4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sanitasi Lingkungan Dalam

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sanitasi Lingkungan
Dalam bidang kesehatan sebagai komponen lingkungan yang diketahui dapat
merupakan faktor resiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam
ilmu kesehatan lingkungan. Ilmu kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang
mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau
masyarakat, dengan segala macam perubahan komponen komponen lingkungan hidup
seperti berbagai spesies kehidupan, bahan, zat atau kekuatan disekitar manusia yang
menimbulkan
ancaman
atau
berpotensi
menimbulkan
gangguan
kesehatan
masyarakat, serta mencari upaya-upaya pencegahannya (Kusnoputranto, 2000).
Komponen kesehatan lingkungan yang memiliki potensi menimbulkan penyakit
dikelompokkan sebagai berikut (Kusnoputranto, 2000) :
1. Golongan Fisik : Seperti energi, kebisingan, kelembaban tinggi, pencahayaan
kurang dan cuaca panas.
2. Golongan Kimia : Bau amoniak, asap rokok, limbah rumah sakit dan bahan
pembersihan lantai.
3. Golongan Biologi : Seperti spora jamur, bakteri dan cacing
4. Golongan Psikologi : Seperti hubungan antara pasien, keluarga pasien dengan
perawat, antara bawahan dan atasan.
Komponen tersebut akan berinteraksi dengan menusia melalui media atau wahana
: Udara, air, tanah, makanan, vektor penyakit (seperti nyamuk) atau manusia itu
sendiri.
B.
Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial menurut WHO adalah adanya infeksi yang tampak pada pasien
ketika berada didalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, dimana infeksi
tersebut tidak tampak pada saat pasien diterima dirumah sakit. Yang disebut infeksi
nosokomial ini termasuk juga adanya tanda tanda infeksi setelah pasien keluar dari
rumah sakit dan juga termasuk infeksi pada petugas petugas yang bekerja di fasilitas
kesehatan. Infeksi yang tampak setelah 48 jam pasien diterima dirumah sakit biasanya
diduga sebagai suatu infeksi nosokomial.
4
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
Infeksi nosokomial terjadi diseluruh dunia, termasuk dinegara – negara
berkembang maupun negara miskin. Sebuah survei mengenai prevalensi infeksi
nosokomial yang dikelola WHO, pada 55 rumah sakit di 14 negara yang dibagi
menjadi 4 wilayah, yakni Eropa, Mediterranian Timur, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat, menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % rumah sakit pasien mengalami infeksi
nosokomial, pada survei lain menyatakan sekitar 1,4 juta pasien diseluruh dunia
mengalami infeksi nosokomial. Dilaporkan frekuensi paling tinggi terjadi pada rumah
sakit di Mediterranian Timur sebesar 11,8 %, diikuti wilayah Asia Tenggara 10%,
kemudian wilayah Pasifik Barat 9,0% dan diikuti Eropa 7,7 %.
Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di
rumah sakit 3 x 24 jam atau infeksi yang terjadi pada lokasi yang sama tetapi
disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk
rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi berbeda. Atau dapat
juga didefinisikan sebagai infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di
rumah sakit dan mula menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau
setelah selesai dirawat. Menurut WHO, salah satu manifestasi infeksi nosokomial
adalah infeksi luka operasi yang merupakan jenis infeksi nosokomial yang kedua
terbanyak setelah infeksi saluran kemih (Daryanti, 2008; Wahyudi, 2006).
1. Cara Pengendalian Infeksi nosokomial
Infeksi Nosokomial dapat dikendalikan dengan beberapa cara. Cara pengendalian
infeksi nosokomial adalah dengan meningkatkan Quality Control rumah sakit, yaitu:
(1) deteksi mikroba rumah sakit pada petugas/peralatan, (2) pemeriksaan sterilitas
setiap ruangan yang ada, (3) pemeriksaan potensi desinfektans/ antiseptik, (4)
pemeriksaan kondisi internal, seperti air dan limbah rumah sakit, (5) pembuatan pola
kepekaan kuman terhadap antibiotika sebagai educated-guess di rumah sakit, (6)
pengawasan mekanisme dan alur pemakaian antibiotika. Pengendalian terhadap
infeksi nosokomial berlangsung secara terus menerus dan diharapkan agar tidak
sampai terputus (Wahyono, 2002)
.
5
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
2. Pembagian infeksi nosokomial
a. Infeksi saluran kemih ( UTI )
Merupakan infeksi nosokomial yg paling sering terjadi. Sekitar 80% infeksi
saluran kemih ini berhubungan dengan pemasangan kateter. Infeksi saluran kemih
jarang menyebabkan kematian dibandingkan infeksi nosokomial lainnya. Tetapi
kadang - kadang dapat menyebabkan bakterimia dan kematian. Infeksi biasanya
ditentukan oleh kriteria secara mikrobiologi. Positif apabila kultururin ≥ 10
5
mikroorganisme / ml, dengan maksimum dari dua isolat spesies bakteri. Bakteri
dapat berasal dari flora normal saluran cerna , misalnya E. coli ataupun didapat dari
rumah sakit, misalnya Klebsiella multiresisten.
b. Infeksi luka operasi / infeksi daerah operasi ( ILO / IDO )
Infeksi nosokomial yang sering terjadi, insiden bervariasi, dari 0,5 sampai 15
%, tergantung tipe operasi dan penyakit yang mendasarinya. Hal ini merupakan
masalah yang signifikan, karena memberikan dampak pada biaya rumah sakit yang
semakin besar, dan bertambah lamanya masa inap setelah operasi. Kriteria dari
infeksi luka infeksi ini yaitu ditemukan discharge purulen disekitar luka atau insisi
dari drain atau sellulitis yang meluas dari luka. Infeksi biasanya didapat ketika
operasi baik secara exogen ( dari udara, dari alat kesehatan, dokter bedah dan
petugas petugas lainnya ), maupun endogen dari mikroorganisme pada kulit yang
diinsisi. Infeksi mikroorganisme bervariasi, tergantung tipe dan lokasi dari operasi
dan antimikroba yang diterima pasien.
3. Bakteri penyebab infeksi nosokomial didapatkan dengan beberapa cara
Bakteri yang merupakan flora normal dapat menyebabkan infeksi oleh karena
adanya perpindahan dari habitat alami ke luar, misalnya pindah kesaluran kemih, atau
adanya kerusakan jaringan (luka), atau tidak adekuat pemberian antibiotik sehingga
diikuti adanya pertumbuhan kuman yang berlebihan (C. difficile, Yeast spp).
Bakteri dapat berpindah diantara pasien :
a. Flora tetap atau sementara pada pasien ( endogen )
Bakteri yang merupakan flora normal dapat menyebabkan infeksi oleh karena
adanya perpindahan dari habitat alami ke luar, misalnya pindah kesaluran kemih,
6
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
atau adanya kerusakan jaringan (luka), atau tidak adekuat pemberian antibiotik
sehingga diikuti adanya pertumbuhan kuman yang berlebihan (C. difficile, Yeast
spp).
b. Flora dari pasien atau petugas rumah sakit ( exogen )
1. Melalui kontak langsung diantara pasien ( tangan, air ludah atau cairan tubuh
lainnya
2. Flora yang berasal dari lingkungan kesehatan.
Beberapa tipe organisme dapat bertahan dengan baik pada lingkungan rumah
sakit, misalnya didalam air, area yang lembab, dan kadang – kadang pada produk
yang steril atau desinfektan, misalnya Pseudomonas, Acinobacter, mycobacterium.
Faktor faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi nosokomial :
a. Antimikroba
Sebelum diperkenalkan pelatihan dasar mengenai kebersihan dan pemberian
antimikroba, hampir semua infeksi dirumah sakit berasal dari sumber luar yang
patogen (misalnya penyakit yang ditularkan melalui makanan atau udara, gangren,
tetanus atau yang lainnya), atau disebabkan oleh mikroorganisme yang bukan flora
normal dari pasien (misalnya tuberculosis). Perkembangan terapi antibiotik sebagai
terapi infeksi bakteri digunakan untuk menurunkan angka kematian dari berbagai
penyakit infeksi. Hampir semua infeksi yang didapatkan dirumah sakit disebabkan
oleh mikroorganisme yang umumnya sering terdapat pada populasi umum,
misalnya pada pasien – pasien dirumah sakit (misalnya S. aureus, Staphylococcus
Coagulase Negative, Enterococci, Enterobacteriaceae).
b. Kerentanan pasien
Faktor – faktor yang berpengaruh pada keadaan ini adalah umur, status imun,
penyakit yang mendasarinya, serta intervensi dari terapi. Pasien yang mengalami
penyait kronik seperti tumor ganas, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, atau
AIDS, mempunyai kerentanan yang meningkat terhadap infeksi opurtunistik.
4. Pengelolaan lingkungan dan ruangan rumah sakit dalam upaya pencegahan
infeksi nosokomial
Untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial perlu dilakukan langkah-langkah
menghilangkan kuman penyebab infeksi dari sumber infeksi, mencegah kuman
7
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
tersebut mencapai penderita dan cara menjauhkan penderita/manusia yang rentan
dengan cara isolasi sumber kuman patogen.
Faktor lingkungan rumah sakit yang perlu diperhatikan dalam rangka menurunkan
angka infeksi nosokomial adalah:
a. Lingkungan berdasarkan tempatnya meliputi antara lain : disain ruang
penderita yang memenuhi standar dan persyaratan, penyediaan air bersih, fasilitas
cuci tangan, desinfeksi dan sterilisasi. Pembuangan limbah cair dan padat, sanitasi
dapur, sanitasi binatu/laundry, pengendalian serangga, tikus dan binatang
pengganggu, arus lalu lintas orang.
b. Lingkungan berdasarkan media kualitas air dan udara serta bunga dan tanaman
(Depkes RI, 2002).
Lingkungan rumah sakit berdasarkan tempatnya ada beberapa tata ruang, ruang
rawatan, ruang tindakan medis, rawat jalan, rawat inap, rumah tangga dan ruang
administrasi sebaliknya saling terpisah. Peletakan masing-masing ruangan harus
disesuaikan dengan lalu lintas penderita, pengunjung, dan para petugas rumah sakit.
Pengaturan ruangan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Cara penularan
penyakit (mode of transmision), arus lalu lintas pasien (patient traffic) ruang depan
isolasi, ruang dengan bangunan lain. Tersedianya tempat sampah yang sesuai dengan
jenis sampahnya.
Prioritas penempatan ruangan adalah pada ruang operasi dan ruang isolasi penyakit
menular. Bila ventilasi yang baik sukar diperoleh dengan peralatan modern maka
ruang operasi diletakkan sejauh mungkin pada tempat yang kemungkinan udara
tercemar, sedangkan ruang isolasi diletakkan sedemikian agar tidak mencemari udara
sekitarnya. Bebas dari gangguan serangga, binatang pengganggu dan binatang
pengerat.
Pemeliharaan ruang dan bangunan yang memenuhi syarat sebagai berikut (Depkes,
2006).
a. Kegiatan pembersihan ruangan kegiatan pembersihan ruangan minimal dilakukan 2
kali sehari (pagi dan sore).
b. Pembersihan lantai di ruang perawatan dilakukan setelah pembenahan/merapikan
tempat tidur pasien (verbeden) setelah jam makan, setelah kunjungan keluarga dan
sewaktu-waktu bila dibutuhkan.
c. Cara-cara pembersihan ruang yang dapat menebarkan debu harus dihindari.
8
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang
memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat.
e. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.
f. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di
cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
g. Setiap percikan ludah, darah, eksudat luka pada dinding/lantai harus segera
dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
Hubungan antara ruang dan bangunan di ruang perawatan Ruman Sakit harus
memenuhi kriteria, ruang bedah untuk penderita penyakit menular harus dipisahkan
dengan ruang bedah pusat dan ruang bedah penyakit menular terletak pada lokasi
yang berdekatan dengan bagian rawat tinggal penderita penyakit menular (Depkes,
2002).
Disain ruangan ICU yang direkomendasi oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2004
untuk mengendalikan infeksi adalah sebagai berikut :
a. Luas setiap kamar 20 m³ sedangkan untuk ruangan isolasi luas satu kamar ± 22m³.
b. Untuk setiap tempat tidur harus tersedia 1-2 ruang isolasi
c. Jarak tempat tidur satu dengan yang lain ± 10-12 kaki
d. Untuk setiap tempat tidur, tersedia fasilitas desinfektan tangan
e. Lantai dan dinding harus dapat dicuci/dibersihkan
f. Furniture (meja) yang digunakan harus minimal
g. Peralatan monitoring harus tidak bersentuhan dengan lantai, mudah dipindahkan
dan dibersihkan
C. Bakteri
Penyebab infeksi nosokomial itu dari bakteri. Bakteri tersebut berkembang biak
dengan membelah diri, dan karena begitu kecil maka hanya dapat dilihat
menggunakan mikroskop. Bakteri mempunyai beberapa fungsi hidup (Waluyo,2004).
Bakteri biasanya hidup di tanah permukaan, perairan maupun yang lain serta ada
bakteri yang dapat hidup di radioaktif.
Dinding sel bakteri yang kaku dapat mempertahankan bentuknya dan melindungi
sel dari perubahan tekanan osmotik antara sel dengan lingkungannya.Dinding sel
Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal dan membran sel, sementara
dinding sel Gram negatif memiliki tiga lapisan: membran dalam, membran luar serta
lapisan peptidoglikan yang lebih tipis. Bakteri merupakan organisme prokariot, yaitu
9
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
memiliki kromosom tunggal dan tidak memiliki nukleus. Ribosom bakteri berbeda
dengan ribosom eukariot, menjadikannya target untuk terapi antibakteri. Bakteri juga
mengandung DNA tambahan dalam bentuk plasmid (Gillespie, 2008)
1. Ukuran Bakteri
Ukuran tubuh bakteri yang sangat kecil, umumnya dalam bentuk kecil hanya bisa
dilihat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x atau lebih. Bakteri
memiliki ciri-ciri :
a. Selnya merupakan prokariot
b. Sel tunggal, termasuk mikroorganisme mikroskopik (kecuali ada bakteri yang
dapat dilihat dengan mata telanjang yaitu Epulopiscium fishelsoni suatu bakteri
berbentuk batang dengan berdiameter 80 μm dan panjang 200-600 μm
c. Secara umum berbentuk lebih kecil
d. Bentuk yang sangat kompleks
(Subandi, 2012)
Bakteri yang berumur 2- 6 jam umumnya lebih besar dari bakteri yang berumur
lebih dari 24 jam (Waluyo, 2004)
2. Bentuk Bakteri
Menurut Gillespie (2008) bakteri diklasifikasikan berdasarkan bentuknya: kokus
berbentuk sferis, basilus berbentuk panjang dan tipis, dan kokobasilus diantara bentuk
keduanya; dan ada juga basilus berbentuk melengkung dan spiral dengan panjang
lengkungan yang berbeda. Sedangkan menurut Dwidjoseputro (1998) bentuk-bentuk
bakteri, yaitu golongan basil (batang atau silinder) , golongan kokus (bulat), dan
golongan spiril (batang melengkung atau melingkar-lingkar).
Bentuk kokus umumnya merupakan bakteri sperik (lensa) atau oval yang memiliki
beberapa rangkaian yang didasarkan pada belahannya hasil pembelahan sel.
Pembelahan dalam satu belahan yang menghasilkan susunan diplococcus bila kokus
tetap berpasangan. Kokus yang membelah namun tetap melekat dan membentuk
struktur disebut streptococcus. Kokus yang membelah yang menghasilkan dua
belahan namun tetap melekat 4 kelompok disebut tetrad. Kokus yang membelah
dalam 3 bidang dengan 8 kelompok kokus dinamakan sarcina, sedangkan kokus yang
membelah secara acak dan membentuk kumpulan menyerupai buah anggur
dinamakan staphylococcus (Subandi, 2010)
10
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
Basil merupalan balteri berbentuk batang. Sebagian besar basilli tampak sebagai
batang tunggal. Diplobasilli muncul dari pasangan basilli setelah pembelahan dan
streptobasilli muncul dalam bentuk rantai. Beberapa basilli tampak menyerupai
coccus, disebut coccabasilli (Pratiwi, 2008; Subandi, 2010)
Bentuk spiral bakteri memiliki satu atau lebih lekukan dan tidak dalam bentuk
lurus. Bakteri berbentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis. Bakteri yang
berbentuk btang melengkung menyerupai koma disebut vibrio. Bakteri yang berpilin
kaku disebut spirilia, sedangkan bakteri yang berpilin fleksibel disebut spirochaeta
(Pratiwi, 2008)
D. Isolasi Bakteri
Isolasi mikroba merupakan memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba
lainnya yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat
dilakukan dengan menumbuhkannya dalam mediapadat sel-sel mikroba akan
membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. Jika sel-sel tersebut
tertangkap oleh media padat pada beberapa tempat yang terpisah, maka setiap sel atau
kumpulan sel yang hidup akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah,
sehingga akan memudahkan pemisahan selanjutnya (Sutedjo, 1996). Isolasi dapat
dilakukan dengan metode direct planting yaitu dengan meletakkan sampel pada
permukaan medium,dan metode dilution planting yaitu pengambilan sampel yang
disuspensikan dengan air steril. Konsentrasi pada suspensi dapat ditambah hingga
konsentrasi yang diperlukan (Carg, 2005; Barrow dan Feltham, 1993)
E.
Identifikasi Bakteri
Pada identifikasu bakteri uji biokimia yang bisa dilakukan yaitu pengujian
katalase (untuk mengetahui bakteri yang dapat menghasilkan enzim katalase),
pengujian oksidase fermentatif (untuk mengetahui adanya enzim oksidase pada
bakteri), pengujian H2S (untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan enzim
gelatinase), pengujian indol dari tryptophan), pengujian Methyl Red (untuk
mengetahui kemampuan bakteri memfermentasikan glukosa untuk menghasilkan
asam), pengujian Vogest Proskauer (untuk menentukan bakteri yang mampu
menghasilkan acetymethyl carbinol dari fermentasi glukosa) (Irianto, 2006)
11
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
F. Pewarnaan Bakteri
Bakteri itu bersifat tidak berwarna atau transparan bukan saja karena ukurannya
sangat kecil juga karena warna selnya transparan sehingga apabila berada pada
medium berair sangat sulit dilihat, apalagi dalam kondisi hidup. Untuk mengamati
bakteri yang kecil dan sulit dilihat pada kondisi aslinya, maka dilakukan upaya untuk
mewarnai atau memasukkan zat warna yang dapat mengotori (staining) atau
mengubah penampakan dari keadaan transparan menjadi berwarna kontras.
Pewarnaan
mikrooragnisme
pada
dasarnya
adalah
prosedur
mewarnai
mikroorganisme menggunakan yang ingin diamati. Sebelum mikroorganisme dapat
diwarnai, mikroorganisme tersebut harus terlebih dahulu difiksasi agar terikat pada
kaca objek. Tanpa adanya fiksasi, maka pemberian zat warna pada mikroorganisme
yang dilanjutkan mikroorganisme ikut bercuci (Brown, 2005;Subandi, 2010)
Pewarnaan merupakan garam-garam yang tersusun atas ion positif dan ion negatif,
yang salah satunya berwarna dan disebut kromofor. Bila kromofor berada pada ion
positif, disebut sebagai pewarna basa dan bila kromofor berada pada ion negatif
disebut sebagai pewarna asam. Bakteri akan bermuatan negatif pada pH 7, sehingga
pewarnaan basa akan terikat pada muatan negatif sel bakteri. Yang termasuk pewarna
basa ialah kristal ungu, metilen biru, malasit hijau dan safranin. Pewarna asam seperti
eosin dan fuchsin acid, tidak terikat sel bakteri karena muatan keduanya saling
bertolak belakang, sehingga pewarna asam ini hanya mewarnai bagian latar belakang
spesimen. Prosedur pewarnaan dimana sel bakteri yang tidak berwarna diamati
dengan latar belakang pewarna negatif disebut pewarnaan negatif. Pewarnaan negatif
ini umumnya digunakan untuk megamati kapsul bakteri. Kapsul bakteri tidak
menyerap zat warna sehingga dalam pewarnaan negatif akan terlihat sebagai daerah
jernih disekeliling sel bakteri dengan latar belakang gelap (Gillespie, 2008)
Ada tiga prosedur pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial,
dan pewarnaan khusus. Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam
pewarna dan bertujuan mewarnai seluruh sel mikroorganisme sehingga bentuk seluler
dan struktur dasarnya dapat terlihat. Biasanya suatu bahan kimia ditambahkan ke
dlama larutan pewarna untuk mengintensifkan warna dengan cara meningkatkan
afinitas pewarna pada spesies biologi. Bahan kimia ini disebut mordant (Pratiwi,
2008;Subandi, 2010)
12
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
Pewarnaan diferensial menggunakan lebih dari satu pewarna dan memiliki reaksi
yang berbeda untuk setiap bakteri, sehingga digunakan untuk membedakan bakteri.
Pewarna diferensial yang sering digunakan ialah pewarna gram. Pewarna gram ini
mampu membedakan dua kelompok besar bakteri, Gram positif dan Gram negatif.
Pada pewarnaan gram ini, bakteri yang telah difiksasi dengan panas sehingga
membentuk noda pada kaca objek diwarnai dengan pewarna basa yaitu kristal ungu.
Karena warna ungu memenuhi semua sel, maka pewarna ini disebut pewarnaan
primer. Selanjutnya pewarna dicuci dan pada noda spesimen ditetesi iodine yang
merupakan mordant (penajam). Setelah iodin dicuci, baik bakteri Gram positif
maupun Gram negatif tampak berwarna ungu,
Kemudian noda spesimen dicuci
dengan alkohol yang merupakan warna ungu dari sel. Setelah alkohol dicuci, noda
spesimen diwarnai kembali dengan safranin yang merupakan pewarna basa berwarna
merah. Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan ke dalam Gram negatif.
Perbedaan warna antara bakteri Gram positif dan Gram negatif disebabkan oleh
adanya perbedaan struktur pada dinding selnya. Dinding bakteri Gram positif banyak
mengandung peptidoglikan, sedangkan dinding bakteri Gram negatif banyak
mengandung lipoposakarida. Kompleks kristal ungu-iodin yang masuk ke dalam sel
bakteri Gram positif tidak dapat tercuci oleh alkohol karena adanya lapisan
peptidoglikan yang kokoh pada dinding sel, sedangkan pada bakteri Gram negatif
alkohol akan merusak lapisan lipoposakarida. Kompleks kristal ungu-iodin pada
bakteri Gram negatif dapat tercuci dan menyebabkan sel bakteri tampak transparan
yang akan berwarna merah setelah diberi safranin (Pratiwi, 2008)
Pewarnaan khusus digunakan unutk mewarnai dan mengisolasi bagian spesifik dari
mikroorganisme contohnya endospora, kapsul, dan flagella. Endospora bakteri tidak
dapat diwarnai dengan metode pewarnaan sederhana seperti pada pewarnaan gram.
Hal ini disebabkan karena endospora memiliki selubung yang kompak sehingga zat
warna sulit mempenetrasikan dinding endospora dan diperlukan pemanasan dan
morbant untuk mengikat zat warna (Pratiwi, 2008).Pewarnaan Gram bertujuan untuk
melihat bakteri Gram positif maupu negatif serta bentuknya. Pewarnaan Gram
merupaka suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dan
kelompok besar, yakni gram postif dan gram negatif berdasarkan sifat kimia dan fisik
dinding selnya
13
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen , yaitu :
1.
Zat warna utama (Kristal violet)
2.
Mordan (larutan iodine) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan
warna utama
3.
Pencuci / peluntur zat warna (alkohol / aseton) yaitu solven organik yang
digunakan untuk melunturkan zat warna utama
4.
Zat warna kedua / cat penutup (safranin) dugunakan untuk mewarnai kembali
sel-sel yang telah kehilanga cat utaa setelah perlakuan dengan alkohol.
1) Bakteri Gram Positif
Merupakan bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metal ungu
pada metode pewarnaan Gram. Sedangkan bakteri Gram negatif akan
mempertahankan warna merah muda
2) Bakteri Gram Negatif
Merupakan bakteri yang mempertahankan zat warna metal ugu pada saat
proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna merah di bawah
mikroskop, sedangka bakteri gram positif akan mempertahankan warna ungu
gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram negatif tidak.
Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis baketri ini terutama didasarkan pada
perbedaan struktur dinding sel bakteri (Aditya, 2010)
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu
lipopolisakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat
diwarnai dengan safranin akan berwarna merah..Bakteri gram positif memiliki
lapisan dinding sel beruoa paptidoglikan yang tebal. Setlah pewarnaan dengan
kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol
sehingga dinding sel tetap menahan warna biru atau ungu (Fitria, 2008)
Sel bakteri gram postif mungkin akan tampak merah jika dekolorisasi
terlalu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila waktu
dekolorisasi terlalu pendek. (Fitria, 2008)
Pewarnaan gram ini dilakukan dengan car membersihkan kaca objek
terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol sehingga terbebas dari lemak,
difiksasi di atas lampu spiritus sampai kering. Kemudian isolat bakteri yang
siap diuji medium stok atau medium TSA diambil
14
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
15
Isolasi Dan Identifikasi…, Mohammad Zulfikar Rashif, Fakultas Farmasi UMP, 2017
Download