16 PEMANFAATAN DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon spicatus

advertisement
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 17, No. 1, 2012, halaman 16-20
ISSN : 1410-0177
PEMANFAATAN DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon spicatus B.B.S.)
SEBAGAI ANTIGLAUKOMA
1
Siska1, Hadi Sunaryo1, Jamaliah1
Fakultas MIPA Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Jl. Delima II/IV Perumnas Klender, Jakarta Timur
e-mail : [email protected]
ABSTRACT
The effect of the ethanolic extract of Orthosiphon spicatus leaves on the intraocular
pressure of glaucoma rats have been investigated. Glaucoma was induced by treating the
animal with prednisolone acetat eyedrop 1% every 5 minute for one hour. A number of 30
rats were divided into 6 group. Three groups of animals were treated with the extract at
doses of 12, 36, and 108 mg/200 g BW orally. As comparison, a group of normal control
animals, a group of negative control animals and another treated with acetazolamide (4,5
mg/200 g bw) were used. Results showed that the extract reduced intraocular pressure of
glaucoma rats especially at dose of 36 mg/ 200 g BW.
Keywords : glaucoma, Orthosiphon spicatus B.B.S, intraocular pressure
PENDAHULUAN
Jamu dan obat tradisional merupakan
komoditi perdagangan yang memiliki
nilai ekonomi yang dapat memperkuat
perekonomian
bangsa
Indonesia.
Berbagai macam penyakit dan keluhan
ringan maupun berat diobati dengan
memanfaatkan ramuan dari tumbuhtumbuhan tertentu yang mudah didapat di
sekitar pekarangan rumah dan hasilnya
pun sangat memuaskan. Kelebihan dari
pengobatan
dengan
menggunakan
ramuan tumbuhan secara tradisional ialah
lebih aman dan juga harganya yang dapat
terjangkau oleh masyarakat menengah,
serta kualitasnya tidak kalah dengan
bahan kimia. Kelebihan lainnya adalah
mudah dikerjakan (dibuat) oleh siapa saja
dalam keadaan mendesak sekalipun
(Thomas, 1992).
Salah satu tanaman yang sering
digunakan sebagai obat adalah tanaman
kumis kucing (Orthosiphon spicatus B.
B. S.). Di Indonesia, daun kumis kucing
yang kering (simplisia) dipakai sebagai
obat yang memperlancar pengeluaran air
kemih (diuretik) sedangkan di India
untuk mengobati rematik. Masyarakat
menggunakan kumis kucing sebagai obat
tradisional sebagai upaya penyembuhan
batuk, encok, masuk angin dan sembelit
(Dalimarta, 2003). Tanaman ini juga
bermanfaat untuk pengobatan radang
ginjal, batu ginjal, kencing manis,
albuminuria dan penyakit syphilis (Arief,
2005).
Dilihat dari berbagai khasiat tanaman
kumis kucing di atas, ternyata sampai
saat ini belum pernah ditemukan adanya
penelitian tentang khasiat tanaman kumis
kucing sebagai obat untuk menurunkan
tekanan bola mata (TIO) pada penyakit
glaukoma. Sejauh ini, hanya obat-obat
sintetik (kimiawi) yang dapat digunakan
untuk menurunkan tekanan bola mata
(TIO) pada glaukoma, salah satunya
adalah obat diuretik golongan karbonik
anhidrase inhibitor yaitu asetazolamida.
Glaukoma menempati posisi nomor dua
setelah katarak sebagai penyebab
16
Siska., et al.
kebutaan mata di Indonesia, sebab 1,2
juta penderita penyakit kebutaan mata,
0,2 % di antaranya mengalami buta
karena glaukoma. Glaukoma adalah suatu
keadaan di mana tekanan bola mata
(TIO) seseorang demikian tinggi atau
tidak normal sehingga mengakibatkan
kerusakan saraf optik dan mengakibatkan
gangguan pada sebagian atau seluruh
lapang pandangan atau buta. Glaukoma
akan terjadi bila cairan mata di dalam
bola mata pengalirannya terganggu.
Tekanan bola mata dikatakan normal jika
berkisar antara 10 mmHg hingga 20
mmHg. Sementara tekanan di atas 21
mmHg dicurigai terindikasi glaucoma
(Ilyas, 1997 dan Rodjiman, 1984).
Penderita
gloukoma
membutuhkan
pengobatan seumur hidup, biaya untuk
pengobatan relatif mahal dan efek
samping obat kemungkinaan juga akan
meningkat. Oleh sebab itu perlu kiranya
suatu pengobatan alternatif yang dapat
membantu mengatasi penyakit tersebut.
Penelitian tentang khasiat kumis kucing
sebagai antiglaukoma sejauh ini belum
pernah dilakukan. Untuk itu, perlu
dilakukan penelitian terhadap efek
diuretik dari ekstrak etanol 70% daun
kumis kucing (Orthosiphon spicatus B.
B. S.) terhadap penurunan tekanan bola
mata (TIO).
J. Sains Tek. Far., 17(1), 2012
Penelitian
dan
Pengembangan
Departemen Kesehatan RI.
Pelaksanaan Penelitian
Determinasi Simplisia
Simplisia yang digunakan adalah daun
kumis kucing (Orthosiphon spicatus B.
B. S.) yang diperoleh dan dideterminasi
di Balitro Cimanggu, Bogor.
Pembuatan
Kucing
Ekstrak
Daun
Kumis
Daun kumis kucing dikumpulkan lalu
dibersihkan dari kotoran yang melekat
dan dicuci dengan air, kemudian
ditiriskan dan diangin-anginkan di udara
terbuka hingga kering. Setelah kering,
dihaluskan sampai menjadi serbuk
dengan bantuan blender. Kemudian
diayak dengan derajat halus yang sesuai.
Serbuk diekstraksi dengan cara maserasi
yaitu serbuk simplisia sebanyak 1 kg
direndam dengan etanol 70% dalam
toples yang berwarna gelap bermulut
lebar sampai seluruh simplisia tersebut
terendam. Perendaman dilakukan selama
3 hari sambil dilakukan pengadukkan.
Hasil perendaman disaring dengan kertas
saring. Maserat yang didapat dipekatkan
dengan rotary evaporator pada suhu di
bawah 55oC pada putaran 57 rpm, hingga
diperoleh ekstrak kental etanol 70% daun
kumis kucing.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Alat-alat
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah Tonometer Schiotz,
sonde lambung, timbangan untuk tikus
dan alat-alat gelas. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
daun kumis kucing yang diperoleh dan
telah dideterminasi di Balitro Cimanggu
Bogor, asetazolamida, prednisolone tetes
mata, aquadest. Tikus putih jantan galur
Wistar berumur 2-3 bulan dengan bobot
250-350 gram diperoleh dari Balai
Pengujian Efek Antiglaukoma
Tikus diinduksi dengan tetes mata
prednisolon asetat 1% sebanyak 12 tetes
selama 1 jam. Hewan yang sudah diberi
perlakuan dikelompokkan menjadi 6
kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5
ekor tikus. Tiga kelompok hewan
masing-masing diberi ekstrak etanol daun
kumis kucing dosis 12 mg/200 gbb, 36
mg/200 gbb, dan 108 mg/200 gbb. Satu
kelompok hewan diberikan asetazolamid
dosis 4,5 mg/200 gbb, dua kelompok
hewan lainnya sebagai kontrol normal
dan kontrol negatif.
17
Siska., et al.
Tiga puluh menit kemudian setelah
penginduksian selesai, tikus diberi
ekstrak atau asetazolamid. Setelah 1 jam
dari pemberian ekstrak atau asetazolamid,
dilakukan pengukuran tekanan bola mata
tikus dengan tonometer Schiotz. Nilai
tekanan bola mata adalah nilai skala
dengan angka yang sama, yang didapat
dari pengukuran sebanyak 3 kali dengan
satuan mmHg. Data tekanan bola mata
yang diperoleh dihitung prosentase
penurunan tekanan bola mata dari seluruh
kelompok kemudian diuji statistik
menggunakan Anova satu arah (one way
anova) dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil dengan probabilitas (p>0,05)
(William, 1987).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil karakteristik dan uji kandungan
kimia serta pengukuran tekanan bola
mata dapat dilihat pada Tabel 1, 2, 3 dan
Gambar 1.
Dari 15 kg daun kumis kucing segar
diperoleh sebanyak 1,15 kg serbuk daun
kumis kucing. Serbuk daun kumis kucing
dimaserasi dengan etanol 70% dan
didapat ekstrak kering sebanyak 122,5 g.
Induksi glaukoma menggunakan tetes
mata prednisolon asetat 1% sebanyak 12
tetes selama 1 jam berhasil menaikkan
tekanan bola mata rata-rata sebesar 20,34
mmHg.
Dosis ekstrak daun kumis kucing mampu
menurunkan tekanan bola mata (p<0,05).
Penurunan tekanan bola mata pada
ekstrak daun kumis kucing dosis 12
mg/200 gbb sebesar 31,71%, ekstrak
dosis 36 mg/200 gbb sebesar 55,84%,
dan ekstrak dosis 108 mg/200 gbb
sebesar 63,59%. Penurunan tekanan bola
mata pada ekstrak dosis 32 mg/200 gbb
sebanding dengan kontrol normal, pada
ekstrak dosis 16 mg/200 gbb penurunan
tekanan bola mata masih di atas tekanan
J. Sains Tek. Far., 17(1), 2012
bola mata kelompok normal, sedangkan
pada ekstrak dosis 108 mg/200 gbb
penurunan tekanan bola mata di bawah
tekanan bola mata kelompok normal. Jika
dibandingkan dengan kelompok yang
diberi asetazolamid dosis 4,5 mg/200 gbb
penurunan tekanan bola mata kelompok
uji lebih kecil. Hal ini menunjukkan
penurunan tekanan bola mata dengan
menggunakan ekstrak belum dapat
menyamai kemampuan Asetazolamid
dalam menurunkan tekanan bola mata.
Pemilihan metode induksi dengan tetes
mata prednisolon asetat 1% karena
metode ini merupakan metode yang
paling
mudah
digunakan
untuk
mendapatkan
kondisi
glaukoma
eksperimental. Prednisolon adalah obat
dari golongan kortikosteroid yang
digunakan untuk pengobatan radang.
Penggunaan
jangka
panjang
kortikosteroid
mengakibatkan
peningkatan tekanan intraokular atau
glaukoma dengan kerusakan pada saraf
optik, cacat di dalam tajam penglihatan
dan lapang pandangan. Kortikosteroidkortikosteroid
bekerja
melalui
phospholipase A2 yang merupakan
protein-protein yang bersifat mencegah,
secara
bersama
memanggil
atau
menghubungi lipocortins. Protein-protein
ini merupakan pengendali biosintesis
pemicu radang seperti prostaglandinprostaglandin dan leukotriena-leukotriena
dengan menghambat pelepasan dan
pembebasan
asam
arakidonat.
Pembebasan asam arakidonat dari
fosfolipid-fosfolipid yang disebabkan
oleh phospholipase A2 inilah yang
menghasilkan suatu kenaikan di dalam
tekanan intraokular.
Metode yang digunakan untuk mengukur
tekanan bola mata tikus adalah dengan
metode
tidak
langsung
dengan
menggunakan
tonometer
Schiotz.
Tonometer Schiotz merupakan alat yang
praktis dan sederhana. Pengukuran
18
Siska., et al.
J. Sains Tek. Far., 17(1), 2012
tekanan bola mata dinilai secara tidak
langsung yaitu dengan teknik melihat
daya tekan alat pada kornea, oleh karena
itu dinamakan juga tonometri indentasi
Schiotz. Dengan tonometer Schiotz
dilakukan indentasi (penekanan) terhadap
permukaan kornea.
mekanisme kerja ekstrak etanol daun
kumis kucing harus diteliti lebih lanjut
apakah memiliki mekanisme kerja yang
sama dengan asetazolamid atau memiliki
mekanisme kerja yang lainnya.
Asetazolamid dipilih sebagai obat
pembanding
karena
asetazolamid
merupakan salah satu antiglaukoma yang
terbukti efektif menurunkan tekanan bola
mata. Obat ini berguna untuk pengobatan
kronis glaukoma tetapi tidak digunakan
untuk serangan akut. Untuk serangan
akut, dipilih pilokarpin karena kerjanya
yang
cepat.
Mekanisme
kerja
asetazolamid yang termasuk ke dalam
golongan
diuretik
yaitu
dengan
menghambat enzim karbonik anhidrase
pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi
bikarbonat.
Enzim karbonik anhidrase banyak
terdapat di mata, terutama pada bola
mata. Pemberian penghambat enzim ini
akan mengurangi kadar Na+ di cairan
bola mata yang selanjutnya akan
mengurangi jumlah cairan disertai
penurunan tekanan intraokuler (Katzung,
2001).
Pemberian ekstrak etanol daun kumis
kucing dapat menurunkan tekanan bola
mata tikus glaukoma dengan dosis
optimum sebesar 36 mg/200 gBB. Efek
antiglaukoma ekstrak etanol daun kumis
kucing
lebih
rendah
dari
efek
asetazolamid pada dosis 4,5 mg/gbb.
Penurunan tekanan bola mata oleh
ekstrak etanol daun kumis kucing
berhubungan dengan khasiatnya sebagai
diuretik. Terjadinya diuresis akan
mengurangi
cairan
ekstrasel
dan
mengurangi kadar natrium di dalamnya
termasuk di cairan bola mata. Potensi
ekstrak etanol daun kumis kucing dalam
menurunkan tekanan bola mata lebih
kecil dibandingkan dengan asetazolamid
dosis 4,5 mg/200 gbb. Oleh sebab itu,
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia.
Jilid
2.
Trubus
Agriwidya. Jakarta. 126-130.
Arief H. 2005. Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya, Seri 2. Cetakan I.
Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
65.
Ilyas S. 1997. Glaukoma: Tekanan Bola
Mata Tinggi. Balai Penerbitan
FKUI. Jakarta. 3, 40-43.
Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan
Klinik. Buku 1. Salemba Medika.
Jakarta. 259-260.
Thomas N.S. 1992. Tanaman Obat
Tradisional 2. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta. 9.
Rodjiman, dkk. 1984. Ilmu Penyakit Mata.
Airlangga
University
Press.
Surabaya. 139,141-142.
William C.S. 1987. Statistika untuk Biologi,
Farmasi, Kedokteran, dan Ilmu
yang
Bertautan.
Terjemahan:
Suroso. Penerbit ITB. Bandung.
127-141.
19
Siska., et al.
J. Sains Tek. Far., 17(1), 2012
LAMPIRAN
Tabel 2. Hasil karakterisasi ekstrak
Tabel 1. Hasil penapisan fitokimia
No.
Penapisan
Fitokimia
1.
2.
3.
4.
5.
Alkaloid
Flavonoid
Tanin
Saponin
Steroid/Triterpenoid
No.
1.
2.
3.
4.
Jenis
Ekstrak
Kental
+
+
+
+
+
Jenis
Bentuk
Bau
Rasa
Warna
Hasil
Cair
Khas
Khas
Hijau legam
Tabel 3. Hasil pengukuran tekanan bola mata
Kelompok
Kontrol normal
Kontrol negatif
Kontrol positif
Dosis I (12 mg/200
gBB)
Dosis II (36 mg/200
gBB)
Dosis III (108
mg/200 gBB)
Tekanan Bola Mata (mmHg)
Ulangan
1
2
3
4
5
16,9 16,5
16,5
16,5
15,1
34,4 37,2
37,2
37,2
37,2
10,0
9,0
9,0
9,0
9,0
25,8 21,9
25,8
25,8
25,8
Rata-rata
(mmHg) ± SD
16,30±0,69
36,64±1,25
9,20±0,45
25,02±1,74
15,6
15,6
15,6
18,5
15,6
16,18±1,29
13,1
13,1
14,3
13,1
13,1
13,34±0,54
Gambar 1. Penurunan rata-rata tekanan bola mata
20
Siska., et al.
J. Sains Tek. Far., 17(1), 2012
21
Download