BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Terdapat empat

advertisement
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Model Pembelajaran
Terdapat empat istilah yang terkadang membuat bingung para pendidik dalam
proses pembelajaran. Keempat istilah itu adalah pendekatan, metode, teknik, dan
model pembelajaran. Secara hierarkis dalam proses pembelajaran, pendekatan
adalah tingkat tertinggi, yang kemudian dijabarkan ke dalam metode-metode dan
metode-metode ini diwujudkan dalam teknik. Teknik harus
“tunduk” pada
metode dan metode harus “tunduk” pada pendekatan. Model berada pada lingkup
terluar dari tiga istilah tersebut yakni dalam sebuah model pembelajaran pastilah
terkandung pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Abidin, 2012: 19). Dari
pendapat tersebut,
jelaslah bahwa kedudukan pendekatan, metode, teknik, dan
model dalam pembelajaran.
Setiap pakar tentu memiliki definisi yang berbeda-beda tentang pembahasan
konsep model pembelajaran, Joyce dan Weil
(dalam Rusman,
2012:
133)
menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk
kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas
atau yang lainnya.
Gagne (dalam Mulyana, 2000: 25) menjelaskan bahwa model pembelajaran
18
bertujuan menyajikan hubungan konseptual antara hasil belajar yang diharapkan
dengan metode atau sejumlah metode belajar yang tepat, sedangkan Arends (dalam
Trianto, 2007: 5) mengemukakan bahwa istilah model pengajaran mengarah
pada
suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistem pengolahannya.
Pakar lain, Suprijono (2012: 45) mengemukakan bahwa model pembelajaran
merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi
pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap
implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.
Suprijono juga menyatakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan pula
sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan
memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Berdasarkan pendapat para pakar tersebut disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan untuk menyusun
kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberikan petunjuk kepada
guru di kelas dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2.2 Pembelajaran Kooperatif
2.2.1 Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bernaung dalam teori
konstruktivisme yang muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdikusi
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
19
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks ( Trianto, 2007: 41).
Dalam pembelajaran kooperatif, bentuk pembelajaran dirancang dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri atas empat sampai enam orang dengan struktur kelompok
yang bersifat heterogen (Rusman, 2012: 202). Sementara itu Nurulhayati (dalam
Rusman, 2012: 203) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil
untuk saling berinteraksi.
Slavin (2008: 4) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang mendorong para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi
pembelajaran lebih lanjut. Slavin juga menyatakan bahwa kelompok tersebut
merupakan kumpulan siswa yang heterogen dengan anggota empat sampai enam
orang yang duduk bersama untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.
Dalam hal ini, setiap kelompok terdiri dari berbagai latar belakang etnik dan
berbagai tingkatan prestasi. Senada dengan pendapat tersebut, Sanjaya (2010:
242) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat
sampai enam orang yang heterogen dengan latar belakang kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya sekadar belajar dalam kelompok, tetapi
juga terdapat unsur dasar pembelajaran kooperatif yang dapat membedakan
20
dengan pembelajaran kelompok
pelaksanaan
yang dilakukan
pembelajaran kooperatif
secara
asal-asalan. Jika
dilaksanakan dengan
benar
akan
memungkinkan guru mengelola kelas dengan efektif. Siswa tidak harus belajar
dari guru dalam proses pembelajarannya. Siswa dapat saja saling mengajar
dengan sesama siswa lainya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (2008:
12) bahwa pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk
bekerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dan antara
anggota kelompok tersebut saling membantu untuk memahami dan mempelajari
suatu materi pelajaran.
2.2.2 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki perbedaan dengan strategi pembelajaran
yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam proses pembelajarannya yang
lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya kemampuan akademik dalam
pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama dalam
penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama seperti inilah yang menjadi ciri
khas dalam pembelajaran kooperatif.
Sanjaya (2010: 244) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu 1) perspektif motivasi yang berarti
penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling
membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok, 2) perspektif sosial
21
yang berarti bahwa melalui kooperatif, setiap siswa akan saling membantu dalam
belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh
keberhasilan,
dan 3) perspektif perkembangan kognitif yang berarti bahwa
adanya interaksi antara anggota kelompok akan dapat mengembangkan prestasi
siswa dalam berpikir untuk mengolah berbagai informasi.
Dengan demikian, secara umum karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran
kooperatif dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Pembelajaran Dilakukan Secara Tim
Pembelajaran kooperatif dilakukan secara tim yang merupakan tempat untuk
mencapai tujuan. Oleh sebab itu, tim harus mampu membuat setiap anggota
(siswa) belajar. Setiap anggota harus saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
2.
Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Manajemen kooperatif memiliki tiga fungsi, yaitu 1) fungsi perencanaan
yang menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang
matang agar proses
pembelajaran dapat
berjalan secara
efektif, misalnya
tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, dan apa yang harus
dipakai untuk mencapai tujuan itu, 2) fungsi organisasi yang menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan pekerjaan bersama antarsetiap anggota
kelompok sehingga perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap
anggota
kelompok di dalamnya, dan 3) fungsi kontrol yang menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik dalam bentuk
tes maupun nontes.
22
3. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif sangat ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok. Oleh karena itu, perlu ditekankan prinsip kebersamaan atau kerja
sama dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mampu mencapai hasil yang optimal.
4. Keterampilan Bekerja Sama
Kemampuan bekerja sama dalam pembelajaran kooperatifdapat dipraktikkan
melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Oleh karena
itu, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi serta berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.
2.2.3 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2008: 31) mengemukakan bahwa terdapat
lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut.
1) Prinsip ketergantungan positif (positive
interdependence),
yaitu dalam
pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas bergantung
pada usaha yang dilakukan oleh kelompok. Keberhasilan kerja sama
dalam kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok.
Oleh sebab itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan
saling ketergantungan satu sama lain.
2) Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan
23
kelompok sangat bergantung pada masing-masing anggota kelompoknya. Oleh
karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab
yang sama dan harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
3) Interaksi tatap muka (cae to face promotion interaction), yaitu pemberian
kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok dengan bertatap muka
dengan melakukan interaksi dan diskusi serta saling memberi dan
menerima informasi dari anggota kelompok lainnya.
4) Partisipasi dan komunikasi (participation communication) yaitu melatih
siswa agar dapat berpartisipasi dan berkomunikasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
5) Evaluasi proses kelompok, yaitu penjadwalan waktu khusus bagi kelompok
agar dapat mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
antaranggota dalam kelompok dan selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih
efektif.
2.3
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Example non-Example
Pada penelitian ini, peneliti akan memaparkan ihwal model pembelajaran
Kooperatif tipe Example non-Example yang meliputi hakikat model pembelajaran
Kooperatif tipe Example non-Example, kedudukan model pembelajaran
Kooperatif tipe Example non-Example sebagai model pembelajaran inovatif,
langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe Example non-Example,
keuntungan model pembelajaran Kooperatif tipe Example non-Example, dan
kelebihan serta kekurangan model pembelajaran Kooperatif tipe Example nonExample.
24
2.3.1 Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Example non-Example
Model adalah suatu pola, contoh, atau acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan. Model ini diharapkan dapat menghasilkan suatu produk yang bernilai
tinggi dan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa, khususnya bagi
pembelajaran menulis dengan fokus pada penggunaan bahasa Indonesia baku.
Model merupakan representasi konsep yang dirancang secara khusus serta
digunakan untuk menjelaskan struktur dan fungsinya.
Pada hakikatnya pengertian model
mempunyai defenisi yang berbeda-beda,
bergantung pada bidang ilmu dan pengetahuan yang diadopsinya. Salah satu
defenisi yang dikemukakan Dilwort (1992: 74) menyatakan bahwa model
merupakan representasi abstrak mengenai proses, sistem, atau subsistem yang
konkret. Model digunakan dalam seluruh aspek kehidupan. Model bermanfaat
dalam mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis tampilan-tampilan
pilihan tersebut.
Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja dan terkendali yang bertujuan
agar pada diri orang lain relatif terjadi perubahan. Usaha ini dilakukan oleh
seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam
merancang dan mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Sukartini dan
Mohammad Imam (2007: 137) memberikan batasan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk memeroleh suatu
perubahan
perilaku
yang
baru
secara
keseluruhan
sebagai
hasil
dari
pengalamannya dalam interkasi dengan lingkungannya. Dengan kata lain,
25
pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Keberhasilan
pencapaian
tujuan
pembelajaran
banyak
bergantung
pada
berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam interkasi ini, guru membantu siswa
memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar tanpa batas. Pembelajaran
merupakan aktivitas yang paling utama. Oleh karena itu, seorang guru harus
mampu membimbing siswanya ke arah tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Joyce (2009: 6) mengemukakan bahwa pengajaran yang baik adalah pengajaran
yang merangkul pengalaman belajar tanpa batas mengenai bagaimana gagasan
dan emosi berinteraksi dengan suasana kelas dan bagaimana keduanya dapat
berubah sesuai dengan suasana yang juga turut berubah. Dalam hal ini gurulah
yang betugas membantu siswa memperoleh informasi, gagasan, nilai, dan cara
berpikir. Pada saat inilah sebenarnya guru tengah mengajari siswa untuk belajar.
Jadi, tugas gurulah yang mengantar keberhasilan siswa dalam belajar. Guru
menentukan segalanya.
Guru yang sukses tidak hanya sekadar penyaji yang kharismatik dan persuasif,
tetapi guru yang sukses adalah guru yang melibatkan para siswa dalam tugastugas yang sarat muatan kognitif dan sosial serta mengajari siswanya bagaimana
mengerjakan tugas-tugas tersebut secara produktif (Joyce, 2009: 7).
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang
sistematis
dalam
mengorganisasikan
pengalaman
belajar.
Model
pembelajaran mengarahkan guru dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
siswa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Model pembelajaran adalah bentuk
26
pembelajaran yang menggambarkan kegiatan dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dalam pembelajaran terjadi pola interaksi antara
siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode,
dan teknik pembelajaran.
Model pembelajaran atau metode mengajar sangat beragam. Dalam keragaman ini
tidak ada satu model atau metode pun yang dianggap paling baik. Ahli pendidikan
berpendapat bahwa tidak ada satu metode mengajar yang dipandang paling baik
karena baik tidaknya metode mengajar sangat bergantung pada tujuan pengajaran,
materi yang diajarkan, jumlah siswa, fasilitas penunjang, kesanggupan individual,
dan lain-lain. Atas dasar itu kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yang sederhana sampai yang kompleks (Danim, 2010:
34).
Sukses tidaknya sebuah model atau metode pembelajaran sangat ditentukan oleh
kemampuan guru dalam menguasai suasana kelas, cara berbicara dan sistematika
pembicaraan, jumlah materi yang disajikan, kemampuan memberi ilustrasi,
jumlah subjek yang mendengarkan, dan lain-lain.
Model pembelajaran sangat diperlukan untuk memandu proses pembelajaran
secara efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang
memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif, dan berorientasi
kekinian. Selain itu, model pembelajaran harus memiliki bentuk pembelajaran
yang sederhana, mudah dilakukan, dan dapat mencapai tujuan.
27
Dalam pelaksanaan pembelajaran seperti yang dikemukakan Fryer (1987) dalam
Olik dkk. (2007: 275) bahwa pembelajaran memberikan makna yang lebih baik
bila:
a)
adanya peluang para peserta belajar untuk belajar bekerja sama dalam
kelompok;
b) latihan dan pengulangan merupakan hal yang bermanfaat sebagai bagian dari
pembelajaran;
c)
pembelajaran akan menjadi semakin aktif bila interaksi tidak hanya
berlangsung satu kali; dan
d) adanya pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar dalam
belajar.
Makna dalam pembelajaran seperti di atas terkandung dalam model pembelajaran
Kooperatif. Model ini bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model
pembelajaran
Kooperatif
merupakan
suatu
model
pembelajaran
yang
mengutamakan adanya kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok
mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah).
Jika memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, dan suku yang
berbeda. Perbedaan dari ciri khas masing-masing siswa merupakan kekuatan
sebuah demokrasi yang ada di antara mereka. Pembelajaran Kooperatif
mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu
siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Model pembelajaran
28
Kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan
bahwa manusia adalah makhluk sosial (Lie, 2003: 27). Stahl (1994: 25)
menyatakan bahwa “Pembelajaran Kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa
menuju belajar yang lebih baik dan dapat meningkatkan sikap tolong menolong
dalam perilaku sosial.” Lie (2003: 30) mengutip perkataan Roger dan David
Johnson yang menyatakan bahwa ada lima unsur model cooperative learning,
yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antaranggota, serta evaluasi proses kelompok.
Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan cooperative learning atau
pembelajaran Kooperatif adalah suatu sikap atau perilaku bersama dalam
menghasilkan sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama (kelompok).
Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan anggota kelompok.
Seperti yang dikatakan Joyce (2009: 35) bahwa prosedur-prosedur pembelajaran
Kooparatif memfasilitasi pembelajaran lintas bidang kurikulum dan umur,
perbaikan rasa bangga diri, keterampilan dan solidaritas sosial, serta lintas tujuantujuan pembelajaran akademik yang menjangkau mulai dari perolehan informasi
dan skill hingga model-model penelitian di seluruh disiplin akademik. Dengan
demikian, diskusi kelompok dengan teman sebaya efektif dilakukan untuk
mengatasi permasalahan belajar siswa.
Aspek peningkatan kompetensi siswa yang meliputi pengetahuan sikap, dan
keterampilan berbahasa dapat ditingkatkan melalui kerja sama yang teratur dalam
kelompok. Dalam kerja kelompok, setiap kesulitan dapat dipecahkan bersama
sehingga tumbuh dalam diri siswa motivasi dan kepercayaan diri. Melalui
motivasi yang sehat, siswa akan dapat mengekspresikan dirinya lebih bebas,
29
berani mencoba hal-hal baru, berani bertanya, berani menjawab, dan tumbuh
tingkat kepercayaan diri. Pembelajaran Kooperatif dapat menimbulkan susasana
positif karena dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai
pelajaran, guru, dan sekolah.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran Kooperatif menurut
Slavin (1995: 6) adalah sebagai berikut.
1.
Penghargaan Kelompok
Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas
kriteria yang ditentukan.
2.
Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok bergantung pada pertanggungjawaban individu dari
semua anggota kelompok. Adanya pertanggungjawaban secara individu
menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas
lainnya, tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3.
Kesempatan yang sama untuk berhasil
Setiap siswa memperoleh kesempatan yang sama untuk berhasil dan
melakukan hal yang terbaik bagi kelompoknya.
Adapun tujuan pembelajaran Kooperatif adalah:
a) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah;
b) mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam
kehidupan; serta
c) mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota
merasa diri sebagai bagian kelompok.
30
Unsur-unsur dasar pembelajaran Kooperatif yang perlu ditanamkan, yaitu
para siswa harus:
a) memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersamasama”;
b) memiliki pandangan bahwa mereka semua harus memiliki tujuan yang
sama;
c) memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya di
samping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi
yang dihadapi; dan
d) membagi tugas serta tanggung jawab yang sama di antara anggota
kelompok.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Kooperatif siswa harus dilatih terlebih dahulu
tentang keterampilan komunikatif karena keterampilan komunikatif itu berfungsi
melancarkan hubungan kerja dan tugas. Hubungan kerja dapat dibangun dengan
mengembangkan komunikasi antaranggota kelompok, sedangkan pelaksanaan
tugas dilakukan dengan membagi tugas antaranggota kelompok selama kegiatan
pembelajaran
berlangsung.
Dengan
demikian,
pembelajaran
Kooperatif
mengandung pengertian sebagai suatu perilaku bekerja membantu sesama dalam
struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok. Kelompok ini terdiri atas dua
orang atau lebih dengan keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan
dari setiap individu dalam kelompok tersebut. Hal ini terjadi karena siswa ikut
terlibat dalam penentuan pembelajaran.
31
Model pembelajaran Kooperatif mempunyai beberapa tipe dengan langkah yang
berbeda-beda.
Dalam
http:www.scribd.com/doc/57998386/Labschool-Jakarta
dikemukakan bahwa salah satu model pembelajaran Kooperatif adalah tipe
Example non-Example. Arend (2008: 333) memberi nama untuk tipe seperti ini
adalah contoh dan bukan contoh.
Model ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran Kooperatif yang
menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi
(informasi) pembelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia.
Model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh materi atau Example
yang sedang dibahas. Adapun non-Example memberi gambaran akan sesuatu yang
bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Example non-Example adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan
defenisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat
dengan menggunakan dua hal yang terdiri atas example dan non-example. Guru
meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang
ada. Example non-Example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep
adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya,
tetapi bukan dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap
example dan non-example, diharapkan akan dapat memberikan kesempatan untuk
menemukan konsep pelajarannya dan mendorong siswa menuju pemahaman yang
lebih mendalam mengenai materi yang ada.
32
2.3.2 Kedudukan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Example nonExample sebagai Model Pembelajaran Inovatif
Model pembelajaran Kooperatif tipe Example non-Example merupakan suatu
model pembelajaran dengan menggunakan media gambar dalam penyampaian
materi pembelajaran. Penggunaan gambaran-gambaran visual akan dapat
memengaruhi pembelajaran konsep dan mendukung pepatah lama yang
mengatakan bahwa “a pictue is worth a thousand world” (Arends, 2008: 334).
Penggunaan
media
gambar
merupakan
sarana
yang
digunakan
untuk
melaksanakan model ini. Media gambar ini disusun dan dirancang agar siswa
dapat menganalisis gambar menjadi sebuah bentuk deskripsi singkat mengenai
sesuatu yang ada di dalam gambar tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 892) media diartikan
(1) alat, (2) alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film,
poster, dan spanduk, serta (3) yang terletak di antara dua pihak (orang, golongan,
dan sebagainya). Menurut Gagne dalam Sadiman (2009: 6) menyatakan bahwa
media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang untuk belajar.
Hadimiarso (1984: 49) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri
siswa. Adapun Danim (2010: 7) berpendapat bahwa media pendidikan atau media
pembelajaran merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan
oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta
didik.
33
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa media pembelajaran
adalah seluruh alat yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa
untuk menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta sebagai sarana untuk
menuju tujuan pembelajaran. Media ini juga digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan memperjelas informasi yang disampaikan. Media
bukan sekadar alat peraga atau alat bantu dalam pembelajaran walaupun tekanan
utama terletak pada benda yang dapat dilihat atau didengar. Namun, media dalam
pembelajaran di kelas atau di luar kelas pada intinya merupakan segala sesuatu
yang dapat dijadikan perantara atau alat yang diperlukan untuk berinteraksi antara
guru dengan siswa dengan tujuan untuk membangkitkan minat siswa dalam
belajar dan menyampaikan pesan. Penyampaian pesan tersebut ditunjang dengan
bantuan rangsangan pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga
efektivitas kegiatan pembelajaran terjadi secara baik.
Berdasarkan uraian tersebut maka kedudukan komponen media dan sumber
belajar dalam pembelajaran memiliki peran dan fungsi yang sangat penting sebab
tidak semua pengalaman belajar dapat diraih secara langsung. Dalam hal ini
media dan sumber belajar dapat digunakan agar dapat memberi pengetahuan yang
konkret, tepat, dan mudah dipahami. Jadi, dengan digunakannya media gambar
dalam model pembelajaran Kooperatif tipe Example non-Example, guru dapat
dengan mudah menyajikan seperangkat materi tertentu, membangkitkan minat
siswa, keseragaman informasi, dapat dilakukan secara berulang, dan menjangkau
semua bidang pelajaran.
Media gambar yang dipakai dalam pembelajaran memberikan banyak kemudahan
dan nilai tertentu. Apalagi yang digunakan berupa gambar berwarna. Seperti yang
34
dikemukakan Danim (2010: 18-19) bahwa gambar yang berwarna lebih menarik.
Arti dari sebuah gambar ditentukan oleh persepsi masing-masing. Gambar dan
ilustrasi fotografi mempunyai nilai tertentu yaitu bersifat konkret, tak terlalu
terbatas pada ruang dan waktu, membantu memperjelas masalah, membantu
kelemahan indera, mudah didapat, dan relatif murah, di samping mudah
digunakan.
Dalam ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-example non example.
html dikemukakan bahwa penggunaan model pembelajaran Example nonExample ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasanya yang lebih
dominan digunakan di kelas tinggi. Namun, dapat juga digunakan di kelas rendah
dengan menekankan aspek psikologis dan tingkat perkembangan siswa kelas
rendah seperti (a) kemampuan berbahasa tulis dan lisan, (b) kemampuan analisis
ringan, dan (c) kemampuan berinterkasi dengan siswa lainnya.
Model ini bertujuan mendorong siswa untuk belajar berpikir kritis dengan jalan
memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh
gambar yang disajikan. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari
tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Dalam model pembelajaran
Kooperatif tipe Example non-Example, interaksi sosial menjadi salah satu faktor
penting bagi perkembangan belajar siswa.
Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, saling membantu belajar satu
sama lain dengan beranggotakan 3-4 siswa atau lebih. Agar efektif, guru harus
tetap menyadari perbedaaan besar di antara siswa-siswanya dan tidak pernah
berasumsi bahwa pemahaman dua orang siswa tentang sebuah konsep benar-benar
35
identik. Fitur-fitur lain keanekaragaman itu termasuk latar kultural siswa dan
pengalaman yang mereka bawa bersama ke kelas. Perbedaan kultural juga dapat
memengaruhi pemahaman dan persepsi seseorang tentang konsep tertentu
(Arends, 2008: 337). Oleh karena itu, dalam model pembelajaran ini guru
seyogyanya mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi, dan
berperan sebagai salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan
sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi.
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif tipe Example non-Example yaitu model
yang mengajarkan siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep.
Konsep yang dipelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan defnisi konsep
tersebut. Example non-Example adalah taktik yang dapat digunakan untuk
mengajarkan defenisi konsep.
2.3.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Example nonExample
Langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe
Example non-Example menurut ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-examplenon-example.html yakni sebagai berikut.
1) Guru mempersiapkan gambar-gambar yang berupa benda atau sebuah
peristiwa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2) Guru menempelkan gambar-gambar tersebut di papan tulis atau ditayangkan
lewat OHP/proyektor/hanya berupa slide kertas.
3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan atau menganalisis gambar.
36
4) Melalui diskusi kelompok 3-4 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar
tersebut dicatat di kertas.
5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6) Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi
yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
7) Kesimpulan
2.3.4 Keuntungan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Example nonExample
Menurut Buehl (1996) dalam sisteminformasisekolah.wordpress.com/category/
metode-pembelajaran, keuntungan dari model Example non-Example antara lain
yaitu sebagai berikut.
1) Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk
memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih
kompleks.
2) Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong
mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari
Example non-Example.
3) Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik
dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non-Example. Dalam
bagian ini dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan
suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
37
2.3.5
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Example non-Example
Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Kooperatif tipe Example
non-Example adalah sebagai berikut.
1.
Kelebihan model pembelajaran Kooperatif tipe Example non-Example
a) siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar;
b) siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar; dan
c) siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat
2.
Kekurangan model pembelajaran Kooperatif tipe Example non-Example
a) tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar; dan
b) memakan waktu yang lama.
Banyak yang berpendapat bahwa salah satu kekurangan model pembelajaran
Kooperatif tipe Example non-Example adalah dari segi waktu yaitu memakan
waktu yang lama. Arend (2008: 336) mengemukakan bahwa cara mengalokasikan
waktu yang cukup dan cara menggunakan ruang kelas adalah tugas-tugas
perencanaan untuk pengajaran konsep. Kesalahan yang lazim dibuat oleh guru
pemula adalah menetapkan estimasi yang terlalu rendah yang dibutuhkan untuk
mengajarkan konsep-konsep, bahkan yang sederhana, sampai tuntas. Oleh karena
itu, persyaratan waktu bergantung pada tingkat dan kemampuan kognitif siswa
serta kompleksitas konsep yang diajarkan karena hafal tentang konsep tidak sama
dengan memahaminya.
38
2.4
Pembelajaran Menulis dengan Fokus pada Penggunaan Bahasa
Indonesia Baku
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan dengan kurikulum yang
tertuang dalam silabus bahwa penyusunan silabus mata pelajaran bahasa dan
sastra sebagai sarana komunikasi diharapkan mencapai kompetensi yang
diarahkan ke dalam empat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis (Depdiknas, 2006: 2).
Nursito (2005: 5) mengemukakan bahwa secara kronologis, keempatnya tumbuh
dalam diri setiap individu. Dalam wujud kemampuan berkomunkasi langsung,
tingkatan yang paling sederhana yaitu kemampuan menyimak dan berbicara.
Selanjutnya tahapan yang setingkat lebih tinggi adalah membaca dan tingkatan
yang paling rumit adalah menulis
h
2.4.1
Hakikat Pembelajaran Menulis
Menulis dan mengarang pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, perasaan
keinginan dan kemauan, serta informasi penulis yang diharapkan dipahami oleh
pembaca ke dalam bentuk tulisan.
Dalam perkembangannnya, pembelajaran bahasa melahirkan suatu teori yang
dikenal dengan teori Transaksional. Hermawan (2007: 76) menyatakan bahwa
teori mengajar Transaksional menuntut setiap guru melakukan hal-hal sebagai
berikut.
39
1.
Jadikanlah siswa untuk menampilkan dirinya sebagai pembaca dan penulis
yang baik!
2.
Tumbuhkan isi yang bermakna pada diri siswa melalui menulis dan
membaca!
3.
Ungkapkan pengalaman-pengalaman menyenangkan pada diri siswa dengan
cara menuliskannya kembali!
4.
Berikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan interpretasi terhadap apa
yang dilihatnya!
Dari pendapat tersebut terlihat jelas bahwa menulis merupakan faktor yang sangat
penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Menurut Rusyana (1984: 191) “menulis adalah kemampuan menggunakan polapola bahasa dalam penampilannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu
gagasan atau pesan”. Shihabuddin (2208: 249) menjelaskan bahwa “menulis
merupakan salah satu bentuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara
tatap muka dengan orang lain, dan merupakan suatu kegiatan yang produktif dan
ekspresif.” Selanjutnya, Tarigan (2008: 3) menjelaskan bahwa “menulis
merupakan
suatu
keterampilan
berbahasa
yang
dipergunakan
untuk
berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.”
Berdasarkan
pendapat
tersebut,
menulis
merupakan
salah
satu
bentuk
berkomunikasi yang produktif dan ekspresif antara penulis dengan pembaca
secara tidak langsung. Bentuk berkomunikasi tersebut menggunakan pola-pola
bahasa secara tertulis. Jelaslah bahwa keterampilan menulis perlu mendapat
40
perhatian yang sungguh-sungguh karena untuk terampil menulis harus mampu
menggunakan pola-pola bahasa.
Tujuan menulis yang paling utama adalah penulis dapat menyampaikan pesan
kepada pembaca sehingga pembaca memahami maksud yang disampaikan
penulis. Dengan terjadinya hubungan interaksi antara penulis dengan pembaca,
memperjelas bahwa menulis merupakan keterampilan yang punya andil besar bagi
peradaban dunia. Dapat kita bayangkan, seandainya umat manusia tidak memiliki
dan mengembangkan keterampilan menulis, pasti tidak akan dapat mewariskan
kebudayaan yang turun-temurun. Oleh karena itu, dengan menulis kita memeroleh
manfaat yang besar. Seorang pengajar karang-mengarang bernama Bernerd Percy
dalam Nursisto (2006: 6) mengungkapkan sekurang-kurangya terdapat enam
manfaat karang-mengarang, yaitu sebagai berikut.
1) sarana untuk pengungkapan diri;
2) sarana untuk memahami sesuatu;
3) sarana untuk mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggan, dan rasa harga
diri;
4) sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan
sekeliling;
5) sarana untuk melibatkan diri dengan penuh semangat; dan
6) sarana untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan mempergunakan
bahasa.
Salah satu sarana untuk mengungkapkan gagasan melalui tulisan yaitu bahasa.
Dengan kemampuan penulis memilih unsur-unsur bahasa dalam tulisan, pembaca
akan mudah memahami tulisan tersebut. Hal ini diperkuat dengan pendapat
41
Rusyana (1984: 191) yang menyatakan bahwa menulis merupakan kemampuan
menggunakan pola-pola bahasa dalam penampilannya secara tertulis untuk
mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Kemampuan menulis itu mencakup
berbagai kemampuan seperti kemampuan menguasai gagasan yang dikemukakan,
kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa, kemampuan menggunakan bentuk
karangan, kemampuan menggunakan gaya, dan kemampuan menggunakan ejaan
serta tanda baca.
Selain pendapat tersebut, Tarigan (2008: 3) juga menjelaskan dalam kegiatan
menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa,
dan kosa kata.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa melalui tulisan dapat terjadi komunikasi
antara penulis dengan pembaca. Hal tersebut terjadi apabila antara penulis dan
pembaca masing-masing dapat memahami grafologi, struktur bahasa, kosa kata,
kemampuan menggunakan gaya, dan kemampuan menggunakan ejaan serta tanda
baca.
Sebagai suatu keterampilan berbahasa, menulis merupakan suatu aspek yang
harus diajarkan kepada siswa yang terangkum dalam Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia.
Pembelajaran
bahasa
Indonesia
dewasa
ini
ditujukan
pada
keterampilan siswa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan
konteksnya atau bersifat pragmatis. Dengan kata lain, pembelajaran bahasa
Indonesia khususnya menulis harus lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi. Oleh karena itu, dalam pembelajaran menulis diharapkan siswa
42
mampu menuangkan gagasannya dengan menggunakan bahasa yang baik dan
benar.
Bahasa tidak terpisahkan dari manusia dan mengikuti di dalam setiap langkahnya.
Memang suatu kenyataan bahwa bahasa wajar dibutuhkan oleh setiap manusia.
Kewajaran ini mungkin menyebabkan bahasa dianggap sebagai barang sehari-hari
yang biasa saja sehingga tidak perlu mendapat perhatian yang selayaknya, sesuai
dengan fungsinya di dalam masyarakat (Samsuri, 1980: 3).
Padahal dalam setiap penggunaan bahasa, unsur kebahasaan selalu mengiringi
tuturan karena unsur kebahasaan merupakan peranti sistem bahasa, mulai dari
wujud yang paling sederhana berupa bunyi sampai pada sistem yang paling
kompleks berupa wacana. Peranti sistem bahasa tersebut digunakan untuk
mengungkapkan maksud pengguna bahasa. Oleh karena itu, penutur harus
menguasai peranti sistem bahasa tersebut ketika menggunakan bahasa (Jurusan
Pendidikan Bahasa Indonesia FPBS UPI, 2010: 60). Jika peranti sistem bahasa
tersebut tidak dikuasai oleh penutur, peranti sistem bahasa akan melahirkan
ketidakseragaman
dalam
berkomunikasi
terutama
berkomunikasi
dengan
menggunakan bahasa Indonesia baku.
Terkait dengan pembahasan mengenai bahasa Indonesia baku ini, ada beberapa
hal yang akan dibahas, yaitu (1) pengertian bahasa baku, (2) sifat bahasa
Indonesia baku, (3) fungsi bahasa Indonesia baku, dan (4) ciri-ciri bahasa
Indonesia baku.
43
2.4.2
Pengertian Bahasa Baku
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 123). baku diartikan
sebagai tolak ukur yang berlaku untuk kuantitas atau kualitas dan ditetapkan
berdasarkan kesepakatan; standar. Standar merupakan hal yang dianggap paling
dapat diterima (tentang salah satu variasi dalam bahasa) dan biasanya dipakai
dalam penggunaan resmi.
Bahasa baku berarti bahasa standar (Depdiknas, 2008: 116). Bahasa standar
berarti “(1) (ragam) bahasa yang diterima untuk dipakai dalam situasi resmi,
seperti dalam perundang-undangan dan surat-menyurat resmi; (2) bahasa
persatuan dalam masyarakat bahasa yang mempunyai banyak bahasa”
(Depdiknas, 2008: 117).
Kiranya perlu dikemukakan juga beberapa pengertian bahasa baku yang
dikemukakan oleh beberapa ahli. Rumusan berikut dikutip dari tulisan
Sabariyanto (1999: 5).
1.
2.
3.
Bahasa baku atau bahasa standar ialah ragam bahasa yang berkekuatan sanksi
sosial dan yang diterima masyarakat bahasa sebagai acuan atau model
(Moeliono, 1989: 43).
Yang dimaksud dengan bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa yang
mengikuti kaidah bahasa Indonesia, baik yang menyangkut ejaan, lafal,
bentuk kata, struktur kalimat, maupun penggunaan bahasa (Junaiyah,1991:
18). Bahasa baku ialah suatu bentuk pemakaian bahasa yang menjadi model
yang dapat dicontoh oleh setiap pemakai bahasa yang hendak berbahasa
secara benar (Moeljono, 1989: 23)
Bahasa baku atau bahasa standar ialah ragam bahasa atau dialek yang
diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundangundangan, surat menyurat resmi, dan berbicara di depan umum
(Kridalaksana, 1982: 21).
Rusyana (1984: 104) menjelaskan bahwa bahasa baku atau bahasa standar adalah
suatu bahasa yang dikodifikasikan, diterima, dan dijadikan model oleh masyarakat
44
bahasa yang lebih luas. Keraf (1991: 8) mengemukakan pendapat bahwa bahasa
baku adalah bahasa yang dianggap dan diterima sebagai patokan umum untuk
seluruh penutur bahasa itu.
Beberapa pendapat tersebut sesungguhnya sama, yaitu bahwa bahasa baku
merupakan sebuah ragam bahasa. Dalam ragam itu harus tercermin penggunaan
kaidah yang benar. Penggunaan kaidah yang benar dalam pemakaian bahasa
mempunyai kekuatan sanksi sosial sebab mereka yang bahasanya benar akan
mendapat pujian dan bagi mereka yang bahasanya jelek akan dicela masyarakat.
Bahasa yang benar itu akan dijadikan acuan atau model oleh masyarakat pemakai
bahasa. Bahasa itu dipergunakan dalam situasi resmi, misalnya dalam perundangundangan, surat menyurat resmi, berbicara di muka kelas, berpidato di depan
umum, dan dalam penulisan ilmu pengetahuan (Sabariyanto, 1999: 5 – 6).
2.4.3
Sifat Bahasa Indonesia Baku
Wujud bahasa Indonesia baku dapat dikenali secara jelas, tetapi wujud ini tidak
mungkin untuk diidentifikasi khasanahnya satu per satu dari fonem sampai
kalimat. Seperti halnya dengan bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia
baku menggunakan bahasa orang yang berpendidikan sebagai tolok ukurnya.
Ragam bahasa orang yang berpendidikan, yakni bahasa dunia pendidikan
merupakan pokok yang sudah banyak ditelaah orang. Ragam itulah yang juga
kaidah-kaidahnya paling lengkap diperikan jika
dibandingkan dengan ragam
bahasa lain. Ragam itu tidak saja ditelaah dan diperiksa, tetapi juga diajarkan di
sekolah. Ragam itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa
45
yang benar. Fungsinya sebagai tolok ukur menghasilkan nama Bahasa Baku atau
Bahasa Standar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988: 12)
Selain dapat dikenali bentuknya, bahasa Indonesia baku seperti halnya bahasa
baku pada umumnya diisyaratkan memiliki beberapa sifat. Menurut Alwi (1999:
13) ragam bahasa standar memiliki sifat-sifat, yaitu sebagai berikut.
1.
Kemampuan Dinamis
Bahasa Indonesia baku memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa
kaidah dan aturan yang tetap. Di sini, baku atau standar berarti tidak dapat
berubah setiap saat. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam
standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan yang bersistem dan
teratur dalam bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan
berjenis ragam yang diperlukan di dalam kehidupan modern.
1.
Kecendekiaan
Sifat ini diwujudkan dalam paragraf, kalimat, dan satuan bahasa lain yang
mengungkapkan penalaran dan pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
Proses pencendekiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan
teknologi modern, yakni umumnya masih bersumber pada bahasa asing, harus
dapat dilangsungkan lewat buku bahasa Indonesia.
2. Keseragaman
Bahasa
Indonesia
baku
memiliki
kaidah
yang seragam.
Memiliki
keseragaman kaidah, artinya kebakuan bahasa bukan penyamaan ragam
bahasa, melainkan kesamaan kaidah. Proses penyeragaman bertujuan
46
menyeragamkan kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman
variasi bahasa.
2.4.4
Fungsi Bahasa Indonesia Baku
Selain berfungsi sebagai bahasa negara dan bahasa resmi, bahasa Indonesia juga
menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah dari Taman Kanak-kanak sampai
Perguruan Tinggi, menjadi bahasa pergaulan, bahasa perhubungan, dan bahasa
persatuan. Jadi, bahasa Indonesia itu multifungsi (Badudu, 1983: 8).
Bahasa Indonesia baku memiliki empat fungsi utama, yaitu sebagai berikut.
1) Pemersatu
Fungsi pemersatu artinya bahasa Indonesia baku mampu mempersatukan atau
menghubungkan penutur berbagai dialek bahasa itu. Bahasa Indonesia baku
mampu mempersatukan masyarakat menjadi satu masyarakat bahasa dan
meningkatkan proses identifikasi setiap orang dengan seluruh masyarakat itu.
Bahasa Indonesia baku mengikat kebhinekaan rumpun dan bahasa yang ada di
Indonesia dengan mengatasi batas-batas kedaerahan. Bahasa Indonesia baku
merupakan wahana atau alat dan pengungkap kebudayaan nasional yang utama.
Fungsi pemersatu ini ditingkatkan melalui usaha memberlakukannya sebagai
salah satu syarat atau ciri manusia Indonesia modern.
2) Penanda Kepribadian
Fungsi penanda kepribadian artinya bahasa Indonesia baku memberi kekhasan
dan memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang
bersangkutan. Bahasa Indonesia baku merupakan ciri khas yang membedakannya
47
dengan bahasa-bahasa lainnya. Dengan bahasa Indonesia baku kita menyatakan
identitas kita. Bahasa Indonesia baku berbeda dengan bahasa Malaysia atau
bahasa Melayu di Singapura dan Brunai Darussalam. Bahasa Indonesia baku
dianggap sudah berbeda dengan bahasa Melayu Riau yang menjadi induknya.
3) Pembawa Kewibawaan
Fungsi pembawa kewibawaan artinya pemilikan bahasa Indonesia baku membawa
serta wibawa atau prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha
orang mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi melalui
pemerolehan bahasa Indonesia baku. Di samping itu, pemakai bahasa Indonesia
yang mahir berbahasa baku “dengan baik dan benar” memperoleh wibawa di mata
orang lain.
Fungsi yang menyangkut kewibawaan itu juga terlaksana jika bahasa Indonesia
baku dapat dipautkan dengan hasil teknologi baru dan unsur kebudayaan baru.
Warga masyarakat secara psikologis akan mengidentifikasikan bahasa Indonesia
baku dengan masyarakat dan kebudayaan maju serta modern sebagai pengganti
pranata, lembaga, bangunan indah, dan jalan raya yang besar. Gengsi juga melekat
pada bahasa Indonesia baku karena dipergunakan oleh masyarakat
yang
berpengaruh yang menambah wibawa pada setiap orang yang mampu
menggunakan bahasa Indonesia baku.
4) Kerangka Acuan
Bahasa Indonesia baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakainya
dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) secara jelas. Norma dan
kaidah itu menjadi tolok ukur bagi betul tidaknya pemakaian bahasa Indonesia
48
baku. Dengan demikian, penyimpangan dari norma dan kaidah dapat dinilai.
Norma dan kaidah bahasa Indonesia baku juga menjadi kerangka acuan umum
bagi segala jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena bentuknya
yang khas. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
1988: 14)
Bahasa Indonesia dalam berbagai fungsinya sebagai sarana komunikasi ilmu dan
teknologi, sarana pendidikan, dan sarana pengembang kebudayaan harus
ditingkatkan pengembangan dan pembinaannya secara terpadu dan terencana.
Dengan demikian, masyarakat Indonesia akan memiliki alat komunikasi yang
canggih yang mempunyai bentuk estetis, luwes, dan beragam sesuai dengan
keperluan pemakainya.
Melihat fungsi bahasa Indonesia yang begitu besar, bahasa nasional kita dewasa
ini sedang mengalami perubahan yang sangat pesat, sama pesatnya dengan gerak
maju perkembangan masyarakat Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai
sarana komunikasi sehari-hari menunjukkan peningkatan yang pesat dan jumlah
orang yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama semakin
meningkat. Suatu bahasa yang hidup dan terpakai dalam masyarakat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hidayat S. (2007: 27) bahwa “penggunaan bahasa
Indonesia sehari-hari itu meningkat. Hal ini menandakan sikap masyarakat kita
terhadap penggunaan bahasa Indonesia cukup menggembirakan.”
Bahasa Indonesia telah menyempurnakan dan tumbuh serta berkembang dengan
pesatnya. Seperti pendapat yang dikemukakan Badudu (1983: 9) bahwa:
49
Bahasa Indonesia bukan lagi hanya bahasa pergaulan sehari-hari, tetapi telah
tumbuh menjadi bahasa ilmiah dan teknologi. Bahasa Indonesia dipakai sebagai
bahasa pengantar di Perguruan Tinggi untuk mata kuliah nonekseta maupun mata
kuliah eksakta. Bahasa Indonesia bukan lagi hanya dipakai dalam kehidupan
sehari-hari sebagai bahasa percakapan, melainkan dipakai juga sebagai bahasa
ilmiah untuk menulis buku, makalah, laporan, penelitian, kertas kerja dalam
pertemuan-pertemuan ilmiah, skripsi dan disertasi. Bahasa Indonesia dipakai
dalam berpidato, memimpin rapat, berdiskusi, memberikan ceramah, kuliah,
menyampaikan pelajaran, dan sebagainya.
Kemampuan pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam situasi
yang memerlukannya serta jumlah pemakainya masih perlu ditingkatkan, baik
dalam penyempurnaan sistem sandi dan kaidah bahasa maupun dalam hal
penyebarluasan hasil pembakuan bahasa itu. Dalam hubungan dengan pembakuan
itu, perlu ditetapkan beberapa langkah kebijakan di antaranya melaksanakan
penyempurnaan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, melaksanakan penulisan
tata bahasa, serta mengusahakan penerjemahan berbagai buku pedoman dan
pengantar kebahasaan. Hal ini perlu dikembangkan agar tercapai keterampilan
berbahasa yang tinggi pada diri siswa dan sikap positif yang mengandung unsur
kebanggaan bahasa, kesetiaan bahasa, dan kesadaran akan norma bahasa.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yakni sebagai
berikut.
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulis.
2) Mengahargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
peersatu dan bahasa Negara.
3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan.
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual
serta kematangan emosional dan sosial.
5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa.
50
6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia. (hankey.pbworks.com/f/Makalah M
Yunus. Doc)
Imbauan agar kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar selalu
terdengar. Sakri (1993: 1) juga mengatakan bahwasannya “kita dianjurkan agar
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.” Sudahkah kita mengetahui
apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu?”. Bahasa
Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang baik menurut tata bahasa dan
benar menurut ragamnya. Selain itu, bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat
diartikan sebagai ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan mengikuti
kaidah bahasa yang betul.
Pada dasarnya lahirnya konsep bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak
terlepas dari konteks pemakaian bahasa yang beragam. Dalam hal ini bahasa
Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang dipergunakan sesuai dengan
situasi pemakainya, sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa
Indonesia yang penggunaannya sesuai dengan kaidah yang berlaku. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan Alwi dkk. (1999: 21) bahwa:
Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis
pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik dan tepat. Adapun
pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap
baku itulah yang merupakan bahasa yang benar.
Begitu pula „yang benar’ bermakna mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia dan
„dengan baik’ berarti penggunaan bahasa pada tempatnya. Jadi, jika kita
berbahasa benar belum tentu baik untuk mencapai sasarannya. Begitu juga
sebaliknya, jika kita berbahasa baik belum tentu benar. Kata benar dalam hal ini
mengacu kepada bahasa baku.
51
Untuk itu ada baiknya kita harus tetap selalu memperdalam pengetahuan kita
tentang bahasa Indonesia agar kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan
benar. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar, berarti “pemakaian ragam
bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah
bahasa yang benar. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebaliknya
mengacu pada ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan
kebenaran.” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988: 20).
2.4.5
Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku
Bahasa baku merupakan salah satu variasi bahasa yang pada umumnya mengacu
pada bahasa orang terdidik yang digunakan dalam situasi resmi atau formal, baik
lisan maupun tulisan dengan tidak menampakkan ciri kedaerahan atau asing.
Chaer (2006: 4) berpendapat bahwa “bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa
yang dijadikan pokok, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.”
Kridalaksana (1981: 20) dan Chaer (2006: 4) berpendapat bahwa ragam bahasa
baku ini lazim dipakai dalam beberapa konteks, yaitu sebagai berikut.
1) Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat-menyurat dinas,
pengumuman-pengumuman
yang
dikeluarkan
oleh
instansi
resmi,
perundangan-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
2) Wacana teknis, seperti dalam laporam resmi, karangan ilmiah, buku
pelajaran, dan sebagainya
3) Pembicaraan di depan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan
sebagainya.
4) Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya.
52
Di dalam konteks pertama dan kedua didukung oleh bahasa Indonesia baku tulis.
Konteks ketiga dan keempat didukung oleh bahasa Indonesia baku lisan. Di luar
konteks itu dipergunakan bahasa Indonesia nonbaku atau bahasa Indonesia
nonstandar.
Agar dapat menggunakan bahasa Indonesia baku dengan tepat, kita perlu
memahami ciri-cirinya. Kridalaksana (1981: 20) dan Chaer (2006: 5)
mengemukakan bahwa ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut.
2.4.5.1 Penggunaan Kaidah Tata Bahasa Normatif
Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara eksplisit dan konsisten, yaitu
dengan jalan sebagai berikut.
1) Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara eksplisit dan konsisten.
2) Pemakaian kata penghubung bahwa dank arena dalam kalimat majemuk
secara eksplisit dan konsisten.
3) Pemakaian pola frasa untuk predikat aspek + pelaku + kata kerja secara
konsisten.
4) Pemakaian fungsi gramatikal (subjek, predikat, dan sebagainya) secara
eksplisit dan konsisten.
5) Pemakaian konstruksi sintesis
6) Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsure
gramatikal bahasa daerah yang belum dianggap unsur bahasa Indonesia.
53
2.4.5.2 Penggunaan Kata-kata Baku
Dalam hal ini kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah lazim
digunakan atau kata-kata yang frekuensi penggunaannya cukup tinggi. Kata-kata
yang belum lazim atau bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan kecuali
dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.
2.4.5.3 Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EyD) dalam Ragam Tulis
Kesempurnaan sebuah tulisan ditentukan oleh ketepatan dalam menggunakan
ejaan. Masalah ejaan tampaknya masalah yang sepele. Namun, tidak demikian
dampaknya. Kesalahan dalam menggunakan tanda baca misalnya, akan
mengakibatkan pembaca sulit memahami tulisan karena maknanya tidak jelas.
Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disebut dengan
Ejaan yang Disempurnakan (EyD). EyD mengatur mulai dari pemakaian huruf,
pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur
serapan, dan pemakaian tanda baca. Pedoman ejaan bahasa
Indonesia yang
Disempurnakan merupakan patokan pemakaian ejaan. Pusat bahasa Departemen
Pendidikan Nasional (2009: 15 – 68) memaparkan pedoman tersebut sebagai
berikut.
2.4.5.3.1 Pemakain Huruf
1) Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf
yaitu a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y, dan z.
2) Huruf Vokal
54
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a,
i, u, e, o.
3) Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf, b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z
4) Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai,
au, dan oi.
5) Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang
melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing
melambangkan satu bunyi konsonan.
6) Pemenggalan Kata
a)
Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan seperti yang tampak dalam tabel
berikut.
No.
Tabel 2.1
Pemenggalan Kata
Keterangan
(1)
(2)
1.
Jika di tengah kata terdapat vokal yang berurutan, pemenggalan itu
dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Namun, huruf diftong ai, au,
dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
2.
Jika di tengah kata terdapat huruf konsonan, termasuk gabungan huruf
konsonan, di antara dua huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum
huruf konsonan.
3.
Jika di tengah kata terdapat dua huruf konsonan yang berurutan,
55
pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabunagn
huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
4.
Jika di tengah kata terdapat tiga buah huruf konsonan atau lebih,
pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf
konsonan yang kedua.
b) Imbuhan awalan dan akhiran, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya,
dapat dipenggal pada pergantian baris.
Catatan:
1) Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal
2) Akhiran –i tidak dipenggal
3) Jika di tengah kata yang berimbuhan sisipan terdapat dua huruf konsonan di
antara dua huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
4) Jika di tengah kata yang berimbuhan sisipan terdapat dua huruf konsonan
yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
c)
Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara
unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai denga kaidah
pemenggalan kata di atas.
2.4.5.3.2 Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
1) Pemakaian huruf kapital atau huruf besar tampak dalam tabel berikut.
56
No.
Tabel 2.2
Pemakaian Huruf Kapital
Keterangan
(1)
(2)
1.
Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama pada awal
kalimat.
2.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3.
Huruf kapaital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab suci, termasuk kata ganti
untuk Tuhan
4.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Namun, huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
5.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti
nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Namun, huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama jabatan dan pangkat yang
tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
6.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Namun, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang
yang dipergunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
7.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
dan bahasa. Namun, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata
turunan.
8.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari
raya, dan peristiwa sejarah. Namun, huruf kapital tidak dipakai sebagai
huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
9.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Namun,
huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang
menjadi unsur nama diri. Selain itu, huruf kapital tidak dipakai sebagai
huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
10.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
kecuali kata seperti dan. Namun, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama kata yang bukan nama negara, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
57
11.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang
sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
12.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar,
dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dan, yang, untuk yang
tidak terletak pada posisi awal.
13.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur singkatan nama
gelar, pangkat, dan sapaan.
14.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Namun, huruf kapital tidak
dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang
tidak dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
15.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
2) Pemakaian huruf miring tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.3
Pemakaian Huruf Miring
No.
Keterangan
1.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,
majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan
2.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan
mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata
3.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah
atau ungkapan asing kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya
atau
Catatan : Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak
miring diberi satu garis di bawahnya.
58
2.4.5.3.3 Penulisan Kata
1) Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan
2) Kata Turunan
a)
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
b) Jika bentuk dasar berupa gabuangan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya
c)
Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai
d) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai
Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital,
di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang
bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah
3) Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung
4) Gabungan kata
a)
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah.
59
b) Gabunagn kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian unsur yang bersangkutan.
c)
Banyak gabungan kata yang langsung ditulis serangkai namun tidak ada
hukum yang pasti sehingga membingungkan untuk menentukannya.
5) Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya.
Kata ganti ku dan kau ditulis serangakai dengan kata yang mengikutinya; ku,
mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya
6) Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata
maka ditulis serangkai, seperti kepada, daripada, kemari, kesampingkan,
dikeluarkan, dan terkemuka.
7) Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
8) Partikel
a)
Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya
b) Partikel –pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun,
biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun,
walaupun.
60
c)
Partikel per yang berarti „mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’, ditulis terpisah dari
bagian kalimat yang mendahuluinya atau mengikutinya
9) Singkatan dan Akronim
a) Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih. Adapun pemakaian singkatan tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.4
Pemakaian Singkatan
Keterangan
No.
1.
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti
dengan tanda titik.
2.
Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan
atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal
kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
3.
Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik. Namun, ada beberapa singkatan yang terdiri atas dua huruf, tetapi
diikuti masing-masing tanda titik. Dalam hal seperti ini tidak ada hukum
yang pasti sehingga membingungkan untuk menentukannya.
4.
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata
uang tidak diikuti tanda titik.
b) Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata.
Adapun pemakaian akronim tampak dalam tabel berikut.
No.
Tabel 2.5
Pemakaian Akronim
Keterangan
1.
Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
2.
Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
61
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
3.
Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis
dengan huruf kecil.
Catatan: Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan
syarat-syarat berikut.
(1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada
kata Indonesia
(2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim
10)
Angka dan Lambang Bilangan
Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan
lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Pemakaian angka dan lambang
bilangan diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang tampak dalam tabel berikut.
No.
Tabel 2.6
Pemakaian Angka dan Lambang Bilangan
Keterangan
1.
Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, besar, luas, dan
isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
2.
Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah,
apartemen, atau kamar pada alamat.
3.
Angka digunakan untuk menomori karangan dan ayat kitab suci.
4.
Penulisan lambang bilangan meliputi lambang bilangan utuh, bilangan
pecahan, bilangan tingkat, dan bilangan yang mendapat akhiran –an.
5.
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam pemerincian dan pemaparan.
6.
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan
62
dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
7.
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian.
supaya lebih mudah dibaca.
8.
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
9.
Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
2.4.5.3.4 Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa
lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sansekerta, Arab,
Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman
dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar yaitu sebagai
berikut.
1) Unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia
dan pengucapannya masih mengikuti cara asing tetap dipakai dalam konteks
bahasa Indonesia.
2) Unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisaannya disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya
diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesia masih dapat dibandingkan
dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu tampak dalam tabel berikut.
63
Tabel.2.7
Kaidah Ejaan Unsur Serapan
No.
Huruf Asal
Serapan
Keterangan
Hasil
serapan
(1)
(2)
(3)
(4)
1.
aa
berasal dari bahasa Belanda menjadi a
a
2.
ae
tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
e
3.
ae
jika bervariasi dengan e, menjadi e
e
4.
ai
tetap ai
ai
5.
au
tetap au
au
6.
c
di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k
k
7.
c
di muka a, i, oe, dan y menjadi s
s
8.
cc
di muka o, u dan konsonan menjadi k
k
9.
cc
di muka e dan i menjadi ks
ks
10.
cch dan ch
di muka a, o dan konsonan menjadi k
k
11.
ch
yang lafalnya s atau sy menjadi s
s
12.
ch
yang lafalnya c menjadi c
c
13.
s
berasal dari bahasa Sansekerta menjadi s
s
14.
e
tetap e
e
15.
ea
tetap ea
ea
16.
ee
berasal dari bahasa Belanda menjadi e
e
17.
ei
tetap ei
ei
18.
eo
tetap eo
eo
19.
eu
tetap eu
eu
20.
f
21.
tetap f
f
gh
menjadi g
g
22.
gue
menjadi ge
ge
23.
i
pada awal suku kata di muka vokal tetap i
i
64
24.
ie
(Belanda) menjadi i jika lafalnya i
i
25.
ie
tetap ie jika lafalnya buka i
i
26.
kh
berasal dari bahasa Arab tetap kh
kh
27.
ng
tetap ng
ng
28.
oe
(oi berasal dari bahasa Yunani) menjadi e
e
29.
oo
berasal dari bahasa Belanda menjadi o
o
30.
oo
berasal dari bahasa Inggris menjadi o
o
31.
oo
(vokal ganda) tetap oo
oo
32.
ou
tetap u jika lafalnya u
u
33.
ph
menjadi f
f
34.
ps
tetap ps
ps
35
pt
tetap pt
pt
36
q
menjadi k
k
37
rh
menjadi r
r
38
sc
di muka a,o,u dan menjadi sk
sk
39
sc
di muka e, i, dan y menjadi s
s
40
sch
di muka vokal menjadi sk
sk
41
t
di muka i menjadi s jika lafanya s
S
42
th
menjadi t
t
43
u
tetap u
u
44
ua
tetap ua
ua
45
ue
tetap ue
ue
46
ui
tetap ui
ui
47
uo
tetap uo
uo
48
uu
menjadi u
u
49
v
tetap v
v
50
x
pada awal kata tetap x
x
65
51
x
pada posisi lain menjadi ks
ks
52
xe
di muka e dan i, menjadi ks
ks
53
xc
di muka a, o, u dan konsonan menjadi ksk
ksk
54
y
tetap y jika lafalnya y
y
55
y
menjadi i jika lafalnya i
i
56
z
tetap z
z
Catatan:
a) Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi
diubah.
b) Sekalipun dalam Ejaan yang Disempurnakan huruf q dan x
diterima
sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua
huruf itu dipergunakan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam
pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut, berikut ini
didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiaanya dalam bahasa
Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai kata yang utuh.
Tabel.2.7
Kaidah Akhiran Unsur Serapan
No.
Huruf Asal
Serapan
Keterangan
Hasil
serapan
(1)
(2)
(3)
(4)
1.
-aat
berasal dari bahasa Belanda menjadi at
-at
2.
-age
menjadi –ase
-ase
3.
-al, -eel
berasal dari bahasa Belanda menjadi –al
-al
4.
-ant
menjadi –an
-an
66
5.
-archy
6.
-ary
7.
-(a) toin
8.
-eel
berasal dari bahasa Belanda menjadi –el
-el
9.
-ein
tetap –ein
-ein
10.
-archie (Belanda) menjadi arki
-arki
-air (Belanda) menjadi -er
-er
-(a)tie (Belanda) menjadi –asi, -si
-ic, ics, -ique, berasal dari bahasa Belanda menjadi –ik,
-iek, -iea
-ika
bahasa
adjective
-asi, -si
-ik, -ika
11.
-ic
isch berasal dari
Belanda menjadi –ik
12.
-ical,-isch
(Belanda) menjadi –is
-is
13.
-ile,-iel
menjadi-il
-il
14.
-ism,-isme
15.
-ist
menjadi –is
-is
16.
-ive
-ief berasal dari bahasa Belanda menjadi
–if
-if
17.
logue
menjadi-log
18.
logy
-logie berasal
menjadi –logi
Belanda
-logi
19.
-loog
berasal dari bahasa Belanda menjadi –log
-log
20.
-oid
-oide berasal
menjadi –oid
-oid
21.
-oir (e)
menjadi –oar
22.
-or, -eur
-eur (Belanda) menjadi –ur, -ir
23.
-or
tetap –or
-or
24.
-ty
-teit (Belanda) menjadi –tas
-tas
25.
-ure
-uur (Belanda) menjadi -ur
-ur
berasal dari bahasa Belanda menjadi isme
-ik
-isme
-log
dari
dari
bahasa
bahasa
Belanda
-oar
-ur,-ir
67
2.4.5.3.5 Pemakaian Tanda Baca
1) Tanda titik (.)
Kaidah pemakaian tanda (.) tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.9
Kaidah Pemakaian Tanda Titik
No.
Keterangan
1.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
(mengikuti kalimat berita atau pernyataan).
2.
Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar, atau daftar.
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan
atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam
deret angka atau huruf.
3.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.
4.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
5.
Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam
daftar pustaka.
6.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Namun, tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
7.
Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
8.
Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal
surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
9.
Tanda titik dipakai di belakang akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat,
dan nama orang.
68
2) Tanda Koma (,)
Kaidah pemakaian tanda koma (,) tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.10
Kaidah Pemakaian Tanda Koma (,)
No.
Keterangan
1.
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
2.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti sedangkan,
melainkan, atau tetapi.
3.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak kalimat itu mendahuui induk kalimatnya. Namun, tanda koma
tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
4.
Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu,
jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
5.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
6.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat.
7.
Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian
alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
8.
Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
9.
Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
10.
Tanda koma dipakai di antara nama orag dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan diri, keluarga, atau
marga.
11.
Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah
dan sen yang dinyatakan dengan angka.
12.
Tanda koma dipakai utnuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya
tidak membatasi.
69
13.
Tanda koma dapat dipakai - untuk menghindari salah baca - dibelakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
14.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari
bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
3) Tanda Titik Koma (;)
Kaidah pemakaian tanda titik koma (;) tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.11
Kaidah Pemakaian Tanda Titik Koma (;)
No.
Keterangan
1.
Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara
2.
Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kelimat majemuk
4) Tanda Titik Dua (:)
Kaidah pemakaian tanda titik dua (:) tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.12
Kaidah Pemakaian Tanda Titik Dua (:)
No
Keterangan
1.
Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika
diikuti rangkaian atau pemerian. Namun, tanda titik dua tidak dipakai jika
rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengkahiri
pernyataan.
2.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian
3.
Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
4.
Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di
antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul
suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam
karangan.
70
5) Tanda Hubung (-)
Kaidah pemakaian tanda hubung (-) tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.13
Kaidah Pemakaian Tanda Hubung (-)
No.
Keterangan
1.
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
pergantian baris. Namun, suku kata yang berupa satu vokal tidak
ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris
2.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya
atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Adapun akhiran –i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja
pada pangkal baris.
3.
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
4.
Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagianbagian tanggal.
5.
Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagianbagian kata atau ungkapan dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
6.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya
yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka
dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata,
dan (v) nama jabatan rangkap.
7.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia
dengan unsur bahasa asing
6) Tanda Pisah (--)
Kaidah pemakaian tanda Pisah (--) tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.14
Kaidah Pemakaian Pisah (--)
No.
Keterangan
1.
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun kalimat.
2.
Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang
lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
71
3.
Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti
„sampai ke‟ atau „sampai dengan‟
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanda
spasi sebelum dan sesudahnya.
7) Tanda Elipsis (…)
Kaidah pemakaian tanda Elipsis (…) tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.15
Kaidah Pemakaian Tanda Elipsis (…)
No.
Keterangan
1.
Tanda ellipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
2.
Tanda ellipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada
bagian yang dihilangkan.
Catatan: Jika bagian yang dihilangkan mengkahiri sebuah kalimat, perlu dipakai
empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk
menandai akhir kalimat.
8) Tanda Tanya (?)
Kaidah pemakaian tanda Tanya (?) tampak dalam tabel berikut.
Tabel 2.16
Kaidah Pemakaian Tanda Tanya (?)
No.
Keterangan
1.
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat Tanya.
2.
Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya.
72
9) Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa
emosi yang kuat.
10)
Tanda Kurung ((…))
Kaidah pemakaian tanda Kurung ((…)) tampak dalam tabel berikut.
No
Tabel 2.17
Kaidah Pemakaian Tanda Kurung ((…))
Keterangan
1.
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
2.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan.
3.
Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks
dapat dihilangkan.
4.
Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan
keterangan.
11)
Tanda Petik (“...”)
Kaidah pemakaian tanda petik (“…”) tampak dalam tabel berikut.
No.
Tabel 2.18
Kaidah Pemakaian Tanda Petik (“…”)
Keterangan
1.
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan
dan naskah attau bahan tertulis lain.
2.
Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai
dalam kalimat.
3.
Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
73
mempunyai arti khusus.
4.
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengikuti petikan
langsung.
5.
Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempetkan di belakang
tanda petiik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti
khusus pada uujung kalimat atau bagian kalimat.
12) Tanda Petik Tunggal („...‟)
Kaidah pemakaian tanda petik tunggal („…,) tampak dalam tabel berikut.
No.
Tabel 2.19
Kaidah Pemakaian Tanda Petik Tunggal („…‟)
Keterangan
1.
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan
lain.
2.
Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan
kataatau ungkapan lain.
13) Tanda Garis Miring (/)
Kaidah pemakaian tanda petik tunggal („…,) tampak dalam tabel berikut.
No.
Tabel 2.20
Kaidah Pemakaian Tanda Garis Miring (/)
Keterangan
1.
Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat
dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin.
2.
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
2.4.5.4 Penggunaan Kalimat secara Efektf
Orang yang mahir menggunakan bahasa apa pun jenisnya itu sehingga maksud
hatinya mencapai sasarannya, dianggap berbahasa dengan efektif. Gagasannya
74
membuahkan efek atau hasil karena serasi dengan peristiwa atau keadaan yang
dihadapinya. Gagasan tersebut disampaikan dan diterima oleh pelaku komunikasi
diwujudkan dalam bentuk kalimat.
Kalimat yang baik harus memiliki kesatuan pikiran dan kepaduan di antara unsur
unsurnya sehingga apa yang disampaikan oleh penulis atau pembicara dapat
dengan tepat menyampaikan pesan kepada pembaca atau pendengar persis seperti
yang dimaksud oleh penulis atau pembicara. Kalimat yang demikian dinamakan
kalimat efektif. Keraf (1978: 35) mengemukakan bahwa:
Bila kalimat-kalimat itu berhasil mencipakan daya khayal dalam diri
pembaca atau pendengar seperti atau sekurang-kurangnya mendekati apa yang
dibayangkan oleh pengarang, maka dapatlah dikatakan bahwa kalimat-kalimat
yang mendukung ide itu sudah cukup efektif, cukup baik menjalankan fungsinya.
Pendapat lain tentang kalimat efektif dikemukakan oleh Kosasih dan Yoce Aliah
Darma (2009: 88) yang menyatakan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang
mempunyai daya informasi yang baik dan tepat.
Definisi yang dikemukakan tersebut sudah menggambarkan bahwa seorang
penulis yang baik akan selalu memperhatikan ciri-ciri kalimat efektif karena
berharap tulisannya bisa dibaca dan dipahami oleh pembacanya.
Keefektifan kalimat ini dapat dicapai, antara lain sebagai berikut.
1) Susunan kalimat menurut aturan tata bahasa yang benar.
Kalimat harus memiliki unsur-unsur yang lengkap dan unsur-unsur tersebut
dinyatakan secara eksplisit. Penulis kalimat sekurang-kurangnya harus berpikir
dengan cara menghubung-hubungkan data hingga sampai pada sesuatu yang
memiliki subjek dan predikat dengan jelas. Kehadiran fungsi lain (objek dan
75
pelengkap) sangat bergantung pada tipe predikatnya. Agar kelengkapan itu
terpenuhi, subjek pada awal kalimat hendaknya tidak didahului kata depan,
predikat kalimatnya jelas, dan tidak terdapat pemenggalan bagian kalimat. Di
samping itu, ungkapan penghubung dalam kalimat majemuk juga harus
dinyatakan secara eksplisit.
2) Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis di dalam kalimat.
Logika atau penalaran adalah suatu proses kesimpulan atau pendapat. Jadi, sebuah
kalimat efektif harus dilandasi dengan pikiran yang jerih serta ditunjang oleh
bukti dan data yang benar. Kalimat yang dibuat harus dapat dikaji dan diterima
oleh akal.
3) Penggunaan kata secara tepat dan efisien.
Kalimat dikatakan tepat dan efisien atau hemat jika terbebas dari penggunaan kata
atau frasa yang dianggap tidak perlu. Untuk mengefektifkan kalimat misalnya,
dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan jabatan kata dalam
kalimat, menghilangkan pleonasme, atau tidak menjamakkan kata yang sudah
berbentuk jamak.
4) Penggunaan variasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang
ingin ditonjolkan.
Gagasan pokok yang dipentingkan biasanya ditonjolkan. Berbagai cara dapat
dilakukan dalam menonjolkan bagian yang dipentingkan, antara lain meletakkan
kata yang ditonjolkan pada awal kalimat, membuat urutan kata secara bertahap,
melakukan pengulangan kata, atau menggunakan partikel.
76
Dalam proses penyusunan kalimat, pemakai bahasa tidak hanya dituntut untuk
mampu menguasai kaidah tata bahasa, tetapi dituntut pula untuk mampu memilih
kata-kata secara tepat, cermat, dan serasi. Dengan menguasai kaidah dan
kemampuan memilih kata secara tepat, pemakai bahasa diharapkan dapat
menyusun kalimat secara lebih tepat dan efektif.
2.4.5.5 Penggunaan Lafal Baku dalam Ragam Lisan
Lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum
ditetapkan atau ciri-ciri bahasa Indonesia lisan baku belum dapat ditandai secara
eksplisit. Rumusan yang dapat diberikan kepada lafal baku adalah lafal dalam
bahasa Indonesia yang bebas dari ciri-ciri lafal bahasa daerah atau ciri-ciri lafal
dialek setempat.
Download