EDITORIAL Penasehat : Pengantar Redaksi Ketua STIKes Prima Salam hangat, Pengarah : Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga SCIENTIA JOURNAL STIKes PRIMA JAMBI Vol.4 No.3 Edisi Desember 2015 telah dapat diterbitkan. Penantian yang panjang untuk terkumpulnya naskah ilmiah sebagai materi utama terbitan kita. Untuk itu penelitian ilmiah di lingkup STIKes PRIMA JAMBI harus lebih kita gerakkan sebagai salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kepada penulis yang telah mempercayakan kepada kami untuk menerbitkan karyanya kami mengucapkan terima kasih. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Ketua HAKLI Provinsi Jambi Ketua IAKMI Provinsi Jambi Puket I STIKes Prima Puket II STIKes Prima Puket III STIKes Prima Ketua Program Studi IKM Prima Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Prima Ketua Program Studi D-III Kebidanan Direktur Akademi Keperawatan Prima Sekretaris LPPM STIKes Prima Jambi Untuk edisi kali ini kami sajikan beberapa karya ilmiah dari bidang kebidanan, Bidan pendidik, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat. Selain itu juga turut menampilkan karya ilmiah dari dosen pengajar dari beberapa sekolah dan akademi kesehatan lain. Akhir kata, maju terus dan selamat berkarya. Mitra Bestari : Semoga Bermanfaat. Penanggung Jawab : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Dr. Pantun Bukit, SE., MSi Dr. Sukarno, M.Pdi dr. I. Nyoman Ehrich Lister, M.Kes, AIFM dr. Adrianto Ghazali, M.Kes Marinawati Ginting, SKM., M.Kes Didik Suryadi, SKM., M.Kes Herlina Harahap, S.Kep., Ns., M.Kes V.A Irmayanti Harahap, SKM., M.Biomed Dody Izhar, SKM, M.Kes Chrismis Novalinda Ginting, S.SiT, M.Kes Erni Girsang, SKM, M.Kes Editor/Editing : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Sakinah Dewi, S.Kep., M.Kes Sondang Selviana Silitonga, S.Kep., Ns., M.Kes Listautin, S.Kep., M.Kes Norliana Karo-Karo, SST Nia Nurziah, SKM Erna Simanjuntak, SKM, M.Kes Ns. Ridarti Sitorus, S.Kep Saut Siagian, S.T Johanes Ginting, SKM K. Klemens, SKM Dewan Redaksi : 1. 2. 3. Pimpinan Redaksi Redaktur Sekretaris Redaksi : Erris Siregar, SKM, M.PH. : Marta Butar-Butar, SKM : Resli Siregar, S.Kep., Ns Alamat Redaksi : Lembaga Penelitian dan Pengadian Kepada Masyarakat Kampus STIKes Prima Gedung D Lt.1 Jl. Raden Wijaya Rt.35 Kebun Kopi Thehok Kecamatan Jambi Selatan Telp/Fax : 0741 – 445963/445964 Email : [email protected] Website : www.stikesprima-jambi.ac.id Salam Sehat, Redaksi Volume 4 | No. 3 | Desember 2015 ISSN 2302 - 9862 SCIENTIA JOURNAL DAFTAR ISI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERAN PETUGAS DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU PEKERJA YANG MEMPUNYAI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS RAWASARI TAHUN 2015 Sondang, Dame........................................................................................................................... 191 HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, BODY IMAGE, DAN PERILAKU MAKAN DENGAN STATUS GIZI SISWI SMAN 6 KOTA JAMBI TAHUN 2015 Irmayanti................................................................................................................................ 198 FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MILLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NIPAH PANJANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2015 Erris........................................................................................................................................ 204 HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI PASIEN DAN PERAN KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEJADIAN ASAM URAT (GOUT) DI PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN KOTA JAMBI TAHUN 2015 Sakinah………........................................................................................................................................ 210 HUBUNGAN PEMAHAMAN INTRUKSI, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN KELUARGA DALAM PENGOBATAN PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2015 Nia, Lisia.............................................................................................................................................. 217 HUBUNGAN RIWAYAT STATUS KESEHATAN BAYI DAN STATUS GIZI IBU HAMIL TERHADAP KEJADIAN STUNTED PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MERSAM KABUPATEN BATANG HARI TAHUN 2015 Erna……................................................................................................................................................ 222 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN IMUNISASI DASAR DI WILAYAH KERJAPUSKESMASSP II SEKUTUR JAYA KABUPATEN TEBOTAHUN 2015 Marinawati........................................................................................................................................... 231 PERANCANGAN SISTEM NFORMASI REKAM MEDIS PASIEN PADA KLINIK BERSALIN KASIH IBU MENGGUNAKAN METODE WATERFALL Ade……….……......................................................................................................................................... 239 HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG BANGSAL RAWAT INAP RSUD SUNAN KALIJAGA KABUPATEN DEMAK Margareta Pratiwi................................................................................................................................... 248 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO DI KALANGAN REMAJA SMA NEGERI 1 KOTA JAMBI TAHUN 2015 Devi Arista............................................................................................................................... 255 PELAKSANAAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI Matda Yunartha……………….................................................................................................................... 265 HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANGTUA DAN REMAJA DENGAN PENGGUNAAN NAPZA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK PEKANBARU TAHUN 2015 Febrianti, Rika................................................................................................................................................ 273 GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TENTANG KONSUMSI BUAH DAN SAYUR SETIAP HARI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALANG BANJAR KOTA JAMBI TAHUN 2015 Susi………………................................................................................................................................................. 282 ESP NEEDS ANALYSIS FOR MIDWIFERY STUDENTS: A LEARNER CENTERED APPROACH Resi………......................................................................................................................................................... 290 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI – LAKI SMK AL-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2014 Parman,Hamdani….................................................................................................................................................... 295 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERAN PETUGAS DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU PEKERJA YANG MEMPUNYAI BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS RAWASARI TAHUN 2015 1 2 Sondang, Dame STIKes Prima Jambi 2 Dinas Kesehatan Kota Jambi *Korespondensi penulis : [email protected] 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan peran petugas dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Cara pengambilan sampelnya menggunakan teknik simple random sampling dimana populasi dalam penelitian ini ibu-ibu yang bekerja dan mempunyai bayi berusia 6 bulan ke atas di wilayah Puskesmas Rawasari berjumlah 193 orang, yang dijadikan sampel berjumlah 64 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja dengan nilai p value 0,000 (p<0,05) dan nilai OR sebesar 7,369. Adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja dengan nilai p value 0,000 (p<0,05) dan nilai OR sebesar 37,500. Adanya hubungan yang signifikan antara peran petugas dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja dengan nilai p value 0,000 dan nilai OR sebesar 464,000. Dengan hasil yang demikian maka petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas Rawasari harus lebih memperhatikan dan memberikan penyuluhan serta informasi tentang cara menyusui dan pentingnya pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Peran Petugas, ASI Eksklusif RELATED KNOWLEDGE , ATTITUDE , AND THE ROLE OF OFFICERS WITH EXCLUSIVE BREASTFEEDING WOMEN WORKERS THAT HAVE A BABY IN THE REGION HEALTH PUSKESMAS RAWASARI DISTRICT IN 2015 ABSTRACT This study aims to determine the relationship of knowledge , attitude , and the role of the officer with exclusive breastfeeding at mothers working who have babies in region Puskesmas Rawasari district in 2015. This research is descriptive analytic with cross sectional .Taking over the sampling using simple random sampling technique where the population in this study mothers who work and have a 6 month old baby up in the region amounted to 193 people Rawasari public health centers , which sample amounts to 64 people . The results showed a significant relationship between knowledge with exclusive breastfeeding in mothers working with p value of 0.000 ( p < 0,05 ) and the OR value of 7,369 . A significant relationship between attitude with exclusive breastfeeding in mothers working with p value of 0,000 ( p < 0,05 ) and the OR value of 37,500 . A significant relationship between the role of the officer with exclusive breastfeeding in mothers working with p value 0,000 and OR value of 464,000 . With such results , the health workers in the area of Puskesmas Rawasari should pay more attention and provide counseling and information about breastfeeding and the importance of exclusive breastfeeding for 6 months . Keywords : Knowledge , Attitude , Role Officer , exclusive breastfeeding 191 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PENDAHULUAN Pemberian ASI Eksklusif secara baik yakni sekitar 6 bulan pertama kelahiran akan berdampak sangat positif bagi tumbuh kembang bayi baik secara emosional maupun fisik. Bayi akan tumbuh lebih sehat dengan sistem imun yang sempurna dari air susu ibu (ASI), karena ASI mampu memberi perlindungan yang sempurna bagi bayi yang baru lahir (Amiruddin, 2011). Berdasarkan data WHO, cakupan ASI Eksklusif masih rendah untuk negara berkembang dan negara miskin termasuk Indonesia. Di Indonesia Cakupan pemberian ASI Eksklusif hanya 38% dari target sebesar 80%. Rendahnya cakupan ASI Eksklusif tersebut, merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan kematian bayi. Banyak hasil penelitian menunjukkan, bayi dibawah usia 6 bulan yang tidak diberikan ASI mempunyai resiko lima kali lipat terhadap kesakitan dan kematian akibat diare dan pneumonia dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif. Pentingnya pemberian ASI Eksklusif terlihat dari peran dunia yaitu pada tahun 2006 WHO (World Health Organization) mengeluarkan standar pertumbuhan anak yang kemudian diterapkan diseluruh dunia yang isinya adalah menekankan pentingnya pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan. Setelah itu, barulah bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI sambil tetap disusui hingga usianya mencapai 2 tahun. Sejalan dengan peraturan yang ditetapkan oleh WHO, di Indonesia juga menerapkan peraturan terkait pentingnya ASI Eksklusif yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 33/2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Peraturan ini menyatakan kewajiban ibu untuk menyusui bayinya sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan. Selain itu pentingnya ASI juga terlihat pada acara dunia yaitu pekan ASI sedunia Agustus 2008, The World Alliance For Breast Feeding Action (WABA) memilih tema Mother Support: Going For the Gold. Makna tema tersebut adalah suatu gerakan untuk mengajak semua orang untuk meningkatkan dukungan kepada ibu untuk memberikan bayi-bayi mereka makanan yang berstandar emas yaitu ASI yang diberikan Eksklusif selama 6 bulan pertama dan melanjutkan ASI bersama makanan pendamping ASI lainnya yang sesuai sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih (Depkes, 2010). ASI Eksklusif merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi, yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Menurut Amiruddin (2011), bahwa lebih dari 25.000 bayi Indonesia dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dengan memberikan ASI secara Eksklusif. Terkait dengan tujuan ke empat Millenium Development Goal “reduce infant mortality”. Angka kematian Bayi (AKB) Indonesia sekarang ini berada pada kisaran 30 per 1000 kelahiran hidup yang merupakan AKB tertinggi di ASEAN dan sekitar 5% kematiannya diakibatkan oleh penyakit infeksi yang terkait dengan rendahnya kekebalan tubuh bayi. Kematian bayi yang tinggi tersebut mencerminkan paling tidak dua hal. Pertama, rendahnya mutu pelayanan kesehatan, terkait dengan akses ke pelayanan kesehatan baik secara fisik maupun finansial. Dua, rendahnya kualitas lingkungan. Adapun cara untuk menurunkan angka kematian bayi di Indonesia yang terus dilakukan untuk mencapai target MDG‟s salah satunya adalah program intensif dalam peningkatan ASI khususnya ASI Eksklusif. Banyak hal yang menghambat pemberian ASI Eksklusif diantaranya adalah rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari tenaga kesehatan, faktor sosial budaya, gencarnya pemasaran susu formula, dan faktor ibu yang bekerja. Pengetahuan ibu tentang tekknik menyusui yang benar juga sangat penting karena dari pengalaman dan penelitian yang ada telah membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. 192 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Banyak alasan yang membuat ibu tidak mau menyusui bayinya secara Eksklusif salah satu alasannya yaitu karena ibu bekerja. Seharusnya, bekerja tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, karena pada saat ibu bekerja bayi dapat diberi ASI yang sudah diperah sebelum berangkat bekerja jadi walaupun si ibu bekerja bayi tetap dapat terpenuhi nutrisinya. Jadi ibu tidak perlu menghentikan pemberian ASI Eksklusif. ASI Eksklusif sebaiknya diberikan paling sedikit 4 bulan dan bila memungkinkan diberikan 6 bulan meskipun cuti hamil hanya diberikan 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI dan dukungan dilingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Diindonesia, rata-rata ibu memberikan ASI Eksklusif hanya 2 bulan, sementara pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat. Dan berdasarkan data dari Bappenas tahun 2010 menyatakan bahwa hanya 31% bayi di Indonesia mendapatkan ASI Eksklusif hingga usia 6 bulan. Terdapat beberapa penyebab rendahnya pemberian ASI Eksklusif yaitu belum semua rumah sakit menerapkan 10 LMKM (Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui), belum semua bayi lahir mendapatkan IMD (Inisiasi Menyusui Dini), jumlah penyuluh ASI masih sedikit 2.921 penyuluh dari target 9.323 penyuluh, dan promosi susu formula yang tergolong gencar (Bappenas, 2011). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi pada bulan Februari 2014 dan Agustus 2014, persentase cakupan ASI Eksklusif bulan Februari berjumlah 62,8% dan mengalami penurunan pada bulan Agustus sebesar 62,3%. Dengan persentase terbesar bulan Februari 93,5% yakni di Pukesmas Talang Bakung dan persentase terbesar bulan Agustus sebesar 92,3% yakni Puskesmas Paal Merah 1.Dan masih banyak Puskesmas yang cakupan ASI Eksklusifnya masih dibawah target pencapaian indikator program pemerintah salah satunya di Pukesmas Rawasari yaitu 53,6%. Adapun data dari Puskesmas Rawasari pada bulan Februari (semester I) tahun 2015 tentang cakupan ASI Eksklusif berjumlah 766 orang (64,7%). Di Puskesmas Rawasari ini terbagi menjadi 4 kelurahan yaitu Rawasari berjumlah 193 orang (56,2%), Simpang 3 Sipin berjumlah 92 orang (63,4%), Mayang Mangurai berjumlah 286 orang (68,3%), dan Beliung berjumlah 195 orang (67,3%). Berdasarkan survei awal yang peneliti lakukan pada tanggal 5 Mei 2015 di Puskesmas Rawasari pada 10 orang ibu dengan pekerjaan swasta dan PNS yang memiliki rata-rata berusia bayi 4 bulan dan 6 bulan, didapatkan bahwa 6 dari 10 ibu tersebut tidak memberikan ASI Eksklusif sejak bayi lahir. Selain itu, ibu tersebut tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai ASI Eksklusif dan saat ditanyakan kenapa tidak memberikan ASI Eksklusif ibu tersebut menganggap bahwa susu formula sama saja manfaatnya seperti ASI Eksklusif dan ibu mengatakan dengan pekerjaannya dari pagi sampai sore tidak memungkinkan untuk memberikan ASI Eksklusif. Hasil survei persentase penurunan cakupan ASI Eksklusif tersebut merupakan bentuk rendahnya pengetahuan ibu menyusui akan manfaat dan pentingnya ASI. Pengetahuan menurut Notoadmodjo (2007) adalah hasil tahu individu yang diperoleh melalui panca indera. Rendahnya pengetahuan ini dapat disebabkan karena ibu belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang manfaat ASI dan kandungan yang terdapat didalam ASI serta tentang manfaat perawatan payudara sebagai upaya memperlancar ASI. Pengetahuan para ibu tersebut dapat dipengaruhi dari sumber informasi yang didapat ibu dari lingkungan luar terutama peran media massa dalam memberikan informasi. Informasi yang disampaikan media massa yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif yaitu informasi atau iklan susu formula yang sekarang ini sedang gencargencarnya dilakukan oleh produsen susu. Iklan tentang susu ysng sering tampil di televisi yang menjadikan faktor utama memperkenalkan ibu pada produk susu sehingga ibu terpengaruh dan memiliki 193 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 sikap bahwa susu formula juga baik untuk bayi. Berdasarkan fenomena yang terjadi bahwa rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif berdampak terhadap sikap ibu yang kemudian akan berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI. Sikap ibu dari hasil survei awal yaitu alasan keterbatasan waktu karena bekerja, adanya masalah saat menyusui (air susu tidak langsung keluar dan sedikit) dan masih banyak ibu kurang setuju jika hanya memberikan ASI saja pada bayi berumur 0-6 bulan tanpa makanan tambahan lain atau tanpa METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan peran petugas kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari tahun 2015. Populasi dalam sampel penelitian ini adalah semua ibu yang bekerja dan mempunyai bayi diatas 0-6 bulan yang berjumlah 193 orang. Dengan sampel berjumlah 64 orang. Teknik pengambilan sampelnya denga menggunakan teknik simple random sampling yaitu penelitian dilakukan dengan mengambil responden secara acak sederhana sesuai dengan penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Rawasari yaitu di Kelurahan Rawasari. Penelitian ini akan dilakukan dari tanggal 19 Agustus sampai 21 Agustus 2015 dengan menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan dokumentasi (Arikunto, 2006). didampingi susu formula, itu semua dikarenakan kurangnya informasi dan tenaga kesehatan tentang ASI Eksklusif. Hal ini menunjukan bahwa sikap yang dimiliki tesebut akan menjadi salah satu hambatan dalam pencapaian target keberhasilan pemberian ASI Eksklusif secara maksimal. Hal itu menarik minat penulis untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap dan peran tenaga kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Pukesmas Rawasari tahun 2015. Diagram 1 Proporsi Berdasarkan Pengetahuan tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Pekerja yang Mempunyai Bayi di Wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 (n=64) Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 31 responden (48,44%) memiliki tingkat pengetahuan baik dan 33 responden (51,56%) memiliki tingkat pengetahuan kurang baik. Gambaran sikap tentang pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran pengetahuan tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu yang Mempunyai Bayi di Wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 194 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Diagram 2 Distribusi frekuensi berdasarkan sikap tentang pemberian Asi ekslusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi diwilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 ( n=64) Data hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi terbesar responden memiliki sikap yang negatif terhadap pemberian ASI Eksklusif yaitu sebanyak 35 responden (54,69%) dan 29 responden (45,31%) memiliki sikap yang positif terhadap pemberian ASI Eksklusif. Gambaran peran petugas tentang pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 Diagram 3 Distribusi frekuensi berdasarkan peran petugas tentang pemberian Asi ekslusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi diwilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 ( n=64) Data hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petugas kesehatan yaitu 33 orang (51,56%) mengatakan bahwa tenaga kesehatan tidak memberikan informasi atau penyuluhan tentang ASI Eksklusif secara langsung. Hanya 31 orang (48,44%) mengatakan bahwa tenaga kesehatan memberikan informasi mengenai ASI Eksklusif. Analisis Bivariat Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (Pengetahuan, sikap, dan peran petugas) dengan variabel dependen (pemberian ASI eksklusif). Analisa yang digunakan adalah uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% dengan p-value 0,05. Jika p-value ≤0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen (Ho ditolak) dan apabila p-value > 0,05 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen (Ho diterima). (Arikunto, 2006) Tabel 1 Hubungan Pengetahuan Dengan Pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 (n=64) No. Pengetahuan Pemberian ASI Jumlah p value OR Eksklusif Tidak Ya f % f % f % 1. Kurang Baik 25 75,76 8 24,24 33 100,0 0,000 7,369 2. Baik 9 29,03 22 70,97 31 100,0 Jumlah 34 53,12 30 46,88 64 100,0 Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p value 0,000 (p<0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu pekerja dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Dengan OR sebesar 7,639, maka dapat diartikan yaitu ibu-ibu yang pengetahuannya kurang baik mempunyai peluang sebesar 7 kali lipat untuk tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya 195 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 dengan ibu-ibu yang memiliki positif, bahwa ASI merupakan susu yang pengetahuan yang baik paling baik bagi bayi usia 0-6 bulan, dan Upaya yang perlu dilakukan untuk tidak baik jika memberikan susu formula membentuk sikap positif ibu terhadap atau makanan tambahan lainnya pada pemberian ASI Eksklusif yaitu dengan bayi 0-6 bulan. Ibu juga harus diajarkan diberikan pendidikan kesehatan berkaitan cara memerah ASI dan tempat dengan sikap yang baik dan tidak baik penyimpanan ASI perah, agar tidak ada dalam hal memberikan ASI Eksklusif lagi bayi yang tidak diberi ASI hanya dengan cara memberikan pengetahuan karena alasan ibu bekerja. dan menanamkan nilai-nilai serta persepsi Tabel 2 Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 (n=64) No. Sikap 1. Negatif 2. Positif Jumlah Pemberian ASI Eksklusif Tidak Ya f % f % 30 85,71 5 14,29 4 13,79 25 86,21 34 53,12 30 46,88 Jumlah f 35 29 64 % 100,0 100,0 100,0 p value 0,000 OR 37,500 Dari hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p value 0,000 (p<0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang mempunyai bayi. Dengan nilai OR sebesar 37,500, dapat diartikan yaitu ibu-ibu yang memiliki sikap yang negatif mempunyai peluang sebesar 37,5 kali untuk tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya dibandingkan dengan ibu-ibu yang mempunyai sikap yang positif. Upaya yang perlu dilakukan untuk membentuk sikap positif ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif yaitu dengan diberikan pendidikan kesehatan berkaitan dengan sikap yang baik dan tidak baik dalam hal memberikan ASI Eksklusif dengan cara memberikan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai serta persepsi positif, bahwa ASI merupakan susu yang paling baik bagi bayi usia 0-6 bulan, dan tidak baik jika memberikan susu formula atau makanan tambahan lainnya pada bayi 0-6 bulan. Ibu juga harus diajarkan cara memerah ASI dan tempat penyimpanan ASI perah, agar tidak ada lagi bayi yang tidak diberi ASI hanya karena alasan ibu bekerja. Tabel 3 Hubungan Peran petugas dengan Pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Rawasari Tahun 2015 ( n=64) Peran Petugas 1. Tidak 2. Ya Jumlah Pemberian ASI Eksklusif Tidak Ya f % f % Jumlah f 32 96,97 2 6,45 34 53,12 33 100,0 31 100,0 64 100,0 1 3,03 29 93,55 30 46,88 Dari hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p value 0,000 (p<0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan p value OR % 0,000 464,000 antara sikap dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu pekerja yang mempunyai bayi. Dengan OR sebesar 464,000. Dapat diambil kesimpulan bahwa 196 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 ibu-ibu yang kurang paham atau tidak mendapatkan informasi dan penyuluhan tentang ASI Eksklusif mempunyai peluang sebanyak 464 kali untuk tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya dibandingkan dengan ibu-ibu yang mendapatkan penyuluhan dan informasi tentang ASI Eksklusif tersebut. Peran petugas kesehatan sebagai pelaksana yang tinggi ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan, namun masih ada beberapa petugas kesehatan yang memiliki peran negatif terhadap pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif, hal ini dikarenakan kurangnya penyuluhan tentang ASI Eksklusif, maka perlu upaya dari instansi kesehatan terkait untuk memberikan bimbingan dan arahan tentang pemberian ASI saja selama 6 bulan kepada ibu-ibu khususnya ibu pekerja. Upaya lain yang harus dilakukan yaitu memasang banyak poster mengenai ASI Eksklusif jadi bukan hanya ibu yang akan membaca dan tahu tapi seluruh lapisan masyarakat termasuk peran petugas. SIMPULAN Ada hubungan yang signifikan antara Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Pekerja yang mempunyai bayi dengan nilai p value 0,000 (p<0,05) dan nilai OR sebesar 37,500 ; Ada hubungan yang signifikan antara Peran Petugas dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Pekerja yang mempunyai bayi dengan nilai p value 0,000 (p<0,05) dan nilai OR sebesar 464,000. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, Ridwan (2011). Inisiasi Menyusui Dini Strategi Menurunkan AKB available at http://epi4indonesia.org/id/?p=118 (Diakses pada tanggal 20 Mei 2015 jam 13,35 Wib) Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, Rineka Cipta. Depkes RI (2005). “Dalam Pratiwi, Anindita Ratna (2013), Pengaruh Pijat Bayi terhadap Perkembangan Bayi di Desa Pandak Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas 2013, Skripsi, UNSOED”. (Diakses pada tanggal 11 Juni 2015 jam 21.32 wib) Puskesmas Rawasari (2015). Eksklusif bayi 0-6 bulan. ASI Dinas Kesehatan (2014). ASI Eksklusif bayi 0-6 bulan. WHO, (2006). Dalam Novita, Dian (2008) Skripsi Hubungan Karakteristik Ibu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Immediate Breastfeeding Terhadap Praktek Pemberian ASI Ekslusif Pada Anak Usia 6-23 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Depok Tahun 2008. FKM UI, Jakarta. 197 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, BODY IMAGE, DAN PERILAKU MAKAN DENGAN STATUS GIZI SISWI SMAN 6 KOTA JAMBI TAHUN 2015 Irmayanti STIKes Prima Program Studi Kesehatan Masyarakat Korespondesi penulis: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi, Body image, dan Perilaku Makan dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015. Hal ini didasari permasalahan terjadi peningkatan status gizi remaja sangat kurus dari tahun 2013 sebanyak 9,42% menjadi 26,22% pada tahun 2014. Ini dikarenakan remaja rentan terkena permasalahan gizi, masih dijumpai remaja yang memiliki body image negatif, dan biasanya remaja membatasi makanan tertentu untuk mendapatkan tubuh ideal. Teknik pengambilan sampel adalah Propotional sampling Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Penelitian dilakukan di SMAN 6 Kota Jambi tahun 2015. Jumlah sampel yang akan di ambil dalam peneltian ini adalah sebanyak 72 sampel. Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner dan pengukuran status gizi. Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi-Square. Hasil analisis univariat terdapat 41 (56,9%) siswi memiliki pengetahuan gizi yang baik, 33 (45,8%) siswi mempunyai body image yang positif, 39 (54,2%) siswi memiliki perilaku makan yang baik,37 (51,4%) siswi mempunyai status gizi normal. Sedangkan analisis bivariat terdapat hubungan antara status gizi dengan pengetahuan gizi (P Value = 0,01), body image (P Value = 0,03) dan perilaku makan (P Value = 0,00) Diharapkan Puskesmas lebih memperhatikan status gizi remaja disekitar wilayah Puskesmas Pall V dan memperbayak melakukan penyuluhan kebutuhan gizi remaja, juga diharapkan SMAN 6 Kota Jambi menjalankan UKS sekolah yang dapat berfungsi dalam pemantauan status gizi remaja. Selain itu membentuk body image yang baik bagi remaja dengan memperbanyak penyuluhan kebutuhan gizi bagi remaja. Kata Kunci : Pengetahuan Gizi, Body Image, Perilaku Makan dan Status Gizi CORRELATION AMONG EATING BEHAVIOR, BODY IMAGE, NUTRIENT KNOWLEDGE, AND NUTRIENT STATUS OF FEMALE STUDENTS IN SMAN 6 JAMBI CITY ON 2015. ABSTRACT This study aimed to investigate the correlation among eating behavior, body image, nutrient knowledge, and nutrient status of female students in SMAN 6 Jambi city on 2015. The background of this study was the increasing of teenagers’ nutrient status since 2013. The extremely skinny teenager had 9,42% increased to 26,22% on 2014. Sampling technique employed in this study was proportional sampling strategy which the total sample was 72 respondents. The analysis used was univariate and bivariate analysis where it was counted statistically using Chi-Square. The instruments were questionnaires and nutrient status measurement. The result of univariate analysis was 41 (56,9%) female students had a good quality of nutrient knowledge, 33 (45,8%) female students had positive body image, 39 (54,2 %) female students had good eating behavior, and 37 (51,4%) female students had normal nutrient status. However, the bivariate analysis result was there was correlation among nutrient status and nutrient knowledge (P Value= 0,01), body image (P Value= 0,03) and eating behavior (P Value= 0,00). Puskesmas (Public Health Center) is wished to give more attention to teenagers’ nutrient status in area of Puskesmas Pall V. Puskesmas should give socialization related to the needs of nutrient for teenager. And for SMAN 6 Jambi, they should run UKS (School Health Unit) in the school. It can monitor the students’ nutrient status. It can also help the students to have a good body image. Keywords: Nutrient knowledge, body image, eating behavior, and nutrient status 198 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PENDAHULUAN Terjadi peningkatan ststus gizi remaja sangat kurus dari tahun 2013 sebanyak 9,42% menjadi 26,22% pada tahun 2014. Ini dikarenakan remaja rentan terkena permasalahan gizi, masih dijumpai remaja yang memiliki body image negatif, dan biasanya remaja membatasi makanan tertentu untuk mendapatkan tubuh ideal. Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak - anak ke periode dewasa, yang berawal pada usia 9 - 10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh remaja memerlukan energi dan zat gizi lain yang lebih banyak dibandingkan pada masa kehidupan yang lain (Arisman,2004). Tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan mengalami masalah gizi. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan pada masa ini berpengaruh pada kebutuhan dan asupan gizi, kebutuhan khusus zat gizi perlu diperhatikan pada kelompok remaja yang mempunyai aktivitas olah raga, mengalami kehamilan, gangguan perilaku makan, restriksi asupan makanan, kosumsi alkohol , kecanduan obat-obatan maupun hal-hal lain yang biasa terjadi pada remaja (Fillah,2014). Menurut WHO dalam Sarwono (2013) remaja atau adolescence merupakan suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat kematangan seksual, mengalami perkembangan psikologis, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang kepada keadaan relative lebih mandiri. Anak perempuan lebih mementingkan penampilan, sering menghindari gemuk sehingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak banyak mengandung energi, tidak mau makan pagi (Proverawati, 2002). METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 yang beralamatkan Jl. KOl. M. Kukuh No 46 Pemahaman gizi yang keliru akan menjadi masalah bagi remaja putri yang sangat menginginkan memiliki tubuh langsing, karena untuk membentuk dan memelihara kelangsingan tubuh, mereka menerapkan pengaturan pembatasan makanan secara keliru, sehingga kebutuhan gizi mereka tidak terpenuhi (husaini, 2006). Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang, maka orang tersebut akan semakin memperhitungkan jumlah zat gizi dan jenis bahan makanan yang dipilih untuk dikonsumsi (Sandra, 2007). Mengkonsumsi makanan seharihari kurang beraneka ragam, maka akan timbul ketidak seimbangan akan masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif (Erna, 2004) Hasil penelitian Syahrir (2013), menunjukkan bahwa siswa SMA Athirah Makassar (33,8%), memiliki persepsi body image yang negatif (mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya) tidak hanya terjadi pada responden dengan kelebihan berat badan saja (gemuk dan obesitas), namun juga pada responden dengan status gizi normal yaitu sebanyak (50,0%) Apabila remaja dan anak usia sekolah dibiarkan mengalami gangguan pertumbuhan, pada saat menjadi wanita usia subur (WUS) akan mengalami gangguan kekurangan energi kronik, dan akhirnya pada usia lanjut akan mengalami kurang gizi (Supariasa, 2012) Penelitian yang dilakukan Widianti dan Ayu Chandra (2012) di SMA Theresiana Semarang, ditemukan sebanyak 40,3% sampel merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya dan sebagian besar subjek (56,9%) belum menjalankan perilaku makan yang baik. Penelittian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi, Body image, dan Perilaku Makan dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 Jambi, Kelurahan Pall V, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi, Propinsi Jambi. 199 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Penelitian ini dilaksana pada tanggal 2021 bulan Agustus 2015 Populasi dalam penelitian ini adalah siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015, yang berjumlah 262 siswi, Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini menggunakan rumus Notoatmodjo (2010) sampel yang diambil adalah sebanyak 72 sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik propotional random sampling dengan pengambilan sampel secara acak sederhana yaitu bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Sugiyono, 2009). Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat, penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi-Square. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada variabel pengetahuan setelah dikelompokkan yaitu baik dan kurang, maka didapat di SMAN 6 Kota Jambi terdapat 41 (56,9%) siswi memiliki pengetahuan yang baik tentang pengetahuan gizi. Selain itu di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 31 (43,1%) siswi mempunyai pengetahuan gizinya kurang. Tabel 1 Distribusi Pengetahuan Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 Keterangan F % Baik Kurang Total 41 31 72 56,9 43,1 100 Pada variabel body image setelah image yang Negatif. Selain itu di SMAN 6 dikelompokkan yaitu negatif dan positif, Kota Jambi didapatkan 33 (45,8%) siswi maka didapat di SMAN 6 Kota Jambi mempunyai body image yang positif. terdapat 39 (54,2%) siswi memiliki Body Tabel 2 Distribusi Body Image Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 Keterangan Negatif Positif Total F 39 33 72 % 54,2 45,8 100,0 Pada variabel perilaku makan perilaku makan yang baik. Selain itu di setelah dikelompokkan yaitu baik dan SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 33 tidak baik, maka didapat di SMAN 6 Kota (45,8%) siswi memiliki perilaku makan Jambi terdapat 39 (54,2%) siswi memiliki yang tidak baik. Tabel 3 Distribusi Perilaku Makan Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 Keterangan Baik Tidak Baik Total F 39 33 72 % 54,2 45,8 100 200 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Pada Variabel status gizi setelah dikelompokkan yaitu gemuk, kurus dan normal, maka didapat di SMAN 6 Kota Jambi terdapat 14 (19,4%) siswi memiliki status gizi gemuk sedang kan 21 (29,2%) siswi mempunyai status gizi kurus . Selain itu di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 37 (51,4%) siswi mempunyai status gizi normal. Tabel 4 Distribusi Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 Keterangan Gemuk Kurus Normal Total F 14 21 37 72 % 19,4 29,2 51,4 100 Dari 72 sampel sebanyak 14 72 sampel 37 (51,4%) memiliki ststus gizi (19,4%) siswi mengalami kegemukan yang Normal diantaarnya 37 (90,2%) diantaranya 1 (2,4%) siswi mempunyai mempunyai pengetahuan yang baik. Hasil pengetahauan yang baik, dan 13 (41,9%) uji statistik didapatkan nilai P Value =0,01. mempunyai pengetahuan gizinya kurang. Maka P Value pengetahuan gizi lebih kecil Dari 72 sampel 21 (29,2%) siswi dari α yaitu 0,05 jadi dapat disimpulakan mempunyai status gizi kurus diantaranya ada hubungan penegetahuan gizi dengan 3 (7,3%) mempunyai pengetahuan gizi status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi yang baik dan 18 (58,1%) mempunyai Tahun 2015. pengetahuan gizi yang kurang. Dan dari Tabel 5 Hubungan Pengetahuan Dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 Pengetahuan Baik Kurang Jumlah Gizi Gemuk Kurus f % f % 1 2,4 3 7,3 13 41,9 18 58,1 14 19,4 21 29,,2 Dari 72 sampel sebanyak 14 (19,4%) siswi mengalami kegemukan diantaranya 12 (30,8%) siswi mempunyai body image negatif, dan 2 (6,1%) mempunyai body image positif. Dari 72 sampel 21 (29,2%) siswi mempunyai status gizi kurus diantaranya 19 (48,7%) mempunyai body image negatif dan 2 (6,1%) mempunyai body image positif. Dan dari 72 sampel 37 (51,4%) memiliki ststus gizi yang Normal diantaranya 8 (20,5%) mempunyai body image negatif dan 29 (87,9%) mempunyai body image positif. Hasil uji statistik didapatkan nilai P Value =0,03. Maka P Value body image lebih kecil dari α yaitu 0,05 jadi dapat Total Normal f % 37 90,2 0 0 37 51,4 F 41 31 72 % 100 100 100 P Value 0,01 disimpulakan ada body image dengan status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015. 201 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Tabel 6 Hubungan Body Image Dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 Body Image Negatif Positif Jumlah Gizi Gemuk Kurus f % f % 12 30,8 19 48,7 2 6,1 2 6,1 14 19,4 21 29,2 Total Normal f % 8 20,5 29 87,9 37 51,4 F 39 33 72 % 100 100 100 P Value 0,03 Dari 72 sampel sebanyak 14 (19,4%) siswi mengalami kegemukan diantaranya 2 (5.1%) siswi mempunyai perilaku makan baik, dan 12 (36,4%) mempunyai perilaku makan yang tidak baik. Dari 72 sampel 21 (29,2%) siswi mempunyai status gizi kurus diantaranya 21 (63,6%) mempunyai perilaku makan yang tidak baik dan tidak ada yang mempunyai perilaku makan yang baik. Dan dari 72 sampel 37 (51,4%) memiliki ststus gizi yang Normal diantarnya 37 (94,9.%) mempunyai mempunyai perilaku makan yang baik. Hasil uji statistik didapatkan nilai P Value =0,00. Maka P Value perilaku makan lebih kecil dari α yaitu 0,05 jadi dapat disimpulakan ada perilaku makan dengan status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015. Tabel 7 Hubungan Perilaku makan Dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015 Perilaku Makan Baik Tidak Baik Jumlah Gemuk f % 2 5,1 12 36,4 Gizi Kurus f % 0 0 21 63,6 Normal f % 37 94,9 0 0 F 39 33 % 100 100 14 21 37 72 100 19,4 SIMPULAN SMAN 6 Kota Jambi terdapat 41 (56,9%) siswi memiliki pengetahuan yang baik tentang pengetahuan gizi. Selain itu di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 31 (43,1%) siswi mempunyai pengetahuan gizi nya kurang; SMAN 6 Kota Jambi terdapat 39 (54,2%) siswi memiliki Body image yang Negatif. Selain itu di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 33 (45,8%) siswi mempunyai body image yang positif; SMAN 6 Kota Jambi terdapat 14 (19,4%) siswi memiliki status gizi gemuk sedang kan 21 (29,2%) siswi mempunyai status gizi kurus . Selain itu di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 37 (51,4%) siswi mempunyai status gizi normal; SMAN 6 Kota Jambi terdapat 39 (54,2%) siswi memiliki perilaku makan yang baik. Selain itu di SMAN 6 Kota Jambi didapatkan 33 29,2 Total 51,4 P Value 0,00 (45,8%) siswi memiliki perilaku makan yang tidak baik;Sebanyak 14 (19,4%) siswi mengalami kegemukan diantaranya 1 (2,4%) siswi mempunyai pengetahauan yang baik, dan 13 (41,9%) mempunyai pengetahuan gizinya kurang. Dari 72 sampel 21 (29,2%) siswi mempunyai status gizi kurus diantaranya 3 (7,3%) mempunyai pengetahuan gizi yang baik dan 18 (58,1%) mempunyai pengetahuan gizi yang kurang. Dan dari 72 sampel 37 (51,4%) memiliki ststus gizi yang Normal diantaranya 37 (90,2%) mempunyai pengetahuan yang baik. Hasil uji ststistik didapatkan nilai P Value =0,01. Maka P Value pengetahuan gizi lebih kecil dari α yaitu 0,05 jadi dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015; Sebanyak 14 (19,4%) siswi 202 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 mengalami kegemukan diantaranya 12 (30,8%) siswi mempunyai body image negatif, dan 2 (6,1%) mempunyai body image positif. Dari 72 sampel 21 (29,2%) siswi mempunyai status gizi kurus diantaranya 19 (48,7%) mempunyai body image negatif dan 2 (6,1%) mempunyai body image positif. Dan dari 72 sampel 37 (51,4%) memiliki ststus gizi yang Normal diantaranya 8 (20,5%) mempunyai body image negatif dan 29 (87,9%) mempunyai body image positif. Hasil uji ststistik didapatkan nilai P Value =0,03. Maka P Value body image lebih kecil dari α yaitu 0,05 jadi dapat disimpulkan ada body image dengan status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015; Sebanyak 14 (19,4%) siswi mengalami kegemukan diantaranya 2 (5,1%) siswi mempunyai perilaku makan baik, dan 12 (36,4%) mempunyai perilaku makan yang tidak baik. Dari 72 sampel 21 (29,2%) siswi mempunyai status gizi kurus diantaranya 21 (63,6%) mempunyai perilaku makan yang tidak baik dan tidak ada yang mempunyai perilaku makan yang baik. Dan dari 72 sampel 37 (51,4%) memiliki ststus gizi yang Normal diantarnya 37 (94,9%) mempunyai mempunyai perilaku makan yang baik. Hasil uji ststistik didapatkan nilai P Value =0,00. Maka P Value perilaku makan lebih kecil dari α yaitu 0,05 jadi dapat disimpulakan ada perilaku makan dengan status gizi siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015. DAFTAR PUSTAKA Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC Erna. 2004.Gizi Dalam Reproduksi. Jakarta. EGC Kesehatan Fillah. 2014. Permasalahan Gizi Pada remaja Putri. Yogyakarta. Graha Ilmu Notoatmodjo.2014. Ilmu Perilaku Kesehatan.Jakarta. Rineka Cipta Notoatmodjo. 2012. Pomosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta Proverawati. 2011. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Yogyakarta. Nuha Medica Medika Sandra.2007. Konsumsi Kalsium pada Remaja. Dalam: Gizi dan Kesehatan Masyarakat.Jakarta: PT. Raja Grafindo Sarwono, 2014. Psikologi Jakarta: Rajawali Pers Remaja. Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R dan D. Bandung: Alpabeta Supariasa. 2012. konsultasi gizi. Jakarta: EGC Pendidikan dan Syahrir N, Thaha AR, Jafar N. 2013. Pengetahuan Gizi, Body Image, Dan Status Gizi Remaja Di SMA Islam Athirah Kota Makassar . Jurnal MKMI. Widianti N, Chandra A. 2012. Hubungan Antara Body Image dan Perilaku Makan dengan Status Gizi Remaja Putri di SMA Theresiana Semarang. Journal of Nutrition College. 203 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MILLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NIPAH PANJANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2015 Erris Poltekes Kesehatan Lingkungan Korespondensi Penulis : [email protected] ABSTRAK Diabetes Millitus (DM) merupakan penyakit kronis yang prevalensinya tinggi. prevalensi diabetes mellitus di Indonesia meningkat dari tahun 2007 yakni sebesar 1,1% menjadi 2,1% pada tahun 2013. maka perlu adanya upaya untuk pencegahan penyakit tersebut. Untuk mencegah timbulnya kasus, masyarakat perlu mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko kejadian DM di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain study case-control. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 76, terdiri dari 38 kasus 38 dan 38 control. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2015. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara usia ≥ 45 tahun dengan diabetes melitus ( p value = 0,005,OR =4,4), ada hubungan antara obesitas dengan diabetes melitus ( p value = 0,018,OR = 3,5), ada hubungan antara pola makan dengan diabetes melitus ( p value = 0,011, OR =3,7 ). Ada hubungan antara usia ≥ 45 tahun, obesitas, dan pola makan terhadap kejadian DM. Diharapkan peran serta tenaga kesehatan, masyarakat untuk mengoptimalkan fungsi preventif dan promotif dalam upaya deteksi dini terhadap penyakit diabetes mellitus. Kata kunci : Diabetes millitus, usia, obesitas, pola makan. ABSTRACT Diabetes Millitus (DM) is a chronic disease whose prevalence is high. The prevalence of diabetes mellitus in Indonesia increased from 2007 that is by 1.1% to 2.1% in 2013. Hence the need for efforts to prevent the disease. To prevent the occurrence of cases, people need to know the risk factors associated with the incidence of this disease. The aim of this research to determine the incidence of diabetes risk factors in Puskesmas Nipah Panjang East Tanjung Jabung. This research was quantitative which used case-control study design purposive sampling technique was performed to recruit samples. And the sample size of this study was 76 consisted of 38 cases and 38 control. This research was conducted in the working area public health centers Nipah Panjang East Tanjung Jabung 2015. The result showed that there correlation between age ≥ 45 years of diabetes mellitus p value = 0,005, OR = 4,4), there is a correlation between obesity and diabetes mellitus, ( p value = 0,018, OR = 3,5), there is a correlation between dietary with diabetes mellitus ( p value = 0,011, OR = 3,7 ). There is a correlation between of age ≥ 45 years the risk factors, obesity, and dietary on the incidence of DM. Expected participation of health workers, community to optimize preventive and promotive functions in an effort early detection of diabetes mellitus. Key Words : Diabetes mellitus, age, obesity, dietary. PENDAHULUAN Diabetes Millitus merupakan suatu kelainan pada seseorang yang ditandai naiknya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan karena kekurangan insulin. Seseorang dikatakan menderita Diabetes jika kadar glukosa dalam darahnya di atas 120 mg/dl (dalam kondisi berpuasa) dan di atas 200 mg/dl (dua jam setelah makan). Tanda utama seseorang menderita Diabetes adalah air seninya mengandung gula. Ada 2 tipe Diabetes Millitus yaitu diabetes tipe I/Diabetes juvenile yaitu Diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanakkanak dan Diabetes tipe II yaitu Diabetes yang didapat setelah dewasa Secara ilmiah Diabetes Millitus sering di kenal dengan penyakit gula. Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan pada pola sistem metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dalam tubuh, gangguan tersebut disebabkan kurangnya produksi insulin 204 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 yang diperlukan dalam proses perubahan gula menjadi tenaga (Padila, 2012). Faktor pencetus Diabetes bermacam-macam, mulai faktor genetik (keturunan), faktor dari luar seperti virus dan bahan beracun, hingga gaya hidup sehari-hari. Sekitar 95% kasus Diabetes di Indonesia adalah Diabetes tipe II. Kondisi ini membuktikan banyaknya anggota masyarakat yang menerapkan gaya hidup kurang sehat. Seperti, tidak mengatur pola makan (banyak mengkonsumsi karbohidrat, lemak, dan makanan dengan kandungan gula tinggi). Tetapi tidak pernah atau jarang berolahraga. Mereka yang memiliki risiko tinggi terkena Dalam hasil laporan penyakit tidak menular Provinsi Jambi tahun 2014 juga menunjukkan bahwa penyakit Diabetes Millitus merupakan kasus penyakit tertinggi. Diabetes Millitus menempati urutan ke 2 dari 17 penyakit tidak menular lainnya, dengan jumlah kasus sebesar 12.461 orang (Dinkes provinsi jambi, 2014). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dari 17 puskesmas yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Puskesmas Nipah Panjang merupakan puskesmas yang angka kejadian Diabetes tertinggi dengan jumlah 228 orang salama 3 tahun terakhir kasus dibandingkan dengan kejadian Diabetes di puskesmas lainnya. Berdasarkan data dari Puskesmas Nipah Panjang pasien yang berkunjung pada tahun 2015 (Januari-April) terdapat 107 pasien yang menderita Diabetes Millitus. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti ‘‟Faktor Risiko kejadian Diabetes Millitus di Wilayah. kerja Puskesmas Nipah Panjang tahun 2015‟‟. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko usia,obesitas, dan pola makan terhadap kejadian DM dan hipotesis penelitian ini adalah Ada hubungan faktor Usia, obesitas, dan pola makan dengan kejadian penyakit Diabetes Millitus di wilayah kerja Puskesmas Nipah Panjang tahun 2015. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Kuantitatif dengan desain penelitian case-control atau retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian Diabetes Millitus di wilayah kerja puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015. Sasaran dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita Diabetes Millitus. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan panduan kuesioner. Populasi kasus dalam penelitian ini seluruh penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang yang berjumlah 107 orang, dengan sampel 76 orang, yang terdiri dari sampel kasus 38 dan sampel control 38. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Analisa yang digunakan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji statistik. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1420 Agustus 2015 di wilayah kerja puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Alasan penelitian ini adalah tingginya kasus Diabetes Millitus di wilayah kerja puskesmas Nipah Panjang (Arikunto, 2010). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dengan uji chi-square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor usia dengan kejadian diabetes mellitus dimana nilai p-value <0,05 yaitu 0,005. hasil Odds Ratio (OR) yaitu 4,431 yang artinya responden yang berisiko dengan usia ≥45 tahun memiliki peluang 4,4 kali untuk menderita penyakit diabetes mellitus dibandingkan responden yang tidak berisiko dengan usia <45. Pada penelitian ini di temukan bahwa terdapat responden yang usianya tidak berisiko tetapi terkena DM hal ini disebabkan oleh karena responen memilikifaktor lain yaitu faktor genetik sehingga responden berisiko terkena DM. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Trisnawati dan Setyorogo (2012) di Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Penelitian antara usia dengan kejadian diabetes 205 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 mellitus menunjukan adanya hubungan yang signifikan. Kelompok usia < 45 tahun mempunyai risiko lebih rendah sebesar 72% dibandingkan dengan kelompok usia ≥45 tahun. Peningkatan diabetes risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel pankreas dalam memproduksi insulin. Lebih lanjut dikatakan bahwa DM merupakan penyakit yang terjadi akibat penurunan fungsi organ tubuh (degeneratif) terutama gangguan organ pancreas dalam menghasilkan hormon insulin sehingga DM akan meningkat kasusnya sejalan dengan pertambahan usia. Menurut asumsi peneliti semakin bertambahanya usia maka akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh terutama pancreas dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga lebih memicu responden yang usia berisiko terkena DM. Diharapkan kepada responden berusia ≥ 45 yang berisiko terkena penyakit diabetes mellitus agar lebih memperhatikan kesehatan, dengan menjaga pola hidup sehat dengan cara olahraga teratur dan makan-makanan sehat yang rendah lemak, rendah karbohidrat dan tinggi serat contohnya buah-buahan, ubi, jagung, tidak mengkonsumsi jeroan, dan lain-lain. Serta melakukan pemeriksaan kesehatan dan glukosa darah secara rutin. Hasil analisis hubungan usia dengan kejadian Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Kejadian Diabetes Millitus Dan Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015 USIA Kejadian DM Total OR pDM Tidak DM (95% CI) Value N % N % N % Berisiko ≥45 59,2 29 76,3 16 42,1 45 4.431 tahun 0,005 (1.651Tidak berisiko 40,8 9 23,7 22 57,9 31 11.887) <45 tahun Jumlah 38 100 38 100 76 100 Berdasarkan hasil penelitian dengan uji chi-square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor obesitas dengan kejadian diabetes mellitus dimana nilai p-value <0,05 yaitu 0,018. hasil Odds Ratio (OR) yaitu 3,580 yang artinya responden yang obesitas memiliki peluang 3,5 kali untuk menderita penyakit diabetes millitus dibandingkan responden yang tidak obesitas. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa pada responden yang tidak obesitas tetapi terkena DM hal ini disebabkan karena pada responden memiki faktor lain yaitu faktor genetik dan usia berisiko diatas 45 tahun sehingga responden berisiko untuk terkena DM. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfiyah (2010) di RSUD Kota Semarang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan Diabetes Militus ( p value = 0,001,OR = 5,856). Pada penelitian Rudyana (2010), oleh teori Damayanti (2008), aktivitas fisik yang kurang juga bisa menjadi berisiko mengalami obesitas kemudian dari obesitas tersebut akan bisa berdampak pada Diabetes Millitus. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya aktifitas fisik yang dilakukan sehingga kalori yang berlebihan didalam tubuh mereka tidak dapat dibakar sehingga penumpukan kalori tersebut 206 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 akan menjadi timbunan lemak didalam tubuh. Pada prinsipnya akibat dari ketidakseimbangnya antara asupan makanan dan tenaga yang dikeluarkan dalam aktivitas sehari-hari sehingga terjadi penimbunan lemak di dalam tubuh. Berolahraga secara teratur dapat mengurangi risiko terkena diabetes. Antara lain dapat mencegah obesitas, salah satu penyebab diabetes. Bagi diabetes olahraga secara teratur berfungsi untuk menormalkan kadar gula darah. Sehingga mengurangi kebutuhan terhadap obat-obatan dan insulin. Menurut asumsi penelliti, kurangnya aktifitas fisik (olahraga) maka tenaga yang dikeluarkan hanya sedikit sehingga zat makanan yang dimakan akan tersimpan dan menumpuk pada tubuh sebagai lemak, sehingga berpengaruh terhadap kenaikan berat badan. Untuk itu diharapkan bagi responden agar dapat menerapkan pola makan yang baik dan sehat serta dengan melakukan olahraga secara teratur minimal 3x seminggu selama 30-45 menit yaitu dengan olahraga jogging, bersepeda, atau berenang sehingga memperoleh berat tubuh yang normal. Hasil analisis hubungan usia dengan kejadian Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2 Distribusi Responden Menurut Kejadian Diabetes Millitus Dan Obesitas Di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015 OBESITAS Kejadian DM Obesitas IMT 30-39,9 Tidak Obesitas IMT <30 Jumlah Tidak DM N 29 % 76,3 N 18 % 47,4 Total N % 61,8 47 9 23,7 20 52,6 29 38,2 38 100 38 100 76 100 Berdasarkan hasil penelitian dengan uji chi-square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor pola makan dengan kejadian Diabetes Mellitus dimana nilai p-value <0,05 yaitu 0,005. hasil Odds Ratio (OR) yaitu 3,764 yang artinya responden yang obesitas memiliki peluang 3,7 kali untuk menderita penyakit diabetes mellitus dibandingkan responden yang tidak obesitas. Pada penelitian ini ditemukan bahwa responden yang memiliki pola makan baik tetapi terkena DM, hal ini dapat terjadi karena responden memiliki faktor lain yaitu faktor genetik dan jarang melakukan aktifitas fisik sehingga responden berisiko terkena DM. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustini (2014) di puskesmas Payo Selincah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada pValue OR (95% CI) 0,018 3,580 (1,3419,561) hubungan antara pola makan dengan diabetes mellitus dengan nilai p-value 0,007 dan nilai OR yaitu 11,000 yang artinya responden yang mempunyai pola makan buruk memiliki peluang 11,0 kali untuk penderita penyakit Diabetes Millitus dibandingkan responden yang mempunyai pola makan baik. Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang untuk memilih pola makan sebagai reaksi terhadap fisiologis, fisikologis, budaya dan social. Karena faktor makanan juga merupakan faktor utama sebagai penyebab diabetes millitus. Orang-orang yang terbiasa mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat seperti nasi, biskuit, cokelat, dan lain sebagainya sangat berpotensi untuk terserang penyakit diabetes millitus (Waspadji, 2009). 207 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Sesorang yang mempunyai gaya hidup yang kurang baik seperti pola makan tidak teratur, mengkonsumsi rokok dan lain-lain akan berisiko terjadinya Diabetes Millitus. hal ini disebabkan Karena makanan yang tidak seimbang bisa mengakibatkan asupan nutrisi yang tidak baik (Darmayanti, 2008). Pola makan yang tidak terkontrol akan menyebabkan obesitas. Bila makan berlebihan dalam jangka waktu lama, cadangan lemak ditimbun akan menjadi lebih banyak lagi. Ada beberapa faktor yang mendasari seseorang makan berlebih antara lain kecemasan, kebiasaan ngemil (makan di luar jam makan), makan gorengan, menyukai fast food/junk food dan tingginya konsumsi karbohidrat, rendah serat, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol (Depkes RI, 2008). Menurut asumsi peneliti, sering mengkonsumsi makan-makanan yang tinggi lemak, tinggi karbohidrat, rendah serat, makanan yang besifat asin dan manis secara berlebihan akan berpengaruh terhadap pola makan yang buruk sehingga memicu terjadinya penyakit DM. Diharapkan kepada responden dapat mengatur pola makan yang baik, seperti rendah lemak (daging,jeroan), rendah karbohidrat (beras merah,pengganti nasi), diet tinggi kalori, serta melakukan pemeriksaan glkosa darah secara teratur. Hasil analisis hubungan usia dengan kejadian Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Kejadian Diabetes Millitus Dan Pola Makan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015 POLA MAKAN Kejadian DM DM Tidak DM Kurang baik N 27 % 71,1 N 15 % 39,5 Total N % 42 55,3 Baik 11 28,9 23 60,5 34 44,7 38 100 38 100 76 100 Jumlah SIMPULAN Terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai p-value <0,05 yaitu 0,005 dan nilai OR yaitu 4,431 antara faktor usia dengan kejadian diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015; Terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai p-value <0,05 yaitu 0,018 dan nilai OR yaitu 3,580 antara faktor obesitas dengan kejadian diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2015; Terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai p-value <0,05 yaitu 0,11 dan nilai OR yaitu 3,764 antara faktor pola makan dengan kejadian diabetes millitus di wilayah kerja Puskesmas Nipah Panjang Kabupaten Timur Tahun 2015. pValue 0,011 Tanjung OR (95% CI) 3,764 (1,4469,794) Jabung DAFTAR PUSTAKA Agustini Dini (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang IV Sipin Tahun 2014. Alfiyah (2010). Jurnal Kesehatan: Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Diabetes Millitus Di RSUD Cengkareng. Arikunto (2010). Prosedur Penelitian : suatu Pendekatan Praktik. Asdi Mahasatya. Jakarta 208 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Padila (2012).Keperawatan Medikal Bedah (cetakan pertama). Yogyakarta Pudiastuti Dewi Ratna (2011). Penyakit Pemicu Stroke (cetakan pertama). Nuha Medika: Yogyakarta Rudyana Hikmat (2010). Hubungan Obesitas Dengan Diabetes Millitus Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi tahun 2010. Jurnal kesehatan kartika Tilawati Fardiah (2012). Hubungan Umur Dan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes MillitusTipe II Pada Pegawai Kantor Gubernur Jambi Tahun 2012. Trisnawati KS, Setyorogo Soedijono (2013) Faktor Risiko Kejadian Diabetes Millitus Tipe II Di Puskesmas Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan Waspadji (2009). Diabetes Millitus (cetakan pertama). NuhaMedika: Yogyakarta 209 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI PASIEN DAN PERAN KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEJADIAN ASAM URAT (GOUT) DI PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN KOTA JAMBI TAHUN 2015 Sakinah STIKes Prima Jambi Program Studi Kesehatan Masyarakat Korespondesi penulis : [email protected] ABSTRAK Asam urat merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat. Walaupun pada umumnya masyarakat berpikir penyakit asam urat hanya diderita pada usia lanjut, akan tetapi apabila tidak diperhatikan pola makan yang sehat tidak menutup kemungkinan, saat remaja atau muda pun akan menderita penyakit ini. Biasanya 25% orang yang asam uratnya tinggi akan menjadi penyakit asam urat. Bila kadar asam urat tinggi tapi tidak ada gejala serangan sendi ini disebut stadium awal. Pada setiap orang berbeda-beda. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, persepsi pasien dan peran keluarga terhadap pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi tahun 2015. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dan telah dilaksanakan pada tanggal 26-29 Agustus tahun 2015. Populasi penelitian ini sebanyak 3.814 orang dan sampel dalam penelitian sebanyak 94 orang. Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Pengolahan data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan pasien dengan pencegahan kejadian asam urat (gout) dengan nilai p value 0,006. Adanya hubungan antara persepsi responden dengan pencegahan kejadian asam urat (gout) dengan nilai p value 0,002. Adanya hubungan antara peran keluarga dengan pencegahan kejadian asam urat (gout) dengan nilai p value 0,010. Diharapkan petugas kesehatan petugas kesehatan melakukan promosi dan poster dalam memberikan penyuluhan tentang pencegahan kejadian asam urat (gout) menjelaskan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti agar responden dapat memahami dengan baik dan mengajak keluarga untuk berperan aktif dalam memberikan informasi dan membantu ibu nifas dalam melakukan pencegahan kejadian asam urat. Kata Kunci : Pengetahuan, Persepsi, Keluarga, Asam Urat RELATIANSHIP OF KNOWLEDGE, PERCEPTION AND FAMILY ROKS TOWARDS PREVENTION OF GOUT IN PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN IN JAMBI CITY 2015 ABSTRACT Urie acid disease is one of di sease which commonin society. Many people have paradigm abrout urie acid as a disease for elderly people but actually if we had bab diets that will make a risk of urie acid disease, by now this disease can occur in teenage ar young age of joints problem thar called early stage, but this symptoms may varies in each person. (Suhardanto, 2013). This research is analytic studies with cross sectional design which aim to find relationshif of knowledge, perception and family roks towards prevention of gout in puskesmas simpang IV sipin in Jambi City 2015 this study conducted in puskesmas simpang IV sipin in 26-29 august 2015. Population in this research were 3.814 people and the sample are 94 people. The sample was taking by using accidental sampling. Than date analysis by using univariate and bivariate analysis. As a result shows, there is significant relatianship between know ledge and prevention of goat with p.value 0,006. There is significant relation ship between perception with prevention of gout with p.value 0,002. There is significont relationship between family reles with prevention if gout with p.value 0,010. Therefore we suggert for health professimal to provide promotion and posters while giving counseling about prevention of gout by using undestandable larguage to make people understand and actively give this information and help poshpartum women in doing prevention of gout. Keywords : Knowlegde, Perception, Family, Gout 210 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PENDAHULUAN Asam urat (Gout) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat. Walaupun pada umumnya masyarakat berpikir penyakit asam urat hanya diderita pada usia lanjut, akan tetapi apabila tidak diperhatikan pola makan yang sehat tidak menutup kemungkinan, saat remaja atau muda pun akan menderita penyakit ini. Asam urat terjadi ketikan kandungan purin pada tubuh diambang batas kewajaran (Herliana, 2013). Purin merupakan salah satu komponen asam nukleat yang terdapat di dalam sel tubuh semua makhluk hidup. Purin ini diproduksi oleh ginjal dan pasti terdapat di dalam tubuh manusia. Purin di dalam tubuh yang telah dikatabolisme akan menjadi asam urat. Asam urat biasanya terjadi pada persendian atau ginjal. Penyakit ini menimbulkan peradangan dan rasa nyeri pada bagian sendi tempat menumpuknya kristal asam urat. Rasa nyeri ini disebabkan kristalkristal asam urat yang bergesekkan pada saat sendi bergerak (Herlina, 2013). Angka kejadian asam urat di dunia bervariasi antara 0,16-1,36%. Di Amerika didapatkan prevalensi asam urat pada populasi umum adalah sekitar 2-13%. Besarnya angka kejadian hiperusemia pada masyarakat Indonesia belum ada data yang pasti. Mengingat Indonesia terdiri dari berbagai suku sangat mungkin memiliki angka kejadian yang lebih bervariasi. Di rumah sakit ditemukan angka prevalensi asam urat yang lebih tinggi antara 17-28% karena pengaruh penyakit dan obat-obatan yang diminum penderita (Fatningtyas, 2011). Kemungkinannya untuk menjadi penyakit asam urat itu makin besar. Biasanya 25% orang yang asam uratnya tinggi akan menjadi penyakit asam urat. Bila kadar asam urat tinggi tapi tidak ada gejala serangan sendi ini disebut stadium awal. Pada setiap orang berbeda-beda. Ada yang bertahun-tahun sama sekali tidak muncul gejalanya, tetapi ada yang muncul gejalanya di usia 30-40 tahun (Suhardanto, 2013). Penyakit asam urat bukan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, melainkan penyakit yang disebabkan oleh kristal urat. Pada penyakit akibat asam urat memang kecenderungan terjadinya infeksi sebagai komplikasi menjadi meningkat. Jika di sekitar tofus yang sudah begitu lama ternyata terjadi infeksi makanan akan keluar nanah, nyerinya bertambah hebat, bertambah bengkak, kaku bahkan demam. Jadi infeksi akan memperberat gejala penyakit asam urat ini (Kertia, 2009). Menurut Aulia (2011), sebenarnya asam urat (gout) sudah ada didalam tubuh, tapi ini bisa menjadi gangguan jika jumlahnya meningkat. Peningkatan asam urat ini biasanya disebabkan oleh faktor luar seperti makanan. Makanan yang mengandung banyak purin bisa meningkatkan kadar asam urat di dalam tubuh. Untuk itu usahakan untuk menghindari makanan yang banyak mengandung purin seperti Ikan hering, sardin, teri, hati, kaldu, daging jeroan, ikan tuna, ikan trout, lobster, udang, kerang dan juga minuman beralkohol dan masih banyak lagi. Minuman beralkohol seperti bir memiliki kadar purin tertinggi, makanya usahakan untuk menghindari minuman beralkohol. Multivitamin dapat membantu mencegah asam urat. Minimal konsumsi satu tablet multivitamin setiap harinya. Pilihlah yang paling kuat dan mengandung mineral seperti kalsium, magnesium dan zinc. Masih banyaknya orang yang belum memahami cara mencegah terjadinya asam urat. Padahal penyakit sangat rentan terjadi pad abanyak orang. Oleh karena itu, seseorang harus memiliki informasi yang baik tentang cara mencegah asam urat, dengan adanya pengetahuan yang baik akan membentuk anggapan yang positif bahwa asam urat merupakan penyakit yang tidak bias dianggap sepeleh. Selain itu juga keluarga sangat berperan penting dalam mendukung perilaku yang baik karena keluarga salah satu pemicu membantu menimbulkan kesadaran dari dalam dirinya untuk melakukan pencegahan asam urat (Kertia, 2009). Dalam melakukan pencegahan asam urat dibutuhkan informasi yang memadai. Informasi bisa didapat dari media massa atau media elektronik, dengan adanya kesadaran untuk 211 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 menambah informasi makan akan membentuk pengetahuan yang lebih baik. Selain itu dibutuhkan juga peran keluarga dalam melakukan pencegahan asam urat, karena keluarga merupakan salah satu faktor penunjang untuk mendorong dan memotivasi dalam melakukan pencegahan asam urat (Kertia, 2009). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi menunjukkan bahwa kejadian asam urat tertinggi yaitu di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi, didapat pada tahun 2013 sebanyak 605 orang dan tahun 2014 mengalami peningkatan kejadian asam urat sebanyak 635 orang. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, persepsi pasien dan peran keluarga terhadap pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi tahun 2015. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dan telah dilaksanakan pada tanggal 26-29 Agustus tahun 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung ke Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi bulan Januari-Mei tahun 2015 sebanyak 3.814 orang dan sampel dalam penelitian sebanyak 94 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dengan cara penyebaran kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bersumber dari data yang diperoleh melalui pembagian kuisioner terhadap 94 responden untuk mengetahui “Hubungan Pengetahuan, Persepsi Pasien dan Peran Keluarga Terhadap Pencegahan Kejadian Asam Urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015”. Pengumpulan data dilakukan peneliti sendiri dan dibantu oleh beberapa teman mahasiswi STIKes Prima. Pengumpulan data berlangsung pada tanggal 26-29 Agustus tahun 2015 di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan cara pengisian kuesioner menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Kualitas data dalam penelitian ini diperoleh dari pengumpulan data primer yang menggunakan lembar kuesioner yang berisi pertanyaan pengetahuan, persepsi dan peran keluarga. Agar memperoleh yang valid dan berkualitas, peneliti menganjurkan kepada responden untuk menjawab pertanyaan yang ada pada lembar kuesioner sesuai dengan kemampuannya dan mengantisipasi agar tidak ada data yang kosong atau tidak diisi oleh responden dalam penelitian ini. Gambaran Pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Gambaran pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi diperoleh melalui pengisian kuesioner, menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 58 responden (61,7%) pencegahan kejadian asam urat kurang baik dan sebanyak 36 responden (38,3%) pencegahan kejadian asam urat baik. Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Data distribusi jawaban dari 94 responden yang telah diteliti mengenai pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi, terdapat mayoritas responden sebanyak 52 responden (55,3%) memiliki pengetahuan kurang baik tentang pencegahan kejadian asam urat dan sebanyak 42 responden (44,7%) memiliki pengetahuan baik. Gambaran Persepsi Pasien Terhadap Pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Data distribusi jawaban dari 94 responden yang telah diteliti mengenai persepsi terhadap pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi, yaitu mayoritas responden yaitu sebanyak 54 responden (57,4%) memiliki persepsi negatif sebanyak 40 212 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 responden positif. (42,6%) memiliki persepsi Gambaran Peran Keluarga Terhadap Pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Data distribusi jawaban dari 94 responden yang telah diteliti mengenai peran keluarga terhadap pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi, yaitu mayoritas responden sebanyak 56 responden (59,6%) memiliki peran keluarga kurang baik dan sebanyak 38 responden (40,4%) memiliki peran keluarga baik. Hubungan Pengetahuan Pasien Terhadap Pencegahan Kejadian Asam Urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Dari hasil 94 responden tentang pengetahuan responden dengan pencegahan kejadian asam urat, didapat dari 42 responden dengan pengetahuan baik yang pencegahan kejadian asam urat kurang baik sebanyak 45,2%. Sedangkan dari 52 responden dengan pengetahuan kurang baik didapat 75,0% yang pencegahan kejadian asam urat kurang baik. Dari hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p value 0,006 (p<0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan responden dengan pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi. Hubungan Persepsi Pasien Terhadap Pencegahan Kejadian Asam Urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Dari hasil 94 responden tentang persepsi responden dengan pencegahan kejadian asam urat, didapat dari 40 responden dengan persepsi positif yang pencegahan kejadian asam urat kurang baik sebanyak 42,5%. Sedangkan dari 54 responden dengan persepsi negatif didapat 75,9% yang pencegahan kejadian asam urat kurang baik. Dari hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p value 0,002 (p<0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara persepsi responden dengan pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi. Hubungan Peran Keluarga Terhadap Pencegahan Kejadian Asam Urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Dari hasil 94 responden tentang peran keluarga dengan pencegahan kejadian asam urat, didapat dari 38 responden dengan peran keluarga baik yang pencegahan kejadian asam urat kurang baik sebanyak 44,7%. Sedangkan dari 56 responden dengan peran keluarga kurang baik didapat 73,2% yang pencegahan kejadian asam urat kurang baik. Dari hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p value 0,010 (p<0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara peran keluarga dengan pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi. Penelitian mengenai ”Hubungan Pengetahuan, Persepsi Pasien dan Peran Keluarga Terhadap Pencegahan Kejadian Asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015”, tidak mengambil keseluruhan dari aspek dalam teori perilaku kesehatan, hanya terfokus pada aspek pengetahuan, persepsi dan peran keluarga. Pengetahuan merupakan suatu langkah awal untuk seseorang melakukan tindakan. Dengan adanya pengetahuan yang baik kemungkinan besar akan membentuk suatu pandangan atau persepsi yang lebih ke arah positif. Sedangkan peran keluarga dan merupakan dorongan dari luar terhadap sesuatu yang diperoleh dari pengetahuan yang dialami sehingga semakin baik pengetahuan maka akan semakin baik pula tingkah laku seseorang agar bertindak melakukan sesuatu. Hubungan Pengetahuan Pasien Terhadap Pencegahan Kejadian Asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 213 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan responden terhadap pencegahan kejadian asam urat dikategorikan cukup, hal ini dikarenakan responden hanya mengetahui sebatas pengertian pencegahan kejadian asam urat. Pengetahuan seseorang tergantung dari sumber informasi, pengalaman dan orang lain. Menurut peneliti, hal ini berarti rendahnya pengetahuan responden dikarenakan oleh kurangnya sumber informasi dan pengalaman diri sendiri dan orang lain. Responden pada umumnya belum tahu dan belum memahami dengan baik tentang pencegahan kejadian asam urat. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya informasi yang diperoleh tentang pencegahan kejadian asam urat dikarenakan kurangnya petugas kesehatan yang memberikan penyuluhan ataupun kesadaran dan minat yang masih rendah untuk mencari tambahan informasi dalam rangka meningkatkan pengetahuannya. Responden yang memiliki pengetahuan yang baik tetapi pencegahan asam urat kurang baik, dikarenakan responden tidak memiliki kesadaran untuk menerapkan informasi yang didapat ke perilaku kehidupan sehari-hari dan menganggap remeh dengan informasi yang didapat. Responden yang memiliki pengetahuan kurang baik tetapi pencegahan asam urat baik, dikarenakan responden mendapatkan dukungan dari keluarga untuk menganjurkan dan menyarankan melakukan pencegahan asam urat dengan rutin. Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan responden tentang pencegahan kejadian asam urat adalah dilakukannya pendidikan kesehatan mengenai pencegahan kejadian asam urat, menjelaskan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti agar responden dapat memahami dengan baik dan juga dengan cara memberikan leaflet, brosur, dan kegiatan promotif lainnya seperti melakukan diskusi bersama responden. Hubungan Persepsi Pasien Terhadap Pencegahan Kejadian Asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Persepsi berkaitan dengan pencegahan kejadian asam urat, dikarenakan untuk melakukan pencegahan kejadian asam urat, responden terlebih dahulu harus memiliki anggapan dan pandangan yang positif maka baru tergerak dalam hatinya untuk melakukan pencegahan kejadian asam urat. Responden yang memiliki persepsi positif tetapi pencegahan asam urat kurang baik dikarenakan responden tidak memiliki kesadaran dari dalam dirinya untuk melakukan pencegahan asam urat dan menganggap remeh dengan penyakit tersebut sehingga tidak atau jarang melakukan pencegahan asam urat. Responden yang memiliki persepsi negatif tetapi pencegahan asam urat baik, dikarenakan responden diberikan dukungan dari keluarga untuk mendorong dan menyarankan melakukan pencegahan asam urat sehingga responden melakukan perilaku baik tersebut. Tetapi pencegahan asam urat tidak akan bertahan lama dilakukan jika responden masih memiliki persepsi negatif. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan dan proses penginderaan merupakan proses 214 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 pendahulu dari proses persepsi (Walgito, 2010). Upaya yang harus dilakukan untuk membentuk persepsi positif yaitu petugas kesehatan memberikan informasi dan melakukan diskusi bersama serta menjelaskan informasi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Selain itu juga dapat memberikan leaflet atau brosur untuk membantu responden dalam mengingat tentang pencegahan kejadian asam urat. Hubungan Peran Keluarga Dengan Pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2014 Peran keluarga mempunyai pengaruh yang sangat tinggi dalam harga diri, sebuah keluarga yang memiliki harga diri yang rendah akan tidak mempunyai kemampuan dalam membangun harga diri anggota keluarganya dengan baik, keluarga akan memberikan umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri bagi penderita, harga dirinya akan terganggu jika kemampuannya menyelesaikan masalahnya tidak adekuat. Akhirnya penderita mempunyai pandangan negatif dan kemampuan bersosialisasi dengan lingkungannya (Nursaelah, 2012). Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa masih banyaknya responden yang memiliki peran keluarga kurang baik. Hal ini dikarenakan keluarga belum memahami dengan baik tentang pencegahan kejadian asam urat dan belum pernah diberikan penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan mengenai pencegahan kejadian asam urat. Padahal dengan adanya peran keluarga, maka responden dapat rutin melakukan pencegahan kejadian asam urat. Jika hanya sasaran pada pasien saja yang selalu diberi informasi, sementara keluarga kurang pembinaan dan pendekatan, keluarga kadang melarang responden karena faktor ketidaktahuan dan tidak ada komunikasi untuk saling memberikan pengetahuan. Responden yang memiliki peran keluarga baik tetapi pencegahan asam urat kurang baik, dikarenakan responden malas dan tidak memiliki kesadaran serta kurangnya keinginan dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan pencegahan asam urat. Responden yang memiliki peran keluarga kurang baik tetapi pencegahan asam urat baik, dikareankan responden memiliki informasi tentang pencegahan asam urat dan adanya kesadaran dari dalam dirinya sendiri untu mencegah asam urat. Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan peran keluarga mengenai pencegahan kejadian asam urat yaitu dengan diberikan pendidikan kesehatan berkaitan dengan motivasi dari intrinsik dan ekstrinsik dalam pencegahan kejadian asam urat dengan cara memberikan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai serta persepsi positif. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan leaflet dan informasi seperti spanduk dalam upaya memberikan pengetahuan secara luas agar terbentuk sikap yang positif dan memotivasi keluarga untuk membantu responden melakukan pencegahan kejadian asam urat. SIMPULAN Adanya hubungan antara pengetahuan pasien dengan pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan nilai p value 0,006, adanya hubungan antara persepsi responden dengan pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan nilai p value 0,002 dan adanya hubungan antara peran keluarga dengan pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan nilai p value 0,010. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 2010. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”. PT Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Aulia, Dian, 2011. Gout. Dalam http://diandiul.blogspot.com/2011/03/gout. html. (Diakses tanggal 10 Juni 2015). Fatningtyas, Rahayu, Asam Urat (Gizi 2011. Diit). Makalah Dalam 215 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 http://kesmasunsoed.com/2011/03/makalah-asam-uratgizi-diit.html. (Diakses tanggal 10 Juni 2015). Harjana, Dadan, 2014. Gejala Asam Urat, Penyebab dan Cara Mencegah. Dalam http://manfaatnyasehat.blogspot.com/2014 /05/gejala-asam-urat.html. (Diakses tanggal 15 Juni 2015). Hidayat, Aziz Alimul, 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitaif. Penerbit Health Books Publishing. Surabaya. Jhonson, 2009. Keperawatan Keluarga : Plus Contoh Askep Keluarga. Penerbit Nuha Medika. Yogyakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. ”Promosi Kesehatan Teori Dan Perilaku Kesehatani”. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. “Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Saryono, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula. Penerbit Mitra Cendikia. Yogyakarta. Suhardanto, 2013. Cara Mencegah Asam Urat dan Rematik. http://www.penyakitasamurat.net/?Cara_M encegah_Asam_Urat_dan_Rematik. (Diakses tanggal 10 Juni 2015). Sulistyaningsih, 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif-Kualitatif. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Walgito, Bimo, 2010. Pengantar Psikologi Umum. Penerbit CV. Andi. Yogyakarta 216 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 HUBUNGAN PEMAHAMAN INTRUKSI, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN KELUARGA DALAM PENGOBATAN PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2015 2 *Nia¹, Lisia 1 STIKes Prima Jambi Program Studi D III Kebidanan *Korespondesi penulis : [email protected] ABSTRAK Peningkatan jumlah pasien skizofrenia baru di politeknik rumah sakit jiwa daerah rumah sakit jiwa daerah provinsi Jambi dari bulan januari sampai bulan Mei 2015, pada bulan april pada peningkatan jumlah pasien skizofrenia baru menjadi 11 orang pasien tetapi hanya 5 pasien yang rutin kontrol ulang, kemudian pada bulan mei ada 15 pasien skizofrenia baru, hanya 6 orang pasien yang rutin kontrol ulang. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Bertujuan untuk mengetahui hubungan pemahaman intuksi, penderita skizofrenia, di laksanakan di poliklinik rawat jalan rumah sakit jiwa daerah jambi pada tanggal 27 juli sampai dengan 16 agustus 2015. Sampel di tentukan dengan total sampling, sehingga semua populasi menjadi sampel yaitu sebanyak 42 orang keluarga yang berkunjung berobat jalan dari bulan januari sampai dengan bulan mei 2015 sebanyak 46 penderita 46 prnderita. Data dianalisis secara analisi univariat dan bivariat. Hasil penelitian 30 responden (65,2%) tidak patuh, 25 responden (54,3%) pemahaman intruksinya rendah, 24 responden (52,2%) mempunyai sikap negatif dalam pengobatan pasien skizofrenia, 27 responden (58,7%) memberikan dukungan yang baik dalam pengobatan pasien skizofrenia. Hasil uji statistik Chi square diketahui ada hubungan yang signifikan antara pemahaman intruksi, siakap dan dukungan keluarga dengan kekuatan kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia. Dalam upaya peningkatan kepatuhan keluarga dalam pengobatan penderita skizofrenia untuk pencegahan kekambuhan di perlukan penjlasan kepada keluarga tentang penyakit skizofrenia beserta proses pengobat yang benar kepada keluarga, pembina sikap keluarga dengan memberikan saran kepada keluarga akan proses pengobatan yang membutuhkan kepatuhan terhadap upaya medis, dan meningkatkan dukungan keluarga dengan menyarankan keluarga agar dapat memberikan dukungan keluarga dengan menyarankan keluarga agar dapat memperhatikan secara nyata terhadap anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Kata Kunci : keluarga, pemahaman, sikap, dukungan dan kepatuhan RELATIONSHIP BETWEEN UNDERSTANDING INDSTRUCTION, ATTITUDE AND FAMILY SUPPORT TOWARDS FAMILIES ADHERENCE IN TREATMENT OUT PATIENT SCHIZOPHRENIA IN PSYSHIATRIE HOSPITAL OF PROVINCE JAMBI 2015 ABSTRACT There are an increasing number of patients with schizophrenia in out patient chinie in psychiatrie hospital of province jambi 2015, in april there were 11 people come to outpatient clinie psyehiatrie as anew patients but only 5 people do control for check up rovtinely than in may there were 15 poeople with schizophrenia come visily as a new patients and only 6 people come visit for cotroling madical check up routinely. This research is desariptive analytie studies with cross sectional design the purpose of this study is to find relationship between understanding instruction, attitude and family support towards families adherence in treatment out patient schizophrenia, this study conducted in outpation elinie of psychiatrie hospital in province Jambi in 27 of july thre 16 of augustus 2015. Sample was obtained by using total sampling, with total 42 people who are come todo cheek up to outpatint clinic of psychiatrie hospital from January to May 2015 with total 46 patients. The analysis of this research were using univariat and bivariat. As the result shows from 30 respondents (65,2%) disobedient, and 25 respondents (54,3%) heve low understanding of the instruetion, than 24 respondenst (52,2%) have negative attidues in schizophrenia treatment however, 27 respondents (58,7%) have agood support in treament sehyzophrenia, as the results of using statistie chi square test, there is significant relationship between understanding instruetion with families adherence in outpatient treatment for schizophrenia. 217 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 In effort to increase families adherence in giving treatment for patient with scyeopherenia to prevent from reoccurent of schycophreni a and provide then with information and counseling also emotion support to do cheek up routinely for their family with schizophrenia. Keywords: Understanding Instruction, Attitude family and Support Towards Families. PENDAHULUAN Skizoprenia merupakan penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpesonal serta mencegah masalah. Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai penyakit, melainkan diduga sebagai sesuatu sindrom atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan bebagai gejala (Purnamasari dkk, 2013) Penanganann gangguan jiwa harus di lakukan secara konfrehensif melalui multi-penderitan, khsusnya penderita keluarga dan pendekatan petugas kesehatan secara langsung dengan penderita, seperti bini buana, pemberdayaan penderita gangguan jiwa agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang terus menerus.(keliat,2012). Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi skinzofrenia secara umum berkisar antara 0,2-2,0% tergantung didaerah atau di negara mana studi itu dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa lifi time prevalensi skizofrenia di perkirakan antara 0,5% dan 1%. (Hawari,2009) Kepatuhan adalah faktor yang menentukan efektifias dari pengobatan, kepatuhan yang buruk akan membuat dampak ganda dalam arti mengeluarkan banyak dana dan memperburuk kualitas hidup pasien. (keliat,2012) Tidak seorang pun dapat mematuhi pengobatan jika ia salah paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya. Ley dan spelman (1967) menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka(niven, 2002) Keluarga dapat menjadi faktor yang semangat berpengaruh dalam menentukan keayakinan dan nilai kesehatan individu serta depat menentukan tentang program yang dapat mereka terima. Pratt (1976) telah memperhatikan bahawa peran yang dimainkan keluarga dalam pengembangan kebiasaan kesehatan dan pengajaran terhadap anak-anak mereka. (Niven,2002) Menurut Word Health Organization (WHO), jumlah penderita skizofrenia di dunia pada tahun 2008 adalah 482 juta jiwa, dengan mengacu pada data tersebut kini jumlah ini diperkirakan sudah meningkat dan diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22 % mengidap gangguan jiwa. Berdasarkan peningkatan jumlah pasien skizofrenia baru politeknik rumah sakit jiwa daerah Provinsi Jambi dari bulan januari sampai bulan mei 2015, terutama pada bulan februari ada 5 pasien skizofrenia baru, 2 orang pasien ptut kontrol ulang, pada bualn maret meningkat menjadi 8 orang, 3 antara rutin kontrol ulang, demikian juga bulan april ada peningkatan jumlah pasien skizofrenia baru menjadi 11 orang pasien tetapi hanya 5 pasien yang kontrol ulang rutin. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional karena pendekatan bersifat sesaat pada waktu tertentu dan tidak diikuti secara terus-menerus dalam kurun waktu tertentu dan bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel dependen dengan dependen (Notoatmojdo,2012) Rumah sakit jiwa daerah provinsi jambi dari bulan jaunari sampai bulan mei 2015, pada bulan april dari peningkatan jumlah pasien skizofrenia baru menjadi 11 orang pasien tetapi hanya 5 pasien yang rutin kontol ulang. HASIL DAN PEMBAHASAN Rumah sakit jiwa daerah provinsi jambi terletak di desa Kenali Besar kecematan Kota Baru lebih kurang 4,5 km ke arah barat dari pusat Kota Jambi. Rumah sakit jiwa Provinsi Jambi yang di bnguni oleh proyek peningkatan pelayanan kesehatan jiwa depatermen kesehatan RI tahun 1981/1982, di bangun di atas tanah seluas 98,693 M2. 218 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Hubungan Pemahan Intruksi terhadap kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien Skizofrenia Hasil analisis hubungan antara pemahaman intruksi terhadap kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia di poliklini rumah sakit jiwa daerah provinsi jambi tahun 2015. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai value 0,005 maka dapat di simpulkan terhadap hubungan yang signifikasi antara pemahaman intruksi dengan kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia di poliklinik rumah sakit jiwa daerah provinsi Jambi. Hubungan sikap keluarga terhadap kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia. Dari hasil uji diperoleh nilai value 0,002 maka dapat disimpulkan terhadap hubungan yang signifikan antara sikap keluarga dengan kepatuhan keluarga dalam pengobatab pasien skizofrenia di politeknik rumah sakit jiwa daerah provinsi Jambi. Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia Dari hasil statistik diperoleh nilai value 0,000 maka dapat di simpulkan terhadap hubungan yang signifikan antar dukungan keluarga dengan kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia di politeknik rumah sakit jiwa daerah provinsi Jambi. Penelitian mengenai ”Hubungan Pemahaman Intruksi, Sikap dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Dalam Pengobatan Penderita Skizofrenia Rawat Jalan di Provinsi Jambi Tahun 2015” Responden dalam penelitian ini adalah salah satu anggota keluarga penderita skizofrenia yang datang mengatur atau meneruskan obat pada yang berjumalah 46 orang keluarga. Responden dalam penelitian ini sebagai besar perempuan sebanyak 29 orang (36%). Kelompok umum dewasa (24-45 tahun) sebanyak 33 orang (71,7%) berpendidikan SMP sebanyak 16 (34,8%), dan tidak berkerja dan swasta yaitu sebanyak 17 (37%) tentang pencegahan penyakit Skizofrenia dapat terbatas nilai kepatuhan responden, kepatuhan hanya dinialai berdasarkan checklist. Rekam menis berdasarkan jumlah obat dan dosis obat yang diberikan kemudian ditentukan masa habisnya obat, penulisan tidak dapat melakukan observasi secara langsung apakah obat yang diberikan benar-benar diberikan dan manfaatkan dengan baik karena sampel dalam penelitian ini berasal dari berbagai daerah di seluruh wilayah Provinsi Jambi yang sangat sulit di jangkau penulis. Hubungan Persepsi Pasien Terhadap Pencegahan Kejadian Asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2015 Persepsi berkaitan dengan pencegahan kejadian asam urat, dikarenakan untuk melakukan pencegahan kejadian asam urat, responden terlebih dahulu harus memiliki anggapan dan pandangan yang positif maka baru tergerak dalam hatinya untuk melakukan pencegahan kejadian asam urat. Responden yang memiliki persepsi positif tetapi pencegahan asam urat kurang baik dikarenakan responden tidak memiliki kesadaran dari dalam dirinya untuk melakukan pencegahan asam urat dan menganggap remeh dengan penyakit tersebut sehingga tidak atau jarang melakukan pencegahan asam urat. Responden yang memiliki persepsi negatif tetapi pencegahan asam urat baik, dikarenakan responden diberikan dukungan dari keluarga untuk mendorong dan menyarankan melakukan pencegahan asam urat sehingga responden melakukan perilaku baik tersebut. Tetapi pencegahan asam urat tidak akan bertahan lama dilakukan jika responden masih memiliki persepsi negatif. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak 219 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 dapat lepas dari proses penginderaan dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi (Walgito, 2010). Upaya yang harus dilakukan untuk membentuk persepsi positif yaitu petugas kesehatan memberikan informasi dan melakukan diskusi bersama serta menjelaskan informasi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Selain itu juga dapat memberikan leaflet atau brosur untuk membantu responden dalam mengingat tentang pencegahan kejadian asam urat. Hubungan Peran Keluarga Dengan Pencegahan kejadian asam urat di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2014 Peran keluarga mempunyai pengaruh yang sangat tinggi dalam harga diri, sebuah keluarga yang memiliki harga diri yang rendah akan tidak mempunyai kemampuan dalam membangun harga diri anggota keluarganya dengan baik, keluarga akan memberikan umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri bagi penderita, harga dirinya akan terganggu jika kemampuannya menyelesaikan masalahnya tidak adekuat. Akhirnya penderita mempunyai pandangan negatif dan kemampuan bersosialisasi dengan lingkungannya (Nursaelah, 2012). Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa masih banyaknya responden yang memiliki peran keluarga kurang baik. Hal ini dikarenakan keluarga belum memahami dengan baik tentang pencegahan kejadian asam urat dan belum pernah diberikan penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan mengenai pencegahan kejadian asam urat. Padahal dengan adanya peran keluarga, maka responden dapat rutin melakukan pencegahan kejadian asam urat. Jika hanya sasaran pada pasien saja yang selalu diberi informasi, sementara keluarga kurang pembinaan dan pendekatan, keluarga kadang melarang responden karena faktor ketidaktahuan dan tidak ada komunikasi untuk saling memberikan pengetahuan. Responden yang memiliki peran keluarga baik tetapi pencegahan asam urat kurang baik, dikarenakan responden malas dan tidak memiliki kesadaran serta kurangnya keinginan dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan pencegahan asam urat. Responden yang memiliki peran keluarga kurang baik tetapi pencegahan asam urat baik, dikarenakan responden memiliki informasi tentang pencegahan asam urat dan adanya kesadaran dari dalam dirinya sendiri untu mencegah asam urat. Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan peran keluarga mengenai pencegahan kejadian asam urat yaitu dengan diberikan pendidikan kesehatan berkaitan dengan motivasi dari intrinsik dan ekstrinsik dalam pencegahan kejadian asam urat dengan cara memberikan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai serta persepsi positif. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan leaflet dan informasi seperti spanduk dalam upaya memberikan pengetahuan secara luas agar terbentuk sikap yang positif dan memotivasi keluarga untuk membantu responden melakukan pencegahan kejadian asam urat. SIMPULAN Berdasarkan hasil peneltian dapat disimpulkan bahwa pemahaman intruksi, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia di politeknik rumah sakit jiwa jambi. Kepatuhan keluarga, pemahaman intruksi, sikap dan dukungan keluarga dalam pengobatan pasien skizofrenia dalam 46 responden 30 responden (65,2%) tidak patuh, 25 responden (54,3%) pemahaman intruksi rendah, 24 responden (52.2%) mempunyai sikap negatif dan 27 responden (58,7%) Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi dalam upaya meningkatan kepatuhan keluarga dalam pengobatan penderita skizofrenia sebagai usaha mencahaan kekambuhan pasien diperlukan pemahaman intruksi keluarga dalam proses pengobatan dengan memberikan penjelasan kepada keluarga tentang penyakit skizofrenia beserta proses pengobatan yang benar kepada keluarga, membina sikap keluarga dengan memberikan saran kepada keluarga atas 220 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 proses pengobatan yang membutuhkan kepatuhan uapaya medis, dan meningkatkan dukungan keluarga dengan menyarankan keluarga agar dapat memperhatikan secara nyata angota keluarga yang menderita skizofrenia seperti mendampingi dalam pemeriksaan dan merasa tidak malu dengan anggota keluarga yang menderita skizofrenia tersebut. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 2010. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”. PT Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Aulia, Dian, 2011. skizofrenia Dalam http://diandiul.blogspot.com/2011/ 03/gout.html. (Diakses tanggal 10 Juni 2015). Fatningtyas, Rahayu, 2011. Makalah skizofrenia (Gizi Diit). Dalam http://kesmasunsoed.com/2011/03/makalahasam-urat-gizi-diit.html. (Diakses tanggal 10 Juni 2015). Harjana, Dadan, 2014. Gejala skizofrenia, Penyebab dan Cara Mencegah. Dalam http://manfaatnyasehat.blogspot.c om/2014/05/gejala-asamurat.html. (Diakses tanggal 15 Juni 2015). Hidayat, Aziz Alimul, 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitaif. Penerbit Health Books Publishing. Surabaya. Jhonson, 2009. Keperawatan Keluarga : Plus Contoh Askep Keluarga. Penerbit Nuha Medika. Yogyakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. ”Promosi Kesehatan Teori Dan Perilaku Kesehatani”. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. “Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Saryono, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula. Penerbit Mitra Cendikia. Yogyakarta. Suhardanto, 2013. Cara Mencegah skizofrenia http://www.penyakitasamurat.net/? Cara_Mencegah_skizofrenia. (Diakses tanggal 10 Juni 2015). Sulistyaningsih, 2011.Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif-Kualitatif. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Walgito, Bimo, 2010. Pengantar Psikologi Umum. Penerbit CV. Andi. Yogyakarta 221 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 HUBUNGAN RIWAYAT STATUS KESEHATAN BAYI DAN STATUS GIZI IBU HAMIL TERHADAP KEJADIAN STUNTED PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MERSAM KABUPATEN BATANG HARI TAHUN 2015 RELATIONSHIP OF INFANT HEALTH STATUS AND THE NUTRITIONAL STATUS OF PREGNATHS WOMEN TOWARD INCIDENCE OF SUNTED IN CHILDREN AGE 12-24 MONTHS IN REGION PUSKESMAS MERSAM IN BATANGHARI DISTRICT 2015 Erna STIKES Prima Jambi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat *Korespondensi Penulis : [email protected] ABSTRAKs Masalah kekurangan gizi yang mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini adalah masalah kurang gizi kronis dalam bentuk anak pendek atau "stunted” kurang gizi akut dalam bentuk anak kurus ("wasting"). Stunted didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus dan standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada anak pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Penelitian ini bersifat kuantitatif yang menggunakan pendekatan case control dengan matching umur anak dengan modifikasi 1 kasus berbanding 2 kontrol. Pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari buku kohort ibu hamil dan bersallin, buku kohort bayi dan balita, serta buku kegiatan SDIDTK Puskesmas Mersam Kabupaten Batang Hari. Dengan jumlah sampel 14 sampel kasus dan 28 sampel control. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 – 23 Juli 2015. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat . Hasil penelitian menunjukkan 10 (71,4 %) anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan menjadi anak dengan tubuh pendek (stunted) dan 10 Ibu (71,4%) dengan riwayat LILA < 23,5 cm akan melahirkan anak dengan stunted. Penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) dan riwayat LILA < 23,5 cm dengan kejadian stunted. Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan instansi tekait agar melaksanakan pemantauan status gizi ibu hamil dan bayi secara berkala, pengukuran TB/U pada bayi agar dapat dilaksanakan secara rutin sebagaimana pelaksanaan pengukuran BB/U agar dapat dilakukan deteksi dan intervensi dini untuk mencegah terjadinya stunted pada anak. Kata Kunci : BBLR, LILA, Stunted. ABSTRACT Lately, Malnutrition has become interested issues. The malnourished in children will deficits inhibit growth or “Stunted” and the stunted children will look so skinny. Stunted is defined as an indicator of the nutritional status of height/age. Is equal or less than minus and standard deviation (-2SD) below the average standard (WHO,2006). This is an indicator of the children health who are chronically malnourished, which give the description of children history which influenced by the environment and socio-economic circumtances. This research is quantitative approach with case control by matching the child age with modification 1 case of 2 control. Data were obtained by using secondary data from Cohort book of pregnant and post partum women , book cohort of infant and toddlers as well as activity book SDIDTK Puskesmas Mersam in BatangHari district. With the total of sample were 14 cases and 28 control samples. This study was conducted in 20 – 23 of July 2015. The analysis of the research were univariate and bivariate. The results showed 10 (71,4%) children with a history LBW ( low birth weight ) have stunted body and 10 mother (71,4%) with a history of MUAC <23,5 cm will give birth a stunted child. This study showed no significant association between a history of LBW and history of MUAC <23,5 cm with stunted incidence. Keywords : LBW, MUAC,Stunted. 222 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PENDAHULUAN Stunted merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan (Manary & Solomons, 2009). Stunted dapat di diagnosis melalui indeks antropometriktinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan. Stunted merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN, 2000). Stunted didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus dan standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada anak pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Indikasi dari stunted adalah pertumbuhan yang rendah dan efek kumulatif dari ketidak cukupan asupan energy, zat gizi makro dan zat gizi mikro dalam waktu panjang, atau hasil dari infeksi kronis/infeksi yang terjadi berulang kali ( Umeta,2003 ). Kejadian stunted muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, dan sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene maupun sanitasi yang kurang baik ( Depkes RI,2008 ). Stunted pada anak balita merupakan salah satu indicator gizi kronis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan social ekonomi secara keseluruhan dimasa lampau dan pada 2 tahun awal kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit diperbaiki (sudirman,2008). Kejadian stunted pada balita secara langsung dapat disebabkan oleh karena asupan makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi seperti diare atau demam dapat menyebabkan anak kurang gizi karena terjadi penurunan utilisasi zat gizi sedangkat kebutuhan meningkat. Begitu pula dengan anak yang makan tidak mencukupi kebutuhan, daya tahan tubuhnya akan lemah dan mudah kena penyakit. Sebaliknya anak yang sakit kurang nafsu makan, sehingga asupan makanannya endah dan akhirnya kurang gizi (Soekirman,2000). Banyak faktor yang mempengaruhi stunted, diantaranya adalah karakteristik orang tua balita (umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu saat hamil, tinggi badan ibu), karakteristik balita (berat badan lahir rendah (BBLR), riwayat menyusui dan riwayat imunisasi), status ekonomi keluarga, tingkat konsumsi zat gizi balita, pola konsumsi balita, pola asuh keluarga terhadap balita, kejangkitan penyakit infeksi, dan praktek hygiene sanitasi ibu pada balita (Welasasih, 2012). Berat badan lahir rendah (BBLR) bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu orang tua yang memiliki berat badan lahir rendah maupun karena kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan sehingga pertumbuhan janin tidak optimal yang mengakibatkan bayi yang lahir memiliki panjang badan lahir pendek (Fitri, 2012). Status gizi ibu hamil akan sangat mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya, ibu hamil yang anemia dan menderita KEK (Kurang energi kronis) tentu akan mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya, karena akan menyebabkan bayi lahir dengan berat rendah. Bila tidak bisa tumbuh kejar bayi BBLR besar kemungkinan akan menderita stunted. Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur adalah salah satu cara untuk mendeteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronis ( KEK ). Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil adalah kekurangan gizi pada ibu hamil yang berlangsung lama (beberapa bulan atau tahun) ( Depkes RI,1999 ). METODE PENELITIAN Besarnya peranan berat badan lahir, dan status kesehatan ibu saat hamil dapat menentukan keadaan seorang anak apakah anak tersebut sehat atau tidak 223 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 yang di ukur dengan melihat tinggi badan anak usia 12-24 bulan, menjadi landasan pemikiran untuk dilakukannyapenelitian dengan tujuan melihat hubungan riwayat status kesehatan bayi, dan status gizi ibu hamil dengan kejadian stunted pada anak usia 12-24. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain case control, karena pendekatan ini bersifat sesaat pada waktu tertentu dan tidak diikuti secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu dan bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen (Notoatmodjo, 2012). Adapun variabel yang diteliti yaitu berat badan lahir, danstatus gizi ibu saat hamil dan terhadap kejadian stuntedpada anak usia 12-24 bulan. Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mersam Kabupaten Batang Hari pada bulan Juli 2015. Populasinya adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti dan memiliki sifat-sifat yang sama (Notoatmodjo, 2012). Sampel kasus dalam penelitian ini adalah total populasi kasus yaitu ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dengan stunting, sebanyak 14 anak.Sampel Kontrol dalam penelitian ini dengan melakukan matching berdasarkan umur anak dengan menggunakan effek modifikasi 1 kasus : 2 Kontrol. Berdasarkan uraian diatas maka didapat jumlah sampel kontrol sebanyak 42 sampel. Pengambilan sampel pada kelompok kasus dengan menggunakan teknik sampling jenuh, yaitu seluruh populasi kasus dijadikan sampel.Pengambilan sampel pada kelompok control dengan menggunakan teknik Purposive sampling( Matching usia anak ) . Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh di Puskesmas Mersam . data tersebut di isikan kedalam form isian, yaitu mengisi data sesuai dengan data sekunder yang diambil kedalam form isian. Selanjutnya dilakukan tabulasi data. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui laporan Dinas Kesehatan Batang Hari dan laporan Puskesmas Mersam., Buku kohort ibu dan kohort ibu bersalin, serta buku kohort bayi dan balita. Pengolahan data yang didapat selanjutnya dengan bantuan komputer data tersebut diolah melalui tahapantahapan ; Editing, Coding, Scoring, Entry data danCleaning . Analisis univariat digunakan untuk melihat pola distribusi frekuensi pada variabel dependen dan independen. Analisis univariat dilakukan dengan melihat frekuensi kejadian dalam bentuk persentase ataupun proporsi yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Analisis Bivariat untuk membuktikan adanya hubungan yang bermakna atau tidak antara variabel independen dan dependen maka dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji statistic (X2) Chi Square, dan untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas Kemaknaan uji 5% (0,05),dan menganalisis probabilitas risiko (OR) kejadian stunting akibat faktor – faktor penyebab . ( Notoatmodjo,2012) HASIL DAN PEMBAHASAN Stunted pada anak usia 12-24 bulan dalam penelitian ini masih cukup tinggi, yaitu sebesar 3,5 % dari seluruh anak yang berusia 12-24 bulan. Pengukuran tinggi badan / panjang badan anak bertujuan untuk melihat pertumbuhan anak yang merupakan cerminan status gizi anak selain dengan pengukuran berat badan anak dan indek massa tubuh ( IMT ) anak . Stunted didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus dan standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada anak 224 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Stunted merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis, yang menghambat pertumbuhan linier. Biasanya pertumbuhan goyah dimulai pada sekitar usia enam bulan, sebagai transisi makanan anak yang sering tidak memadai dalam jumlah dan kualitas, dan peningkatan paparan dari lingkungan yang meningkatkan terkena penyakit. Terganggunya pertumbuhan bayi dan anak-anak karena kurang memadai asuapan makanan dan terjadinya penyakit infeksi berulang. Mengakibatkan berkurangnya nafsu makan dan meningkatkan kebutuhan metabolik (Caufiel, 2006). Pertumbuhan panjang secara proporsional lebih lambat dari pada berat badan. Kekurangan tinggi badan cenderung terjadi lebih lambat dan pemulihan akan lebih lambat, sedangkan kekurangan berat badan bisa cepat kembali dipulihkan. Oleh karena itu, kekurangan berat badan adalah sebagian proses akut dan stunted adalah proses kronis yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama (Waterlow, 1992). Berdasarkan analisis univariat terhadap variabel yang diteliti adalah sebagai berikut : a. b. a. Berat Badan Lahir Dalam penelitian ini ditemukan anak dengan riwayat berat badan lahir normal yaitu sebanyak 26 anak (61,9%) dan 16 anak (38,1%) dengan riwayat berat badan lahir rendah. Distribusi frekuensi berat badan lahir anak usia 12-24 bulan berdasarkan Kategori Berat Lahir di Puskesmas Mersam Kabupaten BatangHari Tahun 2015. Kategori Berat Badan Lahir Frekuen si Persentas e (%) Normal 26 61,9 BBLR 16 38,1 42 100 Jumlah Sedangkan berdasarkan uji normalitas ditemukan rata-rata berat badan lahir anak adalah 2.528,9 gram. Dengan nilai minimal 2300 gram dan nilai maksimal 3100 gram. Bayi lahir dengan berat lahir rendah akan beresiko tinggi terhadap morbiditas, kematian, penyakit infeksi, kekurangan berat badan, stunted di awal periode neonatal sampai masa kanak-kanak. Bayi dengan berat lahir 2000-2499 gr 4 kali beresiko meninggal 28 hari pertama hidup daripada bayi dengan berat 2500-2999 gr, dan 10 kali lebih beresiko dibandingkan dengan bayi dengan berat 3000-3499 gr. Berat lahir rendah dikaitkan dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh, perkembangan kognitif yang buruk, dan beresiko tinggi terjadinya diare akut atau pneumonia (Podja dan Kelley, 2000). Berat badan lahir rendah akan mempengaruhi perkembangan anak dimasa mendatang. Anak dengan berat lahir rendah cenderung menjadi anak dengan stunted dan akan sulit untuk menyusul pertumbuhan badan anak. Hal ini akan mengakibatkan gangguan perkembangan anak. Baik perkembangan motorik maupun perkembangan kognitif.(Dewey dan Huffman,2009). Bayi dengan berat badan lahir rendah akan mengalami gangguan pencernaan, sehingga akan terjadi gangguan proses penyerapan makanan .(Blanc.2005). Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan cerminan dari adaptasi janin ketika dalam kandungan. adaptasi janin didalam kandungan akan membuat janin melakukan adaptasi yang sama ketika telah dilahirkan. Apabila lingkungan berbeda pada pasca salin maka akan terjadi yang disebut dengan “Mismacth” yaitu perbedaan apa yang telah dipersiapkan janin didalam kandungan dengan pasca salin.sehingga akan meningkatkan resiko terjadinya PTM ( penyakit tidak menular) seperti Jantung dan stroke dikemudian hari.( Barker.DJP.2008). b. LILA ibu Dalam penelitian ini ditemukan ibu dengan riwayat status gizi berdasarkan ukuran LILA < 23,5 cm sebanyak 17 ibu (40,5%) dan ukuran LILA >35 cm 225 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 sebanyak 25 ibu (59,5%). Dengan rata-rata ukuran LILA 24,3 cm . Distribusi Riwayat ukuran LILA Ibu Hamil yang memiliki anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Mersam Kabupaten BatangHari Tahun 2015 Ukuran LILA Frekuens i Persentas e (%) < 23,5 cm 17 40,5 >23,5 cm 25 59,5 42 100 Jumlah Mersam Kabupaten BatangHari menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian stunted pada anak dengan riwayat BBLR dengan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,005 ( p< 0,05). Anak dengan riwayat BBLR akan menjadi anak dengan tubuh pendek ( stunted ) yaitu sebesar 71,4 % dan hanya 21,4 % yang akan tumbuh normal. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 9,167.artinya anak dengan berat badan lahir rendah ( BBLR ) mempunyai peluang 9,167 kali menjadi anak dengan stunted. Panjang Badan Berat Lingkar lengan atas < 23,5 cm disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang diperoleh ibu semasa hamil. Kurangnya asupan makanan ini juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan budaya serta tingkat pendidikan ibu. Pendapatan keluarga sangat mempengaruhi terhadap daya beli keluarga. Begitupun dengan tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu mengenai jenis makanan semasa hamil dan perawatan semasa hamil. Ibu dengan LILA < 23,5 cm akan membuat dampak terhadap kehamilan, terutama terhadap pertumbuhan janin dalam kandungan. (Arisman,2007). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puji Rahayu Fajaria Kartikawati di jember tahun 2004 yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara ukuran LILA ibu semasa hamil terhadap kejadian stunted pada balita. Analisis Bivariat Analisis Bivariat terhadap variable yang diteliti dapat digambarkan sebagai berikut : Hubungan Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) terhadap kejadian stunted pada anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mersam Kabupaten BatangHari Tahun 2015 Hasil penelitian berat badan lahir rendah (BBLR) terhadap kejadian stunted pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Stunted Normal Lahir n % n % BBLR 10 71, 6 21, Badan 4 Norma 4 l Total 28, 4 22 6 14 100 78, 6 28 100 Menurut Proverawati dan Ismawati (2010) bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) akan tumbuh dan berkembang lebih lambat karena pada bayi BBLR sejak dalam kandungan telah mengalami retardasi pertumbuhan intera uterin dan akan berlanjut sampai usia selanjutnya setelah dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat dari bayi yang dilahirkan normal, dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang seharusnya dia capai pada usianya setelah lahir. Bayi BBLR juga mengalami gangguan saluran pencernaan, karena saluran pencernaan belum berfungsi, seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein sehingga mengakibatkan kurangnya cadangan zat gizi dalam tubuh.Akibatnya pertumbuhan bayi BBLR akan terganggu, bila keadaan ini berlanjut dengan pemberian makanan yang tidak 226 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 mencukupi, sering mengalami infeksi dan perawatan kesehatan yang tidak baik dapat menyebabkan anak stunted. Standar pertumbuhan anak yang dipublikasikan pada tahun 2006 oleh WHO menunjukkan bahwa Berat lahir memiliki dampak yang besar terhadap pertumbuhan anak, perkembangan anak dan tinggi badan pada saat dewasa. Untuk mencegah terjadinya stunted pada anak lahir dengan berat badan lahir rendah hendaknya Dinas kesehatan Kabupaten Batang Hari dan Puskesmas Mersam lebih memperhatikan tentang pemenuhan gizi dan penanggulangan penyakit pada anak dengan berat badan lahir rendah ( BBLR ). Pemenuhan gizi terhadap anak dengan BBLR sangat terkait dengan ketersediaan pangan dan ragam pangan, serta kemampuan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pangan Untuk itu agar Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Hari dan Puskesmas Mersam lebih meningkatkan kegiatan Promotif dan preventif selain kegiatan kuratif pada anak sakit dengan BBLR. Kegiatan Promotif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan tentang Gizi, dan stunted pada anak. Sedangkan kegiatan preventif dilakukan dengan bekerja sama dengan Lintas Program dan Lintas sektoral. Kerja sama dengan Lintas sektoral terutama Dinas Pertanian dan tanaman pangan pada tingkat kabupaten dan Penyuluh pertanian pada tingkat kecamatan. Serta dengan PKK kecamatan. Ketersediaan pangan pada keluarga dapat dengan mengaktifkan kembali kegiatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Lumbung keluarga, Dapur Keluarga dan lebih mengaktifkan kembali kegiatan Dasa Wisma di masyarakat terutama pada keluarga. Dengan adanya kegiatan tersebut diatas dengan dibantu oleh Lintas Sektoral terkait diharapkan ketersediaan pangan pada keluarga dapat dipenuhi. Selain kegiatan diatas Puskesmas Mersam agar lebih meningkatkan lagi kegiatan SDIDTK, hendaknya pengukuran Panjang badan Bayi tidak hanya dilakukan 6 bulan sekali tetapi dapat dilakukan 1 bulan sekali, minimal 3 bulan sekali dengan menggandeng lintas program terutama program gizi agar anak dengan Stuntedsedini mungkin dapat di ketahui dan sedini mungkin dapat di intervensi. Peningkatan kemampuan petugas kesehatan baik dokter, perawat dan bidan Desa serta tenaga gizi hendaknya dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kabupaten Batang Hari terutama tentang Tata laksana bayi dengan BBLR. Sehingga bayi dengan BBLR dapat ditangani dengan baik oleh petugas berdasarkan standar kompetensi petugas kesehatan. Bayi lahir dengan BBLR juga disebabkan oleh perkawinan usia muda dan kesiapan ibu dalam kehamilan. Peran serta lintas sektoral terutama PKK dan Kementrian Agama dan Dinas Pendidikan sangat diperlukan dalam hal ini. Penerapan peraturan menteri agama tentang batas usia perkawinan, Dinas Pendidikan berperan dalam pendidikan reproduksi pada remaja. Hubungan Riwayat status gizi ibu hamil ( LILA ) terhadap kejadian stunted pada anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mersam Kabupaten BatangHari Tahun 2015 Dari hasil penelitian riwayat status gizi ibu hamil ( lingkar lengan atas /LILA ) terhadap kejadian stunted pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Mersam menunjukkan bahwa sebagian besar ibu dengan LILA < 23,5 cm anak melahirkan anak stanted atau pendek. Panjang Badan Ukura Stunted Normal n LILA n % n % < 23,5 10 71,4 7 25, cm >23,5 0 4 28,6 21 cm Total P Value 0,011 75, 0 14 100 28 100 Dari hasil penelitian dapat digambarkan bahwa ibu hamil dengan 227 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 riwayat status gizi ( LILA ) < 23,5 cm akan melahirkan anak dengan BBLR dan stunted. Karena ibu hamil dengan gizi kurang akan mengalami retardasi intra uterin dan akan menghambat proses pertumbuhan janin didalam kandungan. Salah satu alat ukur untuk menilai status gizi ibu hamil adalah dengan pengukuran lingkar lengan atas ( LILA ) . LILA 23,5 cm menggambarkan Status gizi kurang dan LILA > 23,5 menggambarkan Status gizi normal ( DepKes. RI.2005 ). Lingkar lengan atas (LILA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh banyak terhadap cairan tubuh. Pengukuran ini berguna untuk skrining malnutrisi protein yang biasanya digunakan oleh Depkes untuk mendeteksi ibu hamil dengan resiko melahirkan BBLR bila LILA < 23,5 cm (Wirjatmadi B,2007). Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis ( KEK ). Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Gangguan gizi pada masa janin akan mengganggu pertumbuhan janin dalam uterin. Janin akan menyesuaikan atau beradaptasi dengan lingkungannya. Maka akan terbentuklah organ tubuh janin yang kecil maupun tulang janin yang pendek. Berdasarkan Mekanisme Developmental plasticity / plastisitas pada periode perkembangan. Esensinya adalah : suatu periode kritis saat suatu sistem bersifat plastis dan sensitif terhadap lingkungannya, diikuti dengan hilangnya plastisitas dan kapasitas fungsional yg menetap. Sebagian besar organ dan sistem, masa kritisnya adalah saat dalam kandungan. Respon janin terhadap perubahan gizi ibu, melalui mekanisme developmental plasticity, menyebabkan bayi membutuhkan lingkungan yang sama dengan saat dalam kandungan. Apabila lingkungan pasca-salin berbeda, maka akan menyebabkan apa yg disebut sebagai situasi “Mismatch” antara apa yg sudah dipersiapkan oleh janin dalam kandungan untuk menghadapi situasi pasca-salin.(Barker.DJP.2008) Untuk mencegah terjadinya KEK pada ibu hamil Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Hari hendaknya harus lebih meningkatkan mutu dari kegiatan PWS-KIA, hendaknya kegiatan PWS-KIA dijadikan sebagai kegiatan untuk pengkajian ibu hamil secara lebih mendalam. Sesuai dengan tujuan pelaksanaan program PWS-KIA yaitu untuk mengetahui kondisi dan situasi ibu hamil, sehingga ibu hamil dengan faktor resiko dapat ditanggulangi dengan cepat. Kegiatan PWS-KIA juga hendaknya melibatkan lintas program terutama program gizi. Sehingga keadaan gizi ibu hamil dapat dipantau dan dilakukan intervensi sehingga tidak terjadi ibu hamil dengan kekurangan energi kronis (KEK). Kekurangan asupan gizi pada trimester I dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, kelahiran prematur, kematian janin, keguguran dan kelainan pada sistem syaraf pusat. Sedangkan pada trimester II dan III dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan janin terganggu, dan berat badan lahir rendah ( BBLR ).selain itu juga akan berakibat terjadi gangguan kekuatan rahim saat persalinan, dan perdarahan post partum. Supervisi status gizi ibu hamil sangat diperlukan , agar Dinas Kesehatan dan Puskesmas dapat memetakan kondisi gizi ibu hamil dan dapat menyusun langkah-langkah penanggulangannya. Peran serta lintas sektoral seperti PKK sangat diharapkan terutama mengenai kesehatan ibu dan anak. Hal ini sesuai dengan 10 Program pokok PKK. Dan merupakan program kerja POKJA IV PKK bidang kesehatan. Selain meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan P4K. Diharapkan dari kegiatan yang dilaksanakan maka permasalahan gizi ibu hamil dapat diatasi secara dini dan akan mengurangi ibu hamil yang menderita KEK. Agar kegiatan ini berjalan sebaiknya kegiatan Gerakan Sayang Ibu ( GSI ) di tiap-tiap kecamatan diaktifkan kembali. Jadikan masalah gizi ibu hamil menjadi program prioritas kegiatan GSI tingkat kecamatan. Lakukan evaluasi antar program dan lintas sektoral. Karena gizi seimbang pada 1000 hari kehidupan yang 228 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 dimulai pada masa konsepsi sampai anak berusia 2 tahun akan menentukan kehidupan anak di masa akan datang. Azwar, A . (2004). Kecendrungan masala gizi dan tantangan di masa depan. www.gizi.net SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas , dapat ditarik kesimpulan bahwa Ada hubungan yang signifikan antara riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) terhadap kejadian stunted pada anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mersam kabupaten batang Hari dengan nilai P Value = 0,005 (p=0,05) dan nilai OR = 9,167. artinya anak dengan riwayat BBLR mempunyai risiko 9,167 kali menjadi anak dengan stunted. Adanya hubungan yang signifikan antara riwayat status gizi ibu hamil (Lingkar lengan atas/LILA) terhadap kejadian stunted pada anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mersam kabupaten Batang Hari dengan nilai P Value = 0,011 (p=0,05) dan nilai OR=7,500, artinya ibu dengan LILA <23,5 cm mempunyai risiko 7,500 kali melahirkan anak dengan stunted. Bosch A, B, Baqui, A. H. & Gimneka, J. K. (2008). Early-life determinants f stunted adolescent girls and boy in matlab, banglades. International center for diarrhoeal disease research, banglades 2: 189-199. DAFTAR PUSTAKA Achadi, endang (2014). Materi ajar pentingnya gizi seimbang dalam 1000 hari pertama kehidupan. Disajikan pada workshop gizi tahun 2014. Bekasi Admarita, (2005). Nutrition problem in indonesia. The artcle for an integrated international seminar and workshop on lifestyle- related disease, gajah mada university Jokjakarta. Almatsier, S.(2003). Prinsip dasar ilmu gizi. PT.gramedia pustaka utama Jakarta. Astria, LD, Nastion, A & dwiriani, CM. (2006). Hubungan konsumsi ASI dan mp-asi serta kejadian stunting anak usia 6-12 bulan di kabupaten bogor. Media gizi dan keluarga 30 (1) : 15-23 Daniels, M, C. & Adair, L, S. (2004) Growht standards based on length/height and age. Acta paediatrica; 450: 7685.USA. Depkes RI.(2007). Pedoman operasional keluarga sadar gizi. Depkes RI, Jakarta. Depkes RI.(2005). Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk. Depkes RI, Jakarta Estwood, M. (2003). Principle of human nutrition second edition. Bleckwell science Ltd, a Blackwell publishing company Jahari, B, A. (2002). Penilaan status gizi berdasarkan antropometri. Puslitbang gizi dan makanan. Depkes RI. Jakarta Jahari, B, A (2010). Riset kesehatan dasar 2010 badan penelitian dan pangembangan kesehatan, kementerian kesehatan RI.,Jakarta Jahari, B, A (2013). Riset kesehatan dasar 2013 badan penelitian dan pangembangan kesehatan, kementerian kesehatan RI.,Jakarta Jahari, B, A (2013). Pokok – Pokok Hasil Riset kesehatan dasar 2013 Propinsi Jambi .badan penelitian dan pengembangan kesehatan, kementerian kesehatan RI.,Jakarta Jahari, B, A (2013). Riset kesehatan dasar 2013 dalam Angka Propinsi Jambi .badan penelitian dan pangembangan kesehatan, kementerian kesehatan RI..Jakarta. 229 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Poskitt, J. & Kelley, L. (2000) Low birthweight-nutrition in early life editor: morgan J.B. & Dikerson, J. W.T. Jhon wiley & sons ltd England. Santoso, S & lies, A (2004) kesehatan dan gizi. PT.Rineka cipta. Jakarta: Suhardjo, (2003). Perencanaan pangan dan gizi.: PT.Bumi Aksara. Jakarta Sediaoetama A,D. (2000) ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I. :PT.Bhatara karya akbar. Jakarta Supariasa, I,D. Y. (2002). Penilaian status gizi. : EGC Jakarta 230 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN IMUNISASI DASAR DI WILAYAH KERJAPUSKESMASSP II SEKUTUR JAYA KABUPATEN TEBOTAHUN 2015 Marinawati STIKes Prima Jamb Korepondesi penulis: [email protected] ABSTRAK Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Berdasarkan survey awal di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya pada 10 ibu secara acak melalui wawancara singkat di peroleh 5 ibu dari 10 ibu tidak tahu mengenai tujuan dan manfat pelayanan kesehatan imunisasi dasar, sehingga ibu tidak peduli kapan anaknya mendapatkan imunisasi dan 5 ibu dari 10 ibu yang diwawancarai di peroleh peran petugas dalam sosialisasi, penyuluhan dan informasi sangat kurang. Tujuan penelitian untuk mengetahuifaktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional.Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo pada tanggal 6-12 Agustus 2015. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi umur 9-12 bulan dari bulan Januari-Juli 2015 sebanyak 73 ibu. Pengambilan sampel dengan teknik total sampling dimana sampel sebanyak 73 ibu. Data dikumpulkan dengan kuesioner di analisa dengan analisis univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil penelitian di peroleh 61 responden (83,6%) memberikan imunisasi dasar lengkap, 42 responden (57,5%) memiliki pengetahuan baik, 46 responden (63,0%) memiliki sikap positif dan 41 responden (56,2%) menyatakan peran petugas aktif. Ada hubungan antara pengetahuan ibu (pvalue=0,030), sikap ibu (p-value=0,045) dan peran petugas (p-value=0,039) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar. Perlunya tindakan penyuluhan dan promosi tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar untuk meningkatkan meningkatkan tingkat pengetahuan ibu, suami dan keluarga terdekat mengenai kelengkapan imunisasi dasar dan memberikan pendidikan kesehatan kepada para kader posyandu agar dapat membantu petugas kesehatan dalam peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai imunisasi dasar. Kata Kunci : Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan, Pengetahuan, Sikap, PeranPetugas FACTORS RELATED TO THE UTILIZATION OF HEALTH SERVICES BASIC IMMUNIZATION IN REGION PUSKESMAS SP II SEKUTUR JAYA IN TEBO DISTRICT 2015 ABSTRACT Immunity through immunization to protects from diseases, by entering the germs into the body but before that the germs have been has been killed or weakened. In an early survey in region Puskesmas SP II Sekutur Jaya in tebo distric towards 10 mothers as selected randomly by short interview there are 5 of 10 do not know the purpose and benefits of immunatization, so that the mother does not care abaut their children immunized. Than, 5 out 10 have poor of health wokers roles, do not get conseling in information about basic immunitazion. This research is aim to find the factors related to the utilization of health service basic immunization. This study is a descriptive analytic with cross approch. The population in this study conducted in region Puskesmas SP II Sekutur Jaya In Tebo district in 6-12 of agust 2015. Population in this research are entire mothers who have babies in age 9-1 month from January to July 2015 with total 73 women, the sample is taking by using total sampling and the sample are 73 women. Data obtained by filling a questionnaire as a colect tool than analysis by univariate and bivariate. Based on the results obtained by analysis there are 61 respondent (83,6%) providing complete basis immunization, 42 respondents (57,5%) have god knowledge, 46 respondents (63,0%) have positive attitudes, 41 respondents (56,2%) have active health professional roles. There are a significant relationship between Mother’s knowledge with P value= 0,030, Mother’s attitudes with a P value =0,045, the health profesional roles witg a P value=0,039, with the utilization of health services basic immunization. 231 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Therefore necessary need to provide counseling and promotion about utilization of health services basic immunization, also to increase mother’s of knowledge, husband and any other family members. Than, motivate the cadre to actively educated the community around them about utilization of health services basic immunization. Keywords : utilization of health services, knowledge , attitudes, the health professional roles . PENDAHULUAN Kesehatan Nasional seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Kesehatan RI No 36 Tahun 2009, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Untuk itu perlu diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia dengan melakukan upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan (Depkes RI, 2009). Salah satu upaya pencegahan penyakit adalah dengan dilakukannya imunisasi. Imunisasi merupakan cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga kelak jika terpapar penyakit tidak akan menderita penyakit tersebut. Imunisasi merupakan program upaya pencegahan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Hepatitis B, Polio, dan Campak (Depkes, 2010). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008). Imunisasi tersebut adalah BCG, DPT-HB, Polio, Campak, dan Hepatitis. Kelima imunisasi tersebut dikenal dengan Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) yang merupakan imunisasi wajib bagi anak di bawah 1 tahun meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B dan 1 dosis Campak (Depkes, 2010). Menurut Depkes RI (2013), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah. Tujuan pemberian imunisasi yaitu diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta mengurangi kecacatan akibat penyakit. (Paridawati, 2014). Melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Imunisasi akan membuat tumbuh kembang bayi menjadi optimal yaitu menjadi anak yang sehat, kuat, cerdas, kreatif dan berperilaku baik. Kekebalan tubuh balita yang sudah di imunisasi akan meningkat dan terlindungi dari penyakit berbahaya, sehingga tumbuh kembang anak tidak terganggu. Imunisasi juga mencegah berbagai penyakit infeksi yang berbahaya dengan cara yang aman, efektif dan relatif murah (Ranuh, 2008). Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun yang meninggal setiap tahun di dunia, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi. Serangan penyakit tersebut akibat status imunisasi dasar yang tidak lengkap pada sekitar 20% anak sebelum ulang tahun yang pertama (Nurani, 2013). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 besarnya cakupan imunisasi dasar masing-masing antigen adalah BCG 77,9 %; Polio 66,7 %; DPT-HB 61,9 % dan 74,4 % campak. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa cakupan imunisasi dasar di seluruh provinsi di Indonesia rata-rata untuk tiap jenis imunisasi adalah: polio 77,0%; HB0 232 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 79,1%; BCG 87,6%; DPT-HB 75,6%; dan campak 82,1%; yang menunjukkan terjadinya peningkatan cakupan semua jenis imunisasi dari tahun 2013 sedangkan berdasarkan kelengkapannya, hanya 59,2% anak usia 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen di RSUD Sultan Thaha Saefudin Tebo di peroleh data penyakit yang disebabkan tidak imunisasi BCG (TBC) pada anak di Puskesmas SP II Sekutur Jaya sebanyak 4 anak sejak tahun 2011 sampai bulai Maret 2015 dimana tahun 2011 sebanyak 1 anak perempuan usia 3 tahun, kemudian 1 anak laki-laki umur 4 tahun pada tahun 2014 dan 2 anak lakilaki umur 2 tahun dan 4 tahun pada bulan Januari sampai Maret 2015 (Laporan RSUD Sultan Thaha Saefudin Tebo, 2015). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tebo tahun 2014 diketahui bahwa cakupan imunisasi terendah terdapat di Puskesmas Mengupeh sedangkan Puskesmas SP II Sekutur Jaya merupakan puskesmas dengan cakupan imunisasi terendah METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan desain cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo pada tanggal 6-12 Agustus 2015. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi umur 9-12 bulan . kedua.Dari 8 desa di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya pada tahun 2014 terdapat 4 desa yaitu : Sekutur Jaya, Napal Putih, Sako Makmur dan Teluk Melintang yang memenuhi capaian imunisasi sedangkan 4 desa lainnya yaitu : Pinang Belai, Bukit Pamuatan, Tanjung Aur Seberang dan Pagar Puding Lamo tidak mencapai target Universal Child Immunization (UCI), dimana capaian pada tahun 2014 Kabupaten sebesar 90%. Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada tanggal 12 Juli 2015 di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya pada 10 ibu secara acak melalui wawancara singkat diperoleh 5 ibu dari 10 ibu tidak tahu mengenai tujuan dan manfat pelayanan kesehatan imunisasi dasar, sehingga ibu tidak peduli kapan anaknya mendapatkan imunisasi dan 5 ibu dari 10 ibu yang diwawancarai di peroleh peran petugas dalam sosialisasi, penyuluhan dan informasi sangat kurang.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo tahun 2015. di wilayah kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya dari bulan Januari-Juli 2015 sebanyak 73 ibu. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling dimana sampel dalam penelitian ini sebanyak 73 ibu yang mempunyai bayi 9-12 bulan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner kemudian dianalisa dengan analisis univariat dan bivariat. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Sp II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015 Usia Frekuensi (%) < 20 tahun 8 10,9 20-35 61 83,6 > 35 tahun 4 5,5 Total 73 100 233 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Berdasarkan tabel 1. di peroleh gambaran usia responden di wilayah kerja Puskesmas Sp II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015 sebagian besar responden memiliki usia 20-35 tahun sebanyak 61 responden (83,6%). Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015 Distribusi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Imunisasi Dasar Frekuensi % Tidak Lengkap 12 16,4 Lengkap 61 83,6 73 100 Jumlah Berdasarkan tabel 2. diketahui dari 73 responden (100%) mayoritas 61 responden (83,6%) memberikan imunisasi dasar lengkap dan dan 12 responden (16,4%) tidak memberikan imunisasi dasar lengkap. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Sp II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015 Distribusi Pengetahuan Ibu Frekuensi % Kurang Baik 31 42,5 Baik 42 57,5 73 100 Jumlah Berdasarkan tabel 3 diketahui dari 73 responden (100%) mayoritas 42 responden (57,5%) memiliki pengetahuan baik dan31 responden (42,5%) memiliki pengetahuan kurang baik. Tabel 4.Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015 Distribusi Sikap Ibu Frekuensi % Negatif 27 37,0 Positif 46 63,0 73 100 Jumlah 234 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Berdasarkan tabel 4. diketahui dari 73 responden (100%) mayoritas 46 responden (63,0%) memiliki sikap positif dan 27 responden (37,0%) memiliki sikap negatif. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan PeranPetugas Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015 Distribusi Peran Petugas Kesehatan Frekuensi % Kurang Aktif 32 43,8 Aktif 41 56,2 73 100 Jumlah Berdasarkan tabel 5 diketahui dari 73 responden (100%) mayoritas 41 responden (56,2%) memiliki petugas kesehatan aktif dan 32 responden (43,8%) memiliki petugas kesehatan tidak aktif. Tabel 6. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dengan PemanfaatanPelayanan Kesehatan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten TeboTahun 2015 Kategori Pemanfaatan Pengetahuan Ibu Kurang Baik Total Tidak Lengkap Lengkap Jml % Jml % Jml % 9 29,0 22 71,0 31 100 pvalue 0.030 Baik Jumlah 3 7,1 39 92,9 42 100 12 16,4 61 83,6 73 100 Berdasarkan hasil penelitian di peroleh mayoritas 42 responden (100,%) memiliki pengetahuan baik terdapat 39 responden (92,9%) lengkap pemanfaatan imunisasi dasar dan 3 responden (7,1%) tidak lengkap pemanfaatan imunisasi dasar. Sedangkan dari 31 responden (100%) memiliki pengetahuan kurang baik terdapat 22 responden (71,0%) lengkap pemanfaatan imunisasi dasar dan 9 responden (29,0%) tidak lengkap pemanfaatan imunisasi dasar. Berdasarkan analisis dengan chi-square di peroleh nilai p-value = 0,030 jika dibandingkan derajat kemaknaan (p-value < 0,05) terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi Setyani (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kelengkapan pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar di Desa Nyatnyono 235 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten lengkap pemanfaatan imunisasi dasar, Semarang, dengan p = 0,001(p < 0,05). asumsi peneliti bahwa responden lupa Ada hubungan antara pengetahuan jadwal imunisasi sehingga tidak membawa dengan kelengkapan pemanfaatan anaknya ke puskesmas. Sedangkan ibu pelayanan kesehatan imunisasi dasar, yang memiliki pengetahuan kurang baik sesuai dengan teori yang dinyatakan tetapi lengkap pemanfaatan imunisasi bahwa seseorang melakukantindakan dasar, asumsi peneliti bahwa peran suami dengan didasarkan oleh suatu dan keluarga terdekat dalam pengetahuan. Hal ini disebabkan mengingatkan ibu untuk mengimunisasi karenapengetahuan merupakan domain anaknya sesuai jadwal dan usia anaknya yang sangat penting untuk terbentuknya dikarenakan suami atau keluarga terdekat tindakanseseorang (Notoatmodjo, 2012). merasa penting anak mendapatkan Perilaku seseorang sangat imunisasi dasar. dipengaruhi oleh pengetahuannya akan Upaya yang dilakukan dengan sesuatu hal, demikian juga dengan menginformasikan kepada ibu, suami, dan perilakunya dalam memanfaatkan keluarga terdekat jadwal imunisasi dasar pelayanan kesehatan yang ada. oleh petugas kesehatan dan melakukan Seseorang yang mempunyai pengetahuan penyuluhan kesehatan dalam yang lebih baik dibidang kesehatan akan meningkatkan pengetahuan ibu tentang cenderung lebih memanfaatkan pelayanan pentingnya pemanfaatan imunisasi dasar kesehatan (Maulan, 2009). bagi anak. Masih terdapat responden yang memiliki pengetahuan baik tetapi tidak Tabel 7. Hubungan Antara Sikap Ibu Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015 Kategori Pemanfaatan Total Tidak Sikap Lengkap p-value Lengkap Negatif Jml % Jml % Jml % 8 29,6 19 70,4 27 100 0,045 Positif Jumlah 4 8,7 42 91,3 46 100 12 16,4 61 83,6 73 100 Berdasarkan hasil penelitian di peroleh mayoritas 46 responden (100,%) memiliki sikap positif terdapat 42 responden (91,3%) lengkap pemanfaatan imunisasi dasar dan 4 responden (8,7%) tidak lengkap pemanfaatan imunisasi dasar. Sedangkan dari 27 responden (100%) memiliki sikap negatif terdapat 19 responden (70,4%) lengkap pemanfaatan imunisasi dasar dan 8 responden (29,6%) tidak lengkap pemanfaatan imunisasi dasar. Berdasarkan analisis dengan chi- square di peroleh nilai p-value = 0,045 jika dibandingkan derajat kemaknaan (p-value < 0,05) terdapat hubungan antara sikap ibu dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar. Hasil penelitian ini sejalan dengan Kurniawati (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan status kelengkapan imunisasi batita tehadap pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan nilai p value 0,00. 236 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Lawrance Green dalam Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa perilaku seseorang tentang kesehatan dapat juga ditentukan oleh ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Masih terdapat responden yang memiliki sikap positif tetapi tidak lengkap pemanfaatan imunisasi dasar, asumsi peneliti bahwa keluarga terutama suami dan orang tua yang melarang ibu untuk imunisasi anaknya dikarenakan kepercayaan dan pengalaman habis anak di suntik anak akan mengalami sehingga ibu di larang membawa anaknya untuk di imunisasi. Sedangkan ibu yang memiliki sikap negatif tetapi lengkap pemanfaatan imunisasi dasar, asumsi peneliti bahwa peran suami dan keluarga terdekat dalam mengingatkan dan mengantar ibu untuk imunisasi anaknya ke posyandu sesuai jadwal dan peran petugas aktif berkunjung ke rumah ibu memiliki anak bila ibu tidak bisa berkunjung ke posyandu atau puskesmas. Upaya yang dilakukan dengan menginformasikan kepada ibu, suami, dan keluarga terdekat tentang pentingnya imunisasi dasar sehingga suami atau keluarga terdekat selalu mengingatkan ibu jadwal imunisasi dasar dan mau mengantar ibu dan anak ke posyandu atau puskesmas. Peran petugas untuk berkunjung ke rumah ibu untuk melakukan suntikan imunisasi bila ibu lupa jadwal imunisasi dasar anaknya dan melakukan penyuluhan kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemanfaatan imunisasi dasar bagi anak. Tabel 8. Hubungan Antara Peran Petugas DenganPemanfaatan Pelayanan Kesehatan Imunisasi DasarDi Wilayah Kerja Puskesmas SP II Sekutur Jaya Kabupaten Tebo Tahun 2015 Kategori Pemanfaatan Total Tidak Peran Petugas pvalue Lengkap Lengkap Kurang Aktif Jml % Jml % Jml % 9 28,1 23 71,9 32 100 0,039 Aktif Jumlah 3 7,3 38 92,7 41 100 12 16,4 61 83,6 73 100 Berdasarkan hasil penelitian di peroleh 41 responden (100,%) memiliki peran petugas aktif terdapat 38 responden (92,7%) lengkap pemanfaatan imunisasi dasar dan 3 responden (7,3%) tidak lengkap pemanfaatan imunisasi dasar. Sedangkan dari 32 responden (100%) memiliki peran petugas tidak aktif terdapat 23 responden (71,9%) lengkap pemanfaatan imunisasi dasar dan 9 responden (28,1%) tidak lengkap pemanfaatan imunisasi dasar. Berdasarkan analisis dengan chi-square di peroleh nilai p-value = 0,039 jika dibandingkan derajat kemaknaan (p-value < 0,05) terdapat hubungan antara peran petugas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar. Menurut penelitian Sabariah (2007) ibu-ibu bayi usia 0-12 bulan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi menyebutkan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi bayi dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, dan pelayanan petugas imunisasi. 237 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Seorang petugas kesehatan mempunyai peran sebagai seorang pendidik, peran ini dilakukan dengan membantu klien dan keluarga dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku klien dan keluarga setelah dilakukan pendidikan kesehatan selain itu juga petugas kesehatan merupakan tempat konsultasi terhadap SIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan,sikap dan peran petugas merupakan faktor pemanfaatan pelayanan kesehatan imunisasi dasar. Faktor – faktor yang berhubungan mempunyai kemaknaan erat terhadap pemanfaatan masalah atau perilaku kesehatan yang di dapat (Mulati, 2009). Upaya yang dilakukan adalah petugas kesehatan harus berperan aktif dalam kunjungan ke rumah-rumah ibu yang memiliki bayi untuk memotivasi ibu dalam memberikan imunisasi dasar lengkap dan memberikan penyuluhan tentang pentingnya imunisasi dasar lengkap untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu. pelayanan kesehatan imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Sp II Sekutur Jaya 2015. DAFTAR PUSTAKA DepKes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta DepKes RI. 2010. Kemenkes Targetkan Tahun 2014 Seluruh Desa/Kelurahan 100% UCI. Jakarta. DepKes. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Kurniawati. 2012. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi DasarPada Balita. Nuha Medika. Yogyakarta. Maulan, Heri D.J. 2009. Kesehatan. EGC. Jakarta. Promosi Nurani, Vidia As. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Truko Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal Tahun 2013. Semarang. Jawa Tengah. Paridawati. 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi DasarPada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa Tahun 2014. Makasar. Sulawesi Selatan. Ranuh, I.G.N. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2012. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta. 238 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PERANCANGAN SISTEM NFORMASI REKAM MEDIS PASIEN PADA KLINIK BERSALIN KASIH IBU MENGGUNAKAN METODE WATERFALL Ade STIKes Prima Jambi Korespondensi Penulis : [email protected] ABSTRAK Klinik Bersalin Kasih Ibu merupakan tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan bagi wanita hamil, persalinan, keluarga berencana, pemeriksaan fisik, pemberian tindakan medis dan memberikan informasi hasil anamnesa. Setiap pelayanan dicatat dalam dokumen rekam medis pasien, sebagaimana dinyatakan dalam (Hanafiah & Amir, 1999:59): “Rekam medis adalah kumpulan keterangan tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan dan catatan segala kegiatan para pelayanan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu“ . Tujuan dari penelitian ini adalah merancang Aplikasi Rekam Medis Klinik Bersalin Kasih Ibu untuk membantu proses pencatatan, pencarian dan penyimpanan data rekam medis, sehingga membantu petugas dalam proses pelayanan terhadap pasien. Metode penelitian ini menggunakan metode waterfall. Waterfall atau sering juga disebut air terjun adalah sebuah metode dalam pengembangan sistem yang dilakukan untuk membuat pembaruan sistem yang berjalan. Menurut (Rosa) Metode pengembangan sistem merupakan proses mengembangkan atau mengubah suatu sistem perangkat lunak dengan menggunakan metodemetode atau model-model yang digunakan orang untuk mengembangkan sistem-sistem perangkat lunak sebelumnya dengan memiliki alur hidup perangkat lunak secara sekuensial atau terurut dimulai dari analisis, desain, pengodean, pengujian, dan tahap pendukung. Hasil dari penelitian ini adalah suatu rancangan aplikasi rekam medis berbasis Desktop yang terdapat beberapa fasilitas seperti pengolahan data pasien Ibu Hamil, data bidan, data anamnesis, data pemeriksa, data terapi, data obat, data rekam medis, laporan data medis dan laporan data pasien. bersalin Harapan Ibu adalah terwujudnya aplikasi rekam medis guna memudahkan dalam pencatatan dan perekaman rekam medis dengan mudah. Kata Kunci : Sistem Informasi, Waterfall, Rekam Medis ABSTRACT Maternity clinic love mother is health center that are implementing of the services for pregnant woman, childbirth, family planning, physical examination, the provision of the act of medical and to provide information the results of anamnesa. Health services in recorded in documents record medical patient, as stated in the has (Hanafiah & amir, 1999: 59), record medical is a pile of information on the identity, the results of anamnesis, examination and records all the activity the health services over the patient from time to time. Destination from the study is to develop application record medical clinic maternity love mother to assist with the recording, Search and data storage record medical, to help in the service process towards patients. The methodology this in a waterfall.Waterfall or often also called a waterfall is a method in the development of a system that goes into making system that runs reform. According to ( rosa ) method system development is a process develop or transform a system software using methods or models used people to develop systems software before with having a groove living in sequential software or ordered started from analysis, design, coding, testing, and the supporters. The result of this research is a draft application record medical based desktop that is several facilities such as data processing patients pregnant women, data midwives, data anamnesis, data examiner, data therapy, data medicine, medical records, data statement medical and data statement patients. hope mother is a creation of the application of medical record to assist in recording and recording medical record with ease. information system, waterfall, medical record 239 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PENDAHULUAN dan tidak efisien. Perancangan sistem informasi merupakan suatu proses pengembangan sistem dari sistem lama yang telah ada ke sistem yang baru, dimana masalah- masalah yang terjadi pada sistem yang lama diharapkan dapat teratasi pada sistem yang baru. Pada tahap perancangan sistem ini dilakukan tahapan proses analisa, perancangan dan pengimplementasian peningkatan mutu pelayanan yang bisa dicapai melalui penggunaan sistem informasi terkomputerisasi. METODE PENELITIAN Sejalan dengan perkembangan teknologi yang saat ini semakin pesat, dimana tingkat kebutuhan akan informasi yang cepat, akurat dan relevan sangat diharapkan. Maka peran teknologi informasi ini dapat dimanfaatkan untuk pengolahan data rekam medis pasien dengan membangun sebuah sistem informasi yang tidak hanya dibutuhkan oleh instansi pelayanan kesehatan yang besar tetapi juga dibutuhkan untuk lembaga kesehatan seperti Klinik bersalin salah satunya Klinik Bersalin Kasih Ibu. Klinik Bersalin Kasih Ibu merupakan salah satu lembaga swasta yang bergerak dibidang kesehatan dan pelayanan masyarakat. Berdasarkan dari peninjauan lokasi secara langsung pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi, pengolahan data rekam medis pasiennya masih berjalan secara manual sehingga data yang dihasilkan dari pengolahan data pasien pada Klinik Bersalin Kasih Ibu kurang optimal yaitu sering terjadinya kesulitan dan keterlambatan dalam pengolahan data pasiennya, sering terjadinya redudansi data, dan dokumen pasien lebih mudah rusak dan hilang. Hal ini dapat dilihat dari sistem penyimpanan data pasien yang masih menggunakan buku agenda sehingga menimbulkan kesulitan dalam hal pencarian data pasien. Keadaan tersebut yang sering mengganggu proses pelayanan Klinik bersalin tersebut, sehingga membuat proses pelayanan memakan waktu yang lama 1. KERANGKA KERJA PENELITIAN Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian ini diperlukanlah suatu susunan kerangka kerja (framework) yang jelas tahap-tahapnya. Kerangka kerja ini merupakan langkah – langkah yang akan di lakukan dalam penyelesaian yang akan di bahas. Adapun kerangka kerja penelitian ini dapat di gambarkan pada gambar 3.1 sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka Kerja Penelitian Berdasarkan kerangka kerja penelitian di atas, maka dapat diuraikan pembahasan masing-masing tahapan dalam penulisan sebagai berikut : 1. Perumusan Masalah Pada tahap ini penulis merumuskan ruang lingkup masalah yang akan dibahas pada penelitian ini. 2. Studi Literatur Tahap awal yang dilakukan penulis yaitu studi literatur. Pada tahap ini, penulis melakukan pencarian terhadap landasan-landasan teori yang diperoleh dari berbagai buku dan juga internet untuk membantu penulis dalam menemukan landasan teori yang baik mengenai penelitian yang akan dilakukan dan pembuatan laporan. 3. Pengumpulan Data Pada tahap ini, penulis melakukan pengumpulan data untuk mendapatkan data dan informasi mengenai sistem 240 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 berjalan pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi. Sebagai bahan pendukung yang sangat berguna bagi penulis untuk mencari atau mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Pengamatan (Observation) Pada metode ini penulis mengamati secara langsung sistem pengolahan data rekam medis pasien pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi, dengan cara ini penulis dapat mengamati langsung bagaimana cara kerja sistem pada Klinik Bersalin tersebut. Hasil dari pengamatan yang penulis lakukan pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi terlihat pada saat pencatatan data rekam medisnya masih menggunakan media kertas dan pena, kemudian diarsipkan dalam bentuk kertas sehingga menyebabkan sulitnya dalam hal pencarian data. b. Wawancara (Interview) Selain pengamatan langsung penulis juga melakukan pengumpulan data dengan cara tanya jawab kepada petugas yang bertugas di bagian pengolah data rekam medis yang ada pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi yang dianggap dapat memberikan informasi yang tepat mengenai pengolahan data rekam medis, dari hasil tanya jawab ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi ini mengalami mengalami kesulitan dalam pengolahan data rekam medis seperti data pasien, data pemeriksaan pasien, data persalinan dan pelaporan yang mengakibatkan keterlambatan dalam penyajian informasi. Untuk itu diperlukan suatu sistem baru yang dapat mengatasi permasalahan yang dialami Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi 4. Pengembangan Sistem Metode pengembangan sistem adalah metode-metode, prosedur-prosedur, konsep-konsep pekerjaan dan aturanaturan untuk mengembangkan suatu sistem informasi. Dengan metode pengembangan sistem yang baik, maka diharapkan suatu sistem yang akan dikembangkan dapat mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode pengembangan sistem yang dipakai penulis dalam penyusunan skripsi adalah model pengembangan software waterfall (model air terjun), dikarenakan proses ini telah terorganisasi secara teratur sehingga resiko akan terjadinya pengulangan proses langkah kerja akan terhindari sebab proses langkah kerja dilakukan secara berurutan. Waterfall adalah model pengembangan sistem yang setiap tahapnya harus diselesaikan terlebih dahulu secara penuh sebelum diteruskan ketahap berikutnya untuk menghindari terjadinya pengulangan tahapan. Gambar 2 Model Waterfall (Agus Mulyanto : 244) Gambar diatas adalah tahapan umum dari model proses ini. Adapun penjelasan dari masingmasing tahapan adalah sebagai berikut : a. Analisis Kebutuhan Dalam tahapan ini penulis menentukan kebutuhan-kebutuhan pada sistem rekam medis yang ada pada Klinik Bersalin Kasih Ibu Jambi baik itu kebutuhan fungsional maupun kebutuhan non-fungsional. Kemudian penulis menganalisa halhal yang diperlukan dalam pengembangan software untuk pengelolaan data rekam medis. Dalam hal ini analisis yang dilakukan dengan menganalisa sistem yang berjalan dari segi proses maupun arsip-arsip yang digunakan sebagai tempat pencatatan data rekam medis. 241 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 b. Desain Sistem Dalam tahapan desain sistem ini, penulis membuat perancangan dari model atau desain sistem dengan menggunakan beberapa alat bantu untuk menggambarkan sistem berjalan ataupun sistem baru yang akan dikembangkan secara logika. Untuk menjelaskan proses fungsi yang dilakukan sistem dan kebutuhan data penulis menggunakan Data Flow Diagram (DFD), untuk menjelaskan mengenai struktur data penulis menggunakan kamus data, untuk rincian prosedur menggunakan flowchart sedangkan untuk menggambarkan susunan logis antar data dan hubungannya dengan sistem penulis menggunakan Entity Relationship Diagram (ERD). c. Implementasi dan Pengujian Unit Pada tahap ini, penulis melakukan penerjemahan desain yang telah dibuat ke dalam bentuk software yang dirancang dengan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic. Net 2010 dan basis data menggunakan Microsoft Access 2003. Selanjutnya melakukan pengujian terhadap program yang dibangun per unit atau per modul kerja. Dimana semua fungsi-fungsi software tersebut diuji cobakan, agar software bebas dari error dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya. d. Pengujian Sistem Pada tahap ini program yang telah dibuat dan diuji per unitnya kemudian disatukan menjadi suatu sistem yang utuh dan diuji secara keseluruhan guna menguji tingkat integrasi antar unit yang dibuat sebelumnya. e. Maintenance atau Perawatan Pada tahap ini penulis tidak menerapkan tahapan ini karena perangkat lunak baru saja dihasilkan dan belum dioperasikan sehingga maintanance (pemeliharaan) belum dapat dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Data Flow Diagram a. Analisis Proses Sebagai gambaran umum dari proses pengolahan data yang dirancang dapat dilihat pada diagram konteks dibawah ini. Gambar 3 Diagram Konteks Diagram konteks menggambarkan secara umum proses yang terjadi yang dimulai ketika pasien yang akan melakukan pendaftaran pada bagian admin, kemudian admin akan memberikan kartu kunjungan bagi pasien yang baru pertama kali melakukan kunjungan, namun jika pasien telah memiliki kartu kunjungan, maka hanya perlu menunjukan kartu kunjungan, setelah itu pasien akan didata pada register kunjungan untuk mengetahui riwayat kehamilan pasien/ riwayat pemeriksaan pasien, Kemudian petugas akan mengisi data anamnesa pasien pada buku rekam medis pasien dan buku KIA, Setelah petugas melakukan diagnosa dan pengobatan pada pasien, admin akan menginputkan data rekam medis pasien. 2. Rancangan Program Pada aplikasi yang dibuat ada beberapa input yang akan diproses untuk menghasilkan output sesuai dengan input yang diberikan. Berikut ini adalah implementasi dari input yaitu : a. Tampilan Form login 242 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Dalam form login, Id Admin dan password harus di inputkankan dengan benar untuk masuk ke dalam menu utama. Jika Id Admin dan password di inputkan salah, maka user tidak dapat masuk kedalam menu. Gambar 7 Tampilan Form Tampil Data Admin d. Tampilan Form Data Ibu Tampilan form data Ibu digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. Gambar 4 Tampilan Form Login b. Tampilan Form Menu Utama Dalam menu utama terdapat menu-menu yaitu master,layanan, laporan dan keluar. Gambar 8 Tampilan Form Data Ibu Gambar 5 Tampilan Form Menu Utama Jika ingin mengubah, menghapus dan menutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini c. Tampilan Form Data Admin Tampilan form data Admin digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. Gambar 9 Tampilan Form Tampil Data Ibu Gambar 6 Tampilan form Data Admin Jika ingin mengubah, menghapus dan menutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini e. Tampilan Form Data Detail Ibu Tampilan form data Detail Ibu digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. 243 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Gambar 10 Tampilan Form Data Detail Ibu Jika ingin mengubah, menghapus dan menutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini Gambar 11 Tampilan Form Tampil Data Detail Ibu f. Tampilan Form Data Anak Tampilan form data Anak digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. Gambar 13 Tampilan Form Tampil Data Anak g. Tampilan Form Data Kunjungan Tampilan form data Kunjungan digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. Gambar 14 Tampilan Form Data Kunjungan Jika ingin mengubah, menghapus dan tutup, dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini Gambar 12 Tampilan Form Data Anak Jika ingin mengubah, menghapus dan tutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini Gambar 15 Tampilan Form Tampil Data Kunjungan h. Tampilan Form Data Layanan Tampilan form data Layanan digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. 244 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Gambar 16 Tampilan Form Data Layanan Jika ingin mengubah, menghapus dan tutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini. Gambar 19 Tampilan Form Tampil Data Petugas j. Tampilan Form Data Obat Tampilan form data Obat digunakan untuk menambahkan,simpan, batal, Tampil data dan tutup. Gambar 17 Tampilan Form Tampil Data Layanan i. Tampilan Form Data Petugas Tampilan form data petugas digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. Gambar 20 Tampilan Form Data Obat Jika ingin mengubah, menghapus dan tutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini. Gambar 18 Tampilan Form Data Petugas Jika ingin mengubah, menghapus, dan tutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini. Gambar 21 Tampilan Form Tampil Data Obat k. Tampilan Form Data Terapi Obat Tampilan form data Terapi Obat digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. 245 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Rm.Kehamilan m. Tampilan Form Rm.Ibu Nifas Tampilan form data Rm.Ibu Nifas digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. Gambar 22 Tampilan Form Data Terapi Obat Jika ingin mengubah, menghapus dan tutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini. Gambar 26 Tampilan Form Data Rm.Ibu Nifas Jika ingin mengubah, menghapus dan tutup, dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini Gambar 23 Tampilan Form Tampil Data Obat l. Tampilan Form Data Rm.Kehamilan Tampilan form data Rm.Kehamilan digunakan untuk menambahkan, simpan, batal, Tampil data dan tutup. Gambar 27 Tampilan Form Tampil Data Rm.Ibu Nifas SIMPULAN Setelah dilakukan implementasi aplikasi pada sistem informasi rekam medis pada Klinik Bersalin Kasih Ibu, dengan ini maka pendataan rekam medis pada klinik bersalin kasih ibu telah terintegritas data pasiennya. Gambar 24 Tampilan Form Data Rm.Kehamilan Jika ingin mengubah, menghapus dan tutup dapat dilakukan dengan mengklik tombol tampil data. Seperti pada gambar berikut ini. Gambar 25 Tampilan Form Tampil Data DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir., 2009, Dasar Perancangan dan Implementasi Database Relasional. Yogyakarta : Andi. Abdul Razaq., 2004, Kupas Tuntas Microsoft Office Access 2003. Surabaya : Indah. Abdul Kadir., 2009, Dasar Perancangan dan Implementasi Database Relasional. Yogyakarta : Andi. Adi Nugroho., 2005, Analisa 246 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Perancangan Sistem Informasi dengan Metodologi Berorientasi Objek. Bandung : Informatika. Agus Mulyanto., 2009, Sistem Informasi Konsep Dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Al Bahra Bin Ladjamudin., 2006, Rekayasa Perangkat Lunak. Yongyakarta : Graha Ilmu Alexander F. K. Sibero., 2010. DasarDasar Visual Basic. Net. Yogyakarta : Mediakom. Budi Sutedjo., 2002, Perancangan dan Pembangunan Sistem Informasi. Yongyakarta : Andi. Eko Priyo Utomo., 2006, Membuat Aplikasi Database Dengan Visual Basic .Net. Bandung : Yrama Widya. Sjamsuhidajat, et al., 2006, Manual Rekam Medis. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia. Gaol, Chr.Jimmy L., 2008, Sistem Informasi Manajemen Pemahaman dan Aplikasi. Jakarta : Grasindo. Hapzi Ali, MM., 2010, Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Mandiri. Hanif Al Fatta., 2007, Analisa dan Perancangan Sistem Informasi. Yogyakarta : Andi. Inderajani., 2011, Perancangan Basis Data Dalam All In 1. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Jogiyanto Hartono., 2005, Analisis dan Disain Sistem Informasi Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Yongyakarta : Andi. Kusrini dan Andri Koniyo., 2007, Membangun Sistem Informasi Akuntansi Dengan Visual Basic Dan Microsoft Sql Server. Yogyakarta : Andi. Linda Marlinda., 2004, Sistem Basis Data. Yogyakarta : Andi. 247 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG BANGSAL RAWAT INAP RSUD SUNAN KALIJAGA KABUPATEN DEMAK CORRELATION BETWEEN WORKPLACE ENVIRONMENT AND JOB SATISFACTION OF NURSES AT INPATIENT ROOMS OF SUNAN KALIJAGA HOSPITAL, DEMAK Margareta Pratiwi STIKes Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Korespondensi Penulis : [email protected] ABSTRAK Kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dalam bentuk interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Kejadian infeksi nosokomial yang cukup tinggi dan banyaknya perawat yang absen, terlambat masuk kerja dan pulang sebelum waktunya merupakan indikasi rendahnya kepuasan kerja perawat. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan lingkungan kerja dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak. Desain Penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data secara kuantitatif dengan wawancara kuesioner terstruktur dan secara kualitatif dengan indepth interview. Data kuantitatif dianalisis dengan uji chi-square dan regresi logistik, data kualitatif dianalisis dengan content analysis. Hasil penelitian bahwa kepuasan kerja dirasakan kurang puas oleh 51,6% responden. Sebanyak 58,1% responden berpersepsi kualitas kepemimpinan kurang baik dan 53,2% responden berpersepsi kurang baik. Sebanyak 56,5% responden berpersepsi otonomi kurang baik, 53,2% responden berpersepsi hubungan interdisiplin kurang baik dan 54,8% responden berpersepsi pengembangan profesional kurang baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa kualitas kepemimpinan (p=0,011), kualitas keperawatan (p=0,001), persepsi otonomi (p=0,001), hubungan interdisiplin (p=0,001) dan pengembangan profesional (p=0,001) berhubungan secara positif dengan kepuasan kerja perawat. Analisis multivariat menunjukkan adanya pengaruh kualitas keperawatan (p=0,022; Exp B=5,768), otonomi (p=0,020; Exp B=6,023) dan pengembangan profesional (p= 0,002; Exp B= 12,082) secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana. Disarankan kepada pihak RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak untuk memotivasi perawat pelaksana dalam proses pengembangan profesional dan mengalokasikan dana untuk pendidikan, pertemuan ilmiah keperawatan dan sertifikasi jabatan fungsional. Kata Kunci : Lingkungan Kerja, Kepuasan Kerja Perawat ABSTRACT Job satisfaction is somebody’s feeling to their job in the form of interaction between human and the environment. The high number incident of Nosokomial Infection and many of nurses are absent, being late for work and going home before the time are indications of the lowness of nurse job satisfaction. The purpose of this research is to obtain the relation of workplace with nurse job statisfaction in inpatient room of Sunan Kalijaga Hospital, Kabupaten Demak. The research design is analytic observasional within sectional cross approach. The data collection are quantitative method by having structured quesionaire interview and qualitative method by having indepth interview. The quantitative data is analyzed by chi-square test and logistics regretion, and qualitative data is analyzed by content analysis. The result shows that the job satisfaction is poor by 51,6% respondents. 58,1% respondents have perception of poor leadership quality and 53,2% respondents are less well. Autonomy perception is not good got from 56,5% respondents, 53,2% respondents thought that the interdiscipline relation is not really well and 54,8% respondents presume that the proffesional development is poor. The result of bivariat analysis shows that leadership quality (p=0,011), nursery quality (p=0,001), autonomy perception (p=0,001), interdiscipline relation (p=0,001) and professional development (p=0,001) are related positively with nurse job satisfaction. Multivariat analysis shows that there is influence of nursery quality (p=0,022; Exp B=5,768), otonomi (p=0,020; Exp B=6,023) and professional development (p= 0,002; Exp B= 12,082) toward nurse job satisfaction. It is suggested for management of Sunan Kalijaga Hospital in Kabupaten Demak to motivate nurses in the process of professional development and allocate the financial to education sector, nursing scientific meeting and functional position sertification. 248 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Keywords: Workplace, Nurse Job Satisfaction PENDAHULUAN Di rumah sakit, sumber daya manusia terbanyak yang berinteraksi secara langsung dengan pasien adalah perawat, sehingga kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh perawat dapat dinilai sebagai salah satu indikator baik atau buruknya kualitas pelayanan di rumah sakit. Dalam pengelolaan sumber daya manusia, hal yang penting diperhatikan adalah upaya-upaya untuk memelihara hubungan yang kontinu dan serasi terhadap perawat1. Upaya tersebut berkenaan dengan kepuasan seorang perawat dalam bekerja. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan wujud dari persepsi karyawan yang tercermin dalam sikap dan terfokus pada perilaku terhadap pekerjaan dan suatu bentuk interaksi manusia dengan lingkungan pekerjaannya. Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda bahwa organisasi telah melakukan manajemen perilaku yang efektif2. Data kepegawaian pada tahun 2012 menunjukkan rata-rata 12,9% perawat yang tidak masuk kerja. Dari jumlah tersebut yang ijin karena sakit 39,6%, ijin karena keperluan keluarga 45,5% dan tanpa keterangan 14,9%. Jumlah perawat yang terlambat masuk kerja 20,75% dan pulang sebelum waktunya 21,56%. Hal-hal tersebut merupakan indikasi bahwa tingkat kepuasan kerja perawat di RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak masih rendah. Salah satu indikator peningkatan mutu klinis pelayanan keperawatan adalah menurunnya angka kejadian tidak diharapkan. Kejadian tidak diharapkan berupa infeksi nosokomial di RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak dikelompokkan menjadi phlebitis, dekubitus, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan Infeksi Luka Operasi (ILO). Pada tahun 2012 diketahui kejadian infeksi nosokomial yaitu phlebitis berjumlah 45 orang, dekubitus berjumlah 10 orang, ISK (infeksi saluran kemih) berjumlah 14 orang dan ILO (infeksi luka operasi) berjumlah 6 orang. Hal ini menggambarkan bahwa praktek perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien secara aman yang merujuk pada konsep patient safety belum optimal. Hasil survei pendahuluan terhadap 10 orang perawat menunjukkan adanya kesamaan persepsi tentang perasaan dan harapan mereka terhadap pihak manajemen rumah sakit. Mereka merasa kurang sekali diberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan baik melalui kursus, seminar ataupun pelatihan-pelatihan, jika ada yang dikirim untuk mengikuti kursus atau pelatihan hanya orang-orang tertentu saja. Penilaian kinerja terhadap karyawan tidak pernah dilakukan sehingga perawat yang berprestasi mendapat perlakuan yang sama dengan yang tidak berprestasi, termasuk dalam pemberian insentifnya. Hubungan antar perawat dari masingmasing bagian kurang terjalin dengan baik. Selama mereka bekerja tidak pernah mengerti target yang dibebankan atas pekerjaannya. Bagi perawat yang melanggar disiplin kerja tidak pernah mendapat teguran. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dan akhirnya berpengaruh pada kinerjanya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut bertujuan menganalisis “Hubungan Lingkungan Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak‟‟. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan metode survey yang bersifat analitik, dan pendekatan waktu cross Sectional. Subjek yang diambil untuk penelitian analisis kuantitatif adalah perawat yang hanya mengabdi pada RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak yang berjumlah 62 orang, yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi : perawat Pelaksana di Ruang Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak, Masa Kerja 3-5 tahun, Perawat tidak dalam masa cuti dan bersedia menjadi responden. 249 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Pengumpulan dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur, yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data dilakukan dengan uji chi-square dan Regresi Logistik berganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh ratarata umur perawat pelaksana adalah 35,8 tahun, dengan standar deviasi 9,1 tahun. Umur termuda 23 tahun dan umur tertua 53 tahun sehingga umur tersebut tergolong produktif. Rata-rata lama kerja responden adalah 6,3 tahun, dengan standar deviasi 4,0 tahun. Masa kerja terpendek adalah 1 tahun dan masa kerja terlama 25 tahun sehingga tergolong memiliki masa kerja yang cukup lama. Dapat dilihat pada tabel 1, sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Umur Dan Masa Kerja Di Ruang Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak Variabel Mean SD Minimum Maksimum Umur (Tahun) 35,8 9,1 23 53 Lama Kerja (Tahun) 6,3 4,0 1 25 Usia produktif merupakan masa yang efektif bagi manajemen dan pimpinan di RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak untuk terus mendorong, memotivasi dan memberi kesempatan kepada perawatnya agar memiliki keinginan kuat untuk terus mengembangkan diri, khususnya peningkatan kualifikasi akademik dan pengembangan profesional lainnya3. Lama kerja dikaitkan dengan hubungan senioritas atau anggapan bahwa semakin lama seseorang bekerja semakin lebih berpengalaman dan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Lama kerja individu tidak menjamin produktivitas kerja, tidak ada alasan bahwa perawat yang lebih lama bekerja atau senior lebih produktif dari pada yang junior. Masa kerja perawat yang cukup lama menjalankan profesinya sebagai perawat karena semakin lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga meningkat pengalaman serta memberikan keahlian dan keterampilan kerja4. Hasil penelitian diperoleh responden yang berjenis kelamin perempuan 37 (59,7%) lebih besar daripada laki-laki 25 (40,3%).Tingkat pendidikan responden di RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak terdiri dari D III keperawatan 32 (51,6%), S1 keperawatan 21 (33,9%) dan Ners 9 (14,5%). Untuk status responden yang sudah menikah 39 (62,9%) lebih besar dari pada yang tidak menikah 23 (37,1%). Dapat dilihat pada tabel 2, sebagai berikut : Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden MenurutJenis Kelamin, Pendidikan Dan Status Pernikahan Di Ruang Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak Karakteristik Frekuensi (%) Jenis Kelamin Laki-laki 25 (40,3%) Perempuan 37 (59,7%) Pendidikan D III Keperawatan 32 (51,6%) S1 Keperawatan 21 (33,9%) Ners 9 (14,5%) Status Pernikahan Menikah 39 (62,9%) Tidak Menikah 23 (37,1%) Menurut manajemen keperawatan tidak ada batas ideal perbandingan antara perawat laki-laki dan perempuan. Namun, dalam manajemen keperawatan mengenai pengaturan jadwal dinas, dianjurkan dalam satu shift ada perawat wanita dan laki-laki, 250 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 sehingga apabila melakukan tindakan kepada pasien yang bersifat privacy bisa dilakukan oleh perawat yang sama jenis kelaminnya, misalnya saja tindakan pemasangan douwer catheter (selang pengeluaran air seni)5. Tenaga keperawatan lulusan dari pendidikan keperawatan menyebar di semua bagian rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak. Untuk tingkat pendidikan terutama perawat, idealnya adalah mempunyai primary nurse lulusan S1 Keperawatan, minimal 2 orang tiap ruang rawat inap. Karena posisi sebagai kepala ruang dan ketua tim sebaiknya dipegang oleh ners6. Status perkawinan secara konsisten menunjukan bahwa karyawan yang menikah lebih puas dengan pekerjaan dibandingkan dengan rekan sekerjanya yang tidak menikah. Tampaknya perkawinan memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat perawat pelaksana yang kurang puas dalam kerja (51,6%) dengan kategori kurang puas dan (48,4%) dengan kategori puas.Kepuasan kerja dirasakan kurang baik dalam halmasih ingin menambah pengetahuan dan pengalaman kerja, reward yang mereka terima belum sesuai dengan hasil pekerjaannya dan imbalan yang mereka terima belum cukup proporsional. Kualitas kepemimpinan di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak sebanyak (58,1%) dengan kategori kurang baik dan (41,9%) dengan kategori baik. Kualitas kepemimpinan dirasakan kurang baik dalam hal transparasi dan kurangnya sosialisasi terhadap tujuan dan kebijakan yang dirumuskan oleh manajemen. Kualitas keperawatan di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Demak sebanyak (53,2%) dengan kategori kurang baik dan (46,8%) dengan kategori baik. Kualitas keperawatan dirasakan kurang baik dalam hal pembagian tugas yang dirasakan perawat masih kurang tegas. Otonomi di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Demak sebanyak (56,5%) dengan kategori kurang baik dan (43,5%) dengan kategori baik.Otonomi dirasakan kurang baik dalam hal prosedur asuhan keperawatan masih belum dilaksanakan secara maksimal. Hubungan interdisiplin di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Demak sebanyak (53,2%) dengan kategori kurang baik dan (46,8%) dengan kategori baik. Hubungan interdisiplin kurang baik dalam hal hubungan antara rekan kerja perawat umumnya masih dirasa kurang baik, hubungan sosial antar perawat dan petugas lainnya kurang baik dan tidak saling mendukung. Pengembangan profesional di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Demak sebanyak (54,8%) dengan kategori kurang baik dan (45,2%) dengan kategori baik. Pengembangan profesional dirasakan kurang baik dalam hal peningkatan jenjang karier dan promosi perawat umumnya dikatakan masih kurang dan tidak jelas bagi perawat dan kesempatan mendapat pendidikan dan pelatihan juga dirasakan masih kurang dan tidak terencana dengan baik. Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan ada hubungan kualitas kepemimpinan, kualitas keperawatan, otonomi, hubungan interdisiplin dan pengembangan profesional dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak. Dapat dilihat pada tabel 3, sebagai berikut : 251 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Tabel 3 Hubungan Lingkungan Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak No Variabel Kualitas Kepemimpinan 1 Kurang Baik 2 Baik Kualitas Keperawatan 1 Kurang Baik 2 Baik Otonomi 1 Kurang Baik 2 Baik Hubungan Interdisiplin 1 Kurang Baik 2 Baik Pengembangan Profesional 1 Kurang Baik 2 Baik Kepuasan Kerja Kurang Puas Puas ƒ % ƒ % P value Keterangan 24 8 66,7 30,8 12 18 33,3 69,2 0,011 Ada Hubungan 24 8 72,7 27,6 9 21 27,3 72,4 0,001 Ada Hubungan 25 7 71,4 25,9 10 20 28,6 74,1 24 72,7 9 27,3 8 27,6 21 72,4 24 8 70,6 28,6 10 20 29,4 71,4 Ada hubungan yang bermakna antara kualitas kepemimpinan dengan kepuasan kerja perawat. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Huber (2006) yang membuktikan bahwa melalui kepemimpinan merupakan elemen dasar dalam praktek keperawatan karena sebagian besar praktek keperawatan berada di kerja kelompok8. Kualitas kepemimpinan merupakan isue yang sangat penting karena mampu mempengaruhi integrasi pelayanan keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan keperawatan dan menjamin kualitas praktek keperawatan yang diberikan kepada pasien. Kualitas kepemimpinan keperawatan dalam magnet hospital ditandai oleh kepemimpinan transformasional, memiliki visi, misi, dan nilai-nilai keperawatan yang kuat, mengembangkan rencana strategis, menyusun strategis prioritas, memiliki kepemimpinan yang efektif sehingga mampu mempengaruhi pimpinan yang lain dan melibatkan seluruh perawat9. Ada hubungan yang bermakna antara kualitas keperawatan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian Aiken (1994) membuktikan 0,001 Ada Hubungan 0,001 0,001 Ada Hubungan Ada Hubungan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh para pelaksana keperawatan adalah pelayanan yang aman dan mementingkan kenyamanan klien3. Selain itu, para manajer perawat seyogyanya menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan atau keperawatan sebagai upaya untuk mewujudkan praktik keperawatan yang berdasarkan pengetahuan dan fakta (knowledge/evidence based nursing practice)10. Ada hubungan yang bermakna antara otonomi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian Gillies (1996) membuktikanmempersepsikan memiliki otonomi dalam menentukan rencana keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai standar operasional prosedur, otonomi dan melakukan tindakan keperawatan sesuai kompetensi. Temuan tentang otonomi tersebut ternyata berdampak positif pada kepuasan kerja perawat seperti kepuasan kebebasan melaksanakan tindakan darurat, kepuasan wewenang mnentukan tindakan keperawatan11. Ada hubungan yang bermakna antara hubungan interdisiplin dengan 252 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 kepuasan kerja perawat pelaksana. Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian Cortese (2007) membuktikan hubungan interdisiplin yang baik yang diterima oleh perawat meningkatkan kepuasan kerja perawat dan dapat diterapkan pada tingkat individu maupun rumah sakit4. Sebaiknya, hubungan interdisiplin yang meningkatkan konflik akan menurunkan kepuasan kerja perawat. Hubungan dengan dokter merupakan salah satu penyebab ketidak puasan kerja perawat. Interaksi profesional, baik formal maupun informal selama jam kerja merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja12. Ada hubungan yang bermakna antara pengembangan profesional dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian ANCC (2008) membuktikan suatu organisasi telah memberi kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan karier melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan, rotasi serta peluang untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi maka perawat akan memiliki harapan yang lebih tinggi akan karier mereka sehingga mereka bekerja optimal dan kepuasan kerja akan tercapai6. Sebaliknya apabila hal tersebut tidak terjadi maka perawat akan merasa tidak puas dalam bekerja dan dalam bekerja hanya melaksanakan perintah atasan. Rumah sakit harus serius dalam mengembangkan program pembelajaran seumur hidup, pengembangan peran dan peningkatan karier keperawatan13. Hasil analisis multivariat variabel pengembangan profesional merupakan variabel yang paling berhubungan dengan kepuasan kerja, dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4 Analisis Regresi Multivariat Lingkungan Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Bangsal Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak Variabel Sig. Exp(B) Kualitas Keperawatan 0,022 5,768 Otonomi 0,020 6,023 Pengembangan Profesional 0,002 12,082 Tabel 3 menunjukkan analisis variabel persepsi kualitas keperawatan menunjukkan nilai Exp (B) =5,768 dan p=0,022 (p<α 0,05). Variabelpersepsi otonomi nilai Exp (B) =6,023 dan p=0,020 (p<α 0,05). Variabelpersepsi pengembangan profesional nilai Exp (B) =12,082 dan p=0,002 (p<α 0,05). SIMPULAN Ada hubungankualitas kepemimpinan (p = 0,011), kualitas keperawatan (p = 0,001), otonomi (p = 0,001), hubungan interdisiplin (p = 0,001) dan pengembangan profesional (p =0,001) dengan variabel terikat yaitu kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang bangsal rawat inap RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak. DAFTAR PUSTAKA Huber, 2006. Leadership And Nursing Care Management, Third Edition, Philadelphia. Aiken, L.H, 1994. Smith, H.L& Lake,E.T.Lower Medicare Mortality Among A Set Of Hospitals Known For Good Nursing Care. Medical Care, 32 (8), 771-787. Gillies, D.A 1996,. Nursing Management A System Approach 3ed. Phyladelphia: WB Saunders Company. Cortese, C.G, 2007. Job Satisfaction of Italian Nurses: An Explanatory Study, Journal of Nursing Management 15, 303-312. American Nurses Credentialing Center (ANCC), 2008.Aplication Manual Magnet Recognition Program: Georgia. 253 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Kramer & Schmalenberg. Staff Nurses Identify Essentials Of Magnetism, 2001.In M.L. McClure & A.S Hinshaw (Eds), magnet hospitals revisited: Attraction and retention of proffesional nurses (pp.25-59). WHO, 2003. Nursing And Midwefery Work Force Management, Analysis Of Country Assement, New Delhi: WHO Regional Office for South East Asia. Subanegara, 2002. Penerapan Remunerasi dan Merit Sistem di Rumah Sakit. Prosiding seminar remunerasi dan merit sistem rumah sakit. Veccio, 1995. Organizational Behaviour (3ed edition). Orlando: Harcout Brace & Company. Chen YM, 2008. Nurses Work Environment And Statisfaction. American Journal of Nursing. Giwangkara, 2002. Employee Statisfaction.Journal of Nursing Management, 19, 123-261. Bauman, A, 2007. Positive Practice Environment;Quality Workplace, Quality Patient Care, International Council of Nurse. American Journal of Nursing. Kramer & Schmalenberg, 2001.Staff Nurses Identify Essentials Of Magnetism. In M.L. McClure & A.S Hinshaw (Eds), magnet hospitals revisited: Attraction and retention of proffesional nurses (pp.25-59). 254 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO DI KALANGAN REMAJA SMA NEGERI 1 KOTA JAMBI TAHUN 2015 FACTORS ASSOCIATED WITH RISK SEXUAL BEHAVIOR AMONG ADOLESCENTS IN JAMBI SENIOR HIGH SCHOOL STATE 1 IN 2015 1 Devi Arista 1 STIKes Prima Program Studi DIV Kebidanan [email protected] ABSTRAK Remaja merupakan jumlah populasi terbesar yaitu 18% dari jumlah penduduk dunia. Permasalahan remaja saat ini sangat kompleks salah satunya adalah meningkatnya perilaku seksual berisiko dikalangan remaja (62,7%) remaja SMP-SMA sudah tidak perawan. Akibat perilaku seksual berisiko pada kalangan remaja Kota Jambi dalam rentang tahun (2010-2012) sebanyak 164 remaja perempuan (berstatus pelajar) diketahui hamil di luar nikah. Jenis penelitian ini survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember – Mei 2015 dan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kota Jambi dengan sampel sebanyak 111 responden diambil secara simple random sampling, dengan jumlah sampel perkelas diambil secara proposional. Pengumpulan data menggunakan angket. Data dianalisis menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan uji regresi logistik ganda. Hasil dari penelitian ini terdapat sebanyak 59 (53,15%) siswa/i berperilaku seksual berisiko bahkan masing-masing 1 siswa diantaranya melakukan oral seks dan melakukan hubungan seksual. Variabel paparan media informasi dominan mempengaruhi perilaku seksual berisiko dengan nilai OR 3,415 setelah dikontrol variabel sikap, teman sebaya, orang tua dan pengetahuan. Variabel sikap, pengawasan orang tua, pengaruh teman sebaya dan pengetahuan adalah konfonding untuk hubungann paparan media informasi dengan perilaku berisiko. Dari penelitian ini diharapkan agar sekolah dapat mengadakan kembali program-program yang mendukung peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dikalangan siswa/i serta memberikan bimbingan mengenai masalah-masalah pada masa remaja. Hal ini dapat bekerja sama dengan BKKBN serta Dinas Pendidikan untuk mengadakan program KRR dan diskusi antar sekolah dengan pendekatan peer group. Kata Kunci: perlaku seksual, pengetahuan, sikap, teman sebaya, orang tua, religiusitas, media informasi. ABSTRACT Teenagers are the largest number of population that is 18% of the total world population. Adolescent problems today are very complex one of which is the increased sexual risk behaviors among adolescents (62.7%) adolescents junior-high school was not a virgin. Due to risky sexual behavior among adolescents in the city of Jambi in years (2010-2012) as many as 164 young students were women known to be pregnant out of wedlock. The purpose of this research is to improve the programs that are useful to increase knowledge about reproductive health among adolescents and to anticipate risky sexual behavior among adolescents. This type of research is analytic survey with cross sectional approach. Large sample 111 respondents was taken by proportional random sampling. Data collection using the questionnaire. Data were analyzed using univariate, bivariate with chi square test and multivariate multiple logistic regression. Results of this study are as much (53.15%) students risky sexual behavior even one student each of them to perform oral sex and sexual intercourse. Dominant information media exposure variables influence sexual risk behavior with OR 3.415 after the controlled variable attitude, peers, parents, and knowledge. Variable attitude, parental supervision, peer influence and knowledge is confounding for relations with the information media exposure risk behavior. From this study, it is expected that the school can hold back the programs that support increased knowledge about reproductive health among studens and provide guidance on issues in adolescence. It can work together with the BKKBN and the Department of Education to conduct KRR program and discussions between schools with the approach peer group. Keywords : sexualbehavior, knowledge, attitudes, peers, parents, religiosity, media information. 255 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PENDAHULUAN Data demografi menunjukkan jumlah populasi remaja merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization tahun 2009 jumlah remaja berusia 10-19 tahun sebesar 18 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 1,2 miliar penduduk.Penduduk kelompok umur 1024 tahun perlu mendapat perhatian serius mengingat mereka masih termasuk dalam usia sekolah dan memasuki umur reproduksi. Apabila tidak dipersiapkan dengan baik maka remaja sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi khususnya perilaku seksual pranikah, Napza dan HIV/AIDS1. Permasalahan remaja saat ini sangat kompleks, hal tersebut didukung dengan perilaku seks pranikah di kalangan remaja semakin meningkat. Hasil kajian terbaru oleh Komnas Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan hasil bahwa dari 12 kota besar di Indonesia 97 persen menyatakan pernah menonton film porno, sebanyak 93,7 persen menyatakan pernah melakukan ciuman, oral seks atau petting dan 62,7 persen remaja SMP-SMA sudah tidak perawan/perjaka17. Kurang pengetahuan serta pemahaman tentang sistem reproduksi menyebabkan perbuatan coba-coba yang dapat menyebabkan remaja terancam risiko terkena PMS, HIV/AIDS dan risiko kehamilan yang tidak direncakanan sehingga mengarah ketindakan aborsi yang dapat mengakibatkan kematian9. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Synovate Research pada September 2004 tentang perilaku seksual remaja di empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan pada remaja usia 15–24 tahun menunjukan bahwa 44% responden mengaku pernah mempunyai pengalaman seks diusia 16–18 tahun dan 16% mengaku pengalaman seks itu sudah dilakukan pada usia 13–15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks, sisanya 26% di tempat kos, 26%, di hotel dan 8% lain–lain7. Hasil penelitian tersebut cukup memberikan gambaran perilaku seks bebas dikalangan remaja saat ini. Seks bebas telah merusak mental para remaja. Selain itu, seks bebas juga menimbulkan dampak kesehatan yang cukup berat seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual dan berisiko besar tertular penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Aquired Imuno Deficiency Syndrom (AIDS)18. Akibat perilaku seksual berisiko pada kalangan remaja dalam rentang waktu (2010-2012) di Kota Jambi berdasarkan data yang didapatkan dari Yayasan Sentra Informasi dan Komunikasi orang Kito (SIKOK) sebanyak 164 remaja (berstatus pelajar) diketahui hamil di luar nikah16. Secara umum, masalah remaja di Indonesia pada intinya hampir sama yaitu minimnya pengetahuan tentang seksualitas yaitu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, HIV/AIDS, dikarenakan belum adanya kurikulum Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di sekolah. Derasnya arus globalisasi di Indonesia saat ini, memudahkan remaja untuk mengakses berbagai data baik via media maupun internet tanpa melihat dampak baik maupun buruk terhadap dirinya demi memenuhi keingintahuan tersebut, sehingga dengan mudahnya mengakses informasi yang merangsang seksual ini, maka akan membuka peluang yang lebih besar terhadap terjadinya perilaku seksual berisiko dikalangan remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian tentang paparan media lingkungan terhadap seksualitas remaja,menyatakan bahwa remaja yang terpapar media informasi lebih besar untuk melakukan kegiatan seksual13. Hal ini dikarenakan media berperan penting sebagai sumber sosialisasi seksual bagi remaja. Keadaan lain yang mendukung terjadinya perilaku seksual dikalangan remaja adalah pola asuhan dari orang tua yang kurang memahami tentang pentingnya informasi yang seharusnya telah ditanamkan sejak balita misalnya tentang sex education, sehingga saat anak menginjak usia remaja mencari informasi sendiri mengenai kehidupan seksual itu1. Hal ini didukung pula bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah hubungan orang tua remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media 256 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 pornografi memiliki pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual remaja20. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Kota Jambi dengan jumlah responden sebanyak 10 responden yang terdiri dari 7 responden siswa dan 3 responden siswi, didapatkan hasil bahwa 5 responden siswa dan 2 responden siswi sudah pernah melakukan ciuman pipi, berpelukan, berciuman bibir, saling meraba alat kelamin diluar pakaian karena menganggap hal tersebut adalah hal biasa yang dilakukan oleh remaja kepada pacarnya. Selain itu, didukung pula dengan pengakuan guru BK yang mengatakan bahwa pada waktu 3 tahun yang lalu ada 1 orang siswi mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan dikeluarkan dari sekolah. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini survei analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember – Mei 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas X dan XI SMA Negeri 1 Kota Jambi Tahun 2015 sebanyak 619 siswa/i. Sampel penelitian dipilih secara simple random sampling sebanyak 111 responden. Variabel independen dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sikap terhadap seksualitas, pengawasan orang tua, pengaruh teman sebaya, religiusitas, pengaruh media informasi, sedangkan variabel dependen penelitian ini adalah perilaku seksual berisiko.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapatkan langsung dari responden dengan menggunakan angket dengan pernyataan tertutup. Pengolahan data dilakukan dengan scoring, coding, editing, entry dan clening. Data dianalisis menggunakan analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji chi square dan analisis multivariate menggunakan uji regresi logistik ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 1. Hasil dan Pembahasan Analisis Univariat Gambar 1 Distribusi Responden Menurut Perilaku Seksual Berisiko Dikalangan Remaja SMA Negeri 1 Kota Jambi Tahun 2015 Berdasarkan hasil analisis untuk variabel dependen yaitu perilaku seksual berisiko didapatkan sebanyak 59 (53,15%) responden berperilaku seksual berisiko yaitu terdiri dari 31 (63,3%) responden alki-laki dan 28 (45,2%) responden perempuan. Hasil penelitian dari masing-masing pernyataan perilaku seksual didapatkan bahwa sebanyak 43 (38,7%) responden pernah berpegangan tangan, 9 (8,1%) responden pernah berciuman pipi, 10 (9,0%) responden pernah berpelukan, 10 (9,0%) responden pernah berciuman bibir, 15 (13,5%) responden pernah berciuman leher, 15 (13,5%) responden pernah saling meraba buah dada dan atau memegang alat kelamin, 7 (6,3%) pernah melakukan petting, 1 (0,9%) siswa pernah melakukan seks oral dan sebanyak 1 (0,9%) siswa pernah melakukan hubungan seksual. 257 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Tabel 1. Distribusi Reponden Berdasarkan Variabel Independen Variabel Frekuensi Persentase n (111) (%) Jenis Kelamin Laki-laki 49 44,1 Perempuan 62 55,9 Umur Remaja Tengah (14-16 83 74,8 tahun) 28 25,2 Remaja Akhir (17-19 tahun) Pengetahuan Rendah 41 36,9 Tinggi 70 63,1 Sikap Mendukung 54 48,6 Tidak mendukung 57 51,4 Teman Sebaya Pengaruh Buruk 59 53,2 Pengaruh Baik 52 46,8 Orang Tua Pengawasan Rendah 48 43,2 Pengawasan Tinggi 63 56,8 Religiusitas Rendah 46 41,4 Tinggi 65 58,6 Media informasi Terpapar 45 40,5 Kurang terpapar 66 59,5 Hasil analisis penelitian dari 111 responden diperoleh hasil sebagian besar siswa/i SMA Negeri 1 Kota Jambi berperilaku seksual berisiko. Bahkan masing-masing 1 siswa melakukan seks oral dan hubungan seksual (intercourse).Hal ini menggambarkan bahwa masih banyaknya responden yang ingin coba-coba didalam melakukan hubungan seksual.Dalam benak seseorang, perilaku seks sering disamakan dengan hubungan seks. Padahal kedua hal tersebut memiliki cakupan yang berbeda. Perilaku seks tidak hanya hubungan seks saja, tetapi perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Perilaku seksual pada remaja dapat berupa tingkah laku mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Perilaku seks yang digunakan dalam penelitian ini adalah berpegangan tangan, berciuman pipi, berpelukan, kissing (cium bibir), necking (cium leher), memegang daerah sensitif, petting (saling menggesek-gesekkan alat kelamin), seks oral, dan intercourse (hubungan seksual). Sebagian besar remaja masa kini menganggap bahwa hubungan seks pada saat masa pacaran adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan, bahkan biasa dilakukan untuk menunjukkan rasa cinta kepada pasangannya. Hal ini dapat terjadi karena remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar, namun karena minimnya pengetahuan membuat remaja cenderung mencari tau informasi mengenai seksualitas tanpa ada yang membimbingnya. Oleh karena itu remaja membutuhkan pengawasan dan bimbingan khusus mengenai seksualitas baik di lingkungan sekolah maupun dilingkungan keluarga. Masalah seksualitas pada remaja timbul karena beberapa faktor salah satunya adalah perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat 258 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 seksual dikalangan remaja sehingga membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Remaja yang melakukan hubungan seksual berisiko seharusnya memahami konsekuensi dari perilaku yang mereka lakukan. Terkait dengan pengetahuan mereka yang masih rendah tentang masa subur dan kondisi yang dapat menyebabkan kehamilan, maka remaja yang melakukan hubungan seksual kurang mempertimbangkan risiko yang dapat terjadi, sehingga dapat menyebabkan risiko reproduksi seperti Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD), aborsi, IMS dan HIV/AIDS15. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan bahwa siswa sekolah menengah pernah melakukan hubungan seks12. Hal ini sejalan pula dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebanyak sebagian besar siswa/i melakukan perilaku seksual berisiko14. 2. Hasil dan Pembahasan Analisis Bivariat Tabel 2.Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen dengan Variabel Dependen Perilaku Seksual Berisiko Tidak Total P Variabel OR (95%CI) berisiko value F % f % F % Jenis Kelamin - Laki-laki 31 63,3 18 36,7 49 100 0,088 2,091 - Perempuan 28 45,2 34 54,8 62 100 (0,972 – 4,501) Umur - Remaja Tengah 42 50,6 41 49,4 83 100 (14-16 tahun) 0,479 0,663 - Remaja Akhir 17 60,7 11 39,3 28 100 (0,277 -1,585) (17-19 tahun) Pengetahuan - Rendah 29 70,7 12 29,3 41 100 0,008 3,222 - Tinggi 30 42,9 40 57,1 70 100 (1,415 - 7,335) Sikap - Mendukung 38 70,4 16 29,6 54 100 4,071 0,001 - Tidak Mendukung 21 36,8 36 63,2 57 100 (1,840 - 9,009) Teman Sebaya - Pengaruh Buruk - Pengaruh Baik Orang Tua - Pengawasan Rendah - Pengawasan Tinggi Religiusitas - Rendah - Tinggi Media Informasi - Terpapar - Kurang terpapar 69,5 34,6 18 34 30,5 65,4 59 52 100 100 29 30 60,4 47,6 19 33 39,6 52,4 48 63 100 100 29 30 63,0 46,2 17 35 37,0 53,8 46 65 100 100 0,118 1,990 (0,919 – 4,308) 34 25 75,6 37,9 11 41 24,4 62,1 45 66 100 100 0,000 5,069 (2,183 - 11,770) Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan sehingga tidak ada hubungan jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang melakukan 0,000 4,302 (1,941 – 9,536) 41 18 0,252 1,679 (0,784 – 3,594) hubungan seksual berisiko juga tidak berbeda jauh. Tidak adanya perbedaan jenis kelamin dapat berpengaruh pada perilaku seksual berisiko pada siswa/i SMA Negeri 1 Kota Jambi dikarenakan jumlah jenis kelamin laki-laki dan 259 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 perempuan hampir sama.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku seksual7. Hal ini dimungkinkan dapat terjadi karena telah terjadinya pergeseran standar didalam berpacaran. Perilaku seksual seperti berciuman, berciuman leher, memegang area sensitif mungkin sudah dianggap biasa sudah menjadi trend berpacaran pada masa sekarang baik dilakukan oleh remaja laki-laki maupun remaja perempuan. Tidak ada perbedaan umur antara remaja tengah (14-16 tahun) dengan remaja akhir (17-19 tahun) sehingga tidak ada hubungan umur dengan perilaku seksual berisiko. Hal ini dikarenakan responden dalam penelitian keseluruhan tergolong dalam usia remaja, yaitu remaja tengah dan remaja akhir. Dimana pada usia ini memiliki keingintahuan yang besar terhadap hal hal yang mereka anggap baru, termasuk didalam melakukan sebuah hubungan antara lawan jenis. Ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan rendah dengan pengetahuan tinggi tentang kesehatan reproduksi dalam perilaku seksual berisiko sehingga ada hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko. Dimana responden yang memiliki pengetahuan rendah mempunyai peluang 3 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan yang memiliki pengetahuan tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan14 bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual berisiko pada siswa/i SMA Negeri 5 Takengon. Hal ini sesuai dengan tahap–tahap perubahan pengetahuan menjadi perilaku menurut21 yang mengemukakan bahwa untuk menjadi sebuah perilaku dari suatu pengetahuan melalui tahapan mempersepsikan, menginterpretasi, dan adakah kepentingan dari input yang diterima bagi individu tersebut baru akhirnya memutuskan untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya. Jadi apabila setelah sampai pada tahapan terakhir dan individu berpendapat bahwa dia punya kepentingan untuk mencoba perilaku seksual sesuai dengan informasi yang dia peroleh dari pengetahuannya maka dia akan melakukan perilaku seksual tersebut. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Adanya pengaruh yang kuat dari variabel yang lain seperti lingkungan teman bergaul dan keterpaparan media dapat menjadi hal yang kuat mempengaruhi ajakan teman kencan untuk melakukan perilaku seksual22. Informasi tentang kesehatan reproduksi perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman remaja, sehingga mereka akan berpikir dengan cermat sebelum melakukan perilaku seksual berisiko, karena hal-hal yang awalnya mereka anggap benar ternyata dapat merugikan diri mereka sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan kerjasama dengan instansi-instansi terkait seperti BKKBN, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan untuk peningkatan program kegiatan KRR di sekolah dan diadakannya kegiatan diskusi siswa antar sekolah mengenai kesehatan reproduksi. Ada perbedaan yang signifikan antara sikap mendukung dengan tidak mendukung terhadap seksualitas sehingga ada hubungan sikap terhadap seksualitas dengan perilaku seksual berisiko. Dimana responden yang memiliki sikap mendukung terhadap seksualitas mempunyai peluang 4kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan yang memiliki sikap tidak mendukung terhadap seksualitas. Sikap seksual adalah respon seksual yang diberikan oleh seseorang setelah melihat, mendengar atau membaca informasi serta pemberitaan, gambar-gambar yang berbau porno dalam wujud suatu orientasi atau kecenderungan dalam bertindak4. Sikap yang dimaksud adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko. Penelitian ini sejalan dengan penelitian3 yang menyatakan bahwa semakin baik sikap remaja, maka perilaku seks pranikah remaja semakin baik dan sebaliknya. Remaja menyatakan bahwa pada saat SMA biasanya mereka sudah 260 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 mempunyai pacar. Dengan adanya pernyataan seperti ini tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan melakukan aktivitas-aktivitas seksual didalam kegiatan pacaran yang dapat berisiko. Hal ini didukung karena sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, suatu bentuk kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertindak atau11. Ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh buruk dengan pengaruh baik dari teman sebaya dalam perilaku seksual berisiko sehingga ada hubungan pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual berisiko. Dimana responden yang mendapatkan pengaruh buruk dari teman sebaya mempunyai peluang 4kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan yang mendapatkan pengaruh baik dari teman sebaya. Teman sebaya merupakan faktor essensial yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang khususnya pada masa remaja. Jika pengaruh negatif dari teman kuat dan benteng perlawanan dalam dirinya tidak kuat maka remaja akan terpengaruh karena remaja ingin diterima oleh kelompoknya. Teman-teman yang tidak baik berpengaruh terhadap munculnya perilaku seks menyimpang, sehingga remaja memerlukan informasi yang baik dan akurat untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang. Minat untuk berkelompok dengan teman sebaya menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami remaja. Kelompok atau teman sepergaulan memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan ”energi negatif”, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan ”energi positif”, yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif karena pada prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular19. Tidak ada perbedaan antara pengawasan rendah dengan pengawasan tinggi dari orang tua dalam perilaku seksual berisiko sehingga tidak ada hubungan pengawasan orang tua dengan perilaku seksual berisiko. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan7 bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan orang tua dengan perilaku seksual pranikah di SMA Negeri 1 Baturraden. Hasil penelitian ini berbeda pula dengan penelitian yang dilakukan10 diperoleh hasil bahwa remaja yang tinggal bersama orang tuanya, memperlihatkan komunikasi antara orang tua dan remaja yang baik, ini membuat remaja mempunyai perilaku seksual tidak berisiko. Tidak ada perbedaan religiusitas rendah dengan religiusitas tinggi dalam perilaku seksual berisiko sehingga tidak ada hubungan religiusitas dengan perilaku seksual berisiko. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian2 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pemahaman tingkat agama dengan kecenderungan perilaku seksual pada remaja. Hal ini ada kaitannya dengan pola berfikir remaja yang menganggap bahwa urusan agama adalah urusan antara dirinya sendiri dengan Tuhan. Segala perbuatan baik dan buruk seseorang, harus dipertanggung jawabkan sendiri di hadapan Tuhan. Walaupun agama tidak berpengaruh langsung pada tingkah laku seksual masing-masing individu, akan tetapi dalam masyarakat agama masih dijadikan norma masyarakat, ada semacam kontrol sosial yang mengurangi kemungkinan seseorang melakukan tindakan seksual di luar batas ketentuan agama. Kemungkinan kehidupan beragama hanya sebagai formalitas/rutinitas atau tata cara saja sehingga kurang disadari dan dihayati secara mendalam untuk mengatasi dorongan seksual yang sering timbul. Ada perbedaan yang signifikan antara terpapar dengan tidak terpapar media informasi dalam perilaku seksual berisiko sehingga ada hubungan paparan media informasi dengan perilaku seksual 261 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 berisiko. Dimana responden yang terpapar media informasi mempunyai peluang 5 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan yang tidak terpapar media informasi. Media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya, karena mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi maka akan semakin bersikap mendukung terhadap seksualitas, begitu pula sebaliknya. Minimnya pengetahuan seks membuat siswa/siswi mencari sumber informasi di luar rumah. Sayangnya, media yang diakses justru hanya mengarah pada pornografi. Selain itu, kemudahan akses pornografi melalui internet, HP, dan VCD/DVD memberikan dampak negatif pada remaja. Pornografi memberikan informasi yang salah mengenai hubungan seksual antara pria dan wanita. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis multivariat pada penelitian ini, bahwa paparan media informasi merupakan variabel dominan yang mempengaruhi perilaku seksual dikalangan remaja setelah dikontrol variabel pengetahuan, sikap, pengawasan orang tua dan pengaruh teman sebaya. Hasil ini sejalan pula dengan penelitian yang telah dilakukan13 tentang media massa merupakan konteks yang penting bagi perilaku seksual remaja yang menyatakan bahwa remaja yang terpapar media memiliki lebih besar niat untuk terlibat dan melakukan aktivitas seksual. 3. Hasil dan Pembahasan Analisis Multivariat Tabel 3. Hasil Akhir Model Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Variabel Jenis Kelamin, Umur, Pengetahuan, Sikap, Pengawasan Orang Tua, Teman Sebaya, Religiusitas dan Media Informasi Variabel Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Mediainformasi .018 3.425 1.237 9.484 Sikap .156 1.969 .773 5.013 Peran orang tua .256 .558 .204 1.529 Pengaruh Teman Sebaya .098 2.301 .859 6.166 Pengetahuan .120 2.190 .814 5.888 Berdasarkan hasil analisis pemodelan multivariat menunjukkan bahwa setelah dilakukan analisis multivariate ternyata variabel yang paling berhubungan dengan perilaku seksual berisiko adalah variabel pengaruh media informasi dengan nilai Sig. 0,018. Hasil analisis didapatkan nilai OR 3,425, artinya responden yang terpapar pengaruh media informasi memiliki peluang sebesar 3,425 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan responden yang tidak terpapar media informasi setelah dikontrol variabel pengetahuan, sikap, pengawasan orang tua dan pengaruh teman sebaya. SIMPULAN Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko adalah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sikap terhadap seksualitas, pengaruh teman sebaya dan paparan media informasi. Remaja yang terpapar media informasi memiliki peluang 3 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan remaja yang kurang terpapar media informasi.Oleh karena itu perlunya upaya khusus untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan pemahamannya tentang perilaku seksual yang sehat. Antara lain dilakukannya 262 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 konseling kepada remaja di sekolah mengenai permasalahan diseputar remaja, mengadakan program KRR melalui pendekatan Peer Group dan diskusi anatar sekolah yang dapat dilakukan melalui kerjasama antara BKKBN, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Masyarakat Diponegoro Universitas Dien, Perana, 2007. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seks Bebas, Tesis, Program Studi Magister FKM USU Medan. Herlina, E,N. 2001.Buku Ajar Psikologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta. Monks Aini, Lutfiah Nur, 2011, Hubungan Antara Religiusitas dengan Kecenderungan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Yang Sedang Berpacaran di SMA Negeri 10 Malang Tahun 2010, hlm 1-9. Notoatmodjo, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Ancok, D. 2005. Psikologi Islam: Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Anggia, dkk, 2012.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Seks Pranikah Pada Remaja SMA di Rengat Kabupaten Inderagiri Hulu Tahun 2012 Bungin, B. 2001. Erotika Media Massa. Surakarta : Muhammadiyah University Press BKKBN. 2004. Hak-Hak Reproduksi. Yogyakarta : Bidang KB & Kesejahteraan Reproduksi BKKBN. Condry, et al, 2005, Adolescent Sexual Activity : An Ecological, RiskFactor Approach, Journal or Marriage and The Family,181192. F.J, et al. 2002. Psikologi perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Edisi Keempat Belas. Yogyakarta: Gajah Mada University press. Ojieabu W A, et al. 2008. HIV/AIDS – related knowledge and Sexual behavior Among Secondary School Students in Benin City,International journal of Healyth research, March 2008; 1 (1): 27-37 Peter, et al. 2007. Adolescents‟ Exposure to a Sexualized Media Environment and Their Notions of Women as Sex Objects, Sex Roles 56 : 381-395 Sari, Rahma Hidayana. 2013. FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan perilaku Seksual beresiko Pada remaja Sekolah Menengah Atas Negeri 5 takengon Kecamatan Jagong Jeget Sarwono. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. SIKOK, Dewi, Ika Nur. 2009. “Pengaruh Faktor Personal Dan Lingkungan TerhadapPerilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Di SMA Negeri Baturraden Dan SMA Negeri 1 Purwokerto”. ThesisS2Magister Ilmu Kesehatan 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jambi : PKBI. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia. 2011. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi Jambi. 263 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Susanti, F. 2008. Menuju Masa Akil Baligh. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka. Susanto, 2006. Kekerasan Dalam Pacaran http:www.cumacewe.com diakses tanggal 20 November 2014 Soetijiningsih. 2007. Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja & Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto. Trisnawati, et al. 2010. Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 Edisi desember 2010 Wijayanti, F. A., 2009. Hubungan tingkat pengetahuan wanita penjaja seks (WPS) tentangHIV/AIDS di resosialisasi Argorejo kelurahan Kali Banteng Kulon. Semarang. 264 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PELAKSANAAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI THE NURSING DOCUMENTATION AT MENTAL NURSING CARE IN JAMBI Matda Yunartha Akademi Keperawatan Prima Jambi Korespondensi Penulis : [email protected] ABSTRAK Salah satu tugas pokok perawat yang dapat menjadi faktor penentu untuk menilai kinerja perawat adalah pendokumentasian keperawatan. Dokumentasi merupakan salah satu fungsi dari pertanggungjawaban perawat di mata hukum, karena dengan pendokumentasian keperawatan dapat menghindarkan / melindungi perawat dari kegiatan malpraktik, disamping ini pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan yang akurat dapat menginformasikan kepada profesi kesehatan lain tentang perawatan yang sedang berjalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi Pelaksanakan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Jumlah partisipan 5 orang perawat pelaksana dengan teknik purposive sampling . Pengambilan data menggunakan teknik wawancara mendalam. Hasil penelitian pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan menghasilkan 4 tema yaitu: 1) Alasan pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dimaknai adalah untuk memudahkan, menilai kemajuan klien secara akurat dan sesuai standardan sebagai bukti dimata hukum. 2) Hambatan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dimaknai adalah karena motivasi, persepsi yang belum sama, pasien tidak kooperatif. 3) Dukungan yang diperlukan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dimaknai adalah dukungan dari RS itu sendiri dan adanya standar pelayanan dalam pemberian reward / penghargaan. 4) Harapan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dimaknai adalah dengan mengadakan pelatihan, pendidikan khusus,mengerti dan peduli kebutuhan pasien. Disarankan agar perawat meningkatkan pengetahuan perawat melalui pelatihan pelatihan ataupun pendidikan khusus dalam hal pendokumentasian Kata Kunci : Perawat, Dokumentasi, Asuhan Keperawatan ABSTRACT One of the main duty of the nurses which can be used to be determining factor for assessing the nurses is about documentation of nursing. Documentation is one of the nurses’s responsibility from the law point of view, because it can prevent nurses from the malpractice. The accurate nursing documentation can inform another health professions about nursing processes. The aim of this research is to explore enforcement nursing documentation . These studies are qualitative approach to phenomenology. The participants of the five nurses and the technique purposif sampling . The derivation data technique using indeep interview. Results of an orphanage nursing documentation get four themes, they are: the causes of nursing documentation as the nursing action in detail,and as a proof. Impediment within the nursing documentation is because the lack of time difference perception, and sometimes patient is incooperative. The needed support is nursing documentation is the support from hospital itself, and there is a standard service of giving reward . The expectation, to make a better nursing documentation is doing a training, specific education, caring and understanding what the patient need. Based on the results of research over, the researcher suggested the nurse to increase knowledge nurses through training and specific education in documentation. Keywords : Nurses, Documentation, Nursing Care 265 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PENDAHULUAN Manajemen keperawatan merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari proses keperawatan. Menurut Nursalam ( 2002 ) manajemen merupakan suatu kegiatan atau seni dalam mengurus/memimpin dalam mencapai dan memerintah, membimbing/mengarahkan dan mengendalikan atau dengan kata lain manajemen keperawatan merupakan kegiatan yang penting karena merupakan rangkaian proses yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan dan pengendalian serta merupakan kegiatan koordinasi dan integrasi dalam memberikan pelayanan keperawatan yang optimal yang dilakukan oleh seorang perawat, dalam memberikan pelayanan keperawatan tersebut perawat dituntut untuk dapat menghasilkan pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perawat merupakan salah satu profesi yang dalam melaksanakan tugasnya dituntut untuk optimal. Gillies ( 2000) mengatakan bahwa profesi tenaga perawat dibeberapa rumah sakit berjumlah 60-70% dari seluruh tenaga kerja yang ada di rumah sakit, karena perawat berhubungan langsung selama 24 jam dengan pasien, sehingga selama rentang 24 jam tersebut akan terbina hubungan yang erat antara perawat dan pasien, untuk melaksanakan tugasnya perawat dituntut memiliki kinerja yang baik agar pelayanan keperawatan kepada pasien dapat diberikan secara optimal. Owen (2005) mengatakan salah satu dari fungsi manajemen keperawatan yang juga merupakan salah satu tugas pokok perawat yang dapat menjadi faktor penentu untuk menilai kinerja perawat adalah tentang dokumentasi keperawatan. Dokumentasi merupakan salah satu fungsi dari pertanggung jawaban perawat dimata hukum, karena dengan pendokumentasian keperawatan dapat menghindarkan / melindungi perawat dari kegiatan malpraktik. Pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan yang akurat dapat menginformasikan kepada profesi kesehatan lain tentang perawatan yang sedang berjalan dan dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu salah satunya melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan, perawat juga bekerjasama dengan profesi lain seperti dokter, ahli gizi. Pendokumentasian keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, tindakan keperawatan dan hasilnya dinilai melalui evaluasi (Iyer dan Camp 1999), berpendapat pendokumentasian merupakan bagian keseluruhan dari tanggung jawab perawat kepada pasien dalam bentuk catatan klinis sehingga perawatan dan pengobatan kepada pasien dapat dilakukan secara berkesinambungan. Pendokumentasian keperawatan menyediakan informasi yang komprehensif dan konsisten tentang pengkajian dan perawatan pasien Taylor (2011). Pencatatan harus ditulis secara kronologis, tertera tanggal, ditandatangani dan tidak boleh dihapus dan dapat terbaca. Pendapat tersebut diperkuat lagi bahwa dokumentasi asuhan keperawatan yang baik mencerminkan mutu pelayanan keperawatan karena ditulis berdasarkan fakta dan dapat dipertanggungjawabkan Potter & Perry (2009). 15 Kualitas Pendokumentasian saat ini belum dilaksanakan secara optimal di beberapa rumah sakit, sebagai contoh hasil observasi langsung yang dilakukan pada saat pengkajian awal kegiatan residensi yang berlangsung pada seluruh ruangan di RSJ Daerah Provinsi Jambi pada bulan November 2012 yaitu tiga ruangan masih belum lengkap mengisi daftar pengkajian, empat ruangan masih ada daftar diagnosa keperawatan tidak terisi , dan empat ruangan masih terdapatnya intervensi yang belum dilaksanakan, masih belum optimal melaksanakan implementasi keperawatan dan mengevaluasi seluruh kegiatan pendokumentasian asuhan keperawatan Pendokumentasian yang berbeda – beda , belum adanya keseragaman dalam pencatatan pendokumentasian asuhan keperawatan, untuk menindaklanjuti masalah di atas RSJD Provinsi Jambi sudah melaksanakan program untuk meningkatkan pengetahuan perawat seperti pengiriman perawat untuk 266 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 mengikuti pelatihan pendokumentasian yang dilaksanakan pihak luar, pelatihan instruktur klinik dan banyak lainnya. Masalah yang terjadi di RSJD Provinsi Jambi tersebut di atas didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fadhilah ( 2011 ) di salah satu RS di Kota Semarang yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan dalam kategori kurang lengkap 24 dokumen (31%) dan tidak lengkap 35 dokumen (49%), hasil penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2005 oleh Komite Pekerja Perawat di Maryland USA terhadap 933 orang perawat hasilnya juga menyatakan bahwa masih ada format pengkajian yang masih kosong, diagnosa keperawatan tidak ditulis, intervensi keperawatan yang belum dilakukan dan belum adanya evaluasi keperawatan. Ferawati (2012) di salah satu RS Swasta di Padang juga menyatakan bahwa dari 10 status yang diambil secara acak masih ditemukan kolom pengkajian yang kosong, lima status yang diisi secara lengkap dan lima lagi tidak diisi lengkap,ini berarti 50% saja pendokumentasi yang lengkap. Salbiah (2005) melakukan penelitian disalah satu RS swasta di Lampung menyatakan bahwa 4 dari 10 perawat tidak mengisi format pengkajian keperawatan secara lengkap, tindakan perawat masih hanya tindakan kolaborasi daripada tindakan pendokumentasian keperawatan. Bambang Edi (2006) di RSJ Semarang mengatakan bahwa 65,4% perawat belum melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan secara optimal. Mulyaningsih (2013) melakukan penelitian disalah satu RS swasta di Surakarta mengatakan bahwa dari 7 dari 10 perawat belum melaksanakan pendokumentasian secara optimal. Widyaningtiyas (2007) melakukan penelitian di salah satu RS swasta di Surabaya mengatakan bahwa baru 58,9% pelaksanaan dokumentasi dapat dilakukan dan diharapkan pada tahun 2008 pendokumentasian dapat ditingkatkan sampai 80%. Penelitian ini menyiratkan bahwa pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan masih menjadi masalah yang belum tuntas dalam praktek pelayanan keperawatan. Pencatatan pendokumentasian Asuhan Keperawatan merupakan salah satu tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tugas pokok dari seorang perawat. Masalah pendokumentasian Asuhan Keperawatan yang dirasakan RSJD Provinsi Jambi dapat mempengaruhi mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit tersebut sehingga perlu dilihat bagaimana pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan di RSJD Provinsi Jambi. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian ini dilakukan pada keadaan alamiah atau kejadian yang sedang terjadi dilapangan, dengan menggunakan pendekatan fenomenologi yang merupakan pendekatan untuk memahami pengalaman dan tujuan hidup dari partisipan, dan tidak bertujuan menggeneralisasikan suatu penjelasan teori atau model. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini cocok untuk menggali secara mendalam bagaimana fenomena yang sedang terjadi mengenai pelaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di RSJD Provinsi Jambi. Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana yang bertugas di RSJD Provinsi Jambi, partisipan dipilih sesuai dengan kriteria yang ditetapakan dari peneliti, meliputi; bersedia menjadi informan, perawat yang bekerja di Rawat Inap RSJ Daerah Provinsi Jambi selama 5 - 10 tahun, mengikuti Pelatihan MPKP, Prinsip dasar jumlah partisipan pada penelitian kualitatif adalah adanya saturasi data yaitu : partisipan pada titik kejenuhan sudah tidak ada informasi baru yang didapat dan pengulangan telah tercapai . Sugiono (2011) . HASIL DAN PEMBAHASAN Dokumentasi keperawatan merupakan tampilan prilaku dalam memberikan proses asuhan keperawatan kepada klien. Kualitas pendokumentasian dilihat dari keakuratan, kelengkapan asuhan keperawatan yang diberikan perawat kepada klien. 267 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Sebagai suatu informasi tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan media komunikasi yang efektif antar profesi dalam pelayanan kesehatan pasien. Disamping itu dokumentasi merupakan suatu perencanaan perawatan pada pasien dan merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan. Partisipan penelitian mengungkapkan bahwa alasan dalam pelaksanaan pendokumentasian adalah agar tindakan keperawatan dapat memudahkan, mengerti dan peduli untuk menilai kemajuan klien, dapat digunakan secara akurat dan sesuai standar dan sebagai bukti. Menurut Taylor (2011) menyatakan bahwa dokumentasi merupakan suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu informasi dapat berupa tulisan, data penting dari semua intervensi yang tepat bagi klien mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Soeprihanto (2000) menyatakan dokumentasi merupakan bukti catatan dan pelaporan yang dimiliki perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat dan sebagai pertanggunggugatan dan memberikan bukti hukum apakah tindakan keperawatan sesuai dengan aturan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pendapat diatas didukung oleh hasil penelitian Pribadi (2009) disalah satu RS di kota Semarang yang menyatakan bahwa dokumentasi merupakan bukti tanggung jawab hukum dan etik perawat terhadap pasien dan dapat dipertanggungjawabkan dimata hukum, dan bila terjadi sesuatu masalah pada proses keperawatan dokumentasi tersebut dapat dijadikan barang bukti di pengadilan. Sementara alasan dalam pelaksanakan pendokumentasian dapat dipahami oleh partisipan karena partisipan pada penelitian ini sudah pernah mengikuti pelatihan pelatihan dalam pendokumentasian seperti pelatihan MPKP, hal ini didukung penelitian oleh Rohmiyati (2010) disalah satu RSJ dikota Semarang yang menyatakan bahwa perawat yang mengikuti pelatihan MPKP dapat memahami lebih baik tentang alasan dalam melaksanakan pendokumentasian dibandingkan perawat yang belum mengikuti pelatihan pendokumentasian sehingga pelaksanaan tindakan keperawatan kepada klien dapat lebih terperinci diberikan. Berdasarkan hasil penelitian dari peneliti, mendapatkan hasil yang sama dari penelitian lain yang dilakukan Pribadi (2009) dan konsep dari Taylor, maka peneliti berpendapat bahwa alasan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah untuk memudahkan, mengerti dan peduli kebutuhan pasien untuk menilai kemajuan klien dan dapat digunakan sebagai bukti secara akurat dan sesuai standar, yang mana konsep dokumentasi adalah suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu informasi dapat berupa tulisan, data penting dari semua intervensi yang tepat bagi klien. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa pelaksanaan pendokumentasian merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh perawat, karena bila merupakan suatu kewajiban perawat dapat melakukan tugasnya dengan optimal. Berdasarkan hasil informasi dari partisipan diperoleh dari hasil wawancara mendalam menyatakan bahwa hambatan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah motivasi, persepsi yang belum sama dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan dan pasien tidak kooperatif. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Radiani (2009) yang menyatakan bahwa motivasi sangat diperlukan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan karena dengan motivasi yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja yang tinggi pula. Hasil penelitian diatas didukung oleh pendapat Gibson yang menyatakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi dikondisikan oleh kemampuan upaya tersebut untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Berdasarkan hasil peneliti, mendapat hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan Radiani ( 2009) bahwa hambatan dalam pelaksanaan 268 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 pendokumentasian asuhan keperawatan salah satunya karena motivasi, karena motivasi merupakan salah satu faktor yang mendukung untuk terlaksananya pendokumentasian asuhan keperawatan yang baik, karena dokumentasi yang baik merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatkan mutu suatu rumah sakit. Disisi lain partisipan mengungkapkan bahwa persepsi yang belum sama dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan dapat menjadi salah satu hambatan. Pernyataan partisipan tersebut sama ditemukan saat melakukan survei awal di RSJ Daerah Provinsi Jambi, dimana salah satu perawat mengungkapkan bahwa salah satu hambatannya adalah belum adanya keseragaman dalam pengisian format pendokumentasian asuhan keperawatan. Pendapat diatas didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Edi (2006) di RSJ Semarang yang menyatakan bahwa 65,4% perawat belum melaksanakan pendokumentasian secara optimal karena masih adanya perbedaan persepsi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Selain itu rasio perawat dengan pasien, juga dapat menjadi salah satu hambatan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Ratio perawat dengan pasien adalah 1:2 sementara data yang diperoleh di RSJD Provinsi Jambi satu orang perawat menangani empat sampai lima orang pasien sehingga perawat tidak dapat mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien secara optimal. Tingkat pendidikan juga dapat menjadi salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan, dari hasil data yang diperoleh di RSJD Provinsi Jambi masih banyak perawat yang berpendidikan D.III dibandingkan berpendidikan S1 sehingga dapat mempengaruhi ketrampilan perawat dalam memberikan tindakan kepada pasien terutama dalam pemberian obat – obatan. data tentang kesalahan obat di Indonesia belum dapat ditemukan karena tidak terekspos oleh media masa, prinsip enam benar dalam memberikan obat sangat diperlukan dalam memberikan obat dengan tepat. Perawat harus memberikan berbagai macam obat kepada pasien yang berbeda maka dalam memberikan obat perawat harus melakukan dengan aman, dimana hal ini sebagai pertanggung jawaban perawat terhadap tindakan yang dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009), bahwa perawat tahu apabila prinsip enam benar tidak dilakukan akan memberikan dampak bagi pasien dan rumah sakit, diantaranya pasien sakit , rumah sakit rugi dan perawat dikeluarkan, namun terdapat beberapa kendala yang menyebabkan perawat tidak dapat melakukan ini. Penelitian menunjukkan benar obat dapat dilakukan dengan mengklarifikasi dan diberikan dengan teliti, benar waktu dilakukan dengan tepat waktu dan benar pasien dilakukan dengan memanggil dan memastikan. Berdasarkan pejelasan diatas, peneliti berpendapat bahwa hambatan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan di RSJD Provinsi Jambi adalah bila dokumentasi merupakan suatu kewajiban maka perawat akan termotivasi untuk melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan secara optimal pula dan diperlukan juga supervisi secara berkala sehingga bila ada pekerjaan yang salah dalam dokumentasi asuhan keperawatan dapat segera diperiksa sehingga dapat memotivasi perawat untuk melaksanakan pendokumentasian secara optimal, serta perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pendokumentasiana asuhan keperawatan dan melibatkan pasien dari awal sehingga pedokumentasian dapat dievaluasi secara berkesinambungan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari partisipan melalui wawancara mendalam bahwa dukungan yang diperlukan dalam pelaksanaan pendokumentasian adalah dukungan dari tim perawat itu sendiri dengan berdiskusi dengan tim perawat lain tentang apa saja yang diperlukan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan seperti alat tulis, serta 269 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 dukungan dari pihak rumah sakit itu sendiri dalam penetapan standar pelayanan keperawatan, salah satunya dengan penetapan kebijakan pemberian reward baik berupa materi ataupun penghargaan lain dalam bentuk piagam, perlombaan bagi perawat yang melaksanakan pendokumentasian. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian penelitian Wahyuni (2005) yang mengatakan bahwa untuk peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan dapat melalui kompensasi dengan melakukan ujicoba remunerasi pembagian jasa pelayanan bagi perawat yang melaksanakan pendokumentasian pada setiap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya. Berdasarkan penjelasan diatas peneliti berpendapat bahwa dukungan yang diperlukan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah bagaimana daya kreatif dari pimpinan atau kepala ruangan, adanya penetapan kebijakan dalam pemberian reward seperti mengajak perawat yang telah melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan secara optimal sebagai narasumber atau pembicara pada pelatihan-pelatihan tentang pendokumentasian asuhan keperawatan. SIMPULAN Alasan dalam Pelaksanaan Pendokumentasian, adalah agar tindakan keperawatan dapat dilakukan untuk memudahkan mengerti dan peduli untuk menilai kemajuan klien dan dapat digunakan sebagai bukti secara akurat dan sesuai standar Hambatan dalam pelaksanaan pendokumetasian asuhan keperawatan adalah motivasi, pasien tidak kooperatif, persepsi yang belum sama dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan. Dukungan yang diperlukan dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah dari tim perawat itu sendiri dan dukungan dari pihak rumah sakit dalam penetapan standar pelayanan dan penetapan kebijakan dalam pemberian reward berupa materi ataupun penghargaan lain bagi perawat. Harapan dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah dengan adanya perhatian yang diberikan oleh atasan dalam peningkatan pengetahuan dengan pelatihan pelatihan dan pendidikan khusus bagi perawat yang belum pernah mengikuti pelatihan serta penetapan kebutuhan tenaga yang sesuai dengan karakteristik seperti perawat yang peduli dan mengerti tentang kebutuhan pasien sehingga semua tindakan dapat berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Anggeria,E (2011). Dokumentasi Keperawatan.( diunduh 6 Mei 2013) Ardani,H. (2003). Hubungan Peran Koordinasi Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Program Pengendali mutu Pelayanan Keperawatan di RSUD Pandan Arang Boyolali. Tesis tidak dipublikasikan Arikunto, S. (2005). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, (ed.6). Jakarta : Rineka Cipta Artikel, (2012). Pelayanan keperawatan.(diunduh 5 Mei 2013). Basrowi. (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Rineka Cipta Bustami.(2011). Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dan akseptabilitasnya. Jakarta:Erlangga. Depkes, RI. (2008). Perawat mendominasi tenaga kesehatan. http://manajemen-rs.net (di unduh 5 Mei 2013). Daymon&Holloway. (2002). MetodeMetode Riset Kualitatif dalam Public Relation dan Marketing Komunikasi. Jogyakarta: Bentang. Diyanto,Y (2007). Analisis Faktor – faktor Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di RSUD TuguRejo Semarang. Tesis tidak dipublikasikan Edi,W (2006). Pengaruh Persepsi Perawat Pelaksana Terhadap Pelaksanaan Manajemen Asuhan Keperawatan di RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Semarang. Tesis tidak dipublikasikan. 270 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Fadhila,F.(2011). Pengalaman Perawat terhadap Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di RSUD Semarang. Tesis tidak dipublikasikan Ferawati.(2012). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di RSI Ibnu Sinna Padang. Tesis tidak dipublikasikan Gillies. (1996) . Managemen Keperawatan;suatu pendekatan system. Edisi kedua. Jakarta: EGC Gibson, James L, John M Ivancevich dan James H, Jr Donnely, Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur Proses. Cetakan kedelapan Ilyas,Y. (2005). Kinerja, teori, penilaian dan penelitian. Cetakan pertama. Depok Badan penerbit FM-UI. Iyer & Camp (1999). Nursing documentattion : a Nursing process approach ed. St.Louis: Mosby Inc Junita, Mei (2010). Pengaruh Pelaksanaan Supervisi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di RSI Malahayati. Tesis tidak dipublikasikan Lestari,YN (2000). Pengalaman Perawat dalam menerapkan Prinsip enam benar dalam pemberian obat di.Rawat inap RS Mardi Rahayu kudus. Tesis dipublikasikan Mulyaningsih (2013). Peningkatan Kinerja Perawat dalam penerapan MPKP di RSJD Surakarta. Tesis tidak dipublikasikan Notoadmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu prilaku. Jakarta:PT Rineka Cipta. Nursalam. (2002). Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktek keperawatan profesional. Jakarta:Salemba Medika. Owen, K (2005). Documentation in Nursing Practice.Nursing Standard Vol.1 (5 Maret 2013 ) Pribadi, A (2009). Analisis Pengaruh Faktor Pengetahuan, Motivasi, dan Persepsi Perawat Tentang Supervisi Kepala Ruang Terhadap Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat inap RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah di Jepara. Tesis tidak dipublikasikan Rohmiyati, A (2009). Pengalaman Perawat dalam Menerapkan MPKP di RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Semarang. Skripsi tidak dipublikasikan Radiani, E (2009). Analisis Motivasi Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Puskesmas Rawat inap Kabupaten Ciamis . Tesis tidak dipublikasikan Siregar,Marni (2008). Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat di RSUD Swadana Tarutung Tapanuli utara. Tesis tidak dipublikasikan Susilo,Harry W(2010). Penelitian Kualitatif Aplikasi pada Penelitian Ilmu Kesehatan Soeprihanto, J (2000). Penilaian Kinerja Dan Pengembangan Karyawan, BPFE Yogjakarta. Taylor,C,dkk (2011).fundamentals Of nursing: the art and science of nursing care Ed.Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins Triyanto, Endang,Dkk (2008). Gambaran Motivasi Perawat dalam Melakukan Dokumentasi Keperawatan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tesis tidak dipublikasikan Potter & Perry .(2009).Fundamental Keperawatan; Konsep,Proses dan Praktik.edisi Keempat. Jakarta:EGC 70 Salbiah. (2005). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Proses Keperawatan dengan Pendokumentasian Asuhan keperawatan. Tesis tidak dipublikasikan Wiwiek,L. (2004). Hubungan Persepsi perawat pelaksana tentang Pengawasan Kepala Ruangan dengan Kinerja di Ruang Inap RSAL dr. Mintohardjo. Tesis tidak dipublikasikan 271 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Widyaningtyas, Setya K (2007). Analisis faktor – faktor yang memengaruhi Kepatuhan Perawat dalam pendokumentasian Asuhan Keperawatan di RS Mardi Rahayu Kudus. Tesis tidak dipublikasikan Wahyuni, S(2007). Analisis Kompetensi Standar Manajemen Pelayanan Keperawatan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Perawat dalam Mengimplementasikan MPKP di Instalasi Rawat Inap BRSUD Banjarnegara. Tesis tidak dipublikasikan 272 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANGTUA DAN REMAJA DENGAN PENGGUNAAN NAPZA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK PEKANBARU TAHUN 2015 1 Febrianti, 2Rika Akademi Kebidanan Internasional Pekanbaru Korespondensi Penulis : [email protected] ABSTRACT Teens have a turbulent life, resulting in violation of norms, one violation of norms on adolescents is drug dependence. Abbreviation drug of Narcotic, Psychotropic, and Other Addictive substances is medicine, material, or substance is not food if going into human body can be effect, especially in the brain that can lead to dependency. One of the causes drug use at adolescent is the lack of good communication from parent and teens. Communication is a process of human interaction with various forms or ways to convey information or for a particular purpose. Purpose of this research is to know is there relation communication parent and adolescent with drug use at Prisons Children Pekanbaru 2015. This research method using quantitative research with analytic design and cross sectional approach and conducted in Februari – March 2015 in the Prisons Children Pekanbaru. Population in this study were as many as 45 teenagers and sample are taken total population is 45 teens from primary data (questionnaires). Data analysis is of univariate and bivariate analysis with chi – square test. Of the univariate analysis of 45 adolescents mostly use drugs the 26 teenagers (58%). And of 26 adolescents who communication lack good 15 teenagers (58%) and a good 11 teenagrs(42%). Obtained from the chi-square test was no significant association between communication from parent and adolescent with drug use. Researcher hope that this study can be used as a comparison and baselines to plus or supplemented in the future with different independent variables and sample more. Keywords : Relation, Communication Parent and Adolescent, Drug use PENDAHULUAN Jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak dan lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan sosial yang cepat (khususnya di kota–kota besar dan daerah–daerah yang sudah terjangkau sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan) yang mengakibatkan pelanggaran norma (Sarwono, 2012). Salah satu pelanggaran norma pada remaja adalah ketergantungan napza. Napza dibagi menjadi 3 jenis yaitu narkotika, psikotropika, dan zat adiktiflainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika yang memiliki khasiatpsikoaktif menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan prilaku. Zat adiktif adalah zat–zat selain narkotika dan psikotropika yangdapat menimbulkan ketergantungan (Partodiharjo, 2008). Ketergantungan obat adalah adanya kebutuhan secara psikologis terhadap suatu obat dalam jumlah yang makin lama bertambah besar untuk menghasilkan efek yang diharapkan. Pengertian menurut WHO (World Health Organization) merupakan gabunganberbagai bentuk penyalahgunaan obat dan didefinisikan sebagai suatu keadaan (psikis dan fisik) yang terjadi karena interaksi suatu obat dengan organisme hidup (Prawirohardjo, 2012). Penyalahgunaan narkoba dapat merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas secara drastis. Ketidakmampuan membedakan yang baik dan yang buruk, gangguan kesehatan fisik dan mental, tindak kekerasan dan kriminal (Hawari dalam Mardianis, 2013). 273 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Bila Napza digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik, dan psikologis seperti terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ – organ tubuh seperti jantung, paru – paru , hati , dan ginjal (Mardianis , 2013). Menyadari akan bahaya penyalahgunaan narkoba, hampir semua pemerintah di seluruh dunia mempunyai undang – undang anti narkotika. Berbagai upaya dan tindakan (oleh aparat keamanan dan hukum) juga telah dilakukan untuk memberantas sindikat – sindikat pembuat dan pengedar obat terlarang dan alkohol yang tidak berizin. Banyak sekali dana yang telah terbuang bahkan jiwa melayang dalam usaha pemberantasan narkoba dan alkohol gelap ini, akan tetapi sampai sekarang penyalahgunaan zat –zat yang berbahaya ini tidak pernah dapat diberantas dengan tuntas (Sarwono , 2012). Meningkatnya jumlah pemakai narkoba, terutama yang menggunakan jarum suntik, telah menambah jumlah penderita penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, hepatitis B, sifilis dan sebagainya. Berdasarkan penelitian lembaga - lembaga penanggulangan masalah narkoba 70 % pemakai narkoba yang menggunakan jarum suntik di Jakarta mengalami HIV/AIDS (Partodiharjo , 2008). Menurut laporan kantor BNN (Badan Narkotika Nasional) Indonesia dikenal sebagai produsen extasi nomor 1 di dunia, tetapi sebagai pengedar, Indonesia dikenal sebagai pengedar ganja terbesar di dunia. Hal tersebut memungkinkan karena ganja dari Indonesia merupakan mariyuana dengan kualitas no.1 di dunia (BNN , 2012). Data BNN menyebutkan, pada 2012 pengguna narkoba di Indonesia ada sekitar 4 juta orang atau sekitar 2,8 persen dari jumlah keseluruhan penduduk nasional, dimana 70 persennya atau sekitar 2,8 juta orang merupakan pecandu dari kalangan pekerja, mulai dari karyawan perusahaan swasta, pegawai negeri (PNS) dan pegawai BUMN. Sementara sekitar 25 persennya, atau sekitar satu juta orang merupakan pecandu narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiwa se- Indonesia. Baru lima persennya atau sekitar 200 ribu orang merupakan penyalahguna narkoba dari kalangan ibu rumah tangga dan lainnya (BNN , 2012). Riau merupakan salah satu daerah tertinggi pengedar napza. Tahun 2013, angka kasus napza di Riau semakin meningkat yaitu 1007 kasus dengan latar belakang yang berbeda seperti berdasarkan umur pengguna terbanyak itu berkisar umur 30 tahun ke atas dengan 822 kasus, umur 25-29 tahun 361 kasus, umur 20-24 tahun 212 kasus, umur 16-19 tahun 57 kasus dan umur di bawah 15 tahun 4 kasus. Rata – rata tingkat pendidikan pengguna napza didominasi oleh mereka yang berpendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 40 kasus, SLTA 862 kasus, SLTP 383 kasus, SD 171 kasus (BNP, 2013). Tahun 2012 kasus narkoba di Propinsi Riau sebanyak 608 kasus dan tahun 2013 sebanyak 1007 kasus. Menurut data yang diambil dari BNP (Badan Narkotika Propinsi) kasus narkotika Propinsi Riau tahun 2012 terdapat ganja sebanyak 132 kasus, heroin sebanyak 2 kasus dan pada tahun 2013 terdapat ganja sebanyak 203 kasus, heroin 0 (BNP, 2013). Menurut data yang diambil dari BNP (Badan Narkotika Propinsi), Pekanbaru merupakan daerah tertinggi yang kedua setelah Rohil yang terjerat kasus napza dengan jumlah kasus sebanyak 146 kasus (BNP, 2013). Salah satu faktor yang menyebabkan remaja menggunakan Napza adalah adanya komunikasi yang buruk antara anak dan orang tuanya yang akan menghasilkan kesalahpahaman. Orang tua harus dapat menjadi mediator (penyambung) jiwa yang baik antara semua anaknya (Partodiharjo , 2008). Komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya pada gilirannya akan 274 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 tiba pada saling pengertian yang mendalam (Tyastuti,dkk , 2009). Hubungan dengan orangtua pada masa remaja sangat dibutuhkan anak. Jika remaja terganggu dan dihadapkan dengan masalah, harus diselesaikan bersama orangtua. Jika orangtua tidak dapat menyelesaikan masalah remaja (anaknya) menyebabkan remaja yang bersangkutan merasa seakan – akan tidak lagi ada jalan keluar (Sarwono , 2012). Keadaan keluarga yang ditandai dengan hubungan suami istri yang harmonis lebih menjamin remaja yang bisa melewati masa transisinya dengan mulus dari pada jika hubungan suami istri terganggu, kondisi di rumah tangga dengan adanya orang tua dan saudara – saudara akan lebih menjamin kesejahteraan jiwa remaja dari pada di asrama atau di Lembaga Permasyarakatan Anak, tindakan pencegahan yang paling utama adalah berusaha menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga sebaik – baiknya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang harmonis terjebak juga untuk menjadi pengguna narkoba, karena bujukan atau bahkan paksaan (bullyng) teman – temannya sendiri yang sudah terlibat narkoba dan memerlukan dana untuk memenuhi ketergantungannya itu (Sarwono , 2012). Menurut data dari Lembaga Permasyarakatan Anak Pekanbaru jumlah narapidana remaja yang ada sebanyak 45 orang. Jenis kejahatan yang ada yaitu pembunuhan sebanyak 3 orang (6,7%), pencurian sebanyak 8 orang (17,8%), penipuan sebanyak 2 orang (4,5%), napza sebanyak 27 orang (60%), korupsi sebanyak 5 orang (11%). Dari survei awal yang dilakukan di RS Jiwa Tampan Pekanbaru, terdapat 4 orang yang menjadi responden dan 4 responden tersebut (100%) adalah remaja yang memiliki orangtua yang sibuk bekerja, sehingga komunikasi antara orangtua dan remaja tidak ada karena antara orangtua dan anak jarang bertemu. Orangtua dan anak jarang bertemu karena orangtua bekerja hingga larut malam atau orangtua ada dirumah namun anak sibuk dengan kegiatannya. Remaja merupakan generasi penerus bangsa, jika generasi penerus bangsa sudah rusak tentu saja Indonesia bisa hancur. Remaja mempunyai emosi yang masih labil sehingga dapat dengan mudah terpengaruh oleh bahaya Napza, karena itu orangtua mempunyai tanggungjawab menciptakan komunikasi yang baik. Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik meneliti tentang “Hubungan Komunikasi Orangtua Dan Anak Dengan Penggunaan Napza Di Lembaga Permasyarakatan Anak Tahun 2015”. METODE PENELITIAN Penelitian ini berjenis kuantitatif dengan desain analitik melalui pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor - faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,2010). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan pada bulan Februari - Maret 2015. PenelitiandilaksanakandiLembagaPermas yarakatan Anak. Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo,2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang berada di Lembaga Permasyarakatan Anak Pekanbaru dengan jumlah 45 orang. Sampel Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,2011). Besar sampel dalam penelitian ini adalah Total Populasi yaitu sebanyak 45 orang. 275 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Independen Komunikasi Penggunaan Napza Definisi Operasional Skala Komunikasi meliputi : Ordinal keterampilan mendengar, berbicara, cara pengungkapan diri, perhatian, kejelasan dalam komunikasi, kontinuitas. Zat atau obat yang Nominal dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan menimbulkan ketergantungan dan ketagihan Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data primer Data yang diperoleh langsung oleh peneliti melalui angket kuesioner yang dibagikan kepada responden yang pengisiannya didampingi oleh peneliti agar pengisian lebih akurat dan kesalahan bisa dihindari. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan untuk mendapatkan informasi dalam penelitan ini adalah kuesioner atau angket, berisikan sederetan pertanyaan yang diberikan kepada responden saat penelitian berlangsung. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara mengisi kuesioner. Adapun langkah-langkah untuk pengisian kuesioner adalah Penjelasan tentang penelitian dan tujuan penelitian kepada respondenPenjelasan informed consent dan setelah memahami tentang penelitian dan tujuannya, respondendiminta untuk menandatangani. Kuesioner dibagikan dan diminta untuk mempelajari atau membacanya terlebih dahulu, kemudian menjelaskan bila ada pertanyaan diminta Alat Ukur Kategori Kuesioner -Baik jika>mean=9 ,6. -Kurang Baik jika <mean= 9,6. Kuesioner -Ya = Jika pernah mengkonsu msi Napza. - Tidak= Jika tidak pernah mengkonsu msi Napza. untuk mulai mengisi kuesioner. Setelah selesai, kuesioner dikumpulkan untuk dianalis. Teknik pengolahan data Data diolah secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut : Editing (pemeriksaan data) Setelah kuisioner dikembalikan oleh responden maka kuisioner dilihat apakah sudah diisi dengan benar semua item sudah dijawab oleh responden. Coding (pengolahan data) Memberikan kode pada setiap informasi atau setiap pernyataan dalam kuesioner untuk memudahkan pengolaan data. Tabulating Pertanyaan yang telah diberi kode dimasukan kedalam tabel distribusi frekuensi Cleaning Merupakan pengecekan kembali data yang terkumpul. 276 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Teknik Analisa Data Dk = (b-1)(k-1) Analisa Univariat Digunakan untuk mengetahui gambaran persentase masing-masing variabel penelitian yaitu variabel Komonikasi orang tua dengan remaja dan variabel penggunaan napza dengan menggunakan distribusi frekuensi. 𝐹 𝑃 = × 100% 𝑁 Keterangan : P= Presentase F= Frekuensi N= Jumlah responden (Machfoedz, 2010) Analisis Bivariat Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel Independen dengan variabel Dependen (Notoatmodjo,2010) dengan menggunakan uji statistik Chisquare (X2) dengan rumus : 𝑂−𝐸 2 𝑋2 = 𝐸 𝑑𝑘 = 𝑏 − 1 . ( 𝑘 − 1) Dimana : X2 : Chi-Square. O : Observasi (nilai yang diamati). E : Expected (nilai yang diharapkan) dk : Derajat kebebasan. b : Baris. k : Kolom. (Hidayat, 2011) Keterangan : Dk = Derajat Kebebasan b = Baris k = Kolom (Suyanto, 2008) Etika Penelitian Informed Consent Informed consent merupakan persetujuan antara peneliti dengan memberikan lembaran persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Anonymity (Tanpa Nama) Menggunakan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lebar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Confidentiality (Kerahasiaan) Memberikanjaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Untuk mengetahui Chi – Square dilakukan secara manual. Hipotesis diterima pada derajat kemaknaan bila 𝑋 2 hitung > dari 𝑋 2 tabel. 2 Rumus mencari X hitung: 𝑥2 = 𝑁 𝑎.𝑑−𝑏.𝑐 2 𝑎+𝑐 𝑏+𝑑 𝑎+𝑏 𝑐+𝑑 Keterangan : X2 = chi-square N = Besar Sampel Rumus mencari X2 tabel: Analisa Univariat 1. Komunikasi Orangtua Dan Remaja Tabel 1 Distribusi Frekuensi Komunikasi Orangtua Dan Remaja Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 Komunikasi Orangtua Remaja Kurang Baik Baik Jumlah Dan f % 20 25 45 44 56 100 277 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Berdasarkan tabel 1 dapat terlihat sebagian besar komunikasi dengan orangtua dan remaja baik yaitu 25 remaja (56%). 2. Penggunaan Napza Pada Remaja Tabel 2 Distribusi Frekuensi Penggunaan Napza Pada RemajaDi Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 Penggunaan Napza Ya Tidak Jumlah f % 26 19 45 58 42 100 Berdasarkan tabel 2 dapat terlihat sebagian besar remaja menggunakan Napza yaitu 26 remaja (58%). Analisa Bivariat Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Komunikasi OrangtuaDan Remaja Dengan Penggunaan Napza Di Lembaga Pemasyarakatan AnakPekanbaru Tahun 2015 Komun ikasi Orangt ua Dan Remaj a Kurang Baik Baik Jumlah Penggunaan Napza Ya Tidak n % n % Total n % 15 75 5 25 20 100 11 44 14 56 25 100 26 90 19 42 45 100 Dari hasil analisis hubungan antara komunikasi orangtua dan remaja dengan penggunaan Napza pada tabel 4.3 diperoleh bahwa dari 25 remaja yang mempunyai komunikasi dengan orangtua yang baik sebagian besar tidak menggunakan Napza yaitu 14 remaja (56%) dan 11 remaja (44%) menggunakan Napza. Dan dari 20 remaja yang komunikasi dengan orangtua kurang baik yang menggunakan Napza sebanyak 15 remaja (75%) dan 5 remaja (25%) yang tidak menggunakan Napza. Hasil uji statistik diperoleh nilai XHitung> X tabel yaitu 4,37 > 3,84 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara komunikasi orangtua dan remaja dengan penggunaan Napza di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015. Nilai RP = 1,7, dapat diartikan komunikasi orangtua yang kurang baik dengan remaja berisiko 1,7 kali remaja akan menggunakan Napza dibanding komunikasi orangtua yang baik dengan remaja. Pembahasan Penelitian 1. Analisa Univariat a. Komunikasi Orangtua Dan Remaja Di Lembaga Pemasyaraktan Anak Pekanbaru Tahun 2015 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru diperoleh mayoritas distribusi komunikasi orangtua dan remaja 25 remaja yang komunikasinya baik. Jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak dan lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan sosial yang cepat (khususnya di kota – kota besar dan daerah – daerah yang sudah terjangkau sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan) yang mengakibatkan pelanggaran norma (Sarwono, 2012). Remaja mempunyai emosi yang masih labil sehingga dapat dengan mudah terpengaruh, karena itu orangtua mempunyai tanggungjawab menciptakan komunikasi yang baik (Partodiharjo, 2008). Komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu 278 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 sama lainnya pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Tyastuti,dkk, 2009). Hubungan dengan orangtua pada masa remaja sangat dibutuhkan anak. Jika remaja terganggu dan dihadapkan dengan masalah, harus diselesaikan bersama orangtua. Jika orangtua tidak dapat menyelesaikan masalah remaja (anaknya) menyebabkan remaja yang bersangkutan merasa seakan – akan tidak lagi ada jalan keluar (Sarwono, 2012). Sesuai data yang didapat peneliti melalui penelitian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015, komunikasi orangtua dan remaja yang baik masih dikatakan tinggi yaitu 25 remaja (56%). Dalam penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian tidak sesuai teori yang telah dikemukakan, dimana insiden komunikasi orangtua dan remaja yang kurang baik merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan pelanggaran norma pada remaja. Tidak sesuainya antara teori dengan hasil penelitian ini, menurut peneliti disebabkan karena jumlah sampel yang kurang banyak dan sampel hanya di ambil di satu tempat. b. Penggunaan Napza Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 Dari hasil pengolahan data terdapat 45 remaja yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 dan sebagian besar remaja yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak menggunakan Napza yaitu sebanyak 26 remaja (58%). Napza dibagi menjadi 3 jenis yaitu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika yang memiliki khasiat psikoaktif menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan prilaku. Zat adiktif adalah zat – zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan (Partodiharjo, 2008). Ketergantungan obat adalah adanya kebutuhan secara psikologis terhadap suatu obat dalam jumlah yang makin lama bertambah besar untuk menghasilkan efek yang diharapkan. Pengertian menurut WHO (World Health Organization) merupakan gabungan berbagai bentuk penyalahgunaan obat dan didefinisikan sebagai suatu keadaan (psikis dan fisik) yang terjadi karena interaksi suatu obat dengan organisme hidup (Prawirohardjo, 2012). Sesuai data yang didapat peneliti melalui penelitian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 penggunaan Napza pada remaja tinggi yaitu sebanyak 26 remaja (58%). Dalam penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan teori yang telah dikemukakan, dimana penggunaan Napza tinggi terjadi pada remaja karena remaja mempunyai emosi yang labil sehingga mudah terpengaruh. 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Komunikasi Orangtua Dan Remaja Dengan Penggunaan Napza Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 Dari tabel 4.3 dan hasil uji chi – square hubungan komunikasi orangtua dan remaja dengan penggunaan Napza di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 adalah Ha diterima, dimana nilai Xhitung > X tabel yaitu 4,37 > 3,84 sehingga ada hubungan komunikasi orangtua dan remaja dengan penggunaan Napza di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 Hal ini sejalan dengan teori (Partodiharjo,2008)yang 279 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan remaja menggunakan Napza adalah adanya komunikasi yang buruk antara anak dan orang tuanya yang akan menghasilkan kesalahpahaman. Orang tua harus dapat menjadi mediator (penyambung) jiwa yang baik antara semua anaknya. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Handayani yang melakukan penelitian dengan judul pengaruh keluarga, masyarakat, dan pendidikan terhadap pencegahan bahaya narkoba dikalangan remaja tahun 2011, yang di dalam penelitiannya menyatakan ada hubungan yang berarti. SIMPULAN Remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 sebagian besar komunikasi orangtua dan remaja baik yakni 25 remaja (56 %); Remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015 sebagian besar remaja menggunakan Napza yakni 26 remaja (58%); Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara komunikasi orangtua dan remaja dengan penggunaan Napza di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pekanbaru Tahun 2015. DAFTAR PUSTAKA Dwi, Vina. 2008. Tidak Cukup Berkata Tidak Pada Narkoba Bagi Pemuda Dan Pelajar SMA/MA. Klaten : Cempaka Putih. Handayani, Sri. 2011. Pengaruh Keluarga, Masyarakat, Dan Pendidikan Terhadap Pencegahan Bahaya Narkoba Dikalangan Remaja. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia Diperoleh tanggal 20 Desember 2014 dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/ 20292435-T%2029667Pengaruh%20keluargafull%20text.pdf. Hidayat, A, Aziz, Alimul. 2011. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Mardani, 2008. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana Nasional. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Mardianis. 2013. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putra Tentang Penyalahgunaan Narkoba Di SMK Negeri 2. Karya Tulis Ilmiah. Pekanbaru : Akbid Internasional. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Partodiharjo,Subagyo. 2008. Kenali Narkoba Dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta : Erlangga. Prastowo, Giri. 2006. Rehabilitasi Bagi Korban Narkoba. Jakarta : Visi Media. Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka. Pribadi, Harlina. 2007. Kenakalan Remaja Dan Penanggulangannya. Jakarta Timur : Cakra Media. Sarwono, S.W. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tyastuti, Siti, dkk. 2009. Komunikasi Dan Konseling Dalam Pelayanan Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya. Wahyuni. 2008. Pola Asuh Orangtua Pada Subjek Yang Menggunakan Napza. Tesis. Jakarta : Universitas Gunadarma Diperoleh tanggal 2 Desember 2014 dari 280 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 http://www.gunadarma.ac.id/libr ary/articles/graduate/psychology /2008/Artikel_10500364.pdf. Wati, Riska. 2010. Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap Kejadian Narkoba Pada Remaja Di Lembaga Permasyarakatan Anak. Karya Tulis Ilmiah. Pekanbaru : Akbid Internasional. Widyastuti, Yani,dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya. Wirdhana, Indera, dkk. 2013. Kurikulum Diklat Teknis Pengelolaan PIK Remaja/Mahasiswa. Jakarta : BKKBN. 281 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TENTANG KONSUMSI BUAH DAN SAYUR SETIAP HARI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALANG BANJAR KOTA JAMBI TAHUN 2015 Susi Akper YPSBR Bulian *KorespondesiPenulis: [email protected] ABSTRAK Menurut data Riskesdas 2011 terjadi penurunan konsumsi buah dan sayur di daerah perkotaan, pada tahun 2010 konsumsi buah dan sayur berkisar 65%, tetapi pada tahun 2011 menurun menjadi 43,50% sedangkan konsumsi makanan-makanan siap saji mengalami peningkatan dari 35,56% pada tahun 2010 menjadi 73,61%. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan survei yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap keluarga tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 1.904 kepala keluarga. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Proportional Random Sampling (Acak berdasarkan jatah populasi dalam wilayah kerja) dengan jumlah sampel sebanyak 42 Sampel. Pengumpulan data melalui pengisian kuesioner telah dilaksanakan bulan September 2015, bertempat di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa, sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang baik tentang konsumsi buah dan sayur sebanyak 20 responden (47,62%), pengetahuan cukup sebanyak 13 responden (30,95%) dan pengetahuan baik sebanyak 9 responden (21,43%).sebagian besar mempunyai sikap negatif tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari sebanyak 23 responden (54,76%). Sedangkan responden yang mempunyai sikap positif sebanyak 19 responden (45,24%). Diharapkan kepada pihak Puskesmas Talang Banjar agar mempertahankan atau bahkan meningkatkan peran aktif tenaga kesehatan maupun kader-kader kesehatan untuk memberikan informasi-informasi kepada masyarakat mengenai manfaat makan buah dan sayur pada balita seperti menyebarkan brosur – brosur maupun leaflet. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap dan Konsumsi Buah dan Sayur Pada Balita. DESCRIPTION OF KNOWLEDGE AND ATTITUDES OF FAMILY TOWARDS CONSUMPTION OF FRUIT AND VEGETABLES INCHILDRENUNDER FIVE YEARS IN REGION PUSKESMAS TALANG BANJAR IN JAMBI CITY 2015 ABSTRACT Low fruit and vegetable intake is a major contributing factor to such micronutrient. According to data Riskesdas 2011 in urban area have tendency to decreasing intake of fruit and vegetables there were 43,50% which before of that in 2010 was about 65%. While for fast food consumption has increased which in 2010 there was 35,56% and up to 73,61% in 2011. This research is descriptive studies with survey approach which aim to describe of knowledge and attitudes of family towards consumption of fruit and vegetables in children under five years in region PuskesmasTalangBanjar in Jambi city 2015. Population in study were 1.904 familys and the sample were taking by using proportional random sampling and obtained 42 sample. Data obtained by filling a questionnaire and conducted in September 2015, In PuskesmasTalangBanjar in Jambi city. The analysis of this study was using univariate. As the result shows, majority of respondents have poor knowledge about the importance consumption of fruit and vegetables with total 20 respondents(47,62%), with sufficient knowledge are 13 respondents(30,95%) and with good knowledge are 9 respondents(21,43%). That, mostly respondents have negative attitudes about consumption of fruit and vegetables in children under five years old with total 23 respondents(54,76%) and with positive attitudes 19 respondents(45,24%). Therefore we suggest for PuskesmasTalangBanjar to continue of providing information and giving brochure’s about the advantages of giving give this information to their community. Keywords : Knowledge, Attitude and Consumption of fruit and vegetables in children under five years. 282 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 PENDAHULUAN Peningkatan kesehatan masyarakat dapat melalui pemanfaatan bahan-bahan yang terdapat di alam seperti mengkonsumsi buah dan sayursayuran. Menurut penelitian WHO (World Health Organization) dinegara berkembang kebiasaan mengkonsumsi buah dan sayuran setiap hari sudah mulai ditinggalkan dikarenakan maraknya bermunculan produk-produk makanan instan yang lebih mempromosikan kandungan zat-zat yang masih dianggap asing oleh masyarakat tetapi nilai gizinya lebih tinggi dibandingkan buah dan sayuran. Hal itulah yang membuat masyarakat di negara berkembang khususnya Indonesia mulai meninggalkan kebiasaan makan buah dan sayur setiap hari (Mufidah, 2010). Status gizi masyarakat termasuk status gizi anak adalah cermin dari tumbuh kembangnya. Oleh karena itu, masalah gizi adalah cerminan masalah tumbuh kembang anak. Ganggguan pertumbuhan dan perkembangan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik, sedangkan di negara berkembang faktor tersebut disebabkan selain faktor genetik juga dari faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak. Selain itu faktor gizi anak dari makanan juga sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang, dimana ketahanan makanan keluarga mencakup pada ketersediaan makanan yang terdapat dalam keluarga, bila hal ini tidak terpenuhi, maka sangat berpengaruh terhadap perkembangan si anak (Arisman, 2004). Pemberian makan yang sesuai dan seimbang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Faktor yang tidak kalah penting adalah status ekonomi (pendapatan keluarga) sehingga keluarga mampu memenuhi asupan-asupan gizi yang dibutuhkan oleh balita. Hal tersebut juga akan memotivasi keluarga khususnya ibu balita untuk mencari informasi-informasi mengenai pemberian makanan yang sesuai untuk balita baik dari media massa maupun tenaga kesehatan khususnya manfaat makan buah dan sayur bagi balita (Hariyani, 2011). Konsumsi buah dan sayur setiap hari juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan dimana keluarga yang mempunyai pendidikan rendah (tidak sekolah, tamat SD atau tamat SMP) menganggap makan buah dan sayur dapat digantikan dengan mengkonsumsi makan-makanan siap saji yang beredar dipasaran dikarenakan praktis, sedangkan dari segi status ekonomi keluarga yang mempunyai status ekonomi rendah menanggap mengkonsumsi buah dan sayur adalah kebiasaan-kebiasaan orang kaya dimana pendapatan mereka lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran mereka setiap bulannya. Kedua hal tersebut dapat mempengaruhi sikap keluarga terhadap manfaat mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari (Badawi, 2010). Dampak bila balita tidak dibiasakan makan buah dan sayur adalah kekurangan mineral. Mineral merupakan kandungan yang sangat dibutuhkan tubuh anak dalam masa pertumbuhan. Kalsium diperlukan untuk tulang yang kuat, dan ditemukan dalam sayuran brokoli dan bayam. Sementara itu, zat besi bisa memasok energi dalam tubuh, menunjangnya dalam melakukan aktivitas seharihari;Kekurangan vitamin A, C dan E. Agar tetap sehat dan bertenanga, si kecil harus makan buah dan sayur dalam jumlah seimbang. Tak mengonsumsi buah dalam takaran cukup bisa membuatnya kekurangan vitamin A, C dan E. Vitamin tersebut berperan dalam perkembangan sel-sel dalam tubuh, juga untuk memproduksi sel darah merah;Konstipasi. Kurang buah sayur bisa memicu anak sulit buang air besar dan mengalami konstipasi; dan obesitasterbiasa tak makan buah dan sayur juga bisa memicu obesitas pada anak. Pasalnya, anak terbiasa untuk selalu mengatasi rasa laparnya dengan menu yang padat dan berkarbohidrat tinggi, dibanding makan buah segar yang juga punya efek mengenyangkan (Mufidah, 2010). Menurut Almatzier (2009) Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Secara klasik 283 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi mempunyai pengertian lebih luas di samping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Menurut Atikah (2010), sayur harus dimakan 2 porsi setiap hari, dengan ukuran satu porsi sama dengan satu mangkuk sayuran segar atau setengah mangkuk sayuran matang. Sebaiknya sayuran dimakan segar atau dikukus, karena jika direbus cenderung melarutkan vitamin dan mineral. Buah-buahan harus dimakan 2-3 kali sehari. Contohnya, setiap kali makan setengah mangkuk buah yang diiris, satu gelas jus atau satu buah jeruk, apel, jambu biji atau pisang. Makanlah berbagai macam buah karena akan memperkaya variasi zat gizi yang terkandung dalam buah. Pada jenis buah-buahan dan sayuran yang memiliki kandungan rendah lemak, garam, gula dan mampu menyediakan sumber yang baik berupa serat makanan. Jika seorang tengah menjalankan program diet, sangat baik sekali mengkonsumsi buah dan sayur. Melindung terhadap penyakit : pada sayuran dan buah banyak mengandung fitokimia, atau „bahan kimia tanaman‟, yang zat aktif dan dapat membantu melindungi tubuh dari serangan berbagai macam penyakit. Pada sebuah penelitian ilmiah menunjukkan apabila dengan teratur sering mengkonsumsi buah dan sayuran, akan mengurangi resiko terhadap serangan penyakit seperti diabetes, stroke, kanker, hingga tekanan darah tinggi (hipertensi) (Atikah, 2012). Tujuan Umum dilakukannya penelitian ini untuk diketahui Gambaran Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang konsumsi kakan buah dan sayur pada balita setiap hari di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan survei yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap keluarga tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh KK (Kepala Keluarga) yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi tahun 2015 berjumlah 1.904 KK Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Proportional Random Sampling (acak berdasarkan jatah populasi dalam wilayah kerja) sehingga didapat jumlah sampel sebanyak 42 sampel. Pengumpulan data melalui pengisian kuesioner telah dilaksanakan pada tanggal 8 September – 10 September 2015, bertempat di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat. Kerangka acuan metode penelitian dari Teori Green yang dikutip dalam buku (Notoatmodjo, 2010) HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Pengetahuan Keluarga Tentang Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015 Instrumen atau (alat ukur) untuk mengetahui gambaran pengetahuan keluarga tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari di wilayah Kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015 menggunakan kuesioner berbentuk pilihan ganda dengan jumlah 10 pertanyaan seperti terlihat pada tabel berikut ini. 284 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Kuesioner Pengetahuan Tentang Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada Balita Setiap Hari Di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015 n = 42 Pertanyaan Masa balita adalah masa.... Pada masa balita merupakan masa Bahan-bahan makanan yang banyak mengandung serat adalah... Kebiasaan makan buah dan sayur harus dicontohkan oleh keluarga... Manfaat makan buah dan sayur bagi balita adalah Dampak jika balita tidak dibiasakan makan buah dan sayur adalah.... Agar balita mau makan buah dan sayur dan menjadikan kebiasaan, salah satu cara adalah..... Sayur-sayuran yang banyak mengandung zat besi adalah... Kekurangan makan buah dan sayur bagi balita akan menyebabkan..... Perilaku maupun tindakan-tindakan yang harus dihindari untuk membiasakan balita makan buah dan sayur adalah... Berdasarkan jawaban diatas, diperoleh jawaban pada umumnya responden kurang mengetahui antara lainagar balita mau makan buah dan sayur dan menjadikan kebiasaan, salah cara adalah dengan membuat variasi makan dari buah dan sayur dengan distribusi responden yang menjawab salah sebanyak 34 responden (80.95%); Kekurangan makan buah dan sayur bagi balita akan menyebabkan balita akan mudah terserang penyakit dengan distribusi rsponden yang menjawab salah sebanyak 26 responden (61,90%); Perilaku maupun tindakan-tindakan yang harus dihindari untuk membiasakan balita Jawaban Benar f % 22 52,38 28 66,67 Jawaban Salah f % 20 47,62 14 33,33 30 7,.43 12 28,57 24 57,14 16 42,86 25 29,52 17 40,48 32 76,19 10 23,81 8 19,05 34 80,95 28 66,67 14 33,33 16 38,10 26 61,90 16 38,10 26 61,90 makan buah dan sayur adalah membiasakan balita makan buah dan sayur dengan porsi orang dewasa dengan distribusi responden yang menjawab salah sebanyak 26 responden (61,90%). Gambaran pengetahuan responden dapat dilihat setelah dilakukan skoring kemudian dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu kurang baik (jika tota jawaban < 56%), cukup (jika skor total jawaban 56%-75%) dan baik (jika skor total jawaban 76-100%). Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran pengetahuan responden tentang konsumsi buah dan sayur pada balita dilihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Responden Tentang Konsumsi Buah dan Sayur Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015 Pengetahuan Kurang Baik Cukup Baik Jumlah Distribusi Frekuensi 20 13 9 42 % 47,62 30,95 21,43 100,00 285 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa dari 42 responden, sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang baik tentang konsumsi buah dan sayur sebanyak 20 responden (47,62%), pengetahuan cukup sebanyak 13 responden (30,95%) dan pengetahuan baik sebanyak 9 responden (21,43%). Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan responden tentang konsumsi makan buah dan sayur setiap hari pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi disebabkan karena tingkat pendidikan responden yang rendah, dimana dari 42 responden, sebagian besar responden mempunyai pendidikan rendah yaitu SD berjumlah 15 responden (35,71%) dan SMP berjumlah 13 responden (30,95%). Sedangkan responden yang mempunyai pendidikan tinggi yaitu SMA berjumlah 10 responden (23.52%) dan Perguruan Tinggi berjumlah 4 responden (9,52%). Hal ini dibuktikan dengan hasil jawaban kuesioner pengetahuan dimana sebagian besar responden mempunyai pengetahuan kurang baik antara lain agar balita mau makan buah dan sayur dan menjadikan kebiasaan, salah satu cara adalah dengan membuat variasi makan dari buah dan sayur dengan distribusi responden yang menjawab salah sebanyak 34 responden (80,95%). Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan responden terhadap hasil jawaban diatas dikarenakan responden beralasan bahwa masa balita adalah masa bermain dimana balita akan susah makan bila sedang bermain walaupun ibu sudah membuat makanan-makanan sesuai dengan selera balita. Kekurangan makan buah dan sayur bagi balita akan menyebabkan balita akan mudah terserang penyakit dengan distribusi responden yang menjawab salah sebanyak 26 responden (61,90%). Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan responden tentang hasil jawaban diatas dikarenakan responden beralasan bahwa balita yang lengkap imunisasilah yang akan kebal terhadap penyakit bukan balita yang kurang mengkonsumsi buah dan sayur. Perilaku maupun tindakan-tindakan yang harus dihindari untuk membiasakan balita makan buah dan sayur adalah membiasakan balita makan buah dan sayur dengan porsi orang dewasa dengan distribusi responden yang menjawab salah sebanyak 26 responden (61,90%). Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan responden tentang jawaban diatas dikarenakan responden beralasan bahwa masa balita merupakan masa pertumbuhan oleh sebab itu balita harus banyak makan dengan porsi orang dewasa khususnya makan buah dan sayur. Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan responden tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita dikarenakan kurang aktifnya responden untuk mencari informasi-informasi tentang manfaat makan buah dan sayur pada balita. Asumsi yang salah oleh responden bahwa balita memerlukan asupan makanan yang banyak menjadi faktor ketidaktahuan responden bahwa porsi yang banyak pada balita dapat menyebabkan kegemukan tanpa dibarengi dengan kebiasaan makan buah dan sayur. Menurut peneliti, upaya yang bisa dilakukan agar pengetahuan keluarga meningkat tentang manfaat konsumsi makan buah dan sayur setiap hari pada balita adalah dengan memberikan informasi-informasi oleh tenaga kesehatan baik pada saat ibu membawa balitanya ke Posyandu maupun pusat-pusat pelayanan kesehatan maupun penyuluhanpenyuluhan yang dilakukan di acara-acara kemasyarakatan. Gambaran Sikap Keluarga Tentang Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015 Dalam penelitian ini, untuk mengetahui gambaran keluarga tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini : 286 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Kuesioner Sikap Tentang Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada Balita Setiap Hari Di Wilayah Kerja PuskesmasTalang Banjar Kota Jambi Tahun 2015 Distribusi Pernyataan Mengajarkan makan buah dan sayur sejak dini pada balita sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sebaiknya membuat variasi buah-buahan seperti dibuat jus untuk menghindari kebosanan anak. Memaksakan agar balita makan buah dan sayur tanpa memperhatikan kebutuhan buah dan sayur pada balita. Mengkonsumsi sayuran berwarna hijau dapat mencegah terjadinya anemia Mengajarkan kepada balita bahwa bahwa buah dapat memperkuat tulang dan gigi. Sebelum makan buah sebaiknya dicuci terlebih dahulu Menyediakan buah-buahan dan sayuran sesuai dengan pendapatan keluarga Orang tua harus membiasakan makan buah dan sayur agar anak balita mencontoh untuk makan buah dan sayur. Sayuran lebih bermanfaat bagi kesehatan balita jika dijadikan lalapan tanpa dicuci terlebih dahulu Sebaiknya balita hanya makan buah dan sayur saja setiap hari. SS S TS STS % n % n % n % n 27 64,29 2 4,76 1 2,38 12 28,57 18 42,86 9 21,43 8 19,05 7 16,67 19 45,24 3 7,14 6 14,29 14 33,33 11 26,19 6 14,29 10 23,81 15 35,71 12 28,57 5 11,90 9 21,43 16 38,10 12 28,57 4 9,52 10 23,81 16 38,10 20 47,62 1 2,38 6 14,29 15 35,71 19 45,24 2 4,76 6 14,29 15 35,71 17 40,48 3 7,14 2 4,76 20 47,62 14 33,33 5 11,90 4 9,52 19 45,24 Berdasarkan tabel 3 diperoleh hasil masih ada responden mempunyai responden negatif terhadap pernyataan tentang sayuran lebih bermanfaat bagi kesehatan balita jika dijadikan lalapan tanpa dicuci terlebih dahulu denga distribusi responden yang menjawab SS (Sangat Setuju) berjumlah 20 responden (47,62%); Mengajarkan kepada balita bahwa buah dapat memperkuat tulang dan gigi. dengan disribusi responden yang menjawab STS (Sangat Tidak Setuju) sebanyak 16 responden (38,10%); Orang tua harus membiasakan makan buah dan sayur agar anak balita mencontoh untuk makan buah dan sayur dengan distribusi responden yang menjawab STS (Sangat 287 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 Tidak Setuju) sebanyak 15 responden (35,71%). Gambaran sikap responden dapat dilihat setelah dilakukan skoring kemudian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu baik (jika skor total jawaban ≥ mean = 25,23) dan kurang baik (jika skor total jawaban < mean = 25,23). Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran sikap responden tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini: Tabel 4.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Responden Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada BalitaSetiap Hari Di Wilayah Kerja Puskesmas Talang BanjarKota Jambi Tahun 2015 Distribusi Frekuensi 23 Sikap Negatif Positif Jumlah Berdasarkan hasil penelitian terhadap 42 responden tentang sikap diketahui bahwa sebagian besar mempunyai sikap negatif tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari sebanyak 23 responden (54,76%). sedangkan responden yang mempunyai sikap positif sebanyak 19 responden (45,24%). Hal ini dibuktikan dengan hasil jawaban kuesioner sikap, dimana sebagian besar responden mempunyai sikap negatif terhadap pernyataan sayuran lebih bermanfaat bagi kesehatan balita jika dijadikan lalapan tanpa dicuci terlebih dahulu denga distribusi responden yang menjawab SS (Sangat Setuju) berjumlah 20 responden (47,62%) Menurut peneliti, respons negatif dari responden terhadap pernyataan sikap diatas dikarenakan kurangnya pengetahuan responden bahwa sayuran yang tidak dicuci akan membahayakan kesehatan balita karena zat-zat kimia seperti peptisida masih menempel pada sayuran. Alasan responden bahwa sayuran yang segar tanpa dicuci terlebih dahulu masih banyak mengandung gizi dibandingkan dengan sayuran yang dicuci terlebih dahulu. Mengajarkan kepada balita bahwa bahwa buah dapat memperkuat tulang dan gigi. dengan disribusi responden yang menjawab STS (Sangat Tidak Setuju) sebanyak 16 responden (38,10%). % 54,76 19 45,24 42 100,00 Menurut peneliti, respons negatif responden terhadap pernyataan sikap diatas dikarenakan ketidaktahuan responden bahwa buah juga mengandung kalsium untuk memperkuat tulang dan gigi. Alasan responden bahwa kalsium lebih banyak terkandung dalam susu oleh karena itu balita tidak perlu mengkonsumsi buah jika sudah diberikan susu setiap hari. Orang tua harus membiasakan makan buah dan sayur agar anak balita mencontoh untuk makan buah dan sayur dengan distribusi responden yang menjawab STS (Sangat Tidak Setuju) sebanyak 15 responden (35,71%). Menurut peneliti, respon negatif responden terhadap pernyataan sikap diatas dikarenakan ketidaktahuan responden bahwa masa balita adalah masa mencontoh, dimana balita akan mencontoh perilaku-perilaku dari orang terdekat seperti orang tua dan kakakkakaknya, perilaku orang tua yang selalu membiasakan untuk makan buah dan sayur akan dicontoh oleh balita sehingga menjadi kebiasaan. Alasan responden bahwa jika anak balita dibiasakan makan buah dan sayur sehingga menjadi kebiasaan seperti balita suka terhadap buah apel dan anggur akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga responden dikarenakan buah apel dan anggur termasuk buah yang mahal harganya. Menurut peneliti, upaya yang bisa dilakukan untuk merubah sikap responden 288 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 dari kurang baik ke sikap baik tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari adalah dengan memperbanyak penempelan leaflet di tempat-tempat umum oleh pihak dinas kesehatan maupun puskesmas sehingga pengetahuan masyarakat dapat meningkat sehingga sikap masyarakat pun tentang manfaat konsumsi buah dan sayur pada balita dapat ditingkatkan. Badawi, 2010. “Perilaku Makan Buah dan Sayur Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Keluarga”. Nuha Medika, Jakarta. SIMPULAN Notoatmodjo, S. 2010. “Metodologi Penelitian Kesehatan”. Rineka Cipta, Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Gambaran Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang Konsumsi Makan Buah dan Sayur Pada Balita Setiap Hari di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi Tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa dari 42 responden, sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang baik tentang konsumsi buah dan sayur sebanyak 20 responden (47.62%), pengetahuan cukup sebanyak 13 responden (30.95%) dan pengetahuan baik sebanyak 9 responden (21.43%) dan dari 42 responden, sebagian besar mempunyai sikap negatif tentang konsumsi makan buah dan sayur pada balita setiap hari sebanyak 23 responden (54.76%). sedangkan responden yang mempunyai sikap positif sebanyak 19 responden (45.24%). Hariyani, 2011. Ilmu Gizi Bagi Tenaga Kesehatan”. TIM. Jakarta. Mufidah, 2010. “Manfaat Nyata Buah dan Sayur”. Salemba Medika, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Almatzier, 2009. “Prinsip Dasar Ilmu Gizi”. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Arisman, 2004. “Pedoman Penyusunan Menu Seimbang”. Nuha Medika, Yogyakarta. Atikah, 2010. “Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Nuha Medika, Yogyakarta. Atikah, 2012. “PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Nuha Medika, Yogyakarta. 289 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 ESP NEEDS ANALYSIS FOR MIDWIFERY STUDENTS: A LEARNER CENTERED APPROACH Resi Silvia STIKes Prima Jambi Writer Correspondence: [email protected] ABSTRACT English as the international language has affected many domains of life and society. The midwifery learners in STIKes Prima had previous experiences of learning English for about six years. Still their level of proficiency in English was not so good. The purpose of this study is to find out the needs and wants required for effective professional communication in English writing and speaking proficiency for midwifery students at STIKes Prima, Jambi. The study attempts to investigate the needs of students, analyses the existing teacher content and pedagogical knowledge and finally suggest to compromise with the learner demands in terms of the context situations and other barriers. To do so the subjects were invited to provide their opinions through a set of questionnaire containing 20 close ended questions. From the study result, the ESP course should include problem solution based pair and group works, mandatory use of target language in class, prompt and preparatory class presentations, dialoguesrelated to the clinical history and medical situation, instructions, telephone conversations, procedures description and viva voce in addition to writing may be introduced. For selection of course materials an instructor should consult different sources. The design of course materials will depend on the instructor‟s discretion on the basis of learners‟ needs. The course teachers should deliver the instructional materials not only face to face, but also using Internet and multimedia presentations with sound system. Hopefully based on this finding, ESP needs analysis will perhaps contribute greatly to the development of midwifery students‟ English proficiency in writing and speaking. Keywords:ESP, needs analysis, learner demands, effective professional communication INTRODUCTION English is the language that mainly used in many fields. And of these fields perhaps education is the most significant one. The evidence to it is the inclusion of English as a compulsory course at different levels of education. Especially for health field, being able to communicate is an essential skill for all health professionals. Midwives need to communicate so they can find out about thepeople in their care by taking a clinical history, give them informationabout their care and teach them about managing theirpregnancy and illness.The needs of rapid communication being what they are today, proficiency in a common language is a necessity. It is no matter of wonder that local organizations at present prefer employees with better proficiency in writing and speaking English. Accordingly, our students want to prepare themselves fit for the job market by learning English better. The midwifery students of STIKES Prima study the courses on English for Specific Purposes focus on Communication that concentrates on their needs for writing and speaking proficiency. Hence, the first step in improving their proficiency in writing and speaking is to identify their specific learning needs as stated by K. Westerfield, “A thorough organizational and instructional needs assessment lies at the heart of a welldesigned, effective ESP course”. The term ESP stands for English for Specific Purposes. It is a linguistic field of study that addresses the immediate and very specific needs of learners for a target language which is required for academic or professional purposes. It is a subdivision of Language for Specific Purposes (LSP), which J. Swales define that as, “…the area of inquiry and practice in the development of language programs for people who need a language to meet a predictable range of communicative needs”. Therefore, communicative competence is a very significant issue in ESP. Hence, a number of terms and phrases are very important for ESP. Those are specific needs, language skills, designed for specific disciplines, and designed for adult learners. Accordingly, Hutchinson and Waters maintain that what 290 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 distinguishes ESP from general English is an awareness of the need. Again Robinson views, “ESP first arose, and has continued to develop, in response to a need: the need of non-native speakers of the language to use it for some clearly defined practical purpose. As purposes change, so must ESP”. The purposes of this study were to identify the needs and demands of the midwifery learners of STIKes Prima in improving their English writing and speaking proficiency and accordingly develop teacher content and pedagogical knowledge in teaching English Communication for midwives. To do so the study investigated types of problems midwifery students face in improving their proficiency in English writing and speaking, sorts of teaching aids they demand from their ESP instructors, types of materials they think their ESP course should include and the roles their ESP facilitators should play for coping up with their demands. Since this investigation was conducted with an aim to improving the writing and speaking English proficiency of the subjects it is hoped that it will benefit the midwifery students greatly in their future professional communication. It will also be of assistance to their ESP facilitators in developing a learnercentered curriculum and delivering instructions accordingly. Furthermore, it will guide STIKes Prima to realize the needs for reorganizing the current facilities for ESP courses in terms of the learners‟ needs and demands. METHODOLOGY Every situation is dissimilar. So, there is no single approach to needs analysis in foreign language teaching. Hutchinson and Waters view, “The choice of method will depend on time and resources available and the procedures of each will depend on accessibility”. Qualitative method was used in this study. The information was collected through a questionnaire because it seemed to be the most appropriate tool for gathering the views and demands of the learners. A closed end interview was also conducted with a few chosen subjects in order to verify the data collected from the questionnaire. However, the interview data were not recorded in the findings and results. A pilot survey for this research initially included 120 participants chosen randomly from midwifery programs of STIKES Prima. The participants were enrolled in short semesters in 2016. The questionnaire of this research conformed to face and content validity. It contained three sections – part 1: 6 questions, part 2: 7 questions and part 3: 7 questions. Part 1 was developed to analyze the Target Situation, part 2 was developed to analyze the Present Situation and part 3 to analyze the Context Situation. The participants chose their answers from multiple options each question set. However, in a few questions the respondents could pick more than one option if they liked. The frequency of the subjects‟ opinions and views about their needs and wants for improving their English proficiency in writing and speaking were treated as data. The statistical devices used for analyzing those data were arithmetic means, percentage and frequency distribution. THE RESULTS OF THE STUDY Part I of the questionnaire investigated about the Target Situation of the subjects. Most of the respondents (51.4%) belonged to 20-21 age group and all participants (100%) were females. It was found that most of the respondents (65%) had an average level of proficiency in the target language, i.e. English. The second question found that nearly all (78%) needed to learn Advanced English Communication for their future profession. Next, the largest number of learners (92%) voted that the language would be used for both writing and speaking. However, a good number of them (55%) realized that they would use the language for face to face communication also. The third necessary communication (53%) where the language would be required was voted as the clinical history. Afterward, the largest portion of the learners (71%) demanded that the content areas should be related to personal care of the patients 291 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 because majority of them would work as midwives in the hospital, health centre and birthing centre. Again maximum subjects (55%) chose that the language would be used in field level and majority of them (45%) would use it alone. The second highest number of respondents (39%) realized that they would require the language to use for demonstrations to the patient. The last question of this section inquired when and how often the language will be used. Maximum learners (75%) said that the language would be used after completion of their studies and they would use it often in their profession as well as in social life. The second section of the questionnaire surveyed the Present Situation of the ESP learners. The highest number of participants (65%) viewed that they were good in writing while maximum (57%) said that they were average in speaking. Next question found that most of them (70%) could write grammatically correct sentence and maximum (50%) could speak with grammatical correctness. About their weaknesses the majority (89%) said that they could not produce analytical, coherent and cohesive writing while the second largest participants (74%) told that they failed to create wellorganized paragraphs. Regardingweaknesses in speaking all of them (100%) agreed that they could not speak in context, with fluency and intonation. The second highest number of respondents (85%) failed to speak fluently and the third highest (78%) had problem with speaking in context. After that, 92%, picked up the option that they lacked the skill of job interview. Next, the largest part (46%) answered that their past language learning experiences were average. The last question of this section inquired about their purpose of doing Communication in health field. Nearly everyone (63%) replied that their purpose was to develop professional communication in writing and speaking. The third and last section of this questionnaire surveyed on the Context, the environment where the language learning would take place. In answer to the first question, 80% participants chose the option that the instructional materials should be delivered not only face to face, but also using Internet and multimedia presentation with sound system. To answer the second question, majority (73%) viewed that the Communication course should be held in a classroom which would be Internet and multimedia facilitated with sound system and decorated with posters and maps with speaking and writing tips, phrases and idioms, puzzles, vocabulary learning tips, etc. Next, maximum (51%) learners voted for the option that attendance should be mandatory and a part of course evaluation. The sixth question was about selection of course materials. The majority (86%) of the respondents said that the course materials should be chosen from different sources like textbooks, instruction/equipment manuals, CDs, DVDs, videotapes, and other materials used in content courses or to train people for a job; materials used on a job, such as work forms, charts and samples of relevant course assignments and student papers; and from websites providing dialogues, instructions, telephone conversations, podcasts, vodcasts, etc. In answer to the last question of the questionnaire, the highest no. of learners (73%) viewed that the course classes should be held in the early hours of the morning or evening. From the results of the study a number of important facts could be found. The learners had an average level of proficiency in the target language, i.e. English. So they needed to learn English Communication for use in their future profession in their home country mainly. And they would use their communication proficiency for writing as well as for oral communication. The content areas of English Communication should be related to medical English because in future they would work as midwife in their fields. Though many of them could write and speak correctly, they were better in writing than speaking. Moreover, they could not produce analytical, coherent and cohesive writing and often failed to create wellorganized paragraphs. None of them could speak in context, with fluency and intonation. Therefore, improvement of 292 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 writing and speaking skills are very urgent for them. The instructional materials should be delivered not only face to face, but also using Internet and multimedia presentations with sound system. Therefore, a classroom with Internet and multimedia facilities along with sound system and decorated with posters and maps with speaking and writing tips, phrases and idioms, puzzles, vocabulary learning tips, etc. was required. Attendance in the course classes should be mandatory and an integral part of course evaluation. The course materials should be chosen from different sources like textbooks, instruction equipment manuals, CDs, DVDs, videotapes, and other materials used in content courses or to train people for a job; materials used on a job, such as work forms, charts and samples of relevant course assignments and student papers; as well as materials from websites like dialogues, instructions, telephone conversations, pod-casts, vodcasts, etc. The course classes should be held in the early hours of the morning or evening. dialogues, instructions, telephone conversations, pod-casts, vodcasts, etc. Since there is time constraint, the design of course materials will depend on the instructor‟s discretion on the basis of learners‟ needs. And the summative assessment of the course should include both writing and speaking proficiency. Moreover, attendance in the course classes should be declared mandatory and made a vital part of course evaluation. The course teachers should deliver the instructional materials not only face to face, but also using Internet and multimedia presentations with sound system. It is better in the teaching and learning process, the classroom should be provided with Internet and multimedia facilities along with sound system and decorated with posters and maps with speaking and writing tips, phrases and idioms, puzzles, vocabulary learning tips, etc. Regarding the class schedules, the early hours of the morning or evening are preferred which may aid learners absorb and learn the course materials better. CONCLUSION The midwifery students need to learn HealthEnglish Communication for use in their future job profession. Thereby, focus should be given on both writing and speaking skill. Hence, they should be exposed to extensive writing and speaking practices in and outside classroom. Accordingly, Task Based Instructions (TBI), problem solution based pair and group works, mandatory use of target language in class, prompt and preparatory class presentations, dialogues related to medical situation, instructions, telephone conversations, procedures description and viva voce in addition to writing may be introduced. For selection of course materials an instructor should consult different sources like textbooks, instruction/ equipment manuals, CDs, DVDs, videotapes, materials used in content courses or to train people for a job, materials used on a job, such as work forms, charts and samples of relevant course assignments and student papers; and related websites which provide D.Nunan.1999. Second Language Teaching and Learning. Boston: Heinle and Heinle J.C. Richards. 1990.The Language Teaching Matrix, Cambridge: Cambridge U.P J.C. Richards. 1985.The Context of Language Teaching, Cambridge: Cambridge U.P J.D. Brown. 1995.The Elements of Language Curriculum: A Systematic Approach to Program Development. New York: Heinle and Heinle J. Munby. 1978.Communicative Syllabus Design, Cambridge: Cambridge U. P J. Swales. “Language for specific purposes,” in International Encyclopedia of Linguistics.Vol. 2, W. Bright, Ed. Oxford: Oxford U. P., 1992, p. 300 K. Westerfield. “An overview of needs assessment in English for REFERENCES 293 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 specific purposes,” Best Practices in ESP E-Teacher Course, Oregon: University of Oregon, 2010, pp. 1-6 M. Ellis and C. Johnson. 1994.Teaching Business English, Oxford: Oxford U. P P.C. Robinson. “An overview of English for specific purposes,” in Working with Language: A Multidisciplinary Consideration of Language Use in Work Contexts, H. Coleman, Ed. Berlin: Mouton de Gruyter, 1989, pp. 395-428 T. Hutchinson and A. Waters. 1987.English for Specific Purposes: A LearningCenteredApproach, Cambridge: Cambridge U.P W.P. Wall. “Needs analysis for effective professional communication in English speaking and listening proficiency: A case study for Thai University administrators,” Language Forum, vol. 35, no. 1, pp. 724, Jan-Jun. 2009. 294 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI – LAKI SMK AL-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2014 Parman¹, Hamdani² 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Harapan Ibu Jambi 2 Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Harapan Ibu Jambi *Korespondensi Penulis : [email protected] ABSTRAK Di Kota Jambi terdapat 58 SMA/SMK, dan salah satunya SMK Al-Irsyad yang terletak di kota Jambi dengan jumlah siswa 104 orang. Dengan letak yang berada dipinggiran kota, membuat siswa-siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi ini mudah untuk mendapatkan informasi baik yang bersifat positif maupun negatif, begitu juga dengan perilaku merokok. Penelitian ini dilakukan di SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dengan perilaku merokok siswa SMK. Populasi dalam penelitian adalah siswa laki-laki kelas 1, 2 dan 3 SMK Al-Irsyad Kota Jambi yang berjumlah 104 orang siswa, dan jumlah sampel adalah 68 siswa. Dengan menggunakan uji chi-square .Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik di gunakan batas kemaknaan 5 % (0,05). Sehingga apabila hasil perhitungan menunjukkan p- value < alpha (0,05), artinya secara statistik terdapat hubungan yang bermakna di antara kedua variabel yang diuji tersebut. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada sebanyak 30 responden (55,6 %) yang memiliki pengetahuan tinggi dari 43 responden yang berperilaku merokok. Sedangkan diantara 25 responden yang berperilaku tidak merokok ada sebanyak 24 responden (44,4 %) yang memiliki pengetahuan rendah tentang merokok. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,023, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku merokok siswa SMK AlIrsyad Kota Jambi tahun 2014. ada sebanyak 28 responden (53,8 %) yang bersikap buruk dari 42 responden yang berperilaku merokok. Sedangkan diantara 25 responden yang berperilaku tidak merokok ada sebanyak 24 responden (46,2 %) yang bersikap buruk Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,009, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2014. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku merokok siswa SMK AlIrsyad Kota Jambi tahun 2014.Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2014. Kata kunci : Perilaku Merokok, Pengetahuan dan Sikap PENDAHULUAN Kesehatan merupakan suatu hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan 1 masyarakat yang lebih baik . Namun hal ini tidak seiring dengan kenyataan yang ada saat ini, menurut data Global Adult Tobacco Survey (GATS) menunjukkan prevalensi perokok usia 15 tahun keatas sangat tinggi, antara lain perokok laki-laki (967,4%) dan wanita (2,7%). Lebih lanjut sebagian besar orang dewasa (78,4%) terpapar asap rokok dalam rumah. Selain menyebabkan gangguan kesehatan, konsumsi rokok juga dapat menyebabkan ekonomi, baik ditingkat rumah tangga dan masyarakat. Diindonesia tiap tahunnya pemerintah mengeluarkan biaya pengobatan penyakit terkait tembakau sebanyak sebesar 11,2 trilyun , yang terdiri dari pengeluaran rawat inap sebesar 1,85 triliyun dan rawat jalan sebesar 0,26 triliyun. Beberapa kasus selektif dari penyakit terkait tembakau di Indonesia antara lain penyakit pernafasan, penyakit jantung dan pembuluh darah (termsuk stroke), Neoplasma/kanker, serta gangguan perinatal. Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Dilihat dari sisi kesehatan,pengaruh bahan kimia yang 295 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 terkandung dalam rokok seperti nikotin, CO (karbomonoksida), dan tarakan memacu kerja susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat. Perilaku merokok ini tampak dalam kehidupan sehari-hari kita di rumah, di jalan-jalan, di angkutan umum ataupun di kantor, hampir setiap saat dijumpai dan disaksikan orang yang sedang merokok. Hal yang lebih memprihatikan lagi adalah usia mulai merokok yang setiap tahun semakin muda. Saat ini sudah 49 % remaja antara usia 15- 29 tahun telah merokok dengan alasan dan tujuan yang berbeda-beda. Tingginya persentase remaja yang merokok di karenakan remaja merupakan mereka yang sedang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahan tersebut mencakup perubahan fisik dan emosional yang kemudian tercermin dalam sikap dan tingkah laku. Remaja merupakan salah satu kelompok penduduk yang mudah terpengaruh oleh arus informasi, tingkah laku teman sebaya baik negatif maupun negatif. Hasil Riset kesehatan dasar (Depkes)5 menunjukkan 68 % perokok di mulai usia 10 tahun dan 45 % dari yang merokok di dalam rumah. Data Susenas 2010 mencatat, secara Nasional 27,7% penduduk diatas usia 10 tahun menyatakan merokok dalam satu bulan terakhir, dan dari jumlah tersebut, 92 % menyatakan bahwa kebiasaaan merokoknya di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga lainnya. Jika diperhitungkan jumlah satu keluarga 5 orang, maka saat ini hampir seluruh penduduk Indonesia di kategorikan terlibat perokok aktif maupun pasif. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Jambi Di Kota Jambi terdapat 58 SMA/SMK, dan salah satunya SMK Al-Irsyad Kota Jambi yang terletak di kota Jambi dengan jumlah siswa 104 orang. Dengan letak yang berada di pinggiran kota, membuat siswa-siswa SMK Al-Irsyad ini mudah untuk mendapatkan informasi baik yang bersifat positif maupun negatif, begitu juga dengan perilaku merokok. Hasil pengamatan yang dilakukan penulis di SMK Al-Irsyad Kota Jambi selama 3 hari ternyata pada saat pulang sekolah terdapat 13 orang siswa laki-laki yang merokok. Data yang diperoleh tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa pada kelompok remaja yang usianya antara 15- 29 tahun ada 49 % yang merokok. Menurut Notoadmojo, untuk mengubah perilaku seseorang dari yang tidak baik menjadi yang baik perlu dilakukan pembelajaran atau pemberian informasi dan pengetahuan. Salah satu cara penyebaran informasi kesehatan kepada masyarakat adalah dengan cara penyebaran stiker atau dipasangnya papan reklame di tempat-tempat umum yang isi pesannya adalah mengajak masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku merokok siswa SMK AlIrsyad Kota Jambi tahun 2014. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional dan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (pengetahuan dan sikap) dengan variabel dependen (perilaku) di SMK Al-Irsyad Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini adalah 104 orang dan jumlah sampel yang diambil adalah 68 orang. Pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat Penelitian ini akan di lakukan pada bulan April 2014. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti dengan penyajian dalam bentuk tabel. Hasil penelitian dari masing-masing variabel (perilaku merokok, pengetahuan dan sikap) dapat dilihat sebagai berikut : Distribusi pengetahuan, sikap dan 296 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 perilaku merokok terhadap perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Variabel Frequency Pengetahuan Rendah Tinggi Sikap Negatif Positif Perilaku Tidak Merokok Merokok Jambi tahun 2014. Percent 14 54 20,6 79,4 52 16 76,5 23,5 25 43 36,8 63,2 Berdasarkan analisis data diperoleh gambaran rata-rata pencapaian perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi berjumlah 43 responden (63,2 %), sedangkan perilaku yang tidak merokok berjumlah 25 responden(36,8%). Dapat dilihat bahwa pengetahuan responden terhadap perilaku merokok yang tinggi di SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2013 berjumlah 14 responden (20,6%), sedangkan pengetahuan rendah berjumlah 54 responden(79,4%). Dapat dilihat jumlah responden yang bersikap positif terhadap perilaku merokok di SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2013 adalah 16 responden(23,5%) dan jumlah responden yang bersikap negatif terhadap perilaku merokok di SMK Al-rsyad Kota Jambi adalah 52 responden(76,5%). Hasil Analisis Bivariat Dalam penelitian ini hasil analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku merokok pada siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2014 dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 0,05. Pada analisis bivariat ini dilakukan secara berturut-turut pengujian untuk melihat hubungan variabel independent dengan variabel dependent. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi Tahun 2014 Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku merokok siswa diperoleh bahwa ada sebanyak 30 responden (55,6 %) yang memiliki pengetahuan tinggi dari 43 responden yang berperilaku merokok. Sedangkan diantara 25 responden yang berperilaku tidak merokok ada sebanyak 24 responden (44,4 %) yang memiliki pengetahuan rendah tentang merokok. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,023, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2014. Hasil analisis hubungan antara sikap dengan perilaku merokok siswa diperoleh bahwa ada sebanyak 28 responden (53,8 %) yang bersikap negatif dari 42 responden yang berperilaku merokok. Sedangkan diantara 25 responden yang berperilaku tidak merokok ada sebanyak 24 responden (46,2 %) yang bersikap negatif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,009, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku merokok siswa SMK AlIrsyad Kota Jambi tahun 2014. Menurut Herman, Tingginya persentase remaja yang merokok di karenakan remaja merupakan mereka yang sedang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahan tersebut mencakup perubahan fisik dan emosional yang kemudian tercermin dalam sikap dan tingkah laku. Remaja merupakan salah satu kelompok penduduk yang mudah terpengaruh oleh 297 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015 arus informasi, tingakah laku teman sebaya baik negatif maupun positif. Menurut Notoadmojo, Untuk mengubah perilaku seseorang dari yang tidak baik menjadi yang baik perlu dilakukan pembelajaran atau pemberian informasi dan pengetahuan. Salah satu cara penyebaran informasi kesehatan kepada masyarakat adalah dengan cara penyebaran stiker atau dipasangnya papan reklame di tempat-tempat umum yang isi pesannya adalah mengajak masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Menurut Sri utami, Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap: 1. Pengalaman pribadi Dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat, Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional. GATS, 2011. Puskom Depkes. Jakarta Komala Sari, 2010. Bahaya Merokok, Media Presindo.Yogyakarta Herman, 2009. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Dengan Praktik Merokok Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dipenogoro Semarang. Semarang Badan Pusat Statistik, 2010. Jambi dalam angka, Jambi Notoadmojo S, 2005. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta. Utami Sri, 2008. Psikologi Umum.Pustaka Madani. Bandung. 2. Kebudayaan Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan, Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan 3. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers) Orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus Misalnya: orang tua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggap penting. SIMPULAN Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku merokok siswa SMK Al-Irsyad Kota Jambi tahun 2014. DAFTAR PUSTAKA Sistem Kesehatan Nasional, 2009. Bentuk dan cara penyelenggaraan Pembangunan. Jakarta 298 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI No.3 Vol.4 Desember 2015