sekularisme hukum dalam frame timur dan barat azmi abubakar

advertisement
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
SEKULARISME HUKUM DALAM FRAME TIMUR DAN BARAT
AZMI ABUBAKAR
Tenaga Pengajar Darul Quran, Sigli, Pidie
Email: [email protected]
Abstrak: Hingga kini sebuah aliran filsafat Barat yang bernama sekularisme telah menjadi bagian
yang tak bisa dipisahkan dari para cendekiawan Islam. Berbagai tulisan terkait sekularisme dikutip
kemudian tulisan itu diambil pula sebagai rujukan oleh para generasi ilmiyah lintas zaman.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pembahasan menyangkut hal ihwal
sekularisme. Posisi sekularisme menjadi sorotan besar manakala dikaitkan dengan hukum Islam an
sich. Pengobok-obokan hukum Islam melalui kaca sekularisme telah melahirkan banyak intelektual
Islam bermanhaj sekuler.Pada kenyataannya, Barat sendiri mulai meninggalkan sekularisme secara
perlahan. Kesadaran Barat meninggalkan manhaj sekularisme ditandai dengan munculnya hegemoni
Islam secara perlahan, bahkan kedepan diprediksi Islam akan menjadi agama terbesar di Eropa
mewakili entitas Barat.Posisi Islam sendiri sampai saat ini masih rentan dengan manhaj sekularisme.
Paska tokoh Kemal di Turki memploklamasikan dirinya sebagai pembawa sekularisme sukses yang
kemudian diikuti pula oleh para intelektual Islam lainnya. Hal ini menjadikan para intelektual Islam
dilematis. Seolah-olah, manhaj sekularisme bisa menaikkan derajat beragama lalu dikait-kaitkan
pula dengan sekte-sekte yang muncul di era pertengahan semisal muktazilah.Sekularisme akhirnya
menjadi warna baru dalam Islam, filsafat sekularisme mulai dipaksakan dalam ajaran Islam.
Mendefiniskan sekularisme sebagai upaya pemisahan agama dan negara rupanya belumlah cukup.
Kata Kunci: Sekularisme, agama, dunia, Barat
Abstract: Until now a western philosophical school called secularism has become an inseparable part
of Islamic scholars. Related article cited a variety of secularism and the note that also take as a
reference by the next generation of scientific. This fact shows that the importance of the discussion
concerning matters of secularism.Position secularism became a big spotlight when linked to Islamic
law an sich. Harassment of Islamic law through the glass secularism has produced many Islamic
intellectuals secular.In fact, the West itself slowly began to abandon secularism. Western
consciousness leaving the methodology of secularism marked by the rise of Islamic hegemony slowly,
even predicted the future of Islam will be the largest religion in Western Europe represent entities.
The position of Islam itself is still vulnerable to the methodology of secularism. Post-figure Kemal in
Turkey proklaimed himself as a successful carrier of secularism which is then followed by other
Muslim intellectuals. This makes the Islamic intellectual dilemma. As if, methodology of secularism
could raise the degree of religious and linked well with the sects that emerged in the mid such
Mu'tazilah. Secularism eventually become a new color in Islam, secularism began to force its
philosophy in Islam. Define secularism as the separation of religion and state effort was apparently
not enough.
Keyword: secularism, religion, world, West
64
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
1. PENDAHULUAN
Beberapa harian lokal1 tercatat pernah memberikan ruang dalam membahas isu sekularisme.
Hal ini menunjukkan bahwa diskursus sekularisme telah coba didiskusikan dengan hangat dalam
ranah lokal; keacehan. Dimana nilai-nilai keacehan sebelumnya sangatlah asing dengan filsafat
sekularisme dimaksud.
Apa yang dipahami para intelektual tentang defenisi sekularisme seolah kaum intelektual telah
begitu sepakat dengan defenisi adanya pemisahan agama dan negara sebagaimana yang telah
dilakukan otoritas gereja2 pada fase-fase awal.
Bahwa ada perbedaan mendasar dalam memahami defenisi sekularisme seperti apa yang
dicetus tokoh-tokoh besar Islam semisal Syakrawi3, Yusuf Qardhawi4 juga Ramadhan Albuthi5.
Para tokoh Islam ini melihat sekularisme dari sudut pandang Islam dan terpengaruh dengan
institusi besar Islam Al-Azhar. Berbeda halnya dengan tokoh besar Barat. Kaum Barat melihat
sekularisme dalam sudut pandang yang berbeda, seolah bagi mereka sekularisme bukanlah dosa
besar yang menakutkan.
Muhammad Imarah sebagai tokoh Universitas Azhar-Mesir bahkan menilai sekularisme dengan
momok yang sangat menakutkan. Sebuah langkah yang hebat sebagai upaya mengutuk habis
habisan pengistilahan yang diberikan Barat6. Dan ini penting sekali untuk dilihat lebih lanjut
bahwa ada bahaya besar yang ditimbulkan dari manhaj sekularisme.
Selanjutnya ada beberapa contoh tulisan ilmiyah yang menjadi bukti bahwa orang-orang lokal
mulai melihat sekularisme dengan serius dengan lahirnya karya semisal merajam dalil syariat7,
______________
1 Harian lokal seperti Serambi Indonesia tercatat dalam beberapa edisi memuat opini dari intelektual Aceh
tentang sekularisme. Tradisi ini sangat positif dimana opini dibalas opini. Penulis mencatat manakala tulisan
Azmil Umur tentang sekularisme yang coba mendekatkan Islam dan Barat ditanggapi Muhammad Riza
dengan sangat elegan.
2 Gereja pada fase awal memegang kebijakan di tanah Eropa.
3 Ulama dari Al Azhar Mesir, beliau konsisten dengan ketasaufannnya.
4 Ketua Persatuan Ulama dunia, saat ini bermukim di Qatar, seorang yang sangat tegas membela prinsip
agama yang dianutnya.
5 Ulama Azhar dari Syiria lebih mengutamakan Ishlah. Beliau sama sekali tak setuju dengan apa yang terjadi
di Syiria hari ini. Peperangan harus dihentikan.
6 Kitab Imarah berjudul perang terminologi Islam versus Barat, Imarah konsisten menulis tentang pemikiranpemikiran Islam modern. Salah seorang yang sangat produktif di Universitas Al Azhar.
7 Termasuk buku yang penuh kontroversi karya Affan Ramli, apapun karya ini berhasil memancing daya
kritis intelektual Aceh.
65
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
banyak sekali intelektual terpengaruh lalu coba untuk mengutuk penulisnya bahkan di tempat yang
tak layak.
Satu lagi yang menarik dari sebuah hasil ilmiyah berangkat dari analisis tentang
sekularisme adalah tulisan yang berjudul Islam Protestan8. Tulisan ini telah membuat para
intelektual lokal seperti kabakaran janggut, walaupun kemudian banyak yang membela tulisan
tersebut. Apapun, tulisan Islam Protestan seolah ingin memancing selera orang lokal tentang
istilah-istilah yang diberikan Barat, dan ini membawa pengaruh besar dalam kenyamanan
beragama kaum lokal.
Alkaf salah satu cendekiawan Aceh juga telah menulis isu sekularisme dengan cukup
lantang, artikelnya Negara Islam No Sekularisme No coba mempertemukan sekularisme vis a vis
Indonesia. Alkaf melihat bahwa semenjak berdirinya, Indonesia tak memiliki konsep tegas dalam
memandang Negara. Sehingga Alkaf memberikan kesimpulan bahwa Indonesia berada di jalan
tengah antara sekularisme dan Negara Islam. Adanya pancasila lalu adanya mahkamah syari’ah
dan kementerian agama adalah bukti nilai-nilai Islam ada di Indonesia walaupun Indonesia tak
menjadi negara Islam secara resmi.
Artikel ini ingin melihat dua sudut pandang dalam melihat produk filsafat Barat yakni
sekularisme, antara Timur dan Barat dengan menggunakan metodelogi pengumpulan data yakni
dengan mengkaji atau menganalisis dokumen-dokumen
yang relevan dari segi primer dan
sekunder.
2.
Terminologi Sekularisme
Sekularisme merupakan bagian dari kata Sekuler yang kemudian ditambah isme sehingga
menjadi sebuah aliran. Kata secular sendiri berasal dari bahasa Inggris yang bermakna
keduniawian dan kehidupan di luar biara9.
Merujuk lebih dalam lagi, akan ditemui bahwa makna sekuler oleh para pakar coba dihubunghubungkan dengan istilah yang dihibahkan Yunani. Al-Attas misalnya menjelaskan bahwa istilah
______________
8
Opini yang pernah populer di website Aceh Institute karya Fuad Mardatillah. Islam protestan pada dasarnya
melihat kegagalan dan ketidaktahuan penganut Islam itu sendiri akan agama sempurna ini. Judul opini ini
luar biasa menyedot para intelaktual Aceh saat itu.
9 M Solihin; perkembangan filsafat dari klasik hingga modern, Bandung, cv: Pustaka Setia 2007 hal. 244-245
66
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
sekular berasal dari kata latin saeculum yang mempunyai arti ganda, ruang dan waktu10. Sehingga
Al Attas dengan lugas memberikan sebuah defenisi bahwa makna sekuler lebih ditekankan pada
waktu atau periode tertentu di dunia yang dipandang sebagai suatu proses sejarah.
Secara historis konotasi ruang dan waktu dimaksud dikaitkan dengan sejarah Kristen Barat,
dimana pada abad pertengahan telah terjadi
langkah-langkah pemisahan antara hal yang
menyangkut masalah agama dan non agama.
Beberapa ahli senada dalam mengungkapkan makna dari sekuler ini seperti Cornelis van
Peusen, teolog dari Belanda, begitu juga dengan ahli dari Indonesia semisal Surjanto Poepowardojo
yang intinya ingin menjelaskan bahwa sekuler itu adalah pemisahan antara langit dan bumi, atau
antara dunia dan akhirat; agama.
Dalam bahasa Arab, ada kata ‘alamani dari ‘alam (dunia) yang bermakna duniawi
diversuskan dengan yang selain dunia. Istilah tersebut rupanya digunakan dan diadopsi dari orangorang Kristen Arab untuk mengekspresikan gagasan ini sebelum ia menarik perhatian kaum
muslimin.
Pada masa modern istilah tersebut dibaca kembali menjadi ilmani yang dipahami dalam
arti ilmiah dari ilm pengetahuan atau sains yang dilawankan dengan religius yang oleh sarjana
muslim dianggap sebagai penafsiran keliru sebab dalam Islam dua kata tersebut tidak pernah
dipertentangkan.Tegasnya, dalam sejarah Islam tidak terdapat kontradiksi (tanaqqud) antara
agama di satu pihak dengan ilmu pengetahuan atau sains di pihak lain.
Dengan mengacu pada Ensiklopedi Britania, Yusuf Qaradhawi mendefinisikan sekularisme
sebagai gerakan kemasyarakatan yang bertujuan untuk memalingkan manusia dari kehidupan
akhirat dengan semata-mata berorientasi pada kehidupan dunia. Defenisi yang dberikan Qardawi
dengan menggunakan gerakan sangatlah wajar jika dilihat dari perjalanan kehidupan Qardahwi
yang tak bisa dipisahkan dengan Ikhwanul Muslimin. Gerakan sekularisme sendiri muncul pada
abad kebangkitan yang merupakan bagian dari upaya untuk mendorong Barat meraih kemajuan
serta mewujudkan ambisi Barat pada kehidupan dunia. Kala itu Agama Kristen yang bersifat
dogmatik dan cenderung bertentangan dengan berbagai penemuan sains dianggap sebagai
penghambat bagi kemajuan. Karena itu, sekularisme merupakan gerakan perlawanan terhadap
______________
10
Syed Muhammad Naquib Al Attas , Islam dan sekularisme, Bandung, penerbit Pustaka 1981 hal 1-2
67
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
ajaran dan keyakinan gereja, demi untuk meraih kebangkitan yang terus berlanjut dalam
perkembangan sejarah modern.
Ramadhan Buthi dalam magnum opusnya juga menyinggung sekularisme, intinya
sekularisme ingin memisahkan antara tuhan dan manusia. Penghambaan tak lagi pada tuhan,
manusia dalam pengertian sekularisme harus bebas tunduk kepada pikiran dan akalnya. Dari
sekian pendapat para ahli baik dari Islam mapun Barat, penulis lebih memilih terminologi Imarah
bahwa sekularisme
merupakan pengaturan urusan hidup di dunia dengan aturan bersifat
keduniawian tapi sayangnya Imarah tak menyebut negative value sisi bahasa dari Ilmaniyah11
3. SEJARAH SEKULARISME
George Jacob Holyoake agaknya tak pernah menduga jika para cendekiawan setelahnya
menempatkan dia sebagai bapak pendiri sekularisme12. Dimana pada tahun 1846 ia berani
menyatakan bahwa schularism is an ethical system pounded on the principle of natural morality and
in independent of reveald religion or supernaturalism. (sekularisme adalah suatu sistem etik yang
didasarkan pada prinsip moral alamiah dan terlepas dari agama-wahyu atau supernaturalisme).
Jacob sendiri dalam sejarah kehidupannya tercatat pernah belajar agama, tetapi perubahan sosial
politik saat itu telah merubah prinsip- prinsip kehidupan yang dianut Jacob. Dimana sekularisme
hanyalah sebagai gerakan protes sosial dan politik kala itu.
Pasca revolusi Perancis ide-ide sekularisme semakin menjalar dan menegaskan diri sebagai
sebuah sebuah aliran filsafat kokoh di Barat. Aliran ini pada akhirnya sampai ke dunia timur
dengan membawa nama kolonialisme. Misi kolonialisme yang dibungkus dengan gold, glory dan
gospel ini sukses dijalankan Barat terhadap Islam dan menjipratkan filsafat sekularisme dengan
sangat lihai. Terbukti kemudian dengan lahirnya karya-karya besar dari para intelektual Barat13.
Cendikiawan semisal Muhammad Al-Bahy menjelaskan bahwa yang menimbulkan
munculnya sekularisme pada abad ke-17 dan ke-18 adalah perebutan kekuasaan antara negara dan
Gereja. Karena itu, pemisahan antara kedua kekuasaan itu adalah penanggulangan perselisihan
baik secara legal atau filosofis. Sedangkan yang mendorong sekularisme abad ke-19 adalah
pembentukan kekuasaan. Karena itu, pengertian sekularisme tidak sama dengan paham pemisahan
______________
Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat, Jakarta, Rabbani Press, 1998. Hal 34
Juhaya S Praja , aliran-aliran filsafat dan etika, Jakarta Kencana 2010, hal: 188
13 Karya Snouc Hurgronje berjudul Aceh menjadi sekian contoh bagaimana hegemoni Barat kepada Islam.
11
12
68
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
antara Gereja dan negara, akan tetapi semacam penghapusan paham dualisme dengan
penghancuran agama sebagai awal mula untuk mencapai kekuasaan tersendiri, yaitu “kelompok
Buruh” atau “sosial” atau “negara” atau “partai”. Penelitian terhadap alam dan kemajuan ilmu
pengetahuan telah memberanikan kaum intelek sekuler untuk keluar dari wasiat atau dogma
Gereja. Sedangkan Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan, bahwa sebab-sebab kemunculan sekularisme
di dunia Barat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: faktor agama, pemikiran, psikologi,
sejarah dan realitas kehidupan empiris.
Bagaimanapun, sekularisme tetap saja tak bisa dipisahkan dari
sejarah kelam Eropa
berikut hubungan Gereja vis a vis manusia Barat. Bahkan Imarah coba menautkan sekularisme ini
dengan akar-akar helenisme Yunani14. Di bidang filsafat, tradisi Romawi dalam bidang hukum
serta tradisi Kristen yang masuk ke dalamnya. Sebenarnya filsafat sekularisme Barat tak ada
hubungannnya dengan revolusi industri di Barat. Tetapi keduanya dipengaruhi langsung oleh
peradaban Umayah yang ada di Andalusia. Penemuan mesin uap, konsep pesawat terbang dan
penemuan lannya bermula dari para pakar Islam Andalusia yang lalu dikembangkan Barat. Bahkan
ide sekularisme sendiri terinpirasi dari filsafat logisnya Ibnu Rusydi. Sakit hati kaum Barat
terhadap gereja membuat alumni Barat yang mengambil ilmu dari Andalusia turut
menyumbangkan ide-ide Ibnu Rusydi yang membuat filsafat sekularisme sedemikan berkembang.
Imarah menyebutkan ada dua teori yang cukup terkenal dalam sekularisme Barat yakni
teori dua pedang yaitu pedang rohani temporal atau kekuasaan sipil milik Negara. Ketika Gereja
keluar dari batas-batas misi rohani lalu merebut kekuasaan temporal maka urusan duniapun
diintervensi oleh kekuatan agama. Sebagai akibatnya masyarakat Eropa mengalami stagnasi dan
kemunduran. Yang berkembang masa itu selanjutnya adalah teori satu pedang, yakni kekuasaan
yang digabungkan antara otoritas agama dan sipil. Silaturrahmi antara gereja dan Negara ini
kemudian waktu dikenal dengan istilah hak ketuhanan bagi raja-raja. Dalam perjalanannya
hubungan ini tak berjalan harmonis, gereja dirasa sebagai suatu lembaga yang mengekang
kebebasan, sehingga kesempatan renaissance yang bermakna kelahiran kembali15 dimanfaatkan
para sipil untuk memisahkan diri dari pengaruh gereja. Lahirlah filsafat-filsafat sekularisme, aliran
ini kemudian terus berkembang melahirkan aliran semisal materialisme dan liberalism.
______________
14
15
Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat, Jakarta, Rabbani Press, 1998. Hal 34
ibid
69
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
4.
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
SEKULARISME DALAM PANDANGAN BARAT
Sudah makruf bahwa sekularisme lahir dari rahim Barat, tentu saja ruang sekularisme dipoles
sedemikian elegan jika melihat dari sudut pandang Barat. Ada yang menarik manakala ada tokohtokoh Barat yang menolak sekularisme semisal Roberson dari Brighton, ia mengemukakan
keberatannya manakala agama di buang begitu saja bahkan dianggap kabur dan tidak ril16. Seperti
menegaskan kembali ulasan Imarah, Muhammad Albahi membagi filsafat sekularisme ke dua tahap
yakni periode sekularisme moderat antara abad 17 dan 18, kedua periode sekularisme ekstrim
antara abad ke 1917.
Adapun perbedaan mendasar antara dua periode ini terletak pada sisi hubungan harmonisdisharmonis antar gereja vis a vis Negara. Sekularisme moderat masih memberikan kesempatan
antar gereja merangkul Negara atau sebaliknya. Sekularisme ekstrim benar-benar membenci lalu
membuang agama. Sangat menarik tentunya melihat para tokoh yang melibatkan diri pada fase
moderat yakni tokoh semisal Francois Voiltare (1694-1778), filsuf Perancis yang digolongkan
sebagai penganut agama alami. Lessing (1729-1781) , filsuf Jerman yang berpendapat bahwa
agama bukanlah terminal terakhir, melainkan sebagai periode batu loncatan menuju kehidupan
manusia. Agama berstatus sebagai medan perkembangan. Tuhan bermaksud memberikan
petunjuk manusia kepada kebenara, sedang kebenaran abadi tidak ada, yang ada hanyalah usaha
menuju kepada kebenaran. Albahi menjelaskan secara umum beberapa filsuf sekularisme moderat
antara lain:
John Locke (1632-1704), filsuf Inggris yang berpendapat bahwa negara yang modern telah
menghapuskan semua wasiat Gereja. Karena memandang kepercayaan agama sebagai hasil
pemikiran perorangan, dan persaudaraan dalam agama sebagai hubungan bebas yang harus dipikul
dan dipertahankan selama tidak mengancam kebinasaan dan kehancuran undang-undang negara.
G.W. Leibniz (1646-1716), filsuf Jerman. Ia sependapat dengan Locke, bahwa agama menjadi
masalah perorangan yang hanya berurusan dengan individu saja tanpa ada suatu hubungan dengan
negara. Bahkan dialah yang menganjurkan penghapusan sebagian ajaran agama Masehi yang tak
sesuai dengan akal.
______________
16M.
17
Solihin op.cit,. hal 246
Pradoyo, Sekularisasi dalam Polemik, Jakarta;Pustaka Utama Grafiti, cet.I, 1993, h.19-20
70
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
Thomas Hobbes (1588-1679), filsuf Inggris yang berpendapat bahwa negara itu merupakan “akad”
atau kesepakatan dimana negara berkewajiban menggiring manusia secara paksa ke dalam akad
tersebut. Karena itulah Hobbes menekankan pentingnya kewajiban negara. Ia menjadikan negara
sebagai sebagai sumber undang-undang, moral dan agama. Bahkan untuk pemeliharaan kekuatan
dan kewibawaan negara, dianjurkan agar negara berbuat sesuai dengan apa yang disenangai atau
dikehendakinya.
David Hume (171-1776), filsuf Inggris yang ateis. Ia mengingkari adanya roh yang kekal, tetapi tetap
menganggap agama sebagai kepercayaan, agama menurut pandangannya bukanlah suatu ilmu
tetapi hanya institusi belaka.
J.J. Rousseau (1712-1778), filsuf Perancis dan seorang humanis non materialis. Dalam buku Emil,
Rousseau memfokuskan alam sebagai faktor pemisah sebagaimana ia menjadikan agama dalam
pendidikan merupakan suatu hal yang bertentangan dengan alam. Menurut pendapatnya, sebaiknya
anak tidak boleh mengikuti golongan agamis, tetapi anak memilihi sendiri berdasarkan atas akal
murninya. Rousseau tidak menerima paham ateisme, tetapi ia juga menolak bukti-bukti metafisis
tentang adanya Tuhan yang diajarkan ilmu ketuhanan Gereja.
Sedangkan para filsuf yang melibatkan diri pada peride ekstrim yakni seperti Ludwig Feurbach
(1804-1872), filsuf Jerman dan termasuk pencetus revolusi sekuler terpenting pada abad ke-19.
Menurut pendapatnya, manusia dapat mengkaji periode perpindahan dari agama alamiah yang
bersih dan jauh dari pengaruh agama langit menuju materialisme ekstrem. Manusia itu merupakan
wujud Tuhan tetapi bukan Allah, dan agama yang baru adalah politik, bukan agama Masehi. Karena
itu politik harus dijadikan agama. Allah dan agama keduanya bukanlah dasar negara, tetapi
dasarnya adalah manusia dan kebutuhan. Dengan demikian negara adalah kandungan semua
kenyataan, yakni alam keseluruhan atau kemanusiaan yang memelihara kenyataan manusia. Dengan
begitu agama menjadi musuh negara, dan “ateis praktis ada berkaitan dengan negara”.
Karl Marx (1818-1883), juga seorang filsuf Jerman yang amat dekat dengan kawannya, Engels,
sehingga beberapa pandangannya pun merupakan buah pikiran bersama. Marx seorang
Revolusioner. Ada tiga prinsip pandangan Marx tentang materi;
Prinsip yang menghidupkan
perkembangan secara terus menerus, prinsip menghilangkan kontradiksi, prinsip kemajuan untuk
menghasilkan sesuatu yang baru, walaupun tidak lebih baik. Marx dianggap revolusioner, dan bukan
filsuf, karena filsafatnya sebagai alat untuk menuju politik.
71
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
Lenin (1870-1924), orang yang mempraktekan marxisme. Ia mengubah marxisme menjadi akidah
bagi partai (golongan) yang kemudian marxisme disebut Bolsjewisme di dunia politik, atau dikenal
sebagai materialisme produktif dalam dunia filsafat. Dengan demikian, Bolsjewisme nampak sebagai
“agama baru” sebagai pengganti dari “agama masehi”. Menurut Lenin, agama itu candu rakyat, yang
menutup kemajuan berfikir.
Meskipun Lenin setuju dengan pendapat bahwa “agama itu urusan perorangan”, akan tetapi untuk
partai (golongan), anggotanya harus anti-Tuhan, karena anggotanya yang masih beragama menjadi
musuh bebuyutan bangsa. Negara harus netral, dalam arti negara tidak memperhatikan agama,
tidak ada hubungannya dengan agama. Agama tidak ada nilainya bagi penduduk, maka tidak perlu
menanyakan aliran agama, dan kenetralan terhadap agama itulah pemisah sempurna antara negara
dan Gereja18
5. SEKULARISME DALAM PANDANGAN ISLAM
Sebaliknya Islam benar-benar membabat habis istilah sekularisme. Para intelektual Islam
berkali-kali menegaskan jika sekularisme adalah filsafat menyesatkan umat manusia, bahkan tokoh
semisal Imarah menyebut bodoh (jahil murakkab) kepada penganggum dan pengusung
sekularisme.
Menarik dari sisi ini adalah manakala ada intelektual Islam yang benar-benar memberikan
ruang kepada sekularisme untuk masuk dengan dalam dalam Islam. Tokoh Syiah semisal Abdul
Karim Sorous bahkan menyeru untuk berdamai dengan pemikiran Barat dimaksud19.
Begitu juga dengan sosok Dr. Thaha Husein (1889-1973) dengan kata-katanya: "Kita
sepatutnya di hadapan Eropa, mengikuti jalan yang ditempuh oleh mereka di bidang hukum,
menempuh perjalanan mereka di bidang managemen dan mengikuti mereka dalam bidang
perundang-undangan.
Kita
mempunyai
komitmen
pada
ini
semua di
hadapan
Eropa.
Penandatanganan Perjanjian Kemerdekaan (1936) dan Perjanjian Pembatalan Hak-Hak Istimewa
(1938) tidak lain menunjukkan komitmen yang jelas di mata dunia bahwa kita akan berjalan
______________
18
19
ibid
Abdul Karim Sorous, Menggugat otoritas dan tradisi agama, Jakarta; 1998 hal 232.
72
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
mengikuti jalan yang ditempuh bangsa-bangsa Eropa di bidang hukum, pemerintahan, dan
perundang-undangan20.”
Serbuan Napoleon Bonaparte ke dunia Arab; Mesir adalah awal mula awal mula ide
sekularisme coba dimasukkan. Serbuan ini jelas berbeda dengan serbuan kala perang salib. Dengan
tujuannya adalah menjajah akal orang Islam. Harus diakui telah sukses dalam taktik ini walau tak
sukses sepenuhnya, tetapi serbuan Barat ke dunia timur; nusantara telah membuang sedikit
banyak nilai-nilai ketimuran. Apalagi kemudian orientalis-orientalis Barat seolah mengepung
Islam. Snouck misalnya berusaha memisahkan agama dan budaya di ranah lokal keacehan.
Magnum opusnya berjudul Aceh di Mata Kolonialis menjadi bukti betapa Snouck menjalankan
misinya sebagai orientalis dengan taat dan disiplin. Ia mencerca cara orang Aceh beragama dengan
tak santun21.
Jelasnya semua negeri Muslim yang dijajah Barat telah menempatkan sekularisme dalam
urusan negara, sosial dan kebudayaan untuk menggeser identitas Islam. Walaupun di satu sisi tak
sepenuhnya sekularisme bisa tampil gagah, ada nilai-nilai keunikan dari Islam di timur yang tak
mampu ditembus filsafat sekularisme. Ciri khas Barat ketika menyerbu negeri timur misalnya tak
berterus terang menentang agama, kaum sekuler lihai mengambil hati muslim di timur. Pada
perjalanannya terjadi perubahan bagaimana Barat memperlakukan kaum timur dengan
penghinaan yang luar biasa. Hal yang paling merugikan kaum timur selanjutnya pemasukan filsafat
sekuler dalam hukum adat maupun hukum Islam lewat tangan lihai orientalis. Bahkan
menghilangkan beberapa aturan-aturan yang bersumber dari syari'ah dalam konstitusi dan
mengangkat para praktisi hukum yang sejalan dengan kebijakan pemerintah penjajah.
Ketika yang demikian dapat berjalan mulus, lalu Iangkah berikutnya adalah mengubah
aturan-aturan lain dan mengganti dengan yang baru dan bertentangan dengan Islam sebagai
perluasan upaya menyingkirkan agama.
______________
20
Thaha Husein. Min asy-Syathi' al-Akhar; naskah dalam bahasa Prancis yang dikompilasi dan diterjemahkan
setelah ia wafat, oleh Abdul Rasyid ash-Shadiq al-Mahmudi, Beirut, 1990 hal: 191-192.
21 Dalam buku ini Snouck banyak mencela orang Aceh dengan tradisi adatnya yang kental tanpa sedikitpun
melihat dalam kacamata positif. Snouck Hurgronje, Aceh di Mata Kolonialis, (Jakarta: Yayasan Soku Guru,
1985), hlm 171
73
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
Imarah menulis tentang bagaimana parahnya penyusupan sistem perundang-undangan
Barat ke dalam Negara berpenduduk Islam seperti Mesir, Tunisisa, Maroko, dan Aljazair. Dimana
hal yang sama sebenarnya dapat ditemukan dalam setiap bekas jajahan Barat tidak terkecuali
Indonesia. Menariknya tokoh Rifa’ah Ath-Tantawi dari Mesir pernah menyerukan perlawanan
terhadap serangan sekularisme dan sistem hukum Mesir, walaupun tak pernah berhasil. Indonesia
juga tak berdaya melawan arus sekularisme dalam sistem hukum ketatanegaraan. Alih-alih
melawan bahkan elit-elit Indonesia pra kemerdekan justru belajar hukum di negara jajahan
Belanda. Wal hasil Allah telah mengkhususkan diri dengan menciptakan dan mengatur kemudian
menyerahkan kepada manusia kekhalifahan dalam memakmurkan bumi, lalu menjadikan untuk
manusia syura (asas musyawarah) dalam urusan dan mengatur peradaban, manajemen,
memanfaatkan kemampuan untuk menegakkan agama, membangun peradaban, mengatur
kehidupan, dan mengarahkan perjalanan sejarah sebagai khalifah Allah.
"Karena
itu
manfaatkanlah
mereka,
mohonkanlah
ampun
bagi
mereka,
dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (Ali Imran: 159)
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul Nya (sunnahnya)." (an-Nisaa': 59)
"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di
antara mereka tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri)." (an-Nisaa': 83)
filsafat hukum Islam menutup jalan bagi aturan hukum sekuler untuk mencegah
masuknya filsafat sekularisme. Sebab maslahat yang dikehendaki oleh hukum Islam adalah
maslahat syari'ah yang diketahui batas-batasnya, bukan maslahat mutlak tanpa ikatan, atau
manfaat tanpa batasan. Manfaat yang dikehendaki oleh fiqih Islam adalah mendapat manfaat
syar'i bukan atas dasar kenikmatan atau hawa nafsu atau manfaat mutlak yang standarnya
bersifat duniawi: kesenangan untuk kesenangan dunia itu sendiri. Sebab seorang Muslim tidak
hanya mengkhususkan kepada Tuhannya shalat dan ibadahnya saja melainkan juga menyertakan
shalat dan ibadah dengan hidup dan mati (al-mahya wa al-mamat)
"Katakanlah: Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah, Tuhan
semesta alam." (al-An 'aam: 162)
74
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
Bagaimanapun ide filsafat sekularisme Barat diakui tak bisa menghegomoni keistimewaan
aturan dan filsafat Islam yang didirikan tokoh sekaliber Alfarabi dan Ibnu Sina. Pemikiran Islam
tetap berdiri tegak dengan segala kehebatannya. Hal ini pula telah diakui oleh para orientalis.
Muhammad Imarah menulisnya dengan rinci yakni::
David Santillana (1845-1931) mengemukan tentang filsafat hukum dan sistem perundangundangan Barat: "Pengertian aturan hukum dan undang-undang bagi kita (masyarakat Barat), dan
para pendahulu kita adalah sekumpulan kaidah yang berlaku dan ditetapkan oleh masyarakat, baik
langsung maupun melalui para walinya, dan kewenangannya diambil dari kehendak, aspirasi,
pemahaman dan moralitas manusia serta adat-istiadat mereka. Aturan hukum dan undang-undang
ini bersifat duniawi, atau sekular, semata-mata untuk kepentingan duniawiah. Akan tetapi
pandangan Islam tentang hukum bertolak belakang dengan pandangan ini. Sebab patuh kepada
hukum Islam adalah satu kewajiban sosial dan juga agama pada saat yang sama. Bagi yang
melanggar aturan agama maka tidak hanya dipandang satu kesalahan sosial saja melainkan juga
melakukan kesalahan agama. Sistem peradilan dan sistem agama, undang-undang dan akhlak, di sini
adalah dua kerangka aturan yang tidak ada ketiganya bagi kehendak atau aspirasi yang
keberadaannya dan ajaran-ajarannya diambil oleh masyarakat Islam Setiap permasalahan hukum
pada dasarnya masalah hati kecil dan nuansa akhlak mendominasi hukum dan undang-undang
untuk memadukan antara kaidah-kaidah hukum dan ajaran akhlak secara sempurna. Akhlak dan
adab sopan santun dalam setiap masalah menggariskan batas-batas hukum, sebab syari'ah Islam
adalah syari'ah agama yang pada dasarnya menggeser pemikiran kita.
Pandangan serupa juga dikemukakan oleh orientalis Swiss Marcel Pawzer yang mengingatkan akan
kelebihan hukum Islam atas hukum sekuler buatan manusia dari segi sumber dan tujuan. Ia
mengatakan bahwa perlu dikemukakan perbedaan pokok antara syari'ah Islam dan sistem hukum
Barat modern baik ditinjau dari perbedaan sumbernya maupun dari tujuan akhirnya. Sumber hukum
dalam sistem demokrasi Barat adalah kehendak rakyat dan tujuannya adalah aturan dan keadilan
dalam masyarakat. Sedangkan Islam, hukum bersumber dari Tuhan, maka berdasarkan pada sumber
ini, tujuan pokoknya bagi orang mukmin adalah mencari pendekatan kepada Allah dengan
menghormati wahyu dan berkomitmen kepadanya. Kekuasaan dalam Islam mewajibkan sejumlah
kriteria moral, sementara dalam tradisi sistem Barat diperbolehkan memilih kriteria-kriteria itu
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi yang berlaku pada masanya22.
______________
22
Ibid, hal 40
75
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
Negara sekuler mengatur masyarakat menurut peraturan akal hanya untuk mewujudkan
kemaslahatan duniawiah saja. Sedangkan negara Islam, bertolak dari aturan syari'ah untuk meraih
kebaikan duniawiah dan juga akhirat. Perbedaan antara keduanya menurut ungkapan Imam
Ghazali (1058-1111) bahwa yang pertama memandang dengan visi akal yang lepas dari tuntutan
syara' sedangkan yang kedua, yaitu Islam, memandang dengan akal dalam batas syari'ah.
Sedangkan akal haruslah disertai dengan syara'.
76
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
6.
PENUTUP
Sekulerisme adalah sebuah konsep yang memisahkan antara negara dan agama (state
and religion). Yaitu, bahwa negara merupakan lembaga yang mengurusi tatatanan hidup yang
bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan yang berbau akhirat, sedangkan agama
adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan manusia dengan hal-hal yang bersifat
metafisis dan bersifat spiritual, seperti hubungan manusia dengan tuhan. Sejarah munculnya
sekularisme sebenarnya merupakan bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat
Eropa kepada gereja saat itu (abad 15) karena dominasi sosio-ekonomi dan cultural dan
tindakan refresi terhadap penggunaan tafsir (juga: pengetahuan) diluar gereja. Sedangkan inti
ajaran dari sekulerisme mencakup Penidak-keramatan alam, Desakralisasi Politik dan
Dekonsekrasi Nilai. Barat cenderung membuka ruang lebar-lebar bagi bagi tumbuhnya filsafat
sekularisme, karena memang disitu rahimnya. Ada yang menarik manakala ada segelintir
tokoh Barat yang tak setuju dengan filsafat ini. Sayangnya segelintir kaum ini masih tak punya
kekuatan dalam mengalahkan hegemoni filsafat sekularisme Barat. Bahwa aka ada prediksi
filsafat sekularise justru ke depan akan mati di rahimnya sendiri, makana populasi Islam terus
bertambah di Eropa, Islam sebagai agama nantinya akan mengambil alih peran sekularisme
yang telah memporak-porandakan pemikiran manusia. Islam melihat sekularisme sebagai
tindakan paling bodoh dengan menghamba kepada akal.Sebagaimana Barat ada hal menarik di
jantung Islam sendiri dimana ada segelintir tokoh yang menganggumi Barat dengan filsafat
sekularismenya. Hegemoni Barat atas dunia Islam paska renasisaince telah menghancurkan
sendi kehidupan beragama umat Islam. Nilai-nilai sekularisme perlahan masuk ke ranah ini.
Akibatnya teks-teks suci coba dipermainkan. Hukum Islam yang semula diterapkan dalam
negeri-negeri Islam coba diselip dengan nilai sekularisme. Akibatnya hukum-yang berpijak
pada mazhab sekuler bisa berdiri kokoh di Negara yang berpenduduk muslim.Sekularisme
akhirnya menjadi alat pertarungan Barat vis a vis Islam. Sesuai siklusnya, ada yang akan
mengalahkan dan dikalahkan.
77
Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017
http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: Diponogoro, 2008)
Yusuf Qardhawi, Staqafatuna Baina Infitah wal Inghilaq, (Kairo:Dar Asy-Syuruq, 2008)
Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat, (Jakarta: Rabbani Press, 1998)
Al-Attas, 1981, Islam dan Sekularisme, diterjemahkan oleh: Karsidjo Djodjosuwarno, Bandung:
Pustaka 1981)
Yusuf Qardhawi, 1997, Islam dan Sekularisme, diterjemahkan oleh: Amirullah Kandu, Lc., CV.
Bandung: Pustaka Setia, 1997)
Pardoyo, Sekularisasi dalam Polemik, (Jakarta: Pustaka Utama Grafitti, 1993)
Praja, J. S., Aliran-aliran Filsafat dan Etika,(Jakarta: Kencana, 2010)
M. Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2007)
Muhammad Siddiq Armia, Studi Epistemologi Perundang-Undangan, Banda Aceh: Teratai
Publisher, 2011.
Muhammad Siddiq Armia, Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya
Paramita, 2009.
Wikipedia, Sekularisme, http://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisme, diakses tanggal 08-3-2017
Ahmad Shalabi, Perbandingan Agama; Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992)
Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
Yusuf Qardhawi, Taksis Alhadharah; Tarikhuna, Almuftara Alaihi, (Kairo; Darul Syuruq, 2008)
Jakfar, Warisan Filsafat Nusantara ( Banda Aceh: Pena, 2010)
Yusuf Qardhawi, Hal Islam Faridhah Wa Dharurah (Kairo: Maktabah Wahbah, 2001)
Snounk Hurgronje, Aceh Di Mata Kolonialis (Jakarta; Yayasan Soko Guru; 1985)
78
Download