Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 KASUS SENGKETA LAHAN PERTANIAN di LIMA DESA ( Caruy, Mekarsari, Kutasari, Sidasari, Karangreja), KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP Rani Nurhayati Prodi Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang Abstrak Konflik selalu mewarnai kehidupan, dari konflik yang sangat kecil hingga konflik yang sangat besar. Konflik terjadi akibat perbedaan persepsi, perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan. Konflik ada yang bisa diselesaikan secara tuntas, ada pula yang berlarut-larut tanpa solusi. Manajemen konflik adalah proses mengidentifikasi dan menangani konflik secara bijaksana, adil dan efisien dengan tiga bentuk metode pengelolaan konflik, stimulasi konflik, pengurangan/penekanan konflik dan penyelesaian konflik. Seperti konflik sengketa lahan yang terjdi di Kecamatan Cipari yang melibatkan PT. Rumpun Sari Antan (RSA) dengan lima Desa yaitu Desa Caruy, Mekarsari, Kutasari, Karangreja, Sidasari. Dimana pada konflik tersebut PT RSA sebagai pabrik karet menngakui lahan pertanian dan pemukiman warga, warga merasa bahwa lahan yang mereka tempati adalah milik mereka karena berrtahun-tahun hidup dan menempatinya. Dalam konflik ini melibatkan beberapa lembaga pemerintah seperti lembaga pengadilan serta petani yang didampingi LBH Yogyakarta dan kelompok tani yang ada di Kabupaten Cilacap. Kata kunci: Konflik, Lahan, Desa, Cilacap Latar Belakang Masalah Konflik akan terjadi apabila ada perbedaan pemahaman antara dua orang atau lebih terhadap berbagai perselisihan, ketegangan, kesulitan-kesulitan yang ada diantara pihak yang tidak sepaham. Konflik juga bisa memicu adanya sikap bersebrangan antara dua belah pihak dimana masing-masing pihak menganggap bahwa satu sama lainnya sebagai lawan sebagai penghalang Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 dan diyakini akan mengganggu tujuan yang hendak dicapainya serta tercukupinya kebutuhan masing-masing. konflik selalu mewarnai kehidupan, dari konflik yang sangat kecil hingga konflik yang sangat besar. Konflik terjadi akibat perbedaan persepsi, perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan. Konflik ada yang bisa diselesaikan secara tuntas, ada pula yang berlarut-larut tanpa solusi. Manajemen konflik adalah proses mengidentifikasi dan menangani konflik secara bijaksana, adil dan efisien dengan tiga bentuk metode pengelolaan konflik, stimulasi konflik, pengurangan/penekanan konflik dan penyelesaian konflik. Seperti konflik sengketa lahan yang terjdi di Kecamatan Cipari yang melibatkan PT. Rumpun Sari Antan (RSA) dengan lima Desa yaitu Desa Caruy, Mekarsari, Kutasari, Karangreja, Sidasari. Dimana pada konflik tersebut PT RSA sebagai pabrik karet menngakui lahan pertanian dan pemukiman warga, warga merasa bahwa lahan yang mereka tempati adalah milik mereka karena berrtahun-tahun hidup dan menempatinya. Dalam konflik ini melibatkan beberapa lembaga pemerintah seperti lembaga pengadilan serta petani yang didampingi LBH Yogyakarta dan kelompok tani yang ada di Kabupaten Cilacap. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat ditarik dari sebuah Latar Belakang yang ada adalah: 1. Bagaimana latarbekakang konflik sengketa lahan pertanian di Kecamatan Cipari? 2. Bagaimana cara penyelesaian konflik dan aktor yang terlibat dalam konflik sengketa lahan pertanian di Kecamatan Cipari? Tujuan Penulisan Tujuan utama dari pembuatan makalah ini tidak lain adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen konflik. Terlepas dari itu tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk mengetahui penyelesain konflik yang terjadi di Kecamatan Cipari. Selain itu ada tujuan lain dari pembahasan makalah ini dalam topic yang dia angkat: Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 1. Untuk mengetahui latarbelakang terjadinya konflik sengketa lahan pertanian di Kecamatan Cipari 2. Untuk mengetahui cara penyelesaian konflik dan aktor yang terlibat dalam konflik sengketa lahan pertanian di Kecamatan Cipari Manfaat Penulisan 1. Bagi penulis : untuk memperdalam pengetahuan tentang manajemen konflik sengketa lahan yang terjadi di Kecamatan Cipari 2. Bagi pembaca : untuk pengetahuan tentang manajemen konflik sengketa lahan yang terjadi di Kecamatan Cipari Metode Penulisan Metode study kepustakaan dilakukan untuk menunjang metode wawancara dan observasi yang telah dilakukan. Pengumpulan informasi yang dibutuhkan dilakukan dengan mencari referensi-referensi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, referensi dapat diperoleh dari buku-buku atau internet. LANDASAN TEORI Konflok berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial diantara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya bahkan membuatnya tidak berdaya (Pupus Sofiati: 2). Putnam dan Pook sebagaimana dikutip Sujak (1990:150) mengartikan konflik sebagai interaksi antarindividu, kelompok atau organisasi yang membuat tujuan atau arti yang berlawanan dan merasa bahwa orang lain sebagai pengganggu potensial terhadap pencapaian tujuan mereka. Coser mendefinisikan konflik sebagai nilai-nilai atau tuntutan yang berkenaan dengan status kekuasaan, pengumpulan sumber materi atau kekayaan yang langka, dimana pihak-pihak Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 yang berkonflik tidak hanya ditandai dengan perselisihan, tetapi juga berusaha untuk memojokkan, merugikan atau kalau perlu menghancurkan pihak lawan (Syamsu, dkk., 19911:57). Menurut Watkins (dalam Eko Handoyo: 103), konflik terjadi bila terdapat dua hal, (1) sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktis operasional dapat saling menghambat (2) ada suatu sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua pihak, namun hanya salah satu pihak yang mungkin akan mencapainya. Terdapat tiga metode manajemen konflik menurut James AF. Stoner dan R. Edward Freeman bahwa metode manajemen konflik adalah sebagai berikut: 1. Stimulasi (merangsang) konflik Konflik dapat menimbulkan dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan kerja suatu kelompok. Situasi dimana konflik terlalu rendah akan menyebabkan karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif. Kejadian-kejadian, perilaku dan informasi yang dapat mengarahkan orang-orang yang bekerja lebih baik diabaikan; para anggota kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksaan kerja. 2. Pengurangan dan penekanan konflik Metode pengurangan konflik menekankan terjadinya antagonisme yang ditimbulakan oleh konflik. Jadi, metode ini mengelola tingkat konflik melalui pendinginan suasana tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik. Dua metode menurut T. Hani Handoko, dapat digunakan untuk mengurangi konflik. Pendekatan efektif pertama adalah mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima kedua kelompok. Metode efektif kedua adalah mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapi ancaman atau musuh yang sama. Sedangkan menurut James AF. Stoner dan R. Edward Freeman sekurangkurangnya ada 3 metode untuk mengurangi konflik, yaitu (1). Memberikan informasi menyenangkan antara kelompok satu dengan kelompok lain. (2). Meningkatkan kontrak Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 sosial yang menyenangkan dengan berbagai cara (3). Konfrontasi atau berunding dan memberikan penjelasan tentang berbagai informasi. 3. Penyelesaian konflik Tahap akhir adalah penyelesaian konflik, hal ini untuk mendapatkan hasil dari konflik yang telah berjalan, penyelesaian konflik ini dengan menggunakan gaya-gaya manajemen konflik yang akan dibahas berikutnya. Peristiwa konflik Konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat. Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat. Ia berlaku dalam semua aspek relasi sosial yang bentuknya bisa berupa relasi antarindividu, relasi individu dengan kelompok, ataupun antara kelompok dengan kelompok. Konflik merupakan sesuatu fenomena wajar dan alamiah yang terjadi pada masyarakat manapun, dimanapun dan kapanpun. Seperti konflik agraria yang terjadi di Cipari antara warga dan PT. Rumpun Sari Antan (RSA) yang melibatkan 5 desa di Kecamatan Cipari yaitu Desa Caruy, Desa Mekarsari, Desa Kutasari, Desa Sidasari dan Desa Karangreja. Berawal dari pada pertengahan 2007 dalam rapat kabinet terbatas yang membahas masalah reformasi agraria diterangkan bahwa ada lebih dari 9,25 juta hektar tanah yang akan dibagikan kepada petani miskin. Program redistribusi tanah ini kemudian dinamakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Persoalan perkebunan di Cipari terjadi seperti di banyak perkebunan lain yang mendapatkan “warisan” Hak Guna Usaha (HGU) dari sisa perkebunan asing yang mendapatkan hak erfacht pada masa kolonial. Tahun 1980 PT. Rumpun kemudian membagi perusahaannya sesuai dengan komoditas yang dihasilkan. PT. Rumpun Antan untuk yang penghasil karet, kopi dan kakao, serta PT. Rumpun Teh untuk perusahaan yang mengusahakan perkebunan teh. Lahan PT.Rumpun Antan di Cipari yang tidak tertanami karet dikelola oleh masyarakat, karena lahan tersebut cocok untuk ditanami padi. Setiap hektar garapan petani penggarap harus membayar uang andil (borg) sebesar Rp. 21.000. sebagai perbandingan, harga satu gram emas pada saat itu sekitar Rp. 3000. Dalam Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 perjanjian uang andil itu akan dikembalikan bila hak penggarapan lahan dicabut oleh PT. Rumpun Antan. Namun ketika tahun 1991 garapan itu diambil kembali oleh PT. RSA I,sedangkan uang andil tersebut tidak dibayarkan kembali kepada penggarap. Tanah yang tidak ditanami komoditas perkebunan oleh PT. hanya menjadi tanah terlantar yang tidak digarap (garung). Tuntutan terhadap PT. RSA I mulai dilakukan oleh lima kepala desa setelah pemekaran tahun 1992. Mereka menuntut agar tanah itu tidak dibiarkan terlantar dan disewakan kembali ke masyarakat. Pergerakan petani relatif belum terkonsolidasi dengan baik, belum ada organisasi tani yang terbentuk untuk menuntut tanah di lima desa tersebut, faktor terbesar adalah kondisi yang diciptakan oleh rezim orde baru dengan menerapkan politik agraria yang represif. Pada masa krisis ekonomi, tahun 1998, tanah tak terolah tersebut dibuka kembali melalui kebijakan penciptaan lapangan kerja pedesaan berupa proyek Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah Ketenagakerjaan (PDK-MK) yang bersamaan dengan program Tentara Manunggal Pertanian (TMP). Melalui kedua program tersebut sejumlah sawah-sawah garung kemudian diperbolehkan digarap oleh petani. Setiap 14 orang menggarap diatas 1 hektar lahan dengan cara menyewa disertai dengan pemberian bibit-bibit. Menurut laporan yang disusun oleh SeTAM, program itu tidak lancar pelaksanaannya Namun proses penggarapan inilah yang membuka terbentuknya penguasaan baru atas tanah-tanah tersebut. Proses jual beli lahan terjadi disebabkan proses sewa-menyewa lahan dengan menggunakan tanda terima sewa lahan. Kondisi ini berlangsung hingga tahun 2004, ketika PT RSA sudah berhasil memperpanjang masa HGU yang sebelumnya sudah berakhir pada tahun 1999. Perpanjangan HGU sendiri sudah diajukan PT. RSA semenjak tahun 1997. Tahun 1999, menjelang berakhirnya HGU, Panitia B melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap tanah PT.RSA tersebut. Tim ini menyatakan 355,16 ha direkomendasikan untuk dikeluarkan dari HGU karena sudah berupa pemukiman penduduk dan genangan periodik serta tegalan. Namun pihak PT.RSA merasa keberatan, dan pada 2002 mengajukan pengukuran ulang serta bersedia menanggung semua biaya pengukuran ulang tersebut. Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 Penyelesaian konflik dan aktor yang terlibat dalam konflik sengketa lahan pertanian di Kecamatan Cipari Dalam penyelesaian konflik ini penulis menggunkan tiga metode manajemen konflik menurut James AF. Stoner dan R. Edward Freeman. 1) Stimulasi (merangsang) konflik Perjuangan petani di Cipari ditandai dengan munculnya kelompok tani yang dinamakan Kelompok Tani Korban Ciseru Cipari (Ketan Banci) pada tahun 1984 seiring dengan konflik dengan pihak perkebunan JA Watie. Kelompok tani ini dibentuk oleh beberapa tokoh dari Desa Mulyadadi untuk mempertanyakan status tanah. Pada tahun 1999 terjadi pergolakan di Desa Mulyadadi, saat itu Ketan Banci mulai berani melakukan pematokan lahan sengketa yang dibalas tindakan refresif oleh pihak perkebunan JA Wattie dan aparat (Rachmawati, 2003). Peristiwa tersebut juga melibatkan LBH Yogyakarta untuk melakukan pendampingan dan menjadi kuasa hukum atas peristiwa yang menimpa anggota Ketan Banci. LBH Yogyakarta memberi pendidikan hukum kritis dan cara-cara pengorganisasian terhadap petani di sekitar Desa Mulyadadi. Salah satu Organisasi Lokal yang tumbuh setelah itu adalah OTL Singa Tangi yang memperjuangkan hak atas tanah yang dikuasai oleh PT. RSA. Pada April 2001 lewat serangkaian pendidikan kritis dan resolusi konflik yang dilakukan oleh LBH Yogyakarta terbentuklah Serikat Tani Merdeka (SeTAM) Cilacap. Dalam wadah baru SeTAM Cilacap ini kelompok tani yang ada di Cilacap termasuk yang ada di wilayah Cipari bisa dengan mudah membentuk membangun komunikasi dengan beberapa organisasi yang mereka anggap bisa membantu memuluskan proses perjuangan hak atas tanah, diantaranya KPA, RACA, serta YLBHI 2) Pengurangan dan penekanan konflik Panitia B yang bertugas melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap lahan HGU perkebunan kakao PT.RSA I, merilis angka 355,16 ha yang direkomendasikan untuk dikeluarkan dari HGU karena sudah berupa pemukiman penduduk serta genangan periodik dan tegalan. Kelompok tani yang mengetahui keluarnya HGU baru pada tahun 2004, dengan dikeluarkannya lahan dari HGU lama sebesar 284,92 ha semakin gencar menuntut Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 tanah itu diberikan haknya terhadap kelompok tani yang saat itu sudah terdata sebanyak 1400 orang. Tahun 2006 SeTAM dengan di fasilitasi oleh RACA Institute mulai melakukan diskusi dengan Komisi Ombudsman, Komnas HAM, BPN Pusat, Komisi III DPR-RI dan DPD Jawa Tengah. Beberapa kali mereka didampingi oleh KPA. Pada saat yang sama lima kepala desa juga beberapa kali mengadakan pertemuan dengan pihak PT.RUMPUN hasilnya PT.RUMPUN kemudian melakukan penandatanganan kesepakatan dengan lima kepala desa tentang pengalihan lahan dengan pembayaran kompensasi sebesar Rp.1500/ m2 dengan alasan hak keperdataan yang masih menempel pada tanah tersebut. Perjanjian ikatan pelepasan Hak Atas Tanah dengan pemberian ganti rugi ini dibuat pada 14 Januari 2008 ditandatangani oleh Direktur PT.RUMPUN, Oetomo, dengan lima kepala desa dengan legalisasi notaris Ning Sarwiyati, SH. Pada perjanjian ini juga dituliskan bahwa harus ada uang muka sebesar Rp. 100 Juta, sehingga setiap desa harus menyiapkan dana awal sebesar Rp. 20 juta. 3) Penyelesaian konflik Proses penyelesaian konflik ini melalui cara kompromi. Setelah sebelumnya di adakan kompromi dengan pihak PT. RSA mengenai perjanjian pelunasan kompensasi dilakukan setelah ada hasil pengukuran oleh petugas ukur BPN. Tetapi SeTAM yang merasa ditikung kemudian mengajukan audiensi ke Komisi A DPRD Cilacap, karena menurut mereka yang berhak untuk menerima, membagikan dan menentukan kriteria adalah kelompok tani yang selama ini berjuang. Pertemuan ini berlangsung pada 22 Januari 2004. Dalam pertemuan itu Sugeng, Ketua SeTAM Cilacap, mengatakan bahwa seharusnya pembagian memperhatikan fakta sejarah, sehingga yang melakukan trukah dan kelompok tani yang berjuanglah yang layak mendapatkan tanah. Ketika kelompok tani memperjuangkan lahannya, dilakukan juga pertemuan-pertemuan antara para kepala desa dengan PT.RUMPUN. Setelah rangkaian pertemuan, ditemukan kesepakatan bahwa tanah bekas HGU akan dibagikan dengan kompensasi sebesar Rp.1500/m2. Angka ini merupakan hasil tawar menawar, setelah sebelumnya PT.RUMPUN meminta angka Rp.14.000/m2. Pihak desa kemudian berkonsultasi ke Kantor Pertanahan Cilacap untuk Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 mempertanyakan perihal kompensasi tersebut. Kemudian Bupati memberi izin kecamatan untuk membentuk tim pendataan. Bupati menanggapinya dengan mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan tim pendataan dan tim teknis penataan tanah eks-HGU tersebut. Pada pertengahan Mei 2008, tim desa dan tim kecamatan menyepakati kriteria calon penerima tanah yaitu warga penggarap yang saat ini menguasai tanah, warga sekitar kebun, serta tanah banda (bondo) desa. Kategori ini yang kemudian terus diperdebatkan terutama oleh anggota tim yang berasal dari SeTAM. Akhirnya Gubernur mengirim tim untuk melakukan pendataan untuk penerima tanah. Penerima adalah warga yang selama ini secara riil menggarap dan warga masyarakat miskin di lima desa. Gubernur Jawa Tengah kemudian mengonsolidasi semua pihak yang terkait dengan masalah ini pada awal 2009 yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kantor Wilayah BPN dengan mengirimkan surat ke Kantor pertanahan Cilacap dan menginstruksikan agar menyelesaikan kasus tersebut, bila petani selesai membayar kompensasi 1500/m2, akan dilanjutkan dengan pemberian sertifikat yang diselesaikan Kanwil melalui program P4T (Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah) dengan alokasi anggaran APBN mulai tahun 2009, dan ditindaklanjuti dengan SMS (Sertifikasi Massal Swadaya). Ikatan pelimpahan tanah yang dilakukan pada 2008 oleh PT.RSA dan lima kepala desa kemudian dilakukan kembali setelah uang muka sebesar Rp.100 juta dilunasi oleh pihak desa. Pada surat itu tetap menyebutkan luas tanah eks-HGU 284,122 ha dengan ganti rugi Rp.1500/m2. Kemudian camat mengirimkan surat43 kepada bupati perihal hasil validasi data calon penerima berisi rincian jumlah penerima pada masing-masing desa: Karangreja (839), Kutasari (1.121), Caruy (1.090), Sidasari (975), Mekarsari (855). Kesimpulan Dalam kehidupana masyarakat tidak terlepas dari yang namanya konflik, konflik merupakan fenomena yang wajar dan alamiah yang terjadi pada masyarakat mana pun, dimana pun, dan kapan pun. Konflik dapat dimanfaatkan untuk , meningkatkan prestasi individu maupun kelompok. Namun disadari bahwa konflik tidak dapat dihindari dalam interaksi individu maupun antar kelompok dalam masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan konflik secara baik. Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 Pengelolaan atau manajemen konflik dengan gaya mempersatuakan, kerelaan atau membantu, mendominasi, menghindar dan kompromi. Dalam konflik di Kecamatan Cipari ini mengenai sengketa lahan antara PT.RSA dengan warga lima Desa yaitu Caruy, Mekarsari, Kutasari, Sidasari dan Karangreja. Dalam proses penyelesaian konflik tersebut terjadi kesepakatan kompensasi atas tanah negara. Sedangkan gerakan-gerakan yang dilakukan organisasi tani juga hanya bersifat transformatif dengan tujuan akhir adalah redistribusi tanah. Bukan sebuah usaha untuk menjadikan tanah sebagai modal politik. Sehingga setelah proses redistribusi selesai perjuangan menjadi surut atau berpindah mengurusi kasus yang serupa dengan tujuan yang kurang lebih sama, yaitu mendapatkan sertifikat. Daftar Pustaka Baihaqi. 2012. Redistribusi Lahan Di Cipari Kabupaten Cilacap. Jurnal Working Paper Agrarian Resources Centre (ARC). No. 4 hal : 6-21 Bakri, H. (2015), Resolusi Konfik Melalui Pendekatan Kearifan Lokal Pela Gadongdi di Kota Ambon. The POLITICS: Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 51-60 Handoyo, Eko. 2015. Studi Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak Krisyianus. (2016). Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di Kalimantan Barat. Politik Indonesia: Indonesian Poliyical Science Review, 87-101 Sumaryanto. (2010). Manajemen Konflik Sebagai Suatu Pemecah Masalah. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Wahyudi, A. (2005). Konflik, Konsep Teori dan Permasalahan, Jurnal Madani. 1-15 Winardi. 2007. Manajemen Konflik ( Konflik Perubahan Dan Pengembangan ). Bandung: CV. Mandar Maju Zainal, S. (2016). Transformasi Konflik Aceh dan Relasi Sosial-Politik di Era Desentralisasi. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 81-108