1 KORUPSI SISTEMIK MENGHANCURKAN BANGSA I Nyoman

advertisement
KORUPSI SISTEMIK MENGHANCURKAN BANGSA
I Nyoman Mariada 1)
ABSTRACT
Corruption congregation as in the case of great corruption committed by more
than one person with the engineering documents for the benefit of himself and his group.
Corruption congregation happens since civilian state bureaucracy (ASN) has not
concerned with the management control system which has already built, as well as
caused by weak internal supervision and external government monitoring.
Still rampant cases of corruption because it has not been a significant change in
mental public officials indicated there are still many corrupt behavior among public
officials such as the executive, legislative and even judicial. And also happen in private
business such the government partner. Law enforcement during this time did not bring
their deterrent effect. Even the Corroption Eradication Commision ( KPK ) continues to
experience massive systematic criminalization in various forms ranging from the
revision of the Anti-corruption Act until the terror to KPK investigators who are dealing
with major cases of great corruption.
An effective way even if takes a long time is how to prevent the build up of
adequate management control system and earnestly implemented under the supervision
of the immediate supervisor in stages. Better management control system if not carried
out with integrity by the leader will be futile. Then the change in behavior is needed by
all civil servants state apparatus and its leaders through a mental revolution.
Techniques change fast powerful mental attitude which is cheap and easy to do
one of them is a method of contemplation. Contemplation is a deep awareness of the
negative behavior to be changed into positive behaviors through the stages kontempalsi
and conducted continuously. Both individually and in groups of at least 10 minutes. In
the future this technique is proposed given in special training or teaching materials
inserted in. With the change this way of thinking it will be able to prevent the
occurrence of cases of adverse congregation of our country.
Keywords: Corruption in congregation, system management control and behavioral
change.
______________________________________________________________________
1)
Widyaiswara ahli utama dengan pangkat Pembina Ahli Utama (IV/d) pada BPSDM Provinsi
Bali. Pengalaman mengajar pada diklat prajabatan, diklat tenis dan diklat PIM IV, III dan II
sejak tahun 2003. Sebelumnya sebagai auditor pada Inspektorat Provinsi Bali. Alamat email :
[email protected]
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sungguh ironis memasuki tahapan ke 3 dari rencana pembangunan jangka
panjang 2005-2025 pada saat kita fokus membangunan sumber daya manusia yang
memiliki ahlak dan karakter mulia justru terjadi kasus korupsi luar biasa, seperti pada
kasus e-KTP. Luar biasa karena dugaan kerugian negara yang sangat besar. Dugaan
kerugian keuangan Negara 2,3 triliun hampir 40 % dari total nilai proyek 5,9 triliun 2)
dan pelakunya juga sangat banyak atau korupsi berjamaah.
Dikatakan sistemik karena membuat lemahnya pengendalian, setidak tidaknya
melibatkan 4 komponen antara lain dari pemerintah, DPR, Partai Politik dan rekanan.
Dari pemerintah sudah ditetapan terdakwanya yakni saudra Irman mantan Direktur
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan Sugiharto
mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Dari pihak DPR dan Parpol dari sidang pengadilan Tipikor pertama terungkap
nama nama besar dari partai partai besar. Mereka didakwa bersama-sama melakukan
korupsi dalam proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis
nomor Induk kependudukan secara nasional.
Nama nama yang beredar mengindikasikan bahwa korupsi luar biasa ini sudah
direncanakan secara matang bersifat sistemik, masif dan terstruktur. Aparat yang
seharusnya bisa menggagalkan terjadinya kasus ini seolah olah dibuat tidak berdaya
padahal di lembaga pemerintah sudah ada aparat pengawasan fungsional internal
pemerintah ( APIP ) seperti BPKP, Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi,
Inspektorat Kabupaten/Kota dan sudah pula diawasi oleh aparat pengawasan eksternal
pemerintah ( APEP ) BPK.
______________________
2)
http://news.liputan6.com diunggah 10 Februari 2017
2
Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini
tetap saja terjadi yang penyebabnya disamping lemahnya sistem pengendalian internal
yang ada tetapi juga oleh tidak adanya integritas yang memadai dari pejabat
penyelenggara yang disebutkan seperti mantan ketua DPR, mantan Menteri, pejabat
pimpinnan tinggi pemerintah dan anggota DPR.
Seyogyanya kasus korupsi ini tidak akan terjadi jika sistem yang ada diikuti
oleh penyelenggara Negara. Kajian yang pernah dibuat oleh LKPP saja tidak diikuti
apalagi oleh lembaga kontrol yang berada dibawah pejabat berwenang dalam hal ini
mantan Menteri Dalam Negeri yang secara struktural bertanggung jawab atas proyek
e-KTP. Ini artinya integritas penyelenggara Negara belum berubah ketika kita memasuki
era persaingan dunia yang semakin ketat. Akibatnya Indonesia akan tetap teringgal jika
tidak melakukan perubahan besar pada pemberantasan koruppsi ini. Apalagi disinyalir
kasus besar serupa masih terjadi di sektor lainnya.
Dua hal
yakni memperbaiki
sistem dan prilaku manusia khusunya
penyelenggara Negara mutlak dilakukan pemerintah. Perbaikan sistem saja yang tidak
diimbangi dengan kecerdasan spiritual akan membuat seseorang akan mencapai
keberhasilan dengan menghalalkan segala cara. Sebagaima fenomena prilaku elit
penguasa yang terjadi hingga saat ini.
Hasil survey Tranparency International menunjukkan persepsi tentang tingkat
korupsi di sektor publik di Indonesia hingga akhir 2014, masih relatif tinggi. Dalam
Corruption Perception Index 2014, Indonesia menempati posisi 117 dari 175 negara di
dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat
bersih). Dalam data tersebut juga diungkapkan bahwa korupsi menempati urutan teratas
dari 18 (delapan belas) faktor penghambat kemudahan berusaha di Indonesia. (Wahyudi
Thohary dkk, 2015)
Fenomena degradasi moral yang terlihat ini harus segera diakhiri karena sudah
terjadi sangat lama sejak pemerintaham sejak orde lama hingga orde reformasi selama
hampir selama 72 tahun. Salah urus (miss management) dalam tata kelola pemerintahan
yang disebabkan tidak adanya keteladanan, kejujuran, dan karakter integritas pemimpin.
Dampak dari semua ini terakumulasi dalam 3 masalah pokok bangsa adalah merosotnya
3
wibawa Negara, lemahnya sendi perekonomian dan intolereransi dan krisis kepribadian.
( Buku Saku 2 Revolusi Mental )
Jika permasalahan ini tidak segera bisa kita atasi maka korupsi berjamaah tidak
saja akan merugikan keuangan Negara, dia akan berdampak terhadap masalah ekonomi
dan masalah sosial bahkan kehancuran bangsa Indonesia. Inilah alasan mengapa kita
harus memberi fokus kepada pembangunan mental bangsa dan perbaikan sistem
pengendalian internal pemerintah secara bersama sama. Jika salah satu faktor ini tidak
kuat maka akan terjadi korupsi. Harapan kita keduanya harus kuat, kalau ini terjadi
maka tidak akan terjadi kasus kasus mega korupsi berjemaah seperti ini terjadi lagi di
bumi Indonesia. Sekalipun terjadi jumlahnya dipastikan tidak sebanyak dan sebesar ini.
B. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan Penulisan ini adalah untuk memperoleh gambaran korupsi yang
terjadi di Indonesia, apakah korupsi sistemik itu, apa penyebab terjadinya, apa akibat
dan dampaknya serta bagaimana solusi pemecahan masalah agar di masa depan tidak
ada lagi kasus kasus serupa. Dalam hal ini akan difokuskan pada sistem pengendalian
internal sejauh mana kita sebagai ASN sudah mampu melaksanan pencegahan korupsi
dan upaya apa yang sudah dan akan dilakukan minimal dikalangan intenal.
Korupsi itu terjadi karena buruknya sistem dan kurangnya pemahaman dari
ASN itu sendiri dan kurangnya pengendaian intern dan integritas dari oknum pimpinan
tinggi di internal organisasi yang bersangkutan. Maka melalui tulisan ini diharapkan
dapat meningkatkan kesadaran dari individu ASN akan dampak buruk yang ditimbulkan
dari perbuatan koprupsi, meningkatnya keteladanan dan integritas top pimpinanya dan
berjalannya mekanisme pengawasan internal cek and balances yang memadai. Dan jika
kondisi ini ditularkan ke instansi lainnya niscaya korupsi sistemik tidak akan terjadi lagi
di Indonesia.
4
II. KERANGKA TEORITIK DAN METODOLOGI
A. Pengertian Korupsi dan Jenis Jenisnya.
Berikut akan diuraikan pengertian korupsi, tindak pidana korupsi dan jenis
jenisnya. Korupsi berasal dari kata latin corruptio yang artinya perbuatan buruk, bejad,
tidak jujur, dapat disuap dan tidak bermoral. Sedangkan menurut kamus bahasa
indonesia,
korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang dan
penerimaan uang sogok. Robert Klitgaard ( Modul PRIMA, 2010 : 2) merumuskan
bahwa korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang memonopoli
kekuasaan dan menggunakan kekuasaan secara sewenang wenang tanpa diikuti oleh
adanya pertanggung jawaban yang jelas. Dia memberikan Rumusan : C = D + M – A3)
Sedangkan tindak pidana korupsi diterjemahkan
straafbaarfeit. Straaafbaar artinya dapat dihukum
dari bahasa belanda
dan feit artinya sebagian dari
kenyataan. Jadi straafbaarfeit artinya sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.
Untuk bisa disebut tindak pidana Prof Mulyarto menyebut ada 3 syarat : pertama
perbuatan
manusia, kedua memenuhi persyaratan formal dan ketiga memenuhi
persyaratan materiil.
Menurut Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi
pasal 2 ayat 1 tindak pidana korupsi adalah ”setiap orang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri, orang lain atau koorporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.
Unsur pertama ada pelakunya yaitu setiap orang dalam hal ini bisa anggota ASN,
atasan langsungnya, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), pejabat pembuat
komitmen (PPK) dan pengguna anggaran; bisa pengusaha atau rekanan OPD. Kedua
unsur melawan hukum artinya melakukkan perbuatan melanggar ketentuan yang berlaku
dan berdampak materiil atau merugikan keuangan negara atau karena one prestasi dari
pengusaha rekanan OPD. Ketiga memperkaya diri atau orang lain atau korporasi adalah
bertambahnya kekayaan dari yang bersangkutan dari perbuatan melawan hukum yang
dilakukan.
_________
3)
Rumusan Robert Klitgaard akan menentukan bahwa semakin banyak monopoli, semakin banyak
kewenangan yang tidak terkontrol dan semakin tidak adanya pertanggungjawaban akan menentukan
semakin rentan seseorang akan melakukan korupsi.
5
Keempat dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kerugian negara
yang dimaksudkan disini adalah kas tekor atau berkurangnya saldo barang di gudang.
Berkurang jumlah uang atau barang APBN/D karena kelalaian atau perbuatan melawan
hukum tadi yang harus dipertanggung jawabkan oleh petugas ASN. Sedangkan kerugian
perekonomian negara adalah kerugian yang terjadi di perusahaan milik negara atau
milik daerah.
Jenis Jenis dan Penyebab Korupsi
Korupsi bisa dibedakan menjadi beberapa macam tergantung dari ahli yang
mengemukakan. Jenis jenis korupsi sekaligus adalah penyebab dari korupsi. Terjadinya
korupsi disebabkan oleh banyak faktor antara lain yang bersumber dari dalam diri ASN
dan bersumber dari luar. Yang bersumber dari dalam diri antara lain disebabkan oleh :
1. Sifat Tamak, 2. Kurang Bermoral, 3. Penghasilan Kurang Mencukupi Kebutuhan
hidup yang wajar, 4. Kebutuhan hidup yang mendesak 5. Gaya hidup konsumtif,
6. Malas tetapi ingin cepat mendapat hasil dan 7. Ajaran agama yang dianut kurang
diterapkan secara benar (buku saku
Mengenali
& Memberantas Korupsi yang
dikeluarkan KPK Tahun 2006 )
Sedangkan dari luar menurut buku saku yang dikeluarkan KPK adalah :
1. Penegakan hukum tidak konsisten; 2. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang,
3. Langkanya lingkungan yang anti korup; 4. Rendahnya pendapatan penyelenggara
negara; 5. Kemiskinan, 6. Keserakahan; 7. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan
hadiah;
8. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi,
9. Budaya permisif serba membolehkan; dan 10. Gagalnya pendidikan agama dan etika.
Berkaitan dengan yang kedua, Lord Acton menyebut ”Power tends to corrupt,
absolut power will corrupt absolutely” Artinya kekuasaan cendrung korup, kekuasaan
mutlak akan melahirkan korupsi yang mutlak juga. Maka dalam prakteknya selalu akan
diupayakan adanya cek and balances untuk membatasi jabatan yang memiliki kekuasaan
besar. Dahulu ada istilah eksexutif heavy kekuasaan ada ditangan presiden Soeharto,
DPR hanyalah lembaga pengesahan saja.
Belakangan dengan berpindah sebagian besar kekuasaan ke tangan DPR
membuat DPR over acting sebagai penentu anggaran bertindak sewenang wenang.
6
Dalam setiap kegiatannya selalu diwarnai oleh praktek suap, praktek mark up belanja
yang dilakukan dengan kekuasaan yang besar pada DPR. Kewenangan yang besar akan
tetapi tidak diikuti oleh tanggung jawab yang besar maka akan terjadi penyalahgunaan
wewenang seperti yang sering terjadi dengan kasus kasus yang melibatkan DPR. Seperti
dugaan mega korupsi kasus e-KTP yang disinyalir melibatkan elit pimpinan DPR dan
fraksi fraksi di Komisi II DPR.
Sebab lainnya yang akan dibahas yang diungkapkan dalam modul PRIMA (2010
:14). Mengapa korupsi terjadi? Secara sederhana dapat di bedakan menjadi 2 ( dua) hal
pertama adanya niat dan kedua adanya kesempatan. Bertemunya dua hal antara niat dan
kesempatan maka akan menimbulkan korupsi. Niat berhubungan dengan prilaku, dan
prilaku berhubungan dengan nilai atau values atau spiritual (kepecayaan seseorang) dan
kesempatan berhubungan dengan kelemahan sistem birokrasi. Jika salah satu
kekuatannya melemah maka korupsi masih bisa dihindari, misalnya niat untuk
melakukan kuat akan tetapi sistem birokrasi yang kuat yang tidak memberi kesempatan
sedikitpun maka tidak akan terjadi korupsi. Demikian sebaliknya sistem
birokrasi
buruk, akan tetapi niat orang untuk melakukan kejahatan kurang kuat maka korupsi juga
tidak terjadi. Bagaimana misalnya pada saat sistem birokrasi yang buruk pada saat yang
sama niat orang melakukan kejahatan korupsi semakin tinggi. Inilah yang dikatakan
bertemunya niat dan kesempatan, maka dapat dipastikan korupsi pasti akan terjadi. dan
inilah yang kebanyakan terjadi saat ini pada birokrasi kita. Memang ada pengecualian
pada saat sistem birokrasi yang dibangun sudah sangat baik, akan tetapi korupsi masih
saja terjadi maka aspek niat yang masih perlu ditingkatkan kualitas atau kadar
spiritualnya.
Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa ada 30 jenis
perbuatan yang bisa dianggap sebagai perbutan korupsi dan ada 6 peraturan yang ada
hubungannya dengan korupsi. Ke 30 jenis ini dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok
yakni: 1. Kerugian keuangan negara yang diatur dalam ps 2;
dan ps 3, 2. suap-
menyuap ; a. ps 5 ay (1) hrfs a & b, b. ps 5 ayat (2), c. ps 6 ayat (1) hrf a dan b, d. ps 6
ayat (2), ps 11, ps 12 hrf a dan b, dan ps 13, 3. Penggelapan dlm jabatan: diatur dalam
ps 8, ps 9 dan ps 10 huruf a; b dan c, 4. Pemerasan : diatur dalam ps 12 huruf e; f; g 5.
7
Perbuatan curang:diatur dalam ps 7 ayat (1) huruf a; b; c ; d ayat (2)dan ps 12 huruf h.
6. Benturan kepentingan dlm pengadaan: Pasal 12 huruf i. dan 7. Gratifikasi 4 : diatur
dalam pasal 12 B jo. Pasal 12 C.
Menurut Syed Husein Alatas (1997), dalam ilmu sosiologis korupsi dapat
diklasifikasikan menjadi 7 jenis, yakni : 1. Korupsi transaktif, korupsi yang menunjukan
adanya kesepakatan timbal balik, antara pihak yang memberi dan pihak yang menerima,
demi keuntungan bersama. Kedua pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan
tersebut. 2. Korupsi ekstroaktif, korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi
(tekanan) tertentu dimana pihak pemberi dipakasa untuk menyuap guna mencegah
kerugian yang mengancam diri, kepentingan,orang-orangnya, atau hal-hal yang dihargai.
3. Korupsi Investif, korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpa
adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi pemberi. Keuntungan diharapkan
akan diperoleh dimasa yang akan datang. 4. Korupsi Nepotistik, korupsi berupa
pemberian perlakuan khusus kepada teman atau yang mempunyai kedekatan hubungan
dalam rangka menduduki jabatan publik. Dengan kata lain, perlakuan pengutamaan
dalam segala bentuk yang bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku.
5. Korupsi autogenic, korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatan
untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang
hanya diketahu sendiri. 6. Korupsi suportif, korupsi yang mengacu pada penciptaan
suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak
korupsi. 7. Korupsi defensif, suatu tindak korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka
mempertahankan diri dari pemerasan.
Dilihat dari pelakunya berdasarkan pendapat diatas maka dapat diketahui bahwa
korupsi dapat dilakukan sendiri ( autogenik ) dan dapat oleh lebih dari satu orang atau
dilakukan bersama sama. Dan jika ini yang terjadi dan terbukti maka tanggung jawab
atas kerugian negara yang timbul akan menjadi tanggung jawab bersama atau renteng
dan mereka akan diminta mengganti kerugian sesuai dengan jumlah kerugian yang telah
dikorup.
8
Upaya Upaya Untuk mengatasi
Dari referensi ketentuan yang ada, upaya pemberantasan korupsi meliputi 3
strategi : 1. cegah sebelum terjadi, 2. tindak setelah terjadi dan 3. libatkan masyarakat.
Pencegahan meliputi segala upaya yang dilakukan sebelum korupsi terjadi antara lain
menurut konsept Bank Pembangunan Asia, dikemukakan langkah-langkah yang dapat
menjadi bagian dari program anti korupsi, antara lain : (1) pencegahan melalui
perubahan administrasi, perbaikan pelayanan masyarakat, perbaikan anggaran dan
mmanjemen keuangan, perbaikan pajak dan administrasi bea cukai; (2) pelaksanaan
procurement (pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah); (3) reformasi hukum dan
perundang-undangan; (4) aksi dukungan masyarakat, proses politik dan penetapan
aturan-aturan sendiri;
Pencegahan disebut juga program anti korupsi, merupakan kebijakan untuk
mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Pencegahan yang
dimaksud, adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan
korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara. Peluang bagi
berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem
hukum, sistem kelembagaan), perbaikan manusia (moral, kesejahteraan) dan peran serta
masyarakat.
Perbaikan sistem dapat dilakukan dengan a. memperbaiki peraturan perundang
undangan yang berlaku, b. memperbaiki cara kerja pemerintahan c. memisahkan secara
tegas aset negara dan pribadi d. menegakan etika profesi, e. menerapkan good
governance dan f. teknologi informasi ( kewenangan menyadap telepon pejabat yang
diduga terlibat kasus korupsi )
Perbaikan Manusia dapat dilakukan melalui : a. memperbaiki moral sebagai umat
beragama, b. memperbaiki moral suatu bangsa, c. meningkatkan kesadaran hukum d.
mengentaskan kemiskinan dan kesejahteraan e. memilih pemimpin yang jujur dan anti
korupsi.
Penindakan
adalah upaya
yang dilakukan setelah adanya indikasi
penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ASN. Indikasi ini bisa diketahui baik dari
pengawasan melekat yang dilakukan oleh OPD masing masing, maupun hasil dari
pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional maupun pengawasan
9
masyarakat. Sesungguhnya penyimpangan, pemborosan dan penyalahgunaan wewenang
sangat ampuh diatasi oleh berfungsinya pengawasan melekat.
Apa yang dimaksud dengan pengawasan melekat tidak lain adalah berjalannya
fungsi sistem pengendalian manajemen ( SPM ) dan adanya pengawasan atasan
langsung.
Efektifitas fungsi waskat, menuntut peran lebih banyak Aparat pengawasan
fungsional pemerintah disingkat APFP. Pengawasan fungsional adalah pengawasan
yang dilakukan oleh aparat yang
organisasi seperti BPKP,
Inspektorat
dibentuk untuk membantu pimpinan
IRJEN Kementrian dan LPND, Badan
dalam
Pengawas atau
Provinsi, Kabupaten/Kota. Selama kurun waktu 3 dasa warsa hasil
pengawasan APFP belum maksimal dan terbukti angka korupsi semakin merajalela
kasus kasus korupsi besar, sekalipun dizaman reformasi yang dikawal oleh KPK.
Peran serta Masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat menetukan
keberhasilan pemberantasan korupsi. Berfungsunya masyarakat baik secara individual
maupun kelompok ( LSM ) untuk aktif mengawasi pemerintahan sangat penting apabila
waskat dan wasnal tidak berfungsi sebaqgaimana mestinya. Pengawasan masyarakat
dimaknai oleh turut sertanya masyarakat dalam mengawasi pembangunan dan
pemerintahan termasuk didalamnya surat kaleng ( anonym ) yang kadang kadang juga
banyak benarnya.
Keberadaan pengawasan masyarakat sangat dibutuhkan :mengingat 1. Wasmas
muncul karena hak turut serta melakukan pengawasan ( psa 41 ayat 1 ) yang
menyatakan bahwa masyarakat dapat berperan dan membantu upaya pencegahan dan
pemberantasan ; 2. Psl 41 ay 2 peran serta dalam bentuk hak mencari, memperoleh dan
memberi informasi, hak memperoleh pelayanan, hak menyampaikan saran pendapat dan
lain lain; 3. Tindak lanjut ditetapkan PP 71/2000 Tata Cara pelaksanaan peran serta
masyarakat dan 4. Pengawasan ini dapat langsung maupun tidak langsung misalnya
yang banyak terjadi adalah melalui surat kaleng.
10
B. Metodologi
1. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dan informasi mengenai pemberantasan korupsi
diambil dari data sekunder dari laporan instansi pemerintah dan kebijakan
pemberantasan korupsi dari data sekunder pada dokumentasi yang ada dan
pubikali pada media cetak maupun elektronik.
2. Pembahasan dilakukan secara deskriptif kwalitatif dari data yang diperoleh dari
sumber kepustakaan yang diperoleh dan relevan informasinya dengan topik ysng
ditulis. Pembahasan penulisan ini tinjauannya dibatasi hanya pada sistem
pengendalian internal dan aspek sikap prilaku ASN pada birokrasi pemerintah.
11
III. PEMBAHASAN
1. Buruknya Sistem Pengendalian Internal Pemerintah.
Permasalahan korupsi dikalangan birokrasi dipicu dengan buruknya sistem
pengendalian internal atau sistem pengendalian manajemmen ( SPM ). SPM ini juga
dikenal dengan pengawasan melekat ( waskat ). Waskat merupakan salah satu sub
sistem yang utama disamping pengawasn fungsional, pengawasan legislatif dan
pengawasan masyarakat. Disebut utama karena sangat menentukan keberhasilan
tujuan pengawasan. Sebelum aparat pengawasan ekternal ( APEP) BPK dan aparat
pengawasan fungsional internal pemerintah (APIP) lebih dahulu OPD melakukan
pengawasan manajemen built in control dilakukan secara berjenjang mulai dari
eselon paling rendah eselon IV kepada staf bawahannya sampai JPT terhadap
pimpinan dibawahannya.
Sistem yang buruk pada instansi pemerintah lebih disebabkan karena
belum terciptanya sistem pengendalian internal yang memadai pada OPD. Dari hasil
pemeriksaan aparat pengawasan fungsional internal pemerintah Provinsi misalnya
temuan hasil pemeriksaan dominan disebabkan karena kelemahan pengawasan
atasan langsung secara berjenjang ( pengawasan melekat ) selama ini.
Tidak berjalannya mekanisme pengendalian internal yang baik disebabkan
oleh belum dibangunnya sistem pengendalian manajemen (SPM) yang memadai
yang terdiri atas : 1. Belum adanya tujuan yang pasti yang tergambar dari rencana
terinci dan terukur selama periode berjalan, 2 Belum terjabarkannya pembagian
tugas secara struktur dan pembagian tugas yang jelas diantara petugas, 3. Tidaknya
adanya kebijakan yang jelas dari pimpinan, 4. Belum disusunnya prosedur kerja
yang transparan, seperti norma, standar, pedoman dan acuan yang pasti, SOP yang
asal asalan dan mengabaikan pelaksanaan kerja, 5. Belum dibiasakannya sistem
pelaporan secara berjenjang dari bawahan kepada atasan dalam setiap penugasan
dan 6. Kurangnya supervisi dan pembinaan personal oleh atasan secara berjenjang.
Pengabaian Ke-enam unsur SPM ditambah dengan tidak adanya
keteladanan dari pemimpin menimbukan pemborosan, kebocoran keuangan daerah
baik yang disengaja maupun tidak. Perbuatan sengaja yang dilakukan oleh pejabat
publik melibatkan sebagian oknum pejabat tinggi seperti Menteri, oknum anggota
12
DPR/DPRD, oknum Gubernur/Bupati dan Wali Kota dan penyelenggara negara
lainnya.
Apabila kita melihat temuan hasil pemeriksaan APIP sebagian besar
penyebab dari temuan yang merugikan keuangan negara dan daerah disebabkan
karena lemahnya sistem pengendalian manajemen tadi. Kalaupun SPM dibuat itu
pun belum berhasil mencegah perbuatan korupsi, karena tidak adanya sistim cek
and balances dalam penerapannya dan tidak serius dilakukan. Terbukti top pimpinan
atau atasan langsung yang harus menjamin terlaksananya SPM ini justru telah
berbuat kesalahan terlebih dahulu. Akibatnya dia tidak akan berani mengambil
tindakan tegas kepada bawahannya masing-masing yang telah
melakukan
kesalahan, karena merasa sudah melakukan kesalahan.
Memang ada pengecualiannya kelalaian dilakukan oleh indivu atau
perseorangan dan ini jumlahnya sangat sedikit. Akan tetapi sebagian besar
kesalahan itu disebabkan karena sudah ada sein atau petunjuk dari atasan. Hal ini
terjadi pada sebagaian besar kasus korupsi, apakah kasus yang merugikan keuangan
negara atau kasus kasus suap. Dalam kasus suap sudah pasti pelakunya lebih dari 1
( satu ) orang. Ada pihak yang memberi dan ada pihak yang menerima.
Dan seharusnya pengawasan atasan langsung mantan Direktur Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri bisa mencegah
kesalahan ini, akan tetapi tidak dilakukan. Pengawasan melekat terakhir dari mantan
Menteri Dalam Negeri selaku penangungjawab program dan kegiatan karena
sebagai pengguna anggaran, juga lolos. Setelah itu pemeriksaan dari APIP atau
pengawasan ekternal pemerintah (BPK) harus menemukan kesalahan atau kelalaian
yang mengakibatkan kerugian negara akan tetapi sama hasilnya tidak menemukan
kesalahan.
Apa yang kita bisa pelajari dari kasus kasus besar ini? Setidaknya ada 4 hal
yang bisa diungkapkan : Pertama, tidak berjalannya SPM
(waskat) saat itu di
Kementerian Dalam Negeri. Hal ini bisa terjadi karena unsur unsur SPM yang
dibuat belum secara otomatis bisa mengendalikan kesalahan jika terjadi, sesuai
dengan tujuan pembentukan SPM itu. Tidak adanya sistim yang saling mengontrol
antara bagian yang merencanakan dengan yang melaksanakan dan yang mengawasi.
13
Kedua peran APIP tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tujuan dibentuknya
APIP adalah membantu pimpinan top manajemen mengawasi pelaksanaan program
dan kegiatan agar tidak menyimpang dari tujuannya tidak bisa tercapai karena tidak
bisa menemukan kesalahan aparatur ASN dalam pengelolaan kegiatan.
Ketiga peran APEP sebagai pengaman penyelenggaraan keuangan negara
karena fungsinya melakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan keuangan negara dan
melakukan investigasi jika dalam penyelenggaraan keuangan negara terjadi indikasi
yang mangakibatkan terjadinya kerugian negara.
Keempat adanya pengawasan atasan langsung secara berjenjang oleh atasan
langsung masing-masing tidak berjalan.
Bagian perencanaan yang menyusun
anggaran tidak mematuhi standar standar biaya dalam penyusunan kegiatan dan
mantan
Direktur
yang tidak
melaksanakan
pengawasan
atasan
langsung
sebagaimana tugas pokok fungsinya. Pengawasan atasan langsung dari mantan
Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil yang tidak melakukan pengawasan
terhadap Direktur bawahannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Keempat hal ini yang kalau dilakukan dengan benar adanya SPM yang
memadai, berfungsinya APIP, berfungsinya APEP dan berlangsungnya pengawasan
berjenjang oleh atasan langsung masing masing, maka kasus yang merugikan
triliunan rupiah uang negara tidak akan terjadi. Betapa pentingnya waskat ini kalu
dilakukan dengan benar maka ia akan dapat mencegah kerugian negara.
Jadi waskat harus diciptakan dengan baik melalui 6 unsur SPM yakni adanya
rencana yang jelas, adanya pembagian kerja yang jelas, adanya kebijakan pasti,
prosedur kerja yang memadai, sistim pelaporan yang jelas dan adanya pembinaan
personil. Dan adanya pengawasan atasan langsung, yang dilakukan dengan penuh
integritas oleh setiap pimpinan secara berjenjang, maka akan sangat ampuh
mencegah terjadi korupsi. Tidak dilaksanakan hal hal ini maka terjadi kasus besar
dan akan diselesaikan melalui proses hukum yang sedang berjalan oleh KPK dan
kerugian negara yang timbul akan bisa
ditarik kembali dan disetorkan ke kas
negara dan setiap orang, oknum ( pejabat, pengusaha, pimpinan dan anggota DPR )
harus bertanggung jawabkan kerugian negara itu.
14
Akumulasi dari problem problem korupsi yang terus terjadi dan seolah olah
sangat sulit diatasi ini akan membuat pemerintah mengalami krisis kepercayaan dari
masyarakat
dan
menurunkan wibawa
pemerintah, lemahnya
perekonomian negara dan krisis kepribadian bangsa.
sendi
sendi
Karena setiap upaya
pemberatasan korupsi akan selalu mendapat perlawanan dari koruptor langsung
ataupun tidak langsung. KPK sejak awal pendiriannya tidak pernah luput dari upaya
kriminalisasi sejak 10 tahun terakhir ini. Mulai dari wacana revisi Undang Undang
Nomor 31 Tahun 1999 yang terus digelorakan oleh beberapa oknum DPR.
2. Perlunya Strategi Merubah Pola Pikir ASN.
Dari paparan diatas SPM yang dibangun sebaik apapun apabila tidak
diikuti oleh integritas aparatur ASN akan mubazir dan sia sia. Oleh karena itu
diperlukan strategi merubah pola pikir ASN. Perubahan dapat dilakukan secara
bertahap atau serentak dan revolusioner. Revolusioner adalah cara yang banyak
ditempuh oleh Negara Negara yang sudah lama mengalami korupsi. Indonesia
menempuh cara kedua yang dikenal dengan revolusi mental.
Revolusi mental adalah gerakan Indonesia baru untuk mengubah pola
pikir/paradigm penyelenggaraan pelayanan publik dari semula berorientasi pada
“pemerintah sebagai penyedia” menjadi pelayanan yang berorientasi pada
“kebutuhan masyarakat sebagai pengguna”.
Dibutuhkan strategi revolusioner yang tidak saja pada kelembagaan dan
administrasi, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah pada perubahan mental.
Tidak saja membangun SPM yang memadai, akan tetapi perlu semangat
penyelenggara negara. Semangat pelayanan publik dituangkan kedalam rencana
strategik dengan visi dan misi yang jelas secara holistik mulai dari visi Presiden
Joko Widodo yang dijabarkan ( break down ) ke program Menko PMK dan
didukung oleh Kementerian/Lembaga, Instansi dan Pemerintah Daerah.
Dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan publik. Pada gilirannya
akan membangun kepercayaan publik ( public trust ) yang selanjutnya akan
mendorong praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik ( good governence ).
Seperti praktek sejak tahun 2015 pemerintah menggulirkan program one agency one
15
inovation yang berhasil melakukan revolusi mental dari pelayanan berbelit belit
panjang dan mahal ke pelayanan sederhana, cepat, murah.
Menurut data ada tiga menteri, empat gubernur, sepuluh bupati, dan tujuh
Walikota menerima penghargaan berupa piala atas prestasinya sebagai Top 25
inovasi pelayanan publik (http://www.menpan.go.id/) diakses 17 September 2016.
Dan ini akan terus dilanjutkan untuk menjamin reformasi pelayanan publik.
Keberhasilan pemberantasan korupsi sangat ditentukan oleh perubahan
mental dan prilaku birokrasi secara keseluruhan. Dimulai dari keteladanan pimpinan
yang akan menentukan partisipasi pegawai. Jika pemimpin memiliki sifat jujur,
berani dan tegas maka akan diikuti oleh bawahannya. Demikian sebaliknya seorang
pemimpin seorang diri bagaimanapun pintarnya jika tidak dibantu akan sulit
mewujudkan visi dan misinya. Perubahan yang dilakukan selama ini belum
menyentuh ke akar permasalahan perubahan baru sebatas penyempurnaan
administrasi publik dan kelembagaan saja tanpa diikuti oleh perubahan mental
sehingga belum bermanfaat maksimal.
Perubahan mental ini perlu dilakukan meliputi 7 perubahan mental utama
yang disebut mentalitas baru Indonesia hebat : 1. Dari pasif menjadi aktif, 2. Dari
pesimis menjadi optimis, 3. Dari mengeluh menjadi focus pada solusi, 4. Dari malas
malasan menjadi giat bekerja, 5. Dari mudah menyerah ke pantang menyerah,
6. Dari orientasi pada hasil ke orientasi pada proses dan 7. Dari penonton menjadi
pelaku.
Implementasi dari perubahan mental ini masih jauh dari sempurna yang
disebabkan oleh tidak dimilikinya integritas mentalitas ASN, etos kerja dan gotong
royong. Integritas jujur, dapat dipercaya, berkarakter, bertanggung jawab dan
konsisten. Etos kerja bersemangat, daya saing, optimis, inovatif dan produktif.
Gotong royong mampu bekerjasama, solidaritas, tolong menolong, peka komunal
dan berorientasi kemaslahatan ( Buku saku 2 GNRM, 2015 ).
Untuk merubah prilaku ASN strateginya melalui internalisasi 3 nilai
revolusi mental tadi melalui : 1. Jalur Birokrasi, 2. Jalur pendidikan, 3. Jalur swasta
dan 4. Kelompok masyarakat. Jalur birokrasi dapat dilakukan dengan merubah
karakter dengan pendidikan karakter. Karakter adalah cara berpikir dan berprilaku
16
yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja. Fokus pendidikan
karakter adalah untuk menanamkan atau menginternalisasikan nilai nilai moral ke
dalam sikap dan prilaku supaya pegawai memiliki sikap dan prilaku yang baik.
Sikap dan prilaku yang baik didasari oleh nilai nilai karakter berlandaskan
budaya bangsa seperti religius, jujur,
toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial dan tanggung jawab.
Apa yang terjadi dengan pendidikan karakter ini selama proses reformasi?
Bukan terjadi perubahan yang positif akan tetapi cendrung dominan ke perubahan
negatif. Mengapa? Karena pengalaman ASN hampir semua dipengaruhi oleh
seeding negatif dari yang dilihat dari pendahulunya. Pengaruh negatif ini akan
sangat cepat menyebar dan kalau hal ini tidak cepat diatasi maka tujuan revolusi
mental tidak akan tercapai.
Disamping itu pendidikan karakter belum maksimal disebabkan belum
berubahnya kondisi budaya organisasi. Pada lingkungan organisasi yang masih
korup maka akan sulit mengajarkan/mendidik/melatih pegawai agar tidak korup.
Oleh karena itu internalisasi nilai nilai integritas, etos kerja dan gotong royong harus
dilakukan sungguh sungguh melalui teknik merubah pola pikir. Menurut Apradiz
Newcyber
(
2015
)
ada
5
macam
antara
lain
:
1.
Metode
NLP,
2. Kontemlasi, 3. Membangun konsep diri, 4. Mind maping dan 5. Pengetahuan
hipnosis.
Karena terbatasnya waktu dan kemampuan penulis, maka akan diuraikan
salah satu teknik yang sangat menyentuh hati nurani kita yaitu teknik kontemplasi.
Tehnik ini merupakan tenik secara sukarela secara sadar setiap aparatur menyadari
siapa diirinya saat ini. Diri kita saat ini yang masih banyak kekurangan dan
kelemahan kita akui, dan pasrah berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa disertai
dengan niat untuk merubah kebiasaan buruk dari kekurangan dan kelemahan disertai
dengan keyakinan bahwa kita bisa melakukannya.
Menurut Azhar Muhammad ( 2012 ) kontemplasi berasal dari bahasa latin
(contemplore) berarti suatu kegiatan perenungan, memandang dengan hati dan
17
ketenangan pikiran. Kontemplatif merupakan sebuah aktifitas yang mengutamakan
kehidupan penuh ketenangan. Ada yang menyebut dengan muhasabah atau
perenungan yang mendalam atau zikir dalam agama Islam. Pada praktisi meditasi
disebut dengan doa buka hati dalam reiki tumo.
Bagi pembaca yang belum biasa melakukan meditasi teknik kontemplasi
sangat mudah dilakukan. Tahapan tahapan untuk melakukan teknik ini adalah 1.
Menyiapkan diri secara mental untuk melakukan perubahan, 2. Berdoa sesuai
dengan kepercayaan agama masing masing, 3. Melakukan visualisasi ( perenungan )
: Evaluasi diri sejak kecil hingga saat ini, temukan kekurangan diri, temukan
kesalahan yang telah dilakukan, berjanji untuk tidak mengulangi dan mohon ampun
pada Tuhan Yang Maha Esa; 4. Memperbaiki kesalahan dengan minta maaf; 5.
Memperbaiki diri ( meningkatkan kemampuan dan memperbaiki tingkah laku ) dan
6. Melakukan pekerjaan yang bermanfaat.
Proses kontemplasi penjernihan hati ini dilakukan setiap saat, setiap hari
paling sedikit 10 menit baik di tempat kerja maupun ditempat tempat yang aman
dan tenang untuk melakukannya. Karena perubahan mental dari sifat prilaku yang
negatif ke prilaku yang positif merupakan proses internalisasi melalui pikiran bawah
sadar seseorang.
Seperti kita ketahui bahwa pikiran bawah sadar adalah gudang dimana
semua informasi tersimpan disana sejak kita berumur 4 bulan dalam kandungan
sampai umur kita saat ini. Semua informasi yang masuk tidak seluruhnya yang baik
dan positif. Pendidikan sejak dini akan sangat besar pengaruhnya. Jika seseorang
anak di didik dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai nilai spiritualitas maka
dia akan terbentuk dan memiliki sifat sifat yang baik, benar dan jujur. Demikian
sebaliknya jika anak dibesarkan dalam lingkungan
penjahat, maka dia akan
terbentuk menjadi orang yang tidak baik dan tidak jujur.
Apabila keadaannya dominan yang kedua, maka kalau individu memiliki
kesadaran yang tinggi tentang kesalahan yang dilakukan dan dampaknya bagi
kehidupan orang lain maka untuk bisa merubahnya salah satu adalah dengan teknik
kontemplasi. Teknik ini sebaiknya diberikan pada diklat ASN secara tersendiri atau
merupakan materi sisipan. Dilakukan berkelanjutan untuk membangkitkan
18
kesadaran dan keyakinan kita semua bahwa masa depan Indonesia berdaulat,
mandiri dan berkepribadian berdasarkan Gotong Royong (Pancasila) tidak mungkin
bisa dicapai tanpa merubahah mental.
Dari paparan yang dikemukaan diatas maka kecenderungan korupsi
bersistemik sebagaimana yang terjadi pada kasus kasus korupsi besar akan dapat
diminimalisir. Akan tetapi kondisi ini membutuhkan kesungguhan dari top
manajemen JPT OPD dengan memberi contoh keteladan integritas dalam
memimpin. Faktor manusia sangat menentukan keberhasilan SPM yang dibangun.
Sebaik apapun SPM jika dilaksanakan oleh orang yang tidak memiliki integritas
maka tetap akan terjadi penyimpangan korupsi yang dapat merugikan keuangan
Negara.
19
IV. PENUTUP
Dari uraian pada pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Korupsi sistemik terjadi pada kasus kasus korupsi besar disebabkan SPM tidak
memadai dan mekanisme pengawasan berjenjang ( waskat ) tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
2. SPM
untuk
pengendalian
kasus
korupsi
harus
disempurnakan meliputi : adanya rencana terinci,
struktur dan pembagian tugas yang jelas,
tetap
dibangun
dan
pembagian tugas secara
adanya kebijakan yang jelas,
prosedur keja yang transparan, sistem pelaporan dan pembinaan personal.
3. Untuk menjamin terlaksananya SPM dukungan top manajemen dan setiap atasan
langsung sangat dibutuhkan dalam mengawasi setiap program dan kegiatan
bawahan dan harus berani mengambil sikap tegas jika menemukan kesalahan.
4. Pemimpin harus siap melakukan perubahan pada lingkup OPD yang dipimpin
yang dimulai pada perubahan diri pemimpin terlebih dahulu
dengan
memberikan contoh prilaku berintegritas kepada bawahannya.
5. Salah satu cara ampuh yang murah, cepat dan sangat mudah dilakukan adalah
dengan teknik kontemplasi yaitu kesadaran diri pemimpin dan bawahannya
untuk mengurangi sifat negatif untuk diubah menjadi sifat yang positif.
6. Perubahan sikap prilaku dapat dilakukan pada diklat baik secara sendiri maupun
disisipkan kedalam materi diklat tentang pentingnya perubahan revolusi mental
untuk mewujudkan Indonesia bebas dari korupsi kelak dikemudian hari.
Demikian tulisan singkat
ini semoga dapat memberikan gambaran
tentang korupsi berjamaah tentang proses terjadinya dan upaya mengatasinya
bagi pembaca dari semua tingkatan serta memberi manfaat bagi kemaslahatan
untuk semua umat manusia.
20
DAFTAR PUSTAKA
Acep Chaeruloh dan Tim, 2010. PRIMA Program Revitalisasi Integritas Mental, Deputy
Pencegahan Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Jakarta.
Apradiz New Cyber, 2015. Teknik Mengubah Pola Pikir, Yogyakarta.
Azar Muhammad, 2012. Kontemplasi Perenungan Muhasabah, Teknik Mengubah Pola
Pikir, Jakarta.
Wahyudi Thohary, Wawan Suyatmiko, Ferdian Yazid, Sekar Ratnaningtyas
Copyright © 2015 Transparency International Indonesia. All right reserved.
Danida, Jakarta.
Buku Saku 2 Revolusi Mental, 2015. Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan, Jakarta
Undang Undang 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang Undang 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK, 2006. Buku Saku, Memahami Untuk Membasmi Tindak Pidana
Jakarta.
Korupsi,
KPK, 2014. Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2013, Fakta Korupsi Dalam
Layanan Publik, Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Jakarta.
Gerakan Nasional Revolusi Mental, 2015. Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta.
http://www.menpan.go.id/ diakses 11 Februari 2017
http://azharmind.blogspot.com/2012/01/kontemplasi-perenungan-muhasabahtekini.html#ixzz4eSDiyVXq
21
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I Nyoman Mariada, lahir di Denpasar 31 Desember
1956. Menamatkan S-1 Fakultas Ekonomi UNUD 1982
dan S-2 Ilmu Pemerintahan pada UNPAD 2002.
Bekerja di BPSDM Provinsi Bali. Pangkat IV/d.
Pengalaman mengajar diawali mulai dari dosen luar
biasa di Fakultas Ekonomi UNUD dan beberapa PTS di
Bali.
Pengalaman jabatan, sebagai pemeriksa Inspektorat Wilayah Provinsi
hingga tahun 2003. Sejak tahun 2004 diangkat sebagai Widyaiswara BPSDM
Provinsi Bali. Koordinator Widyaiswara ( 2010-2012 ) dan Tim Penilai Angka
Kredit Daerah Jabatan Fungsional Widyaiswara (2010 – 2016 ) dan Sekretaris
Ikatan Widyaiswara ( IWI ) Bali.
Pengalaman mengajar antara lain mengampu Tuntutan Perbendaharaan
dan Tuntutan Ganti Rugi, Pengawasan Keuangan Daerah pada diklat teknis,
Pemberantasaan Korupsi dan Pola Pikir PNS pada diklat prajabatan. Agenda
Diagnostic Reading dan Isu strategis pada diklat kepemimpinan Tingkat II, III
dan IV pola baru. Aktualisasi nilai nilai Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka
Tunggal Ika pada Orientasi DPRD Kabupaten/Kota se Bali Tahun 2014Sekarang.
Disamping mengajar, aktif menyusun modul modul diklat teknis,
menyusun artikel di media dan jurnal ilmiah. Terakhir menulis buku “
Memberantas Korupsi Melalui Pendidikan Karakter”
22
Download