menciptakan kedamaian dan menyelamatkan negara melalui

advertisement
NO.04
Januari 2005
PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA
Rissho Ankoku Di Abad 21
"MENCIPTAKAN KEDAMAIAN DAN MENYELAMATKAN
NEGARA MELALUI PENEGAKKAN AJARAN BUDDHA
YANG SEBENARNYA DI ABAD 21"
Oleh: YM.Kepala Bhiksu Tansei Iwama
Ketua Administrasi Nichiren Shu Headquater
R
issho Ankoku Ron (Sebuah
Risalah untuk Menciptakan
Kedamaian dan Menyelamatkan
Negara Melalui Penegakkan Ajaran
Buddha Yang Sebenarnya) adalah salah
satu dari hasil karya besar, Nichiren
Shonin. Pada masa Kamakura di Jepang,
ketika Nichiren Shonin memulai untuk
menyebarkan Saddharma Pundarika
Sutra, rakyat sedang ditimpa oleh
1
musibah alam yang berkepanjangan,
kelaparan, dan bencana-bencana lain
yang menyebabkan penderitaan berat
bagi rakyat banyak. Ketika Nichiren
Shonin menyaksikan kondisi-kondisi
yang dialami masyarakat Jepang, Beliau
bertanya kepada diri sendiri, “Mengapa
begitu banyak musibah berkepanjangan
terjadi?” dan “Mengapa rakyat harus
begitu menderita?” Pertanyaanpertanyaan ini menjadi dasar dari
penelitian dan langkah-langkah kebijakan
yang Beliau keluarkan di kemudian hari,
karena Beliau berpikir, semua rakyat
Jepang harus diselamatkan dari
penderitaan-penderitaan ini secepat
mungkin. Menjawab masalah ini, sebagai
langkah paling pertama, Nichiren Shonin
mulai membaca semua Sutra-sutra
Buddha yang pada akhirnya memberikan
kontribusi terhadap Rissho Ankoku Ron,
dan ketika Beliau berusia 39 tahun, karya
tulis ini diserahkan kepada pihak
berwenang, Keshogunan Kamakura.
Akan tetapi sebagai akibat dari tindakan
ini, Nichiren Shonin juga harus
mengalami begitu banyak tindakan
kekerasan dan penganiayaan sematamata hanya karena ingin membabarkan
Dharma.
Jadi sebenarnya apa isi yang
ingin diajarkan Nichiren Shonin melalui
Rissho Ankoku Ron? Beliau mengajarkan
kita, bahwa hanya dengan penegakkan
dan kesetiaan kepada ajaran Buddhisme
yang benar, maka seluruh rakyat dan
negara akan merasakan dan menikmati
No.004 / Januari 2005
keamanan. Kepercayaan yang tidak benar
akan mengakibatkan ketidakharmonisan
lingkungan, yang pada akhirnya akan
membawa kemunculan berbagai musibah
alam karena energi jahat dapat menyusup
kedalam celah-celah yang ada dan hidup
dalam jiwa sombong manusia. Lebih jauh
lagi, apabila prinsip-prinsip moralitas
manusia tidak diperdulikan, masyarakat
akan jatuh kedalam kebingungan – sama
seperti perumpamaan “jika tubuhnya
bengkok, maka bayangan pun akan
mengikutinya menjadi bengkok”.
Jika prinsip-prinsip yang benar
hilang, suatu masyarakat yang damai
sudah pasti akan tercerai berai. Istilah
“Rissho” (Penegakan akan Pengajaran
Buddhisme yang Benar ) dan “Ankoku”
(Suatu Negara yang Aman dan Damai)
adalah satu kesatuan dan tidak seharusnya
dianggap sebagai suatu kesatuan yang
bertolak belakang. Apabila Dharma dari
Buddhisme dibangun dan ditegakkan
dalam suatu masyarakat, maka negara
tersebut akan menjadi stabil dan aman.
Jika kamu mencari suatu negara yang
tenang, maka langkah pertama adalah
mengubah hati kepercayaan dari seluruh
masyarakatnya ke realita dari pengajaranpengajaran Buddhis yang benar. Inilah
eksistensi Buddhisme yang terpenting
dan yang paling menentukan. Inilah
pemikiran yang paling utama dibalik
Rissho Ankoku Ron.
Kebahagiaan dan ketidakbahagiaan di dunia, tidak sesederhana
pengkajian akan masalah perasaan satu
orang, akan tetapi, lebih kepada suatu hal
besar yang menyangkut masyarakat yang
lebih luas. Ketika dihadapkan kepada
realita dunia akan musibah-musibah
alam, bencana, dan peperangan,
masyarakat sesungguhnya menjadi sakit.
Mereka dipaksa untuk bersama-sama
memikul penderitaaan. Karena itu sangat
tidak masuk akal jika kita hanya ingin
menyelamatkan satu individu saja. Untuk
menyelamatkan seluruh umat manusia,
maka sangat penting untuk menanamkan
prinsip-prinsip yang benar di dalam
kehidupan bermasyarakat dan juga
kehidupan politik. Selama politik tidak
didasarkan pada prinsip-prinsip yang
benar, maka suatu masyarakat dan negara
yang sungguh-sungguh aman dan damai
tidak akan terwujud. Berdasarkan teori
ini, Nichiren Shonin memprotes penguasa
tertinggi dari pemerintahan Kamakura,
sebagai upaya untuk melakukan revolusi
sepritual seluruh masyarakat Jepang
dengan mulai dari kalangan tertinggi
(penguasa).
Semangat ini, yang terlihat
dalam keseluruhan isi dari Rissho Ankoku
Ron, didasari oleh rasa haru dan empati
yang sangat besar dari Nichiren Shonin
akan seluruh umat manusia, terutama
masyarakat yang ada di sekitar Beliau.
Nichiren Shonin menganggap semua
penderitaan yang dialami orang-orang
disekitarnya sebagai penderitaanya
sendiri, dan di dalam Rissho Ankoku Ron
ini Beliau secara tegas menekankan
prinsip-prinsip Buddhis akan rasa empati
yang diterapkan sendiri secara berulangulang oleh Beliau di sepanjang hidupNya,
Sesaat sebelum wafatNya, ketika
Nichiren Shonin menderita sakit berat,
Beliau mengumpulkan murid-muridnya,
dan mengajarkan Rissho Ankoku Ron,
yang menunjukan betapa penting dan
bernilainya karya ini bagi Nichiren
Shonin sendiri.
Rissho Ankoku Ron bukan
semata-mata suatu karya sastra klasik
yang dilahirkan 740 tahun yang lalu, dan
tidak seharusnya dipdanang dari sudut
pdanang seperti itu. Karya ini justru
seharusnya dibaca dari sudut pdanang
masa modern sekarang. Memegang
kepercayaan hanya karena bencana alam,
ataupun terlalu menitikberatkan pada
pentingnya dewa-dewa pelindung
ataupun energi negatif dan neraka,
ataupun mencampuradukkan agama
dengan kepentingan politik pihak
penguasa, adalah tidak lain dari tahyul
dan mengejar kepentingan pribadi
belaka.
Jangan hanya menertawakan
bahwa Buddhismee adalah suatu omong
kosong dibdaningkan pada masyarakat
modern sekarang. Bahkan di era
secanggih abad 21 sekarang, dimana
dunia penuh akan pengembanganpengembangan ilmiah, tetap saja kita
belum berhasil untuk menyelesaikan
masalah-masalah berikut: Lingkungan
dan Manusia, Hasrat dan Kebahagiaan,
Prinsip-prinsip Kebenaran vs Prinsipprinsip Sesat, Masyarakat & Agama.
Pada kenyataannya, kita harus menyadari
bahwa dunia kita sudah menjadi jauh
lebih buruk dibdaning Abad ke 13 dari
2
masa hidupnya Nichiren Shonin. Rissho
Ankoku Ron secara cerdas menghadapi
isu-isu ini dan memberikan solusi pada
kita, memberikan gambaran pada kita
akan perlunya mengkaji ulang kondisikondisi yang dapat membahayakan dunia
modern kita sekarang.
Kita semua, pada hari ini,
berjuang melalui Nichiren Shu untuk
menbuktinyatakan prinsip-prinsip yang
terkdanung dalam Rissho Ankoku Ron,
berdoa agar semua mahluk hidup di
seluruh planet, menggunakan tema dari
perlindungan akan “Lingkungan –
Perdamaian – Kehidupan” sama seperti
pada saat kita menyebut Odaimoku. Kita
melakukan ini karena setiap dari kita
peduli akan bumi ini, sama seperti setiap
dari kita menegakan perdamaian sebagai
dasar dari hati kita, dan sama seperti
setiap dari kita menghargai martabat dari
seluruh kehidupan. Ini adalah satu hal
yang bisa dilakukan oleh siapa saja, dan
saya berharap, kita semua sama-sama
mendorong semua yang ada disekitar kita
untuk melakukan hal yang sama.
Nichiren Shonin menyatakan dalam Itai
Doshin Ji, “Tidak ada yang bisa dicapai
oleh orang yang memiliki maksud yang
bertentangan dengan dirinya sendiri,
mungkin hanya ratusan dari ribuan
orang. Akan tetapi jika semua disatukan
dalam satu jiwa, semua tujuanmu,
dengan tanpa keraguan, akan tercapai”.
Walaupun negara yang kita tempati
berbeda-beda, kita semua berada dalam
rangkulan dan perjuangan yang sama dari
hati terdalam Pendiri kita, Nichiren
Shonin. Sekarang adalah waktu dimana
kita semua menyebut Odaimoku dengan
kepercayaan yang kuat dan membuat
langkah besar untuk maju ke depan dalam
kepercayaan dan penerapan Buddhist
kita, juga dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai penutup, harap saya
diperbolehkan untuk memberikan doadoa saya kepada semuanya, untuk
bergandeng tangan bersama dan berjuang
untuk mencapai Kaiki Myoho (Semua
mahluk hidup di langit dan empat
penjuru lautan kembali kepada Myoho
Renge Kyo), jiwa dari Rissho Ankoku
Ron dan damai di seluruh penjuru dunia.
SELESAI.
(Diterjemahkan Oleh: Yullya Yaladhari,
Batam)
No.004/ Januari 2005
Catatan Redaksi:
Penjelasan Tripitaka ini merupakan
kelanjutan dari Edisi Desember 2004
dan selesai pada edisi kali ini.
------------------------------------------------
K
itab suci yang dewasa ini dipakai
dalam agama Buddha ditemukan
dalam bahasa Pali dan bahasa
Sanskerta. Nama umum yang diberikan
untuk kumpulan kitab suci agama Buddha
adalah Tripitaka. “Tri “ berarti “tiga “ dan
“pitaka “ berarti “keranjang “ atau biasa
diartikan sebagai “kumpulan “. Tripitaka
dengan demikian adalah “ Tiga Keranjang
“ atau “Tiga Kumpulan”, terdiri dari:
1.
2.
3.
Vinaya Pitaka atau Kumpulan
Disiplin Vihara.
Sutta/Sutra Pitaka atau
Kumpulan Ceramah/Dialog.
Abhidhamma/Abhidharma
Pitaka atau Kumpulan Doktrin
Yang Lebih Tinggi, hasil
susunan sistematis dan analisis
skolastik dari bahan-bahan yang
ditemukan dalam Sutta/Sutra
Pitaka.
1. Tipitaka Pali
Tipitaka Pali (45 jilid) memiliki
pembagian sebagai berikut:
Vinaya Pitaka:
1. Parajika
2. Pacittiya
3. Mahavagga
4. Culavagga
5. Parivara
Sutta Pitaka:
1. Digha Nikaya
2. Majjhima Nikaya
3. Samyutta Nikaya
4. Anguttara Nikaya
5. Khuddaka Nikaya
Abhidhamma Pitaka:
1. Dhammasangani
2. Vibhanga
3. Dhatukatha
4. Puggalapannatti
5. Kathavatthu
6. Yamaka
7. Patthana
2. Mahapitaka (Tripitaka Mahayana)
Mahapitaka (Ta Chang Cing)
terdiri dari 100 buku dengan pembagian
sebagai berikut :
1. Agama
2. Jataka
3. Prajnaparamita
4. Saddharma Pundarika
5. Vaipulya
6. Ratnakuta
7. Parinirvana
8. Mahasannipata
9. Kumpulan Sutra
10. Tantra
11. Vinaya
12. Penjelasan Sutra
13. Abhidharma
14. Madhyamika
15. Yogacara
16. Sastra
17. Komentar Sutra
18. Komentar Vinaya
19. Komentar Sastra
20. Sekte
21. Aneka Sekte
22. Sejarah
23. Kamus
24. Daftar Isi
25. Komentar Sutra Lanjutan
26. Komentar Vinaya Lanjutan
27. Komentar Sastra Lanjutan
28. Aneka Sekte Lanjutan
Sutra-sutra dari kaum Theravada
juga terdapat dalam Tripitaka Mahayana
dengan sebutan Agama Sutra (A Han
Cing). Agama Sutra sebagian besar isinya
tidak berbeda dengan apa yang terdapat
di Nikaya Pali. Agama Sutra ini terdiri
dari :
1. Dhirghagama
2. Mdhyamagama
3. Samyuktagama
3
4. Ekottarikagama
Dalam Tripitaka Mahayana
terdapat pula tujuh kitab Abhidharma
dari golongan Sarvastivada (berbeda
dengan Abhidhamma Pali), yaitu :
1. Jnanaprasthana
2. Samgitiprayaya
3. Prakaranapada
4. Vijnanakayasya
5. Dhatukaya
6. Dharmaskandha
7. Prajnaptisastra
3. Kangjur dan Tangjur (Tibetan
Tripitaka)
Disamping
sutra-sutra
Mahayana dan Theravada yang
diambil sebagai kitab pokok dalam
aliran Buddhisme Tibet (Tantrayana/
Vajrayana), mereka juga memiliki Kitab
Kangjur dan Tangjur . Kitab Kangjur
(Bka’-‘gyur, yang berarti Terjemahan
Sabda Sang Buddha) berisi 108 jilid
merupakan deskripsi Ajaran Sang
Buddha, sedangkan Tanjur (Bstan‘gyur, yang berarti Terjemahan Ajaran
Sang Buddha) berisi 227 jilid merupakan
komentar dari teks dasar.
Kangjur memiliki 6 bagian
utama yang berisi (1) Tantra (2)
Prajnaparamita Sutra (3) Ratnakuta
Sutra yang merupakan kumpulan naskah
pelengkap Mahayana (4) Avatamsaka
Sutra (5) Berbagai Sutra Mahayana dan
Hinayana , dan (6) Vinaya.
Sedangkan Tanjur yang dapat
dibagi menjadi 3.526 naskah dapat
dibagi atas tiga kelompok utama, yaitu
(1) stotras ; pujian agung dalam satu jilid
termasuk 64 naskah (2) Ulasan tantra
dalam 86 jilid termasuk 3.055 naskah,
dan (3) Ulasan sutra-sutra dalam 137
jilid termasuk 567 naskah.
Naskah-naskah terjemahan
dalam bahasa Tibet tersebut merupakan
naskah peninggalan yang sangat penting
setelah terdapat cukup banyak naskah di
India dibakar habis oleh invasi agama lain
di India.
No.004 / Januari 2005
Sekilas Pandang Tipitaka
Vinaya Pitaka
Vinaya Pitaka merupakan suatu
kumpulan Tata Tertib dan Peraturan Cara
Hidup yang ditetapkan untuk mengatur
murid-murid Sang Buddha yang telah
diangkat sebagai bhikkhu atau bhikkhuni
ke dalam Sangha. Peraturan-peraturan
ini berupa himbauan dari Sang Buddha
dengan tujuan agar mereka menguasai
dan mengendalikan perbuatan jasmani
dan ucapan mereka. Kitab ini juga
menyangkut
hal-hal
mengenai
pelanggaran peraturan; terdapat berbagai
jenis peringatan dan usaha pengendalian
sesuai dengan sifat pelanggaran yang
dilakukan.
Secara umum Vinaya Pitaka
dapat dibagi atas :
(1) Sutta Vibhanga
Bagian yang berhubungan
dengan Pratimoksa/Patimokha yaitu
peraturan-peraturan untuk para bhikkhu/
Bhiksu (227 peraturan) dan bhikkhuni/
Bhiksuni (311 peraturan).
(2) Khandaka-khandaka
Terdiri dari Mahavagga dan
Cullavagga. Mahavagga merupakan
serangkaian peraturan mengenai upacara
penahbisan bhikkhu, upacara Uposatha,
peraturan tentang tempat tinggal selama
musim hujan [vassa], upacara pada
akhir vassa [pavarana], peraturan
mengenai jubah, peralatan, obat-obatan
dan makanan, pemberian jubah Khatina
setiap tahun, peraturan bagi bhikhu yang
sakit, peraturan tentang tidur, tentang
bahan jubah, tata cara melaksanakan
sanghakamma (upacara sangha), dan
tata cara dalam hal terjadi perpecahan.
Cullavagga, terdiri dari
peraturan untuk menangani pelanggaranpelanggaran, tata cara penerimaan
kembali seorang bhikkhu ke dalam
sangha setelah melakukan pembersihan
atas pelanggarannya, tata cara untuk
menangani masalah-masalah yang timbul,
berbagai peraturan yang mengatur cara
mandi, mengenakan jubah, menggunakan
tempat tinggal, peralatan, tempat
bermalam dan sebagainya, mengenai
perpecahan
kelompok-kelompok
bhikkhu, kewajiban guru [acariya] dan
calon bhikkhu [samanera], upacara
pembacaan Patimokkha, penahbisan
dan bimbingan bagi bhikkhuni, kisah
mengenai Pasamu Agung Pertama di
Rajagraha, dan kisah mengenai Pesamuan
Agung Kedua di Vesali.
(3) Parivara,
Merupakan suatu ringkasan
dan pengelompokan peraturan-peraturan
Vinaya yang tersusun dalam bentuk
tanyajawab untuk dipergunakan dalam
pengajaran dan ujian.
Dalam Buddhisme Mahayana
juga terdapat Brahmajala Sutra [Fan
Wang Cing] yang dipergunakan sebagai
pedoman untuk menerangkan sila,
pratimoksha dan Bodhisattva sila dimana
terdiri dari 10 pasal kesalahan besar
[Garukapatti] dan 48 pasal kesalahan
kecil [Lahukapatti]. Brahmajala
Sutra yang dipakai oleh Buddhisme
Mahayana merupakan terjemahan dari
Kumarajiva antara tahun 401 - 409
M. Selain itu terdapat juga Upasika
Sila yang merupakan terjemahan dari
Dharmaraksa antara tahun 414-421 M.
Untuk Bhiksuni, terdapat juga Bhiksuni
Sanghika Vinaya Pratimoksha Sutra
yang diterjemahkan oleh I-Ching pada
tahun 700-711 M dimana terdiri atas 348
pasal.
Sutra Pitaka [Sutta Pitaka]
Merupakan kumpulan pembicaraan antara Sang Buddha dengan
berbagai kalangan, semasa Beliau
mengembangkan ajaranNya. Sutra
Pitaka dapat dikelompokkan dalam lima
kelompok utama, yaitu :
- Digha Nikaya (kumpulan sutra yang
isinya panjang),
- Majjhima Nikaya (kumpulan sutra yang
isinya tidak terlalu panjang),
- Samyutta Nikaya (kumpulan sutra yang
isinya secara kelompok),
- Anguttara Nikaya (kumpulan sutra atas
beberapa topik utama),
- Khuddaka Nikaya (kumpulan sutra dari
berbagai bahan).
Selain itu dalam Buddhisme
Mahayana masih terdapat banyak sutra
lainnya yang diperkirakan sekitar 300
sutra, dimana terdapat beberapa yang
tersusun sesudah Parinirvana Sang
Buddha. Sutra-sutra yang kebanyakan
4
berasal dari bahasa Sansekerta telah
berhasil diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa saat ini berkat jasajasa dari para sesepuh Mahayana,
seperti Kashyapamatanga dan Mdian
Dharmaraksha, Tao-an, Kumarajiva,
Siksananda, Buddhabhadra, Buddhajiva,
Buddhayasas, Bodhiruci, Bhodiyasa,
Gunabadra, Dhamakshema, Punyatara,
Paramartha, I-ching, Fa-hsien, Hsuantsang, Subhakarasinha, Divakara,
dan lain-lain. Kebanyakan sutra yang
diterjemahkan pada awalnya ke dalam
bahasa Mandarin tersebut dibawa dari
India ataupun Srilanka melalui jalan
darat yang dikenal sebagai Jalan Sutra
(Silk Road). Sekarang sutra-sutra
tersebut sudah ada dalam berbagai bahasa
khususnya bahasa Tibet, Jepang, Korea,
Vietnam dan malahan terdapat banyak
sutra yang sudah diterjemahkan dalam
bahasa Inggris, Perancis, dan Belanda.
Di Indonesia, pada jaman
kejayaan Sriwijaya dalam masa
keprabuan Syailendra (sekarang
Palembang, Sumatera), telah tercatat
dalam sejarah sebagai pusat pendidikan
Agama Buddha Mahayana dimana
terdapat seorang guru agama Buddha
yang terkenal bernama Sakyakirti
(Dharmakirti). Demikian juga di tanah
Jawa dimana sempat juga didatangi oleh
beberapa tokoh yang terkenal dalam
sejarah perkembangan Buddhisme
dengan berbagai peninggalan sejarahnya
seperti candi Borobudur, Mendut, Pawon
dan lain-lain. Bhiksu Fa-hsien dari Cina
pada tahun 414 M sempat tinggal selama
lima bulan di Ho-ling (Jawa) yang sesuai
catatannya bahwa di Jawa telah menerima
agama Buddha yang beraliran Hinayana.
Setelah itu Gunawarman dari Kashmir
yang datang ke Jawa pada sekitar tahun
421 M. Bhiksu lainnya dari Cina, Huining juga pernah ke Jawa pada sekitar
tahun 664 M dan sempat tinggal selama
tiga tahun. I-ching sempat dua kali ke
Sriwijaya dimana pada tahun 685 M
sempat tinggal selama empat tahun untuk
menyelesaikan tugasnya menerjemahkan
berbagai kitab dari bahasa Sansekerta ke
bahasa Mandarin. Atisa (hidup tahun
982-1054) dari keluarga bangsawan
Bengala yang menjadi Bhiksu pernah
datang ke Sriwijaya untuk belajar filsafat
dan logika agama Buddha Mahayana
selama 12 tahun (antara tahun 1011-
No.004/ Januari 2005
1023) dibawah bimbingan guru besar
Sakyakirti (Dharmakirti).
Beberapa sutra dalam Mahayana
yang dianggap sangat penting, antara
lain:
-Avatamsaka Sutra (Hua Yen Cing)
-Maha Ratnakuta Sutra (Ta Pao Ci
Cing)
-Maha Sanghata Sutra (Ta Ci Cing)
-Astasahasrika Prajnaparamita Sutra
(Pa Chien Sung Phan Jo Cing)
-Maha Prajnaparamita Sutra (Ta Phan
Jo Cing)
-Prajnaparamita Hrdaya Sutra (Sim
Cing)
-Saddharma Pundarika Sutra (Fa
Hua Cing)
-Mahaparinirvana Sutra (Ta Ch’eng
Nie Phan Cing)
-Surangama Sutra (Leng Yeng Cing Ta
Fo Ting Shuo Leng Yeng Cing)
-Amitabha Sutra (O Mi Tho Cing)
-Sukhavati Vyuha Sutra (Wu Liang
Shuo Cing / Fo Shuo A Mi Tho Cing)
-Amitayur Dhyana Sutra (Kuang Wu
Liang Shuo Cing)
-Vaipulya-mahavyuha Sutra (Ta Cuang
Yen Cing)
-Vimalakirti Nirdesa Sutra (Wei Mo
Cing)
-Suvarnaprabhasa Sutra (Cin Kuang
Ming Cui Sen Wang Cing),
-Lankavatara Sutra (Leng Cia Cing)
-Sandhi Nirmocana Vyuha Sutra (Cie
Sen Mi Cing)
-Vajrachedika-prajna-paramita Sutra
(Cin Kang Cing)
-Mahavairocanabhi-sambhodi Sutra
(Ta Re Ru Lai Cing)
-Lalita Vistara Sutra (P’u Yao Cing)
-Suvarna Prabhasa Sutra (Cin Kuang
Ming Cui Sen Wang Cing)
-Dasabhumika Sutra (Se’ Ti Cing)
-Mahayana Buddha Pacchimovada
Pari Nirvana Sutra (I Chia Yu Cing)
-Brahmajala Sutra (Fan Wang Cing)
-Dasa Kausalya Karma Sutra (Se’ San
Ye Tao Cing)
-Maha Samnipata Sutra (Ta Chi Cing)
-Tathagatagarbha Sutra (Ta Fang Teng
Ju Lai Tsang Cing)
-Yogacarabhumi Sutra / Dharmatara
Dhayna Sutra (Ta Mo To Lo Ch’an
Cing)
-Bhaishajyaguru Vaiduryaprabha
Tathagata Sutra (Yo Shi Liu Li Kuang
Ju Lai Pen Yuan Khung Te Cing)
-Sanmukhi Dharani Sutra (Liu Men To
Lo Ni Cing)
-Sutra Hui Neng atau Sutra Altar (Liu
Cu Than Cing)
-Ksitigarbha Bodhisattva Sutra (Ti
Chang Phu Sat Pen Yuan Cing)
-Bodhisattva Treasury Sutra (Phu Sat
Tsang Cing)
Abhidharma Pitaka [Abhidhamma
Pitaka]
Merupakan kumpulan berdasarkan klasifikasi yang detail
mengenai fenomena kejiwaan, logika,
analisa metafisik dan informasi penting
dari kosa kata. Kitab Abhidhamma dapat
juga disebut sebagai ilmu psikologi
Buddhisme yang mengajarkan analisis
yang mendalam mengenai berbagai
komponen dan proses dari batin dan
jasmani.
Abhidhamma Pitaka sesuai
uraian dari kaum Sthaviravada (Pali
canon) dapat diuraikan menjadi tujuh
jilid buku [pakarana], yaitu :
a. Dhammasangani, menguraikan
mengenai etika dilihat dari sudut
pandang ilmu jiwa
b. Vibhanga, menguraikan apa
yang terdapat dalam buku
Dhammasangani
dengan
metode yang berbeda. Buku ini
dapat dibagi lagi dalam delapan
bab [vibhanga], dan masingmasing bab memiliki tiga
bagian yaitu Suttantabhajaniya,
Abhidhammabhajaniya dan
Pannapucchaka atau daftar
pertanyaan-pertanyaan.
c. Dhatukatha, menguraikan
mengenai unsur-unsur batin
yang terbagi atas empat belas
bagian.
d. Puggalapannatti, menguraikan
berbagai watak manusia
[puggala] yang terkelompok
dalam
sepuluh
urutan
kelompok.
e. Kathavatthu, terdiri dari dua
puluh tiga bab yang merupakan
kumpulan percakapan [katha]
dan sanggahan terhadap
pandangan
salah
yang
dikemukan oleh berbagai
sekte tentang hal-hal yang
berhubungan dengan theologi
5
f.
g.
dan metafisika.
Yamaka, terdiri dari sepuluh
bab [yamaka], yaitu Mula,
Khanda, Ayatana, Dhatu,
Sacca, Sankhara, Anusaya,
Citta, Dhamma dan Indriya.
Patthana,
menerangkan
mengenai sebab-sebab yang
berkenaan dengan dua puluh
empat hubungan antara batin
dan jasmani [Paccaya].
Abhidharma Pitaka dari
kaum Sarvastivada (Sansekerta) dapat
dikelompokkan dalam tujuh kitab,
yaitu:
a. Jnana-prasthana,
b. Sangitiparyaya,
c. Prakaranapada,
d. Vijnanakayasya,
e. Dhatukaya,
f. Dharmaskandha,
g. Prajnaptisastra.
Disamping itu terdapat juga
beberapa kitab komentarnya, seperti
Abhidhamma Maha Vaibasha Sastra
dan Abhidhamma Kosa Sastra. Demikian
juga yang ditulis oleh kaum Madhyamika,
antara lain Madhyamika Karika, Dwidasa-Sastra, Sata Sastra. Asanga
dari kaum Vijanavada yang dikenal
dengan Yogacara menyusun beberapa
karyanya yang berhubungan dengan
Abhidhamma, yaitu : Saptadasabhumi
Sastra Yoga-caryabhumi, SutralankaraTika, Madhyatavibhaga Sastra Grantha,
Vajracheda Sutra Sastra, Yogavibhaga
Sastra dan Mahayanasamparigraha
Sastra. Vasubandhu juga menulis
beberapa kitab yang berhubungan
dengan Abhidhamma, yaitu : Vidyamatrasiddhi, Pancaskandhaka Sastra,
Vidyamatrasiddhi Tridasa Sastra
Karika, Karma- siddhaprakarana Sastra,
Dasabhumika Sastra, Gayasirsha Sutra
Tika dan Saddharmapundarika Sutra
Upadesa.
Keahlian seseorang dalam
menguasai berbagai kitab suci yang
ada dalam Buddhisme bukanlah sebagai
jaminan akan memperoleh manfaat
kehidupan suci, tetapi yang penting
adalah berbuat sesuai ajaran dalam
kehidupan sehari-hari baik melalui
pikiran, ucapan ataupun perbuatan.
Sang Buddha bersabda :
No.004 / Januari 2005
“Biarpun seseorang banyak membaca
kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai
dengan ajaran, maka orang lengah
itu sama seperti gembala sapi yang
menghitung sapi milik orang lain; ia tak
akan memperoleh manfaat kehidupan
suci. Biarpun seseorang sedikit membaca
kitab suci, tetapi berbuat sesuai ajaran,
menyingkirkan nafsu indria, kebencian
dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan
benar dan batin yang bebas dari nafsu,
tidak melekat pada apapun baik di
sini maupun di sana, maka ia akan
memperoleh manfaat kehidupan suci.”
(Dhammapada, 19, 20)
Ketika kita menyatakan
berlindung kepada Dharma (Dhammang
Saranang Gacchami) berarti kita
harus memiliki pengertian yang benar
terhadap Ajaran Sang Buddha dan
menjalankannya dalam kehidupan
sehari-hari secara bijaksana.
Sekilas Sekte Tien-Tai dan Nichiren
Shu
Sekte Tien-tai di China, adalah
salah satu sekte dari aliran Mahayana yang
terkemuka. Sekte Tien-tai didirikan oleh
Bhiksu Ce Khai (531-597SM), Beliau
juga disebut Chih-i atau Chih-ce atau
juga Mahaguru Thien-Tai (T'ien-t'ai).
Sekte ini berpedoman pada Saddharma
Pundarika Sutra (Fa Hua Cing - Myo Ho
Ren Ge Kyo), Amitartha Sutra (Wu Liang
I Cing) dan Nirvana Sutra (Nie Phan
Cing). Teori yang terkenal dari Sekte ini
adalah Tentang Tiga Ribu Alam dalam
Sekejap Jiwa (Icinen Sanzen). Mahaguru
lain yang terkenal adalah Mahaguru
Miao-Lo, pemimpin ke-enam (jika
Chih-I dihitung sebagai yang pertama,
kesembilan jika Nagarjuna dihitung
sebagai yang pertama). Chan-Jan (MiaoLo) menghidupkan kembali sekte Tient'ai yang sempat mengalami kemunduran.
Beliau menulis tiga penjelasan tentang
karya Chih-i yang terkenal yakni:
"Keterangan mengenai kata dan kalimat
dari Saddharma Pundarika Sutra,
Penjelasan tentang Makna mendalam
dari Saddharma Pundarika Sutra, dan
Keterangan mengenai Pemahaman dan
Konsentrasi Agung."
Sekte Tien-t'ai kemudian
dibawa oleh Bhiksu Saicho ke Jepang
(Sekte Tendai). Ia menjadi bhiksu
pada usia 19 tahun 785 dan kemudian
pindah ke Gunung Hiei. Disana
Beliau menghabiskan waktunya untuk
mempelajari karya-karya dari Mahaguru
Chih-I. Tahun 804, Ia dikirim oleh
kerajaan ke China beserta muridnya
Gishin. Disana selama sembilan bulan,
Beliau mempelajari Buddhisme Tien-T''ai
bersama Tao-sui, pemimpin ke tujuh,
dan Hsing Man, yang juga merupakan
murid langsung dari Chan-jan. Setelah
meninggalnya Saicho (822), Gishin
menjadi penerusnya dan pemimpin ke
dua Sekte Tendai di Jepang. Pada tahun
823, Kaisar Saga memberikan nama baru
kepada Kuil di Gunung Hiei, EngryakuJi. Pada tahun 866, Kaisar Seiwa
menganugerahkan nama Dengyo Daishi
kepada Saicho. Setelah meninggalnya
Mahaguru Dengyo, ajaran sekte Tendai di
Jepang mulai tercampur aduk, sehingga
tidak terkosentrasi pada Saddharma
Pundarika Sutra lagi, bahkan mengadopsi
ajaran Eksoterik dan lain-lain.
Nichiren Shonin, pada usia 15
tahun telah masuk kebhiksuan, Beliau
belajar di Kuil Seicho-Ji, sebuah kuil aliran
Tendai dan dibimbing dibawa Bhiksu
Dozen, kepala kuil tersebut. Setelah
belajar di Seicho-Ji, Beliau melanjutkan
pelajarannya di Hachimangu-Ji. Kuil ini
mempunyai hubungan dengan Kuil Onjoji di propinsi yang sama. Sedangkan Kuil
Onjo-ji berkiblat ke Kuil Enryaku-Ji di
Gunung Hiei. Pada tahun 1241, Nichiren
Shonin pergi ke Kuil Enryaku-Ji untuk
melanjutkan pendidikannya. Kuil ini
adalah pusat Sekte Tendai di Jepang.
Sekte ini juga dikenal sebagai Hokke Shu
atau Sekte Saddharma Pundarika Sutra.
Setelah belajar bertahun-tahun tentang
semua ajaran Buddha dari satu kuil ke
kuil yang lain bahkan Nichiren Shonin
juga belajar sastra Kong Fu Cu dan lainlain, Beliau mencapai sebuah kesimpulan
bahwa Ajaran yang seharusnya
dibabarkan dan disebarluaskan serta
dipuja pada masa Akhir Dharma adalah
Saddharma Pundarika Sutra. Nichiren
Shonin mengajarkan pemujaan terhadap
judul dari Saddharma Pundarika Sutra
(O'daimoku) "Namu Myoho Renge Kyo."
Nichiren Shonin pertama kali menyebut
O'daimoku dan mendirikan sekte Nichiren
Shu pada tanggal 28 April 1253. Nichiren
Shonin juga mewujudkan Maha Mandala
berdasarkan ajaran tersirat Saddharma
6
Pundarika Sutra dan digunakan sebagai
objek pemujaan bagi seluruh umat
manusia. Pusat dari sekte Nichiren
Shu adalah Kuil Kuon-Ji, Gunung
Minobu. Saat sekarang Nichiren Shu
telah berkembang dan tersebarluaskan
diseluruh dunia, dan memiliki lebih dari
9.000 bhiksu/bhiksuni serta menangani
lebih dari 6.000 kuil diseluruh Jepang dan
negara lain. Nichiren Shu sering juga di
sebut Nichiren Hokke Shu atau Sekte
Hokke Shu, karena berpedoman pada
Saddharma Pundarika Sutra
Nichiren Shu di Indonesia
saat ini memiliki dua buah kuil yakni
Kuil Renge-Ji (Myoho San RengeJi) Jakarta, dan Cetya Bodhicitta di
Kepulauan Seribu. Mari kita bersamasama dengan semangat Pendiri kita,
Nichiren menyebarluaskan ajaran ini,
Saddharma Pundarika Sutra. SELESAI.
Dirangkum oleh Sidin Ekaputra,SE.
Hati Kepercayaan dan Odaimoku
Istri dan Suami
Hati kepercayaan bukanlah
sesuatu yang istimewa. Seorang
istri mencintai suaminya, dan
seorang suami mencurahkan
hidupnya untuk istrinya; orang
tua tidak akan meninggalkan
anak-anaknya, dan anak-anak
juga tidak akan pergi dari ibunya.
Begitupun juga, percaya dalam
Saddharma Pundarika Sutra,
Buddha Sakyamuni, Buddha Taho,
seluruh para Buddha, Bodhisattva
dan Dewa-dewi. Kemudian sebutlah
Namu Myoho Renge Kyo. Inilah
Hati Kepercayaan
Myoichi Ama Gozen Gohenji
Surat Balasan Kepada Myoichi
Ama (Latar Belakang : 18 Mei
1280, di Gunung Minobu, Showa
Teihon, p.1749)
No.004/ Januari 2005
Buku "Writing Of Nichiren Shonin" Doctrine 2
Edited by George Tanabe.Jr, Compiled by Kyotsu Hori
Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association, Tokyo - Japan
Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra,SE
HONZON MONDO SHO
Catatan Redaksi:
Gosho ini sambungan dari bulan lalu
edisi Desember 2004. Gosho ini terdiri
dari 13 seri pertanyaan, edisi bulan lalu
telah dibahas sampai pertanyaan no.6,
dan edisi kali ini telah selesai.
----------------------------------------
P
ertanyaan 7: Apakah bukti
dari semua ini ? Jawaban 7:
“Sutra Meditasi Bodhisattva
Samantabhadra (fugen), bagian akhir
dari Saddharma Pundarika Sutra
menyatakan: “Sutra Mahayana ini
adalah gudang pusaka dari seluruh
Buddha, kebenaran sesungguhnya
dari seluruh Buddha di alam semesta
dari masa lampau, sekarang dan akan
datang.” Dan “Sutra Mahayana ini
adalah mata dari seluruh Buddha dan
seluruh Buddha dilengkapi dengan
kelima mata5 dari Sutra Mahayana
ini. Trikaya6 dari Buddha adalah hasil
dari sutra ini. Sutra ini berisi seluruh
Dharma, bagaikan samudera yang
berisi semua jenis air. Trikaya Buddha
yang tak terhingga adalah hasil dari
sutra bagaikan samudera ini. Trikaya
dari tubuh Buddha bagaikan lapangan
dimana dewa dan manusia dapat
menanam kebajikan, dan mereka
adalah diantara yang pertama berhak
menerima persembahan.” Menurut
beberapa kalimat sutra, Buddha lahir
dari Saddharma Pundarika Sutra,
dimana sama seperti seorang ibu yang
memberikan kelahiran. Buddha adalah
badan dan Saddharma Pundarika
Sutra adalah jiwanya. Oleh karena itu,
upacara pembukaan mata dari gambar
atau patung kayu dari Buddha harus
dilakukan dengan Saddharma Pundarika
Sutra. Merupakan sebuah kesalahan
besar jika melakukan pembukaan dengan
mengunakan mudra Buddha dan mantra
dari Buddha Dainichi, sebagaimana yang
dilakukan pada masa lalu.
Pertanyaan 8: Mana lebih
baik menerima Saddharma Pundarika
Sutra sebagai Honzon atau menerima
Buddha Dainichi sebagai Honzon?
Jawaban 8: Jika kamu mengikuti
keinginan Guru Agung Kobo, Jikaku
dan Chisho, maka Buddha Dainichi
lebih unggul dari Saddharma Pundarika
Sutra.
Pertanyaan 9: Untuk
alasan apa ? Jawaban 9: Ringkasan
dari “Sepuluh Tingkat Pikiran”, Guru
Agung Kobo menyatakan kunci berharga
untuk pusaka rahasia: “Delapan adalah
Saddharma Pundarika Sutra, Sembilan
adalah Sutra Karangan Bunga (KegonKyo), dan Sepuluh adalah Sutra Buddha
Dainichi,” dalam uraian mengenai
kemajuan dari ajaran yang paling dangkal
ke yang paling dalam. Guru Agung
Jikoku dalam “Catatan Sutra KongochoKyo dan Catatan Sutra Soshitsuji-Kyo”
dan juga Guru Agung Chisho “Panduan
Sutra Dainichi” dikatakan bahwa: Sutra
Dainichi adalah yang pertama dan
Saddharma Pundarika Sutra adalah yang
kedua.”
Pertanyaan 10: Apakah
yang anda pikirkan tentang mereka?
Jawaban 10: Menurut penilaian Buddha
Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna dan
para Buddha seluruh alam semesta,
“Saddharma Pundarika Sutra
adalah yang terbaik dari seluruh
naskah buddhis dimana, yang telah
dibabarkan7, sedang dibabarkan8 atau
yang akan dibabarkan9.”
Pertanyaan 11: Bhiksu
Tendai, Shingon dan sekte lainnya, juga
raja dan masyarakat Jepang sekarang,
dan seluruh manusia di dunia berpikir,
“Bagaimana dapat Bhiksu Nichiren
disamakan dengan Guru Agung seperti
Kobo, Jikaku dan Chisho ?” Apa yang
anda pikirkan tentang ini ? Jawaban 11:
7
Saya, Nichiren, akan menjawab dalam
tanggapan sebagai berikut: Pertama,
Apakah anda pikir bahwa Guru Agung
Kobo, Jikaku dan Chisho adalah lebih
unggul daripada Buddha Sakyamuni,
Buddha Prabhutaratna dan Para Buddha
dari sepuluh penjuru dunia di alam
semesta? Kedua, seluruh manusia di
Jepang sekarang, termasuk raja Jepang
dan masyarakatnya, adalah anak dari
Buddha Sakyamuni. Sutra Nirvana,
dimana adalah sutra yang terakhir dan
wejangan dari Sakyamuni Buddha
dikatakan: “Percayalah kepada Dharma
dan jangan kepada manusianya.” Untuk
kita dapat dikatakan, “Saddharma
Pundarika Sutra adalah yang terunggul
diantara seluruh sutra” adalah untuk
percaya kepada Dharma. Bukankah
para bhiksu, raja dan masyarakat dan
seluruh umat manusia yang berpikir
bahwa Nichiren lebih rendah dari keTiga Guru Agung, dan sama dengan
pelayan mereka, kuda dan sapi, karena
itu semua tidak patuh kepada Buddha
Sakyamuni?
Pertanyaan 12: Jadi
menurut anda, Guru Agung Kobo
tidak membaca Saddharma Pundarika
Sutra ? Jawaban 12: Guru Agung Kobo
seharus telah membaca semua sutra.
Bagaimanapun, dalam penyampaian
untuk keputusan hubungan mendalam
dalam ajaran antara Saddharma
Pundarika Sutra, Sutra Karangan Bunga
dan Sutra Dainichi, dia lalai membaca
kutipan dalam Saddharma Pundarika
Sutra, sebagai contoh, “ Saddharma
Pundarika Sutra ini adalah Dharma
Sejati dari seluruh Buddha.” Ditafsir, Ini
adalah lebih rendah dari seluruh sutra, dan
“Baisajyaraja ! terdapat begitu banyak
sutra yang dibabarkan dan Saddharma
Pundarika Sutra ini adalah yang
terbaik.” Lagi pula, Guru Agung Jikaku
dan Chisho juga salah membaca seperti
yang dikatakannya, “Diantara sutra-sutra
No.004 / Januari 2005
itu, ini adalah menengah;” dan “Ini adalah
yang kedua.” Bagaimanapun, seluruh
Buddha termasuk Sakyamuni Buddha,
Buddha Prabhutaratna dan Buddha
Dainichi membandingkan Saddharma
Pundarika Sutra dengan seluruh sutra
lainnya, dan membabarkan, “Saddharma
Pundarika Sutra adalah yang paling
utama;”10 dan “Saddharma Pundarika
Sutra adalah yang tertinggi.” 11 Jadi,
Siapa yang kamu percaya, Buddha
Sakyamuni dan para Buddha sepuluh
penjuru alam semesta, atau Tiga Guru
Agung Jikaku, Chisho dan Kobo ? Karena
kamu memandang rendah kepada saya,
Nichiren, dan sungguh-sungguh percaya
kepada pendapat dari Tiga Guru Agung,
kamu mempunyai sebab tidak mematuhi
Buddha Sakyamuni dan seluruh Buddha
sepuluh penjuru alam semesta.
Pertanyaan 13: Guru Agung
Kobo yang berasal dari propinsi Sanuki
dan murid dari Kepala Bhiksu Gonso.
Beliau secara mendalam belajar dari 6
sekte (di Nara) termasuk Sanron dan
Hosso12, pada bulan lima tahun Enryaku
ke-23 (804) dengan perintah kerajaan dari
Kaisar Kammu, dia ingin pergi ke China.
Mendapatkan sebuah ijin dari Kaisar
Shun-tshun, dia mewariskan kepada
Guru Dharma Chen-yen (Shingon)
buddhisme dari Yang Mulia Hui-kuo
dari kuil Ch’ing-lung. Hui-kuo, pewaris
ke tujuh dari Buddha Dainichi, setelah
meninggalnya Guru Dharma Chen-yen
bagaikan menuangkan air dari satu
bejana ke yang lainnya. Jadi, meskipun
demikian setiap orang adalah tidak
sama, Dharma yang ditinggalkan sama
jika mendapatkan pengajaran langsung
dari Buddha Dainichi sendiri. Meskipun
bejananya berubah dari Buddha
Dainichi kepada Vajrasattva, diikuti
oleh Nagarjuna, Nagabodhi, Vajrabodhi,
Amoghavajra, Hui-kuo dan terakhir
Kobo; air yang ditinggalkan menurun
sama kepada Guru Dharma Chen-yen.
Penerimaan Dharma Chen-yen dari
Yang Mulia Hui-kuo, Guru Agung Kobo
kembali ke Jepang menyeberangi lautan
sebanyak 3000ri, memberikannya kepada
ke Tiga Kaisar Heijo, Saga dan Junna.
Pada tanggal 19 bulan kelima tahun
Konin ke-14 (823), Kobo menerima ijin
kerajaan untuk membangun Kuil Toji,
dimana dia menyebarkan ajaran Dharma
rahasia dari Shingon. Oleh karena ini,
setiap orang mengunakan sebuah vajra
(penumbuk-intan) atau gelang bel vajra
Shingon dalam lima propinsi di kota
utama13 , tujuh distrik14, 66 provinsi15,
dan dua pulau;16 juga diseluruh Jepang,
semua pengikut Guru Agung Kobo tanpa
kecuali.
Guru Agung Jikaku berasal
dari propinsi Shimotsuke dan merupakan
murid dari Bodhisattva Kochi17. Pada
tahun Daido ke-3 (808), diusia 15, beliau
mendaki ke atas Gunung Hiei, dimana
selama 15 tahun dia belajar di enam
sekte18 dan juga di Sekte Hokke (Tendai)
dan Shingon. Setelah berlalu kekaisaran
T’ang, China pada Tahun Jowa Ke-5
(838), selama tenggang waktu kekaisaran
Wu-tsung, beliau bertemu beberapa
pendeta Tien-tai (Tendai) dan bhiksu
Chen-yen (Shingon) yang terkenal seperti
Fa-ch’uan, Yuan-chen, I-chen, Fa-yueh,
Tsung-jui, dan Chih-yuen, dari beberapa
guru eksoterik dan ajaran eksoterik.
Khususnya, Beliau berjuang sepuluh
tahun belajar Chen-yen untuk menjadi
pewaris kesembilan setelah Buddha
Dainichi. Kembali ke Jepang pada tahun
Kajo ke-1 (847), Beliau menjadi guru
dari Kaisar Nimmyo, menulis komentar
mengenai Sutra Kongocho-kyo dan Sutra
Soshitsuji-kyo selama periode Ninju
dan Saiko, membangun Kuil Soji-in di
Gunung Hiei dan menjadi Kepala Bhiksu
ke-Tiga dari Kuil Enryakuji. Inti sari
ajaran Shingon di Sekte Tendai Jepang
berawal dari Beliau.
Guru Agung Chisho dari
Propinsi Sanuki memasuki Gunung Hiei
pada umur 14 tahun di tahun Tencho
Ke-4 (827), dan menjadi murid dari
Kepala Bhiksu Gishin. 19 Di Jepang,
Beliau belajar di delapan sekte20 dibawa
Kepala Bhiksu Gishin, Guru Agung
Jikaku, Encho21, dan Kojo.22 Pada tahun
Ninju Ke-1 (853) dengan ijin kerajaan
dari Kekaisaran Montoku, Beliau ingin
pergi ke China untuk belajar eksoterik
dan ajaran eksoterik dibawa beberapa
guru seperti Acharya Fa-ch’uan dan
Yang Mulia Liang-hsu untuk beberapa
tahun selama rentang waktu Kekaisaran
Hsuan-tsung (pada era Ta-chung). Pada
tahun Ten’an Ke-2 (858) Beliau pulang ke
Jepang dan menjadi guru dari Kekaisaran
Montoku dan Seiwa.
Raja yang terkenal dan
masyarakatnya mempunyai rasa hormat
8
dan memuja ke Tiga Guru Agung dan
berganti kepada ajaran mereka sebagai
matahari dan bulan bagi kepentingan
sekarang dan kehidupan mendatang
mereka. Karena inilah, umat awam
yang tidak mempunyai pengertian tidak
mempunyai pilihan tetapi menghormati
dan percaya kepada ke Tiga Guru
Agung dan ajaran mereka. Sehingga
kami melanggar peringatan Buddha
Sakyamuni yang dibabarkan dalam
Sutra Nirvana: “Mengikuti Dharma
dan bukan manusianya,” Bagaimana
dapat kami bergantung pada guru ini di
China dan Jepang seperti Guru Agung
Kobo, Jikaku dan Chisho daripada
kepada Buddha ? Jika kami mematuhi
peringatan, kemudian bagaimana kami
dapat memperoleh pengertian yang
lebih baik ? pada akhirnya, apa yang
harus kami lakukan ?
Jawaban 13: Memperhatikan
penyebaran Buddha Dharma di India
selama periode 1000 tahun pertama setelah
meninggalnya Buddha Sakyamuni,
ajaran Hinayana tersebarluaskan selama
500 tahun pertama dan kemudian ajaran
Mahayana selama 500 tahun kedua.
Selama beberapa tahun ini perdebatan
antara ajaran Buddhisme Mahayana
dan Hinayana terus berlanjut dan antara
ajaran sementara dan sesungguhnya;
Bagaimanapun ketidak-jelasan perkembangan antara eksoterik dan
ajaran eksoterik. Buddha Dharma telah
tersebarluaskan ke China untuk pertama
kali pada 15 tahun setelah dimulainya
Masa Persamaan Dharma. Pertama,
perdebatan yang terjadi semakin panas
antara Kongfucius dan Buddhisme,
tetapi penentuan akan dicapai untuk
yang terunggul. Secara perlahan Buddha
Dharma tersebarluaskan, pertengkaran
dimulai antara Mahayana dan Hinayana
dan antara ajaran sementara dan
sesungguhnya. Bagaimanapun, tidak ada
perkembangan yang berarti antara mereka
setelah 600 tahun setelah pengenalan
Buddha Dharma di China, ketika ke
Tiga Guru Tripitaka; Subhakarasimha,
Vajrabodhi dan Amoghavajra datang dari
India untuk mendirikan sekte Chen-yen
selama waktu Kekaisaran Hsuan-tsung.
Sebagai sebuah kesimpulan, sekte lain
seperti Tien-t’ai dan Karangan Bunga
saling memandang rendah dan setiap
orang dari Kekaisaran sampai umat awam
No.004/ Januari 2005
percaya terhadap perbedaan antara Chenyen dan Saddharma Pundarika Sutra
adalah sangat besar bagaikan langit dan
bumi. Setelah itu, pada waktu Kekaisaran
Te-tsung, Maha Guru Miao-le memahami
Chen-yen tidak dapat dibandingkan
dengan Saddharma Pundarika Sutra,
tetapi sejak itu Beliau menekan secara
tegas mengenai hal ini, sehingga tidak
seorangpun mengetahui perbandingan
keunggulan antara sekte Teratai dan
Chen-yen.
Selama rentang waktu
Kekaisaran ke-30 Kimmei, Buddha
Dharma tersebarluas ke Jepang untuk
pertama kalinya melalui Kerajaan
Paekche. Kemudian lebih dari 30
tahun sejak pengenalan itu, perdebatan
memanas antara pendukung Buddhis dan
penduduk Shinto. Selama rentang waktu
raja yang berkuasa ke-34, Maharani
Suiko, Pangeran Shotoku untuk pertama
kalinya secara resmi mendirikan Buddha
Dharma di Jepang. Dua Bhiksu Tinggi,
Hyegwan dari Koguryo dan Kwalluk
dari Paekche, datang ke Jepang dan
mendirikan sekte Sanron. Pada masa
Kekaisaran Kotoku, Bhiksu Dosho ingin
pergi ke China, menyebarkan Buddhisme
Zen di Jepang setelah kepulangannya.
Selama masa Kekaisaran Temmu,
Chiho membawa ajaran Hosso dari Silla.
Kemudian, selama masa Kekaisaran ke-44
Gensho, Guru Tripitaka Subhakarasimha
membawa masuk Sutra Dainichi, tetapi
tidak tersebarkan secara luas. Pada
waktu Kekaisaran Shomu, Bhiksu Tinggi
Shen-hsiang dan Kepala Bhiksu Roben
membawa ajaran Kegon. Pada masa
Kekaisaran ke-46 Koken, Yang Mulia
Bhiksu Chien-chen membawa ajaran
Ritsu dan Saddharma Pundarika Sutra,
tetapi dia hanya menyebarluaskan Sekte
Ritsu dan tidak Saddharma Pundarika
Sutra.
Pada bulan ketujuh tahun
Enryaku ke-23 (804), selama rentang
waktu Kekaisaran ke-50 Kammu, Maha
Guru Dengyo ingin pergi ke China
dengan ijin kekaisaran dan menerima
metode meditasi dan kebijaksanaan dari
Sekte Teratai dari Tao-sui dan Hsingman, yang mana keduanya merupakan
murid dari Maha Guru Miao-le. Maha
Guru Dengyo juga menerima aturan
prilaku dari Bodhisattva dari Guru Ajaran
Tao-hsuan melalui kedua guru tersebut.
Beliau, selanjutnya menerima Dharma
rahasia dari Chen-yen dari Yang Mulia
Shun-hsiao sebelum kembali ke Jepang.
Hal Ini memperlihatkan kepada Beliau,
tentang perbandingan keunggulan
antara ajaran Shingon dan Hokke tidak
dapat sesuai dengan pendapat dari
sekte-sekte China. Selanjutnya, Beliau
membandingkan penafsiran dari Sutra
Buddha Dainichi dan Sutra Saddharma
Pundarika melalui dirinya sendiri,
memutuskan tidak hanya bahwa Sutra
Buddha Dainichi lebih rendah dari
Saddharma Pundarika Sutra, tetapi juga
komentar mengenai hal ini23 telah dicuri
dari pemikiran Tien-t’ai dan menaruhnya
di Sekte Shingon. Tersinggung melihat
bahwa Sutra Buddha Dainichi, sutra
dasar dari Sekte Shingon, diremehkan,
Guru Agung Kobo kemudian mencoba
untuk menata ulang reputasi dari
Sekte Shingon dengan mengeluarkan
pernyataan, “Saddharma Pundarika Sutra
lebih rendah tidak hanya terhadap Sutra
Buddha Dainichi tetapi juga terhadap
Sutra Karangan Bunga.” Bagaimanapun,
jika Guru Agung Jikaku dan Chisho
tidak menyebarluaskan doktrin dari
Guru Agung Kobo di Gunung Hiei
dan di Kuil Onjoji24, pandangan keliru
Guru Agung Kobo tidak akan menjadi
tersebarluas di Jepang. Guru Agung
Jikaku dan Chisho tidak setuju bahwa
Sutra Karangan Bunga lebih unggul
daripada Saddharma Pundarika Sutra,
tetapi menerima hubungan keunggulan
antara Saddharma Pundarika Sutra dan
Sutra Buddha Dainichi dari Shingon,
mereka melengkapi persetujuan dengan
Guru Agung Kobo. Kedua ini tidak
terwujudnyata, tetapi secara tak sengaja
mereka menjadi musuh besar dari Guru
Agung Dengyo.25
Banyak Bhiksu Tinggi
di Jepang setelah mereka bertambah
bijaksana dan berbudi, tetapi mereka
tidak menyamai ke Tiga Guru Agung
Kobo, Jikaku dan Chisho. Sebagai
kesimpulan, untuk lebih dari 500
tahun sampai hari ini, semua orang di
Jepang telah menerima Shingon (dan
ini berdasarkan Sutra Buddha Dainichi)
adalah lebih unggul dari Saddharma
Pundarika Sutra. Selain itu, mereka yang
telah mempelajari Buddhisme Tendai dan
melaksanakan Shingon adalah tidak sama
dengan Saddharma Pundarika Sutra,
9
mereka tidak berani bersuara, takut akan
mendatangkan kemurkaan seperti aturan
pengucilan dari bangsawan di Kuil
Ninnaji dan Kepala Bhiksu di Gunung
Hiei. Mereka yang belajar Buddhisme
Tendai tanpa mengerti bahwa Shingon
adalah tidak sama dengan Saddharma
Pundarika Sutra, mungkin dikatakan,
“Shingon dan Saddharma Pundarika
Sutra adalah tidak sama tingkatannya.”
Bhiksu Shingon, bagaimanapun, hanya
memperolok sambil berkata, “Ini adalah
kesalahan yang tidak masuk diakal,” dan
sulit membuat mereka serius.
Konsekwensinya, ratusan
ribu kuil dan tempat suci di seluruh
Jepang termasuk Sekte Shingon. Sama
jika kemungkinan dimana kuil-kuil
dimana ajaran Shingon dan Hokke
dilaksanakan, mereka menyuguhkan
Shingon sebagai raja dan Saddharma
Pundarika Sutra sebagai penerima; atau
meskipun beberapa belajar kedua-duanya
Shingon dan Hokke, mereka semua secara
pribadi percaya Shingon lebih unggul.
Kepala kuil dan pegawai pengurus
semua anggota dari Sekte Shingon, dan
adalah sebab yang alami, sesuatu yang
lebih kecil mengikuti mereka yang lebih
unggul, orang di Jepang semua adalah
anggota dari Sekte Shingon.
Sama halnya dengan semua
orang di negeri Jepang hanya perkataan
dibibir saja mengenai sutra ini, dengan
berkata, “Saddharma Pundarika Sutra
adalah yang terunggul,” dalam pikiran
mereka dikuasai oleh pemikiran ini
“Saddharma Pundarika Sutra adalah yang
kedua” atau sama “Saddharma Pundarika
Sutra berada ditempat ketiga.” Mereka
melakukan hal ini tidak hanya dalam
pikiran saja tetapi juga dalam perkataan
dan perbuatan. Setelah meninggalnya
Guru Agung Dengyo, tidak terdapat
pelaksana Saddharma Pundarika Sutra
lebih dari 500 tahun dimana orang yang
membaca, “Saddharma Pundarika
Sutra adalah yang terunggul” dengan
badan, mulut dan pikiran. Selanjutnya,
saya meragukan para pelaksana, siapa
yang “Sepertinya Menjaga Saddharma
Pundarika Sutra ini” akan muncul.
Sebagaimana ramalan dari Sang Buddha
Sakyamuni dalam Bab X “Guru Dharma”
Saddharma Pundarika Sutra, “Banyak
orang yang akan membenci sutra ini
dengan penuh kedengkian selama
No.004 / Januari 2005
hidupKu. Demikian jugalah, orangorang pada masa setelah kemoksaanKu.”
Semua orang dalam masa akhir dharma,
mulai dari Kekaisaran sampai ke rakyat
biasa, semuanya menjadi musuh besar
dari Saddharma Pundarika Sutra.
Saya, Nichiren, anak seorang
nelayan di tepi laut di daerah Tojo,
Nagasa, dalam propinsi Awa, dimana
adalah daerah ke-12 dari 15 propinsi
dalam daerah Tokaido. Pada umur 12
tahun, Saya pegi ke Kuil Kiyosumi-dera
(Seicho-ji) dalam daerah Tojo untuk
belajar. Meskipun, sejak saat itu selalu
berpindah-pindah tempat, walaupun
itu banyak terdapat kuil, tidak terdapat
satupun sekte disana. Inilah kenapa saya
mengunjungi beberapa propinsi lainnya
yang merupakan bagian dari pelatihan
dan pembelajaran saya. Karena saya
tidak mempunyai seorang guru yang
dapat mengajarkan saya, adalah sangat
sulit untuk belajar tentang keaslian dari
kesepuluh sekte dan membandingkan
keunggulan diantara mereka; jadi saya
sungguh-sungguh berdoa, memohon
kepada para Buddha dan Bodhisattva
untuk membimbing saya, dan
membabarkan ajaran dari semua sutra.
Sebagai hasilnya, ketika saya meneliti
ke sepuluh sekte; Sekte Kusha26 terlihat
sebagai ajaran yang dangkal sesuai
dengan prinsip ajaran Hinayana. Sekte
Jojitsu merupakan campuran Mahayana
dan Hinayana, jadi ini adalah sebuah
kesalahan. Sekte Ritsu, aslinya adalah
ajaran Hinayana, kemudian mengubah
diri kepada ajaran sementara Mahayana27
dan sekarang kepada ajaran Mahayana
sesungguhnya. Disamping itu, mereka
ajaran Ritsu dari Guru Agung Dengyo
yang diterima dari Tao-sui, dimana
adalah berbeda dari Sekte Ritsu yang
ada disini. Sekte Hosso, aslinya adalah
ajaran dangkal dari Mahayana sementara,
berkembang dengan tidak tahu malu
mengakui diri sama dengan ajaran
Mahayana sesungguhnya, dan pada
akhirnya mencoba berusaha menjadi sekte
Mahayana sesungguhnya seperti Tendai.
Ini sama seperti Taira Masakado dan
Fujiwara Sumitomo yang memberontak
kepada Kekaisaran. Sekte Sanron,
dimana menyebarkan ajaran Mahayana
sementara, doktrin dari kekosongan, lalu
percaya bahwa ajaran mereka adalah
Mahayana sesungguhnya. Sekte Kegon
berkata bahwa ia adalah sekte Mahayana
sementara, tetapi lebih unggul dari sekte
lainnya, hal ini sama seperti Kerajaan
Regent atau Chancellor. Ini seperti
menempatkan Saddharma Pundarika
Sutra seperti seorang pemberontak
terhadap raja yang agung. Sekte Jodo
adalah sekte ajaran sementara Mahayana,
tetapi Shan-tao dan Honen sangat pintar
membabarkan semua sutra termasuk
Sutra Tanah Suci kepada orang yang
ingin lebih maju dan Tiga Sutra Tanah
Suci agar mudah dimengerti. Mereka
juga mengajarkan kepada orang-orang
sesuai dengan kemampuan mereka untuk
mengerti adalah suatu hal yang bagus28
selama periode Kebenaran dan Kepalsuan
Dharma, tetapi adalah bodoh selama
masa akhir dharma. Kemudian mereka
menetapkan bahwa Nembutsu adalah
ajaran yang sesuai untuk orang yang
rendah kemampuannya pada masa akhir
dharma. Berdasarkan kepada kemampuan
setiap orang dan tidak pada kebenaran
doktrin, mereka membantahi semua
ajaran suci seumur hidup Sang Buddha
dan mendirikan Buddhisme Tanah
Suci. Sebagai contoh, ini adalah sama
seperti orang pintar memperdayakan
dengan pujian dan memberi hormat
kepada manusia dengan pikiran
bodoh untuk kepentingan beberapa
keuntungan, karena alasan itu seorang
arif bijaksana meninggalkan mereka.
Sekte Zen menegaskan bahwa mereka
adalah ajaran Dharma Sesungguhnya
disamping semua sutra suci dari Buddha
Sakyamuni babarkan selama hidupNya.
Ini adalah pikiran yang mengelikan untuk
membuang sutra suci Buddha Sakyamuni
dalam tujuan untuk mengikuti pikiran diri
sendiri sama seperti membunuh orangtua
untuk mendapatkan anaknya atau seorang
rakyat yang membunuh raja sendiri dan
mengambil tempatnya. Sekte Shingon
tidak hanya seorang pembohong besar
tetapi mereka juga menyembunyikan
keaslian mereka, orang-orang yang
bodoh tidak dapat melihat semua hal
ini dan tertipu. Pertama dari semuanya,
tidak ada sekte yang mengenal Shingon
di India, sebagaimana yang mereka
kata. Dimana terdapat bukti tentang
hal ini ? Dalam sebuah kasus, karena
Sutra Buddha Dainichi, dasar sutra dari
Sekte Shingon, telah dibawa ke Jepang,
kita dapat membandingkan dengan
10
Saddharma Pundarika Sutra dan terlihat
bahwa itu adalah tujuh tingkat dibawa
Saddharma Pundarika Sutra. Bukti ini
telah menjelaskan antara Sutra Buddha
Dainichi dan Saddharma Punarika Sutra,
tetapi Saya akan mengambil beberapa
kutipan kalimat disini. Sekalipun
demikian, Sekte Shingon mengklaim
Sutra Buddha Dainichi adalah seorang
raja yang mana dua atau tiga tingkatan
lebih unggul dari Saddharma Pundarika
Sutra. Ini adalah sungguh-sungguh
kesalahan yang fatal. Hal ini sama seperti
Liu-tsung dari Han (satu dari diantara 16
kerajaan) yang menghancurkan Kerajaan
Chin Barat dan membuat ini menjadi
kerajaan yang terakhir, Min-ti melayani
bagaikan seorang mempelai, dan Ch’aokao, orang yang berbahaya bagi Dinasti
Ch’in, merencanakan sebuah muslihat dan
berkeras hati mencapai tahta kerajaan. Ini
adalah sama seperti Brahman yang sangat
sombong di India membuat sebuah
patung Buddha Sakyamuni sebagai kaki
dari mimbar. Di China, tidak seorang pun
yang mengerti akan hal ini, juga di Jepang
tidak seorang pun telah memunculkan
kesalahan ini tentang Sekte Shingon
semenjak diperkenalkan di Jepang lebih
dari 500 tahun yang lalu.
Penyebabnya adalah sangat
tajamnya kebinggungan akan kebenaran
dari Buddha Dharma, kepentingan politik
telah ikut menyebabkannya, sampai
akhirnya negeri ini diserbu oleh kekuatan
dari luar negeri. Inilah kenapa Negeri
Jepang mengalami kemunduran. Hanya
saya, Nichiren, telah menwujudkan
hal ini. Untuk kepentingan Buddha
Dharma dan politik, Saya, Nichiren
menyusun inti sari kalimat-kalimat dari
berbagai sutra dalam satu bagian tulisan
dengan judul “Rissho Ankoku-ron”
(Strategi Menyebarkan Perdamaian
Keseluruh Negeri Dengan Menegakkan
Dharma Yang Sesungguhnya) dan
mengirimkannya kepada Bhiksu
Saimyoji. Saya menjelaskan semuanya
tentang hal ini secara lengkap dalam
tulisan, tetapi orang yang bodoh sangat
sulit untuk mengerti, Saya sekarang
secara langsung menjelaskan hal ini
dengan fakta-fakta.
Penguasa ke-82 Jepang,
Kaisar Gotoba, yang disebut “Raja
Dharma” setelah pensiun, mencoba
meruntuhkan Hojo Yoshitoki, Bupati
No.004/ Januari 2005
dari Keshogunan Kamakura. Pada
akhirnya, pada tanggal 15 bulan kelima
tahun Jokyu ke-3 (1221), bekas kaisar itu
menangkap Hangan Iga Taro Mitsusue29,
wakil shogun di Kyoto. Beliau mengalang
prajurit di lima propinsi di Kota Utama
dan tujuh daerah, mencoba dengan sia-sia
menaklukan Hojo Yoshitoki di Kamakura
dalam Propinsi Sagami. Beliau berhasil
ditaklukan oleh Hojo Yoshitoki, dan pada
akhirnya, bekas kaisar mengasingkan
diri ke Pulau Oki; dua dari pangerannya
dikirimkan ke Pulau Sado30 dan Propinsi
Awa 31 dengan hormat; dan ketujuh
pegawai istananya dipenggal lehernya.
Kenapa dia juga dapat ditaklukan secara
cepat ? Untuk seorang raja seperti beliau
untuk menaklukan Yoshitoki, rakyatnya
sendiri, hal ini bagaikan seekor elang
berusaha menangkap seekor merak atau
seekor kucing menangkap seekor tikus,
tetapi kenyataannya tidak sama bagaikan
jika seekor kucing dimakan oleh tikus
atau seekor elang dimangsa oleh seekor
merak.
Disamping itu, istana
Kekaisaran membuat usaha doa untuk
mendukung kekuatan Kamakura Bakufu
untuk menyerah. Kepala Kuil Tendai
Jien, ketua dari Sekte Shingon, Omura
(Kepala Bhiksu) dari Kuil Ninnaji,
Kepala Kuil Onjoji, dan bhiksu tinggi
arif bijaksana yang bercahaya bagaikan
matahari dan bulan, di tujuh atau lima
belas kuil besar di Nara semua berdoa
dengan darah, keringat dan air mata dari
hari ke-19 hari bulan ke-5 sampai hari
ke-15 dari bulan ke-6 mengunakan 15
altar untuk Dharma rahasia Shingon yang
didirikan oleh Tiga Guru Agung Kobo,
Jikaku dan Chisho. Terakhir, Omuro dari
Kuil Ninnaji, yang merupakan seorang
pangeran kerajaan, melaksanakan dalam
ruang utama dari Istana Kerajaan, doa
Dharma agung dimulai pada hari ke8 bulan keenam, setiap pendoa telah
bergantian secara terus menerus setiap
tiga kali. Kemudian, pada bulan ke-14,
tentara Kamakura mematahkan garis
pertahanan di Uji dan Seta dan menyerang
Kyoto, menangkap ke tiga bekas kaisar.
Mereka menyalakan api membakar Istana
Kekaisaran dan meratakannya. Kemudian
tentara mengasingkan ke tiga bekas kaisar
ke tiga propinsi dan memenggal kepala
ke tujuh pegawai istana. Diatas semua
ini, tentara menghancurkan sampai
ke Istana Omuro menangkap dan
memenggal Seitaka, pelayan tercinta
pangeran, yang tidak dapat menerima
kesedihan akan tragedi ini dan mati
dalam kesengsaraan. Kemudian, setelah
Seitaka dan ibunya meninggal, 10 juta
orang yang mendukung upacara doa ini
mati satu persatu atau menginginkan hal
itu. Semua hal ini terjadi hanya dalam
tujuh hari, antara hari ke-8 bulan ke-9,
sejak Omuro memulai doanya, dan pada
hari ke-14. 15 altar Upacara Dharma
Rahasia yang dilaksanakan dalam
kesempatan ini seperti Upacara Dharma
Agung Sebuah-Kata-Roda Mas, Empat
Raja Langit, Raja Penjaga Tak Bergerak,
Raja Penjaga Kekuatan Agung dan
Kebajikan, Raja Pemutar Roda Dharma,
Permata Pengabur Keinginan, Raja
Penjaga Cinta, Mata Buddha, Enam
Kata (Manjusri), Anak Permata (VajraKumara), Bodhisattva Penglihatan Luar
Biasa, Raja Penjaga Atavaka (Taigensui
Myoo), Sutra Perlindungan Negeri
dan sebagainya. Pelaksanaan Upacara
Dharma ini untuk mengalahkan musuh
negara, membunuh mereka dan mengirim
jiwa mereka ke Tanah Suci Persembahan
Gaib, dimana Buddha Dainichi berada.
Pelaksanaan doa ini dilakukan oleh
Bhiksu Tinggi dari tingkatan terbaik,
termasuk 41 orang yang berpengaruh
seperti Bhiksu Kepala Gunung Hiei,
Jien32, ketua dari Sekte Shingon pada
waktu itu, Pangeran Omura dari Kuil
Ninnaji, Bhiksu Ryoson dari Kuil Jojuin
di Mii, dan masih banyak lagi seperti 300
orang bhiksu yang menyertai mereka.
Selanjutnya doa Dharma, pelaksanaan,
dan segalanya begitu sempurna, kenapa
pihak kekaisaran dapat dikalahkan
dalam konflik ini ? Peristiwa kekalahan
mereka ini, tidak seorang pun mengetahui
alasan kenapa mereka begitu mudah dan
memalukan dapat dikalahkan. Untuk raja
menaklukan rakyat, ini adalah mudah
bagaikan burung elang terbang diatas
burung yang lebih rendah. Ini seharusnya
membutuhkan sedikitnya satu tahun atau
dua atau satu dekade atau dua untuk
kekuatan kekaisaran dapat dikalahkan
untuk alasan apapun juga, tetapi semua
ini dimulai pada hari ke-15 bulan ke-5
dan mereka dapat dikalahkan pada hari
ke-14 bulan ke-6, hanya membutuhkan
waktu 30 hari. Ditempat lain, Shogun
Daerah Yoshitoki tidak membutuhkan
11
serangkaian upacara, juga beliau tidak
berdoa atau tindakan balasan.
Dalam pendapat sederhana
saya, alasan dari apa yang telah terjadi ini
disebabkan orang-orang ini mengunakan
doa dengan Dharma palsu dari Shingon.
Pada mulanya hanya seorang yang
membuat kesalahan, menjadi sebuah
bencana bagi seluruh negeri. Sebagaimana
hanya doa seorang saja dapat membawa
kepada kehancuran satu atau dua negeri.
Selanjutnya, sebab ke 300 bhiksu sendiri
dengan raja melaksanakan doa Shingon,
menjadi musuh besar dari Saddharma
Pundarika Sutra, bagaimana tidak
membawa kepada kehancuran ? Iblis
besar Dharma merasuki seperti sebuah
bencana bergerak ke area Kanto secara
perlahan-lahan sejalan berlalunya waktu,
dan para Bhiksu Shingon mendapat
persetujuan Kepala Bhiksu dan pengawai
dari berbagai kuil dan mereka seringkali
melaksanakan pelayanan doa palsu.
Orang-orang di area Kanto didasarkan
pada semangat kepahlawanan negara,
siapa yang tidak tahu mengenai ajaran
ini adalah benar atau salah, percaya
secara sederhana dimana mereka harus
mendirikan altar dari Tiga Pusaka;
Buddha, Dharma dan Sangha. Jadi
secara alami, mereka menjadi penganut
dari Shingon. Oleh karena akibat dari
menimbunnya Dharma palsu Shingon
selama bertahun-tahun, Jepang akan
diserang oleh negara lain dan ini akan
terjadi kehancuran. Tidak hanya Kepala
Bhiksu di dalam delapan propinsi dalam
area Kanto, tetapi juga di Gunung Hiei,
Kuil Toji, Kuil Onjoji dan tujuh kuil
agung di Nara, semua berada dibawah
penguasaan Shogun Kamakura akan
dihancurkan. Sama seperti bekas kaisar
di Oki, Hojos telah menjadi penganut dari
iblis besar ajaran Shingon.
Tidak peduli ukuran negeri,
menjadi raja tergantung pada kehendak
dari Raja Surga Brahma, Indra, Dewa
Matahari, Dewa Bulan dan Empat Raja
Langit. Semua mahluk surgawi ini telah
berjanji menghukum, segera setelah
mereka menjadi musuh dari Saddharma
Pundarika Sutra. Sebab inilah, kaum
Bhiksu Taira Kiyomori, mewakili ke80 pertama pemerintah Kekaisaran
Antoku, dan dalam perintah untuk
Minamoto Yoritomo membuat Gunung
Hiei, menjadi kuil kaum mereka dan
No.004 / Januari 2005
membuat dewa pelindung tempat suci
Sanno menjadi dewa yang melindungi33.
Kaisar Antoku, selanjutnya, tenggelam
mati ke dalam laut di Dan no Ura, dan
Pendeta Myoun, Kepala Kuil Gunung
Hiei, dibunuh oleh Kiso Yoshinaka, juga
kaum Heike akan hancur pada waktunya.
Sekarang, bukti pertama dari kehancuran
hidup dari kepercayaan dalam Dharma
yang salah adalah kepunahan dari kaum
Heike, dan bukti kedua adalah ganguan
Jokyu.
Sebentar lagi penyerbuan
Mongol akan menjadi bukti ke tiga.
Tanpa mengindahkan peringatan dari
Nichiren, jika mereka mengunakan
Dharma palsu dari Shingon untuk
berdoa menahan ambisi Mongol, yang
akan terjadi dan kekuatan Jepang
akan menyerah. Dalam Bab XXV
“Bodhisattva Avalokitesvara” Saddharma
Pundarika Sutra dikatakan, “kutukan
akan kembali kepada pengutuknya.”
Jadi, ketika kita berpikir tentang ini,
Saddharma Pundarika Sutra adalah
jalan yang agung dimana memberikan
kita untuk menerima keuntungan tanpa
menyelesaikan hukuman. Minamoto
Yoritomo dapat menghancurkan Heike
melalui kebajikan beliau atas tekad hati
menerima Saddharma Pundarika Sutra,
dan memberikan bukti kepada orangorang akan mendapatkan keuntungan
dalam kehidupan sekarang.
Alasan saya, Nichiren,
dapat melihat kebenaran ini adalah
balasan untuk kasih sayang yang saya
terima dari kedua orangtua dan guru.
Bagaimanapun, orangtua saya telah
meninggal. Yang Mulia Dozen-bo yang
lalu adalah guru saya tetapi, sejak saya
menyebarluaskan Saddharma Pundarika
Sutra, beliau takut kepada Pejabat Tojo
Kagenobu, penganut Tanah Suci, dan
memperlihatkan kebencian kepada saya
sebagai seorang musuh meski dalam
hatinya, beliau pasti mempunyai rasa
simpati kepada saya. Kemudian, saya
mendengar beliau terlihat mempunyai
hati kepercayaan dalam Saddharma
Pundarika Sutra meskipun sedikit, tetapi
saya tidak tahu perasaan dia tentang ini
ketika beliau meninggal. Saya sangat
memperhatikan hal ini. Saya percaya
dia tidak akan jatuh kedalam neraka,
tetapi saya meragukan dia sendiri
mendapatkan penderitaan dalam hidup
dan kematian. Perasaan saya penuh
dengan penyesalan ketika saya berpikir
beliau mengkhawatirkan kelanjutan dari
bagian antara hidup sekarang dan akan
datang. Ketika Pejabat Tojo Kagenobu
mencoba untuk membunuh saya
dalam kemarahan34, kamu dan Gijo-bo
mengawal keamanan saya lari dari Kuil
Seicho-ji. Juga walaupun kamu tidak
melakukan sesuatu yang istimewa untuk
kepentingan Saddharma Pundarika Sutra,
saya menerima ini sebagai pelayanan
untuk Saddharma Pundarika Sutra, dan
saya yakin kamu berdua akan memotong
rantai hidup dan mati.
Tidak seorang pun pernah
menyebarluaskan Honzon ini dalam
dunia (jambudvipa) selama lebih dari
2,230 tahun sejak Buddha Sakyamuni
membabarkannya. Maha Guru Tien-t’ai
di China dan Dengyo di Jepang secara
jelas mengetahui hal ini, tetapi tidak
menyebarluaskan semua ini. Sekarang,
pada masa akhir dharma, ini pasti akan
tersebarluaskan. Saddharma Pundarika
Sutra, dinyatakan bahwa Bodhisattva
Pelaksana Unggul (Visistacaritra) dan
Pelaksana Tidak Terbatas (Anantacaritra)
akan terwujud secara nyata di dalam
dunia untuk menyebarluaskan sutra
ini, tetapi mereka belum terwujud.
Saya, Nichiren, bukanlah
seorang manusia yang agung seperti para
bodhisattva, sekarang saya telah mengerti
hal ini secara jelas. Jadi sebagai seorang
pelopor, sampai bodhisattva muncul dari
bumi timbul, saya banyak atau sedikit
telah menyebarluaskan sutra ini dan
menjadi ujung tombak kalimat ramalan
tentang “Waktu setelah kemoksaanKu”35
dalam Bab “Guru Dharma” Saddharma
Pundarika Sutra. Ini adalah harapan saya
untuk mewariskan kebajikan saya kepada
kedua orangtua saya, guru saya dan
semua orang di dunia. Ini disampaikan
kepadamu agar mengetahui hal ini secara
jelas, saya mengirimkan kamu tulisan
ini untuk menjawab pertanyaanmu.
Sederhananya untuk kepentingan
pelaksana lainnya seperti Shingon dan
Nembutsu dan doa diri sendiri sebelum
Honzon ini untuk masa depan hidupmu.
Saya akan menulis kepadamu lagi, jadi
harap menerima salam dari saya untuk
para bhiksu pengikutmu.
Tertanda, Nichiren
12
Catatan kaki:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Dalam Sutra Pengertian Yang Tak
Terkira, sebuah tulisan penjelasan
untuk Saddharma Pundarika
Sutra, ini bagian dalam lebih 50
tahun ajaran Kebenaran belum
mewujudkannya.
Nirmanakaya Dangkal : Buddha
Sakyamuni
sejarah
yang
membabarkan ajaran Tripitaka.
Nirmalakaya Unggul: Buddha
Sakyamuni sejarah yang merupakan
bentuk sempurna dan hanya
dapat dilihat oleh mereka yang
mempunyai kemampuan tinggi.
Sang Buddha yang telah mencapai
Penerangan Agung untuk pertama
kali dibawah pohon bodhi.
Kelima mata antara lain; mata
manusia, mata surga, mata
kebijaksanaan, mata dharma dan
mata Buddha.
Trikaya atau Tiga Tubuh dari
Sang Buddha yang terdiri dari
Dharmakaya atau Tubuh Dharma,
Sambhogakaya atau Tubuh
Kebajikan, dan Nirmanakaya atau
Tubuh Perwujudan.
Semua sutra yang dibabarkan
sebelum Saddharma Pundarika
Sutra.
Berhubungan dengan Sutra
Pengertian Yang Tak Terkira,
yang mana adalah pengantar dari
Saddharma Pundarika Sutra.
Berhubungan dengan Sutra Meditasi
Samantabhadra, dimana merupakan
bagian dari Saddharma Pundarika
Sutra dan Sutra Mahayana
Mahaparinirvana.
Kutipan dari “Guru Dharma” bab
dari Saddharma Pundarika Sutra.
Kutipan dari Bab “Pelaksanaan
Yang Tenang” dari Saddharma
Pundarika Sutra.
Ke-empat sekte lain yakni Kusha,
Jojitsu, Ritsu dan Kegon
Yamashiro, Yamato, Kawachi,
Izumi dan Settsu.
Tokai, Tosan, Hokuriku, San’in,
Sanyo, Nankai dan Saikai.
Lima ki dan 7 do termasuk 66
propinsi.
Iki dan Tsushima.
Bodhisattva Kochi adalah seorang
bhiksu dari Kuil Onodera di
Shimotsuke, yang belajar pertama
kali dibawah seorang murid dari
Ganjin bernama Dochu, dan
kemudian, belajar doktrin Tendai
langsung dibawa Saicho dan
menyebarluaskannya dalam area
No.004/ Januari 2005
Kanto.
18. Enam sekte di Nara, termasuk
Sekte Kusha, Jojitsu, Ritsu, Hosso,
Sanron dan Kegon.
19. Murid dari Saicho, dari propinsi
Sagami, yang menyertai Saicho ke
China sebagai penerjemah beliau.
20. Enam sekte di Nara dan tambahan
selain sekte Hokke dan Shingon.
21. Kepala Bhiksu ke-2 di Gunung Hiei
dan seorang murid dari Saicho.
22. Murid lain dari Saicho.
23. Teristimewa “Petunjuk Sutra
Buddha Dainichi” oleh Acharya
I-hsing.
24. Mereka berdua menerima ajaran
Shingon sebagai intisari.
25. Pendiri dari Sekte Tendai Jepang
yang mana termasuk mereka.
26. Sebuah sekte dimana diajarkan dari
pengamatan dari fenomena dunia.
27. Dalam kata lain adalah ajaran
Mahayana yang tepat.
28. Pada masa akhir dharma semua
orang mempunyai kemampuan
yang tinggi untuk mengerti Buddha
Dharma.
29. Mitsusue adalah pelindung Kyoto
di Rokuhara.
30. Kaisar Juntoku.
31. Bekas Kaisar Tsuchi Mikado.
32. Kepala Kuil Gunung Hiei.
33. Sebuah pertentangan yang melawan
Saddharma Pundarika Sutra.
34. Suatu hari dari Rikkyo Kaishu
dalam tahun Kencho ke-5 (1253)
35. Pernyataan ramalan tentang orang
yang akan menyebarluaskan
Saddharma Pundarika Sutra akan
mendapatkan penganiayaan setelah
kemoksaan Buddha Sakyamuni.
SHAKYO - MENYALIN ODAIMOKU
Oleh YM.Bhiksu Kanto Tsukamoto
P
ada tanggal 28 April 1253, di
puncak Asahigamori Gunung
Kiyosumi, Nichiren Shonin
menerima dan menyebut Odaimoku,
Namu Myoho Renge Kyo, untuk
pertama kalinya dan memproklamasikan
berdirinya ajaran Nichiren Buddhism.
Pada tahun 2002 ini, kita merayakan
peringatan tentang peristiwa ini yang
ke 750 tahun. Nichiren Shu mengikuti
janji dari Nichiren Shonin, dimana agar,
“Semoga seluruh mahluk hidup didunia
dapat hidup berdasarkan Saddharma
Pundarika Sutra” dan mengadakan
penyebaran untuk menyalin Odaimoku.
Ide untuk menyebarluaskan kegiatan
menyalin Odaimoku dan menyimpannya
secara tetap di dalam monument yang
terdapat di Kuil Seichoji, Chiba – Jepang,
adalah sebuah tempat suci dari berdirinya
Nichiren Buddhism. Kegiatan ini tidak
hanya dilaksanakan di seluruh Jepang,
tetapi juga diseluruh dunia. Ribuan
salinan Odaimoku telah dikirimkan ke
Kuil Seichoji, dimana mereka disimpan
dalam sebuah kapsul waktu. Kapsul yang
pertama telah penuh dengan salinan
Odaimoku, dan akan dilanjutkan pada
kapsul kedua dan seterusnya.
Terdapat banyak alasan kenapa
orang harus menyalin Odaimoku.
“Setelah kesibukan saya sehari-hari, saya
mendapatkan ketenangan dan kedamaian
pikiran dengan melaksanakan kegiatan
ini.” “Tulisan kaligrafi saya menjadi lebih
baik.” “Saya ingin mendapatkan sedikit
ketenangan, tetapi sekarang jauh lebih
baik.” ”Saya mendapatkan kedamaian
pikiran lebih dalam daripada apa yang
saya dapatkan dari meditasi zen, dan saya
dapat lebih mudah untuk kosentrasi.”
“Saya tidak membuat kesalahan sekecil
apapun dalam kerja.” “Setelah saya
melaksanakan penyalinan Odaimoku,
saya mendengarkan musik yang indah.”
Tetapi banyak orang yang tidak tahu
bagaimana melaksanakan penyalinan
Odaimoku. Sekarang dalam artikel
ini, saya akan menjelaskan bagaimana
melakukan Shakyo.
13
Kebajikan dari Menyalin Sutra
Menyalin
Sutra
telah
dilaksanakan sejak abad 1SM. Materi
yang digunakan kebanyakan adalah daun,
kulit pohon, kain. Salinan sutra yang tertua
diatas kulit pohon telah ditemukan di Asia
Tenggara. Yang menarik adalah dalam
Buddhisme Theravada tidak dibabarkan
kebajikan dari menyalin sutra, tetapi
dalam Buddhisme Mahayana terdapat
begitu banyak ajaran tentang kebajikan
dari menyalin Sutra. Ini disebabkan,
dalam Buddhisme Theravada, ajaran
kebanyakan disampaikan secara lisan,
dan dalam Buddhisme Mahayana,
mereka mencoba menyalin sutra
untuk disebarluaskan agar tidak terjadi
kesalahan. Saddharma Pundarika Sutra
secara jelas membabarkan tentang
kebajikan dari menyalin Sutra sebagai
berikut:
“Putra-putri yang baik,
yang menjaga, membaca, menerima,
membabarkan atau menyalin Sutra
ini, Saddharma Pundarika Sutra
akan mendapatkan 800 kebajikan dari
mata, 1200 kebajikan dari telinga, 800
kebajikan dari hidung, 1200 kebajikan
dari lidah, 800 kebajikan dari badan,
dan 1200 kebajikan dari pikiran.
Mereka akan mendapatkan keindahan
dan kesucian dari enam panca indera
mereka dengan kebajikan ini.” Bab 19,
Kebajikan dari Guru Dharma.
“Jika seseorang yang menjaga,
membaca, menerima, membabarkan
dan menyalin meskipun sebait sajak
dari Saddharma Pundarika Sutra,
dan menghormati salinan sutra ini
sebagaimana Ia menghormati Aku
(Sang Buddha), dan mempersembahkan
bunga, dupa, kalung…kepadanya, atau
hanya merangkapkan tangan (anjali)
menghormat kepadanya, Ia akan
dihormati oleh seluruh dunia karena
welas asihnya kepada seluruh mahluk
hidup. Orang-orang seperti inilah yang
akan menjadi seorang Buddha.” Bab.
10, Guru Dharma
“Seseorang yang menyalin,
No.004 / Januari 2005
menjaga, membaca dan menerima sutra
ini, membuat persembahan kepadanya,
dan membabarkannya kepada orang
lain setelah kemoksaanKu, akan
dilindungi oleh rasa welas asihKu.”
Bab.10 Guru Dharma
“Seseorang yang menjaga,
membaca atau menerima sutra ini,
membabarkannya kepada orang lain,
menyalinnya, menyebabkan orang
lain menyalinnya, atau membuat
persembahan kepada salinan itu setelah
kemoksaanKu, tidak lagi perlu membuat
sebuah Stupa atau Kuil, atau membuat
persembahan kepada Sangha. (Sebab ia
telah menerima kebajikan yang sama.)”
Bab. 17 Beragam Kebajikan.
“Seseorang yang menjaga,
membaca dan menerima Saddharma
Pundarika Sutra, mengingatnya
secara benar, mempelajarinya,
dan menyalinnya, dianggap telah
melihatKu, dan mendengarkan Sutra
ini dari mulutKu.” Bab. 28 Bodhisattva
Samantabhadra.
Kemudian, menyalin Sutra
diakui sebagai sebuah pelaksanaan yang
terpenting dengan kebajikan besar. Dalam
Saddharma Pundarika Sutra, Buddha
Sakyamuni menyatakan terdapat Lima
Jenis Pelaksanaan sebagai pelaksanaan
utama bagi yang mengikuti Sutra ini.
Lima Jenis Pelaksanaan itu adalah:
Menjaga, Membaca, Menerima,
Membabarkan dan Menyalin Sutra.
Nichiren Shonin mengajarkan bahwa
Menjaga Saddharma Pundarika Sutra
adalah yang terpenting, jadi kita harus
menyebut Odaimoku, mempunyai
hati kepercayaan yang mendalam dan
pelaksanaan untuk menwujudnyatakan
ajaran ini.
Menyalin Odaimoku
Nichiren Shonin mengajarkan
dalam tulisan Beliau “Kanjin Honzon
Sho, “Semua perbuatan baik dan
Kebajikan dari Buddha Sakyamuni
dinyatakan dalam judul dari Saddharma
Pundarika Sutra, “Myoho Renge Kyo.”
Betapapun besarnya karma buruk kita,
kita akan secara alami dikaruniai
dengan seluruh perbuatan dan
kebajikan dari Sang Buddha jika kita
berpegang pada kelima aksara ini."
Dalam kata lain, ke Lima
Aksara dari Myo Ho Ren Ge Kyo
tidaklah sesederhana seperti sebuah
judul dari Saddharma Pundarika Sutra,
tetapi mereka memiliki kekuatan yang
luar biasa untuk menyelamatkan umat
manusia. Menyalin Odaimoku adalah
sebuah pengalaman dari kekuatan
yang luar biasa ini, dan ini juga akan
memberikanmu kedamaian pikiran dan
kesempatan untuk memunculkan Bibit
Buddha mu.
Nichiren Shonin meletakkan
point penting dalam kata-kata Buddha
yang terdapat dalam Bab.21, “Seluruh
ajaran dari Sang Buddha, seluruh
harta pusaka yang tersembunyi dari
Sang Buddha, seluruh penghargaan
yang terdalam dari Sang Buddha
dinyatakan dan dibabarkan secara
jelas dalam sutra ini. Oleh karena
itu, Menjaga, Membaca, Menerima,
Membabarkan dan Menyalin Sutra
ini, dan melaksanakan sesuai dengan
ajaran ini dengan sepenuh hati mu
setelah kemoksaanKu.”
menjadi kosong / bersih.
Cara Untuk Menyalin Odaimoku
4. Menyalin Odaimoku
Ambil kuas atau pena, dan mulailah
menyalin Odaimoku.
Menyalin Odaimoku berarti
bahwa kamu menulis tujuh aksara dari
Na Mu Myo Ho Ren Ge Kyo, jadi ini
sedikit sulit untuk melakukannya jika
hanya menyalin sekali saja. Karena itu,
kami menyarankan agar melaksanakan
penyalinan Odaimoku itu berulang kali.
Ini adalah sama seperti menyebutnya.
Ketika kamu telah siap dan bisa
melaksanakannya, silahkan menyalin
Odaimoku itu diatas kertas khusus
Odaimoku yang diperoleh dari Kuil
kalian.
Sikap Dalam Menyalin Odaimoku
1. Sucikan / bersihkan tubuhmu
Meskipun kamu hanya menyalin tujuh
aksara, ini adalah sama seperti kamu telah
menyalin keseluruhan dari Saddharma
Pundarika Sutra. Sebelum kamu memulai
menyalin, bersihkan terlebih dahulu
tubuhmu dengan mencuci tangan dan
membersihkan mulutmu.
2. Meditasi / Konsentrasi
Lakukan meditasi selama tujuh atau
sepuluh menit agar mendapatkan
ketenangan dan buatlah pikiran kamu
14
3. Membaca Sutra
Ketika kamu telah mendapatkan
konsentrasi dalam pikiranmu, letakkan
tangan kamu bersamaan dalam posisi
Gassho / anjali, sebutlah Odaimoku tiga
kali, kemudian baca mengikuti setiap
katanya.
“Seseorang yang menjaga,
membaca, dan menerima Saddharma
Pundarika Sutra ini, mengingatnya
dengan benar, mempelajarinya,
melaksanakannya, dan menyalinnya,
telah melihat Sang Buddha Sakyamuni,
dan mendengarkan sutra ini dari mulut
Sang Buddha.
Dia telah membuat persembahan
kepada Sang Buddha. Dia telah memuji
Sang Buddha dengan kata-kata yang
luar biasa indahnya. Dia telah dibelaibelai atau diusap-usap kepalanya oleh
Sang Buddha. Dia telah ditutupi atau
dilindungi oleh jubah Sang Buddha.
Namu Myoho Renge Kyo.”
5. Selesai Menyalin
Ketika kamu telah selesai menyalinnya,
silahkan membaca ini dalam doa.
“Semoga seluruh mahluk
hidup diberkati dengan kebajikan ini,
dan bersama-sama mencapai Kesadaran
Buddha. Namu Myoho Renge Kyo, Namu
Myoho Renge Kyo, Namu Myoho Renge
Kyo”
Bahan-Bahan
Odaimoku
Untuk
Menyalin
Kamu harus mengunakan
sebuah pena atau kuas. Kertas khusus
untuk Odaimoku yang telah tersedia
di kuil-kuil Nichiren Shu. Kamu harus
menyalin Odaimoku ini sebanyak
mungkin. Salinan Odaimoku ini akan
disimpan di Kuil Seichoji. SELESAI.
Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra,SE
No.004/ Januari 2005
Bimbingan Oleh:
YM.Bhiksuni Myosho Obata
(Bhiksuni Pembimbing Indonesia)
MENDENGARKAN ORANG LAIN
S
ang Buddha sering berkata,
“Terdapat begitu banyak
penderitaan dalam hidupmu,
selama kamu tinggal di dunia ini. Ketika
kamu lahir ke dunia, penderitaan itu
dimulai. Kamu akan menjadi tua, sakit
dan kemundian meninggal dunia.” Kamu
tidak dapat lari, dari semua itu karena
ini adalah kenyataan. Tidak hanya ini
penderitaan mu. Ketika kamu kehilangan
atau terpisah dari seseorang yang kamu
cintai, ini adalah sebuah sebab nyata yang
akan membuat kamu menderita. Segala
sesuatu yang kamu inginkan, tetapi kamu
tidak bisa mendapatkannya, semua ini
adalah penderitaan. Atau, meskipun kamu
telah memperoleh semuanya yang kamu
inginkan, kamu tidak akan pernah puas.
Sebagai contoh, ketika kamu mendapat
seorang suami/istri yang baik, atau
menjadi kaya raya dan berhasil dalam
kehidupan, tidak ada sesuatu masalah
yang terjadi, tetapi pada kenyataannya,
perasaan kamu merasa kosong dalam
pikiranmu. Ini adalah awal dari sebuah
penderitaan.
Masalahnya adalah ketika
kamu sedang menderita, kamu tidak
dapat melihat kapan itu semua akan
berakhir. Kelihatannya penderitaan itu
terus berlanjut tanpa henti, tidak ada
akhirnya. Sekarang, andaikata perasaan
kamu sedang berada dalam kesedihan
atau sakit, apa yang mesti kamu lakukan?
atau, saya harus berkata, apa yang kamu
ingin, orang-orang disekitar kamu lakukan
untukmu? Saya tahu bahwa terdapat
banyak ide dan pikiran yang kamu punya,
tetapi satu hal yang pasti dan semua
orang pasti setuju dengan saya adalah,
kamu ingin seseorang mendengarkan
dirimu. Ketika kamu sedang sedih atau
mengalami depresi, kamu akan gembira
bila dapat berbicara dengan teman tentang
apa yang sedang terjadi denganmu.
Kenapa kamu ingin berbicara? sebab,
setelah memberitahukan cerita tentang
kesedihanmu kepada temanmu, kamu
merasa dan percaya bahwa kamu
berharga bagi temanmu. Tetapi meskipun
jika kamu telah memberitahukan tentang
segala kesedihanmu yang mendalam,
kamu tidaklah sepenuhnya menjadi
sembuh, rasa sakit masih tetap ada
disekitar kamu.
Tetapi apakah jika tidak terdapat
teman disekitar kamu, ini berarti tidak ada
harapan bagimu untuk sembuh? Tidak,
Sang Buddha selalu mendengarkanmu,
cobalah lihat Buddha yang ada dikuil
kita, bukankah terlihat bahwa telinga
Buddha begitu besar? Dibandingkan
dengan telinga, mulutnya selalu
tersenyum. Menurutmu kenapa mereka
terlihat seperti itu? Mari saya beritahukan
kepadamu tentang pendapat pribadi
saya. Ini adalah karena Buddha selalu
mendengarkanmu. Selalu, berarti mereka
selalu senang memberikanmu saransaran. Pertama, semua Buddha selalu
siap untuk mendengarkan pengakuanmu
tentang segala derita, dan kesedihanmu.
Inilah kenapa, saya percaya, bahwa para
Buddha itu mempunyai telinga yang
panjang dan besar. Jadi, ketika kamu
berada dalam masalah, atau dalam
15
keadaan sakit, janganlah putus asa !
jangalah berpikir bahwa kamu tidak
diinginkan. Silahkan datang untuk
melihat Buddha, duduklah didepanNya,
dan beritahukan kepada Buddha segala
sesuatu yang ada dalam pikiranmu. Saya
percaya bahwa para Buddha segera akan
mendengarkanmu. Bagaimanapun, dalam
ajaran Mahayana, khususnya berdasarkan
kepada Saddharma Pundarika Sutra,
ini tidaklah cukup, maksud saya
hanya menemukan seseorang untuk
mendengarkanmu tidaklah cukup untuk
menjadi seorang Bodhisattva. Kemudian
apa yang dapat kita lakukan? Kamu dapat
menjadi seorang pendengar, ketika
kamu sedang menderita, kamu akan
memperoleh pertolongan dari teman
atau dari Buddha, tetapi ketika kamu
telah keluar dari penderitaan / sakit,
kamu harus menyadari dan siap untuk
mendengarkan juga segala penderitaan
orang lain. Komentar tidaklah diperlukan,
hanya cukup dengarkan mereka dengan
seluruh pikiran dan jiwa untuk mereka.
Harap, janganlah lupa berapa
banyak budi yang kamu dapatkan
ketika seseorang yang kamu percaya
mau mendengarkanmu, inilah kenapa
sekarang kamu harus melakukan hal yang
sama kepada semua yang menderita.
“Terdapat sebuah pertanyaan
yang sering ditanyakan, kenapa saya
dilahirkan ke dunia ini ? jawaban saya
adalah, tidak ada sesuatupun didunia ini
yang tidak mempunyai nilai, ini termasuk
dirimu. Karena kamu ada disini, kamu
dapat menolong seseorang. Suatu hari
orang-orang disekitarmu akan sangat
senang karena dirimu.” Ini adalah apa
yang Buddha coba beritahukan kepada
kita. Ini adalah intisari dari Saddharma
Pundarika Sutra. Terima kasih kepada
kalian yang telah datang dan untuk
mendengarkan saya. SELESAI.
No.004 / Januari 2005
Riwayat Hidup Nichiren Shonin (Bag.3,Selesai)
Oleh: Sidin Ekaputra,SE
Insiden di Tatsunokuchi
N
ichiren kembali ke Kamakura
pada awal tahun 1268. Pada
tanggal 18 Januari tahun yang
sama, seorang utusan kerajaan Korea
datang di Dazaifu di Kyushu dengan
membawa surat-surat dari raja Korea
dan Mongolia. Seluruh Jepang terkejut
dengan ancaman penyerang Mongolia ini.
Sebaliknya, para pengikut Nichiren justru
bangga atas pandangan jauh guru mereka.
Mereka yang mengucapkan Daimoku
semakin hari dan dari tahun ke tahun
semakin bertambah. Mereka mengkritik
pemerintahan Jepang dan para penganut
sekte Nembutsu dengan mengatakan
bahwa mereka seharusnya menyebutkan
Daimoku untuk menyelamatkan Jepang.
Pemerintahan kemudian memutuskan
untuk menekan penganut ajaran Nichiren
untuk mengkontrol agama di Jepang.
Adalah
suatu
ketidak
beruntungan yang sangat besar bagi
penganut ajaran Nichiren atas terbunuhnya
menteri peperangan Nagasaki Yoritsuna,
yang sangat sombong dan kejam, pada
tahun 1294 dalam usahanya yang gagal
untuk mendudukkan putranya sebagai
Wali pemerintahan Kamakura. Sebelum
mengisahkan penekanan yang terjadi pada
sekte Nichiren, seorang murid Nichiren
yang lain akan diperkenalkan disini. Pada
tahun 1270 Nikkô datang dari propinsi
Suruga ke Matsubagayatsu di Kamakura
untuk menemui Nichiren, dia membawa
seorang muridnya yang bernama Nichiji
(1250-?). Nichiji dilahirkan dari keluarga
samurai di Mimatsu di propinsi Suruga.
Semenjak kecil Nichiji mulai belajar
untuk menjadi seorang bhikku di Kuil
Jissôji, dimana Nichiren pernah tinggal di
tahun 1257. Pada tahun 1270 dia bertemu
dengan Nikkô dan menjadi muridnya dan
diberi nama Nichiji. Nantinya Nichiji
akan menjadi murid dari Nichiren,
dengan persetujuan dari Nikkô.
Pada tanggal 12 September,
satu hari sebelum pemerintah Jepang
mengeluarkan perintah untuk menurunkan
pasukan pemerintah ke Kyushu untuk
mempertahankan Jepang dari serangan
Mongol, menteri peperangan Nagasaki
Yoritsuna, yang mewakili pemerintahan,
menangkap Nichiren dan menjatuhkan
hukuman pengasingan atas beliau ke
pulau Sado. Nichirô dan empat murid
lainnya juga ditangkap dan ditahan
dipenjara bawah tanah di lingkungan
tempat tinggal Yadoya Mitsunori.
Nagasaki Yoritsuna bermaksud untuk
menghiraukan hukuman pengasingan
dan menghukum mati Nichiren malam
itu juga. Nichiren dibawa ke tempat
penghukuman mati di Tatsunokuchi,
namun pelaksanaan hukuman mati
tersebut digagalkan dengan kedatangan
seorang utusan dari Hôjô Tokimune, yang
telah mengetahui rencana jahat tersebut.
Pembuangan ke Pulau Sado
Selanjutnya Nichiren dibawa
ke tempat tinggal Homma Shigetsura
di Echi di propinsi Sagami (Kanagawaken). Beliau meninggalkan Echi pada
tanggal He 10 Oktober, dan ditahan
disebuah gubuk bernama Sammaidô di
Tsukahara di pulau Sado Island pada
tanggal 1 November, 1271. Nichiren
menulis Kaimokushô di Tsukahara
dibulan Pebruari tahun 1272, dan
mengirimkannya ke Shijô Kingo, seorang
pengikut setia beliau di Kamakura. Shijô
Kingo adalah seorang bawahan dari Hôjô
Mitsutoki, seroang anggota penting dari
keluarga Hôjô. Hôjo Mitsutoki adalah
seorang pengikut Ryokan, bhikku kepala
Kuil Gokurakuji. Nichiren dipindahkan
ke tempat tinggal Kondô Kiyohisa di
Ichinosawa di Sado Island pada tahun
1272. Disana beliau menulis Kanjinhonzon-shô, yang dikirim ke Toki
Tsunenobu pada tanggal 26 April, 1273.
Pada tanggal 8 Juli tahun yang sama,
beliau menulis Mandala Agung untuk
pertama kalinya. Nichiren mendapat
pengampunan pada tanggal 8 Maret,
1274. Pada tanggal 13 Maret beliau
meninggalkan pulau Sado, dimana beliau
telah tinggal selama dua setengah tahun,
dan kembali ke Kamakura pada tanggal
16
26 Maret.
Selama masa pembuangan
beliau, terjadi penurunan jumlah
penganut ajaran Nichiren di Kamakura
dalam jumlah yang cukup besar. Nichirô
tinggal di tempat tinggal Daigaku
Saburô Yoshimoto setelah dilepaskan
dari penjara. Nichiro pergi mengunjungi
Nichiren di pulau Sado lebih dari satu
kali. Nisshô tidak ikut ditahan dalam
insiden Tatsunokuchi diperkirakan karena
hubungan kekeluargaannya dengan
keluarga Konoye. Nissho diijinkan untuk
tinggal di bekas rumah seorang samurai
di daerah Hamado di Kamakura. Tradisi
mengatakan bahwa samurai ini adalah
Kudô Suketsune, yang mempunyai
hubungan dengan ibu Nisshô. Kudô
Suketsune adalah salah satu bawahan
penting dari Minamoto-no-Yoritomo.
Tempat tinggal Nisshô cukup besar
untuk mengadakan pertemuan ceramah.
Di tempat pembuangannya, Nichiren
merasa gembira ketika mendengar
kabar ini dan mendorong Nisshô untuk
mengadakan upacara Daishikô setiap
hari ke-24 setiap bulannya. Upacara
Daishikô adalah upacara bulanan untuk
Tendai Daishi, yang telah meninggal
pada tanggal 24 November 597. Nisshô
menjalankan upacara ini secara teratur
dan memberikan ceramah-ceramah
pembabaran Saddharma Pundarika Sutra
dan ajaran Makashikan dari sekte Tendai.
Nichirô juga mengadakan upacara
bulanan ini di Hikigayatsu. Ketika
mendengar kabar kembalinya Nichiren
ke Kamakura menteri peperangan
Nagasaki Yoritsuna memanggil beliau
dan mengajukan pertanyaan tentang
kapan pasukan Monggol akan mulai
menyerang Jepang. Nichiren menjawab
bahwa mereka akan datang tahun itu
juga.
Pengasingan Sukarela ke Minobu
Setelah
kembali
dari
pengasingan di pulau Sado, Nichiren
tinggal hanya selama lima minggu
di Kamakura, dimana dia telah
No.004/ Januari 2005
menghabiskan sebagian besar dari masa
mudanya. Beliau pergi meninggalkan
Kamakura dengan hanya sedikit pengikut
pada tanggal 12 Mei 1274, dan masuk
ke pedalaman daerah pegunungan
Minobu di daerah Hakii di propinsi Kai
(Yamanashi-ken) pada tanggal 17 Mei.
Hakii Sanenaga, penguasa daerah Hakii,
adalah salah seorang pengikut Nichiren.
Sejak saat itu Nichiren tidak pernah
meninggalkan Minobu selama hampir
sembilan tahun sampai pada tanggal
8 September 1282. Selama waktu ini
banyak kejadian penting yang terjadi di
Jepang. Pada bulan Oktober 1274 pasukan
Mongol mendarat di daerah Chikuzen
di Kyushu. Namun 200 kapal perang
mereka ditenggelamkan badai, dan hanya
sedikit yang bisa menyelamatkan diri ke
Korea. Berita ini sekali lagi membuat
semangat para penganut ajaran Nichiren
dan orang-orang yang menyebutkan
Daimoku semakin bertambah banyak.
Nagasaki Yoritsuna tidak suka melihat
berkembangnya kembali ajaran
Nichiren, dan dia mencari kesempatan
untuk menekan mereka. Pada waktu
itu Nikkô sedang giat menyebarluaskan
Daimoku di propinsi Suruga. Banyak
dari bhikku-bhikku sekte Tendai dan
para petani yang menjadi pengikutnya.
Pada tahun 1279, Gyôchi, bhikku kepala
dari Kuil Ryûasenji, sebuah kuil sekte
Tendai di Atsuwara di propinsi Suruga,
menangkap dua puluh orang petani
penyebut Daimoku dan mengirim
mereka ke Kamakura atas tuduhan palsu
mencuri hasil panen. Nagasaki Yoritsuna
mengadili mereka didepan umum. Para
petani ini sama sekali tidak ditanyai
tentang tuduhan mencuri. Mereka
diminta untuk hanya menyebut mantera
Nembutsu. Jinshirô dan dua orang petani
lainnya lansung dihukum pancung setelah
mereka menolak untuk menyebut mantera
Nembutsu.
Pada bulan Juni tahun 1281
pasukan Mongol kembali menyerang
Jepang. Mereka mendarat di pulau Shiga
dan di propinsi Nagato (Yamaguchi-
ken), tapi kapal-kapal mereka kembali
dihancurkan oleh badai. Pada tahun yang
sama, sebuah kuil dibangun di Minobu,
yang diberi nama Kuonji. Pada tanggal
24 November 1281, upacara perayaan
selesainya pembangunan kuil diadakan.
Nichiren jatuh sakit pada tahun
1278. Beliau ingin menyembuhkan
kesehatannya dengan mandi di sumber
mata air panas di daerah Kakurai di
propinsi Hitachi (lbaraki-ken). Beliau
meninggalkan Minobu pada tanggal 8
September. Beliau tidak melewati kota
Kamakura, dari mana beliau memulai
perjalanan ke Minobu delapan tahun
yang lalu. Nichiren tiba di tempat tinggal
Ikegami Munenaka di daerah Ikegami di
propinsi Musashi (Tokyo) pada tanggal
18 September. Pada tanggal 8 Oktober,
beliau memilih dari antara murid2nya,
Rokurôsô atau Enam Murid Senior:
Nisshô Nichirô Nikkô Nikô, Nitchô and
Nichiji, Nichiren meninggal di Ikegami
pada tanggal 13 October 1282, pada usia
enam puluh tahun. SELESAI
RIWAYAT HIDUP
ENAM MURID UTAMA NICHIREN SHONIN
(Bag.1)
NICHIRO SHONIN (1245 – 1230 )
N
ichiro (1245-1230) adalah
keponakan dari Nissho, dan
ia menjadi pengikut Nichiren
Shonin pada tahun 1254. Ia merupakan
salah satu murid paling setia dan
sering juga disebut sebagai ‘murid
kesayangan’ Nichiren Shonin. Ketika
Nichiren Shonin dibuang ke Izu,
Nichiro berusaha mengikutinya dengan
cara ikut melompat ke laut. Para samurai
berhasil mengusirnya dengan dayung
yang mengakibatkan tangan Nichiro
menjadi cacat selamanya. Nichiro
juga turut ditangkap dalam peristiwa
Tatsunokuchi dan dimasukkan ke dalam
penjara di Kamakura. Pada saat inilah
ia menerima surat untuk menguatkan
hatinya dari Nichiren, dimana kemudian
hari surat ini menjadi amat terkenal.
Nichiro belakangan berhasil mengambil
hati sipir penjara sehingga ia diijinkan
untuk meninggalkan penjara dan pergi
mengunjungi Nichiren Shonin di pulau
Sado. Nichiren Shonin sungguh terharu
akan ketulusannya akan tetapi juga
khawatir karena perbuatan Nichiro bisa
membahayakan hidup sipir tersebut
sehingga ia disuruh untuk kembali.
Akhirnya, Nichiren Shonin diampuni
dan Nichiro diutus untuk menyampaikan
kabar tersebut. Akan tetapi keinginannya
yang menggebu-gebu hampir saja
menyebabkan ia terbunuh. Karena
ia tanpa istirahat terus melanjutkan
perjalanannya dalam cuaca yang amat
dingin, ia terjatuh pingsan di salju dan
hampir saja tewas akibat serangan
hawa dingin. Untunglah ia ditemukan
dan berhasil tertolong sehingga ia
mampu menyelesaikan tugasnya.
Ketika kembali ke Kamakura
pada tahun 1274, Nichiren Shonin
menugaskan Nichiro untuk memimpin
sebuah kuil baru di Hikigayatsu,
Kamakura, yang bernama kuil Myohonji.
Karena pusat aktivitas Nichiro terletak
di Kamakura, garis keturunan Nichiro
juga dikenal dengan garis keturunan
Hikigaytsu. Nichiro juga memulai sebuah
aula pelatihan di rumah Munenaka
17
Ikegami setelah Nichiren wafat disana
pada tahun 1282, yang akhirnya pada
tahun 1288 berubah menjadi kuil
Honmonji. Pusat administrasi Nichiren
Shu saat ini terletak disana. Karena
alasan inilah, garis keturunan Nichiro
juga disebut garis keturunan Ikegami.
Nichiro menunjuk Sembilan
Murid Senior (Kurosu) untuk melanjutkan
usahanya dalam menyebarluaskan
ajaran Nichiren Shonin. Kesembilan
murid tersebut antara lain adalah :
Nichizo, Nichirin, Nichizen, Nichiden,
Nichihan, Nichiin, Nitcho, Nichigyo,
and Rokei. Dari kesembilan tersebut,
Nichizo merupakan salah satu murid
yang patut diperhatikan karena dialah
yang membawa Buddhisme Nichiren ke
Kyoto dan memperoleh pengakuan sah
dari kaum kerajaan. Nichizo akan dibahas
lebih lanjut di bagian lain. Nichirin
kemudian mengambil alih kuil Myohonji
dan kuil Honmonji. Sedangkan Nichiden
turut membangun kuil Hondoji di Hiraga,
Shimofusa bersama dengan Nichiro.
BERSAMBUNG >>
No.004 / Januari 2005
Ulang Tahun Ke-5 “Kuil
Dragon Palace” India
U
pacara Perayaan Lima Tahun
Kuil Dragon Palace, Nagpur,
Maharashtra, India, dilaksanakan pada tanggal 26 Nopember
2004 yang dipimpin oleh YA.Bhiksu
Nichiki Kato, Presiden Nichiren Shu
International Buddhist Association dan
Kepala Kuil Myhon-Ji di Kamakura dan
diikuti juga oleh 42 orang dari Jepang
dan lebih dari 20.000 orang dari daerah
sekitar Kuil. YA.BhiksuShoshin Kurihara, Executive Director of Missionary
Bureau, YM.Bhiksu Shingyo Imai,
Manager of the International Section, and
YM.Bhiksu. Dairyo Tomikawa, officer of
the Missionary Department, mewakili
Nichiren Shu Headquarters. Upacara
dimulai dengan melaksanakn Buddha
Vandana; penghormatan kepada Tiga
Pusaka (TRI RATNA), yang diikuti oleh
penyebutan Odaimoku, Sulekha Kumbhare (Presiden dari Kuil), delegasi dari
Jepang, dan 300 orang murid dari Sekolah
Hardas (Sebuah institusi pendidikan gratis yang dijalankan oleh Kuil). Upacara
ini diikuti oleh ratusan bhiksu buddhis,
intelektual dan pemimpin spiritual dari
Dari Kanan; YM. Bhiksu Shingyo Imai memukul drum menghadap ke umat, YM.Bhiksu
Nenshin Ohno, YM.Bhiksu.Shinyu Ogyu, Kepala Bhiksu Joyo Ogawa
berbagai Negara termasuk Jepang, Tibet,
Sri Lanka, Thailand, Korea, Taiwan, dan
lain-lain. Para Bhiksu Tibet mempersembahkan Buddha Vandana dalam bahasa
Tibet. Berbagai lapisan masyarakat dan
sosial budaya juga mengikuti acara di
Kamptee, sebuah kota terdekat, sebagai
bagian dari perayaan. Ini juga termasuk
acara pameran photo tentang kehidupan
dari Sang Buddha dan Dr.Ambedkar,
pendiri dari Gerakan
Buddhis
Baru, kegiatan
pengobatan gratis, pemberian
air bersih gratis,
pelayanan hokum
gratis dan lain-lain
yang berkerjasama
dengan berbagai
organisasi dan
kuil.
Setelah
berkunjung
ke
Berjalan beriringan menuju ke Kuil; tengah, Ny.Sulekha Kumbhare
Kuil
Dragon
diikuti oleh para Bhiksu dari Jepang
Palace, anggota dari Assosiasi Buddhis
Internasional dan para delegasi dari Kantor Pusat ingin pergi ke Sarnath, Varanasi,
dimana tempat Sang Buddha pertama kali
membabarkan Dharmanya 2500 tahun
yang lalu, dan juga berkunjung ke Kuil
Horin-Ji (Kuil DharmaChakra). Kuil
Horin-ji sekarang sedang melaksanakan
pembangunan tahap kedua termasuk
sebuah Stupa untuk menyimpan relikrelik Sang Buddha, sekolah, rumah
sakit dan lain-lain untuk penduduk
setempat. YM.Bhiksu Myojo Sasaki,
Kepala Bhiksu YM.Giken Kimura dan
YM.Bhiksu Kenjo Sunaoshi, pelaksana
dari kuil ini bekerja keras bergandeng
tangan untuk menyelesaikan pembangunan tersebut, dan mereka menetapkan
akan selesai pada saat upacara Oeshiki,
bersama-sama penduduk setempat akan
menjadi ini sebagai sebuah tempat suci
Buddhis, meskipun mereka datang dari
Jepang tetapi dapat menjadi satu dan
bekerjasama. (sumber:Nichiren News,
Edisi Desember 2004)
Obon (Kita semua akan menjadi Buddha )
Terima kasih banyak telah mengirimkan Aku, sekantong beras, yang mana berwarna putih
seperti salju, setabung bambu minyak dan sejumlah uang sebagai persembahan untuk
upacara Doa Obon. Aku benar-benar menghargai surat mu. Upacara Obon awalnya dimulai
bertahun-tahun yang lalu, ketika Ibu Maudgalyayana’s, yang tengah menderita dalam
Neraka Kelaparan, telah dapat diselamatkan. Pada mulanya Maudgalyayana tidak bisa
menyelamatkan ibunya sebab ia bukanlah seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra;
bagaimanapun, Ia mendengarkan pembabaran Sang Buddha Di Gunung Grdhakuta. Ia
kemudian menyebut Odaimoku, dan dapat mencapai KeBuddhaan. Sebagai hasilnya, Ibunya
juga mencapai KeBuddhaan. Shijo Kingo Dono Gosho (Surat Kepada Shijo Kingo)
18
No.004/ Januari 2005
11-13 NOPEMBER 2004,
PEMBINAAN OLEH
YM. BHIKSUNI MYOSHO
OBATA
P
embinaan yang secara rutin
dilakukan oleh YM.Bhiksuni
Myosho Obata dalam waktu tiga
pulang sekali berkunjung ke Indonesia.
YM.Bhiksuni Myosho Obata adalah
Bhiksu Pembimbing untuk kawasan
Asia Tenggara dan Pasifik yakni yang
mencakupi negara Malaysia, Indonesia,
Singapura, dan Taiwan. Keterbatasan
waktu yang dimiliki dan cakupan
pembinaan yang sedemikian luas,
sungguh merupakan sebuah kesibukan
yang luar biasa, sehingga sangat
sulit bagi Beliau untuk setiap bulan
berkunjung ke Indonesia. Meskipun
dengan jangka waktu pembinaan tiga
bulan sekali, tidak mengurangi semangat
umat Nichiren Shu Indonesia untuk
belajar dan lebih memahami lagi ajaran
Sang Buddha. Pada bulan Nopember
ini pada tanggal 11-13, Beliau kembali
hadir ditengah-tengah umat Indonesia.
Pesawat yang ditumpanginya
tiba di Bandara Soekarno Hatta pada
pukul 14:30, beberapa anggota ikut
menjemput kedatangan Beliau di
Bandara. Senyum bahagia menghiasi
wajah-wajah para anggota melihat
kedatangan
YM.Bhiksuni
Obata,
mungkin karena kerinduan yang
mendera dalam sanubari. Setelah saling
bersapa dan mengucapkan salam.
Rombongan berangkat langsung dari
Upacara Gojukai, Janji diucapkan oleh YM.Bhiksu Obata dalam bahasa Indonesia
Bandara Soekarno Hatta menuju ke
rumah Sdri.Ervinna, untuk melakukan
upacara pemberkatan rumah baru di
komplek perumahan Taman Surya
III. Upacara ini berlangsung kurang
lebih 1 jam lamanya, pemberkatan
ini merupakan sebuah upacara yang
penting bagi keluarga, agar rumah yang
ditempati bersih dari segala unsur-unsur
negatif yang dapat membawa dampak
hal yang tidak baik bagi anggota
keluarga. Setelah itu dilanjutkan dengan
acara ramah tamah. Sekitar jam 17:
30 wib, rombongan berangkat dengan
mengunakan tiga mobil menuju ke Cetya
Myoho San Renge Ji, Sunter - Jakarta
Utara.
Terlihat
suasana
yang
penuh keakraban
dan
kehangatan
antara anggota dan
Bhiksuni Myosho
Obata. Perbedaan
bahasa
tidak
menjadi halangan
untuk
sebuah
kehangatan
dan
kebersamaan.
Tiba
di
Cetya sekitar jam
18:00, kemudian
dilanjutkan
dengan Gongyo
Pemberkatan bagi para anggota dengan Saddharma Pundarika Sutra
Sore
bersama.
19
Makan malam pun digelar pada jam
19:00 wib. Meskipun makanan yang
begitu sederhana tetapi semua sangat
menikmatinya. Pada kesempatan ini
juga terjadi dialog antara Bhiksuni
Obata, Sdr.Sidin Ekaputra dan Bapak
Tony Soehartono tentang pembahasan
mengenai jadual pembinaan selanjutnya
dan juga membahas rencana mengadakan
Retreat di Cetya Bodhicitta, Kepulauan
Seribu yang akan melibatkan anggota
dari beberapa negara seperti Malaysia
dan Singapura. Acara retreat pertama
ini akan diadakan sekitar bulan April
tahun 2005. Setelah selesai dialog, maka
YM.Bhiksuni Obata berangkat menuju
Hotel Sunrise, Sunter untuk istirahat.
Pada jam 10:00 hari minggu
tanggal 12 nopember, kembali semua
anggota dan Bhiksuni Obata berkumpul
di Cetya Myoho San Renge Ji untuk
mengadakan Upacara Utama, yakni
Gojukai, Pemberkatan bagi semua
anggota, Kaimu (Membuka Mata Rupang
Buddha Sakyamuni dan Avalokitesvara
Boddhisattva).
Pada
kesempatan
ini terdapat seorang anggota yang
mengikuti Upacara Gojukai, upacara
ini adalah pintu gerbang bagi seseorang
untuk masuk dalam hati kepercayaan.
Pemberkatan sendiri berfungsi untuk
membuang semua energi-energi negatif
yang menganggu dalam diri seseorang,
sehingga akan membawa efek yang
No.004 / Januari 2005
Bhiksuni Obata menjenguk cucu Bapak Aris Makmuri
terus menerus menyebut
Odaimoku tanpa henti
dan melakukan shoko,
upacara diakhiri dengan
pemberkatan
bagi
keluarga Ibu Indrawati.
Setelah acara selesai
dilanjutkan dengan acara
makan malam bersama.
Bhiksuni Obata sempat
mencoba makanan khas
indonesia seperti tempe,
tahu dan pecel.
Sekitar jam 17:
30, rombongan kembali
baik bagi kesehatan, kestabilan emosi, ke Cetya Myoho San Renge JI, Acara
ketenangan pikiran dan keselamatan. selanjutnya Gongyo sore sekaligus
Upacara ini memerlukan waktu kurang Upacara Gojukai untuk satu orang
lebih satu jam, kemudian dilanjutkan anggota baru dari Tangerang. Sungguh
dengan Bimbingan dari YM.Bhiksuni kegiatan yang sangat padat dan sibuk,
Obata, yang memberikan ceramah namun suasana penuh kegembiraan
dengan tema "Mendengarkan Orang mengisi relung hati semua anggota,
Lain" yang diterjemahkan oleh sehingga tidak tampak kelelahan.
Sdri.Yunita. Artikel ini dapat anda Selesai Gongyo, anggota beramah tamah
baca di Buletin "Lotus" edisi kali ini. dan berfoto bersama dengan Bhiksuni
Meskipun ceramah ini singkat, tetapi Obata, sambil menikmati makanan kecil
mempunyai makna yang mendalam kue-kue dan buah-buahan. Pada jam 20:
dan memberikan solusi bagaimana kita 00 Bhiksuni Obata kembali ke Hotel
dapat mengatasi dan cara menghadapi untuk beristirahat.
segala kesulitan dan permasalahan
Senin, 13 Nopember 2004,
yang kita alami. Setelah makan siang, YM.Bhiksuni Obata kembali ke
Bhiksuni Obata bersama rombongan Malaysia dengan menaiki pesawat MAS
menuju Rumah Sakit Graha Medika, pada jam 11:10. Terima kasih atas welas
Kebun Jeruk untuk membesuk cucu dari asih mu YM.Bhiksuni Obata, sungguh
Bapak Aris Makmuri yang sedang sakit, tidak dapat dilukiskan kata-kata untuk
disini Bhiksuni Obata juga mendoakan melukiskannya. Sampai jumpa lagi pada
kesembuhannya. Setelah dari rumah bulan april 2005. Sekian.
sakit, rombongan menuju ke rumah dari
Ibu Indrawati untuk melakukan upacara Laporan oleh: Sidin Ekaputra,SE
pemberkatan rumah baru. Berlokasi
di Perumahan Citra
I, memerlukan waktu
kurang lebih 30 menit
untuk
mencapainya.
Upacara pemberkatan
ini juga mengunakan
media garam dan beras
sebagai unsur untuk
membersihkan.
Satu
ruangan ke ruangan
yang lain dilakukan
pemberkatan
dengan
Saddharma Pundarika
Sutra dan kemudian
ditaburi garam dan
beras. Para anggota Bhiksuni Obata melakukan pemberkatan rumah
20
DAFTAR ISI
EDISI 004
Topik Utama:
~Rissho Ankoku Ron di Abad 21,
Hal. 01
Writing Of Nichiren Shonin:
~Honzon Mondo Sho, Hal.07
Aneka Peristiwa:
~Ulang Tahun Ke-5 Dragon
Palace, India Hal.18
~Pembinaan YM.Bhiksuni
Myosho Obata, Hal.19
Serba Serbi:
~Pemahaman Tentang Tripitaka,
Hal.03
~Riwayat Hidup Nichiren
Shonin, Hal.16
~Riwayat Hidup Enam Murid
Utama Nichiren Shonin, Hal.17
Ceramah :
~Shakyo - Menyalin Odaimoku,
Hal.13
-Mendengarkan Orang Lain,
Hal.15
Alamat Redaksi :
Apartemen Permata Surya I
Blok.A No.201,
Cengkareng - Jakarta Barat
Telp.081311088060
Email: [email protected]
Website: www.nshi.org
Redaksi menerima segala
macam bentuk sumbangan
baik berupa artikel,
dana materi dan bantuan
terjemahan. Segera hubungi
redaksi dialamat dan email
diatas. Terima kasih.
Download