Perang Kaum Muslimin

advertisement
LOKASI PERANG KAUM MUSLIMIN
Perang Badar
Perang Badar (17 Ramadan 2 H)
Perang Badar terjadi di Lembah Badar, 125 km selatan
Madinah. Perang Badar merupakan puncak pertikaian antara
kaum muslim Madinah dan musyrikin Quraisy Mekah.
Peperangan ini disebabkan oleh tindakan pengusiran dan
perampasan harta kaum muslim yang dilakukan oleh musyrikin
Quraisy. Selanjutnya kaum Quraisy terus menerus berupaya
menghancurkan kaum muslim agar perniagaan dan sesembahan
mereka terjamin.
Badar adalah daerah yang berjarak 155 km dari Madinah,
310 km dari Mekah, dan 30 km dari pesisir pantai Laut Merah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama 83 shahabat
Muhajirin, 61 shahabat dari suku Aus, dan 170 shahabat dari
suku Khazraj harus menghadapi 1000 orang prajurit musyrik
Quraisy yang bersenjata lengkap.
Dengan izin Allah Subhanahu wa ta’ala, 70 orang musyrik
Quraisy berhasil dibinasakan dan 70 orang musyrik lainnya
ditawan. Di kalangan pasukan Islam, 6 shahabat Muhajirin dan
8 shahabat Anshar gugur sebagai syuhada’.
Kaum muslim memenangkan pertempuran ini dengan gemilang.
Tiga tokoh Quraisy yang terlibat dalam Perang Badar adalah
Utbah bin Rabi'ah, al-Walid dan Syaibah. Ketiganya tewas di
tangan tokoh muslim seperti Ali bin Abi Thalib. Ubaidah bin
Haris dan Hamzah bin Abdul Muthalib. adapun di pihak muslim
Ubaidah bin Haris meninggal karena terluka.
Kemenangan telak pasukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang kecil atas pasukan musyrik yang besar itu
diabadikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai yaumul
furqan, hari pembeda antara kebenaran dengan kebatilan.
Kebenaran Islam dari kebatilan jahiliyyah, kebenaran tauhid
dari kebatilan syirik, kebenaran iman dari kebatilan kekufuran.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“............… Jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa
yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) pada di
hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal (8): 41)
Perang Badar juga merupakan ajang pertarungan politik
antara kedua belah pasukan. Pihak yang menang akan
meraih kepercayaan diri yang tinggi dan penghormatan
dari bangsa Arab di seantero Jazirah Arab.
Kaum Yahudi mulai memperhitungkan kekuatan kaum
muslimin. Dan kaum musyrikin di Madinah terpaksa
menampakkan diri sebagai orang-orang muslim, demi
menyelamatkan nyawa dan harta mereka.
Penduduk Madinah terbagi menjadi tiga; muslim, munafik,
dan Yahudi. Kekuasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di Madinah semakin mantap, sedang kaum Yahudi
dan munafik selalu mencari-cari kesempatan yang tepat
untuk menikam dari belakang.
Lokasi Medan Perang Uhud
Masjid Nabawi
Perang Uhud (Syawal 3 H)
Jabal Uhud (gunung Uhud), tidaklah begitu besar, tingginya
kira2 1.050 meter. Berlokasi sekitar 5 kilometer sebelah utara
kota Madinah. Sebelum dibangun oleh pemerintah Kerajaan
Saudi, Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang masuk ke
Madinah maupun yang menuju Makkah.
Perang Uhud terjadi pada 15 Syawal 3 H di Bukit Uhud. Perang
Uhud dilatarbelakangi kekalahan kaum Quraisy pada Perang
Badar sehingga timbul keinginan untuk membalas dendam
kepada kaum muslimin.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera
mengadakan musyawarah untuk mencari strategi perang yang
tepat dalam menghadapi musuh. Kaum Quraisy akan disongsong
di luar Madinah. Akan tetapi, Abdullah bin Ubay membelot dan
membawa 300 orang Yahudi kembali pulang ke Madinah.
Dengan membawa 700 orang yang tersisa untuk melawan 3000
pasukan Quraisy dan sekutunya (kabilah Saqib, Tihamah, dan
Kinanah). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan
perjalanan sampai ke Bukit Uhud.
Sebanyak 50 pasukan pemanah dibawah komando Abdulah bin
Jubair bin Nu’man ditempatkan di Bukit Rumat (‘Ainain)
dengan perintah untuk tidak meninggalkan posisi mereka,
apapun alasannya, tugasnya menghadang pasukan musuh yang
datang dari arah manapun dengan panah.
Perang pun berkobar dengan dahsyat, pasukan Muslimin
sebenarnya sudah memperoleh kemenangan, sehingga sebagian
besar pasukan pemanah turun untuk mengumpulkan ghanimah
(rampasan perang), meninggalkan Ibnu Jubair sang komandan
yang telah mengingatkan pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk tetap bertahan di Bukit ‘Ainain, yang mematuhi
pesan hanya Ibnu Jubair dan kurang dari 9 orang sahabat.
Pasukan berkuda Khalid bin Walid memanfaatkan keadaan
ini dan menyerang dari balik bukit, Ibnu Jubair dan sisa
pasukannya yang menjaga Bukit ‘Ainain dibantainya.
Khalid bin Walid kemudian menyerang pasukan Muslimin
dari arah belakang mereka, sehingga pasukan Muslimin
menjadi terjepit dan porak-poranda yang menyebabkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri terluka
karena serangan musuh, dan 70 orang shahabat gugur
sebagai syuhada.
Pasukan Quraisy kemudian mengakhiri pertempuran
setelah mengira Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
terbunuh. Dalam perang ini, Hamzah bin Abdul Muthalib
(paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) syahid terbunuh
Perang Khandaq (Syawal 5 H)
Lokasi Perang Khandaq adalah di sekitar kota Madinah
bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab
(Perang Gabungan). Perang Khandaq melibatkan kabilah
Arab dan Yahudi yang tidak senang kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka bekerjasama melawan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Di samping itu, orang Yahudi juga mencari dukungan
kabilah Ghathafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani Fazara,
Asyja', Bani Sulaim, Bani Sa'ad dan Ka'ab bin Asad. Usaha
pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab, membuahkan hasil.
Pasukannya berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum
muslimin.
Berita penyerangan itu didengar oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kaum muslimin segera
menyiapkan strategi perang yang tepat untuk menghadapi
pasukan musuh.
Salman al-Farisi, sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mempunyai banyak pengalaman tentang seluk beluk
perang, mengusulkan untuk membangun sistem pertahanan
parit (Khandaq). Ia menyarankan agar menggali parit di
perbatasan kota Madinah, dengan demikian gerakan
pasukan musuh akan terhambat oleh parit tersebut. Usaha
ini ternyata berhasil menghambat pasukan musuh.
Perang Khaibar
Perang Khaibar (7 H)
Khaibar adalah nama pemukiman bangsa Yahudi, 150 km
sebelah utara Madinah. Mereka sudah hidup berkembang biak
di sana, selama ratusan tahun. Yaitu sejak bangsa Yahudi terusir
cerai-berai (diaspora) ke seluruh penjuru dunia, akibat
dihancurkan Titus Romawi (70 Masehi).
Perang Khaibar merupakan perang untuk menaklukkan Yahudi.
Masyarakat Yahudi Khaibar paling sering mengancam pihak
Madinah melalui persekutuan Quraisy atau Ghathafan.
Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, orang-orang
Yahudi memang tidak dapat dipercaya kejujurannya dalam
melaksanakan perjanjian perdamaian. Peristiwa pengkhianatan
itu telah terjadi beberapa kali dilakukan oleh orang-orang
Yahudi dari Banu Quraidah, Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir.
Setelah perjanjian Hudaibiyah (Dzulqaidah 6 H) disepakati
antara kaum muslimin dengan musyrikin dari Mekah, maka
bahaya yang mengancam kaum muslimin datang dari sebelah
utara kota Madinah yaitu kaum Yahudi di Khaibar. Mereka
berupaya untuk menghancurkan kaum muslimin di Madinah.
Dasar kaum Yahudi adalah penakut, mereka tidak berani
melakukannya sendiri akan tetapi menggunakan tangan orang
lain, memakai kelompok bayaran yaitu orang-orang Ghathafan
untuk merealisasikan maksud dan tujuannya serta dendam
kusumatnya kepada kaum muslimin. Sebagai imbalannya,
orang-orang Ghathafan akan diberikan sebagian dari hasil buahbuahan dan kurma Khaibar.
Kaum Yahudi juga menjalin hubungan dengan Fadak, Taima’
dan Wadil Quraa untuk menyerang kota Madinah, pusat
kekuasaan kaum Muslimin saat itu.
Mengetahui hal tersebut, maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersama 1.400 orang sahabat Radliyallahu
‘anhum semuanya adalah yang dahulu ikut dalam Bai’atur
Ridhwan di Hudaibiyah, 100 orang diantaranya berkuda
bergerak menuju Khaibar, lama perjalanan yang ditempuh
tiga hari tiga malam.
Sebagian orang Yahudi di Madinah meremehkan kaum
muslimin. Bagaimana mungkin mereka menembus Khaibar,
karena wilayah itu dikelilingi benteng-benteng kokoh di
puncak-puncak bukit. Juga jumlah pasukan dan
perlengkapan mereka sangat banyak, demikian juga
perbekalan mereka. Seandainyapun mereka bertahan di
dalam benteng itu selama setahun, masih cukup.
Tapi keyakinan para sahabat akan janji Allah Subhanahu wa
Ta’ala (QS. Al-Fath [48] : 15) tidak luntur. Mereka tetap
menyertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keimanan
sejati, karena kemenangan bukan dinilai dari kekuatan dan
perlengkapan pasukan. Kemenangan adalah karunia dan
pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan karunia
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan diperoleh dengan
kemaksiatan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongan tetap
berjalan hingga tiba di Ar-Raji’, sebuah lembah antara Khaibar
dan Ghathafan. Beliau sengaja melintasi wilayah ini, untuk
berjaga-jaga jika Ghathafan mengirimkan bala bantuan kepada
Khaibar, beliau dapat mendahului untuk memutus jalur
hubungan mereka.
Ketika Ghathafan mendengar keberangkatan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam ini, segera pula mereka mempersiapkan diri
untuk membantu Khaibar. Tetapi, belum jauh mereka berjalan
meninggalkan perkampungan mereka, ketakutan mulai
merayapi hati mereka: jangan-jangan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersama pasukannya akan menyerang harta
dan keluarga mereka. Akhirnya, mereka mengurungkan niatnya
membantu Khaibar dan membiarkan Yahudi Khaibar sendiri
menghadapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pasukan Yahudi berjumlah sekitar 7.000 orang dengan rincian,
lebih 3.000 orang penduduk Khaibar, 1.400 orang berasal dari
Yahudi Qainuqa’(pelarian dari Madinah), Yahudi Bani Nadhir
1.500 orang (pelarian dari Madinah), Yahudi Waadil Qura
berjumlah 500 orang dan Yahudi Fada’ 500 orang.
Walaupun pasukan Yahudi jumlahnya empat kali lebih banyak
dari pasukan kaum muslimin, mereka berada di dalam benteng
yang kokoh, peralatan perang yang lengkap, akan tetapi dengan
izin Allah pasukan kaum muslimin yang dipimpin Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat meraih kemenangan yang
gilang gemilang.
Pasukan muslimin yang dipimpin Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyerang benteng pertahanan Yahudi di
Khaibar. Pasukan muslimin mengepung dan memutuskan aliran
air ke benteng Yahudi. Taktik itu ternyata berhasil dan akhirnya
pasukan muslimin memenangkan pertempuran serta menguasai
daerah Khaibar.
Pihak Yahudi meminta Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
tidak mengusir mereka dari Khaibar. Sebagai imbalannya,
mereka berjanji tidak lagi memusuhi Madinah dan
menyerahkan hasil panen kepada kaum muslim.
Perang Mu’tah
Perang Mu'tah (8 H)
Perang ini terjadi karena Haris al-Ghassani raja Hirah, menolak
penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam yang dilakukan
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Penolakan ini
disampaikan dengan cara membunuh utusan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Pertempuran paling heroik dan dahsyat yang dialami umat Islam
di era awal perkembangan Islam adalah saat mereka yang hanya
berkekuatan 3000 orang melawan pasukan terkuat di muka bumi
saat itu, Pasukan Romawi dengan kaisarnya Heraclius yang
membawa pasukan sebanyak 200.000. Pasukan super besar
tersebut merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara
Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan
Romawi. Perang terjadi di daerah Mu’tah (sekitar Yordania),
pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 H. Kelak pertempuran ini
adalah awal dari pertempuran Arab – Bizantium.
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam berkata :
"Bendera perang diambil oleh Zaid, lantas ia gugur, kemudian
Ja'far mengambil alih benderanya, ia pun gugur, lantas diambil
alih oleh Abdullah bin Rawahah dan ia pun gugur -seraya kedua
mata beliau berlinang-, lantas bendera diambil oleh "si pedang
Allah", Khalid bin Al Walid hingga Allah membuka kemenangan
bagi mereka”. (HR. Bukhari no.3929)
Pihak pasukan muslim mendapat kesulitan menghadapi pasukan
al-Ghassani yang dibantu pasukan Kekaisaran Romawi.
Beberapa sahabat gugur dalam pertempuran tersebut, antara
lain Zaid bin Harisah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin
Rawahah sebagai komandan pasukan sesuai arahan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kemudian kendali komando
diambil alih oleh Khalid bin Al Walid.
Khalid bin Walid Radhiyallâhu ‘anhu sangat sadar, tidaklah
mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa
siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut
ke diri musuh dengan selalu merubah formasi pasukan setiap
hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang
dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi
ke kiri begitupun sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan
Romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan
tambahan pasukan baru.
Khalid bin Walid memerintahkan beberapa kelompok prajurit
kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah
kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepahpelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan
bantuan yang datang dengan membuat debu-debu berterbangan.
Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira
bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan.
Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan
saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan.
Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya
mengundurkan diri dari medan pertempuran. Pasukan Islam
lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan
Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi
berarti Islam sudah menang.
Kemampuan Khalid bin Walid menarik pasukan muslimin dari
kepungan musuh membuat kagum masyarakat wilayah tersebut.
Banyak kabilah Nejd, Sulaim, Asyja', Ghathafan, Abs, Zubyan
dan Fazara masuk Islam karena melihat keberhasilan dakwah
Islam.
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dalam pertempuran ini
kemenangan berada di tangan Muslim.
Keberanian pasukan yang hanya berjumlah 3.000 dengan gagah
berani menghadapi dan dapat mengimbangi pasukan yang
sangat besar dan bersenjata lebih canggih dan lengkap cukup
menjadi bukti.
Bahkan jika menghitung jumlah korban dalam perang itu
siapapun akan langsung mengatakan bahwa umat islam menang.
Mengingat korban dari pihak muslim hanya 12 orang,
(Menurut riwayat Ibnu Ishaq 8 orang, sedang dalam kitab
as-Sîrah ash-Shahîhah (hal.468) 13 orang) sedangkan korban
pasukan Romawi tercatat sekitar 20.000 orang.
Fath al-Makkah
Penaklukan Kota Mekah
Fath al-Makkah (8 H)
Fath al-Makkah terjadi di sekitar kota Mekah. Latar belakang
peristiwa ini adalah adanya anggapan kaum Quraisy bahwa
kekuatan kaum muslim telah hancur akibat kalah perang di
Mu'tah.
Kaum Quraisy beranggapan Perjanjian Hudaibiyah (6 H) tidak
penting lagi, maka mereka mengingkarinya dan menyerang Bani
Khuza'ah yang berada dibawa perlindungan kaum muslim. Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera memerintahkan
pasukan muslimin untuk menghukum kaum Quraisy. Pasukan
muslimin tidak mendapat perlawanan yang berarti, kecuali dari
kaum Quraisy yang dipimpin Ikrimah dan Safwan. Berhala di
kota Mekah dihancurkan dan akhirnya banyak kaum Quraisy
masuk Islam.
Perang Hunain ( 8 Safar 8 H)
Perang Hunain berlangsung antara kaum muslim melawan
kaum Quraisy yang terdiri dari Bani Hawazin, Bani Saqif, Bani
Nasr dan Bani Jusyam. Perang ini terjadi di Lembah Hunain,
sekitar 70 km dari Mekah.
Perang Hunain merupakan balas dendam kaum Quraisy karena
peristiwa Fath al-Makkah. Pada awalnya pasukan musuh
berhasil mengacaubalaukan pasukan Islam sehingga banyak
pasukan Islam yang gugur. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kemudian menyemangati pasukannya dan memimpin langsung
peperangan. Pasukan muslim akhirnya dapat memenangkan
pertempuran tersebut.
Perang Ta'if (8 H)
Pasukan muslim mengejar sisa pasukan Quraisy, yang melarikan
diri dari Hunain, sampai di kota Ta'if. Pasukan Quraisy
bersembunyi dalam benteng kota yang kokoh sehingga pasukan
muslimin tidak dapat menembus benteng.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengubah taktik
perangnya dengan memblokade seluruh wilayah Ta'if. Pasukan
muslimin kemudian membakar ladang anggur yang merupakan
sumber daya alam utama penduduk Ta'if.
Penduduk Ta'if pada akhirnya menyerah dan menyatakan
bergabung dengan pasukan Islam.
Perang Tabuk
Perang Tabuk (9 H)
Lokasi perang ini adalah kota Tabuk, perbatasan antara
Semenanjung Arabia dan Syam (Suriah).
Adanya peristiwa penaklukan kota Mekah membuat seluruh
Semenanjung Arabia berada di bawah kepemimpinan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ini adalah peperangan yang menjadi sebuah pembeda antara
mereka yang taqwa dan yang munafik. Perang ini dilakukan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa-masa sulit
bagi kaum muslimin saat itu, dimana cuaca yang sangat panas
sekali, musim kemarau, dan pada saat itu pula buah-buahan
mulai ranum sehingga menyebabkan orang-orang lebih suka
pada tempat-tempat mereka berteduh daripada ikut berperang
bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada perang kali ini sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak lah biasanya, dimana pada perang-perang
sebelumnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
selalu merahasiakan tentang peperangan yang akan dituju,
namun pada perang Tabuk ini Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskannya kepada kaum muslimin
agar kaum muslimin bersiap-siap karena peperangan yang
akan dilakukan itu akan menempuh perjalanan panjang,
masa-masa yang sulit dan banyak musuh yang dihadapi.
Pasukan Muslimin yang berjumlah 30,000 orang yang akan
menempuh perjalanan sejauh 780 km arah utara Madinah,
akan menghadapi pasukan Romawi yang lebih banyak
jumlahnya, yaitu 100,000 orang.
Kondisi yang sangat sulit tersebut menyebabkan dari kaum
muslimin banyak yang meminta izin kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidak ikut berperang dengan
berbagai alasan. Namun pada perang tabuk ini juga telah
menunjukan siapa saja orang-orang yang benar-benar taat
kepada Allah dan Rasul-Nya yang memiliki keimanan yang
tinggi yang mereka rela menginfaqkan harta dan jiwa mereka di
jalan Allah. Mereka lebih memilih keridhaan Allah dan RasulNya daripada kebun-kebun mereka yang tengah berbuah atau
rumah-rumah tempat berteduh mereka yang nyaman.
Pasukan Romawi mundur menarik diri setelah melihat besarnya
jumlah pasukan Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
melakukan pengejaran tetapi berkemah di Tabuk. Di sini Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat perjanjian dengan
penduduk setempat sehingga daerah perbatasan tersebut dapat
dirangkul dalam barisan Islam.
Perang Yarmuk
Lembah Sungai Yarmuk
Perang Yarmuk
Takluknya Kerajaan Romawi dibawah Pasukan Islam
Dalam sejarah perjuangan kaum muslimin menegakkan dan membela
al haq (kebenaran), berjihad di jalan Allah, kita akan dapat
menemukan kisah teladan mengenai itsar (lebih mengutamakan
orang lain dari pada diri mereka sendiri sekalipun mereka
memerlukan apa yang mereka berikan itu), sejarah yang begitu indah
untuk dipelajari, merupakan suatu kenikmatan tersendiri jika
diamalkan.
Ketika terjadi perang Yarmuk, perang yang terjadi antara kaum muslimin
melawan pasukan Romawi (Bizantium), negara super power saat itu, tahun
13 H/ 634 M. Pasukan Romawi dengan peralatan perang yang lengkap dan
memiliki tentara yang sangat banyak jumlahnya dibandingkan pasukan
kaum muslimin. Pasukan Romawi berjumlah sekitar 240.000 orang dan
pasukan kaum muslimin berjumlah 45.000 orang menurut sumber islam
atau 100.000–400.000 untuk pasukan Romawi dan 24.000-40.000 pasukan
muslim menurut sumber wikipedia
Dalam perang Yarmuk, pasukan Romawi memiliki tentara yang banyak,
pengalaman perang yang mumpuni, peralatan perang yang lengkap, logistik
lebih dari cukup, dapat dikalahkan oleh pasukan kaum muslimin, dengan
izin Allah. Ini adalah bukti yang nyata bahwa sesungguhnya kemenangan
itu bersumber dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Pertempuran ini, oleh
beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran
penting dalam sejarah dunia, karena dia menandakan gelombang besar
pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke
Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama
Kristen.
Pengangkatan Khalid bin Walid
Entah apa yang ada di benak Khalid bin Walid ketika Abu Bakar
menunjuknya menjadi panglima pasukan sebanyak 46.000. Hanya ia
dan Allah saja yang tahu kiranya. Khalid tak hentinya beristigfar. Ia
sama sekali tidak gentar dengan peperangan yang akan ia hadapi.
240.000 tentara Bizantin. Ia hanya khawatir tidak bisa
mengendalikan hatinya karena pengangkatan itu.
Kaum muslimin tengah bersiap menyongsong Perang Yarmuk
sebagai penegakan izzah Islam berikutnya. Hampir semua tentara
muslim gembira dengan penunjukkan itu. Selama ini memang Khalid
bin Walid adalah seorang pemimpin di lapangan yang tepat. Abu
Bakar pun tidak begitu saja menunjuk pejuang yang berjuluk Pedang
Allah itu.
Sejak kecil, Khalid dikenal sebagai seorang yang keras. Padahal ia
dibesarkan dari sebuah keluarga yang kaya. Sejak usia dini, ia
menceburkan dirinya ke dalam seni peperangan dan seni bela diri.
Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang
dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal
memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah
dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang
yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap
orang. Konon, hanya Khalid bin Walid seorang yang pernah
memorak-porandakan pasukan kaum muslimin, semasa ia masih
belum memeluk Islam.
Strategi Perang Kaum Muslimin
Khalid bin Walid sekarang memutar otak. Bingung bukan buatan.
Tentara Bizantin Romawi berkali-kali lipat banyaknya dengan jumlah
pasukan kaum muslimin. Ditambah, pasukan Islam yang dipimpinya
tanpa persenjataan yang lengkap, tidak terlatih dan rendah mutunya.
Ini berbeda dengan angkatan perang Romawi yang bersenjatakan
lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak. Dan mereka
akan berhadapan di dataran Yarmuk.
Tentara Romawi yang hebat itu berkekuatan lebih dari 3 lakh serdadu
bersenjata lengkap, diantaranya 80.000 orang diikat dengan rantai
untuk mencegah kemungkinan mundurnya mereka. Tentara Muslim
seluruhnya berjumlah 45.000 orang itu, sesuai dengan strategi
Khalid, dipecah menjadi 40 kontingen untuk memberi kesan seolaholah mereka lebih besar daripada musuh. Strategi Khalid ternyata
sangat ampuh.
Saat itu, taktik yang digunakan oleh Romawi terutama di Arab Utara
dan selatan ialah dengan membagi tentaranya menjadi lima bagian,
depan, belakang, kanan, kiri dan tengah. Heraclus sebagai ketua
tentara Romawi telah mengikat tentaranya dengan besi antara satu
sama lain. Ini dilakukan agar mereka jangan sampai lari dari
peperangan. Romawi juga menggunakan taktik dan strategi tetsudo
(kura-kura).
Jenis tentara Rom dikenal sebagai ‘legions’, yang satu bagiannya
terdapat 3000-6000 laskar berjalan kaki dan 100-200 laskar berkuda.
Ditambah dengan dan ‘tentara bergajah’. Kegigihan Khalid bin Walid
dalam memimpin pasukannya membuahkan hasil yang membuat
hampir semua orang tercengang. Pasukan muslim yang jumlahnya
jauh lebih sedikit itu berhasil memukul mundur tentara Romawi dan
menaklukkan wilayah itu.
Jalannya Peperangan
Panglima Romawi, Gregorius Theodore - orang-orang Arab
menyebutnya “Jirri Tudur” - ingin menghindari jatuhnya banyak
korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua
orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid.
Ia ganti mengambil pedang besar.
Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada
Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan
Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam.
Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu
bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas
pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan
besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana.
Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Pada perang Yarmuk, Az-Zubair bertarung dengan pasukan Romawi,
namun pada saat tentara muslim bercerai berai, beliau berteriak :
“Allahu Akbar” kemudian beliau menerobos ke tengah pasukan
musuh sambil mengibaskan pedangnya ke kiri dan ke kanan, anaknya
Urwah pernah berkata tentangnya : “Az-Zubair memiliki tiga kali
pukulan dengan pedangnya, saya pernah memasukkan jari saya
didalamnya, dua diantaranya saat perang badar, dan satunya lagi saat
perang Yarmuk. Salah seorang sahabatnya pernah bercerita : “Saya
pernah bersama Az-Zubair bin Al-’Awwam dalam hidupnya dan saya
melihat dalam tubuhnya ada sesuatu, saya berkata kepadanya : demi
Allah saya tidak pernah melihat badan seorangpun seperti tubuhmu,
dia berkata kepada saya : demi Allah tidak ada luka dalam tubuh ini
kecuali ikut berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan dijalan Allah. Dan diceritakan tentangnya : sesungguhnya
tidak ada gubernur/pemimpin, penjaga dan keluar sesuatu apapun
kecuali dalam mengikuti perang bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, atau Abu Bakar, Umar atau Utsman.
Hari ke-4, Hari Hilangnya Mata
Peristiwa ini terjadi pada hari keempat perang Yarmuk,
dimana dari sumber ini dikabarkan 700 orang dari pasukan
Muslim kehilangan matanya karena hujan panah dari
tentara Romawi. Dan hari itu merupakan hari peperangan
terburuk bagi pasukan Muslimin.
Hari ke-6, Terbunuhnya Gregory, Komandan Pasukan Romawi
Hari keenam dari perang Yarmuk fajar benderang dan jernih. Itu adalah
minggu ke empat Agustus 636 (minggu ketiga Rajab, 15 H). Kesunyian
pagi hari tidak menunjukkan pertanda akan bencana yang akan terjadi
berikutnya. Pasukan muslim saat itu merasa lebih segar, dan mengetahui
niat komandan mereka untuk menyerang dan sesuatu di dalam
rencananya, tak sabar untuk segera berperang. Harapan-harapan pada
hari itu menenggelamkan semua kenangan buruk pada ’Hari Hilangnya
Mata’. Di hadapan mereka berbaris pasukan Romawi yang gelisah –
tidak terlalu berharap namun tetap berkeinginan untuk melawan dalam
diri mereka. Seiring dengan naiknya matahari di langit yang masih
samar di Jabalud Druz, Gregory, komandan pasukan yang dirantai,
mengendarai kudanya maju ke depan di tengah-tengah pasukan
Romawi. Dia datang dengan misi untuk membunuh komandan pasukan
Muslimin dengan harapan hal itu akan memberikan efek menyurutkan
semangat pimpinan kesatuan dan barisan kaum Muslimin.
Ketika ia mendekati ke tengah-tengah pasukan Muslimin, dia
berteriak menantang (untuk berduel) dan berkata, ”Tidak seorang pun
kecuali Komandan bangsa Arab! Abu Ubaidah seketika bersiap-siap
untuk menghadapinya. Khalid dan yang lainnya mencoba untuk
menahannya, karena Gregory memiliki reputasi sebagai lawan
tanding sangat kuat, dan memang terlihat seperti itu.
Semuanya merasa bahwa akan lebih baik apabila Khalid yang keluar
menjawab tantangan itu, namum Abu Ubaidah tidak bergeming. Ia
berkata kepada Khalid, ”Jika aku tidak kembali, engkau harus
memimpin pasukan, sampai Khalifah memutuskan perkaranya.”
Kedua komandan berhadap-hadapan di atas punggung kudanya
masing-masing, mengeluarkan pedangnya dan mulai berduel.
Keduanya adalah pemain pedang yang tangguh dan memberikan
penonton pertunjukkan yang mendebarkan dari permainan pedang
dengan tebasan, tangkisan dan tikaman. Pasukan Romawi dan
Muslim menahan nafas. Kemudian setelah berperang beberapa menit,
Gregory mundur dari lawannya, membalikkan kudanya dan mulai
menderapkan kudanya. Teriakan kegembiraan terdengar dari pasukan
Muslimin atas apa yang terlihat sebagai kekalahan sang prajurit
Romawi, namun tidak ada reaksi serupa dari Abu Ubaidah. Dengan
mata yang tetap tertuju pada prajurit Romawi yang mundur itu, ia
menghela kudanya maju mengikutinya.
Gregory belum beranjak beberapa ratus langkah ketika Abu Ubaidah
menyusulnya. Gregory, yang sengaja mengatur langkah kudanya agar
Abu Ubaidah menyusulnya, berbalik dengan cepat dan mengangkat
pedangnya untuk menyerang Abu Ubaidah. Kemundurannya dari
medan pertempuran adalah tipuan untuk membuat lawannya lengah.
Namun Abu Ubaidah bukanlah orang baru, dia lebih tahu mengenai
permainan pedang dari yang pernah dipelajari Gregory. Orang
Romawi itu mengangkat pedangnya, namun hanya sejauh itu yang
dapat dilakukannya. Ia ditebas tepat pada batang lehernya oleh Abu
Ubaidah, dan pedangnya jatuh dari tangannya ketika dia rubuh ke
tanah. Untuk beberapa saat Abu Ubaidah duduk diam di atas
kudanya, takjub pada tubuh besar jendral Romawi tersebut.
Kemudian demgan meninggalkan perisai dan senjata yang berhiaskan
permata orang Romawi itu, yang diabaikannya karena kebiasaannya
tidak memandang berharga harta dunia, prajurit yang shalih itu
kemudian kembali kepada pasukan Muslimin.
Kepahlawanan Asma binti Yazid bin As-Sakan
Keinginannya untuk terjun ke medan jihad baru terwujud setelah
Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, yaitu ketika terjadi perang
Yarmuk pada tahun ke-13 Hijriyyah.
Dalam perang besar (Yarmuk) itu Asma binti Yazid bersama kaum
mukminah lainnya berada di barisan belakang laki-laki. Semuanya
berusaha mengerahkan segenap kekuatannya untuk mensuplai
persenjataan pasukan laki-laki. Memberi minum kepada mereka,
mengurus mereka yang terluka, dan mengobarkan semangat jihad
mereka. Ketika peperangan berkecamuk dengan begitu serunya,
ia berjuang sekuat tenaganya. Akan tetapi, dia tidak menemukan
senjata apapun, selain tiang penyangga tendanya.
Dengan bersenjatakan tiang itulah, dia menyusup ke tengah-tengah
medan tempur dan menyerang musuh yang ada di kanan dan kirinya,
sampai akhirnya dia berhasil membunuh sembilan orang tentara
Romawi. Dalam bagian lain beliau berkata: “Para wanita
menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan
memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu.”
Adapun Khaulah binti Tsa`labah berkata: “Wahai kalian yang lari
dari wanita yang bertakwa .Tidak akan kalian lihat tawanan.Tidak
pula perlindungan.Tidak juga keridhaan”
Beliau juga berkata dalam bagian lain: “Pada hari itu kaum
muslimah berperang dan berhasil membunuh banyak tentara
Romawi, akan tetapi mereka memukul kaum muslimin yang lari dari
kancah peperangan hingga mereka kembali untuk berperang”.
Hal ini sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar,
”Dia adalah asma binti Yazid bin As-Sakan yang ikut terjun dalam
perang Yarmuk. Pada hari itu dia berhasil membunuh sembilan orang
tentara Romawi dengan menggunakan tiang tendanya. Setelah perang
Yarmuk ia masih hidup dalam waktu yang cukup lama. Asma keluar
dari medan pertempuran dengan luka parah sebagaimana juga banyak
dialami pasukan kaum muslimin. Akan tetapi, Allah berkehendak ia
tetap hidup dalam waktu yang cukup lama.
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Asma binti Yazidd
bin As-Sakan dan memuliakan tempatnya di sisi-Nya atas berbagai
Hadits yang diriwayatkannya dan atas segala pengorbanannya. Akan
tetapi manakala berkecamuknya perang, manakala suasana panas
membara dan mata menjadi merah, ketika itu Asma` lupa bahwa
dirinya adalah seorang wanita. Beliau hanya ingat bahwa dirinya
adalah muslimah, mukminah dan mampu berjihad dengan
mencurahkan dengan segenap kemampuan dan kesungguhannya.
Hanya beliau tidak mendapatkan apa-apa yang di depannya
melainkan sebatang tiang kemah, maka beliau membawanya dan
berbaur dengan barisan kaum muslimin. Beliau memukul musuhmusuh Allah ke kanan ke kiri hingga dapat membunuh sembilan
orang tentara Romawi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam
Ibnu Hajar tentang beliau: “Dialah Asma` binti Yazid bin Sakan yang
menyertai perang Yarmuk, ketika itu beliau membunuh sembilan
tentara Romawi dengan tiang kemah, kemudian beliau masih hidup
selama beberapa tahun setelah peperangan tersebut. Asma` keluar
dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya dan Allah
menghendaki beliau masih hidup setelah itu selama 17 tahun karena
beliau wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah setelah menyuguhkan
kebaikan kepada umat. Dia telah berbuat sesuatu agar dijadikannya
contoh bagi wanita muslimah lainnya, yaitu kerelaan dan tekadnya
yang kuat untuk membela dan mempertahankan agama Allah dan
mengangkat panji Islam sampai agama Allah tegak di muka bumi.
Kisah Rela Berkorban untuk Saudara Seiman
Setelah perang selesai dan dimenangkan oleh pasukan kaum
muslimin, di medan Yarmuk tergeletak beberapa pejuang Islam,
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan badan penuh
luka. Mereka adalah Ikrimah bin Abi Jahal, disekujur tubuhnya tidak
kurang ada 70 luka, Al Harits bin Hisyam (paman Ikrimah) dan
Ayyasy bin Abi Rabi’ah, dalam riwayat lain Suhail bin ‘Amru.
Saat ketiganya sedang letih, lemah, dan kehausan serta dalam
keadaan kritis, datanglah seorang yang mau memberikan air kepada
salah seorang diantara mereka yang sedang kepayahan.
Ketika air akan diberikan kepada Al Harits dan hendak diminumnya,
dia melihat Ikrimah yang sedang kehausan dan sangat membutuhkan,
maka dia berkata, “Bawa air ini kepadanya !”. Air beralih ke Ikrimah
putra Abu Jahal, ketika dia hendak meneguknya, dilihatnya Ayyasy
menatapnya dengan pandangan ingin minum, maka dia berkata,
“Berikan ini kepadanya !”. Air beralih lagi kepada Ayyasy, belum
sempat air diminum, dia sudah keburu syahid. Maka orang yang
membawa air bergegas kembali kepada kedua orang yang
membutuhkan air minum, akan tetapi ketika ditemui keduanya juga
sudah syahid.
Dalam riwayat yang lain pula ditambahkan:
“Sebenarnya Ikrimah bermaksud untuk meminum air tersebut, akan
tetapi pada waktu ia akan meminumnya, ia melihat ke arah Suhail
dan Suhail pun melihat ke arahnya pula, maka Ikrimah berkata:
“Berikanlah saja air minum ini kepadanya, barangkali ia lebih
memerlukannya daripadaku.” Suhail pula melihat kepada Haris,
begitu juga Haris melihat kepadanya. Akhirnya Suhail berkata:
“Berikanlah air minum ini kepada siapa saja, barangkali sahabatsahabatku itu lebih memerlukannya daripadaku.” Begitulah keadaan
mereka, sehingga air tersebut tidak seorangpun di antara mereka
yang dapat meminumnya, sehingga mati syahid semuanya. Semoga
Allah melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada mereka bertiga.
Gugurnya Ikrimah bin Abu Jahal
Yarmuk, salah satu daerah di negeri Syam menceritakan bagaimana
singa-singa Allah Subhanahu wa Ta’ala menerkam musuh-musuh
mereka. Kekuatan dan perlengkapan musuh yang begitu dahsyat,
ternyata tidak meluluhkan tekad mereka; menang atau mati syahid.
Ketika ‘Ikrimah sudah bersiap menembus pasukan musuh, Khalid bin
Al-Walid saudara sepupunya berkata: “Jangan lakukan. Kematianmu
sangat merugikan kaum muslimin.” Kata ‘Ikrimah: “Biarlah, hai
Khalid, karena kau telah pernah ikut bersama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Apalagi ayahku sangat hebat memusuhi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” ‘Ikrimah menerobos ke tengah-tengah
pasukan musuh yang berjumlah puluhan ribu orang bersama
beberapa ratus prajurit muslim lainnya.
Diceritakan, bahwa dia pernah berkata ketika perang Yarmuk:
“Aku dahulu memerangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
setiap medan pertempuran. Hari ini, apakah aku akan lari dari
kalian (yakni pasukan lawan, red.)?”
Lalu dia berseru: “Siapa yang mau berbai’at untuk mati?” Maka
berbai’atlah Al-Harits bin Hisyam, Dhirar bin Al-Azwar bersama
empat ratus prajurit muslim lainnya.
Mereka pun maju menggempur musuh di depan kemah Khalid
sampai satu demi satu mereka jatuh berguguran sebagai kembang
syuhada.
Kata Az-Zuhri: “Waktu itu, ‘Ikrimah adalah orang yang paling hebat
ujiannya. Luka sudah memenuhi wajah dan dadanya sampai ada
yang mengatakan kepadanya: ‘Bertakwalah engkau kepada Allah,
kasihanilah dirimu’.” Tapi ‘Ikrimah menukas: “Dahulu aku berjihad
dengan diriku demi Latta dan ‘Uzza, bahkan aku serahkan jiwaku
untuk mereka. Lantas, sekarang, apakah harus aku biarkan jiwaku
ini tetap utuh karena (membela) Allah dan Rasul-Nya? Tidak. Demi
Allah, selamanya tidak.”
Maka, hal itu tidaklah menambahi apapun selain beliau semakin
berani menyerang hingga gugur sebagai syahid. Pada waktu Ikrimah
gugur, ternyata di tubuhnya terdapat lebih kurang tujuh puluh luka
bekas tikaman pedang, tombak dan anak panah. Semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala meridhai ‘Ikrimah.
Setelah Peperangan
Umar kemudian mengganti Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah
sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan
sangat mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip
Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. “saya berjihad bukan
karena Umar,” katanya. Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan
tempur.
Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan “tangga
manusia”, pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo.
Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel,
meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai
Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan
menyerahkan kota itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar
pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal pasukan. Jadilah
pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan
upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah
menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur. Lalu Umar dengan
bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah.
Ia hanya disertai seorang pembantu. Mereka membawa sendiri
kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non
Muslim. Apalagi kaum Gereja Syria dan Gereja Kopti-Mesir
memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi
mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani.
Ketika ditawari bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar
menolaknya dengan mengatakan: “Kalau saya berbuat demikian,
kaum Muslimin di masa depan akan melanggar perjanjian ini
dengan alasan mengikuti contoh saya.”
Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen.
Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang
Muslimin, hak milik mereka dikembalikan tanpa harus membayar
pajak apa pun. Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah
Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komando Amr
bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.
Sumber :
 wikipedia
 situs khayla.net
 situs suaramedia.com
 www.asysyariah.com
 http://en.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Yarmouk
 http://alfanarku.wordpress.com/2011/08/21/perang-yarmuk%E2%80%93-takluknya-kerajaan-romawi-dibawah-pasukan-islam/
Qadisiyah
Perang Qadisiyah
Download