SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN PR R I Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN selama 1 (satu) periode pelaporan. D BN – SE TJ EN Saldo Anggaran Lebih (SAL) adalah akumulasi SiLPA/SiKPA tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. I. Data SAL 2009‐2013 Tabel 1. Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 2004 ‐ 2012 (dalam miliar rupiah) D AN PE L AK SA N AA N AP AN Sumber : LKPP, diolah BI R O AN AL IS A AN G G AR Berdasarkan pada LKPP TA 2011, terdapat Saldo Akhir SAL sebesar Rp105.089,37 miliar. Saldo Akhir SAL ini akan menjadi Saldo Awal SAL pada tahun 2012. Dalam APBNP TA 2012, pemerintah dan DPR telah menyepakati penggunaan SAL sebesar Rp56,20 triliun untuk menstimulasi belanja infrastruktur. Penggunaan SAL dalam APBNP TA 2012 menjadi sumber pembiayaan non utang terbesar dalam tahun anggaran 2012 mengingat adanya keterbatasan sumber pembiayaan yang berasal dari utang dan sudah tingginya penerbitan SBN serta biaya yang harus dikeluarkan pemerintah. Penggunaan SAL ini menyebabkan jumlah SAL setelah penyesuaian menjadi sebesar Rp48,89 triliun. Berdasarkan pada keterangan pemerintah, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat SILPA sebesar Rp26 triliun. Penurunan jumlah SILPA dibanding tahun 2011 disebabkan realisasi belanja subsidi energi telah melebihi pagu yang ditetapkan dan penerimaan pajak tidak sesuai perkiraan1. Perkiraan SILPA sebesar Rp34 triliun ini akan menambah jumlah Saldo Akhir SAL tahun 2012 menjadi sebesar Rp74,89 triliun, yang akan menjadi Saldo Awal SAL pada tahun 2013. Dalam APBN TA 2013, telah disepakati penggunaan SAL sebesar Rp10 triliun2, sehingga 1 2 Infobanknews: “Defisit Anggaran Capai 1,77% Terhadap PDB” http://www.infobanknews.com/2013/01/defisit‐ anggaran‐capai‐177‐terhadap‐pdb/ tanggal akses 15 Mei 2013 Nota Keuangan APBN TA 2013 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 14 BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE L AK SA N AA N AP BN – SE TJ EN D PR R I mengurangi Saldo Awal SAL tahun 2013 menjadi sebesar Rp72,89 triliun. Jumlah SAL inilah yang dapat digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. II. Dasar Hukum Penggunaan SAL di tahun 2013 Undang‐undang No. 19 tahun 2012 tentang APBN TA 2013 telah mengatur penggunaan SAL dalam pembiayaan APBN yang antara lain dipergunakan untuk : a. Pasal 20 ayat (1) (1) Dalam hal terjadi krisis pasar SBN domestik, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat diberikan kewenangan menggunakan SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN domestik setelah memperhitungkan kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya Penjelasan Pasal 20 ayat (1) Yang dimaksud dengan "krisis pasar SBN domestik" adalah kondisi krisis pasar SBN berdasarkan indikator Protokol Manajemen Krisis (Crisis Management Protocol (CMP)) pasar SBN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Penggunaan dana SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN dapat dilakukan apabila kondisi pasar SBN telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada level krisis. Krisis di pasar SBN tersebut dapat memicu krisis di pasar keuangan secara keseluruhan, mengingat sebagian besar lembaga keuangan memiliki SBN. Situasi tersebutjuga dapat memicu krisis fiskal, apabila Pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan lembaga keuangan nasional. Stabilisasi pasar SBN domestik dilakukan melalui pembelian SBN di pasar sekunder oleh Menteri Keuangan. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat melalui Badan Anggaran atas penggunaan SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN domestik, diberikan dalam waktu tidak lebih dari satu kali dua puluh empat jam, setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada DPR. b. Pasal 21 ayat (1) (1) Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat dipenuhi dari dana SAL, Penerbitan SBN atau penyesuaian Belanja Negara. c. Pasal 32 (1) Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2013 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2013, apabila terjadi: d. keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. (2) SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk SAL yang merupakan saldo kas di BLU yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 15 BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE L AK SA N AA N AP BN – SE TJ EN D PR R I d. Pasal 33 ayat (1) (1) Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal‐hal sebagai berikut: a. proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi ekonomi lainnya yang menyebabkan turunnya pendapatan negara, dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan; b. krisis sistemik daiam sistem keuangan dan perbankan nasional, termasuk pasar SBN domestik, yang membutuhkan tambahan dana penjaminan perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) untuk penanganannya;dan/atau c. kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil SBN secara signifikan, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan langkah‐ Iangkah: 4. penggunaan SAL untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN, dengan terlebih dahulu memperhitungkan kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya; dan Penjalasan Pasal 33 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan proyeksi dalam ketentuan ini adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% (satu persen) di bawah asumsi dan/ atau proyeksi asumsi ekonomi makro lainnya mengalami deviasi paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) dari asumsi yang telah ditetapkan, kecuali prognosis lifting dengan deviasi paling rendah 5% (lima persen). Huruf b Yang dimaksud dengan krisis sistemik dalam ketentuan ini adalah kondisi sistem keuangan, yang terdiri dari lembaga keuangan dan pasar keuangan, termasuk pasar SBN domestik, yang sudah gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dalam perekonomian nasional yang ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan, yang dapat berupa kesulitan likuiditas, masalah solvabilitas dan/atau penurunan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Huruf c Kenaikan biaya utang yang bersumber dari kenaikan imbal hasil (yield) SBN adalah terjadinya peningkatan imbal hasil secara signifikan yang menyebabkan krisis di pasar SBN, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan parameter dalam Protokol Manajemen Krisis (Crisis Management Protocol (CMP)) pasar SBN. Keadaan darurat tersebut menyebabkan prognosis penurunan pendapatan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan dan PNBP, dan adanya perkiraan tambahan beban kewajiban Negara yang berasal dari pembayaran pokok dan bunga utang, subsidi BBM dan listrik, serta belanja lainnya. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 16 BN – SE TJ EN D PR R I III. Pembiayaan Defisit APBN Pasal 21 ayat (1) UU No. 19 tahun 2012 tentang APBN TA 2013 memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menerbitkan SBN dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu. 1. Outstanding Utang Pemerintah Penerbitan SBN telah menjadi sumber pembiayaan non perbankan dalam negeri sejak tahun 2002. Proporsi penarikan pinjaman luar negeri cenderung menurun dalam periode 2008‐ 2012 sebesar 15,88%, sebaliknya porsi pembiayaan yang bersumber dari SBN meningkat sebesar 50,15% dalam periode yang sama. Peningkatan jumlah penerbitan SBN tersebut akan membawa konsekuensi peningkatan pembayaran bunga utang dalam negeri, yang pada akhirnya akan memperkecil fiscal space yang dimiliki pemerintah untuk membiaya prioritas‐prioritas lainnya seperti percepatan pembangunan infrastruktur. Pinjaman 1,187.66 1,361.10 614.32 N 621.29 AK 1,064.41 2010 2011 2012 D AN 979.46 2009 AR AN 906.50 PE L 730.25 611.20 SA 617.25 AA N SBN AP Grafik 1. Outstanding Utang Pemerintah 2008‐2012 BI R O AN AL IS A AN G G 2008 Sumber : Laporan Portofolio dan Risiko Utang Tahun 2012 Di pandang dari sisi kepemilikan terhadap SBN yang dapat diperjualkan, porsi kepemilikan asing meningkat dari 16,67% menjadi 32,98% dalam periode 2008‐2012. Porsi ini cenderung meningkat berdasarkan outstanding per 10 Mei 2013 yaitu sebesar 33,97%. Meskipun pemerintah merasa belum perlu dilakukan capital control terhadap arus modal asing, namun peningkatan porsi kepemilikan asing ini tentunya harus diwaspadai untuk Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 17 menghindari kemungkinan terjadinya capital outflow yang dapat membahayakan ketahanan perekonomian dalam negeri. Tabel 2. Porsi Dana Asing di SBN (%) Q1 Q2 Q3 16.2 18.09 19.47 14.6 15.75 16.43 22.33 26.09 28.25 31.35 34.01 31.31 29.54 28.36 29.65 D PR R I Q4 16.67 18.56 30.53 30.8 32.98 EN Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: http://investasi.kontan.co.id/news/aliran‐dana‐asing‐di‐sbn‐akan‐mengecil TJ SE 2. Trend Pembayaran Bunga dan Cicilan Utang Pokok – Trend pembayaran bunga utang (dalam negeri dan luar negeri) sejak tahun 2007 hingga 2014 menunjukkan peningkatan sebesar 41,89% yaitu dari Rp79.806,40 miliar (2007) menjadi sebesar Rp113.243,80 miliar (2013), sedangkan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sejak 2009 hingga 2012 menunjukkan trend yang menurun (Grafik 2) AA Kontribusi terbesar penyebab peningkatan trend pembayaran bunga utang adalah berasal dari pembayaran bunga utang dalam negeri. Peningkatan ini belum memperhitungkan pembayaran cicilan pokok utang dalam negeri, yaitu berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang trend penerbitannya justru menunjukkan peningkatan. AK SA N • N AP BN • PE L Grafik 2. Pembayaran Bunga Utang (DN & LN) dan Cicilan Pokok Utang Luar Negeri 2007‐2013 D 180,000.00 AN 200,000.00 AN 160,000.00 AR 140,000.00 AN AL IS A G AN G Miliar Rp 120,000.00 80,000.00 60,000.00 40,000.00 O 20,000.00 R BI 100,000.00 0.00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pembayaran Bunga Utang DN 54,079.40 59,887.00 63,755.90 61,480.60 66,824.90 84,749.30 80,703.30 Pembayaran Bunga Utang LN 25,727.00 28,542.80 30,026.20 26,902.70 26,437.10 33,036.10 32,540.50 Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN 57,922.50 63,435.30 68,031.10 50,632.50 47,322.50 49,724.90 58,405.00 Total 137,728.90 151,865.10 161,813.20 139,015.80 140,584.50 167,510.30 171,648.80 Sumber : Data Pokok APBN 2006‐2012, diolah Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 18 IV. Alternatif pembiayaan Defisit APBNP TA 2013 1. Penggunaan SAL tahun 2013 – SE TJ EN D PR R I Berdasarkan penggunaan SAL di tahun 2012 dan 2013, serta perkiraan dana SILPA di tahun 2012 yang sebesar Rp34 triliun, maka saldo awal SAL di tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp82,89 triliun. Dalam APBN TA 2013, telah disepakati penggunaan SAL sebesar Rp10 triliun, sehingga mengurangi Saldo Awal SAL tahun 2013 menjadi sebesar Rp72,89 triliun. Jumlah SAL inilah yang dapat digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. 2. Penghematan Belanja K/L Penghematan anggaran di seluruh K/L pada tahun ini diproyeksikan bisa mencapai Rp24,6 triliun3. Sumber penghematan ini dapat berasal dari belanja yang terkait dengan perjalanan dinas, konsinyering, seminar, yang tidak bersentuhan dengan belanja modal. Sumber : Nota Keuangan APBN TA 2013 BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE L AK SA N AA N AP BN Langkah penghematan belanja K/L didasarkan pada pertimbangan bahwa realisasi penyerapan belanja K/L rata‐rata sebesar 90% (grafik 4.14). Disamping itu, langkah penghematan (atau penajaman prioritas belanja K/L) juga pernah dilakukan pada tahun 2008 dalam rangka menghadapi krisis keuangan internasional. Kebijakan ini dilakukan dengan melakukan penghematan/penundaan sekitar 10 persen dari total alokasi pagu masing‐masing kementerian negara/lembaga tahun 2008, antara lain dengan menunda kegiatan‐kegiatan yang tidak diprioritaskan (prioritas rendah), dan kegiatan‐kegiatan yang tidak dimuat dalam Buku I Rencana Kerja Pemerintah 2008. 3 Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S‐339/MK.02/2013 tentang Kebijakan Penghematan dan Pengendalian Belanja K/L tahun 2013 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 19