BAB I DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung Waktu : 2 (dua) kali tatap muka pelatihan (selama 180 menit) Tujuan : Setelah mempelajari model ini, Praja diharapkan Mampu menjelaskan demokrasi dalam pemilihan Kepala Daerah langsung Metode : Praktek (mempraktekkan, diskusi dan tugas terstruktur) 1 A. Pendahuluan Pilihan demokratisasi menjadi pilihan wajib bagi kegiatan pemerintahan. Demokratisasi pemerintahan lokal, yaitu terbentuknya ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara langsung. Demokratisasi, juga berarti proses perubahan dan struktur tatanan yang desentralistik melalui pembagian kekuasaan dan kewenangan yang jelas antara pusat dan daerah, antara eksekutif dan legislative. Dalam konteks Indonesia, gerakan demokratisasi politik menuntut pembaharuan mulai tampak pada era 1980-an. Ini ditandai dengan tampilnya kekuatan masyarakat sipil dan kaum intelektual melalui gerakan demokrasi sejak akhir era 1990-an. Gelombang demokratisasi dalam nuansa demokrasi, tidak saja mempengaruhi pemerintahan orde baru, tetapi juga masuk sampai ke dalam sendisendi kehidupan masyarakat. Kondisi ini memacu dinamika politik berdemokrasi yang menuntut dilaksanakannya reformasi di segala bidang. Sejak saat itu proses pembaharuan di berbagai bidang kehidupan bangsa bergerak maju dengan beragam tuntutan perubahan. Di bidang politik, masyarakat menuntut adanya pemerintah baru yang lebih demokratis. Oleh sebab itu, agenda prioritas yang ditempuh pemerintahan transisi pasca Orde baru adalah melaksanakan Pemilu 2 sesegera mungkin. Proses reformasi politik mulai berjalan yang ditandai dengan keluarnya beberapa kebijakan politik antara lain, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UndangUndang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, UndangUndang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPRDPR-DPRD ( saat ini telah mengalami perubahan ). Semua ketentuan tersebut diimplementasikan pada Pemilihan Umum 1999 dan Pemilihan Umum 2004 yang dalam rangka kontinuitas telah menghasilkan pemerintahan baru. Pada tataran lokal, reformasi politik pemerintahan juga terus dilakukan dan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, yang saat ini telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Kondisi baru yang mewarnai nuansa praktek politik ketatanegaraan Indonesia, yaitu dilaksanakannya Pemilihan Presiden Langsung dan pemilihan Kepala Daerah langsung. Pemilihan langsung merupakan respons dari semakin meluasnya harapan seluruh komponen bangsa untuk mengembalikan kedaulatan rakyat secara demokratis. Hal ini untuk menjamin terciptanya mekanisme “ Check and balances “ antara lembaga-lembaga pemerintahan. Kekuasaan atau mandat yang diperoleh Presiden maupun Kepala Daerah dari rakyat yang memilihnya dalam konteks kedaulatan rakyat 3 harus diimplementasikan dengan modus kekuasaan untuk melayani rakyat dan bukan mendominasi rakyat. Ketika rakyat memberikan mandat kekuasaan kepada Kepala daerah, maka hal itu dimaksudkan untuk dikonversikan menjadi kesejahteraan rakyat. Berbagai proses demokratisasi yang mulai tampak dalam kehidupan politik sebagai akibat berbagai perubahan dalam sistem Pemilu maupun Undang-Undang Politik yang mendasari aturan main dalam proses politik masa kini, akan berpengaruh banyak dalam proses pemerintahan di daerah. Tingkat kehidupan bermasyarakat yang makin baik akan meningkatkan apresiasinya terhadap politik sehingga membuatnya lebih kritis dalam menyikapi setiap phenomena kenegaraan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari perubahan itu adalah pemerintahan daerah akan semakin demokratis. Di pihak lain, masyarakat akan mengenal lebih dekat dengan pemimpinnya karena masyarakat dapat menentukan secara langsung siapa yang akan menjadi pemimpin di daerah tersebut. B. Makna Demokrasi. B.1. Materi Dalam Ilmu Politik, demokrasi difahami dari dua aspek, yaitu demokrasi normative ( substantive democracy ) dan demokrasi empirik ( procedural democracy ). Secara normative menurut Gaffar (1998), 4 demokrasi merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan dan dijalankan oleh sebuah negara, seperti pernyataan “ pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat “ (demokrasi klasik) yang biasanya dituangkan dalam konstitusi masing=masing Negara. Perlu difahami, bahwa apa yang normative belum tentu dapat dilihat dalam konteks kehidupan politik praktis sehari-hari suatu Negara. Oleh sebab itu, demokrasi perlu difahami dari aspek empirik, yakni demokrasi yang terwujud dalam kehidupan politik praktis. Menurut Linz Greenstein dan Polsby ( 1975 ), demokrasi secara empiris memperlihatkan adanya ruang gerak yang cukup tinggi bagi masyarakat dalam suatu sistem politik Pemerintah untuk berpartisipasi guna memformulasikan preferensi politik mereka melalui organisasi politik yang ada, dan sejauh mana kompetisi antara pemimpin dilakukan secara teratur ( regular basis ) untuk mengisi jabatan politik. Samuel P. Huntington ( 1997 ) dalam Demokratisasi Ketiga” ( Third Wave of “Gelombang Democratization ) mengemukakan bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat. Huntington mendefinisikan bahwa sistem politik yang demokratis adalah sejauh mana para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala, bahwa 5 para calon secara bebas bersaing untuk memperoleh dukungan suara pemilih dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara. Demokrasi memiliki keunggulan dalam 10 hal disbanding alternative manapun yang ada ( Robert Dahl, 1999 ) : 1. Menghindari tirani 2. Menjamin hak azasi 3. Menjamin kebebasan umum 4. Menentukan nasib sendiri 5. Otonomi moral 6. Menjamin perkembangan manusia 7. Menjaga kepentingan pribadi yang utama 8. Persamaan politik 9. Mendorong kemakmuran 10.Menjaga perdamaian Gaffar ( 1999 ), menyimpulkan 5 ( lima ) prasyarat untuk mengamati apakah sebuah political order merupakan sistem pemerintahan yang demokratis atau tidak, yaitu : 1. Akuntabilitas, bahwa setiap pemegang jabatan yang dipilih rakyat harus mempertanggungjawabkan ucapan, perilaku dan kebijakan yang ditempuhnya. 6 2. Rotasi kekuasaan, bahwa peluang terjadinya rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai. 3. Rekruitmen politik yang terbuka, untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan ; artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. 4. Pemilihan umum, bahwa setiap warga Negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta bebas menggunakan haknya sesuai kehendak hati nuraninya dan dilaksanakan secara teratur. 5. Menikmati hak-hak dasar, bahwa setiap warga Negara bebas menikmati hak-hak dasar mereka, termasuk didalamnya hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat dan hak untuk menikmati pers yang bebas. Dengan demikian, esensi demokrasi adalah terwujudnya kebebasan politik rakyat dalam mengekspresikan preferensi dan hakhak politiknya, adanya rekruitmen politik terbuka dan pemilihan umum yang langsung, bebas dan fair dalam mengisi jabatan-jabatan poilitik dan pemerintahan. Yang penting dari esensi demokrasi adalah adanya kebebasan yang bertanggungjawab. B.2. Praktek/Latihan 7 1. Jelaskan pengertian demokrasi dari aspek normatif dari aspek empirik 2. Jelaskan keunggulan sistem demokrasi dibandingkan dengan alternatif lainnya 3. Jelaskan beberapa prasyarat yang harus dimiliki suatu pemerintahan yang demokratis 4. Jelaskan esensi daripada demokrasi C. Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah C. 1. Materi Sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi dengan menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi yang seluas-luasnya adalah kepada daerah diberikan tugas, wewenang, hak dan kewajiban utnuk menangani urusan pemerintah yang tidak ditangani oleh pemerintah sendiri. Artinya, urusan pemerintahan yang bertalian dengan pelaksanaan fungsi Pemerintah, kepercayaan diberikan kepada daerah untuk menangani dan/atau melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkannya, 8 sehingga isi otonomi dapat dikatakan baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Disamping itu, daerah diberikan keleluasaan untuk menangani urusan pemerintahan yang diserahkan tersebut (political decentralization) dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu daerah dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi serta karakteristik masing-masing daerah. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Prinsip otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan Nasional. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai peranan yang strategis di bidang penyelenggaraan 9 pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dan bertanggungjawab sepenuhnya tentang jalannya pemerintahan daerah. Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, masa pendudukan Jepang dan setelah Proklamasi Kemerdekaan serta masa Orde Baru sampai era reformasi sekarang ini, Kepala Daerah dengan beragam penyebutan, seperti Gubernur, Bupati, Walikota, telah menunjukkan eksistensinya, baik sebagai pemimpin organisasi pemerintahan dalam mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat maupun dalam memimpin organisasi administrasi pemerintahan. Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah mempunyai kedudukan yang penting dan menonjol pada struktur Pemerintahan daerah. Ia adalah orang pertama dan paling utama dalam mengkoordinasikan seluruh proses pemerintahan daerah. Dari tinjauan organisasi dan manajemen, Kepala daerah/Wakil Kepala daerah merupakan figure atau manajer yang menentukan efektifitas pencapaian tujuan organisasi pemerintahan daerah. Dalam pendekatan pelayanan, kepala Daerah/Wakil Kepala daerah juga merupakan komponen strategis dalam mengupayakan terwujudnya pelayanan yang berkualitas, baik pelayanan internal dalam organisasi maupun pelayanan eksternal kepada masyarakat. 10 Di dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pemerintahan daerah, antara lain disebutkan : 1. Kepala daerah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. 2. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. 3. Wakil kepala daerah untuk provinsi disebut wakil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. 4. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Jika dilihat dari hierarki kepemimpinan di Indonesia, Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah berada di posisi kepemimpinan tingkat menengah, di atasnya terdapat kepemimpinan yang dijalankan oleh Presiden beserta para menteri, dan dibawahnya terdapat kepemimpinan yang dijalankan oleh Camat dan Kepala Desa/Lurah. Para pemimpin pemerintahan tersebut bertanggungjawab sepenuhnya atas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya masing-masing, sekaligus mempertanggungjawabkan tugas yang diembannya kepada pejabat yang berwenang sesuai hierarki kepemimpinan tersebut. C.2. Praktek/Latihan 11 1. Jelaskan pengertian prinsip otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab 2. Jelaskan yang dimaksud dengan Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota 3. Jelaskan kedudukan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditinjau dari hierarki kepemimpinan kepemimpinan di Indonesia D. Pemilihan Kepala Daerah Langsung D.1. Materi Suatu perubahan besar telah dilaksanakan dalam hal pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah. Tidak seperti dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dimana pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, maka dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Perubahan kedua UUD 1945, pasal 18 yang diantaranya menyebutkan Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara 12 demokratis, telah menjadi dasar perubahan sistem pemilihan Kepala Daerah tersebut. Perubahan ini disesuaikan dengan tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah, yang menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah. Konsekuensinya, pemilihan secara demokrasi dalam undang-undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Selama ini pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan secara representatif oleh lembaga legislatif daerah justru menutup keran akses masyarakat terhadap kepala daerah. Sebab bangunan politik yang termanifestasikian masih cenderung absurd antara peran legislatif sebagai representasi warna ideologi politik, dalam hal ini basis massa pemilihnya atau representasi keseluruhan masyarakat dalam wilayah tersebut. Dalam proses pemilihan Kepala Daerah mau tidak mau posisi Kepala Daerah merupakan representasi kumulatif keseluruhan masyarakat di wilayah tersebut, bukan lagi representasi kepentingan warna ideologi politik seperti yang pernah diperankan oleh anggota legislatif. Pilkada langsung sebenarnya adalah suatu proses pemilu karena keduanya senafas dan sejiwa serta tidak bisa dipisahkan. 13 Walaupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah tidak mendefinisikan Pilkada Langsung sebagai pemilu, tetapi Undang-Undang tersebut telah mengadopsi seluruh asas dan tahap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan wakil Presiden. Pilkada Langsung merupakan satu tahap pencapaian kemajuan perkembangan demokrasi di Tanah Air. Pilkada Langsung menjadi solusi elegan sekaligus terobosan untuk mengatasi kemacetan demokrasi lokal. Dengan demikian, guliran perubahan akan terus berlangsung dari tingkat Nasional ke tingkat Lokal, khususnya dalam memilih pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat sesuai keinginannya. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah memunculkan arus besar dalam sistem pemerintahan daerah, yaitu arus yang berorientasi pada kepentingan masyarakat (partisipatifpopulis). Sistem pemilihan langsung kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 2005. Dengan sistem baru tersebut, diharapkan para kepala daerah dan wakil kepala daerah di seluruh Indonesia benar-benar merupakan hasil pilihan rakyat sehingga benar-benar bertanggungjawab kepada rakyat. Kepala pemerintahan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat akan memiliki 14 legitimasi kuat dibanding dengan Dewan yang memilih lewat sistem proporsional. Pilkada langsung ini diselenggarakan oleh Komite Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Penyelenggaraan Pilkada ini diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan yang dibentuk dan terdiri dari unsurunsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers dan tokoh masyarakat. Pasangan calon Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara yang sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila tidak mencapai suara lebih dari 50 persen, atau pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 25 persen dari jumlah suara yang sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana disebutkan diatas terdapat lebih dari satu pasangan calon yang nperolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25 persen dari jumlah suara yang sah, maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, pasal 95, ayat (8) tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala daerah dan wakil Kepala Daerah, menyebutkan bahwa pasangan calon Kepala Daerah dan 15 Wakil Kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua, ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Dalam rangka mewujudkan penguatan dan pemberdayaan demokrasi di tingkat lokal, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada Langsung, yaitu : 1. Pilkada Langsung memungkinkan terwujudnya penguatan demokratisasi di tingkat lokal, khususnya pembangunan legitimasi politik. Ini didasarkan pada asumsi bahwa Kepala Daerah terpilih memiliki mandate dan legitimasi yang kuat karena didukung oleh suara pemilih nyata yang merefleksikan konfigurasi kekuatan politik dan kepentingan konstituen pemilih. Legitimasi ini akan merupakan modal politik penting dan sangat diperlukan oleh suatu pemerintahan yang akan berkuasa. 2. Pilkada Langsung diharapkan mampu membangun dan mewujudkan local accountability. Ketika seorang kandidat terpilih menjadi Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka para wakil rakyat yang mendapat mandat akan meningkatkan kualitas akuntabilitasnya (pertanggungjawabannya kepada rakyat, khususnya konstituennya). Hal ini sangat mungkin dilakukan karena obligasi moral dari penanaman modal politik menjadi kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai wujud 16 pembangunan legitimasi politik. Mekanisme pemilihan Kepala Daerah yang berlangsung pada masa lalu, cenderung menciptakan ketergantungan berlebihan dari Kepala Daerah kepada DPRD, sehingga Kepala Daerah tersebut lebih meletakkan akuntabilitasnya pada anggota parlemen daripada masyarakat yang seharusnya dilayaninya. Dampak negatifnya adalah munculnya fenomena politik uang antara Kepala daerah dan DPRD, karena laporan pertanggungjawaban (LPJ) Kepala daerah menjadi komoditi bargaining dan negosiasi. Pilkada Langsung diharapkan akan mampu mengikis fenomena tersebut. 3. Terciptanya optimalisasi mekanisme check and balances antara lembaga-lembaga pemerintahan yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan penguatan demokrasi pada level lokal. 4. Pilkada Langsung diharapkan mampu meningkatkan kualitas kesadaran politik dan kualitas partisipasi masyarakat. Pilkada Langsung akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menggunakan kearifan, kecerdasan dan kepedulian guna menentukan sendiri siapa yang dianggap layak dan pantas menjadi pemimpinnya. Mekanisme ini pula dapat memberikan jalan untuk membuka mata para elit politik, bahwa pemegang kedaulatan politik yang sebenarnya adalah warga masyarakat dan bukan lembaga-lembaga lainnya. 17 D.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan perbedaan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 b. Jelaskan landasan hukum perubahan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat c. Jelaskan organisasi penyelenggara dan pengawas Pilkada Langsung serta unsur-unsur yang terlibat dalam organisasi penyelenggara Pilkada Langsung d. Jelaskan bahwa dengan pelaksanaan Pilkada Langsung dapat mewujudkan penguatan demokrasi di tingkat lokal 18 dan pemberdayaan BAB II KEDUDUKAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : KEDUDUKAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH Waktu : 2 (dua) kali tatap muka pelatihan ( selama 180 menit ) Tujuan : Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan mampu menjelaskan kedudukan Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Metode : Praktek ( mempraktekkan, diskusi dan tugas Terstruktur ) 19 A. Pendahuluan Salah satu perubahan yang sangat penting dari sistem pemnerintahan daerah setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomnor 22 Tahun 1999 adalah dipisahkannya secara tegas antara institusi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan DPRD. Jika dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 diatur bahwa yang disebut Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan DPRD, sehingga DPRD dianggap sebagai lembaga leksekutif, maka dalam dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa di daerah dibentuk DPRD sebagai badan legislatif daerah dan Pemerintah Daerah sebagai badan eksekutif daerah yang terdiri dari Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah beserta perangkat daerah. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 telah banyak mengubah sistem pemerintah daerah menuju ke arah penyempurnaan yang lebih baik. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Sedangkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat adalah juga sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa posisi DPRD di bawah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengalami perubahan, 20 yaitu dari sebagai Badan Legislatif Daerah menjadi unsur penyelenggara pemerintahan daerah. DPRD Yang semula diposisikan sebagai layaknya DPR untuk mengimbangi kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh Kepala Daerah, menjadi sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Hubungan antara Kepala Daerah dengan DPRD merupakan hubungankerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antar Kepala daerah dan DPRD adalah mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing, sehingga antar kedua lembaga itu dapat membangun hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung, bukan merupakan lawan atau pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing. B. Kedudukan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah B.1. Materi Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas 21 pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.dan eksekutif adalah pemerintah daerah. Undang-Undang tersebut dengan tegas memisahkan antara badan legislatif dan eksekutif daerah. Badan legislative daerah adalah DPRD, sedangkan badan eksekutif adalah pemerintah daerah. DPRD berkedudukan sederajat dengan pemerintah daerah atau badan eksekutif. Dengan demikian jelaslah bahwa DPRD bukan bagian atau unsur dari pemerintah daerah karena DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah. Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa kedudukan setiap unsur pemerintah daerah berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki. Karena itu, daerah provinsi bukan atasan dari daerah kabupaten/kota. Kewenangan yang diserahkan kepada daerah sangat besar, mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, peran kepala daerah menjadi unsur penting yang menggerakkan roda pemerintahan daerah. Oleh sebab itu, 22 rekruitmen kepala daerah harus diarahkan pada sistem rekruitmen yang mampu menyeleksi kepala daerah yang benar-benar memiliki kualifikasi yang dapat diandalkan dalam memacu perkembangan dan pembangunan daerahnya. Kedudukan kepala daerah/wakil kepala daerah selain sebagai pimpinan pemerintahan, sekaligus adalah pimpinan daerah dan pengayom masyarakat sehingga harus mampu berpikir, bertindak dan bersikap dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat umum daripada kepentingan pribadi, golongan dan aliran. Oleh karena itu, dari kelompok atau etnis dan keyakinan manapun Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus bersikap arif, bijaksana, jujur, adil dan netral. Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada wilayah provinsi karena kedudukannya sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, juga sebagai kepala wilayah atau wakil pemerintah. Oleh sebab itu, dalam proses rekruitmennya harus dapat memadukan dua kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan Pemerintah dan Daerah. Walaupun kewenangan demikian, kepada Pemerintah daerah untuk Pusat tetap menyeleksi memberikan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Provinsi yang kemudian dapat disetujui oleh Pemerintah Pusat. 23 a. Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Daerah . Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang : 1) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD ; 2) Mengajukan rancangan Peraturan Daerah ; 3) Menetapkan Peraturan daerah yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD ; 4) Menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama ; 5) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerrah ; 6) Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hokum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan; dan 7) Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Wakil Kepala daerah mempunyai tugas : 1) Membantu Kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah ; 2) Membantu kepala daerah dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan 24 dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup ; 3) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi ; 4) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota ; 5) Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah ; 6) Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah ; dan 7) Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, wakil kepala daerah bertanggungjawab kepada kepala daerah. Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabataannya. 25 Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud diatas, kepala daerah/wakil kepala daerah berkewajiban : 1) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ; 2) Meningkatkan kesejahteraan rakyat ; 3) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat ; 4) Melaksanakan kehidupan demokrasi ; 5) Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan ; 6) Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ; 7) Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah ; 8) Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik ;Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah ; 9) Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertical di daerah dan semua perangkat daerah ; 10)Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD. 26 Selain mempunyai kewajiban sebagaimana tersebut di atas,kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah tersebut disampaikan kepada Presiden melalui menteri dalam negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri dalam negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Laporan dimaksud digunakan Pemerintah sebagai dasar untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangundangan. b. Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Didalam pasal 37 Undang-Undang Nomnor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara Gubernur Pemerintah yang karena di kedudukannya wilayah sebagai lain disebutkan bahwa jabatannya berkedudukan provinsi wakil bertanggungjawab kepada Presiden. 27 yang juga wakil bersangkutan. Pemerintah, Dalam Gubernur Dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah, Gubernur memiliki tugas dan wewenang : 1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota ; 2) Koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota ; 3) Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh Pemerintah, Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan 28 utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. B.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan kedudukan Kepala Daerah dan DPRD menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 b. Jelaskan tugas Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah c. Jelaskan tugas Gubernur sebagai wakil Pemerintah 29 BAB III PERAN KPUD, PARTAI POLITIK DAN DPRD DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : PERAN KPUD, PARTAI POLITIK DAN DPRD DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH Waktu : 2 (dua) kali tatap muka pelatihan (selama 180 menit) Tujuan : Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan mampu menjelaskan Peran KPUD, Partai Politik Dan DPRD dalam Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Metode : Praktek ( mempraktekkan. diskusi dan terstruktur 30 tugas A. Pendahuluan Sebagai daerah otonom, daerah provinsi dan kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah baik di daerah provinsi maupun kabupaten/kota, yang merupakan eksekutif di daerah. Sedangkan DPRD baik di daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota merupakan lembaga legislative daerah. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip demokrasi. Sesuai dengan pasal 18 ayat (4) UUD 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis. Di dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur mengenai pemilihan kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Berdasarkan perkembangan hukum dan politik, untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan akuntabel yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan secara lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 31 tentang Pemerintahan Daerah telah dilakukan perubahan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu memberikan kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah ( KPUD ) yang bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD. B. Peran Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) B.1. Materi Pasal 22E, ayat (5) UUD 1945 menyatakan : “ Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap dan mandiri “. Ini berarti bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjalankan tugasnya secara berkesinambungan dan bebas dari pengaruh pihak manapun disertai dengan transparansi dan pertanggungjawaban yang jelas sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. 32 KPU merupakan lembaga yang bersifat nasional, permanen dan independen, yang secara hierarkhis diorganisasikan pada tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota serta telah diberikan otonomi keuangan dan manajerial. KPU Nasional (Pusat) memiliki 7 (tujuh) anggota yang disetujui oleh DPR dari maksimal 21 calon anggota ( 3 kali jumlah anggota KPU ) yang diajukan Presiden. KPU Provinsi memiliki 5 (lima) anggota yang ditetapkan dengan Keputusan KPU berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan terhadap 10 orang calon yang diajukan oleh Tim Seleksi yang dibentuk KPU. KPU Kabupaten/Kota juga memiliki 5 (lima) anggota yang ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan terhadap 10 orang calon yang diajukan oleh Tim Seleksi yang dibentuk oleh KPU Provinsi. Adanya lembaga penyelenggara pemilihan umum yang professional membutuhkan Sekretariat Jenderal KPU di tingkat Pusat dan sekretariat KPU Provinsi dan secretariat KPU Kabupaten/Kota di daerah sebagai lembaga pendukung yang professional dengan tugas utama membantu hal teknis administratif, termasuk pengelolaan anggaran. Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pasal 66, sebagai berikut : 33 a. Merencanakan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah b. Menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundangan. Mengkoordinasikan penyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah. c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. d. Menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye semua tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. e. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon. f. Meneliti persyaratan calon Kepala daerah dan wakil Kepala daerah yang diusulkan. g. Menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan. h. Menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye. i. Mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye. 34 j. Menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. k. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan Wakil Kepala daerah. l. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. m. Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit. Sedangkan KPUD Kabupaten/Kota sebagai bagian pelaksanaan tahapan penyelenggara pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, pasal 6, mempunyai tugas dan wewenang, yaitu : a. Merencanakan pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Kabupaten/Kota. b. Melaksanakan pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur dan Wakil Gubernur di Kabupaten/Kota. c. Menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK dalam wilayah kerjanya, membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara. d. Membentuk PPK, PPS dan KPPS dalam wilayah kerjanya. 35 e. Mengkoordinasikan kegiatan panitia pelaksana pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam wilayah kerjanya. f. Menerima pendaftaran dan mengumumkan Tim Kampanye Pasangan Calon di Kabupaten/Kota. g. Melaksanakan tugas lain yang diberikan KPUD Provinsi. Secara teknis, berdasarkan ketentuan dalam pasal 1, Nomor 21 Undang-Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, dan pasal 1 Nomor 6 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah institusi yang diberi kewenangan khusus untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala daerah. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, KPUD Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Lebih lanjut di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 67 diatur tentang kewajiban Komisi Pemilihan Umum Daerah , yaitu : a. Memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara ; b. Menetapkan standarisasi seta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala 36 daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan ; c. Menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan permilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat ; d. Memelihara arsip, dokumen pemilihan dan mengelola barang inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundang-undangan. e. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD f. Melaksanakan semua tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara tepat waktu. Dalam penyusunan aturan Pemilihan Kepala daerah, Komisi Pemilihan Umum Daerah memegang peranan yang penting, khususnya berkenaan dengan penyusunan aturan, antara lain berisikan program/kegiatan, jadwal waktu dan pelaksanaan di setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Sebagai penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah, maka pada tahap tersebut, KPUD membentuk divisi-divisi kerja yang bertugas mempersiapkan dan menyusun berbagai aturan teknis pelaksanaan Pilkada berdasarkan pasal-pasal yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu : a. Divisi Kampanye dan Sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah. 37 b. Divisi Pendaftaran Pemilih dan Pencalonan. c. Divisi Logistik, Informasi Teknologi dan Keuangan. d. Divisi Hukum dan Hubungan Antar Lembaga. B.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Daerah b. Jelaskan kewajiban Komisi Pemilihan Umum Daerah C. Peran Partai Politik dalam Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah C.1. Materi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis dan berdasarkan hukum. Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi dan tanggungjawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa 38 Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem berbangsa dan bernegara. Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggungjawab. Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Melalui partai politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Keragaman pendapat di dalam masyarakat akan 39 melahirkan keinginan untuk membentuk berbagai partai politik sesuai dengan ragam pendapat yang hidup. Dengan demikian, pada hakekatnya Negara tidak membatasi jumlah partai politik yang dibentuk oleh rakyat. Dalam keragaman partai politik tersebut, setiap partai politik mempunyai kedudukan, fungsi dan kewajiban yang sama dan sederajat. Kedaulatan partai politik berada di tangan anggotanya. Oleh sebab itu, partai politik bersifat mandiri dalam mengatur rumah tangga organisasinya. Sebagai salah satu lembaga demokrasi, partai politik berfungsi mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat, menyalurkan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan Negara, meminta dan mempersiapkan anggota masyarakat dalam pembuatan kebijakan Negara, serta membina dan mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi. Partai politik juga merupakan salah satu wahana guna menyatakan dukungan dan tuntutan dalam proses politik. Semua fungsi ini diwujudkan melalui Pemilihan Umum yang diselenggarakan secara demokratis, jujur dan adil. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dalam perjalanannya dipandang belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan 40 mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik diperbarui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politiik. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 diamanatkan perlunya pendidikan poilitik dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga Negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, pendidikan politik harus ditingkatkan agar terbangun karakter bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk atas dasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran berbangsa, keluhuran budi pekerti, dan keikhlasan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa. Dalam undang-undang tersebut juga dinyatakan secara tegas larangan untuk menganut, mengembangkan, dan menyebarluaskan sebagaimana ajaran diamanatkan komunisme/Marxisme-Leninisme oleh Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/Tahun 1966. Ketetapan MPRS tersebut diberlakukan dan menghormati hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. a. Fungsi Partai Politik 41 Menurut Miriam Budiardjo (2008), fungsi Partai Politik di Negara demokrasi, yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekruitmen politik dan sebagai sarana pengatur konflik ( conflict management ). Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, pasal 11, dijelaskan bahwa Partai Politik berfungsi sebagai sarana, sebagai berikut : 1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ; 2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat ; 3) Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara ; 4) Partrisipasi politik warga Negara Indonesia, dan 5) Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. 42 b. Peran Partai Politik dalam Pilkada Di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, Bab VI, Pasal 12, huruf d dan I, antara lain disebutkan tentang hak Partai Politik, yaitu : 1) Ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan Sedangkan kewajiban Partai Politik sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008, Pasal 13, antara lain sebagai berikut : 1) Menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. 2) Melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya. 3) Menyukseskan penyelenggaraan Pemilihan Umum 43 Selanjutnya di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 07 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disebutkan bahwa Partai Politik adalah peserta Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 56, ayat 2 berbunyi : “ Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik “. Pasal tersebut menunjukkan begitu dominannya wewenang Partai Politik dalam mengajukan dan mengusulkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah serta menutup sama sekali peluang pasangan calon independen. Selanjutnya ketentuan Pasal 59, ayat 3 Undang-Undang Nomnor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur bahwa pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diusulkan oleh Partai Politik, dan wajib membuka kesempatan seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat. Selanjutnya, partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan, yakni memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. Secara umum, 44 terkesan bahwa partai politik seperti mendapat kesempatan istimewa dalam Pilkada, yang cenderung memfungsikan dirinya sebagai “political vehicle” bagi para pasangan calon. Ramainya perbincangan tentang calon perseorangan dimulai ketika Mahkamah Konstitusi membuat kejutan dengan memberikan kepastian hukum melalui putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 mengenai uji materi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang dasar 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi atas hasil uji materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah diajukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah Kabupaten Lombok Tengah. Konsekuensinya lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilakukan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, antara lain pada ketentuan Pasal 56 ayat 2, sehingga berbunyi sebagai berikut : (1) Kepala Daerah dan wakil Kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang 45 memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam undang-undang ini. Selanjutnya didalam pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, menyebutkan peserta pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah : (1) Pasangan calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan partai politik. (2) Pasangan calon perseorangan yang didukung oloeh sejumlah orang Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dalam rangka penguatan peran partai politik dalam kaitannya dengan Pilkada secara langsung, Dedi Putra (2010) mengatakan : Partai Politik harus dapat melakukan beberapa hal, yaitu : Pertama, Perubahan paradigma, khususnya menyangkut peran partai politik dalam pilkada. Partai Politik harus melihat Pilkada bukan semata-mata masalah proyeksi kekuasaan, tetapi harus mampu melihat dalam frame yang lebioh luas bahwa Pilkada langsung adalah 46 bagian dari proses konsolidasi demokrasi di Indonesia. Kompetisi yang fair dan hadirnya calon-calon yang berkualitas pemerintahan daerah yang baik dan akan melahirkan pada akhirnya akan memupuk kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi dan peran partai politik di dalamnya. Kedua, Partai Politik harus bersungguh-sungguh berusaha menawarkan pasangan calon terbaik, yaitu calon yang memiliki kapabilitas sekaligus integritas kepemimpinan. Pertimbangan poncalonan bukan semata-mata popularitas atau modal yang dimilikinya, meskipun k3duanya memang penting dan tidak dapat diabaikan untuk mobilisasi peroleehan suara. Namun, dengan orientasi politik jangka panjang, partai politik seharusnya mempertimbangkan dengan serius kesesuaian visi, misi, dan program calon dengan platform partai karena kinerja calon sebenarnya merupakan representative partai politik dalam mengejewantahkan blueprint mereka tentangg pemerintahan. Ketiga, Peran Partai Politik dalam mobilisasi dukungan harus mendewasakan pemilih melalui pilihan isu dan cara yang bijak, terutama terkait dengan kemungkinan konflik di tengah masyarakat.Masing-masing daerah mempunyai karakteristik tersendiri dan partai harus cerdas memilah mana yang layak dan tidak untuk ditawarkan kepada pemilih. Adalah tugas partai politik sebagai mesin 47 pemenangan dalam Pilkada untuk memenangkan calonnya. Akan tetapi, hal ini tidak berarti semua cara menjadi boleh untuk digunakan, meskipun memang aturan dan perangkat yang ada belum memadai. C.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan fungsi Partai Politik. b. Jelaskan peran Partai Politik pada masa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebelum dan sesudah dilakukan perubahan kedua melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008. D. Peran DPRD dalam pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. D.1. Materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah telah memunculkan arus besar dalam sistem pemerintahan daerah, yaitu arus yang berorientasi pada kepentingan masyarakat (partisipatif-populis). Yang paling menarik dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah ketentuan mengenai pemilihan kepala daerah secara/wakil kepala daerah secara langsung. Ketentuan ini merupakan hal baru dan pertama kali dalam sejarah sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Undang-undang ini mengubah secara total sistem pemilihan kepala daerah yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang menyebutkan 48 bahwa pemilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurangkurangnya dua pertiga jumlah anggota DPRD. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dipilih melalui pemilihan umum ( pemilu ) yang dilaksanakan secara demokratis. Lebih lanjut di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ketentuan Pasal 56 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut : (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam undang-undang ini. Menurut Morissan ( 2006 ), ada tiga argumentasi yang melatarbelakangi perubahan fundamental pemilihan kepala daerah tersebut, yaitu : 49 a. Pimpinan Negara tertinggi (presiden) telah dipilih secara langsung dalam pemilu yang dilakukan pertama kali melalui Pemilu tahun 2004, sementara pimpinan wilayah terendah (kepala desa) juga dilaksanakan secara langsung, lantas mengapa pemilihan kepala daerah tidak juga dilakukan secara langsung. Dengan demikiantidak ada alas an untuk tidak melaksanakan pemilu langsung bagi gubernur, bupati dan walikota. b. Pemilu kepala daerah akan lebih mewujudkan kedaulatan yang berada ditangan rakyat, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Dengan adanya kedaulatan ditangan rakyat di pemerintahan daerah maka ongkos politik (money politics) tidak lagi banyak terjadi yang pada gilirannya nanti akan mempercepat kesejahteraan rakyat. c. Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang menentukan bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD sudah tidak sesuai lagi karena undang-undang ini merupakan produk hukum sebelum amandemen UUD 1945. Sementara itu, sudah ada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang tidak menyebutkan adanya tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah. Hal ini ditafsirkan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 menginginkan 50 pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat. Dengan demikian, pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah tidak hanya dilakukan melalui sistem satu pintu, yaitu menempatkan partai politik menjadi satu-satunya saluran perekrutan kepemimpinan pemerintahan daerah, tetapi pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan calon walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud di dalam pasal 59, ayat (2a dan 2b ) UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008. Selanjutnya di dalam Ketentuan Peralihan Pasal 233, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juli 2005 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung pada bulan Juni 2005. Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung pada bulan Desember 2008. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang dibentuk di daerah provinsi, daerah kabupaten/kota dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Peran DPRD dalam pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah 51 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008, pasal 42, ayat d, e, j, sebagai berikut : a. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota. b. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah. c. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 mengatur dengan jelas mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya. Dalam hal pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud di atas, peran DPRD cukup menentukan. Di dalam Pasal 26, menyebutkan sebagai berikut : Ayat (4) : 52 Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Ayat (5) : Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari calon perseorangan dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Ayat (6) : Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara 53 terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Ayat (7) : Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Tugas dan wewenang DPRD, antara lain membentuk Panitia Pengawas Pemilihan Kepala daerah sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dihapus dan tidak ditemukan lagi di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Namun, di dalam 54 Pasal 236A menyebutkan bahwa : “ Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah akan berlangsung sebelum terbentuknya panitia pengawas pemilihan oleh Badan Pengawas Pemilu, DPRD berwenang membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ketentuan yang mengatur tentang panitia pengawas pemilihan, antara lain diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, angka (15), (16), (17) dan (18), yaitu : a. Badan pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah Panitia yang dibentuk penyelenggaraan oleh Pemilu Bawaslu di untuk wilayah mengawasi provinsi dan kabupaten/kota. c. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk Panwaslu Kabupaten/Kota 55 untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. d. Pengawas Pemilu lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu penyelenggaraan Kecamatan Pemilu di untuk desa mengawasi atau nama lain/kelurahan. D.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan sistem pemilihan kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. b. Jelaskan mekanisme pemilihan wakil kepala daerah dan peran DPRD dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan yang berasal dari perseorangan. c. Jelaskan pengawas pemilihan umum menurut UndanUndang Nomor 22 Tahun 2007 56 BAB IV PESERTA PEMILIHAN DAN PERSYARATAN CALON KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : PESERTA PEMILIHAN DAN PERSYARAATAN CALON KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH Waktu : 2 ( dua ) kali tatap muka pelatihan ( selama 180 menit T ujuan : Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan mampu menjelaskan tentang Peserta Pemilihan dan Persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Metode : Praktek ( mempraktekkan dan diskusi ) 57 A. Pendahuluan Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi perubahan yang mendasar terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi tentang calon perseorangan. Dalam arti, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 memberikan kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil ikepala daerah. Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik dan pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memperoleh 15% kursi di DPRD atau akumulasi suaranya mencapai 15% dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur/Wakil Gubernur dan calon Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota apabila memenuhi syarat dukungan sebagaimana dimaksud di dalam pasal 59, ayat (2a), (2b) dan (2c). 58 B. Peserta Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah B.1. Materi Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, rekruitmen calon kepala daerah di Indonesia menunjukkan fenomena bahwa calon hanya membutuhkan “kenderaan” partai politik, bukannya kepentingan partai politik untuk mencari kaderkader yang memenuhi kriteria akseptabilitas dan kredibilitas. Walaupun agak sulit dibuktikan, namun beredar isu politik uang (money politics) yang menguat terkait dengan pencarian “kenderaan” oleh para kandidat. Sistem pencalonan Pilkada langsung yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 6 Tahun 2005 merupakan sistem yang tidak memiliki batas-batas yang tegas sebagai sistem terbatas atau terbuka. Alasannya adalah mekanisme pendaftaran calon menempatkan partai politik pada posisi dan fungsi yang sangat strategis atau menentukan. Ketentuan mengenai kedudukan strategis partai politik tersebut dirumuskan pada Pasal 59, ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang berbunyi : “ Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh Partai Politik”. 59 Dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mewujudkan kepemimpinan daerah yang demokratis yang memperhatikan prinsip persamaan dan keadilan dan kepastian hukum, maka Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan Mahkamah tersebut Konstitusi terjadi tentang calon setelah adanya Putusan perseorangan. Putusan Mahkamah Konstitusi dilatarbelakangi atas hasil uji materi UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Ranggalawe. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal-pasal yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam undang-undang tersebut, antara lain, Pasal 56, ayat 2, yang berbunyi : “ Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik” ; Pasal 59 ayat 1, sepanjang mengenai frase “ yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik “ ; Pasal 59 ayat 2. Sepanjang mengenai frase “ sebagaimana dimaksud pada ayat 1 “ ; Pasal 59 ayat 3, sepanjang mengenai frase “ partai politik atau gabungan partai politik 60 wajib “, frase “ yang seluas-luasnya “, dan frase “ dan selanjutnya memproses bakal calon tersebut “. Pasal-pasal tersebut hanya memberikan hak kepada partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan/mengajukan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah serta sama sekali menutup kemungkinan peluang pasangan calon independen. Akhirnya, peluang pasangan calon perseorangan menjadi lebih terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 59, ayat (1) UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008, yang berbunyi : Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah : a. Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. b. Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Bila dicermati Undang-Undang Dasar 1945, pada prinsipnya telah memberikan kesempatan yang lebih terbuka kepada setiap warga negara untuk menjadi calon kepala daerah. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 18, ayat (4) yang berbunyi : “ Bupati, Gubernur dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis “. 61 Dari ketentuan Pasal 18, ayat (4) tersebut tidak ada aturan yang mengharuskan calon kepala daerah berasal dari partai politik. Inilah yang menjadi jalan pembuka bagi munculnya calon perseorangan dalam Pemilihan kepala daerah. Sedangkan untuk pasalpasal yang lain, Mahkamah Konstitusi menyatakan tetap berlaku, termasuk pasal-pasal yang membuat ketentuan pencalonan kepala daerah melalui partai politik. Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak merekomendasikan tentang pengaturan lebih lanjut mengenai calon perseorangan dan tidak memberikan batasan masa transisi tentang pelaksanaan putusan. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum dapat membuat aturan untuk mengisi kekosongan hukum tentang persyaratan calon perseorangan. B.2.Praktek/Latihan a. Jelaskan ketentuan yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah peserta dan wakil kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 b. Jelaskan landasan Tahun 2008. hukum yang memberi kesempatan calon pasangan perseorangan dalam pemilihan kepala daerah 62 C. Persyaratan Calon Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah C.1. Materi Kedudukan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerahselain sebagai pimpinan pemerintahan, sekaligus adalah pimpinan daerah dan pengayom masyarakat sehingga harus mampu berpikir, bertindak dan bersikap dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat umum daripada kepentingan pribadi, golongan dan aliran. Disamping itu, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus bersikap arif, bijaksana, jujur, adil dan netral. Kepala daerah sebagai kepala eksekutif dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Di dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, mengatur tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, yaitu : a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, UndangUndang Dasar Negara Republik Indinesia Tahun 1945, citacita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah. c. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat. 63 d. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. e. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter. f. Tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. g. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. h. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya. i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia diumumkan. j. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan Negara. k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 64 l. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum memiliki NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak. m. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau isteri. n. Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua ) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. o. Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah ; dan p. Mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya. Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor Nomor 12 Tahun 2008, Pasal 59 mengatur tentang persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusul dari partai politik atau gabungan partai politik dan pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan 65 suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan : a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen) b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 sampai dengan 6.000.000 jiwa harus didukung sekurangkurangnya 5% (lima persen), c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 sampai dengan 12.000.000 jiwa harus didukung sekurangkurangnya 4% (empat persen), dan d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud di atas, tersebar lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Bagi pasangan calon perseorangan yang mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan : 66 a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen). b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 sampai dengan 500.000 jiwa harus didukung sekurangkurangnya 5% (lima persen). c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 sampai dengan 1.000.000 jiwa harus didukung sekurangkurangnya 4% (empat persen) ; dan d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud di atas, tersebar pada lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan kabupaten/kota yang bersangkutan. Dukungan di sebagaimnana dimaksud diatas dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. D. Form Isian 1. Surat Pernyataan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Model BB – KWK). 67 2. Surat Pernyataan Setia kepada Pancasila Sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia Serta Pemerintah (Model BB 1 KWK). 3. Surat Pernyataan Belum Pernah Menjabat Sebagai Kepala Daerah Atau Wakil Kepala daerah Selama Dua Kali Masa Jabatan Yang Sama (Model BB 2 – KWK). 4. Daftar Riwayat Hidup Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Model BB 3 – KWK). 5. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Kemampuan Secara Rohani dan Jasmani (Model BB 4 – KWK). 6. Surat Keterangan Tidak Memiliki Tanggungan Utang (Model BB 5 – KWK). 7. Surat Keterangan Tidak Dinyatakan Pailit (Model BB 6 – KWK). 8. Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya, Tidak Pernah Dihukum Penjara Karena Tindak Pidana Makar Dan Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara (Model BB 7 – KWK). 9. Surat Pernyataan Kesanggupan Mengundurkan Diri Dari Jabatan Apabila Terpilih Menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Model B 6 – KWK). 68 BAB V PERAN STAKEHOLDER DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : PERAN STAKEHOLDER DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPLA DAERAH Waktu : 2 ( dua ) kali tatap muka pelatihan ( selama 180 menit Tujuan : Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan Mampu menjelaskan Peran Stakeholders dalam Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Metode : Praktek ( mempraktekkan, diskusi dan tugas Terstruktur ) 69 A, Pendahuluan Di negara yang telah mapan, proses demokratisasi seringkali digambarkan berlangsung secara gradual dan akomodatif. Namun pengalaman empiris di Negara yang sedang mencari bentuk demokrasi menunjukkan bahwa proses demokratisasi umumnya berlangsung dalam suasana mobilisasi dan ketidaksabaran yang kadangkala diwarnai dengan kekerasan, Hal ini tidak jauh berbeda dengan proses demokratisasi yang berlangsung di Indonesia. Mengutip pendapat Samuel Huntington ( 1991 ) bahwa demokrasi itu tidak pernah berkembang atau tumbuh linier (terletak pada satu garis lurus) dan bersifat pasti. Namun, demokrasi merupakan serangkaian gelombang yang maju, mundur, lalu bergulung-gulung kemudian memuncak lagi. Pendapat tersebut sepertinya sesuai dengan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Bila dipotret secara nasional, dalam realitasnya penyelenggaraan Pilkada langsung menghadirkan nuansa dan warna tersendiri di setiap daerah. Ada beberapa kabupaten/kota yang pelaksanaan Pilkadanya mengalami gejolak konflik politik yang serius dan cenderung destruktif sampai terjadinya kerusuhan, baik antar massa pendukung calon, para kandidat dengan KPUD, maupun pendukung calon dengan KPUD. Fakta ini mencederai demokrasi yang sedang dibangun. Mahkamah Agung, KPU Pusat dan lain-lain mengimplikasikan tentang ketidaksiapan 70 dan ketidakmatangan masyaraakat kita dalam berdemokrasi, disamping ketidaksiapan para stakeholders yang terlibat dalam proses Pilkada. Kondisi ini mengundang keprihatinan, bahwa pada saat starting point membangun demokrasi, kultur dan perilaku kita belum mendukung keinginan tersebut. Kekhawatiran banyak pihak atas terjadinya dampak negative dan hambatan dalam pelaksanaan Pilkada, maka peran stakeholders sangat dibutuhkan untuk mengurangi kekhawatiran di atas. Para stakeholders yang diharapkan dapat membantu kelancaran penyelenggaraan Pilkada, antara lain Desk Pilkada, Pegawai negeri Sipil, Masyarakat, Media Massa dan Quick Qount. B. Peran Desk Pilkada B.1. Materi Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 120.05 110 Tahun 2005, dibentuk Desk Pilkada Pusat. Sedangkan untuk Desk Pilkada di Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota dibentuk Desk Pilkada berdasarkan keputusan kepala daerah. Pembentukan Desk Pilkada pada awalnya banyak menuai kritik dari berbagai organisasi dan lembaga sosial masyarakat maupun perorangan. Mereka berpendapat bahwa pembentukan Desk Pilkada tidak mempunyai dasar hukum. Mantan Sekretaris Kementerian Dalam Negeri, Siti Nurbaya (Suara Pembaharuan, 08 Maret 2005), 71 ketika ditanya wartawan sebelum menghadiri Rapat Tertutup dengan Panitia Anggaran DPR untuk membahas anggaran Pilkada di gedung DPR mengatakan : “Desk Pilkada yang sudah dibentuk Depdagri tidak bermaksud untuk mengendalikan penyelenggaraan Pilkada. Pembentukan Desk Pilkada itu bertujuan untuk merekam dan mengikuti perkembangan serta sekaligus memfasilitasi hal-hal yang memang bersifat penegasan. Desk Pilkada juga bermaksud untuk mengatasi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi selama penyelenggaraan Pilkada”. Meskipun tidak disebut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tetapi ada peran atribusi pemerintah dalam menjalankan kewenangannya. Dalam konteks tersebut, kewenangan tidak selalu dalam pengertian delegatif. Kewenangan juga tidak selalu berarti diperintahkan. Sebaliknya, secara hukum, kewenangan itu selalu atributif. Walaupun menyelenggarakan di daerah Pemilihan sudah Kepala dibentuk Daerah, KPUD KPUD yang masih membutuhkan petunjuk dan penegasan-penegasan dari pemerintah. Pada prinsipnya ada 3 (tiga) elemen penting dalam Pilkada, yaitu : pertama, proses secara teknis penyelenggaraan Pilkada ; kedua, prinsip-prinsip demokratisasi ; ketiga, persoalan-persoalan keamanan 72 dan ketertiban masyarakat. Ketiga-tiganya harus berjalan seiring dan selaras. Desk Pilkada mempunyai tugas : 1. Memantau kelancaran pelaksanaan kegiatran pada setiap tahap Pilkada. 2. Memantau situasi/dinamika politik dan keamanan serta merumuskan langkah yang diperlukan. 3. Memberi dukungan fasilitas kepada penyelenggara Pilkada sesuai kebutuhan. 4. Menyusun langkah-langkah antisipatif dan kebijakan yang responsif terhadap situasi politik dan ketentraman, ketertiban dan keamanan yang berkembang di daerah, menjelang, selama dan pasca-Pilkada. 5. Melaksanakan sosialisasi tentang peraturan perundangundangan Pilkada serta upaya penyadaran kepada warga masyarakat untuk berperan serta secara aktif dan proporsional dan hak-hak politik warga, dan 6. Melaksanakan advokasi mengenai penyelesaian sengketa, pelanggaran, dan permasalahan hukum yang mungkin muncul dalam penyelenggaran Pilkada. Dalam praktek penyelenggaraan Pilkada, masalah yang dihadap Desk Pilkada adalah terbatasnya sarana dan prasarana 73 pendukung, khususnya peralatan penunjang, seperti jaringan telepon, faks, e-mail, dan terbatasnya sumber daya manusia yang mengelola kegiatan Desk Pilkada. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah daerah, khususnya dalam rangka efektifitas dan efesiensi fungsi dan peran Desk Pilkada sebagai supporting unit yang sifatnya melengkapi dan bukan sebagai aktor utama pelaksana Pilkada. B.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan tugas Desk Pilkada b. Jelaskan latar belakang pembentukan Desk Pilkada c. Jelaskan masalah-masalah yang sering dihadapi Desk Pilkada dalam penyelenggaraan Pilkada C, Peran Pegawai Negeri Sipil C.1. Materi Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) sebagai bagian dari suatu masyarakat politik, memiliki hak yang sama dalam proses Pilkada, yaitu hak dipilih dan memilih. Akan tetapi disisi lain, pegawai negeri sipil sebagai public servant dihadapkan dengan tugas pelayanan kepada semua lapisan masyarakat. Oleh sebab itu, hak-hak politik pegawai negeri sipil perlu diatur dalam peraturan perundang- 74 undangan dengan tujuan untuk menjamin tidak terjadinya penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan yang bersifat partisan, dan atau tidak menggunakan fasilitas publik untuk kepentingan partisan. Dalam netralitasnya ini, pegawai negeri sipil senantiasa harus memposisikan diri secara tepat dan profesional dalam proses Pilkada langsung. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor : SE/08.A/M.PAN/5/2005. Tanggal 2 Mei 2005 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah, antara lain menetapkan bahwa bagi pegawai negeri sipil yang menjadi calon kepala daerah : 1. Wajib membuat surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri pada Jabatan Struktural atau Fungsional yang disampaikan kepada Atasan Langsung untuk dapat diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Dilarang menggunakan anggaran pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. 3. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. 4. Dilarang melibatkan pegawai negeri sipil lainnya untuk memberikan dukungan dalam kampanye. Bagi pegawai negeri sipil yang bukan calon Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah : 75 1. Dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. 2. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam kegiatan kampanye. 3. Dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. 4. Pegawai Negeri Sipil dapat menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Pengawas Pemilihan, dengan izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian atau Atasan Langsung. Bagi pegawai negeri yang tidak menaati kewajiban dan larangan sebagaimana tertera pada angka 1 dan 2 di atas, dikategorikan melanggar Pasal 2 huruf b, I dan z Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan dijatuhi hukuman disiplin : 1. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun : a. Bagi pegawai negeri sipil yang melibatkan pegawai negeri sipil lainnya untuk kampanye. 76 memberikan dukungan dalam b. Bagi pegawai negeri sipil yang duduk sebagai Panitia Pengawas Pemilihan tanpa izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian atau Atasan Langsung. 2. Pemberhentian Dengan Hormat Atas Permintaan Sendiri sebagai pegawai negeri sipil dengan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku : a. Bagi pegawai negeri sipil yang terlibat dalam kegiatan kampan ye untuk mendukung Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah. b. Bagi pegawai negeri sipil yang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. c. Bagi pegawai negeri sipil yang menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara kegiatan kampanye (KPPS), tanpa izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian atau Atasan Langsung. 3. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil : a. Bagi pegawai negeri sipil yang menggunakan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah dalam proses Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. 77 b. Bagi pegawai negeri sipil yang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam proses Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. c. Bagi pegawai negeri sipil yang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. C.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan hak politik Pegawai Negeri Sipil dalam proses Pilkada b. Bagaimana seyogianya posisi Pegawai Negeri Sipil dalam mempertahankan netralitasnya secara profesional dan tepat dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Jelaskan pendapat Praja. c. Jelaskan sanksi yang dapat dikenakan bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak menaati kewajiban dan larangan dalam proses penyelenggaraan Pilkada berdasarkan Peraturan Pemerintah Nompr 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. D. Peran Masyarakat D.1.Materi 78 Robert A. Dahl ( 1999 ) berpendapat, bahwa pemerintahan yang demokratis akan menunjukkan kadar partisipasi rakyat yang tinggi, baik dalam memilih pejabat publik, mengawasi perilakunya maupun menentukan arah kebijakan umum kepemerintahannya. Kadar demokrasi suatu Negara dapat ditentukan oleh dua hal : 1. Seberapa besar peran masyarakat dalam menentukan arah kebijakan umum kepemerintahan. Peran ini dapat diaktualisasikan melalui mekanisme partisipasi politik yang salah satunya melalui pemilihan pejabat publik (kepala daerah) secara langsung, sehingga masyarakat dapat memilih secara langsung calon-calon yang dinilai oleh mereka sebagai individu yang mau dan mampu menangkap, mengapresiasi, dan mengimplementasikan aspirasi warganya ketika calon tersebut terpilih sebagai pejabat publik. 2. Seberapa besar peran warga masyarakat dalam menentukan siapa di antara mereka yang dijadikan pejabat publik. Jika mereka mengidentifikasikan diri sebagai orang yang prodemokrasi, anti-korupsi, mencita-citakan pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab, serta menginginkan masa depan kehidupan yang lebih baik, seharusnya pilihan mereka pada kandidat Kepala Daerah pun adalah pilihan yang mencerminkan sikap, keinginan, dan cita-cita mereka. 79 Dalam konteks tersebut di atas, Samuel Huntington dan Joan M. Nelson (1991) menyebutkan, bahwa partisipasi otonomis (autonomous participation) sebagai sesuatu yang dibutuhkan dalam proses demokrasi. Inilah kemandirian politik, sesuatu yang dapat tumbuh karena adanya pendidikan politik dari stakeholders Pilkada, partai politik, KPUD, Desk Pilkada ataupun pemerintah. Sesungguhnya pendidikan akan melahirkan pemahaman yang berujung pada pencerahan. Demikian halnya dengan pendidikan politik. Seorang individu yang mengalami pencerahan akan memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan. Dari sana akan melahirkan sikap : menggunakan hak pilih atau menanggalkannya (golongan putih). Sikap apatis masyarakat dalam menggunakan hak politik, antara lain disebabkan oleh kurangnya sosialisasi; pasangan calon tidak memikat publik; masyarakat malas dan jenuh (skeptis) dengan hajatan demokrasi tersebut karena mereka tidak memiliki rekam jejak para calon dan program-programnya; dan tidak memilih dianggap sebagai bentuk protes atas proses politik yang sedang berjalan yang menurut mereka tidak mengakomodasikan kandidat yang mereka idolakan. Kedekatan emosional antara pemilih dengan para kandidat merupakan salah satu daya tarik partisipasi politik masyarakat dalam Pilkada. Ditengah sistem dan kultur politik yang bersifat paternalistik, 80 maka partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Semakin besar dan baik kualitas partisipasi masyarakat, maka kelangsungan demokrasi akan semakin baik pula. Demikian juga sebaliknya. Kadar kualitas partisipasi politik masyarakat dapat dilihat dari sejauh mana tingkat otonomi dalam menentukan sikapnya ; apakah karena pengaruh mobilisasi partai politik semata, faktor primordialisme atau karena rasionalitas, dan hati nurani. Kalau keberpihakan politik lahir dari pertimbangan- pertimbangan yang rasional, maka ini merupakan pertanda positif bagi perkembangan dan format demokrasi ke depan. Tetapi jika pilihan politik hanya karena pengaruh mobilisasi saja, maka perkembangan demokrasi masa depan patut dipertanyakan lagi. Hukum demokrasi selalu menempatkan partisipasi masyarakat dalam posisi terdepan. Antara masyarakat dan demokrasi terdapat makna yang komplementer dan simultan. Agar demokrasi berjalan dengan baik, maka partisipasi masyarakat merupakan konsekuensi logis yang harus ditumbuhkembangkan. Penguatan demokrasi lokal tidak akan tercipta manakala masyarakat hanya dijadikan objek politik dan konstituen yang pasif. Dengan cara ini, demokrasi akan lebih cepat meresap ke bawah dan dapat dirasakan secara konkret oleh masyarakat yang secara formal berada pada hierarki sistem politik yang paling rendah. Dalam praktek, partisipasi masyarakat yang berperan dalam penyelenggaraan Pilkada sangat besar. Hal ini dapat 81 dilihat dari jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS), semuanya dilengkapi dengan personil PPS yang berasal dari masyarakat dimana TPS itu berada. D.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan bahwa pemerintahan yang demokratis dapat membentuk partisipasi masyarakat yang tinggi ; b. Mengapa pendidikan politik perlu diberikan kepada rakyat dan apa pengaruh pendidikan politik bagi rakyat ? Jelaskan pendapat Praja c. Berdasarkan pengamatan Praja terhadap penyelenggaraan Pilkada, bagaimanakah tingkat partisipasi dan peran masyarakat dalam proses Pilkada? Jelaskan pendapat Praja. E. Peran Media Massa E.1. Materi Kedudukan media massa (pers) dalam konteks pemilihan langsung sangat strategis, Media massa (terutama media elektronik) mempunyai jangkauan yang sangat luas dan mampu menyebarkan informasi secara instan dalam waktu yang sangat singkat. Dengan menampilkan visualisasi fisik yang kuat, media massa mampu 82 membentuk dan mengembangkan pencitraan (baik ataupun buruk) bagi siapapun, tidak terkecuali bagi para kandidat. Komunikasi politik untuk kepentingan pemenangan Pilkada secara langsung melibatkan dua variable penting, yaitu massa pemilih dengan segala karakteristiknya dan media massa sebagai alat pengendali. Kandidat yang cerdas akan dapat membaca massa dan terampil memanfaatkan media massa. Media massa dapat mengalirkan darah kehidupan politik, sehingga proses politik berjalan dinamis. Media massa juga dapat menyebarkan pesan-pesan provokatif ataupun yang menyejukkan. Dalam Pilkada langsung, media massa bukan hanya berfungsi membangun citra khalayak, kelompok ataupun lembaga, tetapi juga dapat mengendalikan citra sesuai visi dan misinya. Meskipun penerimaan massa atau konstituen dalam memilih figure juga turut dipengaruhi oleh peran media massa. Namun kekuatan media massa bukan satu-satunya menjadi penentu. Oleh sebab itu, media massa harus benar-benar mampu menempatkan diri secara independen dan tidak tergiur dalam permainan money politics. Media massa memiliki tanggungjawab moral dan sosial terhadap informasi yang disebarkannya, dan tidak sekedar mengejar keuntungan. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 76 dan 77 mengatur tentang penggunaan media massa (media cetak dan 83 elektronik) oleh para pasangan calon dalam menyampaikan tema dan materi kampanye. Di samping itu, media elektronik dan media cetak wajib memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk memasang iklan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka kampanye. Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, Pasal 56 dan 57, juga memperkenankan kampanye dilaksanakan melalui media cetak dan media elektronik. Demikian juga di dalam Pasal 19, ayat (3a) dan (3 f) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, berbunyi sebagai berikut : Untuk memilih calon anggota KPU Provinsi, Tim Seleksi melakukan tahapan kegiatan : a. Mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU Provinsi sekurang-kurangnya pada 2 (dua) media massa cetak harian lokal untuk 1 (satu) kali terbit dan 1 (satu) media massa elektronik lokal selama 3 (tiga) hari berturut-turut. b. Mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU Provinsi yang lulus seleksi tertulis sekurang-kurangnya pada 2 (dua) media massa cetak harian lokal selama 1 (satu) hari dan 1 (satu) media massa elektronik lokal selama 3 (tiga) hari berturut-turut utnuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. 84 Dari berbagai ketentuan ini tampak dengan jelas peran media atau pers sangatlah besar, mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap penghitungan suara. Pengaturan penggunaan media massa ini diperlukan guna menghindarkan timbulnya konflik antar konstituen dari para calon kepala daerah. Menurut J. Kaloh ( 2008 ) : “ Dalam kondisi masyarakat yang belum sadar akan arti demokrasi, media massa harus melihat dirinya sebagai bagian dari solusi, bukan bagian dari konflik. Oleh sebab itu, media massa harus menarik diri dari konflik, naik keposisi yang lebih tinggi dan suci, serta memerankan dirinya sebagai “negarawan”, bukan “politisi”. Negarawan memperjuangkan kepentingan masyarakat luas dan pandangan jangka panjangnya. Politisi sebaliknya : berjuang untuk kepentingan kelompoknya dan perspektifnya jangka pendek. Profesionalisme merupakan faktor penting dari independensi dan kenetralan pers. Banyak pengalaman bahwa media massa yang tidak memihak, merupakan media yang paling disenangi oleh masyarakat umum. Sedangkan media yang hanya menyuarakan salah satu calon, ruang geraknya menjadi terbatas karena saingan calon pasti enggan menggunakan media tersebut sebagai penyalur informasi kampanyenya. Media massa yang netral dan dapat dipercaya masyarakat serta kandidat yang bertarung, mengurangi opsi 85 pengerahan massa. Pembentukan opini dirasakan lebih efrektif dan efisien lewat media massa daripada mengerahkan massa. E.2. Praktek/Latihan a. Mengapa peran Media Massa sangat penting dalam penyelenggaraan Pilkada? Jelaskan pendapat Praja. b. Bagaimanakah peraturan perundang-undangan mengatur tentang penggunaan media massa oleh pasangan calon Pilkada dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah? Jelaskan pendapat Praja c. Jelaskan implikasi yang dapat terjadi bila media massa tidak professional, memihak dan tidak netral dalam penyelenggaraan Pilkada. F. Peran Quick-Qount F.1. Materi Seiring dengan perkembangan dunia Information Technology ( IT ) di Indonesia, menyebabkan pertukaran dan sharing informasi dalam bentuk digital menjadi relatif cepat dan menyebabkan bidang ilmu ini menjadi salah satu bidang yang paling cepat 86 berkembang di dunia. Dengan teknologi informasi yang lebih maju sekarang ini, seperti teknologi SMS, WAP maupun internet (blog, jejaring sosial, portal, dll), informasi kegiatan demokrasi terasa semakin cepat, mudah dan murah dalam mengaksesnya. Pada posisi sebagai pengguna, dengan teknologi internet, kita dimungkinkan untuk berpartisipasi memberikan opini publik ataupun dapat mengikuti pooling mengenai kebijakan atau isu yang sedang marak di masyarakat. Pada posisi sebagai pemilik teknologi, kemajuan teknologi perangkat lunak seperti pengolah data, memungkinkan dibuatnya sistem atau apliklasi yang sangat berguna untuk pencapaian tujuan politik orang atau partai. Perkiraan-perkiraan kemenangan politikpun dapat diperoleh dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi ini. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan dapat berbentuk Quick Qount Dalam konteks tersebut di atas, tolok ukur keberhasilan sebuah pelaksanaan Pilkada ditentukan oleh keakuratan data dan kecepatan pengolahan data yang ada hingga menghasilkan sebuah Pilkada yang jujur dan adil. Selama ini, penghitungan manual yang dilakukan di tingkat PPS, PPK, Kecamatan, hingga Kabupaten, penggunaan teknologi informasi dalam pengolahan data yang jumlahnya cukup besar menjadi salah kendala yang harus dihadapi. Banyak indikasi kecurangan dalam pemilihan umum (pemilu) yang berlangsung yang dapat mengakibatkan kerugian di berbagai pihak 87 dan cenderung berdampak kepada konflik. Salah satu faktor utama penyebab terjadinya konflik pada setiap pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia adalah tidak dimanfaatkannya teknologi dalam sistem pemilu. Dengan menerapkan Teknologi Informasi yang benar dalam Pilkada diharapkan akan dapat memudahkan dan mengefektifkan kinerja serta SDM yang ada sehingga akan tercipta Pilkada yang aman, jujur, adil dan akurat. Oleh karena itu dengan sistem IT yang baik diharapkan konflik dan kerawanan kecurangan yang ada dapat diminimalisir. Sebab, berdasarkan data Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, dari 265 pemilukada yang sudah dilaksanakan, ada 145 yang berujung ke pengadilan Permasalahan yang terjadi selama ini adalah seluruh perhitungan/tabulasi suara dilakukan dengan menggunakan sistem manual atau menggunakan data tulisan berupa angka di formulir C1 KWK dan C2 Besar yang ada di tingkat TPS. Kemudian data akan dipindahkan ke tingkat Kelurahan, ke tingkat Kecamatan, dan terakhir di tingkat KPUD. Dalam beberapa tahapan pemindahan data di setiap tingkat dilakukan secara manual. Proses pemindahan data dari tingkat TPS sampai dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) Kabupaten/Kota sangat riskan dilakukan manipulasi data. 88 Perhitungan suara secara cepat (Quick Qount) atau juga dikenal sebagai Tabulasi Suara Paralel ( Parallel Vote Tabulation ), merupakan salah satu metode yang berguna untuk memantau proses pemungutan suara. Quick Qount merupakan teknik penghitungan cepat yang menggunakan metode statistik murni dengan mengambil sampling data secara random dan merata pada daerah urban, rural, pesisir dan pedalaman. Karena Quick Qount berbasiskan pada metode statistic, maka parameter keberhasilannya sangat tergantung pada metodologi statistika yang dipakai. Metode Quick Qount tentunya mempunyai keuntungan dan kerugian dibandingkan dengan perhitungan manual oleh KPU. Disamping itu, Quick Qount merupakan sebuah proses pengumpulan informasi oleh ratusan bahkan ribuan relawan melalui pemantauan langsung saat pemungutan dan perhitungan suara di seluruh tempat pemungutan suara ( TPS ) yang ada. Pemantau mencatat informasi, termasuk hasil perhitungan suara yang ada, dan melaporkan hasil tersebut ke pusat pengumpulan data ( server ) melalui SMS. Dalam implementasi Quick Qount, IT berperan sangat penting dalam proses input, pengiriman dan pengolahan data. Sebagai contoh dalam penerapan aplikasi SMS gateway untuk Quick Qount, prosesnya dilakukan secara bertahap, yaitu : 1) Surveyor di tiap TPS mengirim SMS ke Data Center ; 89 2) Data Center akan mengirimkan validasi dan autentikasi untuk keadaan berhasil ataupun gagal ; 3) Data kemudian dimasukkan menjadi database ; 4) Input data dari database masuk ke bagian Analisa Statistik. Ketika proses Pilkada berlangsung, salah satu lembaga sosial yang memantau sekaligus melakukan quick qount penghitungan suara adalah NDI. NDI (National Democratic Institute), yaitu suatu Lembaga Sosial Masyarakat Internasional yang mempunyai tujuan membantu negera-negara berkembang di dunia dalam melaksanakan dan memperkokoh demokrasi yang seutuhnya. Salah satu proyek yang dikerjakan adalah dengan memanfaatkan teknik Quick Qount, yaitu suatu teknik penghitungan cepat dalam proses Pemilihan Umum Langsung. NDI merupakan lembaga nonprovit, dan saat ini kantor NDI telah tersebar di 60 negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Kantor NDI Pusat di Indonesia berada di jalan Teuku Cik Di Tiro, No. 37 A PAV, Jakarta. NDI mendapat data dari Departemen Dalam Negeri. Data yang diambil adalah data pada suatu daerah yang akan melaksanakan proses pemilihan kepala daerah secara langsung. Metode pengolahan datanya sendiri menggunakan teknik Information Technology ( IT ) yang diolah berdasarkan data yang masuk yang dilaporkan oleh para 90 relawan pada saat penghitungan suara pemilih telah selesai dilaksanakan dengan melaporkan hasil akhir perhitungan tiap TPS (Formulir C1) yang ditandatangani oleh para saksi dan pemantau. Dalam realitasnya, proses perhitungan cepat ini dapat dengan cepat memberikan informasi kepada masyarakat pemilih mengenai hasil sementara perolehan suara masing-masing calon Kepala Daerah. Beberapa daerah dalam penyelenggaraan Pilkada telah melaksanakan Quick Qount bekerjasama dengan LSI (Lembaga Survei Indonesia), seperti : KPUD Provinsi Bali, Kaltim, DKI Jakarta, NTB, Jateng dan beberapa KPUD Kabupaten/Kota. Dalam penerapan Quick Qount tersebut, LSI mencatat rekor Quick Qount paling presisi dan akurat dalam sejarah Indonesia ketika Lembaga tersebut melakukan Qouck Qount di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi karena selisih dengan hasil penghitungan suara KPUD hanya 0,5% ( Nol koma lima persen ). Pada saat ini, sudah terdapat sejumlah lembaga survey yang telah melakukan quick qount, antara lain Insert Institute, Jaringan Suara Indonesia, Adhyaksa Supporting House, Institute for Social and Political Economics Issues (ISPEI) dan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Lembaga-lembaga tersebut pada tanggal 23 Juni 2010 (hari pencoblosan) Pemilukada melakukan quick qount pada 10 Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Jika Lembaga Survei di atas melakukan 91 quick qount, KPUD sebagai penyelenggara juga melakukan real qount pada 10 Kabupaten yang menggelar pemilukada, yaitu Luwu Timur, Luwu Utara, Tana Toraja, Soppeng, Maros, Pangkep, Barru, Bulukumba dan Selayar. KPUD menggunakan teknologi SMS bekerjasama dengan salah satu operator real qount tersebut. Mengenai dasar hukum penggunaan teknologi Quick Qount dalam Pemilu, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan pada tanggal 30 Maret 2009, yaitu Mahkamah Konstitusi membebaskan lembaga survey untuk mempublikasikan hasil survey atau jajak pendapat pada masa tenang menjelang Pemilu. Di samping itu, Mahkamah Konstitusi juga membolehkan lembaga survey mengumumkan hasil perhitungan cepat (quick Qount) sesaat setelah pemungutan suara. F.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan apa dimaksud dengan teknik Quick Qount. b. Jelaskan manfaat menggunakan teknik Quick Qount dalam penghitungan suara c. Jelaskan proses penerapan aplikasi SMS gateway pada quick qount yang selama ini digunakan pada saat pemungutan suara pemilukada dilaksanakan 92 G. Peran Tim Sukses G.1. Materi Kemenangan atau kegagalan para kandidat dalam pertarungan di arena Pemilihan Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah, tidak semata-mata ditentukan oleh kandidat itu sendiri, tetapi juga oleh berbagai komponen yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam keseluruhan proses, antara lain adanya sebuah tim yang lazim dikenal dengan nama Tim Sukses/Tim Kampanye. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor : 07 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah, Pasal 1 ayat (8), mengatur tentang Tim Kampanye, yaitu : “ Tim pelaksana kampanye, selanjutnya disebut Tim Kampanye adalah tim yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bertugas dan berwenang membantu penyelenggaraan kampanye serta bertanggungjawab kampanye. Pasal atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan 9, ayat (3) berbunyi : “ Pada saat pendaftaran pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik mendaftarkan tim kampanye dan menyerahkan rekening khusus dana kampanye yang dibuat pada 1 (satu) Bank”. Selanjutnya di dalam pasal 11 diatur ketentuan sebagai berikut : 93 Tim Kampanye sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3), dapat dibentuk secara berjenjang, di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Tingkat Provinsi didaftarkan kepada KPU Provinsi ; b. Tingkat Kabupaten/Kota, didaftarkan kepada KPU Kabupaten/Kota; c. Tingkat Kecamatan, didaftarkan kepada PPK. Tim Sukses memainkan peran yang sangat signifikan untuk menghantar kandidatnya meraih kemenangan ataupun harus menerima kekalahan. Mereka berfungsi sebagai mesin pemenangan para kandidat. Sebagai mesin pemenangan kandidat, Tim Sukses harus memiliki berbagai keunggulan. Selain naluri politik yang tinggi, para anggota Tim Sukses harus memiliki keunggulan SDM yang memadai, terutama ketajaman kemampuan untuk membaca dan memperkirakan strategi dan langkah ke depan dengan mempelajari fenomena-fenomena dalam masyarakat. Tim Sukses harus bekerja maksimal untuk mengubah tantangan dan hambatan menjadi peluang untuk kemenangan kandidatnya. Disamping itu, Tim Sukses harus mampu membuat pencitraan positif tentang kandidatnya dan menjaga konsistensinya dalam mengemban amanat. Strategisnya peran Tim Sukses sebagai mesin pemenangan kandidat, diakui tidak hanya oleh kandidat itu sendiri, tetapi juga okeh masyarakat luas. 94 Oleh sebab itu, anggota Tim Sukses harus diisi oleh anggota yang memiliki latar belakang pengalaman berorganisasi baik politik maupun kemasyarakatan. Latar belakang dibentuknya Tim Sukses adalah mengikuti garis kebijakan partai dengan mengusung kaderkader terbaik partai dan membuka kesempatan kepada figur-figur independen yang diseleksi dengan mempertimbangkan beberapa indikator, antara lain kekuatan, kemampuan pribadi, dan integritas yang bersangkutan. Langkah awal adalah melakukan konsolidasi dan menyatukan komitmen Tim Sukses, kemudian menyepakati mekanisme kerja dan membentuk sekretariat Tim Kampanye atau Tim Sukses. Selanjutnya, menyusun agenda kerja dan membuat jadual pertemuan berkala untuk mengevaluasi kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian, Tim Sukses menjadi bagian penting dari strategi pemenangan kandidat, sehingga perannya sangat diperhitungkan. Oleh sebab itu, para kandidat harus mampu merekrut Tim Sukjses yang benar-benar ingin berjuang bersama, mencurahkan segenap daya dan upaya untuk memenangkan kandidatnya. G.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Tim Sukses/Tim Kampanye 95 b. Jelaskan, mengapa peran Tim Sukses sangat menentukan bagi pemenangan kandidat Pilkada c. Jelaskan syarat-syarat dan keunggulan yang dimiliki anggota Tim Sukses agar dapat menghantar kemenangan kandidat dalam pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah. 96 BAB VI TAHAP PERSIAPAN DALAM PELAKSANAAN PILKADA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : TAHAP PERSIAPAN DALAM PELAKSANAAN PILKADA Waktu : 2 ( kali ) tatap muka pelatihan (selama 180 menit) Tujuan : Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan mampu menjelaskan Tahap Persiapan dalam Pelaksanaan Pilkada Metode : Praktek ( mempraktekkan, diskusi dan tugas Terstruktur ) 97 A. Pendahuluan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah langsung berdasarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terdiri dari 2 (dua) tahap, yakni masa persiapan dan tahap pelaksanaan. Setiap tahap mencakup beberapa kegiatan dan harus dilakukan secara berurutan serta tidak boleh ada satupun proses yang terlewati. Tahap Persiapan, antara lain meliputi : surat pemberitahuan Pilkada, penyusunan aturan. Pembentukan Panitia Pengawas, Sosialisasi, Penyusunan Anggaran dan Pemutakhiran data pemilih. Tahap Pelaksanaan, antara lain meliputi : Penetapan Daftar Pemilih, Pendaftaran/Penetapan Calon, Kampanye, Pemungutan suara, Penghitungan suara, Penetapan pasangan calon dan Pengesahan serta pelantikan. B. Tahap Persiapan Pelaksanaan Pilkada B.1. Materi Dalam Pasal 65 ayat (2), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, disebutkan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam masa persiapan : 98 a. Pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah mengenai berakhirnya masa jabatan ; b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah ; c. Perencanaan, penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadual tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah ; d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS ; e. Pembentukan dan pendaftaran pemantau. Masing-masing kegiatan yang dilaksanakan dalam masa persiapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah mengenai berakhirnya masa jabatan. Secara normatif, peran DPRD dalam proses Pilkada sebagaimana tertuang dalam Pasal 118, ayat 1 adalah melakukan pengawasan pada semua tahap pelaksanaan pemilihan. Pada tahap ini, DPRD akan menyampaikan surat pemberitahuan tentang berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah. Berdasarkan pemberitahuan DPRD, Kepala Daerah menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah dan menyampaikan 99 laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan DPRD. Dalam praktek, seiring dengan berakhirnya masa jabatan Kepala daerah, maka untuk mencegah terjadinya kevakuman penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah pusat akan menetapkan Penjabat Gubernur untuk Provinsi. Sedangkan Menteri Dalam Negeri akan menetapkan Penjabat Bupati/Walikota untuk Kabupaten/Kota yang. Di dalam Pasal 131, ayat (4), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah, menjelaskan : “ Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Sekretaris Daerah melaksanakan tugas sehari-hari Kepala Daerah sampai dengan Presiden mengangkat Penjabat Kepala Daerah”. Penjabat Kepala daerah dimaksud diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132, ayat (1), sebagai berikut : a. Mempunyai pengalaman di bidang pemerintahan, yang dibuktikan dengan riwayat jabatan. b. Menduduki jabatan struktural eselon 1 dengan pangkat golongan sekurang-kurangnya IV/c bagi Penjabat Gubernur dan jabatan 100 structural eselon II pangklat golongan sekurang-kurangnya IV/b bagi Penjabat Bupati/Walikota. c. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan selama 3 (tiga) tahun terakhir sekurang-kurangnya mempunyai nilai baik. Bagi Sekretaris Daerah yang diusulkan menjadi Penjabat Kepala Daerah, untuk sementara waktu melepaskan jabatannya dan ditunjuk pelaksana tugas. Dalam pelaksanaan tugasnya, Penjabat Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi Penjabat Gubernur dan Menteri Dalam Negeri bagi Penjabat Bupati/Walikota. Masa jabatan Penjabat Kepala Daerah paling lama 1 (satu) tahun. Tugas pokok yang diemban Penjabat tersebut, antara lain : memfasilitasi pemilihan Kepala daerah/Wakil Kepala daerah yang definitif dan memfasilitasi terselenggaranya fungsi-fungsi pemerintahan dan pengembangan program serta rencana kerja pembangunan daerah secara berkesinambungan. b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah. Sebagaimana pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah, maka DPRD juga akan menyampaikan surat pemberitahuan mengenaii berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada KPUD. 101 Berdasarkan Pasal 3, ayat (2), Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dinyatakan bahwa berdasarkan pemberitahuan DPRD kepada KPUD, maka KPUD menetapkan : 1) Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah ; 2) Pembentukan PPK, PPS dan KPPS, dan 3) Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau. c. Perencanaan, Penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadual tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Dalam tahap penetapan tata cara dan jadual waktu tahapan pelaksanaan pemilihan ditetapkan dengan Keputusan KPUD. Dalam praktek, penyusunan aturan Pilkada oleh KPUD melibatkan beberapa stakeholders, yaitu : Pemerintah Daerah, DPRD, Partai Politik, Panitia Pengawas, dan lain-lain. Dalam tahap ini KPUD memegang peranan penting, khususnya berkenaan dengan penyusunan aturan, antara lain : program/kegiatan, jadual waktu dan pelaksanaan disetiap tahapan penyelenggaraan pemilihan. Sebagai penyelenggara Pilkada di daerah, maka pada tahap ini KPUD akan membentuk divisi-divisi kerja yang bertugas mempersiapkan dan menyusun berbagai aturan teknis pelaksanaan 102 Pilkada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu : 1) Divisi Kampanye dan sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah ; 2) Divisi Pendaftaran Pemilih dan Pencalonan ; 3) Divisi Logistik, Informasi, Teknologi dan Keuangan ; 4) Divisi Hukum dan Hubungan Antara-lembaga. Disamping itu, penyelenggaraan Pilkada KPUD akan menyusun mekanisme dalam beberapa aturan teknis yang dituangkan dalam keputusan Komisi Pemilihan Umum, antara lain : 1) Keputusan KPUD tentang Program dan jadual Waktu Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah 2) Keputusan KPUD tentang Tata Cara menjadi Pemantau dan Pencabutan Hak sebagai Pemantau ; 3) Keputusan KPUD tentang Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Pemilih ; 4) Keputusan KPUD tentang Kemampuan Rohani dan Jasmani Pasangan Calonn Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah ; 5) Keputusan KPUD tentang Organisasi dan Tata Kerja PPK, PPS dan KPPS ; 6) Keputusan KPU tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah ; 103 7) Keputusan KPU tentang Penetapan Kantor Akuntan Publik untuk Mengaudit Laporan Dana Kampanye Pasangan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah ; 8) Keputusan KPUD tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah ; 9) Keputusan KPUD tentang Pencalonan Pasangan Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah ; 10)Keputusan KPUD tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS. Dalam tahap ini, KPUD juga akan melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain : 1) rapat koordinasi teknis untuk menyiapkan Rencana Anggaran Pelaksanaan Pilkada , 2) mengadakan pertemuan dengan Ikatan Dokter Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota dan pihak Rumah Sakit Umum untuk mengadakan penilaian terhadap kemampuan rohani dan jasmani pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah. 3) Memfasilitasi proses Pilkada dalam hal pengadaan dan pendistribusian Surat Suara berserta perlengkapan pelaksanaan pemilihan, misalnya : tinta, kotak suara, poster, leaflet. 104 4) Menetapkan pengamanan keputusan terhadap tata cara pencetakan, pelaksanaan penghitungan, penyimpanan, pengepakan dan pendistribusian Surat Suara ke tempat tujuan, dan jumlah Surat Suara yang akan didistribusi. 5) Menetapkan keputusan tentang tata cara dan teknis pendistribusian Surat Suara sampai ke KPPS dengan memperhatikan kecepatan waktu dan keamanan penyampaian Surat Suara. 6) Menetapkan jumlah, lokasi, bentuk, dan tata cara letak TPS. 7) Mengadakan koordinasi dengan Kapolda Provinsi atau Kapolres Kabupaten/Kota tentang pengamanan terhadap Surat Suara selama proses pencetakan berlangsung, penyimpanan dan pendistribusian ke tempat tujuan. Penetapan aturan yang meliputi tata cara dan jadual waktu tahapan pelaksanaan pemilihan yang ditetapkan dengan Keputusan KPUD disampaikan kepada DPRD dan Kepala daerah selambatlambatnya 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan DPRD. Sedangkan kebutuhan anggaran untuk kegiatan pemilihan Pilkada disampaikan oleh KPUD kepada Pemerintah Daerah untuk diproses sesuai dengan mekanisme dan prosedur pengelolaan keuangan daerah. 105 d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS Berdasarkan Pasal 10, ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, antara lain meliputi : 1) Menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi ; 2) Membentuk PPK, PPS dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerjanya. Sedangkan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi (Panwaslu Provinsi) dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota (Panwaslu Kabupaten/Kota) dibentuk oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwaslu Kecamatan) dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan. Pengawas Pemilu Lapangan dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan. Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi : 106 1) Membantu KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap ; 2) Membantu KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu ; 3) Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota ; 4) Menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota ; 5) Mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya. 6) Melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada angka 5) dalam rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu ; 7) Mengumumkan hasil rekapitulasi sebaqgaimana dimaksud angka 6). 8) Menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada angka 5) kepada seluruh peserta Pemilu ; 9) Membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota ; 107 10) Menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kecamatan ; 11) Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya ; 12) Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPK kepada masyarakat ; 13) Melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 14) Melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang. Tugas, wewenang dan kewajiban PPS meliputi : 1) Membantu KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan dan daftar pemilih tetap ; 2) Membentuk KPPS ; 3) Mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih ; 4) Mengumumkan daftar pemilih ; 5) Menerima masukan dari masyarakat tentang daftar pemnilih sementara ; 108 6) Melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara ; 7) Menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada angka 6) untuk menjadi daftar pemilih tetap ; 8) Mengumumkan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada angka 7) dan melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK ; 9) Menyampaikan daftar pemilih tetap kepada PPK 10) Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/KJota, dan PPK ; 11) Mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya ; 12) Menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghjitungan suara dan setelah kotak suara disegel ; 13) Meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS ; 109 14) Menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu Lapangan ; 15) Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya ; 16) Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS kepada masyarakat ; 17) Membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilu, kecuali dalam hal penghitungan suara ; 18) Melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai dengan peraturan perundang=undangan, dan 19) Melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang. Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi : 1) Mengumpulkan dan menempelkan daftar pemilih tetap di TPS ; 2) Menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan ; 110 3) Melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS ; 4) Mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS ; 5) Menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Lapangan, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara ; 6) Menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel ; 7) Membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikasi penghitungan suara dan wajuib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui PPS ; 8) Menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas pemilu Lapangan ; 9) Menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama. Mengenai pemutakhiran data, dalam Pasal 70 UndangUndang Nomor 32, menjelaskan : Daftar Pemilih pada saat pelaksanaan Pemilihan Umum terakhir di daerah, digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Menurut Undang-Undang ini, Daftar Pemilih Sementara (DPS) adalah Daftar Pemilih yang diambilk dari Daftar Pemilih Tetap Pemilu terakhir, ditambah dengan Daftar Pemilih Tambahan (Pasal 72 ayat 2). 111 Pada awalnya, beberapa KPUD yang menyelenggarakan Pilkada berpendapat bahwa, ketentuan tersebut cukup membingungkan karena terdapat kekaburan terhadap apa yang disebut Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tambahan. Pasal 74, ayat 1 menyebutkan DPS terdiri dari Daftar Pemilih, Daftar Pemilih Tambahan ditambah Pemilih yang sudah pindah tempat tinggal dan Pemilih yang dalam keadaan terpaksa menggunakan hak pilihnya di TPS lain. Pasal 74, ayat 3, menyebutkan bahwa : Pemilih yang belum terdaftar dalam DPS dapat mendaftarkan diri ke PPS dan dicatat dalam Daftar Pemilih Tambahan. Selanjutnya, Pasal 74, ayat 4 menyebutkan, bahwa baik DPS maupun DPT sama-sama menyebut Daftar Pemilih Tambahan sebagai bagiannya. Selain terdapat kekaburan, jiuga ditemui kerumitan prosedur, mekanisme, dan tata cara menetapkan Pemilih untuk kepentingan Pilkada. Menurut Kaloh ( 2008 ), pengalaman KPUD Kabupaten/Kota se Sulawesi Utara, DP4 ( Daftar Penduduk Potensi Pemilih Pilkada ) sebagai produk daftar pemilih yang sudah dimutakhirkan dan divalidasi oleh Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan setempat, memiliki kelemahan mendasar dari segi tingkat akurasi, transparansi dan akuntabilitas data. Walaupun kegiatannya bernama pemutakhiran dan validasi Daftar Pemilih, tetapi data yang diterima KPUD Kabupaten/Kota lebih mirip hasil P4B yang dilakukan BPS untuk Pemilu 5 April 2004. 112 Permasalahan di atas terjadim karena sumber daya dan infrastruktur Kantor Catatan Sipil yang masih belum memadai untuk melakukan pemutakhiran dan validasi data yang berasal dari P4B dan dikonversikan dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan Pilkada di Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2005, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sebagai fasilitator telah terlebih dahulu melakukan pemutakhiran data DP4B (Daftar Penduduk Potensi Pemilih Pilkada Berkelanjutan) Kabupaten/Kota se Provinsi Sulawesi Utara. Kebijakan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 470/3300/SJ, tanggal 29 Desember 2004, perihal Petunjuk Pemutakhiran Data Penduduk untuk bahan daftar mpemilihan Pilkada. Disamping itu, Pemerintah Provinsi telah melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Dirjen Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri tentang Pemutakhiran Data DP4B dimaksud dan melaksanakan Rapat mKabupaten/Kota se Koordinasi Provinsi dengan Sulawesi Pemerintah Utara dalam Daertah rangka pemutakhiran data DP4B, dan dilanjutkan dengan kegiatan fasilitasi dan pemantauan kegiatan pemutakhiran sebagai tindak mlanjut hasil rapat koordinasi/konsultasi. 113 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2005, tanggal 11 Februari 2005, bentuk-bentuk formulir Pendaftaran Pemilih Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, antara lain : Model A 1 – KWK, Model A 2 – KWK, Model A 3 – KWK, Model A.3.1 – KWK, Model A.3.1 – KWK, Model A.3.2 – KWK, Model A.3.3 – KWK, Model A 4 – KWK, Model A 5 – KWK, Model A 6 – KWK, Model A 7 – KWK. e. Pembentukan dan Pendaftaran Pemantau Pemantau pemilihan adalah pelaksana pemantauan pemilihan yang telah terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPUD. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Bagian Kedua Pemantau Pemilihan, Pasal 115, disebutkan : (1) Pemantauan pemilihan dapat dilakukan oleh pemantau pemilihan yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, dan badan hukum dalam negeri. (2) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan yang meliputi : a. Bersifat independen, dan b. Mempunyai sumber dana yang jelas. 114 (3) Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus mendaftarkan dan memperoleh akreditasi dari KPUD. Untuk menjadi pemantau pemilihan, lembaga sosial masyarakat dan badan hukum dalam negeri mendaftarkan kepada KPUD dengan mengisi formulir pendaftaran dengan menyertakan proposal yang berisi : a. Jumlah anggota pemantau ; b. Alokasi anggota pemantau masing-masing di kabupaten/kota/kecamatan ; c. Nama, alamat dan pekerjaan pengurus pemantau yang dilampiri 2 (dua) buah photo terbaru ukuran 3 x 4 berwarna, dan d. Sumber dana. Pemantau pemilihan mempunyai hak : a. Mendapatkan akses di wilayah pemilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; b. Mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan ; c. Mengamati dan mengumpulkan informasi jalannya proses pelaksanaan pemilihan dari tahap awal samp[ai tahap akhir. d. Berada di lingkungan TPS pada hari pemungutan suara dan memantau jalannya proses pemungutan dan penghitungan suara sesuai dengan ketentuan ; e. Mendapat akses informasi dari KPUD ; 115 f. Menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan. g. Melaporkan setiap pelanggaran pemilihan kepada panitia pengawas pemilihan. Pemantau pemilihan mempunyai kewajiban : a. Mematuhi kode etik pemantau pemilihan ; b. Mematuhi memasuki permintaan daerah untuk atau meninggalkan tempat tertentu atau atau tidak untuk meninggalkan tempat pemungutan suara atau termpat penghitungan suara dengan alas an keamanan ; c. Menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan berlangsung ; d. Membantu pemilih dalam merumuskan pengaduan yang akan disampaikan jepada pengawas pemilihan. e. Menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan dan penghitungan suara kepada KPUD Provinsi dan/atau KPUD kabupaten/kota, dan kepada masyarakat sebelum kedudukan, dan pengumuman hasil pemungutan suara. f. Menghormati peranan, wewenangpenyelenggara pem ilihan serta menunjuk sikap hormat dan sopan kepada penyelenggara pemilihan dan kepada pemilih ; 116 g. Melaksanakan peranannya sebagai pemantau secara tidak berfihak dan dapat diverifikasi. h. Memastikan bahwa informasi yang dikumpulkan dan laporannya disusun secara sistematis, akurat dan dapat diferifikasi. i. Melaporkan seluruh hasil pemungutan kepada KPUD. Di dalam melaksanakan tugasnya, setiap anggota lembaga pemantau pemilihan wajib memakai kartu tanda pengenal pemantau pemilihan. Kartu tanda pemantau pemilihan diberikan oleh KPUD Provinsi atau KPUD Kabupaten/Kota. B.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan tahap-tahap persiapan Pilkada b. Jelaskan peran DPRD pada masa persiapan pelaksanaan c. Bagaimanakah bila masa persiapan pelaksanaan Pilkada terjadi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah ? Jelaskan pendapat Praja d. Jelaskan peran dan kegiatan yang dilakukan KPUD pada masa tahap persiapan Pilkada e. Jelaskan tugas dan wewenang PPK, PPS dan KPPS f. Jelaskan syarat-syarat untuk menjadi pemantau pemilihan dan hak-hak pemantau pemilihan 117 C. Form Isian 1. Daftar Pemilih Sementara Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah (Model A 1 – KWK). 2. Daftar pemilih Tambahan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Model A 2 – KWK). 3. Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah (Model A 3 – KWK). 4. Perbaikan Daftar Pemilih Sementara (Model A 3.1 – KWK). 5. Daftar Pemilih Baru (Model A3.2 – KWK). 6. Tanda Bukti Sudah Didaftar Sebagai Pemilih Baru (Model A.3.3 – KWK). 7. Salinan Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah (Model A 4 – KWK). 8. Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (Model A 5 – KWK). 9. Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten/Kota (Model A 6 – KWK). 118 10. Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi (Model A 7 – KWK). 119 BAB VII TAHAP PELAKSANAAN PILKADA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : TAHAP PELAKSANAAN PILKADA Waktu : 2 ( dua ) kali tatap muka pelatihan ( selama 180 menit ) Tujuan : Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan mampu menjelaskan Tahap Pelaksanaan Pilkada Metode : Praktek ( mempraktekkan, diskusi dan tugas Terstruktur ) 120 A. Pendahuluan Tahap : penetapan daftar pemilih ; pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah ; kampanye ; pemungutan suara ; penghitungan suara ; dan penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan pelantikan. Pada tahap ini, para stakeholders yang berperan adalah KPUD, Pemerintah, Pemerinytah Daerah dan Panitia Pengawas. Setiap calon yang diajukan oleh Partai Politik dan calon perseorangan, perlu diteliti oleh KPUD. Pada proses ini, terbuka kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan tanggapan dan berbagai masukan yang harus ditindaklanjuti oleh KPUD terhadap hasil penelitian calon. Parpol dan calon perseorangan hanya memiliki kewenangan sampai pada tahap pencalonan saja. Sedangkan pemilihannya berada langsung di tangan rakyat. Sistem pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah telah mendorong terjadinya kompetisi karena harus terdapat sekurang-kurangnya 2 (dua) pasangan calon, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. B. Tahap Pelaksanaan Pilkada 121 B.1. Materi a. Penetapan Daftar Pemilih Untuk dapat menggunakan hak memilih dalam pemilihan, Warga Negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. Sebagai pemilih harus memenuhi syarat : 1) Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya ; 2) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan 3) Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk. Pemilih yang telah terdaftar sebagai pemilih akan diberikan tanda bukti pendaftaran (Model A.3.3 – KWK). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, KPUD menerima daftar calon pemilih dari PPS sebagai bahan untuk pembuatan Kartu Pemilih dan diteruskan kepada perangkat daerah yang mengurusi tugas bidang kependudukan dan catatan sipil setempat sebagai bahan pemutakhran data penduduk. KPUD menerima rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar dari PPK per desa/kelurahan dalam wilayah kerja PPK. Dalam hal pemilihan Bupati/Walikota, KPUD Kabupaten/Kota menetapkan rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar dan jumlah TPS dalam wilayah kabupaten/kjota. Sedangkan dalam hal 122 pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, KPUD Provinsi menetapkan rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar dan jumlah TPS dalam wilayah Provinsi. Rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar digunakan sebagai bahan penyusunan kebutuhan surat suara dan alat perlengkapan pemilihan serta pendistribusiannya. KPUD melakukan pengisian Kartu Pemilih untuk setiap pemilih yang namanya tercantum dalam daftar pemilih tetap setelah daftar pemilih tetap diumumkan. Dalam hal pendaftaran pemilih, setelah dibentuk Panitia Pemilihan Kecamatan ( PPK ) dan Panitia Pemungutan Suara ( PPS ), pendaftaran pemilih dilakukan oleh PPS dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Pendaftaran pemilih melibatkan aparat di tingkat desa/kelurahan melalui tahapan uji publik guna memberikan akses yang luas kepada masyarakat untuk mendaftarkan diri secara proaktif jika ada warga yang belum terdaftar. Hasil akhirnya berupa Daftar Pemilih Tetap ( DPT ) yang salinannya disampaikan oleh PPS kepada PPK. Oleh PPK dibuat rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap ( DPT ) tingkat Kecamatan dan hasilnya dikirim ke KPUD Kabupaten/kota. Untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, masing-masing KPUD Kabupaten/Kota mengirim rekapitulasi DPT dari daerahnya kepada KPUD Provinsi. Selanjutnya, dibuat rekapitulasi DPT yang akan digunakan untuk keperluan logistik Pilkada, yaitu pencetakan kartu 123 pemilih, formulir, surat suara, tinta, dan alat tulis menulis yang dibutuhkan dalam proses pemungutan dan perhitungan suara. Selanjutnya, berangkat dari data tersebut, KPUD yang dibantu oleh pemerintah daerah kemudian melakukan pengisian Kartu Pemilih untuk selanjutnya disampaikan kepada para pemilih yang telah terdaftar. Proses pencetakan/penggadaan Kartu Pemilih ditempuh melalui beberapa proses, yaitu desain kartu pemilih, desain plat cetakan, pengumpulan DP-4 dari kabupaten/kota, mencetak DP-4 yang digunakan sebagai data pemilih sementara dan dikirim ke PPS untuk pemutakhiran data ; konversi data DP-4 dan personalisasi. Pelaksanaan proses pencetakan dilakukan secara simultan antara editing, klasifikasi data, entri data tambahan, pencetakan dan sortir setelah pencetakan. a. Pendaftaran dan Penetapan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah 1) Pendaftaran Pasangan Calon Berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah : a) Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan Partai politik. 124 b) Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan Pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan : a) Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (duajuta) jiwa harus didukung sekurangkurangnya 6,5% (enam koma lima persen) ; b) Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima mpersen) ; c) Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen) ; dan 125 d) Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). Selanjutnya, pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan : a) Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen) ; b) Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampoai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen) ; c) Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan 1.000,000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (emnpat persen) ; dan d) Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurangkurangnya 3% (tiga persen). Jumlah dukungan bagi calon perseorangan yang akan mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur 126 tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi dimaksud. Sedangkan pasangan calon perseorangan yang akan mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota harus mendapat dukungan tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud. Dukungan dimaksud dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan peraturan perundang-un dangan. Pada saat melakukan pendaftaran, calon yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan calon perseorangan wajib menyerahkan formulir pendaftaran ke KPU Provinsi bagi calon Gubernur/Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota bagi calon Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. a) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan calon partai politik wajib menyerahkan : (1) Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung (jenis form Model B-PKWK) ; 127 (2) Kesepakatan tertulis antarpartai politik yaqng bergabung untuk mencalonkan pasangan calon (jenis form Model B 1APKWK) ; (3) Surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang bergabung (jenis form Model B 2A-PKWK) ; (4) Surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan (jenis form Model B 2B-PKWK-KPU) ; (5) Surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon (jenis form Model B 3-PKWK-KPU) ; (6) Surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (jenis form Model B 4-PKWK-KPU) ; (7) Surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (jenis form Model B 6 A-PKWK) ; (8) Surat pernyataan tidak aktif dari jabatan bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya (jenis form Model B 5-PKWK-KPU) ; 128 (9) Surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ; (10)Visi, misi dan program dari pasangan calon tertulis. b) Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan (1) Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pasangan calon perseorangan (jenis form Model B-PKWK-KPU) ; (2) Berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan tanda penduduk (jenis form Model B 1B-PKWKKPU) ; (3) Surat pernyataan kesediaan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan (jenis form Model B 2B-PKWK-KPU) ; (4) Surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon (jenis form Model B 3-PKWK-KPU) ; (5) Surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil 129 kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan (jenis form Model B 4-PKWK-KPU) ; (6) Surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, Tentera Nasional Republik Indonesia, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia (jenis form Model B 6A-PKWK) ; (7) Surat pernyataan non aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di daerah wilayah kerjanya (jenis form Model B 5-PKWK-KPU) ; (8) Surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ; (9) Visi, misi dan program dari pasangan calon secara tertulis. Disamping persyaratan tersebut di atas, kelengkapan persyaratan yang harus diserahkan oleh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan calon perseorangan sebagaimana dimasuk dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008, sebagai berikut : (1) Surat pernyataan mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya (jenis form Model B 6-PKWK-KPU) ; 130 (2) Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau isteri (jenis form Model BB 1-PKWK-KPU) ; Daftar riwayat hidup dari partai politik atau gabungan partai politik dibuat dan ditandatangani oleh calon dan diketahui pimpinan partai. Daftar riwayat hidup dari calon perseorangan dibuat dan ditandatangani oleh calon ; (3) Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala daerah selama 2 (dua) kali mmasa jabatan dalam jabatan yang sama, yang dibuktikan dengan melampirkan keputusan pelantikan dalam jabatan Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah (jenis form Model BB 2-PKWK-KPU) ; (4) Surat pernyataan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (jenis form Model BB 3-PKWK-KPU) ; (5) Surat pernyataan setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah (jenis form Model BB 4-PKWK-KPU) ; (6) Surat keterangan hasil pemeriksaan kemampuansecara rohani dan jasmani dari Tim Pemeriksa Kesehatan yang ditetapkan oleh 131 KPUD sebagai bukti pemenuhan syarat calon (jenis form Model BB 5-PKWK-KPU) ; (7) Surat keterangan tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yaqng merugikan keuangan Negara (jenis form Model BB 6-PKWK-KPU) ; (8) Surat keterangan tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (jenis form Model BB 7-PKWK-KPU) ; (9) Surat keterangan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun penjara (jenis form Model BB 8PKWK) ; 10)Surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (jenis form Model BB 8-PKWK-KPU) ; 11)Surat keterangan tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Lurah/Kepala Desa atau sebutan lain yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal calon dan foto copy KTP yang berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun ; 132 12)Foto copy ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang telah dilegalisir oleh instansi yang berwenang ; 13)Surat tanda terima laporan daftar kekayaan calon dari instansi yang berwenang memeriksa Laporan Kekayaan Penyelenggara Negara ; 14)Foto copy Kartu Nomor Wajib Pajal (NPWP) atas nama calon, tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama calon untuk masa 5 (lima) tahun terakhir atau sejak calon menjadi wajib pajak, dan tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat calon yang bersangkutan terdaftar ; 15)Surat pernyataan tidak dalam status sebagai pejabat kepala daerah ; 16)Pasfoto terbaru ukuran 4 x 6 cm, berwarna dan hitamn putih masing-masing 4 (empat) lembar sesuai dengan cirri khas yang bersangkutan ; 17)Daftar nama Tim Kampanye (jenis form Model AB-PKWK) ; 18)Rekening khusus dana kampanye. 133 Masa pendaftaran calon sebagaimana dimaksud di atas paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pasangan calon. Sebagai contoh, dapat dilihat model pembukaan pendaftaran Bakal Pasangan Calon Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Surabaya Tahun 2010 sebgaimana terlampir. Setelah pasangan calon menyerahkan surat pencalonan beserta lampirannya, KPUD akan melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan sebagamana diatur dalam Pasal 59A, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, sebagai berikut : (1) Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur dilakukan oleh KPU provinsi yang dibantu oleh KPU kabupaten/kota, PPK, dan PPS. (2) Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dilakukan oleh KPU kabupaten/kota yang dibantu oleh PPK dan PPS. (3) Bakal pasangan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota menyerahkan daftar dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. 134 (4) Bakal pasangan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur menyerahkan daftar dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. (5) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak dokumen dukungan bakal pasangan calon perseorangan diserahkan. Hasil verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud di atas dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU provinsi dan salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada bakal pasangan calon untuk dipergunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan jumlah dukungan untuk pencalonan pemilihan gubernur/wakil gubernur. Sedangkan untuk pencalonan pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota, hasil verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan, salinan berita acara dimaksud disampaikan kepada bakal calon perseorangan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. Selanjutnya pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik dan calon perseorangan akan diteliti persyaratan administrasinya dengan melakukan klarifikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat 135 terhadap persyaratan calon. Hasil penelitian diberitahukan secara tertulis kepada calon partai politik dengan tembusan pimpinan partai politik, gabungan partai politik yang mengusulkan, atau calopn perseorangan paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran. Apabila pasangan calon belum memenuhi syarat atau ditolak, Pasal 60, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, antara lain mengatur sebagai berikut : (1) Pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59 ayat (5), partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon baru paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota (Pasal 60, ayat 3). (2) Apabila belum memenuhi syarat, calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian 136 persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota (Pasal 60, ayat 3a). (3) Apabila belum memenuhi syarat, calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon paling lama 14 (empat belas) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota (Pasal 60, ayat 3b). (4) Apabila calon perseorangan ditolak oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota karena tidak memenuhi persyaratan, pasangan calon tidak dapat mencalonkan kembali(Pasal 60, ayat 3c). (5) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian ulang tentang kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan calon, sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lama 14 (empat belas) hari kepada pimpinan partai politik yang mengusulkannya atau calon perseorangan(Pasal 60, ayat 4). (6) Apabila hasil penelitian berkas calon tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota, partai politik, gabungan partai politik, atau calon perseorangan tidak dapat lagi mengajukan calon (pasal 60, ayat 5). 137 2)Penetapan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Berdasarkan hasil penelitian, KPUD menetapkan nama-nama pasangan calon yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilihan sekurang-kurangnya 2 (dua) pasangan calon yang dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon. Bila tidak terpenuhi 2 (dua) pasang calon, KPUD mengembalikan kepada partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan dan partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan mengajukan kembali pasangan calon hingga terpenuhi sekurang-kurangnya 2 (dua) calon. Setelah KPUD menetapkan nama-nama pasangan calon, KPUD mengumumkan secara luas melalui media massa dan/atau papan pengumuman tentang nama pasangan calon yang telah ditetapkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya jangka waktu penelitian. Pasangan calon yang telah ditetapkan dan diumumkan akan dilakukan undian secara terbuka untuk menetapkan nomor urut Pasangan Calon. Nomor urut dan nama-nama pasangan calon yang telah ditetapkan dalam rapat pleno terbuka KPU provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, disusun dalam daftar calon pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah yang ditetapkan oleh KPU provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan dalam berita acara penetapan Pasangan Calon. Penetapan dan pengumuman pasangan calon bersifat final dan mengikat. 138 3. Kampanye Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Tahap kampanye merupakan tahap yang diberikan kepada semua pasangan calon untuk menjual dan meyakinkan pemilih agar terpikat pada pasangan calon yang bersangkutan. Dalam tahap ini, stakeholders yang berperan adalah KPUD, partai politik, masyarakat, panitia pengawas, pemerintah daerah. Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan seluruh kabupaten Untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota. Kampanye dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara. Waktu 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara merupakan masa tenang. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, Pasal 75, antara lain menjelaskan : (1) Kampanye diselenggarakan oleh Tim Kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang menguisulkan atau perseorangan. 139 pasangan calon (2) Tim Kampanye didaftarkan ke KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota bersamaan dengan pendaftaran calon. (3) Kampanye dilaksanakan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau oleh tim kampanye. (4) Penanggungjawab kampanye adalah pasangan calon, yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye. (5) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dan kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. (6) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye. (7) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota dengan memperhatikan usul dari pasangan calon. Pada saat kampanye mulai dilaksanakan, hari pertama kampanye dilakukan dalam Rapat Paripurna DPRD dengan acara penyampaian visi, misi, dan program dari pasangan calon secara berurutan dengan waktu yang sama tanpa dilakukan dialog. Di dalam Pasal 56, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah, mengatur tentang bentuk kampanye, yaitu : 140 Kampanye dapat dilaksanakan melalui : (1) Pertemuan terbatas ; (2) Tatap muka dan dialog ; (3) Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik ; (4) Penyiaran melalui radio dan/atau televise ; (5) Penyebaran bahan kampanye kepada umum ; (6) Pemasangan alat peraga di tempat umum ; (7) Rapat umum ; (8) Debat publik/debat terbuka antar calon ; dan atau (9) Kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundangundangan. Pasal 60, mengatur tentang larangan kampanye bagi pasangan calon atau tim kampanye, yaitu : (1) mempersoalkan dasar Negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ; (2) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan/atau Partai Politik ; (3) menghasut atau mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat ; (4) menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik ; (5) mengganggu keamanan, ketentraman dan ketertiban umum; 141 (6) mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang sahy ; (7) merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon lain ; (8) menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah ; (9) menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan ; dan (10) melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kenderaan di jalan raya. 4. Pemungutan Suara Pemungutan suara merupakan inti pelaksanaan Pilkada. Persiapan berbulan-nulan, tenaga, pikiran, waktu, dan biaya dicurahkan untuk kelancaran dan kesuksesan pemungutan suara. Menurut kriteria demokrasi, proses pemungutan suara harus langsung, umum, bebas dan rahasia. Integritas pelaksanaan pemungutan suara sangat penting dan mendasar karena merupakan “ jantung “ pelaksanaan Pilkada. Proses pelaksanaan pemungutan suara merupakan ujian atas pelaksanaan azas langsung, umum, bebas dan rahasia, serta jujur dan adil, sebagai syarat mutlak Pemilihan Umum. Pemungutan suara pemilihan diselenggarakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum masa jabatan Kepala daerah berakhir, dengan cara memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, 142 foto, dan nama pasangan calon. Pemberian suara dilakukan dengan mencoblos salah satu pasangan calon dalam surat suara. Untuk keperluan pemungutan suara dalam pemilihan disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang digunakan oleh pemilih. Sebelum melaksanakan pemungutan suara KPPS melakukan : (1) Pembukaan kotak suara ; (2) Mengeluarkan seluruh isi kotak suara ; (3) Pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan ; serta (4) Penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan. Kegiatan KKPS tersebut di atas dapat dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. Di cara samping itu, kegiatan KPPS tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS dan dapat ditandatangani oleh saksi dari pasangan calon. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, pasal 80, mengatur tentang tata cara pemungutan suara, sebagai berikut : (1) KPPS memberikan penjelasan tentang tata cara pemungutan suara. (2) Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih. 143 (3) Apabila menerima surat suara yang ternyata rusak , pemilih dapar meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu kali. (4) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KJPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu kali. Selanjutnya dalam Pasal 81, menjelaskan : (1) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS. (2) Tanda khusus berupa tinta pada salah satu jari tangan. Suara untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dinyatakan sah apabila (Pasal 82) : (1) Surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS (2)Tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu pasangan calon, atau (3)Tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon yang telah ditentukan, atau 144 (3)Tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama pasangan calon, atau (4)Tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama pasangan calon 5. Penghitungan Suara Penghitungan suara dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir. Pelaksanaannya dimulai pada pukul13.00 waktu setempat sampai dengan selesai. Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung : (1) Jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk TPS ; (2) Jumlah pemilih dari TPS lain ; (3) Jumlah surat suara yang tidak terpakai ; dan (4) Jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos. (5) Penghitungan suara dilakukan dengan cara memungkinkan saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara. (6) Setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan sertifikat hasil 145 penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (7) KPPS menyerahkan berita acara, sertifikat hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS segera setelah selesai penghitungan suara. (8) PPS setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara,membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat desa/kelurahan dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. (9) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari semua TPS dalam wilayah kerja desa/kelurahan yang bersangkutan, PPS membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota PPS serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (10)PPS wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada PPK setempat selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS. 146 (11)Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kecamatan dan dapat dihadiri oleh satu saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warhga masyarakat. (12)Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua TPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (13)PPK wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara di PPK kepada KPUD kabupaten/kota selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suaram dari PPS. Dalam proses penghitungan suara, KPUD menerima berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari setiap KPPS. Kemudian membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara, dengan dihadiri oleh satu saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau dan warga masyarakat. Selanjutnya, membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil 147 penghitungan suara yang ditandatangani Ketua dan anggota KPUD serta saksi pasangan calon. KPUD kemudian memberikan salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara kepada saksi pasangan calon dan menempelkan satu eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. Salah satu stakeholders yang beperan penting selama proses pemungutan dan penghitungan suara berlangsung adalah Panitia Pengawas Pilkada, yang secara normatif berdasarkan ketentuan Pasal 66, ayat (4), Undfang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, memiliki tugas dan wewenang, sebagai berikut : (1) Mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah’ (2) Menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. (3) Menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. (4) Meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang, dan (5) Mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan. Sedangkan kewajiban Panitia Pengawas adalah sebagai berikut : (1) Memperlakukan pasangan calon secara adil dan merata. (2) Melakukan pengawasan pelaksanaan pemilihan secara aktif, 148 (3) Meneruskan temua dan laporan yang merupakan pelanggaran kepada pihak yang berwenang. (4) Menyampaikan laporan kepada DPRD atas pelaksanaan tugas pada akhir masa tugas. 6. Penetapan Pasangan Calon Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah terpilih, Pengesahan dan Pelantikan Penyelengaraan Pilkada akhirnya berujung pada penetapan pasangan calon terpilih. Integritas, kredibilitas dan akuntabilitas tahapan ini tergantung sepenuhnya pada proses dan hasil pemungutan dan penghitunbgan suara, pelaksanaan rekapitulasi perhitungan suara di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota dan KPUD Propinsi. Stakeholders yang berperan penting pada tahapan ini adalah KPUD, terutama berkaitan dengan pembuatan berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang diputuskan dalam rapat Paripurna KPUD, dan selanjutnya menetapkan pasangan calon terpilih. Menurut Pasal 97, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, antara lain sebagai berikut : (1) Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. 149 (2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. (3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud angka (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan kedua. (5) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada angka (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua. (6) Apabi;a pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada angka (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. 150 (7) Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada angka (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (8) Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Hasil pemilihan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan selanjutnya diusulkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi Calon Gubernur/Wakil Gubernur dan Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi pasangan calon Bupati/Wakil Bupati atau pasangan calon Walikota/Wakil Walikota untuk disahkan dan selanjutnya dilantik menjadi Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah (Pasal 98). Berdasarkan usul Pimpinan DPRD tersebut, Presiden mengesahkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, dan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden mengesahkan pengangkatan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati atau pasangan calon Walikota/Wakil Walikota selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari (Pasal 99). Gubernur dan Wakil Gubernur sebelum memangku jabatannya dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Sedangkan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota sebelum memangku jabatannya, dilantik oleh Gubernur atas nama 151 Presiden. Masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah 5 (lima) tahun, terhitung sejak pelantikan, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikotra dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD (Pasal 102, ayat 3). Pelantikan dilaksanakan di Gedung DPRD dalam Rapat Paripurna yang bersifat istimewa atau di tempat lain yang dipandang layak untuk itu (Pasal 102, ayat 4). Setelah semua tahapan penyelenggaraan pemilihan dilaksanakan, KPUD menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang diterima KPUD dari APBD kepada DPRD. Laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran tersebut disampaikan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau aparat perngawasan fungsional lainnya (Pasal 104, ayat 2 dan 3). B.2. Praktek/Latihan a. Sebutkan kegiatan-kegiatan dalam tahap pelaksanaan Pilkada b. Jelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi warga Negara Indonesia untuk dapat menggunakan hak memilih dalam Pilkada 152 c. Jelaskan proses pembuatan Daftar Pemilih Tetap (DPT), mulai dari tingkat PPS sampai dengan hasilnya dikirim ke KPUD d. Jelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi Partai Politik atau gabungan Partai Politik untuk dapat mendaftarkan pasangan calonnya sebagai peserta Pilkada e. Jelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi calon perseorangan ketika melakukan pendaftaran sebagai calon peserta Pilkada f. Sebutkan dan jelaskan modul formulir yang wajib diserahkan pasangan calon ke KPUD pada saat melakukan pendaftaran g. Jelaskan pendapat Praja apabila berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan KPUD terhadap persyaratan yang diserahkan pasangan calon ternyata tidak memenuhi syarat atau ditolak h. Jelaskan kegiatan yang dilakukan KPUD menetapkan nama-nama pasangan calon setelah i. Jelaskan bentuk-bentuk kampanye dan larangan kampanye bagi pasangan calon atau Tim Kampanye j. Kapan pemungutan suara Pilkada diselenggarakan dan bagaimana cara pemberian cuara dilakukan pemilih? Jelaskan pendapat Praja k. Jelaskan tata cara pemungutan suara dalam pelaksanaan Pilkada 153 l. Jelaskan kegiatan yang dilakukan KPPS setelah penghitungan suara selesai dilaksanakan di tingkat TPS sampai dengan hasilnya dipublikasikan atau ditempel di tempat umum m. Jelaskan ketentuan yang mengatur tentang suara yang harus diperoleh pasangan calon sehingga dapat ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. n. Jelaskan peran DPRD, mulai dari penetapan pasangan calon terpilih sampai dengan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakikl Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota C. Form Isian 1. Nama Tim Kampanye dan Juru Kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Model AB – KWK). 2. Peringatan Tertulis/Penghentian Kegiatan Kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Model AB 1 – KWK). 3. Pembatalan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Model AB 2 – KWK). 4. Permintaan Cuti Gubernur/Wakil Gubernur Untuk Melakukan Kampanye Pemilihan Gubernur/Wakil Gubern ur (Model AB 3 – KWK). 5. Keputusan Menteri Dalam Negeri Tentang Pemberian Cuti Untuk Melakukan Kampanye bagi Gubernur dan Wakil Gubernur (Model AB 4 – kwk). 154 6. Keputusan Gubernur Tentang Pemberian Cuti Untuk Melakukan Kampanye Bagi Bupati/Wakil Bupati (Model AB 6 – KWK). 7. Keputusan Gubernur Tentang Pemberian Cuti Untuk Melakukan Kampanye bagi Walikota dfan Walikota (Model 5 – KWK). 8. Lampiran III : Bentuk Formulir Kelengkapan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, terdiri dari : Model B – KWK, Model B 1 – KWK, Model B 2 – KWK, Model B 3 – KWK, Model B 4 – KWK, Model B 5 – KWK, Model B 6 – KWK, Model B 7 – KWK, Model BB – KWK, Model BB 1 – KWK, Model BB 2 – KWK, Model BB 3 – KWK, Model BB 4 1 KWK, Model BB 5 – KWK, Model BB 6 – KWK, Model BB 7 – KWK, Model BB 8 – KWK, Model BC – KWK 9. Lampiran IV : Bentuk Formulir Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, terdiri dari : Model C – mKWK, Model C 1 – KWK, Lampiran Model C 1 – KWK, Model C 2 – KWK, Model C 3 – KWK, Model, Model C 4 – KWK, Model C 5 – KWK, Model C 6 – KWK, Model C 7 – KWK, Model C – 8 – KWK, Model C 9 – KWK. 10. Lampiran V : Bentuk Formulir Penghitungan Suara di Tingkat Desa/Kelurahan oleh Panitia Pemungutan Suara, terdiri dari : Model D – KWK, Model D 1 – KWK, Lampiran I Model D 1 –KWK, Lampiran 2 Model D 1 – KWK, Model D 2 – KWK, Model D 3 – KWK, Model D 4 – KWK, Model D 5 – KWK. 11. Lampiran VI : Bentuk Formulir Penghitungan Suara di Tingkat Kecamatan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan, terdiri dari : Model DA – KWK, Model DA 1 – KWK, Lampiran I Model DA 1 – KWK, Lampiran 2 Model DA 1 – KWK, Model DA 2 – KWK, Model DA 3 – KWK, Model DA 4 – KWK, Model DA 5 – KWK. 155 12. Lampiran VII : Bentuk Formulir Penghitungan Suara di Tingkat Kabupaten/Kota oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, terdiri dari : Model DB – KWK, Model DB 1 – KWK, Lampiran I insiModel DB 1 – KWK, Lampiran 2 Model DB 1 – KWK, Model DB 2 – KWK, Model DB 3 KWK, Model DB 4 – KWK, Model DB 5 – KWK. 13. Lampiran VIII : Bentuk Formulir Penghitungan Suara di Tingkat Provinsi oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi, terdiri dari : Model DC – KWK, Model DC 1 – KWK, Lampiran 1 Model DC 1 – KWK, Lampiran 2 Model DC 1 – KWK, Model DC 2 – KWK, Model DC 3 – KWK. DAFTAR PUSTAKA Ditjen Otonomi Daerah, Sambutan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Pada Acara Sosialisasi Pilkada, Diamond, Jakarta,2005 Fokusmedia, Pemilihan Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian 156 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Bandung, 2008 Harahap, Abdul Asri, Manajemen dan Resolusi Konflik Pilkada, Cidesindo, 2005 Huntington, Samuel, P, Gelombang Demokratisasi Ketiga, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1997 Kaloh, J, Demokrasi dan Kearifan Lokal pada Pilkada Langsung, Kata Hasta Pustaka, 2008 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Edisi Revisi, Cetakan II, Jakarta, 2008 Morissan, Hukum Tata Negara Republik Indonesia Era Reformasi, Pamdina Prakarsa, Jakarta, 2005 Nasution, Arif, M, Demokratisasi dan Problema Otonomi Daerah, Mandar Maju, Cetakan I, 2003 Sadu Wasistiono, Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD), Fokusmedia, Bandung, 2009 Sarundajang, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah, Kata Hasta Pustaka, Jakarta, 2005 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Kata Hasta Pustaka, Jakarta, 2005 Sarundajang, Pilkada Langsung Problema dan Prospek, Kata Hasta Pustaka, Jakarta 2005 Varma, SP, Teori-teori Politik Modern, PT Raja Graffindo Persada, 157 Jakarta, 1982 Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Keputusan KPU Nomor07 Tahun 2007 Tentang Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. SE Menpan RI Nomor SE/08.AM.PAN/5/2005 Tanggal 2 Mei 2005 Tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah. Website/Surat Kabar : www.fh.wisnuwardhana.ac.id, 19 Mei 2010 www.fajar.co.id, 16 Juni 2010 158 www.fajar.co.id, 16 Juni 2010 www.restama.com, 16 Juni 2010 www.lsi.co.id, 6 Juli 2010 159