1 PERKEMBANGAN MORFOLOGI JUWANA KUDA LAUT (Hippocampus barbouri, Jordan & Richardson, 1908) DALAM WADAH TERKONTROL SKRIPSI Oleh : ANDRIYANTO SAMIN L11108265 Pembimbing Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si (Ketua) Dr. Inayah Yasir , M.Sc (Anggota) JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 1 2 PERKEMBANGAN MORFOLOGI JUWANA KUDA LAUT (Hippocampus barbouri, Jordan & Richardson, 1908) DALAM WADAH TERKONTROL Oleh ANDRIYANTO SAMIN L11108265 Skipsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 2 iii HALAMAN PENGESAHAN Judul Skripsi : Perkembangan Morfologi Juwana Kuda Laut (Hippocampus barbouri, Jordan & Richardson, 1908) Dalam Wadah Terkontrol Nama Mahasiswa : Andriyanto Samin Nomor Pokok : L 111 08 265 Program Studi : Ilmu Kelautan Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh: Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si NIP. 19660120 199103 1 002 Dr. Inayah Yasir, M.Sc NIP. 19661006 199202 2 001 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Ketua Program Studi Ilmu Kelautan, Prof. Dr. Ir. A. Niartiningsih, MP. NIP. 196112011987032002 Dr. Ir. Amir Hamzah Muhidin, M.Si. NIP. 196311201993031002 Tanggal Lulus: Mei 2013 iii iv RIWAYAT HIDUP Andriyanto Samin dilahirkan pada tanggal 11 Februari 1990 di Kota Makssar, Sulawesi Selatan. Anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Samin dan Anah. Menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri Lariangbanggi III Makassar Pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 05 Makassar pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 16 Makassar pada tahun 2007. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di universitas negeri terbesar di Indonesia Timur, Universitas Hasanuddin. Penulis diterima masuk pada Jurusan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menggeluti dunia kemahasiswaan, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi ekstra kampus, seperti pernah mengikuti OMBAK (Oreantasi Mahasiswa Baru Kelautan) yang dilaksanakan SEMA ITK UNHAS (Senat Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Universitas Hasanuddin) pada tahun 2008 dan menjadi pengurus pada tahun 2009, pelatihan selam one star scuba diver dan sekaligus menjadi anggota di MSDC-UH (Marine Scince Diving Club Universitas Hasanuddin), Melakukan kegiatan Reef check di pulau Barrang Lompo, Samalona dan Barrang caddi pada tahun 2009, Mengikuti Pendidikan dan latihan SAR-UH (Search and Rescue Universitas Hasanuddin) sekaligus menjadi pengurus pada tahun 2010, mengikuti lomba orientering tingkat nasional pada tahun 2011, mengukiti pelatihan selam open water ADS (Associaton of Diving School International) pada tahun 2012 dan mengikuti pendidikan magang bagian Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Dinas Perikanan Kelautan dan Pertanian Kota Bontang pada tahun 2012. Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir pada tahun 2010, yaitu Praktik Kerja Lapang (PKL) dan Kuliah Kerja Nyata Reguler di Desa Tasiwalie, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinang. Ketertarikan dalam bidang marikultur selama menjalani dunia perkuliahan yang akhirnya menginspirasi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Perkembangan Morfologi Juwana Kuda Laut (Hippocampus barbouri, Jordan & Richardson, 1908) dalam Wadah Terkontrol” pada tahun 2013. iv v KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Perkembangan Morfologi Juwana Kuda Laut (Hippocampus barbouri, Jordan & Richardson, 1908) Dalam Wadah Terkontrol” sebagai salah satu syarat kelulusan di Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Salawat serta salam kepada Nabiullah Muhammad Saw atas segala Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan hambatan namun berkat usaha, kemauan dan doa serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat mengatasinya. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua penulis, Bapak Samin dan Ibu Anah yang telah membesarkan, memberikan dukungan moril maupun materil untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang tinggi dan senantiasa mendoakan penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si selaku pembimbing utama sekaligus membantu menemukan ide-ide tema penelitian dan ibu Dr. Inayah Yasir, M.Sc. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk membimbing, memotivasi, memberikan saran, ilmu dan perhatian selama penulis menyelesaikan laporan akhir. 3. Para dosen penguji Ibu Prof. Dr. Ir. A. Niartiningsih, MP., Prof. Dr. Andi Iqbal, ST., M.Fish.,Sc., dan Bapak Dr. Ahmad Bahar, ST, M.Si. yang telah meluangkan waktu dalam memberikan perhatian, kritik dan saran terhadap skripsi penulis. v vi 4. Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu kelautan yang terus memberikan semangat dan dorongan bagi penulis selama masa studi hingga tahap penyelesaian skripsi. 5. Bapak Dr. Muh. Farid Samawi, M.Si. selaku penasehat akademik yang selalu memberi masukan dan motivasi masalah akademik. 6. Anggi Azmita F. Marpaung, S. Kel yang banyak membantu penulis dalam memecahkan masalah pribadi, menemani penulis dalam segala hal serta menjadi motivasi tersendiri bagi penulis untuk menyelesaikan studi. 7. Teman-teman MEZEIGHT (Marine Scince Zero Eight) yang telah banyak meluangkan waktu bagi penulis terutama untuk Andry, Sulaeman Natsir, Arif. Terima kasih juga kepada Dayat, Haidir (Ritol), Anto Kopass, Anca, Rahmadi, Haerul, Accank, Matte, Nirwan, Ivan (mangko), Adi sabbang, Kiki, Cikal, Januar, Arik, Rufi, Baso, terkhusus untuk Azo yang menjadi teman seperjuangan di Lab Penangkaran, Herman, Ucca, Nik, Halid dan Mufti. Kemudian untuk para darma wanita MEZEIGHT Rabuana, Emma, Ipah, Anti bolla, Darmiati, Adlien, Rizka dan Rara dan semua teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 8. Rekan-rekan seperjuangan SAR Universitas Hasanuddin Tole Arkeologi, Rudi, Widya, Nur. Teman seperjuangan KKN Gelombang 82 Opik, Ical dan Azhari 9. Teman-teman Kelautan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah menemani penulis selama kuliah di jurusan ilmu kelautan. Terimakasih untuk semua bantuan, motivasi, kebersamaan, dan canda tawamu di koridor yang tidak pernah padam. Penulis vi vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN............................................................ ii RIWAYAT HIDUP ........................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... x I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................. 1 B. Tujuan dan Kegunaan ....................................................... 2 C. Ruang Lingkup .................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3 A. Klasifikasi dan Morfologi.................................................... 3 B. Karakteristik Tingkah Laku Kuda Laut ............................... 4 C. Perkembangan Embrio ..................................................... 6 D. Pertumbuhan .................................................................... 7 III. METODE PENELITIAN ............................................................. 10 A. Waktu dan Tempat .......................................................... 10 B. Alat dan Bahan ................................................................ 10 C. Prosedur Penelitian ......................................................... 10 1. Tahap Persiapan........................................................ 10 2. Pengadaan dan Pemeliharaan Induk ......................... 11 3. Pemeliharaan Juwana Kuda Laut............................... 11 D. Pengamatan Morfologi ..................................................... 11 vii viii E. Analisis Data .................................................................... 12 IV. HASIL dan PEMBAHASAN ...................................................... 13 A. Perkembangan bentuk kepala juwana kuda laut H. barbouri 14 B. Perkembangan bentuk badan H. barbouri........................ 16 C. Perkembangan bentuk ekor juwana H. barbouri .............. 20 V. KESIMPULAN dan SARAN ....................................................... 22 A. Kesimpulan ....................................................................... 22 B. Saran ................................................................................ 22 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii ix DAFTAR TABEL No 1. Halaman Rata-rata petumbuhan panjang dan berat juwana kuda laut Hippocampus barbouri ............................................................. 8 2. Panjang kepala juwana kuda laut Hippocampus barbouri ........ 14 3. Panjang badan juwana kuda laut Hippocampus barbouri ......... 16 4. Panjang ekor juwana kuda laut Hippocampus barbouri ............ 20 ix x DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Morfologi Kuda Laut ................................................................... 4 2. Pengamatan dan Pengukuran Bagian Tubuh Kuda Laut H. barbouri ................................................................................. 12 3. Perkembangan Bentuk kepala Juwana Kuda Laut H. barbouri ................................................................................. 15 4. Perkembangan Mahkota Juwana Kuda Laut H. barbouri............ 15 5. Perkembangan Bentuk Badan Juwana Kuda Laut H. barbouri ... 18 6. Perkembangan Juwana Kuda Laut H. barbouri .......................... 19 7. Perkembangan Bentuk ekor Juwana Kuda Laut H. barbouri ...... 21 x xi DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Perkembangan bentuk juwana kuda laut H. barbouri selama penelitian .............................................................................. 25 2. Hasil pengukuran juwana kuda laut H. barbouri selama penelitian .... 29 3. Perkembangan bentuk kepala juwana kuda laut H. barbouri Selama penelitian.............................................................................. 30 4. Perkembangan bentuk badan juwana kuda laut H. barbouri Selama penelitian.............................................................................. 31 5. Perkembangan bentuk ekor juwana kuda laut H. barbouri Selama penelitian.............................................................................. 32 xi xii Abstrak ANDRIYANTO SAMIN (L11108265) “Perkembangan Morfologi Juwana Kuda Laut (Hippocampus barbouri) dalam Wadah Terkontrol” di bawah bimbingan Syafiuddin sebagai pembimbing utama dan Inayah Yasir sebagai anggota Kuda laut mempunyai morfologi kepala yang menyerupai kepala kuda dan faktanya bahwa kuda laut jantan mempunyai kantong pengeraman yang tidak dijumpai pada jenis ikan yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perkembangan morfologi juwana kuda laut (Hippocampus barbouri) setelah keluar dari kantong pengeraman (Brood pouch) jantan, dilaksanakan pada bulan Januari hingga Februari 2013 di Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitasi Ekosistem Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Pengamatan dilakukan secara morfometrik (panjang kepala, panjang badan, panjang ekor dan panjang total) dan secara meristik (bentuk mahkota, bentuk dan jumlah cincin badan serta cincin ekor). Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar. Berdasarkan hasil yang didapatkan adalah pada awal kelahiran panjang kepala adalah 0,32 cm kemudian pada akhir penelitian mencapai 0,93 cm. Bagian mahkota berkembang dari awalnya tidak memiliki percabangan kemudian berubah dengan empat percabangan. Pada awal kelahiran panjang badan juwana adalah 0,41 cm kemudian pada akhir penelitian mencapai 1,29 cm. Perubahan yang terlihat terdapat pada bagian cincin yaitu pada akhir penelitian terlihat 11 cincin badan. Pada awal kelahiran panjang ekor juwana adalah 0,51 cm kemudian pada akhir penelitian mencapai 1,52 cm. Duri dan cincin ekor belum tampak setelah kelahiran kemudian pada hari terakhir terdapat duri berujung tumpul diikuti dengan 24 jumlah cincin pada bagian ekor. Kesimpulan yang didapatkan pada formasi duri badan pada akhir penelitian adalah panjang, pendek, pendek dan panjang, sedangkan pada ekor adalah panjang, pendek, panjang dan begitu seterusnya. Perubahan mahkota pada awal kelahiran belum memiliki cabang kemudian berubah menjadi empat percabangan. Kata Kunci : Perkembangan morfologi, Juwana Kuda Laut, Hippocampus barbouri xii 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terjadi interaksi antara ekosistem daratan dan ekosistem laut. Secara sosioekonomi, kawasan pesisir merupakan kawasan yang sangat potensial dari segi kandungan sumberdaya alamnya, baik yang bersifat biotik maupun abiotik. Menurut Widodo, et al (1998), perairan Indonesia merupakan daerah terkaya akan jenis-jenis ikan hias laut dibandingkan dengan beberapa negara penghasil ikan hias lainnya. Di Indonesia terdapat lebih kurang 253 jenis ikan hias laut, diantaranya adalah kuda laut. Kuda laut cukup komersial dan unik karena mempunyai morfologi yang berbeda dengan ikan-ikan yang lain. Kuda laut memiliki daya tarik tersendiri yaitu, bentuk kepala kuda laut yang menyerupai kepala kuda dan faktanya bahwa kuda laut jantan mempunyai kantong pengeraman yang tidak dijumpai pada jenis ikan yang lain menjadi daya tarik tersendiri. Daya tarik lain adalah posisi badannya yang tegak saat berenang serta kemampuan untuk menyesuaikan warna tubuhnya dengan lingkungan sehingga penampilannya makin menarik untuk pajangan akuarium. Hal tersebut mendorong terjadinya penangkapan yang intensif di alam sehingga membahayakan kelestariannya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian kuda laut adalah dengan melakukan pengembangan ke arah budidayanya. Penelitian tentang perkembangan morfologi juwana kuda laut secara morfologi sangat kurang dilakukan. Penelitian yang dilakukan pada umumnya hanya mengamati laju pertumbuhan atau petumbuhan mutlak dari juwana kuda laut seperti pertumbuhan panjang dan bobot pada waktu tertentu. 1 2 Latuconsina (2006) mengamati perkembangan embrio selama masa pengeraman telur dalam kantong pengraman jantan kuda laut. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini mengamati perkembangan juwana kuda laut secara morfologi setelah juwana dikeluarkan dari kantong pengeraman jantan hingga berukuran benih dalam wadah pemeliharaan juwana kuda laut. B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perkembangan morfologi juwana kuda laut (Hippocampus barbouri) setelah keluar dari kantong pengeraman (Brood pouch) jantan. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi mengenai aspek biologi kuda laut khususnya terhadap pemeliharaan kuda laut. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengukuran juwana kuda laut (H. barbouri) yang dipelihara selama 28 hari. Pengamatan dilakukan secara morfometrik (panjang kepala, panjang badan, panjang ekor dan panjang total) dan secara meristik (bentuk mahkota, bentuk dan jumlah cincin badan serta cincin ekor). 2 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Taksonomi kuda laut menurut Burton dan Maurice (1983) adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Pisces Subclass : Teleostei Order : Gasterosteiformes Family : Syngnathidae Genus : Hippocampus Species : H. barbouri (Jordan dan Richardson, 1908) Meski tubuh kuda laut menyimpang dari bentuk ikan pada umumnya, organ-organ yang identik dengan organ tetap dapat ditemukan, seperti insang sebagai organ respirasi, sirip punggung yang digunakan untuk bergerak dan tulang punggung yang menjadi penopang tubuhnya (Thayib, 1977). Seluruh tubuh kuda laut terbungkus oleh semacam baju baja yang terdiri atas lempengan-lempengan tulang atau cincin. Kepala kuda laut mempunyai mahkota (coronet), terdapat mata yang kecil, dan memiliki mulut yang panjang seperti pipa. Tubuh kuda laut agak pipih dan melengkung, permukaan perut kasar, memiliki sirip dada yang pendek dan lebar serta sirip punggung yang cukup besar. Kuda laut memiliki ekor yang dapat dililitkan (prehensil) dan tidak mempunyai sirip ekor. Kuda laut jantan memiliki kantong pengeraman (Broud pouch) yang terletak di bawah perut sedangkan betina tidak memliki kantong pengeraman (Gambar 1). 3 4 Gambar 1. Morfologi Kuda Laut (Burton dan Maurice, 1983) B. Karakteristik Tingkah Laku Kuda Laut Al Qodri, et al (1999) menyatakan bahwa kuda laut adalah hewan diurnal yaitu hewan yang aktif pada siang hari atau selama ada penyinaran cahaya matahari. Pemijahan berlangsung baik pada pagi, siang atau sore hari. Pada siang hari kuda laut melakukan semua aktivitas kehidupannya secara aktif. Kuda laut menggunakan matanya untuk mencari mangsa, karena kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular vision). Jika kuda laut tidak mampu berpindah dengan cepat untuk memburu mangsanya, maka kuda laut akan menggunakan moncong mulutnya yang menyerupai pipa kecil. Dengan sekali hentakan kepala, organisme seperti larva, plankton atau makhluk hidup lain yang ukurannya cukup untuk masuk ke dalam mulut akan dihisap. Namum dalam 4 5 percobaan di laboratorium, Hippocampus ingens telah terbukti menjadi pemakan yang suka memilih makanan (Mann, 1998). Selain cara makan yang unik, ada fakta unik lainnya yaitu pada umumnya kuda laut adalah monogami, Di alam, sifat monogami dan kesetiaan pasangan pada kuda laut memberikan peran dalam keberhasilan reproduksi kuda laut, karena kuda laut yang kehilangan pasangannya tidak dapat bereproduksi lagi sampai menemukan kembali pasangan baru (Lourie et al , 1999). Walaupun kuda laut monogami ternyata kuda laut dapat dipasangkan dengan yang bukan pasangannya. Hal ini dibuktikan oleh Masonjones & Lewis (2000) dalam Syafiuddin (2010), bahwa kuda laut jenis Hippocampus zosterae betina dapat melakukan percumbuan berulang-ulang (2-3 hari) untuk mengevaluasi folikel yang matang yang dapat ditransfer ke dalam kantong pengeraman jantan. Kuda laut betina secara fisiologis dapat melakukan percumbuan atau perkawinan dengan seketika setelah bertemu dengan seekor jantan yang mau menerima dan dapat melakukan perkawinan ulang sebelum akhir dari rata-rata siklus kehamilan jantan (Masonjones & Lewis 2000; Vincent & Sadler 1995 dalam Syafiuddin 2010). Salah satu faktor yang memengaruhi pematangan gonad untuk melakukan reproduksi adalah suhu. Suhu air yang rendah atau tinggi di dalam wadah pemeliharaan dapat memengaruhi waktu mencapai matang gonad. Suhu 28ºC optimal untuk perkembangan dan pematangan gonad kuda laut H. barbouri (Syafiuddin, 2010). Kuda laut jantan dalam melakukan pemijihan menggunakan ekornya untuk menggapai pasangannya. Proses pemijahan diawali dengan masuknya sirip dubur kuda laut betina ke dalam kantong kuda laut jantan. Selanjutnya sel telur kuda laut betina disemprotkan ke dalam kantong telur kuda laut jantan untuk selanjutnya dibuahi. Saat telur-telur menetas, larva dan anaknya diasuh dalam 5 6 kantong induk jantan sampai dianggap kuat dan dikeluarkan dari kantong (Hidayat dan Silfester, 1998). Kuda laut jantan mengerami telur selama 10-14 hari dalam kantong pengeraman yang dilengkapi semacam placenta untuk suplai oksigen. Anakan dilepaskan ke perairan sebagai juwana dengan bentuk seperti kuda laut dewasa. Setelah berumur kurang lebih 30 hari, juwana akan berkembang menjadi benih kuda laut dan ekornya mulai dapat dililitkan. Pada umur 90 hari, organ reproduksinya mulai berkembang dan kuda laut sudah memasuki fase dewasa. Sebagian besar kuda laut menghasilkan telur antara 100-200 butir bahkan ada yang mencapai 600 butir. Pengeraman larva sepenuhnya dilakukan oleh kuda laut jantan (Mann, 1998). C. Perkembangan Embrio Menurut Sumantadinata (1983), pembuahan adalah penggabungan antara inti sel telur dengan inti sperma sehingga membentuk zigot yang menjadi awal perkembangan embrio. Perkembangan dari embrio sampai juvenil bervariasi dari satu jenis ikan ke jenis ikan lain, dari ukuran tubuh sampai perubahan morfologi secara detail (Blaxter, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi diversitas perkembangan fase larva, antara lain : 1. Masa keberadaan kuning telur, yang bergantung pada jenis ikan, ukuran telur dan temperatur 2. Lama periode larva, berkisar dari beberapa hari sampai beberapa bulan bergantung pada batas toleransi temperatur setiap jenis ikan. Pada masa embrio terdapat dua fase stadia larva yaitu pralarva dan postlarva. Pralarva adalah larva yang masih mempunyai kuning telur, sedangkan postlarva adalah larva yang telah kehabisan kuning telur sampai terbentuk organ 6 7 baru. Pada masa akhir dari postlarva, secara morfologis telah mempunyai bentuk yang sama dengan induknya yang biasanya disebut juvenil (Effendie, 1985). Periode pralarva kuda laut, diawali saat embrio berumur 5 hari (±120 jam) yaitu sejak telur menetas hingga umur 10 hari (±240 jam). Pada umur 120 jam atau hari kelima, embrio yang baru menetas masih transparan. Terdapat bintikbintik pigmen yang menyebar diseluruh tubuh. Bakal vertebra (tulang belakang) nampak berwarna putih sehingga segmen-segmen tubuh terlihat seperti garis yang hampir membentuk ruas-ruas vertebra hingga ke ujung ekor namun garis tersebut belum menyatu (Latuconsina, 2006). Menurut Al Qodri (1998) bahwa ciri embrio Hippocampus kuda sebelum dilahirkan telah memiliki saluran pencernaan yang sudah lengkap, mulut sudah sempurna dan bentuk tubuh sudah sempurna. Pigmen tubuh makin nyata, tonjolan pada cincin tubuh dan cincin ekor makin berkembang meskipun masih terlihat kuning telur dengan butiran-butiran pada bagian perut. D. Pertumbuhan Pertumbuhan adalah resultan dari pertambahan panjang dan berat individu dalam suatu waktu tertentu (Effendie, 1979). Pertumbuhan terjadi bila jumlah energi makanan yang dicerna melebihi jumlah energi makanan yang diperlukan untuk mempertahankan hidup (Sastrawidjaja, 1992). Proses pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat berupa : keturunan, umur, ketahanan terhadap serangan penyakit dan kemampuan untuk memanfaatkan pakan. Faktor eksternal adalah salinitas, suhu, kuantitas pakan, kadar oksigen terlarut, pH serta ruang gerak kuda laut (Lockyear, 1998). Faktor pemberian pakan sangat mempengaruhi pertumbuhan kuda laut. Juwana kuda laut yang tidak diberi pakan hingga 12 jam, besar kemungkinan akan menolak untuk makan pada malam berikutnya. Hal ini akan mengakibatkan 7 8 pertumbuhannya terhambat dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Sudaryanto dan Al Qodri, 1993). Al Qodri (1997) mengatakan bahwa ketersediaan pakan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan selama pemeliharaan juwana kuda laut. Jenis, mutu, dosis dan frekuensi pemberian pakan yang tepat sangat berpengaruh terhadap peningkatan kelangsungan hidup juwana tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa pemberian pakan awal copepoda dengan dosis 3 – 5 ekor/ml air media pemeliharaan memberikan hasil yang baik pertumbuhan juwana kuda kuda laut yang berumur 1 sampai 2 hari dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 33–57%. Selanjutnya Hoar et al, (1979) mengatakan pertumbuhan juwana sama apabila konsumsi makanan yang diberikan sama dan berat serta panjang ikan pada awal juga sama. Mangampa et al (2002) mengemukakan, bahwa kematian pada pemeliharaan kuda laut banyak terjadi pada saat pemeliharaan awal sampai umur 30 hari karena kegagalan dalam proses osmoregulasi dan fluktuasi suhu yang tinggi. Menurut (Mann, 1998) anakan kuda laut yang baru dilahirkan berukuran sekitar 6-12mm (Tabel. 1). Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan panjang dan berat juwana kuda laut Hippocampus kuda. (Sudaryanto dan Al Qodri, 1999) Umur 1 Hari 10 Hari 20 Hari 30 Hari 60 Hari 90 Hari Panjang 0.82 cm 1.37 cm 3.02 cm 3.90 cm 4.87 cm 5.69 cm Berat 0.0019 gr 0.0142 gr 0.1300 gr 0.2120 gr 0.301 gr 0.502 gr 8 9 Juwana kuda laut yang telah berumur 30 hari sudah dapat dikatakan benih karena juwana tersebut telah dapat menggunakan ekornya untuk bertengger. Beberapa lainnya sudah dapat mengalami perubahan warna dari hitam ke kuning, sudah dapat memakan artemia dewasa atau rebon dan tahan bila dipindahkan dari satu wadah ke wadah yang lain (Al Qodri, et al , 1999). 9 10 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Februari 2013 di Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitasi Ekosistem Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. B. Alat dan Bahan Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah bak beton yang berukuran 170 x 100 x 70cm, kurungan induk berukuran 80 x 40 x 60cm yang dilapisi dengan kain organdi berwarna hitam. Kurungan dilengkapi dengan aerasi dan tempat kuda laut melilitkan ekornya. Mikroskop dilengkapi dengan micrometer untuk mengamati dan mengukur perubahan morfologi kuda laut, cawan petri digunakan untuk meletakkan sampel, lup (kaca pembesar) digunakan untuk mengamati morfologi kuda laut, alat tulis dan gambar untuk mencatat data dan menggambar hasil pengamatan, botol sampel untuk menyimpan sampel, kamera untuk mendokumentasikan perubahan morfologi pada kuda laut. Bahan yang digunakan adalah induk kuda laut, Mysid (awang awang) dan udang rebon yang telah dibekukan sebagai pakan induk kuda laut, Nauplii artemia sebagai pakan juwana kuda laut, alkohol 70% digunakan untuk mengawetkan sampel, air laut sebagai media pemeliharaan C. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Tahapan ini meliputi penyiapan wadah pemeliharaan dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian. Wadah penelitian diisi air laut yang bersalinitas 32 ‰ yang terlebih dahulu disaring menggunakan catridge dan filter bag berukuran 1 mikron. 10 filter 11 2. Pengadaan dan Pemeliharaan Induk Induk diperoleh dari hasil tangkapan nelayan Pulau Lantang Peo Kepulauan Tanakeke Kabupaten Takalar berukuran 12-14cm sebanyak 16 ekor. Induk kuda laut dipelihara dan dipijahkan dalam kurungan dengan perbandingan jantan dan betina 1:1 yang ditempatkan dalam bak beton volume 850 liter. Selama masa pemeliharaan, induk kuda laut diberi pakan berupa Mysid shrimp (awang-awang) dalam keadaan hidup dan udang rebon yang telah dibekukan. Frekuensi pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi jam 08.00 dan sore jam 16.00 3. Pemeliharaan Juwana Kuda Laut Setelah induk jantan mengeluarkan juwana kuda laut di kantong pengeraman. Selanjutnya juwana dipindahkan ke dalam baskom volume 5 liter dengan padat penebaran 10 ekor/baskom. Juwana kuda laut dipelihara selama 28 hari dan diberi pakan berupa Nauplii artemia secara ad satiation dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pagi jam 08.00, siang jam 12.00 dan sore jam 16.00. D. Pengamatan Morfologi Pengamatan morfologi juwana kuda laut dilakukan setelah juwana dikeluarkan dari kantong pengeraman sampai umur 28 hari. Pengamatan morfologi dilakukan setiap hari dengan cara mengambil sampel juwana kuda laut secara acak di dalam wadah pemeliharaan. Sampel kemudian diletakkan di cawan petri untuk diamati di bawah mikroskop. Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk tubuh, bentuk mahkota, warna tubuh, bentuk duri punggung dan dada, perhitungan cincin badan dan ekor. Setelah pengamatan morfologi dan meristik dilanjutkan dengan pengukuran morfometrik yaitu pengukuran panjang kepala yang dimulai dari 11 12 ujung mulut sampai dengan tulang penutup insang (operculum), panjang badan diukur dari tulang penutup insang (operculum) sampai dengan ujung sirip dubur (anal fin), panjang ekor diukur dari sirip dubur (anal fin) sampai dengan ujung ekor (Gambar 2) Keterangan: 1. Panjang Mulut 2. Panjang Kepala 3. Panjang Badan 4. Panjang ekor 5. Mahkota 6. Cincin Badan 7. Cincin ekor 1 3 6 7 4 Gambar 2. Pengamatan dan Pengukuran Bagian Tubuh Kuda Laut H. barbouri E. Analisis Data Data hasil penelitian perkembangan dan perubahan morfologi juwana kuda laut dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar. 12 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan selama hidupnya mengalami lima periode yaitu embrionik, larva, juvenil, dewasa dan tua. Dalam periode larva, ikan dibagi dalam dua fase yaitu pralarva dan postlarva. Setiap fase mengalami perubahan-perubahan baik morfologi maupun anatomi. Pada masa juvenil perubahan tidak terlalu signifikan karena morfologi dan anatomi ikan sudah menyerupai ikan dewasa (Effendie,1993). Secara umum kuda laut terlihat serupa, kepala berbentuk segitiga, moncong berbentuk pipa, badan keras dan panjang, ekor menyerupai ekor kuda dan dapat dililitkan (prehensil). Menurut Lourie et al, (1999) beberapa aspek yang umum digunakan dalam menentukan jenis kuda laut adalah 1. Panjang total tubuh dari kuda laut 2. Jumlah cincin badan 3. Moncong kepala sebagai proporsi panjang kepala 4. Perkembangan pada duri di bagian tubuh 5. Bentuk duri pipi dan mata 6. Jumlah cincin ekor Selain yang disebutkan di atas, untuk H. barbouri warna juga dapat digunakan untuk menentukan jenis kuda laut. Namun perbedaan warna tidak dapat menjadi dasar untuk menyatakan satu kuda laut berbeda jenis dari yang lain. (Al Qodri dkk, 1998; Simon dan Schuster, 1997; Hidayat dan Silfiester, 1998). Menurut Lourie, et. al (1999) H. barbouri memiliki beberapa bentuk yang bervariasi, namun yang mendukung taksonomi subdivision H. barbouri adalah genetikanya melalui analisis DNA dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat memutuskan benar atau tidak kuda laut tersebut memiliki dua atau lebih spesies tersendiri. 13 14 A. Perkembangan bentuk kepala juwana kuda laut H. barbouri Panjang kepala juwana kuda laut pada umur satu hari (pada awal kelahiran) adalah 0,32cm dan pada akhir penelitian mencapai 0,93cm (Tabel 2 dan Lampiran 2) Tabel 2. Panjang kepala juwana kuda laut H. barbouri Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Panjang Kepala (cm) 0,32 0,32 0,41 0,47 0,44 0,48 0,5 0,4 0,66 0,62 0,68 0,63 0,61 0,63 Hari 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Panjang Kepala (cm) 0,74 0,76 0,74 0,87 0,87 0,87 0,87 0,89 0,73 0,73 0,87 0,79 0,88 0,93 Menurut Lourie, et al, (1999) mahkota yang terdapat pada bagian kepala kuda laut H. barbouri berbentuk bintang atau spines yang merupakan ciri khusus dari H. barbouri. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mahkota pada umur satu hari (awal kelahiran) terlihat seperti layar perahu dengan duri kecil yang tumpul dibagian kepala. Juwana pada umur empat hari, mahkotanya berbentuk seperti segitiga yang menyerupai tanduk. Mahkota semakin tampak dengan empat percabangan dan duri awal yang semakin pendek dan tumpul dengan pembentukan mahkota pada umur 11 hari. Kemudian pada umur 22 hari mahkota menyerupai bintang dengan percabangan empat. Pada pengamatan umur 28 hari duri mahkota yang semakin panjang yang berbentuk bintang sedangkan duri yang ada pada awal kelahiran semakin tumpul. 14 15 Pada juwana kuda laut, duri mata baru terlihat pada umur lima hari yang berbentuk double. Menurut Lourie et al, (1999), H. barbouri memiliki ciri khusus yaitu memiliki dua duri di bawah mata. Secara keseluruhan perkembangan bentuk kepala juwana kuda laut selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3, 4 dan Lampiran 3 Gambar 3. Perkembangan bentuk kepala juwana kuda laut H. barbouri (Keterangan: a. Mahkota, b. Duri di bawah mata) Hari ke-1 Hari ke-4 Hari ke-10 Hari ke-28 Gambar 4. Perkembangan Makhota juwana Kuda Laut H. barbouri 15 16 C. Perkembangan Bentuk Badan H. barbouri Menurut Tahyib (1977) bahwa sepanjang permukaan tubuh kuda laut seakan-akan dilapisi oleh tulang pipih menonjol yang menyerupai perisai dan berbentuk seperti cincin yang berfungsi sebagai kerangka luar (eksoskeleton). Bentuk yang unik pada kuda laut adalah bentuk badan. Bentuk badan kuda laut memanjang vertikal dengan duri yang terdapat di seluruh tubuh kuda laut. Juwana kuda laut H. barbouri mirip dengan kuda laut dewasa. Panjang badan juwana kuda laut pada umur satu hari (awal kelahiran) adalah 0,41cm dan pada akhir penelitian mencapai 1,29cm. Panjang badan juwana kuda laut selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Panjang badan juwana kuda laut H. barbouri Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Panjang Badan (cm) 0,41 0,51 0,57 0,59 0,66 0,56 0,66 0,52 0,88 0,89 0,99 0,9 0,94 0,92 Hari 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Panjang Badan (cm) 1,18 0,95 1,01 1,07 1,01 1,08 1,08 1,04 1,17 1,17 1,19 1,15 1,17 1,29 Ciri-ciri yang membedakan kuda laut dengan ikan lainnya adalah kuda laut memiliki cincin badan yang mengelilingi tubuhnya. Pada umur tiga hari terlihat garis-garis halus yang mengelilingi badan juwana. Kemudian pada umur lima hari cincin badan tampak jelas dan bertambah menjadi delapan cincin pada hari ke-7. Pada hari ke-10, badan terlihat membesar dengan sebelas cincin badan yang jumlahnya tidak bertambah lagi hingga dewasa. 16 17 Berbeda dengan ikan laut yang umumnya memiliki sisik, kuda laut memiliki duri pada bagian badannya. Pengamatan juwana pada umur satu hari, duri pada bagian badan tampak seperti benjolan-benjolan. Kemudian pada hari ke tiga benjolan tersebut menjadi tumpul. Duri melancip, panjang dan besar pada hari ke lima. Duri selang-seling yang diawali dengan duri panjang, pendek, panjang dan begitu seterusnya terlihat pada hari ke-7 sampai hari ke-22. Pada pengamatan juwana umur 28 hari, duri badan masih terlihat selang-seling tetapi dengan interval satu duri panjang kemudian diikuti dua duri pendek lalu duri panjang dan begitu seterusnya (Gambar 6). Menurut Lourie, et al (1999) bentuk formasi cincin dan duri badan pada tubuh kuda laut dewasa adalah berujung tumpul dengan indeks keberadaan duri (panjang, pendek, pendek dan panjang). Hal ini menjelaskan bahwa forrmasi cincin dan duri badan kuda laut (H. barbouri) dewasa sama dengan formasi cincin dan duri badan juwana kuda laut. Untuk lebih jalasnya perubahan pada bagian badan kuda laut seluruhnya dapat dilihat pada Gambar 5 dan Lampiran 4 sedangkan perubahan untuk seluruh bagian tubuh dapat dilihat pada Gambar 6. 17 18 Gambar 5. Perkembangan bentuk badan juwana kuda laut H. barbouri (Keterangan: a. Cincin badan, b Duri badan) 18 19 19 20 D. Perkembangan bentuk ekor juwana kuda laut H. barbouri Juwana kuda laut memiliki ekor lebih panjang daripada badan (lampiran 2). Hal ini didukung pernyataan Hansen dan Cummins, (2002) bahwa kuda laut memiliki ciri khusus lain yaitu memiliki ekor yang lebih panjang dari pada badan dan tubuhnya. Pada awal kelahiran panjang ekor kuda laut berukuran 0,51cm. Kemudian panjang ekor mencapai 1,52cm pada akhir penelitian (Tabel 4). Tabel 4. Panjang ekor juwana kuda laut H. barbouri Hari Panjang Ekor (cm) 0,51 1 0,67 2 0,69 3 0,65 4 0,67 5 0,51 6 0,79 7 0,61 8 1,17 9 1,18 10 1,28 11 1,25 12 1,21 13 1,14 14 Hari Panjang Ekor (cm) 1,42 15 1,21 16 1,32 17 1,46 18 1,46 19 1,49 20 1,37 21 1,46 22 1,49 23 1,49 24 1,43 25 1,28 26 1,49 27 1,52 28 Pada Tabel 4 telihat bahwa panjang ekor juga tidak diiringi dengan bertambahnya umur sama halnya dengan perkembangan kepala dan badan. Ini disebabkan kurangnya intensitas cahaya pada wadah pemeliharaan juwana. Danakusumah dan Imanishi (1984) mengatakan bahwa pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, suhu, oksigen terlarut, pada penebaran serta jumlah pakan dan kualitas pakan yang diberikan. Selain ukuran ekor lebih panjang dari badan dan kepala. Kuda laut memiliki cincin dan duri pada bagian ekor. Cincin ekor kuda laut baru mulai tampak pada hari ke tiga setelah kelahiran. Ekor juwana pada umur tiga hari 20 21 tampak kasar dengan duri pada bagian samping dan terdapat 10 cincin ekor. Pada umur lima hari terdapat 11 cincin ekor dengan duri samping. Kemudian pada umur tujuh hari cincin ekor bertambah menjadi 14, dengan duri pendek dan tumpul. Sampai pada umur 25 hari cincin ekor berjumlah 24 sama pada hari ke28 (Lampiran 1 dan Gambar 7). Secara keseluruhan perkembangan bentuk kepala juwana kuda laut selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 5 b b a a b a b a Gambar 7. Perkembangan bentuk ekor juwana kuda laut H. barbouri (Keterangan: a. Cincin ekor, b Duri ekor) Lourie et al (1999) mengatakan jumlah keselurahan cincin pada tubuh kuda laut berkisar 34-35 dengan formasi duri adalah panjang, pendek, dan panjang kemudian begitu seterusnya. Pada juwana kuda laut didapatkan 24 cincin ekor dan 11 cincin badan sehingga total keseluruhan cincin adalah 35. Ini membuktikan jumlah cincin juwana pada umur 28 hari dan kuda laut dewasa memiliki jumlah sama dengan formasi duri panjang, pendek, panjang dan begitu seterusnya. 21 22 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Panjang kepala pada awal kelahiran adalah 0,32cm kemudian pada akhir penelitian mencapai 0,93cm. Bagian mahkota berkembang dari awalnya tidak bercabang menjadi mahkota dengan empat percabangan. 2. Pada awal kelahiran panjang badan juwana adalah 0,41cm dan tidak memiliki cincin kemudian pada akhir penelitian mencapai 1,29cm dengan 11 cincin badan. 3. Pada awal kelahiran panjang ekor juwana adalah 0,51cm tanpa duri dan cincin ekor. Pada akhir penelitian panjangnya mencapai 1,52cm dengan 24 cincin ekor dan duri yang berujung tumpul dan 4. Formasi duri badan pada akhir penelitian adalah panjang, pendek, pendek dan panjang sedangkan formasi pada ekor adalah panjang, pendek, panjang dan begitu seterusnya. B. Saran Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengamati perubahan morfologi pada saat menjelang dewasa dan untuk mendapatkan gambaran yang maksimal mengenai perkembangan kuda laut jumlah sampel diperbanyak. 22 23 DAFTAR PUSTAKA Akbar, S. Hartono, P. Anwar, K, 1999. Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus spp). Ditjen Balai Budidaya Laut Lampung Al Qodri AH, Sudjiharno, Hermawan A. 1998. Pemeliharaan induk dan pematangan gonad. Di dalam: Pembenihan kuda laut (Hippocampus spp). Lampng: Deptan, Ditjenkan. Bali Budidaya Laut. Al Qodri, A.H., Sudjiharno dan P.Hartono, 1999. Rekayasa Teknologi Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus, spp). Ditjen Balai Budidaya Laut.Lampung. Ballard. W. W. 1964. Comparative and Embriology.The Ronald Press.Co. New York. 89-164 Blaxter, J.H.S. 1988. Pattern and Variety in Development.In Physiology W.S. Hoar and Randall. Vol.XI: The Phisiology of Developing Fish. Academic Pres. New York. P:3-49 Burton, R. dan Maurice. 1983. Sea Horse. Departemen of Icthyology American Museum of Natural History American. Danakusumah, E. Dan K. Imanishi. 1984. On The Station of Grouper (Epinephelus tawrina). Laporan Penelitian Perikanan Laut (30): 63-66 Effendie, M.I. 1985. Biologi Perikanan, Bagian I: Studi Natural History. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hal: 43-102 Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor Hansen, C and H. Cummins., 2002. Tropical Marine Ecology. http : // www. pbs. org/ wgbh/ nova/ seahorse. htm (diakses 18 Maret 2004). Hidayat dan Silfester., 1998. Biologi Kuda Laut. Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus spp). Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Laut. Lampung. Hoar, W. S.. D.J. Randal, and J.R. Brett. 1979. Fish Physiology. Bioenergetics and Growth. Academic Press, Inc. London. Volume III. Isnansetyo, Alim dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton & Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 116 pp. Khairuman dan K. Amri. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka, Tangerang. 83 pp Latuconsina, R.S. 2006.Studi Pendahuluan Perkembangan Embrio Kuda Laut (H. barbouri).Skripsi Jurusan Budidaya Perairan. Universitas Hasanuddin. Makassar 23 24 Lockyear, J, 1998. Studi Pendahuluan Pemijahan di Bak Terkontrol dan Pembesaran Kuda Laut KNYSNA (Hippocampus copensis). Department of Ichthyology and Fisheries Science Rhodes University. Graham Stown. South Africa. Lourie, S. A., A. C. J Vincent., H. J Hall., 1999. Seahorses “An Identification Guide To The Words Species And Their Conservation. Project Seahorse. London. UK. Mangampa, M., Burhanuddin dan H.S. Suwoyo. 2002. Studi Pendahuluan Penggunaan Air Tambak sebagai Media Pemeliharaan Juwana Kuda Laut (H. barbouri). Disampaikan pada Seminar Nasional Memacu Pengembangan Agribisnis Melalui Optimalisasi Sumberdaya Lahan dan Penerapan Teknologi Spesifik Lokasi. Balai Penelitian Perikanan Pantai. Makassar, 22 - 23 Oktober 2002. Mann, R. H. 1998. Guiding Giant Seahorse. California Wild – Here At The Academy. http: // www. Calacademy. org/calwild archives/ seahorse. htm (diakses 22 Maret 2004). Nikolsky, G. V. 1963. Theory of Fsh Populastion Dynamik, As The Biological Background of Rational and Management of Fishery Resource, translated by Bradley. Oliver dan Boyd. 323 p Sastrawidjaja, T.M.F., 1992. Pengaruh Pemberian Ransum Uji Dengan Kadar Protein. Aneka Ilmu, Semarang. Smith, S. 1957. Early Developmnet and Hatching.In M.E. Brown (Eds).The Phisiology of Fishes. Volume I : Metabolism. Academic Press, Inc Published. New York Sudaryanto, & A.H. Al Qodri. 1993. Pemeliharaan Juwana Kuda Laut (Hippocampus spp) di bak Terkontrol. Departemen Pertanian. Dirjen Perikanan. Balai Budidaya Laut Lampung. Buletin Budidaya Laut No. 7 : 10-16. Sumantadinata, K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. PT Sastra Hudaya. Jakarta. Syafiuddin. 2010. Studi Aspek Fisiologi Reproduksi Perkembangan Ovari dan Pemijahan Kuda Laut (H. barbouri) dalam Wadah Budidaya. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Thayib, S.S, 1977. Beberapa Catatan Menarik Mengenai Tangkur Kuda (Hippocampus ,spp). Warta Oseana G. Hal 1-5. Widodo, J., B. Priyono dan G. Tampubulon., 1998. Potensi Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut Di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta. 24