Balai Besar Tekstil SNI SEBAGAI PENGUAT DA YA SAING PRODUK DALAM NEGERI DAN KESIAPAN BBT SEBAGAI LEMBAGA PENILAI KESESUAIAN (LPK) Oleh: Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati Balai Besar Tekstil, J1. A. Yani No. 390 Bandung TeJp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail: [email protected] Tulisan diterima: 28 Oktober 2010, Selesai diperiksa : 29 November 2010 ABSTRAK Pada tahun 2010 ini perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan China berlaku efektif, sehingga produkproduk China yang telah merambah masuk serta beredar luas hingga ke pelosok tanah air akan terus melaju dengan cepat tanpa hambatan. Sudah terbukti masuknya produk China telah memberi tekanan yang berat dan mengancam daya saing produk lokal di pasar domestik, terutama produk industri kecil menengah (IKM), sedangkan negara tujuan ekspor produk nasional kebanyakan adalah Negara maju yang mensyaratkan penerapan standar ketat terhadap produk yang di pasarkan di Negara tersebut. Saat ini setiap Negara termasuk Indonesia berupaya meningkatkan daya saing produk nasionalnya dengan tetap memperhatikan kesepakatan dalam WTO agreement on TBT. Pemerintah telah mencanangkan bahwa penerapan standar dinilai dan dipandang sebagai langkah strategis untuk meningkatkan daya saing nasional. Pemerintah dalam hal ini BSN mencanangkan suatu Action Plan dalam bentuk 11 Langkah Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI) sebagai suatu program edukasi publik dalam penerapan SNI. Maka penerapan SNI diharapkan akan dapat memberikan manfaat baik bagi konsumen, pemerintah dan bagi peningkatan daya saing, serta akan dapat memperkuat IKM dalam menghasilkan produk yang bermutu, aman dan efisien. Balai Besar Tekstil sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional sebagai laboratorium penguji dengan lingkup TPT: serat, benang, kain, pakaian jadi, produk tekstil lain termasuk mainan anak dengan bahan tekstil, maupun sebagai lembaga sertifikasi produk, dengan lingkup serat, benang, kain. Kata kunci: SNI, Regulasi teknis, GENAP SNI, Daya Saing, CAFT A ABSTRACT As CAFTA take place effectively in 2010, national products in domestic market will get more pressure from Chine products, as right now Chine products have already insisted them, whereas a national product exported destination countries are almost developed countries which decided a tight standard application for products enter their market. Nowadays, each country as well as Indonesia has made an effort to increase their national products competitiveness in the way without any divergence to WTO agreement on TBT. Indonesia government has plubicized that application of standards as a strategic measure to increase national competitiveness, and National Sertification Body (BSN) has publicized "GENAP SNI" as a public education programme in application of National Standards. The application of SNI is expected to give a benefit to consumers, government and increasing national competitiveness as well as to strengthen the product quality, safety and efficiency of small and medium enterprises. Center for Textile as a Conformity Assessment Body has been accredated by National Accreditation Body as a Textile Testing Laboratory in the scope of textile and textile products commodities and as a Product Sertification Body in the scope offibre, yarn and fabric. -~. Keywords: SNI, Technical regulation, GENAP SNI, Competitiveness, PENDAHULUAN Dalam satu dekade ini, produk-produk China telah merambah masuk dan terus meningkat serta beredar luas hingga ke pelosok tanah air. Di era CAFT A yang efektif berlaku pada tahun 20] 0, produkproduk China akan terus melaju dengan cepat tanpa 98 CAFTA hambatan. Pemberlakuan CAFT A telah menghadapkan Indonesia pada dua isu utama, yaitu : 1. Bagaimana memperkuat dan meningkatkan daya saing produk-produk nasional di pasar ekspor ASEAN sekaligus menahan laju agresifitas produk-produk China masuk ke pasar domestik. Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112 Balai Besar Tekstil 2. Mencegah beredarnya produk-produk China yang membahayakan keamanan dan kesehatan masyarakat yang menggunakan dan mengkonsumsi produk-produk tersebut. DaIam persaingan produk, tiga persyaratan umum harus dipenuhi agar dapat keluar menjadi pemenang dalam persaingan, yaitu: 1. Menghasilkan suatu barang atau jasa dengan tetap memperhatikan mutu pada tingkat biaya yang paling efisien sehingga bisa bersaing dalam harga jualnya. 2. Diferensiasi dalam pengertian bahwa produk yang dihasilkan mernpunyai keunikan tersendiri dan mampu secara jitu mengkomunikasikan mutu dan harga produk untuk membangun dan menciptakan superior perceived value di benak konsumen. 3. Cluster development dengan focus untuk mengerjakan suatu bidang atau produk tertentu yang berbasis kelimpahan sumberdaya yang dimiliki yang mempunyai keunggulan kompetitif ataupun komparatif sehingga menghasilkan produk yang berbeda dan superior perceived value. Dalam rangka mendorong daya saing nasional, KADIN Indonesia menyimpulkan dalam Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesian 20102025 bahwa terdapat sepuluh klaster industri yang akan mampu menjadi industri unggulan Indonesia. Sepuluh klaster tersebut oleh KADIN dibagi dalam tiga kelompok klaster, yaitu empat klaster pertama merupakan kumpulan industri unggulan pendorong pertumbuhan ekonomi. Industri unggulan tersebut meliputi industri makanan dan minuman, industri tekstil dan produk tekstil serta alas kaki, industri elektronika dan komponen elektronika, serta industri alat angkut dan komponen otomotif. Tiga klaster yang kedua adalah industri unggulan yang masih memerlukan pendalaman pada struktur industrinya, Yang meliputi industri alat telekomunikasi dan informatika (industri ICT), industri logam dasar dan mesin, dan industri petrokimia. Tiga klaster yang ketiga adalah industri unggulan sumber penerima devisa, yang terdiri dari industri pengolahan hasil pertanian, petemakan dan kehutanan, industri pengolahan hasil la ut dan kemaritiman serta industri berbasis tradisi dan budaya. Focus pada pengembangan dan pembangunan sepuluh klaster industri tersebut diharapkan dapat menjadi tulang punggung pendorong daya saing nasional [ll. Dalam perdagangan intemasional termasuk perdagangan dengan negara-negara di kawasan ASEAN dan dengan China, keberadaan WTO (Would Trade Organization) beserta segala komitmen yang telah menjadi kesepakan antar anggotanya, menjadi faktor yang selalu perlu diperhitungkan bahkan menjadi acuan, dan WTO agreement on TBT (Technical Barrier to Trade) merupakan persetujuan antar anggota WTO untuk mencegah agar jangan terjadi hambatan yang tidak perlu daIam perdagangan. The TBT Agreement berupaya memastikan bahwa spesifikasi produk apakah yang bersifat wajib ataupun yang sukarela (yang dikenal sebagai regulasi teknis dan standar), serta prosedur untuk penilaian kesesuaian terhadap spesifikasi tersebut (dikenal sebagai conformity assessment procedure) tidak menciptakanimenimbulkan hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan. WTO agreement on TBT mengakui hak setiap Negara untuk mengadopsi regulasi teknis yang dianggap memadai. Dalam TBT hak penggunaan hambatan teknis yang dibenarkan adalah untuk tujuan [2,3] : 1. Melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, tumbuhan. 2. Perlindungan kelestarian lingkungan. 3. Kepentingan keamanan nasional. 4. Pencegahan praktek perdagangan tidak sehat dari mitra dagang, dan 5. Kepentingan konsumen lainnya. Sebagai upaya untuk mencegah terlalu banyaknya ragam standar, WTO agreement on TBT mendorong negara anggota untuk menggunakan standar-standar intemasional di mana dianggap perlu. Lebih lanjut, negara anggota tidak dicegah dari mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin standar nasionalnya dipenuhi. TBT telah menjadi hambatan non tarif untuk perdagangan yang penting. TBT muncul ketika kebijakan domestik memaksakan regulasi, standar teknis, pengujian dan prosedur sertifikasi, atau persyaratan pelabelan, berpengaruh pada kemampuan eksportir untuk mengakses pasar. Sesuai dengan semangat WTO dalam mewujudkan perdagangan multilateral tanpa hambatan, penerapan TBT didasarkan pada prinsip: 1. Tidak disiapkan, diadopsi atau diterapkan untuk menciptakan hambatan yang tidak diperlukan terhadap perdagangan intemasional. 2. Tidak boleh lebih membatasi daripada yang diperlukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang dapat dilegitimasi dengan mempertimbangkan resiko yang diakibatkannya bila tidak dipenuhi. 3. Ditetapkan atas nama persyaratan keamanan Negara, perlindungan dari praktek curang, perlindungan kesehatan manusia, perlindungan kehidupan atau kesehatan hewan atau tumbuhan atau Iingkungan. 4. Analisis resiko dilakukan dengan mempertimbangkan informasi ilmiah dan teknis yang tersedia, teknologi proses terkait atau tujuan akhir penggunaan produk. Se1ain itu, WTO agreement on TBT menyatakan bahwa bila diperlukan regulasi teknis dan terdapat standar intemasional atau bagian-bagian yang relevan, anggota hams menggunakannya sebagai basis SNI Sebagai Penguat Daya Saing Produk Dalam Negeri dan Kesiapan BBT Sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) (Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati) 99 Balai Besar Tekstil regulasi teknis, kecuali bila standar internasional tersebut atau bagian yang relevan tidak efektif atau tidak tepat untuk memenuhi tujuan penetapan regulasi teknis, sebagai contoh faktor iklim, geografi atau penguasaan teknologi. Pada dasarnya WTO agreement on TBT ditetapkan untuk semua jenis produk, baik produk industri maupun produk pertanian serta produkproduk yang berkaitan dengan lingkungan/kelestarian sumberdaya alam. Namun dernikian, terdapat beberapa produk yang mendapatkan pengecualian daJam penerapan TBT karena telah terkait peraturan lain, yakni produk-produk yang berkaitan dengan: 1. Sanitary dan phitosanitary. 2. Produk yang berkaitan dengan sektor jasa. 3. Pengadaan pemerintah (government procurement). Khusus untuk pengadaan pemerintah terdapat ketentuan Agreement on Government Procurement (GPA) yang bersifat plurilateral. Kasus lain yang merupakan Technical Barrier to Trade adalah penerapan aturan impor barang-barang yang mengandung bahan kirnia oleh masyarakat Uni Eropa. Aturan tersebut berupa identifikasi menyangkut Registration, Evaluation, Authorization, and Restriction of Chemical (REACH). Setiap produk ekspor yang masuk ke pasar Uni Eropa harus disertai penjelasan yang lengkap tentang kandungan bahan kimianya. Laboratorium untuk pengujian bahan-bahan kimia harus merniliki sertifikat Good laboratory Practice dan harus terkoneksi dengan laboratorium bersertifikat sama dengan yang ada di se1uruh dunia. Salah satu tujuan diberlakukannya REACH oleh masyarakat Uni Eropa adalah juga untuk meningkatkan daya saing industri bahan-bahan kimia Uni Eropa. REACH mulai diperkenalkan pada tanggal 1 Juni 2007 yang dinyatakan sebagai Tahun 0 (nol). Pada tahun pertarna yaitu 1 Juni 2008 dimulainya Pendaftaran Pendahuluan, untuk bahan-bahan dengan jumJah per tahun 2': 1000 ton, yang bersifat karsinogen mutagen atau beracun terhadap reproduksi (CMR) 2': 1 ton, dan yang sangat beracun bagi organisma akuatik (RSO/30) 2': 100 ton, tenggat waku pendaftaran adalah 30 November 2010, sedangkan untuk bahan-bahan dengan jumlah 100 - 1000 ton per tahun tenggat waktu pendaftaran adalah 31 Mei 2013 dan yang berjumlah 1 - 100 ton per tahun adalah 31 Mei 2018 [4,5]. Saat ini setiap Negara termasuk Indonesia _'. berupaya meningkatkan daya saing produk nasionalnya dengan tetap memperhatikan kesepakatan dalam WTO agreement on TBT. Dalam tuIisan ini dibahas kornitmen pemerintah yaitu penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai salah satu solusi dalam memperkuat daya saing produk-produk nasional sekaligus menahan agresifitas masuknya produk Iuar khususnya dari China, beserta infrastrukturnya, termasuk kesiapan Balai Besar Tekstil (BBT) sebagai LPK. 100 SNI DAN SNI WAJIB Menurut definisi ISO/IEC Guide 2:2004, standar dimengerti sebagai suatu dokumen, spesifikasi teknik atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, Jingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa mendatang, untuk memperoleh manfaat sebesarbesarnya. Pemerintah Indonesia melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI), yang menurut definisinya, SNI adalah dokumen berisi ketentuan tekJ)-rS,yang merupakan konsolidasi iptek dan pengalaman, berupa aturan, pedoman, atau karakteristik, dari suatu kegiatan atau hasiInya yang dirumuska~ secara konsensus, untuk menjarnin agar suatu standar merupakan kesepakatan pihak yang berkepentingan, dan ditetapkan berlaku di seluruh wilayah nasional, oleh BSN untuk dipergunakan oleh pemangku kepentingan dengan tujuan mencapai keteraturan yang optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu. Agar SNl memperoleh keberterimaan yang luas diantara pemangku kepentingan, maka pengembangan SNI dilakukan dengan pertimbangan untuk memenuhi sejumlah norma, yakni 1. Terbuka bagi semua pemangku kepentingan yang berkeinginan untuk terlibat, 2. Transparan agar semua pemangku kepentingan dapat dengan mudah memperoleh informasi berkaitan dengan pengembangan SNI 3. Tidak memihak dan konsensus sehingga semua pemangku kepentingan dapat menyaJurkan pendapatnya dan diperlakukan secara adil, 4. Efektif karena memperhatikan keperluan pasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 5. Koheren dengan standar SNI lainnya dan koheren dengan standar internasional kecuali alasan iklim, geografis dan teknologi yang mendasar, demi memperlancar perdagangan internasional 6. Berdimensi nasional yakni memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional dan menjarnin kelestarian fungsi lingkungan serta memenuhi kebutuhan nasionaI sektor industri, perdagangan, teknologi dan sektor lain dari kehidupan nasional. Mengingat bahwa penerapan SNI merniliki jangkauan yang luas maka standar tersebut perlu juga memenuhi kriteria berikut : 1. SNl tersebut harmonis dengan standar internasional dan pengembangannya didasarkan pada kebutuhan nasional, termasuk kebutuhan industri Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112 Ralai Besar Tekstil 2. SNI yang dikembangkan untuk tujuan pengembangan regulasi teknis yang bersifat wajib didukung oleh infrastruktur penerapan standar yang kompeten sehingga tujuan untuk memberikan perlindungan kepentingan, keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau peIestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomi dapat tercapai secara efektif dan efisien. 3. Infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang penerapan standar tersebut memiliki kompetensi yang diakui di tingkat nasionall regional! intemasional. PROGRAM PENERAPAN Penerapan standar dinilai dan dipandang sebagai langkah strategis untuk meningkatkan daya saing nasional. Telah banyak produk-produk dalam negeri yang cukup bagus bahkan mampu menembus pasar Negara maju. Namun produk-produk tersebut sering kehilangan daya saing akibat tak adanya standardisasi. Bahkan beberapa diantaranya tidak diizinkan masuk ke pasar suatu Negara karena tidak menerapkan standar. Ketentuan pp No. 102 Tahun 2000 tentang Penerapan Standar mencakup dua aspek penerapan standar (standar application), yaitu: SNI wajib yaitu SNI yang diberlakukan secara wajib adalah SNI yang diperlukan untuk memenuhi ketentuan dalam regulasi teknis yang ditetapkan oleh ins tan si teknis (regulator). Regulasi teknis harus mencakup tujuan pemberlakuan, menyebutkan dengan jelas jenis produk danlatau jasa, standar yang diacu berikut ketentuan sistem penilaian kesesuaian dan tanda kesesuaian. Persyaratan pemberlakuan SNI secara wajib adalah sebagai berikut: 1. Pemberlakuan SNI secara wajib terhadap produk/jasa ditetapkan dengan Peraturan Instansi Teknis terhadap sebagian atau keseluruhan aspek spesifikasi teknis danlatau parameter dalam SNI dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan hid up, moralitas danlatau pertimbangan ekonomis. 2. Tujuan yang sah harus jelas dan dimengerti benar oleh semua pihak terkait. 3. Standar yang diacu harus harmonis dengan standar intemasional kecuali bila ada alas an ikIim, geografis clan teknologi yang mendasar. 4. Tersedia infrastruktur penilaian kesesuaian yang kompeten. 5. Tersedia infrastruktur pengawasan sesuai dengan peraturan dan undang-undang, 6. SNI wajib diberlakukan sama terhadap produk danlatau jasa produksi dalam negeri atau impor yang diperdagangkan di wilayah Indonesia. 7. Kbususnya bagi produk atau jasa asal impor, pemberlakuan SNI wajib dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8. Harus dinotifikas ke WTO. Hingga tahun 2010 nu, BSN telah menetapkan 6860 buah SNI, dari sekian ban yak SNI tersebut baru 180 buah yang menjadi SNI wajib, dengan SNI wajib basis industri manufaktur 44 buah dan SNI wajib industri non manufaktur 14 buah, dan belum ada SNI wajib bagi komoditi tekstil dan produk tekstil [7]. SNI 1. Penerapan SNI secara sukarela oleh pelaku usaha, produsen maupun konsumen. 2. Untuk keperluan kepentingan tertentu, keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomi maka instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis danlatau parameter dalam SNI. Dalam hal pelaksanaan teknis penerapan kebijakan-kebijakan sebagai berikut: -" SNI berlaku 1. Penerapan SNI dibuktikan oleh tanda SNI. 2. Penerapan dapat bersifat sukarela bagi SNI yang tidak direguJasi dan pengawasan dilakukan oleh Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK). 3. Penerapan wajib adalah bila SNI diacu dalam suatu regulasi teknis. Pengawasan dilakukan oleh LPK dan Otoritas Pengawasan. 4. Kesiapan industri/pelaku usaha di dalam negeri terhadap pemberlakuan standar yang diregulasi. 5. Tersedia skema penilaian kesesuaian sesuai dengan produk yang diatur. 6. Diperlukan koordinasi yang baik antara BSN, KAN, Regulator, LPK, Otoritas Pengawasan untuk mempersiapkan reguJasi teknis dan dapat diterapkan dengan efektif. 7. Pelaksanaan penerapan SNI yang diberlakukan wajib harus mengacu pada prinsip WTO agreement on TBTISPS, yakni: transparan, non-diskriminatif, menggunakan standar internasional atau SNI setara, dan mendorong saling pengakuan teknis untuk menjamin kelancaran pelaksanaan penerapan. 8. Kesesuaian penerapan standar dengan WTO agreement on TBTISPS dan peraturan perundangundangan yang berlaku. 9. Sistem pengawasan yang akan diterapkan harus dipersiapkan dan dilaksanakan dengan efektif dan efisien termasuk pemberlakuan sangsi bila diperlukan. SNI Sebagai Penguat Daya Saing Produk Dalam Negeri dan Kesiapan BBT Sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) (Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati) 101 Balai Besar Tekstil Dalam tata cara penerapan SNI, penerapan standar tersebut hams dibuktikan dengan sertifikasi. Ada tiga tipe sertifikasi untuk menyatakan bahwa suatu produk sudah memenuhi standar. Pertama, sertifikasi pihak pertama yang didasarkan pada pernyataan-diri (self declaration) oleh produsen bahwa produk yang dipasarkan telah melalui proses produksi yang sistematis dan didokumentasikan. Pernyataan ini tidak didasarkan oleh verifikasi valid dari pihak lain. Ini banyak terjadi di lingkur.gan produk pertanian atau UKM. Penerapan standar dengan cara ini tidak dianjurkan untuk produk yang mempunyai tingkat resiko bahaya yang tinggi. Kedua, sertifikasi pihak kedua yang didasarkan pada pernyataan hasil verifikasi yang dilakukan oleh pihak kedua (pembeli/pelanggan) bahwa produk yang dihasilkan oleh produsen telah memenuhi standar proses produksi yang disepakati dan didokumentasikan. Cara penerapan standar ini hanya memberikan manfaat langsung pada pihak kedua yang terlibat. Ketiga, sertifikasi pihak ketiga yang dilakukan oleh pihak lain yang tidak terkait dengan produsenJpenjual atau konsumen. Cara ini disebut third party certification. Model ini semakin ban yak digunakan dan berkembang dengan pesat dan memerlukan dukungan kegiatan penilaian kesesuaian. DaJam penerapan SNI, perlu diperhitungkan kesiapan pelaku usahalprodusen, sedangkan kesiapan pelaku usaha/ produsen dapat dinilai dari beberapa aspek yaitu: 1. Telah menerapkan sistem manajemen mutu (ISO 9000, TQM, quality control). 2. Memiliki struktur organisasi, pembagian kewenangan dan uraian tugas yang jelas dan terperi nc i. 3. Memiliki manajemen puncak yang fokus pada mutu dan kepuasan pelanggan 4. Ketersediaan sarana produksi memadai 5. Ketersediaan sarana uji kualitas produk 6. Ketersediaan SDM yang terlatih dan terampil dalam jumlah yang memadai, yang antara lainmmencakup pekerja terampil, pekerja ahli, penyelia, manajer, tenaga administrasi, personel litbang (level inovasi), personel Quality Assurance (QA), personel penguji laboratorium, Petugas Pengambil Contoh (PPC). --.. 7. Ketersediaan sistem informasi mencakup database, sistem manajemen informasi perusahaan dan lainlain 8. Memiliki jaringan kerja yang baik dengan pelaku usaha lain jaringan pemasaran, pihak terkait kegiatan standardisasi termasuk BSN, instansi teknis, LPK serta pihak lain. dengan 102 Pembuktian persyaratan bahwa suatu produk telah sesuai SNI, dapat dilakukan dengan proses sertifikasi produk melalui LPK (Lembaga Penilai Kesesuaian) yang mempunyai kompetensi dalam lingkup produk tersebut. Produsen atau pemasok hendaknya meyakinkan bahwa LPK yang dipilih telah memiliki akreditasi sesuai dengan lingkup yang diperlukan. Perolehan akreditasi KAN membuktikan ·kompetensi kompetensi LPK tersebut tel ah di akui. Produsen yang menyatakan siap menerapkan SNI dan bermaksud membubuhkan tanda SNI pada hasil produksinya berkewajiban untuk: 1. Memenuhi persyaratan perundang-undangan sebagai produsen legal. 2. Memiliki SPPT (Sertifikat Produk Penggunaan Tanda) SNI yang dikeluarkan LSPro. 3. Memproduksi danlatau memperdagangkan hasil produksinya sesuai dengan persyaratan SNI yang ditetapkan .. 4. Mengikuti pedoman dan ketentuan yang ditetapkan LSPro, termasuk skema sertifikasi. Dalam hal ini, pemberian tanda ·SNI pada produk (proses dan jasa) komersial menunjukkan bahwa: 1. Produk telah memenuhi persyaratan SNI setelah diuji. 2. Ada kesepakatan tertulis antara pihak manufaktur produk dengan LPK yang telah memiliki akreditasi nasional (KAN). 3. Pihah manufaktur secara teratur di audit oleh LPK sesuai tata cara yang berlaku. 4. LPK meyakini bahwa produk yang beredar telah memenuhi persyaratan SNI melalui pengujian laboratorium terakreditasi. 5. Pihak otoritas pengawasan secara periodik dapat melakukan pengawasan di unit produksi pelaku usaha dan di pasar. 6. Pihak otoritas pembinaan/pengawasan dapat melakukan pembinaan atau memberlakukan sangsi bila pelaku usaha tidak memenuhi standar terkait. Untuk menghadapi dampak pemberlakuan CAFT A terhadap daya saing industri dalarn negeri, Pemerintah dalam hal ini BSN mencanangkan suatu Action Plan dalam bentuk 11 Langkah Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI) sebagai suatu program edukasi publik dalam penerapan SNI, langkah-langkah tersebut adalah [1]. : 1. Menganalisis ekspor-impor Indonesia - China. 2. Menentukan 11 sektor prioritas produk paling terpengaruh. 3. Mengidentifikasi SNI dalam 11 sektor prioritas. 4. Menganalisis peluang membuat national differences 5. Menganalisis kemampuan industri dalam I I sektor prioritas. 6. Menganalisis ketersediaan dan kebutuhan pengembangan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-]]2 Balai Besar Tekstil Table 1. Ekspor Impor China Indonesia pada 20 Sektor Indnstri, dan Ketersediaan No Industri 1 Baja hilir 2 Pertanian pertanian & Hasil 3 Petrokimia hulu 4 Tekstil 5 SepatuJaIas kaki 6 Ekspor ke China (US D) Impor dari China (US D) SurpluslDevisit (USD) SNI nya Total SNI 62.609.562 1.899.043.446 3.174.142.962 1.439.130.175 1.735.0 12.787 5.028.958.283 1.289.418.739 3.739.539.544 108 959.163.899 -763.818.744 266 195.345.155 -1.836.433.884 141 121 64.366.024 89.041.635 -24.675.611 47 Aluminium 7.204.237 289.699.066 -282.494.829 49 7 Makanan dan minuman 4.094.599 68.926.209 -64.831.610 440 8 Mesin perkakas 1.251.463 173.764.456 -172.512.993 156 9 Elektronika kelistrikan 1.342.152 139.076.003 -137.733.851 159 10 Mainananak 6 ..836.788 89.571.912 -82.735.124 4 11 Plastik 30.037.949 58.487.325 -28.449.376 79 dan 12 Serat sintetis 38.593.231 137.225.204 -98.631.973 14 13 Benang dan kain 56.519.318 507.627.736 -451.108.418 142 14 Hortikultura 16.087.203 192.218.463 -176.131.260 113 15 Furniture 7.657.020 94.250.385 -86.593.365 30 4.053.716 38.621.924 -34.568.208 15 479.283 32.297.383 -31.818.100 30 1.008.602 25.434.468 -24.425.866 133 4.234.064 10.409.685 -6.175.621 1 40.470.097 540.535 39.929.562 10 16 Ban 17 Kosmetik 18 Alat kesehatan 19 Kaca lembaran 20 Kakao olahan TOTAL 8.745.291.708 7.533.948.648 1.211.343.060 2.058 Sumber: Pustaka 1 7. Mengefektifkan pemberlakuan Keppres No. 8012003 (Perpres No.541201O) yang terkait penggunaan SNI. 8. Mendukung instansi teknis dalam memberikan insentif kepada LPK untuk mendukung 11 sektor prioritas. 9. Mendukung instansi teknis dalam memberikan insentif kepada industri untuk 11 sektor prioritas 10. Memfasilitasi penyusunan regulasi teknis dan pelaksanaan pengawasan pasar terhadap 11 sektor prioritas. 11. Mengedukasi konsumen. Dari pendapat dan pandangan asosiasi pada berbagai sektor industri, ada 20 sektor industri yang akan terpengaruh oleh pemberlakuan CAFTA. Pada Tabel 1. Disajikan 20 sektor industri yang terpengaruh pemberlakuan CAFTA, data ekspor-impor serta ketersediaan SNI nya. Menurut data pada ekspor-impor tersebut, Indonesia memperoleh surplus sebesar USD 1,2 milyar, surplus ini diberikan oleh dua sektor industri yaitu Petrokimia hulu, Pertanian & hasil pertanian dan Kakao olahan, sedangkan pada 17 sektor lainnya produk China sangat dominan. Data tersebut memperlihatkan bahwa ekspor China ke Indonesia sangat ditopang oleh produk-produk hasil industri sedangkan ekspor Indonesia ke China lebih mengandalkan produk-produk sumber daya alam. Dari 20 sektor tersebut, karena keterbatasan sumber daya, 'dengan berbagai pertimbangan BSN menetapkan 11 sektor prioritas yaitu sektotr yang pada Tabel 1 dengan nomor urut 1 s/d 11. Salah satu strategi penerapan standarisasi menghadapi CAFTA adalah memanfaatkan strategi National Differences (ND). Strategi ND pada prinsipnya dapat membantu suatu Negara memperkuat daya saing dalam pasar domestik melalui standar yang dibuat, dengan menggunakan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan, geografi, iklim atau masalah teknologi yang mendasar. Indonesia mempunyai pengalaman yang baik dalam penerapan ND ini yaitu terkait dengan standar ban untuk menghadapi impor ban dari Uni Eropa, dalam hal ini ND digunakan untuk regulasi teknis berbasis SNI. Pada sektor industri TPT, diharapkan peluang penerapan persyaratan tambahan yang disesuaikan dengan karakteristik Indonesia (national difference) dapat dimanfaatkan untuk menahan laju impor TPT SNI Sebagai Penguat Daya Saing Produk Dalam Negeri dan Kesiapan BBT Sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) (Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati) 103 BaZai Besar Tekstil khususnya dari China, dalam hal mi BSN merekomendasikan untuk mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu: 1. Label ukuran 2. Pelarangan adanya zat yang bersifat haram, misalnya bahan yang berasal dari babi 3. Anti bakteri dan anti jamur 4. Kandungan bahan berbahaya, seperti zat warna azo yang dilarang, logam berat terekstraksi, formaldehid bebas, dll 5. Label dalam bahasa Indonesia 6. Pemberlakuan Registration Number (Rt~) Langkah-langkah berikutnya adalah menganalisis kemampuan industri dalam 11 sektor prioritas, khususnya menganalisis kebutuhan industri tersebut dalam menerapkan SNI. Analisis ketersediaan dan kebutuhan pengembangan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) dilakukan dengan memetakan kualitas dan kapasitas LPK, terutama Lab Pengujian dan LSPro yang terkait dengan 11 sektor prioritas. Sedangkan untuk upaya mengedukasi konsumen dilakukan dengan promosi dan meningkatkan awareness masyarakat. BBT SEBAGAI LPK Salah satu fokus dari GENAP SNI adalah mendukung upaya menguatan dan peningkatan kinerja LPK, terutama laboratorium penguji dan lembaga sertifikasi produk (LSPro). BSN telah melakukan identifikasi terhadap laboratorium penguji dan LSPro yang telah terakreditasi KAN, ruang lingkup kompetensi dan kapasitas lembaga-lembaga tersebut dalam melakukan penilaian kesesuaian penerapan SNI pada 11 sektor industri prioritas, yang hasilnya disajikan pada Tabel 2. Table 2. LPK pada 11 Sektor Industri No Industri 1 Baia hilir 3 10 2 Pertanian & Hasil pertanian - 9 3 Petrokimia hulu 3 - 4 Tekstil 8 2 Sepatu/alas kaki 3 4 6 Aluminium 5 1 7 Makanan dan minuman 13 14 - 5 Lab Uji LSPro 8 Mesin perkakas - 9 Elektronika dan kelistrikan 7 8 10 Mainan anak 5 - 11 Plastik 8 2 Sumber: BSN (2010) 104 Prioritas Dalam hal ini, Balai Besar Tekstil sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional sebagai laboratorium penguji maupun sebagai lembaga sertifikasi produk, dengan lingkup sebagai berikut: Table 3. BBT sebagai LPK Nama No. Akreditasi Lingkup Lab. Pengujian Tekstil LP-179-IDN TPT: serat, benang, kain, pakaian jadi, produk lain termasuk tekstil mainan dengan anak bahan tekstil TEXPA LSPr-023-IDN Serat, benang, kain PENUTUP Pada tahun 2010 ini perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan China berlaku efektif. Indonesia sebagai salah satu Negara ASEAN terikat dengan perjanjian tersebut. Artinya, Indonesia harus terbuka bagi masuknya produk China. Sudah terbukti masuknya produk China telah memberi tekanan yang berat dan mengancam daya saing produk lokal di pasar domestik, terutama produk industri kecil menengah (IKM). Penerapan standar diyakini akan dapat memperkuat IKM dalam menghasilkan produk yang bermutu, aman dan efisien. Negara tujuan ekspor produk nasional kebanyakan adalah Negara maju yang mensyaratkan penerapan standar ketat terhadap produk yang di pasarkan di Negara tersebut. Salah satunya adalah penerapan impor barang-barang yang mengandung bahan kimia oleh masyarakat Uni Eropa melalui pemberlakuan REACH, selain juga hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri bahan kimia Dni Eropa. Dalam perdagangan internasional termasuk perdagangan dengan negara-negara di kawasan ASEAN dan dengan China, keberadaan WTO (Would Trade Organization) beserta segala komitmen yang telah menjadi kesepakan antar anggotanya, menjadi faktor yang selalu perlu diperhitungkan bahkan menjadi acuan, dan WTO agreement on TBT (Technical Barrier to Trade) merupakan persetujuan antar anggota WTO untuk mencegah agar jangan terjadi hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan. Saat ini setiap Negara termasuk Indonesia berupaya meningkatkan daya saing produk nasionalnya dengan tetap memperhatikan kesepakatan dalam WTO agreement on TBT Tersebut. Pemerintah telah mencanangkan bahwa penerapan standar dinilai dan dipandang sebagai langkah strategis untuk meningkatkan daya saing nasional. Pemerintah dalam hal ini BSN mencanangkan suatu Action Plan dalam bentuk 11 Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112 Balai Besar Tekstil bagai oleh orium oduk, , kain, iroduk masuk lengan Langkah Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI) sebagai suatu program edukasi publik dalam penerapan SNI. Pemerintah juga telah menetapkan 11 sektor industri prioritas. Maka penerapan SNI diharapkan akan dapat memberikan manfaat baik bagi konsumen, pemerintah dan bagi peningkatan daya saing. Akan tetapi, selain upaya meningkatkan daya saing produk-produk 11 industri prioritas, pemerintah juga harus bisa menjaga ketahanan tiga klaster industri unggulan sumber penerima devisa menurut hasil roadmap KADIN, yang terdiri dari industri pengolahan hasil pertanian, petemakan dan kehutanan, industri pengolahan hasil laut dan kemaritiman serta industri berbasis tradisi dan budaya. Manfaat bagi konsumen: angan onesia lengan .rbuka :rbukti I yang i pasar iengah dapat : yang ssional iratkan mg di adalah mdung nelalui ujukan I kimia rmasuk awasan Would yang enjadi ahkan TBT tujuan 'angan gan. paya engan • MemperoJeh jaminan atas kualitas minimum produk yang dikonsumsi atau dipergunakan. • Mendapatkan perlindungan keamanan dan keselamatan atas produk yang dikonsumsi atau dipergunakan. • Standar mendorong tingkat efisiensi produksi sehingga konsumen dapat membeli produk dengan harga yang efisien . • Memberi pembelajaran kepada konsumen untuk lebih cermat dan cerdas dalam memengkonsumsi atau mempergunakan produk, karena standar memuat kualifikasi/spesifikasi produk sehingga memungkinkan konsumen untuk dapat memilih produk sesuai dengan kebutuhannya. • Member ruang kepada konsumen untuk mengajukan tuntutan (claim) terkait manfaat suatu produk sesuai janji produsen. Manfaat bagi Pemerintah: • Standar memberikan acuan dasar bagi perlindungan kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan bagi masyarakat. • Standar menjadi acuan pembentuk kesetaraan perdagangan, atau menjadi penghambat atas ketidakseimbangan perdagangan global. Manfaat bagi peningkatan daya saing: • • • • • • Standar merupakan landasan pertumbuhan. Standar memberikan akses ke pasar yang lebih baik dan memfasilitasi perdagangan. Memberi keuntungan bagi industri dalam hal peningkatan mutu, keamanan, kehandalan dan efisiensi produksi. Meningkatkan daya saing dengan membantu industri untuk menguasai pengetahuan, teknologi, pengertian bersama dan mengurangi resiko. Standar dapat membentuk cara kerja di berbagai sektor dan menciptakan sinergi yang mempercepat laju pemasaran bagi produk, proses dan jasa. Standar yang menuntut spesifikasi kinerja akan dapat memicu inovasi dan menjadi pendukung dalam menetapkan konsep perencanaan produksi hingga pemasaran. PUSTAKA 1. Tim Penyusun, Editor, "SNI Penguat Daya Saing Bangsa", BSN, 2010. 2. WTO, "Trade and Environmental at WTO", April 2004. 3. Arnri, P.D.,"New Issues in WTO Where Does Indonesia Stand', 2007. 4. Regulation (EC) NO.1907/2oo6 of The European Parliement and The Council, "Concerning REACH', European Chemicals Agency, December 2006. 5. Komisi Eropa Direktorat Jenderal Lingkungan Hidup, "Sekilas Tentang REACH', Oktober 2007. 6. GEN, 'Trade as an Environmental Policy Tool, Environmental as a Trade Policy Tool", June 2003. 7. Budi Irmawan, "Regulasi Teknis Berbasis SNI Sektor Tekstil dan Produk Tekstil, Alas Kaki dan Petrokimia", Makalah disampaikan pada Workshop GENAP SNI, Jakarta 10 November 2010. WTO bahwa bagai saing BSN k 11 57-112 SNI Sebagai Penguat Daya Saing Produk Dalam Negeri dan Kesiapan BBT Sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) (Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati) 105