STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KABUPATEN TANAH LAUT) Indra Permata Kusuma Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya – 60111 Email : [email protected] Abstrak : Pertumbuhan penduduk di suatu daerah akan mengakibatkan kenaikan akan kebutuhan energi listrik di daerah tersebut. Dengan semakin bertambahnya penduduk, secara langsung akan menambah jumlah pelanggan listrik di daerah tersebut. Hal itu berbanding terbalik dengan penyediaan energi listrik yang semakin menipis, oleh karena itu perlu dipikirkan suatu energi alternatif untuk mengatasi krisis energi. Salah satu energi alternatif dalam penyediaan energi listrik adalah energi biomassa. Salah satunya yaitu pemanfaatan limbah kelapa sawit. Dengan teknologi konversi energi maka energi ini dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dan limbah kelapa sawit sebagai sumber bahan bakar utama dari PLTU. Energi listrik yang dihasilkan oleh konversi energi ini sangat bergantung dari bahan-bahan limbah yang dihasilkan oleh pusat pengolahan minyak kelapa sawit. Limbah kelapa sawit ini mengandung nilai kalori yang cukup tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai energi alternatif pengganti batubara. Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh PLTU ini tergolong ramah lingkungan dibanding PLTU berbahan bakar batubara. Kata Kunci : Energi Biomassa, Kelapa sawit , PLT Biomassa. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Krisis energi listrik di Indonesia disebabkan karena semakin menipisnya bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang tidak diimbangi dengan peningkatan pertumbuhan penduduk. Relevansi krisis energi listrik dengan krisis bahan bakar fosil terjadi karena banyak pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil sebagai bahan bakar utamanya. Solusi bagi krisis energi listrik dan bahan baku fosil seperti tersebut di atas adalah adanya sumber energi alternatif, sumber energi alternatif tersebut dapat menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. Solusi bagi krisis energi listrik dan bahan baku fosil seperti tersebut di atas adalah adanya sumber energi alternatif. Sumber energi alternatif tersebut harus bisa menjadi bahan bakar substitusi yang ramah lingkungan, efektif, efisien, dan dapat diakses oleh masyarakat luas. Selain itu, sumber energi alternatif tersebut idealnya berasal dari sumber energi yang bisa diperbarui. Sumber energi yang bisa diperbarui relatif tidak berpotensi habis, sebaliknya, selalu tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang lebih dari cukup, antara lain energi air, angin, biomassa, tidal, panas bumi dan energi surya. Salah satu potensi energi yang dapat diperbarui adalah energi biomassa limbah kelapa sawit. Selama ini, kelapa sawit banyak digunakan sebagai penghasil minyak nabati tanpa mencoba menemukan potensi yang dimiliki limbah kelapa sawit. Limbah kelapa sawit yang ditimbulkan oleh pengolahan kelapa sawit memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi. Bila dikelola dengan baik limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai energi alternatif pengganti batu bara yang biasa digunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Kalimantan sebagai daerah penghasil kelapa sawit di Indonesia, misalnya, berpotensi untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis energi biomassa. Kalimantan Selatan memiliki luas 3.753.053 hektar dengan jumlah penduduk hampir 4 juta jiwa. Saat ini, luas perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Selatan 243.411 hektar. Kabupaten tanah laut pada tahun 2007 memiliki luas area perkebunan sekitar 37 ribu Ha, sedangkan potensi kelapa sawit pada daerah itu 85 ribu Ha. Setiap hektar kebun kelapa sawit ditanami sekitar 148 pohon kelapa sawit dan menghasilkan 15-30 kg tandan buah segar untuk setiap pohon kelapa sawit. Untuk setiap ton pengolahan kelapa sawit akan menghasilkan 60 kg limbah cangkang kelapa sawit dengan kandungan kalori sebesar 3500-4100 kkal/kg. Limbah kelapa sawit berupa serabut kelapa juga bisa diolah menjadi sumber energi karena setiap 120 kg serabut kelapa sawit memiliki kalori sebesar 26373998 kkal/kg. Meski begitu, potensi limbah kelapa sawit baik secara kuantitas maupun kualitas seperti tersebut di atas belum dimaksimalkan untuk diolah sebagai bahan bakar alternatif. Dipilihnya pengolahan energi biomassa limbah kelapa sawit di Kalimantan Selatan sebagai objek kajian dalam penelitian ini dikarenakan 1 Proceeding Seminar Tugas Akhir beberapa hal yakni: (1) Terjadi krisis energi listrik yang disebabkan oleh semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil di Indonesia; (2) limbah kelapa sawit sebagai bahan bakar biomassa merupakan salah satu solusi atas krisis bahan bakar fosil; (3) Kalimantan Selatan merupakan provinsi penghasil kelapa sawit relatif tinggi. 2. Teori Penunjang Ketenagalistrikan Daerah dan Pemanfaatan Biomassa 2.1 Biomassa Sebagai Sumber Energi Energi biomassa potensinya di Indonesia cukup melimpah, energy biomassa ini berasal dari organik atau limbah produksi sisa limbah organic. Biomassa ini merupakan energi alternatif sebagai pengganti penggunaan bahan bakar fosil. Biomassa sangat beragam jenisnya yang pada dasarnya merupakan hasil produksi dari makhluk hidup. Biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan atau pertanian, hutan, peternakan atau bahkan sampah. Biomassa (bahan organik) dapat digunakan untuk menyediakan panas, membuat bahan bakar, dan membangkitkan listrik, hat ini disebut bioenergi.. Energi yang tersimpan itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik. Karena sebagian besar biomassa mengandung nilai kalori yang cukup tinggi. Sehingga dapat di manfaatkan sebagai pengganti energy fosil yang semakin menipis diindonesia. 2.2. Model Peramalan Dengan DKL 3.01 Model yang digunakan dalam metode DKL 3.01 untuk menyusun perkiraan adalah model sektoral. Perkiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan tenaga listrik pada tingkat wilayah/distribusi. Metodologi yang digunakan pada model sektoral adalah metode gabungan antara kecenderungan, ekonometri dan analitis. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan menjadi empat sektor yaitu : 1. Sektor Rumah Tangga 2. Sektor Bisnis 3. Sektor Publik 4. Sektor Industri 2.3 Ekonomi Pembangkit 2.3.1 Harga Energi Listrik Tiap pembangkit listrik mempunyai harga energi listrik yang berbeda-beda yang besarnya bervariasi tergantung pada biaya pembangunan, perawatan dan biaya operasi dari pembangkit listrik tersebut. Secara umum harga energi yang dihasilkan suatu pembangkit listrik dihitung dengan parameter-parameter yang diperlukan, yaitu biaya pembangkitan per kW, biaya pengoperasian per kWh, biaya perawatan per kWh, suku bunga, depresiasi , umur operasi, dan daya yang dibangkitkan. Metode perhitungan yang digunakan adalah metoda perhitungan biaya pembangkitan tahunan, terdiri dari tiga komponen biaya, yaitu biaya investasi modal (capital cost), biaya bahan bakar (fuel cost), serta biaya operasi dan perawatan (O&M cost). 2.3.2 Ekonomi Investasi Pembangkit Sebelum suatu proyek dilaksanakan perlu dilakukan analisa dari investasi tersebut sehingga akan diketahui kelayakan suatu proyek dilihat dari sisi ekonomi investasi. Ada beberapa metode penilaian proyek investasi, yaitu : 2.3.2.1 Net Pressent Value (NPV) NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan Discounted Cash Flow atau gambaran ongkos total atau pendapatan total proyek dilihat dengan nilai sekarang (nilai pada awal proyek). 2.3.2.2 Internal Rate of Return (IRR) Internal rate of return, adalah discount rate yang akan menjadikan jumlah nilai prooceds yang diharapkan akan diterima sama dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal. IRR akan menghasilkan NPV=0. Besarnya NPV dari suatu cash flow akan bergantung pada tingkat discount rate yang dipakai. Semakin besar discount rate maka NPV semakin menurun. Dengan kata lain, IRR adalah suatu indicator yang dapat menggambarkan kecepatan pengembalian modal dari suatu proyek. Proyek layak diterima apabila IRR lebih besar dari suku bunga di bank atau tingkat pengembalian untuk suatu proyek invetasi (minimum attractive rate of return MARR). 3. Sistem Ketenagalistrikan Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan 3.1 Sekilas Kabupaten Tanah Laut Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu dari 13 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Kalimantan Selatan.Dengan luas wilayah sebesar 3.729,30 km², tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2007 adalah 69 penduduk per km2. PDRB perkapita tahun 2007 atas dasar harga berlaku sebesar 5.691.540 rupiah. PDRB perkapita atas dasar harga berlaku Kabupaten Tanah Laut selama periode 2003 – 2006 tumbuh rata-rata sebesar 7,05%, sedangkan pertumbuhan rata-rata PDRB atas dasar harga konstan dalam periode yang sama hanya sebesar 2,30%. 3.2 Sistem Ketenagalistrikan Provinsi Kalimantan Selatan Dari tahun ke tahun jumlah pelanggan listrik di Kalimantan Selatan terus mengalami kenaikan, hal ini disebabkan bertambahnya jumlah penduduk di Kalimantan Selatan, yang mengakibatkan bertambahnya jumlah pelanggan listrik di sektor rumah tangga, industry, komersil (bisnis) dan publik. 2 Proceeding Seminar Tugas Akhir Tabel 1 Jumlah Pelanggan Per Kelompok Pelanggan Tahun 2002-2007 (sumber : Kalimantan selatan dalam angka 2008, BPS Kalimantan Selatan,2008) Tabel 2 Neraca Daya (Sumber: Data statistik PT PLN 2002-2008) 5. 9. ANALISA PEMBANGUNAN 6. 7. 8. PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT mampu hanya 273.5 sehingga terjadi defisit 22.09 MW. Diperlukan anggaran yang besar dan itu diluar kemampuan PLN. Selain itu, beberapa masalah yang kerap mengganggu pasokan listrik di Kalimantan Selatan diantaranya: Penurunan debit bendungan riam kanan pada musim kemarau, padahal bendungan ini sumber utama energi PLTA riam kanan. Perbaikan atau overhaul mesin PLTU Asam-asam yang harus dilakukan setiap tahun. Akibatnya, saat mesin dirawat, kemampuan PLN menyediakan listrik juga menjadi jauh berkurang. 4.2 Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik Kalimantan Selatan sampai tahun 2023 Tabel 3 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik perkelompok Pelanggan (GWh) di Kalimantan Selatan (sumber : Kalimantan selatan dalam angka 2008, BPS Kalimantan Selatan,2008) 4.1 Kondisi Eksisting Ketenagalistrikan di Kalimantan Selatan Beberapa tahun terakhir, seiring dengan pertumbuhan penduduk, kawasan pemukiman, industri dan ekonomi, Kalimantan Selatan mengalami krisis energi listrik karena pasokan energi tidak sesuai dengan permitaan. Krisis ini menyebabkan seringnya terjadi pemadaman listrik di seluruh daerah Kalimantan Selatan. Saat ini, PT PLN Kalimantan Selatan memiliki beberapa sumber pasokan energi listrik, yaitu: • Pembangkit Listrik Tenaga Uap Asamasam. Kapasitas 2 X 61 Megawatt (MW). • Pembangkit Listrik Tenaga Air Riam Kanan. Kapasitas 3 X 10 MW. • Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Trisakti. Kapasitas 85,4 MW. • PLTG Trisakti. kapasitas 21 MW. • Selain itu, PLN Kalselteng juga memiliki 300 unit lebih PLTD dengan kapasitas kecil. Pada tahun 2007 Secara keseluruhan, daya maksimal yang mampu disediakan PLN Kalimantan Selatan adalah 264.5 MW. Sementara kebutuhan pelanggan di wilayah ini pada beban puncak mencapai 272.5 MW. Artinya, margin standar keandalan sistem tidak tercapai karena selisih daya dan kebutuhan cukup besar. Kebutuhan energi pada tahun 2008 mengalami kenaikan, beban puncak mencapai 295.59 MW dan daya Tabel 4 Neraca Daya 3 Proceeding Seminar Tugas Akhir Dari tabel 4 didapatkan bahwa pada tahun 2008 nilai beban puncak sudah melebihi nilai dari daya mampu pembangkit dan kondisi ini harus dapat diatasi dengan penambahan pembangkit baru agar daya mampu jauh melebihi beban puncak. 4.3 Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Kelapa Sawit Jenis pembangkit yang digunakan disini adalah jenis pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU adalah pembangkit yang menggunakan tenaga uap sebagai penggerak turbin, dimana poros dari turbin ini dikopel dengan poros generator dan supaya konservasi energi untuk peningkatan efisiensi sistem juga tercapai maka penerapan sistem pembangkit menggunakan teknologi kogenarasi. Dimana pada sistem ini uap sisa (residu steam) yang masih bertekanan tinggi dapat dipergunakan lagi untuk proses yang lainnya. Inti teknologi coogenerasi adalah proses penggunaan residu uap dalam proses berjenjang. Setelah uap yang bertekanan tinggi dipakai sebagai penggerak turbin generator, residu uap yang juga masih bertekanan cukup tinggi digunakan lagi dalam proses yang terjadi dearator, mesin Horizontal Striliser, maupun digester. Sehingga lebih menguntungkan bila ditinjau dari sudut efisiensi energi. Selain bahan bakar pembangkit listrik yang digunakan merupakan limbah dari proses pengolahan minyak kelapa sawit, sisa uap dari penggerak turbin generator masih dapat juga digunakan untuk proses pengolahan minak kelapa sawit itu sendiri. Dalam proses konversi limbah kelapa sawit ke energi listik, terdapat dua macam pemrosesan: 1. Proses pengambilan serabut dan cangkang pada buah kelapa sawit 2. Proses konversi energi dari serabut dan cangkang menjadi energi listrik. Energi yang dapat dibangkitkan dengan bahan bakar cangkang dan serabut dapat diilustrasikan sebagai berikut pada gambar 1. Untuk sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton TBS pertahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang dan 12 ribu serabut. Dengan menggunakan data serta efisiency pembangkitan sekitar 25 % akan diperoleh energi listrik sebesar 7,2 – 8,4 GWh untuk cangkang dan 9,2 – 15,9 GWh untuk serabut. Karena kebutuhan listrik untuk produksi adalah sekitar 1,4 – 1,6 GWh, maka pabrik kelapa sawit mampu mandiri dalam hal pasok energi untuk kebutuhan operasionalnya. Tabel 5. Nilai kalor limbah kelapa sawit (Sumber: Berburu Energi di kelapa sawit, Harian Republika, Desember 2007) 4.3.2 Proses Konversi Energi listrik dengan limbah Kelapa Sawit 4.3.1 Proses Pengambilan Serabut dan Cangkang Pada Buah Kelapa Sawit Untuk memperoleh serabut dan cangkang pada kelapa sawit dilakukan beberapa langkahlangkah pengolahan. Gambar 2 Proses Pengolahan Limbah Kelapa Sawit menjadi energi listrik Gambar 1 Pengolahan TBS menjadi Cangkang dan Serabut Untuk memperoleh energi listrik terdapat tahap-tahapan dari sumbar bahan bakar menjadi energi listrik. Dari gambar 2 terlihat bahwa cangkang dan serabut dimasukkan kedalam ruang bakar digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan ketel uap sehingga menghasilkan uap yang bertekanan tinggi. Ketel uap yang digunakan dalam proses pembakaran limbah ini adalah tipe khusus yang menggunakan sistem grate. Berbeda dengan bahan bakar lain yang tidak menggunakan sistem grate. 4 Proceeding Seminar Tugas Akhir Serabut dan cangkang ini dalam penggunaanya menggunakan 70% serabut dan 30% cangkang, hal ini dikarenakan spesifikasi boiler. Bila penggunaanya tidak sesuai maka akan merusak gratenya. Setelah dari pembakaran serabut dan cangkang uap yang bertekanan tinggi dari boiler (25 kg/cm2 3130C) mengalir melalui nozzle yang sekaligus mengurangi tekanan uap sampai menjadi bertekanan(22 kg/cm2 2600C) di atur dengan efisiensi 75%. Poros turbin berputar dengan kecepatan yang cukup tinggi direduksi kecepatan putarnya oleh reduction gear yang dipasang antara turbin dan generator sehinggga diperoleh sinkronissi kecepatan antara turbin dan generator. Dan karena generator berputar maka akan menimbulkan medan listrik sehingga akan membangkitkan tenaga listrik. Sehingga akan membangkitkan tenaga listrik. Untuk meningkatkan efisiensi pembangkit digunakan sistem coogeneration, dengan sistem ini akan dapat ditingkatkan efisiensinya sebesar 75%. Hasil sisa pembakaran dari serabut dan cangkang yaitu ash (debu) dibuang. Debu hasil sisa pada pembakaran cangkang dan serabut ini masih banyak mengandung kalori yang saat ini sedang diteliti untuk dipergunakan pupuk, seperti terlihat pada tabel 6. Tabel 6. Kandungan Abu Serabut dan Cangkang = • Suku Bunga i=9% dan Umur Pembangkit (Life Time) n= 25 Tahun CRF • 0 ,12 (1 + 0 ,12 ) 25 = 0 ,127 (1 + 0 ,12 ) 25 − 1 = 0 , 09 ( 1 + 0 , 09 ) 25 = 0 . 10 ( 1 + 0 , 09 ) 25 − 1 Suku Bunga i=6% dan Umur Pembangkit (Life Time) n= 25 Tahun CRF = 0 , 06 (1 + 0 , 06 ) 25 = 0 . 078 (1 + 0 , 06 ) 25 − 1 Perhitungan Biaya Pembangunan Dari data Tabel 10 dapat kita lihat bahwa Capital Investment Cost atau biaya pembangunan adalah sebesar: Biaya Pembanguna n = Capital Investment Cost 2.71 x 10 6 USD = Installed Capacity 1.6 x 10 3 kW = 1694 US$ / kW 4.4.1 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) Dengan daya terpasang 1.6 MW dan 5actor kapasitas 75 % maka Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/tahun) = Daya Terpasang x Faktor Kapasitas x 8760 = 1.6 MW x 0,75 x 8760 = 11.212.800 kWh/tahun Jadi biaya modal / Capital Cost (CC) adalah sebagai berikut: Capital Cost = Biaya pembanguna n x kapasitas Pembangkit x CRF Jumlah Pembangkit an Neto Tenaga Listrik Untuk suku bunga i = 12 % CC = 1694 x1600 x 0 . 127 = 0 . 0307 USD / kWh = 3,07cent / kWh 11.212.800 Ketel uap yang digunakan dalam proses pembakaran limbah ini adalah tipe khusus, karena bahan bakarnya serabut dan cangkang. Dalam penggunaanya biasanya cangkang hanya digunakan sebanyak 30% dari total bahan bakar, hal ini tergantung dari spesifikasi dari boiler. Untuk suku bunga i = 9 % 4.4 Analisis Pembangunan Ditinjau dari Aspek Ekonomi 4.4.2 Perhitungan Biaya Bahan Bakar Pembangkit ini menggunakan bahan bakar serat dan cangkang kelapa sawit yang merupakan hasil limbah produksi pabrik kelapa sawit kira-kira sebanyak 30 ton/hari. Karena bahan bakar yang digunakan pada pembangkit ini adalah limbah dari produksi minyak kelapa sawit, maka biaya bahan bakar pembangkit ini bukan untuk membeli serat dan cangkang, tetapi untuk biaya transportasi dari perkebuanan kelapa sawit sampai ke tempat pembangkit. Biaya transportasi dari perkebunan sampai ke tempat pembangkit diasumsikan bahwa jarak tempuh antara pabrik dan perkebunan 8 km, sehingga Biaya transportasi dari perkebunan sampai ke tempat pembangkit diasumsikan US$ 0.048 per ton. Dengan asumsi 1 USD senilai Rp. 10.000 maka dapat di hitung : Pembangkit Tabel 7 Biaya Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Biogas a. a. Perhitungan CRF Perhitungan CRF untuk : • Suku Bunga i=12% dan Umur Pembangkit (Life Time) n= 25 Tahun CRF = i (1 + i ) n (1 + i ) n − 1 CC = 1694 x1600 x 0 . 10 = 0 , 0242 USD / kWh = 2,42cent / 11.212.800 kWh Untuk suku bunga i = 6 % CC = 1694 x1600 x0,078 = 0,0189 USD / kWh = 1.89 cent / kWh 11.212.800 5 Proceeding Seminar Tugas Akhir a. Harga = 0.048 USD/ton = 0,000048 USD/kg = Rp 0.0048 cent /kg b. Konsumsi Bahan Bakar = 30 ton/jam c. Konsumsi Bahan bakar per tahun = (30 x 8760) ton/MW-tahun = 262800 ton/MW-tahun d. Fuel Cost (FC) = 30 ton/MWh · 0.048 USD/ton = 1.44 USD/MWh = 0,00144 USD/kWh = 0.144 cent/kWh 4.4.3 Perhitungan Biaya Operasi Dan Perawatan Biaya operasi dan perawatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian pembangkit dan perawatan berkala. Rincian biayanya dapat dilihat pada Tabel 8. = 0,05054 US$/kWh = 505,4 Rp/kWh ¾ Untuk suku bunga i = 6 % maka : TC = 1.89 cent / kWh + 0.144 cent / kWh + 2.49 cent / kWh = 4.524 cent / kWh = 0,04524 US$/kWh = 452,4 Rp/kWh Dari perhitungan–perhitungan diatas jika kita tabelkan, maka akan tampak biaya pembangkitan energy listrik berbahan bakar limbah kelapa sawit, dari tabel dapat dianalisa keekonomisan dari PLTU berbahan bakar limbah kelapa sawit seperti tabel di bawah ini: Tabel 9 Biaya Pembangkitan Energi Listrik Tabel 8 Data Biaya Operasi dan Perawatan PLTU Biomassa Limbah Kelapa Sawit (Sumber: Center for Research on Material and Energy-ITB, data diolah kembali) Sehingga dari data diatas biaya operasi dan perawatan untuk PLTU limbah kelapa sawit yang berkapasitas 1.6 MW dengan factor kapasitas sebesar 75% digunakan Biaya Operasi dan Perawatan 2MW . Dari Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa biaya operasi dan perawatan PLTU limbah kelapa sawit 1.6 MW ini adalah 2.49 cent/kWh. 4.4.4 Perhitungan Biaya Pembangkitan Total Berdasarkan beberapa biaya diatas, maka persamaan biaya pembangkitan total dalam pembangkitan tahunan dapat dinyatakan sebagai berikut: TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar O&MC = Biaya Operasi dan Perawatan TC = CC + FC + OM ¾ Untuk suku bunga i = 12 % maka: TC = 3.07 cent / kWh + 0.144 cent / kWh + 2.49 cent / kWh = 5.704 cent / kWh = 0,05704 US$/kWh = 570.4 Rp/kWh ¾ Untuk suku bunga i = 9 % maka : TC = 2.42 cent / kWh + 0.144 cent / kWh + 2.49 cent / kWh = 5,054cent / kWh 5. Kemampuan Daya Beli Energi Listrik Masyarakat Kemampuan daya beli masyarakat sangat penting dalam analisa apakah suatu pembangkit itu layak atau tidak, maka kita harus mengetahui kemampuan masyarakat kabupaten Tanah Laut dalam membeli listrik/kWh. Daya beli mayarakat ditentukan dari pendapatan perkapita suatu daerah. Daya beli masyarakat sangat menentukan seberapa besar harga jual listrik yang mampu dibayar oleh pengguna listrik. Besarnya biaya pembangkitan total akan dibandingkan dengan harga energi listrik yang dapat dibeli masyarakat. Dengan input data kabupaten tanah laut sebagai berikut : Pendapatan perkapita penduduk setiap bulan = Rp 474.295 Dengan mengasumsikan dalam 1 rumah tangga penduduk memiliki 4 anggota keluarga sehingga didapat : Pendapatan rumah tangga = Rp 474.295 x 4 = Rp 1.897.182 Sedangkan pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi energi listrik rata-rata berkisar 6% - 10%. Dengan diasumsikan pengeluaran rumah tangga untuk energi listrik rata-rata adalah 7%, maka pengeluarannya sebesar Rp. 132.800. Dengan sambungan daya pelanggan pada 450 VA maka dengan asumsi power faktor 0,8 didapat sambungan daya dalam watt sebesar : 6 Proceeding Seminar Tugas Akhir 450 VA x 0.8 = 0.36 kw Maka konsumsi listrik dalam 1 bulan didapat : Kwh 1 bulan = 0.36 kw x 30 x 24 x Load faktor Dengan faktor beban sebesar 64.02 % maka : Kwh 1 bulan = 0.36 kw x 30 x 24 x 0.6402 Kwh 1 bulan = 165.94 kw Dengan biaya beban sebesar Rp. 12.000 (sesuai Keppres no. 103 tahun 2003 mengenai Tarif Dasar Listrik). Biaya beban = Rp 11.000 Biaya pemakaian = 165.94 kWh/bulan · Rp 518/kWh = Rp 85.956,8 Biaya total = biaya beban + biaya pemakaian = Rp 96.956,8 Sehingga daya beli listrik masyarakat Kabupaten Tanah Laut adalah: Daya beli = (132.800/ 96.956,8) · Rp 518/kWh = Rp 709.5 /kWh dibanding dengan pembangkit yang menggunakan gas dan batubara. Emisi Gas CO2 yang dihasilkan per kWh sekitar 1100 g pada batubara, sedangkan pada pembangkit listrik berbahan bakar limbah kelapa sawit hanya 16 g per kWh emisi gas CO2 nya. Dampak lain selain CO2 adalah gas nitrogen dioksida (NOx), partikulat (PM) dan belerang dioksida (SO2) [10]. Gas hasil pembakaran limbah kelapa sawit menjadi listrik tergolong cukup rendah jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Penyumbang polusi terbesar adalah proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak seperti terlihat pada tabel 11. Tabel 11 Polutan Hasil Pembakaran Cangkang dan Serabut Harga jual ini lebih rendah dari kemampuan daya beli energi listrik rumah tangga yaitu Rp. 544.12/kWh sehingga harga jual Rp. 709.5/kWh dapat dijangkau oleh masyarakat Kabupaten Tanah Laut. 6. Biaya Pembangkitan Energi Listrik PLTU Limbah Kelapa Sawit. Tabel 10 Perbandingan Biaya PLTU Batubara dan PLT Biomassa- limbah kelapa sawit. (Sumber:PLN Statistics 2008, PT PLN (Persero) Jakarta, 2008, data diolah kembali) Dari table diatas dapat dilihat bahwa untuk jenis konversi energi pembangkit listrik dengan menggunakan biomassa, mempunyai biaya pembangkitan yang sedikit relative lebih murah dibanding dengan PLTU batubara dan PLTP, karena PLTU biomassa menggunakan bahan bakar sampah kelapa sawit, sehingga biayanya sangat murah. Selain memiliki harga pembangkitan yang relative murah, biaya bahan bakar dari biomassa merupakan energy renewable, sehingga tidak dapat habis. 7. Dampak Lingkungan Dampak lingkungan yang ditimbulkan pada pembangkit ini tergolong cukup rendah, bila 8. PENUTUP 8.1 Kesimpulan 1. Potensi luas area perkebunan kelapa sawit di kabupaten tanah laut sekitar 87.260,61 Ha. Dan pada saat ini penggunaan area sekitar 37.038 Ha, besarnya area perkebunan kelapa sawit berimplikasi pada besarnya produksi kelapa sawit. Dari produksi ini akan menimbulkan limbah, limbah-limbah tersebut antara lain cangkang, serabut, bungkil kosong dan lumpur. Limbah dari kelapa sawit ini memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, kandungan kalori cangkang sekitar 3500-4100 kkal/kg, serabut 2637-3998 kkal/kg dan Bungkil kosong sekitar 4492 kkal/kg. Cangkang dan Boiler dapat dipergunakan langsung sebagai bahan bakar boiler. Bungkil kosong masih banyak mengandung air sehingga pembakarannya sulit. Jadi diperlukan proses untuk mengeringkan bungkil kosong ini. Sehingga diperlukan biaya yang sangat mahal, sehingga dalam pengolahannya bungkil kosong ini tidak digunakan. 2. Dengan area perkebunan kelapa sawit sekitar 37.038 Ha, dapat diperoleh limbah hasil produksi yang melimpah. Dengan kapasitas produksi 259.200 ton tandan buah segar pertahun akan dihasilkan 15.552 ribu ton cangkang, 31.104 ton serabut. Dengan sumber daya limbah kelapa sawit yang melimpah dan dengan masa tumbuh tanaman kelapa sawit sekitar 6 bulan, PLTU ini memiliki sifat kontinuitas yang terjaga sepanjang tahun. 3. Peralatan yang digunakan untuk konversi kelapa sawit menjadi energi listrik memiliki 7 Proceeding Seminar Tugas Akhir 4. 5. tipe khusus terutama pada boiler. Boiler yang digunakan ini menggunakan grate, grate ini digunakan untuk mengendalikan kecepatan cangkang dan serabut yang diumpankan ke tungku dengan mengendalikan komposisi bahan bakar. Kapasitas Cangkang dan serabut harus sesuai komposisi sebab bila tidak sebuah komposisi pembakaran tidak akan sempurna yang akan menyebabkan kerak pada grate boiler dan menyebabkan rusaknya grate. Dampak lingkungan akibat dari PLTU limbah kelapa sawit ini adalah terjadi penurunan kualitas udara yaitu berupa peningkatan konsentrasi gas-gas SOx, NOx, dan COx. Dampak lingkungan yang ditimbulkan pada pembangkit ini tergolong cukup rendah, bila dibanding dengan pembangkit yang menggunakan gas dan batubara. Emisi Gas CO2 yang dihasilkan per kWh sekitar 1100 g pada batubara, sedangkan pada pembangkit listrik berbahan bakar limbah kelapa sawit hanya 16 g per kWh emisi gas CO2 nya. Pada saat beroperasi pembangkit ini memerlukan setidaknya 1-2 ton air untuk tiap 1 ton TBS yang diolah, hal ini akan mengakibatkan terjadi penurunan kualitas air di sekitarnya dan menyebabkan kenaikan temperature pada air sungai yang digunakan, secara tidak langsung mempengaruhi biotaair disekitar sungai. Biaya investasi untuk pembangkit listrik tenaga uap bahan bakar limbah kelapa sawit ini relative lebih murah dibanding dengan PLTU dan PLTP. Untuk pembangkitan PLTU limbah kelapa sawit harga per kWh 0.0452 US$ sedangkan untuk PLTU batu bara biaya pembangkitannya per kWh 0.0597 US$ dan untuk PLT panas bumi per kWh 0.0746 US$ . Biaya pembangkitan PLTU limbah kelapa sawit ini tergolong murah dikarenakan biaya bahan bakar dari pembangkit ini tergolong limbah atau tidak bernilai, sehingga proses pembangkitannya lebih murah bila dibanding dengan pembangkit bahan bakar lain. 8.2 Saran 1. Perlunya segera dilakukan upaya-upaya pemecahan permasalahan yang mendesak terkait krisis kelistrikan yang terjadi di Kalimantan Selatan untuk tercapainya pendistribusian tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, efisiensi yang tinggi, dan mutu yang baik. Perlu diadakan pergantian dari bahan bakar fosil ke bahan bakar renewable, untuk mengatasi permasalahan krisisnya energy listrik. 2. Pemanfaatan Biomassa sebagai salah satu energi alternatif di Indonesia perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah karena potensi dari energi terbarukan ini sangat besar dan potensial. 3. 4. 5. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan energi terbarukan untuk pembangkit listrik sehingga didapatkan alternatif untuk diversifikasi dan mendapatkan harga energi yang lebih kompetitif untuk jangka panjang. Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, dengan potensi luas wilayah perkebunan kelapa sawit. Maka pembangkit ini sangat layak digunakan untuk mengatasi krisis energy. Masukan dari segenap aspek yang membaca Tugas Akhir ini sehingga Tugas akhir ini dapat semakin disempurnakan. 9. DAFTAR PUSTAKA 1. Majalah Elektro Indonesia ,Pengembangan Energi Terbaharukan sebagai energi alternatif diindonesia, Elektro Online dan indonesia Net, February 2001. www.elektroindonesia.com 2. Mahmudsyah Syarifuddin, Ir. M.Eng., Kenaikan Harga BBM dan Problematikanya, Serta Diversivikasi Energi Menghadapi Era Pengurangan Subsidi BBM, Seminar, ITSSurabaya, 24 April 2007. 3. Abdullahi. 30 november 2004.Power and energy conference”The Potensial of palm oil as a dielectric fluid “ . IEEE 10.1109/Pecon 2004. pp 224-228. 4. Yusoff. Sumiani, Renewable energy from palm oil-innovation on effective utilization of waste, University of Malaysia, September 2004, pp 87-93. 5. Jayantha.Weerarantne. August, 2006. Application of industrial ecology system by applying life cycle analysis: A case study in a palm oil mill. Malaysia, pp 22-26. 6. Yeoh, B.G. 2004. A technical and economic analysis of heat and power generation from biomethanation of palm oil mill effluent. Electricity Supply Industry in Transition: Issues and Prospect for Asia.20(14-16): 63-78. 7. Chavalparit, Rulkens, W.H., Mol, A.P.J. & Khaodhair, S. 2006. Options for environmental sustainability of the crude palm oil industry in Thailand through enhancement of industrial ecosystems. Environment, Development and Sustainability 8: 271–287. 8. Wood BJ, Corley RHV. The energy balance of oil palm cultivation. Paper for international oil palm conference, Kuala Lumpur; 1998. 9. Chee MS. Forum on bioenergy from palm oil mills. Chemistry and technology conference. Malaysian Palm Oil Board; 2001. 10. Kinoshita,C M. Energy conversion Engineering Conference,1997 ”Potensial for biomass electricity in four asia countries “ . IEEE 10.1109/IECEC . pp 1778-1784. 8 Proceeding Seminar Tugas Akhir 11. Marsudi, Djiteng. Pembangkitan Energi Listrik, Erlangga. 2005. 12. Abdul Kadir, 1995. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga istrik dan Potensi Ekonomi. Universitas Indonesia,Jakarta. 13. Profil Daerah Kabupaten Tanah Laut, URL: http://www.tanahlaut.go.id 14. .........., PLN Statistics 2008, PT PLN (Persero), Jakarta, 2008. 15. .........., Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2009- 2018, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, 2009. 16. Energi Alternatif Pengganti BBM;Potensi limbah biomassa sawit sebagai sumber energy terbarukan, Website Lembaga riset Perkebunan Indonesia, Desember 2007 17. …..., Kalimantan selatan 2008 dalam angka, BPS Kalimantan Selatan. 18. ........., PLN Kalselteng, PT PLN (Persero), kalselteng, 2007. 19. ........., Kajian Ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III 2008, Pemerintah daerah Kalimantan Selatan, Desember 2008 20. …,Center for Research on Material and Energy-ITB, Bandung,2007. 21. …., Renewable energy from palm oil waste, Malaysia generating, august 2007) 22. Energi Alternatif Pengganti BBM;Potensi limbah biomassa sawit sebagai sumber energy terbarukan, Website Lembaga riset Perkebunan Indonesia, Desember 2007 23. …, Musrenbang Prov 09 Final 23 maret 2008,Kalimantan selatan, 2008. • • TK Intan ( 1992-1994) SD Bulak Rukem Timur ( 1994-2000) • SLTP Negeri 1 Surabaya ( 2000-2003) • SMA Negeri 1 Surabaya ( 2003-2006) • Teknik Elektro ITS Surabaya (2006-sekarang) 10. BIOGRAFI PENULIS Penulis dilahirkan di Surabaya - Jawa Timur pada Tanggal 25 Oktober 1987 dengan nama lengkap Indra Permata Kusuma, dilahirkan sebagai putra pertama dari pasangan Heru Dwi Wardoyo dan Tistowati yang bertempat tinggal di Surabaya, Jawa Timur. Penulis saat ini juga merupakan Koordinator Asisten Laboratorium Instrument Pengukuran dan Identifikasi Listrik. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepeluh Nopember Surabaya dengan NRP : 2206 100 036 Riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut : 9 Proceeding Seminar Tugas Akhir