KORUPSI SISTEMIK MENGHANCURKAN BANGSA I Nyoman Mariada 1) ABSTRACT Corruption congregation as in the case of great corruption committed by more than one person with the engineering documents for the benefit of himself and his group. Corruption congregation happens since civilian state bureaucracy (ASN) has not concerned with the management control system which has already built, as well as caused by weak internal supervision and external government monitoring. Still rampant cases of corruption because it has not been a significant change in mental public officials indicated there are still many corrupt behavior among public officials such as the executive, legislative and even judicial. And also happen in private business such the government partner. Law enforcement during this time did not bring their deterrent effect. Even the Corroption Eradication Commision ( KPK ) continues to experience massive systematic criminalization in various forms ranging from the revision of the Anti-corruption Act until the terror to KPK investigators who are dealing with major cases of great corruption. An effective way even if takes a long time is how to prevent the build up of adequate management control system and earnestly implemented under the supervision of the immediate supervisor in stages. Better management control system if not carried out with integrity by the leader will be futile. Then the change in behavior is needed by all civil servants state apparatus and its leaders through a mental revolution. Techniques change fast powerful mental attitude which is cheap and easy to do one of them is a method of contemplation. Contemplation is a deep awareness of the negative behavior to be changed into positive behaviors through the stages kontempalsi and conducted continuously. Both individually and in groups of at least 10 minutes. In the future this technique is proposed given in special training or teaching materials inserted in. With the change this way of thinking it will be able to prevent the occurrence of cases of adverse congregation of our country. Keywords: Corruption in congregation, system management control and behavioral change. ______________________________________________________________________ 1) Widyaiswara ahli utama dengan pangkat Pembina Ahli Utama (IV/d) pada BPSDM Provinsi Bali. Pengalaman mengajar pada diklat prajabatan, diklat tenis dan diklat PIM IV, III dan II sejak tahun 2003. Sebelumnya sebagai auditor pada Inspektorat Provinsi Bali. Alamat email : [email protected] 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungguh ironis memasuki tahapan ke 3 dari rencana pembangunan jangka panjang 2005-2025 pada saat kita fokus membangunan sumber daya manusia yang memiliki ahlak dan karakter mulia justru terjadi kasus korupsi luar biasa, seperti pada kasus e-KTP. Luar biasa karena dugaan kerugian negara yang sangat besar. Dugaan kerugian keuangan Negara 2,3 triliun hampir 40 % dari total nilai proyek 5,9 triliun 2) dan pelakunya juga sangat banyak atau korupsi berjamaah. Dikatakan sistemik karena membuat lemahnya pengendalian, setidak tidaknya melibatkan 4 komponen antara lain dari pemerintah, DPR, Partai Politik dan rekanan. Dari pemerintah sudah ditetapan terdakwanya yakni saudra Irman mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan Sugiharto mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Dari pihak DPR dan Parpol dari sidang pengadilan Tipikor pertama terungkap nama nama besar dari partai partai besar. Mereka didakwa bersama-sama melakukan korupsi dalam proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor Induk kependudukan secara nasional. Nama nama yang beredar mengindikasikan bahwa korupsi luar biasa ini sudah direncanakan secara matang bersifat sistemik, masif dan terstruktur. Aparat yang seharusnya bisa menggagalkan terjadinya kasus ini seolah olah dibuat tidak berdaya padahal di lembaga pemerintah sudah ada aparat pengawasan fungsional internal pemerintah ( APIP ) seperti BPKP, Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota dan sudah pula diawasi oleh aparat pengawasan eksternal pemerintah ( APEP ) BPK. ______________________ 2) http://news.liputan6.com diunggah 10 Februari 2017 2 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja terjadi yang penyebabnya disamping lemahnya sistem pengendalian internal yang ada tetapi juga oleh tidak adanya integritas yang memadai dari pejabat penyelenggara yang disebutkan seperti mantan ketua DPR, mantan Menteri, pejabat pimpinnan tinggi pemerintah dan anggota DPR. Seyogyanya kasus korupsi ini tidak akan terjadi jika sistem yang ada diikuti oleh penyelenggara Negara. Kajian yang pernah dibuat oleh LKPP saja tidak diikuti apalagi oleh lembaga kontrol yang berada dibawah pejabat berwenang dalam hal ini mantan Menteri Dalam Negeri yang secara struktural bertanggung jawab atas proyek e-KTP. Ini artinya integritas penyelenggara Negara belum berubah ketika kita memasuki era persaingan dunia yang semakin ketat. Akibatnya Indonesia akan tetap teringgal jika tidak melakukan perubahan besar pada pemberantasan koruppsi ini. Apalagi disinyalir kasus besar serupa masih terjadi di sektor lainnya. Dua hal yakni memperbaiki sistem dan prilaku manusia khusunya penyelenggara Negara mutlak dilakukan pemerintah. Perbaikan sistem saja yang tidak diimbangi dengan kecerdasan spiritual akan membuat seseorang akan mencapai keberhasilan dengan menghalalkan segala cara. Sebagaima fenomena prilaku elit penguasa yang terjadi hingga saat ini. Hasil survey Tranparency International menunjukkan persepsi tentang tingkat korupsi di sektor publik di Indonesia hingga akhir 2014, masih relatif tinggi. Dalam Corruption Perception Index 2014, Indonesia menempati posisi 117 dari 175 negara di dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih). Dalam data tersebut juga diungkapkan bahwa korupsi menempati urutan teratas dari 18 (delapan belas) faktor penghambat kemudahan berusaha di Indonesia. (Wahyudi Thohary dkk, 2015) Fenomena degradasi moral yang terlihat ini harus segera diakhiri karena sudah terjadi sangat lama sejak pemerintaham sejak orde lama hingga orde reformasi selama hampir selama 72 tahun. Salah urus (miss management) dalam tata kelola pemerintahan yang disebabkan tidak adanya keteladanan, kejujuran, dan karakter integritas pemimpin. Dampak dari semua ini terakumulasi dalam 3 masalah pokok bangsa adalah merosotnya 3 wibawa Negara, lemahnya sendi perekonomian dan intolereransi dan krisis kepribadian. ( Buku Saku 2 Revolusi Mental ) Jika permasalahan ini tidak segera bisa kita atasi maka korupsi berjamaah tidak saja akan merugikan keuangan Negara, dia akan berdampak terhadap masalah ekonomi dan masalah sosial bahkan kehancuran bangsa Indonesia. Inilah alasan mengapa kita harus memberi fokus kepada pembangunan mental bangsa dan perbaikan sistem pengendalian internal pemerintah secara bersama sama. Jika salah satu faktor ini tidak kuat maka akan terjadi korupsi. Harapan kita keduanya harus kuat, kalau ini terjadi maka tidak akan terjadi kasus kasus mega korupsi berjemaah seperti ini terjadi lagi di bumi Indonesia. Sekalipun terjadi jumlahnya dipastikan tidak sebanyak dan sebesar ini. B. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan Penulisan ini adalah untuk memperoleh gambaran korupsi yang terjadi di Indonesia, apakah korupsi sistemik itu, apa penyebab terjadinya, apa akibat dan dampaknya serta bagaimana solusi pemecahan masalah agar di masa depan tidak ada lagi kasus kasus serupa. Dalam hal ini akan difokuskan pada sistem pengendalian internal sejauh mana kita sebagai ASN sudah mampu melaksanan pencegahan korupsi dan upaya apa yang sudah dan akan dilakukan minimal dikalangan intenal. Korupsi itu terjadi karena buruknya sistem dan kurangnya pemahaman dari ASN itu sendiri dan kurangnya pengendaian intern dan integritas dari oknum pimpinan tinggi di internal organisasi yang bersangkutan. Maka melalui tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dari individu ASN akan dampak buruk yang ditimbulkan dari perbuatan koprupsi, meningkatnya keteladanan dan integritas top pimpinanya dan berjalannya mekanisme pengawasan internal cek and balances yang memadai. Dan jika kondisi ini ditularkan ke instansi lainnya niscaya korupsi sistemik tidak akan terjadi lagi di Indonesia. 4 II. KERANGKA TEORITIK DAN METODOLOGI A. Pengertian Korupsi dan Jenis Jenisnya. Berikut akan diuraikan pengertian korupsi, tindak pidana korupsi dan jenis jenisnya. Korupsi berasal dari kata latin corruptio yang artinya perbuatan buruk, bejad, tidak jujur, dapat disuap dan tidak bermoral. Sedangkan menurut kamus bahasa indonesia, korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang dan penerimaan uang sogok. Robert Klitgaard ( Modul PRIMA, 2010 : 2) merumuskan bahwa korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang memonopoli kekuasaan dan menggunakan kekuasaan secara sewenang wenang tanpa diikuti oleh adanya pertanggung jawaban yang jelas. Dia memberikan Rumusan : C = D + M – A3) Sedangkan tindak pidana korupsi diterjemahkan straafbaarfeit. Straaafbaar artinya dapat dihukum dari bahasa belanda dan feit artinya sebagian dari kenyataan. Jadi straafbaarfeit artinya sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum. Untuk bisa disebut tindak pidana Prof Mulyarto menyebut ada 3 syarat : pertama perbuatan manusia, kedua memenuhi persyaratan formal dan ketiga memenuhi persyaratan materiil. Menurut Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi pasal 2 ayat 1 tindak pidana korupsi adalah ”setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri, orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Unsur pertama ada pelakunya yaitu setiap orang dalam hal ini bisa anggota ASN, atasan langsungnya, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), pejabat pembuat komitmen (PPK) dan pengguna anggaran; bisa pengusaha atau rekanan OPD. Kedua unsur melawan hukum artinya melakukkan perbuatan melanggar ketentuan yang berlaku dan berdampak materiil atau merugikan keuangan negara atau karena one prestasi dari pengusaha rekanan OPD. Ketiga memperkaya diri atau orang lain atau korporasi adalah bertambahnya kekayaan dari yang bersangkutan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan. _________ 3) Rumusan Robert Klitgaard akan menentukan bahwa semakin banyak monopoli, semakin banyak kewenangan yang tidak terkontrol dan semakin tidak adanya pertanggungjawaban akan menentukan semakin rentan seseorang akan melakukan korupsi. 5 Keempat dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kerugian negara yang dimaksudkan disini adalah kas tekor atau berkurangnya saldo barang di gudang. Berkurang jumlah uang atau barang APBN/D karena kelalaian atau perbuatan melawan hukum tadi yang harus dipertanggung jawabkan oleh petugas ASN. Sedangkan kerugian perekonomian negara adalah kerugian yang terjadi di perusahaan milik negara atau milik daerah. Jenis Jenis dan Penyebab Korupsi Korupsi bisa dibedakan menjadi beberapa macam tergantung dari ahli yang mengemukakan. Jenis jenis korupsi sekaligus adalah penyebab dari korupsi. Terjadinya korupsi disebabkan oleh banyak faktor antara lain yang bersumber dari dalam diri ASN dan bersumber dari luar. Yang bersumber dari dalam diri antara lain disebabkan oleh : 1. Sifat Tamak, 2. Kurang Bermoral, 3. Penghasilan Kurang Mencukupi Kebutuhan hidup yang wajar, 4. Kebutuhan hidup yang mendesak 5. Gaya hidup konsumtif, 6. Malas tetapi ingin cepat mendapat hasil dan 7. Ajaran agama yang dianut kurang diterapkan secara benar (buku saku Mengenali & Memberantas Korupsi yang dikeluarkan KPK Tahun 2006 ) Sedangkan dari luar menurut buku saku yang dikeluarkan KPK adalah : 1. Penegakan hukum tidak konsisten; 2. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, 3. Langkanya lingkungan yang anti korup; 4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara; 5. Kemiskinan, 6. Keserakahan; 7. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah; 8. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, 9. Budaya permisif serba membolehkan; dan 10. Gagalnya pendidikan agama dan etika. Berkaitan dengan yang kedua, Lord Acton menyebut ”Power tends to corrupt, absolut power will corrupt absolutely” Artinya kekuasaan cendrung korup, kekuasaan mutlak akan melahirkan korupsi yang mutlak juga. Maka dalam prakteknya selalu akan diupayakan adanya cek and balances untuk membatasi jabatan yang memiliki kekuasaan besar. Dahulu ada istilah eksexutif heavy kekuasaan ada ditangan presiden Soeharto, DPR hanyalah lembaga pengesahan saja. Belakangan dengan berpindah sebagian besar kekuasaan ke tangan DPR membuat DPR over acting sebagai penentu anggaran bertindak sewenang wenang. 6 Dalam setiap kegiatannya selalu diwarnai oleh praktek suap, praktek mark up belanja yang dilakukan dengan kekuasaan yang besar pada DPR. Kewenangan yang besar akan tetapi tidak diikuti oleh tanggung jawab yang besar maka akan terjadi penyalahgunaan wewenang seperti yang sering terjadi dengan kasus kasus yang melibatkan DPR. Seperti dugaan mega korupsi kasus e-KTP yang disinyalir melibatkan elit pimpinan DPR dan fraksi fraksi di Komisi II DPR. Sebab lainnya yang akan dibahas yang diungkapkan dalam modul PRIMA (2010 :14). Mengapa korupsi terjadi? Secara sederhana dapat di bedakan menjadi 2 ( dua) hal pertama adanya niat dan kedua adanya kesempatan. Bertemunya dua hal antara niat dan kesempatan maka akan menimbulkan korupsi. Niat berhubungan dengan prilaku, dan prilaku berhubungan dengan nilai atau values atau spiritual (kepecayaan seseorang) dan kesempatan berhubungan dengan kelemahan sistem birokrasi. Jika salah satu kekuatannya melemah maka korupsi masih bisa dihindari, misalnya niat untuk melakukan kuat akan tetapi sistem birokrasi yang kuat yang tidak memberi kesempatan sedikitpun maka tidak akan terjadi korupsi. Demikian sebaliknya sistem birokrasi buruk, akan tetapi niat orang untuk melakukan kejahatan kurang kuat maka korupsi juga tidak terjadi. Bagaimana misalnya pada saat sistem birokrasi yang buruk pada saat yang sama niat orang melakukan kejahatan korupsi semakin tinggi. Inilah yang dikatakan bertemunya niat dan kesempatan, maka dapat dipastikan korupsi pasti akan terjadi. dan inilah yang kebanyakan terjadi saat ini pada birokrasi kita. Memang ada pengecualian pada saat sistem birokrasi yang dibangun sudah sangat baik, akan tetapi korupsi masih saja terjadi maka aspek niat yang masih perlu ditingkatkan kualitas atau kadar spiritualnya. Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa ada 30 jenis perbuatan yang bisa dianggap sebagai perbutan korupsi dan ada 6 peraturan yang ada hubungannya dengan korupsi. Ke 30 jenis ini dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok yakni: 1. Kerugian keuangan negara yang diatur dalam ps 2; dan ps 3, 2. suap- menyuap ; a. ps 5 ay (1) hrfs a & b, b. ps 5 ayat (2), c. ps 6 ayat (1) hrf a dan b, d. ps 6 ayat (2), ps 11, ps 12 hrf a dan b, dan ps 13, 3. Penggelapan dlm jabatan: diatur dalam ps 8, ps 9 dan ps 10 huruf a; b dan c, 4. Pemerasan : diatur dalam ps 12 huruf e; f; g 5. 7 Perbuatan curang:diatur dalam ps 7 ayat (1) huruf a; b; c ; d ayat (2)dan ps 12 huruf h. 6. Benturan kepentingan dlm pengadaan: Pasal 12 huruf i. dan 7. Gratifikasi 4 : diatur dalam pasal 12 B jo. Pasal 12 C. Menurut Syed Husein Alatas (1997), dalam ilmu sosiologis korupsi dapat diklasifikasikan menjadi 7 jenis, yakni : 1. Korupsi transaktif, korupsi yang menunjukan adanya kesepakatan timbal balik, antara pihak yang memberi dan pihak yang menerima, demi keuntungan bersama. Kedua pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut. 2. Korupsi ekstroaktif, korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi (tekanan) tertentu dimana pihak pemberi dipakasa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang mengancam diri, kepentingan,orang-orangnya, atau hal-hal yang dihargai. 3. Korupsi Investif, korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi pemberi. Keuntungan diharapkan akan diperoleh dimasa yang akan datang. 4. Korupsi Nepotistik, korupsi berupa pemberian perlakuan khusus kepada teman atau yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki jabatan publik. Dengan kata lain, perlakuan pengutamaan dalam segala bentuk yang bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku. 5. Korupsi autogenic, korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatan untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang hanya diketahu sendiri. 6. Korupsi suportif, korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi. 7. Korupsi defensif, suatu tindak korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan. Dilihat dari pelakunya berdasarkan pendapat diatas maka dapat diketahui bahwa korupsi dapat dilakukan sendiri ( autogenik ) dan dapat oleh lebih dari satu orang atau dilakukan bersama sama. Dan jika ini yang terjadi dan terbukti maka tanggung jawab atas kerugian negara yang timbul akan menjadi tanggung jawab bersama atau renteng dan mereka akan diminta mengganti kerugian sesuai dengan jumlah kerugian yang telah dikorup. 8 Upaya Upaya Untuk mengatasi Dari referensi ketentuan yang ada, upaya pemberantasan korupsi meliputi 3 strategi : 1. cegah sebelum terjadi, 2. tindak setelah terjadi dan 3. libatkan masyarakat. Pencegahan meliputi segala upaya yang dilakukan sebelum korupsi terjadi antara lain menurut konsept Bank Pembangunan Asia, dikemukakan langkah-langkah yang dapat menjadi bagian dari program anti korupsi, antara lain : (1) pencegahan melalui perubahan administrasi, perbaikan pelayanan masyarakat, perbaikan anggaran dan mmanjemen keuangan, perbaikan pajak dan administrasi bea cukai; (2) pelaksanaan procurement (pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah); (3) reformasi hukum dan perundang-undangan; (4) aksi dukungan masyarakat, proses politik dan penetapan aturan-aturan sendiri; Pencegahan disebut juga program anti korupsi, merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Pencegahan yang dimaksud, adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara. Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan), perbaikan manusia (moral, kesejahteraan) dan peran serta masyarakat. Perbaikan sistem dapat dilakukan dengan a. memperbaiki peraturan perundang undangan yang berlaku, b. memperbaiki cara kerja pemerintahan c. memisahkan secara tegas aset negara dan pribadi d. menegakan etika profesi, e. menerapkan good governance dan f. teknologi informasi ( kewenangan menyadap telepon pejabat yang diduga terlibat kasus korupsi ) Perbaikan Manusia dapat dilakukan melalui : a. memperbaiki moral sebagai umat beragama, b. memperbaiki moral suatu bangsa, c. meningkatkan kesadaran hukum d. mengentaskan kemiskinan dan kesejahteraan e. memilih pemimpin yang jujur dan anti korupsi. Penindakan adalah upaya yang dilakukan setelah adanya indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ASN. Indikasi ini bisa diketahui baik dari pengawasan melekat yang dilakukan oleh OPD masing masing, maupun hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional maupun pengawasan 9 masyarakat. Sesungguhnya penyimpangan, pemborosan dan penyalahgunaan wewenang sangat ampuh diatasi oleh berfungsinya pengawasan melekat. Apa yang dimaksud dengan pengawasan melekat tidak lain adalah berjalannya fungsi sistem pengendalian manajemen ( SPM ) dan adanya pengawasan atasan langsung. Efektifitas fungsi waskat, menuntut peran lebih banyak Aparat pengawasan fungsional pemerintah disingkat APFP. Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang organisasi seperti BPKP, Inspektorat dibentuk untuk membantu pimpinan IRJEN Kementrian dan LPND, Badan dalam Pengawas atau Provinsi, Kabupaten/Kota. Selama kurun waktu 3 dasa warsa hasil pengawasan APFP belum maksimal dan terbukti angka korupsi semakin merajalela kasus kasus korupsi besar, sekalipun dizaman reformasi yang dikawal oleh KPK. Peran serta Masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat menetukan keberhasilan pemberantasan korupsi. Berfungsunya masyarakat baik secara individual maupun kelompok ( LSM ) untuk aktif mengawasi pemerintahan sangat penting apabila waskat dan wasnal tidak berfungsi sebaqgaimana mestinya. Pengawasan masyarakat dimaknai oleh turut sertanya masyarakat dalam mengawasi pembangunan dan pemerintahan termasuk didalamnya surat kaleng ( anonym ) yang kadang kadang juga banyak benarnya. Keberadaan pengawasan masyarakat sangat dibutuhkan :mengingat 1. Wasmas muncul karena hak turut serta melakukan pengawasan ( psa 41 ayat 1 ) yang menyatakan bahwa masyarakat dapat berperan dan membantu upaya pencegahan dan pemberantasan ; 2. Psl 41 ay 2 peran serta dalam bentuk hak mencari, memperoleh dan memberi informasi, hak memperoleh pelayanan, hak menyampaikan saran pendapat dan lain lain; 3. Tindak lanjut ditetapkan PP 71/2000 Tata Cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan 4. Pengawasan ini dapat langsung maupun tidak langsung misalnya yang banyak terjadi adalah melalui surat kaleng. 10 B. Metodologi 1. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dan informasi mengenai pemberantasan korupsi diambil dari data sekunder dari laporan instansi pemerintah dan kebijakan pemberantasan korupsi dari data sekunder pada dokumentasi yang ada dan pubikali pada media cetak maupun elektronik. 2. Pembahasan dilakukan secara deskriptif kwalitatif dari data yang diperoleh dari sumber kepustakaan yang diperoleh dan relevan informasinya dengan topik ysng ditulis. Pembahasan penulisan ini tinjauannya dibatasi hanya pada sistem pengendalian internal dan aspek sikap prilaku ASN pada birokrasi pemerintah. 11 III. PEMBAHASAN 1. Buruknya Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. Permasalahan korupsi dikalangan birokrasi dipicu dengan buruknya sistem pengendalian internal atau sistem pengendalian manajemmen ( SPM ). SPM ini juga dikenal dengan pengawasan melekat ( waskat ). Waskat merupakan salah satu sub sistem yang utama disamping pengawasn fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat. Disebut utama karena sangat menentukan keberhasilan tujuan pengawasan. Sebelum aparat pengawasan ekternal ( APEP) BPK dan aparat pengawasan fungsional internal pemerintah (APIP) lebih dahulu OPD melakukan pengawasan manajemen built in control dilakukan secara berjenjang mulai dari eselon paling rendah eselon IV kepada staf bawahannya sampai JPT terhadap pimpinan dibawahannya. Sistem yang buruk pada instansi pemerintah lebih disebabkan karena belum terciptanya sistem pengendalian internal yang memadai pada OPD. Dari hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional internal pemerintah Provinsi misalnya temuan hasil pemeriksaan dominan disebabkan karena kelemahan pengawasan atasan langsung secara berjenjang ( pengawasan melekat ) selama ini. Tidak berjalannya mekanisme pengendalian internal yang baik disebabkan oleh belum dibangunnya sistem pengendalian manajemen (SPM) yang memadai yang terdiri atas : 1. Belum adanya tujuan yang pasti yang tergambar dari rencana terinci dan terukur selama periode berjalan, 2 Belum terjabarkannya pembagian tugas secara struktur dan pembagian tugas yang jelas diantara petugas, 3. Tidaknya adanya kebijakan yang jelas dari pimpinan, 4. Belum disusunnya prosedur kerja yang transparan, seperti norma, standar, pedoman dan acuan yang pasti, SOP yang asal asalan dan mengabaikan pelaksanaan kerja, 5. Belum dibiasakannya sistem pelaporan secara berjenjang dari bawahan kepada atasan dalam setiap penugasan dan 6. Kurangnya supervisi dan pembinaan personal oleh atasan secara berjenjang. Pengabaian Ke-enam unsur SPM ditambah dengan tidak adanya keteladanan dari pemimpin menimbukan pemborosan, kebocoran keuangan daerah baik yang disengaja maupun tidak. Perbuatan sengaja yang dilakukan oleh pejabat publik melibatkan sebagian oknum pejabat tinggi seperti Menteri, oknum anggota 12 DPR/DPRD, oknum Gubernur/Bupati dan Wali Kota dan penyelenggara negara lainnya. Apabila kita melihat temuan hasil pemeriksaan APIP sebagian besar penyebab dari temuan yang merugikan keuangan negara dan daerah disebabkan karena lemahnya sistem pengendalian manajemen tadi. Kalaupun SPM dibuat itu pun belum berhasil mencegah perbuatan korupsi, karena tidak adanya sistim cek and balances dalam penerapannya dan tidak serius dilakukan. Terbukti top pimpinan atau atasan langsung yang harus menjamin terlaksananya SPM ini justru telah berbuat kesalahan terlebih dahulu. Akibatnya dia tidak akan berani mengambil tindakan tegas kepada bawahannya masing-masing yang telah melakukan kesalahan, karena merasa sudah melakukan kesalahan. Memang ada pengecualiannya kelalaian dilakukan oleh indivu atau perseorangan dan ini jumlahnya sangat sedikit. Akan tetapi sebagian besar kesalahan itu disebabkan karena sudah ada sein atau petunjuk dari atasan. Hal ini terjadi pada sebagaian besar kasus korupsi, apakah kasus yang merugikan keuangan negara atau kasus kasus suap. Dalam kasus suap sudah pasti pelakunya lebih dari 1 ( satu ) orang. Ada pihak yang memberi dan ada pihak yang menerima. Dan seharusnya pengawasan atasan langsung mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri bisa mencegah kesalahan ini, akan tetapi tidak dilakukan. Pengawasan melekat terakhir dari mantan Menteri Dalam Negeri selaku penangungjawab program dan kegiatan karena sebagai pengguna anggaran, juga lolos. Setelah itu pemeriksaan dari APIP atau pengawasan ekternal pemerintah (BPK) harus menemukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan kerugian negara akan tetapi sama hasilnya tidak menemukan kesalahan. Apa yang kita bisa pelajari dari kasus kasus besar ini? Setidaknya ada 4 hal yang bisa diungkapkan : Pertama, tidak berjalannya SPM (waskat) saat itu di Kementerian Dalam Negeri. Hal ini bisa terjadi karena unsur unsur SPM yang dibuat belum secara otomatis bisa mengendalikan kesalahan jika terjadi, sesuai dengan tujuan pembentukan SPM itu. Tidak adanya sistim yang saling mengontrol antara bagian yang merencanakan dengan yang melaksanakan dan yang mengawasi. 13 Kedua peran APIP tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tujuan dibentuknya APIP adalah membantu pimpinan top manajemen mengawasi pelaksanaan program dan kegiatan agar tidak menyimpang dari tujuannya tidak bisa tercapai karena tidak bisa menemukan kesalahan aparatur ASN dalam pengelolaan kegiatan. Ketiga peran APEP sebagai pengaman penyelenggaraan keuangan negara karena fungsinya melakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan keuangan negara dan melakukan investigasi jika dalam penyelenggaraan keuangan negara terjadi indikasi yang mangakibatkan terjadinya kerugian negara. Keempat adanya pengawasan atasan langsung secara berjenjang oleh atasan langsung masing-masing tidak berjalan. Bagian perencanaan yang menyusun anggaran tidak mematuhi standar standar biaya dalam penyusunan kegiatan dan mantan Direktur yang tidak melaksanakan pengawasan atasan langsung sebagaimana tugas pokok fungsinya. Pengawasan atasan langsung dari mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil yang tidak melakukan pengawasan terhadap Direktur bawahannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Keempat hal ini yang kalau dilakukan dengan benar adanya SPM yang memadai, berfungsinya APIP, berfungsinya APEP dan berlangsungnya pengawasan berjenjang oleh atasan langsung masing masing, maka kasus yang merugikan triliunan rupiah uang negara tidak akan terjadi. Betapa pentingnya waskat ini kalu dilakukan dengan benar maka ia akan dapat mencegah kerugian negara. Jadi waskat harus diciptakan dengan baik melalui 6 unsur SPM yakni adanya rencana yang jelas, adanya pembagian kerja yang jelas, adanya kebijakan pasti, prosedur kerja yang memadai, sistim pelaporan yang jelas dan adanya pembinaan personil. Dan adanya pengawasan atasan langsung, yang dilakukan dengan penuh integritas oleh setiap pimpinan secara berjenjang, maka akan sangat ampuh mencegah terjadi korupsi. Tidak dilaksanakan hal hal ini maka terjadi kasus besar dan akan diselesaikan melalui proses hukum yang sedang berjalan oleh KPK dan kerugian negara yang timbul akan bisa ditarik kembali dan disetorkan ke kas negara dan setiap orang, oknum ( pejabat, pengusaha, pimpinan dan anggota DPR ) harus bertanggung jawabkan kerugian negara itu. 14 Akumulasi dari problem problem korupsi yang terus terjadi dan seolah olah sangat sulit diatasi ini akan membuat pemerintah mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat dan menurunkan wibawa pemerintah, lemahnya perekonomian negara dan krisis kepribadian bangsa. sendi sendi Karena setiap upaya pemberatasan korupsi akan selalu mendapat perlawanan dari koruptor langsung ataupun tidak langsung. KPK sejak awal pendiriannya tidak pernah luput dari upaya kriminalisasi sejak 10 tahun terakhir ini. Mulai dari wacana revisi Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang terus digelorakan oleh beberapa oknum DPR. 2. Perlunya Strategi Merubah Pola Pikir ASN. Dari paparan diatas SPM yang dibangun sebaik apapun apabila tidak diikuti oleh integritas aparatur ASN akan mubazir dan sia sia. Oleh karena itu diperlukan strategi merubah pola pikir ASN. Perubahan dapat dilakukan secara bertahap atau serentak dan revolusioner. Revolusioner adalah cara yang banyak ditempuh oleh Negara Negara yang sudah lama mengalami korupsi. Indonesia menempuh cara kedua yang dikenal dengan revolusi mental. Revolusi mental adalah gerakan Indonesia baru untuk mengubah pola pikir/paradigm penyelenggaraan pelayanan publik dari semula berorientasi pada “pemerintah sebagai penyedia” menjadi pelayanan yang berorientasi pada “kebutuhan masyarakat sebagai pengguna”. Dibutuhkan strategi revolusioner yang tidak saja pada kelembagaan dan administrasi, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah pada perubahan mental. Tidak saja membangun SPM yang memadai, akan tetapi perlu semangat penyelenggara negara. Semangat pelayanan publik dituangkan kedalam rencana strategik dengan visi dan misi yang jelas secara holistik mulai dari visi Presiden Joko Widodo yang dijabarkan ( break down ) ke program Menko PMK dan didukung oleh Kementerian/Lembaga, Instansi dan Pemerintah Daerah. Dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan publik. Pada gilirannya akan membangun kepercayaan publik ( public trust ) yang selanjutnya akan mendorong praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik ( good governence ). Seperti praktek sejak tahun 2015 pemerintah menggulirkan program one agency one 15 inovation yang berhasil melakukan revolusi mental dari pelayanan berbelit belit panjang dan mahal ke pelayanan sederhana, cepat, murah. Menurut data ada tiga menteri, empat gubernur, sepuluh bupati, dan tujuh Walikota menerima penghargaan berupa piala atas prestasinya sebagai Top 25 inovasi pelayanan publik (http://www.menpan.go.id/) diakses 17 September 2016. Dan ini akan terus dilanjutkan untuk menjamin reformasi pelayanan publik. Keberhasilan pemberantasan korupsi sangat ditentukan oleh perubahan mental dan prilaku birokrasi secara keseluruhan. Dimulai dari keteladanan pimpinan yang akan menentukan partisipasi pegawai. Jika pemimpin memiliki sifat jujur, berani dan tegas maka akan diikuti oleh bawahannya. Demikian sebaliknya seorang pemimpin seorang diri bagaimanapun pintarnya jika tidak dibantu akan sulit mewujudkan visi dan misinya. Perubahan yang dilakukan selama ini belum menyentuh ke akar permasalahan perubahan baru sebatas penyempurnaan administrasi publik dan kelembagaan saja tanpa diikuti oleh perubahan mental sehingga belum bermanfaat maksimal. Perubahan mental ini perlu dilakukan meliputi 7 perubahan mental utama yang disebut mentalitas baru Indonesia hebat : 1. Dari pasif menjadi aktif, 2. Dari pesimis menjadi optimis, 3. Dari mengeluh menjadi focus pada solusi, 4. Dari malas malasan menjadi giat bekerja, 5. Dari mudah menyerah ke pantang menyerah, 6. Dari orientasi pada hasil ke orientasi pada proses dan 7. Dari penonton menjadi pelaku. Implementasi dari perubahan mental ini masih jauh dari sempurna yang disebabkan oleh tidak dimilikinya integritas mentalitas ASN, etos kerja dan gotong royong. Integritas jujur, dapat dipercaya, berkarakter, bertanggung jawab dan konsisten. Etos kerja bersemangat, daya saing, optimis, inovatif dan produktif. Gotong royong mampu bekerjasama, solidaritas, tolong menolong, peka komunal dan berorientasi kemaslahatan ( Buku saku 2 GNRM, 2015 ). Untuk merubah prilaku ASN strateginya melalui internalisasi 3 nilai revolusi mental tadi melalui : 1. Jalur Birokrasi, 2. Jalur pendidikan, 3. Jalur swasta dan 4. Kelompok masyarakat. Jalur birokrasi dapat dilakukan dengan merubah karakter dengan pendidikan karakter. Karakter adalah cara berpikir dan berprilaku 16 yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja. Fokus pendidikan karakter adalah untuk menanamkan atau menginternalisasikan nilai nilai moral ke dalam sikap dan prilaku supaya pegawai memiliki sikap dan prilaku yang baik. Sikap dan prilaku yang baik didasari oleh nilai nilai karakter berlandaskan budaya bangsa seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Apa yang terjadi dengan pendidikan karakter ini selama proses reformasi? Bukan terjadi perubahan yang positif akan tetapi cendrung dominan ke perubahan negatif. Mengapa? Karena pengalaman ASN hampir semua dipengaruhi oleh seeding negatif dari yang dilihat dari pendahulunya. Pengaruh negatif ini akan sangat cepat menyebar dan kalau hal ini tidak cepat diatasi maka tujuan revolusi mental tidak akan tercapai. Disamping itu pendidikan karakter belum maksimal disebabkan belum berubahnya kondisi budaya organisasi. Pada lingkungan organisasi yang masih korup maka akan sulit mengajarkan/mendidik/melatih pegawai agar tidak korup. Oleh karena itu internalisasi nilai nilai integritas, etos kerja dan gotong royong harus dilakukan sungguh sungguh melalui teknik merubah pola pikir. Menurut Apradiz Newcyber ( 2015 ) ada 5 macam antara lain : 1. Metode NLP, 2. Kontemlasi, 3. Membangun konsep diri, 4. Mind maping dan 5. Pengetahuan hipnosis. Karena terbatasnya waktu dan kemampuan penulis, maka akan diuraikan salah satu teknik yang sangat menyentuh hati nurani kita yaitu teknik kontemplasi. Tehnik ini merupakan tenik secara sukarela secara sadar setiap aparatur menyadari siapa diirinya saat ini. Diri kita saat ini yang masih banyak kekurangan dan kelemahan kita akui, dan pasrah berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa disertai dengan niat untuk merubah kebiasaan buruk dari kekurangan dan kelemahan disertai dengan keyakinan bahwa kita bisa melakukannya. Menurut Azhar Muhammad ( 2012 ) kontemplasi berasal dari bahasa latin (contemplore) berarti suatu kegiatan perenungan, memandang dengan hati dan 17 ketenangan pikiran. Kontemplatif merupakan sebuah aktifitas yang mengutamakan kehidupan penuh ketenangan. Ada yang menyebut dengan muhasabah atau perenungan yang mendalam atau zikir dalam agama Islam. Pada praktisi meditasi disebut dengan doa buka hati dalam reiki tumo. Bagi pembaca yang belum biasa melakukan meditasi teknik kontemplasi sangat mudah dilakukan. Tahapan tahapan untuk melakukan teknik ini adalah 1. Menyiapkan diri secara mental untuk melakukan perubahan, 2. Berdoa sesuai dengan kepercayaan agama masing masing, 3. Melakukan visualisasi ( perenungan ) : Evaluasi diri sejak kecil hingga saat ini, temukan kekurangan diri, temukan kesalahan yang telah dilakukan, berjanji untuk tidak mengulangi dan mohon ampun pada Tuhan Yang Maha Esa; 4. Memperbaiki kesalahan dengan minta maaf; 5. Memperbaiki diri ( meningkatkan kemampuan dan memperbaiki tingkah laku ) dan 6. Melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Proses kontemplasi penjernihan hati ini dilakukan setiap saat, setiap hari paling sedikit 10 menit baik di tempat kerja maupun ditempat tempat yang aman dan tenang untuk melakukannya. Karena perubahan mental dari sifat prilaku yang negatif ke prilaku yang positif merupakan proses internalisasi melalui pikiran bawah sadar seseorang. Seperti kita ketahui bahwa pikiran bawah sadar adalah gudang dimana semua informasi tersimpan disana sejak kita berumur 4 bulan dalam kandungan sampai umur kita saat ini. Semua informasi yang masuk tidak seluruhnya yang baik dan positif. Pendidikan sejak dini akan sangat besar pengaruhnya. Jika seseorang anak di didik dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai nilai spiritualitas maka dia akan terbentuk dan memiliki sifat sifat yang baik, benar dan jujur. Demikian sebaliknya jika anak dibesarkan dalam lingkungan penjahat, maka dia akan terbentuk menjadi orang yang tidak baik dan tidak jujur. Apabila keadaannya dominan yang kedua, maka kalau individu memiliki kesadaran yang tinggi tentang kesalahan yang dilakukan dan dampaknya bagi kehidupan orang lain maka untuk bisa merubahnya salah satu adalah dengan teknik kontemplasi. Teknik ini sebaiknya diberikan pada diklat ASN secara tersendiri atau merupakan materi sisipan. Dilakukan berkelanjutan untuk membangkitkan 18 kesadaran dan keyakinan kita semua bahwa masa depan Indonesia berdaulat, mandiri dan berkepribadian berdasarkan Gotong Royong (Pancasila) tidak mungkin bisa dicapai tanpa merubahah mental. Dari paparan yang dikemukaan diatas maka kecenderungan korupsi bersistemik sebagaimana yang terjadi pada kasus kasus korupsi besar akan dapat diminimalisir. Akan tetapi kondisi ini membutuhkan kesungguhan dari top manajemen JPT OPD dengan memberi contoh keteladan integritas dalam memimpin. Faktor manusia sangat menentukan keberhasilan SPM yang dibangun. Sebaik apapun SPM jika dilaksanakan oleh orang yang tidak memiliki integritas maka tetap akan terjadi penyimpangan korupsi yang dapat merugikan keuangan Negara. 19 IV. PENUTUP Dari uraian pada pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Korupsi sistemik terjadi pada kasus kasus korupsi besar disebabkan SPM tidak memadai dan mekanisme pengawasan berjenjang ( waskat ) tidak berjalan sebagaimana mestinya. 2. SPM untuk pengendalian kasus korupsi harus disempurnakan meliputi : adanya rencana terinci, struktur dan pembagian tugas yang jelas, tetap dibangun dan pembagian tugas secara adanya kebijakan yang jelas, prosedur keja yang transparan, sistem pelaporan dan pembinaan personal. 3. Untuk menjamin terlaksananya SPM dukungan top manajemen dan setiap atasan langsung sangat dibutuhkan dalam mengawasi setiap program dan kegiatan bawahan dan harus berani mengambil sikap tegas jika menemukan kesalahan. 4. Pemimpin harus siap melakukan perubahan pada lingkup OPD yang dipimpin yang dimulai pada perubahan diri pemimpin terlebih dahulu dengan memberikan contoh prilaku berintegritas kepada bawahannya. 5. Salah satu cara ampuh yang murah, cepat dan sangat mudah dilakukan adalah dengan teknik kontemplasi yaitu kesadaran diri pemimpin dan bawahannya untuk mengurangi sifat negatif untuk diubah menjadi sifat yang positif. 6. Perubahan sikap prilaku dapat dilakukan pada diklat baik secara sendiri maupun disisipkan kedalam materi diklat tentang pentingnya perubahan revolusi mental untuk mewujudkan Indonesia bebas dari korupsi kelak dikemudian hari. Demikian tulisan singkat ini semoga dapat memberikan gambaran tentang korupsi berjamaah tentang proses terjadinya dan upaya mengatasinya bagi pembaca dari semua tingkatan serta memberi manfaat bagi kemaslahatan untuk semua umat manusia. 20 DAFTAR PUSTAKA Acep Chaeruloh dan Tim, 2010. PRIMA Program Revitalisasi Integritas Mental, Deputy Pencegahan Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Jakarta. Apradiz New Cyber, 2015. Teknik Mengubah Pola Pikir, Yogyakarta. Azar Muhammad, 2012. Kontemplasi Perenungan Muhasabah, Teknik Mengubah Pola Pikir, Jakarta. Wahyudi Thohary, Wawan Suyatmiko, Ferdian Yazid, Sekar Ratnaningtyas Copyright © 2015 Transparency International Indonesia. All right reserved. Danida, Jakarta. Buku Saku 2 Revolusi Mental, 2015. Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta Undang Undang 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang Undang 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK, 2006. Buku Saku, Memahami Untuk Membasmi Tindak Pidana Jakarta. Korupsi, KPK, 2014. Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2013, Fakta Korupsi Dalam Layanan Publik, Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Jakarta. Gerakan Nasional Revolusi Mental, 2015. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta. http://www.menpan.go.id/ diakses 11 Februari 2017 http://azharmind.blogspot.com/2012/01/kontemplasi-perenungan-muhasabahtekini.html#ixzz4eSDiyVXq 21 DAFTAR RIWAYAT HIDUP I Nyoman Mariada, lahir di Denpasar 31 Desember 1956. Menamatkan S-1 Fakultas Ekonomi UNUD 1982 dan S-2 Ilmu Pemerintahan pada UNPAD 2002. Bekerja di BPSDM Provinsi Bali. Pangkat IV/d. Pengalaman mengajar diawali mulai dari dosen luar biasa di Fakultas Ekonomi UNUD dan beberapa PTS di Bali. Pengalaman jabatan, sebagai pemeriksa Inspektorat Wilayah Provinsi hingga tahun 2003. Sejak tahun 2004 diangkat sebagai Widyaiswara BPSDM Provinsi Bali. Koordinator Widyaiswara ( 2010-2012 ) dan Tim Penilai Angka Kredit Daerah Jabatan Fungsional Widyaiswara (2010 – 2016 ) dan Sekretaris Ikatan Widyaiswara ( IWI ) Bali. Pengalaman mengajar antara lain mengampu Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi, Pengawasan Keuangan Daerah pada diklat teknis, Pemberantasaan Korupsi dan Pola Pikir PNS pada diklat prajabatan. Agenda Diagnostic Reading dan Isu strategis pada diklat kepemimpinan Tingkat II, III dan IV pola baru. Aktualisasi nilai nilai Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika pada Orientasi DPRD Kabupaten/Kota se Bali Tahun 2014Sekarang. Disamping mengajar, aktif menyusun modul modul diklat teknis, menyusun artikel di media dan jurnal ilmiah. Terakhir menulis buku “ Memberantas Korupsi Melalui Pendidikan Karakter” 22