7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Kerja 2.1.1 Pengertian

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Beban Kerja
2.1.1
Pengertian Beban Kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pekerjanya. Beban tersebut dapat
berupa beban fisik, mental dan atau sosial. Seorang tenaga kerja yang secara fisik
bekerja berat seperti buruh bongkar-muat barang di pelabuhan, memikul beban
fisik lebih banyak dari pada beban mental ataupun sosial. Sedangkan, beban kerja
seorang pengusaha atau manajer, tanggung jawabnya merupakan beban mental
syang relatif lebih besar dari beban fisik yaitu dituntut oleh pekerjaannya. Lain
lagi dengan petugas sosial, seperti penggerak lembaga swadaya masyarakat atau
gerakan mengentaskan kemiskinan, mereka lebih menghadapi beban kerja sosialkemasyarakatan (Alamsyah, 2013).
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan
sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban
tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban
kerja, jadi definisi beban kerja adalah kemampuan pekerja dalam menerima
pekerjaan. Prihartono dan Purwandoko (2006) mengartikan beban kerja lebih
merujuk pada seberapa tinggi persentase penggunaan waktu kerja produktif dan
non
produktif
yang
dilakukan
karyawan
jam
kerjanya
dengan
tetap
memperhitungkan kelonggaran karyawan. Beban yang timbul ini sebagai dampak
dari dikenakannya pekerjaan (adanya tugas, wewenang dan tanggung jawab
76
Universitas Sumatera Utara
8
jabatan) pada seseorang pemegang jabatan dalam wujud ukuran-ukuran
pemakaian waktu kerja dan tingkat beban psiko-fisik.
Menurut Utomo (2008), beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus
dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume
kerja dan norma waktu. Pengertian beban kerja adalah sekempulan atau sejumlah
kegiatan yang haru diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan
dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu
teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu
unit organisasi teknik analisis jabatan, teknis analisis beban kerja atau teknik
manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban
kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi
jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis.
Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alat untuk
menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan ketatalaksanaan, dan
sumberdaya manusia (Utomo, 2008).
Beban kerja (workload) merupakan stresor hubungan peran atau tugas lain
yang terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak. Hal ini
dapat disebabkan karena perusahaan mengurangi tenaga kerjanya dan melakukan
restrukturisasi pekerjaan, meninggalkan sisa pegawai dengan lebih banyak tugas
dan sedikit waktu serta sumber daya untuk menyelesaikannya (Sophia, 2008).
2.1.2 Jenis Beban Kerja
Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar
(2001) ada 2 jenis beban kerja, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
9
1.
Beban kerja kuantitatif, meliputi :
a.
Harus melaksanakan observasi peserta secara ketat selama jam kerja
b.
Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus
dikerjakan
c.
Kontak langsung pegawai dengan peserta secara terus menerus selama
jam kerja
d.
2.
Rasio pegawai dan peserta
Beban kerja kualitatif, meliputi :
a.
Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak mampu
mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit
b. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien
kritis
c.
Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas
d. Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien
e.
Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat
f.
Tugas memberikan obat secara intensif
g. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan
kondisi terminal
2.1.3
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja
Menurut Rodahl dan Manuaba (dalam Prihatini, 2007) menyatakan bahwa
beban kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
Universitas Sumatera Utara
10
1.
Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerjaa, seperti :
a.
Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti statsiun kerja, tata
ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja,
sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas
pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.
b.
Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu isitirahat, kerja
bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi,
pelimpahan tugas dan wewenang.
c.
Lingkungan kerja adalah lingkungan fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.
2.
Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari
reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain
dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi
faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan),
faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).
2.1.4
Dampak Beban Kerja Berlebih Terhadap Tenaga Kerja
2.1.4.1 Penurunan Berat Badan
Beban kerja yang terlalu berat tanpa kecukupan gizi sering penurunan
drastis berat badan yang bersangkutan. Ukuran berat badan seseorang umumnya
tergantung dari keseimbangan antara asupan zat gizi dengan penggunaan zat gizi
atau aktivitasnya. Beban kerja berlebih, mempunyai pengaruh yang tidak baik
terhadap pekerja, karena itu kebutuhan akan zat gizi seorang tenaga kerja, harus
Universitas Sumatera Utara
11
sesuai dengan berat ringannya beban kerja yang diterimanya, seperti beban kerja
berlebih, akan membutuhkan sumber energi yang lebih banyak (Munandar, 2008).
2.1.4.2 Timbulnya Stres Pekerjaan
Beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan stres, karena kebutuhan
untuk bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak, baik secara fisik maupun
mental, sehingga merupakan sumber stres pekerjaan.
2.1.4.3 Penyakit Akibat Kerja
Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan pekerja
menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja. Menurut Suciani
(dalam Prihatini 2007), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara beban kerja dengan keluhan Low Back Pain yang dialami pramu kamar.
Menurut
Sihombing
(2010)
bekerja
dapat
berdampak
buruk
terhadap
kesehatannya, terutama bagi pekerja berat, karena status kesehatan pekerja sangat
berhubungan dengan pekerjaannya.
2.1.4.4 Kelelahan Kerja
Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh, agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut, semuanya berakibat kepada penurunan daya
kerja. Kelelahan diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performance
kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus
melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Suma’mur, 2009).
Semakin berat beban kerja atau semakin lama waktu kerja seseorang maka
akan timbul kelelahan kerja. Beban kerja berlebih dapat menimbulkan kelelahan.
Hal ini didukung oleh penelitian Febriani (2010) ada pengaruh beban kerja
Universitas Sumatera Utara
12
terhadap kelelahan kerja pada pekerja jasa kuli angkut di pasar Klewer Surakarta.
Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara,
dengan pengelolaan waktu bekerja dan lingkungan tempat kerja. Banyak hal dapat
dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelenggaraan tempat istirahat yang
memperhatikan
kesegaran
fisik
dan
keharmonisan
mental-psikologis.
Pemanfaatan masa libur, rekreasi, kecukupan gizi, penerapan ergonomik yang
bertalian dengan perlengkapan dan perlatan kerja, adalah merupakan upaya yang
sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan.
2.1.5 Analisis Beban Kerja
Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja
yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam
waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk
menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau
beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang pekerja. Menurut Suyudi
(2004), analisa beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan
kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi
dengan kapasitas kerja perorangan perusahaan kerja.
2.2
Stres
2.2.1
Pengertian Stres
Robbins (2006) mendefinisikan stres sebagai kondisi dinamik yang di
dalamnya individu menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan yang terkait
dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
13
tidak pasti tetapi penting. Stres juga merupakan suatu respons adoptif terhadap
suatu situasi yang dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseoarang
(Sophia, 2008).
Patel (Nasir dan Muhith, 2011) menyebutkan bahwa stres adalah reaksi
tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai tuntutan,
misalnya ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan (challenge) yang
penting, ketika dihadapkan pada ancaman (threat), atau ketika harus berusaha
menghadapi harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya. Namun
stres bagi seseorang belum tentu menjadi stres bagi orang lain karena setiap
individu memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai hal-hal
yang
dianggapnya menjadi hambatan atau ancaman.
Menurut Minner (dalam Prihatini, 2007), mengatakan stres merujuk pada
kondisi internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan
yang mengancam kondisi fisik dan psikis atau gejala psikologis yang mendahului
penyakit, reaksi ansietas dan ketidaknyamanan.
2.2.2 Stres Kerja
Hasibuan (dalam Yazid, 2008), menyatakan bahwa stres kerja adalah stres
pegawai yang ditimbulkan akibat kepuasan tidak terwujud dari pekerjaannya,
prestasi kerja yang mengalami stres pada umumnya akan menurun karena
mengalami ketegangan pikiran dan perilaku aneh, pemarah, dan suka menyendiri.
Spears (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai reaksi seseorang terhadap
tuntutan ditempat kerja yang sifatnya merugikan atau tuntutan kerja yang
berlebihan.
Universitas Sumatera Utara
14
Anoraga (2001), meyatakan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi
fisik dan psikis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor baik di dalam maupun di
luar pekerjaan dan kondisi tersebut mempengaruhi prestasi kerja seseorang
sehingga menyebabkan menurunkan kinerja. Perawat setiap hari mengalami stres
kerja yang berhubungan dengan memberikan asuhan keperawatan. Stres kerja
perawat dapat disebabkan konflik dengan dokter dan teman sejawat, beban kerja
yang tinggi, kondisi pasien yang memburuk, kematian (Perancis, Lenton et all,
dalam Mark dan Smith, 2011). Perawat dihadapkan dengan tugas kerja yang
berbeda, bekerja dengan shift terutama shift malam, kondisi kerja, situasi yang
terkait dengan penderita dan kematian pasien (Cooper, dalam Moustaka dan
Contantindis, 2010).
2.2.3 Jenis Stres
Menurut Nasir dan Muhith (2011), stres terbagi atas dua jenis yaitu
distress dan eustress. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan
dapat dialami sebagai perasaan yang baik atau buruk.
1.
Eustress (stres yang baik) adalah sesuatu yang positif. Stres dikatakan
berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk
menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang
baik dan berharga.
2.
Distress (stres yang buruk) atau yang bersifat negatif. Distress dihasilkan dari
sebuah proses memaknai sesuatu yang buruk, di mana respon yang digunakan
selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas diri sehingga bias
diartikan sebagai sebuah ancaman.
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.4 Potensi Sumber Stres
Charles dan Stanley (dalam Supardi, 2007), dalam buku psikologi untuk
perawat, menemukan lima sumber stres dalam keperawatan, antara lain :
a.
Beban kerja berlebihan misalnya jumlah pasien yang banyak di operasi,
mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa
tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sejawat dan
keterbatasan tenaga.
b.
Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misal mengalami konflik
dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih
yang dilakukan, dan gagal membentuk tim kerja dengan staf.
c.
Kesulitan dalam merawat pasien kritis, misal kesulitan menjalankan peralatan
yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru, dan bekerja
dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat.
d.
Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, misal bekerja dengan dokter
yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional, terlibat dalam
ketidaksepakatan dalam program tindakan, merasa tidak pasti sejauh mana
harus memberi informasi pada pasien atau keluarga, merawat pasien sulit atau
tidak bekerja sama.
e.
Merawat pasien yang gagal untuk membaik, misal pasien lansia, pasien yang
nyeri kronik, pasien yang meninggal selama dirawat.
2.2.5
Tahapan Stres
Menurut Hidayat (2008), stres yang dialami seseorang dapat melalui
beberapa tahapan. Tahapan stres dapat terbagi menjadi enam tahap diantaranya :
Universitas Sumatera Utara
16
1.
Tahap pertama
Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya
semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya,
merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, kemudian
merasa senang akan pekerjaan akan tetapi kemampuan yang dimilikinya semakin
berkurang.
2.
Tahap kedua
Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut : adanya
perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah sesudah
makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut
tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot
punggung tengkuk semkin tegang dan tidak bisa santai.
3.
Tahap ketiga
Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti pada
lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur,
ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak senang, gangguan pola tidur
seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur,
lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.
4.
Tahap keempat
Pada tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti pekerjaan yang
menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak mampu
melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak
Universitas Sumatera Utara
17
ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun
karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui
penyebabnya.
5.
Tahap kelima
Stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak
mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada
sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin
meningkat.
6.
Tahap keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak di mana seseorang mengalami panik dan
merasa takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras,
susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan
terjadi kolaps atau pingsan.
2.2.6
Gejala dan Akibat Stres
Pada tingkat tertentu kita memerlukan stres optimal akan membuat
motivasi yang tinggi, seseorang menjadi lebih bergairah, daya tangkap yang
tajam, dan tenang, bila stres terlalu rendah akan mengakibatkan kebosanan,
motivasi menjadi turun, sering bolos. Sebaliknya bila stres terlalu tinggi dan
berlangsung lama dalam waktu tanpa ada jalan keluar bias mengakibatkan
berbagai macam penyakit seperti : gangguan perncernaan, serangan jantung,
tekanan darah tinggi, keringat dingin, sulit menelan, mual, sering lupa, sering
panik, diare, insomnia dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
18
Gejala stres menurut Beehr (Supardi, 2007) dibagi tiga gejala yaitu: gejala
psikologis, gejala fisik, dan gejala prilaku. Adapun ketiga gejala tersebut terdapat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Gejala Stres Berdasarkan Gejala Psikologis, Gejala Fisik, dan Gejala
Perilaku.
Gejala Psikologis
Kecemasan, ketegangan
Bingung, marah, sensitif
Memendam perasaan
Komunikasi tidak efektif
Mengurung diri
Depresi
Merasa terasing
Kebosanan
Ketidakpuasan kerja
Lelah mental
Menurunkan intelektual
Hilangnya konsentrasi
Hilang kreatifitas
Hilang semangat hidup
2.2.7
Gejala Fisik
Meningkatnya nadi dan
tekanan darah
Meningkatnya
sekresi
adrenalin
Gangguan lambung
Mudah terluka
Mudah lelah
Kematian
Gangguan kardiovaskuler
Gangguan pernapasan
Sering berkeringat
Gangguan kulit
Kepala pusing
Ketegangan otot
Sulit tidur
Gejala Perilaku
Menunda, menghindari
pekerjaan
Produktivitas menurun
Minuman keras
Perilaku sabotase
Absen meningkat
Banyak/kurang makan
Nafsu makan hilang
Tindakan resiko tinggi
Kriminalitas
Interpersonal tidak baik
Cenderung bunuh diri
Dampak Stres Kerja
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha
mengatasi stres (Margiati dalam Prihatini, 2007).
Universitas Sumatera Utara
19
Menurut lubis (dalam Prihatini, 2007), stres kerja dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut :
a.
Stres kerja fisik, meliputi hipertensi, asma, gangguan menstruasi, dan lainlain.
b.
Stres kerja psikologis, meliputi gangguan psikis yang ringan sampai berat.
Gangguan psikis yang ringan, seperti mudah gugup, tegang, marah-marah,
apatis dan kurang konsentrasi. Sedangkan gangguan psikis berat, seperti
depresi dan ansietas.
2.2.8
Pencegahan dan Pengendalian Stres Kerja
Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter (dalam
Prihatini, 2007) adalah sebagai berikut :
1.
Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan
kapasitas kerja pekerjayang bersangkutan dengan menghindarkan adanya
beban berlebih maupun beban kerja yang ringan.
2.
Jenis kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung
jawab di luar pekerjaan.
3.
Setiap pekerjaan harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karir,
mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian.
4.
Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu
dengan yang lain.
5.
Tugas-tugas harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan
kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.
Universitas Sumatera Utara
20
Sedangkan pengendalian stres menurut Quick (dalam Prihatini 2007)
adalah dengn cara :
a.
Organisasional, yaitu memodifikasi tuntutan kerja, meningkatkan hubungan
kerja.
b.
Individual,
yaitu
manajemen
persepsi
tentang
stres,
memanajemen
lingkungan kerja, menghindari beban kerja yang berlebihan, dan
c.
Menghindari respon terhadap stres.
2.3
Analis
2.3.1
Pengertian Analis
Analis kesehatan adalah profesi yang bekerja pada sarana kesehatan yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan dan pengujian
terhadap bahan yang berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit,
penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor-faktor yang dapat berpengaruh
pada kesehatan perorangan dan masyarakat.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 370/Menkes/SK/III/2007, menyatakan
bahwa analis kesehatan atau disebut juga ahli teknologi laboratorium kesehatan
adalah tenaga kesehatan dan ilmuan berketerampilan tinggi yang melaksanakan
dan mengevaluasi prosedur laboratorium dengan memanfaatkan berbagai sumber
daya.
2.3.2
Tugas Pokok Analis Kesehatan
Analis
kesehatan
bertugas
melaksanakan
pelayanan
laboratorium
kesehatan meliputi bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi,
Universitas Sumatera Utara
21
patologi anatomi (histology, hispatologi, imunopatologi, histokimia), toksikologi,
kimia lingkungan, biologi dan fisika.
Di
dalam
pelayanan
laboratorium,
analis
kesehatan
melakukan
pengujian/analisis terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan
berasal dari manusia yang tujuannya adalah menentukan jenis penyakit, penyebab
penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh pada kesehatan
perorangan atau masyarakat (Riswanto, 2010).
2.3.3 Analis Kesehatan Sebagai Profesi
Menurut Riswanto (2010), yang dimaksud dengan analis kesehatan
sebagai profesi adalah sebagai berikut :
Memberikan pelayanan kepada masyarakat bersifat khusus atau
spesialiss
Melalui jenjang pendidikan tinggi
Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat
Mempunyai kewenangan yang sah, peran dan fungsi jelas
Mempunyai kompetensi jelas dan terukur
Memiliki organisasi profesi, kode etik, standar pelayanan, standar
praktek, standar pendidikan.
2.3.4
Standar Kompetensi Menurut Jenjang Pendidikan
Menurut Kepmenkes RI Nomor 370/Menkes/SK/III/2007, standar
kompetensi menurut jenjang pendidikan adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 2.2 Standar Kompetensi Menurut Jenjang Pendidikan
NO KOMPETENSI
1.
2.
3.
MENGUASAI ILMU PENGETAHUAN
1.1. Hematologi & Transfusi darah
1.2. Kimia Klinik
1.3. Serologi-Imunologi
1.4. Mikrobiologi
1.5. Toksikologi
1.6. Patologi Anatomi
1.7. Biologi Molekuler
1.8. Virologi
1.9. Kesehatan Lingkungan
1.10. Komputer
1.11. Manajemen
MAMPU
MEMBUAT
PERANCANGAN
/
MERANCANG PROSES
2.1. Alur kerja proses pemeriksaan di laboratorium
2.2. Alur keselamatan kerja di laboratorium
2.3. Menyusun prosedur baku di laboratorium
2.4. Menyusun prosedur cara ukur keberhasilan proses
2.5. Menyusun program pemantapan mutu internal
2.6. Menyusun program pemantapan mutu eksternal
2.7. Merancang upaya keselamatan kerja di
laboratorium
MAMPU MELAKSANAKAN PROSES TEKNIS
OPERASIONAL
3.1. Mengambil specimen
3.2. Menilai kualitas specimen
3.3. Menangani spesimen (labeling, penyimpanan,
pengiriman)
3.4. Mempersiapkan bahan/reagensia
3.5. Memilih reagen & metoda analisa
3.6. Mempersiapkan alat
3.7. Memilih/menentukan alat
3.8. Memeliharan alat
3.9. Mengkalibrasi alat
3.10. Menguji kelaikan alat
3.11. Mengerjakan prosedur analisa bidang :
a. Hematologi sederhana
b. Hematologi khusus
c. Kimia klinik
d. Serologi-Imunologi sederhana
e. Serologi-Imunologi komplek
JENJANG
SMAK DIII
SI
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Universitas Sumatera Utara
23
4.
5.
2.4
f. Mikrobiologi sederhana
g. Mikrobiologi khusus
h. Toksikologi
I . Patologi Anatomi
j. Biologi Molekuler
k. Virologi (riset)
3.12. Mengerjakan prosedur dalam pemantapan mutu
3.13. Membuat laporan administrasi
MAMPU
MEMBERIKAN
PENILAIAN
(JUDGMENT)
4.1. Mendeteksi secara dini keadaan spesimen yang
berubah
4.2. Mendeteksi secara dini perubahan kondisi
alat/reagen/kondisi analisa
4.3. Mendeteksi secara dini bila muncul
penyimpangan dalam proses teknis operasional
4.4. Menilai validitas rangkaian analisa atau hasilnya
4.5. Menilai normal tidaknya hasil analisa untuk
dikonsulkan kepada yang berwenang
4.6. Menilai layak tidaknya hasil proses pemantapan
mutu internal
4.7. Menilai layak tidaknya hasil proses pemantapan
mutu eksternal
4.8. Mendeteksi secara dini terganggunya keamanan
lingkungan kerja
KEMAMPUAN
DALAM
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
5.1. Perlunya koreksi terhadap proses/alat/spesimen/
reagensia
5.2. Perlunya koreksi terhadap proses pemantapan
mutu internal
5.3. Perlunya koreksi terhadap proses pemantapan
mutu eksternal
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
-
-
√
-
√
√
-
√
√
-
√
√
-
-
√
Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen
Beban Kerja
Variabel Dependen
Stres
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara
Download