sni sebagai penguat daya saing produk dalam negeri dan kesiapan

advertisement
Balai Besar Tekstil
SNI SEBAGAI PENGUAT DA YA SAING PRODUK DALAM NEGERI
DAN KESIAPAN BBT SEBAGAI LEMBAGA PENILAI KESESUAIAN (LPK)
Oleh: Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati
Balai Besar Tekstil, J1. A. Yani No. 390 Bandung TeJp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288;
E-mail: [email protected]
Tulisan diterima:
28 Oktober 2010,
Selesai diperiksa : 29 November 2010
ABSTRAK
Pada tahun 2010 ini perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan China berlaku efektif, sehingga produkproduk China yang telah merambah masuk serta beredar luas hingga ke pelosok tanah air akan terus melaju dengan
cepat tanpa hambatan. Sudah terbukti masuknya produk China telah memberi tekanan yang berat dan mengancam daya
saing produk lokal di pasar domestik, terutama produk industri kecil menengah (IKM), sedangkan negara tujuan ekspor
produk nasional kebanyakan adalah Negara maju yang mensyaratkan penerapan standar ketat terhadap produk yang di
pasarkan di Negara tersebut.
Saat ini setiap Negara termasuk Indonesia berupaya meningkatkan daya saing produk nasionalnya dengan tetap
memperhatikan kesepakatan dalam WTO agreement on TBT. Pemerintah telah mencanangkan bahwa penerapan standar
dinilai dan dipandang sebagai langkah strategis untuk meningkatkan daya saing nasional. Pemerintah dalam hal ini
BSN mencanangkan suatu Action Plan dalam bentuk 11 Langkah Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI)
sebagai suatu program edukasi publik dalam penerapan SNI. Maka penerapan SNI diharapkan akan dapat memberikan
manfaat baik bagi konsumen, pemerintah dan bagi peningkatan daya saing, serta akan dapat memperkuat IKM dalam
menghasilkan produk yang bermutu, aman dan efisien.
Balai Besar Tekstil sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional
sebagai laboratorium penguji dengan lingkup TPT: serat, benang, kain, pakaian jadi, produk tekstil lain termasuk
mainan anak dengan bahan tekstil, maupun sebagai lembaga sertifikasi produk, dengan lingkup serat, benang, kain.
Kata kunci: SNI, Regulasi teknis, GENAP SNI, Daya Saing, CAFT A
ABSTRACT
As CAFTA take place effectively in 2010, national products in domestic market will get more pressure from
Chine products, as right now Chine products have already insisted them, whereas a national product
exported
destination countries are almost developed countries which decided a tight standard application for products enter their
market.
Nowadays, each country as well as Indonesia has made an effort to increase their national products
competitiveness in the way without any divergence to WTO agreement on TBT. Indonesia government has plubicized
that application of standards as a strategic measure to increase national competitiveness, and National Sertification
Body (BSN) has publicized "GENAP SNI" as a public education programme in application of National Standards.
The application of SNI is expected to give a benefit to consumers, government and increasing national competitiveness
as well as to strengthen the product quality, safety and efficiency of small and medium enterprises.
Center for Textile as a Conformity Assessment Body has been accredated by National Accreditation Body as a
Textile Testing Laboratory in the scope of textile and textile products commodities and as a Product Sertification Body
in the scope offibre, yarn and fabric.
-~.
Keywords: SNI, Technical regulation, GENAP SNI, Competitiveness,
PENDAHULUAN
Dalam satu dekade ini, produk-produk China
telah merambah masuk dan terus meningkat serta
beredar luas hingga ke pelosok tanah air. Di era
CAFT A yang efektif berlaku pada tahun 20] 0, produkproduk China akan terus melaju dengan cepat tanpa
98
CAFTA
hambatan.
Pemberlakuan
CAFT A
telah
menghadapkan Indonesia pada dua isu utama, yaitu :
1. Bagaimana memperkuat dan meningkatkan daya
saing produk-produk nasional di pasar ekspor
ASEAN
sekaligus
menahan
laju agresifitas
produk-produk China masuk ke pasar domestik.
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Balai Besar Tekstil
2. Mencegah beredarnya produk-produk China yang
membahayakan
keamanan
dan
kesehatan
masyarakat yang menggunakan dan mengkonsumsi
produk-produk tersebut.
DaIam persaingan produk, tiga persyaratan
umum harus dipenuhi agar dapat keluar menjadi
pemenang dalam persaingan, yaitu:
1. Menghasilkan suatu barang atau jasa dengan tetap
memperhatikan
mutu pada tingkat biaya yang
paling efisien sehingga bisa bersaing dalam harga
jualnya.
2. Diferensiasi dalam pengertian bahwa produk yang
dihasilkan mernpunyai keunikan tersendiri dan
mampu secara jitu mengkomunikasikan
mutu dan
harga produk untuk membangun dan menciptakan
superior perceived value di benak konsumen.
3. Cluster
development
dengan
focus
untuk
mengerjakan suatu bidang atau produk tertentu
yang berbasis
kelimpahan
sumberdaya
yang
dimiliki yang mempunyai keunggulan kompetitif
ataupun komparatif sehingga menghasilkan produk
yang berbeda dan superior perceived value.
Dalam
rangka
mendorong
daya
saing
nasional, KADIN Indonesia menyimpulkan
dalam
Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesian 20102025 bahwa terdapat sepuluh klaster industri yang akan
mampu menjadi industri unggulan Indonesia. Sepuluh
klaster tersebut oleh KADIN dibagi dalam tiga
kelompok
klaster,
yaitu empat klaster pertama
merupakan kumpulan industri unggulan pendorong
pertumbuhan
ekonomi. Industri unggulan tersebut
meliputi industri makanan dan minuman, industri
tekstil dan produk tekstil serta alas kaki, industri
elektronika dan komponen elektronika, serta industri
alat angkut dan komponen otomotif. Tiga klaster yang
kedua
adalah
industri
unggulan
yang
masih
memerlukan pendalaman pada struktur industrinya,
Yang meliputi
industri alat telekomunikasi
dan
informatika (industri ICT), industri logam dasar dan
mesin, dan industri petrokimia.
Tiga klaster yang
ketiga adalah industri unggulan sumber penerima
devisa, yang terdiri dari industri pengolahan hasil
pertanian,
petemakan
dan
kehutanan,
industri
pengolahan hasil la ut dan kemaritiman
serta industri
berbasis
tradisi
dan
budaya.
Focus
pada
pengembangan
dan pembangunan
sepuluh klaster
industri tersebut diharapkan dapat menjadi tulang
punggung pendorong daya saing nasional [ll.
Dalam perdagangan intemasional termasuk
perdagangan
dengan
negara-negara
di kawasan
ASEAN dan dengan China, keberadaan WTO (Would
Trade Organization) beserta segala komitmen yang
telah menjadi kesepakan antar anggotanya,
menjadi
faktor yang selalu perlu diperhitungkan
bahkan
menjadi
acuan, dan WTO agreement
on TBT
(Technical Barrier to Trade) merupakan persetujuan
antar anggota WTO untuk mencegah agar jangan
terjadi hambatan yang tidak perlu daIam perdagangan.
The TBT Agreement berupaya memastikan bahwa
spesifikasi produk apakah yang bersifat wajib ataupun
yang sukarela (yang dikenal sebagai regulasi teknis dan
standar),
serta prosedur untuk penilaian kesesuaian
terhadap
spesifikasi
tersebut
(dikenal
sebagai
conformity
assessment
procedure)
tidak
menciptakanimenimbulkan
hambatan yang tidak perlu
dalam perdagangan. WTO agreement on TBT mengakui
hak setiap Negara untuk mengadopsi regulasi teknis
yang dianggap memadai. Dalam TBT hak penggunaan
hambatan teknis yang dibenarkan adalah untuk tujuan
[2,3] :
1. Melindungi kehidupan atau kesehatan manusia,
hewan, tumbuhan.
2. Perlindungan kelestarian lingkungan.
3. Kepentingan keamanan nasional.
4. Pencegahan praktek perdagangan tidak sehat dari
mitra dagang, dan
5. Kepentingan konsumen lainnya.
Sebagai
upaya
untuk mencegah
terlalu
banyaknya ragam standar, WTO agreement on TBT
mendorong
negara anggota
untuk menggunakan
standar-standar intemasional di mana dianggap perlu.
Lebih lanjut, negara anggota tidak dicegah dari
mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin
standar nasionalnya dipenuhi.
TBT telah menjadi
hambatan non tarif untuk perdagangan yang penting.
TBT muncul ketika kebijakan domestik memaksakan
regulasi, standar teknis, pengujian
dan prosedur
sertifikasi, atau persyaratan pelabelan, berpengaruh
pada kemampuan eksportir untuk mengakses pasar.
Sesuai dengan semangat WTO dalam mewujudkan
perdagangan multilateral tanpa hambatan, penerapan
TBT didasarkan pada prinsip:
1. Tidak disiapkan, diadopsi atau diterapkan untuk
menciptakan
hambatan yang tidak diperlukan
terhadap perdagangan intemasional.
2. Tidak boleh lebih membatasi
daripada
yang
diperlukan untuk memenuhi tujuan-tujuan
yang
dapat dilegitimasi
dengan
mempertimbangkan
resiko yang diakibatkannya bila tidak dipenuhi.
3. Ditetapkan
atas nama persyaratan
keamanan
Negara,
perlindungan
dari
praktek
curang,
perlindungan
kesehatan
manusia,
perlindungan
kehidupan atau kesehatan hewan atau tumbuhan
atau Iingkungan.
4. Analisis
resiko
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
informasi ilmiah dan teknis
yang tersedia, teknologi proses terkait atau tujuan
akhir penggunaan produk.
Se1ain itu,
WTO agreement
on TBT
menyatakan bahwa bila diperlukan regulasi teknis dan
terdapat standar intemasional atau bagian-bagian yang
relevan, anggota hams menggunakannya sebagai basis
SNI Sebagai Penguat Daya Saing Produk Dalam Negeri dan Kesiapan BBT Sebagai Lembaga Penilai
Kesesuaian (LPK) (Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati)
99
Balai Besar Tekstil
regulasi teknis, kecuali bila standar internasional
tersebut atau bagian yang relevan tidak efektif atau
tidak tepat untuk memenuhi tujuan penetapan regulasi
teknis,
sebagai contoh faktor iklim, geografi atau
penguasaan teknologi. Pada dasarnya WTO agreement
on TBT ditetapkan untuk semua jenis produk, baik
produk industri maupun produk pertanian serta produkproduk yang berkaitan dengan lingkungan/kelestarian
sumberdaya alam. Namun dernikian, terdapat beberapa
produk
yang
mendapatkan
pengecualian
daJam
penerapan TBT karena telah terkait peraturan lain,
yakni produk-produk yang berkaitan dengan:
1. Sanitary dan phitosanitary.
2. Produk yang berkaitan dengan sektor jasa.
3. Pengadaan pemerintah (government procurement).
Khusus
untuk
pengadaan
pemerintah
terdapat
ketentuan Agreement on Government Procurement
(GPA) yang bersifat plurilateral.
Kasus lain yang merupakan Technical Barrier
to Trade adalah penerapan aturan impor barang-barang
yang mengandung bahan kirnia oleh masyarakat Uni
Eropa. Aturan tersebut berupa identifikasi menyangkut
Registration,
Evaluation,
Authorization,
and
Restriction of Chemical (REACH). Setiap produk
ekspor yang masuk ke pasar Uni Eropa harus disertai
penjelasan yang lengkap tentang kandungan bahan
kimianya. Laboratorium untuk pengujian bahan-bahan
kimia harus merniliki sertifikat Good laboratory
Practice dan harus terkoneksi dengan laboratorium
bersertifikat sama dengan yang ada di se1uruh dunia.
Salah satu tujuan diberlakukannya
REACH oleh
masyarakat Uni Eropa adalah juga untuk meningkatkan
daya saing industri bahan-bahan kimia Uni Eropa.
REACH mulai diperkenalkan pada tanggal 1 Juni 2007
yang dinyatakan sebagai Tahun 0 (nol). Pada tahun
pertarna yaitu 1 Juni 2008 dimulainya Pendaftaran
Pendahuluan, untuk bahan-bahan dengan jumJah per
tahun 2': 1000 ton, yang bersifat karsinogen mutagen
atau beracun terhadap reproduksi (CMR) 2': 1 ton, dan
yang sangat beracun bagi organisma akuatik (RSO/30)
2': 100 ton, tenggat waku pendaftaran adalah 30
November 2010,
sedangkan untuk bahan-bahan
dengan jumlah 100 - 1000 ton per tahun tenggat waktu
pendaftaran adalah 31 Mei 2013 dan yang berjumlah 1
- 100 ton per tahun adalah 31 Mei 2018 [4,5].
Saat ini setiap Negara termasuk Indonesia _'.
berupaya meningkatkan daya saing produk nasionalnya
dengan tetap memperhatikan kesepakatan dalam WTO
agreement on TBT.
Dalam tuIisan ini dibahas
kornitmen
pemerintah
yaitu penerapan
Standar
Nasional Indonesia (SNI) sebagai salah satu solusi
dalam memperkuat daya saing produk-produk nasional
sekaligus menahan agresifitas masuknya produk Iuar
khususnya
dari China,
beserta
infrastrukturnya,
termasuk kesiapan Balai Besar Tekstil (BBT) sebagai
LPK.
100
SNI DAN SNI WAJIB
Menurut definisi ISO/IEC Guide 2:2004,
standar dimengerti sebagai suatu dokumen, spesifikasi
teknik
atau
sesuatu
yang
dibakukan,
disusun
berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan
memperhatikan
syarat-syarat
kesehatan, keamanan,
keselamatan,
Jingkungan,
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
serta
berdasarkan
pengalaman,
perkembangan
masa kini dan masa
mendatang,
untuk memperoleh
manfaat
sebesarbesarnya.
Pemerintah
Indonesia
melalui
Badan
Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar
Nasional Indonesia (SNI), yang menurut definisinya,
SNI adalah dokumen berisi ketentuan tekJ)-rS,yang
merupakan konsolidasi iptek dan pengalaman, berupa
aturan, pedoman, atau karakteristik,
dari suatu
kegiatan atau hasiInya
yang dirumuska~
secara
konsensus, untuk
menjarnin agar suatu standar
merupakan kesepakatan pihak yang berkepentingan,
dan ditetapkan berlaku di seluruh wilayah nasional,
oleh BSN untuk dipergunakan
oleh pemangku
kepentingan dengan tujuan mencapai keteraturan yang
optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu.
Agar SNl memperoleh
keberterimaan
yang luas
diantara pemangku kepentingan, maka pengembangan
SNI dilakukan dengan pertimbangan untuk memenuhi
sejumlah norma, yakni
1. Terbuka bagi semua pemangku kepentingan yang
berkeinginan untuk terlibat,
2. Transparan
agar semua pemangku
kepentingan
dapat
dengan
mudah
memperoleh
informasi
berkaitan dengan pengembangan SNI
3. Tidak memihak dan konsensus sehingga semua
pemangku
kepentingan
dapat
menyaJurkan
pendapatnya dan diperlakukan secara adil,
4. Efektif karena memperhatikan keperluan pasar dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
5. Koheren dengan standar SNI lainnya dan koheren
dengan standar internasional kecuali alasan iklim,
geografis dan teknologi yang mendasar,
demi
memperlancar perdagangan internasional
6. Berdimensi
nasional
yakni
memperhatikan
kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam
meningkatkan daya saing perekonomian
nasional
dan menjarnin kelestarian fungsi lingkungan serta
memenuhi
kebutuhan
nasionaI sektor industri,
perdagangan,
teknologi
dan sektor lain dari
kehidupan nasional.
Mengingat bahwa penerapan SNI merniliki
jangkauan yang luas maka standar tersebut perlu juga
memenuhi kriteria berikut :
1. SNl tersebut harmonis dengan standar internasional
dan pengembangannya didasarkan pada kebutuhan
nasional, termasuk kebutuhan industri
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Ralai Besar Tekstil
2. SNI
yang
dikembangkan
untuk
tujuan
pengembangan regulasi teknis yang bersifat wajib
didukung oleh infrastruktur penerapan standar yang
kompeten
sehingga tujuan untuk memberikan
perlindungan kepentingan, keselamatan, keamanan,
kesehatan
masyarakat
atau peIestarian
fungsi
lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomi
dapat tercapai secara efektif dan efisien.
3. Infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang
penerapan standar tersebut memiliki kompetensi
yang
diakui
di tingkat
nasionall
regional!
intemasional.
PROGRAM PENERAPAN
Penerapan standar dinilai dan dipandang
sebagai langkah strategis untuk meningkatkan daya
saing nasional. Telah banyak produk-produk dalam
negeri yang cukup bagus bahkan mampu menembus
pasar Negara maju. Namun produk-produk tersebut
sering kehilangan daya saing akibat tak adanya
standardisasi.
Bahkan beberapa
diantaranya
tidak
diizinkan masuk ke pasar suatu Negara karena tidak
menerapkan standar.
Ketentuan pp No. 102 Tahun 2000 tentang
Penerapan Standar mencakup dua aspek penerapan
standar (standar application), yaitu:
SNI wajib yaitu SNI yang diberlakukan secara
wajib adalah SNI yang diperlukan untuk memenuhi
ketentuan dalam regulasi teknis yang ditetapkan oleh
ins tan si teknis (regulator).
Regulasi teknis harus
mencakup tujuan pemberlakuan, menyebutkan dengan
jelas jenis produk danlatau jasa, standar yang diacu
berikut ketentuan sistem penilaian kesesuaian dan
tanda kesesuaian.
Persyaratan pemberlakuan SNI
secara wajib adalah sebagai berikut:
1. Pemberlakuan
SNI
secara
wajib
terhadap
produk/jasa ditetapkan dengan Peraturan Instansi
Teknis terhadap sebagian atau keseluruhan aspek
spesifikasi teknis danlatau parameter dalam SNI
dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan,
keamanan,
kesehatan
masyarakat,
pelestarian
lingkungan hid up, moralitas danlatau pertimbangan
ekonomis.
2. Tujuan yang sah harus jelas dan dimengerti benar
oleh semua pihak terkait.
3. Standar yang diacu harus harmonis dengan standar
intemasional
kecuali
bila ada alas an ikIim,
geografis clan teknologi yang mendasar.
4. Tersedia infrastruktur penilaian kesesuaian yang
kompeten.
5. Tersedia infrastruktur pengawasan sesuai dengan
peraturan dan undang-undang,
6. SNI wajib diberlakukan sama terhadap produk
danlatau jasa produksi dalam negeri atau impor
yang diperdagangkan di wilayah Indonesia.
7. Kbususnya bagi produk atau jasa asal impor,
pemberlakuan
SNI wajib dilaksanakan
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
8. Harus dinotifikas ke WTO.
Hingga
tahun 2010 nu,
BSN telah
menetapkan 6860 buah SNI, dari sekian ban yak SNI
tersebut baru 180 buah yang menjadi SNI wajib,
dengan SNI wajib basis industri manufaktur 44 buah
dan SNI wajib industri non manufaktur 14 buah, dan
belum ada SNI wajib bagi komoditi tekstil dan produk
tekstil [7].
SNI
1. Penerapan SNI secara sukarela oleh pelaku usaha,
produsen maupun konsumen.
2. Untuk
keperluan
kepentingan
tertentu,
keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau
pelestarian fungsi lingkungan
hidup dan atau
pertimbangan ekonomi maka instansi teknis dapat
memberlakukan
secara
wajib
sebagian
atau
keseluruhan spesifikasi teknis danlatau parameter
dalam SNI.
Dalam hal pelaksanaan teknis penerapan
kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
-"
SNI berlaku
1. Penerapan SNI dibuktikan oleh tanda SNI.
2. Penerapan dapat bersifat sukarela bagi SNI yang
tidak direguJasi dan pengawasan dilakukan oleh
Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK).
3. Penerapan wajib adalah bila SNI diacu dalam suatu
regulasi teknis. Pengawasan dilakukan oleh LPK
dan Otoritas Pengawasan.
4. Kesiapan industri/pelaku usaha di dalam negeri
terhadap pemberlakuan standar yang diregulasi.
5. Tersedia skema penilaian kesesuaian sesuai dengan
produk yang diatur.
6. Diperlukan koordinasi yang baik antara BSN,
KAN, Regulator, LPK, Otoritas Pengawasan untuk
mempersiapkan
reguJasi
teknis
dan
dapat
diterapkan dengan efektif.
7. Pelaksanaan penerapan SNI yang diberlakukan
wajib harus mengacu pada prinsip WTO agreement
on TBTISPS, yakni: transparan, non-diskriminatif,
menggunakan standar internasional atau SNI setara,
dan mendorong saling pengakuan teknis untuk
menjamin kelancaran pelaksanaan penerapan.
8. Kesesuaian
penerapan
standar
dengan
WTO
agreement on TBTISPS dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
9. Sistem pengawasan yang akan diterapkan harus
dipersiapkan dan dilaksanakan dengan efektif dan
efisien
termasuk
pemberlakuan
sangsi
bila
diperlukan.
SNI Sebagai Penguat Daya Saing Produk Dalam Negeri dan Kesiapan BBT Sebagai Lembaga Penilai
Kesesuaian (LPK) (Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati)
101
Balai Besar Tekstil
Dalam tata cara penerapan SNI, penerapan
standar tersebut hams dibuktikan dengan sertifikasi.
Ada tiga tipe sertifikasi untuk menyatakan bahwa suatu
produk sudah memenuhi standar.
Pertama, sertifikasi
pihak pertama yang didasarkan pada pernyataan-diri
(self declaration) oleh produsen bahwa produk yang
dipasarkan
telah melalui
proses produksi
yang
sistematis dan didokumentasikan. Pernyataan ini tidak
didasarkan oleh verifikasi valid dari pihak lain. Ini
banyak terjadi di lingkur.gan produk pertanian atau
UKM.
Penerapan standar dengan cara ini tidak
dianjurkan untuk produk yang mempunyai tingkat
resiko bahaya yang tinggi.
Kedua,
sertifikasi
pihak kedua yang
didasarkan pada pernyataan
hasil verifikasi yang
dilakukan
oleh pihak kedua (pembeli/pelanggan)
bahwa produk yang dihasilkan oleh produsen telah
memenuhi standar proses produksi yang disepakati dan
didokumentasikan.
Cara penerapan standar ini hanya
memberikan manfaat langsung pada pihak kedua yang
terlibat.
Ketiga, sertifikasi pihak ketiga yang dilakukan
oleh
pihak
lain
yang
tidak
terkait
dengan
produsenJpenjual atau konsumen.
Cara ini disebut
third party certification.
Model ini semakin ban yak
digunakan
dan berkembang
dengan
pesat dan
memerlukan dukungan kegiatan penilaian kesesuaian.
DaJam penerapan SNI, perlu diperhitungkan kesiapan
pelaku usahalprodusen, sedangkan
kesiapan pelaku
usaha/ produsen dapat dinilai dari beberapa aspek
yaitu:
1. Telah menerapkan sistem manajemen mutu (ISO
9000, TQM, quality control).
2. Memiliki
struktur
organisasi,
pembagian
kewenangan
dan uraian tugas yang jelas dan
terperi nc i.
3. Memiliki manajemen puncak yang fokus pada mutu
dan kepuasan pelanggan
4. Ketersediaan sarana produksi memadai
5. Ketersediaan sarana uji kualitas produk
6. Ketersediaan SDM yang terlatih dan terampil dalam
jumlah yang memadai, yang antara lainmmencakup
pekerja terampil, pekerja ahli, penyelia, manajer,
tenaga
administrasi,
personel
litbang
(level
inovasi),
personel Quality Assurance (QA),
personel penguji laboratorium, Petugas Pengambil
Contoh (PPC).
--..
7. Ketersediaan sistem informasi mencakup database,
sistem manajemen informasi perusahaan dan lainlain
8. Memiliki jaringan kerja yang baik dengan pelaku
usaha lain jaringan
pemasaran,
pihak terkait
kegiatan standardisasi
termasuk BSN, instansi
teknis, LPK serta pihak lain.
dengan
102
Pembuktian
persyaratan
bahwa suatu produk telah sesuai
SNI,
dapat dilakukan dengan
proses sertifikasi produk melalui LPK (Lembaga
Penilai Kesesuaian)
yang mempunyai kompetensi
dalam lingkup produk tersebut.
Produsen atau
pemasok hendaknya meyakinkan bahwa LPK yang
dipilih telah memiliki akreditasi sesuai dengan lingkup
yang
diperlukan.
Perolehan
akreditasi
KAN
membuktikan ·kompetensi
kompetensi LPK tersebut
tel ah di akui.
Produsen yang menyatakan siap menerapkan SNI dan
bermaksud
membubuhkan
tanda SNI pada hasil
produksinya berkewajiban untuk:
1. Memenuhi
persyaratan
perundang-undangan
sebagai produsen legal.
2. Memiliki SPPT (Sertifikat Produk Penggunaan
Tanda) SNI yang dikeluarkan LSPro.
3. Memproduksi danlatau
memperdagangkan
hasil
produksinya sesuai dengan persyaratan SNI yang
ditetapkan ..
4. Mengikuti pedoman dan ketentuan yang ditetapkan
LSPro, termasuk skema sertifikasi.
Dalam hal ini, pemberian tanda ·SNI pada produk
(proses dan jasa) komersial menunjukkan bahwa:
1. Produk telah memenuhi persyaratan SNI setelah
diuji.
2. Ada kesepakatan tertulis antara pihak manufaktur
produk dengan LPK yang telah memiliki akreditasi
nasional (KAN).
3. Pihah manufaktur secara teratur di audit oleh LPK
sesuai tata cara yang berlaku.
4. LPK meyakini bahwa produk yang beredar telah
memenuhi persyaratan
SNI melalui pengujian
laboratorium terakreditasi.
5. Pihak otoritas pengawasan secara periodik dapat
melakukan pengawasan di unit produksi pelaku
usaha dan di pasar.
6. Pihak
otoritas
pembinaan/pengawasan
dapat
melakukan pembinaan atau memberlakukan sangsi
bila pelaku usaha tidak memenuhi standar terkait.
Untuk menghadapi
dampak pemberlakuan
CAFT A terhadap daya saing industri dalarn negeri,
Pemerintah dalam hal ini BSN mencanangkan suatu
Action Plan dalam bentuk 11 Langkah Gerakan
Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI) sebagai suatu
program edukasi publik dalam penerapan
SNI,
langkah-langkah
tersebut adalah [1]. :
1. Menganalisis ekspor-impor Indonesia - China.
2. Menentukan
11 sektor prioritas produk paling
terpengaruh.
3. Mengidentifikasi SNI dalam 11 sektor prioritas.
4. Menganalisis
peluang
membuat
national
differences
5. Menganalisis kemampuan industri dalam I I sektor
prioritas.
6. Menganalisis
ketersediaan
dan
kebutuhan
pengembangan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK)
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-]]2
Balai Besar Tekstil
Table 1. Ekspor Impor China Indonesia pada 20 Sektor Indnstri, dan Ketersediaan
No
Industri
1
Baja hilir
2
Pertanian
pertanian
& Hasil
3
Petrokimia hulu
4
Tekstil
5
SepatuJaIas kaki
6
Ekspor ke China
(US D)
Impor dari China
(US D)
SurpluslDevisit
(USD)
SNI nya
Total SNI
62.609.562
1.899.043.446
3.174.142.962
1.439.130.175
1.735.0 12.787
5.028.958.283
1.289.418.739
3.739.539.544
108
959.163.899
-763.818.744
266
195.345.155
-1.836.433.884
141
121
64.366.024
89.041.635
-24.675.611
47
Aluminium
7.204.237
289.699.066
-282.494.829
49
7
Makanan dan minuman
4.094.599
68.926.209
-64.831.610
440
8
Mesin perkakas
1.251.463
173.764.456
-172.512.993
156
9
Elektronika
kelistrikan
1.342.152
139.076.003
-137.733.851
159
10
Mainananak
6 ..836.788
89.571.912
-82.735.124
4
11
Plastik
30.037.949
58.487.325
-28.449.376
79
dan
12
Serat sintetis
38.593.231
137.225.204
-98.631.973
14
13
Benang dan kain
56.519.318
507.627.736
-451.108.418
142
14
Hortikultura
16.087.203
192.218.463
-176.131.260
113
15
Furniture
7.657.020
94.250.385
-86.593.365
30
4.053.716
38.621.924
-34.568.208
15
479.283
32.297.383
-31.818.100
30
1.008.602
25.434.468
-24.425.866
133
4.234.064
10.409.685
-6.175.621
1
40.470.097
540.535
39.929.562
10
16
Ban
17
Kosmetik
18
Alat kesehatan
19
Kaca lembaran
20
Kakao olahan
TOTAL
8.745.291.708
7.533.948.648
1.211.343.060
2.058
Sumber: Pustaka 1
7. Mengefektifkan
pemberlakuan
Keppres
No.
8012003
(Perpres
No.541201O)
yang
terkait
penggunaan SNI.
8. Mendukung
instansi teknis dalam memberikan
insentif kepada LPK untuk mendukung 11 sektor
prioritas.
9. Mendukung
instansi teknis dalam memberikan
insentif kepada industri untuk 11 sektor prioritas
10. Memfasilitasi
penyusunan
regulasi teknis dan
pelaksanaan pengawasan pasar terhadap 11 sektor
prioritas.
11. Mengedukasi konsumen.
Dari pendapat dan pandangan asosiasi pada berbagai
sektor industri, ada 20 sektor industri yang akan
terpengaruh oleh pemberlakuan CAFTA. Pada Tabel
1. Disajikan 20 sektor industri yang terpengaruh
pemberlakuan
CAFTA,
data ekspor-impor
serta
ketersediaan SNI nya.
Menurut data pada ekspor-impor tersebut,
Indonesia memperoleh
surplus sebesar USD 1,2
milyar, surplus ini diberikan oleh dua sektor industri
yaitu Petrokimia hulu, Pertanian & hasil pertanian dan
Kakao olahan,
sedangkan pada 17 sektor lainnya
produk
China
sangat
dominan.
Data
tersebut
memperlihatkan
bahwa ekspor China ke Indonesia
sangat ditopang oleh produk-produk
hasil industri
sedangkan
ekspor
Indonesia
ke
China
lebih
mengandalkan produk-produk sumber daya alam. Dari
20 sektor tersebut, karena keterbatasan sumber daya,
'dengan berbagai pertimbangan BSN menetapkan 11
sektor prioritas yaitu sektotr yang pada Tabel 1 dengan
nomor urut 1 s/d 11.
Salah satu strategi penerapan standarisasi
menghadapi CAFTA
adalah memanfaatkan strategi
National Differences
(ND).
Strategi ND pada
prinsipnya dapat membantu suatu Negara memperkuat
daya saing dalam pasar domestik melalui standar yang
dibuat,
dengan
menggunakan
aspek
kesehatan,
keselamatan,
keamanan dan lingkungan,
geografi,
iklim atau masalah
teknologi
yang mendasar.
Indonesia mempunyai pengalaman yang baik dalam
penerapan ND ini yaitu terkait dengan standar ban
untuk menghadapi impor ban dari Uni Eropa, dalam
hal ini ND digunakan untuk regulasi teknis berbasis
SNI. Pada sektor industri TPT, diharapkan peluang
penerapan persyaratan tambahan yang disesuaikan
dengan karakteristik Indonesia (national difference)
dapat dimanfaatkan untuk menahan laju impor TPT
SNI Sebagai Penguat Daya Saing Produk Dalam Negeri dan Kesiapan BBT Sebagai Lembaga Penilai
Kesesuaian (LPK) (Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati)
103
BaZai Besar Tekstil
khususnya
dari China,
dalam hal mi
BSN
merekomendasikan
untuk
mempertimbangkan
beberapa faktor, yaitu:
1. Label ukuran
2. Pelarangan adanya zat yang bersifat haram,
misalnya bahan yang berasal dari babi
3. Anti bakteri dan anti jamur
4. Kandungan bahan berbahaya, seperti zat warna azo
yang
dilarang,
logam
berat
terekstraksi,
formaldehid bebas, dll
5. Label dalam bahasa Indonesia
6. Pemberlakuan Registration Number (Rt~)
Langkah-langkah
berikutnya
adalah
menganalisis kemampuan industri dalam 11 sektor
prioritas, khususnya menganalisis kebutuhan industri
tersebut dalam menerapkan SNI. Analisis ketersediaan
dan kebutuhan pengembangan
Lembaga Penilai
Kesesuaian (LPK)
dilakukan dengan memetakan
kualitas dan kapasitas LPK, terutama Lab Pengujian
dan LSPro yang terkait dengan 11 sektor prioritas.
Sedangkan untuk upaya mengedukasi konsumen
dilakukan
dengan
promosi
dan
meningkatkan
awareness masyarakat.
BBT SEBAGAI
LPK
Salah satu fokus dari GENAP SNI adalah
mendukung upaya menguatan dan peningkatan kinerja
LPK, terutama laboratorium penguji dan lembaga
sertifikasi produk (LSPro).
BSN telah melakukan
identifikasi terhadap laboratorium penguji dan LSPro
yang telah terakreditasi
KAN, ruang lingkup
kompetensi dan kapasitas lembaga-lembaga tersebut
dalam melakukan penilaian kesesuaian penerapan SNI
pada 11 sektor
industri prioritas,
yang hasilnya
disajikan pada Tabel 2.
Table 2. LPK pada 11 Sektor Industri
No
Industri
1
Baia hilir
3
10
2
Pertanian & Hasil
pertanian
-
9
3
Petrokimia hulu
3
-
4
Tekstil
8
2
Sepatu/alas kaki
3
4
6
Aluminium
5
1
7
Makanan dan minuman
13
14
-
5
Lab
Uji
LSPro
8
Mesin perkakas
-
9
Elektronika dan
kelistrikan
7
8
10
Mainan anak
5
-
11
Plastik
8
2
Sumber: BSN (2010)
104
Prioritas
Dalam hal ini, Balai Besar Tekstil sebagai
Lembaga Penilai Kesesuaian telah terakreditasi oleh
Komite Akreditasi Nasional sebagai laboratorium
penguji maupun sebagai lembaga sertifikasi produk,
dengan lingkup sebagai berikut:
Table 3. BBT sebagai LPK
Nama
No. Akreditasi
Lingkup
Lab. Pengujian
Tekstil
LP-179-IDN
TPT: serat, benang, kain,
pakaian
jadi,
produk
lain
termasuk
tekstil
mainan
dengan
anak
bahan tekstil
TEXPA
LSPr-023-IDN
Serat, benang, kain
PENUTUP
Pada tahun 2010 ini perjanjian perdagangan
bebas ASEAN dengan China berlaku efektif. Indonesia
sebagai salah satu Negara ASEAN terikat dengan
perjanjian tersebut. Artinya, Indonesia harus terbuka
bagi masuknya produk China. Sudah terbukti
masuknya produk China telah memberi tekanan yang
berat dan mengancam daya saing produk lokal di pasar
domestik, terutama produk industri kecil menengah
(IKM). Penerapan standar diyakini akan dapat
memperkuat IKM dalam menghasilkan produk yang
bermutu, aman dan efisien.
Negara tujuan ekspor produk nasional
kebanyakan adalah Negara maju yang mensyaratkan
penerapan standar ketat terhadap produk yang di
pasarkan di Negara tersebut. Salah satunya adalah
penerapan impor barang-barang yang mengandung
bahan kimia oleh masyarakat Uni Eropa melalui
pemberlakuan REACH, selain juga hal ini ditujukan
untuk meningkatkan daya saing industri bahan kimia
Dni Eropa.
Dalam perdagangan internasional termasuk
perdagangan dengan negara-negara
di kawasan
ASEAN dan dengan China, keberadaan WTO (Would
Trade Organization) beserta segala komitmen yang
telah menjadi kesepakan antar anggotanya, menjadi
faktor yang selalu perlu diperhitungkan bahkan
menjadi acuan, dan WTO agreement
on TBT
(Technical Barrier to Trade) merupakan persetujuan
antar anggota WTO untuk mencegah agar jangan
terjadi hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan.
Saat ini setiap Negara termasuk Indonesia berupaya
meningkatkan daya saing produk nasionalnya dengan
tetap memperhatikan
kesepakatan
dalam
WTO
agreement on TBT Tersebut.
Pemerintah
telah mencanangkan
bahwa
penerapan standar dinilai dan dipandang sebagai
langkah strategis untuk meningkatkan daya saing
nasional.
Pemerintah
dalam
hal ini
BSN
mencanangkan suatu Action Plan dalam bentuk 11
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Balai Besar Tekstil
bagai
oleh
orium
oduk,
, kain,
iroduk
masuk
lengan
Langkah Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP
SNI) sebagai suatu program edukasi publik dalam
penerapan SNI. Pemerintah juga telah menetapkan 11
sektor industri
prioritas.
Maka penerapan
SNI
diharapkan akan dapat memberikan manfaat baik bagi
konsumen, pemerintah dan bagi peningkatan daya
saing. Akan tetapi, selain upaya meningkatkan daya
saing produk-produk 11 industri prioritas, pemerintah
juga harus bisa menjaga ketahanan tiga klaster industri
unggulan sumber penerima devisa menurut hasil
roadmap KADIN, yang terdiri dari industri pengolahan
hasil pertanian, petemakan dan kehutanan, industri
pengolahan hasil laut dan kemaritiman
serta industri
berbasis tradisi dan budaya.
Manfaat bagi konsumen:
angan
onesia
lengan
.rbuka
:rbukti
I yang
i pasar
iengah
dapat
: yang
ssional
iratkan
mg di
adalah
mdung
nelalui
ujukan
I kimia
rmasuk
awasan
Would
yang
enjadi
ahkan
TBT
tujuan
'angan
gan.
paya
engan
• MemperoJeh jaminan atas kualitas minimum produk
yang dikonsumsi atau dipergunakan.
• Mendapatkan
perlindungan
keamanan
dan
keselamatan
atas produk yang dikonsumsi atau
dipergunakan.
• Standar
mendorong
tingkat
efisiensi
produksi
sehingga konsumen dapat membeli produk dengan
harga yang efisien .
• Memberi pembelajaran
kepada konsumen untuk
lebih cermat dan cerdas dalam memengkonsumsi
atau mempergunakan
produk,
karena standar
memuat
kualifikasi/spesifikasi
produk
sehingga
memungkinkan
konsumen untuk dapat memilih
produk sesuai dengan kebutuhannya.
• Member ruang kepada konsumen untuk mengajukan
tuntutan (claim) terkait manfaat suatu produk sesuai
janji produsen.
Manfaat bagi Pemerintah:
• Standar memberikan acuan dasar bagi perlindungan
kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan
bagi masyarakat.
• Standar
menjadi
acuan pembentuk
kesetaraan
perdagangan, atau menjadi penghambat atas ketidakseimbangan perdagangan global.
Manfaat bagi peningkatan daya saing:
•
•
•
•
•
•
Standar merupakan landasan pertumbuhan.
Standar memberikan akses ke pasar yang lebih baik
dan memfasilitasi perdagangan.
Memberi keuntungan bagi industri dalam hal
peningkatan
mutu, keamanan,
kehandalan
dan
efisiensi produksi.
Meningkatkan
daya saing dengan
membantu
industri untuk menguasai pengetahuan, teknologi,
pengertian bersama dan mengurangi resiko.
Standar dapat membentuk cara kerja di berbagai
sektor dan menciptakan sinergi yang mempercepat
laju pemasaran bagi produk, proses dan jasa.
Standar yang menuntut spesifikasi kinerja akan
dapat memicu inovasi dan menjadi pendukung
dalam menetapkan konsep perencanaan produksi
hingga pemasaran.
PUSTAKA
1. Tim Penyusun, Editor, "SNI Penguat Daya Saing
Bangsa", BSN, 2010.
2. WTO, "Trade and Environmental at WTO", April
2004.
3. Arnri, P.D.,"New Issues in WTO Where Does
Indonesia Stand', 2007.
4. Regulation (EC) NO.1907/2oo6 of The European
Parliement
and
The
Council,
"Concerning
REACH', European Chemicals Agency, December
2006.
5. Komisi Eropa Direktorat
Jenderal Lingkungan
Hidup, "Sekilas Tentang REACH', Oktober 2007.
6. GEN, 'Trade as an Environmental
Policy Tool,
Environmental as a Trade Policy Tool", June 2003.
7. Budi Irmawan, "Regulasi Teknis Berbasis SNI
Sektor Tekstil dan Produk Tekstil, Alas Kaki dan
Petrokimia", Makalah disampaikan pada Workshop
GENAP SNI, Jakarta 10 November 2010.
WTO
bahwa
bagai
saing
BSN
k 11
57-112
SNI Sebagai Penguat Daya Saing Produk Dalam Negeri dan Kesiapan BBT Sebagai Lembaga Penilai
Kesesuaian (LPK) (Tatang Wahyudi, Wiwin Winiati)
105
Download