Untitled - Journal Of STIKes PRIMA

advertisement
EDITORIAL
Penasehat :
Pengantar Redaksi
Ketua STIKes Prima
Salam hangat,
Pengarah :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
SCIENTIA JOURNAL STIKes PRIMA JAMBI Vol.4 No.3
Edisi Desember 2015 telah dapat diterbitkan. Penantian yang
panjang untuk terkumpulnya naskah ilmiah sebagai materi
utama terbitan kita. Untuk itu penelitian ilmiah di lingkup
STIKes PRIMA JAMBI harus lebih kita gerakkan sebagai salah
satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kepada penulis yang telah
mempercayakan kepada kami untuk menerbitkan karyanya kami
mengucapkan terima kasih.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Ketua HAKLI Provinsi Jambi
Ketua IAKMI Provinsi Jambi
Puket I STIKes Prima
Puket II STIKes Prima
Puket III STIKes Prima
Ketua Program Studi IKM Prima
Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Prima
Ketua Program Studi D-III Kebidanan
Direktur Akademi Keperawatan Prima
Sekretaris LPPM STIKes Prima Jambi
Untuk edisi kali ini kami sajikan beberapa karya ilmiah dari
bidang kebidanan, Bidan pendidik, Keperawatan, dan Kesehatan
Masyarakat. Selain itu juga turut menampilkan karya ilmiah dari
dosen pengajar dari beberapa sekolah dan akademi kesehatan
lain. Akhir kata, maju terus dan selamat berkarya.
Mitra Bestari :
Semoga Bermanfaat.
Penanggung Jawab :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Dr. Pantun Bukit, SE., MSi
Dr. Sukarno, M.Pdi
dr. I. Nyoman Ehrich Lister, M.Kes, AIFM
dr. Adrianto Ghazali, M.Kes
Marinawati Ginting, SKM., M.Kes
Didik Suryadi, SKM., M.Kes
Herlina Harahap, S.Kep., Ns., M.Kes
V.A Irmayanti Harahap, SKM., M.Biomed
Dody Izhar, SKM, M.Kes
Chrismis Novalinda Ginting, S.SiT, M.Kes
Erni Girsang, SKM, M.Kes
Editor/Editing :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sakinah Dewi, S.Kep., M.Kes
Sondang Selviana Silitonga, S.Kep., Ns., M.Kes
Listautin, S.Kep., M.Kes
Norliana Karo-Karo, SST
Nia Nurziah, SKM
Erna Simanjuntak, SKM, M.Kes
Ns. Ridarti Sitorus, S.Kep
Saut Siagian, S.T
Johanes Ginting, SKM
K. Klemens, SKM
Dewan Redaksi :
1.
2.
3.
Pimpinan Redaksi
Redaktur
Sekretaris Redaksi
: Erris Siregar, SKM, M.PH.
: Marta Butar-Butar, SKM
: Resli Siregar, S.Kep., Ns
Alamat Redaksi :
Lembaga Penelitian dan Pengadian Kepada Masyarakat
Kampus STIKes Prima Gedung D Lt.1
Jl. Raden Wijaya Rt.35 Kebun Kopi Thehok Kecamatan Jambi
Selatan
Telp/Fax : 0741 – 445963/445964
Email
: [email protected]
Website
: www.stikesprima-jambi.ac.id
Salam Sehat,
Redaksi
Volume 4 | No. 3 | Desember 2015
ISSN 2302 - 9862
SCIENTIA JOURNAL
DAFTAR ISI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERAN PETUGAS DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU
PEKERJA YANG MEMPUNYAI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS RAWASARI TAHUN 2015
Sondang, Dame...........................................................................................................................
191
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, BODY IMAGE, DAN PERILAKU MAKAN DENGAN STATUS GIZI SISWI SMAN 6 KOTA
JAMBI TAHUN 2015
Irmayanti................................................................................................................................
198
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MILLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NIPAH PANJANG KABUPATEN
TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2015
Erris........................................................................................................................................
204
HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI PASIEN DAN PERAN KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEJADIAN ASAM
URAT (GOUT) DI PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN KOTA JAMBI TAHUN 2015
Sakinah………........................................................................................................................................
210
HUBUNGAN PEMAHAMAN INTRUKSI, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN KELUARGA
DALAM PENGOBATAN PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI
TAHUN 2015
Nia, Lisia..............................................................................................................................................
217
HUBUNGAN RIWAYAT STATUS KESEHATAN BAYI DAN STATUS GIZI IBU HAMIL TERHADAP KEJADIAN STUNTED
PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MERSAM KABUPATEN BATANG HARI TAHUN 2015
Erna……................................................................................................................................................
222
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN IMUNISASI DASAR DI
WILAYAH KERJAPUSKESMASSP II SEKUTUR JAYA KABUPATEN TEBOTAHUN 2015
Marinawati...........................................................................................................................................
231
PERANCANGAN SISTEM NFORMASI REKAM MEDIS PASIEN PADA KLINIK BERSALIN KASIH IBU MENGGUNAKAN
METODE WATERFALL
Ade……….…….........................................................................................................................................
239
HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG BANGSAL RAWAT
INAP RSUD SUNAN KALIJAGA KABUPATEN DEMAK
Margareta Pratiwi...................................................................................................................................
248
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO DI KALANGAN REMAJA SMA
NEGERI 1 KOTA JAMBI TAHUN 2015
Devi Arista...............................................................................................................................
255
PELAKSANAAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI
Matda Yunartha………………....................................................................................................................
265
HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANGTUA DAN REMAJA DENGAN PENGGUNAAN NAPZA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN ANAK PEKANBARU TAHUN 2015
Febrianti, Rika................................................................................................................................................
273
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TENTANG KONSUMSI BUAH DAN SAYUR SETIAP HARI PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALANG BANJAR KOTA JAMBI TAHUN 2015
Susi……………….................................................................................................................................................
282
ESP NEEDS ANALYSIS FOR MIDWIFERY STUDENTS: A LEARNER CENTERED APPROACH
Resi……….........................................................................................................................................................
290
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI – LAKI SMK AL-IRSYAD KOTA
JAMBI TAHUN 2014
Parman,Hamdani…....................................................................................................................................................
295
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERAN PETUGAS DENGAN PEMBERIAN
ASI EKSKLUSIF PADA IBU PEKERJA YANG MEMPUNYAI BAYI DI WILAYAH
PUSKESMAS RAWASARI TAHUN 2015
1
2
Sondang, Dame
STIKes Prima Jambi
2
Dinas Kesehatan Kota Jambi
*Korespondensi penulis : [email protected]
1
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan peran petugas dengan
pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari
tahun 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Cara
pengambilan sampelnya menggunakan teknik simple random sampling dimana populasi dalam
penelitian ini ibu-ibu yang bekerja dan mempunyai bayi berusia 6 bulan ke atas di wilayah Puskesmas
Rawasari berjumlah 193 orang, yang dijadikan sampel berjumlah 64 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan
pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja dengan nilai p value 0,000 (p<0,05) dan nilai OR sebesar
7,369. Adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu
pekerja dengan nilai p value 0,000 (p<0,05) dan nilai OR sebesar 37,500. Adanya hubungan yang
signifikan antara peran petugas dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja dengan nilai p
value 0,000 dan nilai OR sebesar 464,000.
Dengan hasil yang demikian maka petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas Rawasari
harus lebih memperhatikan dan memberikan penyuluhan serta informasi tentang cara menyusui dan
pentingnya pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan.
Kata Kunci
: Pengetahuan, Sikap, Peran Petugas, ASI Eksklusif
RELATED KNOWLEDGE , ATTITUDE , AND THE ROLE OF OFFICERS WITH EXCLUSIVE
BREASTFEEDING WOMEN WORKERS THAT HAVE A BABY IN THE REGION HEALTH
PUSKESMAS RAWASARI DISTRICT IN 2015
ABSTRACT
This study aims to determine the relationship of knowledge , attitude , and the role of the officer with
exclusive breastfeeding at mothers working who have babies in region Puskesmas Rawasari district
in 2015.
This research is descriptive analytic with cross sectional .Taking over the sampling using simple
random sampling technique where the population in this study mothers who work and have a 6 month
old baby up in the region amounted to 193 people Rawasari public health centers , which sample
amounts to 64 people .
The results showed a significant relationship between knowledge with exclusive breastfeeding in
mothers working with p value of 0.000 ( p < 0,05 ) and the OR value of 7,369 . A significant
relationship between attitude with exclusive breastfeeding in mothers working with p value of 0,000 ( p
< 0,05 ) and the OR value of 37,500 . A significant relationship between the role of the officer with
exclusive breastfeeding in mothers working with p value 0,000 and OR value of 464,000 .
With such results , the health workers in the area of Puskesmas Rawasari should pay more attention
and provide counseling and information about breastfeeding and the importance of exclusive
breastfeeding for 6 months .
Keywords : Knowledge , Attitude , Role Officer , exclusive breastfeeding
191
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PENDAHULUAN
Pemberian ASI Eksklusif secara
baik yakni sekitar 6 bulan pertama
kelahiran akan berdampak sangat positif
bagi tumbuh kembang bayi baik secara
emosional maupun fisik. Bayi akan
tumbuh lebih sehat dengan sistem imun
yang sempurna dari air susu ibu (ASI),
karena ASI mampu memberi perlindungan
yang sempurna bagi bayi yang baru lahir
(Amiruddin, 2011).
Berdasarkan data WHO, cakupan
ASI Eksklusif masih rendah untuk negara
berkembang dan negara miskin termasuk
Indonesia.
Di
Indonesia
Cakupan
pemberian ASI Eksklusif hanya 38% dari
target sebesar 80%.
Rendahnya cakupan ASI Eksklusif
tersebut, merupakan salah satu faktor
yang berhubungan dengan kesehatan dan
kematian bayi. Banyak hasil penelitian
menunjukkan, bayi dibawah usia 6 bulan
yang tidak diberikan ASI mempunyai
resiko lima kali lipat terhadap kesakitan
dan kematian akibat diare dan pneumonia
dibandingkan
dengan
bayi
yang
mendapatkan ASI Eksklusif. Pentingnya
pemberian ASI Eksklusif terlihat dari peran
dunia yaitu pada tahun 2006 WHO (World
Health
Organization)
mengeluarkan
standar
pertumbuhan
anak
yang
kemudian diterapkan diseluruh dunia yang
isinya adalah menekankan pentingnya
pemberian ASI saja kepada bayi sejak
lahir sampai usia 6 bulan. Setelah itu,
barulah bayi mulai diberikan makanan
pendamping ASI sambil tetap disusui
hingga usianya mencapai 2 tahun.
Sejalan dengan peraturan yang
ditetapkan oleh WHO, di Indonesia juga
menerapkan peraturan terkait pentingnya
ASI Eksklusif yaitu dengan mengeluarkan
Peraturan
Pemerintah (PP)
nomor
33/2012 tentang pemberian ASI Eksklusif.
Peraturan ini menyatakan kewajiban ibu
untuk menyusui bayinya sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan. Selain itu
pentingnya ASI juga terlihat pada acara
dunia yaitu pekan ASI sedunia Agustus
2008, The World Alliance For Breast
Feeding Action (WABA) memilih tema
Mother Support: Going For the Gold.
Makna tema tersebut adalah suatu
gerakan untuk mengajak semua orang
untuk meningkatkan dukungan kepada ibu
untuk memberikan bayi-bayi mereka
makanan yang berstandar emas yaitu ASI
yang diberikan Eksklusif selama 6 bulan
pertama dan melanjutkan ASI bersama
makanan pendamping ASI lainnya yang
sesuai sampai bayi berusia 2 tahun atau
lebih (Depkes, 2010).
ASI Eksklusif merupakan makanan
pertama, utama dan terbaik bagi bayi,
yang bersifat alamiah. ASI mengandung
berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan
bayi.
Menurut Amiruddin (2011), bahwa
lebih dari 25.000 bayi Indonesia dan 1,3
juta bayi di seluruh dunia dapat
diselamatkan dengan memberikan ASI
secara Eksklusif. Terkait dengan tujuan ke
empat Millenium Development Goal
“reduce infant mortality”. Angka kematian
Bayi (AKB) Indonesia sekarang ini berada
pada kisaran 30 per 1000 kelahiran hidup
yang merupakan AKB tertinggi di ASEAN
dan sekitar 5% kematiannya diakibatkan
oleh penyakit infeksi yang terkait dengan
rendahnya
kekebalan
tubuh
bayi.
Kematian bayi yang tinggi tersebut
mencerminkan paling tidak dua hal.
Pertama, rendahnya mutu pelayanan
kesehatan, terkait dengan akses ke
pelayanan kesehatan baik secara fisik
maupun finansial. Dua, rendahnya kualitas
lingkungan.
Adapun cara untuk menurunkan
angka kematian bayi di Indonesia yang
terus dilakukan untuk mencapai target
MDG‟s salah satunya adalah program
intensif dalam peningkatan ASI khususnya
ASI Eksklusif.
Banyak hal yang menghambat
pemberian ASI Eksklusif diantaranya
adalah rendahnya pengetahuan ibu dan
keluarga mengenai manfaat ASI dan cara
menyusui
yang
benar,
kurangnya
pelayanan konseling laktasi dan dukungan
dari tenaga kesehatan, faktor sosial
budaya, gencarnya pemasaran susu
formula, dan faktor ibu yang bekerja.
Pengetahuan
ibu
tentang
tekknik
menyusui yang benar juga sangat penting
karena dari pengalaman dan penelitian
yang ada telah membuktikan bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih baik dari pada yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
192
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Banyak alasan yang membuat ibu
tidak mau menyusui bayinya secara
Eksklusif salah satu alasannya yaitu
karena ibu bekerja. Seharusnya, bekerja
tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak
memberikan
ASI
Eksklusif
kepada
bayinya, karena pada saat ibu bekerja
bayi dapat diberi ASI yang sudah diperah
sebelum berangkat bekerja jadi walaupun
si ibu bekerja bayi tetap dapat terpenuhi
nutrisinya.
Jadi ibu tidak perlu menghentikan
pemberian ASI Eksklusif. ASI Eksklusif
sebaiknya diberikan paling sedikit 4 bulan
dan bila memungkinkan diberikan 6 bulan
meskipun cuti hamil hanya diberikan 3
bulan. Dengan pengetahuan yang benar
tentang
menyusui,
perlengkapan
memerah ASI dan dukungan dilingkungan
kerja, seorang ibu yang bekerja dapat
tetap memberikan ASI Eksklusif pada
bayinya.
Diindonesia,
rata-rata
ibu
memberikan ASI Eksklusif hanya 2 bulan,
sementara pemberian susu formula
meningkat 3 kali lipat. Dan berdasarkan
data
dari
Bappenas tahun
2010
menyatakan bahwa hanya 31% bayi di
Indonesia mendapatkan ASI Eksklusif
hingga usia 6 bulan. Terdapat beberapa
penyebab rendahnya pemberian ASI
Eksklusif yaitu belum semua rumah sakit
menerapkan 10 LMKM (Langkah Menuju
Keberhasilan Menyusui), belum semua
bayi lahir mendapatkan IMD (Inisiasi
Menyusui Dini), jumlah penyuluh ASI
masih sedikit 2.921 penyuluh dari target
9.323 penyuluh, dan promosi susu formula
yang tergolong gencar (Bappenas, 2011).
Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kota Jambi pada bulan
Februari 2014 dan Agustus 2014,
persentase cakupan ASI Eksklusif bulan
Februari berjumlah 62,8% dan mengalami
penurunan pada bulan Agustus sebesar
62,3%. Dengan persentase terbesar bulan
Februari 93,5% yakni di Pukesmas Talang
Bakung dan persentase terbesar bulan
Agustus sebesar 92,3% yakni Puskesmas
Paal Merah 1.Dan masih banyak
Puskesmas
yang
cakupan
ASI
Eksklusifnya masih dibawah target
pencapaian indikator program pemerintah
salah satunya di Pukesmas Rawasari
yaitu 53,6%.
Adapun data dari Puskesmas
Rawasari pada bulan Februari (semester
I) tahun 2015 tentang cakupan ASI
Eksklusif berjumlah 766 orang (64,7%). Di
Puskesmas Rawasari ini terbagi menjadi 4
kelurahan yaitu Rawasari berjumlah 193
orang (56,2%), Simpang 3 Sipin berjumlah
92 orang (63,4%), Mayang Mangurai
berjumlah 286 orang (68,3%), dan Beliung
berjumlah 195 orang (67,3%).
Berdasarkan survei awal yang
peneliti lakukan pada tanggal 5 Mei 2015
di Puskesmas Rawasari pada 10 orang
ibu dengan pekerjaan swasta dan PNS
yang memiliki rata-rata berusia bayi 4
bulan dan 6 bulan, didapatkan bahwa 6
dari 10 ibu tersebut tidak memberikan ASI
Eksklusif sejak bayi lahir. Selain itu, ibu
tersebut tidak memiliki pengetahuan yang
baik mengenai ASI Eksklusif dan saat
ditanyakan kenapa tidak memberikan ASI
Eksklusif ibu tersebut menganggap bahwa
susu formula sama saja manfaatnya
seperti ASI Eksklusif dan ibu mengatakan
dengan pekerjaannya dari pagi sampai
sore
tidak
memungkinkan
untuk
memberikan ASI Eksklusif.
Hasil survei persentase penurunan
cakupan
ASI
Eksklusif
tersebut
merupakan
bentuk
rendahnya
pengetahuan ibu menyusui akan manfaat
dan pentingnya ASI.
Pengetahuan
menurut Notoadmodjo (2007) adalah hasil
tahu individu yang diperoleh melalui panca
indera. Rendahnya pengetahuan ini dapat
disebabkan karena ibu belum pernah
mendapatkan
penyuluhan
tentang
manfaat ASI dan kandungan yang
terdapat didalam ASI serta tentang
manfaat perawatan payudara sebagai
upaya memperlancar ASI.
Pengetahuan para ibu tersebut
dapat dipengaruhi dari sumber informasi
yang didapat ibu dari lingkungan luar
terutama peran media massa dalam
memberikan informasi. Informasi yang
disampaikan
media
massa
yang
mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif
yaitu informasi atau iklan susu formula
yang sekarang ini sedang gencargencarnya dilakukan oleh produsen susu.
Iklan tentang susu ysng sering tampil di
televisi yang menjadikan faktor utama
memperkenalkan ibu pada produk susu
sehingga ibu terpengaruh dan memiliki
193
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
sikap bahwa susu formula juga baik untuk
bayi.
Berdasarkan
fenomena
yang
terjadi bahwa rendahnya pengetahuan ibu
tentang
ASI
Eksklusif
berdampak
terhadap sikap ibu yang kemudian akan
berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam
pemberian ASI. Sikap ibu dari hasil survei
awal yaitu alasan keterbatasan waktu
karena bekerja, adanya masalah saat
menyusui (air susu tidak langsung keluar
dan sedikit) dan masih banyak ibu kurang
setuju jika hanya memberikan ASI saja
pada bayi berumur 0-6 bulan tanpa
makanan tambahan lain atau tanpa
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional
yang
bertujuan
untuk
mengetahui
hubungan
pengetahuan,
sikap dan peran petugas kesehatan
dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu
pekerja yang mempunyai bayi di wilayah
Puskesmas
Rawasari
tahun
2015.
Populasi dalam sampel penelitian ini
adalah semua ibu yang bekerja dan
mempunyai bayi diatas 0-6 bulan yang
berjumlah 193 orang. Dengan sampel
berjumlah 64 orang.
Teknik pengambilan sampelnya denga
menggunakan teknik simple random
sampling yaitu penelitian dilakukan
dengan mengambil responden secara
acak sederhana sesuai dengan penelitian
tersebut. Penelitian ini menggunakan
analisis univariat dan analisis bivariat.
Penelitian ini dilakukan di wilayah
Puskesmas Rawasari yaitu di Kelurahan
Rawasari. Penelitian ini akan dilakukan
dari tanggal 19 Agustus sampai 21
Agustus 2015 dengan menggunakan
kuesioner, observasi, wawancara dan
dokumentasi (Arikunto, 2006).
didampingi susu formula, itu semua
dikarenakan kurangnya informasi dan
tenaga kesehatan tentang ASI Eksklusif.
Hal ini menunjukan bahwa sikap yang
dimiliki tesebut akan menjadi salah satu
hambatan dalam pencapaian target
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif
secara maksimal. Hal itu menarik minat
penulis untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pengetahuan, sikap
dan peran tenaga kesehatan dengan
pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja
yang mempunyai bayi di wilayah
Pukesmas Rawasari tahun 2015.
Diagram 1
Proporsi Berdasarkan Pengetahuan
tentang Pemberian ASI Eksklusif pada
Ibu Pekerja yang Mempunyai Bayi di
Wilayah Puskesmas Rawasari
Tahun 2015 (n=64)
Data hasil penelitian menunjukkan
bahwa 31 responden (48,44%) memiliki
tingkat pengetahuan baik dan 33
responden (51,56%) memiliki tingkat
pengetahuan kurang baik.
Gambaran sikap tentang pemberian ASI
eksklusif
pada
ibu
pekerja
yang
mempunyai bayi di wilayah Puskesmas
Rawasari Tahun 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Gambaran
pengetahuan
tentang
Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu yang
Mempunyai Bayi di Wilayah Puskesmas
Rawasari Tahun 2015
194
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Diagram 2
Distribusi frekuensi berdasarkan sikap
tentang pemberian Asi ekslusif pada
ibu pekerja yang mempunyai bayi
diwilayah Puskesmas Rawasari Tahun
2015 ( n=64)
Data hasil penelitian menunjukkan
bahwa frekuensi terbesar responden
memiliki sikap yang negatif terhadap
pemberian ASI Eksklusif yaitu sebanyak
35 responden (54,69%) dan 29 responden
(45,31%) memiliki sikap yang positif
terhadap pemberian ASI Eksklusif.
Gambaran
peran
petugas
tentang
pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja
yang mempunyai bayi di wilayah
Puskesmas Rawasari Tahun 2015
Diagram 3
Distribusi frekuensi berdasarkan peran
petugas tentang pemberian Asi
ekslusif pada ibu pekerja yang
mempunyai bayi diwilayah Puskesmas
Rawasari Tahun 2015 ( n=64)
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar petugas kesehatan yaitu
33 orang (51,56%) mengatakan bahwa
tenaga kesehatan tidak memberikan
informasi atau penyuluhan tentang ASI
Eksklusif secara langsung. Hanya 31
orang (48,44%) mengatakan bahwa
tenaga kesehatan memberikan informasi
mengenai ASI Eksklusif.
Analisis Bivariat
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara variabel
independen (Pengetahuan, sikap, dan
peran petugas) dengan variabel dependen
(pemberian ASI eksklusif). Analisa yang
digunakan adalah uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan p-value
0,05. Jika p-value ≤0,05 berarti ada
hubungan yang bermakna antara variabel
independen dengan variabel dependen
(Ho ditolak) dan apabila p-value > 0,05
artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen
dengan variabel dependen (Ho diterima).
(Arikunto, 2006)
Tabel 1
Hubungan Pengetahuan Dengan Pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja
yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015
(n=64)
No.
Pengetahuan
Pemberian ASI
Jumlah
p value
OR
Eksklusif
Tidak
Ya
f
%
f
%
f
%
1.
Kurang Baik
25 75,76 8 24,24
33 100,0 0,000
7,369
2.
Baik
9 29,03 22 70,97
31 100,0
Jumlah
34 53,12 30 46,88
64 100,0
Dari hasil uji chi square diperoleh
nilai p value 0,000 (p<0,05) dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara
pengetahuan
ibu
pekerja
dengan
pemberian ASI Eksklusif pada bayi.
Dengan OR sebesar 7,639, maka dapat
diartikan
yaitu
ibu-ibu
yang
pengetahuannya kurang baik mempunyai
peluang sebesar 7 kali lipat untuk tidak
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya
195
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
dengan
ibu-ibu
yang
memiliki
positif, bahwa ASI merupakan susu yang
pengetahuan yang baik
paling baik bagi bayi usia 0-6 bulan, dan
Upaya yang perlu dilakukan untuk
tidak baik jika memberikan susu formula
membentuk sikap positif ibu terhadap
atau makanan tambahan lainnya pada
pemberian ASI Eksklusif yaitu dengan
bayi 0-6 bulan. Ibu juga harus diajarkan
diberikan pendidikan kesehatan berkaitan
cara
memerah
ASI
dan
tempat
dengan sikap yang baik dan tidak baik
penyimpanan ASI perah, agar tidak ada
dalam hal memberikan ASI Eksklusif
lagi bayi yang tidak diberi ASI hanya
dengan cara memberikan pengetahuan
karena alasan ibu bekerja.
dan menanamkan nilai-nilai serta persepsi
Tabel 2
Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai
bayi di wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 (n=64)
No.
Sikap
1.
Negatif
2.
Positif
Jumlah
Pemberian ASI Eksklusif
Tidak
Ya
f
%
f
%
30 85,71
5
14,29
4 13,79
25
86,21
34 53,12
30 46,88
Jumlah
f
35
29
64
%
100,0
100,0
100,0
p value
0,000
OR
37,500
Dari hasil uji statistik chi square
diperoleh nilai p value 0,000 (p<0,05)
dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa adanya hubungan yang signifikan
antara sikap ibu dengan pemberian ASI
Eksklusif pada ibu yang mempunyai bayi.
Dengan nilai OR sebesar 37,500, dapat
diartikan yaitu ibu-ibu yang memiliki sikap
yang negatif mempunyai peluang sebesar
37,5 kali untuk tidak memberikan ASI
Eksklusif kepada bayinya dibandingkan
dengan ibu-ibu yang mempunyai sikap
yang positif.
Upaya yang perlu dilakukan untuk
membentuk sikap positif ibu terhadap
pemberian ASI Eksklusif yaitu dengan
diberikan pendidikan kesehatan berkaitan
dengan sikap yang baik dan tidak baik
dalam hal memberikan ASI Eksklusif
dengan cara memberikan pengetahuan
dan menanamkan nilai-nilai serta persepsi
positif, bahwa ASI merupakan susu yang
paling baik bagi bayi usia 0-6 bulan, dan
tidak baik jika memberikan susu formula
atau makanan tambahan lainnya pada
bayi 0-6 bulan. Ibu juga harus diajarkan
cara
memerah
ASI
dan
tempat
penyimpanan ASI perah, agar tidak ada
lagi bayi yang tidak diberi ASI hanya
karena alasan ibu bekerja.
Tabel 3
Hubungan Peran petugas dengan Pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja
yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari
Tahun 2015 ( n=64)
Peran Petugas
1.
Tidak
2.
Ya
Jumlah
Pemberian ASI
Eksklusif
Tidak
Ya
f
%
f
%
Jumlah
f
32 96,97
2 6,45
34 53,12
33 100,0
31 100,0
64 100,0
1
3,03
29 93,55
30 46,88
Dari hasil uji statistik chi square
diperoleh nilai p value 0,000 (p<0,05)
dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa adanya hubungan yang signifikan
p value
OR
%
0,000
464,000
antara sikap dengan pemberian ASI
Eksklusif pada ibu pekerja yang
mempunyai bayi. Dengan OR sebesar
464,000. Dapat diambil kesimpulan bahwa
196
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
ibu-ibu yang kurang paham atau tidak
mendapatkan informasi dan penyuluhan
tentang ASI Eksklusif mempunyai peluang
sebanyak 464 kali untuk tidak memberikan
ASI
Eksklusif
kepada
bayinya
dibandingkan dengan ibu-ibu yang
mendapatkan penyuluhan dan informasi
tentang ASI Eksklusif tersebut.
Peran petugas kesehatan sebagai
pelaksana
yang
tinggi
ini
perlu
dipertahankan dan ditingkatkan, namun
masih ada beberapa petugas kesehatan
yang memiliki peran negatif terhadap
pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif, hal
ini dikarenakan kurangnya penyuluhan
tentang ASI Eksklusif, maka perlu upaya
dari instansi kesehatan terkait untuk
memberikan bimbingan dan arahan
tentang pemberian ASI saja selama 6
bulan kepada ibu-ibu khususnya ibu
pekerja.
Upaya lain yang harus dilakukan
yaitu memasang banyak poster mengenai
ASI Eksklusif jadi bukan hanya ibu yang
akan membaca dan tahu tapi seluruh
lapisan masyarakat termasuk peran
petugas.
SIMPULAN
Ada hubungan yang signifikan antara
Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif
pada Ibu Pekerja yang mempunyai bayi
dengan nilai p value 0,000 (p<0,05) dan
nilai OR sebesar 37,500 ; Ada hubungan
yang signifikan antara Peran Petugas
dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu
Pekerja yang mempunyai bayi dengan
nilai p value 0,000 (p<0,05) dan nilai OR
sebesar 464,000.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin,
Ridwan
(2011).
Inisiasi
Menyusui Dini Strategi Menurunkan
AKB
available at http://epi4indonesia.org/id/?p=118
(Diakses
pada tanggal 20 Mei 2015 jam 13,35
Wib)
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta, Rineka Cipta.
Depkes RI (2005). “Dalam Pratiwi,
Anindita Ratna (2013), Pengaruh Pijat
Bayi terhadap Perkembangan Bayi di
Desa Pandak Kecamatan Baturraden
Kabupaten Banyumas 2013, Skripsi,
UNSOED”. (Diakses pada tanggal 11
Juni 2015 jam 21.32 wib)
Puskesmas
Rawasari
(2015).
Eksklusif bayi 0-6 bulan.
ASI
Dinas Kesehatan (2014). ASI Eksklusif
bayi 0-6 bulan.
WHO, (2006). Dalam Novita, Dian (2008)
Skripsi Hubungan Karakteristik Ibu,
Faktor Pelayanan Kesehatan dan
Immediate Breastfeeding Terhadap
Praktek Pemberian ASI Ekslusif Pada
Anak Usia 6-23 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Pancoran Mas
Depok Tahun 2008. FKM UI, Jakarta.
197
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, BODY IMAGE, DAN PERILAKU MAKAN DENGAN
STATUS GIZI SISWI SMAN 6 KOTA JAMBI TAHUN 2015
Irmayanti
STIKes Prima Program Studi Kesehatan Masyarakat
Korespondesi penulis: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi, Body image, dan Perilaku
Makan dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015. Hal ini didasari permasalahan
terjadi peningkatan status gizi remaja sangat kurus dari tahun 2013 sebanyak 9,42% menjadi 26,22%
pada tahun 2014. Ini dikarenakan remaja rentan terkena permasalahan gizi, masih dijumpai remaja
yang memiliki body image negatif, dan biasanya remaja membatasi makanan tertentu untuk
mendapatkan tubuh ideal.
Teknik pengambilan sampel adalah Propotional sampling Penelitian ini menggunakan analisis
univariat dan bivariat. Penelitian dilakukan di SMAN 6 Kota Jambi tahun 2015. Jumlah sampel yang
akan di ambil dalam peneltian ini adalah sebanyak 72 sampel. Instrumen penelitian ini menggunakan
kuisioner dan pengukuran status gizi. Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat
dengan uji statistik Chi-Square.
Hasil analisis univariat terdapat 41 (56,9%) siswi memiliki pengetahuan gizi yang baik, 33 (45,8%)
siswi mempunyai body image yang positif, 39 (54,2%) siswi memiliki perilaku makan yang baik,37
(51,4%) siswi mempunyai status gizi normal. Sedangkan analisis bivariat terdapat hubungan antara
status gizi dengan pengetahuan gizi (P Value = 0,01), body image (P Value = 0,03) dan perilaku
makan (P Value = 0,00)
Diharapkan Puskesmas lebih memperhatikan status gizi remaja disekitar wilayah Puskesmas Pall V
dan memperbayak melakukan penyuluhan kebutuhan gizi remaja, juga diharapkan SMAN 6 Kota
Jambi menjalankan UKS sekolah yang dapat berfungsi dalam pemantauan status gizi remaja. Selain
itu membentuk body image yang baik bagi remaja dengan memperbanyak penyuluhan kebutuhan gizi
bagi remaja.
Kata Kunci
: Pengetahuan Gizi, Body Image, Perilaku Makan dan Status Gizi
CORRELATION AMONG EATING BEHAVIOR, BODY IMAGE, NUTRIENT KNOWLEDGE, AND
NUTRIENT STATUS OF FEMALE STUDENTS IN SMAN 6 JAMBI CITY ON 2015.
ABSTRACT
This study aimed to investigate the correlation among eating behavior, body image, nutrient
knowledge, and nutrient status of female students in SMAN 6 Jambi city on 2015. The background of
this study was the increasing of teenagers’ nutrient status since 2013. The extremely skinny teenager
had 9,42% increased to 26,22% on 2014.
Sampling technique employed in this study was proportional sampling strategy which the total sample
was 72 respondents. The analysis used was univariate and bivariate analysis where it was counted
statistically using Chi-Square. The instruments were questionnaires and nutrient status measurement.
The result of univariate analysis was 41 (56,9%) female students had a good quality of nutrient
knowledge, 33 (45,8%) female students had positive body image, 39 (54,2 %) female students had
good eating behavior, and 37 (51,4%) female students had normal nutrient status. However, the
bivariate analysis result was there was correlation among nutrient status and nutrient knowledge (P
Value= 0,01), body image (P Value= 0,03) and eating behavior (P Value= 0,00).
Puskesmas (Public Health Center) is wished to give more attention to teenagers’ nutrient status in
area of Puskesmas Pall V. Puskesmas should give socialization related to the needs of nutrient for
teenager. And for SMAN 6 Jambi, they should run UKS (School Health Unit) in the school. It can
monitor the students’ nutrient status. It can also help the students to have a good body image.
Keywords: Nutrient knowledge, body image, eating behavior, and nutrient status
198
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PENDAHULUAN
Terjadi peningkatan ststus gizi
remaja sangat kurus dari tahun 2013
sebanyak 9,42% menjadi 26,22% pada
tahun 2014. Ini dikarenakan remaja rentan
terkena
permasalahan
gizi,
masih
dijumpai remaja yang memiliki body image
negatif, dan biasanya remaja membatasi
makanan tertentu untuk mendapatkan
tubuh ideal.
Periode remaja adalah masa
transisi dari periode anak - anak ke
periode dewasa, yang berawal pada usia
9 - 10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun.
Percepatan
pertumbuhan
dan
perkembangan tubuh remaja memerlukan
energi dan zat gizi lain yang lebih banyak
dibandingkan pada masa kehidupan yang
lain (Arisman,2004).
Tiga alasan mengapa remaja
dikategorikan rentan mengalami masalah
gizi. Percepatan pertumbuhan dan
perkembangan tubuh memerlukan energi
dan zat gizi yang lebih banyak, perubahan
gaya hidup dan kebiasaan makan pada
masa ini berpengaruh pada kebutuhan
dan asupan gizi, kebutuhan khusus zat
gizi perlu diperhatikan pada kelompok
remaja yang mempunyai aktivitas olah
raga, mengalami kehamilan, gangguan
perilaku
makan,
restriksi
asupan
makanan, kosumsi alkohol , kecanduan
obat-obatan maupun hal-hal lain yang
biasa terjadi pada remaja (Fillah,2014).
Menurut WHO dalam Sarwono
(2013)
remaja atau adolescence
merupakan suatu masa dimana individu
berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan
tanda-tanda
seksual
sekundernya sampai saat kematangan
seksual,
mengalami
perkembangan
psikologis, dan terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang
kepada keadaan relative lebih mandiri.
Anak
perempuan
lebih
mementingkan
penampilan,
sering
menghindari gemuk sehingga membatasi
diri dengan memilih makanan yang tidak
banyak mengandung energi, tidak mau
makan pagi (Proverawati, 2002).
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di SMAN 6
Kota
Jambi
Tahun
2015
yang
beralamatkan Jl. KOl. M. Kukuh No 46
Pemahaman gizi yang keliru akan
menjadi masalah bagi remaja putri yang
sangat menginginkan memiliki tubuh
langsing, karena untuk membentuk dan
memelihara kelangsingan tubuh, mereka
menerapkan pengaturan pembatasan
makanan
secara
keliru,
sehingga
kebutuhan gizi mereka tidak terpenuhi
(husaini,
2006).
Semakin
tinggi
pengetahuan gizi seseorang, maka orang
tersebut akan semakin memperhitungkan
jumlah zat gizi dan jenis bahan makanan
yang dipilih untuk dikonsumsi (Sandra,
2007).
Mengkonsumsi makanan seharihari kurang beraneka ragam, maka akan
timbul ketidak seimbangan akan masukan
dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan
untuk hidup sehat dan produktif (Erna,
2004)
Hasil penelitian Syahrir (2013),
menunjukkan bahwa siswa SMA Athirah
Makassar (33,8%), memiliki persepsi body
image
yang
negatif
(mengalami
ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya)
tidak hanya terjadi pada responden
dengan kelebihan berat badan saja
(gemuk dan obesitas), namun juga pada
responden dengan status gizi normal yaitu
sebanyak (50,0%)
Apabila remaja dan anak usia
sekolah dibiarkan mengalami gangguan
pertumbuhan, pada saat menjadi wanita
usia subur (WUS) akan mengalami
gangguan kekurangan energi kronik, dan
akhirnya pada usia lanjut akan mengalami
kurang gizi (Supariasa, 2012)
Penelitian yang dilakukan Widianti
dan Ayu Chandra (2012) di SMA
Theresiana
Semarang,
ditemukan
sebanyak 40,3% sampel merasa tidak
puas terhadap bentuk tubuhnya dan
sebagian besar subjek (56,9%) belum
menjalankan perilaku makan yang baik.
Penelittian ini bertujuan untuk
mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi,
Body image, dan Perilaku Makan dengan
Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi
Tahun 2015
Jambi, Kelurahan Pall V, Kecamatan Kota
Baru, Kota Jambi, Propinsi Jambi.
199
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Penelitian ini dilaksana pada tanggal 2021 bulan Agustus 2015
Populasi dalam penelitian ini
adalah siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun
2015, yang berjumlah 262 siswi, Jumlah
sampel yang dibutuhkan dalam penelitian
ini menggunakan rumus Notoatmodjo
(2010) sampel yang diambil adalah
sebanyak 72 sampel. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik propotional
random sampling dengan pengambilan
sampel secara acak sederhana yaitu
bahwa setiap anggota atau unit dari
populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk diseleksi sebagai sampel
(Sugiyono,
2009).
Penelitian
ini
menggunakan analisis univariat dan
bivariat, penelitian ini menggunakan
analisis univariat dan bivariat dengan uji
statistik Chi-Square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada
variabel
pengetahuan
setelah dikelompokkan yaitu baik dan
kurang, maka didapat di SMAN 6 Kota
Jambi terdapat 41 (56,9%) siswi memiliki
pengetahuan
yang
baik
tentang
pengetahuan gizi. Selain itu di SMAN 6
Kota Jambi didapatkan 31 (43,1%) siswi
mempunyai pengetahuan gizinya kurang.
Tabel 1
Distribusi Pengetahuan Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015
Keterangan
F
%
Baik
Kurang
Total
41
31
72
56,9
43,1
100
Pada variabel body image setelah
image yang Negatif. Selain itu di SMAN 6
dikelompokkan yaitu negatif dan positif,
Kota Jambi didapatkan 33 (45,8%) siswi
maka didapat di SMAN 6 Kota Jambi
mempunyai body image yang positif.
terdapat 39 (54,2%) siswi memiliki Body
Tabel 2
Distribusi Body Image Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015
Keterangan
Negatif
Positif
Total
F
39
33
72
%
54,2
45,8
100,0
Pada variabel perilaku makan
perilaku makan yang baik. Selain itu di
setelah dikelompokkan yaitu baik dan
SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 33
tidak baik, maka didapat di SMAN 6 Kota
(45,8%) siswi memiliki perilaku makan
Jambi terdapat 39 (54,2%) siswi memiliki
yang tidak baik.
Tabel 3
Distribusi Perilaku Makan Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015
Keterangan
Baik
Tidak Baik
Total
F
39
33
72
%
54,2
45,8
100
200
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Pada Variabel status gizi setelah
dikelompokkan yaitu gemuk, kurus dan
normal, maka didapat di SMAN 6 Kota
Jambi terdapat 14 (19,4%) siswi memiliki
status gizi gemuk sedang kan 21 (29,2%)
siswi mempunyai status gizi kurus . Selain
itu di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 37
(51,4%) siswi mempunyai status gizi
normal.
Tabel 4
Distribusi Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015
Keterangan
Gemuk
Kurus
Normal
Total
F
14
21
37
72
%
19,4
29,2
51,4
100
Dari 72 sampel sebanyak 14
72 sampel 37 (51,4%) memiliki ststus gizi
(19,4%) siswi mengalami kegemukan
yang Normal diantaarnya 37 (90,2%)
diantaranya 1 (2,4%) siswi mempunyai
mempunyai pengetahuan yang baik. Hasil
pengetahauan yang baik, dan 13 (41,9%)
uji statistik didapatkan nilai P Value =0,01.
mempunyai pengetahuan gizinya kurang.
Maka P Value pengetahuan gizi lebih kecil
Dari 72 sampel 21 (29,2%) siswi
dari α yaitu 0,05 jadi dapat disimpulakan
mempunyai status gizi kurus diantaranya
ada hubungan penegetahuan gizi dengan
3 (7,3%) mempunyai pengetahuan gizi
status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi
yang baik dan 18 (58,1%) mempunyai
Tahun 2015.
pengetahuan gizi yang kurang. Dan dari
Tabel 5
Hubungan Pengetahuan Dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015
Pengetahuan
Baik
Kurang
Jumlah
Gizi
Gemuk
Kurus
f
%
f
%
1
2,4
3
7,3
13 41,9 18 58,1
14 19,4 21 29,,2
Dari 72 sampel sebanyak 14
(19,4%) siswi mengalami kegemukan
diantaranya 12 (30,8%) siswi mempunyai
body image negatif, dan 2 (6,1%)
mempunyai body image positif. Dari 72
sampel 21 (29,2%) siswi mempunyai
status gizi kurus diantaranya 19 (48,7%)
mempunyai body image negatif dan 2
(6,1%) mempunyai body image positif.
Dan dari 72 sampel 37 (51,4%) memiliki
ststus gizi yang Normal diantaranya 8
(20,5%) mempunyai body image negatif
dan 29 (87,9%) mempunyai body image
positif. Hasil uji statistik didapatkan nilai P
Value =0,03. Maka P Value body image
lebih kecil dari α yaitu 0,05 jadi dapat
Total
Normal
f
%
37 90,2
0
0
37 51,4
F
41
31
72
%
100
100
100
P
Value
0,01
disimpulakan ada body image dengan
status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi
Tahun 2015.
201
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Tabel 6
Hubungan Body Image Dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015
Body
Image
Negatif
Positif
Jumlah
Gizi
Gemuk
Kurus
f
%
f
%
12 30,8 19 48,7
2
6,1
2
6,1
14 19,4 21 29,2
Total
Normal
f
%
8
20,5
29 87,9
37 51,4
F
39
33
72
%
100
100
100
P
Value
0,03
Dari 72 sampel sebanyak 14 (19,4%) siswi mengalami kegemukan diantaranya 2
(5.1%) siswi mempunyai perilaku makan baik, dan 12 (36,4%) mempunyai perilaku makan
yang tidak baik. Dari 72 sampel 21 (29,2%) siswi mempunyai status gizi kurus diantaranya
21 (63,6%) mempunyai perilaku makan yang tidak baik dan tidak ada yang mempunyai
perilaku makan yang baik. Dan dari 72 sampel 37 (51,4%) memiliki ststus gizi yang Normal
diantarnya 37 (94,9.%) mempunyai mempunyai perilaku makan yang baik. Hasil uji statistik
didapatkan nilai P Value =0,00. Maka P Value perilaku makan lebih kecil dari α yaitu 0,05
jadi dapat disimpulakan ada perilaku makan dengan status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi
Tahun 2015.
Tabel 7
Hubungan Perilaku makan Dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015
Perilaku
Makan
Baik
Tidak
Baik
Jumlah
Gemuk
f
%
2
5,1
12 36,4
Gizi
Kurus
f
%
0
0
21 63,6
Normal
f
%
37 94,9
0
0
F
39
33
%
100
100
14
21
37
72
100
19,4
SIMPULAN
SMAN 6 Kota Jambi terdapat 41
(56,9%) siswi memiliki pengetahuan yang
baik tentang pengetahuan gizi. Selain itu
di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 31
(43,1%) siswi mempunyai pengetahuan
gizi nya kurang; SMAN 6 Kota Jambi
terdapat 39 (54,2%) siswi memiliki Body
image yang Negatif. Selain itu di SMAN 6
Kota Jambi didapatkan 33 (45,8%) siswi
mempunyai body image yang positif;
SMAN 6 Kota Jambi terdapat 14 (19,4%)
siswi memiliki status gizi gemuk sedang
kan 21 (29,2%) siswi mempunyai status
gizi kurus . Selain itu di SMAN 6 Kota
Jambi didapatkan 37 (51,4%) siswi
mempunyai status gizi normal; SMAN 6
Kota Jambi terdapat 39 (54,2%) siswi
memiliki perilaku makan yang baik. Selain
itu di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 33
29,2
Total
51,4
P
Value
0,00
(45,8%) siswi memiliki perilaku makan
yang tidak baik;Sebanyak 14 (19,4%)
siswi mengalami kegemukan diantaranya
1 (2,4%) siswi mempunyai pengetahauan
yang baik, dan 13 (41,9%) mempunyai
pengetahuan gizinya kurang. Dari 72
sampel 21 (29,2%) siswi mempunyai
status gizi kurus diantaranya 3 (7,3%)
mempunyai pengetahuan gizi yang baik
dan 18 (58,1%) mempunyai pengetahuan
gizi yang kurang. Dan dari 72 sampel 37
(51,4%) memiliki ststus gizi yang Normal
diantaranya 37 (90,2%) mempunyai
pengetahuan yang baik. Hasil uji ststistik
didapatkan nilai P Value =0,01. Maka P
Value pengetahuan gizi lebih kecil dari α
yaitu 0,05 jadi dapat disimpulkan ada
hubungan pengetahuan gizi dengan
status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi
Tahun 2015; Sebanyak 14 (19,4%) siswi
202
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
mengalami kegemukan diantaranya 12
(30,8%) siswi mempunyai body image
negatif, dan 2 (6,1%) mempunyai body
image positif. Dari 72 sampel 21 (29,2%)
siswi mempunyai status gizi kurus
diantaranya 19 (48,7%) mempunyai body
image negatif dan 2 (6,1%) mempunyai
body image positif. Dan dari 72 sampel
37 (51,4%) memiliki ststus gizi yang
Normal diantaranya 8 (20,5%) mempunyai
body image negatif dan 29 (87,9%)
mempunyai body image positif. Hasil uji
ststistik didapatkan nilai P Value =0,03.
Maka P Value body image lebih kecil dari
α yaitu 0,05 jadi dapat disimpulkan ada
body image dengan status gizi siswi
SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015;
Sebanyak 14 (19,4%) siswi mengalami
kegemukan diantaranya 2 (5,1%) siswi
mempunyai perilaku makan baik, dan 12
(36,4%) mempunyai perilaku makan yang
tidak baik. Dari 72 sampel 21 (29,2%)
siswi mempunyai status gizi kurus
diantaranya 21 (63,6%) mempunyai
perilaku makan yang tidak baik dan tidak
ada yang mempunyai perilaku makan
yang baik. Dan dari 72 sampel
37
(51,4%) memiliki ststus gizi yang Normal
diantarnya 37 (94,9%) mempunyai
mempunyai perilaku makan yang baik.
Hasil uji ststistik didapatkan nilai P Value
=0,00. Maka P Value perilaku makan lebih
kecil dari α yaitu 0,05 jadi dapat
disimpulakan ada perilaku makan dengan
status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi
Tahun 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur
Kehidupan
Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC
Erna.
2004.Gizi
Dalam
Reproduksi.
Jakarta. EGC
Kesehatan
Fillah. 2014. Permasalahan Gizi Pada
remaja
Putri.
Yogyakarta.
Graha
Ilmu
Notoatmodjo.2014. Ilmu Perilaku
Kesehatan.Jakarta. Rineka Cipta
Notoatmodjo. 2012. Pomosi Kesehatan
dan
Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta
Proverawati. 2011. Ilmu Gizi Untuk
Keperawatan
dan
Gizi
Kesehatan.
Yogyakarta. Nuha Medica Medika
Sandra.2007. Konsumsi Kalsium pada
Remaja.
Dalam: Gizi dan Kesehatan
Masyarakat.Jakarta:
PT.
Raja
Grafindo
Sarwono, 2014. Psikologi
Jakarta:
Rajawali Pers
Remaja.
Sugiyono.2009.
Metode
Penelitian
Kuantitatif,
kualitatif dan R dan D. Bandung:
Alpabeta
Supariasa.
2012.
konsultasi gizi.
Jakarta: EGC
Pendidikan
dan
Syahrir N, Thaha AR, Jafar N. 2013.
Pengetahuan Gizi, Body Image,
Dan Status Gizi Remaja Di SMA
Islam Athirah Kota Makassar .
Jurnal MKMI.
Widianti N, Chandra A. 2012. Hubungan
Antara
Body Image dan Perilaku Makan
dengan Status Gizi Remaja Putri di
SMA
Theresiana
Semarang.
Journal of Nutrition College.
203
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MILLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
NIPAH PANJANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2015
Erris
Poltekes Kesehatan Lingkungan
Korespondensi Penulis : [email protected]
ABSTRAK
Diabetes Millitus (DM) merupakan penyakit kronis yang prevalensinya tinggi. prevalensi diabetes
mellitus di Indonesia meningkat dari tahun 2007 yakni sebesar 1,1% menjadi 2,1% pada tahun 2013.
maka perlu adanya upaya untuk pencegahan penyakit tersebut. Untuk mencegah timbulnya kasus,
masyarakat perlu mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit ini.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko kejadian DM di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah
Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain study case-control. Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 76, terdiri dari
38 kasus 38 dan 38 control. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas Nipah Panjang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2015.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara usia ≥ 45 tahun dengan diabetes
melitus ( p value = 0,005,OR =4,4), ada hubungan antara obesitas dengan diabetes melitus ( p value
= 0,018,OR = 3,5), ada hubungan antara pola makan dengan diabetes melitus ( p value = 0,011, OR
=3,7 ).
Ada hubungan antara usia ≥ 45 tahun, obesitas, dan pola makan terhadap kejadian DM. Diharapkan
peran serta tenaga kesehatan, masyarakat untuk mengoptimalkan fungsi preventif dan promotif
dalam upaya deteksi dini terhadap penyakit diabetes mellitus.
Kata kunci : Diabetes millitus, usia, obesitas, pola makan.
ABSTRACT
Diabetes Millitus (DM) is a chronic disease whose prevalence is high. The prevalence of diabetes
mellitus in Indonesia increased from 2007 that is by 1.1% to 2.1% in 2013. Hence the need for efforts
to prevent the disease. To prevent the occurrence of cases, people need to know the risk factors
associated with the incidence of this disease. The aim of this research to determine the incidence of
diabetes risk factors in Puskesmas Nipah Panjang East Tanjung Jabung.
This research was quantitative which used case-control study design purposive sampling technique
was performed to recruit samples. And the sample size of this study was 76 consisted of 38 cases
and 38 control. This research was conducted in the working area public health centers Nipah Panjang
East Tanjung Jabung 2015.
The result showed that there correlation between age ≥ 45 years of diabetes mellitus p value = 0,005,
OR = 4,4), there is a correlation between obesity and diabetes mellitus, ( p value = 0,018, OR = 3,5),
there is a correlation between dietary with diabetes mellitus ( p value = 0,011, OR = 3,7 ).
There is a correlation between of age ≥ 45 years the risk factors, obesity, and dietary on the
incidence of DM. Expected participation of health workers, community to optimize preventive and
promotive functions in an effort early detection of diabetes mellitus.
Key Words : Diabetes mellitus, age, obesity, dietary.
PENDAHULUAN
Diabetes Millitus merupakan suatu
kelainan pada seseorang yang ditandai
naiknya kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemia) yang diakibatkan karena
kekurangan insulin. Seseorang dikatakan
menderita Diabetes jika kadar glukosa
dalam darahnya di atas 120 mg/dl (dalam
kondisi berpuasa) dan di atas 200 mg/dl
(dua jam setelah makan). Tanda utama
seseorang menderita Diabetes adalah air
seninya mengandung gula. Ada 2 tipe
Diabetes Millitus yaitu diabetes tipe
I/Diabetes juvenile yaitu Diabetes yang
umumnya didapat sejak masa kanakkanak dan Diabetes tipe II yaitu Diabetes
yang didapat setelah dewasa Secara
ilmiah Diabetes Millitus sering di kenal
dengan penyakit gula. Penyakit ini
merupakan penyakit yang disebabkan
oleh adanya gangguan pada pola sistem
metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein dalam tubuh, gangguan tersebut
disebabkan kurangnya produksi insulin
204
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
yang diperlukan dalam proses perubahan
gula menjadi tenaga (Padila, 2012).
Faktor
pencetus
Diabetes
bermacam-macam, mulai faktor genetik
(keturunan), faktor dari luar seperti virus
dan bahan beracun, hingga gaya hidup
sehari-hari. Sekitar 95% kasus Diabetes di
Indonesia adalah Diabetes tipe II. Kondisi
ini membuktikan banyaknya anggota
masyarakat yang menerapkan gaya hidup
kurang sehat. Seperti, tidak mengatur pola
makan
(banyak
mengkonsumsi
karbohidrat, lemak, dan makanan dengan
kandungan gula tinggi). Tetapi tidak
pernah atau jarang berolahraga. Mereka
yang memiliki risiko tinggi terkena
Dalam hasil laporan penyakit tidak
menular Provinsi Jambi tahun 2014 juga
menunjukkan bahwa penyakit Diabetes
Millitus merupakan kasus penyakit
tertinggi. Diabetes Millitus menempati
urutan ke 2
dari 17 penyakit tidak
menular lainnya, dengan jumlah kasus
sebesar 12.461 orang (Dinkes provinsi
jambi, 2014). Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung
Jabung Timur dari 17 puskesmas yang
ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur,
Puskesmas Nipah Panjang merupakan
puskesmas
yang
angka
kejadian
Diabetes tertinggi dengan jumlah 228
orang salama 3 tahun terakhir kasus
dibandingkan dengan kejadian Diabetes
di puskesmas lainnya. Berdasarkan data
dari Puskesmas Nipah Panjang pasien
yang berkunjung pada tahun 2015
(Januari-April) terdapat 107 pasien yang
menderita Diabetes Millitus.
Berdasarkan uraian diatas maka
penulis tertarik untuk meneliti ‘‟Faktor
Risiko kejadian Diabetes Millitus di
Wilayah. kerja Puskesmas Nipah Panjang
tahun 2015‟‟. Penelitian ini bertujuan
untuk
mengetahui
faktor
risiko
usia,obesitas, dan pola makan terhadap
kejadian DM dan hipotesis penelitian ini
adalah Ada hubungan faktor Usia,
obesitas, dan pola makan dengan
kejadian penyakit Diabetes Millitus di
wilayah kerja Puskesmas Nipah Panjang
tahun 2015.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian yang bersifat Kuantitatif dengan
desain penelitian case-control atau
retrospektif
yang
bertujuan
untuk
mengetahui
faktor
risiko
kejadian
Diabetes Millitus di wilayah kerja
puskesmas Nipah Panjang Kabupaten
Tanjung Jabung Timur
Tahun 2015.
Sasaran dalam penelitian ini adalah
pasien yang menderita Diabetes Millitus.
Pengumpulan data dilakukan dengan
cara wawancara dengan panduan
kuesioner.
Populasi kasus dalam penelitian
ini seluruh penderita DM di Wilayah Kerja
Puskesmas
Nipah
Panjang
yang
berjumlah 107 orang, dengan sampel 76
orang, yang terdiri dari sampel kasus 38
dan sampel control 38. Pengambilan
sampel
dilakukan
dengan
teknik
purposive
sampling.
Analisa
yang
digunakan yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat dengan uji statistik.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1420 Agustus 2015 di wilayah kerja
puskesmas Nipah Panjang Kabupaten
Tanjung Jabung Timur. Alasan penelitian
ini adalah tingginya kasus Diabetes
Millitus di wilayah kerja puskesmas Nipah
Panjang (Arikunto, 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan uji chi-square diketahui bahwa
ada hubungan yang bermakna antara
faktor usia dengan kejadian diabetes
mellitus dimana nilai p-value <0,05 yaitu
0,005. hasil Odds Ratio (OR) yaitu 4,431
yang artinya responden yang berisiko
dengan usia ≥45 tahun memiliki peluang
4,4 kali untuk menderita penyakit diabetes
mellitus dibandingkan responden yang
tidak berisiko dengan usia <45.
Pada penelitian ini di temukan
bahwa terdapat responden yang usianya
tidak berisiko tetapi terkena DM hal ini
disebabkan
oleh
karena
responen
memilikifaktor lain yaitu faktor genetik
sehingga responden berisiko terkena DM.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Trisnawati dan
Setyorogo
(2012)
di
Kecamatan
Cengkareng Jakarta Barat. Penelitian
antara usia dengan kejadian diabetes
205
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
mellitus menunjukan adanya hubungan
yang signifikan. Kelompok usia < 45 tahun
mempunyai risiko lebih rendah sebesar
72% dibandingkan dengan kelompok usia
≥45 tahun.
Peningkatan
diabetes
risiko
diabetes seiring dengan umur, khususnya
pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan
karena pada usia tersebut mulai terjadi
peningkatan intolenransi glukosa. Adanya
proses
penuaan
menyebabkan
berkurangnya kemampuan sel pankreas
dalam memproduksi insulin.
Lebih lanjut dikatakan bahwa DM
merupakan penyakit yang terjadi akibat
penurunan
fungsi
organ
tubuh
(degeneratif) terutama gangguan organ
pancreas dalam menghasilkan hormon
insulin sehingga DM akan meningkat
kasusnya sejalan dengan pertambahan
usia.
Menurut asumsi peneliti semakin
bertambahanya usia maka akan terjadi
penurunan fungsi organ tubuh terutama
pancreas dalam menghasilkan hormon
insulin, sehingga lebih memicu responden
yang usia berisiko terkena DM.
Diharapkan kepada responden
berusia ≥ 45 yang berisiko terkena
penyakit diabetes mellitus agar lebih
memperhatikan
kesehatan,
dengan
menjaga pola hidup sehat dengan cara
olahraga teratur dan makan-makanan
sehat yang rendah lemak, rendah
karbohidrat dan tinggi serat contohnya
buah-buahan,
ubi,
jagung,
tidak
mengkonsumsi jeroan, dan lain-lain. Serta
melakukan pemeriksaan kesehatan dan
glukosa darah secara rutin.
Hasil analisis hubungan usia
dengan kejadian Diabetes Mellitus di
Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun
2015 dapat dilihat pada tabel 1 sebagai
berikut :
Tabel 1
Distribusi Responden Menurut Kejadian Diabetes Millitus Dan Usia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015
USIA
Kejadian DM
Total
OR
pDM
Tidak DM
(95% CI)
Value
N
%
N
%
N
%
Berisiko ≥45
59,2
29
76,3
16
42,1
45
4.431
tahun
0,005
(1.651Tidak berisiko
40,8
9
23,7
22
57,9
31
11.887)
<45 tahun
Jumlah
38
100
38
100
76
100
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan uji chi-square diketahui bahwa
ada hubungan yang bermakna antara
faktor obesitas dengan kejadian diabetes
mellitus dimana nilai p-value <0,05 yaitu
0,018. hasil Odds Ratio (OR) yaitu 3,580
yang artinya responden yang obesitas
memiliki peluang 3,5 kali untuk menderita
penyakit diabetes millitus dibandingkan
responden yang tidak obesitas.
Pada penelitian ini juga ditemukan
bahwa pada responden yang tidak
obesitas tetapi terkena DM hal ini
disebabkan karena pada responden
memiki faktor lain yaitu faktor genetik dan
usia berisiko diatas 45 tahun sehingga
responden berisiko untuk terkena DM.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Alfiyah
(2010) di RSUD Kota Semarang. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa ada
hubungan antara obesitas dengan
Diabetes Militus ( p value = 0,001,OR =
5,856).
Pada penelitian Rudyana (2010),
oleh teori Damayanti (2008), aktivitas fisik
yang kurang juga bisa menjadi berisiko
mengalami obesitas kemudian dari
obesitas tersebut akan bisa berdampak
pada Diabetes Millitus. Hal ini disebabkan
oleh tidak adanya aktifitas fisik yang
dilakukan sehingga kalori yang berlebihan
didalam tubuh mereka tidak dapat dibakar
sehingga penumpukan kalori tersebut
206
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
akan menjadi timbunan lemak didalam
tubuh. Pada prinsipnya akibat dari
ketidakseimbangnya
antara
asupan
makanan dan tenaga yang dikeluarkan
dalam aktivitas sehari-hari sehingga
terjadi penimbunan lemak di dalam tubuh.
Berolahraga secara teratur dapat
mengurangi risiko terkena diabetes.
Antara lain dapat mencegah obesitas,
salah satu penyebab diabetes. Bagi
diabetes olahraga secara teratur berfungsi
untuk menormalkan kadar gula darah.
Sehingga
mengurangi
kebutuhan
terhadap obat-obatan dan insulin.
Menurut
asumsi
penelliti,
kurangnya aktifitas fisik (olahraga) maka
tenaga yang dikeluarkan hanya sedikit
sehingga zat makanan yang dimakan
akan tersimpan dan menumpuk pada
tubuh
sebagai
lemak,
sehingga
berpengaruh terhadap kenaikan berat
badan.
Untuk
itu
diharapkan
bagi
responden agar dapat menerapkan pola
makan yang baik dan sehat serta dengan
melakukan olahraga secara teratur
minimal 3x seminggu selama 30-45 menit
yaitu
dengan
olahraga
jogging,
bersepeda, atau berenang sehingga
memperoleh berat tubuh yang normal.
Hasil analisis hubungan usia
dengan kejadian Diabetes Mellitus di
Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun
2015 dapat dilihat pada tabel 2 sebagai
berikut :
Tabel 2
Distribusi Responden Menurut Kejadian Diabetes Millitus Dan Obesitas Di Wilayah
Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015
OBESITAS
Kejadian
DM
Obesitas
IMT 30-39,9
Tidak Obesitas
IMT <30
Jumlah
Tidak DM
N
29
%
76,3
N
18
%
47,4
Total
N
%
61,8
47
9
23,7
20
52,6
29
38,2
38
100
38
100
76
100
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan uji chi-square diketahui bahwa
ada hubungan yang bermakna antara
faktor pola makan dengan kejadian
Diabetes Mellitus dimana nilai p-value
<0,05 yaitu 0,005. hasil Odds Ratio (OR)
yaitu 3,764 yang artinya responden yang
obesitas memiliki peluang 3,7 kali untuk
menderita penyakit diabetes mellitus
dibandingkan responden yang tidak
obesitas.
Pada penelitian ini ditemukan
bahwa responden yang memiliki pola
makan baik tetapi terkena DM, hal ini
dapat terjadi karena responden memiliki
faktor lain yaitu faktor genetik dan jarang
melakukan
aktifitas
fisik
sehingga
responden berisiko terkena DM.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Agustini
(2014) di puskesmas Payo Selincah. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa ada
pValue
OR
(95% CI)
0,018
3,580
(1,3419,561)
hubungan antara pola makan dengan
diabetes mellitus dengan nilai p-value
0,007 dan nilai OR yaitu 11,000 yang
artinya responden yang mempunyai pola
makan buruk memiliki peluang 11,0 kali
untuk penderita penyakit Diabetes Millitus
dibandingkan responden yang mempunyai
pola makan baik.
Pola makan adalah cara yang
ditempuh seseorang untuk memilih pola
makan sebagai reaksi terhadap fisiologis,
fisikologis, budaya dan social. Karena
faktor makanan juga merupakan faktor
utama sebagai penyebab diabetes
millitus. Orang-orang yang terbiasa
mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung karbohidrat seperti nasi,
biskuit, cokelat, dan lain sebagainya
sangat
berpotensi untuk
terserang
penyakit diabetes millitus (Waspadji,
2009).
207
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Sesorang yang mempunyai gaya
hidup yang kurang baik seperti pola
makan tidak teratur, mengkonsumsi rokok
dan lain-lain akan berisiko terjadinya
Diabetes Millitus. hal ini disebabkan
Karena makanan yang tidak seimbang
bisa mengakibatkan asupan nutrisi yang
tidak baik (Darmayanti, 2008).
Pola makan yang tidak terkontrol
akan menyebabkan obesitas. Bila makan
berlebihan dalam jangka waktu lama,
cadangan lemak ditimbun akan menjadi
lebih banyak lagi. Ada beberapa faktor
yang mendasari seseorang makan
berlebih
antara
lain
kecemasan,
kebiasaan ngemil (makan di luar jam
makan), makan gorengan, menyukai fast
food/junk food dan tingginya konsumsi
karbohidrat, rendah serat, dan kebiasaan
mengkonsumsi alkohol (Depkes RI,
2008).
Menurut asumsi peneliti, sering
mengkonsumsi makan-makanan yang
tinggi lemak, tinggi karbohidrat, rendah
serat, makanan yang besifat asin dan
manis
secara
berlebihan
akan
berpengaruh terhadap pola makan yang
buruk sehingga memicu terjadinya
penyakit DM.
Diharapkan kepada responden
dapat mengatur pola makan yang baik,
seperti rendah lemak (daging,jeroan),
rendah
karbohidrat
(beras
merah,pengganti nasi), diet tinggi kalori,
serta melakukan pemeriksaan glkosa
darah secara teratur.
Hasil analisis hubungan usia
dengan kejadian Diabetes Mellitus di
Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun
2015 dapat dilihat pada tabel 3 sebagai
berikut :
Tabel 3
Distribusi Responden Menurut Kejadian Diabetes Millitus Dan Pola Makan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015
POLA MAKAN
Kejadian DM
DM
Tidak DM
Kurang baik
N
27
%
71,1
N
15
%
39,5
Total
N
%
42
55,3
Baik
11
28,9
23
60,5
34
44,7
38
100
38
100
76
100
Jumlah
SIMPULAN
Terdapat
hubungan
yang
bermakna dengan nilai p-value <0,05 yaitu
0,005 dan nilai OR yaitu 4,431 antara
faktor usia dengan kejadian diabetes
mellitus di wilayah kerja Puskesmas Nipah
Panjang Kabupaten Tanjung Jabung
Timur Tahun 2015; Terdapat hubungan
yang bermakna dengan nilai p-value
<0,05 yaitu 0,018 dan nilai OR yaitu 3,580
antara faktor obesitas dengan kejadian
diabetes mellitus di wilayah kerja
Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Tahun 2015;
Terdapat hubungan yang bermakna
dengan nilai p-value <0,05 yaitu 0,11 dan
nilai OR yaitu 3,764 antara faktor pola
makan dengan kejadian diabetes millitus
di wilayah kerja Puskesmas Nipah
Panjang Kabupaten
Timur Tahun 2015.
pValue
0,011
Tanjung
OR
(95%
CI)
3,764
(1,4469,794)
Jabung
DAFTAR PUSTAKA
Agustini Dini (2014). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian
Diabetes Mellitus Di Wilayah
Kerja Puskesmas Simpang IV
Sipin Tahun 2014.
Alfiyah (2010). Jurnal Kesehatan: Faktor
Risiko
Yang
Berhubungan
Dengan Diabetes Millitus Di
RSUD Cengkareng.
Arikunto (2010). Prosedur Penelitian :
suatu Pendekatan Praktik. Asdi
Mahasatya. Jakarta
208
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Padila (2012).Keperawatan Medikal
Bedah (cetakan pertama).
Yogyakarta
Pudiastuti Dewi Ratna (2011). Penyakit
Pemicu Stroke (cetakan
pertama). Nuha Medika:
Yogyakarta
Rudyana Hikmat (2010). Hubungan
Obesitas Dengan Diabetes
Millitus Di Poliklinik Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum
Cibabat Cimahi tahun 2010.
Jurnal kesehatan kartika
Tilawati Fardiah (2012). Hubungan Umur
Dan Obesitas Dengan Kejadian
Diabetes MillitusTipe
II
Pada Pegawai Kantor Gubernur
Jambi Tahun 2012.
Trisnawati KS, Setyorogo Soedijono
(2013) Faktor Risiko Kejadian
Diabetes Millitus Tipe II Di
Puskesmas Cengkareng
Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal
Ilmiah Kesehatan
Waspadji (2009). Diabetes Millitus
(cetakan pertama). NuhaMedika:
Yogyakarta
209
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI PASIEN DAN PERAN KELUARGA
TERHADAP PENCEGAHAN KEJADIAN ASAM URAT (GOUT) DI PUSKESMAS
SIMPANG IV SIPIN KOTA JAMBI TAHUN 2015
Sakinah
STIKes Prima Jambi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Korespondesi penulis : [email protected]
ABSTRAK
Asam urat merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat. Walaupun pada
umumnya masyarakat berpikir penyakit asam urat hanya diderita pada usia lanjut, akan tetapi apabila
tidak diperhatikan pola makan yang sehat tidak menutup kemungkinan, saat remaja atau muda pun
akan menderita penyakit ini. Biasanya 25% orang yang asam uratnya tinggi akan menjadi penyakit
asam urat. Bila kadar asam urat tinggi tapi tidak ada gejala serangan sendi ini disebut stadium awal.
Pada setiap orang berbeda-beda.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional bertujuan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan, persepsi pasien dan peran keluarga terhadap pencegahan kejadian asam
urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi tahun 2015. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
Simpang IV Sipin Kota Jambi dan telah dilaksanakan pada tanggal 26-29 Agustus tahun 2015.
Populasi penelitian ini sebanyak 3.814 orang dan sampel dalam penelitian sebanyak 94 orang.
Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Pengolahan data dilakukan dengan analisis
univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan pasien dengan
pencegahan kejadian asam urat (gout) dengan nilai p value 0,006. Adanya hubungan antara persepsi
responden dengan pencegahan kejadian asam urat (gout) dengan nilai p value 0,002. Adanya
hubungan antara peran keluarga dengan pencegahan kejadian asam urat (gout) dengan nilai p value
0,010.
Diharapkan petugas kesehatan petugas kesehatan melakukan promosi dan poster dalam memberikan
penyuluhan tentang pencegahan kejadian asam urat (gout) menjelaskan dengan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti agar responden dapat memahami dengan baik dan mengajak
keluarga untuk berperan aktif dalam memberikan informasi dan membantu ibu nifas dalam melakukan
pencegahan kejadian asam urat.
Kata Kunci
: Pengetahuan, Persepsi, Keluarga, Asam Urat
RELATIANSHIP OF KNOWLEDGE, PERCEPTION AND FAMILY ROKS TOWARDS
PREVENTION OF GOUT IN PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN IN JAMBI CITY 2015
ABSTRACT
Urie acid disease is one of di sease which commonin society. Many people have paradigm abrout urie
acid as a disease for elderly people but actually if we had bab diets that will make a risk of urie acid
disease, by now this disease can occur in teenage ar young age of joints problem thar called early
stage, but this symptoms may varies in each person. (Suhardanto, 2013).
This research is analytic studies with cross sectional design which aim to find relationshif of
knowledge, perception and family roks towards prevention of gout in puskesmas simpang IV sipin in
Jambi City 2015 this study conducted in puskesmas simpang IV sipin in 26-29 august 2015.
Population in this research were 3.814 people and the sample are 94 people. The sample was taking
by using accidental sampling. Than date analysis by using univariate and bivariate analysis.
As a result shows, there is significant relatianship between know ledge and prevention of goat with
p.value 0,006. There is significant relation ship between perception with prevention of gout with
p.value 0,002. There is significont relationship between family reles with prevention if gout with p.value
0,010.
Therefore we suggert for health professimal to provide promotion and posters while giving counseling
about prevention of gout by using undestandable larguage to make people understand and actively
give this information and help poshpartum women in doing prevention of gout.
Keywords : Knowlegde, Perception, Family, Gout
210
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PENDAHULUAN
Asam urat (Gout) merupakan salah
satu penyakit yang banyak diderita
masyarakat. Walaupun pada umumnya
masyarakat berpikir penyakit asam urat
hanya diderita pada usia lanjut, akan
tetapi apabila tidak diperhatikan pola
makan yang sehat tidak menutup
kemungkinan, saat remaja atau muda pun
akan menderita penyakit ini. Asam urat
terjadi ketikan kandungan purin pada
tubuh
diambang
batas
kewajaran
(Herliana, 2013).
Purin merupakan salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat di
dalam sel tubuh semua makhluk hidup.
Purin ini diproduksi oleh ginjal dan pasti
terdapat di dalam tubuh manusia. Purin di
dalam tubuh yang telah dikatabolisme
akan menjadi asam urat. Asam urat
biasanya terjadi pada persendian atau
ginjal.
Penyakit
ini
menimbulkan
peradangan dan rasa nyeri pada bagian
sendi tempat menumpuknya kristal asam
urat. Rasa nyeri ini disebabkan kristalkristal asam urat yang bergesekkan pada
saat sendi bergerak (Herlina, 2013).
Angka kejadian asam urat di dunia
bervariasi antara 0,16-1,36%. Di Amerika
didapatkan prevalensi asam urat pada
populasi umum adalah sekitar 2-13%.
Besarnya angka kejadian hiperusemia
pada masyarakat Indonesia belum ada
data yang pasti. Mengingat Indonesia
terdiri dari berbagai suku sangat mungkin
memiliki angka kejadian yang lebih
bervariasi. Di rumah sakit ditemukan
angka prevalensi asam urat yang lebih
tinggi antara 17-28% karena pengaruh
penyakit dan obat-obatan yang diminum
penderita (Fatningtyas, 2011).
Kemungkinannya untuk menjadi
penyakit asam urat itu makin besar.
Biasanya 25% orang yang asam uratnya
tinggi akan menjadi penyakit asam urat.
Bila kadar asam urat tinggi tapi tidak ada
gejala serangan sendi ini disebut stadium
awal. Pada setiap orang berbeda-beda.
Ada yang bertahun-tahun sama sekali
tidak muncul gejalanya, tetapi ada yang
muncul gejalanya di usia 30-40 tahun
(Suhardanto, 2013).
Penyakit
asam
urat
bukan
merupakan
penyakit
infeksi
yang
disebabkan oleh kuman, melainkan
penyakit yang disebabkan oleh kristal urat.
Pada penyakit akibat asam urat memang
kecenderungan terjadinya infeksi sebagai
komplikasi menjadi meningkat. Jika di
sekitar tofus yang sudah begitu lama
ternyata terjadi infeksi makanan akan
keluar nanah, nyerinya bertambah hebat,
bertambah bengkak, kaku bahkan demam.
Jadi infeksi akan memperberat gejala
penyakit asam urat ini (Kertia, 2009).
Menurut Aulia (2011), sebenarnya
asam urat (gout) sudah ada didalam
tubuh, tapi ini bisa menjadi gangguan jika
jumlahnya meningkat. Peningkatan asam
urat ini biasanya disebabkan oleh faktor
luar seperti makanan. Makanan yang
mengandung
banyak
purin
bisa
meningkatkan kadar asam urat di dalam
tubuh. Untuk itu usahakan untuk
menghindari makanan yang banyak
mengandung purin seperti Ikan hering,
sardin, teri, hati, kaldu, daging jeroan, ikan
tuna, ikan trout, lobster, udang, kerang
dan juga minuman beralkohol dan masih
banyak lagi. Minuman beralkohol seperti
bir memiliki kadar purin tertinggi, makanya
usahakan untuk menghindari minuman
beralkohol. Multivitamin dapat membantu
mencegah asam urat. Minimal konsumsi
satu tablet multivitamin setiap harinya.
Pilihlah yang paling kuat dan mengandung
mineral seperti kalsium, magnesium dan
zinc.
Masih banyaknya orang yang
belum
memahami
cara
mencegah
terjadinya asam urat. Padahal penyakit
sangat rentan terjadi pad abanyak orang.
Oleh karena itu, seseorang harus memiliki
informasi yang baik tentang cara
mencegah asam urat, dengan adanya
pengetahuan yang baik akan membentuk
anggapan yang positif bahwa asam urat
merupakan penyakit yang tidak bias
dianggap sepeleh. Selain itu juga keluarga
sangat
berperan
penting
dalam
mendukung perilaku yang baik karena
keluarga salah satu pemicu membantu
menimbulkan kesadaran dari dalam
dirinya untuk melakukan pencegahan
asam urat (Kertia, 2009).
Dalam melakukan pencegahan
asam urat dibutuhkan informasi yang
memadai. Informasi bisa didapat dari
media massa atau media elektronik,
dengan
adanya
kesadaran
untuk
211
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
menambah
informasi
makan
akan
membentuk pengetahuan yang lebih baik.
Selain itu dibutuhkan juga peran keluarga
dalam melakukan pencegahan asam urat,
karena keluarga merupakan salah satu
faktor penunjang untuk mendorong dan
memotivasi dalam melakukan pencegahan
asam urat (Kertia, 2009).
Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kota Jambi menunjukkan
bahwa kejadian asam urat tertinggi yaitu di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi,
didapat pada tahun 2013 sebanyak 605
orang dan tahun 2014 mengalami
peningkatan kejadian asam urat sebanyak
635 orang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
analitik dengan desain cross sectional
bertujuan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan, persepsi pasien dan peran
keluarga terhadap pencegahan kejadian
asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi tahun 2015. Penelitian ini
dilakukan di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi dan telah dilaksanakan pada
tanggal 26-29 Agustus tahun 2015.
Populasi penelitian ini adalah seluruh
pasien yang berkunjung ke Puskesmas
Simpang IV Sipin Kota Jambi bulan
Januari-Mei tahun 2015 sebanyak 3.814
orang dan sampel dalam penelitian
sebanyak 94 orang. Teknik pengambilan
sampel
menggunakan
accidental
sampling. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan kuesioner dengan cara
penyebaran kuesioner. Pengolahan data
dilakukan dengan analisis univariat dan
bivariat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bersumber dari data yang
diperoleh melalui pembagian kuisioner
terhadap 94 responden untuk mengetahui
“Hubungan Pengetahuan, Persepsi Pasien
dan
Peran
Keluarga
Terhadap
Pencegahan Kejadian Asam Urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun
2015”.
Pengumpulan
data
dilakukan peneliti sendiri dan dibantu oleh
beberapa teman mahasiswi STIKes Prima.
Pengumpulan data berlangsung pada
tanggal 26-29 Agustus tahun 2015 di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
dengan
cara
pengisian
kuesioner
menggunakan kuesioner sebagai alat
ukur.
Kualitas data dalam penelitian ini
diperoleh dari pengumpulan data primer
yang menggunakan lembar kuesioner
yang berisi pertanyaan pengetahuan,
persepsi dan peran keluarga. Agar
memperoleh yang valid dan berkualitas,
peneliti menganjurkan kepada responden
untuk menjawab pertanyaan yang ada
pada lembar kuesioner sesuai dengan
kemampuannya dan mengantisipasi agar
tidak ada data yang kosong atau tidak diisi
oleh responden dalam penelitian ini.
Gambaran Pencegahan kejadian asam
urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota
Jambi Tahun 2015
Gambaran pencegahan kejadian
asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi diperoleh melalui pengisian
kuesioner, menunjukkan bahwa mayoritas
responden yaitu sebanyak 58 responden
(61,7%) pencegahan kejadian asam urat
kurang baik dan sebanyak 36 responden
(38,3%) pencegahan kejadian asam urat
baik.
Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang
Pencegahan kejadian asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2015
Data distribusi jawaban dari 94
responden yang telah diteliti mengenai
pencegahan kejadian asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi,
terdapat mayoritas responden sebanyak
52
responden
(55,3%)
memiliki
pengetahuan
kurang
baik
tentang
pencegahan kejadian asam urat dan
sebanyak 42 responden (44,7%) memiliki
pengetahuan baik.
Gambaran Persepsi Pasien Terhadap
Pencegahan kejadian asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2015
Data distribusi jawaban dari 94
responden yang telah diteliti mengenai
persepsi terhadap pencegahan kejadian
asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi, yaitu mayoritas responden
yaitu sebanyak 54 responden (57,4%)
memiliki persepsi negatif sebanyak 40
212
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
responden
positif.
(42,6%)
memiliki
persepsi
Gambaran Peran Keluarga Terhadap
Pencegahan kejadian asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2015
Data distribusi jawaban dari 94
responden yang telah diteliti mengenai
peran keluarga terhadap pencegahan
kejadian asam urat di Puskesmas
Simpang IV Sipin Kota Jambi, yaitu
mayoritas
responden sebanyak
56
responden
(59,6%)
memiliki
peran
keluarga kurang baik dan sebanyak 38
responden
(40,4%)
memiliki
peran
keluarga baik.
Hubungan Pengetahuan Pasien Terhadap
Pencegahan Kejadian Asam Urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2015
Dari hasil 94 responden tentang
pengetahuan
responden
dengan
pencegahan kejadian asam urat, didapat
dari 42 responden dengan pengetahuan
baik yang pencegahan kejadian asam urat
kurang baik sebanyak 45,2%. Sedangkan
dari 52 responden dengan pengetahuan
kurang baik didapat 75,0% yang
pencegahan kejadian asam urat kurang
baik.
Dari hasil uji statistik chi-square
diperoleh nilai p value 0,006 (p<0,05)
dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan
responden dengan pencegahan kejadian
asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi.
Hubungan Persepsi Pasien Terhadap
Pencegahan Kejadian Asam Urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2015
Dari hasil 94 responden tentang
persepsi responden dengan pencegahan
kejadian asam urat, didapat dari 40
responden dengan persepsi positif yang
pencegahan kejadian asam urat kurang
baik sebanyak 42,5%. Sedangkan dari 54
responden dengan persepsi negatif
didapat 75,9% yang pencegahan kejadian
asam urat kurang baik.
Dari hasil uji statistik chi-square
diperoleh nilai p value 0,002 (p<0,05)
dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara persepsi
responden dengan pencegahan kejadian
asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi.
Hubungan Peran Keluarga Terhadap
Pencegahan Kejadian Asam Urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2015
Dari hasil 94 responden tentang
peran keluarga dengan pencegahan
kejadian asam urat, didapat dari 38
responden dengan peran keluarga baik
yang pencegahan kejadian asam urat
kurang baik sebanyak 44,7%. Sedangkan
dari 56 responden dengan peran keluarga
kurang baik didapat 73,2% yang
pencegahan kejadian asam urat kurang
baik.
Dari hasil uji statistik chi-square
diperoleh nilai p value 0,010 (p<0,05)
dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara peran
keluarga dengan pencegahan kejadian
asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi.
Penelitian mengenai ”Hubungan
Pengetahuan, Persepsi Pasien dan Peran
Keluarga Terhadap Pencegahan Kejadian
Asam urat di Puskesmas Simpang IV
Sipin Kota Jambi Tahun 2015”, tidak
mengambil keseluruhan dari aspek dalam
teori perilaku kesehatan, hanya terfokus
pada aspek pengetahuan, persepsi dan
peran keluarga. Pengetahuan merupakan
suatu langkah awal untuk seseorang
melakukan tindakan. Dengan adanya
pengetahuan yang baik kemungkinan
besar akan membentuk suatu pandangan
atau persepsi yang lebih ke arah positif.
Sedangkan
peran
keluarga
dan
merupakan dorongan dari luar terhadap
sesuatu yang diperoleh dari pengetahuan
yang dialami sehingga semakin baik
pengetahuan maka akan semakin baik
pula tingkah laku seseorang agar
bertindak melakukan sesuatu.
Hubungan Pengetahuan Pasien Terhadap
Pencegahan Kejadian Asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2015
213
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Pengetahuan merupakan hasil
dari tahu, yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni indera
penglihatan,
pendengaran,
penciuman,rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan diperoleh dari mata
dan telinga. Pengetahuan merupakan
pedoman dalam membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan responden terhadap
pencegahan
kejadian
asam
urat
dikategorikan cukup, hal ini dikarenakan
responden hanya mengetahui sebatas
pengertian pencegahan kejadian asam
urat. Pengetahuan seseorang tergantung
dari sumber informasi, pengalaman dan
orang lain. Menurut peneliti, hal ini berarti
rendahnya
pengetahuan
responden
dikarenakan oleh kurangnya sumber
informasi dan pengalaman diri sendiri dan
orang lain. Responden pada umumnya
belum tahu dan belum memahami dengan
baik tentang pencegahan kejadian asam
urat. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya
informasi
yang
diperoleh
tentang
pencegahan
kejadian
asam
urat
dikarenakan
kurangnya
petugas
kesehatan yang memberikan penyuluhan
ataupun kesadaran dan minat yang masih
rendah untuk mencari tambahan informasi
dalam
rangka
meningkatkan
pengetahuannya.
Responden
yang
memiliki
pengetahuan yang baik tetapi pencegahan
asam urat kurang baik, dikarenakan
responden tidak memiliki kesadaran untuk
menerapkan informasi yang didapat ke
perilaku kehidupan sehari-hari dan
menganggap remeh dengan informasi
yang didapat.
Responden
yang
memiliki
pengetahuan
kurang
baik
tetapi
pencegahan asam urat baik, dikarenakan
responden mendapatkan dukungan dari
keluarga
untuk
menganjurkan
dan
menyarankan melakukan pencegahan
asam urat dengan rutin.
Upaya-upaya
yang
perlu
dilakukan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
responden
tentang
pencegahan kejadian asam urat adalah
dilakukannya
pendidikan
kesehatan
mengenai pencegahan kejadian asam
urat, menjelaskan dengan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti agar
responden dapat memahami dengan baik
dan juga dengan cara memberikan leaflet,
brosur, dan kegiatan promotif lainnya
seperti melakukan diskusi bersama
responden.
Hubungan Persepsi Pasien Terhadap
Pencegahan Kejadian Asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2015
Persepsi
berkaitan
dengan
pencegahan
kejadian
asam
urat,
dikarenakan
untuk
melakukan
pencegahan
kejadian
asam
urat,
responden terlebih dahulu harus memiliki
anggapan dan pandangan yang positif
maka baru tergerak dalam hatinya untuk
melakukan pencegahan kejadian asam
urat.
Responden
yang
memiliki
persepsi positif tetapi pencegahan asam
urat kurang baik dikarenakan responden
tidak memiliki kesadaran dari dalam
dirinya untuk melakukan pencegahan
asam urat dan menganggap remeh
dengan penyakit tersebut sehingga tidak
atau jarang melakukan pencegahan asam
urat.
Responden
yang
memiliki
persepsi negatif tetapi pencegahan asam
urat
baik,
dikarenakan
responden
diberikan dukungan dari keluarga untuk
mendorong dan menyarankan melakukan
pencegahan
asam
urat
sehingga
responden melakukan perilaku baik
tersebut. Tetapi pencegahan asam urat
tidak akan bertahan lama dilakukan jika
responden masih memiliki persepsi
negatif.
Persepsi
merupakan
suatu
proses yang didahului oleh proses
penginderaan, yaitu merupakan proses
diterimanya stimulus oleh individu melalui
alat indera atau juga disebut proses
sensoris. Namun proses itu tidak berhenti
begitu saja, melainkan stimulus tersebut
diteruskan
dan
proses
selanjutnya
merupakan proses persepsi. Karena itu
proses persepsi tidak dapat lepas dari
proses
penginderaan
dan
proses
penginderaan
merupakan
proses
214
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
pendahulu dari proses persepsi (Walgito,
2010).
Upaya yang harus dilakukan
untuk membentuk persepsi positif yaitu
petugas kesehatan memberikan informasi
dan melakukan diskusi bersama serta
menjelaskan
informasi
dengan
menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti. Selain itu juga dapat
memberikan leaflet atau brosur untuk
membantu responden dalam mengingat
tentang pencegahan kejadian asam urat.
Hubungan Peran Keluarga Dengan
Pencegahan kejadian asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Tahun 2014
Peran
keluarga
mempunyai
pengaruh yang sangat tinggi dalam harga
diri, sebuah keluarga yang memiliki harga
diri yang rendah akan tidak mempunyai
kemampuan dalam membangun harga diri
anggota keluarganya dengan baik,
keluarga akan memberikan umpan balik
yang negatif dan berulang-ulang akan
merusak harga diri bagi penderita, harga
dirinya
akan
terganggu
jika
kemampuannya
menyelesaikan
masalahnya tidak adekuat. Akhirnya
penderita mempunyai pandangan negatif
dan kemampuan bersosialisasi dengan
lingkungannya (Nursaelah, 2012).
Dari
penjelasan
diatas,
menunjukkan bahwa masih banyaknya
responden yang memiliki peran keluarga
kurang baik. Hal ini dikarenakan keluarga
belum memahami dengan baik tentang
pencegahan kejadian asam urat dan
belum pernah diberikan penyuluhan
kesehatan oleh petugas kesehatan
mengenai pencegahan kejadian asam
urat. Padahal dengan adanya peran
keluarga, maka responden dapat rutin
melakukan pencegahan kejadian asam
urat. Jika hanya sasaran pada pasien saja
yang selalu diberi informasi, sementara
keluarga
kurang
pembinaan
dan
pendekatan, keluarga kadang melarang
responden karena faktor ketidaktahuan
dan tidak ada komunikasi untuk saling
memberikan pengetahuan.
Responden yang memiliki peran
keluarga baik tetapi pencegahan asam
urat kurang baik, dikarenakan responden
malas dan tidak memiliki kesadaran serta
kurangnya keinginan dari dalam dirinya
sendiri untuk melakukan pencegahan
asam urat.
Responden yang memiliki peran
keluarga kurang baik tetapi pencegahan
asam urat baik, dikareankan responden
memiliki informasi tentang pencegahan
asam urat dan adanya kesadaran dari
dalam dirinya sendiri untu mencegah
asam urat.
Upaya-upaya
yang
perlu
dilakukan untuk meningkatkan peran
keluarga mengenai pencegahan kejadian
asam urat yaitu dengan diberikan
pendidikan kesehatan berkaitan dengan
motivasi dari intrinsik dan ekstrinsik dalam
pencegahan kejadian asam urat dengan
cara memberikan pengetahuan dan
menanamkan nilai-nilai serta persepsi
positif. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan leaflet dan informasi seperti
spanduk dalam upaya memberikan
pengetahuan secara luas agar terbentuk
sikap yang positif dan memotivasi
keluarga untuk membantu responden
melakukan pencegahan kejadian asam
urat.
SIMPULAN
Adanya
hubungan
antara
pengetahuan pasien dengan pencegahan
kejadian asam urat di Puskesmas
Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan nilai
p value 0,006, adanya hubungan antara
persepsi responden dengan pencegahan
kejadian asam urat di Puskesmas
Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan nilai
p value 0,002 dan adanya hubungan
antara
peran
keluarga
dengan
pencegahan kejadian asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
dengan nilai p value 0,010.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2010. “Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”. PT
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Aulia,
Dian,
2011.
Gout.
Dalam
http://diandiul.blogspot.com/2011/03/gout.
html. (Diakses tanggal 10 Juni 2015).
Fatningtyas, Rahayu,
Asam
Urat
(Gizi
2011.
Diit).
Makalah
Dalam
215
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
http://kesmasunsoed.com/2011/03/makalah-asam-uratgizi-diit.html. (Diakses tanggal 10 Juni
2015).
Harjana, Dadan, 2014. Gejala Asam Urat,
Penyebab dan Cara Mencegah. Dalam
http://manfaatnyasehat.blogspot.com/2014
/05/gejala-asam-urat.html.
(Diakses
tanggal 15 Juni 2015).
Hidayat, Aziz Alimul, 2010. Metode
Penelitian
Kesehatan
Paradigma
Kuantitaif.
Penerbit
Health
Books
Publishing. Surabaya.
Jhonson, 2009. Keperawatan Keluarga :
Plus Contoh Askep Keluarga. Penerbit
Nuha Medika. Yogyakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. ”Promosi
Kesehatan
Teori
Dan
Perilaku
Kesehatani”. Penerbit PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2014. Ilmu
Perilaku Kesehatan. Penerbit PT. Rineka
Cipta. Jakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. “Promosi
Kesehatan Teori dan Aplikasi. Penerbit
PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit PT.
Rineka Cipta. Jakarta.
Saryono, 2011. Metodologi Penelitian
Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.
Penerbit Mitra Cendikia. Yogyakarta.
Suhardanto, 2013. Cara Mencegah Asam
Urat
dan
Rematik.
http://www.penyakitasamurat.net/?Cara_M
encegah_Asam_Urat_dan_Rematik.
(Diakses tanggal 10 Juni 2015).
Sulistyaningsih,
2011.
Metodologi
Penelitian Kebidanan Kuantitatif-Kualitatif.
Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Walgito, Bimo, 2010. Pengantar Psikologi
Umum. Penerbit CV. Andi. Yogyakarta
216
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
HUBUNGAN PEMAHAMAN INTRUKSI, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP
KEPATUHAN KELUARGA DALAM PENGOBATAN PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT
JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2015
2
*Nia¹, Lisia
1
STIKes Prima Jambi Program Studi D III Kebidanan
*Korespondesi penulis : [email protected]
ABSTRAK
Peningkatan jumlah pasien skizofrenia baru di politeknik rumah sakit jiwa daerah rumah sakit jiwa
daerah provinsi Jambi dari bulan januari sampai bulan Mei 2015, pada bulan april pada peningkatan
jumlah pasien skizofrenia baru menjadi 11 orang pasien tetapi hanya 5 pasien yang rutin kontrol ulang,
kemudian pada bulan mei ada 15 pasien skizofrenia baru, hanya 6 orang pasien yang rutin kontrol
ulang.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik deskriptif analitik dengan desain penelitian cross
sectional. Bertujuan untuk mengetahui hubungan pemahaman intuksi, penderita skizofrenia, di
laksanakan di poliklinik rawat jalan rumah sakit jiwa daerah jambi pada tanggal 27 juli sampai dengan
16 agustus 2015. Sampel di tentukan dengan total sampling, sehingga semua populasi menjadi sampel
yaitu sebanyak 42 orang keluarga yang berkunjung berobat jalan dari bulan januari sampai dengan
bulan mei 2015 sebanyak 46 penderita 46 prnderita. Data dianalisis secara analisi univariat dan
bivariat.
Hasil penelitian 30 responden (65,2%) tidak patuh, 25 responden (54,3%) pemahaman intruksinya
rendah, 24 responden (52,2%) mempunyai sikap negatif dalam pengobatan pasien skizofrenia, 27
responden (58,7%) memberikan dukungan yang baik dalam pengobatan pasien skizofrenia. Hasil uji
statistik Chi square diketahui ada hubungan yang signifikan antara pemahaman intruksi, siakap dan
dukungan keluarga dengan kekuatan kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia.
Dalam upaya peningkatan kepatuhan keluarga dalam pengobatan penderita skizofrenia untuk
pencegahan kekambuhan di perlukan penjlasan kepada keluarga tentang penyakit skizofrenia beserta
proses pengobat yang benar kepada keluarga, pembina sikap keluarga dengan memberikan saran
kepada keluarga akan proses pengobatan yang membutuhkan kepatuhan terhadap upaya medis, dan
meningkatkan dukungan keluarga dengan menyarankan keluarga agar dapat memberikan dukungan
keluarga dengan menyarankan keluarga agar dapat memperhatikan secara nyata terhadap anggota
keluarga yang menderita skizofrenia.
Kata Kunci
: keluarga, pemahaman, sikap, dukungan dan kepatuhan
RELATIONSHIP BETWEEN UNDERSTANDING INDSTRUCTION, ATTITUDE AND FAMILY
SUPPORT TOWARDS FAMILIES ADHERENCE IN TREATMENT OUT PATIENT
SCHIZOPHRENIA IN PSYSHIATRIE HOSPITAL OF PROVINCE JAMBI 2015
ABSTRACT
There are an increasing number of patients with schizophrenia in out patient chinie in psychiatrie
hospital of province jambi 2015, in april there were 11 people come to outpatient clinie psyehiatrie as
anew patients but only 5 people do control for check up rovtinely than in may there were 15 poeople
with schizophrenia come visily as a new patients and only 6 people come visit for cotroling madical
check up routinely.
This research is desariptive analytie studies with cross sectional design the purpose of this study is to
find relationship between understanding instruction, attitude and family support towards families
adherence in treatment out patient schizophrenia, this study conducted in outpation elinie of psychiatrie
hospital in province Jambi in 27 of july thre 16 of augustus 2015. Sample was obtained by using total
sampling, with total 42 people who are come todo cheek up to outpatint clinic of psychiatrie hospital
from January to May 2015 with total 46 patients. The analysis of this research were using univariat and
bivariat.
As the result shows from 30 respondents (65,2%) disobedient, and 25 respondents (54,3%) heve low
understanding of the instruetion, than 24 respondenst (52,2%) have negative attidues in schizophrenia
treatment however, 27 respondents (58,7%) have agood support in treament sehyzophrenia, as the
results of using statistie chi square test, there is significant relationship between understanding
instruetion with families adherence in outpatient treatment for schizophrenia.
217
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
In effort to increase families adherence in giving treatment for patient with scyeopherenia to prevent
from reoccurent of schycophreni a and provide then with information and counseling also emotion
support to do cheek up routinely for their family with schizophrenia.
Keywords: Understanding Instruction, Attitude family and Support Towards Families.
PENDAHULUAN
Skizoprenia merupakan penyakit
otak
persisten
dan
serius
yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran
konkret, dan kesulitan dalam memproses
informasi, hubungan interpesonal serta
mencegah masalah. Skizofrenia tidak
dapat didefinisikan sebagai penyakit,
melainkan diduga sebagai sesuatu sindrom
atau proses penyakit yang mencakup
banyak jenis dengan bebagai gejala
(Purnamasari dkk, 2013)
Penanganann gangguan jiwa harus
di lakukan secara konfrehensif melalui
multi-penderitan,
khsusnya
penderita
keluarga
dan
pendekatan
petugas
kesehatan secara langsung dengan
penderita,
seperti
bini
buana,
pemberdayaan penderita gangguan jiwa
agar mendapatkan pelayanan kesehatan
yang terus menerus.(keliat,2012).
Studi epidemiologi menyebutkan
bahwa
perkiraan
angka
prevalensi
skinzofrenia secara umum berkisar antara
0,2-2,0% tergantung didaerah atau di
negara mana studi itu dilakukan.
Selanjutnya dikemukakan bahwa lifi time
prevalensi skizofrenia di perkirakan antara
0,5% dan 1%. (Hawari,2009)
Kepatuhan adalah faktor yang
menentukan efektifias dari pengobatan,
kepatuhan yang buruk akan membuat
dampak ganda dalam arti mengeluarkan
banyak dana dan memperburuk kualitas
hidup pasien. (keliat,2012)
Tidak seorang pun dapat mematuhi
pengobatan jika ia salah paham tentang
intruksi yang diberikan kepadanya. Ley dan
spelman (1967) menemukan bahwa lebih
dari 60% yang diwawancarai setelah
bertemu dengan dokter salah mengerti
tentang instruksi yang diberikan kepada
mereka(niven, 2002)
Keluarga dapat menjadi faktor yang
semangat berpengaruh dalam menentukan
keayakinan dan nilai kesehatan individu
serta depat menentukan tentang program
yang dapat mereka terima. Pratt (1976)
telah memperhatikan bahawa peran yang
dimainkan keluarga dalam pengembangan
kebiasaan kesehatan dan pengajaran
terhadap anak-anak mereka. (Niven,2002)
Menurut Word Health Organization
(WHO), jumlah penderita skizofrenia di
dunia pada tahun 2008 adalah 482 juta
jiwa, dengan mengacu pada data tersebut
kini jumlah ini diperkirakan sudah
meningkat dan diperkirakan dari sekitar
220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar
50 juta atau 22 % mengidap gangguan
jiwa.
Berdasarkan peningkatan jumlah
pasien skizofrenia baru politeknik rumah
sakit jiwa daerah Provinsi Jambi dari bulan
januari sampai bulan mei 2015, terutama
pada bulan februari ada 5 pasien
skizofrenia baru, 2 orang pasien ptut
kontrol ulang, pada bualn maret meningkat
menjadi 8 orang, 3 antara rutin kontrol
ulang, demikian juga bulan april ada
peningkatan jumlah pasien skizofrenia baru
menjadi 11 orang pasien tetapi hanya 5
pasien yang kontrol ulang rutin.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
analitik dengan desain cross sectional
karena pendekatan bersifat sesaat pada
waktu tertentu dan tidak diikuti secara
terus-menerus dalam kurun waktu tertentu
dan bertujuan untuk melihat apakah ada
hubungan antara variabel dependen
dengan dependen (Notoatmojdo,2012)
Rumah sakit jiwa daerah provinsi jambi
dari bulan jaunari sampai bulan mei 2015,
pada bulan april dari peningkatan jumlah
pasien skizofrenia baru menjadi 11 orang
pasien tetapi hanya 5 pasien yang rutin
kontol ulang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rumah sakit jiwa daerah provinsi
jambi terletak di desa Kenali Besar
kecematan Kota Baru lebih kurang 4,5 km
ke arah barat dari pusat Kota Jambi.
Rumah sakit jiwa Provinsi Jambi yang di
bnguni
oleh proyek peningkatan
pelayanan kesehatan jiwa depatermen
kesehatan RI tahun 1981/1982, di bangun
di atas tanah seluas 98,693 M2.
218
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Hubungan Pemahan Intruksi terhadap
kepatuhan keluarga dalam pengobatan
pasien Skizofrenia
Hasil analisis hubungan antara
pemahaman intruksi terhadap kepatuhan
keluarga dalam
pengobatan pasien
skizofrenia di poliklini rumah sakit jiwa
daerah provinsi jambi tahun 2015.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai value
0,005 maka dapat di simpulkan terhadap
hubungan
yang
signifikasi
antara
pemahaman intruksi dengan kepatuhan
keluarga dalam
pengobatan pasien
skizofrenia di poliklinik rumah sakit jiwa
daerah provinsi Jambi.
Hubungan sikap keluarga terhadap
kepatuhan keluarga dalam pengobatan
pasien skizofrenia.
Dari hasil uji diperoleh nilai value
0,002 maka dapat disimpulkan terhadap
hubungan yang signifikan antara sikap
keluarga dengan kepatuhan keluarga
dalam pengobatab pasien skizofrenia di
politeknik rumah sakit jiwa daerah provinsi
Jambi.
Hubungan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan keluarga dalam pengobatan
pasien skizofrenia
Dari hasil statistik diperoleh nilai value
0,000 maka dapat di simpulkan terhadap
hubungan yang signifikan antar dukungan
keluarga dengan kepatuhan keluarga
dalam pengobatan pasien skizofrenia di
politeknik rumah sakit jiwa daerah provinsi
Jambi.
Penelitian
mengenai
”Hubungan
Pemahaman Intruksi, Sikap dan Dukungan
Keluarga Terhadap Kepatuhan Dalam
Pengobatan Penderita Skizofrenia Rawat
Jalan di Provinsi Jambi Tahun 2015”
Responden dalam penelitian ini
adalah salah satu anggota keluarga
penderita
skizofrenia
yang
datang
mengatur atau meneruskan obat pada
yang berjumalah 46 orang keluarga.
Responden dalam penelitian ini sebagai
besar perempuan sebanyak 29 orang
(36%). Kelompok umum dewasa (24-45
tahun) sebanyak 33 orang (71,7%)
berpendidikan SMP sebanyak 16 (34,8%),
dan tidak berkerja dan swasta yaitu
sebanyak 17 (37%) tentang pencegahan
penyakit Skizofrenia dapat terbatas nilai
kepatuhan responden, kepatuhan hanya
dinialai berdasarkan checklist.
Rekam menis berdasarkan jumlah
obat dan dosis obat yang diberikan
kemudian ditentukan masa habisnya obat,
penulisan tidak dapat melakukan observasi
secara langsung apakah obat yang
diberikan benar-benar diberikan dan
manfaatkan dengan baik karena sampel
dalam penelitian ini berasal dari berbagai
daerah di seluruh wilayah Provinsi Jambi
yang sangat sulit di jangkau penulis.
Hubungan Persepsi Pasien Terhadap
Pencegahan Kejadian Asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota
Jambi Tahun 2015
Persepsi
berkaitan
dengan
pencegahan
kejadian
asam
urat,
dikarenakan untuk melakukan pencegahan
kejadian asam urat, responden terlebih
dahulu harus memiliki anggapan dan
pandangan yang positif maka baru tergerak
dalam
hatinya
untuk
melakukan
pencegahan kejadian asam urat.
Responden yang memiliki persepsi
positif tetapi pencegahan asam urat kurang
baik dikarenakan responden tidak memiliki
kesadaran dari dalam dirinya untuk
melakukan pencegahan asam urat dan
menganggap remeh dengan penyakit
tersebut sehingga tidak atau jarang
melakukan pencegahan asam urat.
Responden yang memiliki persepsi
negatif tetapi pencegahan asam urat baik,
dikarenakan
responden
diberikan
dukungan dari keluarga untuk mendorong
dan menyarankan melakukan pencegahan
asam urat sehingga responden melakukan
perilaku baik tersebut. Tetapi pencegahan
asam urat tidak akan bertahan lama
dilakukan jika responden masih memiliki
persepsi negatif.
Persepsi merupakan suatu proses
yang didahului oleh proses penginderaan,
yaitu merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indera
atau juga disebut proses sensoris. Namun
proses itu tidak berhenti begitu saja,
melainkan stimulus tersebut diteruskan dan
proses selanjutnya merupakan proses
persepsi. Karena itu proses persepsi tidak
219
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
dapat lepas dari proses penginderaan dan
proses penginderaan merupakan proses
pendahulu dari proses persepsi (Walgito,
2010).
Upaya yang harus dilakukan untuk
membentuk persepsi positif yaitu petugas
kesehatan memberikan informasi dan
melakukan
diskusi
bersama
serta
menjelaskan
informasi
dengan
menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti.
Selain
itu
juga
dapat
memberikan leaflet atau brosur untuk
membantu responden dalam mengingat
tentang pencegahan kejadian asam urat.
Hubungan Peran Keluarga Dengan
Pencegahan kejadian asam urat di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota
Jambi Tahun 2014
Peran
keluarga
mempunyai
pengaruh yang sangat tinggi dalam harga
diri, sebuah keluarga yang memiliki harga
diri yang rendah akan tidak mempunyai
kemampuan dalam membangun harga diri
anggota
keluarganya
dengan
baik,
keluarga akan memberikan umpan balik
yang negatif dan berulang-ulang akan
merusak harga diri bagi penderita, harga
dirinya
akan
terganggu
jika
kemampuannya
menyelesaikan
masalahnya tidak adekuat. Akhirnya
penderita mempunyai pandangan negatif
dan kemampuan bersosialisasi dengan
lingkungannya (Nursaelah, 2012).
Dari
penjelasan
diatas,
menunjukkan bahwa masih banyaknya
responden yang memiliki peran keluarga
kurang baik. Hal ini dikarenakan keluarga
belum memahami dengan baik tentang
pencegahan kejadian asam urat dan belum
pernah diberikan penyuluhan kesehatan
oleh
petugas
kesehatan
mengenai
pencegahan kejadian asam urat. Padahal
dengan adanya peran keluarga, maka
responden
dapat
rutin
melakukan
pencegahan kejadian asam urat. Jika
hanya sasaran pada pasien saja yang
selalu diberi informasi, sementara keluarga
kurang pembinaan dan pendekatan,
keluarga kadang melarang responden
karena faktor ketidaktahuan dan tidak ada
komunikasi untuk saling memberikan
pengetahuan.
Responden yang memiliki peran
keluarga baik tetapi pencegahan asam urat
kurang baik, dikarenakan responden malas
dan tidak memiliki kesadaran serta
kurangnya keinginan dari dalam dirinya
sendiri untuk melakukan pencegahan asam
urat.
Responden yang memiliki peran
keluarga kurang baik tetapi pencegahan
asam urat baik, dikarenakan responden
memiliki informasi tentang pencegahan
asam urat dan adanya kesadaran dari
dalam dirinya sendiri untu mencegah asam
urat.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan peran keluarga mengenai
pencegahan kejadian asam urat yaitu
dengan diberikan pendidikan kesehatan
berkaitan dengan motivasi dari intrinsik dan
ekstrinsik dalam pencegahan kejadian
asam urat dengan cara memberikan
pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai
serta persepsi positif. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan leaflet dan
informasi seperti spanduk dalam upaya
memberikan pengetahuan secara luas agar
terbentuk
sikap
yang
positif
dan
memotivasi keluarga untuk membantu
responden
melakukan
pencegahan
kejadian asam urat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil peneltian dapat
disimpulkan bahwa pemahaman intruksi,
sikap dan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan keluarga dalam pengobatan
pasien skizofrenia di politeknik rumah sakit
jiwa
jambi.
Kepatuhan
keluarga,
pemahaman intruksi, sikap dan dukungan
keluarga dalam
pengobatan pasien
skizofrenia dalam 46 responden 30
responden (65,2%) tidak patuh, 25
responden (54,3%) pemahaman intruksi
rendah, 24 responden (52.2%) mempunyai
sikap negatif dan 27 responden (58,7%)
Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Jambi dalam upaya meningkatan
kepatuhan keluarga dalam pengobatan
penderita skizofrenia sebagai usaha
mencahaan
kekambuhan
pasien
diperlukan pemahaman intruksi keluarga
dalam
proses
pengobatan
dengan
memberikan penjelasan kepada keluarga
tentang penyakit skizofrenia beserta proses
pengobatan yang benar kepada keluarga,
membina
sikap
keluarga
dengan
memberikan saran kepada keluarga atas
220
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
proses pengobatan yang membutuhkan
kepatuhan
uapaya
medis,
dan
meningkatkan dukungan keluarga dengan
menyarankan
keluarga
agar
dapat
memperhatikan secara nyata angota
keluarga yang menderita skizofrenia
seperti mendampingi dalam pemeriksaan
dan merasa tidak malu dengan anggota
keluarga yang menderita skizofrenia
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2010. “Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktik”. PT Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Aulia, Dian, 2011. skizofrenia Dalam
http://diandiul.blogspot.com/2011/
03/gout.html. (Diakses tanggal 10
Juni 2015).
Fatningtyas, Rahayu, 2011. Makalah
skizofrenia (Gizi Diit). Dalam
http://kesmasunsoed.com/2011/03/makalahasam-urat-gizi-diit.html. (Diakses
tanggal 10 Juni 2015).
Harjana, Dadan, 2014. Gejala skizofrenia,
Penyebab dan Cara Mencegah.
Dalam
http://manfaatnyasehat.blogspot.c
om/2014/05/gejala-asamurat.html. (Diakses tanggal 15 Juni
2015).
Hidayat, Aziz Alimul, 2010. Metode
Penelitian Kesehatan Paradigma
Kuantitaif. Penerbit Health Books
Publishing. Surabaya.
Jhonson, 2009. Keperawatan Keluarga :
Plus Contoh Askep Keluarga.
Penerbit
Nuha
Medika.
Yogyakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. ”Promosi
Kesehatan Teori Dan Perilaku
Kesehatani”. Penerbit PT. Rineka
Cipta. Jakarta.
Notoadmodjo,
Soekidjo.
2014.
Ilmu
Perilaku Kesehatan. Penerbit PT.
Rineka Cipta. Jakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. “Promosi
Kesehatan Teori dan Aplikasi.
Penerbit PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni.
Penerbit PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Saryono, 2011. Metodologi Penelitian
Kesehatan Penuntun Praktis Bagi
Pemula. Penerbit Mitra Cendikia.
Yogyakarta.
Suhardanto, 2013. Cara
Mencegah
skizofrenia
http://www.penyakitasamurat.net/?
Cara_Mencegah_skizofrenia.
(Diakses tanggal 10 Juni 2015).
Sulistyaningsih, 2011.Metodologi Penelitian
Kebidanan
Kuantitatif-Kualitatif.
Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Walgito, Bimo, 2010. Pengantar Psikologi
Umum.
Penerbit
CV.
Andi.
Yogyakarta
221
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
HUBUNGAN RIWAYAT STATUS KESEHATAN BAYI DAN STATUS GIZI IBU HAMIL
TERHADAP KEJADIAN STUNTED PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MERSAM KABUPATEN BATANG HARI TAHUN 2015
RELATIONSHIP OF INFANT HEALTH STATUS AND THE NUTRITIONAL STATUS OF
PREGNATHS WOMEN TOWARD INCIDENCE OF SUNTED IN CHILDREN AGE 12-24
MONTHS IN REGION PUSKESMAS MERSAM IN BATANGHARI DISTRICT 2015
Erna
STIKES Prima Jambi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
*Korespondensi Penulis : [email protected]
ABSTRAKs
Masalah kekurangan gizi yang mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini adalah masalah kurang gizi
kronis dalam bentuk anak pendek atau "stunted” kurang gizi akut dalam bentuk anak kurus
("wasting").
Stunted didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus dan
standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak
yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada anak pada masa lalu dan yang
dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.
Penelitian ini bersifat kuantitatif yang menggunakan pendekatan case control dengan matching umur
anak dengan modifikasi 1 kasus berbanding 2 kontrol. Pengumpulan data dengan menggunakan data
sekunder yang bersumber dari buku kohort ibu hamil dan bersallin, buku kohort bayi dan balita, serta
buku kegiatan SDIDTK Puskesmas Mersam Kabupaten Batang Hari. Dengan jumlah sampel 14
sampel kasus dan 28 sampel control. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 – 23 Juli 2015.
Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat .
Hasil penelitian menunjukkan 10 (71,4 %) anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan
menjadi anak dengan tubuh pendek (stunted) dan 10 Ibu (71,4%) dengan riwayat LILA < 23,5 cm
akan melahirkan anak dengan stunted. Penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) dan riwayat LILA < 23,5 cm dengan kejadian stunted.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan instansi tekait agar melaksanakan pemantauan status gizi
ibu hamil dan bayi secara berkala, pengukuran TB/U pada bayi agar dapat dilaksanakan secara rutin
sebagaimana pelaksanaan pengukuran BB/U agar dapat dilakukan deteksi dan intervensi dini untuk
mencegah terjadinya stunted pada anak.
Kata Kunci
: BBLR, LILA, Stunted.
ABSTRACT
Lately, Malnutrition has become interested issues. The malnourished in children will deficits inhibit
growth or “Stunted” and the stunted children will look so skinny. Stunted is defined as an indicator of
the nutritional status of height/age.
Is equal or less than minus and standard deviation (-2SD) below the average standard (WHO,2006).
This is an indicator of the children health who are chronically malnourished, which give the description
of children history which influenced by the environment and socio-economic circumtances.
This research is quantitative approach with case control by matching the child age with modification 1
case of 2 control. Data were obtained by using secondary data from Cohort book of pregnant and
post partum women , book cohort of infant and toddlers as well as activity book SDIDTK Puskesmas
Mersam in BatangHari district. With the total of sample were 14 cases and 28 control samples. This
study was conducted in 20 – 23 of July 2015. The analysis of the research were univariate and
bivariate.
The results showed 10 (71,4%) children with a history LBW ( low birth weight ) have stunted body and
10 mother (71,4%) with a history of MUAC <23,5 cm will give birth a stunted child. This study showed
no significant association between a history of LBW and history of MUAC <23,5 cm with stunted
incidence.
Keywords : LBW, MUAC,Stunted.
222
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PENDAHULUAN
Stunted
merupakan
keadaan
tubuh yang pendek dan sangat pendek
hingga melampaui defisit -2 SD di bawah
median panjang atau tinggi badan (Manary
& Solomons, 2009). Stunted dapat di
diagnosis
melalui
indeks
antropometriktinggi badan menurut umur
yang mencerminkan pertumbuhan linier
yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan dengan indikasi kekurangan gizi
jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai dan atau kesehatan. Stunted
merupakan pertumbuhan linier yang gagal
untuk mencapai potensi genetik sebagai
akibat dari pola makan yang buruk dan
penyakit (ACC/SCN, 2000).
Stunted
didefinisikan
sebagai
indikator status gizi TB/U sama dengan
atau kurang dari minus dan standar deviasi
(-2 SD) dibawah rata-rata standar (WHO,
2006). Ini adalah indikator kesehatan anak
yang kekurangan gizi kronis yang
memberikan gambaran gizi pada anak
pada masa lalu dan yang dipengaruhi
lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.
Indikasi dari stunted adalah
pertumbuhan yang rendah dan efek
kumulatif dari ketidak cukupan asupan
energy, zat gizi makro dan zat gizi mikro
dalam waktu panjang, atau hasil dari
infeksi kronis/infeksi yang terjadi berulang
kali ( Umeta,2003 ).
Kejadian stunted muncul sebagai
akibat dari keadaan yang berlangsung
lama seperti kemiskinan, perilaku pola
asuh yang tidak tepat, dan sering
menderita penyakit secara berulang
karena hygiene maupun sanitasi yang
kurang baik ( Depkes RI,2008 ).
Stunted
pada
anak
balita
merupakan salah satu indicator gizi kronis
yang
dapat
memberikan gambaran
gangguan keadaan social ekonomi secara
keseluruhan dimasa lampau dan pada 2
tahun awal kehidupan anak dapat
memberikan dampak yang sulit diperbaiki
(sudirman,2008).
Kejadian stunted pada balita
secara langsung dapat disebabkan oleh
karena asupan makanan yang tidak
seimbang dan penyakit infeksi seperti diare
atau demam dapat menyebabkan anak
kurang gizi karena terjadi penurunan
utilisasi zat gizi sedangkat kebutuhan
meningkat. Begitu pula dengan anak yang
makan tidak mencukupi kebutuhan, daya
tahan tubuhnya akan lemah dan mudah
kena penyakit. Sebaliknya anak yang sakit
kurang nafsu makan, sehingga asupan
makanannya endah dan akhirnya kurang
gizi (Soekirman,2000).
Banyak faktor yang mempengaruhi
stunted, diantaranya adalah karakteristik
orang tua balita (umur ibu, pendidikan ibu,
pekerjaan ibu, status gizi ibu saat hamil,
tinggi badan ibu), karakteristik balita (berat
badan lahir rendah (BBLR), riwayat
menyusui dan riwayat imunisasi), status
ekonomi keluarga, tingkat konsumsi zat
gizi balita, pola konsumsi balita, pola asuh
keluarga terhadap balita, kejangkitan
penyakit infeksi, dan praktek hygiene
sanitasi ibu pada balita (Welasasih, 2012).
Berat badan lahir rendah (BBLR)
bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu
orang tua yang memiliki berat badan lahir
rendah
maupun
karena
kurangnya
pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan
sehingga pertumbuhan janin tidak optimal
yang mengakibatkan bayi yang lahir
memiliki panjang badan lahir pendek (Fitri,
2012).
Status gizi ibu hamil akan sangat
mempengaruhi kesehatan janin yang
dikandungnya, ibu hamil yang anemia dan
menderita KEK (Kurang energi kronis)
tentu akan mempengaruhi kesehatan janin
yang
dikandungnya,
karena
akan
menyebabkan bayi lahir dengan berat
rendah. Bila tidak bisa tumbuh kejar bayi
BBLR besar kemungkinan akan menderita
stunted.
Menurut
Depkes
RI
(1994)
pengukuran LILA pada kelompok wanita
usia subur adalah salah satu cara untuk
mendeteksi dini yang mudah dan dapat
dilaksanakan oleh masyarakat awam,
untuk mengetahui kelompok berisiko
Kekurangan Energi Kronis ( KEK ).
Kurang Energi Kronis (KEK) pada
ibu hamil adalah kekurangan gizi pada ibu
hamil yang berlangsung lama (beberapa
bulan atau tahun) ( Depkes RI,1999 ).
METODE PENELITIAN
Besarnya peranan berat badan
lahir, dan status kesehatan ibu saat hamil
dapat menentukan keadaan seorang anak
apakah anak tersebut sehat atau tidak
223
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
yang di ukur dengan melihat tinggi badan
anak usia 12-24 bulan, menjadi landasan
pemikiran untuk dilakukannyapenelitian
dengan tujuan melihat hubungan riwayat
status kesehatan bayi, dan status gizi ibu
hamil dengan kejadian stunted pada anak
usia 12-24.
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan menggunakan desain
case control, karena pendekatan ini
bersifat sesaat pada waktu tertentu dan
tidak diikuti secara terus menerus dalam
kurun waktu tertentu dan bertujuan untuk
melihat apakah ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel
dependen (Notoatmodjo, 2012). Adapun
variabel yang diteliti yaitu berat badan
lahir, danstatus gizi ibu saat hamil dan
terhadap kejadian stuntedpada anak usia
12-24 bulan.
Penelitian ini akan dilakukan di
wilayah
kerja
Puskesmas
Mersam
Kabupaten Batang Hari pada bulan Juli
2015. Populasinya adalah keseluruhan
objek penelitian atau objek yang diteliti dan
memiliki
sifat-sifat
yang
sama
(Notoatmodjo, 2012).
Sampel kasus dalam penelitian ini
adalah total populasi kasus yaitu ibu yang
memiliki anak usia 12-24 bulan dengan
stunting, sebanyak 14 anak.Sampel
Kontrol dalam penelitian ini dengan
melakukan matching berdasarkan umur
anak
dengan
menggunakan
effek
modifikasi 1 kasus : 2 Kontrol.
Berdasarkan uraian diatas maka didapat
jumlah sampel kontrol sebanyak 42
sampel.
Pengambilan
sampel
pada
kelompok kasus dengan menggunakan
teknik sampling jenuh, yaitu seluruh
populasi
kasus
dijadikan
sampel.Pengambilan
sampel
pada
kelompok control dengan menggunakan
teknik Purposive sampling( Matching usia
anak ) .
Instrumen
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh di Puskesmas
Mersam . data tersebut di isikan kedalam
form isian, yaitu mengisi data sesuai
dengan data sekunder yang diambil
kedalam form isian. Selanjutnya dilakukan
tabulasi data.
Pengumpulan
data
dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan
data sekunder. Data sekunder adalah data
yang dikumpulkan melalui laporan Dinas
Kesehatan Batang Hari dan laporan
Puskesmas Mersam., Buku kohort ibu dan
kohort ibu bersalin, serta buku kohort bayi
dan balita.
Pengolahan data yang didapat
selanjutnya dengan bantuan komputer
data tersebut diolah melalui tahapantahapan ; Editing, Coding, Scoring, Entry
data danCleaning .
Analisis univariat digunakan untuk
melihat pola distribusi frekuensi ‎pada
variabel dependen dan independen.
Analisis univariat dilakukan ‎dengan melihat
frekuensi
kejadian
dalam
bentuk
persentase
ataupun
‎proporsi
yang
disajikan dalam bentuk tabel. Analisis
univariat bertujuan ‎untuk menjelaskan
karakteristik masing-masing variabel yang
diteliti.‎
Analisis
Bivariat
untuk
membuktikan adanya hubungan yang
bermakna atau tidak antara variabel
independen dan dependen maka dilakukan
analisis bivariat dengan menggunakan uji
statistic (X2) Chi Square, dan untuk melihat
hasil kemaknaan perhitungan statistik
digunakan batas Kemaknaan uji 5%
(0,05),dan menganalisis probabilitas risiko
(OR) kejadian stunting akibat faktor –
faktor penyebab .
( Notoatmodjo,2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Stunted pada anak usia 12-24
bulan dalam penelitian ini masih cukup
tinggi, yaitu sebesar 3,5 % dari seluruh
anak
yang
berusia
12-24
bulan.
Pengukuran tinggi badan / panjang badan
anak bertujuan untuk melihat pertumbuhan
anak yang merupakan cerminan status gizi
anak selain dengan pengukuran berat
badan anak dan indek massa tubuh ( IMT )
anak .
Stunted didefinisikan sebagai
indikator status gizi TB/U sama dengan
atau kurang dari minus dan standar deviasi
(-2 SD) dibawah rata-rata standar (WHO,
2006). Ini adalah indikator kesehatan anak
yang kekurangan gizi kronis yang
memberikan gambaran gizi pada anak
224
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
pada masa lalu dan yang dipengaruhi
lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.
Stunted merupakan hasil dari
kekurangan gizi kronis, yang menghambat
pertumbuhan linier. Biasanya pertumbuhan
goyah dimulai pada sekitar usia enam
bulan, sebagai transisi makanan anak
yang sering tidak memadai dalam jumlah
dan kualitas, dan peningkatan paparan dari
lingkungan yang meningkatkan terkena
penyakit. Terganggunya pertumbuhan bayi
dan anak-anak karena kurang memadai
asuapan makanan dan terjadinya penyakit
infeksi
berulang.
Mengakibatkan
berkurangnya
nafsu
makan
dan
meningkatkan
kebutuhan
metabolik
(Caufiel, 2006).
Pertumbuhan panjang secara
proporsional lebih lambat dari pada berat
badan.
Kekurangan
tinggi
badan
cenderung terjadi lebih lambat dan
pemulihan akan lebih lambat, sedangkan
kekurangan berat badan bisa cepat
kembali dipulihkan. Oleh karena itu,
kekurangan berat badan adalah sebagian
proses akut dan stunted adalah proses
kronis yang berlangsung dalam jangka
waktu yang lama (Waterlow, 1992).
Berdasarkan
analisis
univariat
terhadap variabel yang diteliti adalah
sebagai berikut :
a.
b. a. Berat Badan Lahir
Dalam penelitian ini ditemukan anak
dengan riwayat berat badan lahir normal
yaitu sebanyak 26 anak (61,9%) dan 16
anak (38,1%) dengan riwayat berat badan
lahir rendah.
Distribusi frekuensi berat badan lahir anak
usia 12-24 bulan berdasarkan Kategori
Berat Lahir di Puskesmas Mersam
Kabupaten BatangHari Tahun 2015.
Kategori
Berat Badan
Lahir
Frekuen
si
Persentas
e (%)
Normal
26
61,9
BBLR
16
38,1
42
100
Jumlah
Sedangkan berdasarkan uji normalitas
ditemukan rata-rata berat badan lahir anak
adalah 2.528,9 gram. Dengan nilai minimal
2300 gram dan nilai maksimal 3100 gram.
Bayi lahir dengan berat lahir rendah
akan beresiko tinggi terhadap morbiditas,
kematian, penyakit infeksi, kekurangan
berat badan, stunted di awal periode
neonatal sampai masa kanak-kanak. Bayi
dengan berat lahir 2000-2499 gr 4 kali
beresiko meninggal 28 hari pertama hidup
daripada bayi dengan berat 2500-2999 gr,
dan 10 kali lebih beresiko dibandingkan
dengan bayi dengan berat 3000-3499 gr.
Berat lahir rendah dikaitkan dengan
gangguan
fungsi
kekebalan
tubuh,
perkembangan kognitif yang buruk, dan
beresiko tinggi terjadinya diare akut atau
pneumonia (Podja dan Kelley, 2000).
Berat badan lahir rendah akan
mempengaruhi
perkembangan
anak
dimasa mendatang. Anak dengan berat
lahir rendah cenderung menjadi anak
dengan stunted dan akan sulit untuk
menyusul pertumbuhan badan anak. Hal
ini
akan
mengakibatkan
gangguan
perkembangan anak. Baik perkembangan
motorik
maupun
perkembangan
kognitif.(Dewey dan Huffman,2009).
Bayi dengan berat badan lahir
rendah
akan
mengalami
gangguan
pencernaan,
sehingga
akan
terjadi
gangguan proses penyerapan makanan
.(Blanc.2005).
Bayi dengan berat badan lahir
rendah merupakan cerminan dari adaptasi
janin ketika dalam kandungan. adaptasi
janin didalam kandungan akan membuat
janin melakukan adaptasi yang sama
ketika telah dilahirkan. Apabila lingkungan
berbeda pada pasca salin maka akan
terjadi yang disebut dengan “Mismacth”
yaitu
perbedaan
apa
yang
telah
dipersiapkan janin didalam kandungan
dengan
pasca
salin.sehingga
akan
meningkatkan resiko terjadinya PTM (
penyakit tidak menular) seperti Jantung
dan
stroke
dikemudian
hari.(
Barker.DJP.2008).
b.
LILA ibu
Dalam penelitian ini ditemukan ibu
dengan riwayat status gizi berdasarkan
ukuran LILA < 23,5 cm sebanyak 17 ibu
(40,5%) dan ukuran LILA >35 cm
225
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
sebanyak 25 ibu (59,5%). Dengan rata-rata
ukuran LILA 24,3 cm .
Distribusi Riwayat ukuran LILA Ibu Hamil
yang memiliki anak usia 12-24 bulan di
Puskesmas
Mersam
Kabupaten
BatangHari Tahun 2015
Ukuran LILA
Frekuens
i
Persentas
e (%)
< 23,5
cm
17
40,5
>23,5 cm
25
59,5
42
100
Jumlah
Mersam
Kabupaten
BatangHari
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kejadian stunted pada
anak dengan riwayat BBLR dengan hasil
uji statistik diperoleh nilai p = 0,005 ( p<
0,05). Anak dengan riwayat BBLR akan
menjadi anak dengan tubuh pendek (
stunted ) yaitu sebesar 71,4 % dan hanya
21,4 % yang akan tumbuh normal.
Dari hasil analisis diperoleh pula
nilai OR = 9,167.artinya anak dengan berat
badan lahir rendah ( BBLR ) mempunyai
peluang 9,167 kali menjadi anak dengan
stunted.
Panjang Badan
Berat
Lingkar lengan atas < 23,5 cm
disebabkan oleh kurangnya asupan
makanan yang diperoleh ibu semasa
hamil. Kurangnya asupan makanan ini juga
dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi
dan budaya serta tingkat pendidikan ibu.
Pendapatan
keluarga
sangat
mempengaruhi
terhadap
daya
beli
keluarga. Begitupun dengan tingkat
pendidikan ibu dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan ibu mengenai jenis
makanan semasa hamil dan perawatan
semasa hamil. Ibu dengan LILA < 23,5 cm
akan
membuat
dampak
terhadap
kehamilan,
terutama
terhadap
pertumbuhan janin dalam kandungan.
(Arisman,2007).
Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Puji Rahayu
Fajaria Kartikawati di jember tahun 2004
yang menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara ukuran LILA ibu semasa
hamil terhadap kejadian stunted pada
balita.
Analisis Bivariat
Analisis Bivariat terhadap variable yang
diteliti dapat digambarkan sebagai berikut :
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (
BBLR ) terhadap kejadian stunted pada
anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas
Mersam
Kabupaten
BatangHari Tahun 2015
Hasil penelitian berat badan lahir
rendah (BBLR) terhadap kejadian stunted
pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas
Stunted
Normal
Lahir
n
%
n
%
BBLR
10
71,
6
21,
Badan
4
Norma
4
l
Total
28,
4
22
6
14
100
78,
6
28
100
Menurut Proverawati dan Ismawati
(2010) bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) akan tumbuh dan
berkembang lebih lambat karena pada bayi
BBLR sejak dalam kandungan telah
mengalami retardasi pertumbuhan intera
uterin dan akan berlanjut sampai usia
selanjutnya
setelah dilahirkan
yaitu
mengalami
pertumbuhan
dan
perkembangan lebih lambat dari bayi yang
dilahirkan normal, dan sering gagal
menyusul tingkat pertumbuhan yang
seharusnya dia capai pada usianya setelah
lahir.
Bayi BBLR juga mengalami
gangguan saluran pencernaan, karena
saluran pencernaan belum berfungsi,
seperti kurang dapat menyerap lemak dan
mencerna protein sehingga mengakibatkan
kurangnya cadangan zat gizi dalam
tubuh.Akibatnya pertumbuhan bayi BBLR
akan terganggu, bila keadaan ini berlanjut
dengan pemberian makanan yang tidak
226
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
mencukupi, sering mengalami infeksi dan
perawatan kesehatan yang tidak baik
dapat menyebabkan anak stunted.
Standar pertumbuhan anak yang
dipublikasikan pada tahun 2006 oleh WHO
menunjukkan bahwa Berat lahir memiliki
dampak yang besar terhadap pertumbuhan
anak, perkembangan anak dan tinggi
badan pada saat dewasa.
Untuk mencegah terjadinya stunted pada
anak lahir dengan berat badan lahir rendah
hendaknya Dinas kesehatan Kabupaten
Batang Hari dan Puskesmas Mersam lebih
memperhatikan tentang pemenuhan gizi
dan penanggulangan penyakit pada anak
dengan berat badan lahir rendah ( BBLR ).
Pemenuhan gizi terhadap anak
dengan BBLR sangat terkait dengan
ketersediaan pangan dan ragam pangan,
serta
kemampuan
keluarga
dalam
pemenuhan kebutuhan pangan Untuk itu
agar Dinas Kesehatan Kabupaten Batang
Hari dan Puskesmas Mersam lebih
meningkatkan kegiatan Promotif dan
preventif selain kegiatan kuratif pada anak
sakit dengan BBLR.
Kegiatan Promotif yang dapat
dilakukan adalah dengan
melakukan
penyuluhan tentang Gizi, dan stunted pada
anak. Sedangkan kegiatan preventif
dilakukan dengan bekerja sama dengan
Lintas Program dan Lintas sektoral. Kerja
sama dengan Lintas sektoral terutama
Dinas Pertanian dan tanaman pangan
pada tingkat kabupaten dan Penyuluh
pertanian pada tingkat kecamatan. Serta
dengan PKK kecamatan.
Ketersediaan pangan pada keluarga
dapat dengan mengaktifkan kembali
kegiatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA),
Lumbung keluarga, Dapur Keluarga dan
lebih mengaktifkan kembali kegiatan Dasa
Wisma di masyarakat terutama pada
keluarga.
Dengan adanya kegiatan tersebut
diatas dengan dibantu oleh Lintas Sektoral
terkait diharapkan ketersediaan pangan
pada keluarga dapat dipenuhi.
Selain kegiatan diatas Puskesmas
Mersam agar lebih meningkatkan lagi
kegiatan SDIDTK, hendaknya pengukuran
Panjang badan Bayi tidak hanya dilakukan
6 bulan sekali tetapi dapat dilakukan 1
bulan sekali, minimal 3 bulan sekali
dengan menggandeng lintas program
terutama program gizi agar anak dengan
Stuntedsedini mungkin dapat di ketahui
dan sedini mungkin dapat di intervensi.
Peningkatan kemampuan petugas
kesehatan baik dokter, perawat dan bidan
Desa serta tenaga gizi hendaknya
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
kabupaten Batang Hari terutama tentang
Tata laksana bayi dengan BBLR. Sehingga
bayi dengan BBLR dapat ditangani dengan
baik oleh petugas berdasarkan standar
kompetensi petugas kesehatan.
Bayi lahir dengan BBLR juga
disebabkan oleh perkawinan usia muda
dan kesiapan ibu dalam kehamilan. Peran
serta lintas sektoral terutama PKK dan
Kementrian Agama dan Dinas Pendidikan
sangat
diperlukan
dalam
hal
ini.
Penerapan peraturan menteri agama
tentang batas usia perkawinan, Dinas
Pendidikan berperan dalam pendidikan
reproduksi pada remaja.
Hubungan Riwayat status gizi ibu hamil
( LILA ) terhadap kejadian stunted pada
anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas
Mersam
Kabupaten
BatangHari Tahun 2015
Dari hasil penelitian riwayat status
gizi ibu hamil ( lingkar lengan atas /LILA )
terhadap kejadian stunted pada anak usia
12-24 bulan di Puskesmas Mersam
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
dengan LILA < 23,5 cm anak melahirkan
anak stanted atau pendek.
Panjang Badan
Ukura
Stunted
Normal
n LILA
n
%
n
%
< 23,5
10
71,4
7
25,
cm
>23,5
0
4
28,6
21
cm
Total
P
Value
0,011
75,
0
14
100
28
100
Dari
hasil
penelitian
dapat
digambarkan bahwa ibu hamil dengan
227
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
riwayat status gizi ( LILA ) < 23,5 cm akan
melahirkan anak dengan BBLR dan
stunted. Karena ibu hamil dengan gizi
kurang akan mengalami retardasi intra
uterin dan akan menghambat proses
pertumbuhan janin didalam kandungan.
Salah satu alat ukur untuk menilai
status gizi ibu hamil adalah dengan
pengukuran lingkar lengan atas ( LILA ) .
LILA 23,5 cm menggambarkan Status gizi
kurang dan LILA > 23,5 menggambarkan
Status gizi normal ( DepKes. RI.2005 ).
Lingkar
lengan
atas
(LILA)
mencerminkan tumbuh kembang jaringan
lemak dan otot yang tidak berpengaruh
banyak terhadap cairan tubuh. Pengukuran
ini berguna untuk skrining malnutrisi
protein yang biasanya digunakan oleh
Depkes untuk mendeteksi ibu hamil
dengan resiko melahirkan BBLR bila LILA
< 23,5 cm (Wirjatmadi B,2007).
Pengukuran LILA dimaksudkan
untuk mengetahui apakah seseorang
menderita Kurang Energi Kronis ( KEK ).
Ambang batas LILA WUS dengan resiko
KEK di Indonesia adalah 23,5 cm.
Gangguan gizi pada masa janin
akan mengganggu pertumbuhan janin
dalam uterin. Janin akan menyesuaikan
atau beradaptasi dengan lingkungannya.
Maka akan terbentuklah organ tubuh janin
yang kecil maupun tulang janin yang
pendek.
Berdasarkan
Mekanisme
Developmental plasticity / plastisitas pada
periode perkembangan. Esensinya adalah
: suatu periode kritis saat suatu sistem
bersifat plastis dan sensitif terhadap
lingkungannya, diikuti dengan hilangnya
plastisitas dan kapasitas fungsional yg
menetap.
Sebagian besar organ dan
sistem, masa kritisnya adalah saat dalam
kandungan.
Respon janin terhadap perubahan
gizi ibu, melalui mekanisme developmental
plasticity,
menyebabkan
bayi
membutuhkan lingkungan yang sama
dengan saat dalam kandungan. Apabila
lingkungan pasca-salin berbeda, maka
akan menyebabkan apa yg disebut
sebagai situasi “Mismatch” antara apa yg
sudah dipersiapkan oleh janin dalam
kandungan untuk menghadapi situasi
pasca-salin.(Barker.DJP.2008)
Untuk mencegah terjadinya KEK
pada ibu hamil Dinas Kesehatan
Kabupaten Batang Hari hendaknya harus
lebih meningkatkan mutu dari kegiatan
PWS-KIA, hendaknya kegiatan PWS-KIA
dijadikan
sebagai
kegiatan
untuk
pengkajian ibu hamil secara lebih
mendalam.
Sesuai
dengan
tujuan
pelaksanaan program PWS-KIA yaitu
untuk mengetahui kondisi dan situasi ibu
hamil, sehingga ibu hamil dengan faktor
resiko dapat ditanggulangi dengan cepat.
Kegiatan PWS-KIA juga hendaknya
melibatkan lintas program terutama
program gizi. Sehingga keadaan gizi ibu
hamil dapat dipantau dan dilakukan
intervensi sehingga tidak terjadi ibu hamil
dengan kekurangan energi kronis (KEK).
Kekurangan asupan gizi pada trimester I
dapat
menyebabkan
hiperemesis
gravidarum, kelahiran prematur, kematian
janin, keguguran dan kelainan pada sistem
syaraf pusat.
Sedangkan pada trimester II dan
III dapat mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan janin terganggu, dan berat
badan lahir rendah ( BBLR ).selain itu juga
akan berakibat terjadi gangguan kekuatan
rahim saat persalinan, dan perdarahan
post partum.
Supervisi status gizi ibu hamil
sangat diperlukan , agar Dinas Kesehatan
dan Puskesmas dapat memetakan kondisi
gizi ibu hamil dan dapat menyusun
langkah-langkah penanggulangannya.
Peran serta lintas sektoral seperti
PKK
sangat
diharapkan
terutama
mengenai kesehatan ibu dan anak. Hal ini
sesuai dengan 10 Program pokok PKK.
Dan merupakan program kerja POKJA IV
PKK
bidang
kesehatan.
Selain
meningkatkan peran serta masyarakat
dalam kegiatan P4K. Diharapkan dari
kegiatan
yang
dilaksanakan
maka
permasalahan gizi ibu hamil dapat diatasi
secara dini dan akan mengurangi ibu hamil
yang menderita KEK.
Agar
kegiatan
ini
berjalan
sebaiknya kegiatan Gerakan Sayang Ibu (
GSI ) di tiap-tiap kecamatan diaktifkan
kembali. Jadikan masalah gizi ibu hamil
menjadi program prioritas kegiatan GSI
tingkat kecamatan. Lakukan evaluasi antar
program dan lintas sektoral. Karena gizi
seimbang pada 1000 hari kehidupan yang
228
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
dimulai pada masa konsepsi sampai anak
berusia 2 tahun akan menentukan
kehidupan anak di masa akan datang.
Azwar, A . (2004). Kecendrungan masala
gizi dan tantangan di masa depan.
www.gizi.net
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan diatas , dapat ditarik
kesimpulan bahwa Ada hubungan yang
signifikan antara riwayat berat badan lahir
rendah (BBLR) terhadap kejadian stunted
pada anak usia 12-24 bulan di wilayah
kerja Puskesmas Mersam kabupaten
batang Hari dengan nilai P Value = 0,005
(p=0,05) dan nilai OR = 9,167. artinya anak
dengan riwayat BBLR mempunyai risiko
9,167 kali menjadi anak dengan stunted.
Adanya hubungan yang signifikan antara
riwayat status gizi ibu hamil (Lingkar
lengan atas/LILA) terhadap kejadian
stunted pada anak usia 12-24 bulan di
wilayah
kerja
Puskesmas
Mersam
kabupaten Batang Hari dengan nilai P
Value = 0,011 (p=0,05) dan nilai
OR=7,500, artinya ibu dengan LILA <23,5
cm mempunyai risiko 7,500 kali melahirkan
anak dengan stunted.
Bosch A, B, Baqui, A. H. & Gimneka, J. K.
(2008). Early-life determinants f
stunted adolescent girls and boy in
matlab, banglades. International
center for diarrhoeal disease
research, banglades 2: 189-199.
DAFTAR PUSTAKA
Achadi, endang (2014). Materi ajar
pentingnya gizi seimbang dalam
1000 hari pertama kehidupan.
Disajikan pada workshop gizi tahun
2014. Bekasi
Admarita, (2005). Nutrition problem in
indonesia. The artcle for an
integrated international seminar
and workshop on lifestyle- related
disease, gajah mada university
Jokjakarta.
Almatsier, S.(2003). Prinsip dasar ilmu gizi.
PT.gramedia
pustaka
utama
Jakarta.
Astria, LD, Nastion, A & dwiriani, CM.
(2006). Hubungan konsumsi ASI
dan mp-asi serta kejadian stunting
anak usia 6-12 bulan di kabupaten
bogor. Media gizi dan keluarga 30
(1) : 15-23
Daniels, M, C. & Adair, L, S. (2004) Growht
standards based on length/height
and age. Acta paediatrica; 450: 7685.USA.
Depkes RI.(2007). Pedoman operasional
keluarga sadar gizi. Depkes RI,
Jakarta.
Depkes RI.(2005). Pencegahan dan
penanggulangan
gizi
buruk.
Depkes RI, Jakarta
Estwood, M. (2003). Principle of human
nutrition second edition. Bleckwell
science Ltd, a Blackwell publishing
company
Jahari, B, A. (2002). Penilaan status gizi
berdasarkan
antropometri.
Puslitbang gizi dan makanan.
Depkes RI. Jakarta
Jahari, B, A (2010). Riset kesehatan dasar
2010
badan
penelitian
dan
pangembangan
kesehatan,
kementerian kesehatan RI.,Jakarta
Jahari, B, A (2013). Riset kesehatan dasar
2013
badan
penelitian
dan
pangembangan
kesehatan,
kementerian kesehatan RI.,Jakarta
Jahari, B, A (2013). Pokok – Pokok Hasil
Riset kesehatan dasar 2013
Propinsi Jambi .badan penelitian
dan pengembangan kesehatan,
kementerian kesehatan RI.,Jakarta
Jahari, B, A (2013). Riset kesehatan dasar
2013 dalam Angka Propinsi Jambi
.badan
penelitian
dan
pangembangan
kesehatan,
kementerian kesehatan RI..Jakarta.
229
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Poskitt, J. & Kelley, L. (2000) Low
birthweight-nutrition in early life
editor: morgan J.B. & Dikerson, J.
W.T. Jhon wiley & sons ltd England.
Santoso, S & lies, A (2004) kesehatan dan
gizi. PT.Rineka cipta. Jakarta:
Suhardjo, (2003). Perencanaan pangan
dan gizi.: PT.Bumi Aksara. Jakarta
Sediaoetama A,D. (2000) ilmu gizi untuk
mahasiswa dan profesi jilid I.
:PT.Bhatara karya akbar. Jakarta
Supariasa, I,D. Y. (2002). Penilaian status
gizi. : EGC Jakarta
230
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN
KESEHATAN IMUNISASI DASAR DI WILAYAH KERJAPUSKESMASSP II SEKUTUR
JAYA KABUPATEN TEBOTAHUN 2015
Marinawati
STIKes Prima Jamb
Korepondesi penulis: [email protected]
ABSTRAK
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, dengan
memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Berdasarkan
survey awal di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya pada 10 ibu secara acak melalui
wawancara singkat di peroleh 5 ibu dari 10 ibu tidak tahu mengenai tujuan dan manfat pelayanan
kesehatan imunisasi dasar, sehingga ibu tidak peduli kapan anaknya mendapatkan imunisasi dan 5
ibu dari 10 ibu yang diwawancarai di peroleh peran petugas dalam sosialisasi, penyuluhan dan
informasi sangat kurang. Tujuan penelitian untuk mengetahuifaktor-faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional.Penelitian dilakukan
di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo pada tanggal 6-12 Agustus 2015.
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi umur 9-12 bulan dari bulan
Januari-Juli 2015 sebanyak 73 ibu. Pengambilan sampel dengan teknik total sampling dimana sampel
sebanyak 73 ibu. Data dikumpulkan dengan kuesioner di analisa dengan analisis univariat dan
bivariat.
Berdasarkan hasil penelitian di peroleh 61 responden (83,6%) memberikan imunisasi dasar lengkap,
42 responden (57,5%) memiliki pengetahuan baik, 46 responden (63,0%) memiliki sikap positif dan
41 responden (56,2%) menyatakan peran petugas aktif. Ada hubungan antara pengetahuan ibu (pvalue=0,030), sikap ibu (p-value=0,045) dan peran petugas (p-value=0,039) dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan imunisasi dasar.
Perlunya tindakan penyuluhan dan promosi tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi
dasar untuk meningkatkan meningkatkan tingkat pengetahuan ibu, suami dan keluarga terdekat
mengenai kelengkapan imunisasi dasar dan memberikan pendidikan kesehatan kepada para kader
posyandu agar dapat membantu petugas kesehatan dalam peningkatan pengetahuan masyarakat
mengenai imunisasi dasar.
Kata Kunci
: Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan, Pengetahuan, Sikap, PeranPetugas
FACTORS RELATED TO THE UTILIZATION OF HEALTH SERVICES BASIC
IMMUNIZATION IN REGION PUSKESMAS SP II SEKUTUR JAYA IN TEBO DISTRICT
2015
ABSTRACT
Immunity through immunization to protects from diseases, by entering the germs into the
body but before that the germs have been has been killed or weakened. In an early survey in region
Puskesmas SP II Sekutur Jaya in tebo distric towards 10 mothers as selected randomly by short
interview there are 5 of 10 do not know the purpose and benefits of immunatization, so that the
mother does not care abaut their children immunized. Than, 5 out 10 have poor of health wokers
roles, do not get conseling in information about basic immunitazion. This research is aim to find the
factors related to the utilization of health service basic immunization.
This study is a descriptive analytic with cross approch. The population in this study conducted
in region Puskesmas SP II Sekutur Jaya In Tebo district in 6-12 of agust 2015. Population in this
research are entire mothers who have babies in age 9-1 month from January to July 2015 with total
73 women, the sample is taking by using total sampling and the sample are 73 women. Data obtained
by filling a questionnaire as a colect tool than analysis by univariate and bivariate.
Based on the results obtained by analysis there are 61 respondent (83,6%) providing
complete basis immunization, 42 respondents (57,5%) have god knowledge, 46 respondents (63,0%)
have positive attitudes, 41 respondents (56,2%) have active health professional roles. There are a
significant relationship between Mother’s knowledge with P value= 0,030, Mother’s attitudes with a P
value =0,045, the health profesional roles witg a P value=0,039, with the utilization of health services
basic immunization.
231
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Therefore necessary need to provide counseling and promotion about utilization of health
services basic immunization, also to increase mother’s of knowledge, husband and any other family
members. Than, motivate the cadre to actively educated the community around them about utilization
of health services basic immunization.
Keywords : utilization of health services, knowledge , attitudes, the health professional roles .
PENDAHULUAN
Kesehatan Nasional seperti yang
terdapat
dalam
Undang-Undang
Kesehatan RI No 36 Tahun 2009, untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar peningkatan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya dapat terwujud. Untuk
itu perlu diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan dengan menghimpun seluruh
potensi
bangsa
Indonesia
dengan
melakukan
upaya
peningkatan,
pencegahan, pengobatan, dan pemulihan
(Depkes RI, 2009).
Salah satu upaya pencegahan
penyakit adalah dengan dilakukannya
imunisasi. Imunisasi merupakan cara
untuk meningkatkan kekebalan tubuh
seseorang terhadap suatu penyakit,
sehingga kelak jika terpapar penyakit tidak
akan
menderita
penyakit
tersebut.
Imunisasi merupakan program upaya
pencegahan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia untuk menurunkan
angka kesakitan, kecacatan, dan kematian
akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan
imunisasi
(PD3I),
yaitu
Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Hepatitis B,
Polio, dan Campak (Depkes, 2010).
Imunisasi
merupakan
usaha
memberikan kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukan vaksin ke
dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti
untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu (Hidayat, 2008). Imunisasi
tersebut adalah BCG, DPT-HB, Polio,
Campak, dan Hepatitis. Kelima imunisasi
tersebut dikenal dengan Lima Imunisasi
Dasar Lengkap (LIL) yang merupakan
imunisasi wajib bagi anak di bawah 1
tahun meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT,
4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B dan 1
dosis Campak (Depkes, 2010).
Menurut Depkes RI (2013), tujuan
pemberian
imunisasi
adalah
untuk
mencegah penyakit dan kematian bayi
dan anak-anak yang disebabkan oleh
wabah yang sering muncul. Pemerintah
Indonesia sangat mendorong pelaksanaan
program imunisasi sebagai cara untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian
pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah.
Tujuan
pemberian
imunisasi
yaitu
diharapkan anak menjadi kebal terhadap
penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta
mengurangi kecacatan akibat penyakit.
(Paridawati, 2014).
Melakukan imunisasi terhadap
seorang anak, tidak hanya memberikan
perlindungan pada anak tersebut tetapi
juga berdampak kepada anak lainnya
karena terjadi tingkat imunitas umum yang
meningkat dan mengurangi penyebaran
infeksi. Imunisasi akan membuat tumbuh
kembang bayi menjadi optimal yaitu
menjadi anak yang sehat, kuat, cerdas,
kreatif dan berperilaku baik. Kekebalan
tubuh balita yang sudah di imunisasi akan
meningkat dan terlindungi dari penyakit
berbahaya, sehingga tumbuh kembang
anak tidak terganggu. Imunisasi juga
mencegah berbagai penyakit infeksi yang
berbahaya dengan cara yang aman,
efektif dan relatif murah (Ranuh, 2008).
Menurut perkiraan World Health
Organization (WHO), lebih dari 12 juta
anak berusia kurang dari 5 tahun yang
meninggal setiap tahun di dunia, sekitar 2
juta disebabkan oleh penyakit yang dapat
di cegah dengan imunisasi. Serangan
penyakit tersebut akibat status imunisasi
dasar yang tidak lengkap pada sekitar
20% anak sebelum ulang tahun yang
pertama (Nurani, 2013).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2010 besarnya
cakupan imunisasi dasar masing-masing
antigen adalah BCG 77,9 %; Polio 66,7 %;
DPT-HB 61,9 % dan 74,4 % campak. Data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 menunjukkan bahwa cakupan
imunisasi dasar di seluruh provinsi di
Indonesia rata-rata untuk tiap jenis
imunisasi adalah: polio 77,0%; HB0
232
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
79,1%; BCG 87,6%; DPT-HB 75,6%; dan
campak 82,1%; yang menunjukkan
terjadinya peningkatan cakupan semua
jenis imunisasi dari tahun 2013 sedangkan
berdasarkan
kelengkapannya,
hanya
59,2% anak usia 12-23 bulan yang
mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Berdasarkan hasil pemeriksaan
rontgen di RSUD Sultan Thaha Saefudin
Tebo di peroleh data penyakit yang
disebabkan tidak imunisasi BCG (TBC)
pada anak di Puskesmas SP II Sekutur
Jaya sebanyak 4 anak sejak tahun 2011
sampai bulai Maret 2015 dimana tahun
2011 sebanyak 1 anak perempuan usia 3
tahun, kemudian 1 anak laki-laki umur 4
tahun pada tahun 2014 dan 2 anak lakilaki umur 2 tahun dan 4 tahun pada bulan
Januari sampai Maret 2015 (Laporan
RSUD Sultan Thaha Saefudin Tebo,
2015).
Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Tebo tahun 2014
diketahui bahwa cakupan imunisasi
terendah
terdapat
di
Puskesmas
Mengupeh sedangkan Puskesmas SP II
Sekutur Jaya merupakan puskesmas
dengan cakupan imunisasi terendah
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif analitik dengan menggunakan
desain cross sectional dengan tujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan
dengan
pemanfaatan
pelayanan kesehatan imunisasi dasar.
Penelitian dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten
Tebo pada tanggal 6-12 Agustus 2015.
Populasi pada penelitian ini adalah semua
ibu yang mempunyai bayi umur 9-12 bulan
.
kedua.Dari 8 desa di wilayah kerja
Puskesmas SP II Sekutur Jaya pada
tahun 2014 terdapat 4 desa yaitu : Sekutur
Jaya, Napal Putih, Sako Makmur dan
Teluk Melintang yang memenuhi capaian
imunisasi sedangkan 4 desa lainnya yaitu
: Pinang Belai, Bukit Pamuatan, Tanjung
Aur Seberang dan Pagar Puding Lamo
tidak mencapai target Universal Child
Immunization (UCI), dimana capaian pada
tahun 2014 Kabupaten sebesar 90%.
Berdasarkan survey awal yang
dilakukan pada tanggal 12 Juli 2015 di
wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur
Jaya pada 10 ibu secara acak melalui
wawancara singkat diperoleh 5 ibu dari 10
ibu tidak tahu mengenai tujuan dan manfat
pelayanan kesehatan imunisasi dasar,
sehingga ibu tidak peduli kapan anaknya
mendapatkan imunisasi dan 5 ibu dari 10
ibu yang diwawancarai di peroleh peran
petugas dalam sosialisasi, penyuluhan
dan informasi sangat kurang.Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Imunisasi Dasar Di
Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur
Jaya Kabupaten Tebo tahun 2015.
di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur
Jaya dari bulan Januari-Juli 2015
sebanyak 73 ibu. Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan teknik
total sampling dimana sampel dalam
penelitian ini sebanyak 73 ibu yang
mempunyai bayi 9-12 bulan. Data
dikumpulkan
dengan
menggunakan
kuesioner kemudian dianalisa dengan
analisis
univariat
dan
bivariat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Sp II
Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015
Usia
Frekuensi
(%)
< 20 tahun
8
10,9
20-35
61
83,6
> 35 tahun
4
5,5
Total
73
100
233
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Berdasarkan tabel 1. di peroleh
gambaran usia responden di wilayah kerja
Puskesmas Sp II Sekutur Jaya Kabupaten
Tebo Tahun 2015 sebagian besar
responden memiliki usia 20-35 tahun
sebanyak 61 responden (83,6%).
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo
Tahun 2015
Distribusi
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Imunisasi Dasar
Frekuensi
%
Tidak Lengkap
12
16,4
Lengkap
61
83,6
73
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 2. diketahui dari
73 responden (100%) mayoritas 61
responden (83,6%) memberikan imunisasi
dasar lengkap dan dan 12 responden
(16,4%) tidak memberikan imunisasi dasar
lengkap.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sp II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015
Distribusi
Pengetahuan Ibu
Frekuensi
%
Kurang Baik
31
42,5
Baik
42
57,5
73
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 3 diketahui dari
73 responden (100%) mayoritas 42
responden (57,5%) memiliki pengetahuan
baik dan31 responden (42,5%) memiliki
pengetahuan kurang baik.
Tabel 4.Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II
Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015
Distribusi
Sikap Ibu
Frekuensi
%
Negatif
27
37,0
Positif
46
63,0
73
100
Jumlah
234
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Berdasarkan tabel 4. diketahui dari
73 responden (100%) mayoritas 46
responden (63,0%) memiliki sikap positif
dan 27 responden (37,0%) memiliki sikap
negatif.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan PeranPetugas Di Wilayah Kerja
Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015
Distribusi
Peran Petugas Kesehatan
Frekuensi
%
Kurang Aktif
32
43,8
Aktif
41
56,2
73
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 5 diketahui dari
73 responden (100%) mayoritas 41
responden (56,2%) memiliki petugas
kesehatan aktif dan 32 responden (43,8%)
memiliki petugas kesehatan tidak aktif.
Tabel 6. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dengan PemanfaatanPelayanan
Kesehatan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya
Kabupaten TeboTahun 2015
Kategori Pemanfaatan
Pengetahuan
Ibu
Kurang Baik
Total
Tidak
Lengkap
Lengkap
Jml
%
Jml
%
Jml
%
9
29,0
22
71,0
31
100
pvalue
0.030
Baik
Jumlah
3
7,1
39
92,9
42
100
12
16,4
61
83,6
73
100
Berdasarkan hasil penelitian di
peroleh mayoritas 42 responden (100,%)
memiliki pengetahuan baik terdapat 39
responden (92,9%) lengkap pemanfaatan
imunisasi dasar dan 3 responden (7,1%)
tidak lengkap pemanfaatan imunisasi
dasar. Sedangkan dari 31 responden
(100%) memiliki pengetahuan kurang baik
terdapat 22 responden (71,0%) lengkap
pemanfaatan imunisasi dasar dan 9
responden
(29,0%)
tidak
lengkap
pemanfaatan
imunisasi
dasar.
Berdasarkan analisis dengan chi-square di
peroleh nilai p-value = 0,030 jika
dibandingkan derajat kemaknaan (p-value
< 0,05) terdapat hubungan antara
pengetahuan ibu dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan imunisasi dasar.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh
Dewi
Setyani
(2008)
yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan
dengan
kelengkapan
pemanfaatan
pelayanan kesehatan
imunisasi dasar di Desa Nyatnyono
235
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
lengkap pemanfaatan imunisasi dasar,
Semarang, dengan p = 0,001(p < 0,05).
asumsi peneliti bahwa responden lupa
Ada hubungan antara pengetahuan
jadwal imunisasi sehingga tidak membawa
dengan
kelengkapan
pemanfaatan
anaknya ke puskesmas. Sedangkan ibu
pelayanan kesehatan imunisasi dasar,
yang memiliki pengetahuan kurang baik
sesuai dengan teori yang dinyatakan
tetapi lengkap pemanfaatan imunisasi
bahwa seseorang melakukantindakan
dasar, asumsi peneliti bahwa peran suami
dengan
didasarkan
oleh
suatu
dan
keluarga
terdekat
dalam
pengetahuan.
Hal
ini
disebabkan
mengingatkan ibu untuk mengimunisasi
karenapengetahuan merupakan domain
anaknya sesuai jadwal dan usia anaknya
yang sangat penting untuk terbentuknya
dikarenakan suami atau keluarga terdekat
tindakanseseorang (Notoatmodjo, 2012).
merasa penting anak mendapatkan
Perilaku
seseorang
sangat
imunisasi dasar.
dipengaruhi oleh pengetahuannya akan
Upaya yang dilakukan dengan
sesuatu hal, demikian juga dengan
menginformasikan kepada ibu, suami, dan
perilakunya
dalam
memanfaatkan
keluarga terdekat jadwal imunisasi dasar
pelayanan
kesehatan
yang
ada.
oleh petugas kesehatan dan melakukan
Seseorang yang mempunyai pengetahuan
penyuluhan
kesehatan
dalam
yang lebih baik dibidang kesehatan akan
meningkatkan pengetahuan ibu tentang
cenderung lebih memanfaatkan pelayanan
pentingnya pemanfaatan imunisasi dasar
kesehatan (Maulan, 2009).
bagi anak.
Masih terdapat responden yang
memiliki pengetahuan baik tetapi tidak
Tabel 7. Hubungan Antara Sikap Ibu Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo
Tahun 2015
Kategori Pemanfaatan
Total
Tidak
Sikap
Lengkap
p-value
Lengkap
Negatif
Jml
%
Jml
%
Jml
%
8
29,6
19
70,4
27
100
0,045
Positif
Jumlah
4
8,7
42
91,3
46
100
12
16,4
61
83,6
73
100
Berdasarkan hasil penelitian di
peroleh mayoritas 46 responden (100,%)
memiliki sikap positif terdapat 42
responden (91,3%) lengkap pemanfaatan
imunisasi dasar dan 4 responden (8,7%)
tidak lengkap pemanfaatan imunisasi
dasar. Sedangkan dari 27 responden
(100%) memiliki sikap negatif terdapat 19
responden (70,4%) lengkap pemanfaatan
imunisasi dasar dan 8 responden (29,6%)
tidak lengkap pemanfaatan imunisasi
dasar. Berdasarkan analisis dengan chi-
square di peroleh nilai p-value = 0,045 jika
dibandingkan derajat kemaknaan (p-value
< 0,05) terdapat hubungan antara sikap
ibu dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan imunisasi dasar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Kurniawati (2012) yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna
antara
sikap
ibu
dengan
status
kelengkapan imunisasi batita tehadap
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
dengan nilai p value 0,00.
236
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Lawrance
Green
dalam
Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa
perilaku seseorang tentang kesehatan
dapat juga ditentukan oleh ketersediaan
fasilitas, sikap dan perilaku para petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan
mendukung
dan
memperkuat
terbentuknya perilaku.
Masih terdapat responden yang
memiliki sikap positif tetapi tidak lengkap
pemanfaatan imunisasi dasar, asumsi
peneliti bahwa keluarga terutama suami
dan orang tua yang melarang ibu untuk
imunisasi
anaknya
dikarenakan
kepercayaan dan pengalaman habis anak
di suntik anak akan mengalami sehingga
ibu di larang membawa anaknya untuk di
imunisasi. Sedangkan ibu yang memiliki
sikap negatif tetapi lengkap pemanfaatan
imunisasi dasar, asumsi peneliti bahwa
peran suami dan keluarga terdekat dalam
mengingatkan dan mengantar ibu untuk
imunisasi anaknya ke posyandu sesuai
jadwal dan peran petugas aktif berkunjung
ke rumah ibu memiliki anak bila ibu tidak
bisa berkunjung ke posyandu atau
puskesmas.
Upaya
yang
dilakukan
dengan
menginformasikan kepada ibu, suami, dan
keluarga terdekat tentang pentingnya
imunisasi dasar sehingga suami atau
keluarga terdekat selalu mengingatkan ibu
jadwal imunisasi dasar dan mau
mengantar ibu dan anak ke posyandu
atau puskesmas. Peran petugas untuk
berkunjung ke rumah ibu untuk melakukan
suntikan imunisasi bila ibu lupa jadwal
imunisasi dasar anaknya dan melakukan
penyuluhan
kesehatan
dalam
meningkatkan pengetahuan ibu tentang
pentingnya pemanfaatan imunisasi dasar
bagi anak.
Tabel 8. Hubungan Antara Peran Petugas DenganPemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Imunisasi DasarDi Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo
Tahun 2015
Kategori Pemanfaatan
Total
Tidak
Peran Petugas
pvalue
Lengkap
Lengkap
Kurang Aktif
Jml
%
Jml
%
Jml
%
9
28,1
23
71,9
32
100
0,039
Aktif
Jumlah
3
7,3
38
92,7
41
100
12
16,4
61
83,6
73
100
Berdasarkan hasil penelitian di
peroleh 41 responden (100,%) memiliki
peran petugas aktif terdapat 38 responden
(92,7%) lengkap pemanfaatan imunisasi
dasar dan 3 responden (7,3%) tidak
lengkap pemanfaatan imunisasi dasar.
Sedangkan dari 32 responden (100%)
memiliki peran petugas tidak aktif terdapat
23
responden
(71,9%)
lengkap
pemanfaatan imunisasi dasar dan 9
responden
(28,1%)
tidak
lengkap
pemanfaatan
imunisasi
dasar.
Berdasarkan analisis dengan chi-square di
peroleh nilai p-value = 0,039 jika
dibandingkan derajat kemaknaan (p-value
< 0,05) terdapat hubungan antara peran
petugas dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan imunisasi dasar.
Menurut penelitian Sabariah (2007)
ibu-ibu bayi usia 0-12 bulan untuk
mengidentifikasi faktor yang berhubungan
dengan kelengkapan imunisasi dasar
pada
bayi
menyebutkan
bahwa
penerimaan ibu terhadap imunisasi bayi
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan,
dan pelayanan petugas imunisasi.
237
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Seorang
petugas
kesehatan
mempunyai peran sebagai seorang
pendidik, peran ini dilakukan dengan
membantu klien dan keluarga dalam
meningkatkan
tingkat
pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan
tindakan yang diberikan, sehingga terjadi
perubahan perilaku klien dan keluarga
setelah dilakukan pendidikan kesehatan
selain itu juga petugas kesehatan
merupakan tempat konsultasi terhadap
SIMPULAN
Dapat
disimpulkan
bahwa
pengetahuan,sikap dan peran petugas
merupakan faktor pemanfaatan pelayanan
kesehatan imunisasi dasar. Faktor – faktor
yang
berhubungan
mempunyai
kemaknaan erat terhadap pemanfaatan
masalah atau perilaku kesehatan yang di
dapat (Mulati, 2009).
Upaya yang dilakukan adalah
petugas kesehatan harus berperan aktif
dalam kunjungan ke rumah-rumah ibu
yang memiliki bayi untuk memotivasi ibu
dalam memberikan imunisasi dasar
lengkap dan memberikan penyuluhan
tentang pentingnya imunisasi dasar
lengkap untuk meningkatkan pengetahuan
dan sikap ibu.
pelayanan kesehatan imunisasi dasar di
wilayah kerja Puskesmas Sp II Sekutur
Jaya 2015.
DAFTAR PUSTAKA
DepKes RI. 2009. Sistem Kesehatan
Nasional. Jakarta
DepKes RI. 2010. Kemenkes Targetkan
Tahun 2014 Seluruh Desa/Kelurahan
100% UCI.
Jakarta.
DepKes. 2013. Laporan Riset Kesehatan
Dasar 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Kurniawati. 2012. Tumbuh Kembang,
Status Gizi, dan Imunisasi DasarPada
Balita. Nuha Medika. Yogyakarta.
Maulan, Heri D.J. 2009.
Kesehatan. EGC. Jakarta.
Promosi
Nurani, Vidia As. 2013. Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan
Imunisasi
Dasar Pada Bayi di Desa
Truko Kecamatan Kangkung Kabupaten
Kendal Tahun 2013. Semarang. Jawa
Tengah.
Paridawati.
2014.
Faktor
Yang
Berhubungan Dengan Tindakan Ibu
Dalam Pemberian
Imunisasi
DasarPada Bayi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bajeng Kecamatan Bajeng
Kabupaten Gowa Tahun 2014.
Makasar. Sulawesi Selatan.
Ranuh, I.G.N. 2008. Pedoman Imunisasi
Di Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia.
Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2012. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.
238
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PERANCANGAN SISTEM NFORMASI REKAM MEDIS PASIEN PADA KLINIK BERSALIN
KASIH IBU MENGGUNAKAN METODE WATERFALL
Ade
STIKes Prima Jambi
Korespondensi Penulis : [email protected]
ABSTRAK
Klinik Bersalin Kasih Ibu merupakan tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan bagi wanita hamil, persalinan, keluarga berencana, pemeriksaan fisik, pemberian tindakan
medis dan memberikan informasi hasil anamnesa. Setiap pelayanan dicatat dalam dokumen rekam
medis pasien, sebagaimana dinyatakan dalam (Hanafiah & Amir, 1999:59): “Rekam medis adalah
kumpulan keterangan tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan dan catatan segala kegiatan
para pelayanan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu“ . Tujuan dari penelitian ini adalah
merancang Aplikasi Rekam Medis Klinik Bersalin Kasih Ibu untuk membantu proses pencatatan,
pencarian dan penyimpanan data rekam medis, sehingga membantu petugas dalam proses
pelayanan terhadap pasien.
Metode penelitian ini menggunakan metode waterfall. Waterfall atau sering juga disebut air terjun
adalah sebuah metode dalam pengembangan sistem yang dilakukan untuk membuat pembaruan
sistem yang berjalan. Menurut (Rosa) Metode pengembangan sistem merupakan proses
mengembangkan atau mengubah suatu sistem perangkat lunak dengan menggunakan metodemetode atau model-model yang digunakan orang untuk mengembangkan sistem-sistem perangkat
lunak sebelumnya dengan memiliki alur hidup perangkat lunak secara sekuensial atau terurut dimulai
dari analisis, desain, pengodean, pengujian, dan tahap pendukung.
Hasil dari penelitian ini adalah suatu rancangan aplikasi rekam medis berbasis Desktop yang terdapat
beberapa fasilitas seperti pengolahan data pasien Ibu Hamil, data bidan, data anamnesis, data
pemeriksa, data terapi, data obat, data rekam medis, laporan data medis dan laporan data pasien.
bersalin Harapan Ibu adalah terwujudnya aplikasi rekam medis guna memudahkan dalam pencatatan
dan perekaman rekam medis dengan mudah.
Kata Kunci : Sistem Informasi, Waterfall, Rekam Medis
ABSTRACT
Maternity clinic love mother is health center that are implementing of the services for pregnant
woman, childbirth, family planning, physical examination, the provision of the act of medical and to
provide information the results of anamnesa. Health services in recorded in documents record medical
patient, as stated in the has (Hanafiah & amir, 1999: 59), record medical is a pile of information on the
identity, the results of anamnesis, examination and records all the activity the health services over the
patient from time to time. Destination from the study is to develop application record medical clinic
maternity love mother to assist with the recording, Search and data storage record medical, to help in
the service process towards patients.
The methodology this in a waterfall.Waterfall or often also called a waterfall is a method in the
development of a system that goes into making system that runs reform. According to ( rosa ) method
system development is a process develop or transform a system software using methods or models
used people to develop systems software before with having a groove living in sequential software or
ordered started from analysis, design, coding, testing, and the supporters.
The result of this research is a draft application record medical based desktop that is several facilities
such as data processing patients pregnant women, data midwives, data anamnesis, data examiner,
data therapy, data medicine, medical records, data statement medical and data statement patients.
hope mother is a creation of the application of medical record to assist in recording and recording
medical record with ease.
information system, waterfall, medical record
239
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PENDAHULUAN
dan tidak efisien.
Perancangan sistem informasi
merupakan
suatu
proses
pengembangan sistem dari sistem lama
yang telah ada ke sistem yang baru,
dimana masalah- masalah yang terjadi
pada sistem yang lama diharapkan
dapat teratasi pada sistem yang baru.
Pada tahap perancangan sistem ini
dilakukan tahapan proses analisa,
perancangan dan pengimplementasian
peningkatan mutu pelayanan yang bisa
dicapai melalui penggunaan sistem
informasi terkomputerisasi.
METODE PENELITIAN
Sejalan dengan perkembangan
teknologi yang saat ini semakin
pesat, dimana tingkat kebutuhan akan
informasi yang cepat, akurat dan
relevan sangat diharapkan. Maka peran
teknologi
informasi
ini
dapat
dimanfaatkan untuk pengolahan data
rekam
medis
pasien
dengan
membangun sebuah sistem informasi
yang tidak hanya dibutuhkan oleh
instansi pelayanan kesehatan yang
besar tetapi juga dibutuhkan untuk
lembaga kesehatan seperti Klinik
bersalin salah satunya Klinik Bersalin
Kasih Ibu.
Klinik
Bersalin
Kasih
Ibu
merupakan salah satu lembaga swasta
yang bergerak dibidang kesehatan dan
pelayanan masyarakat. Berdasarkan
dari peninjauan lokasi secara langsung
pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi,
pengolahan
data
rekam
medis
pasiennya masih berjalan secara
manual sehingga data yang dihasilkan
dari pengolahan data pasien pada
Klinik Bersalin Kasih Ibu kurang
optimal
yaitu
sering
terjadinya
kesulitan dan keterlambatan dalam
pengolahan data pasiennya, sering
terjadinya
redudansi
data,
dan
dokumen pasien lebih mudah rusak
dan hilang. Hal ini dapat dilihat dari
sistem penyimpanan data pasien yang
masih menggunakan buku agenda
sehingga menimbulkan kesulitan dalam
hal pencarian data pasien. Keadaan
tersebut yang sering mengganggu
proses pelayanan Klinik bersalin
tersebut, sehingga membuat proses
pelayanan memakan waktu yang lama
1.
KERANGKA KERJA PENELITIAN
Untuk mempermudah pelaksanaan
penelitian ini diperlukanlah suatu
susunan kerangka kerja (framework)
yang jelas tahap-tahapnya. Kerangka
kerja ini merupakan langkah –
langkah yang akan di lakukan dalam
penyelesaian yang akan di bahas.
Adapun kerangka kerja penelitian ini
dapat di gambarkan pada
gambar 3.1 sebagai berikut:
Gambar 1 Kerangka Kerja Penelitian
Berdasarkan
kerangka
kerja
penelitian di atas, maka dapat
diuraikan pembahasan masing-masing
tahapan dalam penulisan sebagai
berikut :
1. Perumusan Masalah
Pada tahap ini penulis merumuskan
ruang lingkup masalah yang akan
dibahas pada penelitian ini.
2. Studi Literatur
Tahap awal yang dilakukan penulis
yaitu studi literatur. Pada tahap ini,
penulis melakukan pencarian terhadap
landasan-landasan teori yang diperoleh
dari berbagai buku dan juga internet
untuk
membantu
penulis
dalam
menemukan landasan teori yang baik
mengenai
penelitian
yang
akan
dilakukan dan pembuatan laporan.
3. Pengumpulan Data
Pada tahap ini, penulis melakukan
pengumpulan data untuk mendapatkan
data dan informasi mengenai sistem
240
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
berjalan pada Klinik Bersalin Kasih Ibu
Jambi. Sebagai bahan pendukung
yang sangat berguna bagi penulis
untuk mencari atau mengumpulkan
data yang diperlukan dalam penelitian
ini, maka teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Pengamatan (Observation)
Pada metode ini penulis mengamati
secara langsung sistem pengolahan
data rekam medis pasien pada Klinik
Bersalin Kasih Ibu Jambi, dengan cara
ini penulis dapat mengamati langsung
bagaimana cara kerja sistem pada
Klinik Bersalin tersebut. Hasil dari
pengamatan yang penulis lakukan
pada Klinik Bersalin Kasih Ibu
Jambi
terlihat
pada
saat
pencatatan data rekam medisnya
masih menggunakan media kertas dan
pena, kemudian diarsipkan dalam
bentuk kertas sehingga menyebabkan
sulitnya dalam hal pencarian data.
b. Wawancara (Interview)
Selain pengamatan langsung penulis
juga melakukan pengumpulan data
dengan cara tanya jawab kepada
petugas yang bertugas di bagian
pengolah data rekam medis yang ada
pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi
yang dianggap dapat memberikan
informasi
yang
tepat
mengenai
pengolahan data rekam medis, dari
hasil tanya jawab ini, penulis dapat
menyimpulkan bahwa pada Klinik
Bersalin Kasih Ibu Jambi ini mengalami
mengalami kesulitan dalam pengolahan
data rekam medis seperti data pasien,
data
pemeriksaan
pasien,
data
persalinan
dan
pelaporan
yang
mengakibatkan keterlambatan dalam
penyajian
informasi.
Untuk
itu
diperlukan suatu sistem baru yang
dapat mengatasi permasalahan yang
dialami Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi
4. Pengembangan Sistem
Metode pengembangan sistem adalah
metode-metode,
prosedur-prosedur,
konsep-konsep pekerjaan dan aturanaturan untuk mengembangkan suatu
sistem informasi. Dengan metode
pengembangan sistem yang baik, maka
diharapkan suatu sistem yang akan
dikembangkan
dapat
mencapai
sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan
sebelumnya.
Metode
pengembangan sistem yang dipakai
penulis dalam penyusunan skripsi
adalah model pengembangan software
waterfall
(model
air
terjun),
dikarenakan
proses
ini
telah
terorganisasi secara teratur sehingga
resiko akan terjadinya pengulangan
proses langkah kerja akan terhindari
sebab proses langkah kerja dilakukan
secara berurutan.
Waterfall
adalah
model
pengembangan sistem yang setiap
tahapnya harus diselesaikan terlebih
dahulu secara penuh sebelum
diteruskan ketahap berikutnya untuk
menghindari terjadinya pengulangan
tahapan.
Gambar 2 Model Waterfall (Agus
Mulyanto : 244)
Gambar diatas adalah tahapan
umum dari model proses ini.
Adapun penjelasan dari masingmasing tahapan adalah sebagai
berikut :
a. Analisis Kebutuhan
Dalam
tahapan
ini
penulis
menentukan
kebutuhan-kebutuhan
pada sistem rekam medis yang ada
pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi
baik
itu
kebutuhan
fungsional
maupun kebutuhan non-fungsional.
Kemudian penulis menganalisa halhal
yang
diperlukan
dalam
pengembangan
software
untuk
pengelolaan data rekam medis.
Dalam hal ini analisis yang dilakukan
dengan menganalisa sistem yang
berjalan dari segi proses maupun
arsip-arsip yang digunakan sebagai
tempat pencatatan data rekam medis.
241
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
b. Desain Sistem
Dalam tahapan desain sistem ini,
penulis membuat perancangan dari
model atau desain sistem dengan
menggunakan beberapa alat bantu
untuk
menggambarkan
sistem
berjalan ataupun sistem baru yang
akan dikembangkan secara logika.
Untuk menjelaskan proses fungsi
yang dilakukan sistem dan kebutuhan
data penulis menggunakan Data Flow
Diagram (DFD), untuk menjelaskan
mengenai struktur data penulis
menggunakan kamus data, untuk
rincian
prosedur
menggunakan
flowchart
sedangkan
untuk
menggambarkan susunan logis antar
data dan hubungannya dengan sistem
penulis
menggunakan
Entity
Relationship Diagram (ERD).
c. Implementasi dan Pengujian Unit
Pada tahap ini, penulis melakukan
penerjemahan desain yang telah
dibuat ke dalam bentuk software yang
dirancang
dengan
bahasa
pemrograman Microsoft Visual Basic.
Net
2010
dan
basis data
menggunakan
Microsoft
Access
2003.
Selanjutnya
melakukan
pengujian terhadap program yang
dibangun per unit atau per modul
kerja. Dimana semua fungsi-fungsi
software tersebut diuji cobakan, agar
software bebas dari error
dan
hasilnya harus benar-benar sesuai
dengan kebutuhan yang sudah
didefinisikan sebelumnya.
d. Pengujian Sistem
Pada tahap ini program yang telah
dibuat dan diuji per unitnya kemudian
disatukan menjadi suatu sistem
yang utuh
dan
diuji
secara
keseluruhan guna menguji tingkat
integrasi antar unit yang dibuat
sebelumnya.
e. Maintenance atau Perawatan
Pada tahap ini penulis tidak
menerapkan tahapan ini karena
perangkat lunak baru saja dihasilkan
dan belum dioperasikan sehingga
maintanance (pemeliharaan) belum
dapat dilakukan
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Data Flow Diagram
a. Analisis Proses
Sebagai gambaran umum dari
proses pengolahan data yang
dirancang dapat dilihat pada diagram
konteks dibawah ini.
Gambar 3 Diagram Konteks
Diagram
konteks
menggambarkan
secara umum proses yang terjadi yang
dimulai ketika
pasien yang akan
melakukan pendaftaran pada bagian
admin, kemudian
admin
akan
memberikan kartu kunjungan bagi
pasien
yang
baru pertama kali
melakukan kunjungan, namun jika
pasien telah memiliki kartu kunjungan,
maka hanya perlu menunjukan kartu
kunjungan, setelah itu pasien akan
didata pada register kunjungan untuk
mengetahui riwayat kehamilan pasien/
riwayat pemeriksaan pasien, Kemudian
petugas akan mengisi data anamnesa
pasien pada buku rekam medis pasien
dan buku KIA,
Setelah petugas
melakukan diagnosa dan pengobatan
pada
pasien,
admin
akan
menginputkan
data
rekam medis
pasien.
2. Rancangan Program
Pada
aplikasi yang dibuat ada
beberapa input yang akan diproses
untuk menghasilkan output sesuai
dengan input yang diberikan. Berikut ini
adalah implementasi dari input yaitu :
a. Tampilan Form login
242
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Dalam form login, Id Admin dan
password harus di inputkankan dengan
benar untuk masuk ke dalam menu
utama. Jika Id Admin dan password di
inputkan salah, maka user tidak dapat
masuk kedalam menu.
Gambar 7 Tampilan Form Tampil Data
Admin
d. Tampilan Form Data Ibu
Tampilan form data Ibu digunakan
untuk menambahkan, simpan, batal,
Tampil data dan tutup.
Gambar 4 Tampilan Form Login
b. Tampilan Form Menu Utama
Dalam menu utama terdapat
menu-menu yaitu master,layanan,
laporan dan keluar.
Gambar 8 Tampilan Form Data Ibu
Gambar 5 Tampilan Form Menu Utama
Jika ingin mengubah, menghapus dan
menutup
dapat
dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini
c. Tampilan Form Data Admin
Tampilan form data Admin
digunakan untuk menambahkan,
simpan, batal, Tampil data dan
tutup.
Gambar 9 Tampilan Form Tampil Data
Ibu
Gambar 6 Tampilan form Data Admin
Jika ingin mengubah, menghapus dan
menutup
dapat
dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini
e. Tampilan Form Data Detail Ibu
Tampilan form data Detail
Ibu
digunakan
untuk
menambahkan,
simpan, batal, Tampil data dan tutup.
243
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Gambar 10 Tampilan Form Data Detail
Ibu
Jika ingin mengubah, menghapus
dan menutup dapat
dilakukan
dengan mengklik tombol tampil data.
Seperti pada gambar berikut ini
Gambar 11 Tampilan Form Tampil Data
Detail Ibu
f. Tampilan Form Data Anak
Tampilan form data Anak digunakan
untuk menambahkan, simpan, batal,
Tampil data dan tutup.
Gambar 13 Tampilan Form Tampil
Data Anak
g. Tampilan Form Data Kunjungan
Tampilan
form
data
Kunjungan
digunakan
untuk
menambahkan,
simpan, batal, Tampil data dan tutup.
Gambar 14 Tampilan Form Data
Kunjungan
Jika ingin mengubah, menghapus
dan tutup, dapat dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini
Gambar 12 Tampilan Form Data Anak
Jika ingin mengubah, menghapus
dan tutup dapat
dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini
Gambar 15 Tampilan Form Tampil Data
Kunjungan
h. Tampilan Form Data Layanan
Tampilan
form
data
Layanan
digunakan
untuk
menambahkan,
simpan, batal, Tampil data dan tutup.
244
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Gambar 16 Tampilan Form Data
Layanan
Jika ingin mengubah, menghapus
dan tutup dapat dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini.
Gambar 19 Tampilan Form Tampil Data
Petugas
j. Tampilan Form Data Obat
Tampilan
form
data
Obat
digunakan
untuk
menambahkan,simpan, batal, Tampil
data dan tutup.
Gambar 17 Tampilan Form Tampil Data
Layanan
i. Tampilan Form Data Petugas
Tampilan
form data
petugas
digunakan
untuk
menambahkan,
simpan, batal, Tampil data dan tutup.
Gambar 20 Tampilan Form Data Obat
Jika ingin mengubah, menghapus
dan tutup dapat dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini.
Gambar 18 Tampilan Form Data
Petugas
Jika ingin mengubah, menghapus,
dan tutup dapat dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini.
Gambar 21 Tampilan Form Tampil Data
Obat
k. Tampilan Form Data Terapi Obat
Tampilan
form data Terapi Obat
digunakan
untuk
menambahkan,
simpan, batal, Tampil data dan tutup.
245
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Rm.Kehamilan
m. Tampilan Form Rm.Ibu Nifas
Tampilan form data Rm.Ibu Nifas
digunakan
untuk
menambahkan,
simpan, batal, Tampil data dan tutup.
Gambar 22 Tampilan Form Data Terapi
Obat
Jika ingin mengubah, menghapus
dan tutup dapat dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini.
Gambar 26 Tampilan Form Data
Rm.Ibu Nifas
Jika ingin mengubah, menghapus
dan tutup, dapat dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini
Gambar 23 Tampilan Form Tampil Data
Obat
l. Tampilan Form Data Rm.Kehamilan
Tampilan form data Rm.Kehamilan
digunakan untuk menambahkan,
simpan, batal, Tampil data dan tutup.
Gambar 27 Tampilan Form Tampil Data
Rm.Ibu Nifas
SIMPULAN
Setelah dilakukan implementasi aplikasi
pada sistem informasi rekam medis
pada Klinik Bersalin Kasih Ibu, dengan
ini maka pendataan rekam medis pada
klinik
bersalin
kasih
ibu
telah
terintegritas data pasiennya.
Gambar 24 Tampilan Form Data
Rm.Kehamilan
Jika ingin mengubah, menghapus
dan tutup dapat
dilakukan dengan
mengklik tombol tampil data. Seperti
pada gambar berikut ini.
Gambar 25 Tampilan Form Tampil Data
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir., 2009, Dasar Perancangan
dan Implementasi Database
Relasional. Yogyakarta : Andi.
Abdul Razaq., 2004, Kupas Tuntas
Microsoft Office Access 2003.
Surabaya : Indah.
Abdul Kadir., 2009, Dasar Perancangan
dan Implementasi Database
Relasional. Yogyakarta : Andi.
Adi
Nugroho.,
2005,
Analisa
246
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Perancangan Sistem Informasi
dengan Metodologi Berorientasi
Objek. Bandung : Informatika.
Agus
Mulyanto.,
2009,
Sistem
Informasi Konsep Dan Aplikasi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Al Bahra Bin Ladjamudin., 2006,
Rekayasa Perangkat Lunak.
Yongyakarta : Graha Ilmu
Alexander F. K. Sibero., 2010. DasarDasar
Visual
Basic.
Net.
Yogyakarta : Mediakom.
Budi Sutedjo., 2002, Perancangan
dan
Pembangunan
Sistem
Informasi. Yongyakarta : Andi.
Eko Priyo Utomo., 2006, Membuat
Aplikasi
Database
Dengan
Visual Basic .Net. Bandung :
Yrama Widya.
Sjamsuhidajat, et al., 2006, Manual
Rekam Medis. Jakarta : Konsil
Kedokteran Indonesia.
Gaol, Chr.Jimmy L., 2008, Sistem
Informasi
Manajemen
Pemahaman
dan Aplikasi.
Jakarta : Grasindo.
Hapzi Ali, MM., 2010, Sistem Informasi
Manajemen.
Yogyakarta
:
Mandiri.
Hanif Al Fatta., 2007, Analisa dan
Perancangan Sistem Informasi.
Yogyakarta : Andi.
Inderajani., 2011, Perancangan Basis
Data Dalam All In 1. Jakarta :
PT. Elex Media Komputindo
Jogiyanto Hartono., 2005, Analisis
dan Disain Sistem Informasi
Pendekatan Terstruktur Teori
dan Praktek Aplikasi Bisnis.
Yongyakarta : Andi.
Kusrini dan Andri Koniyo., 2007,
Membangun Sistem Informasi
Akuntansi Dengan Visual Basic
Dan Microsoft Sql Server.
Yogyakarta
:
Andi.
Linda
Marlinda., 2004, Sistem Basis
Data.
Yogyakarta
:
Andi.
247
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT
PELAKSANA DI RUANG BANGSAL RAWAT INAP RSUD SUNAN KALIJAGA KABUPATEN
DEMAK
CORRELATION BETWEEN WORKPLACE ENVIRONMENT AND JOB SATISFACTION OF
NURSES AT INPATIENT ROOMS OF SUNAN KALIJAGA HOSPITAL, DEMAK
Margareta Pratiwi
STIKes Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat
Korespondensi Penulis : [email protected]
ABSTRAK
Kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dalam bentuk interaksi antara
manusia dengan lingkungannya. Kejadian infeksi nosokomial yang cukup tinggi dan banyaknya perawat
yang absen, terlambat masuk kerja dan pulang sebelum waktunya merupakan indikasi rendahnya
kepuasan kerja perawat. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan lingkungan kerja dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten
Demak.
Desain Penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data
secara kuantitatif dengan wawancara kuesioner terstruktur dan secara kualitatif dengan indepth interview.
Data kuantitatif dianalisis dengan uji chi-square dan regresi logistik, data kualitatif dianalisis dengan
content analysis.
Hasil penelitian bahwa kepuasan kerja dirasakan kurang puas oleh 51,6% responden. Sebanyak 58,1%
responden berpersepsi kualitas kepemimpinan kurang baik dan 53,2% responden berpersepsi kurang
baik. Sebanyak 56,5% responden berpersepsi otonomi kurang baik, 53,2% responden berpersepsi
hubungan interdisiplin kurang baik dan 54,8% responden berpersepsi pengembangan profesional kurang
baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa kualitas kepemimpinan (p=0,011), kualitas keperawatan
(p=0,001), persepsi otonomi (p=0,001), hubungan interdisiplin (p=0,001) dan pengembangan profesional
(p=0,001) berhubungan secara positif dengan kepuasan kerja perawat. Analisis multivariat menunjukkan
adanya pengaruh kualitas keperawatan (p=0,022; Exp B=5,768), otonomi (p=0,020; Exp B=6,023) dan
pengembangan profesional (p= 0,002; Exp B= 12,082) secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja
perawat pelaksana.
Disarankan kepada pihak RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak untuk memotivasi perawat pelaksana
dalam proses pengembangan profesional dan mengalokasikan dana untuk pendidikan, pertemuan ilmiah
keperawatan dan sertifikasi jabatan fungsional.
Kata Kunci
: Lingkungan Kerja, Kepuasan Kerja Perawat
ABSTRACT
Job satisfaction is somebody’s feeling to their job in the form of interaction between human and the
environment. The high number incident of Nosokomial Infection and many of nurses are absent, being
late for work and going home before the time are indications of the lowness of nurse job satisfaction. The
purpose of this research is to obtain the relation of workplace with nurse job statisfaction in inpatient
room of Sunan Kalijaga Hospital, Kabupaten Demak.
The research design is analytic observasional within sectional cross approach. The data collection are
quantitative method by having structured quesionaire interview and qualitative method by having indepth
interview. The quantitative data is analyzed by chi-square test and logistics regretion, and qualitative data
is analyzed by content analysis.
The result shows that the job satisfaction is poor by 51,6% respondents. 58,1% respondents have
perception of poor leadership quality and 53,2% respondents are less well. Autonomy perception is not
good got from 56,5% respondents, 53,2% respondents thought that the interdiscipline relation is not really
well and 54,8% respondents presume that the proffesional development is poor. The result of bivariat
analysis shows that leadership quality (p=0,011), nursery quality (p=0,001), autonomy perception
(p=0,001), interdiscipline relation (p=0,001) and professional development (p=0,001) are related positively
with nurse job satisfaction. Multivariat analysis shows that there is influence of nursery quality (p=0,022;
Exp B=5,768), otonomi (p=0,020; Exp B=6,023) and professional development (p= 0,002; Exp B= 12,082)
toward nurse job satisfaction.
It is suggested for management of Sunan Kalijaga Hospital in Kabupaten Demak to motivate nurses in
the process of professional development and allocate the financial to education sector, nursing scientific
meeting and functional position sertification.
248
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Keywords: Workplace, Nurse Job Satisfaction
PENDAHULUAN
Di rumah sakit, sumber daya manusia
terbanyak yang berinteraksi secara
langsung dengan pasien adalah perawat,
sehingga
kualitas
pelayanan
yang
dilaksanakan oleh perawat dapat dinilai
sebagai salah satu indikator baik atau
buruknya kualitas pelayanan di rumah
sakit. Dalam pengelolaan sumber daya
manusia, hal yang penting diperhatikan
adalah upaya-upaya untuk memelihara
hubungan yang kontinu dan serasi
terhadap perawat1. Upaya tersebut
berkenaan dengan kepuasan seorang
perawat dalam bekerja. Kepuasan kerja
(job satisfaction) merupakan wujud dari
persepsi karyawan yang tercermin dalam
sikap dan terfokus pada perilaku terhadap
pekerjaan dan suatu bentuk interaksi
manusia
dengan
lingkungan
pekerjaannya. Kepuasan kerja yang tinggi
merupakan tanda bahwa organisasi telah
melakukan manajemen perilaku yang
efektif2.
Data kepegawaian pada tahun
2012 menunjukkan rata-rata 12,9%
perawat yang tidak masuk kerja. Dari
jumlah tersebut yang ijin karena sakit
39,6%, ijin karena keperluan keluarga
45,5% dan tanpa keterangan 14,9%.
Jumlah perawat yang terlambat masuk
kerja 20,75% dan pulang sebelum
waktunya 21,56%. Hal-hal tersebut
merupakan
indikasi
bahwa
tingkat
kepuasan kerja perawat di RSUD Sunan
Kalijaga Kabupaten Demak masih rendah.
Salah satu indikator peningkatan
mutu klinis pelayanan keperawatan
adalah menurunnya angka kejadian tidak
diharapkan. Kejadian tidak diharapkan
berupa infeksi nosokomial di RSUD
Sunan Kalijaga Kabupaten Demak
dikelompokkan
menjadi
phlebitis,
dekubitus, Infeksi Saluran Kemih (ISK)
dan Infeksi Luka Operasi (ILO). Pada
tahun 2012 diketahui kejadian infeksi
nosokomial yaitu phlebitis berjumlah 45
orang, dekubitus berjumlah 10 orang, ISK
(infeksi saluran kemih) berjumlah 14
orang dan ILO (infeksi luka operasi)
berjumlah
6
orang.
Hal
ini
menggambarkan bahwa praktek perawat
dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan kepada pasien secara aman
yang merujuk pada konsep patient safety
belum optimal.
Hasil survei pendahuluan terhadap
10 orang perawat menunjukkan adanya
kesamaan persepsi tentang perasaan dan
harapan
mereka
terhadap
pihak
manajemen rumah sakit. Mereka merasa
kurang
sekali
diberikan
tambahan
pengetahuan dan keterampilan baik
melalui
kursus,
seminar
ataupun
pelatihan-pelatihan, jika ada yang dikirim
untuk mengikuti kursus atau pelatihan
hanya
orang-orang
tertentu
saja.
Penilaian kinerja terhadap karyawan tidak
pernah dilakukan sehingga perawat yang
berprestasi mendapat perlakuan yang
sama dengan yang tidak berprestasi,
termasuk dalam pemberian insentifnya.
Hubungan antar perawat dari masingmasing bagian kurang terjalin dengan
baik. Selama mereka bekerja tidak pernah
mengerti target yang dibebankan atas
pekerjaannya.
Bagi
perawat
yang
melanggar disiplin kerja tidak pernah
mendapat teguran. Kondisi tersebut dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja
dan
akhirnya
berpengaruh
pada
kinerjanya. Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut bertujuan menganalisis
“Hubungan Lingkungan Kerja Dengan
Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di
RSUD
Sunan
Kalijaga
Kabupaten
Demak‟‟.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah observasional dengan metode
survey yang bersifat analitik, dan
pendekatan waktu cross Sectional. Subjek
yang diambil untuk penelitian analisis
kuantitatif adalah perawat yang hanya
mengabdi pada RSUD Sunan Kalijaga
Kabupaten Demak yang berjumlah 62
orang, yang dipilih berdasarkan kriteria
inklusi : perawat Pelaksana di Ruang
Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan
Kalijaga Kabupaten Demak, Masa Kerja
3-5 tahun, Perawat tidak dalam masa cuti
dan
bersedia
menjadi
responden.
249
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Pengumpulan
dilakukan
dengan
wawancara
menggunakan
kuesioner
terstruktur, yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya. Analisis data dilakukan
dengan uji chi-square dan Regresi
Logistik berganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian diperoleh ratarata umur perawat pelaksana adalah 35,8
tahun, dengan standar deviasi 9,1 tahun.
Umur termuda 23 tahun dan umur tertua
53 tahun sehingga umur tersebut
tergolong produktif. Rata-rata lama kerja
responden adalah 6,3 tahun, dengan
standar deviasi 4,0 tahun. Masa kerja
terpendek adalah 1 tahun dan masa kerja
terlama 25 tahun sehingga tergolong
memiliki masa kerja yang cukup lama.
Dapat dilihat pada tabel 1, sebagai berikut
:
Tabel 1
Distribusi Responden Menurut Umur Dan Masa Kerja Di Ruang Bangsal Rawat
Inap
RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak
Variabel
Mean
SD
Minimum
Maksimum
Umur (Tahun)
35,8
9,1
23
53
Lama Kerja (Tahun)
6,3
4,0
1
25
Usia produktif merupakan masa yang efektif
bagi manajemen dan pimpinan di RSUD
Sunan Kalijaga Kabupaten Demak untuk
terus mendorong, memotivasi dan memberi
kesempatan kepada perawatnya agar
memiliki keinginan kuat untuk terus
mengembangkan
diri,
khususnya
peningkatan kualifikasi akademik dan
pengembangan profesional lainnya3.
Lama kerja dikaitkan dengan
hubungan senioritas atau anggapan bahwa
semakin lama seseorang bekerja semakin
lebih berpengalaman dan berpengaruh
terhadap produktivitas kerja. Lama kerja
individu tidak menjamin produktivitas kerja,
tidak ada alasan bahwa perawat yang lebih
lama bekerja atau senior lebih produktif
dari pada yang junior. Masa kerja perawat
yang cukup lama menjalankan profesinya
sebagai perawat karena semakin lama
seseorang bekerja semakin banyak kasus
yang ditanganinya sehingga
meningkat
pengalaman serta memberikan keahlian
dan keterampilan kerja4.
Hasil
penelitian
diperoleh
responden
yang
berjenis
kelamin
perempuan 37 (59,7%) lebih besar daripada
laki-laki 25 (40,3%).Tingkat pendidikan
responden di RSUD Sunan Kalijaga
Kabupaten Demak terdiri dari D III
keperawatan 32 (51,6%), S1 keperawatan
21 (33,9%) dan Ners 9 (14,5%). Untuk
status responden yang sudah menikah 39
(62,9%) lebih besar dari pada yang tidak
menikah 23 (37,1%). Dapat dilihat pada
tabel 2, sebagai berikut :
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden MenurutJenis Kelamin, Pendidikan Dan Status
Pernikahan Di Ruang Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten
Demak
Karakteristik
Frekuensi (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
25 (40,3%)
Perempuan
37 (59,7%)
Pendidikan
D III Keperawatan
32 (51,6%)
S1 Keperawatan
21 (33,9%)
Ners
9 (14,5%)
Status Pernikahan
Menikah
39 (62,9%)
Tidak Menikah
23 (37,1%)
Menurut manajemen keperawatan tidak ada
batas ideal perbandingan antara perawat
laki-laki dan perempuan. Namun, dalam
manajemen
keperawatan
mengenai
pengaturan jadwal dinas, dianjurkan dalam
satu shift ada perawat wanita dan laki-laki,
250
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
sehingga apabila melakukan tindakan
kepada pasien yang bersifat privacy bisa
dilakukan oleh perawat yang sama jenis
kelaminnya,
misalnya
saja
tindakan
pemasangan douwer catheter (selang
pengeluaran air seni)5.
Tenaga keperawatan lulusan dari
pendidikan keperawatan menyebar di
semua bagian rawat inap RSUD Sunan
Kalijaga Kabupaten Demak. Untuk tingkat
pendidikan terutama perawat, idealnya
adalah mempunyai primary nurse lulusan
S1 Keperawatan, minimal 2 orang tiap
ruang rawat inap. Karena posisi sebagai
kepala ruang dan ketua tim sebaiknya
dipegang oleh ners6.
Status
perkawinan
secara
konsisten menunjukan bahwa karyawan
yang menikah lebih puas dengan pekerjaan
dibandingkan dengan rekan sekerjanya
yang
tidak
menikah.
Tampaknya
perkawinan
memaksakan
peningkatan
tanggung jawab yang dapat membuat suatu
pekerjaan yang tetap menjadi lebih
berharga dan penting7.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa masih terdapat perawat pelaksana
yang kurang puas dalam kerja (51,6%)
dengan kategori kurang puas dan (48,4%)
dengan kategori puas.Kepuasan kerja
dirasakan kurang baik dalam halmasih ingin
menambah pengetahuan dan pengalaman
kerja, reward yang mereka terima belum
sesuai dengan hasil pekerjaannya dan
imbalan yang mereka terima belum cukup
proporsional.
Kualitas kepemimpinan di ruang
bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga
Kabupaten Demak sebanyak (58,1%)
dengan kategori kurang baik dan (41,9%)
dengan
kategori
baik.
Kualitas
kepemimpinan dirasakan kurang baik dalam
hal transparasi dan kurangnya sosialisasi
terhadap tujuan dan kebijakan yang
dirumuskan oleh manajemen.
Kualitas keperawatan di ruang
bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga
Demak sebanyak (53,2%) dengan kategori
kurang baik dan (46,8%) dengan kategori
baik. Kualitas keperawatan dirasakan
kurang baik dalam hal pembagian tugas
yang dirasakan perawat masih kurang
tegas.
Otonomi di ruang bangsal rawat
inap RSUD Sunan Kalijaga Demak
sebanyak (56,5%) dengan kategori kurang
baik dan (43,5%) dengan kategori
baik.Otonomi dirasakan kurang baik dalam
hal prosedur asuhan keperawatan masih
belum dilaksanakan secara maksimal.
Hubungan interdisiplin di ruang
bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga
Demak sebanyak (53,2%) dengan kategori
kurang baik dan (46,8%) dengan kategori
baik. Hubungan interdisiplin kurang baik
dalam hal hubungan antara rekan kerja
perawat umumnya masih dirasa kurang
baik, hubungan sosial antar perawat dan
petugas lainnya kurang baik dan tidak
saling mendukung.
Pengembangan
profesional
di
ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan
Kalijaga Demak sebanyak (54,8%) dengan
kategori kurang baik dan (45,2%) dengan
kategori baik. Pengembangan profesional
dirasakan
kurang
baik
dalam
hal
peningkatan jenjang karier dan promosi
perawat umumnya dikatakan masih kurang
dan tidak jelas bagi perawat dan
kesempatan mendapat pendidikan dan
pelatihan juga dirasakan masih kurang dan
tidak terencana dengan baik.
Berdasarkan hasil uji bivariat
didapatkan
ada
hubungan
kualitas
kepemimpinan,
kualitas
keperawatan,
otonomi,
hubungan
interdisiplin
dan
pengembangan
profesional
dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang
bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga
Kabupaten Demak. Dapat dilihat pada tabel
3, sebagai berikut :
251
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Tabel 3 Hubungan Lingkungan Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana
Di Ruang Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak
No
Variabel
Kualitas Kepemimpinan
1
Kurang Baik
2
Baik
Kualitas Keperawatan
1
Kurang Baik
2
Baik
Otonomi
1
Kurang Baik
2
Baik
Hubungan Interdisiplin
1
Kurang Baik
2
Baik
Pengembangan
Profesional
1
Kurang Baik
2
Baik
Kepuasan Kerja
Kurang Puas
Puas
ƒ
%
ƒ
%
P value
Keterangan
24
8
66,7
30,8
12
18
33,3
69,2
0,011
Ada Hubungan
24
8
72,7
27,6
9
21
27,3
72,4
0,001
Ada Hubungan
25
7
71,4
25,9
10
20
28,6
74,1
24
72,7
9
27,3
8
27,6
21
72,4
24
8
70,6
28,6
10
20
29,4
71,4
Ada hubungan yang bermakna antara
kualitas
kepemimpinan
dengan
kepuasan kerja perawat. Hasil penelitian
ini juga sesuai dengan penelitian Huber
(2006) yang membuktikan bahwa
melalui
kepemimpinan
merupakan
elemen
dasar
dalam
praktek
keperawatan karena sebagian besar
praktek keperawatan berada di kerja
kelompok8.
Kualitas
kepemimpinan
merupakan isue yang sangat penting
karena mampu mempengaruhi integrasi
pelayanan keperawatan pada berbagai
tatanan pelayanan keperawatan dan
menjamin kualitas praktek keperawatan
yang diberikan kepada pasien. Kualitas
kepemimpinan
keperawatan
dalam
magnet
hospital
ditandai
oleh
kepemimpinan
transformasional,
memiliki visi, misi, dan nilai-nilai
keperawatan
yang
kuat,
mengembangkan rencana strategis,
menyusun strategis prioritas, memiliki
kepemimpinan yang efektif sehingga
mampu mempengaruhi pimpinan yang
lain dan melibatkan seluruh perawat9.
Ada hubungan yang bermakna
antara kualitas keperawatan dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
Penelitian Aiken (1994) membuktikan
0,001
Ada Hubungan
0,001
0,001
Ada Hubungan
Ada Hubungan
bahwa
kualitas
pelayanan
yang
diberikan
oleh
para
pelaksana
keperawatan adalah pelayanan yang
aman dan mementingkan kenyamanan
klien3. Selain itu, para manajer perawat
seyogyanya
menggunakan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan atau keperawatan
sebagai upaya untuk mewujudkan
praktik keperawatan yang berdasarkan
pengetahuan
dan
fakta
(knowledge/evidence based nursing
practice)10.
Ada hubungan yang bermakna
antara otonomi dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana. Hasil penelitian ini
sesuai dengan Penelitian Gillies (1996)
membuktikanmempersepsikan memiliki
otonomi dalam menentukan rencana
keperawatan,
melakukan
tindakan
keperawatan sesuai standar operasional
prosedur, otonomi dan melakukan
tindakan
keperawatan
sesuai
kompetensi. Temuan tentang otonomi
tersebut ternyata berdampak positif
pada kepuasan kerja perawat seperti
kepuasan kebebasan melaksanakan
tindakan darurat, kepuasan wewenang
mnentukan tindakan keperawatan11.
Ada hubungan yang bermakna
antara hubungan interdisiplin dengan
252
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
kepuasan kerja perawat pelaksana.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
Penelitian Cortese (2007) membuktikan
hubungan interdisiplin yang baik yang
diterima oleh perawat meningkatkan
kepuasan kerja perawat dan dapat
diterapkan pada tingkat individu maupun
rumah sakit4. Sebaiknya, hubungan
interdisiplin yang meningkatkan konflik
akan menurunkan kepuasan kerja
perawat. Hubungan dengan dokter
merupakan salah satu penyebab
ketidak puasan kerja perawat. Interaksi
profesional,
baik
formal
maupun
informal selama jam kerja merupakan
salah
satu
faktor
yang
paling
berpengaruh terhadap kepuasan kerja12.
Ada hubungan yang bermakna
antara
pengembangan
profesional
dengan
kepuasan
kerja
perawat
pelaksana. Hasil penelitian ini sesuai
dengan
Penelitian
ANCC
(2008)
membuktikan suatu organisasi telah
memberi kesempatan kepada perawat
untuk mengembangkan karier melalui
kegiatan pendidikan dan pelatihan,
rotasi serta peluang untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi maka
perawat akan memiliki harapan yang
lebih tinggi akan karier mereka sehingga
mereka bekerja optimal dan kepuasan
kerja akan tercapai6. Sebaliknya apabila
hal tersebut tidak terjadi maka perawat
akan merasa tidak puas dalam bekerja
dan dalam bekerja hanya melaksanakan
perintah atasan. Rumah sakit harus
serius dalam mengembangkan program
pembelajaran
seumur
hidup,
pengembangan peran dan peningkatan
karier keperawatan13.
Hasil
analisis
multivariat
variabel pengembangan profesional
merupakan
variabel
yang
paling
berhubungan dengan kepuasan kerja,
dapat dilihat pada tabel 4 sebagai
berikut :
Tabel 4 Analisis Regresi Multivariat Lingkungan Kerja Dengan Kepuasan Kerja
Perawat Pelaksana Di Ruang Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga
Kabupaten Demak
Variabel
Sig.
Exp(B)
Kualitas Keperawatan
0,022
5,768
Otonomi
0,020
6,023
Pengembangan Profesional
0,002
12,082
Tabel 3 menunjukkan analisis variabel
persepsi
kualitas
keperawatan
menunjukkan nilai Exp (B) =5,768 dan
p=0,022 (p<α 0,05). Variabelpersepsi
otonomi nilai Exp (B) =6,023 dan
p=0,020 (p<α 0,05). Variabelpersepsi
pengembangan profesional nilai Exp (B)
=12,082 dan p=0,002 (p<α 0,05).
SIMPULAN
Ada hubungankualitas kepemimpinan (p
= 0,011), kualitas keperawatan (p =
0,001), otonomi (p = 0,001), hubungan
interdisiplin
(p
=
0,001)
dan
pengembangan profesional (p =0,001)
dengan variabel terikat yaitu kepuasan
kerja perawat pelaksana di ruang
bangsal rawat inap RSUD Sunan
Kalijaga Kabupaten Demak.
DAFTAR PUSTAKA
Huber, 2006. Leadership And Nursing
Care Management, Third Edition,
Philadelphia.
Aiken, L.H, 1994. Smith, H.L&
Lake,E.T.Lower
Medicare
Mortality Among A Set Of
Hospitals Known For Good
Nursing Care. Medical Care, 32
(8), 771-787.
Gillies, D.A 1996,. Nursing Management
A
System
Approach
3ed.
Phyladelphia: WB Saunders
Company.
Cortese, C.G, 2007. Job Satisfaction of
Italian Nurses: An Explanatory
Study, Journal of Nursing
Management 15, 303-312.
American Nurses Credentialing Center
(ANCC), 2008.Aplication Manual
Magnet Recognition Program:
Georgia.
253
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Kramer & Schmalenberg. Staff Nurses
Identify
Essentials
Of
Magnetism,
2001.In
M.L.
McClure & A.S Hinshaw (Eds),
magnet
hospitals
revisited:
Attraction and retention
of
proffesional nurses (pp.25-59).
WHO, 2003. Nursing And Midwefery
Work
Force
Management,
Analysis Of Country Assement,
New Delhi: WHO Regional Office
for South East Asia.
Subanegara,
2002.
Penerapan
Remunerasi dan Merit Sistem di
Rumah Sakit. Prosiding seminar
remunerasi dan merit sistem
rumah sakit.
Veccio, 1995. Organizational Behaviour
(3ed edition). Orlando: Harcout
Brace & Company.
Chen YM, 2008. Nurses Work
Environment And Statisfaction.
American Journal of Nursing.
Giwangkara,
2002.
Employee
Statisfaction.Journal of Nursing
Management, 19, 123-261.
Bauman, A, 2007. Positive Practice
Environment;Quality Workplace,
Quality
Patient
Care,
International Council of Nurse.
American Journal of Nursing.
Kramer & Schmalenberg, 2001.Staff
Nurses Identify Essentials Of
Magnetism. In M.L. McClure &
A.S Hinshaw (Eds), magnet
hospitals revisited: Attraction and
retention of proffesional nurses
(pp.25-59).
254
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO
DI KALANGAN REMAJA SMA NEGERI 1 KOTA JAMBI TAHUN 2015
FACTORS ASSOCIATED WITH RISK SEXUAL BEHAVIOR AMONG ADOLESCENTS IN
JAMBI SENIOR HIGH SCHOOL STATE 1 IN 2015
1
Devi Arista
1
STIKes Prima Program Studi DIV Kebidanan
[email protected]
ABSTRAK
Remaja merupakan jumlah populasi terbesar yaitu 18% dari jumlah penduduk dunia. Permasalahan
remaja saat ini sangat kompleks salah satunya adalah meningkatnya perilaku seksual berisiko
dikalangan remaja (62,7%) remaja SMP-SMA sudah tidak perawan. Akibat perilaku seksual berisiko
pada kalangan remaja Kota Jambi dalam rentang tahun (2010-2012) sebanyak 164 remaja
perempuan (berstatus pelajar) diketahui hamil di luar nikah.
Jenis penelitian ini survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Desember – Mei 2015 dan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kota Jambi dengan sampel
sebanyak 111 responden diambil secara simple random sampling, dengan jumlah sampel perkelas
diambil secara proposional. Pengumpulan data menggunakan angket. Data dianalisis menggunakan
analisis univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil dari penelitian ini terdapat sebanyak 59 (53,15%) siswa/i berperilaku seksual berisiko bahkan
masing-masing 1 siswa diantaranya melakukan oral seks dan melakukan hubungan seksual. Variabel
paparan media informasi dominan mempengaruhi perilaku seksual berisiko dengan nilai OR 3,415
setelah dikontrol variabel sikap, teman sebaya, orang tua dan pengetahuan. Variabel sikap,
pengawasan orang tua, pengaruh teman sebaya dan pengetahuan adalah konfonding untuk
hubungann paparan media informasi dengan perilaku berisiko.
Dari penelitian ini diharapkan agar sekolah dapat mengadakan kembali program-program yang
mendukung peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dikalangan siswa/i serta
memberikan bimbingan mengenai masalah-masalah pada masa remaja. Hal ini dapat bekerja sama
dengan BKKBN serta Dinas Pendidikan untuk mengadakan program KRR dan diskusi antar sekolah
dengan pendekatan peer group.
Kata Kunci: perlaku seksual, pengetahuan, sikap, teman sebaya, orang tua, religiusitas, media
informasi.
ABSTRACT
Teenagers are the largest number of population that is 18% of the total world population. Adolescent
problems today are very complex one of which is the increased sexual risk behaviors among
adolescents (62.7%) adolescents junior-high school was not a virgin. Due to risky sexual behavior
among adolescents in the city of Jambi in years (2010-2012) as many as 164 young students were
women known to be pregnant out of wedlock.
The purpose of this research is to improve the programs that are useful to increase knowledge about
reproductive health among adolescents and to anticipate risky sexual behavior among adolescents.
This type of research is analytic survey with cross sectional approach. Large sample 111 respondents
was taken by proportional random sampling. Data collection using the questionnaire. Data were
analyzed using univariate, bivariate with chi square test and multivariate multiple logistic regression.
Results of this study are as much (53.15%) students risky sexual behavior even one student each of
them to perform oral sex and sexual intercourse. Dominant information media exposure variables
influence sexual risk behavior with OR 3.415 after the controlled variable attitude, peers, parents, and
knowledge. Variable attitude, parental supervision, peer influence and knowledge is confounding for
relations with the information media exposure risk behavior.
From this study, it is expected that the school can hold back the programs that support increased
knowledge about reproductive health among studens and provide guidance on issues in adolescence.
It can work together with the BKKBN and the Department of Education to conduct KRR program and
discussions between schools with the approach peer group.
Keywords : sexualbehavior, knowledge, attitudes, peers, parents, religiosity, media information.
255
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PENDAHULUAN
Data demografi menunjukkan jumlah
populasi remaja merupakan populasi yang
besar. Menurut World Health Organization
tahun 2009 jumlah remaja berusia 10-19
tahun sebesar 18 persen dari jumlah
penduduk atau sekitar 1,2 miliar
penduduk.Penduduk kelompok umur 1024 tahun perlu mendapat perhatian serius
mengingat mereka masih termasuk dalam
usia sekolah dan memasuki umur
reproduksi. Apabila tidak dipersiapkan
dengan baik maka remaja sangat berisiko
terhadap masalah-masalah kesehatan
reproduksi khususnya perilaku seksual
pranikah, Napza dan HIV/AIDS1.
Permasalahan remaja saat ini
sangat kompleks, hal tersebut didukung
dengan
perilaku seks pranikah di
kalangan remaja semakin meningkat.
Hasil kajian terbaru oleh Komnas
Perlindungan
Anak
Indonesia
menunjukkan hasil bahwa dari 12 kota
besar di Indonesia 97 persen menyatakan
pernah menonton film porno, sebanyak
93,7
persen
menyatakan
pernah
melakukan ciuman, oral seks atau petting
dan 62,7 persen remaja SMP-SMA sudah
tidak
perawan/perjaka17.
Kurang
pengetahuan serta pemahaman tentang
sistem
reproduksi
menyebabkan
perbuatan
coba-coba
yang
dapat
menyebabkan remaja terancam risiko
terkena PMS, HIV/AIDS dan risiko
kehamilan yang tidak direncakanan
sehingga mengarah ketindakan aborsi
yang dapat mengakibatkan kematian9.
Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Synovate Research pada September
2004 tentang perilaku seksual remaja di
empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung,
Surabaya dan Medan pada remaja usia
15–24 tahun menunjukan bahwa 44%
responden mengaku pernah mempunyai
pengalaman seks diusia 16–18 tahun dan
16% mengaku pengalaman seks itu sudah
dilakukan pada usia 13–15 tahun. Selain
itu, rumah menjadi tempat favorit (40%)
untuk melakukan hubungan seks, sisanya
26% di tempat kos, 26%, di hotel dan 8%
lain–lain7. Hasil penelitian tersebut cukup
memberikan gambaran perilaku seks
bebas dikalangan remaja saat ini. Seks
bebas telah merusak mental para remaja.
Selain itu, seks bebas juga menimbulkan
dampak kesehatan yang cukup berat
seperti kehamilan yang tidak diinginkan,
penyakit menular seksual dan berisiko
besar
tertular
penyakit
Human
Immunodeficiency Virus
(HIV)
dan
Aquired Imuno Deficiency Syndrom
(AIDS)18.
Akibat perilaku seksual berisiko
pada kalangan remaja dalam rentang
waktu (2010-2012) di Kota Jambi
berdasarkan data yang didapatkan dari
Yayasan
Sentra
Informasi
dan
Komunikasi orang Kito (SIKOK) sebanyak
164 remaja (berstatus pelajar) diketahui
hamil di luar nikah16. Secara umum,
masalah remaja di Indonesia pada intinya
hampir sama yaitu minimnya pengetahuan
tentang seksualitas yaitu pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi, HIV/AIDS,
dikarenakan belum adanya kurikulum
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di
sekolah. Derasnya arus globalisasi di
Indonesia saat ini, memudahkan remaja
untuk mengakses berbagai data baik via
media maupun internet tanpa melihat
dampak baik maupun buruk terhadap
dirinya demi memenuhi keingintahuan
tersebut, sehingga dengan mudahnya
mengakses informasi yang merangsang
seksual ini, maka akan membuka peluang
yang lebih besar terhadap terjadinya
perilaku seksual berisiko dikalangan
remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian
tentang paparan media lingkungan
terhadap seksualitas remaja,menyatakan
bahwa remaja yang terpapar media
informasi lebih besar untuk melakukan
kegiatan seksual13. Hal ini dikarenakan
media berperan penting sebagai sumber
sosialisasi seksual bagi remaja.
Keadaan lain yang mendukung
terjadinya perilaku seksual dikalangan
remaja adalah pola asuhan dari orang tua
yang
kurang
memahami
tentang
pentingnya informasi yang seharusnya
telah ditanamkan sejak balita misalnya
tentang sex education, sehingga saat
anak menginjak usia remaja mencari
informasi sendiri mengenai kehidupan
seksual itu1. Hal ini didukung pula bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual remaja adalah hubungan orang
tua remaja, tekanan negatif teman
sebaya, pemahaman tingkat agama
(religiusitas),
dan
eksposur
media
256
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
pornografi
memiliki
pengaruh
baik
langsung
maupun
tidak
langsung
terhadap perilaku seksual remaja20.
Berdasarkan studi pendahuluan
yang telah dilakukan di SMA Negeri 1
Kota Jambi dengan jumlah responden
sebanyak 10 responden yang terdiri dari 7
responden siswa dan 3 responden siswi,
didapatkan hasil bahwa 5 responden
siswa dan 2 responden siswi sudah
pernah
melakukan
ciuman
pipi,
berpelukan, berciuman bibir, saling
meraba alat kelamin diluar pakaian karena
menganggap hal tersebut adalah hal
biasa yang dilakukan oleh remaja kepada
pacarnya. Selain itu, didukung pula
dengan pengakuan guru BK yang
mengatakan bahwa pada waktu 3 tahun
yang lalu ada 1 orang siswi mengalami
kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan
dikeluarkan dari sekolah.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini survei analitik
dengan menggunakan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Desember – Mei 2015. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i
kelas X dan XI SMA Negeri 1 Kota Jambi
Tahun 2015 sebanyak 619 siswa/i.
Sampel penelitian dipilih secara simple
random
sampling
sebanyak
111
responden. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah jenis kelamin, umur,
pengetahuan
tentang
kesehatan
reproduksi, sikap terhadap seksualitas,
pengawasan orang tua, pengaruh teman
sebaya, religiusitas, pengaruh media
informasi, sedangkan variabel dependen
penelitian ini adalah perilaku seksual
berisiko.Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yang
didapatkan langsung dari responden
dengan menggunakan angket dengan
pernyataan tertutup. Pengolahan data
dilakukan dengan scoring, coding, editing,
entry dan clening. Data dianalisis
menggunakan analisis univariat, analisis
bivariat menggunakan uji chi square dan
analisis multivariate menggunakan uji
regresi logistik ganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
1. Hasil dan Pembahasan Analisis Univariat
Gambar 1 Distribusi Responden Menurut Perilaku Seksual Berisiko Dikalangan Remaja
SMA Negeri 1 Kota Jambi Tahun 2015
Berdasarkan hasil analisis untuk
variabel dependen yaitu perilaku seksual
berisiko
didapatkan
sebanyak
59
(53,15%) responden berperilaku seksual
berisiko yaitu terdiri dari 31 (63,3%)
responden alki-laki dan 28 (45,2%)
responden perempuan. Hasil penelitian
dari masing-masing pernyataan perilaku
seksual didapatkan bahwa sebanyak 43
(38,7%) responden pernah berpegangan
tangan, 9 (8,1%) responden pernah
berciuman pipi, 10 (9,0%) responden
pernah berpelukan, 10 (9,0%) responden
pernah berciuman bibir, 15 (13,5%)
responden pernah berciuman leher, 15
(13,5%) responden pernah saling meraba
buah dada dan atau memegang alat
kelamin, 7 (6,3%) pernah melakukan
petting, 1 (0,9%) siswa pernah melakukan
seks oral dan sebanyak 1 (0,9%) siswa
pernah melakukan hubungan seksual.
257
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Tabel 1. Distribusi Reponden Berdasarkan Variabel Independen
Variabel
Frekuensi Persentase
n (111)
(%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
49
44,1
Perempuan
62
55,9
Umur
Remaja Tengah (14-16
83
74,8
tahun)
28
25,2
Remaja Akhir (17-19
tahun)
Pengetahuan
Rendah
41
36,9
Tinggi
70
63,1
Sikap
Mendukung
54
48,6
Tidak mendukung
57
51,4
Teman Sebaya
Pengaruh Buruk
59
53,2
Pengaruh Baik
52
46,8
Orang Tua
Pengawasan Rendah
48
43,2
Pengawasan Tinggi
63
56,8
Religiusitas
Rendah
46
41,4
Tinggi
65
58,6
Media informasi
Terpapar
45
40,5
Kurang terpapar
66
59,5
Hasil analisis penelitian dari 111
responden diperoleh hasil sebagian besar
siswa/i SMA Negeri 1 Kota Jambi
berperilaku seksual berisiko. Bahkan
masing-masing 1 siswa melakukan seks
oral
dan
hubungan
seksual
(intercourse).Hal ini menggambarkan
bahwa masih banyaknya responden yang
ingin coba-coba didalam melakukan
hubungan
seksual.Dalam
benak
seseorang,
perilaku
seks
sering
disamakan dengan hubungan seks.
Padahal kedua hal tersebut memiliki
cakupan yang berbeda. Perilaku seks
tidak hanya hubungan seks saja, tetapi
perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual
baik dengan lawan jenisnya maupun
dengan sesama jenis. Perilaku seksual
pada remaja dapat berupa tingkah laku
mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu dan
bersenggama.
Perilaku
seks
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
berpegangan tangan, berciuman pipi,
berpelukan, kissing (cium bibir), necking
(cium leher), memegang daerah sensitif,
petting (saling menggesek-gesekkan alat
kelamin), seks oral, dan intercourse
(hubungan seksual).
Sebagian besar remaja masa kini
menganggap bahwa hubungan seks pada
saat masa pacaran adalah hal yang biasa
dan wajar dilakukan, bahkan biasa
dilakukan untuk menunjukkan rasa cinta
kepada pasangannya. Hal ini dapat terjadi
karena remaja cenderung memiliki rasa
ingin tahu yang besar, namun karena
minimnya pengetahuan membuat remaja
cenderung
mencari
tau
informasi
mengenai seksualitas tanpa ada yang
membimbingnya. Oleh karena itu remaja
membutuhkan
pengawasan
dan
bimbingan khusus mengenai seksualitas
baik di lingkungan sekolah maupun
dilingkungan keluarga.
Masalah seksualitas pada remaja
timbul karena beberapa faktor salah
satunya adalah perubahan-perubahan
hormonal yang meningkatkan hasrat
258
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
seksual dikalangan remaja sehingga
membutuhkan penyaluran dalam bentuk
tingkah laku tertentu. Remaja yang
melakukan hubungan seksual berisiko
seharusnya memahami konsekuensi dari
perilaku yang mereka lakukan. Terkait
dengan pengetahuan mereka yang masih
rendah tentang masa subur dan kondisi
yang dapat menyebabkan kehamilan,
maka remaja yang melakukan hubungan
seksual kurang mempertimbangkan risiko
yang dapat terjadi, sehingga dapat
menyebabkan risiko reproduksi seperti
Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD),
aborsi, IMS dan HIV/AIDS15.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
pernyataan
bahwa
siswa
sekolah
menengah pernah melakukan hubungan
seks12. Hal ini sejalan pula dengan hasil
penelitian yang menyatakan bahwa
sebanyak
sebagian
besar
siswa/i
melakukan perilaku seksual berisiko14.
2. Hasil dan Pembahasan Analisis Bivariat
Tabel 2.Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen dengan Variabel
Dependen
Perilaku Seksual
Berisiko
Tidak
Total
P
Variabel
OR (95%CI)
berisiko
value
F
%
f
%
F
%
Jenis Kelamin
- Laki-laki
31
63,3
18
36,7 49
100 0,088
2,091
- Perempuan
28
45,2
34
54,8 62
100
(0,972 – 4,501)
Umur
- Remaja Tengah
42 50,6
41
49,4 83
100
(14-16 tahun)
0,479
0,663
- Remaja Akhir
17
60,7
11
39,3 28
100
(0,277 -1,585)
(17-19 tahun)
Pengetahuan
- Rendah
29
70,7
12
29,3 41
100 0,008
3,222
- Tinggi
30
42,9
40
57,1 70
100
(1,415 - 7,335)
Sikap
- Mendukung
38
70,4
16
29,6 54
100
4,071
0,001
- Tidak Mendukung
21
36,8
36
63,2 57
100
(1,840 - 9,009)
Teman Sebaya
- Pengaruh Buruk
- Pengaruh Baik
Orang Tua
- Pengawasan Rendah
- Pengawasan Tinggi
Religiusitas
- Rendah
- Tinggi
Media Informasi
- Terpapar
- Kurang terpapar
69,5
34,6
18
34
30,5
65,4
59
52
100
100
29
30
60,4
47,6
19
33
39,6
52,4
48
63
100
100
29
30
63,0
46,2
17
35
37,0
53,8
46
65
100
100
0,118
1,990
(0,919 – 4,308)
34
25
75,6
37,9
11
41
24,4
62,1
45
66
100
100
0,000
5,069
(2,183 - 11,770)
Tidak
ada
perbedaan
yang
signifikan antara jenis kelamin laki-laki
dengan perempuan sehingga tidak ada
hubungan jenis kelamin dengan perilaku
seksual berisiko. Perbandingan antara
laki-laki dan perempuan yang melakukan
0,000
4,302
(1,941 – 9,536)
41
18
0,252
1,679
(0,784 – 3,594)
hubungan seksual berisiko juga tidak
berbeda jauh. Tidak adanya perbedaan
jenis kelamin dapat berpengaruh pada
perilaku seksual berisiko pada siswa/i
SMA Negeri 1 Kota Jambi dikarenakan
jumlah jenis kelamin laki-laki dan
259
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
perempuan hampir sama.Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian bahwa tidak
ada hubungan antara jenis kelamin
dengan perilaku seksual7. Hal ini
dimungkinkan dapat terjadi karena telah
terjadinya pergeseran standar didalam
berpacaran. Perilaku seksual seperti
berciuman, berciuman leher, memegang
area sensitif mungkin sudah dianggap
biasa sudah menjadi trend berpacaran
pada masa sekarang baik dilakukan oleh
remaja
laki-laki
maupun
remaja
perempuan.
Tidak ada perbedaan umur antara
remaja tengah (14-16 tahun) dengan
remaja akhir (17-19 tahun) sehingga tidak
ada hubungan umur dengan perilaku
seksual berisiko. Hal ini dikarenakan
responden dalam penelitian keseluruhan
tergolong dalam usia remaja, yaitu remaja
tengah dan remaja akhir. Dimana pada
usia ini memiliki keingintahuan yang besar
terhadap hal hal yang mereka anggap
baru, termasuk didalam melakukan
sebuah hubungan antara lawan jenis.
Ada perbedaan yang signifikan
antara pengetahuan rendah dengan
pengetahuan tinggi tentang kesehatan
reproduksi dalam perilaku seksual berisiko
sehingga ada hubungan pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi dengan
perilaku
seksual
berisiko.
Dimana
responden yang memiliki pengetahuan
rendah mempunyai peluang 3 kali untuk
melakukan perilaku seksual berisiko
dibandingkan yang memiliki pengetahuan
tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan14 bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan
perilaku seksual berisiko pada siswa/i
SMA Negeri 5 Takengon. Hal ini sesuai
dengan
tahap–tahap
perubahan
pengetahuan menjadi perilaku menurut21
yang mengemukakan bahwa untuk
menjadi sebuah perilaku dari suatu
pengetahuan
melalui
tahapan
mempersepsikan, menginterpretasi, dan
adakah kepentingan dari input yang
diterima bagi individu tersebut baru
akhirnya memutuskan untuk berperilaku
sesuai
dengan
pengetahuan
yang
diperolehnya. Jadi apabila setelah sampai
pada tahapan terakhir dan individu
berpendapat
bahwa
dia
punya
kepentingan untuk mencoba perilaku
seksual sesuai dengan informasi yang dia
peroleh dari pengetahuannya maka dia
akan
melakukan
perilaku
seksual
tersebut.
Pengetahuan
muncul
ketika
seseorang menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Adanya pengaruh yang kuat dari variabel
yang lain seperti lingkungan teman
bergaul dan keterpaparan media dapat
menjadi hal yang kuat mempengaruhi
ajakan teman kencan untuk melakukan
perilaku seksual22. Informasi tentang
kesehatan reproduksi perlu diberikan
untuk meningkatkan pemahaman remaja,
sehingga mereka akan berpikir dengan
cermat sebelum melakukan perilaku
seksual berisiko, karena hal-hal yang
awalnya mereka anggap benar ternyata
dapat merugikan diri mereka sendiri. Hal
ini dapat dilakukan dengan kerjasama
dengan instansi-instansi terkait seperti
BKKBN, Dinas Pendidikan dan Dinas
Kesehatan untuk peningkatan program
kegiatan KRR di sekolah dan diadakannya
kegiatan diskusi siswa antar sekolah
mengenai kesehatan reproduksi.
Ada perbedaan yang signifikan
antara sikap mendukung dengan tidak
mendukung
terhadap
seksualitas
sehingga ada hubungan sikap terhadap
seksualitas dengan perilaku seksual
berisiko. Dimana responden yang memiliki
sikap mendukung terhadap seksualitas
mempunyai
peluang
4kali
untuk
melakukan perilaku seksual berisiko
dibandingkan yang memiliki sikap tidak
mendukung terhadap seksualitas.
Sikap seksual adalah respon
seksual yang diberikan oleh seseorang
setelah
melihat,
mendengar
atau
membaca informasi serta pemberitaan,
gambar-gambar yang berbau porno dalam
wujud suatu orientasi atau kecenderungan
dalam bertindak4. Sikap yang dimaksud
adalah sikap remaja terhadap perilaku
seksual berisiko. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian3 yang menyatakan
bahwa semakin baik sikap remaja, maka
perilaku seks pranikah remaja semakin
baik dan sebaliknya.
Remaja menyatakan bahwa pada
saat SMA biasanya mereka sudah
260
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
mempunyai pacar. Dengan adanya
pernyataan seperti ini tidak menutup
kemungkinan bahwa mereka akan
melakukan
aktivitas-aktivitas
seksual
didalam kegiatan pacaran yang dapat
berisiko. Hal ini didukung karena sikap
merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek, suatu bentuk
kesiapan atau kesediaan seseorang untuk
bertindak atau11.
Ada perbedaan yang signifikan
antara pengaruh buruk dengan pengaruh
baik dari teman sebaya dalam perilaku
seksual berisiko sehingga ada hubungan
pengaruh teman sebaya dengan perilaku
seksual berisiko. Dimana responden yang
mendapatkan pengaruh buruk dari teman
sebaya mempunyai peluang 4kali untuk
melakukan perilaku seksual berisiko
dibandingkan
yang
mendapatkan
pengaruh baik dari teman sebaya.
Teman sebaya merupakan faktor
essensial yang dapat mempengaruhi
perilaku seseorang khususnya pada masa
remaja. Jika pengaruh negatif dari teman
kuat dan benteng perlawanan dalam
dirinya tidak kuat maka remaja akan
terpengaruh karena remaja ingin diterima
oleh kelompoknya. Teman-teman yang
tidak
baik
berpengaruh
terhadap
munculnya perilaku seks menyimpang,
sehingga remaja memerlukan informasi
yang baik dan akurat untuk menghindari
pengaruh buruk yang dapat menimbulkan
perilaku seksual yang menyimpang.
Minat untuk berkelompok dengan
teman sebaya menjadi bagian dari proses
tumbuh kembang yang dialami remaja.
Kelompok atau teman sepergaulan
memiliki kekuatan yang luar biasa untuk
menentukan arah hidup remaja. Jika
remaja
berada
dalam
lingkungan
pergaulan yang penuh dengan ”energi
negatif”, segala bentuk sikap, perilaku,
dan tujuan hidup remaja menjadi negatif.
Sebaliknya, jika remaja berada dalam
lingkungan
pergaulan
yang
selalu
menyebarkan ”energi positif”, yaitu
sebuah
kelompok
yang
selalu
memberikan motivasi, dukungan, dan
peluang untuk mengaktualisasikan diri
secara positif kepada semua anggotanya,
remaja juga akan memiliki sikap yang
positif karena pada prinsipnya, perilaku
kelompok itu bersifat menular19.
Tidak
ada
perbedaan
antara
pengawasan rendah dengan pengawasan
tinggi dari orang tua dalam perilaku
seksual berisiko sehingga tidak ada
hubungan pengawasan orang tua dengan
perilaku seksual berisiko. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan7 bahwa tidak ada hubungan
antara pengawasan orang tua dengan
perilaku seksual pranikah di SMA Negeri 1
Baturraden. Hasil penelitian ini berbeda
pula dengan penelitian yang dilakukan10
diperoleh hasil bahwa remaja yang tinggal
bersama orang tuanya, memperlihatkan
komunikasi antara orang tua dan remaja
yang
baik,
ini
membuat
remaja
mempunyai
perilaku
seksual
tidak
berisiko.
Tidak ada perbedaan religiusitas
rendah dengan religiusitas tinggi dalam
perilaku seksual berisiko sehingga tidak
ada hubungan religiusitas dengan perilaku
seksual berisiko. Hasil penelitian ini tidak
sejalan
dengan
penelitian2
yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara
pemahaman tingkat agama dengan
kecenderungan perilaku seksual pada
remaja.
Hal ini ada kaitannya dengan pola
berfikir remaja yang menganggap bahwa
urusan agama adalah urusan antara
dirinya sendiri dengan Tuhan. Segala
perbuatan baik dan buruk seseorang,
harus dipertanggung jawabkan sendiri di
hadapan Tuhan. Walaupun agama tidak
berpengaruh langsung pada tingkah laku
seksual masing-masing individu, akan
tetapi dalam masyarakat agama masih
dijadikan
norma
masyarakat,
ada
semacam kontrol sosial yang mengurangi
kemungkinan
seseorang
melakukan
tindakan seksual di luar batas ketentuan
agama.
Kemungkinan
kehidupan
beragama
hanya
sebagai
formalitas/rutinitas atau tata cara saja
sehingga kurang disadari dan dihayati
secara mendalam untuk mengatasi
dorongan seksual yang sering timbul.
Ada perbedaan yang signifikan
antara terpapar dengan tidak terpapar
media informasi dalam perilaku seksual
berisiko sehingga ada hubungan paparan
media informasi dengan perilaku seksual
261
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
berisiko.
Dimana
responden
yang
terpapar media informasi mempunyai
peluang 5 kali untuk melakukan perilaku
seksual berisiko dibandingkan yang tidak
terpapar media informasi.
Media massa dan segala hal yang
bersifat pornografis akan menguasai
pikiran remaja yang kurang kuat dalam
menahan pikiran emosinya, karena
mereka
belum
boleh
melakukan
hubungan seks yang disebabkan adanya
norma-norma, adat, hukum dan juga
agama. Semakin sering seseorang
tersebut berinteraksi atau berhubungan
dengan pornografi maka akan semakin
bersikap
mendukung
terhadap
seksualitas, begitu pula sebaliknya.
Minimnya pengetahuan seks membuat
siswa/siswi mencari sumber informasi di
luar rumah. Sayangnya, media yang
diakses justru hanya mengarah pada
pornografi. Selain itu, kemudahan akses
pornografi melalui internet, HP, dan
VCD/DVD memberikan dampak negatif
pada remaja. Pornografi memberikan
informasi yang salah mengenai hubungan
seksual antara pria dan wanita.
Hal ini dibuktikan dengan hasil
analisis multivariat pada penelitian ini,
bahwa
paparan
media
informasi
merupakan variabel dominan yang
mempengaruhi
perilaku
seksual
dikalangan remaja setelah dikontrol
variabel pengetahuan, sikap, pengawasan
orang tua dan pengaruh teman sebaya.
Hasil ini sejalan pula dengan penelitian
yang telah dilakukan13 tentang media
massa merupakan konteks yang penting
bagi perilaku seksual remaja yang
menyatakan bahwa remaja yang terpapar
media memiliki lebih besar niat untuk
terlibat dan melakukan aktivitas seksual.
3. Hasil dan Pembahasan Analisis Multivariat
Tabel 3. Hasil Akhir Model Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Variabel Jenis
Kelamin, Umur, Pengetahuan, Sikap, Pengawasan Orang Tua, Teman Sebaya,
Religiusitas dan Media Informasi
Variabel
Sig.
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower
Upper
Mediainformasi
.018
3.425
1.237
9.484
Sikap
.156
1.969
.773
5.013
Peran orang tua
.256
.558
.204
1.529
Pengaruh Teman
Sebaya
.098
2.301
.859
6.166
Pengetahuan
.120
2.190
.814
5.888
Berdasarkan
hasil
analisis
pemodelan
multivariat
menunjukkan
bahwa
setelah
dilakukan
analisis
multivariate ternyata variabel yang paling
berhubungan dengan perilaku seksual
berisiko adalah variabel pengaruh media
informasi dengan nilai Sig. 0,018. Hasil
analisis didapatkan nilai OR 3,425, artinya
responden yang terpapar pengaruh media
informasi memiliki peluang sebesar 3,425
kali untuk melakukan perilaku seksual
berisiko dibandingkan responden yang
tidak terpapar media informasi setelah
dikontrol variabel pengetahuan, sikap,
pengawasan orang tua dan pengaruh
teman sebaya.
SIMPULAN
Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi perilaku seksual berisiko
adalah pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi, sikap terhadap seksualitas,
pengaruh teman sebaya dan paparan
media informasi. Remaja yang terpapar
media informasi memiliki peluang 3 kali
untuk melakukan perilaku seksual berisiko
dibandingkan
remaja
yang
kurang
terpapar media informasi.Oleh karena itu
perlunya
upaya
khusus
untuk
meningkatkan
pengetahuan
remaja
tentang
kesehatan
reproduksi
dan
pemahamannya tentang perilaku seksual
yang sehat. Antara lain dilakukannya
262
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
konseling kepada remaja di sekolah
mengenai
permasalahan
diseputar
remaja, mengadakan program KRR
melalui pendekatan Peer Group dan
diskusi anatar sekolah yang dapat
dilakukan melalui kerjasama antara
BKKBN, Dinas Pendidikan dan Dinas
Kesehatan.
Masyarakat
Diponegoro
Universitas
Dien, Perana, 2007. Pengaruh Teman
Sebaya Terhadap Perilaku Seks
Bebas, Tesis, Program Studi
Magister FKM USU Medan.
Herlina, E,N. 2001.Buku Ajar Psikologi
Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta : EGC.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Sosial.
Jakarta : Rineka Cipta.
Monks
Aini, Lutfiah Nur, 2011, Hubungan Antara
Religiusitas
dengan
Kecenderungan Perilaku Seksual
Pranikah Pada Remaja Yang
Sedang Berpacaran di SMA
Negeri 10 Malang Tahun 2010,
hlm 1-9.
Notoatmodjo,
2010.
Ilmu
Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Ancok, D. 2005. Psikologi Islam: Solusi
Islam Atas Problem-Problem
Psikologi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Anggia, dkk, 2012.Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Seks Pranikah
Pada Remaja SMA di Rengat
Kabupaten Inderagiri Hulu Tahun
2012
Bungin, B. 2001. Erotika Media Massa.
Surakarta
:
Muhammadiyah
University Press
BKKBN.
2004. Hak-Hak Reproduksi.
Yogyakarta : Bidang KB &
Kesejahteraan
Reproduksi
BKKBN.
Condry, et al, 2005, Adolescent Sexual
Activity : An Ecological, RiskFactor Approach, Journal or
Marriage and The Family,181192.
F.J, et al. 2002. Psikologi
perkembangan Pengantar dalam
Berbagai
Bagiannya,
Edisi
Keempat Belas. Yogyakarta:
Gajah Mada University press.
Ojieabu W A, et al. 2008. HIV/AIDS –
related knowledge and Sexual
behavior
Among
Secondary
School
Students
in
Benin
City,International
journal
of
Healyth research, March 2008; 1
(1): 27-37
Peter, et al. 2007. Adolescents‟ Exposure
to
a
Sexualized
Media
Environment and Their Notions of
Women as Sex Objects, Sex
Roles 56 : 381-395
Sari, Rahma Hidayana. 2013. FaktorFaktor
Yang
Berhubungan
Dengan
perilaku
Seksual
beresiko Pada remaja Sekolah
Menengah
Atas
Negeri
5
takengon Kecamatan Jagong
Jeget
Sarwono. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta
: Rajawali Pers.
SIKOK,
Dewi, Ika Nur. 2009. “Pengaruh Faktor
Personal
Dan
Lingkungan
TerhadapPerilaku
Seksual
Pranikah Pada Remaja Di SMA
Negeri Baturraden Dan SMA
Negeri 1 Purwokerto”. ThesisS2Magister
Ilmu
Kesehatan
2012. Kesehatan Reproduksi
Remaja. Jambi : PKBI.
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia.
2011.
Badan
Pemberdayaan Perempuan dan
Masyarakat Provinsi Jambi.
263
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Susanti, F. 2008. Menuju Masa Akil
Baligh. Jakarta: Sunda Kelapa
Pustaka.
Susanto,
2006.
Kekerasan
Dalam
Pacaran
http:www.cumacewe.com diakses
tanggal 20 November 2014
Soetijiningsih. 2007. Buku Ajar Tumbuh
Kembang
Remaja
&
Permasalahannya.
Jakarta
:
Sagung Seto.
Trisnawati, et al. 2010. Jurnal Ilmiah
Kebidanan,
Vol.
1
Edisi
desember 2010
Wijayanti, F. A., 2009. Hubungan tingkat
pengetahuan wanita penjaja seks
(WPS)
tentangHIV/AIDS
di
resosialisasi Argorejo kelurahan
Kali Banteng Kulon. Semarang.
264
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PELAKSANAAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI
THE NURSING DOCUMENTATION AT MENTAL NURSING CARE IN JAMBI
Matda Yunartha
Akademi Keperawatan Prima Jambi
Korespondensi Penulis : [email protected]
ABSTRAK
Salah satu tugas pokok perawat yang dapat menjadi faktor penentu untuk menilai kinerja perawat
adalah pendokumentasian keperawatan. Dokumentasi merupakan salah satu fungsi dari
pertanggungjawaban perawat di mata hukum, karena dengan pendokumentasian keperawatan dapat
menghindarkan / melindungi perawat dari kegiatan malpraktik, disamping ini pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan yang akurat dapat menginformasikan kepada profesi
kesehatan lain tentang perawatan yang sedang berjalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi Pelaksanakan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Jumlah partisipan 5 orang perawat
pelaksana dengan teknik purposive sampling . Pengambilan data menggunakan teknik wawancara
mendalam.
Hasil penelitian pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan menghasilkan 4 tema yaitu: 1)
Alasan pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dimaknai adalah untuk memudahkan,
menilai kemajuan klien secara akurat dan sesuai standardan sebagai bukti dimata hukum. 2)
Hambatan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dimaknai adalah karena
motivasi, persepsi yang belum sama, pasien tidak kooperatif. 3) Dukungan yang diperlukan dalam
pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dimaknai adalah dukungan dari RS itu sendiri
dan adanya standar pelayanan dalam pemberian reward / penghargaan. 4) Harapan dalam
pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dimaknai adalah dengan mengadakan
pelatihan, pendidikan khusus,mengerti dan peduli kebutuhan pasien.
Disarankan agar perawat meningkatkan pengetahuan perawat melalui pelatihan pelatihan ataupun
pendidikan khusus dalam hal pendokumentasian
Kata Kunci : Perawat, Dokumentasi, Asuhan Keperawatan
ABSTRACT
One of the main duty of the nurses which can be used to be determining factor for assessing the
nurses is about documentation of nursing. Documentation is one of the nurses’s responsibility from
the law point of view, because it can prevent nurses from the malpractice. The accurate nursing
documentation can inform another health professions about nursing processes. The aim of this
research is to explore enforcement nursing documentation .
These studies are qualitative approach to phenomenology. The participants of the five nurses and the
technique purposif sampling . The derivation data technique using indeep interview.
Results of an orphanage nursing documentation get four themes, they are: the causes of nursing
documentation as the nursing action in detail,and as a proof. Impediment within the nursing
documentation is because the lack of time difference perception, and sometimes patient is
incooperative. The needed support is nursing documentation is the support from hospital itself, and
there is a standard service of giving reward .
The expectation, to make a better nursing documentation is doing a training, specific education,
caring and understanding what the patient need. Based on the results of research over, the
researcher suggested the nurse to increase knowledge nurses through training and specific education
in documentation.
Keywords : Nurses, Documentation, Nursing Care
265
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PENDAHULUAN
Manajemen
keperawatan
merupakan
kegiatan
yang
tidak
terpisahkan dari proses keperawatan.
Menurut Nursalam ( 2002 ) manajemen
merupakan suatu kegiatan atau seni
dalam
mengurus/memimpin
dalam
mencapai
dan
memerintah,
membimbing/mengarahkan
dan
mengendalikan atau dengan kata lain
manajemen keperawatan merupakan
kegiatan yang penting karena merupakan
rangkaian proses yang dimulai dari
perencanaan,
pengorganisasian,
pengaturan staf, kepemimpinan dan
pengendalian serta merupakan kegiatan
koordinasi
dan
integrasi
dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang
optimal yang dilakukan oleh seorang
perawat, dalam memberikan pelayanan
keperawatan tersebut perawat dituntut
untuk dapat menghasilkan pelayanan
yang berkualitas dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Perawat merupakan salah satu
profesi
yang
dalam
melaksanakan
tugasnya dituntut untuk optimal. Gillies (
2000) mengatakan bahwa profesi tenaga
perawat
dibeberapa
rumah
sakit
berjumlah 60-70% dari seluruh tenaga
kerja yang ada di rumah sakit, karena
perawat berhubungan langsung selama
24 jam dengan pasien, sehingga selama
rentang 24 jam tersebut akan terbina
hubungan yang erat antara perawat dan
pasien, untuk melaksanakan tugasnya
perawat dituntut memiliki kinerja yang baik
agar pelayanan keperawatan kepada
pasien dapat diberikan secara optimal.
Owen (2005) mengatakan salah satu dari
fungsi manajemen keperawatan yang juga
merupakan salah satu tugas pokok
perawat yang dapat menjadi faktor
penentu untuk menilai kinerja perawat
adalah tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi merupakan salah satu
fungsi dari pertanggung jawaban perawat
dimata
hukum,
karena
dengan
pendokumentasian keperawatan dapat
menghindarkan / melindungi perawat dari
kegiatan
malpraktik.
Pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan
yang akurat dapat menginformasikan
kepada profesi kesehatan lain tentang
perawatan yang sedang berjalan dan
dalam melaksanakan tugas pokoknya
yaitu salah satunya melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan,
perawat juga bekerjasama dengan profesi
lain
seperti
dokter,
ahli
gizi.
Pendokumentasian keperawatan dimulai
dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana
keperawatan,
tindakan
keperawatan dan hasilnya dinilai melalui
evaluasi
(Iyer
dan Camp
1999),
berpendapat
pendokumentasian
merupakan bagian keseluruhan dari
tanggung jawab perawat kepada pasien
dalam bentuk catatan klinis sehingga
perawatan dan pengobatan kepada
pasien
dapat
dilakukan
secara
berkesinambungan.
Pendokumentasian keperawatan
menyediakan
informasi
yang
komprehensif dan konsisten tentang
pengkajian dan perawatan pasien Taylor
(2011). Pencatatan harus ditulis secara
kronologis, tertera tanggal, ditandatangani
dan tidak boleh dihapus dan dapat
terbaca. Pendapat tersebut diperkuat lagi
bahwa dokumentasi asuhan keperawatan
yang baik mencerminkan mutu pelayanan
keperawatan karena ditulis berdasarkan
fakta dan dapat dipertanggungjawabkan
Potter & Perry (2009). 15
Kualitas Pendokumentasian saat
ini belum dilaksanakan secara optimal di
beberapa rumah sakit, sebagai contoh
hasil observasi langsung yang dilakukan
pada saat pengkajian awal kegiatan
residensi yang berlangsung pada seluruh
ruangan di RSJ Daerah Provinsi Jambi
pada bulan November 2012 yaitu tiga
ruangan masih belum lengkap mengisi
daftar pengkajian, empat ruangan masih
ada daftar diagnosa keperawatan tidak
terisi , dan empat ruangan masih
terdapatnya intervensi yang belum
dilaksanakan, masih belum optimal
melaksanakan implementasi keperawatan
dan mengevaluasi seluruh kegiatan
pendokumentasian asuhan keperawatan
Pendokumentasian yang berbeda – beda ,
belum adanya keseragaman dalam
pencatatan pendokumentasian asuhan
keperawatan,
untuk
menindaklanjuti
masalah di atas RSJD Provinsi Jambi
sudah melaksanakan program untuk
meningkatkan
pengetahuan
perawat
seperti
pengiriman
perawat
untuk
266
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
mengikuti pelatihan pendokumentasian
yang dilaksanakan pihak luar, pelatihan
instruktur klinik dan banyak lainnya.
Masalah yang terjadi di RSJD
Provinsi Jambi tersebut di atas didukung
dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Fadhilah ( 2011 ) di salah satu RS di
Kota Semarang yang menyatakan bahwa
pelaksanaan
pengisian
dokumentasi
asuhan keperawatan dalam kategori
kurang lengkap 24 dokumen (31%) dan
tidak lengkap 35 dokumen (49%), hasil
penelitian lain yang dilakukan pada tahun
2005 oleh Komite Pekerja Perawat di
Maryland USA terhadap 933 orang
perawat hasilnya juga menyatakan bahwa
masih ada format pengkajian yang masih
kosong, diagnosa keperawatan tidak
ditulis, intervensi keperawatan yang belum
dilakukan dan belum adanya evaluasi
keperawatan.
Ferawati (2012) di salah satu RS
Swasta di Padang juga menyatakan
bahwa dari 10 status yang diambil secara
acak masih ditemukan kolom pengkajian
yang kosong, lima status yang diisi secara
lengkap dan lima lagi tidak diisi lengkap,ini
berarti 50% saja pendokumentasi yang
lengkap. Salbiah (2005) melakukan
penelitian disalah satu RS swasta di
Lampung menyatakan bahwa 4 dari 10
perawat tidak mengisi format pengkajian
keperawatan secara lengkap, tindakan
perawat masih hanya tindakan kolaborasi
daripada tindakan pendokumentasian
keperawatan. Bambang Edi (2006) di RSJ
Semarang mengatakan bahwa 65,4%
perawat
belum
melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan
secara optimal. Mulyaningsih (2013)
melakukan penelitian disalah satu RS
swasta di Surakarta mengatakan bahwa
dari
7
dari
10
perawat
belum
melaksanakan pendokumentasian secara
optimal. Widyaningtiyas (2007) melakukan
penelitian di salah satu RS swasta di
Surabaya mengatakan bahwa baru 58,9%
pelaksanaan
dokumentasi
dapat
dilakukan dan diharapkan pada tahun
2008
pendokumentasian
dapat
ditingkatkan sampai 80%.
Penelitian ini menyiratkan bahwa
pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan masih menjadi masalah
yang belum tuntas dalam praktek
pelayanan
keperawatan.
Pencatatan
pendokumentasian Asuhan Keperawatan
merupakan salah satu tahap akhir dari
proses keperawatan dan merupakan
tugas pokok dari seorang perawat.
Masalah
pendokumentasian
Asuhan
Keperawatan yang dirasakan RSJD
Provinsi Jambi dapat mempengaruhi mutu
pelayanan keperawatan di rumah sakit
tersebut sehingga perlu dilihat bagaimana
pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan di RSJD Provinsi Jambi.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang akan
digunakan pada penelitian ini adalah
kualitatif yaitu penelitian ini dilakukan
pada keadaan alamiah atau kejadian yang
sedang terjadi dilapangan, dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi
yang merupakan pendekatan untuk
memahami pengalaman dan tujuan hidup
dari partisipan, dan tidak bertujuan
menggeneralisasikan suatu penjelasan
teori atau model. Penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi ini
cocok untuk menggali secara mendalam
bagaimana fenomena yang sedang terjadi
mengenai
pelaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan
di RSJD Provinsi Jambi.
Partisipan dalam penelitian ini
adalah perawat pelaksana yang bertugas
di RSJD Provinsi Jambi, partisipan dipilih
sesuai dengan kriteria yang ditetapakan
dari peneliti, meliputi; bersedia menjadi
informan, perawat yang bekerja di Rawat
Inap RSJ Daerah Provinsi Jambi selama 5
- 10 tahun, mengikuti Pelatihan MPKP,
Prinsip dasar jumlah partisipan pada
penelitian kualitatif adalah adanya saturasi
data yaitu : partisipan pada titik kejenuhan
sudah tidak ada informasi baru yang
didapat dan pengulangan telah tercapai .
Sugiono (2011) .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dokumentasi
keperawatan
merupakan tampilan prilaku dalam
memberikan proses asuhan keperawatan
kepada klien. Kualitas pendokumentasian
dilihat dari keakuratan, kelengkapan
asuhan keperawatan yang diberikan
perawat kepada klien.
267
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Sebagai
suatu
informasi
tertulis,
dokumentasi keperawatan merupakan
media komunikasi yang efektif antar
profesi dalam pelayanan kesehatan
pasien. Disamping itu dokumentasi
merupakan suatu perencanaan perawatan
pada pasien dan merupakan salah satu
indikator kualitas pelayanan kesehatan.
Partisipan
penelitian
mengungkapkan bahwa alasan dalam
pelaksanaan pendokumentasian adalah
agar
tindakan
keperawatan
dapat
memudahkan, mengerti dan peduli untuk
menilai kemajuan klien, dapat digunakan
secara akurat dan sesuai standar dan
sebagai bukti.
Menurut
Taylor
(2011)
menyatakan
bahwa
dokumentasi
merupakan
suatu
metode
untuk
mengkomunikasikan
suatu
informasi
dapat berupa tulisan, data penting dari
semua intervensi yang tepat bagi klien
mulai
dari
pengkajian,
diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Soeprihanto
(2000)
menyatakan
dokumentasi merupakan bukti catatan dan
pelaporan yang dimiliki perawat, dan tim
kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan dengan dasar komunikasi yang
akurat dan lengkap secara tertulis dengan
tanggung jawab perawat dan sebagai
pertanggunggugatan dan memberikan
bukti
hukum
apakah
tindakan
keperawatan sesuai dengan aturan dan
dapat dipertanggungjawabkan. Pendapat
diatas didukung oleh hasil penelitian
Pribadi
(2009) disalah satu RS di kota
Semarang yang menyatakan bahwa
dokumentasi merupakan bukti tanggung
jawab hukum dan etik perawat terhadap
pasien dan dapat dipertanggungjawabkan
dimata hukum, dan bila terjadi sesuatu
masalah pada proses keperawatan
dokumentasi tersebut dapat dijadikan
barang bukti di pengadilan. Sementara
alasan
dalam
pelaksanakan
pendokumentasian dapat dipahami oleh
partisipan
karena
partisipan
pada
penelitian ini sudah pernah mengikuti
pelatihan
pelatihan
dalam
pendokumentasian
seperti
pelatihan
MPKP, hal ini didukung penelitian oleh
Rohmiyati (2010) disalah satu RSJ dikota
Semarang yang menyatakan bahwa
perawat yang mengikuti pelatihan MPKP
dapat memahami lebih baik tentang
alasan
dalam
melaksanakan
pendokumentasian dibandingkan perawat
yang
belum
mengikuti
pelatihan
pendokumentasian sehingga pelaksanaan
tindakan keperawatan kepada klien dapat
lebih terperinci diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian dari
peneliti, mendapatkan hasil yang sama
dari penelitian lain yang dilakukan Pribadi
(2009) dan konsep dari Taylor, maka
peneliti berpendapat bahwa alasan dalam
pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan adalah untuk memudahkan,
mengerti dan peduli kebutuhan pasien
untuk menilai kemajuan klien dan dapat
digunakan sebagai bukti secara akurat
dan sesuai standar, yang mana konsep
dokumentasi adalah suatu metode untuk
mengkomunikasikan
suatu
informasi
dapat berupa tulisan, data penting dari
semua intervensi yang tepat bagi klien.
Berdasarkan penjelasan diatas
dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa
pelaksanaan
pendokumentasian
merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh perawat, karena bila
merupakan suatu kewajiban perawat
dapat melakukan tugasnya dengan
optimal. Berdasarkan hasil informasi dari
partisipan diperoleh dari hasil wawancara
mendalam menyatakan bahwa hambatan
dalam pelaksanaan pendokumentasian
asuhan keperawatan adalah motivasi,
persepsi yang belum sama dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan
dan pasien tidak kooperatif.
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian
Radiani
(2009)
yang
menyatakan bahwa motivasi sangat
diperlukan
dalam
pendokumentasian
asuhan keperawatan karena dengan
motivasi yang tinggi dapat meningkatkan
produktivitas kerja yang tinggi pula.
Hasil penelitian diatas didukung
oleh pendapat Gibson yang menyatakan
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat
upaya yang tinggi ke arah tujuan
organisasi dikondisikan oleh kemampuan
upaya tersebut untuk memenuhi sesuatu
kebutuhan individu.
Berdasarkan
hasil
peneliti,
mendapat hasil yang sama dengan
penelitian yang dilakukan Radiani ( 2009)
bahwa hambatan dalam pelaksanaan
268
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
pendokumentasian asuhan keperawatan
salah satunya karena motivasi, karena
motivasi merupakan salah satu faktor
yang mendukung untuk terlaksananya
pendokumentasian asuhan keperawatan
yang baik, karena dokumentasi yang baik
merupakan salah satu faktor penentu
untuk meningkatkan mutu suatu rumah
sakit.
Disisi
lain
partisipan
mengungkapkan bahwa persepsi yang
belum sama dalam mendokumentasikan
asuhan keperawatan dapat menjadi salah
satu hambatan.
Pernyataan partisipan tersebut
sama ditemukan saat melakukan survei
awal di RSJ Daerah Provinsi Jambi,
dimana
salah
satu
perawat
mengungkapkan bahwa salah satu
hambatannya adalah belum adanya
keseragaman dalam pengisian format
pendokumentasian asuhan keperawatan.
Pendapat diatas didukung oleh
hasil penelitian yang dilakukan Edi (2006)
di RSJ Semarang yang menyatakan
bahwa
65,4%
perawat
belum
melaksanakan pendokumentasian secara
optimal karena masih adanya perbedaan
persepsi
dalam
pendokumentasian
asuhan keperawatan.
Selain itu rasio perawat dengan
pasien, juga dapat menjadi salah satu
hambatan
dalam
pendokumentasian
asuhan keperawatan. Ratio perawat
dengan pasien adalah 1:2 sementara data
yang diperoleh di RSJD Provinsi Jambi
satu orang perawat menangani empat
sampai lima orang pasien sehingga
perawat tidak dapat mendokumentasikan
tindakan
keperawatan
yang
telah
diberikan kepada pasien secara optimal.
Tingkat pendidikan juga dapat
menjadi
salah
satu
faktor
yang
menghambat
pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan,
dari hasil data yang diperoleh di RSJD
Provinsi Jambi masih banyak perawat
yang berpendidikan D.III dibandingkan
berpendidikan
S1
sehingga
dapat
mempengaruhi
ketrampilan
perawat
dalam memberikan tindakan kepada
pasien terutama dalam pemberian obat –
obatan. data tentang kesalahan obat di
Indonesia belum dapat ditemukan karena
tidak terekspos oleh media masa, prinsip
enam benar dalam memberikan obat
sangat diperlukan dalam memberikan
obat dengan tepat. Perawat harus
memberikan berbagai macam obat
kepada pasien yang berbeda maka dalam
memberikan
obat
perawat
harus
melakukan dengan aman, dimana hal ini
sebagai pertanggung jawaban perawat
terhadap tindakan yang dilakukan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Lestari (2009), bahwa perawat tahu
apabila prinsip enam benar tidak
dilakukan akan memberikan dampak bagi
pasien dan rumah sakit, diantaranya
pasien sakit , rumah sakit rugi dan
perawat dikeluarkan, namun terdapat
beberapa kendala yang menyebabkan
perawat tidak dapat melakukan ini.
Penelitian menunjukkan benar obat dapat
dilakukan dengan mengklarifikasi dan
diberikan dengan teliti, benar waktu
dilakukan dengan tepat waktu dan benar
pasien dilakukan dengan memanggil dan
memastikan.
Berdasarkan pejelasan diatas,
peneliti berpendapat bahwa hambatan
dalam pelaksanaan pendokumentasian
asuhan keperawatan di RSJD Provinsi
Jambi
adalah
bila
dokumentasi
merupakan suatu kewajiban
maka
perawat
akan
termotivasi
untuk
melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan secara optimal pula dan
diperlukan juga supervisi secara berkala
sehingga bila ada pekerjaan yang salah
dalam dokumentasi asuhan keperawatan
dapat segera diperiksa sehingga dapat
memotivasi perawat untuk melaksanakan
pendokumentasian secara optimal, serta
perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan harus mengacu pada
Standar Operasional Prosedur (SOP)
dalam
pendokumentasiana
asuhan
keperawatan dan melibatkan pasien dari
awal sehingga pedokumentasian dapat
dievaluasi secara berkesinambungan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
partisipan melalui wawancara mendalam
bahwa dukungan yang diperlukan dalam
pelaksanaan pendokumentasian adalah
dukungan dari tim perawat itu sendiri
dengan berdiskusi dengan tim perawat
lain tentang apa saja yang diperlukan
dalam
pendokumentasian
asuhan
keperawatan seperti alat tulis, serta
269
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
dukungan dari pihak rumah sakit itu
sendiri
dalam
penetapan
standar
pelayanan keperawatan, salah satunya
dengan penetapan kebijakan pemberian
reward baik berupa materi ataupun
penghargaan lain dalam bentuk piagam,
perlombaan
bagi
perawat
yang
melaksanakan pendokumentasian.
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian penelitian Wahyuni (2005) yang
mengatakan bahwa untuk peningkatan
mutu pelayanan asuhan keperawatan
dapat
melalui
kompensasi
dengan
melakukan ujicoba remunerasi pembagian
jasa pelayanan bagi perawat yang
melaksanakan pendokumentasian pada
setiap tindakan keperawatan yang telah
dilakukannya.
Berdasarkan penjelasan diatas peneliti
berpendapat bahwa dukungan yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan
adalah bagaimana daya kreatif dari
pimpinan atau kepala ruangan, adanya
penetapan kebijakan dalam pemberian
reward seperti mengajak perawat yang
telah
melakukan
pendokumentasian
asuhan keperawatan secara optimal
sebagai narasumber atau pembicara pada
pelatihan-pelatihan
tentang
pendokumentasian asuhan keperawatan.
SIMPULAN
Alasan
dalam
Pelaksanaan
Pendokumentasian, adalah agar tindakan
keperawatan dapat dilakukan untuk
memudahkan mengerti dan peduli untuk
menilai kemajuan klien dan dapat
digunakan sebagai bukti secara akurat
dan sesuai standar
Hambatan dalam pelaksanaan
pendokumetasian asuhan keperawatan
adalah motivasi, pasien tidak kooperatif,
persepsi yang belum sama dalam
pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan.
Dukungan yang diperlukan dalam
pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan adalah dari tim perawat itu
sendiri dan dukungan dari pihak rumah
sakit dalam penetapan standar pelayanan
dan
penetapan
kebijakan
dalam
pemberian reward berupa materi ataupun
penghargaan lain bagi perawat.
Harapan dalam melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan
adalah dengan adanya perhatian yang
diberikan oleh atasan dalam peningkatan
pengetahuan dengan pelatihan pelatihan
dan pendidikan khusus bagi perawat yang
belum pernah mengikuti pelatihan serta
penetapan kebutuhan tenaga yang sesuai
dengan karakteristik seperti perawat yang
peduli dan mengerti tentang kebutuhan
pasien sehingga semua tindakan dapat
berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anggeria,E
(2011).
Dokumentasi
Keperawatan.( diunduh 6 Mei 2013)
Ardani,H. (2003). Hubungan Peran
Koordinasi
Kepala
Ruangan
dengan
Kinerja
Perawat
Pelaksana
dalam
Program
Pengendali
mutu
Pelayanan
Keperawatan di RSUD Pandan
Arang Boyolali. Tesis tidak
dipublikasikan
Arikunto, S. (2005). Prosedur penelitian
suatu pendekatan praktek, (ed.6).
Jakarta : Rineka Cipta
Artikel,
(2012).
Pelayanan
keperawatan.(diunduh 5 Mei 2013).
Basrowi. (2008). Penelitian Kualitatif.
Jakarta : PT Rineka Cipta
Bustami.(2011).
Penjaminan
mutu
pelayanan
kesehatan
dan
akseptabilitasnya.
Jakarta:Erlangga.
Depkes, RI. (2008). Perawat mendominasi
tenaga
kesehatan.
http://manajemen-rs.net (di unduh
5 Mei 2013).
Daymon&Holloway.
(2002).
MetodeMetode Riset Kualitatif dalam
Public Relation dan Marketing
Komunikasi.
Jogyakarta:
Bentang.
Diyanto,Y (2007). Analisis Faktor – faktor
Pelaksanaan
Dokumentasi
Asuhan Keperawatan di RSUD
TuguRejo Semarang. Tesis tidak
dipublikasikan
Edi,W (2006). Pengaruh Persepsi Perawat
Pelaksana
Terhadap
Pelaksanaan Manajemen Asuhan
Keperawatan di RSJD Dr. Amino
Gondhohutomo Semarang. Tesis
tidak dipublikasikan.
270
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Fadhila,F.(2011). Pengalaman Perawat
terhadap
Pelaksanaan
Dokumentasi
Asuhan
Keperawatan
di
RSUD
Semarang.
Tesis
tidak
dipublikasikan
Ferawati.(2012).
Hubungan
Antara
Kecerdasan Emosional dengan
Kinerja
Perawat
dalam
Pendokumentasian
Asuhan
Keperawatan di RSI Ibnu Sinna
Padang.
Tesis
tidak
dipublikasikan
Gillies.
(1996)
.
Managemen
Keperawatan;suatu pendekatan
system. Edisi kedua. Jakarta:
EGC
Gibson, James L, John M Ivancevich dan
James H, Jr Donnely, Organisasi
dan Manajemen Perilaku Struktur
Proses. Cetakan kedelapan
Ilyas,Y. (2005). Kinerja, teori, penilaian
dan penelitian. Cetakan pertama.
Depok Badan penerbit FM-UI.
Iyer
&
Camp
(1999).
Nursing
documentattion : a Nursing
process approach ed. St.Louis:
Mosby Inc
Junita,
Mei
(2010).
Pengaruh
Pelaksanaan Supervisi terhadap
Kinerja Perawat Pelaksana Di
RSI Malahayati. Tesis tidak
dipublikasikan
Lestari,YN (2000). Pengalaman Perawat
dalam menerapkan Prinsip enam
benar dalam pemberian obat
di.Rawat inap RS Mardi Rahayu
kudus. Tesis dipublikasikan
Mulyaningsih (2013). Peningkatan Kinerja
Perawat dalam penerapan MPKP
di RSJD Surakarta. Tesis tidak
dipublikasikan
Notoadmodjo,
S.
(2007).
Promosi
kesehatan dan ilmu prilaku.
Jakarta:PT Rineka Cipta.
Nursalam.
(2002).
Manajemen
keperawatan
aplikasi
dalam
praktek keperawatan profesional.
Jakarta:Salemba Medika.
Owen, K (2005). Documentation in
Nursing Practice.Nursing Standard Vol.1
(5 Maret 2013 )
Pribadi, A (2009). Analisis Pengaruh
Faktor Pengetahuan, Motivasi,
dan Persepsi Perawat Tentang
Supervisi
Kepala
Ruang
Terhadap
Pelaksanaan
Dokumentasi
Asuhan
Keperawatan Di Ruang Rawat
inap RSUD Kelet Provinsi Jawa
Tengah di Jepara. Tesis tidak
dipublikasikan
Rohmiyati,
A
(2009).
Pengalaman
Perawat
dalam
Menerapkan
MPKP di RSJD Dr. Amino
Gondhohutomo
Semarang.
Skripsi tidak dipublikasikan
Radiani, E (2009). Analisis Motivasi
Perawat
dalam
Pendokumentasian
Asuhan
Keperawatan
di
Puskesmas
Rawat inap Kabupaten Ciamis .
Tesis tidak dipublikasikan
Siregar,Marni (2008). Pengaruh Motivasi
terhadap Kinerja Perawat di
RSUD
Swadana
Tarutung
Tapanuli utara. Tesis tidak
dipublikasikan
Susilo,Harry W(2010). Penelitian Kualitatif
Aplikasi pada Penelitian Ilmu Kesehatan
Soeprihanto, J (2000). Penilaian Kinerja
Dan Pengembangan Karyawan, BPFE
Yogjakarta.
Taylor,C,dkk
(2011).fundamentals Of
nursing: the art and science of
nursing care Ed.Philadelphia
:Lippincott Williams & Wilkins
Triyanto, Endang,Dkk (2008). Gambaran
Motivasi
Perawat
dalam
Melakukan
Dokumentasi
Keperawatan di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
Tesis tidak dipublikasikan
Potter & Perry .(2009).Fundamental
Keperawatan;
Konsep,Proses
dan
Praktik.edisi
Keempat.
Jakarta:EGC 70
Salbiah. (2005). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Perawat tentang
Proses Keperawatan dengan
Pendokumentasian
Asuhan
keperawatan.
Tesis
tidak
dipublikasikan
Wiwiek,L. (2004). Hubungan Persepsi
perawat
pelaksana
tentang
Pengawasan Kepala Ruangan
dengan Kinerja di Ruang Inap
RSAL dr. Mintohardjo. Tesis tidak
dipublikasikan
271
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Widyaningtyas, Setya K (2007). Analisis
faktor – faktor yang memengaruhi
Kepatuhan
Perawat
dalam
pendokumentasian
Asuhan
Keperawatan di RS Mardi
Rahayu Kudus. Tesis tidak
dipublikasikan
Wahyuni, S(2007). Analisis Kompetensi
Standar Manajemen Pelayanan
Keperawatan dan Pengaruhnya
terhadap Kinerja Perawat dalam
Mengimplementasikan MPKP di
Instalasi Rawat Inap BRSUD
Banjarnegara.
Tesis
tidak
dipublikasikan
272
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANGTUA DAN REMAJA DENGAN PENGGUNAAN
NAPZA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK PEKANBARU TAHUN 2015
1
Febrianti, 2Rika
Akademi Kebidanan Internasional Pekanbaru
Korespondensi Penulis : [email protected]
ABSTRACT
Teens have a turbulent life, resulting in violation of norms, one violation of norms on
adolescents is drug dependence. Abbreviation drug of Narcotic, Psychotropic, and Other
Addictive substances is medicine, material, or substance is not food if going into human
body can be effect, especially in the brain that can lead to dependency. One of the causes
drug use at adolescent is the lack of good communication from parent and teens.
Communication is a process of human interaction with various forms or ways to convey
information or for a particular purpose. Purpose of this research is to know is there relation
communication parent and adolescent with drug use at Prisons Children Pekanbaru 2015.
This research method using quantitative research with analytic design and cross sectional
approach and conducted in Februari – March 2015 in the Prisons Children Pekanbaru.
Population in this study were as many as 45 teenagers and sample are taken total
population is 45 teens from primary data (questionnaires). Data analysis is of univariate and
bivariate analysis with chi – square test. Of the univariate analysis of 45 adolescents mostly
use drugs the 26 teenagers (58%). And of 26 adolescents who communication lack good 15
teenagers (58%) and a good 11 teenagrs(42%). Obtained from the chi-square test was no
significant association between communication from parent and adolescent with drug use.
Researcher hope that this study can be used as a comparison and baselines to plus or
supplemented in the future with different independent variables and sample more.
Keywords
: Relation, Communication Parent and Adolescent, Drug use
PENDAHULUAN
Jiwa remaja adalah jiwa yang
penuh gejolak dan
lingkungan sosial
remaja juga ditandai dengan perubahan
sosial yang cepat (khususnya di kota–kota
besar dan daerah–daerah yang sudah
terjangkau
sarana
dan
prasarana
komunikasi dan perhubungan) yang
mengakibatkan
pelanggaran
norma
(Sarwono, 2012).
Salah satu pelanggaran norma
pada remaja adalah ketergantungan
napza. Napza dibagi menjadi 3 jenis yaitu
narkotika,
psikotropika,
dan
zat
adiktiflainnya. Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun
bukan sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran
dan hilangnya rasa. Psikotropika adalah
zat atau obat bukan narkotika yang
memiliki khasiatpsikoaktif menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas normal dan
prilaku. Zat adiktif adalah zat–zat selain
narkotika dan psikotropika yangdapat
menimbulkan
ketergantungan
(Partodiharjo, 2008).
Ketergantungan
obat
adalah
adanya kebutuhan secara psikologis
terhadap suatu obat dalam jumlah yang
makin lama bertambah besar untuk
menghasilkan efek yang diharapkan.
Pengertian menurut WHO (World Health
Organization)
merupakan
gabunganberbagai
bentuk
penyalahgunaan obat dan didefinisikan
sebagai suatu keadaan (psikis dan fisik)
yang terjadi karena interaksi suatu obat
dengan organisme hidup (Prawirohardjo,
2012).
Penyalahgunaan narkoba dapat
merusak
hubungan
kekeluargaan,
menurunkan kemampuan belajar dan
produktivitas
secara
drastis.
Ketidakmampuan membedakan yang baik
dan yang buruk, gangguan kesehatan fisik
dan mental, tindak kekerasan dan kriminal
(Hawari dalam Mardianis, 2013).
273
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Bila Napza digunakan secara terus
menerus atau melebihi takaran yang telah
ditentukan
akan
mengakibatkan
ketergantungan. Kecanduan inilah yang
akan mengakibatkan gangguan fisik, dan
psikologis seperti terjadinya kerusakan
pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ
– organ tubuh seperti jantung, paru – paru
, hati , dan ginjal (Mardianis , 2013).
Menyadari
akan
bahaya
penyalahgunaan narkoba, hampir semua
pemerintah di seluruh dunia mempunyai
undang – undang anti narkotika. Berbagai
upaya dan tindakan (oleh aparat
keamanan dan hukum) juga telah
dilakukan untuk memberantas sindikat –
sindikat pembuat dan pengedar obat
terlarang dan alkohol yang tidak berizin.
Banyak sekali dana yang telah terbuang
bahkan jiwa melayang dalam usaha
pemberantasan narkoba dan alkohol
gelap ini, akan tetapi sampai sekarang
penyalahgunaan zat –zat yang berbahaya
ini tidak pernah dapat diberantas dengan
tuntas (Sarwono , 2012).
Meningkatnya jumlah pemakai
narkoba, terutama yang menggunakan
jarum suntik, telah menambah jumlah
penderita penyakit menular seksual
seperti HIV/AIDS, hepatitis B, sifilis dan
sebagainya.
Berdasarkan
penelitian
lembaga - lembaga penanggulangan
masalah narkoba 70 % pemakai narkoba
yang menggunakan jarum suntik di
Jakarta
mengalami
HIV/AIDS
(Partodiharjo , 2008).
Menurut laporan kantor BNN
(Badan Narkotika Nasional) Indonesia
dikenal sebagai produsen extasi nomor 1
di dunia, tetapi sebagai pengedar,
Indonesia dikenal sebagai pengedar ganja
terbesar
di
dunia.
Hal
tersebut
memungkinkan
karena
ganja
dari
Indonesia merupakan mariyuana dengan
kualitas no.1 di dunia (BNN , 2012).
Data BNN menyebutkan, pada
2012 pengguna narkoba di Indonesia ada
sekitar 4 juta orang atau sekitar 2,8
persen dari jumlah keseluruhan penduduk
nasional, dimana 70 persennya atau
sekitar 2,8 juta orang merupakan pecandu
dari kalangan pekerja, mulai dari
karyawan perusahaan swasta, pegawai
negeri (PNS) dan pegawai BUMN.
Sementara sekitar 25 persennya, atau
sekitar satu juta orang merupakan
pecandu narkoba dari kalangan pelajar
dan mahasiwa se- Indonesia. Baru lima
persennya atau sekitar 200 ribu orang
merupakan penyalahguna narkoba dari
kalangan ibu rumah tangga dan lainnya
(BNN , 2012).
Riau merupakan salah satu daerah
tertinggi pengedar napza. Tahun 2013,
angka kasus napza di Riau semakin
meningkat yaitu 1007 kasus dengan latar
belakang
yang
berbeda
seperti
berdasarkan umur pengguna terbanyak itu
berkisar umur 30 tahun ke atas dengan
822 kasus, umur 25-29 tahun 361 kasus,
umur 20-24 tahun 212 kasus, umur 16-19
tahun 57 kasus dan umur di bawah 15
tahun 4 kasus. Rata – rata tingkat
pendidikan pengguna napza didominasi
oleh
mereka
yang
berpendidikan
Perguruan Tinggi sebanyak 40 kasus,
SLTA 862 kasus, SLTP 383 kasus, SD
171 kasus (BNP, 2013).
Tahun 2012 kasus narkoba di
Propinsi Riau sebanyak 608 kasus dan
tahun 2013 sebanyak 1007 kasus.
Menurut data yang diambil dari BNP
(Badan
Narkotika
Propinsi)
kasus
narkotika Propinsi Riau tahun 2012
terdapat ganja sebanyak 132 kasus,
heroin sebanyak 2 kasus dan pada tahun
2013 terdapat ganja sebanyak 203 kasus,
heroin 0 (BNP, 2013).
Menurut data yang diambil dari
BNP
(Badan
Narkotika
Propinsi),
Pekanbaru merupakan daerah tertinggi
yang kedua setelah Rohil yang terjerat
kasus napza dengan jumlah kasus
sebanyak 146 kasus (BNP, 2013). Salah
satu faktor yang menyebabkan remaja
menggunakan Napza adalah adanya
komunikasi yang buruk antara anak dan
orang tuanya yang akan menghasilkan
kesalahpahaman. Orang tua harus dapat
menjadi mediator (penyambung) jiwa yang
baik antara semua anaknya (Partodiharjo ,
2008).
Komunikasi berasal dari bahasa
latin communis yang artinya membuat
kebersamaan
atau
membangun
kebersamaan antara dua orang atau lebih.
Komunikasi suatu proses dimana dua
orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi dengan
satu sama lainnya pada gilirannya akan
274
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
tiba pada saling pengertian yang
mendalam (Tyastuti,dkk , 2009).
Hubungan dengan orangtua pada
masa remaja sangat dibutuhkan anak.
Jika remaja terganggu dan dihadapkan
dengan masalah, harus diselesaikan
bersama orangtua. Jika orangtua tidak
dapat menyelesaikan masalah remaja
(anaknya) menyebabkan remaja yang
bersangkutan merasa seakan – akan tidak
lagi ada jalan keluar (Sarwono , 2012).
Keadaan keluarga yang ditandai
dengan hubungan suami istri yang
harmonis lebih menjamin remaja yang
bisa melewati masa transisinya dengan
mulus dari pada jika hubungan suami istri
terganggu, kondisi di rumah tangga
dengan adanya orang tua dan saudara –
saudara
akan
lebih
menjamin
kesejahteraan jiwa remaja dari pada di
asrama
atau
di
Lembaga
Permasyarakatan
Anak,
tindakan
pencegahan yang paling utama adalah
berusaha
menjaga
keutuhan
dan
keharmonisan keluarga sebaik – baiknya.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa
remaja yang berasal dari keluarga yang
harmonis terjebak juga untuk menjadi
pengguna narkoba, karena bujukan atau
bahkan paksaan (bullyng) teman –
temannya sendiri yang sudah terlibat
narkoba dan memerlukan dana untuk
memenuhi
ketergantungannya
itu
(Sarwono , 2012).
Menurut data dari Lembaga
Permasyarakatan Anak Pekanbaru jumlah
narapidana remaja yang ada sebanyak 45
orang. Jenis kejahatan yang ada yaitu
pembunuhan sebanyak 3 orang (6,7%),
pencurian sebanyak 8 orang (17,8%),
penipuan sebanyak 2 orang (4,5%), napza
sebanyak 27 orang (60%), korupsi
sebanyak 5 orang (11%).
Dari survei awal yang dilakukan di
RS Jiwa Tampan Pekanbaru, terdapat 4
orang yang menjadi responden dan 4
responden tersebut (100%) adalah remaja
yang memiliki orangtua yang sibuk
bekerja, sehingga komunikasi antara
orangtua dan remaja tidak ada karena
antara orangtua dan anak jarang bertemu.
Orangtua dan anak jarang bertemu
karena orangtua bekerja hingga larut
malam atau orangtua ada dirumah namun
anak sibuk dengan kegiatannya.
Remaja
merupakan
generasi
penerus bangsa, jika generasi penerus
bangsa sudah rusak tentu saja Indonesia
bisa hancur. Remaja mempunyai emosi
yang masih labil sehingga dapat dengan
mudah terpengaruh oleh bahaya Napza,
karena
itu
orangtua
mempunyai
tanggungjawab menciptakan komunikasi
yang baik. Dari latar belakang di atas
maka penulis tertarik meneliti tentang
“Hubungan Komunikasi Orangtua Dan
Anak Dengan Penggunaan Napza Di
Lembaga Permasyarakatan Anak Tahun
2015”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berjenis kuantitatif
dengan
desain
analitik
melalui
pendekatan cross sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor - faktor risiko
dengan efek, dengan cara pendekatan
observasi
atau
pengumpulan
data
sekaligus
pada
suatu
saat
(Notoatmodjo,2010).
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan pada bulan Februari - Maret 2015.
PenelitiandilaksanakandiLembagaPermas
yarakatan Anak.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek
penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo,2010).
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh remaja yang berada di
Lembaga
Permasyarakatan
Anak
Pekanbaru dengan jumlah 45 orang.
Sampel
Sampel adalah bagian populasi
yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Hidayat,2011).
Besar sampel dalam penelitian ini
adalah Total Populasi yaitu sebanyak 45
orang.
275
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel
Independen
Komunikasi
Penggunaan
Napza
Definisi Operasional
Skala
Komunikasi meliputi : Ordinal
keterampilan
mendengar, berbicara,
cara pengungkapan diri,
perhatian,
kejelasan
dalam
komunikasi,
kontinuitas.
Zat atau obat yang
Nominal
dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
dan menimbulkan
ketergantungan dan
ketagihan
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data primer
Data yang diperoleh langsung oleh
peneliti melalui angket kuesioner yang
dibagikan kepada responden yang
pengisiannya didampingi oleh peneliti
agar pengisian lebih akurat dan kesalahan
bisa dihindari.
Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian
yang
digunakan untuk mendapatkan informasi
dalam penelitan ini adalah kuesioner atau
angket, berisikan sederetan pertanyaan
yang diberikan kepada responden saat
penelitian berlangsung.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data
dapat
dilakukan dengan cara mengisi kuesioner.
Adapun langkah-langkah untuk pengisian
kuesioner adalah Penjelasan tentang
penelitian dan tujuan penelitian kepada
respondenPenjelasan informed consent
dan setelah memahami tentang penelitian
dan tujuannya, respondendiminta untuk
menandatangani. Kuesioner dibagikan
dan diminta untuk mempelajari atau
membacanya terlebih dahulu, kemudian
menjelaskan bila ada pertanyaan diminta
Alat Ukur
Kategori
Kuesioner
-Baik
jika>mean=9
,6.
-Kurang Baik
jika <mean=
9,6.
Kuesioner
-Ya = Jika
pernah
mengkonsu
msi Napza.
- Tidak= Jika
tidak
pernah
mengkonsu
msi Napza.
untuk mulai mengisi kuesioner. Setelah
selesai, kuesioner dikumpulkan untuk
dianalis.
Teknik pengolahan data
Data diolah secara manual dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
Editing (pemeriksaan data)
Setelah kuisioner dikembalikan
oleh responden maka kuisioner dilihat
apakah sudah diisi dengan benar semua
item sudah dijawab oleh responden.
Coding (pengolahan data)
Memberikan kode pada setiap
informasi atau setiap pernyataan dalam
kuesioner untuk memudahkan pengolaan
data.
Tabulating
Pertanyaan yang telah diberi kode
dimasukan kedalam tabel distribusi
frekuensi
Cleaning
Merupakan pengecekan kembali
data yang terkumpul.
276
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Teknik Analisa Data
Dk = (b-1)(k-1)
Analisa Univariat
Digunakan
untuk
mengetahui
gambaran persentase masing-masing
variabel
penelitian
yaitu
variabel
Komonikasi orang tua dengan remaja dan
variabel penggunaan napza dengan
menggunakan distribusi frekuensi.
𝐹
𝑃 = × 100%
𝑁
Keterangan :
P= Presentase
F= Frekuensi
N= Jumlah responden (Machfoedz,
2010)
Analisis Bivariat
Dilakukan untuk melihat hubungan
antara variabel Independen dengan
variabel Dependen (Notoatmodjo,2010)
dengan menggunakan uji statistik Chisquare (X2) dengan rumus :
𝑂−𝐸 2
𝑋2 =
𝐸
𝑑𝑘 = 𝑏 − 1 . ( 𝑘 − 1)
Dimana :
X2 : Chi-Square.
O : Observasi (nilai yang diamati).
E : Expected (nilai yang diharapkan)
dk : Derajat kebebasan.
b : Baris.
k : Kolom.
(Hidayat, 2011)
Keterangan :
Dk = Derajat Kebebasan
b = Baris
k = Kolom (Suyanto, 2008)
Etika Penelitian
Informed Consent
Informed consent merupakan
persetujuan antara peneliti dengan
memberikan
lembaran
persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden.
Anonymity (Tanpa Nama)
Menggunakan subjek penelitian
dengan cara tidak memberikan atau tidak
mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lebar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan.
Confidentiality (Kerahasiaan)
Memberikanjaminan kerahasiaan
hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah
lainnya.
Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaan
oleh
peneliti,
hanya
kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Untuk mengetahui Chi – Square dilakukan
secara manual. Hipotesis diterima pada
derajat kemaknaan bila 𝑋 2 hitung > dari
𝑋 2 tabel.
2
Rumus mencari X hitung:
𝑥2 =
𝑁 𝑎.𝑑−𝑏.𝑐 2
𝑎+𝑐 𝑏+𝑑 𝑎+𝑏 𝑐+𝑑
Keterangan :
X2 = chi-square
N = Besar Sampel
Rumus mencari X2 tabel:
Analisa Univariat
1. Komunikasi Orangtua Dan Remaja
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Komunikasi Orangtua
Dan Remaja Di Lembaga
Pemasyarakatan Anak
Pekanbaru Tahun 2015
Komunikasi
Orangtua
Remaja
Kurang Baik
Baik
Jumlah
Dan
f
%
20
25
45
44
56
100
277
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Berdasarkan tabel 1 dapat terlihat
sebagian besar komunikasi dengan
orangtua dan remaja baik yaitu 25 remaja
(56%).
2. Penggunaan Napza Pada Remaja
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Penggunaan Napza
Pada RemajaDi Lembaga
Pemasyarakatan Anak
Pekanbaru Tahun 2015
Penggunaan
Napza
Ya
Tidak
Jumlah
f
%
26
19
45
58
42
100
Berdasarkan tabel 2 dapat terlihat
sebagian besar remaja menggunakan
Napza yaitu 26 remaja (58%).
Analisa Bivariat
Tabel 3
Distribusi Responden Menurut
Komunikasi OrangtuaDan Remaja
Dengan Penggunaan Napza Di
Lembaga Pemasyarakatan
AnakPekanbaru Tahun 2015
Komun
ikasi
Orangt
ua Dan
Remaj
a
Kurang
Baik
Baik
Jumlah
Penggunaan
Napza
Ya
Tidak
n
%
n
%
Total
n
%
15
75
5
25
20
100
11
44
14
56
25
100
26
90
19
42
45
100
Dari hasil analisis hubungan antara
komunikasi orangtua dan remaja dengan
penggunaan Napza pada tabel 4.3
diperoleh bahwa dari 25 remaja yang
mempunyai komunikasi dengan orangtua
yang
baik
sebagian
besar
tidak
menggunakan Napza yaitu 14 remaja
(56%)
dan
11
remaja
(44%)
menggunakan Napza. Dan dari 20 remaja
yang komunikasi dengan orangtua kurang
baik yang menggunakan Napza sebanyak
15 remaja (75%) dan 5 remaja (25%)
yang tidak menggunakan Napza. Hasil uji
statistik diperoleh nilai XHitung> X tabel yaitu
4,37 > 3,84 maka dapat disimpulkan ada
hubungan
yang
signifikan
antara
komunikasi orangtua dan remaja dengan
penggunaan
Napza
di
Lembaga
Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun
2015.
Nilai RP = 1,7, dapat diartikan
komunikasi orangtua yang kurang baik
dengan remaja berisiko 1,7 kali remaja
akan menggunakan Napza dibanding
komunikasi orangtua yang baik dengan
remaja.
Pembahasan Penelitian
1.
Analisa Univariat
a. Komunikasi Orangtua Dan Remaja
Di Lembaga Pemasyaraktan Anak
Pekanbaru Tahun 2015
Dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan oleh peneliti di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Pekanbaru
diperoleh
mayoritas
distribusi
komunikasi orangtua dan remaja 25
remaja yang komunikasinya baik.
Jiwa remaja adalah jiwa yang
penuh gejolak dan lingkungan sosial
remaja
juga
ditandai
dengan
perubahan
sosial
yang
cepat
(khususnya di kota – kota besar dan
daerah – daerah yang sudah
terjangkau sarana dan prasarana
komunikasi dan perhubungan) yang
mengakibatkan pelanggaran norma
(Sarwono, 2012).
Remaja mempunyai emosi yang
masih labil sehingga dapat dengan
mudah terpengaruh, karena itu
orangtua mempunyai tanggungjawab
menciptakan komunikasi yang baik
(Partodiharjo, 2008).
Komunikasi berasal dari bahasa
latin
communis
yang
artinya
membuat
kebersamaan
atau
membangun kebersamaan antara
dua orang atau lebih. Komunikasi
suatu proses dimana dua orang atau
lebih membentuk atau melakukan
pertukaran informasi dengan satu
278
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
sama lainnya pada gilirannya akan
tiba pada saling pengertian yang
mendalam (Tyastuti,dkk, 2009).
Hubungan dengan orangtua pada
masa remaja sangat dibutuhkan
anak. Jika remaja terganggu dan
dihadapkan dengan masalah, harus
diselesaikan bersama orangtua. Jika
orangtua tidak dapat menyelesaikan
masalah
remaja
(anaknya)
menyebabkan
remaja
yang
bersangkutan merasa seakan – akan
tidak lagi ada jalan keluar (Sarwono,
2012).
Sesuai data yang didapat peneliti
melalui penelitian yang dilakukan di
Lembaga Pemasyarakatan Anak
Pekanbaru Tahun 2015, komunikasi
orangtua dan remaja yang baik masih
dikatakan tinggi yaitu 25 remaja
(56%).
Dalam penelitian ini peneliti
menyimpulkan bahwa hasil penelitian
tidak sesuai teori yang telah
dikemukakan,
dimana
insiden
komunikasi orangtua dan remaja
yang kurang baik merupakan salah
satu faktor yang mengakibatkan
pelanggaran norma pada remaja.
Tidak sesuainya antara teori
dengan hasil penelitian ini, menurut
peneliti disebabkan karena jumlah
sampel yang kurang banyak dan
sampel hanya di ambil di satu tempat.
b. Penggunaan Napza Di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Pekanbaru
Tahun 2015
Dari
hasil
pengolahan
data
terdapat 45 remaja yang berada di
Lembaga Pemasyarakatan Anak
Pekanbaru Tahun 2015 dan sebagian
besar remaja yang berada di
Lembaga Pemasyarakatan Anak
menggunakan Napza yaitu sebanyak
26 remaja (58%).
Napza dibagi menjadi 3 jenis yaitu
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya. Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun
bukan
sintetis
yang
dapat
menyebabkan
penurunan
atau
perubahan kesadaran dan hilangnya
rasa. Psikotropika adalah zat atau
obat bukan narkotika yang memiliki
khasiat
psikoaktif
menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas
normal dan prilaku. Zat adiktif adalah
zat – zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan
ketergantungan (Partodiharjo, 2008).
Ketergantungan
obat
adalah
adanya kebutuhan secara psikologis
terhadap suatu obat dalam jumlah
yang makin lama bertambah besar
untuk menghasilkan efek yang
diharapkan.
Pengertian
menurut
WHO (World Health Organization)
merupakan
gabungan
berbagai
bentuk penyalahgunaan obat dan
didefinisikan sebagai suatu keadaan
(psikis dan fisik) yang terjadi karena
interaksi
suatu
obat
dengan
organisme hidup (Prawirohardjo,
2012).
Sesuai data yang didapat peneliti
melalui penelitian yang dilakukan di
Lembaga Pemasyarakatan Anak
Pekanbaru Tahun 2015 penggunaan
Napza pada remaja tinggi yaitu
sebanyak 26 remaja (58%).
Dalam penelitian ini peneliti
menyimpulkan bahwa hasil penelitian
sesuai dengan teori yang telah
dikemukakan, dimana penggunaan
Napza tinggi terjadi pada remaja
karena remaja mempunyai emosi
yang
labil
sehingga
mudah
terpengaruh.
2.
Analisa Bivariat
a. Hubungan Komunikasi Orangtua
Dan Remaja Dengan Penggunaan
Napza Di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Pekanbaru
Tahun 2015
Dari tabel 4.3 dan hasil uji chi –
square
hubungan
komunikasi
orangtua
dan
remaja
dengan
penggunaan Napza di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Pekanbaru
Tahun 2015 adalah Ha diterima,
dimana nilai Xhitung > X tabel yaitu 4,37 >
3,84
sehingga ada hubungan
komunikasi orangtua dan remaja
dengan penggunaan Napza di
Lembaga Pemasyarakatan Anak
Pekanbaru Tahun 2015
Hal ini sejalan dengan teori
(Partodiharjo,2008)yang
279
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
menyatakan bahwa salah satu faktor
yang
menyebabkan
remaja
menggunakan Napza adalah adanya
komunikasi yang buruk antara anak
dan orang tuanya yang akan
menghasilkan
kesalahpahaman.
Orang tua harus dapat menjadi
mediator (penyambung) jiwa yang
baik antara semua anaknya.
Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sri
Handayani
yang
melakukan
penelitian dengan judul pengaruh
keluarga,
masyarakat,
dan
pendidikan terhadap pencegahan
bahaya narkoba dikalangan remaja
tahun
2011,
yang
di
dalam
penelitiannya
menyatakan
ada
hubungan yang berarti.
SIMPULAN
Remaja di Lembaga Pemasyarakatan
Anak Pekanbaru Tahun 2015 sebagian
besar komunikasi orangtua dan remaja
baik yakni 25 remaja (56 %); Remaja di
Lembaga
Pemasyarakatan
Anak
Pekanbaru Tahun 2015 sebagian besar
remaja menggunakan Napza yakni 26
remaja
(58%);
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara komunikasi orangtua
dan remaja dengan penggunaan Napza di
Lembaga
Pemasyarakatan
Anak
Pekanbaru Tahun 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi, Vina. 2008. Tidak Cukup Berkata
Tidak Pada Narkoba Bagi
Pemuda Dan Pelajar SMA/MA.
Klaten : Cempaka Putih.
Handayani, Sri. 2011. Pengaruh Keluarga,
Masyarakat, Dan Pendidikan
Terhadap Pencegahan Bahaya
Narkoba Dikalangan Remaja.
Tesis. Jakarta : Universitas
Indonesia
Diperoleh tanggal 20 Desember
2014 dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/
20292435-T%2029667Pengaruh%20keluargafull%20text.pdf.
Hidayat, A, Aziz, Alimul. 2011. Metode
Penelitian Kebidanan Teknik
Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Mardani, 2008. Penyalahgunaan Narkoba
Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Hukum Pidana Nasional.
Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Mardianis. 2013. Gambaran Pengetahuan
Dan Sikap Remaja Putra
Tentang
Penyalahgunaan
Narkoba Di SMK Negeri 2.
Karya Tulis Ilmiah. Pekanbaru :
Akbid Internasional.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Partodiharjo,Subagyo.
2008.
Kenali
Narkoba
Dan
Musuhi
Penyalahgunaannya. Jakarta :
Erlangga.
Prastowo, Giri. 2006. Rehabilitasi Bagi
Korban Narkoba. Jakarta : Visi
Media.
Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : PT Bina
Pustaka.
Pribadi, Harlina. 2007. Kenakalan Remaja
Dan
Penanggulangannya.
Jakarta Timur : Cakra Media.
Sarwono, S.W. 2012. Psikologi Remaja.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Tyastuti, Siti, dkk. 2009. Komunikasi Dan
Konseling Dalam Pelayanan
Kebidanan.
Yogyakarta
:
Fitramaya.
Wahyuni. 2008. Pola Asuh Orangtua Pada
Subjek Yang Menggunakan
Napza.
Tesis.
Jakarta
:
Universitas Gunadarma
Diperoleh tanggal 2 Desember
2014 dari
280
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
http://www.gunadarma.ac.id/libr
ary/articles/graduate/psychology
/2008/Artikel_10500364.pdf.
Wati, Riska. 2010. Hubungan Fungsi
Keluarga Terhadap Kejadian
Narkoba Pada Remaja Di
Lembaga
Permasyarakatan
Anak. Karya Tulis Ilmiah.
Pekanbaru
:
Akbid
Internasional.
Widyastuti, Yani,dkk. 2009. Kesehatan
Reproduksi.
Yogyakarta
:
Fitramaya.
Wirdhana, Indera, dkk. 2013. Kurikulum
Diklat Teknis Pengelolaan PIK
Remaja/Mahasiswa. Jakarta :
BKKBN.
281
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TENTANG KONSUMSI BUAH
DAN SAYUR SETIAP HARI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TALANG BANJAR KOTA JAMBI TAHUN 2015
Susi
Akper YPSBR Bulian
*KorespondesiPenulis: [email protected]
ABSTRAK
Menurut data Riskesdas 2011 terjadi penurunan konsumsi buah dan sayur di daerah perkotaan, pada
tahun 2010 konsumsi buah dan sayur berkisar 65%, tetapi pada tahun 2011 menurun menjadi 43,50%
sedangkan konsumsi makanan-makanan siap saji mengalami peningkatan dari 35,56% pada tahun
2010 menjadi 73,61%.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan survei yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran pengetahuan dan sikap keluarga tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita
setiap hari di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015. Populasi dalam
penelitian ini berjumlah 1.904 kepala keluarga. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik Proportional Random Sampling (Acak berdasarkan jatah populasi dalam wilayah
kerja) dengan jumlah sampel sebanyak 42 Sampel. Pengumpulan data melalui pengisian kuesioner
telah dilaksanakan bulan September 2015, bertempat di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota
Jambi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat.
Hasil penelitian didapatkan bahwa, sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang baik tentang
konsumsi buah dan sayur sebanyak 20 responden (47,62%), pengetahuan cukup sebanyak 13
responden (30,95%) dan pengetahuan baik sebanyak 9 responden (21,43%).sebagian besar
mempunyai sikap negatif tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari sebanyak
23 responden (54,76%). Sedangkan responden yang mempunyai sikap positif sebanyak 19
responden (45,24%).
Diharapkan kepada pihak Puskesmas Talang Banjar agar mempertahankan atau bahkan
meningkatkan peran aktif tenaga kesehatan maupun kader-kader kesehatan untuk memberikan
informasi-informasi kepada masyarakat mengenai manfaat makan buah dan sayur pada balita seperti
menyebarkan brosur – brosur maupun leaflet.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap dan Konsumsi Buah dan Sayur Pada Balita.
DESCRIPTION OF KNOWLEDGE AND ATTITUDES OF FAMILY TOWARDS
CONSUMPTION OF FRUIT AND VEGETABLES INCHILDRENUNDER FIVE YEARS IN
REGION PUSKESMAS TALANG BANJAR IN JAMBI CITY 2015
ABSTRACT
Low fruit and vegetable intake is a major contributing factor to such micronutrient. According to data
Riskesdas 2011 in urban area have tendency to decreasing intake of fruit and vegetables there were
43,50% which before of that in 2010 was about 65%. While for fast food consumption has increased
which in 2010 there was 35,56% and up to 73,61% in 2011.
This research is descriptive studies with survey approach which aim to describe of knowledge and
attitudes of family towards consumption of fruit and vegetables in children under five years in region
PuskesmasTalangBanjar in Jambi city 2015. Population in study were 1.904 familys and the sample
were taking by using proportional random sampling and obtained 42 sample. Data obtained by filling a
questionnaire and conducted in September 2015, In PuskesmasTalangBanjar in Jambi city. The
analysis of this study was using univariate.
As the result shows, majority of respondents have poor knowledge about the importance consumption
of fruit and vegetables with total 20 respondents(47,62%), with sufficient knowledge are 13
respondents(30,95%) and with good knowledge are 9 respondents(21,43%). That, mostly respondents
have negative attitudes about consumption of fruit and vegetables in children under five years old with
total 23 respondents(54,76%) and with positive attitudes 19 respondents(45,24%).
Therefore we suggest for PuskesmasTalangBanjar to continue of providing information and giving
brochure’s about the advantages of giving give this information to their community.
Keywords : Knowledge, Attitude and Consumption of fruit and vegetables in children under five years.
282
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
PENDAHULUAN
Peningkatan
kesehatan
masyarakat dapat melalui pemanfaatan
bahan-bahan yang terdapat di alam
seperti mengkonsumsi buah dan sayursayuran. Menurut penelitian WHO (World
Health
Organization)
dinegara
berkembang kebiasaan mengkonsumsi
buah dan sayuran setiap hari sudah mulai
ditinggalkan
dikarenakan
maraknya
bermunculan produk-produk makanan
instan
yang
lebih
mempromosikan
kandungan zat-zat yang masih dianggap
asing oleh masyarakat tetapi nilai gizinya
lebih tinggi dibandingkan buah dan
sayuran. Hal itulah yang membuat
masyarakat di negara berkembang
khususnya Indonesia mulai meninggalkan
kebiasaan makan buah dan sayur setiap
hari (Mufidah, 2010).
Status gizi masyarakat termasuk
status gizi anak adalah cermin dari
tumbuh kembangnya. Oleh karena itu,
masalah gizi adalah cerminan masalah
tumbuh kembang anak. Ganggguan
pertumbuhan dan perkembangan di
negara maju lebih sering diakibatkan oleh
faktor genetik, sedangkan di negara
berkembang faktor tersebut disebabkan
selain faktor genetik juga dari faktor
lingkungan yang kurang memadai untuk
tumbuh kembang anak. Selain itu faktor
gizi anak dari makanan juga sangat
berpengaruh terhadap tumbuh kembang,
dimana ketahanan makanan keluarga
mencakup pada ketersediaan makanan
yang terdapat dalam keluarga, bila hal ini
tidak terpenuhi, maka sangat berpengaruh
terhadap perkembangan si anak (Arisman,
2004).
Pemberian makan yang sesuai dan
seimbang
sangat
mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak
balita. Faktor yang tidak kalah penting
adalah status ekonomi (pendapatan
keluarga) sehingga keluarga mampu
memenuhi asupan-asupan gizi yang
dibutuhkan oleh balita. Hal tersebut juga
akan memotivasi keluarga khususnya ibu
balita untuk mencari informasi-informasi
mengenai pemberian makanan yang
sesuai untuk balita baik dari media massa
maupun tenaga kesehatan khususnya
manfaat makan buah dan sayur bagi balita
(Hariyani, 2011).
Konsumsi buah dan sayur setiap
hari juga dipengaruhi oleh faktor
pendidikan
dimana
keluarga
yang
mempunyai pendidikan rendah (tidak
sekolah, tamat SD atau tamat SMP)
menganggap makan buah dan sayur
dapat digantikan dengan mengkonsumsi
makan-makanan siap saji yang beredar
dipasaran dikarenakan praktis, sedangkan
dari segi status ekonomi keluarga yang
mempunyai status ekonomi rendah
menanggap mengkonsumsi buah dan
sayur adalah kebiasaan-kebiasaan orang
kaya dimana pendapatan mereka lebih
besar dibandingkan dengan pengeluaran
mereka setiap bulannya. Kedua hal
tersebut dapat mempengaruhi sikap
keluarga terhadap manfaat mengkonsumsi
buah dan sayur setiap hari (Badawi,
2010).
Dampak bila balita tidak dibiasakan
makan buah dan sayur adalah kekurangan
mineral. Mineral merupakan kandungan
yang sangat dibutuhkan tubuh anak dalam
masa pertumbuhan. Kalsium diperlukan
untuk tulang yang kuat, dan ditemukan
dalam sayuran brokoli dan bayam.
Sementara itu, zat besi bisa memasok
energi dalam tubuh, menunjangnya dalam
melakukan
aktivitas
seharihari;Kekurangan vitamin A, C dan E. Agar
tetap sehat dan bertenanga, si kecil harus
makan buah dan sayur dalam jumlah
seimbang. Tak mengonsumsi buah dalam
takaran
cukup
bisa
membuatnya
kekurangan vitamin A, C dan E. Vitamin
tersebut berperan dalam perkembangan
sel-sel
dalam
tubuh,
juga
untuk
memproduksi sel darah merah;Konstipasi.
Kurang buah sayur bisa memicu anak sulit
buang
air
besar dan
mengalami
konstipasi; dan obesitasterbiasa tak
makan buah dan sayur juga bisa memicu
obesitas pada anak. Pasalnya, anak
terbiasa untuk selalu mengatasi rasa
laparnya dengan menu yang padat dan
berkarbohidrat tinggi, dibanding makan
buah segar yang juga punya efek
mengenyangkan (Mufidah, 2010).
Menurut Almatzier (2009) Gizi
adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk
melakukan
fungsinya,
yaitu
menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan. Secara klasik
283
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
kata gizi hanya dihubungkan dengan
kesehatan
tubuh,
yaitu
untuk
menyediakan energi, membangun, dan
memelihara jaringan tubuh tubuh, serta
mengatur proses-proses kehidupan dalam
tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi
mempunyai pengertian lebih luas di
samping untuk kesehatan, gizi dikaitkan
dengan potensi ekonomi seseorang,
karena
gizi
berkaitan
dengan
perkembangan otak, kemampuan belajar,
dan produktivitas kerja.
Menurut Atikah (2010), sayur harus
dimakan 2 porsi setiap hari, dengan
ukuran satu porsi sama dengan satu
mangkuk sayuran segar atau setengah
mangkuk sayuran matang. Sebaiknya
sayuran dimakan segar atau dikukus,
karena jika direbus cenderung melarutkan
vitamin dan mineral. Buah-buahan harus
dimakan 2-3 kali sehari. Contohnya, setiap
kali makan setengah mangkuk buah yang
diiris, satu gelas jus atau satu buah jeruk,
apel, jambu biji atau pisang. Makanlah
berbagai macam buah karena akan
memperkaya variasi zat gizi yang
terkandung dalam buah.
Pada jenis buah-buahan dan
sayuran yang memiliki kandungan rendah
lemak,
garam,
gula dan
mampu
menyediakan sumber yang baik berupa
serat makanan. Jika seorang tengah
menjalankan program diet, sangat baik
sekali mengkonsumsi buah dan sayur.
Melindung terhadap penyakit : pada
sayuran dan buah banyak mengandung
fitokimia, atau „bahan kimia tanaman‟,
yang zat aktif dan dapat membantu
melindungi tubuh dari serangan berbagai
macam penyakit. Pada sebuah penelitian
ilmiah menunjukkan apabila dengan
teratur sering mengkonsumsi buah dan
sayuran,
akan
mengurangi
resiko
terhadap serangan penyakit seperti
diabetes, stroke, kanker, hingga tekanan
darah tinggi (hipertensi) (Atikah, 2012).
Tujuan
Umum
dilakukannya
penelitian ini untuk diketahui Gambaran
Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang
konsumsi kakan buah dan sayur pada
balita setiap hari di wilayah kerja
Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi
Tahun 2015.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif
dengan pendekatan survei yang bertujuan
untuk mengetahui gambaran pengetahuan
dan sikap keluarga tentang konsumsi
makan buah dan sayur pada balita setiap
hari di wilayah kerja Puskesmas Talang
Banjar Kota Jambi Tahun 2015. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh KK
(Kepala Keluarga) yang mempunyai balita
di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar
Kota Jambi tahun 2015 berjumlah 1.904
KK Pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan teknik Proportional
Random Sampling (acak berdasarkan
jatah populasi dalam wilayah kerja)
sehingga didapat jumlah sampel sebanyak
42 sampel. Pengumpulan data melalui
pengisian kuesioner telah dilaksanakan
pada tanggal 8 September – 10
September 2015, bertempat di wilayah
kerja Puskesmas Talang Banjar Kota
Jambi. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis univariat. Kerangka
acuan metode penelitian dari Teori Green
yang dikutip dalam buku (Notoatmodjo,
2010)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran
Pengetahuan
Keluarga
Tentang Konsumsi Makan Buah dan
Sayur Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi
Tahun 2015
Instrumen atau (alat ukur) untuk
mengetahui
gambaran
pengetahuan
keluarga tentang konsumsi makan buah
dan sayur pada balita setiap hari di
wilayah Kerja Puskesmas Talang Banjar
Kota Jambi Tahun 2015 menggunakan
kuesioner berbentuk pilihan ganda dengan
jumlah 10 pertanyaan seperti terlihat pada
tabel berikut ini.
284
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Kuesioner
Pengetahuan Tentang Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada Balita
Setiap Hari Di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi
Tahun 2015
n = 42
Pertanyaan
Masa balita adalah masa....
Pada masa balita merupakan masa
Bahan-bahan makanan yang banyak mengandung serat
adalah...
Kebiasaan makan buah dan sayur harus dicontohkan oleh
keluarga...
Manfaat makan buah dan sayur bagi balita adalah
Dampak jika balita tidak dibiasakan makan buah dan sayur
adalah....
Agar balita mau makan buah dan sayur dan menjadikan
kebiasaan, salah satu cara adalah.....
Sayur-sayuran yang banyak mengandung zat besi adalah...
Kekurangan makan buah dan sayur bagi balita akan
menyebabkan.....
Perilaku maupun tindakan-tindakan yang harus dihindari
untuk membiasakan balita makan buah dan sayur adalah...
Berdasarkan
jawaban
diatas,
diperoleh
jawaban
pada
umumnya
responden kurang mengetahui antara
lainagar balita mau makan buah dan sayur
dan menjadikan kebiasaan, salah cara
adalah dengan membuat variasi makan
dari buah dan sayur dengan distribusi
responden
yang
menjawab
salah
sebanyak
34
responden
(80.95%);
Kekurangan makan buah dan sayur bagi
balita akan menyebabkan balita akan
mudah
terserang
penyakit
dengan
distribusi rsponden yang menjawab salah
sebanyak
26
responden
(61,90%);
Perilaku maupun tindakan-tindakan yang
harus dihindari untuk membiasakan balita
Jawaban
Benar
f
%
22 52,38
28 66,67
Jawaban
Salah
f
%
20 47,62
14 33,33
30
7,.43
12
28,57
24
57,14
16
42,86
25
29,52
17
40,48
32
76,19
10
23,81
8
19,05
34
80,95
28
66,67
14
33,33
16
38,10
26
61,90
16
38,10
26
61,90
makan
buah
dan
sayur
adalah
membiasakan balita makan buah dan
sayur dengan porsi orang dewasa dengan
distribusi responden yang menjawab salah
sebanyak 26 responden (61,90%).
Gambaran
pengetahuan
responden dapat dilihat setelah dilakukan
skoring kemudian dikategorikan menjadi 3
(tiga) yaitu kurang baik (jika tota jawaban
< 56%), cukup (jika skor total jawaban
56%-75%) dan baik (jika skor total
jawaban 76-100%).
Untuk lebih jelasnya mengenai
gambaran
pengetahuan
responden
tentang konsumsi buah dan sayur pada
balita dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan
Responden Tentang Konsumsi Buah dan Sayur Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015
Pengetahuan
Kurang Baik
Cukup
Baik
Jumlah
Distribusi
Frekuensi
20
13
9
42
%
47,62
30,95
21,43
100,00
285
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Dari hasil penelitian didapatkan
hasil bahwa dari 42 responden, sebagian
besar mempunyai pengetahuan kurang
baik tentang konsumsi buah dan sayur
sebanyak
20
responden
(47,62%),
pengetahuan
cukup
sebanyak
13
responden (30,95%) dan pengetahuan
baik sebanyak 9 responden (21,43%).
Menurut
peneliti,
kurangnya
pengetahuan responden tentang konsumsi
makan buah dan sayur setiap hari pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talang
Banjar Kota Jambi disebabkan karena
tingkat pendidikan responden yang
rendah, dimana dari 42 responden,
sebagian besar responden mempunyai
pendidikan rendah yaitu SD berjumlah 15
responden (35,71%) dan SMP berjumlah
13 responden (30,95%). Sedangkan
responden yang mempunyai pendidikan
tinggi yaitu SMA berjumlah 10 responden
(23.52%) dan Perguruan Tinggi berjumlah
4 responden (9,52%).
Hal ini dibuktikan dengan hasil
jawaban kuesioner pengetahuan dimana
sebagian besar responden mempunyai
pengetahuan kurang baik antara lain agar
balita mau makan buah dan sayur dan
menjadikan kebiasaan, salah satu cara
adalah dengan membuat variasi makan
dari buah dan sayur dengan distribusi
responden
yang
menjawab
salah
sebanyak 34 responden (80,95%).
Menurut
peneliti,
kurangnya
pengetahuan responden terhadap hasil
jawaban diatas dikarenakan responden
beralasan bahwa masa balita adalah
masa bermain dimana balita akan susah
makan bila sedang bermain walaupun ibu
sudah
membuat
makanan-makanan
sesuai dengan selera balita.
Kekurangan makan buah dan
sayur bagi balita akan menyebabkan balita
akan mudah terserang penyakit dengan
distribusi responden yang menjawab salah
sebanyak 26 responden (61,90%).
Menurut
peneliti,
kurangnya
pengetahuan responden tentang hasil
jawaban diatas dikarenakan responden
beralasan bahwa balita yang lengkap
imunisasilah yang akan kebal terhadap
penyakit bukan balita yang kurang
mengkonsumsi buah dan sayur.
Perilaku maupun tindakan-tindakan
yang harus dihindari untuk membiasakan
balita makan buah dan sayur adalah
membiasakan balita makan buah dan
sayur dengan porsi orang dewasa dengan
distribusi responden yang menjawab salah
sebanyak 26 responden (61,90%).
Menurut
peneliti,
kurangnya
pengetahuan responden tentang jawaban
diatas dikarenakan responden beralasan
bahwa masa balita merupakan masa
pertumbuhan oleh sebab itu balita harus
banyak makan dengan porsi orang
dewasa khususnya makan buah dan
sayur.
Menurut
peneliti,
kurangnya
pengetahuan responden tentang konsumsi
makan buah dan sayur pada
balita
dikarenakan kurang aktifnya responden
untuk mencari informasi-informasi tentang
manfaat makan buah dan sayur pada
balita. Asumsi yang salah oleh responden
bahwa
balita
memerlukan
asupan
makanan yang banyak menjadi faktor
ketidaktahuan responden bahwa porsi
yang
banyak
pada
balita
dapat
menyebabkan kegemukan tanpa dibarengi
dengan kebiasaan makan buah dan sayur.
Menurut peneliti, upaya yang bisa
dilakukan agar pengetahuan keluarga
meningkat tentang manfaat konsumsi
makan buah dan sayur setiap hari pada
balita
adalah
dengan
memberikan
informasi-informasi oleh tenaga kesehatan
baik pada saat ibu membawa balitanya ke
Posyandu maupun pusat-pusat pelayanan
kesehatan
maupun
penyuluhanpenyuluhan yang dilakukan di acara-acara
kemasyarakatan.
Gambaran Sikap Keluarga Tentang
Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015
Dalam
penelitian
ini,
untuk
mengetahui gambaran keluarga tentang
konsumsi makan buah dan sayur pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talang
Banjar Kota Jambi Tahun 2015 dapat
dilihat
pada
tabel
berikut
ini
:
286
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Kuesioner Sikap
Tentang Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada Balita Setiap Hari
Di Wilayah Kerja PuskesmasTalang Banjar Kota Jambi
Tahun 2015
Distribusi
Pernyataan
Mengajarkan makan buah dan
sayur sejak dini pada balita
sangat
penting
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangannya.
Sebaiknya membuat variasi
buah-buahan seperti dibuat jus
untuk menghindari kebosanan
anak.
Memaksakan
agar
balita
makan buah dan sayur tanpa
memperhatikan
kebutuhan
buah dan sayur pada balita.
Mengkonsumsi
sayuran
berwarna
hijau
dapat
mencegah terjadinya anemia
Mengajarkan kepada balita
bahwa bahwa buah dapat
memperkuat tulang dan gigi.
Sebelum
makan
buah
sebaiknya
dicuci
terlebih
dahulu
Menyediakan
buah-buahan
dan sayuran sesuai dengan
pendapatan keluarga
Orang tua harus membiasakan
makan buah dan sayur agar
anak balita mencontoh untuk
makan buah dan sayur.
Sayuran lebih bermanfaat bagi
kesehatan balita jika dijadikan
lalapan tanpa dicuci terlebih
dahulu
Sebaiknya balita hanya makan
buah dan sayur saja setiap
hari.
SS
S
TS
STS
%
n
%
n
%
n
%
n
27
64,29
2
4,76
1
2,38
12
28,57
18
42,86
9
21,43
8
19,05
7
16,67
19
45,24
3
7,14
6
14,29
14
33,33
11
26,19
6
14,29
10
23,81
15
35,71
12
28,57
5
11,90
9
21,43
16
38,10
12
28,57
4
9,52
10
23,81
16
38,10
20
47,62
1
2,38
6
14,29
15
35,71
19
45,24
2
4,76
6
14,29
15
35,71
17
40,48
3
7,14
2
4,76
20
47,62
14
33,33
5
11,90
4
9,52
19
45,24
Berdasarkan tabel 3 diperoleh hasil
masih
ada
responden
mempunyai
responden negatif terhadap pernyataan
tentang sayuran lebih bermanfaat bagi
kesehatan balita jika dijadikan lalapan
tanpa dicuci terlebih dahulu denga
distribusi responden yang menjawab SS
(Sangat Setuju) berjumlah 20 responden
(47,62%);
Mengajarkan kepada balita
bahwa buah dapat memperkuat tulang
dan gigi. dengan disribusi responden yang
menjawab STS (Sangat Tidak Setuju)
sebanyak 16 responden (38,10%); Orang
tua harus membiasakan makan buah dan
sayur agar anak balita mencontoh untuk
makan buah dan sayur dengan distribusi
responden yang menjawab STS (Sangat
287
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Tidak Setuju) sebanyak 15 responden
(35,71%).
Gambaran sikap responden dapat
dilihat setelah dilakukan skoring kemudian
dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu baik
(jika skor total jawaban ≥ mean = 25,23)
dan kurang baik (jika skor total jawaban <
mean = 25,23). Untuk lebih jelasnya
mengenai gambaran sikap responden
tentang konsumsi makan buah dan sayur
pada balita setiap hari dapat dilihat pada
tabel 4 berikut ini:
Tabel 4.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Responden
Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada BalitaSetiap Hari Di Wilayah Kerja
Puskesmas Talang BanjarKota Jambi Tahun 2015
Distribusi
Frekuensi
23
Sikap
Negatif
Positif
Jumlah
Berdasarkan
hasil
penelitian
terhadap 42 responden tentang sikap
diketahui
bahwa
sebagian
besar
mempunyai
sikap
negatif
tentang
konsumsi makan buah dan sayur pada
balita setiap hari sebanyak 23 responden
(54,76%). sedangkan responden yang
mempunyai sikap positif sebanyak 19
responden (45,24%).
Hal ini dibuktikan dengan hasil
jawaban
kuesioner
sikap,
dimana
sebagian besar responden mempunyai
sikap negatif terhadap pernyataan sayuran
lebih bermanfaat bagi kesehatan balita jika
dijadikan lalapan tanpa dicuci terlebih
dahulu denga distribusi responden yang
menjawab SS (Sangat Setuju) berjumlah
20 responden (47,62%)
Menurut peneliti, respons negatif
dari responden terhadap pernyataan sikap
diatas
dikarenakan
kurangnya
pengetahuan responden bahwa sayuran
yang tidak dicuci akan membahayakan
kesehatan balita karena zat-zat kimia
seperti peptisida masih menempel pada
sayuran. Alasan responden bahwa
sayuran yang segar tanpa dicuci terlebih
dahulu masih banyak mengandung gizi
dibandingkan dengan sayuran yang dicuci
terlebih dahulu.
Mengajarkan kepada balita bahwa
bahwa buah dapat memperkuat tulang
dan gigi. dengan disribusi responden yang
menjawab STS (Sangat Tidak Setuju)
sebanyak 16 responden (38,10%).
%
54,76
19
45,24
42
100,00
Menurut peneliti, respons negatif
responden terhadap pernyataan sikap
diatas
dikarenakan
ketidaktahuan
responden bahwa buah juga mengandung
kalsium untuk memperkuat tulang dan
gigi. Alasan responden bahwa kalsium
lebih banyak terkandung dalam susu oleh
karena itu balita tidak perlu mengkonsumsi
buah jika sudah diberikan susu setiap hari.
Orang tua harus membiasakan
makan buah dan sayur agar anak balita
mencontoh untuk makan buah dan sayur
dengan
distribusi
responden
yang
menjawab STS (Sangat Tidak Setuju)
sebanyak 15 responden (35,71%).
Menurut peneliti, respon negatif
responden terhadap pernyataan sikap
diatas
dikarenakan
ketidaktahuan
responden bahwa masa balita adalah
masa mencontoh, dimana balita akan
mencontoh perilaku-perilaku dari orang
terdekat seperti orang tua dan kakakkakaknya, perilaku orang tua yang selalu
membiasakan untuk makan buah dan
sayur akan dicontoh oleh balita sehingga
menjadi kebiasaan. Alasan responden
bahwa jika anak balita dibiasakan makan
buah dan sayur sehingga menjadi
kebiasaan seperti balita suka terhadap
buah
apel
dan
anggur
akan
mempengaruhi pengeluaran rumah tangga
responden dikarenakan buah apel dan
anggur termasuk buah yang mahal
harganya.
Menurut peneliti, upaya yang bisa
dilakukan untuk merubah sikap responden
288
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
dari kurang baik ke sikap baik tentang
konsumsi makan buah dan sayur pada
balita setiap hari adalah dengan
memperbanyak penempelan leaflet di
tempat-tempat umum oleh pihak dinas
kesehatan maupun puskesmas sehingga
pengetahuan masyarakat dapat meningkat
sehingga sikap masyarakat pun tentang
manfaat konsumsi buah dan sayur pada
balita dapat ditingkatkan.
Badawi, 2010. “Perilaku Makan Buah dan
Sayur Untuk Meningkatkan Derajat
Kesehatan Keluarga”. Nuha
Medika, Jakarta.
SIMPULAN
Notoatmodjo, S. 2010. “Metodologi
Penelitian Kesehatan”. Rineka
Cipta, Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan
tentang
Gambaran
Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang
Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada
Balita Setiap Hari di Wilayah Kerja
Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi
Tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa
dari 42 responden, sebagian besar
mempunyai pengetahuan kurang baik
tentang konsumsi buah dan sayur
sebanyak
20
responden
(47.62%),
pengetahuan
cukup
sebanyak
13
responden (30.95%) dan pengetahuan
baik sebanyak 9 responden (21.43%) dan
dari 42 responden, sebagian besar
mempunyai
sikap
negatif
tentang
konsumsi makan buah dan sayur pada
balita setiap hari sebanyak 23 responden
(54.76%). sedangkan responden yang
mempunyai sikap positif sebanyak 19
responden (45.24%).
Hariyani, 2011. Ilmu Gizi Bagi Tenaga
Kesehatan”. TIM. Jakarta.
Mufidah, 2010. “Manfaat Nyata Buah dan
Sayur”. Salemba Medika, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Almatzier, 2009. “Prinsip Dasar Ilmu Gizi”.
PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Arisman, 2004. “Pedoman Penyusunan
Menu Seimbang”. Nuha Medika,
Yogyakarta.
Atikah,
2010.
“Ilmu
Gizi
Untuk
Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Nuha Medika, Yogyakarta.
Atikah, 2012. “PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat). Nuha Medika,
Yogyakarta.
289
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
ESP NEEDS ANALYSIS FOR MIDWIFERY STUDENTS: A LEARNER CENTERED
APPROACH
Resi Silvia
STIKes Prima Jambi
Writer Correspondence: [email protected]
ABSTRACT
English as the international language has affected many domains of life and society. The midwifery
learners in STIKes Prima had previous experiences of learning English for about six years. Still their
level of proficiency in English was not so good. The purpose of this study is to find out the needs and
wants required for effective professional communication in English writing and speaking proficiency
for midwifery students at STIKes Prima, Jambi. The study attempts to investigate the needs of
students, analyses the existing teacher content and pedagogical knowledge and finally suggest to
compromise with the learner demands in terms of the context situations and other barriers. To do so
the subjects were invited to provide their opinions through a set of questionnaire containing 20 close
ended questions. From the study result, the ESP course should include problem solution based pair
and group works, mandatory use of target language in class, prompt and preparatory class
presentations, dialoguesrelated to the clinical history and medical situation, instructions, telephone
conversations, procedures description and viva voce in addition to writing may be introduced. For
selection of course materials an instructor should consult different sources. The design of course
materials will depend on the instructor‟s discretion on the basis of learners‟ needs. The course
teachers should deliver the instructional materials not only face to face, but also using Internet and
multimedia presentations with sound system. Hopefully based on this finding, ESP needs analysis will
perhaps contribute greatly to the development of midwifery students‟ English proficiency in writing and
speaking.
Keywords:ESP, needs analysis, learner demands, effective professional communication
INTRODUCTION
English is the language that mainly
used in many fields. And of these fields
perhaps education is the most significant
one. The evidence to it is the inclusion of
English as a compulsory course at
different levels of education. Especially for
health field, being able to communicate is
an essential skill for all health
professionals.
Midwives
need
to
communicate so they can find out about
thepeople in their care by taking a clinical
history, give them informationabout their
care and teach them about managing
theirpregnancy and illness.The needs of
rapid communication being what they are
today, proficiency in a common language
is a necessity. It is no matter of wonder
that local organizations at present prefer
employees with better proficiency in
writing and speaking English. Accordingly,
our students want to prepare themselves
fit for the job market by learning English
better.
The midwifery students of STIKES
Prima study the courses on English for
Specific
Purposes
focus
on
Communication that concentrates on their
needs for writing and speaking proficiency.
Hence, the first step in improving their
proficiency in writing and speaking is to
identify their specific learning needs as
stated by K. Westerfield, “A thorough
organizational and instructional needs
assessment lies at the heart of a welldesigned, effective ESP course”.
The term ESP stands for English
for Specific Purposes. It is a linguistic field
of study that addresses the immediate and
very specific needs of learners for a target
language which is required for academic
or professional purposes. It is a
subdivision of Language for Specific
Purposes (LSP), which J. Swales define
that as, “…the area of inquiry and practice
in the development of language programs
for people who need a language to meet a
predictable range of communicative
needs”.
Therefore,
communicative
competence is a very significant issue in
ESP.
Hence, a number of terms and
phrases are very important for ESP.
Those are specific needs, language skills,
designed for specific disciplines, and
designed for adult learners. Accordingly,
Hutchinson and Waters maintain that what
290
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
distinguishes ESP from general English is
an awareness of the need. Again
Robinson views, “ESP first arose, and has
continued to develop, in response to a
need: the need of non-native speakers of
the language to use it for some clearly
defined practical purpose. As purposes
change, so must ESP”.
The purposes of this study were to
identify the needs and demands of the
midwifery learners of STIKes Prima in
improving their English writing and
speaking proficiency and accordingly
develop teacher content and pedagogical
knowledge
in
teaching
English
Communication for midwives. To do so the
study investigated types of problems
midwifery students face in improving their
proficiency in English writing and
speaking, sorts of teaching aids they
demand from their ESP instructors, types
of materials they think their ESP course
should include and the roles their ESP
facilitators should play for coping up with
their demands.
Since this investigation was
conducted with an aim to improving the
writing and speaking English proficiency of
the subjects it is hoped that it will benefit
the midwifery students greatly in their
future professional communication. It will
also be of assistance to their ESP
facilitators in developing a learnercentered curriculum and delivering
instructions accordingly. Furthermore, it
will guide STIKes Prima to realize the
needs for reorganizing the current facilities
for ESP courses in terms of the learners‟
needs and demands.
METHODOLOGY
Every situation is dissimilar. So,
there is no single approach to needs
analysis in foreign language teaching.
Hutchinson and Waters view, “The choice
of method will depend on time and
resources available and the procedures of
each will depend on accessibility”.
Qualitative method was used in this study.
The information was collected through a
questionnaire because it seemed to be the
most appropriate tool for gathering the
views and demands of the learners. A
closed end interview was also conducted
with a few chosen subjects in order to
verify the data collected from the
questionnaire. However, the interview data
were not recorded in the findings and
results.
A pilot survey for this research
initially included 120 participants chosen
randomly from midwifery programs of
STIKES Prima. The participants were
enrolled in short semesters in 2016.
The questionnaire of this research
conformed to face and content validity. It
contained three sections – part 1: 6
questions, part 2: 7 questions and part 3:
7 questions. Part 1 was developed to
analyze the Target Situation, part 2 was
developed to analyze the Present
Situation and part 3 to analyze the Context
Situation. The participants chose their
answers from multiple options each
question set. However, in a few questions
the respondents could pick more than one
option if they liked.
The frequency of the subjects‟
opinions and views about their needs and
wants for improving their English
proficiency in writing and speaking were
treated as data. The statistical devices
used for analyzing those data were
arithmetic
means,
percentage
and
frequency distribution.
THE RESULTS OF THE STUDY
Part I of the questionnaire
investigated about the Target Situation of
the subjects. Most of the respondents
(51.4%) belonged to 20-21 age group and
all participants (100%) were females. It
was found that most of the respondents
(65%) had an average level of proficiency
in the target language, i.e. English. The
second question found that nearly all
(78%) needed to learn Advanced English
Communication for their future profession.
Next, the largest number of learners (92%)
voted that the language would be used for
both writing and speaking. However, a
good number of them (55%) realized that
they would use the language for face to
face communication also. The third
necessary communication (53%) where
the language would be required was voted
as the clinical history. Afterward, the
largest portion of the learners (71%)
demanded that the content areas should
be related to personal care of the patients
291
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
because majority of them would work as
midwives in the hospital, health centre and
birthing centre. Again maximum subjects
(55%) chose that the language would be
used in field level and majority of them
(45%) would use it alone. The second
highest number of respondents (39%)
realized that they would require the
language to use for demonstrations to the
patient. The last question of this section
inquired when and how often the language
will be used. Maximum learners (75%)
said that the language would be used after
completion of their studies and they would
use it often in their profession as well as in
social life.
The second section of the
questionnaire surveyed the Present
Situation of the ESP learners. The highest
number of participants (65%) viewed that
they were good in writing while maximum
(57%) said that they were average in
speaking. Next question found that most
of them (70%) could write grammatically
correct sentence and maximum (50%)
could speak with grammatical correctness.
About their weaknesses the majority
(89%) said that they could not produce
analytical, coherent and cohesive writing
while the second largest participants
(74%) told that they failed to create wellorganized
paragraphs.
Regardingweaknesses in speaking all of
them (100%) agreed that they could not
speak in context, with fluency and
intonation. The second highest number of
respondents (85%) failed to speak fluently
and the third highest (78%) had problem
with speaking in context. After that, 92%,
picked up the option that they lacked the
skill of job interview. Next, the largest part
(46%) answered that their past language
learning experiences were average. The
last question of this section inquired about
their purpose of doing Communication in
health field. Nearly everyone (63%) replied
that their purpose was to develop
professional communication in writing and
speaking.
The third and last section of this
questionnaire surveyed on the Context,
the environment where the language
learning would take place. In answer to
the first question, 80% participants chose
the option that the instructional materials
should be delivered not only face to face,
but also using Internet and multimedia
presentation with sound system. To
answer the second question, majority
(73%) viewed that the Communication
course should be held in a classroom
which would be Internet and multimedia
facilitated with sound system and
decorated with posters and maps with
speaking and writing tips, phrases and
idioms, puzzles, vocabulary learning tips,
etc. Next, maximum (51%) learners voted
for the option that attendance should be
mandatory and a part of course
evaluation. The sixth question was about
selection of course materials. The majority
(86%) of the respondents said that the
course materials should be chosen from
different
sources
like
textbooks,
instruction/equipment
manuals,
CDs,
DVDs, videotapes, and other materials
used in content courses or to train people
for a job; materials used on a job, such as
work forms, charts and samples of
relevant course assignments and student
papers; and from websites providing
dialogues,
instructions,
telephone
conversations, podcasts, vodcasts, etc. In
answer to the last question of the
questionnaire, the highest no. of learners
(73%) viewed that the course classes
should be held in the early hours of the
morning or evening.
From the results of the study a
number of important facts could be found.
The learners had an average level of
proficiency in the target language, i.e.
English. So they needed to learn English
Communication for use in their future
profession in their home country mainly.
And they would use their communication
proficiency for writing as well as for oral
communication.
The content areas of English
Communication should be related to
medical English because in future they
would work as midwife in their fields.
Though many of them could write and
speak correctly, they were better in writing
than speaking. Moreover, they could not
produce analytical, coherent and cohesive
writing and often failed to create wellorganized paragraphs. None of them
could speak in context, with fluency and
intonation. Therefore, improvement of
292
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
writing and speaking skills are very urgent
for them.
The instructional materials should
be delivered not only face to face, but also
using
Internet
and
multimedia
presentations
with
sound
system.
Therefore, a classroom with Internet and
multimedia facilities along with sound
system and decorated with posters and
maps with speaking and writing tips,
phrases and idioms, puzzles, vocabulary
learning
tips,
etc.
was
required.
Attendance in the course classes should
be mandatory and an integral part of
course evaluation. The course materials
should be chosen from different sources
like textbooks, instruction equipment
manuals, CDs, DVDs, videotapes, and
other materials used in content courses or
to train people for a job; materials used on
a job, such as work forms, charts and
samples of relevant course assignments
and student papers; as well as materials
from websites like dialogues, instructions,
telephone
conversations,
pod-casts,
vodcasts, etc. The course classes should
be held in the early hours of the morning
or evening.
dialogues,
instructions,
telephone
conversations, pod-casts, vodcasts, etc.
Since there is time constraint, the design
of course materials will depend on the
instructor‟s discretion on the basis of
learners‟ needs. And the summative
assessment of the course should include
both writing and speaking proficiency.
Moreover, attendance in the course
classes should be declared mandatory
and made a vital part of course evaluation.
The course teachers should deliver
the instructional materials not only face to
face, but also using Internet and
multimedia presentations with sound
system. It is better in the teaching and
learning process, the classroom should be
provided with Internet and multimedia
facilities along with sound system and
decorated with posters and maps with
speaking and writing tips, phrases and
idioms, puzzles, vocabulary learning tips,
etc. Regarding the class schedules, the
early hours of the morning or evening are
preferred which may aid learners absorb
and learn the course materials better.
CONCLUSION
The midwifery students need to
learn HealthEnglish Communication for
use in their future job profession. Thereby,
focus should be given on both writing and
speaking skill. Hence, they should be
exposed to extensive writing and speaking
practices in and outside classroom.
Accordingly, Task Based Instructions
(TBI), problem solution based pair and
group works, mandatory use of target
language in class, prompt and preparatory
class presentations, dialogues related to
medical situation, instructions, telephone
conversations, procedures description and
viva voce in addition to writing may be
introduced. For selection of course
materials an instructor should consult
different
sources
like
textbooks,
instruction/ equipment manuals, CDs,
DVDs, videotapes, materials used in
content courses or to train people for a
job, materials used on a job, such as work
forms, charts and samples of relevant
course assignments and student papers;
and related websites which provide
D.Nunan.1999.
Second
Language
Teaching and Learning.
Boston: Heinle and Heinle
J.C. Richards. 1990.The Language
Teaching
Matrix,
Cambridge: Cambridge U.P
J.C. Richards. 1985.The Context of
Language
Teaching,
Cambridge: Cambridge U.P
J.D. Brown. 1995.The Elements of
Language Curriculum: A
Systematic Approach to
Program
Development.
New York: Heinle and
Heinle
J. Munby. 1978.Communicative Syllabus
Design,
Cambridge:
Cambridge U. P
J. Swales. “Language for specific
purposes,” in International
Encyclopedia
of
Linguistics.Vol. 2, W. Bright,
Ed. Oxford: Oxford U. P.,
1992, p. 300
K. Westerfield. “An overview of needs
assessment in English for
REFERENCES
293
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
specific purposes,” Best
Practices in ESP E-Teacher
Course, Oregon: University
of Oregon, 2010, pp. 1-6
M. Ellis and C. Johnson. 1994.Teaching
Business English, Oxford:
Oxford U. P
P.C. Robinson. “An overview of English for
specific
purposes,”
in
Working with Language: A
Multidisciplinary
Consideration of Language
Use in Work Contexts, H.
Coleman,
Ed.
Berlin:
Mouton de Gruyter, 1989,
pp. 395-428
T.
Hutchinson
and
A.
Waters.
1987.English for Specific
Purposes:
A
LearningCenteredApproach,
Cambridge: Cambridge U.P
W.P. Wall. “Needs analysis for effective
professional communication
in English speaking and
listening proficiency: A case
study for Thai University
administrators,” Language
Forum, vol. 35, no. 1, pp. 724, Jan-Jun. 2009.
294
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU MEROKOK SISWA
LAKI – LAKI SMK AL-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2014
Parman¹, Hamdani²
1
Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Harapan Ibu Jambi
2
Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Harapan Ibu Jambi
*Korespondensi Penulis : [email protected]
ABSTRAK
Di Kota Jambi terdapat 58 SMA/SMK, dan salah satunya SMK Al-Irsyad yang terletak di kota Jambi
dengan jumlah siswa 104 orang. Dengan letak yang berada dipinggiran kota, membuat siswa-siswa
SMK Al-Irsyad Kota Jambi ini mudah untuk mendapatkan informasi baik yang bersifat positif maupun
negatif, begitu juga dengan perilaku merokok. Penelitian ini dilakukan di SMK Al-Irsyad Kota Jambi
tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap
dengan perilaku merokok siswa SMK. Populasi dalam penelitian adalah siswa laki-laki kelas 1, 2 dan
3 SMK Al-Irsyad Kota Jambi yang berjumlah 104 orang siswa, dan jumlah sampel adalah 68 siswa.
Dengan menggunakan uji chi-square .Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik di
gunakan batas kemaknaan 5 % (0,05). Sehingga apabila hasil perhitungan menunjukkan p- value <
alpha (0,05), artinya secara statistik terdapat hubungan yang bermakna di antara kedua variabel yang
diuji tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada sebanyak 30 responden (55,6 %) yang memiliki
pengetahuan tinggi dari 43 responden yang berperilaku merokok. Sedangkan diantara 25 responden
yang berperilaku tidak merokok ada sebanyak 24 responden (44,4 %) yang memiliki pengetahuan
rendah tentang merokok. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,023, maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku merokok siswa SMK AlIrsyad Kota Jambi tahun 2014. ada sebanyak 28 responden (53,8 %) yang bersikap buruk dari 42
responden yang berperilaku merokok. Sedangkan diantara 25 responden yang berperilaku tidak
merokok ada sebanyak 24 responden (46,2 %) yang bersikap buruk Hasil uji statistik diperoleh nilai
p-value = 0,009, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan
perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2014.
Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku merokok siswa SMK AlIrsyad Kota Jambi tahun 2014.Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku
merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2014.
Kata kunci : Perilaku Merokok, Pengetahuan dan Sikap
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan suatu hak
asasi manusia dan sekaligus investasi
untuk keberhasilan pembangunan bangsa.
Untuk itu diselenggarakan pembangunan
kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan, dengan tujuan guna
meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar
terwujud
derajat
kesehatan
1
masyarakat yang lebih baik .
Namun hal ini tidak seiring dengan
kenyataan yang ada saat ini, menurut
data Global Adult Tobacco Survey (GATS)
menunjukkan prevalensi perokok usia 15
tahun keatas sangat tinggi, antara lain
perokok laki-laki (967,4%) dan wanita
(2,7%). Lebih lanjut sebagian besar orang
dewasa (78,4%) terpapar asap rokok
dalam rumah.
Selain menyebabkan gangguan
kesehatan, konsumsi rokok juga dapat
menyebabkan ekonomi, baik ditingkat
rumah
tangga
dan
masyarakat.
Diindonesia tiap tahunnya pemerintah
mengeluarkan biaya pengobatan penyakit
terkait tembakau sebanyak sebesar 11,2
trilyun , yang terdiri dari pengeluaran
rawat inap sebesar 1,85 triliyun dan rawat
jalan sebesar 0,26 triliyun. Beberapa
kasus selektif dari penyakit terkait
tembakau di Indonesia antara lain
penyakit pernafasan, penyakit jantung dan
pembuluh
darah
(termsuk
stroke),
Neoplasma/kanker,
serta
gangguan
perinatal.
Perilaku merokok dilihat dari
berbagai
sudut
pandang
sangat
merugikan, baik untuk diri sendiri maupun
orang
lain.
Dilihat
dari
sisi
kesehatan,pengaruh bahan kimia yang
295
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
terkandung dalam rokok seperti nikotin,
CO (karbomonoksida), dan tarakan
memacu kerja susunan syaraf simpatis
sehingga mengakibatkan tekanan darah
meningkat dan detak jantung bertambah
cepat.
Perilaku merokok ini tampak dalam
kehidupan sehari-hari kita di rumah, di
jalan-jalan, di angkutan umum ataupun di
kantor, hampir setiap saat dijumpai dan
disaksikan orang yang sedang merokok.
Hal yang lebih memprihatikan lagi adalah
usia mulai merokok yang setiap tahun
semakin muda.
Saat ini sudah 49 % remaja antara
usia 15- 29 tahun telah merokok dengan
alasan dan tujuan yang berbeda-beda.
Tingginya persentase remaja yang
merokok di karenakan remaja merupakan
mereka
yang
sedang
mengalami
perubahan dari masa kanak-kanak
menuju masa
dewasa.
Perubahan
tersebut mencakup perubahan fisik dan
emosional yang kemudian tercermin
dalam sikap dan tingkah laku. Remaja
merupakan
salah
satu
kelompok
penduduk yang mudah terpengaruh oleh
arus informasi, tingkah laku teman sebaya
baik negatif maupun negatif.
Hasil Riset kesehatan dasar
(Depkes)5 menunjukkan 68 % perokok di
mulai usia 10 tahun dan 45 % dari yang
merokok di dalam rumah. Data Susenas
2010 mencatat, secara Nasional 27,7%
penduduk
diatas
usia
10
tahun
menyatakan merokok dalam satu bulan
terakhir, dan dari jumlah tersebut, 92 %
menyatakan
bahwa
kebiasaaan
merokoknya di dalam rumah ketika
bersama anggota keluarga lainnya. Jika
diperhitungkan jumlah satu keluarga 5
orang, maka saat ini hampir seluruh
penduduk Indonesia di kategorikan terlibat
perokok aktif maupun pasif.
Berdasarkan
data
Dinas
Pendidikan Kota Jambi Di Kota Jambi
terdapat 58 SMA/SMK, dan salah satunya
SMK Al-Irsyad Kota Jambi yang terletak
di kota Jambi dengan jumlah siswa 104
orang. Dengan letak yang berada di
pinggiran kota, membuat siswa-siswa
SMK
Al-Irsyad
ini
mudah
untuk
mendapatkan informasi baik yang bersifat
positif maupun negatif, begitu juga dengan
perilaku merokok.
Hasil pengamatan yang dilakukan
penulis di SMK Al-Irsyad Kota Jambi
selama 3 hari ternyata pada saat pulang
sekolah terdapat 13 orang siswa laki-laki
yang merokok. Data yang diperoleh
tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa
pada kelompok remaja yang usianya
antara 15- 29 tahun ada 49 % yang
merokok.
Menurut
Notoadmojo,
untuk
mengubah perilaku seseorang dari yang
tidak baik menjadi yang baik perlu
dilakukan pembelajaran atau pemberian
informasi dan pengetahuan. Salah satu
cara penyebaran informasi kesehatan
kepada masyarakat adalah dengan cara
penyebaran stiker atau dipasangnya
papan reklame di tempat-tempat umum
yang isi pesannya adalah mengajak
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih
dan sehat.
Berdasarkan data di atas maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pengetahuan dan sikap
terhadap perilaku merokok siswa SMK AlIrsyad Kota Jambi tahun 2014.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan
rancangan cross sectional dan bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen (pengetahuan dan
sikap)
dengan
variabel
dependen
(perilaku) di SMK Al-Irsyad Kota Jambi.
Populasi dalam penelitian ini adalah 104
orang dan jumlah sampel yang diambil
adalah 68 orang. Pengumpulan data
dengan melakukan wawancara dan
kuesioner. Pengolahan data dilakukan
dengan cara univariat dan bivariat
Penelitian ini akan di lakukan pada bulan
April 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk
melihat gambaran distribusi frekuensi
dari setiap variabel yang diteliti dengan
penyajian dalam bentuk tabel. Hasil
penelitian dari masing-masing variabel
(perilaku merokok, pengetahuan dan
sikap) dapat dilihat sebagai berikut :
Distribusi pengetahuan, sikap dan
296
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
perilaku merokok terhadap perilaku
merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota
Variabel
Frequency
Pengetahuan
Rendah
Tinggi
Sikap
Negatif
Positif
Perilaku
Tidak Merokok
Merokok
Jambi tahun 2014.
Percent
14
54
20,6
79,4
52
16
76,5
23,5
25
43
36,8
63,2
Berdasarkan
analisis
data
diperoleh gambaran rata-rata pencapaian
perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad
Kota Jambi berjumlah 43 responden (63,2
%), sedangkan perilaku yang tidak
merokok berjumlah 25 responden(36,8%).
Dapat dilihat bahwa pengetahuan
responden terhadap perilaku merokok
yang tinggi di SMK Al-Irsyad Kota Jambi
tahun 2013 berjumlah 14
responden
(20,6%), sedangkan pengetahuan rendah
berjumlah 54 responden(79,4%).
Dapat dilihat jumlah responden
yang bersikap positif terhadap perilaku
merokok di SMK Al-Irsyad Kota Jambi
tahun 2013 adalah 16 responden(23,5%)
dan jumlah responden yang bersikap
negatif terhadap perilaku merokok di SMK
Al-rsyad
Kota
Jambi
adalah
52
responden(76,5%).
Hasil Analisis Bivariat
Dalam penelitian ini hasil analisis
bivariat dilakukan untuk melihat hubungan
pengetahuan dan sikap dengan perilaku
merokok pada siswa SMK Al-Irsyad Kota
Jambi tahun 2014 dengan menggunakan
uji chi square dengan tingkat kemaknaan
0,05. Pada analisis bivariat ini dilakukan
secara berturut-turut pengujian untuk
melihat hubungan variabel independent
dengan variabel dependent.
Untuk
mengetahui
hubungan
antara pengetahuan dengan perilaku
merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi
Tahun 2014
Hasil analisis hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku merokok
siswa diperoleh bahwa ada sebanyak 30
responden (55,6 %)
yang memiliki
pengetahuan tinggi dari 43 responden
yang berperilaku merokok. Sedangkan
diantara 25 responden yang berperilaku
tidak
merokok ada sebanyak 24
responden (44,4 %) yang memiliki
pengetahuan rendah tentang merokok.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value =
0,023, maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan perilaku merokok
siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun
2014.
Hasil analisis hubungan antara
sikap dengan perilaku merokok siswa
diperoleh
bahwa ada sebanyak 28
responden (53,8 %) yang bersikap negatif
dari 42 responden yang berperilaku
merokok.
Sedangkan
diantara
25
responden
yang
berperilaku
tidak
merokok ada sebanyak 24 responden
(46,2 %) yang bersikap negatif. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p-value = 0,009,
maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara sikap
dengan perilaku merokok siswa SMK AlIrsyad Kota Jambi tahun 2014.
Menurut
Herman, Tingginya
persentase remaja yang merokok di
karenakan remaja merupakan mereka
yang sedang mengalami perubahan dari
masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Perubahan tersebut mencakup perubahan
fisik dan emosional yang kemudian
tercermin dalam sikap dan tingkah laku.
Remaja merupakan salah satu kelompok
penduduk yang mudah terpengaruh oleh
297
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
arus informasi, tingakah laku teman
sebaya baik negatif maupun positif.
Menurut Notoadmojo,
Untuk
mengubah perilaku seseorang dari yang
tidak baik menjadi yang baik perlu
dilakukan pembelajaran atau pemberian
informasi dan pengetahuan. Salah satu
cara penyebaran informasi kesehatan
kepada masyarakat adalah dengan cara
penyebaran stiker atau dipasangnya
papan reklame di tempat-tempat umum
yang isi pesannya adalah mengajak
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih
dan sehat.
Menurut Sri utami, Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap:
1. Pengalaman pribadi
Dasar
pembentukan
sikap:
pengalaman
pribadi
harus
meninggalkan kesan yang kuat, Sikap
mudah terbentuk jika melibatkan faktor
emosional.
GATS, 2011. Puskom Depkes. Jakarta
Komala Sari, 2010. Bahaya Merokok,
Media Presindo.Yogyakarta
Herman,
2009.
Hubungan
Antara
Pengetahuan,
Sikap
Dengan
Praktik
Merokok
Mahasiswa
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Dipenogoro Semarang.
Semarang
Badan Pusat Statistik, 2010. Jambi dalam
angka, Jambi
Notoadmojo S, 2005. Promosi Kesehatan
Teori Dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Jakarta.
Utami Sri, 2008. Psikologi Umum.Pustaka
Madani. Bandung.
2. Kebudayaan
Pembentukan sikap tergantung pada
kebudayaan tempat individu tersebut
dibesarkan, Contoh pada sikap orang
kota dan orang desa terhadap
kebebasan dalam pergaulan
3. Orang lain yang dianggap penting
(Significant Otjhers)
Orang-orang yang kita harapkan
persetujuannya bagi setiap gerak tingkah
laku dan opini kita, orang yang tidak ingin
dikecewakan, dan yang berarti khusus
Misalnya: orang tua, pacar, suami/isteri,
teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya
individu tersebut akan memiliki sikap yang
searah (konformis) dengan orang yang
dianggap penting.
SIMPULAN
Terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dan sikap terhadap
perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad
Kota Jambi tahun 2014.
DAFTAR PUSTAKA
Sistem Kesehatan Nasional, 2009. Bentuk
dan
cara
penyelenggaraan
Pembangunan. Jakarta
298
SCIENTIA JOURNAL
STIKES PRIMA JAMBI
No.3 Vol.4 Desember 2015
Download