Pembuatan dan karakterisasi hidrolisat protein dari

advertisement
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT
PROTEIN DARI IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
MENGGUNAKAN ENZIM PAPAIN
INDAH RAHAYU WIDADI
C34070011
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN
INDAH RAHAYU WIDADI. C34070011. Pembuatan dan Karakterisasi
Hidrolisat Protein dari Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menggunakan
Enzim Papain. Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan TATI NURHAYATI.
Lele dumbo merupakan ikan air tawar yang memiliki banyak keunggulan,
yaitu teknologi pembenihan dan pembesaran yang mudah diterapkan dan
kandungan protein tinggi. Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia sedang
gencar meningkatkan budidaya ikan lele selama periode tahun 2010 hingga 2014.
Salah satu bentuk pemanfaatan ikan lele dumbo yang potensial adalah hidrolisat
protein ikan, yaitu produk yang dihasilkan dari penguraian protein ikan menjadi
peptida sederhana dan asam amino melalui proses hidrolisis oleh enzim, asam
atau basa. Hidrolisat protein ikan memiliki banyak manfaat dalam industri
pangan, pakan, pertanian, mikrobiologi dan farmasi. Informasi mengenai proses
pembuatan, kondisi optimum, serta karakteristik hidrolisat protein dari ikan lele
dumbo sangat dibutuhkan untuk mengembangkan produk hidrolisat protein
berbahan baku ikan air tawar.
Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu pembuatan hidrolisat
protein ikan; penentuan konsentrasi optimum enzim papain; penentuan waktu
hidrolisis optimum dan karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo
yang dihasilkan, yaitu uji proksimat (kadar air, abu, protein dan lemak),
asam amino, daya cerna protein in vitro dan penentuan rendemen.
Hidrolisis protein dari ikan lele dumbo dilakukan secara enzimatis
menggunakan enzim papain. Enzim papain yang digunakan memiliki aktivitas
sebesar 0,595 U/ml, konsentrasi protein sebesar 0,456 mg/ml dan aktivitas
spesifik sebesar 1,305 U/mg. Konsentrasi optimum enzim papain yang digunakan
untuk hidrolisis protein ikan lele dumbo adalah 5% (b/v) dengan waktu hidrolisis
optimum selama 6 jam sehingga menghasilkan derajat hidrolisis sebesar 35,37%.
Konsentrasi optimum enzim papain dan waktu hidrolisis optimum ditentukan
berdasarkan nilai perbandingan nitrogen total terlarut (NTT) dan nitrogen total
bahan (NTB) yang kemudian diuji ragam (α=0,05) dan uji lanjut Duncan.
Hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan pada kondisi optimum
memiliki rendemen sebesar 21,16% dan komposisi kimia sebagai berikut:
kadar air 5,46%; kadar abu 5,71%; kadar protein 53,29% dan kadar lemak 1,94%.
Hidrolisat protein ikan lele dumbo mengandung 15 jenis asam amino yang terdiri
atas asam aspartat, asam glutamat, serin, histidin, glisin, treonin, arginin, alanin,
tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin dan lisin. Kadar asam amino
tertinggi adalah asam glutamat, yaitu 7,77% dan kadar asam amino terendah
adalah metionin, yaitu 0,98%. Hidrolisat protein ikan lele dumbo memiliki daya
cerna protein in vitro sebesar 98,57%.
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT
PROTEIN DARI IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
MENGGUNAKAN ENZIM PAPAIN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
INDAH RAHAYU WIDADI
C34070011
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
: Pembuatan dan Karakterisasi Hidrolisat Protein dari Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menggunakan Enzim
Papain
Nama Mahasiswa : Indah Rahayu Widadi
NRP
: C34070011
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Ella Salamah, M.Si.
NIP. 19530629 198803 2 001
Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si.
NIP. 19700807 199603 2 002
Mengetahui
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M. Phil.
NIP. 19580511 1985031 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
“Pembuatan dan Karakterisasi Hidrolisat Protein dari Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) Menggunakan Enzim Papain” adalah hasil karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Indah Rahayu Widadi
NRP C34070011
RIWAYAT HIDUP
Penulis
bernama Indah
Rahayu
Widadi,
dilahirkan
di Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, tanggal 25 Oktober 1989
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan
Suparman dan Nur Zubaidah. Pendidikan dasar ditempuh
di SDN 1 Pilang pada tahun 1995. Pada tahun 2001 penulis
diterima di SMPN 1 Sidoarjo dan pada tahun 2004 penulis
menempuh pendidikan menengah atas di SMAN 3 Sidoarjo dan berhasil lulus
pada tahun 2007 dengan predikat lulusan terbaik ke-3 Program Studi IPA.
Penulis diterima sebagai mahasiswa strata satu (S1) di Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2007.
Semasa kuliah penulis aktif dalam kepengurusan HIMASILKAN IPB sebagai
staf divisi Infokom (2009-2010) dan ketua Divisi Peduli Pangan (2010-2011);
HIMASURYA PLUS IPB sebagai staf divisi kewirausahaan (2009-2010) dan staf
divisi infokom (2010-2011); reporter Majalah EMULSI (2007-2009); Paguyuban
Mahasiswa Beasiswa KSE IPB sebagai penanggung jawab FPIK (2010-2011).
Penulis juga aktif dalam kepanitiaan beberapa acara di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menjadi Mahasiswa Berprestasi Tingkat Departemen Teknologi
Hasil Perairan (2010); penerima beasiswa PT Kelola Mina Laut (2008-2009);
penerima beasiswa reguler (2009-2010) dan prestasi unggulan (2010-2011)
Karya Salemba Empat; asisten mata kuliah Ekologi Perairan (2009), Penanganan
Hasil Perairan (2010), Fisiologi, Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan
(2010), Biotoksikologi Hasil Perairan (2010) dan Teknologi Pengolahan Hasil
Perairan
(2011).
Penulis
juga
telah
melaksanakan
praktek
lapangan
di PT Makanan Sehat Nusantara, Bekasi, Jawa Barat.
Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana perikanan, penulis melakukan
penelitian dengan judul “Pembuatan dan Karakterisasi Hidrolisat Protein dari Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menggunakan Enzim Papain” di bawah
bimbingan Dra. Ella Salamah, M.Si. dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembuatan dan Karakterisasi Hidrolisat
Protein dari Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menggunakan Enzim Papain”.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan lancar
tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dra. Ella Salamah, M.Si. dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penulisan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si. selaku dosen penguji atas pengarahan dan
masukan dalam penulisan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil. selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
4.
Ayah dan ibu, serta kedua adik (Intan dan Ghanny) tercinta yang selalu
memberikan kasih sayang, semangat, dukungan dan doa.
5.
Mas Febriyanto atas dukungan, semangat, doa dan kasih sayang yang
diberikan.
6.
Donatur Yayasan Beasiswa Karya Salemba Empat atas bantuan dana
penelitian yang telah diberikan.
7.
YunKo, Ellis, Medit, Anti, Ihsan, Anggraeni, teman-teman THP 44, Mbak
Lastri, Mas Ipul, Bu Ema, Mbak Selin, Bu Ika, Mbak Ana, serta semua pihak
yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian
dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.
Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ............... 3
2.2 Protein dan Asam Amino ........................................................................... 4
2.3 Enzim Papain ............................................................................................. 5
2.4 Hidrolisis Protein ....................................................................................... 7
2.5 Hidrolisat Protein Ikan .............................................................................. 8
3. METODOLOGI ............................................................................................. 10
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 10
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ....................................................................... 10
3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 11
3.3.1 Pembuatan hidrolisat protein ikan................................................... 11
3.3.2 Penentuan konsentrasi optimum enzim papain................................ 13
3.3.3 Penentuan waktu hidrolisis optimum .............................................. 13
3.3.4 Karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo ............................ 13
3.4 Prosedur Analisis .................................................................................... 13
3.4.1 Assay aktivitas enzim papain (Bergmeyer 1983, diacu dalam
Wardana 2008 yang telah dimodifikasi) ......................................... 14
3.4.2 Pengukuran konsentrasi protein enzim papain (Bradford 1976) ..... 14
3.4.3 Rendemen (Hadiwiyoto 1993) ....................................................... 15
3.4.4 Kadar air (AOAC 2005) ................................................................ 15
3.4.5 Kadar abu (AOAC 2005)............................................................... 16
3.4.6 Kadar protein dan total nitrogen (AOAC 2005) ............................. 16
3.4.7 Kadar lemak (AOAC 2005) ........................................................... 17
3.4.8 Asam amino (AOAC 2005 yang telah dimodifikasi) .................... 17
3.4.9 Derajat hidrolisis (Hasnaliza et al. 2010) ....................................... 19
3.4.10 Daya cerna protein in vitro (Gauthier et al. 1982 yang telah
dimodifikasi) ................................................................................. 19
3.5 Analisis Data .......................................................................................... 20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 22
4.1 Aktivitas dan Konsentrasi Protein Enzim Papain ..................................... 22
4.2 Penentuan Konsentrasi Optimum Enzim Papain...................................... 24
4.3 Penentuan Waktu Hidrolisis Optimum .................................................... 25
4.4 Derajat hidrolisis dari hidrolisat protein ikan lele dumbo......................... 27
4.5 Karakteristik Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo ................................... 29
4.5.1 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo ...................... 29
4.5.2 Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo ............ 32
4.5.4 Daya cerna protein in vitro hidrolisat protein ikan lele dumbo ....... 36
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 39
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 39
5.2 Saran ...................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 40
LAMPIRAN ...................................................................................................... 44
vii
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
Halaman
1. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ............................................................... 3
2. Struktur asam amino.. ...................................................................................... 5
3. Mekanisme hidrolisis protein oleh enzim papain .............................................. 7
4. Diagram alir proses pembuatan hidrolisat protein ikan.. ................................. 12
5. Kurva standar penentuan konsentrasi protein enzim papain.. .......................... 23
6. Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo
dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda.. ........................................... 24
7. Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo
dengan waktu hidrolisis yang berbeda............................................................ 26
8. Hidrolisat protein ikan lele dumbo.. ............................................................... 29
9. Kromatogram HPLC (a) standar; (b) hidrolisat protein ikan lele dumbo
ulangan 1; (c) hidrolisat protein ikan lele dumbo ulangan 2 ........................... 35
DAFTAR TABEL
No
Teks
Halaman
1. Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) .................................... 4
2. Komposisi enzim dalam getah pepaya .............................................................. 6
3. Komposisi kimia hidrolisat protein ikan ........................................................... 9
4. Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml ............................ 15
5. Elusi gradien pada metode HPLC................................................................... 19
6. Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo ....................................... 29
7. Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo ............................. 33
8. Daya cerna protein in vitro hidrolisat protein ikan lele dumbo ........................ 37
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Bahan kimia untuk assay aktivitas enzim papain ........................................... 45
2. Prosedur assay aktivitas enzim papain .......................................................... 45
3. Assay aktivitas enzim papain ........................................................................ 46
4. Konsentrasi protein enzim papain ................................................................. 46
5. Aktivitas spesifik enzim papain .................................................................... 46
6. Analisis ragam nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
konsentrasi enzim papain yang berbeda ........................................................ 47
7. Hasil uji lanjut Duncan nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo
dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda ............................................ 47
8. Analisis ragam nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
waktu hidrolisis yang berbeda ...................................................................... 47
9. Hasil uji lanjut Duncan nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo
dengan waktu hidrolisis yang berbeda .......................................................... 47
10. Hasil analisis asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo ....................... 50
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, salah
satunya berasal dari sektor perikanan. Indonesia memiliki total volume produksi
perikanan pada tahun 2009 sebesar 10.065.120 ton yang terdiri atas 5.285.020 ton
produksi perikanan tangkap dan 4.780.100 ton produksi perikanan budidaya.
Sektor perikanan budidaya Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat, yaitu
dari 2.163.674 ton pada tahun 2005 menjadi 4.780.100 ton pada tahun 2009.
Komoditas utama perikanan budidaya Indonesia pada tahun 2009 antara lain
rumput laut 2.574.000 ton, ikan nila 378.300 ton, udang 348.000 ton, ikan
bandeng 291.300 ton, ikan mas 254.400 ton, ikan lele 200.000 ton dan ikan
patin 132.600 ton (KKP 2009).
Kementrian
Kelautan
dan
meningkatkan produksi ikan lele.
Perikanan
Indonesia
sedang
gencar
Target produksi ikan lele nasional selama
periode 2010-2014 sebesar 450% atau rata-rata meningkat sebesar 35% per tahun
sehingga mencapai 900.000 ton pada tahun 2014 (DJPB 2011). Ikan lele dumbo
banyak diolah menjadi berbagai jenis masakan maupun sebagai bahan baku dalam
pembuatan produk perikanan seperti bakso, nugget, sosis dan masih banyak lagi.
Hidrolisat protein merupakan salah satu bentuk pemanfaatan ikan lele dumbo
yang potensial.
Hidrolisat protein ikan merupakan produk yang dihasilkan dari penguraian
protein ikan menjadi peptida sederhana dan asam amino melalui proses hidrolisis
oleh enzim, asam atau basa. Hidrolisis protein menggunakan enzim merupakan
cara yang efisien karena dapat menghasilkan hidrolisat protein yang terhindar dari
kerusakan asam amino tertentu, seperti triptofan dan glutamin (Kristinsson 2007).
Enzim protease yang digunakan dalam hidrolisis protein ikan telah tersedia secara
komersial, baik yang berasal dari hewan, tanaman maupun mikroba, salah satunya
adalah enzim papain.
Enzim papain diisolasi dari getah tanaman pepaya
(Carica papaya) dan telah banyak digunakan secara komersial, salah satunya
sebagai pengempuk daging.
2
Pada industri pangan, hidrolisat protein ikan dapat ditambahkan ke dalam
formula produk makanan sebagai penambah cita rasa, sumber protein dan asam
amino, serta dapat memperbaiki sifat fungsional pangan, seperti daya ikat air.
Hidrolisat protein ikan juga memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat untuk
mencegah ketengikan pada makanan (Venugopal 2006). Hidrolisat protein ikan
memiliki indikasi untuk menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi stress
serta membantu penyembuhan pasien yang menderita gangguan pada sistem
pencernaan (Kristinsson 2007).
Penelitian mengenai hidrolisat protein ikan telah banyak dilakukan
menggunakan berbagai jenis ikan dan enzim. Nurhayati et al. (2007) meneliti
tentang hidrolisat protein ikan selar kuning menggunakan enzim papain,
Hasnaliza et al. (2010) meneliti tentang hidrolisat protein kerang darah
menggunakan enzim bromelin, serta banyak penelitian lainnya.
Penelitian
hidrolisat protein ikan lele dumbo perlu dilakukan karena informasi mengenai
kondisi optimum proses hidrolisis dan karakteristik hidrolisat protein ikan lele
dumbo yang dihasilkan masih sangat sedikit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
- Menentukan kondisi optimum (konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis) proses
hidrolisis protein ikan lele dumbo.
- Menentukan karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan
pada kondisi optimum.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Ikan lele merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar. Ikan lele
banyak ditemukan di Benua Afrika dan Asia.
Beberapa negara yang telah
membudidayakan ikan lele, yaitu Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Nama
lain ikan lele dalam bahasa Inggris antara lain catfish, siluroid, dan mudfish
(Prihatman 2000). Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
Filum
:
Chordata
Sub Filum
:
Vertebrata
Kelas
:
Pisces
Ordo
:
Ostariophysi
Sub Ordo
:
Siluroidea
Familia
:
Clariidae
Genus
:
Clarias
Spesies
:
Clarias gariepinus
Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) (Oliver 2002).
Ikan lele dumbo memiliki tubuh lebih besar dibandingkan ikan lele lokal,
kulit yang licin dan tidak bersisik. Sirip punggung dan anus yang dimiliki ikan
lele dumbo berbentuk memanjang. Ikan lele dumbo memiliki kepala yang keras,
dengan mata yang kecil dan mulut lebar. Ikan lele dumbo juga dilengkapi dengan
sungut yang berfungsi sebagai alat peraba pada saat kondisi gelap (Suyanto 2005).
Ciri morfologi ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Habitat ikan lele antara lain di kolam, sungai dengan arus air yang
perlahan dan waduk. Ikan lele dapat hidup pada suhu air optimal antara 25-28 °C.
Ikan lele juga dapat hidup dalam perairan agak tenang dan cukup dalam,
meskipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan memiliki kandungan oksigen
rendah. Ikan lele bersifat noktural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada
malam hari, sedangkan pada siang hari ikan lele berlindung di tempat yang gelap
(Prihatman 2000).
Ikan lele dumbo merupakan jenis ikan air tawar yang
mengandung nilai gizi yang baik dan tekstur daging yang lembut. Komposisi
kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
Parameter
Kadar air
Kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak
Jumlah (%)
Lele dumbo*
Mujair**
76,08
75,30
0,83
3,28
16,20
19,14
5,02
1,54
Keterangan: * = Ersoy dan Ozeren (2009)
** = Ariyani et al. (2003)
2.2 Protein dan Asam Amino
Protein merupakan molekul yang memiliki fungsi penting dalam tubuh
makhluk hidup. Protein berfungsi sebagai komponen struktural penyusun sel
dan jaringan tubuh, seperti kolagen dan keratin. Protein juga berperan penting
dalam proses fungsional tubuh. Berbagai jenis enzim yang membantu sistem
metabolisme tubuh merupakan protein.
Pergerakan tubuh akibat kontraksi
dan relaksasi otot tidak lepas dari peran protein, yaitu protein aktin dan miosin
(Damodaran 1996).
Protein terdiri atas asam amino yang tergabung melalui ikatan peptida.
Protein memiliki empat jenis struktur, yaitu struktur primer, sekunder, tersier
dan kuartener (Vaclavik dan Christian 2008). Sebuah asam amino terdiri dari
sebuah gugus amino (NH2), sebuah gugus karboksil (COOH), sebuah atom
hidrogen dan gugus R (rantai cabang) yang terikat pada sebuah atom karbon.
Sebagian besar protein mengandung sulfur dan beberapa mengandung komponen
tambahan, yaitu fosfor, besi dan seng (Winarno 2008). Struktur asam amino dapat
dilihat pada Gambar 2.
5
R
CH
COOH
NH2
Gambar 2 Struktur asam amino (Belitz et al. 2009).
Asam amino dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori berdasarkan
derajat interaksi rantai samping dengan gugus air. Asam amino non polar dan
rantai samping tidak bermuatan (glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin, prolin,
fenilalanin, triptofan dan metionin); asam amino polar dan tidak bermuatan (serin,
treonin, sistein, tirosin, asparagin dan glutamin); asam amino bermuatan
(asam aspartat, asam glutamat, histidin, lisin dan arginin). Asam amino juga
dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi fisiologi dalam tubuh, yaitu asam amino
esensial dan non-esensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi oleh tubuh
sehingga harus disuplai melalui makanan, sedangkan asam amino non-esensial
dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino esensial antara lain valin, leusin,
isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin, treonin, histidin, lisin dan arginin.
Asam amino non-esensial antara lain glisin, alanin, prolin, serin, sistein, tirosin,
asparagin, asam glutamat, asam aspartat dan glutamin (Belitz et al. 2009).
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting dalam bahan pangan,
baik dari segi nutrisi maupun sifat fungsional. Salah satu peran penting protein
adalah menentukan tekstur produk pangan, misalnya pada produk surimi.
Pengetahuan mengenai karakteristik protein yang menyusun suatu bahan pangan
merupakan informasi penting untuk memahami karakteristik produk pangan,
ketika proses pengolahan dan penyimpanan (Vaclavik dan Christian 2008).
2.3 Enzim Papain
Enzim merupakan protein yang memiliki aktivitas katalisis untuk
menurunkan energi aktivasi suatu reaksi sehingga konversi substrat menjadi
produk dapat berlangsung lebih cepat. Salah satu enzim yang mempunyai peran
penting dalam kehidupan adalah protease, yaitu enzim proteolitik yang bekerja
memecah protein menjadi asam amino. Proteolitik termasuk kelas utama enzim
hidrolase, yaitu dalam mekanisme kerjanya melibatkan air (Damodaran 1996).
6
Protease digolongkan menjadi proteinase (eksopeptidase) dan peptidase
(endopeptidase).
Endopeptidase memutus ikatan peptida yang spesifik pada
bagian tengah rantai protein. Enzim yang tergolong endopeptidase, yaitu tripsin,
pepsin, papain, bromelin dan enzim endopeptidase lainnya.
Eksopeptidase
memutus ikatan peptida di bagian ujung rantai peptida, pada gugus amino maupun
gugus karboksil (Rawlings et al. 2007).
Enzim papain diperoleh dengan cara mengeringkan getah pohon pepaya
(Carica papaya). Getah pepaya selain mengandung papain juga mengandung
enzim lain seperti kimopapain dan lisozim.
Komposisi enzim dalam getah
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi enzim dalam getah pepaya
Enzim
Papain
Kimopapain
Lisozim
Berat molekul (Da)
21.000
36.000
25.000
Titik isoelektrik
8,75
10,10
10,50
(%) dalam getah
10
45
20
Sumber : Cayle et al. (1964), diacu dalam Yamamoto (1975)
Papain (EC 3.4.22.2) terdiri atas 212 residu asam amino yang tersusun
dalam suatu rantai polipeptida tunggal. Papain merupakan golongan protease
sulfhihidril yang memiliki kemampuan menghidrolisis rantai peptida protein
dan inhibitor oleh gugus sulfihidril (SH).
Enzim papain mengkatalis reaksi
hidrolisis substrat amida, ester dan thioester. Aktivitas katalisis papain dilakukan
melalui hidrolisis yang berlangsung pada sisi-sisi aktif papain yang terdiri atas
gugus histidin dan sistein (Wong 1989).
Berdasarkan mekanisme pengikatan enzim terhadap substrat, proses
hidrolisis oleh enzim papain terdiri atas dua tahap reaksi, yaitu (1) reaksi asilasi
untuk membentuk ikatan kompleks enzim substrat dan (2) reaksi deasilasi yang
ditandai dengan hidrolisis ikatan kompleks enzim substrat menjadi produk
dan enzim (Wong 1989). Mekanisme hidrolisis protein oleh enzim papain
disajikan pada Gambar 3.
terhadap suhu dan pH.
Enzim papain mempunyai sifat yang relatif stabil
Penelitian Shahidi et al. (1995) melakukan reaksi
hidrolisis dengan enzim papain yang berlangsung secara optimum pada pH 6,0
sampai 8,0 dan kisaran suhu 45 hingga 65 °C.
7
Gambar 3 Mekanisme hidrolisis protein oleh enzim papain (Grzonka et al. 2007).
Enzim papain sudah lama dikenal sebagai bahan pengempuk daging
dan ditambahkan ke dalam minuman bir untuk menghindari kerusakan akibat
kondisi dingin (Wong 1989).
Bidang perikanan telah banyak memanfaatkan
enzim papain sebagai katalis dalam reaksi hidrolisis pada pembuatan hidrolisat
protein ikan (Shadihi et al. 1995; Ariyani et al. 2003).
2.4 Hidrolisis Protein
Protein merupakan molekul yang esensial dalam penyusunan struktur
maupun proses fungsional tubuh pada seluruh makhluk hidup. Protein terdiri atas
rantai asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida sehingga membentuk
beragam struktur yang kompleks. Reaksi hidrolisis protein bertujuan untuk
mengubah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam amino
dan peptida melalui pemutusan ikatan peptida, sehingga dapat lebih mudah untuk
dimanfaatkan oleh tubuh. Hidrolisis protein dapat dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu hidrolisis asam, basa dan enzimatis.
Setiap protein akan
menghasilkan campuran atau proporsi asam amino yang khas setelah reaksi
hidrolisis (Vaclavik dan Christian 2008).
8
Hidrolisis
asam
maupun
basa
merupakan
proses
yang
keras
dan melibatkan suhu tinggi. Hidrolisis asam dilakukan menggunakan asam kuat
seperti HCl atau H2SO4 (Johnson dan Peterson 1974). Hidrolisis asam maupun
basa dapat memutuskan ikatan peptida pada protein, namun juga dapat merusak
sejumlah asam amino yang terkandung pada produk yang dihasilkan. Triptofan
biasanya rusak sepenuhnya; sistein, serin dan treonin sebagian rusak; asparagin
dan glutamin diubah menjadi bentuk asamnya. Garam terbentuk selama
netralisasi, sehingga mengakibatkan kadar garam tinggi (BD Biosciences 2009).
Hidrolisis protein menggunakan enzim proteolitik merupakan cara yang
lebih efisien dan aman karena dapat menghasilkan hidrolisat protein yang
terhindar dari kerusakan asam amino tertentu akibat penggunaan asam kuat,
basa kuat, maupun suhu tinggi pada reaksi hidrolisis asam maupun basa. Reaksi
hidrolisis protein menggunakan enzim akan memutus ikatan peptida yang
ditargetkan secara spesifik (BD Biosciences 2009).
Hidrolisis protein enzimatis menggunakan enzim protease.
Hidrolisat
protein yang dihasilkan umumnya mengandung peptida dengan bobot molekul
rendah yang terdiri atas dua hingga empat asam amino. Faktor yang
mempengaruhi kecepatan hidrolisis secara enzimatis adalah suhu, waktu, pH,
inhibitor, serta konsentrasi enzim dan substrat. Apabila proses hidrolisis berjalan
sempurna, maka akan dihasilkan hidrolisat protein yang terdiri dari 18-20 macam
asam amino (Damodaran 1996).
2.5 Hidrolisat Protein Ikan
Hidrolisat protein ikan dihasilkan dari penguraian protein ikan menjadi
peptida sederhana dan asam amino melalui proses hidrolisis baik oleh enzim,
asam maupun basa. Reaksi hidrolisis terhadap protein ikan dengan menggunakan
enzim proteolitik pada kondisi suhu, pH dan waktu hidrolisis yang terkontrol
dapat menghasilkan produk akhir berupa hidrolisat protein ikan yang berkualitas
(Kristinsson 2007). Hidrolisat protein berbentuk cair, pasta atau tepung yang
bersifat higroskopis. Hidrolisat protein cair mengandung padatan sebesar 30%,
sedangkan bentuk pasta mengandung 65% padatan (Johnson dan Peterson 1974).
9
Proses produksi hidrolisat protein ikan menggunakan enzim proteolitik
merupakan proses yang cukup sederhana. Langkah awal yang dilakukan adalah
pencampuran bahan baku (raw material) dengan air, kemudian diikuti dengan
penyesuaian suhu dan pH optimal, penambahan enzim dan reaksi hidrolisis
enzimatis pada waktu tertentu, selanjutnya penginaktivasian enzim, langkah
terakhir adalah pengeringan atau pemekatan (Kristinsson 2007).
Hidrolisat protein ikan memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat
fungsional dan kualitas bahan pangan. Hidrolisat protein ikan memiliki
kandungan protein tinggi, asam amino lengkap, daya cerna protein yang tinggi
dan sifat fungsional penting dalam pengolahan pangan, seperti flavour enhancer,
kelarutan tinggi dalam air, serta pembentuk tekstur (Hall dan Ahmad 1992).
Hidrolisat protein ikan dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan
hidrolisat protein ikan kualitas pangan, juga masih memiliki banyak manfaat
dalam industri pakan, pertanian dan mikrobiologi. Pada industri pakan, hidrolisat
protein ikan dapat ditambahkan ke dalam formula pakan sebagai sumber protein
dan asam amino, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan bobot hewan
ternak dan ikan budidaya. Hidrolisat protein ikan dapat dimanfaatkan sebagai
sumber nitrogen pada pupuk tanaman dan media pertumbuhan bakteri
(Kristinsson 2007). Komposisi kimia hidrolisat protein ikan untuk pangan, pakan
dan flavour enhancer disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan
Parameter
Kadar air
Kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak
Daya cerna
oleh pepsin
Hidrolisat protein
untuk pangan (%)*
Hidrolisat protein ikan
untuk pakan (%)**
5,0
0,3
84,0
11,0
5,0-10,0
4,0- 9,0
66,0-72,0
8,0-15,0
Hidrolisat protein
ikan untuk flavour
enhancer (%)***
5,0
25,0
45,0
2,0
97,0
95,0-97,0
-
Keterangan: *
= International Quality Ingredients (2005)
** = California Spray Dry Co. (2011)
*** = Thaddee dan Lyraz (1990)
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2011
di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Imunologi, Fakultas Kedokteran
Hewan; Laboratorium Pilot Plant, Pusat Antar Universitas (PAU); Laboratorium
Terpadu, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama
berupa ikan lele dumbo (1 kg = ± 5 ekor), enzim papain dan akuades,
bahan-bahan kimia untuk assay aktivitas enzim papain (kasein 2% (b/v), tirosin,
CaCl2, Na2CO3, folin 50% (v/v), akuades, TCA 5% (b/v) dan larutan buffer fosfat
pH 7,5); konsentrasi protein enzim papain (bovine serum albumin (BSA),
etanol 96% (v/v), coomassie briliant blue G-250, asam fosfat 85% (b/v)
dan akuades); analisis proksimat (K2SO4, CuSO4, H2SO4, bromocresol green,
methyl red, NaOH 40% (b/v), H3BO3 4% (v/v) dan HCl); analisis asam amino
(Ortoftalaldehida (OPA), buffer borat 1 M, HCl 6 N, gas N2, Na-Asetat 0,025 M,
Na-EDTA, metanol 95% (v/v), THF, merkaptoetanol, Brij-30 larutan standar
asam amino 0,5 µmol/ml); analisis derajat hidrolisis (TCA 20% (b/v)); analisis
daya cerna protein in vitro (HCl, enzim pepsin, NaOH, enzim pankreatin,
natrium azida, buffer fosfat pH 8,0).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan
analitik (Sartorius), refrigerator (LG), homogenizer (Nissei AM-3), waterbath
shaker (Wiggen Hauser), spray dryer (Buchi), sentrifuge (Sorvall T-21),
oven (Yamato), pH meter (Orion), inkubator (Termolina), mikropipet (Pipetman),
spektrofotometer (Yamato) dan High Performance Liquid Chromatography
(Shimadzu).
11
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, meliputi pembuatan hidrolisat
protein ikan; penentuan konsentrasi optimum enzim papain; penentuan waktu
hidrolisis optimum dan karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo yang
dihasilkan.
3.3.1 Pembuatan hidrolisat protein ikan
Pembuatan hidrolisat protein ikan dilakukan melalui reaksi hidrolisis
enzimatis menggunakan enzim papain. Metode pembuatan hidrolisat protein ikan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Nurhayati et al. (2007)
yang telah dimodifikasi. Ikan lele dumbo dimatikan dengan cara ditusuk bagian
medula oblongatanya.
Ikan lele dumbo yang telah mati selanjutnya disiangi
dan di-fillet skinless, kemudian dicincang. Daging ikan cincang dihomogenisasi
dengan akuades dalam perbandingan 1:4 (1 bagian daging ikan cincang dicampur
dengan 4 bagian akuades) menggunakan homogenizer selama 2 menit. Nilai pH
campuran diatur hingga mencapai pH optimal enzim papain, yaitu pH 7,0 dengan
menambahkan larutan NaOH 1 M dan atau larutan HCl 1 M. Campuran daging
ikan cincang dengan akuades tersebut ditambahkan enzim papain dengan
konsentrasi tertentu (konsentrasi optimum enzim papain). Hidrolisis dilakukan
pada suhu 55 °C menggunakan water bath shaker selama waktu tertentu (waktu
hidrolisis optimum).
Setelah proses hidrolisis selesai, enzim papain diinaktivasi pada suhu
80 °C selama 20 menit dengan tujuan untuk menghentikan proses hidrolisis.
Sampel disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 20 menit, suhu 4 °C untuk
memisahkan fraksi terlarut (supernatan) dan fraksi yang tidak terlarut (pellet).
Supernatan dikeringkan menggunakan pengering semprot (spray dryer) dengan
suhu inlet sebesar 160 °C dan suhu outlet sebesar 80 °C. Serbuk hidrolisat protein
yang dihasilkan disimpan dalam wadah tertutup. Diagram alir proses pembuatan
hidrolisat protein ikan dapat dilihat pada Gambar 4.
12
Ikan Lele Dumbo
Penyiangan
Pembuatan fillet skinless *
Pencincangan
Homogenisasi dengan akuades 1: 4
Penambahan enzim papain
Hidrolisis
suhu 55 °C; pH 7,0; waktu tertentu
Inaktivasi enzim
(suhu 80 °C; selama 20 menit)
Sentrifugasi *
Padatan
Filtrat
Spray drying *
Hidrolisat protein ikan
Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan hidrolisat protein ikan
(Nurhayati et al. 2007 yang telah dimodifikasi) Keterangan:
= Mulai dan akhir proses;
= Proses;
* = Modifikasi.
13
3.3.2 Penentuan konsentrasi optimum enzim papain
Tahap ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum enzim papain
terhadap substrat yang digunakan dalam hidrolisis enzimatis protein ikan lele
dumbo.
Konsentrasi enzim papain yang digunakan yaitu 0% (b/v) (tanpa
penambahan enzim/kontrol); 1% (b/v); 2% (b/v); 3% (b/v); 4% (b/v); 5% (b/v)
dan 6% (b/v). Hidrolisis dilakukan selama 6 jam pada suhu 55 °C dan nilai pH
sebesar 7,0. Penentuan kisaran konsentrasi enzim ini berdasarkan pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhayati et al. (2007) pada ikan selar yang
menunjukkan bahwa konsentrasi optimum enzim papain untuk menghidrolisis
protein ikan selar adalah 5% (b/v). Konsentrasi optimum enzim papain ditentukan
dengan menghitung perbandingan nitrogen total terlarut dan nitrogen total bahan
(NTT/NTB).
3.3.3 Penentuan waktu hidrolisis optimum
Tahap ini bertujuan untuk menentukan waktu hidrolisis optimum yang
digunakan dalam hidrolisis enzimatis protein ikan lele dumbo dengan enzim
papain. Waktu hidrolisis yang digunakan yaitu 0 jam , 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam,
5 jam, 6 jam dan 7 jam. Enzim papain yang ditambahkan sesuai dengan hasil
penentuan konsentrasi optimum enzim papain. Proses hidrolisis berlangsung pada
suhu 55 °C dan nilai pH sebesar 7,0.
Waktu hidrolisis optimum ditentukan
dengan menghitung perbandingan nitrogen total terlarut dan nitrogen total bahan
(NTT/NTB).
3.3.4 Karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo
Karakterisasi dilakukan terhadap hidrolisat protein ikan lele dumbo yang
dihasilkan dari reaksi hidrolisis enzimatis pada kondisi optimum. Analisis yang
dilakukan, yaitu analisis proksimat, asam amino dan daya cerna protein in vitro.
3.4 Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian aktivitas
enzim papain, pengukuran konsentrasi protein enzim papain, penentuan derajat
hidrolisis, rendemen, analisis proksimat (kadar air, protein, abu dan lemak),
asam amino dan daya cerna protein in vitro.
14
3.4.1 Assay aktivitas enzim papain (Bergmeyer 1983, diacu dalam Wardana 2008
yang telah dimodifikasi)
Aktivitas enzim papain diukur dengan menyiapkan tiga buah tabung reaksi
yang dijadikan sebagai blanko, standar dan sampel. Setiap tabung reaksi diisi
dengan kasein 2% (b/v) dan buffer fosfat 1 mol/l (pH 7,5) masing-masing
sebanyak 1 ml. Tabung reaksi untuk sampel ditambahkan enzim papain 5% (b/v)
sebanyak 0,2 ml. Larutan tirosin (5 mmol/l) digunakan sebagai pengganti enzim
untuk standar dan akuades digunakan sebagai pengganti enzim untuk blanko.
Seluruh tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37 °C selama 10 menit.
Tahap selanjutnya adalah penambahan 2 ml TCA 5% (b/v), diinkubasi pada suhu
37 °C selama 10 menit dan disaring dengan kertas saring. Filtrat sebanyak 1,5 ml
ditambah Na2CO3 (0,4 mol/l) sebanyak 5 ml dan folin (1:2) sebanyak 1 ml,
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 20 menit, kemudian nilai absorbansinya
diukur dengan spektrofotometer (λ = 578 nm). Bahan kimia dan prosedur untuk
assay aktivitas enzim papain disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Aktivitas enzim
papain dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
UA =
Asp-Abl
1
xPx
Ast-Abl
T
Keterangan :
UA
Asp
Abl
Ast
P
T
= Aktivitas enzim papain
= Nilai absorbansi sampel
= Nilai absorbansi blanko
= Nilai absorbansi standar
= Faktor pengenceran
= Waktu inkubasi
3.4.2 Pengukuran konsentrasi protein enzim papain (Bradford 1976)
Konsentrasi protein enzim papain diukur menggunakan bovine serum
albumin (BSA) sebagai standar. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan
melarutkan 25 mg coomassie briliant blue G-250 dalam 12,5 ml etanol 96% (v/v),
ditambahkan 25 ml asam fosfat 85% (b/v) hingga larut dengan sempurna.
Akuades ditambahkan ke dalam larutan hingga mencapai volume 0,5 l lalu
disaring dengan kertas saring Whatman 1, serta diencerkan lima kali sesaat
sebelum digunakan.
15
Tabung reaksi untuk sampel diisi dengan enzim papain 1,25% (b/v)
sebanyak 0,1 ml, ditambahkan pereaksi Bradford sebanyak 5 ml, diinkubasi
selama 5 menit dan diukur dengan spektrofotometer (λ = 595 nm). Larutan BSA
digunakan sebagai pengganti enzim untuk larutan standar. Larutan standar juga
diberi perlakuan yang sama dengan larutan sampel. Nilai absorban standar yang
diperoleh dimasukkan ke dalam kurva standar BSA untuk menentukan konsentrasi
protein enzim papain. Larutan BSA dibuat dengan melarutkan 100 mg protein
BSA dalam 50 ml akuades sebagai larutan stok dengan konsentrasi 2 mg/ml.
Larutan stok BSA diencerkan menjadi beberapa konsentrasi larutan standar,
yaitu 0,1-1,0 mg/ml. Komposisi volume larutan dalam pembuatan larutan standar
BSA disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml
Konsentrasi BSA
(mg/ml)
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
Volume BSA [2 mg/ml]
(ml)
0,025
0,050
0,075
0,100
0,125
0,150
0,175
0,200
0,225
0,250
Volume akuades
(ml)
0,475
0,450
0,425
0,400
0,375
0,350
0,325
0,300
0,275
0,250
3.4.3 Rendemen (Hadiwiyoto 1993)
Rendemen adalah rasio antara berat bagian yang dapat dimanfaatkan
terhadap berat utuh. Rendemen umumnya digunakan untuk memperkirakan
jumlah bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Rendemen
hidrolisat protein ikan lele dumbo dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rendemen HPI (%)=
Berat hidrolisat protein ikan (g)
×100%
Berat daging ikan cincang (g)
3.4.4 Kadar air (AOAC 2005)
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 °C selama 1 jam,
lalu didinginkan di dalam desikator. Cawan porselen tersebut kemudian
ditimbang. Sebanyak 2 gram sampel dimasukkan dalam cawan porselen kering,
16
dikeringkan dalam oven pada suhu 100-102 °C hingga diperoleh berat konstan.
Cawan berisi sampel tersebut didinginkan dalam desikator. Proses selanjutnya
adalah penimbangan cawan yang berisi sampel setelah dikeringkan. Kadar air
bahan dihitung menggunakan rumus:
Kadar air (%) =
B1 - B2
x 100 %
B
Keterangan :
B = Berat sampel (g)
B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (g)
B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan (g)
3.4.5 Kadar abu (AOAC 2005)
Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama
1 jam lalu didinginkan selama 15 menit dalam desikator. Cawan porselen tersebut
kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan dalam cawan
pengabuan dan dipijarkan diatas nyala api hingga tidak berasap. Sampel
dimasukkan dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 °C selama 6 jam. Cawan
berisi sampel didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan tersebut
ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Berat abu (g) = berat sampel dan cawan setelah pengabuan (g) - cawan kosong (g)
Kadar abu (%)=
Berat abu (g)
x 100 %
Berat sampel (g)
3.4.6 Kadar protein dan total nitrogen (AOAC 2005)
Analisis protein dengan metode Kjeldahl terdiri dari tiga tahap, yaitu
destruksi, destilasi dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukkan
dalam labu Kjeldahl 50 ml. Sebanyak 7,0 gram K2SO4 dan 0,8 g CuSO4 juga
ditambahkan dalam labu Kjeldahl tersebut sebagai katalisator, lalu ditambahkan
H2SO4. Sampel didestruksi pada suhu 410 °C hingga cairan berwarna bening.
Larutan dalam labu Kjeldahl diencerkan dengan akuades hingga mencapai volume
80 ml, kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil
destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 4% (v/v)
yang mengandung indikator bromocresol green dan methyl red dengan
perbandingan 2:1.
17
Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH 40% (b/v)
ke dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 ml destilat dalam erlenmeyer
dengan hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai
terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang pertama kali. Volume titran
dibaca dan dicatat. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar protein
dihitung dengan rumus :
Nitrogen (%)=
(ml HCl –ml blanko)x N HCl x 14,007 x 100%
mg sampel
Kadar protein (%)= Nitrogen (%) x faktor konversi (6,25)
3.4.7 Kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring. Kedua ujung
kertas saring ditutup dengan kapas bebas lemak, kemudian dibungkus lalu
dimasukkan dalam selongsong lemak. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan
dalam labu lemak yang sudah ditimbang dan disambungkan dengan tabung
soxhlet, disiram dengan pelarut lemak, direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang
ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat
destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor. Labu lemak dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 °C, lalu labu didinginkan dalam desikator. Kadar
lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar lemak (%) =
W3 -W2
x 100 %
W1
Keterangan :
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (g)
W3 = Berat sampel dengan lemak (g)
3.4.8 Asam amino (AOAC 2005 yang telah dimodifikasi)
Prinsip analisis asam amino dengan menggunakan High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) adalah memanfaatkan reaksi pra kolom gugus
amino, yaitu pereaksi ortoftalaldehida (OPA) yang kemudian akan bereaksi
dengan asam amino primer dalam suasana basa, mengandung merkaptoetanol
membentuk senyawa yang berflouresensi, sehingga dapat dideteksi dengan
detektor flouresensi.
18
Asam amino yang dianalisis mencakup 15 jenis asam amino. Asam amino
yang tidak dianalisis antara lain triptofan, prolin, sistein, asparagin dan glutamin.
Asam amino triptofan tidak dianalisis karena membutuhkan proses hidrolisis basa
pada tahap preparasi sampel. Asam amino prolin, sistein, asparagin dan glutamin
tidak dianalisis karena menggunakan reaksi derivatisasi post kolom.
Proses
analisis asam amino menggunakan HPLC adalah :
(a) Preparasi sampel
Kadar protein sampel ditentukan terlebih dahulu dengan metode Kjeldahl.
Sampel yang mengandung 3 mg protein dimasukan dalam tabung ulir,
ditambahkan 2 ml HCl 6 N dan dialiri gas N2, kemudian ditutup. Sampel tersebut
dihidrolisis dalam oven bersuhu 110 °C selama 24 jam lalu disaring menggunakan
kaca masir.
Sampel tersebut dipindahkan ke labu rotary evaporator untuk
dikeringkan, kemudian ditambah dengan HCl 0,01 N dan ditera sampai 25 ml,
disaring dengan kertas milipore filter No. 45.
(b) Analisis asam amino dengan HPLC
Larutan buffer kalium borat pH 10,4 ditambahkan ke dalam sampel yang
telah dikeringkan dengan perbandingan 1:1, sehingga diperoleh larutan sampel
yang siap dianalisis. Larutan sampel tersebut dicampur dengan pereaksi
ortoftalaldehida (OPA) dengan perbandingan 1:6. Hal yang sama juga dilakukan
terhadap larutan standar asam amino. Larutan yang telah tercampur (baik sampel
maupun standar) didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung
sempurna.
Larutan standar dan sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC
sebanyak 5 µl, lalu ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai.
Kondisi alat HPLC pada saat dilakukan analisis :
Kolom
: Ultra techspere
Fase mobil
: Larutan A (Na-Asetat, Na-EDTA, metanol, THF)
dan larutan B (metanol 95%, akuades) dengan gradien
yang disajikan pada Tabel 5
Detektor
: Fluoresensi
Konsentrasi asam amino (µmol) dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :
Konsentrasi AA (µmol)=
luas puncak sampel
×konsentrasi standar
luas puncak standar
19
Persen asam amino dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :
% AA=
µmol AA ×Mr AA
×100%
µg sampel
Tabel 5 Elusi gradien pada metode HPLC
Waktu (menit)
0
1
2
5
13
15
18
19
26
28
35
Laju aliran fase mobil (ml/menit)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
% Larutan B
0
0
20
20
45
45
80
100
100
0
0
3.4.9 Derajat hidrolisis (Hasnaliza et al. 2010)
Derajat hidrolisis dihitung berdasarkan persentase rasio trichloroacetic
acid (TCA). Sebanyak 20 ml hidrolisat protein ditambahkan TCA 20% (b/v)
sebanyak 20 ml. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 30 menit agar
terjadi pengendapan, lalu disentrifugasi (kecepatan 7800 x g, selama 15 menit).
Supernatannya lalu dianalisis kadar nitrogennya menggunakan metode Kjeldahl
(AOAC 2005). Derajat hidrolisis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Derajat Hirdrolisis (%) =
Nitrogen terlarut dalam TCA 10% (b/v)
x 100 %
Nitrogen total sampel
3.4.10 Daya cerna protein in vitro (Gauthier et al. 1982 yang telah dimodifikasi)
Prinsip pengukuran daya cerna protein in vitro adalah mengukur kadar
protein yang tidak tercerna oleh enzim pada kondisi yang menyerupai
metabolisme tubuh ketika mencerna makanan.
Prosedur analisis daya cerna
protein in vitro adalah sebagai berikut: sebanyak 250 mg sampel dimasukan
dalam erlenmeyer 50 ml, ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 15 ml
yang mengandung 1,5 g enzim pepsin, dikocok pada kecepatan rendah dan suhu
37 °C selama 3 jam dengan waterbath shaker.
Larutan tersebut dinetralkan
dengan NaOH 0,5 N, ditambahkan 4 mg enzim pankreatin didalam 7,5 ml larutan
buffer fosfat 0,2 M dengan pH 8,0 yang mengandung natrium azida 0,005 M.
20
Larutan yang diperoleh tersebut dikocok pada kecepatan rendah dan suhu 37 °C
selama 24 jam dengan waterbath shaker, disaring menggunakan kertas saring.
Kandungan protein sampel yang menempel di kertas saring dianalisis
dengan metode Kjeldahl (AOAC 2005).
Daya cerna protein in vitro dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Daya cerna protein (%) =
total protein-protein tidak tercerna
x 100 %
total protein
3.5 Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor. Faktor yang diamati adalah
konsentrasi optimum enzim dengan 7 taraf, yaitu 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan
6%, serta dua ulangan dan faktor waktu hidrolisis optimum dengan 8 taraf, yaitu
0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam dan 7 jam, serta dua ulangan.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991) :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:
Yij = Respon percobaan akibat pengaruh faktor perlakuan pada taraf ke-i dan
ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata umum populasi
τi = Pengaruh faktor perlakuan pada taraf ke-i
εij = Pengaruh galat percobaan karena faktor perlakuan pada taraf ke-i dan
ulangan ke-j
Hipotesis:
(a) Penentuan konsentrasi optimum enzim papain
Ho: Konsentrasi enzim papain tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
NTT/NTB hidrolisat protein ikan lele dumbo
Hi : Konsentrasi enzim papain berpengaruh nyata terhadap nilai
NTT/NTB hidrolisat protein ikan lele dumbo
21
(b) Waktu hidrolisis
Ho: Waktu hidrolisis tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB
hidrolisat protein ikan lele dumbo
Hi : Waktu hidrolisis berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB
hidrolisat protein ikan lele dumbo
Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam
(ANOVA). Apabila hasil analisis menunjukkan berpengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Rumus uji lanjut Duncan adalah :
DMRT = R (p, v)
KTG
r
Keterangan:
DMRT
R (p,v)
KTG
r
= Nilai baku uji lanjut Duncan (Duncan Multiple Range Test)
= Nilai yang ditentukan dari tabel analisis ragam
= Kuadrat tengah galat
= Jumlah ulangan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Aktivitas dan Konsentrasi Protein Enzim Papain
Enzim merupakan protein yang memiliki aktivitas katalisis untuk
menurunkan energi aktivasi suatu reaksi sehingga konversi substrat menjadi
produk dapat berlangsung lebih cepat (Damodaran 1996). Enzim yang digunakan
dalam hidrolisis protein ikan lele dumbo pada penelitian ini adalah enzim papain.
Krishnaiah et al. (2002) menyatakan bahwa enzim papain diperoleh dengan cara
mengekstraksi getah yang disadap dari bagian buah yang masih muda maupun
daun tanaman pepaya (Carica papaya). Ekstrak kasar papain umumnya
dikeringkan dalam skala besar dengan metode spray drying.
Informasi penting yang perlu diketahui sebelum menggunakan enzim
dalam proses hidrolisis protein adalah aktivitas enzim (jumlah substrat yang
dikonversi menjadi produk per satuan waktu) (Damodaran 1996). Aktivitas enzim
papain yang digunakan dalam reaksi hidrolisis protein ikan lele dumbo sebesar
0,595 U/ml (Lampiran 3), hal ini berarti 1 ml enzim papain 1,25% (b/v) dapat
mengkatalisis reaksi hidrolisis untuk mengkonversi 0,595 µmol substrat protein
per menit menjadi produk hidrolisat protein ikan lele dumbo.
Konsentrasi protein dalam enzim papain ditentukan dengan metode
Bradford, yaitu protein akan berikatan dengan Coomassie Briliant Blue G-250,
kemudian
nilai
absorbansinya
diukur
menggunakan
spektrofotometer.
Keunggulan metode Bradford adalah praktis dan cepat (Bradford 1976). Kurva
standar penentuan konsentrasi protein enzim papain dapat dilihat pada Gambar 5.
Konsentrasi protein enzim papain yang diperoleh adalah sebesar 0,456 mg/ml
(Lampiran 4), hal ini berarti 1 ml enzim papain 1,25% (b/v) mengandung protein
dengan konsentrasi sebesar 0,456 mg.
Aktivitas spesifik enzim papain yang digunakan dalam proses hidrolisis
protein ikan lele dumbo adalah 1,305 U/mg protein (Lampiran 5), hal ini berarti
setiap 1 mg protein enzim papain dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis untuk
mengkonversi sebesar 1,305 µmol substrat protein ikan lele dumbo per menit
Nilai aktivitas spesifik enzim papain tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
enzim papain komersial yang diproduksi oleh SIGMA, yaitu 10 U/mg protein.
23
Absorban (λ = 595 nm)
0.250
y = 0.149x + 0.049
R² = 0.94
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Konsentrasi protein enzim papain (mg/ml)
Gambar 5 Kurva standar penentuan konsentrasi protein enzim papain.
Enzim papain yang telah disimpan dalam waktu cukup lama akan
mengalami penurunan aktivitas spesifik. Aktivitas spesifik enzim papain dapat
dipertahankan agar tidak menurun drastis dengan menyimpan enzim papain pada
suhu rendah. Penelitian Wang et al. (2008) menunjukkan enzim papain dapat
mengalami penurunan aktivitas sebesar 50% setelah 60 hari penyimpanan pada
suhu 4 °C dan menurun sebesar 95% setelah 24 hari penyimpanan pada suhu
ruang. Aktivitas autolisis maupun gangguan stabilitas struktur protein enzim
papain dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan aktivitas enzim papain.
Enzim papain dalam bentuk ekstrak kasar dan tidak diimobilisasi memiliki
aktivitas spesifik yang lebih rendah dibandingkan enzim papain murni maupun
yang diimobilisasi. Metode pemurnian enzim papain telah digunakan adalah
metode pengendapan dan kromatografi. Penelitian Nitsawang et al. (2006)
menunjukkan bahwa pemurnian enzim papain juga dapat dilakukan menggunakan
metode ekstraksi dua tahap dengan pelarut polietilen glikol dan amonium sulfat.
Penelitian Wang et al. (2008) menunjukkan teknik imobilisasi enzim dapat
meningkatkan stabilitas enzim papain baik terhadap suhu maupun waktu
penyimpanan. Enzim papain dapat diimobilisasi menggunakan partikel silika dan
nanopartikel perak.
24
Senyawa aktivator dan inhibitor enzim papain juga dapat mempengaruhi
aktivitas enzim papain. Krishnaiah et al. (2002) menyatakan bahwa aktivitas
spesifik enzim papain akan meningkat dengan adanya penambahan senyawa
aktivator seperti sistein, sulfit dan H2S.
Penelitian Szabelski et al. (2001)
menunjukkan bahwa pelarut organik seperti MeOH, EtOH, DMF, MeCN, TFE
dan (MeO)2 yang dicampur dengan substrat flourogenik juga dapat menurunkan
aktivitas katalisis enzim papain dalam reaksi hidrolisis.
4.2 Penentuan Konsentrasi Optimum Enzim Papain
Konsentrasi enzim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
aktivitas enzim dalam reaksi hidrolisis. Informasi mengenai konsentrasi optimum
enzim sangat penting untuk menentukan seberapa banyak enzim yang dibutuhkan
agar reaksi hidrolisis dapat berjalan optimal (Whitaker 1996).
Konsentrasi
optimum enzim papain pada hidrolisis protein ikan lele dumbo dapat diketahui
dengan melakukan uji kadungan nitrogen total terlarut (NTT) dibandingkan
dengan nitrogen total bahan (NTB) sehingga diperoleh nilai NTT/NTB.
Konsentrasi optimum enzim papain ditunjukkan dengan nilai NTT/NTB yang
semakin tinggi. Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo
NTT/ NTB
dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda disajikan pada Gambar 6.
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
(e)
0.34(e) 0.35
0.29(d)
0.25(c)
0.21(b) 0.21(b)
0.05 (a)
0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi enzim (% b/v)
Gambar 6 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
konsentrasi enzim papain yang berbeda (Superskrip yang berbeda
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)).
25
Gambar 6 menunjukan pengaruh konsentrasi enzim papain terhadap nilai
NTT/NTB dari hidrolisat protein ikan lele dumbo.
Hasil analisis ragam
(Lampiran 6) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa konsentrasi
enzim papain berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB.
Hasil uji lanjut
Duncan (Lampiran 7) menunjukkan bahwa nilai NTT/NTB dari konsentrasi enzim
5% dan 6% tidak berbeda nyata. Konsentrasi enzim 5% memiliki nilai NTT/NTB
sebesar 0,34 dan konsentrasi enzim 6% memiliki nilai NTT/NTB sebesar 0,35%.
Nilai NTT/NTB dari konsentrasi 5% dan 6% berbeda nyata dengan nilai
NTT/NTB dari konsentrasi enzim yang lain, sehingga konsentrasi enzim 5%
adalah konsentrasi enzim papain yang paling optimum.
Rasio antara konsentrasi enzim papain terhadap substrat yang semakin
tinggi dapat memperbesar peluang terjadinya reaksi hidrolisis protein. Molekul
enzim papain yang semakin banyak akan memperbesar peluang terjadinya reaksi
hidrolisis substrat oleh enzim papain hingga mencapai titik dimana peningkatan
konsentrasi enzim tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB.
Penelitian Hasnaliza et al. (2010) menunjukkan bahwa konsentrasi enzim
proteolitik yang semakin meningkat dalam proses hidrolisis akan menyebabkan
peningkatan nitrogen terlarut dalam hidrolisat protein ikan. Shahidi et al. (1995)
menyatakan bahwa proses hidrolisis protein enzimatis berkaitan dengan
mekanisme perombakan protein (proteolitik), melibatkan enzim yang bersifat larut
dan substrat dalam bentuk jaringan daging ikan, menjadi senyawa nitrogen yang
terlarut.
4.3 Penentuan Waktu Hidrolisis Optimum
Sifat fungsional dan kualitas dari protein hidrolisat ikan dapat diperoleh
dengan menggunakan jenis enzim yang tepat dan kondisi hidrolisis yang
optimum, yaitu waktu, pH dan suhu optimum (Hall dan Ahmad 1992). Waktu
hidrolisis optimum pada hidrolisis protein ikan lele dumbo dapat diketahui dengan
melakukan uji kadungan nitrogen total terlarut (NTT) dibandingkan dengan
nitrogen total bahan (NTB) sehingga diperoleh nilai NTT/NTB. Berdasarkan pada
penelitian tahap sebelumnya, diketahui bahwa konsentrasi enzim 5% (b/v) dipilih
sebagai konsentrasi optimum yang kemudian digunakan untuk menentukan waktu
26
hidrolisis optimum protein ikan lele dumbo. Waktu hidrolisis optimum
ditunjukkan dengan nilai NTT/NTB yang semakin tinggi. Nilai rata-rata
NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang
NTT/ NTB
berbeda disajikan pada Gambar 7.
0.38
0.37
0.36
0.35
0.34
0.33
0.32
0.31
0.3
0.29
0.28
0.37(b)
0.36(b)
0.34(ab) 0.34(ab)
0.33(ab)
0.33(ab)
0.31(a) 0.31(a)
0
1
2
3
4
5
6
7
Waktu hidrolisis (jam)
Gambar 7 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
waktu hidrolisis yang berbeda (Superskrip yang berbeda
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)).
Gambar 7 menunjukkan pengaruh waktu hidrolisis terhadap nilai
NTT/NTB dari hidrolisat protein ikan lele dumbo.
Hasil analisis ragam
(Lampiran 8) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa waktu hidrolisis
berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB.
Hasil uji lanjut Duncan
(Lampiran 9) menunjukkan bahwa nilai NTT/NTB dari waktu hidrolisis 6 jam
dan 7 jam tidak berbeda nyata. Reaksi hidrolisis menggunakan enzim papain
selama 6 jam dan 7 jam menghasilkan nilai NTT/NTB sebesar 0,36 dan 0,37.
Nilai NTT/NTB dari waktu hidrolisis 6 jam dan 7 jam berbeda nyata dengan nilai
NTT/NTB dari waktu hidrolisis jam ke-1 dan jam ke-2, sehingga waktu hidrolisis
6 jam adalah waktu hidrolisis yang paling optimum.
Waktu hidrolisis merupakan salah satu faktor yang penting bagi kinerja
enzim. Waktu hidrolisis yang semakin meningkat akan menyebabkan peningkatan
nilai derajat hidrolisis hingga mencapai tahap stasioner. Penelitian yang dilakukan
oleh Gesualdo dan Li-Chan (1999) menunjukkan bahwa derajat hidrolisis
27
dari proses hidrolisis ikan herring (Clupea harengus) meningkat dengan cepat
mulai dari menit ke-0 hingga menit ke-20, kemudian semakin menurun hingga
berhenti pada menit ke-60.
Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada tahap awal proses hidrolisis,
enzim akan diserap ke dalam suspensi partikel daging ikan, kemudian didalamnya
terjadi pemutusan ikatan peptida yang terjadi secara simultan. Pada waktu
tertentu, kecepatan hidrolisis akan mengalami penurunan dan memasuki tahap
stasioner. Tahap stasioner terjadi karena adanya penghambatan kinerja enzim
untuk menghidrolisis substrat akibat terbentuknya produk dalam jumlah besar.
Asam amino yang terbentuk dari proses hidrolisis akan menutup sisi aktif protein
substrat, sehingga enzim tidak dapat melanjutkan proses hidrolisis.
4.4 Derajat hidrolisis dari hidrolisat protein ikan lele dumbo
Rutherfurd (2010) menyatakan bahwa selama proses hidrolisis enzimatis
berlangsung, terjadi pemutusan ikatan peptida pada molekul protein yang
dikatalisis oleh enzim proteolitik. Persentase ikatan peptida yang terlepas akibat
proses hidrolisis dapat dinyatakan dengan derajat hidrolisis. Penentuan derajat
hidrolisis dapat dilakukan melalui beberapa metode analisis, antara lain metode
pH-stat; o-phthaldialdehyde (OPA); 2,4,6-trinitrobenzenesulfonic acid (TNBS);
soluble nitrogen after trichloroacid precipitation (SN-TCA) dan formol titration.
Derajat hidrolisis dalam proses hidrolisis protein ikan lele dumbo
ditentukan dengan metode soluble nitrogen after trichloro acid precipitation
(SN-TCA). Rutherfurd (2010) menyatakan bahwa prinsip pengukuran derajat
hidrolisis dengan metode SN-TCA adalah pengukuran kadar nitogen yang terlarut
dalam larutan trichloro acid (TCA), setelah komponen yang tidak terlarut
mengalami pengendapan akibat proses sentrifuge. Keuntungan dari penggunaan
metode SN-TCA adalah proses analisisnya yang relatif lebih cepat dan praktis
dibandingkan metode lainnya.
Derajat hidrolisis dapat menjadi indikator keberhasilan proses hidrolisis
protein. Derajat hidrolisis yang semakin tinggi menunjukkan bahwa proses
hidrolisis protein yang berlangsung juga semakin baik. Hasnaliza et al. (2010)
menyatakan bahwa peningkatan derajat hidrolisis disebabkan oleh peningkatan
28
peptida dan asam amino yang terlarut dalam TCA akibat dari pemutusan ikatan
peptida selam hidrolsis protein.
Proses hidrolisis protein ikan lele dumbo menggunakan enzim papain
menghasilkan derajat hidrolsis sebesar 35,37%. Nilai derajat hidrolisis protein
ikan lele dumbo lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Foh et al. (2011)
mengenai hidrolisis protein ikan nila (Oreochromis niloticus) menggunakan
enzim alkalase yang menghasilkan derajat hidrolisis sebesar 23,40%.
Derajat hidrolisis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu waktu
hidrolisis, konsentrasi enzim dan jenis enzim yang digunakan.
Penelitian
Hasnaliza et al. (2010) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi antara enzim
bromelin dan substrat serta perbedaan waktu hidrolisis menyebabkan perbedaan
derajat hidrolisis yang dihasilkan. Penelitian Ovissipur et al. (2010) menyebutkan
bahwa perbedaan jenis enzim yang digunakan (alkalase dan protamex) dapat
menyebabkan perbedaan nilai derajat hidrolisis pada proses hidrolisis protein
kepala ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Enzim yang optimum pada
pH alkali memiliki aktivitas pemutusan ikatan peptida yang lebih besar selama
proses hidrolisis dibandingkan dengan enzim yang optimum pada pH asam
maupun netral.
Penelitian Souissi et al. (2007) pada ikan Sardinella aurita menyebutkan
bahwa derajat hidrolisis yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan kelarutan
hidrolisat protein dalam air.
Kelarutan yang tinggi pada hidrolisat protein
disebabkan oleh pemecahan protein menjadi peptida yang lebih sederhana.
Perbedaan tingkat kelarutan hidrokisat protein ikan dalam air dapat disebabkan
oleh perbedaan panjang rantai asam amino dan perbedaan rasio asam amino
hidrofilik dengan asam amino hidrofobik. Proses hidrolisis dapat membuka ikatan
yang terbentuk akibat interaksi antar gugus hidrofobik, sehingga berubah menjadi
hidrofilik dengan menghasilkan ujung karboksil dan amino yang mudah
membentuk ikatan dengan molekul air.
29
4.5 Karakteristik Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo
Hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dalam penelitian ini
berbentuk serbuk yang berwarna putih kekuningan disajikan pada Gambar 8.
Rendemen hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan sebesar 21,16%.
Karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dapat dilihat dari
hasil beberapa analisis, meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu,
kadar protein dan kadar lemak), daya cerna protein in vitro dan asam amino.
Gambar 8 Hidrolisat protein ikan lele dumbo.
4.5.1 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo
Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo ditentukan melalui
analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein dan
kadar lemak. Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo
Parameter
Kadar air
Kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak
Hidrolisat protein
ikan lele dumbo
(% bb)
5,46
5,71
53,29
1,94
Hidrolisat protein
ikan nila
(% bb)*
1,22
2,25
97,57
0,67
Keterangan: * = Foh et al. (2011)
** = International Quality Ingredients (2005)
Hidrolisat Protein Ikan
Komersial (% bb)**
5,00
0,30
84,00
11,00
30
Air merupakan komponen terbesar yang menyusun berbagai jenis bahan
pangan. Air berperan sebagai tempat terjadinya reaksi kimia dan merupakan
pereaksi utama dalam reaksi hidrolisis (Belitz et al. 2009).
Kadar air yang
terkandung dalam hidrolisat protein ikan lele dumbo (5,46%) tidak jauh berbeda
dengan kadar air pada hidrolisat protein ikan komersial (5,00%), namun lebih
tinggi dibandingkan hidrolisat protein ikan nila (1,22%). Perbedaan kadar air
dapat disebabkan oleh penggunaan metode pengeringan yang berbeda, yaitu
hidrolisat protein ikan lele dumbo dan hidrolisat ikan komersial menggunakan
metode spray drying, sedangkan hidrolisat protein ikan nila menggunakan metode
freeze drying.
Struktur bahan pangan akan mengalami perubahan akibat proses
pengeringan. Sebagian besar air akan menguap ketika mengalami kontak dengan
panas saat proses pengeringan berlangsung, sehingga kadar air yang terkandung
dalam bahan pangan juga akan menurun.
Pengeringan protein menggunakan
freeze drying dapat mencapai kadar air yang sangat rendah dengan resiko
kerusakan protein yang kecil karena proses pengeringan terjadi pada suhu yang
sangat rendah. Kadar air yang dihasilkan dari proses pengeringan dengan metode
spray drying dipengaruhi oleh suhu inlet dan outlet yang digunakan.
Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi maka resiko kerusakan protein akibat
panas juga akan semakin besar.
Metode freeze drying memiliki beberapa
kelemahan, yaitu biaya operasional yang mahal sehingga pemakaiannya kurang
ekonomis dan waktu pengeringan yang cukup lama. Produk yang dihasilkan dari
metode spray drying berupa serbuk yang berwarna cerah dan bersifat porous
(Berk 2009).
Pembuatan hidrolisat protein ikan lele dumbo dalam bentuk serbuk dapat
mempermudah proses penyimpanan serta memperpanjang masa simpan produk.
Pengeringan dan atau penyimpan pada suhu rendah merupakan metode yang telah
umum digunakan untuk memperpanjang daya simpan produk pangan yang
mengandung kadar air tinggi (Belitz et al. 2009).
Sebagian besar bahan pangan terdiri atas 96% bahan organik dan air,
sisanya terdiri atas unsur-unsur mineral.
Proses pembakaran bahan pangan
sampai suhu 600 °C akan menyebabkan bahan organik terbakar, namun bahan
31
anorganik tidak terbakar, yaitu dalam bentuk abu yang terdiri atas berbagai unsur
mineral seperti Ca, Mg, Na, P, K, Fe, Mn dan Cu. Kadar abu menunjukan
kandungan mineral dalam bahan pangan (Winarno 2008).
Kadar abu pada hidrolisat protein ikan lele dumbo lebih tinggi
dibandingkan kadar abu pada hidrolisat protein ikan komersial maupun hidrolisat
protein ikan nila. Penambahan senyawa alkali, seperti NaOH, dan atau senyawa
asam, seperti HCl, dalam proses hidrolisis protein bertujuan untuk mencapai nilai
pH optimum enzim dan menjaga agar pH tetap konstan selama proses hidrolisis
sehingga pemutusan ikatan peptida oleh enzim dapat tetap berlangsung.
Gesualdo dan Li-Chan (1999) menyatakan bahwa pencampuran senyawa asam
dan alkali dalam larutan hidrolisat protein akan menyebabkan terbentuknya
senyawa garam, sehingga dapat meningkatan kadar abu pada hidrolisat protein.
Protein merupakan molekul esensial dalam penyusunan struktur maupun
proses fungsional tubuh makhluk hidup. Protein terdiri atas rantai asam amino
yang dihubungkan dengan ikatan peptida sehingga membentuk beragam struktur
yang kompleks (Vaclavik dan Christian 2008). Kadar protein hidrolisat protein
ikan lele dumbo (53,29%) lebih rendah dibandingkan kadar protein pada hidrolisat
protein ikan komersial (84,00%) maupun hidrolisat protein ikan nila (97,57%).
Enzim papain yang digunakan dalam proses hidrolisis protein ikan lele
dumbo memiliki aktivitas spesifik yang rendah, yaitu sebesar 1,305 U/mg, hal ini
mengakibatkan jumlah ikatan peptida dalam protein daging ikan lele dumbo yang
berhasil dihidrolisis oleh enzim papain hanya sedikit, sehingga senyawa nitrogen
terlarut yang dihasilkan sedikit dan kadar protein yang terukur juga rendah.
Nurhayati et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan protein yang terukur pada
hidrolisat protein ikan merupakan molekul protein yang terlarut.
Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada reaksi hidrolisis protein
enzimatis, terjadi perubahan struktur jaringan ikan dengan sangat cepat.
Pengamatan dengan mikroskop elektron pada otot ikan Cod memperlihatkan
bahwa protein miofibril terdegradasi selama proses hidrolisis. Proses hidrolisis
secara enzimatis melibatkan proses pemutusan ikatan peptida dalam protein oleh
enzim proteolitik sehingga terbentuk senyawa nitrogen yang terlarut dalam larutan
hidrolisat protein ikan.
32
Perbedaan kandungan protein pada beberapa jenis hisrolisat protein ikan
juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar protein yang terkandung
dalam daging ikan yang dijadikan sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat
protein ikan. Ikan lele dumbo yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar
protein (13,62%) yang lebih rendah dibandingkan kadar protein ikan nila
(19,04%) dalam penelitian Foh et al. (2011).
Komposisi kimia daging ikan
dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari ikan itu sendiri (internal), meliputi jenis
ikan, jenis kelamin serta umur panen ikan; dan yang berasal dari luar (eksternal)
meliputi habitat ikan, musim dan jenis makanan yang tersedia (Hadiwiyoto 1993).
Molekul lemak terdiri atas asam lemak dan gliserol. Lemak terkandung
pada setiap jenis bahan pangan, namun pada kadar yang berbeda-beda.
Lemak juga tertimbun dalam jaringan beberapa jenis hewan dan organ beberapa
jenis tumbuhan. Lemak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida,
yang pada umumnya mempunyai sifat tidak larut didalam air (Belitz et al. 2009).
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kadar lemak hidrolisat protein ikan lele
dumbo (1,94%) lebih rendah dibandingkan kadar lemak hidrolisat protein ikan
komersial (11,00%) namun lebih tinggi dibandingkan hidrolisat protein ikan nila
sebesar (0,67%).
Lemak yang terkandung dalam campuran setelah proses hidrolisis, ikut
terpisah dari larutan hidrolisat protein ikan bersama dengan komponen protein
yang tidak terlarut, yaitu ketika campuran disentrifugasi. Shahidi et al. (1995)
menyatakan bahwa pada saat reaksi hidrolisis berlangsung, membran sel akan
menyatu dan membentuk gelembung yang tidak terlarut, hal tersebut
menyebabkan terlepasnya lemak pada struktur membran. Nilsang et al. (2005)
menyatakan bahwa produk hidrolisat protein yang mempunyai kadar lemak
rendah umumnya lebih stabil terhadap reaksi oksidasi lemak selama penyimpanan
dibandingkan dengan hidrolisat protein ikan yang mempunyai kadar lemak tinggi.
4.5.2 Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo
Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino (NH2), sebuah gugus
karboksil (COOH), sebuah atom hidrogen dan gugus R (rantai cabang) yang
terikat pada sebuah atom karbon (Winarno 2008).
Rantai asam amino yang
dihubungkan dengan ikatan peptida akan membentuk protein dengan beragam
33
struktur yang komplek dan khas. Reaksi hidrolisis protein bertujuan untuk
mengubah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam amino dan
peptida melalui pemutusan ikatan peptida (Vaclavik dan Christian 2008).
Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 7.
Metode yang saat ini banyak digunakan untuk menentukan kandungan
asam amino dalam suatu bahan adalah high performance liquid chromatography
(HPLC). Butikofer et al. (1991) menyatakan bahwa keunggulan metode HPLC
adalah hasil yang akurat, pendeteksi flouresensi yang lebih sensitif dan proses
analisis yang berlangsung dalam waktu singkat.
Lookhart dan Jones (1985)
menyatakan bahwa proses derivatisasi asam amino sebagai reaksi pra kolom
menggunakan larutan o-pththaldialdehyde (OPA) yang didalamnya mengandung
2-mercaptoethanol akan menghasilkan komponen berflouresensi dengan baik
sehingga dapat dideteksi menggunakan HPLC. Kromatogram hasil pengujian
asam amino menggunakan HPLC untuk asam amino standar, hidrolisat protein
ikan lele dumbo ulangan 1 dan 2 disajikan pada Gambar 9.
Tabel 7 Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo
Jenis Asam
Amino
Valina
Leusina
Isoleusina
Metionina
Treonina
Histidina
Lisina
Arginina
Fenilalanina
Asam aspartat
Asam glutamat
Serin
Glisin
Alanin
Tirosin
Hidrolisat Protein
Ikan Lele Dumbo
(% b/b)
2,57
3,55
1,97
0,98
2,22
1,68
5,23
2,77
2,02
5,98
7,77
2,61
4,85
2,93
2,56
Hidrolisat Protein
Ikan Nila
(% b/b)*
3,96
7,67
3,59
2,87
4,37
2,01
8,65
5,71
3,63
9,65
17,48
3,87
4,44
6,41
2,05
Keterangan: * = Foh et al. (2011)
** = International Quality Ingredients (2005)
Hidrolisat Protein Ikan
Komersial (% b/b)**
4,90
6,50
4,00
3,10
4,40
2.60
7,50
6,80
3,70
9,50
14,00
4,90
11,00
7,30
2,90
34
Asam amino dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi fisiologi dalam
tubuh, yaitu asam amino esensial dan non esensial. Asam amino esensial tidak
dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus disuplai melalui makanan, sedangkan
asam amino non-esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino esensial
antara lain valin, leusin, isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin, treonin,
histidin, lisin dan arginin. Asam amino non esensial antara lain glisin, alanin,
prolin, serin, sistein, tirosin, asparagin, asam glutamat, asam aspartat dan glutamin
(Belitz et al. 2009).
Kualitas protein dapat ditentukan berdasarkan kandungan asam amino
esensial yang menyusunnya. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat
menyediakan asam amino esensial dalam suatu komposisi yang hampir menyamai
kebutuhan manusia, merupakan protein yang bermutu tinggi (Damodaran 1996).
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa hidrolisat protein ikan lele dumbo
mengandung hampir semua jenis asam amino, kecuali triptofan, prolin, sistein,
asparagin dan glutamin, yang dalam penelitian ini tidak dianalisis.
Sebagian besar kadar asam amino pada hidrolisat protein ikan lele dumbo
lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam amino pada hidrolisat protein ikan
nila dan hidrolisat protein ikan komersial. Hal ini diduga karena protein yang
terlarut pada hidrolisat protein ikan lele dumbo sebagian masih dalam bentuk
peptida-peptida. Perbedaan jenis enzim yang digunakan dalam reaksi hidrolisis
dapat menghasilkan komposisi asam amino yang berbeda. Proses hidrolisis
protein ikan lele dumbo menggunakan enzim papain, sedangkan hidrolisis protein
ikan nila menggunakan enzim alkalase. Gauthier et al. (1982) menyatakan bahwa
enzim hidrolase akan mengidrolisis ikatan peptida secara spesifik, hal ini
menyebabkan perbedaan kandungan asam amino pada hidrolisat protein.
Enzim papain tergolong dalam kelompok enzim endopeptidase yang
berperan dalam memutuskan ikatan peptida secara spesifik pada bagian tengah
rantai protein (Grzonka et al. 2007). Enzim papain merupakan golongan protease
sulfhihidril yang memiliki kemampuan menghidrolisis rantai peptida pada protein
dengan gugus sulfihidril Sisi aktif enzim papain terdiri atas gugus histidin
dan sistein.
Enzim papain mengkatalis reaksi hidrolisis substrat amida, ester
dan thioester (Wong 1989).
35
(a)
Flouresensi
(b)
(c)
Waktu retensi (menit)
Gambar 9 Kromatogram HPLC (a) standar; (b) hidrolisat protein ikan lele dumbo
ulangan 1; (c) hidrolisat protein ikan lele dumbo ulangan 2.
36
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa kadar asam amino tertinggi
dalam hidrolisat protein ikan lele dumbo adalah asam glutamat, sebesar 7,77%,
sedangkan kadar asam amino pembatasnya adalah metionin, sebesar 0,98%.
Ovissipour et al. (2010) menyatakan bahwa asam glutamat, asam aspartat, glisin
dan alanin merupakan asam amino yang berperan dalam meningkatkan aroma
(flavour enhancer) pada produk perikanan.
Melihat fakta tersebut, maka hidrolisat protein ikan lele dumbo potensial
untuk diaplikasikan sebagai penyedap maupun flavour enhancer.
Hidrolisat
protein ikan lele dumbo juga potensial untuk dikembangkan sebagai sumber asam
amino esensial dalam produk pangan karena mengandung asam amino esensial
yang hampir lengkap.
4.5.3 Daya cerna protein in vitro hidrolisat protein ikan lele dumbo
Salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas protein adalah
dengan daya cerna protein. Daya cerna protein didefinisikan sebagai proporsi
nitrogen yang terkandung dalam bahan pangan, yang dapat dicerna dan diserap
oleh tubuh setelah proses pencernaan.
Analisis daya cerna protein dapat
dilakukan secara biologis (in vivo) dan enzimatis (in vitro). Analisis daya cerna
protein secara in vivo umumnya menggunakan tikus percobaan atau manusia dan
cenderung membutuhkan biaya yang besar, serta waktu yang cukup lama
(Damodaran 1996).
Daya cerna protein pada hidrolisat protein ikan lele dumbo dianalisis
secara in vitro, yaitu menggunakan beberapa jenis enzim proteolitik yang terlibat
dalam pencernaan protein dalam tubuh manusia. Enzim yang digunakan dalam
sistem mulitienzim ini adalah pepsin dan pankreatin. Daya cerna protein in vitro
hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 8. Gauthier et al. (1982)
menyatakan bahwa prinsip pengukuran daya cerna protein in vitro adalah
mengukur kadar protein yang tidak tercerna oleh enzim pada kondisi yang
menyerupai metabolisme tubuh ketika mencerna makanan. Sistem enzim yang
digunakan dalam analisis daya cerna protein in vitro dapat menggunakan satu
jenis enzim maupun beberapa jenis enzim (metode multienzim).
37
Tabel 8. Daya cerna protein in vitro hidrolisat protein ikan lele dumbo
Sumber protein
Hidrolisat protein ikan lele dumbo
Hidrolisat protein ikan nila*
Hidrolisat protein ikan komersial**
Daya cerna protein (%)
98,57
92,73
97,00
Keterangan: * = Foh et al. (2011)
** = International Quality Ingredients (2005)
Tabel 8 menunjukkan bahwa daya cerna protein in vitro pada hidrolisat
protein ikan lele dumbo (98,57%) lebih tinggi dibandingkan nilai daya cerna
protein pada hidrolisat protein ikan nila (92,73%) dan hidrolisat protein ikan
komersial (97,00%). Analisis daya cerna protein in vitro pada hidrolisat protein
ikan nila hanya menggunakan enzim tripsin, sedangkan pada hidrolisat protein
ikan komersial hanya menggunakan enzim pepsin.
Enzim pepsin tergolong dalam kelompok aspatic protease, yaitu enzim
yang memiliki sisi aktif berupa gugus asam aspartat untuk menghidrolisis ikatan
peptida pada protein. Pepsin juga termasuk dalam kelompok enzim endopeptidase
yang memutus ikatan peptida secara spesifik pada bagian tengah rantai
polipeptida (Martin dan Hernandez 2007). Pankreatin merupakan gabungan dari
beberapa jenis enzim yaitu amilase, lipase dan protease. Enzim protease yang
terkandung dalam pankreatin adalah tripsin. Tripsin tergolong dalam kelompok
serin protease, yaitu enzim yang memiliki sisi aktif berupa gugus serin untuk
menghidrolisis ikatan peptida dan ester. Tripsin termasuk dalam kelompok enzim
endopeptidase (Donlon 2007).
Penelitian Denadai et al. (2007) menunjukkan bahwa pengukuran daya
cerna protein yang terkandung dalam tanaman Lecythis pisonis menggunakan
metode multienzim yang terdiri atas tripsin, kimotripsin dan porcine peptidase,
menghasilkan nilai daya cerna protein invitro yang lebih tinggi dibandingkan
penggunaan satu jenis enzim, yaitu tripsin atau pepsin atau kimotripsin saja.
Gauthier et al. (1982) juga menyatakan bahwa pemilihan jenis enzim pencernaan
untuk proses hidrolisis protein dalam analisis daya cerna protein in vitro akan
mempengaruhi hasil akhir analisis. Semakin beragam jenis enzim yang digunakan,
maka akan menghasilkan daya cerna protein yang lebih tinggi. Penggunaan
beberapa enzim sekaligus (metode multienzim) akan menghasilkan daya cerna
yang lebih tinggi dibandingkan dengan satu jenis enzim saja.
38
Penelitian Denadai et al. (2007) menunjukkan bahwa komponen antinutrisi
seperti inhibitor proteinase, lektin dan tanin dapat menurunkan daya cerna protein
in vitro dan penyerapan asam amino dengan cara membentuk ikatan dengan enzim
pencernaan atau dengan asam amino. Metode pengolahan seperti fermentasi dan
perebusan juga dapat meningkatkan daya cerna protein in vitro karena proses
pengolahan tersebut dapat menghancurkan atau menginaktifkan inhibitor protease
dan merombak struktur protein menjadi lebih sederhana melalui denaturasi protein
Hidrolisat protein ikan lele dumbo memiliki kualitas protein yang baik,
yaitu memiliki asam amino esensial yang hampir lengkap dan daya cerna protein
in vitro yang tinggi. Asam amino tertinggi yang terkandung dalam hidrolisat
protein ikan lele dumbo adalah asam glutamat. Hidrolisat protein ikan lele dumbo
juga memiliki kandungan protein yang sesuai dengan kriteria bahan baku flavour
enhancer berdasarkan Thaddee dan Lyraz et al. (1990), yaitu 45,0%.
Karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo tersebut menunjukkan bahwa
hidrolisat protein ikan lele dumbo sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
flavour enhancer.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hidrolisat protein ikan lele dumbo dapat dihasilkan melalui hidrolisis
enzimatis menggunakan enzim papain. Kondisi optimum untuk menghidrolisis
daging ikan lele dumbo menjadi hidrolisat protein adalah konsentrasi enzim
papain sebesar 5% (b/v) dengan waktu hidrolisis selama 6 jam sehingga
dihasilkan derajat hidrolisis sebesar 35,37%.
Karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan berupa
serbuk berwarna putih kekuningan dengan rendemen sebesar 21,16%. Hidrolisat
protein ikan lele dumbo yang dihasilkan memiliki komposisi kimia sebagai
berikut:
kadar
air
5,46%,
kadar
abu
5,71%,
kadar
protein
53,29%
dan kadar lemak 1,94%. Hidrolisat protein ikan lele dumbo mengandung 15 jenis
asam amino yang terdiri atas asam aspartat, asam glutamat, serin, histidin, glisin,
treonin, arginin, alanin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin
dan lisin. Kadar asam amino tertinggi adalah asam glutamat, yaitu sebesar 7,77%
dan kadar asam amino terendah adalah metionin, yaitu sebesar 0,98%. Hidrolisat
protein ikan lele dumbo yang dihasilkan memiliki daya cerna protein in vitro
sebesar 98,57%.
5.2 Saran
Saran yang bisa diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah penggunaan
enzim papain yang lebih murni dengan aktivitas tinggi atau dengan melalukan
imobilisasi enzim papain sebelum digunakan dalam proses hidrolisis. Penelitian
mengenai aplikasi hidrolisat protein ikan lele dumbo sebagai penyedap masakan
dan flavour enhancer perlu untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Analytical Chemist Publisher. 2005. Official Methods of
Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Arlington
Virginia USA: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Ariyani F, Saleh M, Tazwir, Hak. 2003. Optimasi proses produksi hidrolisat
protein ikan (HPI) dari ikan mujair (Oreochromis mossambicus).
J Penelitian Perikanan Indones 9 (5): 11-21.
BD Biosciences. 2009. Hydrolysis to hydrolysate. http://bdbiosciences.com
[14 Februari 2011].
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Germany: SpringerVerlag.
Berk Z. 2009. Food Proces Engineering and Technology. New York:
Academic Pr.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive for the quantitation of microgram
quantities of protein utilization the principles of protein-dye binding.
Anal Biochem 72: 248-254.
Butikofer U, Fuchs D, Booset JO, Gmur W. 1991. Automated HPLC-amino acid
determination of protein hydrolysates by precolumn dervatization with
OPA and FMOC and comparison with classical ion exchange
chromatography. Chromatographia 31 (9): abstrak [terhubung berkala].
http://www.springerlink.com/ [22 Juli 2011].
California Spray Dry Co. 2011. Hydrolysate fish protein specification.
http://www.calspraydry.com/ [26 Juli 2011].
Damodaran S. 1996. Amino Acids, Peptides and Protein. Di dalam: Fennema OR,
editor. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc.
Denadai SM, Hiane PA, Marangoni S, Baldasso PA, Miguel AM, Macedo ML.
2007. In vitro digestibility of globulins from sapucala (Lecythis pisonis)
nuts by mamalian digestive proteinases. Cien Tecnol Altment Campinas
27(3): 535-543.
[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2011. Usaha budidaya lele dan
gurami saat ini. http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id [15 Mei 2011].
Donlon J. 2007. Subtilin. Di dalam: Polaina J, MacCabe AP, editor. Industrial
Enzymes: Structure, Function and Application. Netherlands: Springer.
41
Ersoy B, Ozeren A. 2009. The effect of cooking methods on mineral and vitamin
contents of african catfish. Food Chem 115: 419-422.
Foh MBK, Tamara MT, Amadou I, Foh BM, Wenshui X. 2011. Chemical and
physicochemical properties of tilapia (Oreochromis niloticus) fish protein
hydrolysate and concentrate. Int J Biol Chem 10: 1-15.
Gauthier SF, Vachon C, Jones JD, Savoie L. 1982. Assessment of protein
digestability in vitro enzymatic hydrolysis with simultaneous dialysis.
J Nutr 112: 1718-1725.
Gesualdo AML, Li-Chan ECY. 1999. Functional properties of fish protein
hydrolysate from herring (Clupea harengus). J Food Sci
64 (6): 1000-1004.
Grzonka Z, Kasprzykowski F, Wiczk. 2007. Cysteine Proteases. Di dalam:
Polaina J, MacCabe AP, editor. Industrial Enzymes: Structure, Function
and Application. Netherlands: Springer.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty.
Hall GM, Ahmad NH. 1992. Functional Properties of Fish Protein Hydrolysates.
Di dalam: Hall GM, editor. Fish Processing Technology. New York: VCH
Pubblishers, Inc.
Hasnaliza H, Maskat MY, Wan AWM, Mamot S. 2010. The effect of enzyme
concetration, temperature and incubation time on nitrogen content and
degree of hydrolysis of protein precipate from cockle (Anadara granosa)
meat wash water. Int Food Res J 17: 147-152.
International Quality Ingredients. 2005. Product specification: fish protein
hydrolysate. http://www.IQI.com [16 Juni 2011].
Johnson AH, Peterson MS. 1974. Encyclopedia of Food Technology. Wesport
Connecticut: The AVI Publ., Inc.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam
Angka 2009. Jakarta : Pusat Data, Statistik dan Informasi.
Krishnaiah D, Awang B, Rosalam S, Buhri A. 2002. Commercialisation of papain
enzyme from papaya. Proceedings of The Regional Symposium
on Environment and Natural Resources Vol 1 ; Malaysia: Kuala Lumpur,
10-11 April 2002.
Kristinsson HG. 2007. Aquatic Food Protein Hydrolysates. Di dalam: Shahidi F,
editor. Maximising the Value of Marine By-Product. Boca Raton:
CRC Pr.
42
Lookhart GL, Jones BL. 1985. High performance liquid chromatography analysis
of amino acids at the picomole level. Cereal Chem 62(2): 97-102.
Martin FC, Hernandez MV. 2007. Aspartic Proteases Used in Cheese Making.
Di dalam: Polaina J, MacCabe AP, editor. Industrial Enzymes: Structure,
Function and Application. Netherlands: Springer.
Nilsang S, Lertsiri S, Suphantharika M, Assavanig A. 2005. Optimization of
enzymatic hydrolysis of fish soluble concentrate by commercial proteses.
J Food Engineering 70: 571-578.
Nitsawang S, Kaul RJ, Kanasawud P. 2006. Purification of Carica papaya latex:
aqueous two-phase extraction versus two-step salt precipitation. Enzyme
Microb Technol 39: 1103-1107.
Nurhayati T, Salamah E, Hidayat T. 2007. Karakteristik hidrolisat protein
ikan selar (Caranx leptolepis) yang diproses secara enzimatis.
Bul Teknologi Hasil Perairan 10 (1): 23-34.
Oliver MK. 2002. Clarias sp. http://malawicichlids.com [14 Februari 2011].
Ovissipour M, Benjakul S, Safari R, Motamedzadegan A. 2010. Fish protein
hydrolysates production from yellowfin tuna Thunnus albacares head
using alcalase and protamex. Int Aquat Res 2: 87-95.
Prihatman K. 2000. Budidaya ikan lele. Jakarta: BAPPENAS.
Rawlings ND, Morton FR, Barret AJ. 2007. An Introduction to Peptidases and the
MEROPS Database. Di dalam: Polaina J, MacCabe AP, editor. Industrial
Enzymes: Structure, Function and Application. Netherlands: Springer.
Rutherfurd SM. 2010. Methodology for determining degree of hydrolysis of
protein hydrolysates: a review. J AOAC Int 93 (5): 1515-1522.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan. Bogor: Binatjipta.
Shahidi F, Han XQ, Synowiecki J. 1995. Production and characteristics of protein
hydrolysates from capelin (Mallotus villosus). Food Chem 53: 285-293.
Souissi N, Bougatef A, Ellouz YT, Nasri M. 2007. Biochemical and functional
properties of Sardinella (Sardinella aurita) by product hydrolisates. Food
Technol Biotechnol 45(2): 187-194.
Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan
Biometrik. Ed ke-2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suyanto R. 2005. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.
43
Szabelski M, Stachowiak K, Wiczk W. 2001. Influence of organic solvents on
papain kinetics. Acta Biochimica Polonica 48 (4): 1197-1201.
Thaddee I, Lyraz I. 1990. Seafood flavorants produced by enzymatic hydrolysis.
Proceedings of International By-Product Conference; Alaska, April.
197-201.
Vaclavik VA, Christian EW. 2008. Essential of Food Science. Ed ke-3.
New York: Springer.
Venugopal V. 2006. Seafood Processing : Adding Value Throgh Quick Freezing,
Retortable Packaging, and Cook-Chilling. Boca Raton: CRC Pr.
Wang A et al. 2008. Ag- induced efficient immobilization of papain on silica
spheres. Chin J Chem Eng 16 (4): 612-619.
Wardana. 2008. Hidrolisis protein keong mas (Pomacea canaliculata)
menggunakan papain untuk menghasilkan pepton [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Whitaker JR. 1996. Enzymes. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry.
Ed ke-3. New York: Marcel Dekker Inc.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.
Wong DWS. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York:
Van Nostrand Reinhold.
Yamamoto A. 1975. Proteolytic Enzymes. Di dalam: Reed G, editor. Enzyme in
Food Processing. New York: Academic Pr.
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Bahan kimia untuk assay aktivitas enzim papain
1. Buffer fosfat pH 7,5
Sebanyak 15,9 ml NaHPO4.H2O 0,1 M (sebanyak 0,690 g NaHPO4.H2O
dilarutkan dalam akuades hingga 20 ml) dicampur dengan 84,1 ml Na2HPO4
0,1 M (sebanyak 1,420 g Na2HPO4 dalam akuades hingga 100 ml)
2. Kasein 2% (b/v)
Kasein sebanyak 2 g dilarutkan dalam buffer fosfat pH 7,0 hingga 100 ml
3. Enzim papain 1,25% (b/v)
Enzim papain sebanyak 1,25 g dilarutkan dalam larutan CaCl2 (2 mmol/l)
hingga 100 ml
4. Tirosin (5 mmol/l)
Tirosin sebanyak 0,09 g dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml
5. TCA 5% (v/v)
Trichloro acid (TCA) sebanyak 5 ml dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml
6. Na2CO3 0,4 M
Sebanyak 4,24 g Na2CO3 dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml
7. Folin (1:2)
Folin sebanyak 50 ml dilarutkan dalam akuades hingga 150 ml
Lampiran 2. Prosedur assay aktivitas enzim papain
Blanko (ml)
Standar (ml)
Sampel (ml)
Buffer fosfat (pH 7,5)
1
1
1
Kasein 2% (b/v)
1
1
1
Enzim Papain 1,25% (b/v)
0,2
Tirosin (5 mmol/l)
0,2
Akuades
0,2
Inkubasi pada suhu 37 °C selama 10 menit
TCA 5% (v/v)
2
2
2
Inkubasi pada suhu 37 °C selama 10 menit, penyaringan dengan kertas saring
Supernatan
1,5
1,5
1,5
Na2CO3 0,4 M
5
5
5
Folin (1:2)
1
1
1
Inkubasi pada suhu 37 °C selama 20 menit, spektrofotometer λ = 578 nm
46
Lampiran 3. Assay aktivitas enzim papain
(a) Hasil pengukuran nilai absorban pada assay aktivitas enzim papain
Konsentrasi
Ulangan
Blanko
Standar
Sampel
1/T
Aktivitas
Rata2
1,25 %
1
2
3
0,040
0,033
0,031
0,310
0,333
0,300
1,741
1,611
1,726
0,1
0,1
0,1
0,630
0,526
0,630
0,595
(b) Contoh perhitungan aktivitas enzim papain
UA=
Asp-Abl
1 1,741-0,040
1
×P× =
×1× =0,630 U/ml
Ast-Abl
T 0,310-0,040
10
Lampiran 4. Konsentrasi protein enzim papain
Contoh perhitungan konsentrasi protein enzim papain
Y
= 0,149X+0,049
0,117 = 0,149X+0,049  X =
0,117-0,049
0,149
=0,456
Jadi konsentrasi protein enzim papain adalah 0,456 mg/ml
Lampiran 5. Aktivitas spesifik enzim papain
Aktivitas spesifik (U/mg)=
Aktivitas Enzim (U/ml)
Konsentrasi Protein Enzim(mg/ml)
=
0,630 U/ml
0,456 mg/ml
= 1,305 U/mg
47
Lampiran 6. Analisis ragam nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele
dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda
Sumber
keragaman
Perlakuan
Galat
Total
Jumlah
kuadrat
0,126
0,001
0,127
Derajat
bebas
6
7
13
Kuadrat
nilai tengah
0,021
0,000
F hitung
Signifikasi
244,889
0,000
Keterangan: signifikasi < 0,05 berarti berpengaruh nyata
Lampiran 7. Hasil uji lanjut Duncan nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan
lele dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda
Konsentrasi
enzim
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
N
2
2
2
2
2
2
2
1
0,0400
α = 0,05
3
2
4
5
0,2050
0,2050
0,2450
0,2800
0,3350
0,3400
Lampiran 8. Analisis ragam nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele
dumbo dengan waktu hidrolisis yang berbeda
Sumber
keragaman
Perlakuan
Galat
Total
Jumlah
kuadrat
0,007
0,002
0,009
Derajat
bebas
7
8
15
Kuadrat
nilai tengah
0,001
0,000
F hitung
Signifikasi
4,302
0,029
Keterangan: signifikasi < 0,05 berarti berpengaruh nyata
Lampiran 9. Hasil uji lanjut Duncan nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan
lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang berbeda
α = 0,005
Waktu hidrolisis
0 jam
1 jam
2 jam
5 jam
4 jam
3 jam
6 jam
7 jam
N
2
2
2
2
2
2
2
2
1
0,3050
0,3050
0,3300
0,3300
0,3350
0,3400
2
0,3300
0,3300
0,3350
0,3400
0,3600
0,3650
48
Lampiran 10. Hasil analisis asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo
(1) Data kromatogram standar
Puncak
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Total
Waktu
retensi
1,250
1,483
1,874
2,117
5,764
6,441
7,733
8,424
9,008
9,543
9,825
11,722
12,352
13,938
16,495
17,432
17,774
18,025
19,123
20,164
20,570
20,585
21,105
21,534
22,581
23,079
23,293
Luas
Tinggi
52034280
192071
51828141
117008
5747283
47257103
40814552
9125517
41912645
60281053
3280988
51705672
49266161
54071346
5597758
59771505
64578244
235462
51394177
339631
64663844
46510
59160635
1781594
5769052
2874239
20264485
804110957
10234536
24810
9476806
20065
887787
5095093
5020325
332870
3901175
5551916
317562
6347359
5928408
8045635
277574
7996210
8185742
36481
5952223
32694
9618730
13843
9281154
280399
472739
562309
3861127
107755573
Keterangan
Asam aspartat
Asam glutamat
Serin
Histidin
Glisin
Treonin
Arginin
Alanin
Tirosin
Metionin
Valin
Fenilalanin
Isoleusin
Leusin
Lisin
49
(2) Data kromatogram hidrolisat protein ikan lele dumbo Ulangan 1
Puncak
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Total
Waktu
retensi
1,258
1,500
1,883
2,142
5,772
6,422
7,724
8,983
9,523
9,767
11,709
11,980
12,327
13,913
16,730
17,410
17,750
18,000
19,096
20,550
21,085
21,267
22,561
22,746
23,061
23,274
23,395
Luas
Tinggi
48578914
135434
56915508
76219
3347193
24359195
9152738
56225322
23372346
792483
17052338
305438
33712008
15894779
3366702
8103456
29386494
163075
13011242
20111065
33239540
268142
3982571
4181129
4134662
15079528
1777082
426724602
10233735
21748
10229026
18687
529026
2719475
757113
5768959
2358646
75287
2089065
36732
4055810
2089065
205127
1089554
3724220
30135
1526110
3006016
5385318
69985
478326
840928
825068
3084005
435670
107755573
Keterangan
Asam aspartat
Asam glutamat
Serin
Histidin
Glisin
Treonin
Arginin
Alanin
Tirosin
Metionin
Valin
Fenilalanin
Isoleusin
Leusin
Lisin
50
(3) Data kromatogram hidrolisat protein ikan lele dumbo Ulangan 2
Puncak
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Total
Waktu
retensi
1,261
1,483
1,882
2,142
6,443
7,739
8,426
9,005
9,544
9,783
11,725
11,967
12,347
12,600
13,930
16,742
17,424
17,764
18,008
19,108
20,152
20,559
20,800
21,093
21,518
21,565
22,749
23,064
23,276
Luas
44107006
189565
51659633
130240
22418921
5442715
2909709
52181677
21152034
775820
1528034
775820
15280299
130621
30299386
12155
13996188
3057398
7263207
26885813
154586
11788020
500330
18675570
-1425
29896844
3767700
4015352
15506269
387796404
Tinggi
9972096
23285
9793291
20142
2477409
691293
201810
5331624
2127004
70128
1867652
22072
3646417
5981
2103342
186415
981227
3427307
28741
1378531
48894
2783445
2166
4850875
80693
490465
753618
794355
2839054
56999331
Keterangan
Asam aspartat
Asam glutamat
Serin
Histidin
Glisin
Treonin
Arginin
Alanin
Tirosin
Metionin
Valin
Fenilalanin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Download