DETERMINAN PUBLIKASI LAPORAN KEUANGAN

advertisement
DETERMINAN PUBLIKASI LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
DAERAH MELALUI INTERNET
Mya Dewi Trisnawati
Komarudin Achmad
Universitas Brawijaya
Abstract
This research aims to examine and provide empirical evidence about the
effects of political competition, local government size, leverage, local government
wealth, local government type, and audit opinion on publication of local
government financial statements through the internet. The population of this
research are local governments in Indonesia in 2012. This research used 210
local governments in Indonesia chosen by using purposive sampling method.
The result of this research shows that political competition, local
government size, leverage, and local government wealth have significant
influence toward publication of local government financial statements through the
internet. This research failed to prove the influence of local government type and
audit opinion on publication of local government financial statements through the
internet. Internet programs into the village make increased use of the internet in
the district. This caused local government of the city and district not different to
publish financial statements through the internet. Unqualified opinion does not
necessarily indicate the good signal of local government financial management.
Meanwhile, other audit opinion does not directly indicate that the signal of local
government financial management is bad.
Keywords: publication of financial statements through the internet, local
government, political competition, size, leverage, wealth, type, audit opinion.
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berlangsung
sangat pesat membuat penggunaan internet dalam kehidupan masyarakat semakin
meningkat. Internet sudah menjadi kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan
masyarakat. Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara pengguna internet
terbanyak di Asia (www.internetworldstats.com). Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) memproyeksikan jumlah pengguna internet di
Indonesia sebesar 63 juta pengguna pada tahun 2012 dan diprediksi akan
meningkat pada tahun 2014 mencapai 107 juta pengguna. Perkembangan internet
membawa perubahan dalam penyebaran berbagai informasi, termasuk informasi
keuangan. Internet dapat digunakan sebagai salah satu sarana bagi pemerintah
dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Transparansi informasi pemerintah mulai menjadi perhatian sejak
dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik yang menyebutkan bahwa setiap informasi publik harus bersifat
terbuka, serta dapat diakses oleh pengguna secara cepat, tepat waktu, biaya ringan,
dan cara yang sederhana. Suatu pemerintah daerah (pemda) yang transparan harus
mampu menyediakan informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat dan pengguna lainnya. Salah satu bentuk transparansi yang dapat
dilakukan oleh pemda adalah dengan mempublikasikan laporan keuangan melalui
internet. Publikasi laporan keuangan melalui internet merupakan salah satu bentuk
pengungkapan secara sukarela (voluntary disclosure).
Styles dan Tennyson (dalam Medina, 2012) menyatakan bahwa internet
adalah media yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan sarana yang efektif bagi
pemerintah untuk mempublikasikan informasi keuangannya secara online.
Penggunaan internet membuat publikasi laporan keuangan menjadi lebih cepat
dan mudah, sehingga dapat diakses oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.
Saat ini hampir semua pemda di Indonesia telah memiliki website dengan
kualitas dan peranan yang berbeda. Dalam beberapa tahun terakhir, website
pemda memang mengalami peningkatan, namun baru dari segi kuantitas,
sedangkan kualitas website masih belum mengalami peningkatan signifikan.
Sebagian besar website digunakan untuk memberikan informasi umum tentang
daerah, informasi kegiatan pelayanan masyarakat, sosialisasi peraturan, dan sarana
berkomunikasi secara interaktif dengan masyarakat (Puspita dan Martani, 2012).
Penelitian Muhammad (dalam Rahman dkk., 2013) menunjukkan bahwa
website pemda belum digunakan secara optimal dalam mengembangkan
pelaporan keuangan. Rata-rata indeks tingkat pengungkapan informasi keuangan
pemda terbukti lebih rendah daripada rata-rata indeks pengungkapan informasi
non keuangan (Muhammad, dalam Rahman dkk., 2013). Dengan kata lain, setiap
pemda memiliki alasan dan pertimbangan tersendiri untuk melakukan publikasi
atau tidak melakukan publikasi laporan keuangan melalui website yang dimiliki.
Penelitian Laswad dkk., (2005) menunjukkan bahwa pelaporan keuangan
pemda secara sukarela melalui internet dipengaruhi oleh faktor leverage,
municipal wealth, press visibility, dan council type. Sementara political
competition dan local authority size tidak berpengaruh terhadap pelaporan
keuangan pemda melalui internet. Di Indonesia, Rahman dkk., (2013) meneliti
determinan Internet Financial Local Government Reporting (IFLGR) pada
pemerintah kabupaten/kota tahun 2010 dan menunjukkan bahwa political
competition, leverage, dan local government wealth berpengaruh terhadap
pelaporan keuangan pemda melalui internet. Sedangkan, local government size
dan local government type tidak berpengaruh terhadap pelaporan keuangan pemda
melalui internet.
Penelitian-penelitian sebelumnya terkait pelaporan keuangan pemda sering
menunjukkan hasil yang berbeda. Mengacu pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Rahman dkk., (2013) dan dengan menambahkan variabel opini
audit sebagai variabel yang diduga memiliki pengaruh terhadap publikasi laporan
keuangan pemda melalui internet, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktorfaktor apa yang menjadi pertimbangan pemda dalam melakukan publikasi laporan
keuangan melalui internet.
Penelitian ini memberikan gambaran kepada pengguna laporan keuangan
pemda, khususnya masyarakat, sehingga dapat menilai akuntabilitas, transparansi,
dan kinerja keuangan pemda. Selain itu, hasil penelitian ini bermanfaat bagi
investor, kreditor, dan donatur terkait pertimbangan untuk melakukan kerjasama
di bidang keuangan dengan suatu pemda. Penelitian ini juga memberikan
masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan mekanisme Good Public
Governance yang salah satunya terkait publikasi laporan keuangan melalui
internet, agar pemda dapat lebih mengoptimalkan pemanfaatan website yang
dimiliki dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
2. Telaah Literatur dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Telaah Literatur
2.1.1 Sistem Pemerintahan di Indonesia
Pemerintahan di Indonesia terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Menurut UU No. 32 Tahun 2004, pemerintah pusat adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Pemerintah pusat bertugas
untuk mengurusi urusan pemerintahan yang meliputi urusan politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta urusan agama.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut, pemerintah pusat dapat
menyelenggarakan sendiri atau melimpahkan sebagian urusan pemerintahan
kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah, atau dapat
menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Pemerintah daerah (pemda) terdiri atas
kepala daerah dan perangkat daerah lainnya sebagai unsur penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Kepala daerah berperan sebagai badan eksekutif yang
berkewajiban menyusun dan menyampaikan anggaran untuk mendapatkan
persetujuan DPRD, kemudian melaksanakannya sesuai ketentuan perundangundangan. Kepala daerah memiliki kewajiban untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah pusat, memberikan
laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Pemda dalam
menjalankan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat
dan pemda lainnya sesuai dengan UU. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya
lainnya.
2.1.2 Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah
Sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah terdiri dari perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban keuangan.
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap awal dari sistem pengelolaan keuangan
pemda. Perencanaan melibatkan aspirasi dari semua pihak, baik masyarakat,
pemerintah pemda, serta pemerintah pusat yang dilakukan melalui Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Perencanaan pembangunan diatur
dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN). SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan
untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
menengah, dan jangka tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara
negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah (UU No. 25 Tahun 2004).
Rencana pembangunan dalam lingkup pemda meliputi Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJP Daerah), Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJM Daerah), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana
Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), dan Rencana Kerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD).
2. Penganggaran
Penganggaran dalam pemerintah berkaitan dengan proses penentuan jumlah
alokasi dana untuk setiap program dan aktivitas dalam satuan moneter.
Berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 dan Permedagri No. 13 Tahun 2006,
penyusunan anggaran dilaksanakan dengan tahap sebagai berikut :
1) Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)
2) Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
3) Penyusunan RKA-SKPD
4) Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah APBD (Raperda APBD)
5) Penetapan APBD
3. Pelaksanaan Anggaran
Penerimaan dan pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah, seluruhnya diatur dan dikelola dalam APBD. Pelaksanaan
APBD diawali dengan penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD
(DPA-SKPD), yaitu dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD
yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku
pengguna anggaran.
4. Pertanggungjawaban Keuangan
Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas
transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana dalam tanggung jawabnya, serta
menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksanaan anggaran dan
barang yang dikelolanya. Laporan keuangan tersebut kemudian disampaikan
kepada kepala daerah melalui PPKD selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Selanjutnya, PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan
perhitungannya, serta menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
yang terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun
anggaran berkenaan. LKPD disampaikan kepada kepala daerah dalam rangka
memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Kepala daerah kemudian menyampaikan LKPD kepada BPK selambatlambatnya tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pemeriksaan laporan
keuangan oleh BPK diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah menerima
laporan keuangan.. Setelah menerima laporan hasil pemeriksaan dari BPK, kepala
daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap LKPD serta
menyampaikan Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada
DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat
enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Persetujuan bersama terhadap
Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD oleh DPRD paling lama
satu bulan terhitung sejak Raperda diterima.
2.1.3 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai
posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi
mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan
suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan pokok adalah :
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
LRA mengungkapkan kegiatan keuangan pemda yang menunjukkan ketaatan
terhadap APBD. LRA menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemda, yang menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
Unsur-unsur yang harus disajikan dalam LRA sekurang-kurangnya terdiri
dari pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, pembiayaan, dan sisa
lebih/kurang pembiayaan anggaran.
b. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan pemerintahan daerah mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Pos-pos dalam neraca
sekurang-kurangnya meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
piutang pajak dan bukan pajak, persediaan, investasi jangka panjang, aset
tetap, kewajiban jangka pendek, kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana.
c. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan,
perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas
dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan,
pembiayaan, dan non anggaran.
d. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
CaLK meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam
LRA, neraca, dan laporan arus kas. Termasuk pula dalam CaLK adalah
penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi
Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan
untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya
2.1.4 Teori Keagenan
Teori agency (keagenan) adalah hubungan yang muncul ketika satu pihak
(principal) memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pihak lain
(agent) untuk melakukan pengambilan keputusan. Dalam sektor pemerintahan,
pemda bertindak sebagai agent yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
sesuai kepentingan masyarakat selaku principal. Masyarakat selaku principal
memberikan amanat kepada pemda untuk menjalankan kegiatan pemerintahan.
Pemda selaku agent mempunyai kewajiban untuk melaporkan hasil pelaksanaan
pemerintahan kepada masyarakat.
Hubungan keagenan dapat memunculkan agency problem berupa asimetri
informasi yang mendorong perilaku oportunistik dan konflik kepentingan.
Pemerintah sebagai pihak yang menyelenggarakan urusan pemerintahan tentu
memiliki informasi yang lebih banyak. Terkadang masyarakat menerima
informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Masyarakat tentu
tidak dapat mengawasi seluruh tindakan dan keputusan yang dibuat oleh pemda,
sehingga pemda sebagai pihak yang menyelenggarakan kepentingan publik
memiliki kesempatan untuk bertindak sesuai kepentingannya tanpa menghiraukan
kepentingan publik (Syafitri, 2012; Medina, 2012).
Dalam upaya mengurangi agency problem ini muncul biaya keagenan
(agency cost) yang ditanggung oleh principal maupun agent. Jensen dan
Meckling (1976) membagi biaya keagenan menjadi tiga, yaitu:
1) Monitoring Cost, yaitu biaya yang timbul untuk mengawasi perilaku
agent.
2) Bonding Cost, yaitu biaya yang ditanggung oleh agent untuk menetapkan
dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa ia akan bertindak untuk
kepentingan principal.
3) Residual Loss, yaitu nilai kerugian yang dialami principal akibat
keputusan yang diambil oleh agent yang menyimpang dari keputusan yang
dibuat oleh principal.
Transparansi informasi dari pemda sangat diperlukan untuk meningkatkan
hubungan antara pemda dan masyarakat, serta mengurangi konflik kepentingan
yang terjadi. Menurut Bertot dkk., (dalam Sinaga dan Prabowo, 2011) dengan
kemudahan mendapatkan informasi tentang pemerintah, seperti halnya publikasi
laporan keuangan melalui internet, maka dapat meningkatkan pengawasan yang
dilakukan oleh masyarakat. Publikasi laporan keuangan pemda melalui internet
juga dapat mengurangi monitoring cost yang harus dikeluarkan oleh principal dan
agent. Melalui internet pemda dapat melaporkan informasi keuangannya secara
mudah dan cepat, dengan biaya yang ringan. Melalui internet pihak-pihak yang
berkepentingan juga dapat mengawasi kinerja pemda dengan mudah, kapan saja,
dan di mana saja.
2.1.5 Teori Signalling
Teori signalling menjelaskan bahwa pemerintah sebagai pihak yang diberi
amanat oleh masyarakat berkeinginan menunjukkan sinyal yang baik kepada
masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat terus mendukung kinerja
pemerintah saat ini, sehingga kegiatan pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
Laporan keuangan yang berkualitas, peningkatan sistem internal kontrol,
pengungkapan yang lebih lengkap, penjelasan lebih detail dalam website dapat
dijadikan sarana untuk memberikan sinyal yang baik kepada masyarakat.
Dalam kerangka teori sinyal disebutkan bahwa dorongan untuk memberikan
informasi adalah karena adanya asimetri informasi antara pemda dengan pihak
luar, khususnya masyarakat. Pemda dapat meningkatkan kepercayaan dari
masyarakat dengan cara mengurangi asimetri informasi yang terjadi. Salah satu
cara untuk mengurangi asimetri informasi adalah dengan memberikan sinyal yang
baik kepada masyarakat berupa informasi keuangan yang positif dan dapat
dipercaya. Internet merupakan media yang paling efektif bagi pemda untuk
menunjukkan sinyal positif kepada masyarakat. Pemda akan berusaha melakukan
pelaporan keuangan melalui website secara lebih optimal untuk menunjukkan
bahwa pemerintah telah menjalankan amanat yang diberikan oleh rakyat (Puspita
dan Martani, 2012). Masyarakat juga dapat dengan mudah dan cepat mengakses
informasi keuangan terkait penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, sehingga
dapat mengurangi asimetri informasi yang terjadi.
2.2 Pengembangan Hipotesis
2.2.1 Hipotesis Kompetisi Politik
Kompetisi politik yang tinggi dalam suatu pemda akan menimbulkan
pengawasan yang lebih besar dari para saingan politik dan masyarakat. Saingan
politik akan berusaha untuk mengawasi kinerja pemda dan mencari
kelemahannya. Pemda yang berkompetisi politik tinggi menanggung biaya
pengawasan (monitoring cost) yang lebih tinggi dengan memberikan informasi
lebih lanjut yang menunjukkan pemenuhan janji mereka sebelum pemilu (Baber
dalam Laswad dkk., 2005). Hal ini mendorong pemda untuk memilih media
pelaporan keuangan yang paling efektif dan efisien. Melalui publikasi laporan
keuangan di internet pemda dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan
dalam memenuhi kebutuhan pengawasan oleh saingan politik.
Internet juga merupakan sarana yang paling murah bagi pemda untuk
mempublikasikan laporan keuangan sebagai bukti pertanggungjawaban kinerja
pemda kepada masyarakat. Informasi keuangan yang baik akan membawa
penilaian yang baik oleh masyarakat dan diharapkan pejabat daerah terpilih dapat
memiliki peluang untuk dipilih kembali pada pemilihan periode berikutnya.
Penelitian Rahman dkk., (2013) menunjukkan bahwa semakin tinggi persaingan
politik dalam pemda, maka akan mendorong pemda tersebut untuk melaporkan
informasi keuangannya di internet. Namun, penelitian Sinaga dan Prabowo (2011)
serta Afryansyah dan Haryanto (2013) menunjukkan bahwa kompetisi politik
dalam suatu daerah berpengaruh secara tidak signifikan terhadap tingkat
pengungkapan informasi akuntansi di internet secara sukarela oleh pemda.
Berdasarkan uraian di atas peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :
H1 : Kompetisi politik berpengaruh positif terhadap publikasi laporan keuangan
pemerintah daerah melalui internet.
2.2.2 Hipotesis Ukuran Pemerintah Daerah
Suatu pemda yang berukuran besar memiliki jumlah dan transfer kekayaan
yang besar pula, sehingga pemda akan mendapatkan pengawasan yang lebih
besar. Pemda yang besar juga lebih kompleks dalam pengelolaan keuangannya,
sehingga semakin banyak informasi keuangan yang harus dilaporkan untuk
mengurangi terjadinya asimetri informasi. Pengawasan dan kebutuhan pelaporan
yang lebih besar oleh pemda yang berukuran besar, menyebabkan pemda harus
menanggung biaya pengawasan dan biaya pelaporan yang lebih tinggi. Internet
merupakan media yang paling efektif bagi pemda dalam mempublikasikan
laporan
keuangan
dalam
rangka
pelaksanaan
transparansi
dan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. Melalui internet, pemda dapat
memberikan informasi keuangan secara cepat dengan biaya yang ringan, sehingga
kebutuhan pelaporan terpenuhi dan biaya yang dikeluarkan dapat dikurangi.
Penelitian yang dilakukan Medina (2012) menunjukkan bahwa ukuran
pemda berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan informasi keuangan pada
situs resmi pemda. Namun, hasil ini berbeda dengan penelitian Laswad dkk.,
(2005), Sinaga dan Prabowo (2011), Afryansyah dan Haryanto (2013), serta
Rahman dkk., (2013) yang menunjukkan bahwa keputusan pelaporan keuangan
pemda melalui internet tidak dipengaruhi oleh ukuran pemda tersebut.
Berdasarkan uraian di atas peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :
H2 : Ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap publikasi laporan
keuangan pemerintah daerah melalui internet.
2.2.3 Hipotesis Rasio Pembiayaan Utang (Leverage)
Leverage mengindikasikan sejauh mana pemda menggunakan dana yang
dipinjam untuk membiayai aset yang dimiliki (Sinaga dan Prabowo, 2011).
Kreditor akan selalu mengawasi kinerja pemda dalam menggunakan dana yang
dipinjam dan menilai kemampuan pemda dalam melunasi kewajibannya.
Leverage yang tinggi membuat pengawasan dan informasi yang dibutuhkan oleh
kreditor semakin besar, sehingga pemda menanggung biaya yang tinggi dalam
memenuhi kebutuhan pengawasan oleh kreditor. Internet merupakan media yang
paling cost effective bagi pemda dalam mempublikasikan informasi keuangannya.
Melalui publikasi laporan keuangan di internet, pemda dapat memberikan
informasi pemerintahan secara lebih rinci guna memfasilitasi kreditor dalam
mengawasi kinerja pemda. Selain itu, pemda juga dapat meminimalkan biaya
yang harus dikeluarkan dalam memenuhi kebutuhan informasi oleh kreditor.
Penelitian Laswad dkk., (2005) dan Rahman dkk., (2013) menunjukkan
bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap pelaporan keuangan pemda
secara sukarela melalui internet. Namun, penelitian Medina (2012) serta Sinaga
dan Prabowo (2011) menunjukkan hasil bahwa leverage tidak berpengaruh
terhadap ketersediaan informasi keuangan pada situs resmi pemda. Berdasarkan
uraian di atas peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :
H3 : Rasio pembiayaan utang (leverage) berpengaruh positif terhadap publikasi
laporan keuangan pemerintah daerah melalui internet.
2.2.4 Hipotesis Kekayaan Pemerintah Daerah
Kekayaan pemda menunjukkan tingkat kemakmuran dalam suatu daerah.
Semakin besar kekayaan suatu daerah, maka masyarakat akan semakin tertarik
untuk menilai dan ikut mengawasi bagaimana kekayaan tersebut dikelola
(Afryansyah dan Haryanto, 2013). Kekayaan yang besar cenderung rentan
terhadap penyalahgunaan. Hal inilah yang mendorong masyarakat selaku
principal, menjadi lebih tertarik dalam mengawasi kinerja pemda dan menuntut
transparansi atas pengelolaan keuangan pemda. Pemda dengan kekayaan yang
besar menanggung biaya pengawasan yang lebih tinggi dalam memenuhi tuntutan
transparansi dari masyarakat. Melalui publikasi laporan keuangan di internet,
pemda dapat menyampaikan informasi keuangan secara lebih lengkap dengan
biaya yang lebih murah, sehingga dapat mengurangi asimetri informasi yang
terjadi antara pemda dan masyarakat.
Penelitian Laswad dkk., (2005), Handayani (2010), dan Rahman dkk.,
(2013) menunjukkan bahwa semakin besar kekayaam pemda, maka
kecenderungan pemda untuk melaporkan informasi keuangannya melalui internet
juga semakin tinggi. Namun, hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Sinaga dan
Prabowo (2011) serta Afryansyah dan Haryanto (2013) yang menunjukkan bahwa
kekayaan pemda berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pelaporan
keuangan secara sukarela di internet oleh pemda. Berdasarkan uraian di atas
peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :
H4 : Kekayaan pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap publikasi laporan
keuangan pemerintah daerah melalui internet.
2.2.5 Hipotesis Tipe Pemerintah Daerah
Laswad dkk., (2005) menyebutkan bahwa tingkat pengungkapan secara
sukarela di internet pada daerah kabupaten masih kurang jika dibandingkan
dengan daerah kota. Wilayah kota merupakan daerah tujuan urbanisasi yang
memiliki penduduk lebih heterogen, baik dari sisi pendidikan, sosial, dan
ekonomi. Tingkat pendidikan di daerah kota cenderung lebih baik dibandingkan
daerah kabupaten, sehingga pengawasan dan tuntutan transparansi terhadap
pemerintah kota cenderung lebih tinggi. Publikasi laporan keuangan melalui
internet merupakan salah satu cara yang efektif bagi pemerintah kota untuk
memenuhi tuntutan transparansi dari masyarakat secara cepat dengan biaya
ringan. Ditambah lagi, akses dan penggunaan internet di daerah kota cenderung
lebih tinggi, sehingga mendorong pemerintah kota untuk lebih mengoptimalkan
pemanfaatan website yang dimiliki.
Penelitian Laswad dkk., (2005), Sinaga dan Prabowo (2011), serta Medina
(2012) menunjukkan bahwa tipe pemerintahan memiliki pengaruh signifikan
terhadap pelaporan informasi keuangan pemda melalui internet. Namun,
penelitian Handayani (2010) dan Rahman dkk., (2013) tidak dapat membuktikan
adanya hubungan antara tipe pemda dengan pelaporan keuangan pemda di
internet. Berdasarkan uraian di atas peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :
H5 : Tipe pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap publikasi laporan
keuangan pemerintah daerah melalui internet.
2.2.6 Hipotesis Opini Audit
Opini audit merupakan salah satu indikator kualitas akuntabilitas keuangan
dilihat atas penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Opini audit
secara bertingkat terdiri dari : Tidak Wajar (TW), Tidak Memberikan Pendapat
(TMP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan yang terbaik adalah Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP). Pemda yang mendapat opini WTP akan cenderung
melakukan publikasi laporan keuangan melalui internet untuk menunjukkan sinyal
kualitas pengelolaan keuangan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebaliknya, opini audit selain WTP dapat menimbulkan konotasi atau persepsi
publik akan adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga
pemerintah cenderung menutupi informasi keuangannya.
Penelitian Handayani (2010) menunjukkan bahwa tingkat penyimpangan
mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Semakin
tinggi tingkat penyimpangan, maka pemda cenderung untuk menutupi informasi
yang dimiliki, sehingga tingkat pengungkapan menjadi lebih rendah. Namun, hasil
berbeda ditunjukkan oleh penelitian Hilmi dan Martani (2012) yang menyatakan
bahwa tingkat penyimpangan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan. Berdasarkan uraian di atas peneliti membuat
hipotesis sebagai berikut :
H6 : Opini audit berpengaruh positif terhadap pelaporan keuangan pemerintah
daerah melalui internet.
3. Metode Penelitian
3.1
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh pemda di Indonesia pada tahun 2012.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah pemda yang memenuhi kriteria : (1)
Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia, (2) Mempunyai website resmi dan
dapat diakses pada saat penelitian dilakukan, (3) Laporan keuangan tahun
anggaran 2012 tersedia di BPK, (4) Memiliki jumlah kewajiban, (5) Tidak
termasuk dalam kategori daerah tertinggal, (6) Menyediakan data penelitian
secara lengkap untuk seluruh variabel independen.
3.2
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Variabel
dependen penelitian ini adalah publikasi laporan keuangan pemda yang diakses
dari website masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Alamat website
pemerintah kabupaten/kota diperoleh dari situs resmi Kemendagri, yaitu
www.kemendagri.go.id. Data penelitian ini meliputi komposisi anggota DPRD
berdasarkan partai politik, total aset pemda, total kewajiban pemda, total PAD,
jumlah penduduk, dan serta opini audit atas LKPD pada tahun 2012. Data
komposisi anggota DPRD berdasarkan partai politik diperoleh dari website
pemerintah kabupaten/kota, website Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan buku
Daerah Dalam Angka masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Data total aset
pemda, total kewajiban pemda, dan total PAD bersumber dari LKPD yang
diperoleh dari Pusat Informasi dan Komunikasi BPK RI. Data jumlah penduduk
diperoleh dari website Kemendagri, yaitu www.kemendagri.go.id. Data opini audit
atas LKPD diperoleh dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2013
oleh BPK yang dipublikasikan melalui www.bpk.go.id.
3.3
Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah publikasi laporan
keuangan pemda, kompetisi politik, ukuran pemda, rasio pembiayaan utang
(leverage), kekayaan pemda, tipe pemda, dan opini audit. Publikasi laporan
keuangan pemda melalui internet diukur dengan menggunakan angka dummy.
Angka 1 diberikan untuk pemda yang menyajikan salah satu komponen laporan
keuangan melalui website resminya dan angka 0 diberikan untuk pemda yang
tidak menyajikan salah satu komponen laporan keuangan.
Kompetisi politik diukur berdasarkan rasio jumlah anggota dewan partai
non pendukung kepala daerah dengan jumlah seluruh anggota dewan dalam suatu
pemda. Ukuran pemda diukur dengan menggunakan logaritma natural atas total
aset pemda. Leverage diukur menggunakan logaritma natural atas rasio total
kewajiban dengan total aset yang dimiliki oleh pemda. Kekayaan pemda diukur
dengan logaritma natural total PAD dibagi dengan jumlah penduduk. Tipe pemda
diukur dengan menggunakan angka dummy, pemerintah kota diberi angka 1,
sementara pemerintah kabupaten diberi angka 0. Opini audit diukur dengan angka
dummy. Pemda yang mendapat opini audit WTP diberi angka 1, sedangkan pemda
yang mendapat opini audit non WTP diberi angka 0.
3.4
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah keadaaan di mana variabel-variabel independen
dalam model regresi mempunyai hubungan (korelasi) yang erat satu sama lain.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang kuat di antara
variabel independennya. Uji multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat
dengan menggunakan matriks korelasi. Stevens (dalam Syafitri, 2012)
merekomendasikan untuk mengeliminasi variabel independen jika mempunyai
interkorelasi sebesar 0,80.
3.5
Pengujian Hipotesis
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian
ini adalah regresi logistik (logistic regression). Metode ini dipilih karena variabel
dependen dalam penelitian bersifat kategorikal atau dikotomi (nominal), dan
variabel independen berupa kombinasi data rasio dan nominal. Model regresi
logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
DWEB = α + β1POLCOM + β2LnSIZE + β3LnLEV + β4LnWEALTH +
β5DTYPE + β6DOPI + e
π·π‘ŠπΈπ΅
= Dummy Publikasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
melalui Internet
α
= Konstanta
β
= Slope atau Koefisien Regresi
Ln
= Logaritma Natural
POLCOM= Kompetisi Politik
SIZE
= Ukuran Pemerintah Daerah
LEV
= Rasio Pembiayaan Utang (Leverage)
WEALTH = Kekayaan Pemerintah Daerah
DTYPE = Dummy Tipe Pemerintah Daerah
DOPI
= Dummy Opini Audit
e
= error
Selanjutnya pengujian model regresi logistik perlu memperhatikan hal-hal
berikut :
1. Uji Nilai -2 Log Likelihood
Uji nilai -2 log likelihood digunakan untuk menilai keseluruhan model regresi
logistik (overall model fit). Apabila nilai -2 log likelihood pada saat block number
= 0 > nilai -2 log likelihood saat block number = 1, maka menunjukkan model
regresi yang baik.
2. Hosmer and Lemeshow Test
Hosmer and Lemeshow Test menguji apakah data empiris telah sesuai dengan
model regresi dalam penelitian, sehingga model penelitian dapat dikatakan fit.
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
H0 : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara model dengan nilai
observasinya (model fit).
H1 : Terdapat perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya.
Jika nilai statistik (sig.) chi square < 0,05 maka H1 diterima, sedangkan jika
nilainya > dari 0,05 maka H1 ditolak (Ghozali, 2005).
3. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)
Nagelkerke R Square digunakan untuk mengukur seberapa besar variabilitas
variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan
variabilitas variabel dependennya (Ghozali, 2005).
4. Omnibus Test of Model Coefficients
Omnibus test of Model Coefficients dilakukan untuk menguji apakah variabelvariabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
dependennya. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikansi >
0,05 maka variabel independen secara besama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
5. Uji Koefisien Regresi
Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk menguji pengaruh masingmasing variabel independen dalam model penelitian terhadap variabel dependen.
Pengujian ini digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan diterima
atau tidaknya hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Jika nilai probabilitas
(sig.) > tingkat signifikansi (α), maka hipotesis ditolak. Jika nilai probabilitas
(sig.) < tingkat signifikansi (α), maka hipotesis diterima.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Data dan Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 210 Pemerintah
Kabupaten/Kota di Indonesia. Ringkasan perhitungan sampel penelitian dapat
dilihat pada Tabel 2. Dari keseluruhan sampel penelitian, terdapat 28 (13%)
pemda yang melakukan publikasi laporan keuangan melalui internet. Sedangkan
sisanya sebanyak 182 (87%) pemda tidak mempublikasikan laporan keuangan
melalui internet. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat publikasi laporan keuangan
pemda di Indonesia masih sangat rendah.
Tabel 3 menyajikan statistik deskriptif variabel independen yang merupakan
data rasio. Variabel kompetisi politik (POLCOM) memiliki nilai minimum sebesar
0,09 (Kabupaten Serdang Bedagai) dan nilai maksimum sebesar 0,91 (Kabupaten
Luwu Utara). Rata-rata kompetisi politik pemerintah kabupaten/kota di Indonesia
yang diteliti adalah sebesar 0,61. Variabel ukuran pemerintah daerah (SIZE)
mempunyai nilai tertinggi Rp 35.358.824.156.594,80 (Kota Surabaya) dan nilai
terendah Rp 495.223.811.542,63 (Kabupaten Tulang Bawang Barat). Rata-rata
total aset pemerintah kabupaten/kota di Indonesia adalah sebesar Rp
2.733.953.829.539,73.
Variabel rasio pembiayaan utang (LEV) mempunyai nilai minimum sebesar
0,0000028 (Kabupaten Boyolali) dan nilai maksimum sebesar 0,0472799
(Kabupaten Kapuas). Rata-rata leverage pemerintah kabupaten/kota di Indonesia
adalah sebesar 0,0055592 yang menunjukkan bahwa sumber pembiayaan pemda
yang berasal dari pinjaman pihak luar hanya sebesar 0,56%. Variabel kekayaan
pemda memiliki nilai minimum Rp 21.756,69 (Kabupaten Tulang Bawang Barat)
dan nilai maksimum Rp 938.975,85 (Kabupaten Bintan). Nilai rata-rata kekayaan
pemerintah kabupaten/kota di Indonesia adalah sebesar Rp 200.477,03. Sampel
penelitian terdiri dari 59 (28%) pemerintah kota dan 151 (72%) pemerintah
kabupaten. Dari jumlah tersebut, sebanyak 53 (25%) pemda mendapatkan opini
audit WTP dan sebanyak 157 (75%) pemda mendapat opini audit Non WTP.
4.1.2 Hasil Uji Multikolinearitas
Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai korelasi antar variabel independen
tidak ada yang melebihi 0,80. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada gejala
multikolinearitas di antara variabel independen dalam penelitian, sehingga model
regresi dapat dikatakan baik.
4.1.3 Hasil Pengujian Hipotesis
Tabel 5 menunjukkan penurunan nilai -2 Log Likelihood sebesar 18,142.
Penurunan nilai -2 Log Likelihood tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan
model regresi logistik dalam penelitian ini adalah baik. Tabel 6 menunjukkan
hasil uji Hosmer and Lemeshow dengan nilai sig. sebesar 0,080 lebih besar dari
0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara model dengan
nilai observasi, sehingga model dapat diterima atau dikatakan layak (fit). Nilai
Nagelkerke R Square penelitian ini adalah sebesar 0,152 yang menunjukkan
bahwa variabel independen dalam penelitian mampu menjelaskan 15,2% variabel
dependennya. Sedangkan sisanya sebesar 84,8% dijelaskan oleh variabel-variabel
lain di luar model penelitian. Hasil Omnibus Test of Model Coefficients pada
Tabel 8 menunjukkan nilai chi-square sebesar 18,142 dengan signifikansi 0,006.
Nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel kompetisi politik, ukuran pemda, rasio pembiayaan
utang (leverage), kekayaan pemda, tipe pemda, dan opini audit secara bersamasama berpengaruh terhadap publikasi laporan keuangan pemda melalui internet.
Hasil pengujian regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan
tabel tersebut dapat diketahui bahwa variabel kompetisi politik (POLCOM) dan
ukuran pemda (SIZE) terbukti berpengaruh positif pada tingkat keyakinan 5%.
Variabel rasio pembiayaan utang (LEV) dan kekayaan pemda (WEALTH) terbukti
berpengaruh positif pada tingkat keyakinan 10%. Hal ini berarti bahwa hipotesis
pertama, kedua, ketiga, dan keempat diterima. Semakin tinggi kompetisi politik,
ukuran pemda, rasio pembiayaan utang, dan kekayaan pemda, maka akan
mendorong pemda untuk melakukan publikasi laporan keuangan melalui internet.
Sedangkan, variabel tipe pemda (DTYPE) dan opini audit (DOPI) memiliki nilai
probabilitas (sig.) lebih besar dari α = 5%, 10%. Penelitian ini gagal membuktikan
adanya pengaruh tipe pemda dan opini audit terhadap publikasi laporan keuangan
pemda melalui internet. Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik, maka
persamaan regresi yang terbentuk adalah :
DWEB = -31,673 + 3,502(POLCOM) + 0,711(LnSIZE) + 0,267(LnLEV) +
0,754(LnWEALTH) - 0,995(DTYPE) + 0,254(DOPI) + e
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hipotesis Kompetisi Politik
Kompetisi politik yang tinggi akan mendorong pemda untuk
mempublikasikan laporan keuangan pada website yang dimiliki. Kepala daerah
dari suatu pemerintahan yang berkompetisi politik tinggi memiliki insentif untuk
menanggung biaya pengawasan (monitoring cost) yang lebih besar, dikarenakan
lebih banyak pihak yang mengawasinya (Baber, Evans dan Patton, dalam Laswad
dkk., 2005). Pemda akan berusaha memilih media penyebaran informasi yang
paling efektif, salah satunya melalui media internet. Melalui publikasi laporan
keuangan di internet, pemda dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk
memfasilitasi pengawasan oleh para saingan politik.
Berdasarkan teori keagenan, pemda memiliki kecenderungan untuk
bertindak sesuai kepentingan mereka dan mengabaikan janji-janji yang diberikan
pada saat pemilu. Namun, perilaku oportunistik ini dapat berkurang dengan
adanya pengawasan langsung terhadap kinerja pemda, salah satunya pengawasan
oleh saingan politik. Saingan politik akan selalu berusaha untuk mengawasi
kinerja pemda terpilih dan mencari-cari kelemahannya. Hal tersebut membuat
kepala daerah terpilih menanggung biaya jangka panjang yang tinggi dalam
memberikan informasi lebih lanjut yang menunjukkan pemenuhan janji mereka
sebelum pemilu. Melalui publikasi laporan keuangan pemda di internet, pemda
dapat menunjukkan hasil kinerja mereka kepada para pengguna, khususnya
masyarakat, dengan cepat, mudah, dan berbiaya murah. Pemda juga dapat
menunjukkan sinyal yang positif kepada masyarakat bahwa mereka telah
melaksanakan kinerja pemerintahan secara jujur dan transparan, sehingga kepala
daerah memiliki peluang yang besar untuk dipilih kembali pada pemilu periode
berikutnya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rahman dkk., (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi persaingan politik
dalam pemda, maka akan mendorong pemda untuk melaporkan informasi
keuangannya di internet. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
Laswad (2005), Sinaga dan Prabowo (2011), serta Afryansyah dan Haryanto
(2013) yang menyatakan bahwa kompetisi politik berpengaruh tidak signifikan
terhadap pelaporan keuangan di internet secara sukarela oleh pemda.
4.2.2 Hipotesis Ukuran Pemerintah Daerah
Ukuran pemda yang besar akan mendorong pemda tersebut untuk
mempublikasikan laporan keuangannya melalui internet. Pemda yang besar
cenderung memiliki pengelolaan keuangan yang lebih kompleks, sehingga pemda
akan mendapatkan pengawasan yang lebih besar. Hal ini membuat pemda yang
besar harus menanggung biaya pengawasan yang lebih tinggi.
Pemda juga harus mampu melaporkan informasi keuangannya secara lebih
lengkap dan rinci untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi, sehingga
pemda menanggung biaya yang tinggi dalam melaporkan informasi keuangannya.
Mengingat kebutuhan pengawasan dan pelaporan yang lebih besar oleh pemda
yang berukuran besar, maka diharapkan pemda dapat mengadopsi metode
pelaporan yang paling efektif. Internet dianggap sebagai media yang paling efektif
dan efisien bagi pemda dalam pelaksanaan transparansi laporan keuangan.
Melalui internet pemda dapat melaporkan informasi keuangannya secara mudah,
cepat, dan berbiaya ringan, sehingga dapat mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan dalam memenuhi kebutuhan pengawasan dan pelaporan.
Hasil penelitian ini sesuai penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Medina (2012). Penelitian Medina (2012) menunjukkan bahwa semakin besar aset
yang dimiliki oleh pemda, maka mendorong pemda tersebut untuk menyediakan
informasi keuangan daerah pada situs resminya. Namun, hasil ini berbeda dengan
hasil penelitian Laswad dkk., (2005), Sinaga dan Prabowo (2011), Afryansyah
dan Haryanto (2013), serta Rahman dkk., (2013) yang menunjukkan bahwa
keputusan pelaporan informasi keuangan pemda melalui internet tidak
dipengaruhi oleh ukuran pemda tersebut.
4.2.3 Hipotesis Rasio Pembiayaan Utang (Leverage)
Leverage yang tinggi akan mendorong pemda untuk melakukan publikasi
laporan keuangan pada website resmi mereka. Kreditor cenderung akan
memonitor pemda untuk mengawasi penggunaan dana yang dipinjamkan dan
menilai kemampuan pemda dalam melunasi kewajibannya. Kreditor selaku
principal, menghendaki pemda selaku agent untuk dapat menyusun laporan
keuangan secara transparan dan akuntabel. Internet merupakan media yang efektif
dan efisien bagi pemda untuk memenuhi kebutuhan kreditor, dengan biaya yang
ringan. Publikasi laporan keuangan melalui internet dapat memfasilitasi kreditor
untuk memperoleh informasi mengenai pemda dan mengawasi kinerja pemda
dalam mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang dipinjam.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Laswad dkk., (2005) yang
menunjukkan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap pelaporan keuangan
pemda secara sukarela melalui internet. Namun, hasil ini berbeda dengan
penelitian Rahman dkk., (2013) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh
secara negatif terhadap pelaporan keuangan pemda melalui internet. Semakin
tinggi leverage membuat pemda bersikap tidak transparan dalam melaporkan
informasi keuangannya. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian
Sinaga dan Prabowo (2011) serta penelitian Medina (2012) yang menunjukkan
bahwa pelaporan informasi keuangan pemda melalui internet tidak dipengaruhi
oleh tingkat leverage pemda tersebut.
4.2.4 Hipotesis Kekayaan Pemerintah Daerah
Besarnya kekayaan yang dimiliki pemda akan mendorong pemda tersebut
untuk melakukan publikasi laporan keuangan melalui internet. Kekayaan pemda
menunjukkan tingkat kemakmuran masyarakat dalam suatu daerah. Semakin
besar kekayaan suatu daerah, maka masyarakat akan semakin tertarik untuk
menilai dan ikut mengawasi bagaimana kekayaan tersebut dikelola (Afryansyah
dan Haryanto, 2013). Styles dan Tennyson (dalam Medina, 2012) mengatakan
bahwa semakin tinggi tingkat kekayaan pemda, maka semakin tinggi pemantauan
oleh masyarakat, dan semakin tinggi pula permintaan informasi yang disediakan
pada website untuk mengukur kinerja pemda.
Kekayaan yang besar cenderung lebih rentan terhadap penyalahgunaan,
sehingga dapat menimbulkan konflik kepentingan antara pemda selaku agent dan
masyarakat selaku principal. Pemda dapat bertindak sesuai kepentingan mereka,
tanpa mempedulikan kepentingan masyarakat. Hal inilah yang mendorong
masyarakat untuk mengawasi kinerja pemda dan menuntut transparansi
pengelolaan keuangan. Pemda yang memiliki kekayaan besar menanggung biaya
pengawasan yang lebih tinggi dalam memenuhi tuntutan transparansi dari
masyarakat. Publikasi laporan keuangan melalui internet merupakan cara yang
efektif bagi pemda dalam memenuhi kewajiban akan transparansi. Melalui
publikasi laporan keuangan di internet, pemda dapat menyampaikan informasi
keuangan secara lebih lengkap dengan biaya yang lebih murah, sehingga dapat
mengurangi asimetri informasi yang terjadi antara pemda dan masyarakat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Laswad dkk., (2005) dan
Rahman dkk., (2013) yang menunjukkan bahwa semakin besar kekayaan pemda
maka kecenderungan untuk melakukan pelaporan keuangan di internet juga
semakin besar. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sinaga
dan Prabowo (2011) serta penelitian Afryansyah dan Haryanto (2013) yang
menunjukkan bahwa kekayaan pemda tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pelaporan keuangan secara sukarela di internet oleh pemda.
4.2.5 Hipotesis Tipe Pemerintah Daerah
Keputusan pemda untuk melakukan publikasi laporan keuangan melalui
internet tidak dipengaruhi oleh tipe pemda tersebut. Pemerintah kabupaten
maupun kota memiliki kecenderungan yang tidak berbeda dalam
mempublikasikan laporan keuangan pada website resmi mereka. Pada dasarnya
pemerintah kabupaten dan kota memiliki kedudukan yang sama/sejajar.
Pemerintah kabupaten dan kota keduanya merupakan daerah otonom yang samasama memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya
sendiri. Pemberian otonomi daerah ini diikuti dengan semakin terbukanya akses
partisipasi masyarakat yang luas. Masyarakat kota dan kabupaten memiliki hak
yang sama untuk berpartisipasi dalam mengawasi kinerja pemda. Hal inilah yang
menyebabkan tidak adanya perbedaan kewajiban pemerintah kabupaten dan kota
untuk bersikap lebih transparan kepada masyarakat.
Saat ini penggunaan internet sudah hampir menjangkau seluruh wilayah di
Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hingga saat ini
terus mengupayakan akses internet hingga menjangkau masyarakat di pedesaan
dengan membuat program Internet Masuk Desa, sehingga masyarakat kota dan
kabupaten memiliki kemampuan yang sama dalam mengakses informasi melalui
internet. Penggunaan internet yang semakin berkembang di daerah kabupaten,
membuat internet juga menjadi media yang efektif bagi pemerintah kabupaten
dalam melaporkan informasi keuangannya. Hal ini menyebabkan pemerintah kota
dan kabupaten tidak berbeda dalam melakukan publikasi laporan keuangan
melalui internet.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rahman dkk., (2013) yang
menunjukkan bahwa tipe pemda tidak terbukti berpengaruh terhadap pelaporan
informasi keuangan di internet. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Handayani
(2010) yang menunjukkan tidak adanya pengaruh tipe pemda terhadap
pengungkapan laporan keuangan. Namun, hasil ini tidak sesuai dengan penelitian
Laswad dkk., (2005), Sinaga dan Prabowo (2011), serta Medina (2012) yang
menunjukkan bahwa pemerintah kota cenderung lebih transparan dalam
melaporkan informasi keuangan melalui internet.
4.2.6 Hipotesis Opini Audit
Penelitian ini gagal membuktikan pengaruh opini audit terhadap publikasi
laporan keuangan pemda melalui internet. Opini audit Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) yang diperoleh pemda tidak mendorong pemda tersebut untuk
mempublikasikan laporan keuangan pada website mereka. Opini audit selain WTP
tidak berarti bahwa kredibilitas dan akuntabilitas pemda buruk. Sebagai suatu
organisasi publik, kinerja pemda tidak hanya tersaji dalam laporan keuangan saja.
Ada hal-hal lain yang lebih menjadi perhatian masyarakat dalam menilai kinerja
pemda dibandingkan opini audit atas LKPD.
Uchok (dikutip dari www.hukumonline.com) melihat adanya salah persepsi
di masyarakat dan lembaga negara tentang opini WTP. Opini WTP seolah hanya
menjadi ajang pameran bagi pimpinan lembaga pusat dan daerah. Opini WTP
seringkali dijadikan sebagai tameng oleh pihak tertentu untuk menunjukkan
bahwa kinerja mereka telah bebas dari korupsi. Bahkan, ada kasus pemda yang
dengan sengaja melakukan suap demi mendapat opini WTP. Padahal tujuan
pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah memberikan opini
apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP), tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi
adanya korupsi.
Saat ini banyak bermunculan kasus korupsi pada lembaga negara, meskipun
lembaga tersebut memperoleh opini WTP, seperti pada Kementerian Agama dan
Kementerian Pemuda dan Olahraga. Banyaknya kasus tersebut semakin
menunjukkan kepada masyarakat bahwa opini WTP bukan merupakan jaminan
pemda bebas dari korupsi. Sumitro (dikutip dari www.bpkp.go.id) menyatakan
bahwa opini audit disclaimer dan WDP tidak selalu menunjukkan telah terjadi
tindak pidana korupsi, demikian juga opini audit WTP juga tidak menjamin
pemerintah bebas dari tindak pidana korupsi.
Semakin banyaknya pemda yang mendapat opini WTP dan semakin
banyaknya kasus korupsi yang terungkap, membuat perubahan persepsi dalam
masyarakat dalam menilai kinerja pemda. Opini WTP tidak lagi menunjukkan
sinyal kualitas pengelolaan keuangan pemda yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Persepsi masyarakat yang mulai berubah membuat opini
audit tidak secara langsung mempengaruhi pemda dalam mempublikasikan
laporan keuangan melalui internet.
5. Penutup
5.1
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kompetisi politik, ukuran
pemda, rasio pembiayaan utang (leverage), kekayaan pemda, tipe pemda, dan
opini audit terhadap publikasi laporan keuangan pemda melalui internet.
Penelitian ini dilakukan terhadap 210 sampel pemerintah kabupaten/kota di
Indonesia yang terdiri dari 59 pemerintah kota dan 151 pemerintah kabupaten.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat transparansi LKPD masih sangat
rendah. Hanya 13% pemda yang mempublikasikan laporan keuangan pada
website resmi mereka.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa variabel
kompetisi politik, ukuran pemda, rasio pembiayaan utang (leverage), dan
kekayaan pemda terbukti berpengaruh terhadap publikasi laporan keuangan
pemda melalui internet. Kompetisi politik yang tinggi akan mendorong pemda
untuk mempublikasikan laporan keuangan pada website yang dimiliki untuk
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan dalam memenuhi kebutuhan
pengawasan oleh saingan politik dan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Ukuran pemda memiliki pengaruh terhadap publikasi laporan
keuangan pemda melalui internet. Pemda yang besar akan cenderung melakukan
publikasi laporan keuangan melalui internet dalam memenuhi kebutuhan
pengawasan dan pelaporan yang lebih rinci, sehingga pemda dapat menghemat
biaya yang dikeluarkan.
Leverage mempunyai pengaruh terhadap publikasi laporan keuangan pemda
melalui internet. Semakin tinggi leverage membuat pemda cenderung bersikap
lebih transparan dengan mempublikasikan laporan keuangan melalui internet guna
memfasilitasi pengawasan yang dilakukan oleh kreditor. Kekayaan pemda juga
berpengaruh terhadap publikasi laporan keuangan pemda melalui internet.
Semakin tinggi kekayaan yang dimiliki pemda, maka semakin tinggi pengawasan
dan tuntutan transparansi dari masyarakat, sehingga pemda akan berusaha lebih
transparan dengan mempublikasikan laporan keuangan melalui internet.
Penelitian ini gagal membuktikan adanya pengaruh tipe pemda dan opini
audit terhadap publikasi laporan keuangan pemda melalui internet. Program
Internet Masuk Desa oleh Kominfo mendorong perkembangan internet di daerah
kabupaten. Hal ini membuat tidak adanya perbedaan antara pemerintah kota dan
kabupaten dalam melakukan publikasi laporan keuangan melalui internet. Opini
audit juga tidak berpengaruh secara langsung terhadap publikasi laporan keuangan
pemda melalui internet, dikarenakan adanya perubahan persepsi dalam
masyarakat terkait opini WTP. Opini WTP tidak menjamin pengelolaan keuangan
pemda yang baik dan bersih dari korupsi, sementara opini non WTP belum tentu
menunjukkan pengelolaan keuangan pemda yang buruk.
5.2
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini yang pertama adalah pengukuran variabel
publikasi laporan keuangan pemda dengan menggunakan variabel dummy tanpa
memperhatikan jumlah laporan keuangan yang dipublikasikan dan tingkat
kemudahan dalam mengakses laporan keuangan tersebut. Keterbatasan yang
kedua, kemampuan menjelaskan publikasi laporan keuangan pemda melalui
internet dalam penelitian ini masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada
faktor-faktor lain yang dapat menjelaskan publikasi laporan keuangan pemda
melalui internet.
5.3
Saran
Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah dijelaskan, maka peneliti
memberikan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan. Penelitian selanjutnya
dapat menggunakan skala poin untuk mengukur variabel publikasi laporan
keuangan pemda melalui internet dengan memperhatikan penilaian terhadap
jumlah laporan keuangan yang dipublikasikan dan tingkat kemudahan dalam
mengakses laporan keuangan. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel
lain yang diduga berpengaruh terhadap publikasi laporan keuangan pemda melalui
internet, seperti jumlah pengguna internet pada masing-masing daerah, tingkat
pendidikan masyarakat, keberadaan situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE), dan tingkat popularitas website pemda.
Daftar Pustaka
Afryansyah, Rahmad D dan Haryanto. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Informasi Akuntansi di Internet oleh Pemerintah Daerah.
Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2, No. 3, Tahun 2013 (Online).
(http://ejournal-s1.undip.ac.id/, diakses 7 November 2013).
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). 2012. Indonesia Internet
Users (Online). (http://www.apjii.or.id, diakses 15 Desember 2013).
Darmastuti, Dewi & Dyah Setyaningrum. 2012. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengungkapan Belanja Bantuan Sosial pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Pada Tahun 2009. Simposium Nasional
Akuntansi XV Banjarmasin, 20-23 September 2012.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (Edisi
3). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Handayani, Sri. 2010. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2006. Jurnal Ilmu Administrasi Vol.
VII, No. 2, Tahun 2010. STIA LAN Jakarta.
Hilmi, Amiruddin Z dan Dwi Martani. 2012. Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
Provinsi. Simposium Nasional Akuntansi XV Banjarmasin, 20-23 September
2012.
Internet World Stats. 2012. Asia Top Internet Countries (Online).
(http://www.internetworldstats.com, diakses 15 Desember 2013).
Jogiyanto. 2010. Metodologi Penelitian Bisnis : Salah Kaprah dan Pengalamanpengalaman. Yogyakarta : BPFE.
Kusumawardani, Arum. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pelaporan Keuangan Melalui Internet (Internet Financial Reporting) dalam
Website Perusahaan. Skripsi Sarjana (Online). (http://eprints.undip.ac.id,
diakses 19 Desember 2013).
Laswad, Fawzi dkk. 2005. Determinants of Voluntary Internet Financial
Reporting by Local Government Authorities. Journal of Accounting and
Public Policy, 24; 101–121.
Limpo, Morina dkk. 2013. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap
Accountability Disclosure pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten. Simposium Nasional Akuntansi XVI Manado, 25-28
September 2013.
Medina, Febri. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transparansi Informasi
Keuangan pada Situs Resmi Pemerintah Daerah Indonesia. Skripsi Sarjana
(Online). (http://lontar.ui.ac.id, diakses 7 November 2013).
Puspita, Rora & Dwi Martani. 2012. Analisis Pengaruh Kinerja dan Karakteristik
Pemda Terhadap Tingkat Pengungkapan dan Kualitas Informasi dalam
Website Pemda. Simposium Nasional Akuntansi XV Banjarmasin, 20-23
September 2012.
Rahman, Aditya dkk. 2013. Determinan Internet Financial Local Government
Reporting di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVI Manado, 25-28
September 2013.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis (Buku 1, Edisi 4).
Terjemahan Kwan Men Yon. Jakarta: Salemba Empat.
Sinaga, Yurisca F dan Tri Jatmiko Wahyu Prabowo. 2011. Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pelaporan Keuangan di Internet Secara Sukarela oleh
Pemerintah Daerah. Jurnal Universitas Diponegoro (Online).
(http://eprints.undip.ac.id/, diakses 7 November 2013)
Suhardjanto, Djoko & Rena Rukmita Yulianingtyas. 2011. Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi & Auditing Vol. 8,
No. 1, Tahun 2011 (Online). (http://ejournal.undip.ac.id/, diakses 7
November 2013).
Syafitri, Febriyani. 2012. Analisis Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah
terhadap Tingkat Pelaporan Keuangan. Skripsi Sarjana (Online).
(http://lontar.ui.ac.id, diakses 7 November 2013).
. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik.
. 2012. Awas, Sesat Pikir tentang Wajar Tanpa Pengecualian
(Online). (http://www.hukumonline.com, diakses 2 Maret 2014).
. 2013. Guna Peningkatan Kesadaran Transparansi dan Advokasi
Anggaran
Publik,
JPIP-AIPD
Undang
BPKP
(Online).
(http://www.bpkp.go.id, diakses 2 Maret 2014).
Lampiran
Tabel 1
Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel Penelitian
Pengukuran
Publikasi Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah melalui
Internet (DWEB)
Skala
Jika pemerintah daerah melakukan
publikasi laporan keuangan melalui
internet maka diberi angka 1, dan jika
pemerintah daerah tidak melakukan
publikasi laporan keuangan melalui
internet akan diberi angka 0.
Nominal
Jumlah anggota dewan partai
non pendukung kepala daerah
Jumlah total anggota dewan
Rasio
Ln Total Aset
Rasio
Kompetisi Politik
(POLCOM)
Ukuran Pemerintah
Daerah (SIZE)
Total Kewajiban
Rasio Pembiayaan
Utang (LEV)
Ln
Kekayaan Pemerintah
Daerah (WEALTH)
Ln
Tipe Pemerintah
daerah (DTYPE)
Angka 1 untuk pemerintah kota dan
angka 0 untuk pemerintah kabupaten.
Nominal
Opini Audit BPK
(DOPI)
Angka 1 untuk pemerintah daerah
yang mendapat opini audit WTP dan
angka 0 untuk pemerintah daerah
yang mendapat opini audit non WTP.
Nominal
Total Aset
Total PAD
Jumlah Penduduk
Tabel 2
Ringkasan Perhitungan Sampel
Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012
Dikurangi :
Pemerintah Daerah Provinsi
Tidak memiliki website atau website tidak dapat diakses
LKPD tahun 2012 tidak tersedia
Tidak memiliki jumlah kewajiban
Merupakan daerah tertinggal
Data anggota DPRD berdasarkan partai politik tidak tersedia
Jumlah Sampel Penelitian
Rasio
Rasio
529
-34
-66
-75
-15
-103
-26
210
Tabel 3
Statistik Deskriptif Variabel Independen
Minimum
Maximum
Mean
,09
,91
,6126
N =210
Std. Deviation
POLCOM
,15912
495.223.811.542,63 35.358.824.156.594,80 2.733.953.829.539,73 3.065.452.697.592,93
SIZE
LEV
,0000028
,0472799
,0055592
0,0075372
WEALTH
21.756,69
938.975,85
200.477,03
160.620,82
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Tabel 4
Korelasi Antar Variabel Independen
POLCOM
POLCOM
1,000
LnSIZE
-,029
LnLEV
,000
LnWEALTH
,200
DTYPE
-,204
DOPI
,061
LnSIZE
-,029
1,000
,097
-,243
,054
-,042
LnLEV LnWEALTH
,000
,200
,097
-,243
1,000
,103
,103
1,000
-,195
-,592
,037
-,189
DTYPE
-,204
,054
-,195
-,592
1,000
-,044
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Tabel 5
Hasil Uji Nilai -2 Log Likelihood
Nilai -2 Log Likelihood
Block 0
164,923
Block 1
146,781
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Step
1
Tabel 6
Hosmer and Lemeshow Test
Chi-square
df
Sig.
14,070
8
,080
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Step
1
Tabel 7
Koefisien Determinasi
-2 Log
Cox & Snell Nagelkerke R
likelihood
R Square
Square
146,781
,083
,152
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
DOPI
,061
-,042
,037
-,189
-,044
1,000
Step 1
Tabel 8
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square
df
Step
18,142
6
Block
18,142
6
Model
18,142
6
Sig.
,006
,006
,006
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Tabel 9
Hasil Uji Regresi Logistik
B
S.E.
Wald df
Step 1a
POLCOM
LnSIZE
LnLEV
LnWEALTH
DTYPE
DOPI
Constant
3,502
,711
,267
,754
-,995
,254
-31,673
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
1,615
,358
,154
,432
,625
,492
10,285
4,703
3,939
3,001
3,043
2,537
,267
9,483
1
1
1
1
1
1
1
Sig.
,030
,047
,083
,081
,111
,606
,002
Exp(B)
33,183
2,036
1,307
2,126
,370
1,289
,000
Download