Faurani Santi1, Rina Oktaviani2, Dedi Budiman Hakim3, Reni

advertisement
DAMPAK INVESTASI, DAN PERDAGANGAN BARANG PERTANIAN TERHADAP
PENAWARAN PARIWISATA INDONESIA
Faurani Santi1, Rina Oktaviani2, Dedi Budiman Hakim3, Reni Kustiari4
ABSTRAK
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu memberikan kontribusi besar bagi
perekonomian Indonesia, menurut Badan Pusat Statistk Indonesia tahun 2012 kontribusi pariwisata
nasional terhadap PDB adalah 13,9 persen. Sebagai suatu kegiatan ekonomi, pariwisata Indonesia
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor ekonomi maupun faktor non-ekonomi di dalam negeri
maupun internasional yang dapat mempengaruhi perkembangan pariwisata (supply-demand side).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak investasi, dan perdagangan barang
pertanian terhadap sisi penawaran pariwisata Indonesia, dengan menggunakan metode Panel Least
Square dan data cross section periode 1990 – 2012 dari 6 sampel negara (Amerika, Jepang, Asean,
Australia, Uni Eropa, dan Rest of The World), dimana model ini akan meng analisa dampak aliran
investasi, perdagangan barang pariwisata penawaran pariwisata Indonesia, dan hasil yang diperoleh
sebagai berikut: (1) total penyediaan barang/jasa pariwisata Indonesia berpengaruh terhadap sisi
penawaran pariwisata Indonesia, sedangkan total belanja pemerintah dan total penawaran investasi
pariwisata Indonesia hasil yang diperoleh berdasarkan estimasi sangat kecil mempengaruhi besarnya
penawaran pariwisata Indonesia, (2) penyediaan investasi dari sektor pertanian yang digunakan dalam
pariwisata merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya barang.jasa pariwisata, total belanja
pemerintah di sektor pariwisata, dan penyediaan investasi pariwisata Indonesia (3) Perkembangan di
sektor pariwisata khususnya penawaran pariwisata (supply side) dipengaruhi oleh kondisi ekonomi suatu
negara (baik dalam negeri maupun internasional), dan kebijakan stabilitas ekonomi makro, dan
perkembangan sector –sektor lain (dalam hal ini sector pertanian), dan (4) estimasi simulasi menunjukkan
bahwa kebijakan fiskal dan moneter berdampak terhadap pertumbuhan pariwisata nasional.
Kata kunci : investasi dan barang pertanian, penawaran pariwisata, dan dampak
PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan salah satu sektor perekonomian yang memberikan sumbangan
yang besar terhadap pembangunan ekonomi suatu negara, berdasarkan data Badan Pusat Statistik
tahun 2012 share pariwisata nasional sebesar 13,9 persen terhadap total Produk Domestik Bruto
dan tentu saja dengan besarnya kontribusi sektor tersebut berguna bagi pertumbuhan ekonomi
nasional, melalui penerimaan devisa yang diterima dari besarnya konsumsi yang dikeluarkan oleh
para wisatawan terhadap produk barang dan jasa nasional. Selain itu juga pariwisata mampu
memberikan multiplier efek bagi sektor-sektor lain baik yang terkait secara langsung maupun
tidak langsung (Antara, 1999).
Berkaitan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kontribusi pariwisata dan
pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, maka peningkatan
investasi pariwisata juga menjadi pusat perhatian dalam program pembangunan, tujuannya agar
kegiatan investasi tersebut dapat memberikan nilai tambah sekaligus memicu peningkatan
produksi yang akan dihasilkan. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menjelaskan bahwa
rata-rata investasi untuk sektor pariwisata adalah sebesar Rp. 2,73 triliun selama periode tahun
2006-2012, angka ini juga menunjukan bahwa kontribusi investasi pariwisata terhadap total
investasi hanya sebesar 6 persen (Kemenpraf, 2012), dengan kata lain investasi di sektor
pariwisata belum mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi perekonomian nasional,
meskipun sektor ini sangat potensial dalam memberikan sumbangan dalam menggerakan
perekonomian nasional.
Adapun data dan profil perkembangan serta kontribusi sektor pariwisata Indonesia dapat
dilihat pada table 1 sebagai berikut
1
Mahasiswa S3 Program Doktor Mayor Ekonomi Pertanian-IPB
Ketua Komisi Pembimbing, DOsen Program Doktor Mayor EPN-IPB
3
Anggota Komisi Pembimbing, Dosen pada Program Doktor EPN-IPB
4
Anggota Komisi Pembimbing, Peneliti pada PSEKP-Departemen Pertanian
2
1
Tabel 1: Profil dan Kontribusi sektor Pariwisata Indonesia Terhadap Perekonomian Nasional
Variabel
2011
2012
Perubahan
(persen)
GDP (persen)
13.8
13.9
10
Devisa yang diperoleh 7.43
8.6
13.6
(triliun rupiah)
Kunjungan wisman (juta 7,25
7,67
5.47
orang)
Investasi (triliun rupiah):
2,86
4.87
70,27
- PMA (triliun rupiah)
2.42
4.19
- PMDN (milliar rupiah) 394
678
Sumber: BPS RI, dan BKPM , 2013
Berkaitan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kontribusi pariwisata dan
pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, maka peningkatan
investasi pariwisata juga menjadi pusat perhatian dalam program pembangunan, tujuannya agar
kegiatan investasi tersebut dapat memberikan nilai tambah sekaligus memicu peningkatan
produksi yang akan dihasilkan. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menjelaskan bahwa
rata-rata investasi untuk sektor pariwisata adalah sebesar Rp. 2,73 triliun selama periode tahun
2006-2012, angka ini juga menunjukan bahwa kontribusi investasi pariwisata terhadap total
investasi hanya sebesar 6 persen (Kemenpraf, 2012), dengan kata lain investasi di sektor
pariwisata belum mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi perekonomian nasional,
meskipun sektor ini sangat potensial dalam memberikan sumbangan dalam menggerakan
perekonomian nasional.
Selain itu juga pariwisata dianggap sebagai sektor yang bersifat multiplier efek (Antara,
1999) yang berarti sektor ini memiliki keterkaitan yang besar terhadap sektor-sektor lain
(termasuk dalam hal ini sektor pertanian). Ini berarti besar kecilnya perkembangan pariwisata
(demand-supply side) suatu negara tidaklah lepas dari peran sektor lain termasuk sektor pertanian.
Dengan kata lain besar kecilnya barang yang tersedia untuk dikonsumsi wisatawan (baik inbound
maupun outbound) , dan investasi (inward-outward) sektor pertanian dan sektor lainnya akan
mempengaruhi besarnya penyediaan dan permintaan akan komoditas barang yang digunakan
dalam kegiatan wisata
Atas dasar permasalahan tersebut, maka dalam penenelitian ini dapat diajukan:
1. Bagaimanakah dampak aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional terhadap sisi
penawaran pariwisata di Indonesia.
2. Bagaimanakah dampak investasi di sektor pertanian terhadap perkembangan (sisi penawaran)
pariwisata di Indonesia
3. Bagaimanakah kebijakan makro ekonomi terhadap penawaran pariwisata internasional di
Indonesia.
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk menganalisis dampak aliran investasi dan perdagnagan barang/jasa pertanian
terhadap penawaran pariwisata di Indonesia dapat dirumuskan dalam metode regresi data panel
yang mengadopsi pada model Tourism Sattelite Account (TSA) dan Keynesian maka dengan
persamaan identitas yaitu penawaran pariwisata terdiri dari 3 persamaan structural antara lain:
1. Konsumsi Barang pariwisata
2
2. Pengeluaran Pemerintah untuk pariwisata:
3. Investasi dan Pembentukan Barang Modal Pariwisata:
Sehingga:
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada alur sebagai berikut:
Dimana:
= Total Penawaran Pariwisata Indonesia
= Penyediaan barang pariwisata Indonesia tahun ke-t
= Investasi fisik (infrastruktur) pariwisata Indonesia tahun ke-t
= Belanja pemerintah Indonesia d sector pariwisata Indonesia tahun ke-t
=
Aliran barang-barang pertanian keluar dari Indonesia ke negara asal
wisman tahun ke-t
3
=
Aliran barang-barang pertanian yang masuk dari negara asal wisman ke
Indonesia tahun ke –t
= Pendapatan (GDP) Indonesia
= Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara asal wisman tahun ke-t
=
Harga Pariwisata Indonesia di negara asal wisman tahun ke-t
= Penyediaan investasi dari sektor pertanian untuk pariwisata Indonesia
= Suku bunga di Indonesia tahun ke-t
= Dummy krisis ekonomi Indonesia tahun ke-t
= Dummy travel warning Indonesia tahun ke-t
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakann tiga model persamaan structural yaitu persamaan total
konsumsi barang pariwisata Indonesia (CT_INAt), total investasi dan pembentukan barang modal
pariwisata Indonesia (IT_INAt), dan total Pengeluaran pemerintah di sektor pariwisata Indonesia
(GT_INAt) dengan menggunakan data panel, adapun hasil estimasi pada tabel 2 dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Model persamaan aliran konsumsi barang pariwisata Indonesia (CT_INA), dimana
secara keseluruhan diperoleh besarnya koefisien determinasi (Adj r-square) sebesar 99 persen
yang menunjukan dampak faktor-faktor endogen/penjelas seperti GDP Indonesia, inflow barang
pertanian yang digunakan dalam pariwisata Indonesia, outflow barang pertanian yang digunakan
dalam pariwisata Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara asal wisman , harga
Pariwisata Indonesia, belanja pemerintah sektor pariwisata, investasi sektor pertanian untuk
pariwisata Indonesia, krisis ekonomi Indonesia, travel warning Indonesia, dan travel warning
negara lain, terhadap total konsumsi barang pariwisata Indonesia (CT_INAt) dan sisanya yaitu
sebesar 1 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar pengamatan.
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi total konsumsi pariwisata Indonesia adalah
faktor outflow barang pertanian yang digunakan dalam pariwisata, nilai tukar rupiah terhadap
USD, harga pariwisata Indonesia, krisis ekonomi, dan travel warning negara pesaing merupakan
faktor–faktor yang cukup mempengaruhi total penyediaan barang pariwisata Indonesia.
Sedangkan pendapatan nasional, dan inflow barang pertanian pada pariwisata adalah faktor-faktor
yang sangat mempengaruhi besarnya penyediaan barang pariwisata Indonesia. Sebaliknya faktor
total belanja pemerintah di sektor pariwisata, investasi sektor pertanian untuk pariwisata, krisis
ekonomi, dan travel warning Indonesia adalah faktor-faktor yang tidak mempengaruhi besarnya
total penyediaan barang pariwisata Indonesia.
Hubungan antara GDP per kapita terhadap konsumsi barang pariwisata adalah positif yang
berarti jika GDP per kapita naik sebesar 1 persen akan meningkakan konsumsi barang sebesar
koefisien perubahnnya. Menurut Keynes dengan adanya kenaikan pada GDP per kapita biasanya
diikuti dengan kenaikan konsumsi dan belanja pemerintah, ceterus paribus (Dornbusch et.al;
2004), dan hal ini secara empiris dapat dibuktikan dalam kasus ini.
Dampak aliran masuk barang pertanian yang digunakan dalam pariwisata (inflow) secara
empris dinyatakan sebagai dampak yang positif yang berarti jika terjadi kenaikan inflow sebesar 1
persen akan menaikan tingkat konsumsi sebesar koefisien perubahnnya dan ini tentu saja akan
berpengaruh terhadap besarnya pendapatan nasional yang diperoleh dari sektor pariwisata.
Hubungan antara aliran keluar barang pertanian dalam pariwisata (outflow) dengan total
penyediaan barang pariwisata Indonesia adalah positif yang berarti jika terjadi kenaikan inflow
sebesar 1 persen akan menaikan inflow barang pariwisata sebesar koefisien perubahannya.
Outflow barang pertanian yang digunakan dalam pariwisata tentu saja akan mempengaruhi
besarnya konsumsi karena dengan meningkatnya permintaan akan barang yang akan dikonsumsi
4
dan dibawa keluar oleh wisman tentu saja akan berdampak pada peningkatan konsumsi bahan
baku dalam upaya memenuhi kebutuhan proses produksi industri pariwisata yang menghasilkan
komoditas pariwisata yang akan dikonsumsi dan dibawa keluar oleh wisatawan (seperti misalnya
industri hotel , dan restoran maupun kerajinan) (Thapa, 2005).
Secara empiris, dampak pengeluaran/belanja pemerintah di sektor pariwisata terhadap
total penyediaan barang pariwisata Indonesia (meskipun diperoleh hasil yang tidak signifikan)
adalah positif yang berarti jika terjadi kenaikan pada pengeluaran pemerintah di sektor pariwisata
sebesar 1 persen akan menaikan total konsumsi barang pariwisata sebesar koefisien
perubahannya. Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan belanja pemerintah akan
menaikan konsumsi barang pariwisata karena dengan meningkatnya belanja pemerintah akan
memacu pertumbuhan tingkat konsumsi masyarakat dan wisman yang diakibatkan oleh
meningkatnya pedapatan masyarakat.
Seperti diketahui bahwa salah satu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan belanja
pemerintah adalah kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif, dimana melalui kebijakan ini
diharapkan sektor-sektor produksi yang ada di dalam suatu negara akan bergerak dan memicu
peningkatan pendapatan masyarakat. Kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif inilah yang
digunakan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada
akhirnya dengan meningkatnya pendapatan masyarakat akan diikuti oleh peningkatan konsumsi.
Hubungan antara nilai tukar terhadap total penyediaan barang pariwisata secara empiris
dinyatakan sebagai hubungan yang berlawanan (negatif). Ini berart pada saat nilai tukar rupiah
mengalami depresiasi sebesar 1 persen akan meningkatkan besarnya total penyediaan barang
pariwisata Indonesia sebesar koefisien perubahannya. Secara teoritis hubungan negatif antara nilai
tukar dan total penyediaan barang pariwisata menunjukan bahwa nilai tukar sebagai instrument
pembayaran dalam transaksi barang di sektor pariwisata menentukan besar kecilnya barang yang
akan dikonsumsi. Berdasarkan teori Purchasing Power Parity, nilai tukar akan menentukan daya
beli masyarakat terhadap berbagai jenis komoditi termasuk komoditi barang impor (Hady, 2004).
Hal ini dapat diartikan bahwa dengan menguatnya/melemahnya mata uang domestik (rupiah)
akan berpengaruh terhadap terhadap total penyediaan barang pariwisata.
Hubungan antara penyediaan investasi sektor pertanian pada pariwisata menunjukan
hubungan yang positif. Ini berarti apabila investasi di sektor pertanian meningkat sebesar 1 persen
akan meningkatkan total penyediaan barang pariwisata Indonesia sebesar koefisien perubahannya.
Seperti diketahui bahwa, pariwisata merupakan sektor produksi nasional yang bersifat multiplier
efek ini berarti sektor pariwisata terdapat pengaruh dari dan terhadap sektor-sektor lain termasuk
dalam hal ini adalah sektor pertanian. Kebutuhan investasi pertanian dalam pariwisata nasional
tidaklah terlepas dari kebutuhan konsumsi pelaku wisata (wisatawan) selama mereka melakukan
kegiatan wisata di Indonesia. Adapun kebutuhan konsumsi oleh wisatawan tersebut seperti
makanan, minuman, maupun layanan wisata yang digunakan secara langsung oleh wisatawan
maupun tidak langsung oleh industri-industri atau sektor-sektor pendukung yang menghasilkan
produk-produk/komoditi pariwisata. Sehingga dengan naiknya kebutuhan akan konsumsi yang
akan digunakan dan dipakai oleh wisatawan tentu saja akan mendorong kebutuhan infrastruktur
baik fisik maupun non fisik dari sektor lain termasuk dalam hal ini sektor pertanian.
2. Pada model persamaan total belanja pemerintah di sektor pariwisata Indonesia
(GT_INAt) diperoleh secara keseluruhan dampak faktor-faktor seperti pendapatan (GDP), total
aliran masuk dan keluar barang pertanian yang digunakan dalam pariwisata Indonesia (inflow dan
outflow), nilai tukar, harga pariwisata Indonesia, penyediaan investasi sektor pertanian pariwisata,
krisis ekonomi, travel warning Indonesia, dan travel warning negara pesaing terhadap total
belanja pemerintah sektor pariwisata Indonesia adalah sebesar 70 persen, dan sisanya yaitu 30
persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar pengamatan.
Total belanja pemerintah terdiri dari belanja rutin, belanja infrastruktur dan pelayanan
umum, serta belanja proyek Inpres (Antara, 1999) dimana untuk belanja rutin pada dasarnya
merupakan belanja yang berhubungan dengan penyelenggaran rumah tangga dan operasional
yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas,
5
subsidi, dan lain-lain. Belanja infrastruktur dan pelayanan umum merupakan belanja yang
ditujukan untuk meningkatkan sektor-sektor produktif dalam rangka upaya meningkatkan
permintaan output, sedangkan belanja proyek Inpres merupakan belanja pemerintah yang
dianggarkan dan dikeluarkan berdasarkan Instruksi Presiden untuk tujuan-tujuan tertentu (Antara,
1999). Ketiga jenis belanja pemerintah tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan efek
induksi terhadap peningkatan output dan pendapatan di sektor pariwisata. Sehingga faktor-faktor
pendapatan (GDP), outflow dan inflow barang pertanian yang digunakan dalam pariwisata
merupakan faktor-faktor yang mampu menentukan besar kecilnya total belanja pemerintah yang
dikeluarkan baik untuk sektor pariwisata yang dapat memberikan dampak secara langsung
terhadap perkembangan pariwisata Indonesia maupun terhadap sektor-sektor lain (seperti
pertanian dan perkebunan) yang merupakan faktor yang tidak berdampak langsung terhadap
perkembangan pariwisata nasional, mengingat sektor pariwisata merupakan sektor yang mampu
memberikan efek multiplier terhadap sektor-sektor perekonomian nasional (Antara, 1999 dan
Rusman, 2004).
Faktor outflow barang pertanian yang dugunakan dalam pariwisata Indonesia, penyediaan
investasi dari sektor pertanian untuk pariwisata Indonesia, dan krisis ekonomi merupakan faktor
yang sangat menentukan besarnya belanja pemerintah di sektor pariwisata Indonesia. Sedangkan
faktor pendapatan (GDP), nilai tukar, outflow barang pariwisata Indonesia, harga pariwisata
Indonesia, investasi sektor pertanian pada pariwisata, dan krisis ekonomi Indonesia merupakan
faktor-faktor yang cukup menentukan besarnya total belanja pemerintah di sektor pariwisata
Indonesia. Sedangkan faktor pendapatan nasional, harga pariwisata Indonesia, nilai tukar rupiah
terhadap USD merupakan faktor-faktor yang cukup menentukan besar/kecilnya nya belanja
pemerintah di sektor pariwisata. Sebaliknya travel warning Indonesia dan negara pesaing, dan
inflow barang pariwisata Indonesia adalah faktor yang tidak dominan atau tidak menentukan besar
kecilnya belanja pemrintah di sektor pariwisata Indonesia.
Hasil estimasi pada tabel 2 menunjukan hubungan antara outflow/inflow barang pertanian
yang digunakan dalam pariwisata Indonesia dengan total belanja pemerintah di sektor pariwisata
Indonesia yang menunjukan hubungan yang negatif. Ini berarti apabila outflow/inflow barang
pertanian pada pariwisata meningkat sebesar 1 persen akan menurunkan besarnya total belanja
pemerintah di sektor pariwisata Indonesia sebesar koefisien perubahannya. Sedangkan hubungan
antara investasi pertanian pada pariwisata dan harga pariwisata Indonesia terhadap total belanja
pemerintah di sektor pariwisata Indonesia adalah positif. Hubungan yang positif tersebut
menunjukan bahwa apabila investasi pertanian di sektor pariwisata meningkat sebesar 1 persen
akan meningkatkan total belanja pemerintah di sektor pariwisata sebesar koefisien perubahnnya.
Begitu juga pada saat terjadi krisis ekonomi di Indonesia maka total belanja pemerintah di sektor
pariwisata akan meningkat sebesar koefisien perubahannya.
Belanja pemerintah yang merupakan salah satu instrumen yang dipakai dalam
menjalankan kebijakan fiskal dalam rangka mengendalikan keseimbangan makroekonomi.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mempengaruhi sisi permintaan agregat (demand side) suatu
perekonomian dalam jangka pendek. Selain itu, kebijakan ini dapat pula mempengaruhi sisi
penawaran (supply side) yang sifatnya lebih berjangka panjang, melalui peningkatan kapasitas
perekonomian. Ini berarti dampak kebijakan fiskal terhadap sisi penawaran mempunyai implikasi
jangka panjang. Kebijakan fiskal yang berorientasi untuk meningkatkan supply side dapat
mengatasi masalah keterbatasan kapasitas produksi dan karena itu dampaknya lebih bersifat
jangka panjang.
Dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian melalui pendekatan permintaan agregat
diterangkan melalui pendekatan Keynes. Pendekatan Keynesian mengasumsikan adanya price
rigidity dan excess capacity sehingga output ditentukan oleh permintaan agregat. Keynes
menyatakan bahwa dalam kondisi resesi atau krisis, perekonomian yang berbasis mekanisme
pasar tidak akan mampu untuk pulih tanpa intervensi dari pemerintah (Dornbusch, et.al 2004).
Kebijakan moneter tidak berdaya untuk memulihkan perekonomian karena kebijakan hanya
6
bergantung kepada penurunan suku bunga sementara dalam kondisi krisis tingkat suku bunga
umumnya sudah rendah dan bahkan dapat mendekati nol.
Selain itu juga pendekatan Keynes menyatakan bahwa kebijakan fiskal dapat
menggerakkan perekonomian karena dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah akan
memberikani efek multiplier melalui stimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi
rumah tangga. Sehingga apabila pemerintah melakukan peningkatan belanja sebagai stimulus
perekonomian, maka belanja tersebut akan meningkatkan disposable income dan pada akhirnya
mempengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan
meningkatkan marginal prospensity to consume, akan menjadi rangkaian dalam perekonomian
untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output. Sehingga
dapat disimpulkan pada saat krisis ekonomi atau negara sedang mengalami resesi untuk
memulihkan pendapatan dan daya beli masyarakat peran dari pemerintah melalui kebijakan
penambahan pada belanja pemerintah sangat diperlukan. Hal ini juga berlaku pada goncangan
(shock) yang terjadi sektor pariwisata seperti adanya kebijakan travel warning, dimana belanja
pemerintah di sektor pariwisata ini akan mampu meningkatkan agregat demand (dalam jangka
pendek) yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, dan sisi
penawaran dalam jangka panjang. Seperti diketahui bahwa penambahan belanja pemerintah
merupakan bagian dari kebijakan fiskal ekspansif yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkakan pendapatan dan daya beli masyarakat. Dengan ditambahnya anggaran belanja
pemerintah diharapkan melalui berbagai proyek-proyek jangka pendek baik fisik maupun non
fisik dapat menimgkatkan daya beli dan pendapatan masyarakat.
Termasuk dalam hal peningkatan investasi sektor pertanian sebagai sektor pendukung dari
pariwisata akan mempengaruhi besarnya total belanja pemerintah di sektor pariwisata maupun
sektor–sektor pendukung pariwisata. Seperti halnya kebutuhan akan infrastruktur fisik pertanian
misalnya sistem pengairan (waduk) yang digunakan untuk mengairi lahan pertanian yang secara
tidak langsung berdampak positif terhadap peningkatan produksi pangan yang pada akhirnya
dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi pariwisata selanjutnya. Selain berkaitan dengan
proses produksi barang yang akan dikonsumsi oleh wisatawan, infrastruktur dan fasilitas pada
sektor pertanian juga dapat digunakan sebagai wahana/ fasilitas layanan wisata misalnya wahana
waduk yang hisa digunakan sebagai fasilitas wisata air, kebun buah/sayuran yang bisa
dikembangkan sebagai agrotourism, kolam pemancingan, dan sebagainya.
Hasil estimasi juga menunjukan bahwa secara keseluruhan faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi (dalam estimasi) diketahui dampaknya secara keseluruhan terhadap total belanja
pemerintah di sektor pariwisata Indonesia terlalu besar yaitu hanya sebesar 70 persen. Hal ini
terjadi karena, dalam pariwisata bisa dikatakan hampir sebagian besar penyediaan infrastruktur
dan fasilitas pariwisata termasuk penyediaan barang yang akan dikonsumsi di sektor pariwisata
dilakukan oleh perorangan maupun swasta. Selain itu juga, adanya indikasi terjadinya
leakage/kebocoran di dalam belanja pemerintah Indonesia yang pada akhirnya akan mengurangi
penerimaan negara.
3. Model persamaan yang ke-tiga dalam persamaan penawaran pariwisata Indonesia
adalah model persamaan total investasi dan pembentukan modal di sektor pariwisata Indonesia
(IT_INAt), yang mana dalam model ini diperoleh besarnya koefisien determinasi (Adj. r-square)
faktor-faktor penjelas terhadap total investasi dan pembentukan modal sektor pariwisata Indonesia
sebesar 43 persen. Adapun faktor-faktor yang sangat mempengaruhi variabel pengeluaran
investasi sektor pariwisata Indonesia tersebut adalah faktor GDP, nilai tukar, outflow barang
pertanian, total penyediaan barang pariwisata Indonesia, total penyediaan investasi sektor
pertanian, dan travel warning Indonesia adalah faktor-faktor yang menentukan besarnya investasi
yang disediakan dalam rangka pengembangan sektor pariwisata. Sedangkan faktor-faktor seperti
harga pariwisata Indonesia, inflow barang pertanian, total belanja pemerintah di sektor pariwisata,
suku bunga, dan krisis ekonomi merupakan faktor-faktor yang tidak menentukan besarnya total
penyediaan investasi pariwisata Indonesia.
7
Investasi pariwisata merupakan jenis pengeluaran pemerintah pada pembangunan
infrastruktur dan prasarana pariwisata (Riyadi, 1998), sehingga dari tabel 1 dinyatakan bahwa
investasi (demand side) akan meningkatkan permintaan output pariwisata. Maka investasi yang
merupakan pengeluaran pemerintah (supply side) pada tabel 2 juga dilakukan dalam rangka
merespon peningkatan permintaan output tersebut, dimana besarnya pengeluaran pemerintah yang
berupa investasi ini dinyatakan dalam besaran anggaran yang dialokasikan pemerintah ke sektor
pariwisata dalam bentuk APBN atau APBD (Antara, 1999), sehingga dengan semakin besarnya
pendapatan yang diperoleh di sektor pariwisata akan meningkatkan besarnya pengeluaran
investasi pemerintah di sektor ini.
Adapun dampak positif terjadi pada faktor pendapatan (GDP) terhadap total pengeluaran
investasi di sektor pariwisata Indonesia yang menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan
pendapatan sebesar 1 persen akan menaikkan pengeluaran investasi pemerintah sebesar koefisien
perubahannya. Begitu juga dengan faktor aliran keluar (inflow)dan masuk (inflow) barang
pertanian yang digunakan dalam pariwisata Indonesia yang menunjukan hubungan yang positif
yang berarti apabila inflow maupun outflow meningkat sebesar 1 persen akan berdampak pada
peningkatan pada total penyediaan investasi pariwisata Indonesia sebesar koefisien perubahannya.
Dampak aliran barang pertanian pada pariwisata Indonesia baik yang keluar (outflow)
terhadap total pengeluaran investasi pariwisata Indonesia terletak pada besarnya/jumlah barang
yang masuk/keluar sebagai barang konsumsi dan dibawa dari negara wisman ke Indonesia
maupaun barang yang dikonsumsi di dalam negeri oleh wisman dan dibawa ke negara asalnya.
Dampak outflow tersebut akan memberikan efek induksi (Mason, 2003) terhadap besarnya
pengeluaran investasi pemerintah di sektor pariwisata. Karena dengan meningkatnya konsumsi
wisman tentu saja perlu diikuti dengan peningkatan output yang diproduksi oleh sektor-sektor
produksi ekonomi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung sektor
pariwisata (seperti sektor pertanian, komunikasi), dan dalam rangka mendukung sektor-sektor
tersebut diperlukan infrastruktur yang memadai dan ini berarti perlu adanya peningkatan
pengeluaran investasi dalam membangun infastruktur dan fasilitas pendukung.
Hasil estimasi juga menunjukan bahwa adanya hubungan yang negatif antara suku bunga
terhadap investasi fisik pariwisata yang tersedia. Ini menunjukan bahwa apabila suku bunga naik
sebesar 1 persen akan menurunkan besarnya investasi fisik yang tersedia di sektor pariwisata
sebesar koefisien perubahannya. Kondisi dimana terjadinya kenaikan suku bunga akan
berpengaruh terhadap minat investor dalam menanamkan modalnya. Selain itu juga beberapa
faktor-faktor kualitatif perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan pengeluaran investasi
pariwisata, adapun faktor-faktor seperti krisis ekonomi, dan travel warning Indonesia juga patut
diperhitungkan dalam menetapkan target pengeluaran investasi, dari hasil estimasi (tabel 2)
diperoleh dampak negatif faktor krisis ekonomi terhadap total pengeluaran investasi pariwisata
yang menunjukan jika terjadi krisis ekonomi di Indonesia akan menurunkan besarnya total
pengeluaran investasi sebesar koefisien perubahannya.
Hasil estimasi juga menunjukan hubungan yang negatif terhadap harga pariwisata dan
nilai tukar. Kondisi ini secara empiris menunjukan bahwa dengan menurunnya kurs rupiah
terhadap mata uang asing memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi secara
keseluruhan termasuk investasi. Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan
sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap
dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia
di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung
akan memberikan pengaruh terhadap defisit neraca perdagangan. Seterusnya, akan berpengaruh
pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan dengan memburuknya neraca pembayaran tentu
akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi
kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Sedangkan hubungan positif antara total penyediaan investasi pertanian yang digunakan
dalam pariwisata dengan total penyediaan investasi pariwisata Indonesia menunjukan bahwa
dengan semakin meningkatnya investasi (fisik) pertanian yang digunakan dalam pariwisata akan
8
menambah besarnya total investasi yang disediakan dalam sektor pariwisata. Hal ini menunjukan
bahwa dampak multiplier/multiplier effect dari sektor pertanian terhadap sektor pariwisata adalah
besar. Dan ini berarti dengan meningkatnya investasi di sektor pertanian akan turut meningkatkan
besarnya investasi (fisik) di sektor pariwisata. Adapun untuk lebih jelasnya, hasil estimasi
penawaran pariwisata Indonesia dapat disajikan pada tabel 1.
Tabel 2 juga menunjukan bahwa faktor total penyediaan barang pariwisata, totak
penyediaan investasi pariwisata Indonesia, total belanja pemerintah disektor pariwisata Indonesia
dan pendapatan nasional Indonesia (GDP) adalah faktor-faktor yang menentukan besarnya total
penawaran pariwisata Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa penyediaan barang, total investasi,
total belanja pemerintah, dan GDP Indonesia merupakan faktor-faktor yang menentukan
perkembangan (besar kecilnya) penawaran pariwisata Indonesia.
Tabel 2 Hasil estimasi penawaran pariwisata Indonesia
Model
Penyediaan
Barang
Pariwisata
Indonesia
(CT_INA)
Total
Belanja
Pemerintah
di Sektor
Pariwisata
Indonesia
(GT_INA)
Total
Penyediaan
Investasi
Pariwisata
Indonesia
(IT_INA)
Variabel
Koefisien
Pr > l t l
Adj. R
Pendapatan Nasional ***
0.417175
0.0000
Outflow barang pertanian *
0.055233
0.0683
Inflow barang pertanian ***
0.133109
0.0000
Nilai tukar rupiah terhadap USD***
-0.253566
0.0024
Harga pariwisata Indonesia**
-0.038596
0.0205
Belanja pemerintah sektor pariwisata
0.312601
0.4831
Penyediaan Investasi sektor pertanian
0.005412
0.2243
Krisis ekonomi Indonesia***
-0.008845
0.0078
Travel warning Indonesia
0.006183
0.7853
Travel warning negara pesaing**
0.072092
0.0616
Pendapatan Nasional **
-0.000773
0.0101
Harga pariwisata Indonesia*
0.001471
0.0648
Nilai Tukar rupiah terhadap USD**
-0.001236
0.0381
Inflow barang pertanian
-0.000144
0.674
Outflow barang pertanian ***
-0.00099
0.0002 0.705017
Penyediaan Investasi sektor pertanian
2.24E-06
0.0963
Krisis ekonomi Indonesia*
-0.000299
0.0551
Travel warning Indonesia
-0.000214
0.3979
Travel warning negara pesaing
0.000127
0.7430
Pendapatan Nasional *
0.137306
0.0602
Nilai Tukar rupiah terhadap USD*
-0.470781
0.1121
Harga pariwisata Indonesia
-0.225593
0.4366
Outflow barang pertanian *
Inflow barang pertanian
0.264916
0.125215
0.1242
0.5703
0.997646
0.436153
9
Total Penyediaan Barang Pariwisata
Indonesia*
Total Belanja Pemerintah di sektor
pariwisata Indonesia
Total
Pernawaran
Pariwisata
Indonesia
(TS)
0.928882
0.0586
4.101951
0.2056
Investasi sektor pertanian **
0.005621
0.012
Suku bunga *
-0.999483
0.1512
Krisis ekonomi Indonesia
-0.203203
0.2666
Travel warning Indonesia*
0.898461
0.1112
Pendapatan Nasional ***
Total Penyediaan Barang Pariwisata
Indonesia***
Total Belanja Pemerintah di sektor
pariwisata Indonesia**
Total Penyediaan Barang Pariwisata
Indonesia**
0.325592
0.0000
0.268404
0.0000
1.962121
0.0290
0.057995
0.0100
Sumber: data diolah, 2014
Keterangan: (***) α ≤ 0.01, (**) α = 0.01-0.05,
0.604813
(*) α = 0.05-0.15
Adapun untuk simulasi kebijakan ekonomi yang berdampak pada penawaran pariwisata adalah sebagai berikut:
1. Kenaikan GDP dan GDP Per kapita negara asal wisman sebesar 3 persen
Dari hasil simulasi kenaikan pendapatan masyarakat (GDP per kapita) dan pertumbuhan
ekonomi (GDP) negara-negara asal wisman sebesar 3 persen memberikan pengaruh yang positif
terhadap penawaran barang pariwisata Indonesia (CT_INAt) sebesar 6.475 persen . Ini berarti,
meningkatnya pendapatan negara-negara asal wisman, akan berdampak pada pendapatan
masyarakat di negara tersebut sehingga daya beli dari masyarakat tersebut meningkat (termasuk
data beli di sektor pariwisata). Begitu juga dengan kenaikan GDP per kapita dan GDP negara asal
wisman sebesar 3 persen secara bersamaan akan berdampak positif terhadap pengeluaran
investasi pariwisata Indonesia (IT_INAt), dengan besarnya perubahan sebesar 237.241 persen..
Nilai rata-rata
Simulasi
GDP dan GDPC
Variabel
Satuan
Dasar
Naik 3%
Perubahan
Total Barang Pariwisata
Indonesia
Juta USD
132617.145
141204.48
6.475
Total Belanja pemerintah
Pariwisata Indonesia
Juta USD
-226.570
-233.92
-3.244
Total Penyediaan Investasi
Pariwisata Indonesia
Juta USD 1614035150
5443199889.98
237.241
Penawaran Pariwisata
Juta USD
127803.350
135386.2674
5.933
Sumber: data diolah
Sebaliknya dampak kenaikan GDP dan GDP per kapita asal negara asal wisman terhadap
total belanja pemerintah di sektor pariwisata (GT_INA) sebesar 3 persen adalah berdampak
positif yaitu sebesar 3.244 persen. Ini menunjukan bahwa dengan kenaikan GDP dan GDP per
kapita sebesar 3 persen akan menurunkan besarnya belanja pemerintah di sektor pariwisata
Indonesia. Begitu juga dengan dampak kenaikan GDP per kapita dan GDP negara asal wisman
sebesar 3 persen secara bersamaan terhadap sisi penawaran pariwisata Indonesia adalah positif
terhadap besarnya penyediaan barang pariwisata Indonesia, total belanja pemerintah di sektor
pariwisata Indonesia, dan total penyediaan investasi pariwisata Indonesia yaitu sebesar 5.93
persen . Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan GDP dan GDP per kapita dari
negara asal wisman akan diikuti oleh penawaran (supply) pariwisata untuk merespon kenaikan
demand side pariwisata.
10
Peningkatan penyediaan investasi sektor pertanian yang digunakan dalam pariwisata sebesar 6
persen, dengan hasil
Nilai rata-rata
Simulasi
Investasi
Variabel
Satuan
Dasar
pertanian naik 5% Perubahan
Total Barang Pariwisata
Indonesia
Juta USD
-2672.57
-2567.4
-3.935
Total Investasi
Pariwisata Indonesia
Juta USD
-234.704
-129.542
155.194
Total Belanja
Pemerintah Pariwisata
Indonesia
Juta USD 71029.11
71134.51
0.149
Sumber: data diolah
Hasil simulasi kenaikan investasi pertanian yang digunakan dalam pariwisata sebesar 6
persen menunjukan dampak positif terhadap total penyediaan investasi pariwisata Indonesia
sebesar 155 persen atau dengan kata lain sebesar 1.5 kali dari pada sebelum adanya kebijakan
tersebut. Peningkatan tersebut menunjukan bahwa investasi pertanian sangatlah berkontribusi
terhadap perkembangan investasi pariwisata di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pariwisata
merupakan sektor yang sangat terkait dengan sektor lain. Dengan berkembangnya investasi di
sektor lain khsusunya pertanian akan turut mempengaruhi besarnya investasi pariwisata
(khususnya investasi pertanian yang diguanakan sebagai fasilitas penunjang bagi pariwisata).
Dampak positif yang ditimbulkan oleh kebijakan penigkatan investasi pertanian sebesar
6 persen tersebut terhadap total belanja pemerintah di sektor pariwisata (besarnya perubahan
0.149 persen), yang mana dengan dampak kebijakan investasi pertanian tersebut menunjukan
bahwa pemerintah akan turut meningkatkan anggaran belanjanya dalam rangka meningkatkan
iklim investasi yang lebih baik di Indonesia khususnya investasi pariwisata .
Sedangkan dampak dari kebijakan peningkatan investasi pertanian sebesar 6 persen
terhadap total penyediaan barang pariwisata adalah negative (dengan besarnya penurunan sebesar
3.935 persen). Hal ini menunjukan meski terjadi kenaikan pada investasi sebesar 6 persen.
Namun tidak serta merta akan diikuti dengan kenaikan baranag/jasa yang tersedia untuk
dikonsumsi pada sektor pariwisata. Mekipun diketahui keterkaitan antara sektor pertanian
terhadap sektor pertanian (Antara, 1999) cukup besar. Hal ini terjadi karena hampir sebagian
besar kebutuhan barang/komoditas yang dikonsumsi dan digunakan dalam pariwisata di Indonesia
rata-rata masih berupa barang yang didatangkan dari luar negeri sehingga trasaksi perdagangan di
sektor ini sangatlah besar potensi leakage (export leakage) yang ditimbulkan. Adapun dampak
penggunaan barang pariwisata di Indonesia yang harus mengikuti ketentuan standarisasi
internasional untuk berbagai barang/komoditi yang akan dikonsumsi itulah yang menyebabkan
tingginya leakage (berkisar 40-60 persen) dalam transaksi perdagangan pariwisata di Indonesia
(UNEP, 2009).
Nilai rata-rata
Investasi
Simulasi
pertanian naik
Variabel
Satuan
Dasar
5%
Perubahan
Total Barang Pariwisata
Indonesia
Juta USD
-2672.57
-2567.4
-3.935
Total Investasi Pariwisata
Indonesia
Juta USD
-234.704
-129.542
155.194
Total Belanja Pemerintah
Pariwisata Indonesia
Juta USD 71029.11
71134.51
0.149
Sumber: data diolah
2.
3. Penguatan Nilai Tukar Mata Uang Asing Terhadap Rupiah Sebesar 10 Persen.
11
Hasil simulasi menunjukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kenaikan nilai
tukar mata uang asing terhadap rupiah dengan besarnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia
sebesar 0.036 persen, total penerimaan investasi pariwisata sebesar 0.008 persen, konsumsi
wisman perkunjungan sebesar 0.004 persen, total penyediaan barang pariwisata Indonesia sebesar
0.001 persen, dan penyediaan investasi pariwisata Indonesia sebesar 0.019 persen. Sebaliknya dampak
positif terjadi pada besarnya belanja pemerintah di sektor pariwisata sebesar 0.061 persen.
Variabel
Total Barang pariwisata Indonesia
Total Investasi Pariwisata Indonesia
Belanja Pemerintah Pariwisata
Indonesia
Sumber: data diolah
Satuan
Juta USD
Juta USD
Nilai rata-rata
Simulasi idr turun
Dasar
10%
Perubahan
277126.1 277126
-0.001
2836.162 2835.626
-0.019
Juta USD
-234.704
-234.848
0.061
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi (pendapatan perkapita Indonesia
dan negara asal wisman, pendapatan nasional, harga pariwisata, nilai tukar rupiah terhadap mata
uang negara asal wisman, inflow/outflow barang pariwisata, krisis ekonomi, travel warning
Indonesia dan negara pesaing, terhadap ke-tiga komponen penawaran pariwisata Indonesia (total
penyediaan barang pariwisata Indonesia, total penyediaan investasi fisik pariwisata Indonesia, dan
total belanja pemerintah di sektor pariwisata Indonesia) adalah masing-masing sebesar 99 persen,
70 persen, dan 43 persen. Sedangkan besarnya pengaruh total penyediaan barang pariwisata
Indonesia, total belanja pemerintah sector pariwisata Indonesia, dan total penawaran investasi
pariwisata Indonesia terhadap total penawaran pariwisata Indonesia yaitu sebesar 60.
2. Naik turunnya perkembangan di sektor pariwisata khususnya pada penawaran
pariwisata (supply side) sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi suatu negara (baik dalam
negeri maupun internasional), selain itu juga berbagai kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan
stabilitas ekonomi makro juga sangat berdampak terhadap perkembangan pariwisata nasional.
3. Dampak positif penawaran pariwisata terhadap perekonomian Indonesia baik secara
langsung , tidak langsung, maupun induksi yang disebabkan karena adanya kegiatan pariwisata
yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat akibat adanya peningkatan produksi di sektor
pariwisata. Meski dilain pihak memunculkan dampak negatif dari kegiatan pariwisata (sisi
permintaan dan penawaran) akibat adanya potensi kebocoran/leakage yang timbul dari transaksi
investasi, dan perdagangan di sektor pariwisata.
4. Adanya dampak yang cukup signifikan dari sektor pertanian terhadap perkembangan
pariwisata (supply side) nasional menunjukan bahwa sektor pertanian sangat berpengaruh
terhadap perkembangan pariwisata di suatu negara. Begitu juga dengan besanya penyediaan
investasi (fisik) pada sektor pertanian yang digunakan dalam pariwisata nasional akan
mempengaruhi besar kecilnya komponen-komponen penawaran pariwisata baik total penyediaan
barang yang akan dikonsumsi, total belanja pemerintah sektor pariwisata, dan total penyediaan
investasi pariwisata Indonesia.
Implikasi Kebijakan
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang dirumuskan sebelumnya, maka
diberikan beberapa saran yang menyangkut penelitian ini, yaitu
12
1. Investasi pariwisata di Indonesia perlu ditingkatkan kembali melalui upaya-upaya
seperti: promosi investasi, menjaga kondisi ekonomi makro yang stabil, stabilitas keamanan,
penyediaan dan perbaikan investasi fisik /infrastruktur yang memadai.
2. Perbaikan kebijakan investasi dan administrasi pendataan jenis dan kepemilikan
investasi di tingkat pusat dan daerah (BKPM dan BKPMD) untuk mengurangi potensi kebocoran
penerimaan negara khusunya di sector pariwisata.
3. Peranan peningkatan belanja pemerintah sangat diperlukan dalam mendukung
terjadinya pertumbuhan pariwisata melalui peningkatan belanja pembangunan baik fisik maupun
non fisik yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata maupun sektor-sektor lain yang
memberikan efek langsung / tidak langsung terhadap pariwisata.
4. Menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan stabilitas nilai tukar mata uang agar harga
pariwisata Indonesia tetap kompetitif.
5. Kerja sama lintas sektor baik di sektor pertanian, perhubungan, komunikasi, dan sektor
lainnya dalam upaya meningkatkan jaminan ketersediaan sarana/prasarana/barang dan jasa,
kenyamanan dan keamanan pariwisata.
6. Sinergitas antara pembangunan pariwisata dan sektor-sektor yang terkait (terutama
sektor pertanian) harus sudah mulai dilakukan terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi
kekayaan alam yang besar. Tidak saja melalui usaha diversifikasi investasi dan produk wisata
pertanian akan tetapi juga upaya untuk menjaga keberlanjutan pembangunan antar sektor.
DAFTAR PUSTAKA
Alguacil, Ma. Teresa & Cuadros, Ana & Orts, Vicente, 2002.Foreign direct investment, exports and
domestic performance in Mexico: a causality analysis,. Economics Letters, Elsevier, vol. 77(3),
pages 371-376, November.
Anderson, James E. 1979. A theoretical foundation for the gravity equation, AmericanEconomic Review
69, 106-116
Antariksa B. 2010. Pengaruh Liberalisasi Perdagangan Jasa terhadap Daya Saing Kepariwisataan
Indonesia. Prosiding Pertemuan Diklat Pariwisata tingkat Lanjutan Tahun 2010; Jakarta, 29 Juli
2010. Jakarta: Pusdiklat Kemenbudpar.
Antara, Made. 1999. Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan terhadap Kinerja Perekonomian
Bali: Pendekatan Social Accounting Matrix. (Disertasi). Bogor: IPB
Archer, Brian & Cooper. 1994. The Positive and Negative Impacts of Tourism. Oxford: ButterworthHeinemann.
Deardoff, Alan. 1998. Determinants of Bilateral Trade: Does Gravity Works in a Neo Classical World?.
National Bureau Economic Research. Working Paper no. 5377. In The Regionalization of the
World Economy , University of Chicago Press
Dornbusch, R., S. Fischer, dan R. Startz. 2004. Macroeconomics. 9th edition. McGraw-Hill, Boston
Dunning, John H. 1980. Towards an Eclectic Theory of International Production: Some Empirical Tests.
Reading University. England
Durbarry, Ramesh. 2006. Tourism Expenditure in UK: Analysis of Competitiveness Using Gravity Based
Model. Nothingham University Business School. England
Greene. 2000, Econometric Analysis.4th ed., Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall
Hanafiah, M.H. & Harun, M.F. 2011. Trade and Tourism Demand: A case of Malaysia. International
Conference on Business and Eonomic Research. Malaysia
Heriawan R. 2004. Peranan dan Dampak Pariwisata pada Perekonomi Indonesia: Suatu Pendekatan
Model I-O san SAM [Disertasi]. Bogor: IPB.
Horváth E, Frechtling DC. 1999. Estimating the Multiplier Effects of Tourism Expenditures on a Local
Economy through a Regional Input-Output Model. Journal of Traveo Researchvol. 37, no. 4 May
1999. hlm 324- 332.
Intriligator, M.R. Bodkin and C. Hsiao. 1978. Econometrics Models, Techniques and Application. PrenticeHall Inc., New Jersey
Koutsoyianis, A. 1977.Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods.
Second Edition. The Macmillan Publisher Ltd,. London
Krugman P, Maurice O. 2004. Economi Internasional: Teori dan Kebijakan. Edisi Kelima. Jilid I. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
13
Kweka J. 2004. Tourism and The Economiy of Tanzania: a CGE Analysis. Research Fellow Economic and
Social Research Foundation. Oxford, UK: P.0. BOX 31226., 21 - 22 March 2004.
Mankiw, N.G., D. Romer, dan D. Weil. 2002. A Contribution to the Empirics of Economic Growth,
Quarterly Journal of Economics
Mathieson, Alister dan Wall, Geofrey, 1982, Tourism: Economic, Physical, and Social Ipacts, Longman,
London and New York
Mason, P. 2003, Tourism impacts, planning and management. Oxford
Millberg, William. 1999. Foreign Direct Investment and Development: Reassessing the Costs and Benefits.
InternationalMonetary and Financial Issues for the 1990’s, Vol. VII, UNCTAD: Geneva
Nicholson W. 2005. Microeconomic Theory, Basic Principles and Extensions. Ninth Edition. Canada:
Thomson South-western.
Pyndick, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecast. Third Edition. Mc
Graw-Hill Inc, Singapore
Riyadi, D.S. 1998. Peranan arus masuk investasi asing langsung (FDI) inflow terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Tesis master yang tidak dipublikasikan. Institut Teknologi Bandung,
Bandung
Salvatore D. 1996. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiharti Y, editor. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: International Economics.
Sanso, Marcos, et al, 199), Bilteral Trade Flows, The Gravity Equation and Functional Form, Vol. 75 No.
2
Sinclair, M. T., and C. M. S. Sutcliffe. 1988. The estimation of Keynesian in come multipliers at
thesubnational level. Applied Economics 20(11), 1435-1444.
Sugiyarto G, Blake A, Sinclair MT. 2003. Economic Impact of Tourism and Globalisation in Indonesia.
Annuals of Tourism Research, 30 (3). Hlm 683-701.
Suyana, Made. 2006. Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kinerja Perekonomian dan
Perubahan Struktur Ekonomi Serta Kesejahteraan Masyrakat di Provinsi Bali (Disertasi).
Universitas Airlangga. Surabaya
Tantowi A. 2009. Determinants of Tourism Demand in Indonesia: A Panel Data Analsys [Tesis].
Yokohoma, Jepang: Yokohama National University.
Thapa, K. (2005). Challenges and Opprtunities of Village Tourism in Sirubari. B.Sc Thesis, School of
Environmental Management and Sustainable Development, Pokhara University, Kathmandu
UNWTO 2009. Tourism Highlights 2009 Edition . http://www.unwto.org [21 April 2010].
UNWTO. 2011. Tourism Highlights 2011 Edition. http://www.unwto.org [2 November 2011].
Wagner JE. 1997. Estimating the Economic Impacts of Tourism. Annuals of Tourism Research 24 . hlm
592-608.
Widjaja A. 2000. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Kinerja Ekonomi Indonesia: Suatu
Pendekatan Makroekonometrika [Disertasi]. Bogor: IPB.
World Economic Forum. 2011. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2011. Geneva, Switzerland.
[terhubung berkala] http://www.weforum.org [25 Februari 2012]
14
Download