FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN GLOBAL PADA BALITA RISK FACTORS ASSOCIATED WITH GLOBAL DEVELOPMENT DELAY IN TODDLERS Dita Rahmaika Arumsari, Muhammad Faizi Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Email: [email protected] Abstrak Latar Belakang: Periode terpenting perkembangan anak adalah dibawah umur dua tahun. Keterlambatan perkembangan global (KPG) merupakan bagian dari keterlambatan perkembangan. Di Poli Tumbuh Kembang RSUD dr Soetomo Surabaya, gangguan perkembangan yang paling banyak ditemukan adalah keterlambatan perkembangan global. Tujuan penelitian, untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan global pada balita di Poli Tumbuh Kembang RSUD dr Soetomo Surabaya. Metode: analitik dengan pendekatan case control. Populasi kelompok kasus adalah balita yang didiagnosa Keterlambatan Perkembangan Global pada bulan Maret 2013. Populasi kelompok kontrol adalah balita dengan perkembangan normal pada bulan Januari 2010-Maret 2013. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling untuk kelompok kasus dan simple random sampling untuk kelompok kontrol. Besar sampel 40 balita dengan perbandingan kasus:kontrol (1:1). Sumber data dari rekam medik. Analisis data menggunakan uji Chi-square dan regresi logistik. Hasil: faktor-faktor yang terbukti berpengaruh: berat badan lahir (ρ=0,012; OR=45,596), penyakit kronis (ρ=0,015; OR=9,021), status gizi balita (ρ=0,029; OR=5,907) dan urutan anak (ρ=0,005; OR=0,076) dengan probabilitas 98,4%. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh: paparan rokok dalam kehamilan (ρ=0,108), riwayat komplikasi kehamilan ibu ρ=0,432), infeksi dalam kehamilan ibu (ρ=1,000), jenis persalinan (ρ=1,000), asfiksia (ρ=0,005), dan prematuritas (ρ=0,000). Kesimpulan: keterlambatan perkembangan global pada balita di Poli Tumbuh Kembang RSUD Dr. Soetomo Surabaya dipengaruhi oleh berat badan lahir, penyakit kronis, status gizi balita, dan urutan anak. Kata kunci: Keterlambatan Perkembangan Global, Faktor-Faktor Risiko, berat badan lahir, penyakit kronis, status gizi balita, urutan anak, paparan rokok dalam kehamilan, riwayat komplikasi kehamilan ibu, infeksi dalam kehamilan ibu, jenis persalinan, asfiksia, prematuritas Abstract Background: The most important period of development of the child is under the age of two years. Global developmental delay (KPG) is part of a developmental delay. Growth in Poli dr Soetomo, a developmental disorder that most commonly found is a global developmental delay. The purpose of research, to identify risk factors associated with global developmental delays in infants at Poli Growth Soetomo dr. Methods: case control analytic approach. Population groups of cases are diagnosed toddler Global Development Delay in March 2013. The population of the control group is toddlers with normal development in January 2010-March 2013. Sampling using total sampling technique for the case group and simple random sampling for the control group. Large sample of 40 toddlers with comparative case: control (1: 1). Source data from medical records. Data analysis using Chi-square test and logistic regression. Results: factors that proved influential: birth weight (ρ = 0.012; OR = 45.596), chronic diseases (ρ = 0.015; OR = 9.021), nutritional status (ρ = 0.029; OR = 5.907) and the order of the child ( ρ = 0.005; OR = 0.076) with a probability of 98.4%. Factors that do not affect: smoke exposure in pregnancy (ρ = 0.108), 28 history of pregnancy complications mother ρ = 0.432), an infection in the mother's pregnancy (ρ = 1.000), type of delivery (ρ = 1.000), asphyxia (ρ = 0.005) and prematurity (ρ = 0.000). Conclusion: global developmental delays in infants at Hospital Dr. Poli Growth Soetomo affected by birth weight, chronic diseases, nutritional status of children, and child sequences. Keywords: Global Development Delay, the risk factors, birth weight, chronic diseases, nutritional status of children, child sequence, smoke exposure in pregnancy, maternal history of pregnancy complications, maternal infections in pregnancy, type of delivery, asphyxia, prematurity PENDAHULUAN Perkembangan anak merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mengantarkan anak menjadi manusia dewasa dengan fungsi yang optimal. Setiap anak berkembang dengan kecepatan dan ketepatan yang berbeda. Walaupun ada perbedaan individual, tetapi secara keseluruhan tahapan perkembangan dapat diukur dengan patokan yang berlaku (IDAI, 2010). Periode terpenting pertumbuhan dan perkembangan anak adalah umur dibawah 5 tahun (Menkes JH, 2006 dalam Suwarba, 2008). Beberapa domain perkembangan tersebut antara lain motorik halus, motorik kasar, berbahasa/bicara, personal social/interaksi sosial, kognitif, dan aktivitas sehari-hari. Global Developmental Delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG), merupakan suatu keadaan ditemukannya keterlambatan yang bermakna lebih atau sama dengan 2 domain perkembangan. Keterlambatan bermakna artinya pencapaian kemampuan pasien kurang dari 2 standar deviasi (SD) dibandingkan dengan rerata populasi pada umur yang sesuai (Tanuwijaya, 2002 dalam Suwarba, 2008). Angka kejadian keterlambatan perkembangan secara umum sekitar 10% anak-anak di seluruh dunia (Suwarba, 2008). Di Poli Tumbuh Kembang Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya, pada bulan Januari 2013 sampai Maret 2013, gangguan yang paling panyak ditemukan adalah Global developmental delay (GDD) atau keterlambatan perkembangan global (KPG) yaitu sebesar 39,1%. Tujuan peneneltian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan global pada balita di Poli Tumbuh Kembang Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya. METODE Penelitian ini dilakukan di Poli Tumbuh Kembang Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya. Penelitian dilakukan pada tanggal 21-28 Mei 2013. Penelitian 29 menggunakan analitik obsevasional dengan pendekatan Case Control. Populasi kelompok kasus adalah seluruh balita yang memeriksakan diri di Poli Tumbuh Kembang anak RSUD Dr Soetomo dengan diagnosa keterlambatan perkembangan global pada bulan Maret 2013. Populasi pada kelompok kontrol adalah balita dengan diagnosa perkembangan normal yang memeriksakan diri di Poli Tumbuh Kembang anak RSUD Dr Soetomo pada Januari 2010 – Maret 2013. Teknik sample pada kelompok kasus menggunakan total sampling. Jumlah balita dengan diagnosa keterlambatan perkembangan global pada bulan Maret 2013 berjumlah 40 balita. Sampel pada kelompok kontrol menggunakan teknik simple random sampling dengan besar sampel 40 balita (perbandingan 1:1). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah balita dengan usia 1 - <5 tahun. Sedangkan criteria ekslusi adalah sumber data dalam rekam medis yang tidak lengkap. Variabel bebas adalah berat badan lahir, paparan rokok (aktif/pasif dalam satu rumah) pada waktu kehamilan ibu, riwayat infeksi (TORCH dan IMS) dalam kehamilan ibu, komplikasi kehamilan ibu (DM, Hipertensi, Pre eklamsia/eklamsi), jenis persalinan, asfiksia, prematuritas, status gizi balita, penyakit kronis, dan urutan anak. Variabel terikat adalah keterlampabat perkembangan global. Sumber data didapatkan dari rekam medis dan buku register pasien poli tumbuh kembang RSUD dr Soetomo periode Januari 2010 - Maret 2013. Responden kelompok kasus dan kontrol dicatat nomor rekam mediknya melalui buku register pasien poli tumbuh kembang RSUD dr Soetomo periode Januari 2010 - Maret 2013. Variabel-variabel yang diteliti dalam rekam medis responden dicatat pada lembar pengumpulan data. Analisis data yang diguakan dalam penenitian ini yaitu: (1) Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji Chi Square dan jika tidak memenuhi syarat dilakukan uji Fisher’s Exact. (2) Analisis multivariat untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian keterlambatan perkemabangan global (KPG), yaitu menggunakan uji statistik regresi logistik ganda. Data diproses melalui SPSS for Windows 16. 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kelompok kasus sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 55%, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 57.5%. Pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol, hampir setengahnya berusia 12-23 bulan, yaitu sebesar 45% (18 responden) pada kelompok kasus dan sebesar 30% (12 responden) pada keompok kontrol. Pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol, hampir setengahnya ibu berusia 26-30 tahun, yaitu sebesar 37.5% pada kelompok kasus dan 42.5% pada kelompok kontrol. Hampir setengahnya ibu hamil pada usia 2630 tahun, yaitu sebesar 40% baik kelompok kontrol maupun kelompok kasus (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik data umum responden penelitian Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia (Bulan) 12-23 24-35 36-47 48-59 Usia Ibu (Tahun) <21 21-25 26-30 31-35 >35 Usia Ibu Saat Hamil (Tahun) <21 21-25 26-30 31-35 >35 Kasus n = 40 Kontrol n = 40 F % F % 18 22 45 55 23 17 57.5 42.5 18 8 4 10 45 20 10 25 12 9 8 11 30 22.5 20 27.5 0 5 15 12 8 0 12.5 37.5 30 20 0 9 17 10 4 0 22.5 42.5 25 10 2 10 16 8 4 5 25 40 20 10 5 15 16 3 1 12.5 37.5 40 7.5 2.5 Pada kelompok kasus hampir seluruhnya memiliki domain keterlambatan lebih dari 2 aspek, yaitu sebesar 87.5% (Tabel 2). 31 Tabel 2. Distribusi balita kelompok kasus berdasarkan doamain keterlambatan Domain Keterlambatan 2 >2 Total F 5 35 40 % 12.5 87.5 100 Berdasarkan analisis bivariat, didapatkan hubungan yang bermakna pada berat badan lahir (p = 0,005), asfiksia (p =0,000), prematuritas (p = 0,026), status gizi balita (p = 0,000), penyakit kronis (p = 0,000), dan urutan anak (p = 0,001) (Tabel 3). Tabel 3. Analisis bivariat faktor-faktor yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan global pada balita Variabel KPG Kategori Perkembangan Normal F (%) 1 8,3 39 57,4 (%) 100 100 14,3 53,4 7 73 100 100 2 28,6 7 100 47,9 38 52,1 73 100 0 0 1 100 1 100 Tidak 40 50,6 39 49,4 79 100 Asfiksia . Ya Tidak 16 24 100 37,5 0 40 0 62,5 16 64 100 100 0,000 Prematuritas Ya Tidak 6 34 100 45,9 0 40 0 54,1 6 74 100 100 0,026 0 0 1 100 1 100 40 50,6 39 49,4 79 100 25 80,6 6 19,4 31 100 15 30,6 34 69,4 49 100 Ya Tidak 22 18 81,5 34 5 35 18,5 66 27 53 100 100 Anak Pertama Anak Kedua dst 13 31,7 28 68,3 41 100 27 69,2 12 30,8 39 100 Paparan rokok dalam kehamilan ibu Riwayat Komplikasi Kehamilan (DM, hipertensi, preeklamsia/eklamsia) Ibu Riwayat Infeksi (TORCH dan IMS) dalam Kehamilan Ibu Jenis Persalinan Status Gizi Balita Penyakit Kronis . Urutan Anak F 11 29 (%) 91,7 42,6 Ya Tidak 6 34 85,7 46,6 1 39 Ya 5 71,4 Tidak 35 Ya p value* (𝛼=0,05) F 12 68 Berat Badan Lahir BBLR BBLN Total Pervaginam dengan Tindakan Pervaginam atau SC 0,005 0,108 0,432 1,000 1,000 Gizi Kurang/Buruk Gizi Baik 32 0,000 0,000 0,001 Berdasarkan analisis multivariat regresi logistik berganda, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna pada berat badan lahir, status gizi balita, penyakit kronis, dan urutan anak. Variabel yang paling berpengaruh adalah berat badan lahir. Balita dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) memiliki risiko 45,596 kali lebih besar (95% CI = 2,294 – 906,211) dibandingkan dengan balita dengan berat bayi lahir normal (BBLN). Balita yang pernah atau sedang menderita penyakit kronis memiliki risiko 9,021 kali lebih besar (95% CI = 1,537 – 52,962) dibandingkan dengan balita yang tidak pernah atau tidak sedang menderita penyakit kronis. Balita dengan status gizi kurang/buruk memiliki risiko 5,907 kali lebih besar (95% CI = 1,196 – 29,167) dibandingkan balita dengan status gizi baik. Balita yang merupakan anak pertama memiliki risiko 0,076 kali lebih besar (95% CI = 0,013 – 0,450). Karena nilai OR pada urutan anak 0,076 < 1, maka anak pertama mencegah terjadinya KPG dibandingkan anak kedua dan seterusnya (Tabel 4). Tabel 4. Analisis multivariat faktor-faktor yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan global pada balita Variabel B p value OR Berat Badan Lahir Penyakit Kronis Status Gizi Balita Posisi Anak 3,820 2,200 1,776 -2,582 0,012 0,015 0,029 0,005 45,596 9,021 5,907 0,076 Constant -1,002 0,068 0,367 95% CI EXP (B) 2,294 – 906,211 1,537 – 52,962 1,196 – 29,167 0,013 – 0,450 Variabel yang paling berpengaruh adalah berat badan lahir berdasarkan hasil uji regresi logistik ganda. Balita dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) memiliki risiko 45,596 kali lebih besar (95% CI = 2,294 – 906,211) dibandingkan dengan balita dengan berat bayi lahir normal (BBLN). Balita yang pernah atau sedang menderita penyakit kronis memiliki risiko 9,021 kali lebih besar (95% CI = 1,537 – 52,962) dibandingkan dengan balita yang tidak pernah atau tidak sedang menderita penyakit kronis. Balita dengan status gizi kurang/buruk memiliki risiko 5,907 kali lebih besar (95% CI = 1,196 – 29,167) dibandingkan balita dengan status gizi baik. Balita yang merupakan anak pertama memiliki risiko 0,076 kali lebih besar (95% CI = 0,013 – 0,450). Karena nilai OR pada urutan anak 0,076 < 33 1, maka anak pertama mencegah terjadinya KPG dibandingkan anak kedua dan seterusnya. PEMBAHASAN Beberapa penelitian menemukan bahwa bayi dengan Intra Uterine Growth Retardation mengalami tingkat perkembangan yang rendah. IUGR menunjukkan kendala dalam nutrisi janin selama masa kritis perkembangan otak. Anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah memiliki risiko 2,6 kali lebih besar untuk terjadinya keterlambatan perkembangan (Sitaresmi, 2008). Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Soleimani F pada tahun 2008 di Iran yang menyatakan bahwa ada hubungan antara berat badan lahir rendah dengan keterlambatan perkembangan dengan nilai p 0,006. Masalah perkembangan syaraf terjadi dua sampai lima kali lebih besar pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Di negara-negara barat, prevalensi dari gangguan perkembangan syaraf – mental pada bayi dengan berat badan lahir 1500 – 2500 gram sebesar 8% dan naik sampai 15% pada berat lahir 1001 – 1500 gram (Bennet, 2005 dalam Soleimani, 2008). Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa paparan rokok pada kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan anak (Hidayat, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Naomi B. pada tahun 2005 menyatakan bahwa pada ibu dengan paparan rokok saat kehamilan, berisiko 6,8 kali mempunyai anak dengan kecerdasan intelektual yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh David L. pada tahun 1994 menyatakan bahwa paparan rokok saat kehamilan dapat mengakibatkan gangguan perkembangan neurologis pada anak. Hasil yang tidak bermakna ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah sampel yang terlalu sedikit dan waktu penelitian yang singkat. Pada penelitian ini, terdapat 6 balita yang terapapar rokok dalam kehamilan ibu, namun paparan rokok tersebut adalah p paparan rokok pasif. Pada pemeriksaan antenatal, ibu hamil selalu diberikan konseling oleh tenaga medis tentang bahaya asap rokok terhadap janin dalam kandungan. Oleh sebab itu, ibu hamil yang rutin memeriksakan kehamilannya, cendenrung akan menghindari paparan asap rokok baik aktif maupun pasif. 34 Hal penelitian tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa diabetes gestational bersifat teratogenik sehingga dapat mengakibatkan anomali kongenital dan defek susunan syaraf pusat. Hipertensi dan preeklamsi/eklamsi mempunyai ikatan erat dengan angka kesakitan dan kematian janin (Varney, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh T. Fatemeh pada tahun 2012 di Iran menyatakan bahwa kehamilan dengan resiko tinggi, termasuk diabetes gestational, hipertensi, dan preeklamsia/ekalmsia mempunyai hubungan yang signifikan dengan keterlambatan perkembangan pada anak usia 4 – 60 bulan. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bang pada tahun 2008 di Korea yang menyebutkan bahwa komplikasi kehamilan, termasuk diabetes gestational, hipertensi, dan preeklamsia/ekalmsia tidak mempunyai hubungan signifikan dengan perkembangan anak dengan nilai signifikansi ρ value < α (0,080 > 0,05). Hasil yang tidak bermakna ini disebabkan oleh jumlah sampel yang terlalu sedikit dan waktu penelitian yang kurang. Ibu hamil dengan komplikasi kehamilan seperti diabetes, hipertensi, preeklamsi/ekalmsi akan mendapatkan penanganan yang tepat bila rutin memeriksakan kehamilannya. Intervensi yang diberikan oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi, akan meminimalkan kemungkinan morbiditas pada janin yang akan berpengaruh pada perkembangannya kelak. Penelitian ini tidak mendukung teori yang ada dimana infeksi trimester pertama dan kedua oleh TORCH (toxoplasma, Rubella, Sitomegalovirus, herpes Simplex) dan PMS (penyakit menular seksual) dapat mengakibatkan kelainan janin seperti katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung kongenital (Tanuwidjaya dalam Moersintiwarti, 2010). Infeksi TORCH dan PMS dapat mengganggu pertumbuhan dan maturasi otak (Swarba, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh balita yang menderita KPG tidak memiliki riwayat infkesi (TORCH dan IMS) pada kehamilan ibu. Di Indonesia, infeksi intrauterine yang sering ditemui adalah infeksi toxoplasma dan cytomegalovirus. Infeksi tersebut tidak selalu diikuti dengan gejala. Jika diikuti dengan gejala, gejala yang timbul biasanya hanya bersifat ringan. Tidak semua ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan antenatal difasilitasi dengan skrining TORCH. Hal ini dapat menjelaskan mengapa hasil penelitian tidak bermakna. 35 Hasil penelitian ini tidak sesuai teori menurut Tanuwidjaya dalam Moersintowarti 2010 yang menyatakan bahwa asfiksia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kerusakan otak. Otak bayi yang mengalami asfiksia membengkak dan aliran darahnya terbendung, sel-sel otak terutama di daerah hipotalamus, ganglion basal, serebelum, dan lapisan III, IV, V, dan korteks serebri banyak yang rusak. Kerusakan otak tersebut akan mempengaruhi perkembangan bayi pada tahap selanjutnya (Markam, 2011). Penelitian di India yang dilakukan oleh Sachdeva S. pada tahun 2010 menujukkan bahwa asfiksia tidak mempunyai hubungan yang bermakna terhadap keterlambatan perkembangan global pada bayi dan balita. Penelitian randomized control trial pada beberapa tempat termasuk di India, membuktikan bahwa udara ruangan dengan oksigen 100% untuk resusitasi pada bayi aterm dengan asfiksia tidak menyebabkan gangguan perkembangan syaraf sampai umur dua tahun. Hal ini dapat menjelaskan perkembangan yang normal pada balita dengan riwayat tidak langsung menangis saat lahir (Ramji S, 2005). Pada penelitian ini, penilaian asfiksia tidak berdasarkan apgar score, tetapi berdasarkan bayi langsung menangis atau tidak saat lahir. Di Indonesia, setiap tempat persalinan, baik di rumah sakit, di klinik bersalin, maupun di tempat praktek bidan sudah dilengkapi dengan alat resusitasi bayi baru lahir. Tenaga kesehatan penolong persalinan sudah banyak dibekali dengan pelatihan manajemen resusitasi pada bayi baru lahir. Jika saat menolong persalinan didapatkan bayi yang tidak langsung menangis, resusitasi segera dilakukan sesuai prosedur tetap yang sudah ada. Dengan manajemen resusitasi yang baik, bayi dengan asfiksia dapat tertolong dari periode kritis. Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa mayoritas bayi prematur mengalami pengurangan volume otak. Kerusakan otak pada bayi premature yang bersifat akut akan menyebabkan kerusakan kronik yang progresif yang berakibat berkurangnya volume white matterotak dan mielenisasi yang terlambat (Hardyastuti dalam IDAI 2010). Studi tentang konsekuensi keterlambatan perkembangan pada bayi premature dilaporkan sebagai faktor risiko utama untuk keterlambatan perkembangan (Bang, 2008). 36 Hasil yang tidak bermakna mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang terlalu sedikit dan waktu penelitian yang singkat. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan hanya terdapat 6 balita yang lahir prematur. Selain itu keterlambatan perkembangan global dipengaruhi oleh multifaktor. Bayi yang dilahirkan prematur bisa jadi mengalami perkembangan yang normal bila faktorfaktor penentu pertumbuhan dan berkembangan yang lain dipenuhi dengan baik. Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori bahwa riwayat kelahiran pervaginam dengan tindakan seperti vakum ekstraksi atau forceps dapat menyebabkan terjadinya kerusakan otak (Nursalam, 2005). Menurut peneliti, hasil yang tidak bermakna tersebut disebabkan oleh sudah jarangnya penggunaan vakum ekstraksi maupun forceps dalam pertolongan persalinan. Berdasarkan hasil penelitian, hanya terdapat 1 balita dari seluruh responden yang lahir secara pervaginam dengan tindakan (vakum/forcep). Indikasi persalinan dengan vakum ekstraksi antara lain pada ibu yang mempunyai penyakit jantung, penyakit paru fibrotic dan kala II yang memanjang. Sedangkan indikasi persalinan forceps ialah ibu dengan preekalmisa/eklamsia, rupture uteri yang membakat, ibu dengan penyakit jantung dan paru-paru, adanya gawat janin, dan kala II yang memanjang. Saat ini, ibu maupun janin dengan indikasi diatas, biasanya dilakukan operasi caesar (SC) yang sudah direncanakan, maupun yang mendadak. Operasi Caesar (SC) meminimalkan resiko trauma pada kepala bayi, sehingga pemilihan jenis persalinan untuk forcep maupun vakum ekstraksi untuk saat ini sudah jarang dilakukan. Untuk tumbuh dan berkembang, anak mebutuhkan zat gizi esensial mencakup protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air yang harus dikonsumsi secara seimbang sesuai dengan tahapan usianya. Anak dapat mengalami hambatan pertumbuhan dan perkembangan hanya karena kurang adekuatnya asupan zat gizi tersebut (Supartini, 2004). Defisiensi nurien tertentu sangat menentukan perkembangan susunan syaraf pusat maupun perifer yang menimbulkan kelainan neurologis (Medina, 2008). Anak dengan malnurisi mempunyai risiko yang lebih besar untuk keterlambatan perkembangan. Sebuah review sistematis menyebutkan bahwa pada balita dan anak-anak, berat badan kurang dan kekerdilan juga berhubungan dengan apatis, kurangnya pengaruh 37 positif, dan rendahnya tingkat bermain ( Walker, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitaresmi pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa status gizi pada anak berpengaruh terhadap keterlambatan perkembangan. Status kesehatan anak dapat berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan dan perkembangan. Bila anak menderita penyakit kronis, maka pencapaian kemampuan untuk maksimal dalam tumbuh kembang akan terhambat karena anak memiliki masa kritis (Hidayat, 2008). Penyimpangan perkembangan yang terjadi akibat dari gejala/kelainan yang menetap, pengobatan yang lama, keterbatasan aktivitas atau mobilitas, atau keterbatasan terhadap kegiatan sekolah, rekreasi, bermain, aktivitas keluarga da pekerjaan (Soetjiningsih dalam Moersintowarti, 2010). Tidak dapat dipungkiri bahwa anak yang berada dalam kondisi sehat, maka percepatan untuk perkembangannya menjadi sangat mudah dan sebaliknya. Balita yang memiliki atau sedang menderita penyakit kronis, masa kritis dalam perkembangannya akan mengalami hambatan. Secara umum, anak pertama atau tunggal memiliki kemampuan intelektual lebih menonjol dan cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan orang dewasa dibandingkan dengan anak kedua dan seterusnya (Hidayat, 2008). Orang tua yang merawat hanya satu anak, akan cenderung lebih fokus dan lebih banyak menstimulasi perkembangannya. Hal ini terjadi pada anak pertama maupun anak tunggal. Pada anak kedua dan seterusnya, perhatian orang tua menjadi kurang fokus terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, karena orang tua juga merawat saudara yang lain. Hal ini dapat menjelaskan mengapa anak pertama atau anak tunggal lebih mencegah terjadinya keterlambatan perkembangan global. SIMPULAN DAN SARAN Keterlambatan perkembangan global (KPG) pada balita di Poli Tumbuh Kembang RSUD Dr. Soetomo Surabaya dipengaruhi oleh berat badan lahir, penyakit kronis, status gizi balita, dan urutan anak. Diharapkan masyarakat dapat menghindari faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan global. Tenaga medis kuhusnya bidan, diharapkan dapat memebrikan asuhan yang komprehensif pada pasangan yang ingin menikah, ibu hamil, ibu bersalin, bayi dan balita. Disarankan kepada peneliti lain untuk 38 melakukan penelitian tentang faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap keterlambatan perkembangan global pada balita yang belum diteliti dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Bang, Kyungsook, 2008, ‘Analysis of Risk factors in Children with Suspected developmental Delays’, World Academy of Science, Engineering and Technology, vol.24, pp. 429-434. Breslau, N, Paneth, N, Lucia, VC, Pollak, RP, 2005, ‘Maternal Smoking During Pregnancy and Offspring IQ’, Internaional Journal of Epidemiology, vol.34, pp. 1047-1053. Depkes RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Depkes. Hidayat, A, Alimul, 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. IDAI, 2010. A journey to Child Neurodevelopment: Application in Daily Practice. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Markam, Soemarno, 2011. Penuntun Neurologi. Tangerang: Binanusa Aksara. Marimbi, Hanum, 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar pada Balita. Jogjakarta: Nuha Medika. Medina, MT, Amador, CC, Hernandes, R, Hesse, N, 2008, ‘Neurologic Consequence of Malnutrition, Semin Clin Neurol, vol.6, pp. 1-63. Moersintowarti, BN, Sularyo, TS, Soetjiningsih, Suyitno, H, Ranuh, IGNG, Wiradisuria, S (eds), 2010. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto. Nursalam, Susilaningrum, R, Utami, S, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika. Ramji, S, Saugstad, OD, 2005, “Use of 100% Oxygen or Room Air in Neonatal Resuscitation’, Am Acad Pediatr, vol.6, pp 1047-1053. Sachdeva, S, Amir, S, Alam, S, Khan, S, Kahlique, N, Ansari, MA, 2010, ‘Global developmental Delay and Its Determinants Among Urban Infants and Toddlers: A Cross sectional Study’, Indian J Pediatr, vol.77, pp. 975-980. 39 Sitaresmi, MN, Ismail, D, Wahab, A, 2008, ‘Risk Factor of Developmental Delay: a community-based study, Paediatrica Indonesiana’, vol.48, no.3, pp. 161165. Soleimani, F, Vameghi, R, Hemmati, S, Roghani, RS, 2008, ‘Perinatal and Neonatal Risk Factors for neurodevelopmental Outcome in Infants in Karaj’, Arch Iranian Med, vol.2, no.2, pp. 135-139. Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Suwarba, IGN, Widodo, DP, Handryastuti, RAS, 2008, ‘Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta’, Sari Pediatri, vol. 10, no. 4, pp. 255-261. Tjandrajani, A, Dewanti, A, Burhany, AA, Widjaja JA, 2012, ‘Keluhan Utama pada Keterlambatan Perkembangan Umum di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RSAB Harapan Kita’, Sari Pediatri, vol. 13, no. 6, pp. 373-377. Torabi, F, Akbari, SAA, Amiri, S, Soleimani, F, Majd, HA, 2012, ‘Correlation Between High Risk Pregnancy and Developmental Delay in Children Aged 4-60 Months’, Libyan J Med, vol.7, pp.1-6. Wong, DL, Eaton, MH, Wilson, D, Winkelstein, ML, Schwartz, P, 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC. Varney, H, Kriebs, JM, Gegor, CL, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC. 40