perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun yang lalu, K-Pop dan K-Drama berhasil mengguncang dunia dengan lagu dan kisah cerita drama yang menyentuh hati penonton.1 Lagu-lagu K-Pop berhasil menjuarai tangga lagu di dunia dan KDrama telah merebut hati masyarakat di Asia, Amerika, hingga Eropa.2 K-Drama yang cukup dekat dengan realitas sosial penonton mampu membangun imajinasi hingga menciptakan emosi di kalangan penontonnya. Korea Selatan memang menjadi salah satu Negara dengan produksi soap operas terkenal di dunia yang biasa disebut K-Drama atau Korean Drama (drama Korea). Drama Korea (bahasa Korea: 한국드라마) mengacu pada drama televisi di Korea Selatan yang dibuat dalam sebuah format miniseri dengan jumlah episode berkisar antara 16 hingga 100 episode dan tentu saja diproduksi dalam bahasa Korea.3 Banyak drama produksi Korea Selatan yang telah populer di seluruh Asia dan telah memberikan kontribusi pada fenomena umum dari Hallyu Wave dan juga "Demam Drama" di beberapa negara. 1 “International Reception Korean Drama”, https://en.wikipedia.org/wiki/Korean_drama 27/04/2015/14.00 2 “List of Kpop on the Billboard Charts”, https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Kpop_on_the_Billboard_charts 27/04/2015/14.00 3 “Korean Drama”, https://en.wikipedia.org/wiki/Korean_drama 27/04/2015/14.00 commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 Secara umum, terdapat dua jenis genre dalam drama Korea, yang pertama adalah drama yang serupa dengan opera sabun di Negara barat.4 Drama ini biasanya melibatkan konflik terkait dengan hubungan antara ibu dan anak, percintaan, keluarga, permusuhan, dan sebagainya. Beberapa drama Korea dengan genre ini yang terkenal adalah Winter Sonata, Boys Over Flowers, Doctor Stranger, City Hunter, Man From the Star, Dream High, I Hear Your Voice, Kill Me Heal Me, Heirs, Yongpal, Healer, dan sebagainya. Genre yang kedua adalah drama bertemakan sejarah Korea Selatan yang biasa disebut Sae Geuk.5 Drama sejarah Korea biasanya melibatkan alur yang sangat kompleks dengan kostum yang rumit serta memerlukan set dan efek yang khusus. Sae Geuk memiliki banyak penggemar, tak hanya dari Korea, namun juga dari berbagai Negara, termasuk Indonesia. Berikut ini adalah beberapa drama Sae Geuk yang terkenal, yaitu Jumong, Queen Seon Deok, Dong Yi, Jewel in the Palace, Moon Embracing the Sun dan sebagainya. Di Indonesia, drama Korea mulai populer sejak drama Winter Sonata dan Endless Love tayang pada 2002 lalu di SCTV. Bahkan beberapa drama Korea dibuat versi Indonesianya, seperti Demi Cinta (2005) yang merupakan remake dari drama Autumn in My Heart, Kau yang Berasal dari Bintang yang diadaptasi dari You Who Came From Another Star, dan lain-lain.6 Meski pun biaya produksi 4 Ibid Ibid 6 “Popularity of Korean Dramas in Indonesia”, 5 https://books.google.com.au/books?id=aXutBAAAQBAJ&pg=PA24&lpg=PA24&dq=popul commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 drama Korea sangat tinggi, namun pendapatan dari tayangan drama Korea cukup menggiurkan. Salah satu drama dengan penjualan tertinggi adalah drama Pinocchio yang terjual sebesar US$280.000 per episode, atau sekitar Rp 3,5 milyar/episode kepada Youku Tudou, salah satu online broadcasting di Tiongkok.7 Drama ini berhasil mengalahkan rekor yang sebelumnya dipegang oleh drama My Lovely Girl yang terjual US$ 200.000 per episode, atau sekitar Rp 2,5 milyar per episodenya. Drama Pinocchio (피노키오) merupakan drama dengan genre drama romantis komedi dan juga keluarga. Drama yang tayang di Seoul Broadcasting Systems (SBS) sejak 12 November 2014 hingga 15 Januari 2015 ini merupakan drama yang diproduksi oleh SidusHQ. Jo Soo Won bertindak sebagai sutradara kembali bekerja sama dengan penulis Park Hye Ryun yang sudah menulis banyak drama terkenal dan kerap mendapatkan penghargaan secara nasional mau pun internasional, seperti dalam drama Dream High dan I Hear Your Voice. Kelihaian Park Hye Ryun dalam menulis naskah kembali dibuktikan melalui drama Pinocchio. Berdasarkan TNS Media Korea dan AGB Nielsen, sebanyak 20 episode drama Pinocchio berhasil masuk The Top 20 Daily Show.8 arity+of+korean+dramas+in+Indonesia&source=bl&ots=PYDEwT19A&sig=bv_q9sWjoZNsupNJuHynIhNppgA&hl=en&sa=X&ei=KHjJVIixH8Lt8AX 30oGwCA&ved=0CC4Q6AEwAw#v=onepage&q=popularity%20of%20korean%20dramas %20in%20Indonesia&f=false, 27/04/2015/14.00 7 Fitria Desriana, “Pinocchio”, Korean Drama, (Edisi Desember 2014 – Januari 2015) hlm. 9 Asian Wiki, “Pinocchio” http://asianwiki.com/Pinocchio_%28Korean_Drama%29 10/03/2015/17.00 8 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 Perolehan rating yang tinggi menjadi salah satu bukti bahwa drama ini memiliki banyak penggemar. Bahkan drama ini juga tayang di berbagai Negara di dunia. Di Tiongkok, drama ini tayang di situs Youku Tudou. Di Jepang tayang melalui EISEI GEKIJO, di Taiwan melalui ETTV dan bahkan Amerika melalui KBFD. Kemudian untuk Indonesia, Singapura, dan Malaysia, drama ini bisa dinikmati di ONE TV ASIA dan RCTI. Drama ini juga tayang di Filipina melalui GMA Network pada tahun 2015. Selain rating yang tinggi, drama Pinocchio juga berhasil mendapatkan banyak penghargaan di Korea, diantaranya adalah Hallyu Best Drama Award at Seoul International Drama Award, Best Actor at 27th Grimae Awards, Top Excellence Award, Actress in a Drama Special at SBS Drama Awards, Hallyu Best Drama Award at Seoul International Drama Award dan sebagainya.9 Popularitas drama Pinocchio tak perlu diragukan lagi. Setiap artikel tentang drama Pinocchio dipenuhi komentar dari penonton Korea Selatan dan Internasional. Penonton di Korea Selatan menyukai drama ini karena isi pesan dari drama Pinocchio menarik dan mengangkat permasalahan serupa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang ada di Korea Selatan. Pesan dalam drama Pinocchio dinilai mampu mewakili aktualitas dan menjadi cermin kehidupan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh beberapa penonton melalui kolom 9 Ibid commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 komentar di website My Daily, Naver, Soompi dan Nate yang dikutip oleh Netizenbuzz, yaitu:10 1. [1.860, -163] I liked how they showed the reality of journalist and look at the name value of the pilot episode. 2. [407, -13] A good drama that showed the side of truthful journalists!!! Sad it’s the last episode but great work to everyone!!! 3. [+361, -18] A drama worth full points. It lacks nothing. The story, plot speed, the cast, it’s a perfect. It helps you reflect after each episode and gives you a chance to reflect on the various issues of our society in a different view. It was fun watching, great work to all. 4. [298, -5] This drama’s not only fun but it teaches you life lessons. Drama Pinocchio menceritakan bagaimana jurnalis dan media menyajikan sebuah berita. Realitas profesi jurnalis yang ditampilkan dalam drama ini cukup menarik dan mampu memberikan gambaran kepada penonton mengenai profesi jurnalis. Mulai dari cara jurnalis mendapatkan berita, menentukan berita layak tayang, melakukan wawancara, merekam kejadian peristiwa, dan beragam kegiatan jurnalis lainnya yang tidak diketahui oleh masyarakat awam. Seperti yang diungkapkan netizen di website Naver dengan jumlah upvote 1.860 dan downvote 163, bahwa drama ini menunjukkan realitas jurnalistik. Detail cerita yang dikisahkan dalam drama Pinocchio, disampaikan melalui adegan dan dialog serta hal pendukung lainnya seperti make up, kostum, 10 Netizenbuzz.blogspot.com 12/11/2015/17.00 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 kondisi lingkungan, karakter tokoh, setting, lighting, dan sebagainya, mampu menunjukkan aktualitas dari kehidupan masyarakat. Penonton terhanyut akan cerita tentang kisah jurnalis dan media massa yang mengalami dilema dalam menjalani profesinya. Tidak hanya di Korea Selatan saja, tetapi penonton dari berbagai Negara termasuk Indonesia, turut merasakan bahwa pesan yang ada di drama Pinocchio merupakan refleksi dari kehidupan mereka. Berikut ini adalah beberapa opini yang disampaikan oleh penonton dari berbagai Negara, yaitu: Gambar 1.1 Screencapture komentar penonton internasional Netizen dengan username Lindsey, mengakui bahwa di negaranya yaitu Filipina, hal serupa dengan pengalihan isu terjadi. Namun, teknik pengalihan isunya berbeda. Jika di Korea Selatan isu politik akan ditutupi dengan isu skandal selebriti, maka di Filipina isu politik akan ditutupi dengan isu politik lainnya. Kemudian netizen dengan username Adis mengungkapkan bahwa di negaranya juga terjadi hal serupa dan dia menduga bahwa pengalihan isu memang terjadi dimana-mana, tidak hanya di Korea Selatan saja. Salah satu cerita dalam drama ini adalah adanya skandal artis yang dijadikan sebagai pengalihan isu. Hal ini dilakukan untuk menutupi kasus besar yang menimpa pejabat Korea Selatan. Cerita ini ternyata benar-benar terjadi di commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 Korea Selatan, terbukti dengan komentar yang diberikan oleh netizen saat berita korupsi pejabat ditutupi dengan munculnya skandal dating selebriti terkenal, seperti yang dikutip Netizenbuzz, yaitu:11 Gambar 1.2 Screencapture komentar penonton Korea Selatan Di Indonesia, drama Pinocchio mendapat sambutan yang cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan, hampir setiap penayangan drama Pinocchio, hashtag #PinocchioRCTI selalu bertengger dijajaran trending topic twitter Indonesia.12 Penonton di Indonesia juga mengungkapkan opininya terhadap drama Pinocchio, seperti Nauveliawati Nur Al-Fathonah dalam Kompasiana.com, “Drama ini keren aja, bahkan tiba-tiba aku pengen jadi wartawan gara-gara drama ini. kayak penuh tantangan aja, hehe. Soalnya nih, semakin aku liat berita tentang Indonesia dan 11 Ibid “Indonesia Trends on Twitter”, https://twitter.com/trendinaliaid/status/682114085702381568 7/09/2016/17.00 12 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 kritikan pedas sekarang, aku jadi semakin nggak tau „kode etik jurnalistik‟ yang bener tu yang kayak gimana.”13 Kisah jurnalis dalam drama Pinocchio menegaskan pengaruh profesi jurnalis tersebut. Tugas dan peran jurnalis memang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, kehidupan politik di suatu Negara, hingga kaitannya dengan demokrasi, publik dan kepentingan umum. Jurnalis bisa membentuk opini publik dan mendapatkan reaksi dari berita yang dibuatnya. Tidak semua fakta dan informasi yang dimiliki dapat disiarkan kepada publik. Setiap fakta akan dicari nilai-nilai beritanya. Berita baik atau berita buruk yang harus disampaikan, tentu disesuaikan dengan keadaan. Karena semua berita pada dasarnya bernilai, hanya saja bagaimana jurnalis tersebut mengolahnya. Kegiatan jurnalistik tidaklah semudah teori, karena seorang jurnalis tentu menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dalam menemukan fakta, tak sedikit yang menghadapi masalah akibat suatu kasus yang diungkapkan di media. Di Negara demokratis, pers atau jurnalis merupakan pilar keempat demokrasi. Jurnalis memiliki tugas dan peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku bangsa. Maka, seorang jurnalis haruslah bersikap professional dan memiliki etika dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya. Etika dalam sebuah profesi memang sudah menjadi pedoman, seperti halnya pada bidang medis dan hukum. Di Indonesia, terdapat Kode Etik Jurnalistik yang menjadi pedoman para jurnalis dalam mencari, mengolah, dan 13 Kompasiana.com 28/09/2015/17.00 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 menyebarkan informasi. Sedangkan di Korea Selatan juga terdapat Kode Etik yang menjadi acuan jurnalis dalam menjalankan profesinya. Keberadaan Kode Etik bukan berarti bahwa jurnalis selalu etis dalam menjalankan tugasnya, sama seperti halnya yang ada dalam drama Pinocchio ini. Etika jurnalistik yang menjadi suatu acuan oleh para jurnalis ternyata tidak sepenuhnya dipatuhi. Dalam praktiknya, jurnalis dihadapkan dengan berbagai dilema yang tidak diatur secara khusus oleh etika profesi. Jurnalis harus mampu mengambil keputusan sesuai dengan hati nuraninya. Status jurnalis semakin dipertanyakan apakah dipahami sebagai pekerjaan atau memang sebagai profesi yang sangat mulia. Hal ini disebabkan karena media massa saat ini cenderung berubah menjadi entitas ekonomi, industri, dan agen sosialisasi, sehingga jurnalis kehilangan ideologi yang dimiliki pribadi masing-masing. Kondisi ini juga membuat jurnalis tidak lagi bekerja untuk kepentingan publik, namun untuk kepentingan pemilik media dan kelompok-kelompok tertentu. Drama Pinocchio merepresentasikan bagaimana etika yang digunakan para jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk menganalisa lebih dalam lagi mengenai pesan yang ingin disampaikan oleh penulis drama Pinocchio kepada penonton melalui tanda-tanda yang diberikan berupa data audio (musik, suara, dialog, backsound, effect, dan sebagainya) dan data visual (gambar, gerak, ekspresi, pencahayaan, kostum, dan sebagainya). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 Aspek komunikasi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pesan (message). Dalam melakukan penelitian pesan, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan. Salah satunya adalah melalui analisis semiotika. Peneliti merasa bahwa metode kualitatif dengan pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce, sesuai dengan penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini akan berfokus pada bagaimana drama Pinocchio merepresentasikan etika jurnalistik yang dilakukan oleh jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya. Dari perpaduan tanda-tanda serta kode yang ada, peneliti akan membongkar makna-makna yang ingin disampaikan penulis dan sutradara drama Pinocchio. Analisis semiotika Peirce mengkaji tanda-tanda tersebut melalui model triadic atau biasa disebut sebagai teori segitiga makna dan konsep trikotonominya yang terdiri atas representament, object, dan interpretant. Berdasarkan uraian diatas, maka judul yang diangkat dalam penelitian skripsi ini adalah Representasi dan Makna Etika Jurnalistik dalam Drama Pinocchio. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana representasi dan makna etika jurnalistik dalam drama Korea Pinocchio?” commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi dan makna etika jurnalistik dalam drama Korea Pinocchio. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian representasi dan makna etika jurnalistik dalam drama Korea Pinocchio, yaitu: a. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai referensi dan contoh penggunaan metode analisis semiotika, khususnya semiotika Charles Sanders Peirce. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangsih kepada pengembangan ilmu komunikasi dalam mengkaji makna dari pesan yang terdapat dalam serial drama televisi. b. Manfaat praktis, diharapkan dapat menjadi masukan dan juga cermin bagi jurnalis untuk lebih memperhatikan etika saat melakukan kegiatan jurnalistik. c. Manfaat sosial, diharapkan bisa memberi pengetahuan dan gambaran kepada pembaca, penonton dan masyarakat tentang bagaimana representasi dan makna etika jurnalistik dalam drama Korea Pinocchio. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 E. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi sebagai Produksi Pesan Menurut Laswell, sebagaimana yang dikutip dalam Effendy14, cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who says What In Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Lasswell tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut, yaitu: 1. Komunikator (Communicator, Source, Sender) 2. Pesan (Message) 3. Media (Channel, Media) 4. Komunikan (Communicant, Comunicatee, Receiver, Recipient) 5. Efek (Effect, impact, Influence) Unsur sumber (who) mengundang pertanyaan mengenai pengendalian pesan. Unsur pesan (say what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi (in which channel) menarik untuk mengkaji mengenai analisis media. Unsur penerima (to whom) banyak digunakan untuk studi analisis khalayak. Unsur pengaruh (with what effect) berhubungan erat dengan kajian mengenai efek pesan pada khalayak. Berdasarkan paradigma Lasswell 14 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2007) hlm. 10 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Menurut John Fiske, pada dasarnya studi komunikasi merefleksikan dua aliran utama, yaitu:15 1. Transmisi pesan (proses) yang fokus pada bagaimana pengirim (sender) dan penerima (receiver) melakukan proses encoding dan decoding, yang mana proses transmisi tersebut menggunakan channel (media komunikasi). Aliran ini cenderung linier dan tidak begitu mementingkan makna (subjektif). 2. Produksi pesan atau teks-teks berhubungan dengan khalayak dalam memproduksi makna, yang perhatian utamanya pada peran teks dalam konteks budaya penerimanya. Dapat disimpulkan bahwa pada aliran pertama, John Fiske melihat komunikasi sebagai suatu proses yang dengannya seorang pribadi mempengaruhi perilaku atau state of mind pribadi yang lain. Kemudian pada aliran kedua, ia melihat studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan aliran yang kedua, yaitu komunikasi sebagai produksi pesan dan teks yang berkaitan dengan kebudayaan penontonnya. Serial drama Korea Pinocchio teks yang diproduksi disesuaikan dengan realitas Negara asalnya, Korea Selatan. Serial drama yang 15 John Fiske, Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komperehensif (Yogyakarta, Jalasutra, 2004) hlm. 8 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 menjadi suatu cermin kehidupan sosial masyarakat Korea Selatan menjadi pusat objek penelitian. Penelitian ini berkaitan erat dengan kebudayaan Korea Selatan ini akan mencari tahu bagaimana pesan yang diproduksi dengan latar yang berbeda dengan Indonesia, akan dimaknai oleh masyarakat Indonesia. Istilah pesan memang berbeda dengan makna. Pesan adalah penanda, sedangkan makna adalah pertanda.16 Pesan bisa memiliki lebih dari satu makna, dan beberapa pesan memiliki satu makna. Dalam penelitian ini, pesan yang dikirimkan oleh penulis naskah dan kru serial drama kemudian diterima dan dimaknai oleh khalayak atau penonton yang heterogen. Pesan memiliki tiga elemen terstruktur, yaitu tanda dan simbol, bahasa, dan wacana. Pesan yang ditampilkan melalui tanda-tanda dan kode-kode akan menumbuhkan suatu makna dalam benak penonton. 2. Definisi Komunikasi Massa Komunikasi berlangsung dalam suatu situasi atau konteks tertentu. Oleh karena itu, komunikasi dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung dengan jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Ada komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Semakin besar jumlah peserta yang ikut dalam komunikasi tersebut, maka semakin besar pula efek yang ditimbulkan. 16 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna (Yogyakarta, Jalasutra, 2010) hlm. 22 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagai kependekan dari mass media communication. Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari media of mass communication. Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Menurut Rakhmat seperti yang dikutip dalam Ardianto, komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak maupun elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.17 Definisi tersebut menyiratkan bahwa komunikasi massa memiliki kekuatan yang cukup besar, sehingga sangat cocok untuk menjalankan beragam fungsi pokok dari komunikasi massa. Berikut ini adalah enam fungsi pokok komunikasi massa, yaitu:18 1. Menghibur Media mendesain program-program mereka untuk menghibur khalayak. 17 Elvinaro Ardianto dkk, Komunikasi Massa : Suatu Pengantar (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2007) hlm. 5 18 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia (Tangerang, Karisma Publishing Group, 2011) hlm. 575-579 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 2. Meyakinkan Fungsi terpenting media adalah meyakinkan atau to persuade. Mulai dari meyakinkan sikap, kepercayaan, atau nilai dari seseorang, mengubah sikap, menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, hingga memperkenalkan dan menawarkan suatu nilai tertentu. 3. Menginformasikan Media menjadi salah satu sarana dan alat dalam memberikan informasi bagi khalayaknya. Sebagian besar informasi yang dimiliki oleh khalayak didapat dari media dengan beragam bentuknya. Mulai dari tayangan televisi, siaran radio, film, buku, dan sebagainya. 4. Menganugerahkan Status Media mampu membuat sejumlah orang, organisasi, dan beragam hal lainnya menjadi penting dimata masyarakat. Segala sesuatu yang dimuat oleh media, akan mendapat perhatian dari masyarakat. 5. Membius Jika media menyajikan informasi tentang sesuatu, biasanya penerima akan percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil. Hal ini membuat khalayak terbius ke dalam keadaan tidak aktif. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 6. Menciptakan Rasa Kebersatuan Komunikasi massa membuat khalayaknya merasa menjadi anggota suatu kelompok. Media massa pada dasarnya dibagi menjadi dua, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media cetak yang memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah, sedangkan media elektronik adalah radio siaran, televisi, film, dan media online19. Dalam penelitian ini, media massa yang digunakan adalah televisi. 3. Media Massa Televisi Kombinasi Teknologi dan Budaya Sejak munculnya Acta Diurna (pengumuman pemerintah) dan Acta Senata (pengumuman senat) di kerajaan Romawi Kuno saat Pemerintahan Julius Caesar, tahun 59 SM, para ahli menilai bahwa hal itu merupakan cikal bakal adanya penyebaran informasi melalui tulisan.20 Televisi merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio yang diketemukan dengan karakternya yang spesifik, yaitu audiovisual. Bermula dengan ditemukannya electrische telescope sebagai perwujudan gagasan seorang mahasiswa dari Berlin, Paul Nipkow, untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini terjadi 19 Ardianto dkk, Op.Cit. hlm. 103 Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi : Menjadi Jurnalis Profesional (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 3 20 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 antara tahun 1883 – 1884. Prestasi Nipkow ini menjadikan ia diakui sebagai “Bapak Televisi”.21 Siaran televisi adalah pemancaran sinyal listrik yang membawa muatan gambar proyeksi yang terbentuk melalui pendekatan sistem lensa dan suara. Pancaran sinyal ini diterima oleh antena televisi untuk kemudian diubah kembali menjadi gambar dan suara. Untuk menyelenggarakan siaran televisi, maka diperlukan tiga komponen yang disebut trilogy televisi, yaitu studio dengan berbagai sarana penunjangnya, pemancar atau transmisi, dan pesawat penerima, yaitu televisi. Saat ini, televisi menjadi salah satu media massa yang populer dan tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Televisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bagi banyak orang, TV adalah teman, TV menjadi cermin perilaku masyarakat dan TV dapat menjadi candu. Menurut Raymond Williams dalam The Television Handbook, televisi merupakan kombinasi antara teknologi dan juga budaya.22 Televisi berperan besar dalam modernisasi kehidupan sosial masyarakat. Informasi yang diperoleh dari siaran televisi dapat mengendap lebih lama dalam ingatan manusia jika dibandingkan membaca media cetak. Hal ini karena gambar/visualisasi bergerak yang berfungsi sebagai tambahan dan dukungan informasi penulisan narasi penyiar atau jurnalis memiliki 21 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004) hlm. 2 22 Patricia Holland , The Television Handbook, second edition (New York, Routledge, 2000) hlm. 3 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 kemampuan untuk memperkuat daya ingat manusia dan memanggilnya (recall) kembali. Televisi merupakan budaya, sebagai media massa ia membentuk budaya melalui gambar dan kata-kata atau audio. Hal ini diungkapkan dalam jurnal internasional karya Manu Sharma yang berjudul Transnational Cinema: A Cross Culture Communication Medium, yaitu:23 We rely on our culture for images and vocabulary that will help us respond to our social and individual environment. Importantly, mass media helps build that culture, besides relflecting it. Culture thus becomes a symbolic system within which all media producers and media users work. Media televisi mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan radio dan film. Cara menyampaikan sebuah pesan melalui televisi pun harus khusus. Media cetak dapat dibaca kapan saja, tetapi untuk radio dan televisi hanya dapat sekilas dan tidak dapat diulang. Upaya untuk menyampaikan informasi melalui media massa memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Berikut ini adalah sifat media televisi:24 1. Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran 2. Dapat dilihat dan didengar kembali, bila diputar kembali 3. Daya rangsang sangat tinggi 4. Elektris 5. Sangat mahal 23 Manu Sharma, Transnational 24 Morissan, Op.Cit. hlm. 5 Cinema: A Cross Culture Communication Medium Journal Mass Communication Journalism Volume 4 (India, Amity University, 2014) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 6. Daya jangkau besar Segala informasi seperti isu sosial politik, ekonomi, budaya, hukum, olah raga, kriminalitas, kuis, permainan, semuanya ditayangkan di media televisi dengan beragam kreasi pengemasan program acaranya. Menyusun program televisi yang dapat dinikmati oleh penonton memang tidaklah mudah. Pihak televisi harus tanggap dan mampu mengetahui karakter penontonnya untuk bisa menciptakan dan menyiarkan tayangan yang sesuai dan memang dibutuhkan penonton. Menurut Muda, program siaran televisi di Indonesia pada umumnya diproduksi oleh stasiun televisi yang bersangkutan.25 Di Amerika, sebuah stasiun televisi tidak memproduksi sendiri semua program siarannya. Mereka hanya membeli atau memesan dari production company yakni kalau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan production house. Stasiun televisi dapat memilih program yang menarik dan memiliki nilai jual kepada pemasang iklan. Pada umumnya, isi program siaran televisi maupun radio meliputi acara seperti news education/instructional, reporting art & (laporan culture, call-in berita), show, talk show, musik, soap operas/sinetron/drama, dokumenter, magazine/tabloid, tv movies, game show/kuis, dan sebagainya. Salah satu program siaran yang sangat digemari oleh penonton di Indonesia dan di luar negeri adalah sinetron atau drama. 25 Muda, Op.Cit. hlm. 9 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 4. Serial Televisi atau Drama Korea sebagai Realitas Sosial Dalam The Television Handbook, dijelaskan terdapat berbagai jenis drama, yaitu:26 Serials Serial adalah drama yang dikembangkan dalam beberapa episode saja, kadang tiga atau empat, kadang juga sepuluh atau dua belas. Serial biasanya ditulis oleh seorang penulis dan seorang sutradara. Drama series Drama seri paling sedikit memiliki lima belas episode per tahun dan terus tayang sepanjang tiga hingga lima tahun. Drama seri diproduksi melalui kolaborasi yang menggunakan sistem rotasi tim penulis dan sutradara. Soaps Opera sabun merupakan serial yang tidak pernah berakhir. Aktris dan aktornya tumbuh dan berkembang bersama karakter mereka. Opera sabun merupakan suatu produksi dengan jadwal filming yang cukup ketat dan berhadapan dengan deadlines. Istilah opera sabun disebabkan pada saat awal penayangannya, acara ini disponsori oleh perusahaan deterjen. 26 Holland, Op.Cit. hlm. 112-115 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 Sitcoms Situasi komedi atau biasa disebut sitcom biasanya tidak termasuk dalam departemen drama di televisi. Sitcom diproduksi di studio dan biasanya terdapat penonton saat filming berlangsung. Sitcom mengubah peraturan drama yang melarang kehadiran penonton di lokasi filming. Serial televisi atau drama dengan beragam jenis seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, bisa ditemukan diberbagai televisi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, serial drama dan opera sabun cukup digemari masyarakat, namun terkadang penonton jenuh karena cerita yang semakin rumit dan karakter yang terus bertambah. Dalam penelitian ini, objek yang akan diteliti adalah serial drama Korea dengan cerita yang berjenis soap operas. Drama Korea dengan jenis ini biasanya memiliki target penontonnya sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Xinru Li, ternyata drama Korea generasi kedua memiliki penonton yang lebih luas dan tidak terbatas, bahkan sudah menarik perhatian generasi muda yang lahir pada tahun 80-an, 90-an, dan 2000-an.27 Lee Keun Wang dan Hyun Hahm juga mengungkapkan bahwa “the early period of time 27 Xinru Li, Miracle of Korean Drama My Love from the Star in China: Korean Wave, New Media, and Youth Culture (China, 2014) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 with soap opera was reflects the dominant values of important area of cultural studies.”28 Menurut Kuswandi, ada beberapa faktor yang membuat sinetron disukai pemirsa, yaitu:29 1. Isi pesannya sesuai dengan realitas sosial penonton 2. Isi pesannya mengandung cermin tradisi luhur budaya masyarakat (penonton) 3. Isi pesannya lebih banyak mengangkat permasalahan atau persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Pesan sinetron dapat mewakili aktualitas kehidupan masyarakat dalam realitas sosial, meskipun memang belum ada metode atau ukuran yang jelas dan pasti dalam membuat sinetron yang baik dan berkualitas serta memenuhi selera pemirsa. Saat ini, untuk menghilangkan kejenuhan penonton, banyak stasiun televisi yang mulai mendatangkan serial drama dari luar negeri. Mulai dari India, Turki, Meksiko, dan yang sudah beberapa tahun ini menarik perhatian penonton Indonesia adalah drama dari Korea Selatan. Format drama Korea yang berupa miniseri membuat penonton terhanyut akan cerita yang mengharukan, menyenangkan dan tentunya tidak berbelit-belit. Drama Korea 28 Lee Keun Wang dan Hyun Hahm, The Early Korean Soap Opera Dramas : It’s Focus on Family Members ASTL Vol. 20 (Korea Selatan, Chungwoon University, 2013) 29 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996) hlm. 130-131 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 memang sudah cukup populer di Amerika Latin, Timur Tengah, dan berbagai pelosok dunia lainnya. Drama Korea pertama kali tayang di televisi KBS pada tahun 1962. Namun, pada saat itu penontonnya sangatlah sedikit, sehingga drama yang tayang tidak berlangsung lama. Pada tahun 1980-an, drama Love and Ambition tayang di MBC dan mulai membuat drama Korea semakin diminati penonton hingga mencetak rating 78%. Setelah itu, drama 500 Years of Joseon juga berhasil menarik hati masyarakat dengan penayangan selama 8 tahun. Awalnya drama Korea diproduksi oleh pihak stasiun televisi, namun sejak tahun 2000, banyak production house yang mulai memproduksi drama. Genre dalam drama Korea ada dua, yaitu genre yang merujuk pada soap opera di Barat dengan cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Korea. Genre lainnya adalah drama yang terkait dengan sejarah Korea, dan biasa dikenal sebagai sageuk. Dalam drama Sae Geuk, sangat menonjolkan alur cerita yang sangat kompleks dengan kostum yang disesuaikan dengan masa perang yang lampau. Drama Korea juga cenderung memiliki naskah yang baik. Drama Korea biasanya dibuat oleh seorang sutradara dan seorang penulis naskah. Drama Korea juga biasanya hanya ditayangkan selama satu season saja dengan jumlah episode 12 hingga 24 dan masa tayang 60 menit. Namun, untuk Sae Geuk biasanya tayang lebih lama, bisa 50-200 episode. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 Drama Korea biasanya tayang seminggu dua kali, namun ada juga yang tayang setiap hari seperti drama Sae Geuk. Lokasi syuting drama umumnya menggunakan studio drama yang biasanya dimiliki secara khusus oleh masing-masing stasiun televisi, seperti studio drama KBS di Mungyeongsaejae Studio yang terletak di North Gyeongsang dan juga Suwon, sedangkan MBC di Gyeonggi. Pihak produksi drama Korea umumnya detail dalam menyiapkan segala sesuatunya, hal ini yang membuat banyak penonton drama Korea dari berbagai Negara, termasuk Indonesia yang mencintai drama Korea. Di Indonesia, drama Korea mulai populer sejak penayangan Winter Sonata dan Endless Love di tahun 2002. Bahkan tidak sedikit sinetron yang dibuat berdasarkan cerita dari drama Korea. Kepopuleran drama Korea membuat banyak stasiun televisi di Indonesia mulai meng-import drama dari negeri Gingseng tersebut. Stasiun televisi yang kerap menayangkan drama Korea di Indonesia adalah Indosiar, RCTI, RTV, Global TV, dan ANTV. Bahkan beberapa drama sudah berulang kali ditayangkan, namun masih mendapat sambutan yang baik dari penonton. Seperti drama Boys Before Flower yang dibintangi oleh Lee Min Ho, Go Hye Sun, Kim Hyun Joong, Kim Joon, dan Kim Bum. Akhir 2014 lalu, sebuah drama Korea berjudul Pinocchio ditayangkan di stasiun TV SBS. Drama yang mengisahkan mengenai kehidupan jurnalis tersebut mendapatkan rating yang bagus dan bahkan menjadi drama dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 harga penjualan tertinggi yang dibeli oleh situs Youku Todou milik China. Hal ini membuat Indonesia tidak mau ketinggalan dan RCTI menjadi stasiun televisi yang mendatangkan drama tersebut. Bahkan penayangan drama Pinocchio di RCTI cukup mengejutkan penggemar drama Korea di Indonesia, karena waktu tayangnya yang hanya berbeda beberapa bulan dari penayangan di Korea. Hal ini tentu tidak biasa untuk penayangan drama Korea di stasiun TV nasional. 5. Jurnalistik sebagai Proses, Ilmu, dan Teknik Istilah jurnalistik berasal dari kata “journalistiek” dalam bahasa Belanda atau “journalism” dalam bahasa Inggris. Keduanya bersumber dari bahasa Latin “diurnal” yang berarti harian atau setiap hari. Jurnalistik berarti kegiatan mengumpulkan bahan berita, mengolahnya sampai menyebarluaskannya kepada khalayak.30 Saat ini, jurnalistik juga menjadi bidang kajian dalam penyebaran informasi melalui media massa. Pada dasarnya, kegiatan jurnalistik yang dilakukan wartawan itu sama, hanya saja teknik dan bentuk yang dihasilkan berbeda. Keahlian dan keterampilan jurnalis berbeda-beda karena masing-masing jurnalis memiliki tekniknya tersendiri dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya. Bentuk karya jurnalistik pada surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya, jurnalis bertugas untuk mengumpulkan data yang berupa naskah dan gambar saja, 30 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Jakarta, Kalam Indonesia, 2005) hlm. 9 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 kemudian mengolahnya. Lalu pada media radio, jurnalis bertugas mencari data berupa naskah dan juga bentuk audio atau suaranya. Sedangkan pada media televisi, jurnalis bertugas untuk mencari data berupa naskah, gambar, dan audio atau suara untuk kemudian digabungkan menjadi sebuah paket berita. Tidak semua peristiwa dapat dijadikan berita. Jurnalis tidak sekadar menulis apa yang ia lihat, karena berita memiliki nilai atau bobot yang berbeda antara satu dan lainnya. jurnalis akan menimbang nilai berita suatu peristiwa, sebelum menyebarkannya kepada khalayak. Menurut Muda, nilai berita sangat bergantung pada berbagai pertimbangan berikut ini:31 a. Timeliness Berita yang disajikan, harus sesuai dengan waktu yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Televisi biasanya memiliki program Breaking News untuk menyajikan berita-berita aktual dan penting untuk diketahui oleh pemirsa, seperti berita mengenai bencana alam. b. Proximity Proximity berarti kedekatan. Sebuah berita akan lebih baik jika memiliki kedekatan bagi pemirsa. Kedekatan dari segi geografis, profesi, kepercayaan, kebudayaan, dan lainnya. Contohnya berita mengenai banjir di Jakarta dan kebakaran hutan di Riau. Jika hanya 31 Muda, Op.Cit. hlm. 29-39 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 satu berita yang bisa tayang, maka yang dipilih adalah banjir di Jakarta, karena dilihat dari segi kedekatan geografisnya. c. Prominence Prominence artinya adalah orang yang terkemuka. Semakin seseorang itu terkenal, maka berita yang muncul akan semakin menarik. Berita mengenai kecelakaan yang menewaskan sebuah keluarga, kurang menarik jika dibandingkan dengan kecelakaan yang menewaskan Ustad Jefri Al-Buchori. d. Consequence Segala tindakan atau kebijakan, peraturan, perundangan, dan lain-lain yang berakibat merugikan atau menyenangkan orang banyak merupakan bahan berita yang menarik. Contohnya pada saat kenaikan harga BBM, media gencar memberitakan aksi penolakan dari masyarakat. e. Conflict Konflik memiliki nilai berita yang sangat tinggi. Dalam memberitakan konflik, seorang wartawan tidak boleh memihak. Ia harus memberitakan secara imbang dari kedua belah pihak yang sedang konflik. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 f. Development Development (pembangunan) merupakan materi berita yang cukup menarik apabila wartawan yang bersangkutan mampu mengulasnya dengan baik. g. Disaster & Crimes Disaster (bencana) dan crimes (kriminal) adalah peristiwa berita yang selalu mendapat perhatian bagi pemirsa. Jika ada berita mengenai bencana atau kriminalitas, pemirsa akan antusias menyaksikan tayangannya, bahkan menunggu-nunggu kabar terbaru mengenai berita tersebut. h. Weather Cuaca di setiap Negara berbeda-beda, bahkan ada yang bisa membahayakan masyarakatnya, sehingga program cuaca dibuat secara khusus. Namun, di Indonesia, berita cuaca belum memiliki nilai jual. i. Sport Berita olah raga juga banyak digemari pemirsa. Stasiun televisi selalu menempatkan sebagian waktunya untuk menyiarkan berita-berita olah raga. j. Human interest Human interest merupakan berita yang dapat menyentuh perasaan, pendapat, dan pikiran manusia. Media televisi mampu memberikan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 daya tarik lebih saat menayangkan berita yang memiliki human interest, karena objek yang dimunculkan asli bukan imajinatif. 6. Jurnalis sebagai Profesi dan Pekerjaan Jurnalis merupakan sebuah profesi dan biasa dikenal dengan sebutan wartawan atau reporter dalam dunia televisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jurnalis adalah orang yang pekerjaannya mengumpulkan dan menulis berita dalam surat kabar dan sebagainya; wartawan.32 Jurnalis televisi berfungsi sebagai produser untuk liputan yang ia lakukan. Ia memimpin liputan tersebut sehingga ia dapat mengarahkan juru kamera tentang gambar apa yang ia butuhkan untuk melengkapi laporan beritanya. Di beberapa negara, kini tengah dikembangkan model “One man news team” yaitu reporter merangkap juru kamera. Di Indonesia, beberapa stasiun televisi juga menggunakan sistem one man news team. Menjadi seorang jurnalis, tentu ada syaratnya. Menurut Yosef, ada 10 syarat menjadi jurnalis, yaitu berakhlak, memiliki keberanian, dapat dipercaya, memiliki tingkat kecerdasan yang cukup, berwawasan luas, komunikatif, mampu berbahasa dengan baik, menguasai bahasa asing, memiliki suara khas jurnalis (media TV dan radio), dan bertahan dalam situasi 32 Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) http://kbbi.web.id/jurnalis , 25/05/2015/05.00 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 stress.33 Jika syarat tersebut sudah terpenuhi, maka seseorang bisa menjadi jurnalis yang baik dan mampu menjalankan tugasnya. Menurut Bill Kovack dan Tom (dalam Yosef), jurnalis memiliki 9 tugas utama, yaitu:34 1. Menyampaikan kebenaran 2. Memiliki loyalitas kepada publik 3. Memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi 4. Memiliki kemandirian terhadap liputannya 5. Memiliki kemandirian untuk memantau kekuasaan 6. Menjadikan forum bagi kritik dan kesepakatan publik 7. Menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik 8. Membuat berita secara komprehensif dan proporsional 9. Memberi keleluasaan kepada jurnalis untuk mengikuti nurani mereka. Jika tugas utama tersebut dijalankan dengan baik oleh jurnalis, tentu pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Tidak ada masyarakat yang mendapatkan informasi yang tidak jelas sumbernya, dan bukan hoax belaka. Hal itu juga akan membuat masyarakat memiliki wawasan yang semakin luas dan mampu melihat dunia melalui media massa. 33 Jani Yosef, To Be A Journalist : Menjadi Jurnalis TV, Radio dan Surat Kabar yang Profesional (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009) hlm. 45 et Seq 34 Ibid, hal 55 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 Saat ini, institusi media tidak hanya menjadi suatu wadah yang memberikan beragam informasi bagi khalayaknya, namun menjadi sebuah institusi yang cenderung menjadi industri bagi pengusaha media. Hal ini menimbulkan beberapa kecenderungan yang mempengaruhi kinerja jurnalis, yaitu: - Melemahnya posisi institusional dan individual jurnalis dalam struktur perusahaan media sebagai konsekuensi membesarnya peran manajemen dalam menentukan visi perusahaan. - Profesionalisme yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan pekerjaan produksi informasi yang sesuai dengan moda industri bukan organisasi profesi. - Produk media adalah informasi yang dijadikan komoditas yang memenuhi permintaan pasar. Beberapa kecenderungan tersebut mempengaruhi kinerja jurnalis hingga banyak jurnalis yang pada akhirnya terjebak dengan situasi tersebut. Terminologi yang kerap melekat dalam diri jurnalis seperti integritas, kejujuran, keberanian, moralitas, dedikasi, loyalitas, dan kebenaran pun perlahan menghilang. Terdapat sebuah quote menarik mengenai jurnalis dari seorang jurnalis Amerika, yaitu “If there’s anything that’s important to a jurnalis, it is integrity. It is credibility” – Mike Wallace. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 7. Etika Jurnalistik dalam Memenuhi Tanggung Jawab Sosial Menurut William Benton seperti yang dikutip El Karimah, etika adalah studi yang sistematis dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya atau tentang prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita dalam penerapannya di dalam segala hal. 35 Kata etika juga sering kali diidentikkan dengan moral. Perbedaan keduanya adalah etika merupakan suatu sistem pengkajian, sedangkan moral adalah suatu yang dikaji. Etika dipakai dalam berbagai hal, seperti berkomunikasi dan bekerja. Etika komunikasi merupakan suatu usaha dalam mencari standar etika apa yang digunakan oleh komunikator dan komunikan dalam menilai diantara teknik, isi, dan tujuan komunikasi. Dalam kaitannya dengan profesi, definisi etika yang tepat merujuk pada kumpulan nilai-nilai profesi tertentu yang dibuat dari, oleh, dan untuk profesi itu sendiri.36 Mulai dari cara apa yang dipakai oleh media massa untuk memberikan informasi kepada khalayaknya, kesesuaian isi media dengan regulasi yang berlaku, dan sebagainya. Hal ini juga sama dengan bagaimana jurnalis mencari informasi, cara apa yang digunakan hingga akhirnya mendapatkan informasi, kemudian bagaimana jurnalis tersebut menyebarkannya kepada khalayak. Oleh karena itu, dalam 35 Kismiyati El Karimah dan Uud Wahyudin, Filsafat dan Etika Komunikasi (Bandung, Widya Padjadjaran, 2010) hlm. 60 36 Wina Armada Sukardi, Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik dan Dewan Pers (Jakarta, Dewan Pers, 2008) hlm. 4 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 dunia media massa, terdapat regulasi dalam proses pembuatan hingga penayangannya. Etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para wartawan atau jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya. Etika jurnalistik penting untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan wartawan, serta untuk melindungi atau menghindarkan khalayak dari dampak yang merugikan yang berasal dari tindakan atau perilaku wartawan bersangkutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Patrick Lee Plaisance dkk mengenai orientasi jurnalis di 18 negara, diungkapkan bahwa tingkatan Negara atau ideologi dan faktor-faktor lainnya lebih memiliki impact kepada idealisme dan pemikiran relativistik daripada tingkat individu. Temuan ini menegaskan mengenai teori pengaruh hierarki dalam pekerjaan.37 Biasanya masing-masing institusi memiliki standar atau kode etik tersendiri, meski pun banyak juga kelompok-kelompok atau organisasi profesi tertentu yang membuat kode etik dengan kesepakatan bersama. Institusi media massa yang baik akan memberikan pengarahan kepada karyawannya, baik jurnalis mau pun kameramen mengenai kode etik yang digunakan oleh institusi tersebut. 37 Patrick Lee Plaisance, Elizabeth A. Skewes, dan Thomas Hanitzsch, Ethical Orientations of Journalists Around the Globe, Implications from a Cross-National Survey, Communication Research Volume 39 (USA, Colorado State University, 2012) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua kode etik jurnalistik yang berlaku di Korea Selatan dan juga di Indonesia. Di Korea Selatan, kode etik yang digunakan dibuat oleh Korean Newspaper Association, Korean Newspaper, Broadcasting Editors Association, dan juga Journalists Association of Korea. Berikut ini adalah kode etik yang berlaku di Korea Selatan, yaitu: The Code of Press Ethics38 1. Freedom of the Press We the journalists believe in the freedom of the press as our overriding right to honor the public's right to know. Therefore, we pledge ourselves that we will guard this press freedom from both internal and external interferences, pressures, and encroachment. 2. Responsibility of the Press We the journalists believe that the press as public mass media carries with it a very important responsibility. To execute this responsibility, we pledge ourselves that we will do our best to foster healthy public opinions, improve the general welfare, and advances the nation's culture and arts. We also pledge ourselves that we will vigorously protect the people's basic human rights. 3. 38 Independence of the Press The Code of Press Ethics of South Korea, www.rjionline.org 7/4/2016/06.00 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 We the journalists declare that the press ought to be independent from various external forces of influence such as politics, businesses, societal interest groups, and religious units. We will resolutely reject any external attempt to interfere with, or unduly use, the press. 4. News and Commentary We the journalists pledge ourselves that we will report news to its full extent truthfully, objectively, and in a fair manner. We further pledge ourselves that we will adhere to the truthful information and fairness in presenting analysis, commentary, and opinions, and that by taking the diverse opinions in society into account we will contribute to fostering a healthy public opinion. 5. Honoring Dignity and Privacy We the journalists pledge ourselves that we will not damage the dignity of people and we will not violate individuals' right to privacy. 6. Honoring the Right to Reply and Access to Media We the journalists, conscious of the press being public mass media, will strive to honor individuals' rights, and in particular will try to provide the readers with opportunities to reply, to express their opinions, and to present opposing views. 7. Conduct of Journalists commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 We the journalists will conduct ourselves with decency and dignity. We will refrain from using vulgar language, and by doing so will strive to promote a proper use of the national tongue in the people's daily lives. Di Indonesia, kode etik wartawan dibuat oleh organisasi profesi seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Berikut ini adalah kode etik yang berlaku dalam organisasi PWI, yaitu: Kode Etik PWI39 1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. 2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. 3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. 4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. 5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. 39 Kode Etik Jurnalistik, http://pwi.or.id/index.php/uu-kej 28/09/2015/17.00 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. 7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. 8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. 9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. 10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. 11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Kode etik bersifat personal dan otonom. Personal yang berarti bahwa aturan ini berlaku untuk masing-masing individu. Secara otonom, berarti commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 hanya lembaga dan organisasi yang ditunjuk dalam kode etik saja yang boleh menjatuhkan sanksi berdasarkan kode etik profesi tersebut. Selain memiliki kode etik, pada tahun 1999 lahir UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS. Undang-undang ini tidak hanya mengatur bagaimana wartawan dalam menjalankan tugasnya, namun juga memberikan aturan pada perusahaan media, dewan pers, pers asing, dan sanksi-sanksi yang akan diberikan jika terjadi pelanggaran. Bagi stasiun televisi juga terdapat aturan yang harus dipatuhi dalam menyiarkan sebuah acara yang biasa disebut sebagai P3&SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran). Pelanggaran etika bukan berarti melakukan pelanggaran hukum, sedangkan melanggar hukum bisa berarti melanggar etika, misalnya mencuri atau membunuh. Namun, ada perbuatan yang melanggar hukum, namun tidak melanggar etika. Misalnya wartawan yang melakukan liputan investigasi terpaksa melakukan pelanggaran hukum. Lalu ada pula pelanggaran etika namun bukan pelanggaran hukum, misalnya orang yang sombong, angkuh, dan serakah. Pelanggaran etika profesi adalah penghinaan terhadap profesi itu.40 Dalam The Ethics and Accuracy Investigative Journalism diungkapkan bahwa terkadang wartawan mengidentifikasi bahwa mereka akurat, namun ternyata informasi yang mereka miliki diperoleh melalui 40 Ibid hlm. 17 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 kamera tersembunyi dan perekaman rahasia.41 Hal penting yang harus diperhatikan oleh wartawan adalah kejujuran dan menjaga privasi. Ethics is not (just) a matter of codes of conduct (plus or minus sanctions), not just a matter of rules to be followed. It is more to do with principles concerning the rights and wrongs of human cinduct, principles which have some reasoned theoretical basis and which therefore apply objectively and impartially.42 Berikut ini adalah beberapa alasan pentingnya etika profesi, yaitu: 1. Melindungi keberadaan seorang professional profesi dalam berkiprah di bidangnya. 2. Melindungi masyarakat dari malpraktik oleh praktisi profesi yang tidak atau kurang professional. 3. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi penyandang profesi. 4. Mencegah kecurangan antarrekan penyandang profesi. 5. Mencegah manipulasi atau disinformasi. 8. Semiotika Sebuah Ilmu tentang Tanda Dalam penelitian ini, analisis semiotika dirasa sesuai untuk membongkar makna pesan dari serial drama Pinocchio, khususnya tandatanda yang berkaitan dengan etika jurnalistik. Istilah semiotika berasal dari 41 Suzanne P. Wheir (ed), The Investigative Reporting Handbook (New York St. Martin‟s Press, Inc, 1996) hlm. 489 42 Andrew B dan Ruth Chadwick, Ethics and Politics of the Media (New York, Routledge, 1998) hlm. 10 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 kata seemion (bahasa Yunani) yang berarti tanda. Kata dasarnya adala seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika disebut juga sebagai semeiotikos yang berarti “teori tanda”.43 Istilah semiotika merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang.44 Tanda merupakan basis dari seluruh komunikasi. Melalui perantaraan tanda, manusia bisa mengomunikasikan banyak hal dengan sesamanya.45 Dalam sejarah linguistik, terdapat istilah lain yang serupa dengan semiotika, yaitu semiologi, semasiologi, sememik, dan semik. Namun, dari semua istilah tersebut, yang masih digunakan hingga saat ini adalah semiotika dan semiologi. Perbedaan di antara keduanya, menurut Hawkes seperti yang dikutip oleh Kris Budiman adalah bahwa istilah semiologi lebih banyak dikenal di Eropa yang mewarisi tradisi linguistik Saussurean, sementara istilah semiotika cenderung dipakai oleh para penutur bahasa Inggris atau mereka yang mewarisi tradisi Peircian.46 John Fiske mendefinisikan semiotika sebagai “studi tentang pertanda dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam „teks‟ media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apa pun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna”.47 Sedangkan Van Zoest mengartikan semiotika sebagai “ilmu tentang tanda dan 43 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi (Bogor, Ghalia Indonesia, 2014) hlm. 2 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 11 45 Ibid, hlm. 15. 46 Kris Budiman, Semiotika Visual : Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta, Jalasutra, 2011) hlm. 4 47 Vera, Op. Cit.,, hlm. 2. 44 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 segala yang berhubungan dengannya, yaitu cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimnya, dan penerimanya oleh mereka yang mempergunakannya”.48 Terdapat tiga bidang studi utama dalam semiotika, yaitu:49 a. Tanda itu sendiri. Studi ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara tanda tersebut menyampaikan makna serta cara tanda terkait dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya. b. Kode atau sistem di mana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana berbagai kode yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mentransmisikannya. c. Kebudayaan di mana kode dan lambang itu bekerja. Studi ini berkaitan pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. Bidang-bidang kajian semiotika sangatlah beragam, karena itu banyak ahli semiotika dengan bidang kajian yang berbeda satu sama lain. Semiotika dipelopori oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913), seorang ahli linguistik asal Swiss. dan Charles Sanders Peirce (1839-1914), seorang filosof 48 49 Sobur, Op. Cit., hlm. 96. Vera, Op. Cit. hlm. 9 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 pragmatisme asal Amerika Serikat. Saussure dengan latar belakang linguistik menyebut ilmu yang dikembangkannya sebagai semiologi, sedangkan Peirce dengan latar belakang filsafat menyebutnya semiotika. Semiologi menurut Saussure, didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, di belakangnya harus ada sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda, di sana ada sistem. 50 Saussure menggambarkan tanda sebagai struktur biner, yaitu struktur yang terdiri dari dua bagian. Bagian fisik disebut sebagai penanda (pesan), sedangkan bagian konseptual disebut petanda (makna).51 Sedangkan menurut Peirce, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda.52 Saat ini sudah terdapat beberapa teori dan model yang dikembangkan para ahli dalam kajian semiotika. Dalam bidang kajian semiotika komunikasi, terdapat tiga model yang biasa digunakan dalam penelitian tentang tanda, yaitu: a. Ferdinand de Saussure Model semiotika yang dikembangkan Saussure memiliki latar belakang bidang linguistik atau bahasa. Konsep semiotika yang 50 Vera., Op. Cit., hlm. 3 Danesi, Op. Cit., hlm. 34 52 Vera., Op. Cit., hlm 4 51 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 dikembangkan adalah konsep dikotomi sistem tanda, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna, yaitu apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan signified adalah gambaran mental, pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa.53 Model dasar dari semiologi Saussure ini berfokus pada tanda itu sendiri. Jika digambarkan, model Saussure akan menjadi seperti berikut ini:54 sign composed of signification signifier signified external (physical (mental reality of existence concept) meaning of the sign) Gambar 1.3 Model Semiotika Saussure Model ini menjelaskan bahwa tanda itu adalah keseluruhan yang dihasilkan dari hubungan antara penanda dengan pertanda, dan hubungan diantara keduanya adalah makna.55 Konsep yang dikembangkan oleh Saussure menunjukkan bahwa relasi antara penanda dan pertanda tidak 53 Sobur, Op. Cit., hlm. 115 Vera, Op. Cit., hlm. 20 55 Ibid 54 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 bersifat pribadi, melainkan bersifat sosial yang merupakan bagian dari kesepakatan atau signifikansi dari sistem tanda.56 b. Charles Sanders Peirce Jika Saussure berlatar belakang linguistik, lain halnya dengan Peirce yang mengembangkan semiotika dengan latar belakang logika dan filsafat. Peirce dikenal dengan teori tryadic atau segitiga makna atau trikotomi tanda. Peirce mendefinisikan tanda sebagai sesuatu yang terdiri atas representamen (sesuatu yang melakukan representasi), yang merujuk ke objek (yang menjadi perhatian representamen) dan membangkitkan arti yang disebut sebagai interpretan.57 Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sesuatu dapat disebut representamen jika memenuhi dua syarat berikut, yaitu:58 1. Bisa dipersepsi, baik dengan panca-indera maupun dengan pikiran/perasaan. 2. Berfungsi sebagai tanda (mewakili yang lain). c. Roland Barthes Teori semiotika Barthes hampir secara harfiah diturunkan dari teori bahasa menurut Saussure. Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat 56 Ibid hlm. 21 Danesi, Op. Cit, hlm. 36. 58 Vera, Op. Cit., hlm. 22 57 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 tertentu dalam waktu tertentu.59 Menurut Barthes, semiologi hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Seperti pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan antara penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan bersifat arbiter. Saussure menekankan pada penandaan dalam tataran denotatif, maka Roland Barthes menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Tidak hanya itu, Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos yang menandai suatu masyarakat. Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja: 1. Signifier 2. Signified (Penanda) (Petanda) 3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 4. Connotative Signifier (Penanda Konotatif) 5. Connotative Signified (Petanda Konotatif) 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif) Gambar 1.4 Peta Tanda Roland Barthes Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Tanda 59 Sobur, Op. Cit, 2013, hlm. 63. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 denotatif merupakan makna yang sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas.60 Sedangkan tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau makna yang implisit, tidak langsung, dan tidak pasti, artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiranpenafsiran baru.61 Dalam uraiannya, Barthes mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian khusus, merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama dimasyarakat itulah mitos. Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis, yaitu sistem tanda-tanda yang dimaknai manusia.62 9. Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Dalam penelitian ini, analisis semiotika Peirce lah yang akan digunakan untuk mengetahui makna dari tanda-tanda dalam drama Pinocchio. Charles Sanders Peirce mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.63 Pembacaan teks media massa tidak sesederhana yang dibayangkan, karena perlu adanya pemahaman yang 60 Vera, Op. Cit., hlm. 28 Ibid 62 Ibid 63 Ibid, hlm. 2 61 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 mendalam dan semiotika digunakan untuk membongkar makna-makna yang masih tersembunyi. Peirce dikenal melalui sistem filsafatnya, yang kemudian dinamakan pragmatisme.64 Menurut sistem ini, signifikansi sebuah teori atau model terletak pada efek praktis penerapannya . Richard L. Lanigan dalam American Journal of Semiotics yang berjudul Charles S. Peirce on Phenomenology : Communicology, Codes, and Messages; or, Phenomenology, Syntechism, and Fallibilism, mengatakan:65 “Peirce uses the covering term Semiotic to include his major divisions of thought and communication process : Speculative Grammar, or the study of beliefs independent of the structure of language; Exact Logic, or the study of assertion in relation to reality; Speculative Rhetoric, or the study of the general conditions under which a problem presents itself for solution.” Peirce juga dikenal dengan model triadic yang sering juga disebut sebagai triangle of meaning semiotics atau dikenal dengan teori segitiga makna dan juga konsep trikotominya yang terdiri atas representamen (trikotomi pertama), objek (trikotomi kedua), dan interpretant (trikotomi ketiga).66 Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan menumbuhkan suatu makna atas suatu objek. 64 Danesi. Op.Cit. hlm. 37 Richard L. Lanigan, Charles S. Peirce on Phenomenology : Communicology, Codes, and Messages; or, Phenomenology, Syntechism, and Fallibilism, American Journal of Semiotics (2014) 66 Vera. Op.Cit. hlm. 21 65 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 Representamen (X) X = Penanda Y = Petanda Objek (Y) Interpretan (X = Y) Gambar 1.5 Tanda “Peircean” Namun, untuk menjelaskan secara detail semiotika Peirce, terdapat trikotomi yang terdiri atas tiga tingkat dan sembilan sub-tipe tanda, seperti dalam bagan berikut ini: Tabel 1.1 Trikotomi Peirce 1 2 3 Representamen (R1) Qualisign Sinsign Legisign Object (O2) Icon Index Symbol Interpretant (I3) Rhema Dicisign Argument Sumber : Nawiroh Vera Proses ketiga tingkat trikotomi saling berhubungan satu dengan lainnya. Berikut penjelasan mengenai ketiga tingkat trikotomi tersebut: 1. Trikotomi Pertama (Representamen) Representamen juga disebut tanda (sign). Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Ada dua syarat agar sesuatu dapat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 disebut representamen (tanda), yaitu bisa dipersepsi, baik dengan panca indera maupun dengan pikiran/perasaan dan berfungsi sebagai tanda (mewakili sesuatu yang lain).67 Dalam penelitian ini, sifat audiovisual yang terdapat dalam serial drama memenuhi syarat yang pertama yaitu dipersepsi melalui panca indera, yaitu mata dan telinga. Scene, dialog, kostum, backsound, dan tandatanda lainnya mampu merepresentasikan sesuatu dengan kaitannya pada etika jurnalistik. Berdasarkan ground-nya, representamen dibagi menjadi tiga, yaitu:68 1. Qualisign yaitu tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya sifat warna merah yang dapat dipakai tanda untuk menunjukkan cinta, bahaya, dan larangan. 2. Sinsign yaitu tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupanya di dalam kenyataan. Misalnya suatu jeritan yang dapat berarti heran, senang, atau kesakitan. 3. Legisign yaitu tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang berlaku umum, suatu konvensi, suatu kode. Misalnya semua tanda bahasa. 67 68 Ibid hlm. 22 Ibid hlm. 24 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 2. Trikotomi Kedua (Object) Objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda, bisa berupa materi yang tertangkap panca-indera, bisa juga bersifat mental atau imajiner.69 Objek bisa berupa representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda. Berdasarkan objeknya, tanda diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:70 Ikon merupakan tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya, atau suatu tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya. Indeks merupakan tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaannya suatu denotasi. Ada tiga jenis dasar indeks, yaitu indeks ruang, indeks persona, dan indeks temporal. Simbol merupakan suatu tanda, di mana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh kesepakatan bersama. 69 70 Ibid hlm. 22 Ibid hlm. 24-25 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 TABEL 1.2 KLASIFIKASI TANDA Jenis Tanda Ikon Indeks Simbol Hubungan antara Tanda dan Contoh Sumber Acuannya Tanda dirancang untuk Segala macam gambar merepresentasikan sumber acuan (bagan, diagram, dan lainmelalui simulasi atau persamaan lain), photo, kata-kata dan (artinya sumber acuan dapat dilihat, seterusnya didengar, dan seterusnya) Tanda dirancang untuk Jari yang menunjuk kata mengindikasikan sumber acuan keterangan seperti di sini, atau saling menghubungkan sumber di sana, kata ganti seperti acuan aku, kau, ia, dan seterusnya Tanda dirancang untuk Simbol sosial seperti menyandikan sumber acuan melalui mawar, simbol kesepakatan atau persetujuan matematika, dan seterusnya Sumber : Marcel Danesi 3. Trikotomi Ketiga (Interpretant) Interpretant merujuk pada makna dari tanda.71 Jika terdapat representamen atau tanda pada suatu objek, maka akan muncul interpretasi terhadap objek tersebut. Berdasarkan interpretannya, tanda dibagi menjadi tiga, yaitu:72 Rhema yaitu bilamana lambang tersebut interpretannya adalah sebuah first dan makna tanda tersebut masih dapat dikembangkan. 71 72 Ibid hlm. 21 Ibid hlm. 26 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 Decisign (dicentsign) yaitu bilamana antara lambang itu dan interpretant terdapat hubungan yang benar ada. Argument yaitu bilamana suatu tanda dan interpretannya mempunyai sifat yang berlaku umum. Jika peneliti ingin menganalisis lebih mendalam mengenai tanda-tanda yang tersebar dalam pesan komunikasi, maka semua tingkatan tanda dari trikotomi pertama, kedua, dan ketiga beserta komponennya dapat digunakan. 10. Kerangka Berpikir Berikut ini adalah tahapan kerangka berpikir dalam penelitian ini : Serial drama Korea Pinocchio Representasi Scene/Adegan terkait Etika Jurnalistik Representamen Semiotika Objek Ikon Indeks Peirce Interpretant Analisis Etika Jurnalistik: The Code of Press Ethics of Makna South Korea committoKode user Etik Jurnalistik PWI Simbol perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, drama Korea Pinocchio memiliki pesan yang ingin disampaikan. Selain itu, drama ini juga mengandung realitas sosial yang ada pada masyarakat. Pesan tersebut memiliki rangkaian tanda yang membentuk makna. Penggunaan analisis semiotika Peirce pada penelitian ini diharapkan mampu mengungkap maknamakna pesan dibalik tanda tersebut melalui tanda ikon, indeks, dan juga simbol. Penelitian ini juga akan menganalisis makna-makna terkait etika jurnalistik yang ditemukan dengan menggunakan kode etik yang berlaku di Korea Selatan dan juga di Indonesia. Hal ini juga dapat dijadikan suatu perbandingan terkait etika jurnalistik yang berlaku di Korea Selatan dan juga Indonesia. F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika. Metode kualitatif digunakan untuk memahami sebuah fakta, bukan untuk menjelaskan fakta tersebut.73 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terdapat dalam drama Pinocchio, khususnya yang berkaitan dengan etika jurnalistik. Analisis semiotika digunakan untuk mendukung penelitian ini dalam mengkaji makna yang terdapat dalam pesan berupa tanda-tanda representasi 73 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta, Rajawali Pers, 2011) hlm. 66 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 etika jurnalistik pada drama Pinocchio. Tugas pokok semiotika adalah mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan mengklasifikasikan jenis-jenis utama tanda dan cara penggunaannya dalam aktivitas yang bersifat representatif. Dalam analisis semiotika Peirce, tanda-tanda yang terdapat dalam pesan komunikasi akan dimaknai. Karena pembacaan teks media tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Hal ini disebabkan oleh pemahaman seseorang terhadap teks dipengaruhi banyak faktor, seperti budaya, pengalaman, ideologi, dan lain-lain, sehingga sulit untuk objektif. Dalam penelitian ini adalah bagaimana makna etika jurnalistik yang ditampilkan dalam drama Pinocchio oleh pembuat drama, seperti penulis dan sutradara melalui data audiovisual, dan berbentuk verbal maupun nonverbal. 2. Objek Penelitian Objek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah 20 episode serial drama Korea Pinocchio. Penelitian ini secara khusus akan meneliti tandatanda berupa ikon, indeks, dan simbol yang ditampilkan dalam drama yang berkaitan dengan representasi etika jurnalistik. Penelitian ini berfokus pada aspek audio dan visual yang terdapat dalam drama Pinocchio. Aspek audio yang akan diteliti meliputi suara dialog antartokoh, musik yang digunakan dalam adegan, serta suara-suara yang mendukung presentasi dari adegan guna memberikan implikasi dan efek emosional tersendiri. Selanjutnya aspek visual commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 yang dimaksud adalah gambar yang mewakili suatu pesan sesuai dengan komposisional dalam suatu shot. Aspek visual itu meliputi karakter tokoh, ekspresi, setting, dan properti. 3. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Data Primer Data primer yang digunakan dalam penelitian ini merupakan scene atau adegan terkait etika jurnalistik yang terdapat pada drama Pinocchio. Berikut ini adalah korpus yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: - Korpus 1 Episode 1 (22.39 – 23.01) / 23” - Korpus 2 Episode 1 (23.16 – 25.38) / 2‟22” - Korpus 3 Episode 1 (26:01 – 26:40) / 39” - Korpus 4 Episode 1 (25:27 - 25: 38) / 11” - Korpus 5 Episode 1 (33:00 – 33:27) / 27” Episode 12 (06:15 - 06:44) / 29” commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57 - Korpus 6 Episode 1 (17.08 – 18.27) / 41” - Korpus 7 Episode 14 (42:53 - 45:10) / 3‟43” 2. Data Sekunder Data sekunder yang peneliti gunakan meliputi jurnal, buku-buku, artikel, majalah, serta komentar-komentar penonton di dunia maya, termasuk dalam media sosial yang relevan dengan objek yang diteliti. 4. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika Charles Sanders Peirce. Asumsi dasar semiotika adalah studi tentang tanda dan maknanya. Instrumen penelitiannya adalah peneliti itu sendiri. Anilisis data yang digunakan adalah deskriptif interpretatif dengan tahapan sebagai berikut: 1. Peneliti melakukan pengamatan terhadap drama Korea Pinocchio dengan cara menonton drama tersebut sebanyak 20 episode beberapa kali agar bisa memahami keseluruhan mengenai drama tersebut. Mulai dari karakter tokoh, alur cerita, dan hal-hal yang paling menonjol dalam drama tersebut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 2. Peneliti mulai fokus pada permasalahan, yaitu representasi etika jurnalistik. Peneliti mulai melakukan analisa terhadap adegan-adegan, dialog, dan sebagainya yang merepresentasikan etika jurnalistik. 3. Adegan yang dipilih, kemudian dilakukan analisa melalui teori segitiga makna Peirce yang terdiri atas representamen atau sign, objek, dan interpretant kemudian juga mencari ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam adegan tersebut. 4. Setelah menemukan tanda ikon, indeks, dan simbol, peneliti mulai menganalisis makna yang terdapat dari adegan yang terpilih berdasarkan tanda-tanda berupa ikon, indeks, dan simbol yang ada. Peneliti akan memaknai pesan yang terdapat dalam adegan tersebut. 5. Langkah selanjutnya adalah peneliti melakukan analisis dari adegan dan makna yang didapat sesuai dengan etika jurnalistiknya. Analisis dilakukan terhadap etika jurnalistik yang ditampilkan dalam drama Pinocchio melalui adegan-adegan, baik berupa dialog mau pun visualisasinya. Analisis tersebut mengacu pada the code of press ethics of South Korea dan juga kode etik jurnalistik PWI. 6. Kemudian, peneliti melakukan penarikan simpulan atas hasil penemuan dan analisis yang ada pada drama Pinocchio terkait etika jurnalistik. commit to user