ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN KESELAMATAN KERJA PERIKANAN PANAH (SPEARFISHING) DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH HAMBA AINUL MUBAROK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2012 Hamba Ainul Mubarok NIM C452080041 ABSTRACT HAMBA AINUL MUBAROK. Spearfishing Sustainability and Job Safety Analysis in Karimunjawa Islands Jepara Regency Central Java. Under direction of SUGENG HARI WISUDO and BUDHI HASCARYO ISKANDAR. Speargun is a productive fishing gear operated by Karimunjawa fishermen. Spearfishermen face potential conflict with other fishermen and also facing major health risk. Objectives of this research are to identify and describe spearfisheries, determine spearfisheries status based on CCRF perspective, define development strategy, and describe job safety analysis. This research was carried out using survey methods. Spearfishing is one night trip operations, spearfishermen undertake five to six trip a week. Spearfishing operations perform nearly throughout the year. Spearfisheries target fish mostly reef fishes. 65 species caught by spearfishermen, weighted 38,767.9 kg, by effort as many as 582 trips. Average CPUE is 63.27 kg / trip. Spearfisheries viewed from CCRF perspective, not fully support CCRF concept. Biological, technological, and social aspects need to improve. External factors affecting spearfisheries system are political, economic, social, cultural, and technological developments. Those external factors make enough impact on Karimunjawa spearfisheries development. Internal factors include management, human resources, and fish resources. Internal factors conditions are able to overcome various problems in spearfisheries. Spearfishing operations by diving is high risk activities. Spearfisheries operations work steps sequence analyzed its potential hazards / accidents and what prevention measures needs to take to minimize that potential hazards / accidents. Key words: potential conflicts, reef fishes, CCRF, potential hazards / accidents RINGKASAN HAMBA AINUL MUBAROK. Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimujawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR. Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kabupaten Jepara yang ditetapkan sebagai kawasan taman nasional pada tahun 1988. Kegiatan utama pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Karimunjawa meliputi penangkapan ikan, budidaya, dan pariwisata. Panah (speargun) merupakan salah satu alat tangkap yang cukup produktif yang dioperasikan oleh nelayan di Kepulauan Karimunjawa. Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan perikanan panah diantaranya adalah jenis-jenis ikan karang seperti kakap, kerapu, ekor kuning, ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan marlin serta beberapa jenis ikan lainnya. Penggunaan panah cukup menimbulkan kontroversi, baik dikalangan nelayan sendiri maupun pada komunitas masyarakat lainnya. Nelayan panah, selain sering menghadapi potensi konflik dengan nelayan alat tangkap lainnya juga menghadapi risiko kesehatan yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan perikanan panah, menentukan status perikanan panah berdasarkan CCRF, menentukan strategi pengembangan perikanan panah, dan membuat batasan keselamatan kerja yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Data yang dikumpulkan berupa jumlah unit perikanan panah, ikan hasil tangkapan, komposisi hasil tangkapan, biaya operasi, harga jual ikan hasil tangkapan, nelayan, dan informasi mengenai metode operasi penangkapan ikan, serta informasi lainnya yang mendukung penelitian ini. Operasi penangkapan ikan nelayan panah merupakan operasi penangkapan one night trip, dalam satu minggu nelayan melakukan lima sampai enam kali trip. Nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan hampir sepanjang tahun, nelayan tidak berangkat melaut ketika terang bulan, serta ketika kondisi cuaca buruk. Kondisi cuaca buruk biasanya terjadi pada bulan Desember sampai bulan Januari, yang merupakan puncaknya musim angin barat. Nelayan mulai berangkat melaut pada sore hari sekitar jam 15.00 – 16.00. Operasi penangkapan ikan dilakukan pada malam hari, selama 7 sampai 14 jam, tergantung jumlah ikan yang tertangkap, kemudian pulang sekitar jam 5 pagi. Sesampainya di daerah penangkapan ikan, nelayan masuk ke air, membawa alat tangkap (panah) kemudian menyelam menggunakan suplai udara dari kompresor dan membawa senter kedap air sebagai sumber cahaya. Selama operasi penangkapan ikan, satu orang nelayan tetap berada di atas kapal untuk menjaga dan mengoperasikan kompresor, sedangkan nelayan yang lainnya menyelam untuk memanah ikan. Nelayan melakukan satu kali penyelaman selama 60 sampai 180 menit, dalam satu trip mereka melakukan maksimum dua kali penyelaman, dengan jarak antar waktu penyelaman antara 60 sampai 120 menit. Kedalaman penyelaman berkisar antara 2 sampai 30 meter. Selain menggunakan bantuan kompresor untuk suplai udara, ada juga nelayan panah di Karimunjawa yang melakukan penyelaman bebas (freediving) untuk menangkap ikan. Target penangkapan nelayan panah Karimunjawa pada umumnya adalah ikan-ikan karang. Terdapat 65 spesies ikan dari 21 famili yang tertangkap oleh nelayan panah. Perikanan panah pada periode waktu November 2009 sampai Desember 2010 menghasilkan produksi seberat 38.767,9 kg dari jumlah upaya sebanyak 582 trip. CPUE (hasil tangkap per unit upaya) rata-rata unit perikanan panah adalah 63,27 kg/trip. CPUE terbesar dihasilkan nelayan pada bulan November 2009, yaitu sebesar 85,22 kg/trip. Bulan Desember 2010, hasil tangkapan dan upaya yang dilakukan nelayan paling sedikit dibandingkan bulan lainnya, hal ini menghasilkan nilai CPUE paling kecil, yaitu 43,16 kg/trip. Famili Caesionidae mendominasi produksi perikanan panah dengan hasil tangkapan sebesar 76,34 % atau seberat 29.595,4 kg dari total hasil tangkapan. Pelaku sistem perikanan panah di Karimunjawa diantaranya adalah nelayan, pemilik kapal, pemilik/pemberi modal, bakul/pengumpul, pemerintah, pengelola Taman Nasional Karimunjawa, organisasi non pemerintah, dan penduduk lainnya. Sistem perikanan panah di Karimunjawa bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada untuk kesejahteraan nelayan. Pemanfaatan sumberdaya ikan harus diatur sedemikian rupa agar sumberdaya tetap lestari sehingga kegiatan perikanan, khususnya perikanan panah tetap menguntungkan. Perikanan panah di Karimunjawa, dilihat dari sudut pandang CCRF, belum sepenuhnya mendukung konsep CCRF. Aspek biologi, aspek teknologi, dan aspek sosial perlu dibenahi sehingga perikanan panah dapat benar-benar dikategorikan sebagai alat penangkapan ikan yang mendukung konsep CCRF. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah di Karimunjawa diantaranya adalah kebijakan politik, kondisi ekonomi, sosial budaya, dan perkembangan teknologi. Faktor eksternal tersebut, setelah dievaluasi mendapatkan nilai 2,5. Artinya kondisi lingkungan (faktor eksternal) cukup berpengaruh terhadap pengembangan kegiatan perikanan panah. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah diantaranya adalah fungsi manajemen, sumberdaya manusia, dan sumberdaya ikan. Faktor-faktor internal tersebut, kemudian dievaluasi dan diberi nilai kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan panah di Karimunjawa, setelah dievaluasi mendapatkan nilai diatas rata-rata (2,5), yaitu sebesar 2,61. Kondisi faktor internal mampu mengatasi berbagai masalah yang ada pada kegiatan perikanan panah. Operasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara menyelam berisiko tinggi terhadap kesehatan/keselamatan nelayan. Urutan langkah kerja dalam kegiatan operasi penangkapan ikan kemudian dianalisis potensi bahaya/kecelakaan yang mungkin timbul serta tindakan pencegahan apa yang perlu dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir potensi bahaya/kecelakaan tersebut. Kata kunci: penyelaman kompresor, sistem perikanan panah, CCRF, potensi bahaya/kecelakaan @ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN KESELAMATAN KERJA PERIKANAN PANAH (SPEARFISHING) DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH HAMBA AINUL MUBAROK Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si. Judul Tesis Nama NIM : Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah : Hamba Ainul Mubarok : C452080041 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. Ketua Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Tanggal Ujian: Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga usulan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam rencana penelitian ini adalah mengenai perikanan panah, dengan judul “Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan, serta kepada Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. dan Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si. selaku penguji dalam ujian tesis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Tasrif Kartawijaya, Rian Prasetia, Irfan Yulianto dan Wildlife Conservation Society – Indonesia Program atas izinnya untuk menggunakan data dan informasi serta kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2012 Hamba Ainul Mubarok RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 15 Februari 1979 dari ayah Drs. H. Hanafi dan ibu Hj. Ade Aisyah. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Pendidikan sarjana penulis tempuh mulai tahun 1997 di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap sejak tahun 2008. Sejak tahun 2004 penulis bekerja sebagai staf di Laboratorium Keselamatan Kerja dan Observasi Bawah Air, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam kegiatan organisasi Naarboven Diving Club sebagai pengurus bidang teknik. Penulis juga pernah mengikuti beberapa seminar dan pelatihan seperti pelatihan Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN Tingkat II) pada bulan Agustus 2005. Penulis juga mengikuti Spesialisasi Penyelaman Dalam, Navigasi Bawah Air, Search And Recovery, Recue Diver dan pada bulan Desember 2011 penulis meraih jenjang sertifikat 4 Star Scuba Diver (Master Scuba Diver) POSSI-CMAS di Tobelo, Halmahera Utara. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI............................................................................................................ i DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... vii DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... ix 1 PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................7 2.1 2.2 2.3 2.4 3 Perikanan Panah ....................................................................................... 7 Analisis Sistem Perikanan Panah ........................................................... 10 Analisis Pengembangan Perikanan Panah.............................................. 17 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA) ..................... 19 METODOLOGI PENELITIAN......................................................................23 3.1 3.2 3.3 3.4 4 Latar Belakang.......................................................................................... 1 Perumusan Masalah.................................................................................. 2 Tujuan Penelitian...................................................................................... 3 Manfaat Penelitian.................................................................................... 3 Kerangka Pemikiran ................................................................................. 3 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 23 Metode Penelitian................................................................................... 23 Jenis Data ............................................................................................... 23 Analisis Data .......................................................................................... 23 3.4.1 Deskripsi unit perikanan panah................................................... 23 3.4.2 Analisis sistem perikanan panah ................................................. 25 3.4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF............................. 25 3.4.4 Analisis pengembangan perikanan panah ................................... 27 3.4.5 Analisis keselamatan kerja (Job Safety Analysis – JSA) ........... 30 HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................33 4.1 Unit Perikanan Panah ............................................................................. 33 4.1.1 Kapal ........................................................................................... 33 4.1.2 Alat Tangkap............................................................................... 34 4.1.3 Nelayan ....................................................................................... 35 4.1.4 Metode operasi penangkapan ikan .............................................. 36 4.1.5 Daerah penangkapan ikan ........................................................... 37 4.1.6 Upaya penangkapan ikan ............................................................ 38 4.1.7 Hasil tangkapan perikanan panah................................................ 39 4.1.8 Hasil tangkap per unit upaya (CPUE)......................................... 41 4.1.9 Komposisi hasil tangkapan ......................................................... 42 4.1.10 Nilai hasil tangkapan................................................................... 48 4.2 Analisis Sistem Perikanan Panah ........................................................... 54 i 4.2.1 Analisis Kebutuhan ..................................................................... 54 4.2.2 Formulasi permasalahan pada sistem perikanan panah............... 55 4.2.3 Identifikasi sistem........................................................................ 57 4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF......................................... 60 4.4 Analisis Pengembangan Perikanan Panah .............................................. 66 4.4.1 Analisis faktor eksternal .............................................................. 67 4.4.2 Analisis faktor internal ................................................................ 70 4.4.3 Analisis internal-eksternal ........................................................... 72 4.4.4 Matriks SWOT ............................................................................ 73 4.5 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA) ...................... 74 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 83 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 83 5.2 Saran ....................................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 85 LAMPIRAN .......................................................................................................... 89 ii DAFTAR TABEL Halaman 1. Matriks External Factor Evaluation ...............................................................28 2. Matriks Internal Factor Evaluation................................................................28 3. Matriks Strengths Weaknesses Opportunities Threats....................................30 4. Lembar kerja analisis keselamatan kerja ........................................................32 5. Pelaku dan kebutuhan dari pelaku sistem perikanan panah di Karimunjawa...................................................................................................54 6. Analisis PEST (politik, ekonomi, sosial budaya – demografi, teknologi)......67 7. Peluang dan ancaman PEST (politik, ekonomi, sosial budaya – demografi, teknologi)......................................................................................68 8. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) strategi pengembangan perikanan panah di Karimunjawa ...................................................................69 9. Analisis fungsional faktor internal..................................................................70 10. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) strategi pengembangan perikanan panah di Karimunjawa ...................................................................71 11. Tabel Matriks Eksternal - Internal ..................................................................72 12. Matriks SWOT pengembangan perikanan panah di Karimunjawa ................73 13. Analisis keselamatan kerja kegiatan perikanan panah di Karimunjawa .........76 iii iv DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Kerangka pemikiran perikanan panah yang aman, ramah lingkungan dan menguntungkan. .........................................................................................5 Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004) .....................................................19 Peta kepulauan Karimunjawa..........................................................................24 Matriks internal- eksternal (David, 2003).......................................................29 Model perumusan strategi (Nurani, 2008). .....................................................30 Kapal perikanan panah dengan alat bantu kompresor di Karimunjawa..........33 General arrangement kapal panah Karimunjawa...........................................34 Alat tangkap panah..........................................................................................35 Fluktuasi jumlah upaya (trip) penangkapan ikan per bulan pada periode November 2009 – Desember 2010..................................................................38 Fluktuasi hasil tangkapan (kg) per bulan pada periode November 2009 – Desember 2010. ...........................................................................................39 Fluktuasi hasil tangkapan (kg) perikanan non-panah per bulan pada periode November 2009 – Desember 2010.....................................................40 Fluktuasi CPUE perikanan panah Karimunjawa per bulan ............................42 Komposisi hasil tangkapan per famili pada periode November 2009 – Desember 2010. ..............................................................................................43 Fluktuasi hasil tangkapan famili Caesionidae per bulan.................................44 Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Serranidae per bulan ...........................45 Fluktuasi hasil tangkapan famili Scaridae per bulan ......................................46 Fluktuasi hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan ......................................47 Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Pomacanthidae per bulan....................48 Fluktuasi nilai hasil tangkapan per bulan pada periode November 2009 – Desember 2010 ............................................................................................49 Nilai hasil tangkapan ikan per famili pada periode November 2009 – Desember 2010 ...............................................................................................50 Fluktuasi nilai hasil tangkapan Famili Caesionidae per bulan........................51 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Serranidae per bulan...........................51 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Scaridae per bulan ..............................52 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan ..............................53 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae per bulan....................53 Diagram sebab akibat (causal loop) sistem perikanan panah di Karimunjawa...................................................................................................57 Diagram input-output sistem perikanan panah di Karimunjawa ....................60 v vi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Unit perikanan panah ......................................................................................91 2. Sistem bagi hasil .............................................................................................92 3. Operasi penangkapan ikan ..............................................................................93 4. Biaya operasi penangkapan ikan.....................................................................94 5. Peta daerah penangkapan ikan ........................................................................97 6. Daerah penangkapan ikan ...............................................................................98 7. Grafik biomasa (kg/ha) dan kelimpahan (ind/ha) rata-rata (±SE) ikan karang tanpa famili Pomacentridae di Karimunjawa pada setiap tahun pengamatan ...................................................................................................100 8. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan per bulan .............................101 9. Hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Kg)............................................102 10. Gambar hasil tangkapan famili Caesionidae.................................................104 11. Gambar hasil tangkapan famili Serranidae ...................................................105 12. Gambar hasil tangkapan famili Scaridae ......................................................107 13. Gambar hasil tangkapan famili Sepiidae ......................................................108 14. Gambar hasil tangkapan famili Pomacanthidae............................................109 15. Hasil tangkapan perikanan panah .................................................................110 16. Nilai hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Rp)....................................112 17. Tabel External Factor Evaluation ................................................................114 18. Tabel Internal Factor Evaluation .................................................................115 19. Perawatan alat ...............................................................................................116 20. Analisis keselamatan kerja operasi penangkapan ikan .................................118 21. Tabel selam U.S. Navy untuk selam rekreasi/olahraga ................................119 22. Dokumentasi penelitian.................................................................................120 vii viii DAFTAR ISTILAH Alat dasar selam : Merupakan peralatan utama yang dipakai untuk snorkeling yang terdiri dari : 1) Masker selam : Alat untuk membantu melihat di bawah air. Mata manusia tidak bisa melihat dengan jelas apabila terjadi kontak langsung dengan air. 2) Snorkel : Alat untuk membantu bernafas, digunakan di permukaan. 3) Fin : Dipakai di kaki, merupakan alat untuk mempermudah gerakan (berenang) baik di permukaan maupun di bawah air. Alat SCUBA : Merupakan alat yang membantu penyelam untuk bernafas di bawah permukaan air. Menyelam SCUBA biasanya dilakukan untuk rekreasi, kompetisi atau beberapa pekerjaan bawah air. Barotrauma : Kerusakan fisik pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh perbedaan tekanan antara ruang udara di dalam tubuh dengan lingkungan sekitarnya Catch per Unit Effort (CPUE) : Hasil tangkapan per unit upaya. Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) : Tata cara pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab. Tata cara ini dibuat oleh FAO, kemudian dapat diacu oleh negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Dead air space : Daerah atau ruangan atau tempat dimana udara terperangkap dan tidak bersirkulasi. Decompression (Dekompresi) : Dalam konteks penyelaman, SCUBA atau menggunakan suplai udara lainnya, berasal dari penurunan tekanan lingkungan yang dialami oleh penyelam ketika naik ke permukaan pada akhir penyelaman, mengacu pada berkurangnya tekanan dan proses yang memungkinkan gas inert terlarut dalam organ tubuh. Gas-gas ini dapat membentuk gelembung dalam jaringan tubuh penyelam jika konsentrasinya terlalu tinggi dan/atau ketika ix kecepatan naik ke permukaan yang terlalu tinggi. Gelembung tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan yang dikenal sebagai penyakit dekompresi. Decompression Sickness – DCS (Penyakit dekompresi) : Dikenal juga sebagai penyakit penyelam, adalah suatu kondisi yang timbul dari gas terlarut dalam jaringan tubuh menjadi gelembung pada saat tekanan lingkungan turun. DCS paling sering merujuk kepada salah satu bahaya penyelaman SCUBA, tetapi dapat juga dialami oleh para pekerja tambang di bawah perut bumi. Free-diving (selam bebas) : Merupakan salah satu bentuk penyelaman yang tidak menggunakan bantuan alat SCUBA maupun suplai udara eksternal lainnya. Penyelam bebas mengandalkan kekuatan nafasnya untuk menyelam sampai kembali ke permukaan. Kegiatan selam bebas ini diantaranya dilakukan untuk snorkeling, fotografi, memanah ikan (spearfishing) dan kompetisi apnea. Hypothermia (hipotermia) : Suatu kondisi dimana suhu inti tubuh turun di bawah suhu yang dibutuhkan untuk metabolisme dan fungsi-fungsi tubuh yang normal, yaitu 35° C (95° F). Suhu tubuh normal biasanya dipertahankan konstan pada suhu antara 36,5 – 37,5° C (98 – 100° F) melalui homeostasis biologis atau termoregulasi. Jika tubuh terpapar suhu dingin dan mekanisme dalam tubuh tidak dapat menggantikan panas yang hilang, maka penurunan temperatur inti terjadi. Gejala awal yang umum timbul seperti menggigil dan kebingungan mental. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka akan terjadi penurunan rasio detak jantung, rasio nafas, tekanan darah, dan metabolisme tubuh lainnya. Ikan lain (Mayor Famili) : Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae Labridae, Apogonidae dll.). Ikan indikator : Merupakan jenis-jenis ikan penentu kondisi terumbu karang karena ikan ini erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari Famili Chaetodontidae (kepe-kepe). x Ikan target : merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan kosumsi, seperti; Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae Labridae (Chelinus, Himigymnus, choerodon) dan Haemulidae. Kapal perikanan : Kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Lung over-expansion injuries : Cedera yang disebabkan oleh menahan nafas pada saat naik ke permukaan. Hukum Boyle menyatakan bahwa, volume berbanding terbalik dengan tekanan. Itu berarti, jika mengambil napas saat menyelam kemudian naik, udara di paru-paru akan bertambah volumenya seiring dengan berkurangnya tekanan. Jika menahan nafas, udara yang bertambah volumenya tersebut terperangkap di dalam paru-paru, sehingga dapat memecahkan alveoli paru-paru, kemudian udara keluar dari paru-paru dan masuk ke dalam organ tubuh. Gejala umum dari lung over-expansion injuries diantaranya adalah mati rasa, kehilangan pendengaran, kehilangan penglihatan, kehilangan suara, nyeri dada, kesulitan bernapas, pingsan, dan bahkan kematian. Lung overexpansion injuries timbul dalam empat cara, yaitu : 1) Arterial Gas Embolism (AGE). Dalam kasus ini, udara masuk ke dalam aliran darah dan terus ikut mengalir sampai ke kapiler kecil menuju otak dimana gelembung udara tersebut menutup aliran darah. Hasilnya adalah stroke. AGE ini dapat menyebabkan kelumpuhan, kerusakan otak, dan bahkan kematian. 2) Mediastinal Emphysema. Kondisi ini terjadi ketika udara berkumpul dalam rongga yang mengelilingi jantung. Hal ini menambah tekanan pada jantung dan dapat mengakibatkan gagal jantung. 3) Pneumothorax. Terjadi ketika gelembung udara masuk ke dalam rongga pleura di luar paru-paru. Kondisi ini menyebabkan nyeri dada dan dapat mengakibatkan terhentinya funsi paru-paru. xi 4) Subcutaneous Emphysema. Merupakan manifestasi cedera lung overexpansion yang paling tidak berbahaya. Dalam hal ini, udara berkumpul dalam jaringan tubuh di bawah kulit, biasanya sekitar bahu dan leher. Menyebabkan kulit seperti terkena alergi dan gatal. Konservasi sumberdaya ikan : Upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan. Nelayan : Orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut : (i) Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. (ii) Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan ikan, nelayan kategori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain. (iii) Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan. No-Decompression Limit (NDL) : Batas waktu penyelaman tanpa dekompresi. NDL bervariasi pada setiap kedalaman penyelaman dan penyelaman ke-berapa yang dilakukan pada hari itu. Seorang penyelam yang menyelam lebih lama dari batas tanpa dekompresi tidak boleh naik langsung ke permukaan, tetapi harus berhenti berkala selama waktu tertentu dan pada beberapa kedalaman tertentu saat ia naik ke permukaan untuk meminimalisir risiko terkena penyakit dekompresi. Pengelolaan perikanan : Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan xii perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Penyelaman bebas (freediving) : Bentuk penyelaman yang tidak melibatkan penggunaan peralatan selam SCUBA atau perangkat pernapasan eksternal lainnya, tetapi lebih mengandalkan pada kemampuan penyelam untuk menahan nafasnya sampai kembali ke permukaan. Prakteknya termasuk pada perikanan panah, fotografi, kejuaraan selam bebas, dan snorkeling. SCUBA : Self-Contained Underwater Breathing Apparatus. Merupakan salah satu alat bantu pernafasan untuk melakukan kegiatan penyelaman. Speargun (panah, KEPMEN 06 2010) : Senapan yang didesain untuk melontarkan sebilah anak panah, biasanya digunakan di bawah permukaan air untuk menembak ikan. The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) : Disebut juga Konvensi Hukum Laut atau Hukum Perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi PBB tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III) yang berlangsung dari tahun 1973 sampai tahun 1982. Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam pengelolaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk kegiatan komersial, konservasi lingkungan, dan pengelolaan sumberdaya alam laut. Wildlife Conservation Society (WCS) : Merupakan sebuah organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang konservasi margasatwa dan lingkungan. Organisasi ini berkantor pusat di New York, Amerika Serikat. WCS melakukan kegiatan-kegiatan konservasi di Indonesia sejak tahun 1965, kemudian pada tahun 1991 dibentuklah The Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCSIP). Sejak tahun 2002 WCS-IP mulai melakukan kegiatan-kegiatan konservasi di Kepulauan Karimunjawa. xiii Wetsuit : Pakaian yang biasanya terbuat dari neoprene. Umumnya dikenakan oleh peselancar, penyelam, windsurfer, dan olahraga air lainnya. Berfungsi untuk menjaga panas tubuh, mencegah gesekan benda yang dapat menggores kulit dan menambah daya apung. Sifat isolasi tergantung pada gelembung-gelembung gas pada neoprene, yang mengurangi kemampuannya untuk menghantarkan panas. Gelembung tersebut juga membuat wetsuit mempunyai kerapatan rendah, sehingga menambah daya apung di dalam air. Sumber : FAO 1995, UU No. 45 2009, KEPMEN No. KEP.06/MEN/2010, KKP 2010, TERANGI 2004, wcs.or.id, en.wikipedia.org/wiki/Free-diving, www.doalasvegas.com/html/diving_injuries.html, xiv 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008 perikanan tangkap dan budidaya menghasilkan 142 juta ton ikan. Produksi perikanan tangkap dunia mencapai 90 juta ton dan relatif stabil dalam satu dekade terahir. Cina, Peru dan Indonesia adalah tiga besar produsen perikanan tangkap dunia (FAO, 2010). Berpijak pada kondisi itulah, Indonesia bertekad untuk menjadi negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015. Tekad tersebut didasari fakta bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan melimpah dan beragam, serta area budidaya yang dapat dipacu untuk meningkatkan produksi perikanan nasional. Pemanfaatan sumberdaya perikanan sangat tergantung pada potensi, kelimpahan, produksi, dan juga permintaan pasar atas sumberdaya tersebut. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di suatu perairan sebaiknya difokuskan pada komoditas perikanan unggulan wilayah perairan tersebut sehingga dapat menjadi keunggulan kompetitif dibandingkan wilayah lainnya. FAO telah menetapkan Code of Conduct for Responsible Fisheries, dalam ketentuan tersebut, FAO merekomendasikan negara-negara anggotanya untuk menerapkan konsep penggunaan teknologi penangkapan ikan yang bertanggungjawab yakni selektif, rendah hasil tangkapan sampingan dan tidak merusak lingkungan. Penggunaan teknologi penangkapan ikan yang tidak tepat selain dapat merusak kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan perairan juga dapat mengurangi efisiensi penangkapan ikan. Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kabupaten Jepara yang ditetapkan sebagai kawasan taman nasional pada tahun 1988. Jika ditinjau dari sisi kebijakan pembangunan, baik pada lingkup Provinsi Jawa Tengah maupun Kabupaten Jepara, diketahui bahwa fungsi utama yang akan dikembangkan di wilayah Kepulauan Karimunjawa adalah fungsi konservasi, budidaya, wisata alam/bahari serta kegiatan sosial kemasyarakatan. 2 Kegiatan utama pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Karimunjawa meliputi penangkapan ikan, budidaya, dan pariwisata. Kerusakan habitat terumbu karang di Karimunjawa terjadi karena adanya praktek pengambilan karang hidup untuk aquarium, karang mati untuk bahan bangunan, penangkapan ikan hias dengan bahan beracun dan ikan karang dengan bahan peledak. Panah (speargun) merupakan salah satu alat tangkap yang cukup produktif yang dioperasikan oleh nelayan di Kepulauan Karimunjawa. Target penangkapan perikanan panah adalah jenis-jenis ikan karang seperti kakap, kerapu, ekor kuning. Nelayan panah juga menangkap ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan marlin serta beberapa jenis ikan lainnya. Penggunaan panah cukup menimbulkan kontroversi, baik dikalangan nelayan maupun pada komunitas masyarakat lainnya. Nelayan panah sering menghadapi potensi konflik dengan nelayan alat tangkap lainnya mereka memanah semua ikan yang mempunyai nilai ekonomis. Potensi konflik juga datang dari, diantaranya komunitas penyelam SCUBA yang melarang para penyelam untuk melakukan aktivitas menangkap ikan dengan panah (spearfishing). Bahkan otoritas perikanan Australia melarang penggunaan SCUBA dalam perikanan panah komersial, karena dapat mengganggu kelestarian sumberdaya ikan. Nelayan panah disinyalir menangkap semua jenis ikan yang bernilai ekonomis, termasuk jenis-jenis ikan yang dilindungi. Penggunaan alat bantu pernafasan (SCUBA, hookah dan lain-lain) pada perikanan panah di Indonesia secara luas masih dilakukan nelayan, oleh karena itu nelayan panah menghadapi risiko kesehatan yang besar. Nelayan seringkali mengabaikan kaidah-kaidah baku penyelaman sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit penyelaman yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan bahkan dapat merenggut nyawa nelayan tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Nelayan panah memanah semua jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis. Hal ini menimbulkan keluhan dari nelayan alat tangkap lain, karena jumlah hasil tangkapan mereka menurun. Kegiatan perikanan panah belum diatur dengan jelas serta belum diketahui tingkat keramahan lingkungannya. Melihat kondisi ini 3 penelitian tentang perikanan panah perlu dilakukan agar memenuhi tatalaksana perikanan yang bertangggung jawab (CCRF). Pendekatan dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries diharapkan dapat menjelaskan unit perikanan panah sebagai alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan bisa mengidentifikasikan lebih jelas lagi mengenai metode operasinya secara lengkap, sehingga dapat meredam potensi konflik yang ada. Selain itu, operasi perikanan panah dilakukan dengan menyelam memiliki potensi bahaya yang belum teridentifikasi, oleh karena itu diperlukan suatu standar keselamatan minimum dalam operasi penangkapan ikan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan potensi risiko dan kondisi yang tidak terduga. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengidentifikasi dan mendeskripsikan perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa. 2) Menentukan status perikanan panah berdasarkan CCRF. 3) Menentukan strategi pengembangan perikanan panah. 4) Mengidentifikasi risiko kerja pada kegiatan perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah optimasi operasi perikanan panah supaya lebih efektif dan efisien sehingga kualitas kehidupan nelayan dapat meningkat. 1.5 Kerangka Pemikiran Alat tangkap yang ramah lingkungan merupakan suatu keharusan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan dan menjadi salah satu syarat untuk menjaga sumberdaya agar tetap lestari. Sejauh ini pengoperasian panah sebagai alat penangkapan ikan telah menimbulkan perbedaan pendapat dengan nelayan alat penangkapan ikan lainnya, seperti nelayan muroami, nelayan jaring insang, nelayan pancing dan nelayan bubu. 4 Hal ini tentunya memerlukan kajian lebih lanjut mengenai penggunaan dan pengelolaan alat tangkap panah secara lebih dalam supaya dapat diketahui akar permasalahan dan solusi dari masalah tersebut. Oleh sebab itu sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya, harus diketahui apakah panah termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan dari berbagai aspek. Operasi penangkapan ikan dengan panah berisiko cukup tinggi. Nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan dengan cara menyelam. Apabila nelayan melakukan penyelaman tanpa mengikuti prosedur penyelaman yang baku, maka akan meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit penyelaman yang bersifat langsung maupun laten, dan berpotensi mengancam keselamatan nelayan tersebut. Berdasarkan tabel selam U.S. Navy untuk selam rekreasi/olahraga, penyelaman yang dilakukan pada kedalaman lebih dari 10 meter dengan waktu penyelaman yang lama (lebih dari 300 menit) dapat menimbulkan penyakit penyelaman, seperti keracunan nitrogen (nitrogen narcosis) dan penyakit dekompresi yang menimbulkan gejala-gejala seperti kepala pusing, kesemutan, pegal-pegal pada persendian dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Sejauh ini nelayan perikanan panah melakukan operasi penangkapan ikan pada kisaran kedalaman 2 – 30 meter, dengan kisaran waktu penyelaman selama 60 – 180 menit, selain itu operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan panah menimbulkan perselisihan dengan nelayan alat tangkap ikan lainnya. Penerapan prosedur penyelaman yang baku sangat penting dilakukan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan nelayan. Faktor-faktor ekonomi dalam usaha perikanan panah juga perlu ditelaah. Apabila ternyata usaha perikanan panah tidak menguntungkan secara ekonomi, maka perlu dilakukan perbaikan sehingga usaha perikanan panah dapat menguntungkan secara ekonomi. Akhirnya panah menjadi alat tangkap yang lebih ramah lingkungan, aman untuk dioperasikan serta usaha perikanan panah juga menguntungkan secara ekonomi. 5 Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah Masalah : Status ramah lingkungan perikanan panah Keselamatan kerja operasi penangkapan perikanan panah Identifikasi risiko Identifikasi perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa Pengolahan data Analisis Deskriptif Komparatif: Ramah lingkungan (CCRF) SWOT Keselamatan kerja (JSA) Strategi pengembangan perikanan panah Perikanan panah yang aman, ramah lingkungan dan menguntungkan Gambar 1 Kerangka pemikiran perikanan panah yang aman, ramah lingkungan dan menguntungkan. 6 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Panah Berdasarkan KEPMEN No. KEP.06/MEN/2010 tentang alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, alat tangkap speargun ini disebut panah. Termasuk ke dalam kelompok alat penangkapan ikan menjepit dan melukai (grappling and wounding). FAO dalam jurnal FAO Fisheries Technical Paper : Definition and Classification of Fishing Gear Categories mengkategorikan alat tangkap panah ini ke dalam kelompok grappling and wounding gear. Subani dan Barus (1988) mengelompokkan alat tangkap panah ke dalam kelompok “lain-lain alat penangkap ikan” dengan istilah rifle (senapan ikan). Dewasa ini perikanan panah menggunakan alat yang lebih modern dan efektif yaitu speargun. Speargun adalah senapan yang didesain untuk melontarkan sebilah anak panah, biasanya digunakan di bawah permukaan air untuk memanah ikan. Anak panah dilontarkan dari senapan dengan menggunakan tali karet atau udara bertekanan. Perikanan panah bisa dilakukan dengan cara menyelam, baik menggunakan alat bantu pernafasan (SCUBA diving dan hookah) maupun tanpa alat bantu pernafasan (free-diving). Kegiatan memanah ikan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi nelayan, terutama nelayan di perairan tropis dengan menggunakan peralatan snorkeling. Kegiatan memanah ikan juga dilakukan untuk tujuan rekreasi (sport spearfishing) (www.wikipedia.org). Metode dan lokasi memanah ikan dengan penyelaman bebas, sangat beragam di seluruh dunia. Variasi yang terjadi tergantung pada spesies ikan target dan peralatan yang digunakan. Berikut beberapa tipe perikanan panah yang umum dilakukan di seluruh dunia (www.wikipedia.org). Menyelam dari pantai Menyelam dari pantai merupakan salah satu bentuk perikanan panah yang paling umum dilakukan, yaitu dengan cara masuk dan keluar air dari pantai dan kemudian melakukan perburuan. Biasanya dilakukan di sekitar ekosistem terumbu karang, tetapi juga dilakukan di sekitar daerah yang 8 berbatu, ekosistem kelp, dan daerah berpasir. Perburuan ikan dilakukan pada kedalaman 5 sampai 25 meter, tergantung pada lokasinya. Pada beberapa lokasi di Pasifik Selatan, para penyelam dihadapkan dengan kontur laut yang menurun tajam (drop-off) dari 5 meter sampai 30 atau bahkan 40 meter dengan jarak yang sangat dekat dari garis pantai. Hasil tangkapan cukup beragam, utamanya ikan karang, tapi seringkali ikan pelagis besar juga tertangkap dan bisa menjadi target khusus penangkapan ikan. Kantung penyimpanan ikan hasil tangkapan sebaiknya tidak dibawa atau diikatkan pada penyelam karena dapat mengganggu pergerakan penyelam di bawah air, khususnya ketika naik atau turun dari penyelaman yang cukup dalam. Membawa kantung ikan hasil tangkapan pada perairan yang banyak terdapat hiu sangat berbahaya karena dapat meningkatkan risiko serangan hiu. Sebaiknya kantung peenyimpanan ikan hasil tangkapan diikatkan pada sebuah pelampung, sehingga tidak mengganggu penyelam. Menggunakan perahu Perahu, kapal atau bahkan kayak dapat digunakan untuk mengakses daerah terumbu karang atau struktur di laut, seperti puncak gunung yang terpisah dari daratan. Struktur buatan manusia seperti rig pengeboran minyak dan alat pengumpul ikan (fish aggregating device - FAD) juga dapat menjadi lokasi menombak ikan. Seringkali perahu sangat dibutuhkan untuk mengakses lokasi-lokasi yang dekat dari pantai, tetapi tidak dapat diakses dari daratan. Metode dan peralatan yang digunakan pada perikanan panah yang dilakukan dengan menyelam dari perahu tidak berbeda dari penyelaman dari pantai atau perburuan lepas pantai, yaitu tergantung dari target ikan yang ada. Penataan alat tangkap panah di atas perahu yang sempit harus dilakukan secara hatihati dan sangat direkomendasikan untuk tidak memasang anak panah pada alat tangkap di atas perahu. Penyelaman dari perahu dilakukan hampir di seluruh dunia. Lokasi-lokasi favorit termasuk di kepulauan utara Selandia Baru (dengan target ikan yellow tail kingfish), rig pengeboran minyak teluk Florida (ikan cobia dan kerapu) dan di Great Barrier Reef (ikan wahoo dan dog-tooth tuna). FAD banyak juga digunakan untuk perikanan panah, seperti daerah penangkapan ikan laut 9 dalam di lepas pantai Cape Point (Cape Town, Afrika Selatan) yang banyak disinggahi yellowfin tuna. Perburuan lepas pantai Perburuan lepas pantai sangat disukai oleh para penombak ikan kawakan dan menjadi semakin populer beberapa tahun belakangan ini. Biasanya dilakukan di perairan yang sangat dalam dan jernih untuk mencari dan memburu ikanikan pelagis besar seperti marlin, tuna dan kuwe (giant trevally). Perikanan panah di lepas pantai sering dilakukan dengan cara menghanyutkan diri ; pengemudi kapal akan menurunkan para penyelam panah dan membiarkan mereka hanyut terbawa arus sejauh beberapa kilometer sampai akhirnya dijemput kembali. Perburuan di lepas pantai juga dilakukan hampir di seluruh dunia, tetapi lokasi favorit terdapat di Afrika Selatan dengan target penangkapan yellowfin tuna dan di Pasifik selatan (dog-tooth tuna). Tanpa menyelam Metode ini telah dikenal dan digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Seorang penombak ikan berjalan pelan di perairan yang dangkal dengan panah ditangan. Nelayan harus memperhitungkan refraksi cahaya dari permukaan air yang membuat ikan terlihat lebih dekat. Perairan yang dangkal dan tenang sangat mendukung keberhasilan menombak ikan dari atas permukaan air. Ketika perikanan panah dilakukan dengan menggunakan alat bantu pernafasan (SCUBA, hookah, dll) maka nelayan atau pelaku perikanan panah lainnya berisiko terkena penyakit yang berhubungan dengan penyelaman. Menurut Ariadno et al. (2003) potensi bahaya tersebut berasal dari suplai udara, teknik penyelaman (waktu penyelaman, alat yang digunakan, dan lain-lain), dan lingkungan (biota berbahaya, tekanan air, suhu, arus, gelombang, dan lain-lain). Untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan risiko tersebut, maka standar baku prosedur dan perencanaan penyelaman harus dilakukan dengan sungguhsungguh. Standar baku prosedur penyelaman tersebut diantaranya adalah : 10 Sebelum penyelaman dilakukan maka rencana penyelaman harus dibuat terlebih dahulu dan menyelamlah sesuai dengan rencana. Tidak boleh menyelam seorang diri; suatu kegiatan penyelaman harus dilakukan minimal oleh dua orang penyelam (buddy pair). Kecepatan naik dan turun maksimum 0,5 feet/detik. Tidak boleh menahan nafas selama penyelaman dilakukan. Tidak boleh menyelam melebihi batas kemampuan. Sementara itu rencana penyelaman yang harus disiapkan oleh para penyelam, diantaranya adalah : Tujuan penyelaman Penentuan lokasi penyelaman; termasuk tempat masuk/keluar dari kedalaman. Waktu penyelaman maksimum; sangat disarankan untuk melakukan penyelaman tanpa dekompresi (no decompression dive) Kedalaman maksimum yang direncanakan; kedalaman penyelaman ditentukan dengan memperhatikan penyelam dengan kemampuan dan pengalaman paling rendah. Apabila penyelaman dilakukan oleh lebih dari dua orang, maka pimpinan penyelaman (divemaster) menentukan pasangan penyelam (buddy pair). Rencana jumlah penyelaman untuk hari itu; apakah satu kali (single dive) atau beberapa kali penyelaman (repetitive dive). Apabila akan melakukan repetitive dive; maka penyelaman pertama dilakukan pada kedalaman yang paling dalam, kemudian penyelaman berikutnya pada kedalaman yang lebih dangkal. 2.2 Analisis Sistem Perikanan Panah Sistem perikanan secara umum paling tidak, terdiri dari beberapa kelompok sub-sistem (Charles, 2001) : Sistem alam Ikan Ekosistem Lingkungan biofisik 11 Sistem manusia Nelayan Sektor pasca-panen dan pembeli Rumah tangga perikanan dan masyarakat sekitar Lingkungan sosisal, ekonomi, dan budaya Sistem pengelolaan perikanan Kebijakan dan perencanaan perikanan Pengelolaan perikanan Pengembangan perikanan Penelitian perikanan Analisis sistem digunakan untuk memahami perilaku sistem, mengidentifikasi faktor-faktor penting keberhasilan sistem, permasalahan yang dihadapi dan alternatif solusi yang dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan. Tahap-tahap yang perlu dilakukan yaitu (Nurani, 2010) : 1) Analisis kebutuhan, merupakan permulaan pengkajian sistem. Analisis kebutuhan ditentukan berdasarkan kebutuhan pelaku sistem. Untuk keperluan analisis, terlebih dahulu dilakukan identifikasi pelaku secara selektif melalui pengamatan lapangan secara langsung, selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan pelaku melalui wawancara semi terstruktur. 2) Formulasi masalah, merupakan permasalahan-permasalahan spesifik yang dihadapi sistem yang menyebabkan sistem tidak dapat bekerja secara optimal. Formulasi masalah dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara semi terstruktur terhadap pelaku sistem. 3) Identifikasi sistem, merupakan gambaran sistem yang memperlihatkan rantai hubungan antara kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Identifikasi sistem digambarkan dalam bentuk diagram struktur sistem, diagram sebab-akibat (causal loop) dan diagram input-output. Analisis sistem merupakan penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan. 12 2.3 Tatalaksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries – CCRF) Munculnya tanda-tanda eksploitasi berlebih yang nyata pada beberapa spesies ikan penting, kerusakan ekosistem, kerugian ekonomis, dan isu-isu perikanan lainnya, yang semuanya itu mengancam eksistensi dunia perikanan dalam jangka panjang, yang pada gilirannya akan mengganggu kontribusi perikanan terhadap pasokan pangan dunia, menjadi perhatian yang serius pada berbagai forum internasional. Komite Perikanan FAO dalam pertemuan yang dilaksanakan pada bulan Maret 1991, mendiskusikan masalah-masalah tersebut dan merekomendasikan kepada FAO untuk mengembangkan konsep perikanan yang bertanggung jawab dan membuat sebuah tatalaksana (Code of Conduct) untuk masalah ini, selain itu ada beberapa masalah yang melatar belakangi penyusunan tatalaksana ini, diantaranya adalah : 1) Keprihatinan para pakar perikanan dunia terhadap usaha penangkapan ikan yang semakin tidak terkendali, sehingga akan mengancam sumberdaya ikan. 2) Masalah-masalah lingkungan. 3) Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing. 4) Ikan sebagai sumber pangan bagi penduduk dunia. 5) Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat. 6) Pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya yang tidak mencakup konservasi. Tujuan penyusunan tatalaksana ini diantaranya adalah : 1) Menetapkan azas yang sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan international) bagi penangkapan ikan dan kegiatan perikanan yang bertanggung jawab. 2) Menetapkan azas dan kriteria kebijakan. 3) Bersifat sebagai rujukan (himbauan). 4) Menjadikan tuntunan dalam setiap menghadapi permasalahan. 5) Memberi kemudahan dalam kerjasama teknis dan pembiayaan. 6) Meningkatkan kontribusi pangan. 7) Meningkatkan upaya perlindungan sumberdaya ikan. 8) Menggalakan bisnis perikanan sesuai dengan hukum. 13 9) Memajukan penelitian di bidang perikanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa topik yang kemudian diatur dalam tatalaksana ini, yaitu : 1) Pengelolaan perikanan; 2) Operasi penangkapan ikan; 3) Pengembangan akuakultur; 4) Integrasi perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir; 5) Penanganan, pasca panen, dan perdagangan; 6) Penelitian perikanan. CCRF merupakan tatalaksana pengelolaan perikanan yang dapat diacu oleh negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Prinsipprinsip umum CCRF antara lain: 1) Negara dan pemanfaat sumberdaya perairan harus mengkonservasi ekosistem perairan. 2) Pengelolaan perikanan harus mempromosikan pemeliharaan kualitas, keanekaragaman, dan ketersediaan sumberdaya perikanan untuk saat ini dan generasi berikutnya dalam hal ketahanan pangan, menurunkan angka kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. 3) Negara harus mencegah tangkapan berlebih dan kelebihan kapasitas tangkap serta harus menerapkan pengelolaan dengan pengaturan upaya penangkapan ikan harus setaraf dengan daya dukung sumberdaya perikanan dan kelestariannya. 4) Keputusan manajemen dan konservasi harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang ada dan pengetahuan tradisional tentang sumberdaya dan habitatnya seperti halnya pertimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan. 5) Negara dan organisasi manajemen regional harus sangat berhati-hati dalam usaha mengkonservasi, mengelola, dan memanfaatkan sumberdaya perairan dalam rangka melindungi dan memelihara sumberdaya tersebut dengan memperhatikan bukti ilmiah terbaik yang ada. 14 6) Alat tangkap dan operasi penangkapan ikan yang aman dan selektif terhadap lingkungan perlu dikembangkan dan diterapkan dalam rangka memelihara keanekaragaman hayati, mengkonservasi struktur populasi dan ekosistem serta menjaga kualitas ikan. 7) Pemanenan, penanganan, pengolahan, dan distribusi ikan dan produk-produk perikanan harus dilaksanakan dengan menjaga nilai gizi, mutu, dan keselamatan produk, mengurangi sampah hasil pengolahan dan meminimalisasi dampak terhadap lingkungan. 8) Semua habitat ikan yang kritis baik ekosistem air laut ataupun air tawar seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, laguna, daerah asuhan, dan pemijahan ikan harus diproteksi dan direhabilitasi. 9) Setiap negara harus memastikan bahwa kepentingan perikanan di masingmasing negara sudah mencakup konservasi, diperhitungkan sebagai multiple use daerah pesisir dan terintegrasi dalam pengelolaan pesisir secara terpadu. 10) Dengan memperhatikan kompetensi masing-masing negara terhadap hukum internasional dan aturan organisasi regional, masing-masing negara perlu memastikan tingkat kepatuhan dan penegakan hukum dalam kegiatan konservasi dan indikator pengelolaan serta menetapkan mekanisme yang efektif yang sesuai untuk memonitor dan mengontrol kapal panangkap ikan dan kapal pendukungnya. 11) Negara pemberi ijin penangkapan ikan harus melakukan kontrol yang efektif terhadap kapal yang diijinkan untuk memastikan kapal tersebut melaksanakan tata cara perikanan yang bertanggung jawab (CCRF). 12) Setiap negara, sesuai dengan hukum internasional dan kesepakatan organisasi regional dan internasional, harus memastikan kegiatan perikanan merupakan perikanan yang bertanggung jawab dan adanya kegiatan konservasi serta perlindungan sumberdaya perairan baik di dalam ataupun di luar yurisdiksi nasional masing-masing negara. 13) Setiap negara dalam menerbitkan kebijakan perikanan, harus menjamin proses-proses pembuatan kebijakan tersebut transparan dan sesuai dengan target yang telah ditentukan. Masing-masing negara harus memfasilitasi 15 seluruh komponen terkait dalam bidang perikanan dalam pengembangan kebijakan tersebut. 14) Perdagangan ikan dan produk perikanan di tingkat internasional harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh WTO dan lembaga internasional lainnya. 15) Setiap negara wajib bekerja sama untuk mencegah perselisihan di bidang perikanan. Setiap perselisihan antar negara diselesaikan secara tepat, damai, dan bersama-sama sesuai dengan perjanjian internasional atau perjanjian yang disepakati. 16) Setiap negara wajib mengkampanyekan kegiatan perikanan bertanggung jawab melalui pendidikan dan pelatihan. Negara wajib menjamin keterlibatan nelayan dalam merumuskan kebijakan dan implementasi perikanan yang bertanggung jawab. 17) Setiap negara harus memastikan semua sarana dan prasarana perikanan memperhatikan keamanan, kesehatan, dan keadilan yang sesuai standar internasional. 18) Setiap negara wajib memperhatikan nelayan skala kecil, artisanal, dan subsisten dengan pertimbangan sumbangan sektor tersebut terhadap tenaga kerja, pendapatan, dan ketahanan pangan. 19) Setiap negara harus memperhatikan kegiatan budidaya perikanan untuk menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan. Implementasi tatalaksana ini terutama pada bidang : 1) Fisheries management (pengelolaan perikanan) Memperhatikan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam merencanakan pemanfaatan sumberdaya ikan. Menetapkan kerangka hukum-kebijakan. Menghindari ghost fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang terbuang/terlantar. Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan negara. Memperhatikan kelestarian lingkungan. 16 2) Fishing operations (Operasi Penangkapan Ikan). Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih. Pengaturan sistem perijinan penangkapan ikan. Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS). 3) Aquaculture development (Pembangunan Akuakultur) Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya . Melindungi ekosistem akuatik. Menjamin keamanan produk budidaya. 4) Integration of fisheries into coastal area management (Integrasi Perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir) Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya ikan di kawasan pesisir beserta tingkat pemanfaatannya. 5) Post-harvest practices and trade (Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan). Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga sertifikasi. Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah. Mengembangkan perdagangan produk perikanan. Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen. 6) Fisheries research (Penelitian Perikanan) Pengembangan penelitian. Pengembangan pusat data hasil penelitian. Aliansi kelembagaan internasional. Kewajiban tatalaksana yang harus dipenuhi oleh : 1) Negara Mengambil langkah precautionary (hati-hati) dalam rangka melindungi atau membatasi penangkapan ikan sesuai dengan daya dukung sumberdaya. Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring, control, surveillance, dan law enforcement. 17 Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari. 2) Pengusaha Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan perikanan. Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin pelaksanaan peraturan. Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas di atas kapal untuk para peneliti. 3) Nelayan Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara benar. Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan pengelolaan. Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama pengelolaan, dan Berkoordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan perikanan. 2.4 Analisis Pengembangan Perikanan Panah Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) yang terdapat dalam suatu kegiatan. Hal ini melibatkan penentuan tujuan kegiatan dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang menguntungkan dan tidak menguntungkan untuk mencapai tujuan itu. Kekuatan : karakteristik kegiatan atau pelaku kegiatan yang memberikan keuntungan. Kelemahan (atau Keterbatasan) : karakteristik yang menempatkan pelaku kegiatan dalam kerugian. Peluang : kesempatan eksternal untuk meningkatkan kinerja (misalnya membuat keuntungan yang lebih besar) di lingkungan sekitar. 18 Ancaman : unsur eksternal dalam lingkungan yang dapat menyebabkan masalah. Identifikasi SWOT sangat penting karena langkah-langkah berikutnya dalam proses perencanaan untuk pencapaian tujuan yang dipilih mungkin diturunkan dari analisis SWOT ini. Pertama, para pembuat keputusan harus menentukan apakah tujuan dapat dicapai. Jika tujuannya tidak dapat dicapai, maka tujuan yang berbeda harus dipilih dan proses SWOT diulang. Analisis SWOT sering digunakan dalam dunia akademis untuk menyoroti dan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hal ini terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi strategi untuk pengembangan. Salah satu cara memanfaatkan SWOT adalah dengan mencocokkan dan merubah. Mencocokkan digunakan untuk mencari keunggulan kompetitif dengan cara mencocokkan kekuatan dengan kesempatan. Merubah adalah menerapkan strategi untuk mengubah kelemahan atau ancaman menjadi kekuatan atau peluang, contoh strategi merubah adalah mencari pasar baru. Jika ancaman atau kelemahan dalam kegiatan tidak dapat dirubah maka harus dicoba untuk meminimalkan atau menghindarinya. Tujuan dari setiap analisis SWOT adalah untuk mengidentifikasi faktorfaktor internal dan eksternal kunci yang penting untuk mencapai tujuan. Kelompok informasi kunci analisis SWOT dibagi ke dalam dua kategori utama: 1) Faktor internal (Internal Factor) : Kekuatan dan kelemahan internal organisasi. 2) Faktor eksternal (External Factor) : Peluang dan ancaman dari luar lingkungan terhadap organisasi. Faktor internal dapat dilihat sebagai kekuatan atau kelemahan tergantung pada dampaknya terhadap tujuan kegiatan. Hal-hal yang dapat mewakili kekuatan yang berkaitan dengan satu tujuan mungkin menjadi kelemahan untuk tujuan lain. Faktor-faktor tersebut dapat berupa : personil, keuangan, kemampuan pembuatan dan sebagainya. Faktor eksternal dapat berupa hal-hal seperti keadaan makro ekonomi, perubahan teknologi, legislasi, perubahan sosial budaya, serta perubahan pasar atau posisi kompetitif. Hasilnya sering disajikan dalam bentuk matriks (http://en.wikipedia. org/wiki/SWOT_analysis). 19 Gambar 2 Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004) Sebuah perkiraan tentang lingkungan eksternal cenderung difokuskan pada apa yang terjadi di luar organisasi atau pada bidang yang belum tentu mempengaruhi strategi, tetapi dapat saja mempengaruhi strategi, baik secara positif maupun negatif. Gambar di atas merangkum beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan baik faktor internal maupun faktor eksternal (Start and Hovland, 2004). 2.5 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA) Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja adalah dengan menetapkan dan menyusun prosedur pekerjaan dan melatih semua pekerja untuk menerapkan metode kerja yang efisien dan aman. Menyusun prosedur kerja yang benar merupakan salah satu keuntungan dari menerapkan JSA yang meliputi mempelajari dan membuat laporan setiap langkah pekerjaan, identifikasi bahaya pekerjaan yang sudah ada atau potensi bahaya yang mungkin timbul (baik kesehatan maupun keselamatan), dan menentukan jalan terbaik untuk mengurangi dan/atau mengeliminasi bahaya tersebut. JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya yang : Mungkin diabaikan dalam tata letak pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja, dan proses kerja. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personel. 20 Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai. JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja yang dapat diidentifikasi, dianalisa, dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam penerapan JSA : Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan yang berpotensi dapat menyebabkan bahaya serius. Menentukan bagaimana metode mengontrol bahaya. Membuat bahan tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf lainnya. Bertemu dengan pelatih dari lembaga terkait untuk mengembangkan prosedur dan aturan kerja yang spesifik untuk setiap pekerjaan. Keuntungan dari melaksanakan JSA adalah : Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja efisien. Membuat kontak keselamatan pekerja. Mempersiapkan pengamatan keselamatan yang terencana. Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru. Memberikan instruksi pre-job untuk pekerjaan yang berisiko tinggi. Meninjau prosedur kerja setelah kecelakaan terjadi. Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan metode kerja. Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja. Penyelia dapat mempelajari pekerjaan yang mereka pimpin. Partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat kerja. Mengurangi absen pekerja. Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah. Meningkatkan produktivitas. Adanya sikap positif terhadap keselamatan (www.batikyogya.files. wordpress.com/2007/07/job-safety-analysis.doc). Oleh karena itu JSA merupakan sebuah prosedur yang membantu penerapan prinsip dan praktek keselamatan dan kesehatan pada suatu pekerjaan tertentu. Pada prakteknya, setiap tahap pekerjaan diidentifikasi untuk mengetahui potensi bahaya yang mungkin timbul dan untuk merekomendasikan cara paling aman untuk melakukan pekerjaan tersebut. 21 Manfaat pengembangan JSA akan terlihat dalam tahap persiapan. Proses analisis dapat mengidentifikasi bahaya yang sebelumnya tidak terdeteksi dan meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan untuk personil yang terlibat dalam pekerjaan tersebut. Meningkatnya kesadaran akan keselamatan dan kesehatan kerja, komunikasi yang baik antara pekerja dan pengawas, dan prosedur kerja yang aman dapat diterima dengan baik. Secara khusus, JSA akan membantu dalam menyelesaikan investigasi kecelakaan kerja secara komprehensif (www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/job-haz.html). 22 23 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 – November 2011 yang bertempat di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Peta kepulauan Karimunjawa disajikan pada Gambar 3. Proses pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Keselamatan Kerja dan Observasi Bawah Air, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan pendekatan sistem di lapangan. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis berdasarkan aspek-aspek yang terkait. 3.3 Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : (1) jumlah unit perikanan panah; (2) ikan hasil tangkapan; (3) komposisi ikan hasil tangkapan; (4) biaya operasi penangkapan ikan; (5) harga jual ikan hasil tangkapan; (6) nelayan perikanan panah; dan (7) informasi mengenai metode operasi penangkapan ikan. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara kepada 14 orang nelayan panah yang mewakili 14 unit kapal panah yang ada di Karimunjawa dan dari WCS – Indonesia Program. 3.4 Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : 3.4.1 Deskripsi unit perikanan panah Deskripsi unit penangkapan ikan digunakan untuk menggambarkan secara terperinci keadaan unit perikanan panah di perairan Kepulauan Karimunjawa. Deskripsi secara rinci meliputi unit penangkapan ikan, ikan hasil tangkapan, metode operasi penangkapan ikan, serta nilai ikan hasil tangkapan. 24 Sumber : WCS Gambar 3 Peta kepulauan Karimunjawa 25 3.4.2 Analisis sistem perikanan panah Perikanan panah di Karimunjawa merupakan sistem yang cukup kompleks sehingga metode pendekatan masalah yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan sistem. Metode ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan, memformulasi masalah, dan mengidentifikasi sistem untuk menghasilkan operasi sistem yang dianggap efisien. Langkah-langkah dalam pendekatan sistem, yaitu: 1) Analisis kebutuhan Pada analisis kebutuhan, langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dari pihak-pihak (pelaku) yang terkait dalam sistem. 2) Formulasi masalah Formulasi masalah yaitu mendefinisikan masalah secara spesifik sehingga dapat menemukan alternatif pemecahan masalah. Formulasi masalah dapat ditentukan dari informasi yang didapat selama identifikasi sistem. Penelitian yang dilakukan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk merumuskan masalah. 3) Identifikasi sistem Dalam mengidentifikasi suatu sistem, diperlukan informasi mengenai keterkaitan antar elemen yang saling berhubungan dalam sistem tersebut. Untuk mengidentifikasi sistem diperlukan diagram sebab akibat (causal loop) yang dapat memperlihatkan keterkaitan antar elemen. Kemudian dibuat diagram kotak gelap (black box) yang menginformasikan input-output yang ada pada suatu sistem dan parameter yang membatasi. 3.4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF Analisis ini dilakukan untuk mengetahui status perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa apakah termasuk dalam kategori ramah lingkungan atau tidak berdasarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Terdapat beberapa aspek yang perlu dikaji terhadap suatu unit penangkapan ikan, sehingga unit penangkapan ikan tersebut dapat dikatakan mendukung CCRF. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah : 26 1) Aspek biologi Menjamin konservasi spesies target. Menjamin konservasi spesies yang ada pada ekosistem tersebut atau terkait atau tergantung pada spesies target; meminimumkan hasil tangkapan non-target, sampingan dan yang dibuang, baik ikan maupun non-ikan. Mencegah lebih tangkap atau penangkapan ikan yang melebihi kapasitas. 2) Aspek teknologi Unit penangkapan ikan selektif Aman digunakan Mudah digunakan Produktif 3) Aspek ekonomi Menguntungkan 4) Aspek sosial Persepsi nelayan alat tangkap lain terhadap nelayan panah Tidak menimbulkan konflik sosial Tidak berisiko tinggi atau tidak membahayakan keselamatan jiwa nelayan 5) Aspek lingkungan Unit penangkapan ikan tidak merusak lingkungan atau ekosistem; tidak menangkap di habitat kritis seperti hutan bakau dan terumbu karang 6) Aspek pasca panen Proses penanganan, pengolahan dan distribusi hasil tangkapan mempertahankan nilai gizi, mutu dan keamanan ikan dan produk perikanan 7) Aspek hukum Unit penangkapan ikan legal atau tidak dilarang untuk dioperasikan Tidak menangkap biota yang dilindungi Dalam operasinya mematuhi peraturan yang berlaku. 27 3.4.4 Analisis pengembangan perikanan panah Analisis berpengaruh SWOT dalam digunakan untuk pengembangan menentukan perikanan faktor-faktor tangkap. Analisis yang ini menggambarkan peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal yang dihadapi oleh perikanan tangkap dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal yang dimilikinya. Analisis SWOT ini pada dasarnya berpatokan dengan logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan dan strategi berkaitan dengan tujuan pengembangan perikanan tangkap. Menurut Rangkuti (2006), pembuatan analisis SWOT dibutuhkan analisis terhadap faktor internal dan eksternal. Analisis internal dan eksternal ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation). Penyusunan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan merinci seluruh kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE dan peluang dan ancaman pada matriks EFE. Pemberian nilai untuk tiap-tiap faktor diberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perikanan panah di Karimunjawa (Rangkuti, 2006). Skala peringkat yang digunakan untuk matriks EFE, antara lain: 1 = rendah 2 = sedang 3 = tinggi 4 = sangat tinggi Skala peringkat yang digunakan untuk matriks IFE, antara lain: 1 = sangat lemah 2 = lemah 3 = kuat 4 = sangat kuat Nilai dari bobot dan nilai dikalikan pada tiap-tiap faktor dan hasil dari perkalian tersebut dijumlahkan secara vertikal agar mendapatkan total skor pembobotan. Hasil dari pembobotan dan nilai ditampilkan dalam bentuk tabel, seperti disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. 28 Tabel 1 Matriks External Factor Evaluation Faktor strategis eksternal Peluang: 1. 2. : Ancaman: 1. 2. : Total Sumber: David (2003). Tabel 2 Bobot Nilai Nilai Terbobot Nilai Nilai Terbobot Matriks Internal Factor Evaluation Faktor strategis internal Kekuatan: 1. 2. : Kelemahan: 1. 2. : Total Sumber: David (2003). Bobot Menurut David (2003), seberapa banyak pun faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, akan menghasilkan jumlah nilai terbobot berkisar dari 1,0 yang terendah sampai dengan 4,0 yang tertinggi, dan 2,5 sebagai rata-rata. Total nilai rata-rata terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga wilayah utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda. Pertama, sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan membangun. Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif paling sesuai untuk bagian ini. Kedua, sel III, V, atau VII pendekatan terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga dan mempertahankan strategi, penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi umum yang biasa digunakan. Ketiga, resep umum untuk sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau mengalihkan. Organisasi yang sukses, mampu mencapai portofolio bisnis diposisikan pada atau sekitar sel I dalam Matriks IE. 29 TOTAL NILAI IFE YANG DIBERI BOBOT Tumbuh dan membangun Kuat 3,0-4,0 Rata-rata Lemah 1,0-1,99 2,0-2,99 4,0 3,0 2,0 1,0 Tinggi 3,0TOTAL NILAI Sedang EFE 2,0-2,99 YANG DIBOBOT I II III IV V VI VIII IX 3,0 2,0 Rendah 1,0-1,99 VII 1,0 Pertahankan dan pelihara Gambar 4 Panen dan divestasi Matriks internal- eksternal (David, 2003) Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis. 1) Strategi SO (strength-opportunity) Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran suatu perikanan tangkap, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2) Strategi ST (strength-threat) Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. 3) Strategi WO (weakness-opportunity) Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 30 4) Strategi WT (weakness-threat) Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks SWOT disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Matriks Strengths Weaknesses Opportunities Threats Internal Kekuatan (strength) Eksternal Kelemahan (weakness) Peluang (opportunities) Strategi SO : Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi WO : Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Ancaman (threats) Strategi ST : Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi WT : Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Empat set kemungkinan strategi di atas, dapat dikaitkan dengan setiap faktor internal dan eksternal, sehingga peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh suatu organisasi dapat dikaitkan dengan kelemahan dan kekuatan internalnya. Model perumusan strategi dapat dilihat pada Gambar 5. Analisis Internal Perumusan Pernyataan Misi Mengembangkan Alternatif Strategi Alternatif Strategi Analisis Eksternal Gambar 5 Model perumusan strategi (Nurani, 2008). 3.4.5 Analisis keselamatan kerja (Job Safety Analysis – JSA) JSA dilakukan setelah setiap tahapan dalam operasi perikanan panah diidentifikasi secara rinci, termasuk peralatan dan bahan-bahan yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan tersebut. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui potensi bahaya yang mungkin timbul pada setiap tahap operasi 31 penangkapan ikan dan untuk merekomendasikan metode yang paling aman untuk melakukan operasi penangkapan ikan tersebut. Empat langkah awal dalam melakukan JSA adalah: memilih pekerjaan yang akan dianalisis menguraikan pekerjaan kedalam suatu urutan langkah-langkah mengidentifikasi potensi bahaya menentukan langkah-langkah preventif untuk mengatasi bahaya-bahaya tersebut. Idealnya, semua tahap pekerjaan harus dikenakan JSA. Dalam beberapa kasus ada kendala praktis yang ditimbulkan oleh jumlah waktu dan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan JSA. Pertimbangan lain adalah bahwa setiap JSA akan membutuhkan revisi ketika terjadi perubahan pada peralatan, bahan baku, proses, atau lingkungan. Untuk alasan ini, biasanya diidentifikasi pekerjaan mana yang harus dianalisis terlebih dahulu. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas untuk analisis pekerjaan meliputi: Frekuensi kecelakaan dan tingkat keparahan : pekerjaan di mana kecelakaan sering terjadi atau jarang terjadi namun menghasilkan cedera parah. Potensi cedera atau penyakit parah : konsekuensi dari suatu kecelakaan, kondisi berbahaya, atau paparan zat berbahaya yang berpotensi menimbulkan cedera dan atau penyakit parah. Pekerjaan baru : karena kurangnya pengalaman dalam pekerjaan ini, bahaya mungkin tidak jelas atau tidak diantisipasi. Modifikasi pekerjaan : bahaya baru mungkin berhubungan dengan perubahan dalam prosedur pekerjaan. Pekerjaan yang jarang dilakukan : pekerja mungkin berada pada risiko lebih besar ketika melakukan pekerjaan yang tidak rutin. Setelah pekerjaan dipilih untuk analisis, tahap berikutnya adalah mengurai pekerjaan menjadi langkah-langkah. Langkah pekerjaan didefinisikan sebagai segmen dari operasi yang diperlukan untuk memajukan pekerjaan. Kehati-hatian harus diambil agar tidak membuat langkah-langkah terlalu umum. Akan tetapi, jika terlalu rinci, akan ada terlalu banyak langkah. Sebuah aturan menjadi praktis 32 ketika sebagian besar pekerjaan dapat digambarkan kurang dari sepuluh langkah. Jika langkah lanjutan diperlukan, pekerjaan dapat dibagi menjadi dua segmen, masing-masing dengan JSA yang terpisah, atau menggabungkan langkah-langkah yang sesuai. Hal penting untuk diingat adalah untuk menjaga langkah-langkah dalam urutan yang benar. Setiap urutan langkah yang salah dapat menghilangkan potensi bahaya yang serius atau menimbulkan bahaya baru. Setiap langkah dicatat berdasarkan urutan. Buatlah catatan tentang apa yang dilakukan bukan bagaimana hal itu dilakukan. Setiap komponen analisis dimulai dengan kata kerja. Langkah pekerjaan dicatat di kolom sebelah kiri, potensi bahaya dituliskan pada kolom tengah tabel, diberi nomor untuk mencocokkan dengan langkah pekerjaan, seperti disajikan pada Tabel 4 : Tabel 4 No Lembar kerja analisis keselamatan kerja Urutan Langkah Kerja Potensi Bahaya / Kecelakaan Tindakan Pencegahan 1 2 3 ... Sumber : http://www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/job-haz.html#tphp 33 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unit Perikanan Panah 4.1.1 Kapal Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan (UU No. 45 2009, tentang perubahan UU No. 31 2004 tentang Perikanan). Kegiatan perikanan merupakan mata pencaharian utama penduduk Karimunjawa. Terdapat lima kelompok alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan, yaitu : jaring insang, pancing, muroami, bubu (perangkap) dan panah. Unit perikanan panah di Karimunjawa berjumlah 14 unit kapal, salah satu gambar kapal panah disajikan pada Gambar 6. Sebagian besar, sembilan unit kapal, merupakan milik pribadi nelayan, sedangkan lima unit lainnya milik juragan. Gambar 6 Kapal perikanan panah dengan alat bantu kompresor di Karimunjawa Nelayan panah Karimunjawa menggunakan kapal kayu sebagai sarana penangkapan ikan. Umumnya berukuran 12 x 2 x 0,8 meter (p x l x t) dilengkapi rumah-rumah (wheel house) tempat nakhoda mengendalikan kapal. Mesin penggerak kapal yang digunakan adalah mesin diesel inboard dengan daya 16 – 34 23 PK. Kapasitas palka bervariasi dari mulai 0,5 sampai 2 ton, lebih lengkap disajikan pada Lampiran 1. Kompresor sebagai alat bantu penangkapan ikan umunya diletakkan di bagian belakang kapal di bawah dek, selain itu ada juga nelayan yang meletakkan kompresornya di atas dek di bagian depan kapal. Gambar 7 General arrangement kapal panah Karimunjawa Kapal panah Karimunjawa tidak dilengkapi dengan alat-alat keselamatan standar, seperti kotak P3K, life jacket dan life ring. Kondisi ini dapat membahayakan keselamatan nelayan apabila terjadi keadaan darurat. Alat-alat dan lampu navigasi juga tidak terdapat di atas kapal, apalagi radio komunikasi. Perlengkapan navigasi tersebut, selain berguna untuk menginformasikan posisi kepada kapal lain, juga kegiatan apa yang sedang dilakukan. Penggunaan lampu-lampu dan peralatan navigasi tersebut merupakan bagian yang penting dalam keamanan dan keselamatan pelayaran. Peraturan pelayaran lainnya juga harus ditaati oleh nelayan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 4.1.2 Alat Tangkap Alat tangkap panah yang digunakan nelayan Karimunjawa terbuat dari batang kayu, logam atau bahan lainnya yang mempunyai satu atau lebih bagian runcing/tajam, pengoperasiannya dengan cara mencengkram, mengait/menjepit, melukai, dan/atau membunuh sasaran tangkap, seperti disajikan pada Gambar 8. 35 Pengoperasian alat ini dilakukan di permukaan, kolom maupun dasar perairan untuk menangkap ikan pelagis maupun demersal. Alat tangkap panah yang digunakan oleh nelayan di Karimunjawa terdiri dari senapan (gun) yang terbuat dari kayu dengan tali karet yang terpasang untuk melontarkan anak panah (spear) yang terbuat dari bahan logam tahan karat. Alat bantu utama penangkapan ikan yang digunakan nelayan panah adalah kompresor, senter kedap air dan masker selam. Beberapa alat bantu lainnya juga digunakan oleh nelayan untuk mendukung operasi penangkapan ikan. Alat-alat tersebut diantaranya adalah fin (kaki katak), coral boot, sarung tangan, wetsuit (pakaian untuk menghambat penurunan panas tubuh) dan pemberat. Gambar 8 Alat tangkap panah Kompresor digunakan untuk menyuplai udara bagi nelayan yang menyelam untuk memanah ikan. Kompresor yang digunakan nelayan merupakan modifikasi jenis kompresor yang biasa dipakai untuk mengisi ban kendaraan bermotor dengan menambahkan saringan (filter) udara. Udara yang dipompakan kompresor dialirkan dengan selang kemudian dihirup oleh nelayan. Suhu udara yang dihirup masih cukup panas karena melewati mesin kompresor. Mayoritas nelayan panah di Karimunjawa menyelam tanpa menggunakan fins, mereka hanya menggunakan coral boot atau bertelanjang kaki. 4.1.3 Nelayan Jumlah ABK masing-masing unit penangkapan ikan adalah empat sampai delapan orang. Mayoritas nelayan panah adalah penduduk asli Karimunjawa, beberapa nelayan merupakan pendatang dari Jepara. Nelayan perikanan panah 36 merupakan nelayan penuh, mereka menggantungkan kehidupannya dari memanah ikan. Tingkat pendidikan nelayan panah masih relatif rendah, kebanyakan nelayan mengenyam pendidikan sekolah sampai tingkat SMP, bahkan ada yang hanya tamat SD. Usia nelayan panah berkisar antara 16 tahun sampai 50 tahun, mayoritas berusia antara 30 tahun sampai 35 tahun. Sistem bagi hasil yang lazim diterapkan pada perikanan panah di Karimunjawa adalah satu bagian untuk nakhoda, satu bagian untuk nelayan serta dua bagian untuk kapal dan kompresor. Pendapatan rata-rata nelayan, dengan sistem bagi hasil seperti ini, berkisar antara Rp 50.000 sampai Rp 150.000 per trip. Satu bulan, nelayan panah rata-rata melakukan 20 kali trip, maka pendapatan nelayan berkisar antara satu juta sampai tiga juta rupiah. Sistem bagi hasil disajikan pada Lampiran 2. 4.1.4 Metode operasi penangkapan ikan Operasi penangkapan ikan nelayan panah merupakan operasi penangkapan one night trip, dalam satu minggu nelayan melakukan lima sampai enam kali trip. Nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan hampir sepanjang tahun, nelayan tidak berangkat melaut ketika terang bulan, serta ketika kondisi cuaca yang buruk. Kondisi cuaca buruk biasanya terjadi pada bulan Desember sampai bulan Januari, yang merupakan puncaknya musim angin barat. Nelayan mulai berangkat melaut pada sore hari sekitar jam 15.00 – 16.00. Operasi penangkapan ikan dilakukan pada malam hari, selama 7 sampai 14 jam, tergantung jumlah ikan yang tertangkap, kemudian pulang sekitar jam 5 pagi. Waktu operasi penangkapan ikan nelayan panah lebih jelas disajikan pada Lampiran 3. Sesampainya di daerah penangkapan ikan, nelayan masuk ke air, membawa alat tangkap (panah) kemudian menyelam menggunakan suplai udara dari kompresor dan membawa senter kedap air sebagai sumber cahaya. Selama operasi penangkapan ikan, satu orang nelayan bertugas sebagai operator kompresor, sedangkan nelayan yang lainnya menyelam untuk memanah ikan. Nelayan melakukan satu kali penyelaman selama 60 sampai 180 menit, dalam satu trip mereka melakukan maksimum dua kali penyelaman, dengan jarak 37 antar waktu penyelaman antara 60 sampai 120 menit. Kedalaman penyelaman berkisar antara 2 sampai 30 meter. Nelayan panah Karimunjawa, selain menyelam menggunakan bantuan kompresor untuk suplai udara, ada juga yang melakukan penyelaman bebas (freediving) untuk memanah ikan. Nelayan panah yang melakukan operasi penangkapan ikan dengan menyelam bebas, tidak menggunakan kapal dalam operasi penangkapan ikan. Mereka memanah ikan pada siang hari di daerah terumbu karang yang tidak jauh dari pantai. Perbekalan, selain BBM dan es, dibutuhkan nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Perbekalan tersebut umumnya berupa makanan, air mineral, susu, rokok dan baterai. Biaya operasi penangkapan ikan umumnya berasal dari juragan, lebih jelas disajikan pada Lampiran 4. 4.1.5 Daerah penangkapan ikan Target penangkapan perikanan panah adalah jenis-jenis ikan karang, oleh karena itu daerah ekosistem terumbu karang dan sekitarnya merupakan daerah penangkapan ikan bagi nelayan panah. Daerah penangkapan ikan nelayan panah Karimunjawa tersebar hampir di seluruh wilayah Kepulauan Karimunjawa, dari Pulau Nyamuk di barat sampai Pulau Genting di timur Karimunjawa dan dari Pulau Bengkoang di utara sampai Pulau Menjangan Kecil di selatan. Nelayan panah Karimunjawa tidak ada yang melakukan operasi penangkapan ikan di luar wilayah kecamatan Karimunjawa. Peta daerah penangkapan ikan nelayan panah disajikan pada Lampiran 5. Kekayaan jenis ikan karang di Karimunjawa relatif tinggi. Hal ini disebabkan oleh habitat terumbu karang Karimunjawa yang didominasi karang tepi dan gosong karang dengan dinamika oseanografi yang tidak terlalu ekstrim (Ardiwijaya, et al., 2010). Substrat dasar perairan tempat nelayan panah menangkap ikan kebanyakan berupa patahan karang (rubble) dan pasir. Kedalaman perairan tempat nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan berkisar antara 2 meter sampai 30 meter. Jarak dari pantai umumnya antara 50 meter sampai 100 meter, jarak daerah penangkapan ikan terjauh dari pantai terdapat di Pulau Genting, yaitu sekitar 2 mil. Daerah-daerah penangkapan ikan perikanan panah, lebih jelas disajikan pada Lampiran 6. Hasil wawancara dengan 38 nelayan menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap di daerah penangkapan ikan tersebut adalah ikan ekor kuning, dengan kondisi jumlah sumberdaya ikan sedang sampai banyak. 4.1.6 Upaya penangkapan ikan Bulan November 2009, dilakukan 85 kali trip penangkapan ikan oleh nelayan panah, yang merupakan trip paling banyak pada periode November 2009 – Desember 2010. Upaya paling sedikit dilakukan pada bulan Desember 2010, yaitu hanya 17 kali trip. Upaya rata-rata yang dilakukan nelayan panah hampir mencapai 42 kali trip per bulan. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan sangat dipengaruhi oleh jumlah trip penangkapan ikan yang dilakukan. Upaya penangkapan ikan perikanan panah lebih jelas disajikan pada Gambar 9. Jumlah trip penangkapan ikan tersebut merupakan akumulasi dari 14 unit perikanan panah yang beroperasi di Karimunjawa pada periode November 2009 – Desember 2010. Trip Upaya Perikanan Panah per Bulan 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 85 63 59 50 43 43 41 32 41 23 32 32 21 17 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun09 09 10 10 10 10 10 10 Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 9 Fluktuasi jumlah upaya (trip) penangkapan ikan per bulan pada periode November 2009 – Desember 2010. Nelayan panah melakukan upaya penangkapan ikan hampir sepanjang tahun. Nelayan tidak berangkat melaut pada saat kondisi terang bulan, cuaca buruk, serta karena alasan-alasan lainnya, seperti kondisi kesehatan, melayat, hajatan, dan hari raya. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, periode bulan Juli sampai September merupakan musim paceklik, dimana ikan susah ditemukan, sehingga trip penangkapan ikan juga tidak banyak dilakukan. 39 4.1.7 Hasil tangkapan perikanan panah Perikanan panah menghasilkan tangkapan sampingan yang sedikit karena ikan yang ditangkap hanya ikan yang diinginkan oleh nelayan, biasanya merupakan ikan-ikan yang bernilai ekonomis. Pada prakteknya, operasi penangkapan ikan dengan menggunakan panah lebih mudah menangkap ikan berukuran besar, karena ikan-ikan yang cukup besar cenderung lebih nyaman dengan kehadiran penyelam dibandingkan dengan ikan-ikan kecil, selain itu ikan besar lebih mudah terlihat dari jarak tertentu. Target penangkapan nelayan panah pada umumnya adalah ikan-ikan karang. Terdapat 65 spesies ikan dari 21 famili yang tertangkap oleh nelayan panah. Total ikan hasil tangkapan semua unit perikanan panah pada periode November 2009 sampai Desember 2010 adalah seberat 38.769,4 kg. Rata-rata hasil tangkapan dalam sebulan selama periode tersebut adalah seberat 2.769,14 kg. Hasil tangkapan terbanyak dihasilkan pada bulan November 2009, yaitu seberat 7.244 kg, sedangkan hasil tangkapan paling sedikit terjadi pada bulan Desember 2010 yaitu seberat 733,7 kg. Fluktuasi hasil tangkapan perikanan panah disajikan pada Gambar 10. Hasil Tangkapan per Bulan Hasil Tangkapan (Kg) 12,000 10,000 8,000 7,244.0 6,000 4,508.7 4,000 2,856.1 4,218.8 2,871.9 2,943.0 2,676.8 1,722.6 2,000 3,003.5 1,479.9 1,394.8 0 1,601.2 1,512.9 733.7 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 10 Fluktuasi hasil tangkapan (kg) per bulan pada periode November 2009 – Desember 2010. 40 Tren penurunan hasil tangkapan ikan tidak hanya dialami oleh nelayan panah. Hasil yang serupa juga dialami oleh nelayan alat tangkap lainnya yang beroperasi di Karimunjawa, seperti pancing, jaring insang, muroami, dan bubu. Perikanan non-panah (pancing, jaring insang, muroami, dan bubu) menghasilkan ikan seberat 64.196 kg pada periode November 2009 – Desember 2010. Jumlah hasil tangkapan ikan per bulan dari kegiatan perikanan non-panah di Karimunjawa mengalami tren penurunan, seperti disajikan pada Gambar 11. Hasil Tangkapan Perikanan non-Panah per Bulan Hasil Tangkapan (Kg) 12,000 10,000 8,000 11,300.8 9,858.4 8,052.8 5,683.9 6,000 4,000 4,236.2 3,966.8 4,122.0 2,042.5 2,000 3,429.2 2,732.2 1,830.9 2,564.0 2,772.6 1,603.7 0 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 11 Fluktuasi hasil tangkapan (kg) perikanan non-panah per bulan pada periode November 2009 – Desember 2010. Tren penurunan hasil tangkapan ikan yang terjadi pada perikanan panah dan non-panah dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan biomasa dan kelimpahan ikan karang di perairan Karimunjawa. Penelitian Ardiwijaya et al. (2010) menyatakan bahwa kondisi biomasa dan kelimpahan ikan karang di Karimunjawa pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 25,5% bila dibandingkan dengan survei pada tahun 2007, lebih lengkap disajikan pada Lampiran 7. Penurunan biomasa dan kelimpahan tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kerusakan habitat, daya resiliensi ekosistem, dan tekanan kegiatan perikanan tangkap. Berdasarkan data kondisi ekosistem terumbu karang di Karimunjawa tahun 2009 (Ardiwijaya et al. 2010), persentase penutupan karang keras mengalami peningkatan, yang menunjukkan adanya 41 perbaikan habitat ikan karang. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor terbesar dalam penurunan nilai biomasa dan kelimpahan ikan karang adalah berasal dari tekanan perikanan. Upaya penangkapan ikan yang dilakukan hampir sepanjang tahun melebihi laju rekrutmen stok sumberdaya ikan, sehingga menyebabkan stok sumberdaya ikan menurun. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka dikhawatirkan kondisi lebih tangkap akan terjadi. 4.1.8 Hasil tangkap per unit upaya (CPUE) Untuk menentukan suatu pola pengelolaan perikanan di Karimunjawa, tentu tidak cukup hanya dengan menggunakan CPUE perikanan panah saja. CPUE semua alat penangkapan ikan yang beroperasi di Kepulauan Karimunjawa harus diketahui, dengan standarisasi satuan upaya tiap alat tangkap ikan yang digunakan. Perikanan panah pada periode waktu November 2009 sampai Desember 2010 menghasilkan ikan seberat 38.767,9 kg dari jumlah upaya sebanyak 582 trip. Jumlah upaya tersebut merupakan akumulasi dari semua unit perikanan panah, upaya penangkapan ikan lebih lengkap dijelaskan pada Lampiran 8. CPUE kemudian dihasilkan dari data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan. CPUE rata-rata satu unit perikanan panah adalah 63,27 kg/trip. CPUE terbesar dihasilkan nelayan pada bulan November 2009, yaitu sebesar 85,22 kg/trip. Nilai CPUE yang didapat merupakan hasil bagi dari hasil tangkapan ikan dengan jumlah trip pada bulan tersebut. Untuk bulan November 2009, hasil tangkapan dan jumlah trip yang dilakukan merupakan hasil tangkapan paling banyak dan upaya yang paling sering dilakukan. Bulan Desember 2010, hasil tangkapan dan upaya yang dilakukan nelayan paling sedikit dibandingkan bulan lainnya, hal ini menghasilkan nilai CPUE paling kecil, yaitu 43,16 kg/trip. Nilai CPUE perikanan panah Karimunjawa per bulan disajikan pada Gambar 12. 42 CPUE (Kg/Trip) CPUE per Bulan 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 85.22 71.51 70.47 71.57 71.78 66.79 65.78 62.25 53.83 69.66 60.07 50.04 43.16 43.59 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 12 Fluktuasi CPUE perikanan panah Karimunjawa per bulan Tren penurunan CPUE perikanan panah mengindikasikan terjadinya penurunan kelimpahan stok sumberdaya ikan karang sebagai target penangkapan ikan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian dari otoritas perikanan di Karimunjawa agar sumberdaya ikan tetap lestari sehingga menjamin keberlanjutan kegiatan perikanan. 4.1.9 Komposisi hasil tangkapan Famili Caesionidae mendominasi hasil tangkapan perikanan panah dengan hasil tangkapan sebesar 76,34 % atau seberat 29.595,4 kg dari total hasil tangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sumberdaya ikan karang dari famili Caesionidae sangat dominan bila dibandingkan dengan ikan-ikan karang dari famili lainnya yang terdapat di perairan Karimunjawa. Hasil tangkapan paling sedikit adalah famili Kyphosidae yaitu seberat 0,5 kg atau hanya sekitar 0,001 % dari total tangkapan, lebih jelas disajikan pada Gambar 13. 43 Komposisi Hasil Tangkapan Sepiidae, 0.85 Scaridae, 7.92 Serranidae, 11.08 Pomacanthidae, 0.83 Lainnya, 2.98 Caesionidae, 76.34 Gambar 13 Komposisi hasil tangkapan per famili pada periode November 2009 – Desember 2010. Total hasil tangkapan diluar famili Caesionidae adalah seberat 9.172,5 kg, atau sebesar 23,66 %. Hasil tangkapan terbesar setelah famili Caesionidae berturut-turut adalah famili Serranidae, Scaridae, Sepiidae dan Pomacanthidae masing-masing sebesar 11,08 % (4.297,2 kg), 7,92 % (3.068,5 kg), 0,85 % (329,8 kg) dan 0,83 % (322,6 kg), lebih jelas disajikan pada Lampiran 9. 4.1.9.1 Hasil tangkapan famili Caesionidae Ikan hasil tangkapan dari famili Caesionidae pada periode November 2009 sampai Desember 2010 mencapai 29.595,4 kg. Spesies ikan dari famili Caesionidae yang tertangkap diantaranya adalah ekor kuning (Caesio cuning), dan pisang-pisang (Caesio caerulaureus), gambar ikan ekor kuning dan pisang-pisang disajikan pada Lampiran 10. Mukminin, et. al. (2006) dan Kartawijaya, Prasetia dan Yulianto (2007) menyatakan bahwa, hasil tangkapan ikan dari semua jenis alat tangkap yang dioperasikan di perairan Karimunjawa didominasi oleh ikan-ikan dari famili Caesionidae. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kegiatan perikanan di Karimunjawa termasuk perikanan ekor kuning, hal inilah yang membuat ikan famili Caesionidae juga mendominasi hasil tangkapan nelayan panah 44 Hasil tangkapan tertinggi dihasilkan pada bulan November 2009 seberat 5.547,4 kg dan terendah seberat 490,2 kg pada bulan Desember 2010, seperti disajikan pada Gambar 14. Rata-rata hasil tangkapan adalah seberat 2.114 kg per bulan. Caesionidae Hasil Tangkapan (Kg) 6,000 5,547.4 5,000 4,000 3,587.5 3,000 2,149.7 2,997.5 2,238.3 2,351.5 2,246.5 2,000 2,309.3 1,509.9 1,162.1 1,000 1,037.3 1,245.0 723.2 490.2 0 Nov- Dec- Jan- Feb- M ar- Apr- M ay- Jun09 09 10 10 10 10 10 10 Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 14 Fluktuasi hasil tangkapan famili Caesionidae per bulan Ikan-ikan dari famili Caesionidae merupakan kelompok ikan target penangkapan bagi nelayan panah di Karimunjawa. Ikan-ikan ini memakan zooplankton di sekitar daerah terumbu karang pada siang hari dan merupakan perenang yang aktif. Mereka berlindung di daerah terumbu karang pada malam hari (Fishbase.org). Fluktuasi hasil tangkapan dari famili Caesionidae per bulan cukup tinggi. Salah satu penyebabnya adalah cuaca buruk yang membuat nelayan tidak bisa melaut, sehingga mempengaruhi jumlah upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Famili Caesionidae merupakan pemakan zooplankton, oleh sebab itu keberadaan dan jumlahnya di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh zooplankton. Famili Caesionidae biasanya ditemukan dalam schooling dan dengan kepadatan yang cukup tinggi. Tingkah laku seperti ini memudahkan nelayan panah Karimunjawa untuk memanah ikan dari famili Caesionidae di malam hari. 45 4.1.9.2 Hasil tangkapan famili Serranidae Famili Serranidae menghasilkan ikan kedua terbanyak setelah famili Caesionidae dengan jumlah total tangkapan seberat 4.297,2 kg. Hasil tangkapan pada bulan November 2009 adalah seberat 914,4 kg, merupakan hasil tangkapan tertinggi untuk famili Serranidae. Bulan Desember 2010 menghasilkan tangkapan paling sedikit yaitu seberat 122,8 kg, dengan rata-rata hasil tangkapan seberat 306,9 kg per bulan. Fluktuasi hasil tangkapan famili Serranidae lebih jelas disajikan pada Gambar 15. Terdapat 18 spesies ikan dari famili Serranidae yang tertangkap oleh alat tangkap panah, diantaranya adalah kerapu macan (Plectropomus oligachantus), kerapu karet (Epinephelus ongus), sunuk ireng (Plectropomus areolatus), kleke karang (Cephalopholis miniata) dan ikan lengak (Anyperodon leucogrammicus). Gambar ikan hasil tangkapan dari famili Serranidae disajikan pada Lampiran 11. Hasil Tangkapan (Kg) Serranidae 1,000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 914.4 576.3 423.9 348.5 347.0 226.4 148.1 292.0 164.4 189.0 187.2 178.4 122.8 178.8 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 15 Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Serranidae per bulan Ikan-ikan dari famili Serranidae merupakan ikan crespular, yaitu ikan-ikan yang aktif diantara siang dan malam hari dan merupakan ikan target penangkapan. Famili Serranidae ini merupakan jenis ikan soliter biasanya bersembunyi di guagua atau di bawah karang. Ikan ini dapat mencapai panjang 2 m dengan berat sampai 200 kg. Jenis ikan ini tergolong karnivora, yaitu memakan ikan-ikan kecil, udang dan crustacea (TERANGI, 2004). 46 Tren hasil tangkapan famili Serranidae ini cenderung menurun. Ikan-ikan dari famili ini cenderung soliter dan tidak melakukan migrasi. Nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan pada daerah penangkapan ikan yang cenderung sama. Hal ini menjadi salah satu indikasi bahwa jumlah sumberdaya ikan mulai berkurang. 4.1.9.3 Hasil tangkapan famili Scaridae Hasil tangkapan nelayan panah Karimunjawa dari famili Scaridae adalah ikan mameng (Bolbometopon muricatum), mogo (Chlorurus microrhinos), dan iwak putih (Hipposcarus longiceps), gambar ikan lebih jelas pada Lampiran 12. Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan panah dari famili Scaridae pada bulan November 2009 adalah seberat 486,9 kg, yang merupakan hasil tangkapan tertinggi. Hasil tangkapan ikan terendah dihasilkan pada bulan September 2010 yaitu seberat 39 kg, seperti disajikan pada Gambar 16. Jumlah total hasil tangkapan adalah seberat 3.068,5 kg, dengan rata-rata seberat 219,2 kg per bulan. Scaridae Hasil Tangkapan (Kg) 600 500 486.9 479.8 400 300 359.2 357.3 289.8 241.1 200 213.0 131.0 135.8 100 92.1 107.9 39.0 65.9 69.7 0 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 16 Fluktuasi hasil tangkapan famili Scaridae per bulan Famili Scaridae (Parrotfishes) merupakan jenis ikan diurnal yang aktif di siang hari. Banyak terdapat di daerah terumbu karang terutama di Samudera Atlantik, Hindia dan Pasifik. Biasanya ditemukan bergerombol di daerah terumbu karang (TERANGI, 2004). Ikan-ikan ini termasuk ikan herbivora, mereka 47 memakan karang keras untuk mengambil alga. Alga inilah yang menjadi makanan ikan-ikan Scaridae (Fishbase.org). 4.1.9.4 Hasil tangkapan famili Sepiidae Sepiidae terdiri dari 3 genera dengan lebih dari 100 spesies. Hidup hampir di semua perairan dari dekat permukaan sampai kedalaman ribuan meter. Sotong merupakan makanan utama di daerah Mediterania dan Asia Timur yang kaya akan kalsium dan protein, tetapi rendah energi dan merupakan sumber kolesterol (http://id.wikipedia.org/wiki/Sotong). Ikan yang tertangkap di perairan Karimunjawa dari famili Sepiidae hanya satu spesies, yaitu sotong/blukutak (Sepia sp.). Gambar Sepia sp. lebih jelas pada Lampiran 13. Famili Sepiidae yang tertangkap oleh nelayan panah pada periode November 2009 sampai Desember 2010 adalah seberat 329,8 kg. November 2009 menghasilkan hasil tangkapan ikan tertinggi, yaitu seberat 57,6 kg, sementara pada bulan September, Oktober dan Desember 2010 nelayan panah tidak berhasil menangkap sotong satu ekor pun, seperti disajikan pada Gambar 17. Sepiidae Hasil Tangkapan (Kg) 70 57.6 60 46.9 50 48.7 40 43.6 37.2 37.9 30 28.6 15.3 20 10 7.1 6.1 0.0 0.0 0.8 0.0 0 Nov- Dec- Jan09 09 10 Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep10 10 10 10 10 10 10 Oct- Nov- Dec10 10 10 Bulan Gambar 17 Fluktuasi hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan 4.1.9.5 Hasil tangkapan famili Pomacanthidae Ikan-ikan ini banyak hidup di daerah tropis terutama di daerah terumbu karang sekitar Samudera Atlantik, Hindia (http://en.wikipedia.org/wiki/Pomacanthidae). dan bagian Pomacanthidae barat Pasifik (Angelfishes) merupakan kelompok ikan yang aktif di siang hari (diurnal), seperti Caesionidae 48 ikan-ikan dari famili Pomacanthidae juga termasuk ke dalam ikan mayor famili yang jumlahnya di daerah terumbu karang cukup banyak. Biasanya dijadikan sebagai ikan hias karena warnanya yang mencolok dan cantik. Ikan dewasa berukuran 30 – 39 cm, memakan berbagai jenis alga, telur ikan dan sponge (TERANGI, 2004). Hanya satu spesies ikan dari famili Pomacanthidae yang tertangkap oleh nelayan panah, yaitu ikan kambing-kambing (Pomacanthus sexstriatus). Gambar ikan kambing-kambing lebih jelas pada Lampiran 14. Bulan November 2009 nelayan panah tidak berhasil menangkap ikan kambing-kambing. Hasil tangkapan ikan tertinggi dihasilkan pada bulan Februari 2010, yaitu seberat 78,9 kg, seperti disajikan pada Gambar 18. Jumlah total hasil tangkapan dari famili Pomacanthidae selama periode November 2009 sampai Desember 2010 adalah seberat 322,6 kg. Hasil Tangkapan (Kg) Pomacanthidae 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 78.9 41.9 34.5 35.1 30.6 26.9 14.0 13.1 14.1 11.8 5.5 10.3 5.9 0.0 Nov- Dec- Jan09 09 10 Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep10 10 10 10 10 10 10 Oct- Nov- Dec10 10 10 Bulan Gambar 18 Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Pomacanthidae per bulan 4.1.10 Nilai hasil tangkapan Tempat pelelangan ikan yang terdapat di Karimunjawa sudah tidak berfungsi lagi, sehingga nelayan panah menjual ikan hasil tangkapannya ke pengumpul ikan. Umumnya pengumpul ikan tersebut merupakan pemberi modal bagi nelayan panah untuk melakukan operasi penangkapan ikan (lebih lengkap disajikan pada Lampiran 15). Kondisi ini menyebabkan akses pasar untuk mendapatkan harga yang lebih baik, bagi nelayan panah menjadi sangat terbatas. 49 Nilai hasil tangkapan perikanan panah di Karimunjawa pada periode November 2009 sampai Desember 2010 adalah Rp. 452.024.904. Rata-rata nilai hasil tangkapan perikanan panah di Karimunjawa adalah Rp. 32.894.400,29. Fluktuasi nilai hasil tangkapan perikanan panah di Karimunjawa disajikan pada Gambar 19. Nilai Hasil Tangkapan (Rp) Nilai Hasil Tangkapan per Bulan 120,000,000 99,655,900 100,000,000 80,000,000 58,545,000 60,000,000 47,600,354 40,000,000 29,481,400 31,855,300 31,373,700 28,866,700 19,189,350 8,496,700 35,436,400 20,000,000 17,030,350 13,409,050 18,467,500 21,113,900 0 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 19 Fluktuasi nilai hasil tangkapan per bulan pada periode November 2009 – Desember 2010 Nilai hasil tangkapan terbesar dihasilkan pada bulan November 2009, yaitu Rp. 99.655.900, sedangkan nilai hasil tangkapan ikan terkecil dihasilkan pada bulan Desember 2010, yaitu Rp. 8.496.700. Sebagian besar dari jumlah tersebut (71,62 %) dihasilkan famili Caesionidae yaitu senilai Rp. 323.731.300. Famili Nemipteridae menghasilkan nilai hasil tangkapan paling sedikit, yaitu Rp. 2.000 atau sebesar 0,0004 % dari total nilai hasil tangkapan, lebih lengkap disajikan pada Lampiran 16. Famili Serranidae mengikuti, setelah Famili Caesionidae, dengan jumlah nilai hasil tangkapan senilai Rp. 96.805.100 atau 21,42 %. Nilai hasil tangkapan ikan terbesar berturut-turut, setelah famili Serranidae, adalah famili Scaridae Rp. 14.821.150 (3,28 %), famili Sepiidae Rp. 5.918.600 (1,31 %), dan famili Pomacanthidae Rp. 1.687.700 (0,37 %), seperti disajikan pada Gambar 20. 50 Nilai Hasil Tangkapan Scaridae, 14,821,150 Sepiidae, 5,918,600 Pomacanthidae, 1,687,700 Serranidae, 96,805,100 Lainnya, 9,061,054 Caesionidae, 323,731,300 Gambar 20 Nilai hasil tangkapan ikan per famili pada periode November 2009 – Desember 2010 4.1.10.1 Nilai hasil tangkapan famili Caesionidae Total nilai hasil tangkapan famili Caesionidae adalah Rp. 323.731.300, dengan rata-rata per bulan senilai Rp. 23.527.942,86. Nilai hasil tangkapan terbesar dihasilkan pada bulan November 2009, yaitu Rp. 70.737.900, sedangkan nilai hasil tangkapan ikan terkecil, yaitu Rp. 5.659.900 dihasilkan pada bulan Desember 2010. Lebih jelas fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Caesionidae disajikan pada Gambar 21. 51 Caesionidae Nilai Hasil Tangkapan (Rp) 80,000,000 70,000,000 70,737,900 60,000,000 50,000,000 45,787,000 40,000,000 29,562,500 21,584,000 23,158,500 30,000,000 20,000,000 10,000,000 25,203,500 21,477,500 26,843,500 13,607,700 14,308,800 12,037,400 7,218,500 5,659,900 12,204,500 0 Nov- Dec09 09 Jan10 Feb10 Mar- Apr10 10 May10 Jun- Jul-10 Aug10 10 Sep10 Oct10 Nov- Dec10 10 Bulan Gambar 21 Fluktuasi nilai hasil tangkapan Famili Caesionidae per bulan 4.1.10.2 Nilai hasil tangkapan famili Serranidae Nilai total hasil tangkapan famili Serranidae yang dihasilkan perikanan panah adalah Rp. 96.805.100. Nilai hasil tangkapan terbesar dihasilkan pada bulan November 2009, yaitu Rp. 24.542.100, dengan nilai hasil tangkapan terkecil dihasilkan pada bulan Desember 2010, yaitu Rp. 2.112.900. Rata-rata nilai hasil tangkapan ikan famili Serranidae adalah Rp. 7.065.571.43. Lebih jelas nilai hasil tangkapan famili Serranidae pada periode November 2009 sampai Desember 2010 disajikan pada Gambar 22. Serranidae Nilai Hasil Tangkapan (Rp) 30,000,000 25,000,000 24,542,100 20,000,000 13,405,950 15,000,000 10,000,000 5,000,000 3,407,700 0 5,651,250 6,079,900 9,670,800 6,566,050 3,199,300 4,683,000 5,179,900 4,361,600 2,112,900 3,631,250 6,426,300 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 22 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Serranidae per bulan 52 4.1.10.3 Nilai hasil tangkapan famili Scaridae Famili Scaridae menempati urutan ketiga terbesar dalam urutan nilai hasil tangkapan terbanyak, dengan nilai total hasil tangkapan Rp. 14.821.150. Rata-rata nilai hasil tangkapan ikan per bulan adalah sebesar Rp. 1.087.146,43. Nilai hasil tangkapan ikan terbesar dihasilkan pada bulan Maret 2010, yaitu Rp. 2.746.500, sedangkan nilai hasil tangkapan ikan terkecil dihasilkan pada bulan September 2010, yaitu Rp. 216.900. Nilai hasil tangkapan ikan Famili Scaridae yang dihasilkan perikanan panah disajikan pada Gambar 23. Nilai Hasil Tangkapan (Rp) Scaridae 3,000,000 2,746,500 2,500,000 2,168,100 2,000,000 1,760,400 1,563,900 1,500,000 1,000,000 1,197,300 1,135,100 871,250 1,230,600 653,400 500,000 353,400 419,900 398,900 504,400 216,900 0 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 23 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Scaridae per bulan 4.1.10.4 Nilai hasil tangkapan famili Sepiidae Nilai hasil tangkapan yang dihasilkan Famili Sepiidae selama periode November 2009 sampai desember 2010 adalah Rp. 5.918.600, dengan hasil tangkapan rata-rata senilai Rp. 422.757,14. Nilai hasil tangkapan terbesar dihasilkan pada bulan April 2010, yaitu Rp. 925.300, sedangkan nilai hasil tangkapan ikan terkecil dihasilkan pada bulan September, Oktober dan Desember 2010, dimana nelayan panah tidak berhasil menangkap ikan-ikan dari famili Scaridae ini. Lebih jelas nilai hasil tangkapan famili Scaridae disajikan pada Gambar 24. 53 Nilai Hasil Tangkapan (Rp) Sepiidae 1,000,000 900,000 800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 0 925,300 891,100 864,000 828,400 720,100 632,400 543,400 260,100 134,900 103,700 0 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun09 09 10 10 10 10 10 10 0 15,200 0 Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 24 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan 4.1.10.5 Nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae Nilai hasil tangkapan ikan famili Pomacanthidae terbesar dihasilkan pada bulan Februari 2010 yaitu Rp. 433.950, sedangkan pada bulan November 2009 nelayan panah tidak menghasilkan ikan dari famili Pomacanthidae. Total nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae adalah Rp. 1.687.700, dengan rata-rata nilai hasil tangkapan per bulan adalah Rp. 124.228,57. Lebih jelas nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae disajikan pada Gambar 25. Nilai Hasil Tangkapan (Rp) Pomacanthidae 500,000 450,000 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0 433,950 230,450 147,950 193,050 168,300 172,500 0 70,000 77,550 72,050 64,900 51,500 29,500 27,500 Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09 09 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Bulan Gambar 25 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae per bulan 54 4.2 Analisis Sistem Perikanan Panah 4.2.1 Analisis Kebutuhan Komponen pelaku yang terlibat dalam kegiatan perikanan panah dan kebutuhan masing-masing pelaku sistem perikanan panah di Karimunjawa disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Pelaku dan kebutuhan dari pelaku sistem perikanan panah di Karimunjawa No Pelaku 1 Nelayan Kebutuhan Peningkatan hasil tangkapan ikan Peningkatan pendapatan Peningkatan kesejahteraan Keberlanjutan pekerjaan Kesehatan/keselamatan kerja 2 Pemilik kapal 3 Pemilik/pemberi modal 4 Bakul/pengumpul Peningkatan keuntungan Keberlanjutan usaha Ketersediaan ikan Kualitas ikan yang baik Kemudahan akses pasar 6 PEMDA/Dinas Perikanan Peningkatan PAD Pengelolaan perikanan secara berkelanjutan Peningkatan aktifitas perikanan Peningkatan lapangan kerja Peningkatan perekonomian daerah Data akurat 7 Kementerian Kelautan dan Perikanan Peningkatan devisa negara Pemberdayaan nelayan Pemberian izin usaha Pengelolaan sumberdaya ikan Konservasi sumberdaya Penegakan hukum Peningkatan konsumsi ikan 8 Pengelola Taman Perlindungan kawasan taman nasional Peningkatan hasil tangkapan ikan Peningkatan keuntungan Keberlanjutan usaha Kemudahan memperoleh input hasil tangkapan ikan Keterjaminan pengembalian modal Kelayakan usaha Peningkatan keuntungan 55 No Pelaku Nasional Karimunjawa Kebutuhan Konservasi sumberdaya di kawasan taman nasional Pengelolaan kawasan taman nasional Penegakan peraturan terkait zonasi taman nasional Mengurangi/menanggulangi tekanan sektor perikanan terhadap ekosistem 9 Organisasi non pemerintah 10 Penduduk lainnya. Terbukanya lapangan kerja Ekonomi masyarakat meningkat Peningkatan aktifitas perikanan Pemberdayaan nelayan Perlindungan sumberdaya ikan Penegakan hukum 4.2.2 Formulasi permasalahan pada sistem perikanan panah Permasalahan umum dalam pengembangan kegiatan perikanan adalah adanya konflik kepentingan diantara para pelaku untuk memenuhi kebutuhannya. Sistem, kemudian dirancang untuk mengakomodir berbagai kepentingan para pelaku, baik yang bersifat memberikan sinergi positif maupun yang merugikan pelaku lain. Keberhasilan sistem sangat dipengaruhi oleh kemampuan para pelaku untuk mengeliminir kepentingan yang dapat merugikan kepentingan pelaku lain dan bersinergi untuk mencapai tujuan pengembangan perikanan secara optimal. Pengembangan perikanan pada intinya adalah mengembangkan kegiatan usaha atau bisnis perikanan. Kelangsungan kegiatan perikanan akan sangat dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya ikan. Ciri utama dari sumberdaya ikan adalah keberadaannya tidak menetap di suatu kolom perairan, melainkan selalu bergerak bebas secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, hasil tangkapan ikan tidak dapat diprediksi secara pasti, hasil tangkapan ikan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi biologi sumberdaya ikan dan lingkungan perairan. 56 Pemanfaatan sumberdaya ikan memerlukan teknologi yang tepat sesuai jenis sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan serta aman digunakan baik terhadap lingkungan maupun bagi nelayan. Penggunaan teknologi penangkapan ikan tersebut, memerlukan SDM dengan kemampuan yang memadai. Hasil tangkapan dari kegiatan perikanan, baru akan dapat memberikan manfaat bagi para pelaku usaha setelah hasil tangkapan ikan sampai ke tangan konsumen. Distribusi dan pemasaran menjadi faktor penting, untuk dapat memberikan nilai tambah pada hasil tangkapan ikan. Sifat hasil tangkapan ikan yang mudah busuk (highly perishable), memerlukan penanganan hasil tangkapan ikan yang tepat untuk dapat mengendalikan mutu produk, agar produk dapat sampai ke tangan konsumen dengan mutu yang baik (Nurani, 2010). Berikut ini merupakan kendala yang dihadapi sistem perikanan panah di Karimunjawa, antara lain : 1) Latar belakang pendidikan nelayan yang masih relatif rendah. Sebagian besar nelayan menjadi nelayan secara turun temurun. Metode operasi penangkapan ikan dan penggunaan teknologi penangkapan ikan dilakukan berdasarkan pengalaman, tanpa dilandasi pengetahuan ilmiah. 2) Stok sumberdaya ikan tidak dapat diprediksi secara pasti. Informasi ini sangat penting, bagi pengelola perikanan, untuk menetukan jumlah hasil tangkapan ikan perikanan dalam suatu kawasan dan kurun waktu tertentu, dengan tetap memperhatikan pelestarian sumberdaya ikan tersebut. 3) Mutu hasil tangkapan masih cukup rendah. Terdapat luka pada ikan hasil tangkapan perikanan panah, sehingga akan mempercepat proses pembusukan. 4) Aksesibilitas pasar sangat terbatas. Nelayan panah Karimunjawa sangat tergantung kepada tengkulak. Semua unit perikanan panah di Karimunjawa menjual ikan hasil tangkapannya ke tengkulak. 5) Iklim usaha. Walaupun mayoritas nelayan memiliki unit penangkapan ikan sendiri, tetapi mereka meminjam sejumlah modal untuk operasi penangkapan ikan kepada tengkulak. Ketergantungan inilah yang membuat iklim usaha pada perikanan panah menjadi kurang sehat. 57 6) Metode operasi perikanan panah berisiko tinggi. Kesadaran nelayan panah untuk mengikuti prosedur penyelaman sangat diperlukan untuk mengeliminir potensi bahaya, kecelakaan atau penyakit yang mungkin muncul, baik ketika operasi penangkapan ikan dilakukan maupun setelah operasi penangkapan ikan selesai dilakukan. 4.2.3 Identifikasi sistem 4.2.3.1 Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) Keterkaitan antar elemen yang memegang peranan penting dalam sistem perikanan panah di Karimunjawa dipetakan dalam diagram lingkar sebab akibat. Penyusunan diagram lingkar sebab akibat dilakukan dengan cara melihat apakah suatu elemen yang dikaji memberikan dampak positif atau negatif terhadap elemen lain dalam sistem, seperti disajikan dalam Gambar 26. + Regulasi pengelolaan SDI Kelembagaan dan kebijakan pemerintah daerah PAD + + + Ketersediaan SDI Perlindungan & Rehabilitasi Ekosistem - - + - + + + Teknologi penangkapan ikan + + + + Hasil tangkapan Pasar Kesejahteraan nelayan + + Peningkatan SDM Gambar 26 Diagram sebab akibat (causal loop) sistem perikanan panah di Karimunjawa. 58 Sistem perikanan panah di Karimunjawa bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada untuk kesejahteraan nelayan. Pemanfaatan sumberdaya ikan harus diatur sedemikian rupa agar sumberdaya tetap lestari sehingga kegiatan perikanan di Karimunjawa, khususnya perikanan panah tetap menguntungkan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kebijakan pemerintah yang mengatur pengelolaan sumberdaya ikan. Lebih dari itu, penggunaan teknologi penangkapan ikan juga harus diawasi dengan sungguh-sungguh. Semakin baik teknologi penangkapan ikan, maka akan semakin banyak sumberdaya ikan yang tereksploitasi. Usaha-usaha perlindungan dan konservasi sumberdaya harus berjalan, paling tidak, seiring dengan tingkat eksploitasi yang terjadi. Faktor-faktor tersebut, diharapkan akan menjaga sumberdaya ikan tetap lestari. Ketersediaan sumberdaya ikan akan menjaga kegiatan perikanan tetap berlangsung, secara tidak langsung juga akan menghidupkan kegiatan perekonomian di wilayah tersebut, yang akan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan juga menghasilkan PAD bagi pemerintah setempat. Peningkatan kesejahteraan akan diikuti dengan meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, yang pada waktunya akan meningkatkan kualitas kehidupan nelayan panah di Karimunjawa. 4.2.3.2 Diagram input-output Diagram ini menjelaskan informasi yang berkaitan dengan input yang ada sehingga menghasilkan output, dengan kontrol dari lingkungan. Input dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem, input tersebut berupa input terkontrol dan input tidak terkontrol yang akan menghasilkan output yang diharapkan maupun output yang tidak diharapkan. Terdapat tiga input yang berbeda dalam sistem perikanan panah di Karimunjawa, yaitu input lingkungan, input terkontrol dan input tidak terkontrol. Input lingkungan merupakan intput yang berasal dari luar sistem, yaitu berupa kebijakan pemerintah, diantaranya berupa UU No 45 tahun 2009, KEPMEN Kelautan dan Perikanan No. KEP.06/MEN/2010, SK Menhutbun No.78/KptsII/1999 tentang penetapan Taman Nasional Karimunjawa, serta peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh pengelola Taman Nasional Karimunjawa, diantaranya tentang zonasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa. 59 Input terkontrol antara lain berupa biaya operasi penangkapan ikan, jumlah ABK, metode penangkapan ikan, teknologi alat tangkap, keterampilan dan pengetahuan nelayan, dan nelayan dari daerah lain yang menangkap ikan di daerah Karimunjawa. Faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan secara mandiri oleh nelayan serta melalui peraturan-peraturan daerah yang ada. Faktor-faktor input yang tidak terkontrol diantaranya adalah kondisi cuaca, musim, dan harga ikan serta permintaan ikan di pasar. Input-input ini susah dan bahkan tidak dapat dikontrol oleh nelayan. Output yang ada berupa output dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki diantaranya adalah kesehatan dan keselamatan nelayan terjamin, harga jual ikan tinggi, permintaan ikan hasil tangkapan nelayan panah tetap tinggi, peningkatan pendapatan nelayan dan sumberdaya ikan tetap lestari. Output yang tidak dikehendaki nelayan diantaranya adalah terjadinya kecelakaan dalam kegiatan operasi penangkapan ikan, baik yang disengaja maupun tidak, kerusakan ekosistem terumbu karang yang diikuti dengan menurunnya jumlah dan kualitas sumberdaya ikan serta menurunnya pendapatan nelayan. Diagram input-output disajikan pada Gambar 27. 60 PEMERINTAH Output yang dikehendaki : Kesehatan dan keselamatan kerja terjamin Harga ikan tinggi Permintaan tetap tinggi SDI lestari Pendapatan meningkat Input tidak terkontrol : Cuaca Musim ikan Harga ikan Meningkatnya permintaan pasar PROSES Input terkontrol : Keterampilan dan pengetahuan nelayan Nelayan pendatang Biaya operasi penangkapan ikan ABK Metode penangkapan ikan Alat tangkap Output yang tidak dikehendaki : Kecelakaan kerja Ekosistem rusak SDI menurun Pendapatan menurun Manajemen Pengendalian Gambar 27 Diagram input-output sistem perikanan panah di Karimunjawa 4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF Mengacu kepada CCRF, terdapat beberapa aspek yang perlu dikaji terhadap perikanan panah di Karimunjawa, diantaranya yaitu : 1) Aspek biologi Menjamin konservasi sumberdaya ikan Wilayah Kecamatan Karimunjawa termasuk dalam kawasan pelestarian alam dengan adanya Taman Nasional Karimunjawa dibawah Kementrian Kehutanan yang dibentuk melalui SK Menhutbun No.78/Kpts-II/1999, 61 dengan wilayah seluas 111.625 Ha, meliputi 22 pulau. Kawasan Taman Nasional Karimunjawa terbagi menjadi beberapa zona, yaitu : zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan pariwisata, zona pemukiman, zona rehabilitasi, zona budidaya dan zona pemanfaatan perikanan tradisional. Zona inti seluas 444,629 hektar meliputi sebagian perairan P. Kumbang, Perairan Taka Menyawakan, perairan Taka Malang dan perairan Tanjung Bomang. Zona inti adalah zona yang mutlak harus dilindungi karena di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia. Kegiatan yang diperbolehkan hanya yang berhubungan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, kegiatan inventarisasi, pemantauan potensi, perlindungan dan pengamanan. Penetapan Taman Nasional tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengkonservasi keberlanjutan sumberdaya kegiatan ikan, perikanan dan sehingga dapat dapat menjamin menurunkan angka kemiskinan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara dan Dinas terkait lainnya juga berperan dalam konservasi dan pengelolaan perikanan di Kecamatan Karimunjawa ini. Mencegah lebih tangkap atau penangkapan ikan yang melebihi kapasitas. Sampai saat ini belum ada aturan pemerintah yang membatasi jumlah hasil tangkapan (kuota) dari masing-masing alat penangkapan ikan yang beroperasi di Indonesia. Nelayan panah Karimunjawa memanah semua ikan yang dijumpai dan mempunyai nilai ekonomis. Memang ikan yang dipanah mempunyai ukuran yang cukup besar, tidak mungkin nelayan panah menangkap ikan berukuran kecil karena sulit untuk dipanah. Terdapat beberapa lokasi daerah penangkapan ikan di kawasan Karimunjawa yang sudah jenuh, diantaranya adalah Pulau Menyawakan, Taka Menyawakan, Pulau Cemara Besar, Pulau Burung, Tanjung Gelam, Pulau Tengah dan sebelah timur Pulau Kemujan (Mukminin, et. al., 2006). 62 Upaya penangkapan ikan dilakukan hampir sepanjang tahun. Baik itu yang dilakukan oleh nelayan panah maupun nelayan alat tangkap lainnya, seperti pancing, jaring insang, muroami, dan bubu. Pola upaya penangkapan ikan tersebut menyebabkan stok sumberdaya ikan menurun. Laju rekrutmen sumberdaya ikan lebih rendah dibandingkan dengan upaya penangkapan ikan yang dilakukan. Apabila pola penangkapan ikan seperti ini dipertahankan, maka dikhawatirkan kondisi lebih tangkap akan terjadi. Informasi tersebut memberikan dasar bagi pengelola perikanan untuk lebih memperketat pengawasan kegiatan perikanan tangkap di Karimunjawa, sehingga tidak terjadi kondisi lebih tangkap yang dapat membahayakan keberlanjutan kegiatan perikanan. 2) Aspek teknologi Unit penangkapan ikan selektif Alat tangkap ini sangat selektif dari sisi ukuran ikan target penangkapan, tetapi tidak selektif terhadap jenis ikan target. Nelayan tidak mungkin memanah juvenil ikan, nelayan memanah ikan-ikan yang ukurannya cukup besar dan mempunyai nilai ekonomis. Selektifitas alat tangkap panah ini sangat tergantung kepada nelayan penggunanya. Nelayan dapat saja memanah jenis-jenis ikan yang dilindungi. Jenis ikan yang dipanah oleh nelayan panah Karimunjawa termasuk ke dalam kelompok ikan target dan kelompok ikan lain (mayor famili) yang jumlahnya masih cukup banyak. Aman digunakan Panah merupakan alat tangkap yang relatif aman. Nelayan panah Karimunjawa memasang karet pada panah (siap ditembakkan) setelah berada di air dan langsung menyelam untuk memanah ikan. Risiko tertusuk panah memang masih tetap ada, tetapi belum pernah terjadi kasus nelayan tertusuk panah. 63 Mudah digunakan Alat tangkap panah relatif mudah digunakan. Untuk menjadi mahir memanah ikan dengan panah, memang diperlukan jam layar yang cukup banyak. Produktif Jumlah hasil tangkapan ikan per unit upaya perikanan panah Karimunjawa meningkat cukup tinggi, dari 8 kg/trip pada tahun 2005 (Mukminin et. al., 2006) menjadi rata-rata 63,27 kg/trip pada periode November 2009 sampai Desember 2010. Keuntungan per unit perikanan panah di Karimunjawa pada periode yang sama adalah Rp. 873.484. Perikanan panah merupakan unit penangkapan ikan yang paling produktif bila dibandingkan dengan alat penangkapan ikan lainnya yang beroperasi di Karimunjawa. 3) Aspek ekonomi Menguntungkan Perikanan panah merupakan salah satu alat tangkap di Karimunjawa yang cukup menguntungkan. Rata-rata keuntungan per trip adalah Rp. 873.484, dengan rata-rata 20 trip per bulan, maka rata-rata keuntungan satu unit perikanan panah per bulan mencapai Rp. 17.469.684. Keuntungan tersebut kemudian dibagikan, satu bagian untuk nelayan, satu bagian untuk nakhoda, dan dua bagian untuk kapal dan kompresor. 4) Aspek sosial Persepsi nelayan alat tangkap lain terhadap nelayan panah Penggunaan panah (speargun) dalam kegiatan perikanan mendapat sorotan di beberapa negara kepulauan Pacific karena dianggap bertanggung jawab terhadap berlebihnya upaya penangkapan ikan pada perikanan pantai yang menyebabkan terjadinya penurunan sumberdaya ikan (Gillet & Moy, 2006). Kondisi yang hampir sama terjadi di Karimunjawa, menurut Ardiwijaya et al. (2010) penurunan biomasa dan kelimpahan ikan yang terjadi disebabkan oleh tekanan perikanan yang 64 tinggi. Terutama disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti cantrang dan penggunaan alat tangkap panah dengan alat bantu kompresor sehingga produktifitasnya sangat tinggi. Kondisi ini menyebabkan nelayan panah kurang mendapat sambutan yang baik dari nelayan alat tangkap lain, karena dianggap bertanggung jawab terhadap menurunnya stok sumberdaya ikan. Tidak menimbulkan konflik sosial Nelayan perikanan panah, memanah semua jenis ikan yang dijumpai dan mempunyai nilai ekonomis. Hal tersebut, menimbulkan keluhan dari nelayan alat tangkap lainnya, terutama dari nelayan pancing. Menyikapi hal tersebut dan untuk mencegah timbulnya konflik, kedua kelompok nelayan tersebut membuat kesepakatan diantara mereka untuk lebih arif dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Tidak berisiko tinggi atau tidak membahayakan keselamatan jiwa nelayan Mayoritas nelayan panah Karimunjawa menggunakan alat bantu kompresor. Operasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara menyelam dengan kompresor. Menyelam merupakan kegiatan yang berisiko tinggi, oleh karena itu nelayan harus mengikuti standar baku penyelaman untuk menekan risiko yang mungkin timbul. 5) Aspek lingkungan Unit penangkapan ikan tidak merusak lingkungan atau ekosistem; tidak menangkap di habitat kritis seperti hutan bakau dan terumbu karang. Dewasa ini masalah lingkungan menjadi isu yang cukup sensitif. Target penangkapan perikanan panah terutama adalah ikan-ikan karang, sehingga daerah penangkapan ikan nelayan panah ada di daerah ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu perlu diperhatikan metode operasi penangkapan ikan agar tidak merusak ekosistem terumbu karang. Masalah ini juga menjadi perhatian bagi pengelola Taman Nasional Karimunjawa. 65 Sebagian besar nelayan panah Karimunjawa menyelam tanpa menggunakan fin, selain berenang, nelayan juga kadang-kadang berjalan di dasar perairan. Ketika berada di ekosistem terumbu karang, kaki nelayan berisiko terluka apabila tidak menggunakan coral boot, selain itu juga dapat merusak terumbu karang. 6) Aspek pasca panen Proses penanganan, pengolahan, dan distribusi hasil tangkapan mempertahankan nilai gizi, mutu, dan keamanan ikan dan produk perikanan. Sore hari nelayan mulai bergerak menuju daerah penangkapan ikan. Operasi penangkapan ikan dilakukan pada malam hari, kemudian dini hari menjelang pagi nelayan kembali dari melaut. Ikan hasil tangkapan alat tangkap panah terdapat luka pada tubuhnya akibat tertembus panah. Ikan hasil tangkapan disimpan di dalam palka dan ditambahkan es, sesampainya di darat, hasil tangkapan lansung dijual, sehingga ikan hasil tangkapan masih segar ketika sampai ke tangan konsumen. 7) Aspek hukum Unit penangkapan ikan legal atau tidak dilarang untuk dioperasikan Sampai saat ini belum ada peraturan, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang melarang beroperasinya unit perikanan panah. Tidak menangkap biota yang dilindungi Target penangkapan perikanan panah adalah ikan karang. Berdasarkan data yang diperoleh, tidak ada jenis ikan yang dilindungi ditangkap oleh nelayan panah. Perikanan panah di Karimunjawa dilihat dari sudut pandang CCRF, belum sepenuhnya mendukung konsep CCRF. Aspek biologi, aspek teknologi, dan aspek sosial perlu dibenahi sehingga perikanan panah dapat benar-benar dapat dikategorikan sebagai alat penangkapan ikan yang mendukung konsep CCRF, sedangkan aspek yang dapat dikatakan mendukung konsep CCRF adalah aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek pasca panen, dan aspek hukum. 66 Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut, diantaranya adalah : Aspek biologi; pengaturan pola penangkapan ikan untuk mencegah terjadinya kondisi lebih tangkap atau penangkapan ikan yang melebihi kapasitas. Aspek teknologi; selektifitas panah sangat tergantung kepada nelayan, sehingga pengetahuan dan pemahaman nelayan tentang konsep perikanan yang berkelanjutan perlu ditingkatkan. Aspek sosial; metode penangkapan ikan unit perikanan panah merupakan kegiatan yang berisiko tinggi, oleh karena itu nelayan harus sangat berhati-hati dan tetap mengikuti standar baku penyelaman agar risiko bahaya yang mungkin muncul, dapat dihindari. 4.4 Analisis Pengembangan Perikanan Panah Perikanan panah merupakan alat tangkap paling produktif yang digunakan nelayan di Karimujawa. Hasil tangkapan ikan perikanan panah pada periode November 2009 sampai Desember 2010 yaitu seberat 38.769,4 kg. Lebih banyak bila dibandingkan dengan alat tangkap lainnya yang dioperasikan di Karimunjawa, seperti jaring insang, pancing (handline), muroami dan bubu, dengan jumlah hasil tangkapan masing-masing seberat 955,7 kg, 33.753 kg, 27.893,8 kg dan 1.593,5 kg (WCS, 2010). Agar dapat melihat dan memprediksi pengembangan perikanan panah, maka diperlukan suatu analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya baik internal maupun eksternal. Analisis yang dapat mengkaji faktorfaktor tersebut adalah analisis SWOT. Faktor internal yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung kegiatan perikanan panah, faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor dari lingkungan yang turut mempengaruhi berkembangnya perikanan panah di Karimunjawa. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. 67 4.4.1 Analisis faktor eksternal Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah di Karimunjawa disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Analisis PEST (politik, ekonomi, sosial budaya – demografi, teknologi) Politik Sosial budaya – demografi Kebijakan untuk memberdayakan masyarakat pesisir Pertumbuhan penduduk dan kondisi perekonomian penduduk Karimunjawa Kebijakan pemerintah mengenai kegiatan perikanan yang ramah lingkungan Kesadaran masyarakat terhadap kelestarian sumberdaya Dibukanya kebijakan impor ikan Ekonomi Teknologi Perikanan panah sebagai penunjang ekonomi masyarakat Karimunjawa Perkembangan teknologi alat penangkapan ikan Kondisi perekonomian dunia Perkembangan alat bantu penangkapan ikan Ketersedian modal usaha bagi masyarakat pesisir Tabel analisis PEST di atas, kemudian dipisahkan antara faktor-faktor yang menjadi peluang dan faktor-faktor ancaman, seperti disajikan pada Tabel 7. 68 Tabel 7 Peluang dan ancaman PEST (politik, ekonomi, sosial budaya – demografi, teknologi) No Fenomena 1 Politik Keberpihakan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat pesisir 2 1 Disahkannya kebijakan impor ikan Ekonomi Dampak ekonomi kegiatan perikanan panah kurang memenuhi harapan Peluang Ancaman Membaiknya iklim investasi dibidang perikanan - - Meningkatnya jumlah ikan di pasar - Perkembangan usaha perikanan panah kurang baik 2 Kebijakan impor ikan - Persaingan di pasar ikan semakin ketat 3 Lembaga pemodalan mulai melirik dunia perikanan Terbukanya peluang untuk mendapatkan modal usaha - 1 Sosial Budaya - Demografi Perkembangan jumlah penduduk tidak diiringi dengan perkembangan lapangan pekerjaan di darat 2 Masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya alam - Memperbesar peluang rusaknya ekosistem 3 Keluhan dari nelayan alat tangkap lain - Potensi timbulnya konflik antar nelayan Operasi penangkapan ikan menjadi semakin mudah - Semakin meningkatnya tekanan terhadap ekosistem laut Teknologi 1 Teknologi speargun semakin baik Faktor-faktor eksternal tersebut di atas, kemudian dievaluasi dan diberi nilai kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan panah di Karimunjawa, seperti disajikan pada Lampiran 17. Nilai dari evaluasi faktor eksternal ini dapat menunjukkan 69 pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan perikanan panah di Karimunjawa, seperti tersaji pada Tabel 8. Tabel 8 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) strategi pengembangan perikanan panah di Karimunjawa FAKTOR EKSTERNAL KUNCI PELUANG NO BOBOT NILAI NILAI TERBOBOT 1 Membaiknya iklim investasi dibidang perikanan 0,08 1 0,08 2 Terbukanya peluang untuk mendapatkan modal usaha 0,08 2 0,17 3 Operasi penangkapan ikan menjadi semakin mudah 0,13 3 0,38 ANCAMAN 1 Meningkatnya jumlah ikan di pasar 0,13 2 0,25 2 Perkembangan usaha perikanan panah kurang baik 0,13 3 0,38 3 Persaingan di pasar ikan semakin ketat 0,08 3 0,25 4 Semakin meningkatnya tekanan terhadap ekosistem laut 0,13 3 0,38 5 Memperbesar peluang rusaknya ekosistem 0,13 3 0,38 6 Potensi timbulnya konflik antar nelayan 0,13 2 0,25 JUMLAH 1,00 2,50 Faktor eksternal, setelah dievaluasi mendapatkan nilai rata-rata, yaitu sebesar 2,50. Artinya kondisi lingkungan (faktor eksternal) cukup berpengaruh terhadap pengembangan kegiatan perikanan panah di Karimunjawa. Peluang yang ada dapat dimaksimalkan dengan meminimalisir kelemahan. 70 4.4.2 Analisis faktor internal Analisis Fungsional Beberapa fungsi nelayan dalam pengembangan perikanan panah di Karimunjawa adalah : Fungsi bagian manajemen Fungsi ini menekankan pada sinergi antar fungsi bagian yang menunjang pengembangan perikanan panah. Fungsi bagian sumberdaya manusia Fungsi ini menekankan terwujudnya kualitas nelayan yang handal dalam pengembangan perikanan panah. Fungsi bagian sumberdaya ikan Fungsi ini menekankan kelestarian sumberdaya ikan untuk keberlanjutan kegiatan perikanan panah. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah di Karimunjawa disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Analisis fungsional faktor internal Kekuatan Manajemen Kelemahan Manajemen Nelayan memahami hak dan kewajibannya masing-masing Komunikasi antar nelayan belum terjalin dengan baik Kekuatan Sumberdaya Manusia Kelemahan Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk yang cukup banyak Latar belakang pendidikan rendah Banyak diadakan pelatihan dan penyuluhan oleh instansi terkait Kesadaran terhadap kegiatan perikanan yang berkelanjutan masih kurang Keselamatan nelayan semakin terjamin Kekuatan Sumberdaya Ikan Kelemahan Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan target penangkapan masih relatif banyak Nelayan panah memanah semua jenis dan ukuran ikan yang mempunyai nilai ekonomis Semakin meningkatnya usaha-usaha konservasi sumberdaya Terjaganya ekosistem, yang akan meningkatkan sumberdaya ikan 71 Faktor-faktor internal tersebut, kemudian dievaluasi dan diberi nilai kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan panah di Karimunjawa, seperti disajikan pada Lampiran 18. Nilai dari evaluasi faktor internal ini dapat menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan perikanan panah di Karimunjawa, seperti tersaji pada Tabel 10. Tabel 10 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) strategi pengembangan perikanan panah di Karimunjawa FAKTOR INTERNAL KUNCI KEKUATAN Nelayan memahami hak 1 dan kewajibannya masingmasing Jumlah penduduk yang 2 cukup banyak NO BOBOT NILAI NILAI TERBOBOT 0,11 3 0,32 0,07 3 0,21 3 Banyak diadakan pelatihan dan penyuluhan oleh instansi terkait 0,11 1 0,11 4 Semakin meningkatnya usaha-usaha konservasi sumberdaya 0,11 4 0,43 5 Terjaganya ekosistem, yang akan meningkatkan sumberdaya ikan 0,11 2 0,21 6 Keselamatan nelayan semakin terjamin 0,11 3 0,32 KELEMAHAN 1 Komunikasi antar nelayan belum terjalin dengan baik 0,07 2 0,14 2 Latar belakang pendidikan rendah 0,11 2 0,21 3 Kesadaran terhadap kegiatan perikanan yang berkelanjutan masih kurang 0,11 3 0,32 4 Nelayan panah memanah semua jenis dan ukuran ikan yang mempunyai nilai ekonomis 0,11 3 0,32 JUMLAH 1,00 2,61 72 Faktor internal setelah dievaluasi mendapatkan nilai diatas rata-rata (2,5), yaitu sebesar 2,61. Kondisi faktor internal mampu mengatasi berbagai masalah yang ada pada kegiatan perikanan panah di Karimunjawa. 4.4.3 Analisis internal-eksternal Total Nilai EFE Tabel 11 Tabel Matriks Eksternal - Internal Kuat (3,00 - 4,00) Rerata (2,00 - 2,99) Lemah (1,00 - 1,99) Total nilai EFE Total nilai IFE Kuat (3,00 - 4,00) Total Nilai IFE Rerata (2,00 - 2,99) Lemah (1,00 - 1,99) I II III IV V VI VII VIII IX = 2,50 = 2,61 Berdasarkan matriks internal-eksternal, posisi faktor internal-eksternal ada pada sel V sehingga direkomendasikan untuk mempertahankan dan memelihara kekuatan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada. 73 4.4.4 Matriks SWOT Tabel 12 Matriks SWOT pengembangan perikanan panah di Karimunjawa Internal Eksternal Peluang 1. Membaiknya iklim investasi dibidang perikanan 2. Terbukanya peluang untuk mendapatkan modal usaha 3. Operasi penangkapan ikan menjadi semakin mudah Ancaman 1. Meningkatnya jumlah ikan di pasar 2. Perkembangan usaha perikanan panah kurang baik 3. Persaingan di pasar ikan semakin ketat 4. Semakin meningkatnya tekanan terhadap ekosistem laut 5. Memperbesar peluang rusaknya ekosistem 6. Potensi timbulnya konflik antar nelayan Kekuatan Kelemahan 1. Nelayan memahami hak dan kewajibannya masingmasing 2. Jumlah penduduk yang cukup banyak 3. Banyak diadakan pelatihan dan penyuluhan oleh instansi terkait 4. Semakin meningkatnya usaha-usaha konservasi sumberdaya 5. Terjaganya ekosistem, yang akan meningkatkan sumberdaya ikan 6. Keselamatan nelayan semakin terjamin 1. Komunikasi antar nelayan belum terjalin dengan baik 2. Latar belakang pendidikan rendah 3. Kesadaran terhadap kegiatan perikanan yang berkelanjutan masih kurang 4. Nelayan panah memanah semua jenis dan ukuran ikan yang mempunyai nilai ekonomis Strategi SO Strategi WO Strategi 1 ; pemanfaatan peluang untuk meningkatkan kesadaran nelayan terhadap kegiatan perikanan yang berkelanjutan. Strategi 2 ; memperkuat kerjasama antar sesama nelayan untuk pengembangan dan perbaikan metode operasi perikanan panah, sehingga keselamatan nelayan terjamin dan menjaga keberlanjutan kegiatan perikanan panah. Strategi ST Strategi WT Strategi 3 ; mengoptimalkan sinergi antar nelayan untuk menekan potensi konflik dan mengembangkan usaha perikanan. Strategi 4 ; meningkatkan kualitas pengetahuan dan pemahaman nelayan terhadap kegiatan perikanan yang berkelanjutan. 74 Strategi pengembangan perikanan panah yang bisa dilakukan diantaranya adalah : 1) Pemanfaatan peluang untuk meningkatkan kesadaran nelayan terhadap kegiatan perikanan yang berkelanjutan. 2) Memperkuat kerjasama antar sesama nelayan untuk pengembangan dan perbaikan metode operasi perikanan panah, sehingga keselamatan nelayan terjamin dan menjaga keberlanjutan kegiatan perikanan panah. 3) Mengoptimalkan sinergi antar nelayan untuk menekan potensi konflik dan mengembangkan usaha perikanan. 4) Meningkatkan kualitas kehidupan nelayan yang pada akhirnya akan menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan. 4.5 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA) Kapal perikanan dapat menjadi lingkungan kerja yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan harus dilakukan untuk mengeliminir atau bahkan menghilangkan potensi risiko bahaya atau kecelakaan tersebut. Korps penjaga pantai Amerika Serikat (US Coast Guard) menyatakan bahwa : usaha perikanan merupakan pekerjaan yang paling berbahaya di Amerika Serikat. Usaha-usaha meningkatkan standar keselamatan dalam usaha perikanan terus dilakukan, tetapi standar keselamatan kapal perikanan tetap saja masih lebih rendah dibandingkan dengan kapal komersial lainnya. Peningkatan standar keselamatan juga diikuti dengan meningkatnya biaya untuk memenuhi standar tersebut. Solusi mudah untuk masalah ini diantaranya adalah memastikan kapal ‘layak laut’, awak yang kompeten, alat-alat keselamatan yang cukup, serta kesadaran baik nelayan maupun pihak pengelola perikanan untuk menerapkan prosedur-prosedur keselamatan (Petursdottir, Hannibalson, and Turner, 2001). Sebuah penelitian tentang keselamatan kerja di laut Indonesia, dilakukan dengan mengambil contoh dari 66 unit kapal perikanan di Tegal (pukat tarik), Pekalongan (pukat cincin) dan Cilacap (longline mini dan jaring insang). Hasilnya menunjukkan bahwa 68 orang nelayan meninggal dunia karena kecelakaan di laut. Kecelakaan yang terjadi antara lain ; kapal tenggelam (46 %), tercebur ke laut (27 %), sakit dan kelelahan (20 %) serta kecelakaan ketika operasi penangkapan ikan 75 (7 %). Kecelakaan yang terjadi ketika operasi penangkapan ikan dilakukan dapat disebabkan oleh kurangnya kompetensi nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap, kurang atau tidak adanya informasi dan latihan penanggulangan keadaan darurat serta kurangnya penerangan dalam operasi penangkapan ikan di malam hari (Suharyanto, 2010 diacu dalam Chokesanguan, Rajruchithong and Wanchana 2010). Kapal panah di Karimunjawa, karena tidak ada dermaga, ditambatkan di pantai. Untuk mencapai kapal nelayan harus berjalan kaki dan mereka terbiasa tidak menggunakan alas kaki. Suplai udara yang digunakan nelayan sebagai alat bantu penyelaman adalah kompresor udara yang biasa digunakan untuk mengisi ban kendaraan, dengan menambahkan filter untuk menyaring udara yang akan dihisap nelayan. Menurut pengakuan nelayan, bahwa alat-alat yang mereka gunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan tidak sesuai standar, walaupun begitu, nelayan panah melakukan perawatan alat bantu penangkapan secara berkala, seperti disajikan pada Lampiran 19. Dalam satu kali trip penangkapan ikan, nelayan melakukan satu sampai dua kali penyelaman. Penyelaman dilakukan pada kedalaman maksimum 30 meter, dengan lama waktu penyelaman sampai 180 menit (lebih lengkap pada Lampiran 20). Pola penyelaman seperti ini sangat berisiko menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit dekompresi. Urutan langkah kerja dalam kegiatan operasi penangkapan ikan dimasukkan dan kemudian dianalisis potensi bahaya/kecelakaan yang mungkin timbul serta tindakan pencegahan apa yang perlu dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir potensi bahaya/kecelakaan tersebut, seperti disajikan pada Tabel 13. 76 Tabel 13 Analisis keselamatan kerja kegiatan perikanan panah di Karimunjawa No Urutan Langkah Kerja 1 Memindahkan peralatan ke atas kapal 2 Persiapan kapal - Cek kebocoran kapal - Memasukkan BBM Potensi Bahaya / Kecelakaan 3 Benda jatuh Tertimpa benda jatuh Terpeleset Tersandung Terkilir Tertusuk Olah gerak kapal terhambat Terpeleset Lambung kapal tergenang air Kapal tenggelam BBM tumpah Kebakaran Pencemaran lingkungan perairan Terpeleset - Penambahan / penggantian oli mesin Oli tumpah Pencemaran Terpeleset - Menghidupkan mesin Terpukul engkol Perjalanan menuju daerah penangkapan ikan Baling-baling mengenai substrat dasar perairan Laju kapal tidak terkendali Gelombang besar Mabuk laut Jatuh ke laut Tertimpa benda jatuh Tersandung Tindakan Pencegahan Mengangkut barang sedikit demi sedikit dengan cara yang aman Perhatikan jalur yang akan dilewati Gunakan alas kaki Segera keringkan genangan air di lambung kapal Pastikan tidak ada kebocoran di lambung kapal Gunakan corong untuk menuangkan BBM Jauhkan sumber api Pastikan tutup tanki BBM terpasang sempurna Cek selang bahan bakar Tuangkan oli dengan hatihati Pastikan oli mesin selalu ada Ganti oli mesin secara berkala Pastikan engkol terpasang sempurna Memutar engkol dengan hati-hati Pastikan posisi kapal pada kedalaman yang aman Pastikan posisi gas pada putaran rendah Pastikan kondisi cuaca mendukung operasi penangkapan ikan Hentikan operasi penangkapan ikan jika tidak aman Gunakan obat anti mabuk laut Berada di tempat yang aman dari potensi jatuh ke laut Gunakan rompi apung Perhatikan posisi selalu aman dari kemungkinan 77 No Urutan Langkah Kerja Potensi Bahaya / Kecelakaan Tindakan Pencegahan Terpeleset 4 Persiapan operasi penangkapan ikan - Cek kompresor BBM kompresor tumpah Tersandung Terpeleset - - Menyiapkan panah Menyiapkan alat bantu penangkapan ikan lainnya Tertusuk panah Tersandung Terpeleset Selang udara bocor Senter selam mati Senter selam bocor Masker selam rusak Strap masker selam putus Terjatuh ke laut Tersandung Terpeleset - Proses turun ke air Terpeleset Terkilir Terantuk balingbaling Peralatan terlepas dari pegangan Terlilit selang udara benda jatuh Pastikan peralatan disimpan dengan baik dan aman Cek BBM kompresor Cek selang BBM kompresor Pastikan tutup tanki BBM terpasang sempurna Pastikan kondisi kompresor dalam keadaan baik Gunakan penerangan yang cukup Memasang panah ketika sudah berada dalam air Gunakan penerangan yang cukup Cek selang udara secara berkala Ganti selang udara Cek kondisi baterai Ganti baterai Cek kondisi O-ring senter Ganti O-ring senter Cek kondisi masker selam Ganti masker Ganti strap masker Berada pada posisi yang aman dari potensi terjatuh ke laut Gunakan rompi apung Gunakan penerangan yang cukup Proses naik dan turun dari kapal dengan hati-hati Gunakan tangga untuk turun-naik dari dan ke kapal Pastikan mesin kapal sudah dimatikan Pastikan baling-baling sudah berhenti berputar Turun ke air tidak dari bagian belakang kapal Gunakan tali pegangan pada peralatan Perhatikan posisi dan 78 No Urutan Langkah Kerja Potensi Bahaya / Kecelakaan Tindakan Pencegahan Hanyut terbawa arus Tersengat ubur-ubur Menimpa substrat dasar perairan 5 Operasi penangkapan ikan Hanyut terbawa arus Disorientasi Kehilangan mitra Tersengat biota Kram Kaki terluka keadaan selang udara Simpan pada tempat yang aman Perhatikan kondisi arus dan gelombang Perhatikan kondisi cuaca Hentikan pekerjaan jika tidak aman Perhatikan kondisi lingkungan sekitar Gunakan wetsuit Nyalakan senter selam sebelum turun dari kapal Turun dari kapal dengan hati-hati Nyalakan senter selam sebelum turun dari kapal Perhatikan kedalaman perairan Pastikan arus dan gelombang dalam kondisi tenang Hentikan pekerjaan jika tidak aman Naik ke permukaan dan orientasi ulang Mengikuti rencana penyelaman yang sudah dibuat Gunakan tali pengaman/acuan dari kapal Selalu berkomunikasi dengan mitra di air dan mitra nelayan yang berada di atas kapal Gunakan isyarat yang sudah disepakati Kenali biota-biota berbahaya Gunakan wetsuit Berenang tidak terlalu dekat dengan dasar/substrat perairan Lakukan peregangan sebelum turun dari kapal Jangan berjalan di dasar perairan Gunakan booties 79 No Urutan Langkah Kerja Potensi Bahaya / Kecelakaan Kehabisan udara Keracunan udara Kedinginan Pecah gendang telinga Mask squeeze Keracunan nitrogen Barotrauma Penyakit dekompresi Tindakan Pencegahan Cek BBM kompresor secara berkala Komunikasi yang baik dengan mitra nelayan di atas kapal Gunakan isyarat yang sudah disepakati Perhatikan arah angin dan posisi kompresor Cek saringan udara kompresor Ganti saringan udara secara berkala Bersihkan selang udara secara berkala Ganti selang udara apabila sudah tidak layak Jangan bernafas pendekpendek, selalu bernafas dengan panjang dan dalam Gunakan wetsuit Hentikan penyelaman Ekualisasi rongga telinga Hembuskan udara pada masker Mask clearing Naik ke kedalaman yang lebih dangkal Buat rencana penyelaman dengan tidak melebihi nodecompression limit Mengikuti rencana penyelaman yang telah dibuat Menyelam tidak melebihi waktu dan kedalaman yang aman (sesuai tabel selam) Hentikan penyelaman Atur kecepatan turun dan naik sesuai dengan standar baku penyelaman (0,5 feet/detik) Ekualisasi Buat rencana penyelaman dengan tidak melebihi nodecompression limit Mengikuti rencana penyelaman yang telah 80 No Urutan Langkah Kerja Potensi Bahaya / Kecelakaan Tindakan Pencegahan Cedera lung overexpansion 6 7 Memindahkan ikan hasil tangkapan ke kapal Penyelesaian pekerjaan - Membereskan peralatan Tertusuk Tergores Tertimpa benda jatuh Tersandung Terpeleset dibuat Atur kecepatan turun dan naik sesuai dengan standar baku penyelaman (0,5 feet/detik) Hentikan penyelaman Tidak menahan nafas selama penyelaman Atur kecepatan turun dan naik sesuai dengan standar baku penyelaman (0,5 feet/detik) Gunakan sarung tangan Memegang ikan dengan hati-hati Simpan peralatan pada tempat yang aman Pastikan posisi aman dari tertimpa benda jatuh Gunakan penerangan yang cukup Peralatan di atas dek harus ditata dengan baik, dek harus dijaga agar tetap rapi. Dek yang tidak tertata rapih dapat menimbulkan kecelakaan. Alat-alat di atas dek harus selalu diikat untuk menghindari terjatuh ketika menghadapi gelombang besar. Penggunaan kompresor sebagai alat bantu penangkapan ikan perlu diperhatikan secara serius agar udara yang dipompakan dan kemudian dihirup tetap bersih dan aman bagi nelayan. Fin didesain untuk memudahkan penggunanya berenang, baik di permukaan maupun di bawah permukaan air. Teknik menggunakan fin juga perlu dikuasai untuk mempermudah pergerakan di air. Ketika nelayan tidak memakai fin, diperlukan usaha yang lebih untuk berenang di air. Tanpa fin juga memungkinkan nelayan untuk berjalan di dasar perairan, hal ini menjadi masalah ketika dasar perairannya berupa terumbu karang. Nelayan bisa terluka karena menginjak terumbu karang atau biota lainnya, selain itu terumbu karang juga akan rusak karena diinjak oleh nelayan. Metode operasi perikanan panah dengan menyelam dapat menimbulkan risiko tersendiri, baik penyelaman bebas maupun memakai kompresor. Penyelam bebas berisiko kehilangan kesadaran di bawah air karena kekurangan oksigen dan 81 atau kelebihan kadar CO2 di dalam darah. Tanpa latihan yang baik dan teratur penyelaman bebas merupakan kegiatan yang sangat berbahaya. Penyelaman dengan kompresor juga sangat berbahaya apabila tidak mengikuti prosedur baku penyelaman. Potensi bahaya paling besar dari kegiatan penyelaman paling tidak berasal dari beberapa aspek, sebagai berikut : Suplai udara Kompresor, apabila tidak dirawat dengan baik akan memompakan udara yang tidak aman bagi nelayan. Inlet udara kompresor harus diperhatikan, jangan sampai udara buangan dari knalpot terhisap inlet kompresor dan kemudian dipompakan ke nelayan. Apabila itu terjadi, maka nelayan dapat keracunan gas karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Keracunan gas CO2 dapat juga terjadi apabila nelayan bernafas pendek-pendek (seperti terengahengah). Untuk menghindari hal tersebut, nelayan harus mengambil dan membuang nafas yang panjang. Teknik penyelaman Waktu dan kedalaman penyelaman juga harus diperhatikan dengan baik. Apabila nelayan melakukan penyelaman melewati no-decompression limit, maka akan berisiko tinggi terkena penyakit dekompresi. Seorang penyelam tidak boleh melebihi batas tanpa-dekompresi tanpa pelatihan khusus dalam prosedur dekompresi. Sebagai contoh, batas waktu penyelaman nodecompression limit untuk kedalaman 10 meter adalah 300 menit, sedangkan batas waktu no-decompression limit untuk kedalaman 30 meter hanya selama 20 menit (Tabel selam U.S. Navy diacu dalam Ariadno et al., 2003), seperti disajikan pada Lampiran 21. Penyakit dekompresi dapat juga timbul karena nelayan terlalu cepat naik ke permukaan atau turun dari permukaan. Selain penyakit dekompresi, beberapa penyakit lain dapat timbul akibat naik atau turun terlalu cepat, diantaranya adalah barotrauma pada telinga dan sinus. Batas kecepatan yang aman untuk naik ke permukaan atau turun dari permukaan adalah 0,5 feet per detik. Selama penyelaman menggunakan suplai udara dari kompresor, nelayan tidak boleh menahan nafas. Lung over-expansion injuries dapat timbul apabila nelayan menahan nafas ketika naik ke permukaan. Terkait kedalaman 82 penyelaman yang dilakukan, nelayan panah juga berisiko keracunan nitrogen (nitrogen narcosis), yang dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Lingkungan penyelaman. Bahaya yang mungkin timbul dari lingkungan penyelaman diantaranya adalah angin kencang dan gelombang tinggi yang dapat menghempaskan kapal nelayan. Arus perairan yang kencang dapat membuat nelayan hanyut terbawa arus, kemudian jarak pandang (visibility) terbatas dapat menyebabkan nelayan kehilangan arah (disorientasi) ketika menyelam. Suhu perairan dapat menyebabkan kehilangan panas tubuh (hypothermia) apabila nelayan terlalu lama menyelam di bawah air. Penggunaan wetsuit dapat menjaga dan menghambat kehilangan panas tubuh terlalu cepat. Biota perairan berbahaya yang dapat menggigit, menyengat, dan beracun seperti hiu, barakuda, ular laut, gurita cincin biru (blue ring octopus), pari, lepu batu, lepu ayam, dan biota berbahaya lainnya harus diwaspadai oleh nelayan. Gigitan dan sengatan biota-biota tersebut dapat menimbulkan cedera atau bahkan dapat menyebabkan kematian. 83 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1) Perikanan panah merupakan unit perikanan paling produktif di Karimunjawa dibandingkan dengan unit perikanan lain, seperti muroami, pancing, bubu, dan jaring insang. Kendala sistem perikanan panah diantaranya adalah : latar belakang pendidikan nelayan yang relatif masih rendah, stok sumberdaya ikan tidak dapat diprediksi secara pasti, mutu hasil tangkapan rendah, akses pasar rendah, iklim usaha yang kurang sehat serta metode operasi penangkapan ikan yang berisiko tinggi. 2) Perikanan panah dilihat dari sudut pandang CCRF, merupakan unit penangkapan ikan yang belum sepenuhnya mendukung konsep CCRF. Beberapa aspek yang perlu diperbaiki diantaranya adalah aspek biologi, aspek teknologi, dan aspek sosial, sedangkan aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek pasca panen, dan aspek hukum dapat dikatakan sudah mendukung konsep CCRF. 3) Strategi pengembangan perikanan panah terutama difokuskan untuk menekan potensi konflik dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan. 4) Potensi risiko/bahaya yang dapat menimbulkan cedera fatal diantaranya berasal dari suplai udara, teknik penyelaman, dan lingkungan penyelaman. 5.2 Saran 1) Perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman nelayan panah terhadap konsep perikanan yang berkelanjutan. 2) Perlu diterapkan pengaturan pola penangkapan ikan dengan memperhatikan siklus hidup ikan 3) Standar keselamatan dalam operasi penangkapan ikan harus dibuat dan diterapkan dengan sungguh-sungguh untuk mencegah timbulnya potensi risiko/bahaya. 84 85 DAFTAR PUSTAKA Ardiwijaya RL, Pardede ST, Kartawijaya T, Prasetia R, Setiawan F. 2010. Laporan Teknis – Monitoring Ekologi Taman Nasional Karimunjawa 2009, Monitoring Fase 4. Wildlife Conservation Society – Marine Program Indonesia. Bogor, Indonesia. 21pp. Ariadno B, Sitepu BI, Kartahardja S, Sutjiadi RH. 2003. Buku Petunjuk 1 Star SCUBA Diver CMAS-Indonesia. Dewan Instruktur Selam Indonesia. Jakarta. hal 1.9, 4.20-4.29. Astarini JE. 2009. Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) di Perairan Ternate, Provinsi Maluku Utara [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. hal 31-37. Beveridge GS dan Schicter RS. 1970. Optimization Theory and Practice. Tokyo: McGraw Hill Koqakusha Ltd. Charles AT. 2001. Sustainable Fishery System. London. Blackwell Science Ltd. 9-21p. Chokesanguan B, Rajruchithong S, and Wanchana W. 2010. Enhancing Safety at Sea for Small-scale Fishing Boats in Southeast Asia. Southeast Asian Fisheries Development Center. Bangkok. 3p. Clark CW. 1985. Bioeconomic Modelling of Fisheries Management Canada. Toronto. John Wiley & Sons. 291pp. David FR. 2003. Strategic Management, Concepts and Cases, 10th edition. New Jersey: Pearson Education Inc. 110-151p. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2008. Jakarta. hal xvi. FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome. 83pp. FAO. 1999. Fisheries Technical Paper : Definition and Classification of Fishing Gear Categories. Rome. 92pp. FAO. 2010. The State of World Fisheries and Aquaculture 2010. Rome. 3-5p. Gasperz JP. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Bandung: Tarsito. 670 hal. 86 Gillet R & Moy W. 2006. Spearfishing in the Pacific Islands : Current Status and Management Issues. Global Partnership for Responsible Fisheries (FishCode). Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. 72pp. Gordon HS. 1957. The Economic of A Common Property Resource: The Fishery. J Polit Econ. 62: 124-142p. Haluan J. 1985. Proses Optimasi dalam Operasi Penangkapan. Pedoman Kuliah Metode Penangkapan Ikan II (bagian pertama). Bogor. Sistem Pendidikan Jarak Jauh Melalui Satelit, Sisdiksat Intim. 55 hal. http://digital-photography-school.com/discover-seven-ways-to-create-sepiaimages-in-photoshop http://en.wikipedia.org/wiki/Free-diving http://en.wikipedia.org/wiki/Pomacanthidae http://en.wikipedia.org/wiki/Speargun http://en.wikipedia.org/wiki/SWOT_analysis http://fishbase.org.cn/Summary/FamilySummary.php?ID=459 http://id.wikipedia.org/wiki/Sotong http://karimunjawanationalpark.org/ http://image.made-in-china.com/4f0j00bCMtJuVwkhco/Spear-Gun-Fish-Gun.jpg Kartawijaya T, Prasetia R, Yulianto I. 2007. Laporan Teknis – Monitoring Pendaratan Ikan Hasil Tangkapan Berbasis Masyarakat di Karimunjawa (2005 – 2007). Wildlife Conservation Society – Marine Program Indonesia. Bogor. 19pp. [KKP]. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2009. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Jakarta. hal xvi. [KKP]. 2010. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Biro Hukum dan Organisasi KKP. Jakarta. hal 29-30. Kuiter R & Tonozuka T. 2001. Pictorial Guide to: Indonesian Reef Fishes. Part 1 – 3. Zoonetics. Australia. 87 Kulbicki M. 1998. How the Acquired Behaviour of Commercial Reef Fishes may Influence the Results Obtained from Visual Censuses. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 222: 11-30p. Mangi SC, Roberts CM, and Rodwell LD. 2007. Financial Comparisons of Fishing Gear Used in Kenya’s Reef Lagoons. AMBIO : A Journal of the Human Environment 36: 671-676p. Maunder MN, Sibert JR. Fonteneau A, Hampton J, Kleiber P, and Harley SJ. 2006. Interpreting Catch per Unit Effort Data to Asses the Status of Individual Stocks and Communities. ICES Journal of Marine Science, 63: 1373-1385p. Mukminin A, Kartawijaya T, Herdiana Y, Yulianto I. 2006. Laporan Monitoring. Kajian Pola Pemanfaatan Perikanan di Karimunjawa (2003-2005). Wildlife Conservation Society – Marine Program Indonesia. Bogor, Indonesia. 35pp. Mulyono S. 1992. Operation Research. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Xii, 247 hal. Nurani TW. 2008. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threats). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurani TW. 2010. Model Pengelolaan Perikanan: Suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. hal 9-11. Petursdottir G, Hannibalson O and Turner JMM. 2001. Safety at Sea as an Integral Part of Fisheries Mangement. FAO Fisheries Circular No. 966. Food and Agriculture of the United Nations. Rome. 6p. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Renofati Y. 2009. Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta [Skripsi]. Bogor : Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Institut Pertanian Bogor. hal 20-27. Soekartawi. 1993. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 137 hal. St John J, Russ GR, Brown IW, & Squire LC. 1999. The Diet of the Large Coral Reef Serranid Plectropomus leopardus in Two Fishing Zones on the Great Barrier Reef, Australia. U.S. Dept. of Commerce, NOAA. NMFS Scientific Publications Office. Fishery Bulletin 99: 180-192p. 88 Start D and Hovland I. 2004. Tools for Policy Impact: A Handbook for Researchers. Research and Policy in Development Programme. London. Overseas Development Institute. 30-31p. Subani W dan Barus HR. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia (Fishing Gear for Marine Fish and Shrimp in Indonesia). Balai Penelitian Perikana Laut, Departemen Pertanian. Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan Laut (Edisi Khusus) 50: hal 233-240. Supranto J. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta. UI Press. TERANGI (Indonesian Coral Reef Foundation). 2004. Panduan Dasar untuk Pengenalan Ikan Karang Indonesia Secara Visual. TERANGI. Jakarta. 24 hal. Wiyono ES. 2001. Optimasi Manajemen Perikanan Skala Kecil di Teluk Pelabuhanratu. Jawa Barat [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. www.batikyogya.files.wordpress.com/2007/07/job-safety-analysis.doc. www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/job-haz.html www.doa.state.wi.us/docview.asp?docid=2579 www.gooddive.com/forum-scuba-diving/divers-forum/96-open-water-diveprocedure.html www.kp3k.dkp.go.id/lkkpn/index.php?option=com_content&view=article&id=83 :tahun-2015-indonesia-tingkatkan-produksiperikanan&catid=31:general&Itemid=72 89 LAMPIRAN 90 91 Lampiran 1 Unit perikanan panah 92 Lampiran 2 Sistem bagi hasil 93 Lampiran 3 Operasi penangkapan ikan 94 Lampiran 4 Biaya operasi penangkapan ikan 95 lanjutan Lampiran 4. 96 lanjutan Lampiran 4. 97 Lampiran 5 Peta daerah penangkapan ikan Sumber : WCS 98 Lampiran 6 Daerah penangkapan ikan 99 lanjutan Lampiran 6. 100 Lampiran 7 Grafik biomasa (kg/ha) dan kelimpahan (ind/ha) rata-rata (±SE) ikan karang tanpa famili Pomacentridae di Karimunjawa pada setiap tahun pengamatan Sumber : Ardiwijaya et al. 2010. 101 Lampiran 8 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan per bulan BULAN Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10 PRODUKSI (Kg) 7,244.0 4,508.7 1,479.9 2,856.1 4,218.8 1,394.8 2,871.9 3,003.5 2,943.0 1,601.2 1,722.6 2,676.8 1,512.9 733.7 UPAYA (Trip) Sumber : data survei WCS (tidak dipublikasikan) 85 63 21 41 59 32 43 50 41 32 32 43 23 17 CPUE 85.22 71.57 70.47 69.66 71.51 43.59 66.79 60.07 71.78 50.04 53.83 62.25 65.78 43.16 102 Lampiran 9 Hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Kg) 103 lanjutan Lampiran 9. Sumber : data survei WCS (tidak dipublikasikan) 104 Lampiran 10 Gambar hasil tangkapan famili Caesionidae Ekor kuning (Caesio cuning) Pisang-pisang (Caesio caerulaureus) Sumber gambar : Kuiter & Tonozuka, 2001. 105 Lampiran 11 Gambar hasil tangkapan famili Serranidae Kerapu macan (Plectropomus oligachantus) Kerapu karet (Epinephelus ongus) Sunuk ireng (Plectropomus areolatus) 106 lanjutan Lampiran 11. Kleke karang (Cephalopholis miniata) Ikan lengak (Anyperodon leucogrammicus) Sumber gambar : Kuiter & Tonozuka, 2001. 107 Lampiran 12 Gambar hasil tangkapan famili Scaridae Mameng (Bolbometopon muricatum) Mogo (Chlorurus microrhinos) Iwak putih (Hipposcarus longiceps) Sumber gambar : Kuiter & Tonozuka, 2001. 108 Lampiran 13 Gambar hasil tangkapan famili Sepiidae Sotong (Sepia sp.) Sumber gambar : Hans Hillewaert, Wikimedia Commons 109 Lampiran 14 Gambar hasil tangkapan famili Pomacanthidae Kambing-kambing (Pomacanthus sexstriatus) Sumber gambar : Kuiter & Tonozuka, 2001. 110 Lampiran 15 Hasil tangkapan perikanan panah 111 lanjutan Lampiran 15. 112 Lampiran 16 Nilai hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Rp) 113 lanjutan Lampiran 16. Sumber : data survei WCS (tidak dipublikasikan) 114 Lampiran 17 Tabel External Factor Evaluation FAKTOR NO EKSTERNAL KUNCI PELUANG Membaiknya iklim 1 investasi dibidang perikanan Terbukanya peluang 2 untuk mendapatkan modal usaha Operasi penangkapan 3 ikan menjadi semakin mudah ANCAMAN SKALA BOBOT RATING NILAI TERBOBOT 2 0,08 1 0,08 2 0,08 2 0,17 3 0,13 3 0,38 1 Meningkatnya jumlah ikan di pasar 3 0,13 2 0,25 2 Perkembangan usaha perikanan panah kurang baik 3 0,13 3 0,38 2 0,08 3 0,25 3 0,13 3 0,38 3 0,13 3 0,38 3 0,13 2 0,25 24 1,00 3 4 5 6 Persaingan di pasar ikan semakin ketat Semakin meningkatnya tekanan terhadap ekosistem laut Memperbesar peluang rusaknya ekosistem Potensi timbulnya konflik antar nelayan JUMLAH 2,50 115 Lampiran 18 Tabel Internal Factor Evaluation FAKTOR NO INTERNAL KUNCI KEKUATAN Nelayan memahami hak dan 1 kewajibannya masing-masing Jumlah penduduk 2 yang cukup banyak Banyak diadakan pelatihan dan 3 penyuluhan oleh instansi terkait Semakin meningkatnya usaha4 usaha konservasi sumberdaya Terjaganya ekosistem, yang akan 5 meningkatkan sumberdaya ikan Keselamatan nelayan 6 semakin terjamin KELEMAHAN Komunikasi antar nelayan belum 1 terjalin dengan baik Latar belakang 2 pendidikan rendah Kesadaran terhadap kegiatan perikanan 3 yang berkelanjutan masih kurang 4 Nelayan panah menangkap semua jenis dan ukuran ikan yang mempunyai nilai ekonomis JUMLAH SKALA BOBOT RATING NILAI TERBOBOT 3 0,11 3 0,32 2 0,07 3 0,21 3 0,11 1 0,11 3 0,11 4 0,43 3 0,11 2 0,21 3 0,11 3 0,32 2 0,07 2 0,14 3 0,11 2 0,21 3 0,11 3 0,32 3 0,11 3 0,32 28 1,00 2,61 116 Lampiran 19 Perawatan alat 117 lanjutan Lampiran 19. 118 Lampiran 20 Analisis keselamatan kerja operasi penangkapan ikan 119 Lampiran 21 Tabel selam U.S. Navy untuk selam rekreasi/olahraga Sumber : Buku Petunjuk 1 Star SCUBA Diver CMAS - Indonesia 120 Lampiran 22 Dokumentasi penelitian Beberapa unit kapal perikanan panah 121 lanjutan Lampiran 22. Nelayan panah dengan perlengkapannya siap melaut 122 lanjutan Lampiran 22. Anak panah, terbuat dari logam tahan karat Senter selam (alat bantu penangkapan)