pengaruh dukungan keluarga terhadap pemberian asi eksklusif

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai dua tahun merupakan hal yang
sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi
merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini
yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna
bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan
zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional
antara ibu dan bayinya (Depkes RI, 2005).
Komposisi ASI antara lain 88,1% mengandung air, 3,8% lemak, 0,9% protein,
7,0% laktosa, dan zat gizi lain 0,2%. Salah satu fungsi utama air adalah untuk
menguras kelebihan bahan-bahan larut melalui air seni. Zat-zat yang dapat larut
(misalnya sodium, potasium, nitrogen, dan klorida) disebut sebagai bahan-bahan
larut. Ginjal bayi yang pertumbuhannya belum sempurna hingga usia tiga bulan,
mampu mengeluarkan kelebihan bahan larut lewat air seni untuk menjaga
keseimbangan kimiawi di dalam tubuhnya. Oleh karena ASI mengandung sedikit
bahan larut, maka bayi tidak membutuhkan air sebanyak anak-anak atau orang
dewasa (Welford, 2001)
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang bayi yang
optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar
tatalaksananya dilakukan dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah
dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif (Depkes
RI, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 dalam Depkes
(2005), pemenuhan kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui ASI bagi
bayi dengan ASI eksklusif. Berdasarkan hal ini maka upaya perbaikan gizi bayi 0-6
bulan dilakukan melalui perbaikan gizi ibu sebelum dan pada masa pemberian ASI
eksklusif. Selain itu Bank Dunia (World Bank) Tahun 2006 mengemukakan bahwa
upaya perbaikan gizi bayi 0-6 bulan didasarkan bahwa gizi kurang pada anak usia
kurang dari 2 tahun akan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kecerdasan, dan produktivitas, dan dampak ini sebagian besar
tidak dapat diperbaiki.
Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah
Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI Esklusif sejak tahun 1990
yang dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI).
Sehubungan dengan itu telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
No.450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi
Indonesia (Depkes RI, 2005).
Meskipun pemerintah telah menghimbau pemberian ASI Eksklusif, angka
pemberian ASI Eksklusif masih rendah. Data menunjukkan lebih kurang 1,5 juta anak
Universitas Sumatera Utara
meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi
diseluruh dunia diberi ASI Eksklusif selama 4 bulan dan pemberian makanan
pendamping ASI yang tidak sesuai dan tidak aman bagi bayi.
Hasil Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 dilaporkan
bahwa bayi di Indonesia rata-rata hanya mendapatkan ASI Eksklusif sampai usia 1,6
bulan. Sedangkan yang diberi ASI eksklusif sampai umur 4-5 bulan hanya 14 %.
Kondisi ini masih sangat jauh dari yang direkomendasikan dalam indikator Indonesia
2010 yaitu 80% (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004,
ditemukan berbagai alasan ibu-ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif kepada
bayinya, diantaranya produksi ASI kurang (32%), ibu bekerja (16%), ingin dianggap
modern (4%), masalah pada puting susu (28%), pengaruh iklan susu formula (16%)
dan pengaruh orang lain terutama suami (4%) (Tasya, 2008).
Kebiasaan pada masyarakat Aceh, terutama orang tua dan mertua adalah
segera memberikan makanan tambahan seperti bubur, madu, larutan gula, susu dan
pisang kepada bayi dengan alasan bayi kelaparan bila hanya diberikan ASI. Suami
sebagai kepala keluarga biasanya menuruti kebiasaan tersebut dengan berbagai
alasan, antara lain kurangnya pemahaman tentang ASI Eksklusif atau patuh kepada
orang tua atau mertua.
Berdasarkan penelitian terhadap 115 ibu postpartum pada klinik Pediatrik
(1994) ditemukan keberhasilan menyusui dan pemberian ASI Eksklusif pada
Universitas Sumatera Utara
kelompok suami yang tidak mengerti ASI adalah 26,9% dan pada kelompok yang
mengerti ASI adalah 98,1% (Roesli, 2008).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2003), pekerja di Indonesia mencapai
100.316.007, yang terdiri dari 64,63% adalah laki-laki dan 35,57% adalah
perempuan. Pekerja wanita dituntut untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas
kerja yang maksimal, tanpa mengabaikan kodratnya sebagai wanita termasuk dalam
memberikan ASI (Depkes RI, 2007).
Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara Eksklusif
selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan, meskipun cuti hamil
hanya 3 bulan (Roesli, 2007). Pada pekan ASI sedunia (1993) tema peringatannya
adalah Mother Friendly Workplace atau tempat kerja sayang bayi menunjukkan
bahwa adanya perhatian dunia terhadap peran ganda ibu menyusui dan bekerja
(Depkes RI, 2007).
Penelitian Salfina (2003) di Kecamatan Tebet, Jakarta bahwa 59,7% ibu yang
bekerja hanya memberikan ASI 4 kali dalam sehari, sementara jika pada waktu siang
hari diberikan susu formula oleh keluarga atau pengasuhnya. Penelitian Hafidhah
(2007) di Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa 60% yang tidak memberikan
ASI Eksklusif didominasi oleh ibu yang bekerja (64,2%).
Memberikan ASI Eksklusif tidak hanya menguntungkan bayi tetapi juga bagi
perusahaan. Hal ini didikung oleh bukti ilmiah bahwa yang diberikan ASI Eksklusif
akan lebih sehat, sehingga ibu jarang meninggalkan pekerjaanya. Hasil penelitian
Cohen, dkk (1995) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa ibu bayi dengan
Universitas Sumatera Utara
pemberian ASI Eksklusif lebih jarang absen bekerja (25%) dibandingkan ibu dengan
pemberian susu formula kepada bayinya (75%). Penelitian Auerbach, dkk (1984)
terhadap 567 ibu bekerja menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI Eksklusif
mempunyai prestasi kerja.
Oleh karenanya, dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui,
perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja dan keluarga agar ibu
yang bekerja dapat memberikan ASI secara Eksklusif. Upaya untuk pemberian ASI
dapat didukung oleh seluruh keluarga, seperti suami, kakak, dan mertua (Roesli,
2007)
Keluarga terutama suami merupakan bagian penting dalam keberhasilan atau
kegagalan menyusui, karena suami menentukan kelancaran refelks pengetahuan ASI
(let down refelex) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi dan perasaan ibu
(Roesli, 2007).
Caplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki
fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional. Pentingnya dukungan keluarga terhadap
pemberian ASI Eksklusif sudah direkomendasikan pada KTT tentang kesejahteraan
anak (1990), bahwa semua keluarga mengetahui arti penting mendukung wanita
dalam pemberian ASI saja untuk 4 sampai 6 bulan pertama kehidupan anak dan
memenuhi kebutuhan makanan anak berusia muda pada tahun rawan (Roesli, 2007).
Menurut Sudiharto (2007) dukungan keluarga mempunyai hubungan dengan
suksesnya pemberian ASI Eksklusif kepada bayi. Dukungan keluarga adalah
Universitas Sumatera Utara
dukungan untuk memotivasi ibu memberikan ASI saja kepada bayinya sampai usia 6
bulan, memberikan dukungan psikologis kepada ibu dan mempersiapkan nutrisi yang
seimbang kepada ibu.
Penelitian Mardeyanti (2007), bahwa 60% ibu yang bekerja tidak patuh
memberikan ASI Eksklusif, Hasil analisis regresi logistik memperlihatkan bahwa
tingkat pendidikan ibu yang rendah meningkatkan risiko ibu untuk tidak memberikan
ASI eksklusif dan ibu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga akan
meningkatkan risiko untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian Hadinegoro,
dkk (2007) di Jakarta, bahwa pemberian ASI Ekslusif dipengaruhi oleh dukungan
suami, jam kerja, dan fasilitas ruangan menyusui ditempat kantor. Hasil penelitian
menunjukkan, secara proporsi ibu yang memberi ASI Ekslusif, 44% mendapat
dukungan dari suami, 17% pada ibu yang bekerja pada tempat kerja yang
menyediakan ruangan khusus untuk menyusui, serta 11% bekerja >8 jam.
Data Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2007), bayi yang
mendapatkan ASI Eksklusif hanya 18.508 atau 16,8 % dari sejumlah 110.301 bayi.
Adapun Kabupaten dengan cakupan paling rendah adalah: (1) Nagan Raya, Gayo
Lues, dan Kota Sabang, masing-masing 2% bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif.
(2) Aceh Jaya, 66 bayi atau 3,6% ; (3) Aceh Timur, 327 bayi atau 3,9 %; dan Aceh
besar 629 bayi atau 9,25 % menempati urutan 8 setelah Aceh Utara, Aceh Selatan,
Bener Meriah dan Bireuen. Salah satu kecamatan yang ada di Aceh Besar adalah
kecamatan Darul Imarah, dan
diketahui 64,2% merupakan ibu yang berstatus
bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan wawancara dengan beberapa ibu yang berada di kecamatan Darul
Imarah Kabupaten Aceh Besar pada bulan Maret 2009 mengemukakan bahwa
singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI
eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Penyebab lainnya adalah rendahnya
dukungan keluarga untuk memberikan ASI Eksklusif pada bayi baru lahir apalagi
ketika si ibu sedang bekerja.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pemberian ASI Eksklusif
pada ibu yang bekerja di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian
yaitu bagaimana pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pemberian ASI
Eksklusif pada ibu yang bekerja di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pemberian ASI Eksklusif pada ibu
yang bekerja di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pemberian ASI
Eksklusif pada ibu yang bekerja di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar dalam
peningkatan cakupan ASI Ekslusif khususnya dalam penjaringan ibu menyusui
secara Eksklusif pada ibu yang bekerja baik di instansi pemerintah maupun
swasta.
2. Memberikan masukan bagi Puskesmas di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten
Aceh Besar dalam upaya peningkatan promosi kesehatan khususnya promosi
pemberian ASI Eksklusif bagi ibu bekerja.
3. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu promosi kesehatan dan
menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Download