UKT “Uang Kuliah Tunggal” atau “Uang Kuliah Tinggi” ?? “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” (UUD 1945 pasal 31 ayat 1) “...uang kuliah yang ditanggung oleh mahasiswa diusahakan semakin lama semakin kecil dengan memperhatikan masyarakat yang tidak mampu (afirmasi), subsidi silang (yang kaya mensubsidi yang miskin), dan pengendalian biaya yang tepat...” (Prinsip Dasar Pembiayaan Perguruan Tinggi Negeri) Sejak tahun 2013 pemerintah telah menetapkan perubahan sistem pembayaran kuliah bagi seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia dari sistem SPMA menjadi sistem pembayaran tunggal tanpa uang pangkal, yang dibayarkan pada setiap semester. Selanjutnya sistem ini disebut dengan UKT (Uang Kuliah Tunggal). Pokok Permasalahan 1. Kenaikan UKT Sekolah Vokasi tahun 2014 Merujuk pada Permendikbud Nomor 55 tahun 2013 dan Permendikbud No. 73 Tahun 2014 yang salah satunya mengacu pada UU No. 12 Th. 2012 tentang UU Perguruan Tinggi bahwasanya hanya UKT 1-2 yang secara mutlak diatur besarannya oleh Pemerintah, sementara UKT 3-8 diserahkan sepenuhnya pada kebijakan masingmasing Perguruan Tinggi untuk disesuaikan secara proporsional. Berdasarkan hal tersebut, masing-masing Perguruan Tinggi mempunyai kewenangan dalam menetapakan besaran harga UKT dengan mempertimbangkan pada kebutuhan Perguruan Tinggi, Indeks Kemahalan Wilayah, jenis Program Studi dll, yang kemudian tertuang dalam bentuk BKT dan besarnya BOPTN yang didapatkan dari Pemerintah pada masing-masing Perguruan Tinggi. Pada tahun lalu, berdasarkan perhitungan kami, rata-rata kenaikan UKT th. 2014 dari UKT th. 2013 mencapai 88,54% untuk UKT 3, 66,7% untuk UKT 4 dan 41,9% untuk UKT 5. Berdasarkan fakta tersebut, hal ini merupakan kenaikan yang cukup signifikan. Seharusnya pihak Pimpinan Sekolah Vokasi mempertimbangkan juga faktor sosial dan ekonomi masyarakat dimana peningkatan pendapatan masyarakat selama satu tahun tidak akan naik sedrastis itu jika dibandingkan dengan peningkatan besaran UKT. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi mahasiswa, atas dasar dan pertimbangan apa pihak Pimpinan Sekolah Vokasi melakukan peningkatan harga UKT dengan selisih yang cukup ekstrim tersebut di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum cukup stabil dengan melihat pula kondisi fasilitas kampus yang dirasa kurang sesuai jika dibandingkan dengan besaran UKT yang dibebankan. 2. Penambahan Range UKT di SV untuk Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2015/2016 Pada dasarnya, penambahan range golongan UKT sama sekali tidak menyalahi aturan yang telah berlaku. Namun yang perlu menjadi catatan di sini adalah, apakah adanya penambahan range UKT ini dapat menuntaskan persoalan yang telah terjadi sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya. Penambahan range UKT ini akan menjadi sebuah kebaikan jika besaran UKT yang ditawarkan sesuai dan proporsional antara interval besar golongan penghasilan orang tua/wali dengan besaran beban UKT yang diberikan. Namun sebaliknya, keputusan ini akan menjadi non sense jika penambahan range yang diberlakukan juga menambah pula besaran UKT yang akan dibebankan kepada calon mahasiswa. Disamping itu juga, rencana penambahan range UKT yang hanya akan mengambil 6 golongan merupakan sikap yang setengahsetengah, mengingat bahwa fasilitas yang diberikan oleh Kemenristekdikti melalui peraturan yang berlaku bahwa setiap Perguruan Tinggi Negeri berhak menerapakan 8 penggolongan UKT. 3. Ditribusi Subsidi Silang yang Timpang Berdasar data yang kami himpun, distribusi UKT setiap range-nya di Sekolah Vokasi pada tahun 2014 adalah seperti berikut: Data UKT 2014 Golongan Pembiayaan Jumlah Penerima Data Distribusi UKT Sekolah Vokasi Tahun 2014 Bidikmisi 158 UKT 1 34 UKT 2 377 1000 UKT 3 341 500 UKT 4 283 UKT 5 1255 1500 0 Bidikmisi UKT 1 UKT 2 UKT 3 UKT 4 Berdasarkan data di atas maka bisa dilihat adanya ketimpangan distribusi subsidi silang di Sekolah Vokasi pada tahun 2014. Prinsip subsidi silang yang diusung dalam penerapan UKT menjadi hal yang tidak masuk akal karena jumlah mahasiswa yang mendapat UKT 5 terlampau banyak daripada golongan UKT dibawahnya. Jika dikalkulasikan, prosentase mahasiswa penerima subsidi (penerima UKT 1 dan 2) adalah sebesar 17,95% (tidak termasuk mahasiswa penerima bidikmisi). Seharusnya, total pendapatan yang didapat dari pembayaran UKT 5 sudah cukup untuk mensubsidi biaya kuliah penerima UKT 1 dan 2, bahkan terlihat berlebih. Dengan prosentase tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa mana (lagi) yang hendak disubsidi ? 4. Sistem SPMA dibanding dengan sistem UKT. Sesuai dengan prinsip perumusan UKT, akumulasi biaya pendidikan yang harus dibayar oleh masing-masing mahasiswa seharusnya lebih murah daripada akumulasi UKT 5 biaya yang berlaku pada sistem penggunaan SPMA. Tetapi pada faktanya, setelah dibandingkan antara biaya kuliah dengan sistem SPMA dengan biaya kuliah dengan sistem UKT, mahasiswa yang mendapat UKT golongan tiga ke atas membayar biaya kuliah yang jauh lebih mahal dibanding sistem SPMA. Pernyataan tersebut bisa dianalogikan dengan perhitungan seperti berikut: Jurusan Teknik Sipil Pendapatan Orang Tua Rp 7.000.000 SPMA Rp 7.500.000 Gol SP MA SPP+SKS Rp 3 16.390.000 Total Rp 23.890.000 Gol UKT UKT UKT Final Rp Rp 5 7.000.000 42.000.000 Atas dasar pemaparan-pemaparan tersebut, BEM KM Sekolah Vokasi menyatakan bahwa: 1. Menolak pemberlakuan range interval UKT yang sekarang berjalan karena terlalu terpaut jauh antar range-nya dan dirasa memberatkan mahasiswa. 2. Menuntut penerapan UKT 8 golongan untuk mahasiswa baru Tahun Akademik 2015/2016 dan selanjutnya dengan asumsi besaran interval antar golongan tidak memberatkan dan mempertimbangakan keadaan ekonomi dan sosial masyarakat. 3. Menuntut kejelasan distribusi subsidi silang. 4. Meminta transparansi pengalokasian anggaran dana jika dibandingkan dengan fasilitas yang didapat mahasiswa Sekolah Vokasi. 5. Menuntut kejelasan SOP (Standar Operasional Prosedur) penurunan UKT bagi mahasiswa yang layak mendapatkan penurunan UKT, melihat bahwa standar dan tenggat waktu yang berlaku di masing-masing Prodi berbeda. Pada tahun ini, seluruh civitas akademika KM SV UGM berharap kejadian negatif mengenai UKT pada tahun-tahun sebelumnya tidak terjadi lagi. Salam Perjuangan Mahasiswa! Yogyakarta, 25 April 2015 Departemen Kajian, Aksi dan Propaganda Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Sekolah Vokasi