ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS 2010

advertisement
ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS 2010 - 20141
Oleh : FX Soekarno, SH.2
A. Latar Belakang
Menjelang berakhirnya masa keanggotaan DPR-RI periode 2004-2009,
perlu dilakukan kilas balik dan evaluasi atas pelaksanaan ketiga tugas pokok
dewan yaitu tugas dibidang anggaran, legislasi dan pengawasan. Diantara
ketiga tugas tersebut, yang sering mendapat sorotan adalah kinerja atas tugas
legislasi yang dinilai belum memenuhi harapan masyarakat.
Pada tahun 2005, DPR bersama pemerintah telah menetapkan Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk jangka waktu 2005-2009 sebanyak 284
Rancangan Undang-Undang (RUU). Prolegnas ini merupakan perintah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Tujuan Prolegnas untuk mengarahkan pembentukan
hukum agar dapat berjalan dalam satu kerangka pembentukan hukum yang
terarah, sistematis dan terpadu.
Dalam kenyataannya Prolegnas tahun 2005-2009, realisasi Prolegnas
sampai tahun terakhir masih menyisakan sejumlah besar RUU yang belum
diajukan atau dibahas. Hal ini tentu menjadi perhatian DPR dan Pemerintah,
karena pada hakekatnya Prolegnas merupakan program/komitmen bersama
antara DPR dan Pemerintah.
Terkait dengan hal itu, upaya perbaikan penyusunan Prolegnas perlu
dilakukan. Prolegnas harus semakin rasional dan realistik diperkirakan dapat
dilaksanakan.
Badan
Legislasi
DPR-RI
menyambut
baik
Lokakarya
Penyusunan Prolegnas yang diselenggarakan oleh BPHN. Hal ini menjadi
evaluasi program penyusunan Prolegnas untuk periode berikutnya.
B. Faktor dan Pertimbangan Kebutuhan Hukum serta Arah Hukum yang
hendak diwujudkan pada masa berikutnya.
Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945), menyatakan bahwa negara Indonesia
adalah negara hukum
(rechtsstaat). Sebagai negara hukum Indonesia tentu harus menjadikan hukum
sebagai landasan operasional dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara,
1
2
Makalah disampaiakan pada Lokakarya Prolegnas Tahun 2009, yang diselenggarakan oleh
Departemen Hukum dan HAM, tanggal 10 Juni 2009, di Bandung, Jawa Barat..
Ketua Badan Legislasi DPR-RI.
BPHN,
berbangsa
dan
bermasyarakat.
DPR
sebagai
pemegang
kekuasaan
membentuk UU memiliki peran strategis dalam pembangunan hukum.
Hukum dalam perspektif pembangunan menjadi landasan berjalan
secara tertib menjamin perlindungan hak warga negara, menciptakan kepastian
hukum dan terpenuhinya rasa keadilan, yang pada akhirnya perbaikan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Selain itu hukum juga sebagai
landasan perekat kehidupan berbangsa dan bernegara melalui penerapan
unifikasi atau satu kesatuan sistem hukum nasional di dalam Negara Kesatuan
RI. Sistem hukum nasional yang dimaksudkan adalah sistem hukum yang
menganut asas kenusantaraan yang tetap mengakui keanekaragaman atau
heterogenitas hukum yang masih berlaku dan hidup di dalam masyarakat (the
living law).
Membangun hukum nasional secara konstitusional akan terkait Pasal 20
ayat (1) UUD 1945, DPR merupakan pemegang kekuasaan pembentuk
undang-undang dan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945, Presiden berhak mengajukan
RUU kepada DPR.
Pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang secara langsung
berimplikasi pada tanggung jawab DPR serta peran DPR dalam sistem
representasi. Berarti kekuasaan membentuk UU berada di DPR, tetapi posisi
Presiden dalam prosesnya tetap kuat dalam pembahasan RUU, sebab dalam
Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa ”Setiap rancangan undangundang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.”
Sejalan dengan pembentukan undang-undang berdasarkan perintah
Pasal 22A UUD 1945, dibentuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan undangundang berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 meliputi kegiatan
perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan,
pengesahaan,
pengundangan,
dan
penyebarluasan.
Dari
perspektif
perencanaan, pembentukan undang-undang dimulai dari penyusunan Program
Legislasi Nasional (Prolegnas). Mekanisme penyusunan Prolegnas lebih lanjut
diatur dalam Perpres Nomor 61 Tahun 2005 dan Perpres Nomor 68 Tahun
2005, ini untuk lingkungan pemerintah. Sedangkan di lingkungan DPR diatur
dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
Penyusunan Prolegnas sebagai instrument perencanaan pembentukan
undang-undang, dewasa ini menjadi semakin penting, jika dikaitkan dengan
fungsi dan kedudukan DPR sebagai pembentuk undang-undang, sebagaimana
telah ditegaskan UUD 1945.
2
C. Memperkuat Prolegnas Sebagai Instrumen Perencanaan Pembentukan
Undang-Undang.
Prolegnas menjadi strategis dalam pembangunan hukum nasional,
sebab dari perspektif perencanaan Prolegnas akan menggambarkan arah
pembangunan yang hendak dicapai untuk skala waktu tertentu misalnya jangka
panjang, menengah dan tahunan yang disusun secara terencana, terpadu dan
sistematis oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI bersama Pemerintah dengan
menggunakan indikator tertentu sesuai dengan kebutuhan hukum nasional dan
masyarakat.
Prolegnas selain memuat daftar rancangan undang-undang (RUU),
disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu yang dijiwai oleh visi dan
misi pembangunan hukum nasional. Visi Prolegnas adalah terwujudnya negara
hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional
dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif, berintikan
keadilan dan kebenaran yang mengabdi pada kepentingan rakyat dan bangsa,
serta
tumpah
darah
Indonesia,
memajukan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk mewujudkan visi dan semangat tersebut dirumuskan misi
Prolegnas yaitu:
1. mewujudkan materi hukum di segala bidang dalam rangka penggantian
terhadap peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum
nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
mengandung kepastian, keadilan dan kebenaran dengan memperhatikan
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat;
2. mewujudkan budaya hukum dalam masyarakat yang sadar hukum;
3. mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, profesional, bermoral dan
berintegrasi tinggi; serta
4. mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi dan berwibawa.
Dalam rangka merealisasikan misi tersebut, ditempuh beberapa
kebijakan Prolegnas yang pada intinya diarahkan pada :
1. pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang hukum, ekonomi,
politik, agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial budaya,
pembangunan
daerah,
sumber
daya
alam
dan
lingkungan
hidup,
pertahanan dan keamanan, sebagai pelaksanaan amanat UUD 1945;
3
2. penggantian peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial dan
menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang ada yang sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman;
3. percepatan proses penyelesaian RUU yang sedang dalam proses
pembahasan
dan
membentuk
undang-undang
dan
peraturan
pelaksanaannya:
4. pembentukan
peraturan
perundang-undangan
yang
baru
untuk
mempercepat reformasi, mendukung pemulihan ekonomi, perlindungan hak
asasi manusia dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta
kejahatan transnasional;
5. ratifikasi secara selektif konvensi internasional yang diperlukan untuk
mendukung pembangunan ekonomi, demokrasi dan perlindungan hak asasi
manusia serta pelestarian lingkungan hidup, yang sejalan dengan
kepentingan nasional;
6. pembentukan peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan
masyarakat dan kemajuan jaman;
7. pemberian landasan yuridis bagi penegakan hukum secara tegas,
profesional
dan menjujung tinggi hak asasi manusia dan prinsip-prinsip
kesetaraan dan keadilan jender; dan
8. pembentukan hukum sebagai sarana pembaruan dan pembangunan
disegala bidang yang mengabdi kepada kepentingan rakyat, bangsa dan
negara guna mewujudkan prinsip keseimbangan antara ketertiban,
kepastian hukum (legitimasi) dan keadilan.
Visi dan misi Prolegnas menggambarkan cita hukum (rechtside), yang
secara
operasional
Penetapan
hendak
Prolegnas
pada
diwujudkan
tahun
2005
melalui
penetapan
dilakukan
prolegnas.
untuk satu
masa
keanggotaan DPR periode 2004-2009 yang secara politis berkeinginan
menyelesaikan 284 RUU. Dari 284 RUU apabila dibagi 5 tahun, berarti ratarata tiap tahun harus diselesaikan 56 RUU. Di luar Prolegnas yang telah
ditetapkan masih dimungkinkan pengajuan RUU diluar Prolegnas sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 17 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2004.
Dari Prolegnas 2005-2009 disusun dan ditetapkan Prolegnas RUU
Prioritas Tahun Anggaran. Tahun 2005 ditetapkan sebanyak 55 RUU, tahun
2006 sebanyak 43 RUU, tahun 2007 sebanyak 32 RUU, tahun 2008 sebanyak
31 RUU dan tahun 2009 sebanyak 36 RUU.
Dalam daftar Prolegnas Prioritas RUU terdapat daftar kumulatif terbuka
misalnya Pembentukan Daerah Otonom, Ratifikasi Perjanjian internasional,
4
dampak Putusan Mahkamah Konstitusi dan Reformasi Agraria masing-masing
dengan satu judul RUU.
Produk legislasi Masa Keanggotaan DPR Periode 2004-2009 dapat
dilihat dalam matriks di bawah ini:
Tabel 1
Produk Legislasi 2004-2009
No
Tahun
Target
Disahkan
Prosentase
(Prioritas dan
Luncuran)
1
2005
55
14
25,45 %
2
2006
45
39
86,67 %
3
2007
80
40
50,00%
4
2008
79
59
74,68 %
5
2009
76
8
9,21 %
160
56,33 %
Sumber : Data Baleg Juni 2009
Data dengan jumlah 160 RUU pada matriks di atas sesungguhnya tidak
berkorelasi langsung dengan 284 RUU Prolegnas Tahun 2005-2008. Sampai
bulan Juni 2009, RUU yang telah disetujui dan disyahkan menjadi undangundang ada sebanyak 160. Prosentase penyelesaian RUU jika dibandingkan
dengan
jumlah
awal
dalam
Prolegnas
sebanyak
284
maka
tingkat
RUU
tentang
penyelesaian pembahasan mencapai 56,33 %.
Sebagian
besar
RUU
yang
diselesaikan
adalah
Pembentukan Daerah Otonom (pemekaran daerah) sebanyak 56 RUU dan
pembentukan Pengadilan Tinggi Agama sebanyak 4 RUU. Artinya kurang lebih
37 % dari RUU yang berhasil diselesaikan disusun dan dibahas adalah RUU
yang dari segi materi muatannya bersifat mutatis mutandis.
Realisasi Prolegnas masih dapat bertambah mengingat pembahasan
RUU periode DPR masih berlanjut sampai akhir September 2009. Dalam
berbagai kesempatan pimpinan dan anggota DPR terus meneguhkan
komitmen untuk menyelesaikan sisa agenda legislasi sampai akhir periode. 3
Dalam Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2008-2009 DPR akan melanjutkan
pembahasan 39 RUU yang masih dalam tahap pembicaraan tingkat I dengan
3
Lihat dalam “Perbaikan Citra DPR Kado Akhir masa Jabatan,” Majalah Parlementaria, Edisis 71, Mei 2009.
5
perincian 16 RUU akan diselesaikan sampai akhir Masa Persidangan IV (sudah
diselesaikan 3 RUU) dan 23 RUU akan diselesaikan sampai dengan akhir
masa jabatan keanggotaan Dewan pada tanggal 30 September 2009.
D. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Prolegnas
DPR dan Pemerintah memiliki tanggung jawab yang sama dalam
pelaksanaan Prolegnas untuk itu perlu melakukan identifikasi terhadap faktor
yang menjadi penghambat. Meskipun perlu diuji beberapa permasalahan dalam
pelaksanaan Prolegnas antara lain sebagai berikut:
1. Penentuan jumlah RUU sebanyak 284 RUU pada tahun 2005 belum
sepenuhnya menggunakan kriteria yang jelas dan tepat, dikaitkan dengan
kebutuhan hukum yang ada. Penentuan judul yang masuk tidak disertai
alasan mengenai urgensi RUU bahkan ada beberapa RUU yang memiliki
kesamaan atau kedekatan substansi materi yang akan diatur.
2. Penentuan prioritas tahunan belum sepenuhnya memperhitungkan
kapasitas dan ketersediaan waktu legislasi DPR. DPR menjadwalkan hari
legislasi 2 hari kerja dalam setiap minggu pada setiap Masa Persidangan.
3. Parameter yang digunakan untuk menentukan RUU yang akan dimasukan
dalam Prolegnas sering kalah oleh kepentingan politik.
4. Komitmen
terhadap
Prolegnas
sebagai
satu-satunya
instrumen
perencanaan pembentukan undang-undang, belum sepenuhnya ditaati
baik oleh pemerintah maupun DPR, masih sering terjadi masuknya RUU
yang sebelumnya tidak tercantum dalam daftar Prolegnas.
5. Mekanisme pembahasan RUU di lingkungan DPR membutuhkan waktu
yang panjang, karena keharusan adanya DIM lebih dulu dan harus
mendapatkan persetujuan semua fraksi dan pemerintah.
Penyusunan dan pembahasan RUU adalah proses yang dinamis,
faktor-faktor
yang
berpengaruh
dalam
penyusunan
Prolegnas
dan
pembahasan RUU selayaknya mendapatkan kajian dan evaluasi sebagai
bentuk penyelesaian yang pada akhirnya mampu memberikan solusi dalam
pembentukan hukum nasional.
Pembangunan hokum membutuhkan waktu yang panjang dan upaya
berkesinambungan. Tanpa bermaksud mencari alasan pemaaf, Amerika
Serikat memerlukan satu setengah abad untuk membangun hukum
nasionalnya. Grant Gilmore, sejarawan hukum Amerika terkenal, membagi
seratus lima puluh tahun sejarah hukum Amerika Serikat (1800-1950) ke
dalam 3 periode, yaitu The Age of Discovery, The Age of Faith dan The Age
of Anxiety. Namun membangun sistem hukum bukan pekerjaan mebalikkan
6
tangan, memerlukan proses yang panjang dan akan menghadapi berbagai
masalah dan tantangan.
banyak
problem
Semakin kompleks keragaman masyarakat kian
internal
dan
eksternal/global
yang
dihadapi,
maka
menentukan pilihan kebijakan/politik hukum akan semakin tidak sederhana.
E. Arah Prolegnas 2010 – 2014
Sebagai
menengah,
terarah
instrumen
perencanaan
pembangunan
hukum
jangka
Prolegnas 2010-2014 perlu disusun secara lebih cermat dan
untuk
menghasilkan
arah
pembangunan
hokum
yang
selalu
operasional menurut daftar RUU sesuai dengan visi lima tahun kedepan.
Dengan mengacu pada tahapan pembangunan, mungkinkah periode
keanggotaan DPR 2010-2014 sebagai fase akhir dari masa transisi kehidupan
kenegaraan, dimana yang dimaksud UU dalam daftar Prolegnas Pemerintah
telah berbentuk prolegnas yang bukan lagi berdasarkan pada fokus berupa
kebijakan, tetapi lebih bersifat muatan implementatif untuk pemenuhan
kesejahteraan rakyat.
Dengan berkaca pada hasil capaian dan berbagai kelemahan dalam
prolegnas 2005-2009 maka arah dan kebijakan Prolegnas 2010-2014
memperhatikan hal-hal sebagai berikut;
1. Selera politis harus mampu mengimplementatif komitmen politik dalam
mewujudkan kesejahteraan rakyat.
2. Keberlanjutan Prolegnas 2005-2009 dengan penyesuaian dan kriteria
selektif. Meskipun tidak ada aturan sifat mewaris dari DPR periode lama
kepada DPR yang baru, namun demi perspektif politik pembangunan
hokum memungkinkan hal ini dilaksanakan. Sebab, RUU yang telah
disusun dan dibahas, namun tidak dapat diselesaikan telah melalui tahapan
yang panjang sehingga dari segi materi sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan regulasi pada bidang yang diatur. Dengan demikian dari sisa 284
RUU dalam Prolegnas 2005-2009 yang belum terselesaikan perlu dikaji dan
diseleksi untuk masukkan dalam Prolegnas 2010-2014.
3. Menyelaraskan
Prolegnas
dengan
Rencana
Pembangunan
Jangka
Panjang, khususnya pembangunan hukum.
4. RUU yang merupakan perintah atau penjabaran Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. RUU yang berbasis pemenuhan kebutuhan hukum masyarakat/rakyat
khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan, seperti
sektor
pertanian,
kelautan,
usaha
kecil,
energi,
transportasi,
dan
sebagainya.
7
6. Mempertegas kriteria dan urgensi memasukkan RUU dalam Prolegnas,
khusus untuk Prolegnas Prioritas RUU perlu kesiapan Naskah Akademis
dan draft awal RUU. Pemerintah/departemen diharapkan mengusulkan
RUU berdasarkan kebutuhan nyata/potensial dan dapat direalisasikan
bukan atas dasar keinginan.
7. Konsistensi dalam pelaksanaan Prolegnas baik DPR maupun Pemerintah.
RUU yang penanganan dan penyusunan diserahkan kepada pemerintah,
hendaknya
diajukan
pemerintah.
Pemerintah
diminta
untuk
tidak
menggunakan mitra kerja di DPR untuk mengajukan RUU yang sudah
menjadi porsi pemerintah sebagaimana disepakati dalam Prolegnas
prioritas.
8. Mempercepat
penggantian
undang-undang
peninggalan
kolonial,
khususnya menyangkut RUU yang sudah lama dipersiapkan dan di tunggu
yaitu RUU KUHP dan hokum acaranya serta RUU KUHPerdata.
9. Menata kembali mekanisme penyusunan dan pembahasan RUU, apabila
dimungkinkan dengan menetapkan batasan waktu pembahasan suatu RUU.
10. Agar Prolegnas mempunyai kekuatan mengikat, keputusan mengenai
Prolegnas perlu diundangkan dalam berita Negara.
F. Penutup
Demikian beberapa pemikiran untuk penyusunan Prolegnas 2010-2014,
dengan harapan Prolegnas yang akan disusun di lingkungan Pemerintah dapat
dilakukan
dengan
memperhatikan
berbagai
faktor
untuk
mewujudkan
(menghasilkan) UU yang aspiratif dan mengabdi pada kepentingan rakyat dan
bangsa. Dengan demikian DPR dalam hal ini Badan Legislasi bersama
Pemerintah/Menteri Hukum dan HAM dapat mengadakan koordinasi guna
menetapkan Prolegnas sebagai instrumen perencanaan pembentukan undangundang sebagai program dalam keanggotaan DPR Periode 2010-2014
bersama dengan Pemerintah.
Sekian, selamat menjalankan lokakarya.
Bandung, 10 Juni 2009.
8
Daftar Pustaka
Undang-Undang dasar 1945
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
Rancangan Peraturan DPR tentang Penyusunan Prolegnas dan
Pembahasan RUU, Baleg 2006.
9
10
Download