PEMERINTAH DIGUGAT PERUSAHAAN TAMBANG INDIA detik.com Pemerintah Indonesia harus berhadapan dengan perusahaan tambang dari India yang bernama India Metals and Ferro Alloys Limited (IMFA) di Permanent Court of Arbitration (PCA)i, akibat tumpang tindih lahan Izin Usaha Pertambangan (IUP)ii. Gugatan tersebut masuk pada 23 September 2015 lalu. Dalam waktu maksimal 2 tahun, arbitraseiii akan menetapkan keputusan. Pemerintah saat ini sedang menyiapkan pengacara untuk menghadapi IMFA. "Soal IMFA, sampai saat ini pemerintah sedang mengusahakan penunjukkan jasa lawyer yang bisa mewakili pemerintah," kata Dirjen Minerba Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono. Selain itu, pihaknya juga melakukan pendekatan dengan para pemilik IUP yang lahannya tumpang tindih dengan IUP milik IMFA. Sebagian dari pemilik IUP sudah bersedia menciutkan lahannya supaya tak lagi bertubrukan dengan lahan IMFA. Diharapkan masalah tumpang tindih lahan ini bisa terselesaikan tanpa harus melewati jalur hukum. "Pemerintah juga melakukan pendekatan kepada pemilik IUP yang tumpang tindih (dengan IMFA). Dari 5 perusahaan, 4 perusahaan sudah bersedia menciutkan wilayah. Yang 1 perusahaan minta ganti wilayah. Ini sedang kita coba," tutup Bambang Gatot Aryono. Sebagai informasi, kasus ini berawal dari pembelian PT Sri Sumber Rahayu Indah (SSRI) oleh IMFA pada 2010. SSRI memiliki IUP untuk batu bara di Barito Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng). Investor asing asal India ini merasa rugi karena telah menggelontorkan uang US$8,7 juta untuk membeli SSRI, namun tak bisa melakukan penambangan karena ternyata IUP di lahan seluas 3.600 hektar yang dimiliki SSRI tidak clean dan clear (non CnC). IUP mereka tumpang tindih dengan IUP milik 7 perusahaan lain. IMFA menuntut ganti rugi dari pemerintah Indonesia senilai US$ 581 juta atau sekitar Rp7,55 triliun (dengan asumsi kurs dolar Rp 13.000). Menurut perhitungan IMFA, potensi Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum pendapatan yang hilang (potential loss) akibat tidak bisa menambang batu bara ditambah investasi yang sudah mereka keluarkan mencapai Rp7,55 triliun. Dalam kesempatan lain, Kepala Bagian Hukum dan Humas Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Heriyanto mengungkapkan IMFA sudah tahap IUP Produksi. Menurut Heriyanto, agar perusahaan tambang bisa melakukan kegiatan produksi harus menempuh berbagai syarat yaitu studi kelayakan, izin lingkungan dan konstruksi. “Ini preseden buruk bagi perusahaan non CnC dibeli perusahaan asing,” kata Heriyanto. Menurut Heriyanto, pembelian SSRI oleh IMFA dilakukan tanpa due diligenceiv, sehingga IMFA tidak menyadari bahwa status perijinan SSRI adalah non CnC dan tumpang tindih dengan IUP lain. Menurut Heriyanto, pemerintah berencana melakukan investigasi untuk melihat apakah ada pelanggaran yang berpotensi menyebabkan kerugian negara. Kejadian ini menurut Heriyanto menjadikan citra buruk investasi Indonesia di mata asing. Dari 10.364 IPU, menurut Heriyanto, 6.404 di antaranya CnC dan sisanya non CnC. Sumber berita: 1. Detik.com, Pemerintah RI Digugat Perusahaan Tambang India, Kamis, 21/07/2016. 2. Kompas.com, Perusahaan India Tuntut Pemerintah RI Rp7,7 Triliun, Rabu, 18 November 2015. 3. Thejakartapost.com, Indian Mining co sues Indonesia for $581 million, Rabu, 18 November 2015. Catatan: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dalam Pasal 36, IUP dibagi dua, yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Sementara itu, IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi, yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkatan dan penjualan. Pemberian IUP yang berada di wilayah kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 37 huruf a menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Namun demikian, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf j, pemerintah berwenang untuk pengevaluasian IUP Operasi Produksi, yang dikeluarkan oleh Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum pemerintah daerah, yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta yang tidak menerapkan kaidah pertambangan yang baik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dalam Pasal 39, IUP Eksplorasi wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya: a. nama perusahaan; b. lokasi dan luas wilayah; c. rencana umum tata ruang; d. jaminan kesungguhan; e. modal investasi; f. g. h. i. j. k. perpanjangan waktu tahap kegiatan; hak dan kewajiban pemegang IUP; jangka waktu berlakunya tahap kegiatan; jenis usaha yang diberikan; rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan; perpajakan; l. m. n. penyelesaian perselisihan; iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan amdal. a. IUP Operasi Produksi memuat ketentuan sekurang-kurangnya: nama perusahaan; b. c. d. e. f. g. luas wilayah; lokasi penambangan; lokasi pengolahan dan pemurnian; pengangkutan dan penjualan; modal investasi; jangka waktu berlakunya IUP; h. i. j. k. l. m. jangka waktu tahap kegiatan; penyelesaian masalah pertanahan; lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang; dana jaminan reklamasi dan pascatambang; perpanjangan IUP; hak dan kewajiban pemegang IUP; n. o. p. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan; perpajakan; penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi; Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum q. r. s. penyelesaian perselisihan; keselamatan dan kesehatan kerja; konservasi mineral atau batubara; t. u. v. w. x. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri; penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik; pengembangan tenaga kerja Indonesia; pengelolaan data mineral atau batubara; dan penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 dalam Pasal 25 dinyatakan bahwa persyaratan teknis untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan: a. IUP Eksplorasi, meliputi: 1. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi b. yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; 2. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional. IUP Operasi Produksi, meliputi: 1. peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan system informasi geografi yang berlaku secara nasional; 2. 3. 4. 5. 6. laporan lengkap eksplorasi; laporan studi kelayakan; rencana reklamasi dan pascatambang; rencana kerja dan anggaran biaya; rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan 7. tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum i PCA adalah organisasi internasional berlokasi di Belanda. PCA bukan pengadilan, namun arbitrase untuk menyelesaikan masalah antar negara anggota, organisasi internasional, dan pihak swasta yang tunduk pada perjanjian internasional (wikipedia) ii IUP berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dalam Pasal 1 angka 7 adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. iii Arbitrase berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dalam Pasal 1 angka 1 adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. iv Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan penilaian kinerja perusahaan atau seseorang, ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna memenuhi standar baku yang ditetapkan (wikipedia). Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum