NO.04 Januari 2005 PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA Rissho Ankoku Di Abad 21 "MENCIPTAKAN KEDAMAIAN DAN MENYELAMATKAN NEGARA MELALUI PENEGAKKAN AJARAN BUDDHA YANG SEBENARNYA DI ABAD 21" Oleh: YM.Kepala Bhiksu Tansei Iwama Ketua Administrasi Nichiren Shu Headquater R issho Ankoku Ron (Sebuah Risalah untuk Menciptakan Kedamaian dan Menyelamatkan Negara Melalui Penegakkan Ajaran Buddha Yang Sebenarnya) adalah salah satu dari hasil karya besar, Nichiren Shonin. Pada masa Kamakura di Jepang, ketika Nichiren Shonin memulai untuk menyebarkan Saddharma Pundarika Sutra, rakyat sedang ditimpa oleh 1 musibah alam yang berkepanjangan, kelaparan, dan bencana-bencana lain yang menyebabkan penderitaan berat bagi rakyat banyak. Ketika Nichiren Shonin menyaksikan kondisi-kondisi yang dialami masyarakat Jepang, Beliau bertanya kepada diri sendiri, “Mengapa begitu banyak musibah berkepanjangan terjadi?” dan “Mengapa rakyat harus begitu menderita?” Pertanyaanpertanyaan ini menjadi dasar dari penelitian dan langkah-langkah kebijakan yang Beliau keluarkan di kemudian hari, karena Beliau berpikir, semua rakyat Jepang harus diselamatkan dari penderitaan-penderitaan ini secepat mungkin. Menjawab masalah ini, sebagai langkah paling pertama, Nichiren Shonin mulai membaca semua Sutra-sutra Buddha yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap Rissho Ankoku Ron, dan ketika Beliau berusia 39 tahun, karya tulis ini diserahkan kepada pihak berwenang, Keshogunan Kamakura. Akan tetapi sebagai akibat dari tindakan ini, Nichiren Shonin juga harus mengalami begitu banyak tindakan kekerasan dan penganiayaan sematamata hanya karena ingin membabarkan Dharma. Jadi sebenarnya apa isi yang ingin diajarkan Nichiren Shonin melalui Rissho Ankoku Ron? Beliau mengajarkan kita, bahwa hanya dengan penegakkan dan kesetiaan kepada ajaran Buddhisme yang benar, maka seluruh rakyat dan negara akan merasakan dan menikmati No.004 / Januari 2005 keamanan. Kepercayaan yang tidak benar akan mengakibatkan ketidakharmonisan lingkungan, yang pada akhirnya akan membawa kemunculan berbagai musibah alam karena energi jahat dapat menyusup kedalam celah-celah yang ada dan hidup dalam jiwa sombong manusia. Lebih jauh lagi, apabila prinsip-prinsip moralitas manusia tidak diperdulikan, masyarakat akan jatuh kedalam kebingungan – sama seperti perumpamaan “jika tubuhnya bengkok, maka bayangan pun akan mengikutinya menjadi bengkok”. Jika prinsip-prinsip yang benar hilang, suatu masyarakat yang damai sudah pasti akan tercerai berai. Istilah “Rissho” (Penegakan akan Pengajaran Buddhisme yang Benar ) dan “Ankoku” (Suatu Negara yang Aman dan Damai) adalah satu kesatuan dan tidak seharusnya dianggap sebagai suatu kesatuan yang bertolak belakang. Apabila Dharma dari Buddhisme dibangun dan ditegakkan dalam suatu masyarakat, maka negara tersebut akan menjadi stabil dan aman. Jika kamu mencari suatu negara yang tenang, maka langkah pertama adalah mengubah hati kepercayaan dari seluruh masyarakatnya ke realita dari pengajaranpengajaran Buddhis yang benar. Inilah eksistensi Buddhisme yang terpenting dan yang paling menentukan. Inilah pemikiran yang paling utama dibalik Rissho Ankoku Ron. Kebahagiaan dan ketidakbahagiaan di dunia, tidak sesederhana pengkajian akan masalah perasaan satu orang, akan tetapi, lebih kepada suatu hal besar yang menyangkut masyarakat yang lebih luas. Ketika dihadapkan kepada realita dunia akan musibah-musibah alam, bencana, dan peperangan, masyarakat sesungguhnya menjadi sakit. Mereka dipaksa untuk bersama-sama memikul penderitaaan. Karena itu sangat tidak masuk akal jika kita hanya ingin menyelamatkan satu individu saja. Untuk menyelamatkan seluruh umat manusia, maka sangat penting untuk menanamkan prinsip-prinsip yang benar di dalam kehidupan bermasyarakat dan juga kehidupan politik. Selama politik tidak didasarkan pada prinsip-prinsip yang benar, maka suatu masyarakat dan negara yang sungguh-sungguh aman dan damai tidak akan terwujud. Berdasarkan teori ini, Nichiren Shonin memprotes penguasa tertinggi dari pemerintahan Kamakura, sebagai upaya untuk melakukan revolusi sepritual seluruh masyarakat Jepang dengan mulai dari kalangan tertinggi (penguasa). Semangat ini, yang terlihat dalam keseluruhan isi dari Rissho Ankoku Ron, didasari oleh rasa haru dan empati yang sangat besar dari Nichiren Shonin akan seluruh umat manusia, terutama masyarakat yang ada di sekitar Beliau. Nichiren Shonin menganggap semua penderitaan yang dialami orang-orang disekitarnya sebagai penderitaanya sendiri, dan di dalam Rissho Ankoku Ron ini Beliau secara tegas menekankan prinsip-prinsip Buddhis akan rasa empati yang diterapkan sendiri secara berulangulang oleh Beliau di sepanjang hidupNya, Sesaat sebelum wafatNya, ketika Nichiren Shonin menderita sakit berat, Beliau mengumpulkan murid-muridnya, dan mengajarkan Rissho Ankoku Ron, yang menunjukan betapa penting dan bernilainya karya ini bagi Nichiren Shonin sendiri. Rissho Ankoku Ron bukan semata-mata suatu karya sastra klasik yang dilahirkan 740 tahun yang lalu, dan tidak seharusnya dipdanang dari sudut pdanang seperti itu. Karya ini justru seharusnya dibaca dari sudut pdanang masa modern sekarang. Memegang kepercayaan hanya karena bencana alam, ataupun terlalu menitikberatkan pada pentingnya dewa-dewa pelindung ataupun energi negatif dan neraka, ataupun mencampuradukkan agama dengan kepentingan politik pihak penguasa, adalah tidak lain dari tahyul dan mengejar kepentingan pribadi belaka. Jangan hanya menertawakan bahwa Buddhismee adalah suatu omong kosong dibdaningkan pada masyarakat modern sekarang. Bahkan di era secanggih abad 21 sekarang, dimana dunia penuh akan pengembanganpengembangan ilmiah, tetap saja kita belum berhasil untuk menyelesaikan masalah-masalah berikut: Lingkungan dan Manusia, Hasrat dan Kebahagiaan, Prinsip-prinsip Kebenaran vs Prinsipprinsip Sesat, Masyarakat & Agama. Pada kenyataannya, kita harus menyadari bahwa dunia kita sudah menjadi jauh lebih buruk dibdaning Abad ke 13 dari 2 masa hidupnya Nichiren Shonin. Rissho Ankoku Ron secara cerdas menghadapi isu-isu ini dan memberikan solusi pada kita, memberikan gambaran pada kita akan perlunya mengkaji ulang kondisikondisi yang dapat membahayakan dunia modern kita sekarang. Kita semua, pada hari ini, berjuang melalui Nichiren Shu untuk menbuktinyatakan prinsip-prinsip yang terkdanung dalam Rissho Ankoku Ron, berdoa agar semua mahluk hidup di seluruh planet, menggunakan tema dari perlindungan akan “Lingkungan – Perdamaian – Kehidupan” sama seperti pada saat kita menyebut Odaimoku. Kita melakukan ini karena setiap dari kita peduli akan bumi ini, sama seperti setiap dari kita menegakan perdamaian sebagai dasar dari hati kita, dan sama seperti setiap dari kita menghargai martabat dari seluruh kehidupan. Ini adalah satu hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja, dan saya berharap, kita semua sama-sama mendorong semua yang ada disekitar kita untuk melakukan hal yang sama. Nichiren Shonin menyatakan dalam Itai Doshin Ji, “Tidak ada yang bisa dicapai oleh orang yang memiliki maksud yang bertentangan dengan dirinya sendiri, mungkin hanya ratusan dari ribuan orang. Akan tetapi jika semua disatukan dalam satu jiwa, semua tujuanmu, dengan tanpa keraguan, akan tercapai”. Walaupun negara yang kita tempati berbeda-beda, kita semua berada dalam rangkulan dan perjuangan yang sama dari hati terdalam Pendiri kita, Nichiren Shonin. Sekarang adalah waktu dimana kita semua menyebut Odaimoku dengan kepercayaan yang kuat dan membuat langkah besar untuk maju ke depan dalam kepercayaan dan penerapan Buddhist kita, juga dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai penutup, harap saya diperbolehkan untuk memberikan doadoa saya kepada semuanya, untuk bergandeng tangan bersama dan berjuang untuk mencapai Kaiki Myoho (Semua mahluk hidup di langit dan empat penjuru lautan kembali kepada Myoho Renge Kyo), jiwa dari Rissho Ankoku Ron dan damai di seluruh penjuru dunia. SELESAI. (Diterjemahkan Oleh: Yullya Yaladhari, Batam) No.004/ Januari 2005 Catatan Redaksi: Penjelasan Tripitaka ini merupakan kelanjutan dari Edisi Desember 2004 dan selesai pada edisi kali ini. ------------------------------------------------ K itab suci yang dewasa ini dipakai dalam agama Buddha ditemukan dalam bahasa Pali dan bahasa Sanskerta. Nama umum yang diberikan untuk kumpulan kitab suci agama Buddha adalah Tripitaka. “Tri “ berarti “tiga “ dan “pitaka “ berarti “keranjang “ atau biasa diartikan sebagai “kumpulan “. Tripitaka dengan demikian adalah “ Tiga Keranjang “ atau “Tiga Kumpulan”, terdiri dari: 1. 2. 3. Vinaya Pitaka atau Kumpulan Disiplin Vihara. Sutta/Sutra Pitaka atau Kumpulan Ceramah/Dialog. Abhidhamma/Abhidharma Pitaka atau Kumpulan Doktrin Yang Lebih Tinggi, hasil susunan sistematis dan analisis skolastik dari bahan-bahan yang ditemukan dalam Sutta/Sutra Pitaka. 1. Tipitaka Pali Tipitaka Pali (45 jilid) memiliki pembagian sebagai berikut: Vinaya Pitaka: 1. Parajika 2. Pacittiya 3. Mahavagga 4. Culavagga 5. Parivara Sutta Pitaka: 1. Digha Nikaya 2. Majjhima Nikaya 3. Samyutta Nikaya 4. Anguttara Nikaya 5. Khuddaka Nikaya Abhidhamma Pitaka: 1. Dhammasangani 2. Vibhanga 3. Dhatukatha 4. Puggalapannatti 5. Kathavatthu 6. Yamaka 7. Patthana 2. Mahapitaka (Tripitaka Mahayana) Mahapitaka (Ta Chang Cing) terdiri dari 100 buku dengan pembagian sebagai berikut : 1. Agama 2. Jataka 3. Prajnaparamita 4. Saddharma Pundarika 5. Vaipulya 6. Ratnakuta 7. Parinirvana 8. Mahasannipata 9. Kumpulan Sutra 10. Tantra 11. Vinaya 12. Penjelasan Sutra 13. Abhidharma 14. Madhyamika 15. Yogacara 16. Sastra 17. Komentar Sutra 18. Komentar Vinaya 19. Komentar Sastra 20. Sekte 21. Aneka Sekte 22. Sejarah 23. Kamus 24. Daftar Isi 25. Komentar Sutra Lanjutan 26. Komentar Vinaya Lanjutan 27. Komentar Sastra Lanjutan 28. Aneka Sekte Lanjutan Sutra-sutra dari kaum Theravada juga terdapat dalam Tripitaka Mahayana dengan sebutan Agama Sutra (A Han Cing). Agama Sutra sebagian besar isinya tidak berbeda dengan apa yang terdapat di Nikaya Pali. Agama Sutra ini terdiri dari : 1. Dhirghagama 2. Mdhyamagama 3. Samyuktagama 3 4. Ekottarikagama Dalam Tripitaka Mahayana terdapat pula tujuh kitab Abhidharma dari golongan Sarvastivada (berbeda dengan Abhidhamma Pali), yaitu : 1. Jnanaprasthana 2. Samgitiprayaya 3. Prakaranapada 4. Vijnanakayasya 5. Dhatukaya 6. Dharmaskandha 7. Prajnaptisastra 3. Kangjur dan Tangjur (Tibetan Tripitaka) Disamping sutra-sutra Mahayana dan Theravada yang diambil sebagai kitab pokok dalam aliran Buddhisme Tibet (Tantrayana/ Vajrayana), mereka juga memiliki Kitab Kangjur dan Tangjur . Kitab Kangjur (Bka’-‘gyur, yang berarti Terjemahan Sabda Sang Buddha) berisi 108 jilid merupakan deskripsi Ajaran Sang Buddha, sedangkan Tanjur (Bstan‘gyur, yang berarti Terjemahan Ajaran Sang Buddha) berisi 227 jilid merupakan komentar dari teks dasar. Kangjur memiliki 6 bagian utama yang berisi (1) Tantra (2) Prajnaparamita Sutra (3) Ratnakuta Sutra yang merupakan kumpulan naskah pelengkap Mahayana (4) Avatamsaka Sutra (5) Berbagai Sutra Mahayana dan Hinayana , dan (6) Vinaya. Sedangkan Tanjur yang dapat dibagi menjadi 3.526 naskah dapat dibagi atas tiga kelompok utama, yaitu (1) stotras ; pujian agung dalam satu jilid termasuk 64 naskah (2) Ulasan tantra dalam 86 jilid termasuk 3.055 naskah, dan (3) Ulasan sutra-sutra dalam 137 jilid termasuk 567 naskah. Naskah-naskah terjemahan dalam bahasa Tibet tersebut merupakan naskah peninggalan yang sangat penting setelah terdapat cukup banyak naskah di India dibakar habis oleh invasi agama lain di India. No.004 / Januari 2005 Sekilas Pandang Tipitaka Vinaya Pitaka Vinaya Pitaka merupakan suatu kumpulan Tata Tertib dan Peraturan Cara Hidup yang ditetapkan untuk mengatur murid-murid Sang Buddha yang telah diangkat sebagai bhikkhu atau bhikkhuni ke dalam Sangha. Peraturan-peraturan ini berupa himbauan dari Sang Buddha dengan tujuan agar mereka menguasai dan mengendalikan perbuatan jasmani dan ucapan mereka. Kitab ini juga menyangkut hal-hal mengenai pelanggaran peraturan; terdapat berbagai jenis peringatan dan usaha pengendalian sesuai dengan sifat pelanggaran yang dilakukan. Secara umum Vinaya Pitaka dapat dibagi atas : (1) Sutta Vibhanga Bagian yang berhubungan dengan Pratimoksa/Patimokha yaitu peraturan-peraturan untuk para bhikkhu/ Bhiksu (227 peraturan) dan bhikkhuni/ Bhiksuni (311 peraturan). (2) Khandaka-khandaka Terdiri dari Mahavagga dan Cullavagga. Mahavagga merupakan serangkaian peraturan mengenai upacara penahbisan bhikkhu, upacara Uposatha, peraturan tentang tempat tinggal selama musim hujan [vassa], upacara pada akhir vassa [pavarana], peraturan mengenai jubah, peralatan, obat-obatan dan makanan, pemberian jubah Khatina setiap tahun, peraturan bagi bhikhu yang sakit, peraturan tentang tidur, tentang bahan jubah, tata cara melaksanakan sanghakamma (upacara sangha), dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan. Cullavagga, terdiri dari peraturan untuk menangani pelanggaranpelanggaran, tata cara penerimaan kembali seorang bhikkhu ke dalam sangha setelah melakukan pembersihan atas pelanggarannya, tata cara untuk menangani masalah-masalah yang timbul, berbagai peraturan yang mengatur cara mandi, mengenakan jubah, menggunakan tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam dan sebagainya, mengenai perpecahan kelompok-kelompok bhikkhu, kewajiban guru [acariya] dan calon bhikkhu [samanera], upacara pembacaan Patimokkha, penahbisan dan bimbingan bagi bhikkhuni, kisah mengenai Pasamu Agung Pertama di Rajagraha, dan kisah mengenai Pesamuan Agung Kedua di Vesali. (3) Parivara, Merupakan suatu ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya yang tersusun dalam bentuk tanyajawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian. Dalam Buddhisme Mahayana juga terdapat Brahmajala Sutra [Fan Wang Cing] yang dipergunakan sebagai pedoman untuk menerangkan sila, pratimoksha dan Bodhisattva sila dimana terdiri dari 10 pasal kesalahan besar [Garukapatti] dan 48 pasal kesalahan kecil [Lahukapatti]. Brahmajala Sutra yang dipakai oleh Buddhisme Mahayana merupakan terjemahan dari Kumarajiva antara tahun 401 - 409 M. Selain itu terdapat juga Upasika Sila yang merupakan terjemahan dari Dharmaraksa antara tahun 414-421 M. Untuk Bhiksuni, terdapat juga Bhiksuni Sanghika Vinaya Pratimoksha Sutra yang diterjemahkan oleh I-Ching pada tahun 700-711 M dimana terdiri atas 348 pasal. Sutra Pitaka [Sutta Pitaka] Merupakan kumpulan pembicaraan antara Sang Buddha dengan berbagai kalangan, semasa Beliau mengembangkan ajaranNya. Sutra Pitaka dapat dikelompokkan dalam lima kelompok utama, yaitu : - Digha Nikaya (kumpulan sutra yang isinya panjang), - Majjhima Nikaya (kumpulan sutra yang isinya tidak terlalu panjang), - Samyutta Nikaya (kumpulan sutra yang isinya secara kelompok), - Anguttara Nikaya (kumpulan sutra atas beberapa topik utama), - Khuddaka Nikaya (kumpulan sutra dari berbagai bahan). Selain itu dalam Buddhisme Mahayana masih terdapat banyak sutra lainnya yang diperkirakan sekitar 300 sutra, dimana terdapat beberapa yang tersusun sesudah Parinirvana Sang Buddha. Sutra-sutra yang kebanyakan 4 berasal dari bahasa Sansekerta telah berhasil diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa saat ini berkat jasajasa dari para sesepuh Mahayana, seperti Kashyapamatanga dan Mdian Dharmaraksha, Tao-an, Kumarajiva, Siksananda, Buddhabhadra, Buddhajiva, Buddhayasas, Bodhiruci, Bhodiyasa, Gunabadra, Dhamakshema, Punyatara, Paramartha, I-ching, Fa-hsien, Hsuantsang, Subhakarasinha, Divakara, dan lain-lain. Kebanyakan sutra yang diterjemahkan pada awalnya ke dalam bahasa Mandarin tersebut dibawa dari India ataupun Srilanka melalui jalan darat yang dikenal sebagai Jalan Sutra (Silk Road). Sekarang sutra-sutra tersebut sudah ada dalam berbagai bahasa khususnya bahasa Tibet, Jepang, Korea, Vietnam dan malahan terdapat banyak sutra yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Belanda. Di Indonesia, pada jaman kejayaan Sriwijaya dalam masa keprabuan Syailendra (sekarang Palembang, Sumatera), telah tercatat dalam sejarah sebagai pusat pendidikan Agama Buddha Mahayana dimana terdapat seorang guru agama Buddha yang terkenal bernama Sakyakirti (Dharmakirti). Demikian juga di tanah Jawa dimana sempat juga didatangi oleh beberapa tokoh yang terkenal dalam sejarah perkembangan Buddhisme dengan berbagai peninggalan sejarahnya seperti candi Borobudur, Mendut, Pawon dan lain-lain. Bhiksu Fa-hsien dari Cina pada tahun 414 M sempat tinggal selama lima bulan di Ho-ling (Jawa) yang sesuai catatannya bahwa di Jawa telah menerima agama Buddha yang beraliran Hinayana. Setelah itu Gunawarman dari Kashmir yang datang ke Jawa pada sekitar tahun 421 M. Bhiksu lainnya dari Cina, Huining juga pernah ke Jawa pada sekitar tahun 664 M dan sempat tinggal selama tiga tahun. I-ching sempat dua kali ke Sriwijaya dimana pada tahun 685 M sempat tinggal selama empat tahun untuk menyelesaikan tugasnya menerjemahkan berbagai kitab dari bahasa Sansekerta ke bahasa Mandarin. Atisa (hidup tahun 982-1054) dari keluarga bangsawan Bengala yang menjadi Bhiksu pernah datang ke Sriwijaya untuk belajar filsafat dan logika agama Buddha Mahayana selama 12 tahun (antara tahun 1011- No.004/ Januari 2005 1023) dibawah bimbingan guru besar Sakyakirti (Dharmakirti). Beberapa sutra dalam Mahayana yang dianggap sangat penting, antara lain: -Avatamsaka Sutra (Hua Yen Cing) -Maha Ratnakuta Sutra (Ta Pao Ci Cing) -Maha Sanghata Sutra (Ta Ci Cing) -Astasahasrika Prajnaparamita Sutra (Pa Chien Sung Phan Jo Cing) -Maha Prajnaparamita Sutra (Ta Phan Jo Cing) -Prajnaparamita Hrdaya Sutra (Sim Cing) -Saddharma Pundarika Sutra (Fa Hua Cing) -Mahaparinirvana Sutra (Ta Ch’eng Nie Phan Cing) -Surangama Sutra (Leng Yeng Cing Ta Fo Ting Shuo Leng Yeng Cing) -Amitabha Sutra (O Mi Tho Cing) -Sukhavati Vyuha Sutra (Wu Liang Shuo Cing / Fo Shuo A Mi Tho Cing) -Amitayur Dhyana Sutra (Kuang Wu Liang Shuo Cing) -Vaipulya-mahavyuha Sutra (Ta Cuang Yen Cing) -Vimalakirti Nirdesa Sutra (Wei Mo Cing) -Suvarnaprabhasa Sutra (Cin Kuang Ming Cui Sen Wang Cing), -Lankavatara Sutra (Leng Cia Cing) -Sandhi Nirmocana Vyuha Sutra (Cie Sen Mi Cing) -Vajrachedika-prajna-paramita Sutra (Cin Kang Cing) -Mahavairocanabhi-sambhodi Sutra (Ta Re Ru Lai Cing) -Lalita Vistara Sutra (P’u Yao Cing) -Suvarna Prabhasa Sutra (Cin Kuang Ming Cui Sen Wang Cing) -Dasabhumika Sutra (Se’ Ti Cing) -Mahayana Buddha Pacchimovada Pari Nirvana Sutra (I Chia Yu Cing) -Brahmajala Sutra (Fan Wang Cing) -Dasa Kausalya Karma Sutra (Se’ San Ye Tao Cing) -Maha Samnipata Sutra (Ta Chi Cing) -Tathagatagarbha Sutra (Ta Fang Teng Ju Lai Tsang Cing) -Yogacarabhumi Sutra / Dharmatara Dhayna Sutra (Ta Mo To Lo Ch’an Cing) -Bhaishajyaguru Vaiduryaprabha Tathagata Sutra (Yo Shi Liu Li Kuang Ju Lai Pen Yuan Khung Te Cing) -Sanmukhi Dharani Sutra (Liu Men To Lo Ni Cing) -Sutra Hui Neng atau Sutra Altar (Liu Cu Than Cing) -Ksitigarbha Bodhisattva Sutra (Ti Chang Phu Sat Pen Yuan Cing) -Bodhisattva Treasury Sutra (Phu Sat Tsang Cing) Abhidharma Pitaka [Abhidhamma Pitaka] Merupakan kumpulan berdasarkan klasifikasi yang detail mengenai fenomena kejiwaan, logika, analisa metafisik dan informasi penting dari kosa kata. Kitab Abhidhamma dapat juga disebut sebagai ilmu psikologi Buddhisme yang mengajarkan analisis yang mendalam mengenai berbagai komponen dan proses dari batin dan jasmani. Abhidhamma Pitaka sesuai uraian dari kaum Sthaviravada (Pali canon) dapat diuraikan menjadi tujuh jilid buku [pakarana], yaitu : a. Dhammasangani, menguraikan mengenai etika dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa b. Vibhanga, menguraikan apa yang terdapat dalam buku Dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini dapat dibagi lagi dalam delapan bab [vibhanga], dan masingmasing bab memiliki tiga bagian yaitu Suttantabhajaniya, Abhidhammabhajaniya dan Pannapucchaka atau daftar pertanyaan-pertanyaan. c. Dhatukatha, menguraikan mengenai unsur-unsur batin yang terbagi atas empat belas bagian. d. Puggalapannatti, menguraikan berbagai watak manusia [puggala] yang terkelompok dalam sepuluh urutan kelompok. e. Kathavatthu, terdiri dari dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan percakapan [katha] dan sanggahan terhadap pandangan salah yang dikemukan oleh berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan dengan theologi 5 f. g. dan metafisika. Yamaka, terdiri dari sepuluh bab [yamaka], yaitu Mula, Khanda, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma dan Indriya. Patthana, menerangkan mengenai sebab-sebab yang berkenaan dengan dua puluh empat hubungan antara batin dan jasmani [Paccaya]. Abhidharma Pitaka dari kaum Sarvastivada (Sansekerta) dapat dikelompokkan dalam tujuh kitab, yaitu: a. Jnana-prasthana, b. Sangitiparyaya, c. Prakaranapada, d. Vijnanakayasya, e. Dhatukaya, f. Dharmaskandha, g. Prajnaptisastra. Disamping itu terdapat juga beberapa kitab komentarnya, seperti Abhidhamma Maha Vaibasha Sastra dan Abhidhamma Kosa Sastra. Demikian juga yang ditulis oleh kaum Madhyamika, antara lain Madhyamika Karika, Dwidasa-Sastra, Sata Sastra. Asanga dari kaum Vijanavada yang dikenal dengan Yogacara menyusun beberapa karyanya yang berhubungan dengan Abhidhamma, yaitu : Saptadasabhumi Sastra Yoga-caryabhumi, SutralankaraTika, Madhyatavibhaga Sastra Grantha, Vajracheda Sutra Sastra, Yogavibhaga Sastra dan Mahayanasamparigraha Sastra. Vasubandhu juga menulis beberapa kitab yang berhubungan dengan Abhidhamma, yaitu : Vidyamatrasiddhi, Pancaskandhaka Sastra, Vidyamatrasiddhi Tridasa Sastra Karika, Karma- siddhaprakarana Sastra, Dasabhumika Sastra, Gayasirsha Sutra Tika dan Saddharmapundarika Sutra Upadesa. Keahlian seseorang dalam menguasai berbagai kitab suci yang ada dalam Buddhisme bukanlah sebagai jaminan akan memperoleh manfaat kehidupan suci, tetapi yang penting adalah berbuat sesuai ajaran dalam kehidupan sehari-hari baik melalui pikiran, ucapan ataupun perbuatan. Sang Buddha bersabda : No.004 / Januari 2005 “Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci. Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana, maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.” (Dhammapada, 19, 20) Ketika kita menyatakan berlindung kepada Dharma (Dhammang Saranang Gacchami) berarti kita harus memiliki pengertian yang benar terhadap Ajaran Sang Buddha dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari secara bijaksana. Sekilas Sekte Tien-Tai dan Nichiren Shu Sekte Tien-tai di China, adalah salah satu sekte dari aliran Mahayana yang terkemuka. Sekte Tien-tai didirikan oleh Bhiksu Ce Khai (531-597SM), Beliau juga disebut Chih-i atau Chih-ce atau juga Mahaguru Thien-Tai (T'ien-t'ai). Sekte ini berpedoman pada Saddharma Pundarika Sutra (Fa Hua Cing - Myo Ho Ren Ge Kyo), Amitartha Sutra (Wu Liang I Cing) dan Nirvana Sutra (Nie Phan Cing). Teori yang terkenal dari Sekte ini adalah Tentang Tiga Ribu Alam dalam Sekejap Jiwa (Icinen Sanzen). Mahaguru lain yang terkenal adalah Mahaguru Miao-Lo, pemimpin ke-enam (jika Chih-I dihitung sebagai yang pertama, kesembilan jika Nagarjuna dihitung sebagai yang pertama). Chan-Jan (MiaoLo) menghidupkan kembali sekte Tient'ai yang sempat mengalami kemunduran. Beliau menulis tiga penjelasan tentang karya Chih-i yang terkenal yakni: "Keterangan mengenai kata dan kalimat dari Saddharma Pundarika Sutra, Penjelasan tentang Makna mendalam dari Saddharma Pundarika Sutra, dan Keterangan mengenai Pemahaman dan Konsentrasi Agung." Sekte Tien-t'ai kemudian dibawa oleh Bhiksu Saicho ke Jepang (Sekte Tendai). Ia menjadi bhiksu pada usia 19 tahun 785 dan kemudian pindah ke Gunung Hiei. Disana Beliau menghabiskan waktunya untuk mempelajari karya-karya dari Mahaguru Chih-I. Tahun 804, Ia dikirim oleh kerajaan ke China beserta muridnya Gishin. Disana selama sembilan bulan, Beliau mempelajari Buddhisme Tien-T''ai bersama Tao-sui, pemimpin ke tujuh, dan Hsing Man, yang juga merupakan murid langsung dari Chan-jan. Setelah meninggalnya Saicho (822), Gishin menjadi penerusnya dan pemimpin ke dua Sekte Tendai di Jepang. Pada tahun 823, Kaisar Saga memberikan nama baru kepada Kuil di Gunung Hiei, EngryakuJi. Pada tahun 866, Kaisar Seiwa menganugerahkan nama Dengyo Daishi kepada Saicho. Setelah meninggalnya Mahaguru Dengyo, ajaran sekte Tendai di Jepang mulai tercampur aduk, sehingga tidak terkosentrasi pada Saddharma Pundarika Sutra lagi, bahkan mengadopsi ajaran Eksoterik dan lain-lain. Nichiren Shonin, pada usia 15 tahun telah masuk kebhiksuan, Beliau belajar di Kuil Seicho-Ji, sebuah kuil aliran Tendai dan dibimbing dibawa Bhiksu Dozen, kepala kuil tersebut. Setelah belajar di Seicho-Ji, Beliau melanjutkan pelajarannya di Hachimangu-Ji. Kuil ini mempunyai hubungan dengan Kuil Onjoji di propinsi yang sama. Sedangkan Kuil Onjo-ji berkiblat ke Kuil Enryaku-Ji di Gunung Hiei. Pada tahun 1241, Nichiren Shonin pergi ke Kuil Enryaku-Ji untuk melanjutkan pendidikannya. Kuil ini adalah pusat Sekte Tendai di Jepang. Sekte ini juga dikenal sebagai Hokke Shu atau Sekte Saddharma Pundarika Sutra. Setelah belajar bertahun-tahun tentang semua ajaran Buddha dari satu kuil ke kuil yang lain bahkan Nichiren Shonin juga belajar sastra Kong Fu Cu dan lainlain, Beliau mencapai sebuah kesimpulan bahwa Ajaran yang seharusnya dibabarkan dan disebarluaskan serta dipuja pada masa Akhir Dharma adalah Saddharma Pundarika Sutra. Nichiren Shonin mengajarkan pemujaan terhadap judul dari Saddharma Pundarika Sutra (O'daimoku) "Namu Myoho Renge Kyo." Nichiren Shonin pertama kali menyebut O'daimoku dan mendirikan sekte Nichiren Shu pada tanggal 28 April 1253. Nichiren Shonin juga mewujudkan Maha Mandala berdasarkan ajaran tersirat Saddharma 6 Pundarika Sutra dan digunakan sebagai objek pemujaan bagi seluruh umat manusia. Pusat dari sekte Nichiren Shu adalah Kuil Kuon-Ji, Gunung Minobu. Saat sekarang Nichiren Shu telah berkembang dan tersebarluaskan diseluruh dunia, dan memiliki lebih dari 9.000 bhiksu/bhiksuni serta menangani lebih dari 6.000 kuil diseluruh Jepang dan negara lain. Nichiren Shu sering juga di sebut Nichiren Hokke Shu atau Sekte Hokke Shu, karena berpedoman pada Saddharma Pundarika Sutra Nichiren Shu di Indonesia saat ini memiliki dua buah kuil yakni Kuil Renge-Ji (Myoho San RengeJi) Jakarta, dan Cetya Bodhicitta di Kepulauan Seribu. Mari kita bersamasama dengan semangat Pendiri kita, Nichiren menyebarluaskan ajaran ini, Saddharma Pundarika Sutra. SELESAI. Dirangkum oleh Sidin Ekaputra,SE. Hati Kepercayaan dan Odaimoku Istri dan Suami Hati kepercayaan bukanlah sesuatu yang istimewa. Seorang istri mencintai suaminya, dan seorang suami mencurahkan hidupnya untuk istrinya; orang tua tidak akan meninggalkan anak-anaknya, dan anak-anak juga tidak akan pergi dari ibunya. Begitupun juga, percaya dalam Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni, Buddha Taho, seluruh para Buddha, Bodhisattva dan Dewa-dewi. Kemudian sebutlah Namu Myoho Renge Kyo. Inilah Hati Kepercayaan Myoichi Ama Gozen Gohenji Surat Balasan Kepada Myoichi Ama (Latar Belakang : 18 Mei 1280, di Gunung Minobu, Showa Teihon, p.1749) No.004/ Januari 2005 Buku "Writing Of Nichiren Shonin" Doctrine 2 Edited by George Tanabe.Jr, Compiled by Kyotsu Hori Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association, Tokyo - Japan Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra,SE HONZON MONDO SHO Catatan Redaksi: Gosho ini sambungan dari bulan lalu edisi Desember 2004. Gosho ini terdiri dari 13 seri pertanyaan, edisi bulan lalu telah dibahas sampai pertanyaan no.6, dan edisi kali ini telah selesai. ---------------------------------------- P ertanyaan 7: Apakah bukti dari semua ini ? Jawaban 7: “Sutra Meditasi Bodhisattva Samantabhadra (fugen), bagian akhir dari Saddharma Pundarika Sutra menyatakan: “Sutra Mahayana ini adalah gudang pusaka dari seluruh Buddha, kebenaran sesungguhnya dari seluruh Buddha di alam semesta dari masa lampau, sekarang dan akan datang.” Dan “Sutra Mahayana ini adalah mata dari seluruh Buddha dan seluruh Buddha dilengkapi dengan kelima mata5 dari Sutra Mahayana ini. Trikaya6 dari Buddha adalah hasil dari sutra ini. Sutra ini berisi seluruh Dharma, bagaikan samudera yang berisi semua jenis air. Trikaya Buddha yang tak terhingga adalah hasil dari sutra bagaikan samudera ini. Trikaya dari tubuh Buddha bagaikan lapangan dimana dewa dan manusia dapat menanam kebajikan, dan mereka adalah diantara yang pertama berhak menerima persembahan.” Menurut beberapa kalimat sutra, Buddha lahir dari Saddharma Pundarika Sutra, dimana sama seperti seorang ibu yang memberikan kelahiran. Buddha adalah badan dan Saddharma Pundarika Sutra adalah jiwanya. Oleh karena itu, upacara pembukaan mata dari gambar atau patung kayu dari Buddha harus dilakukan dengan Saddharma Pundarika Sutra. Merupakan sebuah kesalahan besar jika melakukan pembukaan dengan mengunakan mudra Buddha dan mantra dari Buddha Dainichi, sebagaimana yang dilakukan pada masa lalu. Pertanyaan 8: Mana lebih baik menerima Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon atau menerima Buddha Dainichi sebagai Honzon? Jawaban 8: Jika kamu mengikuti keinginan Guru Agung Kobo, Jikaku dan Chisho, maka Buddha Dainichi lebih unggul dari Saddharma Pundarika Sutra. Pertanyaan 9: Untuk alasan apa ? Jawaban 9: Ringkasan dari “Sepuluh Tingkat Pikiran”, Guru Agung Kobo menyatakan kunci berharga untuk pusaka rahasia: “Delapan adalah Saddharma Pundarika Sutra, Sembilan adalah Sutra Karangan Bunga (KegonKyo), dan Sepuluh adalah Sutra Buddha Dainichi,” dalam uraian mengenai kemajuan dari ajaran yang paling dangkal ke yang paling dalam. Guru Agung Jikoku dalam “Catatan Sutra KongochoKyo dan Catatan Sutra Soshitsuji-Kyo” dan juga Guru Agung Chisho “Panduan Sutra Dainichi” dikatakan bahwa: Sutra Dainichi adalah yang pertama dan Saddharma Pundarika Sutra adalah yang kedua.” Pertanyaan 10: Apakah yang anda pikirkan tentang mereka? Jawaban 10: Menurut penilaian Buddha Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna dan para Buddha seluruh alam semesta, “Saddharma Pundarika Sutra adalah yang terbaik dari seluruh naskah buddhis dimana, yang telah dibabarkan7, sedang dibabarkan8 atau yang akan dibabarkan9.” Pertanyaan 11: Bhiksu Tendai, Shingon dan sekte lainnya, juga raja dan masyarakat Jepang sekarang, dan seluruh manusia di dunia berpikir, “Bagaimana dapat Bhiksu Nichiren disamakan dengan Guru Agung seperti Kobo, Jikaku dan Chisho ?” Apa yang anda pikirkan tentang ini ? Jawaban 11: 7 Saya, Nichiren, akan menjawab dalam tanggapan sebagai berikut: Pertama, Apakah anda pikir bahwa Guru Agung Kobo, Jikaku dan Chisho adalah lebih unggul daripada Buddha Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna dan Para Buddha dari sepuluh penjuru dunia di alam semesta? Kedua, seluruh manusia di Jepang sekarang, termasuk raja Jepang dan masyarakatnya, adalah anak dari Buddha Sakyamuni. Sutra Nirvana, dimana adalah sutra yang terakhir dan wejangan dari Sakyamuni Buddha dikatakan: “Percayalah kepada Dharma dan jangan kepada manusianya.” Untuk kita dapat dikatakan, “Saddharma Pundarika Sutra adalah yang terunggul diantara seluruh sutra” adalah untuk percaya kepada Dharma. Bukankah para bhiksu, raja dan masyarakat dan seluruh umat manusia yang berpikir bahwa Nichiren lebih rendah dari keTiga Guru Agung, dan sama dengan pelayan mereka, kuda dan sapi, karena itu semua tidak patuh kepada Buddha Sakyamuni? Pertanyaan 12: Jadi menurut anda, Guru Agung Kobo tidak membaca Saddharma Pundarika Sutra ? Jawaban 12: Guru Agung Kobo seharus telah membaca semua sutra. Bagaimanapun, dalam penyampaian untuk keputusan hubungan mendalam dalam ajaran antara Saddharma Pundarika Sutra, Sutra Karangan Bunga dan Sutra Dainichi, dia lalai membaca kutipan dalam Saddharma Pundarika Sutra, sebagai contoh, “ Saddharma Pundarika Sutra ini adalah Dharma Sejati dari seluruh Buddha.” Ditafsir, Ini adalah lebih rendah dari seluruh sutra, dan “Baisajyaraja ! terdapat begitu banyak sutra yang dibabarkan dan Saddharma Pundarika Sutra ini adalah yang terbaik.” Lagi pula, Guru Agung Jikaku dan Chisho juga salah membaca seperti yang dikatakannya, “Diantara sutra-sutra No.004 / Januari 2005 itu, ini adalah menengah;” dan “Ini adalah yang kedua.” Bagaimanapun, seluruh Buddha termasuk Sakyamuni Buddha, Buddha Prabhutaratna dan Buddha Dainichi membandingkan Saddharma Pundarika Sutra dengan seluruh sutra lainnya, dan membabarkan, “Saddharma Pundarika Sutra adalah yang paling utama;”10 dan “Saddharma Pundarika Sutra adalah yang tertinggi.” 11 Jadi, Siapa yang kamu percaya, Buddha Sakyamuni dan para Buddha sepuluh penjuru alam semesta, atau Tiga Guru Agung Jikaku, Chisho dan Kobo ? Karena kamu memandang rendah kepada saya, Nichiren, dan sungguh-sungguh percaya kepada pendapat dari Tiga Guru Agung, kamu mempunyai sebab tidak mematuhi Buddha Sakyamuni dan seluruh Buddha sepuluh penjuru alam semesta. Pertanyaan 13: Guru Agung Kobo yang berasal dari propinsi Sanuki dan murid dari Kepala Bhiksu Gonso. Beliau secara mendalam belajar dari 6 sekte (di Nara) termasuk Sanron dan Hosso12, pada bulan lima tahun Enryaku ke-23 (804) dengan perintah kerajaan dari Kaisar Kammu, dia ingin pergi ke China. Mendapatkan sebuah ijin dari Kaisar Shun-tshun, dia mewariskan kepada Guru Dharma Chen-yen (Shingon) buddhisme dari Yang Mulia Hui-kuo dari kuil Ch’ing-lung. Hui-kuo, pewaris ke tujuh dari Buddha Dainichi, setelah meninggalnya Guru Dharma Chen-yen bagaikan menuangkan air dari satu bejana ke yang lainnya. Jadi, meskipun demikian setiap orang adalah tidak sama, Dharma yang ditinggalkan sama jika mendapatkan pengajaran langsung dari Buddha Dainichi sendiri. Meskipun bejananya berubah dari Buddha Dainichi kepada Vajrasattva, diikuti oleh Nagarjuna, Nagabodhi, Vajrabodhi, Amoghavajra, Hui-kuo dan terakhir Kobo; air yang ditinggalkan menurun sama kepada Guru Dharma Chen-yen. Penerimaan Dharma Chen-yen dari Yang Mulia Hui-kuo, Guru Agung Kobo kembali ke Jepang menyeberangi lautan sebanyak 3000ri, memberikannya kepada ke Tiga Kaisar Heijo, Saga dan Junna. Pada tanggal 19 bulan kelima tahun Konin ke-14 (823), Kobo menerima ijin kerajaan untuk membangun Kuil Toji, dimana dia menyebarkan ajaran Dharma rahasia dari Shingon. Oleh karena ini, setiap orang mengunakan sebuah vajra (penumbuk-intan) atau gelang bel vajra Shingon dalam lima propinsi di kota utama13 , tujuh distrik14, 66 provinsi15, dan dua pulau;16 juga diseluruh Jepang, semua pengikut Guru Agung Kobo tanpa kecuali. Guru Agung Jikaku berasal dari propinsi Shimotsuke dan merupakan murid dari Bodhisattva Kochi17. Pada tahun Daido ke-3 (808), diusia 15, beliau mendaki ke atas Gunung Hiei, dimana selama 15 tahun dia belajar di enam sekte18 dan juga di Sekte Hokke (Tendai) dan Shingon. Setelah berlalu kekaisaran T’ang, China pada Tahun Jowa Ke-5 (838), selama tenggang waktu kekaisaran Wu-tsung, beliau bertemu beberapa pendeta Tien-tai (Tendai) dan bhiksu Chen-yen (Shingon) yang terkenal seperti Fa-ch’uan, Yuan-chen, I-chen, Fa-yueh, Tsung-jui, dan Chih-yuen, dari beberapa guru eksoterik dan ajaran eksoterik. Khususnya, Beliau berjuang sepuluh tahun belajar Chen-yen untuk menjadi pewaris kesembilan setelah Buddha Dainichi. Kembali ke Jepang pada tahun Kajo ke-1 (847), Beliau menjadi guru dari Kaisar Nimmyo, menulis komentar mengenai Sutra Kongocho-kyo dan Sutra Soshitsuji-kyo selama periode Ninju dan Saiko, membangun Kuil Soji-in di Gunung Hiei dan menjadi Kepala Bhiksu ke-Tiga dari Kuil Enryakuji. Inti sari ajaran Shingon di Sekte Tendai Jepang berawal dari Beliau. Guru Agung Chisho dari Propinsi Sanuki memasuki Gunung Hiei pada umur 14 tahun di tahun Tencho Ke-4 (827), dan menjadi murid dari Kepala Bhiksu Gishin. 19 Di Jepang, Beliau belajar di delapan sekte20 dibawa Kepala Bhiksu Gishin, Guru Agung Jikaku, Encho21, dan Kojo.22 Pada tahun Ninju Ke-1 (853) dengan ijin kerajaan dari Kekaisaran Montoku, Beliau ingin pergi ke China untuk belajar eksoterik dan ajaran eksoterik dibawa beberapa guru seperti Acharya Fa-ch’uan dan Yang Mulia Liang-hsu untuk beberapa tahun selama rentang waktu Kekaisaran Hsuan-tsung (pada era Ta-chung). Pada tahun Ten’an Ke-2 (858) Beliau pulang ke Jepang dan menjadi guru dari Kekaisaran Montoku dan Seiwa. Raja yang terkenal dan masyarakatnya mempunyai rasa hormat 8 dan memuja ke Tiga Guru Agung dan berganti kepada ajaran mereka sebagai matahari dan bulan bagi kepentingan sekarang dan kehidupan mendatang mereka. Karena inilah, umat awam yang tidak mempunyai pengertian tidak mempunyai pilihan tetapi menghormati dan percaya kepada ke Tiga Guru Agung dan ajaran mereka. Sehingga kami melanggar peringatan Buddha Sakyamuni yang dibabarkan dalam Sutra Nirvana: “Mengikuti Dharma dan bukan manusianya,” Bagaimana dapat kami bergantung pada guru ini di China dan Jepang seperti Guru Agung Kobo, Jikaku dan Chisho daripada kepada Buddha ? Jika kami mematuhi peringatan, kemudian bagaimana kami dapat memperoleh pengertian yang lebih baik ? pada akhirnya, apa yang harus kami lakukan ? Jawaban 13: Memperhatikan penyebaran Buddha Dharma di India selama periode 1000 tahun pertama setelah meninggalnya Buddha Sakyamuni, ajaran Hinayana tersebarluaskan selama 500 tahun pertama dan kemudian ajaran Mahayana selama 500 tahun kedua. Selama beberapa tahun ini perdebatan antara ajaran Buddhisme Mahayana dan Hinayana terus berlanjut dan antara ajaran sementara dan sesungguhnya; Bagaimanapun ketidak-jelasan perkembangan antara eksoterik dan ajaran eksoterik. Buddha Dharma telah tersebarluaskan ke China untuk pertama kali pada 15 tahun setelah dimulainya Masa Persamaan Dharma. Pertama, perdebatan yang terjadi semakin panas antara Kongfucius dan Buddhisme, tetapi penentuan akan dicapai untuk yang terunggul. Secara perlahan Buddha Dharma tersebarluaskan, pertengkaran dimulai antara Mahayana dan Hinayana dan antara ajaran sementara dan sesungguhnya. Bagaimanapun, tidak ada perkembangan yang berarti antara mereka setelah 600 tahun setelah pengenalan Buddha Dharma di China, ketika ke Tiga Guru Tripitaka; Subhakarasimha, Vajrabodhi dan Amoghavajra datang dari India untuk mendirikan sekte Chen-yen selama waktu Kekaisaran Hsuan-tsung. Sebagai sebuah kesimpulan, sekte lain seperti Tien-t’ai dan Karangan Bunga saling memandang rendah dan setiap orang dari Kekaisaran sampai umat awam No.004/ Januari 2005 percaya terhadap perbedaan antara Chenyen dan Saddharma Pundarika Sutra adalah sangat besar bagaikan langit dan bumi. Setelah itu, pada waktu Kekaisaran Te-tsung, Maha Guru Miao-le memahami Chen-yen tidak dapat dibandingkan dengan Saddharma Pundarika Sutra, tetapi sejak itu Beliau menekan secara tegas mengenai hal ini, sehingga tidak seorangpun mengetahui perbandingan keunggulan antara sekte Teratai dan Chen-yen. Selama rentang waktu Kekaisaran ke-30 Kimmei, Buddha Dharma tersebarluas ke Jepang untuk pertama kalinya melalui Kerajaan Paekche. Kemudian lebih dari 30 tahun sejak pengenalan itu, perdebatan memanas antara pendukung Buddhis dan penduduk Shinto. Selama rentang waktu raja yang berkuasa ke-34, Maharani Suiko, Pangeran Shotoku untuk pertama kalinya secara resmi mendirikan Buddha Dharma di Jepang. Dua Bhiksu Tinggi, Hyegwan dari Koguryo dan Kwalluk dari Paekche, datang ke Jepang dan mendirikan sekte Sanron. Pada masa Kekaisaran Kotoku, Bhiksu Dosho ingin pergi ke China, menyebarkan Buddhisme Zen di Jepang setelah kepulangannya. Selama masa Kekaisaran Temmu, Chiho membawa ajaran Hosso dari Silla. Kemudian, selama masa Kekaisaran ke-44 Gensho, Guru Tripitaka Subhakarasimha membawa masuk Sutra Dainichi, tetapi tidak tersebarkan secara luas. Pada waktu Kekaisaran Shomu, Bhiksu Tinggi Shen-hsiang dan Kepala Bhiksu Roben membawa ajaran Kegon. Pada masa Kekaisaran ke-46 Koken, Yang Mulia Bhiksu Chien-chen membawa ajaran Ritsu dan Saddharma Pundarika Sutra, tetapi dia hanya menyebarluaskan Sekte Ritsu dan tidak Saddharma Pundarika Sutra. Pada bulan ketujuh tahun Enryaku ke-23 (804), selama rentang waktu Kekaisaran ke-50 Kammu, Maha Guru Dengyo ingin pergi ke China dengan ijin kekaisaran dan menerima metode meditasi dan kebijaksanaan dari Sekte Teratai dari Tao-sui dan Hsingman, yang mana keduanya merupakan murid dari Maha Guru Miao-le. Maha Guru Dengyo juga menerima aturan prilaku dari Bodhisattva dari Guru Ajaran Tao-hsuan melalui kedua guru tersebut. Beliau, selanjutnya menerima Dharma rahasia dari Chen-yen dari Yang Mulia Shun-hsiao sebelum kembali ke Jepang. Hal Ini memperlihatkan kepada Beliau, tentang perbandingan keunggulan antara ajaran Shingon dan Hokke tidak dapat sesuai dengan pendapat dari sekte-sekte China. Selanjutnya, Beliau membandingkan penafsiran dari Sutra Buddha Dainichi dan Sutra Saddharma Pundarika melalui dirinya sendiri, memutuskan tidak hanya bahwa Sutra Buddha Dainichi lebih rendah dari Saddharma Pundarika Sutra, tetapi juga komentar mengenai hal ini23 telah dicuri dari pemikiran Tien-t’ai dan menaruhnya di Sekte Shingon. Tersinggung melihat bahwa Sutra Buddha Dainichi, sutra dasar dari Sekte Shingon, diremehkan, Guru Agung Kobo kemudian mencoba untuk menata ulang reputasi dari Sekte Shingon dengan mengeluarkan pernyataan, “Saddharma Pundarika Sutra lebih rendah tidak hanya terhadap Sutra Buddha Dainichi tetapi juga terhadap Sutra Karangan Bunga.” Bagaimanapun, jika Guru Agung Jikaku dan Chisho tidak menyebarluaskan doktrin dari Guru Agung Kobo di Gunung Hiei dan di Kuil Onjoji24, pandangan keliru Guru Agung Kobo tidak akan menjadi tersebarluas di Jepang. Guru Agung Jikaku dan Chisho tidak setuju bahwa Sutra Karangan Bunga lebih unggul daripada Saddharma Pundarika Sutra, tetapi menerima hubungan keunggulan antara Saddharma Pundarika Sutra dan Sutra Buddha Dainichi dari Shingon, mereka melengkapi persetujuan dengan Guru Agung Kobo. Kedua ini tidak terwujudnyata, tetapi secara tak sengaja mereka menjadi musuh besar dari Guru Agung Dengyo.25 Banyak Bhiksu Tinggi di Jepang setelah mereka bertambah bijaksana dan berbudi, tetapi mereka tidak menyamai ke Tiga Guru Agung Kobo, Jikaku dan Chisho. Sebagai kesimpulan, untuk lebih dari 500 tahun sampai hari ini, semua orang di Jepang telah menerima Shingon (dan ini berdasarkan Sutra Buddha Dainichi) adalah lebih unggul dari Saddharma Pundarika Sutra. Selain itu, mereka yang telah mempelajari Buddhisme Tendai dan melaksanakan Shingon adalah tidak sama dengan Saddharma Pundarika Sutra, 9 mereka tidak berani bersuara, takut akan mendatangkan kemurkaan seperti aturan pengucilan dari bangsawan di Kuil Ninnaji dan Kepala Bhiksu di Gunung Hiei. Mereka yang belajar Buddhisme Tendai tanpa mengerti bahwa Shingon adalah tidak sama dengan Saddharma Pundarika Sutra, mungkin dikatakan, “Shingon dan Saddharma Pundarika Sutra adalah tidak sama tingkatannya.” Bhiksu Shingon, bagaimanapun, hanya memperolok sambil berkata, “Ini adalah kesalahan yang tidak masuk diakal,” dan sulit membuat mereka serius. Konsekwensinya, ratusan ribu kuil dan tempat suci di seluruh Jepang termasuk Sekte Shingon. Sama jika kemungkinan dimana kuil-kuil dimana ajaran Shingon dan Hokke dilaksanakan, mereka menyuguhkan Shingon sebagai raja dan Saddharma Pundarika Sutra sebagai penerima; atau meskipun beberapa belajar kedua-duanya Shingon dan Hokke, mereka semua secara pribadi percaya Shingon lebih unggul. Kepala kuil dan pegawai pengurus semua anggota dari Sekte Shingon, dan adalah sebab yang alami, sesuatu yang lebih kecil mengikuti mereka yang lebih unggul, orang di Jepang semua adalah anggota dari Sekte Shingon. Sama halnya dengan semua orang di negeri Jepang hanya perkataan dibibir saja mengenai sutra ini, dengan berkata, “Saddharma Pundarika Sutra adalah yang terunggul,” dalam pikiran mereka dikuasai oleh pemikiran ini “Saddharma Pundarika Sutra adalah yang kedua” atau sama “Saddharma Pundarika Sutra berada ditempat ketiga.” Mereka melakukan hal ini tidak hanya dalam pikiran saja tetapi juga dalam perkataan dan perbuatan. Setelah meninggalnya Guru Agung Dengyo, tidak terdapat pelaksana Saddharma Pundarika Sutra lebih dari 500 tahun dimana orang yang membaca, “Saddharma Pundarika Sutra adalah yang terunggul” dengan badan, mulut dan pikiran. Selanjutnya, saya meragukan para pelaksana, siapa yang “Sepertinya Menjaga Saddharma Pundarika Sutra ini” akan muncul. Sebagaimana ramalan dari Sang Buddha Sakyamuni dalam Bab X “Guru Dharma” Saddharma Pundarika Sutra, “Banyak orang yang akan membenci sutra ini dengan penuh kedengkian selama No.004 / Januari 2005 hidupKu. Demikian jugalah, orangorang pada masa setelah kemoksaanKu.” Semua orang dalam masa akhir dharma, mulai dari Kekaisaran sampai ke rakyat biasa, semuanya menjadi musuh besar dari Saddharma Pundarika Sutra. Saya, Nichiren, anak seorang nelayan di tepi laut di daerah Tojo, Nagasa, dalam propinsi Awa, dimana adalah daerah ke-12 dari 15 propinsi dalam daerah Tokaido. Pada umur 12 tahun, Saya pegi ke Kuil Kiyosumi-dera (Seicho-ji) dalam daerah Tojo untuk belajar. Meskipun, sejak saat itu selalu berpindah-pindah tempat, walaupun itu banyak terdapat kuil, tidak terdapat satupun sekte disana. Inilah kenapa saya mengunjungi beberapa propinsi lainnya yang merupakan bagian dari pelatihan dan pembelajaran saya. Karena saya tidak mempunyai seorang guru yang dapat mengajarkan saya, adalah sangat sulit untuk belajar tentang keaslian dari kesepuluh sekte dan membandingkan keunggulan diantara mereka; jadi saya sungguh-sungguh berdoa, memohon kepada para Buddha dan Bodhisattva untuk membimbing saya, dan membabarkan ajaran dari semua sutra. Sebagai hasilnya, ketika saya meneliti ke sepuluh sekte; Sekte Kusha26 terlihat sebagai ajaran yang dangkal sesuai dengan prinsip ajaran Hinayana. Sekte Jojitsu merupakan campuran Mahayana dan Hinayana, jadi ini adalah sebuah kesalahan. Sekte Ritsu, aslinya adalah ajaran Hinayana, kemudian mengubah diri kepada ajaran sementara Mahayana27 dan sekarang kepada ajaran Mahayana sesungguhnya. Disamping itu, mereka ajaran Ritsu dari Guru Agung Dengyo yang diterima dari Tao-sui, dimana adalah berbeda dari Sekte Ritsu yang ada disini. Sekte Hosso, aslinya adalah ajaran dangkal dari Mahayana sementara, berkembang dengan tidak tahu malu mengakui diri sama dengan ajaran Mahayana sesungguhnya, dan pada akhirnya mencoba berusaha menjadi sekte Mahayana sesungguhnya seperti Tendai. Ini sama seperti Taira Masakado dan Fujiwara Sumitomo yang memberontak kepada Kekaisaran. Sekte Sanron, dimana menyebarkan ajaran Mahayana sementara, doktrin dari kekosongan, lalu percaya bahwa ajaran mereka adalah Mahayana sesungguhnya. Sekte Kegon berkata bahwa ia adalah sekte Mahayana sementara, tetapi lebih unggul dari sekte lainnya, hal ini sama seperti Kerajaan Regent atau Chancellor. Ini seperti menempatkan Saddharma Pundarika Sutra seperti seorang pemberontak terhadap raja yang agung. Sekte Jodo adalah sekte ajaran sementara Mahayana, tetapi Shan-tao dan Honen sangat pintar membabarkan semua sutra termasuk Sutra Tanah Suci kepada orang yang ingin lebih maju dan Tiga Sutra Tanah Suci agar mudah dimengerti. Mereka juga mengajarkan kepada orang-orang sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti adalah suatu hal yang bagus28 selama periode Kebenaran dan Kepalsuan Dharma, tetapi adalah bodoh selama masa akhir dharma. Kemudian mereka menetapkan bahwa Nembutsu adalah ajaran yang sesuai untuk orang yang rendah kemampuannya pada masa akhir dharma. Berdasarkan kepada kemampuan setiap orang dan tidak pada kebenaran doktrin, mereka membantahi semua ajaran suci seumur hidup Sang Buddha dan mendirikan Buddhisme Tanah Suci. Sebagai contoh, ini adalah sama seperti orang pintar memperdayakan dengan pujian dan memberi hormat kepada manusia dengan pikiran bodoh untuk kepentingan beberapa keuntungan, karena alasan itu seorang arif bijaksana meninggalkan mereka. Sekte Zen menegaskan bahwa mereka adalah ajaran Dharma Sesungguhnya disamping semua sutra suci dari Buddha Sakyamuni babarkan selama hidupNya. Ini adalah pikiran yang mengelikan untuk membuang sutra suci Buddha Sakyamuni dalam tujuan untuk mengikuti pikiran diri sendiri sama seperti membunuh orangtua untuk mendapatkan anaknya atau seorang rakyat yang membunuh raja sendiri dan mengambil tempatnya. Sekte Shingon tidak hanya seorang pembohong besar tetapi mereka juga menyembunyikan keaslian mereka, orang-orang yang bodoh tidak dapat melihat semua hal ini dan tertipu. Pertama dari semuanya, tidak ada sekte yang mengenal Shingon di India, sebagaimana yang mereka kata. Dimana terdapat bukti tentang hal ini ? Dalam sebuah kasus, karena Sutra Buddha Dainichi, dasar sutra dari Sekte Shingon, telah dibawa ke Jepang, kita dapat membandingkan dengan 10 Saddharma Pundarika Sutra dan terlihat bahwa itu adalah tujuh tingkat dibawa Saddharma Pundarika Sutra. Bukti ini telah menjelaskan antara Sutra Buddha Dainichi dan Saddharma Punarika Sutra, tetapi Saya akan mengambil beberapa kutipan kalimat disini. Sekalipun demikian, Sekte Shingon mengklaim Sutra Buddha Dainichi adalah seorang raja yang mana dua atau tiga tingkatan lebih unggul dari Saddharma Pundarika Sutra. Ini adalah sungguh-sungguh kesalahan yang fatal. Hal ini sama seperti Liu-tsung dari Han (satu dari diantara 16 kerajaan) yang menghancurkan Kerajaan Chin Barat dan membuat ini menjadi kerajaan yang terakhir, Min-ti melayani bagaikan seorang mempelai, dan Ch’aokao, orang yang berbahaya bagi Dinasti Ch’in, merencanakan sebuah muslihat dan berkeras hati mencapai tahta kerajaan. Ini adalah sama seperti Brahman yang sangat sombong di India membuat sebuah patung Buddha Sakyamuni sebagai kaki dari mimbar. Di China, tidak seorang pun yang mengerti akan hal ini, juga di Jepang tidak seorang pun telah memunculkan kesalahan ini tentang Sekte Shingon semenjak diperkenalkan di Jepang lebih dari 500 tahun yang lalu. Penyebabnya adalah sangat tajamnya kebinggungan akan kebenaran dari Buddha Dharma, kepentingan politik telah ikut menyebabkannya, sampai akhirnya negeri ini diserbu oleh kekuatan dari luar negeri. Inilah kenapa Negeri Jepang mengalami kemunduran. Hanya saya, Nichiren, telah menwujudkan hal ini. Untuk kepentingan Buddha Dharma dan politik, Saya, Nichiren menyusun inti sari kalimat-kalimat dari berbagai sutra dalam satu bagian tulisan dengan judul “Rissho Ankoku-ron” (Strategi Menyebarkan Perdamaian Keseluruh Negeri Dengan Menegakkan Dharma Yang Sesungguhnya) dan mengirimkannya kepada Bhiksu Saimyoji. Saya menjelaskan semuanya tentang hal ini secara lengkap dalam tulisan, tetapi orang yang bodoh sangat sulit untuk mengerti, Saya sekarang secara langsung menjelaskan hal ini dengan fakta-fakta. Penguasa ke-82 Jepang, Kaisar Gotoba, yang disebut “Raja Dharma” setelah pensiun, mencoba meruntuhkan Hojo Yoshitoki, Bupati No.004/ Januari 2005 dari Keshogunan Kamakura. Pada akhirnya, pada tanggal 15 bulan kelima tahun Jokyu ke-3 (1221), bekas kaisar itu menangkap Hangan Iga Taro Mitsusue29, wakil shogun di Kyoto. Beliau mengalang prajurit di lima propinsi di Kota Utama dan tujuh daerah, mencoba dengan sia-sia menaklukan Hojo Yoshitoki di Kamakura dalam Propinsi Sagami. Beliau berhasil ditaklukan oleh Hojo Yoshitoki, dan pada akhirnya, bekas kaisar mengasingkan diri ke Pulau Oki; dua dari pangerannya dikirimkan ke Pulau Sado30 dan Propinsi Awa 31 dengan hormat; dan ketujuh pegawai istananya dipenggal lehernya. Kenapa dia juga dapat ditaklukan secara cepat ? Untuk seorang raja seperti beliau untuk menaklukan Yoshitoki, rakyatnya sendiri, hal ini bagaikan seekor elang berusaha menangkap seekor merak atau seekor kucing menangkap seekor tikus, tetapi kenyataannya tidak sama bagaikan jika seekor kucing dimakan oleh tikus atau seekor elang dimangsa oleh seekor merak. Disamping itu, istana Kekaisaran membuat usaha doa untuk mendukung kekuatan Kamakura Bakufu untuk menyerah. Kepala Kuil Tendai Jien, ketua dari Sekte Shingon, Omura (Kepala Bhiksu) dari Kuil Ninnaji, Kepala Kuil Onjoji, dan bhiksu tinggi arif bijaksana yang bercahaya bagaikan matahari dan bulan, di tujuh atau lima belas kuil besar di Nara semua berdoa dengan darah, keringat dan air mata dari hari ke-19 hari bulan ke-5 sampai hari ke-15 dari bulan ke-6 mengunakan 15 altar untuk Dharma rahasia Shingon yang didirikan oleh Tiga Guru Agung Kobo, Jikaku dan Chisho. Terakhir, Omuro dari Kuil Ninnaji, yang merupakan seorang pangeran kerajaan, melaksanakan dalam ruang utama dari Istana Kerajaan, doa Dharma agung dimulai pada hari ke8 bulan keenam, setiap pendoa telah bergantian secara terus menerus setiap tiga kali. Kemudian, pada bulan ke-14, tentara Kamakura mematahkan garis pertahanan di Uji dan Seta dan menyerang Kyoto, menangkap ke tiga bekas kaisar. Mereka menyalakan api membakar Istana Kekaisaran dan meratakannya. Kemudian tentara mengasingkan ke tiga bekas kaisar ke tiga propinsi dan memenggal kepala ke tujuh pegawai istana. Diatas semua ini, tentara menghancurkan sampai ke Istana Omuro menangkap dan memenggal Seitaka, pelayan tercinta pangeran, yang tidak dapat menerima kesedihan akan tragedi ini dan mati dalam kesengsaraan. Kemudian, setelah Seitaka dan ibunya meninggal, 10 juta orang yang mendukung upacara doa ini mati satu persatu atau menginginkan hal itu. Semua hal ini terjadi hanya dalam tujuh hari, antara hari ke-8 bulan ke-9, sejak Omuro memulai doanya, dan pada hari ke-14. 15 altar Upacara Dharma Rahasia yang dilaksanakan dalam kesempatan ini seperti Upacara Dharma Agung Sebuah-Kata-Roda Mas, Empat Raja Langit, Raja Penjaga Tak Bergerak, Raja Penjaga Kekuatan Agung dan Kebajikan, Raja Pemutar Roda Dharma, Permata Pengabur Keinginan, Raja Penjaga Cinta, Mata Buddha, Enam Kata (Manjusri), Anak Permata (VajraKumara), Bodhisattva Penglihatan Luar Biasa, Raja Penjaga Atavaka (Taigensui Myoo), Sutra Perlindungan Negeri dan sebagainya. Pelaksanaan Upacara Dharma ini untuk mengalahkan musuh negara, membunuh mereka dan mengirim jiwa mereka ke Tanah Suci Persembahan Gaib, dimana Buddha Dainichi berada. Pelaksanaan doa ini dilakukan oleh Bhiksu Tinggi dari tingkatan terbaik, termasuk 41 orang yang berpengaruh seperti Bhiksu Kepala Gunung Hiei, Jien32, ketua dari Sekte Shingon pada waktu itu, Pangeran Omura dari Kuil Ninnaji, Bhiksu Ryoson dari Kuil Jojuin di Mii, dan masih banyak lagi seperti 300 orang bhiksu yang menyertai mereka. Selanjutnya doa Dharma, pelaksanaan, dan segalanya begitu sempurna, kenapa pihak kekaisaran dapat dikalahkan dalam konflik ini ? Peristiwa kekalahan mereka ini, tidak seorang pun mengetahui alasan kenapa mereka begitu mudah dan memalukan dapat dikalahkan. Untuk raja menaklukan rakyat, ini adalah mudah bagaikan burung elang terbang diatas burung yang lebih rendah. Ini seharusnya membutuhkan sedikitnya satu tahun atau dua atau satu dekade atau dua untuk kekuatan kekaisaran dapat dikalahkan untuk alasan apapun juga, tetapi semua ini dimulai pada hari ke-15 bulan ke-5 dan mereka dapat dikalahkan pada hari ke-14 bulan ke-6, hanya membutuhkan waktu 30 hari. Ditempat lain, Shogun Daerah Yoshitoki tidak membutuhkan 11 serangkaian upacara, juga beliau tidak berdoa atau tindakan balasan. Dalam pendapat sederhana saya, alasan dari apa yang telah terjadi ini disebabkan orang-orang ini mengunakan doa dengan Dharma palsu dari Shingon. Pada mulanya hanya seorang yang membuat kesalahan, menjadi sebuah bencana bagi seluruh negeri. Sebagaimana hanya doa seorang saja dapat membawa kepada kehancuran satu atau dua negeri. Selanjutnya, sebab ke 300 bhiksu sendiri dengan raja melaksanakan doa Shingon, menjadi musuh besar dari Saddharma Pundarika Sutra, bagaimana tidak membawa kepada kehancuran ? Iblis besar Dharma merasuki seperti sebuah bencana bergerak ke area Kanto secara perlahan-lahan sejalan berlalunya waktu, dan para Bhiksu Shingon mendapat persetujuan Kepala Bhiksu dan pengawai dari berbagai kuil dan mereka seringkali melaksanakan pelayanan doa palsu. Orang-orang di area Kanto didasarkan pada semangat kepahlawanan negara, siapa yang tidak tahu mengenai ajaran ini adalah benar atau salah, percaya secara sederhana dimana mereka harus mendirikan altar dari Tiga Pusaka; Buddha, Dharma dan Sangha. Jadi secara alami, mereka menjadi penganut dari Shingon. Oleh karena akibat dari menimbunnya Dharma palsu Shingon selama bertahun-tahun, Jepang akan diserang oleh negara lain dan ini akan terjadi kehancuran. Tidak hanya Kepala Bhiksu di dalam delapan propinsi dalam area Kanto, tetapi juga di Gunung Hiei, Kuil Toji, Kuil Onjoji dan tujuh kuil agung di Nara, semua berada dibawah penguasaan Shogun Kamakura akan dihancurkan. Sama seperti bekas kaisar di Oki, Hojos telah menjadi penganut dari iblis besar ajaran Shingon. Tidak peduli ukuran negeri, menjadi raja tergantung pada kehendak dari Raja Surga Brahma, Indra, Dewa Matahari, Dewa Bulan dan Empat Raja Langit. Semua mahluk surgawi ini telah berjanji menghukum, segera setelah mereka menjadi musuh dari Saddharma Pundarika Sutra. Sebab inilah, kaum Bhiksu Taira Kiyomori, mewakili ke80 pertama pemerintah Kekaisaran Antoku, dan dalam perintah untuk Minamoto Yoritomo membuat Gunung Hiei, menjadi kuil kaum mereka dan No.004 / Januari 2005 membuat dewa pelindung tempat suci Sanno menjadi dewa yang melindungi33. Kaisar Antoku, selanjutnya, tenggelam mati ke dalam laut di Dan no Ura, dan Pendeta Myoun, Kepala Kuil Gunung Hiei, dibunuh oleh Kiso Yoshinaka, juga kaum Heike akan hancur pada waktunya. Sekarang, bukti pertama dari kehancuran hidup dari kepercayaan dalam Dharma yang salah adalah kepunahan dari kaum Heike, dan bukti kedua adalah ganguan Jokyu. Sebentar lagi penyerbuan Mongol akan menjadi bukti ke tiga. Tanpa mengindahkan peringatan dari Nichiren, jika mereka mengunakan Dharma palsu dari Shingon untuk berdoa menahan ambisi Mongol, yang akan terjadi dan kekuatan Jepang akan menyerah. Dalam Bab XXV “Bodhisattva Avalokitesvara” Saddharma Pundarika Sutra dikatakan, “kutukan akan kembali kepada pengutuknya.” Jadi, ketika kita berpikir tentang ini, Saddharma Pundarika Sutra adalah jalan yang agung dimana memberikan kita untuk menerima keuntungan tanpa menyelesaikan hukuman. Minamoto Yoritomo dapat menghancurkan Heike melalui kebajikan beliau atas tekad hati menerima Saddharma Pundarika Sutra, dan memberikan bukti kepada orangorang akan mendapatkan keuntungan dalam kehidupan sekarang. Alasan saya, Nichiren, dapat melihat kebenaran ini adalah balasan untuk kasih sayang yang saya terima dari kedua orangtua dan guru. Bagaimanapun, orangtua saya telah meninggal. Yang Mulia Dozen-bo yang lalu adalah guru saya tetapi, sejak saya menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra, beliau takut kepada Pejabat Tojo Kagenobu, penganut Tanah Suci, dan memperlihatkan kebencian kepada saya sebagai seorang musuh meski dalam hatinya, beliau pasti mempunyai rasa simpati kepada saya. Kemudian, saya mendengar beliau terlihat mempunyai hati kepercayaan dalam Saddharma Pundarika Sutra meskipun sedikit, tetapi saya tidak tahu perasaan dia tentang ini ketika beliau meninggal. Saya sangat memperhatikan hal ini. Saya percaya dia tidak akan jatuh kedalam neraka, tetapi saya meragukan dia sendiri mendapatkan penderitaan dalam hidup dan kematian. Perasaan saya penuh dengan penyesalan ketika saya berpikir beliau mengkhawatirkan kelanjutan dari bagian antara hidup sekarang dan akan datang. Ketika Pejabat Tojo Kagenobu mencoba untuk membunuh saya dalam kemarahan34, kamu dan Gijo-bo mengawal keamanan saya lari dari Kuil Seicho-ji. Juga walaupun kamu tidak melakukan sesuatu yang istimewa untuk kepentingan Saddharma Pundarika Sutra, saya menerima ini sebagai pelayanan untuk Saddharma Pundarika Sutra, dan saya yakin kamu berdua akan memotong rantai hidup dan mati. Tidak seorang pun pernah menyebarluaskan Honzon ini dalam dunia (jambudvipa) selama lebih dari 2,230 tahun sejak Buddha Sakyamuni membabarkannya. Maha Guru Tien-t’ai di China dan Dengyo di Jepang secara jelas mengetahui hal ini, tetapi tidak menyebarluaskan semua ini. Sekarang, pada masa akhir dharma, ini pasti akan tersebarluaskan. Saddharma Pundarika Sutra, dinyatakan bahwa Bodhisattva Pelaksana Unggul (Visistacaritra) dan Pelaksana Tidak Terbatas (Anantacaritra) akan terwujud secara nyata di dalam dunia untuk menyebarluaskan sutra ini, tetapi mereka belum terwujud. Saya, Nichiren, bukanlah seorang manusia yang agung seperti para bodhisattva, sekarang saya telah mengerti hal ini secara jelas. Jadi sebagai seorang pelopor, sampai bodhisattva muncul dari bumi timbul, saya banyak atau sedikit telah menyebarluaskan sutra ini dan menjadi ujung tombak kalimat ramalan tentang “Waktu setelah kemoksaanKu”35 dalam Bab “Guru Dharma” Saddharma Pundarika Sutra. Ini adalah harapan saya untuk mewariskan kebajikan saya kepada kedua orangtua saya, guru saya dan semua orang di dunia. Ini disampaikan kepadamu agar mengetahui hal ini secara jelas, saya mengirimkan kamu tulisan ini untuk menjawab pertanyaanmu. Sederhananya untuk kepentingan pelaksana lainnya seperti Shingon dan Nembutsu dan doa diri sendiri sebelum Honzon ini untuk masa depan hidupmu. Saya akan menulis kepadamu lagi, jadi harap menerima salam dari saya untuk para bhiksu pengikutmu. Tertanda, Nichiren 12 Catatan kaki: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Dalam Sutra Pengertian Yang Tak Terkira, sebuah tulisan penjelasan untuk Saddharma Pundarika Sutra, ini bagian dalam lebih 50 tahun ajaran Kebenaran belum mewujudkannya. Nirmanakaya Dangkal : Buddha Sakyamuni sejarah yang membabarkan ajaran Tripitaka. Nirmalakaya Unggul: Buddha Sakyamuni sejarah yang merupakan bentuk sempurna dan hanya dapat dilihat oleh mereka yang mempunyai kemampuan tinggi. Sang Buddha yang telah mencapai Penerangan Agung untuk pertama kali dibawah pohon bodhi. Kelima mata antara lain; mata manusia, mata surga, mata kebijaksanaan, mata dharma dan mata Buddha. Trikaya atau Tiga Tubuh dari Sang Buddha yang terdiri dari Dharmakaya atau Tubuh Dharma, Sambhogakaya atau Tubuh Kebajikan, dan Nirmanakaya atau Tubuh Perwujudan. Semua sutra yang dibabarkan sebelum Saddharma Pundarika Sutra. Berhubungan dengan Sutra Pengertian Yang Tak Terkira, yang mana adalah pengantar dari Saddharma Pundarika Sutra. Berhubungan dengan Sutra Meditasi Samantabhadra, dimana merupakan bagian dari Saddharma Pundarika Sutra dan Sutra Mahayana Mahaparinirvana. Kutipan dari “Guru Dharma” bab dari Saddharma Pundarika Sutra. Kutipan dari Bab “Pelaksanaan Yang Tenang” dari Saddharma Pundarika Sutra. Ke-empat sekte lain yakni Kusha, Jojitsu, Ritsu dan Kegon Yamashiro, Yamato, Kawachi, Izumi dan Settsu. Tokai, Tosan, Hokuriku, San’in, Sanyo, Nankai dan Saikai. Lima ki dan 7 do termasuk 66 propinsi. Iki dan Tsushima. Bodhisattva Kochi adalah seorang bhiksu dari Kuil Onodera di Shimotsuke, yang belajar pertama kali dibawah seorang murid dari Ganjin bernama Dochu, dan kemudian, belajar doktrin Tendai langsung dibawa Saicho dan menyebarluaskannya dalam area No.004/ Januari 2005 Kanto. 18. Enam sekte di Nara, termasuk Sekte Kusha, Jojitsu, Ritsu, Hosso, Sanron dan Kegon. 19. Murid dari Saicho, dari propinsi Sagami, yang menyertai Saicho ke China sebagai penerjemah beliau. 20. Enam sekte di Nara dan tambahan selain sekte Hokke dan Shingon. 21. Kepala Bhiksu ke-2 di Gunung Hiei dan seorang murid dari Saicho. 22. Murid lain dari Saicho. 23. Teristimewa “Petunjuk Sutra Buddha Dainichi” oleh Acharya I-hsing. 24. Mereka berdua menerima ajaran Shingon sebagai intisari. 25. Pendiri dari Sekte Tendai Jepang yang mana termasuk mereka. 26. Sebuah sekte dimana diajarkan dari pengamatan dari fenomena dunia. 27. Dalam kata lain adalah ajaran Mahayana yang tepat. 28. Pada masa akhir dharma semua orang mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengerti Buddha Dharma. 29. Mitsusue adalah pelindung Kyoto di Rokuhara. 30. Kaisar Juntoku. 31. Bekas Kaisar Tsuchi Mikado. 32. Kepala Kuil Gunung Hiei. 33. Sebuah pertentangan yang melawan Saddharma Pundarika Sutra. 34. Suatu hari dari Rikkyo Kaishu dalam tahun Kencho ke-5 (1253) 35. Pernyataan ramalan tentang orang yang akan menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra akan mendapatkan penganiayaan setelah kemoksaan Buddha Sakyamuni. SHAKYO - MENYALIN ODAIMOKU Oleh YM.Bhiksu Kanto Tsukamoto P ada tanggal 28 April 1253, di puncak Asahigamori Gunung Kiyosumi, Nichiren Shonin menerima dan menyebut Odaimoku, Namu Myoho Renge Kyo, untuk pertama kalinya dan memproklamasikan berdirinya ajaran Nichiren Buddhism. Pada tahun 2002 ini, kita merayakan peringatan tentang peristiwa ini yang ke 750 tahun. Nichiren Shu mengikuti janji dari Nichiren Shonin, dimana agar, “Semoga seluruh mahluk hidup didunia dapat hidup berdasarkan Saddharma Pundarika Sutra” dan mengadakan penyebaran untuk menyalin Odaimoku. Ide untuk menyebarluaskan kegiatan menyalin Odaimoku dan menyimpannya secara tetap di dalam monument yang terdapat di Kuil Seichoji, Chiba – Jepang, adalah sebuah tempat suci dari berdirinya Nichiren Buddhism. Kegiatan ini tidak hanya dilaksanakan di seluruh Jepang, tetapi juga diseluruh dunia. Ribuan salinan Odaimoku telah dikirimkan ke Kuil Seichoji, dimana mereka disimpan dalam sebuah kapsul waktu. Kapsul yang pertama telah penuh dengan salinan Odaimoku, dan akan dilanjutkan pada kapsul kedua dan seterusnya. Terdapat banyak alasan kenapa orang harus menyalin Odaimoku. “Setelah kesibukan saya sehari-hari, saya mendapatkan ketenangan dan kedamaian pikiran dengan melaksanakan kegiatan ini.” “Tulisan kaligrafi saya menjadi lebih baik.” “Saya ingin mendapatkan sedikit ketenangan, tetapi sekarang jauh lebih baik.” ”Saya mendapatkan kedamaian pikiran lebih dalam daripada apa yang saya dapatkan dari meditasi zen, dan saya dapat lebih mudah untuk kosentrasi.” “Saya tidak membuat kesalahan sekecil apapun dalam kerja.” “Setelah saya melaksanakan penyalinan Odaimoku, saya mendengarkan musik yang indah.” Tetapi banyak orang yang tidak tahu bagaimana melaksanakan penyalinan Odaimoku. Sekarang dalam artikel ini, saya akan menjelaskan bagaimana melakukan Shakyo. 13 Kebajikan dari Menyalin Sutra Menyalin Sutra telah dilaksanakan sejak abad 1SM. Materi yang digunakan kebanyakan adalah daun, kulit pohon, kain. Salinan sutra yang tertua diatas kulit pohon telah ditemukan di Asia Tenggara. Yang menarik adalah dalam Buddhisme Theravada tidak dibabarkan kebajikan dari menyalin sutra, tetapi dalam Buddhisme Mahayana terdapat begitu banyak ajaran tentang kebajikan dari menyalin Sutra. Ini disebabkan, dalam Buddhisme Theravada, ajaran kebanyakan disampaikan secara lisan, dan dalam Buddhisme Mahayana, mereka mencoba menyalin sutra untuk disebarluaskan agar tidak terjadi kesalahan. Saddharma Pundarika Sutra secara jelas membabarkan tentang kebajikan dari menyalin Sutra sebagai berikut: “Putra-putri yang baik, yang menjaga, membaca, menerima, membabarkan atau menyalin Sutra ini, Saddharma Pundarika Sutra akan mendapatkan 800 kebajikan dari mata, 1200 kebajikan dari telinga, 800 kebajikan dari hidung, 1200 kebajikan dari lidah, 800 kebajikan dari badan, dan 1200 kebajikan dari pikiran. Mereka akan mendapatkan keindahan dan kesucian dari enam panca indera mereka dengan kebajikan ini.” Bab 19, Kebajikan dari Guru Dharma. “Jika seseorang yang menjaga, membaca, menerima, membabarkan dan menyalin meskipun sebait sajak dari Saddharma Pundarika Sutra, dan menghormati salinan sutra ini sebagaimana Ia menghormati Aku (Sang Buddha), dan mempersembahkan bunga, dupa, kalung…kepadanya, atau hanya merangkapkan tangan (anjali) menghormat kepadanya, Ia akan dihormati oleh seluruh dunia karena welas asihnya kepada seluruh mahluk hidup. Orang-orang seperti inilah yang akan menjadi seorang Buddha.” Bab. 10, Guru Dharma “Seseorang yang menyalin, No.004 / Januari 2005 menjaga, membaca dan menerima sutra ini, membuat persembahan kepadanya, dan membabarkannya kepada orang lain setelah kemoksaanKu, akan dilindungi oleh rasa welas asihKu.” Bab.10 Guru Dharma “Seseorang yang menjaga, membaca atau menerima sutra ini, membabarkannya kepada orang lain, menyalinnya, menyebabkan orang lain menyalinnya, atau membuat persembahan kepada salinan itu setelah kemoksaanKu, tidak lagi perlu membuat sebuah Stupa atau Kuil, atau membuat persembahan kepada Sangha. (Sebab ia telah menerima kebajikan yang sama.)” Bab. 17 Beragam Kebajikan. “Seseorang yang menjaga, membaca dan menerima Saddharma Pundarika Sutra, mengingatnya secara benar, mempelajarinya, dan menyalinnya, dianggap telah melihatKu, dan mendengarkan Sutra ini dari mulutKu.” Bab. 28 Bodhisattva Samantabhadra. Kemudian, menyalin Sutra diakui sebagai sebuah pelaksanaan yang terpenting dengan kebajikan besar. Dalam Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni menyatakan terdapat Lima Jenis Pelaksanaan sebagai pelaksanaan utama bagi yang mengikuti Sutra ini. Lima Jenis Pelaksanaan itu adalah: Menjaga, Membaca, Menerima, Membabarkan dan Menyalin Sutra. Nichiren Shonin mengajarkan bahwa Menjaga Saddharma Pundarika Sutra adalah yang terpenting, jadi kita harus menyebut Odaimoku, mempunyai hati kepercayaan yang mendalam dan pelaksanaan untuk menwujudnyatakan ajaran ini. Menyalin Odaimoku Nichiren Shonin mengajarkan dalam tulisan Beliau “Kanjin Honzon Sho, “Semua perbuatan baik dan Kebajikan dari Buddha Sakyamuni dinyatakan dalam judul dari Saddharma Pundarika Sutra, “Myoho Renge Kyo.” Betapapun besarnya karma buruk kita, kita akan secara alami dikaruniai dengan seluruh perbuatan dan kebajikan dari Sang Buddha jika kita berpegang pada kelima aksara ini." Dalam kata lain, ke Lima Aksara dari Myo Ho Ren Ge Kyo tidaklah sesederhana seperti sebuah judul dari Saddharma Pundarika Sutra, tetapi mereka memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menyelamatkan umat manusia. Menyalin Odaimoku adalah sebuah pengalaman dari kekuatan yang luar biasa ini, dan ini juga akan memberikanmu kedamaian pikiran dan kesempatan untuk memunculkan Bibit Buddha mu. Nichiren Shonin meletakkan point penting dalam kata-kata Buddha yang terdapat dalam Bab.21, “Seluruh ajaran dari Sang Buddha, seluruh harta pusaka yang tersembunyi dari Sang Buddha, seluruh penghargaan yang terdalam dari Sang Buddha dinyatakan dan dibabarkan secara jelas dalam sutra ini. Oleh karena itu, Menjaga, Membaca, Menerima, Membabarkan dan Menyalin Sutra ini, dan melaksanakan sesuai dengan ajaran ini dengan sepenuh hati mu setelah kemoksaanKu.” menjadi kosong / bersih. Cara Untuk Menyalin Odaimoku 4. Menyalin Odaimoku Ambil kuas atau pena, dan mulailah menyalin Odaimoku. Menyalin Odaimoku berarti bahwa kamu menulis tujuh aksara dari Na Mu Myo Ho Ren Ge Kyo, jadi ini sedikit sulit untuk melakukannya jika hanya menyalin sekali saja. Karena itu, kami menyarankan agar melaksanakan penyalinan Odaimoku itu berulang kali. Ini adalah sama seperti menyebutnya. Ketika kamu telah siap dan bisa melaksanakannya, silahkan menyalin Odaimoku itu diatas kertas khusus Odaimoku yang diperoleh dari Kuil kalian. Sikap Dalam Menyalin Odaimoku 1. Sucikan / bersihkan tubuhmu Meskipun kamu hanya menyalin tujuh aksara, ini adalah sama seperti kamu telah menyalin keseluruhan dari Saddharma Pundarika Sutra. Sebelum kamu memulai menyalin, bersihkan terlebih dahulu tubuhmu dengan mencuci tangan dan membersihkan mulutmu. 2. Meditasi / Konsentrasi Lakukan meditasi selama tujuh atau sepuluh menit agar mendapatkan ketenangan dan buatlah pikiran kamu 14 3. Membaca Sutra Ketika kamu telah mendapatkan konsentrasi dalam pikiranmu, letakkan tangan kamu bersamaan dalam posisi Gassho / anjali, sebutlah Odaimoku tiga kali, kemudian baca mengikuti setiap katanya. “Seseorang yang menjaga, membaca, dan menerima Saddharma Pundarika Sutra ini, mengingatnya dengan benar, mempelajarinya, melaksanakannya, dan menyalinnya, telah melihat Sang Buddha Sakyamuni, dan mendengarkan sutra ini dari mulut Sang Buddha. Dia telah membuat persembahan kepada Sang Buddha. Dia telah memuji Sang Buddha dengan kata-kata yang luar biasa indahnya. Dia telah dibelaibelai atau diusap-usap kepalanya oleh Sang Buddha. Dia telah ditutupi atau dilindungi oleh jubah Sang Buddha. Namu Myoho Renge Kyo.” 5. Selesai Menyalin Ketika kamu telah selesai menyalinnya, silahkan membaca ini dalam doa. “Semoga seluruh mahluk hidup diberkati dengan kebajikan ini, dan bersama-sama mencapai Kesadaran Buddha. Namu Myoho Renge Kyo, Namu Myoho Renge Kyo, Namu Myoho Renge Kyo” Bahan-Bahan Odaimoku Untuk Menyalin Kamu harus mengunakan sebuah pena atau kuas. Kertas khusus untuk Odaimoku yang telah tersedia di kuil-kuil Nichiren Shu. Kamu harus menyalin Odaimoku ini sebanyak mungkin. Salinan Odaimoku ini akan disimpan di Kuil Seichoji. SELESAI. Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra,SE No.004/ Januari 2005 Bimbingan Oleh: YM.Bhiksuni Myosho Obata (Bhiksuni Pembimbing Indonesia) MENDENGARKAN ORANG LAIN S ang Buddha sering berkata, “Terdapat begitu banyak penderitaan dalam hidupmu, selama kamu tinggal di dunia ini. Ketika kamu lahir ke dunia, penderitaan itu dimulai. Kamu akan menjadi tua, sakit dan kemundian meninggal dunia.” Kamu tidak dapat lari, dari semua itu karena ini adalah kenyataan. Tidak hanya ini penderitaan mu. Ketika kamu kehilangan atau terpisah dari seseorang yang kamu cintai, ini adalah sebuah sebab nyata yang akan membuat kamu menderita. Segala sesuatu yang kamu inginkan, tetapi kamu tidak bisa mendapatkannya, semua ini adalah penderitaan. Atau, meskipun kamu telah memperoleh semuanya yang kamu inginkan, kamu tidak akan pernah puas. Sebagai contoh, ketika kamu mendapat seorang suami/istri yang baik, atau menjadi kaya raya dan berhasil dalam kehidupan, tidak ada sesuatu masalah yang terjadi, tetapi pada kenyataannya, perasaan kamu merasa kosong dalam pikiranmu. Ini adalah awal dari sebuah penderitaan. Masalahnya adalah ketika kamu sedang menderita, kamu tidak dapat melihat kapan itu semua akan berakhir. Kelihatannya penderitaan itu terus berlanjut tanpa henti, tidak ada akhirnya. Sekarang, andaikata perasaan kamu sedang berada dalam kesedihan atau sakit, apa yang mesti kamu lakukan? atau, saya harus berkata, apa yang kamu ingin, orang-orang disekitar kamu lakukan untukmu? Saya tahu bahwa terdapat banyak ide dan pikiran yang kamu punya, tetapi satu hal yang pasti dan semua orang pasti setuju dengan saya adalah, kamu ingin seseorang mendengarkan dirimu. Ketika kamu sedang sedih atau mengalami depresi, kamu akan gembira bila dapat berbicara dengan teman tentang apa yang sedang terjadi denganmu. Kenapa kamu ingin berbicara? sebab, setelah memberitahukan cerita tentang kesedihanmu kepada temanmu, kamu merasa dan percaya bahwa kamu berharga bagi temanmu. Tetapi meskipun jika kamu telah memberitahukan tentang segala kesedihanmu yang mendalam, kamu tidaklah sepenuhnya menjadi sembuh, rasa sakit masih tetap ada disekitar kamu. Tetapi apakah jika tidak terdapat teman disekitar kamu, ini berarti tidak ada harapan bagimu untuk sembuh? Tidak, Sang Buddha selalu mendengarkanmu, cobalah lihat Buddha yang ada dikuil kita, bukankah terlihat bahwa telinga Buddha begitu besar? Dibandingkan dengan telinga, mulutnya selalu tersenyum. Menurutmu kenapa mereka terlihat seperti itu? Mari saya beritahukan kepadamu tentang pendapat pribadi saya. Ini adalah karena Buddha selalu mendengarkanmu. Selalu, berarti mereka selalu senang memberikanmu saransaran. Pertama, semua Buddha selalu siap untuk mendengarkan pengakuanmu tentang segala derita, dan kesedihanmu. Inilah kenapa, saya percaya, bahwa para Buddha itu mempunyai telinga yang panjang dan besar. Jadi, ketika kamu berada dalam masalah, atau dalam 15 keadaan sakit, janganlah putus asa ! jangalah berpikir bahwa kamu tidak diinginkan. Silahkan datang untuk melihat Buddha, duduklah didepanNya, dan beritahukan kepada Buddha segala sesuatu yang ada dalam pikiranmu. Saya percaya bahwa para Buddha segera akan mendengarkanmu. Bagaimanapun, dalam ajaran Mahayana, khususnya berdasarkan kepada Saddharma Pundarika Sutra, ini tidaklah cukup, maksud saya hanya menemukan seseorang untuk mendengarkanmu tidaklah cukup untuk menjadi seorang Bodhisattva. Kemudian apa yang dapat kita lakukan? Kamu dapat menjadi seorang pendengar, ketika kamu sedang menderita, kamu akan memperoleh pertolongan dari teman atau dari Buddha, tetapi ketika kamu telah keluar dari penderitaan / sakit, kamu harus menyadari dan siap untuk mendengarkan juga segala penderitaan orang lain. Komentar tidaklah diperlukan, hanya cukup dengarkan mereka dengan seluruh pikiran dan jiwa untuk mereka. Harap, janganlah lupa berapa banyak budi yang kamu dapatkan ketika seseorang yang kamu percaya mau mendengarkanmu, inilah kenapa sekarang kamu harus melakukan hal yang sama kepada semua yang menderita. “Terdapat sebuah pertanyaan yang sering ditanyakan, kenapa saya dilahirkan ke dunia ini ? jawaban saya adalah, tidak ada sesuatupun didunia ini yang tidak mempunyai nilai, ini termasuk dirimu. Karena kamu ada disini, kamu dapat menolong seseorang. Suatu hari orang-orang disekitarmu akan sangat senang karena dirimu.” Ini adalah apa yang Buddha coba beritahukan kepada kita. Ini adalah intisari dari Saddharma Pundarika Sutra. Terima kasih kepada kalian yang telah datang dan untuk mendengarkan saya. SELESAI. No.004 / Januari 2005 Riwayat Hidup Nichiren Shonin (Bag.3,Selesai) Oleh: Sidin Ekaputra,SE Insiden di Tatsunokuchi N ichiren kembali ke Kamakura pada awal tahun 1268. Pada tanggal 18 Januari tahun yang sama, seorang utusan kerajaan Korea datang di Dazaifu di Kyushu dengan membawa surat-surat dari raja Korea dan Mongolia. Seluruh Jepang terkejut dengan ancaman penyerang Mongolia ini. Sebaliknya, para pengikut Nichiren justru bangga atas pandangan jauh guru mereka. Mereka yang mengucapkan Daimoku semakin hari dan dari tahun ke tahun semakin bertambah. Mereka mengkritik pemerintahan Jepang dan para penganut sekte Nembutsu dengan mengatakan bahwa mereka seharusnya menyebutkan Daimoku untuk menyelamatkan Jepang. Pemerintahan kemudian memutuskan untuk menekan penganut ajaran Nichiren untuk mengkontrol agama di Jepang. Adalah suatu ketidak beruntungan yang sangat besar bagi penganut ajaran Nichiren atas terbunuhnya menteri peperangan Nagasaki Yoritsuna, yang sangat sombong dan kejam, pada tahun 1294 dalam usahanya yang gagal untuk mendudukkan putranya sebagai Wali pemerintahan Kamakura. Sebelum mengisahkan penekanan yang terjadi pada sekte Nichiren, seorang murid Nichiren yang lain akan diperkenalkan disini. Pada tahun 1270 Nikkô datang dari propinsi Suruga ke Matsubagayatsu di Kamakura untuk menemui Nichiren, dia membawa seorang muridnya yang bernama Nichiji (1250-?). Nichiji dilahirkan dari keluarga samurai di Mimatsu di propinsi Suruga. Semenjak kecil Nichiji mulai belajar untuk menjadi seorang bhikku di Kuil Jissôji, dimana Nichiren pernah tinggal di tahun 1257. Pada tahun 1270 dia bertemu dengan Nikkô dan menjadi muridnya dan diberi nama Nichiji. Nantinya Nichiji akan menjadi murid dari Nichiren, dengan persetujuan dari Nikkô. Pada tanggal 12 September, satu hari sebelum pemerintah Jepang mengeluarkan perintah untuk menurunkan pasukan pemerintah ke Kyushu untuk mempertahankan Jepang dari serangan Mongol, menteri peperangan Nagasaki Yoritsuna, yang mewakili pemerintahan, menangkap Nichiren dan menjatuhkan hukuman pengasingan atas beliau ke pulau Sado. Nichirô dan empat murid lainnya juga ditangkap dan ditahan dipenjara bawah tanah di lingkungan tempat tinggal Yadoya Mitsunori. Nagasaki Yoritsuna bermaksud untuk menghiraukan hukuman pengasingan dan menghukum mati Nichiren malam itu juga. Nichiren dibawa ke tempat penghukuman mati di Tatsunokuchi, namun pelaksanaan hukuman mati tersebut digagalkan dengan kedatangan seorang utusan dari Hôjô Tokimune, yang telah mengetahui rencana jahat tersebut. Pembuangan ke Pulau Sado Selanjutnya Nichiren dibawa ke tempat tinggal Homma Shigetsura di Echi di propinsi Sagami (Kanagawaken). Beliau meninggalkan Echi pada tanggal He 10 Oktober, dan ditahan disebuah gubuk bernama Sammaidô di Tsukahara di pulau Sado Island pada tanggal 1 November, 1271. Nichiren menulis Kaimokushô di Tsukahara dibulan Pebruari tahun 1272, dan mengirimkannya ke Shijô Kingo, seorang pengikut setia beliau di Kamakura. Shijô Kingo adalah seorang bawahan dari Hôjô Mitsutoki, seroang anggota penting dari keluarga Hôjô. Hôjo Mitsutoki adalah seorang pengikut Ryokan, bhikku kepala Kuil Gokurakuji. Nichiren dipindahkan ke tempat tinggal Kondô Kiyohisa di Ichinosawa di Sado Island pada tahun 1272. Disana beliau menulis Kanjinhonzon-shô, yang dikirim ke Toki Tsunenobu pada tanggal 26 April, 1273. Pada tanggal 8 Juli tahun yang sama, beliau menulis Mandala Agung untuk pertama kalinya. Nichiren mendapat pengampunan pada tanggal 8 Maret, 1274. Pada tanggal 13 Maret beliau meninggalkan pulau Sado, dimana beliau telah tinggal selama dua setengah tahun, dan kembali ke Kamakura pada tanggal 16 26 Maret. Selama masa pembuangan beliau, terjadi penurunan jumlah penganut ajaran Nichiren di Kamakura dalam jumlah yang cukup besar. Nichirô tinggal di tempat tinggal Daigaku Saburô Yoshimoto setelah dilepaskan dari penjara. Nichiro pergi mengunjungi Nichiren di pulau Sado lebih dari satu kali. Nisshô tidak ikut ditahan dalam insiden Tatsunokuchi diperkirakan karena hubungan kekeluargaannya dengan keluarga Konoye. Nissho diijinkan untuk tinggal di bekas rumah seorang samurai di daerah Hamado di Kamakura. Tradisi mengatakan bahwa samurai ini adalah Kudô Suketsune, yang mempunyai hubungan dengan ibu Nisshô. Kudô Suketsune adalah salah satu bawahan penting dari Minamoto-no-Yoritomo. Tempat tinggal Nisshô cukup besar untuk mengadakan pertemuan ceramah. Di tempat pembuangannya, Nichiren merasa gembira ketika mendengar kabar ini dan mendorong Nisshô untuk mengadakan upacara Daishikô setiap hari ke-24 setiap bulannya. Upacara Daishikô adalah upacara bulanan untuk Tendai Daishi, yang telah meninggal pada tanggal 24 November 597. Nisshô menjalankan upacara ini secara teratur dan memberikan ceramah-ceramah pembabaran Saddharma Pundarika Sutra dan ajaran Makashikan dari sekte Tendai. Nichirô juga mengadakan upacara bulanan ini di Hikigayatsu. Ketika mendengar kabar kembalinya Nichiren ke Kamakura menteri peperangan Nagasaki Yoritsuna memanggil beliau dan mengajukan pertanyaan tentang kapan pasukan Monggol akan mulai menyerang Jepang. Nichiren menjawab bahwa mereka akan datang tahun itu juga. Pengasingan Sukarela ke Minobu Setelah kembali dari pengasingan di pulau Sado, Nichiren tinggal hanya selama lima minggu di Kamakura, dimana dia telah No.004/ Januari 2005 menghabiskan sebagian besar dari masa mudanya. Beliau pergi meninggalkan Kamakura dengan hanya sedikit pengikut pada tanggal 12 Mei 1274, dan masuk ke pedalaman daerah pegunungan Minobu di daerah Hakii di propinsi Kai (Yamanashi-ken) pada tanggal 17 Mei. Hakii Sanenaga, penguasa daerah Hakii, adalah salah seorang pengikut Nichiren. Sejak saat itu Nichiren tidak pernah meninggalkan Minobu selama hampir sembilan tahun sampai pada tanggal 8 September 1282. Selama waktu ini banyak kejadian penting yang terjadi di Jepang. Pada bulan Oktober 1274 pasukan Mongol mendarat di daerah Chikuzen di Kyushu. Namun 200 kapal perang mereka ditenggelamkan badai, dan hanya sedikit yang bisa menyelamatkan diri ke Korea. Berita ini sekali lagi membuat semangat para penganut ajaran Nichiren dan orang-orang yang menyebutkan Daimoku semakin bertambah banyak. Nagasaki Yoritsuna tidak suka melihat berkembangnya kembali ajaran Nichiren, dan dia mencari kesempatan untuk menekan mereka. Pada waktu itu Nikkô sedang giat menyebarluaskan Daimoku di propinsi Suruga. Banyak dari bhikku-bhikku sekte Tendai dan para petani yang menjadi pengikutnya. Pada tahun 1279, Gyôchi, bhikku kepala dari Kuil Ryûasenji, sebuah kuil sekte Tendai di Atsuwara di propinsi Suruga, menangkap dua puluh orang petani penyebut Daimoku dan mengirim mereka ke Kamakura atas tuduhan palsu mencuri hasil panen. Nagasaki Yoritsuna mengadili mereka didepan umum. Para petani ini sama sekali tidak ditanyai tentang tuduhan mencuri. Mereka diminta untuk hanya menyebut mantera Nembutsu. Jinshirô dan dua orang petani lainnya lansung dihukum pancung setelah mereka menolak untuk menyebut mantera Nembutsu. Pada bulan Juni tahun 1281 pasukan Mongol kembali menyerang Jepang. Mereka mendarat di pulau Shiga dan di propinsi Nagato (Yamaguchi- ken), tapi kapal-kapal mereka kembali dihancurkan oleh badai. Pada tahun yang sama, sebuah kuil dibangun di Minobu, yang diberi nama Kuonji. Pada tanggal 24 November 1281, upacara perayaan selesainya pembangunan kuil diadakan. Nichiren jatuh sakit pada tahun 1278. Beliau ingin menyembuhkan kesehatannya dengan mandi di sumber mata air panas di daerah Kakurai di propinsi Hitachi (lbaraki-ken). Beliau meninggalkan Minobu pada tanggal 8 September. Beliau tidak melewati kota Kamakura, dari mana beliau memulai perjalanan ke Minobu delapan tahun yang lalu. Nichiren tiba di tempat tinggal Ikegami Munenaka di daerah Ikegami di propinsi Musashi (Tokyo) pada tanggal 18 September. Pada tanggal 8 Oktober, beliau memilih dari antara murid2nya, Rokurôsô atau Enam Murid Senior: Nisshô Nichirô Nikkô Nikô, Nitchô and Nichiji, Nichiren meninggal di Ikegami pada tanggal 13 October 1282, pada usia enam puluh tahun. SELESAI RIWAYAT HIDUP ENAM MURID UTAMA NICHIREN SHONIN (Bag.1) NICHIRO SHONIN (1245 – 1230 ) N ichiro (1245-1230) adalah keponakan dari Nissho, dan ia menjadi pengikut Nichiren Shonin pada tahun 1254. Ia merupakan salah satu murid paling setia dan sering juga disebut sebagai ‘murid kesayangan’ Nichiren Shonin. Ketika Nichiren Shonin dibuang ke Izu, Nichiro berusaha mengikutinya dengan cara ikut melompat ke laut. Para samurai berhasil mengusirnya dengan dayung yang mengakibatkan tangan Nichiro menjadi cacat selamanya. Nichiro juga turut ditangkap dalam peristiwa Tatsunokuchi dan dimasukkan ke dalam penjara di Kamakura. Pada saat inilah ia menerima surat untuk menguatkan hatinya dari Nichiren, dimana kemudian hari surat ini menjadi amat terkenal. Nichiro belakangan berhasil mengambil hati sipir penjara sehingga ia diijinkan untuk meninggalkan penjara dan pergi mengunjungi Nichiren Shonin di pulau Sado. Nichiren Shonin sungguh terharu akan ketulusannya akan tetapi juga khawatir karena perbuatan Nichiro bisa membahayakan hidup sipir tersebut sehingga ia disuruh untuk kembali. Akhirnya, Nichiren Shonin diampuni dan Nichiro diutus untuk menyampaikan kabar tersebut. Akan tetapi keinginannya yang menggebu-gebu hampir saja menyebabkan ia terbunuh. Karena ia tanpa istirahat terus melanjutkan perjalanannya dalam cuaca yang amat dingin, ia terjatuh pingsan di salju dan hampir saja tewas akibat serangan hawa dingin. Untunglah ia ditemukan dan berhasil tertolong sehingga ia mampu menyelesaikan tugasnya. Ketika kembali ke Kamakura pada tahun 1274, Nichiren Shonin menugaskan Nichiro untuk memimpin sebuah kuil baru di Hikigayatsu, Kamakura, yang bernama kuil Myohonji. Karena pusat aktivitas Nichiro terletak di Kamakura, garis keturunan Nichiro juga dikenal dengan garis keturunan Hikigaytsu. Nichiro juga memulai sebuah aula pelatihan di rumah Munenaka 17 Ikegami setelah Nichiren wafat disana pada tahun 1282, yang akhirnya pada tahun 1288 berubah menjadi kuil Honmonji. Pusat administrasi Nichiren Shu saat ini terletak disana. Karena alasan inilah, garis keturunan Nichiro juga disebut garis keturunan Ikegami. Nichiro menunjuk Sembilan Murid Senior (Kurosu) untuk melanjutkan usahanya dalam menyebarluaskan ajaran Nichiren Shonin. Kesembilan murid tersebut antara lain adalah : Nichizo, Nichirin, Nichizen, Nichiden, Nichihan, Nichiin, Nitcho, Nichigyo, and Rokei. Dari kesembilan tersebut, Nichizo merupakan salah satu murid yang patut diperhatikan karena dialah yang membawa Buddhisme Nichiren ke Kyoto dan memperoleh pengakuan sah dari kaum kerajaan. Nichizo akan dibahas lebih lanjut di bagian lain. Nichirin kemudian mengambil alih kuil Myohonji dan kuil Honmonji. Sedangkan Nichiden turut membangun kuil Hondoji di Hiraga, Shimofusa bersama dengan Nichiro. BERSAMBUNG >> No.004 / Januari 2005 Ulang Tahun Ke-5 “Kuil Dragon Palace” India U pacara Perayaan Lima Tahun Kuil Dragon Palace, Nagpur, Maharashtra, India, dilaksanakan pada tanggal 26 Nopember 2004 yang dipimpin oleh YA.Bhiksu Nichiki Kato, Presiden Nichiren Shu International Buddhist Association dan Kepala Kuil Myhon-Ji di Kamakura dan diikuti juga oleh 42 orang dari Jepang dan lebih dari 20.000 orang dari daerah sekitar Kuil. YA.BhiksuShoshin Kurihara, Executive Director of Missionary Bureau, YM.Bhiksu Shingyo Imai, Manager of the International Section, and YM.Bhiksu. Dairyo Tomikawa, officer of the Missionary Department, mewakili Nichiren Shu Headquarters. Upacara dimulai dengan melaksanakn Buddha Vandana; penghormatan kepada Tiga Pusaka (TRI RATNA), yang diikuti oleh penyebutan Odaimoku, Sulekha Kumbhare (Presiden dari Kuil), delegasi dari Jepang, dan 300 orang murid dari Sekolah Hardas (Sebuah institusi pendidikan gratis yang dijalankan oleh Kuil). Upacara ini diikuti oleh ratusan bhiksu buddhis, intelektual dan pemimpin spiritual dari Dari Kanan; YM. Bhiksu Shingyo Imai memukul drum menghadap ke umat, YM.Bhiksu Nenshin Ohno, YM.Bhiksu.Shinyu Ogyu, Kepala Bhiksu Joyo Ogawa berbagai Negara termasuk Jepang, Tibet, Sri Lanka, Thailand, Korea, Taiwan, dan lain-lain. Para Bhiksu Tibet mempersembahkan Buddha Vandana dalam bahasa Tibet. Berbagai lapisan masyarakat dan sosial budaya juga mengikuti acara di Kamptee, sebuah kota terdekat, sebagai bagian dari perayaan. Ini juga termasuk acara pameran photo tentang kehidupan dari Sang Buddha dan Dr.Ambedkar, pendiri dari Gerakan Buddhis Baru, kegiatan pengobatan gratis, pemberian air bersih gratis, pelayanan hokum gratis dan lain-lain yang berkerjasama dengan berbagai organisasi dan kuil. Setelah berkunjung ke Berjalan beriringan menuju ke Kuil; tengah, Ny.Sulekha Kumbhare Kuil Dragon diikuti oleh para Bhiksu dari Jepang Palace, anggota dari Assosiasi Buddhis Internasional dan para delegasi dari Kantor Pusat ingin pergi ke Sarnath, Varanasi, dimana tempat Sang Buddha pertama kali membabarkan Dharmanya 2500 tahun yang lalu, dan juga berkunjung ke Kuil Horin-Ji (Kuil DharmaChakra). Kuil Horin-ji sekarang sedang melaksanakan pembangunan tahap kedua termasuk sebuah Stupa untuk menyimpan relikrelik Sang Buddha, sekolah, rumah sakit dan lain-lain untuk penduduk setempat. YM.Bhiksu Myojo Sasaki, Kepala Bhiksu YM.Giken Kimura dan YM.Bhiksu Kenjo Sunaoshi, pelaksana dari kuil ini bekerja keras bergandeng tangan untuk menyelesaikan pembangunan tersebut, dan mereka menetapkan akan selesai pada saat upacara Oeshiki, bersama-sama penduduk setempat akan menjadi ini sebagai sebuah tempat suci Buddhis, meskipun mereka datang dari Jepang tetapi dapat menjadi satu dan bekerjasama. (sumber:Nichiren News, Edisi Desember 2004) Obon (Kita semua akan menjadi Buddha ) Terima kasih banyak telah mengirimkan Aku, sekantong beras, yang mana berwarna putih seperti salju, setabung bambu minyak dan sejumlah uang sebagai persembahan untuk upacara Doa Obon. Aku benar-benar menghargai surat mu. Upacara Obon awalnya dimulai bertahun-tahun yang lalu, ketika Ibu Maudgalyayana’s, yang tengah menderita dalam Neraka Kelaparan, telah dapat diselamatkan. Pada mulanya Maudgalyayana tidak bisa menyelamatkan ibunya sebab ia bukanlah seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra; bagaimanapun, Ia mendengarkan pembabaran Sang Buddha Di Gunung Grdhakuta. Ia kemudian menyebut Odaimoku, dan dapat mencapai KeBuddhaan. Sebagai hasilnya, Ibunya juga mencapai KeBuddhaan. Shijo Kingo Dono Gosho (Surat Kepada Shijo Kingo) 18 No.004/ Januari 2005 11-13 NOPEMBER 2004, PEMBINAAN OLEH YM. BHIKSUNI MYOSHO OBATA P embinaan yang secara rutin dilakukan oleh YM.Bhiksuni Myosho Obata dalam waktu tiga pulang sekali berkunjung ke Indonesia. YM.Bhiksuni Myosho Obata adalah Bhiksu Pembimbing untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik yakni yang mencakupi negara Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Taiwan. Keterbatasan waktu yang dimiliki dan cakupan pembinaan yang sedemikian luas, sungguh merupakan sebuah kesibukan yang luar biasa, sehingga sangat sulit bagi Beliau untuk setiap bulan berkunjung ke Indonesia. Meskipun dengan jangka waktu pembinaan tiga bulan sekali, tidak mengurangi semangat umat Nichiren Shu Indonesia untuk belajar dan lebih memahami lagi ajaran Sang Buddha. Pada bulan Nopember ini pada tanggal 11-13, Beliau kembali hadir ditengah-tengah umat Indonesia. Pesawat yang ditumpanginya tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul 14:30, beberapa anggota ikut menjemput kedatangan Beliau di Bandara. Senyum bahagia menghiasi wajah-wajah para anggota melihat kedatangan YM.Bhiksuni Obata, mungkin karena kerinduan yang mendera dalam sanubari. Setelah saling bersapa dan mengucapkan salam. Rombongan berangkat langsung dari Upacara Gojukai, Janji diucapkan oleh YM.Bhiksu Obata dalam bahasa Indonesia Bandara Soekarno Hatta menuju ke rumah Sdri.Ervinna, untuk melakukan upacara pemberkatan rumah baru di komplek perumahan Taman Surya III. Upacara ini berlangsung kurang lebih 1 jam lamanya, pemberkatan ini merupakan sebuah upacara yang penting bagi keluarga, agar rumah yang ditempati bersih dari segala unsur-unsur negatif yang dapat membawa dampak hal yang tidak baik bagi anggota keluarga. Setelah itu dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Sekitar jam 17: 30 wib, rombongan berangkat dengan mengunakan tiga mobil menuju ke Cetya Myoho San Renge Ji, Sunter - Jakarta Utara. Terlihat suasana yang penuh keakraban dan kehangatan antara anggota dan Bhiksuni Myosho Obata. Perbedaan bahasa tidak menjadi halangan untuk sebuah kehangatan dan kebersamaan. Tiba di Cetya sekitar jam 18:00, kemudian dilanjutkan dengan Gongyo Pemberkatan bagi para anggota dengan Saddharma Pundarika Sutra Sore bersama. 19 Makan malam pun digelar pada jam 19:00 wib. Meskipun makanan yang begitu sederhana tetapi semua sangat menikmatinya. Pada kesempatan ini juga terjadi dialog antara Bhiksuni Obata, Sdr.Sidin Ekaputra dan Bapak Tony Soehartono tentang pembahasan mengenai jadual pembinaan selanjutnya dan juga membahas rencana mengadakan Retreat di Cetya Bodhicitta, Kepulauan Seribu yang akan melibatkan anggota dari beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura. Acara retreat pertama ini akan diadakan sekitar bulan April tahun 2005. Setelah selesai dialog, maka YM.Bhiksuni Obata berangkat menuju Hotel Sunrise, Sunter untuk istirahat. Pada jam 10:00 hari minggu tanggal 12 nopember, kembali semua anggota dan Bhiksuni Obata berkumpul di Cetya Myoho San Renge Ji untuk mengadakan Upacara Utama, yakni Gojukai, Pemberkatan bagi semua anggota, Kaimu (Membuka Mata Rupang Buddha Sakyamuni dan Avalokitesvara Boddhisattva). Pada kesempatan ini terdapat seorang anggota yang mengikuti Upacara Gojukai, upacara ini adalah pintu gerbang bagi seseorang untuk masuk dalam hati kepercayaan. Pemberkatan sendiri berfungsi untuk membuang semua energi-energi negatif yang menganggu dalam diri seseorang, sehingga akan membawa efek yang No.004 / Januari 2005 Bhiksuni Obata menjenguk cucu Bapak Aris Makmuri terus menerus menyebut Odaimoku tanpa henti dan melakukan shoko, upacara diakhiri dengan pemberkatan bagi keluarga Ibu Indrawati. Setelah acara selesai dilanjutkan dengan acara makan malam bersama. Bhiksuni Obata sempat mencoba makanan khas indonesia seperti tempe, tahu dan pecel. Sekitar jam 17: 30, rombongan kembali baik bagi kesehatan, kestabilan emosi, ke Cetya Myoho San Renge JI, Acara ketenangan pikiran dan keselamatan. selanjutnya Gongyo sore sekaligus Upacara ini memerlukan waktu kurang Upacara Gojukai untuk satu orang lebih satu jam, kemudian dilanjutkan anggota baru dari Tangerang. Sungguh dengan Bimbingan dari YM.Bhiksuni kegiatan yang sangat padat dan sibuk, Obata, yang memberikan ceramah namun suasana penuh kegembiraan dengan tema "Mendengarkan Orang mengisi relung hati semua anggota, Lain" yang diterjemahkan oleh sehingga tidak tampak kelelahan. Sdri.Yunita. Artikel ini dapat anda Selesai Gongyo, anggota beramah tamah baca di Buletin "Lotus" edisi kali ini. dan berfoto bersama dengan Bhiksuni Meskipun ceramah ini singkat, tetapi Obata, sambil menikmati makanan kecil mempunyai makna yang mendalam kue-kue dan buah-buahan. Pada jam 20: dan memberikan solusi bagaimana kita 00 Bhiksuni Obata kembali ke Hotel dapat mengatasi dan cara menghadapi untuk beristirahat. segala kesulitan dan permasalahan Senin, 13 Nopember 2004, yang kita alami. Setelah makan siang, YM.Bhiksuni Obata kembali ke Bhiksuni Obata bersama rombongan Malaysia dengan menaiki pesawat MAS menuju Rumah Sakit Graha Medika, pada jam 11:10. Terima kasih atas welas Kebun Jeruk untuk membesuk cucu dari asih mu YM.Bhiksuni Obata, sungguh Bapak Aris Makmuri yang sedang sakit, tidak dapat dilukiskan kata-kata untuk disini Bhiksuni Obata juga mendoakan melukiskannya. Sampai jumpa lagi pada kesembuhannya. Setelah dari rumah bulan april 2005. Sekian. sakit, rombongan menuju ke rumah dari Ibu Indrawati untuk melakukan upacara Laporan oleh: Sidin Ekaputra,SE pemberkatan rumah baru. Berlokasi di Perumahan Citra I, memerlukan waktu kurang lebih 30 menit untuk mencapainya. Upacara pemberkatan ini juga mengunakan media garam dan beras sebagai unsur untuk membersihkan. Satu ruangan ke ruangan yang lain dilakukan pemberkatan dengan Saddharma Pundarika Sutra dan kemudian ditaburi garam dan beras. Para anggota Bhiksuni Obata melakukan pemberkatan rumah 20 DAFTAR ISI EDISI 004 Topik Utama: ~Rissho Ankoku Ron di Abad 21, Hal. 01 Writing Of Nichiren Shonin: ~Honzon Mondo Sho, Hal.07 Aneka Peristiwa: ~Ulang Tahun Ke-5 Dragon Palace, India Hal.18 ~Pembinaan YM.Bhiksuni Myosho Obata, Hal.19 Serba Serbi: ~Pemahaman Tentang Tripitaka, Hal.03 ~Riwayat Hidup Nichiren Shonin, Hal.16 ~Riwayat Hidup Enam Murid Utama Nichiren Shonin, Hal.17 Ceramah : ~Shakyo - Menyalin Odaimoku, Hal.13 -Mendengarkan Orang Lain, Hal.15 Alamat Redaksi : Apartemen Permata Surya I Blok.A No.201, Cengkareng - Jakarta Barat Telp.081311088060 Email: [email protected] Website: www.nshi.org Redaksi menerima segala macam bentuk sumbangan baik berupa artikel, dana materi dan bantuan terjemahan. Segera hubungi redaksi dialamat dan email diatas. Terima kasih.