BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak beberapa tahun yang lalu, K-Pop dan K-Drama berhasil
mengguncang dunia dengan lagu dan kisah cerita drama yang menyentuh hati
penonton.1 Lagu-lagu K-Pop berhasil menjuarai tangga lagu di dunia dan KDrama telah merebut hati masyarakat di Asia, Amerika, hingga Eropa.2 K-Drama
yang cukup dekat dengan realitas sosial penonton mampu membangun imajinasi
hingga menciptakan emosi di kalangan penontonnya.
Korea Selatan memang menjadi salah satu Negara dengan produksi soap
operas terkenal di dunia yang biasa disebut K-Drama atau Korean Drama (drama
Korea). Drama Korea (bahasa Korea: 한국드라마) mengacu pada drama televisi
di Korea Selatan yang dibuat dalam sebuah format miniseri dengan jumlah
episode berkisar antara 16 hingga 100 episode dan tentu saja diproduksi dalam
bahasa Korea.3 Banyak drama produksi Korea Selatan yang telah populer di
seluruh Asia dan telah memberikan kontribusi pada fenomena umum dari Hallyu
Wave dan juga "Demam Drama" di beberapa negara.
1
“International Reception Korean Drama”, https://en.wikipedia.org/wiki/Korean_drama
27/04/2015/14.00
2
“List of Kpop on the Billboard Charts”, https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Kpop_on_the_Billboard_charts 27/04/2015/14.00
3
“Korean Drama”, https://en.wikipedia.org/wiki/Korean_drama 27/04/2015/14.00
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Secara umum, terdapat dua jenis genre dalam drama Korea, yang pertama
adalah drama yang serupa dengan opera sabun di Negara barat.4 Drama ini
biasanya melibatkan konflik terkait dengan hubungan antara ibu dan anak,
percintaan, keluarga, permusuhan, dan sebagainya. Beberapa drama Korea
dengan genre ini yang terkenal adalah Winter Sonata, Boys Over Flowers, Doctor
Stranger, City Hunter, Man From the Star, Dream High, I Hear Your Voice, Kill
Me Heal Me, Heirs, Yongpal, Healer, dan sebagainya.
Genre yang kedua adalah drama bertemakan sejarah Korea Selatan yang
biasa disebut Sae Geuk.5 Drama sejarah Korea biasanya melibatkan alur yang
sangat kompleks dengan kostum yang rumit serta memerlukan set dan efek yang
khusus. Sae Geuk memiliki banyak penggemar, tak hanya dari Korea, namun juga
dari berbagai Negara, termasuk Indonesia. Berikut ini adalah beberapa drama Sae
Geuk yang terkenal, yaitu Jumong, Queen Seon Deok, Dong Yi, Jewel in the
Palace, Moon Embracing the Sun dan sebagainya.
Di Indonesia, drama Korea mulai populer sejak drama Winter Sonata dan
Endless Love tayang pada 2002 lalu di SCTV. Bahkan beberapa drama Korea
dibuat versi Indonesianya, seperti Demi Cinta (2005) yang merupakan remake
dari drama Autumn in My Heart, Kau yang Berasal dari Bintang yang diadaptasi
dari You Who Came From Another Star, dan lain-lain.6 Meski pun biaya produksi
4
Ibid
Ibid
6
“Popularity of Korean Dramas in Indonesia”,
5
https://books.google.com.au/books?id=aXutBAAAQBAJ&pg=PA24&lpg=PA24&dq=popul
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
drama Korea sangat tinggi, namun pendapatan dari tayangan drama Korea cukup
menggiurkan. Salah satu drama dengan penjualan tertinggi adalah drama
Pinocchio yang terjual sebesar US$280.000 per episode, atau sekitar Rp 3,5
milyar/episode kepada Youku Tudou, salah satu online broadcasting di
Tiongkok.7 Drama ini berhasil mengalahkan rekor yang sebelumnya dipegang
oleh drama My Lovely Girl yang terjual US$ 200.000 per episode, atau sekitar Rp
2,5 milyar per episodenya.
Drama Pinocchio (피노키오) merupakan drama dengan genre drama
romantis komedi dan juga keluarga. Drama yang tayang di Seoul Broadcasting
Systems (SBS) sejak 12 November 2014 hingga 15 Januari 2015 ini merupakan
drama yang diproduksi oleh SidusHQ. Jo Soo Won bertindak sebagai sutradara
kembali bekerja sama dengan penulis Park Hye Ryun yang sudah menulis banyak
drama terkenal dan kerap mendapatkan penghargaan secara nasional mau pun
internasional, seperti dalam drama Dream High dan I Hear Your Voice.
Kelihaian Park Hye Ryun dalam menulis naskah kembali dibuktikan
melalui drama Pinocchio. Berdasarkan TNS Media Korea dan AGB Nielsen,
sebanyak 20 episode drama Pinocchio berhasil masuk The Top 20 Daily Show.8
arity+of+korean+dramas+in+Indonesia&source=bl&ots=PYDEwT19A&sig=bv_q9sWjoZNsupNJuHynIhNppgA&hl=en&sa=X&ei=KHjJVIixH8Lt8AX
30oGwCA&ved=0CC4Q6AEwAw#v=onepage&q=popularity%20of%20korean%20dramas
%20in%20Indonesia&f=false, 27/04/2015/14.00
7
Fitria Desriana, “Pinocchio”, Korean Drama, (Edisi Desember 2014 – Januari 2015) hlm. 9
Asian Wiki, “Pinocchio” http://asianwiki.com/Pinocchio_%28Korean_Drama%29
10/03/2015/17.00
8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Perolehan rating yang tinggi menjadi salah satu bukti bahwa drama ini memiliki
banyak penggemar. Bahkan drama ini juga tayang di berbagai Negara di dunia. Di
Tiongkok, drama ini tayang di situs Youku Tudou. Di Jepang tayang melalui
EISEI GEKIJO, di Taiwan melalui ETTV dan bahkan Amerika melalui KBFD.
Kemudian untuk Indonesia, Singapura, dan Malaysia, drama ini bisa dinikmati di
ONE TV ASIA dan RCTI. Drama ini juga tayang di Filipina melalui GMA Network
pada tahun 2015. Selain rating yang tinggi, drama Pinocchio juga berhasil
mendapatkan banyak penghargaan di Korea, diantaranya adalah Hallyu Best
Drama Award at Seoul International Drama Award, Best Actor at 27th Grimae
Awards, Top Excellence Award, Actress in a Drama Special at SBS Drama
Awards, Hallyu Best Drama Award at Seoul International Drama Award dan
sebagainya.9
Popularitas drama Pinocchio tak perlu diragukan lagi. Setiap artikel
tentang drama Pinocchio dipenuhi komentar dari penonton Korea Selatan dan
Internasional. Penonton di Korea Selatan menyukai drama ini karena isi pesan
dari drama Pinocchio menarik dan mengangkat permasalahan serupa yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat yang ada di Korea Selatan. Pesan dalam drama
Pinocchio dinilai mampu mewakili aktualitas dan menjadi cermin kehidupan
masyarakat. Hal ini disampaikan oleh beberapa penonton melalui kolom
9
Ibid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
komentar di website My Daily, Naver, Soompi dan Nate yang dikutip oleh
Netizenbuzz, yaitu:10
1. [1.860, -163] I liked how they showed the reality of journalist and look
at the name value of the pilot episode.
2. [407, -13] A good drama that showed the side of truthful journalists!!!
Sad it’s the last episode but great work to everyone!!!
3. [+361, -18] A drama worth full points. It lacks nothing. The story, plot
speed, the cast, it’s a perfect. It helps you reflect after each episode
and gives you a chance to reflect on the various issues of our society
in a different view. It was fun watching, great work to all.
4. [298, -5] This drama’s not only fun but it teaches you life lessons.
Drama Pinocchio menceritakan bagaimana jurnalis dan media menyajikan
sebuah berita. Realitas profesi jurnalis yang ditampilkan dalam drama ini cukup
menarik dan mampu memberikan gambaran kepada penonton mengenai profesi
jurnalis. Mulai dari cara jurnalis mendapatkan berita, menentukan berita layak
tayang, melakukan wawancara, merekam kejadian peristiwa, dan beragam
kegiatan jurnalis lainnya yang tidak diketahui oleh masyarakat awam. Seperti
yang diungkapkan netizen di website Naver dengan jumlah upvote 1.860 dan
downvote 163, bahwa drama ini menunjukkan realitas jurnalistik.
Detail cerita yang dikisahkan dalam drama Pinocchio, disampaikan
melalui adegan dan dialog serta hal pendukung lainnya seperti make up, kostum,
10
Netizenbuzz.blogspot.com 12/11/2015/17.00
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
kondisi lingkungan, karakter tokoh, setting, lighting, dan sebagainya, mampu
menunjukkan aktualitas dari kehidupan masyarakat. Penonton terhanyut akan
cerita tentang kisah jurnalis dan media massa yang mengalami dilema dalam
menjalani profesinya. Tidak hanya di Korea Selatan saja, tetapi penonton dari
berbagai Negara termasuk Indonesia, turut merasakan bahwa pesan yang ada di
drama Pinocchio merupakan refleksi dari kehidupan mereka. Berikut ini adalah
beberapa opini yang disampaikan oleh penonton dari berbagai Negara, yaitu:
Gambar 1.1 Screencapture komentar penonton internasional
Netizen dengan username Lindsey, mengakui bahwa di negaranya yaitu
Filipina, hal serupa dengan pengalihan isu terjadi. Namun, teknik pengalihan
isunya berbeda. Jika di Korea Selatan isu politik akan ditutupi dengan isu skandal
selebriti, maka di Filipina isu politik akan ditutupi dengan isu politik lainnya.
Kemudian netizen dengan username Adis mengungkapkan bahwa di negaranya
juga terjadi hal serupa dan dia menduga bahwa pengalihan isu memang terjadi
dimana-mana, tidak hanya di Korea Selatan saja.
Salah satu cerita dalam drama ini adalah adanya skandal artis yang
dijadikan sebagai pengalihan isu. Hal ini dilakukan untuk menutupi kasus besar
yang menimpa pejabat Korea Selatan. Cerita ini ternyata benar-benar terjadi di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Korea Selatan, terbukti dengan komentar yang diberikan oleh netizen saat berita
korupsi pejabat ditutupi dengan munculnya skandal dating selebriti terkenal,
seperti yang dikutip Netizenbuzz, yaitu:11
Gambar 1.2 Screencapture komentar penonton Korea Selatan
Di Indonesia, drama Pinocchio mendapat sambutan yang cukup baik. Hal
ini dapat dibuktikan, hampir setiap penayangan drama Pinocchio, hashtag
#PinocchioRCTI selalu bertengger dijajaran trending topic twitter Indonesia.12
Penonton di Indonesia juga mengungkapkan opininya terhadap drama Pinocchio,
seperti Nauveliawati Nur Al-Fathonah dalam Kompasiana.com, “Drama ini keren
aja, bahkan tiba-tiba aku pengen jadi wartawan gara-gara drama ini. kayak penuh
tantangan aja, hehe. Soalnya nih, semakin aku liat berita tentang Indonesia dan
11
Ibid
“Indonesia Trends on Twitter”, https://twitter.com/trendinaliaid/status/682114085702381568
7/09/2016/17.00
12
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
kritikan pedas sekarang, aku jadi semakin nggak tau „kode etik jurnalistik‟ yang
bener tu yang kayak gimana.”13
Kisah jurnalis dalam drama Pinocchio menegaskan pengaruh profesi
jurnalis tersebut. Tugas dan peran jurnalis memang dapat mempengaruhi
kehidupan masyarakat, kehidupan politik di suatu Negara, hingga kaitannya
dengan demokrasi, publik dan kepentingan umum. Jurnalis bisa membentuk opini
publik dan mendapatkan reaksi dari berita yang dibuatnya. Tidak semua fakta dan
informasi yang dimiliki dapat disiarkan kepada publik. Setiap fakta akan dicari
nilai-nilai beritanya. Berita baik atau berita buruk yang harus disampaikan, tentu
disesuaikan dengan keadaan. Karena semua berita pada dasarnya bernilai, hanya
saja bagaimana jurnalis tersebut mengolahnya.
Kegiatan jurnalistik tidaklah semudah teori, karena seorang jurnalis tentu
menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dalam menemukan fakta, tak
sedikit yang menghadapi masalah akibat suatu kasus yang diungkapkan di media.
Di Negara demokratis, pers atau jurnalis merupakan pilar keempat demokrasi.
Jurnalis memiliki tugas dan peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku
bangsa. Maka, seorang jurnalis haruslah bersikap professional dan memiliki etika
dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya.
Etika dalam sebuah profesi memang sudah menjadi pedoman, seperti
halnya pada bidang medis dan hukum. Di Indonesia, terdapat Kode Etik
Jurnalistik yang menjadi pedoman para jurnalis dalam mencari, mengolah, dan
13
Kompasiana.com 28/09/2015/17.00
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
menyebarkan informasi. Sedangkan di Korea Selatan juga terdapat Kode Etik
yang menjadi acuan jurnalis dalam menjalankan profesinya. Keberadaan Kode
Etik bukan berarti bahwa jurnalis selalu etis dalam menjalankan tugasnya, sama
seperti halnya yang ada dalam drama Pinocchio ini.
Etika jurnalistik yang menjadi suatu acuan oleh para jurnalis ternyata tidak
sepenuhnya dipatuhi. Dalam praktiknya, jurnalis dihadapkan dengan berbagai
dilema yang tidak diatur secara khusus oleh etika profesi. Jurnalis harus mampu
mengambil keputusan sesuai dengan hati nuraninya. Status jurnalis semakin
dipertanyakan apakah dipahami sebagai pekerjaan atau memang sebagai profesi
yang sangat mulia. Hal ini disebabkan karena media massa saat ini cenderung
berubah menjadi entitas ekonomi, industri, dan agen sosialisasi, sehingga jurnalis
kehilangan ideologi yang dimiliki pribadi masing-masing. Kondisi ini juga
membuat jurnalis tidak lagi bekerja untuk kepentingan publik, namun untuk
kepentingan pemilik media dan kelompok-kelompok tertentu.
Drama Pinocchio merepresentasikan bagaimana etika yang digunakan
para jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya. Hal ini membuat peneliti
tertarik untuk menganalisa lebih dalam lagi mengenai pesan yang ingin
disampaikan oleh penulis drama Pinocchio kepada penonton melalui tanda-tanda
yang diberikan berupa data audio (musik, suara, dialog, backsound, effect, dan
sebagainya) dan data visual (gambar, gerak, ekspresi, pencahayaan, kostum, dan
sebagainya).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Aspek komunikasi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pesan
(message). Dalam melakukan penelitian pesan, terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan. Salah satunya adalah melalui analisis semiotika. Peneliti merasa
bahwa metode kualitatif dengan pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce,
sesuai dengan penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini akan berfokus
pada bagaimana drama Pinocchio merepresentasikan etika jurnalistik yang
dilakukan oleh jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya. Dari perpaduan
tanda-tanda serta kode yang ada, peneliti akan membongkar makna-makna yang
ingin disampaikan penulis dan sutradara drama Pinocchio. Analisis semiotika
Peirce mengkaji tanda-tanda tersebut melalui model triadic atau biasa disebut
sebagai teori segitiga makna dan konsep trikotonominya yang terdiri atas
representament, object, dan interpretant.
Berdasarkan uraian diatas, maka judul yang diangkat dalam penelitian
skripsi ini adalah Representasi dan Makna Etika Jurnalistik dalam Drama
Pinocchio.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana representasi dan makna etika
jurnalistik dalam drama Korea Pinocchio?”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi dan makna
etika jurnalistik dalam drama Korea Pinocchio.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian representasi dan makna etika jurnalistik dalam
drama Korea Pinocchio, yaitu:
a. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai referensi dan
contoh penggunaan metode analisis semiotika, khususnya semiotika Charles
Sanders Peirce. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan
sumbangsih kepada pengembangan ilmu komunikasi dalam mengkaji makna
dari pesan yang terdapat dalam serial drama televisi.
b. Manfaat praktis, diharapkan dapat menjadi masukan dan juga cermin bagi
jurnalis untuk lebih memperhatikan etika saat melakukan kegiatan jurnalistik.
c. Manfaat sosial, diharapkan bisa memberi pengetahuan dan gambaran kepada
pembaca, penonton dan masyarakat tentang bagaimana representasi dan
makna etika jurnalistik dalam drama Korea Pinocchio.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
E. Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi sebagai Produksi Pesan
Menurut Laswell, sebagaimana yang dikutip dalam Effendy14, cara
yang baik untuk menggambarkan komunikasi ialah dengan menjawab
pertanyaan sebagai berikut: Who says What In Which Channel To Whom With
What Effect? Paradigma Lasswell tersebut menunjukan bahwa komunikasi
meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut,
yaitu:
1. Komunikator (Communicator, Source, Sender)
2. Pesan (Message)
3. Media (Channel, Media)
4. Komunikan
(Communicant,
Comunicatee,
Receiver,
Recipient)
5. Efek (Effect, impact, Influence)
Unsur sumber (who) mengundang pertanyaan mengenai pengendalian
pesan. Unsur pesan (say what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran
komunikasi (in which channel) menarik untuk mengkaji mengenai analisis
media. Unsur penerima (to whom) banyak digunakan untuk studi analisis
khalayak. Unsur pengaruh (with what effect) berhubungan erat dengan kajian
mengenai efek pesan pada khalayak. Berdasarkan paradigma Lasswell
14
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2007)
hlm. 10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan
efek tertentu.
Menurut John Fiske, pada dasarnya studi komunikasi merefleksikan
dua aliran utama, yaitu:15
1. Transmisi pesan (proses) yang fokus pada bagaimana pengirim
(sender) dan penerima (receiver) melakukan proses encoding
dan decoding, yang mana proses transmisi tersebut
menggunakan channel (media komunikasi). Aliran ini
cenderung linier dan tidak begitu mementingkan makna
(subjektif).
2. Produksi pesan atau teks-teks berhubungan dengan khalayak
dalam memproduksi makna, yang perhatian utamanya pada
peran teks dalam konteks budaya penerimanya.
Dapat disimpulkan bahwa pada aliran pertama, John Fiske melihat
komunikasi sebagai suatu proses yang dengannya seorang pribadi
mempengaruhi perilaku atau state of mind pribadi yang lain. Kemudian pada
aliran kedua, ia melihat studi komunikasi adalah studi tentang teks dan
kebudayaan. Metode studinya adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan
makna).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan aliran yang kedua, yaitu
komunikasi sebagai produksi pesan dan teks yang berkaitan dengan
kebudayaan penontonnya. Serial drama Korea Pinocchio teks yang diproduksi
disesuaikan dengan realitas Negara asalnya, Korea Selatan. Serial drama yang
15
John Fiske, Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komperehensif
(Yogyakarta, Jalasutra, 2004) hlm. 8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
menjadi suatu cermin kehidupan sosial masyarakat Korea Selatan menjadi
pusat objek penelitian. Penelitian ini berkaitan erat dengan kebudayaan Korea
Selatan ini akan mencari tahu bagaimana pesan yang diproduksi dengan latar
yang berbeda dengan Indonesia, akan dimaknai oleh masyarakat Indonesia.
Istilah pesan memang berbeda dengan makna. Pesan adalah penanda,
sedangkan makna adalah pertanda.16 Pesan bisa memiliki lebih dari satu
makna, dan beberapa pesan memiliki satu makna. Dalam penelitian ini, pesan
yang dikirimkan oleh penulis naskah dan kru serial drama kemudian diterima
dan dimaknai oleh khalayak atau penonton yang heterogen. Pesan memiliki
tiga elemen terstruktur, yaitu tanda dan simbol, bahasa, dan wacana. Pesan
yang ditampilkan melalui tanda-tanda dan kode-kode akan menumbuhkan
suatu makna dalam benak penonton.
2. Definisi Komunikasi Massa
Komunikasi berlangsung dalam suatu situasi atau konteks tertentu.
Oleh karena itu, komunikasi dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung
dengan jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Ada
komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok,
komunikasi publik, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Semakin
besar jumlah peserta yang ikut dalam komunikasi tersebut, maka semakin
besar pula efek yang ditimbulkan.
16
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna (Yogyakarta, Jalasutra, 2010) hlm. 22
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass
communication, sebagai kependekan dari mass media communication.
Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang
mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan
sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari
media of mass communication. Massa mengandung pengertian orang banyak,
mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar
atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir
bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama.
Menurut Rakhmat seperti yang dikutip dalam Ardianto, komunikasi
massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah
khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak maupun
elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan
sesaat.17 Definisi tersebut menyiratkan bahwa komunikasi massa memiliki
kekuatan yang cukup besar, sehingga sangat cocok untuk menjalankan
beragam fungsi pokok dari komunikasi massa.
Berikut ini adalah enam fungsi pokok komunikasi massa, yaitu:18
1. Menghibur
Media mendesain program-program mereka untuk menghibur khalayak.
17
Elvinaro Ardianto dkk, Komunikasi Massa : Suatu Pengantar (Bandung, Simbiosa Rekatama Media,
2007) hlm. 5
18
Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia (Tangerang, Karisma Publishing Group, 2011) hlm.
575-579
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
2. Meyakinkan
Fungsi terpenting media adalah meyakinkan atau to persuade. Mulai dari
meyakinkan sikap, kepercayaan, atau nilai dari seseorang, mengubah
sikap, menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, hingga
memperkenalkan dan menawarkan suatu nilai tertentu.
3. Menginformasikan
Media menjadi salah satu sarana dan alat dalam memberikan informasi
bagi khalayaknya. Sebagian besar informasi yang dimiliki oleh khalayak
didapat dari media dengan beragam bentuknya. Mulai dari tayangan
televisi, siaran radio, film, buku, dan sebagainya.
4. Menganugerahkan Status
Media mampu membuat sejumlah orang, organisasi, dan beragam hal
lainnya menjadi penting dimata masyarakat. Segala sesuatu yang dimuat
oleh media, akan mendapat perhatian dari masyarakat.
5. Membius
Jika media menyajikan informasi tentang sesuatu, biasanya penerima akan
percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil. Hal ini membuat khalayak
terbius ke dalam keadaan tidak aktif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
6. Menciptakan Rasa Kebersatuan
Komunikasi massa membuat khalayaknya merasa menjadi anggota suatu
kelompok.
Media massa pada dasarnya dibagi menjadi dua, yakni media massa
cetak dan media massa elektronik. Media cetak yang memenuhi kriteria
sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah, sedangkan media
elektronik adalah radio siaran, televisi, film, dan media online19. Dalam
penelitian ini, media massa yang digunakan adalah televisi.
3. Media Massa Televisi Kombinasi Teknologi dan Budaya
Sejak munculnya Acta Diurna (pengumuman pemerintah) dan Acta
Senata (pengumuman senat) di kerajaan Romawi Kuno saat Pemerintahan
Julius Caesar, tahun 59 SM, para ahli menilai bahwa hal itu merupakan cikal
bakal adanya penyebaran informasi melalui tulisan.20 Televisi merupakan
perkembangan medium berikutnya setelah radio yang diketemukan dengan
karakternya yang spesifik, yaitu audiovisual.
Bermula
dengan
ditemukannya
electrische
telescope
sebagai
perwujudan gagasan seorang mahasiswa dari Berlin, Paul Nipkow, untuk
mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini terjadi
19
Ardianto dkk, Op.Cit. hlm. 103
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi : Menjadi Jurnalis Profesional (Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2005) hlm. 3
20
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
antara tahun 1883 – 1884. Prestasi Nipkow ini menjadikan ia diakui sebagai
“Bapak Televisi”.21
Siaran televisi adalah pemancaran sinyal listrik yang membawa
muatan gambar proyeksi yang terbentuk melalui pendekatan sistem lensa dan
suara. Pancaran sinyal ini diterima oleh antena televisi untuk kemudian
diubah kembali menjadi gambar dan suara. Untuk menyelenggarakan siaran
televisi, maka diperlukan tiga komponen yang disebut trilogy televisi, yaitu
studio dengan berbagai sarana penunjangnya, pemancar atau transmisi, dan
pesawat penerima, yaitu televisi.
Saat ini, televisi menjadi salah satu media massa yang populer dan
tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Televisi telah menjadi bagian
tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bagi banyak orang, TV adalah
teman, TV menjadi cermin perilaku masyarakat dan TV dapat menjadi candu.
Menurut Raymond Williams dalam The Television Handbook, televisi
merupakan kombinasi antara teknologi dan juga budaya.22
Televisi berperan besar dalam modernisasi
kehidupan sosial
masyarakat. Informasi yang diperoleh dari siaran televisi dapat mengendap
lebih lama dalam ingatan manusia jika dibandingkan membaca media cetak.
Hal ini karena gambar/visualisasi bergerak yang berfungsi sebagai tambahan
dan dukungan informasi penulisan narasi penyiar atau jurnalis memiliki
21
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004) hlm. 2
22
Patricia Holland , The Television Handbook, second edition (New York, Routledge, 2000) hlm. 3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
kemampuan untuk memperkuat daya ingat manusia dan memanggilnya
(recall) kembali.
Televisi merupakan budaya, sebagai media massa ia membentuk
budaya melalui gambar dan kata-kata atau audio. Hal ini diungkapkan dalam
jurnal internasional karya Manu Sharma yang berjudul Transnational
Cinema: A Cross Culture Communication Medium, yaitu:23
We rely on our culture for images and vocabulary that will help us
respond to our social and individual environment. Importantly, mass
media helps build that culture, besides relflecting it. Culture thus
becomes a symbolic system within which all media producers and
media users work.
Media televisi mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan radio
dan film. Cara menyampaikan sebuah pesan melalui televisi pun harus
khusus. Media cetak dapat dibaca kapan saja, tetapi untuk radio dan televisi
hanya dapat sekilas dan tidak dapat diulang. Upaya untuk menyampaikan
informasi melalui media massa memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Berikut ini adalah sifat media televisi:24
1. Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran
2. Dapat dilihat dan didengar kembali, bila diputar kembali
3. Daya rangsang sangat tinggi
4. Elektris
5. Sangat mahal
23
Manu Sharma, Transnational
24
Morissan, Op.Cit. hlm. 5
Cinema: A Cross Culture Communication Medium
Journal Mass Communication Journalism Volume 4 (India, Amity University, 2014)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
6. Daya jangkau besar
Segala informasi seperti isu sosial politik, ekonomi, budaya, hukum,
olah raga, kriminalitas, kuis, permainan, semuanya ditayangkan di media
televisi dengan beragam kreasi pengemasan program acaranya. Menyusun
program televisi yang dapat dinikmati oleh penonton memang tidaklah
mudah. Pihak televisi harus tanggap dan mampu mengetahui karakter
penontonnya untuk bisa menciptakan dan menyiarkan tayangan yang sesuai
dan memang dibutuhkan penonton.
Menurut Muda, program siaran televisi di Indonesia pada umumnya
diproduksi oleh stasiun televisi yang bersangkutan.25 Di Amerika, sebuah
stasiun televisi tidak memproduksi sendiri semua program siarannya. Mereka
hanya membeli atau memesan dari production company yakni kalau di
Indonesia lebih dikenal dengan sebutan production house. Stasiun televisi
dapat memilih program yang menarik dan memiliki nilai jual kepada
pemasang iklan.
Pada umumnya, isi program siaran televisi maupun radio meliputi
acara
seperti
news
education/instructional,
reporting
art
&
(laporan
culture,
call-in
berita),
show,
talk
show,
musik,
soap
operas/sinetron/drama, dokumenter, magazine/tabloid, tv movies, game
show/kuis, dan sebagainya. Salah satu program siaran yang sangat digemari
oleh penonton di Indonesia dan di luar negeri adalah sinetron atau drama.
25
Muda, Op.Cit. hlm. 9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
4. Serial Televisi atau Drama Korea sebagai Realitas Sosial
Dalam The Television Handbook, dijelaskan terdapat berbagai jenis
drama, yaitu:26

Serials
Serial adalah drama yang dikembangkan dalam beberapa episode
saja, kadang tiga atau empat, kadang juga sepuluh atau dua belas.
Serial biasanya ditulis oleh seorang penulis dan seorang sutradara.

Drama series
Drama seri paling sedikit memiliki lima belas episode per tahun
dan terus tayang sepanjang tiga hingga lima tahun. Drama seri
diproduksi melalui kolaborasi yang menggunakan sistem rotasi tim
penulis dan sutradara.

Soaps
Opera sabun merupakan serial yang tidak pernah berakhir. Aktris
dan aktornya tumbuh dan berkembang bersama karakter mereka.
Opera sabun merupakan suatu produksi dengan jadwal filming
yang cukup ketat dan berhadapan dengan deadlines. Istilah opera
sabun disebabkan pada saat awal penayangannya, acara ini
disponsori oleh perusahaan deterjen.
26
Holland, Op.Cit. hlm. 112-115
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22

Sitcoms
Situasi komedi atau biasa disebut sitcom biasanya tidak termasuk
dalam departemen drama di televisi. Sitcom diproduksi di studio
dan biasanya terdapat penonton saat filming berlangsung. Sitcom
mengubah peraturan drama yang melarang kehadiran penonton di
lokasi filming.
Serial televisi atau drama dengan beragam jenis seperti yang sudah
dijelaskan pada paragraf sebelumnya, bisa ditemukan diberbagai televisi di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, serial drama dan opera
sabun cukup digemari masyarakat, namun terkadang penonton jenuh karena
cerita yang semakin rumit dan karakter yang terus bertambah.
Dalam penelitian ini, objek yang akan diteliti adalah serial drama
Korea dengan cerita yang berjenis soap operas. Drama Korea dengan jenis ini
biasanya memiliki target penontonnya sendiri. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Xinru Li, ternyata drama Korea generasi kedua memiliki
penonton yang lebih luas dan tidak terbatas, bahkan sudah menarik perhatian
generasi muda yang lahir pada tahun 80-an, 90-an, dan 2000-an.27 Lee Keun
Wang dan Hyun Hahm juga mengungkapkan bahwa “the early period of time
27
Xinru Li, Miracle of Korean Drama My Love from the Star in China: Korean Wave, New Media,
and Youth Culture (China, 2014)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
with soap opera was reflects the dominant values of important area of
cultural studies.”28
Menurut Kuswandi, ada beberapa faktor yang membuat sinetron
disukai pemirsa, yaitu:29
1. Isi pesannya sesuai dengan realitas sosial penonton
2. Isi pesannya mengandung cermin tradisi luhur budaya masyarakat
(penonton)
3. Isi pesannya lebih banyak mengangkat permasalahan atau
persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Pesan sinetron dapat mewakili aktualitas kehidupan masyarakat dalam
realitas sosial, meskipun memang belum ada metode atau ukuran yang jelas
dan pasti dalam membuat sinetron yang baik dan berkualitas serta memenuhi
selera pemirsa. Saat ini, untuk menghilangkan kejenuhan penonton, banyak
stasiun televisi yang mulai mendatangkan serial drama dari luar negeri. Mulai
dari India, Turki, Meksiko, dan yang sudah beberapa tahun ini menarik
perhatian penonton Indonesia adalah drama dari Korea Selatan. Format drama
Korea yang berupa miniseri membuat penonton terhanyut akan cerita yang
mengharukan, menyenangkan dan tentunya tidak berbelit-belit. Drama Korea
28
Lee Keun Wang dan Hyun Hahm, The Early Korean Soap Opera Dramas : It’s Focus on Family
Members ASTL Vol. 20 (Korea Selatan, Chungwoon University, 2013)
29
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta, Rineka Cipta,
1996) hlm. 130-131
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
memang sudah cukup populer di Amerika Latin, Timur Tengah, dan berbagai
pelosok dunia lainnya.
Drama Korea pertama kali tayang di televisi KBS pada tahun 1962.
Namun, pada saat itu penontonnya sangatlah sedikit, sehingga drama yang
tayang tidak berlangsung lama. Pada tahun 1980-an, drama Love and
Ambition tayang di MBC dan mulai membuat drama Korea semakin diminati
penonton hingga mencetak rating 78%. Setelah itu, drama 500 Years of
Joseon juga berhasil menarik hati masyarakat dengan penayangan selama 8
tahun. Awalnya drama Korea diproduksi oleh pihak stasiun televisi, namun
sejak tahun 2000, banyak production house yang mulai memproduksi drama.
Genre dalam drama Korea ada dua, yaitu genre yang merujuk pada
soap opera di Barat dengan cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari
masyarakat Korea. Genre lainnya adalah drama yang terkait dengan sejarah
Korea, dan biasa dikenal sebagai sageuk. Dalam drama Sae Geuk, sangat
menonjolkan alur cerita yang sangat kompleks dengan kostum yang
disesuaikan dengan masa perang yang lampau. Drama Korea juga cenderung
memiliki naskah yang baik.
Drama Korea biasanya dibuat oleh seorang sutradara dan seorang
penulis naskah. Drama Korea juga biasanya hanya ditayangkan selama satu
season saja dengan jumlah episode 12 hingga 24 dan masa tayang 60 menit.
Namun, untuk Sae Geuk biasanya tayang lebih lama, bisa 50-200 episode.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Drama Korea biasanya tayang seminggu dua kali, namun ada juga yang
tayang setiap hari seperti drama Sae Geuk.
Lokasi syuting drama umumnya menggunakan studio drama yang
biasanya dimiliki secara khusus oleh masing-masing stasiun televisi, seperti
studio drama KBS di Mungyeongsaejae Studio yang terletak di North
Gyeongsang dan juga Suwon, sedangkan MBC di Gyeonggi. Pihak produksi
drama Korea umumnya detail dalam menyiapkan segala sesuatunya, hal ini
yang membuat banyak penonton drama Korea dari berbagai Negara, termasuk
Indonesia yang mencintai drama Korea.
Di Indonesia, drama Korea mulai populer sejak penayangan Winter
Sonata dan Endless Love di tahun 2002. Bahkan tidak sedikit sinetron yang
dibuat berdasarkan cerita dari drama Korea. Kepopuleran drama Korea
membuat banyak stasiun televisi di Indonesia mulai meng-import drama dari
negeri Gingseng tersebut. Stasiun televisi yang kerap menayangkan drama
Korea di Indonesia adalah Indosiar, RCTI, RTV, Global TV, dan ANTV.
Bahkan beberapa drama sudah berulang kali ditayangkan, namun masih
mendapat sambutan yang baik dari penonton. Seperti drama Boys Before
Flower yang dibintangi oleh Lee Min Ho, Go Hye Sun, Kim Hyun Joong,
Kim Joon, dan Kim Bum.
Akhir 2014 lalu, sebuah drama Korea berjudul Pinocchio ditayangkan
di stasiun TV SBS. Drama yang mengisahkan mengenai kehidupan jurnalis
tersebut mendapatkan rating yang bagus dan bahkan menjadi drama dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
harga penjualan tertinggi yang dibeli oleh situs Youku Todou milik China. Hal
ini membuat Indonesia tidak mau ketinggalan dan RCTI menjadi stasiun
televisi yang mendatangkan drama tersebut. Bahkan penayangan drama
Pinocchio di RCTI cukup mengejutkan penggemar drama Korea di Indonesia,
karena waktu tayangnya yang hanya berbeda beberapa bulan dari penayangan
di Korea. Hal ini tentu tidak biasa untuk penayangan drama Korea di stasiun
TV nasional.
5. Jurnalistik sebagai Proses, Ilmu, dan Teknik
Istilah jurnalistik berasal dari kata “journalistiek” dalam bahasa
Belanda atau “journalism” dalam bahasa Inggris. Keduanya bersumber dari
bahasa Latin “diurnal” yang berarti harian atau setiap hari. Jurnalistik berarti
kegiatan
mengumpulkan
bahan
berita,
mengolahnya
sampai
menyebarluaskannya kepada khalayak.30 Saat ini, jurnalistik juga menjadi
bidang kajian dalam penyebaran informasi melalui media massa.
Pada dasarnya, kegiatan jurnalistik yang dilakukan wartawan itu sama,
hanya saja teknik dan bentuk yang dihasilkan berbeda. Keahlian dan
keterampilan jurnalis berbeda-beda karena masing-masing jurnalis memiliki
tekniknya tersendiri dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya. Bentuk karya
jurnalistik pada surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya, jurnalis
bertugas untuk mengumpulkan data yang berupa naskah dan gambar saja,
30
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Jakarta, Kalam Indonesia, 2005) hlm. 9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
kemudian mengolahnya. Lalu pada media radio, jurnalis bertugas mencari
data berupa naskah dan juga bentuk audio atau suaranya. Sedangkan pada
media televisi, jurnalis bertugas untuk mencari data berupa naskah, gambar,
dan audio atau suara untuk kemudian digabungkan menjadi sebuah paket
berita.
Tidak semua peristiwa dapat dijadikan berita. Jurnalis tidak sekadar
menulis apa yang ia lihat, karena berita memiliki nilai atau bobot yang
berbeda antara satu dan lainnya. jurnalis akan menimbang nilai berita suatu
peristiwa, sebelum menyebarkannya kepada khalayak. Menurut Muda, nilai
berita sangat bergantung pada berbagai pertimbangan berikut ini:31
a. Timeliness
Berita yang disajikan, harus sesuai dengan waktu yang memang
dibutuhkan oleh masyarakat. Televisi biasanya memiliki program
Breaking News untuk menyajikan berita-berita aktual dan penting
untuk diketahui oleh pemirsa, seperti berita mengenai bencana alam.
b. Proximity
Proximity berarti kedekatan. Sebuah berita akan lebih baik jika
memiliki kedekatan bagi pemirsa. Kedekatan dari segi geografis,
profesi, kepercayaan, kebudayaan, dan lainnya. Contohnya berita
mengenai banjir di Jakarta dan kebakaran hutan di Riau. Jika hanya
31
Muda, Op.Cit. hlm. 29-39
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
satu berita yang bisa tayang, maka yang dipilih adalah banjir di
Jakarta, karena dilihat dari segi kedekatan geografisnya.
c. Prominence
Prominence artinya adalah orang yang terkemuka. Semakin seseorang
itu terkenal, maka berita yang muncul akan semakin menarik. Berita
mengenai kecelakaan yang menewaskan sebuah keluarga, kurang
menarik jika dibandingkan dengan kecelakaan yang menewaskan
Ustad Jefri Al-Buchori.
d. Consequence
Segala tindakan atau kebijakan, peraturan, perundangan, dan lain-lain
yang berakibat merugikan atau menyenangkan orang banyak
merupakan bahan berita yang menarik. Contohnya pada saat kenaikan
harga BBM, media gencar memberitakan aksi penolakan dari
masyarakat.
e. Conflict
Konflik memiliki nilai berita yang sangat tinggi. Dalam memberitakan
konflik,
seorang
wartawan
tidak
boleh
memihak.
Ia
harus
memberitakan secara imbang dari kedua belah pihak yang sedang
konflik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
f. Development
Development (pembangunan) merupakan materi berita yang cukup
menarik apabila wartawan yang bersangkutan mampu mengulasnya
dengan baik.
g. Disaster & Crimes
Disaster (bencana) dan crimes (kriminal) adalah peristiwa berita yang
selalu mendapat perhatian bagi pemirsa. Jika ada berita mengenai
bencana atau kriminalitas, pemirsa akan antusias menyaksikan
tayangannya, bahkan menunggu-nunggu kabar terbaru mengenai berita
tersebut.
h. Weather
Cuaca di setiap Negara berbeda-beda, bahkan ada yang bisa
membahayakan masyarakatnya, sehingga program cuaca dibuat secara
khusus. Namun, di Indonesia, berita cuaca belum memiliki nilai jual.
i. Sport
Berita olah raga juga banyak digemari pemirsa. Stasiun televisi selalu
menempatkan sebagian waktunya untuk menyiarkan berita-berita olah
raga.
j. Human interest
Human interest merupakan berita yang dapat menyentuh perasaan,
pendapat, dan pikiran manusia. Media televisi mampu memberikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
daya tarik lebih saat menayangkan berita yang memiliki human
interest, karena objek yang dimunculkan asli bukan imajinatif.
6. Jurnalis sebagai Profesi dan Pekerjaan
Jurnalis merupakan sebuah profesi dan biasa dikenal dengan sebutan
wartawan atau reporter dalam dunia televisi. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, jurnalis adalah orang yang pekerjaannya mengumpulkan dan
menulis berita dalam surat kabar dan sebagainya; wartawan.32 Jurnalis televisi
berfungsi sebagai produser untuk liputan yang ia lakukan. Ia memimpin
liputan tersebut sehingga ia dapat mengarahkan juru kamera tentang gambar
apa yang ia butuhkan untuk melengkapi laporan beritanya. Di beberapa
negara, kini tengah dikembangkan model “One man news team” yaitu reporter
merangkap juru kamera. Di Indonesia, beberapa stasiun televisi juga
menggunakan sistem one man news team.
Menjadi seorang jurnalis, tentu ada syaratnya. Menurut Yosef, ada 10
syarat menjadi jurnalis, yaitu berakhlak, memiliki keberanian, dapat
dipercaya, memiliki tingkat kecerdasan yang cukup, berwawasan luas,
komunikatif, mampu berbahasa dengan baik, menguasai bahasa asing,
memiliki suara khas jurnalis (media TV dan radio), dan bertahan dalam situasi
32
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) http://kbbi.web.id/jurnalis , 25/05/2015/05.00
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
stress.33 Jika syarat tersebut sudah terpenuhi, maka seseorang bisa menjadi
jurnalis yang baik dan mampu menjalankan tugasnya.
Menurut Bill Kovack dan Tom (dalam Yosef), jurnalis memiliki 9
tugas utama, yaitu:34
1. Menyampaikan kebenaran
2. Memiliki loyalitas kepada publik
3. Memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi
4. Memiliki kemandirian terhadap liputannya
5. Memiliki kemandirian untuk memantau kekuasaan
6. Menjadikan forum bagi kritik dan kesepakatan publik
7. Menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik
8. Membuat berita secara komprehensif dan proporsional
9. Memberi keleluasaan kepada jurnalis untuk mengikuti nurani
mereka.
Jika tugas utama tersebut dijalankan dengan baik oleh jurnalis, tentu
pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Tidak
ada masyarakat yang mendapatkan informasi yang tidak jelas sumbernya, dan
bukan hoax belaka. Hal itu juga akan membuat masyarakat memiliki wawasan
yang semakin luas dan mampu melihat dunia melalui media massa.
33
Jani Yosef, To Be A Journalist : Menjadi Jurnalis TV, Radio dan Surat Kabar yang Profesional
(Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009) hlm. 45 et Seq
34
Ibid, hal 55
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Saat ini, institusi media tidak hanya menjadi suatu wadah yang
memberikan beragam informasi bagi khalayaknya, namun menjadi sebuah
institusi yang cenderung menjadi industri bagi pengusaha media. Hal ini
menimbulkan beberapa kecenderungan yang mempengaruhi kinerja jurnalis,
yaitu:
-
Melemahnya posisi institusional dan individual jurnalis dalam
struktur perusahaan media sebagai konsekuensi membesarnya
peran manajemen dalam menentukan visi perusahaan.
-
Profesionalisme yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan
pekerjaan produksi informasi yang sesuai dengan moda industri
bukan organisasi profesi.
-
Produk media adalah informasi yang dijadikan komoditas yang
memenuhi permintaan pasar.
Beberapa kecenderungan tersebut mempengaruhi kinerja jurnalis
hingga banyak jurnalis yang pada akhirnya terjebak dengan situasi tersebut.
Terminologi yang kerap melekat dalam diri jurnalis seperti integritas,
kejujuran, keberanian, moralitas, dedikasi, loyalitas, dan kebenaran pun
perlahan menghilang. Terdapat sebuah quote menarik mengenai jurnalis dari
seorang jurnalis Amerika, yaitu “If there’s anything that’s important to a
jurnalis, it is integrity. It is credibility” – Mike Wallace.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
7. Etika Jurnalistik dalam Memenuhi Tanggung Jawab Sosial
Menurut William Benton seperti yang dikutip El Karimah, etika
adalah studi yang sistematis dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus,
benar, salah, dan sebagainya atau tentang prinsip-prinsip umum yang
membenarkan kita dalam penerapannya di dalam segala hal. 35 Kata etika juga
sering kali diidentikkan dengan moral. Perbedaan keduanya adalah etika
merupakan suatu sistem pengkajian, sedangkan moral adalah suatu yang
dikaji.
Etika dipakai dalam berbagai hal, seperti berkomunikasi dan bekerja.
Etika komunikasi merupakan suatu usaha dalam mencari standar etika apa
yang digunakan oleh komunikator dan komunikan dalam menilai diantara
teknik, isi, dan tujuan komunikasi. Dalam kaitannya dengan profesi, definisi
etika yang tepat merujuk pada kumpulan nilai-nilai profesi tertentu yang
dibuat dari, oleh, dan untuk profesi itu sendiri.36 Mulai dari cara apa yang
dipakai oleh media massa untuk memberikan informasi kepada khalayaknya,
kesesuaian isi media dengan regulasi yang berlaku, dan sebagainya. Hal ini
juga sama dengan bagaimana jurnalis mencari informasi, cara apa yang
digunakan hingga akhirnya mendapatkan informasi, kemudian bagaimana
jurnalis tersebut menyebarkannya kepada khalayak. Oleh karena itu, dalam
35
Kismiyati El Karimah dan Uud Wahyudin, Filsafat dan Etika Komunikasi (Bandung, Widya
Padjadjaran, 2010) hlm. 60
36
Wina Armada Sukardi, Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik dan Dewan Pers (Jakarta,
Dewan Pers, 2008) hlm. 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
dunia media massa, terdapat regulasi dalam proses pembuatan hingga
penayangannya.
Etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang
mengikat para wartawan atau jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya.
Etika jurnalistik penting untuk memelihara dan menjaga standar kualitas
pekerjaan wartawan, serta untuk melindungi atau menghindarkan khalayak
dari dampak yang merugikan yang berasal dari tindakan atau perilaku
wartawan bersangkutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Patrick
Lee Plaisance dkk mengenai orientasi jurnalis di 18 negara, diungkapkan
bahwa tingkatan Negara atau ideologi dan faktor-faktor lainnya lebih
memiliki impact kepada idealisme dan pemikiran relativistik daripada tingkat
individu. Temuan ini menegaskan mengenai teori pengaruh hierarki dalam
pekerjaan.37
Biasanya masing-masing institusi memiliki standar atau kode etik
tersendiri, meski pun banyak juga kelompok-kelompok atau organisasi profesi
tertentu yang membuat kode etik dengan kesepakatan bersama. Institusi media
massa yang baik akan memberikan pengarahan kepada karyawannya, baik
jurnalis mau pun kameramen mengenai kode etik yang digunakan oleh
institusi tersebut.
37
Patrick Lee Plaisance, Elizabeth A. Skewes, dan Thomas Hanitzsch, Ethical Orientations of
Journalists Around the Globe, Implications from a Cross-National Survey, Communication Research
Volume 39 (USA, Colorado State University, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua kode etik jurnalistik
yang berlaku di Korea Selatan dan juga di Indonesia. Di Korea Selatan, kode
etik yang digunakan dibuat oleh Korean Newspaper Association, Korean
Newspaper, Broadcasting Editors Association, dan juga Journalists
Association of Korea. Berikut ini adalah kode etik yang berlaku di Korea
Selatan, yaitu:
 The Code of Press Ethics38
1.
Freedom of the Press
We the journalists believe in the freedom of the press as our
overriding right to honor the public's right to know. Therefore,
we pledge ourselves that we will guard this press freedom from
both
internal
and external
interferences,
pressures,
and
encroachment.
2.
Responsibility of the Press
We the journalists believe that the press as public mass media
carries with it a very important responsibility. To execute this
responsibility, we pledge ourselves that we will do our best to
foster healthy public opinions, improve the general welfare, and
advances the nation's culture and arts. We also pledge ourselves
that we will vigorously protect the people's basic human rights.
3.
38
Independence of the Press
The Code of Press Ethics of South Korea, www.rjionline.org 7/4/2016/06.00
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
We the journalists declare that the press ought to be independent
from various external forces of influence such as politics,
businesses, societal interest groups, and religious units. We will
resolutely reject any external attempt to interfere with, or unduly
use, the press.
4.
News and Commentary
We the journalists pledge ourselves that we will report news to its
full extent truthfully, objectively, and in a fair manner. We further
pledge ourselves that we will adhere to the truthful information
and fairness in presenting analysis, commentary, and opinions,
and that by taking the diverse opinions in society into account we
will contribute to fostering a healthy public opinion.
5.
Honoring Dignity and Privacy
We the journalists pledge ourselves that we will not damage the
dignity of people and we will not violate individuals' right to
privacy.
6.
Honoring the Right to Reply and Access to Media
We the journalists, conscious of the press being public mass
media, will strive to honor individuals' rights, and in particular
will try to provide the readers with opportunities to reply, to
express their opinions, and to present opposing views.
7.
Conduct of Journalists
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
We the journalists will conduct ourselves with decency and
dignity. We will refrain from using vulgar language, and by doing
so will strive to promote a proper use of the national tongue in the
people's daily lives.
Di Indonesia, kode etik wartawan dibuat oleh organisasi profesi seperti
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Berikut ini adalah kode etik yang
berlaku dalam organisasi PWI, yaitu:
 Kode Etik PWI39
1.
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita
yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
2.
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
3.
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan
secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4.
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis,
dan cabul.
5.
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas
korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak
yang menjadi pelaku kejahatan.
39
Kode Etik Jurnalistik, http://pwi.or.id/index.php/uu-kej 28/09/2015/17.00
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
6.
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak
menerima suap.
7.
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi
narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
8.
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas
dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan
bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,
sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
9.
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki
berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan
maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional.
Kode etik bersifat personal dan otonom. Personal yang berarti bahwa
aturan ini berlaku untuk masing-masing individu. Secara otonom, berarti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
hanya lembaga dan organisasi yang ditunjuk dalam kode etik saja yang boleh
menjatuhkan sanksi berdasarkan kode etik profesi tersebut.
Selain memiliki kode etik, pada tahun 1999 lahir UU Nomor 40 Tahun
1999 tentang PERS. Undang-undang ini tidak hanya mengatur bagaimana
wartawan dalam menjalankan tugasnya, namun juga memberikan aturan pada
perusahaan media, dewan pers, pers asing, dan sanksi-sanksi yang akan
diberikan jika terjadi pelanggaran. Bagi stasiun televisi juga terdapat aturan
yang harus dipatuhi dalam menyiarkan sebuah acara yang biasa disebut
sebagai P3&SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran).
Pelanggaran etika bukan berarti melakukan pelanggaran hukum,
sedangkan melanggar hukum bisa berarti melanggar etika, misalnya mencuri
atau membunuh. Namun, ada perbuatan yang melanggar hukum, namun tidak
melanggar etika. Misalnya wartawan yang melakukan liputan investigasi
terpaksa melakukan pelanggaran hukum. Lalu ada pula pelanggaran etika
namun bukan pelanggaran hukum, misalnya orang yang sombong, angkuh,
dan serakah. Pelanggaran etika profesi adalah penghinaan terhadap profesi
itu.40
Dalam
The
Ethics
and
Accuracy
Investigative
Journalism
diungkapkan bahwa terkadang wartawan mengidentifikasi bahwa mereka
akurat, namun ternyata informasi yang mereka miliki diperoleh melalui
40
Ibid hlm. 17
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
kamera tersembunyi dan perekaman rahasia.41 Hal penting yang harus
diperhatikan oleh wartawan adalah kejujuran dan menjaga privasi.
Ethics is not (just) a matter of codes of conduct (plus or minus
sanctions), not just a matter of rules to be followed. It is more to
do with principles concerning the rights and wrongs of human
cinduct, principles which have some reasoned theoretical basis
and which therefore apply objectively and impartially.42
Berikut ini adalah beberapa alasan pentingnya etika profesi, yaitu:
1. Melindungi keberadaan seorang professional profesi dalam
berkiprah di bidangnya.
2. Melindungi masyarakat dari malpraktik oleh praktisi profesi
yang tidak atau kurang professional.
3. Mendorong
persaingan
sehat
antarpraktisi
penyandang
profesi.
4. Mencegah kecurangan antarrekan penyandang profesi.
5. Mencegah manipulasi atau disinformasi.
8. Semiotika Sebuah Ilmu tentang Tanda
Dalam penelitian ini, analisis semiotika dirasa sesuai untuk
membongkar makna pesan dari serial drama Pinocchio, khususnya tandatanda yang berkaitan dengan etika jurnalistik. Istilah semiotika berasal dari
41
Suzanne P. Wheir (ed), The Investigative Reporting Handbook (New York St. Martin‟s Press, Inc,
1996) hlm. 489
42
Andrew B dan Ruth Chadwick, Ethics and Politics of the Media (New York, Routledge, 1998) hlm.
10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
kata seemion (bahasa Yunani) yang berarti tanda. Kata dasarnya adala seme
yang berarti penafsir tanda. Semiotika disebut juga sebagai semeiotikos yang
berarti “teori tanda”.43 Istilah semiotika merujuk pada bidang studi yang
mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang.44 Tanda
merupakan basis dari seluruh komunikasi. Melalui perantaraan tanda, manusia
bisa mengomunikasikan banyak hal dengan sesamanya.45
Dalam sejarah linguistik, terdapat istilah lain yang serupa dengan
semiotika, yaitu semiologi, semasiologi, sememik, dan semik. Namun, dari
semua istilah tersebut, yang masih digunakan hingga saat ini adalah semiotika
dan semiologi. Perbedaan di antara keduanya, menurut Hawkes seperti yang
dikutip oleh Kris Budiman adalah bahwa istilah semiologi lebih banyak
dikenal di Eropa yang mewarisi tradisi linguistik Saussurean, sementara
istilah semiotika cenderung dipakai oleh para penutur bahasa Inggris atau
mereka yang mewarisi tradisi Peircian.46
John Fiske mendefinisikan semiotika sebagai “studi tentang pertanda
dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna
dibangun dalam „teks‟ media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis
karya apa pun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna”.47
Sedangkan Van Zoest mengartikan semiotika sebagai “ilmu tentang tanda dan
43
Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi (Bogor, Ghalia Indonesia, 2014) hlm. 2
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 11
45
Ibid, hlm. 15.
46
Kris Budiman, Semiotika Visual : Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta, Jalasutra, 2011)
hlm. 4
47
Vera, Op. Cit.,, hlm. 2.
44
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
segala yang berhubungan dengannya, yaitu cara berfungsinya, hubungannya
dengan kata lain, pengirimnya, dan penerimanya oleh mereka yang
mempergunakannya”.48
Terdapat tiga bidang studi utama dalam semiotika, yaitu:49
a.
Tanda itu sendiri. Studi ini berkaitan dengan beragam tanda yang
berbeda, seperti cara tanda tersebut menyampaikan makna serta cara
tanda terkait dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah
buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang
menggunakannya.
b.
Kode atau sistem di mana lambang-lambang disusun. Studi ini
meliputi bagaimana berbagai kode yang dikembangkan untuk
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
atau
budaya
untuk
mentransmisikannya.
c.
Kebudayaan di mana kode dan lambang itu bekerja. Studi ini berkaitan
pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan
bentuknya sendiri.
Bidang-bidang kajian semiotika sangatlah beragam, karena itu banyak
ahli semiotika dengan bidang kajian yang berbeda satu sama lain. Semiotika
dipelopori oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913), seorang ahli linguistik
asal Swiss. dan Charles Sanders Peirce (1839-1914), seorang filosof
48
49
Sobur, Op. Cit., hlm. 96.
Vera, Op. Cit. hlm. 9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
pragmatisme asal Amerika Serikat. Saussure dengan latar belakang linguistik
menyebut ilmu yang dikembangkannya sebagai semiologi, sedangkan Peirce
dengan latar belakang filsafat menyebutnya semiotika.
Semiologi menurut Saussure, didasarkan pada anggapan bahwa selama
perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi
sebagai tanda, di belakangnya harus ada sistem pembedaan dan konvensi yang
memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda, di sana ada sistem. 50 Saussure
menggambarkan tanda sebagai struktur biner, yaitu struktur yang terdiri dari
dua bagian. Bagian fisik disebut sebagai penanda (pesan), sedangkan bagian
konseptual disebut petanda (makna).51 Sedangkan menurut Peirce, penalaran
manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat
bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan
semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda.52
Saat ini sudah terdapat beberapa teori dan model yang dikembangkan
para ahli dalam kajian semiotika. Dalam bidang kajian semiotika komunikasi,
terdapat tiga model yang biasa digunakan dalam penelitian tentang tanda,
yaitu:
a. Ferdinand de Saussure
Model semiotika yang dikembangkan Saussure memiliki latar
belakang bidang linguistik atau bahasa. Konsep semiotika yang
50
Vera., Op. Cit., hlm. 3
Danesi, Op. Cit., hlm. 34
52
Vera., Op. Cit., hlm 4
51
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
dikembangkan adalah konsep dikotomi sistem tanda, yaitu signifier
(penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi yang bermakna
atau coretan yang bermakna, yaitu apa yang dikatakan dan apa yang
ditulis atau dibaca. Sedangkan signified adalah gambaran mental, pikiran
atau konsep aspek mental dari bahasa.53
Model dasar dari semiologi Saussure ini berfokus pada tanda itu
sendiri. Jika digambarkan, model Saussure akan menjadi seperti berikut
ini:54
sign
composed of
signification
signifier
signified
external
(physical
(mental
reality of
existence
concept)
meaning
of the sign)
Gambar 1.3 Model Semiotika Saussure
Model ini menjelaskan bahwa tanda itu adalah keseluruhan yang
dihasilkan dari hubungan antara penanda dengan pertanda, dan hubungan
diantara keduanya adalah makna.55 Konsep yang dikembangkan oleh
Saussure menunjukkan bahwa relasi antara penanda dan pertanda tidak
53
Sobur, Op. Cit., hlm. 115
Vera, Op. Cit., hlm. 20
55
Ibid
54
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
bersifat pribadi, melainkan bersifat sosial yang merupakan bagian dari
kesepakatan atau signifikansi dari sistem tanda.56
b. Charles Sanders Peirce
Jika Saussure berlatar belakang linguistik, lain halnya dengan Peirce yang
mengembangkan semiotika dengan latar belakang logika dan filsafat.
Peirce dikenal dengan teori tryadic atau segitiga makna atau trikotomi
tanda. Peirce mendefinisikan tanda sebagai sesuatu yang terdiri atas
representamen (sesuatu yang melakukan representasi), yang merujuk ke
objek (yang menjadi perhatian representamen) dan membangkitkan arti
yang disebut sebagai interpretan.57
Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sesuatu dapat disebut
representamen jika memenuhi dua syarat berikut, yaitu:58
1. Bisa
dipersepsi,
baik
dengan
panca-indera
maupun
dengan
pikiran/perasaan.
2. Berfungsi sebagai tanda (mewakili yang lain).
c. Roland Barthes
Teori semiotika Barthes hampir secara harfiah diturunkan dari teori bahasa
menurut Saussure. Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan
sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat
56
Ibid hlm. 21
Danesi, Op. Cit, hlm. 36.
58
Vera, Op. Cit., hlm. 22
57
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
tertentu dalam waktu tertentu.59 Menurut Barthes, semiologi hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal
(things).
Seperti pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan
antara penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan
bersifat arbiter. Saussure menekankan pada penandaan dalam tataran
denotatif, maka Roland Barthes menyempurnakan semiologi Saussure
dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Tidak
hanya itu, Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos
yang menandai suatu masyarakat.
Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja:
1. Signifier
2. Signified
(Penanda)
(Petanda)
3. Denotative Sign
(Tanda Denotatif)
4. Connotative Signifier
(Penanda Konotatif)
5. Connotative Signified
(Petanda Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Gambar 1.4 Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3)
terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat
bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Tanda
59
Sobur, Op. Cit, 2013, hlm. 63.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
denotatif merupakan makna yang sebenar-benarnya, yang disepakati
bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas.60 Sedangkan
tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai
keterbukaan makna atau makna yang implisit, tidak langsung, dan
tidak pasti, artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiranpenafsiran baru.61
Dalam uraiannya, Barthes mengemukakan bahwa mitos
dalam pengertian khusus, merupakan perkembangan dari konotasi.
Konotasi yang sudah terbentuk lama dimasyarakat itulah mitos.
Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis,
yaitu sistem tanda-tanda yang dimaknai manusia.62
9. Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce
Dalam penelitian ini, analisis semiotika Peirce lah yang akan
digunakan untuk mengetahui makna dari tanda-tanda dalam drama Pinocchio.
Charles Sanders Peirce mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda
dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya,
hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya
oleh mereka yang mempergunakannya.63 Pembacaan teks media massa tidak
sesederhana yang dibayangkan, karena perlu adanya pemahaman yang
60
Vera, Op. Cit., hlm. 28
Ibid
62
Ibid
63
Ibid, hlm. 2
61
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
mendalam dan semiotika digunakan untuk membongkar makna-makna yang
masih tersembunyi. Peirce dikenal melalui sistem filsafatnya, yang kemudian
dinamakan pragmatisme.64 Menurut sistem ini, signifikansi sebuah teori atau
model terletak pada efek praktis penerapannya .
Richard L. Lanigan dalam American Journal of Semiotics yang
berjudul Charles S. Peirce on Phenomenology : Communicology, Codes, and
Messages; or, Phenomenology, Syntechism, and Fallibilism, mengatakan:65
“Peirce uses the covering term Semiotic to include his major divisions of
thought and communication process : Speculative Grammar, or the study of
beliefs independent of the structure of language; Exact Logic, or the study of
assertion in relation to reality; Speculative Rhetoric, or the study of the
general conditions under which a problem presents itself for solution.”
Peirce juga dikenal dengan model triadic yang sering juga disebut
sebagai triangle of meaning semiotics atau dikenal dengan teori segitiga
makna dan juga konsep trikotominya yang terdiri atas representamen
(trikotomi pertama), objek (trikotomi kedua), dan interpretant (trikotomi
ketiga).66 Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan menumbuhkan
suatu makna atas suatu objek.
64
Danesi. Op.Cit. hlm. 37
Richard L. Lanigan, Charles S. Peirce on Phenomenology : Communicology, Codes, and Messages;
or, Phenomenology, Syntechism, and Fallibilism, American Journal of Semiotics (2014)
66
Vera. Op.Cit. hlm. 21
65
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
Representamen (X)
X = Penanda
Y = Petanda
Objek (Y)
Interpretan (X = Y)
Gambar 1.5 Tanda “Peircean”
Namun, untuk menjelaskan secara detail semiotika Peirce, terdapat
trikotomi yang terdiri atas tiga tingkat dan sembilan sub-tipe tanda, seperti
dalam bagan berikut ini:
Tabel 1.1
Trikotomi Peirce
1
2
3
Representamen (R1)
Qualisign
Sinsign
Legisign
Object (O2)
Icon
Index
Symbol
Interpretant (I3)
Rhema
Dicisign
Argument
Sumber : Nawiroh Vera
Proses ketiga tingkat trikotomi saling berhubungan satu dengan
lainnya. Berikut penjelasan mengenai ketiga tingkat trikotomi tersebut:
1. Trikotomi Pertama (Representamen)
Representamen juga disebut tanda (sign). Menurut Peirce, salah
satu bentuk tanda adalah kata. Ada dua syarat agar sesuatu dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
disebut representamen (tanda), yaitu bisa dipersepsi, baik dengan
panca indera maupun dengan pikiran/perasaan dan berfungsi
sebagai tanda (mewakili sesuatu yang lain).67 Dalam penelitian ini,
sifat audiovisual yang terdapat dalam serial drama memenuhi
syarat yang pertama yaitu dipersepsi melalui panca indera, yaitu
mata dan telinga. Scene, dialog, kostum, backsound, dan tandatanda lainnya mampu merepresentasikan sesuatu dengan kaitannya
pada etika jurnalistik.
Berdasarkan ground-nya, representamen dibagi menjadi tiga,
yaitu:68
1.
Qualisign yaitu tanda yang menjadi tanda berdasarkan
sifatnya. Misalnya sifat warna merah yang dapat dipakai
tanda untuk menunjukkan cinta, bahaya, dan larangan.
2.
Sinsign yaitu tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan
bentuk atau rupanya di dalam kenyataan. Misalnya suatu
jeritan yang dapat berarti heran, senang, atau kesakitan.
3.
Legisign yaitu tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu
peraturan yang berlaku umum, suatu konvensi, suatu kode.
Misalnya semua tanda bahasa.
67
68
Ibid hlm. 22
Ibid hlm. 24
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
2. Trikotomi Kedua (Object)
Objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda, bisa berupa materi yang
tertangkap panca-indera, bisa juga bersifat mental atau imajiner.69
Objek bisa berupa representasi mental (ada dalam pikiran), dapat
juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda.
Berdasarkan objeknya, tanda diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:70

Ikon merupakan tanda yang menyerupai benda yang
diwakilinya, atau suatu tanda yang menggunakan kesamaan
atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya.

Indeks merupakan tanda yang sifatnya tergantung pada
keberadaannya suatu denotasi. Ada tiga jenis dasar indeks,
yaitu indeks ruang, indeks persona, dan indeks temporal.

Simbol merupakan suatu tanda, di mana hubungan tanda
dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang
berlaku umum atau ditentukan oleh kesepakatan bersama.
69
70
Ibid hlm. 22
Ibid hlm. 24-25
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
TABEL 1.2 KLASIFIKASI TANDA
Jenis
Tanda
Ikon
Indeks
Simbol
Hubungan antara Tanda dan
Contoh
Sumber Acuannya
Tanda dirancang untuk
Segala macam gambar
merepresentasikan sumber acuan
(bagan, diagram, dan lainmelalui simulasi atau persamaan
lain), photo, kata-kata dan
(artinya sumber acuan dapat dilihat,
seterusnya
didengar, dan seterusnya)
Tanda dirancang untuk
Jari yang menunjuk kata
mengindikasikan sumber acuan
keterangan seperti di sini,
atau saling menghubungkan sumber di sana, kata ganti seperti
acuan
aku, kau, ia, dan seterusnya
Tanda dirancang untuk
Simbol sosial seperti
menyandikan sumber acuan melalui
mawar, simbol
kesepakatan atau persetujuan
matematika, dan seterusnya
Sumber : Marcel Danesi
3. Trikotomi Ketiga (Interpretant)
Interpretant merujuk pada makna dari tanda.71 Jika terdapat
representamen atau tanda pada suatu objek, maka akan muncul
interpretasi terhadap objek tersebut.
Berdasarkan interpretannya, tanda dibagi menjadi tiga, yaitu:72

Rhema yaitu bilamana lambang tersebut interpretannya
adalah sebuah first dan makna tanda tersebut masih dapat
dikembangkan.
71
72
Ibid hlm. 21
Ibid hlm. 26
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53

Decisign (dicentsign) yaitu bilamana antara lambang itu
dan interpretant terdapat hubungan yang benar ada.

Argument yaitu bilamana suatu tanda dan interpretannya
mempunyai sifat yang berlaku umum.
Jika peneliti ingin menganalisis lebih mendalam mengenai tanda-tanda
yang tersebar dalam pesan komunikasi, maka semua tingkatan tanda dari
trikotomi pertama, kedua, dan ketiga beserta komponennya dapat digunakan.
10. Kerangka Berpikir
Berikut ini adalah tahapan kerangka berpikir dalam penelitian ini :
Serial drama Korea Pinocchio
Representasi Scene/Adegan
terkait Etika Jurnalistik
Representamen
Semiotika
Objek
Ikon
Indeks
Peirce
Interpretant
Analisis Etika Jurnalistik:
 The Code of Press Ethics of
Makna
South Korea
committoKode
user Etik Jurnalistik PWI
Simbol
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, drama Korea Pinocchio
memiliki pesan yang ingin disampaikan. Selain itu, drama ini juga
mengandung realitas sosial yang ada pada masyarakat. Pesan tersebut
memiliki rangkaian tanda yang membentuk makna. Penggunaan analisis
semiotika Peirce pada penelitian ini diharapkan mampu mengungkap maknamakna pesan dibalik tanda tersebut melalui tanda ikon, indeks, dan juga
simbol. Penelitian ini juga akan menganalisis makna-makna terkait etika
jurnalistik yang ditemukan dengan menggunakan kode etik yang berlaku di
Korea Selatan dan juga di Indonesia. Hal ini juga dapat dijadikan suatu
perbandingan terkait etika jurnalistik yang berlaku di Korea Selatan dan juga
Indonesia.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika. Metode kualitatif
digunakan untuk memahami sebuah fakta, bukan untuk menjelaskan fakta
tersebut.73 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terdapat
dalam drama Pinocchio, khususnya yang berkaitan dengan etika jurnalistik.
Analisis semiotika digunakan untuk mendukung penelitian ini dalam
mengkaji makna yang terdapat dalam pesan berupa tanda-tanda representasi
73
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian
Kontemporer (Jakarta, Rajawali Pers, 2011) hlm. 66
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
etika jurnalistik pada drama Pinocchio. Tugas pokok semiotika adalah
mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan mengklasifikasikan jenis-jenis
utama tanda dan cara penggunaannya dalam aktivitas yang bersifat
representatif.
Dalam analisis semiotika Peirce, tanda-tanda yang terdapat dalam
pesan komunikasi akan dimaknai. Karena pembacaan teks media tidaklah
sesederhana yang dibayangkan. Hal ini disebabkan oleh pemahaman
seseorang terhadap teks dipengaruhi banyak faktor, seperti budaya,
pengalaman, ideologi, dan lain-lain, sehingga sulit untuk objektif. Dalam
penelitian ini adalah bagaimana makna etika jurnalistik yang ditampilkan
dalam drama Pinocchio oleh pembuat drama, seperti penulis dan sutradara
melalui data audiovisual, dan berbentuk verbal maupun nonverbal.
2. Objek Penelitian
Objek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah 20 episode serial
drama Korea Pinocchio. Penelitian ini secara khusus akan meneliti tandatanda berupa ikon, indeks, dan simbol yang ditampilkan dalam drama yang
berkaitan dengan representasi etika jurnalistik. Penelitian ini berfokus pada
aspek audio dan visual yang terdapat dalam drama Pinocchio. Aspek audio
yang akan diteliti meliputi suara dialog antartokoh, musik yang digunakan
dalam adegan, serta suara-suara yang mendukung presentasi dari adegan guna
memberikan implikasi dan efek emosional tersendiri. Selanjutnya aspek visual
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
yang dimaksud adalah gambar yang mewakili suatu pesan sesuai dengan
komposisional dalam suatu shot. Aspek visual itu meliputi karakter tokoh,
ekspresi, setting, dan properti.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini merupakan scene
atau adegan terkait etika jurnalistik yang terdapat pada drama
Pinocchio. Berikut ini adalah korpus yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu:
-
Korpus 1
Episode 1 (22.39 – 23.01) / 23”
-
Korpus 2
Episode 1 (23.16 – 25.38) / 2‟22”
-
Korpus 3
Episode 1 (26:01 – 26:40) / 39”
-
Korpus 4
Episode 1 (25:27 - 25: 38) / 11”
-
Korpus 5
Episode 1 (33:00 – 33:27) / 27”
Episode 12 (06:15 - 06:44) / 29”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
-
Korpus 6
Episode 1 (17.08 – 18.27) / 41”
-
Korpus 7
Episode 14 (42:53 - 45:10) / 3‟43”
2. Data Sekunder
Data sekunder yang peneliti gunakan meliputi jurnal, buku-buku,
artikel, majalah, serta komentar-komentar penonton di dunia maya,
termasuk dalam media sosial yang relevan dengan objek yang
diteliti.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
semiotika Charles Sanders Peirce. Asumsi dasar semiotika adalah studi
tentang tanda dan maknanya. Instrumen penelitiannya adalah peneliti itu
sendiri. Anilisis data yang digunakan adalah deskriptif interpretatif dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Peneliti melakukan pengamatan terhadap drama Korea Pinocchio
dengan cara menonton drama tersebut sebanyak 20 episode beberapa
kali agar bisa memahami keseluruhan mengenai drama tersebut. Mulai
dari karakter tokoh, alur cerita, dan hal-hal yang paling menonjol
dalam drama tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
2. Peneliti mulai fokus pada permasalahan, yaitu representasi etika
jurnalistik. Peneliti mulai melakukan analisa terhadap adegan-adegan,
dialog, dan sebagainya yang merepresentasikan etika jurnalistik.
3. Adegan yang dipilih, kemudian dilakukan analisa melalui teori
segitiga makna Peirce yang terdiri atas representamen atau sign, objek,
dan interpretant kemudian juga mencari ikon, indeks, dan simbol yang
terdapat dalam adegan tersebut.
4. Setelah menemukan tanda ikon, indeks, dan simbol, peneliti mulai
menganalisis makna yang terdapat dari adegan yang terpilih
berdasarkan tanda-tanda berupa ikon, indeks, dan simbol yang ada.
Peneliti akan memaknai pesan yang terdapat dalam adegan tersebut.
5. Langkah selanjutnya adalah peneliti melakukan analisis dari adegan
dan makna yang didapat sesuai dengan etika jurnalistiknya. Analisis
dilakukan terhadap etika jurnalistik yang ditampilkan dalam drama
Pinocchio melalui adegan-adegan, baik berupa dialog mau pun
visualisasinya. Analisis tersebut mengacu pada the code of press ethics
of South Korea dan juga kode etik jurnalistik PWI.
6. Kemudian, peneliti melakukan penarikan simpulan atas hasil
penemuan dan analisis yang ada pada drama Pinocchio terkait etika
jurnalistik.
commit to user
Download