simulasi kode hamming, kode bch, dan kode reed

advertisement
SIMULASI KODE HAMMING,
KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON
UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION
Makalah
Program Studi Informatika
Fakultas Komunikasi dan Informatika
Disusun oleh:
Eko Fuji Setiawan
Fajar Suryawan, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D.
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
SIMULASI KODE HAMMING,
KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON
UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION
Eko Fuji Setiawan, Fajar Suryawan
Informatika, Fakultas Komunikasi dan Informatika
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email: [email protected]
ABSTRAKSI
Komunikasi digital memiliki kemampuan untuk dapat mengontrol informasi yang
dikirimkan maupun diterima yaitu dengan melakukan penyandian atau pengkodean data
sebelum dikirim maupun mengembalikan sandi data menjadi data kembali setelah data
diterima.. FEC (Forward Error Correction..) adalah metode yang mampu mengoreksi error
dari informasi yang ditransmisikan. Pada FEC terdapat beberapa teknik pengkodean maupun
pendekodean yang dapat digunakan untuk mengoreksi error dari data yang diterima, seperti
kode Hamming, BCH (Bose-Chaudhuri-Hocquenghem), Reed-solomon dan lain-lain.. Penelitian
bertujuan merancang dan membuat simulasi yang akan digunakan untuk melakukan analisa
pengkodean Hamming, pengkodean BCH, dan Reed-Solomon untuk optimalisasi FEC.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana teknik pengkodean kode
Hamming, BCH dan Reed-Solomon dapat mendeteksi, mengoreksi error yang terjadi pada
pesan yang ditransmisikan, serta mensimulasikan hasil dari koreksi tersebut untuk dianalisa.
Model untuk simulasi dibuat dengan menggunakan software Matlab R2010a, dengan
sistem operasi Windows 7. Model simulasi dimaksudkan untuk mempermudah melakukan
analisa terhadap kemampuan teknik pengkodean dalam mengatasi noise (derau) yang muncul
dalam proses transmisi data.
Hasil dari simulasi telah berhasil membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik
pengkodean dapat mengurangi gangguan noise yang ada pada saat transmisi data.
Berdasarkan hasil pengujian dengan membandingkan antara nilai BER (Bit Error Rate)
sebelum dan sesudah dikodekan pada transmisi data, hasil menunjukkan bahwa nilai BER
pada Eb/N0 yang sama lebih kecil untuk nilai BER setelah dikodekan. Hal ini tentunya
membuktikan bahwa tujuan awal dari simulasi telah terpenuhi.
Kata kunci : BCH, BER, Forward Error Correction, Hamming, Reed-Solomon.
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi digital memiliki tingkat
kehandalan yang lebih baik terhadap derau
(noise). kontrol terhadap informasi yang
dikirimkan dalam komunikasi digital
dilakukan dengan melakukan menyandian
terhadap data yang dikirimkan dan
mengembalikan data pada sisi penerima.
Robert H.Morelos-Zaragoza (2006)
dalam bukunya yang berjudul “The Art of
Error Correcting Code” mengatakan,
Dalam skema komunikasi Shannon,
sumber informasi dan tujuan akan
mencakup
skema
sumber
coding
disesuaikan dengan sifat informasi.
Beberapa teknik pengkodean yang banyak
digunakan dalam dunia telekomunikasi
adalah jenis pengkodean linier dan
pengkodean konvolusi.
Ada dua metode dalam komunikasi
digital
yaitu
BEC(Bacward
Error
Correction) dan FEC(Forward Error
Correction). Metode FEC merupakan
metode yang mampu melakukan koreksi
error dari informasi yang ditransmisikan.
Koreksi terhadap error dilakukan dengan
menggunakan teknik coding sebelum data
dikirimkan dan sebelum data diterima.
Teknik coding yang sering digunakan
adalah Hamming, BCH, Reed-Solomon.
Ketiga teknik coding tersebut merupakan
jenis kode linear blok dan jenis cyclic
code.
Berdasarkan latar belakang tersebut,
dapat disimpulkan bahwa permasalahan
yang akan diselesaikan pada tugas akhir ini
adalah membuat simulasi transmisi data
untuk optimalisasi metode forward error
correction.
Tujuan dari penelitian ini adalah
merancang dan membuat simulasi yang
akan digunakan untuk melakukan analisa
pengkodean Hamming, pengkodean BCH,
dan Reed Solomon untuk optimalisasi
Forward Error Correction. Sehingga akan
dilakukan penelitian untuk membuat
simulasi pengkodean dengan teknik
pengkodean Hamming, BCH, dan Reed
Solomon untuk mendapatkan nilai BER
(Bit Error Rate).
Tamara Maharani, Aries Pratiarso,
Arifin (2010) dalam artikelnya yang
berjudul “Simulasi Pengiriman dan
Penerimaan Informasi Menggunakan Kode
BCH” menjelaskan, untuk menghasilkan
suatu sistem komunikasi yang handal,
dalam artian bebas dari error, perlu
diterapkan suatu algoritma kode yang
dapat mengkoreksi (error detection)
sekaligus memperbaiki kesalahan bit
(error correction).
Dixit Dutt Bohra, Avnish Bora
(2014) dalam artikelnya yang berjudul “Bit
Error Rate Analysis in Simulation of
Digital Communication Systems with
Different
Modulation
Schemes”
mengatakan, dengan memilih skema
modulasi yang handal dan teknik coding
yang lebih baik, peningkatan kinerja dapat
diperoleh pada titik pemancar dan
penerima dari sistem.
Landasan teori yang
dalam tugas akhir ini adalah:
digunakan
1. Sistem komunikasi digital
Sistem komunikasi digital merupakan
sistem dengan bentuk sinyal yang
dikirimkan tertentu dan sudah tetap
bentuknya. System komunikasi digital
memiliki blok elemen seperti Gambar 1
berikut:
Gambar 1.Elemen Komunikasi Digital
Elemen kunci dari sistem komunikasi
digital adalah:
a. Source (Sumber)
Alat ini membangkitkan data sehingga
dapat ditransmisikan, seperti telepon
dan PC.
b. Transmitter (Pengirim)
Sebuah
transmitter
cukup
memindahkan dan menandai informasi
dengan bara yang sama seperti
menghsilkan
sinya-sinyal
elektromagnetik
yang
dapat
ditransmisikan melewati beberapa
sistem transmisi berurutan.
c. Transmission sistem (Sistem transmisi)
Berupa jalur transmisi tunggal (single
transmission line) atau jarigan
kompleks (complex network) yang
menghubungkan antara sumber dengan
destination (tujuan).
d. Receiver (Penerima)
Receiver menerima sinyal dari sistem
transmisi dan menggabungkan kedalam
bentuk tertentu yang dapat ditangkap
oleh tujuan.
e. Sumber noise (derau)
Noise merupakan gangguan yang
muncul
selama
transmisi
data
berlangsung. Noise mempengaruhi
mutu atau kualitas dari sinyal yang
diterima pada bagian receiver.
f. Destination (Tujuan)
Menangkap data yang dihasilkan oleh
receiver.
Model kanal (channel) noise yang
paling umum digunakan dalam komunikasi
digital adalah kanal AWGN. Proses
transfer informasi pada kanal AWGN
adalah
berbentuk
gelombang
elektromagnetik,
di
mana
sumber
mengeluarkan sinyal s(t) yang pada saat
ditransmisikan terkena noise n(t), dan
diterima sebagai r(t) pada penerima.
Gambar 2.Model Kanal AWGN
2. Konsep dasar pengkodean
Kesalahan (error) merupakan masalah
dalam sistem komunikasi, sebab dapat
mengurangi kinerja dari sistem. Untuk
mengatasi masalah tersebut diperlukan
suatu sistem yang dapat mengoreksi error,
sehingga, dicari solusi metode penanganan
error dengan pemeriksaan bit. Metode
yang digunakan ada dua yaitu:
a. Backward Error Control
Pada Backward Error Control, apabila
pada data yang diterima terjadi error,
maka penerima akan mengirimkan sinyal
kepada pengirim untuk melakukan
pengiriman ulang.
b. Forward Error Control
Error correction codes dinyatakan sebagai
penerus
koreksi
kesalahan
untuk
mengindikasikan bahwa pesawat penerima
sedang mengoreksi kesalahan. Pada
Foward error control, sebelum data
dikirimkan data akan dikodekan dengan
suatu pembangkit kode (enkoder), dan
kemudian dikirimkan ke penerima. Pada
penerima akan terdapat sebuah penerjemah
kode (dekoder) yang mendekodekan data
tersebut, dan apabila terjadi error maka
pada data akan dilakukan pengkoreksian
data.
3. Deteksi kesalahan
Pada saat data berada dalam
transmission sistem terdapat kemungkinan
data terkorupsi (data error). Data error
tersebit akan diperbaiki oleh receiver
melalui proses error detection dan error
correction.
Proses
error
detection
dilakukan oleh transmitter dengan cara
menambahkan beberapa bit tambahan
(parity check bit) kedalam data yang akan
ditransmisikan.
4. Koreksi kesalahan
Proses koreksi jauh lebih rumit
daripada proses deteksi karena dalam
proses koreksi selain dibutuhkan adanya
pendeteksi kesalahan juga dibutuhkan
lokasi kesalahan bit. Karena itu dibutuhkan
semakin banyak bit tambahan (redudant)
bit agar sistem dapat melakukan koreksi
terhadap kesalahan.
5. Kode siklis
Bentuk kode siklis merupakan
bagian penting dalam subclass dari kodekode linear. Algoritma pengkodean sebuah
kode siklis (n,k) adalah sebagai berikut:
1. Mengalikan sumber informasi
dengan
2. Mencari digit parity check, yaitu nilai
sisa
dengan membagi
dengan generator polinomial
3. Codeword yang dihasilkan merupakan
hasil penjumlahan dari
dan
Algoritma pendekodean sebuah kode siklis
(n,k) membutuhkan perhitungan sindrome
.
merupakan vektor (n-k) bit pada
persamaan kode blok linear.
6. Kode Hamming
Ide dasar pengkodean Hamming adalah
menggunakan metode parity-checking,
yaitu menambahkan satu bit parity pada
blok data. Bit parity ini berfungsi untuk
mendeteksi bit yang salah, sekaligus
menentukan lokasi kesalahan bit tersebut.
Algoritma pengkodean kode Hamming
dibentuk dengan mengalikan sumber pesan
dengan matrik G yang dibentuk dengan
primitive polynomial sesuai persamaan
berikut:
[
]
Di mana,
.
Untuk algoritma pendekodean dari kode
Hamming dibutuhkan matriks parity-check
H. jika didapatkan
Maka, matriks parity-check H adalah
[
]
Dimana
adalah matriks identitas.
Matrik H kemudian ditransposisi menjadi
HT kemudian dikalikan dengan kode yang
diterima, Hasil perkalian ini disebut
syndrome, syndrome digunaka untuk
proses koreksi dan proses deteksi terhadap
error.
7. Kode BCH
Kode BCH merupakan generalisasi
dari dari Hamming code untuk mengoreksi
kesalahan
ganda
(mutiple
error
correction). Pada tahun 1961 metode
deteksi dan koreksi ini dikembangkan oleh
Gorenstein
dan
Zieler
dengan
menggunakan simbol dari Galois Field
(GF). Secara garis besar, prosedur kerja
dari metode BCH Code ini dapat dirincikan
sebagai berikut:
1. Proses
Encoding,
yaitu
proses
pembentukan kumpulan chekbit yang
akan dikirimkan bersama informasi.
i. Bentuk Galois Field, GF (2m)
ii. Tentukan
buah minimal
polynomial.
iii. Bentuk generator polinomial(g(x))
iv. Tambahkan bit 0 dibelakang bit
biner dari pesan.
v. Lakukan operasi pembagian biner
terhadap gabungan pesan dan bit 0
dengan g(x).
vi. Sisa hasil pembagian(reminder)
merupakan checkbit.
vii. Bit informasi + Chekbit (v(x))
adalah informasi yang dikirimkan.
2. Proses
dekoding,
yaitu
proses
pendeteksi error dan pengoreksian
error apabila ditemukan error.
a. Prosedur pendeteksi
kesalahan
(error detection).
i.
ii. Jika sisa pembagian = 0, berarti
tidak terjadi error.
iii. Jika tidak = 0, berarti terdapat
error, dan lanjut ke proses
koreksi.
b. Prosedur koreksi kesalahan (error
correction)
i. Tentukan 2t buah minimal
polinomial.
ii. Hitung syndrome
dari
codeword
iii. Bentuk tabel BCH dengan
menggunakan
algoritma
Peterson-Berlekamp
iv. Hasil akhir
merupakan
polinomial pendeteksi lokasi
error.
v. Setelah itu, cari akar dari
persamaan polinomial tersebut
dengan menggunakan metode
trial and error,
vi. Kemudian cari nilai kebalikan
dari akar-akar tersebut. Nilai ini
merupakan posisi bit error.
8. Kode Reed-Solomon
Kode
Reed-Solomon
bekerja
dengan menambahkan bit parity kedalam
data yang akan dikirimkan. Secara garis
besar, prosedur kerja dari kode ReedSolomon ini dapat dirincikan sebagai
berikut:
1. Proses
Encoding,
yaitu
proses
pembentukan code word yang akan
dikirmkan atau ditransmisikan, proses
pembentukan code word menggunakan
metode kode siklis yaitu:
a. Mengalikan sumber informasi
dengan
b. Mencari digit parity check, yaitu
nilai sisa
dengan membagi
dengan
generator
polinomial
c. Codeword
yang
dihasilkan
merupakan hasil penjumlahan dari
dan
2. Proses
dekoding,
yaitu
proses
pendeteksi error dan pengoreksian
error apabila ditemukan error:
a. Membentuk syndrome n-k simbol,
Jika syndrome = 0, maka codeword
yang diterima valid tidak terjadi
error, jika syndrome
, maka
terjadi error.
b. Jika terjadi error, maka masuk
kedalam proses koreksi kesalahan
dengan Algoritma Euclidean untuk
menentukan
error
locator
polinomial dan error magnitude.
c. Algoritma
Chien
Search,
digunakan
untuk
menentukan
posisi error
d. Algoritma Forney’s digunakan
untuk menentukan besaran error,
dan memperbaiki bit error.
PEMODELAN DAN SIMULASI
Simulasi
dimaksudkan
untuk
mempermudah melakukan analisa terhadap
kemampuan teknik pengkodean dalam
mengatasi noise (derau) yang muncul
dalam proses transmisi data. Pemodelan
berdasarkan atas model komunikasi digital
standard dari Shannon, seperti pada
Gambar 3 berikut:
d.
e.
Gambar 3. Model Simulasi Digital
f.
1. Komponen simulasi
Menurut model komunikasi digital,
beberapa blok yang terdapat dalam model
di antarannya:
a. Source
Generator yang digunakan untuk
menyusun bilangan acak sebagai
sumber
dalam
simulasi
adalah
Bernoulli Binnary Generator.
b. Channel Encoder
Dalam channel ini akan dipilih jenis
coding yang akan dipakai untuk
menyandikan
data
sebelum
ditransmisikan. Ada 3 jenis encoder
yang akan dipakai yaitu Hamming,
bch, dan Reed-Solomon
c. Modulator
Merupakan
rangkaian/blok
yang
berfungsi melakukan proses modulasi,
yaitu proses menumpangkan data pada
frekuensi gelombang pembawa untuk
ditransmisikan. Pada simulasi ini
g.
modulator yang digunakan adalah
BPSK modulator.
Gangguan Saluran komunikasi (noise)
Dalam hal ini, gangguan dibangkitkan
dengan menggunakan metode BoxMuller, sehingga gangguan yang
didapatkan adalah additive white
gaussian noise
(AWGN)
yang
didistribusikan dengan rata-rata nol dan
varians satuan.
Demodulator
Demodulator
mempunyai
fungsi
kebalikan dari modulator (demodulasi),
yaitu proses mendapatkan kembali data
atau proses membaca data dari sinyal
yang
diterima
dari
pengirim.
Demodulator yang akan digunakan
sesuai dengan modulatornya.
Channel Decoder
Blok
dalam
channel
decoder
menyesuaikan blok yang dipakai dalam
channel encoder.
Destination
Dalam simulasi yang akan dibuat,
destination
difungsikan
sebagai
pengukur kinerja system dengan
memasangkan
blok
error
rate
calculation dan blok display.
2. Langkah kerja Simulasi
Simulasi dimulai dengan menyusun
bilangan acak yang ada dalam blok
Bernoulli Binnary Generator, kemudian
masuk dalam blok encoder untuk
dikodekan sebelum ditransmisikan. Setelah
itu informasi kemudian ditransmisikan
dengan modulasi BPSK, ketika data
ditransmisikan, data akan terinfeksi noise
saat berada pada jalur transmisi. Setelah
data diterima, maka data akan dikoreksi
dan dideteksi pada sisi decoder. Proses
terakhir adalah kalkulasi perhitungan
performa dengan blok error rate
calculation dan ditampilkan pada blok
display.
adalah d = 1000, maka kode yang
dikirimkan adalah
3. Algoritma Coding
a. Hamming
[
2. Decoding
Gambar 4. Hamming model
Perhitungan dari algoritma coding
Hamming adalah sebagai berikut:
1. Encoding
Merupakan proses membentuk
pesan terkode, di mana dalam
pesan terkode disisipkan bit-bit
parity ynag digunakan untuk
koreksi kesalahan pada sisi
penerima,
parameter
yang
digunakan dalam kode hamming
untuk m=3, adalah sebagai berikut:
o Panjang kode
o Jumlah
simbol
informasi
o Jumlah simbol parity check
o Kapasitas
koreksi
]
[
]
di mana
merupakan
bagian dari penyusunan matriks G
yang digunakan pada enkoder,
sehingga matriks H terbentuk
sebagai berikut.
[
]
Deteksi error, dengan menghitung
Syndrome,
Dimisalkan pesan yang diterima
adalah 1111000, maka,
error
Generator Matriks,
[
[
],=
]
S
0, maka proses koreksinya
adalah
[ ],matriks
[
].
Semisal, pesan yang dikirimkan
[
]
Nilai
sama dengan nilai matriks
H pada urutan ketiga, jadi, terjadi
error pada bit ketiga dari pesan
yang diterima. 1111000, kemudian
bit error diivertkan menjadi
1101000.
iii. Bentuk
polinomial(g(x))
G(x)
generator
(
b. BCH
iv. Tambahkan bit 0 dibelakang bit
biner dari pesan.
Gambar 5. BCH Model
Perhitungan dari algoritma coding
BCH Jika digunakan
adalah sebagai berikut:
o Panjang blok yang dikirimkan
v.
Lakukan operasi pembagian
biner terhadap gabungan pesan
dan bit 0 dengan g(x).
C(x) =
o Bit informasi
= 100101000100010
o Jumlah error maksimal
o Checkbit
Bit informasi + Chekbit (v(x))
adalah
informasi
yang
dikirimkan.
Dimisalkan pesan yang dikirimkan
V(x)
1. Encoding
i. Bentuk Galois Field, GF (2m)
ii. Tentukan
polynomial.
buah minimal
vi.
=
2. Decoding
Dimisalkan pesan yang diterima
menjadi
0001000011000001|100100000100010
a. Prosedur pendeteksi kesalahan
(error detection).
i.
V(x)
=
= 1111110111010
ii. Jika sisa pembagian =
0, berarti tidak terjadi
error.
iii. Jika tidak = 0, berarti
terdapat error, dan
lanjut
ke
proses
koreksi.
b. Prosedur koreksi kesalahan
(error correction)
i.
Tentukan 2t buah minimal
polinomial.
o
o
-
1
0
1
o
3
Hitung syndrome
dari codeword
o S1(x) =
0
0
4
0
-1
0
0
1
0
1
1
2
1
2
2
5
0
3
2
6
-
-
-
iv.
Hasil
akhir
merupakan
polinomial
pendeteksi lokasi error.
v.
Setelah itu, cari akar dari
persamaan
polinomial
tersebut
dengan
menggunakan metode trial
and error,



Kemudian cari nilai kebalikan
dari akar-akar tersebut. Nilai
ini merupakan posisi bit
error.
 Kebalikan
dari
o S2(x) =
o S3(x) =
1
1
2
o
Bentuk tabel BCH dengan
menggunakan
algoritma
Peterson-Berlekamp
Tabel 1. Tabel PetersonBerlekamp
n
o
o
ii.
iii.
o S4(x) =
o S5(x) =
o S6(x) =
vi.
 Kebalikan
dari
 Kebalikan
dari
0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0
R(x)=
c. Reed-Solomon
Dimisalkan pesan yang diterima menjadi
Gambar 6. RS Model
Perhitungan dari algoritma coding
BCH Jika digunakan
adalah sebagai berikut:
o Panjang blok yang dikirimkan
o Misalkan pesan yang dikirimkan
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
1. Encoding
a. Bentuk generator berdasarkan
pada tabel GF (16).
G(x) =
b. Mengalikan sumber
dengan
.
=
informasi
c. Mencari digit parity check, yaitu
nilai sisa
dengan membagi
dengan
generator
polinomial
2. Decoding
a. Membentuk syndrome n-k simbol,
=15
o S0=
=3
o S1=
=4
o S2
=12
o S3
b. Jika syndrome = 0, maka
codeword yang diterima valid
tidak terjadi error, jika syndrome
, maka terjadi error.
c. Jika terjadi error, maka masuk
kedalam proses koreksi kesalahan
dengan Algoritma Euclidean untuk
menentukan
error
locator
polinomial dan error magnitude.
d. Algoritma
Chien
Search,
digunakan
untuk
menentukan
posisi error.
d. Codeword
yang
dihasilkan
merupakan hasil penjumlahan dari
dan

Kebalikan dari

Kebalikan dari
e. Algoritma Forney’s digunakan
untuk menentukan besaran error,
dan memperbaiki bit error.

untuk

untuk
0
0
0
0
0
13
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
2
3
4
5
11
7
8
9
10
11
3
1
12
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
3
3
12
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan
tugas
akhir
ini
menghasilkan table yang berisi angka nilai
dari Bit Error Rate ketika dilakukan
percobaan dengan mengacu pada angka
Eb/No. Pengacuan ini disebut metode
Jacob-viterbi.
Adapun hasil dari penyusunan tugas
akhir ini disajikan dalam bentuk grafik
perbandingan nilai BER vs Eb/N0 dari
masing-masing teknik coding yang
digunakan dalam simulasi.
1. Hamming
Tabel 2. Tabel Eb/N0 vs BER
Hamming
Eb/N0
BER
1
0.18733
2
0.265329
3
0.50059
4
0.79331
5
0.01667
6
0.06135
7
0.002076
8
0.008601
9
0.000155
10
0.000056667
Nilai BER didapatkan dari percobaan
yang dilakukan dengan model simulasi
yang dibuat. Dari table diatas, grafik
perbandingan tercipta seperti Gambar 7
dibawah ini.
Gambar 7. Eb/N0 vs BER Hamming
Grafik merah muda menunjukkan
nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan
dengan grafik biru, nilai BER = 0
dengan coding Hamming terjadi ketika
nilai Eb/N0 = 9. Dengan demikian,
Kinerja
sistem
dengan
teknik
pengkodean hamming lebih baik
dibandingkan dengan sistem tanpa
teknik pengkodean hamming. Semakin
kecil nilai BER untuk Eb/N0 yang
besar, maka akan semakin baik kinerja
dari sistem transmisi data tersebut.
2. BCH
3. Reed-Solomon
Tabel 3. Tabel Eb/N0 vs BER BCH
Tabel 4. Tabel Eb/N0 vs BER ReedSolomon
Eb/N0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
BER
0.192733
0.15865
0.122313
0.08948
0.05811
0.0331967
0.0160367
0.00564667
0.00155
0.000356667
Nilai BER didapatkan dari percobaan
yang dilakukan dengan model simulasi
yang dibuat. Dari table diatas, grafik
perbandingan tercipta seperti Gambar 8
dibawah ini.
Eb/N0
1
2
3
4
5
6
7
8
BER
0.1364
0.2986
0.54908
0.04951
0.00276
0.0003136
0.000064
0.000000322
Nilai BER didapatkan dari percobaan
yang dilakukan dengan model simulasi
yang dibuat. Dari table diatas, grafik
perbandingan tercipta seperti Gambar 9
dibawah ini.
Gambar 8. Eb/N0 vs BER BCH
Gambar 9. Eb/N0 vs BER Reed-Solomon
Grafik merah muda menunjukkan
nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan
dengan grafik biru, Dengan demikian,
kinerja
sistem
dengan
teknik
pengkodean
BCH
lebih
baik
dibandingkan dengan sistem tanpa
teknik pengkodean BCH. Semakin
kecil nilai BER untuk Eb/N0 yang
besar, maka akan semakin baik kinerja
dari sistem transmisi data tersebut.
Grafik merah muda menunjukkan
nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan
dengan grafik biru, Dengan demikian,
kinerja sistem dengan teknik pengkodean
Reed-Solomon lebih baik dibandingkan
dengan sistem tanpa teknik pengkodean
Reed-Solomon. Semakin kecil nilai BER
untuk Eb/N0 yang besar, maka akan
semakin baik kinerja dari sistem transmisi
data tersebut.
KESIMPULAN
coding yang dilakukan oleh Dixit
Dutt Bohra, Avnish Bora (2014)
dalam artikelnya yang berjudul “Bit
Error Rate Analysis in Simulation of
Digital Communication Sistems with
Different Modulation Schemes”.
Dalam artikelnya dituliskan bahwa,
untuk meningkatkan rasio Eb/N0,
harus menggunakan beberapa jenis
teknik
pengkodean,
untuk
meningkatkan kualitas sinyal yang
dipancarkan serta informasi yang
dikirimkan.
Berdasarkan
hal
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
tujuan
dari
perancangan simulasi yaitu digunakan
untuk melakukan analisa pengkodean
Hamming, pengkodean BCH, dan Reed
Solomon untuk optimalisasi Forwrd Error
Correction telah berhasil dicapai sesuai
dengan teori yang sudah ada.
Dari hasil penelitian tentang kode
hamming, kode BCH (bose-chaudhurihocquenghem), dan kode reed-solomon
untuk
optimalisasi
forward
error
correction melalui simulasi pada matlab,
dapat disimpulkan bahwa:
1. Simulasi telah berhasil membuktikan
bahwa dengan menggunakan teknik
pengkodean
dapat
mengurangi
gangguan noise yang ada pada saat
transmisi data.
2. Hasil dari simulasi sesuai dengan
teori error coding yang dituliskan
oleh Shu Lin dan Daniel J. Castello
Jr (2004) dalam bukunya yang
berjudul “error control coding”.
Dalam bukunya dituliskan bahwa,
dengan
menggunakan
teknik
perngkodean dalam sistem transmisi
digital,
pengiriman
informasi
menjadi lebih efektif.
3. Hasil dari simulasi juga sesuai
dengan penelitian tentang error
DAFTAR PUSTAKA
Avnish Bohra, Dixxit Dutt Bohra (2009), „Bit Error Rate Analysis in Simulation of Digital
Communication Systems with Different Modulation Schemes, vol. 1, Issue 3, diakses 2
oktober 2014, <http://www.ijisetcom/>
C.K.P Clark 2002, “Reed-Solomon Error Correction”, R&D White Paper BRITISH
BROADCASTING CORPORATION, http://downloads.bbc.co.uk , [Diakses pada 2 Mei
2014 pukul 19.39]
Dony Ariyus dan Rum Andri K.r. 2008 .“Komunikasi Data edisi I”. Yogyakarta: Andi.
Dwiwulandari, Budiarini 2008. "aplikasi kode hamming sebagai error-detecting code dalam
pengiriman pesan". Skripsi. Depok:Universitas Indonesia.
Irsan. 2009. "Simulasi Pengkodean Hamming untuk menghitung Bit Error Rate". Skripsi.
Medan:Universitas Sumatra Utara.
Jusak, 2013, “Teknologi Komunikasi Data Modern edisi I”, Yogyakarta: Andi.
Matematics, Departement, 2006, “Encoding
code”.University of Wyoming.
and
Decoding
with
the
Hamming
Nurul Hutami Husain, Andi, Gamantyo Hendranto, dan Suwadi 2013. “Pendekodean Kanal
Reed-Solomon Berbasi FPGA Untuk Transmisi Citra pada Sistem Komunikasi Satelit
Nano”, POMITS, vol 2, no 1, <http://ejurnal.its.ac.id>, [Diakses pada 10 Mei 2014
pukul 23.00]
Robert H.Morelos, Zaragoza 2006, The Art Of Error Correcting Coding, 2nd edn, John willy
and Son Ltd, USA.
Shu Lin dan Daniel J.Castello 2004, Error Control Coding, 2nd edn, , New jersey NJ 074458,
USA
Susanto, Edy 2010. “Analisis kode BCH”. Skripsi. Medan:Universitas Sumatra Utara..
Tamara Maharani, Aries Prastiarso, Arifin 2008, Simulasi Pengiriman dan Penerimaan
Informasi menggunakan kode BCH. Surabaya:ITS.
Thamer 2000. “Binary Cyclic Code”, 4th Class in Communications,
http://www.uotechnology.edu , [diakses 20 april 2014 pukul 23.14]
from
Wallace, Hank 2001. “Error Detection and Correction using the BCH Code ”.
http://www.aqdi.com. Diakses pada 17 april 2014 pukul 23.39
Download