Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan

advertisement
ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN KESELAMATAN KERJA
PERIKANAN PANAH (SPEARFISHING) DI KEPULAUAN
KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH
HAMBA AINUL MUBAROK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Keberlanjutan dan
Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa
Kabupaten Jepara Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2012
Hamba Ainul Mubarok
NIM C452080041
ABSTRACT
HAMBA AINUL MUBAROK. Spearfishing Sustainability and Job Safety
Analysis in Karimunjawa Islands Jepara Regency Central Java. Under direction of
SUGENG HARI WISUDO and BUDHI HASCARYO ISKANDAR.
Speargun is a productive fishing gear operated by Karimunjawa fishermen.
Spearfishermen face potential conflict with other fishermen and also facing major
health risk. Objectives of this research are to identify and describe spearfisheries,
determine spearfisheries status based on CCRF perspective, define development
strategy, and describe job safety analysis. This research was carried out using
survey methods. Spearfishing is one night trip operations, spearfishermen
undertake five to six trip a week. Spearfishing operations perform nearly
throughout the year. Spearfisheries target fish mostly reef fishes. 65 species
caught by spearfishermen, weighted 38,767.9 kg, by effort as many as 582 trips.
Average CPUE is 63.27 kg / trip. Spearfisheries viewed from CCRF perspective,
not fully support CCRF concept. Biological, technological, and social aspects
need to improve. External factors affecting spearfisheries system are political,
economic, social, cultural, and technological developments. Those external factors
make enough impact on Karimunjawa spearfisheries development. Internal factors
include management, human resources, and fish resources. Internal factors
conditions are able to overcome various problems in spearfisheries. Spearfishing
operations by diving is high risk activities. Spearfisheries operations work steps
sequence analyzed its potential hazards / accidents and what prevention measures
needs to take to minimize that potential hazards / accidents.
Key words: potential conflicts, reef fishes, CCRF, potential hazards / accidents
RINGKASAN
HAMBA AINUL MUBAROK. Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja
Perikanan Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimujawa Kabupaten Jepara
Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan BUDHI
HASCARYO ISKANDAR.
Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kabupaten Jepara yang
ditetapkan sebagai kawasan taman nasional pada tahun 1988. Kegiatan utama
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Karimunjawa meliputi penangkapan
ikan, budidaya, dan pariwisata. Panah (speargun) merupakan salah satu alat
tangkap yang cukup produktif yang dioperasikan oleh nelayan di Kepulauan
Karimunjawa. Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan perikanan panah
diantaranya adalah jenis-jenis ikan karang seperti kakap, kerapu, ekor kuning,
ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan marlin serta beberapa jenis ikan lainnya.
Penggunaan panah cukup menimbulkan kontroversi, baik dikalangan nelayan
sendiri maupun pada komunitas masyarakat lainnya. Nelayan panah, selain sering
menghadapi potensi konflik dengan nelayan alat tangkap lainnya juga menghadapi
risiko kesehatan yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mendeskripsikan perikanan panah, menentukan status perikanan panah
berdasarkan CCRF, menentukan strategi pengembangan perikanan panah, dan
membuat batasan keselamatan kerja yang dapat digunakan sebagai pedoman
untuk kegiatan perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Data yang
dikumpulkan berupa jumlah unit perikanan panah, ikan hasil tangkapan,
komposisi hasil tangkapan, biaya operasi, harga jual ikan hasil tangkapan,
nelayan, dan informasi mengenai metode operasi penangkapan ikan, serta
informasi lainnya yang mendukung penelitian ini.
Operasi penangkapan ikan nelayan panah merupakan operasi penangkapan
one night trip, dalam satu minggu nelayan melakukan lima sampai enam kali trip.
Nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan hampir sepanjang tahun,
nelayan tidak berangkat melaut ketika terang bulan, serta ketika kondisi cuaca
buruk. Kondisi cuaca buruk biasanya terjadi pada bulan Desember sampai bulan
Januari, yang merupakan puncaknya musim angin barat. Nelayan mulai berangkat
melaut pada sore hari sekitar jam 15.00 – 16.00. Operasi penangkapan ikan
dilakukan pada malam hari, selama 7 sampai 14 jam, tergantung jumlah ikan yang
tertangkap, kemudian pulang sekitar jam 5 pagi. Sesampainya di daerah
penangkapan ikan, nelayan masuk ke air, membawa alat tangkap (panah)
kemudian menyelam menggunakan suplai udara dari kompresor dan membawa
senter kedap air sebagai sumber cahaya. Selama operasi penangkapan ikan, satu
orang nelayan tetap berada di atas kapal untuk menjaga dan mengoperasikan
kompresor, sedangkan nelayan yang lainnya menyelam untuk memanah ikan.
Nelayan melakukan satu kali penyelaman selama 60 sampai 180 menit, dalam
satu trip mereka melakukan maksimum dua kali penyelaman, dengan jarak antar
waktu penyelaman antara 60 sampai 120 menit. Kedalaman penyelaman berkisar
antara 2 sampai 30 meter. Selain menggunakan bantuan kompresor untuk suplai
udara, ada juga nelayan panah di Karimunjawa yang melakukan penyelaman
bebas (freediving) untuk menangkap ikan.
Target penangkapan nelayan panah Karimunjawa pada umumnya adalah
ikan-ikan karang. Terdapat 65 spesies ikan dari 21 famili yang tertangkap oleh
nelayan panah. Perikanan panah pada periode waktu November 2009 sampai
Desember 2010 menghasilkan produksi seberat 38.767,9 kg dari jumlah upaya
sebanyak 582 trip. CPUE (hasil tangkap per unit upaya) rata-rata unit perikanan
panah adalah 63,27 kg/trip. CPUE terbesar dihasilkan nelayan pada bulan
November 2009, yaitu sebesar 85,22 kg/trip. Bulan Desember 2010, hasil
tangkapan dan upaya yang dilakukan nelayan paling sedikit dibandingkan bulan
lainnya, hal ini menghasilkan nilai CPUE paling kecil, yaitu 43,16 kg/trip. Famili
Caesionidae mendominasi produksi perikanan panah dengan hasil tangkapan
sebesar 76,34 % atau seberat 29.595,4 kg dari total hasil tangkapan.
Pelaku sistem perikanan panah di Karimunjawa diantaranya adalah nelayan,
pemilik kapal, pemilik/pemberi modal, bakul/pengumpul, pemerintah, pengelola
Taman Nasional Karimunjawa, organisasi non pemerintah, dan penduduk lainnya.
Sistem perikanan panah di Karimunjawa bertujuan untuk memanfaatkan
sumberdaya ikan yang ada untuk kesejahteraan nelayan. Pemanfaatan sumberdaya
ikan harus diatur sedemikian rupa agar sumberdaya tetap lestari sehingga kegiatan
perikanan, khususnya perikanan panah tetap menguntungkan.
Perikanan panah di Karimunjawa, dilihat dari sudut pandang CCRF, belum
sepenuhnya mendukung konsep CCRF. Aspek biologi, aspek teknologi, dan aspek
sosial perlu dibenahi sehingga perikanan panah dapat benar-benar dikategorikan
sebagai alat penangkapan ikan yang mendukung konsep CCRF.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah di
Karimunjawa diantaranya adalah kebijakan politik, kondisi ekonomi, sosial
budaya, dan perkembangan teknologi. Faktor eksternal tersebut, setelah dievaluasi
mendapatkan nilai 2,5. Artinya kondisi lingkungan (faktor eksternal) cukup
berpengaruh terhadap pengembangan kegiatan perikanan panah. Faktor-faktor
internal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah diantaranya adalah fungsi
manajemen, sumberdaya manusia, dan sumberdaya ikan. Faktor-faktor internal
tersebut, kemudian dievaluasi dan diberi nilai kuantitatif berdasarkan kondisi
perikanan panah di Karimunjawa, setelah dievaluasi mendapatkan nilai diatas
rata-rata (2,5), yaitu sebesar 2,61. Kondisi faktor internal mampu mengatasi
berbagai masalah yang ada pada kegiatan perikanan panah.
Operasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara menyelam berisiko tinggi
terhadap kesehatan/keselamatan nelayan. Urutan langkah kerja dalam kegiatan
operasi penangkapan ikan kemudian dianalisis potensi bahaya/kecelakaan yang
mungkin timbul serta tindakan pencegahan apa yang perlu dilakukan untuk
menghilangkan atau meminimalisir potensi bahaya/kecelakaan tersebut.
Kata kunci: penyelaman kompresor, sistem perikanan panah, CCRF, potensi
bahaya/kecelakaan
@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN KESELAMATAN KERJA
PERIKANAN PANAH (SPEARFISHING) DI KEPULAUAN
KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH
HAMBA AINUL MUBAROK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si.
Judul Tesis
Nama
NIM
: Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan
Panah (Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa
Kabupaten Jepara Jawa Tengah
: Hamba Ainul Mubarok
: C452080041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
Ketua
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Sistem dan
Pemodelan Perikanan Tangkap
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc.
Tanggal Ujian:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga usulan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
rencana penelitian ini adalah mengenai perikanan panah, dengan judul “Analisis
Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah (Spearfishing) di
Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir.
Sugeng Hari Wisudo, M.Si. dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. selaku
komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan, serta kepada Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc.
dan Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si. selaku penguji dalam ujian tesis. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Tasrif Kartawijaya, Rian Prasetia, Irfan
Yulianto dan Wildlife Conservation Society – Indonesia Program atas izinnya
untuk menggunakan data dan informasi serta kerjasamanya sehingga penelitian ini
dapat terlaksana.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2012
Hamba Ainul Mubarok
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal
15 Februari 1979 dari ayah Drs. H. Hanafi dan ibu Hj. Ade
Aisyah. Penulis merupakan putra pertama dari empat
bersaudara.
Pendidikan sarjana penulis tempuh mulai tahun 1997 di
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis melanjutkan ke
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Mayor Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap sejak tahun 2008.
Sejak tahun 2004 penulis bekerja sebagai staf di Laboratorium Keselamatan
Kerja dan Observasi Bawah Air, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis aktif dalam kegiatan organisasi Naarboven Diving Club sebagai pengurus
bidang teknik.
Penulis juga pernah mengikuti beberapa seminar dan pelatihan seperti
pelatihan Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN Tingkat II) pada bulan
Agustus 2005. Penulis juga mengikuti Spesialisasi Penyelaman Dalam, Navigasi
Bawah Air, Search And Recovery, Recue Diver dan pada bulan Desember 2011
penulis meraih jenjang sertifikat 4 Star Scuba Diver (Master Scuba Diver)
POSSI-CMAS di Tobelo, Halmahera Utara.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... vii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... ix
1
PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................7
2.1
2.2
2.3
2.4
3
Perikanan Panah ....................................................................................... 7
Analisis Sistem Perikanan Panah ........................................................... 10
Analisis Pengembangan Perikanan Panah.............................................. 17
Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA) ..................... 19
METODOLOGI PENELITIAN......................................................................23
3.1
3.2
3.3
3.4
4
Latar Belakang.......................................................................................... 1
Perumusan Masalah.................................................................................. 2
Tujuan Penelitian...................................................................................... 3
Manfaat Penelitian.................................................................................... 3
Kerangka Pemikiran ................................................................................. 3
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 23
Metode Penelitian................................................................................... 23
Jenis Data ............................................................................................... 23
Analisis Data .......................................................................................... 23
3.4.1 Deskripsi unit perikanan panah................................................... 23
3.4.2 Analisis sistem perikanan panah ................................................. 25
3.4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF............................. 25
3.4.4 Analisis pengembangan perikanan panah ................................... 27
3.4.5 Analisis keselamatan kerja (Job Safety Analysis – JSA) ........... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................33
4.1 Unit Perikanan Panah ............................................................................. 33
4.1.1 Kapal ........................................................................................... 33
4.1.2 Alat Tangkap............................................................................... 34
4.1.3 Nelayan ....................................................................................... 35
4.1.4 Metode operasi penangkapan ikan .............................................. 36
4.1.5 Daerah penangkapan ikan ........................................................... 37
4.1.6 Upaya penangkapan ikan ............................................................ 38
4.1.7 Hasil tangkapan perikanan panah................................................ 39
4.1.8 Hasil tangkap per unit upaya (CPUE)......................................... 41
4.1.9 Komposisi hasil tangkapan ......................................................... 42
4.1.10 Nilai hasil tangkapan................................................................... 48
4.2 Analisis Sistem Perikanan Panah ........................................................... 54
i
4.2.1 Analisis Kebutuhan ..................................................................... 54
4.2.2 Formulasi permasalahan pada sistem perikanan panah............... 55
4.2.3 Identifikasi sistem........................................................................ 57
4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF......................................... 60
4.4 Analisis Pengembangan Perikanan Panah .............................................. 66
4.4.1 Analisis faktor eksternal .............................................................. 67
4.4.2 Analisis faktor internal ................................................................ 70
4.4.3 Analisis internal-eksternal ........................................................... 72
4.4.4 Matriks SWOT ............................................................................ 73
4.5 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA) ...................... 74
5
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 83
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 83
5.2 Saran ....................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 85
LAMPIRAN .......................................................................................................... 89
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Matriks External Factor Evaluation ...............................................................28
2.
Matriks Internal Factor Evaluation................................................................28
3.
Matriks Strengths Weaknesses Opportunities Threats....................................30
4.
Lembar kerja analisis keselamatan kerja ........................................................32
5.
Pelaku dan kebutuhan dari pelaku sistem perikanan panah di
Karimunjawa...................................................................................................54
6.
Analisis PEST (politik, ekonomi, sosial budaya – demografi, teknologi)......67
7.
Peluang dan ancaman PEST (politik, ekonomi, sosial budaya –
demografi, teknologi)......................................................................................68
8.
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) strategi pengembangan
perikanan panah di Karimunjawa ...................................................................69
9.
Analisis fungsional faktor internal..................................................................70
10. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) strategi pengembangan
perikanan panah di Karimunjawa ...................................................................71
11. Tabel Matriks Eksternal - Internal ..................................................................72
12. Matriks SWOT pengembangan perikanan panah di Karimunjawa ................73
13. Analisis keselamatan kerja kegiatan perikanan panah di Karimunjawa .........76
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Kerangka pemikiran perikanan panah yang aman, ramah lingkungan
dan menguntungkan. .........................................................................................5 Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004) .....................................................19 Peta kepulauan Karimunjawa..........................................................................24 Matriks internal- eksternal (David, 2003).......................................................29 Model perumusan strategi (Nurani, 2008). .....................................................30 Kapal perikanan panah dengan alat bantu kompresor di Karimunjawa..........33 General arrangement kapal panah Karimunjawa...........................................34 Alat tangkap panah..........................................................................................35 Fluktuasi jumlah upaya (trip) penangkapan ikan per bulan pada periode
November 2009 – Desember 2010..................................................................38 Fluktuasi hasil tangkapan (kg) per bulan pada periode November 2009
– Desember 2010. ...........................................................................................39 Fluktuasi hasil tangkapan (kg) perikanan non-panah per bulan pada
periode November 2009 – Desember 2010.....................................................40 Fluktuasi CPUE perikanan panah Karimunjawa per bulan ............................42 Komposisi hasil tangkapan per famili pada periode November 2009 –
Desember 2010. ..............................................................................................43 Fluktuasi hasil tangkapan famili Caesionidae per bulan.................................44 Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Serranidae per bulan ...........................45 Fluktuasi hasil tangkapan famili Scaridae per bulan ......................................46 Fluktuasi hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan ......................................47 Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Pomacanthidae per bulan....................48 Fluktuasi nilai hasil tangkapan per bulan pada periode November 2009
– Desember 2010 ............................................................................................49 Nilai hasil tangkapan ikan per famili pada periode November 2009 –
Desember 2010 ...............................................................................................50 Fluktuasi nilai hasil tangkapan Famili Caesionidae per bulan........................51 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Serranidae per bulan...........................51 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Scaridae per bulan ..............................52 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan ..............................53 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae per bulan....................53 Diagram sebab akibat (causal loop) sistem perikanan panah di
Karimunjawa...................................................................................................57 Diagram input-output sistem perikanan panah di Karimunjawa ....................60 v
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Unit perikanan panah ......................................................................................91 2.
Sistem bagi hasil .............................................................................................92 3.
Operasi penangkapan ikan ..............................................................................93 4.
Biaya operasi penangkapan ikan.....................................................................94 5.
Peta daerah penangkapan ikan ........................................................................97 6.
Daerah penangkapan ikan ...............................................................................98 7.
Grafik biomasa (kg/ha) dan kelimpahan (ind/ha) rata-rata (±SE) ikan
karang tanpa famili Pomacentridae di Karimunjawa pada setiap tahun
pengamatan ...................................................................................................100 8.
Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan per bulan .............................101 9.
Hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Kg)............................................102 10. Gambar hasil tangkapan famili Caesionidae.................................................104 11. Gambar hasil tangkapan famili Serranidae ...................................................105 12. Gambar hasil tangkapan famili Scaridae ......................................................107 13. Gambar hasil tangkapan famili Sepiidae ......................................................108 14. Gambar hasil tangkapan famili Pomacanthidae............................................109 15. Hasil tangkapan perikanan panah .................................................................110 16. Nilai hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Rp)....................................112 17. Tabel External Factor Evaluation ................................................................114 18. Tabel Internal Factor Evaluation .................................................................115 19. Perawatan alat ...............................................................................................116 20. Analisis keselamatan kerja operasi penangkapan ikan .................................118 21. Tabel selam U.S. Navy untuk selam rekreasi/olahraga ................................119 22. Dokumentasi penelitian.................................................................................120 vii
viii
DAFTAR ISTILAH
Alat dasar selam : Merupakan peralatan utama yang dipakai untuk snorkeling
yang terdiri dari :
1)
Masker selam : Alat untuk membantu melihat di bawah air. Mata manusia
tidak bisa melihat dengan jelas apabila terjadi kontak langsung dengan air.
2)
Snorkel : Alat untuk membantu bernafas, digunakan di permukaan.
3)
Fin : Dipakai di kaki, merupakan alat untuk mempermudah gerakan
(berenang) baik di permukaan maupun di bawah air.
Alat SCUBA : Merupakan alat yang membantu penyelam untuk bernafas di
bawah permukaan air. Menyelam SCUBA biasanya dilakukan untuk rekreasi,
kompetisi atau beberapa pekerjaan bawah air.
Barotrauma : Kerusakan fisik pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh
perbedaan tekanan antara ruang udara di dalam tubuh dengan lingkungan
sekitarnya
Catch per Unit Effort (CPUE) : Hasil tangkapan per unit upaya.
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) : Tata cara pengelolaan
perikanan yang bertanggung jawab. Tata cara ini dibuat oleh FAO, kemudian
dapat diacu oleh negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya
perikanannya.
Dead air space : Daerah atau ruangan atau tempat dimana udara terperangkap dan
tidak bersirkulasi.
Decompression (Dekompresi) : Dalam konteks penyelaman, SCUBA atau
menggunakan suplai udara lainnya, berasal dari penurunan tekanan lingkungan
yang dialami oleh penyelam ketika naik ke permukaan pada akhir penyelaman,
mengacu pada berkurangnya tekanan dan proses yang memungkinkan gas inert
terlarut dalam organ tubuh. Gas-gas ini dapat membentuk gelembung dalam
jaringan tubuh penyelam jika konsentrasinya terlalu tinggi dan/atau ketika
ix
kecepatan naik ke permukaan yang terlalu tinggi. Gelembung tersebut dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan yang dikenal sebagai penyakit dekompresi.
Decompression Sickness – DCS (Penyakit dekompresi) : Dikenal juga sebagai
penyakit penyelam, adalah suatu kondisi yang timbul dari gas terlarut dalam
jaringan tubuh menjadi gelembung pada saat tekanan lingkungan turun. DCS
paling sering merujuk kepada salah satu bahaya penyelaman SCUBA, tetapi dapat
juga dialami oleh para pekerja tambang di bawah perut bumi.
Free-diving (selam bebas) : Merupakan salah satu bentuk penyelaman yang tidak
menggunakan bantuan alat SCUBA maupun suplai udara eksternal lainnya.
Penyelam bebas mengandalkan kekuatan nafasnya untuk menyelam sampai
kembali ke permukaan. Kegiatan selam bebas ini diantaranya dilakukan untuk
snorkeling, fotografi, memanah ikan (spearfishing) dan kompetisi apnea.
Hypothermia (hipotermia) : Suatu kondisi dimana suhu inti tubuh turun di bawah
suhu yang dibutuhkan untuk metabolisme dan fungsi-fungsi tubuh yang normal,
yaitu 35° C (95° F). Suhu tubuh normal biasanya dipertahankan konstan pada
suhu antara 36,5 – 37,5° C (98 – 100° F) melalui homeostasis biologis atau
termoregulasi. Jika tubuh terpapar suhu dingin dan mekanisme dalam tubuh tidak
dapat menggantikan panas yang hilang, maka penurunan temperatur inti terjadi.
Gejala awal yang umum timbul seperti menggigil dan kebingungan mental.
Apabila kondisi ini dibiarkan, maka akan terjadi penurunan rasio detak jantung,
rasio nafas, tekanan darah, dan metabolisme tubuh lainnya.
Ikan lain (Mayor Famili) : Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan
dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae
Labridae, Apogonidae dll.).
Ikan indikator : Merupakan jenis-jenis ikan penentu kondisi terumbu karang
karena ikan ini erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari
Famili Chaetodontidae (kepe-kepe).
x
Ikan target : merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan
ikan ekonomis penting atau ikan kosumsi, seperti; Seranidae, Lutjanidae,
Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae Labridae (Chelinus,
Himigymnus, choerodon) dan Haemulidae.
Kapal perikanan : Kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk
melakukan
penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
penangkapan
ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,
dan penelitian/eksplorasi perikanan.
Lung over-expansion injuries : Cedera yang disebabkan oleh menahan nafas
pada saat naik ke permukaan. Hukum Boyle menyatakan bahwa, volume
berbanding terbalik dengan tekanan. Itu berarti, jika mengambil napas saat
menyelam kemudian naik, udara di paru-paru akan bertambah volumenya seiring
dengan berkurangnya tekanan. Jika menahan nafas, udara yang bertambah
volumenya
tersebut
terperangkap
di
dalam
paru-paru,
sehingga
dapat
memecahkan alveoli paru-paru, kemudian udara keluar dari paru-paru dan masuk
ke dalam organ tubuh. Gejala umum dari lung over-expansion injuries diantaranya
adalah mati rasa, kehilangan pendengaran, kehilangan penglihatan, kehilangan
suara, nyeri dada, kesulitan bernapas, pingsan, dan bahkan kematian. Lung overexpansion injuries timbul dalam empat cara, yaitu :
1)
Arterial Gas Embolism (AGE). Dalam kasus ini, udara masuk ke dalam
aliran darah dan terus ikut mengalir sampai ke kapiler kecil menuju otak
dimana gelembung udara tersebut menutup aliran darah. Hasilnya adalah
stroke. AGE ini dapat menyebabkan kelumpuhan, kerusakan otak, dan
bahkan kematian.
2)
Mediastinal Emphysema. Kondisi ini terjadi ketika udara berkumpul dalam
rongga yang mengelilingi jantung. Hal ini menambah tekanan pada jantung
dan dapat mengakibatkan gagal jantung.
3)
Pneumothorax. Terjadi ketika gelembung udara masuk ke dalam rongga
pleura di luar paru-paru. Kondisi ini menyebabkan nyeri dada dan dapat
mengakibatkan terhentinya funsi paru-paru.
xi
4)
Subcutaneous Emphysema. Merupakan manifestasi cedera lung overexpansion yang paling tidak berbahaya. Dalam hal ini, udara berkumpul
dalam jaringan tubuh di bawah kulit, biasanya sekitar bahu dan leher.
Menyebabkan kulit seperti terkena alergi dan gatal.
Konservasi sumberdaya ikan : Upaya perlindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk
menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya
ikan.
Nelayan : Orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi
penangkapan ikan, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut :
(i) Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman
air.
(ii) Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air
lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan ikan,
nelayan kategori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain.
(iii) Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu
kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan.
No-Decompression Limit (NDL) : Batas waktu penyelaman tanpa dekompresi.
NDL bervariasi pada setiap kedalaman penyelaman dan penyelaman ke-berapa
yang dilakukan pada hari itu. Seorang penyelam yang menyelam lebih lama dari
batas tanpa dekompresi tidak boleh naik langsung ke permukaan, tetapi harus
berhenti berkala selama waktu tertentu dan pada beberapa kedalaman tertentu saat
ia naik ke permukaan untuk meminimalisir risiko terkena penyakit dekompresi.
Pengelolaan perikanan : Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,
alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan
xii
perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau
otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas
sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Penyelaman bebas (freediving) : Bentuk penyelaman yang tidak melibatkan
penggunaan peralatan selam SCUBA atau perangkat pernapasan eksternal lainnya,
tetapi lebih mengandalkan pada kemampuan penyelam untuk menahan nafasnya
sampai kembali ke permukaan. Prakteknya termasuk pada perikanan panah,
fotografi, kejuaraan selam bebas, dan snorkeling.
SCUBA : Self-Contained Underwater Breathing Apparatus. Merupakan salah satu
alat bantu pernafasan untuk melakukan kegiatan penyelaman.
Speargun (panah, KEPMEN 06 2010) : Senapan yang didesain untuk
melontarkan sebilah anak panah, biasanya digunakan di bawah permukaan air
untuk menembak ikan.
The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) : Disebut
juga Konvensi Hukum Laut atau Hukum Perjanjian Laut, adalah perjanjian
internasional yang dihasilkan dari Konferensi PBB tentang Hukum Laut yang
ketiga (UNCLOS III) yang berlangsung dari tahun 1973 sampai tahun 1982.
Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam
pengelolaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk kegiatan komersial,
konservasi lingkungan, dan pengelolaan sumberdaya alam laut.
Wildlife Conservation Society (WCS) : Merupakan sebuah organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang konservasi margasatwa dan lingkungan.
Organisasi ini berkantor pusat di New York, Amerika Serikat. WCS melakukan
kegiatan-kegiatan konservasi di Indonesia sejak tahun 1965, kemudian pada tahun
1991 dibentuklah The Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCSIP). Sejak tahun 2002 WCS-IP mulai melakukan kegiatan-kegiatan konservasi di
Kepulauan Karimunjawa.
xiii
Wetsuit : Pakaian yang biasanya terbuat dari neoprene. Umumnya dikenakan oleh
peselancar, penyelam, windsurfer, dan olahraga air lainnya. Berfungsi untuk
menjaga panas tubuh, mencegah gesekan benda yang dapat menggores kulit dan
menambah daya apung. Sifat isolasi tergantung pada gelembung-gelembung gas
pada neoprene, yang mengurangi kemampuannya untuk menghantarkan panas.
Gelembung tersebut juga membuat wetsuit mempunyai kerapatan rendah,
sehingga menambah daya apung di dalam air.
Sumber :
FAO 1995, UU No. 45 2009, KEPMEN No. KEP.06/MEN/2010, KKP 2010,
TERANGI 2004, wcs.or.id, en.wikipedia.org/wiki/Free-diving,
www.doalasvegas.com/html/diving_injuries.html,
xiv
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008 perikanan tangkap dan budidaya
menghasilkan 142 juta ton ikan. Produksi perikanan tangkap dunia mencapai 90
juta ton dan relatif stabil dalam satu dekade terahir. Cina, Peru dan Indonesia
adalah tiga besar produsen perikanan tangkap dunia (FAO, 2010). Berpijak pada
kondisi itulah, Indonesia bertekad untuk menjadi negara penghasil produk
kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015. Tekad tersebut didasari fakta
bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan melimpah dan beragam, serta
area budidaya yang dapat dipacu untuk meningkatkan produksi perikanan
nasional.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan sangat tergantung pada potensi,
kelimpahan, produksi, dan juga permintaan pasar atas sumberdaya tersebut.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan di suatu perairan sebaiknya difokuskan pada
komoditas perikanan unggulan wilayah perairan tersebut sehingga dapat menjadi
keunggulan kompetitif dibandingkan wilayah lainnya.
FAO telah menetapkan Code of Conduct for Responsible Fisheries, dalam
ketentuan tersebut, FAO merekomendasikan negara-negara anggotanya untuk
menerapkan
konsep
penggunaan
teknologi
penangkapan
ikan
yang
bertanggungjawab yakni selektif, rendah hasil tangkapan sampingan dan tidak
merusak lingkungan. Penggunaan teknologi penangkapan ikan yang tidak tepat
selain dapat merusak kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan perairan
juga dapat mengurangi efisiensi penangkapan ikan.
Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kabupaten Jepara yang
ditetapkan sebagai kawasan taman nasional pada tahun 1988. Jika ditinjau dari sisi
kebijakan pembangunan, baik pada lingkup Provinsi Jawa Tengah maupun
Kabupaten Jepara, diketahui bahwa fungsi utama yang akan dikembangkan di
wilayah Kepulauan Karimunjawa adalah fungsi konservasi, budidaya, wisata
alam/bahari serta kegiatan sosial kemasyarakatan.
2
Kegiatan utama pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Karimunjawa
meliputi penangkapan ikan, budidaya, dan pariwisata. Kerusakan habitat terumbu
karang di Karimunjawa terjadi karena adanya praktek pengambilan karang hidup
untuk aquarium, karang mati untuk bahan bangunan, penangkapan ikan hias
dengan bahan beracun dan ikan karang dengan bahan peledak.
Panah (speargun) merupakan salah satu alat tangkap yang cukup produktif
yang dioperasikan oleh nelayan di Kepulauan Karimunjawa. Target penangkapan
perikanan panah adalah jenis-jenis ikan karang seperti kakap, kerapu, ekor kuning.
Nelayan panah juga menangkap ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan marlin
serta beberapa jenis ikan lainnya.
Penggunaan panah cukup menimbulkan kontroversi, baik dikalangan
nelayan maupun pada komunitas masyarakat lainnya. Nelayan panah sering
menghadapi potensi konflik dengan nelayan alat tangkap lainnya mereka
memanah semua ikan yang mempunyai nilai ekonomis. Potensi konflik juga
datang dari, diantaranya komunitas penyelam SCUBA yang melarang para
penyelam
untuk
melakukan
aktivitas
menangkap
ikan
dengan
panah
(spearfishing). Bahkan otoritas perikanan Australia melarang penggunaan
SCUBA dalam perikanan panah komersial, karena dapat mengganggu kelestarian
sumberdaya ikan. Nelayan panah disinyalir menangkap semua jenis ikan yang
bernilai ekonomis, termasuk jenis-jenis ikan yang dilindungi.
Penggunaan alat bantu pernafasan (SCUBA, hookah dan lain-lain) pada
perikanan panah di Indonesia secara luas masih dilakukan nelayan, oleh karena itu
nelayan panah menghadapi risiko kesehatan yang besar. Nelayan seringkali
mengabaikan kaidah-kaidah baku penyelaman sehingga dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit penyelaman yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan
bahkan dapat merenggut nyawa nelayan tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Nelayan panah memanah semua jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis.
Hal ini menimbulkan keluhan dari nelayan alat tangkap lain, karena jumlah hasil
tangkapan mereka menurun. Kegiatan perikanan panah belum diatur dengan jelas
serta belum diketahui tingkat keramahan lingkungannya. Melihat kondisi ini
3
penelitian tentang perikanan panah perlu dilakukan agar memenuhi tatalaksana
perikanan yang bertangggung jawab (CCRF). Pendekatan dengan Code of
Conduct for Responsible Fisheries diharapkan dapat menjelaskan unit perikanan
panah sebagai alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan bisa
mengidentifikasikan lebih jelas lagi mengenai metode operasinya secara lengkap,
sehingga dapat meredam potensi konflik yang ada.
Selain itu, operasi perikanan panah dilakukan dengan menyelam memiliki
potensi bahaya yang belum teridentifikasi, oleh karena itu diperlukan suatu
standar keselamatan minimum dalam operasi penangkapan ikan untuk
mengurangi atau bahkan menghilangkan potensi risiko dan kondisi yang tidak
terduga.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mengidentifikasi dan mendeskripsikan perikanan panah di Kepulauan
Karimunjawa.
2) Menentukan status perikanan panah berdasarkan CCRF.
3) Menentukan strategi pengembangan perikanan panah.
4) Mengidentifikasi risiko kerja pada kegiatan perikanan panah di Kepulauan
Karimunjawa.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah optimasi operasi perikanan panah supaya
lebih efektif dan efisien sehingga kualitas kehidupan nelayan dapat meningkat.
1.5 Kerangka Pemikiran
Alat tangkap yang ramah lingkungan merupakan suatu keharusan dalam
memanfaatkan sumberdaya perikanan dan menjadi salah satu syarat untuk
menjaga sumberdaya agar tetap lestari. Sejauh ini pengoperasian panah sebagai
alat penangkapan ikan telah menimbulkan perbedaan pendapat dengan nelayan
alat penangkapan ikan lainnya, seperti nelayan muroami, nelayan jaring insang,
nelayan pancing dan nelayan bubu.
4
Hal ini tentunya memerlukan kajian lebih lanjut mengenai penggunaan dan
pengelolaan alat tangkap panah secara lebih dalam supaya dapat diketahui akar
permasalahan dan solusi dari masalah tersebut. Oleh sebab itu sebagai salah satu
upaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya, harus diketahui apakah panah
termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan dari berbagai aspek.
Operasi penangkapan ikan dengan panah berisiko cukup tinggi. Nelayan
panah melakukan operasi penangkapan ikan dengan cara menyelam. Apabila
nelayan melakukan penyelaman tanpa mengikuti prosedur penyelaman yang baku,
maka akan meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit penyelaman yang
bersifat langsung maupun laten, dan berpotensi mengancam keselamatan nelayan
tersebut.
Berdasarkan tabel selam U.S. Navy untuk selam rekreasi/olahraga,
penyelaman yang dilakukan pada kedalaman lebih dari 10 meter dengan waktu
penyelaman yang lama (lebih dari 300 menit) dapat menimbulkan penyakit
penyelaman, seperti keracunan nitrogen (nitrogen narcosis) dan penyakit
dekompresi yang menimbulkan gejala-gejala seperti kepala pusing, kesemutan,
pegal-pegal pada persendian dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Sejauh ini
nelayan perikanan panah melakukan operasi penangkapan ikan pada kisaran
kedalaman 2 – 30 meter, dengan kisaran waktu penyelaman selama 60 – 180
menit, selain itu operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan panah
menimbulkan perselisihan dengan nelayan alat tangkap ikan lainnya. Penerapan
prosedur penyelaman yang baku sangat penting dilakukan untuk menjaga
kesehatan dan keselamatan nelayan.
Faktor-faktor ekonomi dalam usaha perikanan panah juga perlu ditelaah.
Apabila ternyata usaha perikanan panah tidak menguntungkan secara ekonomi,
maka perlu dilakukan perbaikan sehingga usaha perikanan panah dapat
menguntungkan secara ekonomi. Akhirnya panah menjadi alat tangkap yang lebih
ramah lingkungan, aman untuk dioperasikan serta usaha perikanan panah juga
menguntungkan secara ekonomi.
5
Analisis Keberlanjutan dan Keselamatan Kerja Perikanan Panah
(Spearfishing) di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah
Masalah :
 Status ramah lingkungan perikanan panah
 Keselamatan kerja operasi penangkapan perikanan
panah
Identifikasi risiko
Identifikasi perikanan panah di
Kepulauan Karimunjawa
Pengolahan data
Analisis Deskriptif Komparatif:
 Ramah lingkungan (CCRF)
 SWOT
 Keselamatan kerja (JSA)
Strategi pengembangan perikanan
panah
Perikanan panah yang aman, ramah lingkungan dan
menguntungkan
Gambar 1
Kerangka pemikiran perikanan panah yang aman, ramah
lingkungan dan menguntungkan.
6
7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Panah
Berdasarkan KEPMEN No. KEP.06/MEN/2010 tentang alat penangkapan
ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, alat tangkap
speargun ini disebut panah. Termasuk ke dalam kelompok alat penangkapan ikan
menjepit dan melukai (grappling and wounding). FAO dalam jurnal FAO
Fisheries Technical Paper : Definition and Classification of Fishing Gear
Categories mengkategorikan alat tangkap panah ini ke dalam kelompok grappling
and wounding gear. Subani dan Barus (1988) mengelompokkan alat tangkap
panah ke dalam kelompok “lain-lain alat penangkap ikan” dengan istilah rifle
(senapan ikan).
Dewasa ini perikanan panah menggunakan alat yang lebih modern dan
efektif yaitu speargun. Speargun adalah senapan yang didesain untuk melontarkan
sebilah anak panah, biasanya digunakan di bawah permukaan air untuk memanah
ikan. Anak panah dilontarkan dari senapan dengan menggunakan tali karet atau
udara bertekanan. Perikanan panah bisa dilakukan dengan cara menyelam, baik
menggunakan alat bantu pernafasan (SCUBA diving dan hookah) maupun tanpa
alat bantu pernafasan (free-diving).
Kegiatan memanah ikan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan
ekonomi nelayan, terutama nelayan di perairan tropis dengan menggunakan
peralatan snorkeling. Kegiatan memanah ikan juga dilakukan untuk tujuan
rekreasi (sport spearfishing) (www.wikipedia.org).
Metode dan lokasi memanah ikan dengan penyelaman bebas, sangat
beragam di seluruh dunia. Variasi yang terjadi tergantung pada spesies ikan target
dan peralatan yang digunakan. Berikut beberapa tipe perikanan panah yang umum
dilakukan di seluruh dunia (www.wikipedia.org).

Menyelam dari pantai
Menyelam dari pantai merupakan salah satu bentuk perikanan panah yang
paling umum dilakukan, yaitu dengan cara masuk dan keluar air dari pantai
dan kemudian melakukan perburuan. Biasanya dilakukan di sekitar
ekosistem terumbu karang, tetapi juga dilakukan di sekitar daerah yang
8
berbatu, ekosistem kelp, dan daerah berpasir. Perburuan ikan dilakukan pada
kedalaman 5 sampai 25 meter, tergantung pada lokasinya. Pada beberapa
lokasi di Pasifik Selatan, para penyelam dihadapkan dengan kontur laut yang
menurun tajam (drop-off) dari 5 meter sampai 30 atau bahkan 40 meter
dengan jarak yang sangat dekat dari garis pantai.
Hasil tangkapan cukup beragam, utamanya ikan karang, tapi seringkali ikan
pelagis besar juga tertangkap dan bisa menjadi target khusus penangkapan
ikan. Kantung penyimpanan ikan hasil tangkapan sebaiknya tidak dibawa
atau diikatkan pada penyelam karena dapat mengganggu pergerakan
penyelam di bawah air, khususnya ketika naik atau turun dari penyelaman
yang cukup dalam. Membawa kantung ikan hasil tangkapan pada perairan
yang banyak terdapat hiu sangat berbahaya karena dapat meningkatkan risiko
serangan hiu. Sebaiknya kantung peenyimpanan ikan hasil tangkapan
diikatkan pada sebuah pelampung, sehingga tidak mengganggu penyelam.

Menggunakan perahu
Perahu, kapal atau bahkan kayak dapat digunakan untuk mengakses daerah
terumbu karang atau struktur di laut, seperti puncak gunung yang terpisah
dari daratan. Struktur buatan manusia seperti rig pengeboran minyak dan alat
pengumpul ikan (fish aggregating device - FAD) juga dapat menjadi lokasi
menombak ikan. Seringkali perahu sangat dibutuhkan untuk mengakses
lokasi-lokasi yang dekat dari pantai, tetapi tidak dapat diakses dari daratan.
Metode dan peralatan yang digunakan pada perikanan panah yang dilakukan
dengan menyelam dari perahu tidak berbeda dari penyelaman dari pantai atau
perburuan lepas pantai, yaitu tergantung dari target ikan yang ada. Penataan
alat tangkap panah di atas perahu yang sempit harus dilakukan secara hatihati dan sangat direkomendasikan untuk tidak memasang anak panah pada
alat tangkap di atas perahu.
Penyelaman dari perahu dilakukan hampir di seluruh dunia. Lokasi-lokasi
favorit termasuk di kepulauan utara Selandia Baru (dengan target ikan yellow
tail kingfish), rig pengeboran minyak teluk Florida (ikan cobia dan kerapu)
dan di Great Barrier Reef (ikan wahoo dan dog-tooth tuna). FAD banyak
juga digunakan untuk perikanan panah, seperti daerah penangkapan ikan laut
9
dalam di lepas pantai Cape Point (Cape Town, Afrika Selatan) yang banyak
disinggahi yellowfin tuna.

Perburuan lepas pantai
Perburuan lepas pantai sangat disukai oleh para penombak ikan kawakan dan
menjadi semakin populer beberapa tahun belakangan ini. Biasanya dilakukan
di perairan yang sangat dalam dan jernih untuk mencari dan memburu ikanikan pelagis besar seperti marlin, tuna dan kuwe (giant trevally). Perikanan
panah di lepas pantai sering dilakukan dengan cara menghanyutkan diri ;
pengemudi kapal akan menurunkan para penyelam panah dan membiarkan
mereka hanyut terbawa arus sejauh beberapa kilometer sampai akhirnya
dijemput kembali.
Perburuan di lepas pantai juga dilakukan hampir di seluruh dunia, tetapi
lokasi favorit terdapat di Afrika Selatan dengan target penangkapan yellowfin
tuna dan di Pasifik selatan (dog-tooth tuna).

Tanpa menyelam
Metode ini telah dikenal dan digunakan sejak ribuan tahun yang lalu.
Seorang penombak ikan berjalan pelan di perairan yang dangkal dengan
panah ditangan. Nelayan harus memperhitungkan refraksi cahaya dari
permukaan air yang membuat ikan terlihat lebih dekat. Perairan yang dangkal
dan tenang sangat mendukung keberhasilan menombak ikan dari atas
permukaan air.
Ketika perikanan panah dilakukan dengan menggunakan alat bantu
pernafasan (SCUBA, hookah, dll) maka nelayan atau pelaku perikanan panah
lainnya berisiko terkena penyakit yang berhubungan dengan penyelaman.
Menurut Ariadno et al. (2003) potensi bahaya tersebut berasal dari suplai udara,
teknik penyelaman (waktu penyelaman, alat yang digunakan, dan lain-lain), dan
lingkungan (biota berbahaya, tekanan air, suhu, arus, gelombang, dan lain-lain).
Untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan risiko tersebut, maka standar
baku prosedur dan perencanaan penyelaman harus dilakukan dengan sungguhsungguh. Standar baku prosedur penyelaman tersebut diantaranya adalah :
10

Sebelum penyelaman dilakukan maka rencana penyelaman harus dibuat
terlebih dahulu dan menyelamlah sesuai dengan rencana.

Tidak boleh menyelam seorang diri; suatu kegiatan penyelaman harus
dilakukan minimal oleh dua orang penyelam (buddy pair).

Kecepatan naik dan turun maksimum 0,5 feet/detik.

Tidak boleh menahan nafas selama penyelaman dilakukan.

Tidak boleh menyelam melebihi batas kemampuan.
Sementara itu rencana penyelaman yang harus disiapkan oleh para
penyelam, diantaranya adalah :

Tujuan penyelaman

Penentuan
lokasi
penyelaman;
termasuk
tempat
masuk/keluar
dari
kedalaman.

Waktu penyelaman maksimum; sangat disarankan untuk melakukan
penyelaman tanpa dekompresi (no decompression dive)

Kedalaman
maksimum
yang
direncanakan;
kedalaman
penyelaman
ditentukan dengan memperhatikan penyelam dengan kemampuan dan
pengalaman paling rendah.

Apabila penyelaman dilakukan oleh lebih dari dua orang, maka pimpinan
penyelaman (divemaster) menentukan pasangan penyelam (buddy pair).

Rencana jumlah penyelaman untuk hari itu; apakah satu kali (single dive)
atau beberapa kali penyelaman (repetitive dive).

Apabila akan melakukan repetitive dive; maka penyelaman pertama
dilakukan pada kedalaman yang paling dalam, kemudian penyelaman
berikutnya pada kedalaman yang lebih dangkal.
2.2 Analisis Sistem Perikanan Panah
Sistem perikanan secara umum paling tidak, terdiri dari beberapa kelompok
sub-sistem (Charles, 2001) :

Sistem alam

Ikan

Ekosistem

Lingkungan biofisik
11


Sistem manusia

Nelayan

Sektor pasca-panen dan pembeli

Rumah tangga perikanan dan masyarakat sekitar

Lingkungan sosisal, ekonomi, dan budaya
Sistem pengelolaan perikanan

Kebijakan dan perencanaan perikanan

Pengelolaan perikanan

Pengembangan perikanan

Penelitian perikanan
Analisis
sistem
digunakan
untuk
memahami
perilaku
sistem,
mengidentifikasi faktor-faktor penting keberhasilan sistem, permasalahan yang
dihadapi dan alternatif solusi yang dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan.
Tahap-tahap yang perlu dilakukan yaitu (Nurani, 2010) :
1)
Analisis kebutuhan, merupakan permulaan pengkajian sistem. Analisis
kebutuhan ditentukan berdasarkan kebutuhan pelaku sistem. Untuk keperluan
analisis, terlebih dahulu dilakukan identifikasi pelaku secara selektif melalui
pengamatan lapangan secara langsung, selanjutnya dilakukan identifikasi
kebutuhan pelaku melalui wawancara semi terstruktur.
2)
Formulasi masalah, merupakan permasalahan-permasalahan spesifik yang
dihadapi sistem yang menyebabkan sistem tidak dapat bekerja secara
optimal. Formulasi masalah dilakukan melalui pengamatan langsung di
lapangan dan wawancara semi terstruktur terhadap pelaku sistem.
3)
Identifikasi sistem, merupakan gambaran sistem yang memperlihatkan rantai
hubungan antara kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-permasalahan yang
dihadapi. Identifikasi sistem digambarkan dalam bentuk diagram struktur
sistem, diagram sebab-akibat (causal loop) dan diagram input-output.
Analisis sistem merupakan penguraian dari suatu sistem informasi yang
utuh
ke
dalam
bagian-bagian
komponennya
dengan
maksud
untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang
terjadi dan kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan.
12
2.3 Tatalaksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for
Responsible Fisheries – CCRF)
Munculnya tanda-tanda eksploitasi berlebih yang nyata pada beberapa
spesies ikan penting, kerusakan ekosistem, kerugian ekonomis, dan isu-isu
perikanan lainnya, yang semuanya itu mengancam eksistensi dunia perikanan
dalam jangka panjang, yang pada gilirannya akan mengganggu kontribusi
perikanan terhadap pasokan pangan dunia, menjadi perhatian yang serius pada
berbagai forum internasional. Komite Perikanan FAO dalam pertemuan yang
dilaksanakan pada bulan Maret 1991, mendiskusikan masalah-masalah tersebut
dan merekomendasikan kepada FAO untuk mengembangkan konsep perikanan
yang bertanggung jawab dan membuat sebuah tatalaksana (Code of Conduct)
untuk masalah ini, selain itu ada beberapa masalah yang melatar belakangi
penyusunan tatalaksana ini, diantaranya adalah :
1)
Keprihatinan para pakar perikanan dunia terhadap usaha penangkapan ikan
yang semakin tidak terkendali, sehingga akan mengancam sumberdaya ikan.
2)
Masalah-masalah lingkungan.
3)
Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing.
4)
Ikan sebagai sumber pangan bagi penduduk dunia.
5)
Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat.
6)
Pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya yang tidak mencakup
konservasi.
Tujuan penyusunan tatalaksana ini diantaranya adalah :
1)
Menetapkan azas yang sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan
international) bagi penangkapan ikan dan kegiatan perikanan yang
bertanggung jawab.
2)
Menetapkan azas dan kriteria kebijakan.
3)
Bersifat sebagai rujukan (himbauan).
4)
Menjadikan tuntunan dalam setiap menghadapi permasalahan.
5)
Memberi kemudahan dalam kerjasama teknis dan pembiayaan.
6)
Meningkatkan kontribusi pangan.
7)
Meningkatkan upaya perlindungan sumberdaya ikan.
8)
Menggalakan bisnis perikanan sesuai dengan hukum.
13
9)
Memajukan penelitian di bidang perikanan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa topik yang kemudian diatur
dalam tatalaksana ini, yaitu :
1)
Pengelolaan perikanan;
2)
Operasi penangkapan ikan;
3)
Pengembangan akuakultur;
4)
Integrasi perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir;
5)
Penanganan, pasca panen, dan perdagangan;
6)
Penelitian perikanan.
CCRF merupakan tatalaksana pengelolaan perikanan yang dapat diacu oleh
negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Prinsipprinsip umum CCRF antara lain:
1)
Negara dan pemanfaat sumberdaya perairan harus mengkonservasi ekosistem
perairan.
2)
Pengelolaan perikanan harus mempromosikan pemeliharaan kualitas,
keanekaragaman, dan ketersediaan sumberdaya perikanan untuk saat ini dan
generasi berikutnya dalam hal ketahanan pangan, menurunkan angka
kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan.
3)
Negara harus mencegah tangkapan berlebih dan kelebihan kapasitas tangkap
serta harus menerapkan pengelolaan dengan pengaturan upaya penangkapan
ikan harus setaraf dengan daya dukung sumberdaya perikanan dan
kelestariannya.
4)
Keputusan manajemen dan konservasi harus didasarkan pada bukti ilmiah
terbaik yang ada dan pengetahuan tradisional tentang sumberdaya dan
habitatnya seperti halnya pertimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
5)
Negara dan organisasi manajemen regional harus sangat berhati-hati dalam
usaha mengkonservasi, mengelola, dan memanfaatkan sumberdaya perairan
dalam rangka melindungi dan memelihara sumberdaya tersebut dengan
memperhatikan bukti ilmiah terbaik yang ada.
14
6)
Alat tangkap dan operasi penangkapan ikan yang aman dan selektif terhadap
lingkungan perlu dikembangkan dan diterapkan dalam rangka memelihara
keanekaragaman hayati, mengkonservasi struktur populasi dan ekosistem
serta menjaga kualitas ikan.
7)
Pemanenan, penanganan, pengolahan, dan distribusi ikan dan produk-produk
perikanan harus dilaksanakan dengan menjaga nilai gizi, mutu, dan
keselamatan
produk,
mengurangi
sampah
hasil
pengolahan
dan
meminimalisasi dampak terhadap lingkungan.
8)
Semua habitat ikan yang kritis baik ekosistem air laut ataupun air tawar
seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, laguna, daerah asuhan, dan
pemijahan ikan harus diproteksi dan direhabilitasi.
9)
Setiap negara harus memastikan bahwa kepentingan perikanan di masingmasing negara sudah mencakup konservasi, diperhitungkan sebagai multiple
use daerah pesisir dan terintegrasi dalam pengelolaan pesisir secara terpadu.
10) Dengan memperhatikan kompetensi masing-masing negara terhadap hukum
internasional dan aturan organisasi regional, masing-masing negara perlu
memastikan tingkat kepatuhan dan penegakan hukum dalam kegiatan
konservasi dan indikator pengelolaan serta menetapkan mekanisme yang
efektif yang sesuai untuk memonitor dan mengontrol kapal panangkap ikan
dan kapal pendukungnya.
11) Negara pemberi ijin penangkapan ikan harus melakukan kontrol yang efektif
terhadap
kapal
yang
diijinkan
untuk
memastikan
kapal
tersebut
melaksanakan tata cara perikanan yang bertanggung jawab (CCRF).
12) Setiap negara, sesuai dengan hukum internasional dan kesepakatan organisasi
regional dan internasional, harus memastikan kegiatan perikanan merupakan
perikanan yang bertanggung jawab dan adanya kegiatan konservasi serta
perlindungan sumberdaya perairan baik di dalam ataupun di luar yurisdiksi
nasional masing-masing negara.
13) Setiap negara dalam menerbitkan kebijakan perikanan, harus menjamin
proses-proses pembuatan kebijakan tersebut transparan dan sesuai dengan
target yang telah ditentukan. Masing-masing negara harus memfasilitasi
15
seluruh komponen terkait dalam bidang perikanan dalam pengembangan
kebijakan tersebut.
14) Perdagangan ikan dan produk perikanan di tingkat internasional harus
dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh WTO
dan lembaga internasional lainnya.
15) Setiap negara wajib bekerja sama untuk mencegah perselisihan di bidang
perikanan. Setiap perselisihan antar negara diselesaikan secara tepat, damai,
dan bersama-sama sesuai dengan perjanjian internasional atau perjanjian
yang disepakati.
16) Setiap negara wajib mengkampanyekan kegiatan perikanan bertanggung
jawab melalui pendidikan dan pelatihan. Negara wajib menjamin keterlibatan
nelayan dalam merumuskan kebijakan dan implementasi perikanan yang
bertanggung jawab.
17) Setiap negara harus memastikan semua sarana dan prasarana perikanan
memperhatikan keamanan, kesehatan, dan keadilan yang sesuai standar
internasional.
18) Setiap negara wajib memperhatikan nelayan skala kecil, artisanal, dan
subsisten dengan pertimbangan sumbangan sektor tersebut terhadap tenaga
kerja, pendapatan, dan ketahanan pangan.
19) Setiap negara harus memperhatikan kegiatan budidaya perikanan untuk
menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan.
Implementasi tatalaksana ini terutama pada bidang :
1)
Fisheries management (pengelolaan perikanan)
 Memperhatikan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam
merencanakan pemanfaatan sumberdaya ikan.
 Menetapkan kerangka hukum-kebijakan.
 Menghindari ghost fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap
yang terbuang/terlantar.
 Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar
instansi dan negara.
 Memperhatikan kelestarian lingkungan.
16
2)
Fishing operations (Operasi Penangkapan Ikan).
 Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih.
 Pengaturan sistem perijinan penangkapan ikan.
 Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS).
3)
Aquaculture development (Pembangunan Akuakultur)
 Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya .
 Melindungi ekosistem akuatik.
 Menjamin keamanan produk budidaya.
4)
Integration of fisheries into coastal area management (Integrasi Perikanan
ke dalam pengelolaan kawasan pesisir)
 Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya ikan di kawasan
pesisir beserta tingkat pemanfaatannya.
5)
Post-harvest
practices
and
trade
(Penanganan
Pasca
Panen
dan
Perdagangan).
 Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur
sertitikasi dan lembaga sertifikasi.
 Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah.
 Mengembangkan perdagangan produk perikanan.
 Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen.
6)
Fisheries research (Penelitian Perikanan)
 Pengembangan penelitian.
 Pengembangan pusat data hasil penelitian.
 Aliansi kelembagaan internasional.
Kewajiban tatalaksana yang harus dipenuhi oleh :
1)
Negara
 Mengambil langkah precautionary (hati-hati) dalam rangka melindungi
atau membatasi penangkapan ikan sesuai dengan daya dukung
sumberdaya.
 Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring, control,
surveillance, dan law enforcement.
17
 Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan
sumberdaya ikan yang lestari.
2)
Pengusaha
 Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut dalam
pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan
perikanan.
 Ikut
serta
mensosialisasi
dan
mempublikasikan
langkah-langkah
konservasi dan pengelolaan serta menjamin pelaksanaan peraturan.
 Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi
dalam
segala
hal
yang
berkaitan
dengan
perikanan,
misalnya
menyediakan kesempatan dan fasilitas di atas kapal untuk para peneliti.
3)
Nelayan
 Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara benar.
 Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan pengelolaan.
 Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama pengelolaan, dan
 Berkoordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan
pengembangan perikanan.
2.4 Analisis Pengembangan Perikanan Panah
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi
Kekuatan
(Strengths),
Kelemahan
(Weaknesses),
Peluang
(Opportunities) dan Ancaman (Threats) yang terdapat dalam suatu kegiatan. Hal
ini melibatkan penentuan tujuan kegiatan dan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang menguntungkan dan tidak menguntungkan untuk mencapai tujuan
itu.
 Kekuatan : karakteristik kegiatan atau pelaku kegiatan yang memberikan
keuntungan.
 Kelemahan (atau Keterbatasan) : karakteristik yang menempatkan pelaku
kegiatan dalam kerugian.
 Peluang : kesempatan eksternal untuk meningkatkan kinerja (misalnya
membuat keuntungan yang lebih besar) di lingkungan sekitar.
18
 Ancaman : unsur eksternal dalam lingkungan yang dapat menyebabkan
masalah.
Identifikasi SWOT sangat penting karena langkah-langkah berikutnya
dalam proses perencanaan untuk pencapaian tujuan yang dipilih mungkin
diturunkan dari analisis SWOT ini. Pertama, para pembuat keputusan harus
menentukan apakah tujuan dapat dicapai. Jika tujuannya tidak dapat dicapai, maka
tujuan yang berbeda harus dipilih dan proses SWOT diulang.
Analisis SWOT sering digunakan dalam dunia akademis untuk menyoroti
dan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hal ini
terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi strategi untuk pengembangan. Salah
satu cara memanfaatkan SWOT adalah dengan mencocokkan dan merubah.
Mencocokkan digunakan untuk mencari keunggulan kompetitif dengan cara
mencocokkan kekuatan dengan kesempatan. Merubah adalah menerapkan strategi
untuk mengubah kelemahan atau ancaman menjadi kekuatan atau peluang, contoh
strategi merubah adalah mencari pasar baru. Jika ancaman atau kelemahan dalam
kegiatan tidak dapat dirubah maka harus dicoba untuk meminimalkan atau
menghindarinya.
Tujuan dari setiap analisis SWOT adalah untuk mengidentifikasi faktorfaktor internal dan eksternal kunci yang penting untuk mencapai tujuan.
Kelompok informasi kunci analisis SWOT dibagi ke dalam dua kategori utama:
1)
Faktor internal (Internal Factor) : Kekuatan dan kelemahan internal
organisasi.
2)
Faktor eksternal (External Factor) : Peluang dan ancaman dari luar
lingkungan terhadap organisasi.
Faktor internal dapat dilihat sebagai kekuatan atau kelemahan tergantung
pada dampaknya terhadap tujuan kegiatan. Hal-hal yang dapat mewakili kekuatan
yang berkaitan dengan satu tujuan mungkin menjadi kelemahan untuk tujuan lain.
Faktor-faktor tersebut dapat berupa : personil, keuangan, kemampuan pembuatan
dan sebagainya. Faktor eksternal dapat berupa hal-hal seperti keadaan makro
ekonomi, perubahan teknologi, legislasi, perubahan sosial budaya, serta
perubahan pasar atau posisi kompetitif. Hasilnya sering disajikan dalam bentuk
matriks (http://en.wikipedia. org/wiki/SWOT_analysis).
19
Gambar 2
Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004)
Sebuah perkiraan tentang lingkungan eksternal cenderung difokuskan pada
apa yang terjadi di luar organisasi atau pada bidang yang belum tentu
mempengaruhi strategi, tetapi dapat saja mempengaruhi strategi, baik secara
positif maupun negatif. Gambar di atas merangkum beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan baik faktor internal maupun faktor eksternal (Start and Hovland,
2004).
2.5 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA)
Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja adalah dengan
menetapkan dan menyusun prosedur pekerjaan dan melatih semua pekerja untuk
menerapkan metode kerja yang efisien dan aman. Menyusun prosedur kerja yang
benar merupakan salah satu keuntungan dari menerapkan JSA yang meliputi
mempelajari dan membuat laporan setiap langkah pekerjaan, identifikasi bahaya
pekerjaan yang sudah ada atau potensi bahaya yang mungkin timbul (baik
kesehatan maupun keselamatan), dan menentukan jalan terbaik untuk mengurangi
dan/atau mengeliminasi bahaya tersebut. JSA digunakan untuk meninjau metode
kerja dan menemukan bahaya yang :

Mungkin diabaikan dalam tata letak pabrik atau bangunan dan dalam desain
permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja, dan proses kerja.

Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personel.
20

Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.
JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja
yang dapat diidentifikasi, dianalisa, dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam
penerapan JSA :

Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan
yang berpotensi dapat menyebabkan bahaya serius.

Menentukan bagaimana metode mengontrol bahaya.

Membuat bahan tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf lainnya.

Bertemu dengan pelatih dari lembaga terkait untuk mengembangkan
prosedur dan aturan kerja yang spesifik untuk setiap pekerjaan.
Keuntungan dari melaksanakan JSA adalah :

Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja
efisien.

Membuat kontak keselamatan pekerja.

Mempersiapkan pengamatan keselamatan yang terencana.

Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.

Memberikan instruksi pre-job untuk pekerjaan yang berisiko tinggi.

Meninjau prosedur kerja setelah kecelakaan terjadi.

Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan metode kerja.

Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja.

Penyelia dapat mempelajari pekerjaan yang mereka pimpin.

Partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat kerja.

Mengurangi absen pekerja.

Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah.

Meningkatkan produktivitas.

Adanya
sikap
positif
terhadap
keselamatan
(www.batikyogya.files.
wordpress.com/2007/07/job-safety-analysis.doc).
Oleh karena itu JSA merupakan sebuah prosedur yang membantu penerapan
prinsip dan praktek keselamatan dan kesehatan pada suatu pekerjaan tertentu.
Pada prakteknya, setiap tahap pekerjaan diidentifikasi untuk mengetahui potensi
bahaya yang mungkin timbul dan untuk merekomendasikan cara paling aman
untuk melakukan pekerjaan tersebut.
21
Manfaat pengembangan JSA akan terlihat dalam tahap persiapan. Proses
analisis dapat mengidentifikasi bahaya yang sebelumnya tidak terdeteksi dan
meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan untuk personil yang terlibat dalam
pekerjaan tersebut. Meningkatnya kesadaran akan keselamatan dan kesehatan
kerja, komunikasi yang baik antara pekerja dan pengawas, dan prosedur kerja
yang aman dapat diterima dengan baik. Secara khusus, JSA akan membantu
dalam menyelesaikan investigasi kecelakaan kerja secara komprehensif
(www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/job-haz.html).
22
23
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 – November 2011
yang bertempat di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Peta kepulauan Karimunjawa disajikan pada Gambar 3. Proses pengolahan dan
analisis data dilakukan di Laboratorium Keselamatan Kerja dan Observasi Bawah
Air, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB, Bogor.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan pendekatan
sistem di lapangan. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis berdasarkan
aspek-aspek yang terkait.
3.3 Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : (1) jumlah unit
perikanan panah; (2) ikan hasil tangkapan; (3) komposisi ikan hasil tangkapan; (4)
biaya operasi penangkapan ikan; (5) harga jual ikan hasil tangkapan; (6) nelayan
perikanan panah; dan (7) informasi mengenai metode operasi penangkapan ikan.
Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara kepada 14 orang nelayan panah yang
mewakili 14 unit kapal panah yang ada di Karimunjawa dan dari WCS –
Indonesia Program.
3.4 Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
3.4.1 Deskripsi unit perikanan panah
Deskripsi unit penangkapan ikan digunakan untuk menggambarkan secara
terperinci keadaan unit perikanan panah di perairan Kepulauan Karimunjawa.
Deskripsi secara rinci meliputi unit penangkapan ikan, ikan hasil tangkapan,
metode operasi penangkapan ikan, serta nilai ikan hasil tangkapan.
24
Sumber : WCS
Gambar 3
Peta kepulauan Karimunjawa
25
3.4.2 Analisis sistem perikanan panah
Perikanan panah di Karimunjawa merupakan sistem yang cukup kompleks
sehingga metode pendekatan masalah yang dipakai dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan sistem. Metode ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan,
memformulasi masalah, dan mengidentifikasi sistem untuk menghasilkan operasi
sistem yang dianggap efisien. Langkah-langkah dalam pendekatan sistem, yaitu:
1)
Analisis kebutuhan
Pada analisis kebutuhan, langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi
dan menganalisis kebutuhan dari pihak-pihak (pelaku) yang terkait dalam
sistem.
2)
Formulasi masalah
Formulasi masalah yaitu mendefinisikan masalah secara spesifik sehingga
dapat menemukan alternatif pemecahan masalah. Formulasi masalah dapat
ditentukan dari informasi yang didapat selama identifikasi sistem. Penelitian
yang dilakukan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk
merumuskan masalah.
3)
Identifikasi sistem
Dalam mengidentifikasi suatu sistem, diperlukan informasi mengenai
keterkaitan antar elemen yang saling berhubungan dalam sistem tersebut.
Untuk mengidentifikasi sistem diperlukan diagram sebab akibat (causal
loop) yang dapat memperlihatkan keterkaitan antar elemen. Kemudian dibuat
diagram kotak gelap (black box) yang menginformasikan input-output yang
ada pada suatu sistem dan parameter yang membatasi.
3.4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui status perikanan panah di
Kepulauan Karimunjawa apakah termasuk dalam kategori ramah lingkungan atau
tidak berdasarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Terdapat
beberapa aspek yang perlu dikaji terhadap suatu unit penangkapan ikan, sehingga
unit penangkapan ikan tersebut dapat dikatakan mendukung CCRF. Aspek-aspek
tersebut diantaranya adalah :
26
1)
Aspek biologi
 Menjamin konservasi spesies target.
 Menjamin konservasi spesies yang ada pada ekosistem tersebut atau
terkait atau tergantung pada spesies target; meminimumkan hasil
tangkapan non-target, sampingan dan yang dibuang, baik ikan maupun
non-ikan.
 Mencegah lebih tangkap atau penangkapan ikan yang melebihi kapasitas.
2)
Aspek teknologi
 Unit penangkapan ikan selektif
 Aman digunakan
 Mudah digunakan
 Produktif
3)
Aspek ekonomi
 Menguntungkan
4)
Aspek sosial
 Persepsi nelayan alat tangkap lain terhadap nelayan panah
 Tidak menimbulkan konflik sosial
 Tidak berisiko tinggi atau tidak membahayakan keselamatan jiwa
nelayan
5)
Aspek lingkungan
 Unit penangkapan ikan tidak merusak lingkungan atau ekosistem; tidak
menangkap di habitat kritis seperti hutan bakau dan terumbu karang
6)
Aspek pasca panen
 Proses
penanganan,
pengolahan
dan
distribusi
hasil
tangkapan
mempertahankan nilai gizi, mutu dan keamanan ikan dan produk
perikanan
7)
Aspek hukum
 Unit penangkapan ikan legal atau tidak dilarang untuk dioperasikan
 Tidak menangkap biota yang dilindungi
 Dalam operasinya mematuhi peraturan yang berlaku.
27
3.4.4 Analisis pengembangan perikanan panah
Analisis
berpengaruh
SWOT
dalam
digunakan
untuk
pengembangan
menentukan
perikanan
faktor-faktor
tangkap.
Analisis
yang
ini
menggambarkan peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal yang dihadapi
oleh perikanan tangkap dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan sebagai
faktor internal yang dimilikinya. Analisis SWOT ini pada dasarnya berpatokan
dengan logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan dan strategi
berkaitan dengan tujuan pengembangan perikanan tangkap.
Menurut Rangkuti (2006), pembuatan analisis SWOT dibutuhkan analisis
terhadap faktor internal dan eksternal. Analisis internal dan eksternal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan
EFE (External Factor Evaluation). Penyusunan matriks IFE dan EFE dilakukan
dengan merinci seluruh kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE dan peluang
dan ancaman pada matriks EFE.
Pemberian nilai untuk tiap-tiap faktor diberikan skala mulai dari 4
(outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut
terhadap kondisi perikanan panah di Karimunjawa (Rangkuti, 2006).
Skala peringkat yang digunakan untuk matriks EFE, antara lain:
1 = rendah
2 = sedang
3 = tinggi
4 = sangat tinggi
Skala peringkat yang digunakan untuk matriks IFE, antara lain:
1 = sangat lemah
2 = lemah
3 = kuat
4 = sangat kuat
Nilai dari bobot dan nilai dikalikan pada tiap-tiap faktor dan hasil dari
perkalian tersebut dijumlahkan secara vertikal agar mendapatkan total skor
pembobotan. Hasil dari pembobotan dan nilai ditampilkan dalam bentuk tabel,
seperti disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
28
Tabel 1
Matriks External Factor Evaluation
Faktor strategis eksternal
Peluang:
1.
2.
:
Ancaman:
1.
2.
:
Total
Sumber: David (2003).
Tabel 2
Bobot
Nilai
Nilai Terbobot
Nilai
Nilai Terbobot
Matriks Internal Factor Evaluation
Faktor strategis internal
Kekuatan:
1.
2.
:
Kelemahan:
1.
2.
:
Total
Sumber: David (2003).
Bobot
Menurut David (2003), seberapa banyak pun faktor yang dimasukkan dalam
matriks IFE dan EFE, akan menghasilkan jumlah nilai terbobot berkisar dari 1,0
yang terendah sampai dengan 4,0 yang tertinggi, dan 2,5 sebagai rata-rata. Total
nilai rata-rata terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang
lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan
posisi internal yang kuat.
Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga wilayah utama yang memiliki
implikasi strategi yang berbeda. Pertama, sel I, II, atau IV dapat digambarkan
sebagai
tumbuh
dan
membangun.
Strategi
intensif
(penetrasi
pasar,
pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif paling
sesuai untuk bagian ini. Kedua, sel III, V, atau VII pendekatan terbaik yang dapat
dilakukan adalah dengan menjaga dan mempertahankan strategi, penetrasi pasar
dan pengembangan produk merupakan dua strategi umum yang biasa digunakan.
Ketiga, resep umum untuk sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau mengalihkan.
Organisasi yang sukses, mampu mencapai portofolio bisnis diposisikan pada atau
sekitar sel I dalam Matriks IE.
29
TOTAL NILAI IFE YANG DIBERI BOBOT
Tumbuh dan membangun
Kuat
3,0-4,0
Rata-rata
Lemah
1,0-1,99
2,0-2,99
4,0
3,0
2,0
1,0
Tinggi
3,0TOTAL
NILAI
Sedang
EFE
2,0-2,99
YANG
DIBOBOT
I
II
III
IV
V
VI
VIII
IX
3,0
2,0
Rendah
1,0-1,99
VII
1,0
Pertahankan dan pelihara
Gambar 4
Panen dan divestasi
Matriks internal- eksternal (David, 2003)
Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matriks
SWOT. Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal
yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.
1)
Strategi SO (strength-opportunity)
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran suatu perikanan tangkap, yaitu
dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang sebesar-besarnya.
2)
Strategi ST (strength-threat)
Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman.
3)
Strategi WO (weakness-opportunity)
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.
30
4)
Strategi WT (weakness-threat)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks
SWOT disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3
Matriks Strengths Weaknesses Opportunities Threats
Internal
Kekuatan
(strength)
Eksternal
Kelemahan
(weakness)
Peluang
(opportunities)
Strategi SO : Ciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang
Strategi WO : Ciptakan
strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Ancaman
(threats)
Strategi ST : Ciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
Strategi WT : Ciptakan
strategi yang meminimalkan
kelemahan dan menghindari
ancaman
Empat set kemungkinan strategi di atas, dapat dikaitkan dengan setiap faktor
internal dan eksternal, sehingga peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi
oleh suatu organisasi dapat dikaitkan dengan kelemahan dan kekuatan internalnya.
Model perumusan strategi dapat dilihat pada Gambar 5.
Analisis Internal
Perumusan
Pernyataan
Misi
Mengembangkan
Alternatif Strategi
Alternatif
Strategi
Analisis Eksternal
Gambar 5
Model perumusan strategi (Nurani, 2008).
3.4.5 Analisis keselamatan kerja (Job Safety Analysis – JSA)
JSA dilakukan setelah setiap tahapan dalam operasi perikanan panah
diidentifikasi secara rinci, termasuk peralatan dan bahan-bahan yang digunakan
dalam operasi penangkapan ikan tersebut. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui potensi bahaya yang mungkin timbul pada setiap tahap operasi
31
penangkapan ikan dan untuk merekomendasikan metode yang paling aman untuk
melakukan operasi penangkapan ikan tersebut.
Empat langkah awal dalam melakukan JSA adalah:

memilih pekerjaan yang akan dianalisis

menguraikan pekerjaan kedalam suatu urutan langkah-langkah

mengidentifikasi potensi bahaya

menentukan langkah-langkah preventif untuk mengatasi bahaya-bahaya
tersebut.
Idealnya, semua tahap pekerjaan harus dikenakan JSA. Dalam beberapa
kasus ada kendala praktis yang ditimbulkan oleh jumlah waktu dan usaha yang
dibutuhkan untuk melakukan JSA. Pertimbangan lain adalah bahwa setiap JSA
akan membutuhkan revisi ketika terjadi perubahan pada peralatan, bahan baku,
proses, atau lingkungan. Untuk alasan ini, biasanya diidentifikasi pekerjaan mana
yang harus dianalisis terlebih dahulu.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas
untuk analisis pekerjaan meliputi:

Frekuensi kecelakaan dan tingkat keparahan : pekerjaan di mana kecelakaan
sering terjadi atau jarang terjadi namun menghasilkan cedera parah.

Potensi cedera atau penyakit parah : konsekuensi dari suatu kecelakaan,
kondisi berbahaya, atau paparan zat berbahaya yang berpotensi menimbulkan
cedera dan atau penyakit parah.

Pekerjaan baru : karena kurangnya pengalaman dalam pekerjaan ini, bahaya
mungkin tidak jelas atau tidak diantisipasi.

Modifikasi pekerjaan : bahaya baru mungkin berhubungan dengan perubahan
dalam prosedur pekerjaan.

Pekerjaan yang jarang dilakukan : pekerja mungkin berada pada risiko lebih
besar ketika melakukan pekerjaan yang tidak rutin.
Setelah pekerjaan dipilih untuk analisis, tahap berikutnya adalah mengurai
pekerjaan menjadi langkah-langkah. Langkah pekerjaan didefinisikan sebagai
segmen dari operasi yang diperlukan untuk memajukan pekerjaan. Kehati-hatian
harus diambil agar tidak membuat langkah-langkah terlalu umum. Akan tetapi,
jika terlalu rinci, akan ada terlalu banyak langkah. Sebuah aturan menjadi praktis
32
ketika sebagian besar pekerjaan dapat digambarkan kurang dari sepuluh langkah.
Jika langkah lanjutan diperlukan, pekerjaan dapat dibagi menjadi dua segmen,
masing-masing dengan JSA yang terpisah, atau menggabungkan langkah-langkah
yang sesuai.
Hal penting untuk diingat adalah untuk menjaga langkah-langkah dalam
urutan yang benar. Setiap urutan langkah yang salah dapat menghilangkan potensi
bahaya yang serius atau menimbulkan bahaya baru. Setiap langkah dicatat
berdasarkan urutan. Buatlah catatan tentang apa yang dilakukan bukan bagaimana
hal itu dilakukan. Setiap komponen analisis dimulai dengan kata kerja. Langkah
pekerjaan dicatat di kolom sebelah kiri, potensi bahaya dituliskan pada kolom
tengah tabel, diberi nomor untuk mencocokkan dengan langkah pekerjaan, seperti
disajikan pada Tabel 4 :
Tabel 4
No
Lembar kerja analisis keselamatan kerja
Urutan Langkah
Kerja
Potensi Bahaya /
Kecelakaan
Tindakan
Pencegahan
1
2
3
...
Sumber : http://www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/job-haz.html#tphp
33
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Unit Perikanan Panah
4.1.1 Kapal
Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan
untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,
dan penelitian/eksplorasi perikanan (UU No. 45 2009, tentang perubahan UU No.
31 2004 tentang Perikanan). Kegiatan perikanan merupakan mata pencaharian
utama penduduk Karimunjawa. Terdapat lima kelompok alat tangkap yang
dioperasikan oleh nelayan, yaitu : jaring insang, pancing, muroami, bubu
(perangkap) dan panah.
Unit perikanan panah di Karimunjawa berjumlah 14 unit kapal, salah satu
gambar kapal panah disajikan pada Gambar 6. Sebagian besar, sembilan unit
kapal, merupakan milik pribadi nelayan, sedangkan lima unit lainnya milik
juragan.
Gambar 6
Kapal perikanan panah dengan alat bantu kompresor di
Karimunjawa
Nelayan panah Karimunjawa menggunakan kapal kayu sebagai sarana
penangkapan ikan. Umumnya berukuran 12 x 2 x 0,8 meter (p x l x t) dilengkapi
rumah-rumah (wheel house) tempat nakhoda mengendalikan kapal. Mesin
penggerak kapal yang digunakan adalah mesin diesel inboard dengan daya 16 –
34
23 PK. Kapasitas palka bervariasi dari mulai 0,5 sampai 2 ton, lebih lengkap
disajikan pada Lampiran 1. Kompresor sebagai alat bantu penangkapan ikan
umunya diletakkan di bagian belakang kapal di bawah dek, selain itu ada juga
nelayan yang meletakkan kompresornya di atas dek di bagian depan kapal.
Gambar 7
General arrangement kapal panah Karimunjawa
Kapal panah Karimunjawa tidak dilengkapi dengan alat-alat keselamatan
standar, seperti kotak P3K, life jacket dan life ring. Kondisi ini dapat
membahayakan keselamatan nelayan apabila terjadi keadaan darurat.
Alat-alat dan lampu navigasi juga tidak terdapat di atas kapal, apalagi radio
komunikasi.
Perlengkapan
navigasi
tersebut,
selain
berguna
untuk
menginformasikan posisi kepada kapal lain, juga kegiatan apa yang sedang
dilakukan. Penggunaan lampu-lampu dan peralatan navigasi tersebut merupakan
bagian yang penting dalam keamanan dan keselamatan pelayaran. Peraturan
pelayaran lainnya juga harus ditaati oleh nelayan untuk menjamin keselamatan
pelayaran.
4.1.2 Alat Tangkap
Alat tangkap panah yang digunakan nelayan Karimunjawa terbuat dari
batang kayu, logam atau bahan lainnya yang mempunyai satu atau lebih bagian
runcing/tajam, pengoperasiannya dengan cara mencengkram, mengait/menjepit,
melukai, dan/atau membunuh sasaran tangkap, seperti disajikan pada Gambar 8.
35
Pengoperasian alat ini dilakukan di permukaan, kolom maupun dasar perairan
untuk menangkap ikan pelagis maupun demersal. Alat tangkap panah yang
digunakan oleh nelayan di Karimunjawa terdiri dari senapan (gun) yang terbuat
dari kayu dengan tali karet yang terpasang untuk melontarkan anak panah (spear)
yang terbuat dari bahan logam tahan karat.
Alat bantu utama penangkapan ikan yang digunakan nelayan panah adalah
kompresor, senter kedap air dan masker selam. Beberapa alat bantu lainnya juga
digunakan oleh nelayan untuk mendukung operasi penangkapan ikan. Alat-alat
tersebut diantaranya adalah fin (kaki katak), coral boot, sarung tangan, wetsuit
(pakaian untuk menghambat penurunan panas tubuh) dan pemberat.
Gambar 8
Alat tangkap panah
Kompresor digunakan untuk menyuplai udara bagi nelayan yang menyelam
untuk memanah ikan. Kompresor yang digunakan nelayan merupakan modifikasi
jenis kompresor yang biasa dipakai untuk mengisi ban kendaraan bermotor
dengan menambahkan saringan (filter) udara. Udara yang dipompakan kompresor
dialirkan dengan selang kemudian dihirup oleh nelayan. Suhu udara yang dihirup
masih cukup panas karena melewati mesin kompresor. Mayoritas nelayan panah
di Karimunjawa menyelam tanpa menggunakan fins, mereka hanya menggunakan
coral boot atau bertelanjang kaki.
4.1.3 Nelayan
Jumlah ABK masing-masing unit penangkapan ikan adalah empat sampai
delapan orang. Mayoritas nelayan panah adalah penduduk asli Karimunjawa,
beberapa nelayan merupakan pendatang dari Jepara. Nelayan perikanan panah
36
merupakan nelayan penuh, mereka menggantungkan kehidupannya dari memanah
ikan.
Tingkat pendidikan nelayan panah masih relatif rendah, kebanyakan nelayan
mengenyam pendidikan sekolah sampai tingkat SMP, bahkan ada yang hanya
tamat SD. Usia nelayan panah berkisar antara 16 tahun sampai 50 tahun,
mayoritas berusia antara 30 tahun sampai 35 tahun.
Sistem bagi hasil yang lazim diterapkan pada perikanan panah di
Karimunjawa adalah satu bagian untuk nakhoda, satu bagian untuk nelayan serta
dua bagian untuk kapal dan kompresor. Pendapatan rata-rata nelayan, dengan
sistem bagi hasil seperti ini, berkisar antara Rp 50.000 sampai Rp 150.000 per
trip. Satu bulan, nelayan panah rata-rata melakukan 20 kali trip, maka pendapatan
nelayan berkisar antara satu juta sampai tiga juta rupiah. Sistem bagi hasil
disajikan pada Lampiran 2.
4.1.4 Metode operasi penangkapan ikan
Operasi penangkapan ikan nelayan panah merupakan operasi penangkapan
one night trip, dalam satu minggu nelayan melakukan lima sampai enam kali trip.
Nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan hampir sepanjang tahun,
nelayan tidak berangkat melaut ketika terang bulan, serta ketika kondisi cuaca
yang buruk. Kondisi cuaca buruk biasanya terjadi pada bulan Desember sampai
bulan Januari, yang merupakan puncaknya musim angin barat.
Nelayan mulai berangkat melaut pada sore hari sekitar jam 15.00 – 16.00.
Operasi penangkapan ikan dilakukan pada malam hari, selama 7 sampai 14 jam,
tergantung jumlah ikan yang tertangkap, kemudian pulang sekitar jam 5 pagi.
Waktu operasi penangkapan ikan nelayan panah lebih jelas disajikan pada
Lampiran 3. Sesampainya di daerah penangkapan ikan, nelayan masuk ke air,
membawa alat tangkap (panah) kemudian menyelam menggunakan suplai udara
dari kompresor dan membawa senter kedap air sebagai sumber cahaya.
Selama operasi penangkapan ikan, satu orang nelayan bertugas sebagai
operator kompresor, sedangkan nelayan yang lainnya menyelam untuk memanah
ikan. Nelayan melakukan satu kali penyelaman selama 60 sampai 180 menit,
dalam satu trip mereka melakukan maksimum dua kali penyelaman, dengan jarak
37
antar waktu penyelaman antara 60 sampai 120 menit. Kedalaman penyelaman
berkisar antara 2 sampai 30 meter.
Nelayan panah Karimunjawa, selain menyelam menggunakan bantuan
kompresor untuk suplai udara, ada juga yang melakukan penyelaman bebas
(freediving) untuk memanah ikan. Nelayan panah yang melakukan operasi
penangkapan ikan dengan menyelam bebas, tidak menggunakan kapal dalam
operasi penangkapan ikan. Mereka memanah ikan pada siang hari di daerah
terumbu karang yang tidak jauh dari pantai.
Perbekalan, selain BBM dan es, dibutuhkan nelayan untuk melakukan
operasi penangkapan ikan. Perbekalan tersebut umumnya berupa makanan, air
mineral, susu, rokok dan baterai. Biaya operasi penangkapan ikan umumnya
berasal dari juragan, lebih jelas disajikan pada Lampiran 4.
4.1.5 Daerah penangkapan ikan
Target penangkapan perikanan panah adalah jenis-jenis ikan karang, oleh
karena itu daerah ekosistem terumbu karang dan sekitarnya merupakan daerah
penangkapan ikan bagi nelayan panah. Daerah penangkapan ikan nelayan panah
Karimunjawa tersebar hampir di seluruh wilayah Kepulauan Karimunjawa, dari
Pulau Nyamuk di barat sampai Pulau Genting di timur Karimunjawa dan dari
Pulau Bengkoang di utara sampai Pulau Menjangan Kecil di selatan. Nelayan
panah Karimunjawa tidak ada yang melakukan operasi penangkapan ikan di luar
wilayah kecamatan Karimunjawa. Peta daerah penangkapan ikan nelayan panah
disajikan pada Lampiran 5.
Kekayaan jenis ikan karang di Karimunjawa relatif tinggi. Hal ini
disebabkan oleh habitat terumbu karang Karimunjawa yang didominasi karang
tepi dan gosong karang dengan dinamika oseanografi yang tidak terlalu ekstrim
(Ardiwijaya, et al., 2010). Substrat dasar perairan tempat nelayan panah
menangkap ikan kebanyakan berupa patahan karang (rubble) dan pasir.
Kedalaman perairan tempat nelayan panah melakukan operasi penangkapan ikan
berkisar antara 2 meter sampai 30 meter. Jarak dari pantai umumnya antara 50
meter sampai 100 meter, jarak daerah penangkapan ikan terjauh dari pantai
terdapat di Pulau Genting, yaitu sekitar 2 mil. Daerah-daerah penangkapan ikan
perikanan panah, lebih jelas disajikan pada Lampiran 6. Hasil wawancara dengan
38
nelayan menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap di daerah
penangkapan ikan tersebut adalah ikan ekor kuning, dengan kondisi jumlah
sumberdaya ikan sedang sampai banyak.
4.1.6 Upaya penangkapan ikan
Bulan November 2009, dilakukan 85 kali trip penangkapan ikan oleh
nelayan panah, yang merupakan trip paling banyak pada periode November 2009
– Desember 2010. Upaya paling sedikit dilakukan pada bulan Desember 2010,
yaitu hanya 17 kali trip. Upaya rata-rata yang dilakukan nelayan panah hampir
mencapai 42 kali trip per bulan. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan
sangat dipengaruhi oleh jumlah trip penangkapan ikan yang dilakukan. Upaya
penangkapan ikan perikanan panah lebih jelas disajikan pada Gambar 9. Jumlah
trip penangkapan ikan tersebut merupakan akumulasi dari 14 unit perikanan panah
yang beroperasi di Karimunjawa pada periode November 2009 – Desember 2010.
Trip
Upaya Perikanan Panah per Bulan
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
85
63
59
50
43
43
41
32
41
23
32
32
21
17
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun09
09
10
10
10
10
10
10
Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 9 Fluktuasi jumlah upaya (trip) penangkapan ikan per bulan
pada periode November 2009 – Desember 2010.
Nelayan panah melakukan upaya penangkapan ikan hampir sepanjang
tahun. Nelayan tidak berangkat melaut pada saat kondisi terang bulan, cuaca
buruk, serta karena alasan-alasan lainnya, seperti kondisi kesehatan, melayat,
hajatan, dan hari raya. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, periode
bulan Juli sampai September merupakan musim paceklik, dimana ikan susah
ditemukan, sehingga trip penangkapan ikan juga tidak banyak dilakukan.
39
4.1.7 Hasil tangkapan perikanan panah
Perikanan panah menghasilkan tangkapan sampingan yang sedikit karena
ikan yang ditangkap hanya ikan yang diinginkan oleh nelayan, biasanya
merupakan ikan-ikan yang bernilai ekonomis. Pada prakteknya, operasi
penangkapan ikan dengan menggunakan panah lebih mudah menangkap ikan
berukuran besar, karena ikan-ikan yang cukup besar cenderung lebih nyaman
dengan kehadiran penyelam dibandingkan dengan ikan-ikan kecil, selain itu ikan
besar lebih mudah terlihat dari jarak tertentu.
Target penangkapan nelayan panah pada umumnya adalah ikan-ikan karang.
Terdapat 65 spesies ikan dari 21 famili yang tertangkap oleh nelayan panah. Total
ikan hasil tangkapan semua unit perikanan panah pada periode November 2009
sampai Desember 2010 adalah seberat 38.769,4 kg.
Rata-rata hasil tangkapan dalam sebulan selama periode tersebut adalah
seberat 2.769,14 kg. Hasil tangkapan terbanyak dihasilkan pada bulan November
2009, yaitu seberat 7.244 kg, sedangkan hasil tangkapan paling sedikit terjadi
pada bulan Desember 2010 yaitu seberat 733,7 kg. Fluktuasi hasil tangkapan
perikanan panah disajikan pada Gambar 10.
Hasil Tangkapan per Bulan
Hasil Tangkapan (Kg)
12,000
10,000
8,000
7,244.0
6,000
4,508.7
4,000
2,856.1
4,218.8
2,871.9
2,943.0
2,676.8
1,722.6
2,000
3,003.5
1,479.9
1,394.8
0
1,601.2
1,512.9
733.7
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 10
Fluktuasi hasil tangkapan (kg) per bulan pada periode
November 2009 – Desember 2010.
40
Tren penurunan hasil tangkapan ikan tidak hanya dialami oleh nelayan
panah. Hasil yang serupa juga dialami oleh nelayan alat tangkap lainnya yang
beroperasi di Karimunjawa, seperti pancing, jaring insang, muroami, dan bubu.
Perikanan non-panah (pancing, jaring insang, muroami, dan bubu) menghasilkan
ikan seberat 64.196 kg pada periode November 2009 – Desember 2010. Jumlah
hasil tangkapan ikan per bulan dari kegiatan perikanan non-panah di
Karimunjawa mengalami tren penurunan, seperti disajikan pada Gambar 11.
Hasil Tangkapan Perikanan non-Panah per Bulan
Hasil Tangkapan (Kg)
12,000
10,000
8,000
11,300.8
9,858.4
8,052.8
5,683.9
6,000
4,000
4,236.2
3,966.8
4,122.0
2,042.5
2,000
3,429.2
2,732.2
1,830.9
2,564.0
2,772.6
1,603.7
0
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 11 Fluktuasi hasil tangkapan (kg) perikanan non-panah per
bulan pada periode November 2009 – Desember 2010.
Tren penurunan hasil tangkapan ikan yang terjadi pada perikanan panah dan
non-panah dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan biomasa dan kelimpahan
ikan karang di perairan Karimunjawa. Penelitian Ardiwijaya et al. (2010)
menyatakan bahwa kondisi biomasa dan kelimpahan ikan karang di Karimunjawa
pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 25,5% bila dibandingkan dengan
survei pada tahun 2007, lebih lengkap disajikan pada Lampiran 7.
Penurunan biomasa dan kelimpahan tersebut sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain kerusakan habitat, daya resiliensi ekosistem, dan
tekanan kegiatan perikanan tangkap. Berdasarkan data kondisi ekosistem terumbu
karang di Karimunjawa tahun 2009 (Ardiwijaya et al. 2010), persentase
penutupan karang keras mengalami peningkatan, yang menunjukkan adanya
41
perbaikan habitat ikan karang. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor terbesar
dalam penurunan nilai biomasa dan kelimpahan ikan karang adalah berasal dari
tekanan perikanan.
Upaya penangkapan ikan yang dilakukan hampir sepanjang tahun melebihi
laju rekrutmen stok sumberdaya ikan, sehingga menyebabkan stok sumberdaya
ikan menurun. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka dikhawatirkan kondisi lebih
tangkap akan terjadi.
4.1.8 Hasil tangkap per unit upaya (CPUE)
Untuk menentukan suatu pola pengelolaan perikanan di Karimunjawa, tentu
tidak cukup hanya dengan menggunakan CPUE perikanan panah saja. CPUE
semua alat penangkapan ikan yang beroperasi di Kepulauan Karimunjawa harus
diketahui, dengan standarisasi satuan upaya tiap alat tangkap ikan yang
digunakan.
Perikanan panah pada periode waktu November 2009 sampai Desember
2010 menghasilkan ikan seberat 38.767,9 kg dari jumlah upaya sebanyak 582 trip.
Jumlah upaya tersebut merupakan akumulasi dari semua unit perikanan panah,
upaya penangkapan ikan lebih lengkap dijelaskan pada Lampiran 8. CPUE
kemudian dihasilkan dari data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan.
CPUE rata-rata satu unit perikanan panah adalah 63,27 kg/trip. CPUE terbesar
dihasilkan nelayan pada bulan November 2009, yaitu sebesar 85,22 kg/trip.
Nilai CPUE yang didapat merupakan hasil bagi dari hasil tangkapan ikan
dengan jumlah trip pada bulan tersebut. Untuk bulan November 2009, hasil
tangkapan dan jumlah trip yang dilakukan merupakan hasil tangkapan paling
banyak dan upaya yang paling sering dilakukan. Bulan Desember 2010, hasil
tangkapan dan upaya yang dilakukan nelayan paling sedikit dibandingkan bulan
lainnya, hal ini menghasilkan nilai CPUE paling kecil, yaitu 43,16 kg/trip. Nilai
CPUE perikanan panah Karimunjawa per bulan disajikan pada Gambar 12.
42
CPUE (Kg/Trip)
CPUE per Bulan
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
85.22
71.51
70.47
71.57
71.78
66.79
65.78
62.25
53.83
69.66
60.07
50.04
43.16
43.59
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09 10
10
10
10
10
10
10 10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 12 Fluktuasi CPUE perikanan panah Karimunjawa per bulan
Tren penurunan CPUE perikanan panah mengindikasikan terjadinya
penurunan kelimpahan stok sumberdaya ikan karang sebagai target penangkapan
ikan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian dari otoritas perikanan di Karimunjawa
agar sumberdaya ikan tetap lestari sehingga menjamin keberlanjutan kegiatan
perikanan.
4.1.9 Komposisi hasil tangkapan
Famili Caesionidae mendominasi hasil tangkapan perikanan panah dengan
hasil tangkapan sebesar 76,34 % atau seberat 29.595,4 kg dari total hasil
tangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sumberdaya ikan karang dari
famili Caesionidae sangat dominan bila dibandingkan dengan ikan-ikan karang
dari famili lainnya yang terdapat di perairan Karimunjawa. Hasil tangkapan paling
sedikit adalah famili Kyphosidae yaitu seberat 0,5 kg atau hanya sekitar 0,001 %
dari total tangkapan, lebih jelas disajikan pada Gambar 13.
43
Komposisi Hasil Tangkapan
Sepiidae, 0.85
Scaridae, 7.92
Serranidae,
11.08
Pomacanthidae,
0.83
Lainnya, 2.98
Caesionidae,
76.34
Gambar 13
Komposisi hasil tangkapan per famili pada periode November
2009 – Desember 2010.
Total hasil tangkapan diluar famili Caesionidae adalah seberat 9.172,5 kg,
atau sebesar 23,66 %. Hasil tangkapan terbesar setelah famili Caesionidae
berturut-turut adalah famili Serranidae, Scaridae, Sepiidae dan Pomacanthidae
masing-masing sebesar 11,08 % (4.297,2 kg), 7,92 % (3.068,5 kg), 0,85 % (329,8
kg) dan 0,83 % (322,6 kg), lebih jelas disajikan pada Lampiran 9.
4.1.9.1 Hasil tangkapan famili Caesionidae
Ikan hasil tangkapan dari famili Caesionidae pada periode November 2009
sampai Desember 2010 mencapai 29.595,4 kg. Spesies ikan dari famili
Caesionidae yang tertangkap diantaranya adalah ekor kuning (Caesio cuning), dan
pisang-pisang (Caesio caerulaureus), gambar ikan ekor kuning dan pisang-pisang
disajikan pada Lampiran 10.
Mukminin, et. al. (2006) dan Kartawijaya, Prasetia dan Yulianto (2007)
menyatakan bahwa, hasil tangkapan ikan dari semua jenis alat tangkap yang
dioperasikan di perairan Karimunjawa didominasi oleh ikan-ikan dari famili
Caesionidae. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kegiatan perikanan di
Karimunjawa termasuk perikanan ekor kuning, hal inilah yang membuat ikan
famili Caesionidae juga mendominasi hasil tangkapan nelayan panah
44
Hasil tangkapan tertinggi dihasilkan pada bulan November 2009 seberat
5.547,4 kg dan terendah seberat 490,2 kg pada bulan Desember 2010, seperti
disajikan pada Gambar 14. Rata-rata hasil tangkapan adalah seberat 2.114 kg per
bulan.
Caesionidae
Hasil Tangkapan (Kg)
6,000
5,547.4
5,000
4,000
3,587.5
3,000
2,149.7
2,997.5
2,238.3 2,351.5 2,246.5
2,000
2,309.3
1,509.9
1,162.1
1,000
1,037.3
1,245.0
723.2
490.2
0
Nov- Dec- Jan- Feb- M ar- Apr- M ay- Jun09
09
10
10
10
10
10
10
Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 14 Fluktuasi hasil tangkapan famili Caesionidae per bulan
Ikan-ikan dari famili Caesionidae merupakan kelompok ikan target
penangkapan bagi nelayan panah di Karimunjawa. Ikan-ikan ini memakan
zooplankton di sekitar daerah terumbu karang pada siang hari dan merupakan
perenang yang aktif. Mereka berlindung di daerah terumbu karang pada malam
hari (Fishbase.org).
Fluktuasi hasil tangkapan dari famili Caesionidae per bulan cukup tinggi.
Salah satu penyebabnya adalah cuaca buruk yang membuat nelayan tidak bisa
melaut, sehingga mempengaruhi jumlah upaya penangkapan ikan yang dilakukan
oleh nelayan. Famili Caesionidae merupakan pemakan zooplankton, oleh sebab
itu keberadaan dan jumlahnya di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh
zooplankton. Famili Caesionidae biasanya ditemukan dalam schooling dan
dengan kepadatan yang cukup tinggi. Tingkah laku seperti ini memudahkan
nelayan panah Karimunjawa untuk memanah ikan dari famili Caesionidae di
malam hari.
45
4.1.9.2 Hasil tangkapan famili Serranidae
Famili Serranidae menghasilkan ikan kedua terbanyak setelah famili
Caesionidae dengan jumlah total tangkapan seberat 4.297,2 kg. Hasil tangkapan
pada bulan November 2009 adalah seberat 914,4 kg, merupakan hasil tangkapan
tertinggi untuk famili Serranidae. Bulan Desember 2010 menghasilkan tangkapan
paling sedikit yaitu seberat 122,8 kg, dengan rata-rata hasil tangkapan seberat
306,9 kg per bulan. Fluktuasi hasil tangkapan famili Serranidae lebih jelas
disajikan pada Gambar 15.
Terdapat 18 spesies ikan dari famili Serranidae yang tertangkap oleh alat
tangkap panah, diantaranya adalah kerapu macan (Plectropomus oligachantus),
kerapu karet (Epinephelus ongus), sunuk ireng (Plectropomus areolatus), kleke
karang (Cephalopholis miniata) dan ikan lengak (Anyperodon leucogrammicus).
Gambar ikan hasil tangkapan dari famili Serranidae disajikan pada Lampiran 11.
Hasil Tangkapan (Kg)
Serranidae
1,000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
914.4
576.3
423.9
348.5
347.0
226.4
148.1
292.0
164.4
189.0
187.2
178.4
122.8
178.8
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 15 Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Serranidae per bulan
Ikan-ikan dari famili Serranidae merupakan ikan crespular, yaitu ikan-ikan
yang aktif diantara siang dan malam hari dan merupakan ikan target penangkapan.
Famili Serranidae ini merupakan jenis ikan soliter biasanya bersembunyi di guagua atau di bawah karang. Ikan ini dapat mencapai panjang 2 m dengan berat
sampai 200 kg. Jenis ikan ini tergolong karnivora, yaitu memakan ikan-ikan kecil,
udang dan crustacea (TERANGI, 2004).
46
Tren hasil tangkapan famili Serranidae ini cenderung menurun. Ikan-ikan
dari famili ini cenderung soliter dan tidak melakukan migrasi. Nelayan panah
melakukan operasi penangkapan ikan pada daerah penangkapan ikan yang
cenderung sama. Hal ini menjadi salah satu indikasi bahwa jumlah sumberdaya
ikan mulai berkurang.
4.1.9.3 Hasil tangkapan famili Scaridae
Hasil tangkapan nelayan panah Karimunjawa dari famili Scaridae adalah
ikan mameng (Bolbometopon muricatum), mogo (Chlorurus microrhinos), dan
iwak putih (Hipposcarus longiceps), gambar ikan lebih jelas pada Lampiran 12.
Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan panah dari famili Scaridae
pada bulan November 2009 adalah seberat 486,9 kg, yang merupakan hasil
tangkapan tertinggi. Hasil tangkapan ikan terendah dihasilkan pada bulan
September 2010 yaitu seberat 39 kg, seperti disajikan pada Gambar 16. Jumlah
total hasil tangkapan adalah seberat 3.068,5 kg, dengan rata-rata seberat 219,2 kg
per bulan.
Scaridae
Hasil Tangkapan (Kg)
600
500
486.9
479.8
400
300
359.2
357.3
289.8
241.1
200
213.0
131.0
135.8
100
92.1
107.9
39.0
65.9
69.7
0
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 16 Fluktuasi hasil tangkapan famili Scaridae per bulan
Famili Scaridae (Parrotfishes) merupakan jenis ikan diurnal yang aktif di
siang hari. Banyak terdapat di daerah terumbu karang terutama di Samudera
Atlantik, Hindia dan Pasifik. Biasanya ditemukan bergerombol di daerah terumbu
karang (TERANGI, 2004). Ikan-ikan ini termasuk ikan herbivora, mereka
47
memakan karang keras untuk mengambil alga. Alga inilah yang menjadi makanan
ikan-ikan Scaridae (Fishbase.org).
4.1.9.4 Hasil tangkapan famili Sepiidae
Sepiidae terdiri dari 3 genera dengan lebih dari 100 spesies. Hidup hampir
di semua perairan dari dekat permukaan sampai kedalaman ribuan meter. Sotong
merupakan makanan utama di daerah Mediterania dan Asia Timur yang kaya akan
kalsium dan protein, tetapi rendah energi dan merupakan sumber kolesterol
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sotong).
Ikan yang tertangkap di perairan Karimunjawa dari famili Sepiidae hanya
satu spesies, yaitu sotong/blukutak (Sepia sp.). Gambar Sepia sp. lebih jelas pada
Lampiran 13. Famili Sepiidae yang tertangkap oleh nelayan panah pada periode
November 2009 sampai Desember 2010 adalah seberat 329,8 kg. November 2009
menghasilkan hasil tangkapan ikan tertinggi, yaitu seberat 57,6 kg, sementara
pada bulan September, Oktober dan Desember 2010 nelayan panah tidak berhasil
menangkap sotong satu ekor pun, seperti disajikan pada Gambar 17.
Sepiidae
Hasil Tangkapan (Kg)
70
57.6
60
46.9
50
48.7
40
43.6
37.2
37.9
30
28.6
15.3
20
10
7.1
6.1
0.0
0.0
0.8
0.0
0
Nov- Dec- Jan09
09
10
Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep10
10
10
10
10
10
10
Oct- Nov- Dec10
10
10
Bulan
Gambar 17 Fluktuasi hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan
4.1.9.5 Hasil tangkapan famili Pomacanthidae
Ikan-ikan ini banyak hidup di daerah tropis terutama di daerah terumbu
karang
sekitar
Samudera
Atlantik,
Hindia
(http://en.wikipedia.org/wiki/Pomacanthidae).
dan
bagian
Pomacanthidae
barat
Pasifik
(Angelfishes)
merupakan kelompok ikan yang aktif di siang hari (diurnal), seperti Caesionidae
48
ikan-ikan dari famili Pomacanthidae juga termasuk ke dalam ikan mayor famili
yang jumlahnya di daerah terumbu karang cukup banyak. Biasanya dijadikan
sebagai ikan hias karena warnanya yang mencolok dan cantik. Ikan dewasa
berukuran 30 – 39 cm, memakan berbagai jenis alga, telur ikan dan sponge
(TERANGI, 2004).
Hanya satu spesies ikan dari famili Pomacanthidae yang tertangkap oleh
nelayan panah, yaitu ikan kambing-kambing (Pomacanthus sexstriatus). Gambar
ikan kambing-kambing lebih jelas pada Lampiran 14. Bulan November 2009
nelayan panah tidak berhasil menangkap ikan kambing-kambing. Hasil tangkapan
ikan tertinggi dihasilkan pada bulan Februari 2010, yaitu seberat 78,9 kg, seperti
disajikan pada Gambar 18. Jumlah total hasil tangkapan dari famili
Pomacanthidae selama periode November 2009 sampai Desember 2010 adalah
seberat 322,6 kg.
Hasil Tangkapan (Kg)
Pomacanthidae
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
78.9
41.9
34.5
35.1
30.6
26.9
14.0
13.1
14.1
11.8
5.5
10.3
5.9
0.0
Nov- Dec- Jan09
09
10
Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep10
10
10
10
10
10
10
Oct- Nov- Dec10
10
10
Bulan
Gambar 18 Fluktuasi hasil tangkapan ikan famili Pomacanthidae per bulan
4.1.10 Nilai hasil tangkapan
Tempat pelelangan ikan yang terdapat di Karimunjawa sudah tidak
berfungsi lagi, sehingga nelayan panah menjual ikan hasil tangkapannya ke
pengumpul ikan. Umumnya pengumpul ikan tersebut merupakan pemberi modal
bagi nelayan panah untuk melakukan operasi penangkapan ikan (lebih lengkap
disajikan pada Lampiran 15). Kondisi ini menyebabkan akses pasar untuk
mendapatkan harga yang lebih baik, bagi nelayan panah menjadi sangat terbatas.
49
Nilai hasil tangkapan perikanan panah di Karimunjawa pada periode
November 2009 sampai Desember 2010 adalah Rp. 452.024.904. Rata-rata nilai
hasil tangkapan perikanan panah di Karimunjawa adalah Rp. 32.894.400,29.
Fluktuasi nilai hasil tangkapan perikanan panah di Karimunjawa disajikan pada
Gambar 19.
Nilai Hasil Tangkapan (Rp)
Nilai Hasil Tangkapan per Bulan
120,000,000
99,655,900
100,000,000
80,000,000
58,545,000
60,000,000
47,600,354
40,000,000
29,481,400
31,855,300
31,373,700
28,866,700
19,189,350
8,496,700
35,436,400
20,000,000
17,030,350
13,409,050
18,467,500 21,113,900
0
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 19
Fluktuasi nilai hasil tangkapan per bulan pada periode
November 2009 – Desember 2010
Nilai hasil tangkapan terbesar dihasilkan pada bulan November 2009, yaitu
Rp. 99.655.900, sedangkan nilai hasil tangkapan ikan terkecil dihasilkan pada
bulan Desember 2010, yaitu Rp. 8.496.700. Sebagian besar dari jumlah tersebut
(71,62 %) dihasilkan famili Caesionidae yaitu senilai Rp. 323.731.300. Famili
Nemipteridae menghasilkan nilai hasil tangkapan paling sedikit, yaitu Rp. 2.000
atau sebesar 0,0004 % dari total nilai hasil tangkapan, lebih lengkap disajikan
pada Lampiran 16.
Famili Serranidae mengikuti, setelah Famili Caesionidae, dengan jumlah
nilai hasil tangkapan senilai Rp. 96.805.100 atau 21,42 %. Nilai hasil tangkapan
ikan terbesar berturut-turut, setelah famili Serranidae, adalah famili Scaridae Rp.
14.821.150 (3,28 %), famili Sepiidae Rp. 5.918.600 (1,31 %), dan famili
Pomacanthidae Rp. 1.687.700 (0,37 %), seperti disajikan pada Gambar 20.
50
Nilai Hasil Tangkapan
Scaridae,
14,821,150
Sepiidae,
5,918,600
Pomacanthidae,
1,687,700
Serranidae,
96,805,100
Lainnya,
9,061,054
Caesionidae,
323,731,300
Gambar 20
Nilai hasil tangkapan ikan per famili pada periode
November 2009 – Desember 2010
4.1.10.1 Nilai hasil tangkapan famili Caesionidae
Total nilai hasil tangkapan famili Caesionidae adalah Rp. 323.731.300,
dengan rata-rata per bulan senilai Rp. 23.527.942,86. Nilai hasil tangkapan
terbesar dihasilkan pada bulan November 2009, yaitu Rp. 70.737.900, sedangkan
nilai hasil tangkapan ikan terkecil, yaitu Rp. 5.659.900 dihasilkan pada bulan
Desember 2010. Lebih jelas fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Caesionidae
disajikan pada Gambar 21.
51
Caesionidae
Nilai Hasil Tangkapan (Rp)
80,000,000
70,000,000
70,737,900
60,000,000
50,000,000
45,787,000
40,000,000
29,562,500
21,584,000
23,158,500
30,000,000
20,000,000
10,000,000
25,203,500
21,477,500
26,843,500
13,607,700
14,308,800
12,037,400
7,218,500
5,659,900
12,204,500
0
Nov- Dec09
09
Jan10
Feb10
Mar- Apr10
10
May10
Jun- Jul-10 Aug10
10
Sep10
Oct10
Nov- Dec10
10
Bulan
Gambar 21 Fluktuasi nilai hasil tangkapan Famili Caesionidae per bulan
4.1.10.2 Nilai hasil tangkapan famili Serranidae
Nilai total hasil tangkapan famili Serranidae yang dihasilkan perikanan
panah adalah Rp. 96.805.100. Nilai hasil tangkapan terbesar dihasilkan pada bulan
November 2009, yaitu Rp. 24.542.100, dengan nilai hasil tangkapan terkecil
dihasilkan pada bulan Desember 2010, yaitu Rp. 2.112.900. Rata-rata nilai hasil
tangkapan ikan famili Serranidae adalah Rp. 7.065.571.43. Lebih jelas nilai hasil
tangkapan famili Serranidae pada periode November 2009 sampai Desember 2010
disajikan pada Gambar 22.
Serranidae
Nilai Hasil Tangkapan (Rp)
30,000,000
25,000,000
24,542,100
20,000,000
13,405,950
15,000,000
10,000,000
5,000,000
3,407,700
0
5,651,250
6,079,900
9,670,800
6,566,050
3,199,300
4,683,000
5,179,900
4,361,600
2,112,900
3,631,250 6,426,300
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 22 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Serranidae per bulan
52
4.1.10.3 Nilai hasil tangkapan famili Scaridae
Famili Scaridae menempati urutan ketiga terbesar dalam urutan nilai hasil
tangkapan terbanyak, dengan nilai total hasil tangkapan Rp. 14.821.150. Rata-rata
nilai hasil tangkapan ikan per bulan adalah sebesar Rp. 1.087.146,43. Nilai hasil
tangkapan ikan terbesar dihasilkan pada bulan Maret 2010, yaitu Rp. 2.746.500,
sedangkan nilai hasil tangkapan ikan terkecil dihasilkan pada bulan September
2010, yaitu Rp. 216.900. Nilai hasil tangkapan ikan Famili Scaridae yang
dihasilkan perikanan panah disajikan pada Gambar 23.
Nilai Hasil Tangkapan (Rp)
Scaridae
3,000,000
2,746,500
2,500,000
2,168,100
2,000,000
1,760,400
1,563,900
1,500,000
1,000,000
1,197,300
1,135,100
871,250
1,230,600
653,400
500,000
353,400
419,900
398,900
504,400
216,900
0
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 23 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Scaridae per bulan
4.1.10.4 Nilai hasil tangkapan famili Sepiidae
Nilai hasil tangkapan yang dihasilkan Famili Sepiidae selama periode
November 2009 sampai desember 2010 adalah Rp. 5.918.600, dengan hasil
tangkapan rata-rata senilai Rp. 422.757,14. Nilai hasil tangkapan terbesar
dihasilkan pada bulan April 2010, yaitu Rp. 925.300, sedangkan nilai hasil
tangkapan ikan terkecil dihasilkan pada bulan September, Oktober dan Desember
2010, dimana nelayan panah tidak berhasil menangkap ikan-ikan dari famili
Scaridae ini. Lebih jelas nilai hasil tangkapan famili Scaridae disajikan pada
Gambar 24.
53
Nilai Hasil Tangkapan (Rp)
Sepiidae
1,000,000
900,000
800,000
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0
925,300
891,100
864,000
828,400
720,100
632,400
543,400
260,100
134,900
103,700
0
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun09
09
10
10
10
10
10
10
0
15,200
0
Jul- Aug- Sep- Oct- Nov- Dec10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 24 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Sepiidae per bulan
4.1.10.5 Nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae
Nilai hasil tangkapan ikan famili Pomacanthidae terbesar dihasilkan pada
bulan Februari 2010 yaitu Rp. 433.950, sedangkan pada bulan November 2009
nelayan panah tidak menghasilkan ikan dari famili Pomacanthidae. Total nilai
hasil tangkapan famili Pomacanthidae adalah Rp. 1.687.700, dengan rata-rata nilai
hasil tangkapan per bulan adalah Rp. 124.228,57. Lebih jelas nilai hasil tangkapan
famili Pomacanthidae disajikan pada Gambar 25.
Nilai Hasil Tangkapan (Rp)
Pomacanthidae
500,000
450,000
400,000
350,000
300,000
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
0
433,950
230,450
147,950
193,050
168,300
172,500
0
70,000
77,550
72,050
64,900
51,500
29,500
27,500
Nov- Dec- Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-10 Aug- Sep- Oct- Nov- Dec09
09
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Bulan
Gambar 25 Fluktuasi nilai hasil tangkapan famili Pomacanthidae per bulan
54
4.2 Analisis Sistem Perikanan Panah
4.2.1 Analisis Kebutuhan
Komponen pelaku yang terlibat dalam kegiatan perikanan panah dan
kebutuhan masing-masing pelaku sistem perikanan panah di Karimunjawa
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5
Pelaku dan kebutuhan dari pelaku sistem perikanan panah di
Karimunjawa
No
Pelaku
1 Nelayan
Kebutuhan





Peningkatan hasil tangkapan ikan
Peningkatan pendapatan
Peningkatan kesejahteraan
Keberlanjutan pekerjaan
Kesehatan/keselamatan kerja




2
Pemilik kapal
3
Pemilik/pemberi
modal
4
Bakul/pengumpul





Peningkatan keuntungan
Keberlanjutan usaha
Ketersediaan ikan
Kualitas ikan yang baik
Kemudahan akses pasar
6
PEMDA/Dinas
Perikanan






Peningkatan PAD
Pengelolaan perikanan secara berkelanjutan
Peningkatan aktifitas perikanan
Peningkatan lapangan kerja
Peningkatan perekonomian daerah
Data akurat
7
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan







Peningkatan devisa negara
Pemberdayaan nelayan
Pemberian izin usaha
Pengelolaan sumberdaya ikan
Konservasi sumberdaya
Penegakan hukum
Peningkatan konsumsi ikan
8
Pengelola Taman
 Perlindungan kawasan taman nasional
Peningkatan hasil tangkapan ikan
Peningkatan keuntungan
Keberlanjutan usaha
Kemudahan memperoleh input hasil tangkapan
ikan
 Keterjaminan pengembalian modal
 Kelayakan usaha
 Peningkatan keuntungan
55
No
Pelaku
Nasional
Karimunjawa
Kebutuhan
 Konservasi sumberdaya di kawasan taman
nasional
 Pengelolaan kawasan taman nasional
 Penegakan peraturan terkait zonasi taman
nasional
 Mengurangi/menanggulangi tekanan sektor
perikanan terhadap ekosistem
9
Organisasi non
pemerintah




10
Penduduk lainnya.
 Terbukanya lapangan kerja
 Ekonomi masyarakat meningkat
Peningkatan aktifitas perikanan
Pemberdayaan nelayan
Perlindungan sumberdaya ikan
Penegakan hukum
4.2.2 Formulasi permasalahan pada sistem perikanan panah
Permasalahan umum dalam pengembangan kegiatan perikanan adalah
adanya konflik kepentingan diantara para pelaku untuk memenuhi kebutuhannya.
Sistem, kemudian dirancang untuk mengakomodir berbagai kepentingan para
pelaku, baik yang bersifat memberikan sinergi positif maupun yang merugikan
pelaku lain. Keberhasilan sistem sangat dipengaruhi oleh kemampuan para pelaku
untuk mengeliminir kepentingan yang dapat merugikan kepentingan pelaku lain
dan bersinergi untuk mencapai tujuan pengembangan perikanan secara optimal.
Pengembangan perikanan pada intinya adalah mengembangkan kegiatan
usaha atau bisnis perikanan. Kelangsungan kegiatan perikanan akan sangat
dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya ikan. Ciri utama dari sumberdaya ikan
adalah keberadaannya tidak menetap di suatu kolom perairan, melainkan selalu
bergerak bebas secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, hasil
tangkapan ikan tidak dapat diprediksi secara pasti, hasil tangkapan ikan akan
sangat dipengaruhi oleh kondisi biologi sumberdaya ikan dan lingkungan
perairan.
56
Pemanfaatan sumberdaya ikan memerlukan teknologi yang tepat sesuai jenis
sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan serta aman digunakan baik
terhadap lingkungan maupun bagi nelayan. Penggunaan teknologi penangkapan
ikan tersebut, memerlukan SDM dengan kemampuan yang memadai.
Hasil tangkapan dari kegiatan perikanan, baru akan dapat memberikan
manfaat bagi para pelaku usaha setelah hasil tangkapan ikan sampai ke tangan
konsumen. Distribusi dan pemasaran menjadi faktor penting, untuk dapat
memberikan nilai tambah pada hasil tangkapan ikan. Sifat hasil tangkapan ikan
yang mudah busuk (highly perishable), memerlukan penanganan hasil tangkapan
ikan yang tepat untuk dapat mengendalikan mutu produk, agar produk dapat
sampai ke tangan konsumen dengan mutu yang baik (Nurani, 2010).
Berikut ini merupakan kendala yang dihadapi sistem perikanan panah di
Karimunjawa, antara lain :
1) Latar belakang pendidikan nelayan yang masih relatif rendah. Sebagian besar
nelayan menjadi nelayan secara turun temurun. Metode operasi penangkapan
ikan dan penggunaan teknologi penangkapan ikan dilakukan berdasarkan
pengalaman, tanpa dilandasi pengetahuan ilmiah.
2) Stok sumberdaya ikan tidak dapat diprediksi secara pasti. Informasi ini sangat
penting, bagi pengelola perikanan, untuk menetukan jumlah hasil tangkapan
ikan perikanan dalam suatu kawasan dan kurun waktu tertentu, dengan tetap
memperhatikan pelestarian sumberdaya ikan tersebut.
3) Mutu hasil tangkapan masih cukup rendah. Terdapat luka pada ikan hasil
tangkapan perikanan panah, sehingga akan mempercepat proses pembusukan.
4) Aksesibilitas pasar sangat terbatas. Nelayan panah Karimunjawa sangat
tergantung kepada tengkulak. Semua unit perikanan panah di Karimunjawa
menjual ikan hasil tangkapannya ke tengkulak.
5) Iklim usaha. Walaupun mayoritas nelayan memiliki unit penangkapan ikan
sendiri, tetapi mereka meminjam sejumlah modal untuk operasi penangkapan
ikan kepada tengkulak. Ketergantungan inilah yang membuat iklim usaha pada
perikanan panah menjadi kurang sehat.
57
6) Metode operasi perikanan panah berisiko tinggi. Kesadaran nelayan panah
untuk mengikuti prosedur penyelaman sangat diperlukan untuk mengeliminir
potensi bahaya, kecelakaan atau penyakit yang mungkin muncul, baik ketika
operasi penangkapan ikan dilakukan maupun setelah operasi penangkapan
ikan selesai dilakukan.
4.2.3 Identifikasi sistem
4.2.3.1 Diagram lingkar sebab akibat (causal loop)
Keterkaitan antar elemen yang memegang peranan penting dalam sistem
perikanan panah di Karimunjawa dipetakan dalam diagram lingkar sebab akibat.
Penyusunan diagram lingkar sebab akibat dilakukan dengan cara melihat apakah
suatu elemen yang dikaji memberikan dampak positif atau negatif terhadap
elemen lain dalam sistem, seperti disajikan dalam Gambar 26.
+
Regulasi pengelolaan
SDI
Kelembagaan dan kebijakan
pemerintah daerah
PAD
+
+
+
Ketersediaan SDI
Perlindungan &
Rehabilitasi Ekosistem
-
-
+
-
+
+
+
Teknologi
penangkapan ikan
+
+
+
+
Hasil tangkapan
Pasar
Kesejahteraan
nelayan
+
+
Peningkatan SDM
Gambar 26
Diagram sebab akibat (causal loop) sistem perikanan
panah di Karimunjawa.
58
Sistem perikanan panah di Karimunjawa bertujuan untuk memanfaatkan
sumberdaya ikan yang ada untuk kesejahteraan nelayan. Pemanfaatan sumberdaya
ikan harus diatur sedemikian rupa agar sumberdaya tetap lestari sehingga kegiatan
perikanan di Karimunjawa, khususnya perikanan panah tetap menguntungkan.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kebijakan pemerintah yang
mengatur pengelolaan sumberdaya ikan. Lebih dari itu, penggunaan teknologi
penangkapan ikan juga harus diawasi dengan sungguh-sungguh. Semakin baik
teknologi penangkapan ikan, maka akan semakin banyak sumberdaya ikan yang
tereksploitasi. Usaha-usaha perlindungan dan konservasi sumberdaya harus
berjalan, paling tidak, seiring dengan tingkat eksploitasi yang terjadi.
Faktor-faktor tersebut, diharapkan akan menjaga sumberdaya ikan tetap
lestari. Ketersediaan sumberdaya ikan akan menjaga kegiatan perikanan tetap
berlangsung, secara tidak langsung juga akan menghidupkan kegiatan
perekonomian di wilayah tersebut, yang akan meningkatkan kesejahteraan
nelayan dan juga menghasilkan PAD bagi pemerintah setempat. Peningkatan
kesejahteraan akan diikuti dengan meningkatnya kualitas sumberdaya manusia,
yang pada waktunya akan meningkatkan kualitas kehidupan nelayan panah di
Karimunjawa.
4.2.3.2 Diagram input-output
Diagram ini menjelaskan informasi yang berkaitan dengan input yang ada
sehingga menghasilkan output, dengan kontrol dari lingkungan. Input dapat
berasal dari dalam maupun dari luar sistem, input tersebut berupa input terkontrol
dan input tidak terkontrol yang akan menghasilkan output yang diharapkan
maupun output yang tidak diharapkan.
Terdapat tiga input yang berbeda dalam sistem perikanan panah di
Karimunjawa, yaitu input lingkungan, input terkontrol dan input tidak terkontrol.
Input lingkungan merupakan intput yang berasal dari luar sistem, yaitu berupa
kebijakan pemerintah, diantaranya berupa UU No 45 tahun 2009, KEPMEN
Kelautan dan Perikanan No. KEP.06/MEN/2010, SK Menhutbun No.78/KptsII/1999 tentang penetapan Taman Nasional Karimunjawa, serta peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh pengelola Taman Nasional Karimunjawa,
diantaranya tentang zonasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa.
59
Input terkontrol antara lain berupa biaya operasi penangkapan ikan, jumlah
ABK, metode penangkapan ikan, teknologi alat tangkap, keterampilan dan
pengetahuan nelayan, dan nelayan dari daerah lain yang menangkap ikan di
daerah Karimunjawa. Faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan secara mandiri
oleh nelayan serta melalui peraturan-peraturan daerah yang ada. Faktor-faktor
input yang tidak terkontrol diantaranya adalah kondisi cuaca, musim, dan harga
ikan serta permintaan ikan di pasar. Input-input ini susah dan bahkan tidak dapat
dikontrol oleh nelayan.
Output yang ada berupa output dikehendaki dan output yang tidak
dikehendaki. Output yang dikehendaki diantaranya adalah kesehatan dan
keselamatan nelayan terjamin, harga jual ikan tinggi, permintaan ikan hasil
tangkapan nelayan panah tetap tinggi, peningkatan pendapatan nelayan dan
sumberdaya ikan tetap lestari.
Output yang tidak dikehendaki nelayan diantaranya adalah terjadinya
kecelakaan dalam kegiatan operasi penangkapan ikan, baik yang disengaja
maupun tidak, kerusakan ekosistem terumbu karang yang diikuti dengan
menurunnya jumlah dan kualitas sumberdaya ikan serta menurunnya pendapatan
nelayan. Diagram input-output disajikan pada Gambar 27.
60
PEMERINTAH
Output yang dikehendaki :
 Kesehatan dan keselamatan
kerja terjamin
 Harga ikan tinggi
 Permintaan tetap tinggi
 SDI lestari
 Pendapatan meningkat
Input tidak terkontrol :
 Cuaca
 Musim ikan
 Harga ikan
 Meningkatnya permintaan pasar
PROSES
Input terkontrol :
 Keterampilan dan pengetahuan
nelayan
 Nelayan pendatang
 Biaya operasi penangkapan ikan
 ABK
 Metode penangkapan ikan
 Alat tangkap
Output yang tidak
dikehendaki :
 Kecelakaan kerja
 Ekosistem rusak
 SDI menurun
 Pendapatan menurun
Manajemen Pengendalian
Gambar 27 Diagram input-output sistem perikanan panah di Karimunjawa
4.3 Analisis perikanan panah berdasarkan CCRF
Mengacu kepada CCRF, terdapat beberapa aspek yang perlu dikaji terhadap
perikanan panah di Karimunjawa, diantaranya yaitu :
1)
Aspek biologi
 Menjamin konservasi sumberdaya ikan
Wilayah Kecamatan Karimunjawa termasuk dalam kawasan pelestarian
alam dengan adanya Taman Nasional Karimunjawa dibawah Kementrian
Kehutanan yang dibentuk melalui SK Menhutbun No.78/Kpts-II/1999,
61
dengan wilayah seluas 111.625 Ha, meliputi 22 pulau. Kawasan Taman
Nasional Karimunjawa terbagi menjadi beberapa zona, yaitu : zona inti,
zona perlindungan, zona pemanfaatan pariwisata, zona pemukiman, zona
rehabilitasi, zona budidaya dan zona pemanfaatan perikanan tradisional.
Zona inti seluas 444,629 hektar meliputi sebagian perairan P. Kumbang,
Perairan Taka Menyawakan, perairan Taka Malang dan perairan Tanjung
Bomang. Zona inti adalah zona yang mutlak harus dilindungi karena di
dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas
manusia. Kegiatan yang diperbolehkan hanya yang berhubungan untuk
kepentingan
ilmu
pengetahuan,
pendidikan,
penelitian,
kegiatan
inventarisasi, pemantauan potensi, perlindungan dan pengamanan.
Penetapan Taman Nasional tersebut merupakan salah satu upaya untuk
mengkonservasi
keberlanjutan
sumberdaya
kegiatan
ikan,
perikanan
dan
sehingga
dapat
dapat
menjamin
menurunkan
angka
kemiskinan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara dan Dinas terkait lainnya
juga berperan dalam konservasi dan pengelolaan perikanan di Kecamatan
Karimunjawa ini.
 Mencegah lebih tangkap atau penangkapan ikan yang melebihi kapasitas.
Sampai saat ini belum ada aturan pemerintah yang membatasi jumlah
hasil tangkapan (kuota) dari masing-masing alat penangkapan ikan yang
beroperasi di Indonesia. Nelayan panah Karimunjawa memanah semua
ikan yang dijumpai dan mempunyai nilai ekonomis. Memang ikan yang
dipanah mempunyai ukuran yang cukup besar, tidak mungkin nelayan
panah menangkap ikan berukuran kecil karena sulit untuk dipanah.
Terdapat beberapa lokasi daerah penangkapan ikan di kawasan
Karimunjawa yang sudah jenuh, diantaranya adalah Pulau Menyawakan,
Taka Menyawakan, Pulau Cemara Besar, Pulau Burung, Tanjung Gelam,
Pulau Tengah dan sebelah timur Pulau Kemujan (Mukminin, et. al.,
2006).
62
Upaya penangkapan ikan dilakukan hampir sepanjang tahun. Baik itu
yang dilakukan oleh nelayan panah maupun nelayan alat tangkap lainnya,
seperti pancing, jaring insang, muroami, dan bubu. Pola upaya
penangkapan ikan tersebut menyebabkan stok sumberdaya ikan menurun.
Laju rekrutmen sumberdaya ikan lebih rendah dibandingkan dengan
upaya penangkapan ikan yang dilakukan. Apabila pola penangkapan ikan
seperti ini dipertahankan, maka dikhawatirkan kondisi lebih tangkap akan
terjadi.
Informasi tersebut memberikan dasar bagi pengelola perikanan untuk
lebih
memperketat
pengawasan
kegiatan
perikanan
tangkap
di
Karimunjawa, sehingga tidak terjadi kondisi lebih tangkap yang dapat
membahayakan keberlanjutan kegiatan perikanan.
2)
Aspek teknologi
 Unit penangkapan ikan selektif
Alat tangkap ini sangat selektif dari sisi ukuran ikan target penangkapan,
tetapi tidak selektif terhadap jenis ikan target. Nelayan tidak mungkin
memanah juvenil ikan, nelayan memanah ikan-ikan yang ukurannya
cukup besar dan mempunyai nilai ekonomis. Selektifitas alat tangkap
panah ini sangat tergantung kepada nelayan penggunanya. Nelayan dapat
saja memanah jenis-jenis ikan yang dilindungi.
Jenis ikan yang dipanah oleh nelayan panah Karimunjawa termasuk ke
dalam kelompok ikan target dan kelompok ikan lain (mayor famili) yang
jumlahnya masih cukup banyak.
 Aman digunakan
Panah merupakan alat tangkap yang relatif aman. Nelayan panah
Karimunjawa memasang karet pada panah (siap ditembakkan) setelah
berada di air dan langsung menyelam untuk memanah ikan. Risiko
tertusuk panah memang masih tetap ada, tetapi belum pernah terjadi kasus
nelayan tertusuk panah.
63
 Mudah digunakan
Alat tangkap panah relatif mudah digunakan. Untuk menjadi mahir
memanah ikan dengan panah, memang diperlukan jam layar yang cukup
banyak.
 Produktif
Jumlah hasil tangkapan ikan per unit upaya perikanan panah Karimunjawa
meningkat cukup tinggi, dari 8 kg/trip pada tahun 2005 (Mukminin et. al.,
2006) menjadi rata-rata 63,27 kg/trip pada periode November 2009
sampai Desember 2010. Keuntungan per unit perikanan panah di
Karimunjawa pada periode yang sama adalah Rp. 873.484. Perikanan
panah merupakan unit penangkapan ikan yang paling produktif bila
dibandingkan dengan alat penangkapan ikan lainnya yang beroperasi di
Karimunjawa.
3)
Aspek ekonomi
 Menguntungkan
Perikanan panah merupakan salah satu alat tangkap di Karimunjawa yang
cukup menguntungkan. Rata-rata keuntungan per trip adalah Rp. 873.484,
dengan rata-rata 20 trip per bulan, maka rata-rata keuntungan satu unit
perikanan panah per bulan mencapai Rp. 17.469.684. Keuntungan
tersebut kemudian dibagikan, satu bagian untuk nelayan, satu bagian
untuk nakhoda, dan dua bagian untuk kapal dan kompresor.
4)
Aspek sosial
 Persepsi nelayan alat tangkap lain terhadap nelayan panah
Penggunaan panah (speargun) dalam kegiatan perikanan mendapat
sorotan di beberapa negara kepulauan Pacific karena dianggap
bertanggung jawab terhadap berlebihnya upaya penangkapan ikan pada
perikanan pantai yang menyebabkan terjadinya penurunan sumberdaya
ikan (Gillet & Moy, 2006). Kondisi yang hampir sama terjadi di
Karimunjawa, menurut Ardiwijaya et al. (2010) penurunan biomasa dan
kelimpahan ikan yang terjadi disebabkan oleh tekanan perikanan yang
64
tinggi. Terutama disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan seperti cantrang dan penggunaan alat tangkap panah
dengan alat bantu kompresor sehingga produktifitasnya sangat tinggi.
Kondisi ini menyebabkan nelayan panah kurang mendapat sambutan yang
baik dari nelayan alat tangkap lain, karena dianggap bertanggung jawab
terhadap menurunnya stok sumberdaya ikan.
 Tidak menimbulkan konflik sosial
Nelayan perikanan panah, memanah semua jenis ikan yang dijumpai dan
mempunyai nilai ekonomis. Hal tersebut, menimbulkan keluhan dari
nelayan alat tangkap lainnya, terutama dari nelayan pancing.
Menyikapi hal tersebut dan untuk mencegah timbulnya konflik, kedua
kelompok nelayan tersebut membuat kesepakatan diantara mereka untuk
lebih arif dalam melakukan operasi penangkapan ikan.
 Tidak berisiko tinggi atau tidak membahayakan keselamatan jiwa nelayan
Mayoritas nelayan panah Karimunjawa menggunakan alat bantu
kompresor. Operasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara menyelam
dengan kompresor.
Menyelam merupakan kegiatan yang berisiko tinggi, oleh karena itu
nelayan harus mengikuti standar baku penyelaman untuk menekan risiko
yang mungkin timbul.
5)
Aspek lingkungan
 Unit penangkapan ikan tidak merusak lingkungan atau ekosistem; tidak
menangkap di habitat kritis seperti hutan bakau dan terumbu karang.
Dewasa ini masalah lingkungan menjadi isu yang cukup sensitif. Target
penangkapan perikanan panah terutama adalah ikan-ikan karang, sehingga
daerah penangkapan ikan nelayan panah ada di daerah ekosistem terumbu
karang. Oleh karena itu perlu diperhatikan metode operasi penangkapan
ikan agar tidak merusak ekosistem terumbu karang. Masalah ini juga
menjadi perhatian bagi pengelola Taman Nasional Karimunjawa.
65
Sebagian
besar
nelayan
panah
Karimunjawa
menyelam
tanpa
menggunakan fin, selain berenang, nelayan juga kadang-kadang berjalan
di dasar perairan. Ketika berada di ekosistem terumbu karang, kaki
nelayan berisiko terluka apabila tidak menggunakan coral boot, selain itu
juga dapat merusak terumbu karang.
6)
Aspek pasca panen
 Proses
penanganan,
pengolahan,
dan
distribusi
hasil
tangkapan
mempertahankan nilai gizi, mutu, dan keamanan ikan dan produk
perikanan.
Sore hari nelayan mulai bergerak menuju daerah penangkapan ikan.
Operasi penangkapan ikan dilakukan pada malam hari, kemudian dini hari
menjelang pagi nelayan kembali dari melaut. Ikan hasil tangkapan alat
tangkap panah terdapat luka pada tubuhnya akibat tertembus panah. Ikan
hasil tangkapan disimpan di dalam palka dan ditambahkan es,
sesampainya di darat, hasil tangkapan lansung dijual, sehingga ikan hasil
tangkapan masih segar ketika sampai ke tangan konsumen.
7)
Aspek hukum
 Unit penangkapan ikan legal atau tidak dilarang untuk dioperasikan
Sampai saat ini belum ada peraturan, baik dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, yang melarang beroperasinya unit perikanan panah.
 Tidak menangkap biota yang dilindungi
Target penangkapan perikanan panah adalah ikan karang. Berdasarkan
data yang diperoleh, tidak ada jenis ikan yang dilindungi ditangkap oleh
nelayan panah.
Perikanan panah di Karimunjawa dilihat dari sudut pandang CCRF, belum
sepenuhnya mendukung konsep CCRF. Aspek biologi, aspek teknologi, dan aspek
sosial perlu dibenahi sehingga perikanan panah dapat benar-benar dapat
dikategorikan sebagai alat penangkapan ikan yang mendukung konsep CCRF,
sedangkan aspek yang dapat dikatakan mendukung konsep CCRF adalah aspek
ekonomi, aspek lingkungan, aspek pasca panen, dan aspek hukum.
66
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aspek-aspek
tersebut, diantaranya adalah :

Aspek biologi; pengaturan pola penangkapan ikan untuk mencegah terjadinya
kondisi lebih tangkap atau penangkapan ikan yang melebihi kapasitas.

Aspek teknologi; selektifitas panah sangat tergantung kepada nelayan,
sehingga pengetahuan dan pemahaman nelayan tentang konsep perikanan
yang berkelanjutan perlu ditingkatkan.

Aspek sosial; metode penangkapan ikan unit perikanan panah merupakan
kegiatan yang berisiko tinggi, oleh karena itu nelayan harus sangat berhati-hati
dan tetap mengikuti standar baku penyelaman agar risiko bahaya yang
mungkin muncul, dapat dihindari.
4.4 Analisis Pengembangan Perikanan Panah
Perikanan panah merupakan alat tangkap paling produktif yang digunakan
nelayan di Karimujawa. Hasil tangkapan ikan perikanan panah pada periode
November 2009 sampai Desember 2010 yaitu seberat 38.769,4 kg. Lebih banyak
bila dibandingkan dengan alat tangkap lainnya yang dioperasikan di
Karimunjawa, seperti jaring insang, pancing (handline), muroami dan bubu,
dengan jumlah hasil tangkapan masing-masing seberat 955,7 kg, 33.753 kg,
27.893,8 kg dan 1.593,5 kg (WCS, 2010).
Agar dapat melihat dan memprediksi pengembangan perikanan panah, maka
diperlukan suatu analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait di
dalamnya baik internal maupun eksternal. Analisis yang dapat mengkaji faktorfaktor tersebut adalah analisis SWOT. Faktor internal yang dimaksud merupakan
faktor yang mempengaruhi secara langsung kegiatan perikanan panah, faktor
internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor
dari lingkungan yang turut mempengaruhi berkembangnya perikanan panah di
Karimunjawa. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.
67
4.4.1 Analisis faktor eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah di
Karimunjawa disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6
Analisis PEST (politik, ekonomi, sosial budaya – demografi, teknologi)
Politik
Sosial budaya – demografi
 Kebijakan untuk memberdayakan
masyarakat pesisir
 Pertumbuhan penduduk dan kondisi
perekonomian penduduk
Karimunjawa
 Kebijakan pemerintah mengenai
kegiatan perikanan yang ramah
lingkungan
 Kesadaran masyarakat terhadap
kelestarian sumberdaya
 Dibukanya kebijakan impor ikan
Ekonomi
Teknologi
 Perikanan panah sebagai penunjang
ekonomi masyarakat Karimunjawa
 Perkembangan teknologi alat
penangkapan ikan
 Kondisi perekonomian dunia
 Perkembangan alat bantu
penangkapan ikan
 Ketersedian modal usaha bagi
masyarakat pesisir
Tabel analisis PEST di atas, kemudian dipisahkan antara faktor-faktor yang
menjadi peluang dan faktor-faktor ancaman, seperti disajikan pada Tabel 7.
68
Tabel 7
Peluang dan ancaman PEST (politik, ekonomi, sosial budaya –
demografi, teknologi)
No
Fenomena
1
Politik
Keberpihakan kebijakan
pemerintah dalam
pemberdayaan masyarakat
pesisir
2
1
Disahkannya kebijakan
impor ikan
Ekonomi
Dampak ekonomi kegiatan
perikanan panah kurang
memenuhi harapan
Peluang
Ancaman
Membaiknya iklim
investasi dibidang
perikanan
-
-
Meningkatnya
jumlah ikan di pasar
-
Perkembangan usaha
perikanan panah
kurang baik
2
Kebijakan impor ikan
-
Persaingan di pasar
ikan semakin ketat
3
Lembaga pemodalan mulai
melirik dunia perikanan
Terbukanya peluang
untuk mendapatkan
modal usaha
-
1
Sosial Budaya - Demografi
Perkembangan jumlah
penduduk tidak diiringi
dengan perkembangan
lapangan pekerjaan di darat
2
Masih kurangnya
kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya
menjaga kelestarian
sumberdaya alam
-
Memperbesar
peluang rusaknya
ekosistem
3
Keluhan dari nelayan alat
tangkap lain
-
Potensi timbulnya
konflik antar
nelayan
Operasi
penangkapan ikan
menjadi semakin
mudah
-
Semakin
meningkatnya
tekanan terhadap
ekosistem laut
Teknologi
1
Teknologi speargun
semakin baik
Faktor-faktor eksternal tersebut di atas, kemudian dievaluasi dan diberi nilai
kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan panah di Karimunjawa, seperti disajikan
pada Lampiran 17. Nilai dari evaluasi faktor eksternal ini dapat menunjukkan
69
pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan perikanan panah di
Karimunjawa, seperti tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) strategi pengembangan
perikanan panah di Karimunjawa
FAKTOR EKSTERNAL
KUNCI
PELUANG
NO
BOBOT
NILAI
NILAI
TERBOBOT
1
Membaiknya iklim investasi
dibidang perikanan
0,08
1
0,08
2
Terbukanya peluang untuk
mendapatkan modal usaha
0,08
2
0,17
3
Operasi penangkapan ikan
menjadi semakin mudah
0,13
3
0,38
ANCAMAN
1
Meningkatnya jumlah ikan
di pasar
0,13
2
0,25
2
Perkembangan usaha
perikanan panah kurang baik
0,13
3
0,38
3
Persaingan di pasar ikan
semakin ketat
0,08
3
0,25
4
Semakin meningkatnya
tekanan terhadap ekosistem
laut
0,13
3
0,38
5
Memperbesar peluang
rusaknya ekosistem
0,13
3
0,38
6
Potensi timbulnya konflik
antar nelayan
0,13
2
0,25
JUMLAH
1,00
2,50
Faktor eksternal, setelah dievaluasi mendapatkan nilai rata-rata, yaitu
sebesar 2,50. Artinya kondisi lingkungan (faktor eksternal) cukup berpengaruh
terhadap pengembangan kegiatan perikanan panah di Karimunjawa. Peluang yang
ada dapat dimaksimalkan dengan meminimalisir kelemahan.
70
4.4.2 Analisis faktor internal
Analisis Fungsional
Beberapa fungsi nelayan dalam pengembangan perikanan panah di
Karimunjawa adalah :

Fungsi bagian manajemen
Fungsi ini menekankan pada sinergi antar fungsi bagian yang menunjang
pengembangan perikanan panah.

Fungsi bagian sumberdaya manusia
Fungsi ini menekankan terwujudnya kualitas nelayan yang handal dalam
pengembangan perikanan panah.

Fungsi bagian sumberdaya ikan
Fungsi ini menekankan kelestarian sumberdaya ikan untuk keberlanjutan
kegiatan perikanan panah.
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kegiatan perikanan panah di
Karimunjawa disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9
Analisis fungsional faktor internal
Kekuatan Manajemen
Kelemahan Manajemen
 Nelayan memahami hak dan
kewajibannya masing-masing
 Komunikasi antar nelayan belum
terjalin dengan baik
Kekuatan Sumberdaya Manusia
Kelemahan Sumberdaya Manusia
 Jumlah penduduk yang cukup
banyak
 Latar belakang pendidikan rendah
 Banyak diadakan pelatihan dan
penyuluhan oleh instansi terkait
 Kesadaran terhadap kegiatan
perikanan yang berkelanjutan masih
kurang
 Keselamatan nelayan semakin
terjamin
Kekuatan Sumberdaya Ikan
Kelemahan Sumberdaya Ikan
 Sumberdaya ikan target
penangkapan masih relatif banyak
 Nelayan panah memanah semua
jenis dan ukuran ikan yang
mempunyai nilai ekonomis
 Semakin meningkatnya usaha-usaha
konservasi sumberdaya
 Terjaganya ekosistem, yang akan
meningkatkan sumberdaya ikan
71
Faktor-faktor internal tersebut, kemudian dievaluasi dan diberi nilai
kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan panah di Karimunjawa, seperti disajikan
pada Lampiran 18. Nilai dari evaluasi faktor internal ini dapat menunjukkan
pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan perikanan panah di
Karimunjawa, seperti tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) strategi pengembangan
perikanan panah di Karimunjawa
FAKTOR INTERNAL
KUNCI
KEKUATAN
Nelayan memahami hak
1
dan kewajibannya masingmasing
Jumlah penduduk yang
2
cukup banyak
NO
BOBOT
NILAI
NILAI
TERBOBOT
0,11
3
0,32
0,07
3
0,21
3
Banyak diadakan pelatihan
dan penyuluhan oleh
instansi terkait
0,11
1
0,11
4
Semakin meningkatnya
usaha-usaha konservasi
sumberdaya
0,11
4
0,43
5
Terjaganya ekosistem, yang
akan meningkatkan
sumberdaya ikan
0,11
2
0,21
6
Keselamatan nelayan
semakin terjamin
0,11
3
0,32
KELEMAHAN
1
Komunikasi antar nelayan
belum terjalin dengan baik
0,07
2
0,14
2
Latar belakang pendidikan
rendah
0,11
2
0,21
3
Kesadaran terhadap
kegiatan perikanan yang
berkelanjutan masih kurang
0,11
3
0,32
4
Nelayan panah memanah
semua jenis dan ukuran ikan
yang mempunyai nilai
ekonomis
0,11
3
0,32
JUMLAH
1,00
2,61
72
Faktor internal setelah dievaluasi mendapatkan nilai diatas rata-rata (2,5),
yaitu sebesar 2,61. Kondisi faktor internal mampu mengatasi berbagai masalah
yang ada pada kegiatan perikanan panah di Karimunjawa.
4.4.3 Analisis internal-eksternal
Total Nilai EFE
Tabel 11 Tabel Matriks Eksternal - Internal
Kuat
(3,00 - 4,00)
Rerata
(2,00 - 2,99)
Lemah
(1,00 - 1,99)
Total nilai EFE
Total nilai IFE
Kuat
(3,00 - 4,00)
Total Nilai IFE
Rerata
(2,00 - 2,99)
Lemah
(1,00 - 1,99)
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
= 2,50
= 2,61
Berdasarkan matriks internal-eksternal, posisi faktor internal-eksternal ada
pada sel V sehingga direkomendasikan untuk mempertahankan dan memelihara
kekuatan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada.
73
4.4.4 Matriks SWOT
Tabel 12 Matriks SWOT pengembangan perikanan panah di Karimunjawa
Internal
Eksternal
Peluang
1. Membaiknya iklim
investasi dibidang
perikanan
2. Terbukanya peluang untuk
mendapatkan modal usaha
3. Operasi penangkapan ikan
menjadi semakin mudah
Ancaman
1. Meningkatnya jumlah ikan
di pasar
2. Perkembangan usaha
perikanan panah kurang
baik
3. Persaingan di pasar ikan
semakin ketat
4. Semakin meningkatnya
tekanan terhadap
ekosistem laut
5. Memperbesar peluang
rusaknya ekosistem
6. Potensi timbulnya konflik
antar nelayan
Kekuatan
Kelemahan
1. Nelayan memahami hak
dan kewajibannya masingmasing
2. Jumlah penduduk yang
cukup banyak
3. Banyak diadakan
pelatihan dan penyuluhan
oleh instansi terkait
4. Semakin meningkatnya
usaha-usaha konservasi
sumberdaya
5. Terjaganya ekosistem,
yang akan meningkatkan
sumberdaya ikan
6. Keselamatan nelayan
semakin terjamin
1. Komunikasi antar
nelayan belum terjalin
dengan baik
2. Latar belakang
pendidikan rendah
3. Kesadaran terhadap
kegiatan perikanan
yang berkelanjutan
masih kurang
4. Nelayan panah
memanah semua jenis
dan ukuran ikan yang
mempunyai nilai
ekonomis
Strategi SO
Strategi WO
Strategi 1 ; pemanfaatan
peluang untuk meningkatkan
kesadaran nelayan terhadap
kegiatan perikanan yang
berkelanjutan.
Strategi 2 ; memperkuat
kerjasama antar sesama
nelayan untuk
pengembangan dan
perbaikan metode operasi
perikanan panah,
sehingga keselamatan
nelayan terjamin dan
menjaga keberlanjutan
kegiatan perikanan panah.
Strategi ST
Strategi WT
Strategi 3 ; mengoptimalkan
sinergi antar nelayan untuk
menekan potensi konflik dan
mengembangkan usaha
perikanan.
Strategi 4 ;
meningkatkan kualitas
pengetahuan dan
pemahaman nelayan
terhadap kegiatan
perikanan yang
berkelanjutan.
74
Strategi pengembangan perikanan panah yang bisa dilakukan diantaranya
adalah :
1)
Pemanfaatan peluang untuk meningkatkan kesadaran nelayan terhadap
kegiatan perikanan yang berkelanjutan.
2)
Memperkuat kerjasama antar sesama nelayan untuk pengembangan dan
perbaikan metode operasi perikanan panah, sehingga keselamatan nelayan
terjamin dan menjaga keberlanjutan kegiatan perikanan panah.
3)
Mengoptimalkan sinergi antar nelayan untuk menekan potensi konflik dan
mengembangkan usaha perikanan.
4)
Meningkatkan kualitas kehidupan nelayan yang pada akhirnya akan
menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan.
4.5 Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis – JSA)
Kapal perikanan dapat menjadi lingkungan kerja yang sangat berbahaya.
Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan harus dilakukan untuk mengeliminir
atau bahkan menghilangkan potensi risiko bahaya atau kecelakaan tersebut. Korps
penjaga pantai Amerika Serikat (US Coast Guard) menyatakan bahwa : usaha
perikanan merupakan pekerjaan yang paling berbahaya di Amerika Serikat.
Usaha-usaha meningkatkan standar keselamatan dalam usaha perikanan terus
dilakukan, tetapi standar keselamatan kapal perikanan tetap saja masih lebih
rendah dibandingkan dengan kapal komersial lainnya. Peningkatan standar
keselamatan juga diikuti dengan meningkatnya biaya untuk memenuhi standar
tersebut. Solusi mudah untuk masalah ini diantaranya adalah memastikan kapal
‘layak laut’, awak yang kompeten, alat-alat keselamatan yang cukup, serta
kesadaran baik nelayan maupun pihak pengelola perikanan untuk menerapkan
prosedur-prosedur keselamatan (Petursdottir, Hannibalson, and Turner, 2001).
Sebuah penelitian tentang keselamatan kerja di laut Indonesia, dilakukan
dengan mengambil contoh dari 66 unit kapal perikanan di Tegal (pukat tarik),
Pekalongan (pukat cincin) dan Cilacap (longline mini dan jaring insang). Hasilnya
menunjukkan bahwa 68 orang nelayan meninggal dunia karena kecelakaan di laut.
Kecelakaan yang terjadi antara lain ; kapal tenggelam (46 %), tercebur ke laut (27
%), sakit dan kelelahan (20 %) serta kecelakaan ketika operasi penangkapan ikan
75
(7 %). Kecelakaan yang terjadi ketika operasi penangkapan ikan dilakukan dapat
disebabkan oleh kurangnya kompetensi nelayan dalam mengoperasikan alat
tangkap, kurang atau tidak adanya informasi dan latihan penanggulangan keadaan
darurat serta kurangnya penerangan dalam operasi penangkapan ikan di malam
hari (Suharyanto, 2010 diacu dalam Chokesanguan, Rajruchithong and Wanchana
2010).
Kapal panah di Karimunjawa, karena tidak ada dermaga, ditambatkan di
pantai. Untuk mencapai kapal nelayan harus berjalan kaki dan mereka terbiasa
tidak menggunakan alas kaki. Suplai udara yang digunakan nelayan sebagai alat
bantu penyelaman adalah kompresor udara yang biasa digunakan untuk mengisi
ban kendaraan, dengan menambahkan filter untuk menyaring udara yang akan
dihisap nelayan. Menurut pengakuan nelayan, bahwa alat-alat yang mereka
gunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan tidak sesuai standar,
walaupun begitu, nelayan panah melakukan perawatan alat bantu penangkapan
secara berkala, seperti disajikan pada Lampiran 19.
Dalam satu kali trip penangkapan ikan, nelayan melakukan satu sampai dua
kali penyelaman. Penyelaman dilakukan pada kedalaman maksimum 30 meter,
dengan lama waktu penyelaman sampai 180 menit (lebih lengkap pada Lampiran
20). Pola penyelaman seperti ini sangat berisiko menyebabkan timbulnya berbagai
macam penyakit dekompresi.
Urutan langkah kerja dalam kegiatan operasi penangkapan ikan dimasukkan
dan kemudian dianalisis potensi bahaya/kecelakaan yang mungkin timbul serta
tindakan pencegahan apa yang perlu dilakukan untuk menghilangkan atau
meminimalisir potensi bahaya/kecelakaan tersebut, seperti disajikan pada Tabel
13.
76
Tabel 13 Analisis keselamatan kerja kegiatan perikanan panah di Karimunjawa
No
Urutan Langkah
Kerja
1
Memindahkan
peralatan ke atas
kapal
2
Persiapan kapal
- Cek kebocoran
kapal
- Memasukkan
BBM
Potensi Bahaya /
Kecelakaan














3
Benda jatuh
Tertimpa benda jatuh
Terpeleset
Tersandung
Terkilir
Tertusuk
Olah gerak kapal
terhambat
Terpeleset
Lambung kapal
tergenang air
Kapal tenggelam
BBM tumpah
Kebakaran
Pencemaran
lingkungan perairan
Terpeleset
- Penambahan /
penggantian oli
mesin
 Oli tumpah
 Pencemaran
 Terpeleset
- Menghidupkan
mesin
 Terpukul engkol
Perjalanan menuju
daerah penangkapan
ikan
 Baling-baling
mengenai substrat
dasar perairan
 Laju kapal tidak
terkendali
 Gelombang besar
 Mabuk laut
 Jatuh ke laut
 Tertimpa benda jatuh
 Tersandung
Tindakan Pencegahan
 Mengangkut barang
sedikit demi sedikit
dengan cara yang aman
 Perhatikan jalur yang akan
dilewati
 Gunakan alas kaki
 Segera keringkan
genangan air di lambung
kapal
 Pastikan tidak ada
kebocoran di lambung
kapal
 Gunakan corong untuk
menuangkan BBM
 Jauhkan sumber api
 Pastikan tutup tanki BBM
terpasang sempurna
 Cek selang bahan bakar
 Tuangkan oli dengan hatihati
 Pastikan oli mesin selalu
ada
 Ganti oli mesin secara
berkala
 Pastikan engkol terpasang
sempurna
 Memutar engkol dengan
hati-hati
 Pastikan posisi kapal pada
kedalaman yang aman
 Pastikan posisi gas pada
putaran rendah
 Pastikan kondisi cuaca
mendukung operasi
penangkapan ikan
 Hentikan operasi
penangkapan ikan jika
tidak aman
 Gunakan obat anti mabuk
laut
 Berada di tempat yang
aman dari potensi jatuh ke
laut
 Gunakan rompi apung
 Perhatikan posisi selalu
aman dari kemungkinan
77
No
Urutan Langkah
Kerja
Potensi Bahaya /
Kecelakaan
Tindakan Pencegahan
 Terpeleset

4
Persiapan operasi
penangkapan ikan
- Cek kompresor
 BBM kompresor
tumpah
 Tersandung
 Terpeleset





-
-
Menyiapkan
panah
Menyiapkan alat
bantu
penangkapan
ikan lainnya
 Tertusuk panah
 Tersandung
 Terpeleset

 Selang udara bocor

 Senter selam mati
 Senter selam bocor
 Masker selam rusak
 Strap masker selam
putus
 Terjatuh ke laut
 Tersandung
 Terpeleset












- Proses turun ke
air
 Terpeleset
 Terkilir


 Terantuk balingbaling



 Peralatan terlepas
dari pegangan
 Terlilit selang udara


benda jatuh
Pastikan peralatan
disimpan dengan baik dan
aman
Cek BBM kompresor
Cek selang BBM
kompresor
Pastikan tutup tanki BBM
terpasang sempurna
Pastikan kondisi
kompresor dalam keadaan
baik
Gunakan penerangan yang
cukup
Memasang panah ketika
sudah berada dalam air
Gunakan penerangan yang
cukup
Cek selang udara secara
berkala
Ganti selang udara
Cek kondisi baterai
Ganti baterai
Cek kondisi O-ring senter
Ganti O-ring senter
Cek kondisi masker selam
Ganti masker
Ganti strap masker
Berada pada posisi yang
aman dari potensi terjatuh
ke laut
Gunakan rompi apung
Gunakan penerangan yang
cukup
Proses naik dan turun dari
kapal dengan hati-hati
Gunakan tangga untuk
turun-naik dari dan ke
kapal
Pastikan mesin kapal
sudah dimatikan
Pastikan baling-baling
sudah berhenti berputar
Turun ke air tidak dari
bagian belakang kapal
Gunakan tali pegangan
pada peralatan
Perhatikan posisi dan
78
No
Urutan Langkah
Kerja
Potensi Bahaya /
Kecelakaan
Tindakan Pencegahan

 Hanyut terbawa arus



 Tersengat ubur-ubur



 Menimpa substrat
dasar perairan



5
Operasi
penangkapan ikan
 Hanyut terbawa arus


 Disorientasi
 Kehilangan mitra





 Tersengat biota



 Kram

 Kaki terluka


keadaan selang udara
Simpan pada tempat yang
aman
Perhatikan kondisi arus
dan gelombang
Perhatikan kondisi cuaca
Hentikan pekerjaan jika
tidak aman
Perhatikan kondisi
lingkungan sekitar
Gunakan wetsuit
Nyalakan senter selam
sebelum turun dari kapal
Turun dari kapal dengan
hati-hati
Nyalakan senter selam
sebelum turun dari kapal
Perhatikan kedalaman
perairan
Pastikan arus dan
gelombang dalam kondisi
tenang
Hentikan pekerjaan jika
tidak aman
Naik ke permukaan dan
orientasi ulang
Mengikuti rencana
penyelaman yang sudah
dibuat
Gunakan tali
pengaman/acuan dari
kapal
Selalu berkomunikasi
dengan mitra di air dan
mitra nelayan yang berada
di atas kapal
Gunakan isyarat yang
sudah disepakati
Kenali biota-biota
berbahaya
Gunakan wetsuit
Berenang tidak terlalu
dekat dengan
dasar/substrat perairan
Lakukan peregangan
sebelum turun dari kapal
Jangan berjalan di dasar
perairan
Gunakan booties
79
No
Urutan Langkah
Kerja
Potensi Bahaya /
Kecelakaan
 Kehabisan udara
 Keracunan udara
 Kedinginan
 Pecah gendang
telinga
 Mask squeeze
 Keracunan nitrogen
 Barotrauma
 Penyakit dekompresi
Tindakan Pencegahan
 Cek BBM kompresor
secara berkala
 Komunikasi yang baik
dengan mitra nelayan di
atas kapal
 Gunakan isyarat yang
sudah disepakati
 Perhatikan arah angin dan
posisi kompresor
 Cek saringan udara
kompresor
 Ganti saringan udara
secara berkala
 Bersihkan selang udara
secara berkala
 Ganti selang udara apabila
sudah tidak layak
 Jangan bernafas pendekpendek, selalu bernafas
dengan panjang dan dalam
 Gunakan wetsuit
 Hentikan penyelaman
 Ekualisasi rongga telinga
 Hembuskan udara pada
masker
 Mask clearing
 Naik ke kedalaman yang
lebih dangkal
 Buat rencana penyelaman
dengan tidak melebihi nodecompression limit
 Mengikuti rencana
penyelaman yang telah
dibuat
 Menyelam tidak melebihi
waktu dan kedalaman yang
aman (sesuai tabel selam)
 Hentikan penyelaman
 Atur kecepatan turun dan
naik sesuai dengan standar
baku penyelaman (0,5
feet/detik)
 Ekualisasi
 Buat rencana penyelaman
dengan tidak melebihi nodecompression limit
 Mengikuti rencana
penyelaman yang telah
80
No
Urutan Langkah
Kerja
Potensi Bahaya /
Kecelakaan
Tindakan Pencegahan

 Cedera lung overexpansion



6
7
Memindahkan ikan
hasil tangkapan ke
kapal
Penyelesaian
pekerjaan
- Membereskan
peralatan
 Tertusuk
 Tergores


 Tertimpa benda jatuh
 Tersandung
 Terpeleset



dibuat
Atur kecepatan turun dan
naik sesuai dengan standar
baku penyelaman (0,5
feet/detik)
Hentikan penyelaman
Tidak menahan nafas
selama penyelaman
Atur kecepatan turun dan
naik sesuai dengan standar
baku penyelaman (0,5
feet/detik)
Gunakan sarung tangan
Memegang ikan dengan
hati-hati
Simpan peralatan pada
tempat yang aman
Pastikan posisi aman dari
tertimpa benda jatuh
Gunakan penerangan yang
cukup
Peralatan di atas dek harus ditata dengan baik, dek harus dijaga agar tetap
rapi. Dek yang tidak tertata rapih dapat menimbulkan kecelakaan. Alat-alat di atas
dek harus selalu diikat untuk menghindari terjatuh ketika menghadapi gelombang
besar. Penggunaan kompresor sebagai alat bantu penangkapan ikan perlu
diperhatikan secara serius agar udara yang dipompakan dan kemudian dihirup
tetap bersih dan aman bagi nelayan.
Fin didesain untuk memudahkan penggunanya berenang, baik di permukaan
maupun di bawah permukaan air. Teknik menggunakan fin juga perlu dikuasai
untuk mempermudah pergerakan di air. Ketika nelayan tidak memakai fin,
diperlukan usaha yang lebih untuk berenang di air. Tanpa fin juga memungkinkan
nelayan untuk berjalan di dasar perairan, hal ini menjadi masalah ketika dasar
perairannya berupa terumbu karang. Nelayan bisa terluka karena menginjak
terumbu karang atau biota lainnya, selain itu terumbu karang juga akan rusak
karena diinjak oleh nelayan.
Metode operasi perikanan panah dengan menyelam dapat menimbulkan
risiko tersendiri, baik penyelaman bebas maupun memakai kompresor. Penyelam
bebas berisiko kehilangan kesadaran di bawah air karena kekurangan oksigen dan
81
atau kelebihan kadar CO2 di dalam darah. Tanpa latihan yang baik dan teratur
penyelaman bebas merupakan kegiatan yang sangat berbahaya.
Penyelaman dengan kompresor juga sangat berbahaya apabila tidak
mengikuti prosedur baku penyelaman. Potensi bahaya paling besar dari kegiatan
penyelaman paling tidak berasal dari beberapa aspek, sebagai berikut :

Suplai udara
Kompresor, apabila tidak dirawat dengan baik akan memompakan udara yang
tidak aman bagi nelayan. Inlet udara kompresor harus diperhatikan, jangan
sampai udara buangan dari knalpot terhisap inlet kompresor dan kemudian
dipompakan ke nelayan. Apabila itu terjadi, maka nelayan dapat keracunan
gas karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Keracunan gas CO2
dapat juga terjadi apabila nelayan bernafas pendek-pendek (seperti terengahengah). Untuk menghindari hal tersebut, nelayan harus mengambil dan
membuang nafas yang panjang.

Teknik penyelaman
Waktu dan kedalaman penyelaman juga harus diperhatikan dengan baik.
Apabila nelayan melakukan penyelaman melewati no-decompression limit,
maka akan berisiko tinggi terkena penyakit dekompresi. Seorang penyelam
tidak boleh melebihi batas tanpa-dekompresi tanpa pelatihan khusus dalam
prosedur dekompresi. Sebagai contoh, batas waktu penyelaman nodecompression limit untuk kedalaman 10 meter adalah 300 menit, sedangkan
batas waktu no-decompression limit untuk kedalaman 30 meter hanya selama
20 menit (Tabel selam U.S. Navy diacu dalam Ariadno et al., 2003), seperti
disajikan pada Lampiran 21.
Penyakit dekompresi dapat juga timbul karena nelayan terlalu cepat naik ke
permukaan atau turun dari permukaan. Selain penyakit dekompresi, beberapa
penyakit lain dapat timbul akibat naik atau turun terlalu cepat, diantaranya
adalah barotrauma pada telinga dan sinus. Batas kecepatan yang aman untuk
naik ke permukaan atau turun dari permukaan adalah 0,5 feet per detik.
Selama penyelaman menggunakan suplai udara dari kompresor, nelayan tidak
boleh menahan nafas. Lung over-expansion injuries dapat timbul apabila
nelayan menahan nafas ketika naik ke permukaan. Terkait kedalaman
82
penyelaman yang dilakukan, nelayan panah juga berisiko keracunan nitrogen
(nitrogen narcosis), yang dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.

Lingkungan penyelaman.
Bahaya yang mungkin timbul dari lingkungan penyelaman diantaranya adalah
angin kencang dan gelombang tinggi yang dapat menghempaskan kapal
nelayan. Arus perairan yang kencang dapat membuat nelayan hanyut terbawa
arus, kemudian jarak pandang (visibility) terbatas dapat menyebabkan nelayan
kehilangan arah (disorientasi) ketika menyelam. Suhu perairan dapat
menyebabkan kehilangan panas tubuh (hypothermia) apabila nelayan terlalu
lama menyelam di bawah air. Penggunaan wetsuit dapat menjaga dan
menghambat kehilangan panas tubuh terlalu cepat.
Biota perairan berbahaya yang dapat menggigit, menyengat, dan beracun
seperti hiu, barakuda, ular laut, gurita cincin biru (blue ring octopus), pari,
lepu batu, lepu ayam, dan biota berbahaya lainnya harus diwaspadai oleh
nelayan. Gigitan dan sengatan biota-biota tersebut dapat menimbulkan cedera
atau bahkan dapat menyebabkan kematian.
83
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Perikanan panah merupakan unit perikanan paling produktif di Karimunjawa
dibandingkan dengan unit perikanan lain, seperti muroami, pancing, bubu, dan
jaring insang.
Kendala sistem perikanan panah diantaranya adalah : latar belakang
pendidikan nelayan yang relatif masih rendah, stok sumberdaya ikan tidak
dapat diprediksi secara pasti, mutu hasil tangkapan rendah, akses pasar rendah,
iklim usaha yang kurang sehat serta metode operasi penangkapan ikan yang
berisiko tinggi.
2) Perikanan panah dilihat dari sudut pandang CCRF, merupakan unit
penangkapan ikan yang belum sepenuhnya mendukung konsep CCRF.
Beberapa aspek yang perlu diperbaiki diantaranya adalah aspek biologi, aspek
teknologi, dan aspek sosial, sedangkan aspek ekonomi, aspek lingkungan,
aspek pasca panen, dan aspek hukum dapat dikatakan sudah mendukung
konsep CCRF.
3) Strategi pengembangan perikanan panah terutama difokuskan untuk menekan
potensi konflik dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan.
4) Potensi risiko/bahaya yang dapat menimbulkan cedera fatal diantaranya
berasal dari suplai udara, teknik penyelaman, dan lingkungan penyelaman.
5.2 Saran
1) Perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman nelayan panah terhadap
konsep perikanan yang berkelanjutan.
2) Perlu diterapkan pengaturan pola penangkapan ikan dengan memperhatikan
siklus hidup ikan
3) Standar keselamatan dalam operasi penangkapan ikan harus dibuat dan
diterapkan dengan sungguh-sungguh untuk mencegah timbulnya potensi
risiko/bahaya.
84
85
DAFTAR PUSTAKA
Ardiwijaya RL, Pardede ST, Kartawijaya T, Prasetia R, Setiawan F. 2010.
Laporan Teknis – Monitoring Ekologi Taman Nasional Karimunjawa
2009, Monitoring Fase 4. Wildlife Conservation Society – Marine
Program Indonesia. Bogor, Indonesia. 21pp.
Ariadno B, Sitepu BI, Kartahardja S, Sutjiadi RH. 2003. Buku Petunjuk 1 Star
SCUBA Diver CMAS-Indonesia. Dewan Instruktur Selam Indonesia.
Jakarta. hal 1.9, 4.20-4.29.
Astarini JE. 2009. Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Code of Conduct
for Responsible Fisheries (CCRF) di Perairan Ternate, Provinsi
Maluku Utara [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. hal 31-37.
Beveridge GS dan Schicter RS. 1970. Optimization Theory and Practice. Tokyo:
McGraw Hill Koqakusha Ltd.
Charles AT. 2001. Sustainable Fishery System. London. Blackwell Science Ltd.
9-21p.
Chokesanguan B, Rajruchithong S, and Wanchana W. 2010. Enhancing Safety at
Sea for Small-scale Fishing Boats in Southeast Asia. Southeast Asian
Fisheries Development Center. Bangkok. 3p.
Clark CW. 1985. Bioeconomic Modelling of Fisheries Management Canada.
Toronto. John Wiley & Sons. 291pp.
David FR. 2003. Strategic Management, Concepts and Cases, 10th edition. New
Jersey: Pearson Education Inc. 110-151p.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia, 2008. Jakarta. hal xvi.
FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome. 83pp.
FAO. 1999. Fisheries Technical Paper : Definition and Classification of Fishing
Gear Categories. Rome. 92pp.
FAO. 2010. The State of World Fisheries and Aquaculture 2010. Rome. 3-5p.
Gasperz JP. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik
Industri. Bandung: Tarsito. 670 hal.
86
Gillet R & Moy W. 2006. Spearfishing in the Pacific Islands : Current Status and
Management Issues. Global Partnership for Responsible Fisheries
(FishCode). Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Rome. 72pp.
Gordon HS. 1957. The Economic of A Common Property Resource: The Fishery.
J Polit Econ. 62: 124-142p.
Haluan J. 1985. Proses Optimasi dalam Operasi Penangkapan. Pedoman Kuliah
Metode Penangkapan Ikan II (bagian pertama). Bogor. Sistem
Pendidikan Jarak Jauh Melalui Satelit, Sisdiksat Intim. 55 hal.
http://digital-photography-school.com/discover-seven-ways-to-create-sepiaimages-in-photoshop
http://en.wikipedia.org/wiki/Free-diving
http://en.wikipedia.org/wiki/Pomacanthidae
http://en.wikipedia.org/wiki/Speargun
http://en.wikipedia.org/wiki/SWOT_analysis
http://fishbase.org.cn/Summary/FamilySummary.php?ID=459
http://id.wikipedia.org/wiki/Sotong
http://karimunjawanationalpark.org/
http://image.made-in-china.com/4f0j00bCMtJuVwkhco/Spear-Gun-Fish-Gun.jpg
Kartawijaya T, Prasetia R, Yulianto I. 2007. Laporan Teknis – Monitoring
Pendaratan Ikan Hasil Tangkapan Berbasis Masyarakat di
Karimunjawa (2005 – 2007). Wildlife Conservation Society – Marine
Program Indonesia. Bogor. 19pp.
[KKP]. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2009. Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap Jakarta. hal xvi.
[KKP]. 2010. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Biro
Hukum dan Organisasi KKP. Jakarta. hal 29-30.
Kuiter R & Tonozuka T. 2001. Pictorial Guide to: Indonesian Reef Fishes. Part 1
– 3. Zoonetics. Australia.
87
Kulbicki M. 1998. How the Acquired Behaviour of Commercial Reef Fishes may
Influence the Results Obtained from Visual Censuses. J. Exp. Mar.
Biol. Ecol. 222: 11-30p.
Mangi SC, Roberts CM, and Rodwell LD. 2007. Financial Comparisons of
Fishing Gear Used in Kenya’s Reef Lagoons. AMBIO : A Journal of
the Human Environment 36: 671-676p.
Maunder MN, Sibert JR. Fonteneau A, Hampton J, Kleiber P, and Harley SJ.
2006. Interpreting Catch per Unit Effort Data to Asses the Status of
Individual Stocks and Communities. ICES Journal of Marine Science,
63: 1373-1385p.
Mukminin A, Kartawijaya T, Herdiana Y, Yulianto I. 2006. Laporan Monitoring.
Kajian Pola Pemanfaatan Perikanan di Karimunjawa (2003-2005).
Wildlife Conservation Society – Marine Program Indonesia. Bogor,
Indonesia. 35pp.
Mulyono S. 1992. Operation Research. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta. Xii, 247 hal.
Nurani TW. 2008. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and
Threats). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Nurani TW. 2010. Model Pengelolaan Perikanan: Suatu Kajian Pendekatan
Sistem. Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
FPIK IPB. hal 9-11.
Petursdottir G, Hannibalson O and Turner JMM. 2001. Safety at Sea as an
Integral Part of Fisheries Mangement. FAO Fisheries Circular No.
966. Food and Agriculture of the United Nations. Rome. 6p.
Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Renofati Y. 2009. Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon
Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta [Skripsi]. Bogor : Mayor
Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Institut Pertanian
Bogor. hal 20-27.
Soekartawi. 1993. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 137 hal.
St John J, Russ GR, Brown IW, & Squire LC. 1999. The Diet of the Large Coral
Reef Serranid Plectropomus leopardus in Two Fishing Zones on the
Great Barrier Reef, Australia. U.S. Dept. of Commerce, NOAA.
NMFS Scientific Publications Office. Fishery Bulletin 99: 180-192p.
88
Start D and Hovland I. 2004. Tools for Policy Impact: A Handbook for
Researchers. Research and Policy in Development Programme.
London. Overseas Development Institute. 30-31p.
Subani W dan Barus HR. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia (Fishing Gear for Marine Fish and Shrimp in Indonesia).
Balai Penelitian Perikana Laut, Departemen Pertanian. Jakarta. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut (Edisi Khusus) 50: hal 233-240.
Supranto J. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta. UI Press.
TERANGI (Indonesian Coral Reef Foundation). 2004. Panduan Dasar untuk
Pengenalan Ikan Karang Indonesia Secara Visual. TERANGI. Jakarta.
24 hal.
Wiyono ES. 2001. Optimasi Manajemen Perikanan Skala Kecil di Teluk
Pelabuhanratu. Jawa Barat [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
www.batikyogya.files.wordpress.com/2007/07/job-safety-analysis.doc.
www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/job-haz.html
www.doa.state.wi.us/docview.asp?docid=2579
www.gooddive.com/forum-scuba-diving/divers-forum/96-open-water-diveprocedure.html
www.kp3k.dkp.go.id/lkkpn/index.php?option=com_content&view=article&id=83
:tahun-2015-indonesia-tingkatkan-produksiperikanan&catid=31:general&Itemid=72
89
LAMPIRAN
90
91
Lampiran 1
Unit perikanan panah
92
Lampiran 2
Sistem bagi hasil
93
Lampiran 3
Operasi penangkapan ikan
94
Lampiran 4
Biaya operasi penangkapan ikan
95
lanjutan Lampiran 4.
96
lanjutan Lampiran 4.
97
Lampiran 5
Peta daerah penangkapan ikan
Sumber : WCS
98
Lampiran 6
Daerah penangkapan ikan
99
lanjutan Lampiran 6.
100
Lampiran 7
Grafik biomasa (kg/ha) dan kelimpahan (ind/ha) rata-rata (±SE)
ikan karang tanpa famili Pomacentridae di Karimunjawa pada
setiap tahun pengamatan
Sumber : Ardiwijaya et al. 2010.
101
Lampiran 8
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan per bulan
BULAN
Nov-09
Dec-09
Jan-10
Feb-10
Mar-10
Apr-10
May-10
Jun-10
Jul-10
Aug-10
Sep-10
Oct-10
Nov-10
Dec-10
PRODUKSI
(Kg)
7,244.0
4,508.7
1,479.9
2,856.1
4,218.8
1,394.8
2,871.9
3,003.5
2,943.0
1,601.2
1,722.6
2,676.8
1,512.9
733.7
UPAYA (Trip)
Sumber : data survei WCS (tidak dipublikasikan)
85
63
21
41
59
32
43
50
41
32
32
43
23
17
CPUE
85.22
71.57
70.47
69.66
71.51
43.59
66.79
60.07
71.78
50.04
53.83
62.25
65.78
43.16
102
Lampiran 9
Hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Kg)
103
lanjutan Lampiran 9.
Sumber : data survei WCS (tidak dipublikasikan)
104
Lampiran 10 Gambar hasil tangkapan famili Caesionidae
Ekor kuning (Caesio cuning)
Pisang-pisang (Caesio caerulaureus)
Sumber gambar : Kuiter & Tonozuka, 2001.
105
Lampiran 11 Gambar hasil tangkapan famili Serranidae
Kerapu macan (Plectropomus oligachantus)
Kerapu karet (Epinephelus ongus)
Sunuk ireng (Plectropomus areolatus)
106
lanjutan Lampiran 11.
Kleke karang (Cephalopholis miniata)
Ikan lengak (Anyperodon leucogrammicus)
Sumber gambar : Kuiter & Tonozuka, 2001.
107
Lampiran 12 Gambar hasil tangkapan famili Scaridae
Mameng (Bolbometopon muricatum)
Mogo (Chlorurus microrhinos)
Iwak putih (Hipposcarus longiceps)
Sumber gambar : Kuiter & Tonozuka, 2001.
108
Lampiran 13 Gambar hasil tangkapan famili Sepiidae
Sotong (Sepia sp.)
Sumber gambar : Hans Hillewaert, Wikimedia Commons
109
Lampiran 14 Gambar hasil tangkapan famili Pomacanthidae
Kambing-kambing (Pomacanthus sexstriatus)
Sumber gambar : Kuiter & Tonozuka, 2001.
110
Lampiran 15 Hasil tangkapan perikanan panah
111
lanjutan Lampiran 15.
112
Lampiran 16 Nilai hasil tangkapan per famili ikan per bulan (Rp)
113
lanjutan Lampiran 16.
Sumber : data survei WCS (tidak dipublikasikan)
114
Lampiran 17 Tabel External Factor Evaluation
FAKTOR
NO
EKSTERNAL
KUNCI
PELUANG
Membaiknya iklim
1
investasi dibidang
perikanan
Terbukanya peluang
2
untuk mendapatkan
modal usaha
Operasi penangkapan
3
ikan menjadi semakin
mudah
ANCAMAN
SKALA
BOBOT
RATING
NILAI
TERBOBOT
2
0,08
1
0,08
2
0,08
2
0,17
3
0,13
3
0,38
1
Meningkatnya jumlah
ikan di pasar
3
0,13
2
0,25
2
Perkembangan usaha
perikanan panah
kurang baik
3
0,13
3
0,38
2
0,08
3
0,25
3
0,13
3
0,38
3
0,13
3
0,38
3
0,13
2
0,25
24
1,00
3
4
5
6
Persaingan di pasar
ikan semakin ketat
Semakin
meningkatnya
tekanan terhadap
ekosistem laut
Memperbesar
peluang rusaknya
ekosistem
Potensi timbulnya
konflik antar nelayan
JUMLAH
2,50
115
Lampiran 18 Tabel Internal Factor Evaluation
FAKTOR
NO
INTERNAL
KUNCI
KEKUATAN
Nelayan memahami
hak dan
1
kewajibannya
masing-masing
Jumlah penduduk
2
yang cukup banyak
Banyak diadakan
pelatihan dan
3
penyuluhan oleh
instansi terkait
Semakin
meningkatnya usaha4
usaha konservasi
sumberdaya
Terjaganya
ekosistem, yang akan
5
meningkatkan
sumberdaya ikan
Keselamatan nelayan
6
semakin terjamin
KELEMAHAN
Komunikasi antar
nelayan belum
1
terjalin dengan baik
Latar belakang
2
pendidikan rendah
Kesadaran terhadap
kegiatan perikanan
3
yang berkelanjutan
masih kurang
4
Nelayan panah
menangkap semua
jenis dan ukuran
ikan yang
mempunyai nilai
ekonomis
JUMLAH
SKALA
BOBOT
RATING
NILAI
TERBOBOT
3
0,11
3
0,32
2
0,07
3
0,21
3
0,11
1
0,11
3
0,11
4
0,43
3
0,11
2
0,21
3
0,11
3
0,32
2
0,07
2
0,14
3
0,11
2
0,21
3
0,11
3
0,32
3
0,11
3
0,32
28
1,00
2,61
116
Lampiran 19 Perawatan alat
117
lanjutan Lampiran 19.
118
Lampiran 20 Analisis keselamatan kerja operasi penangkapan ikan
119
Lampiran 21 Tabel selam U.S. Navy untuk selam rekreasi/olahraga
Sumber : Buku Petunjuk 1 Star SCUBA Diver CMAS - Indonesia
120
Lampiran 22 Dokumentasi penelitian
Beberapa unit kapal perikanan panah
121
lanjutan Lampiran 22.
Nelayan panah dengan perlengkapannya siap melaut
122
lanjutan Lampiran 22.
Anak panah, terbuat dari logam tahan karat
Senter selam (alat bantu penangkapan)
Download