10 ABSTRAK Praktik nominee (penggunaan nama pihak lain) di dalam suatu saham oleh beneficiary telah lama dan sering berkembang di Indonesia. Nominee adalah pihak yang namanya dipinjam (pemilik saham boneka), sedangkan beneficiary adalah pemilik saham material (sebenarnya/capital owner). Praktik nominee tersebut, dinilai oleh beberapa pihak sebagai salah satu jalan atau cara yang dapat digunakan untuk mengantisipasi berbagai benturan terkait dengan aturan hukum positif sehubungan dengan aturan penggunaan saham atas nama. Rumusan masalah yang akan diajukan yaitu : Apakah akibat hukum bagi penggunaan saham atas nama pihak lain menurut UU NO 40 Tahun 2007 ?; Penulisan ini dikumpulkan dengan cara penelitian hukum kepustakaan (library research) atau penelitian hukum normative. Penelitian Hukum Kepustakaan atau penelitian hukum normative yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Analisis dilakukan dengan pendekatan perundang – undangan dipadukan dengan pendekatan kepustakaan. Hasil studi ini menunjukan bahwa praktik nomine, ada beberapa motivasi atau sebab yang membuat para beneficiary mengatasnamakan sahamnya atas nama pihak lain, yaitu: keinginan untuk menguasai 100 % kepemilikan saham perseroan, pembatasan kuota saham, adanya unsur asing di dalam suatu PT yang menyebabkan status PT harus berubah menjadi PT PMA dan penyembunyian aset. Di dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa saham yang diakui adalah saham atas nama, yang diartikan atas nama pemiliknya. Hal tersebut dipertegas lagi dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama pihak lain.Peminjaman nama oleh pihak beneficiary kepada pihak nominee diatur di dalam suatu perjanjian (akta) baik akta dibawah tangan maupun otentik, dan setiap perjanjian, beresiko menimbulkan pertentangan, perselisihan ataupun konflik diantara kedua belah pihak. Perjanjian antara kedua belah pihak, apabila ditinjau dari Pasal 1320 KUH Perdata maka syarat sah tentang causa atau sebab yang halal tidak terpenuhi, karena menafikkan hukum positif (peraturan yang berlaku) di Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu Undang- Undang No 40 Tahun 2007 dan Undang Undang No 25 Tahun 2007. Causa yang halal merupakan syarat obyektif di dalam suatu perjanjian, dan apabila syarat obyektif tersebut tidak terpenuhi, maka akibat hukum yang timbul di dalam perjanjian tersebut adalah batal demi hukum, dengan kata lain perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Berdasarkan hukum positif Indonesia, khususnya Pasal 48 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007, nominee lah yang secara yuridis berhak atas kepemilikan saham tersebut; Penelitian ini merekomendasikan agar kedepannya dibuat suatu sanksi bagi para pihak yang menjalankan praktik nominee ini. x