Analisis Marka Molekuler Terpaut Karakter Fisiologi

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara dengan jumlah penduduk yang cukup
besar di dunia. Peningkatan jumlah penduduk akan berpengaruh pada peningkatan
pemenuhan kebutuhan pangan.
Padi (Oriza sativa L.) merupakan tanaman
pangan yang sangat penting karena sampai saat ini masih digunakan sebagai
sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Indonesia saat ini menghadapi masalah produksi pangan seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Lahan-lahan yang subur dan produktif yang
semestinya berfungsi untuk lahan pertanian terutama di pulau Jawa beralih fungsi
menjadi kawasan industri dan pemukiman. Selain itu juga disebabkan oleh
bencana alam berupa kemarau panjang atau banjir yang terjadi hampir setiap
tahun serta serangan hama dan penyakit yang menyebabkan makin menurunnya
produksi padi (Rahmawati 2006).
Untuk peningkatan produksi pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pangan maka program ekstensifikasi lahan pertanian perlu diarahkan pada lahanlahan marginal yang ada di luar pulau Jawa. Lahan asam dan lahan pasang surut
merupakan tipologi lahan yang sering menjadi perhatian untuk pengembangan
pertanian di masa mendatang, selain pembukaan areal pertanian pada lahan
kering. Pengembangan padi ke lahan tersebut dihadapkan pada kendala
fisikokimia seperti keasaman tanah (pH 3,5-5,5), kahat hara makro dan mikro,
kandungan bahan organik rendah, tingkat kejenuhan Al tinggi, dan sangat peka
terhadap erosi (Roesmarkam et al. 1992; Sanchez 1992).
Pada lahan asam, proses asidifikasi tanah bisa disebabkan oleh pencucian
kation dari tanah, praktek-praktek pertanian dan hujan asam. Pada lahan-lahan
tersebut keracunan yang utama disebabkan oleh kandungan Al yang tinggi. Pada
pH < 4,0 bentuk Al3+ merupakan bentuk yang paling dominan dan bersifat racun
bagi tanaman (Marschner 1995).
Kelebihan konsentrasi Al dalam larutan tanah pada umumnya berakibat
buruk pada pertumbuhan tanaman, kecuali beberapa tanaman seperti teh yang
mampu bertahan pada konsentrasi Al yang tinggi. Gangguan penyerapan hara
mineral pada tanah asam disebabkan oleh dua hal yang sangat berkaitan yaitu efek
langsung dengan menghambat penyerapan hara secara langsung dan efek tidak
langsung dengan menghambat pertumbuhan akar sehingga secara tidak langsung
menghambat penyerapan hara (Marschner 1995). Matsumoto (1991) menyatakan
bahwa pengaruh langsung dari keracunan Al yaitu merusak sistem perakaran
yang menyebabkan gangguan penyerapan mineral oleh tanaman.
Padi merupakan tanaman yang relatif toleran terhadap keracunan Al
dibanding tanaman sereal lainnya. Akan tetapi tingginya kandungan Al di tanah
menyebabkan pertumbuhan akar terhambat, pendek, tebal, percabangan tidak
normal, tudung akar rusak dan berwarna cokelat atau merah, yang pada akhirnya
merusak sistem perakaran dan mengganggu penyerapan hara (Kochian 1995).
Beberapa galur baik lokal maupun hasil persilangan
memiliki sifat toleran
terhadap cekaman keracunan Al pada tanah asam. Khatiwada et al. (1996) telah
melaporkan bahwa terdapat 10 kultivar padi yang berasal dari Indonesia yang
bersifat toleran cekaman keracunan Al. Hasil penelitian tersebut juga diperkuat
oleh Jagau (2000) yang melakukan penyaringan terhadap 150 galur padi gogo
baik lokal maupun varietas hibrid guna menentukan galur yang toleran dan peka
terhadap cekaman keracunan Al. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
konsentrasi Al 45 ppm sudah dapat mengelompokkan galur padi gogo ke dalam
kelompok galur yang peka dan toleran. Empat galur padi gogo lokal asal
Indonesia yang termasuk toleran Al adalah Ketombol, Krowal, Grogol dan
Hawara Bunar. Sedangkan varietas hibrid yang toleran Al adalah CT6510-24-1-3.
Padi IR64 yang banyak dikonsumsi masyarakat termasuk ke dalam kelompok padi
yang peka cekaman Al (Khatiwada et al. 1996; Nguyen et al. 2003).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa toleransi padi terhadap cekaman
Al dikendalikan oleh lebih dari satu gen (Wu et al. 1997; Nguyen et al. 2001).
Khatiwada et al. (1996) menunjukkan bahwa nilai relatif panjang akar (RPA)
yang tinggi dikendalikan oleh pengaruh aditif dan dominan, tetapi lebih banyak
karena pengaruh aditif. Wu et al. (1997) melakukan studi genetik untuk sifat
toleransi terhadap keracunan Al padi dengan membuat persilangan dialel tidak
sempurna pada delapan tetua jantan dan tujuh tetua betina. Hasilnya menunjukkan
bahwa ragam General Combine Ability (CGA) lebih besar dibandingkan dengan
Spesifik Combine Ability (SCA), sehingga pengaruh gen-gen aditif lebih besar.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah cekaman keracunan Al
pada tanah asam adalah dengan pengapuran dan menggunakan varietas-varietas
yang toleran terhadap cekaman keracunan Al. Pembentukan varietas-varietas yang
toleran dapat dilakukan melalui seleksi dan persilangan. Menurut Bennet (1993)
seleksi akan memerlukan waktu yang lama dan areal yang luas untuk
memproduksi satu galur baru. Seleksi berdasarkan fenotipe saja akan menemui
kesulitan karena kondisi lingkungan yang bervariasi. Selain itu, bila gen-gen yang
mengatur sifat ketahanan bersifat aditif, seleksi akan lebih sulit dilakukan karena
masing-masing gen hanya menyumbang sebagian kecil terhadap fenotipe tersebut.
Analisis karakter fisiologi dan marka molekuler yang terpaut sifat toleransi
cekamn keracunan Al dapat membantu proses seleksi dalam program perakitan
galur harapan toleran cekaman keracunan Al. Selain itu, marka molekuler mampu
menyeleksi sifat-sifat yang diinginkan pada tahap awal pertumbuhan seperti tahap
pembibitan. Salah satu marka molekuler yang telah digunakan secara luas adalah
SSR (Simple Sequence Repeats) atau mikrosatelit. Marka ini bersifat kodominan,
dapat mendeteksi variasi alel yang tinggi (Wu & Tanskley 1993), dan khususnya
pada padi, sekarang ini jumlahnya sudah sangat banyak yang tersebar di 12
kromosom padi.
Penggunaan 41 marka SSR oleh Mao et al. (2004) berhasil mendeteksi tiga
QTL untuk toleran Al yaitu QTL untuk Relative Root Length (RRL) pada
kromosom 1,3, dan 9 dan satu QTL untuk Stress Root Length (SRL) pada
kromosom 1 tanaman padi. Nguyen et al. (2003) berhasil mendeteksi lokasi QTL
untuk karakter Control Root Length (CRL), Al-Stress Root Length (SRL), dan
Root length Ratio (RR) yang terdapat pada kromosom-kromosom padi.
Diperolehnya marka molekuler yang terpaut karakter fisiologi dari sifat
toleran Al pada padi, maka seleksi untuk mendapatkan kandidat galur toleran Al
dari suatu populasi menjadi lebih terarah. Dalam rangka pembentukan galur-galur
toleran terhadap cekaman keracunan Al maka penelitian ini perlu dilakukan untuk
menganalisis parameter fisiologi sifat toleran keracunan Al seperti Root Regrowth
(RRG), jumlah anakan maksimum dan umur berbunga, beserta marka molekuler
terpaut sifat pada populasi hasil persilangan padi varietas IR64 dengan
Hawarabunar, suatu galur padi lokal Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, dengan mengetahui parameter fisiologi dari sifat
toleransi terhadap cekaman keracunan Al pada padi diharapkan dapat mengetahui
parameter yang dapat digunakan sebagai parameter dari sifat toleransi terhadap
cekaman keracunan Al dan pola pewarisannya serta mendapatkan marka
molekuler yang terpaut karakter toleransi terhadap cekaman keracunan Al yang
dapat dipergunakan dalam membantu program seleksi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Menganalisis karakter fisiologi yaitu Root Regrowth (RRG), jumlah anakan
maksimum, dan umur berbunga yang dapat digunakan sebagai parameter dari
sifat toleransi terhadap keracunan Al dan pola pewarisannya.
2. Mengidentifikasi marka molekuler yang terpaut dengan karakter fisiologi dari
sifat toleransi terhadap cekaman keracunan Al pada populasi F2 (IR64 x
Hawarabunar).
Download