studi etnomatematika: eskplorasi teknik menghitung benih ikan ala

advertisement
1
STUDI ETNOMATEMATIKA: ESKPLORASI TEKNIK
MENGHITUNG BENIH IKAN ALA PETERNAK SUNDA
Ipah Muzdalipah
1)
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Siliwangi
Jl. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115
*
Penulis Korespondensi: E-mail: [email protected]
Abstrak: Konsep etnomatematika yang dicetuskan D’Ambrosio memandang
bawah budaya dan matematika sebagai dua hal yang saling berhubungan dan bisa
saling dijelaskan oleh setiap aktivitas matematis masyarakat sehari-hari. Namun
faktanya matematika lebih dipandang formal berada di sekolah sehingga terjadi
kolonialisasi antara matematika dan budaya (culturally-free). Padahal ada banyak
konteks budaya yang mengandung unsur etnomatematika dan bisa ditelaah melalui
penelitian, salah satunya cara berhitung para peternak ikan di Sunda. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi teknik menghitung benih ikan di
masyarakat Sunda dan mengaitkannya ke dalam konsep-konsep matematika serta
menggali bagaimana proses pembentukan pengetahuan berhitung mereka dari sudut
pandang matematika modeling dan antroplogi budaya. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Penelitian ini memiliki urgensi
dalam pengembangan pendidikan matematika yang lebih luwes dengan sudut
pandang baru sebagai antisipasi terhadap pandangan matematika yang terlalu
formal dan telah menjadi bagian dari isu global.
Kata Kunci:
ikan.
Etnomatematika, matematika, budaya sunda, menghitung, benih
2
2012; Tandililing, 2013), dan Sidoarjo
PENDAHULUAN
Matematika dan budaya merupakan
dua hal yang berhubungan erat dan bisa
saling
dijelaskan
melalui
aktivitas
kehidupan masyarakat (Clements, 1996;
Orey&Rosa, 2006, 2007; Pais, 2013).
Masyarakat menggunakan matematika
dalam kehidupan sehari-harinya sehingga
matematika
telah
menyatu
dengan
budaya. Oleh karena itu, matematika
selalu ada dalam kegiatan sosial dan
aktivitas manusia (Schoenfeld; 1992,
yang dilaporkan di Akiachak, Alaska
(Engblom-Bradley,
2006),
Aborigin
(Barta&Shockey,
2006),
Afrika
(Sharp&Stevens,
matematika
dalam
aktivitas keseharian manusia tidak hanya
Chahine&Kinuthia,
atau kalangan akademisi saja, tetapi
matematika juga hadir dalam kehidupan
masyarakat tradisional atau masyarakat
adat. Misalnya di Tasikmalaya, Jawa
Barat, masyarakat tradisional Kampung
(Muzdalipah&Yulianto,
2015),
mereka mampu merancang bangunbangun geometri, aktivitas bermain,
membuat peralatan berburu, kerajinankerajinan berbentuk geometris secara
naluriah
pendidikan
tanpa
formal
2013),
Liberia
(Sternstein, 2008), Mexico (Gilsdorf,
2009, Hirsch-Dubin,
2009),
Iceland
Eropa (Bjarnadottir, 2010), Suku Inca di
Peru (Leonard&Shakiban, 2010), Papua
New Guinea (Owens, 2010), Micronesia
Noblitt&Richter,
pernah
tentang
mengikuti
konsep-
konsep geometri. Hal ini juga terjadi di
beberapa masyarakat adat lainnya seperti
Baduy (Setyawan, dkk, 2014), Cirebon
(Asnawatis, dkk, 2014), Dayak (Hartoyo,
2013),
Portugal
(Palhares&Sousa, 2015).
Peneliti memandang bahwa konsep
terdapat di budaya masyarakat modern
Naga
2007;
(Goetzfridt, 2010), India (Naresh, 2010;
Gravemeijer; 1994).
Keterlibatan
(Rachmawati, 2012), juga di dunia seperti
etnomatematika seperti yang dilaporkan
para peneliti di atas juga terdapat di
budaya masyarakat Sunda. Peneliti yang
telah lama hidup di budaya Sunda melihat
ada satu konsep berhitung masyarakat
yang belum terekspose oleh publikasi
ilmiah, yakni teknik berhitung para
peternak
ikan
khususnya
dalam
menghitung benih Ikan Gurame yang
menggunakan basis bilangan enam yang
dibaca dengan menggunakan konsep
aritmetika jam (enam). Menghitung benih
ikan dalam jumlah ribuan akan sangat
tidak efektif jika dibaca dengan pelafalan
biasa
(umum),
selain
memerlukan
kecermatan juga memerlukan waktu yang
3
lama. Namun mereka memiliki cara
padahal kebanyakan dari mereka tidak
tersendiri bagaimana menghitung jumlah
lulus Sekolah Dasar.
ikan secara efektif tanpa alat bantu
Di
sisi
lain,
Morris
Kline
teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa
berpendapat bahwa matematika sekolah
masyarakat secara matematis telah mahir
saat ini berdiri sendiri dengan begitu
menggunakan konsep bilangan dalam
formal dam seakan terlepas dari budaya
kehidupan sehari-hari. Konsep basis
(Francois&Kerkhove,
bilangan merupakan bagian dari topik
Bahkan, matematika dianggap sebagai
teori bilangan yang dipelajari di sekolah
sesuatu yang netral dan terbebas dari
maupun perguruan tinggi. Namun dalam
budaya (culturally-free) (Rosa&Orey,
praktiknya, konteks basis bilangan jarang
2011). Hal inilah yang ditegaskan oleh
ditemukan siswa secara nyata dalam
Turmudi (2009:4) bahwa matematika
kehidupan sehari-hari.
yang jauh dari kehidupan sehari hari ini
2010:123).
Teknik berhitung benih ikan orang
adalah buah dari paradigma absolut yang
Sunda merupakan bagian dari budaya
berkembang di masyarakat yaitu suatu
yang
kajian
pandangan yang menganggap bahwa
matematika. Rosa (2000) menerangkan
matematika adalah ilmu pengetahuan
bahwa
yang
bisa
didekati
matematika
dari
pada
budaya
sempurna
dengan
kebenaran
masyarakat bisa dikaji dari perspektif
objektif, jauh dari urusan kehidupan
etnomatematika, baik dari pemodelan
manusia.
matematis
merasakan
maupun
dari
pendekatan
Akibatnya,
siswa
kurang
dari
belajar
manfaat
antropologi
budaya.
Dari
aspek
pemodelan
matematis
bisa
digali
Padahal jika dikembangkan lebih
mereka
dalam ada banyak cara mengajarkan
menggambarkan cara berpikir matematis.
matematika dari budaya atau lingkungan
Pemodelan matematis yang diangkat dari
sekitar. Beragam aktivitas masyarakat
cara berpikir masyarakat inilah yang akan
sehari-hari
mengandung
unsur-unsur
menambah kekayaan kajian pendidikan
matematika
seperti
membilang,
matematika. Dari konsep atropologi,
mengukur, membuat rancang bangun
peneliti bisa mengkaji epistimological
bahkan permainan tradisional yang masih
studies bagaimana asal-usul mereka
digemari anak-anak sampai saat ini
memperoleh teknik berhitung tersebut
(Muzdalipah
bagaimana
proses
matematika (Karnilah, dkk, 2012).
&
Yulianto,
2015),
4
termasuk teknik menghitung benih ikan
etnomatematika dalam pendidikan bisa
seperti
para
digunakan untuk mengungkap ide-ide
peternak ikan di masyarakat Sunda. Hal
pada aktivitas budaya atau kelompok
ini didukung oleh Clements (Karnilah,
sosial sehingga dapat dimanfaatkan untuk
2013: 2) bahwa permasalahan yang
pengembangan kurikulum dari, oleh dan
terkait dengan budaya mau tidak mau
untuk kelompok tersebut (Borba, 1990;
akan
belajar
Barton, 1996; Gerdes, 1996; Alangui,
bahkan
2010).
yang
digunakan
mengelilingi
mengajar
oleh
proses
matematika,
Borba
(Peared,
mengelilingi pula semua bentuk-bentuk
mengemukakan
matematika
“ethnomathematics
(selain
pendidikan
matematika).
42)
bahwa
as
a
field
of
knowledge intrinsically linked to a
Dari sudut pandang pendidikan,
teknik
1996:
menghitung
di
this way tightly linked to its reality ... and
masyarakat Sunda menyediakan konsep
being expressed by a language, usually
yang
dalam
different
untuk
mathematics”, dengan demikian melalui
bisa
kurikulum
benih
ikan
cultural group and its interest, being in
dikembangkan
dan
pembelajaran
from
the
one
used
menyadari keberadaan matematika yang
pendekatan
sesungguhnya. Konteks budaya inilah
kurikulum tidak hanya mengajarkan
yang akan melatih cara berpikir siswa
matematika sebagai sebuah kemampuan
yang mampu memberikan pengalaman
yang biasa diukur dengan ‘menghitung’
belajar
melainkan
lebih
nyata
(Hadi,
2005;
Stathopoulou, dkk, 2014). Pengalaman
belajar
yang
nyata
harus
menjadi
etnomatematika
by
mengajarkan
maka
bagaimana
memandang matematika sebagai bahasa.
Bishop
(Gerdes,
1996:
927)
perhatian penting agar siswa tidak merasa
berpendapat bahwa asumsi dasar dan
bosan dalam belajar dan memperoleh
ekstrem
motivasi yang lebih berarti di sekolah
penelitian etnomatematika yang memang
(Kohn,
masih seumuran bayi. Secara spesifik,
1993;
Appelbaum&Clacrk,
perlu
dikemukakan
dalam
asumsi tersebut berbunyi “semua bentuk
2001).
Salah satu pendekatan yang bisa
formal pendidikan matematika adalah
digunakan untuk menggali keterkaitan
proses interaksi budaya, sehingga setiap
budaya dan matematika adalah dengan
siswa (juga guru) memiliki pengalaman
etnomatematika.
berupa konflik-konflik budaya di dalam
Penelitian
5
proses tersebut. Hal ini sesuai dengan
kolonialisasi
antara
konsep pendidikan matematika yang
matematika
digagas oleh pencetus etnomatematika
pendidikan matematika yang saat ini
D’Ambrosoi (Gerdes, 1996: 912) yang
terkesan sangat formal, berdiri sendiri,
mengatakan bahwa
kaku dan terpisah dari budaya dan
dan
real
pendidikan
mathematics
“pada masa sebelum sekolah dan
kehidupan sehari-hari. Hasil dari studi ini
(juga) luar sekolah hampir semua
bisa
anak
menjadi
pembelajaran yang bisa dikaji oleh siswa
'matherate' artinya mereka mampu
maupun mahasiswa sebagai konteks
mengembangkan
matematis yang menjembatani mereka
di
untuk
dunia
telah
kemampuan
menggunakan
menghitung,
dan
bilangan,
dijadikan
sebagai
konteks
kepada kesadaran bermatematika.
menggunakan
beberapa pola inferensi, namun
sekolah menyediakan pendekatan
yang formal mengenai fakta-fakta
tersebut
yang
mengakibatkan
LANDASAN TEORI
Etnomatematika dan
Perkembangannya
Konsep
penyumbatan psikologis”.
etnomatematika
lahir
sebagai pendekatan matematika dari sisi
Teori yang berkembang di pendidikan
budaya yang memandang matematika
matematika belum berdasar pada asumsi
sebagai sebuah kajian ilmu yang lebih
tersebut. Oleh karena itu, penelitian
luas dan luwes dibanding sekedar yang
etnomatematika ini perlu mendapatkan
diajarkan di sekolah. Etnomatematika
ruang dari pendidikan matematika.
dipopulerkan D’Ambrosio (1990) dalam
Berdasarkan uraian di atas, peneliti
tulisannya
“ethnomathematics”
yang
tertarik untuk melawan kolonialisasi
kemudian dikembangkan oleh Barton
dalam pendidikan matematika dengan
(1996)
pendekatan etnomatematika dengan cara
“ethnomathematics: Exploring Cultural
mengeksplorasi teknik menghitung benih
Diversity in Mathematics” dan Gerdes
ikan yang dilakukan oleh masyarakat
(1996)
Sunda yang tergolong khas. Selain itu,
“ethnomathematics
peneliti memandang bahwa penelitian ini
education”.
merupakan
etnomatematika secara cepat berkembang
upaya
untuk
melawan
dalam
tulisannya
dengan
and
Hasil-hasil
tulisannya
mathematics
penelitian
dengan beragam pendekatan yang salah
6
satunya
secara
intens
diteliti
oleh
Rosa&Orey (2000-2016).
abad ke 19 dimana saat itu pengaruh
budaya barat sangat kuat terhadap
negara-negara
Sejarah Pendekatan Matematika dari
Sisi
Budaya
dan
Lahirnya
Etnomatematika
Upaya untuk melihat matematika
dengan pendekatan lain telah dimulai
sejak tahun 1911-1917 yang digagas oleh
Spengler.
Spengler
menulis
bahwa
matematika adalah bagian dari budaya
dan menunjukkan bahwa budaya dan
matematika bisa saling dijelaskan melalui
segala
aktivitas
sehari-hari
manusia
(Spengler, 1926). Kemudian tahun 1980an mulai banyak matematikawan yang
juga mulai melirik matematika dari
pendekatan budaya, namun dalam skala
yang terbatas yakni hanya dilakukan oleh
forum-forum pendidikan yang mencoba
melihat pendidikan matematika dari
aspek sosial saja. Akhirnya, D’Ambrosio
mulai menggagas konsep yang disebut
“etnomatematika” pada tahun 1984 yang
diseminasikan pada The 5th Internasional
Conference on Mathematics Education
Salah satu yang mendasari lahirnya
konsep etnomatematika sebagai upaya
kolonialisasi
kajian
matematika yang awalnya dipandang
bebas
dari
budaya
dunia,
termasuk
Indonesia (Gerdes, 1996). Hal ini juga
berpengaruh
terdapat
kurikulum
pendidikan matematika di sekolah yang
mengakibatkan matematika di sekolah
dipandang
sangat
formal.
Bahkan
D’Ambrosio (Gerdes, 1996) menyatakan
bahwa
sekolah
telah
menyediakan
pendekatan yang begitu formal dalam
membentuk pola berpikir matematis
siswa
sehingga
mengakibatkan
hambatan-hambatan psikologis. Sejak
saat itu, etnomatematika mulai dipandang
sebagai pendekatan yang penting sebagai
bagian dari ranah penelitian dibidang
matematika.
Barton
(1996)
mendefinisikan
etnomatematika sebagai sebuah kajian
penelitian
yang
mengamati
tentang
bagaimana
kelompok
memahami,
mengartikulasikan,
menggunakan
konsep
masyarakat
atau
dan
ide-ide
matematis. Barton menjelaskan bahwa
sesuatu yang matematis tidak selalu telah
(ICME-5) (Barton, 1996).
mengurangi
di
(culturally-free).
Pandangan ini telah berkembang sejak
menjadi bagian dari matematika, kadang
karena belum bisa diterima oleh para
matematikawan.
Misalnya
kasus
jembatan Konigsberg, selama berabadabad hanya merupakan teka-teki sebelum
menjadi bagian dari teori graph dalam
7
matematika. Baru setelah ramai dikaji
menghidupkan
oleh para matematikawan permasalahan
matematika dan pendidikan matematika
ini bisa menjadi bagian dari matematika.
di negara berkembang (Gerdes, 1996).
Berdasarkan uraian yang dikemukakan
kembali
politik
dari
Berdasarkan pendapat-pendapat di
Barton (1996) tersebut, jelas bahwa
atas,
etnomatematika bukanlah matematika
etnomatematika merupakan studi tentang
melainkan sebuah wilayah studi atau
antropologi, budaya atau sejarah yang
kajian
bisa
penelitian
yang
kemudian
maka
dapat
dikaji
disintesis
dari
sudut
berpotensi menjadi ranah dari pendidikan
matematika;
definisi
matematika.
bergantung
pada
Etnomatematika terus mengalami
bahwa
pandang
etnomatematika
siapa
yang
menyatakannya dan praktik-praktik yang
perkembangan tren dalam penelitian
lebih
spesifik;
ranah
pendidikan matematika. Hal ini ditandai
digunakan
dengan munculnya matematikawan yang
budaya; etnomatematika mengakibatkan
intens dalam penelitian etnomatematika
suatu konsep yang relatif.
sangat
kajian
yang
bergantung
pada
yang kemudian memberikan beragam
definisi dari etnomatematika, antara lain
etnomatematika merupakan teori yang
membangun
pemeriksaan
radikal
Perkembangan Etnomatematika
Begg&Hamilton
menjelaskan
ada
(2001)
beberapa
alasan
terhadap pendidikan (Ascher, M. &
pentingnya mengkaji
etnomatematika
Ascher, R., 1986), etnomatematika dapat
setidaknya dari dua pendekatan, yakni
menyediakan
bahan-bahan
untuk
pendekatan budaya dan pendidikan. Dari
motivasi
dan
pendekatan budaya, bisa jadi dalam suatu
pengorganisasian kembali matematika
aktivitas yang sama pada masyarakat
(Zaslavsky,
etnomatematika
yang berbeda pola pikir matematis yang
adalah sebuah bangunan teoretis untuk
digunakan juga berbeda sehingga dengan
meningkatkan
pendididkan
dan
dikaji mendalam bisa saja menjadi
pembelajaran
(Bishop,
1994),
referensi mendasar untuk perkembangan
meningkatkan
1988),
etnomatematika merupakan pendekatan
matematika.
secara ideologis untuk pengembangan
dibuktikan oleh fakta bahwa sebagian
kurikulum
besar pola matematika diawali dengan
(Pompeu
1994),
etnomatematika merupakan alat untuk
induksi
Hal
yang
ini
telah
merupakan
banyak
hasil
8
pengamatan
sebuah
fenomena
di
sosial, budaya, lingkungan, dan ekonomi
lapangan. Pendekatan ke dua yaitu dari
(mathema)
segi
Etnomatematika
pendidikan,
bahwa
pendidik
matematika
sebaiknya
mempertimbangkan
(D'Ambrosio,
1990).
mengacu
kelompok-kelompok
kepada
yang
memilik
ethno-education
budaya, kode, simbol, mitos, dan cara-
sehingga siswa benar-benar merasakan
cara tertentu dalam penalaran matematis
kebermanfaatan dari matematika itu
yang
sendiri.
manusia dalam budaya. Oleh karena itu,
Kemudian
Bishop
berkaitan
dengan
fenomena
(2004)
kajian etnomatematika bisa didekati
menjelaskan beberapa aktivitas pada
melalui tiga aspek yaitu, matematika,
budaya
sangat
pemodelan
matematis
ide-ide
berpikirnya,
dan
adalah
perilaku
masyarakat
memungkinkan
matematis,
yang
memuat
salah
satunya
pada
cara
antropologi
pada
manusianya
(Rosa&Orey,
Counting atau membilang. Membilang
2013), yang mana ketiganya ada pada
merupakan
suatu budaya atau kebiasaan atau ritual
aktivitas
yang
berkaitan
dengan kegiatan yang bisa ditanya
tertentu.
dengan “berapa banyak?”. Biasanya ini
bisa dideskripsikan oleh benda-benda di
sekitar seperti batu, tongkat, tali atau
bahkan anggota tubuh seperti jari.
Kerangka Etnomatematika:
Matematika, Pemodelan Matematis,
dan Antroplogi Budaya
Gambar 2.1 Kerangka
Etnomatematika sebagai paradigma
Etnomatematika Rosa (2000)
penelitian lebih luas dari sekedar konsep
matematika,
etnis,
multikulturalisme.
pada
Etnomatematika sebagai titik temu
Etnomatematika
antara antropologi budaya, matematika,
atau
ras
digambarkan sebagai seni dan teknik
dan
yang dikembangkan oleh anggota dari
digunakan
latar belakang budaya dan bahasa yang
memahami dan menghubungkan ide-ide
beragam
matematika yang beragam pada praktik
untuk
memahami
masalah
pemodelan
untuk
matematis,
membantu
yang
kita
9
yang ditemukan di masyarakat untuk
masyarakat Sunda yang berada di daerah
dikaji secara akademik ( Rosa, 2000).
tropis.
Etnomatematika sangat berkaitan
Salah satu hal menarik yang ada di
erat dengan pendidikan. Etnomatematika
bisnis budidaya ikan tentunya adalah
merupakan program
yang bertujuan
teknik menghitung ikan oleh peternak
untuk mempelajari bagaimana siswa
dalam transaksi jual beli benih ikan. Ada
mengerti, memahami, mengartikulasikan,
beberapa cara teknik jual beli benih ikan
memproses,
diantaranya dengan cara menghitung
melakukan
prosedur
matematis, dan secara praktis mencoba
jumlah benih ikan (satuan) atau dengan
memecahkan masalah yang mereka temui
cara dikilo. Teknologi terbaru yang
dalam kehidupan sehari- hari (Rosa,
ditemukan peneliti Institut Pertanian
2000). Sebagai seorang pendidik, guru
Bogor (IPB) diberi nama “Fry Counter”
harus
hadirnya
(Rakhmat, 2010). Lebih lanjut rakhmat
dalam
menjelaskan bahwa “produk Fry Counter
mampu
pengetahuan
memediasi
etnografi
siswa
belajar matematika (Borba, 1990).
merupakan
Teknik Menghitung Ikan Masyarakat
masalah yang sering dikeluhkan oleh para
Sunda
pengusaha benih ikan pada proses
jawaban
penanganan
Salah
satu
ciri
khas
bangsa
Indonesia adalah kekayaan alam dan
keberagaman hayati maupun hewaninya
yang melimpah. Hal ini menjadikan
bangsanya
beragam
kreatif
budaya
dan
melahirkan
dalam
mengelola
sumber daya alam yang ada, salah
satunya pembudayaan ikan. Budidaya
ikan menjadi perhatian pemerintah untuk
ditingkatkan produksinya dalam rangka
mengimbangi
permintaan
produksi
masyarakat (Putra, 2011). Oleh karena
itu, tidak heran jika usaha peternakan ikan
menjadi maestro di bidang wirausaha
atas
pascapanen
masalah-
di
bidang
perikanan”. Di masyarakat Sunda sendiri,
penjualan ikan dengan teknik satuan
(menghitung jumlah benih ikan) masih
populer dibanding dikilo, fenomena
khususnya berlaku pada penjual ikan
Gurame dan Tambak yang relatif tinggi
harganya.
Dari
etnomatematika,
sudut
teknik
pandang
menghitung
benih ikan yang dilakukan para peternak
ikan di Sunda mengandung banyak
konsep-konsep
matematika.
Namun
secara leterasi belum banyak peneliti
yang
menggali
terutama
etnomatematika
mengaitkannya
ke
ini,
dalam
10
konsep-konsep matematika.
wawancara
fenomena
METODOLOGI PENELITIAN
disusun
sentral
yang
berdasarkan
ditetapkan
peneliti, sedangkan observasi etnografi
Penelitian ini akan mengkaji teknik
adalah metodenya, yakni peneliti harus
menghitung benih ikan di masyarakat
tinggal
Sunda yang tersebar di wilayah Priangan
masyarakat dari awal sampai penelitian
Timur
dianggap selesai.
seperti
Banjar,
Ciamis,
sampel
(partisipan)
penelitian
ini
pusposive
sampling,
berdasarkan
pada
dengan
kehidupan
Teknik analisis data yaitu untuk
Tasikmalaya, Garut dan Majalengka.
Pemilihan
berbaur
menganalisis data yang telah diperoleh
teknik
yakni
teknik
untuk
menarik
kesimpulan.
Metode
dengan
analisis data yang digunakan adalah
pertimbangan dan maksud tertentu sesuai
analisis data kualitatif. Dalam penelitian
pengambilan
dengan
sampel
tujuan
dilaksanakan.
penelitian
Pertimbangan
ini
tersebut
kualitatif, analisis data dilakukan sejak
antara lain karena peneliti memiliki akses
awal dan sepanjang proses penelitian
untuk melaksanakan penelitian kepada
berlangsung.
partisipan
yang
dipilih
sehingga
diharapkan partisipan dapat memberikan
HASIL DAN PEMBAHASAN
informasi yang dibutuhkan peneliti dan
dapat
menjawab
pertanyaan
dalam
penelitian ini. Peneliti telah memiliki
pengalaman penelitian dengan fokus
yang
berbeda
sehingga
sudah
memperoleh akses yang mempermudah
rencana penelitian ini.
Pengumpulan data dalam penelitian
ini
dilakukan
metode
dengan
wawancara
menggunakan
dan
observasi
etnografi yang akan dilakukan oleh
peneliti sendiri sebagai instrumen utama
kepada
setiap
subjek.
Pedoman
DAFTAR PUSTAKA
Alangui, W.V. (2010). Stone Walls and
Water Flows: Interrogating
Cultural Practice and
Mathematics. (Disetasi).
University of Auckland, Auckland.
Appelbaum, P., & Clacrk, S. (2001).
Science! Fun? A Critical Analysis
of Design/Content/Evaluation.
Journal of Curriculum Studies,
33(5), 583-600.
Ascher, M., & Ascher, R. (1986).
Ethnomathematics. History of
11
science, 24(2), 125-144. Tersedia
Online:
http://articles.adsabs.harvard.edu//f
ull/1986HisSc..24..125A/
0000125.000.html [Diakses pada
26 Des 2016]
Asnawati, S., Liliana, I.K.D., &
Muhtarulloh, F. (2014). Penerapan
Pembelajaran Inkuiri dengan
Etnomatematik pada Materi
Bidang Datar Terhadap
Kemampuan Pemahaman
Matematis Siswa. Jurnal Euclid,
ISSN: 2355-1712. Vol. 2 No. 2 p.
251-365
Barta, J. & Shockey, T. (2006). The
Mathematical Ways of an
Aboriginal People: The Northen
Ute. Journal of Mathematics and
Culture V.1 No.1 ISSN. 15585336 p.79-89.
Barton, W.D. (1996).
Ethnomathematics: Exploring
Cultural Diversity in Mathematics.
A Thesis for Doctor of Philosophy
in Mathematics Education
University of Auckland:
Unpublished.
Begg, A. & Hamilton,. (2001).
Ethnomathematics: Why and What
Esle?. ZDM, 33(3), p.1-4
Bjarnadottir, K. (2010).
Ethnomathematics at the Margin of
Europe – A Pagan Calendar.
Journal of Mathematics and
Culture V.5 No.1 ISSN. 15585336 p.21-42.
Borba, M. C. (1990). Ethnomathematics
and Education. For the learning of
mathematics 10(1), 39-43.
Bishop, A. (1994). Cultural Conflicts in
Mathematics Education:
Developing a Research Agenda.
For the Learning of Mathematinl4.
FLM Publishing Association,
Vancouver, British Columbia,
Canada
Bihsop, A. (2004). The Relationship
Between Mathematics Education
and Culture. Iranian Mathematics
Education Conference in
Kermanshah, Iran.
Chahine, I. & Kinuthia, W. (2013).
Juxtaposing Form, Function, and
Social Symbolism: An
Ethnomathematical Analysis of
Indigenous Technologies in The
Zulu Culture. Journal of
Mathematics and Culture V.7 No.1
ISSN. 1558-5336 p.1-30
Clements, K. (1996). Historical
Perspective, dalam Internasional
Handbook of Mathematics
Education. Dordrecht: Kluwer
Academic Publisher.
D’Ambrosio, U. (1990). Etnomatemática
[Ethnomathematics]. São Paulo,
SP, Brazil: Editora Ática.
Engblom-Bradley, Claudette. (2006).
Learning The Yup’ik Way of
Navigation: Studying Time,
Position, and Direction. Journal of
Mathematics and Culture V.1 No.1
ISSN. 1558-5336 p.90-126.
Francois, K & Kerkhove, B.V. (2010).
Ethnomathematics and Philosopy
of Mathematics (Education).
Dalam Philosophy of
Mathematics: Sociological
Aspectsand Mathematical Practice
(hlm. 121-154). London: College
Publication.
Gerdes, P. (1996). "Ethnomathematics
and Mathematics Education”,
dalam Internasional Handbook of
Mathematics Education. .
12
Dordrecht: Kluwer Academic
Publisher.
Gilsdorf, T.E. (2009). Mathematics of
The Hnahnu: The Otomies. Journal
of Mathematics and Culture V.4
No.1 ISSN. 1558-5336 p.84-105.
Goetzfridt, N.J. (2010). Pacific
Ethnomathematics: The Richness
of Environment and Practice.
Journal of Mathematics And
Culture. ICEM 4 Focus Issue .
ISSN 1558-5336. p.223-252.
Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing
Realistic Mathematics Education.
Utrecht, The Netherlands:
Freudenthal Institute
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika
Realistik Banjarmasin: Penerbit
Tulip
Hartoyo, A. (2012). Eksplorasi
Etnomatematika pada Budaya
Masyarakat Daya Perbatasan
Indonesia-Malaysia Kabupaten
Sanggar Kalbar. Jurnal Penelitian
Pendidikan. Vol. 13 No.1 ISSN:
1412-565X p.14-23
Hirsch-Dubin, F.P. (2009). Mayan
Elders, Mayan Mathematics, and
The Weaving of Resistance in
Maguey Bag Production. Journal
of Mathematics and Culture V.4
No.1 ISSN. 1558-5336 p.63-83.
Karnilah, N. (2013). Study
Ethnomathematics: Pengungkapan
Sistem Bilangan Masyarakat Ada
tBaduy. (Skripsi). Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Karnilah, N, Turmudi, & Juandi (2012).
Eksplorasi Etnomatematika Dalam
Produk Masyarakat Baduy.
Makalah pada Seminar Pendidikan
Matematika UPI, Bandung
Kohn, A. (1993). Punished by Rewards:
The Trouble With Gold Stars,
Incentive Plans, A’s, Praise, and
Other Bribes. New York:
Houghton Mifflin.
Leonard, M. & Shakiban, C. (2010). The
Incan Abacus: A Curious Counting
Device. Journal of Mathematics
and Culture V.5 No.2 ISSN. 15585336 p.81-106.
Muzdalipah, I. & Yulianto, E. (2015).
Pengembangan Desain
Pembelajaran Matematika untuk
Siswa SD Berbasis Budaya dan
Permainan Tradisional
Masyarakat Kampung Naga.
Jurnal Siliwangi. Seri Pendidikan.
Vol. 1 No. 1. Tahun 2015
Naresh, N. (2010). Bus Conductors’ Use
of Mental Computation in
Everyday Settings – Is it Their
Ethnomathematics? Journal of
Mathematics And Culture. ICEM 4
Focus Issue
. ISSN 1558-5336.
p.308-332.
Noblitt, B. & Richter, B. (2013). Using
Vedic Mathematics to Make Sense
of The Finger Algorithm. Journal
of Mathematics And Culture. V.7
No.1 ISSN 1558-5336. p.58-73
Orey, D.L. & Rosa, M. (2006).
Ethnomathematics: Cultural
Assetions and Challenges Toward
Pedagogical Action. The Journal
of Mathematics and Cultural
Issue. ISSN: 1558-5336
Orey, D.L. & Rosa, M. (2007). Cultural
Assetions and Challenges Toward
Pedagogical Action of An
Ethnomathematics Program. FLM
Publishing Association Edmonton,
Alberta. Canada.
Orey, D.L. & Rosa, M. (2013).
13
Ethnomodeling As A Research
Theoretical Framework on
Ethnomathematics and
Mathematical Modeling. Journal of
Urban and Mathematics Education.
V.6 No. 2. p.62-80.
Owens, K. (2010). Papua New Guinea
Indigenous Knowledges about
Mathematical Concepts. Journal of
Mathematics And Culture. ICEM 4
Focus Issue
. ISSN 1558-5336.
p.20-50.
Rosa, M. (2000). From reality to
mathematical modeling: A
proposal for using ethnomathematical knowledge. (Master
thesis). College of Education.
California State Universi-ty,
Sacramento.
Rosa, M. &Orey, D. C.
(2011).Ethnomathematics: The
Cultural Aspects Of Mathematics.
Revista Latinoamericana de
Etnomatemática, 4(2). hlm. 32-54.
Pais, Alexandre. (2013).
Ethnomathematics and The
Limitation of Culture. FLM
Publihsing Association,
Frederiction, New Brunswicle.
Canada.
Palhares, P. & Sousa, F. (2015). The
Ethnomathematics of A Fishing
Community at Camara de Lobos
Portugal. Journal of Mathematics
And Culture. V.9 No.1 ISSN 15585336. p.12-29.
Peared, R. (1996). Ethnomathematics.
Dalam Review of Mathematics
Education in Australia 1992-1995
Bill Atweh, Ed. (hlm. 41-49).
Washington, D.C: ERIC
Clearinghouse.
Pompeu, G.Jr. (1994). Another
Definition of Ethnomathematics?
Newsletter of The Intenational
Study Group of Ethnomathematics,
9(2). p.3
Putra, H.G.P. (2011). Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup Benih Ikan
Gurame yang Diberi Protein
Rekombinan GH melalui
Perendaman dengan Dosis
Berbeda. Skripsi Mahasiswa IPB.
Tidak Dipublikasikan.
Rachmawati, I. (2012). Eksplorasi
Etnomatematika Masyarakat
Sidoarjo. FMIPA UNESA.
Rakhmat, A. (2010). IPB Temukan
Teknlogi Hitung Cepat Benih Ikan.
Koran Antara News. Tersedia
online:
http://www.antaranews.com/berita/
220347/ipb-temukan-teknologihitung-cepat-benih-ikan. Diakses
pada [9/2/2017].
Schoenfeld, A. H. (1992). Learning to
Think Mathematically: Problem
Solving, Metacognition, and
Sense-Making in Mathematics. In
D. Grouws (Ed.)
Setyawan, A., etc. (2014). Study of
Ethnomathematics: A Lesson from
The Baduy Culture. Internasional
Journal of Education and
Research. ISSN: 201-6333 (Print)
ISSN: 2201-6740 (Online). Vol. 2
No. 10 p.681-688.
Spengler, O. (1926). The decline ofthe
west. Trans. Charles Francis
Atkinson. New York: Knopf.
Sharp, J. & Stevens, A. (2007).
Culturally-Relevant Algebra
Teaching: The Case of African
Drumming. Journal of
Mathematics and Culture V.2 No.1
14
ISSN. 1558-5336 p.37-57.
Stathopoulou, C., Kotarinou, P., &
Appelbaum, P. (2014).
Ethnomathematical Research and
Drama in Education Techniques:
Developing A Dialogue in A
Geometry Class of 10th Grade
Students. Revista Latinoamericana
de Etnomatematica, 8(2), 105-135
Sternstein, M. (2008). Mathematics and
The Dan Culture. Journal of
Mathematics and Culture V.3 No.1
ISSN. 1558-5336 p.1-13.
Tandililing, Edy. (2013). Pengembangan
Pembelajaran Matematika Sekolah
dengan Pendekatan
Etnomatematika Berbasis Budaya
Lokal sebagai Upaya untuk
Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Matematika
Sekolah. Prosiding FMIPA UNY 9
Novembver 2013. ISBN: 978-9791653-9-4.
Turmudi.(2009). Landasan Filsafat dan
Teori Pembelajaran Matematika
berparadigma Eksploratif dan
Investigatif. Jakarta: Leuser Cipta
Pustaka
WBI Evaluation Group. (2007).
Fishbone Diagrams. [Online].
Tersedia:
http://siteresources.worldbank.org/
WBI/resources/2137981194538727144/9FinalFishbone.pdf [3 Desember 2016].
Zaslavsky, C. (1988). Integrating
Mathematics with the Study of
Cultural Traditions. Tersedia
Onlie:
ftp://ftp.math.ethz.ch/hg/EMIS/jou
rnals/ZDM/zdm013a4.pdf. [26
Desember 2016].
Download