MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 65 STRATEGI PEMBELAJARAN, TIPE KEPRIBADIAN DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Heni Mularsih Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum (UPT MKU), Universitas Tarumanagara, Jakarta 11440, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran (kooperatif dan individual) dan tipe kepribadian (ekstrover dan introver) terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode ekperimental dengan desain faktorial 2 x 2 dengan sampel 48 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Tangerang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada yang mengikuti pembelajaran individual, (2) tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover dan introver, (3) terdapat interaksi yang positif antara strategi pembelajaran dan tipe kepribadian siswa pada hasil belajar bahasa Indonesia, (4) hasil belajar siswa yang ekstrover, yang mengikuti strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada mengikuti strategi pembelajaran individual, (5) hasil belajar siswa yang introver, yang mengikuti strategi pembelajaran individual lebih tinggi daripada mengikuti strategi pembelajaran kooperatif. Simpulannya, strategi pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa dengan mempertimbangkan tipe kepribadian siswa. Instructional Strategies, Personality Types and the Outcome of Junior High School Students on Learning Bahasa Indonesia Abstract The objective of the research is to study the effect of the instructional strategies (cooperative and individual learning) and personality types (extrovert and introvert) on the outcome of students on learning Indonesian language. The research employed the experimental method with 2 x 2 factorial design on a sample of 48 students, conducted at the secondary school in Tangerang City. The result of the research shows that: (1) the outcome of students learning following the instruction with cooperative strategy are higher than those following individual instruction, (2) there are no significant differences of learning outcome between the students having extrovert type and introvert type of personality, (3) there is a significant interaction effect between the instructional strategy and the personality type on the secondary school outcome of the students learning Indonesian language, (4) the outcome of extrovert type students learning, following the instruction with cooperative strategy are higher than those following individual instruction, (5) the outcome of introvert type students learning, following the instruction with individual strategy are higher than those following cooperative instruction. In conclusion, the instructional strategy can increase the outcome of students learning Indonesian language by considering the students’ personality type. Keyword: instructional strategy, learning outcome, personality types 1. Pendahuluan peringkat 11 (Hayat: 2004). Bukti lain hasil studi International Institute for Management Development menempatkan Indonesia pada peringkat paling rendah dari 49 negara dalam hal pencapaian Competitiveness Index (CI) yang merupakan salah satu indikator tentang Hasil survei The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyimpulkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia berada pada peringkat terakhir dari 12 negara dan di bawah Vietnam yang menempati 65 66 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya (Supriyoko, 2004). Mutu pendidikan atau kualitas pendidikan yang diwakili oleh hasil belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Soekamto, 1992). Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam siswa yang meliputi kemampuan, perhatian, motivasi, sikap, retensi, dan kepribadian siswa. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar siswa, yang meliputi strategi mengajar, alat evaluasi, lingkungan belajar, dan media pengajaran. Studi ini membatasi diri pada salah satu faktor eksternal sebagai variabel bebas, yaitu ”strategi pembelajaran” yang terdiri atas strategi pembelajaran kooperatif dan strategi pembelajaran individual dengan modul. Salah satu faktor internal berfungsi sebagai variabel atribut, yaitu ”tipe kepribadian” yang terdiri atas tipe kepribadian ekstrover dan introver. Pilihan ini didasari oleh suatu dugaan bahwa kedua faktor tersebut mempengaruhi hasil belajar siswa. Terjadi peningkatan angka ketidaklulusan pada tahun 2003/2004, SMP/MTs dari 6,96% menjadi 13,62%, tingkat SMA/MA dari 9,22% menjadi 20,19%, dan tingkat SMK dari 12,27% menjadi 22,48% (Azra, 2005). Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, salah satu mata ujian untuk kelulusan, dipandang belum berhasil. Kemampuan bahasa siswa rendah karena guru tidak mengajarkan bahasa, tetapi hanya ”tentang bahasa” (Dadang, 2005). Yulisma (2005) juga mengatakan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia tidak menarik, terjadi kekakuan pembelajaran, pengelolaan kelas tidak tercapai, kelas menjadi ribut, dan berbagai problematika lain. Hal tersebut menunjukkan adanya masalah dalam pembelajaran. Indikator adanya masalah tersebut ditunjukkan dengan menurunnya nilai hasil belajar dan tidak tepatnya penerapan metode/strategi pembelajaran dalam penyampaian materi ajar. Dengan ketepatan pemilihan strategi pembelajaran diharapkan dapat lebih memudahkan siswa dalam belajar. Dengan demikian, permasalahannya adalah: pertama, apakah terdapat perbedaan hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif dan individual. Di antara keduanya, manakah yang memberikan hasil belajar lebih tinggi, strategi pembelajaran kooperatif atau individual dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa SMP? Kedua, apakah terdapat perbedaan hasil belajar bahasa Indonesia antara siswa yang berkepribadian ekstrover dengan siswa yang berkepribadian introver? Ketiga, apakah terdapat pengaruh interaksi antara strategi pembelajaran dengan tipe kepribadian terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa? Keempat, Apakah hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover lebih tinggi jika dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif daripada dengan strategi pembelajaran individual dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa SMP? Kelima, Apakah hasil belajar siswa yang berkepribadian introvert lebih tinggi jika dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual daripada dengan strategi pembelajaran individual dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa SMP? Belajar dan Hasil Belajar. Hergenhahn dan Olson (1993) berpendapat bahwa belajar adalah sebagai perubahan yang relatif tetap di dalam perilaku atau perilaku potensial sebagai hasil dari proses pengalaman dan bukan atribut dari perubahan atau pertumbuhan kondisi fisik yang diakibatkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan. Hasil belajar adalah perolehan siswa setelah mengikuti proses belajar dan perolehan tersebut meliputi tiga bidang kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Bloom, 1974). Hasil belajar memiliki ciri (1) tingkah laku baru berupa kemampuan yang aktual, (2) kemampuan baru tersebut berlaku dalam waktu yang lama, dan (3) kemampuan baru tersebut diperoleh melalui suatu peristiwa belajar (Snelbecker, 1974). Perbuatan dan hasil belajar itu dapat dimanifestasikan dalam wujud (1) pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta; informasi, prinsip atau hukum atau kaidah prosedur atau pola kerja atau teori sistem nilai-nilai dan sebagainya, (2) penguasaan pola-pola perilaku kognitif (pengamatan) proses berpikir; mengingat atau mengenal kembali, perilaku afektif (sikap-sikap apresiasi, penghayatan, dan sebagainya); perilaku psikomotorik (keterampilan-keterampilan psikomotorik termasuk yang bersifat ekspresif), dan (3) perubahan dalam sifatsifat kepribadian baik yang tangible maupun intangible (Syamsudin, 2001). Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbolsimbol yang bersifat arbitrer/ manasuka, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu pada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindera (Keraf, 1993). Secara rinci, bahasa itu mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu (1) merupakan seperangkat bunyi, yang urutannya taat pada kaidah tertentu, (2) bersifat arbitrer, hubungan antara bunyi atau urutan objeknya bersifat arbitrer dan tidak dapat diterka, (3) bersifat sistematis, setiap bahasa mempunyai sistem sendiri-sendiri yang berbeda dengan sistem bahasa mana pun, (4) bahasa merupakan seperangkat simbol, bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara manusia yang berwujud kata-kata, sebenarnya simbol yang mewakili suatu benda, proses, peristiwa atau kegiatan, (5) bersifat sempurna, yaitu telah memenuhi amanat pembicara (Hill, 1958). MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 Secara umum, bahasa itu mempunyai suatu fungsi tertentu, yaitu (1) alat untuk menyatakan ekspresi diri, menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, (2) alat komunikasi, merupakan saluran perumusan maksud kita yang memungkinkan kita menciptakan kerja sama, (3) alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, bahasa merupakan alat yang memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya, (4) alat mengadakan kontrol sosial (Keraf, 1993). Mengingat betapa pentingnya bahasa, pembelajaran bahasa harus dilakukan secara tepat. Berkaitan dengan membelajarkan bahasa secara formal kepada siswa diperlukan teori pembelajaran bahasa yang melandasinya. Dalam teori pembelajaran bahasa, Kumaravadivelu (2006) berpendapat bahwa ada 4 karakteristik bentuk aktivitas guru di dalam kelas, yaitu (1) guru harus melakukan aktivitas yang berfokus pada makna. Dalam pembelajaran, guru membuat siswa beraktivitas supaya pembelajaran menjadi bermakna. Contoh pembelajaran berdasarkan masalah dan pemecahan masalah (problem solving/problem based learning), (2) guru menyediakan materi yang dapat dipahami. Dalam menyampaikan materi, guru merancang materi yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa, (3) guru dapat mengintegrasikan keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, (4) guru membuat penilaian. Guru harus memberikan penilaian sesuai dengan proporsi kesalahan. Contoh, dalam kalimat, jika yang salah hanya kosa kata, maka kosa kata itu yang disalahkan bukan kalimat secara keseluruhan. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa, Kumaradivelu (2006) menjelaskan bahwa ada prosedur di dalam kelas yang perlu diterapkan oleh guru, yaitu memodifikasi materi dan memfasilitasi aktivitas interaksi siswa. Modifikasi materi berkaitan dengan cara guru menyajikan materi yang mampu membuat siswa termotivasi untuk belajar. Dalam hal ini guru perlu menerapkan strategi pembelajaran yang tepat. Aktivitas interaksi berkaitan dengan cara guru menyampaikan tugas kepada siswa untuk dibahas dengan memberikan kesempatan kepada siswa tersebut agar berinteraksi dengan teman melalui bentuk kerja sama. Larsen (2000) berpendapat bahwa guru dapat menerapkan strategi pembelajaran kooperatif sebagai upaya untuk membuat siswa termotivasi belajar dan mampu berinteraksi dengan teman untuk bekerja sama. Esensi pembelajaran dengan strategi kooperatif menekankan aktivitas belajar siswa dari siswa lain di dalam kelompok. Guru membelajarkan bagaimana siswa dapat berkolaborasi dan terampil bersosialisasi sehingga para 67 siswa dapat bekerja bersama-sama secara efektif. Strategi kooperatif, tidak hanya menekankan bagaimana cara belajar, tetapi juga cara berkomunikasi untuk bekerja sama. Strategi Pembelajaran. Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan (Degeng, 1997). Metode pembelajaran mengacu pada cara yang digunakan dalam kondisi tertentu untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan, sedangkan strategi pembelajaran mengacu pada penataan cara-cara memilih, menetapkan, dan mengembangkan strategi pembelajaran sehingga terwujud suatu urutan langkah yang prosedural yang dapat dipakai untuk mencapai hasil yang diinginkan (Degeng, 1997). Strategi pembelajaran adalah rencana dalam rangka membantu siswa dalam usaha belajarnya untuk mencapai setiap tujuan belajarnya. Dalam hal ini, guru dapat menggunakan bahan ajar atau satu unit produksi sebagai media pembelajaran (Gagne, Briggs, & Warger, 1991). Strategi Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah variasi metode pembelajaran di mana siswa bekerja pada kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya dalam memahami suatu pokok pembahasan/materi pembelajaran. Siswa diharapkan saling membantu, berdiskusi, dan berargumen dengan yang lainnya sehingga dapat menekan perbedaan pemahaman dan pengetahuan dalam mempelajari suatu pokok bahasan tersebut (Slavin, 1995). Pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran yang berupa kelompok kecil yang bersifat heterogen dan biasanya beranggotakan 4 atau 5 orang. Anggota kelompok tersebut saling bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas dan setiap anggota mempunyai tanggung jawab secara individu dalam kelompoknya. Dengan kata lain antaranggota terjadi saling ketergantungan yang positif (Dumas, 2007). Kunci utama pembelajaran kooperatif adalah peran guru dalam pengorganisasian kelas karena pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok konvensional. Hal ini ditandai dengan adanya karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu (1) tujuan kelompok (group goals), (2) tanggung jawab individu (individual accountability), (3) kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan (equal opportunities for success), (4) kompetisi tim (team competitional), (5) spesialisasi tugas (task specialization), dan (6) adaptasi terhadap kebutuhan individual (adaptation to individual need) (Slavin, 1995). Dalam strategi pembelajaran kooperatif dikenal banyak macam teknik pelaksanaannya, yaitu: (1) Team-Games 68 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 Tournament (TGT), (2) Student Teams-Achievement Division (STAD), (3) Group Investigation, (4) Team Accelererated Instruction (TAI), dan (5) Jigsaw (Slavin, 1995). Dalam penelitian ini, teknik pembelajaran yang dipilih adalah teknik jigsaw. Alasannya, dari berbagai teknik dalam pembelajaran kooperatif, teknik Jigsaw lebih menuntut keterampilan berkomunikasi secara dominan dalam bentuk kerja sama dalam rangka menjadi ”guru” bagi teman sekelompoknya. Selain itu, kemampuan komunikasi juga dituntut dalam kemampuannya berinteraksi sosial baik dengan anggota dalam maupun luar kelompoknya. Dominasi kemampuan berkomunikasi ini cukup relevan dengan pembelajaran bahasa yang pada dasarnya adalah belajar berkomunikasi, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia. Penerapan teknik jigsaw dalam belajar memiliki gambaran umum sebagai berikut: (1) Setiap anggota kelompok mempelajari sebagian informasi yang berbeda dengan informasi anggota lainnya, (2) Setiap anggota kelompok dituntut untuk menguasai dan menjadi ”pakar” informasi yang menjadi bagiannya (3) Setiap anggota kelompok bergantung pada anggota kelompok lain dan saling berbagi informasi dengan anggota kelompok yang lain dalam rangka memperoleh informasi secara utuh. Dalam membelajarkan bagian materi yang menjadi tugasnya kepada anggota lain, mereka harus bertanggung jawab dan dapat menghargai pendapat anggota kelompok yang lain, (4) Setiap anggota kelompok akhirnya menjadi "pakar" informasi secara utuh. Dalam tahap menjadi "pakar" informasi tersebut, siswa diberikan kebebasan berpikir dalam rangka berpikir kreatif. Siswa harus berani melontarkan ide-idenya tanpa takut salah atau kritikan orang lain (Johnson & Johnson, 1991). Langkah-langkah pembelajaran dengan teknik jigsaw adalah (1) tahap kooperatif, yaitu setiap siswa ditempatkan dalam kelompok kecil (misalnya empat orang) dan siswa menerima informasi (berupa tugas) yang merupakan bagian dari suatu paket informasi yang harus dibahas atau dipecahkan dalam kelompok kooperatif tersebut, (2) tahap expert (tahap ahli), yaitu setelah mendapat informasi/tugas tertentu, siswa harus menjadi "ahli" atau menguasai informasi tersebut. Misalnya, siswa B harus mencari siswa dari kelompok lain yang memperoleh tugas yang sama dan melakukan hal-hal: (a) belajar bersama dan menjadi "ahli" di bidang informasi tersebut dan (b) merencanakan bagaimana "mengajarkan" informasi tersebut kepada anggota "kooperatif-nya”, dan (3) tahap lima serangkai, yaitu siswa B tadi harus kembali pada kelompok "kooperatifnya" dan mengajarkan kepada empat orang anggota dalam kelompoknya. Pada tahap ini tiap-tiap anggota kelompok telah menguasai informasi secara utuh (sudah menjadi ahli). Akhirnya, kelompok tersebut mengerjakan tugas yang telah disediakan, (4) tahap evaluasi (Johnson & Johnson, 1991). Strategi Pembelajaran Individual. Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang menekankan pada cara belajar siswa yang sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuannya (Woolfolk, 1993). Dalam praktik pembelajaran individual di kelas, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) guru harus menyadari adanya tingkat perkembangan kognitif anak sehingga guru harus memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuannya, (2) orientasi perhatian guru lebih kepada siswa secara individual daripada kelompok karena adanya perbedaan perkembangan kognitifnya, (3) adanya kontrol siswa terhadap cara belajarnya sendiri. Ada kemungkinan waktu yang diperlukan berbeda untuk setiap siswa pada tugas yang sama (Ginsburg, 1988). Dalam sistem pembelajaran individual, siswa belajar materi dalam unit-unit kecil dalam bentuk suatu teks yang disertai dengan petunjuk. Penguasaan materi berdasarkan urutan unit. Para siswa secara individu dapat mengoreksi kesalahan dari tugas yang dikerjakan. Jika belum menguasai materi, siswa diberikan kesempatan untuk mengulangi tugas yang diberikan sampai menunjukkan penguasaannya (Gagne, 1998). Pembelajaran individual merupakan bentuk belajar tuntas yang sering digunakan di sekolah. Pembelajaran individual yang sering disebut dengan belajar tuntas berdasarkan pada asumsi dengan memberikan waktu yang cukup dan pembelajaran yang tepat, siswa akan dapat menguasai materi pembelajaran (Woolfolk,1993). Pembelajaran dengan prinsip belajar tuntas mampu meningkatkan minat siswa dalam mencapai prestasi belajar sampai pada taraf yang memuaskan (Joyce, 1996). Kriteria belajar tuntas, yaitu (1) berorientasi pada siswa dalam penguasaan materi, (2) mengajarkan materi pembelajaran, (3) memberikan tes formatif, (4) memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan koreksi tugasnya untuk mengetahui penguasaan materinya dan memberikan aktivitas pengayaan pada siswa yang sudah menguasai materi lebih cepat, dan (5) memberikan tes sumatif pada siswa (Slavin, 1996). Ada lima variabel yang penting dalam pelaksanaan program belajar tuntas, yaitu (1) menekankan kualitas pembelajaran, (2) kemampuan memahami materi pembelajaran, (3) ketekunan dalam belajar, (4) waktu yang sesuai dengan kecepatan belajar, (5) sikap dalam menentukan materi belajar yang sesuai (Januszesky, 2001). Dalam kenyataanya, guru mengalami kesulitan besar untuk melayani minat, kebutuhan, irama belajar masingmasing siswa yang berbeda-beda itu. Untuk mengatasi kesulitan ini, para ahli pendidikan telah memikirkan jalan keluar, di antaranya melalui pembelajaran dengan modul (Vembriarto, 1981). Modul adalah suatu paket pengajaran yang memuat satu unit konsep bahan MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 pelajaran. Pembelajaran modul itu merupakan usaha penyelenggaraan pembelajaran individual yang memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum dia beralih kepada unit berikutnya (Russel dalam Vembriarto, 1981). Modul itu disajikan dalam bentuk yang bersifat self-instructional dimana setiap siswa dapat menentukan kecepatan dan intensitas belajarnya sendiri. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran individual dengan modul, langkah-langkah yang dilalui oleh siswa adalah sebagai berikut: (1) Mempelajari lembar kegiatan siswa. Mempelajari/membaca lembar kegiatan untuk mengetahui inti pelajaran sesuai dengan topik yang disebutkan pada modul. (2) Mengerjakan tugas pada lembaran kerja. Tugas yang dikerjakan siswa dalam lembaran kerja bisa bermacam-macam, mungkin membaca suatu bab dari buku sumber, mengadakan percobaan atau mengerjakan soal. (3) Mencocokkan dengan kunci lembaran kerja. Setelah siswa selesai mengerjakan tugas-tugas pada lembar kerja, berarti ia sudah selesai mempelajari lembaran kegiatan. Kemudian siswa diberi kunci lembar kerja agar digunakan untuk koreksi terhadap hasil pekerjaanya. Untuk pekerjaan yang salah, siswa harus mempelajarinya lagi. (4) Mengerjakan lembaran tes. Jika siswa telah mengerjakan dengan benar lembar kerja, maka ia dapat melanjutkan mengerjakan lembaran tes. Sebagai realisasi dari prinsip maju berkelanjutan (continuous progress), pelaksanaan tes ini dilakukan secara perseorangan dan tes ini merupakan tes formatif, dan (5) mencocokkan hasil tes dengan kunci lembaran tes. Setelah siswa selesai mengerjakan lembaran tes dengan sepengetahuan guru, maka kepadanya diberikan kunci lembar tes untuk mencocokkan pekerjaannya. Jika siswa tadi memperoleh 75% dari seluruh skor yang ditetapkan, siswa tersebut dinyatakan selesai mempelajari modul tersebut. Jika siswa belum memperoleh 75% dari skor yang ditetapkan, maka harus mengulang lagi modul yang bersangkutan (Suryosubroto, 1983). Tipe Kepribadian. Kepribadian adalah kesatuan organisasi yang dinamis sifatnya dari sistem psikhofisis individu yang menentukan kemampuan penyesuaian diri yang unik sifatnya terhadap lingkungannya (Allport dalam Kartono, 1980). Jadi, setiap individu itu mempunyai kepribadian yang khas yang tidak identik dengan orang lain dan tidak dapat diganti atau disubstitusikan oleh orang lain. Jadi ada ciri-ciri atau sifat-sifat individu pada aspek-aspek psikisnya yang bisa membedakan dirinya dengan orang lain. Kepribadian mencakup struktur dan proses yang mencerminkan sifatsifat bawaan dan pengalaman. Kepribadian dipengaruhi oleh masa lalu dan saat ini (Pervin, 1996). Karakteristik Tipe Kepribadian Ekstrover dan Introver. Ekstrover adalah suatu kecenderungan yang mengarahkan kepribadian lebih banyak keluar daripada 69 kedalam dirinya. Karakteristik ekstrover adalah banyak bicara, ramah, suka bertemu dengan orang-orang, suka mengunjungi tempat baru, aktif, menuruti kata hati, suka berpetualang, mudah bosan, dan tidak suka hal-hal yang rutin dan monoton (Larsen, 2002). Menurut Hall dan Lindzey (1998), orang ekstrover itu mudah bersosialisasi, senang hura-hura, mempunyai banyak teman, membutuhkan orang untuk diajak bicara, tidak suka membaca atau belajar sendiri, butuh kegembiraan, berani ambil risiko, selalu mempertahankan pendapatnya, bertindak tanpa dipikir dulu, menurutkan kata hati (impulsif), suka melawak, selalu mempunyai jawaban yang segar dan umumnya menyukai perubahan, periang, supel, optimis,dan senag tertawa. Dia lebih suka bergerak dan melakukan kegiatan, cenderung agresif, mudah kehilangan kesabaran. Secara keseluruhan, perasaanya sulit untuk dijaga dan dia tidak selalu dapat dipercaya. Introver adalah suatu orientasi ke dalam diri sendiri. Orang introver cenderung menarik diri dari kontak sosial. Menurut Jung dalam Naisaban, perilaku introver sebagai orang yang pendiam, menjauhkan diri dari kejadian-kejadian luar, tidak mau terlibat dengan dunia objektif, tidak senang berada di tengah kerumunan banyak orang (Naisaban, 2003). Hall dan Lindzey (1998) menambahkan bahwa karakteristik introver adalah pemalu, introspektif, menyukai buku-buku daripada manusia, suka menyendiri dan tidak ramah kecuali pada teman dekatnya. Dia cenderung merencanakan segala sesuatu dengan berhatihati sebelum melangkah dan tidak mudah percaya kata hati. Dia tidak menyukai kegembiraan/keramaian, menanggapi semua masalah dalam hidup dengan serius, dan menyukai kehidupan yang teratur. Dia selalu menyembunyikan perasaannya, jarang bertingkah agresif dan tidak mudah kehilangan kesabaran. Dia orang yang dapat dipercaya, agak pesimis. Baik individu yang ekstrover maupun orang introver tidak berbeda dalam tingkat aktivitas intelektualnya. Tipe kepribadian ekstrover dan introver merupakan dua kelompok sikap yang berbeda, yang dimiliki individu sehingga menjadi ciri khas individu tersebut yang tampak dalam aktivitas (activity), kesukaan bergaul (sociability), keberanian mengambil risiko (risk taking), penurutan dorongan hati (impulsiveness), pernyataan perasaan (expressiveness), kedalaman berpikir (reflectiveness), dan tanggung jawab (responsibitliy) (Eysensk & Wilson, 1980). Hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa SMP yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual; 2) hasil belajar 70 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 siswa yang berkepribadian ekstrover lebih tinggi daripada hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa SMP yang berkepribadian introver; 3) terdapat interaksi yang positif antara strategi pembelajaran dan tipe kepribadian terhadap hasil belajar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa SMP; 4) hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover lebih tinggi jika dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif daripada dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa SMP; 5) hasil belajar siswa yang berkepribadian introver lebih tinggi jika dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual daripada dibelajarkan dengan strategi strategi pembelajaran kooperatif dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa SMP. 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental kuasi dengan rancangan faktorial 2 x 2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar bahasa Indonesia. Variabel perlakuan adalah strategi pembelajaran kooperatif, sedangkan variabel kontrol adalah strategi pembelajaran individual. Variabel atribut adalah tipe kepribadian siswa yang meliputi kepribadian ekstrover dan introver. Definisi Operasional. Hasil belajar Bahasa Indonesia dalam penelitian ini adalah nilai yang dilambangkan dengan angka atau skor yang dicapai oleh setiap siswa melalui tes hasil belajar Bahasa dan Sastra Indonesia setelah mengikuti proses pembelajaran berdasarkan subpokok bahasan (menyampaikan pesan/informasi dari berbagai media, menguasai dan menggunakan imbuhan, pembentukan kalimat berita negatif, kata sapaan dan kata acuan, mendengarkan dan menangkap puisi, dan membaca cerita anak). Tipe kepribadian adalah skor yang diperoleh dari segala bentuk perilaku yang terorganisasi dan relatif menetap dalam diri seseorang yang digunakan untuk merespon stimulus dari dalam dan dari luar dan dapat diukur melalui kecenderungan activity, sociability, risk taking, impulsiveness, expressiveness, reflectiveness, dan responsibility. Sampel. Teknik pengambilan sampel adalah multi stage random sampling, yaitu pengambilan sampel dengan cara acak/random dan melalui tahapan-tahapan. Tahapan pengambilan sampel adalah sebagai berikut. Pertama, mengambil secara acak 21 SMP negeri di Tangerang. Hasil acak diperoleh SMP Negeri 07 Tangerang. Kedua, mengambil secara acak 2 kelas dari 8 kelas 1 SMP Negeri 07 Tangerang untuk dijadikan sampel dan untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ketiga, dari 2 kelas sebagai sampel yang sudah diperoleh secara acak tersebut, dilakukan pengundian lagi secara acak untuk menentukan kelas eksperimen yang akan diterapkan strategi kooperatif dan satu kelas lainnya sebagai kelompok kontrol yang akan diterapkan strategi individual dengan modul. Keempat, melakukan tes kepribadian pada siswa dari kedua kelas tersebut. Tes kepribadian ini untuk mengetahui siswa yang berkepribadian ekstrover dan introver. Tes yang digunakan adalah tes kepribadian yang diuji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen Penelitian. Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen, yaitu instrumen tes hasil belajar dan instrumen tes kepribadian. Masing-masing instrumen dikembangkan sendiri oleh peneliti dan diujicobakan guna mengetahui tingkat validitas dan reliabilitasnya. Perhitungan validitas instrumen hasil belajar menggunakan statistik point biserial correlation (rpbis) antara butir item dengan skor total diperoleh hasil berkisar antara 0,327–0,501. Angka ini telah memenuhi syarat validitas untuk menjaring data. Sedangkan reliabilitas instrumen hasil belajar dihitung dengan menggunakan Kuder Richardson Formula 20 (KR-20), dan diperoleh hasil sebesar 0,892. Angka ini menunjukkan bahwa tes memiliki tingkat reliabilitas tinggi. Perhitungan validitas instrumen kepribadian menggunakan statistik korelasi Product Moment Pearson. Antara butir item dengan skor total. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa validitas instrumen berkisar antara 0,321–0,681. Angka ini telah memenuhi syarat validitas untuk menjaring data penelitian. Reliabilitasnya dihitung dengan menggunakan Alpha Cronbach. Hasil perhitungan menunjukkan tingkat reliabilitas 0,92, artinya memiliki tingkat reliabilitas tinggi. 3. Hasil dan Pembahasan Uji Persyaratan. Berdasarkan perhitungan melalui uji Liliefors, kedelapan kelompok data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan berdasarkan uji Bartllet, keseluruhan kelompok data memiliki variansi yang homogen. Uji Hipotesis Penelitian. Berdasarkan perhitungan Anava dua jalur (Tabel 1), diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran kooperatif dan hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran individual (Fhitung > F tabel = 4,06). Selain itu, terjadi interaksi strategi pembelajaran dan tipe kepribadian (Fh = 27,31 > Ftabel = 4,06). Oleh karena itu, uji Tukey dilakukan untuk mengetahui keunggulan masing-masing kelompok siswa. Hipotesis pertama teruji benar setelah data diolah melalui perhitungan Anava dan uji lanjut dengan uji Tukey. Rerata skor hasil belajar bahasa Indonesia yang MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 Tabel 1. Hasil Uji Tukey μA1 > μA2 μ B1 < μB2 μA1B1 > μA2B1 Qh 2,88 1,97 7,25 Qt 2,86 2,86 2,86 Tabel 2. Hasil Perhitungan Data Hasil Belajar dengan Anava Dua Jalur Sumber Varians Strategi Pembelajaran (A) Tipe Kepribadian (B) Interaksi (A X B) Kekeliruan dalam sel (D) Total dk 1 1 1 44 47 JK RJK 105,02 105,02 50,02 50,02 697,69 697,69 1124,08 25,55 1976,81 JK : jumlah kuadrat RJK: rerata jumlah kuadrat mengikuti strategi pembelajaran kooperatif (33,42) lebih tinggi daripada rerata skor hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran individual (30,46). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran individual. Hipotesis kedua tidak teruji benar setelah data diolah melalui perhitungan Anava dan uji lanjut dengan uji Tukey. Rerata skor hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover (32,96) berbeda dengan rerata skor hasil belajar siswa yang berkepribadian introver (30,92). Meskipun ada perbedaan rerata skor hasil belajar siswa, namun setelah dilakukan uji Anava, ternyata perbedaan tersebut tidak signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover tidak berbeda dengan hasil belajar siswa yang berkepribadian introver. Hipotesis ketiga teruji kebenarannya. Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan melalui uji Anava, yaitu Fhitung = 27,1 > Ftabel (0,05) = 4,06. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan tipe kepribadian terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas I di SMP. Hipotesis keempat teruji kebenarannya setelah data diolah melalui uji lanjut dengan uji Tukey. Rerata skor hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif (A1B1 = 38,25) lebih tinggi daripada rerata skor hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual (A2B1 = 27,67). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi 71 daripada hasil belajar siswa ekstrover yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hipotesis kelima teruji kebenarannya setelah data diolah melalui uji lanjut dengan uji Tukey. Rerata skor hasil belajar siswa yang berkepribadian introver yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif (A1B2 = 28,58) lebih rendah daripada rerata skor hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual (A2B2 = 33,25). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar Bahasa Indonesia siswa yang berkepribadian introver yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual lebih tinggi daripada hasil belajar siswa introver yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif. Hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran individual. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian sejalan dengan teori. Pembelajaran bahasa menekankan bahwa siswa mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi, lebih dari sekedar pengetahuan tentang bahasa. Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, serta kemampuan memperluas wawasan. Mengingat karakteristik materi ajar bahasa yang menuntut siswa untuk melakukan banyak latihan berkomunikasi daripada sekedar teori, guru pun dituntut untuk mampu menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik tersebut. Strategi pembelajaran kooperatif yang diterapkan guru sebagai salah satu pelengkap terhadap strategi pembelajaran yang lain dirasa cukup sesuai dengan karakteristik materi ajar. Karakteristik strategi pembelajaran kooperatif sangat menuntut adanya interaksi sosial yang tinggi antarsiswa dalam bentuk kerja sama untuk mempelajari materi ajar yang diberikan oleh guru. Bentuk interaksi sosial itu merupakan latihan bagi para siswa untuk berkomunikasi dengan baik, dan hal itu merupakan tujuan pembelajaran bahasa. Selain kesesuaian karakteristik materi ajar dan karakteristik strategi pembelajaran kooperatif, keberhasilan pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif pun juga dipengaruhi oleh karakteristik siswa. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP yang usianya sekitar 13 tahun dan usia tersebut termasuk dalam usia remaja (Hurlock, 1980). Dalam perkembangan sosial, remaja mempunyai kecenderung-an membentuk kelompok dengan teman sebaya. Pengaruh teman sebaya dalam hal sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku sangat besar selama masa remaja dan lebih dominan daripada pengaruh keluarganya. 72 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ada kesesuaian antara karakteristik strategi pembelajaran kooperatif, karakteristik materi ajar, dan karakteristik siswa, merupakan landasan yang kuat untuk menjawab hipotesis yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi individual. Hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover tidak berbeda dengan hasil belajar siswa yang berkepribadian introver (Fhitung = 1, 96 < Ftabel = 4,06). Tipe kepribadian ekstrover dan introver merupakan dua kelompok sikap yang berbeda (orientasi ke luar dan ke dalam), yang dimiliki individu sehingga menjadi ciri khas individu tersebut dalam beradaptasi dengan lingkungan yang tampak dalam aktivitas, kesuakaan bergaul, keberanian mengambil risiko, penurutan dorongan kata hati, pernyataan perasaan, kedalaman berpikir, dan tanggung jawab. Menurut Larsen (2002), baik individu yang ekstrover maupun yang introver tidak berbeda dalam tingkat aktivitas intelektualnya. Oleh karena itu, perbedaan antara kepribadian ekstrover dan introver hanyalah pada penekanan orientasi sikapnya terhadap lingkungannya bukan pada perbedaan kemampuan kognitifnya. Siswa yang ekstrover tidak berarti lebih cerdas daripada siswa yang introver dalam menerima, memikirkan, dan menyelesaikan masalah dalam membangun pengetahuannya terhadap semua informasi/stimulus yang dihadapinya. Ada kemungkinan siswa yang ekstrover berbeda hasil belajarnya dengan kelompok siswa yang introver, tetapi perbedaan itu terjadi karena kecenderungan mereka untuk memfokuskan perhatian dalam mempelajari dan mengolah bahan ajar dengan memanfaatkan stimulasi yang sesuai dengan karakteristik dirinya. Ada pengaruh interaksi antara strategi pembelajaran dan tipe kepribadian terhadap hasil belajar bahasa Indonesia (Fhitung = 27,21 > Ftabel = 4,06). Kelompok siswa yang berkepribadian ekstrover dengan karakteristik suka bergaul/bersoasialisasi dengan orang lain dirasa lebih cocok jika mengikuti pembelajaran dengan strategi kooperatif yang karakteristiknya menuntut adanya interaksi dan keterampilan berkomunikasi yang cukup dominan. Sebaliknya, kelompok siswa yang berkepribadian introver dengan karakteristik suka menyendiri/tidak suka bersosialisasi dirasa lebih cocok jika mengikuti pembelajaran dengan strategi individual yang karakteristiknya menuntut adanya keaktifan secara individual untuk belajar yang disesuaikan dengan irama kecepatan belajarnya sendiri. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa pengaruh tiap-tiap strategi pembelajaran baik kooperatif maupun individual berkaitan erat dengan tipe kepribadian setiap siswa. Dengan mengetahui tipe kepribadian siswa, guru dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa. Hal ini dilakukan dalam rangka optimalisasi proses pembelajaran dan hasil belajar. 4. Simpulan Pertama, secara keseluruhan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Bahasa Indonesia antara siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif dan strategi pembelajaran individual. Perolehan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual. Kedua, secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang signifikan perolehan hasil belajar antara siswa yang berkepribadian ekstrover dan introver. Meskipun ada perbedaan rerata hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa yang berkepribadian ekstrover dan introver, tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Ketiga, secara keseluruhan terdapat interaksi yang positif antara strategi pembelajaran dengan tipe kepribadian terhadap hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa. Interaksi tersebut tampak bahwa hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual. Hal ini berarti bahwa penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada siswa yang berkepribadian ekstrover lebih efektif daripada strategi pembelajaran individual. Sebaliknya, hasil belajar siswa yang berkepribadian introver yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran individual lebih tinggi daripada yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif. Hal ini berarti bahwa penerapan strategi pembelajaran individual pada siswa yang berkepribadian introver lebih efektif daripada strategi pembelajaran kooperatif. Guru dianjurkan untuk menerapkan strategi pembelajaran kooperatif sebagai salah satu strategi pembelajaran dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP di antara strategi pembelajaran ceramah yang selama ini masih dominan diterapkan. Penetapan strategi pembelajaran ini tentu saja juga mempertimbangkan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Kepala sekolah perlu memperhatikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran, terutama dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran di kelas. strategi pembelajaran kooperatif sebagai salah satu strategi pembelajaran dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP di antara strategi pembelajaran ceramah yang selama ini masih dominan diterapkan. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 73 Penetapan strategi pembelajaran ini tentu saja juga mempertimbangkan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Hayat, B. (2004). Penilaian kelas dalam penerapan standar kompetensi. Buletin Puspendik, Jakarta, Departemen Nasional 1, halaman 5. Mengingat penelitian ini dilakukan pada jenjang SMP, yang subjek penelitiannya adalah siswa kelas I, yang memiliki kisaran usia 12-13 tahun, maka kemungkinan besar dalam pengukuran tipe kepribadian masih dipengaruhi oleh faktor usia. Perbedaan jenjang pendidikan dan usia subjek penelitian yang berbeda mungkin akan menunjukkan hasil penelitian yang berbeda pula. Selain itu, sarana dan prasarana pembelajaran juga masih terbatas, sehingga dimungkinkan penerapan strategi pembelajaran kooperatif ini kurang optimal. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti lanjutan untuk lebih memperhatikan segala keterbatasanketerbatasan dalam penelitian ini demi lebih optimalnya hasil penelitian lanjutan. Hergenhahn, B.R. & Olson, M.H. (1993). An introduction to theories of learning. Englewood Cliff, New Jersey: Prentice Hall Inc. Daftar Acuan Azra, A. (2005). Krisis Pendidikan. Republika, Juli. Bloom, B.S. (1974). Taxonomi of educational objectives: The classification of educational goals. New York: David McKay Company, Inc. Dadang. (2005). Reformasi Pembelajaran Bahasa, Buletin Puspendik, 2(1), 18. Hill, A.A. (1958). Introduction to linguistic structures. New York: Harcout Brace Javanovich, Inc Hurlock, E.E. (1980). Development psychology: A life span approach (5th ed.). New yok: McGraw-Hill. Januszewski, A. (2001). Educational technology: The development of a concept. Englewood, Colorado: Libraries Unlimited, Inc. Johnson, D.W. & Johnson, R.T. (1991). What is Cooperative Learning? dalam Cooperation in the classsroom. Revised Edition. Edina, Minosta: Interaction Book. Joyce, B. (1996). Model of teaching (5th ed.). USA: Allyn & Bacon. Kartono, K. (1980). Teori kepribadian. Bandung: Penerbit Alumni. Keraf, G. (1993). Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah. Degeng, I.N.S. (1997). Strategi pembelajaran: Mengorganisasi isi dengan model elaborasi. Malang: IKIP Malang. Dumas, A. (2007). Cooperative learning: Teaching students in small groups. Full Document California Dept. of Educatio. Diambil 8 Desember 2007 dari (http://www.cde.ca.gov/iasa/cooplrng2.html). Eysenck, H.J. & Wilson, G.D. (1980). Know your own personality. Terjemahan D.H. Gulo. Jakarta: Sungguh Bersaudara. Gagne, R.M. (1998). Essential of learning for instruction. New Jersey: Prentice Hall. Gagne, R.M., Leslie, J.B. & Walter, W. (1992). Principles of instructional design. USA: Harcout Brace Javanovich. Kumaradivelu, B. (2006). Understanding language teaching. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Larsen, D. (2000). Techniques and principles in language teaching. Second Edition. New York: Axford. Naisaban, L. (2003). Psikologi Jung: Tipe kepribadian manusia dan rahasia sukses dalam hidup. Jakarta: Gramedia Widiasarana. Pervin, L.A. (1996). The science of personality. USA: John Wiley, Inc. Reigeluth, C.M. (1983). Instructional design theories and models: An overview of their current status. Volume I. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisers, Inc. Ginsburg, H.P. (1989). Piaget’s theory of intellektual development (3nd ed.). New Jersey: Prentice Hall. Slavin, R.E. (1995). Cooperative learning: Theory, research, and practice (2nd ed.) Boston, London: Allyn and Bacon. Hall, C.S., Lindzey, G. & Campbell, J.B. (1998). Theories of personality (4th ed). New York: John Wiley & Sons, Inc. Snelbecker, G.E. (1974). Learning theory, instructional theory and psycho educational design. New York: McGraw-Hill Book Company. 74 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1, JULI 2010: 65-74 Soekamto, T. (1992). Teori belajar, teori instruksional, dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar. Jakarta: Pusat Antar Universitas. Vembriarto. (1981). Pengantar pengajaran modul. Yogyakarta: Pendidikan Paramita. Supriyoko. (2004). Studi aspirasi masyarakat tentang penyelenggaraan ujian nasional. Yogyakarta: Laporan Penelitian Lembaga Studi Pembangunan Indonesia. Yulisma. (2005). Upaya memperbaiki dan meningkatkan kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran: bidang studi bahasa dan sastra Indonesia. Jurnal Mimbar Pendidikan, 24, 42. Suryosubroto. (1983). Jakarta: Bina Aksara. Woolfolk, A.E. (1993). Educational psychology (5th ed.). USA: Allyn & Bacon. Sistem pengajaran modul.