BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) ASI adalah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Susu Ibu (ASI)
ASI adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan berbagai garam organik
yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu yang berguna sebagai
makanan yang utama bagi bayi. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan,
faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi, sehingga ASI merupakan makanan
yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial, maupun
spiritual.[1,6]
Payudara wanita dirancang untuk memproduksi ASI. Pada tiap payudara terdapat
sekitar 20 lobus (lobe), dan setiap lobus memiliki sistem saluran (duct system). Saluran
utama bercabang menjadi saluran-saluran kecil yang berakhir pada sekelompok sel-sel
yang memproduksi susu, disebut alveoli. Saluran melebar menjadi penyimpanan susu
dan bertemu pada puting susu.[8] Ada 3 (tiga) stadium dari ASI, yaitu:[1,8]
1. ASI Stadium I
ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum merupakan cairan yang pertama
disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-4. Setelah persalinan
komposisi kolostrum ASI mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning
keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan banyak sel hidup.
Kolostrum merupakan pencahar yang membersihkan mekonium, sehingga mukosa
usus bayi yang barulahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan
bayi yang mendapat ASI pada minggu ke-1 sering defekasi dan feses berwarna
hitam. Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi yang siap melindungi
bayi saat kondisinya masih lemah. Kandungan protein dalam kolostrum lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan protein dalam susu matur. Jenis protein globulin
membuat konsistensi kolostrum menjadi pekat ataupun padat sehingga bayi lebih
lama merasa kenyang meskipun hanya mendapat sedikit kolostrum. Lemak
kolostrum lebih banyak mengandung kolesterol dan lecitinin sehingga bayi sejak dini
sudah terlatih mengolah kolesterol. Kandungan hidrat arang kolostrum lebih rendah
dibandingkan susu matur akibat dari aktivitas bayi pada tiga hari pertama masih
1
sedikit dan tidak banyak memerlukan banyak kalori. Total kalori kolostrum hanya
58kal/100 ml kolostrum.
2. ASI Stadium II
ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke-4 sampai hari
ke-10. Komposisi protein makin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang makin
tinggi, dan jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan
terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap
lingkungan. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga kondisi fisik
ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh karena itu, yang perlu
ditingkatkan adalah kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu.
3. ASI Stadium III
ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke-10 sampai
seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan
dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai
dikenalkan dengan makanan lain selain ASI.
2.2
Kandungan ASI
Biasanya bayi siap untuk makan makanan padat, baik secara pertumbuhan maupun
secara psikologis, pada usia 6–9 bulan. Bila makanan padat sudah mulai diberikan
sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya, maka makanan tersebut tidak
dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan
(gangguan pencernaan timbulnya gas, konstipasi, dan lain-lain). Tubuh bayi belum
memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada
saat kelahiran dan baru dalam 3 sampai 4 bulan terakhir jumlahnya meningkat
mendekati jumlah untuk orang dewasa. Enzim amilase yang diproduksi oleh pankreas
belum mencapai jumlah yang cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia
sekitar 6 bulan. Dan enzim pencerna karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase
belum mencapai level oranga dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga memiliki jumlah
lipase dan bile salts dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan lemak belum
mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9 bulan. Oleh karena itu, diperlukan
2
kandungan gizi yang tepat untuk bayi. Adapun kandungan gizi yang dimiliki oleh ASI
adalah sebagai berikut:[8,10,11]
1. Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu
sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat
dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi. Namun demikian angka
kejadian diare yang disebabkan tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi laktosa)
jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini karena penyerapan laktosa
ASI lebih baik dibandingkan laktosa susu sapi. Kadar karbohidrat dalam kolostrum
tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi
(7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini maka kadar kabohidrat
ASI relatif stabil.
2. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang
terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey
dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih
mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung
protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein casein yang
terdapat dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung jumlah lebih
tinggi (80%). Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang
terdapat pada susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan
jenis protein yang potensial menyebabkan alergi. ASI juga kaya dengan nukleotida
(kelompok berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa
nitrogen, karbohidrat, dan fosfat) dibandingkan dengan susu sapi yang mempunyai
zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu kualitas nukleotida ASI juga lebih
baik dibandingkan dengan susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam
meningkatkan pertumbuan dan kematangan usus merangsang penyerapan besi dan
daya tahan tubuh.
3. Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Kadar lemak
yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama
3
masa bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam
ASI dan susu sapi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan
otak bayi banyak ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI banyak asam lemak
rantai panjang diantaranya asam doksosaheksorik (DHA) dan asam arakidonat
(ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI
mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu sapi
yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti yang kita ketahui
konsumsi asam lemak jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk
kesehatan jantung dan pembuluh darah.
4. Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang
diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar
karnitin yang tinggi terutam pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam
kolostrum kadar karnitin lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat
ASI lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula.
5. Vitamin
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor
pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi menderita penyakit tulang. Vitamin A
berfungsi untuk kesehatan mata dan juga untuk mendukung pertumbuhan bayi.
6. Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap. Walaupun kadarnya relatif rendah tetapi
cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Total mineral selama masa laktasi adalah
konstan, tetapi beberapa mineral yang spesifik kadarnya tergantung dari diet dan
stadium laktasi. Fe dan Ca adalah mineral dalam ASI yang paling stabil, tidak
dipengaruhi oleh diet ibu. Garam organik yang terdapat dalam ASI terutama adalah
kalium dan natrium dari asam klorida dan fosfat. Yang terbanyak adalah kalium,
sedangkan kadar Cu, Fe dan Mn yang merupakan bahan untuk pembuat darah relatif
sedikit. Ca dan P yang merupakan bahan pembentuk tulang kadarnya dalam ASI
cukup.
4
Mineral utama yang terdapat dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi
untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan
darah. Kandungan zat besi di dalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50%
dibandingkan dengan 4-7% pada susu formula. Sehingga bayi yang mendapat ASI
mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat besi dibandingkan
dengan bayi yang mendapat susu formula. Mineral zink dibutuhkan oleh tubuh
karena merupakan mineral yang banyak membantu berbagai proses metabolisme di
dalam tubuh
7. Air dalam ASI
ASI terdiri dari 88% air. Kandungan air dalam ASI yang diminum bayi selama
pemberian ASI eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai dengan
kesehatan bayi. Bahkan bayi baru lahir yang hanya mendapat sedikit ASI pertama
(kolostrum), tidak memerlukan tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan
cukup cairan di dalam tubuhnya. ASI dengan kandungan air yang lebih tinggi
biasanya akan keluar pada hari ketiga atau keempat.
8. Energi dari ASI
Kandungan energi ASI relatif rendah, hanya 67 kalori/100 ml ASI. Sembilan puluh
persen berasal dari karbohidrat dan lemak, sedangkan 10% berasal dari protein.
9. Unsur-unsur lain dalam ASI
Laktokrom, kreatin, kreatinin, urea, xanthin, ammonia dan asam sitrat. Substansi
tertentu di dalam plasma darah ibu, dapat juga berada dalam ASI, misalnya minyak
volatil dari makanan tertentu (bawang merah), juga obat-obatan tertentu seperti
sulfonamid, salisilat, morfin dan alkohol, juga elemen-elemen anorganik misalnya
As, Bi, Fe, I, Hg dan Pb.
10.Sistem kekebalan tubuh
Kandungan gizi ASI paling baik adalah pada ASI kolostrum yang keluar pada hari
pertama sampai hari ketujuh. Dibanding dengan ASI pada umumnya, kolostrum
lebih banyak mengandung protein dan zat-zat yang berperan dalam kekebalan tubuh.
5
Berikut ini aneka protein dan zat-zat yang berperan dalam kekebalan tubuh yang
terkandung di dalam ASI.[8]
a)
Lisozim, yakni enzim yang sangat aktif di saluran pencernaan yang jumlahnya
ribuan kali dibandingkan dengan kadar lisozim yang ada di dalam susu formula.
Tugasnya menghancurkan dinding sel bakteri patogen, sekaligus melindungi
saluran pencernaan bayi.
b)
Bifido bakteri, bertugas mengasamkan lambung sehingga bakteri patogen dan
parasit tidak mampu bertahan hidup.
c)
Laktoferin, bertugas mengikat zat besi sehingga bakteri patogen yang
membutuhkan zat besi dihambat sehingga bakteri tersebut mati.
d)
Laktoperoksida, bersama unsur lainnya berperang melawan serangan bakteri
Streptococcus
(yang dapat
juga
menimbulkan gejala penyakit
paru),
Pseudomonas, dan Escheriscia coli.
e)
Makrofag, yang terkandung di dalam sel-sel susu ASI berfungsi melindungi
kelenjar susu ibu dan saluran pencernaan bayi.
f)
Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil.
Terdiri dari 3 macam yaitu: Bronchus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT)
yaitu antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) yaitu
antibodi saluran pencernaan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue
(MALT) yaitu antibodi jaringan payudara ibu.
g)
Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi.
Secretory IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen
Escherichia coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. Secretory IgA
mencegah perlekatan kuman–kuman patogen pada dinding mukosa usus halus.
Secretory IgA juga diduga dapat menghambat proliferasi kuman–kuman tersebut
di dalam usus, meskipun tidak dapat membunuhnya.
2.3
ASI Eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan
cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktus etidaknya selama 4
6
bulan tetapi bila memungkinkan sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus
mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai
bayi berusia 2 tahun atau lebih.[1]
Berdasarkan berbagai hal di atas, WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal
dengan Deklarasi Innocenti. Deklarasi yang dilahirkan di Innocenti, Italia tahun 1990
ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan, dan memberi dukungan pada
pemberian ASI. Deklarasi yang juga ditandatangani Indonesia ini memuat tujuan global
yakni, “Meningkatkan kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua
ibu dapat memberikan ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir
sampai berusia 4-6 bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping
yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.
Pemberian makanan untuk bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara
menciptakan pengertian serta dukungan dari lingkungan sehingga para ibu dapat
menyusui secara eksklusif”. Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun,
UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI
eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama WHA dan banyak negara lainnya
adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.[1,3]
Menyusui dibagi menjadi 3 kategori, yaitu menyusui penuh selama 6 bulan,
menyusui sebagian, dan menyusui terbatas. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
2.1.
Menyusui
Penuh
Eksklusif
Tidak ada cairan
lain dan
makanan padat
yang diberikan
kepada bayi
Sebagian
Hampir Eksklusif
Vitamin, air putih,
jus, dan makanan
ritual yang diberikan
tidak lebih dari 1 atau
2 kali per hari, tidak
lebih dari 1-2 kali
telan
Tinggi
Menyusui
lebih dari
80%
Sedang
Menyusui
79%-20%
Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Gambar 2.1 Bagan Menyusui
7
Terbatas
Episode menyusui
mempunyai kontribusi
kalori yang tidak
signifikan
Tinggi
Menyusui
kurang
dari 20%
Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi adalah:
- Sebagai nutrisi dimana ASI sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua
kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan.
- Meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung berbagai zat anti
kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit. ASI juga mengurangi terjadinya mencret,
sakit telinga dan infeksi saluran pernafasan, serta terjadinya serangan alergi.
- Meningkatkan kecerdasan karena mengandung asam lemak yang diperlukan untuk
pertumbuhan otak sehingga bayi potensial lebih pandai.
- ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang sehingga dapat menunjang
perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional kematangan spiritual dan
hubungan sosial yang baik.[1,10]
Adapun manfaat ASI eksklusif bagi Ibu bila memberikan ASI eksklusif adalah:
- Mengurangi perdarahan setelah melahirkan karena pada ibu menyusui terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi pembuluh darah
sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti.
- Mengurangi terjadinya anemia akibat kekurangan zat besi karena menyusui
mengurangi perdarahan.
- Menjarangkan kehamilan karena menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman,
murah dan cukup berhasil.
- Mengecilkan rahim karena kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat membantu
rahim ke ukuran sebelum hamil.
- Lebih cepat langsing kembali karena menyusui membutuhkan energi maka tubuh
akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil.
- Mengurangi kemungkinan penderita kanker.
- Lebih ekonomis dan murah karena dapat menghemat pengeluaran untuk susu
formula, perlengkapan menyusui dan persiapan pembuatan susu formula.
- Tidak merepotkan dan hemat waktu karena ASI dapat diberikan segera tanpa harus
menyiapkan atau memasak air.
- Portabel dan praktis karena mudah dibawa kemana-mana sehingga saat bepergian
tidak perlu membawa berbagai alat untuk menyusui .
8
- Memberi ibu kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam karena telah
berhasil memberikan ASI eksklusif.[1,10]
Pemberian ASI eksklusif akan menghemat pengeluaran negara karena hal-hal
sebagai berikut:
a. Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta
biaya menyiapkan susu.
b. Penghematan biaya rumah sakit terutama sakit muntah-mencret dan penyakit saluran
pernafasan.
c. Penghematan obat-obatan, tenaga dan sarana kesehatan.
d. Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk
membangun negara.
e. Langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya
generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia.[1,3,10]
2.4
Definisi, Etiologi, dan Patogenesis Diare
Diare didefenisikan sebagai pengeluaran tinja dengan frekuensi ≥ 3 kali dalam 24 jam
disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan atau tanpa darah atau
lendir dalam tinja, disertai atau tanpa muntah. Disebut diare akut bila diare berlangsung
kurang dari 14 hari. Konsistensi lebih diutamakan daripada frekuensi pengeluaran tinja.
Pengeluaran tinja yang sering tetapi dengan konsistensi normal, seperti misalnya pada
bayi yang hanya mendapat air susu ibu (ASI), tidak dianggap sebagai diare.
Kebanyakan tinja penderita diare akan cair (watery diarrhea), kadang-kadang dijumpai
darah atau lendir dalam tinja (dysentery form). Jika diare akut berlanjut selama 14 hari
atau lebih disebut sebagai diare persisten.[11]
Diare akut yang terjadi umumnya merupakan diare infeksius yang disebabkan oleh
virus, bakteri atau parasit. Hasil studi di Bangladesh yang dilakukan oleh Bingnan dan
Albert menunjukkan bahwa rotavirus merupakan penyebab tersering kejadian diare.
Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia tentang penyebab diare akut, rotavirus
merupakan penyebab tersering.
Mekanisme penularan utama adalah tinja-mulut, dengan makanan dan air yang
tercemar merupakan penghantar untuk kebanyakan kejadian, dan dapat ditularkan
9
melalui kontak dari orang ke orang. Faktor-faktor yang menambah kerentanan diare
adalah umur muda, defisiensi imun, campak, malnutrisi, perjalanan ke daerah endemik,
kekurangan ASI atau penyapihan yang buruk, keadaan sanitasi pribadi dan rumah yang
jelek, makan makanan atau air yang terkontaminasi, dan tingkat pendidikan ibu. Diare
menjadi penyebab penting bagi kekurangan gizi, karena ada anoreksia, sehingga anak
makan lebih sedikit daripada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga
berkurang. Padahal kebutuhan tubuh akan makanan meningkat akibat adanya infeksi.
Setiap episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episodenya
berkepanjangan maka berdampaknya terhadap pertumbuhan anak.[12-14]
Pada diare infeksius terjadi gangguan usus untuk mengabsorpsi cairan yang
terdapat di lumen usus dan meningkatnya secara berlebihan sekresi dari kelenjarkelenjar pencernaan ke lumen usus ataupun kombinasi keduanya. Akibatnya akan
terjadi kehilangan cairan, elektrolit dan basa dalam jumlah yang besar melalui tinja,
sehingga gejala-gejala dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
akan dijumpai. Untuk dapat menimbulkan diare, bakteri enteropatogen yang tertelan
haruslah survive melewati asam lambung, berproliferasi di lumen usus, membentuk
kolonisasi pada usus halus atau usus besar, kemudian melekat (adherent) pada enterosit
dan mensekresikan enterotoksin. Mikroorganisme ini selanjutnya menginvasi mukosa
usus, multiplikasi dalam mukosa diikuti dengan pengeluaran sitotoksin. Secara garis
besar bakteri enteropatogen menyebabkan diare dengan empat cara yaitu: [12-14]
1. Kolonisasi dan melekatnya bakteri ke permukaan usus, sehingga terjadi destruksi
mikrovilli dan kerusakan enterosit (adherent).
2. Setelah mengadakan kolonisasi, bakteri akan mensekresi enterotoksin yang akan
mengikat reseptor spesifik di mukosa usus. Akibatnya terjadi peningkatan mediator
intraselluler (adenosine 3-5 cyclicphosphate ataupun guanosine monophosphate)
yang akan menyebabkan perubahan transport air dan elektrolit, tanpa adanya
perubahan morfologi usus (toxigenic).
3. Bakteri enteropatogen yang menginvasi mukosa usus akan menyebabkan timbulnya
radang dan ulkus. Eritrosit dihancurkan dalam jumlah yang banyak, pembuluh darah
akan ruptur, lekosit rusak, sehingga timbul pengeluaran darah dan pus bersama tinja
(invasive).
4. Sekresi sitotoksin yang menyebabkan kerusakan mukosa usus (cyroroxic).
10
Berdasarkan uraian di atas maka virulensi bakteri enteropatogen tergantung dari
kesanggupan bakteri tersebut melewati asam lambung dan kesanggupan menghasilkan
keempat mekanisme di atas. Harus pula diingat bahwa bakteri enteropatogen sering
menimbulkan diare dengan menggunakan lebih dari satu mekanisme tadi secara
bersamaan.
Salah satu jenis virus enteropatogen yang sering menyebabkan diare adalah
rotavirus. Infeksi rotavirus ini umumnya mengenai jejunum, tetapi dapat menyebar ke
seluruh usus halus sehingga menimbulkan diare yang hebat. Virus ini menimbulkan
diare dengan cara menginvasi epitel villi atau proses endositosis sehingga terjadi
kerusakan sel yang matur. Sel yang matur ini akan diganti oleh sel immatur yang
berasal dari proliferasi sel-sel kripta. Sel immatur ini mempunyai kapasitas absorpsi
yang kurang dibandingkan dengan sel-sel matur, juga aktifitas disakaridase yang
terdapat di sel imatur ini masih kurang sehingga terjadi gangguan pencernaan
karbohidrat. [12-14]
Parasit
yang
sering
menyebabkan
diare
adalah
Giardia
lamblia
dan
Cryptosporidium. Bagaimana sebenarnya kedua parasit enteropatogen ini menyebabkan
diare masih belum jelas, mungkin dengan melibatkan satu atau lebih mekanisme di
bawah ini: [11-14]
1. Bekerja sebagai barier mekanik sehingga mengganggu absorpsi.
2. Kerusakan langsung pada mukosa usus.
3. Pembentukan eksotoksin.
4. Menimbulkan reaksi imunologik.
5. Mengubah bentuk normal dari motilitas usus.
2.5
Gejala Klinis dan Diagnosis dari Diare
Pasien dengan diare menunjukkan gejala klinis tergantung penyebabnya. Infeksi enterik
menimbulkan tanda-tanda keterlibatan saluran pencernaan serta manifestasi dan
komplikasi sistemik. Keterlibatan saluran pencernaan dapat mencakup diare, mual,
muntah, malabsorpsi, dan nyeri perut. Manifestasi sistemik dapat meliputi demam,
malaise, dan kejang-kejang. Infeksi ekstraintestinum akibat patogen enterik adalah
penyebaran lokal, menyebabkan vulvovaginitis, infeksi saluran kencing, dan
keratokonjungtivitis. Penyebaran jauh dapat menimbulkan endokarditis, osteomielitis,
11
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, korioamionitis, infeksi jaringan lunak, dan
tromboflebitis septik. Mekanisme ekstraintestinal akibat imun patogen enterik biasanya
terjadi sesudah diare sembuh. Bayi diare bisa muntah, nampak lemah dan gelisah, bisa
dehidrasi dan demam. Gejala dapat ditemukan satu atau lebih tanda bayi diare yang
merupakan tanda bayi butuh pertolongan segera, yaitu dehidrasi (ditandai mata cowong,
sangat haus, air mata kering walau nangis), tidak mau makan atau minum lagi, makin
sering muntah, dalam 1-2 jam makin sering berak dan kotoran mengandung darah. [12-14]
Dehidrasi dapat terjadi jika diare berat dan intake oral kurang karena mual dan
muntah. Manifestasi klinis akibat dehidrasi ini berupa rasa haus, penurunan urin output
dengan urin yang pekat, mata cekung, dan turgor kembali lambat. Pada beberapa kasus
yang berat bisa terjadi gagal ginjal akut dan perubahan sensorium seperti iritabilitas,
stupor, atau koma. Penentuan derajat dehidrasi dapat dilihat pada tabel 2.1. Derajat
dehidrasi ditentukan bila dijumpai dua atau lebih gejala atau tanda pada kolon yang
sama. [13]
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi
KLASIFIKASI DEHIDRASI*
GEJALA/TANDA
RINGANTANPA DEHIDRASI
BERAT
SEDANG
Keadaan umum
Baik, Sadar
Gelisah
Letargi/Tidak sadar
Mata
Normal
Cekung
Cekung
Minum biasa, tidak
Rasa haus
Sangat haus
Tidak bisa minum
haus
Kembali sangat
Turgor kulit
Kembali cepat
Kembali lambat
lambat
Dehidrasi
Kesimpulan
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi berat
ringan-sedang
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Diagnosis diare akut berdasarkan gejala klinis yang muncul. Dibutuhkan informasi
tentang kontak dengan penderita gastroenteritis, frekuensi dan konsistensi buang air
besar dan muntah, intake cairan dan urine output, riwayat perjalanan, penggunaan
antibiotika, dan obat-obatan lain yang bisa menyebabkan diare. Pemeriksaan fisik pada
diare akut untuk menentukan beratnya penyakit dan derajat dehidrasi yang terjadi.
12
Evaluasi lanjutan berupa tes laboratorium tergantung lama dan beratnya diare, gejala
sistemik, dan adanya darah di feses. Pemeriksaan feses rutin untuk menemukan leukosit
pada feses yang berguna untuk mendukung diagnosis diare. Jika hasil tes negatif, kultur
feses tidak diperlukan. [12-14]
Penilaian penderita diare, harus dimulai dengan menanyakan kapan episode diare
dimulai. Bayi mengeluarkan tinja yang normal 1-2 hari. Penentuan diare pada bayi
dilakukan jika periode normal tidak lebih dari 2 hari, maka dinyatakan sebagai satu
episode diare. Akan tetapi, bila periode normalnya lebih dari 2 hari, maka diare
berikutnya dinyatakan episode diare baru. [13,14]
2.6
Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA)
Infeksi merupakan invasi mikroorganisme mikroskopik (bakteri, virus, jamur, parasit)
melewati barrier alami tubuh yang kemudian bermultiplikasi sehingga menyebabkan
gejala. Menurut Depkes RI, ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan
Akut. Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan
akut, dengan pengertian sebagai berikut: [15,16]
a) Infeksi: masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b) Saluran pernafasan: organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus–sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah
(termasuk jaringan paru–paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan
batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
c) Infeksi akut: infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Ada 4 penyebab utama ISPA pada anak yaitu: Haemophilus influenzae, S.
pneumoniae, Klebsiella, dan E. Coli yang terutama menyerang anak golongan 0-11
bulan dan golongan 1-4 tahun. Semakin bertambah umur anak, maka jumlah patogen
bakteri yang diisolasi semakin menurun, mungkin karena etiologi ISPA bergeser ke
13
penyebab virus. Etiologi ISPA karena golongan virus pada anak umur 0-4 tahun tidak
tinggi yaitu 20-30% dari seluruh jumlah spesimen. [15-17]
Menurut Depkes RI tahun 2008, di dalam MTBS (Manajemen Terpadu Balita
Sakit), ISPA pada golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: [15-18]
1. Pneumonia, yang ditandai secara klinis oleh adanya nafas cepat (50 kali atau lebih per
menit untuk usia 6-12 bulan, 40 kali atau lebih per menit untuk usia 12 bulan sampai
5 tahun).
2. Batuk bukan pneumonia yang ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa dengan
demam, tanpa tanda-tanda pneumonia berat dan pneumonia.
Menurut Rasmaliah (2004), tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda–
tanda klinis dan laboratorium. Tanda–tanda klinis ISPA antara lain pada sistem respirasi
dapat berupa tachypnea (> 50x/menit), nafas tidak teratur, retraksi dinding thoraks,
pernafasan cuping hidung, sianosis, suara nafas melemah atau hilang, dan wheezing.
Pada sistem kardiovaskuler biasanya berupa takikardi atau bradikardi, hipertensi,
hipotensi, dan cardiac arrest. Pada sistem saraf pusat adalah gelisah, mudah terangsang,
sakit kepala, bingung, edema papil, kejang, bahkan koma. [15-18]
Tanda-tanda laboratorium dapat berupa hipoksemia, hypercapnia, dan acidosis.
Tanda–tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk. Tanda bahaya pada anak
golongan umur kurang dari 2 bulan adalah kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, whezing, demam dan dingin. [15-18]
2.7
Hubungan ASI Eksklusif terhadap Kejadian Diare dan ISPA
Menurut Notoatmodjo pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh umur, pendidikan,
pengetahuan, dan sikap Ibu. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI
adalah sosial budaya ekonomi (pendidikan formal ibu, pendapatan keluarga, dan status
pekerjaan Ibu), faktor psikologis (ketakutan, tekanan batin), faktor fisik ibu (Ibu sakit,
misalnya mastitis), dan faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat
kurang mendapat keterangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif,
14
serta gencarnya promosi susu formula. ASI selain sebagai sumber nutrisi dapat memberi
perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan yang dikandungnya.
Walaupun ibu dalam kondisi kekurangan gizi sekalipun, ASI tetap mengandung nutrisi
esensial yang cukup untuk bayi dan mampu mengatasi infeksi melalui komponen sel
fagosit dan immunoglobulin. ASI akan merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi
sehingga ASI berfungsi pula sebagai imunisasi aktif.[1,9,17]
Di dalam ASI terdapat banyak sel, terutama pada minggu-minggu pertama laktasi.
Kolostrum dan ASI dini mengandung 1-3 kali 106 leukosit/ml. Pada ASI matur, yaitu
ASI setelah 2-3 bulan laktasi, jumlah sel ini menurun menjadi 1×103 /ml. Sel monosit
sebanyak 59-63%, sel neutrofil 18-23% dan sel limfosit 7-13% dari seluruh sel dalam
ASI. Selain sel terdapat juga faktor protektif larut seperti lisozim (muramidase),
laktoferin, sitokin, protein yang dapat mengikat vitamin B12, faktor bifidus, glyco
compound, musin, enzim-enzim, dan antioksidan.[17-19]
Tabel 2.2. Komposisi komponen ASI sebagai sistem imunitas
Zat Terlarut
Selular
Antibodi spesifik (sIgA,7S IgA, IgG, IgE, IgD, Sel imun spesifik (limfosit T
komponen sekretorik)
dan B)
Produksi sel T
Sel
asesori
(neutrofil,
makrofag, sel epitel)
Antigen histokompatibel
Faktor-faktor non spesifik (komplemen, factor
kemotaktik, interferon, factor antistafilokokus,
epidermal growth factor, folate uptake enhancer,
substansi antiadherens)
Protein karier (laktoferin, transferin)
Enzim (lisosim, lipoprotein lipase, enzim leukosit)
Sumber: Buku Ajar Alergi Imunologi Anak
Imunoglobulin ASI tidak diabsorpsi bayi tetapi berperan memperkuat sistem imun
lokal usus. ASI juga meningkatkan IgA pada mukosa traktus respiratorius dan kelenjar
saliva bayi. Ini disebabkan faktor pertumbuhan dan hormon sehingga dapat merangsang
perkembangan sistem imun lokal bayi. Hal ini terlihat dari lebih rendahnya penyakit
otitis media, ISPA, bakteriemia, meningitis dan infeksi traktus urinarius pada bayi yang
mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat MP-ASI. Fakta ini lebih nyata pada 6
15
bulan pertama, tetapi dapat terlihat sampai tahun kedua. Adapun hasil eksperimen pada
hewan uji membuktikan bahwa limfosit yang terdapat di dalam ASI dapat melintasi
dinding usus bayi dan masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga dapat mengaktifkan
sistem imun bayi. Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan
yang diartikan bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau minuman
lain termasuk air putih.[17-20]
Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama
4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Idealnya bayi yang diberi ASI eksklusif
tidak terkena diare karena ASI merupakan makanan alami yang ideal bagi bayi dan
sesuai dengan kondisi sistem pencernaan bayi yang belum matur (pada bayi 0-6 bulan)
sehingga tidak menyebabkan alergi pada bayi. Namun ada juga bayi yang diberi ASI
eksklusif terkena diare baik jarang maupun sering. Hal ini bisa terjadi karena beberapa
faktor baik dari bayi maupun perilaku ibu.
Penyebab diare dari faktor bayi adalah adanya infeksi baik di dalam ataupun di luar
saluran pencernaan baik itu infeksi bakteri, virus, maupun infeksi parasit. Faktor-faktor
yang menambah kerentanan terjadinya diare dan ISPA menurut Notoadmodjo
berdasarkan teori Lawrence Green adalah umur muda, defisiensi imun, berat badan lahir
rendah, malnutrisi, perjalanan ke daerah endemik, kekurangan ASI atau penyapihan
yang buruk, keadaan sanitasi pribadi dan rumah yang jelek, makan makanan atau air
yang terkontaminasi, kelengkapan memperoleh imunisasi, serta tingkat pendidikan dan
pekerjaan ibu. Adapun jenis imunisasi yang didapatkan berdasarkan umur meliputi 1
kali vaksin BCG (0-2 bulan), 3 kali vaksin hepatitis B (pada saat lahir, usia 1 bulan, dan
usia antara 3-6 bulan), 5 kali vaksin polio (pada saat lahir,usia 2,4, 6, dan 18 bulan), 4
kali vkasin DPT (usia 2,4,6,18 bulan), dan 1 kali vaksin campak (saat usia 9 bulan).
Perilaku ibu juga dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare seperti tidak
mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum
makan dan menyuapi anak. Metode mencuci tangan yang benar adalah dengan
menggunakan sabun di air mengalir selama kira-kira 3 menit. Adapun langkah-langakah
mencuci tangan yang benar adalah menggosok telapak tangan, sela jari-jari tangan, jarijari tangan, punggung tangan, dan pergelangan tangan dengan sabun. [1,2,17-19]
Pada penelitian yang dilaksanankan oleh Pujiati ditemukan ada hubungan yang
bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA dimana dengan uji
16
chi-square didapatkan p = 0,000 dan hasil uji koefisien kontingensi adalah 0,663.[22]
Menurut penelitian Winda ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare yang subyek penelitiannya berjumlah
60 bayi yang terdiri atas 30 bayi mendapatkan ASI eksklusif yang terdiri dari 6 bayi
mengalami diare dan 24 bayi tidak mengalami diare sedangkan 30 bayi tidak
mendapatkan ASI eksklusif yang terdiri dari 20 bayi mengalami diare dan 10 bayi tidak
mengalami diare.[23]
17
18
Download