain; dan
c. mengundang nara sumber dari sekolah lain atau dari instansi lain.
Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan
harus dapat mematuhi prinsip-prinsip seperti berikut ini.
1. Setiap guru di Indonesia berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Hak tersebut
perlu diimplementasikan secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan.
2. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan pengembangan yang tidak merata,
proses penyusunan program PKB harus dimulai dari sekolah. Sekolah wajib menyediakan
kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB minimal selama tujuh hari atau
40 jam per tahun. Alokasi tujuh hari tersebut adalah alokasi minimal. Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dan/ atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu,
termasuk penyediaan anggaran untuk kegiatan PKB.
3. Guru juga wajib berusaha mengembangkan dirinya semaksimal mungkin dan secara
berkelanjutan. Alokasi waktu tujuh hari per tahun sebenarnya tidak cukup, sehingga guru harus
tetap berusaha pada kesempatan lain di luar waktu tujuh hari tersebut. Keseriusan guru untuk
mengembangkan dirinya merupakan salah satu hal yang diperhatikan dan dinilai di dalam
kegiatan proses pembelajaran yang akan dievaluasi kinerja tahunannya.
4. Proses PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri. Sebenarnya guru tidak bisa
dikembangka ’ oleh orang lain jika dia belum siap untuk berkembang. Pihak-pihak yang
mendapat tugas untuk membina guru perlu menggali sebanyak-banyaknya dari guru tersebut
(tentang keinginannya, kekhawatirannya, masalah yang dihadapinya, pemahamannya tentang
proses belajar-mengajar, dsb) sebelum memberikan masukan/saran.
5. Untuk mencapai tujuan PKB yang sebenarnya, kegiatan PKB harus melibatkan guru secara aktif
sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya, baik dalam penguasaan materi,
pemahaman konteks, keterampilan, dan lain-lain. Jenis pelatihan tradisional -- yaitu ceramah
yang dihadiri oleh peserta dalam jumlah besar tetapi tidak melibatkan mereka secara aktif -- perlu
dihindari.
Berdasarkan analisis kebutuhan dan ketentuan yang berlaku serta praktik-praktik
pelaksanaannya, perlu dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Analisis kebutuhan dan ketentuan tersebut mencakup
antara lain:
1. Setiap guru berhak menerima pembinaan berkelanjutan dari seorang guru yang berpengalaman
dan telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan (guru pendamping).
2. Guru pendamping tersebut berasal dari sekolah yang sama dengan guru binaannya atau dipilih
dari sekolah lain yang berdekatan, apabila di sekolahnya tidak ada guru pendamping yang
memenuhi kompetensi.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
24
3. Setiap sekolah mempunyai seorang koordinator PKB tingkat sekolah, yaitu seorang guru yang
berpengalaman. Sekolah yang mempunyai banyak guru boleh membentuk sebuah tim PKB untuk
membantu Koordinator PKB, sedangkan sekolah kecil dengan jumlah guru yang terbatas,
terutama sekolah dasar, sangat dianjurkan untuk bekerja sama dengan sekolah lain di sekitarnya.
Dengan demikian, seorang Koordinator PKB bisa mengkoordinasikan kegiatan PKB di beberapa
sekolah.
4. Setiap Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menunjuk dan menetapkan seorang Koordinator PKB
tingkat kabupaten/kota (misalnya pengawas yang bertanggung jawab untuk gugus sekolah
tertentu).
5. Sekolah, KKG/MGMP serta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus merencanakan kegiatan PKB
dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tersebut. Kegiatan PKB harus sejalan dengan visi
dan misi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
6. Sekolah berkewajiban menjamin bahwa kesibukan guru dengan tugas tambahannya sebagai Guru
Pembina atau sebagai Koordinator PKB tingkat sekolah maupun dalam mengikuti kegiatan PKB
tidak mengurangi kualitas pembelajaran siswa.
PKB perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai standar kompetensi
dan/atau meningkatkan kompetensinya agar guru mampu memberikan layanan pendidikan secara
profesional. Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut akan berdampak pada peningkatan
keprofesian guru dan berimplikasi pada perolehan angka kredit bagi pengembangan karir guru.
Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009, terdapat tiga unsur kegiatan guru dalam PKB
yang dapat dinilai angka kreditnya, yaitu: pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.
1.
Pengembangan Diri
Pengembangan diri pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan guru melalui kegiatan pendidikan dan latihan fungsional dan kegiatan kolektif guru
yang dapat meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian guru. Dengan demikian, guru akan
mampu melaksanakan tugas utama dan tugas tambahan yang dipercayakan kepadanya. Tugas
utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan, sedangkan tugas
tambahan adalah tugas lain guru yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, seperti tugas
sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala laboratorium, dan kepala perpustakaan.
Diklat fungsional termasuk pada kategori diklat dalam jabatan yang dilaksanakan untuk
mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional
masing-masing. Dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 dinyatakan bahwa diklat fungsional
adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu.
Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pertemuan ilmiah atau
mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan
bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan. Beberapa contoh bentuk
kegiatan kolektif guru antara lain: (1) lokakarya atau kegiatan bersama untuk menyusun
dan/atau mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media
pembelajaran; (2) keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium, workshop, bimbingan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
25
teknis, dan diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta; (3) kegiatan kolektif lainnya
yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru.
Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri,
baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru, antara lain: (1) penyusunan RPP,
program kerja, dan/atau perencanaan pendidikan; (2) penyusunan kurikulum dan bahan ajar; (3)
pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik;
(5) penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam
pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam
menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya
inovatif; (10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan
kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
Pelaksanaan berbagai kegiatan pengembangan diri ini harus berkualitas, dikoordinasikan
dan dikendalikan oleh Koordinator PKB di sekolah secara sistematik dan terarah sesuai
kebutuhan. Kegiatan pengembangan diri yang berupa diklat fungsional harus dibuktikan dengan
surat tugas, sertifikat, dan laporan deskripsi hasil pelatihan yang disahkan oleh kepala sekolah.
Sementara itu, kegiatan pengembangan diri yang berupa kegiatan kolektif guru harus dibuktikan
dengan surat keterangan dan laporan per kegiatan yang disahkan oleh kepala sekolah. Jika guru
mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, laporan dan bukti fisik pendukung tersebut
harus disahkan oleh kepala dinas pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi.
Hasil diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru ini perlu didesiminasikan kepada guruguru yang lain, minimal di sekolahnya masing-masing, sebagai bentuk kepedulian dan wujud
kontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat
proses peningkatan dan pengembangan sekolah secara utuh/menyeluruh. Guru bisa
memperoleh penghargaan berupa angka kredit tambahan sesuai perannya sebagai
pemrasaran/nara sumber.
2.
Publikasi Ilmiah
Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai
bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan
pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok,
yaitu:
a.
Presentasi pada forum ilmiah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemrasaran dan/atau
nara sumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang
diselenggarakan pada tingkat sekolah, KKG/MGMP, kabupaten/kota, provinsi, nasional,
maupun internasional.
b.
Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal.
Publikasi dapat berupa karya tulis hasil penelitian, makalah tinjauan ilmiah di bidang
pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam
bidang pendidikan. Karya ilmiah ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah tertentu atau
minimal telah diterbitkan dan diseminarkan di sekolah masing-masing. Dokumen karya
ilmiah disahkan oleh kepala sekolah dan disimpan di perpustakaan sekolah. Bagi guru yang
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
26
mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, karya ilmiahnya harus disahkan oleh
kepala dinas pendidikan setempat.
c.
3.
Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku yang
dimaksud dapat berupa buku pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku pelengkap,
modul/diktat pembelajaran per semester, buku dalam bidang pendidikan, karya
terjemahan, dan buku pedoman guru. Buku termaksud harus tersedia di perpustakaan
sekolah tempat guru bertugas. Keaslian buku harus ditunjukkan dengan pernyataan
keaslian dari kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat bagi guru yang mendapatkan
tugas tambahan sebagai kepala sekolah.
Karya Inovatif
Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan baru
sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah
dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni. Karya inovatif ini dapat berupa
penemuan teknologi tepat guna, penemuan/peciptaan atau pengembangan karya seni,
pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan standar, pedoman,
soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi.
Kegiatan PKB yang mencakup ketiga komponen tersebut harus dilaksanakan secara
berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak
sekadar untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru
diasumsikan telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional
tertentu, guru tetap wajib melakukan kegiatan PKB.
E.
Uji Kompetensi
Untuk mengetahui kompetensi seorang guru, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji kompetensi
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi, dirumuskan profil kompetensi guru menurut level
tertentu yang sekaligus menentukan kelayakan dari guru tersebut. Dengan demikian, tujuan uji
kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari
standar kompetensi yang diujikan.
Kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat,
sehingga bias dipertanggungjawabkan baik secara akademik, moral, maupun keprofesian. Dengan
demikian, disamping hasil penilaian kinerja, uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain
program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi esensinya berfokus pada keempat
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional.
1.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan
karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu
menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta didik
memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum,
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
27
seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum di tingkat satuan pendidikan masingmasing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan
aspek-aspek yang diamati, yaitu:
a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional dan intelektual.
b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang
diampu.
d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan
kegiatan pengembangan yang mendidik.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan
evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2.
Kompetensi Kepribadian
Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas yang
dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan kualitas generasi masa depan bangsa.
Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, guru harus
tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang pendidik. Pendidikan adalah proses yang
direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik
harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan
berlaku dalam masyarakat.
Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku
etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik
dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian peserta didik
yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri,
belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar,
mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil
apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai
kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru.
Aspek-aspek yang diamati adalah:
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik
dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
28
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3.
Kompetensi Sosial
Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan
merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial
dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan
kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan
lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan
mendapat kesulitan.
Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama,
bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru dalam
kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini.
a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,
kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau
bentuk lain.
4.
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu
menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi
pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari
informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari
internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.
Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai
sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan
mengajarnya harus disambut oleh peserta didik sebagai suatu seni pengelolaan proses
pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak
pernah putus.
Keaktifan pesertadidik harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan
metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong
pesertadidik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan
konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan
multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan
belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya.
Guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan.
Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, dan prinsipprinsip lainnya. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
29
sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir soal secara benar,
agar tes yang digunakan dapat memotivasi pesertadidik belajar.
Kemampuan yang harus dimiliki pada dimensi kompetensi profesional atau akademik
dapat diamati dari aspek-aspek berikut ini.
a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi
pengembangan yang diampu.
dan
kompetensi
dasar
mata
pelajaran/
bidang
c. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.
d. Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
e. Memanfaatkan teknologi
mengembangkan diri.
informasi
dan
komunikasi
untuk
berkomunikasi
dan
Seperti dijelaskan di atas, untuk mengetahui kompetensi guru dilakukan uji kompetensi. Melalui
uji kompetensi guru dapat dirumuskan profil kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi
dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil uji kompetensi menjadi basis utama
desain program peningkatan kompetensi guru.
Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan materi
pembelajaran setiap guru. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru
menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji
kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari
standar kompetensi yang diujikan. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a.
b.
c.
d.
e.
Valid, yaitu menguji apa yang seharusnya dinilai atau diuji dan bukti-bukti yang dikumpulkan
harus mencukupi serta terkini dan asli.
Reliabel, yaitu uji komptensi bersifat konsisten, dapat menghasilkan kesimpulan yang relatif
sama walaupun dilakukan pada waktu, tempat dan asesor yang berbeda.
Fleksibel, yaitu uji kompetensi dilakukan dengan metoda yang disesuikan dengan kondisi peserta
uji serta kondisi tempat uji kompetensi.
Adil, yaitu uji kompetensi tidak boleh ada diskriminasi terhadap guru, dimana mereka harus
diperlakukan sama sesuai dengan prosedur yang ada dengan tidak melihat dari kelompok mana
dia berasal.
Efektif dan efisien, yaitu uji kompetensi tidak mengorbankan sumber daya dan waktu yang
berlebihan dalam melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Uji
kompetensi sebisa mungkin dilaksanakan di tempat kerja atau dengan mengorbankan waktu
dan biaya yang sedikit.
Uji kompetensi dilakukan dengan strategi tertentu. Strategi uji kompetensi dilakukan seperti
berikut ini.
1.
2.
Dilakukan secara kontinyu bagi semua guru, baik terkait dengan mekanisme sertifikasi maupun
bersamaan dengan penilaian kinerja.
Dapat dilakukan secara manual (offline), online, atau kombinasinya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
30
3.
4.
5.
Memberi perlakauan khusus untuk jenis guru tertentu, misalnya guru produktif, normatif, guru
TK/LB, atau melalui tes kinerja atau performance test.
Dimungkinkan penyediaan bank soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas tertentu, khusus
untuk ranah pengetahuan.
Sosialisasi pelaksanaan program dan materi uji kompetensi
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Apa esensi peningkatan kompetensi guru?
Sebutkan jenis-jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh guru?
Buatlah penjelasan ringkas mengenai keterkaitan masing-masing jenis kompetensi guru!
Sebutkan beberapa prinsip peningkatan kompetensi guru1
Apa yang dimaksud dengan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan?
Sebutkan jenis-jenis program peningkatan kompetensi guru!
Apa esensi uji kompetensi guru?
Apa dampak ikutan hasil uji kompetensi bagi guru?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
31
BAB III
PENILAIAN KINERJA
Topik ini berkaitan dengan penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama
berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip, tahap-tahap pelaksanaan,
dan konversi nilai penilaian kinerja guru. Peserta PLPG diminta mengikuti
materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok,
menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan,
dan melakukan refleksi.
A.
Latar Belakang
Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran penting dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru profesional mampu berpartisipasi dalam pembangunan
nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam
IPTEK, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian.
Masa depan masyarakat, bangsa dan negara, sebagian besar ditentukan oleh guru. Karena
itu, profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan
fungsional guru. Agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan
sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan penilaian kinerja guru (PK Guru) yang
menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan.
Pelaksanaan PK Guru dimaksudkan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat
dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi guru. Untuk memberi pengakuan
bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi
kerjanya, maka PK Guru harus dilakukan terhadap guru di semua satuan pendidikan formal yang
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Guru yang dimaksud tidak
terbatas pada guru yang bekerja di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga mencakup guru yang bekerja di satuan pendidikan di
lingkungan Kementerian Agama.
Hasil PK Guru dapat dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai masukan
dalam penyusunan program PKB. Hasil PK Guru juga merupakan dasar penetapan perolehan angka
kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru sebagaimana diamanatkan dalam Permenneg
PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jika
semua ini dapat dilaksanakan dengan baik dan obyektif, maka cita‐ ita pemerintah untuk
e ghasilka i sa ya g erdas komprehensif dan berdaya sai g ti ggi lebih epat direalisasikan.
B.
Pengertian
Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PK Guru adalah penilaian dari tiap butir
kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya.
Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuannya dalam penguasaan
pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan
sesuai amanat Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
32
Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat
menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan
pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan
tugas tambahan. Sistem PK Guru adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi
kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang
ditunjukkan dalam unjuk kerjanya.
Sebelum mengikuti PK Guru, seorang guru harus mengikuti uji kompetensi. Berdasarkan hasil
uji kompetensi ini, guru akan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) guru yang sudah
mencapai standar kompetensi minimal yang ditetapkan, dan (2) guru yang belum memiliki standar
kompetensi minimmal yang ditetapkan.
Guru yang sudah mencapai standar kompetensi minimum yang ditetapkan diberi kesempatan
untuk mengikuti PK Guru. Sebaliknya, guru yang belum mencapai standar minimum yang ditetapkan,
diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) melalui multimode, untuk kemudian
mengikuti uji kompetensi.
Jika hasil uji kompetensi memenuhi persyaratan, guru yang bersangkutan diberi peluang
mengikuti PK Guru. Fokus utama PK Guru adalah (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2)
efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru
(berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa.
Guru yang sudah mengikuti PK Guru, akan dihitung angka kredit yang diperoleh atas kinerjanya
pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan
setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan
pangkat dan jabatan fungsionalnya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
33

UK
UJI
KOMPETENSI
N ˂ SM
N ≥ SM
PKB
DIKLAT DASAR
INTERNALLY &
EKSTERNALLY
DRIVEN
PKB
N ˂ SM
DIKLAT LANJUTAN
PK
PK
N ≥ SM
DIKLAT
PENGEMBANGAN
GURU
PROFESIONAL
1.
KENAIKAN PANGKAT/
JABATAN
2.
PROMOSI
3.
TUNJANGAN PROFESI
Pembinaan karier dan
kepangkatan
 Memastikan guru melaksanakan
tugas profesional
 Menjamin bahwa guru
memberi layanan pendidikan
yang berkualitas
(KEPASTIAN, KEMANFAATAN dan
KEADILAN)
INDIKATOR UTAMA
No.
1.
SM : Standar Minimal
PKB : Pembinaan Keprofesian
Berkelanjutan
PK : Penilaian Kinerja
INDIKATOR
1.
Hasil Belajar Siswa (Nilai Rapor, UN dan Hasil Tes
Standar Lainnya)
2.
Karya Prestatif Siswa dalam berbagai kompetisi
Lokal, Nasional dan Internasional
3.
Kesinambungan Prestasi Siswa di PT atau bekerja
melalui Penelusuran Alumni.
4.
Rekognisi Pihak Eksternal terhadap kualitas Siswa
Disiplin Guru (waktu, nilai,
kehadiran, ethos kerja)
DAMPAK
No
INDIKATOR
2.
Efisiensi dan Efektivitas
pembelajaran (Kapasitas
transformasi ilmu ke
siswa)
3.
Keteladanan Guru
(berbicara, bersikap dan berperilaku)
4.
Motivasi Belajar Siswa
Hasil PK Guru diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan yang terkait
dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan
dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. PK Guru merupakan
acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi
guru, PK Guru merupakan pedo a u tuk e getahui u sur‐u sur ki erja ya g di ilai da
merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu dalam rangka memperbaiki
kualitas kinerjanya, khususnya pada empat fokus utama, seperti disebutkan di atas.
C.
Persyaratan
Persyaratan penting dalam sistem PK Guru yaitu harus valid, reliabel, dan praktis.
1. Sistem PK Guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai benar-benar mengukur komponenkomponen tugas guru dalam melaksanakanpembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain
yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
2. Sistem PK Guru dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi jika proses yang
dilakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun
dan kapan pun.
3. Sistem PK Guru dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif mudah,
dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua kondisi tanpa memerlukan
persyaratan tambahan.
D.
Prinsip Pelaksanaan
Pri sip‐pri sip uta a dala
pelaksanaan PK Guru adalah sebagai berikut.
1.
Sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku.
2.
Menilai kinerja yang dapat diamati dan dipantau, yang dilakukan guru dalam melaksanakan
tugas ya sehari‐hari, yaitu dala
elaksa akan kegiatan pembelajaran, pembimbingan,
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
34
dan/atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah meliputi:
a. disiplin guru (kehadiran, ethos kerja),
b. efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa),
c. keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan
d. motivasi belajar siswa.
3.
4.
E.
Penilai, guru yang dinilai, dan unsur yang terlibat dalam proses harus memahami semua
dokumen yang terkait dengan sistem penilaian. Guru dan penilai harus memahami pernyataan
kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga keduanya mengetahui tentang aspek
yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian.
Diawali dengan penilaian formatif di awal tahun dan penilaian sumatif di akhir tahun dengan
e perhatika hal‐hal berikut.
a. Obyektif sesuai dengan kondisi nyata guru dalam melaksanakan tugas sehari‐hari.
b. Memberlakukan syarat, ketentuan, dan prosedur standar kepada semua guru yang dinilai.
c. Dapat dipertanggungjawabkan.
d. Bermanfaat bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerjanya secara berkelanjutan
dan sekaligus pengembangan karir profesinya.
e. Memungkinkan bagi penilai, guru yang dinilai, dan pihak lain yang berkepentingan, untuk
memperoleh akses informasi atas penyelenggaraan penilaian tersebut.
f. Mudah tanpa mengabaika pri sip‐pri sip lai ya.
g. Berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan.
h. Tidak hanya terfokus pada hasil, namun juga perlu memperhatikan proses, yakni bagaimana
guru dapat mencapai hasil tersebut.
i. Periodik, teratur, dan berlangsung secara terus menerus selama seseorang menjadi guru.
j. Boleh diketahui oleh pihak‐pihak terkait ya g berkepentingan.
Aspek yang Dinilai
Seperti telah dijelaskan di muka, guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga di u gki ka
e iliki tugas‐tugas lai yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa
subunsur yang perlu dinilai adalah sebagai berikut.
1.
Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru mata
pelajaran atau guru kelas, khususnya berkaitan dengan, (1) disiplin guru (kehadiran, ethos
kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3)
keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa.
2.
Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan bagi guru Bimbingan Konseling
(BK)/Konselor meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembimbingan,
mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan, menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan
melaksanakan tindak lanjut hasil pembimbingan. Seperti halnya guru mata pelajaran, fokus
utama PK bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor juga mencakup (1) disiplin guru
(kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu
ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
35
siswa.
3.
Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah. Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas
tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dan yang tidak mengurangi jam mengajar
tatap muka. Tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka meliputi: (1) menjadi
kepala sekolah/madrasah per tahun; (2) menjadi wakil kepala sekolah/madrasah per tahun; (3)
menjadi ketua program keahlian/program studi atau yang sejenisnya; (4) menjadi kepala
perpustakaan; atau (5) menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang
sejenisnya. Tugas tambahan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka dikelompokkan
menjadi dua, yaitu tugas tambahan minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru
pembimbing program induksi, dan sejenisnya) dan tugas tambahan kurang dari satu tahun
(misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan
sejenisnya).
Penilaian kinerja guru dalam melaksanakan tugas tambahan yang mengurangai jam
mengajar tatap muka dinilai dengan menggunakan instrumen khusus yang dirancang
berdasarkan kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas tambahan tersebut.
Tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar guru dihargai langsung sebagai
perolehan angka kredit sesuai ketentuan yang berlaku.
F.
Prosedur Pelaksanaan
PK Guru dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal tahun ajaran (penilaian formatif) dan akhir
tahun ajaran (penilaian sumatif), khususnya untuk pertamakalinya. PK Guru formatif digunakan
untuk menyusun profil kinerja guru dan harus dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) minggu di
awal tahun ajaran. Berdasarkan profil kinerja guru ini dan hasil evaluasi diri yang dilakukan oleh guru
secara mandiri, sekolah/madrasah menyusun rencana PKB. Bagi guru‐guru de ga PK Guru di bawah
standar, maka program PKB diarahkan untuk pencapaian standar kompetensi tersebut.
Sementara itu, bagi guru‐guru de ga PK Guru ya g telah encapai atau di atas standar,
program PKB diorientasikan untuk meningkatkan atau memperbaharui pengetahuan, keterampilan,
dan sikap dan perilaku keprofesiannya. PK Guru sumatif digunakan untuk menetapkan perolahan
angka kredit guru pada tahun tersebut. PK Guru sumatif juga digunakan untuk menganalisis
kemajuan yang dicapai guru dalam pelaksanaan PKB, baik bagi guru yang nilainya masih di bawah
standar, telah mencapai standar, atau melebihi standar kompetensi yang ditetapkan. PK Guru
sumatif harus sudah dilaksanakan 6 (enam) minggu sebelum penetapan angka kredit seorang guru.
Secara spesifik terdapat perbedaan prosedur pelaksanaan PK Guru pembelajaran atau
pembimbingan dengan prosedur pelaksanaan PK Guru untuk tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah. Meskipun demikian, secara umum kegiatan penilaian PK Guru di tingkat
sekolah dilaksanakan dalam 4 (empat) tahapan sebagaimana berikut.
1.
Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, hal‐hal yang harus dilakukan oleh penilai maupun guru yang akan
dinilai, yaitu:
a. memahami Pedoman PK Guru, terutama tentang sistem yang diterapkan dan posisi PK Guru
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
36
dalam kerangka pembinaan dan pengembangan profesi guru;
b. memahami pernyataan kompetensi guru yang telah dijabarkan dalam bentuk indikator
kinerja;
c. memahami penggunaan instrumen PK Guru dan tata cara penilaian yang akan dilakukan,
termasuk cara mencatat semua hasil pengamatan dan pemantauan, serta mengumpulkan
dokumen dan bukti fisik lainnya yang memperkuat hasil penilaian; dan
d. memberitahukan rencana pelaksanaan PK Guru kepada guru yang akan dinilai sekaligus
menentukan rentang waktu jadwal pelaksanaannya.
2.
Tahap Pelaksanaan
Beberapa tahapan PK Guru yang harus dilalui oleh penilai sebelum menetapkan nilai untuk
setiap kompetensi, yaitu:
a. Sebelum pengamatan. Pertemuan awal antara penilai dengan guru yang dinilai sebelum
dilakukan pengamatan dilaksanakan di ruang khusus tanpa ada orang ketiga. Pada
pertemuan ini, penilai mengumpulkan dokumen pendukung dan melakukan diskusi tentang
berbagai hal yang tidak mungkin dilakukan pada saat pengamatan. Semua hasil diskusi,
wajib dicatat dalam format laporan dan evaluasi per kompetensi sebagai bukti penilaian
kinerja. Untuk pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah
dapat dicatat dalam lembaran lain karena tidak ada format khusus yang disediakan untuk
proses pencatatan ini.
b. Selama pengamatan. Selama pengamatan di kelas dan/atau di luar kelas, penilai wajib
mencatat semua kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran
atau pembimbingan, dan/atau dalam pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah. Dalam konteks ini, penilaian kinerja dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang sesuai u tuk asi g‐ asi g pe ilaia ki erja. U tuk e ilai
guru yang melaksanakan proses pembelajaran atau pembimbingan, penilai menggunakan
instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan.
Pengamatan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan di kelas selama proses tatap
muka tanpa harus mengganggu proses pembelajaran. Pengamatan kegiatan pembimbingan
dapat dilakukan selama proses pembimbingan baik yang dilakukan dalam kelas maupun di
luar kelas, baik pada saat pembimbingan individu maupun kelompok. Penilai wajib mencatat
semua hasil pengamatan pada format laporan dan evaluasi per kompetensi tersebut atau
lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Jika diperlukan, proses pengamatan dapat
dilakukan lebih dari satu kali untuk memperoleh informasi yang akurat, valid dan konsisten
tentang kinerja seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran atau
pembimbingan.
Dalam proses penilaian untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah, data dan informasi dapat diperoleh melalui pencatatan terhadap semua
bukti yang teridentifikasi di tempat yang disediakan pada asi g‐ asi g kriteria pe ilaia .
Bukti‐bukti i i dapat diperoleh melalui pengamatan, wawancara dengan pemangku
kepentingan pendidikan (guru, komite sekolah, peserta didik, dunia usaha dan dunia industri
mitra).
c. Setelah pengamatan. Pada pertemuan setelah pengamatan pelaksanaan proses
pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
37
sekolah/madrasah, penilai dapat mengklarifikasi beberapa aspek tertentu yang masih
diragukan. Penilai wajib mencatat semua hasil pertemuan pada format laporan dan evaluasi
per kompetensi tersebut atau lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Pertemuan
dilakukan di ruang khusus dan hanya dihadiri oleh penilai dan guru yang dinilai. Untuk
penilaian kinerja tugas tambahan, hasilnya dapat dicatat pada Format Penilaian Kinerja
sebagai deskripsi penilaian kinerja.
3. Tahap Penilaian
a. Pelaksanaan penilaian
Pada tahap ini penilai menetapkan nilai untuk setiap kompetensi dengan skala nilai 1, 2,
3, atau 4. Sebelum pemberian nilai tersebut, penilai terlebih dahulu memberikan skor 0,
1, atau 2 pada asi g‐ asi g indikator untuk setiap kompetensi. Pemberian skor ini
harus didasarkan kepada catatan hasil pengamatan dan pemantauan serta bukti‐bukti
berupa dokumen lain yang dikumpulkan selama proses PK Guru. Pemberian nilai untuk
setiap kompetensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
1)
2)
3)
Pemberian skor 0, 1, atau 2 untuk asi g‐ asi g i dikator setiap ko pete si.
Pemberian skor ini dilakukan dengan cara membandingkan rangkuman catatan hasil
pengamatan dan pemantauan di lembar format laporan dan evaluasi per
kompetensi dengan indikator ki erja asi g‐ asi g kompetensi
Nilai setiap kompetensi kemudian direkapitulasi dalam format hasil penilaian kinerja
guru untuk mendapatkan nilai total PK Guru. Untuk penilaian kinerja guru dengan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, nilai untuk setiap
kompetensi
direkapitulasi ke dalam format rekapitulasi penilaian kinerja untuk
mendapatkan nilai PK Guru. Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala
nilai sesuai Permenneg PAN dan RB
Nomor 16 Tahun 2009.
Berdasarkan hasil konversi nilai PK Guru ke dalam skala nilai sesuai dengan
Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya, selanjutnya dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka
kreditnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Konversi Nilai Kinerja Hasil PK Guru ke persentase Angka Kredit
4)
Persentase
Angka kredit
Nilai Hasil PK Guru
Sebutan
91 – 100
Amat baik
125%
76 – 90
Baik
100%
61 – 75
Cukup
75%
51 – 60
Sedang
50%
≤ 50
Kurang
25%
Setelah melaksanakan penilaian, penilai wajib memberitahukan kepada guru yang
dinilai tentang nilai hasil PK Guru berdasarkan bukti catatan untuk setiap
kompetensi. Penilai dan guru yang dinilai melakukan refleksi terhadap hasil PK Guru,
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
38
5)
6)
sebagai upaya untuk perbaikan kualitas kinerja guru pada periode berikutnya.
Jika guru yang dinilai dan penilai telah sepakat dengan hasil penilaian kinerja, maka
keduanya menandatangani format laporan hasil penilaian kinerja guru tersebut.
Format ini juga ditandatangani oleh kepala sekolah.
Khusus bagi guru yang mengajar di dua sekolah atau lebih (guru multi
sekolah/madrasah), maka penilaian dilakukan di sekolah/madrasah induk. Meskipun
demikian, penilai
dapat melakukan pengamatan serta mengumpulkan data
dan informasi dari sekolah/madrasah lain tempat guru mengajar atau membimbing.
b. Pernyataan Keberatan terhadap Hasil Penilaian
Keputusan penilai terbuka untuk diverifikasi. Guru yang dinilai dapat mengajukan
keberatan terhadap hasil penilaian tersebut. Keberatan disampaikan kepada Kepala
Sekolah dan/atau Dinas Pendidikan, yang selanjutnya akan menunjuk seseorang yang
tepat untuk bertindak sebagai moderator. Dalam hal ini moderator dapat mengulang
pelaksanaan PK Guru untuk kompetensi tertentu yang tidak disepakati atau mengulang
penilaian kinerja secara menyeluruh. Pengajuan usul penilaian ulang harus dicatat
dalam laporan akhir. Dalam kasus ini, nilai PK Guru dari moderator digunakan sebagai
hasil akhir PK Guru. Penilaian ulang hanya dapat dilakukan satu kali dan moderator hanya
bekerja untuk kasus penilaian tersebut.
4. Tahap Pelaporan
Setelah nilai PK Guru formatif dan sumatif diperoleh, penilai wajib melaporkan hasil PK Guru
kepada pihak yang berwenang untuk menindaklanjuti hasil PK Guru tersebut.
Hasil PK
Guru formatif dilaporkan kepada kepala sekolah/koordinator PKB sebagai masukan untuk
merencanakan kegiatan PKB tahunan. Hasil PK Guru sumatif dilaporkan kepada tim penilai
tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, atau tingkat pusat sesuai dengan kewenangannya.
Laporan PK Guru sumatif ini digunakan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi,
atau pusat sebagai dasar perhitungan dan penetapan angka kredit (PAK) tahunan yang
selanjutnya dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru. Laporan
mencakup: (1) laporan dan evaluasi per kompetensi sesuai format; (ii) rekap hasil PK Guru
sesuai format; dan (iii) dokumen pendukung lainnya.
Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dan
mengurangi beban jam mengajar tatap muka, dinilai dengan menggunakan dua instrumen,
yaitu: (i) instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan; dan (ii) instrumen PK Guru
pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Hasil PK Guru
pelaksanaan tugas tambahan tersebut akan digabungkan
dengan hasil PK
Guru
pelaksanaan pembelajaran atau pembimbingan sesuai persentase yang ditetapkan dalam
aturan yang berlaku.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
39
G.
Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit
Nilai kinerja guru hasil PK Guru perlu dikonversikan ke skala nilai menurut Permenneg PAN dan RB
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Hasil konversi ini
selanjutnya digunakan untuk menetapkan sebutan hasil PK Guru dan persentase perolehan angka
kredit sesuai pangkat dan jabatan fungsional guru. Sebelum melakukan pengkonversian hasil PK Guru
ke angka kredit, tim penilai harus melakukan verifikasi terhadap hasil PK Guru. Kegiatan verifikasi ini
dilaksanakan dengan menggunakan berbagai dokumen (Hasil PK Guru yang direkapitulasi dalam
Format Rekap Hasil PK Guru, catatan hasil pengamatan, studi dokumen, wawancara, dan
sebagainya yang ditulis dalam Format Laporan dan Evaluasi per kompetensi beserta dokumen
pendukungnya) yang disampaikan oleh sekolah untuk pengusulan penetapan angka kredit. Jika
diperlukan dan dimungkinkan, kegiatan verifikasi hasil PK Guru dapat mencakup kunjungan ke
sekolah/madrasah oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat.
Pengkonversian hasil PK Guru ke Angka Kredit adalah tugas Tim Penilai Angka Kredit kenaikan
jabatan fungsional guru di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat. Penghitungan angka kredit
dapat dilakukan di tingkat sekolah, tetapi hanya untuk keperluan estimasi perolehan angka kredit
guru. Angka kredit estimasi berdasarkan hasil perhitungan PK Guru yang dilaksanakan di sekolah,
selanjutnya dicatat dalam format penghitungan angka kredit yang ditanda‐ta ga i oleh penilai, guru
yang di ilai da diketahui oleh kepala sekolah. Bersa a‐sama dengan angka angka kredit dari unsur
utama lainnya (pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif) dan unsur penunjang, hasil
perhitungan PK Guru yang dilakukan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat
akan direkap dalam daftar usulan penetapan angka kredit (DUPAK) untuk proses penetapan angka
kredit kenaikan jabatan fungsional guru.
1.
Konversi nilai PK Guru bagi guru tanpa tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah.
Konversi nilai PK Guru ke angka kredit dilakukan berdasarkan Tabel 3.4. Berdasarkan Permenneg
PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, perolehan angka kredit untuk pembelajaran atau
pembimbingan setiap tahun bagi guru diperhitungkan dengan menggunakan rumus tertentu.
Seorang Guru yang akan dipromosikan naik jenjang pangkat dan jabatan fungsionalnya setingkat
lebih tinggi, dipersyaratkan harus memiliki angka kredit kumulatif minimal sebagai berikut.
Tabel 3.4. Persyaratan Angka Kredit untuk Kenaikan Pangkat dan Jabatan Fungsional Guru
Jabatan Guru
Pangkat
dan Golongan Ruang
Persyaratan Angka Kredit kenaikan
pangkat dan jabatan
Kumulatif
minimal
100
150
Kebutuhan
Per jenjang
50
50
Guru Pertama
Penata Muda, III/a
Penata Muda Tingkat I, III/b
Guru Muda
Penata, III/c
Penata Tingkat I, III/d
200
300
100
100
Guru Madya
Pembina, IV/a
Pembina Tingkat I, IV/b
Pembinaan Utama Muda, IV/c
400
550
700
150
150
150
Guru Utama
Pembina Utama Madya, IV/d
Pembina Utama, IV/e
850
1.050
200
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
40
Keterangan: (1) Angka kredit kumulatif minimal pada kolom 3 adalah jumlah angka
kredit minimal yang dimiliki untuk masing‐masing jenjang jabatan/pangkat; dan (2)
Angka kredit pada kolom 4 adalah jumlah peningkatan minimal angka kredit yang
dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi.
2.
Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah
yang mengurangi jam mengajar tatap muka guru.
Hasil akhir nilai kinerja guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Laboratorium, Kepala
Perpustakaan, dan sejenisnya) yang mengurangi jam mengajar tatap muka diperhitungkan
berdasarkan prosentase nilai PK Guru pembelajaran/pembimbingan dan prosentase nilai PK
Guru pelaksanaan tugas tambahan tersebut.
a. Untuk itu, nilai hasil PK Guru Kelas/Mata Pelajaran atau PK Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor, atau PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah perlu diubah terlebih dahulu ke skala 0 ‐ 100.
b. Masi g‐ asi g hasil ko ersi ilai ki erja guru untuk unsur pembelajaran/ pembimbingan
dan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah,
kemudian
dikategorikan ke dalam Amat Baik (125%), Baik(100%), Cukup (75%), Sedang (50%), atau
Kurang (25%) sebagaimana diatur dalam Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009.
c. Angka kredit per tahun asi g‐ asi g unsur pembelajaran/ pembimbingan dan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang diperoleh oleh guru dihitung
menggunakan rumus tertentu.
d. Angka kredit unsur pembelajaran/pembimbingan dan angka kredit tugas tambahan yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dijumlahkan sesuai prosentasenya untuk
memperoleh total angka kredit dengan perhitungan sebagai berikut:
1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah total angka kreditnya = 25% angka
kredit pembelajaran/pembimbingan + 75 angka kredit tugas tambahan sebagai kepala
sekolah.
2) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah total angka kreditnya =
50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan
sebagai Wakil Kepala Sekolah.
3) Guru
dengan
tugas
tambahan
sebagai
kepala
perpustakaan/
laboratorium/bengkel, atau ketua program keahlian; total angka kredit = 50% angka
kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan sebagai
Pustakawan/Laboran.
3.
Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah tetapi tidak mengurangi jam mengajar tatap muka guru
Angka kredit tugas tambahan bagi guru dengan tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam
mengajar tatap muka, langsung diperhitungkan sebagai perolehan angka kredit guru pada
periode tahun tertentu. Banyaknya tugas tambahan untuk seorang guru maksimum dua tugas
per tahun. Angka kredit kumulatif yang diperoleh diperhitungkan sebagai berikut.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
41
a. Tugas yang dijabat selama satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, tim kurikulum,
pembimbing guru pemula, dan sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka
Kredit Hasil PK Guru selama setahun + 5% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x
banyaknya tugas temporer yang diberikan selama setahun.
b. Tugas yang dijabat selama kurang dari satu tahun atau tugas‐tugas sementara (misalnya
menjadi pengawas penilaian dan evaluasi, membimbing peserta didik dalam kegiatan
ekstrakurikuler, menjadi pembimbing penyusunan publikasi ilmiah dan karya inovatif, dan
sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka Kredit Hasil PK Guru selama
setahun + 2% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x banyaknya tugas temporer yang
diberikan selama setahun.
H.
Penilai PK Guru
1. Kriteria Penilai
Penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah. Apabila Kepala Sekolah tidak dapat
melaksanakan sendiri (misalnya karena jumlah guru yang dinilai terlalu banyak), maka Kepala
Sekolah dapat menunjuk Guru Pembina atau Koordinator PKB sebagai penilai. Penilaian
kinerja Kepala Sekolah dilakukan oleh Pengawas Sekolah. Penilai harus memiliki kriteria
sebagai berikut.
a. Menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama dengan jabatan/pangkat guru/kepala
sekolah yang dinilai.
b. Memiliki Sertifikat Pendidik.
c. Memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dan menguasai bidang tugas Guru/Kepala
Sekolah yang akan dinilai.
d. Memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran.
e. Memiliki integritas diri, jujur, adil, dan terbuka.
f. Memahami PK Guru dan dinyatakan memiliki keahlian serta mampu untuk menilai kinerja
Guru/Kepala Sekolah.
Dalam hal Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Guru Pembina, dan Koordinator PKB
memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru yang akan dinilai maka
penilaian dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah dan/atau Guru Pembina/Koordinator PKB dari
Sekolah lain atau oleh Pengawas Sekolah dari kabupaten/kota lain yang sudah memiliki
sertifikat pendidik dan memahami PK Guru.
2.
Masa Kerja
Masa kerja tim penilai kinerja guru ditetapkan oleh Kepala Sekolah atau Dinas Pendidikan
paling lama tiga (3) tahun. Kinerja penilai dievaluasi secara berkala oleh Kepala Sekolah atau
Dinas Pendidikan denga
e perhatika pri sip‐pri sip pe ilaia ya g berlaku. U tuk
sekolah yang berada di daerah khusus, penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah
dan/atau Guru Pembina setempat. Jumlah guru yang dapat dinilai oleh seorang penilai
adalah 5 sampai dengan 10 guru per tahun.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
42
I.
Sanksi
Penilai dan guru akan dikenakan sanksi apabila yang bersangkutan terbukti ela ggar pri sip‐pri sip
pelaksanaan PK Guru, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK) diperoleh dengan cara
melawan hukum. Sanksi tersebut adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
J.
Diberhentikan sebagai guru atau kepala sekolah dan/atau pengawas sekolah.
Bagi penilai, wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua
penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan melakukan proses PK Guru.
Bagi guru wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua
penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan
PAK yang dihasilkan dari PK Guru.
Tugas dan Tanggung Jawab
Setiap pihak terkait memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru.
Penetapan tugas dan tanggung jawab tersebut sesuai dengan semangat otonomi daerah serta
mengutamakan pri sip‐pri sip efisie si, keterbukaa , da aku tabilitas. Keterkaita tugas dan
tanggung jawab pihak‐pihak ya g terlibat dalam pelaksanaan PK Guru, mulai dari tingkat pusat
sampai dengan sekolah. Konsekuensi dari adanya keterkaitan tersebut, menuntut agar pihak‐ pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan PK Guru melakukan koordinasi. Tugas dan tanggung jawab
asi g‐ asi g pihak dirinci berikut ini.
1.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
a. Menyusun dan mengembangkan ra bu‐rambu pengembangan kegiatan PK Guru.
b. Menyusun prosedur operasional standar pelaksanaan PK Guru.
c. Menyusun instrumen dan perangkat lain untuk pelaksanaan PK Guru.
d. Mensosialisasikan, menyeleksi dan melaksanakan TOT penilai PK Guru tingkat pusat.
e. Memantau dan mengevaluasi kegiatan PK Guru.
f. Menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru secara nasional.
g. Menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru kepada Dinas Pendidikan
dan sekolah sebagai umpan balik untuk ditindak lanjuti.
h. Me gkoordi asi da
e sosialisasika kebijaka ‐kebijakan terkait PK Guru.
2.
Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP
a. Menghimpun data profil guru dan sekolah yang ada di daerahnya berdasarkan hasil PK Guru
di sekolah.
b. Mensosialisasikan, menyeleksi, dan melaksanakan TOT untuk melatih penilai PK Guru tingkat
Kabupaten/Kota.
c. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru yang berada di bawah kewenangan
provinsi dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi.
d. Melaksanakan pendampingan kegiata PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di bawah
kewenangannya.
e. Menyediakan pelayanan konsultasi pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di bawah
kewenangannya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
43
f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di
bawah kewenangannya.
g. Dinas Pendidikan Provinsi bersama‐sa a de gan LPMP membuat laporan hasil pemantauan
dan evaluasi kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada sekolah, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, dan/atau Kemdiknas, cq. unit yang menangani Pendidik.
3.
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di
wilayahnya
berdasarkan hasil PK Guru di sekolah.
b. Mensosialisasikan dan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP
melatih penilai PK Guru tingkat Kabupaten/Kota.
c. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di
wilayahnya.
d. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di sekolah‐sekolah yang ada
di wilayahnya.
e. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru bagi guru yang berada di bawah
kewenangannya dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas.
f. Mengetahui dan menyetujui program kerja pelaksanaan PK Guru yang diajukan sekolah.
g. Menyediakan pelayanan konsultasi dan penyelesaian konflik dalam pelaksanaan kegiatan PK
Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di daerah ya.
h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru untuk menjamin pelaksanaan
yang efektif, efisien, obyektif, adil, akuntabel, dan sebagainya.
i. Me buat lapora hasil pe a taua da e aluasi kegiata PK Guru di sekolah‐ sekolah ya g
ada di wilayahnya dan mengirimkannya kepada sekolah, dan/atau LPMP dengan tembusan
ke Dinas Pendidikan Provinsi masing‐ asi g.
4.
UPTD Dinas Pendidikan
a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di
kecamatan
wilayahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah.
b. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di wilayah kecamatannya.
c. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di wilayah kecamatannya.
d. Menetapkan dan mengesahkan penilai PK Guru dalam bentuk Keputusan penetapan sebagai
penilai.
e. Menyediakan pelayanan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di
daerahnya.
f. Memantau dan mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PK Guru di tingkat
kecamatan untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
5.
Satuan Pendidikan
a. Memilih dan mengusulkan penilai untuk pelaksanaan PK Guru
b. Me yusu progra kegiata sesuai de ga ‘a bu‐‘ambu Penyelenggaraan PK Guru dan
prosedur operasional standar penyelenggaraan PK Guru.
c. Mengusulkan rencana program kegiatan ke UPTD atau Dinas Kabupaten/Kota.
d. Melaksanakan kegiatan PK Guru sesuai program yang telah disusun secara efektif, efisien,
obyektif, adil, akuntabel, dsb.
e. Memberikan kemudahan akses bagi penilai untuk melaksanakan tugas.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
44
f. Melaporkan kepada UPTD atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota jika terjadi permasalahan
dalam pelaksanaan PK Guru.
g. Membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan, administrasi, keuangan (jika ada) dan
pelaksanaan program.
h. Membuat rencana tindak lanjut program pelaksanaan PK Guru untuk tahun berikutnya.
i. Membantu tim pemantau dan evaluasi dari tingkat pusat, LPMP, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, UPTD Dinas Pendidikan Kabupaten di Kecamatan, dan Pengawas Sekolah.
j. Membuat laporan kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada Tim penilai tingkat
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional sesuai kewenangannya sebagai dasar penetapan
angka kredit (PAK) tahunan yang diperlukan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional
guru. Tim Penilai untuk menghitung dan menetapkan angka kredit, terlebih dahulu
melakukan verifikasi terhadap berbagai dokumen hasil PK Guru. Pada kegiatan verifikasi jika
diperlukan dan memang dibutuhkan tim penilai dapat mengunjungi sekolah. Sekolah juga
menyampaikan laporan tersebut kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau ke
UPTD Pendidikan Kecamatan.
k. Merencanakan program untuk memberikan dukungan kepada guru yang memperoleh hasil
PK Guru di bawah standar yang ditetapkan.
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mengapa penilaian kinerja guru perlu dilakukan secara kontinyu?
Apa tujuan utama penilaian kinerja guru?
Sebutkan dan jelaskan secara ringkat tiga persyaratan penilaian kinerja guru!
Sebutkan dan jelaskan secara ringkas prinsip-prinsip penilaian kinerja guru!
Sebutkan tahap-tahap penilaian kinerja guru!
Apa yang Anda ketahui tentang konversi nilai kredit dalam kerangka penilaian kinerja guru?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
45
BAB IV
PENGEMBANGAN KARIR
Topik ini berkaitan dengan pengembangan karir guru. Materi sajian
terutama berkaitan dengan esensi dan ranah pembinaan dan
pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir.
Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual,
melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang
terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi.
A.
Ranah Pengembangan Guru
Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas
utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari
kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu dan norma etik
tertentu.
Secara formal, guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik minimum S-1/D-IV dan
bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru-guru yang memenuhi
kriteria profesional inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan efisien
untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan tujuan pendidikan nasional,
yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggungjawab.
Di dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dibedakan antara pembinaan dan
pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV, seperti
disajikan pada Gambar 4.1. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang
belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau
program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga
kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik
dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olah raga (PP Nomor 74 Tahun
2008). Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan
dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit
jabatan fungsional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
46
Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki sertifikat
pendidik dimaksud dapat berupa: kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau
keprofesian, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau
gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah, publikasi buku teks pelajaran yang
lolos penilaian oleh BSNP, publikasi buku pengayaan, publikasi buku pedoman guru, publikasi
pengalaman lapangan pada pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus, dan/atau
penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah.
Pada sisi lain, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa
terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan
pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir, seperti disajikan pada Gambar
4.2. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana
dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional.
PROFESI
PEMBINAAN
DAN
PENGEMBANGAN
PROFESI GURU
GURU PROFESIONAL
DENGAN
AKSESIBILITAS
PENGEMBANGAN
KARIR
KARIR
Gambar 4.2. Jenis Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Pembinaan dan pengembangan karir meliputi: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, dan (3)
promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
47
fungsional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut diharapkan
dapat menjadi acuan bagi institusi terkait di dalam melaksanakan tugasnya.
Pengembangan profesi dan karir tersebut diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan
kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar
kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya
memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Kegiatan ini
menjadi bagian intergral dari pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan.
B.
Ranah Pengembangan Karir
Pembinaan dan pengembangan profesi guru merupakan tanggungjawab pemerintah, pemerintah
daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi profesi guru, serta guru secara pribadi. Secara
umum kegiatan itu dimaksudkan untuk memotivasi, memelihara, dan meningkatkan kompetensi
guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran, yang berdampak pada
peningkatan mutu hasil belajar siswa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pembinaan dan
pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu: penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
1.
Penugasan
Guru terdiri dari tiga jenis, yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru bimbingan dan
konseling atau konselor. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, guru melakukan kegiatan pokok
yang mencakup: merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan
yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.
Kegiatan penugasan guru dalam rangka pembelajaran dapat dilakukan di satu sekolah
sebagai satuan administrasi pangkalnya dan dapat juga bersifat lintas sekolah. Baik bertugas
pada satu sekolah atau lebih, guru dituntut melaksanakan tugas pembelajaran yang diukur
dengan beban kerja tertentu, yaitu:
a. Beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan
pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
b. Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu dilaksanakan dengan
ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan
pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap.
c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor wajib memenuhi beban mengajar yang setara,
yaitu jika mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta
didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
d. Guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
inklusi atau pendidikan terpadu wajib memenuhi beban mengajar yang setara, yaitu jika
paling sedikit melaksanakan 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
e. Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja
dimaksud, khusus untuk guru-guru yang: bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus,
berkeahlian khusus, dan/atau dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
48
Agar guru dapat melaksanakan beban kerja yang telah ditetapkan tersebut secara efektif,
maka harus dilakukan pengaturan tugas guru berdasarkan jenisnya. Pengaturan tugas guru
tersebut dilakukan dengan melibatkan individu dan/atau institusi dengan ketentuan sebagai
berikut.
a. Penugasan sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran
1)
Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru dapat memenuhi beban kerja
paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. Apabila pada satuan administrasi
pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban kerja tersebut, kepala sekolah/madrasah
melaporkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
2)
Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru yang
belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke
satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya.
3)
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam
tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan
kewenangannya.
4)
Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian
Agama mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit
24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan
kewenangannya.
5)
Apabila pengaturan penugasan guru pada butir 2), 3), dan 4) belum terpenuhi, instansi
terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi untuk mengatur
penugasan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta.
6)
Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai
kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru wajib memenuhi beban
mengajar paling sedikit 6 jam tatap muka pada satuan administrasi pangkal guru dan
menugaskan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat
memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu.
7)
Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang
bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar
pertimbangan kepentingan nasional apabila beban kerjanya kurang dari 24 jam tatap
muka per minggu dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi
tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri
Pendidikan Nasional.
b. Penugasan sebagai Guru Bimbingan dan Konseling
1)
Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru bimbingan dan konseling
dapat memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun. Apabila
pada satuan administrasi pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban membimbing
tersebut, kepala sekolah/madrasah melaporkan kepada dinas Pendidikan Provinsi/
Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
49
2)
Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru
bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing bimbingan dan
konseling paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada
dalam lingkungan kewenangannya.
3)
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban
membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada
dalam lingkungan kewenangannya.
4)
Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian
Agama mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi
beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan
yang ada dalam lingkungan kewenangannya.
5)
Apabila pengaturan penugasan guru bimbingan dan konseling pada butir 2), 3), dan 4)
belum terpenuhi, instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing
berkoordinasi untuk mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling pada
sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta.
6)
Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai
kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru bimbingan dan konseling
wajib memenuhi beban membimbing paling sedikit 40 peserta didik pada satuan
administrasi pangkal guru dan menugaskan guru bimbingan dan konseling pada
sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat memenuhi beban
membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun.
Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang
bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar
pertimbangan kepentingan nasional, apabila beban mengajarnya kurang dari 24 jam tatap
muka per minggu atau sebagai guru bimbingan dan konseling yang membimbing kurang dari
150 peserta didik per tahun dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi
tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kementerian
pendidikan. Hal ini masih dalam proses penelaahan yang saksama. Guru berhak dan wajib
mengembangkan dirinya secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Kepala
sekolah/madrasah wajib memberi kesempatan secara adil dan merata kepada guru untuk
mengikuti kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
c. Guru dengan Tugas Tambahan
1)
2)
Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan wajib mengajar paling
sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat
puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan
dan konseling atau konselor.
Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan wajib mengajar
paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing
80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari
guru bimbingan dan konseling atau konselor.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
50
3)
4)
5)
6)
7)
Guru dengan tugas tambahan sebagai ketua program keahlian wajib mengajar paling
sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan satuan pendidikan wajib
mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Guru dengan tugas tambahan sebagai kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit
produksi satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka
dalam 1 (satu) minggu.
Guru yang ditugaskan menjadi pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran,
atau pengawas kelompok mata pelajaran wajib melakukan tugas pembimbingan dan
pelatihan profesional guru dan pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24
(dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan wajib melaksanakan
tugas sebagai pendidik, dengan ketentuan
berpengalaman sebagai guru
sekurangkurangnya delapan tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat)
tahun, memenuhi persyaratan akademik sebagai guru sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, memiliki Sertifikat Pendidik, dan melakukan tugas pembimbingan
dan pelatihan profesional Guru dan tugas pengawasan.
Pada sisi lain, guru memiliki peluang untuk mendapatkan penugasan dalam aneka jenis. Di
dalam PP No. 74 Tahun 2008 disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh pemerintah atau
pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penempatan guru pada jabatan struktural dimaksud dapat
dilakukan setelah yang bersangkutan bertugas sebagai guru paling singkat selama delapan
tahun. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural itu dapat ditugaskan kembali sebagai
guru dan mendapatkan hak-hak guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural kehilangan haknya untuk memperoleh
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Hak-hak
guru dimaksud berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan sebesar tunjangan
profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan sebelum guru yang bersangkutan
ditempatkan pada jabatan struktural.
2.
Promosi
Kegiatan pengembangan dan pembinaan karir yang kedua adalah promosi. Promosi dimaksud dapat
berupa penugasan sebagai guru pembina, guru inti, instruktur, wakil kepala sekolah, kepala sekolah,
pengawas sekolah, dan sebagainya. Kegiatan promosi ini harus didasari atas pertimbangan prestasi
dan dedikasi tertentu yang dimiliki oleh guru.
Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan
tugas keprofesian, guru berhak mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
Promosi dimaksud meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
51
C.
Kenaikan Pangkat
Dalam rangka pengembangan karir guru, Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 telah
menetapkan 4 (empat) jenjang jabatan fungsional guru dari yang terrendah sampai dengan yang
tertinggi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama. Penjelasan tentang jenjang
jabatan fungsional guru dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi beserta jenjang
kepengkatan dan persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan tersebut telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru dalam rangka pengembangan karir merupakan
gabungan dari angka kredit unsur utama dan penunjang ditetapkan sesuai dengan Permenneg PAN
dan BR Nomor 16 Tahun 2009. Tugas-tugas guru yang dapat dinilai dengan angka kredit untuk
keperluan kenaikan pangkat dan/atau jabatan fungsional guru mencakup unsur utama dan unsur
penunjang. Unsur utama kegiatan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat
guru terdiri atas: (a) pendidikan, (b) pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau
tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, dan (c) pengembangan keprofesian
berkelanjutan (PKB).
1. Pendidikan
Unsur kegiatan pendidikan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat guru
terdiri atas:
a. Mengikuti pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah.
Angka kredit gelar/ijazah yang diperhitungkan sebagai unsur utama tugas guru dan sesuai
dengan bidang tugas guru, yaitu:
1) 100 untuk Ijazah S-1/Diploma IV;
2) 150 untuk Ijazah S-2; atau
3) 200 untuk Ijazah S-3.
Apabila seseorang guru mempunyai gelar/ijazah lebih tinggi yang sesuai dengan sertifikat
pendidik/keahlian dan bidang tugas yang diampu, angka kredit yang diberikan adalah sebesar
selisih antara angka kredit yang pernah diberikan berdasarkan gelar/ijazah lama dengan
angka kredit gelar/ijazah yang lebih tinggi tersebut. Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian
adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau ketua
sekolah tinggi atau direktur politeknik pada perguruan tinggi yang bersangkutan.
b. Mengikuti pelatihan prajabatan dan program induksi.
Sertifikat pelatihan prajabatan dan program induksi diberi angka kredit 3. Bukti fisik
keikutsertaan pelatihan prajabatan yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi surat tanda
tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan yang disahkan oleh kepala
sekolah/madrasah yang bersangkutan. Bukti fisik keikutsertaan program induksi yang
dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi sertifikat program induksi yang disahkan oleh kepala
sekolah/madrasah yang bersangkutan.
2. Pengembangan Profesi
Berdasarkan Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
52
pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap,
berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama dengan pangkat Penata
Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama dengan pangkat Pembina Utama golongan
ruang IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, yaitu
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau pengembangan karya inovatif.
Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan diri
(diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru), publikasi ilmiah (hasil penelitian atau gagasan
inovatif pada bidang pendidikan formal, dan buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman
guru), karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna; menemukan atau menciptakan karya
seni; membuat atau memodifikasi alat pelajaran; dan mengikuti pengembangan penyusunan
standar, pedoman, soal, dan sejenisnya).
Persyaratan atau angka kredit minimal bagi guru yang akan naik jabatan/pangkat dari
subunsur pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk masing-masing pangkat/golongan
adalah sebagai berikut:
a. Guru golongan III/a ke golongan III/b, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka
kredit.
b. Guru golongan III/b ke golongan III/c, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka
kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 4 (empat) angka kredit.
c. Guru golongan III/c ke golongan III/d, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka
kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 6 (enam) angka kredit.
d. Guru golongan III/d ke golongan IV/a, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 8 (delapan) angka kredit.
Bagi guru golongan tersebut sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian
dari subunsur publikasi ilmiah.
e. Guru golongan IV/a ke golongan IV/b, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka
kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil
penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN.
f. Guru golongan IV/b ke golongan IV/c, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka
kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil
penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN.
g. Guru golongan IV/c ke golongan IV/d, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 14 (empat belas) angka
kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah
mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber
ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN.
h. Guru golongan IV/d ke golongan IV/e, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 20 (dua puluh) angka
kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
53
mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber
ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN.
i. Bagi Guru Madya, golongan IV/c, yang akan naik jabatan menjadi Guru Utama, golongan IV/d,
selain membuat PKB sebagaimana pada poin g diatas juga wajib melaksanakan presentasi
ilmiah.
3. Unsur Penunjang
Unsur penunjang tugas guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas utamanya sebagai pendidik. Unsur penunjang tugas
guru meliputi berbagai kegiatan seperti berikut ini.
a. Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya.
Guru yang memperoleh gelar/ijazah, namun tidak sesuai dengan bidang yang diampunya
diberikan angka kredit sebagai unsur penunjang dengan angka kredit sebagai berikut.
1) Ijazah S-1 diberikan angka kredit 5;
2) Ijazah S-2 diberikan angka kredit 10; dan
3) Ijazah S-3 diberikan angka kredit 15.
Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat
yang berwenang, yaitu dekan atau ketua sekolah tinggi atau direktur politeknik pada
perguruan tinggi yang bersangkutan. Surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas
belajar dari kepala dinas yang membidangi pendidikan atau pejabat yang menangani
kepegawaian serendah-rendahnya Eselon II. Bagi guru di lingkungan Kementerian Agama,
surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas belajar tersebut berasal dari pejabat
yang berwenang serendah-rendahnya Eselon II.
b. Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru
Kegiatan yang mendukung tugas guru yang dapat diakui angka kreditnya harus sesuai dengan
kriteria dan dilengkapi dengan bukti fisik. Kegiatan tersebut di antaranya:
1) Membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ekstrakurikuler dan yang
sejenisnya
2) Sebagai pengawas ujian, penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat
nasional.
3) Menjadi pengurus/anggota organisasi profesi
4) Menjadi anggota kegiatan pramuka dan sejenisnya
5) Menjadi tim penilai angka kredit
6) Menjadi tutor/pelatih/instruktur/pemandu atau sejenisnya.
c. Memperoleh penghargaan/tanda jasa
Penghargaan/tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah atau
negara asing atau organisasi ilmiah atau organisasi profesi atas prestasi yang dicapai seorang
guru dalam pengabdian kepada nusa, bangsa, dan negara di bidang pendidikan. Tanda jasa
dalam bentuk Satya Lencana Karya Satya adalah penghargaan yang diberikan kepada guru
berdasarkan prestasi dan masa pengabdiannya dalam waktu tertentu. Penghargaan lain yang
diperoleh guru karena prestasi seseorang dalam pengabdiannya kepada nusa, bangsa, dan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
54
negara di bidang pendidikan/kemanusiaan/kebudayaan. Prestasi kerja tersebut dicapai
karena pengabdiannya secara terus menerus dan berkesinambungan dalam waktu yang relatif
lama. Guru yang mendapat penghargaan dalam lomba guru berprestasi tingkat nasional,
diberikan angka kredit tambahan untuk kenaikan jabatan/pangkat.
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
Apa perbedaan utama antara pengembangan keprofesian dan pengembangan karir guru?
Mengapa pengembangan keprofesian guru dikaitkan dengan jabatan fungsionalnya?
Apa perbedaan utama pengembangan guru yang belum S1/D-IV dan belum bersertifikat
pendidik dengan yang sudah memilikinya?
Sebutkan jenis-jenis pengembangan karir guru!
Apa perbedaan utama pengembangan keprofesian berbasis lembaga dengan yang berbasis
individu?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
55
BAB V
PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN
Topik ini berkaitan dengan perlindungan dan penghargaan guru. Materi
sajian terutama berkaitan dengan konsep, prinsip atau asas, dan jenisjenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk
kesejahteraannya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran
secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus,
membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan
refleksi.
A.
Pengantar
Jumlah guru yang banyak dengan sebaran yang sangat luas merupakan potensi bagi mereka untuk
mendidik anak bangsa di seluruh Indonesia secara nyaris tanpa batas akses geografis, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan. Namun demikian, kondisi ini yang menyebakan sebagian guru
terbelenggu dengan fenomena sosial, kultural, psikologis, ekonomis, kepegawaian, dan lain-lain.
Fenomena ini bersumber dari apresiasi dan pencitraan masyarakat terhadap guru belum
begitu baik, serta perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesejahteraan, dan
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi mereka belum optimum. Sejarah pendidikan di
Indonesia menunjukkan bahwa perlakuan yang cenderung diskriminatif terhadap sebagian guru telah
berlangsung sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Hal ini membangkitkan kesadaran untuk
terus mengupayakan agar guru mempunyai status atau harkat dan martabat yang jelas dan
mendasar. Hasilnya antara lain adalah terbentuknya Undang-Undang (UU) Nomomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.
Diundangkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan langkah maju
untuk mengangkat harkat dan martabat guru, khususnya di bidang perlindungan hukum bagi mereka.
Materi perlindungan hukum terhadap guru mulai mengemuka dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. UU ini diperbaharui dan kemudian diganti dengan UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penjabaran pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru itu
pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. Di
dalam PP ini perlindungan hukum bagi guru meliputi perlindungan untuk rasa aman, perlindungan
terhadap pemutusan hubungan kerja, dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Sejak lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, dimensi perlindungan guru
mendapatkan tidik tekan yang lebih kuat. Norma perlindungan hukum bagi guru tersebut di atas
kemudian diperbaharui, dipertegas, dan diperluas spektrumnya dengan diundangkannya UU No. 14
tahun 2005. Dalam UU ini, ranah perlindungan terhadap guru meliputi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk juga di
dalamnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI.
Sepanjang berkaitan dengan hak guru atas beberapa dimensi perlindungan sebagaimana
dimaksudkan di atas, sampai sekarang belum ada rumusan komprehensif mengenai standar operasi
dan prosedurnya. Atas dasar itu, perlu dirumuskan standar yang memungkinkan terwujudnya
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
56
perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta
perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI bagi guru.
B.
Definisi
1.
Perlindungan bagi guru adalah usaha pemberian perlindungan hukum, perlindungan
profesi, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan HaKI yang
diberikan kepada guru, baik berstatus sebagai PNS maupun bukan PNS.
2.
Perlindungan hukum adalah upaya melakukan perlindungan kepada guru dari tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan hukum atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi
atau pihak lain.
3.
Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan yang mencakup perlindungan
terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan
terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam
melaksanakan tugas.
4.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kepada guru mencakup perlindungan
terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,
bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
5.
Perlindungan HaKI adalah pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi
yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
6.
Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati bersama antara
penyelenggara dan/atau satuan pendidikan dengan guru.
7.
Kesepakatan kerja bersama merupakan kesepakatan yang dibuat dan disepakati bersama
secara tripartit, yaitu penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru, dan Dinas
Pendidikan atau Dinas Ketenagakerjaan pada wilayah administratif tempat guru bertugas.
8.
Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma dalam bentuk
konsultasi hukum oleh LKHB mitra, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain
kepada guru.
9.
Advokasi adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pemberian perlindungan
hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta
perlindungan HaKI bagi guru. Advokasi umumnya dilakukan melalui kolaborasi beberapa
lembaga, organisasi, atau asosiasi yang memiliki kepedulian dan semangat kebersamaan
untuk mencapai suatu tujuan.
10. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa guru berdasarkan perundingan yang
melibatkan guru LKBH mitra, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain sebagai
mediator dan diterima oleh para pihak yang bersengketa untuk membantu mencari
penyelesaian yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa. Mediator tidak
mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
57
C.
Perlindungan Atas Hak-hak Guru
Berlandaskan UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1999 Pasal 3 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia (HAM),
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil
serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Sesuai dengan politik
hukum UU tersebut, bahwa manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung
jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh pencipta-Nya, manusia dianugerahi hak asasi untuk
menjamin keberadaan harkat dan martabat, kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungan.
Bahwa hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara koderati
melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu hak-hak manusia,
termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan
melaksanakan deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang ditetapkan oleh PBB serta berbagai
instrumen internasional lainnya mengenai HAM yang telah diterima oleh Indonesia. Di samping hak
asasi manusia juga dikenal kewajiban dasar manusia yang meliputi: (1) kepatuhan terhadap
perundang-undangan, (2) ikut serta dalam upaya pembelaan negara, (3) wajib menghormati hak-hak
asasi manusia, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya, sebagai wujud tuntutan reformasi (demokrasi, desentralisasi, dan HAM), maka hak asasi
manusia dimasukkan dalam UUD 1945.
Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak
atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bagian
7 tentang Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan kepada
guru, berikut ranah perlindungannya seperti berikut ini.
1.
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan
wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
2.
Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
3.
Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang
tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
4.
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian
pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
5.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Berdasarkan amanat Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen seperti
disebutkan di atas, dapat dikemukakan ranah perlindungan hukum bagi guru. Frasa perlindungan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
58
hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan
kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas
profesionalnya.
1. Perlindungan hukum
Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-mena dari
yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta
didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
tindak kekerasan,
ancaman, baik fisik maupun psikologis
perlakuan diskriminatif,
intimidasi, dan
perlakuan tidak adil
2. Perlindungan profesi
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja (PHK) yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Secara
rinci, subranah perlindungan profesi dijelaskan berikut ini.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahlian, minat, dan
bakatnya.
Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional
dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari praktik
pembayaran imbalan yang tidak wajar.
Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.
Setiap guru memiliki kebebasan untuk:
 mengungkapkan ekspresi,
 mengembangkan kreatifitas, dan
 melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan
pembelajaran.
Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman, tekanan,
dan rasa tidak aman.
Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi:
 substansi,
 prosedur,
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
59
k.
l.
m.
 instrumen penilaian, dan
 keputusan akhir dalam penilaian.
Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi:
 penetapan taraf penguasaan kompetensi,
 standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan, dan
 menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi:
 mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan akademik,
 memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi guru, dan
 bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.
Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi:
 akses terhadap sumber informasi kebijakan,
 partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
formal, dan
 memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas
dasar pengalaman terpetik dari lapangan.
3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa hal krusial yang terkait dengan
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam bertugas,
yaitu:
a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas harus
mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah
daerah.
b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari
peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat
luas.
c. Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap:
 resiko gangguan keamanan kerja,
 resiko kecelakaan kerja,
 resiko kebakaran pada waktu kerja,
 resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
 resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
ketenagakerjaan.
d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
e. Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat:
 kecelakaan kerja,
 kebakaran pada waktu kerja,
 bencana alam,
 kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
60

f.
resiko lain.
Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat:
 bahaya yang potensial,
 kecelakaan akibat bahan kerja,
 keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya,
 frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja,
 resiko atas alat kerja yang dipakai, dan
 resiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja.
4. Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual
Pengakuan HaKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan, antara lain
Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta. HaKI terdiri dari
dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten,
Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas
Tanaman. Bagi guru, perlindungan HaKI dapat mencakup:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
hak cipta atas penulisan buku,
hak cipta atas makalah,
hak cipta atas karangan ilmiah,
hak cipta atas hasil penelitian,
hak cipta atas hasil penciptaan,
hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni, serta sejenisnya, dan;
g. hak paten atas hasil karya teknologi
Seringkali karya-karya guru terabaikan, dimana karya mereka itu seakan-akan menjadi
seakan-akan makhluk tak bertuan, atau paling tidak terdapat potensi untuk itu. Oleh karena itu,
dimasa depan pemahaman guru terhadap HaKI ini harus dipertajam.
D.
Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru
1. Konsultasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI, guru dapat berkonsultasi kepada pihak-pihak yang
kompeten. Konsultasi itu dapat dilakukan kepada konsultan hukum, penegak hukum, atau pihakpihak lain yang dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh guru tersebut.
Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang
disebut dengan klien, dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan
pendapatnya kepada klien untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Konsultan
hanya bersifat memberikan pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh kliennya. Keputusan
mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun
adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk
penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
Misalnya, seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu LKBH, penegak
hukum, orang yang ahli, penasehat hukum, dan sebagainya berkaitan dengan masalah
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
61
pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan hubungan kerja
secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh guru ketika berkonsultasi
tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan, melainkan sebatas memberi
pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk penyelesaian sengketa atau
perselisihan.
2. Mediasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti
munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pihak-pihak lain
yang dimintai bantuan oleh guru seharusnya dapat membantu memediasinya.
Merujuk pada Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas kesepakatan
tertulis para pihak, sengketa atau perbedaan pendapat antara guru dengan
penyelenggara/satuan pendidikan dapat diselesaikan melalui ba tua
seora g atau lebih
pe asehat ahli
aupu
elalui seora g ediator. Kesepakata pe yelesaia se gketa atau
perbedaan pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk
dilaksanakan dengan iktikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan
penyelenggara/satuan pendidikan wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan dalam
waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: (1) mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak, dan mediator yang ditujuk
oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para
pihak.
3. Negosiasi dan Perdamaian
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti
munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,
penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang negosiasi kepada guru atau
kelompok guru.
Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, pada dasarya para pihak,
dalam hal ini penyelenggara/satuan pendidikan dan guru, berhak untuk menyelesaikan sendiri
sengket yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya
dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui para pihak. Negosiasi mirip dengan perdamaian
yang diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu
adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan
atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah
timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman.
Namun demikian, dalam hal ini ada beberapa hal yang membedakan antara negosiasi dan
perdamaian. Pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan
penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan di
antara para pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi merupakan salah
satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
62
perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan maupun setelah sidang peradilan
dilaksanakan. Pelaksanaan perdamaian bisa di dalam atau di luar pengadilan.
4. Konsiliasi dan perdamaian
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti
munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,
penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang konsiliasi atau perdamaian.
Seperti pranata alternatif penyelesaian sengketa yang telah diuraikan di atas, konsiliasi pun
tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Konsiliasi atau
perdamaian merupakan suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau
suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah
dilaksanakan proses litigasi, dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan, konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan
pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
5. Advokasi Litigasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika
terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang
dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi litigasi.
Banyak guru masih menganggap bahwa advokasi litigasi merupakan pekerjaan pembelaan
hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan
dengan praktik beracara di pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang
sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi litigasi merupakan
urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktik hukum
semata.
Pandangan semacam itu tidak selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin
pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata
advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain berarti pengacara hukum atau
pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris,
maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Advocate bisa berarti menganjurkan,
memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Dengan kata lain, advokasi juga bisa
diartika
elakuka perubaha ’ se ara terorganisir dan sistematis.
6. Advokasi Nonlitigasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika
terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang
dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi nonlitigasi.
Dengan demikian, disamping melalui litigasi, juga dikenal alternatif penyelesaian sengketa di
luar pengadilan yang lazim disebut nonlitigasi. Alternatif penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah
suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengenyampingkan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
63
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui
peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran
dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban
dan buang waktu (waste of time), biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap
(unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlalu formalistis (formalistic) dan
terlampau teknis (technically). Dalam Pasal (1) angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999, disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan
penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
E.
Asas Pelaksanaan
Pelaksanaan perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan K3, dan perlindungan HaKI
bagi guru dilakukan dengan menggunakan asas-asas sebagai berikut:
1. Asas unitaristik atau impersonal, yaitu tidak membedakan jenis, agama, latar budaya, tingkat
pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru.
2. Asas aktif, dimana inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal dari guru atau
lembaga mitra, atau keduanya.
3. Asas manfaat, dimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki manfaat bagi
peningkatan profesionalisme, harkat, martabat, dan kesejahteraan mereka, serta
sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal.
4. Asas nirlaba, dimana upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru dilakukan dengan
menghindari kaidah-kaidah komersialisasi dari lembaga mitra atau pihak lain yang peduli.
5. Asas demokrasi, dimana upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapi
oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau mengutamakan musyawarah
untuk mufakat.
6. Asas langsung, dimana pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang
dihadapi oleh guru terfokus pada pokok persoalan.
7. Asas multipendekatan, dimana upaya perlindungan hukum bagi guru dapat dilakukan dengan
pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain.
F.
Penghargaan dan Kesejahteraan
Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghargaan dan
kesejahteraan. Penghargaan diberikan kepada guru yang berprestasi, berprestasi luar biasa,
berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus.
Penghargaan kepada guru dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan, desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan/atau internasional. Penghargaan itu beragam
jenisnya, seperti satyalancana, tanda jasa, bintang jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial,
piagam, jabatan fungsional, jabatan struktural, bintang jasa pendidikan, dan/atau bentuk
penghargaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
64
Pada sisi lain, peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten
wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan untuk pemakaman guru yang gugur
di daerah khusus. Guru yang gugur dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran di daerah
khusus, putera dan/atau puterinya berhak mendapatkan beasiswa sampai ke perguruan tinggi dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kesejahteraan guru menjadi perhatian khusus pemeritah, baik berupa gaji maupun
penghasilan lainnya. Guru memiliki hak atas gaji dan penghasilan lainya. Gaji adalah hak yang
diterima oleh guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam
bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di luar gaji pokok,
guru pun berhak atas tunjangan yang melekat pada gaji.
Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh pemerintah dan
pemerintah daerah diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
penggajian yang berlaku. Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan berdasarkan perjanjian
kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru dalam
bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai pendidik profesional.
Ringkasnya, guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14
Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, serta peraturan lain yang menjadi ikutannya, memiliki hak
atas aneka tunjangan dan kesejahteraan lainnya. Tunjangan dan kesejahteraan dimaksud mencakup
tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional, dan
maslahat tambahan. Khusus berkaitan dengan jenis-jenis penghargaan dan kesejahteraan guru
disajikan berikut ini.
1.
Penghargaan Guru Berprestasi
Pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dilakukan melalui proses pemilihan yang ketat
secara berjenjang, mulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan dan/atau kabupaten/kota,
provinsi, maupun nasional. Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan antara lain untuk
mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru, yang diharapkan akan
berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Prestasi kerja tersebut akan terlihat
dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang berkualitas, produktif, dan
kompetitif.
Pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan guru,
terutama bagi mereka yang berprestasi. Seperti disebutkan di atas, Undang-Undang No. 14
Tahun 2005 mengamanatkan bahwa Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau
bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan .
Secara historis pemilihan guru berprestasi adalah pengembangan dari pemberian
predikat keteladanan kepada guru melalui pemilihan guru teladan yang berlangsung sejak tahun
1972 hingga tahun 1997. Selama kurun 1998-2001, pemilihan guru teladan dilaksanakan
hanya sampai tingkat provinsi. Setelah dilakukan evaluasi dan mendapatkan masukanmasukan dari berbagai kalangan, baik guru maupun pengelola pendidikan tingkat
kabupaten/kota/provinsi, maka pemilihan guru teladan diusulkan untuk ditingkatkan kualitasnya
menjadi pemilihan guru berprestasi.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
65
Frasa guru berprestasi bermakna prestasi dan ketelada a
guru. Sebutan guru
berprestasi mengandung makna sebagai guru unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru berprestasi merupakan guru yang
menghasilkan karya kreatif atau inovatif antara lain melalui: pembaruan (inovasi) dalam
pembelajaran atau bimbingan; penemuan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan;
penulisan buku fiksi/nonfiksi di bidang pendidikan atau sastra Indonesia dan sastra
daerah; penciptaan karya seni; atau karya atau prestasi di bidang olahraga. Mereka juga
merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi
di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.
Pemilihan guru berprestasi dilaksanakan pertama kali pada tahun 2002.
Penyelenggaraan pemilihan guru berprestasi dilakukan secara bertingkat, dimulai dari tingkat
satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. Secara umum
pelaksanaan pemilihan guru berprestasi berjalan dengan lancar sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Melalui pemilihan guru berprestasi ini telah terpilih guru terbaik untuk jenjang
Taman-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, atau
yang sederajat.
Sistem penilaian untuk menentukan peringkat guru berprestasi dilakukan secara ketat,
yaitu melalui uji tertulis, tes kepribadian, presentasi karya akademik, wawancara, dan
penilaian portofolio. Guru yang mampu mencapai prestasi terbaik melalui beberapa jenis teknik
penilaian inilah yang akan memperoleh predikat sebagai guru berprestasi tingkat nasional.
2.
Penghargaan bagi Guru SD Berdedikasi di Daerah Khusus/Terpencil
Guru yang bertugas di daerah khusus, mendapat perhatian serius dari pemerintah. Oleh
karena itu, sejak beberapa tahun terakhir ini, pemberian penghargaan kepada mereka
dilakukan secara rutin baik pada peringatan Hari Pendidikan Nasional maupun pada
peringatan lainnya.
Tujuan penghargaan ini antara lain, pertama, mengangkat harkat dan martabat guru atas
dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik bangsa dihormati dan
dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kedua,
memberikan motivasi pada guru untuk meningkatkan prestasi, pengabdian, loyalitas dan
dedikasi serta darma baktinya pada bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya
secara profesional sesuai kualifikasi masing-masing.
Ketiga, meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru dalam melaksanakan
pekerjaan/jabatannya sebagai sebuah profesi, meskipun bekerja di daerah yang terpencil
atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan
dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam; bencana sosial; atau daerah yang
berada dalam keadaan darurat lain yang mengharuskan menjalani kehidupan secara prihatin.
Pemberian penghargaan kepada guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil
bukanlah merupakan suatu kegiatan yang bersifat seremoni belaka. Penghargaan ini secara
selektif dan kompetitif diberikan kepada d u a orang guru sekolah dasar (SD) Daerah Khusus
dari seluruh provinsi di Indonesia.
Masing-masing Dinas Pendidikan Provinsi diminta dan diharuskan menyeleksi dan
mengirimkan dua orang guru daerah khusus, terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan yang
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
66
berdedikasi tinggi untuk diberi penghargaan, baik yang berstatus sebagai guru pegawai negeri
sipil (Guru PNS) maupun guru bukan PNS. Untuk dapat menerima penghargaan, guru SD
berdedikasi yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil harus memenuhi kriteria umum dan
khusus. Kriteria umum dimaksud antara lain beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa; setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; memiliki
moralitas,kepribadian dan kelakuan yang terpuji; dapat dijadikan panutan oleh siswa, teman
sejawat dan masyarakat sekitarnya; dan mencintai tugas dan tanggungjawabnya.
Kriteria khusus bagi guru SD Daerah Khusus untuk memperoleh penghargaan
antara lain, pertama, dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan dedikasi
luar biasa, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan serta mempunyai
komitmen yang tinggi dalam melaksanakan fungsi- fungsi profesionalnya dengan segala
keterbatasan yang ada di daerah terpencil. Kedua, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin
tingkat sedang atau tingkat berat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga, melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus/terpencil sekurang-kurangnya
selama lima tahun secara terus menerus atau selama delapan tahun secara terputus-putus.
Keempat, berusia minimal 40 tahun dan belum pernah menerima penghargaan yang
sejenis di tingkat nasional. Kelima, responsif terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam
masyarakat. Keenam, dengan keahlian yang dimilikinya membantu dalam memecahkan masalah
sosial sehingga usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalahmasala tersebut.
Ketujuh,
menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan
serta
integritas
kepribadiannya
dalam
mengamalkan
keahliannya dalam masyarakat. Kedelapan,
menyebarkan dan meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan
menunjukkan hasil nyata berupa kemajuan dalam masyarakat.
3.
Penghargaan bagi Guru PLB/PK Berdedikasi
Penghargaan bagi guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus (PLB/PK) berdedikasi
dilakukan sejak tahun 2004. Penghargaan ini diberikan kepada guru dengan maksud untuk
mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru PLB/PK, yang diharapkan akan
berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Guru PLB/PK berdedikasi adalah guru
yang memiliki dedikasi dan kinerja melampaui target yang ditetapkan satuan Pendidikan
Khusus mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan/atau
menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional
dan/atau internasional; dan/atau secara langsung membimbing peserta didik yang
berkebutuhan khusus sehingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau
ekstrakurikuler.
Seleksi pemilihan guru berdedikasi tingkat nasional dilaksanakan di Jakarta. Mereka
berasal dari seluruh provinsi di
Indonesia. Pemilihan guru PLB/PK berdedikasi ini
dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Pemberian penghargaan ini
diharapkan dapat mendorong guru PLB/PK dalam meningkatkan kemampuan profesional yang
diperlukan untuk membantu mempersiapkan SDM yang e iliki kelai a tertentu untuk siap
menghadapi tantangan kehidupan masa depannya.
Dalam penetapan calon guru PLB/PK yang berdedikasi untuk diberi penghargaan, kriteria
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
67
dedikasi dan prestasi yang menonjol bersifat kualitatif. Kriteria tersebut dapat dijadikan acuan
atau pertimbangan dasar, sehingga guru PLB/PK berdedikasi yang terpilih untuk menerima
penghargaan benar-benar layak dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Kriteria dedikasi dan prestasi dimaksud meliputi pelaksanaan tugas, hasil
pelaksanaan tugas, dan sifat terpuji. Dimensi pelaksanaan tugas mencakup, pertama,
konsisten dalam membuat persiapan mengajar yang standar bagi anak berkebutuhan khusus.
Kedua, kecakapan dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Ketiga,
keterampilan mengelola kelas sehingga tercipta suasana tertib. Keempat, kemampuan
melaksanakan komunikasi yang efektif di kelas. Kelima, konsisten dalam melaksanakan
evaluasi dan analisis hasil belajar peserta didik berkebutuhan khusus. Keenam, objektivitas
dalam memberikan nilai kepada peserta didik berkebutuhan khusus.
Dimensi kemampuan menunjukkan hasil pelaksanaan tugas secara baik mencakup,
pertama, penemuan metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi
dan/atau alat peraga baru dalam khusus. Kedua, dampak sosial/ budaya/ ekonomi/
lingkungan
terhadap
proses belajar mengajar yang dirasakan atas penemuan
metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi dan/atau alat peraga baru
dalam pembelajaranb agi anak berkebutuhan khusus. Ketiga, kemampuan memprakarsai suatu
kegiatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Keempat, memiliki sifat inovatif dan
kreatif dalam memanfaatkan sumber/alat peraga yang ada di lingkungan setempat untuk
kelancaran kegiatan belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus. Kelima, mampu
menghasilkan peserta didik yang terampil sesuai dengan tingkat kemampuan menurut jenis
kebutuhan peserta didik.
Dimensi memiliki sifat terpuji antara lain mencakup kemampuan menyampaikan
pendapat, secara lisan atau tertulis; kesediaan untuk mendengar/menghargai pendapat
orang lain; sopan santun dan susila; disiplin kerja; tanggung jawab dan komitmen terhadap
tugas; kerjasama; dan stabilitas emosi. Dimensi memiliki jiwa pendidik mencakup beberapa
hal. Pertama, menyayangi dan mengayomi peserta didik berkebutuhan khusus. Kedua,
memberikan bimbingan secara optimal kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Ketiga,
mampu mendeteksi kelemahan belajar peserta didik berkebutuhan khusus.
Pemilihan guru berprestasi serta pemberian penghargaan kepada guru SD di Daerah
Khusus dan guru PLB/PK berdedikasi seperti disebutkan di atas merupakan agenda tahunan.
Namun demikian, meski sifatnya kegiatan tahunan, program ini bukanlah sebuah kegiatan yang
bersifat seremonial belaka. Pelembagaan program ini merupakan salah satu bukti kuatnya
perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru. Tentu saja, di masa datang,
kualitas dan kuantitas pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dan berdedikasi senantiasa
perlu ditingkatkan.
4.
Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Pendidikan
Sejalan dengan disahkannya Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
guru berprestasi dan berdedikasi memiliki hak atas penghargaan sesuai dengan prestasi dan
dedikasinya. Penghargaan tersebut diberikan kepada guru pada satuan pendidikan atas
dasar pengabdian, kesetiaan pada lembaga, berjasa pada negara, maupun menciptakan karya
yang luar biasa.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
68
Kriteria guru yang berhak menerima penghargaan Satyalancana Pendidikan,
meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum antara lain warga
negara Indonesia; berakhlak dan berbudi pekerti baik; serta mempunyai nilai dalam DP3
amat baik untuk unsur kesetiaan dan sekurang-kurangnya bernilai baik untuk unsur lainnya.
diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di
Persyaratan khusus meliputi, pertama,
tempat terpencil atau tertinggal sekurang-kurangnya selama lima tahun terus menerus atau
selama delapan tahun terputus-putus. Kedua, diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di
daerah perbatasan, konflik, dan bencana sekurang- kurangnya selama 3 tahun terus menerus
atau selama 6 tahun terputus-putus. Ketiga, diutamakan yang bertugas selain di daerah khusus
sekurang-kurangnya selama 8 tahun terus menerus dan bagi kepala sekolah sekurangkurangnya bertugas 2 tahun. Keempat, berprestasi dan/atau berdedikasi luar biasa dalam
melaksanakan tugas sekurang-kurangnya mendapat penghargaan tingkat nasional. Kelima,
berperan aktif dalam kegiatan organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan
pembangunan di berbagai sektor. Keenam, tidak pernah memiliki catatan pelanggaran atau
menerima sanksi sedang dan berat menurut peraturan perundang-undangan.
5.
Penghargaan bagi Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran
Tujuan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau lomba sejenis dapat memotivasi
guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya, khususnya dalam kemampuan
perancangan, penyajian, penilaian proses dan hasil pembelajaran atau proses bimbingan
kepada siswa; dan meningkatkan kebiasaan guru dalam mendokumentasikan hasil
kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar. Lomba keberhasilan guru dalam
pembelajaran atau sejenisnya dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Pertama, sosialisasi
melalui berbagai media, antara lain penyusunan dan penyebaran poster dan leaflet. Kedua,
penerimaan naskah. Ketiga, melakukan seleksi, baik seleksi administrasi maupun seleksi
terhadap materi yang ditulis.
Para finalis melaksanakan presentasi dan wawancara di hadapan dewan juri yang memiliki
keahlian di bidang masing-masing. Sejalan dengan itu, aktivitas yang dilakukan adalah sebagai
berikut: penyusunan pedoman lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya
tingkat nasional; penilaian naskah lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau
sejenisny a tingkat nasional; penilaian penentuan nominasi pemenang lomba keberhasilan
guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penentuan pemenang lomba
keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; dan pemberian
penghargaan pemenang lomba tingkat nasional.
Hasil yang dicapai dalam lomba tersebut adalah terhimpunnya berbagai pengalaman guru
dalam merancang, menyajikan, dan menilai pembelajaran atau bimbingan dan konseling yang
secara nyata mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, sehingga dapat
dimanfaatkan oleh rekan guru yang memerlukan dicetak dalam bentuk buku yang berisi
model-model keberbasilan dalam pembelajaran sebagai publikasi.
6.
Penghargaan Guru Pemenang Olimpiade
Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran
nasional, regional, maupun internasional. Sejalan dengan itu, guru-guru bidang studi yang
termasuk dalam skema Olimpiade Sains Nasional (OSN) merupakan salah satu diterminan utama
peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan OSN untuk Guru (ONS Guru)
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
69
merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran mata
pelajaran yang tercakup dalam kerangka OSN.
Olimpiade Sains Nasional (OSN) untuk Guru merupakan wahana bagi guru
menumbuhkembangkan semangat kompetisi dan meningkatkan kompetensi profesional atau
akademik untuk memotivasi peningkatan kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses
dan luaran pendidikan. Tujuannya adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di
kalangan guru; (2) meningkatkan wawasan pengetahuan, motivasi, kompetensi,
profesionalisme, dan kerja keras untuk mengembangkan IPTEK; (3) membina dan
mengembangkan kesadaran ilmiah untu mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi
masa kini dan yang akan datang; (4) mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang
terhormat, mulia, bermartabat, dan terlindungi; dan (5) membangun komitmen mutu guru dan
peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran secara lebih merata.
Kegiatan OSN Guru dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari di tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, sampai dengan tingkat nasional. Hadiah dan penghargaan diberikan kepada
peserta OSN Guru sebagai motivasi untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran dan kegiatan
pendidikan lainnya. Hadiah bagi para pemenang tingkat kabupaten/kota dan tingkat provinsi
pengaturannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Kepada pemenang di tingkat nasional diberi hadiah dan penghargaan dari
kementerian pendidikan.
7. Pembinaan dan Pemberdayaan Guru Berprestasi dan Guru Berdedikasi
Guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik
ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan
sebagai ujung tombak pendidikan. Untuk melaksanakan tugasnya, seorang guru tidak hanya
memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang dapat
diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat.
Selaras dengan kebijaksanaan pembangunan yang meletakkan pengembangan sumber
daya manusia sebagai prioritas pembangunan nasional, kedudukan dan peran guru semakin
bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam
menghadapi era global. Untuk itu, kemampuan profesional guru harus terus menerus
ditingkatkan.
Prestasi yang telah dicapai oleh para guru berprestasi perlu terus dijaga dan
dikembangkan, serta diimbaskan kepada guru lainnya. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut
dari pelaksanaan pemilihan guru berprestasi, perlu dilaksanakan pembinaan
dan
pemberdayaannya agar pengetahuan dan wawasan mereka selalu berkembang sesuai dengan
kemajuan ipteks.
Program kerjasama peningkatan mutu pendidik antarnegara Asia, dalam hal ini dengan
The Japan Foundation, misalnya, merupakan kelanjutan program-program yang telah dilaksanakan
sebelumnya. Program kerjasama ini dilaksanakan untuk memberikan penghargaan kepada
guru berprestasi dengan memberikan pengalaman dan wawasan tentang penyelenggaraan
pendidikan dan budaya di negara maju seperti Jepang untuk dijadikan bahan pembanding dan
diimplementasikan di tempat tugas mereka.Kontinuitas pelaksanaan program kerjasama ini
sangat penting, karena sangat bermanfaat bagi para guru untuk meningkatkan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
70
pengetahuannya dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
8.
Penghargaan Lainnya
Penghargaan lainnya untuk guru dilakukan melalui program kerjasama pendidikan antarnegara,
khususnya bagi mereka yang berprestasi. Kerjasama antarnegara ini dilakukan, baik di kawasan
Asia maupun di kawasan lainnya. Kerjasama antarnegara bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman dan saling pengertian antaranggotanya.
Melalui kerjasama ini, guru-guru berprestasi yang terpilih diberi kesempatan untuk
mengikuti pelatihan singkat bidang keahlian atau teknologi pembelajaran, studi kebudayaan,
studi banding, dan sejenisnya. Kerjasama ini antara lain telah dilakukan dengan negara-negara
Asean, Jepang, Australia, dan lain-lain.
Penghargaan lainnya yang diberikan kepada guru adalah Anugerah Konstitusi tingkat
nasional bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk semua jenis dan jenjang. Penerima
penghargaan ini adalah guru-guru PKn terbaik yang diseleksi secara berjenjang mulai dari tingkat
sekolah, kabupaten/kota, provinsi, sampai ke tingkat nasional.
G.
Tunjangan Guru
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesian guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
tersebut meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait
dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Pemenuhan hak guru untuk memperoleh penghasilan didasari atas pertimbangan prestasi dan
pengakuan atas profesionalitasnya. Dengan demikian, penghasilan dimaksud merupakan hak yang
diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai
pendidik profesional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan tonggak
sejarah bagi peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia. Menyusul lahirnya UU ini,
pemerintah telah mengatur beberapa sumber penghasilan guru selain gaji pokok, yaitu tunjangan
yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan
tunjangan khusus.
1.
Tunjangan Profesi
Guru profesional dituntut oleh undang-undang memiliki kualifikasi akademik tertentu dan
empat kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau akademik.
Sertifikasi guru merupakan proses untuk memberikan sertifikat pendidik kepada mereka.
Sertifikat pendidik dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat keprofesionalan guru.
Seiring dengan proses sertifikasi inilah, pemerintah memberikan tunjangan profesi
kepada guru. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen yang menamanatkan bahwa Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
71
yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat .
Pemberian tunjangan profesi diharapkan akan mampu mendorong dan memotivasi guru
untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja profesionalnya dalam melaksanakan tugas
di sekolah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, dan penilai peserta
didiknya.
Besarnya tunjangan profesi ini setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah bersertifikat akan menerima
tunjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu membuktikan kinerjanya yaitu
dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan persyaratan lainnya.
Guru akan menerima tunjangan profesi sampai yang bersangkutan berumur 60 tahun.
Usia ini adalah batas pensiun bagi PNS guru. Setelah berusia 60 tahun guru tetap berhak
mengajar di manapun, baik sebagai guru tidak tetap maupun guru tetap yayasan untuk sekolah
swasta, dan menyandang predikat guru bersertifikat, namun tidak berhak lagi atas
tunjangan profesi. Meski guru memiliki lebih dari satu sertifikat profesi pendidik, mereka hanya
berhak atas satu tunjangan profesi.
Tunjangan profesi diberikan kepada semua guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan
syarat lainnya, dengan cara pembayaran tertentu. Hal ini bermakna, bahwa guru bukan PNS pun
akan mendapat tunjangan yang setara dengan guru PNS dengan kualifikasi akademik, masa kerja,
serta kompetensi yang setara atau ekuivalen. Bagi guru bukan PNS, tunjangan profesi akan
dibayarkan setelah yang bersangkutan disesuaikan jenjang jabatan dan kepangkatannya melalui
impassing.Tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen.
3.
Tunjangan Fungsional
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 17 ayat (1)
mengamanatkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan tunjangan fungsional
kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah. Pasal 17 ayat (2) mengamanatkan bahwa subsidi tunjangan fungsional
diberikan kepada guru yang bertugas di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Sehingga dalam pelaksanaannya, tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional ini
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan
dan belanja daerah (Pasal 17 ayat (3).
Besarnya tunjangan fungsional yang diberikan untuk guru PNS seharusnya sesuai
dengan jenjang jabatan fungsional yang dimiliki. N amun saat ini baru diberikan tunjangan
tenaga kependidikan berdasarkan pada golongan/ruang kepangkatan/jabatannya. Khusus
mengenai besarnya subsidi tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS, agaknya memerlukan aturan tersendiri,
berikut persyaratannya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
72
4.
Tunjangan Khusus
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru
dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor
merupakan komitmen Pemerintah untuk terus mengupayakan peningkatan kesejahteraan
guru dan dosen, di samping peningkatan profesionalismenya. Sesuai dengan amanat
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 18, disebutkan bahwa
guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan ditugaskan di di daerah
khusus berhak memperoleh tunjangan khusus yang diberikan setara dengan satu kali gaji pokok
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Mengingat tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru di Daerah
Khusus, sasaran dari program ini adalah guru yang bertugas di daerah khusus. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dimaksudkan dengan
Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang
mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain.
a. Daerah terpencil atau terbelakang adalah daerah dengan faktor geografis yang relatif sulit
dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan,
pesisir, dan pulau-pulau terpencil; dan daerah dengan faktor geomorfologis lainnya yang
sulit dijangkau oleh jaringan transportasi maupun media komunikasi, dan tidak
memiliki sumberdaya alam.
b. Daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil adalah daerah yang mempunyai
tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta tidak
dilibatkan dalam kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan
yang mengakibatkan daerah belum berkembang.
c. Daerah perbatasan dengan negara lain adalahbagian dari wilayah negara yang terletak pada
sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah
negara di darat maupun di laut kawasan perbatasan berada di kecamatan; dan pulau kecil
terluar dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi)
yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut
kepulauan sesuai dengan hukum Internasional dan Nasional.
d. Daerah yang mengalami bencana alam yaitu daerah yang terletak di wilayah yang terkena
bencana alam (gempa, longsor, gunung api, banjir, dsb) yang berdampak negatif terhadap
layanan pendidikan dalam waktu tertentu.
e. Daerah yang mengalami bencana sosial dan konflik sosial dapat menyebabkan
terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi yang membahayakan
guru dalam melaksanakan tugas dan layanan pendidikan dalam waktu tertentu.
f. Daerah yang berada dalam keadaan darurat lain adalah daerah dalam keadaan yang
sukar/sulit yang tidak tersangka-sangka mengalami bahaya, kelaparan dan sebagainya yang
memerlukan penanggulangan dengan segera.
Tunjangan khusus yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
73
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
Pe etapa Daerah Khusus i i ru it da te tatif ada ya. “ebagai katup
pe ga a sejak tahun 2007, pemerintah memberikan bantuan kesejateraan untuk guru
yang bertugas di Daerah Khusus atau Daerah Terpencil di 199 kabupaten di Indonesia. Sampai
tahun 2010 tunjangan tersebut mencapai Rp 1.350.000 per bulan.
Harapan yang ingin dicapai dari pemberian tunjangan khusus ini adalah selain
meningkatkan kesejahteraan guru sebagai kompensasi daerah yang ditempati sangat sulit, juga
memotivasi guru untuk tetap mengajar di sekolah tersebut. Pada sisi lain, pemberian tunjangan
ini bisa sebagai insentif bagi guru baru untuk bersedia mengajar di Daerah Khusus ini. Belum
terpenuhinya jumlah guru di daerah terpencil diharapkan juga semakin mudah dilakukan
dengan insentif tunjangan khusus ini.
5.
Maslahat Tambahan
Salah satu komponen penghasilan yang diberikan kepada guru dalam rangka implementasi
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pemberian maslahat
tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi (Pasal 15 ayat 1). Maslahat tambahan merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi
putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh guru dari
pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat (2),
dimana pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan bagi
guru. Tujuan pemberian maslahat tambahan ini adalah untuk:
(1)
memberikan
penghargaan terhadap prestasi, dedikasi, dan keteladanan guru dalam melaksanakan tugas; (2)
memberikan penghargaan kepada guru sebelum purna tugas terhadap pengabdiannya dalam
dunia pendidikan; dan (3) memberikan kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih
baik dan bermutu kepada putra/putri guru yang memiliki prestasi tinggi. Dengan demikian,
pemberian maslahat tambahan akan bermanfaat untuk: (i) mengangkat citra, harkat, dan
martabat profesi guru; (2) memberikan rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang
profesi guru; (3) merangsang guru untuk tetap memiliki komitmen yang konsisten terhadap
profesi guru hingga akhir masa bhakti; dan (4) meningkatnya motivasi guru dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
74
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Apa yang dimaksud dengan perlindungan hukum bagi guru, dan berikan contohnya?
Apa yang dimaksud dengan perlindungan profesi bagi guru, dan berikan contohnya?
Apa yang dimaksud dengan perlindungan K3 bagi guru, dan berikan contohnya?
Apa yang dimaksud dengan perlindungan HaKI bagi guru, dan berikan contohnya?
Sebutkan beberapa jenis penghargaan yang diberikan kepada guru!
Sebutkan beberara jenis tunjangan yang diterima oleh guru!
Apa yang dimaksud dengan pemberian kesejahteraan dan penghargaan kepada guru atas dasar
prestasi kerja?
Sebutkan beberapa alasan, mengapa guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil perlu
diberi tunjangan khusus?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
75
BAB VI
ETIKA PROFESI
Topik ini berkaitan dengan etika profesi guru. Materi sajian terutama
berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses
pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar
kelas, maupun di masyarakat. Peserta PLPG diminta mengikuti materi
pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah
kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan
melakukan refleksi.
A.
Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa
Sebelum era sekarang, telah lama profesi guru di Indonesia dipersepsi oleh masyarakat sebagai
profesi kelas dua . Idealnya, piliha seseora g u tuk e jadi guru adalah pa ggila jiwa u tuk
memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan
melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan
pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-masing. Dalam kenyataannya, menjadi
guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat
keterampilan dan kemampuan khusus.
Guru adalah profesi yang terhormat. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966)
mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus,
yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan
atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah
atau gaji dalam jumlah tertentu.
Guru profesional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan, dan nilai-nilai
profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat semacam itu, guru profesional
memiliki kemampuan melakukan profesionalisasi secara terus-menerus, memotivasi-diri,
mendisiplinkan dan meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri, mengembangkan-diri,
berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru profesional adalah pembelajar sejati dan
menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Menurut Danim (2010) secara akademik guru profesional
bercirikan seperti berikut ini.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mumpuni kemampuan profesionalnya dan siap diuji atas kemampuannya itu.
Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru da kelo pok lai ya g seprofesi de ga
mereka melalui kontrak dan aliansi sosial.
Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna etika kerja dan
tata santun berhubunngan dengan atasannya.
Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar melibatkan
diri secara individual atau kelompok seminat untuk merangsang pertumbuhan diri.
Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam rangka perbaikan mutu
pendidikan dan pembelajaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan.
Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan mendisiplinkan dirinya.
Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, karena sudah bisa memotivasi dan mengatur dirinya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
76
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Secara rutin melakukan evaluasi-diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan-diri.
Memiliki empati yang kuat.
Mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega, komunitas sekolah, dan masyarakat.
Menunjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja.
Menunjung tinggi Kode Etik organisasi tempatnya bernaung.
Memiliki kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust), dalam makna tersebut mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
14. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan
berbagai ragam perspektif.
Dari sisi pandang lain, dapat dijelaskan bahwa suatu profesi mempunyai seperangkat elemen
inti yang membedakannya dengan pekerjaan lainnya. Seseorang penyandang profesi dapat disebut
profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari kehidupannya.
Danim (2010) merangkum beberapa hasil studi para ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristikkarakteristik profesi seperti berikut ini.
a.
Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud adalah
jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang
berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi.
b.
Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan
pe guasaa bida g keil ua terte tu. “iapa saja bisa e jadi guru , aka tetapi guru ya g
sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan metodologi
pembelajaran.
c.
Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.
Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang jelas
dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan
makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda pengetahuan
teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang guru besar idealnya
berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan dengan dosen atau tenaga akademik
biasa.
d.
Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus
mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami
oleh peserta didik.
e.
Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization. Istilah
mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang dia
lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan bantuan
atau mereduksi semangat kolegialitas.
f.
Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan layanan
kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di lingkungan sekolah,
bahkan di luar sekolah. Di dunia kedokteran, seorang dokter harus siap memberikan bantuan,
baik dalam keadaan normal, emergensi, maupun kebetulan, bahkan saat dia sedang istirahat
sekalipun.
g.
Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
77
h.
Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita. Ma akala terjadi
alpraktik , seora g guru
harus siap menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya. Ketika
bekerja, guru harus memiliki tanggungjawab kepada komunita, terutama anak didiknya. Replika
tanggungjawab ini menjelma dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin dalam melaksanakan
segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran.
i.
Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksudkan di sini adalah standar gaji. Di dunia
kedokteran, sistem upah dapat pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan harus
dibayar oleh orang-orang yang menerima jasa layanan darinya.
j.
Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol-simbol yang berbeda
dengan simbol-simbol untuk profesi lain.
B.
Definisi
Berbicara mengenai Kode Etik Guru dan etika profesi guru dengan segala dimensinya tidak terlepas
dengan dimensi organisasi atau asosiasi profesi guru dan kewenangannya, Kode Etik Gutu itu sendiri,
Dewan Kehormatan Guru, pembinaan etika profesi guru, dan lain-lain. Oleh karena itu, beberapa
frasa yang terkait dengan ini perlu didefinisikan.
1.
Organisasi atau asosiasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan
dan diurus oleh guru atau penyandang profesi sejenis untuk mengembangkan profesionalitas
anggotanya.
2.
Kewenangan organisasi atau asosiasi profesi guru adalah kekuatan legal yang dimilikinya dalam
menetapkan dan menegakkan kode etik guru, melakukan pembinaan dan pengembangan
profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional.
3.
Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia
sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,
anggota masyarakat, dan warga negara.
4.
Dewan Kehormatan Guru adalah perangkat kelengkapan organisasi atau asosiasi profesi guru
yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan,
penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru.
5.
Pedoman sikap dan perilaku adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik
dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas
profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
6.
Pembinaan etika profesi adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis untuk
menciptakan kondisi agar guru berbuat sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan
menghindari norma-norma yang dilarang dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah,
serta menjalani kehidupan di masyarakat.
C.
Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib
menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
78
dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsekuensi logis dari amanat
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru wajib:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
D.
Menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi serta Kode Etik Guru dan Ikrar atau Janji
Guru yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing.
Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta peraturan-peraturan dan disiplin
yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing.
Melaksanakan program organisasi atau asosiasi profesi guru secara aktif.
Memiliki nomor registrasi sebagai anggota organisasi atau asosiasi profesi guru dimana dia
terdaftar sebagai anggota.
Memiliki Kartu Anggota organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota.
Mematuhi peraturan dan disiplin organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai
anggota.
Melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar
sebagai anggota.
Guru yang belum menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi guru harus memilih organisasi
atau asosiasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Esensi Kode Etik dan Etika Profesi
Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat,
terlindungi, bermartabat, dan mulia. Karena itu, ketika bekerja mereka harus menjunjung tinggi etika
profesi. Mereka mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,
makmur, dan beradab.
Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Mereka memiliki
kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,
yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Penyandang profesu guru adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik. Dalam melaksankan tugas, mereka harus
berpega g teguh pada pri sip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri
handayani”. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan
guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan dengan bangsa lain di
negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu
ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang
mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
79
putera-puteri bangsa. KEGI yang tercermin dalam tindakan nyata itulah yang disebut etika profesi
atau menjalankan profesi secara beretika.
Di Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan KEGI. Kode
Etik harus mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi guru berkewajiban
mensosialisasikan Kode Etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat,
dan pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar, baik sengaja maupun tidak.
Dengan demikian, sebagai tenaga profesional, guru bekerja dipandu oleh Kode Etik. Kode Etik
profesi guru dirumuskan dan disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Kode Etik
dimaksud merupakan standar etika kerja bagi penyandang profesi guru. Di dalam UU No. 14 Tahun
2005 te ta g Guru da Dose disebutka bahwa Guru e be tuk orga isasi atau asosiasi profesi
ya g bersifat i depe de . Orga isasi atau asosiasi profesi guru berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian kepada masyarakat.
Sejalan dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa
guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi
profesi dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain UU No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan
kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian, organisasi atau asosiasi
profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat
perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.
E.
Rumusan Kode Etik Guru Indonesia
Ketika melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia harus menyadari sepenuhnya, bahwa Kode
Etik Guru (KEG), Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), atau nama lain sesuai dengan yang disepakati oleh
organisasi atau asosiasi profesi guru, merupakan pedoman bersikap dan berperilaku yang
mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika jabatan guru. Dengan demikian, guru harus
menyadari bahwa jabatan mereka merupakan suatu profesi yang terhormat, terlindungi,
bermartabat, dan mulia. Di sinilah esensi bahwa guru harus mampu memahami, menghayati,
mengamalkan, dan menegakkan Kode Etik Guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan
menjalani kehidupan di masyarakat.
Ketaatasasan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan normanorma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika profesi yang
ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan tugas-tugas profesional dan
kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru
dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan
beretika akan terwujud. Dampak ikutannya adalah, proses pendidikan dan pembelajaran yang
memenuhi kriteria edukatif berjalan secara efektif dan efisien di sekolah.
Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI), misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru
Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006
tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008
tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
80
menyandang profesi guru di Indonesia atau menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi
guru selain PGRI untuk merumuskan Kode Etik bagi anggotanya.
KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional
(sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bersama Pengurus Besar Persatuan Guru
Republik Indonesia (PB-PGRI) tahun 2008. Dalam kata pengantar penerbitan publikasi KEGI dari pihak
ke e teria disebutka bahwa se ua guru di I do esia dapat memahami, menginternalisasi, dan
e u jukka perilaku keseharia sesuai de ga or a da etika ya g tertua g dala KEGI i i.
Berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI yang ditetapkan oleh PGRI sebagaimana dimaksud.
Sangat mungkin beberapa organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI telah memuat rumusan
Kode Etik Guru yang sudah disepakati. Kalau memang demikian, itu pun selayaknya menjadi acuan
guru dalam menjalankan tugas keprofesian.
1.
Hubungan Guru dengan Peserta Didik
a.
Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
b.
Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.
Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan
masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d.
Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk
kepentingan proses kependidikan.
e.
Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha
menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan
sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f.
Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan
menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g.
Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h.
Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya
untuk berkarya.
i.
Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat
peserta didiknya.
j.
Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k.
Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak
peserta didiknya.
l.
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
81
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisikondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan
keamanan.
2.
n.
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak
ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta
didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p.
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta
didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali
siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai
perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam
memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan
peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan
dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
3.
Hubungan Guru dengan Masyarakat
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat
profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan
aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,
moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
82
h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
4.
Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat
a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses
pendidikan.
c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan
standar dan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara
profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat
profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap
tindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan
pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan
pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama,
moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi
dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat
siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbanganpertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan
memunculkan konflik dengan sejawat.
5.
Hubungan Guru dengan Profesi
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi
yang diajarkan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
83
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas
profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan
integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
martabat profesionalnya.
g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi
keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan
tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
6.
Hubungan Guru dengan Organisasi Profesi
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi
kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan
komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas
organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif
individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan
martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan
pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.
Hubungan Guru dengan Pemerintah
a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang
pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan
lainnya.
b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
84
e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian
negara.
F.
Pelanggaran dan Sanksi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Kode Etik Guru merupakan pedoman sikap dan perilaku yang
bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi
undang-undang. Kode Etik Guru, karenanya, berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral
yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta
didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi atau asosiasi profesi, dan
pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. Untuk
tujuan itu, Kode Eik Guru dikembangkan atas dasar nilai-nilai dasar sebagai sumber utamanya, yaitu:
(1) agama dan Pancasila; (2) kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan (3)
nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah.
emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk
menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian,
organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan
etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.
Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau tidak melaksanakana KEGI dan
ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang melanggar KEGI
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi profesi atau
menurut aturan negara.
Tentu saja, guru tidak secara serta-merta dapai disanksi karena tudingan melanggar Kode Etik
profesinya. Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian rekomendasi
sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap KEGI merupakan wewenang Dewan
Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Pemberian sanksi oleh DKGI sebagaimana harus objektif, tidak
diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan
perundang-undangan.
Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah wajib ini
normatif sifatnya. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan
pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu, siapapun yang
mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI, organisasi profesi guru, atau
pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau
tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum menurut jenis pelanggaran yang
dilakukan dihadapan DKGI.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
85
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Apa esensi etika profesi guru?
Sebutkan karakteristik utama profesi guru!
Mengapa guru harus memiliki komitmen terhadap Kode Etik?
Mengapa UU No. 14 Tahun 2005 mewajibkan guru menjadi anggota organisasi profesi?
Apa implikasi kewajiban menjadi anggota organisasi profesi bagi guru?
Apa peran DKGI dalam kerangka penegakan Kode Etik Guru?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
86
REFLEKSI AKHIR
Materi sajian pada bagian ini berupa refleksi akhir Sajian materi ini
dimaksudkan sebagai penutup dan refleksi atas materi utama yang
disajikan pada bab-bab sebelumnya. Oleh karena kebijakan pembinaan
dan pengembangan guru senantiasa bermetamorfosis, peserta PLPG yang
sudah dinyatakan lulus sekalipun diharapkan tetap mengikuti
perkembangan kebijakan lanjutan.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Aktualitas
fungsi pendidikan memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guru memegang peranan yang sangat strategis dalam kerangka menjalankan fungsi dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas. Peserta didik sekarang
merupakan manusia masa depan yang diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil,
berwatak dan berkarakter kebangsaan, serta menjadi insan agamais.
Peran guru nyaris tidak bisa digantikan oleh yang lain, apalagi di dalam masyarakat yang
multikultural dan multidimensional, dimana peran teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru
masih sangat minim. Kalau pun teknologi pembelajaran tersedia mencukupi, peran guru yang
sesungguhnya tidak akan tergantikan. Sejarah pendidikan di Indonesia telah mencatatkan bahwa
profesi guru sebagai profesi yang disadari pentingnya dan diakui peran strategisnya bagi
pembangunan masa depan bangsa.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru harus sejalan dengan kegiatan sejenis bagi tenaga
kependidikan pada umumnya. Dilihat dari sisi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, profesi guru sesungguhnya termasuk dalam spektrum profesi kependidikan itu sendiri.
Frasa te aga kepe didika i i sa gat dike al baik se ara akade ik aupu regulasi.
Dari persepektif ketenagaan, frasa ini mencakup dua ranah, yaitu pendidik dan tenaga
kependidkan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua je is profesi atau pekerjaa
yang saling mengisi. Pendidik, dalam hal ini guru, dengan derajat profesionalitas tingkat tinggi sekali
pun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan tenaga kependidikan. Sebaliknya, tenaga
kependidikan yang profesional sekali pun tidak bisa berbuat banyak, tanpa dukungan pendidik atau
guru yang profesional sebagai aktor langsung di dalam dan di luar kelas, termasuk di laboratoium
sekolah.
Kare a ya, ketika berbi ara e ge ai profesi kepe didika , se ua ora g akan melirik pada
esensi dan eksistensi PTK itu sendiri. Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan, di mana di dalamnya termasuk pendidik. Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
87
menyelenggarakan pendidikan. Dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
guru yang tadinya masuk ke dalam ru pu pe didik , ki i telah e iliki defi isi terse diri.
Secara lebih luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana
termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu: (1) tenaga kependidikan terdiri atas
tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang
pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji; (2) tenaga pendidik terdiri atas
pembimbing, pengajar, dan pelatih; dan (3) pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah,
direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Termasuk dalam jenis tenaga
kependidikan adalah pengelola sistem pendidikan, seperti kepala kantor dinas pendidikan di tingkat
provinsi atau kabupaten/kota. Jika mau diperluas, tenaga kependidikan sesungguhnya termasuk
tenaga administratif bidang pendidikan, dimana mereka berfungsi sebagai subjek yang menjalankan
fungsi mendukung pelaksanaan pendidikan.
Dengan demikian, secara umum tenaga kependidikan itu dapat dibedakan menjadi empat
kategori yaitu: (1) tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan pelatih; (2)
tenaga fungsional kependidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang
kependidikan, dan pustakawan; (3) tenaga teknis kependidikan, terdiri atas laboran dan teknisi
sumber belajar; (4) tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua,
rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah; dan (5) tenaga lain yang mengurusi masalahmasalah manajerial atau administratif kependidikan.
Dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan guru, telah muncul beberapa
harapan ke depan. Pertama, perhitungan guru melalui Sensus Data Guru sangat diperlukan
untuk merencanakan kebutuhan guru dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan proyeksi
pemenuhan guru di masa mendatang. Hasil perhitungan dan rencana pemenuhan guru per
kabupaten/kota perlu diterbitkan secara berkala dalam bentuk buku yang dipublikasikan minimal
setiap tiga tahun.
Kedua, memperhitungkan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan (supply and
demand) atau keseimbangan antara kebutuhan guru dan produksi guru. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi kelebihan guru dan rasio guru:murid dapat di pertahankan secara efektif dan optimal.
Pada kondisi riil di sekolah sebenarnya terjadi kelebihan guru sehingga guru-guru honor yang ada di
sekolah merasa teraniaya/ termarjinalisasi/tak terurus.
Ketiga, merealisasikan pemerataan guru yang efektif dan efisien di semua satuan pendidikan
di kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Apalagi jika Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri
tentang Pemindahan Guru PNS yang masih dalam proses penyelesaian telah terbit, maka
berangsur-angsur akan terjadi pemerataan guru. Guru yang berlebih di satu kabupaten/kota
dipindahkan ke kabupaten/kota lainnya yang kekurangan. Keempat, menghitung dengan tepat dan
cermat kebutuhan fiskal negara terkait dengan agenda kesejahteraan guru yaitu pemberian
tunjangan profesi guru, tunjangnan khusus, maslahat tambahan, dan lain-lain.
Kelima, pengembangan karier guru pascasertifikasi. Berdasarkan Permenneg PAN dan RB
Nomor 16 Tahun 2009, ada empat aktivitas pengembangan karir guru pascasertifikasi guru, yaitu:
penilaian kinerja guru, peningkatan guru berkinerja rendah, pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan, dan pengembangan karier guru.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
88
Pada sisi lain, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas sistem
pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan
penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi,
penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian
berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan
masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun masterplan
pembinaan dan pengembangan profesi guru. Beranjak dari isu-isu di atas, beberapa hal berikut ini
memerlukan perhatian dan priotitas utama.
1.
Menindaklanjuti masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
2.
Melaksanakan kesepakatan implementasi sistem manajemen guru secara komprehensif
berkaitan dengan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
3.
Melakukan koordinasi dalam penyediaan guru dengan mempertimbangkan kebutuhan
satuan pendidikan.
Merekrut guru berdasarkan asesmen kebutuhan dan standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
Mengangkat dan menempatkan guru berdasarkan kualifikasi akademik dan bidang
keahlian yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.
Menata dan mendistribusikan guru antarsatuan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan
sebagai bagian dari kebijakan penataan guru secara nasional melalui aspek pendanaan
bidang pendidikan.
Memfasilitasi sertifikasi guru dengan menerapkan asas obyektifitas, transparan dan
akuntabel.
Memfasilitasi peningkatan kualifikasi akademik guru dengan menerapkan asas
obyektifitas, transparan dan akuntabel
Menerapkan sistem penilaian kinerja guru secara berkelanjutan sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
Memberikan penghargaan bagi guru sesuai dengan prestasi dan dedikasinya dan
memberikan perlindungan hukum, profesi, ketenagakerjaan, dan hak atas kekayaan
intektual.
Meningkatkan kesejahteraan guru sesuai dengan kemampuan daerah.
Memfasilitasi pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karir guru.
Menindaklanjuti regulasi mengenai guru kedalam peraturan daerah/peraturan gubernur/
peraturan bupati/peraturan walikota
Manajemen guru masa depan menuntut pertimbangan dan perumusan kebijakan yang
sistemik dan sistematik. Manajemen guru sebagaimana dimaksud terutama berkaitan dengan
penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan
kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan,
pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah
khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan.
Dalam kaitannya dengan substansi manajemen guru sebagaimana dijelaskan di muka,
beberapa hal perlu diberi catatan khusus. Perlu ditetapkan standar mahasiswa calon guru. Standar
dimaksud berupa kemampuan intelektual, kepribadian, minat, bakat, ciri-ciri fisik, dan sebagainya.
Penentuan standar ini ditetapkan oleh institusi penyedia calon guru dan/atau difilter melalui seleksi
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
89
calon peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dengan demikian, ke depan hanya seseorang dengan
karakteristik tertentulah yang akan direkruit sebagai calon guru.
Perencanaan kebutuhan guru harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan, bidang keahlian, dan sebaran sekolah. Dalam kaitannya dengan
rekruitmen calon guru, sudah seharusnya menjadi kebijakan nasional yang tersentralisasi. Demikian
juga pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karirnya. Atas dasar itu, kiranya diperlukan
regulasi baru atau merevitalisasi manajemen guru yang mampu mensinergikan lembaga penyedia,
pengguna, dan pemberdayaannya.
Pada tataran menjalankan tugas keprofesian keseharian, guru Indonesia bertanggungjawab
mengantarkan peserta didiknya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada
semua bidang kehidupan. Dalam melaksanakan tugas profesinya itu, guru Indonesia mestinya
menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan KEGI sebagai pedoman bersikap dan berperilaku
yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik
putera-puteri bangsa.
Untuk menegakkan Kode Etik itu, organisasi profesi guru membentuk Dewan kehormatan yang
keanggotaan serta mekanisme kerjanya diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. Dewan
Kehormatan Guru (DKG) dimaksud dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan
memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. Rekomendasi
dewan kehormatan profesi guru harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan
anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
90
ACUAN
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pendidikan Nasional.
Peraturan Bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang
Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011
Peoduk hukum yang berkaitan dengan Penilaian Kinerja, Pengembangan Keprofesian Guru
Berkelanjutan, Sertifikasi Guru, dan Uji Kompetensi Guru
Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, Bandung, Alfabeta, Bandung, 2010
Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru: Dari Induksi ke Profesional Madani, Media
Perhalindo, Jakarta, 2011.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Vollmer dan Mills, Professionalization, Jossey Bass, New York, 1982
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
91
DESAIN INDUK
GERAKAN LITERASI SEKOLAH
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DESAIN INDUK
GERAKAN LITERASI SEKOLAH
Pelindung:
Hamid Muhammad, Ph.D
Pengarah:
Dr. Thamrin Kasman
Drs. Wowon Widaryat, M.Si.
Dr. Supriano, M.Ed.
Drs. Purwadi Sutanto, M.Si.
Drs. M. Mustaghirin Amin, M.B.A.
Ir. Sri Renani Pantjastuti, M.P.A.
Penyunting:
Penyusun:
(081328175350)
Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D.
Prof. Dr. Kisyani-Laksono
(08123167348)
Prof. Dr. Kisyani-Laksono
Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D.
(082140591164)
Penanggung Jawab:
Soie Dewayani, Ph.D.
(082117522572)
Yudistira W. Widiasana, M.Si.
Wien Muldian, S.S.
(0811889829)
Sekretariat:
Dr. Susanti Sufyadi
(082119172202)
Satriyo Wibowo, M.A.
Dwi Renya Roosaria, S.H.
(0818801304)
Katman, M.A.
Dr. Dewi Utama Faizah
(082298521251)
Desain Sampul:
Sulastri, M.Si.
(081310101524)
Wien Muldian, S.S.
Nilam Rahmawan, S.Psi.
(085777925527)
Layout:
Endang Sadbudhy Rahayu, M.B.A.
(085776147844)
Kambali
Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D.
R. Achmad Yusuf SA, M.Ed.
(08129732414)
Billy Antoro, S.Pd.
(081284096776)
Cetakan 1: Maret 2016
Diterbitkan oleh:
Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Alamat:
Bagian Perencanaan dan Penganggaran
Sekretariat Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah
Gedung E lantai 5 Kompleks Kemendikbud
Jl. Jenderal Sudirman Senayan, Jakarta 10270
Telp./Faks : (021) 5725613
E-mail: [email protected]
ISBN: 978-602-1389-15-7
KATA SAMBUTAN
Keterampilan membaca berperan penting dalam kehidupan kita karena
pengetahuan diperoleh melalui membaca. Oleh karena itu, keterampilan ini harus
dikuasai peserta didik dengan baik sejak dini.
Dalam konteks internasional, pemahaman membaca tingkat sekolah dasar (kelas
IV) diuji oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA-the
International Association for the Evaluation of Educational Achievement) dalam
Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang dilakukan setiap
lima tahun (sejak tahun 2001). Selain itu, PIRLS berkolaborasi dengan Trends
in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) menguji kemampuan
matematika dan sains peserta didik sejak tahun 2011. Pada tingkat sekolah
menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta didik (selain matematika
dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi
(OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam
Programme for International Student Assessment (PISA).
Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan mereleksikan
hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011 International Results in
Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor
428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, uji literasi membaca dalam
PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57
dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan
peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA
2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami
bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong
rendah.
Rendahnya keterampilan tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum
mengembangkan kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan.
Praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan
bahwa sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan
semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
i
Untuk mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS
adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta
didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem
pendidikan.
GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah
satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca
buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan
untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan
membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi
nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan
sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di
bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga
satuan pendidikan. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi
komponen penting dalam GLS.
Desain Induk ini disusun guna memberi arahan strategis bagi kegiatan literasi
di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah. Pelaksanaan GLS akan
melibatkan unit kerja terkait di Kemendikbud dan juga pihak-pihak lain yang
peduli terhadap pentingnya literasi. Kerja sama semua pemangku kepentingan di
bidang pendidikan sangat diperlukan untuk melaksanakan gerakan bersama yang
terintegrasi dan efektif.
Jakarta, Januari 2016
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
ii
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
BAB I PENDAHULUAN
i
iii
iv
v
1
A. Latar Belakang
B. Landasan Filosoi dan Landasan Hukum
C. Tujuan
D. Sasaran
BAB II KONSEP DASAR
1
4
5
5
7
A. Literasi
B. Komponen Literasi
C. Literasi di Sekolah
D. Ihwal Literasi di Sekolah
7
7
8
10
BAB III PELAKSANAAN LITERASI DI SEKOLAH
A. Rancangan Program Literasi di Sekolah
B. Peran Pemangku Kepentingan
C. Tahapan Pengembangan Literasi di Sekolah
D. Strategi
E. Peningkatan Kapasitas
F. Target Pencapaian
BAB IV MONITORING DAN EVALUASI
A. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
B. Dinas Pendidikan Provinsi
C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
D. Satuan Pendidikan
BAB V PENUTUP
GLOSARIUM
REFERENSI
LAMPIRAN
17
17
18
26
30
32
33
39
39
40
40
41
43
44
45
47
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Pihak yang berperan aktif dalam
pelaksanaan komponen literasi
10
Tabel 2.2
Ekosistem Sekolah yang Literat
14
Tabel 3.1
Fokus Kegiatan dalam Tahapan
Literasi Sekolah
29
Tabel 3.2
Ekosistem Sekolah yang Diharapkan
pada Setiap Jenjang Pendidikan
34
Tabel 3.3
Peta Kompetensi Literasi Sekolah
(Warsnop, 2000)
35
Tabel 3.4
Keterampilan Reseptif, Kegiatan, Jenis
Bacaaan, dan Sarana Prasarana
Pendukungnya
36
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
iv
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kerja Sama di
Lingkungan Internal dan Eksternal
Kemendikbud
17
Bagan 3.2 Pemangku Kepentingan GLS Dikdas
19
Bagan 3.3 Pemangku Kepentingan GLS Dikmen
23
Bagan 3.4 Tahapan Pelaksanaan GLS
27
Bagan 3.5 Strategi Pelaksanaan Gerakan
Literasi Sekolah
31
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
v
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi
angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat kemelekhurufan
masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8%
untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia
telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun
demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca.
Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga
menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini
memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk
memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis,
kritis, dan relektif.
Masyarakat global dituntut untuk dapat mengadaptasi kemajuan teknologi
dan keterbaruan/kekinian. Deklarasi Praha (Unesco, 2003) mencanangkan
pentingnya literasi informasi (information literacy), yaitu kemampuan untuk
mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi
pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan
sosialnya.
Dalam era global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria
pada tahun 2005 (sebagaimana dirilis dalam www.unesco.org) menjelaskan bahwa
literasi informasi adalah:
“kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan
kemampuan untuk belajar terus-menerus. Literasi informasi merupakan
kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi
diperlukan, mengidentiikasi dan menemukan lokasi informasi yang
diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan
dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada,
memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis.”
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
1
Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan
dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945,
Pasal 31, Ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang. ” Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya
mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual,
emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap
perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah
yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan
semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah,
dll.) dalam membina, menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan
mendorong perkembangan anak.
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta
didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya
di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di
rumah maupun di lingkungan sekitarnya.
Sayangnya, hasil tes Progress International Reading Literacy Study (PIRLS)
tahun 2011 yang mengevaluasi kemampuan membaca peserta didik kelas IV
menempatkan Indonesia pada peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan
skor 428, di bawah nilai rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, survei yang
mengevaluasi kemampuan peserta didik berusia 15 tahun dilakukan oleh
Programme for International Student Assessment (PISA) yang mencakup membaca,
matematika, dan sains. Peserta didik Indonesia berpartisipasi dalam PISA 2009 dan
2012 yang keduanya diikuti oleh 65 negara peserta. Khusus dalam kemampuan
membaca, Indonesia yang semula pada PISA 2009 berada pada peringkat ke-57
dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), ternyata pada PISA 2012 peringkatnya
menurun, yaitu berada di urutan ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496)
(OECD, 2013). Data ini selaras dengan temuan UNESCO (2012) terkait kebiasaan
membaca masyarakat Indonesia, bahwa hanya satu dari 1.000 orang masyarakat
Indonesia yang membaca. Kondisi demikian ini jelas memprihatinkan karena
kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi pemerolehan
pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap peserta didik.
Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi
khusus agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat dengan
mengintegrasikan/menindaklanjuti program sekolah dengan kegiatan dalam
keluarga dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan keberlanjutan intervensi
kegiatan literasi sekolah sebagai sebuah gerakan literasi sekolah (GLS) agar
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
2
dampaknya dapat dirasakan di masyarakat.
GLS dikembangkan berdasarkan sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang
terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8,
dan 9. Butir Nawacita yang dimaksudkan adalah (5) meningkatkan kualitas hidup
manusia dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit
bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (8) melakukan revolusi karakter bangsa; (9)
memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi
sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif
dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Untuk dapat mengembangkan
Nawacita, diperlukan pengembangan strategi pelaksanaan literasi di sekolah
yang berdampak menyeluruh dan sistemik. Dalam hal ini, sekolah: a)
sebaiknya tumbuh sebagai sebuah organisasi yang mengembangkan warganya
sebagai individu pembelajar; b) perlu memiliki struktur kepemimpinan
yang juga terkait dengan lembaga lain di atasnya, serta sumber daya yang
meliputi sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana; dan
c) memberikan layanan pendidikan dalam bentuk pembelajaran di dalam kelas
dan berbagai kegiatan lain di luar kelas yang menunjang pembelajaran dan tujuan
pendidikan.
Dengan memperhatikan karakteristik sekolah sebagai sebuah organisasi akan
mempermudah pelaksana program untuk mengidentiikasi sasaran agar perlakuan
dapat diberikan secara menyeluruh (whole school approach).
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
3
B. Landasan Filosoi dan Landasan Hukum
1. Landasan Filosoi
Sumpah Pemuda butir ketiga (3) menyatakan, “menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia yang memiliki makna pengakuan terhadap keberadaan ratusan
bahasa daerah yang memiliki hak hidup dan peluang penggunaan bahasa asing
sesuai dengan keperluannya.”
a. Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan
nasional.
b. Konvensi PBB tentang Hak Anak pada tahun 1989 tentang pentingnya
penggunaan bahasa ibu. Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa,
khususnya mikrokultur-mikrokultur tertentu perlu difasilitasi dengan bahasa
ibu saat mereka memasuki pendidikan dasar kelas rendah (kelas I, II, III).
c. Konvensi PBB di Praha tahun 2003 tentang kecakapan literasi dasar dan
kecakapan perpustakaan yang efektif merupakan kunci bagi masyarakat
yang literat dalam menghadapi derasnya arus informasi teknologi. Lima
komponen yang esensial dari literasi informasi itu adalah basic literacy,
library literacy, media literacy, technology literacy, dan visual literacy.
2. Landasan Hukum
a. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3: “Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU
Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
4
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman
bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara
dan Bahasa Daerah.
h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang
Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
i. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
j. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan
ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar
mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
2. Tujuan Khusus
a. Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah.
b. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
c. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah
anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
d. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku
bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.
D. Sasaran
Sasaran gerakan literasi sekolah adalah ekosistem sekolah pada jenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
5
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Literasi
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis.
Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga
mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga
bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa,
dan budaya (UNESCO, 2003).
Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait
pula dengan kemampuan untuk mengidentiikasi, menentukan, menemukan,
mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan
mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuankemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi
dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut
pembelajaran sepanjang hayat.
B. Gerakan Literasi Sekolah
GLS merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat
partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah,
tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid
peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat
yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku
kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.
Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca
peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru
membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan
dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk,
selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai
tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
7
pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.
Dalam pelaksanaannya, pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan
asesmen agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus
dikembangkan.
GLS diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku
kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan
menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan.
C. Komponen Literasi
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup
keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk
cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai
literasi informasi.
Clay (2001) dan Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan
bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi
perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks
Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap
selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Literasi Dini [Early Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk menyimak,
memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang
dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di
rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu
menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
2. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan
kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan
informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi
(drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikan
pemahaman cara membedakan bacaan iksi dan noniksi, memanfaatkan
koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System
sebagai klasiikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan
perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan,
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
8
hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang
menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi
masalah.
4. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui
berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik
(media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami
tujuan penggunaannya.
5. Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami
kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware),
peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan
teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk
mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya,
juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di
dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan
dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak.
Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi
saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang
dibutuhkan masyarakat.
6. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara
literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan
dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang
tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital
(perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik.
Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benarbenar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
9
Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan komponen literasi dipaparkan
pada Tabel 2.1 berikut.
NO
KOMPONEN
LITERASI
PIHAK YANG
BERPERAN AKTIF
1.
Literasi usia dini
Orang tua dan keluarga, guru/PAUD,
pamong/pengasuh
2.
Literasi dasar
Pendidikan formal
3.
Literasi perpustakaan
Pendidikan formal
4.
Literasi teknologi
Pendidikan formal dan keluarga
5.
Literasi media
Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan sosial
(tetangga/masyarakat sekitar)
6.
Literasi visual
Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan sosial
(tetangga/masyarakat sekitar)
Literasi yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang
untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan
perannya sebagai warga negara global (global citizen).
Dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu
kepala sekolah, guru sebagai pendidik, tenaga kependidikan, dan pustakawan
sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengembangan komponen literasi peserta
didik. Agar lingkungan literasi tercipta, diperlukan perubahan paradigma semua
pemangku kepentingan
Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang
mengembangkan komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik
terpajan dengan kelima komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta
didik berinteraksi dengan literasi visual.
D. Ihwal Literasi di Sekolah
Mengacu pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang menempatkan
peserta didik sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, kegiatan
literasi tidak lagi berfokus pada peserta didik semata. Guru, selain sebagai fasilitator,
juga menjadi subjek pembelajaran. Akses yang luas pada sumber informasi, baik
di dunia nyata maupun dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu
daripada guru. Oleh sebab itu, kegiatan peserta dalam berliterasi semestinya
tidak lepas dari kontribusi guru, dan guru sebaiknya berupaya menjadi fasilitator
yang berkualitas. Guru dan pemangku kebijakan sekolah merupakan igur teladan
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
10
literasi di sekolah.
Dalam konteks sekolah, subjek dalam kegiatan literasi adalah peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan, pengawas), dan kepala sekolah.
Semua komponen warga sekolah ini berkolaborasi dalam Tim Literasi Sekolah (TLS)
di bawah koordinasi kepala sekolah dan dikuatkan dengan SK kepala sekolah. TLS
bertugas untuk membuat perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program. TLS
dapat memastikan terciptanya suasana akademik yang kondusif, yang mampu
membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar.
1. Prinsip-prinsip Literasi Sekolah
Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi
sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan
yang dapat diprediksi.
Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling
beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan
literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi
pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan
perkembangan mereka.
b. Program literasi yang baik bersifat berimbang
Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa
tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu,
strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan
disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna
dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks,
seperti karya sastra untuk anak dan remaja.
c. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum
Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab
semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran
apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan
demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan
kepada guru semua mata pelajaran.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
11
d. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun
Misalnya, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’
merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.
e. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan
Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan
lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan
diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat
agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar
untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan,
dan menghormati perbedaan pandangan.
f. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap
keberagaman
Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di
sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu mereleksikan kekayaan
budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman
multikultural.
2. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah
Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya
literasi, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction,
menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif
di sekolah.
a. Mengkondisikan lingkungan isik ramah literasi
Lingkungan isik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga
sekolah. Oleh karena itu, lingkungan isik perlu terlihat ramah dan kondusif
untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya
literasi sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang di seluruh area
sekolah, termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Selain itu, karyakarya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat mengakses
buku dan bahan bacaan lain di Sudut Baca di semua kelas, kantor, dan
area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta
didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
12
pengembangan budaya literasi.
b. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model
komunikasi dan interaksi yang literat
Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan
interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan
pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian
penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk
menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai
bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan
demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh
penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua
perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan
dalam bentuk festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh
buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif
dalam menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya
kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap
orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran orang tua
sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen
sekolah dalam pengembangan budaya literasi.
c. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik
yang literat
Lingkungan isik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan
akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan
literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup
banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan
kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring
selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang
kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk
mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan
pemahaman tentang program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
13
Tabel 2.2 di bawah ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat
digunakan sekolah untuk membangun budaya literasi sekolah yang baik.
Tabel 2.2 Ekosistem Sekolah yang Literat
a. Lingkungan Fisik
1)
Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor
dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
2)
Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang
seimbang kepada semua peserta didik.
3)
Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.
4)
Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/
pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas.
5)
Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk
anak.
6)
Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah.
b. Lingkungan Sosial dan Afektif
1)
Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik)
diberikan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah
satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.
2)
Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
3)
Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya
merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.
4)
Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran
masing-masing.
5)
Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan
program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
6)
Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam
menjalankan program literasi.
c. Lingkungan Akademik
1)
Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila
diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
2)
Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan
literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku
dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca
terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell
presentation).
3)
Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.
4)
Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksanaan gerakan literasi
sekolah.
5)
Buku iksi dan noniksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku
cerita iksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
14
6
Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah.
7)
(Ada kesempatan pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan
untuk staf, melalui kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas
pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).
8)
Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan
membangun organisasi sekolah yang suka belajar.
(cf. Beers dkk., 2009).
Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan
budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat mengadaptasinya
sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerja
sama untuk mengimplementasikan strategi tersebut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
15
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
16
BAB III
PELAKSANAAN LITERASI
DI SEKOLAH
A. Rancangan Program Literasi Sekolah
Kesuksesan program literasi sekolah membutuhkan partisipasi aktif semua
unit kerja di lingkungan internal Kemendikbud (Permendikbud Nomor 11 Tahun
2015) dan juga kolaborasi dengan lembaga di luar Kemendikbud. Pelaksanaan
program literasi di semua satuan pendidikan melibatkan semua pemangku
kepentingan, meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pada
lingkup internal Kemendikbud, kolaborasi literasi melibatkan, antara lain Badan
Bahasa, LPMP, Balitbang (Puskurbuk dan Puspendik), dan Pustekkom, sedangkan
pada lingkup eksternal Kemendikbud melibatkan, antara lain kementerian lain,
perguruan tinggi, Perpusnas, Perpusda, Ikapi, lembaga donor, dunia usaha dan
industri, dan lain-lain. Struktur organisasi kerja sama tersebut digambarkan pada
bagan berikut ini.
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kerja Sama di
Lingkungan Internal dan Eksternal Kemendikbud
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
17
Di samping itu, kegiatan literasi sekolah membutuhkan partisipasi semua
pemangku kepentingan di tingkat pemerintahan, dari tingkat pemerintah pusat,
LPMP, dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan di tingkat
sekolah. Di tingkat satuan pendidikan, yang menerima perlakuan (intervensi) adalah
kepala sekolah, pengawas, guru, TLS, dan masyarakat (termasuk dunia usaha dan
industri). Perlakuan yang akan diberikan kepada setiap unsur akan berbeda sesuai
dengan peran dan kapasitasnya dalam pendidikan terkait dengan kebijakan yang
berlaku. Dari unsur masyarakat dapat dilibatkan, antara lain, lembaga masyarakat
di bidang pendidikan, kebudayaan, perpustakaan masyarakat, taman bacaan
masyarakat, dan para tokoh masyarakat. Pelibatan dari dunia industri dapat berupa
program pendidikan yang merupakan implementasi dari Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Kesuksesan program literasi sekolah
dapat dicapai apabila masing-masing pemangku kepentingan memiliki kapasitas
yang memadai untuk melaksanakan program literasi sesuai dengan perannya.
B. Peran Pemangku Kepentingan
1. Pemangku Kepentingan GLS Dikdas
Peran pemangku kepentingan GLS Dikdas dipaparkan pada Bagan 3.2
sebagai berikut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
18
Bagan 3.2 Pemangku Kepentingan GLS Dikdas
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
19
Kegiatan literasi dapat berjalan dengan optimal dengan kolaborasi antara
semua elemen pemerintah dan masyarakat. Lembaga pemerintah dan masyarakat memiliki peran sebagai berikut.
a.
•
•
•
•
•
•
•
Kemendikbud
Membuat kebijakan literasi.
Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS.
Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen
pendukung pelaksanaan GLS.
Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi,
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan
masyarakat.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.
Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan
evaluasi pelaksanaan GLS.
b. LPMP
• Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS.
• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota
untuk pelaksanaan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS.
• Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS.
• Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di
satuanpendidikantingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan
kabupaten/kota.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
20
c. Dinas Pendidikan Provinsi
• Melakukan kompilasi analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis
yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah
masing-masing.
• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.
• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS kepada Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi masing-masing.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
• Melakukan analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis yang terkait
dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah masingmasing.
• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.
• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS di satuan
pendidikan di kabupaten/kota masing-masing.
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Memantau serta memastikan ketersediaan buku referensi dan buku
pengayaan, dan sarana yang mendukung program GLS.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
e. Satuan Pendidikan
• Mengidentiikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi
pemenuhan indikator Standar Pelayanan Minimal.
• Melaksanakan tahapan kegiatan GLS yang meliputi pembiasaan,
pengembangan dan pembelajaran.
• Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
21
• Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk
memfasilitasi pembelajaran.
• Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik.
• Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya
buku).
• Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah.
• Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi
seluruh warga sekolah.
• Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra
dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu.
• TLS mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua
dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi
agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa
ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat.
• Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang
melaksanakan berbagai kegiatan GLS.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan GLS yang dilaksanakan.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
f. Masyarakat
• Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan
kemampuan literasi warga sekolah.
• Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku
untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke
taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman
bacaan di ruang publik yang ramah anak.
2. Pemangku Kepentingan GLS Dikmen
Peran pemangku kepentingan GLS Dikmen dipaparkan pada Bagan 3.3
sebagai berikut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
22
Bagan 3.3 Pemangku Kepentingan GLS Dikmen
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
23
a.
•
•
•
•
•
•
•
Kemendikbud
Membuat kebijakan literasi.
Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS.
Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen
pendukung pelaksanaan GLS.
Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi,
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan
masyarakat.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.
Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan
evaluasi pelaksanaan GLS.
b. LPMP
• Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS.
• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota
untuk pelaksanaan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS.
• Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS.
• Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di satuan
pendidikan tingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/
kota.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
c. Dinas Pendidikan Provinsi
• Melakukan kompilasi analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis
yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah
masing-masing.
• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.
• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS di satuan
pendidikan di kabupaten/kota masing-masing.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
24
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Memantau serta memastikan ketersediaan buku referensi dan buku
pengayaan, dan sarana yang mendukung program GLS.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi dan satuan pendidikan menengah.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi untuk mendukung
pelaksanaan GLS di tingkat satuan pendidikan menengah.
e. Satuan Pendidikan
• Mengidentiikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi
pemenuhan standar nasional pendidikan.
• Melaksanakan tahapan kegiatan GLS yang meliputi pembiasaan,
pengembangan dan pembelajaran.
• Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk
memfasilitasi pembelajaran.
• Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik.
• Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya
buku).
• Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah.
• Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi
seluruh warga sekolah.
• Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra
dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu.
• TLS mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua
dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi
agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa
ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
25
• Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang
melaksanakan berbagai kegiatan GLS.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan GLS yang dilaksanakan.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
f. Masyarakat
• Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan
kemampuan literasi warga sekolah.
• Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku
untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke
taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman
bacaan di ruang publik yang ramah anak.
C. Tahapan Pelaksanaan GLS
Program GLS dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan
kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas
sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan
warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik,
dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan).
Untuk memastikan keberlangsungannya dalam jangka panjang, GLS dilaksanakan dengan peta seperti yang digambarkan pada Bagan 3.4 berikut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
26
Bagan 3.4 Tahapan Pelaksanaan GLS
TAHAPAN PELAKSANAAN GLS
1. Penumbuhan minat baca
melalui kegiatan 15 menit membaca
(Permendikbud No. 23 Tahun 2015).
2. Meningkatkan kemampuan literasi
melalui kegiatan menanggapi
buku pengayaan.
3. Meningkatkan kemampuan literasi di
semua mata pelajaran: menggunakan
buku pengayaan dan strategi
membaca di semua mata pelajaran.
PEMBELAJARAN
PENGEMBANGAN
PEMBIASAAN
3
2
1
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
27
1. Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang
menyenangkan di ekosistem sekolah
Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan
terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat
baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi
peserta didik.
2. Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk
meningkatkan kemampuan literasi
Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan
memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi,
berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui
kegiatan menanggapi bacaan pengayaan (Anderson & Krathwol, 2001).
3. Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi
Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran bertujuan mengembangkan
kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman
pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara
kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan
buku pelajaran (cf. Anderson & Krathwol, 2001). Dalam tahap ini ada
tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan
membaca pada tahap ini untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013
yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang
dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus,
atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran
tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18
buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap
pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas.
Pada Tabel 3.1 berikut dipaparkan tahap dan kegiatan literasi sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
28
Tabel 3.1 Fokus Kegiatan dalam Tahapan Literasi Sekolah
TAHAPAN
PEMBIASAAN
(belum ada
tagihan)
KEGIATAN
1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran
melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring (read
aloud) atau seluruh warga sekolah membaca dalam hati
(sustained silent reading).
2. Membangun lingkungan isik sekolah yang kaya literasi,
antara lain: (1) menyediakan perpustakaan sekolah, sudut
baca, dan area baca yang nyaman; (2) pengembangan sarana
lain (UKS, kantin, kebun sekolah); dan (3) penyediaan koleksi
teks cetak, visual, digital, maupun multimodal yang mudah
diakses oleh seluruh warga sekolah; (4) pembuatan bahan
kaya teks (print-rich materials)
PENGEMBANGAN
(ada tagihan
sederhana untuk
penilaian
non-akademik)
1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran
melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring,
membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca
terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik,
contoh: membuat peta cerita (story map), menggunakan
graphic organizers, bincang buku.
2. Mengembangkan lingkungan isik, sosial, afektif sekolah
yang kaya literasi dan menciptakan ekosistem sekolah
yang menghargai keterbukaan dan kegemaran terhadap
pengetahuan dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a)
memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif,
kepedulian sosial, dan semangat belajar peserta didik;
penghargaan ini dapat dilakukan pada setiap upacara bendera
Hari Senin dan/atau peringatan lain; (b) kegiatan-kegiatan
akademik lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di
sekolah (belajar di kebun sekolah, belajar di lingkungan luar
sekolah, wisata perpustakaan kota/daerah dan taman bacaan
masyarakat, dll.)
3. Pengembangan kemampuan literasi melalui kegiatan di
perpustakaan sekolah/perpustakaan kota/daerah atau taman
bacaan masyarakat atau sudut baca kelas dengan berbagai
kegiatan, antara lain: (a) membacakan buku dengan nyaring,
membaca dalam hati membaca bersama (shared reading),
membaca terpandu (guided reading), menonton ilm pendek,
dan/atau membaca teks visual/digital (materi dari internet);
(b) peserta didik merespon teks (cetak/visual/digital), iksi
dan noniksi, melalui beberapa kegiatan sederhana seperti
menggambar, membuat peta konsep, berdiskusi, dan
berbincang tentang buku.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
29
TAHAPAN
PEMBELAJARAN
(ada tagihan
akademik)
KEGIATAN
1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran
melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring,
membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca
terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik
dan akademik.
2. Kegiatan literasi dalam pembelajaran, disesuaikan dengan
tagihan akademik di kurikulum 2013.
3. Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam
semua mata pelajaran (misalnya, dengan menggunakan
graphic organizers).
4. Menggunakan lingkungan isik, sosial afektif, dan akademik
disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang
kaya literasi di luar buku teks pelajaran untuk memperkaya
pengetahuan dalam mata pelajaran.
Dalam tahap pembelajaran, semua mata pelajaran sebaiknya menggunakan
ragam teks (cetak/visual/digital) yang tersedia dalam buku-buku pengayaan atau
informasi lain di luar buku pelajaran. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif
mencari referensi pembelajaran yang relevan.
D. Strategi
1. Strategi Umum
Peningkatan kapasitas di semua lini, mulai dari tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan, dapat dilakukan melalui pelaksanaan
GLS di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah mulai dari SD, SMP,
SMA, SMK, dan SLB (SDLB, SMPLB, SMALB) dengan strategi, antara lain:
a. menggulirkan dan menggelorakan gerakan literasi di sekolah;
b. menyiapkan kebijakan pimpinan dari pusat sampai daerah dengan program
GLS yang jelas, terukur, dan dapat dilaksanakan hingga ke tingkat satuan
pendidikan;
c. meningkatkan kapasitas sekolah untuk mengembangkan kemampuan
literasi warga sekolah, melalui:
1) sarana prasarana/lingkungan sekolah, perpustakaan, dan buku
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
30
2) sumber daya manusia (pengawas, kepala sekolah, guru, pustakawan,
komite sekolah)
d. menyemai gerakan literasi akar rumput;
e. meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya GLS;
f. memberikan apresiasi atas capaian literasi berupa pemberian penghargaan literasi (Adiliterasi); dan
g. melaksanakan monitoring dan evaluasi untuk peningkatan berkelanjutan
bagi GLS.
2. Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan dapat dipaparkan pada Bagan 3.5 berikut.
Bagan 3.5 Strategi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
Sosialisasi
Pelaksanaan GLS
Kapasitas Pemangku
Kepentingan
Kapasitas Warga
Sekolah
Kemendikbud, Dinas
Pendidikan Provinsi,
Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota
Pelatihan Kepsek
Pelatihan dan Pendampingan
Pelatihan Guru
1. Pelaksanaan Pembelajaran
2. Pembiasaan
3. Pengelolaan Sarana dan
Prasarana
Sosialisasi Komite
Sekolah
Pustakawan
Pelatihan Tenaga
Kependidikan
Ketersediaan Sarana dan
Prasarana
Perencanaan dan Penganggaran
yang Baik Berdasarkan
Analisis Kebutuhan
Idealnya Mencapai Standar
Nasional Pendidikan,
Minimal Memenuhi
Pelayanan Standar
Minimal
Tanggung Jawab
Pemda dan Sekolah
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
31
Di tingkat sekolah, kesuksesan GLS ditentukan oleh adanya dukungan
pemerintah daerah dalam melakukan sosialisasi, meningkatnya peran dan
kapasitas warga sekolah (kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pustakawan,
dan Komite Sekolah). Peningkatan kapasitas ini dapat dilakukan melalui pelatihan
dan pendampingan. Selain itu, keberlangsungan program GLS juga ditentukan
oleh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang menunjang kegiatan GLS.
E. Peningkatan Kapasitas
Peningkatan kapasitas di semua lini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan:
1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan dengan tujuan agar program dan kebijakan GLS
tersampaikan ke publik secara masif dan efektif. Semua lapisan masyarakat
dapat dengan mudah mengakses informasi penting seputar kegiatan literasi.
Masyarakat perlu dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Oleh karena itu,
kegiatan sosialisasi sebaiknya dikemas semenarik mungkin untuk memikat minat
masyarakat.
2. Lokakarya
Lokakarya diperlukan untuk menyamakan persepsi dan menentukan langkah
bersama dalam gerakan literasi. Forum ini mengundang sejumlah pihak terkait
dan berkompeten untuk membahas berbagai persoalan dari sudut pandang ilmiah
mengenai problematika literasi dan cara terbaik penanganannya. Lokakarya dapat
menghasilkan rekomendasi dan kesepakatan di bidang literasi yang mengikat
semua pihak untuk menjalankannya secara konsisten.
3. Pendampingan
Pendampingan adalah upaya untuk memastikan keberlangsungan program
literasi sekolah terus-menerus dilaksanakan. Pendampingan dilakukan melalui dua
cara, yaitu pendampingan teknis dan pendampingan operasional.
a) Pendampingan teknis berupa penguatan kapasitas guru dan tenaga
kependidikan melalui pelatihan-pelatihan dan semiloka, serta peningkatan
minat baca dan kemampuan literasi guru.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
32
b) Pendampingan operasional diberikan dalam bentuk saran-saran kegiatan,
perbaikan program, pemecahan masalah, dan/atau petunjuk langsung
yang diberikan sebagai bagian dari kegiatan harian GLS. Pendampingan
operasional biasanya berupa kunjungan ke sekolah untuk melihat langsung
pelaksanaan GLS dan berdiskusi dengan kepala sekolah, pendidik, dan
tenaga kependidikan termasuk pustakawan.
Idealnya, pendampingan teknis dan pendampingan operasional diberikan
oleh orang yang sama. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar materi-materi
yang diberikan dalam kegiatan pendampingan teknis dapat diimplementasikan
dalam kegiatan harian sekolah. Akan tetapi, seandainya hal ini tidak mungkin
dilakukan, pendampingan operasional dapat diberikan oleh pengawas, anggota
tim LPMP, atau anggota Satgas GLS.
4. Penyediaan Sarana dan Prasarana serta Pendanaan
Agar berjalan efektif dan komprehensif, gerakan literasi membutuhkan
dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dukungan ini dapat berupa
dokumen, infrastruktur, program, dan produk pendukung lainnya. Alokasi anggaran
yang memadai sangat penting untuk mendukung GLS.
Penyediaan sarana dan prasarana dapat berasal dari pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten/kota, CSR, dan pemangku kepentingan lainnya. Adapun dana
pelaksanaan GLS dapat disediakan dari dana bantuan operasional sekolah (BOS).
F. Target Pencapaian
Program literasi sekolah diharapkan dapat menciptakan ekosistem sekolah
yang literat, yang akhirnya, menumbuhkan budi pekerti peserta didik. Ekosistem
sekolah yang literat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) menyenangkan dan ramah anak, sehingga menumbuhkan semangat
warganya dalam belajar;
b) semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama;
c) menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;
d) memampukan warganya untuk cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya; dan
e) mengakomodasi partisipasi seluruh warga dan lingkungan eksternal
sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
33
Ekosistem sekolah yang diharapkan di setiap jenjang dipaparkan pada Tabel
3.2 berikut.
Tabel 3.2 Ekosistem Sekolah yang Diharapkan pada
Setiap Jenjang Pendidikan
SD
Ekosistem SD yang literat adalah kondisi yang menanamkan
dasar-dasar sikap dan perilaku empati sosial dan cinta kepada
pengetahuan.
SMP Ekosistem SMP yang literat adalah kondisi yang memungkinkan
pengembangan sikap kritis, kreatif, perilaku empati sosial, dan
cinta kepada pengetahuan.
SMA Ekosistem SMA yang literat adalah kondisi yang memungkinkan
pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha,
perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan.
SMK Ekosistem SMK yang literat adalah kondisi yang memungkinkan
pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha,
perilaku empati sosial, cinta kepada pengetahuan, dan siap
kerja.
SLB
Ekosistem SLB yang literat adalah kondisi yang memungkinkan
pengembangan sikap dan perilaku yang baik, berempati sosial,
terampil, dan mandiri.
Kemampuan literasi ditumbuhkan secara berkesinambungan pada satuan
pendidikan SD, SMP, dan SMA/SMK, dan SLB. Perkembangan teknologi dan media
menuntut kemampuan literasi peserta didik yang terintegrasi, dengan fokus kepada
aspek kreativitas, kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, dan satu
hal yang penting adalah kemampuan untuk menggunakan media secara aman
(media safety) seperti yang dipaparkan pada Tabel 3.3 berikut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
34
Tabel 3.3 Peta Kompetensi Literasi Sekolah (Warsnop, 2000)
Jenjang
Komunikasi
SD/SDLB
kelas
rendah
Mengartikulasikan
empati terhadap
tokoh cerita
SD/SDLB Mempresentasikan
kelas tinggi cerita dengan efektif
SMP/
SMPLB
Bekerja dalam tim,
mendiskusikan
informasi dalam
media
SMA/ SMK/ Mempresentasikan
SMALB
analisis dan
mendiskusikannya
Berpikir Kritis
Keamanan Media
(Media Safety)
Memisahkan fakta Mampu menggunakan
dan iksi
teknologi
dengan bantuan/
pendampingan orang
dewasa
Mengetahui
Mengetahui batasan
jenis tulisan
unsur dan aturan
dalam media dan kegiatan sesuai konten
tujuannya
Menganalisis
dan mengelola
informasi dan
memahami
relevansinya
Memahami etika
dalam menggunakan
teknologi dan media
sosial
Menganalisis
stereotip/ideologi
dalam media
Memahami landasan
etika dan hukum/
aturan teknologi
Kompetensi berjenjang di atas dicapai melalui kegiatan yang relevan di
satuan pendidikan SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB. Fokus kegiatan di
tiap-tiap jenjang perlu melibatkan aspek-aspek menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis yang didukung oleh jenis bacaan dan sarana/prasarana yang sesuai
dengan kegiatan di setiap jenjang.
Keterampilan reseptif (menyimak dan membaca) disajikan pada Tabel 3.4
berikut ini. Adapun keterampilan produktif (berbicara dan menulis) tidak disajikan
karena bergantung pada target tiap sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
35
Tabel 3.4 Keterampilan Reseptif, Kegiatan, Jenis
Bacaaan, dan Sarana Prasarana Pendukungnya
Jenjang
Menyimak
Membaca
Kegiatan
Jenis
Bacaan
Sarana &
Prasarana
SD kelas
rendah
Menyimak
cerita untuk
menumbuhkan empati
Mengenali
dan membuat
inferensi,
prediksi,
terhadap
gambar
Membacakan
buku dengan
nyaring,
membaca
dalam hati
Buku cerita
bergambar,
buku tanpa
teks, buku
dengan teks
sederhana,
baik iksi
maupun
noniksi
Sudut Buku
Kelas,
Perpustakaan,
Area Baca
SD kelas
tinggi
Menyimak
(lebih lama)
untuk
memahami
isi bacaan
Memahami
isi bacaan
dengan
berbagai
strategi
(mengenali
jenis teks,
membuat
inferensi,
koneksi
dengan
pengalaman/
teks lain, dll)
Membacakan buku
dengan
nyaring,
membaca
dalam hati
Buku cerita
bergambar,
buku
bergambar
kaya teks,
buku novel
pemula,
baik dalam
bentuk
cetak/
digital/visual
Sudut Buku
Kelas,
Perpustakaan,
Area Baca
SMP
Menyimak
untuk
memahami
makna
implisit dari
cerita/pendapat penulis
Memahami
isi bacaan
dengan
berbagai
strategi
(mengenali
jenis teks,
membuat
inferensi,
koneksi
dengan
pengalaman/
teks lain, dll.
Membacakan
buku dengan
nyaring,
membaca
senyap
Semua jenis
teks cetak/
visual/digital
yang sesuai
dengan
peruntukan
usia SMP
Sudut Buku
Kelas,
Perpustakaan,
Area Baca
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
36
Jenjang
Menyimak
Membaca
Kegiatan
SMA/SMK
Menyimak
cerita dan
melakukan
analisis kritis
terhadap
tujuan/
pendapat
penulis
Mengembangkan
pemahaman
terhadap
bacaan
menurut
tujuan
penulisan,
konteks, dan
ideologi dalam
penulisannya
Membacakan buku
dengan
nyaring,
membaca
senyap
Jenis
Bacaan
Sarana &
Prasarana
Semua jenis
teks cetak/
visual/digital
yang sesuai
dengan
peruntukan
usia SMA/
SMK
Sudut Buku
Kelas,
Perpustakaan,
Area Baca
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
37
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
38
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang
oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan perannya dalam strategi
pelaksanaan literasi pada tiap jenjang pendidikan. Selain itu, monitoring dan
evaluasi juga dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Pasal 2 dan Pasal 3).
Masing-masing pemangku kepentingan melaksanakan monitoring dan
evaluasi dengan jangkauan yang berbeda sebagai berikut:
A. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Dalam struktur Kemendikbud,
unit yang melaksanakan monitoring dan evaluasi terkait GLS adalah Direktorat
Teknis dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
Hal yang dimonitor dan dievaluasi meliputi:
1. keefektifan sosialisasi di tingkat provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan
dan masyarakat;
2. pemahaman dan dukungan pemangku kepentingan tingkat provinsi,
kabupaten/kota, satuan pendidikan dan masyarakat terhadap konsep GLS;
3. keefektifan kegiatan pelatihan guru terutama dampak pelatihan terhadap
kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk
memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan
desain induk pelaksanaan GLS pada tiap jenjang pendidikan, rencana, model, dan
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
39
pelaksanaan sosialisasi pada semua pemangku kepentingan dan pelatihan guru.
B. Dinas Pendidikan Provinsi
Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan literasi di tingkat provinsi dan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/
kota.
Hal yang dimonitor dan dievaluasi, meliputi:
1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring
dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program
dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut);
2. dampak pelaksanaan sosialiasi kepada pemangku kepentingan tingkat
provinsi dan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota di wilayahnya
masing-masing; dan
3. dampak pelaksanaan kegiatan-kegiatan terkait GLS di tingkat provinsi
terhadap kemampuan literasi warga sekolah.
Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk
memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan
pelaksanaan program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kebijakan pusat
dan kebijakan daerah, pelaksanaan sosialisasi pemangku kepentingan tingkat
provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota.
C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan GLS di tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Hal yang dimonitor dan dievaluasi meliputi:
1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring
dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program
dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut);
2. dampak pelaksanaan sosialisasi terhadap pemahaman dan dukungan
pemangku kepentingan tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
40
masyarakat;
3. efektivitas kegiatan pendampingan pelatihan guru terutama dampak
pelatihan terhadap kemampuan guru dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan
literasi peserta didik; dan
4. dilaksanakannya kegiatan 15 menit membaca setiap hari (dapat disesuaikan
dengan kondisi sekolah); terbentuknya TLS; dan dilaksanakannya kegiatan
untuk meningkatkan kesadaran orang tua peserta didik terhadap GLS.
Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk
memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan
pelaksanaan program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kebijakan pusat
dan kebijakan daerah, pelaksanaan sosialisasi pemangku kepentingan tingkat
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
D. Satuan Pendidikan
Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan literasi di sekolah masing-masing.
Hal yang dimonitoring dan dievaluasi meliputi:
1. pemenuhan indikator SPM Dikdas dan efektivitas upaya pemenuhannya terutama ketersediaan 10 judul buku referensi dan 100 judul buku
pengayaan dan prasarana lain, serta pengelolaan dan pemanfaatannya;
2. keefektifan pelaksanaan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan
guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan literasi peserta didik;
3. keefektifan dan dampak pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah dengan
maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran;
4. keefektifan dan dampak pengelolaan perpustakaan sekolah dengan baik
terhadap pembelajaran dan kemampuan literasi warga sekolah;
5. keefektifan dan dampak pelaksanaan inventarisasi semua prasarana yang
dimiliki sekolah (salah satunya buku) terhadap pelayanan sekolah;
6. keefektifan dan dampak adanya ruang-ruang baca terhadap kemampuan
literasi warga sekolah dan budaya sekolah;
7. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan 15 menit membaca sebelum
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
41
pembelajaran terhadap minat dan budaya baca warga sekolah;
8. keefektifan dan dampak pembentukan TLS dalam pelaksanaan berbagai
kegiatan GLS yang dilaksanakan sekolah;
9. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan yang melibatkan orang tua
dan masyarakat dengan melihat tindakan yang diberikan kepada peserta
didik oleh orang tua dan masyarakat untuk menindaklanjuti perlakuan yang
diterima peserta didik di sekolah; dan
10. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dengan pihak
lain terhadap kemampuan literasi warga sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
42
BAB V
PENUTUP
Desain Induk GLS ini diharapkan dapat memberikan fondasi dan arahan
konseptual untuk memahami bagaimana sebaiknya GLS dilaksanakan, mulai dari
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan.
Desain induk ini diharapkan berkembang secara kreatif dan inovatif dari
tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota hingga masyarakat pegiat literasi.
Untuk mendukung desain induk ini dilengkapi dengan panduan praktis dalam
bentuk media: cetak, elektronik, dan digital (infograis, poster, dan videograis)
untuk memandu guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, warga sekolah dan
pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan kegiatan GLS.
Akhir kata, terbitnya Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Pendidikan Dasar
dan Menengah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas kepada
semua pihak untuk berperan aktif dalam menyukseskan GLS.
Pertanyaan terkait pelaksanaan GLS dapat dikirimkan melalui e-mail:
[email protected]
Untuk keperluan diskusi melalui e-mail, dipersilakan bergabung dengan milis
GLS-Kemendikbud:
http://groups.yahoo.com/group/GLS-Kemendikbud
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
43
GLOSARIUM
Graphic Organizer: Peta konsep pemahaman dari bacaan yang disajikan dalam
bentuk diagram atau bagan.
Membaca bersama (shared reading): Pendidik membaca buku nyaring bersamasama dengan peserta didik dan meneruskannya dengan diskusi untuk
meningkatkan pemahaman mereka terhadap bacaan.
Membaca dalam hati (sustained silent reading): Membaca buku secara mandiri
tanpa bersuara.
Membacakan nyaring (read aloud): Pendidik membacakan buku kepada anak
dengan volume suara yang dapat didengar oleh peserta didik.
Membaca terpandu (guided reading): Pendidik membimbing peserta didik
membaca, baik secara individual ataupun dalam kelompok kecil, untuk
meningkatkan pemahaman mereka terhadap bacaan.
Peta cerita: Peta pemahaman terhadap struktur dan elemen-elemen cerita yang
disajikan dalam bentuk diagram atau bagan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
44
REFERENSI
Beers, C. S., Beers, J. W., & Smith, J. O. (2009). A Principal’s Guide to Literacy
Instruction. New York: Guilford Press.
Clay, M. M. (2001). Change Over Time in Children’s Literacy Development.
Portsmouth: Heinemann.
Ferguson, B. Information Literacy. A Primer for Teachers, Librarians, and other
Informed People. www.bibliotech.us/ pdfs/InfoLit.pdf
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.23 Tahun 2013 tentang Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Drucker, K. T. (2012). PIRLS 2011
International Results in Reading.
http://doi.org/10.1097/01.tp.0000399132.51747.71
OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus. Programme for International Student
Assessment, 1–44.
http://doi.org/10.1787/9789264208070-en
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi
Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara
dan Bahasa Daerah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar
Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/
MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
45
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan 2015-2019.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
Senge, Peter M. 1990. The Fifth Discipline: The Art & Practice of The Learning
Organization. New York: Currency Doubleday.
Warsnop, C. M. (2000). Media Literacy through Critical Thinking. Washington
State Center for Excellence in Media Literacy.
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Unesco. 2003. The Prague Declaration. “Towards an Information Literate
Society.”
Unesco. 2005. Beacons of The Information Society. “The Alexandria Proclamation
On Information Literacy and Lifelong Learning”.
Unesco. 2006. Literacy for Life. Education for All Global Monitoring Report.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
46
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2015
TENTANG
PENUMBUHAN BUDI PEKERTI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang
nyaman dan inspiratif bagi siswa, guru, dan/atau
tenaga kependidikan;
b. bahwa pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah
adalah cerminan dari nilai-nilai Pancasila dan seharusnya
menjadi bagian proses belajar dan budaya
setiap sekolah;
c. bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakan
bersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, dan/atau orang tua;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang
Penumbuhan Budi Pekerti;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Siste
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
47
2.
3.
4.
5.
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157);
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara;
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Kerja Periode 2014-2019;
Pasal 2
PBP bertujuan untuk:
1. menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa,
guru, dan tenaga kependidikan;
2. menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah, dan masyarakat;
3. menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah,masyarakat, dan keluarga; dan/atau
4. menumbuh kembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pasal 3
Pelaksana PBP adalah sebagai berikut:
a. siswa;
b. guru;
c. tenaga kependidikan;
d. orang tua/wali;
e. komite sekolah;
f. alumni; dan/atau
g. pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
48
Pasal 4
(1) PBP dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah untuk jenjang sekolah
dasar atau sejak hari pertama masuk sekolah pada MOPDB untuk jenjang
sekolah menengah pertama, sekolahmenengah atas, sekolah menengah
kejuruan, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus.
(2) PBP dilaksanakan melalui kegiatan pada MOPDB, pembiasaan, interaksi dan
komunikasi, serta kegiatan saat kelulusan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) PBP dilaksanakan:
a. dalam bentuk kegiatan umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan,
dan/atau tahunan;
b. melalui interaksi dan komunikasi antara sekolah, keluarga, dan/atau masyarakat.
(4) Pelaksanaan PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan
dengan kondisi sekolah dan mengikuti Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1) Pemantauan dan evaluasi kegiatan MOPDB dilaksanakan pada awal tahun
pelajaran baru olehpemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Pemantauan dan evaluasi kegiatan pembiasaan serta interaksi dan komunikasi
di sekolah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh
pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemantauan dan evaluasi kegiatan saat kelulusan dilaksanakan pada akhir
tahun pelajaran oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 6
Pembiayaan atas penyiapan PBP bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
49
Pasal 7
Penumbuhan Budi Pakerti pada satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan
masyarakat agar menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 21Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di
Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
50
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juli 2015
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
ANIES BASWEDAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA;
TTD
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1072
Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD
Ani Nurdiani Azizah
NIP. 195812011986032001
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
51
SALINAN
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIKI NDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2015
TENTANG
PENUMBUHAN BUDI PEKERTI
A. Pengantar
Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan
pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari mulai
sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan
khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan
kelulusan.
Dasar pelaksanaan PBP didasarkan pada pertimbangan bahwa masih
terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berakar dari
Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam tataran konseptual,
belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan card yang menyenangkan di
lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Pelaksanaan PBP didasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan dan
kemanusiaan yang meliputi pembiasaan untuk menumbuhkan:
a. internalisasi sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan
spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk
menghormati sesama mahluk hidup dan alam sekitar;
b. keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa,
suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk
mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan
berbahasa bersama bahasa Indonesia;
c. interaksi sosial positif antara peserta didik dengan igur orang dewasa di
lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau menghormati guru,
kepala sekolah, tenaga kependidikan,warga masyarakat di lingkungan sekolah,
dan orang tua;
d. interaksi sosial positif antar peserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi isik
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
52
dan psikologis antar teman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas;
e. memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga
keamanan,ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah;
f. penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan,
yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat
yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan
di dalam mengembangkan dirinya sendiri;
g. penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan
peran aktif orang tua dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggung jawab
mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah.
B. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan
disesuaikan dengan tahapan usia perkembangan peserta didik yang berjenjang
dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur
pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai
dengan kelulusan.
1) Sekolah Dasar
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang pendidikan sekolah dasar
masih merupakan masa transisi dari masa bermain di pendidikan anak usia
dini (taman kanak-kanak akhir) memasuki situasi sekolah formal. Metode
pelaksanaan dilakukan dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan
kepala sekolah sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan
dan pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk mendorong
peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman dalam aktivitas
kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan
simulasi, bermain peran di dalam kelompok.
2) Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah
pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian peserta didik
membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai sejak dari masa
orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstra kurikuler, intra kurikuler,
sampai dengan lulus.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
53
C. Jenis Kegiatan
Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh
nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tercantum pada poin A, yaitu jenis kegiatan
yang mengandung nilai-nilai internalisasi sikap moral dan spiritual; keteguhan
menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan
bangsa; memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk
menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah;
interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif antara peserta
didik dengan igur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta
didik untuk dikembangkan; dan penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat
yang terkait.
D. Cara Pelaksanaan
Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP bersifat konstekstual, yaitu disesuaikan
dengan nilai-nilai muatan lokal daerah pada peserta didik sebagai upaya untuk
memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP yang
melibatkan peserta didik dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian
sebagai bagian dari penumbuhan karakter kepemimpinan.
E. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Waktu pelaksanaan kegiatan PBP dapat dilakukan berdasarkan aktivitas
harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhir tahun; dan penentuan
waktunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan konteks lokal di daerah masingmasing.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
54
F. Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah
melalui pembiasaan-pembiasaan:
I. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual
Mewujudkan nilai-nilai moral dalam perilaku sehari-hari. Nilai moral diajarkan
pada siswa, lalu guru dan siswa mempraktekkannya secara rutin hingga menjadi
kebiasaan dan akhirnya bisa membudaya.
Kegiatan wajib:
Guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan keyakinan masingmasing, sebelum dan sesudah hari pembelajaran, dipimpin oleh seorang peserta
didik secara bergantian dibawah bimbingan guru.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
Membiasakan untuk menunaikan ibadah bersama sesuai agama dan
kepercayaannya baik dilakukan di sekolah maupun bersama masyarakat;
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
Membiasakan perayaan Hari Besar Keagamaan dengan kegiatan yang
sederhanadan hikmat.
II. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan dan
Kebhinnekaan
Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima keberagaman sebagai
anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus dirasakan dan disyukuri
sehingga manfaatnya bisa terasa dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan wajib:
1. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin dengan mengenakan seragam
atau pakaian yang sesuai dengan ketetapan sekolah.
2. Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan MOPDB untuk jenjang SMP,
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
55
SMA/SMK,dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara SMP/SMA/
SMK dengan peserta didik bertugas sebagai komandan dan petugas upacara
serta kepala sekolah/wakil bertindak sebagai inspektur upacara.
3. Sesudah berdoa setiap memulai hari pembelajaran, guru dan peserta didik
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib
nasional atau satu lagu terkini yang menggambarkan semangat patriotisme
dan cinta tanah air.
4. Sebelum berdoa saat mengakhiri hari pembelajaran, guru dan peserta didik
menyanyikan.
5. Satu lagu daerah (lagu-lagu daerah seluruh Nusantara).
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
Mengenalkan beragam keunikan potensi daerah asal siswa melalui berbagai
mediadan kegiatan.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
Membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan mengkaji atau
mengenalkan pemikiran dan semangat yang melandasinya melalui berbagai
media dan kegiatan.
III. Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan
Guru dan Orang tua
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, peserta didik dan
orang tua. Interaksi positif antara tiga pihak tersebut dibutuhkan untuk membangun
persepsi positif, saling pengertian dan saling dukung demi terwujudnya pendidikan
yang efektif.
Kegiatan wajib:
Sekolah mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa pada setiap tahun
ajaran baru untuk mensosialisasikan: (a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d)
rencana capaian belajar siswa agar orang tua turut mendukung keempat poin
tersebut.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
56
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
• Memberi salam, senyum dan sapaan kepada setiap orang di komunitas sekolah.
• Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan
peserta didik sesuai dengan tata nilai yang berlaku.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
• Membiasakan peserta didik (dan keluarga) untuk berpamitan dengan orang
tua/wali/penghuni rumah saat pergi dan lapor saat pulang, sesuai kebiasaan/
adat yang dibangun masing-masing keluarga.
• Secara bersama peserta didik mengucapkan salam hormat kepada guru sebelum pembelajaran dimulai, dipimpin oleh seorang peserta didik secara
bergantian.
IV. Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik
Peserta didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi
juga belajar bersosialisasi. Interaksi positif antar peserta didik akan mewujudkan
pembelajaran dari rekan(peer learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar
bersosialisasi.
Kegiatan wajib:
Membiasakan pertemuan di lingkungan sekolah dan/atau rumah untuk belajar
kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau orang tua.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
Gerakan kepedulian kepada sesama warga sekolah dengan menjenguk warga
sekolah yang sedang mengalami musibah, seperti sakit, kematian, dan lainnya.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
Membiasakan siswa saling membantu bila ada siswa yang sedang mengalami
musibah atau kesusahan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
57
V. Merawat Diri dan Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah akan mempengaruhi warga sekolah baik dari aspek
isik, emosi, maupun kesehatannya. Karena itu penting bagi warga sekolah
untuk menjaga keamanan, kenyamanan, ketertiban, kebersihan dan kesehatan
lingkungan sekolah serta diri.
Kegiatan wajib:
Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan membentuk
kelompok lintas kelas dan berbagi tugas sesuai usia dan kemampuan siswa.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
• Membiasakan penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara
eisien melalui berbagai kampanye kreatif dari dan oleh siswa.
• Menyelenggarakan kantin yang memenuhi standar kesehatan.
• Membangun budaya peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan di bangku
nya masing-masing sebagai bentuk tanggung jawab individu maupun kebersihan kelas dan lingkungan sekolah sebagai bentuk tanggung jawab bersama.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
• Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat
bergantian memakai fasilitas sekolah.
• Peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara beregu dan bergantian
regu.
• Menjaga dan merawat tanaman di lingkungan sekolah, bergilir antar kelas.
• Melaksanakan kegiatan bank sampah bekerja sama dengan dinas kebersihan
setempat.
VI. Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh
Setiap siswa mempunyai potensi yang beragam. Sekolah hendaknya
memfasilitasi secara optimal agar siswa bisa menemukenali dan mengembangkan
potensinya.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
58
Kegiatan wajib:
1. Menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain
buku mata pelajaran (setiap hari).
2. Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) memanfaatkan waktu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan
olah isik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan
rutin, sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
• Peserta didik membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam berbagai
bentuk (rekening bank, celengan, dan lainnya).
• Membangun budaya bertanya dan melatih peserta didik mengajukan pertanyaan kritis dan membiasakan siswa mengangkat tangan sebagai isyarat akan
mengajukan pertanyaan;
• Membiasakan setiap peserta didik untuk selalu berlatih menjadi pemimpin
dengan cara memberikan kesempatan pada setiap siswa tanpa kecuali, untuk
memimpin secara bergilir dalam kegiatan-kegiatan bersama/berkelompok;
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
Siswa melakukan kegiatan positif secara berkala sesuai dengan potensi
dirinya.
VII. Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat di Sekolah
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, sekolah hendaknya
melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan ini
diharapkan akan berbuah dukungan dalam berbagai bentuk dari orang tua dan
masyarakat.
Kegiatan wajib:
Mengadakan pameran karya siswa pada setiap akhir tahun ajaran dengan
mengundang orang tua dan masyarakat untuk memberi apresiasi pada siswa.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan dan/atau didukung
oleh sekolah:
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
59
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
Orang tua membiasakan untuk menyediakan waktu 20 menit setiap
malam untuk bercengkerama dengan anak mengenai kegiatan di sekolah.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
• Masyarakat bekerja sama dengan sekolah untuk mengakomodasi kegiatan kerelawanan oleh peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang ada
di lingkungan sekitar sekolah.
• Masyarakat dari berbagai profesi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman kepada
siswadi dalam sekolah.
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
ANIES BASWEDAN
Salinan sesuai dengan aslinya.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD.
Ani Nurdiani Azizah
NIP.195812011986032001
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
60
LAMPIRAN 2
Hasil PISA (Programme International Student Assesment) 2012
http://www.theguardian.com/news/datablog/2013/dec/03/pisa-results-countrybest-reading-maths-science
PISA Result 2012
Ranking Country name Maths, mean
Reading,
score PISA
mean score
2012
PISA 2012
0
OECD average
494
496
Shanghai-China
613
570
1
Singapore
573
542
2
Hong Kong-China
561
545
3
Taiwan
560
523
4
S.Korea
554
536
5
Macau-China
538
509
6
Japan
536
538
7
8
Liechtenstein
535
516
9
Switzerland
531
509
10
Netherlands
523
511
11
Estonia
521
516
12
Finland
519
524
13
Canada
518
523
14
Poland
518
518
15
Belgium
515
509
16
Germany
514
508
Vietnam
511
508
17
18
Austria
506
490
19
Australia
504
512
20
Ireland
501
523
21
Slovenia
501
481
22
Denmark
500
496
23
New Zealand
500
512
24
Czech Republic
499
493
Science,
mean score
in PISA 2012
501
580
551
555
523
538
521
547
525
515
522
541
545
525
526
505
524
528
506
521
522
514
498
516
508
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
61
PISA Result 2012
Ranking Country name Maths, mean
Reading,
score PISA
mean score
2012
PISA 2012
25
France
495
505
26
UK
494
499
27
Iceland
493
483
28
Latvia
491
489
29
Luxembourg
490
488
30
Norway
489
504
31
Portugal
487
488
32
Italy
485
490
33
Spain
484
488
34
Russian Federation
482
475
35
Slovak Republic
482
463
36
USA
481
498
37
Lithuania
479
477
38
Sweden
478
483
39
Hungary
477
488
40
Croatia
471
485
41
Israel
466
486
42
Greece
453
477
43
Serbia
449
446
44
Turkey
448
475
45
Romania
445
438
46
Cyprus
440
449
47
Bulgaria
439
436
48
UAE
434
442
49
Kazakhstan
432
393
Thailand
427
441
50
51
Chile
423
441
Malaysia
421
398
52
53
Mexico
413
424
54
Montenegro
410
422
55
Uruguay
409
411
407
441
56
Costa Rica
57
Albania
394
394
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
62
Science,
mean score
in PISA 2012
499
514
478
502
491
495
489
494
496
486
471
497
496
485
494
491
470
467
445
463
439
438
446
448
425
444
445
420
415
410
416
429
397
PISA Result 2012
Ranking Country name Maths, mean
Reading,
score PISA
mean score
2012
PISA 2012
58
Brazil
391
410
59
Argentina
388
396
60
Tunisia
388
404
61
Jordan
386
399
62
Colombia
376
403
63
Qatar
376
388
64
Indonesia
375
396
65
Peru
368
384
Science,
mean score
in PISA 2012
405
406
398
409
399
384
382
373
Cetak italic adalah negara-negara Asia yang menduduki peringkat atas,
sementara Indonesia berada di peringkat bawah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
63
LAMPIRAN 3
SATGAS GERAKAN LITERASI SEKOLAH KEMENDIKBUD
No
1
Nama
Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D.
(Ketua)
2
Wien Muldian, S.S. (Wakil Ketua)
3
4
Dr. Susanti Sufyadi
(Sekretaris)
Anggota
Dr. Dewi Utama Faizah
5
Dwi Renya Roosaria, S.H.
6
Prof. Dr. Kisyani-Laksono
7
Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D.
8
9
Soie Dewayani, Ph.D.
Lanny Anggraini, S.Pd., M.A.
10
Waluyo, S.S, M.A.
11
Dra. Mujiyem, M.M.
12
Dra. Ninik Purwaning Setyorini, M.A.
13
Sulastri, S.Pd., M.Si.
14
Umi Syarifah Hidayati, S.Pd.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
64
Institusi
Prodi Sastra Indonesia, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Yogyakarta
Biro Komunikasi dan Layanan
Masyarakat Kemendikbud
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
Reading Bugs-Komunitas Read
Aloud Indonesia
Prodi Sastra Indonesia, Fakutas
Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Surabaya
Prodi Sastra Inggris, Fakultas
Bhasa dan Seni, Universitas
Negeri Surabaya
Yayasan Litara Bandung
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
No
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Nama
Drs. Sutrianto, M.Pd.
Institusi
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Samsul Hadi, S.Si., M.A.Ed.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Nilam Rahmawan, S.Psi.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Drs. Heri Fitriono, M.A.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Ir. Nur Widyani, M.M.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Mochamad Widiyanto, S.Pd., M.T.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Dra.Endang Sadbudhy Rahayu, M.B.A. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Hendro Kusumo, S.T., M.B.A.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd.
Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus
R. Achmad Yusuf SA, S.E., M.Ed.
Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus
Rika Rismayati, S.Sos.
Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus
Dr. Yasep Setiakarnawijaya, M.Kes.
Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus
Yudistira Wahyu Widiasana, M.Si.
Sekretariat Ditjen Dikdasmen
Satriyo Wibowo, M.A.
Sekretariat Ditjen Dikdasmen
Katman, M.A.
Sekretariat Ditjen Dikdasmen
Billy Antoro, S.Pd.
Sekretariat Ditjen Dikdasmen
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
65
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
66
BAB IV
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
1.
Tujuan
Setelah selesai mempelajari materi ini, peserta dapat
a. menjelaskan dasar hukum pelaksanaan PTK oleh guru.
b. mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas
c. membedakan penelitian tindakan kelas dengan penelitian kelas
d. menjelaskan manfaat penelitian tindakan kelas.
e. menjelaskan keterbatasan dan persyaratan penelitian tindakan kelas
f. menjelaskan cara-cara mengidentifikasi masalah
g. merinci langkah-langkah untuk merencanakan perbaikan
h. menjelaskan langkah-langkah melaksanakan PTK
i. mendeskripsikan teknik untuk merekam dan menganalisis data
j. menjelaskan langkah-langkah merencanakan tindak lanjut
k. membuat proposal penelitian tindakan kelas
l. menjelaskan sistematika sebuah laporan PTK.
m. membedakan karya ilmiah penelitian dan nonpenelitian.
n. merumuskan bagian-bagian tertentu dari sebuah artikel.
2.
Uraian Materi
KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Salah satu ciri guru yang berhasil (efektif) adalah bersifat reflektif. Guru yang
demikian selalu belajar dari pengalaman, sehingga dari hari ke hari kinerjanya
menjadi semakin baik (Arends, 2002). Di dalam melakukan refleksi, guru harus
memiliki kemandirian dan kemampuan menafsirkan serta memanfaatkan hasil-hasil
pengalaman membelajarkan, kemajuan belajar mengajar, dan informasi lainnya bagi
penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara
berkesinambungan.. Di sinilah letak arti penting penelitian tindakan kelas bagi guru.
Kemajuan dan perkembangan IPTEKS yang demikian pesat harus diantisipasi
melalui penyiapan guru-guru yang memiliki kemampuan meneliti, sekaligus
mampu memperbaiki proses pembelajarannya.
Beberapa alasan lain yang mendukung pentingnya penelitian tindakan kelas
sebagai langkah yang tepat untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu
pendidikan, antara lain: (1) guru berada di garis depan dan terlibat langsung dalam
proses tindakan perbaikan mutu pendidikan; (2) guru terlibat dalam pembentukan
pengetahuan yang merupakan hasil penelitiannya, dan (3) melalui PTK guru
menyelesaikan masalah, menemukan jawab atas masalahnya, dan dapat segera
diterapkan untuk melakukan perbaikan.
1. Pengertian PTK
4-1
Berdasarkan berbagai sumber seperti Mettetal (2003); Kardi (2000), dan Nur
(2001) Penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR)
didefinisikan sebagai penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya
sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya
sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Dalam model
penelitian ini, si peneliti (guru) bertindak sebagai pengamat (observer) sekaligus
sebagai partisipan.
Dengan demikian PTK tidaklah sekedar penyelesaian masalah, melainkan
juga terdapat misi perubahan dan peningkatan. PTK bukanlah penelitian yang
dilakukan terhadap seseorang, melainkan penelitian yang dilakukan oleh praktisi
terhadap kinerjanya untuk melakukan peningkatan dan perubahan terhadap apa
yang sudah mereka lakukan. PTK bukanlah semata-mata menerapkan metode ilmiah
di dalam pembelajaran atau sekedar menguji hipotesis, melainkan lebih memusatkan
perhatian pada perubahan baik pada peneliti (guru) maupun pada situasi di mana
mereka bekerja.
Dengan mengikuti alur berpikir itu, PTK menjadi penting bagi guru karena
membantu mereka dalam hal: memahami lebih baik tentang pembelajarannya,
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, sekaligus dapat melakukan
tindakan untuk meningkatkan belajar siswanya.
Saat seorang guru melaksanakan PTK berarti guru telah menjalankan misinya
sebagai guru professional, yaitu (1) membelajarkan, (2) melakukan pengembangan
profesi berupa penulisan karya ilmiah dari hasil PTK, sekaligus (3) melakukan
ikhtiar untuk peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran sebagai bagian
tanggungjawabnya.
2.
Prinsip-Prinsip PTK
Prinsip-prinsip yang mendasari pelaksanaan PTK adalah sebagai berikut.
a. PTK merupakan kegiatan nyata yang dilaksanakan di dalam situasi rutin. Oleh
karena itu peneliti PTK (guru) tidak perlu mengubah situasi rutin/alami yang
terjadi. Jika PTK dilakukan di dalam situasi rutin hasil yang diperoleh dapat
digunakan secara langsung oleh guru tersebut.
b. PTK dilakukan sebagai kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja peneliti (guru)
yang bersangkutan. Guru melakukan PTK karena menyadari adanya
kekurangan di dalam kinerja dan karena itu ingin melakukan perbaikan.
c. Pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Oleh
karena itu, guru hendaknya memperhatikan tiga hal. Pertama, guru perlu
menyadari bahwa dalam mencobakan sesuatu tindakan pembelajaran yang baru,
selalu ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Kedua,
siklus tindakan dilakukan dengan selaras dengan keterlaksanaan kurikulum
secara keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan kompetensi yang
dicantumkan di dalam Standar Isi, yang sudah dioperasionalkan ke dalam
bentuk silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, penetapan siklus
tindakan dalam PTK mengacu pada penguasaan kompetensi yang ditargetkan
4-2
pada tahap perencanaan. Jadi pedoman siklus PTK bukan ditentukan oleh
ketercukupan data yang diperoleh peneliti, melainkan mengacu kepada seberapa
jauh tindakan yang dilakukan itu sudah dapat memperbaiki kinerja yang
menjadi alasan dilaksanakan PTK tadi.
d. PTK dapat dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yang dilakukan dengan
menganalisis kekuatan (S=Strength) dan kelemahan (W=Weaknesses) yang
dimiliki, dan factor eksternal (dari luar) yaitu peluang atau kesempatan yang
dapat diraih ( O=Opprtunity), maupun ancaman (T=Treath). Empat hal tersebut
bisa dipandang dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai
tindakan.
e. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang
berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
PTK sejauh mungkin menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat
ditangani sendiri oleh guru dan ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang
bertugas secara penuh. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik-teknik
perekaman yang cukup sederhana, namun dapat menghasilkan informasi yang
cukup berarti dan dapat dipercaya.
f. Metode yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga memungkinkan guru
mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan,
mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta
memperoleh data yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang
dikemukakannya. Oleh karena itu, meskipun pada dasarnya memperbolehkan
kelonggaran, namun penerapan asas-asas dasar tetap harus dipertahankan.
g. Masalah penelitian yang dipilih guru seharusnya merupakan masalah yang
cukup merisaukannya. Pendorong utama pelaksanaan PTK adalah komitmen
profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswa.
h. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten, memiliki
kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Hal ini penting ditekankan karena selain melibatkan anak-anak manusia, PTK
juga hadir dalam suatu konteks organisasional, sehingga penyelenggaraannya
harus mengindahkan tata-krama kehidupan berorganisasi.
i. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun
dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom-exceeding
perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas
dan/atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah
secara keseluruhan.
3.
Karakteristik PTK
Karakteristik PTK dapat diidentifikasi, yaitu sebagai berikut.
a.
Self-reflective inquiry, PTK merupakan penelitian reflektif, karena dimulai dari
refleksi diri yang dilakukan oleh guru. Untuk melakukan refleksi, guru berusaha
bertanya kepada diri sendiri, misalnya dengan mengajukan pertanyaan berikut.
(1)
Apakah penjelasan saya terlampau cepat?
4-3
(2)
Apakah saya sudah memberi contoh yang memadai?
(3)
Apakah saya sudah memberi kesempatan bertanya kepada siswa?
(4)
Apakah saya sudah memberi latihan yang memadai?
(5)
Apakah hasil latihan siswa sudah saya beri balikan?
(6)
Apakah bahasa yang saya gunakan dapat dipahami siswa?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru akan dapat memperkirakan penyebab
dari masalah yang dihadapi dan akan mencoba mencari jalan keluar untuk
memperbaiki atau meningkatkan hasil belajar siswa.
b.
Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki proses dan hasil
pembelajaran secara beretahap dan bersiklus. Pola siklusnya adalah: perencanaanpelaksanaan-observasi-refleksi-revisi, yang dilanjutkan dengan perencanaanpelaksanaan-observasi-refleksi (yang sudah direvisi) dan seterusnya secara berulang.
4. Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Kelas
Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian kelas (classroom
research). PTK termasuk salah satu jenis penelitian kelas karena penelitian tersebut
dilakukan di dalam kelas. Penelitian kelas adalah penelitian yang dilakukan di
dalam kelas, mencakup tidak hanya PTK, tetapi juga berbagai jenis penelitian
yang dilakukan di dalam kelas, misalnya penelitian tentang bentuk interaksi siswa
atau penelitian yang meneliti proporsi berbicara antara guru dan siswa saat
pembelajaran berlangsung. Jelas dalam penelitian kelas seperti ini, kelas dijadikan
sebagai
obyek penelitian.
Penelitian dilakukan oleh orang luar, yang
mengumpulkan data. Sementara itu PTK dilakukan oleh guru sendiri untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi di kelas yang menjadi tugasnya. Perbedaan
Penelitian Tindakan Kelas dan penelitian kelas ditunjukkan pada Tabel 1. Pada
Tabel 2 ditunjukkan pula perbedaan PTK dengan penelitian formal atau penelitian
pada umumnya yang biasa dilakukan oleh peneliti.
Tabel 1. Perbandingan PTK dan Penelitian Kelas
No.
Aspek
Penelitian Tindakan
Penelitian Kelas
Kelas
1 Peneliti
Guru
Orang luar
2
4
Rencana
penelitian
Munculnya
masalah
Ciri utama
5
Peran guru
Ada tindakan untuk
perbaikan yang berulang
Sebagai guru dan peneliti
6
7
Tempat penelitian
Proses
Kelas
Oleh guru sendiri atau
3
Oleh guru (mungkin
dibantu orang luar)
Dirasakan oleh guru
4-4
Oleh peneliti
Dirasakan oleh orang
luar/peneliti
Belum tentu ada tindakan
perbaikan
Sebagai guru (subyek
penelitian)
Kelas
Oleh peneliti
8
pengumpulan
data
Hasil penelitian
bantuan orang lain
Langsung dimanfaatkan
oleh guru, dan
dampaknya dapat
dirasakan oleh siswa
Menjadi milik peneliti,
belum tentu dimanfaatkan
oleh guru
Tabel 2. Perbedaan Karakteristik PTK dan Penelitian Formal
Dimensi Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Formal
No
.
1 Motivasi
2 Sumber
masalah
3 Tujuan
4
Peneliti
yang
terlibat
5
6
Sampel
Metode
Perbaikan Tindakan
Diagnosis status
Kebenaran
Induktif-deduktif
Memperbaiki atau
menyelesaikan masalah
lokal
Pelaku dari dalam (guru)
memerlukan sedikit
pelatihan untuk dapat
melakukan
Kasus khusus
Longgar tetapi berusaha
obyektif-jujur-tidak
memihak (impartiality)
Mengembangkan, menguji teori,
menghasilkan pengetahuan
7
Penafsira Untuk memahami praktek
n hasil
melalui refleksi oleh
Penelitian praktisi
8 Hasil
Siswa belajar lebih baik
Akhir
(proses dan produk)
9. Generalis Terbatas atau tidak
asi
dilakukan
Sumber : Fraenkel, 2011,p.595
Orang luar yang berminat,
memerlukan pelatihan yang
intensif untuk dapat melakukan
Sampel yang representatif
Baku dengan obyektivitas dan
ketidakberpihakan yang
terintegrasi (build in objectivity and
impartiality))
pendeskripsian, mengabstraksi,
penyimpulan dan pembentukan
teori oleh ilmuwan.
Pengetahuan, prosedur atau materi
yang teruji
Dilakukan secara luas pada
populasi
5. Manfaat dan Keterbatasan PTK
Penelitian tindakan kelas mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi guru,
pembelajaran, maupun bagi sekolah. Manfaat PTK bagi guru antara lain sebagai
berikut. a) PTK dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki pembelajaran
yang dikelolanya; b) Guru dapat berkembang secara profesional, karena dapat
menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang
dikelolanya melalui PTK; c) PTK meningkatkan rasa percaya diri guru; d) PTK
memungkinkan guru secara
aktif
mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan.
4-5
Manfaat bagi pembelajaran/siswa, PTK bermanfaat untuk meningkatkan
proses dan hasil belajar siswa, di samping guru yang melaksanakan PTK dapat
menjadi model bagi para siswa dalam bersikap kritis terhadap hasil belajarnya.
Bagi sekolah, PTK membantu sekolah untuk berkembang karena adanya
peningkatan/kemajuan pada diri guru dan proses pendidikan di sekolah tersebut.
Keterbatasan PTK terutama
terletak pada validitasnya yang tidak
mungkin melakukan generalisasi karena sasarannya hanya kelas dari guru yang
berperan sebagai pengajar dan peneliti. PTK memerlukan berbagai kondisi agar
dapat berlangsung dengan baik dan melembaga. Kondisi tersebut antara lain,
dukungan semua personalia sekolah, iklim yang terbuka yang memberikan
kebebasan kepada para guru untuk berinovasi, berdiskusi, berkolaborasi, dan
saling mempercayai di antara personalia sekolah, dan juga saling persaya antara
guru dengan siswa. Birokrasi yang terlampau ketat merupakan hambatan bagi
PTK.
Latihan
Setelah mempelajari uraian dan contoh di atas, cobalah Anda kerjakan latihan
berikut bersama teman-teman Anda!
1. Rumuskan pengertian penelitian tindakan kelas dengan kata-kata Anda
sendiri!
2. Coba identifikasi masalah yang sering Anda hadapi dalam mengelola
pembelajaran. Diskusikan dengan teman-teman Anda, bagaimana cara
terbaik untuk memecahkan masalah tersebut, kemudian lakukan analisis
apakah cara yang Anda temukan tersebut dapat disebut sebagai penelitian
tindakan kelas? Berikan argumentasi, mengapa kelompok Anda berpendapat
seperti itu?
3. Melakukan refleksi berarti memantulkan kembali pengalaman yang sudah
Anda jalani, sehingga Anda dapat melihat kembali apa yang sudah terjadi.
Menurut Anda, apa gunanya seorang guru melakukan refleksi?
4. Di antara karakteristik PTK yang telah diuraikan dalam kegiatan belajar ini,
yang mana menurut Anda yang paling penting, yang benar-benar
membedakannya dengan penelitian formal? Berikan alasan atas Jawaban
Anda.
4-6
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PTK
1.
Perencanaan dan pelaksanaan PTK
PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur, yang terdiri atas 4 tahap,
yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi (Gambar 1).
Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk
merevisi rencana, jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil
memperbaiki praktek atau belum berhasil menyelesaikan masalah yang menjadi
kerisauan guru.
Gambar 1. Tahap-tahap dalam Pelaksanaan PTK
Setelah menetapkan focus penelitian, selanjutnya dilakukan perencanaan
mengenai tindakan apa yang akan dilakukan untuk perbaikan. Rencana akan
menjadi acuan dalam melaksanakan tindakan. Pelaksanaan tindakan adalah
merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Tanpa tindakan, rencana
hanya merupakan angan-angan yang tidak pernah menjadi kenyataan.
Selanjutnya, agar tindakan yang dilakukan dapat diketahui kualitas dan
keberhasilannya perlu dilakukan pengamatan. Berdasarkan pengamatan ini akan
dapat ditentukan hal-hal yang harus segera diperbaiki agar tujuan yang telah
dirumuskan dapat tercapai. Pengamatan dilakukan selama proses tindakan
berlangsung. Langkah berikutnya adalah refleksi, yang dilakukan setelah
tindakan berakhir. Pada tahap refleksi, peneliti: (1) merenungkan kembali apa
yang telah dilakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa, (2)
merenungkan alasan
melakukan suatu tindakan dikaitkan dengan
dampaknya,dan (3) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tindakan
yang dilakukan.
2.
Mengidentifikasi Masalah
Suatu rencana PTK diawali dengan adanya masalah yang dirasakan atau
disadari oleh guru. Guru merasa ada sesuatu yang tidak beres di dalam kelasnya,
yang jika tidak segera diatasi akan berdampak bagi proses dan hasil belajar
siswa. Masalah yang dirasakan guru pada tahap awal mungkin masih kabur,
sehingga guru perlu merenungkan atau melakukan refleksi agar masalah
tersebut menjadi semakin jelas. Setelah permasalahan-permasalahan diperoleh
melalui proses identifikasi, selanjutnya guru melakukan analisis terhadap
4-7
masalah-masalah tersebut untuk menentukan urgensi penyelesaiannya. Dalam
hubungan ini, akan ditemukan permasalahan yang sangat mendesak untuk
diatasi, atau yang dapat ditunda penyelesaiannya tanpa mendatangkan kerugian
yang besar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih permasalahan PTK
adalah sebagai berikut: (1) permasalahan harus betul-betul dirasakan penting
oleh guru sendiri dan siswanya, (2) masalah harus sesuai dengan kemampuan
dan/atau kekuatan guru untuk mengatasinya, (3) permasalahan memiliki skala
yang cukup kecil dan terbatas, (4) permasalahan PTK yang dipilih terkait dengan
prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah.
Agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah seorang
guru dituntut jujur pada diri sendiri dan melihat pembelajaran yang dikelolanya
sebagai bagian penting dari pekerjaannya. Berbekal kejujuran dan kesadaran
guru dapat mengajukan pertanyaan berikut pada diri sendiri.
1) Apa yang sedang terjadi di kelas saya?
2) Masalah apa yang ditimbulkan oleh kejadian itu?
3) Apa pengaruh masalah tersebut bagi kelas saya?
4) Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut tidak segera diatasi?
5) Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut atau
memperbaiki situasi yang ada?
Jika setelah menjawab pertanyaan tersebut guru sampai pada kesimpulan
bahwa ia memang menghadapi masalah dalam bidang tertentu, berarti ia sudah
berhasil mengidentifikasi masalah. Langkah berikutnya adalah menganalisis dan
merumuskan masalah.
3.
Menganalisis dan Merumuskan Masalah
Setelah masalah teridentifikasi, guru perlu melakukan analisis sehingga dapat
merumuskan masalah dengan jelas. Analisis dapat dilakukan dengan refleksi
yaitu mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, mengkaji ulang berbagai
dokumen seperti pekerjaan siswa, daftar hadir, atau daftar nilai, atau bahkan
mungkin bahan pelajaran yang telah disiapkan. Semua ini tergantung pada jenis
masalah yang teridentifikasi.
Sebuah masalah pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, yang
menggambarkan sesuatu yang ingin diselesaikan atau dicari jawabannya melalui
penelitian tindakan kelas. Contoh rumusan masalah: Apakah pendekatan
konseptual dapat meminimalisasi miskonsepsi siswa pada mata pelajaran IPA
SD Klampis?
Selanjutnya, masalah perlu dijabarkan atau dirinci secara operasional agar
rencana perbaikannya dapat lebih terarah. Sebagai misal untuk masalah: Tugas
dan bahan belajar yang bagaimana yang dapat meningkatkan motivasi siswa?
dapat dijabarkan menjadi sejumlah pertanyaan sebagai berikut.
a. Bagaimana frekuensi pemberian tugas yang dapat meningkatkan motivasi
siswa?;
b. Bagaimana bentuk dan materi tugas yang memotivasi?;
c. Bagaimana syarat bahan belajar yang menarik?;
4-8
d. Bagaimana kaitan materi bahan belajar dengan tugas yang diberikan?;
Dengan terumuskannya masalah secara operasional, Anda sudah mulai
dapat membuat rencana perbaikan atau rencana PTK.
4.
Merencanakan Perbaikan
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, guru perlu membuat
rencana tindakan atau yang sering disebut dengan rencana perbaikan. Langkahlangkah dalam menyusun rencana perbaikan adalah sebagai berikut.
a. Rumuskan cara perbaikan yang akan ditempuh dalam bentuk hipotesis
tindakan.
Hipotesis tindakan adalah dugaan guru tentang cara yang terbaik untuk
mengatasi masalah. Dugaan atau hipotesis ini dibuat berdasarkan kajian dari
berbagai teori, kajian hasil penelitian yang pernah dilakukan dalam masalah
yang serupa, diskusi dengan teman sejawat atau dengan pakar, serta refleksi
pengalaman sendiri sebagai guru. Berdasarkan hasil kajian tersebut, guru
menyusun berbagai alternatif tindakan. Contoh hipotesis tindakan:
Penggunaan concept mapping dan penekanan operasi dasar dapat meningkatkan
pemahaman konsep Matematika Siswa Kelas VI SDN Ketintang.
b. Analisis kelayakan hipotesis tindakan
Setelah menetapkan alternatif hipotesis yang terbaik, hipotesis ini masih perlu
dikaji kelayakannya dikaitkan dengan kemungkinan pelaksanaannya.
Kelayakan hipotesis tindakan didasarkan pada hal-hal berikut.
1) Kemampuan dan komitmen guru sebagai pelaksana. Guru harus bertanya
pada diri sendiri apakah ia cukup mampu melaksanakan rencana
perbaikan tersebut dan apakah ia cukup tangguh untuk menyelesaikannya?
2) Kemampuan dan kondisi fisik siswa dalam mengikuti tindakan tersebut;
Misalnya jika diputuskan untuk memberi tugas setiap minggu, apakah
siswa cukup mampu menyelesaikannya.
3) Ketersediaan prasarana atau fasilitas yang diperlukan. Apakah sarana atau
fasilitas yang diperlukan dalam perbaikan dapat diadakan oleh siswa,
sekolah, ataukah oleh guru sendiri.
4) Iklim belajar dan iklim kerja di sekolah. Dalam hal ini, guru perlu
mempertimbangkan apakah alternatif yang dipilihnya akan mendapat
dukungan dari kepala sekolah dan personil lain di sekolah.
5.
Melaksanakan PTK
Setelah meyakini bahwa hipotesis tindakan atau rencana perbaikan sudah layak,
kini guru perlu mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perbaikan.
a. Menyiapkan Pelaksanaan
Ada beberapa langkah yang perlu disiapkan sebelum merealisasikan rencana
tindakan kelas.
 Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk skenario
tindakan yang akan dilaksanakan. Skenario mencakup langkah-langkah
4-9



yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan tindakan atau
perbaikan.
Terkait dengan rencana pelaksanaan pembelajaran, guru tentu perlu
menyiapkan berbagai bahan seperti tugas belajar yang dibuat sesuai
dengan hipotesis yang dipilih, media pembelajaran, alat peraga, dan bukubuku yang relevan.
Menyiapkan fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan, misalnya
gambar-gambar, meja tempat mengumpulkan tugas, atau sarana lain yang
terkait.
Menyiapkan cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan
proses dan hasil perbaikan. Dalam hal ini guru harus menetapkan apa
yang harus direkam, bagaimana cara merekamnya dan kemudian
bagaimana cara menganalisisnya. Agar dapat melakukan hal ini, guru
harus menetapkan indikator keberhasilan. Jika indikator ini sudah
ditetapkan, guru dapat menentukan cara merekam dan menganalisis data.
Jika perlu, untuk memantapkan keyakinan diri, guru perlu
mensimulasikan pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini, guru dapat
bekerjasama dengan teman sejawat atau berkolaborasi dengan dosen
LPTK.
b. Melaksanakan Tindakan
Setelah persiapan selesai, kini tiba saatnya guru melaksanakan tindakan
dalam kelas yang sebenarnya.
 Pekerjaan utama guru adalah mengajar.
Oleh karena itu, metode penelitian yang sedang dilaksanakan tidak boleh
mengganggu komitmen guru dalam mengajar. Ini berarti, guru tidak
boleh mengorbankan siswa demi penelitian yang sedang dilaksanakannya.
Tambahan tugas guru sebagai peneliti harus disikapi sebagai tugas
profesional yang semestinya memberi nilai tambah bagi guru dan
pembelajaran yang dikelolanya.
 Cara pengumpulan atau perekaman data jangan sampai terlalu menyita
waktu pembelajaran di kelas. Esensi pelaksanaan PTK memang harus
disertai dengan observasi, pengumpulan data, dan interpretasi yang
dilakukan oleh guru.
 Metode yang diterapkan haruslah reliabel atau handal, sehingga
memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai
dengan situasi kelasnya.
 Masalah yang ditangani guru haruslah sesuai dengan kemampuan dan
komitmen guru.
 Sebagai peneliti, guru haruslah memperhatikan berbagai aturan dan etika
yang terkait dengan tugas-tugasnya, seperti menyampaikan kepada
kepala sekolah tentang rencana tindakan yang akan dilakukan, atau
4-10
menginformasikan kepada orang tua siswa jika selama pelaksanaan PTK,
siswa diwajibkan melakukan sesuatu di luar kebiasaan rutin.
 PTK harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat sekolah.
c. Observasi dan Interpretasi
Pelaksanaan tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung simultan.
Artinya, data yang diamati saat pelaksaanaan tindakan tersebut langsung
diinterpretasikan, tidak sekedar direkam. Jika guru memberi pujian kepada
siswa, yang direkam bukan hanya jenis pujian yang diberikan, tetapi juga
dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian. Apa yang harus direkam dan
bagaimana cara merekamnya harus ditentukan secara cermat terlebih dahulu.
Salah satu cara untuk merekam atau mengumpulkan data adalah
dengan observasi atau pengamatan. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima
prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yaitu:




Perencanaan Bersama
Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara
pengamat dengan yang diamati, dalam hal ini teman sejawat yang akan
membantu mengamati dengan guru yang akan mengajar. Perencanaan
bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling percaya dan
menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati, aturan yang
akan diterapkan, berapa lama pengamatan akan berlangsung, bagaimana
sikap pengamat kepada siswa, dan di mana pengamat akan duduk.
Fokus
Fokus pengamatan sebaiknya sempit/spesifik. Fokus yang sempit atau
spesifik akan menghasilkan data yang sangat bermanfaat begi
perkembangan profesional guru.
Membangun Kriteria
Observasi akan sangat membantu guru, jika kriteria keberhasilan atau
sasaran yang ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya.
Keterampilan Observasi
Seorang pengamat yang baik memiliki minimal 3 keterampilan, yaitu: (1)
dapat menahan diri untuk tidak terlalu cepat memutuskan dalam
menginterpretasikan satu peristiwa; (2) dapat menciptakan suasana yang
memberi dukungan dan
menghindari terjadinya suasana yang
menakutkan guru dan siswa; dan (3) menguasai berbagai teknik untuk
menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk direkam, serta
alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode tertentu. Di dalam
suatu observasi, hasil pengamatan berupa fakta atau deskripsi, bukan
pendapat atau opini.
Dilihat cara melakukan kegiatannya, ada empat jenis observasi yang dapat
dipilih, yaitu: observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar
observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk merekam
proses pembelajaran yang diamati. Observasi terfokus secara khusus
4-11
ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.
Observasi terstruktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur
dengan baik dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal
membubuhkan tanda cek (V) pada tempat yang disediakan. Observasi
sistematik dilakukan lebih rinci dalam hal kategori data yang diamati.
 Balikan (Feedback)
Hasil observasi yang direkam secara cermat dan sistematis dapat
dijadikan dasar untuk memberi balikan yang tepat. Syarat balikan yang
baik: (i) diberikan segera setelah pengamatan, dalam berbagai bentuk
misalnya diskusi; (ii) menunjukkan secara spesifik bagian mana yang
perlu diperbaiki, bagian mana yang sudah baik untuk dipertahankan; (iii)
balikan harus dapat memberi jalan keluar kepada orang yang diberi
balikan tersebut.
d. Analisis Data
Agar data yang telah dikumpulkan bermakna sebagai dasar untuk mengambil
keputusan, data tersebut harus dianalisis atau diberi makna. Analisis data
pada tahap ini agak berbeda dengan interpretasi yang dilakukan pada tahap
observasi. Analisis data dilakukan setelah satu paket perbaikan selesai
diimplementasikan secara keseluruhan. Jika perbaikan ini direncanakan
untuk enam kali pembelajaran, maka analisis data dilakukan setelah
pembelajaran tuntas dilaksanakan. Dengan demikian, pada setiap
pembelajaran akan diadakan interpretasi yang dimanfaatkan untuk
melakukan penyesuaian, dan pada akhir paket perbaikan diadakan analisis
data secara keseluruhan untuk menghasilkan informasi yang dapat menjawab
hipotesis perbaikan yang dirancang guru.
Analisis data dapat dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, data
diseleksi, difokuskan, jika perlu ada yang direduksi karena itu tahap ini sering
disebut sebagai reduksi data. Kemudian data diorganisaskan sesuai dengan
hipotesis atau pertanyaan penelitian yang ingin dicari jawabannya. Tahap
kedua, data yang sudah terorganisasi ini dideskripsikan sehingga bermakna,
baik dalam bentuk narasi, grafik, maupun tabel. Akhirnya, berdasarkan
paparan atau deskripsi yang telah dibuat ditarik kesimpulan dalam bentuk
pernyataan atau formula singkat.
e. Refleksi
Saat refleksi, guru mencoba merenungkan mengapa satu kejadian
berlangsung dan mengapa hal seperti itu terjadi. Ia juga mencoba
merenungkan mengapa satu usaha perbaikan berhasil dan mengapa yang lain
gagal. Melalui refleksi, guru akan dapat menetapkan apa yang telah dicapai,
serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu diperbaiki lagi dalam
pembelajaran berikutnya.
f. Perencanaan Tindak Lanjut
Sebagaimana yang telah tersirat dalam tahap analisis data dan refleksi, hasil
atau kesimpulan yang didapat pada analisis data, setelah melakukan refleksi
digunakan untuk membuat rencana tindak lanjut. Jika ternyata tindakan
4-12
perbaikan belum berhasil menjawab masalah yang menjadi kerisauan guru,
maka hasil analisis data dan refleksi digunakan untuk merencanakan kembali
tindakan perbaikan, bahkan bila perlu dibuat rencana baru. Siklus PTK
berakhir, jika perbaikan sudah berhasil dilakukan. Jadi, suatu siklus dalam
PTK sebenarnya tidak dapat ditentukan lebih dahulu berapa banyaknya.
(Kemmis dan Mc. Taggart dikutip Wardani dkk, 2004, p.4.9)
6.
Cara Membuat Proposal
Proposal adalah suatu perencanaan yang sistematis untuk melaksanakan
penelitian termasuk PTK. Di dalam proposal terdapat komponen dan langkah
yang harus dilakukan dalam melaksanakan PTK. Selain itu, proposal juga
memiliki kegunaan sebagai usulan untuk pengajuan dana kepada instansi atau
sumber yang dapat mendanai penelitian. Proposal terdiri dari dua bagian, bagian
pertama merupakan identitas proposal, sedangkan bagian kedua merupakan
perencanaan penelitian yang berisi tentang desain penelitian, dan langkahlangkah pelaksanaan. Pembahasan proposal akan dibagi menjadi 3 langkah,
yaitu mengenai format proposal, cara membuat proposal, dan cara menilai
proposal (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999).
a. Format Proposal
Pada umumnya format proposal penelitian, baik penelitian formal maupun
PTK sudah baku. Salah satu format proposal yang ada saat ini adalah yang
dikembangkan oleh Tim Pelatih Proyek PGSM sebagai berikut.
Halaman Judul (kulit luar)
Berisi judul PTK, nama peneliti dan lembaga, serta tahun proposal itu dibuat.
4-13
Halaman Pengesahan
Berisi identitas peneliti dan penelitian yang akan dilakukan, yang
ditandatangani oleh ketua peneliti dan ketua/kepala lembaga yang
mengesahkan. Di perguruan tinggi yang mengesahkan proposal penelitian
adalah Ketua Lembaga Penelitian dan Dekan.
Kerangka Proposal
1. Judul Penelitian
2. Bidang Ilmu
3. Kategori Penelitian
4. Data Peneliti:
 Nama lengkap dan gelar
 Golongan/pangkat/NIP
 Jabatan fungsional
 Jurusan
 Institusi
5. Susunan Tim Peneliti
 Jumlah
 Anggota
6. Lokasi Penelitian
7. Biaya Penelitian
8. Sumber Dana
b. Perencanaan PTK
Berdasarkan format proposal tersebut di atas, tugas peneliti selanjutnya
adalah mengembangkan rancangan (desain) PTK. Rancangan tersebut
adalah:
1) Judul
Judul PTK dinyatakan dengan jelas dan mencerminkan tujuan, yaitu
mengandung maksud, kegiatan atau tindakan, dan penyelesaian
masalah.
2) Latar Belakang
Berisi informasi tentang pentingnya penelitian dilakukan, mengapa Anda
tertarik dengan masalah ini? Apakah masalah tersebut merupakan
masalah riil yang Anda hadapi sehari-hari? Apakah ada manfaatnya
apabila diteliti dengan PTK? Untuk ini perlu didukung oleh kajian
literatur atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan baik
oleh Anda sendiri maupun orang lain.
3) Permasalahan
Masalah dalam PTK harus diangkat dari pengalaman sehari-hari. Anda
perlu mengkaji masalah tersebut, melakukan analisis, dan jika perlu
menanyakan kepada para siswa Anda tentang masalah tersebut. Setelah
Anda yakin dengan masalah tersebut, rumuskan ke dalam bentuk
kalimat yang jelas. Biasanya rumusan masalah dibuat dalam bentuk
kalimat Tanya.
4-14
4) Cara Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah dilakukan setelah Anda melakukan analisis dan
pengkajian terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga ditemukan cara
pemecahannya. Untuk menemukan cara pemecahan terhadap suatu
masalah, Anda dapat melakukannya dengan mengacu pada pengalaman
Anda selama ini, pengalaman teman Anda, mencari dalam buku literatur
dan hasil penelitian, atau dengan berkonsultasi dan berdiskusi dengan
teman sejawat atau para pakar. Cara penyelesaian masalah yang Anda
tentukan atau pilih harus benar-benar “applicable”, yaitu benar-benar
dapat dan mungkin Anda laksanakan dalam proses pembelajaran.
5) Tujuan dan manfaat PTK
Berdasarkan masalah serta cara penyelesaiannya, Anda dapat
merumuskan tujuan PTK. Rumuskan tujuan ini secara jelas dan terarah,
sesuai dengan latar belakang masalah dan mengacu pada masalah dan
cara penyelesaian masalah. Sebutkan pula manfaat dari PTK ini, yaitu
nilai tambah atau dampak langsung atau pengiring terhadap
kemampuan siswa Anda.
6) Kerangka Teoritis dan Hipotesis
Dalam bagian ini, Anda diminta untuk memperdalam atau memperluas
pengetahuan teoritis Anda berkaitan dengan masalah penelitian yang
akan diteliti. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari buku-buku
dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah tersebut. Kajian
teoritis ini sangat berguna untuk memperkaya Anda dengan variabel
yang berkaitan dengan masalah tersebut. Selain itu, Anda juga akan
memperoleh masukan yang dapat membantu Anda dalam melaksanakan
PTK, terutama dalam merumuskan hipotesis.
7) Rencana Penelitian
Mencakup penataan penelitian, faktor-faktor yang diselidiki, rencana
kegiatan (persiapan, implementasi, observasi dan interpretasi, analisis,
dan refleksi), data dan cara pengumpulan data, dan teknik analisis data
penelitian.
8) Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisi bentuk aktivitas terkait dengan penelitian dan
rancangan waktu kapan dilaksanakan dan dalam jangka berapa lama.
Untuk membuat jadwal penelitian Anda harus menginventarisasi jenisjenis kegiatan yang akan dilakukan dimulai dari awal perencanaan,
penyusunan proposal sampai dengan selesainya penulisan laporan.
Jadwal PTK umumnya ndisusun dalam bentuk bar chart.
9) Rencana Anggaran
Cantumkan anggaran yang akan digunakan dalam PTK Anda, terutama
jika PTK ini dibiayai oleh sumber dana tertentu. Rencana biaya meliputi
kegiatan sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan
laporan. Pada tiap-tiap tahapan diuraikan jenis-jenis pengeluaran yang
4-15
dilakukan serta berapa banyak alokasi dana yang disediakan untuk tiaptiap kegiatan.
Latihan
Setelah
mengkaji dengan cermat semua uraian untuk memantapkan
pemahaman Anda, kerjakan latihan berikut.
1. Langkah-langkah PTK merupakan satu siklus yang berulang sampai tujuan
perbaikan yang dirancang dapat terwujud. Coba gambarkan siklus tersebut
dengan cara Anda sendiri dan jelaskan kapan siklus tersebut dapat berakhir.
2. Tahap observasi dan interpretasi merupakan satu tahap yang dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Coba diskusikan dengan teman Anda
mengapa kedua tahap tersebut harus dilakukan bersamaan dan mengapa
observasi harus disertai dengan interpretasi.
3. Agar observasi dapat dimanfaat secara efektif, berbagai prinsip dan aturan harus
diikuti. Pilih tiga aturan yang menurut Anda paling penting dan jelaskan
mengapa aturan tersebut harus diikuti.
4. Analisis data akan membantu guru melakukan refleksi. Beri alasan yang
mendukung pendapat tersebut disertai sebuah contoh.
5. Apa yang dikerjakan guru berdasarkan hasil analisis data dan refleksi? Jelaskan
jawaban Anda dengan contoh.
Tugas: Susunlah sebuah proposal PTK untuk menyelesaikan masalah yang Anda
hadapi di sekolah Anda masing-masing. Gunakan format proposal PTK seperti yang
sudah dijelaskan di dalam modul ini.
PENULISAN KARYA ILMIAH
Di dalam modul ini, karya tulis ilmiah yang akan dibahas terdiri dari dua
macam, yaitu laporan hasil penelitian khususnya laporan penelitian tindakan kelas
dan artikel ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian dan nonpenelitian.
1. Laporan Penelitian Tindakan Kelas.
Laporan PTK merupakan pernyataan formal tentang hasil penelitian, atau hal
apa saja yang memerlukan informasi yang pasti, yang dibuat oleh seseorang atau
badan yang diperintahkan atau diharuskan untuk melakukan hal itu. Ada beberapa
jenis laporan misalnya rapor sekolah, laporan hasil praktikum, dan hasil tes
laboratorium.
Sedangkan laporan PTK termasuk jenis laporan lebih tinggi
penyajiannya. Tujuan menulis laporan secara sederhana adalah untuk mencatat,
memberitahukan, dan merekomendasikan hasil penelitian. Dalam penelitian,
laporan merupakan laporan hasil penelitian yang berupa temuan baru dalam bentuk
teori, konsep, metode, dan prosedur, atau permasalahan yang perlu dicarikan cara
pemecahannya. Namun untuk mengimplementasikannya memerlukan waktu yang
4-16
cukup panjang. Hasil penelitian formal dipublikasikan melalui seminar, pengkajian
ulang, analisis kebijakan, pendiseminasian dan sebagainya, yang memerlukan waktu
cukup lama, sehingga pada saat dilakukan implementasi, temuan tersebut sudah
kedaluwarsa dan tidak sesuai lagi.
Laporan PTK perlu dibuat oleh para peneliti untuk beberapa kepentingan
antara lain sebagai berikut.
a) Sebagai dokumen penelitian, dan dapat dimanfaatkan oleh guru atau dosen
untuk diajukan sebagai bahan kenaikan pangkat/pengembangan karir.
b) Sebagai sumber bagi peneliti lain atau peneliti yang sama dalam memperoleh
inspirasi untuk melakukan penelitian lainnya.
c) Sebagai bahan agar orang atau peneliti lain dapat memberikan kritik dan
saran terhadap penelitian yang dilakukan.
d) Sebagai acuan dan perbandingan bagi peneliti untuk mengambil tindakan
dalam menangani masalah yang serupa atau sama.
Sistematika laporan merupakan bagian yang sangat mendasar dalam sebuah
laporan, karena akan merupakan kerangka berpikir yang dapat memberikan arah
penulisan, sehingga memudahkan anda dalam menulis laporan. Sistematika atau
struktur ini harus sudah anda persiapkan sebelum penelitian dilakukan, yaitu pada
saat anda menulis proposal. Setelah PTK selesai dilakukan, anda mulai melihat
kembali struktur tersebut untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai
dengan pengalaman anda dalam melakukan PTK, serta data informasi yang sudah
dikumpulkan dan dianalisis.
Pada dasarnya, laporan PTK hampir sama dengan laporan jenis penelitian
lainnya. Meskipun begitu, setiap institusi bisa saja menetapkan format tersendiri
yang bisa berbeda dengan format dari institusi lain. Format yang ditetapkan oleh
Lembaga Penelitian Unesa, misalnya, bisa berbeda dari format yang digunakan oleh
Ditjendikti atau Universitas Terbuka. Apabila PTK yang anda lakukan memperoleh
pendanaan dari institusi tertentu, maka sistematika laporan juga perlu disesuaikan
dengan format yang telah ditentukan oleh pihak pemberi dana penelitian. Namun
bila dibandingkan satu sama lain, sebenarnya setiap format menyepakati beberapa
komponen yang dianggap perlu dicantumkan dan dijelaskan. Sistematika laporan
PTK di bawah ini merupakan modifikasi dari berbagai sumber:
Halaman Judul
Judul laporan PTK yang baik mencerminkan ketaatan pada rambu-rambu
seperti: gambaran upaya yang dilakukan untuk perbaikan pembelajaran,
tindakan yang diambil untuk merealisasikan upaya perbaikan pembelajaran,
dan setting penelitian. Judul sebaiknya tidak lebih dari 15 kata.
Lembar Pengesahan
Gunakan model lembar pengesahan yang ditetapkan oleh institusi terkait.
Kata Pengantar
Abstrak
Abstrak sebaiknya ditulis tidak lebih dari satu halaman. Komponen ini
merupakan intisari penelitian, yang memuat permasalahan, tujuan, prosedur
4-17
pelaksanaan penelitian/tindakan, hasil dan pembahasan, serta simpulan dan
saran.
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab ini memuat unsur latar belakang masalah, data awal tentang
permasalahan pentingnya masalah diselesaikan, identifikasi masalah, analisis
dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta definisi istilah bila
dianggap perlu. Urutan penyajian bisa disusun sebagai berikut:
A. Latar Belakang Masalah (data awal dalam mengidentifikasi masalah,
analisis masalah, dan pentingnya masalah untuk diselesaikan)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Definisi Operasional (bila perlu)
Bab II Kajian Pustaka
Kajian Pustaka menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang
relevan yang memberi arah ke pelaksanaan PTK dan usaha peneliti
membangun argumen teoritik bahwa dengan tindakan tertentu
dimungkinkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dan
pembelajaran, bukan untuk membuktikan teori. Bab ini diakhiri dengan
pertanyaan penelitian dan atau hipotesis. Urutan penyajian yang bisa
digunakan adalah sebagai berikut
A. Kajian Teoritis
B. Penelitian-penelitian yang relevan (bila ada)
C. Kajian Hasil Diskusi (dengan teman sejawat, pakar pendidikan, peneliti)
D. Hasil Refleksi Pengalaman Sendiri sebagai Guru
E. Perumusan Hipotesis Tindakan
Bab III Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Bab ini berisi unsur-unsur seperti deskripsi lokasi, waktu, mata pelajaran,
karakteristik siswa di sekolah sebagai subjek penelitian. Selain itu, bab ini
juga menyajikan gambaran tiap siklus: rancangan, pelaksanaan, cara
pemantauan beserta jenis instrumen, usaha validasi hipotesis dan cara
refleksi. Tindakan yang dilakukan bersifat rasional dan feasible serta
collaborative. Urutan penyajian bisa disusun sebagai berikut:
A. Subjek Penelitian (Lokasi, waktu, mata pelajaran, kelas, dan karakteristik
siswa)
B. Deskripsi per Siklus (rencana, pelaksanaan, pengamatan/pengumpulan
data/instrument, refleksi)
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV menyajikan uraian tiap-tiap siklus dengan data lengkap, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan pengamatan dan refleksi yang berisi penjelasan
tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Perlu ditambahkan
4-18
hal yang mendasar yaitu hasil perubahan (kemajuan) pada diri siswa,
lingkungan, guru sendiri, motivasi dan aktivitas belajar, situasi kelas, hasil
belajar. Kemukakan grafik dan tabel secara optimal, hasil analisis data yang
menunjukkan perubahan yang terjadi disertai pembahasan secara sistematik
dan jelas.
A. Deskripsi per siklus (data tentang rencana, pengamatan, refleksi),
keberhasilan dan kegagalan, lengkap dengan data)
B. Pembahasan dari tiap siklus
Bab V Simpulan dan Saran
A. Simpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
2.
Artikel Ilmiah
Kegiatan menyusun karya ilmiah, baik berupa laporan hasil penelitian maupun
makalah nonpenelitian, merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan aktivitas
ilmiah.
Beberapa kualifikasi yang diperlukan untuk dapat menulis karya ilmiah
dengan baik antara lain adalah:
a. Pengetahuan dasar tentang penulisan karya ilmiah, baik yang berkenaan dengan
teknik penulisan maupun yang berkenaan dengan notasi ilmiah. Di samping itu,
keterampilan menggunakan bahasa tulis dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah yang berlaku
b. Memiliki wawasan yang luas mengenai bidang kajian keilmuan
c. Pengetahuan dasar mengenai metode penelitian.
Artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau
buku kumpulan artikel yang ditulis dengan tata cara ilmiah dengan mengikuti
pedoman atau konvensi yang telah disepakati atau ditetapkan. Artikel ilmiah bisa
diangkat dari hasil penelitian lapang, hasil pemikiran dan kajian pustaka, atau hasil
pengembangan proyek. Dari segi sistematika penulisan dan isi suatu artikel dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu artikel hasil penelitian dan artikel
nonpenelitian. Secara umum, isi artikel hasil penelitian meliputi: judul artikel, nama
penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan,
kesimpulan dan saran, serta daftar rujukan. Sedangkan artikel nonpenelitian berisi
judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, bagian inti, penutup, dan
daftar rujukan.
Isi artikel penelitian diuraikan sebagai berikut:
1. Judul
Judul artikel berfungsi sebagai label yang menginformasikan inti isi yang
terkandung dalam artikel secara ringkas. Pemilihan kata sebaiknya dilakukan
dengan cermat agar selain aspek ketepatan, daya tarik judul bagi pembaca juga
dipertimbangkan. Judul artikel sebaiknya tidak lebih dari 15 kata.
2. Nama Penulis
4-19
Nama penulis artikel ditulis tanpa gelar, baik gelar akademik maupun gelar
lainnya. Nama lembaga tempat penulis bekerja biasanya ditulis di bawah nama
penulis, namun boleh juga dituliskan sebagai catatan kaki di halaman pertama.
Apabila penulis lebih dari dua orang, maka nama penulis utama saja yang
dicantumkan di bawah judul, sedangkan nama penulis lainnya dituliskan dalam
catatan kaki.
3. Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak dan kata kunci (key words) berisi pernyataan yang mencerminkan ide-ide
atau isu-isu penting di dalam artikel. Untuk artikel hasil penelitian, prosedur
penelitian (untuk penelitian kualitatif termasuk deskripsi tentang subjek yang
diteliti), dan ringkasan hasil penelitian, tekanan diberikan pada hasil penelitian.
Sedangkan untuk artikel nonpenelitian, abstrak berisi ringkasan isi artikel yang
dituangkan secara padat, bukan komentar atau pengantar dari penyunting.
Panjang abstrak 50-75 kata, dan ditulis dalam satu paragraf.
Kata kunci adalah kata pokok yang menggambarkan daerah masalah yang
dibahas dalam artikel atau istilah-istilah yang merupakan dasar pemikiran
gagasan dalam karangan asli berupa kata tunggal atau gabungan kata. Jumlah
kata kunci antara 3-5 kata. Perlu diingat bahwa kata kunci tidak diambil dari katakata yang sudah ada di dalam judul artikel. Kata kunci sangat bermanfaat bagi
pihak lain yang menggunakan mesin penelusuran pustaka melalui jaringan
internet untuk menemukan karya seseorang yang sudah dipublikasikan secara
online.
4. Pendahuluan
Pendahuluan tidak diberi judul, ditulis langsung setelah abstrak dan kata kunci.
Bagian ini menyajikan kajian pustaka yang berisi paling sedikit tiga gagasan: (1)
latar belakang masalah atau rasional penelitian, (2) masalah dan wawasan rencana
pemecahan masalah, (3) rumusan tujuan penelitian (dan harapan tentang manfaat
hasil penelitian).
Sebagai kajian pustaka, bagian ini harus disertai rujukan yang dapat dijamin
otoritas keilmuan penulisnya. Kajian pustaka disajikan secara ringkas, padat dan
mengarah tepat pada masalah yang diteliti. Aspek yang dibahas dapat mencakup
landasan teoretis, segi historis, atau segi lainnya yang dianggap penting. Latar
belakang atau rasional hendaknya dirumuskan sedemikian rupa, sehingga
mengarahkan pembaca ke rumusan penelitian yang dilengkapi dengan rencana
pemecahan masalah dan akhirnya ke rumusan tujuan.
Apabila anda menulis artikel nonpenelitian, maka bagian pendahuluan berisi
uraian yang mengantarkan pembaca pada topik utama yang akan dibahas. Bagian
ini menguraikan hal-hal yang mampu menarik pembaca sehingga mereka tertarik
untuk mengikuti bagian selanjutnya. Selain itu, bagian ini juga diakhiri dengan
rumusan singkat tentang hal-hal yang akan dibahas.
5. Bagian Inti
Bagian ini berisi 3 (tiga) hal pokok, yaitu metode, hasil, dan pembahasan. Pada
bagian metode disajikan bagaimana penelitian dilaksanakan. Uraian disajikan
dalam beberapa paragraf tanpa atau dengan subbagian. Yang disajikan pada
4-20
bagian ini hanyalah hal yang pokok saja. Isi yang disajikan berupa siapa sumber
datanya (subjek atau populasi dan sampel), bagaimana data dikumpulkan
(instrumen dan rancangan penelitian), dan bagaimana data dianalisis (teknik
analisis data). Apabila di dalam pelaksanaan penelitian ada alat dan bahan yang
digunakan, maka spesifikasinya perlu disebutkan.
Untuk penelitian kualitatif, uraian mengenai kehadiran peneliti, subjek penelitian
dan informan, beserta cara memperoleh data penelitian, lokasi dan lama
penelitian, serta uraian tentang pengecekan keabsahan hasil penelitian
(triangulasi) juga perlu dicantumkan.
Bagian hasil adalah bagian utama artikel ilmiah. Bagian ini menyajikan hasil
analisis data. Yang dilaporkan dalam bagian ini adalah hasil analisis saja,
sedangkan proses analisis data misalnya perhitungan statistik, tidak perlu
disajikan. Proses pengujian hipotesis, ternasuk pembandingan antara koefisien
hasil perhitungan statistik dengan koefisien tabel, tidak perlu disajikan. Yang
dilaporkan hanyalah hasil analisis dan hasil pengujian data. Hasil analisis dapat
disajikan dalam bentuk grafik atau tabel untuk memperjelas penyajian hasil secara
verbal, yang kemudian dibahas.
Bagian terpenting dari artikel hasil penelitian adalah pembahasan. Dalam
pembahasan disajikan: (1) jawaban masalah penelitian atau bagaimana tujuan
penelitian dicapai, (2) penafsiran temuan penelitian, (3) pengintegrasian temuan
penelitian ke dalam kumpulan penelitian yang telah mapan, dan (4) menyusun
teori baru atau memodifikasi teori yang telah ada sebelumnya. Jawaban atas
masalah penelitian hendaknya disajikan secara eksplisit. Penafsiran terhadap hasil
penelitian dilakukan dengan menggunakan logika dan teori-teori yang ada.
Pengintegrasian temuan penelitian ke dalam kumpulan yang ada dilakukan
dengan membandingkan temuan itu dengan temuan penelitian yang telah ada
atau dengan teori yang ada, atau dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Pembandingan harus disertai rujukan. Jika penelitian ini menelaah teori
(penelitian dasar), teori yang lama dapat dikonfirmasi atau ditolak sebagian atau
seluruhnya. Penolakan sebagian dari teori harus disertai dengan modifikasi teori,
dan penolakan terhadap seluruh teori harus disertai rumusan teori yang baru.
Untuk penelitian kualitatif, bagian ini dapat pula memuat ide-ide peneliti,
keterkaitan antara kategori-kategori dan dimensi-dimensi serta posisi temuan atau
penelitian terhadap temuan dan teori sebelumnya.
Untuk artikel nonpenelitian, bagian inti ini dapat sangat bervariasi bergantung
pada topik yang dibahas. Yang perlu diperhatikan dalam bagian ini adalah
pengorganisasian isi yang dapat berupa fakta, konsep, prosedur, atau prinsip. Isi
yang berbeda memerlukan penataan dengan urutan yang berbeda pula.
6. Penutup
Istilah penutup digunakan sebagai judul bagian akhir dari sebuah artikel
nonpenelitian jika isinya berupa catatan akhir atau yang sejenisnya. Namun
apabila bagian akhir berisi kesimpulan hasil pembahasan sebelumnya, maka
istilah yang dipakai adalah kesimpulan. Pada bagian akhir ini dapat juga
ditambahkan saran atau rekomendasi.
4-21
Untuk artikel hasil penelitian, bagian penutup berisi kesimpulan dan saran yang
memaparkan ringkasan dari uraian yang disajikan pada bagian hasil dan
pembahasan. Kesimpulan diberikan dalam bentuk uraian verbal, bukan
numerikal. Saran disusun berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat. Saran dapat
mengacu pada tindakan praktis, atau pengembangan teoretis, atau penelitian
lanjutan.
7. Daftar Rujukan/Pustaka
Daftar rujukan berisi daftar dokumen yang dirujuk dalam penyusunan artikel.
Semua bahan pustaka yang dirujuk yang disebutkan dalam batang tubuh artikel
harus disajikan dalam daftar rujukan dengan urutan alfabetis. Gaya selingkung
dalam menyusun daftar pustaka bisa bervariasi, bergantung pada disiplin ilmu
yang menjadi payung artikel ilmiah anda atau jurnal yang akan memuat artikel
anda. Bidang Pendidikan atau Psikologi sering menggunakan format APA
(American Psychological Association), sedangkan disiplin ilmu Sejarah
menggunakan Turabian Style atau Chicago Manual, dan bidang Bahasa dan Sastra
menggunakan MLA (Modern Language Association). Apapun gaya yang anda
gunakan, pastikan bahwa gaya penulisan anda konsisten dan sesuai dengan
format yang ditetapkan oleh jurnal/media yang akan menampung tulisan anda.
Untuk itu, anda perlu mencermati lebih dahulu format seperti apa yang harus
anda ikuti sebelum mulai menulis/menyunting artikel ilmiah anda. Secara umum,
yang dicantumkan dalam rujukan (berupa buku) adalah: nama pengarang, tahun
penerbitan, judul, kota tempat penerbitan, dan nama penerbitnya.
Latihan
1. Bedakan artikel hasil penelitian dengan artikel nonpenelitian dari dimensi isi
artikel.
2. Bagian terpenting dari artikel hasil penelitian adalah pembahasan. Apa saja
yang seharusnya disajikan dalam pembahasan?
3. Berdasarkan prosedur pemecahan masalah, ada dua jenis makalah ilmiah,
apa sajakah? Buatlah perbedaan antara keduanya.
4. Bagaimana aturan yang harus diikuti dalam menyusun Daftar Pustaka?
5. Jelaskan sistematika sebuah laporan PTK.
6. Diberikan informasi tentang hasil penelitian/kasus pembelajaran, peserta
dapat merumuskan bagian-bagian tertentu dari sebuah artikel.
4-22
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB I
PENDAHULUAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan
bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Gurulah yang menjadi ujung tombak pendidikan, sebab guru secara
langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan
siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan bermoral tinggi. Guru
dituntut untuk memiliki kemampuan yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar.
Sebagai pengajar guru dituntut harus menguasai bahan ajar yang diajarkan dan
terampil dalam mengajarkannya. Cara mengajar seorang guru akan tercermin dalam
proses mengajar belajar.
Dalam proses mengajar belajar, penguasaan materi pelajaran
dan cara
menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Oleh karena itu proses
mengajar belajar harus diupayakan sebaik mungkin dan perlu mendapat perhatian
yang serius. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas
sangatlah penting, namun demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran
yang optimal. Komponen lain dalam pembelajaran yang sangat penting dikusai oleh
guru adalah tentang pemahaman mereka tentang karakteristik siswa yang diajarnya,
penguasaan terhadap teori-teori belajar agar dapat mengarahkan peserta didik
berpartisipasi secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna
bagi siswa. Guru juga harus mampu merencanakan pembelajaran, memilih media
pembelajaran yang tepat, melaksanakan proses dan melakukan penilaian. Guru juga
perlu mengerti bagaimana seharusnya melakukan refleksi pembelajaran sehingga
guru dapat melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran yang telah
dilakukan.
1
B. Tujuan
Tujuan penyusunan bahan ajar kompetensi pedagogik ini adalah membantu guru
calon peserta PLPG mendapatkan sumber belajar untuk menambah wawasan para
guru tentang: (1) kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, (2)
karakteristik siswa dan teori-teori belajar (3) pengelolaan kegiatan pembelajaran agar
lebih profesional di bidangnya sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan (4)
bagaimana melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan agar dapat
memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilakukan.
C. Peta Kompetensi
Peta kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru sesuai dengan permendikbud
No16 tahun 2007 adalah sebagai berikut.
Standar Kompetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran di
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK
No. KOMPETENSI INTI GURU
1. Menguasai karakteristik
KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN
1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan
peserta didik dari aspek
dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional,
fisik, moral, spiritual, sosial,
moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya.
kultural, emosional, dan
intelektual.
1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata
pelajaran yang diampu.
1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam
mata pelajaran yang diampu.
1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik
dalam mata pelajaran yang diampu.
2
2.
Menguasai teori belajar
2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip
dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata
pembelajaran
pelajaran yang diampu.
yang mendidik.
2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode,
dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif
dalam mata pelajaran yang diampu.
3.
Mengembangkan
kurikulum yang terkait
3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum.
dengan mata
3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.
pelajaran yang diampu.
3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diampu.
3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang
terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan
pembelajaran.
3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai
dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik
peserta didik.
3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.
4.
Menyelenggarakan
pembelajaran yang
mendidik.
4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan
pembelajaran yang mendidik.
4.2 Mengembangkan komponen-komponen rancangan
pembelajaran.
4.3 Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap,
baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium,
maupun lapangan.
3
4.4 Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas,
di laboratorium, dan di lapangan dengan
memperhatikan standar keamanan yang
dipersyaratkan.
4.5 Menggunakan media pembelajaran dan sumber
belajar yang relevan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran yang diampu untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.
4.6 Mengambil keputusan transaksional dalam
pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi
yang berkembang.
5
Memanfaatkan teknologi
.
informasi dan komunikasi
5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pembelajaran yang diampu.
Untuk kepentingan
6
pembelajaran.
Memfasilitasi
.
pengembangan potensi
untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi
peserta didik untuk
secara optimal.
mengaktualisasikan
berbagai potensi yang
6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran
6.2 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran
untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik,
termasuk kreativitasnya.
7.1 Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang
7
dimiliki.
Berkomunikasi secara
.
efektif, empatik, dan
efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan,
santun dengan peserta
dan/atau bentuk lain.
didik.
7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam
interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang
terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi
psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam
permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan
kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons
peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi
4
8
Menyelenggarakan
8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi
.
penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik
proses dan hasil belajar.
mata pelajaran yang diampu.
8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar
yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.
8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar.
8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar.
8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan dengan
mengunakan berbagai instrumen.
8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar
untuk berbagai tujuan.
9
Memanfaatkan hasil
.
penilaian dan evaluasi untuk
8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.
9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan
evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar
kepentingan pembelajaran. 9.2 Menggunakan informasi hasil penilaian dan
evaluasi untuk merancang program remedial dan
pengayaan.
9.3 Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi
kepada pemangku kepentingan.
9.4 Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan
evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran.
5
10. Melakukan tindakan
10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
reflektif untuk peningkatan
kualitas
dilaksanakan.
10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan
pembelajaran.
pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran
yang diampu.
10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata
pelajaran yang diampu.
(Sumber: Permendikbud No. 16 Tahun 2007)
D. Ruang Lingkup
Penyusunan sumber belajar ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas
bagi guru tentang kompetensi pedagogik yang harus dikuasai Guru. Dalam sumber
belajar
ini akan dibahas secara singkat 8 kegiatan pembelajaran dimana pada
masing-masing kegiatan pembelajaran akan diberikan Tujuan, Indikator Pencapaian
Kompetensi, Uraian Materi, Latihan, Umpan Balik dan Tindak Lanjut, serta Daftar
Pustaka yang bisa dirujuk untuk mempelajari lebih jauh uraian materi yang telah
diberikan.
Materi yang dibahas dalam sumber belajar ini tertuang dalam 8 kegiatan belajar
sebagai berikut ini.
Kegiatan Belajar 1 : Karakteristik Siswa
Kegiatan Belajar 2 : Teori Belajar
Kegiatan Belajar 3 : Kurikulum 2013
Kegiatan Belajar 4 : Desain Pembelajaran
Kegiatan Belajar 5 : Media Pembelajaran
Kegiatan Belajar 6 : Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan Belajar 7 : Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
Kegiatan Belajar 8 : Refleksi Pembelajaran dan PTK
6
E.
Saran Cara Penggunaan Sumber Belajar
Sumber belajar ini secara khusus diperuntukkan bagi guru yang akan mengikuti
pendidikan dan pelatihan kompetensi guru (PLPG) setelah menempuh Ujian
Kompetensi Guru (UKG) atau sedang belajar mandiri secara individu atau dengan
teman sejawat.
Berikut ini beberapa saran dalam cara penggunaan dan pemanfaatan sumber belajar
ini.
1. Bacalah sumber belajar ini secara runtut, dimulai dari Pendahuluan, agar dapat
lebih mudah dan lancar dalam mempelajari kompetensi dan materi dalam sumber
belajar ini.
2. Materi di dalam sumber belajar ini lebih bersifat ringkas dan padat, sehingga
dimungkinkan untuk menelusuri literatur lain yang dapat menunjang penguasaan
kompetensi.
3. Setelah melakukan aktivitas membaca sumber belajar, barulah berusaha sekuat
pikiran, untuk menyelesaikan latihan dan/atau tugas yang ada. Jangan tergoda
untuk melihat kunci dan petunjuk jawaban. Kemandirian dalam mempelajari
sumber belajar ini akan menentukan seberapa jauh penguasaan kompetensi.
4. Setelah memperoleh jawaban atau menyelesaikan tugas, bandingkan dengan
kunci atau petunjuk jawaban.
5. Lakukan refleksi berdasarkan proses belajar yang telah dilakukan dan
penyelesaian latihan/tugas.. Hasil refleksi yang dapat terjadi antara lain
ditemukan beberapa bagian yang harus direviu dan dipelajari kembali, ada bagian
yang perlu dipertajam atau dikoreksi, dan lain lain.
6. Setelah mendapatkan hasil refleksi, rencanakan dan lakukan tindak lanjut yang
relevan.
7
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB II
KARAKTERISTIK SISWA
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 1: KARAKTERISTIK SISWA
A. Tujuan
Modul ini disusun untuk menjadi bahan belajar bagi guru terkait materi
karakteristik siswa dalam program Guru Pembelajar. Tujuan belajar yang akan
dicapai adalah memahami tahap-tahap perkembangan siswa sehingga dapat
menyediakan materi pelajaran dan metode penyampaian yang sesuai dengan
karakteristik siswa sesuai dengan tahap perkembangannya
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Kompetensi Inti
Menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, kultural, emosional, dan
intelektual
2. Kompetensi Guru Mata Pelajaran
a.
Memahami karateristik siswa yang berkaitan dengan aspek fisik,
intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial
budaya sesuai dengan tahap perkembangannya
b. Menyiapkan
dan
materi
pelajaran
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya.
c.
Marancang kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa
berdasarkan pada tahap perkembangannya.
C. Uraian Materi
Siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan berbagai
karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaranjh terjadi interaksi timbal
balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Oleh
karena itu, salah satu dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah
memahami karakteristik anak didiknya, sehingga tujuan pembelajaran, materi
yang disiapkan, dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya benar-benar
sesuai dengan karakteristik siswanya.
Perbedaan
karakteristik
anak
salah
satunya
dapat
dipengaruhi
oleh
perkembangannya. Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu
1
sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemkuan spermatozoid dengan sel telur
sampai dengan dewasa.
1. Metode dalam psikologi perkembangan
Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia, yaitu
longitudinal dan cross sectional. Dengan metode longitudinal, peneliti mengamati
dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu
yang lama. Misalnya penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang mengikuti
perkembangan sekelompok anak jenius dari masa prasekolah sampai masa
dewasa waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang mapan.
Perbedaan karakteristik setiap saat itulah yangt diasumsikan sebagai tahap
perkembangan. Penelitian dengan metode longitudinal mempunyai kelebihan,
yaitu kesimpulan yang diambil lebih meyakinkan, karena membandingkan
karakteristik anak yangbvsama pada usia yang berbeda-beda, sehingga setiapo
perbedaan dapat diasumsiukan sebagai hasil perkembangan dan pertumbuhan.
Tetapi, metode ini memerlukan waktu sangat lama untuk mendapat hasil yang
sempurna.
Dengan metode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji banyak anak
dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya, penelitian yang pernah
dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Nana Saodih Sukmadinata, 2009) yang
mempelajari ribuan anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan
mentalnya, pola-pola perkembangan dan memampuannya, serta perilaku mereka.
Perbedaan karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan
perkembangan. Dengan pendekatan cross-sectional, proses penelitian tidak
memerlukan waktu lama, hasil segera dapat diketahui. Kelemahannya, peneliti
menganalisis perbedaan karakteristik anak-anak yang berbeda, sehingga
diperlukan kehati-hatian dalam menarik kesimpulan, bahwa perbedaan itu
semata-mata karena perkembangan.
2. Pendekatan dalam psikologi perkembangan
Manusia merupakan kesatuan antara jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisahpisahkan. Manusia merupakan individu yang kompleks, terdiri dari banyak aspek,
termasuk jsamani, intelektual, emosi, moral, social, yang membentuk keunikan
2
pada setiap orang. Kajian perkembangan manuasi dapat menggunakan
pendekatan menyeluruh atau pendekatan khusus (Nana Sodih Sukmadinata,
2009). Menganalisis seluruh segi perkembangan disebut pendekatan menyeluruh
/ global. Segala segi perkembangan dideskripsikan dalam pendekatan ini, seperti
perkembangan fisik, motorik, social, intelektual, moral, intelektual, emosi, religi,
dsb.
Walaupun demikian, untuk mempermudah penelitian, pembahasan dapat
dilakukan per aspek perkembangan. Misalnya, ada peneliti yang memfokuskan
kajiannya pada perkambangan aspek fisik saja, aspek intelektual saja, aspek moral
saja, aspek emosi saja, dsb. Inilah yang dikenal dengan pendekatan khusus
(spesifik).
3. Teori perkembangan
Ada berbagai teori perkembangan. Dalam buku ini akan dibahas beberapa teori
yang sering menjadi acuan dalam bidang pendidikan, yaitu teori yang termasuk
teori menyeluruh / global ( Rousseau, Stanley Hall, Havigurst), dan teori yang
termasuk khusus / spesifik (Piaget, Kohlbergf, Erikson), seperti yang diuraikan
dalam Nana Saodih Sukmadinata (2009).
a.
Jean Jacques Rousseau
Jean Jacques Rousseau merupakan ahli pendidikan beraliran liberal yang
menjadi pendorong pembelajaran discovery. Rousseau mulai mendakan
kajian pada 1800an. Menurutn Rousseau,
perkembangan anak terbagi
menjadi empat tahap, yaitu
1) Masa bayi infancy (0-2 tahun).
Oleh Rousseau, usia antara 0-2 tahun adalah masa perkembangan fisik.
Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan perkembangan
aspek lain, sehingga anak disebut sebagai binatang yang sehat.
2) Masa anak / childhood (2-12 tahun)
Masa antara 2-12 tahun disebut masa perkembangan sebagai manusia
primitive. Kecuali masih terjadi pertumbuhan fisik secara pesat, aspek lain
sebagai manusia juga mulai berkembang, misalnya kemampuan berbicara,
berfikir, intelektual, moral, dll.
3
3) Masa remaja awal / pubescence (12-15 tahun)
Masa usia 12-15, disebut masa remaja awal / pubescence, ditandai dengan
perkembangan pesat intelektual dan kemampuan bernalar juga disebut
masa bertualang.
4) Masa remaja / adolescence (15-25 tahun)
Usia 15-25 tahun disebut maswa remaja / adolescence. Pada masa ini
tejadi perkembangan pesat aspek seksual, social, moral, dan nurani, juga
disebut masa hidup sebagai manusia beradab.
b. Stanley Hall
Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah satu
perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa
perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal
bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun
demikian, factor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya
perubahan tersebut. Misalnya, usia enam tahun adalah usia masuk sekolah di
lingkungan tertentu, tetapi ada yang memulai sekolah pada usia lebih lambat
di lingkungan yang lain. Konsekuensinya, irama perkembangan anak di kedua
lingkungan
tersebut
dapat
berbeda.
Stanley
Hall
membagi
masa
perkembangan menjadi empat tahap, yaitu:
1) Masa kanak-kanak / infancy (0-4 tahun)
Pada usia-usia ini, perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu
melata atau berjalan.
2) Masa anak / childhood (4-8 tahun)
Oleh Hall, masa ini disebut masa pemburu, anak haus akan pemahaman
lingkungannya,
sehingga
akan
berburu
kemanapun,
mempelajari
lingkungan sekitarnya.
3) Masa puber / youth 8-12 tahun)
Pada masa ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebhagai makhluk yang
belum beradab. Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk menjadi
4
makhluk yang beradab di lingkungannya, seperti yangt berkaitan dengan
social, emosi, moral, intelektual.
4) Masa remaja / adolescence (12 – dewasa)
Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah.
Perspektif life span seperti yang dipelopori oleh Stanley Hall dkk. Dapat
dibuktikan pada tahap masa remaja sampai dewasa. Misalnya, pada
masyarakat tertentu yang masih terbelakang, anak justru cepat menjadi
dewasa. Karena pendidikan hanya tersedia sampai sekolah dasar,
masayrakat cenderung mulai bekerja dan berkeluarga dalam usia muda.
Sebaliknya, pada masyarakat yang semua warganegaranya mencapai
pendidikan tinggi, anak-anak menjadi dewasa pada usia yang lebih lanjut.
c.
Robert J. Havigurst
Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan konsep
developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an, yang
menggabungkan antara dorongan tumbuh
/ berkembang sesuai dengan
kecepatan pertumbuhannya denga tantangan dan kesempatan yang diberikan
oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap perkembangan menjadi
lima tahap berdasarkan problema yang harus dipecahkan dalam setiap fase.,
yaitu:
1) Masa bayi / infancy (0 – ½ tahun)
2) Masa anak awal / early childhood (2/3 – 5/7 tahun)
3) Masa anak / late childhood (5/7 tahun – pubesen)
4) Masa adolesense awal / early adolescence (pubesen – pubertas_)
5) Masa adolescence / late adolescence (pubertas – dewasa)
Menurut teori ini, dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap
perkembangan (developmental stages) Aada sepuluh tugas perkembangan
yang harus dikuasai anak pada setiap fase, yaitu:
1) Ketergantungan – kemandirian
2) Memberi – menerima kasih saying
3) Hubungan social
5
4) Perkembangan kata hati
5) Peran biososio dan psikologis
6) Penyesuaian dengan perubahan badan
7) Penguasaan perubahan badan dan motorik
8) Memahai dan mengendalikan lingkungan fisik
9) Pengembangan kemampuan konseptual dan sistem symbol
10) Kemampuan meolihat hubungan denganh alam semesta
Dikuasai atau tidaknya tugas perkembangan pada setiap fase akan
mempengaruhi penguasaan tugas-tugas pada fase berikutnaya.
d. Jean Piaget
Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biology dari Swiss yang hidup pada
tahun 1897 sampai tahun 1980 (Harre dan Lamb), 1988).
Teri-teorinya
dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya
sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraanya dengan
anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam
aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat
tahap, yaitu:
1) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini
kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan
ruang waktu sekarang saja.
2) Tahap praoperasional (2-4 ahun)
Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan
masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus
secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih
statis, belum dapat berfikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan
ruang masih terbatas.
6
3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)
Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak
sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan,
menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.
4) Tahap operasonal formal (11-15 tahun)
Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak
sudah mampu berfikir tingkat tinggi, seperti berfikir secara deduktif,
induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berfikir secara abstrak dan
secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah.
e.
Lawrence Kohlberg
Mengacu
kepada
teori
perkembangan
Piaget
yang berfokus pada
perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada kognitif moral atau
moral reasoning. Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan
menghadapkannya dengan dilemna moral hipotesis yang terkait dengan
kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral.
Manurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga
tahapan, yaitu:
1) Preconventional moral reasoning
a) Obidience and paunisment orientation
Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari
perbuatan benar – salahnya, yaitu hukuman dan kepatuhan. Mereka
hormat kepada penguasa, penguasalah yang menetapkan aturan /
undang-undang, mereka berbuat benar untuk menghindari hukuman.
b) Naively egoistic orientation
Pada tahap ini, anak beorientasi pada instrument relative. Perbuatan
benar adalah perbuatan yang secara instrument memuaskan
keinginannya
sendiri
dan
(kadang-kadang)
juga
orang
lain.
Kepeduliannya pada keadilan / ketidakadilan bersifat pragmatic, yaitu
apakah mendatangkan keuntungan atau tidak.
7
2) Conventional moral reasoning
a) Good boy orientation
Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang
menyenangkan, membantu, atau diepakati oleh orang lain. Orientasi
ini juga disebut good / nice boy orientation. Anak patuh pada karakter
tertentu yang dianggap alami, cenderung mengembangkan niat baik,
menjadi anak baik, saling berhubungan baik, peduli terhadap orang
lain.
b) Authority and social order maintenance orientation
Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada aturan dan hukum. Anak
menganggap perlunya menjaga ketertiban, memenuhi kewajiban dan
tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan system. Hukum dan
perintah penguasa adalah mutlak dan final, penekanan pada kewajiban
dan tugas terkait dengan perannya yang diterima di masyarakat dan
public.
3) Post conventional moral reasoning
a) Contranctual legalistic orientation
Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak social. Anak mulai
peduli pada hak azasi individu, dan yang baik adalah yang disepakati
oleh mayoritas masyarakat. Anak menyadari bahwa nilai (benar/salah,
baik/buruk, suka/tidak sukad, dll) adalah relative, menyadari bahea
hukum adalah intrumen yang disetujui untuk mengatur kehidupan
masyarakat, dan itu dapat diubha melalui diskusi apabila hukum gagal
mengetur masyarakat.
b) Conscience or principle orientation
Pada tahap ini, orientasi adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat
universal. Benar-salah harus disesuaikan dengan tuntutan prinsipprinsip etika yang bersifat ini sari dari etika universal. Aturan hukum
legal harus dipisahkan dari aturan moral. Masing-masing (kukum legal
dan moral) harus diakui terpisah, masing-masing mempunyai
8
penerapannya sendiri, tetapi tetap mengacu pada nilai-nilai etika /
moral.
f.
Erick Homburger Erickson
Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund
Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak.
Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangan, anak
melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus
kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu.
Teori Erickson ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan
perkembangan manuasia mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui
adanya interaksi antara individu dengan kontek social. Kedelapan tahap
tersebut digambarkan pada table 1.1.
Tabel 1.1: Perkembangan Psikososial Erickson
TAHAP
USIA
KRISIS PSIKOSOSIAL
KEMAMPUAN
I
0-1
Basic trust vs mistrust
Menerima,
dan
sebaliknya, memberi
II
III
2-3
3-6
Autonomy
vs
shame
and Menahan
atau
doubt
membiarkan
Initiative vs guilt
Menjadikan (seperti)
permainan
IV
7-12
Industry vs inferiority
Membuat
atau
merangkai sesuatu
V
12-18
Identity vs role confusion
Menjadi diri sendiri,
berbagi konsep diri
VI
20an
Intimacy vs isolation
Melepas
mencari jati diri
VII
20-50
Generativity vs stagnation
Membuat,
memelihara
VII
>50
Ego integrity vs despair
9
dan
Pada tahap Basic trust vs mistrust (infancy – bayi), anak baru mulai mengenal
dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman. Lingkungan dan
sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman / aman itulah yang dipercaya
oleh anak, sebalinya, yang menjadikan sebaliknya, cenderung tidak dipercaya.
Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti makan,
minum, pakaian, kasih sayang. Sosok ibu atau pengasuh biasanya sangat
dipercaya karena setiap mendatangkan kenyamanan. Sedangkan orang yang
dianggap asing akan ditolaknya.
Pada tahap Autonomy vs shame and doubt (toddler – masa bermain), anak
tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. Aanak mulai mempunyai
keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orangtua perlu memberikan
kebebasan yang terkendali, karena apabila anak terlalu dikendalikan / didikte,
pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa.
Pada tahap Initiative vs guilt (preschool – prasekolah), pada diri anak mulai
tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang
dewasa disekitarnya. Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari, lompat, banyak dilakukan.
Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan,
kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak
akan timbul rasa kecewa dan bersalah.
Pada tahap ini, Industry vs inferiority (schoolage – masa sekolah), anak
cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktifitas yang diharapkan
mempunyai hasil dalam waktu dekat. Keberhasilan dalam aktifitas ini akan
menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya, jika gagal, anak akan
merasa rendah diri. Oleh karena itu, anak memerlukan bmbngan dan fasilitasi
agar tidak gagal dan setiap aktifitasnya.
Pada tahap Identity vs role confusion (asolescence – remaja), anak dihadapkan
pada kondisi pencarian identittas diri. Jatidiri ini akan akan berpengaruh besar
pada masa depannya. Pengaruh lingkungan sangat penting. Lingkungan yang
baik akan menjadikan anak memiliki jati diri sebagai orang baik, sebaliknya
lingkunganh yang tidak baik anak membawanya menjadi pribadi yang kurang
10
baik. Orang tua harus menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang
baik, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, misalnya menjadi
anggota geng anak nakal, anak jalanan, pemabuk, narkoba, dll., adalah
disebabkan karena anak keliru dalam membangun identitas diri.
Pada tahap Intimacy vs isolation (young adulthood – dewasa awal), anak mulai
menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan komunikasi
dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal tertentu, ada yang
memang harus bersifat privat. Ada hal-hal yang hanya dibicarakan dengan
orang tertentu, ada orang tertentu tempat mencurahkan isi hati, memerlukan
orang yang lebih dekat secara pribadi, termasuk pasangan lawan jenis.
Kegagalan pada tahp ini dapat mengakibatkan anak merasa terisolasi di
kehidupan masyarakat.
Tahap Generativity vs stagnation (middle adulthood – dewasa tengah-tengan)
menandai munculnya rasa tanggungjawab atas generasi yang akan datang.
Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran sebagai orangtua,
tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-anak yang merupakan
generasi penerus. Ada rasa
was-was akan
generasi penerusnya
(keturunannya), seperti apakah mereka nanti, bahagiakah, terpenuhi
kebutuhannyakah? Atau akan stagnan, bertenti sama sekali.
Tahap ini, Ego integrity vs despair (later adulthood – dewasa akhir), adalah
tahap akhir dari siklus kehidupan. Individu akan melakukan introspeksi,
mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke hari,
dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya. Yang pali ng diharapkan
adalah jika tidak ada penyesalan.
D. Daftar Pustaka
1.
Clark, b. (1984). Growing Up Gifted. Boston, MA: . Prentice Hall.
2.
Harre, R. & Lamb, R. (eds). (1988). The encyclopedic Dictionary of Psychology.
Cambridge, MA: MIT Press.
11
3.
Sugiman, Sumardiyono, Marfuah (2016). Guru Pembelajar : Modul
Matematika SMP – Karakteristik Siswa . Jakarta: Dtjen Guru Dan Tenaga
Kependidikan.
4.
Sukmadinata, N.S.(2009). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
12
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB III
TEORI BELAJAR
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI BELAJAR
A. Tujuan
Peserta pelatihan dapat menjelaskan teori belajar dan mampu memberikan
contoh penerapannya dalam pembelajaran matematika.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu mendeskripsikan teori belajar behavioristik
2. Mampu mendeskripsikan teori belajar Vygotsky
3. Mampu mendeskripsikan teori belajar van Hiele
4. Mampu mendeskripsikan teori belajar Ausubel
5. Mampu mendeskripsikan teori belajar Bruner
6. Mampu menerapkan teori belajar
dalam pembelajaran matematika
C. Uraian Materi
Dalam proses mengajar belajar, penguasaan seorang
guru dan cara
menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Penguasaan guru
terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas sangatlah penting, namun
demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal. Selain
menguasai materi matematika guru sebaiknya menguasai tentang teori-teori
belajar, agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual
dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai
dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik
yang harus dimiliki guru.
Jika seorang guru akan menerapkan suatu teori belajar dalam proses
belajar mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk teori belajar
tersebut sehingga selanjutnya dapat merancang dengan baik bentuk proses
belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar atau disebut dengan
Teori Belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental)
1
siswa. Di dalamnya terdiri atas dua hal, yaitu: (1) uraian tentang apa yang terjadi
dan diharapkan terjadi padaintelektual anak, (2) uraian
intelektual anak mengenai
tentang kegiatan
hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.
Terdapat dua aliran dalam psikologi belajar, yakni aliran psikologi tingkah laku
(behavioristic)dan aliran psikologi kognitif.
1. Teori belajar behavioristik
Psikologi belajar atau disebut
juga dengan teori belajar adalah teori
yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) individu (Suherman, dkk:
2001: 30). Didalamnya terdapat dua hal, yaitu 1) uraian tentang apa yang terjadi
dan diharapkan terjadi pada intelektual; dan 2) uraian
tentang kegiatan
intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Dikenal
dua teori belajar, yaitu teori belajar tingkah laku (behaviorism) dan teori belajar
kognitif. Teori belajar tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai
suatu
keyakinan bahwa pembelajaran terjadi
melalui
hubungan stimulus
(rangsangan) dan respon (response). Berikut dipaparkan empat teori belajar
tingkah laku yaitu teori belajar dari Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura.
a.
Teori Belajar dari Thorndike
Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan beberapa hukum
belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan lebih
berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan
rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul
sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini
termasuk reinforcement. Setelah
anak
berhasil melaksanakan tugasnya
dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan diri sebagai
akibat sukses yang diraihnya. Anak memperoleh suatu kesuksesan yang pada
gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya.
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut
juga teori belajar koneksionisme.Pada hakikatnya belajar merupakan proses
pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil
atau hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan
2
(law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of
effect).
1) Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan seorang anak
dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai
kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu
kemudian
melakukan kegiatan
tersebut, maka
tindakannya akan
melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia
lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya.
2) Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan
stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat,
sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka
makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya
menggunakan dasar
bahwa stimulus dan
respon akan
memiliki
hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering
terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang
terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan pada
suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan
tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu
sebelumnya.
3) Hukum akibat (law of effect) menjelaskan bahwa apabila asosiasi yang
terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka
asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa kepuasan yang
terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi
anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan
apa yang telah dicapainya itu.
Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut:
1) Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response)
Individu
diawali
dengan
proses
trial
and error
yang menunjukkan
bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
3
2) Hukum sikap (law of attitude)
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus
dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
3) Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element)
Individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu
saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
4) Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy)
Individu dapat melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami
karena
individu
sesungguhnya dapat
belum pernah dialami
sehingga
dengan
situasi
menghubungkan situasi
yang
lama yang pernah dialami
terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah
dikenal ke situasi
baru. Semakin banyak unsur yang sama, maka transfer
akan semakin mudah.
5) Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting)
Proses
peralihan dari
dikenal dilakukan
situasi
yang dikenal
ke situasi
yang belum
secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit
demi sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian
teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa
pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus-respons.
2) Hukum akibat (law of effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih
lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Jika
diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulusrespons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apaapa.
4
3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan,
tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada
individu lain.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar seharihari adalah bahwa:
1) Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil contoh
yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat
peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
2) Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih
cocok untuk penguatan dan hafalan. Dengan penerapan metode tersebut
siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respon yang
diberikan pun akan lebih banyak.
3) Hierarkis penyusunan komposisi materi dalam kurikulum merupakan hal
yang penting.Materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar
sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang
lebih mudah sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih
sukar. Dengan kata lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu agar
dapat memahami topik berikutnya.
b. Teori Belajar Pavlov
Pavlov
terkenal dengan
teori
belajar
klasik. Pavlov
konsep pembiasaan (conditioning). Terkait
dengan
mengemukakan
kegiatan
belajar
mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya,
agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah
dengan baik, biasakanlah
dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil
pekerjaannya.
5
c. Teori Belajar Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau
penguatan
mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat
perbedaan
antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon
yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan
meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah pada hal-hal
yang dapat diamati dan diukur.
Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika
penguatan tersebut seiring dengan
meningkatnya perilaku
anak dalam
melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang
diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin
sering melakukannya. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian
yang diberikan pada anak. Sikap guru yang bergembira pada saat anak
menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula. Untuk mengubah
tingkah laku anak dari negatif menjadi positif, guru perlu mengetahui
psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan
mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam kelas mempunyai tugas
untuk mengarahkan anak dalam aktivitas
belajar, karena
pada saat
tersebut, kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi
ataupun larangan pada anak didiknya.
Penguatan akan berbekas pada diri anak. Mereka yang mendapat pujian
setelah berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan biasanya
akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat.
Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak untuk
rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya. Penguatan seperti
ini sebaiknya segera
diberikan dan tak perlu
ditunda-tunda. Karena
penguatan akan berbekas pada anak, sedangkan hasil penguatan diharapkan
positif, maka
penguatan yang
6
diberikan tentu
harus diarahkan pada
respon anak yang benar. Janganlah memberikan penguatan atas respon anak
jika respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan.
Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas
pencapaian tujuan)
harus segera diberi penguatan positif agar respon
tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan.
Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak
menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar
respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang
sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau
sangsi (hukuman edukatif).
d. Teori belajar Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Pengertian
meniru
di sini bukan berarti menyontek, tetapi
dilakukan
meniru
oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan
hal-hal yang
guru baik, guru
berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,
tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka
siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun
menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang
profesional.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks
otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori
belajar
behavioristik dengan penguatan dan psikologi
kognitif, dengan
prinsip modifikasi perilaku.Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari
Bandura didasarkan pada tiga konsep, yaitu:
1) Reciprocal determinism
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk
interaksi timbal-balik yang terus menerus antara kognitif, tingkah laku,
dan
lingkungan.
Orang
menentukan/mempengaruhi
7
tingkahlakunya
dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh
kekuatan lingkungan itu.
2) Beyond reinforcement
Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada
reinforcement. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilahpilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar
apapun. Menurutnya, reinforcement penting dalam menentukan apakah
suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satusatunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu
hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya.
Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti
tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi.
3) Self-regulation/cognition
Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau
ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan proses
kognitif. Konsep
bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri
sendiri
(self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan
konsekuensi bagi bagi tingkah lakunya sendiri.
Prinsip dasar belajar sosial (social learning) adalah:
1) Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan
(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
2) Dalam hal ini, seorang siswa mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian
cara orang/sekelompok orang yang mereaksi/merespon sebuah stimulus
tertentu.
3) Siswa dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan
terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya: guru/orang tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan
moral siswa ditekankan pada perlunya pembiasaan merespons (conditioning)
dan peniruan (imitation).
8
Teori belajar sosial memiliki banyak implikasi untuk penggunaan di dalam
kelas, yaitu:
1) Siswa sering belajar hanya dengan mengamati orang lain, yaitu guru.
2) Menggambarkan konsekuensi perilaku yang dapat secara efektif meningkatkan
perilaku yang sesuai dan menurunkan yang tidak pantas. Hal ini dapat
melibatkan berdiskusi dengan pelajar tentang imbalan dan konsekuensi dari
berbagai perilaku.
3) Modeling menyediakan alternatif untuk membentuk perilaku baru untuk
mengajar. Untuk mempromosikan model yang efektif, seorang guru harus
memastikan bahwa empat kondisi esensial ada, yaitu perhatian, retensi,
motor reproduksi, dan motivasi
4) Guru dan orangtua harus menjadi model perilaku yang sesuai dan berhatihati agar mereka tidak meniru perilaku yang tidak pantas,
5) Siswa harus
percaya
tugas sekolah. Sehingga
bahwa mereka
sangat
penting
mampu menyelesaikan tugasuntuk
mengembangkan rasa
efektivitas diri untuk siswa. Guru dapat meningkatkan rasa efektivitas diri
siswa dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri siswa, memperlihatkan
pengalaman orang lain menjadi
sukses,
danmenceritakan
pengalaman
sukses guru atau siswa itu sendiri.
6) Guru harus membantu siswa menetapkan harapan yang realistis untuk prestasi
akademiknya. Guru harus memastikan bahwa target prestasi siswa tidak lebih
rendah dari potensi siswa yang bersangkutan.
7) Teknik pengaturan diri menyediakan metode yang efektif untuk meningkatkan
perilaku siswa.
2. Teori belajar Vygotsky
Menurut
pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu
akan
menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman pribadiyang telah dimilikinya
untuk
membantu memahami masalah
atau
materi
baru. King (1994)
menyatakan bahwa individu dapat membuat inferensi tentang informasi baru
itu,
menarik
perspektif
dari beberapa aspek
9
pada
pengetahuan yang
dimilikinya, mengelaborasi materi baru dengan menguraikannya secara rinci, dan
menggeneralisasi hubungan antara materi baru dengan informasi yang telah ada
dalam memori
siswa. Aktivitas mental seperti inilah yang membantu siswa
mereformulasi informasi baru atau merestrukturisasi pengetahuan yang telah
dimilikinya menjadi suatu struktur kognitif yang lebih luas/lengkap sehingga
mencapai pemahaman mendalam.
Lev Semenovich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstruktivisme
sosial. Vygotsky menyatakan bahwa
siswa dalam mengkonstruksi suatu
konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ada dua konsep penting dalam
teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa
atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu). Yang
dimaksud dengan orang dewasa adalah guru atau orang tua.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah
tahap- tahap awal
pembelajaran,
bantuan kepada
kemudian
mengurangi
siswa selama
bantuan
dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk,
dorongan, peringatan, menguraikan masalah
ke
dalam
langkah-langkah
pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan
siswa itu belajar mandiri.
Gambar 2.Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan
10
Berdasarkan uraian di atas, Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian
pengetahuan seorang
individu dicapai melalui interaksi sosial. Proses
pengkonstruksian pengetahuan seperti yang dikemukakan Vygotsky paling tidak
dapat diilustrasikan dalam beberapa tahap seperti
pada Gambar 2. Tahap
perkembangan aktual (Tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri
menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan aktual ini dapat
mencapai tahap maksimum apabila
kepada
mereka
dihadapkan masalah
menantang sehingga terjadinya konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu
dan
memacu
mereka
untuk
menggunakan
segenap
pengetahuan
dan
pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan
pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti
teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orang tua. Perkembangan
potensial ini akan mencapai tahap maksimal jika pembelajaran dilakukan secara
kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok kecil dua sampai empat
orang dan guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal
ini guru dituntut terampil menerapkan teknik scaffolding yaitu membantu
kelompok
secara
tidak langsung menggunakan teknik bertanya dan teknik
probing yang efektif, atau memberikan petunjuk (hint) seperlunya.
Proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu
berubahnya struktur kognitif dari skema yang telah ada menjadi skema baru
yang lebih lengkap. Proses internalisasi (Tahap III) menurut Vygotsky merupakan
aktivitas mental tingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial. Jika
dikaitkan dengan teori perkembanga mental yang dikemukakan Piaget,
internalisasi merupakan proses penyeimbangan struktur-struktur internal dengan
masukan-masukan
eksternal.
Proses
kognitif
seperti
ini,
pada
tingkat
perkembangan yang lebih tinggi diakibatkan oleh rekonseptualisasi terhadap
masalah
atau
informasi
sedemikian
sehingga
terjadi
keseimbangan
(keharmonisan) dari apa yang sebelumnya dipandang sebagai pertentangan atau
konflik. Pada level ini, diperlukan intervensi yang dilakukan secara sengaja oleh
11
guru atau yang lainnya sehingga proses asimilasi dan akomodasi berlangsung
dan mengakibatkan terjadinya keseimbangan (equilibrium).
Aplikasi pemikiran Vygotsky untuk mempelajari matematika menumbuhkan
pemahaman matematika dari koneksi pemikiran dengan bahasa matematika yang
baru dalam mengkreasipengetahuan.Mengkonstruksi pengetahuan merupakan
fokus yang krusial dari pembelajaran Matematika. Vygotsky percaya bahwa siswa
belajar untuk menggunakan bahasa baru dengan internalisasi pengetahuan dari
kata yang mereka katakan, pengembangan budaya siswa dari pengetahuan kata
dua proses fungsi. Pertama, pada tingkat
sosial dan kedua, pada tingkat
individual dimana pengetahuan kata digeneralisasikan
sebagai
pemahaman.
Siswa menggunakandan menginternalisasikan kata-kata baru yang saat itu
diperoleh dari orang lain.
Mereka selalu menemukan
diri
mereka
sendiri dalam Zona Pengembangan Proksimal (ZPD) sebagai pelajaran baru. ZPD
merupakan tempat pengetahuan seseorang di antara pengetahuan saat itu
dengan pengetahuan potensialnya.
3. Teori Belajar Van Hiele
Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh van
Hiele (1954) yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam
geometri. van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan
penelitiandalam pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan
melahirkan
beberapa
kesimpulan mengenai
tahap-tahap
van Hiele
perkembangan
kognitif anak dalam memahami geometri. van Hielemenyatakan bahwa terdapat
5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi,
dan akurasi.
a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)
Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu
keseluruhan (holistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponenkomponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat
ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciriciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun
12
bernama
persegipanjang,
tetapi
ia
belum
menyadari
ciri-ciri
bangun
persegipanjang tersebut.
b) Tahap Analisis (Deskriptif)
Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciriciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah
terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada
pada
suatu
bangun
dan
mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sebagai contoh,
pada tingkat ini siswa sudah
bisa mengatakan bahwa
erupaka persegipa ja g kare a ba gu
itu
suatu
bangun
e pu yai empat sisi, sisi-sisi
yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku.
c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)
Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu
dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa
sudah bisa mengatakan bahwa
jika
pada
suatu
segiempat sisi-sisi
yang
berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping
itu pada tingkat ini siswa sudah memahami pelunya definisi untuk tiap-tiap
bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara
bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa
sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang,
karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.
d) Tahap Deduksi
Pada tingkat ini (1) siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif,
yakni menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, (2) siswa mampu
memahami pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan
terorema-teorema dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai mampu menyusun
bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah
memahami proses
berpikir yang bersifat
menggunakan proses berpikir tersebut.
13
deduktif-aksiomatis dan mampu
Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam
jajargenjang adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan
prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong
sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua
sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan
belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya
mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin
saja dapat keliru dalam mengukur sudut- sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu
pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada
matematika.
Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak
didefinisikan,
di samping
unsur-unsur yang
didefinisikan,
aksioma
atau
problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari
suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat
e jawab perta yaa :
e gapa sesuatu itu perlu disajika
dala
be tuk
teore a atau dalil?
e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)
Pada tingkat ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsipprinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami mengapa
sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa
betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap
tertinggi dalam memahami geometri.
Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit, siswa
mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika
(termasuk sistem-sistem geometri), tanpa
membutuhkan model-model yang
konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan
adanya lebih dari satu geometri. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa
menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah,
maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini
14
siswa
sudah
memahami
adanya geometri-geometri yang lain di samping
geometri Euclides.
Selain mengemukakan mengenai
tahap-tahap perkembangan kognitif dalam
memahami geometri, van Hiele juga mengemukakan bahwa terdapat tiga unsur
yang utama
pembelajaran geometri yaitu waktu, materi
pembelajaran dan
metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan
meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi
dari tahap yang sebelumnya.
Menurut van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahaptahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya
tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki
suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan
siswa yang lain. Proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya
terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih
bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. Bila
dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian
saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti.
Menurut van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah
tidak mungkin dapat
mengerti atau memahami materi yang berada pada
tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk
memahaminya, anak itu baru
bisa memahami melalui hafalan saja bukan
melalui pengertian. Adapun fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan
belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan
itu. Fase-fase
pembelajaran tersebut adalah: 1) fase informasi, 2) fase
orientasi, 3) fase eksplisitasi, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi.
Berdasar hasil penelitian di beberapa negara, tingkatan dari van Hiele berguna
untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai
Perguruan Tinggi.
Van de Walle (1990:270) membuat deskripsi aktivitas yang lebih sederhana
dibandingkan dengan deskripsi yang dibuat Crowley. Menurut Van de Walle
aktivitas pembelajaran untuk masing-masing tiga tahap pertama adalah:
15
a.
Aktivitas tahap 0 (visualisasi)
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1) Melibatkan penggunaan model fisik yang dapat digunakan
untuk
memanipulasi.
2) Melibatkan berbagai contoh bangun-bangun yang bervariasi dan
berbeda sehingga sifat yang tidak relevan dapat diabaikan.
3) Melibatkan kegiatan memilih, mengidentifikasi dan mendeskripsikan
berbagai bangun, dan
4) Menyediakan kesempatan untuk membentuk, membuat, menggambar,
menyusun atau menggunting bangun.
b. Aktivitas tahap 1 (analisis)
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1) Menggunakan model-model pada tahap 0, terutama model-model yang
dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai sifat bangun.
2) Mulai lebih menfokuskan pada sifat-sifat dari pada sekedar identifikasi
3) Mengklasifikasi bangun berdasar sifat-sifatnya berdasarkan nama
bangun tersebut.
4) Menggunakan pemecahan masalah yang melibatkan sifat-sifat bangun.
c.
Aktivitas tahap 2 (deduksi informal)
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1) Melanjutkan pengklasifikasian model dengan fokus pada pendefinisian
sifat, membuat daftar sifat dan mendiskusikan sifat yang perlu dan
cukup untuk kondisi suatu bangun atau konsep.
2) Memuat penggunaan bahasa yang bersifat deduktif informal, misalnya
semua, suatu, dan jika – maka, serta mengamati validitas konversi suatu
relasi.
3) Menggunakan model dan gambar sebagai sarana untuk berpikir dan
mulai mencari generalisasi atau kontra.
16
4. Teori Belajar Ausubel
David
Ausubel
adalah
seorang
ahli
psikologi
memberi penekanan pada proses
belajar
Ausubel
bermakna dan
terkenal dengan
belajar
pendidikan.
Ausubel
yang bermakna. Teori belajar
pentingnya pengulangan
sebelum belajar dimulai. Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke
dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau
materi
pelajaran yang disajikan pada
siswa
melalui
penerimaan atau
penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep,
dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada
siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu
dalam bentuk final, maupun dengan
bentuk
belajar
penemuan yang
mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi
yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan
informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi
belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat
juga hanya mencoba-coba
menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep
yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Menurut Ausubel & Robinson (dalam Dahar: 1989) kaitan antar kedua dimensi
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
17
Gambar 3. Bentuk-bentuk belajar (menurut Ausubel & Robinson, 1969)
Belajar bermakna merupakan suatu
pada konsep-konsep yang relevan
seseorang. Dalam belajar
dikaitkannya informasi
yang terdapat dalam
bermakna informasi
subsume-subsume yang telah
menerima dengan
proses
baru
struktur kognitif
baru diasimilasikan pada
ada. Ausubel membedakan antara belajar
belajar menemukan. Pada belajar menerima siswa hanya
menerima, jadi tinggal menghapalkannya, sedangkan pada belajar menemukan
konsep ditemukan oleh siswa, jadi siswa tidak menerima pelajaran begitu
saja. Selain
itu
terdapat perbedaan antara belajar
menghafal
dengan
belajar bermakna, pada belajar menghapal siswa menghafalkan materi yang
sudah diperolehnya, sedangkan pada belajar
bermakna materi
yang
telah
diperoleh itu dikembangkannya dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih
dimengerti.
Menurut
Ausubel
(dalam
Dahar, 1988:116) prasyarat-prasyarat belajar
bermakna ada dua sebagai berikut. (1) Materi yang akan dipelajari harus
bermakna secara potensial; kebermaknaan materi
tergantung dua
faktor,
yakni materi harus memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang
relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. (2) Siswa yang akan
18
belajar
harus
bertujuan untuk melaksanakan belajar
bermakna. Dengan
demikian mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Prinsip-prinsip dalam teori belajar Ausubel
Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah
apa yang sudah diketahui siswa. Jadi agar terjadi belajar bermakna, konsep
baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah
ada
dalam struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam
mengajar, terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a.Pengaturan Awal (advance
siswa ke
organizer). Pengaturan Awal mengarahkan para
materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi
sebelumnya yang dapat digunakanm siswa dalam membantu menanamkan
pengetahuan baru.
b.Diferensiasi Progresif. Pengembangan konsep berlangsung paling baik jika
unsur-unsur yang paling umum,paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan
terklebih dahulu, dan kemudian barudiberikan hal-hal yang lebih mendetail dan
lebih khusus dari konsep itu. Menurut Sulaiman (1988: 203) diferensiasi progresif
adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan secara
heirarkhis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari satu
kesatuan yang besar.
c. Belajar Superordinat. Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan
konsep dalam struktur kognitif (subsumsi), konsep itu tumbuh dan mengalami
diferensiasi. Belajar superordinat dapat terjadi
apabila konsep-konsep yang
telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang
lebih luas, lebih inklusif.
d. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif). Mengajar bukan hanya urutan
menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus
diperlihatkan
bagaimana konsep-konsepbaru
dihubungkan
pada
konsep-
konsep superordinat. Guru harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana
arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya
19
yang lebih sempit, dan bagimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi
sekarang mengambil arti baru.
Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran
Untuk menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman
(1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan
fase
pelaksanaan.
Fase
perencanaan
terdiri
dari
menetapkan
tujuan
pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, membuat
struktur materi dan memformulasikan
pengaturan
awal. Sedangkan fase
pelaksanaan dalam pemebelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi
progresif, dan rekonsiliasi integratif.
5. Teori Belajar Bruner
Jerome
Bruner
adalah
seorang
ahli
psikologi
perkembangan
dari
Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi
belajar kognitif yang memberikan dorrongan agar pendidikan memberikan
perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan
pandangan mengenai
belajar
perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia
atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan
mentransformasikan pengetahuan. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap
manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner
dalam
teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses
pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat
dalam pokok bahasan yang
diajarkan, disamping
hubungan yang
terkait
antar konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan
struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan
memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi
yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami
dan diingat anak.
Menurut
Bruner
(dalam
Hudoyo, 1990:48) belajar
matematika adalah
belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat
20
di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep
dan struktur- struktur matematika itu. Siswa harus
dapat
menemukan
keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan
keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam
belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan
struktur dalam materi yang sedang dibicarakan. Dengan demikian materi yang
mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami oleh
anak.
Dalam bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan, yakni:
(1) Pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan
struktur pengetahuan, karena dalam struktur pengetahuan kita menolong para
siswa untuk melihat. (2) Kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner
(1966:29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih
sederhana
yang
memungkinkan
seorang
untuk
mncapai
keterampilan-
keterampilan yang lebih tinggi. (3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan. Intuisi
adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif
tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasiformulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak, serta (4)
motivasi atau keinginan untuk belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru
untuk merangsang motivasi itu.
Belajar sebagai Proses Kognitif
Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan
pengetahuan. Dalam belajar informasi baru merupakan penghalusan dari
informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan
seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas
baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan,
apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain.
21
Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan minilai apakah
cara
kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif
sebagai konseptualisme instrumental . Pandangan ini berpusat pada dua prinsip,
yaitu: (1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model
tentang kenyataan yang dibangunnya dan (2) model-model semacam itu mulamula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasi
pada kegunaan bagi orang yang bersangkutan.
Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang
menurut Bruner adalah sebagai berikut.
a.
Pertumbuhan
intelektual
ditunjukkan
oleh
bertambahnya
ketidak-
tergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam hal ini ada kalanya seorang
anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang
berubah-ubah, atau belajar mengubah responnya dalam lingkungan stimulus
yang tidak berubah. Melalui pertumbuhan, seseorang memperoleh kebebasan
dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah
stimulus sebelum respons.
b. Pertumbuhan
intelektual
tergantung
pada
bagaimana
seseorang
menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjdi suatu sistem simpanan (storage
system) yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan
peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi
yang
diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melakukan ini dengan membuat
ramalan-ramalan, dan ektrapolasi-ekstrapolasi dari model alam yang
disimpannya.
c.
Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang
untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan
pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukan atau apa
yang dilakukan.
Bruner (1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga sistem keterampilan untuk
menyatakan
kemampuan-kemampuan
22
secara
sempurna.
Ketiga
sistem
keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents),
yaitu:
a.
Cara penyajian enaktif
Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung
dalam memanipulasi (mengotak-atik )objek, sehingga bersifat manipulatif.
Anak belajar sesuatu pengetahuan secara aktif, dengan menggunakan bendabenda konkret atau situasi nyata. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek
dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Cara ini terdiri atas
penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Dalam
cara penyajian ini anak secara langsung terlihat.
b. Cara penyajian ikonik
Cara penyajian ikonik didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan
disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak
berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan
siswa dalam tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media
berpikir.
c.
Cara penyajian simbolik
Cara penyajian simbolik didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan
lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau
lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek
pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan
notasi tanpa ketergantungan terhadap objek lain.
Dari hasil penelitiannya Bruner mengungkapkan dalil-dalil terkait penguasaan
konsep-kosep oleh anak. Dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil penyusunan
(construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil kekontrasan dan dalil
variasi (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity theorem).
23
Menerapkan Metode Penemuan dalam Pembelajaran
Salah satu dari model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh adalah
model belajar penemuan Jerome Bruner (1966). Selanjutnya Bruner memberikan
arahan bagaimana peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada siswa,
sebagai berikut.
a.
Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para
siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya menggunakan sesuatu
yang sudah dikenal oleh siswa, kemudian guru mengemukakan sesuatu yang
berlawanan, sehingga terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya
timbullah masalah, yang akan merangsang siswa untuk menyelidiki masalah
itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep
atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah tersebut.
b. Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik,
kemudian simbolik karena
perkembangan intelektual siswa diasumsikan
mengikuti urutan enaktif, ikonik, kemudian simbolik.
c.
Pada saat siswa memcahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai
pembimbing atau tutor. Guru hendaknya tidak mengungkap terlebih dahulu
prinsip atau aturan yang akan dipelajari, guru hendaknya memberikan saransaran jika diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik
pada saat yang tepat untuk perbaikan siswa.
d. Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes
esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail.
Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-generalisasi
dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.
D. Daftar Pustaka
Bruner, J.S.1960. the Process of Education. Cambridge. Havard University Press.
Crowly, L. Mary. 1987. The van Hiele Model of The Development of Geometric
Thought. Learning and Teaching Geometry. K-12. pp. 1 – 16. NCTM, USA. Dahar,
Ratnawilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
24
Flavell, J. H. (1963). The Developmental Psychology of Jean Piaget. New York: D.
Van Nostrand Company.
Fuys, D., Geddes, d., and Tischler. 1988. The van Hiele Model Tinking in Geometry
among Adolescent. Journal for research in Mathematics Education.
Number 3. Volume XII.
Imam Sujadi, dkk. 2016. Teori Belajar, himpunan, dan Logika Matematika. Guru
Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: PPPPTK Kemdikbud.
Schunk, D. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective sixth edition.
Diterjemahkan oleh : Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: JICA.
Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta:P2LPTK.
Sweller, J. (2004). Instructional Design Consequences of an Analogy
between Evolution by Natural Selection and Human Cognitive Architecture.
Instructional Science, 32(1-2), 9-31.
Taylor. 1993. Vygotskian Influences in Mathematics Education with Particular
25
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB IV
KURIKULUM 2013
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 3 : KURIKULUM 2013
A. Tujuan
Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang
rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya kurikulum 2013
dengan tepat dan jelas, memahami tentang SKL, KI, dan KD pada tingkat satuan
pendidikan, serta mampu menganalisis keterkaitan SKL, KI, KD, dan indikator
pencapaian kompetensi
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Diharapkan setelah membaca modul ini guru dapat:
1. Menjelaskan rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya
kurikulum 2013 dengan tepat dan jelas
2. Menjelaskan pengertian SK, KI, dan KD.
3. Menganalisis keterkaitan SKL dengan KI dan KD.
4. Menganalisis kesesuaian indikator pembelajaran dengan KD.
C. Uraian Materi
Kurikulum sebagai satu kesatuan dari beberapa komponen pastilah ada memiliki
peran dan fungsi. Peran kurikulum yaitu:
a. Peran konservatif. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai
budaya sebagai warisan masa lalu.
b. Peran kreatif. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru
sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi
yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat
yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
c. Peran kritis dan evaluatif. Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya
mana yang perlu dipertahankan, dan mana yang harus dimiliki oleh siswa.
Sedangkan fungsi kurikulum yaitu:
a. Fungsi umum pendidikan. Maksudnya untuk mempersiapkan peserta didik agar
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan baik.
1
b. Suplementasi. Kurikulum sebagai alat pendidikan harus dapat memberikan
pelayanan kepada setiap siswa.
c. Eksplorasi. Kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan
bakat masing-masing siswa.
d. Keahlian. Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai
dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa.
Adapun prinsip pengembangan kurikulum, yaitu.
a. Relevansi. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah harus memiliki kesesuaian
(relevansi) sehingga kurikulum tersebut bisa bermanfaat. Ada dua relevansi:
relevansi internal, yaitu kesesuaian antara setiap komponen (anatomi)
kurikulum; kedua relevansi eksternal, yaitu program kurikulum harus sesuai dan
mampu
menjawab
terhadap
tuntutan
dan
perkembangan
kehidupan
masyarakat.
b. Fleksibilitas. Kurikulum harus bisa diterapkan secara lentur disesuaikan dengan
karakteristik dan potensi setiap siswa, juga dinamika kehidupan masyarakat.
c. Kontinuitas. Isi program dan penerapan kurikulum di setiap sekolah harus
memberi bekal bagi setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan dan
potensi
yang
dimilikinya
secara
berkesinambungan
dan
berkelanjutan
(kontinuitas). Setiap satuan pendidikan mengembangkan kurikulum dengan
membaca dan mengetahui bagaimana program kurikulum di satuan pendidikan
yang lainnya.
d. Efisiensi dan Efektivitas. Kurikulum harus memungkinkan setiap personil untuk
menerapkannya secara mudah dengan menggunakan biaya secara proporsional
dan itulah efisien. Penggunaan seluruh sumber daya baik piranti kurikulum,
sumber daya manusia maupun sumber finansial harus menjamin bagi
tercapainya tujuan atau membawa hasil secara optimal dan itulah makna dari
prinsip efektivitas
Kurikulum yang diberlakukan di Indonesia sejak Indonesia merdeka telah mengalami
beberapa kali perubahan. Kurikulum tersebut secara berturut turut diberlakukan di
2
Indonesia disesuaikan dengan tuntutan perubahan jaman. Kurikulum tyang telah
diberlakukan sampai saat ini adalah Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964,
Kurikulum 1968. Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004
(Kurikulum berbasis kompetensi/KBK), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan/KTSP), dan saat ini diterapkan Kurikulum 2013 secara berjenjang.
Komponen terpenting implementasi kurikulum
adalah
pelaksanaan
proses
pembelajaran yang diselenggarakan di dalam dan/atau luar kelas untuk membantu
peserta didik mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
menyatakan bahwa proses pembelajaran menggunakan pendekatan atau metode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Di
antara pendekatan dan metode yang dianjurkan dalam Standar Proses tersebut
adalah
pendekatan
saintifik,
inkuiri,
pembelajaran
berbasis
masalah
dan
pembelajaran berbasis projek pada semua mata pelajaran. Pendekatan/metode
lainnya yang dapat diimplementasikan antara lain pembelajaran kontekstual dan
pembelajaran kooperatif.
Walaupun banyak guru SMP di Indonesia telah mengenal metode-metode tersebut,
pengimplementasian metode-metode tersebut di kelas merupakan hal yang belum
biasa. Untuk mengimplementasikannya, guru memerlukan panduan operasional yang
memberikan gambaran utuh kegiatan-kegiatan pembelajaran operasional apa saja
yang dilaksanakan pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Sehubungan dengan
hal tersebut, perlu diterbitkan panduan proses pembelajaran yang secara rinci
memberikan
petunjuk
operasional
bagaimana
metode-metode
tersebut
diimplementasikan pada kegiatan belajar mengajar pada tahap pendahuluan, inti,
dan penutup.
Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dan
Kurikulum 2006. Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, hanya 4 standar
yang berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi,
dan
Standar
kualifikasi
Penilaian. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai
kemampuan
lulusan
yang
3
mencakup
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada
satu satuan pendidikan untuk mencapai SKL. Standar Penilaian Pendidikan adalah
kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik.
Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL
berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah
kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka
dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan
kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih
diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani
dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan
memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru.
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi
pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8
Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan
lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah
penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035
pada saat angkanya mencapai 70%.
2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga
terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas
teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.
Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student
Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anakanak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak
4
materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan
dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat;
2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari
di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber
belajar;
3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti
kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements) Kompetensi Dasar. Semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI;
6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,
yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan.
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft skills serta hard
skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya
ke apaka
berpikir sai s, terke ba gka
ya sense of inquiry da
ke a pua
berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan kemampuan
untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu diperoleh siswa.
Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi yang
tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik.
5
Juga
menambahkan
materi
yang
dianggap
penting
dalam
perbandingan
internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan
materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan,
geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan
statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana.
Secara umum, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan agar selaras antara ide, desain,
dokumen, dan pelaksanaannya. Secara khusus, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan
menyelaraskan KI-KD, silabus, pedoman mata pelajaran, pembelajaran, penilaian,
dan buku teks.
Perbaikan tersebut dilaksanakan berdasarkan prinsip perbaikan kurikulum sebagai
berikut.
1. Keselarasan
Dokumen KI-KD, Silabus, Buku Teks Pelajaran, Pembelajaran, dan Penilaian Hasil
Belajar harus selaras dari aspek kompetensi dan lingkup materi.
2.
Mudah Dipelajari
Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan dalam KD mudah dipelajari
oleh peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan aspek
pedagogis.
3.
Mudah Diajarkan
Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan pada KD mudah diajarkan oleh
guru sesuai dengan gaya belajar peserta didik, karakteristik mata pelajaran,
karakteristik kompetensi, dan sumber belajar yang ada di lingkungan.
4.
Terukur
Kompetensi dan materi yang diajarkan terukur melalui indikator yang mudah
dirumuskan dan layak dilaksanakan.
5.
Bermakna untuk Dipelajari
Kompetensi dan materi yang diajarkan mempunyai kebermaknaan bagi peserta
didik sebagai bekal kehidupan.
Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, terdapat 4 standar yang
berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi, dan
6
Standar Penilaian.
1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
Berdasarkan analisis kebutuhan, potensi, dan karakteristik sosial, ekonomi, dan
budaya daerah, maka ditetapkan SKL sebagai kriteria kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL sebagai
acuan utama pengembangan ketujuh standar pendidikan lainnya. SKL terdiri 3
ranah yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Ranah sikap mencakup 4
elemen yaitu proses, individu, sosial, dan alam. Ranah pengetahuan mencakup 3
elemen yaitu proses, obyek, dan subyek, sedangkan ranah ketrampilan terbagi 3
elemen yaitu proses, abstrak, dan kongkrit. Setiap elemen digunakan kata-kata
operasional yang berbeda. Selanjutnya SKL diterjemahkan kedalam Kompetensi
Inti yang berada dibawahnya.
Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas:
a.
Dimensi Sikap. Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak
mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya, yang
dicapai melalui: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan.
b. Dimensi Pengetahuan. Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban, yang dicapai melalui: mengetahui,
memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.
c.
Dimensi Keterampilan. Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan
pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret,
yang dicapai melalui: mengamati; menanya; mencoba dan mengolah;
menalar; mencipta; menyajikan dan mengomunikasikan
Perumusan kompetensi lulusan antarsatuan pendidikan mempertimbangkan
gradasi setiap tingkatan satuan pendidikan dan memperhatikan kriteria sebagai
berikut: perkembangan psikologis anak, lingkup dan kedalaman materi,
kesinambungan, dan fungsi satuan pendidikan.
7
Tabel. 1. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan
SMA/MA/SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi sikap
SD/MI/SDLB/
SMP/MTs/SMPLB/
SMA/MA/SMALB/
Paket A
Paket B
Paket C
RUMUSAN
Memiliki perilaku yang
Memiliki perilaku yang
Memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap:
mencerminkan sikap:
mencerminkan sikap:
1. beriman dan bertakwa 1. beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME,
kepada Tuhan YME,
2. berkarakter, jujur, dan 2. berkarakter, jujur, dan
peduli,
peduli,
1. beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME,
2. berkarakter, jujur, dan
peduli,
3. bertanggungjawab,
3. bertanggungjawab
3. bertanggungjawab,
4. pembelajar sejati
4. pembelajar sejati
4. pembelajar sejati
sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan
rohani
sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan
rohani
sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan
rohani
sesuai dengan
sesuai dengan
sesuai dengan
perkembangan anak di
perkembangan anak di
perkembangan anak di
lingkungan keluarga,
lingkungan keluarga,
lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat dan
sekolah, masyarakat dan
sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar,
lingkungan alam sekitar,
lingkungan alam sekitar,
bangsa, dan negara.
bangsa, negara, dan
bangsa, negara, kawasan
kawasan regional.
regional, dan
internasional.
Tabel 2. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/ SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/
SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi pengetahuan.
SD/MI/SDLB/
SMP/MTs/SMPLB/
SMA/MA/SMALB/
Paket A
Paket B
Paket C
RUMUSAN
8
Memiliki pengetahuan
Memiliki pengetahuan
Memiliki pengetahuan
faktual, konseptual,
faktual, konseptual,
faktual, konseptual,
prosedural, dan
prosedural, dan
prosedural, dan
metakognitif pada tingkat
metakognitif pada tingkat
metakognitif pada tingkat
dasar berkenaan dengan:
teknis dan spesifik
teknis, spesifik, detil, dan
1. ilmu pengetahuan,
sederhana berkenaan
kompleks berkenaan
2. teknologi,
dengan:
dengan:
3. seni, dan
1. ilmu pengetahuan,
1. ilmu pengetahuan,
4. budaya.
2. teknologi,
2. teknologi,
3. seni, dan
3. seni,
4. budaya.
4. budaya, dan
Mampu mengaitkan
pengetahuan di atas
5. humaniora.
dalam konteks diri sendiri,
Mampu mengaitkan
keluarga, sekolah,
pengetahuan di atas
Mampu mengaitkan
masyarakat dan
dalam konteks diri sendiri,
pengetahuan di atas
lingkungan alam sekitar,
keluarga, sekolah,
dalam konteks diri sendiri,
bangsa, dan negara.
masyarakat dan
keluarga, sekolah,
lingkungan alam sekitar,
masyarakat dan
bangsa, negara, dan
lingkungan alam sekitar,
kawasan regional.
bangsa, negara, serta
kawasan regional
dan internasional.
Tabel 3. Istilah pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif .
PENJELASAN
Faktual
SD/MI/SDLB/
SMP/MTs/SMPLB/
SMA/MA/SMALB/
Paket A
Paket B
Paket C
Pengetahuan dasar
Pengetahuan teknis
Pengetahuan teknis
berkenaan dengan
dan spesifik tingkat
dan spesifik, detail
ilmu pengetahuan,
sederhana berkenaan
dan kompleks
teknologi, seni, dan
dengan ilmu
berkenaan dengan
budaya terkait dengan pengetahuan,
9
ilmu pengetahuan,
diri sendiri, keluarga,
teknologi, seni, dan
teknologi, seni, dan
sekolah, masyarakat
budaya terkait dengan budaya terkait dengan
dan lingkungan alam
masyarakat dan
masyarakat dan
sekitar, bangsa, dan
lingkungan alam
lingkungan alam
negara.
sekitar, bangsa,
sekitar, bangsa,
negara, dan kawasan
negara, kawasan
regional.
regional, dan
internasional.
Konseptual
Terminologi/
Terminologi/
Terminologi/
istilah yang
istilah dan klasifikasi,
istilah dan klasifikasi,
digunakan, klasifikasi,
kategori, prinsip,
kategori, prinsip,
kategori, prinsip, dan
generalisasi dan teori,
generalisasi,
generalisasi
yang digunakan
teori,model, dan
berkenaan dengan
terkait dengan
struktur yang
ilmu pengetahuan,
pengetahuan teknis
digunakan terkait
teknologi, seni dan
dan spesifik tingkat
dengan pengetahuan
budaya terkait dengan sederhana berkenaan
teknis dan spesifik,
diri sendiri, keluarga,
dengan ilmu
detail dan kompleks
sekolah, masyarakat
pengetahuan,
berkenaan dengan
dan lingkungan alam
teknologi, seni, dan
ilmu pengetahuan,
sekitar, bangsa, dan
budaya terkait dengan teknologi, seni, dan
negara.
masyarakat dan
budaya terkait dengan
lingkungan alam
masyarakat dan
sekitar, bangsa,
lingkungan alam
negara, dan kawasan
sekitar, bangsa,
regional. masyarakat
negara, kawasan
dan lingkungan alam
regional, dan
sekitar, bangsa,
internasional.
negara, dan kawasan
regional.
10
Prosedural
Pengetahuan tentang
Pengetahuan tentang
Pengetahuan tentang
cara melakukan
cara melakukan
cara melakukan
sesuatu atau kegiatan
sesuatu atau kegiatan
sesuatu atau kegiatan
yang berkenaan
yang terkait dengan
yang terkait dengan
dengan ilmu
pengetahuan teknis,
pengetahuan teknis,
pengetahuan,
spesifik, algoritma,
spesifik, algoritma,
teknologi, seni, dan
metode tingkat
metode, dan kriteria
budaya terkait dengan sederhana berkenaan
untuk menentukan
diri sendiri, keluarga,
dengan ilmu
prosedur yang sesuai
sekolah, masyarakat
pengetahuan,
berkenaan dengan
dan lingkungan alam
teknologi, seni, dan
ilmu pengetahuan,
sekitar, bangsa dan
budaya terkait dengan teknologi, seni, dan
negara.
masyarakat dan
budaya, terkait
lingkungan alam
dengan masyarakat
sekitar, bangsa,
dan lingkungan alam
negara, dan kawasan
sekitar, bangsa,
regional. kawasan
negara, kawasan
regional.
regional, dan
internasional. sekitar,
bangsa, negara,
kawasan regional, dan
internasional.
Metakognitif
Pengetahuan tentang
Pengetahuan tentang
Pengetahuan tentang
kekuatan dan
kekuatan dan
kekuatan dan
kelemahan diri sendiri
kelemahan diri sendiri
kelemahan diri sendiri
dan menggunakannya
dan menggunakannya
dan menggunakannya
dalam mempelajari
dalam mempelajari
dalam mempelajari
ilmu pengetahuan,
pengetahuan teknis
pengetahuan teknis,
teknologi, seni dan
dan spesifik tingkat
detail, spesifik,
budaya terkait dengan sederhana berkenaan
kompleks, kontekstual
diri sendiri, keluarga,
dan kondisional
dengan ilmu
11
sekolah, masyarakat
pengetahuan,
berkenaan dengan
dan lingkungan alam
teknologi, seni, dan
ilmu pengetahuan,
sekitar, bangsa dan
budaya terkait dengan teknologi, seni, dan
negara.
masyarakat dan
budaya terkait dengan
lingkungan alam
masyarakat dan
sekitar, bangsa,
lingkungan alam
negara, dan kawasan
sekitar, bangsa,
regional.
negara, kawasan
regional, dan
internasional.
Tabel 4. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/
SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi keterampilan.
SD/MI/SDLB/
SMP/MTs/SMPLB/
SMA/MA/SMALB/
Paket A
Paket B
Paket C
RUMUSAN
Memiliki keterampilan
Memiliki keterampilan
Memiliki keterampilan
berpikir dan bertindak:
berpikir dan bertindak:
berpikir dan bertindak:
1. kreatif,
1. kreatif,
1. kreatif,
2. produktif,
2. produktif,
2. produktif,
3. kritis,
3. kritis,
3. kritis,
4. mandiri,
4. mandiri,
4. mandiri,
5. kolaboratif, dan
5. kolaboratif, dan
5. kolaboratif, dan
6. komunikatif
6. komunikatif
6. komunikatif
melalui pendekatan ilmiah
melalui pendekatan
melalui pendekatan ilmiah
sesuai dengan tahap
ilmiah sesuai dengan
sebagai pengembangan
perkembangan anak yang
yang dipelajari di satuan
dari yang dipelajari di
relevan dengan tugas yang pendidikan dan sumber
satuan pendidikan dan
diberikan
sumber lain secara
lain secara mandiri
mandiri
12
2. Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi inti (KI) merupakan standar penilaian yang harus dimiliki secara
berbeda pada setiap tingkatan dan kelas. KI merupakan komponen penilaian
yang akan dapat mengejawantahkan/mewujudkan isi dari SKL. Isi KI harus
mencerminkan harapan dari SKL Kompetensi inti (KI) terdiri dari KI-1 sampai
dengan KI-4. Rumusan setiap KI berbeda sesuai dengan aspeknya. Untuk
mencapai kemampuan yang terdapat di dalam KI perlu diterjemahkan kedalam
KD yang sesuai dengan aspek pada setiap KI.
KI merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai SKL yang harus dimiliki
seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi
landasan pengembangan Kompetensi Dasar. Rumusan KI meliputi:
a.
Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;
b. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;
c.
Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan;
d. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
KI berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) KD. Sebagai
unsur pengorganisasi, KI merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan
organisasi horizontal KD. Organisasi vertikal KD adalah keterkaitan KD satu kelas
dengan kelas di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antarkompetensi yang dipelajari peserta
didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara KD satu mata pelajaran
dengan KD dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu kelas yang sama
sehingga saling memperkuat.
Uraian tentang KI untuk jenjang SMP/MTs dapat dilihat pada tabel berikut.
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KELAS VII
KELAS VIII
KELAS IX
1. Menghargai dan
1. Menghargai dan
menghayati ajaran
menghayati ajaran
13
1. Menghargai dan
menghayati ajaran
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KELAS VII
KELAS VIII
KELAS IX
agama yang dianutnya
agama yang dianutnya
agama yang
dianutnya
2. Menghargai dan
2. Menghargai dan
2. Menghargai dan
menghayati perilaku
menghayati perilaku
menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggung
jujur, disiplin, tanggung
jujur, disiplin,
jawab, peduli (toleransi,
jawab, peduli (toleransi,
tanggungjawab,
gotong royong), santun,
gotong royong), santun,
peduli (toleransi,
percaya diri, dalam
percaya diri, dalam
gotong royong),
berinteraksi secara
berinteraksi secara
santun, percaya diri,
efektif dengan
efektif dengan
dalam berinteraksi
lingkungan sosial dan
lingkungan sosial dan
secara efektif dengan
alam dalam jangkauan
alam dalam jangkauan
lingkungan sosial dan
pergaulan dan
pergaulan dan
alam dalam
keberadaannya
keberadaannya
jangkauan pergaulan
dan keberadaannya
3. Memahami pengetahuan 3. Memahami dan
3. Memahami dan
(faktual, konseptual, dan
menerapkan
menerapkan
prosedural) berdasarkan
pengetahuan (faktual,
pengetahuan (faktual,
rasa ingin tahunya
konseptual, dan
konseptual, dan
tentang ilmu
prosedural) berdasarkan
prosedural)
pengetahuan, teknologi,
rasa ingin tahunya
berdasarkan rasa
seni, budaya terkait
tentang ilmu
ingin tahunya tentang
fenomena dan kejadian
pengetahuan, teknologi,
ilmu pengetahuan,
tampak mata
seni, budaya terkait
teknologi, seni,
fenomena dan kejadian
budaya terkait
tampak mata
fenomena dan
kejadian tampak
mata
4. Mencoba, mengolah,
4. Mengolah, menyaji, dan 4. Mengolah, menyaji,
14
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KELAS VII
KELAS VIII
KELAS IX
dan menyaji dalam ranah
menalar dalam ranah
dan menalar dalam
konkret (menggunakan,
konkret (menggunakan,
ranah konkret
mengurai, merangkai,
mengurai, merangkai,
(menggunakan,
memodifikasi, dan
memodifikasi, dan
mengurai, merangkai,
membuat) dan ranah
membuat) dan ranah
memodifikasi, dan
abstrak (menulis,
abstrak (menulis,
membuat) dan ranah
membaca, menghitung,
membaca, menghitung,
abstrak (menulis,
menggambar, dan
menggambar, dan
membaca,
mengarang) sesuai
mengarang) sesuai
menghitung,
dengan yang dipelajari di
dengan yang dipelajari di
menggambar, dan
sekolah dan sumber lain
sekolah dan sumber lain
mengarang) sesuai
yang sama dalam sudut
yang sama dalam sudut
dengan yang
pandang/teori
pandang/teori
dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang
sama dalam sudut
pandang/teori
Kompetensi inti sikap spiritual (KI-1) dan kompetensi inti sikap sosial (KI-2)
dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu:
keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan
karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik.
Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses
pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru
dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.
3. Kompetensi Dasar (KD)
Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 SMP/MTs berisi kemampuan dan
muatan pembelajaran untuk mata pelajaran pada SMP/MTs yang mengacu pada
kompetensi inti. Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti.
15
Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
dan kemampuan peserta didik, dan kekhasan masing-masing mata pelajaran.
Kompetensi dasar untuk Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan
Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan meliputi empat
kelompok sesuai dengan pengelompokan kompetensi inti sebagai berikut.
a.
Kelompok 1: kelompok KD sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;
b. Kelompok 2: kelompok KD sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
c.
Kelompok 3: kelompok KD pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3;
d. Kelompok 4: kelompok KD keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.
Kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual (mendukung KI-1) dan
sikap sosial (mendukung KI-2) ditumbuhkan melalui pembelajaran tidak langsung
(indirect teaching) yaitu pada saat peserta didik belajar tentang pengetahuan
(mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4). Pembelajaran langsung
berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari
KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses
pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI2. Pembelajaran KI-1 dan KI-2 terintegrasi dengan pembelajaran KI-3 dan KI-4.
4. Indikator
Indikator pencapaian kompetensi (IPK) merupakan penanda pencapaian KD yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. IPK dikembangkan sesuai dengan karakteristik
siswa, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam
kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Dalam
mengembangkan IPK perlu mempertimbangkan: (a) tuntutan kompetensi yang
dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD; (b) karakteristik mata
pelajaran, siswa, dan sekolah; (c) potensi dan kebutuhan siswa, masyarakat, dan
lingkungan/daerah.
Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua rumusan
indikator, yaitu: indikator pencapaian kompetensi yang terdapat dalam RPP, dan
16
indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal
yang dikenal sebagai indikator soal.
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) memiliki kedudukan yang sangat strategis
dalam mengembangkan pencapaian kompetensi dasar. IPK berfungsi sebagai
berikut:
a. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran.
Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang
dikembangkan. IPK yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah
pengembangan materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, potensi dan kebutuhan siswa, sekolah, serta lingkungan.
b. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran.
Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai IPK yang dikembangkan,
karena IPK dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif
untuk mencapai kompetensi. IPK yang menuntut kompetensi dominan pada
aspek prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak
dengan strategi ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discoveryinquiry.
c. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar.
Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian
kompetensi siswa. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan IPK
sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal.
d. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar.
Indikator menjadi pedoman dalam merancang,
melaksanakan,
serta
mengevaluasi hasil belajar. Rancangan penilaian memberikan acuan dalam
menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta pengembangan indikator
penilaian.
Pengembangan IPK harus mengakomodasi kompetensi yang tercantum dalam
KD. IPK dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan kata kerja operasional.
Rumusan IPK sekurang-kurangnya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi
17
dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi. Kata kerja operasional
pada IPK pencapaian kompetensi aspek pengetahuan dapat mengacu pada
ranah kognitif taksonomi Bloom, aspek sikap dapat mengacu pada ranah afektif
taksonomi Bloom, aspek keterampilan dapat mengacu pada ranah psikomotor
taksonomi Bloom.
IPK pada Kurikulum 2013 untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2
dirumuskan dalam bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap yang
gejalanya dapat diamati sebagai dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4.
IPK untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk
perilaku spesifik yang dapat diamati dan terukur.
5. Silabus Mata Pelajaran
Silabus mata pelajaran merupakan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan
pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang mencakup kompetensi dasar,
materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Hubungan logis antarberbagai komponen dalam silabus dari setiap mata pelajaran merupakan langkah
yang harus dipersiapkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Silabus
mata pelajaran juga dapat dijadikan pedoman dalam menyusun buku siswa yang
memuat materi pelajaran, aktivitas peserta didik, dan evaluasi.
Kompetensi dasar merupakan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh
peserta didik setelah kegiatan pembelajaran baik kompetensi pengetahuan
maupun keterampilan. Materi pembelajaran yang diturunkan dari kompetensi
dasar berisi materi-materi pokok pada setiap mata pelajaran. Kegiatan
pembelajaran merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
pembelajaran, dapat dilakukan melalui pendekatan saintifik, pembelajaran
berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran penemuan, atau
pembelajaran penyelidikan, termasuk pembelajaran kooperatif sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran dan kompetensi yang akan dicapai dalam
pembelajaran tersebut.
18
Silabus disusun dengan format dan penyajian/penulisan yang sederhana
sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru. Penyederhanaan format
dimaksudkan agar penyajiannya lebih efisien, tidak terlalu banyak halaman
namun
lingkup
dan
substansinya
tidak
berkurang,
serta
tetap
mempertimbangkan tata urutan materi dan kompetensinya. Penyusunan silabus
ini dilakukan dengan prinsip keselarasan antara ide, desain, dan pelaksanaan
kurikulum, kemudahan bagi guru dalam mengajar, kemudahan bagi peserta didik
dalam belajar, keterukuran pencapaian kompetensi, kebermaknaan, dan
kebermanfaatan untuk dipelajari sebagai bekal untuk kehidupan dan kelanjutan
pendidikan peserta didik.
Komponen silabus mencakup kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan
kegiatan pembelajaran. Uraian pembelajaran yang terdapat dalam silabus
merupakan alternatif kegiatan belajar berbasis aktivitas. Pembelajaran tersebut
merupakan alternatif dan inspirasi bagi guru dalam mengembangkan berbagai
model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata
pelajaran.
Kompetensi sikap spiritual dan sompetensi sikap sosial dicapai melalui
pembelajaran tidak langsung (indirect teaching) pada pembelajaran kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan melalui keteladanan, pembiasaan,
dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta
kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan
kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan
dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter
peserta didik lebih lanjut.
6. Keterkaitan antara SKL, KI-KD, dan Silabus
Standar kompetensi kulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
19
Kompetensi inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap
tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan kompetensi
dasar. Kompetensi inti mencakup: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan,
dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran,
mata pelajaran atau program dalam mencapai standar kompetensi lulusan.
Kompetensi dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti yang
harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran. Dalam setiap rumusan
kompetensi dasar terdapat unsur kemampuan berpikir dan materi.
Standar kompetensi lulusan adalah muara utama pencapaian yang dituju semua
mata pelajaran pada jenjang tertentu. Sedangkan kompetensi inti adalah pijakan
pertama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada tingkat kompetensi
tertentu. Penjabaran kompetensi inti untuk tiap mata pelajaran tersaji dalam
rumusan kompetensi dasar.
Alur pencapaian kompetensi lulusan, kompetensi inti, dan kompetensi dasar
melalui proses pembelajaran dan penilaian adalah sebagai berikut.
(1) Kompetensi inti (KI-3 dan KI-4) memberikan arah tingkat kompetensi
pengetahuan dan keterampilan minimal yang harus dicapai peserta didik.
(2) Kompetensi
dasar
dari
KI-3
adalah
dasar
pengembangan
materi
pembelajaran, sedangkan kompetensi dasar dari KI-4 mengarahkan
keterampilan dan pengalaman belajar yang perlu dilakukan peserta didik.
Dari sinilah pendidik dapat mengembangkan proses belajar dan cara
penilaian yang diperlukan melalui pembelajaran langsung.
(3) Dari proses belajar dan pengalaman belajar, peserta didik akan memperoleh
pembelajaran tidak langsung berupa pengembangan sikap sosial dan
spiritual yang relevan dengan berpedoman pada kompetensi dasar dari KI-2
dan KI-1.
(4) Rangkaian dari KI-KD sampai dengan penilaian tertuang dalam silabus,
kecuali untuk tujuan pembelajaran, tidak diwajibkan dicantumkan baik
dalam RPP maupun dalam Silabus.
20
KETERKAITAN SKL, KI, DAN KD DALAM PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN
KI1KD1*)
S
K
L
IPK*)
KI2KD2*)
KI3-KD3
IPK*)
IPK
Materi
Pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran
Penilaian
 Sikap*)
 Pengeta
huan
 Keterampilan
S
K
L
IPK
KI4-KD4
*) UNTUK MAPEL:
PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI
PEKERTI PENDIDIKAN
PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN.
SILABUS
Gambar 2. Keterkaitan SKL, KI dan KD dalam Pembelajaran dan Penilaian
Pada bagian ini akan diberikan contoh analisis keterkaitan KI dan KD dengan indikator
pencapaian kompetensi dan materi pembelajaran pada topik kekongruenan dan
kesebangunan.
21
Kompetensi Inti
1. Memahami dan
menerapkan
pengetahuan
(faktual,
konseptual, dan
prosedural)
berdasarkan rasa
ingin tahunya
tentang ilmu
pengetahuan,
teknologi, seni,
budaya terkait
fenomena dan
kejadian tampak
mata
Kompetensi
Dasar
Indikator Pencapaian
Kompetensi
3.6 Memaham
i konsep
kesebanguna
n dan
kekongruena
n geometri
melalui
pengamatan
3.6.1. Menjelaskan
syarat kongruen
dua bangun
segibanyak
(polygon).
3.6.2. Menentukan sisisisi dan sudut-sudut
yang bersesuaian
pada dua bangun
datar yang kongruen
3.6.3. Menentukan
panjang sisi dan besar
sudut yang belum
diketahui pada dua
bangun yang
kongruen
3.6.4. Menjelaskan
syarat-syarat dua
segitiga yang
kongruen.
3.6.5. Membuktikan dua
segitiga kongruen
3.6.6. Menyelesaikan
masalah
yang
3.6.8.
Menentukan
sisiberkaitan
dengan yang
sisi
dan sudut-sudut
bersesuaian pada dua
bangun yang sebangun
3.6.9. Menentukan
panjang sisi yang belum
diketahui dari dua
bangun sebangun
3.6.10. Menjelaskan
syarat-syarat dua segitiga
yang sebangun
3.6.11. Menentukan sisisisi dan sudut-sudut yang
bersesuaian pada dua
segitiga yang sebangun
3.6.12 Menentukan
panjang sisi yang belum
diketahui dari dua
segitiga sebangun
22
Materi
Pembelajaran
Topik:
Kekongruenan
dan
Kesebangunan
Sub Topik:
Kekongruenan
Bangun Datar
Kekongruenan
Dua Segitiga
Kesebangunan
Bangun Datar
Kesebangunan
Dua Segitiga
4 Mengolah,
menyaji, dan menalar
dalam ranah konkret
(menggunakan,
mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan
membuat) dan ranah
abstrak (menulis,
membaca,
menghitung,
menggambar, dan
mengarang) sesuai
dengan yang
dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang
sama dalam sudut
pandang/teori
4.5. Menyelesa
ikan
permasalahan
nyata hasil
pengamatan
yang terkait
penerapan
kesebangunan
dan
kekongruenan
4.5.1. Memilih srategi
yang tepat dalam
menyelesaikan masalah
nyata yang berkaitan
dengan kekongruenan
dan kesebangunan.
4.5.2. Menyelesaikan
masalah yang berkaitan
dengan kekongruenan
dan kesebangunan.
Pengembangan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dan Materi Pembelajaran
Pengembangan indikator dan materi pembelajaran merupakan merupakan 2
kemampuan yang harus dikuasai seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan
melaksanakan pembelajaran. Melalui pemahaman keterkaitan kompetensi (SKL-KIKD), maka pendidik yang mengampu mata pelajaran Matematika dapat merumuskan
indikator pencapaian kompetensi pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan
dan dimensi proses kognitif serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya
keterampilan bertindak tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai
keterampilan abstrak dan konkret.
Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL
berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah
kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka
dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan
kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih
diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani
dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan
memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru. Kurikulum 2013
dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi
pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8
23
Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan
lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah
penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035
pada saat angkanya mencapai 70%.
2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga
terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas
teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.
Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student
Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anakanak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak
materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan
dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat;
2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar agar peserta didik mampu
menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai
sumber belajar;
3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti
kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements)
Kompetensi
Dasar.
Semua
KD
dan
proses
pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI;
24
6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,
yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,
menanya,
mengumpulkan
informasi,
mengasosiasi/
menalar,
dan
mengomunikasikan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft
skills
serta hard skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan,
dan pengetahuan. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangkannya sense of inquiry dan
kemampuan berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan
kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu
diperoleh siswa.
Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi
yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta
didik. Juga menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan
internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan
materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan,
geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan
statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana).
D. Daftar Pustaka
Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York:
Springer-Verlag.
Boyer, Carl B. 1968. A History of Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Cooke, R. 1997. The History of Mathematics. A Brief Cource. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
25
Sumardyono. 2003. Sejarah Topik Matematika Sekolah. Seri Paket Pembinaan
Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika
(PPPG Matematika)
Sumardyono.
2004.
Karakteristik
Matematika
dan
Implikasinya
terhadap
Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta:
Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika)
Sumardyono. 2012. Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA.
Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)
Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
2016. Jakarta: Direktorat PSMP.
Yogi Anggraena. 2016. Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Bahan ajar diklat.
Jakarta: Kemdikbud PPPPTK
26
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB V
DESAIN PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 4: DESAIN PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang
desain pembelajaran. Diantaranya mengetahui pengertian dan langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan saintifik, pembelajaran Problem-based Learning,
pembelajaran Project-based Learning, Inquiry, Discovery Learning, serta menerapkan
pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru dapat:
1. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan
saintifik
2. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Problem-based
Learning
3. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Project-based
Learning
4. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Inquiry
5. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Discovery Learning
6. Menerapkan pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD
C. Uraian Materi
1. Pendekatan saintifik (dalam pembelajaran) dan metode saintifik
Pada Permendikbud No.
tahu
di yataka bahwa Pe belajara pada
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis
proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi
seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya, misalnya
Discovery Learning, Project-based Learning, Problem-based Learning, Inquiry
learning .
Pada kalimat di atas tersua tiga istilah yang disusun secara hirarkis, yakni
pendekatan, strategi, dan model. Dalam beberapa buku teks pembelajaran,
1
istilah pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang (perspektif)
terhadap proses pembelajaran (Sanjaya, 2007: 127). Dalam ranah pendidikan
bahasa, Douglas Brown (2001: 14) yang merujuk pendapat Edward Anthony
(1963), juga menyatakan tiga komponen hirarkis yang kurang lebih sama yakni
pendekatan, metode, dan teknik. Di sini pendekatan dipandang sebagai
seperangkat asumsi atau prinsip tentang bahasa dan pembelajaran bahasa. Dua
istilah di bawahnya yakni metode dan teknik, kurang lebih mempunyai
kedudukan yang sejajar dengan istilah strategi dan model dalam Permendikbud.
Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan berbasis proses keilmuan. Artinya,
proses untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) secara sistematis. Dalam
konteks ini, tidak sulit untuk menyatakan bahwa pendekatan saintifik ini berakar
pada metode ilmiah (saintific method), sebuah konsep yang menekankan ilmu
pengetahuan lebih sebagai kata kerja ketimbang kata benda. Metode saintifik
sendiri merupakan prosedur atau proses, yakni langkah-langkah sistematis yang
perlu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) yang didasarkan pada
persepsi inderawi dan melibatkan uji hipotesis serta teori secara terkendali
(Sudarminta, 2002 : 164). Karena pengamatan inderawi biasanya mengawali
maupun mengakhiri proses kerja ilmiah, maka cara kerja atau proses ilmiah
sering juga disebut lingkaran atau siklus empiris.
Pendekatan saintifik sangat relevan dengan teori belajar Bruner, Piaget, dan
Vygotsky berikut ini. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan.
Ada empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin &
Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya
apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses kognitif
dalam proses penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan
intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya
cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan
penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan.
Keempat, dengan melakukan penemuan, retensi ingatan peserta didik akan
2
menguat. Empat hal di atas bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan
dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
Berdasarkan teori Piaget, belajar berkaitan dengan pembentukan dan
perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental
atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi
dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah
berhenti berubah. Skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata
orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan semata disebut
dengan adaptasi.
Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya
seseorang mengintegrasikan stimulus, yang dapat berupa persepsi, konsep,
hukum, prinsip, atau pengalaman baru, ke dalam skema yang sudah ada di dalam
pikirannya. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri stimulus tersebut cocok dengan ciri-ciri
skema yang telah ada. Apabila ciri-ciri stimulus tidak cocok dengan ciri-ciri skema
yang telah ada, seseorang akan melakukan akomodasi.
Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang cocok dengan ciri-ciri
rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok
dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya
penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi. Apabila pada
seseorang akomodasi lebih dominan dibandingkan asimilasi, ia akan memiliki
skemata yang banyak tetapi kualitasnya cenderung rendah. Sebaliknya, apabila
asimilasi lebih dominan dibandingkan akomodasi, seseorang akan memiliki
skemata yang tidak banyak, tetapi cenderung memiliki kualitas yang tinggi.
Keseimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk
perkembangan intelek seseorang, menuju ke tingkat yang lebih tinggi.
Piaget (Carin & Sund, 1975) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna
tidak akan terjadi kecuali peserta didik dapat beraksi secara mental dalam
bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau stimulus yang ada di
3
sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi, guru dan peserta didik hanya akan terlibat
dalam belajar semu (pseudo-learning) dan informasi yang dipelajari cenderung
mudah terlupakan.
Proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengonstruk konsep, hukum,
atau prinsip dalam skema seseorang melalui tahapan mengamati, merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan yang terjadi dalam pembelajaran dengan
pendekatan saintifik selalu melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Oleh
karena itu, teori belajar Piaget sangat relevan dengan pendekatan saintifik.
Vygotsky (Nur dan Wikandari, 2000:4) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi
apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari, tetapi tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan,
atau tugas itu berada dalam zone of proximal development, yaitu daerah yang
terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini, yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman
sebaya yang lebih mampu.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada teori Vygotsky
menerapkan apa yang disebut dengan scaffolding (perancahan). Perancahan
mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang
lebih kompeten. Artinya, sejumlah besar dukungan diberikan kepada anak
selama tahap-tahap awal pembelajaran, yang kemudian bantuan itu semakin
dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil
tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya
sendiri. (Nur, 1998:32).
2. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
a.
Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi peserta didik,
4
b. Membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik,
c.
Memperoleh hasil belajar yang tinggi,
d. Melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis karya ilmiah, serta
e.
Mengembangkan karakter peserta didik.
3. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
a.
Berpusat pada peserta didik yaitu kegiatan aktif peserta didik secara fisik dan
mental dalam membangun makna atau pemahaman suatu konsep,
hukum/prinsip
b. Membentuk students’ self concept yaitu membangun konsep berdasarkan
pemahamannya sendiri.
c.
Menghindari verbalisme,
d. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip,
e.
Mendorong terjadinya peningkatan kecakapan berpikir peserta didik,
f.
Meningkatkan motivasi belajar peserta didik,
g.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan
dalam komunikasi, serta
h. Memungkinkan adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip
yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.
i.
Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum,
atau prinsip,
j.
Melibatkan proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan
intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
4. Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Secara umum pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan melalui
sejumlah langkah sebagai berikut.
5
a.
Melakukan pengamatan terhadap aspek-aspek dari suatu fenomena untuk
mengidentifikasi masalah
b. Merumuskan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang ingin diketahui dan
menalar untuk merumuskan hipotesis atau jawaban sementara berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,
c.
Mencoba/mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik,
d. Mengasosiasi/menganalisis data atau informasi untuk menarik kesimpulan,
e.
Mengkomunikasikan kesimpulan,
f.
Mencipta.
Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik berupa
konsep, hukum, atau prinsip yang dikonstruk oleh peserta didik dengan bantuan
guru. Pada kondisi tertentu, data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
tidak mungkin diperoleh secara langsung oleh peserta didik karena kadang-kadang
data tersebut perlu dikumpulkan dalam waktu yang lama. Dalam hal ini guru dapat
memberikan data yang dibutuhkan untuk kemudian dianalisis oleh peserta didik.
5. Contoh Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.
Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran
yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses
pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh, ketika memulai pembelajaran, guru
menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira, mengecek kehadiran para
peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran
yang akan dilakukan.
Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran karena
terkait langsung dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Kegiatan inti dalam
pendekatan saintifik ditujukan untuk memperoleh konsep, hukum, atau prinsip
oleh peserta didik dengan bantuan guru melalui langkah-langkah kegiatan yang
diberikan di muka. Pada akhir kegiatan inti validasi terhadap konsep, hukum, atau
prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik dilakukan.
6
Kegiatan penutup ditujukan untuk beberapa hal pokok. Pertama, pengayaan
materi pelajaran yang dikuasai peserta didik. Pengayaan dapat dilakukan dengan
memberikan tugas kepada peserta didik membaca buku-buku pelajaran atau
sumber informasi lainnya untuk memantapkan pemahaman materi yang telah
dibelajarkan atau memahami materi lain yang berkaitan. Guru juga dapat meminta
peserta didik mengakses sumber-sumber dari internet, baik berupa animasi
maupun video yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan. Dalam hal
ini, sebaiknya guru memberikan situs-situs internet yang berkaitan dengan materi
pelajaran yang telah dibelajarkan. Pengayaan dapat juga dilakukan dengan
meminta peserta didik melakukan percobaan di rumah, yang berkaitan dengan
materi yang telah dibelajarkan, yang dapat dilakukan dengan aman. Kedua, guru
dapat memberikan kegiatan remedi apabila ada peserta didik yang belum
mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, guru dapat memberi PR dan
memberitahuhan materi/ kompetensi berikutnya yang akan dipelajari.
Beberapa buku teks menyatakan terdapat empat atau lima langkah dalam metode
ilmiah. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Gay, Mills, dan Airasian
(2012: 6) yang mengemukakan 5 langkah metode ilmiah yakni :
a. Mengidentifikasi masalah. Pada tahap ini boleh dikata muncul sebuah situasi
yakni situasi masalah yang dapat muncul sebagai hasil dari pengamatan
terhadap fe o e a atau gejala ya g
e arik atau ya g a eh . Ada bagia
dari perstiwa atau fenomena itu yang belum dapat dijelaskan secara masuk
akal. Maka perlu menetapkan atau merumuskan apa masalah yang ingin
dipecahkan.
b. Merumuskan hipotesis. Hipotesis atau jawaban sementara ini bersifat tentatif,
yang diduga dapat menjawab permasalahan di atas. Hipotesis berfungsi untuk
memprediksi atau menjelaskan sebab-sebab dari masalah yang telah
dirumuskan. Dikatakan sementara karena hipotesis ini dapat dibentuk
berdasarkan akal sehat, dugaan murni, spekulasi, imajinasi, maupun asumsi
tertentu. Dalam kesempatan tertentu kegiatan ini
kepustakaan.
7
mencakup pula studi
c. Mengumpulkan data. Langkah ini dimaksudkan untuk mengumpulkan fakta
atau data sebanyak mungkin dari lapangan dengan teknik-teknik tertentu
misalnya wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya. Data merupakan
fakta yang sudah diolah dan disajikan dalam bentuk dan cara yang sistematis.
Bentuknya dapat berupa statistik, gambar, tabel, grafik, dan dokumendokumen. Sedangkan fakta biasanya sering disebut data mentah. Fakta atau
data inilah yang harus diolah pada langkah berikutnya.
d. Menganalisis data. Langkah ini dimaksudkan pertama-tama untuk menjawab
masalah yang telah ditetapkan pada langkah awal. Dengan kata lain untuk
membuktikan apakah hipotesis yang dirumuskan sebelumnya benar atau
tidak.
e. Menarik simpulan.
Lima langkah inilah yang dijadikan sudut pandang atau asumsi dasar
(=pendekatan) pembelajaran seperti yang dimaksudkan dalam Permendikbud No.
103 Tahun 2014. Sebagai sebuah pendekatan pembelajaran, pendekatan saintifik
terdiri atas lima langkah kegiatan belajar yakni mengamati (observing), menanya
(questioning), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), menalar atau
mengasosiasi (associating), mengomunikasikan (communicating).
Mengamati. Siswa menggunakan panca indranya untuk mengamati fenomena
yang relevan dengan apa yang dipelajari. Fenomena yang diamati pada mata
pelajaran satu dan lainnya berbeda. Misalnya, untuk mata pelajaran IPA, siswa
mengamati pelangi, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, mendengarkan
percakapan. Contoh untuk mata pelajaran bahasa Indonesia adalah membaca
teks, untuk prakarya adalah mencicipi iga bakar, dan untuk mata pelajaran IPS
adalah mengamati banjir, dan lain-lainnya. Fenomena dapat diamati secara
langsung maupun melalui media audio visual. Hasil yang diharapkan adalah siswa
mendapatkan pengetahuan faktual, pengalaman, dan serangkaian informasi yang
belum diketahui (gap of knowledge). Membantu siswa menginventarisasi segala
sesuatu yang belum diketahui (gap of knowledge). Agar kegiatan mengamati
dapat berlangsung baik, sebelumnya guru perlu menemukan fenomena yang
8
diamati, merancang, mempersiapkan, menunjukkan, atau menyediakan sumber
belajar yang relevan dengan KD atau materi pembelajaran yang akan diamati
oleh siswa.
Menanya. Siswa merumuskan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat mencakup yang menghendaki
jawaban tentang pengetahuan faktual, konseptual, maupun prosedural, sampai
ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Hasil kegiatan ini adalah serangkaian
pertanyaan siswa terutama yang mengarah ke atau relevan dengan indikatorindikator KD yang sudah dirumuskan. Guru Membantu siswa merumuskan
pertanyaan berdasarkan daftar hal-hal yang perlu/ingin diketahui agar dapat
melakukan/menciptakan sesuatu. Misalnya, guru membantu siswa dengan
merumuskan pertanyaan pancingan terkait dengan apa yang sedang diamati.
Mengumpulkan informasi/mencoba. Siswa mengumpulkan data melalui berbagai
teknik, misalnya: melakukan eksperimen; mengamati objek/kejadian/aktivitas;
wawancara dengan nara sumber; membaca buku pelajaran, dan sumber lain di
antaranya kamus, ensiklopedia, media masa, buku pintar, atau serangkaian data
statistik. Guru menyediakan sumber-sumber belajar, lembar kerja (worksheet),
media,
alat
peraga/peralatan
eksperimen,
dan
sebagainya.
Guru
juga
membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengesi lembar kerja, menggali
informasi tambahan yang dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa
memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan. Hasil kegiatan ini adalah
serangkaian data atau informasi yang relevan dengan serangkaian KD.
Menalar/mengasosiasi. Siswa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan.
Dalam langkah ini siswa
memecah, memilah dan memilih informasi,
mengklasifikasikan, atau menghitung dengan cara tertentu untuk menjawab
pertanyaan.
Pada
langkah
ini
guru
mengarahkan
agar
siswa
dapat
mengidentifikasi, mengklasifikasi, atau menghubung-hubungkan data/informasi
yang diperoleh. Hasil akhir dari tahap ini adalah simpulan-simpulan yang
merupakan jawaban atas pertanyaan yang dirumuskan.
9
Mengomunikasikan. Siswa menyampaikan simpulan hasil analisis secara lisan,
tertulis, atau menyampaikan melalui media lain. Pada kegiatan ini, siswa dapat
juga memajang/memamerkan hasilnya di ruang kelas, atau mengunggah (upload)
di blog yang dimiliki. Guru memberikan umpan balik, memberikan penguatan,
serta memberikan penjelasan/informasi lebih luas. membantu peserta didik untuk
menentukan butir-butir penting dan simpulan yang akan dipresentasikan, baik
dengan atau tanpa memanfaatkan teknologi informasi.
Karena sudut pandang atau asumsi dasar (pendekatan)-nya berupa
langkah-
langkah operasional yang berurutan, maka yang disebut pendekatan (saintifik)
dalam pembelajaran dengan mudah dipahami sebagai sebuah sintak yang dapat
digunakan sebagai praksis pembelajaran. Dengan kata lain istilah pe dekata
menjadi identik dengan
odel , seperti model Discovery Learning, Project-based
Learning, Problem-based Learning, Inquiry learning seperti yang termaktub dalam
Permendikbud No. 103 tahun 2014. Paparan berikut akan menitikberatkan pada
apa dan bagaimana model-model tersebut.
6. Model-model Pembelajaran
f. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), selanjutnya
disingkat PBM, mula-mula dikembangkan di sekolah kedokteran, McMaster
University Medical School di Hamilton, Canada pada 1960-an (Barrows, 1996).
PBM dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa mahapeserta didik
mengalami kesulitan di tahun pertama perkuliahan, seperti pada mata kuliah
Anatomi, Biokimia, dan Fisiologi. Mereka tidak termotivasi menempuh mata
kuliah-mata kuliah tersebut karena tidak melihat relevansinya dengan profesi
mereka kelak. Selain itu, juga didapati fakta bahwa para dokter muda yang
baru lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat
kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan
pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Atas dasar itu, para pengajar
merancang pembelajaran yang mendasarkan pada masalah atau kasus aktual.
Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah klinis yang dapat
10
diselesaikan dengan menggunakan pengetahuan medis yang relevan.
Perkembangan selanjutnya, PBM secara lebih luas diterapkan di berbagai
mata kuliah di perguruan tinggi dan di berbagai mata pelajaran di sekolah.
Pembelajaran
Berbasis
Masalah
menggunakan masalah nyata
(open-ended)
untuk
mengembangkan
(PBM)
adalah
pembelajaran
yang
sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka
diselesaikan
keterampilan
oleh
berpikir,
peserta
didik
keterampilan
dalam
rangka
menyelesaikan
masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan
membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pemilihan masalah nyata
tersebut dilakukan atas pertimbangan kesesuaiannya dengan pencapaian
kompetensi dasar.
Contoh masalah nyata yang dapat digunakan dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah dalam pembelajaran matematika: Dalam keadaan darurat seseorang
harus diselamatkan melalui pintu jendela yang tingginya 4m dengan
menggunakan tangga. Dengan pertimbangan keselamatan, tangga tersebut
harus ditempatkan minimum 1m dari dasar bangunan. Berapa panjang tangga
yang mungkin?
Tujuan utama PBM adalah mengembangkan keterampilan menyelesaikan
masalah, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan untuk
belajar mandiri, dan membentuk atau memperoleh pengetahuan baru.
Prinsip-prinsip PBM adalah sebagai berkut.
a. Penggunaan masalah nyata (otentik)
b. Berpusat pada peserta didik (student-centered)
c. Guru berperan sebagai fasilitator
d. Kolaborasi antarpeserta didik
e. Sesuai dengan paham konstruktivisme yang menekankan peserta didik
untuk secara aktif memperoleh pengetahuannya sendiri.
Secara umum, berikut langkah-langkah PBM yang mengadaptasi dari
pendapat Arends (2012) dan Fogarty (1997).
11
Kegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan
penutup. Tahap-tahap orientasi terhadap masalah, organisasi belajar,
penyelidikan individual maupun kelompok, dan pengembangan dan penyajian
hasil penyelesaian masalah merupakan tahap inti pembelajaran. Tahap
analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalah merupakan tahap penutup.
Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap
Tahap 1
Deskripsi
Guru menyajikan masalah nyata kepada peserta didik.
Orientasi terhadap
masalah
Tahap 2
Guru memfasilitasi peserta didik untuk memahami
Organisasi belajar
masalah nyata yang telah disajikan, yaitu
mengidentifikasi apa yang mereka ketahui, apa yang
perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan
untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik berbagi
peran/tugas untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Tahap 3
Guru membimbing peserta didik melakukan
Penyelidikan
pengumpulan data/informasi (pengetahuan, konsep,
individual maupun
teori) melalui berbagai macam cara untuk menemukan
kelompok
berbagai alternatif penyelesaian masalah.
Tahap 4
Guru membimbing peserta didik untuk menentukan
Pengembangan dan
penyelesaian masalah yang paling tepat dari berbagai
penyajian hasil
alternatif pemecahan masalah yang peserta didik
penyelesaian
temukan. Peserta didik menyusun laporan hasil
masalah
penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk
gagasan, model, bagan, atau Power Point slides.
Tahap 5
Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan
Analisis dan
refleksi atau evaluasi terhadap proses penyelesaian
evaluasi proses
masalah yang dilakukan.
12
Tahap
Deskripsi
penyelesaian
masalah
g. Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning)
Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah kegiatan pembelajaran yang
menggunakan projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai
kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran
terletak pada aktivitas-aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk
dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai
dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman
nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil projek dalam bentuk desain, skema,
karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini
memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun
berkelompok dalam menghasilkan produk nyata.
Pembelajaran Berbasis Projek merupakan model pembelajaran yang
menggunakan projek sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan
pengetahuan dan keterampilan baru berdasarkan pengalaman nyata. PBP
dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam
pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan
melalui investigasi
dalam perancangan produk. PBP merupakan pendekatan pembelajaran yang
inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang
kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek memberi kesempatan
peserta didik berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya
melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa
barang atau jasa.
Pada PBP, peserta didik terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah
dalam bentuk suatu projek. Peserta didik aktif mengelola pembelajarannya
dengan bekerja secara nyata yang menghasilkan produk riil. PBP dapat
mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan peserta didik lebih
13
kolaboratif daripada bekerja sendiri-sendiri. Di samping itu PBP dapat juga
dilakukan secara mandiri melalui bekerja mengkonstruk pembelajarannya
melalui pengetahuan serta keterampilan baru, dan mewujudkannya dalam
produk nyata.
Pembelajaran Berbasis Projek merupakan metode pembelajaran yang
berfokus pada peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah terkait
dengan projek dan tugas-tugas bermakna lainnya. Pelaksanaan PBP dapat
memberi peluang pada peserta didik untuk bekerja mengkonstruk tugas yang
diberikan guru yang puncaknya dapat menghasilkan produk karya peserta
didik. Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam pembelajaran
b. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah
projek.
c. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah projek
yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa.
d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas/projek.
e. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat
kelompok.
Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis projek adalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas
projek pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.
b. Tugas projek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu
tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
c. Tema atau topik yang dibelajarkan dapat dikembangkan dari suatu
kompetensi dasar tertentu atau gabungan beberapa kompetensi dasar
dalam suatu mata pelajaran, atau gabungan beberapa kompetensi dasar
antarmata pelajaran. Oleh karena itu, tugas projek dalam satu semester
dibolehkan hanya satu penugasan dalam suatu mata pelajaran.
14
d. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan
produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan
tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya).
Produk tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan
dan umpan balik untuk perbaikan produk.
e. Pembelajaran dirancang dalam pertemuan tatap muka dan tugas mandiri
dalam fasilitasi dan monitoring oleh guru. Pertemuan tatap muka dapat
dilakukan di awal pada langkah penentuan projek dan di akhir
pembelajaran pada langkah penyusunan laporan dan presentasi/publikasi
hasil projek, serta evaluasi proses dan hasil projek.
Dalam PBP, peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan tema/topik
dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan projek yang realistik. Di
samping itu, penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong
tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta
berpikir kritis dan analitis pada peserta didik. Secara umum, langkah-langkah
Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Penentuan
Projek
2. Perancangan
langkah-langkah
penyelesaian
projek
3. Penyusunan
Jadwal Pelaksanaan
Projek
5. Penyusunan
laporan dan
presentasi/publikas
i hasil projek
4. Penyelesaian
projek dengan
fasilitasi dan
monitoring guru
Bagan 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek
Diadaptasi dari Keser & Karagoca (2010)
Berikut disajikan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada setiap langkah
PBP.
15
a. Penentuan projek
Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik projek bersama guru.
Peserta didik diberi kesempatan untuk memilih/menentukan projek yang akan
dikerjakannya baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak
menyimpang dari tema.
Pada bagian ini, peserta didik memilih tema/topik untuk menghasilkan produk
(laporan
observasi/penyelidikan,
rancangan
karya
seni,
atau
karya
keterampilan) dengan karakteristik mata pelajaran dengan menekankan
keorisinilan produk. Penentuan produk juga disesuaikan dengan kriteria tugas,
dengan
mempertimbangkan
kemampuan
peserta
didik
dan
sumber/bahan/alat yang tersedia.
b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projek
Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian projek dari
awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan projek ini
berisi perumusan tujuan dan hasil yang diharapkan, pemilihan aktivitas untuk
penyelesaian projek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung
penyelesaian tugas projek, dan kerja sama antaranggota kelompok.
Pada kegiatan ini, peserta didik mengidentifikasi bagian-bagian produk yang
akan dihasilkan dan langkah-langkah serta teknik untuk menyelesaikan
bagian-bagian tersebut sampai dicapai produk akhir.
c. Penyusunan jadwal pelaksanaan projek
Peserta didik dengan pendampingan guru melakukan penjadwalan semua
kegiatan yang telah dirancangnya.Berapa lama projek itu harus diselesaikan
tahap demi tahap. Peserta didik menyusun tahap-tahap pelaksanaan projek
dengan mempertimbangkan kompleksitas langkah-langkah dan teknik
penyelesaian produk serta waktu yang ditentukan guru.
d. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru
Langkah ini merupakan pelaksanaan rancangan projek yang telah dibuat.
Peserta didik mencari atau mengumpulkan data/material dan kemudian
16
mengolahnya untuk menyusun/mewujudkan bagian demi bagian sampai
dihasilkan produk akhir.
Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan projek di antaranya dengan: a)
membaca, b) membuat disain, c) meneliti, d) menginterviu, e) merekam, f)
berkarya, g) mengunjungi objek projek, dan/atau h) akses internet. Guru
bertanggung jawab membimbing dan memonitor aktivitas peserta didik dalam
melakukan tugas projek mulai proses hingga penyelesaian projek. Pada
kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam
aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan tugas projek.
e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek
Hasil projek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, disain,
karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lan dipresentasikan dan/atau
dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat dalam
bentuk presentasi, publikasi (dapat dilakukan di majalah dinding atau
internet), dan pameran produk pembelajaran.
f. Evaluasi proses dan hasil projek
Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil tugas projek. Proses refleksi pada tugas projek
dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap evaluasi,
peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama
menyelesaikan tugas projek yang berkembang dengan diskusi untuk
memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas projek. Pada tahap ini juga
dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dilakukan.
Proses pembelajaran berbasis projek meliputi tahap-tahap pendahuluan,
kegiatan inti, dan penutup. Langkah-langkah PBP secara keseluruhan berada
dalam tahap kegiatan inti. Dengan demikian tahap kegiatan inti meliputi
kegiatan menemukan tema/topik projek, kegiatan merancang langkah
penyelesaian projek, menyusun jadwal projek,proses penyelesaian projek
dengan difasilitasi dan dimonitor oleh guru, penyusunan laporan dan
17
presentasi/publikasi hasil projek, dan evaluasi proses dan hasil kegiatan
projek.
Tabel 2. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek
Langkah-langkah
Deskripsi
Langkah -1
Guru bersama dengan peserta didik
Penentuan projek
menentukan tema/topik projek
Langkah -2
Guru memfasilitasi Peserta didik untuk
Perancangan langkah-
merancang langkah-langkah kegiatan
langkah penyelesaian
penyelesaian projek beserta pengelolaannya
projek
Langkah -3
Guru memberikan pendampingan kepada
Penyusunan jadwal
peserta didik melakukan penjadwalan semua
pelaksanaan projek
kegiatan yang telah dirancangnya
Langkah -4
Guru memfasilitasi dan memonitor peserta
Penyelesaian projek
didik dalam melaksanakan rancangan projek
dengan fasilitasi dan
yang telah dibuat
monitoring guru
Langkah -5
Guru memfasilitasi Peserta didik untuk
Penyusunan laporan dan
mempresentasikan dan mempublikasikan hasil
presentasi/publikasi hasil karya
projek
Langkah -6
Guru dan peserta didik pada akhir proses
Evaluasi proses dan hasil
pembelajaran melakukan refleksi terhadap
projek
aktivitas dan hasil tugas projek
h. Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuaan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan
18
sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak
terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan peserta didik
berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosi, maupun pribadinya.
Oleh karena itu dalam proses perencanaan pembelajaran, guru bukanlah
mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri
materi yang harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi
kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengetahuan
dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat
sejumlah fakta).
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran
inkuiri
adalah
pembelajaranyang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan yang
meliputi sikap, pengetahuan,dan keterampilan peserta didik untuk mencari
dan menyelidiki sesuatu (benda, manusiaatau peristiwa), secara sistematis,
kritis, logis, dan analitis.
Karakteristik dari Pembelajaran Inkuiri:
1) Menekankan kepada proses mencari dan menemukan.
2) Pengetahuan dibangun oleh peserta didik melalui proses pencarian.
3) Peran guru
sebagai fasilitator
dan pembimbing peserta didik dalam
belajar.
4) Menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk merumuskan
kesimpulan.
Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri
Tahap
Deskripsi
Tahap 1
Guru mengondisikan agar peserta didik siap
Orientasi
melaksanakan proses pembelajaran, menjelaskan
topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat
tercapai oleh peserta didik, menjelaskan pokok-pokok
kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik
19
Tahap
Deskripsi
untuk mencapai tujuan, menjelaskan pentingnya topik
dan kegiatan belajar, hal ini dapat dilakukan dalam
rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.
Tahap 2
Guru membimbing dan memfasilitasi peserta didik
Merumuskan
untuk merumuskan dan memahami masalah nyata
masalah
yang telah disajikan.
Tahap 3
Guru membimbing peserta didik untuk
Merumuskan
mengembangkan kemampuan berhipotesis dengan
hipotesis
cara menyampaikan berbagai pertanyaan yang dapat
mendorong peserta didik untuk dapat merumuskan
jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai
perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji.
Tahap 4
Guru membimbing peserta didik dengan cara
Mengumpulkan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
data
mendorong peserta didik untuk berpikir mencari
informasi yang dibutuhkan.
Tahap 5
Guru membimbing peserta didik dalam proses
Menguji hipotesis
menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data dan informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting
dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat
keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan.
Tahap 6
Guru membimbing peserta didik dalam proses
Merumuskan
mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan
kesimpulan
hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebiknya guru mempu menunjukkan pada
peserta didik data mana yang relevan.
20
i. Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning)
Pembelajaran menemukan (Discovery Learning), adalah Pembelajaran untuk
menemukan konsep, makna, dan hubungan kausal melalui pengorganisasian
pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan
memecahkan
masalah
untuk
menciptakan,
menggabungkan
dan
menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan
untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Karakteristik dari pembelajaran menemukan (Discovery Learning):
5) Peran guru sebagai pembimbing.
6) Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan.
7) Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan
kegiatan menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
serta membuat kesimpulan.
Tabel 4. Langkah-Langkah Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning)
Tahap
Deskripsi
Tahap 1
Guru Menentukan tujuan pembelajaran, identifikasi
Persiapan
karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat,
gaya belajar, dan sebagainya)
Tahap 2
Guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
Stimulasi/pemberian mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
rangsangan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
peserta didik dalam mengeksplorasi bahan
Tahap 3
Guru Mengidentifikasi sumber belajardan memberi
Identifikasi masalah
kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
21
Tahap
Deskripsi
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah)
Tahap 4
Guru Membantu peserta didik mengumpulan dan
Mengumpulkan data mengeksplorasi data.
Tahap 5
Guru membimbing peserta didik dalam kegiatan
Pengolahan data
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh
para peserta didik baik melalui wawancara, observasi,
dan sebagainya
Tahap 6
Guru membimbing peserta didik melakukan
Pembuktian
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil
Tahap 7
Guru membimbing peserta didik merumuskan prinsip
Menarik kesimpulan
dan generalisasi hasil penemuannya.
D. Daftar Pustaka
Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York:
Springer-Verlag.
Courant, Richart & Robbins, Herbert. 1981. What is Mathematics, An Elementary
Approach To Ideas and Methods. New York: Oxford University Press.
Sumardyono.
2004.
Karakteristik
Matematika
dan
Implikasinya
terhadap
Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat
Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika)
Sumardyono. 2012. Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA.
Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)
22
Yogi Anggraena. 2016. Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Guru Pembelajar
Modul Matematika SMP. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)
23
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB VI
MEDIA PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 5 : MEDIA PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:
1. Menyebutkan perbedaan media pembelajaran dengan media pada umumnya,
2. menyebutkan macam-macam media pembelajaran beserta contohnya baik
menurut bentuk maupun fungsinya,
3. menyebutkan perbedaan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif
dengan yang bukan.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:
1. Membedakan media dan media pembelajaran
2. Membedakan macam-macam media pembelajaran
3. Membedakan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif
dengan yang bukan.
C. Uraian Materi
Proses pembelajaran tentunya akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik apabila telah
dirancang dengan baik pula. Selain itu, guru perlu memerluas wawasan tentang berbagai
pendekatan, model, metode, maupun strategi pembelajaran. Pembelajaran perlu dibuat
agar siswa dapat membangun pengetahuannya sehingga pembelajaran dapat berpusat
pada siswa. Oleh sebab itu, guru perlu mencari cara lain dalam mengajar agar lebih
efektif. Menurut Forsyth, Jolliffe, & Stevens (2004:
69), learning is an active process. In order to learn a person has to take part in various
learning activities. Interaction is an essential element of learning . Pe dapat tersebut
memberi pengertian bahwa belajar merupakan suatu proses aktif. Untuk belajar,
seseorang perlu mengambil bagian dalam berbagai aktivitas belajar. Interaksi merupakan
unsur penting dalam belajar. Akibatnya, seseorang perlu berinteraksi secara langsung
dengan apa yang sedang dipelajarinya. Keterlibatan pebelajar dalam aktivitas secara aktif
dapat membantunya untuk belajar. Kegiatan belajar seharusnya dirancang agar bervariasi
agar memungkinkan pebelajar untuk mendapatkan pengalaman yang bervariasi pula.
1
Pernyataan-pernyataan tersebut sejalan dengan Piaget yang berpendapat bahwa belajar
merupakan suatu proses pengonstruksian dimana seseorang membangun pengetahuan
melalui interaksi dengan lingkungan (Arends, 2012: 330; Kryiacou, 2009: 24).
Menurut Piaget, siswa usia SMP sudah dapat melakukan operasi formal dimana anak
sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal abstrak sehingga
penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, Brunner
mengungkapkan dalam teorinya bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi
kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dalil ini menyatakan bahwa
manipulasi benda-benda diperlukan dalam pengonstruksian pemahaman siswa
(Suherman, et al., 2001: 43 - 45). Hal ini didukung oleh pernyataan Boggan, Harper,
dan Whitmire (2010: 5) bahwa siswa pada segala tingkat pendidikan dan kemampuan
akan mendapat keuntungan dari penggunaan alat peraga manipulatif. Dengan kata lain,
penggunaan alat peraga manipulatif dapat berpengaruh positif terhadap kualitas
pembelajaran.
Selain media pembelajaran berupa media fisik alat peraga, terdapat pula media
pembelajaran ICT. Media tersebut memanfaatkan potensi perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Terdapat hubungan yang positif antara penggunaan teknologi
dengan prestasi belajar seperti yang terjadi di Singapura jika teknologi digunakan secara
tepat. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di Amerika Serikat di mana tidak
terdapat hubungan di antara keduanya (Alsafran & Brown, 2012: 1). Artinya, belum tentu
siswa yang mendapat pembelajaran yang menggunakan teknologi, dalam hal ini
komputer, selalu mendapat prestasi yang baik jika tidak digunakan secara tepat.
Penggunaan alat tersebut baik media fisik alat peraga maupun media ICT dapat
dilakukan pada semua tingkat pendidikan, bukan hanya di Sekolah Dasar saja. Bahkan,
siswa baik yang berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah akan mendapat
keuntungan jika mendapat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga maupun
media ICT. Keuntungan ini mungkin saja dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Media pembelajaran dapat digunakan sebagai jembatan siswa dalam
memahami konsep
abstrak dari obyek matematika melalui pemanipulasian benda2
benda nyata baik secara individu, kelompok, maupun klasikal. Oleh sebab itu penggunaan
media pembelajaran baik media fisik berupa alat peraga maupun media ICT dalam
pembelajaran matematika perlu dipelajari oleh para guru.
1. Pengertian Media Pembelajaran
Media merupakan kata jamak dari medium yang berasal dari bahasa latin yang berarti
a tara yaitu segala sesuatu ya g
e bawa i for asi a tara su ber i for asi da
penerima (Smaldino, et al., 2005: 9). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa segala
sesuatu yang dapat menjembatani informasi antara sumber informasi dan penerima
dapat dikatakan sebagai media. Pendapat lain mengatakan bahwa media diartikan
sebagai alat fisik dari komunikasi antara lain buku, modul cetak, teks terprogram,
komputer, slide/pita presentasi, film, pita video, dan sebagainya (Gagne & Briggs,
1979: 175). Dengan kata lain, media merupakan benda fisik yang dapat menjadi
penghubung komunikasi dari sumber informasi kepada orang lain yang melihat,
membaca, atau menggunakannya. Benda tersebut dapat berbentuk cetak maupun
noncetak.
Newby, et al. (2006: 308) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan pemilihan dan
pengaturan informasi, kegiatan, metode, dan media untuk membantu siswa mencapai
tujuan belajar yang telah direncanakan. Dalam pembelajaran terjadi pengaturan siswa
untuk dapat belajar melalui kegiatan yang akan dilaksanakan, pemilihan metode dan
media yang akan digunakan, serta adanya target pengetahuan atau kemampuan yang
akan diperoleh setelah mengikuti serangkaian kegiatan. Semua hal tersebut dilakukan
atau digunakan agar dapat membantu siswa untuk mencapai target berupa tujuan belajar
yang telah direncanakan sebelum pembelajaran dilaksanakan.
Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan guna mencapai suatu tujuan
pembelajaran didefinisikan sebagai media pembelajaran (Smaldino, et al., 2005: 9).
Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala alat yang dapat membantu
tercapainya tujuan pembelajaran. Senada dengan definisi tersebut, Newby, et al. (2006:
308) mendefinisikan media pembelajaran sebagai saluran dari komunikasi yang
membawa pesan dengan tujuan yang berkaitan den gan pembelajaran yang dapat berupa
cara atau alat lain yang dengannya informasi dapat disampaikan atau dialami siswa.
3
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa media pembelajaran juga dapat berupa cara
atau alat untuk berkomunikasi dengan siswa. Segala sesuatu yang digunakan sebagai
penyampai pesan pembelajaran diidentifikasi sebagai media pembelajaran. Dengan kata
lain, media pembelajaran membantu siswa dalam mendapat atau membangun informasi
atau pengetahuan.
Dari beberapa pendapat tersebut, media dapat diartikan sebagai alat fisik komunikasi
yang berfungsi menyampaikan informasi (pengetahuan) dari sumber ke penerima
informasi. Adapun media pembelajaran merupakan alat atau perantara untuk
memfasilitasi komunikasi dari sumber belajar ke siswa dan mendukung proses belajar
guna mencapai tujuan belajar.
2. Macam Media Pembelajaran
Menurut bentuknya, media yang digunakan dalam belajar dan pembelajaran secara
umum dibedakan menjadi media cetak dengan noncetak serta media audio dengan
nonaudio. Secara lebih spesifik, media dapat berupa antara lain teks, audio, visual, media
bergerak, obyek/media yang dapat dimanipulasi (media manipulatif), dan manusia.
Media teks merupakan jenis media yang paling umum digunakan. Media ini berupa
karakter huruf dan bilangan yang disajikan dalam buku, poster, tulisan di papan tulis, dan
sejenisnya (Smaldino, et al., 2005: 9; Newby, et al., 2006: 21).
Media audio meliputi segala sesuatu yang dapat didengar misalnya suara seseorang,
musik, suara mesin, dan suara-suara lainnya.
Media visual meliputi berbagai bagan, gambar, foto, grafik baik yang disajikan dalam
poster, papan tulis, buku, dan sebagainya.
Media bergerak merupakan media yang berupa gambar bergerak misalnya video/film
dan animasi.
Adapun media manipulatif adalah benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan digunakan
dengan tangan oleh siswa.
4
Manusia juga dapat berperan sebagai media pembelajaran. Siswa dapat belajar dari guru,
siswa yang lain, atau orang lain.
Adapun menurut fungsinya, Suherman, et al. (2001: 200) mengelompokkan media
menjadi dua bagian yaitu:


pembawa informasi (ilmu pengetahuan)
alat untuk menanamkan konsep
Contoh media sebagai pembawa informasi yaitu papan tulis, kapur, spidol, jangka,
mistar, komputer/laptop, dan LCD Proyektor. Terkadang media ini digolongkan sebagai
sarana atau alat bantu. Adapun contoh media yang sekaligus alat penanaman konsep
misalnya alat peraga matematika, lembar kerja, bahkan kapur pun selain merupakan
pembawa informasi dapat pula menjadi alat penanaman konsep operasi bilangan bulat
atau model bangun ruang tabung.
3. Pengertian Alat Peraga
Gerakan fisik merupakan salah satu dasar dalam belajar. Untuk belajar secara efektif,
siswa harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan, bukan hanya sebagai penonton.
Manipulasi peralatan yang digunakan dalam pembelajaran harus dapat mengabstraksikan
suatu ide atau model. Kontak dengan benda nyata dapat membantu pemahaman
terhadap ide-ide abstrak. Van Engen menegaskan peran sensory learning dalam
pembentukan konsep. Reaksi terhadap dunia benda konkret merupakan dasar darimana
struktur ide-ide abstrak muncul (Jackson & Phillips, 1973: 302). Lebih lanjut, guru perlu
merancang aktivitas belajar yang memanfaatkan benda fisik, memfasilitasi terjadinya
interaksi sosial, dan memberi kesempatan siswa untuk berpikir, memberi alasan, dan
membentuk kesadaran akan pentingnya matematika, bukan hanya diceritakan oleh guru
(Burns, 2007: 32). Benda fisik dalam pernyataan ini dapat diartikan sebagai benda
yang dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuan.
Alat peraga merupakan istilah dari Bahasa Indonesia yang terdiri dua kata yaitu alat
da
peraga sehi gga se ara harfiah alat peraga adalah alat ya g digu aka u tuk
memperagakan. Dalam konteks pembelajaran matematika, alat peraga matematika
adalah alat yang memperagakan konsep dan prinsip matematika. Maksud dari
5
e peragaka
dala
ko teks i i adalah
e jadika ko sep da pri sp
ate atika
jelas secara visual, atau konkrit (dapat disentuh), atau bekerja pada suatu konteks.
Dala
edia pe belajara , terdapat pula istilah
hands-onmaterials
ya g dapat
diartikan sebagai material atu benda yang dapat dipegang. Istilah ini dapat pula diartikan
sebagai alat (peraga) manipulative
karena
dapat
dioperasikan
(dimanipulasi)
menggunakan tangan untuk memperagakan suatu hal. Menurut Posamentier, Smith, dan
Stepelman (2010: 6), hand-on materials atau alat peraga manipulatif adalah benda nyata
yang memungkinkan siswa dapat menyelidiki, menyusun, memindah, mengelompokkan,
mengurutkan, dan menggunakannya ketika mereka menemui konsep model dan soalsoal matematika. Alat peraga manipulatif di sini dapat dimaknai sebagai alat yang
digunakan untuk membantu siswa memahami matematika melalui benda nyata yang
tidak hanya dapat digunakan oleh guru saja, tetapi juga siswa. Siswa dapat menyentuh,
mengontrol, dan mengoperasikan alat peraga manipulatif tersebut dalam rangka
mempelajari benda itu sendiri atau membantu mempelajari hal lain yang terkait
dengannya. Alat peraga manipulatif membantu penyelidikan dalam pembelajaran.
Alat peraga berupa model dalam kaitannya dengan media mengacu pada representasi
konkret konstruksi mental atau ide-ide (Johnson, Berger, & Rising, 1973: 235).
Representasi konkret dari konstruksi mental atau ide dapat diartikan sebagai gambar atau
benda nyata yang dapat menggambarkan obyek atau konsep abstrak, di mana kedua hal
ini ada dalam matematika.
Salah satu tipe media yang memfasilitasi untuk melakukan gerakan fisik untuk belajar
adalah alat peraga manipulatif. Media ini berupa benda tiga dimensi yang dapat disentuh
maupun dikontrol oleh pebelajar ketika belajar (Smaldino, et al., 2005: 9, 214). Lebih
lanjut, alat peraga manipulatif mengacu pada benda-benda konkret yang, ketika
digunakan siswa dan guru, dapat memberikan kesempatan siswa untuk mencapai tujuan
tertentu (Jackson & Phillips, 1973: 301). Dengan belajar menggunakan media tersebut
diharapkan dapat mempermudah siswa dalam mengonstruksi pemahamannya.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga manipulatif
adalah media berupa benda nyata tiga dimensi yang dapat menggambarkan secara
konkret suatu obyek, ide, model, atau konsep abstrak dan
6
memungkinkan
untuk
digerakkan atau dimanipulasi secara fisik dalam kaitannya dengan pembentukan
konsep bagi penggunanya, dalam hal ini siswa.
4. Fungsi Alat Peraga
Menurut Pujiati dan Hidayat (2015: 32), secara umum fungsi alat peraga adalah:
a. memudahkan memahami konsep matematika yang abstrak
b. menjadi sumber konkrit untuk mempelajari satu atau lebih konsep matematika
c. memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika
Secara lebih khusus, alat peraga dapat dikelompokkan menurut fungsinya sebagai
berikut.
a. Alat peraga sebagai model
Dalam hal ini, alat peraga berfungsi untuk membantu dalam memvisualkan atau
mengkonkretkan (physical) konsep matematika. Menurut Smaldino, et al. (2005: 214 –
215), model merupakan benda tiga dimensi yang berupa representasi dari benda nyata.
Dengan demikian, model merupakan suatu benda yang mirip atau dapat menggambarkan
benda lainnya.
Contoh alat peraga jenis ini antara lain adalah model bangun ruang padat dan model
bangun ruang rangka. Kegunaan alat peraga jenis ini adalah untuk memodelkan ataupun
menunjukkan bentuk bangun yang sesungguhnya.
b. Alat peraga sebagai jembatan
Alat peraga ini bukan merupakan wujud konkrit dari konsep matematika, tetapi
merupakan sebuah cara yang dapat ditempuh untuk memperjelas pengertian suatu
konsep matematika. Beberapa contoh penggunaan alat peraga
adalah kuadrat lengkap Al-Khwarizmi, model
7
jenis
ini
adalah
Pythagoras, jumlah sudut bangun datar.
Gambar 1. Alat Peraga Pembuktian Teorema Pythagoras
c. Alat peraga untuk mendemonstrasi konsep/prinsip
Dalam hal ini, alat peraga digunakan untuk memperagakan konsep matematika sehingga
dapat dilihat secara jelas (terdemonstrasi) karena suatu mekanisme teknis yang dapat
dilihat (visible) atau dapat disentuh (touchable).
Gambar 2. Penemuan Rumus Volum Limassama dengan Sepertiga Volum Balok Selain
media pembelajaran matematika berupa alat peraga matematika, juga terdapat alat yang
juga digunakan dalam pembelajaran matematika tetapi bukan merupakan alat peraga
karena bukan merupakan model, jembatan, dan tidak memperagakan konsep/prinsip
matematika tertentu. Alat tersebut yaitu:
a. Alat bantu untuk menerampilkan konsep-konsep matematika
8
Media pembelajaran ini secara jelas dimaksudkan agar siswa lebih terampil dalam
mengingat, memahami atau menggunakan konsep- konsep matematika. Jenis alat ini
biasanya berbentuk permainan ringan dan memiliki penyelesaian yang rutin (tetap).
Gambar 3. Kartu Permainan Bilangan
b. Alat yang merupakan aplikasi konsep/prinsip matematika
Jenis media pembelajaran ini tidak secara langsung tampak berkaitan dengan suatu
konsep, tetapi ia dibentuk dari konsep matematika tersebut. Contoh alat ini yaitu alat
bantu pengukuran misalnya klinometer untuk mengukur sudut elevasi dan depresi antara
pengamat dan suatu obyek yang dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi obyek
tersebut .
Gambar 4. Seorang Siswa sedang Menggunakan Klinometer
9
c. Alat sebagai sumber masalah untuk belajar
Media pembelajaran yang digolongkan ke dalam jenis ini adalah alat yang menyajikan
suatu masalah yang tidak bersifat rutin atau teknis tetapi membutuhkan kemampuan
problem-solving yang heuristik dan bersifat investigatif. Contoh alat ini adalah permainan
menara hanoi yaitu permainan menemukan langkah yang paling sedikit dalam
memindahkan semua cakram dari tiang A (awal) ke tiang C (akhir) dengan bantuan
tiang B (tengah). Selain menemukan cara yang efektif untuk memindah cakram
(menyelesaikan masalah), pola bilangan akan terbentuk jika permainan ini dilakukan
beberapa kali dengan banyak cakram yang berbeda dan berurutan yang diperoleh
dari banyak langkah minimal yang diperlukan.
Gambar 5. Alat Permainan Menara Hanoi
D. Daftar Pustaka
Bell, H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Dubuque,
Iowa: Wim. C. Brown Company Publisher.
Cooney, Davis Anderson. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School
Mathematics. Boston:Hougton Mifflin Company.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pedoman Memilih dan Menyusun bahan
Ajar.Jakarta: Direktorat Sekolah menengah Pertama,
Novak. J.D. (1986). Learning How to Learn. Melbourne: The Press Syndicate of
University of Cambridge.
Nanang
Priatna.
2016.
Pemanfaatan
Media
dan
Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK
10
Pengembangan
Materi
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB VII
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 6: PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:
1. Menjelaskan landasan hukum penyusunan RPP
2. Menjelaskan Pengertian RPP
3. Menjelaskan Prinsip Penyusunan RPP
4. Menjelaskan Komponen dan Sistematika RPP
5. Mengidentifikasi langkah penyusunan RPP
6. Menuliskan isi setiap komponen dalam sistematika RPP
7. Menyusun RPP untuk serangkaian KD berdasarkan Kurikulum 2013
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:
1. Menjelaskan landasan hukum penyusunan RPP
2. Menjelaskan Pengertian RPP
3. Menjelaskan Prinsip Penyusunan RPP
4. Menjelaskan Komponen dan Sistematika RPP
5. Mengidentifikasi langkah penyusunan RPP
6. Menuliskan isi setiap komponen dalam sistematika RPP
7. Menyusun RPP untuk serangkaian KD berdasarkan Kurikulum 2013
C. Uraian Materi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1
angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif
mengembangkan
potensi
dirinya
untuk
memiliki kekuatan
spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
Standar Proses
dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi lulusan dan Standar Isi yang
1
telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan
Pemerintah
Nomor
19
Tahun
2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip
pembelajaran yang digunakan:
1. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar;
3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills);
9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberdayaan peserta
didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
2
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut
wuri handayani);
11. pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;
12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran; dan
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN
Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan
kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi
memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang
diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk
setiap satuan pendidikan.
Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis)
yang berbeda. Sikap diperoleh
e ghargai,
aktivitas
e ghayati, da
e gi gat,
e alar,
e erapka ,
diperoleh
e yaji, da
e eri a,
e ga alka . Pe getahua
e aha i,
e ipta . Ketera pila
e oba,
elalui aktivitas
diperoleh
e ga alisis,
elalui aktivitas
e jala ka ,
elalui
e gevaluasi,
mengamati, menanya,
e ipta . Karaktersitik ko pete si beserta
perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar
proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik
antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan
3
pembelajaran berbasis penyingkapan/ penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk
mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik
individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning).
Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut
Sikap
Pengetahuan
Keterampilan
Menerima
Mengingat
Mengamati
Menjalankan
Memahami
Menanya
Menghargai
Menerapkan
Mencoba
Menghayati
Menganalisis
Menalar
Mengamalkan
Mengevaluasi
Menyaji
-
-
Mencipta
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.
Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik.
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi.
Pembelajaran tematik terpadu di SMP/ MTs/ SMPLB/ Paket B disesuaikan dengan
tingkat perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di SMP/MTs/SMPLB/Paket
B disesuaikan dengan karakteristik kompetensi yang mulai memperkenalkan mata
pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS.
Karakteristik proses pembelajaran di SMA/ MA/ SMALB/ SMK/ MAK/ Paket C/ Paket C
Kejuruan secara keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik
masih dipertahankan.
Standar Proses pada SDLB, SMPLB, dan SMALB diperuntukkan bagi tuna netra, tuna
rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal.
Secara umum pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi
tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum sudah
4
dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut, capaian pembelajaran dapat
dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah kognitif, affektif dan psikomotor.
Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan
secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi
dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah
tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa
dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh
melahirkan kualitas pribadi yang sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan
pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan
penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan
skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan
pembelajaran yang digunakan.
a. Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan
kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:
1) Identitas
mata
pelajaran
(khusus
SMP/MTs/SMPLB/Paket
B
dan
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan);
2) Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
3) Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial
mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran;
4) kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran;
5
5) tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A);
6) materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi;
7) pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
8) penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
9) alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum
untuk satu semester atau satu tahun; dan
10) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar
atau sumber belajar lain yang relevan.
11) Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi lulusan dan Standar
Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola
pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai
acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran
tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus
untuk mengarahkan kegiatan embelajaran peserta didik dalam upaya mencapai
Kompetensi Dasar (KD). setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD
atau subtema yang dilaksanakan kali pertemuan atau lebih.
Komponen RPP terdiri atas:
1) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
6
3) kelas/semester;
4) materi pokok;
5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan
beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah
jam pelajaran yang
tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
6) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan
kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompetensi;
9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
11) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar lain yang relevan;
12) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti,
dan penutup; dan
13) penilaian hasil pembelajaran.
c. Prinsip Penyusunan RPP
Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat
intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus,kecepatan belajar, latar belakang budaya,
norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2) Partisipasi aktif peserta didik.
7
3) Berpusat
pada peserta didik untuk mendorong semangat
belajar,
motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.
4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program
pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
6) Penekanan
pada
keterkaitan
dan
keterpaduan
antara
KD,
materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis,
dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
d. Komponen dan Sistematika RPP
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 Tentang
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menentukan
komponen dan sistematika RPP adalah sebagai berikut :
Komponen RPP
1) Identitas, yang meliputi sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi
waktu yang ditetapkan.
2) Kompetensi Inti (KI).
3) Kompetensi Dasar (KD).
4) Indikator Pencapaian Kompetensi.
5) Materi Pembelajaran.
6) Kegiatan Pembelajaran.
7) Penilaian, Pembelajaran Remedial, dan Pengayaan.
8) Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar.
Sistematika RPP
8
Komponen-komponen yang sudah disebutkan di atas secara operasional
diwujudkan dalam bentuk format berikut ini.
Sekolah
Mata pelajaran
Kelas/Semester
Alokasi Waktu
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
: _________________________________________
: _________________________________________
: _________________________________________
: _________________________________________
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar
1. KD pada KI-1
2. KD pada KI-2
3. KD pada KI-3
4. KD pada KI-4
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Indikator KD pada KI - 1
2. Indikator KD pada KI - 2
3. Indikator KD pada KI - 3
4. Indikator KD pada KI - 4
D. Materi Pembelajaran
(Dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber
belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari
lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran
reguler, pengayaan, dan remedial).
E. Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan Pertama: (...JP)
a. Kegiatan Pendahuluan
b. Kegiatan Inti
 Mengamati
 Menanya
 Mengumpulkan informasi/mencoba
 Menalar/mengasosiasi
 Mengomunikasikan
c. Kegiatan Penutup
2. Pertemuan Kedua: (...JP)
9
a.
b.
Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan Inti
 Mengamati
 Menanya
 Mengumpulkan informasi/mencoba
 Menalar/mengasosiasi
 Mengomunikasikan
c. Kegiatan Penutup
3. Pertemuan seterusnya.
F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan
1. Teknik penilaian
2. Instrumen penilaian
a. Pertemuan Pertama
b. Pertemuan Kedua
c. Pertemuan seterusnya
3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan
Pembelajaran remedial dilakukan segera setelah kegiatan penilaian.
G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar
1. Media/alat
2. Bahan
3. Sumber Belajar
d. Langkah-Langkah Penyusunan RPP
1) Mengkaji Silabus, dengan cara memperhatikan isi silabus di antaranya
memperhatikan KI serta pasangan KD3 dan KD4, mencermati materi
pembelajaran untuk mengidentifikasi materi prasarat materi regular dan
materi pengayaan yang mendukung tercapainya kompetensi, megidentifikasi
kegiatan pembelajaran yang akan tertuang dalam RPP, serta mencermati
alokasi waktu yang akan digunakan untuk menyusun RPP.
2) Mencantumkan identitas sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi
waktu.
3) Mencantumkan KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4 seperti yang tercantum dalam
Permendikbud tentang KI KD Tahun 2016.
4) Mengidentifikasi dan menuliskan serangkaian kompetensi dasar (KD) yang
dapat diambil dari silabus.
5) Mengembangkan indikator pencapaian kompetensi.
10
Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan memperhatikan beberapa
ketentuan berikut:
1) Indikator pencapaian kompetensi meliputi indikator pengetahuan, dan
keterampilan.
2) Setiap KD dari KI- 3 dan KI-4 dikembangkan sekurang-kurangnya dalam dua
indikator pencapaian kompetensi.
3) Rumusan indikator pencapaian kompetensi untuk KD yang diturunkan dari KI3 dan KI-4, sekurang-kurangnya mencakup kata kerja operasional (dapat
diamati dan diukur) dan materi pembelajaran.
4) Indikator pencapaian kompetensi pengetahuan dijabarkan dari Kompetensi
Dasar (KD-3) yang merupakan jabaran dari Kompetensi Inti (KI-3) di setiap
mata pelajaran. Penyusunan instrumen penilaian ditentukan oleh kata kerja
operasional yang ada di dalam KD dan indikator pencapaian kompetensi yang
dirumuskan. Kata kerja operasional pada indikator pencapaian kompetensi
juga dapat digunakan untuk penentuan item tes (pertanyaan/soal), seperti
dicontohkan pada tabel berikut (Morrison, et.al., 2011):
Tabel Kata Kerja Operasional
Tujuan yang Diukur
Kemampuan mengingat
Kemampuan memahami
Kata Kerja yang Biasa Digunakan

















11
menyebutkan
memberi label
mencocokkan
memberi nama
membuat urutan
memberi contoh
menirukan
memasangkan
membuat penggolongan
menggambarkan
membuat ulasan
menjelaskan
mengekspresikan
mengenali ciri
menunjukkan
menemukan
membuat laporan
Tujuan yang Diukur
Kemampuan menerapkan
pengetahuan (aplikasi)
Kemampuan menganalisis
Kemampuan mengevaluasi
Kemampuan merancang
Kata Kerja yang Biasa Digunakan










































12
mengemukakan
membuat tinjauan
memilih
menceritakan
menerapkan
memilih
mendemonstrasikan
memperagakan
menuliskan penjelasan
membuat penafsiran
menuliskan operasi
mempraktikkan
menuliskan rancangan persiapan
membuat jadwal
membuat sketsa
membuat pemecahan masalah
menggunakan
menuliskan penilaian
membuat suatu perhitungan
membuat suatu pengelompokan
menentukan kategori yang dipakai
membandingkan
membedakan
membuat suatu diagram
membuat inventarisasi
memeriksa
melakukan pengujian
membuat suatu penilaian
menuliskan argumentasi atau alasan
menjelaskan apa alasan memilih
membuat suatu perbandingan
menjelaskan alasan pembelaan
menuliskan prakiraan
meramalkan apa yang akan terjadi
mengumpulkan
menyusun
membuat disain (rancangan)
merumuskan
membuat usulan bagaimana mengelola
mengatur
merencanakan
membuat suatu persiapan
Tujuan yang Diukur
Kata Kerja yang Biasa Digunakan


membuat suatu usulan
menulis ulasan
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
a.
Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
1) Alokasi Waktu Jam Tatap Muka Pembelajaran
a) SD/MI
: 35 menit
b) SMP/MTs
: 40 menit
c)
: 45 menit
SMA/MA
d) SMK/MAK
: 45 menit
2) Rombongan belajar
Jumlah rombongan belajar per satuan pendidikan dan jumlah maksimum
peserta didik dalam setiap rombongan belajar dinyatakan
No
3)
Satuan
Jumlah Rombongan
Jumlah Maksimum Peserta
Pendidikan
Belajar
Didik Per Rombongan Belajar
1
SD/MI
6-24
28
2
SMP/MTs
3-33
32
3
SMA/MA
3-36
36
4
SMK
3-72
36
5
SDLB
6
5
6
SMPLB
3
8
7
SMALB
3
8
Buku Teks Pelajaran
Buku teks pelajaran digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pembelajaran yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik.
13
4)
Pengelolaan Kelas dan Laboratorium
a) Guru wajib menjadi teladan yang baik bagi peserta didik dalam
menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya serta
mewujudkan kerukunan dalam kehidupan bersama.
b) Guru wajib menjadi teladan bagi peserta didik dalam menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
c)
Guru menyesuaikan pengaturan tempat duduk peserta didik dan
sumber daya lain sesuai dengan tujuan dan karakteristik proses
pembelajaran.
d) Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus
dapat didengar dengan baik oleh peserta didik.
e) Guru wajib menggunakan kata-kata santun, lugas dan mudah
dimengerti oleh peserta didik.
f)
Guru menyesuaikan
materi
pelajaran
dengan
kecepatan
dan
kenyamanan,
dan
kemampuan belajar peserta didik.
g) Guru menciptakan
ketertiban,
kedisiplinan,
keselamatan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.
h) Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan
hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
i)
Guru mendorong dan menghargai peserta didik untuk bertanya dan
mengemukakan pendapat.
j)
Guru berpakaian sopan, bersih, dan rapi.
k)
Pada tiap awal semester, guru menjelaskan kepada peserta didik
silabus mata pelajaran; dan
l)
Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan
waktu yang dijadwalkan.
14
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan
pendahuluan, inti dan penutup.
1) Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru wajib:
a) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran;
b) memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat
dan
aplikasi
memberikan
materi
contoh
ajar
dan
dalam
kehidupan
perbandingan
sehari-hari, dengan
lokal, nasional dan
internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta
didik;
c) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; dan
e) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
silabus.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran,
media pembelajaran, dan sumber belajar yang
disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik
dan /atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan
penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya
berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.
a) Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih
adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai,
15
menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran
berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik
untuk melakuan aktivitas tersebut.
b) Pengetahuan
Pengetahuan
dimiliki
melalui
aktivitas
mengetahui,
memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteritik
aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan
kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk
memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat
disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan
karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok,
disarankan yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project
based learning).
c) Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan sub topik)
mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong
peserta didik untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan.
Untuk
mewujudkan
pembelajaran
yang
keterampilan tersebut
perlu
menerapkan
belajar
modus
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan
melakukan
berbasis
pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning).
3) Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara individual
maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
a) seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh
untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun
tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;
16
b) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c) melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik
tugas individual maupun kelompok; dan
d) menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.
PENILAIAN PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN
1.
Teknik penilaian
Teknik penilaian dipilih sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Penilaian
sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, penilaian diri, dan
penilaian antar teman. Teknik observasi merupakan teknik utama, penilaian
diri dan penilaian antar teman diperlukan sebagai teknik penunjang untuk
konfirmasi hasil penilaian observasi oleh guru. Penilaian pengetahuan
menggunakan teknik penilaian tes tertulis, penugasan dan portofolio (sebagai
bahan guru mendeskripsikan capaian pengetahuan di akhir semester).
Penilaian keterampilan menggunakan teknik penilaian kinerja, projek, dan
portofolio.
2.
Instrumen penilaian
Instrumen penilaian adalah alat yang dipakai untuk melakukan penilaian
peserta didik. Instrumen penilaian dirancang untuk aspek sikap, pengetahuan
dan keterampilan pada setiap pertemuan, sehingga akan tertulis instrumen
untuk pertemuan pertama, pertemuan kedua, pertemuan ketiga, dan
seterusnya. Instrumen penilaian sikap yang utama adalah jurnal yang
digunakan untuk mencatat perilaku yang sangat baik dan/atau kurang baik
yang berkaitan dengan indikator dari sikap spiritual dan sikap sosial.
Instrumen penilaian untuk pengetahuan dan keterampilan disesuaikan
dengan teknik penilaian yang dipilih. Rancangan instrumen penilaian dapat
disajikan dalam lampiran-lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari
RPP.
17
3.
Pembelajaran Remedial dan Pengayaan
Pada bagian ini direncanakan pelaksanaan pembelajaran remedial dan
pengayaan. Pembelajaran remedial pada dasarnya mengubah strategi atau
metode pembelajaran untuk KD yang sama. Bentuknya dapat berupa
pembelajaran ulang, bimbingan perorangan, pemanfaatan tutor sebaya, dan
lain-lain. Pembelajaran pengayaan berupa perluasan dan/atau pendalaman
materi dan/atau kompetensi. Strategi pembelajaran pengayaan dapat dalam
bentuk tugas mengerjakan soal-soal dengan tingkat kesulitan lebih tinggi,
meringkas buku-buku referensi dan mewawancarai nara sumber. Peserta
didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan belajar, diberi kesempatan
mengikuti pembelajaran remedial yang dilakukan setelah suatu kegiatan
penilaian (bukan di akhir semester) baik secara individual, kelompok, maupun
kelas. Bagi peserta didik yang berhasil mencapai atau melampaui ketuntasan
belajar dapat diberi program pengayaan sesuai dengan waktu yang tersedia
baik secara individual maupun kelomok.
PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN
Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan
pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan
berkelanjutan. Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan
pendidikan dan pengawas.
1. Prinsip Pengawasan
Pengawasan dilakukan dengan prinsip objektif dan transparan guna
peningkatan mutu secara berkelanjutan.
2. Sistem dan Entitas Pengawasan
Sistem pengawasan internal dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dan
dinas pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
a.
Kepala Sekolah, Pengawas dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
melakukan pengawasan dalam rangka peningkatan mutu.
b. Kepala Sekolah dan Pengawas melakukan pengawasan dalam bentuk
supervisi akademik dan supervise manajerial.
18
3. Proses Pengawasan
a.
Pemantauan
Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan
melalui antara lain, diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan,
perekaman, wawancara, dan dokumentasi.
b. Supervisi
Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran yang dilakukan melalui
antara lain, pemberian contoh pembelajaran di kelas, diskusi, konsultasi,
atau pelatihan.
c. Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran
disusun dalam bentuk laporan untuk kepentingan tindak lanjut
pengembangan keprofesionalan pendidik secara berkelanjutan.
4.
Tindak Lanjut
Tindak lanjut hasil pengawasan dilakukan dalam bentuk:
a.
Penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja yang
memenuhi atau melampaui standar; dan
b. pemberian
kesempatan
kepada
guru
untuk
mengikuti
program
pengembangan keprofesionalan berkelanjutan.
D. Daftar Pustaka
Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar
dan Pendidikan Menengah.
Permendikbud No. 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik
dan Satuan Pendidikan Pada Pendidikan Dasar dan menengah.
Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
2016. Jakarta: Direktorat PSMP.
19
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB VIII
PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 7: PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:
1. menjelaskan pengertian
penilaian,
pengukuran, dan
evaluasi
dalam
pembelajaran
2. menjelaskan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip penilaian dalam proses
pembelajaran
3. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar
pada kompetensi sikap spiritual dan sosial
4. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar
pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:
1. Menjelaskan pengertian penilaian, pengukuran, dan evaluasi dalam pembelajaran
2. menjelaskan jenis dan bentuk penilaian
3. menjelaskan pengertian tes dan nontes
4. membedakan penilaian, pengukuran, evaluasi, dan tes
5. menjelaskan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip penilaian dalam proses
pembelajaran
6. menjelaskan ketuntasan belajar dalam pembelajaran
7. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar
pada kompetensi sikap spiritual dan sosial
8. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar
pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
C. Uraian Materi
Mutu pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sistem
penilaian (assesment) yang dilakukan oleh guru. Setiap penilaian didasarkan pada tiga
elemen mendasar yang saling berhubungan, yaitu: aspek prestasi yang akan dinilai
(kognisi), tugas-tugas yang digunakan untuk mengumpulkan bukti tentang prestasi
1
siswa (observasi), dan metode yang digunakan untuk menganalisis bukti yang
dihasilkan dari tugas-tugas (interpretasi) (NRC: 2001).
Berdasarkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 istilah penilaian (assesment) terdiri
dari tiga kegiatan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut
memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran
adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau
ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/ bukti melalui pengukuran,
menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran.
Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian.
Berdasarkan Permendikbud No. 53 tahun 2015 penilaian hasil belajar oleh pendidik
adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta
didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan,
dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis,
selama dan setelah proses pembelajaran. Penilaian dilakukan melalui observasi,
penilaian diri, penilaian antar peserta didik, ulangan, penugasan, tes praktek,
proyek, dan portofolio yang disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.
Berdasarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 Standar Penilaian Pendidikan adalah
kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam
penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Penilaian adalah merupakan pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pembelajaran adalah proses
interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk
mengukur pencapaian Kompetensi Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses
Pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar Peserta Didik.
2
1. Penilaian Pembelajaran
Aspek yang dinilai dalam penilaian matematika meliputi pemahaman konsep
(comprehension), melakukan prosedur, representasi dan penafsiran, penalaran
(reasoning), pemecahan masalah dan sikap. Penilaian dalam aspek representasi
melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali suatu permasalahan atau
obyek
matematika
melalui
hal-hal
berikut:
memilih,
menafsirkan,
menerjemahkan, dan menggunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus,
persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga
menjadi lebih jelas. Penilaian dalam aspek penafsiran meliputi kemampuan
menafsirkan berbagai bentuk penyajian seperti tabel, grafik, menyusun model
matematika dari suatu situasi.
Penilaian aspek penalaran dan bukti meliputi identifikasi contoh dan bukan
contoh, menyusun dan memeriksa kebenaran dugaan (conjecture), menjelaskan
hubungan, membuat generalisasi, menggunakan contoh kontra, membuat
kesimpulan, merencanakan dan mengkonstruksi argumen-argumen matematis,
menurunkan atau membuktikan kebenaran rumus dengan berbagai cara.
Penilaian pemecahan masalah dalam matematika merupakan proses untuk
menilai kemampuan menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh
sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, baik dalam konteks
matematika maupun di luar matematika.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian
autentik dan non-autentik. Penilaian autentik merupakan pendekatan utama
dalam penilaian hasil belajar oleh pendidik. Penilaian Autentik adalah bentuk
penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam
melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya. Bentuk penilaian autentik
mencakup: (1) penilaian berdasarkan pengamatan, (2) tugas ke lapangan, (3)
portofolio, (4) projek, (5) produk, (6) jurnal, (7) kerja laboratorium, dan (8) unjuk
kerja, serta (9) penilaian diri. Penilaian diri merupakan teknik penilaian sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara
3
reflektif. Bentuk penilaian non-autentik mencakup: (1) tes, (2) ulangan, dan (3)
ujian.
2. Fungsi dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Secara umum, penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan untuk
memenuhi fungsi formatif dan sumatif dalam penilaian. Secara lebih khusus
penilaian hasil belajar oleh pendidik berfungsi untuk:
a.
memantau kemajuan belajar;
b. memantau hasil belajar; dan
c.
mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan,
pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. Penilaian hasil
belajar oleh pendidik digunakan untuk:
a.
mengukur dan mengetahui pencapaian kompetensi Peserta Didik;
b. memperbaiki proses pembelajaran; dan
c. menyusun laporan kemajuan hasil belajar harian, tengah semester, akhir
semester, akhir tahun. dan/atau kenaikan kelas.
3. Prinsip-prinsip Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Prinsip umum penilaian hasil belajar oleh pendidik meliputi: sahih, objektif, adil,
terpadu, terbuka, holistik dan berkesinambungan, sistematis, akuntabel,
dan edukatif.
a.
Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
b. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang
jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
b. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta
didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama,
suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4
c.
Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen
yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
d. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
e.
Holistik/menyeluruh
dan
berkesinambungan,
berarti
penilaian
oleh
pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan
berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan
kemampuan peserta didik.
f.
Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap
dengan mengikuti langkah-langkah baku.
g.
Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
h. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Prinsip khusus untuk penilaian autentik meliputi:
a.
materi penilaian dikembangkan dari kurikulum;
b. bersifat lintas muatan atau mata pelajaran;
b. berkaitan dengan kemampuan peserta didik;
c.
berbasis kinerja peserta didik;
d. memotivasi belajar peserta didik;
e.
menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik;
f.
memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya;
g.
menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
h. mengembangkan kemampuan berpikir divergen;
i.
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran;
j.
menghendaki balikan yang segera dan terus menerus;
k.
menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata;
l.
terkait dengan dunia kerja;
m. menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata; dan
n. menggunakan berbagai cara dan instrument.
5
4. Lingkup dan Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup kompetensi sikap
spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi
sikap spiritual dan kompetensi sikap sosial meliputi tingkatan sikap: menerima,
menanggapi, menghargai, menghayati, dan mengamalkan nilai spiritual dan nilai
sosial. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi
pengetahuan meliputi tingkatan
menerapkan,
menganalisis,
pengetahuan
konseptual,
kemampuan
dan
mengetahui,
mengevaluasi
pengetahuan
memahami,
pengetahuan
prosedural,
dan
faktual,
pengetahuan
metakognitif.
Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi keterampilan
mencakup keterampilan abstrak dan keterampilan konkrit. Keterampilan abstrak
merupakan
kemampuan
mengumpulkan
belajar
informasi/
yang
mencoba,
meliputi:
mengamati,
menanya,
menalar/mengasosiasi,
dan
mengomunikasikan. Keterampilan konkrit merupakan kemampuan belajar yang
meliputi: meniru, melakukan, menguraikan, merangkai, memodifikasi, dan
mencipta.
5. Skala Penilaian dan Ketuntasan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik untuk kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan menggunakan skala penilaian.
Predikat untuk sikap spiritual dan sikap sosial dinyatakan dengan A = sangat baik,
B = baik, C = cukup, dan D = kurang. Skala penilaian untuk kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan diperoleh dengan cara merataratakan hasil pencapaian kompetensi setiap KD selama satu semester. Nilai akhir
selama satu semester pada rapor ditulis dalam bentuk angka 0 – 100 dan
predikat serta dilengkapi dengan deskripsi singkat kompetensi yang menonjol
bedasarkan pencapaian KD selama satu semester.
Ketuntasan belajar merupakan tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan meliputi: (1) ketuntasan
6
penguasaan substansi; dan (2) ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu
belajar. Kriteria ketuntasan minimal kompetensi sikap ditetapkan dengan
predikat B = baik. Skor rerata untuk ketuntasan kompetensi pengetahuan dan
keterampilan disesuaikan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) masingmasing kelas/ satuan pendidikan.
6. Instrumen Penilaian
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dengan menggunakan
instrumen penilaian. Dalam Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 dinyatakan
bahwa instrument penilaian harus memenuhi persyaratan: (1) substansi yang
merepresentasikan kompetensi yang dinilai; (2) konstruksi yang memenuhi
persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan (3)
penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik dalam
pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan teknik penilaian tes dan
nontes. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan
untuk
mengukur
keterampilan,
pengetahuan,
intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Teknik
penilaian tes terdiri dari tes tulis, tes lisan, tes praktek. Penilaian dengan teknik
tes tulis dapat menggunakan: (1) soal obyektif, (2) soal isian, dan (3) soal
uraian/terbuka. Penilaian dengan teknik tes lisan menggunakan daftar
pertanyaan lisan. Teknik nontes biasanya digunakan untuk mengevaluasi bidang
sikap atau keterampilan.
Penilaian Kompetensi Ranah Sikap dalam Pembelajaran Matematika SMP/MTs
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,
pe ilaia
te a
sejawat (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal.
Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian
antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
Penilaian Kompetensi Ranah Pengetahuan dalam Pembelajaran Matematika
SMP/MTs
7
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan,
dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban
singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran. Kompetensi ranah pengetahuan dalam pembelajaran
matematika dimaknai sebagai perilaku yang diharapkan dari peserta didik ketika
mereka berhadapan dengan konten matematika, dan dapat terdiri atas domain:
(1) pemahaman, (2) penyajian dan penafsiran, (3) penalaran dan pembuktian.
Penilaian Kompetensi Ranah Keterampilan dalam Pembelajaran Matematika
SMP/MTs
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio.
Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale)
yang dilengkapi rubrik.
a.
Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan
melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
b. Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan
dalam waktu tertentu.
c.
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai
kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat
reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi,
dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya
tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian
peserta didik terhadap lingkungannya.
7. Prosedur Penilaian
Prosedur penilaian dimaksudkan sebagai langkah-langkah terurut yang harus
ditempuh dalam melaksanakan penilaian. Langkah-langkah tersebut merupakan
8
tahapan dari kegiatan permulaan sampai kegiatan akhir dalam rangka
pelaksanaan penilaian.
Pelaksanaan penilaian diawali dengan pendidik merumuskan indikator
pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan yang dijabarkan dari
Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran matematika. Indikator pencapaian
kompetensi untuk KD pada KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku
spesifik yang dapat terukur dan/atau diobservasi. Indikator pencapaian
kompetensi dikembangkan menjadi indikator soal yang diperlukan untuk
penyusunan instrumen penilaian. Indikator tersebut digunakan sebagai ramburambu dalam penyusunan butir soal atau tugas. Instrumen penilaian memenuhi
persyaratan substansi/materi, konstruksi, dan bahasa.
Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang dinilai, persyaratan
konstruksi memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang
digunakan, dan persyaratan bahasa adalah penggunaan bahasa yang baik dan
benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Indikator pencapaian pengetahuan dan keterampilan merupakan ukuran,
karakteristik, atau ciri-ciri yang menunjukkan ketercapaian suatu KD tertentu dan
menjadi acuan dalam penilaian KD mata pelajaran. Setiap Indikator pencapaian
kompetensi dapat dikembangkan menjadi satu atau lebih indicator soal
pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan untuk mengukur pencapaian sikap
digunakan indikator penilaian sikap yang dapat diamati.
Menurut Suharsimi (2006) langkah-langkah dalam penyusunan tes adalah:
a.
Menentukan tujuan mengadakan tes
b. Membuat pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan
c.
Menderetkan
semua Indikator
Pencapaian Kompetensi (IPK) yang
memuat aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan
d. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi dan aspek-aspek
yang akan diukur
e.
Menuliskan butir-butir soal sesuai Indikator Pencapaian Kompetensi
9
D. Daftar Pustaka
Nanang Priatna. 2016. Pemanfaatan Media dan Pengembangan Materi
Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK
Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
2016. Jakarta: Direktorat PSMP.
10
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB XIX
REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN PTK
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 8 : REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN PTK
A. Tujuan
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta memiliki pemahaman dan
keterampilan dasar mengenai:
1. Konsep kegiatan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
3. Pengertian, karakteristik, dan prinsip-prinsip PTK.
4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Menjelaskan konsep dan definisi kegiatan reflektif terhadap pembelajaran yang
telah dilaksanakan
2. Menjelaskan teknik-teknik refleksi dalam pembelajaran
3. Melakukan reflektsi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
4. Menjelaskan pengertian penelitian tindakan kelas
5. Menjelaskan karakteristik penelitian tindakan kelas
6. Menjelaskan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas
C. Uraian Materi
Refleksi pembelajaran merupakan kegiatan evaluasi diri bagi seorang guru dalam
melihat kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Evaluasi diri guru dalam
melaksanakan pembelajaran dapat berupa (1) penilaian tertulis maupun lisan oleh
peserta didik (siswa) terhadap gurunya, (2) penilaian atau observasi pelaksanaan
pembelajaran oleh teman sejawat, dan (3) evaluasi diri guru dengan melakukan
analisis hasil tes tertulis, lisan maupun penugasan terhadap siswa yang diampunya.
Refleksi pembelajaran perlu dilakukan guru dalam upaya untuk mengetahui
kekurangan dan kelemahan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dengan
mengetahui kekurangan dan kelemahan dalam melaksanakan pembelajaran, guru
dapat memperbaiki pembelajaran berikutnya.
Kegiatan refleksi pembelajaran menjadi sangat perlu dilakukan, karena selama ini
sebagian besar guru kurang mengetahui seberapa jauh keberhasilan pembelajaran
yang telah dilaksanakan. Permasalahan yang terjadi pada seorang guru antara lain
1
bahwa guru merasa kurang berhasil dalam melaksanakan pembelajaran apabila
sebagian besar siswanya mendapat nilai kurang dalam suatu tes atau ujian,
sebaliknya merasa bangga atau berhasil apabila sebagian besar siswa mendapat nilai
tinggi dari tes atau ujian. Permasalahan lain yang sering dihadapi guru adalah kurang
memahami bahwa sering terjadi miskonsepsi, penurunan motivasi, dan minat
belajar rendah saat proses pembelajaran berlangsung.
Dari uraian permasalahan di atas maka diperlukan bahan referensi berupa modul
yang diharapkan dapat digunakan guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran,
dengan melakukan refleksi pembelajaran serta melakukan penelitian tindakan kelas
(PTK).
1. Kegiatan Refleksi dalam Pembelajaran
Dalam setiap kegiatan pembelajaran guru seharusnya memulai dari (1) kegiatan
menyusun perencanaan, kemudian (2) melaksanakan pembelajaran, (3)
melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan (4)
tindak lanjut.
Keempat kegiatan ini dilaksanakan secara terus menerus sehingga pada akhirnya
guru mendapatkan kepuasan dalam mengajar dan siswa mendapatkan kepuasan
dalam belajar. Yang terjadi pada umumnya dalam pembelajaran adalah guru
kurang memahami adanya miskomunikasi atau miskonsepsi antara guru dan
siswa.
Guru merasa apa yang disampaikan telah jelas dan dapat diterima dengan baik
oleh siswa, sementara siswa belum dan bahkan tidak mengetahui dan memahami
apa yang
dijelaskan
oleh
guru.
Hal
ini
terjadi
pada
guru
yang
melaksanakan pembelajaran konvensional dengan tahapan pembelajaran, (1)
menjelaskan konsep, (2) menjelaskan latihan soal, (3) memberikan soal latihan,
dan (4) ulangan harian. Pada tahap selesai menjelaskan konsep matematika
biasa ya guru berta ya kepada para siswa sudah jelas a ak-anak?, sebagian kecil
siswa
e jawab
sudah pak/bu guru , tetapi sebagian besar siswa tidak
menjawab. Dengan jawaban siswa tersebut tanpa ekspresi guru melanjutkan ke
tahapan berikutnya yaitu memberikan dan menjelaskan contoh-contoh soal, dan
dilanjutkan memberikan soal-soal latihan. Apa yang terjadi setelah guru berkeliling
2
mengamati siswa mengerjakan soal tersebut hanya sebagian kecil yang dengan
lancar dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Dan pada akhirnya nilai
ulangan harian hanya sebagian kecil yang mendapat nilai di atas KKM. Dari uraian
di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa perlu adanya kegiatan
introspeksi diri dalam pelaksanaan pembelajaran, apakah pembelajaran yang kita
laksanakan sudah efektif sehingga terjadi proses belajar pada siswa atau belum.
Kegiatan tersebut berupa refleksi terhadap pembelajaran yang kita laksanakan.
Ada beberapa pengertian kegiatan reflektif dalam pembelajaran, (1) Kegiatan
refleksi pembelajaran adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar
mengajar berupa penilaian tertulis maupun lisan (umumnya tulisan) oleh anak
didik kepada guru, berisi ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun
atas pembelajaran yang diterimanya, (2) Kegiatan refleksi pembelajaran sebagai
suatu kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar pada prinsipnya
merupakan kegiatan menilai pendidik oleh peserta didik, (3) Kegiatan refleksi
pembelajaran merupakan kegiatan penilaian (evaluasi) proses dan hasil belajar
siswa
dalam rangka
untuk
memperoleh
balikan terhadap proses belajar
mengajar, dan (4) Kegiatan refleksi pembelajaran merupakan kegiatan
mendiagnosis
kesulitan
belajar
siswa
dalam
rangka
perbaikan
proses
pembelajaran.
Penilaian tersebut dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan oleh
peserta didik kepada pendidiknya. Penilaian dari peserta didik dapat berisi
ungkapan curahan hatinya yang berupa kesan, pesan, harapan serta kritikan
yang bersifat membangun atas proses belajar mengajar yang diterimanya sejak
awal hingga akhir proses tersebut. Oleh karena itu, apa pun hasil kegiatan reflektif
ini seharusnya diterima dengan bijaksana dan berani memperbaiki diri ke depan
jika hasilnya kurang disukai peserta didik. Manusia adalah tempatnya salah,
sehingga peserta didik dan pendidik yang sama-sama manusia juga dapat berbuat
salah. Oleh sebab itu, maka kegiatan reflektif menjadi sangat penting, apalagi
dalam perkembangan jaman saat ini yang penuh dengan tantangan menghadapi
pengaruh globalisasi yang membawa pada perubahan sikap peserta didik maupun
pendidik dalam memaknai proses belajar mengajar yang ideal.
3
Dalam kegiatan reflektif, guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap
peserta didik di kelasnya dan guru dapat memastikan bahwa semua peserta didik
mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran, dengan demikian tidak dapat disanggah, bahwa refleksi dalam
pendidikan itu sangat penting, tetapi memang lebih penting lagi adalah untuk
melakukannya.
Mengapa refleksi itu penting dan seharusnya dilakukan oleh guru? Karena melalui
refleksi dapat diperoleh informasi positif tentang bagaimana cara guru
meningkatkan kualitas pembelajarannya sekaligus sebagai bahan observasi untuk
mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran itu tercapai. Selain itu, melalui
kegiatan ini dapat tercapai kepuasan dalam diri peserta didik yaitu memperoleh
wadah yang tepat dalam menjalin komunikasi positif dengan guru.
Dari dua pengertian kegiatan refleksi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan
bahwa refleksi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dirancang oleh guru
untuk memperoleh umpan balik (balikan) dari suatu pembelajaran yang telah
dilaksanakan, dengan tujuan memperbaiki pembelajaran yang akan dilakukan.
Teknik Kegiatan Refleksi Pembelajaran
Adapun teknik kegiatan refleksi pembelajaran antara lain (1) penilaian guru oleh
peserta didik, (2) evaluasi proses dan hasil belajar, (3) diagnosis kesulitan belajar,
dan (4) penilaian guru oleh teman sejawat. Tiga yang pertama akan dibahas di
bawah ini.
a. Penilaian guru oleh peserta didik
Kegiatan ini dilakukan dalam proses belajar mengajar berupa penilaian tertulis
maupun lisan (umumnya tulisan) oleh anak didik kepada guru, berisi
ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun atas pembelajaran
yang dilakukan oleh guru. Alat penilaian (instrumen) disusun oleh guru dan
diberikan kepada semua peserta didik atau sebagian (sampel). Ada 3 aspek
penilaian guru oleh peserta didik yaitu (1) ungkapan kesan peserta didik
terhadap pembelajaran yang telah dirancang dan dilaksanakan oleh guru, (2)
pesan dan harapan peserta didik terhadap guru pada pelaksanaan
4
pembelajaran yang akan datang, dan (3) kritik membangun peserta
didik
terhadap guru dan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Ungkapan kesan peserta didik terhadap pembelajaran terdiri dari kesan positif
dan kesan negative. Kesan positif misalnya: guru menjelaskan konsep dengan
bahasa yang jelas dan menarik, berpenampilan menarik, menggunakan media
pembelajaran yang menarik, dan sebagainya. Sedang kesan negatif antara
lain: penjelasan dan suara guru tidak jelas, guru berpakaian kurang rapi,
tulisan kurang jelas sulit dibaca dan sebagainya. Berikut contoh instrumen
penilaian guru oleh peserta didik.
Berika ta da √ pada kolo
YA atau TIDAK pada tabel berikut, sesuai
dengan kesan
Anda, setelah Anda mengikuti pembelajaran.
Tabel 1. Instrumen penilaian guru oleh peserta didik.
PENILAIAN
Kesan
1
2
3
YA
ASPEK PENILAIAN
NO
Anda
setelah
mengikuti
pembelajaran
Guru menjelaskan materi
menggunakan bahasa yang mudah
diterima
Guru menjelaskan materi mudah
diterima
Guru mengatur tempat duduk sesuai
keinginan siswa
4
Guru memberikan motivasi belajar
5
Guru kurang memperhatikan siswa
yang
6
Guru
kurangkurang
pandaimemberikan kesempatan
7
siswa untuk
Guru
kurangbertanya
memberikan kesempatan
8
menjawab bagi siswa yang kurang
Penampilan
guru kurang menarik
pandai
9
Guru sering marah kepada siswa
10
Guru kurang dalam memberikan
latihan
soal
5
TIDAK
KETERANGAN
Selanjutnya tuliskan pesan-pesan dan kritik membangun Anda terhadap
guru, supaya pembelajaran yang akan datang lebih baik.
Pesan:
………………………………………………………………………………………………..………………………
………………………………………………………………………...................................................
Kritik Membangun:
………………………………………………………………………………………………..………………………
……………………………………………………………………………..............................................
b. Evaluasi Pembelajaran
Ditinjau dari bahasa, evaluasi terjemahan dari kata evaluation yang
diterje ahka de ga
pe ilaia , sehi gga a tara pe ilaia da evaluasi
dapat dipandang sebagai dua istilah yang semakna. Istilah lain evaluasi dapat
diartikan suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu
obyek. Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses berkelanjutan tentang
pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan
yang dibuat dalam merancang suatu sistem pembelajaran. Pengertian
tersebut di atas mempunyai implikasi- implikasi sebagai berikut:
1) Evaluasi adalah suatu proses yang dilaksanakan terus menerus sebelum,
pada saat, dan sesudah pembelajaran
2) Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu yakni untuk
mendapatkan jawaban-jawaban
tentang
bagaimana
memperbaiki
pembelajaran.
3) Evaluasi menuntut penggunaan alat ukur yang akurat dan bermakna untuk
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.
Evaluasi pembelajaran mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
1) Menentukan angka kemajuan atau hasil belajar siswa
2) Penempatan siswa ke dalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi
dengan tingkat kemampuan, minat serta karakteristik yang dimiliki.
6
3) Mengenal latar belakang siswa (psikis, fisik dan lingkungan) yang berguna
bagi penempatan maupun penentuan penyebab kesulitan belajar siswa
dan juga berfungsi sebagai masukan guru bimbingan konseling.
4) Sebagai umpan balik bagi guru yang pada saatnya dapat digunakan dalam
menyusun program remedial dan pengayaan.
Evaluasi pembelajaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1) Alat pengukur pencapaian tujuan pembelajaran
2) Alat mendiagnostik kesulitan belajar siswa.
3) Alat penempatan siswa sesuai minat dan bakat siswa.
Dilihat dari jenisnya, penilaian terdiri atas beberapa macam yakni penilaian
formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan
penilaian penempatan. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan
pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan
proses belajar mengajar itu sendiri. Penilaian formatif berorientasi pada
proses, yang akan memberikan informasi kepada guru apakah program atau
proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Penilaian sumatif adalah
penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program misalnya penilaian yang
dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester atau akhir tahun. Tujuan
penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh para siswa,
yakni seberapa jauh siswa telah mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam
kurikulum. Penilaian ini berorientasi pada produk/hasil. Penilaian diagnostik
adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
siswa serta faktor-faktor penyebabnya. Pelaksanaan penilaian semacam ini
biasanya bertujuan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial,
menemukan kasus-kasus, dan lain-lain. Penilaian selektif adalah penilaian
yang dilaksanakan dalam rangka menyeleksi atau menyaring. Memilih siswa
untuk mewakili sekolah dalam lomba-lomba tertentu termasuk jenis penilaian
selektif. Untuk kepentingan yang lebih luas penilaian selektif misalnya seleksi
penerimaan mahasiswa baru atau seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen
tenaga kerja. Penilaian penempatan adalah penilaian yang bertujuan untuk
7
mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program
belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai
kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain penilaian ini berorientasi
pada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan
program belajar dengan kemampuan yang telah dimiliki siswa
Seperti telah diuraikan di atas bahwa penilaian formatif adalah penilaian yang
dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat
keberhasilan proses
belajar
mengajar
itu sendiri.
Penilaian
formatif
berorientasi pada proses, yang akan memberikan informasi kepada guru
apakah program atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Jenis
penilaian ini yang dapat digunakan guru sebagai suatu kegiatan reflektif
pembelajaran, sesuai dengan fungsinya bahwa penilaian formatif dapat
digunakan untuk melihat keberhasilan proses pembelajaran dan bisa
memberikan informasi apakah pembelajaran perlu perbaikan atau tidak.
Dengan kata lain penilaian formatif dapat digunakan sebagai bahan reflektif
pembelajaran untuk mendeteksi kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor
pedagogis.
Kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor pedagogis adalah kesulitan
belajar siswa, yang sering dijumpai adalah faktor kurang tepatnya guru
mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya guru masih
kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa, guru langsung
masuk ke materi baru. Ketika terbentur kesulitan siswa dalam pemahaman,
guru mengulang pengetahuan dasar yang diperlukan. Kemudian melanjutkan
lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal. Jika ini berlangsung dan
bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan muncul
kesulitan umum yaitu kebingun gan karena tidak terstrukturnya bahan ajar
yang mendukung tercapainya suatu kompetensi. Ketika menerangkan bagianbagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bisa saja
sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu
struktur
pembelajaran
yang
baik,
maka
kompetensi dasar dalam
penguasaan materi dan penerapannya tidak selalu dapat diharapkan berhasil.
8
Dengan kata lain, struktur pelajaran yang tertata secara baik akan
memudahkan siswa, paling tidak mengurangi kesulitan belajar siswa. Kejadian
yang dialami siswa da seri g
e gerti, ketika
u ul
e urut guru adalah: Ketika dijelaska
e gerjaka se diri tidak bisa . Jika guru
e a ggapi ya
hanya dengan menyatakan: memang hal itu yang sering dikemukakan siswa
kepada
saya,
berarti
guru
tersebut
tidak
merasa
tertantang
profesionalismenya untuk mencari penyebab utama, menemukan, dan
mengatasi masalahnya. Kesulitan itu dapat terjadi karena guru kurang
memberikan latihan yang cukup di kelas dan memberikan bantuan kepada
yang memerlukan, meskipun ia sudah berusaha keras menjelaskan materinya.
Hal ini terjadi karena guru belum menerapkan hakekat belajar matematika,
yaitu bahwa belajar matematika hakekatnya berpikir dan mengerjakan
matematika. Berpikir ketika mendengarkan penjelasan guru, mempunyai
implikasi bahwa tanya jawab merupakan salah satu bagian penting dalam
belajar matematika. Dengan tanya jawab ini proses diagnosis telah diawali.
Ini berarti diagnostic teaching, pembelajaran dengan senantiasa sambil
mengatasi kesulitan siswa telah dilaksanakan dan hal ini yang dianjurkan.
Secara umum, cara guru memilih metode, pendekatan dan strategi dalam
pembelajaran akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa
dalam belajar siswa. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel
berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu indikasi
adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan. Jika demikian maka
guru perlu introspeksi pada system pembelajaran yang dijalankannya,
bentuk instrospeksi sebaiknya berupa kegiatan reflektif dengan menganalisis
hasil tes formatif yang telah dilaksanakan.
c.
Diagnosis Kesulitan Belajar
Kegiatan lain dalam refleksi pembelajaran dengan cara mendiagnosis
kesulitan belajar siswa. Dengan mengetahui kesulitan belajar, guru dapat
memperbaiki strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan hasil
analisis kesulitan tersebut. Pada dasarnya ada kesamaan antara profesi
9
seorang guru dan profesi seorang dokter, seorang dokter dalam menetapkan
jenis penyakit dan jenis obat yang akan diberikan, melalui kegiatan diagnosa
terhadap pasiennya. Kegiatan dokter dalam mendiagnosa pasien biasanya
melalui wawancara dan dokumen kemajuan pemeriksaan sebelumnya.
Sedangkan seorang guru dalam menetapkan jenis kesulitan belajar peserta
didik salah satunya dapat melalui kegiatan penilaian atau tes.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti (1)
penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya.
(2) pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru.
Sebelum memberikan pembelajaran perbaikan (pembelajaran remidi), guru
perlu terlebih dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau
mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar. Beberapa referensi
maupun
pengalaman mengelola pembelajaran menunjukkan bahwa kesulitan belajar
belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor.
Tingkat dan jenis sumber kesulitannya beragam. Mengutip Brueckner dan
Bond, dalam Rahmadi (2004: 6) mengelompokkan sumber kesulitan itu
menjadi lima faktor, yaitu:
1) Faktor Fisiologis. Yang dimaksud kesulitan belajar siswa yang dapat
ditimbulkan oleh faktor fisiologis, yaitu kesulitan belajar yang disebabkan
karena gangguan
fisik seperti gangguan penglihatan,
pendengaran,
gangguan sistem syaraf dan lain-lain.Dalam hubungannya dengan faktorfaktor di atas, umumnya guru matematika tidak memiliki kemampuan
atau kompetensi yang memadai untuk mengatasinya. Yang dapat
dilakukan guru hanyalah memberikan kesempatan kepada siswa yang
memiliki gangguan dalam penglihatan atau pendengaran tersebut untuk
duduk lebih dekat ke meja guru. Selebihnya, hambatan belajar tersebut
hendaknya diatasi melalui kerjasama dengan pihak yang memiliki
kompetensi dalam mengatasi kesulitan siswa seperti tersebut di atas,
misalnya dengan guru SLB. Sementara pemerintah sudah membuka
program sekolah insklusi dengan pengawasan dan pembimbingan dari
guru-guru SLB.
10
2) Faktor Sosial. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah
sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar matematika siswa,
suatu keluarga yang tercipta suasana kondusif dalam belajar akan
menjadikan anak termotivasi tinggi dalam belajar dan nyaris tidak
ada kesulitan belajar. Demikian juga pergaulan siswa di masyarakat
dan di sekolah yang mengutamakan suasana belajar yang kondusif
maka siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi pula.
3) Faktor Emosional. Siswa akan cepat emosi, mudah tersinggung,
mudah marah, dapat menghambat belajarnya, keadaan siswa
seperti tersebut diatas disebabkan oleh masalah-masalah sebagai
berikut: siswa mengkonsumsi minuman
keras,
ekstasi
dan
sejenisnya, siswa kurang tidur, ada masalah keluarga sehingga
siswa sulit untuk melupakannya, dan sebagainya.
4) Faktor Intelektual. Siswa yang mengalami kesulitan belajar
disebabkan oleh faktor intelektual, umumnya kurang berhasil dalam
menguasai konsep, prinsip, atau algoritma, walaupun telah
berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan
mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat
konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akan
selalu
merasa bahwa matematika itu sulit. Siswa demikian biasanya
juga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah terapan
atau soal cerita. Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar matematika karena faktor intelektual dengan memberikan
waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru. Karena pada dasarnya siswa tersebut butuh waktu lebih lama
dalam berfikir, dan menyelesaikan tugas dibanding siswa-siswa yang
lain.
5) Faktor Pedagogis. Faktor lain yang menyebabkan siswa kesulitan
belajar adalah faktor pedagogis yaitu faktor kurang tepatnya guru
mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya
guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki
11
siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika menerangkan
bagian-bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu
kompetensi bisa saja sudah jelas, namun jika secara keseluruhan
tidak dikemas dalam suatu struktur pembelajaran yang baik, maka
kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan penerapannya
tidak selalu dapat diharapkan berhasil. Secara umum, cara guru
memilih metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran
akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa dalam
belajar. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel
berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu
indikasi adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan.
Jika
demikian
maka
guru
perlu
introspeksi
pada sistem
pembelajaran yang dilaksanakan.
2. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
a.
Empat jenis penelitian tindakan kelas, yaitu:
1) Penelitian Tindakan Kelas Diagnostik. PTK diagnostik ialah penelitian
yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam
hal ini peneliti mendiagnosa dan mendalami situasi yang terdapat di
dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya
menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa
yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
2) Penelitian Tindakan Kelas Partisipan. PTK partisipan ialah apabila orang
yang akan melaksanakan penelitian terlibat langsung dalam proses
penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa penyusunan
laporan. Dengan demikian, sejak perencanan panelitian peneliti
senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan
mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir
dengan
melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di
sekolah seperti halnya contoh pada butir di atas. Hanya saja, di sini
peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus
12
sejak awal sampai berakhir penelitian. Jenis ini yang biasanya dilakukan
guru saat ini.
3) Penelitian
Tindakan Kelas Empiris. Penelitian dilakukan dengan cara
merencanakan, mencatat pelaksanaan dan mengevaluasi pelaksanaan
dari luar arena kelas, jadi dalam penelitian jenis ini peneliti harus
berkolaborasi dengan guru yang melaksanakan tindakan di kelas.
4) Penelitian Tindakan Kelas Eksperimental (Chein, 1990). PTK eksperimental
diselenggarakan dengan peneliti (guru) berupaya menerapkan berbagai
macam pendekatan, model, metode atau strategi pembelajaran secara
efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar-mengajar. Di dalam
kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat
lebih dari satu strategi atau teknik yang
ditetapkan untuk mencapai
suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan
peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka
untuk mencapai tujuan pengajaran.
b. Model Penelitian Tindakan Kelas
Pada modul ini dikenalkan tiga model penelitian tindakan kelas yaitu,
1) Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kurt Lewin
Kurt Lewin menyatakan bahwa dalam satu siklus pada penelitian tindakan
kelas terdiri dari empat langkah, yakni: (1) Perencanaan (planning), (2) aksi
atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting)
Berikut skematis model penelitian tindakan kelas manurut Kurt Lewin
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin
2) Model Penelitian Tindakan Kelas Menurut Kemmis & McTaggart
Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan
lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan
13
yang prinsip antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana
dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup
sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan
(plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi
(reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang- ulang, sampai
tujuan penelitian tercapai. Dituangkan dalam bentuk gambar, rancangan
Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:
Gambar 2. Model PTK menurut Kemmis & McTaggart
3) Model Penelitian Tindakan Kelas menurut John Elliot
Apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu
Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini
tampak lebih detail dan rinci.
14
Gambar 3. Model PTK menurut John Elliot
Dari ketiga model di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) penelitian tindakan
kelas terdiri dari beberapa siklus (minimum tiga siklus), dan (2) setiap siklus
terdiri dari beberapa langkah yaitu (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c)
pengamatan/ observasi, dan (d) refleksi, namun sebetulnya kegiatan
pelaksanaan dan pengamatan dilakukan secara bersamaan. Sehingga alur
model penelitian tindakan kelas dapat disederhanakan sebagai berikut:
15
c. Tahap Penelitian Tindakan Kelas (Siklus Penelitian)
1) Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,di mana,
kapan,
dilakukan
dan bagaimana penelitian dilakukan. Penelitian sebaiknya
secara
kolaboratif,
sehingga
dapat
mengurangi
unsur
subyektivitas. Karena dalam penelitian ini ada kegiatan pengamatan
terhadap diri sendiri, yakni pada saat menerapkan pendekatan, model
atau metode pembelajaran sebagai upaya menyelesaikan masalah
pada saat praktik penelitian. Dalam kegiatan ini peneliti perlu juga
menjelaskan persiapan-persiapan pelaksanaan penelitian seperti: rencana
pelaksanaan pembelajaran, instrumen pengamatan (observasi) terhadap
proses belajar siswa maupun instrumen pengamatan proses pembelajaran.
16
2) Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini berupa kegiatan implementasi atau penerapan perencanaan
tindakan di kelas yang menjadi subyek penelitian. Pada kegiatan
implementasi ini guru (peneliti) harus taat atas perencanaan yang telah
disusun. Yang perlu diingat dalam implementasi atau praktik penelitian ini
berjalan seperti biasa pada saat melaksanakan pembelajaran sebelum
penelitian, tidak boleh dibuat-buat yang menyebabkan pembelajaran
menjadi kaku. Dan kolaborator disarankan melakukan pengamatan secara
obyektif sesuai dengan kondisi pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti.
Hal ini penting mengingat penelitian tindakan mempunyai tujuan
memperbaiki proses pembelajaran.
3) Tahap Pengamatan (observasi)
Pada tahap pengamatan ini ada dua kegiatan yang diamati yaitu, kegiatan
belajar siswa, dan kegiatan pembelajaran. Pengamatan terhadap proses
belajar siswa dapat dilakukan sendiri oleh
guru
pelaksana
(peneliti)
sambil melaksanakan pembelajaran, sedang pengamatan terhadap proses
pembelajaran tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh guru pelaksana. Untuk
itu guru pelaksana (peneliti) minta bantuan teman sejawat (kolaborator)
melakukan pengamatan, dalam hal ini kolaborator melakukan pengamatan
berdasar pada instrumen yang telah disusun oleh peneliti. Hasil
pengamatan kolaborator nantinya akan bermanfaat atau akan digunakan
oleh peneliti sebagai bahan refleksi untuk perbaikan pembelajaran
berikutnya.
4) Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi ini dilaksanakan ketika kolaborator sudah selesai
melakukan pengamatan terhadap peneliti pada saat melaksanakan
pembelajaran, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan
hasil pengamatan dalam peneliti melakukan implementasi rancangan
tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika kolaborator
mengatakan kepada peneliti tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan
baik dan bagian mana yang belum. Dari hasil refleksi dapat digunakan
17
sebagai
bahan pertimbangan
dalam
merancang kegiatan
(siklus)
berikutnya. Jadi pada intinya kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi,
analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut
dalam perencanaan siklus selanjutnya.
Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk
membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari
tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain
adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk tindakan" sebagaimana
disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk
tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak
pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian
kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus.
d. Tahapan Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan kelas
Ada beberapa langkah penyusunan proposal penelitian tindakan kelas, antara
lain : (1) menentukan judul penelitian, (2) menyusun latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, (3) menentukan teori
pendukung, kerangka berfikir dan hipotesis tindakan, (4) menentukan metode
penelitian, dan (5) menyusun instrumen penelitian. Adapun langkahlangkahnya sebagai berikut:
1) Menentukan/menyusun judul penelitian,
Guru dalam menyusun penelitian tindakan kelas harus bertolak dari
permasalahan yang terjadi di kelas, yang terdiri dari permasalahan guru
maupun permasalahan siswa. Permasalahan terjadi karena adanya
kesenjangan antara idealisme dari harapan yang diinginkan dengan
kenyataan yang ada dan terjadi dalam pembelajaran di kelas. Adapun
ketentuan dalam menentukan masalah sebagai berikut: (1) instrospeksi
diri bahwa ada masalah dalam pembelajaran di kelas, (2) menuliskan
masalah, (3) mengidentifikasi masalah yang esensial (4) menentukan
alternatif solusi dari masalah yang teridentifikasi, (5) merumuskan
masalah, dan (6) menuliskan judul penelitian tindakan kelas.
a) Contoh masalah belajar dan mengajar matematika di kelas
18
 Sebagian besar siswa kurang menyukai mata pelajaran matematika.
 Minat belajar matematika rendah
 Siswa mengantuk saat pelajaran matematika pada jam terakhir
 Sebagian besar siswa belum memahami luas permukaan bangun
ruang
 Nilai rata-rata ulangan harian matematika selalu kurang dari KKM
 Sebagian besar siswa tidak mengerjakan PR
 Guru belum menguasai strategi pembelajaran yang inovatif.
 Alat peraga matematika di sekolah kurang tersedia.
b) Menentukan masalah yang esensial untuk diteliti
Dari masalah-masalah di atas dapat dipilih masalah yang esensial
(mudah dilaksanakan, murah biaya pelaksanaan, mudah mencari
kajian teori, mendesak untuk diselesaikan). Dari beberapa masalah di
atas yang kurang esensial antara lain: siswa mengantuk saat pelajaran
matematika pada jam terakhir. Masalah ini dikatakan kurang esensial
untuk diteliti karena dapat dipecahkan masalahnya dengan memindah
jam pelajaran tidak jam terakhir. Adapun masalah yang esensial
isal ya dipilih Nilai rata-rata ulangan harian matematika selalu
kura g dari KKM . Hal i i terjadi diduga guru
pendekatan
pembelajaran
konvensional,
asih
karena
e ggu aka
keterbatasan
pengetahuannya dalam penggunaan strategi pembelajaran yang
inovatif. Masalah tersebut dapat dituliskan dengan kalimat yang
ko u ikatif sebagai berikut prestasi belajar
c)
ate atika re dah
Menentukan alternatif solusi
Mencermati masalah teridentifikasi di atas, solusi yang dipilih antara
lain : penggunaan pendekatan atau model pembelajaran seperti telah
diuraikan pada bagian pertama. Misalnya memilih model kooperatif
tipe STAD.
19
d) Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari masalah dan solusi terpilih di atas adalah:
i. Bagaimana menerapkan model kooperatif STAD yang dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika?
ii. Apakah dengan menerapkan model kooperatif STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika?
e) Penulisan judul penelitian tindakan kelas
Dari perumusan masalah di atas dapat diturunkan judul penelitian
yaitu PENINGKATAN PRE“TA“I BELAJAR OPERA“I HITUNG BENTUK
ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BAGI
SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN , atau
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR OPERASI HITUNG
UPAYA
BENTUK
ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF STAD BAGI
SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN.
2) Menyusun Bab Pendahuluan
Bab pendahuluan (Bab I) terdiri dari (1) latar belakang masalah, (2)
perumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian,
dengan uraian sebagai berikut:
a) Latar Belakang Masalah
Pada bagian ini terdiri dari 3 komonen, pertama mendeskripsikan
bagaimana ideal/seharusnya siswa belajar matematika dan bagaimana
idealnya/seharusnya guru melaksnakan pembelajaran matematika,
kedua
mendeskripsikan permasalahan nyata di kelas terkait
dengan
prestasi
belajar
matematika
rendah,
dan
ketiga
mendeskripsikan bagaimana solusi dari permasalahan pada bagian
kedua.
b) Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan kalimat pertanyaan yang terdiri
dari
(1) pertanyaan
bagaimana
20
menerapkan
solusi
dalam
pembelajaran
yang
dapat menyelesaikan masalah, dan (2)
pertanyaan apakah dapat diselesaikan masalah tersebut dangan solusi
terpilih. Contoh perumusan masalah dari judul di atas:
i. Bagaimana menerapkan model kooperatif STAD yang dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika?
ii. Apakah dengan
menerapkan model kooperatif STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika?
Hal yang prinsip yang perlu dicamkan dalam perumusan masalah PTK
adalah bahwa masalah PTK tidak terfokus pada pertanyaa apakah
namun lebih pada pertanyaan bagaimana, karena PTK berorientasi
pada tindakan bukan hasil. Dengan memahami dan mendapatkan
bagaimana menerapkannya itu, maka masalah serupa dapat teratasi
dan bersifat spesifik sesuai karakteristik kelas atau siswa yang
dihadapi.
c) Tujuan Penelitian
Tujuan utama dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah
peningkatan
mutu
pembelajaran
yang
akan
berujung
pada
peningkatan mutu pendidikan. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini
harus sesuai dengan rumusan masalah yang ada. Untuk itu tujuan
penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah :
i. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model kooperatif STAD
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.
ii. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika
melalui penerapan model kooperatif STAD.
d) Manfaat penelitian,
Hasil penelitian tindakan kelas tidak bisa digeneralisasi, maka manfaat
penelitian ini hanya ada manfaat praktis, tidak ada manfaat
teoritisyang pada umumnya hanya ditulis sebagai manfaat manfaat
penelitian. Diharapkan penelitian bermanfaat bagi siswa sebagai
21
subyek penelitian, bagi guru/teman sejawat sebagai acuan guru lain
dalam menulis penelitian, dan bagi lembaga dalam hal ini sekolah.
3) Menyusun Bab Pendahuluan
Bab Kajian Teori (Bab II) umumnya memuat: (1) kajian teori, (2) kerangka
berfikir dan (3) hipotesis tindakan dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Kajian Teori.
Teori yang dikaji dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari (1) teori
dari variabel masalah dan (2) teori dari variabel solusi.
pe elitia
ti daka
Dari judul
kelas PENINGKATAN PRE“TA“I BELAJAR OPERA“I
HITUNG BENTUK ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF
TIPE STAD BAGI SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN , teori
yang dikaji antara lain: (1) belajar, (2) operasi hitung bentuk aljabar, (3)
prestasi belajar, dan (4) model kooperatif STAD.
b) Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan alur berpikir yang disusun secara singkat
untuk menjelaskan bagaimana sebuah penelitian tindakan kelas
dilakukan dari awal , proses pelaksanaan, hingga akhir. Kerangka
berpikir
dapat
disusun
dalam
bentuk
kalimat-kalimat
atau
digambarkan sebagai sebuah diagram. Cara Menulis Kerangka Berpikir
dalam bentuk Rumusan Kalimat-Kalimat.
 Rumuskan kondisi saat ini (sebelum PTK dilaksanakan), secara
singkat.
 Rumuskan tindakan yang akan dilakukan, secara singkat.
 Rumuskan hasil akhir yang anda harapkan, juga secara singkat.
 Susun ketiga komponen di atas dalam sebuah paragraf yang padu.
Contoh alur kerangka berfikir pada penelitian tindakan kelas:
22
c)
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan mencerminkan dugaan sementara atau prediksi
perubahan yang akan terjadi pada subyek penelitian apabila dikenai
suatu tindakan. Hipotesis tindakan pada PTK umumnya dalam bentuk
kecenderungan atau keyakinan pada proses dan hasil belajar yang
akan muncul setelah suatu tindakan dilakukan. Hipotesis tindakan
berupa kalimat pernyataan yang seolah-olah menjawab rumusan
masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Co toh hipotesis ti daka :
Melalui pe erapa
odel kooperatif
learning tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar operasi hitung
be tuk aljabar .
4) Menyusun Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian dibentuk dari beberapa komponen berikut: (1)
seting penelitian, (2) prosedur penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4)
teknik analisis data, (5) indicator kinerja, dan (6) jadwal penelitian.
Penjelasan secara dari enam komponen tersebut adalah sebagai berikut:
a) Seting penelitian
23
Seting penelitian terdiri dari tiga komponen yaitu :
(1) tempat
penelitian, (2) waktu penelitian, dan (3) subyek penelitian. Tempat
penelitian
pendidikan
menyebutkan/
dimana
mendeskripsikan
penelitian
kelas
dilakukan,
dan
waktu
satuan
penelitian
menyebutkan mulai dan sampai bulan apa penelitian dilakukan, dan
subyek
penelitian
menyebutkan
jumlah
siswa
yang
menjadi
sasaran/subyek penelitian.
b) Prosedur Penelitian
Yang perlu dideskripsikan dalam prosedur penelitian adalah (1) jenis
dan model PTK, dan (2) siklus penelitian. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:
i. Jenis dan Model Penelitian
Jenis penelitian tindakan kelas ini adalah penelitian tindakan kelas
partisipan yaitu peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian
sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa penyusunan
laporan. Misal model penelitian yang diambil adalah model Kurt
Lewin.
ii. Siklus Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa siklus setiap siklus
terdiri dari empat tahapan yaitu (1) Perencanaan (planning), (2)
Pelaksanaan (acting), (3) Pengamatan (observing), dan (4) refleksi
(reflecting). Adapun rincian keempat tahapan tersebut sebagai
berikut:
(1). Perencanaan (planning)
Perencanaan pada penelitian ini terdiri dari (1) rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) tiga kompetensi dasar (KD),
yaitu KD
te ta g ……, KD
te ta g …. Da KD
te ta g, ( )
lembar kerja siswa (LKS), dan (3) instrumen tes, observasi
kegiatan belajar siswa dan instrumen observasi kegiatan
pembelajaran.
24
(2). Pelaksanaan (acting)
Penelitian dilaksanakan minimum tiga siklus dengan satu siklus
minimum tiga kali pertemuan, siklus pertama KD 1, siklus
kedua KD 2, siklus ketiga KD 3 dan seterusnya.
Adapun
pelaksanaan
model
proses pembelajaran menerapkan
kooperatif learning tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai
berikut: …………….
(3). Pengamatan (Observing)
Pengamatan dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :
(1)
instrumen
observasi
kegiatan
belajar
siswa,
yang
dilaksanakan oleh peneliti selama proses belajar berlangsung
dengan sasaran siswa, (2) instrumen observasi kegiatan
pembelajaran, dilaksanakan oleh kolaborator (teman sejawat)
selama proses pembelajaran berlangsung dengan sasaran guru
(peneliti), dan (3) instrumen tes, dilaksanakan setiap akhir
siklus.
(4). Refleksi (reflecting)
Kegiatan
refleksi
dilaksanakan
setelah
pelaksanaan
pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk menemukan
kekurangan
dan
permasalahan
dalam
pelaksanaan
pembelajaran. Hasil refleksi akan digunakan untuk perbaikan
pembelajaran pada siklus berikutnya. Kegiatan refleksi berupa
diskusi
antara
peneliti
memperhatikan
hasil
dengan
analisis
data
kolaborator
hasil
dengan
pengamatan
kolaboratot saat pembelajaran, dan juga hasil pengamatan
peneliti terhadap proses belajar siswa serta hasil tes.
c)
Teknik Pengumpulan Data
25
Pada bagian ini perlu dideskripsikan (1) instrument penelitian yang akan
dipakai untuk memperoleh data, dan (2) jenis data yang akan diperoleh,
berikut contoh instrument dan data penelitian.
i.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terdiri dari (1) instrumen pengamatan proses
belajar siswa dengan skala penilaian (1-4), (2) instrumen pengamatan
kegiatan pembelajaran dengan skala penilaian (1-4), dan (3) intrumen
tes berupa tes pilihan ganda dan uraian dengan skala penilaian (1-100).
ii.
Data Penelitian
Mengacu instrument penelitian di atas, maka data penelitian terdiri
dari (1) data kualitatif hasil pengamatan menggunakan instrumen (1)
dan (2) di atas, dengan ketentuan bahwa : 4 : sangat baik, 3 : baik, 2 :
cukup dan 1 : kurang dan (2) data kuantitatif hasil tes hasil belajar
siswa dengan skala penilaian (1-100).
d) Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
kualitatif terhadap
tahapan
data
sebagai
penelitian
tindakan
kelas
dengan
berikut: menyeleksi, menyederhanakan,
mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi (mengaitkan gejala
secara sistematis dan logis), membuat abstraksi atas kesimpulan
makna hasil analisis. Model analisis kualitatif yang terkenal adalah
model Miles & Hubberman (1992: 20) yang meliputi : reduksi data
(memilah data penting, relevan, dan bermakna dari data yang tidak
berguna), sajian deskriptif (narasi, visual gambar, tabel) dengan alur
sajian yang sistematis dan logis, penyimpulan dari hasil yg disajikan
(dampak PTK dan efektivitasnya). Model analisis ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
26
Gambar 5. Teknik Analisis Data
e) Indikator Kinerja
Seperti telah diuraikan di depan bahwa penelitian tindakan kelas
merupakan penelitian yang pelaksanaannya terdiri dari beberapa
tahapan (siklus) disarankan minimum tiga siklus. Untuk menandai
berakhirnya siklus penelitian diperlukan adanya indikator kinerja.
Indikator kinerja ditetapkan peneliti sesuai dengan permasalahan yang
ingin
diselesaikan/ditingkatkan,
misalnya
masalah
yang
ingin
diselesaikan dan ditingkatkan dalam penelitian adalah motivasi belajar,
maka indikator kinerja yang ditetapkan menunjukkan persentase
minimal yang yang ditunjukkan siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Misalnya: indikator kinerja dalam penelitian ini adalah (1) keaktifan
siswa dalam mengikuti pembelajaran minimal 70 %, dan (2) jumlah
siswa yang mencapai KKM minimal 75 %.
f)
Jadwal Penelitian
Berbeda dengan waktu penelitian yang hanya disebutkan rentang
waktu
awal sampai akhir penelitian, maka jadwal penelitian
disebutkan secara rinci mulai minggu keberapa bulan apa mulai
menyusun proposal sampai akhir penyusunan laporan penelitian.
Contoh:
BULAN
NO.
KEGIATAN
Januari
Februari
Maret
April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Penyusunan
Proposal
Penelitian
27
2
3
Praktik Penelitian
Penyusunan
Laporan
Penelitian
g)
Daftar Pustaka
Memuat semua sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian
dengan menggunakan sistem penulisan yang telah dibakukan secara
konsisten.
h) Lampiran
Berisi
rencana
pelaksanaan
pembelajaran, materi/bahan
ajar,
penilaian, dan semua instrumen penelitian, sampel jawaban siswa,
dokumen/foto kegiatan, ijin penelitian, serta bukti lain yang dipandang
perlu.
D. Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto, S. (2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hermawan, H. (2006). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: CV Citra
Praya.
LPMP NTB. (2012). Bahan Ajar Kompetensi Pedagogik. Mataram: Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan NTB.
Sumardi, dkk. 2016. Refleksi, PTK, dan Pengembangan Keprofesian Guru. Bahan
ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK
Taniredja, T., Faridli, E. M., & Harmianto, S. (2011). Model-Model Pembelajaran
Inovatif. Bandung: Alfabeta.
28
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
BAB I
FILOSOFI PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
DR. IMRAN AKHMAD, M.PD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
1
BAB I
FILOSOFI PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
URAIAN MATERI
A. Konsep pendidikan jasmasi, pendidikan olahraga dan pendidikan kesehatan
1. Landasan Filosofis Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga Dan Pendidikan Kesehatan
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik,
mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah
kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang
terpisah kualitas fisik dan mentalnya
Pendidikan jasmani dalam Agenda Berlin adalah proses sosialisasi via aktivitas jasmani,
bermain dan/atau olahraga yang bersifat selektif untuk mencapai tujuan pendidikan. Uraian
itu menggambarkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan dimana
aktivitas jasmani menjadi sasaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan pada
umumnya. Sedangkan Bucher (1960) memberikan batasan bahwa pendidikan jasamani
merupakan bagian integral dari pendidikan total yang mencoba mencapai tujuan untuk
mengembangkan kebugaran, mental, social, serta emosional bagi masyarakat, dengan
wahana aktivitas jasmani. Disini juga digambarkan bahwa aktivitas jasmani juga menjadi alat
mencapai pendidikan. Bukan hanya itu saja bahwa didalamnya ditujukan bukan hanya
untuk mengambangkan kebugaran jasmani saja melainkan
Secara sederhana bahwa pendidikan jasmani itu merupakan proses belajar untuk bergerak
dan belajar melalui gerak. Selain belajar dan dididik melalui gerak untuk mencapai tujuan
pengajaran, dalam pendidikan jasmani itu anak diajarkan untuk bergerak. Melalui
pengalaman itu akan terbentuk perubahan dalam aspek jasmani dan rohaninya. Selanjutnya
pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani diarahkan pada pemberian kesempatan yang
seluas-luasnya untuk melakukan gerak dengan harapan siswa dapat aktif dan pada
gilirannya akan membantu perkembangan kebugaran jasmaninya. Proses kegiatannya
mencakup kegiatan latihan atau pelaksanaan tugas-tugas permebalajarn yang dilakukan
2
secara berulang-ulang. Dengan demikian anak akan mampu menggunakan tubuhnya secara
efisien, bahkan didasarkan pada pemahaman. Sedangkan dampak lebih lanjut adalah anak
memiliki kebiasaan dan keterampilan untuk mengisi waktu luangnya dan kelak keterampilan
yang dimilikinya diharapkan dapat dilakukan sepanjang hayatnya.
Pada Agenda Berlin diuraikan bahwa Pendidikan Jasmani adalah:
a) Satu-satunya mata pelajaran disekolah yang fokusnya adalah pada badan, aktivitas
jasmani dan perkembangan fisik,
b) Membantu anak untuk mengembangkan respek terhadap badannya, baik yang
dimilikinya maupun milik orang lain,
c) Mengembangkan anak kebiasaan aktif yang penting bagi perkembangan kesehatan dan
menjadi landasan bagi gaya hidup sehat setelah dewasa,
d) Mengembangkan pemahaman tentang peranan aktivitas jasmani aerobik dan aerobik
untuk meningkatkan kesehatan,
e) Memberikan sumbangan bagi perkembangan kepercayaan diri dan self esteem pada
anak
f) Mendorong perkembangan kognitif dan sosial, memberikan sumbangan bagi
pengembangan keterampilan pendidikan yang fundamental seperti baca, tulis, dan
prestasi akademik
g) Merupakan satu-satunya alat (kesempatan) yang disediakan kepada semua anak apapun
kemampuannya,jenis kelamin, usia, budaya, agama atau latar belakang sosial mereka
dengan keterampilan, pengetahuan dan pemahanan untuk berpartisipasi dalam
pendidikan jasmani dan olahraga sepanjang hayat,
h) Mempersaiapkan anak untuk dapat mengatasi kompetisi kompetisi, kemenangan atau
kekalahan, kooperasi dan kolaborasi,
i) Merupakan kontribusi yang bermakna bagi pengembangan keterampilan sosial dan
terhadap perkembangan moral serta estetika,
j) Memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan
profesional di kemudian hari dalam olahraga, aktivitas jasmani, rekreasi dan waktu
senggang, sebuah wilayah dari kesempatan vokasional yang semakin berkembang.
3
Tujuan Pendidikan Jasmani
Sehubungan dengan pembelajaran pendidikan jasmani, Lutan (2001) mengelompokkan
tujuan pembelajaran pendidikan jasmani sebagai berikut:
a. Perkembangan Keterampilan Gerak
Perkembangan keterampilan gerak merupakan inti dari program pendidikan jasmani.
Perkembangan keterampilan gerak bagi anak-anak pendidikan dasar diartikan sebagai
perkembangan dan penghalusan aneka keterampilan gerak dasar dan keterampilan
gerak yang berhubungan dengan olahraga. Keterampilan gerak tersebut selanjutnya
dikembangkan dan diperhalus hingga taraf tertentu yang memungkinkan anak mampu
untuk melaksanakannya dengan tenaga yang efisien dan sesuai dengan keadaan
lingkunga dan tujuan yang dimaksud. Ketika anak telah memiliki keterampilan gerak
dasar yang matang selanjutnya dapat menerapkan kedalam berbagai permainan,
olahraga dan aktivitas jasmani yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebelum mencapai pada keterampilan gerak yang diinginkan, tentunya melalui tahapantahapan. Gabbard, LeBlanc, dan Lowy (1987) mengutarakan tahapan kerja motorik
sebagi berikut;
Tabel 1.1. Tahapan Kerja Motorik
Terminal
Tahapan gerak
0-2 th, masa kanak-kanan
Gerak tak sempurna
Aktivitas karakteristik
Berguling, duduk, meratap, merangkak,
berdiri, berjalan dan memegang
2-7 th, masa anak-anak Gerak dasar dan
Kesadaran gerak lokomotor, nirlokomotor
awal
dan manipulasif
pemahaman efisien
Penghalusan
keterampilan
dan
Khusus (khas)
penyadaran gerak, menggunakan gerak
8-12 th, masa anak-anak
dasar, dalam tari, permainan/olahraga,
senam dan olahraga air
12- dewasa, masa
Spesialisasi
Bersifat kompetisi dan rekreasi
remaja dan masa dewasa
4
Dengan demikian dapat dilihat pada umur berapakah anak dimulai masuk Sekolah
dasar, jenis kemampuan motorik apakah yang telah dikuasai anak, dan jenis
kemampuan motorik apakah yang harus dikembangkan oleh guru pendidikan jasmani?
Oleh sebab itu maka harus terlebih dahulu mengetahui tipe gerak dasar yang
berhubungan dengan keterampilan gerak menurut Lutan (2001) sebagai berikut:
Tabel 1.2. Tipe gerak dasar yang berhubungan dengan Keterampilan Gerak
Lokomotor
1. Dasar (satu elemen)
- Jalan,
Manipulasi
1. Melempar/meluncurka
n objek:
Stabilitas (non lokomotor)
1. Bergerak dalam poros
- membungkuk
- Lari,
- melempar
- meregang
- Jingkat
- menendang
- memutar
- Loncat
- memukul
- melintir
- memantul
- mengayun
- memvoli
- menggelundung
2. Kombinasi (lebih dari
Satu elemen)
2. Menyerap daya
merangkap
- meluncur
2. Poros tubuh statis & dinamis
- keseimbangan tegak
- keseimbangan sikaptubuh
- memanjat
sungsang
- berkelok-kelok
- berguling
- berhenti
- bergerak cepat
Keterangan:
a) Gerak lokomotor merupakan aktivitas jasmani dimapa keadaan tubuh berpindah
dariposisinya kjearah mendatar (horizontal) atau ke atas (vertikal) dari satu titik
ketitik lainnya dalam sebuah ruang.
b) Gerak manipulatif merupakan aktivitas jasmani yang melibatkan upaya pengerahan
pada suatu objek, dan upaya menerima daya dari objek.
c) Gerak stabilitas (non lokomotor) merupakan aktivitas jasmani yang berupaya untuk
menahan keseimbangan titik berat badan tetap jatuh pada bidang tumpu.
5
b. Perkembangan Kebugaran
Perkembangan kebugaran jasmani merupakan tujuan penting dalam program
pendidikan jasmani di Sekolah Dasar. Istilah kebugaran disini mencakup bukan hanya
kebugaran jasmani yang mendukung kesehatan, tetapi juga kebugaran yang mendukung
peforma. Lutan (2001) membagi perkembangan kebugaran jasmani sebagai berikut:
a) Kebugaran terkait dengan kesehatan (Physical fitness) : (1) kekuatan otot, (2) Daya
tahan otot, (3) Daya tahan aerobik, (4) Fleksibility.
b) Kebugaran terkait dengan peforma (motor fitness); (1) Kecepatan, (2) Koordinasi, (3)
Agilitas, (4) Power, (5) Keseimbangan
Sehubungan dengan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan dimaksudkan
bahwa penting untuk mendukung kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas
sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan sehingga masih memiliki energi untuk
melakukan tugas berikutnya.
Sedangkan kebugaran yang berhubungan dengan performa disebut juga dengan istilah
kebugaran motorik (motoric fitness) ditujukan pada kebugaran untuk melakukan tugas
gerak dimana seseorang mampu melaksanakan tugas yang memerlukan keterampilan
gerak.
c. Perkembangan Perseptual-motorik
Gerak perseptual menunjukkan kepada proses gerak yang dihasilkan melalui
penerimaan dan pemilihan ransang. Proses penerimaan dan seleksi rangsang, hingga
menghasilkan jawaban berupa gerak yang disebut persepsi. Pengalaman belajar yang
terdiri atas pelaksanaan tugas gerak itu diarahkan untuk mengembangkan kecerdasan
seseorang. Pelaksanaan tugas gerak itu dapat merangsang simpul-simpul syaraf. Dengan
kata lain rangsang untuk melaksanakan gerak itu memacu pertautan antara sinap
dengan simpul syaraf, atau rangsangan dari lingkungan itu memperkuat kaitan antara
sel-sel saraf dalam otak.
Perkembangan gerak perseptual berurusan dengan perkembangan dan penghalusan
kepekaan kinestetik yang mencakup dunia ruang dan dunia waktu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lutan (2001) terteng perkembangan gerak perseptuan sebagai berikut:
6
a) Kemampuan yang berkaitan dengan ruang; 1) Kesadaran tubuh, 2) Kesadaran ruang,
dan 3) Kesadaran arah
b) Kemampuan yang berkaitan dengan waktu (tempo); 1) Sinkronisasi, 2) Irama, dan 3)
Urutan rangkaian gerak
Dunia ruang dan waktu dimaksudkan bahwa semua gerak berlangsung dalam ruang dan
terkait dengan waktu. Bagi anak-anak, untuk lebih mengenal ruang disekitarnya, mereka
harus memperoleh kesempatan yang banyak untuk menjelajahi lingkungan sekitarnya.
Pengalaman belajar harus banyak merangkan kesadarannya tentang tubuhnya, arah dan
ruang tempat bergerak itu sendiri. Dunia temporal berkaitan dengan tempo
pelaksanaan aktivitas jasmani yang ditujukan pada keselarasan (sinkronisasi), irama dan
tata urut (sekuen).
d. Perkembangan Sosial Emosional
Salah satu dampak pembelajaran pendidikan jasmani adalah untuk menumbuhkan rasa
percaya diri dan penilaian positif terhadap kemampuan diri. Kesan ini sangat penting
untuk ditumbuhan pada anak untuk menguasai tugas belajar, membangkitkan motivasi
disamping efek psikologis lainnya yang mendorong keadaan sehat secara mental pada
diri seseorang atau sejahtera secara mental atau batiniah. Didalamnya tercakup:
a. perasaan positif mengenai citra diri dan keadaan badan, peningkatan penilaian diri
yang merasa makin mampu menyelesaikan tugas serta berprestasi,
b. Pengalaman sukses,
c. Peningkatan rasa percaya diri.
Manfaat dari segi sosial sangat banyak diperoleh dari program pendidikan jasmani.
Melalui aktivitas jasmani atau kegiatan olahraga, seseorang memperoleh kesempatan
untuk bergaul dan berinteraksi antara satu dengan lainnya. Sikap dan perilaku yang
direstui mesyarakat dapat dibina melalui lingkungan olahraga. Demikian juga tentang
nilai, sesuatu yang dianggap paling luhur dan menjadi rujukan atau pedoman perilaku.
Dalam olahraga banyak nilai yang dapat ditanamkan kepada anak, misalnya toleransi
antara sesama, gotong royong, menghargai kerja keras, mengutamakan mutu dan lainlain.
7
Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan
umum.
Lewat
program
penjas
dapat
diupayakan
peranan
pendidikan
untuk
mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di sekolah akan
pincang. Sumbangan nyata pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan
keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani menjadi unik, sebab
berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal
ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran
lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual, maka
melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan.
Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan jasmani
(Dauer and Pangrazy, 1992), yaitu:
a) meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan peserta didik,
b) meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
c) meningkatkan pengertian peserta didik dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana
menerapkannya dalam praktek.
Adapun dasar pemikiran yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan jasamani dan
olahraga sebagai berikut:
Kebugaran dan kesehatan
Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program pendidikan jasmani yang
terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup berat serta
dilakukan dalam jangka waktu yang cukup secara teratur, kegiatan tersebut akan
berpengaruh terhadap perubahan kemampuan fungsi organ-organ tubuh seperti
jantung dan paru-paru. Sistem peredaran darah dan pernapasan akan bertambah baik
dan efisien, didukung oleh sistem kerja penunjang lainnya.
Dengan bertambah baiknya sistem kerja tubuh akibat latihan, kemampuan tubuh akan
meningkat dalam hal daya tahan, kekuatan dan kelentukannya. Demikian juga dengan
beberapa kemampuan motorik seperti kecepatan, kelincahan dan koordinasi.
Keterampilan fisik
Keterlibatan anak dalam aktivitas permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-lain,
8
merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk menguasai
berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk keterampilan dasar
misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus seperti senam atau renang.
Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada keterampilan yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Terkuasainya konsep dan prinsip gerak
Pendidikan jasmani yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak tentang
konsep dan prinsip gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu memahami
bagaimana suatu keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan
demikian, seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Sebagai contoh, anak harus
mengerti mengapa kaki harus dibuka dan bahu direndahkan ketika anak sedang berusaha
menjaga keseimbangannya. Mereka juga diharapkan mengerti mengapa harus dilakukan
pemanasan sebelum berolahraga, serta apa akibatnya terhadap derajat kebugaran
jasmani bila seseorang berlatih tidak teratur?
Kemampuan berpikir
Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak dalam
pendidikan jasmani dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak. Namun demikian
dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan jasmani yang efektif mampu merangsang
kemampuan berpikir dan daya analisis anak ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan
fisiknya. Pola-pola permainan yang memerlukan tugas- tugas tertentu akan menekankan
pentingnya kemampuan nalar anak dalam hal membuat keputusan.
Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis dengan
baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak langsung,
keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani merupakan latihan untuk menjadi
pemikir dan pengambil keputusan yang mandiri.
Dalam kegiatan pendidikan jasmani banyak sekali adegan
pembelajaran
yang
memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik gerak dan prinsipprinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang menarik untuk didiskusikan.
Peraturan permainan dan variasi-variasi gerak juga bisa dijadikan rangsangan bagi anak
9
untuk memikirkan pemecahannya.
Kepekaan rasa
Dalam hal olah rasa, pendidikan jasmani menempati posisi yang sungguh unik.
Kegiatannya yang selalu melibatkan anak dalam kelompok kecil maupun besar
merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup
sosial.
Dalam kehidupan sosial, setiap individu akan belajar untuk bertanggung jawab
melaksanakan peranannya sebagai anggota masyarakat. Di dalam masyarakat banyak
norma yang harus ditaati dan aturan main yang melandasinya. Melalui penjas, norma dan
aturan juga dipelajari, dihayati dan diamalkan.
Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan kelompoknya
harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan. Sesungguhnyalah bahwa
kegiatan pendidikan jasmani disebut sebagai ajang nyata untuk melatih keterampilanketerampilan hidup (life skills), agar seseorang dapat
hidup berguna dan tidak
menyusahkan masyarakat.
Keterampilan sosial
Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat mementingkan
kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang
bisa berhasil
mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin. Anak yang rendah kemampuan
pengendalian dirinya biasanya ingin memecahkan masalah dengan kekerasan dan tidak
merasa ragu untuk melanggar berbagai ketentuan.
Pendidikan jasmani menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan
mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi jika
proses pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Setiap adegan pembelajaran dalam
permainan dapat dijadikan arena dialog dan perenungan tentang apa sisi baik-buruknya
suatu keputusan. Tak pelak, ini merupakan cara pembinaan moral yang efektif.
Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua orang
anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan mengundang mereka
untuk membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti dan guru memancing
10
pendapat anak tentang apa perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka dirangsang
untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak.
Kepercayaan diri dan citra diri (self esteem)
Melalui pendidikan jasmani kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak akan
berkembang (Graham, 1993). Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai
diri kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian anak.
Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan
berkeinginan untuk
mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani berkomunikasi
dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi stress.
Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap saya pasti bisa
atau saya paling bagus . Tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan pembiasan perilaku.
Di situlah penjas menyediakan kesempatan pada anak untuk membuktikannya.
2. Pendidikan Olahraga
Ada kesalahpahaman bahwa pendidikan jasmani sama dengan pendidikan olahraga.
Keduanya berbeda, pendidikan jasmani lebih menekankan pada pengembangan
keterampilan motorik dasar dan memperkaya perbendaharaan gerak. Pendidikan olahraga
menekankan pada pembinaan keterampilan berolahraga dan menghayati nilai-nilai yang
diperoleh dari kegiatan berlatih dan bertanding(Jewet, 1994; Jewet et al., 1995). Semua
anak dibekali pengalaman nyata untuk berperan dalam pembinaan olahraga, seperti wasit,
atlet, atau pelatih.
Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabangcabang olahraga tertentu. Kepada peserta didik diperkenalkan berbagai cabang olahraga
agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah „ hasil
„ dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani
pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga
menyusup ke dalam proses pembelajaran.
Yang sering terjadi pada pembelajaran „pendidikan olahraga„ adalah bahwa guru kurang
memperhatikan kemampuan dan kebutuhan peserta didik. Jika peserta didik harus
11
belajar bermain bola voli, mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara
langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara
tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak kurang
diperhatikan.
Guru demikian akan berkata: kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena anak akan
dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola, dan instruksikan anak
supaya bermain la gsu g . Anak yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh,
dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati demonstrasi temannya yang
sudah mahir tadi. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan: Kalau anda ingin
anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam, dan mereka akan bisa
sendiri.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan antara
informasi dan tingkah laku kesehatan. Pendidikan kesehatan memotivasi seseorang
untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar
mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat (Budioro,1998).
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi proses
perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada diri individu.
Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai- nilai kesehatan menjadi tahu,
dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah- masalah kesehatan menjadi mampu
(Purwanto, 1999).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan kesehatan
adalah usaha yang diberikan berupa bimbingan atau tuntunan kepada seseorang atau anak
didik tentang kesehatan yang meliputi aspek pribadi (fisik, mental, social) agar dapat
berubah dan berkembang secara harmonis
Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), tujuan pendidikan
kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan
12
mencegah
timbulnya
penyakit,
mempertahankan
derajat
kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan
fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk
mengatasi masalah kesehatan.
Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau
masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut antara lain,
menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dimasyarakat, menolong indiviu
agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai
tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan menggunaan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada (Herawani, 2001).
Sedangkan menurut Machfoed (2005), pendidikan kesehatan merupakan proses
perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju
hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut
mencangkup antara lain pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses pendidikan
kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran keinginan,
tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan
merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan keluarga tentang garam
beryodium dengan melakukan pendidikan kesehatan berarti petugas kesehatan
membantu keluarga dalam mengkonsumsi garam yang beryodium untuk meningkatkan
derajat kesehatan.
Dari pandangan tersebut bisa disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan bertujuan :
1) Meningkatkan pengetahuan anak didik tentang ilmu kesehatan, termasuk cara hidup
sehat dan teratur
2) Menanamkan dan membina nilai dan sikap mental yang positif terhadap prinsip hidup
sehat
3) Menanamkan dan membina kebiasaan hidup sehat sehari-hari yang sesuai dengan
syarat kesehatan
4) Meningkatkan keterampilan anak didik dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan, pertolongan dan perawatan kesehatan
13
Proses Pendidikan Kesehatan
Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok yaitu masukan (input),
proses dan keluaran (output). Masukan (input) dalam pendidikan kesehatan menyangkut
sasaran belajar yaitu individu, kelompok dan masyarakat dengan berbagai latar
belakangnya. Proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan
dan perilaku pada diri subjek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan terjadi timbal
balik berbagai faktor antara lain adalah pengajar, teknik belajar dan materi atau bahan
pelajaran. Sedangkan keluaran merupakan kemampuan sebagai hasil perubahan yaitu
perilaku sehat dari sasaran didik melalui pendidikan kesehatan (Notoatmodjo,2003)
B. Perbedaan Dan Persamaan Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga Dan Pendidikan
Kesehatan.
Pertanyaan tentang perbedaan Pendidikan jasmani dan olahraga bukanlah pertanyaan
yang mudah dijawab baik oleh pemerhati olahraga maupun para pakar pendidikan. Hal ini
terjadi karena aktivitas yang nampak diantara keduanya memiliki kesamaan yaitu permainan
da akti itas fisik. Jadi perta yaa ya Apa perbedaan Pendidikan Olahraga dan Pendidikan
Jas a i aka
tetapi pe didika
kesehata
defi isi ya sa gat jelas berbeda kare a tidak
terdapat kesamaan permainan dan aktivitas fisik. Tetapi konsep dasarnya pendidikan jasmani,
olahraga, dan kesehatan dasar keilmuannya (basic of knowledge) adalah mendidik manusia
melalui aktivitas jasmani, olahraga maupun kesehatan.
Sebenarnya pendidikan jasmani dan olahraga tak dapat dipisah. Meskipun berbeda
istilah dan arti, tetapi mempunyai tujuan yang saling melengkapi. Hal ini dapat kita simak dalam
latar belaka g Per e dik as
o 22 Tahu
2006 yaitu Pendidikan Jasmani Olahraga dan
Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk
mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis,
keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat
dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih
yang direncanakan secara sistematis dalam ra gka
14
e apai tujua pe didika
asio al .
Akan tetapi dalam Pembinaan dan pengembangan olahraga merupakan bagian dari
upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang ditujukan pada peningkatan jasmani dan
rokhani, pemupukan watak, disiplin, dan sportivitas, serta pengembangan prestasi olahraga
yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Untuk itu pendidikan jasmani, olahraga,
dan kesehatan perlu dioptimalkan.
Telah banyak diketahui bahwa masih banyak kesalahan persepsi tentang pendidikan
jasmani dan olahraga. Ada yang beranggapan bahwa pendidikan jasmani sama dengan olahraga.
Apakah anda setuju? Bila anda menganggukkan kepala berarti anda harus belajar memahami
perbandingan jasmani dan olahraga secara lebih mendalam lagi, karena anda memilih jawaban
yang salah. Pendidikan jasmani berbeda dengan olahraga. Berikut akan ditinjau lebih dalam
tentang perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu:
a. Aspek Aktivitas
Aktivitas pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan, sedangkan olahraga
terbatas pada aktivitas olahraga itu sendiri. Selain aktivitas ritmik, aquatik, outbound,
permainan dan aktivitas pengembangan tubuh maka aktivitas olahraga merupakan salah
satu bentuk dari aktivitas pendidikan jasmani. Dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup
aktivitas pendidikan jasmani lebih luas dan beragam daripada aktivitas olahraga.
b. Aspek Pusat Materi (Konsentrasi Utama)
Maksud dari kata pusat materi adalah fokus/ konsentrasi utama dari aktivitas. Secara
udah dapat dijelaska de ga
Apa ya g dii gi ka
elalui akti itas i i? . Pusat
ateri
pada olahraga adalah bagaimana agar seseorang tersebut mampu memahami dan
mempraktekkan teknik–teknik cabang olahraga secara benar dan tepat untuk mencapai
tujuan olahraga. Jadi pada olahraga, mau tidak mau harus dapat melakukan teknik-teknik
olahraga tersebut. Apabila ia belum mampu, maka ia harus berlatih meningkatkan teknik
yang dimilikinya. Sebagai contoh : Target waktu lari 100 M putra adalah dibawah 10 detik,
maka mau tidak mau seseorang tersebut harus terus dan terus berlatih untuk dapat berlari
sprint 100 M dengan catatan waktu dibawah 10 detik. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
pusat materi pada olahraga adalah olahraga itu sendiri.
15
Tabel 1.3. Perbandingan Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Nurhasan, 2005)
No
Pendidikan Jasmani
Olahraga
1
Diselenggarakan
lingkungan sekolah
2
Mengacu
sehat
3
Mata ajar wajib di sekolah
4
Dikelola
di
Mendiknas
5
Cenderung
olahraga
pada
terutama
pembinaan
bawah
di Terutama di
masyarakat
hidup
luar
sekolah
dan
Pembinaan dan peningkatan prestasi
Sukarela di masyarakat
wewenang
memasyarakatkan
Menpora bersama organisasi olahraga
Mengolahragakan masyarakat
Tujuan pendidikan jasmani diarahkan untuk pengembangan individu anak secara
menyeluruh, artinya meliputi aspek organik, motorik, emosional, dan intelektual sedangkan
pada olahraga kompetitif terbatas pada pengembangan aspek kinerja motorik yang
dikhususkan pada cabang olahraga tertentu saja
Aktivitas yang dilakukan pada pendidikan jasmani bersifat multilateral, artinya seluruh
bagian dari tubuh peserta didik dikembangkan secara proporsional mulai dari tubuh bagian atas
(upper body), bagian tubuh tengah (torso), maupun bagian bawah (lower body). Pendidikan
jasmani berupaya mengembangkan kinerja anggota tubuh bagian kanan maupun kiri secara
seimbang dan koordinatif. Pada olahraga kompetitif hanya bagian tubuh tertentu sesuai dengan
fungsi kecabangannyalah yang dikembangkan secara optimal atau secara populer disebut
sebagai spesifik.
Child oriented, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti berorientasi pada
anak memiliki makna bahwa penjas dengan segala aktivitasnya diberikan berdasarkan
kebutuhan yang diperlukan oleh anak dengan segala perbedaan karakternya. Dengan
pertimbangan ini maka kegiatan pendidikan jasmani dirancang sebagai proses dalam
pemenuhan kebutuhan anak dalam kehidupan sehari-harinya, kebutuhan kompetitif dalam
menghadapi segala tantangan, dan pengisian waktu luangnya. Pada cabang olahraga kompetitif
hal tersebut tentu bukan merupakan pertimbangan yang utama, karena yang terpenting pada
olahraga kompetitif adalah dikuasainya gerak atau teknik dasar beserta pengembangannya
16
untuk mendukung permainan pada cabang tersebut, sehingga materi disajikan sebagai
pemenuhan atas kepentingan itu (materi) atau disebut sebagai subject/material oriented.
Pada pendidikan jasmani seluruh kegiatan yang ada di alam semesta yang berupa
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang dilakukan oleh manusia, binatang, tumbuhan,
atau bahkan mesin yang bergerak. Aktivitas yang dapat digunakan sebagai materi gerak dalam
olahraga kompetitif adalah terbatas pada teknik-teknik yang ada pada olah yang bersangkutan,
atau pada spesifik pada spesialis kecabangannya.
Seluruh anak memiliki tingkat kecepatan yang bervariasi dalam pembelajaran, termasuk
di dalamnya pembelajaran penjas. Anak dengan kecepatan pembelajaran yang kurang baik
(lamban) harus diperhatikah secara lebih khusus sehingga mampu beradaptasi dengan
lingkungan dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pada
olahraga kompetitif, anak yang memiliki kelambanan ini akan ditinggalkan karena hanya
menghambat proses pembelajaran, dan mengganggu pencapaian prestasi tinggi yang
diinginkan.
Aturan yang baku diterapkan pada olahraga kompetitif agar terdapat keadilan bagi tim
yang melakukan pertandingan dalam situasi yang sama. Pendidikan jasmani tidak harus
dilakukan dengan menggunakan pertandingan, melainkan dengan bermain, dengan
pembelajaran berkelompok, demonstrasi, dan lain-lain sehingga tidak diperlukan peraturan
yang baku sebgaimana olahraga kompetitif.
Perbedaan lain antara penjas dan olahraga kompetitif adalah pada aspek talent
scouting, di mana dalam penjas hanya dijadikan sebagai dasar dalam masukan awal (entry
behaviour) sedangkan pada olahraga kompetitif dijadikan rekomendasi dalam menentukan
cabang olahraga spesialis yang akan diikuti oleh anak.
Sehubungan hal di atas sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Abdul Kadir
Ateng, dalam mata kuliah azas dan falsafah pendidikan olahraga tentang proposi olahraga dan
pendidikan jasmani di sekolah, adalah sebagai berikut:
17
Tabel 1.4. Proporsi Olahraga dan Pendidikan Jasmani
Komponen
Pendidikan Jasmani
Olahraga
Tujuan
Pendidikan keseluruhan,
kepribadian dan emosional
Kinerja motorik (motor
performance/kinerja gerak
untuk prestasi
Materi
Child centered (sesuai dengan
kebutuhan anak/individualized)
Subject centered (berpusat pada
materi)
Teknik gerak
Seluas gerak kehidupan seharihari
Fungsional untuk cabang
olahraga bersangkutan
Peraturan
Disesuaikan dengan keperluan
(tidak dibakukan)
Peraturannya baku (standar)
agar dapat dipertandingkan
Anak yang lamban
Harus diberi perhatian ekstra
Ditinggalkan/untuk milih cabang
olahraga lain
Talent Scouting (TS)
Latihannya
Partisipasi
Untuk mengukur kemampuan
awal
Mutilateral (latihan yang
menyangkut semua otot)
Wajib
Untuk cari atlit berbakat
Spesifik
Bebas
Perbedaan pendidikan jasmani dengan olahraga akan terlihat pada berbagai aktivitas jasmani. Berikut
disajikan perbedaan aktivitas jasmani pada pendidikan jasmani dan olahraga.
Tabel 1.5. Contoh Perbedaan aktivitas jasmani pada Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pendidikan Jasmani
Olahraga
Berjalan
Pembelajaran berjalan pada pendidikan
jasmani ditujukan pada usaha untuk
membentuk sikap dan gerak tubuh yang
sempurna. Pembelajaran biasanya dilakukan
melalui materi baris-berbaris
Lari
Materi lari pada pendidikan jasmani
dimaksudkan untuk dapat mengembang-kan
keterampilan gerak berlari dengan baik. Berlari
dapat dilakukan dalam beberpa teknik; lari zigzag, lari kijang, lari kuda, dan beberapa teknik
lari lainnya
Berjalan
Berjalan pada olahraga merupakan salah satu
nomor dalam cabang atletik. Latihan berjalan
dilakukan dengan secepat-cepatnya melalui
teknik dan peraturan yang telah baku
Lari
Lari pada olahraga merupakan salah satu
nomor dalam cabang atletik. Latihan
dilakukan untuk mencapai prestasi optimal.
Dalam cabang atletik lari dibagi dalam
beberapa nomor.
18
Lompat
Materi lompat dalam pendidikan jasmani
dimaksudkan untuk dapat mengembangkan
keterampilan gerak lompat dengan baik.
Lompat dapat dilakukan dalam beberapa
teknik ; lompat harimau, lompat kodok, dan
beberpa teknik lompat lainnya.
Lempar
Materi lempar dalam pendidikan jasmani
dimaksudkan untuk dapat mengembangkan
ketermapilan gerak lempar dengan baik.
Melempar dapat dilakukan dengan beberapa
teknik; lempar bola, lempar sasaran, dan
beberpa teknik lempar lainnya.
Lompat
Lompat pada olahraga merupakan salah satu
nomor dalam cabang atletik. Latihan lompat
pada cabang atletik dilakukan untuk
mencapai prestasi optimal
Lempar
Lempar dalam olahraga merupakan salah
satu nomor dalam cabang atletik. Latihan
lempar pada cabang atletik dilakukan untuk
mencapai prestasi optimal.
C. Persfektif Sejarah Pada Pendidikan Jasmani dan Olahraga
1. Perkembangan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di Indonesia
Tahukah bahwa di Belanda, biaya perawatan kesehatan meningkat 2,5 persen, di kanada 6
(enam) persen, dan di Amerika mencapai 8 persen. Hal ini diakibatkan warga masyarakat
kurang melakukan aktivitas jasmani (Rusli Lutan, 2001: 16). Secara ekonomi keadaan
tersebut
dianggap
sebagai
ancaman
yang
merugikan.
Karena
selain
bisa
menurunkan produktivitas kerja juga bisa meningkat biaya perawatan kesehatan. Di
Indonesia sendiri keadaan tersebut juga telah berkembang dalam jangkauan yang
luas. Kadaan itu terjadi terutama di kota-kota bahkan kini sudah sampai ke desa-desa.
Jasmani dalam sebutan bahasa Inggris adalah physical, dalam ilmu faal, jasmani disebut
sebagai struktur biologik pada manusia. Secara umum dipahami bahwa jasmani atau jasad
ia berarti tubuh manusia. Jasmani dalam pembahasan ini adalah pemanfaatan aktivitas fisik
sebagai manifestasi pengembangan kualitas hidup manusia dalam memenuhi kebugaran
secara totalitas dan keterampilan motorik. Jasmani disinonimkan dengan pendidikan, maka
segala aktivitas jasmani membawa nilai-nilai pendidikan, yang tidak terikat ataupun tertuju
kepada gerakan-gerakan dalam peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang umum
berlaku seperti olahraga.
19
Dengan demikian, pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas
jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan
kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan seluruh rana, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif
setiap siswa.
Menurut Jesse Feiring Williams dalam William H. Freeman (2001:3) pendidikan Jasmani
adalah tentang sejumlah aktivitas-aktivitas fisik manusia yang dipilih, dan dilaksanakan
dengan maksud untuk mencapai hasil yang bermanfaat bagi tubuh. William menekankan
satu hal bahwa walaupun pendidikan jasmani diartikan mengajar dengan fisik, melalui
penggunaan aktivitas-aktivitas fisik, tujuannya adalah melampaui fisik tersebut. Selanjutnya
(Kepmendikbud Nomor 413/u/2004) bahwa pendidikan jasmani adalah bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan meningkatkan individu secara organik,
neuromuscular, intelektual dan emosional melalui aktivitas fisik. Pendidikan jasmani berarti
program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti
bahwa gerakan, permainan, atau cabang tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk
mendidik. (Agus Mahendra, 2009: 24).
Husdarta (2009: 17) mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari
proses pendidikan. Artinya pendidikan jasmani bukan hanya dekorasi atau ornament yang
ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Sedangkan
pengertian olahraga berdasarkan (pasal 1 ayat 4 UU RI No. 3 Tahun 2005) olahraga adalah
segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan
potensi jasmani, rohani, dan sosial. Dari ketentuan Internasional Council of Sport and
Physical Education adalah setiap aktivitas fisik berupa permainan dan berisikan
pertandingan melawan orang lain, diri sendiri ataupun unsur-unsur alam dikatakan sebagai
olahraga atau sport. Jadi antara pendidikan jasmani dan olahraga sering dikatakan ada
interface, tidak sama namun ada bagian-bagian yang sama. Jelas keduanya adalah aktivitas
fisik, tegasnya aktivitas otot-otot besar atau big muscle activity, bukan fine muscle activity.
20
Oleh karena itu, dalam penerapannya tetap berlandaskan pada suasana kependidikan, serta
berpegang pada kaidah-kaidah dalam praktek pendidikan. Adapun pendidikan olahraga
adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu.
Di Amerika Serikat pendidikan jasmani menurut Nixon dan Jewet adalah satu aspek dari
proses pendidikan keseluruhan yang berkenaan dengan perkembangan dan penggunaan
kemampuan gerak individu yang sukarela dan berguna serta berhubungan langsung dengan
respon mental, emosional dan sosial. Konsep pendidikan jasmani yang diuraikan Nixon dan
Jewet, dapat dikatakan searah dengan pemahaman di Indonesia yang diuraikan Rusli Lutan
(2001: 18), bahwa pendidikan jasmani sebagai sebuah subjek yang penting bagi pembinaan
fisik yang dipandang sebagai mesin dalam konteks pendidikan jasmani yang mengandung isi
pendidikan melalui aktivitas jasmani. Karenanya konsep pendidikan jasmani perlu dikuasai
oleh para calon guru (siswa penjas) dan guru yang bersangkutan, sehingga dalam
penerapannya memperlihatkan kesetaraan pemahaman.
Selain itu diharapkan dapat melakukan pemetaan konsep dalam penerapan pendidikan
jasmani berdasarkan jenjang pendidikan (kesesuaian kurikulum pendidikan jasmani),
termasuk memaksimalkan potensi-potensi lokal, dalam hal ini permainan tradisional yang
dapat dimodifikasi. Sebagai batasan atau rumusan dari konsep pendidikan jasmani, Arma
Abdoellah (2003;42) menguraikan sebagai salah satu aspek dari proses pendidikan
keseluruhan peserta didik melalui kegiatan jasmani yang dirancang secara cermat, yang
dilakukan secara sadar dan terprogram dalam usaha meningkatkan kemampuan dan
keterampilan jasmani dan sosial serta perkembangan kecerdasan. Esensi dari substansi
pendidikan jasmani ialah pengetahuan tentang gerak insani dalam konteks pendidikan yang
terkait dengan semua aspek pengetahuan yang berlangsung secara didaktik, rekreatif,
untuk dipahami dan dapat dilakukan oleh peserta didik secara utuh.
Oleh karena itu, pendidikan jasmani dan olahraga adalah suatu proses pembelajaran
melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani,
mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif,
sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan beIajar diatur secara seksama untuk
21
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor,
kognitif, dan afektif setiap siswa.
Tujuan akhir pendidikan jasmani dan olahraga terletak dalam peranannya sebagai wadah
unik. Penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk
kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia. Jadi orang-orang yang memiliki
kebajikan moral seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.
(Baron Piece de Coubertin, Penggagas Kebangkitan Olympiadse Modern, Perancis).
Posisi pendidikan jasmani dan olahraga pada kedudukan yang amat strategis yakni sebagai
alat pendidikan, sekaligus pembudayaan, karena kedua istilah yang amat dekat dan erat.
Maknanya tidak lain adalah sebagai proses pengalihan dan penerimaan nilai-nilai. Dalam
konteks keolahragaan secara menyeluruh, memang kian kita sadari perubahan yang terjadi
sebagai dampak dari globalisasi dalam ekonomi yang dipacu oleh teknologi komunikasi juga
terbawa dalam dunia olahraga (Coomb 2004:7). Dengan demikian, yang menjadi perhatian
dalam pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga yaitu: (1) pendidikan merupakan
upaya penyiapan peserta didik menghadapi dan berperan dalam lingkungan hidup yang
selalu berubah dengan cepat dan pluralistik; (2) pendidikan merupakan upaya peningkatan
kualitas kehidupan pribadi masyarakat dan berlangsung seumur hidup; (3) pendidikan
merupakan mekanisme sosial dalam mewariskan nilai, norma, dan kemajuan yang telah
dicapai masyarakat; (4) pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya; (5) dalam undang –
undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk rnemiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang
direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan
22
individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional, dalam
kerangka sistem pendidikan nasional
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah:
"Apakah pendidikan jasmani?" Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh
yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena pada
waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru pendidikan jasmani,
melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul
perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata
pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi
pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dalam kurikulum 1994. Perubahan
nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan
kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama
itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis
dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbecla pula.
Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani?
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga.
Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu
yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa? Paling tidak fokusnya pada
keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan
berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan
sosial. Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi
lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode,
melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan
murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Sedangkan pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai
cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga
agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah hasil dari
pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani
pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga
23
menyusup ke dalam proses pembelajaran. Dengan proses tersebut, dapat memberikan
kekeliruan yang berlarut-larut dalam proses pendidikan jasmani di Indonesia.
Sering terjadi pada pembelajaran pendidikan olahraga adalah bahwa guru kurang
memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar bermain bola
voli, mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara langsung. Teknik-teknik dasar
dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara tahapan penyajian tugas gerak yang
disesuaikan dengan kemampuan anak kurang diperhatikan, kejadian tersebut merupakan
salah satu kelemahan dalam pendidikan olahraga. Guru demikian akan berkata: "kalau perlu
tidak usah ada pentahapan, karena anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri
mereka bola, dan instruksikan anak supaya bermain langsung". Anak yang sudah terampil
biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati
demonstrasi temannya yang sudah mahir tadi. Untuk pengajaran model seperti ini, ada
ungkapan: Kalau anda ingin anak-anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang
paling dalam, dan mereka akan bisa berenang sendiri.
Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan jasmani
adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina secara hati-hati dalam
waktu yang diperhitungkan. Bila orientasi pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak
menguasai keterampilan berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan
pada pembelajaran teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan.
Dalam hal ini, guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap anak mampu
melakukannya, sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan hanya dilakukan dengan
cara tunggal. Beberapa anak mungkin bisa mengikuti dan menikmati cara belajar yang
dipilih guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa selalu gagal, karena bagi mereka cara latihan
tersebut terlalu sulit, atau terlalu mudah. Anak-anak yang berhasil akan merasa puas dari
cara latihan tadi, dan segera menyenangi permainan sepak bola.
Lain lagi dengan anak-anak lain yang kurang berhasil? Mereka akan serta merta merasa
bahwa permainan sepak bola terlalu sulit dan tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak
menyukai pelajaran dan permainan sepak bola tadi. Apalagi bila ketika mereka melakukan
24
latihan yang gagal tadi, mereka selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau bahkan oleh
gurunya sendiri. Anak-anak dalam kelompok gagal ini biasanya mengalami perasaan negatif.
Akibatnya, citra diri anak tidak berkembang dan anak cenderung menjadi anak yang rendah
diri.
Melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif, semua kecenderungan tadi bisa
dihapuskan, karena guru memilih cara agar anak yang kurang terampil pun tetap menyukai
latihan memperoleh pengalaman sukses. Di samping guru membedakan bentuk latihan
yang harus dilakukan setiap anak, kriteria keberhasilannya pun dibedakan pula. Untuk
kelompok mampu kriteria keberhasilan lebih berat dari anak yang kurang mampu, misalnya
dalam pelajaran renang di tentukan: mampu meluncur 10 meter untuk anak mampu, dan
hanya 5 meter untuk anak kurang mampu.
Dengan cara demikian, semua anak merasakan apa yang disebut perasaan berhasil tadi, dan
anak makin menyadari bahwa kemampuannya pun meningkat, seiring clengan seringnya
mereka mengulang-ulang latihan. Cara ini disebut gaya mengajar partisipatif karena semua
anak merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran.
Untuk mencegah terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani dan
olahraga harus mengembangkan cara respon siswa terhadap anak yang gagal dan melarang
siswa untuk melemparkan ejekan pada temannya. Sebagai konsep pelaksanaan pendidikan
jasmani dan olahraga di Indonesia, maka diilustrasikan dalam bagan berikut ini.
Kemana arah pembinaan pendidikan jasmani? Tujuan jangka panjang pendidikan jasmani
adalah sebagi berikut:
a. Kegiatan itu dimaksudkan untuk menghasilkan insan yang berpendidikan dan
berpandangan bahwa aktivitas jasmani ini bernilai, bermanfaat, dan dapat dilakukan di
sepanjang hayat.
b. Melalui proses pendidikan tersebut juga dihasilkan insan yang dapat memahami
bagaiman membuat rencana kegiatan dan melasanakannya, baik untuk keperluan
sendiri secara perorangan maupun keperluan kelompok.
25
c. Untuk
menghasilkan
seseorang
yang
terampil
menciptakan
peluang
dan
memanfaatkannya dalam rangka pembinaan kebugaran jasmani.
Kemampuan mengatasi stress dan hambatan juga menjadi tujuan akhir.
Bertitik tolak dari pandangan falsafah tersebut, sebagai guru pendidikan jasmani, kita perlu
memahami kaidah pengembangan program pendidikan jasmani yang seimbang. Adapun
kaidah-kaidah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Menyediakan waktu yang cukup bagi anak untuk melalukan aktivitas jasmani.
b. Menyediakan kesempatan bagi setiap anak untuk memenuhi kebutuhan secara
perorangan yang memang berbeda-beda.
c. Menyediakan aneka kegiatan dan memberikan bimbingan sesuai dengan pilihan siswa.
d. Memberikan informasi umpan balik kepada anak, baik mengenai proses maupun
hasilnya.
e. Membekali siswa dengan keterampilan dasar termasuk pengayaan keterampilan dalam
rangka meningkatkan kebugaran jasmani.
f. Menjadikan diri sebagai guru pendidikan jasmani yang pantas sebagai panutan bagi
siswa.
g. Memberikan perhatian penuh bagi perkembangan anak secara menyeluruh, termasuk
sikap dan perlakuannya terhadap aktivitas jasmani yang dilaksanakan secara teratur dan
berkesinambungan.
h. Menggunakan strategi yang tepat untuk membentuk pola hidup sehat.
i.
Menggunakan gaya hidup aktif dan pelaksanaan aktivitas jasmani di luar pendidikan
jasmani disekolah.
j.
Menghindari ucapan yang menyatakan bahwa aktivitas jasmani itu hanyalah
membuang-buang waktu, dan sia-sia belaka.
Sesuai dengan kodratnya, anak senang bermain. Ia senang melampiaskan kebebasannya
untuk bergerak. Melalui bermain, anak disiapkan untuk menghadapi kehidupan nyata.
Bermain mengajarkan kenyataan hidup. Untuk mencapai hal ini, maka perlu penyiapan
strategi pengembangan program yang sistematis dan berkesinambungan. Sehingga tujuan
betul-betul dapat tercapai dengan maksimal sesuai apa yang diharapkan.
26
2. Manfaat Sejarah Keolahragaan dan PJOK dalam Penanaman Sikap Peserta Didik
a. Manfaat Edukatif
Kegunaan sejarah yang pertama adalah sebagai edukatif atau pelajaran. Banyak
manusia yang belajar dari sejarah.belajar dari pengalaman yang pernah dilakukan.
pengalaman tidak hanya terbatas pada pengalaman yang dialaminya sendiri, melainkan
juga dari generasi sebelumnya. manusia melalui belajar dari sejarah dapat
mengembangkan potensinya. kesalahan pada masa lampau, baik kesalahan sendiri
maupun kesalahan orang lain coba dihindari. sementara itu, pengalaman yang baik
justru harus ditiru dan dikembangkan. dengan demikian, manusia dalam menjalani
kehidupannya tidak berdasarkan coba-coba saja (trial and error), seperti yang dilakukan
oleh binatang. Manusia harus berusaha menghindari kesalahan yang sama untuk Kedua
kalinya.
b. Manfaat Inspiratif
Kegunaan sejarah yang kedua adalah sebagai inspiratif. berbagai kisah sejarah dapat
memberikan inspirasi pada pembaca dan pendengarnya. belajar dari kebangkitan
nasional yang dipelopori oleh berdirinya organisasi perjuangan yang modern di awal
abad ke-20, masyarakat Indonesia sekarang berusaha mengembangkan kebangkitan
nasional angkatan ke-2. Pada kebangkitan nasional yang pertama, bangsa indonesia
berusaha merebut kemerdekaan yang sekarang ini sudah dirasakan hasilnya.untuk
mengembangkan dan mempertahankan kemerdekaan, bangsa indonesia ingin
melakukan
kebangkitan
nasional
yang ke-2,
dengan
bercita-cita
mengeajar
ketertinggalan dari bangsa asing. Bangsa Indonesia tidak hanya ingin merdeka, tetapi
juga ingin menjadi bangsa yang maju, bangsa yang mampu menyejahterakan rakyatnya.
untuk itu, bangsa indonesia harus giat menguasai IPTEK karena melalui IPTEK yang
dikuasai, bangsa indonesia berpeluang menjadi bangsa yang maju dan disegani, serta
dapat ikut serta menjaga ketertiban dunia.
c.
Manfaat rekreatif
Kegunaan sejaraha yang ketiga adalah sebagai kegunaan rekreatif.kegunaan sejarah
sebagai kisah dapat memberi suatu hiburan yang segar. Melalui penulisan kisah sejarah
27
yang menarik pembaca dapat terhibur. Gaya penulisan yang hidup dan komunikatif dari
beberapa sejarawa terasa
a pu
e ghip otis pe ba a. pe ba a aka
erasa
nyaman membaca tulisan dari sejarawan. konsekuensi rasa senang dan daya taraik
penulisan kisah sejarah tersebut membuat pembaca menjadi senang. Membaca menjadi
media hiburan dan rekreatif. Membaca telah menjadi bagian dari kesenangan.
membaca tealah dirasakan sebagai suatu kebutuhan, yaitu kebutuhan yang untuk
rekreatif. Pembaca dalam mempelajari hasil penulisan sejarah tidak hanya merasa
senang layaknya membaca novel, tetapi juga dapat berimajinasi ke masa lampau. disini
peran sejarawan
dapat menjadi pemandu (guide). Orang yang ingin melihat
situasi suatu daerah di masa lampau dapat membacanya dari hasil tulisan para
sejarawan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Agus Mahendra. Pendidikan Jasmani Berbasis Masalah Gerak (disampaikan dalam lokakarya
Pembelajaran Penjas Berbasis Masalah Gerak). Bandung, 2006.
Anita Woolfolk, Educational Psychology, Active Learning Edition, Bagian Pertama, Edisi Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009
Ateng, Abdulkadir, Pendidikan Jasmani Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu Keolahragaan Guna
Krida Prakasa Jati, 1993
Annarino, A.A., Copwell, CC, dan Hazelton, H.W, Curriculum Theory and Design in Physical
Education, ST Louis : CV. Mosby Co. 1980.
Bucher, C.A, Fundation of Physical Education, ST Louis : CV. Mosby Co. 1960
Dauer, Victor P, Dynamic Physical Education For Elementary School Children, Minnesota:
Burgess Publishing Company, 1979
Gabbard, C, LeBlanc, E., dan Lowy, S. Physical Education for Children, Building the Foundation.
New Jerse : Prentice Hall Inc. Engliwood,1987.
Lutan, Rusli. Masalah, Tantangan dan Arah Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia.
Jakarta : Makalah. Direktorat Jendral Oelahraga pelajar dan Mahasiswa. 2001.
Sindentop, Daryl. Introduction to Physical Education, Fitness and Sport. London & Toronto:
Mayfiled Publishing Company. 1994.
Sukintaka,
Filisophi, Pembelajaran dan Masa Depan Teori Pendidikan Jasmani, Bandung:
Nuansa, 2004.
Sukintaka. Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan. Bandung: Nuansa, 2001.
-------------. Proceeding World Summiton Physical education. Berlin 3-5th.1999.
Tamat,
Tisnowati. Dan Mirman, Moekarto. Pendidikan Jasmani
Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
dan
Kesehatan,
Thomas, Jerry R., Lee, Amelia M. dan Thomas, Katherine T. Physical Education for Children.
Champaign, Illinois: Human Kinetics Books. 1988
Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor:
PPPPTK Penjas dan BK, 2014
Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK
Penjas dan BK, 2015
29
Undang-undang Negara Republik Indonesia, Nomor 3 Tahun 2005, Tentang Sistem
Keolahragaan Nasional, Jakarta: Menegpora 2005 dasar SMP-MTs-SMPLB, Jakarta:
Depdiknas, 2006
30
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
BAB II
ILMU FAAL OLAHRAGA DAN PENERAPANNYA PADA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
DR. IMRAN AKHMAD, M.PD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
1
BAB II
ILMU FAAL OLAHRAGA DAN PENERAPANNYA PADA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
URAIAN MATERI
A. Ilmu Faal Olahraga
1. Konsep Ilmu Faal
Ilmu faal secara fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fungsi organ-organ tubuh.
Ilmu faal praktikum adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan fungsi organ-organ
tubuh akibat aktivitas olahraga. Ilmu faal olahraga yaitu mempelajari tubuh manusia dan
bagian-bagiannya pada waktu olahraga. Faal olahraga sebagai ilmu amalan (Applied
Science) merupakan dasar dari ilmu kedokteran olahraga. Ilmu dasar kehidupan manusia
yang dimaksud di sini adalah Fisiologi atau Ilmu Faal, yaitu cabang Biologi yang mempelajari
fungsi kerja alat-alat tubuh dalam kondisi normal dan proses-proses yang dilakukan oleh
tubuh dalam upaya mempertahankan kondisi internal tubuh yang dinamis namun tetap
dalam kisaran normal (homeostasis). Ilustrasi di samping menunjukkan sistem-sistem organ
di dalam tubuh manusia. Sementara itu, yang dimaksud dengan olahraga adalah salah satu
perwujuda dari kegiata fisik
a usia ya g oleh u u
dike al sebagai kerja . Jadi,
olahraga dalam hal ini tidak hanya kegiatan yang khusus untuk tujuan ber-olahraga, seperti
atletik (lari, lempar, lompat, dan tolak), senam, olahraga permainan, olahraga beladiri,
latihan beban, dll. akan tetapi merupakan aktivitas fisik yang sering dilakukan sehari-hari,
misalnya: berjalan, berlari, mendaki, mengangkat, dll.
Ilmu Faal terbagi dua :
1. Ilmu faal dasar
Ilmu faal dasar adalah ilmu yang mempelajari fungsi atau cara kerja organ-organ tubuh
serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengaruh dari dalam maupun luar.
2
2. Ilmu faal olahraga
Ilmu faal olahraga adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan fungsi atau cara
kerja organ-organ tubuh, baik yang bersifat sementara maupan yang bersifat menetap
karena melakukan pelatihan olahraga baik untuk tujuan kesehatan maupun prestasi.
Dalam aktivitas sehari-hari manusia membutuhkan energi. Energi diperoleh dari zat-zat
makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Zat-zat makanan yang masuk ke dalam tubuh
manusia terurai menjadi energi dan juga digunakan untuk proses metabolisme tubuh,
sedang sisa-sisa zat-zat makanan ini dan sisa-sisa metabolisme tubuh akan dikeluarkan oleh
tubuh.
Ekskresi merupakan salah satu proses pengeluaran zat dari tubuh. Selain ekskresi ada juga
proses sekresi dan defekasi. Apa perbedaan antara ketiganya?
1. Ekskresi adalah proses pengeluaran sisa metabolisme. Zat tersebut diserap dan diangkut
oleh darah dan dikeluarkan bersama urine, keringat dan pernapasan.
2. Defekasi adalah proses pengeluaran sisa-sisa pencernaan atau zat yang tidak mengalami
pencernaan. Zat tersebut berupa feses yang dikeluarkan melalui anus.
3. Sekresi merupakan proses pengeluaran zat oleh kelenjar yang masih digunakan oleh
tubuh. Zat yang dihasilkan berupa enzim dan hormon.Berikut akan kita bahas satu per
satu alat-alat ekskresi pada manusia, sehingga anda dapat mendeskripsikan sistem
ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.
SISTEM EKSKRESI
Sistem Ekskresi pada Manusia
Proses metabolisme tubuh menghasilkan zat-zat sampah seperti karbondioksida, amonia, urea,
asam urat, atau bahkan air. Zat-zat sampah ini apabila dibiarkan menumpuk di dalam tubuh
akan meracuni dan berbahaya bagi tubuh. Untuk menghindari masalah akibat zat-zat sampah
ini, zat-zat tersebut harus dikeluarkan dari sel, jaringan, kemudian tubuh. Proses pengeluaran
zat-zat sampah ini dari sel, jaringan, dan tubuh disebut ekskresi.
Berikut akan kita bahas satu per satu alat-alat ekskresi pada manusia, sehingga anda dapat
mendeskripsikan sistem ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.
3
Sistem ekskresi pada manusia melibatkan alat-alat ekskresi yaitu ginjal, kulit, paru-paru, dan
hati. Ginjal mengeluarkan urine, kulit mengeluarkan keringat, paru-paru mengeluarkan
karbondioksida, dan hati mengeluarkan zat warna empedu.
Ginjal (Ren)
Ginjal manusia bentuknya seperti biji kacang merah. Terletak di dalam rongga perut bagian
belakang, di sebelah kanan kiri tulang pinggang, sehingga sering disebut buah pinggang. Ginjal
sebelah kanan sedikit lebih rendah karena terdesak oleh hati. Setiap ginjal panjangnya 6 – 7½
cm dan tebal 1½ – 2½ cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram
Ginjal kiri biasanya berukuran lebih besar daripada ginjal kanan. Ginjal kanan lebih rendah
letaknya daripada ginjal kiri karena terdesak oleh hepar (hati). Dari masing-masing ginjal
dikeluarkan zat sisa penyaringan darah berupa urine (air seni) yang dialirkan melalui
ureter menuju ke kandung kemih (vesika urinaria), kemudian melalui uretra dikeluarkan dari
tubuh. Secara anatomis ginjal tersusun atas lapisan luar yang disebut kulit ginjal (korteks) dan
lapisan sebelah dalam yang disebut sumsum ginjal (medula). Lapisan paling dalam berupa
rongga ginjal yang disebut pelvis renalis. Bagian korteks mengandung jutaan alat penyaring
yang disebut nefron.
Satu nefron terdiri atas badan malpighi dan tubula. Badan malphigi tersusun atas kapsula
Bowman dan glomerulus yang berupa gulungan pembuluh darah. Fungsi ginjal adalah
menyaring darah.
Dari proses penyaringan ini dkeluarkan zat sisa berupa urine. Proses di dalam ginjal
meliputi penyaringan (filtrasi), penyerapan kembali zat-zat yang berguna (reabsorpsi), dan
pengeluaran zat yang pada saat itu tidak diperlukan serta tidak dapat disimpan dalam tubuh
(augmentasi).
Ginjal menyaring darah sebanyak 1.500 liter per hari, sehingga ada beberapa zat yang harus
dibuang melalui alat pengeluaran. Tahukah kamu zat-zat apa saja yang dibuang melalui ginjal?
Urea, amonia, dan air dibuang melalui ginjal berupa urine. Urine yang dihasilkan dalam waktu
satu hari lebih kurang 1,5 liter.
1. Urea
4
Urea dibentuk oleh hati dari protein yang tidak diperlukan darah. Urea terdiri atas zat
nitrogen yang beracun bagi darah sehingga harus dibuang. Proses pembuangan ini disebut
dengan ekskresi.
2. Amonia
Amonia merupakan hasil dari perombakan protein. Senyawa ini berbahaya bagi tubuh
sehingga harus dikeluarkan secara teratur melalui proses ekskresi.
3. Air
Air sangat penting dalam proses metabolisme tubuh, tapi jika jumlah air terlalu berlebih akan
membuat konsentrasi darah menjadi tidak konstan. Untuk itu, kelebihan air harus dibuang
supaya keseimbangan konsentrasi darah terjaga. Proses ini disebut dengan osmoregulasi.
Kulit (Integumen)
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat di permukaan tubuh. Pada permukaan kulit
terdapat kelenjar keringat yang mengekskresi zat-zat sisa. Zat-zat sisa yang dikeluarkan
melalui pori-pori kulit berupa keringat. Keringat tersusun dari air dan garam-garam mineral
terutama garam dapur (NaCl) yang merupakan hasil metabolisme protein.
Kulit merupakan jaringan yang terdapat pada bagian luar tubuh. Kulit memiliki banyak fungsi
karena di dalamnya terdapat berbagai jaringan. Kulit terdiri atas tiga lapisan yaitu epidermis,
dermis dan jaringan ikat bawah kulit.
a. Epidermis (Kulit Ari)
Kulit ari adalah kulit yang paling luar dan sangat tipis sekali. Kulit ari terdiri atas dua lapis,
yaitu lapisan tandukdan lapisan malpighi.

Lapisan tanduk
Lapisan tanduk yaitu lapisan kulit ari yang paling luar dan merupakan lapisan mati
sehingga mudah mengelupas, tidak memiliki inti, dan mengandung zat keratin. Lapisan
ini akan selalu baru, jika mengelupas tidak akan terasa sakit atau mengeluarkan darah
karena tidak terdapat pembuluh darah dan saraf.
5

Lapisan malpighi
Lapisan malpighi merupakan kulit ari yang berada di bawah lapisan kulit tanduk. Lapisan
ini tersusun dari sel-sel hidup yang selalu membelah diri. Pada lapisan ini terdapat
pembuluh kapiler yang berperan untuk penyampaian nutrisi. Sel-sel yang hidup tersebut
mengandung melanin. Produksi melanin akan meningkat jika terlalu banyak
mendapatkan sinar matahari sehingga warna kulit akan menjadi lebih gelap. Pigmen
lainnya adalah keratin. Jika pigmen keratin dan melanin bergabung, maka warna kulit
menjadi kekuningan. Bila lapisan malpighinya tidak mengandung pigmen, maka orang
tersebut dinamakan albino. Setiap orang memiliki pigmen yang berbeda-beda sehingga
ditemukan bermacam-macam warna kulit seperti warna putih, sawo matang, kuning
langsat, dan hitam.
Di permukaan kulit ari terdapat pori-pori yang merupakan muara kelenjar minyak dan
ditumbuhi oleh rambut, kecuali kulit ari yang ada di telapak tangan dan kaki tidak
ditumbuhi rambut. Kulit ari pada telapak tangan dan kaki terdiri atas empat lapis, yaitu:
1) stratum korneum, 2) stratum granulosum, 3) stratum lusidum, dan 4) stratum
germinalis.
b. Dermis (Kulit Jangat)
Kulit jangat atau dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis
dilapisi oleh membran basalis. Dermis lebih tebal dari pada epidermis. Dermis mempunyai
serabut elastik yang memungkinkan kulit merenggang pada saat orang bertambah gemuk,
dan kulit bergelambir pada saat orang menjadi kurus.
Pada lapisan dalam dermis akan kamu temui:



Pembuluh kapiler, berfungsi untuk menyampaikan nutrisi pada akar rambut dan sel
kulit.
Kelenjar keringat (glandula sudorifera), tersebar diseluruh kulit dan berfungsi untuk
menghasilkan keringat.
Kelenjar minyak (glandula sebaceae), berfungsi untuk menghasilkan minyak supaya
kulit dan rambut tidak kering dan mengkerut.
6

Kantong rambut, memiliki akar dan batang rambut serta kelenjar minyak rambut. Pada
saat dingin dan rasa takut, rambut yang ada di tubuh kita terasa berdiri. Hal ini
disebabkan karena di dekat akar rambut terdapat otot polos yang berfungsi

menegakkan rambut.
Kumpulan saraf rasa nyeri, saraf rasa panas, saraf rasa dingin, dan saraf sentuhan.
c. Jaringan Ikat Bawah Kulit
Jaringan ikat bawah kulit berada di bawah dermis. Jaringan ini tidak memiliki pembatas
yang jelas dengan dermis, sebagai patokannya adalah mulainya terdapat sel lemak. Pada
lapisan kulit ini banyak terdapat lemak. Lapisan lemak berfungsi untuk melindungi tubuh
terhadap benturan, menahan panas tubuh, dan sebagai sumber energi cadangan. Kamu
telah mengenal bagian-bagian dari kulit. Selain sebagai tempat pengeluaran, kulit juga
berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh, tempat pembentukan vitamin D dari provitamin
D, tempat menyimpan kelebihan lemak, sebagai pelindung, dan indera peraba. Dengan
adanya berbagai jaringan yang terdapat di dalamnya, maka kulit dapat berfungsi sebagai:
1. Indra peraba dan perasa.
2. Pelindung tubuh terhadap luka dan kuman.
3. Tempat pembentukan vitamin D dari provitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet
cahaya matahari.
4. Penyimpan kelebihan lemak. Kulit dan jaringan bagian bawah bekerja sebagai tempat
penyimpanan air.
5. Pengatur suhu tubuh.
Jika tubuh dalam keadaan dingin, pembuluh darah akan mengerut, dan kelenjar keringat
tidak mengeluarkan keringat. Hal ini terjadi karena untuk mengurangi pengeluaran panas
dari tubuh. Untuk mengimbangi keadaan ini, alat ekskresi yang berperan dalam keadaan
dingin adalah ginjal, sehingga kita sering merasa ingin buang air kecil pada waktu dingin.
Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru adalah organ yang bertindak sebagai alat pernapasan. Selain itu paru-paru juga
bertindak sebagai alat ekskresi dengan mengeluarkan karbondioksida dan uap air. Kedua zat
7
ini harus dikeluarkan supaya tidak mengganggu fungsi tubuh. Paru-paru terletak di dalam
rongga dada dan bagian bawahnya menempel pada diafragma.
Paru-paru termasuk organ pengeluaran karena udara pernapasan yang dikeluarkan
mengandung karbondioksida dan air yang dihasilkan dari kegiatan sel. Keluarnya air bisa
dilihat ketika kamu bernapas dalam udara dingin berupa kabut. Setiap hari tubuh
melepaskan kurang lebih 350 ml air dalam bentuk uap air melalui sistem pernapasan.
Hati (Hepar)
Hati merupakan kelenjar terbesar pada manusia, warnanya merah tua, dan beratnya sekitar
2 kg pada orang dewasa. Hati dapat dikatakan sebagai alat sekresi dan ekskresi. Mengapa
hati dapat dikatakan sebagai alat sekresi? Hati menghasilkan empedu. Oleh karena itu, hati
sebagai alat sekresi. Hati dikatakan sebagai alat ekskresi karena empedu yang dikeluarkan
mengandung zat sisa yang berasal dari sel darah merah yang rusak dan dihancurkan di dalam
limpa.
Di dalam hati, sel-sel darah merah akan dipecah menjadi hemin dan globin. Hemin akan
diubah menjadi zat warna empedu, yaitu bilirubin dan biliverdin. Zat warna empedu keluar
bersama feses dan urine, dan akan memberi warna pada feses dan urine manjadi berwarna
kuning.
Hati ikut berperan dalam sistem pengeluaran karena sel-sel hati berfungsi sebagai tempat
perombakan sel-sel darah merah dan menguraikan hameglobin sehingga menghasilkan zat
warna empedu (bilirubin). Zat warna empedu ini dikeluarkan ke dalam urin dan feses. Hati
juga berperan dalam pembentukan urea dari amonia, yang kemudian dikeluarkan lewat
ginjal bersama urin.
1. Menghasilkan getah empedu
Getah empedu dihasilkan dari hasil perombakan sel darah merah. Getah ini ditampung di
dalam kantung empedu kemudiandisalurkan ke usus 12 jari.
2. Menghasilkan urea
Urea adalah salah satu zat hasil perombakan protein. Karena zat ini beracun bagi tubuh
maka harus dibuang keluar tubuh. Dari hati urea diangkut ke ginjal untuk dikeluarkan
bersama urine.
8
Alat-alat ekskresi dapat mengalami gangguan karena adanya kelainan dan penyakit. Kelainan
dan penyakit tersebut di antaranya terjadi pada ginjal dan kulit.
Gangguan pada Ginjal
a. Batu ginjal. Batu ginjal terjadi karena adanya endapan garam kalsium dalam ginjal
sehingga menghambat keluarnya urinedanmenimbulkan nyeri. Penyakit ini dapat diatasi
dengan pembedahan dan sinar laser.Tujuan dari pembedahan untuk membuang endapan
garam kalium. Tujuan menggunakan sinar laser untuk memecahkan endapan garam
kalsium.
b. Radang ginjal (nefritis). Radang ginjal disebut nefritis. Radang ginjal terjadi karena adanya
kerusakan nefron, khususnya glomerulus yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Rusaknya
nefron mengakibatkan urine masuk kembali ke dalam darah dan penyerapan air menjadi
terganggu sehingga timbul pembengkakan di daerah kaki. Penderita nefritis bisa
disembuhkan dengan cangkokan ginjal atau cuci darah secara rutin. Cuci darah biasanya
dilakukan sampai penderita mendapatkan donor ginjal yang memiliki kesesuaian jaringan
dengan organ penderita.
c. Gagal ginjal. Gagal ginjal terjadi jika salah satu ginjal tidak berfungsi. Kegagalan salah satu
ginjal ini akan diambil alih tugasnya oleh ginjal lain. Namun, keadaan ini akan tetap
menimbulkan resiko sangat tinggi. Karena menyebabkan penimbunan urea dalam tubuh
dan kematian. Penyakit ini dapat diatasi dengan cangkok ginjal atau menggunakan ginjal
tiruan sampai ginjal yang asli dapat kembali berfungsi.
d. Glukosuria. Glukosuria adalah penyakit yang ditandai adanya glukosa dalam urine.
Penyakit tersebut sering juga disebut penyakit gula atau kencing manis (diabetes
mellitus). Kadar glukosa dalam darah meningkat karena kekurangan hormon insulin.
Nefron tidak mampu menyerap kembali kelebihan glukosa, sehingga kelebihan glukosa
dibuang bersama urine.
e. Albuminuria. Albuminuria adalah penyakit yang ditunjukkan oleh adanya molekul albumin
dan protein lain dalam urine. Penyebabnya karena adanya kerusakan pada alat filtrasi.
9
f. Hematuria. Hematuria adalah penyakit yang ditandai adanya sel darah merah dalam
urine. Penyakit tersebut disebabkan adanya peradangan pada organ urinaria atau karena
iritasi akibat gesekan batu ginjal.
Gangguan pada Kulit
a. Skabies. “kabies disebut pula seven-year itch . Pe yakit tersebut disebabka
oleh
parasit insekta yang sangat kecil (Sarvoptes scabies) dan dapat menular pada orang lain.
b. Eksim (dermatitis). Eksim merupakan penyakit kulit yang akut atau kronis. Penyakit
tersebut menyebabkan kulit menjadi kering, kemerah-merahan, gatal-gatal, dan bersisik.
c. Jerawat. Jerawat merupakan gangguan umum yang bersifat kronis pada kelenjar minyak.
Penyakit tersebut umumnya dialami anak-anak masa remaja. Jerawat biasanya
menyerang bagian wajah, dada atas, dan punggung. Bekas jerawat dapat menimbulkan
bopeng. Pemijitan jerawat secara tidak benar perlu kamu hindari, sebab hal tersebut
dapat menyebabkan infeksi. Cara pencegahan timbulnya jerawat yang paling mudah
yaitu makan makanan yang seimbang, cukup tidur dan olah raga, serta rajin menjaga
kebersihan kulit.
d. Biang keringat. Biang keringat dapat mengenai siapa saja; baik anak-anak, remaja, atau
orang tua. Biang keringat terjadi karena kelenjar keringat tersumbat oleh sel-sel kulit
mati yang tidak dapat terbuang secara sempurna. Keringat yang terperangkap tersebut
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kemerahan yang disertai gatal. Daki, debu, dan
kosmetik juga dapat menyebabkan biang keringat.
Orang yang tinggal di daerah tropis yang kelembapannya tidak terlalu tinggi, akan lebih
mudah terkena biang keringat. Biasanya, anggota badan yang terkena biang keringat
yaitu daki, leher, punggung, dan dada.
e. Biduran. Biduran disebabkan oleh udara dingin, alergi makanan, dan alergi bahan kimia.
Biduran ditandai dengan timbulnya bentol-bentol yang tidak beraturan dan terasa gatal.
Biduran dapat berlangsung beberapa jam dan dapat juga berlangsung berhari-hari. Jika
penyakit ini disebabkan oleh alergi, maka cara pencegahannya adalah dengan
10
menghindari bahan makanan dan produk kimia yang menyebabkan alergi. Pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan resep obat yang diberikan oleh dokter.
f. Ringworm. Ringworm adalah sejenis jamur yang menginfeksi kulit. Infeksi ini ditandai
dengan timbulnya bercak lingkaran di kulit. Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan
menjaga agar kulit tetap kering dan tidak lembab. Pengobatannya dilakukan dengan
mengkonsumsi obat anti jamur.
e. Psoriasis. Psoriasis belum dapat disembuhkan secara total, tetapi pengobatan teratur
dapat menekan gejala menjadi tidak nampak. Gejala yang ditimbulkannya adalah kulit
kemerahan yang dapat terjadi di kulit kepala, sikut, punggung, dan lutut. Penyebab pasti
dari penyakit ini belum bisa ditentukan, tetapi hasil dari banyak penelitian penyakit ini
disebabkan adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh. Ada dua tipe sel darah putih
yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh kita, yaitu sel limfosit T dan limfosit B. Pada
psoriaris terjadi aktivasi limfosit T yang tidak normal di kulit. Ini menyebabkan kulit
menjadi meradang secara berlebihan.
f. Kanker kulit. Penyakit kanker kulit disebabkan oleh penerimaan sinar matahari yang
berlebihan. Penyakit ini lebih sering menyerang orang yang berkulit putih atau terang,
karena warna kulit tersebut lebih sensitif terhadap sinar matahari. Pencegahan dapat
dilakukan dengan tabir surya atau menghindari kontak dengan sinar matahari yang
terlalu banyak.
Gangguan pada Hati
a. Hepatitis. Hepatitis adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Virus hepatitis ada
beberapa macam, misalnya virus hepatitis A dan hepatitis B. Hepatitis yang disebabkan
oleh virus hepatitis B lebih berbahaya daripada hepatitis yang disebabkan oleh virus
hepatitis A. .
b. Penyakit kuning. Penyakit kuning disebabkan oleh tersumbatnya saluran empedu yang
mengakibatkan cairan empedu tidak dapat dialirkan ke dalam usus dua belas jari,
sehingga masuk ke dalam darah dan warna darah menjadi kuning. Kulit penderita tampak
pucat kekuningan, bagian putih bola mata berwarna kekuningan, dan kuku jaripun
11
berwarna kuning. Hal ini terjadi karena di seluruh tubuh terdapat pembuluh darah yang
mengangkut darah berwarna kekuningan karena bercampur dengan cairan empedu.
Gangguan pada Paru-paru
a. Asma. Asma dikenal dengan bengek yang disebabkan oleh bronkospasme. Asma
merupakan penyempitan saluran pernapasan utama pada paru-paru. Gejala penyakit ini
ditandai dengan susah untuk bernapas atau sesak napas. Penyakit ini tidak menular dan
bersifat menurun. Kondisi lingkungan yang udaranya tidak sehat atau telah tercemar
akan memicu serangan asma.
b. Tuberculosis (TBC). TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus
terdapat bintil-bintil. TBC dapat menyebabkan kematian. Sebagian besar orang yang
terinfeksi oleh bakteri tuberculosis menderita TBC tanpa mengalami gejala, hal ini
disebutlatent tuberculosis. Apabila penderita latent tuberculosis tidak menerima
pengobatan
maka
akan
berkembang
menjadi
active
tuberculosis. Active
tuberculosis adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh tidak mampu untuk
melawan bakteri tuberculosis yang terdapat dalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi
terutama pada bagian paru-paru. TBC dapat di atasi dengan terapi. Terapi TBC yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
 Pengguna vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin).
Vaksin BCG diberikan mulai dari bayi. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG
dapat bertahan untuk 10-15 tahun, sehingga pada usia 12-15 tahun dapat dilakukan
vaksinasi ulang.
 Pengobatan pada pasien latent tuberculosis.
 Pengobatan
pada active tuberculosis dengan menggunakan antibiotik selama kurang
lebih 6 bulan tidak boleh putus.
c. Neumoni Penyakit ini disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur yang menginfeksi paruparu khususnya di alveolus. Penyakit ini menyebabkan oksigen susah masuk karena
alveolus dipenuhi oleh cairan.
12
SISTEM SEKRESI
Merupakan proses pengeluaran zat oleh kelenjar yang masih digunakan oleh tubuh. Zat yang
dihasilkan berupa enzim dan hormon.
Sistem Pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyaan,
penelanan dan pencampuran) dengan enzyme dan zat-zat yang terbentang mulai dari mulut
(oris) sampai anus.
Fungsi sistem pencernaan
Fungsi primer saluran pencernaan adalah penyediaan suplai terus-menerus pada tubuh akan
air, elektrolit dan zat gizi, sehingga siap diasorbsi. Selama dalam proses pencernaan, makanan
dihancjurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel jaringan
tubuh. Berbagai perubahan sifat makan terjadi karena kerja berbagai enzim yang terkandung
dalam berbagai cairan pencerna. Setiap jenis zat ini menpunyai tugas khusus menyaring dan
bekerja atas satu jenis makanan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis lainnya.
Susunan saluran pencernaan secara umum
Saluran pencernaan makanan secara umum terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut: MulutPharynx (tekak) -Oesopha-gus (kerongkongan)-Ventrikulus/ gaster (lambung)-Usus halus-Colon
(usus besar)-Anus.
1. Mulut (Oris)
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ aksesori yang
berfungsi dalam proses awal pencernaan. Secara umum mulut terdiri atas dua bagian yaitu
: (1) Bagian luar yang sempit (Vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi, (2)
Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu ronggo mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak kelenjarkelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selapput ini kaya akan pembuluh darah dan juga
13
memuat banyak ujung akhir syaraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di
sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir atau (mukosa).
a. Rongga mulut
Gigi
 Manusia memiliki dua susunan gigi dua yaitu gigi primer dan gigi sekunder.
 Gigi primer, dimulai dari ruang diantara dua gigi depan yang terdiri dari dua gigi
seri, satu taring, dua geraham (molar), dan untuk total keseluruhan 20 gigi.
 Gigi sekunder, terdiri dari dua gigi seri, satu taring, dua premolar (bicuspid) dan tiga
geraham (tricuspid) untuk total keseluruhan 32 buah.
 Juga gigi ada 2 (dua) macam, yaitu :
 Gigi sulung mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan.
 Gigi tepat (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah.
Fungsi gigi adalah dalam proses mastikasi (pengunyaan). Manakan yang masuk dalam
mulut dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan bercampur dengan saliva untuk
membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.
Lidah
Lidah berfungsi untuk menggerakan makanan saat dikunyah atau ditelan. Selain itu
juga untuk mengecapan dan produksi wicara. Lidah terdiri dari otot serat lintang dan
dilapisi oleh selaput lendir, dilekatkan pada frenulum lingua. Dibagian belakang
pangkal lidah terdapat epiglottis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada
waktu kita menelan makanan, supaya makanan tidak masuk ke jalan nafas.
Kelenjar ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus wartoni dan
duktus stensoni. Kelanjar ini mensekresi saliva ke dalam rongga oral. Kelenjar ludah
(saliva) dihasilkan di dalam rongga mulut yang disyarafi oleh syaraf-syaraf tak sadar.
b. Faring
Merupakan organ yang menghibungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(osefagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
14
terhadap infeksi. Disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
yang letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang
belakang.
Jalan udara jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke
bagian depan terus ke leher bagian depan, sedangkan jalan makanan masuk ke
belakang dari jalan nafas dan di depan dari ruas tulang belakang.
c. Lambung (gaster)
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan osofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diapragma
di depan pancreas dan limpa, menempel disebelah kiri fundus utreri.
Bagian-bagian lambung
Regia-regia lambung terdiri dari :
1. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak bagian kiri osteum dan
biasanya penuh terisi gas.
2. Korkus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvantura minor.
3. Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal
membentuk spinter pylorus.
4. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum
dikardiak samapai ke pylorus.
5. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentak dari sisi kiri
osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pylorus
inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor
sampai ke limfa.
6. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen masuk
ke lambung pada bagian ini terdapat orifisium pilori.
15
Fungsi lambung
1. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltic lambung dan getah lambung. Kapasitas lambung normal memungkinkan
adanya interfal waktu yang panjang antara saat makan dan kemampuan
menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi
di bagian bawah saluran.
2. Produksi kimus, aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (masa
homogeny setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan
mendorongnya ke dalam duodenum.
3. Digesti protein, lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam
klorida.
4. Produksi mucus, mucus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal
1mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari sekresinya sendiri.
5. Produksi faktor intrinsik, yaitu gelikropotein yang disekresi sel parietal dan vitamin
B12 yang didapat dari makanan yang dicerna di lambung yang terikat pada factor
intrinsic. Kompek factor intrinsic vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, dimana
tempat vitamin B12 di absorbsi.
6. Absorbsi, di lambung hanya terjadi absorbsi nutrient sedikit. Beberapa zat yang
diabsorbsi antara lain beberapa obat yang larut lemak (aspirin) dan alcohol
diabsorbsi apada dinding lambung serta zat yang larut dalam air terabsorbsi dalam
jumlah yang tidaj jelas.
d. Usus halus
Adalah saluran pencernaan antara lambung dan usus besar, yang merupakan tuba
terlilit yang merentang dari spinter pylorus sampai katup ileosekal, tempatnya
menyatu dengan usus besar.
Susunan usus halus
1. Duodenum,
Organ ini disebut juga usus 12 jari panjangnya 25-30 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pancreas yang menghasilkan
16
amylase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida. Duodenum
merupakan bagian terpendek dari usus halus.
2. Yeyenum
Adalah bagian dari lanjutan dari duodenum yang panjangnya 1-1,5 m.
3. Ileum
Ileum merentang sampai menyatu dengan usus besar dengan panjang 2-2,5 m.
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan
perantaraan lubang yang bernama orivivium ileoseikalis, orivisium ini diperkuat
oleh spinter, ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens tidak
masuk kembali ke ileum. Mukosa usus halus, yaitu permukaan epitel yang sangat
luas melalui lipatan mukosa dan microvilli memudahkan pencernaan dan absorpsi,
lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang memperbesar permukaan
ususpada penampang melintang villi dilapisi oleh epitel dan kripta yang
menghasilkan bermacam-macam hormon enzim dan enzim yang memegang
peranan aktif dalam pencernaan.
Gerakan usus halus
Pergerakan usus halus dipicu oleh peregangan dan secara reflek dikendalikan oleh
system syaraf otak. Gerakan usus halus antara lain adalah:
1. Segmentasi irama, yaitu pergerakan percampuran utama dengan pencampur
kimus dengan cairan pencernaan dan memaparkannya ke permukaan absorptive.
Gerakan ini berupa gerakan konstriksi dan relaksasi yang bergantian dari cincincincin otot dinding usus yang membagi isis menjadi segmen-segmen dan
mendorong kimus bergerak maju mundur dari satu segmen yang relaks ke segmen
lain. Gerakan segmental memisahkan beberapa segmen usus dari yang lain, hal ini
memungkinkan isis lumen yang cair bersentuhan dengan dunding usus dan
akhirnya kemudian siap di absorbpsi.
17
2. Peristaltis, yaitu kontraksi ritmis otot polos longitudinal dan sirkuler yang
mendorong dan menggerakan kimus kea rah bawah disepanjang saluran.
3. Gerakan pendulum (ayunan), menyebabkan isi usus bercampur.
Fungsi usus halus
1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapilerkapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan proses sebagai berikut :
 menyerap protein dalam bentuk asam amino
 Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
2. Secara selektif mengabsorbpsi produk digesti dan juga air, garam, dan vitamin.
d. Hati (hepar)
Organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnainya coklat dan berat nya 1500 gr.
Letaknya dibagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma.
Hepar terletak di quadran kanan atas abdomen di bawah diafragma dan terlindungi
oleh tulang rusuk (costae), sehingga dalam keadaan normal (hepar yang sehat tidak
teraba). Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatica dan darah yang tidak
teroksigenasi tetapi kaya akan nutrient vena porta hepatica.
Pembagian hati
Hati dibagi atas dua lapisan utama yaitu :
1. Permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma.
2. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus dan
fisura longitudinal yang memisahkan bagian kanan
3. dan kiri dibagi atas hati, selanjutnya hati dibagi 4 belahan yaitu lobus kanan, lobus
kiri, lobus kaludata, dan lobus quadratus.
Pembuluh darah pada hati
Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu :
1. Arteri hepatica, yang kelur dari aorta dan membrti 80% darah pada hati, darah ini
mempunyai kejenuhan 95-100% masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler
setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica.
18
2. Vena porta, yang terbentuk dari linealis dan vena mesentrika superior
menghantarkan 20% darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab
beberapa oksigen telah diambil oleh limpa dan usus, guna darah ini membawa zat
makanan ke hati yang telah di absorbs oelh mukosa dan usus halus. Darah berasal
dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap bolulus disaluri oleh
sebuah pembuluh sinusoid darah atau kapiler hepatica. Pembuluh darah halus
berjalan diantara lobules hati disebut vena interlobular.
Fungsi hati
Sekresi
1. Hati memproduksi empedu dibentuk dalam system retikulo endothelium yang
dialirkan ke empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbs lemak.
2. Menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa menjadi glikogen.
Metabolisme
1. Hati berperan serta dalam mempertahankan homeostatic gula darah.
2. Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya kembali
menjadi glukosa jika diperlukan tubuh.
3. Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang rusak dan hasil
penguraian protein menghasilkan urea dari asam amino berlebih dan sisa
nitrogen hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari
darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
4. Hati mensintesis, lemak dari karbohidrat dan protein.
Penyimpanan
1. Hati menyimpan glikogen, lemak, vitamin A, D, E, K, dan zat besi yang disimpan
sebagai peritin, yaitu suatu protein yang mengandung zat besi dan dapat
dilepaskan bila zat besi diperlukan.
2. Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan disimpan disuatu tempat
dalam tubuh, dikeluarkannya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.
19
Detoksifikasi
1. Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksivikasi toksin dan obat dan
memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah.
2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu
(mendetoksivikasi).
3. Membentuk dan menghancurkan sel-sel darah merah selama 6 bulan masa
kehidupan vetus yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang belakang.
e. Kandung empedu
Sebuah kantong berbentuk terang dan merupakan membrane berotot, letaknya
dalam sebuah lobus disebelah permukaan bawah hati samapi pinggir depannya
panjangnya 8-12cm berisi 60cm3.
Empedu yang dirpoduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang
kemudian menjadi duktus hepatica kanan dan kiri. Duktus hepatica menyatu untuk
membentuk duktus hepatic komunis yang kemudian menyatu dengan duktus sisticus
dari kandung empedu dan keluar dari hati sebagai duktus empedu komunis. Duktus
empedu komunis bersama dengan pancreas bermuara di duodenum atau dialihkan
untuk penyimpanan di kandung empedu.
Fungsi kandung empedu
1. Sebagai persediaan getah empedu dan membuat getah empedu menjadi kental.
2. Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati jumlah setiap hari
dari setiap orang dikeluarkan 500-1000 ml sehari yang digunakan untuk mencerna
lemak 80% dari getah empedu pigmen (warna), insulin dan zat lainnya.
f. Pankreas
Prankeas adalah kelejar telengolasi berukuran besar dibalik kurvatura lambung.
Kelenjar pancreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya snagat mirip dengan kelenjar ludah
panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari duodenum sampai ke limfa dan
20
beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis satu dan dua di
belakang lambung.
Fungsi pancreas
1. Fungsi eksokrin (asinar), tyang membentuk getah pancreas yang berisi enzimenzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung ion bikarbonat dalam
konsentrai tinggi. Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus
pancreas yang menyatu melalui duktus empedu komunis dan masuk ke
duodenum di titik ampula hepatopankreas. Getah pancreas ini dikirin ke dalam
duodenum melalui duktus penkreatikus, yang bermuara pada papilla vateri yang
terletak pada dinding duodenum. Pancreas menerima darah dari arteri
penkreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kafa inferior melalui vena
pankreatika.
2. Fungsi endokrin (pulau langerhans), sekelompok kecil sel epitelium yang
berbentuk pulau-pulau kicl atau kepulauan Langerhans, yang bersama-sama
membentuk organ endokrin yang mensekresikan indulin dan glucagon yang
langsung dialrkan ke dalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melawati
duktus untuk membantu metabolisme karbohidrat.
g. Usus besar
Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena sebagai tempat
pembuangan, maka di usus besar sebagian nutrient telah dicerna dan di absorbs dan
hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. Makanan biasanya memerlukan waktu
2-5 hari untuk menempuh ujung saluran pencernaan. 2-6 jam di lambung, 6-8 jam di
usus halus, dan sisa waktunya berada di usus besar.
3. Manfaat Ilmu Faal Tubuh Dalam Penanaman Sikap Peserta Didik
Pengaruh Latihan Fisik terhadap Organ Tubuh
a. Terhadap jantung
Data WHO menunjukkan bahwa penyakit jantung nerupakan penyebab pertama dari
kematian. Setelah dilakukan penelitian ternyata bahwa kurangnya gerak fisik dan gaya
hidup sehari-hari menjadi penyebab utama. Saat ini, perkembangan teknologi yang pesat
21
menyebabkan sebagian besar pekerjaan yang dilakukan oleh manusia menuntut aktivitas
fisik yang rendah.sementara gaya hidup sehari-hari,mulai dari pola makan dan cara-cara
mengisi waktu luang makin mendorong manusia untuk melakukan kegiatan-kegiatan
keseharian yang kurang mendukung untuk hidup sehat.
Kesadaran akan peran dan fungsi kegiatan fisik yang ada dalam pendidikan jasmani dan
olahraga telah lama tumbuh ditengah tengah masyarakat dunia.pendidikan jasmani dan
olahraga. Tidak lagi dipandang sebagai suatu kegiatan selingan yang hanya dilakukan dalam
waktu luang, melainkan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari hari.
b. Terhadap otot-otot
Fungsi utama otot adalah bagian utama sistem mekanik tubuh. Dengan otot seorang dapat
melakukan gerak seperti yang diinginkannya. Untuk melakukan mekanisme gerak tersebut
otot konstraksi dan relaksasi.
Secara anatomis, otot terdiri dari serabut-serabut otot. Sedangkan jumlah otot yang
terdapat dalam tubuh lebih dari seluruh tubuh manusia. Dengan demikian,tubuh manusia
dibentuk dan dibangun oleh serabut serabut otot. Tiap tiap otot memiliki suatu hubungan
dengan saraf. Hubungan ini terjadi, sedemikian rupa hingga merupakan hubungan yang
terintegratif. Segala sesuatu yang terjadi pada otot, secara langsung akan mempengaruhi
saraf.
Jumlah
saraf
dalam
tubuh
manusia
lebih
sedikit
daripada
jumlah
otot.
Latihan fisik yang teratur pada dasarnya memberikan rangsangan beban tertentu dengan
sistematik terhadap otot-otot. Rangsangan tersebut akan mempengaruhi pembesaran
srabut serabut otot bukan bertambahnya jumlah serabut.
Dengan makin besarnya serabut otot, secara langsung akan mempengaruhi kekuatan dan
kemampuan konstraksi otot untuk berkonstrajsi dan berelaksasi. Dengan kemampuan yang
lebih baik untuk berkontraksi maka dapat dikatakan bahwa ia akan dapat melakukan
aktivitas sehari-hari dengan lebih baik. Pada sisi lain, otot-otot yang terlatih akan
membentuk tubuh yang lebih baik daripada otot yang tidak terlatih. Dengan otot-otot yang
terlatij dengan baik, akan memperbaiki penampilan dan kepercayaan diri seseorang.
22
4. Ilmu Urai Tubuh Manusia
a. Otot
Ilmu yang mempelajari tentang otot dan struktur pendukungnya disebut miologi. Otot
adalah dagi g tubuh. Otot
e o jol da
bergelo ba g dibawah kulit, da tersusu
dalam lapisan bersilangan kearah bawah sampai ke tulang. Kita dapat mempelajari tentang
otot secara makroskopis (mata telanjang) dan juga mikroskopis (dengan memakai
mikroskop). Setiap jaringan otot memiliki kemampuan untuk berkontraksi (memendek) dan
untuk berelaksasi (memanjang), kemampuan ini sesuai dengan fungsi otot sebagai alat
gerak aktif.
Otot memiliki peranan untuk menggerakkan tulang sehingga manusia bisa menjalankan
aktifitasnya sehari-hari. Selain tulang, otot juga bisa menggerakkan organ dalam semisal
jantung. Otot menyebabkan pergerakan suatu organisme maupun pergerakan dari organ
dalam organisme tersebut . Otot bekerja dengan cara berkontraksi dan beleraksasi Dalam
prosesnya otot tubuh manusia berfungsi untuk menjalankan dan melaksanakan kerja organ
tubuh seperti kaki, tangan da organ tubuh lain yang digunakan dalam aktifitas sehari-hari
contohnya berjalan, mengangkat, dan memegang.Selain berfungsi menggerakkan organ
tubuh luar manusia otot juga berfungsi menggerakkan jantung dan mengalirkan darah yang
terdiri atas zat-zat baik itu nutrisi, oksigen dan zat-zat lainnya.
Fungsi Otot
Otot manusia bekerja dengan cara berkontraksi sehingga otot akan memendek, mengeras
dan bagian tengahnya menggelembung (membesar). Karena memendek maka tulang yang
dilekati oleh otot tersebut akan tertarik atau terangkat. Kontraksi satu macam otot hanya
mampu untuk menggerakkan tulang kesatu arah tertentu. Agar tulang dapat kembali ke
posisi semula, otot tersebut harus mengadakan relaksasi dan tulang harus ditarik ke posisi
semula. Untuk itu harus ada otot lain yang berkontraksi yang merupakan kebalikan dari
kerja otot pertama. Jadi, untuk menggerakkan tulang dari satu posisi ke posisi yang lain,
kemudian kembali ke posisi semula diperlukan paling sedikit dua macam otot dengan kerja
yang berbeda.
23
Berdasarkan cara kerjanya, otot dibedakan menjadi otot antagonis dan otot sinergis. otot
antagonis menyebabkan terjadinya gerak antagonis, yaitu gerak otot yang berlawanan arah.
Jika otot pertama berkontraksi dan otot yang kedua berelaksasi, sehingga menyebabkan
tulang tertarik / terangkat atau sebaliknya. Otot sinergis menyebabkan terjadinya gerak
sinergis, yaitu gerak otot yang bersamaan arah. Jadi kedua otot berkontraksi bersama dan
berelaksasi bersama.
Gerak antagonis yaitu kerja otot bisep dan trisep pada lengan atas dan lengan bawah. Otot
bisep adalah otot yang mempunyai dua tendon (dua ujung ) yang melekat pada tulang dan
terletak di lengan atas bagian depan. Otot trisep adalah otot yang mempunyai tiga tendon
(tiga ujung ) yang melekat pada tulang dan terletak di lengan atas bagian belakang. Untuk
mengangkat lengan bawah, otot bisep berkontraksi dan otot trisep berelaksasi. Untuk
menurunkan lengan bawah, otot trisep berkontraksi dan otot bisep berelaksas antagonis
yang lain yag dilkukan oleh manusia sehari-hari, misalnya:

Ekstensor - Fleksor : meluruskan-membengkokan
(Ekstensi adalah gerak meluruskan contohnya meluruskan lutut, siku dan ruas jari),
(Fleksi adalah gerak yang membengkokkan contohnya membengkokkan siku, ruas jari
dan lutut
 Abduktor - Adduktor : menjauhkan-mendekatkan
(Abduksi adalah gerak menjauhkan contohnya gerak tungkai menjauhkan dari sumbu
tubuh), (Adduksi adalah gerak yang mendekatkan sumbu tubuh contohnya gerak yang
mendekatkan tungkai dengan sumbu tubuh)
 Depresor - Elevator : kebawah-keatas
(Depresi adalah gerak menekan kebawah atau menurunkan)
 Supinator-Prenator : menengadah-menelungkup
(Pronasi adalah gerak memutar lengan sehingga telapak menelungkup) (Supinasi
adalah gerak yang memutar lengan sehingga tangan menegadah)
Gerak Sinergis terjadi apabila ada 2 otot yang bergerak dengan arah yang sama. Contoh :
gerak tangan menengadah dan menelungkup. Gerak ini terjadi karena kerja sama antara
24
otot pronator teres dengan otot pro nator kuadratus. Contoh lain gerak sinergis adalah
gerak tulang rusuk akibat kerja sama otot-otot antara tulang rusuk ketika kita bernapas.
Macam-Macam Otot Pada Manusia
Otot manusia terbagi atas 3 yakni otot polos,otot lurik, dan otot jantung
1) Otot Polos
Otot polos diartikan sebagai jaringan yang dibentuk oleh sel-sel otot dan menyerupai
gelondong dimana bagian ujungnya cenderung runcing. Otot polos ini memiliki fibril
atau serabut yang cenderung homogen. Karena itu, jika seseorang mengamatinya
dengan menggunakan mikroskop maka ia akan menjumpai otot tersebut nampak polos
tanpa garis-garis atau pola. Hal i i ya g
e jadika kata polos
e gekor pada je is
otot yang satu ini.
Otot polos ba yak disebut sebagai sel sebab ia
e a g
e e uhi u sur-unsur sel.
Jika diamati lebih detil, maka otot polos serupa dengan kincir atau spindle-shaped
dimana ujungnya runcing dan kadang bercabang. Ukuran otot polos ini variatif. Ukuran
paling besar dijumpai pada rahim wanita yang sedang hamil. Angkanya bahkan
mencapai 12x600 um. Sementara itu, yang paling kecil dijumpai pada bagian arteri kecil
dengan ukuran 1x10um. Jika pada otot lurik dijumpai banyak inti, maka pada otot polos
dijumpai hanya 1 dengan bentuk yang lonjing dan ujung yang cenderung tumpul.
Contoh organ yang disusun oleh otot polos adalah sebagian besar organ pencernaan
seperti esophagus, intestinum dan kolon.
Ada dua jenis otot polos berdasarkan cara serabut saraf otot distimulasi untuk
berkontraksi, yaitu: Otot Polos Unit Ganda,
Otot ini memerlukan stimulus saraf eksternal untuk melakukan kontraksi. Contoh otot
ini terdapat pada otot mata yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil.
Otot Polos Unit Tunggal (viseral),
Otot ini tidak memerlukan stimulus saraf eksternal untuk melakukan kontraksi, contoh
otot ini terdapat pada lapisan dinding organ berongga (visera).
25
2) Otot Lurik
Otot lurik, atau yang dikenal juga dengan nama otot rangka tak lain adalah jaringan yang
menempel pada bagian rangka tubuh hewan atau manusia dimana peranan utamanya
memang untuk pergerakan. Otot lurik atau Skeletal Muscle memiliki pigmen bernama
mioglobin. Otot jenis ini merupakan otot yang paling banyak ditemukan dan
mendominasi hampir seluruh tubuh hewan juga manusia. Mengapa disebut otot lurik?
Alasannya adalah sebab jika diperhatikan melalu mikroskop, otot yang satu ini memang
memiliki bagian atau daerah yang gelap (disebut juga myosin) dan area terang (disebut
dengan aktin) yang bersusun secara selang seling. Pola yang ditampilkan wilayah gelap
dan terang tersebut menyerupai lurik, oleh sebab itu dinamai otot lurik. Sementara itu,
dinamakan otot rangka atau kerangka sebab otot yang satu ini memang melekat pada
rangka manusa atau hewan.
Contoh otot lurik yang paling mudah dilihat adalah otot bisep maupun trisep. Kedua
otot ini terletak pada bagian lengan atas kita. Ia berbentuk silinder yang memanjang dan
memiliki inti yang banyak dan berada di bagian tepi. Otot trisep juga bisep ini bekerja
dan digerakkan oleh alam sadar kita berupa rangsangan yang disebabkan oleh aktifitas
diinervasi saraf sadar atau saraf motorik kita. Otot trisep juga bisep ini cukup cepat juga
kuat namun sangat mudah kelelahan. Adapun sumber energi otot lurik adalah energi
berupa ATP yang merupakan hasil metabolisme dalam tubuh. Contoh : Otot
Lengan,Otot Betis,Otot Perut,Otot Paha
a) Struktur dasar otot rangka
Otot rangka di bangun dari sekumpulan serat-serat otot. Beberapa serat otot
berkumpul (menyatu) membentuk berkas-berkas otot yang di sebut fasikuli. Setiap
berkas otot di bungkus oleh selaput (fasia) yang di sebut fasia propia. Selanjutnya,
beberapa berkas otot bergabung menjadi satu membentuk otot atau suatu struktur
selaput yang di kenal sebagai daging. Setiap otot di bungkus lagi oleh semacam
selaput yang di sebut fasia superfisialis.
Pada umumnya, beberapa otot dapat bergabung menjadi satu hingga membentuk
struktur yang menyerupai kumparan. Bagian tengah yang mengembung di sebut
26
ventrikel atau empal, sedangkan kedua bagian ujungnya yang bersifat liat dan keras
di sebut tendon. Ujung tendon yang melekat pada tulang dan dapat bergerak di sebut
insersi. Ujung tendon lain yang melekat pada tulang yang tidak bergerak di sebut
origo.
b) Sifat kerja otot rangka
Pada umumnya, otot rangka bekerja secara tim atau berkelompok. Misalnya, pada
saat menekuk dan meluruskan tangan bekerja dua otot rangka, yaitu otot biseps dan
otot triseps. Pada saat menekuk tangan otot biseps berkontraksi, sedangkan otot
triseps relaksasi. Sebaliknya, pada saat meluruskan tangan otot triseps berkontraksi,
sedangkan otot biseps relaksasi. Bentuk hubungan kerja sama antara otot biseps dan
otot triseps semacam itu di sebut bersifat antagonis. Selain itu, beberapa otot lainnya
dapat pula bekerja sama dengan cara saling mendukung . bentuk hubungan kerja
sama otot demikian di sebut bersifat sinergis. Misalnya, gerak otot antara tulangtulang rusuk pada saat bernapas.
c) Macam otot rangka
pada tubuh manusia terdapat bermacam-macam otot rangka. Di perkirakan ada
sebanyak 640 macam otot rangka dengan nama-nama tersendiri. Penamaan otot
tersebut di tulis berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, berdasarkan ukuran otot
(contohnya, otot gluteus maksimus), bentuk otot (contohnya, otot deltoid), lokasi
otot (contohnya otot frontalis), arah berkas otot (contohnya otot rektus abdonimis),
tempat peletakan otot (contohnya otot tibialis anterioe), jumlah pelekatan otot
(contohnya biseps braki), dan aksi otot (contohnya otot ekstensor digitorum).
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini di sajikan macam-macam otot rangka dan
fungsinya :
27
Tabel 2.1: Otot dan fungsinya
Otot Anterior
Kepala dan leher
Semisfinal kapitis
Splenius kapitis
Frontalis
Orbikularis Okuli
Zigomatikus
Maseter
Orbikularis Oris
Anggota atas dan badan
Latissimus dorsi
Levator skapula
Eksternal Obliki
Rektus abdonimis
Pektoralis Mayor
Anggota bawah
Adduktor longus
Iliopsoas
Sartorius
Quadriseps femoris
Pereneus longus
Tibialis anterior
Fleksor digitorum longus
Ekstensor digitorum longus
Meluruskan kepala dan leher dan menekuknya dari sisi satu ke sisi lain
Menggerakan kepala dan memutar leher
Mengerutkan dahi dan mengangkat alis mata
Menutup mata (mengerdip)
Menaikkan bagian sudut mulut (tersenyum)
Mengatupkan rahang atas atau bawah
Mengatupkan dan menjulur/menonjolkan bibir
Otot yang memiliki permukaan yang paling luas untuk memutar dan
meluruskan serta menurunkan lengan
Mengangkat dan memutar bahu
Memapatkan perut dan memutar badan
Menekuk tulang belakang (membungkuk)
Menekuk & menarik bahu & lengan (menarik lengan ke arah dada)
Menggerakkan paha menjauhi sumbu tubuh
Meluruskan/merentangkan paha hingga membentuk pantat
Menekuk kaki dan meluruskan paha atau panggul
Menekuk kaki (berjinjit)
3) Otot Jantung
Otot jantung atau myocardium adalah otot yang bekerja secara terus menerus tanpa
istirahat atau berhenti. Otot jantung merupakan perpaduan antara otot lurik dan otot
polos karna adanya persamaan yang ada pada otot jantung misalnya, memiliki sisi gelap
terang dan inti sel yang berada ditengah. Otot Jantung bekerja dibawah kesadaran
manusia saraf yang memengaruhi otot jantung adalah saraf simpatik dan parasimpatik
Otot jantung hanya terdapat pada jantung. Otot ini secara anatomis mempunyai ciri
seperti otot lurik, tetapi berinti banyak dan terletak di tengah. Otot jantung
mempunyai cabang-cabang yang menghubungkan sel satu dengan selsel lain disebut
anastomosis. Batas antar selnya tampak jelas dan disebut diskus interkalaris.
Jika didasarkan pada kalkulasi jumlah, maka otot yang paling sedikit dijumpai di dalam
tubuh manusia maupun hewan adalah otot jantung. Mengapa? Sebab otot yang satu ini,
sama seperti namanya, hanya berada di wilayah jantung saja. Otot jantung ini
28
sebe ar ya
asih berkerabat de ga otot lurik a u ia
erupaka je is otot lurik
tidak sadar dan hanya ada di wilayah organ jantung. Otot jantung ini diliputi oleh sel-sel
yang dinamakan cardiomycocyte atau yang dikenal juga dengan nama sel otot
myocardiocyteal yang bisa berjumlah satu sampai dua. Dan lama kondisi yang jarang, sel
tersebut bisa berjumlah tiga dan empat.
Otot jantung melakukan kerja secara terus menerus dengan fungsi untuk memompa
darah ke seluruh tubuh. Suara otot yang sedang memompa tersebut bisa didengarkan
secara sayup berupa degupan. Otot ini bekerja di luar pengaruh saraf pusat atau perintah
otak. Ia dipengaruhi oleh interaksi dia sayaraf yakni simpatetik mapun parasimpatetik
yang berperan memperlambat maupun mempercepat denyutan jantung. Meski
demikian, pengaruh tersebut tidak sama sekali berada di bawah alam sadar atau kontrol
manusia. Otot ini bekerja umumnya secara lambat namun tidak mudah lelah. Otot
jantung harus bekerja secara terus menerus seba jika tidak tentu makhluk hidup akan
mengalami kematian.
Tipe Serabut Otot
Setelah mempelajari struktur otot secara keseluruhan dan proses kerja setiap miofibril,
selanjutnya kita harus memahami lebih spesifik lagi tentang fungsi otot selama melakukan
latihan. Daya tahan dan kecepatan seseorang selama latihan sangat tergantung kepada
kemampuan otot untuk menghasilkan energi dan daya. Selanjutnya kita perhatikan
bagaimana otot tersebut bekerja.
Beberapa tahun yang lalu, para ahli anatomi dan histologi mengklasifikasikan otot menjadi
dua macam, yaitu otot merah dan otot putih sesuai dengan warna yang
mendominasi/terkandung dalam serabut otot. Berdasarkan pengklasifikasian ini, maka
serabut otot merah lebih cocok/sesuai untuk kegiatan yang berlangsung dalam waktu lama,
kontraksi yang lambat, untuk menyanggah postural, pekerjaan-pekerjaan otot untuk
melawan gaya tarik bumi, sedangkan otot putih sangat sesuai dengan kegiatan-kegiatan
yang bersifat cepat, dan karena itu sangat banyak ditemukan pada otot-otot fleksor (untuk
menekuk).
29
Namun belakangan ini, dengan mempergunakan alat-alat modern di bidang histokimia,
pengujian unsur-unsur (pokok) kimia pada seluler memungkinkan penyediaan alat-alat yang
berhubungan dengan aktivitas fungsional serabut otot menurut bentuknya. Karena itu,
pengelompokan tipe serabut otot menjadi lebih teliti, sehingga hasil pengujian di
laboratorium dapat membantu kita untuk mengerti, mengapa seseorang digolongkan
sebagai tipe atlet daya tahan, sedangkan yang lain digolongkan sebagai atlet yang
mengutamakan kecepatan dan atau kekuatan.
Herbert A. deVries (1994) mengatakan, bahwa pengklasifikasian jenis serabut otot setidaktidaknya berdasarkan melalui empat cara pendekatan yang berbeda, yaitu:
1. Penglihatan secara anatomis: merah dan putih
2. Fungsi otot: cepat dan lambat atau cepat lelah dan tahan terhadap kelelahan
3. Kandungan biokimia: tinggi atau rendahnya kapasitas aerobik, dan
4. Sifat-sifat secara histokimia: jenis atau sifat enzim yang terkandung di dalamnya.
Otot rangka manusia kalau dilihat dari sifat-sifat secara histokimia atau biokimia terdiri dari
dua kelompok besar, yaitu: serabut otot lambat (Slow-Twitch Fibers – ST) dan serabut otot
cepat (Fast-Twitch Fibers – FT), sedangkan Wilmore dan Costill (1994) mengatakan bahwa,
ST Fibers hanya satu tipe, sedangkan FT Fibers masih dibagi lagi menjadi Fast-Twitch Fibers
tipe a (Fta), Fast-Twitch Fibers tipe b (FTb), dan Fast-Twitch Fibers tipe c (FTc). Perbedaan
antara Fta, FTb dan FTc memang belum diketahui dengan jelas, tetapi FTa dipercaya paling
sering direkrut atau dipergunakan, tetapi jika dibandingkan dengan ST Fibers, maka ST
Fibers yang paling sering dipergunakan, dan FTc paling jarang dipergunakan. Rata-rata setiap
otot terdiri dari 50% ST Fibers dan 25% FTa Fibers. Sisanya 25% sebagian besar adalah FTb,
sedangkan FTc hanya 1 – 3%.
Sifat-sifat Slow-Twitch dan Fast-Twitch Fibers
Istilah slow-twitch dan fast-twitch ini berasal dari perbedaan kecepatan kedua serabut otot
tersebut beraksi. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh perbedaan bentuk dari miosin
ATPase. Miosin ATPase adalah enzim yang berfungsi untuk memecah ATP sehingga
menghasilkan energi yang dapat mendorong terjadinya kontraksi dan relaksasi otot. ST
Fibers memiliki bentuk miosin ATPase yang lambat, sedangkan FT Fibers memiliki bentuk
30
miosin ATPase yang cepat dan aktivitasnya sangat tinggi, terutama pada tipe IIb, sehingga
dapat menghasilkan percepatan memendek maksimal (maximal shortening velocity – Vmax)
pada seluruh serabut otot. Di dalam merespon rangsangan persyarafan, ATP yang ada di FT
Fibers lebih cepat dipecah dari pada yang ada di ST Fibers, dan sebagai hasilnya FT Fibers
memiliki energi untuk berkontraksi lebih cepat dari pada ST Fibers. Di samping itu FT Fibers
mempunyai kemampuan mengembangkan retikulum sarkoplasma lebih tinggi dari pada ST
Fibers. Dengan demikian FT Fibers lebih mudah mengeluarkan kalsium ke dalam sel otot
apabila
mendapat
rangsangan,
sehingga
dapat
memberikan
sumbangan
dalam
kemampuannya untuk bergerak lebih cepat. Akibat tinggginya aktivitas ATPase yang dimiliki
oleh serabut tipe IIb ini menyebabkan tipe IIb merupakan serabut otot yang sangat kurang
efisien jika dibandingkan dengan serabut otot yang lain, karena mengeluarkan energi yang
lebih besar setiap unit kerja yang dilakukan. Kecepatan mengeluarkan kalsium dari
retikulum sarkoplasma ini sangat penting sebagai “trigger” terjadinya kontraksi otot,
sehingga pengembangan retikulum sarkoplasma yang buruk pada ST Fibers menyebabkan
lambatnya dalam merespon rangsangan. Keadaan ini juga didukung oleh fakta bahwa
troponin pada ST Fibers mempunyai afinitas yang rendah terhadap kalsium jika
dibandingkan dengan FT Fibers. Akibatnya, kalsium yang dikeluarkan oleh retikulum
sarkoplasma sangat lambat diikat oleh troponin pada ST Fibers untuk memulai kontraksi.
Selanjutnya Junusul
(2003) mengatakan, bahwa tipe IIa juga disebut sebagai tipe
intermidiet (fast-oxidative-glycolytic fibers). Serabut ini mengandung biokimiawi dan sifat
cepat lelah di antara tipe IIb dan tipe I. Oleh karena itu secara konseptual sifat serabut tipe
IIa ini dipandang sebagai campuran antara sifat tipe I dan IIb, sehingga serabut ini sangat
mudah beradaptasi (adaptable). Maksudnya dengan pelatihan daya tahan, kapasitas
oksidatif tipe IIa ini dapat meningkat sampai pada level yang sama dengan tipe I, karena
memiliki enzim aerobik yaitu succinic dehydrogenase (SDH) pada level yang tinggi. Di
samping itu juga memiliki enzim anaerobik yang namanya phosphofruktokinase (PFK) juga
pada level yang tinggi, sedangkan tipe IIb memiliki potensi anaerobik yang terbesar
(McArdle, Katch, and Katch; 1994) dan kepadatan kapilernya sangat rendah, sehingga
menurut deVries dan Housch (1994) seseorang yang secara genetik memiliki persentase FT
31
Fibers yang lebih besar merupakan potensi yang sangat besar untuk menjadi atlet pada
nomor-nomor yang memerlukan power atau kecepatan (sprint).
Berger (1982) lebih lanjut mengatakan bahwa ST Fibers memiliki kapasitas untuk
menghasilkan energi yang dapat digunakan dalam waktu lama karena ST Fibers memiliki
lebih banyak mitokondria dengan enzim yang sangat penting untuk memecah karbohidrat
dan lemak secara sempurna yang selanjutnya menghasilkan karbondioksida dan air. Karena
untuk memecah karbohidrat dan lemak dibutuhkan oksigen, hal ini menguntungkan ST
Fibers memiliki kapiler lebih banyak untuk mengsuplai oksigen melalui darah dari pada FT
Fibers. Tetapi bagaimanapun juga ST Fibers mendapat kesulitan untuk menghasilkan energi
dalam waktu yang relatif cepat untuk kegiatan yang intensif, karena ST Fibers memiliki
simpanan karbohidrat (glikogen) dan kapasitas yang sedikit untuk memecah karbohidrat
menjadi asam laktat sebagai energi. Tetapi FT Fibers, khususnya tipe IIa dapat menghasilkan
energi melalui oksidasi sempurna seperti pada ST Fibers, maupun pemecahan karbohidrat
menjadi asam laktat. Sedangkan tipe IIb sangat sesuai untuk kegiatan-kegiatan yang sangat
singkat, karena hanya memiliki mitokondria dalam jumlah yang sangat sedikit dan kapasitas
yang besar untuk memecah karbohidrat tanpa memerlukan oksigen. Kedua tipe serabut
tersebut (tipe IIa dan IIb) sama-sama memiliki simpanan glikogen yang besar untuk
penyediaan energi yang cepat, begitu juga dengan simpanan phosphocreatine (PC) pada FT
Fibers lebih tinggi dari pada ST Fibers. FT Fibers selalu siap mengeluarkan daya (force) yang
tinggi
dan
mengatasi
penyediaan
cadangan
energi
tambahan
dari
simpanan
phosphocreatine atau FT Fibers mampu dan selalu siap untuk menyediakan ATP melalui
glikolisis.
Distribusi Serabut ST dan FT
Fox, E.L., dkk., (1993) mengatakan, bahwa setelah manusia dilahirkan ke dunia, distribusi
antara serabut otot ST dan FT sangat bervariasi. Setelah berumur 1 tahun, lebih dari 50%
serabut otot terdiri dari serabut otot ST. Setelah itu, tidak terjadi perubahan yang besar di
dalam distribusi serabut otot, tetapi akan terjadi perubahan di dalam ukurannya. Tidak
seperti pada orang dewasa, ukuran serabut otot sangat bervariasi, tetapi pada anak-anak
walaupun terjadi perubahan di dalam ukurannya, akan tetapi tidak terlalu bervariasi dan
32
otot quadriceps (paha bagian depan) merupakan pengecualian. Otot ini tetap konstan
sebagai otot yang terbesar dari pada otot lainnya setelah berumur 2 tahun. Perbedaan ini
diperkirakan karena menahan beban terus menerus, seperti menahan berat badan, jongkok
dan berdiri. Pada anak-anak yang normal, ukuran serabut otot ST cenderung sama atau
lebih besar dari pada serabut otot FT dan apabila otot itu lebih kecil perlu dicurigai adanya
suatu penyakit. Ukuran serabut otot mempunyai korelasi yang baik dengan umur; akan
tetapi anak yang lebih tua mempunyai ukuran diameter serabut otot yang lebih besar. Tidak
terdapat perbedaan ukuran diameter serabut otot antara anak laki-laki dengan anak-anak
perempuan sampai mereka berumur 8 tahun, dan mungkin tidak kelihatan sampai
menjelang pubertas.
Tabel 2.1. Struktur dan Sifat-sifat Fungsional Serabut Otot ST dan FT (FTa, FTb)
Sifat-sifat
Tipe Serabut Otot
ST
Aspek-aspek Persyarafan:
Ukuran motoneuron
Rekrutmen motoneuron
Kecepatan konduksi syaraf motorik
Ambang pengerahan syaraf motorik
Aspek-aspek Struktural:
Diameter serabut otot
Pengembangan retikulum sarkoplasma
Kepadatan mitokondria
Kepadatan kapiler
Kandungan mioglobin
Afinitas troponin terhadap kalsium
Substrat Energi:
Timbunan fosfokreatin
Timbunan glikogen
Timbunan trigliserida
Aspek-aspek Enzimatik:
Tipe miosin ATPase
Aktivitas miosin ATPase
Aktivitas enzim glikolitik
Aktivitas enzim oksidasi
Aktivitas enzim mitokondrial
Aspek-aspek Fungsional:
Kekuatan kontraksi
33
FTa
kecil besar
rendah tinggi
lambat cepat
rendah tinggi
kecil
sedikit
tinggi
tinggi
tinggi
buruk
FTb
besar
tinggi
cepat
tinggi
besar besar
banyak banyak
tinggi rendah
sedang rendah
sedang rendah
baik
baik
rendah tinggi tinggi
rendah tinggi tinggi
tinggi sedang rendah
lambat
rendah
rendah
tinggi
baik
cepat cepat
tinggi tinggi
tinggi tinggi
tinggi rendah
baik
sedang
rendah tinggi
tinggi
Waktu kontraksi (Vmax)
Waktu relaksasi
Produksi daya/tenaga
Efisiensi pemakaian energi
Ketahanan terhadap kelelahan
Elastisitas
Persentase pada Tungkai:
Pelari jarak jauh
Pelari jarak pendek
lambat
lambat
rendah
tinggi
tinggi
rendah
80
23
cepat
cepat
tinggi
rendah
rendah
tinggi
cepat
cepat
tinggi
rendah
rendah
tinggi
14
48
5
28
Sumber: Fox, E.L, Bowers, R W, & Foss, M.L (1993). The physiological basis for execises and sports. Iowa: WBC.
Brown & Benchmark.
b. Tulang
Osteologi adalah Ilmu yang mempelajari sistem pertulangan pada manusia, dan untuk sistem
pertulangannya sendiri dinamakan dengan skeleti atau rangka. Kerangka menyusun sekitar
seperlima berat tubuh orang sehat. Keran itu kerangka memiliki keunggulan dapat
memperbaiki diri sendiri jika rusak. Kerangka juga mampu menyesuaikan bentuk tulangnya
menjadi lebih tebal dan kuat didaerah dengan beban tambahan. Kerangka dibedakan
menjadi dua jenis yaitu kerangka aksial dan kerangka apendikular. Kerangka aksial terdiri dari
tengkorak, tulang belakang, tulang rusuk, dan tulang dada. Kerangka apedikular terdiri atas
tulang bahu, lengan, pergelangan dan tangan serta tungkai kaki, tumit dan telapak kaki. Dari
206 tulang, 80 tulang di kerangka aksial dan 64 tulang dikerangka apendikular atas dan 62
kerangka apendikular bawah.
1. Struktur Tulang
Tulang adalah sejenis jaringan ikat yang sekuat baja seringan aluminium. Tulang terbuat
dari sel khusus dan serat protein, dapat bergerak dan tidak mati, memperbaiki terus
kerusakan diri sendiri dan mengatur ukuran dan bentuknya disaat tumbuh serta bereaksi
terhadap tekanan.
Disepanjang garis tengah tulang panjang (seperti femur, tibia atau humerus) terdapat
kanal medulari atau rongga sumsum. Rongga ini berisi sumsum tulang merah, yang
menghasilkan sel darah, sumsum kuning yang sebagian besar berupa jaringan lemak dan
banyak pembuluh darah. Lapisan tulang spon mengelilingi rongga sumsum, dengan
rongga menyerupaisarang lebah dilapisan tersebut juga terdapat kandungan sumsum.
Lapisan spon dikelilingi lapisan tualan padat yang menyerupai cangkang keras, padat, dan
34
kuat. Kanal-kanal kecil menghubungkan rongga sumsum dengan periosterum-membrane
yang menyelubungi permukaan tulang. Jaringan tulang berbentuk sel khusus dan serat
protein, terutama kalogen terajut dengan air, Kristal mineral dan garam, karbohidrat
serta Zat lain. Sel tulang termasuk didalamnya osteoblas yang mengapur tulang disaat
pembentukan osteosit, yang menjaga struktur tulang agar tetap sehat, dan osteoklas
yang menyerap jaringan tulang yang berdegenerasi atau tidak dibutuhkan.
a) Tulang Berdasarkan Bentuknya
Berdasarkan bentuknya, ada tiga macam kelompok tulang, yaitu tulang pendek, tulang
pipih, dan tulang pipa.
1) Tulang Pendek
Tulang pendek berbentuk bulat pendek dan berisi sumsum merah Contohnya ruas
tulang belakang, tulang pergelangan tangan, tulang pergelangan kaki, dan ruasruas tulang jari.
2) Tulang Pipih
Tulang pipih berbentuk pipih. Bagian dalamnya berongga-rongga seperti spons dan
berisi sumsum merah. Sumsum merah berfungsi membentuk sel-sel darah dan selsel darah putih. Contohnya tulang rusuk, tulang dada, tulang belikat, dan tulang
pelipis.
3) Tulang Pipa
Tulang pipa berbentuk panjang dan bulat seperti pipa. Contohnya tulang lengan
atas, tulang paha, dan tulang hasta.
a) Tulang Berdasarkan Jaringan Penyusun
Berdasarkan jaringan penyusunnya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang rawan dan
tulang keras.
1) Tulang Rawan
Tulang rawan bersifat liat dan lentur karena zat-zat antarsel tulang banyak
mengandung zat perekat dan mengandung zat kapur. Zat perekat tulang adalah
sejenis protein yang disebut kolagen. Zat ini sangat berperan dalam proses
35
penyambungan tulang apabila terjadi tulang retak atau patah. Contohnya telinga,
hidung, dan di ujung-ujung tulang keras, tempat sambungan antaratulang
2) Tulang Keras
Tulang keras bersifat kaku dan keras karena sebagian besar tersusun dari zat kapur
dan fosfor. Makin tua umur seseorang makin tinggi kadar zat kapur dalam
tulangnnya. Itulah penyebab tulang menjadi makin keras, tidak lentur, dan mudah
patah.
c) Tulang Berdasarkan Letaknya
Rangka tubuh manusia terdiri tas tulang-tulang yang saling berhubungan.
Berdasarkan
letaknya,
tulang
penyusun
kerangka
tubuh
manusia
dapat
dikelompokkan menjadi tulang tengkorak, tulang badan, dan tulang gerak.
1) Tulang Tengkorak
Tulang penyusun tengkorak terdiri atas tulang pipih yang saling bersambungan.
Pada sambungan antara tulang tengkorak bayi yang baru lahir terdapat celah
yang lebar disebut fontanela. Tulang tengkorak berfungsi sebagai pelindung
organ tubuh yang lunak dan penting, misalnya untuk melindungi mata dan otak.
Selain itu, tulang tengkorak juga menentukan bentuk wajah.
2) Tulang Badan
Tulang-tulang penyusun rangka dalam menentukan bentuk badan dan berfungsi
melindungi alat-alat tubuh yang penting, misalnya jantung dan paru-paru. Rangka
badan terdiri atas tulang belakang, tulang rusuk, tulang dada, gelang bahum dan
gelang panggul.
2. Tulang Anggota Gerak
Anggota gerak kita terdiri atas dua lengan dua tungkai. Lengan disebut anggota gerak
atas dan tungkai (kaki) disebut anggota gerak bawah, Tulang lengan atas (humerus)
berhubungan dengan gelang bahu pada ujung atasnya dan berhubungan dengan lengan
bawah pada ujung lainnya. Tulang rawan bawah terdiri atas tulang pengumpil (radius)
dan tulang hasta (ulna). Kedua macam tulang tersebut (radius dan ulna) berhubungan
36
dengan tulang-tulang pergelangan tangan. Tungkai (kaki) bagian atas berupa tulang
paha (femur) yang berhubungan dengan gelang panggul. Ujung bawah tulang paha
berhubungan dengan tungkai bawah yang tersusun atas tulang kering (tibia) dan tulang
betis (fibula). Di antara kedua tulang tersebut dan tulang paha terdapat tulang
tempurung lutut (patela).
3. Sendi
a. Pengertian Dan Fungsi Sendi
Sendi adalah tempat tulang berhubungan yaitu suatu struktur khusus seperti ruangan yang
berfungsi sebagai penghubung antar tulang agar tulang dapat bergerak. Hubungan dua
tulang tersebut dikenal dengan artikulasi. Tubuh manusia memiliki lebih dari 300 jenis sendi.
Sendi tubuh yang paling banyak, serbaguna, dan mampu bergerak dengan bebas disebut
sendi sinovial. Fungsi utama sendi adalah untuk memberikan fleksibilitas dan pergerakan
pada tempatnya, juga sebagai poros anggota gerak. Ada beberapa sendi dalam tubuh yang
hanya memberikan sedikit pergerakan, namun tetap saja sangat berfungsi untuk
memberikan kestabilan pada tubuh kita.
b. Macam-Macam Sendi
1) Synarthrosis/ Sendi Fibrous adalah hubungan atau persambungan tulang yang tidak memiliki
ruang sendi. Sendi yang terjadi oleh adanya suatu kesinambungan sehingga diantara kedua
ujung tulang yang bersendi terdapat suatu jaringan. Sendi yang berupa tulang-tulang
bersambungan satu sama lain secara berkesinambungan dengan perantara sepotong
jaringan penunjang. Ciri-ciri sendi ini adalah tidak mempunyai ruang sendi (cavum articulare)
sehingga tidak memiliki capsula articulare, membran synoviale dan synovia, ciri lainnya
adalah kedua tulang dihubungkan oleh suatu substansi antara yang berupa jaringan fibrous,
cartilago atau tulang.
Jaringan penunjang yang menghubungkan persendian terdiri dari tiga macam;
Syndesmosis
Berasal dari kata sy
arti ya pertauta tula g, des ol arti ya jaringan ikat jadi berarti
pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan ikat.
37
Syndesmosis dibagi menjadi empat macam yaitu :
1) Sutura yaitu; Jahitan dengan jaringan ikat di antara dua tulang yang pipih, 2) Ghomposis
yaitu; Tulang yang satu berbentuk kerucut masuk ke dalam lekuk sendi yang sesuai dengan
bentuk kerucut tersebut. 3) Syndemosis Elastic yaitu; Bersifat elastis atau lentur atau
bingkas. 4) Syndesmosis Fibrosa yaitu; Menghubungkan dua tulang yang letaknya agak
berjauhan.
Synchondrosis
Berasal dari kata sy
arti ya pertauta tula g,
ho dral arti ya tula g rawa jadi berarti
pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan. Substansi penghubung
dapat berupa cartilago hyalin adalah persendian sementara yang kemudian akan digantikan
oleh tulang, maka hubungan ini akan menjadi synostosis. Contoh dari synchondrosis adalah
discus epiphyscus yang
menghubungkan antara epiphyse dan diaphyse; synchondrosis
bentuk Y pada acetabulum yang menghubungkan os. ilum, os. ischii, dan os. pubhis, pada
tulang coxae yang masih muda; cartolago costalis yang menghubungkan antara tulang iga
(os. costac) dengan tulang dada (os. sternum).
Synostosis
Berasal dari kata sy
arti ya pertauta tula g, ostosis arti ya jari ga Tula g jadi berarti
pertautan tulang yang dihubungkan oleh jaringan tulang. Merupakan pertautan tulang
antara dua tulang yang asal mulanya dibangun sebagai dua tulang yang terpisah, semakin
lama kedua tulang tersebut akan merekat satu sama lain. contoh synostosisadalah ephypisis
dan diaphysis sesudah penulangan; os. ocipatale,
2) Diarthrosis/ Sendi Synoviale adalah persendian yang bergerak bebas dan semuanya banyak
ragamnya dan mempunyai ciri-ciri yang sama. Hubungan antar tulang mempunyai ruang
sendi yang disebut cavum articulare. Dibentuk oleh tulang-tulang yang bersambungan diikat
dan diselubungi oleh sebuah bungkus dan jaringan ikat.
Bagian Diarthrosis : a.Ujung-ujung Sendi, b. Simpai Sendi (Capsula Articularis), c. Rongga
Sendi (Cavum Articulare), d. Alat-alat Khusus meliputi beberapa bagian yakni ;
38
Ligamenta atau Jaringan Ikat
Bagian dari simpai sendi yang menebal tetapi kemudian terpisah dari simpai tersebut.
Dibedakan menjadi ligamenta penguat untuk memperkuat fungsi sendi ligament pengatur
untuk mengatur gerakan, menentukan arah gerakan padasendi itu; ligamneta penghambat
untuk menghambat gerakan dalam suatusendi; ligamneta intraarcualia yaitu ligamneta yang
sangat istimewa karena terletak di dalam rongga sendi.
Disci dan Minisci Artikulares
Discus adalah tulang rawan yang berbentuk cakram, miniscus adalah tulang rawan yang
berbentuk cincin. Berfungsi sebagai penyangga untuk menerima tumbukan dan benturan,
sebagai alat penyempurna kecocokan bentuk caput terhadap cavitasnya. Berdasarkan
kemungkinan gerakannya dibedakan menjadi; a) Amphiathrosis (sendi kejur) adalah sendi
yang mempunyai kemungkinan gerak sangat sedikit sekali. Contoh
amphiartrhosis
sacroiliaca, b) Articulatio (sendi).
c. Sendi berdasarkan sumbu gerak
1. Sendi Sumbu Satu, terdiri dari :
a. Gingglimus (sendi engsel) hinge-joint adalah sendi yang mempunyai sumbu gerak lurus
pada arah panjang tulang dapat melalui kepala sendi. Contoh art. interphalangea, art.
talocruralis.
b. Articulus Trochoideus (sendi putar kisar) pivot-joint adalah sendi yang sumbu geraknya
hampir berimpit dengan garis Panjang tulang yang bergerak atau tulang tinggal diam.
Contoh art. radio ulnaris.
2. Sendi Sumbu Dua, terdiri dari :
a. Articulus Ellipsoideus (sendi telur) condyloid-joint merupakan perpaduan antara dua
bidang persendian yang berbentuk lonjong cembung dan lonjong cekung. Contoh art.
radiocarpela.
b. Articulus Sellaris (sendi pelana) saddle-joint, permukaan sendinya berbentuk pelana,
artinya
dalam
permukaan
Sembuny
carpometacarpea.
39
cembung
dan
cekung.
Contoh
art.
3. Sendi Sumbu Tiga, terdiri dari :
a. Articulus Sphaeroidea (sendi peluru) ball and socket-joint, gerakanya luas sekali
karena cawan sendinya hanya sedikit saja menangkap kepala sendi. Contoh art.
humeri.
b. Enarthrosis Sphaeroidea (sendi buah pala) Gerakannya kurang luas karena kepala
sendi lebih dari separo masuk kedalam cawan sendi. Contoh art. coxae.
d. Komponen Pembentuk Sendi

Ligamen, berfungsi untuk menghubungkan bagian luar ujung tulang agar menyatu dengan
sendi, dan menjaga agar tidak terjadinya perubahan lokasi sendi dan tulang ketika



bergerak.
Kapsul Sendi, berfungsi untuk menghubungkan dua tulang pada sendi tersebut,
merupakan bagian berserabut yang melapisi sendi dan memiliki rongga di dalamnya.
Tulang Rawan Hialin, yaitu bagian yang melapisi kedua ujung tulang, berfungsi untuk
menjaga tulang dari benturan atau gesekan saat terjadinya pergerakan.
Cairan Sinovial, yaitu cairan pelumas pada ruang sendi.
40
DAFTAR PUSTAKA
Fox, E.L., Kirby, T.E and Fox, A.N. Bases of fitness. New York: Macmillan Publishing Company,
1992.
Junusul Hairy, . Fisiologi olahraga. Jilid I. Jakarta: Depdinas, 2003.
http://tyaset4.blog.com/2010/02/anatomi-dan-faal. Diakses tanggal 25 Oktober 2015.
McArdle, William D., Katch Frank I. & Katch, Victor L., Essentials of Exercise Phisiology,
Philadelfhia: Lea & Fibiger, 1994.
Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor:
PPPPTK Penjas dan BK, 2014
Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK
Penjas dan BK, 2015
41
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
BAB III
ILMU GERAK DAN ILMU PENDUKUNG DALAM
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
DR. IMRAN AKHMAD, M.PD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
1
BAB III
ILMU GERAK DAN ILMU PENDUKUNG DALAM
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
URAIAN MATERI
A. Kinesiologi dan Penerapannya dalam Olahraga
1. Pengertian Kinesiologi
Kinesilogi berasal dari kata Kinesis - logos. Kinesis adalah gerak, logos adalah ilmu.
Kinesiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari gerakan manusia yang efesien, efektif
dan aman. Gerakan manusia yang efesien, efektif dan aman merupakan gerak yang baik
(teknik yang baik). Karena setiap pola gerakan menggunakan energi (tenaga) yang efesien
dalam mencapai hasil atau sasaran yang dituju (efektif) serta terhindar dari cedera dalam
melakukan gerakan (aman). Misalnya seorang pemain bola basket dalam memasukkan bola
ke ring basket dengan pola-pola gerak(teknik) yang menggunakan energi seminim mungkin
(efesien) dengan hasil bola masuk ke ring basket (efektif), serta selama melakukan pola-pola
gerak tidak terjadi cedera (aman). Untuk menganalisis gerak yang efesien, efektif dan aman
berkaitan dengan analisis tulang dan sendi (anatomi), sistim otot saraf (fisiologi) dari
gerakan manusia, dan asas- asas hukum mekanika yang dihubungkan dengan gerakan
manusia (mekanika). Pendekatan ketiga bidang ilmu (anatomi, fisiologi dan mekanika) dapat
memberi jawaban yang tepat bagaimana gerak yang efesien, efektif dan aman (teknik yang
baik), mangapa teknik ini terjadi, dan seberapa tingkat kejadiaannya. Seperti halnya ilmuilmu lain, yang tak pernah berdiri sendiri. Kinesiologi ini untuk mempelajarinya dibutuhkan
bantuan ilmu-ilmu lain. Dengan perkataan lain, kinesiologi adalah gabungan antara ilmu
anatomi, fisiologi dan mekanika.
Dari uraian di atas dapat disuimpulkan bahwan kinesiology adalah ilmu yang mempelajari
gerak yang efesien, efektif dan aman didekati dari analisis rangka, otot dan hukum
mekanika. Geak terjadi disebabkan karena beberapa factor diantaranya; 1) Faktor
internal yaitu titik perkenaan gaya pada obyek sehubungan dengan titik berat obyek dan
tahan disekitar lintasan gerak dan 2) Faktor eksternal yaitu gesekan , tahan udara dan
2
tahan air. Sebagai dasar terjadinya gerak, gaya dapat menghasilkan gerak, menghentikan
gerak dan menghambat gerak.
Gaya bekerja didasarkan pada; 1) Gaya internal adalah gaya yang di hasilkanoleh badan
yang dikenakan pada benda atau badan lainnya (misalnya: gaya otot), dan 2) Gaya eksternal
adalah gaya dari luar badan (gaya berat atau gaya gravitasi, gesekan, tahan udara dan air).
Sedangkan gaya sangat menentukan objek yang didasarkan berdasarka; 1) besarnya gaya, 2)
titik perkenaan gaya yang tepat pada obyek dan 3) Arah gaya. Kualitas gerak seseorang
ditentukan oleh tingkat keseimbangan. Keseimbangan merupakan; (1) Titik berat tubuh
disebut titik keseimbangan. Obyek tidak berubah (diam) Pada sikap berdiri normal manusia
dewasa umumnya , titik berat terletak setinggi veterbrae saktalis ketiga atau setinggi oss
sacrum sebelah atas. Seorang wanita agak lebih rendah sedikit karena panggul dan paha
relatif lebih berat dan tungkai lebih pendek, 2) Stabilitas adalah tingkat keseimbangan.
Ruang lingkup ilmu kinesiologi pada hakikatnya hampir sama dengan model pendidikan
gerak dalam orientasi nilainya, tetapi menggunakan kegiatan gerak untuk mempelajari
dasar-dasar disiplin gerak manusia (misalnya fisiologi latihan, biomekanika, dan kinesiologi).
Karena itu, model inipun disebut juga sebagai pendidikan disiplin keilmuan olahraga.
Penekanan pembelajaran model ini adalah pada pengembangan keterampilan memecahkan
masalah, khususnya dengan menggunakan kombinasi antara pembelajaran konsep dan
prakteknya di lapangan. Tujuan utamanya adalah menumbuhkan dan mengembangkan
pemahaman kognitif tentang bagaimana dan mengapa suatu keterampilan gerak
berlangsung demikian. Model ini didasari dua pendekatan yang khas dalam studi
kinesiologi, yaitu pendekatan pertama, isi atau materi diatur dalam sebuah unit-unit
kegiatan,
dan
konsep-konsep
disiplin
utama
diintegrasikan
dengan
pengajaran
keterampilan; pendekatan kedua, unit-unit kegiatan diatur di sekitar konsep-konsep khusus
yang menjadi prioritas di atas pengajaran keterampilan.
Dalam wilayah ini anak akan berhubungan dengan kemampuan untuk menciptakan daya
(force), menyerap tenaga, mengatur keseimbangan, mengatur jarak, kecepatan, serta aliran
gerak.
3
Praktek dalam kinesiologi adalah gerakan penilaian, kinerja, dan fungsi; dan rehabilitasi,
pencegahan, dan manajemen gangguan untuk memelihara, merehabilitasi, dan
meningkatkan gerakan, kinerja, dan fungsi di bidang olahraga, rekreasi, bekerja, olahraga,
dan kegiatan umum kehidupan sehari-hari.
2. Hukum Gerak dalam PJOK
a. Konsep Hukum Gerak Newton
Gerak adalah proses perubahan tempat atau posisi dari suatu obyek ditinjau dari titik
pandang tertentu. Hukum gerak dalam olahraga dikenal dengan hukum Newton. Hukum
Newton terdiri dari 3 yang disebut dengan hokum Newton I, II, III tentang Gerak dan
Penerapannya.
Hukum Newton Pertama
Hukum Pertama Newton tentang gerak sering pula disebut hukum kelembaman,
kelembaman adalah sifat dasar dari sebuah benda. Yaitu benda akan mempertahankan
kedaa
ya. Huku
perta a Newto berbu yi sebuah be da ya g dia
aka tetap dia
dan yang bergerak lurus beraturan akan tetap bergerak lurus beraturan selama tidak ada
resulta gaya ya g bekerja pada ya atau bisa juga kali at ya dibalik
e jadi
sela a
resultan gaya yang bekerja pada sebuah partikel sama dengan nol maka benda diam akan
tetap diam atau bergerak dengan kecepata tetap aka bergerak de ga ke epata tetap
atau jika resultan gaya (jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja pada benda) bernilai
nol, maka kecepatan benda tersebut konstan. Dirumuskan secara matematis menjadi:
∑F=0
Artinya :
 Sebuah benda yang sedang diam akan tetap diam kecuali ada resultan gaya yang tidak
nol bekerja padanya.
 Sebuah benda yang sedang bergerak, tidak akan berubah kecepatannya kecuali ada
resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya.
Hukum pertama newton adalah penjelasan kembali dari hukum inersia yang sudah pernah
dideskripsikan oleh Galileo. Dalam bukunya Newton memberikan penghargaan pada
4
Galileo untuk hukum ini. Aristoteles berpendapat bahwa setiap benda memilik tempat
asal di alam semesta: benda berat seperti batu akan berada di atas tanah dan benda
ringan seperti asap berada di langit. Bintang-bintang akan tetap berada di surga. Ia
mengira bahwa sebuah benda sedang berada pada kondisi alamiahnya jika tidak bergerak,
dan untuk satu benda bergerak pada garis lurus dengan kecepatan konstan diperlukan
sesuatu dari luar benda tersebut yang terus mendorongnya, kalau tidak benda tersebut
akan berhenti bergerak. Tetapi Galileo menyadari bahwa gaya diperlukan untuk
mengubah kecepatan benda tersebut (percepatan), tapi untuk mempertahankan
kecepatan tidak diperlukan gaya. Sama dengan hukum pertama Newton : Tanpa gaya
berarti tidak ada percepatan, maka benda berada pada kecepatan konstan. Contoh nyata
untuk konsep hukum kelembaman dalam kehidupan sehari-hari.
Misalkan kamu sedang naik kendaraan(mobil) yang bergerak atau melaju cepat tiba-tiba
di rem mendadak. Apa yang terjadi dengan badan kamu? Pasti badan kamu akan
terdorong kedepan. Atau contoh kedua ketika kamu sedang naik angkutan kota dengan
laju tetap tiba-tiba angkutan kota digas atau kecepatnnya ditambah maka badan kamu
akan terdorong ke belakang. Dari contoh pertama dan kedua memperlihatkan bahwa
benda dalam hal ini cenderung akan mempertahankan keaadaannya. Jadi yang sedang
bergerak akan tetap bergerak atau yang diam akan tetap diam bila tidak ada resultan gaya
yang bekerja padanya.
Hukum pertama Newton menyatakan keadaan keseimbangan sebuah partikel yaitu
sebagai prasarat sebuah partikel berada dalam keadaan keseimbangan, yaitu sebuah
partikel dikataka sei ba g bila ∑F = 0. Blogger disi i
e yebut ya sebagai partikel
sebab kalau untuk benda ada syarat tersendiri yang akan dibahas terpisah dalam posting
keseimbangan benda
Hukum Newton Kedua
Hukum ke-2 Newton tentang gerak sebagai dasar untuk mempelajari dinamika gerak
lurus yaitu, ilmu yang mempelajari gerak dengan memperhitungkan penyebabnya.
Sebelum dinamika gerak lurus adalah Kinematika gerak lurus yaitu yaitu: ilmu yang
5
mempelajari gerak tanpa memperhitungkan penyebabnya. Hukum ke-2 Newton tentang
gerak menyatakan bahwa percepatan yang diberikan oleh resultan gaya yang bekerja
pada sauatu benda adalah sebanding dengan resultan gaya serta berbanding terbalik
dengan massa benda.
Satuan untuk gaya adalah kgm/s2 atau diganti dengan nama Newton seperti yang sudah
dibahas dalam posting hukum pertama Newton. “atua Newto
N harus ditulis de ga
huruf kapital karena Newton menunjukan nama orang. Untuk contoh konsep percepatan
dan gaya misalnya pada saat kamu naik sepeda, atau naik sepatu roda ketika menuju jalan
yang menurun, maka sepatu roda kamu akan bertambah kecepatannya. Artinya gerak
kamu yang memakai sepatu roda mengalami penambahan kecepatan.
Gaya yang mengakibatkan benda jatuh di permukaan bumi atau sifat benda yang akan
bergerak menuju kepermukaan bumi adalah gaya berat. Gaya berat adalah massa benda
kali percepatan grafitasi atau dinyatakan dengan persamaan:
W = m.a
Keterangan:
W = weight
m = massa
a= percepatan grafitasi bumi
Hukum Newton Ketiga
Hukum Newton ke-3 tentang gerak
mengatakan bahwa: Jika benda pertama
mengerjakan gaya pada benda ke-2, maka benda ke-2 akan mengerjakan gaya pada benda
pertama, yang besarnya sama dan arah berlawanan. Hukum Newton ke-3 tentang
gerak ini memperlihatkan bahwa gaya ini akan ada bila ada dua benda yang saling ber
interaksi. Pada hukum ke-3 Newton ini gaya-gaya selalu berpasangan. Jika benda P
mengerjakan gaya pada benda Q, maka benda Q akan mengerjakangaya pula pada benda
P. Yang besarnya sama tapi arah berlawanan.
Hukum Newton ke-3 tentang gerak ini dinamakan juga dengan hukum aksi-reaksi.
Faksi = Freaksi
6
Penjelasannya adalah bila benda P mengerjakan gaya pada benda Q dinamakan
sebagai gaya aksi, sebaliknya bila benda Q mengerjakan gaya pada benda P dinamakan
dengan gaya reaksi. Besar gaya aksi-reaksi selalu sama tetapi arah berlawanan.
Konsep fisika dari aksi reaksi adalah sebagai berikut:



Pasangan aksi reaksi ada bila dua benda berinteraksi
Aksi reaksi bekerja pada dua benda yang berbeda
Aksi reaksi sama besar tetapi berlawanan arah
contoh pasangan gaya aksi reaksi adalah:

seorang anak memakai skate-board dan berdiri mengahadap tembok. Jika anak tersebut
mendorong tembok(Faksi), maka tembok akan mendorong tangan dengan besar gaya


yang sama tetapi berlawanan (Freaksi)sehingga anak tersebut terdorong ke belakang.
Saat palu besi memukul ujung paku berarti palu mengerjakan gaya pada ujung
paku(Faksi) maka paku akan memberikan gaya pada palu(Freaksi)
Ketika kaki atlit renang menolak dinding tembok kolam renang(Faksi) maka tembok
kolam renang kan mengerjakan gaya pada kaki perenang(Freaksi) sehingga perenang
terdorong ke depan
Terdapat kesalahan pemahaman diantara para siswa dalam mempelajari aksi reaksi
diantaranya. Pasangan gaya berat dan gaya normal sering dikatakan sebagai aksi reaksi.
Kenyataannya berdasarkan konsep bahwa gaya berat dengan gaya normal bukan bekerja
pada dua benda yang berbeda tapi bekerja pada satu benda yang sama jadi
pasangan gaya berat dan gaya normal bukan aksi reaksi. Yang merupakan pasanganaksi reaksi untuk sebuah benda yang di letakkan di atas meja adalah gaya berat atau gaya
grafitasi benda yang ditarik bumi sebagai aksi maka benda pun akan menarik bumi
sebagai gaya reaksi.
Gaya Normal (N) adalah gaya kontak yang bekerja dengan arah tegak lurus dengan bidang
sentuh jika dua benda bersentuhan. Contoh bila sebuah kotak di letakkan di atas meja
maka permukaan meja akan mengerjakan gaya pada kotak. Contoh lain jalan akan
memberikan gaya pada permukaan ban yang bersentuhan dengan jalan. Pasangan gaya
tarik gravitasi antar planet dan matahari juga termasuk pasangan gaya aksi reaksi.
7
b. Penerapan Hukum-Hukum Newton tentang gerak dalam Kehidupan
Hukum-hukum Newton tentang gerak dapat menjelaskan beberapa peristiwa gerak dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, alasan mengapa pengendara mobil dianjurkan untuk
menggunakan sabuk pengaman. Menurut Hukum I Newton suatu benda akan cenderung
mempertahankan kedudukannya. Jika benda diam, cenderung tetap diam, dan jika benda
bergerak cenderung terus bergerak. Ketika naik mobil ada dua kemungkinan yang terjadi,
yaitu mobil diam tiba-tiba bergerak dan ketika melaju kencang tiba-tiba mobil direm
mendadak. Pada kemungkinan pertama(mobil diam tiba-tiba bergerak ),tidak terlalu
berbahaya karena tubuh akan tertahan oleh jok mobil, tetapi pada kemungkinan kedua
(mobil tiba-tiba di rem) sangat berbahaya karena tubuh akan cenderung bergerak dan jika
tidak menggunakan sabuk pengaman tubuh bisa terhenyak pada dashboard mobil.
Seseorang akan mengalami gaya tekan dasboard mobil sebesar 10 kali berat badannya jika
dihentikan mendadak pada kelajuan 70 km/jam.
Dengan menggunakan sabuk pengaman kecelakaan semacam itu dapat diminimalisiasi.
Mobil-mobil terbaru selain dilengkapi sabuk pengaman, juga ditambah dengan balon udara
yang akan menggembung jika terjadi tabrakan. Sabuk Pengaman Mengapa mobil perlu
terus-menerus diinjak pedal gasnya agar kelajuan sepeda motor konstan? Selain gaya
dorong mesin, mobil juga mengalami gaya-gaya gesekan baik dari mesin maupun udara.
Menurut Hukum I Newton, agar benda bergerak dengan kelajuan konstan, resultan gaya
harus sama dengan nol. Karena itu gaya gesekan ini harus diimbangi Ilmu Pengetahuan
Alam 2 Paket 6 Penerapan Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 7 dengan gaya
tarik/dorong mesin sepeda motor dengan cara digas. Ketika mobil bergerak dengan
kelajuan konstan, gaya dorong mesin sama dengan gaya gesek.
Mobil dan Gaya Gesekan Mengapa sepeda balap dirancang seringan mungkin? Sepeda
Balap Dibuat Seringan Mungkin Menurut Hukum II Newton semakin ringan sepeda yang
digunakan, semakin sedikit gaya yang harus diberikan agar sepeda melaju dengan
percepatan tertentu. Semakin ringan sepeda berarti waktu yang diperlukan untuk mencapai
kecepatan tertentu juga semakin cepat atau dapat dikatakan akselerasinya tinggi. Hal ini
8
tentunya juga dapat menghemat tenaga bagi pembalap. Karena itu, sepeda balap dibuat
dari bahan khusus yang sangat kuat, tetapi juga sangat ringan. Mengapa seorang karateka
harus mempunyai kuda-kuda yang kokoh? Karateka dan Kuda-kudanya Menurut Hukum III
Newton, setiap ada aksi selalu ada reaksi. Menurut Hukum I Newton, benda yang memiliki
inersia besar akan sulit digerakkan dan kalau Ilmu Pengetahuan Alam 2 Paket 6 Penerapan
Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 8 bergerak sulit dihentikan.
Dengan kuda-kuda yang baik, seorang karateka seolah-olah menyatu dengan lantai
sehingga inersianya besar. Dengan demikian, tidak mudah roboh ketika terpukul lawan. Apa
sajakah aplikasi Hukum I, II dan III Newton dalam bidang pekerjaan? Hukum I, II dan III
Newton amat diperlukan dalam berbagai bidang pekerjaan terutama yang berkaitan dengan
mekanika. Perancangan dan konstruksi bangunan misalnya banyak memanfaatkan Hukum I
dan III Newton tentang gerak karena konstruksi bangunan lebih banyak memerlukan kajian
statika atau mekanika pada benda-benda diam. Sementara, para insinyur yang bekerja
dengan benda-benda bergerak sering memerlukan perhitungan yang cermat terkait dengan
penerapan Hukum II Newton tentang gerak.
Berbagai Kegiatan Mekanika Beberapa contoh permasalahan mekanika yang lain antara lain
sebagai berikut. Dua buah balok dihubungkan dengan sebuah tali ringan melalui sebuah
katrol yang tanpa gesekan. Benda 50 kg terletak di atas lantai yang memiliki koefisien
gesekan 0,2, sementara benda 30 kg tergantung di udara. Berapakah percepatan sistem
benda? Gaya-gaya yang Bekerja pada Sebuah Benda dan Diagram Gayanya Ilmu
Pengetahuan Alam 2 Paket 6 Penerapan Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 9 Karena
terdapat geseka a tara balok
0,2.50.9, = 9
.a T 9 N
da la tai, berlaku ru us: f N
= − Pada
2, berlaku ru us: g
g N ges = μ. = μ. . =
.a 2 2 − = Jika dua buah
persamaan tersebut dijumlahkan, akan didapatkan: 2,4 s2 m Jadi percepatan sistem benda
adalah 2,4 m/s2. Dua buah balok dihubungkan dengan sebuah tali ringan melalui sebuah
katrol yang tanpa gesekan.
Benda 50 kg terletak di atas lantai yang memiliki koefisien gesekan 0,8, sementara benda 30
kg tergantung di udara. Berapakah percepatan sistem benda? Jawab Sketsa gaya-gaya yang
bekerja pada sistem benda dapat digambarkan sebagai berikut. Gaya-gaya yang Bekerja
9
pada Sebuah Benda dan Diagram Gayanya Karena terdapat ada gesekan antara balok 1 dan
la tai, berlaku ru us: f N
g N ges = μ. = μ. . = 0, .50.9,8 = 392 392N Pada m2, berlaku
ru us: Jika dua buah persa aa tersebut diju lahka aka didapatka : ,2 s2 a = −
Meskipun secara matematis perhitungan tersebut benar, dalam kenyataannya tidak
mungkin benda bergeser ke kiri. Inilah salah satu sifat gaya gesekan yang penting. Jika gaya
tarik besarnya lebih kecil daripada gaya gesekan, Ilmu Pengetahuan Alam 2 Paket 6
Penerapan Hukum-hukum Newton dalam Gerak 6 - 10 benda masih dalam keadaan diam.
Jadi, karena gaya tarik 294 N sementara gaya gesekan statis maksimum adalah 392,
sesungguhnya benda tetap diam.
Menurut hukum I Newton, besarnya gaya gesekan adalah 294, yakni saling menghilangkan
dengan gaya tarik yang disebabkan oleh benda 2. Balok A massanya 2 kg dan balok B
massanya 3 kg terletak di atas lantai yang licin sempurna. Sistem Dua Buah Balok Dikenai
Gaya Jika balok A mendapatkan gaya dorong sebesar 50 N, carilah: a) percepatan tiap-tiap
balok! b) gaya aksi-reaksi antara balok A dan balok B! Jawab: Percepatan tiap-tiap balok
dapat dihitung dari perbandingan gaya dengan keseluruhan massa sistem. 10 . 5 50 s2 N m
a F A B = = + Σ = Jadi per epata siste
be da adalah 0
/s2. U tuk
e ari gaya
aksi reaksi antara kedua balok kita dapat menerapkan hukum II Newton untuk salah satu
balok. Misalnya balok A resultan gaya adalah selisih gaya dorong dan gaya reaksi balok B (
BA f ). Pada balok A berlaku ru us: 2 50 50 BA A BA A f
f
a F − = − = Σ = f N BA 50 − =
2.10 = 20 Jadi = 30 N Gaya tersebut sama dengan gaya yang diterima oleh balok B akibat
aksi balok A Ilmu Pengetahuan Alam 2 Paket 6 Penerapan Hukum-hukum Newton dalam
Gerak 6 - 11 Rangkuman 1. Permasalahan gerak dalam kehidupan sehari-hari dapat
dijelaskan dengan menggunakan Hukum Newton tentang gerak. 2. Permasalahan gerak
pada benda diam dan benda bergerak dengan kelajuan konstan dapat dianalisis dengan
Hukum-hukum Newton I tentang gerak. 3. Permasalahan gerak pada benda yang bergerak
dengan percepatan konstan dapat dianalisis dengan Hukum-hukum Newton II tentang
gerak. 4. Permasalahan yang terkait dengan hubungan antar benda-benda dapat dianalisis
dengan Hukum-hukum Newton III tentang gerak.
10
B. Sistem Energi Tubuh
Setiap bentuk aktivitas yang memerlukan energi (tenaga) disebut sebagai kerja. Kerja yang
dilakukan manusia dapat bersifat karya dan kerja yang bersifat olahraga. Energi merupakan
prasyarat penting untuk suatu unjuk kerja fisik selama beraktivitas termasuk berlatih dan
bertanding dan kedua jenis kerja tersebut memerlukan energi yang sama, yakni energi yang
telah tersedia di dalam tubuh manusia. Pada dasarnya ada dua jenis sistem energi yang
diperlukan dalam setiap aktivitas gerak manusia, yang secara garis besarnya dikelompokan
menjadi (1) sistem energi anaerob, dan (2) sistem energi aerob. Kedua sistem energi
tersebut tidak dapat dipisahkan secara mutlak selama aktivitas kerja otot berlangsung.
Sistem energi merupakan serangkaian proses pemenuhan tenaga yang secara terus
menerus dan saling silih berganti. Adapun letak perbedaan di antara kedua sistem energi
tersebut adalah pada ada dan tidaknya bantuan oksigen (O2) selama proses pemenuhan
kebutuhan energi berlangsung.
Energi yang dirubah dari bahan makanan pada sel otot kedalam suatu ikatan energi tinggi
yang dikenal dengan Adeninosin Triphosphat (ATP) yang tersimpan didalam sel otot, seperti
namanya, ATP terdiri dari satu molekul edeninosin dan tiga molekul phosphate. Energi
dibutuhkan untuk kontraksi otot, dibebaskan dengan merubah ATP bertenaga tinggi ke ADP
+ P (Adenosin diphospate + phosphate) (Mathews dan Fox, 1971). Sewaktu satu molekul
phosphate dipecah, maka ADP +P dibentuk dari ATP dan energi yang dilepaskan. Persediaan
ATP dalam sel otot sangat terbatas, walaupun begitu, suplai ATP harus secara
berkesinambungan diganti lagi untuk memudahkan aktivitas fisik secara berkelanjutan.
Penyediaan ATP dapat diganti melalui ketiga sistem energi, tergantung dari jenis kegiatan
yang dilakukan. Ketiga sistem tersebut adalah (1). Sistem ATP-PC, (2) Sistem asam laktat dan
(3) Sistem O2 atau oksigen. Kedua sistem pertama, mengganti ATP dengan sistem tanpa
oksigen dan dikenal dengan sistem anaerobik, sedangkan sistem ketiga menghasilkan ATP
malalui bantuan oksigen atau lebih dikenal dengan sistem aerobik
Sistem anaerob selama proses pemenuhan kebutuhan energinya tidak memerlukan
bantuan oksigen (O2), namun menggunakan energi yang telah tersimpan di dalam otot.
Sebaliknya, sistem energi aerob dalam proses pemenuhan energi untuk bergerak
11
memerlukan bantuan oksigen (O2) yang diperoleh dengan cara menghirup udara yang ada
disekitar dan diluar tubuh manusia melalui sistem pernapasan.
Sistem Anaerob
Kita mengetahui bahwa energi adalah sumber utama yang didapatkan melalui sumber
makanan yang kita makan. Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana menggunakanya
selama latihan, terutama pada proses kontraksi otot. Makanan yang kita makan tidak
langsung digunakan untuk latihan atau kerja, namun ada sumber energi yang paling utama
secara langsung dapat digunakan untuk berlatih adalah ATP (adenosine triphosphate) yang
tersimpan dalam sel otot. Struktur ATP adalah sangat komplek, yaitu tersusun adeninosin
dan tiga unsur phospate.
Secara umum sistem energi anaerob dapat dikelompokan lagi menjadi dua sistem, yaitu (1)
anaerob alaktik dan (2) anaerob laktik. Sistem energi anaerob alaktik adalah sistem ATP-PC
dan sistem anaerob laktik adalah sistem glikolisis (asam laktat). Dalam proses pemenuhan
kebutuhan energi, sistem anaerob alaktik tidak menghasilkan asam laktat, sebaliknya pada
sistem energi anaerob alaktik dalam prosesnya menghasilkan asam laktat. Kedua sistem
energi tersebut sama-sama tidak memerlukan bantuan oksigen dalam proses pemenuhan
energi. Pada setiap awal kerja otot, kebutuhan energi dipenuhi oleh persediaan ATP yang
terdapat di dalam sel otot. Artinya sumber tenaga yang pertama kali dipakai dalam setiap
bentuk aktivitas kerja otot adalah ATP, yang hanya mampu menopang kerja selama kira-kira
5 detik bila tidak ada sistem energi yang lain. Agar kerja otot mampu berlangsung lebih lama
lagi, maka diperlukan Phospo Creatin (PC) yang mampu memperpanjang kerja selama kirakira sampai dengan 10 detik. Namun apabila kerja masih harus berlangsung lebih lama lagi,
maka kebutuhan energi yang diperlukan dipenuhi oleh sistem glikolisis atau asam laktat
(glikolisis anaerob). Sistem glikolisis anaerob mampu memperpanjang kerja selama kira-kira
sampai dengan 120 detik.
Selama berlangsungnya proses pemenuhan energi anaerob, di dalam jaringan otot dan
darah akan terjadi timbunan asam laktat. Apabila timbunan asam laktat semakin banyak
dan tidak mampu digenerasi lagi menjadi sumber energi (dalam proses sistem asam laktat),
maka akan menyebabkan terjadinya kelelahan pada otot. Sehingga bila asam laktat didalam
12
otot melebihi kapasitasnya akan menjadi sampah sisa pembakaran yang mengganggu
proses pemenuhan energi dan kerja otot. Salah satu tanda dari kelelahan otot adalah
terjadinya kejang otot (kram), yang disebabkan oleh tidak lancarnya proses regenarsi asam
laktat didalam otot.
Berikut ini disajikan ringkasan dari ciri-ciri sistem energi anaerobik alaktik dan laktik.
Ciri-ciri sistem energi :
a. Anaerobik Alaktik
1. Intensitas kerja maksimal
2. lama kerja kira-kira 10 detik
3. Irama kerja ekplosif (cepat mendadak)
4. Aktivitas menghasilkan Adheninosin diphospat (ADP) + energi
b. Anaerob laktik
1. Intensitas kerja maksimal
2. lama kerja antara 10 sampai 120 detik
3. Irama kerja eksplosif
4. Aktivitas menghasilkan asam laktat dan energi
Sistem Aerob
Setelah proses pemenuhan energi berlangsung selama kira-kira 120 detik, maka asam laktat
sudah tidak dapat digenerasi lagi menjadi sumber energi. Untuk itu, diperlukan oksigen (O2)
untuk membantu proses regenarasi asam laktat menjadi sumber energi kembali. Oksigen
(O2) diperoleh melalui sistem pernapasan, yakni dengan cara menghirup udara yang ada
disekitar manusia. Oksigen yang masuk melalui sistem pernapasan digunakan untuk
membantu pemecahan senyawa glikogen dan karbohidrat. Sistem aerob ini digunakan
untuk memulihkan ATP dan juga untuk meghasilkan energi selama kerja otot selanjutnya.
Ciri-ciri sistem aerob
1. Intensitas kerja sedang
2. Lama kerja lebih dari 3 menit
3. Irama gerak (kerja) lancara dan terus menerus (kontinyu)
13
4. Selama aktivitas menghasilkan karbon dioksida + air (CO2+H2O)
Perlu disampaikan bahwa tidak semua efek latihan dapat mengalami perubahan seperti apa
yang telah kita susun dalam program latihan. Efek atau pengaruh latihan tergantung pada
tipe latihan yang dilakukan dari program latihan-latihan anaerobik maupun aerobik adalah
sebagai berikut.
a. Perubahan Aerobik
Terdapat tiga
perubahan yang terjadi pada latihan aerobik, terutama pada latihan
endurance:
1. Bertambahnya Myoglobin (pigmen yang mengikat oksigen)
Pada otot-otot skelekton setelah melakukan latihan, misalnya pada latihan lari maka otot
kaki yang banyak mengalami perubahan. Dimana fungsi utama dari myoglobin membantu
difusi oksigen dari membran sel ke mitokondria dimana digunakannya.
2. Menaikan oksidasi karbohidrat (glikogen)
Latihan olahraga meningkatkan kapasitas otot-otot skelekton untuk memecahkan glikogen
dengan adanya oksigen (oksidasi) menjadi CO2 + H2 O dengan produksi ATP, dengan kata
lain kapasitas otot untuk mengadakan energi aerobik bertambah.
3. Menaikan Oksidasi Lemak
Seperti glikogen, oksidasi lemak menjadi CO2 + H2 O dengan produksi ATP dengan adanya
oksigen akan bertambah dengan sebagai akibat latihan-latihan olahraga dimana lemak
merupakan sumber terbesar dari otot skelekton selama melakukan latihan-latihan
endurance. Kenaikan dalam mengoksidasi lemak merupakan keuntungan dalam
meningkatkan penampilan latihan.
Perubahan Anaerobik
Perubahan aerobik pada otot skelekton yang disebabkan karena latihan olahraga adalah
kenaikan kapasitas dari:
1. Sistem phosphagen (ATP-PC).
2. Anaerobik glikolisis, yaitu sistem asam laktat.
14
Kenaikan kapasitas sistem phosphagen (ATP-PC). Kapasitas dari sistem ATP_PC naik, karena
adanya 2 macam perubahan biokhemis, yaitu:
a. bertambahnya simpanan ATP-PC dalam otot.
b. Bertambahnya aktivitas enzim yang penting pada sistem ATP-PC.
Simpanan ATP – PC di dalam otot ternyata dapat naik sampai 25 % setelah melakukan
program latihan lari jarak jauh selama 7 bulan dengan frekuensi latihan 2-3 kali dalam 1
minggu. Juga konsentrasi dari PC di dalam otot anak laki-laki berumur 11-13 tahun naik
sampai 40 % setelah latihan selama 4 bulan. Karena phospagen merupakan sumber energi
yang sangat cepat yang ada untuk otot.
C. Psikologi Olahraga
Psikologi merupakan pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup
pada manusia/peserta didik baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya
dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor
yang meliputi perbuatan berbicara, berjalan, melompat, memukul dan lain sebgainya,
sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain
sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi yaitu ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia/peserta didik, baik sebagai individu
maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah
laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak
disadari. Dan manusia/peserta didik pada dasarnya merupakan proses-proses hidup multi
demensi (hologram), dengan permasalahan tingkah laku dan bergerak karena pengaruh
gaya eksternal maupun gaya internal. Gaya eksternal diartikan sebagai gaya yang timbul
dari pengalaman luar diri seseorang yang bergerak, sedangkan gaya internal adalah gaya
yang timbul dari pengalaman dalalm diri seseorang yang bergerak.
Psikologi olahraga adalah ilmu psikologi yang diterapkan dalam bidang olahraga, meliputi
faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap atlet dan faktor-faktor di luar
atlet yang dapat mempengaruhi penampilan atlet. Psikologi olahraga merupakan salah satu
15
dari tujuh sub-disiplin ilmu keolahragaan yang telah berkembang selain sport medicine,
sport biomechanics, sport pedagogy, sport sociology, sport history dan sport philosophy.
Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang dialami dan dilakukan
manusia merupakan tingkah laku. Semenjak bangun tidur sampai tidur kembali manusia
dipenuhi oleh berbagai tingkah laku. Dengan demikian objek ilmu psikologi sangat luas.
Karena luasnya objek yang dipelajari psikologi, maka dalam perkembangannya ilmu
psikologi
dapat
dikelompokkan,
diantaranya:
psikologi
perkembangan,
psikologi
pendidikan, psikologi olahraga, dan sebagainya.
Psikologi pendidikan sebagai studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia. Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata
pelajaran yang digunakan oleh guru dan peserta didik pun senang melakukannya, namun di
sisi lain terlihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks pendidikan jasmani
menekankan pada peserta didik, karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Padahal
pendidikan jasmani akan mendukung pengembengan olahraga “Quality Phisical Education
Through Positive Sport E periences”
Elliot dkk (1999) menyatakan bahwa psikologi pendidikan merupakan penerapan teori-teori
psikologi untuk mempelajari perkembangan, belajar, motivasi, pengajaran dan
permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan. Dari tersebut di atas penulis
menyimpulkan bahwa penerapan psikologi olahraga, dalam pendidikan jasmani olahraga
dan kesehatan (PJOK) mempelajari penerapan teori-praktek psikologi sesuai karakteristik
remaja peserta didik dalam rangka pendidikan. Dalam psikologi pendidikan dibahas
berbagai tingkah laku yang muncul dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan.
Psikologi olahraga dengan psikologi pendidikan mempelajari seluruh tingkah laku manusia
apa adanya sesuai karakteristiknya yang terlibat dalam proses pendidikan keseluruhan.
Manusia yang terlibat dalam proses pendidikan ini ialah guru dan peserta didik, yang sudah
matang dalam penghalusan pengembangan keterampilan gerak, akan dan sudah lepas dari
remaja. Objek yang dibahas dalam psikologi adalah aktivitas jasmani dan olagraga serta
tingkah laku peserta didik yang berkaitan dengan proses belajar dan tingkah laku peserta
16
didik yang dibelajarkan oleh guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Sehingga
objek utama yang dibahas dalam psikologi pendidikan disini adalah masalah belajar, latihan
dan pembelajaran, pada psikologi olahraga pada tubuh yang bergerak dengan kemauan
yang muncul dari dalam psikisnya.
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu pelayanan yang diperuntukkan pada peserta
didik sampai usia remaja menuju dewasa, oleh karena itu dalam psikologi pendidikan juga
dibahas aspek-aspek psikis atau gejala kejiwaan yang terdapat pada peserta didik terutama
ketika terlibat dalam proses belajar. Sedang menggunakan seluruh organ tubuh, otaot dan
saraf/neuromuskuler pada aspek fisik dalam meteri fisiologis.
Gejala-gejala Gangguan Psikologi pada Peserta Didik
Tiap tingkat perkembangan berbeda karakteristiknya khususnya kelas I awal pada pola
gerak sampai dengan perbaikan dan penghalusan keterampilan gerak untuk di sekolah.
Setiap tingkat perkembangan memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu
sama lain pada pola geraknya. Apabila seorang guru sudah memahami bahwa pada setiap
tingkat perkembangan karakteristik anak itu berbeda, maka guru dalam pembelajaran PJOK
akan menyesuaikan diri terhadap karakteristik peserta didiknya. Dengan demikian
pelajaran oleh guru kepada para peserta didik akan berbeda di tiap-tiap peserta didik
kelasnya.
Perkembangan pada sport education yang seringkali absen dari pembelajaran pendidikan
jasmani pada umumnya adalah: musim, anggota team, pertandingan/kompetisi formal,
puncak pertandingan, catatan hasil, perayaan hasil kompetisi.
1. Musim (season) dalam latihan dan kompetisi diakhiri kompetisi.
2. Anggota (team) agar semua peserta didik membentuk menjadi salah satu anggota team
olahraga sampai satu musim selesai.
3. Kompetisi formal mengandung tiga arti, yaitu: festival, meraih kompetensi,
pertandingan pada level yang berurutan. Dilakukan berselang-seling dengan latihan dan
format yang berbeda-beda: misal dua lawan dua, tiga lawan tiga dan seterusnya hingga
pada tingkatan yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.
17
4. Puncak pertandingan dalam pembelajaran permainan umumnya, pertandingan seperti
ini sering dilakukan, namun setiap peserta didik belum tentu masuk anggota team
sehingga terkadang lepas dari konteksnya (class meeting).
5. Catatan hasil hal ini dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan masuk goal,
tendangan ke goal, curang, kesalahan-kesalahan dsb, disesuaikan kemampuan peserta
didik. Ini dilakukan peserta didik dan guru dijadikan feedback baik bagi individu maupun
team.
6. Perayaan hasil kompetisi ini upacaya penyerahan medali berguna meningkatkan makna
dari partisipasi merupakan aspek sosial dari pengalaman yang dilakukan peserta didik.
semua ini oleh Siedentop dijadikan alasan untuk mengatakan bahwa proses
pembelajaran pada umumnya tidak lengkap dalam mengajar peserta didik melalui
olahraga, untuk itu diharapkan olahraga dapat diekstrakurikuler.
Psikologi pendidikan memberikan sumbangan berupa pemahaman secara alami aktivitas
belajar di ruang kelas. Psikologi pendidikan memberikan bekal kepada guru mengenai
karakteristik siwa bukan manusia dewasa, karena mengenai umur, berat dan tinggi badan,
kelainan fisik, penyakit bawaan, kondisi perubahan tubuh dan sebagainya dalm proses
pembelajaran secara umum di ruang kelas dan mengembangkan teon yang lebih luas lagi di
ruang kelas. Keberhasilan guru di dalam kelas disebabkan karena guru itu memahami atau
mengerti betul tentang karakteristik anak didiknya. Anak didik
bukan benda tetapi
merupakan manusia sebagai hologram yang memiliki pikiran, perasaan dan kemauan. Oleh
karena itu dalam kegiatan pembelajaran peserta didik dipandang sebagai subjek bukan
sebagai objek. Dengan demikian pengetahuan tentang kondisi peserta didik di dalam kelas
mutlak harus dipahami oleh seorang guru.
Psikologi memberikan pemahaman mengenai perbedaan individual. Di dunia ini tidak ada
dua atau lebih individu yang sama. Demikian pula guru dalam tugasnya akan menghadapi
para peserta didik di dalam kelas dengan berbagai variasi. Dengan demikian guru
hendaknya memberikan pelayanan dengan gaya mengajar yang berbeda kepada semua
peserta didik sesuai dengan karakteristiknya atau secara multilateral.
Psikologi pendidikan juga memberikan pemahaman tentang model-model gaya mengajar
18
yang efektif untuk peserta didik. Psikologi pendidikan mamberikan pengetahuan tentang
cara mengajar yang tepat, dan mengembangkan pola mengajar dengan strategi-strategi
baru. Dengan demikian seorang guru yang telah memahami pengetahuan psikologi
pendidikan akan memahami model mana yang paling efektif dalam pelaksanaan tugas
sebagai pendidik pengajar.
Psikologi pendidikan memberikan sumbangan kepada guru sehingga mampu memahami
problem anak didik dan memahami sebab-sebab timbuInya problem. Masalah,
sesungguhnya berbeda-beda dalam pengatasannya tergantung kepada tingkat umur, latar
belakang sosial ekonomi dan budaya. Pada akhirnya dengan memahami problem anak didik
ini guru dapat membantu anak mengatasi problemnya.
Dengan pengetahuan tentang kesehatan mental dalam psikologi pendidikan, guru akan
dapat memahami beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya mental tidak sehat
ataupun maladjusmen sehingga pada akhirnya guru dapat membantu memecahkan
masalah yang dialami oleh para peserta didiknya dan mampu mempersiapkan para peserta
didiknya sehingga memiliki mental yang sehat.
Penyusunan kurikulum hendaknya menggunakan prinsip-prinsip psikologi. Prinsip ini
menyatakan bahwa tiap-tiap tingkat umur berbeda tingkat perkembangannya. Pada setiap
tingkat perkembangan, gaya mengajar harus diberikan berbeda model gaya mengajar yang
terpilih pengajarannya, karena SMA pada pola gerak sampai penghalusan perbaikan
keterampilan gerak.
Pemanfaatan Psikologi Olahraga dalam Pembelajaran PJOK
Mencermati pembelajaran PJOK kenyataan yang ada bahwa pendidikan jasmani
merupakan salah satu mata pelajaran yang digunakan oleh guru dan peserta didikpun
senang bermain dan berolahraga, namun di sisi lain terlihat bahwa pembelajaran olahraga
dalam konteks pendidikan jasmani tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada peserta
didik, karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan. Hal ini siwa
bergerak bukan karena hasil kemenangan dan ketentuan lainnya, namun bagaiman
prosesnya peserta didik dalam pembelajaran dapat melakukan aktivitas yang tersedia.
19
Sejak dini peserta didik sudah menyenangi gerak, karena manusia adalah mahluk yang
bergerak. Setiap peserta didik akan berbeda minatnya, karena peserta didik yang baru
berani keluar dari keluarganya dan masih tumbuh kembang, pada usia peserta didik ini
dalam rangka pembentukan sejak dini. Dikarenakan masih dalam rangka pembentukan,
maka peserta didik akan menentukan kemauannya sendiri dan juga setiap manusia atau
peserta didikpun juga memiliki kemauan dari dalam pikirannya yang disebut dengan
kualitas kesadaran.
Kualitas kesadaran manusia ditentukan oleh mutu kemampuan: (1) untuk menyatakan
kebutuhan, keinginan dan dorongan-dorongan, (2) untuk menggunakan segala daya,
(belajar, berpikir, dan berlatih), (3) untuk memelihara dan mengendalikan diri dalam
menanggulangi kekacauan batin, dan (4) untuk memperoleh dan menguasai reaksi bela diri
yang efektif dalam menghadapi tantangan bada iah da
bati iah (Mahar Mardjono,
Priguna Sidharta, 1988; 208).
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong
pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan
penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial),
serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. (Peraturan Mendiknas No. 22.
Tahun 2006).
D. Sosiologi Olahraga
1. Definisi Sosiologi
a. Sosial, sosial dapat berarti kemasyarakatan.
1) struktur sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari terendah
sampai tertinggi. Contoh: kasta.
2) diferensiasi sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau tanpa
membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri. Contoh: agama.
3) integrasi sosial - pembauran dalam masyarakat, bisa berbentuk asimilasi, akulturasi,
kerjasama, maupun akomodasi.
20
b. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory).
Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh
individu.
1) Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh,
standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok
sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila
nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah.
Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider
dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak
terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi
tersebut adalah sebagai berikut.
a) Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut
ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan
pendidikan militer.
b) Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan
kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada
pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa
bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan
sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan
adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa
21
yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam
dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak
yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau
tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun
hasilnya sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat
sosialisasi formal dan informal sekaligus.
2) Proses Sosisalisasi
a) Agen Sosial
Anak belajar berperilaku melalui social learning. Yang termasuk agen sosial
adalah guru, pelatih, teman sejawat, anggota keluarga dan atlet ternama. Faktor
yang mempengaruhi tingkat partisipasi pria dan wanita dalam olahraga :
 Proses untuk memperlakukan anak pria dengan wanita dalam cara yang
berbeda.
 Pengaruh langsung dari sikap perlakuan orang tua, termasuk masyarakat luas.
b) Situasi Sosial
Faktor lain yang berpengaruh terhadap partisipasi dalam olahraga dan
keterampilan berolahraga ialah lingkungan fiskal dimana kegiatan bermain atau
berolahraga dilakukan.
c)
Karakteristik Personal
Bagaimana persepsi anak tentang kemampuan nya dalam olahraga dianggap
berpengaruh terhadap keterlibatannya dalam kegiatan tersebut.
3) Konsep Diri
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep
Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain.
Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan
sebagai berikut.
a) Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
22
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling
pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai
lomba.
b) Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak
membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu
memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari
perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan
dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada
orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin
merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada
apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh
informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
c) Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul
perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang
akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang
terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan
memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang
terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
c. Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan
Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan dan diungkapkan pertama
kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August
Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya
sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki
kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat,
23
perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok
yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan
kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol
secara kritis oleh orang lain atau umum.
Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat yang dipandang dari sudut
hubungan antar manusia yang terwujud dalam suatu proses sosial yang didalamnya
melibatkan dan memunculkan struktur sosial, nilai, norma, pranata, peranan, status,
individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat, sosiologi telah memberi kontribusi
pada disiplin ilmu lain untuk keperluan praktis dalam mengkaji dan memecahkan
masalah yang muncul. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan disiplin
ilmu terkait.
E. Tahapan Perkembangan Gerak
1. Konsep Perkembangan Gerak
Pada dasarnya perkembangan mencakup dua unsur yaitu kematangan dan pertumbuhan.
Perkembangan merupakan istilah umum yang merujuk pada kemajuan dan kemunduran
yang terjadi hingga akhir hayat. Pertumbuhan merupakan aspek struktural dari
perkembangan. Sedangkan kematangan berkaitan dengan perubahan fungsi pada
perkembangan manusia.
Perkembangan motorik secara konsep diartikan sebagai istilah umum untuk berbagai
bentuk perilaku gerak manusia. Sedangkan psikomotorik lebih khusus digunakan pada
domain mengenai perkembangan manusia yang mencakup gerak manusia. Jadi motorik
memiliki ruang lingkup yang lebih luas dari pada psikomotorik. Perkembangan merupakan
istilah umum yang mengacu pada kemajuan dan kemunduran yang terjadi hingga akhir
hayat. Pertumbuhan adalah aspek struktural dari perkembangan. Sedangkan kematangan
berkaitan dengan perubahan fungsi pada perkembangan. Dengan demikian, perkembangan
meliputi semua aspek dari perilaku manusia, dan hasilnya dipisahkan kedalam periode usia.
24
Dukungan pertumbuhan terhadap perkembangan sepanjang hidup merupakan sesuatu
yang berarti.
Perkembangan
motorik
adalah
suatu
perubahan
dalam
perilaku gerak
yang
memperlihatkan interaksi dari kematangan makhluk dan lingkungannya. Perkembangan
motorik merupakan perubahan kemampuan gerak dari bayi sampai dewasa yang
melibatkan berbagai aspek perilaku dan kemampuan gerak. Aspek perilaku dan
perkembangan motorik saling mempengaruhi satu sama lain.
Perkembangan motorik dapat didefiniskan sebagai perubahan dalam perilaku gerak yang
merefleksikan interaksi dari kematangan organisme dan lingkungannya. Perkembangan
motorik lebih memperhatikan pada gerak yang dihasilkan (movemen tproduct).
Perkembangan motorik juga lebih menekankan pada proses gerak (movement process).
Beberapa pakar berpendapat bahwa perkembangan motorik juga dapat didefinisikan
sebagai perubahan kompetensi atau kemampuan gerak dari mulai masa bayi (infancy)
sampai masa dewasa (adult hood) serta melibatkan berbagai aspek perilaku manusia.
Pada usia ini anak Sekolah Menengah Atas (SMA) berada pada periode adolesensi, dimana
pertumbuhan berlangsung sangat pesat karena dipengaruhi oleh kerja hormonal. Pada
masa adolesensi ditandai dengan perkembangan seksualitas remaja, yaitu dapat dilihat
dengan ciri seks primer dan seks sekunder. Ciri seksualitas primer dibedakan melalui jenis
kelamin, yaitu pris dan wanita. Pada remaja pria ditandai dengan berfungsinya organ
reproduksi, seperti adanya mimpi basah. Hal ini terjadi akibat testis mulai memproduksi
sperma. Sperma yang telah dikeluarkan karena pada kantungnya telah penuh. Sementara
pada remaja putri ditandai dengan adanya peristiwa menstruasi (manarche) yang menandai
bahwa seseorang siap untuk hamil.
Ciri-ciri seks skunder pada laki-laki ditandai dengan berubahnya otot-otot tubuh, lengan,
dada, paha, dan kaki tumbuh lebih kuat dibandingkan pada masa sebelumnya. Terjadi
perubahan suara, kulit menjadaoi lebih kasar dan pori-pori meluas sedangkan pada remaja
putri ditandai dengan membesarnya pinggul, buah dada, dan puting susu semakin
menonjol. Terjadinya perubahan suara ketika dibandingkan dengan suara masa anak-anak
menjadi lebih merdu (melodious). Kelenjar keringat menjadi lebih aktif.
25
Pada umumnya siswa SMA tidak jauh berbeda dengan siswa Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Namun pada usia SMA kemampuan motoriknya sudah mulai meningkat jika
dibandingkan dengan siswa SMP. Kemampuan dalam melakukan gerakan pada umumnya
sudah lebih baik, oleh karena pemahaman mereka tentang gerak sudah lebih baik termasuk
mengetahui cara untuk melakukan gerakan dari awalan, impact, dan juga akhiran gerakan
agar hasil dapat lebih efektif dan efisien. Dengan demikian gerakan siswa SMA sudah
terlihat padu dan menarik.
Perubahan-perubahan dalam penampilan gerak pada masa adolesensi cenderung mengikuti
perubahan-perubahan dalam ukuran badan, kekuatan, dan fungsi fisiologis. Perubahanperubahan dalam hal penampilan keterampilan gerak dasar antara pria dan wanita semakin
meningkat. Anak laki-laki terus mengalami peningkatan yang berarti sedangkan pada wanita
menunjukkan peningkatan yagn tidak begitu mencolok/signifikan dan bahkan menurun
setelah umur menstruasi. Hal tersebut dapat diamati melalui beberapa kegiatan, seperti
lari, lompat jauh tanpa awalan, dan aktivitas fisik lainnya. Anak perempuan akan mengalami
hasil maksimal dalam lari pada usia 13 tahun yaitu masa SMP dan mengalami mangalami
sedikit peningkatan pada usia selanjutnya. Kecepatan pertumbuhan pada laki-laki mampu
memberikan keuntungan dalam ukuran dan bentuk tubuh, kekuatan, dan fungsi fisiologis
yang memberikan kemudahan dalam melakukan aktivitas fisik selama masa adelosensi.
Koordinasi gerak pada anak laki-laki pada awal pubertas mengalami perubahan sedikit
sekali, tetapi setelah itu perkembangannya semakin cepat. Sedangkan pada anak
perempuan tidak berkembangan setelah umur 14 tahun. Kelincahannya kurang baik
dibandingkan dengan wanita muda atau anak-anak, tetapi gerakan akrobatik yang
memerlukan keseimbangan statis dan kontrol, wanita dewasa lebih dapat menjaga
posisinya.
Dalam hal peningkatan keterampilan gerak masa sebelum adolesensi dan pada masa
adolesensi merupakan peningkatan penampilan gerak, seperti lari cepat, lari jarak jauh,
lompat tinggi, dan aktivitas fisik lainnya. Peningkatan secara kuntitatif dalam peningkatan
dalam penampilan gerak sebelum masa adolesensi sampai adolesensi yaitu: lari (running),
lompat (jumping) dan lempar (throwing). Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa
26
usia untuk belajar gerak yang paling tepat adalah masa sebeluim adolesensi. Sebagian besar
keterampilan dasar dan minat terhadap keterampilan gerak ditemukan pada usia 12 tahun
atau sebelumnya. Masa kanak-kanak merupakan waktu untuk belajar keterampilan dasar,
sedangkan masa adolesensi merupakan masa penyempurnaan dan penghalusan serta
mempelajari berbagai macam variasi keterampilan gerak.
Masa adolesensi merupakan masa yang paling baik untuk pengembangan secara optimal
kesehatan seseorang yang berhubungan dengan kesegaran jasmani. Pengembangan yang
terjadi merupakan perubahan-perubahan dalam peningkatan luasnya otot dan ukuran
badan pada semua jenis kelamin. Latihan yang berfungsi untuk peningkatan daya tahan
paru dan jantung labih baik dimulai sejak awal, dan peningkatan pada masa adolesensi lebih
tinggi jika dibandingkan dengan masa dewasa, dengan kata lain fungsi kardiovaskuler
berkembang lebih cepat dengan melakukan latihan pada masa adolesensi.
Perkembangan gerak sangat penting dalam perkembangan keterampilan anak secara
keseluruhan. Perkembangan gerak anak dibagi jadi dua komponen, yaitu:
a. Perkembangan Perbaikan/Penghalusan Gerak Dasar
Tahap
perkembangan
fisik
pada
masa
remaja
adalah
pengembangan
perbaikan/penghalusan gerak dasar. Harrow (1972: 52) mengemukakan bahwa gerak
dasar merupakan pola gerak yang inheren yang membentuk dasar-dasar untuk
keterampilan gerak yang kompleks, yang meliputi (a) gerak lokomotor; (b) gerak non
lokomotor; dan (c) gerak manipulatif.
Pate, Mc Clenaghan, dan Rotella (1979: 185), mengemukakan bahwa urutan rangkaian
perkembangan motorik dapat digunakan model tahap-tahap. Perkembangan motorik
dapat dibagi menjadi dua periode utama, yaitu: (a) tahap pra keterampilan; dan (b) tahap
keterampilan.
Kaitannya dengan anak remaja, maka perkembangan motorik usia remaja pada
perbaikan/penghalusan gerak dasar dalam tahap keterampilan . Tahap ini terdiri dari
urutan perkembangan motorik, yaitu:
1) Gerak refleks dan integrasi sensori, yang berkembang pada masa bayi; dan
2) Perkembangan gerak dasar, yang berkembang pada masa kanak-kanak;
27
3) Menuju kesempurnaan gerak melalui perbaikan/penghalusan gerak dasar (kelanjutan
dari teori: Pae, Rotella, dan McClenaghan, 1979: 185).
Permulaan dari pola gaya berjalan yang meningkat menandai permulaan perkembangan
pola gerak dasar. Pola lari, melompat, melempar, menangkap dan memukul diperbaiki
dari gerakan awal yang tidak teratur ke dalam pola yang teratur dan keterampilan tinggi.
Pada masa kanak-kanak awal melewati beberapa tingkatan yang jelas dapat diamati
dalam memperoleh kematangan dan pola gerak yang efisien.
Perkembangan gerak selama dua tingkatan pertama (gerak refleks dan integrasi sensori)
sangat tergantung pada proses kematangan. Kemajuan yang terjadi disebabkan sebagai
akibat bertambahnya usia dan tidak terlalu tergantung dari pengalaman anak. Tingkatan
pola gerak dasar menandai peralihan yang cepat dari perkembangan yang berdasarkan
kematangan menuju suatu proses yang sangat tergantung pada pembelajaran.
Pengalaman gerak selama masa kanak-kanak awal tampaknya sangat mempengaruhi
kualitas perkembangan. Pada masa ini anak dapat diberi kegiatan yang sangat
bervariasi. Variasi pengalaman yang luas membantu anak dalam mengembangkan dasar
yang kuat untuk memperbaiki keterampilan olahraga yang akan datang. Spesialisai dini
selama periode ini seringkali mengakibatkan perkembangan kemampuan khusus hanya
menyangkut kegiatan itu saja dan mengalahkan semua keterampilan yang lain.
Pendekatan ini mempunyai pengaruh negatif pada pengembangan pelaku yang serba
bisa (Pate, Rotella, dan McClenaghan, 1979: 204).
b. Pola Gerak Dasar
1) Keterampilan Lokomotor (Locomotor skills)
Keterampilan lokomotor didefinisikan sebagai keterampilan berpindahnya individu dari
satu empat ke tempat yang lain. Sebagian besar keterampilan lokomotor berkembang
dari hasil dari tingkat kematangan tertentu, namun latihan dan pengalaman juga
penting untuk mencapai kecakapan yang matang. Keterampilan lokomotor misalnya
berlari cepat, mencongklang, meluncur, dan melompat lebih sulit dilakukan karena
merupakan kombinasi dari pola-pola gerak dasar yang lain. Keterampilan lokomotor
28
membentuk dasar atau landasan koordinasi gerak kasar (gross skill) dan melibatkan
gerak otot besar.
2) Keterampilan Nonlokomotor (Non Locomotor skills)
Keterampilan nonlokomotor disebut juga keterampilan stabilitas (stability skill),
didefinisikan
sebagai gerakan-gerakan yang dilakukan dengan gerakan yang
memerlukan dasar-dasar penyangga yang minimal atau tidak memerlukan penyangga
sama sekali atau gerak tidak berpindah tempat, misalnya gerakan berbelok-belok,
menekuk, mengayun, bergoyang. Kemampuan melaksanakan keterampilan ini paralel
dengan penguasaan keterampilan lokomotor.
3) Keterampilan Manipulaif (Manipulative skills)
Keterampilan manipulatif didefinisikan sebagai keterampilan yang melibatkan
pengendalian atau kontrol terhadap objek tertentu, terutama dengan menggunakan
tangan atau kaki. Ada dua klasifikasi keterampilan manipulatif, yaitu (1) keterampilan
reseptif (receptive skil); dan (2) keterampilan propulsif (propulsive skill). Keterampilan
reseptif melibatkan gerakan menerima objek, misalnya menangkap, menjerat,
sedangkan keterampilan propulsif bercirikan dengan suatu kegiatan yang membutuhkan
gaya atau tenaga pada objek tertentu, misalnya melempar, memukul, menendang.
Walaupun sebagian besar keterampilan manipulatif menggunakan tangan dan kaki,
tetapi bagian-bagian tubuh yang lain juga dapat digunakan. Manipulasi terhadap objek
tertentu mengarah pada koordinasi mata-tangan dan mata-kaki yang lebih baik,
terutama penting untuk gerakan-gerakan yang mengikuti jalan atau alur (tracking) pada
tempat terentu.
Keterampilan
manipulatif merupakan dasar-dasar dari berbagai keterampilan
permainan (game skill). Gerakan yang memerlukan tenaga, seperti melempar, memukul,
dan menendang dan gerakan menerima objek, seperti menangkap merupakan
keterampilan yang penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan berbagai jenis
bola. Gerakan melambungkan atau mengarahkan objek yang melayang, seperti bola voli
merupakan bentuk keterampilan manipulatif lain yang sangat penting. Kontrol terhadap
29
suatu objek yang dilakukan secara terus menerus, seperti menggunakan tongkat atau
simpai juga merupakan aktivitas manipulatif.
c. Klasifikasi Keterampilan gerak
Pengklasifikasian keterampilan gerak dapat dibuat berdasarkan beberapa sudut
pandang, berikut ini disajikan beberapa klasifikasi keterampilan gerak:
1) Berdasarkan kecermatan gerak
2) Perbedaan titik awal dan titik akhir
3) Stabilitas lingkungan
Uraian mengenai tiap klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
Klasifikasi berdasarkan kecermatan gerakan
Ketererampilan
gerak
dapat
dikaji
berdasarkan
kecermatan
pelaksanaannya.
Kecermatan pelaksanaan gerakan dapat ditentukan antara lain oleh jenis otot-otot yang
terlibat. Ada gerakan yang melibatkan otot-otot besar dan jenis otot-otot halus.
Berdasarkan kecermatan gerakan atau jenis otot-otot yang terlibat, keterampilan gerak
dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:
(a) Keterampilan gerak agal (gross motor skills)
Keterampilan gerak agal adalah gerakan yang dalam pelaksanaannya melibatkan
otot-otot besar sebagai basis utama gerakan, contohnya antara lain keterampilan
gerak loncat tinggi dan lempar lembing.
Pada keterampilan gerak agal diperlukan keterlibatan bagian-bagian tubuh secara
keseluruhan, sedang pada keterampilan gerak halus hanya melibatkan sebagian
dari anggota badan yang digerakan oleh otot-otot halus.
(b) Keterampilan gerak halus (fine motor skills)
Keterampilan gerak halus adalah gerakan yang dalam pelaksanaannya melibatkan
otot-otot halus sebagai basis utama gerakan. contohnya antara lain adalah
keterampilan gerak menarik
pelatuk senapan dan pelepasan busur dalam
memanah.
30
Klasifikasi berdasarkan perbedaan titik awal dan titik akhir
Apabila diperlukan, gerakan keterampilan ada yang dengan mudah dapat diketahui
bagian awal dan bagian akhir dari gerakannya, tetapi ada juga yang susah diketahui.
Dengan karakteristik seperti itu, keterampilan gerak dapat dibedakan menjadi 3
kategori, yaitu:
a) Keterampilan gerak diskret (discrete motor skill)
Keterampilan
gerak
diskret
adalah
keterampilan
gerak
di
mana
dalam
pelaksanaannya dapat dibedakan secara jelas titik awal dan titik akhir dari gerakan.
Contohnya adalah gerakan berguling kedepan satu kali. titik awal gerakan adalah
pada saat pelaku berjongkok dan meletakan kedua telapak tangan dan tengkuknya
ke matras, sedangkan titik akhirnya adalah pada saat pelaku sudah dalam keadaan
jongkok kembali.
b) Keterampilan gerak serial (serial motor skill)
Keterampilan gerak serial adalah
keterampilan gerak diskret yang dilakukan
beberapa kali secara berlanjut. Contohnya gerakan berguling ke depan beberapa
kali.
c) Keterampilan gerak kontinyu (continuous motor skill)
Keterampilan gerak kontinyu adalah keterampilan gerak yang tidak dapat dengan
mudah
ditandai titik awal dan akhir dari gerakannya. Contohnya adalah
keterampilann gerak bermain tenis atau permainan olahraga lainnya. Di sini titik
awal dan akhir tidak mudah untuk diketahui karena merupakan rangkaian dari
bermacan-macam rangkaian gerakan.
Pada keterampilan gerak kontinyu, untuk melaksanakannya lebih dipengaruhi oleh
kemamuan sipelaku dan nstimulus eksternal. dibandingkan dengan pengaruh
bentuk gerakannya sendiri. Misalnya pada saat menggiring bola, yang menentukan
adalah keadaan bola dan maunya si pelaku untuk menggiringnya, sedang bentuk
gerakkannya sendiri dapat berubah-ubah atau tidak berpaku pada bentuk gerakan
tertentu yang baku.
31
Klasifikasi berdasarkan stabilitas lingkungan
Di dalam melakukan suatu gerakan keterampilan, ada kalanya pelaku menghadapi
kondisi lingkunagn yang tidak berubah-ubah ada kalanya berubah-ubah. Berdasarkan
keadaan kondisi lingkungan seperti itu, gerakan nketerampilan dapat dikategorikan
menjadi 2 yaitu:
a) Ketrampilan tertutup (clossed skill)
Keterampilan tertutup adalah keterampilan gerak dimana pelaksanaannya terjadi
pada kondisi lingkungan yang tidak berubah, dan stimulus gerakannya timbul dari
dalam diri si pelaku sendiri. Contohnya adalah dalam melakukan gerakan
mengguling pada senam lantai, dalam gerakanj ini pelaku memulainya setelah siap
untuk melakukannya, adan bergerak berdasarkan apa yang direncanakannya.
b) Ketrampilan Terbuka (open skill)
Keterampilan terbuka adalah keterampilan gerak dimana dalam pelaksanaannya
terjadai pada konsisi lingkungan yang berubah- ubah, dan pelaku bergerak
menyesuaikan dengan stimulus yang timbul dari lingkungannya. Perubahan kondisi
lingkungan dapat bersifat temporal dan bisa bersifat spesial. Contohnya adalah
dalam melakukan gerakan memukul bola yang dilambungkan. Dalam gerakan ini
pelaku memukul bola dengan menyesuaikan dengan kondisi bolanya agar pukulanya
mengena. Pelaku dipaksa untuk mengamati kecepatan, arah, an jarak bola;
kemudian menyesuaikan pukulanya.
2. Pengembangan Belajar Gerak dan Manfaatnya dalam PJOK
Pe dekata ya g digu aka adalah Metode Guru Mera a g da Me progra
“e diri .
Metode ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa salah satu fungsi guru adalah sebagai
perancang (designer), pembuat program (programmer), dan pengembang (developer)
program pembelajaran. Guru diharapkan mampu merencanakan program pembelajaran
yang disesuaikan dengan kondisi anak, tempat, maupun kondisi lain yang dapat
mempengaruhi pembelajaran. Fungsi guru tersebut masih dirasakan sangat lemah, karena
32
guru cenderung berfungsi sebagai pekerja (worker), bukan sebagai pembuat program
pembelajaran.
Fungsi guru sebagai pekerja cenderung kurang kreatif, kurang berkembang, dan bersifat
statis, karena hanya mengandalkan apa yang ada. Sebaliknya, fungsi guru sebagai
peranacang atau pembuat program cenderung lebih kreatif dan dinamis.
Dalam
menyusun
program
latihan
fisik
atau
pengembangan
gerak
harus
mempertimbangkan komponen-komponen, yaitu (1) tujuan; (2) tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak (kemampuan gerak); (3) komponen fisik; dan (4) disesuaikan dengan
dunia anak (metode).
1) Penentuan Tujuan
Pembelajaran pendidikan jasmani tidak hanya bertujuan mengembangkan aspek
psikomotor atau fisik, tetapi juga aspek kognitif dan afektif. Menentukan tujuan yang
dimaksud adalah menentukan hasil atau sasaran yang ingin dicapai atau ingin
ditingkatkan.
Ada dua tujuan yang dapat dirumuskan, yaiu (1) tujuan utama (main effect); dan (2)
tujuan penyerta (nurturant effect). Tujuan utama berkaitan dengan aspek psikomotor
atau fisik, yaitu keterampilan gerak dan unsur-unsur fisik (kecepatan, kekuatan, daya
tahan, kelincahan dan unsur fisik lainya). Tujuan penyerta berkaitan dengan dampak
atau pengaruh yang diakibatkan karena melakukan aktivitas fisik, seperti unsur-unsur
kerjasama, menghargai orang lain, mengendalikan diri, sportif, pemecahan masalah, dan
lain-lain.
2) Penyusunan program
Dilihat dari sudut tingkat pertumbuhan dan perkembangan, anak usia antara 6 - 12
tahun memiliki tingkat kemampuan gerak dasar dan dilanjutkan usia 13 - 15 serta usia
16 - 18 dalam rangka pembentukan pada Pendidikan jasmani. Oleh karena itu,
penyusunan program aktivitas fisik anak harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan tersebut. Secara umum gambaran perbedaan antar peserta didik harus
dijadikan landasan untuk penyusunan program pengembangan pola gerak dasar. Setiap
33
peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk mempelajarai gerakan
keterampilan.
Perbedaan kemampuan terjadi terutama karena kualitas fisik yang berbeda beda, dan
perbedaan kualitas fisik terjadi karena pengalaman yang berbeda-beda. Setiap peserta
didik tidak ada yang makan makanan yang sama, tidak ada yang melakukan aktivitas
dengan kondisi yang sama, tidak ada yang beristirahat dengan kondisi yang sama, tidak
ada yang mengalami sakit dengan derajat yang sama, dan sebagainya. Kondisi yang unik
pada setiap peserta didik mengakibatkan terjadinya kemampuan yang berbeda-beda.
Perbedaan individu bukan hanya yang berkaitan dengan unsur fisik, tetapi juga dalam
aspek psikologis. Tidak ada satupun peserta didik yang mempunyai watak atau sifat
kepribadian dan tingkat kecerdasan yang sama dengan peserta didik lain, termasuk
anak kembar sekalipun. Yang ada hanya kemirip-miripan dan bukan sama persis satu
dengan yang lainnya.
Dengan kenyataan bahwa tidak seorangpun peserta didik yang sama satu dengan yang
lainya baik dalam aspek fisik ataupun aspek psikologis, maka pada dasarnya setiap
orang memerlukan perlakuan yang berbeda-beda didalam proses pembelajaran agar
masing-masing dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki,
prinsip ini berlaku juga dalam proses belajar gerak.
Di dalam proses belajar mengajar gerak penjasorkes di sekolah, di mana pada umumnya
seorang guru harus mengajar peserta didik yang jumlahnya kadang-kadang 40 bahkan
lebih, tentunya tidak memungkinkan bagi guru untuk memberikan perlakuan kepada
peserta didik dengan program yang berbeda-beda. Pada umumnya, dalam kondisi
seperti itu guru memberikan perlakuan atau kondisi belajar berdasarkan kemampuan
rata-rata peserta didik. Bagi yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata materi
pelajaran yang kurang memberikan beban atau tantangan sesuai tujuan pembelajaran
maka materi ajar dapat dikuasai dengan mudah, juga sebaliknya, bagi peserta didik
dengan kemampuan dibawah rata-rata, materi ajar yang diberikan dapat terasa berat
sehingga menjadi sulit untuk dikuasai atau sulit untuk mencapai kemajuan.
34
3) Analisis Kemampuan Gerak
Kemampuan fisik dapat tercermin dalam komponen fisik yang terdiri dari daya tahan,
kecepatan, kekuatan, kelincahan, Kelentukan, keseimbangan, komposisi tubuh dan
kordinasi. Kemampuan gerak dasar meliputi, kemampuan gerak lokomotor, stabilitas
dan gerak manipulasi. Masing-masing kemampuan gerak ini memiliki unsur-unsur yang
berbeda, dari komponen kemampuan gerak tersebut, kemudian diidentifikasi, dianalisis,
dan dipilih yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Demikian juga untuk komponen fisik perlu diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih yang
disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Setelah komponen kemampuan gerak dan
kemampuan fisik diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih, maka langkah selanjutnya
dikembangkan dalam bentuk program pelajaran yang disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai.
2. Karakteristik Gerak Anak Sesuai dengan Tahap Perkembangannya
Pemahaman terhadap tahap dan prinsip-prinsip perkembangan sangat membantu Anda
sebagai seorang guru Pendidikan Jasmani. Terkait dengan tahap perkembangan menurut
Gallahue, karakteristik gerak anak dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Tahap Gerakan Refleksif
Gerakan yang pertama kali dilakukan oleh janin bersifat refleksif. Refleks adalah gerakan
yang bersifat tidak sengaja yang membentuk dasar tahap perkembangan motorik. Gerak
refleksif pada janin dan bayi yang baru lahir dianggap sebagai fase pertama dari
perkembangan motorik. Perilaku refleksi dikendalikan subkortikal.Gerak ini muncul lebih
dahulu dan bekerja bersama-sama dengan perkembangan gerak awal (Abdul Kadir Ateng,
1992:128).
Macam gerak reflek; refleksif sederhana (contoh: bayi mencari dan menyusu) dan
refleksif postural adalah bentuk kedua dari gerakan tanpa disengaja/ kelihatannya
disengaja (contoh: menggenggam pada tangan).
b. Tahap Gerakan Kasar
35
Tahap Hambatan Refleks (tahap hambatan refleks pada tahap pergerakan dasar mungkin
dianggap sebagai permulaan kelahiran) dan tahap Pra-awas (setelah berumur sekitar 1
tahun, anak-anak mulai melakukan ketelitian dan pengawasan terhadap gerakan
mereka).
c. Tahap Gerakan Dasar
Kemampuan gerakan dasar pada anak-anak merupakan hasil pertumbuhan tahap
perkembangan dasar pada bayi. Tahap perkembangan motorik tersebut adalah; tahap
awal, (menyajikan tujuan pertama anak-anak ketika berusaha untuk menampilkan
kemampuan dasar), tahap dasar, (meliputi kontrol yang lebih besar dan koordinasi ritme
gerakan dasar yang lebih baik), tahap dewasa/ matang), (karakteristk gerakan efisien,
terkoordinasi dan terkontrol).
d. Tahapan Gerakan Khusus
Pada tahap ini sudah terbentuk dasar keterampilan stabilitas, lokomotor dan manipulasi
yang sudah di kombinasi dan kolaborasi dengan beberapa jenis keterampilan.
Kemampuan gerakan khusus adalah perkembangan dari fase gerakan dasar. Selama fase
ini, gerakan menjadi alat yang diterapkan pada berbagai kegiatan gerakan yang komplek
untuk hidup sehari-hari, seperti rekreasi dan kegiatan olahraga. Ini adalah masa-ketika
stabilitas lokomotor mendasar dan keterampilan manipulatif secara progresif yang
disempurnakan, digabungkan dan diuraikan untuk digunakan dalam situasi yang semakin
menuntut. Tingkat keterampilan pada gerakan khusus tergantung pada berbagai tugas
individu dan faktor lingkungan seperti: waktu reaksi, kecepatan gerakan, tipe tubuh,
tinggi badan, kebiasaan dan tekanan dari teman sebaya. Fase gerakan khusus memiliki
tiga tahapan yaitu:
1) Tahap Transisi
Di sekitar tahun ketujuh atau kedelapan mereka, anak-anak umumnya memasuki
tahap keterampilan gerakan transisi, selama masa transisi, individu mulai untuk
menggabungkan dan menerapkan keterampilan-keterampilan gerakan dasar untuk
kinerja keterampilan khusus dalam olahraga dan kegiatan rekreasi, berjalan diatas
36
jembatan tali, lompat tali dan bermain sepak bola adalah contoh keterampilan transisi
umum.
2) Tahap Aplikasi
Dari sekitar usia 11 sampai 13 tahun, perubahan yang menarik terjadi dalam
pengembangan
menjadi keterampilan individu. Selama tahap sebelumnya,
kemampuan anak terbatas pada kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan
pengalaman dikombinasikan dengan keinginan alami untuk menjadi aktif. Pada tahap
aplikasi, peningkatan kecanggihan kognitif memperluas basis pengalaman yang
memungkinkan individu untuk belajar banyak dan membuat keputusan partisipasi
berdasarkan berbagai tugas indikator tersendiri dan faktor lingkungan.
e. Tahap Pemanfaatan Seumur Hidup
Tahap pemanfaatan seumur hidup dari fase perkembangan motor khusus dimulai sekitar
14 tahun dan berlanjut sampai dewasa. Tahap pemanfaatan seumur hidup merupakan
puncak dari proses perkembangan motorik dan ditandai dengan penggunaan
perbendaharaan gerakan yang diperoleh seumur hidup. Faktor-faktor seperti waktu yang
tersedia, uang, peralatan, fasilitas, keterbatasan fisik dan mental mempengaruhi tahap
ini. Antara lain, tingkat partisipasi seseorang akan tergantung pada bakat, kesempatan,
kondisi fisik, dan motivasi pribadi.
F. Belajar Gerak
1. Konsep Belajar Gerak
Belajar gerak merupakan sebagian dari belajar secara umum. Tujuannya adalah untuk
menguasai berbagai keterampilan gerak dan mengembangkannya agar keterampilan gerak
yang dikuasai bisa dilakukan untuk menyelesaikan tugas-tugas gerak dalam mencapai
sasaran tertentu misalnya gerak olahraga. Pelajar berusaha menguasai keterampilan gerak
sesuai dengan macam cabang olahraga menurut beberapa ahli seperti Paul Fits dan Michel
Posner.
Menurut Singer belajar gerak adalah suatu perubahan penampilan atau perilaku potensial
yang relatif permanen sebagai hasil dari latihan dan pengalaman masa lalu terhadap situasi
37
tugas tertentu. Sedangkan Drowatzcy mendefenisikan belajar gerak adalah sebagai proses
perubahan atau modifikasi individu sebagai hasil timbal balik antara latihan dan kondisi
lingkungan. Sedangkan schmidt menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
merespon yang relatif permanen sebagai akibat latihan dan pengalaman.
Proses belajar gerak ada tiga tahap; 1) kognitif merupakan fase awal dalam belajar
gerak keterampilan yang bersifat mencoba, 2) Sosiatif merupakan fase mencegah yang
ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan dimana belajar sudah mampu melakukan
gerakan-gerakan dalam bentuk rangkaian, 3) Otonom merupakan fase akhir pelajar mampu
melakukan gerakan keterampilan secara otomatis dan mampu melakukan gerakan
keterampilan tanpa pengaruh walaupun pada saat melakukan gerakan itu harus
memperhatikan hal-hal ya g lai .
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar gerak merupakan suatu proses
pembelajaran yang dapat dilakukan melalui tahapan kognitif, asosiatif dan otonom yang
ditujukan pada perubahan individu yang permanen sebagai hasil latihan dan kondisi
lingkungan yang diperoleh melalui pengalaman. Hal ini berarti belajar gerak merupakan
suatu tahapan belajar yang harus dikuasai siswa mulai dari tahap kognitif, asosiatif sampai
otonom, sehingga siswa dapat menguasai keterampilan gerak yang diharapkan sangat
penting dalam pelaksanaan keterampilan motorik untuk lebih bergerak luas.
Tahapan Belajar Gerak
Untuk menguasai suatu keterampilan gerak dengan sempurna, tentunya ada tahapan belajar
gerak yang harus dipahami. Ada tiga tahapan belajar yang harus dilalui oleh siswa untuk
dapat mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis). Tiga tahapan belajar gerak
ini harus dilakukan secara berurutan. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan
oleh guru pada saat mengajar pendidikan jasmani, maka guru tidak boleh mengharap banyak
dari apa yang selama ini mereka lakukan, khususnya untuk mencapai tujuan pendidikan
jasmani yang ideal. Magill (2001) menyatakan tahapan belajar gerak yang banyak digunakan
oleh para ahli pendidikan jasmani dan olahraga yaitu Model Tiga Tahap Fitts & Posner yaitu:
38
(1) tahap kognitif, (2) tahap asosiatif, (3) tahap otomatis. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan
satu persatu berikut ini:
a. Tahap Kognitif
Istilah kog itif
erujuk pada ke a pua berpikir da
e aha i sesuatu. “ebelu
melakukan suatu keterampilan gerak, tentunya seseorang harus memiliki konsep yang
benar tentang gerakan tersebut. Dalam mempelajari keterampilan gerak, seorang pemula
biasanya memikirkan beberapa pertanyaan seperti ; apa sasaran saya? Seberapa jauh saya
harus menggerakkan lengan saya? Ke arah mana seharusnya saya menggerakkan lengan
saya ketika kaki kanan saya di posisi ini?
Setiap kali memulai belajar keterampilan gerak, seorang guru harus memberikan
informasi untuk menanamkan konsep-konsep tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa
dengan benar dan baik. Setelah siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan
bagaimana cara melakukan aktifitas gerak yang akan dipelajari, diharapkan siswa memiliki
gambaran gerak yang tersimpan dan akan dilaksanakan (motor plan) Motor-plan ini
berupa keterampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan keterampilan
gerak.
Apabila tahap kognitif ini tidak mendapakan perhatian oleh guru dalam proses belajar
gerak, maka sulit bagi guru untuk menghasilkan anak yang terampil mempraktekkan
aktivitas gerak yang menjadi prasyarat tahap belajar berikutnya. Tahap kognitif adalah
tingkat permulaan belajar olahraga untuk memahami teknik yang baru diperkenalkan,
diperagakan dan diterangkan oleh guru pendidikan jasmani. Kondisi di lapangan, banyak
siswa yang mencoba-coba untuk melakukan berbagai macam gerakan tanpa memiliki
pemahaman yang benar tentang gerakan tersebut. Mereka hanya melihat sebuah gerakan
atau olahraga, lalu mereka mencoba melakukan gerakan tersebut tanpa memiliki
pemahaman teknik gerakan dasar yang tepat. Dampaknya, kadang bisa terjadi kejutan
berupa peningkatan yang besar jika dibandingkan dengan kemajuan pada tahap-tahap
berikutnya. Juga tidak mustahil siswa yang bersangkutan mencoba-coba dan kemudian
sering juga salah dalam melaksanakan tugas gerak.
39
Gerakannya memang masih nampak kaku, kurang terkoordinasikan, kurang efisien,
bahkan hasilnya tidak konsisten. Sebagai contoh, seorang pemula dalam permainan
bolavoli mampu melakukan passing yang baik, namun keterampilan tersebut hanya
sekali-kali dapat dilakukan. Si pelaku masih mencari-cari hubungan cara melaksanakan
dan hasil yang dicapai. Karena itu, masih belum terbentuk satu pola gerak yang konsisten.
Siswa yang bersangkutan diharapkan dengan tugas yakni apa yang harus dilakukan
sehingga tahap pertama ini sering disebut juga tahap verbal-motor.
Pada tahapan kognitif akan terjadi proses pengolahan informasi.Terjadinya proses belajar
gerak, karena adanya rangsangan eksternal (respon) yang diterima oleh indera
penglihatan, pendengaran, rasa kinestesis. Selanjutnya oleh indera tersebut diteruskan ke
sistem syaraf pusat yang akan diproses dan ditafsirkan serta disimpan dalam memori
jangka pendek (short term memory), selanjutnya masuk pada penyimpanan jangka
panjang (long term memory) lalu diterjemahkan dalam bentuk gerakan. Proses
pengolahan informasi gerak dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
Rangsangan
Eksternal
Perimaan
Rangsang
Sistem
Penyimpanan
Jangka
Panjang
Tanggapan
Sistem
Penyimpanan
Jangka
Pendek
Program
Gerak
Penampilan
Gerak
Rangsang
Internal
Umpan Balik
Gambar 1: Proses Pengolahan Informasi.
Sumber: Robert N Singer, The Learning Of Motor Skills(New York:McMillan Publishing Co.,Inc,1982)
40
b. Tahap Asosiatif
Istilah asosiatif’
e iliki
ak a
e ghubu gka ko sep ya g sudah di iliki de ga
implementasi gerak (praktek) yang dilakukan. Pada tahap ini siswa mulai mempraktekkan
gerak sesuai dengan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dan pahami sebelumnya.
Tahap ini juga sering disebut sebagai tahap latihan. Pada tahap latihan ini siswa
diharapkan mampu mempraktekkan apa yang hendak dikuasai dengan cara mengulangulang sesuai dengan karakteristik gerak yang dipelajari. Jadi Tahap asosiatif adalah tahap
dimana latihan keterampilan gerak didominasi oleh perencanaan dan pelaksanaan
strategi-strategi latihan yang efektif
Dalam tahap ini, masalah-masalah pemahaman sudah terpecahkan, sehingga fokusnya
berpindah pada pengorganisasian pola gerak yang lebih efektif untuk meningkatkan aksi.
Pemahaman menguasai bentuk dan urutan gerak diwujudkan dalam gerak tubuh. Dalam
tahapan ini, tingkatan keterampilan naik dari tahap pemahaman tadi. Siswa mulai
menunjukkan sikap dan
kontrol disertai keyakinan yang meningkat. la mulai dapat
memberikan perhatian pada detail`gerakan. Dalam keterampilan yang memerlukan
kecepatan gerak seperti bulutangkis, anak rnulai membangun program gerak untuk
menyelesaikan gerakan. Sedangkan dalam gerakan yang lebih lambat, seperti
keseimbangan dalam senam, siswa membangun cara untuk memanfaatkan respons yang
merghasilkan umpan balik.
Gerakan yang dipelajari mulai ajeg. Efesiensi gerakan mulai meningkat, pengeluaran
energi makin berkurang, dan pelibatan pikiran ketika bergerak semakin berkurang
pula.Pelaku menemukan ciri lingkungan yang bisa dijadikan tanda-tanda untuk mengatur
ketepatan waktu bergerak. Antisipasi berkembang dengan cepat, membuat gerak lebih
halus dan tidak terburu-buru. Di samping itu, pelaku pun mulai bisa merasakan dan
memahami kesalahannya sendiri.
Tahap ini biasanya berlangsung lebih lama daripada tahap pernahaman konsep gerak.
Artinya siswa mungkin bisa tetap berada pada tahap gerak ini tanpa pernah meningkat ke
tingkat berikutnya dalam beberapa lama. Barangkali beberapa minggu, beberapa bulan,
atau bahkan lebih lama lagi.
41
Pada tahap asosiatif ini, gerakan yang dilakukan siswa tentu juga belum sempurna. Siswa
mencoba menyesuaikan konsep gerak yang dimiliki dengan kemampuan menguasai
gerakan. Pada tahap ini, siswa mulai memahami gerakan yang benar, gerakan yang efektif,
gerakan yang sulit dilakukan sehingga lambat laun siswa bisa memahami implementasi
gerak yang tepat sesuai dengan konsep gerak yang dipahami
Pada tahap asosiatif ini penampilan seseorang belum baik benar dan harus terus
meningkatkan pemahaman teknik. Permulaan dari tahap ini ditandai oleh semakin efektif
cara-cara siswa melaksanakan tugas gerak dan dia mulai mampu menyesuaikan diri
dengan keterampilan yang dilakukan.
Akan tampak, penampilan yang terkoordinasi
dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, dan lambat laun gerakan semakin
konsisten. Apabila siswa telah melakukan latihan keterampilan dengan benar dan baik,
dan dilakukan secara berulang baik di sekolah maupun di luar sekolah, maka pada akhir
tahap ini siswa diharapkan telah memiliki keterampilan yang memadai..
Jika seorang pemula belajar melakukan passing bawah dalam permainan bolavoli hanya
mampu melambungkan bola dengan pantulan yang baik 1-2 kali, maka memasuki tahap
asosiatif ini, dia makin paham tentang, misalnya berapa kira-kira daya yang harus
dikerahkan, atau bagaimana peranan lengan bawah dan jari-jari tangan dalam melakukan
gerakan passing bawah. Walaupun gerakannya belum sempurna, namun gerakan yang
dilakukan sudah lebih baik. Gerakannya tidak dilakukan asal-asalan, namun sudah semakin
konsisten. Artinya makin berpola dan semakin menyadari kaitan antara gerak dan hasil
yang dicapai, pada tahap ini, seperti yang dikemukakan oleh beberapa penulis, dan salah
satunya Adams (1971); Fitts (1964) tahap verbal semakin ditinggalkan dan si pelaku
memusatkan perhatiannya pada aspek bagaimana melakukan pola gerak yang baik,
ketimbang mencari-cari pola mana yang akan dihasilkan.
c. Tahap Otomatisasi
Tahap otomatisasi adalah tahap dimana seseorang memahami dengan baik keterampilan
mereka, bahkan dapat mengoreksi diri sendiri. Tahap otomatis disebut juga tahap
otonom. Pada tahap ini, gerak tidak lagi dipikirkan dan bisa terjadi begitu ada rangsang.
Beberapa ahli menilai gejala ini bisa terjadi karena adanya program gerak yang sudah
42
terbentuk. Program gerak adalah suatu rangkaian mekanisme yang mengontrol
terbentuknya gerak. Program gerak inilah yang mengontrol aksi seseorang ketika bergerak
dalam waktu yang relatif lama.
Apakah setiap siswa sudah pasti dapat memasuki tahap terakhir ini? Teori mengatakan
tidak selalu. Hal ini bergantung kepada tingkat dan kualitas latihan, serta bagaimana si
pelaku melakukannya.Terjadinya tahap ini disebabkan oleh meningkatnya otomatisasi
indera dalam menganalisis pola-pola lingkungan. Menurunnya tuntutan perhatian
membebaskan siswa untuk menampilkan kegiatan-kognitif tingkat `tinggi. Keputusankeputusan tentang strategi permainan, bentuk dan gaya kian ditingkatkan. Keyakinan diri
dan kemampuan untuk menilai kesalahan diri lebih terkembangkan.
Kemampuan siswa pada tahap ini sudah sangat tinggi. Akan tetapi proses pembelajaran
masih sangat jauh dari selesai. Masih akan banyak teriadi penambahan-penambahan
dalam hal otomatisasi. Usaha fisik dan mental daiam menghasilkan keterampilan akan
berkurang. Perkembangan gaya dan bentuk serta faktor lainnya akan terus meningkat.
Setelah seseorang berlatih selama beberapa hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahuntahun, dia memasuki tahap otomatis. Pada tahap ini siswa telah dapat melakukan
aktivitas secara terampil, karena siswa telah memasuki tahap gerakan otomatis, artinya,
siswa dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap apa yang ditugaskan oleh guru
untuk dilakukan. Tanda-tanda keterampilan gerak telah memasuki tahapan otomatis
adalah bila seorang siswa dapat mengerjakan tugas gerak tanpa berpikir lagi terhadap apa
yang akan dan sedang dilakukan dengan hasil yang baik dan benar.
Pada tahap otomatisasi, pelaksanaan tugas gerak yang bersangkutan tidak seberapa
terganggu oleh kegiatan yang lainnya yang terjadi secara simultan. Dalam beberapa
kejadian, seorang yang telah memasuki tahap otomatisasi mampu melakukan gerakan
yang efektif, sekalipun seolah-olah tidak sesuai teknik. Sebagai contoh, ketika dalam bola
basket, seorang melakukan gerakan shooting seolah-olah seperti gerakan melempar
biasa, namun bola bisa masuk ke jaring dengan sempurna.
Selain itu, ketika dalam suatu permainan, terjadi kondisi yang tidak ideal, maka dalam
tahap ini, seseorang bisa dengan cepat mengambil keputusan untuk melakukan gerakan
43
Sebagai contoh, seorang pemain bolavoli dapat melakukan passing atas secara efektif,
meskipun dalam keadaan posisi yang sulit, atau ketika seorang spiker siap melakukan
gerakan smash dengan tangan kanan, namun lambungan bola terlalu keras, maka dengan
cepat, dia bisa memutuskan untuk melakukan smash dengan tangan kiri.
Seringkali kita melihat dalam beberapa cabang olahraga, seseorang bisa melakukan
gerakan yang spontan namun berhasil memperoleh poin, misalnya
ketika bermain
bulutangkis, biasanya terjadi sebuah gerakan smash yang cepat bisa diantisipasi dengan
gerakan raket yang diayunkan di balik badan. Melihat kejadian ini, sering orang
e gataka
geraka refleks pe ai tersebut bagus, padahal defi isi geraka releks
sesungguhnya adalah gerakan yang terjadi di bawah kesadaran. Gerakan yang dilakukan
oleh pemain bulutangkis tersebut bukanlah gerakan refleks, namun gerakan tersebut
adalah gerak otomatis.
Pengontrolan gerak menurut Schimdt dalam mempelajari suatu gerakan ada 2 sistem
yaitu (1) pengontrolan gerak sistem tertutup (close loop control) dan, (2) pengontrolan
gerak sistem terbuka (open loop control). Pengontrolan gerak sistem tertutup yang
mencakup pemrosesan umpan balik untuk dicocokkan dengan sebuah rujukan tentang
benar salahnya gerakan passing bawah yang dilakukan, sehingga atas dasar kesalahan
yang terjadi perbaikan dilakukan. Pengontrolan gerak sistem tertutup relevan untuk
gerak yang dilakukan dalam tempo lamban dan berkesinambungan serta membutuhkan
kecermatan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini, untuk melihat
bagaimana terjadinya gerak dalam sistem tertutup:
44
“Mulai “ (go)
Umpan balik
Error
Eksekutif
r
o
r
r
E
Identifikasi Stimulus
Seleksi respons
Pemograman Respon
Rujukan
Otot - otot
Umpan balik
(Sensasi Otot
Umpan balik
Gerak
(Sensasi otot)
Perubahan
Dalam lingkungan
Umpan Balik
(Sensasi Lingkungan)
Gambar 2 : Sistem tertutup dalam pengontrolan gerak.
Sumber: Richard A.Schmidt, Motor Learning & Performance (Champaign,Illinois : Human Kinetics
Books, 1991).
Awal gerakan dalam sistem tertutup bermula dari si yal
ulai
ya g berasal dari dala
dari luar. Suatu gerakan berlangsung setelah informasi diproses
atau
melalui beberapa tahap
identifikasi rangsang, tahap pemilihan respon. dan tahap pemograman respons, sampai pada
pemberian perintah pada gerak otot. Jika melakukan suatu gerakan, maka setiap siswa harus
memiliki rujukan, bagaimana gerakan yang benar atau salah. Hal ini sangat penting, karena akan
dipergunakan sebagai patokan atau standar untuk menilai kembali pelaksanaan gerak. Hasil
perbandingan antara rujukan dan penampilan gerak akan dinilai berupa umpan balik.
Pengontrolan gerak sistem terbuka
Schmidt memaparkan lebih tepat untuk gerak yang
berlangsung dengan cepat. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini :
45
Input
Eksekutif
Instruksi
Efektor
Out put
Gambar 3 : Sistem terbuka pada pengontrolan gerak .
Sumber: Richard A.Schmidt, Motor Learning & Performance(Champaign,Illinois : Human Kinetics
Books, 1991)
Berdasarkan tahapan belajar gerak, proses pengolahan informasi dan pengontrolan gerak,
maka proses belajar passing bawah akan lebih mudah dilakukan oleh siswa.
Faktor faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah: 1) faktor proses
belajar; 2) faktor personal meliputi, ketajaman berfikir, intelegensi, ukuran fisik, latar
belakang pengalaman, emosi, kapabilitas, motivasi, sikap, jenis kelamin, dan usia, 3) faktor
situasi meliputi situasi alami dan situasi sosial.
2. Penerapan Prinsip Belajar Gerak dalaam Pembelajaran Penjasor
Pe dekata ya g digu aka adalah Metode Guru Mera a g da Me progra
“e diri .
Metode ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa salah satu fungsi guru adalah sebagai
perancang (designer), pembuat program (programmer), dan pengembang (developer)
program pembelajaran. Guru diharapkan mampu merencanakan program pembelajaran
yang disesuaikan dengan kondisi anak, tempat, maupun kondisi lain yang dapat
46
mempengaruhi pembelajaran. Fungsi guru tersebut masih dirasakan sangat lemah, karena
guru cenderung berfungsi sebagai pekerja (worker), bukan sebagai pembuat program
pembelajaran.
Fungsi guru sebagai pekerja cenderung kurang kreatif, kurang berkembang, dan bersifat
statis, karena hanya mengandalkan apa yang ada. Sebaliknya, fungsi guru sebagai
peranacang atau pembuat program cenderung lebih kreatif dan dinamis. Dalam menyusun
program latihan fisik atau pengembangan gerak harus mempertimbangkan komponenkomponen, yaitu (1) tujuan; (2) tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (kemampuan
gerak); (3) komponen fisik; dan (4) disesuaikan dengan dunia anak (metode).
a. Penentuan Tujuan
Pembelajaran pendidikan jasmani tidak hanya bertujuan mengembangkan aspek
psikomotor atau fisik, tetapi juga aspek kognitif dan afektif. Menentukan tujuan yang
dimaksud adalah menentukan hasil atau sasaran yang ingin dicapai atau ingin
ditingkatkan.
Ada dua tujuan yang dapat dirumuskan, yaiu (1) tujuan utama (main effect); dan (2)
tujuan penyerta (nurturant effect). Tujuan utama berkaitan dengan aspek psikomotor
atau fisik, yaitu keterampilan gerak dan unsur-unsur fisik (kecepatan, kekuatan, daya
tahan, kelincahan dan unsur fisik lainya). Tujuan penyerta berkaitan dengan dampak atau
pengaruh yang diakibatkan karena melakukan aktivitas fisik, seperti unsur-unsur
kerjasama, menghargai orang lain, mengendalikan diri, sportif, pemecahan masalah, dan
lain-lain.
b. Penyusunan program
Dilihat dari sudut tingkat pertumbuhan dan perkembangan, anak usia antara 6-12 tahun
memiliki tingkat kemampuan gerak dasar dan dilanjutkan usia 13-15 serta usia 16-18
dalam rangka pembentukan pada Pendidikan jasmani. Oleh karena itu, penyusunan
program aktivitas fisik anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan tersebut.
Secara umum gambaran perbedaan antar peserta didik harus dijadikan landasan untuk
penyusunan program pengembangan pola gerak dasar. Setiap peserta didik mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda untuk mempelajarai gerakan keterampilan.
47
Perbedaan kemampuan terjadi terutama karena kualitas fisik yang berbeda beda, dan
perbedaan kualitas fisik terjadi karena pengalaman yang berbeda-beda. Setiap peserts
didik tidak ada yang makan makanan yang sama, tidak ada yang melakukan aktivitas
dengan kondisi yang sama, tidak ada yang beristirahat dengan kondisi yang sama, tidak
ada yang mengalami sakit dengan derajat yang sama, dan sebagainya. Kondisi yang unik
pada setiap peserta didik mengakibatkan terjadinya kemampuan yang berbeda-beda.
Perbedaan individu bukan hanya yang berkaitan dengan unsur fisik, tetapi juga dalam
aspek psikologis. Tidak ada satupun peserta didik yang mempunyai watak atau sifat
kepribadian dan tingkat kecerdasan yang sama dengan peserta didik lain, termasuk
anank kembar sekalipun. Yang ada hanya kemirip-miripan dan bukan sama persis satu
dengan yang lainnya.
Dengan kenyataan bahwa tidak seorangpun peserta didik yang sama satu dengan yang
lainya baik dalam aspek fisik ataupun aspek psikologis, maka pada dasarnya setiap orang
memerlukan perlakuan yang berbeda-beda didalam proses pembelajaran agar masingmasing dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki, prinsip ini
berlaku juga dalam proses belajar gerak.
Di dalam proses belajar mengajar gerak penjasorkes di sekolah, di mana pada umumnya
seorang guru harus mengajar peserta didik yang jumlahnya kadang-kadang 40 bahkan
lebih, tentunya tidak memungkinkan bagi guru untuk memberikan perlakuan kepada
peserta didik dengan program yang
berbeda-beda. Pada umumnya, dalam kondisi
seperti itu guru memberikan perlakuan atau kondisi belajar berdasarkan kemampuan
rata-rata peserta didik. Bagi yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata materi
pelajaran yang kurang memberikan beban atau tantangan sesuai tujuan pembelajaran
maka materi ajar dapat dikuasai dengan mudah, juga sebaliknya, bagi peserta didik
dengan kemampuan dibawah rata-rata, matei ajar yang diberikan dapat terasa berat
sehingga menjadi sulit untuk dikuasai atau sulit untuk mencapai kemajuan.
3. Analisis Kemampuan Gerak
Kemampuan fisik dapat tercermin dalam komponen fisik yang terdiri dari daya tahan,
kecepatan, kekuatan, kelincahan, Kelentukan, keseimbangan, komposisi tubuh dan
48
kordinasi. Kemampuan gerak dasar meliputi, kemampuan gerak lokomotor, stabilitas dan
gerak manipulasi. Masing-masing kemampuan gerak ini memiliki unsur-unsur yang berbeda,
dari komponen kemampuan gerak tersebut, kemudian diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih
yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Demikian juga untuk komponen fisik perlu diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih yang
disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Setelah komponen kemampuan gerak dan
kemampuan fisik diidentifikasi, dianalisis, dan dipilih, maka langkah selanjutnya
dikembangkan dalam bentuk program pelajaran yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Program yang paling mudah adalah metode sirkuit training, karena metode ini
menantang anak melalui aktivitas sirkuit keterampilan merupakan cara yang sangat baik
untuk mendorong dan meningkatkan keterlibatan di dalam rentang keterampilan dan
aktivitas yang luas. Sirkuit keterampilan dikarakteristikkan dengan (1) berbagai pos yang
terpisah; (2) tiap pos memerlukan keterampilan yang berbeda untuk anak; dan (3)
menyiapkan sebuah tempat, tempat bermain atau di dalam ruangan atau gedung. Pos-pos
tersebut dirancang untuk mendorong partisipasi maksimum dan peningkatan individu.
Sebanyak pos yang diperlukan dapat disiapkan, dengan 12 pos sebagai jumlah maksimum
yang disarankan. Anak harus bekerja di dalam kelompok yang berisi 2 atau 3 anak agar
supaya tiap anak memperoleh tingkat keterlibatan yang tinggi dalam keterampilan tertentu.
Dalam aktivitas-aktivitas tertentu memerlukan pasangan, agar kelompok yang berisi 3 anak,
memastikan bahwa tiap anak memiliki giliran dengan pasangannya. Rentang waktu yang
disarankan untuk tiap pos 50 detik, diikuti dengan istirahat atau interval 10 detik. Salah satu
cara yang efektif untuk mengatur pelaksanaan sirkuit ini adalah dengan menyusun, misalnya
sebuah tape musik, yaitu 50 detik dengan musik ....., 10 detik tanpa musik ....., 50 detik
dengan musik ....., 10 detik tanpa musik ...., dan seterusnya. Dengan cara ini anak akan
mengetahui kapan bergerak dan kapan bersiap-siap untuk melakukan pada pos selanjutnya.
Anak harus diberi penjelasan secukupnya mengenai cara pelaksanaan.
Sirkuit keterampilan merupakan bentuk aktivitas yang dapat dilakukan kapan saja dan untuk
cabang olahraga apa saja. Konsep sirkuit bukan merupakan hal yang baru. Guru dapat
menggunakan sirkuit ini dalam mengajar/melatih.
49
DAFTAR PUSTAKA
Ateng, Abdulkadir, Pendidikan Jasmani Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu Keolahragaan Guna
Krida Prakasa Jati, 1993
Bucher, C.A, Fundation of Physical Education, ST Louis : CV. Mosby Co. 1960
Lutan, Rusli. Masalah, Tantangan dan Arah Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia.
Jakarta : Makalah. Direktorat Jendral Oelahraga pelajar dan Mahasiswa. 2001.
Elliot, dkk. Educational Psychologi: Effektive Teaching Learning. Singapura: Mc Graw-Hill Book,
1999
Gallahue, David L. Motor Development and Movement Experiences. New York: John Wiley &
Sons, Inc., 1975
Gallahue, David L. Understanding Motor Development Infants, Children, Adolecent. New York:
MacMillan Publishing Company., 1989
Hurlock, Elizabeth B, Perkembangan Anak. Terjemahan Tjandrosa dan Muslichah Zarkasih.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 1990
Magill, R.A,. Motor Learning Concepts and Applications. Mc Graw-Hill Int, 2001.
Maksum, A.. Psikologi Olahraga: Teori dan Aplikasi. Surabaya: Fakultas Ilmu Keolahragaan –
Universitas Negeri Surabaya., 2007.
Sage, G.. Political economy and sport. Dala Jay Coakley & Eri Du
Studies . Lo do : Sage publications, 2006.
i g, Ha dbook of “port
Shields, DLL. & Bredemeier, BJL. Sport and character development. Research Digest, Series 7,
No. 1, March 2006.
Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, 1988
Pate, Rotella and, Mc Clenaghen, Scientific Foundationan Coaching, Newyork: Sounders College
Publishing, terjemahan. 1979
Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
50
Richard A. Schmidt dan Timothy D. Lee,. Motor Control and Learning , Fourth Edition, Human
Kinetics, 2005.
Sindentop, Daryl. Introduction to Physical Education, Fitness and Sport. London & Toronto:
Mayfiled Publishing Company. 1994.
Sugiyanto, Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta : Universitas Terbuka, 1996
Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor:
PPPPTK Penjas dan BK, 2014
Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK
Penjas dan BK, 2015
51
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
BAB IV
STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN PJOK
DR. IMRAN AKHMAD, M.PD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
1
BAB IV
STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN PJOK
URAIAN MATERI
A. Landasan Yuridis Kompetensi Mata Pelajaran Penjasorkes
Pendidikan sebagaimana yang dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 angka 1 adalah: usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan
potensi
dirinya
untuk
memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Paradigma pendidikan tersebut selanjutnya dirumuskan ke dalam fungsi dan tujuan
pendidikan nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3 menetapkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi parameter utama untuk
merumuskan standar nasional pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 35 sebagai
berikut:
1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan
yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
2
3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan
pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi,
penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Fungsi standar nasional pendidikan adalah untuk penjaminan dan pengendalian mutu
pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan
merupakan salah satu dari 8 (delapan) standar nasional pendidikan sebagaimana yang
ditetapkan dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi
pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
1. Standar Kompetensi Lulusan
Pe didika
e iliki ba yak di e si, salah satu ya adalah di e si politik dari
pe didika . “ebagai proses politik, pe didika
pe yele ggaraa
e iliki aspek legal for al dala
ya. Di I do esia ya g relatif terpusat siste
pe didika diatur se ara lebih detail. Misal ya, dala
Pe didika
da
Kebudayaa
PE‘MENDIKBUD)
usaha
kekuasaa pe eri tah ya,
hal kurikulu , Peratura Me teri
e gatur se ara ri i kurikulu
dari
ulai arah kurikulu , sta dar apaia da isi, bahka sa pai pada bagai a a silabus,
re a a pelaksa aa pe belajara da pe ilaia se esti ya harus dilakuka . De ga
kata lai , kurikulu
di I do esia e deru g preskriptif, berpera seperti resep ya g harus
diikuti satu persatu. Dala
e jadi fo dasi huku
Kurikulu
20 .
Kurikulu
20
bab i i, ka i aka
bagi kurikulu
e yajika aspek-aspek legal for al ya g
saat i i, atau ya g seri g disebut sebagai
berbasis legal for al pada berbagai Peratura Me teri. U tuk ti gkat
pe didika
“MA, Peratura
tahu 20
te ta g Kurikulu
Me teri ya g pe ti g adalah PE‘MENDIKBUD tahu
“MA. Peratura Me teri i i
e berika la dasa huku
te ta g kera gka dasar kurikulu , struktur kurikulu , silabus, da
pelajara . “elai
itu, ada beberapa Peratura
3
59
pedo a
ata
Me teri ya g sali g terkait, seperti
PE‘MENDIKBUD No or 0 te ta g pe belajara da No or 0 te ta g pe ilaia .
U tuk
e guraika PE‘MENDIKBUD No 59 tahu 20
ya g di aksid de ga
“ta dar Ko pete si Lulusa
i i, ka i aka
e jabarka apa
“KL), Ko pete si Isi KI), da
Ko pete si Dasar KD). “ta dar Ko pete si Lulusa u tuk Kurikulu
20
e ga u
pada PE‘MENDIKBUD No 5 tahu 20 . Apa ya g di aksud sebagai SKL adalah kriteria
mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Standar
Kompetensi
Lulusan
digunakan
sebagai
acuan
utama
pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
dan standar pembiayaan. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi
kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa
belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. SKL
mencakup tiga dimensi: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tabel di bawah ini
menyajikan kualifikasi kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah
menyelesaikan jenjang SMA.
Tabel 3.1. “tandar Ko petensi Lulusan untuk “MA dan yang sederajat.
Di ensi
“ikap
Pe getahua
Ketera pila
Kualifikasi Ke a puan
Me iliki perilaku ya g e er i ka sikap ora g
beri a , berakhlak ulia, beril u, per aya diri, da
berta ggu gjawab dala beri teraksi se ara efektif
de ga li gku ga so ial da ala serta dala
e e patka diri sebagai er i a ba gsa dala
pergaula du ia.
Me iliki pe getahua faktual, ko septual,
prosedural, da
etakog itif dala il u
pe getahua , tek ologi, se i, da budaya de ga
wawasa ke a usia , keba gsaa , ke egaraa , da
peradaba terkait pe yebab serta da pak
fe o e a da kejadia .
Me iliki ke a pua berpikir da ti dak ya g
efektif da kreatif dala ra ah abstrak da ko kret
sebagai pe ge ba ga dari ya g dipelajari di
sekolah se ara a diri.
4
SKL tersebut kemudian menjadi acuan untuk mengembangkan Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai
Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap
tingkat kelas atau program. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi
(organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses
pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam
kompetensi inti.
2. Cakupan Kompetensi Lulusan
Penetapan pendekatan kompetensi lulusan didahului dengan mengidentifikasi apa yang
hendak dibentuk, dibangun, dan diberdayakan dalam diri peserta didik sebagai jaminan
yang akan mereka capai setelah menyelesaikan pendidikannya pada satuan pendidikan
tertentu.
Pendekatan kompetensi lulusan menekankan pada kemampuan holistik yang harus
dimiliki setiap peserta didik. Hal itu akan membawa implikasi terhadap apa yang
seharusnya dipelajari oleh setiap individu peserta didik, bagaimana cara mengajarkan,
dan kapan diajarkannya.Cakupan kompetensi lulusan satuan pendidikan berdasarkan
elemen-elemen yang harus dicapai dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.2:Kompetensi Lulusan Berdasarkan Elemen-Elemen yang Harus Dicapai
DOMAIN
Elemen
SD
SMP
SMA-SMK
Proses
Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati
+ Mengamalkan
Individu
beriman, berakhlak mulia (jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli, santun), rasa ingin tahu, estetika,
percaya diri, motivasi internal
Sosial
toleransi, gotong royong, kerjasama, dan musyawarah
Alam
pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotik, dan
cinta perdamaian
SIKAP
5
DOMAIN
KETERAMPILAN
PENGETAHUAN
Elemen
SD
SMP
SMA-SMK
Proses
Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah +
Menyaji + Menalar + Mencipta
Abstrak
membaca, menulis, menghitung,
menggambar,mengarang
Konkret
menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi,
membuat, mencipta
Proses
Mengetahui + Memahami + Menerapkan +
Menganalisa + Mengevaluasi
Objek
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya
Subyek
manusia, bangsa, negara, tanah air, dan dunia
Cakupan kompetensi lulusan satuan pendidikan secara holistik dapat dilihat dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 3.3: Kompetensi Lulusan Secara Holistik
DOMAIN
SD
SMP
SMA-SMK
Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati +
Mengamalkan
SIKAP
pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan
bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya
Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji +
Menalar + Mencipta
KETERAMPILAN
pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan
kreatif dalam ranah abstrak dan konkret
Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisa +
Mengevaluasi
PENGETAHUAN
pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban
6
Dari tabel di atas, cakupan kompetensi lulusan secara holistik dirumuskan sebagai
berikut:
1) Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Sikap:
Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan
bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam
sekitar, serta dunia dan peradabannya.
Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan.
2) Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Keterampilan:
Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan
kreatif dalam ranah abstrak dan konkret.
Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta.
3) Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Pengetahuan:
Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisa, dan mengevaluasi.
Perumusan kompetensi lulusan antarsatuan pendidikan mempertimbangkan gradasi
setiap tingkatan satuan pendidikan dan memperhatikan kriteria sebagai berikut:
a) perkembangan psikologis anak,
b) lingkup dan kedalaman materi,
c) kesinambungan, dan
d) fungsi satuan pendidikan.
1. Kompetensi Inti Mata Pelajaran Penjasorkes
Dapat dilihat pada www.kurikulumnasional.ga, dan/atau
dokumenkurikulumindonesia.blogspot.com
7
2. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Penjasorkes
Dapat dilihat pada www.kurikulumnasional.ga, dan /atau
dokumenkurikulumindonesia.blogspot.com
3. Prinsip Perumusan Tujuan Pembelajaran
Dapat dilihat pada www.kurikulumnasional.ga, dan/atau
dokumenkurikulumindonesia.blogspot.com
4. Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi
Dapat dilihat pada www.kurikulumnasional.ga, dan/atau
dokumenkurikulumindonesia.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010, Tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan jabatan Fungsional Guru dan Anbgka Kreditnya., Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010, tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya., Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Pedoman Penilaian Prestasi Kerja Guru, Kepala Sekolah Dan Guru Yang Diberi Tugas Tambahan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014., Badan PSDMPK PMP
Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor:
PPPPTK Penjas dan BK, 2014
Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK
Penjas dan BK, 2015
8
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
BAB V
PENGEMBANGAN MATERI AJAR PJOK
DR. IMRAN AKHMAD, M.PD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
1
BAB V
PENGEMBANGAN MATERI AJAR PJOK
URAIAN MATERI
A. Karakteristik Peserta Didik Dan Tingkat Perkembangannya
Perkembangan fisik merupakan salah satu aspek perkembangan peserta didik yang sangat
penting dan mempengaruhi aspek-aspek perkembangan lainnya. Perkembangan fisik atau
yang disebut juga pertumbuhan biologis merupakan salah satu aspek penting dari
perkembangan individu. Lebih lanjut dinyatakan oleh
Siefert dan Hoffnung, 1994,
mengatakan bahwa perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh
(seperti: pertumbuhan otak, system saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan
berat badan, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara-cara individu
untuk menggunakan tubuhnya (seperti: perkembangan keterampilan motorik dan
perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti: penurunan
fungsi jantung, pengelihatan dan sebagainya).
Pertumbuhan dan perkembangan fisik peserta didik dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu
tahap setelah lahir hingga usia tiga tahun, tahap anak-anak hingga masa pubertas (3-10
tahun), tahap pubertas (10-14 tahun), dan tahap remaja/adolesen (usia 12 tahun ke atas).
Berdasarkan tahapan di atas, maka anak usia sekolah (SD-SMP) dimasukan dalam tahap
prapubertas dan pubertas awal, sedangkan anak SMP hingga SMA dimasukan dalam tahap
remaja.Usia 12-19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara
masa kanak-kanak dan usia dewasa. Periode ini merupakan masa perubahan yang sangat
besar. Selama periode tahun ini pertumbuhan fisik, emosional, dan intelektual terjadi
de ga ke epata ya g
e usi gka ,
e a ta g peserta didik sebagai re aja u tuk
e yesuaika diri de ga suatu be tuk tubuh baru , ide titas sosial, da
e perluas
pandangan tentang dunia.
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat dibandingkan
dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan gizi
yang lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan fisik remaja jelas
2
terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, serta otot-otot tubuh berkembang
pesat.
Pertumbuhan dan perubahan fisik sangat nyata pada peserta didik usia ini, baik laki-laki
maupun perempuan. Perubahan dan pertumbuhan itu merupakan pengalaman tersendiri
bagi remaja. Dalam rentang beberapa tahun ini peserta didik mempersiapkan diri menjadi
anggota masyarakat dewasa yang mandiri dan berkontribusi kepada masyarakat. Dimensi
perkembangan psikoseksual pun mengalami pematangan yang luar biasa.
Pubertas adalah waktu perkembangan fisik yang cepat, menandakan akhir masa kanakkanak dan awal kematangan seksual. Meskipun pubertas dapat dimulai pada waktu yang
berbeda bagi masing-masing peserta didik, baik perempuan maupun laki-laki umumnya
menyelesaikan masa ini tanpa masalah. Keduanya mengalami perkembangan secara
struktural dan hormonal yang mencerminkan kesiapan produksi seksual mereka. Kecepatan
perkembangan seksual remaja dewasa bervariasi. Awal pubertas wanita dan pria berada
pada kisaran usia 6 sampai 7 tahun. Ketika memasuki usia 14 tahun, misalnya seseorang
cenderung perkembangan yang berbeda dengan yang lainnya. Sebagian telah
menampakkan diri sebagai manusia dewasa atau remaja yang sudah matang. Akhirnya,
kesemuanya bisa mencapai kematangan yang relatif sama.
Tanda awal dari percepatan kematangan remaja adalah pertumbuhan atau peningkatan
secara nyata pada tinggi dan berat badan. Percepatan pertumbuhan wanita biasanya
dimulai antara usia 10 dan 14 tahun. Dan berakhir pada usia 16 tahun. Percepatan
pertumbuhan laki-laki biasanya dimulai antara usia 10 dan 16 tahun danberakhir usia 18
tahun. Perempuan umumnya mulai pubertas beberapa tahun lebih awal daripada anak lakilaki, sekitar usia 11-12 tahun. Peningkatan tingkat estrogen memicu terjadinya pubertas
pada anak perempuan, ciri-cirinya adalah:
a. Badan mereka tumbuh tinggi
b. Pinggul melebar
c. Payudara menjadi bulat dan besar
d. Rambut bertumbuh pada kaki, bawah lengan, dan sekitar alat kelamin
e. Labia menebal
3
f. Klitoris memanjang
g. Rahim membesar
h. Menstruasi.
Sekitar usia 12 atau 13 tahun perempuan mulai menstruasi. Permulaan menstruasi disebut
menarche. Pada saat ini perempuan siap hamil. Pada anak laki-laki peningkatan kadar
hormon testos teron memicu anak laki-laki sekitar usia 12 hingga 14 tahun, ciri cirinya
adalah:
a. Anak laki-laki menjadi lebih tinggi, lebih berat, dan kuat
b. Suara dalam mereka semakin tampak terdengar
c. Bahu melebar
d. Rambut tumbuh di bawah lengan, wajah, sekitar alat kelamin, dan bagian lain tubuh
e. Testis menghasilkan sperma
f. Penis dan organ reproduksi lainnya memperbesar.
Perubahan yang dihasilkan pada masa pubertas dapat berefek luas pada tubuh anak remaja.
Gadis remaja dan anak laki-laki sama-sama meningkat tinggi dan berat badannya, muncul
kecanggungan umum, naik dan turun suasana emosional, tumbuh jerawat, dan sebagainya.
Perubahan yang drastis ini, termasuk waktu pematangan seksual, dapat menjadi sumber
kecemasan besar dan frustasi pada mereka.
Potensi Psikomotorik Peserta Didik Dalam Mata Pelajaran Penjasorkes
Kemampuan Psikomotorik Keterampilan Gerak hanya bisa dikembangkan dengan latihanlatihan yang menuju kearah peningkatan kemampuan anak. Pengembangan tersebut
memerlukan rangsangan yang adekuat agar perkembangan potensi Psikomotorik
Keterampilan Gerak anak bisa optimal. Peningkatan potensi perkembangan Psikomotorik
Keterampilan Gerak dan Pengembangan Gerak merupakan faktor yang sangat penting
dalam kesuksesan pengajaran. Peningkatan kemampuan motorik, anak akan mampu
menerima pengajaran sesuai dengan batasan jenjang pendidikannya.
Ranah
ini
mencakup
kemampuan ketrampilan
fisik
dalam
mengerjakan
atau
menyelesaikan sesuatu, seperti keterampilan dalam bidang olahraga, penguasaan dalam
4
menjalankan mesin , dan sebagainya. Pada ranah ini juga terbagi dalam sejumlah aspek,
meliputi persepsi terhadap panca indera, kesiapan untuk suatu gerakan fisik, respon
terpimpin atau gerakan yang dilakukan berdasarkan trial and error ataupun berdasarkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, mekanisme atau kecakapan melakukan sesuatu,
respon motorik yang tampak atau terlihat, penyesuaian atau adaptasi, serta aspek
penciptaan gerakan baru sebagai hasil dari ketrampilan.
Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi menjadi lima kategori :
1) Peniruan, domain ini terjadi ketika peserta didik mengamati suatu gerakan, kemudian
memberikan respon serupa dari gerakan yang diamatinya. Aspek domain ini pada
umumnya bersifat global dan tidak sempurna.
2) Manipulasi, pada tingkat manipulasi ini, peserta didik menampilkan sesuatu menurut
petunjuk-petunjuk, sehingga peserta didik tidak hanya meniru tingkah laku yang
diamatinya.
3) Ketetapan, domain ini peserta didik memerlukan ketelitian, proporsional, dan kepastian
lebih tinggi dalam penampilannya yang ia tunjukkan.
4) Artikulasi, domain ini mengacu pada koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan tujuan
yang tepat hingga mencapai suatu hal yang diharapkan.
5) Pengalamiahan, merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotor.
Dalam hal ini, peserta didik dituntut untuk melakukan suatu kegiatan secara rutin.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek domain psikomotor ini merupakan
pengajaran yang lebih mengorientasikan pada tingkah laku atau pelaksanaannya. Secara
tidak langsung, aspek psikomotorik ini berfungsi untuk meneruskan nilai yang terdapat
dalam aspek kognitif yang diaplikasikan dalam bentuk yang nyata oleh domain psikomotor.
Beberapa kontelasi perkembangan motorik individu dipaparkan oleh Harlock (1996)
sebagai berikut:
5
a) Melalui keterampilan motorik, anak dapat terhibur dirinya dan memperoleh perasaan
senang. Seperti, anak merasa senang memiliki keterampilan memainkan boneka,
melempar bola dan memainkan alat-alat mainan.
b) Dengan keterampilan motorik anak dapat bernjak dari kondisi tidak berdaya pada
bulan-bulan pertama dalam kehidupanya kepada kondisi independen. Anak dapat
bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya
sendiri. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri.
c) Melalui peningkatan potensi perkembangan Psikomotorik Keterampilan Gerak
Pengembangan Gerak anak dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekolah. Pada
masa prasekolah atau pada masa awal sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih
menulis menggambar, melukis dan baris berbaris.
d) Melalui eningkatan potensi perkembangan Psikomotorik Keterampilan Gerak
Pengembangan Gerak yang normal memungkinkan anak dapat bermain dan bergaul
dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat dalam
bergaul dengan teman sebaynya, bahkan dia kan terkucilkan atau menjadi anak yang
terpinggirkan.
Peningkatan potensi perkembangan Psikomotorik Keterampilan Gerak Pengembangan
Gerak sangat, penting bagi perkembangan self concept (kepribadian anak
B. Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Besar
1. Materi Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Besar I (Permainan Sepakbola)
a. Pembelajaran Gerak Dasar Permainan Sepakbola
Sebelum peserta didik mempelajari teknik dasar permainan sepakbola, peserta didik
diperintahkan untuk bermain sepakbola yang sederhana dengan menggunakan
peraturan yang dimodifikasi.
Dalam bermain, peserta didik diharapkan dapat menunjukkan nilai-nilai sikap seperti:
sportifitas, kerja sama, tanggung jawab, dan disiplin. Sambil bermain peserta didik
diminta untuk mengamati dan rasakan menendang bola dengan kaki yang mana mudah
dilakukan.
6
Cara bermain sepakbola yang dimodifikasi adalah sebagai berikut.
1)
jumlah pemain 12 orang (untuk dua tim) masing-masing 6 pemain untuk satu
tim.
2)
pada garis lapangan dipasang gawang atau tiang bendera kecil.
3)
lapangan yang dapat digunakan adalah lapangan basket atau bolavoli yang
memiliki garis tengah.
4)
tiap tim menempatkan 3 pemain penyerang pada daerah lapangan lawan dan 2
pemain bertahan pada daerah lapangan sendiri.
5)
setiap pemain berusaha mempertahankan gawangnya dan melakukan serangan.
6)
pemain bertahan dan penyerang hanya boleh bergerak di daerah yang
ditempatinya.
7)
bila pemain bertahan dapat merebut bola segera berikan operan pada temannya
yang ada di daerah lawan.
8)
tim dianggap menang apabila dapat memasukkan bola ke gawang lawan
sebanyak mungkin.
9)
waktu permainan untuk setiap tim 5 – 10 menit.
Setelah peserta didik bermain sepakbola yang sederhana, selanjutnya peserta didik
mempelajari gerak dasar menendang dan menahan bola permainan sepakbola yang
benar. Pembelajaran menendang dan menahan bola permainan sepakbola tersebut
akan diuraikan secara lengkap sebagai berikut.
Teknik dasar sepakbola terdiri dari bermacam-macam gerakan. Keahlian seseorang
dalam mempermainkan bola sangatlah berguna untuk suatu pertandingan yang
berkualitas. Untuk dapat bermain sepakbola dengan baik dan terampil, seorang
pemain sepakbola dituntut untuk menguasai teknik dasar sepakbola. Tanpa
penguasaan teknik yang baik, pemain sepakbola tidak mungkin dapat menguasai
atau mengontrol bola dengan baik pula. Tanpa kemampuan men guasai bola dengan
baik, tidak mungkin dapat menciptakan kerja sama dengan pemain lain. Kerja sama
dalam permainan sepakbola merupakan inti dari permainan sepakbola.
7
Teknik sepakbola dengan bola antara lain: (1) Teknik menendang bola, (2) Teknik
menahan bola (trapping), (3) Teknik menggiring bola (dribble), (4) Teknik gerak tipu,
(5) Teknik menyundul bola (heading), (6) Teknik merebut bola (tackling), (7) Teknik
lemparan kedalam (throw-in) dan (8) Teknik penjaga gawang.
Bentuk aktivitas pembebalajar teknik sepak bola dapat dilihat pada Buku
Pengangan Pembelajaran PJOK yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan
kelas serta Kompetensi Dasar yang ditetapkan.
2. Materi Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Besar II (Permainan Bolavoli)
a. Konsep Dasar Permainan Bola Besar (Bolavoli)
Permainan bolavoli pada awal ide dasarnya adalah permainan memantul-mantulkan bola
(to volley) oleh tangan atau lengan oleh dua regu yang bermain di atas lapangan yang
mempunyai ukuran-ukuran tertentu. Untuk masing-masing regu, lapangan dibagi dua
sama besar oleh net atau tali yang dibentangkan di atas lapangan dengan ukuran
ketinggian tertentu. Salah satu pemain tidak boleh memantulkan bola dua kali secara
berturut-turut. Prinsip permainan bolavoli adalah menjaga bola agar jangan sampai jatuh
di lapangan sendiri dan berusaha menjatuhkan bola di lapangan lawan atau mematikan
bola di lapangan lawan. Peraturan dasar yang digunakan adalah bola harus dipantulkan
oleh tangan, lengan, atau bagian depan badan dari anggota badan. Bola harus
diseberangkan ke lapangan lawan melalui atas net.
Tujuan orang bermain bolavoli berawal dari tujuan yang bersifat rekreatif, kemudian
berkembang ke arah tujuan-tujuan lain seperti untuk mencapai prestasi yang tinggi,
meningkatkan prestasi diri atau bangsa dan negara, memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan kebugaran jasmani, memanfaatkan waktu luang, bersosialisasi, bahkan
saat ini ada sebagian pemain yang bertujuan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Di
lingkungan sekolahan permainan bolavoli digunakan sebagai salah satu sarana atau alat
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
8
Bentuk aktivitas pembebalajar teknik bolavoli dapat dilihat pada Buku Pengangan
Pembelajaran PJOK yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan kelas serta
Kompetensi Dasar yang ditetapkan
3. Materi Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Besar III (Permainan Bolabasket)
a. Konsep Dasar Aktivitas Permainan Bola Besar (Bola Basket)
1) Lapangan Permainan
Dalam permainan yang sebenarnya, permainan bolabasket dilakukan pada sebuah
lapangan empat persegi panjang dengan ukuran:
a) Panjang garis samping lapangan: 26 meter
b) Lebar lapangan : 14 meter
c) Garis tengah lingkaran di tengah lapangan
: 3.6 meter
d) Tinggi ring basket
: 2,75 meter
e) Diameter ring basket
: 0,45 meter
f) Ukuran papan pantul
:1,80 meter x 1,20 meter
Gambar 11 : Lapangan, ukuran ring dan papan pantul
permainan bola basket
D. Aktivitas Permainan dan Olahraga Bola Kecil
1. Aktivitas Permainan Bulutangkis Mini
Bulutangkis adalah cabang olahraga yang termasuk ke dalam kelompok olahraga
permainan. Permainan bulutangkis dapat dimainkan di dalam maupun di luar lapangan, di
9
atas lapangan yang dibatasi dengan garis-garis dalam ukuran panjang dan lebar tertentu.
Lapangan bulutangkis dibagi menjadi dua sama besar dan dipisahkan oleh net yang
tergantung di tiang net yang ditanam di pinggir lapangan. Alat yang dipergunakan adalah
sebuah raket sebagai alat pe ukul serta shutlecock sebagai bola ya g dipukul.
Permainan dimulai dengan cara menyajikan bola atau service, yang memukul bola dari
petak service kanan ke petak service kanan lawan, sehingga jalan bola menyilang.
Permainan bulutangkis ini biasanya dimainkan oleh: (1) Seorang pria melawan seorang
pria (tunggal putra), (2) Seorang wanita melawan seorang wanita (tunggal putri), (3)
Sepasang pria melawan sepasang pria (ganda putera), (4) Sepasang wanita melawan
sepasang wanita (ganda puteri), dan (5) Sepasang pria/ wanita melawan sepasang
pria/wanita (ganda campuran).
Untuk dapat berprestasi dengan baik dalam permainan bulutangkis unsur utama yang
harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang pemain bulutangkis adalah komponen dasar.
Dalam permainan bulutangkis kemampuan service mutlak dikuasai oleh pemain. Salah
melakukan service berarti fatal, sedangkan unggul dalam service berarti membuka
kemungkinan mendapatkan angka.
Tujuan pembelajaran memukul shuttlecock adalah untuk mengombinasikan gerakangerakan memukul shuttlecock yang telah dipelajari. Gerakan memukul shuttlecock dapat
dilakukan dengan cara: berpasangan dan berkelompok.
2. Aktivitas Permainan Tenis Meja
Tenis meja merupakan cabang olahraga yang dimainkan di dalam gedung (indoor game)
oleh dua pemain atau empat pemain. Cara memainkannya dengan menggunakan raket
yang dilapisi karet untuk memukul bola celluloid melewati jaring yang tergantung di atas
meja yang dikaitkan pada dua tiang jaring. Permainan tenis meja atau lebih dikenal
de ga istilah lai , yaitu Ping Pong adalah
erupaka suatu aba g olahraga ya g u ik
dan bersifat rekreatif.
Pada dasarnya permainan tenis meja dapat dibagi menjadi empat, yaitu: (1) Prinsip
memegang bet (grip), (2) Prinsip siap sedia (stance), (3) Prinsip gerakan kaki (footwork),
10
dan (4) Prinsip pukulan (stroke). Tanpa penguasaan teknik dasar bermain tenis meja
dengan baik, tidak mungkin dapat bermain tenis meja dengan baik pula. Permainan tenis
meja akan berhasil dengan baik apabila terampil melakukan teknik bermain tenis meja.
Tujuan pembelajaran memukul bola adalah untuk mengombinasi-kan gerakan-gerakan
memukul bola yang telah dipelajari. Gerakan memukul bola dapat dilakukan dengan cara:
berpasangan dan berkelompok. Bentuk-bentuk pembelajaran memukul bola antara lain
sebagai berikut.
3. Aktivitas Permainan Kasti
Permainan kasti merupakan olahraga permainan beregu yang dimainkan oleh dua regu.
Masing-masing regu terdiri dari 12 orang pemain. Permainan ini dimainkan di lapangan
berbentuk empat persegi panjang yang dibatasi oleh garis batas dengan lebar 5 cm atau
menggunakan tali tambang. Sebagai alat permainan menggunakan bola kasti dan kayu
pemukul.
Unsur gerak dasar permainan, yaitu melambungkan bola, menangkap bola, melempar
bola, berlari, taktik dan strategi, dan peraturan permainan.
Tujuan pembelajaran melempar, memukul dan menangkap bola adalah untuk
mengkombinasikan gerakan-gerakan melempar, memuku dan menangkap bola yang telah
dipelajari. Setelah melakukan gerakan melempar, memukul dan menangkap bola, coba
rasakan gerakan melempar, memukul dan menangkap bola yang mana mudah dan sulit
dilakukan. Mengapa gerakan tersebut mudah dan sulit dilakukan? Temukan permasalahan
tersebut, kemudian lakukan kembali gerakan-gerakan tersebut.
Gerakan melempar, memuku dan menangkap bola dapat dilakukan dengan cara:
berpasangan dan berkelompok. Dalam melakukan gerakan melempar, memuku dan
menangkap bola, peserta didik diharapkan dapat menunjukkan nilai-nilai sikap seperti:
sportivitas, kerja sama, tanggung jawab, dan disiplin.
4. Aktivitas Permainan Rounders
Rounders adalah cabang olahraga yang hampir sama dengan base ball dan softball. Disini
pemain setelah memukul bola berlari mengelilingi lapangan dengan ditandai dengan tiang
11
sebagai ‘ou ders . ‘egu ya g dapat
e gelili gi lapa ga lebih ba yak keluar sebagai
pemenang. Olahraga ini berasal dari Inggris bersamaan dengan base ball dan softball.
B. Aktivitas Atletik
1. Aktivitas Pembelajaran Jalan Cepat
Jalan cepat adalah gerak maju langkah kaki yang dilakukan sedemikian rupa sehingga
kontak dengan tanah tetap terpelihara dan tidak terputus. Selama saat setiap langkah,
kaki yang bergerak maju pejalan kaki harus berhubungan/menyentuh tanah sebelum
kaki belakang meninggalkan tanah. Kaki penyangga harus diluruskan (tidak bengkok di
lutut) untuk sekurang-kurangnya sesaat dalam posisi tegak/vertikal.
Di dalam perlombaan jalan cepat yang penting diperhatikan oleh setiap pejalan cepat
adalah melakukan gerak langkah maju ke depan dengan salah satu kaki selalu tetap
kontak dengan tanah. Artinya bahwa pada setiap akan melangkahkan kaki, salah satu
kaki harus selalu tetap berhubungan atau menempel pada tanah.
Akan tetapi mengingat dalam pelaksanaan perlombaan jalan cepat itu diawali dengan
adanya pemberangkatan (start) dan diakhiri dengan melewati garis finish, maka untuk
gerakan jalan cepat ini dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: gerakan start, jalan
cepat, dan melewati garis finish.
Tanpa penguasaan prinsip dasar tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dalam
perlombaan jalan cepat. Pembelajaran jalan cepat akan diuraikan secara lengkap
sebagai berikut.
a.
Teknik Start
Start perlombaan jalan cepat dilakukan dengan start berdiri. Karena start pada
jalan cepat ini kurang berpengaruh terhadap hasil perlombaan maka tidak ada
gerakan khusus yang harus dipelajari atau dilatih. Sikap start pada umumnya
adalah sebagai berikut. Pada aba bersedia , pejala
e epatka
kaki kiri di
belakang garis start, kaki kanan di belakang kaki kiri, badan agak condong ke
12
depa , ta ga
berga tu g ke dor. Pada bu yi pistol atau aba Ya , segera
langkahkan kaki kanan ke muka, dan terus jalan.
b.
Teknik Jalan Cepat
1) Langkah kaki
Dimulai dengan gerakan mengangkat paha kaki ayun ke muka, lutut terlipat,
tungkai badan bergantung ke muka, karena ayunan paha ke muka tungkai
bawah ikut terayun ke muka, lutut menjadi lurus, kemudian menapak ke
tumit terlebih dahulu menyentuh tanah; bersamaan dengan ayunan kaki
tersebut kaki tumpu menolak dengan mengangkat tumit selanjutnya ujung
kaki tumpu lepas dari tanah berganti menjadi kaki ayun.
2) Kecondongan Badan Sedikit ke Depan dengan Ayunan Lengan
Siku dilipat lebih kurang 90 derajat, ayunan lengan arahnya lebih masuk,
gerakan lengan seirama dengan langkah kaki.
c.
Teknik Finish
Tidak ada gerakan khusus untuk finish ini. Umumnya jalan terus hingga melewati
garis finish, baru dikendorkan keceppatan jalannya setelah melewati jarak lima
meter. Untuk memperoleh langkah-langkah yang tidak sampai terangkat
sehingga melayang, maka pemindahan berat badan dari satu kaki ke kaki lain
harus nampak jelas pada gerak panggul.
d. Fase-fase Jalan Cepat
1)
Fase Tumpuan Dua Kaki
Cara melakukan gerakan fase tumpuan dua kaki jalan cepat sebagai berikut.
a) Fase gerakan tumpuan dua kaki ini terjadi sangat singkat.
b) Pada saat kedua kaki menyentuh tanah, pada saat itu pula berakhir
dorongan yang diikuti oleh gerakan tarikan.
c)
Tarikan ini lebih lama dan menyebabkan gerakan berlawanan antara
bahu dan pinggul.
13
d) Lakukan gerakan fase tumpuan dua kaki berulang-ulang.
2) Fase Tarikan Kaki
Cara melakukan gerakan fase tarikan kaki jalan cepat sebagai berikut.
a) Fase gerakan tarikan dimulai setelah gerakan terdahulu selesai.
b) Gerakan ini dilakukan oleh kaki depan akibat kerja tumit dan
koordinasi seluruh bagian badan.
c)
Gerakan ini selesai apabila badan berada di atas kaki penopang.
d) Latihan ini dilakukan gerakan fase tarikan kaki berulang-ulang.
3) Fase Relaksasi
Cara melakukan gerakan fase relaksasi jalan cepat sebagai berikut.
a) Tahap ini barada antara selesainya fase tarikan dan awal dari fase
dorongan kaki.
b) Pinggang ada pada bidang yang sama dengan bahu.
c) Lengan vertikal dan parallel di samping badan.
d) Lakukan gerakan fase relaksasi berulang-ulang.
4) Fase Dorongan Kaki
Cara melakukan gerakan fase dorongan kaki jalan cepat sebagai berikut.
a) Fase ini dilakukan apabila fase terdahulu selesai dan bila titik pusat
gravitasi badan mengambil alih kaki tumpu.
b) Kaki yang baru saja menyelesaikan tarikan mulai mengambil alih
gerakan dorongan. Kaki yang lain bergerak maju dan diluruskan.
c)
Jangkauan gerak yang lebar di mana pinggang berada pada sisi yang
sama, maju searah, memungkinkan suatu fleksibilitas yang besar dan
memberi kaki dorong waktu yang lebih lama bekerja dengan
meluruskan pergelangan kaki.
d) Lengan melakukan fungsi pengimbangan secara diametris/wajar
berlawanan dengan kaki.
e) Lakukan gerakan fase dorongan kaki berulang-ulang.
14
2. Lari Cepat (sprint)
Lari cepat yaitu lari yang diperlombakan dengan cara berlari secepat-cepatnya (sprint) yang
dilaksanakan di dalam lintasan lari menempuh jarak 100 m, 200 m dan 400 m misalnya,
karena ada beberapa nomor sprint yang diperlombakan dalam kejuaraan resmi. Lari cepat
dapat dilakukan baik oleh pelari puteri maupun putera. Khusus dalam nomor lomba lari
cepat setiap pelari tidak diperbolehkan keluar lintasannya masing-masing.
Kunci pertama yang harus dikuasai oleh pelari jarak pendek/sprint adalah start atau
pertolakan. Karena keterlambatan atau ketidaktelitian pada waktu melakukan start sangat
merugikan pelari jarak pendek (sprinter). Oleh sebab itu, cara melakukan start yang baik
harus benar-benar diperhatikan dan dipelajari serta dilatih secermat mungkin.
Teknik Dasar Start Jongkok untuk nomor Sprint
a) Start panjang (Long start)
Caranya, kaki yang lututnya tidak menempel di tanah, terletak di depan lutut yang
menempel pada tanah.
b) Start menengah (Medium start)
Caranya, kaki yang lututnya tidak menempel di tanah terletak di samping lutut yang
menempel di tanah dengan jarak ± satu kepal.
c) Start pendek (Short start)
Caranya, kaki yang lututnya tidak menempel di tanah terletak di antara kaki dan lutut
lainnya.
Teknik Start Jongkok dengan Aba-aba Start
Dalam melakukan start jongkok, ada tiga tahapan yang disesuaikan dengan aba-aba.
Aba-aba Bersedia
Apabila mendengar aba-aba bersedia , sikap bada seora g pelari adalah sebagai berikut:
(1) Salah satu lutut diletakkan di tanah dengan jarak ± satu jengkal dari garis start. Kaki
satunya diletakkan tepat di samping lutut yang menempel tanah ± satu kepal.
15
(2) Badan membungkuk ke depan, kedua tangan terletak di tanah di belakang garis start,
keempat jari rapat, ibu jari terbuka (membentuk huruf V).
(3) Kepala ditundukkan, leher rileks, pandangan ke bawah dan konsentrasi pada aba-aba
berikutnya.
Aba-aba “iap
Apabila ada aba-aba siap
aka sikap bada seora g pelari adalah sebagai berikut:
(1) Lutut yang menempel di tanah diangkat, panggul diangkat setinggi bahu dan berat
badan dibawa ke muka.
(2) Kepala tetap tunduk, leher rileks, pandangan ke bawah dan konsentrasi pada aba-aba
berikutnya.
Aba-aba
Ya
Apabila mendengar aba-aba Ya atau bu yi pistol,
aka ya g perlu dilakuka oleh pelari
adalah sebagai berikut :
(1) Menolak ke depan dengan kekuatan penuh atau gerakan meluncur, tetapi jangan
melompat.
(2) Badan tetap condong ke depan disertai dengan gerakan lengan yang diayunkan.
(3)
Dilanjutkan dengan gerakan langkah kaki pendek-pendek, tetapi cepat agar badan
tidak jatuh ke depan (tersungkur).
Teknik Lari Jarak Pendek (Sprint)
Teknik lari jarak pendek (100 meter) adalah sebagai berikut :
(1) Prinsip lari cepat yaitu lari pada ujung kaki, tumpuan kuat agar mendapat dorongan
yang kuat
(2) Sikap badan condong ke depan ± 60º, sehingga titik berat badan selalu di depan.
(3) Ayunan lengan kuat dan cepat, siku dilipat, kedua tangan menggenggam lemas, agar
gerakan langkah kaki juga cepat dan kuat.
16
(4) Setelah ± 20 m dari garis start, langkah diperlebar dan sikap badan dicondongkan ke
depan tetap dipertahankan serta ayunan lengan dan gerakan langkah juga
dipertahankan kecepatan serta kekuatan bahkan harus ditingkatkan.
Latihan Teknik Memasuki Garis Finish
Setelah menempuh jarak 100 m dengan kecepatan maksimal, gerakan selanjtunya
memasuki garis finish. Teknik memasuki garis finish adalah sebagai berikut :
(1) Berlari secepat mungkin, jika perlu ditingkatkan kecepatannya seakan-akan garis finish
masih 10 m di belakang garis sesungguhnya.
(2) Setelah sampai ± satu meter di depan garis finish merebahkan badan ke depan tanpa
mengurangi kecepatannya.
(3)
Sampai garis finish membusungkan dada, tangan ditarik ke belakang atau putar salah
satu bahu ke depan.
C. Aktivitas Bela Diri
1. Konsep Aktivitas Bela Diri
Seni bela diri merupakan satu kesenian yang timbul sebagai satu cara seseorang
mempertahankan / membela diri. Seni bela diri telah lama ada dan berkembang dari masa
ke masa.
Pada dasarnya, manusia mempunyai insting untuk selalu melindungi diri dan hidupnya.
Dalam tumbuh atau berkembang, manusia tidak dapat lepas dari kegiatan fisiknya, kapan
pun dan dimanapun. Hal inilah yang akan memacu aktivitas fisiknya sepanjang waktu.
Pada zaman kuno, tepatnya sebelum adanya persenjataan modern, manusia tidak
memikirkan cara lain untuk mempertahankan dirinya selain dengan tangan kosong. Pada
saat itu, kemampuan bertarung dengan tangan kosong dikembangkan sebagai cara untuk
menyerang dan bertahan, kemudian digunakan untuk meningkatkan kemampuan fisik /
badan seseorang. Meskipun begitu, pada zaman-zaman selanjutnya, persenjataan pun
mulai dikenal dan dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan diri.
17
Dapat dikatakan bahwa seni bela diri tersebar di seluruh penjuru dunia ini dan
hampir setiap negara mempunyai seni bela diri yang berkembang di daerah masingmasing maupun merupakan sebuah serapan dari seni bela diri lain yang berkembang di
daerah asalnya. Sebagai contoh seni silat adalah seni bela diri yang berkembang di negara
ASEAN dan terdapat di Malaysia, Indonesia, Thailand dan Brunei.
2. Jenis - jenis Beladiri
Seni bela diri terbagi atas berbagai macam jenis, yaitu: seni tempur bersenjata tajam, seni
tempur bersenjata tumpul/ tidak tajam (kayu, bambu, dll) , dan seni tempur tangan
kosong. Di antara jenis-jenis seni bela diri yang ada adalah aikido, capoeira, gulat, hapkido,
hikmatul iman Indonesia, jeet kunedo, jiu jit su, jogo do pau, judo, karate, kateda, kempo,
kendo, kung fu, laskar hitam, lethwei, merpati putih, muay thai, ninjit su, pencak silat,
taekwondo, taido, savate, setia hati, tarung derajat, tinju, tamoi, wing tsun, dan wushu.
3. Sejarah Pencak Silat
Pencak silat adalah salah satu jenis bela diri asli Indonesia, dapat dimainkan secara
perorangan, berpasangan maupun beregu. Untuk menguasai beladiri pencak silat sangat
diperlukan penguasaan teknik dasar pencak silat. Pencak silat adalah suatu cara beladiri
yang menggunakan akal sepenuhnya. Akal yang dimiliki manusia lebih sempurna bila
dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Oleh karena itu, tidak mustahil jika
manusia dapat menguasai segala macam ilmu di dunia ini.
Di Indonesia istilah pencak silat baru mulai digunakan setelah berdirinya top organisasi
pencak silat (IPSI). Sebelumnya di daerah Sumatera lebih dikenal dengan istilah Silat,
sedangkan di tanah Jawa kebanyakan dikenal dengan istilah Pencak Silat.
Pada periode kepemimpinan Eddie M. Nalapraya, Indonesia memiliki hasrat untuk
mengembangkan pencak silat ke mancanegara dengan mengambil prakarsa pembentukan
dan pendirian Persekutuan Pencak Silat Antarbangsa (PERSILAT) pada tanggal 11 Maret
1980 bersama Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Keempat negara tersebut
akhirnya dinyatakan sebagai negara-negara pendiri organisasi pencak silat internasional.
18
Upaya pengembangan pencak silat yang dipelopori Indonesia dan anggota PERSILAT
lainnya sampai saat ini berhasil menambah anggota PERSILAT.
Penambahan anggota ini memberikan dampak pada usaha IPSI dan anggota PERSILAT
lainnya untuk memasukkan pencak silat ke multi event di tingkat Asia, yaitu Asian Games,
dengan membentuk organisasi Pencak Silat Asia Pasific pada bulan Oktober 1999.
Organisasi pencak silat di Indonesia yang disebut dengan Ikatan Pencak Silat Indonesia
(IPSI) didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, diprakarsai oleh Mr.
Wongsonegoro, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pusat Kebudayaan.
4. Pola Gerak Pencak Silat
Gerak dasar pencak silat adalah suatu gerak terencana, terarah, terkoordinasi dan
terkendali, yang mempunyai empat aspek sebagai satu kesatuan, yaitu aspek mental
spiritual, aspek beladiri, aspek olahraga, dan aspek seni budaya. dengan demikian, pencak
silat merupakan cabang olahraga yang cukup lengkap untuk dipelajari karena memiliki
empat aspek yang merupakan satu kesatuan utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
a.
Sikap Kuda-kuda
Kuda-kuda adalah posisi menapak kaki untuk memperkokoh posisi tubuh. Kuda-kuda
yang kuat dan kokoh penting untuk mempertahankan posisi tubuh agar tidak mudah
dijatuhkan. Kuda-kuda juga penting untuk menahan dorongan atau menjadi dasar titik
tolak serangan (tendangan atau pukulan). Sikap kuda-kuda pasang merupakan sikap
untuk memulai serangan atau pembelaan yang berpola yang dilakukan pada awal atau
akhir gerakan. Sikap pasang ada tiga bentuk, yaitu : (1) Sikap kuda-kuda depan pasang
atas, (2) Sikap kuda-kuda belakang pasang tengah, dan (3) Sikap kuda-kuda tengah
pasang bawah.
1) Kuda-Kuda Depan. Kuda-kuda depan dibentuk dengan posisi kaki didepan
ditekuk dan kaki belakang lurus, telapak kaki belakang serong ke arah luar, berat
badan ditumpukan pada kaki depan, badan tegap dan pandangan kedepan.
2) Kuda-Kuda Belakang. Berat badan kuda-kuda belakang di bentuk dengan
bertumpu pada kaki belakang. Tumit yang dipakai sebagai tumpuan tegak
19
dengan panggul, badan agak condong ke depan, kaki depan di injit dengan,
menapak dengan tumit atau ujung kaki.
3) Kuda-Kuda Tengah. Dibentuk dengan kedua kaki ditekukan dengan titik berat
badan berada ditengah.
4) Kuda-kuda samping Kuda-kuda ini dilakukan dengan cara 1 kaki ditekuk dan kaki
yang lain lurus ke samping, berat badan pada kaki yang ditekuk, bahu sejajar atau
segaris dengan kaki.
5) Kuda-Kuda Silang Depan. Kuda-kuda silang dibentuk dengan menginjakkan 1 kaki
ke depan atau ke belakang kaki yang lain, berat badan ditumpukan pada 1 kaki,
kaki yang lain ringan sentuhan dengan ibu atau ujung jari kaki.
6) Kuda-Kuda Silang Belakang. Kuda-kuda silang belakang yaitu kuda-kuda dengan
salah satu kaki berada di belakang dengan keadaan menyilang dan kaki di
tumpukan
ke
belakang,
badan
tetap
lurus
agar
tidak
jatuh
saat
melakukan gerakan tersebut.
b. Sikap Pasang
Pencak silat ialah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerik (pergerakan).
Ketika seorang pesilat bergerak ketika bertarung, sikap dan gerakannya berubah
mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Segera setelah menemukan
kelemahan pertahanan lawan, maka pesilat akan mencoba mengalahkan lawan
dengan suatu serangan yang cepat. Ada 4 sikap pasang yang saya pelajari dalam
pencak silat :
1) Pasang satu, yaitu sikap posisi badan tegak dengan kedua tangan disamping dalam
keaadaan siap silat dan kedua kaki di buka selebar bahu
2) Pasang dua, yaitu sikap badan tetap pada posisi tegak, kaki dibuka selebar bahu,
kedua tangan mengepal dan sejajar dengan pinggang.
3) Pasang tiga, yaitu, sikap badan pada posisi tegak lurus, kaki di buka selebar bahu,
tangan diangkat sejajar mata, dan posisis silang dengan kepalan tangan terbuka.
20
4) Pasang empat, yaitu kaki di buka selebar bahu, tangan diangkat sejajar mata, dan
posisis silang dengan kepalan tangan terbuka dibuk lagi dan tangan sudah
terkepal.
c. Arah
Arah adalah sasaran dalam melakukan gerakan, baik pada waktu melakukan
pembelaan maupun serangan. Arah dikenal dengan delapan penjuru mata angin.
Langkah dilakukan pada arah tertentu sesuai dengan keperluannya.
d. Langkah
Ciri khas dari Silat adalah penggunaan langkah. Langkah ini penting di dalam
permainan silat yang baik dan benar. Ada beberapa pola langkah yang dikenali,
contohnya langkah tiga dan langkah empat. Langkah adalah perubahan injakan kaki
dari suatu tempat ke tempat lainnya. Langkah dapat dilakukan lurus, silang/serong.
Cara melakukannya bisa dengan cara diangkat, geseran, ingutan, lompatan dan
loncatan.
1) Pola langkah lurus. Merupakan gerak langkah yang membentuk garis lurus ,baik
langkah maju maupin langkah mundur, yang mana pelaksanaanya dimulai dari
salah satu kuda-kuda (kuda-kuda tengah).
2) Pola langkah zig-zag. Merupakan gerak langkah yang membentuk mata gergaji
atau pola zig-zag, yang mana pelaksanaanya dimulai dari sikap pasang dengan pola
langkah serong
3) Pola langkah ladam atau huruf U. Pelaksanaanya dimulai dari sikap awal tegak,
gerakkan kaki kesamping kanan,di ikuti kaki kiri menutup (merapat), kemudian
kaki kiri maju, kaki di tarik kembali dan merapat kemudian di gerakan samping
kiri.kaki kanan ditarik dirapatkan kemudian dilangkahkan kedepan, dan kaki kanan
ditarik kembali merapat seperti sikap awal.
4) Pola langkah segi tiga. Pelaksanaanya berdiri di titik 0, geser kaki kanan ke titik 1,
ikuti kaki kiri ke titik 2, lanjutkan ke titik 4, lanjutkan juga ke titik 4 dan 5 (berat
badan di titik 5) tarik kaki kanan ke titik 6, kaki kanan ketitik 7 dengan kuda-kuda
depan , tarik kaki kanan keposisi awal.
21
5) Pola langkah huruf S. Berdiri dengan posisi titik menghadap sesuai dengan arah
yang di tunjukan, geser kaki kanan ke arah berat badan ke di kaki kanan, ikuti kaki
kiri, kaki kiri ke titik 3 berat badan di kaki kiri selanjutnya cabut kaki kanan lewati
kaki kiri sampai di titik 4, kaki kanan yang di titik 4 di titik 5 putar di tempat,
sementara kaki kiri yang ada di titik 3 injit, gugus kaki kiri lewat tanda panah
dengan jalur titik 6 sampai di titik.
6) Pola langkah segi 4. Pelaksanakannya bisa memakai kombinasi kuda-kuda tengah,
samping, dan belakang.
5. Pukulan Dalam Pencak Silat
Pukulan merupakan usaha pembelaan yang dilakukan dengan menggunakan lengan atau
kaki untuk mengenai badan lawan.
a. Lurus. Pukulan dengan salah satu tangan memukul kearah depan, sasaran yaitu dada
si lawan. Dan tangan satunya lagi menutup arah point, yaitu sasaran perut keatas.
b. Bandul. Mengayunkan tangan salah satunya berbentuk kepalan kearah sasaran ulu
hati, dan tangan yang satu lagi tetap menutup arah sasaran lawan ke dia.
c. Tegak. Sasarnnya adalah bahu atau sendi bahu bagian kanan (lawan yang dengan kita
yang saling berhadapan, jadi sama saja dengan bahu sebelah kiri yang menjadi
sasaran
d. Melingkar Sasarannya adalah pinggang lawan
6. Tendangan Dalam Pencak Silat
Tendangan dapat dilakukan dengan punggung kaki, telapak kaki, ujung kaki dan tumit;
a. Tendangan lurus kedepan yaitu dengan hentakan telapak kaki sejajar dengan bahu
b. Tendangan melingkar yaitu dengan hentakan punggung kaki
c. Tendangan berbentuk huruf T yaitu dengan tendangan samping menggunakan
hentakan telapak kaki
d. Tendangan samping yaitu menendang dengan punggung kaki.
7.
Tangkisan Dalam Pencak Silat
a. Tangkisan dalam. Tangkisan dari luar ke dalam sejajar dengan bahu
22
b. Tangkisan luar. Tangkisan dari dalam ke luar sejajar dengan bahu. Cara dilakukan
untuk menangkis serangan lawan dan dibuang kekanan atau kekiri dengan posisi
tangan di depan agak siku.
c. Tangkisan atas. Tangkisan dari bawah ke atas, untuk melindungi kepala dari
serangan. gerakan ini dilakukan untuk menangkis serangan lawan yang datangnya
dari depan posisi tangan agak siku melindungi muka.
d. Tangkisan bawah. Tangkisan bawah dilakukan untuk menangkis serangan lawan dan
melindungi kemaluan dengan posisi tangan seperti huruf X dengan jari-jari terbuka
tapi rapat.
8. Guntingan
Teknik ini dilakukan dengan cara seperti menggunting dengan tujuan untuk
menjatuhkan lawan. Sapuan dan Guntingan adalah salah satu jenis buah (teknik)
menjatuhkan musuh dengan menyerang kuda-kuda musuh, yakni menendang dengan
menyapu atau menjepit (menggunting) kaki musuh, sehingga musuh kehilangan
keseimbangan dan jatuh. Guntingan terdiri dari guntingan luar dan guntingan dalam.
9. Hindaran atau elakan
Teknik ini dilakukan untuk menghindari serangan lawan teknik ini dapat dilakukan
dengan melangkah dengan satu kaki, ditempat,atau memindahkan dengan dua kaki.
Elakan dilakukan dengan cara memindahkan sasaran dari arah serangan. Arah elakan
dilakukan sesuai dengan arah delapan penjuru mata angin.
10.
Kuncian
Kuncian adalah teknik untuk melumpuhkan lawan agar tidak berdaya, tidak dapat
bergerak, atau untuk melucuti senjata musuh. Kuncian melibatkan gerakan menghindar,
tipuan, dan gerakan cepat yang biasanya mengincar pergelangan tangan, lengan, leher,
dagu, atau bahu musuh.
11.
Kembangan
Kembangan adalah gerakan tangan dan sikap tubuh yang dilakukan sambil
memperhatikan, mewaspadai gerak-gerik musuh, sekaligus mengintai celah pertahanan
musuh. Kembangan utama biasanya dilakukan pada awal laga dan dapat bersifat
23
mengantisipasi serangan atau mengelabui musuh. Seringkali gerakan kembangan silat
menyerupai tarian atau dalam bahasa Sunda menyerupai ngibing (berjoget). Kembangan
adalah salah satu bagian penilaian utama dalam seni pencak silat yang mengutamakan
keindahan gerakan.
D. Aktivitas Pengembangan Kebugaran Jasmani
1. Komponen-komponen Kebugaran Jasmani.
Komponen-komponen kebugaran jasmani adalah kata benda abstrak yang rasa
keberadaannya di dalam tubuh kita nyata, tetapi wujudnya hanya bisa dibayangkan.
Komponen-komponen kebugaran jasmani adalah faktor penentu derajat kondisi setiap
individu. Seseorang dikatakan bugar jika mampu melakukan segala aktivitas kehidupan
sehari-hari tanpa mengalami hambatan yang berarti, dan dapat melakukan tugas
berikutnya dengan segera.
Pengelompokan jenis komponen kebugaran jasmani banyak sekali ragam dan
perbedaanya, akan sangat tergantung dari sudut pandang mana jenis dan pengelompokan
tersebut disusun, tinjauan ilmiah yang digunakan, serta atas maksud dan kegunaan apa
pengelompokan jenis tersebut akan digunakan. Cara pembeda inilah yang disebut cara
pembeda ilmiah yang mendasarkan tinjauan dari sisi ontology, epistimologi, dan aksiologi
sebuah ilmu.
Pengelompokan komponen kebugaran jasmani seperti yang tersebut dalam Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan Jasmani yang disusun oleh Wahjoedi (1994), adalah: (1) Kebugaran
yang berhubungan dengan kesehatan (physical fitness related health) dan (2) Kebugaran
yang berhubungan dengan keterampilan (physical fitness related skill). Pada pembagian
ini bagian yang pertama yang pertama terdiri dari daya tahan jantung dan paru-paru
(cardiorespiratory), kekuatan (strength), daya tahan otot (muscle endurance), kelentukan
(flexibility), dan komposisi tubuh (body composition).
Pada bagian yang kedua (physical fitness related skill) terdiri dari; kecepatan (speed),
kelincahan (agility), daya ledak (explosive power), keseimbangan (balance), dan koordinasi
24
(coordination). Selain dari bagaian ini disebut juga kemampuan memanipulasi suatu obyek
yaitu ketepatan (accuracy).
Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan pengertiannya sebagai berikut:
Daya tahan (cardiorespiratory and muscle endurance)
Daya tahan (cardiorespiratory and muscle endurance) adalah kemampuan jantung untuk
memompa darah dan paru-paru untuk melakukan respirasi (exhale dan inhale) dan kerja
kontraksi otot dalam waktu yang lama secara terus menerus tanpa mengalami kelelahan
yang berarti dan segara pulih asal dalam waktu yang singkat. Klasifikasi daya tahan:
1) Daya tahan aerobik/aerobic endurance; sistem pengerahan energi (menghirup,
menyalurkan, dan menggunakan untuk kontraksi otot) dengan menggunakan
oksigen. Kebugaran aerobik dibutuhkan oleh siapapun yang melakukan aktivitas
dalam waktu yang lama dan terus menerus, lebih khusus lagi bagi peserta didik yang
diarahkan untuk mengambil spesialisi cabang olahraga atletik nomor lari jarak
menengah hingga marathon. Tingkat kebugaran aerobik dipengaruhi oleh faktorfaktor keturunan, jenis kelamin, usia, lemak tubuh, tingkat aktivitas.
2) Daya tahan anaerobik/anaerobic endurance; adalah merupakan istilah untuk
menyebut cara kerja otot dalam waktu yang relatif singkat tanpa menggunakan
oksigen. Kerja otot/kontraksi otot timbul dari pemecahan ATP (adenosine
triphosphate) di dalam otot yang bersumber dari gula darah dan gula otot.
Pemecahan ATP ini menimbulkan energi dan ADP (adenosine diposphate), ADP yang
ditambah PC (posphocreatine) di dalam otot akan menjadi ATP yang baru.
Pembakaran dalam sistem energi yang tidak sempurna akan menyisakan asam laktat,
jika asam laktat ini menumpuk terlalu banyak di dalam otot, mengakibatkan
kelelahan yang amat sangat dan rasa pegal, bahkan bisa menyebabkan kram otot.
Asam laktat tidak selalu merugikan, sebab jika menyatu dengan oksigen, asam laktat
akan kembali menjadi sumber energi hingga terurai secara tuntas dan keluar menjadi
carbon diokside melalui proses pengeluaran nafas, dan ion-ion hidrogen melalui
pengeluaran keringat. Untuk mempercepat proses peleburan asam laktat ini
25
diperlukan pengguncangan (shaking), dan bisa dilakukan dengan lari-lari kecil (joging)
dalam waktu 15 – 20 menit sesuai dengan tingkat penumpukan.
Kekuatan (strength).
Kekuatan (Strength); adalah kemampuan tubuh mengerahkan tenaga untuk menahan
beban yang diberikan. Klasifikasi strength adalah:
1) Kekuatan maksimum (maximum strength); kekuatan ini memiliki ciri jika seseorang
hanya mampu mengangkat sekali saja beban yang diberikan dan tidak mampu
mengangkat lagi tanpa beristirahat terlebih dahulu, atau dalam istilah kebugaran
biasa disebut sebagai 1 RM
(1 repetition maximum). Pengetahuan mengenai 1
RM ini akan sangat membantu untuk dapat mengembangkan tipe kekuatan yang
lainnya (kekuatan yang cepat (elastic/speed strength) dan daya tahan kekuatan
(strength endurance)
2) Kekuatan yang cepat (elastic/speed strength); tipe kekuatan ini memiliki ciri jika
seseorang mampu mengangkat beban dalam jumlah yang besar dengan segera
(dalam satuan waktu yang kecil). Dalam istilah yang lebih umum kecepatan ini dapat
juga disebut daya ledak (explosive power)
3) Daya tahan kekuatan (strength endurance); tipe kekuatan ini memiliki ciri jika
seseorang mampu mengangkat beban dalam jumlah yang besar berulang-ulang
dalam waktu yang lama.
Komposisi tubuh.
Komposisi tubuh adalah perbandingan jumlah lemak yang terkandung di dalam tubuh
dengan berat badan seseorang. Kandungan lemak yang berlebihan akan mengakibatkan
terdesaknya organ tubuh yang lainnya sehingga mengganggu kinerja organ tersebut.
Namun lemak tak jenuh yang mudah diurai juga merupakan sumber energi ketika
karbohidrat dan cadangan glukosa dan glikogen sudah habis dipakai.
26
Kelentukan (flexibility).
Kelentukan (flexibility) adalah kemampuan tubuh untuk menggunakan otot dan
persendian dengan rentang yang luas. Kelentukan terdiri dari kelentukan dinamis dan
kelentukan statis.
Kecepatan (speed).
Kecepatan (speed) adalah kemampuan untuk memindahkan tubuh dan menggerakkan
anggota tubuh menempuh jarak tertentu dalam satu satuan waktu yang singkat. Tipe
kecepatan;
1) Kecepatan siklis, jika pergerakan merupakan pengulangan satu bentuk
keterampilan yang sama, biasanya digunakan untuk menempuh jarak tertentu
dalam waktu yang kecil, contoh dari keterampilan tersebut adalah berlari,
berenang, dan bersepeda
2) Kecepatan asiklis, jika pergerakan merupakan bentuk keterampilan yang berbedabeda dan berubah-ubah sesuai dengan tujuan dari keterampilan tersebut,
biasanya digunakan dalam permainan dan penggunaan berbagai peralatan.
Keterampilan dilakukan dalam waktu yang kecil
3) Kecepatan reaksi, jika pergerakan dilakukan sebagai tanggapan atas rangsang yang
diberikan dan dilakukan dengan segera. Contoh mudah dari kecepatan tipe ini
adalah tendangan balasan pada olahraga pencak silat (tarung).
Kelincahan.
Kelincahan adalah kemampuan tubuh untuk merubah-ubah posisi tubuh dan mengatasi
rintangan dengan dalam waktu yang singkat. Kelincahan ini merupakan perpaduan dari
unsur kelentukan dan kecepatan, bahkan kekuatan.
Keseimbangan.
Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi dalam satu
titik yang diinginkan. Keseimbangan secara biomekanis sangat dipengaruhi oleh luasnya
bidang tumpu, ketinggian pusat masa tubuh, serta koefisien gesek antara tubuh dengan
27
bidang tubuh. Namun di sisi lain juga dipengaruhi oleh kinerja sistem syaraf dan panca
indera. Tipe dari keseimbangan adalah keseimbangan statis dan dinamis.
Koordinasi (coordination).
Koordinasi (coordination) adalah kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh
secara bersamaan dengan padu padan. Kemampuan koordinasi sangat mendukung
penguasaan keterampilan dasar gerak. Koordinasi meliputi mata – tangan, mata - kaki,
tangan – kaki, mata – tangan - kaki, telinga – mata – kaki, dan seterusnya.
2. Bentuk-bentuk Latihan Kebugaran Jasmani (dapat dicari pada buku Dasar-dasar Melatih
Fisik Olahragawan, Imran Akhmad;2013, edhay76.blogspot.co.id.
www.kebugaranjasmani.co.id)
E. Aktivitas Senam
1. Konsep Senam
Pengertian aktivitas senam merupakan aktivitas jasmani yang efektif untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Gerakan-gerakan senam sangat sesuai untuk
mengisi program pendidikan jasmani. Gerakannya merangsang perkembangan komponen
kebugaran jasmani, seperti kekuatan dan daya tahan otot dari seluruh bagian tubuh. Di
samping itu senam juga berpotensi mengembangkan keterampilan gerak dasar, sebagai
landasan penting bagi penguasaan keterampilan teknik suatu cabang olahraga.
Senam lantai atau senam ketangkasan merupakan bagian integral dari cabang olahraga
senam secara keseluruhan, yang biasa dilakukan dan dilombakan oleh anak-anak dan orang
dewasa yang terlatih. Untuk dapat melakukan senam ketangkasan atau senam lantai
diperlukan keterampilan gerak tinggi, koordinasi gerakan yang matang, keberanian, percaya
diri yang tinggi, keuletan, ketangkasan dan kekuatan, maka dari itu untuk melakukan senam
lantai atau senam ketangkasan dilakukan latihan yang terencana dan sistimatis untuk dapat
mencapai tujuan dari pembelajaran khususnya serta dapat menghasilkan atlet-atlet senam
yang handal umumnya. Menurut asal katanya senam itu sendiri berasal dari bahasa Yunani
yaitu Gy
os serta Gy
asti ue dari bahasa Pera is, Gy
28
os se diri
e urut arti
kata ya adalah tela ja g . Me urut sejarah ya se a
pada ja a
dulu ya
e a g
dilakukan dengan telanjang dan wanita tidak diperbolehkan melihat, senam dilakukan
dengan telanjang ini dimaksudkan untuk mendapatkan gerakan-gerakan yang maksimal
tanpa ada pakaian yang mengganggu.
Senam lantai atau senam ketangkasan merupakan aktivitas jasmani yang efektif untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Gerakan-gerakan senam lantai
sangat sesuai untuk mengisi program pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan.
Gerakannya merangsang perkembangan komponen kebugaran jasmani, seperti kekuatan
dan daya otot, kelenturan juga keseimbangan dari seluruh bagian tubuh. Disamping itu
senam juga berpotensi mengembangkan keteraturan gerak dasar, sebagai landasan penting
bagi penguasaan keterampilan tertentu suatu cabang olahraga.
Konsep dasar senam lantai atau senam ketangkasan adalah suatu bentuk gerakan-gerakan
tubuh yang direncanakan dan disusun secara teratur dengan tujuan untuk memperbaiki
sikap dan bentuk badan, membina dan meningkatkan kesegaran jasmani, serta membentuk
dan mengembangkan keterampilan serta kepribadian yang selaras. Dalam memahami
definisi dan arti senam, kesulitan lainnya timbul manakala kita ingin membagi senam ke
dalam jenis-jenisnya. Untuk lebih memudahkan penjenisan senam, alangkah baiknya kita
ikuti pengelompokan senam yang dibuat oleh FIG (Federation International de
Gymnestique) yang di Indonesiakan menjadi Federasi Senam Internasional.
Menurut FIG, senam dibagi menjadi 6 kelompok yaitu:
1. Senam artistik (artistic gymsnastics)
2. Senam ritmik sport(sportive rytmic gymnastics)
3. Senam aerobic sport (sport aerobic)
4. Senam akrobotik (acrobatic gymbastics)
5. Senam trampolin (trampolinning)
6. Senam umum (general gymnastics)
Disiplin/nomor pada cabang olahraga senam yang sudah ada kepengurusannya di Indonesia
terdiri atas:
29
1. Artistik putra
2. Artistik putri
3. Rithmic
4. Sport aerobic
5. General Gymnatics (non kompetensi)
2. Teknik Dasar Berguling Ke Depan
Senam atau senam lantai atau senam ketangkasan merupakan bagian integral dari cabang
olahraga senam secara keseluruhan, yang biasa dilakukan dan dilombakan oleh anak-anak
dan orang dewasa yang terlatih. Untuk dapat melakukan senam ketangkasan atau senam
lantai diperlukan keterampilan gerak tinggi, koordinasi gerakan yang matang, keberanian,
percaya diri yang tinggi, keuletan, ketangkasan dan kekuatan, maka dari itu untuk
melakukan senam lantai atau senam ketangkasan dilakukan latihan yang terencana dan
sistimatis untuk dapat mencapai tujuan dari pembelajaran
Tehnik dasar senam lantai atau senam ketangkasan adalah suatu bentuk gerakan-gerakan
tubuh yang direncanakan dan disusun secara teratur dengan tujuan untuk memperbaiki
sikap dan bentuk badan, membina dan meningkatkan kesegaran jasmani, serta membentuk
dan mengembangkan keterampilan
Sikap Awal Berguling ke Depan
Sikap awal atau posisi awal suatu gerakan sangat penting karena akan menentukan benar
dan tidaknya suatu gerakan, begitu juga dalam melakukan gerakan berguling ke depan,
berikut adalah sikap awal yang harus dilakukan sebelum melakukan gerakan berguling ke
depan:
1. Jongkok dengan sempurna
2. Letakkan ketiak tepat diatas lutut
3. Kedua lengan lurus ke depan
4. Letakkan kedua telapak tangan di atas matras dengan jari-jari terbuka.
Setelah mengetahui dan memahami sikap awal diatas maka selanjutnya, diberikan latihan
bagian perbagian sebelum melakukan rangkaian gerakan berguling ke depan.
30
Rangkaian gerakan berguling ke depan secara keseluruhan
Untuk melakukan gerakan berguling ke depan langkah pertama adalah jongkok, kedua kaki
dibuka selebar bahu, kedua tumit diangkat, lengan lurus dengan telapak tangan diletakkan
di matras, dengan posisi telapak tangan atau jari-jari terbuka, ini dimaksudkan untuk
meminimalisir atau mencegah cedera pada pergelangan tangan, pandangan ke depan.
Gerakannya:
Angkat panggul ke atas hingga kedua kaki lurus, pandangan kebelakang, dorong badan
pelan-pelan ke depan, bersamaan dengan membongkokkan kedua Siku kesamping,
masukkan kepala diantara 2 tangan hingga pundak seluruhnya kena pada matras. Pada
saat seluruh pundak kena matras, badan segera didorong ke depan dengan kedua lutut
dilipat, dan kedua tangan segera memeluk lutut.
3. Teknik Dasar Berguling Ke Belakang
Berguling Ke belakang merupakan kebalikan dari berguling ke depan, tetapi tingkat
kesulitannya lebih besar, karena dalam gerakan bergulin ke belakang selain menggunakan
unsur kecepatan juga unsur kekuatan sangat penting, karena pada saat menolak kekuatan
tangan sangat dominan. Jadi sebelum memberikan materi berguling ke belakang terlebih
dahulu berikan latihan-latihan kekuatan terutama untuk otot lengan.
Sikap Awal Gerakan Berguling ke Belakang
Seperti halnya pada guling ke depan, berguling ke belakang juga akan mendapatkan suatu
gerakan yang sempurna sesuai teknik dasar apabila konsep teknik dasarnya bisa dilakukan
dengan benar. Berikut adalah teknik dasar dari gerakan berguling ke belakang :
1. Jongkok dengan posisi sempurna
2. Bulatkan bentuk badan dengan cara merapatkan dada ke arah paha
3. Letakkan kedua telapak tangan menghadap ke atas diatas kedua pundak dengan jarijari terbuka.
31
4. Arahkan pandangan ke ujung kaki.
Setelah mengetahui dan memahami sikap awal diatas maka selanjutnya, diberikan
latihan bagian perbagian sebelum melakukan rangkaian gerakan berguling ke belakang.
Rangkaian Gerakkan Berguling ke Belakang Secara Keseluruhan
Setelah melakukan latihan berguling ke belakang bagian per bagian, berikut rangkaian
gerakan berguling ke belakang secara utuh, di awali dari sikap permulaan yaitu : jongkok,
kedua kaki rapat, kedua tumit diangkat, kedua telapak tangan dengan siku ditekuk berada
diatas bahu di samping telinga dan kedua telapak tangan menghadap ke atas, dagu
dirapatkan ke dada.
Gerakannya gulingkan badan ke belakang, yang dimulai dari
menjatuhkan kedua tumit ke matras, kemudian menyusur ke pinggul, pinggang, punggung,
dan pundak. Bersamaan dengan itu, kedua telapak tangan diletakkan pada matras di
samping telinga. Pada saat kedua ujung kaki pada matras di belakang kepala, segera
tekankan kedua tangan lurus ke matras, hingga badan dan kepala terangkat ke atas.
4. Cara Memberikan Pertolongan
Pada saat memberikan materi pembelajaran ini, tidak semua siswa mampu atau dapat
melakukan dengan benar, bahkan sering juga ada anak didik yang tidak mau melakukan
dengan alasan takut. Untuk menghindari atau menyakinkan pada siswa berani dan mau
mempraktekkan senam lantai adalah dengan diberikan pertolongan. Disini fungsi seorang
guru benar-benar diperlukan, maka dari itu seorang guru harus mampu menguasai tehnik
atau tindakan didaktis dengan baik, sehingga anak berani mempraktekkan dan akhirnya
dapat melakukan dengan gerakan yuang baik dan benar. Berikut adalah cara-cara
memberikan pertolongan untuk melakukan/mempraktekkan gerakan guling ke depan :
Sikap guru yang akan memberikan pertolongan pada berguling ke depan
Berdiri pada salah satu lutut yaang terkuat(biasanya lutut kaki kanan), kaki kiri ditempatkan
sedemikian rupa dengan posisi lutut dibengkokkan, sehingga keseimbangan dapat terjaga
dengan baik. Telapak tangan kanan diletakkan pada bagian pundak atau belakang leher
anak yang akan melakukan gerakan, sedangkan tangan kiri diletakkan pada paha atas
bagian belakang.
Pada saat anak yang akan melakukan gerakan memasukkan
32
kepalanya diantara kedua tangannya, segera berikan bantuan dengan mendorong lehernya
kearah matras, dan bersamaan dengan itu tangan kiri mendorong paha kedepan, kemudian
tangan kanan mengangkat pundak ke atas depan. Dengan demikian badan anak yang
berguling kedepan dan terangkat dan kepala tidak kena matras
Sikap guru yang akan memberikan pertolongan untuk berguling ke belakang.
Sama seperti berguling ke depan, berguling ke belakang juga sulit dilakukan untuk anak
yang tidak memiliki keterampilan gerak yang bagus, maka dari itu diperlukan bantuan dari
orang lain dalam hal ini seorang guru harus mampu melakukan tehnik cara pemberian
bantuan agar anak bisa melakukan dengan baik dan benar.
Cara memberikan bantuan adalah sebagai berikut:
sikap permulaan
Berdiri pada salah satu lutut yang terkuat (lutut kanan) kaki kiri dengan lutut ditekuk
ditempatkan disamping lutut kaki kananuntuk membantu kekuatan dan keseimbangan.
Tangan kiri diletakkan pada kaki dan tangan kanan diletakkan pada pundak.
Gerakan/pelaksanaan
Tangan kiri mendorong kaki ke belakang, tangan kanan menahan pundak agar kepala tidak
mengenai matras. Pada Waktu badan berguling tangan kiri segera pindah ke pinggul untuk
membantu mendorong.
F.Aktivitas Gerak Berirama (Ritmik)
1. Senam Aerobik
Konsep merupakan hal
paling mendasar yang harus di kuasai dalam
pembelajaran apapun, begitu juga dengan belajar senam aerobik. Walaupun
sudah cukup menjamur perkembangan senam aerobik di masyarakat kita, apalagi
pada kurikulum penjasorkes kita telah memasukan senam aerobik sebagai rohnya
dari aktivitas pembelajaran ritmik. Namun permasalahan tetap saja ada, guru
penjasorkes yang bertugas sebagai pelaksanan kebijakan dilapangan sebagian
besar
belum
mengerti akan konsep dasar
33
senam aerobik,
karena itulah
sebelum beranjak lebih jauh belajar tentang senam aerobik maka yang paling
utama dan pertama dipelajari adalah konsep dasar dari senam aerobik. adapun
hal yang mendasar yang perlu dikuasai mengenai senam aerobik meliputi: (a)
teknik gerakdasar senam aerobic baik langkah kaki dan gerakan atau ayunan
lengan, serta sikap tubuh saat melakukan aktivitas senam aerobic (b) music, blok
music, dan harmonisasi antara gerak dan music, (c) merangkai gerak senam
aerobic.
a. Gerak Langkah Kaki
Ada tujuh gerakan dasar dalam teknik gerak langkah kaki, adapun gerakangerakan lain yang ada dan banyak digunakan dalam senam aerobik merupakan
gerakan-gerakan pengembangan dari teknik gerak langkah kaki marching, dari
sekian banyak gerakan-gerakan yang digunakan dalam senam aerobik masingmasing
teknik gerak langkah kaki ada yang bisa dilakukan tidak dengan
lompatan dan ada juga yang dapat dilakukan dengan lompatan, pada modul ini
diharapkan Anda
mengerti dan mampu melakukan akan bentuk-bentuk
gerakan, apakah suatu teknik gerak langkah kaki dapat dilakukan hanya dengan
low impact saja atau high impact saja atau suatu gerakan bisa dilakukan
dengan gerakan low dan high impact, juga bagaimana kita mampu untuk
menaikan intensitas latihan menggunakan teknik gerak kaki yang ada. Adapun
ketujuh teknik gerak dasar kaki tersebut adalah;
Marching
Adalah gerakan jalan di tempat dengan mengangkat kaki kira-kira setinggi
betis, lutut ditekuk 90 derajat, setiap kaki yang mendarat atau menyentuh
lantai dimulai dari bola kaki dan berakhir ke tumit. Gerakan marching ini
dilakukan hanya dengan low impact.
Jogging
Gerakan jogging ini ditandai dengan menggerakkan atau menekukkan kaki
ke arah bokong, dengan lutut mengarah ke lantai atau tegak lurus ke bawah,
34
gunakan persendian engkel dan lutut yang menjadi tumpuan sebagai peredam
gerakan. Gerakan jogging ini dilakukan hanya dengan high impact.
Kicking
Gerakan kicking dalam senam aerobik berbeda dengan teknik gerakan dalam
olahraga lainya sepeti kicking pada permainan sepak bola atau olahraga bela
diri, teknik kicking dalam senam aerobik adalah dengan mengayun tungkai
dalam keadaan lurus setinggi pinggang atau lebih. Gerakan kicking ini
dilakukan dengan low impact high intencity karena gerakan ini cukup banyak
menguras tenaga, apalagi kalau melakukannya menggunakan teknik high
kick.
Skiping
Teknik gerak kaki ini merupakan gabungan dari gerakan jogging dan kicking,
gerakan ini ditandai dengan awalan seperti jogging, yaitu adanya tekukan kaki
ke arah bokong yang kemudian menendangkan dan meluruskan kaki tersebut
ke depan atau ke samping tidak lebih tinggi dari pinggang. Teknik gerak
skipping ini hanya bisa dilakukan dengan menggunaskan high impact.
Jumping Jack
Lompat kangkang itu adalah sebutan yang sudah populer di kalangan kita
untuk menjelaskan
jumping jack, teknik gerak ini
diawali dengan
membukakan kaki selebar satu setengah bahu sambil melompat, kemudian
menutupkan kembali sambil melompat, yang perlu ditekankan disini adalah
kedua kaki mendarat berawal dari bola kaki dan berakhir ke tumit dengan
menggunakan fungsi persendian engkel sebagai peredam gerakan, kemudian
sambil menekukkan lutut untuk meredam gerakan lompat dan jaga arah lutut
tetap ke depan. Gerakan ini hanya dilakukan dengan high impact.
Lunge
Memindahkan kaki ke depan, belakang atau ke samping dengan
35
memindahkan sebagian berat badan, berat badan berada pada ke dua kaki,
saat memindahkan kaki bagian yang menyentuh pertama adalah bola kaki
sampai hampir kearah tumit , pastikan saat melakukan gerakan ini ada
pembebanan pada kedua tungkai. Gerakan ini
bisa dilakukan baik low
maupun high impact.
Knee Up
Gerakan mengankat lutut minimal setinggi pinggang, tungkai atas sejajar
dengan lantai tungkai bawah tegak lurus. Kaki bisa dilakukan dalam keadaan
flek atau tertekuk bisa juga telapak kaki dalam keadaan
point dengan
mengencangkan engkel sampai kaki mengarah ke bawah. Gerakan ini bisa
dilakukan baik low maupun high impact.
Teknik gerak langkah kaki tidak hanya terbatas pada tujuh teknik gerak dasar
langkah kaki yang di gambarkan di atas, pada umumnya teknik gerak langkah
kaki yang ada selain ketujuh gerak dasar tadi merupakan pengembangan dari
gerakan marching, beberapa gerak pengembangan tersebut diantaranya:
Single Step
Teknik gerak kaki melangkah satu langkah ke kanan atau ke kiri, dengan
gerakan terakhir menyentuhkan bola, lutut tumpu agak ditekuk, kedua lutut
merapat dan kedua lutut menghadap ke depan.
Double Step
Gerakan melangkah dua langkah ke kanan atau ke kiri
dengan gerakan
terakhir merapatkan kaki dengan menyentuhkan bola kaki, posisi lutut
menghadap ke depan, lutut kaki tumpu agak ditekuk
Gripevine
Gerakan melangkah dua langkah ke kanan atau ke kiri seperti double step
tetapi dengan menyilangkan kaki ke belakang.
36
Leg Curl
Gerakan menekuk kaki ke arah bokong.
Heel Touch
Gerakan menyentuhkan tumit kaki ke kanan, ke kiri atau ke depan dengan
sedikit menekuk lutut tumpu, berat badan berada pada kaki tumpu.
Toe Touch
Gerakan menyentuhkan bola kaki ke depan ,kanan atau kiri dengan sedikit
menekuk lutut tumpu, berat badan berada pada kaki tumpu.
Tap Side
Gerakan menyentuhkan bola kaki
ke kanan atau kiri dengan sedikit
menekuk lutut tumpu, berat badan berada pada kaki tumpu.
V-Step (easy walk)
Gerakan
membetuk segitiga atau langkah segi tiga, ke depan atau ke
belakang dengan tetap menjaga arah lutut ke depan.
Mamboo
Gerakan melangkahkan salah satu kaki ke depan dan ke belakang dengan
kaki yang lainya tetap berada di tempat.
Squat
Gerakan membuka kaki selebar
satu setengah lebar bahu , kemudian
menekuk kedua lutut (half squat atau full squat) dengan posisi ujung lutut
tidak melebihi ujung jari kaki.
Twist (hip shake)
Gerakan memutar pinggul ke kiri atau ke kanan, gerakan ini bisa dilakukan
dengan cara low impact ataupun high impact.
37
Bounching
Gerakan yang dilakukan dengan cara menekuk dan meluruskan lutut atau
gerakan memantul
On The Spot
Gerakan yang dilakukan tanpa memindahkan kedua kaki.
b. Gerakan Lengan
Gerakan-gerakan lengan yang ada pada senam aerobik sebenarnya
mengadopsi dari gerakan-gerakan yang ada dalam teknik gerak latihan beban,
karena itu nama dan teknik gerak lengan yang ada dalam senam aerobik
adalah sama persisi dengan nama dan teknik gerak dalam latihan angkat
beban. Berikut ini adalah beberapa teknik gerak lengan dalam senam aerobik:
Bicep Curl
Gerakan menekuk (flexi) persendian siku dan meluruskanya kembali (extensi),
gerakan ini berfungsi untuk melatih otot lengan depan (bicep)
Rowing
Gerakan mendayung yang dominan melatih otot samping badan (latissimus)
Up right row
Gerakan mengangkat tangan daridepan perut bawah ke arah dada. Gerakan
mendayung yang dominan melatih otot samping badan (latissimus)
Chest Press
Gerakan mendorong lengan ke depan dada, gerakan ini berguna untuk
melatih otot dada (pectoral)
Chest pull
Gerakan yang bentuknya sama dengan chest press, tetapi pada chest pull
38
aksen gerakannya ke arah dada.
Butterfly/open the window
Gerakan membuka dan memnutup lengan nbawah di depan wajah, gerakan
ini berguna untuk melatih otot dada.
Tricep extension
Gerakam meluruskan lengan, gerakan ini bertujuan untuk melatih otot lengan
belakang (tricep)
Flexex
Gerakan menekuk dan meluruskan lengan , gerakan ini bertujuan untuk
melatih otot bahu (deltoid)
Shoulder press up
Gerakan mendorong lengan ke atas yang bertujuan untuk melatih otot bahu
(deltoid)
Arm swing
Gerakan mengayun lengan baik dalam keadaan lurus atau tertekuk, gerakan
ini bertujuan untuk melatih otot bahu (deltoid)
Pounching
Gerakan-gerakan senam aerobik yang mengadop gerakan beladiri seperti jab,
uper cut, hook.
Pumping
Gerakan mendorong kedua lengan ke bawah seperti memompa (berlawanan
dengan gerakan up right row)
Lateral Raises
Gerakan mengangkat lengan dalam keadaan tertekuk ke samping atas setinggi
39
bahu.
G. Aktivitas Air
1. Renang Gaya Bebas
Rangkaian renang gaya bebas terdiri dari: (1) Posisi badan, (2) gerakan kaki, (3) gerakan
lengan, dan (4) pengambilan napas. Cara melakukan renang gaya bebas adalah sebagai
berikut:
a. Posisi badan sejajar dan sedatar mungkin, walaupun masih membiarkan kaki cukup
dalam di dalam air.
b. Gerakan kaki dimulai dari panggul dan berakhir dengan gerakan kibasan pergelangan
kaki. Kaki kiri dan kaki kanan bergerak bergantian ke atas dan ke bawah.
c. Gerakan lengan pada gaya bebas dibagi dalam dua gerakan, yaitu gerakan menekan dan
gerakan kembali ke posisi semula.
d. Pernapasan dilakukan dengan memutarkan kepala ke kiri atau ke kanan (pada umumnya
kepala diputar kesatu arah), sehingga mulut berada di atas permukaan air untuk
mengambil udara.
2. Renang Gaya Dada
Teknik renang gaya dada terdiri dari : (1) Posisi tubuh (body position), (2) gerakan kaki
(kicking), (3) gerakan pernapasan (breathing), (4) koordinasi gerakan, (5) rotasi tangan
(hand rotation). Secara lengkap semua teknik renang dada tersebut akan diuraikan satupersatu sebagai berikut:
Gerakan Posisi Tubuh (Body Position)
Posisi badan saat melakukan renang gaya dada adalah badan terlungkup dan mendatar
pada permukaan air. Tubuh dan seluruh anggota tubuh harus rileks agar tidak
mengeluarkan tenaga yang sia-sia. Sewaktu meluncur tubuh mendatar pada permukaan air.
Sedangkan pada waktu mengambil napas tubuh sedikit menurun. Kepala terletak di aats
permukaan air dan lebih tinggi dibandingkan dengan kaki.
Gerakan Kaki (Kicking)
40
Gerakan kaki gaya dada saat ini cenderung membentuk gerakan kaki dolphin (Whip kick),
dimana pada saat istirahat, yaitu fase ketika kedua tungkai kaki bagian bawah ditarik
serentak mendekati pinggul dan kemudian setelah fase itu dilakukan pergelangan kedua
kaki diputar mengarah ke luar hingga membentuk sudut  50. Kemudian dari posisi ini
kedua kaki melakukan gerakan menginjak dan diakhiri dengan menendang sehingga kedua
kaki bertemu lurus di belakang.
Urutan gerakan kaki renang gaya dada adalah sebagai berikut:
a) Sikap kedua belah kaki lurus ke belakang, saling berdampingan.
b) Tarik kedua belah kaki dengan serentak sehingga membentuk sudut pada bagian lutut,
dengan dibantu oleh kedua belah paha membuka.
c) Setelah mengambil sikap yang menyudut tersebut, lakukan perputaran pergelangan kaki
dimana telapak kaki siap mendorong.
d) Dorong telapak kaki secara serentak dan kuat ke samping hingga membentuk setengah
lingkaran di atas.
e) Dorongan dilakukan secara serentak dan dengan tenaga yang maksimum sambil diakhiri
dengan lecutan kedua belah ujung telapak kaki.
f) Dalam sikap akhir mendorong, selanjutnya mulai bergerak untuk menutup.
g) Tutup kedua belah kaki, serentak sebagai lanjutan dari akhir lecutan kaki.
h) Kedua belah kaki menutup kembali seperti permulaan dengan lurus ke belakang.
Gerakan Rotasi Tangan (Hand Rotation)
Gerakan lengan renang gaya dada terdiri atas gerakan menarik dan gerakan pengembalian
lengan (recovery). Tahapan gerakan renang gaya dada adalah sebagai berikut:
Gerakan Menarik
(1) Gerakan menarik adalah gerakan kedua lengan ke luar (ke samping) berjarak kira-kira
30 cm antara lengan kiri dan kanan.
(2) Bengkokkan kedua siku sedikit dan lengan bagian atas diputar dengan wajar.
Selanjutnya tarik kedua telapak tangan ke belakang dengan kuat sampai segaris dengan
bahu. Pada saat ini, gerakan pada siku terlihat jelas.
41
(3) Putarlah kedua telapak tangan ke arah dalam, sampai kedua telapak tangan bertemu di
bawah dada.
(4) Gerakan menarik kedua lengan, bengkokkan kedua siku sampai ke putaran kedua
telapak tangan, lakukan dengan kuat dan mentap.
Gerakan Pengembalian Lengan
(1) Gerakan pengembalian lengan dilakukan setelah telapak tangan dan kedua siku rapat di
bawah dada.
(2) Selanjutnya kedua lengan didorong lurus ke depan.
(3) Upayakan agar kedua lengan dalam sikap rileks dengan posisi horizontal.
Latihan Gerakan Pernapasan (Breathing)
Gerakan mengambil napas dilakukan pada akhir dorongan dari gerakan lengan sewaktu
tangan siap mendorong ke depan. Kepala diangkat sampai batas-batas mulut keluar dari
permukaan air. Mengeluarkan napas dilakukan pada saat gerakan lengan kembali ke sikap
awal, bersamaan dengan hidung dan mulut masuk ke dalam permukaan air. Kemudian
keluarkan napas melalui mulut dan hidung sedikit demi sedikit.
H. Pertolongan Pertama pada Kegawatdaruratan (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K))
1. Pengertian PPPK
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah pertolongan darurat yang diberikan
kepada korban kecelakaan, maupun yang sakit mendadak secara tepat dan cepat dan
sementara sebelum mendapat pertolongan lanjutan dari tenaga medis bila diperlukan.
Sifat dari pertongan pertama ialah memberikan perasaan ketenangan kepada korban,
mencegah atau mengurangi rasa takut dan gelisah, dan mengurangi bahaya yang lebih
besar.
42
2. Tujuan PPPK
Orang selalu berusaha menghindari penyakit atau kecelakaan. Tetapi tidak seorang pun
tahu kapan penyakit atau kecelakaan itu akan datang. Karena itu kita harus selalu berusaha
untuk memperkecil akibat dari musibah atau kecelakaan yang mungkin sewaktu-waktu
akan menimpa diri atau sanak keluarga kita.
Kecelakaan itu bermacam-macam dan penanganannyapun memerlukan keterampilan dan
pengetahuan sendiri-sendiri. Kecelakaan dapat terjadi di mana-mana misalnya, kecelakaan
di rumah, di perjalanan, di sekolah, di tempat kerja, di kolam renang, di tempat-tempat
rekreasi dan di tempat-tempat lain. Sebagai akibat kecelakaan, korban dapat meninggal
seketika, pingsan, luka berat dan luka ringan.
Korban kecelakaan yang masih hidup memerlukan pertolongan yang cepat, supaya korban
terhindar dari bahaya maut. Di sinilah letak fungsi pertolongan pertama sebelum tenaga
medis datang. Bila dilakukan dengan benar, pertolongan pertama pada kecelakaan dapat
menolong jiwa seseorang. Tetapi bila dilakukan dengan salah, bahkan dapat
membahayakan jiwa korban.
Oleh karena itu, orang yang memberikan pertolongan pertama harus mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan mampu melihat situasi dan kondisi korban sebelum
melakukan pertolongan pertama. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam
memberikan pertolongan pertama, antara lain:
1) Panggillah dokter secepat mungkin atau bila dokter tak mungkin segera datang,
kirimkanlah penderita segera ke rumah sakit.
2) Hentikan perdarahan.
3) Cegah dan atasi shock atau gangguan keadaan umum yang lainnya.
4) Cegahlah infeksi.
Tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan adalah sebagai berikut.
1)
Menyelamatkan nyawa atau mencegah kematian
 Memperhatikan kondisi dan keadaan yang mengancam korban.
 Melaksanakan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) kalau perlu.
 Mencari dan mengatasi pendarahan.
43
2)
Mencegah cacat yang lebih berat (mencegah kondisi memburuk)
 Mengadakan diagnose.
 Menangani korban dengan prioritas yang logis.
 Memperhatikan kondisi atau keadaan (penyakit) yang tersembunyi.
3)
Menunjang penyembuhan
 Mengurangi rasa sakit dan rasa takut.
 Mencegah infeksi.
 Merencanakan pertolongan medis serta tranportasi korban dengan tepat.
3. Prinsip-prinsip P3K
Prinsip-prinsip atau sikap dalam melakukan usaha pertolongan pertama pada kecelakaan
adalah sebagai berikut.
1)
Bersikap tenang dan tidak panik.
2)
Berikan pertolongan dengan cara yang cepat dan tepat.
3) Sebelum mengetahui berat ringannya cidera yang dialami, jangan cepat-cepat
memindahkan atau menggeser korban.
4) Jika ada luka, diusahakan agar korban tidak melihatnya, sebab dapat membuat korban
menjadi panik.
5) Setelah mendapat pertolongan pertama, korban sebaiknya segera dibawa ke dokter,
rumah sakit, Puskesmas untuk penanganan selanjutnya.
I. Pengembangan Budaya Hidup Sehat
a. Kebersihan dan Kesehatan Diri
Perhatian khusus harus diberikan terhadap alat atau daerah yang disebutkan di atas, di
samping itu, tentu saja tidak boleh dilupakan kebersihan alat-alat tubuh lainnya, seperti
kebersihan mata, hidung, telinga, mulut, dan gigi.
44
Kebersihan Kulit
Pemeliharaan kulit mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya menjaga dan
memelihara kesehatan tubuh. Agar tubuh tetap sehat, kulit harus senantiasa sehat pula.
Kulit yang bersih dan terpelihara dengan baik, dapat terhindar dan bermacam-maacam
penyakit atau kelainan yang mungkin terjadi pada kulit. Kulit yang bersih dapat pula
mendatangkan rasa nyaman serta nampak lebih cantik. Di samping itu untuk menjaga
kesehatan kulit perlu makan sayur-sayuran dan buah-buahan terutama yang mengandung
vitamin A dan C.
Dalam menjaga kebersihan kulit, jangan sampai melupakan kebersihan kulit wajah, karena
dengan bertambah aktifnya kelenjar lemak/minyak kulit serta debu yang menempel akan
menyebabkan timbulnya jerawat.
Pada wanita remaja selama haid, kelenjar minyak menjadi lebih giat lagi karena pengaruh
hormon, sehingga pada waktu haid selalu timbul jerawat terutama pada mereka yang
mempunyai kulit dengan sabun yang keras, tetapi harus menggunakan sabun lunak, misalnya
sabun untuk bayi.
Pada saat remaja putri yang haid, kelenjar-kelenjar keringat lebih aktif dan hari - hari biasa,
sehingga penguapan kulit bertambah dan bau badan meningkat. Oleh sebab itu, pada waktu
haid kebersihan tubuh harus lebih diperhatikan, umpamanya dengan mandi yang lebih
sering dari biasanya.
Kebersihan Rambut
Sifat remaja yang selalu aktif atau lebth banyak bergerak, juga merangsang peningkatan
produksi keluamya keringat. Oleh sebab itu, remaja harus lebih sering mencuci rambut. Hal
yang sama juga terjadi pada masa haid, harus lebih sering mencuci nimbut (keramas).
Kebersihan Daerah/Alat Kelamin
Pada hakekatnya kebersihan kulit juga mencakup kebersihan alat kelamin dan sekitarnya.
Seperti diketahui, pada remaja laki-laki dan remaja wanita, terjadi perubahan perubahan
pada daerah kelamin dan yang khas ialah selain tumbuhnya rambut disekitar alat kelamin
juga keluarnya produk-produk dan kelenjar-kelenjar di daerah kelamin, termasuk keringat,
45
air seni, dan darah haid (khusus remaja wanita) maka kebersihan daerah ini adalah sangat
penting diperhatikan. Daerah ini harus selalu terjaga kebersihannya, harus selalu kering dan
tidak lembab karena suasana basah memudahkan berjangkitnya infeksi dan luar, terutama
jamur.
Kebersihan Kaki dan Pakaian
Kaki yang kurang terpelihara kebersihannya, dapat menjadi sarang atau tempat masuknya
kuman-kuman penyakit ke dalam tubuh. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
pemeliharaan kebersihan kaki sebagai berikut.
1. Mencuci kaki.
2. Memakai sandal atan sepatu yang sesuai dan bersih.
3. Memakai kaos kaki yang bersih.
Mengingat dimasa remaja semua kelenjar-kelenjar termasuk kelenjar keringat aktif sehingga
produksi kelenjar keringat bertambah, maka kebersihan pakaian pun perlu diperhatikan.
Pakaian harus sering diganti, karena selain dapat menimbulkan bau yang kurang sedap,
pakaian yang kotor akan mengakibatkan udara permukaan kulit menjadi lembab. Keadaan
udara yang lembab dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit kulit yang disebabkan
jamur, misalnya panu dan kurap.
Kebersihan Lingkungan
Lingkungan adalah suatu tempat yang didiami oleh sekelompok orang yang berinteraksi satu
sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan dapat dibedakan menjadi
lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, serta lingkungan kerja. Lingkungan terminal
adalah tempat di mana orang-orang yang berada di terminal atau stasion termasuk pekerja,
pedagang, dan para penumpang.
Sehat atau tidaknya suatu lingkungan dapat ditentukan oleh faktor manusia yang berada di
lingkungan tersebut. Selain itu, kesehatan lingkungan dapat pula ditentukan oleh tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang
kesehatan, semakin sadar orang menjaga lingkungan-lingkungannya dengan baik dan bersih
serta sebaliknya.
46
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan adalah faktor penyakit, manusia dan
lingkungan hidup. Faktor-faktor tersebut akan diuraikan secara rinci sebagai berikut :
Sebab-sebab Timbulnya Penyakit
Ada dua faktor penyebab timbulnya penyakit, yaitu : faktor dari dalam diri manusia itu
sendiri dan faktor dari luar diri manusia.
Upaya penanggulangan faktor penyebab penyakit
Bebarapa upaya penanggulangan penyebab penyakit :
 Memberantas sumber penularan penyakit dengan mengobati penderita ataupun dengan
menghilangkan sumber penyakitnya.
 Mencegah terjadinya kecelakaan di tempat umum atau tempat kerja.
 Meningkatkan taraf hidup masyarakat, sehingga mereka dapat memperbaiki dan
memelihara kesehatannya.
 Mencegah terjadinya penyakit keturunan yang disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.
a) Lingkungan hidup
Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
manusia serta masyarakat di sekitarnya. Secara garis besarnya, lingkungan hidup dapat
dibedakan menjadi :
Lingkungan hidup biologis
Organisme hidup yang menguntungkan, contohnya :



Udara yang bersih.
Tanah yang subur dan cuaca (iklim) yang baik.
Makanan, pakaian, dan perumahan yang sehat.
Organisme hidup yang merugikan, contohnya :



Penyebab penyakit (bibit penyakit)
Binatang penyebar penyakit
Organisme sebagai hama tanaman dan pembunuh ternak.
47
b) Lingkungan hidup fisik
Di dalam lingkungan fisik terdapat benda-benda mati di sekitar lingkungan hidup
manusia, misalnya udara, matahari, air, tanah, perumahan, sampah, dan lain-lain.
c) Lingkungan hidup ekonomi
Lingkungan ekonomi dapat pula dikatakan sebagai lingkungan yang abstrak (tidak
terlihat). Seperti lingkungan yang lainnya, lingkungan ekonomi ada yang mengntungkan
dan ada juga yang merugikan kelangsungan hidup manusia.
2. Pengembangan Budaya Hidup Sehat
Pola Makan Sehat
Pola makan sehat adalah keteraturan dalam makan, baik makan makanan/ minuman kecil
maupun besar. Pola makanan sehat terkait dengan makanan/ minuman yang telah
ditentukan seperti syarat-syarat gizi, masa berlakunya, dan bahan-bahan pembuatannya.
Jadi, pola makan sehat adalah keteraturan makan makanan yang higienis dan bergizi dengan
memperhatikan waktu dan bahan pembuatannya.
Makanan yang higienis adalah makanan yang memenuhi standar kesehatan dan bebas dari
zat beracun dan kuman penyakit. Fungsi makanan bagi tubuh kita adalah untuk memperoleh
tenaga, pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak, dan untuk menghangatkan tubuh atau
oksidasi.
Zat-zat makanan tubuh manusia antara lain adalah :
1. Karbohidrat
Merupakan sumber tenaga dan pertumbuhan. Makanan yang mengandung karbohidrat
adalah makanan pokok, seperti nasi, jagung, sagu, dan tiwul.
2. Protein
Protein merupakan zat yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan mengganti selsel yang rusak. Protein banyak terdapat dalam lauk, seperti daging, ikan, tahu, tempe,
dan susu.
3. Lemak
Lemak dibutuhkan tubuh sebagai cadangan makanan dan sumber panas. Lemak banyak
dihasilkan dari kacang-kacangan, keju, kelapa, dan daging.
48
4. Mineral
Mineral dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang dan gigi bagi anak-anak.
Mineral banyak terdapat dalam makanan yang berkuah.
5. Vitamin
Vitamin diperlukan tubuh sebagai makanan tambahan. Vitamin berfungsi sebagai
pemelihara kesehatan. Vitamin banyak terdapat dalam buah-buahan, sayur-sayuran,
ikan, dan daging. Kebutuhan vitamin akan meningkat secara bertahap sesuai
bertambahnya usia. Kebutuhan vitamin yang tidak mencukupi akan menyebabkan
kekurangan vitamin atau hipovitaminosis. Namun, apabila vitamin yang diserap tubuh
beralihan akan menyebabkan keracunan atau hipervitaminosis.
Menu Makanan Bergizi
Nasi
Nasi adalah salah satu sumber utama karbohidrat (hidrat arang). Selain nasi,
karbohidrat dapat diperoleh dari sumber makanan seperti jagung, gandum, kentang,
ubi, singkong dan lain-lain. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi tubuh
manusia. Karbohidrat dalam tubuh kita berfungsi sebagai sumber energi dan tenaga
cadangan.
Tidak semua di Negara kita penduduknya memakan nasi. Oleh karena itu, setiap daerah
memiliki porsi makan yang berbeda. Misalnya, takaran nasi akan berbeda dengan
takaran makan jagung, gandum, atau singkong. Namun, dari seluruh jenis makanan itu
banyak mengandung karbohidrat. Karbohidrat terdiri atas unsur karbon, hydrogen,
dengan oksigen. Sebagian besar kebutuhan kalori dalam tubuh kita berasal dari
karbohidrat. Oleh karena itu, nasi menjadi makanan utama sebagian besar masyarakat.
Lauk-pauk
Lauk pauk adalah salah satu sumber protein yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Protein
terdiri atas dua sumber, yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani
adalah prorein yang bersumber dari hewan seperti daging, telur, dan susu. Adapun
protein nabati adalah protein yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-
49
kacangan. Kacang-kacangan dapat disajikan dalam menu makan kita seperti tahu,
tempe, dan sebagainya.
Adapun fungsi protein dalam tubuh kita adalah :
1.
Membangun sel-sel tubuh;
2.
mengganti sel-sel yang rusak;
3.
membuat air susu, enzim, dan hormon;
4.
pembentuk protein darah; serta
5.
pemberi kalori.
Sayur-mayur
Sayur-mayur merupakan salah satu sumber mineral yang dibutuhkan tubuh kita.
Mineral juga disebut dengan garam-garam mineral. Garam-garam mineral terdiri atas
zat kapur, fasfor, zat besi, garam yodium, garam flour, garam natrium, gara, klor, dan
garam kalium. Dengan mengonsumsi banyak sayuran yang mengandung zat kapur,
maka tubuh kita akan menjadi kuat. Karena zat kapur dalam tubuh kita dapat berfungsi
sebagai :
1.
Pembentukan tulang yang kuat dan gigi yang baik.
2.
Membantu proses pembekuan darah.
3.
Mencegah rachitis atau penyakit tulang.
4.
Mempengaruhi rangsangan sistem syaraf dalam kontraksi otot, termasuk detak
jantung.
Ada dua jenis sumber yang banyak mengandung zat kapur yaitu dari hewan dan
tumbuhan. Zat kapur yang bersumber dari hewan, yaitu kuning telur dan ikan. Adapun
yang bersumber dari tumbuhan adalah daun papaya, bayam, sawi, melinjo, dan
kangkung.
Buah-buahan
Buah-buahan merupakan salah satu sumber vitamin. Vitamin tidak dapat dibuat dalam
tubuh kita dalam jumlah yang cukup. Vitamin dapat diperoleh dengan mengonsumsi
50
berbagai macam buah dan sayuran. Vitamin A, berasal dari pisang, papaya, wortel, dan
tomat. Vitamin C, berasal dari jeruk, nanas, strawberry, dan sebagainya.
Selain sebagai sumber vitamin, buah-buahan juga mempunyai khasiat, antara lain :
1. Belimbing wuluh berkhasiat untuk hipertensi.
2. Jeruk bali berkhasiat untuk penghalusan kulit
3. Jeruk purut berkhasiat untuk obat batuk dan aromatik
4. Sirsak berkhasiat untuk radang amandel dan obat mulas
5. Mentimun berkhasiat untuk penghalus kulit dan obat batu empedu.
Susu
Susu dianggap sebagai bahan makanan yang dapat menyempurnakan hidangan 4
sehat. Karena susu adalah bahan makanan yang mengandung semua zat-zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh, lagi pula mudah dicernakan sehingga penyerapan zat-zat gizi
dapat terjadi secara maksimal.
Sebenarnya dengan hidangan 4 sehat kita telah dapat menjamin kesehatan badan.
Akan tetapi untuk lebih menjamin pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi yang diperlukan
untuk menjaga kesehatan serta pertumbuhan, maka perlu disempurnakan dengan
segelas susu. Hidangan 5 sempurna ini terutama dimaksudkan bagi golongan anakanak yang sedang tumbuh, ibu-ibu hamil dan ibu-ibu yang sedang menyusukan
bayinya, serta orang-orang yang baru sembuh dari suatu penyakit.
3. Manfaat Aktivitas Fisik, Istirahat dan Kesehatan
Istilah istirahat’
e pu yai arti ya g sa gat luas
eliputi bersa tai
e yegarka
diri,
dalam menganggur setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apapun yang
melelahkan, menyulitkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa istirahat merupakan
keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan beban dari kecemasan.
Manfaat istirahat yang cukup ini dirasakan dari rutinitas tidur malam. Saat tidur malam
bukan hanya sekedar kebutuhan biologis makhluk hidup namun, lebih bertujuan kepada
tahap regenarasi tubuh di setiap harinya. Dalam tahap fase pertumbuhan manusia,
51
kebutuhan terhadap istirahat yang cukup ini berbeda-beda namun, memiliki keutamaan
yang kurang lebih sama untuk kesehatan tubuh, seperti berikut ini:
a. Meningkatkan daya tahan tubuh
b. Waktu untuk toksin racun
c. Melancarkan Pencernaan
d. Mengoptimalkan Kemampuan Otak
e. Menghilangkan kantung mata hitam.
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau
rangsangan yang cukup. Tujuan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis,
dan kesehatan. Oleh karena itu, tidur sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan tidur
merupakan kebutuhan dasar manusia; tidur merupakan sebuah proses biologis yang umum
pada semua orang. Ditinjau dari sejarahnya, tidur dianggap sebagai keadaan tidak sadar.
Tidur dicirikan dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran bervariasi, perubahan pada
prosesfisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal.
Kondisi disiang hari adalah waktu lingkungan sekitar beraktivitas yang tentu saja tidak
setenang dan senyaman tidur malam sehingga tidur siang ini sangat mungkin untuk
terganggu misalnya, oleh suara bising. Selain itu regenerasi sel terjadi saat beristirahat
malam yang tidak bisa digantikan saat tidur siang, meskipun sesibuk apapun aktivitas yang
sedang dijalani, jangan lupakan istirahat yang cukup.Jadi manfaat Istirahat yang cukup untuk
kesehatan tubuh salah satunya diperoleh dari tidur malam. Selama tidur, dalam tubuh
seseorang terjadi perubahan proses fisiologis.
Fungsi Tidur
1) Tidur memberi pengaruh fisiologis pada sistem saraf dan struktur tubuh lain.
2) Tidur memulihkan tingkat aktivitas normal dan keseimbangan normal di antara bagian
sistem saraf.
3) Tidur juga penting untuk sintesis protein, yang memungkinkan terjadinya proses
perbaikan.
52
Peran tidur dalam kesejahteraan psikologis paling terlihat dengan memburuknya fungsi
mental akibat tidak tidur. Individu dengan jumlah tidur yang tidak cukup cenderung
menjadi mudah marah secara emosional, memiliki konsentrasi yang buruk, dan
mengalami kesulitan dalam membuat keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Dave, R.H, Developing and Writing Behavioral Objective in R.J. Amstrong et. All., Tucson, A2:
Educational Inovator Press, 1970.
Harlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta, Gunung Mulia, 1996.
Imran Akhmad, Dasar-dasar Melatih Fisik Bagi Olahragawan, Medan: Unimed Press. 2013.
Siefert, K.L., & Hoffrung, Shild and Adolecent Development. Boston, Houghton Mifflin Company,
1994
Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor:
PPPPTK Penjas dan BK, 2014
Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK
Penjas dan BK, 2015
Wahjoedi, Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2000
53
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
BAB VI
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
DR. IMRAN AKHMAD, M.PD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
1
BAB VI
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
URAIAN MATERI
A. Fokus Permasalahan PTK dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani
Penelitian Tindakan Kelas di bidang Pembelajaran Pendidikan jasmani pada hakekatnya
sama dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara umum. Secara mendasar
juga bahwa PTK di bidang Penjas merupakan turunan dari penelitian tindakan yang
dilakukan orang secara umum. Hal ini berarti, secara teori bahwa penelitian tindakan kelas
dibidang pendidikan jasmani dan olahraga adalah sama dengan Penelitian tindakan Kelas
yang dilakukan pada dunia pendidikan.
Sebelum penelitian dilakukan oleh guru pendidikan jasmani dan olahraga, guru harus
mengetahu focus permasalahan yang dapat dikaji melalui penelitian. Topik permasalahan
yang dapat dikaji melalui PTk harus seputar persoalan yang bersifat praktis. Artinya bahwa
persoalan secara khas yang berpeluang terjadi dalam proses belajar mengajar dalam
bidang pendidikan jasmani dan olahraga.
Sesuai karakteristik pembelajaran pendidikan jasmani yang bercirikan pembelajaran
melalui aktivitas jasmani dalam mencapai tujuan pendidikan secara umum. Kajian
pendidikan jasmani menyangkut motor behavior, human in motion, human in movement,
dan lebih khusus pada focus phsycal activity. Dalam pelaksanaannya pembelajaran
pendidikan jasmani dilakukan melalui bentuk-bentuk keperilakuan yang bersifat fisik guna
memperoleh pengalaman gerak yang seluas-luasnya. Sesungguhnya pembelajaran bukan
ditujukan untuk berprestasi pada cabang olahraga melainkan bagai mana siswa menguasai
dan memiliki pengalaman tentang gerak baik sederhana hingga komplek dan diwujudkan
melalui aktivitas olahraga dan permainan.
Sesuai uraian di atas. Bahwa PTK dibidang Pendidikan Jasmani dan olahraga difokuskan
pada: (1) peserta didik, (2) guru, (3) materi atau pokok bahasan pembelajaran, (4) media
pembelajaran, (5) strategi dan metode pembelajaran; (6) penilaian atau evaluasi, (7)
lingkungan belajar yang bersifat fisik maupun non pisik, (8) pengelolaan kelas. Sebenarnya
2
ke delapan focus tersebut memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan karen konsep
kelas dan pembelajaran penjas dibangun berdasarkan delapan bagian di atas.
Rancangan PTK Pendidikan Jasmani dan olahraga sama seperti rangcangan PTK pada
bidang lainnya. Pada hakekatnya rancangan PTK berbasis siklus artinya memiliki suatu
rangkaian aktivitas yang tidak terputus dari setiap elemennya.
Siklus dalam PTK dikatakan sebagai prosedur mikri, Siklus merupakan suatu pakem pada
serangkaian pelaksanaan pada PTK. Siklus adalah satuan mekanisme yang dilakukan
peneliti bersama kolaborator dalam rangka untuk merubah keadaan secara rasional dan
terencana. Bagian bagian dari siklus dilakukan secara cermat dengan maksud untuk
menemukan gejala-gejala yang kurang sesuai dengan idealnya guru dalam melakukan
proses belajar mengajar. Selanjutnya dilakukan usaha perbaikan terhadap kelemahan
sekaligus menemukan solusi yang paling tepat untuk memecahkan permasalahan dalam
prose belajar mengajar.
B. Tahapan dan Prosedur PTK
1. Siklus PTK
Secara umum bahwa proses penelitian meliputi 7 langkah yaitu; (1) analisis situasi atau
kenal medan, (2) perumusan dan klarifikasi masalah, (3) hipotesisi tindakan, (4)
perencanaan tindakan, (5) implementasi tindakan dengan monitoringnya, (6) evaluasi hasil
tindakan, dan (7) refleksi dan pengambilan keputusan untuk pengembangan selanjutnya.
Dalam PTK jumlah siklus yang diperlukan sebenarnya tidak dapat ditentukan oleh peneliti
sebelum penelitian itu dilaksanakan dan PTK tidak dapat ditentukan secara pasti jumlah
siklusnya atau endingnya dan PTK juga tidak dapat ditentukan durasinya. Hil ini disebabkan
karena PTK adalah penelitian dengan setting alamiah, banyak sedikitnya siklus dan durasi
pelaksanaan sangat tergantung dari pencapaian indikator yang telah disepakati antara
peneliti dengan kolaborator.
Penjelasan diatas mengindikasikan bahwa, PTK ada yang dilakukan selama 2 siklus dan
dianggap selesai. Sedangkan dapat dilakukan juga dengan 3 siklus, 4 siklus, 5 siklus dan 6
siklus. Durasi proses pencapaian hasil tiap siklus juga berbeda-beda tergantung pada
3
permasalahan yang diteliti serta ketepatan tindakan yang disepakati oleh peneliti dan
kolaborator dalam rangka mencapai kemajuan indicator kerjanya untuk setiap siklusnya.
Dalam PTK Agus Kristiyanto (2011) menyatakan bahwa peneliti dan kolaborator harus sudah
mempolakan setidak-tidaknya 3 siklus. Peneliti dan kolaborator dalam hal ini berangkat dari
asumsi bahwa mengatasi masalah A dengan tindakan B diperkirakan menghasilkan sesuatu
solusi nyata jika dilakukan dalam 3 siklus. Dengan demikian bahwa ada baiknya dalam
rencana PTK sudah memulai dengan perencanaan
2. Tahapan PTK
Dalam pelaksanaan PTK yang didasarkan siklus tersebut dibagi menjadi 4 (empat) tahap
diantaranya:
Tahap Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah suatu langkah yang paling awal, yaitu langkah untuk merencanakan
tindakan yang telah dipilih untuk memperbaiki keadaan. Pada tahap perencanaan telah
tertuang berbagai sekenario untuk siklus yang bersangkutan, terutama tentang hal-hal
teknis terkait dengan rencana pelaksanaan tindakan dan indicator-indikator capaian pada
akhir siklusnya. Perencanaan disusun sendiri oleh peneliti utama (guru) tetapi sudah
merupakan hasil kolaborasi yang berisikan kesepakatan-kesepakatan perencanaan tindakan
antara peneliti utama dengan kolaborator sebelum melakukan pembelajaran. Rencana
pembelajaran harus dibuat untuk satu siklus berdasarkan analisis permasalahan yang
dihadapi. Pemilihan rencana tindakan harus didasarkan atas kerangka berfikir yang jelas
sehingga diyakini akan dapat menyelesaikan permasalahan.
Rencana tindakan diarahkan untuk menyelesaikan penyebab masalah, berpandangan
kedepan serta fleksibel untuk menerima efek-efek yang tak terduga. Jika perencanaan telah
dibuat dengan baik, seorang guru akan lebih mudah untuk mengatasi kesulitan atau
hambatan yang dihadapi dan mendorong mereka untuk melakukan pembelajaran lebih
efektif.
Isi perencanaan secara umum berisikan; (1) pembuatan skenario pembelajaran yang
tertuang dalam RPP, (2) persiapan sarana dan prasarana pembelajaran, (3) persiapan
instrumen penelitian untuk pembelajaran dan (4) simulasi pelaksanaan tindakan
4
Tindakan (action)
Tahap pelaksanaan tindakan adalah tahap untuk melaksanakan hal-hal yang telah
direncanakan dalam tahap perencanaan. Peneliti dan kolaborator harus saling meyakinkan
bahwa apa yang telah disepakati dalam perencanaan benar-benar dapat dilaksanakan.Hal
ini dirasa sulit karena harus dapat dijamin agar seluruh pelaksanaan itu berlangsung secara
alamiah.
Tindakan ini jga merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat untuk mengatasi
permasalahan yang telah diidentifikasi dan dianalisis penyebabnya pada tahap awal.
Tindakan dapat berupa suatu penerapan model pembelajaran tertentu, menerapkan
strategi pembelajaran baru, melatih teknih baru, menggunakan variasi sumber belajar dan
sebaginya. Yang paling penting bahwa pelaksanaan tindakan merupakan implementasi dari
perencanaan artiny harus diupayakan sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah
disusun.
Pengamatan (Observation)
Tahap observasi adalah tahap mengamati kejadian yang ada pada saat pelaksanaan
tindakan. Kejadian tersebut diamati
atau diobservasi oleh peneliti dan kolaborator.
Pengamatan atau observasi dibutuhkan untuk melihat, mengumpulkan data, dan
mendokumentasikan proses pelaksanaan tindakan. Hasil pengamatan ini merupakan dasar
pelaksanaan refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan
keadaan yang sesungguhnya. Hal-hal yang perlu dicatat peneliti dalam kegiatan
pengamatan adalah proses tindakan, efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan
yang muncul. Instrumen pengumpulan data yang dipergunakan dapan PTK pendidikan
jasmani adalah; Tes dan pengukuran, unjuk kerja, catatan, lembar observasi, pedoman
wawancara, angket, alat rekam video, alat rekam audio dan sebagainya yang
memungkinkan dapat mengumpulkan data sesuai dengan kebutuhan data.
Disamping itu observasi dalam PTK dapat menggunakan format: (1) observasi terbuka, (2)
observasi terfokus, (3) observasi terstruktur atau (4) observasi sistematis. Berkaitan dengan
apa yang diobservasi maka produk observasi merupakan kesepakatan antara peneliti
5
dengan kolaborator pada tahap perencanaan. Dan yang diobservasi adalah hal-hal yang
dianggappenting dalam proses belajar mengajar.
Tahap Refleksi (reflection)
Pada tahap refleksi peneliti bersama kolaborator melakukan diskusi atau sharing ide, dan
menganalisis keleman yang telah dilakukan pada tahap perencanaan dan tindakan. Refleksi
dilakukan melalui hasil observasi terhadap tindakan yang telah dilakukan sekaligus melihat
tingkat indikator ketercapaian yang telah ditentukan di perencanaan. Artinya bahwa tahap
refleksi merupakan merupakan tahap evaluasi untuk membuat keputusan-keputusan pada
akhir siklus. Hasil akhir adalah untuk membuat kesimpulan bersama tentang apakah
indikator-indikator telah tercapai dan dapat berlanjut ke siklus berikutnya; atau apakah
indikator belum tercapai dan harus kembali untuk melakukan revisi perencanaan pada
siklus yang bersangkutan.
3. Langkah-langkah PTK
Langkah-langkah menyusun proposan PTK
Mengidentifikasi Permasalahan dalam PBM di kelas
Mengidentifikasi permasalahan penelitian dengan memperhatikan sebagai berikut;
1. Siswa-siswa mengalami kesukaran dalam hal apa
2. Guru mengalami kesulitan dalam hal apa
3. Hasil belajar yang belum dicapai
4. Tujuan dan sasaran sekolah yang belum tercapai terkait dengan PBM
Selanjutnya dari beberapa permasalahan yang telah teridentifikasi maka lakukan
pembatasan masalah berdasarkan kebutuhan pengembangan profesi, kebutuhan
peningkatan kualitas PBM, minat dan bakat siswa, karakteristik siswa dan proiritas sekolah.
Menetapkan prioritas dan batasan masalah
1. Memilih dan deskripsikan isu atau permasalahan yang menjadi perhatian dan dirasakan
perlu diteliti:
6
2. Berdasarkan identifikasi kesenjangan, kebutuhan pengembangan, dan isi tersebut,
permasalahan yang mendesak dan dirasa sulit serta penting untuk segera diselesaikan
Menganalisis akar/penyebab masalah
Permasalahan tersebut dipengaruhi oleh factor-faktor apa saja. Berdasarkan analisis
keterkaitan antar factor dan kondisi nyata dikelas, maka lakukan analisis penyebab
permasalahan.
Menetapkan Solusi Permasalahan
Alternatif pemecahan (metode, sarana dan prasarana, media, instrumen dll) dan dirasa up
to date. Lakukan kajian secara ilmiah atau berdasarkan teoretik, bukan logika semata
melalui buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu dan tetapkan solusi alternative.
Selanjutnya pilihlah solusi yang paling efektif dan efisien serta tepat untuk mengatasi
permasalahan. Berikan argument tentang solusi yang dipilih memiliki kekuatan. Untuk
menyelesaikan masalah.
Menetapkan Judul Penelitian
Setelah permasalahan, akar penyebab dan solusi alternative dan subjek penelitian,
selanjutnya tetapkan judul. Langkah menetapkan judul adalah: judul harus singkat, padat,
spesifik dan tidak menimbulkan penafsiran yang beragam serta mencerminkan
permasalahan pokok yang akan dipecahkan.
Contoh judul:
1. Upaya memperbaiki hasil belajar lempar lembing melalui penerapan gaya mengajar
komando pada ………… TA 2016/2017.
2. Penerapan metode pembelajarn kontekstual untuk meningkatkan partisipasi siswa dan
hasil belajar shooting sepakbola pada siswa kelas VII SMPN I ……… TA 2016/2017.
Membuat Rumusan Masalah
Merumusan masalah dengan ciri; (1) Menggambarkan permasalahan yang dihadapi, (2)
Menggunakan kalimat Tanya, (3) Kalimat singkat dan padat, (4) Berisi apa yang akan
7
diubah/diperbaiki/ditingkatkan, (5) Berisi apa yang variable aksi yang akan di lakukan, (6)
Lengkapi dengan subjek penerima tindakan
Contoh:
a. Apakah penerapan metode latihan dapat meningkatkan hasil belajar lompat jauh bagi
siswa kelas VII SMP N 1 ………. TA 2016/2017.
b. Bagaimanakah penerapan metode penugasan dalam proses pembelajaran untuk
e i gkatka hasil belajar lari 00
pada siswa kelas…….
c. Apakah penerapan metode latihan berdampak pada peningkatan kreatifitas siswa
kelas……..
Membuat rincian urutan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan
Membuat langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan. Dalam membuat rincian dan
urutan atau langkah-langkan tindakan yang dilakukan, mengacu pada teori dan ditakini
secara mantap bahwa solusi tindakan benar-benar secara teori dapat memecahkan
masalah.
Merumuskan Hipotesis
Buatlah rumusan hipotesis berdasarkan analisis solusi dari kajian teori. Hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi, sebagai alternative tindakan yang
dipandang paling tepat untuk memecahkan masalah yang diteliti.
Contoh: Penerapan gaya mengajar inklusi dapat meningkatkan partisipasi dan hasil belajar
smash bolavoli siswa kelas XII “MUN I ………. TA 20 6/20
.
Penetapan Indikator Keberhasilan
Penetapan indicator keberhasilan dilakukan agar tindakan yang dilakukan dapat
dikendalikan dan diukur.
a. Deskripsikan proses belajar mengajar yang ingin ditingkatkan
Contoh:
Kemampuan siswa memahami teknik gerak
Kreativitas siswa melaksanakan tugas ajar
Keterampilan siswa melakukan tugas gerak
8
Respon siswa dalam pembelajaran
b. Deskripsikan hal-hal yang ingin diketahui tentang kegiatan pembelajaran atau focus
yang dikaji
Contoh: kemampuan bertanya siswa, memberikan umpan balik guru, kemampuan
membuka, menutup guru, menciptakan suasana yang kondusif dalam mengajar,
dll
c. Tuliskan hasil apa yang diharapkan terjadi pada akhir kegiatan pembelajaran
Contoh; pengusaan teknik gerak, hasil lompat jauh, dll
Buatlah deskripsi indicator dan tetapkan angka patokan untuk mengukur keberhasilan
kegiatan. Bukan hasil semata yang diukur melainkan kondisi pembelajaran menjadi
prioritas.
Penetapan rencana untuk mengetahui terjadinya perubahan yang diharapkan
Untuk mengetahui proses kegiatan yang akan dilakukan maka perlu dipersiapkan lembar
observasi yang berisikan catatan harian dan/atau catatan lapangan dan/atau daftar cek dan
atau video dsb. Untuk mengetahui atau dampak kegiatan akan dilakukan kegiatan maka
dilakukan tes dan pengukuran dan/atau angket dan atau wawancara dan/atau portopilio
dsb.
C. Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas
Praktek penyusunan laporan penelitian merupakan laporan akhir yang harus dibuat oleh
peneliti setelah memberikan tindakan berdasarkan tahapan-tahapan dalam penelitian
tindakan kelas. Peneliti harus membahas hasil dari tahapan-tahapan yang dilakukan selama
beberapa siklus, yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Laporan akhir dari rangkaian kegiatan penelitian tindakan kelas, harus dipaparkan secara
rinci sehingga kegiatan yang dilakukan dapat memperbaiki proses pembelajaran ataupun
meningkatkan kinerja guru.
Deskripsi Kondisi Awal
Pada tahapan ini diuraikan kondisi awal kelas maupun kelompok sebelum diberi tindakan.
Uraian dimulai dari permasalahan yang muncul dalam kelas maupun kelompok, seperti
9
menurunnya hasil belajar siswa (lebih baik dibuat persentasi siswa yang berhasil dan siswa
yang gagal), siswa yang pasif dalan proses belajar, siswa jarang hadir pada saat proses
pembelajaran, sekaligus penjelasan berapa jumlah siswa, berapa persen siswa yang
mengalami masalah. Selanjutnya peneliti menjelaskan hasil identifikasi penyebab timbulnya
masalah. Hasil identifikasi seperti, metode mengajar guru kurang bervariasi sehingga
membosankan siswa, guru tidak menggunakan media pembelajaran yang menarik, jumlah
siswa yang terlalu banyak, siswa tidak dberi kesempatan untuk aktif di dalam kelas karena
pembelajaran terpusat oleh guru.penyajian kondisi awal bisa dengan grafik, persentase
maupun tabel.
Deskripsi Hasil Siklus
Pada tahapan ini, peneliti memaparkan hasil dari masing-masing siklus yang dimulai dari
siklus 1 .
I. Deskripsi Hasil Siklus 1
Deskripsi hasil siklus I dimulai dari :
1. Perencanaan Tindakan
Pemaparan tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan
dimulai dari merencanakan tindakan yang diberikan, merancang pembelajaran,
menentukan media yang digunakan, indicator ketercapaian, membuat lembar
observasi dan lembar wawancara, membuat instrument penilaian. Adapun rincian
kegiatan yang dipaparkan pada tahap ini adalah :
a) Mempersiapkan rencana pembelajaran
b) Membuat lembar observasi siswa, untuk mengamati kegiatan siswa selama
pembelajaran.
c) Membuat lembar obsevasi guru untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran
guru yang dilakukan teman sejawat .
d) Mempersiapkan materi ajar
serta alat dan bahan sebagai pendukung
pembelajaran.
e) Mempersiapkan lembar kerja siswa.
10
f) Menyusun alat evaluasi belajar untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa di
akhir pelajaran.
g) Menentukan indikator ketercapaian hasil belajar personal maupun kelompok
2. Pelaksanaan tindakan
Pemaparan tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan. Tahapan ini
merupakan fase pelaksanaan dari strategi dan skenario pembelajaran yang telah
dirancang sebelumnya. Tindakan berupa pembelajaran yang dilakukan oleh Guru
adalah kegiatan untuk memperbaiki permasalahan.Langkah-langkah yang terjadi
selama kegiatan pembelajaran diuraikan. Apa yang pertama kali dilakukan?
Bagaimana
pengorganisasian
kelasnya?
Bagaimana
suasana
kelas
dengan
pengorganisasian itu? Siapa yang mengajar? Siapa observer atau pengambil data?.
Pada saat pelaksanaan tindakan ini, guru harus berupaya agar memberdayakan siswa
sehingga mereka menjadi subjek belajar. Tumbuhkan kesadaran, pemahaman,
kemampuan dan kemauan belajar (learn how to learn). Mereka harus memiliki budaya
belajar karena hanya dengan belajar mereka bisa menjadi agen perubahan bagi dirinya
dan orang di sekitarnya.
3. Hasil Pengamatan
Pemaparan hasil kegiatan pengumpulan data dengan memotret seberapa jauh efek
tindakan mengenai sasaran, serta untuk memantau perubahan yang diinginkan.
Pemantauan perubahan inilah yang nantinya akan menjadi bahan yang berguna dalam
refleksi. Data yang dikumpulkan tentunya sangat beragam sesuai instrumen yang
digunakan, berupa motivasi siswa, hasil belajar siswa, minat serta motivsi siswa,
suasana kelas, peristiwa yang muncul dari siswa yang disebabkan dari suasana belajar
yang menyenangkan . Pada bagian ini, peneliti menjelaskan secara rinci jenis data apa
saja yang dikumpulkan, cara mengumpulkan data dan semua jenis instrumen yang
digunakan.
11
4. Refleksi
Pada tahapan ini peneliti memaparkan secara kritis tentang perubahan yang
diharapkan telah terjadi atau belum. Perubahan ini menyangkut hasil belajar siswa,
suasana kelas, cara guru mengajar, interaksi siswa dengan materi, interaksi siswa
dengan siswa, interaksi siswa dengan guru, intensitas dan kualitas interaksi, minat dan
motivasi siswa. Perubahan –perubahan merupakan hasil dari pengamatan peneliti
bersama kolaborator. Informasi yang disampaikan berupa hasil yang diperoleh selama
kegiatan berlangsung untuk meningkatkan profesionalisme guru ataupun peneliti.
Berapa besar peningkatan kualitas pembelajaran yang telah terjadi berdampak pada
hasil belajar ataupun kompetensi siswa. Tindak lanjut yang dilakukan untuk
peningkatan kualitas pembelajaran yang berkelanjutan.
Deskripsi Siklus II
1. Perencanaan
Pemaparan tindakan-tindakan yang akan dilakukan berdasarkan hasil refleksi pada
siklus.Tindakan yang dilakukan untuk memperbaikan kelemahan-kelemahan yang terjadi
pada siklus 1. Contoh perbaikan pembelajaran pada siklus 1 berdasarkan hasil observasi
dan refleksi pada siklus 1 yaitu siswa masih kurang bergairah ketika pelaksanaan
pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi
siswa dan guru
wawancaranya, ternyata penggunaan media yang
beserta hasil
disampaikan oleh guru kurang
menarik bagi siswa. Maka guru merencanakan perbaikan media yang menarik bagi siswa
pada siklus yang ke 2. Kegiatan perencanaan lainnya sama dengan perencanaan pada
siklus 1.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pemaparan tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan pada siklus 2. Seperti
contoh pada perencanaan siklus ke 2, yaitu memperbaiki media yang kurang menarik
bagi siswa. Tindakan yang lainnya tidak ada perubahan
12
3. Hasil Pengamatan
Pemaparan hasil pengamatan pada siklus 1 lebih fokus pada observasi siswa dan guru
pada saat pada perbaikan media pembelajaran menjadi lebih menarik. Hasil observasi
adalah respon siswa terhadap perbaikan tindakan yitu
pemanfaatan media menjadi
lebih menarik. Observasi kepada guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran
4. Refleksi
Pemaparan yang sama pada refleksi siklus 1 bagaimana perubahan hasil belajar pada
saat tindakan perbaikan diberikan. Perubahan –perubahan yang terjadi selama siklus 2.
Serta peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan perbaikan pembelajaran.
Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus
Pada bagian ini ringkaskan hasil penelitian dari seluruh siklus dan semua aspek yang
menjadi konsentrasi penelitian. Deskripsi yang diberikan bisa dilengkapi tabel dan grafik
atau tabel dan grafiknya bisa ditulis di lampiran. Bahas juga setiap aspek perubahan dan
perbaikan yang terjadi, dan bila yang terjadi sebaliknya maka perlu adanya deskripsi
penyebab atau alasan yang logis dan rasional. Apabila didukung dengan deskripsi teoritis
yang ada, maka akan menambah kualitas pembahasan.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian pada bab ini pada dasarnya merupakan hasil penelitian yang diperoleh
pada saat tindakan berdasarkan data penelitian. Hasil penelitian harus sesuai dengan
dengan permasalahan, tujuan penelitian, dan menjawab kebenaran hipotesis atau tidak.
Contoh apakah peningkatan hasil belajar passing bawah bolavoli terjadi? Jika tidak apa
penyebabnya? Apakah
ada
peningkatan
motivasi
belajar
siswa?
Seberapa
peningkatannya? Jika tidak terjadi peningkatan apa penyebabnya? Apakah variasi gaya
mengajar dalam pembelajaran bisa dilakukan? Apa kendala pelaksanaannya? Hal –hal
penting apa yang saja yang peroleh selama mengimplementasikan pendekatan tersebut?
Semuanya deskripsikan dengan jelas dan lengkap dalam bagian ini.
13
DAFTAR PUSTAKA
Sukintaka, Filisophi, Pembelajaran dan Masa Depan Teori Pendidikan Jasmani, Bandung: Nuansa, 2004.
-------------. Proceeding World Summiton Physical education. Berlin 3-5th.1999.
Anonymous, Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Citra Praya. Kuntjojo, 2010
Ateng, Abdulkadir, Pendidikan Jasmani Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu Keolahragaan Guna Krida
Prakasa Jati, 1993
______________, Azas dan Landasan Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1993
Dauer, Victor P, Dynamic Physical Education For Elementary School Children, Minnesota: Burgess
Publishing Company, 1979
Gabbard, Carl., LeBlance, Elizabeth, and Lowy, Susan, Physical Education For Children. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc., 1987
Grant Donovan, Jane Mc Namara, Peter Gianoli, Koreksi Gerakan Senam yang Membahayakan, Jakarta:
P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA, 2001
Kemendikbud, Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2015, Jakarta: Kemendikbud. 2015
____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A Tahun 2014 tentang Implementasi
kurikulum. Jakarta: Balitbang. 2014
____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014 tentang
Kurikulum 2013 SD/MI, Jakarta: Balitbang, 2014
____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah, Jakarta: Kemendikbud,
2014
Ladislaus Naisaban, Bergembira Bersama 100 Permainan Rakyat, PT Grasindo, Jakarta, 2007
Lutan, Rusli. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode.
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. 1988.
Jakarta: Depdikbud
Lutan, Rusli. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah: Penguasaan Kompetensi Dalam Konteks
Budaya Gerak, 2005
Macdonald, D. Curriculum change and the postmodern world: The school curriculum-reform project an
anachronism, 2000
14
Marry P Mc Gowan, MD, Jo Mc Gowan Copra, William P. Castelli, MD, Menjaga Kebugaran Jantung,
Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2001
Mukhtar, M.Pd., Dr., Martinis Yamin, M.Pd., Metode Pembelajaran yang Berhasil, Jakarta: P.T. SESAMA
MITRA SUKSES, 2003
Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Bandung : ROSDA. 2007
Nancy Burstein, Senam Dingklik: Petunjuk Mutakhir, Cara Latihan yang Efisien, Jakarta: P.T. RAJA
GRAFINDO PERSADA 1996
Oemar Hamalik, Dr. Prof., Pendidikan Guru: Berdasar Pendekatan Kompetensi, Jakarta: P.T BUMI
AKSARA, 2002
Pangrazi, Robert P. and Dauer, Victor P. Movement In Early Childhood and Primary Education.
Minnesota: Burgess Publishing Company. 1981
Pepen Supendi dan Nurhidayat, Fun Game, 50 permainan menyenangkan di indoor dan outdoor,
Penebar Swadaya, Jakarta, 2007
Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
Richard R Brown, Joe Henderson, Bugar Dengan Lari, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 1994
Santrock, J.W. Psikologi pendidikan. Edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenada media group, 2010
Santrock, J.W. Masa Perkembangan Anak. Buku 2 Edisi 11. Jakarta: Salemba Humanika. 2011
Shaffer, R.D. and Kipp, K. Developmental Psychology: Childhood and Adolescence. United kindom :
Wadsworth Cangage Learning, 2010
Soemitro, Permainan Kecil, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Jakarta,1999.
Sukintaka, Dr. Prof., Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan, Bandung: Nuansa, 2001
Syarifudin, Aip. dkk, Azas dan Falsafah Penjaskes, Jakarta, Universitas Terbuka, 2000
Tamat, Tisnowati. Dan Mirman, Moekarto. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
Thomas, Jerry R., Lee, Amelia M. dan Thomas, Katherine T. Physical Education for Children. Champaign,
Illinois: Human Kinetics Books. 1988
Thomas R Beachle, Roger W Earle, Bugar dengan Latihan Beban, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA
2002
15
Tim Penyusun Bahan Ajar, Naskah Standar; Pembelajaran Atletik, Jakarta: Pusat Pengembangan
Penataran Guru Keguruan, Depdiknas, 2006
_______________________, Buku Bahan Ajar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Bogor :
PPPPTK Penjas & BK, 2010
Wahjoedi, Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2000
Wall, A.E. and Reid, Greg. Physical Activity In Childhood and Youth dalam Claude Bouchard, Barry D.
McPherson and Albert W. Taylor (Ed.). Physical Activity Sciences Champaign, Illinois: Human
Linetics Books. 1992
Di akses: 01 Maret 2013 9:04:06:
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-danimplementasinya-dalam-pendidikan-346946.html.
Diakses 01 Maret 2013 9:05:32: http://www.psikologizone.com/favicon.ico/Teori Kognitif Psikologi
Perkembangan Jean Piaget/
Di
akses:
Senin,
13
Mei
2013:
Pukul.
22:56
WIB:
http://penjaskespendidikanjasmanikesehatan.blogspot.com/2010/11/pengertian-definisi-pendidikan-jasmani.html.
Di akses: Senin, 13 Mei 2013. Pukul. 23:02 WIB:
http://berkasmakalah.blogspot.com/2012/11/makalah-definisi-olahraga-menurut-para.html.
LANJUTAN
Awak, Uda. 2014. Bertanya dan Menjawab Pertanyaan. Di akses tanggal 4 November 2015 dari
http://www.matrapendidikan.com/2014/02/bertanya-dan-menjawab-pertanyaan.html.
Djamarah, Syaiful Bahri, dan Zain Azwan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Coutinho, M., &Malouf, D., (1993). Performance Assessment and Children with Disabilities: Issues and
Possibilities. Teaching Exceptional Children,
25(4), 63– 67.
Hendriono, 2010. INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR.
http://dokumen.tips/documents/evaluasi-pembelajarantanggal 6 November 2015.
55a4d3829e180.html. Diakses
Kemdikbud, Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Kemdikbud,
Kemdikbud, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
16
2015
Kemdikbud, Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang Standar Penilaian
Pendidikan.
Kemdikbud, Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan.
Kemdikbud, Lampiran Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Tentang
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta:
Kemdikbud, 2014
Kemdiknas, PP No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2013). Permendikbud 81A. Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Lutan, Rusli. (2005). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah: Penguasaan Kompetensi Dalam Konteks
Budaya Gerak.
Macdonald, D. (2000). Curriculum change and the postmodern world: The school curriculum-reform
project an anachronism.
Mahendra, Agus, dkk. (2006). Implementasi Movement-Problem-Based Learning Sebagai Pengembangan
Paradigma Reflective Teaching Dalam Pendidikan Jasmani: Sebuah Community-Based Action
Research Di Sekolah Menengah Di Kota Bandung.
Riadi, Muchlisin. 2013. Metode Diskusi Dalam Belajar. Di akses tanggal 4 November 2015 dari
http://www.kajianpustaka.com/2013/01/metode-diskusi-dalam-belajar.html.
Rusli Lutan. (2001). Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Ditjend Olahraga Depdiknas.
Sukintaka. (2004). Teori Pendidikan Jasmani: Filosofi, Pembelajaran, dan masa Depan. Bandung: Nuansa
Sudjana, Nana. 2009. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor: PPPPTK Penjas
dan BK, 2014
Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK Penjas
dan BK, 2015
2001. Landasan Psikologis Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas
17
Daryanto. 2003. Belajar Komputer Microsoft Word 2000. Bandung : CV Yrama Widya..
Djaali dan Pudji Muldjono. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo, 2008.
Heinich, et. Al 1989. Instructional Media. New York : Mac-Melalan
http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/04/sistem-saraf-pada-manusia.html. Diakses tanggal 25 Okt
2015
http://imankoekoeh.blogspot.co.id/2013/12/tes-pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html.
Diaksestanggal 22 Okobert 2015.
http://kkg-srikandi.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-tujuan-dan-prinsip-penilaian.html.
Diaksestanggal 22 Oktober 2015.
http://pendidikanjasmani13.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-ilmu-faal-olahraga.html.
tanggal 25 Oktober 2015.
Diakses
http://pendidikanjasmani13.blogspot.co.id/2014/06/model-model pembelajaran-penjas.html
Lutan, Rusli. (2005). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.
Lutan, Rusli. (2006). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.
Mico Pardosi .2004. Belajar Sendiri Microsoft Power Point 2000. Surabaya : Indah Surabaya.
Modul (sejarah dan filsafat olahraga,FPOK-UPI 2010
Mutiah .2007. Komputer Jakarta : Satubuku
Sukintaka, Dr. Prof., 2001. Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan, Bandung: Nuansa,
Sukintaka. 2004. Teori Pendidikan Jasmani, Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Nuans.
Sukintaka. , 2001. Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan. Bandung: Nuansa
Suparlan. 2010. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing...
Undang-undang Negara Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta; Depdiknas, 2003
Undang-undang Negara Republik Indonesia, Nomor 3 Tahun 2005, Tentang Sistem Keolahragaan
Nasional, Jakarta: Menegpora 2005 dasar SMP-MTs-SMPLB, Jakarta: Depdiknas, 2006
Anita Woolfolk, Educational Psychology, Active Learning Edition, Bagian Pertama, Edisi Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009
Anonymous, Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Citra Praya. Kuntjojo, 2010
18
Ateng, Abdulkadir, Pendidikan Jasmani Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu Keolahragaan
Guna Krida Prakasa Jati, 1993
______________, Azas dan Landasan Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993
Dauer, Victor P, Dynamic Physical Education For Elementary School Children, Minnesota:
Burgess Publishing Company, 1979
Gabbard, Carl., LeBlance, Elizabeth, and Lowy, Susan, Physical Education For Children.
New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1987
Gallahue, David L. Motor Development and Movement Experiences. New York: John Wiley
& Sons, Inc., 1975
Gallahue, David L. Understanding Motor Development Infants, Children, Adolecent. New
York: MacMillan Publishing Company., 1989
Grant Donovan, Jane Mc Namara, Peter Gianoli, Koreksi Gerakan Senam yang
Membahayakan, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA, 2001
Hurlock, Elizabeth B, Perkembangan Anak. Terjemahan Tjandrosa dan Muslichah Zarkasih.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 1990
Kemendikbud, Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2015, Jakarta:
Kemendikbud. 2015
____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A Tahun 2014 tentang
Implementasi kurikulum. Jakarta: Balitbang. 2014
____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014
tentang Kurikulum 2013 SD/MI, Jakarta: Balitbang, 2014
____________, Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014
tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah,
Jakarta: Kemendikbud, 2014
Ladislaus Naisaban, Bergembira Bersama 100 Permainan Rakyat, PT Grasindo, Jakarta,
2007
Lutan, Rusli. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode.
Depdikbud Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. 1988.
Jakarta:
Lutan, Rusli. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah: Penguasaan Kompetensi Dalam
Konteks Budaya Gerak, 2005
Macdonald, D. Curriculum change and the postmodern world: The school curriculumreform project an anachronism, 2000
Marry P Mc Gowan, MD, Jo Mc Gowan Copra, William P. Castelli, MD, Menjaga Kebugaran
Jantung, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 2001
19
Mukhtar, M.Pd., Dr., Martinis Yamin, M.Pd., Metode Pembelajaran yang Berhasil, Jakarta:
P.T. SESAMA MITRA SUKSES, 2003
Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Bandung : ROSDA. 2007
Nancy Burstein, Senam Dingklik: Petunjuk Mutakhir, Cara Latihan yang Efisien, Jakarta:
P.T. RAJA GRAFINDO PERSADA 1996
Oemar Hamalik, Dr. Prof., Pendidikan Guru: Berdasar Pendekatan Kompetensi, Jakarta:
P.T BUMI AKSARA, 2002
Pangrazi, Robert P. and Dauer, Victor P. Movement In Early Childhood and Primary
Education. Minnesota: Burgess Publishing Company. 1981
Pepen Supendi dan Nurhidayat, Fun Game, 50 permainan menyenangkan di indoor dan
outdoor, Penebar Swadaya, Jakarta, 2007
Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
Richard R Brown, Joe Henderson, Bugar Dengan Lari, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO
PERSADA 1994
Santrock, J.W. Psikologi pendidikan. Edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenada media group, 2010
Santrock, J.W. Masa Perkembangan Anak. Buku 2 Edisi 11. Jakarta: Salemba Humanika. 2011
Shaffer, R.D. and Kipp, K. Developmental Psychology: Childhood and Adolescence. United
kindom : Wadsworth Cangage Learning, 2010
Soemitro, Permainan Kecil, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Jakarta,1999.
Sugiyanto, Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta : Universitas Terbuka, 1996
Sukintaka, Dr. Prof., Teori Penjas: Filosofi, Pembelajaran, dan Masa Depan, Bandung:
Nuansa, 2001
Syarifudin, Aip. dkk, Azas dan Falsafah Penjaskes, Jakarta, Universitas Terbuka, 2000
Tamat,
Tisnowati. Dan Mirman, Moekarto. Pendidikan Jasmani
Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
dan
Kesehatan,
Thomas, Jerry R., Lee, Amelia M. dan Thomas, Katherine T. Physical Education for Children.
Champaign, Illinois: Human Kinetics Books. 1988
Thomas R Beachle, Roger W Earle, Bugar dengan Latihan Beban, Jakarta: P.T. RAJA
GRAFINDO PERSADA 2002
20
Tim Penyusun Bahan Ajar, Naskah Standar; Pembelajaran Atletik, Jakarta: Pusat
Pengembangan Penataran Guru Keguruan, Depdiknas, 2006
_______________________, Buku Bahan Ajar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan. Bogor : PPPPTK Penjas & BK, 2010
Wahjoedi, Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani, Jakarta: P.T. RAJA GRAFINDO
PERSADA 2000
Wall, A.E. and Reid, Greg. “Physical Activity In Childhood and Youth” dalam Claude
Bouchard, Barry D. McPherson and Albert W. Taylor (Ed.). Physical Activity
Sciences Champaign, Illinois: Human Linetics Books. 1992
Di akses: 01 Maret 2013 9:04:06:
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-danimplementasinya-dalam-pendidikan-346946.html.
Diakses 01 Maret 2013 9:05:32: http://www.psikologizone.com/favicon.ico/Teori Kognitif
Psikologi Perkembangan Jean Piaget/
http://penjaskesDi
akses:
Senin,
13
Mei
2013:
Pukul.
22:56
WIB:
pendidikanjasmanikesehatan.blogspot.com/2010/11/pengertian-definisi-pendidikanjasmani.html.
Di akses: Senin, 13 Mei 2013. Pukul. 23:02 WIB:
http://berkasmakalah.blogspot.com/2012/11/makalah-definisi-olahraga-menurut-para.html.
Anne Shumway and Marjorie H. Woollacott, (2001). Motor Control: theory and Practical
Applications, Lippincott Williams & Wilkins.
Anne Shumway-Cook dan Marjorie, (2001). Motor Learning and Recovery of Function, USA:
Lippinncoll Williams & Wilkrins.
BSNP., (2007). Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan
PendidikanDasar dan Menengah. Jakarta
Cheryl A. Coker A, (2004). Motor Learning and Control for Practitioners, New York, United State
of America : The Mc Grow-Hill Companies Inc.
Dantes, Nyoman. (2008). Hakikat Asesmen Authentic Sebagai Penilaian Proses dan Produk
Dalam Pembelajaran yang Berbasis Kompetensi (Makalah Disampaikan pada In House
Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara).Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha
Daniel
K.
Schneider.
(2005).
Project-based
learning.
[Online].
dihttp://edutechwiki.unige.ch/en/Project-based_learning (18 Oktober 2011).
21
Diakses
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2013). Kompetensi Dasar SMP/MTs, Jakarta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2013). Permendikbud 81A. Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2014). Permendikbud 58. Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Kemdikbud, Lampiran Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran pada
Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Kemdikbud, 2014
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan., (2014). Permendikbud no 104. Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud, Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Kemdikbud, 2015
Kemeterian Pendidikan dan Keudayaan 92015), materi Pelatihan Guru Implemenasi Kurikulum
2013 SMP/MTs Mata Pelajaran PJOK
Richard A. Schmidt dan Timothy D. Lee, (2005). Motor Control and Learning , Fourth Edition,
Human Kinetics.
Sardiman AM., (2001). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers.
Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor:
PPPPTK Penjas dan BK, 2014
Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor:
PPPPTK Penjas dan BK, 2015
Wiggins, G., (1993). Assessment: Authenticity, Context and Validity. Phi Delta Kappan, 75(3),
200–214
DAFTAR PUSTAKA
Agus Kristiyanto. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
Surakarta: UNS Press, 2010.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Aqip, Zainal. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Yrama Widya. Bandung, 2006.
Kemmis Stephen & McTaggart Robin. The Action Research Planner, Deakin University, Victoria,
1990.
Tim Pengembang Materi, Modul Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013, Bogor:
PPPPTK Penjas dan BK, 2014
22
Tim Pengembang Materi, Modul Diklat Kompetensi Tingkat Dasar Berbasis UKG, Bogor: PPPPTK
Penjas dan BK, 2015
23
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN
BAB VII
SUMBER BELAJAR DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN
INFORMASI UNTUK PENGEMBANGAN KEPROFESIAN
BERKELANJUTAN
DR. IMRAN AKHMAD, M.PD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
1
BAB VII
SUMBER BELAJAR DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI
UNTUK PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
URAIAN MATERI:
A. SUMBER BELAJAR
1. Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud
tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara
terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai
kompetensi tertentu. Fungsi Sumber Belajar: meningkatkan produktivitas pembelajaran
memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, memungkinkan
belajar secara seketika, memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas.
2. Bentuk dan Jenis Sumber Belajar
a) Bentuk-bentuk sumber belajar: (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng,
hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, nara sumber, tokoh
masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi,
film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik,
dan sebagainya; (4) alat/ perlengkapan: perangkat keras, komputer, radio, televisi,
VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan
sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik: disikusi, seminar, pemecahan masalah,
simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya;
dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko,
museum, kantor dan sebagainya.
b) Jenis-jenis Sumber Belajar, ada dua yaitu: (1) Sumber belajar yang dirancang (learning
resources by design), yakni sumber
belajar
yang
secara
khusus
dirancang
atau
dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas
belajar yang terarah dan bersifat formal. (2) Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning
resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk
2
keperluan pembelajaran
dan
keberadaannya
dapat
ditemukan,
diterapkan
dan
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
3. Pemilihan dan Penggunaan Sumber Belajar
Kriteria Pemilihan Sumber Belajar





Ekonomis adalah sumber belajar yang digunakan tidak harus terpatok pada harga
yang mahal
Praktis adalah sumber belajar yang digunakan tidak memerlukan pengelolaan yang
rumit, sulit dan langka
Mudah adalah sumber belajar yang digunakan dekat dan tersedia di sekitar lingkungan
kita
Fleksibel adalah sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional
Sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat
membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.
4. Sumber Belajar, Alat Permainan dan Pemanfaatannya
Sumber belajar alamiah yang dekat dengan anak antara lain: Masyarakat desa atau kota di
sekeliling sekolah, Lingkungan fisik di sekitar sekolah, Bahan sisa yang tidak terpakai dan
barang bekas yang terbuang yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, namun kalau
kita olah dapat bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar mengajar.
Berikut ini uraian bagaimana sumber belajar itu dapat digunakan oleh guru :






Nara Sumber; dapat menggunakan nara sumber atau orang yang ahli dibidangnya untuk
memperkaya wawasan
Lingkungan; dapat menggunakan lingkungan yang terdekat yang alamiah dapat
digunakan dengan efisien sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Media cetak; digunakan oleh guru sebagai sumber belajar.
Benda Sebenarnya; dapat menggunakan benda sebenarnya sebagai sumber belajar.
Barang Bekas; dapat dimanfaatkan secara optimal dalam kegiatan pendidikan.
Model; dapat menggunakan model tiruan
3
B. Teknologi Informasi Komunikasi
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah sering digunakan di dalam kehidupan
sehari-hari termasuk dalam kegiatan pembelajaran. Sekalipun sudah sering digunakan,
namun tampaknya masih terjadi pemahaman yang berbeda mengenai istilah TIK. Bahkan
ada sebagian orang yang agak berlebihan pemahamannya, yaitu yang mengidentikkan TIK
itu dengan komputer atau internet saja. Akibatnya, setiap ada pembicaraan mengenai TIK,
maka yang terlintas di dalam pemikiran yang bersangkutan adalah komputer atau internet.
Pardosi (2004). Mengemukakan bahwa teknologi informasi dapat dimaknai sebagai ilmu
yang diperlukan untuk mengatur informasi agar informasi tersebut dapat ditelusuri kembali
dengan mudah dan akurat. Isi ilmu tersebut dapat berupa prosedur dan teknik-teknik untuk
menyimpan dan mengelola informasi secara efisien dan efektif. Lebih lanjut menurut Nina
W. Syam, informasi dipandang sebagai data yang telah diolah dan dapat disimpan baik
dalam bentuk tulisan, suara, maupun dalam bentu
Download