i SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PROVIDER SELULER SEBAGAI KONSUMENATAS PROMO YANG DIKELUARKAN OLEH PELAKU USAHAMELALUI MEDIA IKLAN DI PT INDONESIAN SATELITE RAHMAN BAGUS RAMADHAN E1A009225 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2015 ii SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PROVIDER SELULER SEBAGAI KONSUMENATAS PROMO YANG DIKELUARKAN OLEH PELAKU USAHAMELALUI MEDIA IKLAN DI PT INDONESIAN SATELITE Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas HukumUniversitas Jenderal Soedirman Oleh : RAHMAN BAGUS RAMADHAN E1A009225 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2015 SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGT]NA JASA PROWDER SELULER SEBAGAI KONSUMENATAS PROMO YAI{G nrrnruanx.rxo""#?$"t3$HrYiffi ff#rt"""IMEDIA'IKLANDI RAHMAN BAGUS RAMADHAN E1A009225 i Diterima dan disahkan Pada tanggal:......,...... Pembimbing I Pembimbing II Penguji III, furlaq Suvadi. S.H.. M.Hum NIP" 19611010 198703 I 001 I Ketut Karmi Nuriava. S.H...M.Hurn. NIP. 19610520 198?03 r 002 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum 198901 I 001 NIP. 19560403 198503 1002 iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Rahman Bagus Ramadhan NIM : E1A009225 Jurusan : Ilmu Hukum Fakultas : Hukum Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya, bukan merupakan pengambil-alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini merupakan hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar akademik yang saya peroleh terkait dengan skripsi ini. Purwokerto, Februari2015 Yang membuat pernyataan Rahman Bagus Ramadhan NIM. E1A009225 v KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Provider Seluler Sebagai Konsumen Atas Promo Yang Dikeluarkan Oleh Pelaku Usaha Melalui Media Iklan Di PT Indonesian Satelite” dapat terselesaikan dengan baik. Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi, maka pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas HukumUniversitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis. 2. Bapak Suyadi, S.H., M.Hum selaku Dosen pembimbing skripsi I saya yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, pengalaman, saran dan masukan yang berarti kepada penulis hingga tersusunnya skripsi ini. 3. Bapak I Ketut Karmi Nurjaya, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing skripsi II saya yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, masukan dan pengalaman yang berarti kepada penulis hingga tersusunnya skripsi ini. 4. Bapak Sutoyo, S.H., M.H selaku dosen penguji skripsi yang bersedia memberikan berbagai saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. vi 5. Handri Wirastuti, S.H., M.Humselaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan yang tak terbatas waktu dari awal hingga akhir studi. 6. Para dosen Fakultas Hukum,Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan sehingga dapat digunakan dalam penyusunan skripsi serta untuk bekal hidup di kehidupan mendatang. 7. Mamah Zubaida Widhiana, Ayahanda Afton Hafidin tersayang dan tercinta, yang telah memberikan doa, cinta, dukungan, motivasi, bantuan, nasihat, dan semua pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga saya bisa mendapatkan gelar sarjana. 8. Adikku yang membanggakan Raihan Akbar Cahya Gemintang dan Keponakan tersayang Yudit Airin Puandira yang selalu menjadi obat rasa lelah dan penghilang jenuh dengan kelakuan-kelakuan yang sungguh luar biasa. Juga terima kasih kepada keluarga besar untuk dukungan dan bantuannya dalam melaksanakan penelitian. 9. Dhita Dimastuti yang tidak pernah bosan untuk menyemangati, mendampingi dalam melaksanakan penelitian, terima kasih atas kebaikan, kesabaran, bantuan, dan dukungan hingga akhir penyusunan skripsi. 10. Anak-anak kontrakan “MBAE” (Pituk, Kipsplay, Alan, Ino, Sawung, Bapake) yang telah memberikan dorongan, semangat, dan masukan-masukan yang sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. vii 11. Anak-anak Kelas C Hukum Unsoed 2009, terimakasih atas perjuangan yang telah kita lewatkan bersama sampai ahirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Keluarga Besar GRADASI FH Unsoed, yang telah memberikan pengalaman luar biasa dalam berorganisasi. 13. KKN Adireja Wetan (Dhita, Fadlil, Endah, Agnes, Tyo, Alay, Bes, Bela, Dwi, Vivi, Nisa, Bimo, Fari, Adi, Rezki) yang telah melewati saat-saat indah bersama selama 35 hari dan berlomba dalam menyelesaikan skripsi. 14. Responden dalam penelitian yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai dan memberikan data yang mendukung penyelesaian skripsi ini. 15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kesediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi sempurnanya skripsi ini. Akhirnya penulis menyampaikan permohonan maaf kepada pembaca seandainya terdapat kesalahan di dalam skripsi ini dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Purwokerto, Februari 2015 Penulis viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................ HALAMAN DEPAN ............................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................. KATA PENGANTAR .......................................................................... DAFTAR ISI ........................................................................................ ABSTRAK ............................................................................................ ABSTRACT ......................................................................................... I. i ii iii iv v viii x xi PENDAHULUAN A. B. C. D. Latar BelakangPenelitian .................................................................. Rumusan Masalah ............................................................................ Tujuan Penelitian ............................................................................. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 1. Kegunaan Teoritis ........................................................................ 2. Kegunaan Praktis ......................................................................... 1 7 7 8 8 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen ................................................................... 1. Perlindungan Hukum ................................................................... 2. Konsumen dan Perlindungan Konsumen ....................................... a. Konsumen ............................................................................. b. Perlindungan Konsumen ....................................................... c. Peran Pemerintah Dalam Melindungi Konsumen ................... B. Pelaku Usaha .................................................................................... C. Hubungan Hukum Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha ............ 1. Penjual .......................................................................................... 2. Pembeli ......................................................................................... 3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha (Product Liability) ....................... D. Jasa Telekomunikasi Seluler ............................................................. E. Iklan ................................................................................................. 1. Pengertian Iklan ........................................................................... 2. Dasar Hukum Iklan ...................................................................... 3. Jenis – jenis Iklan ......................................................................... 4. Tujuan dan Fungsi Iklan ............................................................... 5. Pengaruh Iklan Dalam Masyarakat ............................................... 9 9 10 10 13 20 22 25 28 29 30 35 41 41 42 46 47 49 III. METODE PELAKSANAAN A. Metode Pendekatan .......................................................................... 51 B. Spesifikasi Penelitian ........................................................................ 51 ix C. Lokasi Penelitian .............................................................................. D. Sumber Data ..................................................................................... a. Data Sekunder .............................................................................. b. Data Primer .................................................................................. E. Metode Pengumpulan Data ............................................................... a. Data Sekunder .............................................................................. b. Data Primer .................................................................................. F. Metode Penyajian Data ..................................................................... G. Metode Analisis Data ....................................................................... 51 52 52 52 52 52 52 53 53 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ................................................................................ 54 a. Data Sekunder .............................................................................. 54 1. Para Pihak dalam pengaktifan promo IM3 Soulmate ............... 54 2. Objek Jual Beli ....................................................................... 54 3. Bentuk Perjanjian ................................................................... 54 4. Kewajiban Para Pihak ............................................................ 56 5. Hak Para Pihak ...................................................................... 57 6. Prosedur dan Tata Cara Periklanan ........................................ 57 b. Data Primer .................................................................................. 60 1. PT. Indosat ............................................................................ 61 2. Konsumen Indosat khususnya yang telah mengaktifasi promo IM3 Soulmate.............................................................. 61 B. Pembahasan....................................................................................... 62 V. PENUTUP A. Simpulan .......................................................................................... 78 B. Saran ................................................................................................. 79 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 80 A. Literatur ........................................................................................... 78 B. Peraturan Perundang-undangan ......................................................... 79 C. Sumber lain ...................................................................................... 79 x Abstrak PT. Indonesian Satelite ( Indosat ) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi. Sebagai sarana pengenalan dan pemasaran produknya kepada masyarakat, PT. Indosat mengeluarkan berbagai macam iklan baik dari media cetak maupun media elektronik. Namun, tidak semua iklan tersebut memberikan informasi yang jelas. Iklan IM3 Soulmate yang menjanjikan telepon gratis sepanjang hari selama 1 tahun hanya dengan biaya sebesar Rp 10.000,- ternyata tidak sepenuhnya benar.Informasi penting yang seharusnya dicantumkan mengenai syarat dan ketentuan penggunaan IM3 Soulmate justru tidak diberikan secara jelas. Oleh karena itu, PT. Indosat terindikasi mengelabuhi masyarakat sebagai konsumen. Hak-hak konsumen yang telah melakukan aktivasi tidak diperoleh sesuai dengan iklan. Hal tersebut melanggar peraturan yang terkait dengan perlindungan terhadap konsumen khususnya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kata kunci : Perlindungan Konsumen, Iklan, Jasa Telekomunikasi. xi Abstract PT. Indonesian Satellite ( Indosat ) is a company that move in the field of telecommunication services. As means of introduction and marketing of its products to the public, PT. Indosat released various kinds of advertising from both the print and electronic media. However, not all these ads provide clear information. IM3Soulmate ads, who promised free phone all day for a year with only Rp 10.000,- of cost, is not entirely true.The important of information that should be included on the terms and conditions of use IM3 Soulmate is not given explicitly. Therefore, PT. Indosat tricked indicated by the public as consumers. The rights of consumers who have made the activation is not obtain with advertisement. This fluoted the rules associated with the protection of particularly to consumers Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection . Keywords : Consumer Protection, Advertising, Telecommunications Services. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan konsumen akan selalu menarik untuk diperbincangkan di tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan banyaknya masalah yang timbul antara pelaku usaha dengan konsumennya. Fenomena yang sering terjadi saat ini, dimana kedudukan konsumen dirasa masih sangat lemah dihadapan pelaku usaha, menimbulkan banyaknya konsumen yang dirugikan dalam transaksi jual beli barang ataupun jasa secara sadar maupun tidak sadar. Pelaku usaha dalam menjalankan usahanya mempunyai berbagai macam cara untuk mendapatkan untung baik dengan mengikuti peraturan yang berlaku maupun melalui cara-cara yang bertentangan dengan undang-undang. Persaingan yang ketat dan permintaan konsumen akan barang atau jasa yang kian meningkat menjadi faktor yang sangat berperan bagi pelaku usaha untuk terus berinovasi supaya usahanya dapat bertahan dan terus mendapatkan untung. Dari proses produksi barang hingga distribusi kepada konsumen didalamnya terdapat berbagai strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dalam era globalisasi ini, tidak sedikit pelaku usaha yang melakukan cara apapun untuk mendapatkan untung yang besar. Supaya mendapatkan untung yang besar, banyak pelaku usaha cenderung mengurangi biaya produksi yang nantinya akan mengurangi kualitas produk yang dihasilkan. Hal tersebut justru akan mengurangi tingkat kepuasan pelanggan yang kemudian menyebabkan para konsumen merasa dirugikan. 2 Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa: Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan terhadap konsumen. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diartikan bahwa setiap konsumen berhak atas kepastian hukum didalam suatu perjanjian dengan para pelaku usaha, tidak terkecuali dengan kerugian yang dialaminya. Sebagai contoh dalam pasal 18 ayat (1) poin b UUPK tentang pelarangan pelaku usaha membuat klausula baku yang menyatakan bahwa: Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen. Aturan tersebut memberikan suatu kepastian kepada konsumen, apabila barang dan/atau jasa yang diterimanya tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dengan pelaku usaha, maka konsumen dapat mengembalikan barang dan/atau jasa tersebut kepada pelaku usaha. Apabila ada suatu hal yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka pelaku usaha tidak mempunyai hak untuk menolak penyerahan kembali brang yang telah dibeli oleh konsumen tersebut. Persaingan antar pelaku usaha yang semakin ketat juga merupakan salah satu faktor kuat yang membuat para pelaku usaha harus melalui berbagai macam cara agar barangdan/atau jasa yang ditawarkannya tetap eksis ditengah masyarakat. Salah satunya dengan melakukan komunikasi pemasaran menggunakan iklan sebagai penyampai pesan produknya sehingga pesan tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan akan mudah diingat oleh konsumen yang melihatnya. Iklan merupakan salah satu strategi penting dan efektif, baik melalui 3 media cetak maupun elektronik untuk mengenalkan produk yang ditawarkan sehingga produsen dapat menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat. Iklan yang ditayangkan di televisi akan sangat luas jangkauannya, disamping itu kreatifitas pembuatan iklan dewasa ini merupakan suatu hiburan tersendiri bagi masyarakat yang dalam hal ini secara tidak sadar konsumen telah dibujuk agar menjadi konsumen produk yang diiklankan tersebut. Iklan merupakan ujung tombak bagi pelaku usaha. Dimana iklan merupakan sarana pengenalan tentang keunggulan produk yang dijual. Melalui iklan, pelaku usaha akan mengarahkan masyarakat agar menggunakan produk yang dikeluarkan olehnya. Dalam bisnis telekomunikasi yang berkembang dengan pesat di Indonesia dibuktikan dengan banyaknya provider seluler yang bersaing di Indonesia. Setiap provider berinovasi untuk meningkatkan penjualan produknya. Salah satunya dengan berbagai macam promo yang dikeluarkan melalui iklan, baik melalui media cetak maupun melalui media elektronik. Hal itu tidak selalu diimbangi dengan informasi yang jelas mengenai berbagai macam promo yang dikeluarkan oleh pihak provider seluler. Salah satu promo yang telah menimbulkan kerugian bagi konsumennya adalah “IM3 Soulmate” yang dikeluarkan oleh pihak providerPT. Indonesian Satelite, yang selanjutnya disebut Indosat. Dimana dalam iklan disebutkan bahwa konsumen dapat menelpon secara gratis ke nomer yang telah didaftarkan selama satu tahun hanya dengan dikenakan tarif senilai Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) tanpa ada syarat dan informasi yang jelas mengenai promo ini. 4 Promo yang menggiurkan tersebut berhasil membuat masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen tergiur dan mengaktifkan program IM3 Soulmate tersebut dengan tujuan untuk mempermudah dan mengurangi pengeluaran dalam berkomunikasi. Namun setelah aktivasi dilakukan, tidak sedikit konsumen yang mengeluh tentang promo ini, ternyata banyak syarat dan ketentuan yang berlaku di dalamnya yang dirasa tidak sesuai dengan iklan yang diberikan oleh pelaku usaha. Baik mengenai syarat dan waktu penggunaan telepon yang tidak sesuai harapan. Syarat dan penggunaan waktu telepon terbatas, dimana konsumen yang telah mengaktivasi ternyata dapat menggunakan telepon sepuasnya hanya diwaktu tertentu sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh pihak pelaku usaha. Syarat tersebut antara lain : 1. Jam 00.00-06.00 WIB. Pada jam ini pengguna paket IM3 Soulmate benar-benar digratiskan untuk menelpon nomor Soulmate yang telah didaftarkan, selama satu tahun. 2. Jam 06.00-17.00 WIB. Pada jam ini pengguna paket IM3 Soulmate hanya digratiskan untuk menelpon nomor Soulmate yang telah didaftarkan selama 100 menit, selama satu tahun. 3. Jam 17.00-24.00 WIB. Pada jam ini pengguna paket IM3 Soulmate hanya digratiskan untuk menelpon nomor Soulmate yang telah didaftarkan hanya selama 10 menit, selama satu tahun. Namun pada jam ini, konsumen juga sering tidak mendapat jatah gratis telpon. 5 Syarat dan ketentuan tersebut merupakan sesuatu yang wajar adanya, namun disini dapat dilihat itikad tidak baik dari pelaku usaha, karena syarat dan ketentuan tersebut tidak dicantumkan didalam iklan. Baik yang beredar di balihobaliho, poster, maupun yang ada dalam iklan di media elektronik. Hal tersebut dapat disinyalir sebagai suatu kecurangan untuk menarik konsumen agar menggunakan layanan promo ini tanpa pikir panjang. Akibatnya konsumen merasa dicurangi oleh pelaku usaha. Konsumen yang telah mengaktivasi promo ini merasa dirugikan karena adanya pembatasan waktu dan jam telepon. Waktu yang dirasa efektif untuk menelpon yaitu pada jam 17.00-24.00 WIB hanya diberikan gratis telepon selama 10 menit saja. Bahkan tidak setiap hari pada waktu efektif tersebut konsumen diberikan gratis telepon. Hal tersebut dirasa merugikan, karena konsumen tidak mendapatkan keuntungan yang awalnya diharapkan dari mengaktivasi promo IM3 Soulmatedan konsumen tetap menggunakan tarif awal telepon yang mahal setelah gratis telepon habis. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan bahwa: Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa; c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. 6 Kegunaan suatu barang dan/atau jasa merupakan hal yang dirasa telah dilanggar oleh pelaku usaha. Dalam iklan baik yang ada di media cetak maupun media elektronik mengatakan bahwa konsumen dapat menikmati telepon gratis kepada nomor yang telah didaftarkan selama satu tahun. Namun setelah aktivasi dilakukan, konsumen dihadapkan dengan berbagai macam syarat dan ketentuan yang tidak disebutkan dalam iklan yang dikeluarkan oleh pelaku usaha. Kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam pasal 7 UUPK juga menyebutkan dalam ayat kedua bahwa: Pelaku usaha berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Melihat aturan diatas, maka dapat dikatakan bahwa iklan yang dikeluarkan pelaku usaha dalam hal ini iklan IM3 Soulmate telah melakukan pelanggaran. Tidak adanya informasi yang jelas mengenai pemakaian dan penggunaan promo ini membuat konsumen yang telah melakukan aktivasi promo IM3 Soumate tersebut merasa dirugikan. Namun, dengan nominal yang terbilang kecil untuk melakukan aktivasi yaitu sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) para konsumen malas dan enggan untuk melakukan komplain kepada pihak Indosat selaku perusahaan yang mengeluarkan promo, walaupun pada dasarnya para konsumen merasa dirugikan. Timbulnya kerugian bagi pihak konsumen, maka perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam hal ini adalah Indosat dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi, dimana pelaku usaha berkewajiban untuk mengganti 7 kerugian yang dialami oleh konsumen yang dirugikan. Sesuai dengan bunyi pasal 1243 KUH Perdata: Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika suatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat hanya dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan sebuah penelitian berjudul, “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Provider Seluler Sebagai Konsumen Atas Promo yang Dikeluarkan Oleh Pelaku Usaha Melalui Media Iklan di PT. Indonesian Satelite”. B. Rumusan Masalah 1. Apakah Indosat dapat dibebani tanggung jawab atas iklan yang dikeluarkan olehnya? 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen yang telah melakukan aktivasi promo IM3 Soulmate yang dirasa tidak sesuai dengan iklan yang dikeluarkan oleh Indosat? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1. Menganalisisapakah Indosat dapat dibebani tanggung jawab atas iklan yang dikeluarkan olehnya untuk mencapai tujuan perusahaan. 8 2. Menganalisis bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen Indosat yang telah mengaktifkan promo yang dalam hal ini tidak sesuai dengan yang dijanjikan didalam iklan. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu hukum, menambah pengetahuan dan wawasan serta menambah referensi mengenai perlindungan terhadap konsumen, khususnya konsumen perusahaan jasa provider seluler. 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para konsumen pengguna jasa provider seluler untuk tidak mudah percaya dengan apa yang dijanjikan oleh pelaku usaha yang dikenalkan melalui media iklan serta dapat lebih mengerti dan mengetahui perlindungan yang melekat pada dirinya sebagai konsumen. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media pemahaman bagi para pelaku usaha dibidang jasa, khususnya dalam bidang jasa telekomunikasi untuk dapat memberikan rasa nyaman kepada konsumen dengan memberikan perlindungan sebagaimana mestinya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen 1. Perlindungan Hukum Manusia merupakan makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat, oleh karena tiap anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya untuk dapat bertahan hidup. Sebagai makhluk sosial, maka secara sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum dan hubungan hukum. Sehingga, dalam menjalani kehidupannya manusia tidak dapat terlepas dari hukum yang berlaku.Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja atau atas kehendaknya untuk menimbulkan hak dan kewajiban yang akibatnya diatur oleh hukum. Sedangkan hubungan hukum disini diartikan sebagai hubungan antara dua atau lebih subjek hukum. Dalam hubungan hukum ini, hak dan kewajiban pihak yang satu bertentangan dengan pihak yang lain. Jadi dapat dikatakan hak dan kewajiban akan muncul ketika terjadi suatu hubungan hukum antara suatu pihak dengan pihak yang lain baik hubungan hukum secara langsung, maupun secara tidak langsung. Tiap hubungan hukum akan menimbulkan hak dan kewajiban yang saling berlawanan dengan kata lain masing-masing pihak yang ada dalam perikatan hukum akan memiliki hak dan kewajibannya masing-masing yang harus dipenuhi. Apabila hak dan kewajiban tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak yang ada didalam perikatan, 10 sehingga untuk melindungi dan mengurangi konflik maka perlindungan hukum sangat diperlukan. Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Perlindungan hukum dapat diartikan segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hakhaknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan yang bagi melanggarnya akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya. b. Jaminan kepastian hukum. c. Berkaitan dengan hak-hak warganegara. d. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya. 1 Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan. 2. Konsumen dan Perlindungan Konsumen a. Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda).2 Pengertian tersebut secara harfiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu”. Az. Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni: 1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu; 2. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang 1 Satjipto Raharjo, Penyelenggaraan Keadilan Dalam Masyarakat yang Sedang Berubah, 1999, Jurnal Masalah Hukum. 2 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 22 11 3. dan/atau jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial), bagi konsumen antara, barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapitan yang berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya (produsen). Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa di pasar industri atau pasar produsen. Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial). 3 Istilah konsumen juga dapat kita temukan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Secara yuridis formal pengertian konsumen ada dalam Pasal 1 angka 2 UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Dari pengertian konsumen diatas, maka dapat kita kemukakan unsur-unsur definisi konsumen: 1. Setiap orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” disini tidak dibedakan apakah orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum yang lazim disebut sebagai rechtspersoon. Oleh karena itu yang paling tepat adalah tidak membatasi pengertian 3 konsumen sebatas pada orang perseorangan, tetapi Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2001, hlm. 13 dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti. hlm. 25 12 konsumenharus mencakup juga badan usaha dengan makna yang lebih luas daripada badan hukum. 2. Pemakai Kata “pemakai” dalam bunyi penjelasan Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen diartikan sebagai konsumen akhir. 3. Barang dan/atau jasa UU Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, benda yang dapat dihabiskan maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 4. Yang tersedia dalam masyarakat Barang/jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia dipasaran. Namun, di era perdagangan sekarang ini, syarat mutlak itu tidak lagi dituntut oleh masyarakat sebagai konsumen. misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan telah bisa mengadakan transaksi konsumen tertentu seperti futues trading dimana keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan suatu yang diutamakan. 13 5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mahluk hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan mahluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan. 6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir yang menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya, keluarganya, atau pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya (keperluan non komersial). b. Perlindungan Konsumen Teori perlindungan hukum yang terdapat dalam UUD 1945, tepatnya dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menyebutkan bahwa “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Secara teoritik, alinea keempat pembukaan UUD 1945 telah menentukan suatu teori perlindungan hukum bagi segenap bangsa Indonesia termasuk perlindungan hukum terhadap konsumen dari suatu produk yang dikeluarkan oleh pelaku usaha. Setiap orang yang merupakan subjek hukum pada suatu waktu dalam posisi tunggal maupun berkelompok bersama orang lain dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen atas suatu barang dan/atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai 14 kedudukan yang aman. Oleh karena itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Hubungan hukum antara satu orang dengan orang lain akan menimbulkan suatu hak dan kewajiban yang berlawanan, dimana dalam hal ini perlindungan hukum sangat diperlukan guna mengurangi konflik antar pihak. Dalam kaitannya dengan proses jual beli suatu barang dan/atau jasa, dimana posisi konsumen dianggap masih sangat lemah, maka hukum perlindungan konsumen sangat diperlukan guna melindungi hak-hak para konsumen yang sangat memungkinkan menjadi korban dari para pelaku usaha yang curang. Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formal makin dirasa sangat penting, mengingat semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mencapai tujuannya maka secara sadar maupun tidak sadar konsumenlah yang rawan terkena dampaknya. 4 Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dasar hukum yang pasti memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen agar dapat dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam UUPK. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa: Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 4 Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (cet.1, Bandung, Mandar Maju, 2000) 15 Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen.5 Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa yang merupakan kebutuhannya serta mempertahankan dan membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha. Adapun tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan: 1. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum; 2. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya; 3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa; 4. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan; 5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya. 6 Secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang secara universal pula harus dilindungi dan dihormati, yaitu: 1. Hak keamanan dan keselamatan 2. Hak atas informasi 3. Hak untuk memilih 5 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hlm. 4 http://www.kantorhukum-lhs.com/1?id=quo-vadis-perlindungan-konsumen, diakses tanggal 22 juli 2014. 6 16 4. 5. Hak untuk didengar Hak atas lingkungan hidup7 Hak konsumen dalam jual beli dengan pelaku usaha telah diatur dalam berbagai peraturan yang belaku di Indonesia, salah satunya yang terdapat dalam pasal 4 UUPK yang menyebutkan bahwa hak konsumen adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Tujuan utama konsumen mengkonsumsi barang dan/atau jasa adalah memperoleh manfaat dari barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tersebut. Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen serta harus menjamin kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Sebagai konsumen tentu saja tidak mau memilih barang dan/atau jasa yang dapat mengancam keselamatan, 7 Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (cet.1, Bandung, Mandar Maju, 2000), hlm. 39 17 jiwa dan hartanya sehingga konsumen harus diberi kebebasan dalam memilih barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya. Kebebasan memilih ini berarti tidak ada unsur paksaan atau tipu daya pelaku usaha agar konsumen memilih barang dan/atau jasa yang diproduksinya. Konsumen harus mendapatkan suatu informasi yang jelas dan benar atas barang dan/atau jasa yang akan ia konsumsi. Informasi inilah yang nantinya akan menjadi landasan bagi konsumen dalam memilih suatu barang dan/atau jasa yang akan ia konsumsisehingga sangat diharapkan para pelaku usaha memberikan informasi yang benar dan jelas tentang barang dan/atau jasa yang diproduksinya. Tidak jelasnya suatu informasi yang didapatkan oleh konsumen akan barang dan/atau jasa yang ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya dapat menimbulkan suatu kerugian. Kerugian tersebut menandakan adanya suatu kelemahan atau kekurangan dalam barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh pelaku usaha. Pelaku usaha diharapkan dapat berlapang dada dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen. Disisi lain pelaku usaha juga diuntungkan dengan adanya berbagai pendapat dan keluhan, pelaku usaha mendapat masukan untuk meningkatkan kualitas produk yang ia tawarkan. Pelaku usaha tentu sangat memahami tentang barang dan/atau jasa yang diproduksinya. Sedangkan konsumen sama sekali tidak mengetahui dan memahami proses apa saja yang dilalui pelaku usaha guna menyediakan barang dan/atau jasa yang ia pasarkan kepada konsumen, sehingga posisi 18 konsumen lebih lemah dibanding pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan adanya advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa yang patut bagi konsumen. Patut berarti tidak memihak kepada salah satu pihak dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Posisi konsumen yang lebih lemah juga memberikan hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan yang baik dari pelaku usaha tentang bagaimana cara mengkonsumsi yang bermanfaat bagi konsumen, bukan berupaya mengexploitasi konsumen. Banyaknya hak-hak yang harus dilindungi, maka perlidungan konsumen sangat patut untuk diperhatikan. Dimana pengertian perlindungan konsumen menurut pasal 1 UU no.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yaitu: Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.8 Pengertian yang diatur dalam undang-undang tersebut, maka terlihat tujuan dari perlindungan konsumen itu sendiri, antara lain: 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; 3. Meningkatkan pemberdyaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; 4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi; 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. 9 Asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 UUPK adalah: 8 Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (cet.1, Bandung, Mandar Maju, 2000) 9 http://www.satulayanan.net/layanan/keluhan-konsumen/pengertian-dan-tujuan-perlindungankonsumen diakses tanggal 5 Mei 2014 19 1. Asas manfaat Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada salah satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-hak yang dimilikinya. 2. Asas keadilan Penerapan asas ini dapat dilihat dalam pasal 4-7 UUPK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Diharapkan dengan asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang. 3. Asas keseimbangan Melalui penerapan asas ini diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen Diharapkan penerapan UUPK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi. 5. Asas kepastian hukum Asas ini dimaksudkan supaya konsumen maupun pelaku usaha dapat menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam 20 penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Perlindungan konsumen yang diselenggarakan tidak akan berjalan dengan baik apabila pemerintah tidak ikut serta melaksanakan perannya dalam usaha memberikan perlindungan kepada konsumen sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang yang berlaku. c. Peran Pemerintah Dalam Melindungi Konsumen 1. Peran Pemerintah Sebagai Pembina Dalam UUPK pasal 29 ayat 1 dinyatakan bahwa: Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Dalam penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa: Pembinaan perlindungan konsumen yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah sebagai upaya untuk menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilakukannya kewajiban masing-masing sesuai dengan asas keadilan dan asas keseimbangan kepentingan. Tugas pemerintah dalam melakukan pebinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen telah dijabarkan dalam peraturan. Sebagaimana disebutkan dalam PP No 58 Tahun 2001 dalam Pasal 4, yaitu: Untuk menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen, menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait. Tugas-tugas koordinasi yang dimaksudkan adalah: 21 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 2. Menyusun kebijakan di bidang perlindungan konsumen Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen Meningkatkan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lembaga Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan kewajiban masing-masing Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan Meneliti terhadap barang dan/atau jasa yang beredar yang menyangkut perlindungan konsumen Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan menjual barang dan/atau jasa Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa serta pencantuman label dan klausula baku. Peran Pemerintah Sebagai Pengawas Berbicara mengenai perlindungan konsumen adalah berbicara tentang tanggung jawab semua pihak yaitu pemerintah, pelaku usaha, organisasi konsumen, dan konsumen itu sendiri. Tanpa adanya andil dari keempat unsur tersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing maka tidaklah mudah mewujudkan kesejahteraan konsumen. 10 Pemerintah bertindak sebagai pengayom masyarakat, dan juga sebagai pembina pelaku usaha dalam meningkatkan kemajuan industri dan perekonomian negara. Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturanperaturan pemerintah, atau penerbitan standar mutu barang. Disamping itu, tidak kalah pentingnya adalah melakukan pengawasan terhadap penerapan peraturan, ataupun standar-standar yang telah ada. 10 Ahmadi Miru, dan Sutarrnan Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan kedua, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Hal. 110. 22 Sikap yang adil dan tidak berat sebelah dalam melihat kepentingan konsumen dan produsen diharapkan mempu memberikan perlindungan terhadap konsumen. Perlindungan konsumen tidak harus berpihak pada kepentingan konsumen yang merugikan kepentingan pelaku usaha, jadi harus ada keseimbangan. B. Pelaku Usaha Pengertian pelaku usaha telah diatur oleh UUPK, yaitu pasal 1 angka 3, yang menyebutkan bahwa: Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pada pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga memberikan pengertian pelaku usaha, yaitu pengusaha adalah: 1. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; 2. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan yang bukan miliknya; 3. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud angka (1) dan (2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Pelaku usaha melakukan usahanya dengan tujuan memperoleh keuntungan dari produk yang ia tawarkan kepada konsumen, baik itu berupa barang dan/atau jasa. Kemudian dalam melakukan hubungan dengan konsumen, 23 pelaku usaha mempunyai hak-hak dan kewajiban yang juga telah diatur didalam UUPK. Mengenai hak-hak pelaku usaha diatur dalam pasal 6 UUPK, yang menyebutkan bahwa hak pelaku usaha adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari konsumen yang beritikad tidak baik; Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan lainnya. Mengenai kewajiban pelaku usaha terdapat dalam pasal 7 UUPK, yang menyebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Beritikad baik dalam melakukan usahanya; Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan; Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Tujuan pelaku usaha menjalankan usahanya untuk memperoleh keuntungan. Agar mendapatkan suatu keuntungan yang maksimal, pelaku usaha cenderung mengurangi biaya proses produksi suatu barang dan/atau jasa, yang 24 nantinya akan mengurangi kualitas suatu barang yang ia produksi. Hal ini merupakan suatu kerugian yang baik secara sadar maupun tidak sadar melekat pada konsumen yang menggunakan produknya. Untuk menghindari hal-hal negatif yang nantinya akan menimbulkan kerugian bagi konsumen, maka UndangUndang menentukan berbagai larangan yang tercantum dalam pasal 8 UUPK, yaitu: 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang-barang dan/atau jasa yang: a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut; h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat; j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. 25 3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. 4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan(2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 UUPK tersebut dapat dibagi ke dalam dua larangan pokok, yaitu: 1. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oelh konsumen. 2. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar dan tidak akurat yang menyesatkan dan merugikan konsumen. C. Hubungan Hukum Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha Secara umum dan mendasar hubungan antara konsumen dan pelaku usaha merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain. Pelaku usaha sangat membutuhkan dan sangat bergantung atas dukungan konsumen sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen, tidak mungkin pelaku usaha menjamin atas kelangsungan usahanya. Sebaliknya, konsumen kebutuhannya sangat bergantung dari hasil produksi pelaku usaha. Saling ketergantungan tersebut merupakan fakor kuat yang menyebabkan hubungan antara pelaku usaha dan konsumen itu berlangsung secara terus 26 menerus, sesuai dengan tingkat ketergantungan dan kebutuhan yang tidak terputus-putus. Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha terjadi sejak proses produksi, distribusi di pemasaran dan penawaran. Rangkaian perbuatan dan perbuatan hukum yang tidak mempunyai akibat hukum dan mempunyai akibat hukum baik terhadap semua pihak maupun terhadap pihak-pihak tertentu saja. Salah satu hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen adalah hubungan jual beli. Pengertian jual beli yang mana telah diatur dalam pasal 1457 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa: Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian tersebut diatas, maka dalam suatu jual beli terdapat beberapa unsur yang ada didalamnya, antara lain: a. Perjanjian b. Penjual dan pembeli c. Harga d. Barang Pasal 1457 KUH perdata menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Berdasarkan rumusan tersebut, maka dalam suatu transaksi jual beli terkandung suatu perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Para pihak yang mengadakan perjanjian disebut kreditur dan debitur, dalam hal ini, kreditur berhak atas prestasi dan debitur berkewajiban memenuhi prestasi. 27 Suatu perjanjian sesuai dengan pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Untuk sahnya suatu perjanjian, diperlukan empat syarat, sesuai dengan pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri Maksudnya ialah para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. Pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330 KUH Perdata yaitu: 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang menaruh di bawah pengampuan; 3. Orang-orang perempuan yang telah kawin. Ketentuan ini menjadi hapus dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Karena pasal 31 undang-undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum. c. Suatu hal tertentu Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal 1332 dan 1333 KUH Perdata. pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa : “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian” Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan: “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya” Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung. d. Suatu sebab yang halal. Maksudnya ialah isi dari perjanjian tidak dilarang oleh undangundang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (pasal 1337 KUH Perdata). selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum. 11 11 http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya-perjanjian/. Diakses tanggal 29 september 2014 28 Dalam perjanjian jual beli, tedapat hak dan kewajiban dari masingmasing pihak, antara lain: 1. Penjual Kewajiban penjual yang terdapat dalam KUH Perdata antara lain : a. Penjual wajib menyatakan dengan tegas keinginannya dalam perjanjian, artinya apabila terdapat klausul dalam perjanjian yang tidak jelas dan dapat diartikan kedalam berbagai pengertian, maka harus ditafsirkan kedalam pengertian yang merugikan penjual. (pasal 1473 KUH Perdata) b. Penjual mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya (pasal 1474 KUH Perdata) c. Biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh pembeli, kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya (pasal 1476 KUH Perdata) d. Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya dan dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat bukti milik jika ada (pasal 1482 KUH Perdata) e. Penjual wajib menyerahkan barang yang dijual dalam keadaan utuh, sebagaimana dinyatakan dalam persetujuan, dengan perubahanperubahan sebagai berikut (pasal 1483 KUH Perdata) f. Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu: 1. Penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; 29 2. Tiadanya cacat yang tersembunyi pada barang tersebut, atau yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian. Menurut Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, ketentuan umum mengenai perikatan untuk menyerahkan sesuatu (pasal 1235 KUHPerdata), dan ketentuan-ketentuan yang diatur secara khusus dalam ketentuan jual beli terjadi menurut ketentuan pasal 1458 KUHPerdata. Menurut ketentuan tersebut, secara prinsip penjual memiliki kewajiban untuk: a. Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli hingga saat penyerahaanya; b. Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah ditentukan, atau jika tidak telah ditentukan saatnya, atas permintaan pembeli; c. Menanggung kebendaan yang dijual tersebut.12 Hak penjual juga diatur dalam KUH Perdata, antara lain : a. Penjual berhak menuntut pembayaran harga pada waktu dan tempat yang telah diperjanjikan (pasal 1513 KUH Perdata) b. Penjual berhak menahan barangnya atau tidak menyerahkan kepada pembeli jika belum membayar harganya (pasal 1478 KUH Perdata) c. Penjual berhak atas pembayaran bunga dari harga pembelian, jika ternyata barang yang dijualnya menghasilkan pendapatan bagi si pembeli (pasal 1515 KUH Perdata) 2. Pembeli Kewajiban pembeli yang diatur dalam KUH Perdata, antara lain : a. Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan (pasal 1513 KUH Perdata) 12 Gunawan Widjaja dkk, Jual Beli, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004, hal. 127. 30 b. Jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan hal-hal itu, pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu penyerahan (pasal 1514 KUH Perdata) c. Pembeli walaupun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, wajib membayar bungan dari harga pembelian jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau pendapatan lain (pasal 1515 KUH Perdata) Hak pembeli yang diatur dalam KUH Perdata, antara lain : a. Barang yang harus diserahkan kepada pembeli adalah dalam keadaan utuh seperti pada saat penjualan atau saat perjanjian diadakan, dan sejak penyerahan barang, segala yang dihasilkan dari barang tersebut menjadi hak pembeli (pasal 1481 KUH Perdata) b. Pembeli berhak mendapatkan jaminan untuk dapat memiliki barang itu dengan aman dan tentram. Serta jaminan terhadap jaminan terhadap cacat yang tersembunyi dan sebagainya, yang dapat dijadikan alasan untuk pembatalan perjanjian (pasal 1491, 1504, 1506 KUH Perdata) c. Pembeli berhak menuntut pembatalan pembelian, jika penyerahan barang tidak dapat dilaksanakan karena akibat kelalaian penjual (pasal 1480 KUH Perdata). 3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha (Product Liability) Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besarbesaran. Baik kalangan produsen (Producer and manufacture) maupun 31 penjual (seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian tehadap konsumen. 13 Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produsen (Product Liability) produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik, produk alami (misal makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (misal peta penerbangan yang diproduksi secara masal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate. Selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang. Tanggung jawab produk menurut Hursh bahwa “product liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: The liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product.” Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut. 13 Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (cet.1, Bandung, Mandar Maju, 2000) hlm. 47 32 Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability di atas, berlakunya konvensi tersebut diperluas terhadap orang/badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha di atas. Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah, kematian maupun harta benda. Seperti dikemukakan di atas, bahwa jika dilihat secara sepintas, terlihat bahwa apa yang diatur dengan ketentuan product liability telah diatur pula dalam KUHPerdata. Hanya saja jika kita menggunakan KUHPerdata, maka bila seorang konsumen menderita kerugian ingin menuntut pihak produsen (termasuk pedagang, grosir, distributor dan agen), maka pihak korban tersebut akan menghadapi beberapa kendala yang akan menyulitkannya untuk memperoleh ganti rugi. Kesulitan tersebut adalah pihak konsumen harus membuktikan ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan kesalahan produsen, maka gugatan konsumen akan gagal. Oleh karena berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen tersebut, maka sejak tahun 1960-an, di Amerika Serikat diberlakukan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liabilityprinciple). Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang 33 cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan dipihak produsen. Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) diterapkan dalam hukum tentang product liability adalah: a. Diantara korban/konsumen di satu pihak dan produsen di lain pihak, beban kerugian (resiko) seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi/mengeluarkan barang-barang cacat/berbahaya tersebut di pasaran. b. Dengan menempatkan/mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk dipergunakan, dan bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab. c. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak pun produsen yang melakukan kesalahan tersebut dapat dituntut melalui proses penuntutan beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pengecer kepada grosir, grosir kepada distributor, distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang panjang ini. 14 Setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak terkecuali antara pelaku usaha dengan konsumen yang melakukan transaksi jual beli. Dalam hal ini, disebutkan semua perjanjian dapat dilihat bahwa disana terdapat suatu kebebasan berkontrak. Namun, berbicara mengenai kebebasan berkontrak tetap ada batasan-batasan yang harus diperhatikan. Batasan tersebut telah diatur dalam pasal-pasal yang ada dalam KUH Perdata, antara lain: a. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Aturan ini terdapat dalam pasal 1338 (3) KUH Perdata. 14 Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (cet.1, Bandung, Mandar Maju, 2000) hlm. 54 34 b. Suatu perjanjian tidak boleh melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, terdapat dalam pasal 1337 KUH Perdata c. Suatu perjanjian harus dilaksanakan menurut kepatutan, kebiasaan dan undang-undang, terdapat dalam pasal 1339 KUH Perdata. Dalam hubungan langsung, terdapat hubungan kontraktual (perjanjian) antara pelaku usaha dan konsumennya. Jika produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha menimbulkan suatu kerugian bagi konsumennya, maka konsumen dapat meminta ganti rugi kepada pelaku usaha atas dasar tanggung jawab kontraktual (contractual liability). Diperlukannya undang-undang perlindungan konsumen tidak lain karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha karena mengenai proses sampai dengan hasil produksi barang dan/atau jasa yang dihasilkan tanpa adanya campur tangan konsumen sedikitpun.15 Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen dapat menciptakan hubungan-hubungan hukum yang spesifik. Hubungan hukum yang spesifik ini sangat bervariasi, yang sangat dipengaruhi oleh berbagai keadaan antara lain: 1. Kondisi, harga dari suatu jenis komoditas tertentu. 2. Penawaran dan syarat perjanjian. 3. Fasilitas yang ada. 4. Kebutuhan para pihak pada rentang waktu tertentu. Keadaan-keadaan tersebut pada dasarnya akan sangat mempengaruhi dan menciptakan kondisi perjanjian yang juga sangat bervariasi. Meskipun demikian 15 Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (cet.1, Bandung, Mandar Maju, 2000) hlm. 37 35 di dalam praktek hubungan hukum yang terjadi bahkan semakin melemahkan posisi konsumen karena secara sepihak para pelaku usaha sudah menyiapkan satu kondisi perjanjian dengan adanya perjanjian baku, yang syarat-syaratnya secara sepihak ditentukan pula oleh pelaku usaha atau jaringan distributornya. Berdasarkan dari keadaan yang demikian, maka perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen tidak dapat diberikan oleh satu aspek hukum saja, melainkan melalui suatu sistem perangkat yang mampu memberikan perlindungan yang komprehensif sehingga terjadi persaingan yang jujur yang secara langsung maupun tidak langsung akan menguntungkan konsumen. D. Jasa Telekomunikasi Seluler Secara harfiah, telekomunikasi berasal dari kata tele yang berarti jauh dan komunikasi yang berarti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara 2 orang atau lebih sehingga dapat dipahami. Adapun arti kata telekomunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : Komunikasi jarak jauh melalui kawat (telegrap,telepon) dan radio.16 Undang-undang nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi memberikan pengertian tentang telekomunikasi sebagai berikut: Setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. 16 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. “Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III”. Jakarta: PN Balai Pustaka. Hal 1161 36 Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia memiliki asas dan tujuan yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Pasal 2 menyatakan bahwa: Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin.Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasilhasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata.Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjami kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya.Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi, dalam penyelenggaraan telekomunikasi.Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan teknologi 69 telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global. 17 Sementara tujuan telekomunikasi terdapat dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa: Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan 17 http://kumpulanaja.blogspot.com/2012/03/pengaturan-penyelenggaraan.html, diakses tanggal 4 november 2014 37 kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Sesuai dengan ketentuan Konvensi Telekomunikasi Internasional setiap negara harus memiliki Administrasi Telekomunikasi yang mewakili Negara yaitu pemerintah dari negara yang bersangkutan. Di Indonesia yang diberi kewenangan sebagai Administrasi Telekomunikasi. Tugas dari Administrasi Telekomunikasi (AT) adalah melaksanakan hak dan kewajiban Konvensi Telekomunikasi Internasional dan peraturan lainnya antara lain memberi izin penyelenggaraan telekomunikasi. Selain itu, AT juga melaksanakan hak dan kewajiban peraturan internasional lainnya seperti peraturan yang ditetapkan Intelsat (International Telecommunication Satelite Organization) dan Immarsat (Internasional Maritime Satelite Organization) serta perjanjian internasional di bidang telekomunikasi lainnya yang telah diratifikasi Indonesia. Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu : 1. Penyelenggaraanjaringantelekomunikasi Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Penyelenggara dari penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dapat berbentuk badan hukum yaitu BUMN, BUMD, badan usaha swasta dan koperasi.Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat sekaligus menjadi penyelenggara jasa telekomunikasi. 2. Penyelenggaraanjasatelekomunikasi Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Dalam penyelenggaraannya, dapat menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. 3. Penyelenggaraantelekomunikasikhusus Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukkan dan pengoperasiannya khusus. Penyelenggaratelekomunikasikhususinidapatmenyelenggarakantelekomuni kasiuntuk : 38 a. keperluansendiri b. keperluanhankamnegara c. keperluanpenyiaran Penyelenggaraanbentuksepertiinidapatberupapenyelenggaraanuntukkeperl uanmeteorplogidangeofisika, televisisiaran, radio siaran, navigasi, penerbangan, pencariandanpertolongankecelakaan, amatir radio, komunikasi radio antarpendudukdanpenyelenggaraantelekomunikasikhusuinstansipemerinta htertentu/swasta.Pihak-pihak yang menyelenggarakanuntukpenyelenggaraantelekomunikasikhususadalah : a. perseorangan b. instansipemerintah c. dinaskhusus d. badanhukum18 Penyelenggara jaringan telekomunikasi mempunyai kewajiban, seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 01/PER/M.KOMINFO/01/2010. Pasal 7 peraturan menteri ini menyatakan bahwa kewajiban peyelenggara jaringan telekomunikasi wajib: 1. Menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan jaringan telekomunikasi sesuai standar kualitas pelayanan; 2. Memberikan pelayanan yang sama kepada pemakai jaringan telekomunikasi; 3. Membuat ketentuan dan syarat-syarat jaringan telekomunikasi; 4. Mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi yang dimilikinya. Kemajuan teknologi membuat penggunaan alat komunikasi salah satunya telepon semakin berkembang, yang sebelumnya hanya mengandalkan sistem jaringan melalui kabel, atau yang biasa kita sebut sebagai telepon kabel, saat ini berkembang menjadi alat komunikasi yang lebih praktis, yaitu telepon seluler atau biasa kita kenal sebagai handphone (HP). Dimana pengguna dapat membawa alat komunikasi ini kemanapun ia mau, karena dirasa sangat membantu dalam berkomunikasi, perkembangan HP dikalangan masyarakat sangat pesat. Hal ini 18 http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=104817, diakses tanggal 4 November 2014 39 menarik banyak pelaku usaha untuk menyediakan layanan jasa yang dibutuhkan dalam penggunaan HP ini. Secara umum terdapat beberapa sistem telekomunikasi telepon seluler, antara lain: 1. NMT (Nordic Mobile Telephone) yang digunakan di negara-negara Skandinavia; 2. AMPS (Advanced Mobile Phone System) yang digunakan di negara Amerika Serikat, Jepang dan Korea; 3. CDMA (Code Division Phone system) yang diluncurkan untuk menggantikan tehnologi AMPS; 4. GSM (Global System for Mobile Comunication) yang saat ini banyak digunakan untuk telepon seluler. Sejak tahun 1993, di negara Indonesia mulai diperkenalkan sistem telekomunikasi seluler berbasis GSM (Global System for Mobile Comunication) yang berasal dari Eropa. GSM merupakan salah satu sistem telekomunikasi seluler yang diterapkan di Indonesia selain tehnologi AMPS dan NMT dimana kedua sistem ini akan bermigrasi ke tehnologi CDMA. Teknologi GSM menjadi pilihan utama dan menjadi pilihan sebagian besar masyarakat karena memiliki berbagai keunggulan, antara lain : 1. GSM telah digunakan di 72 negara bahkan lebih, dengan jumlah pelanggan lebih dari 700 juta, sementara di Indonesia telah mencapai angka 11 juta pelanggan sejak tahun 2003. 2. GSM mempunyai kemampuan jelajah antar negara atau jelajah internasional atau roaming internasional (dengan asumsi provider yang 40 bersangkutan telah bekerja sama dengan provider-provider yang ada di negara lain). 3. GSM memberikan SIM (Subcriber Indentity Modules) card. Yaitu kartu cerdas dan aman yang datanya telah dienkripsi sehingga memudahkan pelanggan untuk mengganti handset atau handphone tanpa harus melapor ke provider seluler sebab identitas nomor disimpan dalam sim card bukan dalam handphone. 4. GSM mempunyai sistem acak yang sulit dilacak oleh pencuri frekuensi sehingga lebih menjamin privasi. 5. GSM lebih cepat dibanding dengan AMPS dan NMT. GSM memiliki kecepatan 42-270,83 kbit/detik, sedangkan AMPS dan NMT umumnya tidak lebih dari 8 kbit/detik. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa, khususnya dalam bidang telekomunikasi, mendorong munculnya berbagai macam perusahaan jasa telekomunikasi yang sering kita kenal sebagai provider seluler. Saat ini banyak terdapat perusahaan yang berlomba-lomba dalam bisnis providerkartu telepon seluler di Indonesia, baik perusahaan GSM (Global System for Mobile Communication) maupun CDMA (Code Division Multiple Access). Inilah yang mebuat Indonesia dibanjiri oleh berbagai kartu provider. Hampir lebih dari 10 (sepuluh) jenis kartu provider yang terdapat di Indonesia, baik yang sudah lama hadir maupun kartu providerbaru yang semakin banyak bermunculan. Antara lain PT Telekomunikasi Indonesia, PT Indonesian Satelite Corporation Tbk, PT Exelindo Pratama, PT Bakrie Telecom. Perusahaan-perusahaan tersebut 41 berharap dapat menjadi marketleader dalam bisnis provider ini dan juga mendapat keuntungan didalamnya. Dengan kata lain, salah satu tujuan utama para pelaku usaha dalam bidang ini adalah mendapatkan keuntungan dari penggunaan jasa telekomunikasi yang dilakukan oleh para konsumennya. E. Iklan 1. Pengertian Iklan Kata iklan atau advertising berasal dari bahasa yunani yang artinya adalah menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu. Pengertian iklan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan. Pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang dan jasa yang dijual, dipasang dimedia massa seperti koran dan majalah, atau di tempat-tempat umum. Secara umum, iklan berbentuk penyajian informasi nonpersonal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biyaya tertentu. Dengan demikian iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. 19 19 http://riskarostikan.wordpress.com/2013/11/03/definisi-iklan-dan-jenis-iklan/. Diakses tanggal 12 April 2014 42 Iklan adalah salah satu komponen marketing mixyang umum dilakukan oleh perusahaan. Bahkan kegiatan iklan dianggap sangat penting jika ingin produknya sukses di pasar. Tak heran setiap tahun, bahkan tiap launching produk baru, perusahaan menghabiskan ratusan juta bahkan miliaran rupiah untuk pengeluaran biaya iklan. Kondisi persaingan yang semakin ketat membuat biaya ini bertambah tiap tahunnya. Perusahaan berlomba-lomba membuat iklan untuk membangun posisi yang menguntungkan di pasar. 2. Dasar Hukum Iklan Perilaku periklanan telah diatur oleh beberapa pasal di dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999, antara lain: a. Pasal 9 (1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah: a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru; c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu; d. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan atau afiliasi; e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia; f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu; i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain; j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap; 43 b. c. d. e. k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. (2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan. (3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut. Pasal 10 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa; c. Kondisi tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. Pasal 12 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan. Pasal 13 (1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara Cuma-cuma dengan tidak maksud memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan. (2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain. Pasal 17 (1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; c. Membuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; d. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; 44 e. Melanggar etika dan/atau ketentuan perundang-undangan mengenai periklanan. (2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan ayat (1). Perlindungan terhadap konsumen atas iklan yang dikeluarkan oleh pelaku usaha khususnya dalam bidang telekomunikasi juga diatur dalam surat edaran menteri komunikasi dan informatika nomor 3 tahun 2003 tentang iklan telekomunikasi. Mengenai pelaksanaan surat edaran tersebut disebutkan bahwa: a. Dalam mengiklankan produk dan layanannya, penyelenggara telekomunikasi wajib mematuhi peraturan perundang-undangan sebagai berikut: 1. Pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 12, pasal 13, pasal 17, dan pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen; 2. Pasal 17, pasal 19, dan pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; 3. Pasal 10 dan pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; 4. Pasal 46 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran; 5. Pasal 9, pasal 27, dan pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; 6. Pasal 68 dan pasal 69 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi; 7. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 1 tahun 2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran; 8. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 2 tahun 2012 tentang Standar Program Siaran; 9. Etika Pariwara Indonesia. b. Penyusunan materi iklan telekomunikasi secara umum harus berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). c. Materi iklan telekomunikasi yang ditayangkan melalui media televisi dan radio harus mentaati ketentuan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia. d. Materi iklan telekomunikasi dilarang mencantumkan kata gratis atau kata lainnya yang bermakna sama bila ternyata konsumen 45 e. f. g. h. i. j. k. l. m. harus membayar biaya lain, sebagaimana diatur dalam Etika Pariwara Indonesia. Penyelenggara telekomunikasi yang memprakarsai dan membiayai pembuatan iklan telekomunikasi dan/atau pengguna jasa periklanan harus: 1. Bersikap jujur dan bertanggung jawab terhadap informasi yang diiklankan; 2. Tidak membohongi dan menyesatkan masyarakat; 3. Dapat dipahami oleh masyarakat; 4. Tidak bertujuan untuk merusak pasar dan merendahkan/menjatuhkan produk layanan telekomunikasi milik penyelenggara telekomunikasi lain; 5. Tidak merendahkan suku, ras, budaya, negara, dan golongan; 6. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 7. Tidak melanggar kesusilaan. Iklan telekomunikasi yang mencantumkan durasi, tarif pulsa, tarif internet, kecepatan akses, serta kualitas layanan lainnya, pihak penyelenggara telekomunikasi harus dapat membuktikan kebenarannya secara teknis dan tertulis. Iklan telekomunikasi yang mencantumkan undian berhadiah, wajib mendapatkan izin kementrian sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Iklan telekomunikasi yang sudah mendapatkan izin dari kementrian sosial wajib mencantumkan nomor izin undian berikut masa berlakunya undian berhadiah. Iklan telekomunikasi yang berkaitan dengan undian berhadiah atau permainan berhadiah lainnya yang melibatkan fasilitas telepon atau Short Message Service (SMS) wajib memberitahukan kepada pelanggan secara jelas, lengkap dan terbuka mengenai tarif pulsa yang dikenakan atas keikutsertaan serta cara menghentikan keikutsertaan. Setiap produk dan layanan telekomunikasi harus dilengkapi keterangan atau panduan dalam bentuk buku, leaflet, dan atau bentuk lainnya menggunakan bahasa Indonesia. Penyelenggara telekomunikasi wajib menyediakan Unit Pelayanan Pengaduan yang mudah diakses dan menyelesaikan keluhan konsumen. Penyelenggara telekomunikasi yang melakukan pelanggaran dalam mengiklankan produk dan layanannya akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah bersama masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran Ini. Tiada hari tanpa iklan. Itulah gambaran banyaknya iklan yang muncul di televisi. Setiap jam, setiap acara selalu dipenuhi tayangan iklan. Iklan di 46 televisi sekarang sudah memasyarakat, bahkan cenderung membius. Jika melihat pengaruhnya, dampak iklan itu sendiri bisa positif maupun negatif tergantung siapa pemirsanya. Iklan memang dapat mempengaruhi perilaku konsumen terhadap merek yang diiklankan. Pengaruh iklan pada perilaku konsumen ini sangat variatif, mulai dari mendorong konsumen untuk mencari produk yang dimaksud sampai dengan mendorong orang yang sebelumnya tidak loyal menjadi loyal, karena itu pengaturan mengenai batasan-batasan dalam periklanan sangat dibutuhkan ditengah masyarakat. 3. Jenis-jenis Iklan Secara teoritis ada dua jenis iklan, yaitu : a. Iklan standar, yaitu iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan mengenalkan barang, jasa, pelayanan, untuk konsumen melalui media pengiklanan. b. Iklan layanan masyarakat, yaitu iklan yang bersifat non profit dan berupa memperoleh keuntungan sosial dari masyarakat. Penggolongan iklan menurut Frank Jefkins secara garis besar, iklan dapat digolongkan menjadi tujuh kategori pokok, antara lain: a. Iklan konsumen, yaitu iklan yang mempromosikan produk-produk konsumsi yang umum dibeli oleh masyarakat. b. Iklan antar bisnis, yaitu iklan yang mempromosikan barang-barang dan jasa non konsumen. artinya baik pemasang maupun sasaran iklan samasama perusahaan. c. Iklan perdagangan, yaitu iklan yang secara khusus ditujukan kepada kalangandistributor, pedagang besar, agen, dan lain-lain. d. Iklan eceran, yaitu iklan yang dibuat dan disebarluaskan oleh pihak pemasok atau perusahaan dan dilancarkan oleh pihak pengecer. e. Iklan keuangan, meliputi iklan-iklan untuk bank, jasa tabungan, asuransi, dan investasi. Sebagai pelengkap kadang juga disertakan laporan keuangan perusahaan. f. Iklan langsung, yaitu iklan yang menggunakan medium pos. 47 g. Iklan lowongan kerja, yaitu iklan yang bertujuan merekrut calon pegawai atau pekerja.20 4. Tujuan dan Fungsi Iklan Pada dasarnya tujuan akhir periklanan adalah untuk merangsang atau mendorong terjadinya penjualan. Untuk mencapai tujuan itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Secara umum tujuan periklanan adalah sebagai berikut: a. Menciptakan pengenalan merek/produk/ perusahaan. Melalui periklanan khayalak akan mengetahui keberadaan merek, produk, maupun perusahaan pasar. b. Melalui periklanan perusahaan pasar dapat memposisikan produknya dengan membedakan diri dari produk pesaing. c. Dengan menyampaikan pesan-pesan yang persuasive, khayalak didorong untuk mencoba menggunakan produk atau merk yang ditawarkan. d. Dengan adanya iklan maka diharapkan konsumen bertindak membeli produk. e. Dengan beriklan akan semakin memantapkan keberadaan pelanggan yang loyal. Artinya perusahaan ingin menyampaikan bahwa merek dan produk yang pernah digunakan konsumen masih ada dipasar. f. Inovasi atau cara baru pemanfaatan dapat diketahui konsumen melalui iklan. 20 http://ieshajiwil.blogspot.com/2011/10/jenis-jenis-iklan-pembagian-secara-umum.html, tanggl 23 September 2014 diakses 48 g. Dengan iklan akan meningkatkan citra produk, merek, maupun perusahaan. Secara garis besar, fungsi iklan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain: a. Sumber informasi. Iklan dapat membantu masyarakat untuk memilih alternatif produk yang lebih baik atau yang lebih sesuai dengan kebutuhannya. Artinya iklan dapat memberikan informasi yang lebih banyak daripada yang lainnya, baik tentang produknya, distribusi atau tempat pembeliannya atau informasi lain yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat. b. Kegiatan ekonomi. Periklanan mendorong pertumbuhan perekonomian karena produsen didorong untuk tetap memproduksi dan memperdagangkan produk untuk melengkapi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. c. Pembagi beban biaya. Periklanan membantu terciptanya skala ekonomi yang besar bagi setiap produk, sehingga menurunkan biaya produksi dan distribusi per unit atas produk tersebut, dan ahirnya memurahkan harga jualnya kepada masyarakat. d. Sumber dana media. Periklanan merupakan salah satu sumber dana media yang menunjang media untuk tetap eksis. Munculnya banyak media membuat persaingan semakin ketat. 49 e. Identitas produsen. Melalui kegiatan periklanan masyarakat akan mengetahui produsen. Ada perusahaan yang dalam iklannya menonjolkan perusahaanya. f. Sarana kontrol. Melalui kegiatan periklanan, masyarakat dapat membedakan produk-produk sah dengan tiruan. 5. Pengaruh Iklan Dalam Masyarakat Periklanan adalah salah satu bentuk komunikasi massa yang bersifat komersil dan non personal dengan tujuan untuk menimbulkan kegiatan tertentu yang akan memberikan keuntungan bagi pemasangnya yang berupa peningkatan image atau penjualan suatu produk. Ada beberapa ciri yang ada dalam periklanan, yaitu: a. Mengkomunikasikan tema. Periklanan mengkomunikasikan pesan penjualan tentang suatu produk dengan suatu tema tertentu kepada masyarakat. b. Bersifat jangka panjang Periklanan memiliki dampak yang tidak langsung dan dilakukan dalam konteks upaya promosi. c. Membangun citra Periklanan ditujukan untuk membentuk citra baik terhadap manfaat suatu produk yang ditawarkan. d. Membedakan diri Setiap iklan pasti berusaha menunjukan identitas produk dan produsennya secara tegas, sehingga terlihat perbedaan dan keunggulannya dibandingkan produk lain. e. Memberi nilai Iklan memberi nilai anggapan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan sehingga akan muncul persepsi tertentu dalam diri konsumen terhadap produk tersebut.21 Konsumerisme yang sekarang telah menjadi gaya hidup beberapa kalangan sejatinya merupakan akibat majunya teknologi. Perilaku ingin selalu memiliki produk-produk terbaru yang sedang booming didalam masyarakat yang dilihat dari media informasi seperti tv atau internet dan media massa lainnya dapat terjadi karena perkembangan kebutuhan hidup manusia itu 21 http://nthatembem.blogspot.com/2010/11/ diakses tanggal 12 April 2014 50 sendiri. Dengan munculnya iklan-iklan berbagai produk yang menampilkan keunggulan-keunggulan tentang produk yang dipasarkan tersebut, akan mendorong sifat konsumerisme masyarakat, dimana keinginan untuk memiliki atau menggunakan produk akan meningkat ketika masyarakat disuguhi berbagai keuntungan apabila mereka memiliki atau menggunakan produk tersebut. Dengan kata lain, kemunculan iklan dapat menimbulkan kebutuhan baru bagi masyarakat. Perusahaan provider, dimana mereka memberikan penawaran akan jasa dalam bidang telekomunikasi kepada konsumennya memiliki banyak tujuan, tujuan utamanya yaitu mendapatkan keuntungan dari penjualan jasanya. Demi mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan provider melakukan berbagai macam cara dan inovasi yang dirasa akan meningkatkan penjualan jasa yang ditawarkannya. Salah satunya dengan mengeluarkan berbagai promo yang ditawarkan kepada konsumen melalui media iklan, baik media cetak maupun elektronik. Salah satu bentuk promo yang dikeluarkan oleh perusahaan telekomunikasi, yang dirasa sangat berpengaruh bagi masyarakat untuk menggunakan jasa tersebut yaitu dengan mengeluarkan promo “serba gratis”, seperti gratis telepon, gratis sms, gratis internet dan masih banyak yang lain. Hal tersebut membuat konsumen yang melihat merasa tertarik untuk menggunakan layanan gratis tersebut sehingga menunjukan bahwa iklan berpengaruh besar terhadap pola pikir masyarakat. 51 III. METODE PELAKSANAAN A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legistis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat dan di undangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat. B. Spesifikasi Penelitian Penelitian yang dimaksudkan untuk memberi data seteliti mungkin dengan manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek masalah tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum. C. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Unsoed dan PT Indonesian Satelite cabang Purwokerto. 52 D. Sumber Data a. Data sekunder Data sekunder merupakan data pokok atau data utama yang bersumber dari peraturan Perundang-undangan, buku-buku literatur, surat-surat resmi yang ada hubungannya dengan objek penelitian. b. Data primer Data yang diperoleh langsung dari objek penelitian yang berupa keterangan-keterangan hasil interview atau wawancara yang dilakukan dengan salah satu pihak terkait dengan objek penelitian sebagai pelengkap data sekunder. E. Metode Pengumpulan Data a. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan studi pustaka, yaitu mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, literatur, dan dokumen yang ada relevansinya dengan permasalahan yang diteliti, yang dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum. b. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh dengan melakukan interview atau wawancara dengan pihak yang bidang kerjanya terkait dengan masalah yang diteliti di PT Indonesian Satelite cabang Purwokerto. 53 F. Metode Penyajian Data Data akan disajikan dalam bentuk uraian secara sistematis, logis dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya, kemudian disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh didasarkan pada norma hukum atau kaidah-kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan dengan pokok permasalahan. G. Metode Analisis Data Seluruh data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Sesuai dengan metode penelitian yang bersifat kualitatif, yaitu dengan cara melakukan penjabaran dan pembahasan terhadap hasil penelitian yang didasarkan pada norma atau kaidah hukum serta teori-teori dan doktrin yang relevan dengan pokok permasalahan, sampai dengan menyimpulkan hasil penelitian untuk menjawab pokok permasalahan. 54 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman serta di PT Indosat diperoleh data-data sebagai berikut: a. Data Sekunder Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman serta di PT. Indosat diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: 1. Para Pihak dalam pengaktifan promo IM3 Soulmate 1.1 Pihak penjual dalam hal ini adalah PT. Indosat yang merupakan pelaku usaha dalam bidang telekomunikasi serta sebagai pihak yang mengeluarkan program IM3 Soulmate. 1.2 Pihak pembeli adalah setiap orang yang melakukan aktivasi promo IM3 Soulmate. Secara Umum pembeli disini merupakan para remaja. 2. Objek Jual Beli Objek jual beli dalam penelitian ini adalah jasa yang merupakan promo gratis telepon yang dikeluarkan oleh PT Indosat. 3. Bentuk Perjanjian 3.1 Bentuk perjanjian yang dibuat oleh PT indosat sebagai pihak penjual atau pelaku usaha ini secara tertulis, yang ketentuannya 55 tercantum dalam website www.indosat.com.Dengan melakukan aktivasi sesuai prosedur yang ditentukan oleh PT. Indosat, maka konsumen akan mendapatkan gratis telepon kepada nomor yang telah di daftarkan olehnya. 3.2 Bentuk perjanjian yang dibuat oleh PT Indosat secara tertulis tercantum dalam website www.indosat.com ini berisi tentang prosedur pengaktifan promo IM3 Soulmate: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Promo ini berlaku khusus bagi pelanggan IM3 Promo ini berlaku bagi pelanggan yang aktivasi kartu IM3 Baru dan melakukan registrasi IM3 Soulmate pada 1 November – 31 Desember 2013. Promo ini berlaku untuk 2 Juta pelanggan pertama yang melakukan registrasi. Registrasi dilakukan cukup 1 kali dengan biaya Rp 10.000 untuk mendapatkan bonus selama SeTahun(365 hari), terhitung sejak registrasi. Pelanggan Mentari dan IM3 Server yang melakukan aktivasi mulai 1 November – 31 Desember 2013 dapat menikmati promo ini dengan pindah paket terlebih dahulu ke paket IM3 Play dengan tekan :*123*300# Tarif pindah paket mengikuti ketentuan eksisting, dimana pindah paket pertama kali GRATIS setelah itu Rp 1500/pindah paket (kecuali pindah ke IM3 Suka Suka, tarif Rp2000) Tarif pindah paket di luar tarif untuk mendapatkan benefit. Contoh: pindah paket ke IM3 Ngobrol tarifnya Rp1500 sedangkan benefit Ngobrol Siang tarifnya Rp1000, jadi total tarif untuk pindah ke IM3 Ngobrol & mendapatkan benefit Ngobrol Siang adalah Rp 2500 Promo ini juga berlaku bagi pelanggan lama IM3 yang berada di paket IM3 Play. Nomor Soulmate yang bisa didaftarkan adalah seluruh pelanggan Indosat (IM3, Mentari, Matrix, dan StarOne) dan berjumlah 1 Nomor Pelanggan yang telah mendaftar IM3 Play Soulmate masih dapat menikmati benefitnya selama berada di paket IM3 kecuali IM3 Server [tidak berada di paket mentari]. Pelanggan Mentari dan IM3 Server yang melakukan aktivasi mulai 1 November – 31 Desember 2013dapat menikmati 56 promo ini dengan pindah paket terlebih dahulu ke paket IM3 Play dengan tekan :*123*300# l. Pelanggan bisa mengganti nomor Soulmate-mu dan dikenakan biaya Rp 5.000/penggantian m. Tarif nelpon selain ke Soulmate mengikuti tarif paket yang berlaku di kartu perdana. n. Bonus yang didaftarkan tidak dapat ditransfer ke pelanggan lain. o. Bonus dapat digunakan selama kartu berada dalam masa aktif. p. Penggunaan bonus menggunakan sistem kuota per hari, dimana jika kuota bonus di satu hari pada jam tertentu telah habis, maka kamu akan mendapatkan bonus kembali dengan jumlah kuota yang sama di esok hari dan di rentang jam yang sama. q. Cek sisa bonus di *555*5# r. Program dan tariff dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kebijakan Indosat.22 4. Kewajiban Para Pihak 4.1. Kewajiban pelaku usaha dalam program IM3 soulmate antara lain: 4.1.1. Memberikan pelayanan jasa telepon gratis kepada konsumen yang telah melakukan aktivasi program IM3 soulmate. 4.1.2. Menjamin keamanan dan kenyamanan konsumen yang telah melakukan aktivasi dalam melakukan komunikasi. 4.2. Kewajiban konsumen dalam program IM3 soulmate adalah membayarkan sejumlah tarif dalam bentuk pulsa sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Indosat. 22 www.indosat.com, diakses tanggal 7 november 2014 57 5. Hak Para Pihak 5.1. Hak pelaku usaha dalam program IM3 soulmate adalah mendapatkan pembayaran dalam bentuk pulsa dari konsumen yang telah mengaktifkan program IM3 soulmate. 5.2. Hak konsumen dalam program IM3 soulmate adalah: 5.2.1. Mendapatkan fasilitas jasa telepon gratis yang telah dijanjikan oleh Indosat setelah melakukan aktivasi program. 5.2.2. Mendapatkan jaminan atas keamanan dan kenyamanan dalam berkomunikasi setelah melakukan aktivasi program. 6. Prosedur dan Tata Cara Periklanan 6.1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dalam UUPK terdapat aturan-aturan yang berkaitan dengan tata cara periklanan yang harus dipatuhi oleh para pelaku usaha yang secara tegas diatur dalam pasal 17 dan Pasal 18. 6.1.1 Pasal 17 6.1.1.1 Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan penerimaan barang dan/atau jasa; waktu 58 b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. 6.1.1.2 Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1). 6.1.2 Pasal 18 6.1.2.1 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untukdiperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiapdokumen dan/atau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 59 b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; 60 h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 6.1.2.2 Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. 6.1.2.3 Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. 6.1.2.4 Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini. b. Data Primer Data primer digunakan sebagai pendukung dari data sekunder, berdasarkan hasil wawancara yang berkaitan dengan objek penelitian, dalam hal ini PT. Indosat dan konsumen yang telah mengaktifkan promo IM3 Soulmate yang berada di wilayah Banyumas, maka diperoleh data sebagai berikut: 61 1. PT. Indosat 1.1 Bahwa promo IM3 Soulmate ditujukan untuk pengguna jasa telekomunikasi, khususnya bagi kalangan remaja. 1.2 Bahwa promo IM3 Soulmate telah dapat digunakan mulai Desember 2013 sampai dengan November 2014 1.3 Bahwa Indosat bertanggung jawab apabila ada kerugian yang ditimbulkan akibat produk-produk layanan telekomunikasi yang dikeluarkan oleh Indosat. 1.4 Bahwa promo IM3 Soulmate bertujuan memudahkan kalangan remaja dalam melakukan komunikasi. 1.5 Bahwa penggarapan iklan tentang produk-produk yang dikeluarkan oleh Indosat dilakukan oleh perusahaan periklanan yang telah ditunjuk Indosat dengan arahan-arahan tentang produk yang diiklankan tersebut oleh Indosat. 2. Konsumen Indosat khususnya yang telah mengaktifasi promo IM3 Soulmate 2.1 Bahwa mereka tertarik mengaktivasi promo IM3 Soulmate karena iklan yang menjanjikan gratis telepon selama satu tahun kepada nomor sesama produk Indosat apabila telah didaftarkan sebagai Soulmatenya. 2.2 Bahwa mereka melihat iklan promo ini di televisi dan baliho-baliho di dalam kota. 62 2.3 Bahwa dalam pengaktifan promo ini, pengguna diharuskan membayar dalam bentuk pemotongan pulsa sebesar Rp.10.000,(sepuluh ribu rupiah) dan akan langsung terpotong apabila mereka melakukan aktivasi. 2.4 Bahwa konsumen merasa kecewa dengan fasilitas yang didapatkan setelah melakukan aktivasi, dikarenakan fasilitas yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang mereka lihat dalam iklan, baik iklan media cetak maupun media elektronik. 2.5 Bahwa konsumen yang telah melakukan aktivasi merasa tertipu oleh iklan IM3 Soulmate, dan merasa dirugikan walaupun nominal yang terhitung hanya sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). B. Pembahasan Berdasarkan Pasal 1 Angka (2) UUPK, menyebutkan bahwa pengertian dari konsumen adalah sebagai berikut: Konsumenadalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan Az. Nasution bahwa yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk kegunaan tertentu. Shidarta memberikan catatan terhadap unsur-unsur dafinisi konsumen yang diuraikan sebagai berikut: 63 a. Setiap orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan kerugian, apakah hanya individual yang lazim disebut natuurlijk persoon atau termasuk juga badan hukum (recht persoon). b. Pemakai Kata “pemakai” menekankan bahwa konsumen adalah konsumen akhir (ultimate costumer). Istilah “pemakai” menunjukan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak harus selalu memberikan prestasi dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dasar hubungan hukum konsumen dengan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity contract). c. Barang dan/atau Jasa Istilah barang dan/atau jasa dalam penggunaannya memakai kata ganti produk. Saat ini seiring dengan perkembangan kebutuhan di lapangan, pengertian produk sudah berkonotasi barang dan/atau jasa. d. Yang tersedia dalam masyarakat Unsur ini sebenarnya menghendaki barang dan/atau jasa yang ditawarkan sudah harus tersedia di pasaran. Namun dalam perkembangannya, syarat ini tidaklah lagi harus mutlak demikian. Di lapangan, syarat ini disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. 64 e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mahluk hidup lain Kata mahluk hidup lain diletakan dalam definisi tersebut untuk memperluas pengertian kepentingan. Kata mahluk hidup lain mengarah bahwa barang dan/atau jasa itu diperuntungkan bagi orang lain (mahluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan), diluar diri sendiri dan keluarganya. f. Barang dan/atau jasa itu tidak diperdagangkan Pengertian konsumen disini dipertegas, yaitu dibatasi hanya pada konsumen akhir. Berdasarkan data sekunder nomor 1.2 tentang pihak pembeli apabila dikaitkan dengan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan didukung oleh pendapat A.Z. Nasution serta pembagian unsur-unsur definisi konsumen yang diuraikan oleh Sidharta, maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang melakukan pengaktifan program IM3 Soulmate pada chip kartu perdana yang digunakan olehnya yang secara umum digunakan oleh para remaja disebut sebagai konsumen karena mereka merupakan pemakai jasa program IM3 Soulmate yang di dapat secara sah dengan tujuan untuk memanfaatkan kegunaan promo tersebut yang telah mereka lihat di dalam iklan. Berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan mengenai pengertian pelaku usaha, yaitu: 65 Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan aatau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Berdasarkan data sekunder nomor 1.1 tentang pihak penjual jika dihubungkan dengan pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta didukung dengan pendapat Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, maka PT. Indosat dalam penelitian ini merupakan pihak pelaku usaha dimana pelaku usaha ini berkedudukan sebagai penjual. Hal ini karena Indosat merupakan badan usaha yang didirikan dan melakukan kegiatan di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Konsumen memiliki hubungan yang sangat erat dengan pelaku usaha, dimana diantara mereka terjadi suatu transaksi yang menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Proses yang menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak dapat disebut sebagai proses jual beli. Hubungan hukum antara konsumen dengan pembeli lahir karena adanya perjanjian maupun karena undang-undang. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yang harus dipenuhi, hal ini diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata Pasal 1320. Adapun syarat tersebut adalah: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. 66 Pasal 1233 Kitab Undang-Undang hukum Perdata menyatakan bahwa: Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Dari ketentuan tersebut mengartikan bahwa sumber perikatan adalah perjanjian dan undang-undang. Dalam penelitian ini, perikatan dilahirkan oleh suatu perjanjian, dimana wujud dari perjanjian tersebut adalah perjanjian jual beli. Jual beli dalam hukum perdata merupakan perjanjian timbal balik yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata. Pengertian jual beli menurut pasal 1457 KUH Perdata adalah: Suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan. Berangkat dari pengertian tersebut, maka jual beli dapat diartikan sebagai suatu perjanjian timbal balik, dimana pihak penjual dalam hal ini PT. Indosat berjanji untuk memberikan layanan jasa telepon gratis selama satu tahun kepada pembeli yang telah membayarkan sejumlah harga dalam bentuk pulsa yang akan terpotong apabila pembeli telah mengaktifkan program IM3 Soulmate. Berdasarkan data sekunder nomor 1 tentang para pihak, nomor 3 tentang bentuk perjanjian, 4 tentang kewajiban para pihak dan nomor 5 tentang hak para pihak, jika dikaitkan dengan Pasal 1233 dan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka dapat disimpulkan bahwa transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha dalam penelitian ini adalah PT. Indosat untuk melakukan aktivasi program IM3 Soulmate tercipta melalui perjanjian karena telah memenuhi unsur perjanjian, dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk melakukan 67 perjanjian sehingga timbul suatu hubungan hukum (perikatan) serta menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Perlindungan konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 terdapat dalam pasal 1 ayat (1) adalah: Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo menyatakan bahwa hukum perlindungan konsumen pada prinsipnya merupakan perlindungan terhadap hak dan kewajiban baik konsumen maupun pelaku usaha. Bertolak dari pasal 1 dan didukung oleh pendapat Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, perlindungan hukum dimaksudkan untuk melindungi kepentingan konsumen, kepentingan konsumen disini mengarah pada pelaksanaan hak-hak konsumen seperti pada pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Di dalam Pasal 4 diatur tentang hak-hak konsumen, yaitu sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 68 Perlindungan hukum terhadap konsumen program IM3 Soulmate dalam hal ini adalah perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang telah dijanjikan oleh pelaku usaha di dalam iklan program tersebut dan berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha untuk membayar ganti rugi apabila program IM3 Soulmate menimbulkan kerugian bagi mereka. Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha, yaitu: a. b. c. d. e. f. g. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang larangan bagi pelaku usaha untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang: (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 69 b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label; i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, 70 nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat; j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. (3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. (4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Tanggung jawab pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 19 UndangUndang Perlindungan konsumen, antara lain: a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan; b. Ganti rugi yang dimaksud dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, 71 atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi d. Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. e. Ketentuan pertama dan kedua tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut adalah kesalahan konsumen. Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa: Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika suatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat hanya dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Kerugian yang dapat dimintakan penggantian itu, tidak hanya yang berupa biyaya-biyaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta benda si berpiutang (schaden) tetapi juga yang berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat seandainya si berhutang tidak lalai (winstderving).23 Bentuk-bentuk wanprestasi antara lain: 23 a. tidak melaksanakan prestasi sama sekali b. melaksanakan tetapi tidak tepat waktu c. melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan d. debitur melaksanakan yang diperjanjian tidak boleh dilakukan. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: 1980 , hlm.148 72 Pihak Indosat dalam mengeluarkan iklan, baik dalam media elektronik maupun media cetak tidak memberikan ketentuan mengenai promo secara jelas. Pengiklanan yang dilakukan menggambarkan bahwa seseorang yang telah mengaktivasi dapat melakukan telepon sepuasnya kepada nomor yang telah didaftarkan sebagai Soulmate. Namun dalam kenyataannya, konsumen masih harus mematuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Karena syarat dan ketentuan tersebut tidak di informasikan dalam iklan yang dikeluarkan, maka hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,antara lain: a. Pasal 8 ayat(1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 b. Pasal 9 ayat (1) huruf j dan k Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen c. Pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen d. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen e. Surat edaran menteri komunikasi dan informatika nomor 3 tahun 2003 tentang iklan telekomunikasi. Mengenai pelaksanaan surat edaran tersebut disebutkan bahwa: 1. Pasal 9 dan pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk 73 yang ditawarkan; Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yangmengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. 2. Penyusunan materi iklan telekomunikasi secara umum harus berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). 3. Materi iklan telekomunikasi yang ditayangkan melalui media televisi dan radio harus mentaati ketentuan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia. 4. Materi iklan telekomunikasi dilarang mencantumkan kata gratis atau kata lainnya yang bermakna sama bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain, sebagaimana diatur dalam Etika Pariwara Indonesia. 5. Penyelenggara membiayai telekomunikasi pembuatan iklan yang memprakarsai telekomunikasi dan dan/atau pengguna jasa periklanan harus: a. Bersikap jujur dan bertanggung jawab terhadap informasi yang diiklankan; b. Tidak membohongi dan menyesatkan masyarakat; c. Dapat dipahami oleh masyarakat; 74 d. Tidak bertujuan untuk merendahkan/menjatuhkan merusak produk pasar dan layanan telekomunikasi milik penyelenggara telekomunikasi lain; e. Tidak merendahkan suku, ras, budaya, negara, dan golongan; f. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan; g. Tidak melanggar kesusilaan. Iklan telekomunikasi yang mencantumkan durasi, tarif pulsa, tarif internet, kecepatan akses, serta kualitas layanan lainnya, pihak penyelenggara telekomunikasi harus dapat membuktikan kebenarannya secara teknis dan tertulis. Iklan yang dikeluarkan oleh PT. Indosat mengenai promo IM3 Soulmate tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang mengatur tentang iklan. Promo IM3 Soulmate yang diiklankan dalam media elektronik maupun dalam media cetak telah menjanjikan gratis telepon sepuasnya kepada konsumen, namun setelah aktivasi ternyata banyak ketentuan dalam penggunaan promo, salah satu yang menjadi ganjalan bagi konsumen pengguna promo adalah mengenai durasi dan jam menelpon. Kata sepuasnya dalam iklan tidak dirasakan, konsumen diberikan waktu untuk menelpon sepuasnya hanya pada jam 00.00-06.00, padahal waktu tersebut tidak efektif untuk melakukan panggilan telepon. Sementara waktu yang dirasa efektif untuk melakukan telepon hanya diberikan durasi selama 10 menit. Hal 75 tersebut menimbulkan kemungkinan yang semakin besar terhadap kerugian yang muncul di pihak konsumen. Dalam kode etik periklanan yang disebut dengan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia pada Bab II bagian A butir 1 tentang asas-asas umum periklanan mengatakan bahwa iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Iklan bertanggung jawab tersebut maksudnya iklan tersebut tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan masyarakat. Setiap komponen pemasaran, yang terdiri dari pengiklan, perusahaan periklanan dan media periklanan mempunyai tanggung jawab menurut peran dan bobot masing-masing dalam penciptaan dan penyevaran pesan-pesan iklan. a. Pengiklan bertanggung jawab atas benarnya informasi tentang produk yang diberikan kepada perusahaan periklanan. Termasuk ikut memberi arah, batasan dan masukan pada pesan iklan, sehingga tidak terjadi janji yang berlebihan (overclaim) atas kemampuan nyata produk. b. Perusahaan periklanan bertanggung jawab atas ketepatan unsur persuasi yang dimasukannya dalam pesan iklan, melalui pemilahan dan pemilihan informasi yang diberikan pengiklan, maupun dalam upaya menggali dan mendayagunakan kreativitasnya. c. Media periklanan bertanggung jawab atas kesepadanan antara pesan iklan yang disiarkannya dengan nilai-nilai sosial-budaya dari profil khalayak sasarannya. 76 Bentuk tanggung jawab tergantung pada bobot keterlibatannya. Pengiklan harus mempertanggungjawabkan produk dan/atau jasa yang ditawarkan, sehingga tanggung jawabnya berupa product liability. Perusahaan iklan yang hanya membantu membuatkan suatu iklan tanggung jawabnya berbentuk profesional liability. Begitu pula media periklanan sebagai penyedia jasa untuk menayangkan iklan pengiklan tanggung jawabnya berupa profesional liability. Jadi pada umumnya tanggung jawab atas iklan yang menyesatkan merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pembuatan iklan tersebut, baik pengiklan, perusahaan periklanan, maupun media periklanan. Mengenai bentuk pertanggungjawabannya berupa Product liabiliti atau personal liability atau kedua-duanya tergantung bobot dan sejauh mana pelaku usaha itu terlibat dalam pembuatan iklan tersebut. Pelaku usaha dalam mengiklankan produknya di media cetak maupun elektronik harus mempunyai itikad yang baik dan memenuhi prestasinya secara baik. Jika kemudian konsumen membeli produk yang diiklankan oleh pelaku usaha tidak sesuai dengan isi kebenaran yang ditayangkan dalam iklan tersebut, maka pelaku usaha tidak melakukan prestasi secara benar. Berdasarkan Pasal 7, pasal 8, pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 1365 KUH Perdata serta dengan didukung oleh peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang perlindungan terhadap konsumen, jika dikaitkan dengan data primer nomor 2, maka dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha dalam hal ini adalah PT. Indosat telah melakukan perbuatan 77 melawan hukum dan bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen. Hal ini dikarenakan hak-hak konsumen yang dijanjikan dalam iklan program tersebut tidak terpenuhi. Adanya berbagai ketentuan dan syarat yang tidak ditampilkan dalam iklan membuat konsumen yang mengaktivasi program ini mengalami kerugian. 78 V. PENUTUP A. Simpulan Pelaku usaha dilarang mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar yang tidak sesuai dengan barang yang dipasarkan. Dalam memproduksi iklan, pelaku usaha juga sesuai dilarang memproduksi iklan yang mengelabuhi serta menyesatkan konsumen atas barang atau jasa dalam hal kualitas, kuantitas, kegunaan dan harga serta jaminan/garansi. Mengacu pada Pasal 1243 KUH Perdata mengenai ganti rugi dalam hal promo IM3 Soulmatemelalui media iklan, Indosat bertanggung jawab atas iklan yang tidak memberikan informasi secara jelas tentang promo tersebut. Promo IM3 Soulmate menjanjikan telepon gratis sepuasnya selama satu tahun kepada kosumen yang telah melakukan aktivasi, namun kenyataannya banyak syarat dan ketentuan yang membuat arti kata sepuasnya tidak dirasakan oleh konsumen. Hal tersebut menyebabkan pihak indosat dapat dikatakan melakukan wanprestasi. Dalam kasus ini, pihak konsumen dirasa masih sangat lemah, dikarenakan nilai aktivasi yang cenderung kecil yaitu Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) yang membuat para konsumen yang telah mengaktivasi dan merasa dirugikan malas untuk menuntut hak-haknya kepada Indosat. Namun, apabila hal ini dibiarkan dan dikalkulasikan dalam skala nasional, maka keuntungan materi yang diperoleh Indosat sangat besar. Seharusnya pihak indosat melakukan tanggung jawabnya sebagai pelaku usaha dalam bentuk Product Liability. 79 B. Saran 1. Pelaku usaha dalam mengeluarkan iklan yang terkait dengan produk yang akan di jual kepada konsumen harus mengikuti peraturan yang berlaku dalam hal pengiklanan. Tidak hanya yang terdapat dalam UUPK, namun peraturan-peraturan yang terkait juga harus diperhatikan. 2. Pelaku usaha dalam mengeluarkan iklan diharapkan dapat menjelaskan produk yang akan dijualnya secara jelas dan tepat. Sehingga konsumen yang memakai produktersebut tidak dirugikan. 3. Konsumen yang merasa dirugikan dan ingin menuntut hak-haknya dapat melakukan pengumpulan para konsumen pengguna IM3 Soulmate yang merasa dirugikan juga agar hal ini dapat ditindak lanjuti sesuai hukum yang berlaku. 4. Konsumen harus lebih hati-hati apabila akan menggunakan barang dan/atau jasa tertentu yang mereka lihat dalam iklan, karena kegunaan maupun fungsi produk tidak selamanya sesuai dengan apa yang pelaku usaha iklankan. 80 DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Amirudin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hanitijo, Ronny. 1994. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soekanto, Soerjono. 1996. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Suyadi, 2007, Dasar-Dasar Hukum Perlindungan Konsumen, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Syawali, Husni, Neni Sri Imaniyati. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Mandar Maju. B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi; Peraturan Menteri Komunikasi 01/PER/M.KOMINFO/01/2010; dan Informatika No. Surat Edaran Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Iklan Telekomunikasi. 81 C. Sumber lain Etika Pariwara Indonesia http://dewi-oziel.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisiperdagangan.html. Diakses tanggal 21 januari 2014 http://sitinurulafidahpmu.wordpress.com/2013/03/05/pengertian-perusahaanjasa/. Diakses tanggal 21 Januari 2014 www.jerryweblog.com. Diakses tanggal 23 Januari 2014 http://nthatembem.blogspot.com/2010/11/. Diakses tanggal 12 April 2014 http://riskarostikan.wordpress.com/2013/11/03/definisi-iklan-dan-jenis-iklan/. Diakses tanggal 12 April 2014 http://sciencebooth.com/2013/05/07/pengertian-dan-unsur-unsur-perbuatanmelawan-hukum/. Diakses tanggal 9 juni 2014 1 http://www.indosat.com/im3. Diakses tanggal 7 November 2014